Anda di halaman 1dari 18

Makalah Metode Pemisahan dan Pengukuran II

FLOURISENSI

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
ST. AISYAH ALI (H031 18 1005)
HAJRIANA (H031 18 1009)
ST. SYARA RAMADANI (H031 18 1023)
HIRAWATI (H031 18 1311)
RISKA MALINDA (H031 18 1503)

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Tiada untaian kata yang lebih indah selain ucapan syukur kehadirat Allah

SWT. yang telah melimpahkan karunia, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga

Makalah Metode Pemisahan dan Pengukuran II ini dapat terselesaikan. Tidak lupa

pula senantiasa kita panjatkan salawat serta salam kepada junjungan dan panutan

kita Nabi Muhammad SAW. Dalam tahap penyusunan makalah ini, tidak terlepas

dari berbagai kendala yang menghambat penyusunan. Namun, berkat bantuan dari

berbagai pihak, sehingga kendala dan halangan tersebut dapat teratasi.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Metode Pemisahan dan

Pengukuran II. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada teman-teman, serta

pihak-pihak lainnya yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini yang

tidak sempat disebutkan.

Dalam penyusunan makalah ini, disadari bahwa masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat

kami harapkan. Walaupun demikian, kami tetap berharap makalah ini dapat

memberikan manfaat Aamiin.

Makassar, 12 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman judul………………………………….i

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Fluoresensi

2.2 Aplikasi Spektroskopi Fluoresensi

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kandungan senyawa kimia baik yang berupa bahan alam atau sintetik

perlu diketahui secara kualitatif dan kuantitatif untuk dapat digunakan di berbagai

bidang seperti industri kimia, industri farmasi dan untuk bahan penelitian. Sebagai

langkah awal untuk mengetahui kandungan-kandungan tersebut adalah dengan

mangisolasi dengan pemisahan kromatografi. Langkah selanjutnya adalah dengan

mengidentifikasi dan menganalisa komponen-konponen yang telah terpisah

tersebut. Cara identifikasi yang sering digunakan adalah biasanya secara proses

kimia atau dilakukan dengan spektroskopi UV dengan metode spektroskopi

serapan. Metode identifikasi tersebut kurang cepat dan kurang praktis. Oleh

karena itu, diusulkan suatu cara baru yang dapat mengatasi kekurangan

dari metode tersebut yaitu identifikasi berdasarkan analisa

spektrum fluoresensi yang diemisikan oleh molekul akibat disinari dalam

daerah UV-Visible (Bisman dan Angin, 2018).

Ada beberapa keuntungan identifikasi berdasarkan pengamatan spektrum

fluoresensi antara lain adalah simpel dan cepat dan biaya relatif murah. Selain itu,

kekurangan jika menggunakan absorptiometry adalah pengamatan untuk multi-

component, dimana kemungkinan dua komponen yang berbeda menyerap panjang

gelombang yang sama, sehingga spektrum kedua bahan tersebut tak dapat

dipisahkan. Sedangkan bersarkan fluorometer sinyal flouresensi dari kedua

komponen tersebut tetap dapat dipisahkan (Bisman dan Angin, 2018).

Spektroskopi fluoresensi merupakan metode spektroskopi yang mengamati

intensitas atau spektrum fluoresensi sinar pada suatu zat yang dikenai
cahaya.Spektroskopi fluoresensi yang mengunakan Kamera CCD (Charged Couples

Devices) atau CMOS (Complementary Metallic Oxide Semiconductor) sering disebut

Pencitraan Fluoresensi (Fluorescence Imaging) (Ekayani dan Minarni, 2015).

Menurut Lemboumba, 2006, Fluoresensi merupakan salah satu proses yang

terjadi ketika cahaya berinteraksi dengan suatu materi, dimana ketika atom atau partikel

menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu akan memancarkan kembali cahaya

dengan panjang gelombang yang lebih besar. Fluoresensi terjadi karena adanya sifat dari

partikel yang akan langsung memancarkan cahaya ketika memperoleh rangsangan cahaya

dari luar, namun pancaran tersebut akan hilang ketika rangsangan cahaya dari luar

dihilangkan. Spektroskopi fluoresensi dapat diaplikasikan ke berbagai jenis sampel baik

dalam bentuk larutan maupun padatan (Ekayani dan Minarni, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Fluoresensi?

