Anda di halaman 1dari 42

PEMBUANGAN PASIEN DI LAMPUNG

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang
Maha Esa dengan dianugerahi akal dan
nurani untuk dapat membedakan
kebaikkan, keburukkan dan mengarahkan
sikap dan perilaku. Oleh karena itu
manusia telah dibekali hak asasi manusia
dalam dirinya sejak lahir. Hak Asasi
Manusia adalah kebebasan yang di berikan
oleh manusia sejak lahir untuk menentukan
prinsip serta arah jalan hidupnya.
HAM bukan hanya merupakan hak-hak
dasar yang dimiliki setiap manusia sejak
lahir ke dunia tetapi juga merupakan
standar nornatif yang bersifat universal
sehingga masalah ini menjadi suatu
perhatian seluruh negara di dunia.
Kenyataan di Indonesia menunjukan
bahwa hingga kini indonesia masih
menemui kendala dalam penagakkan
HAM tetapi proses demokratisasi yang
terjadi pasca tumbangnya kekuasaan orde
baru telah memberikan harapan besar agar
pengakuan dan perlindungan terhadap
HAM dapat ditegakkan.
Sila kedua yang berbunyi kemanusiaan
yang adil dan beradab secara sisitematis
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, serta mendasari dan
menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila
kemanusiaan sebagai dasar fundamental
dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan,
dan kemasyarakatan.
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-
nilai  bahwa Negara harus menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang beradab. Oleh karena itu
dalam kehidupan kenegaraan terutama
dalam peraturan perundang-undangan
Negara harus mewujudkan  tercapainya
tujuan ketinggian harkat dan martabat
manusia, terutama hak-hak kodrati (hak
asasi) harus dijamin dalam peraturan
perundang-undangan Negara.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
mengandung nilai suatu kesadaran sikap
moral dan tingkah laku manusia yang
didasarkan pada potensi budi nurani
manusia dalam  hubungan dengan norma-
norma dan kebudayaan pada umumnya,
baik terhadap diri sendiri, sesama manusia,
maupun lingkungan. Nilai kemanusiaan
yang beradab adalah pewujudan nilai
kemanusiaan sebagai makhluk yang
berbudaya, bermoral, dan beragama.
Salah satu bentuk pelanggaran pada
pancasila sila kedua yaitu Pasien yang
Dibuang di Lampung yang termasuk
Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam
Mendapat Keadilan.
Kasus ini berawal dari kegegeran
masyarakat di daerah Sukadanaham,
Tanjung Karang Raya , sebuah kecamatan
baru hasil pemekaran dari kecamatan
Tanjung karang Barat Bandarlampung.
Mereka menemukan seorang kakek tua
renta yang dibuang di sebuah gardu di
daerah tersebut. Dan hal ini tentu
bertentangan dengan pancasila sila kedua.
1.2 Rumusan Masalah
       Dari pemaparan latar belakang diatas
dapat ditarik rumusan masalah yang akan
dibahas ialah sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi faktor dari kasus
pembuangan pasien di Lampung?
2. Mengapa pekerja di Rumah Sakit
Umum Dadi Tjokrodipo bisa melakukan
hal tersebut?
3. Bagaimana hubungannya kasus ini
dengan pancasila sila kedua?
1.3 Tujuan Penulisan 
Dengan disusunnya makalah ini, adapun
tujuan yang dimaksud ialah:
1. Memenuhi syarat bagi mahasiswa analis
kesehatan poltekkes kemenkes RI bandung
dalam penyelesaian tugas mata kuliah
Pendidikan Pancasila Semester Ganjil
dengan Sub Pokok Pelanggaran HAM
yang Berkaitan dengan Pancasila Sila
Kedua.
2. Untuk menambah wawasan bagi penulis
dan pembacanya.
3. Untuk menjelaskan kasus pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang dihubungkan
dengan Pancasila sila kedua diantaranya
kasus pembuangan pasien di Lampung.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai media untuk menambah
wawasan.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang
pentingnya hubungan kemanusiaan yang
adil dan beradab.
3. Menambah rasa ingin tahu seorang
mahasiswa untuk mengetahui pelanggaran
HAM yaitu tentang Pembuangan Pasien di
Lampung sehingga mahasiswa dapat
mengkritisi hal ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Pengertian-pengertian
Disini penulis memberi penjelasan
mengenai beberapa hal yang akan dibahas
pada makalah ini, dengan tujuan memberi
persamaan persepsi antara penulis dan
pembaca agar mudah dipahami arti dan
maknanya. Adapun pengertian-pengertian
tersebut, yaitu:

1. Pengertain Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak
yang melekat pada diri setiap manusia
sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur
hidup dan tidak dapat diganggu gugat
siapa pun. Sebagai warga negara yang baik
kita mesti menjunjung tinggi nilai hak
azasi manusia tanpa membeda-bedakan
status, golongan, keturunan, jabatan, dan
lain sebagainya.

2. Pengertian Kemanusiaan yang Adil dan


Beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
mengandung nilai suatu  kesadaran sikap
moral dan tingkah laku manusia yang
didasarkan pada potensi budi nurani
manusia dalam hubungan dengan norma-
norma dan kebudayaan pada umumnya
baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama
manusia maupun terhadap lingkungannya.

3. Pengertian Hukum Pidana


Hukum Pidana adalah Hukum yang
mengatur perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh undang-undang dan
berakibat diterapkannya hukuman bagi
barang siapa yang melakukannya dan
memenuhi unsur-unsur perbuatan yang
disebutkan dalam undang-undang pidana.
Seperti perbuatan yang dilarang dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang
HAM dan sebagainya Dalam hukum
pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu
kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah
perbuatan yang tidak hanya bertentangan
dengan undang-undang tetapi juga
bertentangan dengan nilai moral, nilai
agama dan rasa keadilan masyarakat,
contohnya mencuri, membunuh, berzina,
memperkosa dan sebagainya. sedangkan
pelanggaran ialah perbuatan yang hanya
dilarang oleh undang-undang, seperti tidak
pakai helem, tidak menggunakan sabuk
pengaman dalam berkendaraan, dan
sebagainya
2.2 Konsep
Disini penulis menghubungkan kasus
dengan pancasila sila kedua. Adapun butir-
butir sila kedua, yaitu :
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan
hak, dan persamaankewajiban antar
sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan
keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat manusia,
karena itu dikembangkan sikap hormat-
menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Terjadinya Pembuangan
Pasien di Lampung.
Sempat menjadi sorotan publik, kasus
dugaan pembuangan pasien dari RSUD di
Bandar Lampung mulai memasuki ranah
hukum. Kementerian kesehatan pun mulai
menarik tim investigasi khusus yang
sempat dikirim ke wilayah ini.
Polresta Bandar Lampung memanggil
pejabat Rumah Sakit Umum Dadi
Tjokrodipo (RSUDT) terkait kasus ini.
Korban dari kasus ini adalah Bapak
Suparman bin Sariun atau lebih akrab di
panggil Mbah Edi berusia 64 tahun.
Pejabat yang di panggil itu adalah
Kasubbag Umum dan Humas Heriyansyah
juga Kepala Ruang Rawat Inap E2, yaitu
Mahendri.
Kasat Reskrim Polresta Bandarlampung
Kompol Dery Agung Wijaya di Bandar
Lampung akan memanggil pejabat tersebut
setelah memeriksa 6 tersangka yang terlah
di tahan. Enam orang itu terdiri dari dokter
dan perawat. Keterlibatan 2 pejabat rumah
sakit itu akan diketahui setelah
pemeriksaan 6 tersangka pada hari ini.
Untuk saat ini tersangka yang terlibat
berjumlah 6 orang tapi tidak menutup