2. Bagaimanakah prinsip dari Fluoresensi?

3. Apa sajakah Aplikasi dan kegunaan dari Fluoresensi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Fluoresensi

2. Mengetahui prinsip dari fluoresensi

3. Mengetahui aplikasi dan kegunaan dari fluoresensi


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Flouresensi

Fluoresensi adalah emisi cahaya setelah penyerapan sinar ultraviolet (UV)

atau cahaya tampak oleh molekul fluoresensi atau substruktur disebut

fluorophore.Dengan demikian, fluorophore menyerap energi dalam bentuk cahaya

pada panjang gelombang spesifik dan membebaskan energi dalam bentuk cahaya

yang dipancarkan pada panjang gelombang yang lebih tinggi (Day dan

Underwood, 2002).

Komponen-komponen yang penting sekali dari suatu instrumen untuk

pengukuran fluoresensi ditunjukkan dalam bagan. Perhatikan bahwa komponen

(sumber, monokromator, dan sebagainya, yang sama terdapat juga dalam

spektrofotometer. Namun, perhatikan bahwa ada dua monokromator dan bahwa

pancaran sampel dimonitor oleh detektor dengan arah 90 °C terhadap berkas

pengeksitasi.(Instrumen yang sebenarnya dapat memiliki bentuk luar yang agak

berbeda daripada bentuk bagian dalam lewat penggunaan cermin-cermin untuk

mengirim berkas-berkas ke arah yang menghemat ruang, namun konfigurasi tegak

lurus itu dipertahankan pada sel sampel). Alat bantu seperti lensa-lensa untuk

meneruskan radiasi pengeksitasi dan radiasi terpancar agar efisien lewat sistem,

tidaklah ditunjukkan dalam gambar itu dan motor penggerak monokromator

penyusur juga dihilangkan (Day dan Underwood, 2002).

Monokromator
Sumber Sampel
atau filter

Monokromator
atau filter

Detektor Penguat Pembacaan


Atomic Fluoresence Spectroscopy (AFS) adalah salah satu jenis

spektroskopis elektromagnetik yang menganalisis fluoresence dari atom sampel.

Di dalamnya meliputi penggunaan sorotan sinar, biasanya sinar ultraviolet yang

mengeksitasi elektron dalam atom dan menyebabkannya memancarkan sinar. Alat

untuk mengukur fluoresence disebut fluorometers atau fluorimeter. Flouresensi

spektroskopis atau metode spektrofluorometri merupakan jenis spektroskopis

elektromagnetik yang menganalisis fluoresensi dari sampel yang melibatkan

penggunaan berkas cahaya, biasanya sinar ultraviolet bahwa eksitasi elektron pada

molekul senyawa tertentu dapat menyebabkan memancarkan cahaya dari energi

yang lebih rendah tetapi tidak harus cahaya tampak. Molekul memiliki berbagai

bentuk disebut sebagai tingkat energi. Energi yang tersimpan di dalam atom dapat

dilepaskan dengan berbagai cara. Ketika energi dilepaskan sebagai cahaya, maka

dikenal sebagai fluorescent (cahaya yang berpendar) dimana atom fluorescent ini

mengukur cahaya yang teremisi. Fluorescent umumnya diukur pada sudut dari

sumber eksitasi untuk meminimalisasi berkumpulnya cahaya yang tersebar dari

sumber eksitasi (Suarsa, 2015).

Analisa dari larutan atau solid membutuhkan atom sampel yang menguap

atau teratomisasi pada temperatur yang relatif rendah dalam pipa panas, flame

atau graphitefurnace. Sebuah lampu HCL atau laser menghasilkan eksitasi untuk

membawa atom ke energy yang lebih tinggi. Atomic fluorescent akan terdispersi

dan dideteksi oleh monokromator dan photomultiplier tube yang mirip dengan alat

AAS (Suarsa, 2015).


Cahaya dari sumber eksitasi melewati filter atau monokromator dan

pemogokan sampel. Sebagian cahaya insiden diserap oleh sampel dan beberapa

molekul dalam sampel berpendar. Lampu neon yang dipancarkan ke segala arah.

Beberapa lampu neon tersebut melewati filter kedua atau monokromator dan

mencapai detektor yang biasanya diletakkan pada suhu 90 °C (Suarsa, 2015).

Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi

setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi

karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom

tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan

melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan

proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 dan S2)

menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang

lebih 1 nano detik, sedangkan proses fosforesensi berlangsung lebih lama, sekitar

1 sampai 1000 mili detik.