kemungkinan akan bertambah. Karena
untuk kasus ini masih terus di lakukan
pemeriksaan termasuk ambulance yang
dijadikan alat bantu pada kejadian
pembuangan pasien ini.
Polresta Bandar Lampung sebelumnya
telah menetapkan 6 tersangka dalam ini.
Mereka adalah sopir ambulans Muhaimin,
Andi Karyadi (perawat di bagian rawat
inap), Andi dan Andika (bagian sanitasi),
Adi (petugas kebersihan rumah sakit),
serta Rudi (seorang juru parkir).
Seperti disampaikan oleh Wakil Menteri
Kesehatan Prof. Ali Ghufron Mukti saat
dihubungi Liputan6.com, Rabu
(12/2/2014), Kementerian Kesehatan
sudah mendapat laporan dari tim khusus
yang dikirimkan ke Lampung dan
menyatakan bahwa pasien tidak ada yang
terlantar atau dibuang. Tapi, ada pula yang
menyatakan bahwa pasien ini tidak mampu
membayar biaya Rumah Sakit sehingga
terjadilah kasus ini.
“Intinya, dari laporan yang diterima,
mereka tidak mengatakan ditelantarkan
atau dibuang. Mereka (pihak RS) bilang,
ingin merujuk rumah sakit awalnya,” kata
Wamenkes.
Meskipun mendapat laporan tersebut,
Wamenkes juga tidak menampik bahwa
pada kenyataanya ada seorang kakek yang
diketahui bernama Suparman (64)
ditemukan di gubuk pinggir jalan Desa
Sukadanaham, Kecamatan Tanjungkarang
Barat dalam kondisi di tangannya ada
bekas suntikan jarum infus dan perban
yang masih menempel.
“Ya, kenyataannya seperti itu. Tapi yang
jelas, ini sudah masuk masalah hukum
pidana dan pelaku telah diserahkan kepada
pihak kepolisian. Dan masalah seperti
penonaktifan sementara Direktur Rumah
Direktur RS Dadi Tjokrodi (Indrasari
Aulia) adalah urusan Pemerintah Daerah,”
jelasnya. Wamenkes juga menyampaikan,
kasus ini belum selesai dan Kementerian
Kesehatan masih akan terus memonitor
regulasi dan evaluasi serta kebijakan
regulasi.
“Jadi kita juga sudah bikin berbagai
macam SK (Surat Keputusan) Menteri
untuk menjamin keamanan pasien
sehingga kasus yang memprihatinkan dan
sangat disesalkan tidak terjadi lagi,”
ujarnya.
Wamenkes menambahkan, bagaimanapun
kasusnya karena ini menyangkut rumah
sakit maka secara teknis, Kementerian
Kesehatan dapat menawarkan semacam
bantuan hukum.
“Kalau ada masalah hukum tentang Rumah
Sakit, bisa dibantu agar profesional, aman
dan mendekatkan layanan masyarakat
supaya masyarakat lebih nyaman,” tambah
Wamenkes.
3.2 Alasan Pegawai RSUDT Melakukan
Kejahatan Pembuangan Pasien
Tersangka lima pembuang kakek
Suparman mengaku bahwa mereka
membuang sang kakek yang merupakan
pasien yang tidak punya keluarga ini atas
perintah atasan mereka yakni HR,
Kasubbag Umum dan Humas Rumah Sakit
Umum Dadi Tjokrodipo (RSUDT) dan
Kepala Ruangan MH.
Hal ini diungkapkan Kasatreskrim Polresta
Bandarlampung, Kompol. Dery usai
melakukan gelar perkara terhadap kasus
pembuangan pasien sampai akhirnya
meninggal dunia.
Berdasarkan dari pengakuan para
tersangka mereka bukan kali ini saja
membuang pasien yang tidak punya
keluarga tapi sudah berulang kali namun
baru kali ini pasien yang dibuang
menginggal dunia.
Adapun kakek Suparman dibuang lantaran
suka berteriak-teriak sehingga
mengganggu pasien lainnnya dan ia juga
tidak memiliki keluarga.
Sebelumnya diberitakan terungkap 5orang
yang merupakan pelaku pembuangan
pasien ditangkap Polresta Bandar
Lampung. Kelima tersangka yang
membuang kakek Suparman hingga
meninggal dunia adalah para pegawai di
Rumah Sakit Umum Daerah Dadi
Tjokrodipo.
Adapun  tersangka adalah Muhaimin ,32,
sopir ambulans; Andi Karyadi alias Rika,
perawat di bagian rawat inap; Andi, bagian
sanitasi; Dika, bagian sanitasi; dan Rudi,
seorang tukang parkir.
Menurut Kasatreskrim Polresta Bandar
Lampung, Komisaris Dery Agung Wijaya
mengatakan, petugas pertama kali
menangkap Muhaimin di rumahnya di
Jalan Cut Mutia, Kelurahan Pengajaran,
Telukbetung Utara, Bandarlampung pada
pukul 15.00 WIB.
Penangkapan Muhaimin membuat
semuanya jadi terang benderang dan
diketahui ada peran orang lain. Polis lalu
meringkus Rika, Dika, Andi, Rudi di
Rumah Sakit Umum Dadi Tjokrodipo.
Kakek Suparman itemukan tergeletak
dalam kondisi sakit di sebuah gardu di
kawasan Sukadanaham, Tanjungkarang
Barat, Selasa (21/1). Sayangnya, meski
sudah dilarikan ke RSUD A Dadi
Tjokrodipo, akhirnya kakek itu meninggal.
Kakek tersebut sengaja dibuang oleh
oknum petugas rumah sakit. Sebab, ada
warga yang melihat kakek  itu diturunkan
dari sebuah mobil ambulans pelat merah.
Sementara itu, HR dan MH membantah
terlibat dalam kasus pembuangan
Suparman. Heriyansyah mengaku siap
diperiksa oleh pihak kepolisian jika
memang dipanggil.
3.3 Hubungan Kasus ini dengan
Pancasila Sila Kedua.
Pancasila merupakan acuan utama bagi
pembentukan hukum nasional, kegiatan
penyelenggaraan negara, partisipasi warga
negara dan pergaulan antar warga negara
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan kata lain, nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila menjiwai
seluruh kegiatan berbangsa dan bernegara.
Sila ke-dua Pancasila ini mengandung
makna warga Negara Indonesia mengakui
adanya manusia yang bermartabat
(bermartabat adalah manusia yang
memiliki kedudukan, dan derajat yang
lebih tiinggi dan harus dipertahankan
dengan kehidupan yang layak),
memperlakukan manusia secara adil dan
beradab di mana manusia memiliki daya
cipta, rasa, karsa, niat dan keinginan
sehingga jelas adanya perbedaan antara
manusia dan hewan.
Dari kasus yang telah dipaparkan jelas
melanggar sila kedua karena tidak adanya
keadilan bagi orang yang tidak mampu dan
tidak adanya perlindungan oleh Negara.
Seseorang yang ingin sembuh dan bisa
hidup seprti biasa tapi ketika berobat dan
dirawat dirumah sakit tersebut saat tidak
bisa membayar pasien dibuang begitu saja.
Sudah jelas bahwa sila kedua ini
mengajarkan bahwa kita harus saling
tolong menolong.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab III
dapat di simpulkan:
1. Pihak Rumah Sakit menyatakan bahwa
awalnya mereka ingin merujuk rumah sakit
dan tidak bermaksud menelantarkan.
Namun, Wamenkes tidak menampik
bahwa pada kenyataannya kakek
Suparman ini di temukan begitu saja di
gubuk pinggir jalan Desa Sukadanaham,
Kecamatan Tanjungkarang Barat dalam
kondisi di tangannya ada bekas suntikan
jarum infus dan perban yang masih
menempel. Dan kasus ini pun sudah jelas
masuk masalah hukum pidana.