Diagram Jablonski menunjukkan terjadinya proses fluoresensi dan

fosforesensi. Menurut diagram Jablonski, energi emisi lebih rendah dibandingkan

dengan eksitasi. Hal ini berarti emisi fluoresensi yang lebih tinggi terjadi pada

panjang gelombang dari penyerapan (eksitasi). Ketika suatu atom atau molekul
mengabsorbsi energi cahaya sebesar hvA, maka elektron-elektron pada kondisi

dasar (ground states) S0 akan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi ke

tingkat S1 dan S2. Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada

kondisi S1 dalam waktu yang singkat sekitar 10-1 ns, kemudian atom tersebut akan

melepaskan sejumlah energi sebesar hvf yang berupa cahaya karenanya energi

atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat

energi dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally

equilibrum) (Ekayani dan Minarni, 2015).

Emisi fluoresensi dalam bentuk spekrum yang lebar terjadi akibat

perpindahan tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-

beda yang menunjukkan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0,1 dan 2

berdasarkan prinsip Frank-Condon. Apabila intersystem crossing terjadi sebelum

transisi dari S1 ke S0 yaitu saat di S1 terjadi konversi spin ke triplet state yang

pertama (T1), maka transisi dari T1 ke S0 akan mengakibatkan fosforesensi

dengan energi emisi cahaya sebesar hvP dalam selang waktu kurang lebih 1 s

sampai dengan 1 s. Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih

rendah dengan panjang gelombangnya lebih panjang dibandingkan dengan

fluoresensi (Ekayani dan Minarni, 2015).


Pada kurva di atas, sesaat setelah sampel menyerap cahaya maka sampel

akan memancarkan sinyal fluoresensi. Dari kurva fluoresensi yang diperlihatkan,

dapat diketahui intensitas maksimum (puncak) pada panjang gelombang tertentu.

Dengan diperolehnya/diketahuinya spektrum fluoresensi dari suatu bahan maka

dapat diketahui karakteristik bahan tersebut dan proses selanjutnya adalah

identifikasi. Sinyal fluoresensi ini adalah sinyal transien yaitu singkat dan lemah.

Oleh karena itu, untuk mendeteksi sinyal fluoresensi diperlukan penanganan

khusus. Secara garis besar peraltan terdiri dari sebuah sumber UV/Visible, sel

sampel, sistem sensor, peralatan optik, rangkaian elektronik (penguat sinyal,

pencuplik, integrator dan lainnya) dan sistem mikroprosesor (mikrokomputer)

sebagai pengolah data. Selain perangkat keras maka dirancang perangkat lunak

program pengendali (Bisman dan Angin, 2018).

Spektrum sinyal pengeksitasi dan spektrum sinyal fluoresensi secara

simultan menunjukkan spektrum fluoresensi yaitu eksitasi filter, dikromatik

mirror dan emisi (Bisman dan Angin, 2018).

1. Eksitasi filter

Foton dengan energi hEX ditembakkan dari sumber energi eksternal

seperti lampu pijar atau laser yang kemudian diserap oleh fluorophore sehingga

elektronnya tereksitasi ke tingkat energi eksitasi (S1’).


2. Dikromatik mirror

Molekul yang telah tereksitasi secara cepat rileks ke level energi vibrasi

yang paling rendah dari S1’ yaitu S1 akibat disisipasi energi. Proses ini disebut

konversi internal, secara umum terjadi selama kurang dari 10 -12 s. Emisi

fluoresensi merupakan akibat dari keseimbangan termal tingkat eksitasi yaitu pada

level energi vibrasi yang paling rendah. Tetapi tidak semua molekul yang

tereksitasi kembali ke groundstate dengan memancarkan fluoresensi, seperti

collisional quenching yang tidak memilki tahap konversi internal. Untuk elektron

yang tereksitasi ke S2’ dan seterusnya, elektron juga akan segera dengan cepat

rileks ke keadaan S1’ dan emisi tetap terjadi pada keadaan energi vibrasi terendah

S1.

3. Emisi

Ketika fluorophore kembali ke groundstate (S0) akan dipancarkan foton

berenergi hEX, sehingga spektrum emisi fluoresensi tidak tergantung panjang

gelombang eksitasi. Perbedaan energi eksitasi dan emisi (hEX- hEM) disebut

pergeseran stoke. Intensitas emisi fluoresensi sebanding dengan amplitudo

spektrum eksitasi, tetapi panjang gelombang emisi tidak bergantung pada panjang

gelombang eksitasi.

Variabel-variabel yang mempengaruhi fluoresensi yaitu:

1. Hasil kuantum (efisiensi kuantum)

Merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara jumlah molekul yang

berfluoresensi terhadap jumlah total molekul yang tereksitasi. Besarnya quantum

() adalah 01. Nilai  diharapkan adalah mendekati 1, yang berarti efisiensi

fluoresensi sangat tinggi.