2. Pegawai RSUDT pun memberikan


alasan bahwa kasus pembuangan pasien ini
adalah perintah atasannya yakni HR.
Adapun yang beranggapan bahwa kakek
ini tidak memiliki keluarga dan sering
berteriak-teriak sehingga mengganggu
pasien yang lain. Sehingga mereka
menelantarkannya. Dan menurut
pengakuan para tersangka ternyata mereka
bukan kali ini saja melakukan tindak
kejahatan membuang pasien. Hanya saja,
baru kali ini saja pasien yang dibuang
sampai meninggal dunia.
3. Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung arti kesadaran sikap
dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar
tuntutan hati nurani dengan
memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya. Namun,pada kenyataannya
masih banyak di luar sana kasus kasus
penyimpangan yang terjadi terkait sila
kedua pancasila ini. Untuk itu,sebagai
warga negara yang berlandaskan
pancasila,maka seharusnya kita dituntut
untuk meminimalisir tindakan tindakan
yang menyimpang dari dasar negara
kita,yaitu pancasila
4.2 Saran
Menurut penulis, sebagai warga negara
yang menjujung tinggi hukum dan tentu
berpendidikan kita harus bertindak sesuai
nilai kemanusiaan yang berlaku. Mungkin
memang benar bahwa kakek yang menjadi
korban tersebut adalah seorang yang tidak
mampu, tidak memiliki keluarga dan tidak
mendapatkan jaminan dari Dinas Sosial
tetapi tidak seharusnya kita melakukan hal
seperti itu. Terutama sebagai abdi
kesehatan tentu tugas kita adalah merawat
semua orang yang membutuhkan kita
tanpa memandang status sosialnya. Selain
itu, pengawasan yang ada di lingkungan
rumah sakit juga harus lebih ditingkatkan
lagi dan lebih di tanamkan lagi rasa
tanggung jawab di setiap individu itu
sendiri. Bagi para pelaku tindakan
tersebut,sebaiknya diproses hukum dan
ditindak pidana karena telah melakukan
percobaan pembunuhan dengan cara
penelantaran.
Kasus penelantaran terhadap pasien miskin
yang terjadi di Lampung, pada 20 Januari
2014, atas diri Suparman (60), yang
dibuang dari RSU Dadi Tjokrodipo,
Bandarlmpung, oleh beberapa oknum
pegawai rumah sakit karena tidak mampu 
membayar biaya perawatan, adalah
kejahatan kemanusiaan.

1.      Faktor internal, yaitu dorongan


untuk melakukan pelanggaran HAM
yang berasal dari diri pelaku pelanggar
HAM, diantaranya adalah:

1)      Sikap egois atau terlalu mementing


diri sendiri.
Sikap ini akan menyebabkan seseorang
untuk selalu menuntut haknya, sementara
kewajibannya sering diabaikan. Seseorang
yang mempunyai sikap seperti ini, akan
menghalalkan segala cara supaya haknya
bisa terpenuhi, meskipun caranya tersebut
dapat melanggar hak orang lain.

2)      Rendahnya kesadaran HAM.


Hal ini akan menyebabkan pelaku
pelanggaran HAM berbuat seenaknya.
Pelaku tidak mau tahu bahwa orang lain
pun mempunyai hak asasi yang yang harus
dihormati. Sikap tidak mau tahu ini
berakibat muncul perilaku atau tindakan
penyimpangan terhadap hak asasi manusia.

3)      Sikap tidak toleran.


Sikap ini akan menyebabkan munculnya
saling tidak menghargai dan tidak
menghormati atas kedudukan atau
keberadaan orang lain. Sikap ini pada
akhirnya akan mendorong orang untuk
melakukan diskriminasi kepada orang lain.
2.   Faktor Eksternal, yaitu faktor-faktor
di luar diri manusia yang mendorong
seseorang atau sekelompok orang
melakukan pelanggaran HAM,
diantaranya sebagai berikut:

1)   Penyalahgunaan kekuasaan


Di masyarakat terdapat banyak kekuasaan
yang berlaku. Kekuasaan disini tidak
hanya menunjuk pada kekuasaan
pemerintah, tetapi juga bentuk-bentuk
kekuasaan lain yang terdapat di
masyarakat. Salah satu contohnya adalah
kekuasaan di perusahaan. Para pengusaha
yang tidak memperdulikan hak-hak
buruhnya jelas melanggar hak asasi
manusia. Oleh karena itu, setiap
penyalahgunaan kekuasaan mendorong
timbulnya pelanggaran HAM.

2)   Ketidaktegasan aparat penegak hukum.


Aparat penegak hukum yang tidak bertindak
tegas terhadap setiap pelanggaran HAM,
tentu saja akan mendorong timbulnya
pelanggaran HAM lainnya. Penyelesaian
kasus pelanggaran yang tidak tuntas akan
menjadi pemicu bagi munculnya kasus-
kasus lain, para pelaku tidak akan merasa
jera, dikarenakan mereka tidak menerima
sanksi yang tegas atas perbuatannya itu.
Selain hal tersebut, aparat penegak hukum
yang bertindak sewenang-wenang juga
merupakan bentuk pelanggaran HAM dan
menjadi contoh yang tidak baik, serta
dapat mendorong timbulnya pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh masyarakat
pada umumnya.

3)   Penyalahgunaan teknologi


Kemajuan teknologi dapat memberikan
pengaruh yang positif, tetapi bisa juga
memberikan pengaruh negatif bahkan
dapat memicu timbulnya kejahatan. Selain
itu juga, kemajuan teknologi dalam bidang
produksi ternyata dapat menimbulkan
dampak negatif, misalnya munculnya
pencemaran lingkungan yang bisa
mengakibatkan terganggunya kesehatan
manusia.

4)   Kesenjangan sosial dan ekonomi yang


tinggi
Kesenjangan menggambarkan telah
terjadinya ketidakseimbangan yang
mencolok didalam kehidupan masyarakat.
Biasanya pemicunya adalah perbedaan
tingkat kekayaan atau jabatan yang
dimiliki. Apabila hal tersebut dibiarkan,
maka akan menimbulkan terjadinya
pelanggaran HAM, misalnya perbudakan,
pelecehan, perampokan bahkan bisa saja
terjadi pembunuhan.