2. Pengaruh kekakuan struktur


Fluoresensi dapat terjadi dengan baik jika molekul-molekul memiliki struktur

yang kaku (rigit). Contoh fluoren yang memiliki efisiensi kuantum () yang besar

(mendekati 1) karena adanya gugus metilen, dibandingkan dengan binefil yang

memiliki efisiensi kuantum yang lebih kecil (sekitar 0,2).

3. Pengaruh suhu

Bila suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum fluoresensi makin berkurang. Hal

ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi. Tabrakan-tabrakan antar molekul atau

tabrakan molekul dengan pelarut menjadi lebih sering, yang mana pada peristiwa

tabrakan, kelebihan energi molekul yang tereksitasi dilepaskan ke molekul

pelarut. Jadi semakin tinggi suhu maka terjadinya konversi ke luar besar,

akibatnya efisiensi kuantum berkurang.

4. Pengaruh pelarut

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengaruh pelarut pada

fluoresensi yaitu:

a) Jika pelarut makin polar maka intensitas fluoresensi makin besar

b) Jika pelarut mengandung logam berat (Br, I atau senyawa lain), maka

interaksi antara gerakan spin dengan gerakan orbital elektron-elektron

ikatan lebih banyak terjadi dan hal tersebut dapat memperbesar laju

lintasan antara sistem atau mempermudah pembentukan triplet sehingga

kebolehjadian fluoresensi lebih kecil.

5. Pengaruh Ph

pH berpengaruh pada letak keseimbangan antar bentuk terionisasi dan bentuk tak

terionisasi. Sifat fluoresensi dari kedua bentuk itu berbeda. Sebagai contoh, fenol

dalam suasana asam akan berada dalam bentuk molekul utuh dengan panjang

gelombang antara 285-365 nm dan nilai  = 18 M/cm, sementara jika dalam


suasana basa maka fenol akan terionisasi membentuk ion fenolat yang mempunyai

panjang gelombang antara 310-400 nm dan  = 10 M/cm.

6. Pengaruh oksigen terlarut

Adanya oksigen akan memperkecil intensitas fluoresensi. Hal ini disebabkan oleh

terjadinya oksidasi senyawa karena pengaruh cahaya (fotochemical induced

oxidation). Molekul oksigen bersifat paramagnetik yang dapat mempengaruhi dan

mempermudah lintasan antara sistem sehingga memperkecil kemungkinan

fluoresensi.

2.2 Aplikasi Spektroskopi Fluoresensi

Metode spektroskopi fluoresensi sebelumnya telah banyak digunakan dan

dikembangkan oleh para ilmuan baik lokal maupun mancanegara. Penggunaan

metode ini salah satunya telah dilakukan untuk membedakan antara madu lebah

alami dengan madu yang diberi pemanis dengan melihat spektrum fluoresensi

pada sampel yang disinari oleh LED (Light Emitting Diode). Pada penelitian

tersebut, spektrum fluoresensi pada sampel madu diukur dengan menggunakan

spektrometer serat optik. Penggunaan metode spektroskopi fluoresensi juga telah

dilakukan dengan menggunakan teknik fluoresensi yang diinduksi laser atau LIF

(Laser Induced Fluorescence) untuk memperoleh sidik jari (fingerprint) madu

murni dengan madu yang telah diberi campuran berdasarkan hubungan intensitas

fluoresensi dengan panjang gelombang fluoresensi dominan yang direkam oleh

spektrometer (Minarni dan Himmatul, 2019).

Pengukuran Spektrum Fluoresensi

Spektrum fluoresensi pada sampel madu direkam menggunakan

spektrometer USB 2000+ Ocean Optics yang terhubung dengan laptop yang telah
dilengkapi program Spectrasuite. Program Spectrasuite digunakan untuk

menampilkan spektrum fluoresensi larutan madu setelah dieksitasi cahaya laser.

Kalibrasi perlu dilakukan sebelum melakukan pengukuran yaitu dengan cara

mengukur spektrum white reference dan dark reference (Minarni dan Himmatul,

2019).