Demikian ditegaskan sekretaris badan


kesehatan partai Gerindra kesehatan
Indonesia raya (KESIRA), dr. Batara Sirait
Sp.Og.  “Setiap warga negara berhak
mendapatkan perlindungan oleh negara,
kasus pembuangan pasien yang terjadi di
Lampung merupakan kejahatan
kemanusiaan. Partai Gerindra sangat
menyayangkan terjadinya hal seperti itu
karena bertentangan dengan Pancasila sila
kedua yaitu Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab.” Katanya.
“Kami berharap ada penyelidikan yang
menyeluruh dan komprehensif  baik dari
aparat penegak hukum maupun Komnas
HAM untuk menyelidiki akar
permasalahan dari kasus ini. Penyelidikan
juga harus dari dua sisi yaitu  dari sisi
korban dan juga dari sisi rumah sakit yang
bersangkutan. Apakah memang benar ada
prosedur seperti itu dalam penanganan
korban yang tak dapat membayar biaya
rumah sakit? Tentu hal ini perlu diselidiki
dengan seksama.” tutur Batara.
Permasalahan kesehatan merupakan salah
satu perhatian utama partai Gerindra,
“Salah satu program Gerindra yang
dituangkan dalam 6 program aksi
transformasi bangsa partai Gerindra adalah
meningkatkan kualitas pembangunan
manusia Indonesia melalui
program pendidikan, kesehatan, sosial dan
budaya, serta olahraga.” Katanya.
Seperti diketahui sebelumnya, Suparman
dibuang di sebuah gubuk setelah dibawa
secara diam-diam oleh beberapa pegawai
rumah sakit dengan menggunakan
ambulan.
Sehari kemudian warga menemukan
Suparman tergeletak di gubuk kosong
tersebut, kemudian dibawa ke rumah sakit
Dadi Tjokrodipo, namun ditolak dengan
alasan bangsal umum sudah penuh,
selanjutnya Suparman dibawa ke Rumah
Sakit Abdul Muluk, Bndarlampung,
namun keesokan harinya ia meninggal
dunia. Kepolisian setempat kemudian
melakukan pengusutan dan
menetapkan beberapa oknum pegawai
Rumah Sakit Dadi Tjokrodipo sebagai
tersangka. (rd-10)
Saibumi.com, Bandar Lampung - Enam
eksekutor pembuangan pasien bernama
Suparman dari RSUD A Dadi Tjokrodipo
yakni terdakwa Muhaimin (sopir
ambulans), Rika Ariadi (perawat), Andi
Febriyanto dan Andika (keduanya petugas
kebersihan), Adi Subowo (Office Boy) dan
Rudy Hendra Hasan (tukang parkir)
divonis 14 bulan penjara pada Rabu, 2 Juli
2014 di Pengadilan Negeri Kelas IA
Tanjungkarang. Vonis yang diterima
keenamnya empat bulan lebih rendah dari
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eka
Aftarini.
“Majelis hakim menilai keenam terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana
membiarkan seseorang yang sedang
sengsara sehingga menyebabkan kematian.
Seluruh terdakwa sama-sama divonis 1
tahun 2 bulan penjara. Tidak ada denda
atau hak-hak terdakwa yang dicabut oleh
Majelis Hakim,” jelas salah satu Penasehat
Hukum (PH) keenam terdakwa Sukriadi
Siregar kepada wartawan.
Majelis hakim menilai para terdakwa telah
melanggar pasal 306 ayat (2) KUHP.
“Awalnya tidak terima begitu juga
keluarganya. Akhirnya kami perjelas
dalam surat dakwaan kan ancaman
hukuman para terdakwa sembilan tahun,
dituntut 1 tahun 6 bulan. Setelah dijelaskan
para terdakwa dan keluarga akhirnya
menerima vonis tersebut dan tidak akan
melakukan upaya banding,” jelasnya.
Menurutnya, vonis yang diterima kurang
tepat terhadap keenam terdakwa. “Karena
majelis hakim tidak mempertimbangkan
fakta-fakta persidangan yang terabaikan.
Terutama mengenai kiprah RSUD A Dadi
Tjokrodipo dalam kejadian tersebut yang
tidak diperhatikan majelis hakim,”
katanya.
Sebelumnya, kasus pembuangan pasien
bernama Suparman sempat menggegerkan
publik secara nasional. Kakek Suparman,
pasien RSUD A Dadi Tjokrodipo ini
dibuang enam terdakwa eksekutor tersebut
ke sebuah gubuk di Sukadanaham sebelum
akhirnya ditemukan warga dan meninggal.
Keenam terdakwa sejak awal mengatakan
bahwa pembuangan pasien tersebut
berdasarkan perintah atasan mereka yakni
Mahendri dan Heriyansyah (keduanya
dituntut dalam berkas terpisah terhadap
kasus yang sama).(*)
Laporan wartawan Saibumi.com Saryah M
Sitopu

Sumber Berita:
https://www.saibumi.com/artikel-54454-
divonis-14-bulan-penjara-enam-terdakwa-
kasus-pembuangan-pasien-
menerima.html#ixzz5i4rkK3NZ
Under Creative Commons License:
Attribution Non-Commercial No
Derivatives

“PEMBUANGAN PASIEN DI

LAMPUNG”

Pembuangan pasien lanjut usia

bernama Suparman, 64 tahun, oleh petugas

Rumah Sakit Umum Daerah Dadi

Tjokrodipo Bandar Lampung.Suparman

diturunkan dari ambulans RSUD Dadi

Tjokrodipo Bandar Lampung di sebuah


gardu di kawasan Sukadanaham, Tanjung

Karang Barat, Provinsi Lampung, pada 21

Januari lalu. Dia kemudian meninggal.

Kepolisan Resor Bandar Lampung

sudah menahan enam dari delapan

tersangka. Para tersangka ini mengaku

mendapat perintah dari dua atasannya

untuk membuang serta menghilangkan

barang bukti, seperti menyembunyikan

mobil dan mempereteli aksesori ambulans.

Mereka juga dipaksa kompak memberikan


keterangan bahwa Suparman tewas karena

meloncat dari mobil ambulans.