Gambar di atas memperlihatkan skema pengukuran spektrum fluoresensi

pada sampel madu. Pengukuran dilakukan pada ruang gelap untuk meminimalisir

cahaya dari luar. Kuvet yang berisi sampel diletakkan dalam kotak akrilik yang

telah dilapisi lakban hitam dan diberi dua buah tabung yang posisinya saling tegak

lurus. Masing-masing lubang digunakan untuk melewatkan cahaya laser dan

detektor yang terhubung dengan spektrometer. Filter ND OD 3 digunakan untuk

mengurangi intensitas cahaya dari laser. Laser yang digunakan mempunyai daya

sebesar 27,04 mW. Hasil pengukuran akan menunjukkan grafik hubungan

intensitas fluoresensi terhadap panjang gelombang fluoresensi dominan. Hasil

tersebut akan ditampilkan pada laptop yang telah dilengkapi dengan program

spectrasuite. Gambar sampel madu selanjutnya direkam menggunakan kamera

CMOS (Complimentary Metal Oxide Semiconductor) untuk memperlihatkan

warna fluoresensi madu setelah dieksitasi laser (Minarni dan Himmatul, 2019).

Apabila suatu cahaya laser yang melewati larutan dengan ketebalan b cm

dengan konsentrasi zat penyerap sinar c, maka intensitas cahaya laser tersebut
akan mengalami suatu pengurangan. Jika cahaya laser yang akan massuk

dilambangkan dengan I0 maka sebagai akibat dari interaksi antara cahaya laser

dengan molekul-molekul penyerap pada sampel larutan tersebut merupakan

berkurangnya intensitas cahaya laser dari I0 ke I. Tabel tersebut memperlihatkan

warna sampel madu sebelum dan sesudah dieksitasi laser. Semakin gelap warna

madu, maka semakin rendah intensitas cahaya laser yang akan diteruskan

melewati sampel. Semakin gelap warna pada madu artinya semakin banyak

molekul penyerap dalam sampel yang dilewati oleh cahaya laser. Semakin rendah

intensitas cahaya laser yang tereksitasi (Minarni dan Himmatul, 2019).

Panjang gelombangfluoresensi dominan pada setiap sampel madu, dimana

setiap sampel mamiliki nilai panjang gelombang yang berbeda. Panjang

gelombang fluoresensi dominan memiliki hubungan berbanding lurus terhadap

warna madu. Semakin gelap warna madu, maka panjang gelombang


fluoresensinya akan semakin besar. Madu yang berwarna gelap cenderung

mengandung mineral lebih banyak dibanding madu yang berwarna terang. Warna

madu yang lebih gelap umumnya disebabkan oleh kandungan fenolat yang tinggi.

Selain itu, perbedaan warna madu juga dipengaruhi oleh nektar yang menjadi

sumber madu, lama penyimpanan dan proses pengolahan dan pemanasan.

Semakin gelap warna madu, maka semakin banyak pula molekul penyerap

(pengabsorbsi) yang akan menyerap energi laser berupa cahaya. Panjang

gelombang fluoresensi berbanding lurus terhadap energi foton. Sehingga cahaya

datang dengan panjang gelombang 405 nm difluoresensikan pada panjang

gelombang lebih panjang. Secara umum, dapat dilihat pada tabel bahwa puncak

sampel madu (intensitas fluoresensi) akan semakin rendah seiring dengan

tingginya konsentrasi zat terlarut dalam madu (Minarni dan Himmatul, 2019).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini yaitu:

1. Kompenen Spektroskopi Fluoresensi terdiri dari sumber cahaya (biasanya xenon atau

lampu merkuri), sebuah monokromator / atau filter untuk memilih panjang

gelombang eksitasi; tempat sampel; detektor, yang mengubah cahaya yang

dipancarkan ke listrik sinyal, dan unit untuk pembacaan data dan analisis.

2. Manfaat dari spektroskopi fluoresensi yaitu :

a. Identifikasi bahan

b. Industri

c. Kesehatan

d. Ilmu pangan dan Kimia Pertanian


DAFTAR PUSTAKA

Bisman, P., dan Angin, 2018, Teknik Identifkasi Cepat Fraksinasi Hasil
Pemisahan Kromatografi Menggunakan Protektor Fluoresensi, Jurnal
Penelitian Mipa, 2(1).

Day, R. A. and A. L. Underwood, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi


Keenam, Jakarta, Penerbit Erlangga.
 
Ekayani, F., dan Minarni, Z., 2015,Analisa Pengaruh Kadar Air terhadap
Fluoresensi Klorofil Daun Bayam menggunakan Metode Pencitraan
Fluoresensi (Fluorescence Imaging), JOM FMIPA, 2(2): 1-8.

Minarni dan Himmatul, A., 2019, Analisa Panjang Gelombang Fluoresensi


Dominan pada Madu yang di Eksitasi Laser menggunakan Metode
Spektroskopi Fluoresensi, SNFUR-4: Pekanbaru.

Suarsa, W., 2015, Introduction to Spectroscopy, Sauders College: Philladhelpia.

Anda mungkin juga menyukai