Sekretaris Badan Kesehatan Partai

Gerindra (Kesira) Batara Sirait menilai

kasus pembuangan pasien di Lampung

merupakan kejahatan kemanusiaan. Aksi

keji itu telah bertentangan dengan

Pancasila.

(http://news.liputan6.com/read/825425/ger

indra-kasus-pembuangan-pasien-langgar-

pancasila)

OPINI DAN PEMBAHASAN :


Menurut saya,setiap warga negara

berhak mendapatkan perlindungan oleh

negara. Kasus pembuangan pasien yang

terjadi di Lampung merupakan kejahatan

kemanusiaan. Hal yang dilakukan tenaga

kesehatan dalam kasus tersebut

menandakan adanya tindakan yang tidak

sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang ada. Pihak

rumah sakit

yang semula menyanggupi melakukan

tindakan pengobatan seharusnya tidak


melakukan tindakan seperti kasus di atas,

tetapi seharusnya melakukan tindakan

medis semaksimal mungkin kepada pasien

ketika berada di rumah sakit dan

melindungi pasien dari tindakan tenaga

kesehatan yang tidak sesuai.

Saya sangat menyayangkan terjadinya

hal seperti itu karena bertentangan dengan

Pancasila sila kedua yaitu Kemanusiaan

yang Adil dan Beradab dari berita di atas

melanggar sila kedua karna tidak adanya

keadilan bagi orang yang tidak mampu dan


tidak adanya perlindungan oleh Negara.

Seseorang yang ingin sembuh dan bisa

hidup seprti biasa tapi ketika berobat dan

dirawat dirumah sakit tersebut saat tidak

bisa membayar pasien dibuang begitu saja.

Sudah jelas bahwa sila kedua ini

mengajarkan bahwa kita harus saling

tolong menolong.

Pancasila merupakan acuan utama bagi

pembentukan hukum nasional, kegiatan

penyelenggaraan negara, partisipasi warga

negara dan pergaulan antar warga negara


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan kata lain, nilai-nilai yang

terkandung dalam Pancasila menjiwai

seluruh kegiatan berbangsa dan bernegara.

Sila ke-dua Pancasila ini mengandung

makna warga Negara Indonesia mengakui

adanya manusia yang bermartabat

(bermartabat adalah manusia yang

memiliki kedudukan, dan derajat yang

lebih tiinggi dan harus dipertahankan

dengan kehidupan yang layak),

memperlakukan manusia secara adil dan


beradab di mana manusia memiliki daya

cipta, rasa, karsa, niat dan keinginan

sehingga jelas adanya perbedaan antara

manusia dan hewan.

SOLUSI :

Seharusnya,sebagai warga negara yang

menjunjung tinggi hukum,kita seharusnya

bertindak sesuai nilai kemanusiaan yang

berdasarkan hukum.Benar bahwa kakek

tersebut adalah seorang gelandangan dan

tidak ada pihak keluarga yang

membiayai,pihak rumah sakit bisa


memperoleh penjamin ke Dinas

Sosial.Adanya peningkatan pengawasan

bagi dewan pengawas rumah sakit untuk

lebih meningkatkan pengawasan setiap

tindakan di lingkungan rumah sakit dan

kepada dokter yang bertugas agar tidak

terjadi hal hal yang tidak diinginkan. Bagi

para pelaku tindakan tersebut,sebaiknya

diproses hukum dan ditindak pidana

karena telah melakukan percobaan

pembunuhan dengan cara penelantaran.

KESIMPULAN :
Nilai kemanusiaan yang adil dan

beradab mengandung arti kesadaran sikap

dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai

moral dalam hidup bersama atas dasar

tuntutan hati nurani dengan

memperlakukan sesuatu hal sebagaimana

mestinya.Namun,pada kenyataannya masih

banyak di luar sana kasus kasus

penyimpangan yang terjadi terkait sila

kedua pancasila ini.Untuk itu,sebagai

warga negara yang berlandaskan

pancasila,maka seharusnya kita dituntut


untuk meminimalisir tindakan tindakan

yang menyimpang dari dasar negara

kita,yaitu pancasila.

Anda mungkin juga menyukai