Anda di halaman 1dari 25

Laporan Praktikum Kimia Analisa II

(Spektrofotometri)

Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa dengan


Spektrofotometri FTIR-ATR

Praktikan :
Dian Rahmawati (K3321019)
(Kelompok 2)

Asisten :
Ira Fatihatussa’adah (K3320042)

Dosen Pengampu :
Dr.rer.nat. Wirawan Ciptonugroho S.T., M.S.
NIP 198312232009121004

Program Studi Pendidikan Kimia


Fakultas Keguruan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas
Maret
2023
ABSTRAK

Spektrofotometer inframerah adalah suatu metode yang mengamati interaksi molekul


dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,78 μm - 100 μm
atau pada bilangan gelombang 12.000 - 100 cm-1. Percobaan kali ini bertujuan agar mahasiswa
dapat menggunakan dan mengoperasikan alat spektrofotometer FTIR-ATR serta
mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa asam benzoat, asam salisilat dan
vanilin. Metode pada percobaan “Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa dengan Spektrofotometri
FTIR-ATR” adalah spektrofotometri FTIR-ATR. Percobaan ini diperoleh hasil percobaan bahwa
sampel mengandung vanilin memiliki gugus fungsi C-O (eter), ikatan alkena (C=C), dan cincin
aromatik (C=C), lalu pada sampel asam salisilat memiliki gugus fungsi C-O (asam karboksilat),
ikatan alkena (C=H), kemudian pada sampel asam benzoat yang memiliki ikatan alkena (C=C).
Kata kunci: FTIR-ATR, Gugus Fungsi, Panjang Gelombang, Asam Benzoat, Asam Salisilat,
Vanilin.

i
DAFTAR ISI Commented [1]: halaman angka ditulis mulai bab 1,
sblmnya dtulis romawi

ABSTRAK ......................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................3
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................................................4
1.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................................................................4
1.2 Tujuan Praktikum.................................................................................................................9
BAB 2 METODOLOGI...............................................................................................................10
2.1 Alat.....................................................................................................................................10
2.2 Bahan .................................................................................................................................10
2.3 Bagan/flowchart langkah kerja ..........................................................................................11
BAB 3 PEMBAHASAN ...............................................................................................................12
BAB 4 KESIMPULAN ................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................18
LAMPIRAN..................................................................................................................................19
A. Data Mentah ........................................................................................................................19
B. Laporan Sementara ..............................................................................................................22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Struktur Asam Benzoat ................................................................................................6


Gambar 1.2 Struktur Asam Salisilat ................................................................................................6
Gambar 1.3 Struktur Vanillin .........................................................................................................7
Gambar 1.4 Daerah spektrum infrared.............................................................................................8
Gambar 1.5 Skema FTIR .................................................................................................................8
Gambar 2.1 Spektrofotometri FTIR ...............................................................................................10
Gambar 3.1 Spektrum FTIR vanilin ..............................................................................................12
Gambar 3.2 Spektrum FTIR asam salisilat ...................................................................................14
Gambar 3.3 Spektrum FTIR asam benzoat ....................................................................................15

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar panjang gelombang pada gugus fungsi.................................................................5


Tabel 3.1 Data sampel vanilin .......................................................................................................13
Tabel 3.2 Data sampel asam salisilat ............................................................................................14
Tabel 3.3 Data sampel asam benzoat .............................................................................................15

iv
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Pustaka


Gugus fungsi adalah atom atau kelompok atom dengan susunan tertentu yang
menentukan struktur dan sifat suatu senyawa. Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus
fungsi yang sama dikelompokkan ke dalam golongan yang sama. Gugus fungsi tersebut
merupakan bagian yang paling reaktif jika senyawa tersebut bereaksi dengan senyawa lain.

Tabel 1.1 Daftar panjang gelombang pada gugus fungsi (Skoog, et al ., 1998)
Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan
sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah
pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0. Karena kelarutannya
garamnya lebih besar, maka biasanya digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat. Sedangkan
dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak
terdisosiasi (Winarno, 1992).
Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga aman untuk
dikonsumsi. Asam benzoat termasuk senyawa kimia pertama yang diizinkan untuk ditambahkan

1
di makanan. Pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia,
karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien (Yuliarti,
2007).
Berikut merupakan rumus struktur dari asam benzoat:

Gambar 1.1 Struktur Asam Benzoat


Rumus empiris dari asam benzoat adalah C6H5COOH. Asam benzoat juga dikenal dengan
nama benzoid acid, bensol carboxylid, dan asam carboxybenzene. Asam benzoat memiliki massa
molekul relatif atau Mr sebesar 122,2 gram/mol. Asam benzoat berbentuk hablur bentuk jarum
atau sisik, putih, sedikit berbau, biasanya berbau benzaldehida atau benzoid. Agak mudah
menguap pada suhu hangat. Mudah menguap dalam uap air. Asam benzoat sukar larut dalam air,
mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter (Ditjen POM, 1995).
Asam salisilat adalah salah satu bahan kimia yang cukup penting dalam kehidupan sehari-
hari serta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan utama
dari pembuatan obat-obatan seperti antiseptik dan analgesik serta bahan baku untuk keperluan
dalam bidang farmasi (Supardani, dkk, 2006). Senyawa-senyawa yang bersifat keratolitik dan
antiseptik biasa digunakan untuk mencegah penyakit kulit, seperti timbulnya jerawat ataupun
gatal-gatal di daerah tubuh tertentu dan salah satu bahan yang sering digunakan adalah asam
salisilat.
Asam salisilat juga merupakan zat anti jerawat sekaligus keratolitik yang lazim diberikan
secara topikal. Asam salisilat menurut BPOM, melalui PerMenKes RI No.772/Menkes/Per/IX/88
No. 1168/menkes/per/xi/1999, adalah salah satu bahan tambahan makanan yang dilarang adalah
asam salisilat. Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia,
karena asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahan ketika ditambah air,
asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri,
mual, dan muntah jika tertelan (Cahyadi, 2006).
Asam salisilat dikenal juga dengan Asam 2,hidroksi-benzoat merupakan senyawa
golongan fenol. Asam salisilat memiliki rumus empiris C7H6O3. Massa molekul relatif dari asam
salisilat adalah 138,12 gram/mol. Berikut merupakan rumus struktur dari asam salisilat:

2
Gambar 1.2 Struktur Asam Salisilat
Asam salisilat dalam bentuk hablur biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk halus;
putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau.
Asam salisilat sukar larut dalam air dan dalam benzena. Mudah larut dalam etanol dan dalam eter.
Larut dalam air mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform.
Vanillin (4-hidroksi-3-metoksi benzaldehid) merupakan kristal berwarna putih atau
putih kekuningan yang banyak digunakan sebagai pewangi makanan. Vanilin merupakan senyawa
aldehid aromatik dengan rumus molekul C8H8O3. Dilihat dari struktur kimianya, vanilin
merupakan senyawa fenol tersubstitusi gugus metoksi pada posisi orto dan gugus aldehid pada
posisi para, sehingga vanilin dapat dikelompokkan sebagai senyawa antioksidan dan juga
mempunyai aktivitas antibakteri (Fitzgerald et al.,2004).
Rumus struktur vanillin adalah sebagai berikut:

Gambar 1.3 Struktur Vanillin


Senyawa vanilin biasa digunakan sebagai zat pengaroma pada makanan dan sediaan farmasi.
Beberapa riset menunjukkan bahwa turunan vanillin memiliki beberapa aktivitas,
antara lain aktivitas antimikroba (Kumar et al., 2012). antijamur (Boonchird and
Flegel,1982) dan antioksidan (Oliveira et al.,2014).
Spektrofotometer inframerah adalah suatu metode yang mengamati interaksi molekul
dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,78 μm - 100 μm
atau pada bilangan gelombang 12.000 - 100 cm-1. Dilihat dari segi aplikasi dan instrumentasi
spektrum inframerah dibagi ke dalam tiga jenis radiasi yaitu inframerah dekat, inframerah
pertengahan, dan inframerah jauh.

3
Gambar 1.4 Daerah spektrum infrared

Spektrum FTIR merupakan hasil interaksi antara senyawa-senyawa kimia dalam matriks
sampel yang kompleks. Spektrum FTIR sangat kaya dengan informasi struktur molekuler dengan
serangkaian pita serapan yang spesifik untuk masing- masing molekul sehingga
dapat digunakan untuk membedakan suatu bahan baku yang memiliki kemiripan (Sun,et
al.;2010).
Keuntungan teknik spektroskopi FTIR adalah berpotensi sebagai metode analisis yang
cepat karena dapat dilakukan secara langsung pada sampel tanpa adanya tahapan pemisahan
terlebih dahulu (Bunaciu,et al.; 2011). Kekurangan yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan
spektroskopi FTIR adalah dalam hal interpretasi secara visual dan langsung menjadi sulit akibat
adanya tumpang tindih spektrum serapan dari molekul-molekul dalam sampel,sehingga untuk
memudahkannya diperlukan bantuan teknik kemometrika (Gad,et al.; 2012).
Komponen dasar spektrofotometer FTIR adalah sumber sinar, interferometer, sampel,
detektor penguat (amplifier), pengubah analog ke digital, dan komputer. Radiasi muncul dari
sumber sinar yang dilewatkan melalui interferometer ke sampel yang akan dideteksi sebelum
mencapai detektor. Setelah terjadi amplifikasi sinyal, data dikonversi ke dalam bentuk digitasknya,
kemudian ditransfer ke komputer untuk transformasi Fourier (Stuart, 2004).
Mekanisme yang terjadi pada FTIR yaitu Sinar datang dari sumber sinar yang kemudian
diteruskan, lalu akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus.
Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak.
Kemudian Sinar hasil pantulan dari kedua cermin tersebut akan dipantulkan kembali menuju
pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan
menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan
menyebabkan sinar pada detektor berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin
memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal
pada detektor yang terdapat pada interferometer (Prastika, 2015).

4
Skema FTIR adalah sebagai berikut:

Gambar 1.5 Skema FTIR

Bentuk sampel (padat cair dan gas) dapat dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer
inframerah, tetapi masing-masing perlu dilakukan penanganan khusus agar didapatkan spektrum
inframerah yang baik berikut cara menyiapkan cuplikan pada FTIR :
a. Sampel Gas
Sampel gas dapat dianalisis secara hanya perlu diperhatikan adanya uap air dalam sampel
tersebut. Adanya uap air dapat memberikan pita-pita serapan yang tajam pengukuran
sampel gas memerlukan tempat sampel khusus, biasanya berupa silinder dari bahan silika.
Silinder ini mempunyai 2 buah lubang untuk tempat keluar masuknya gas. Sebagai penutup
lubang tersebut dapat digunakan lempengan kristal NaCl.
b. Sampel Cair
Sampel cair dapat dianalisis dalam bentuk murninya atau dalam bentuk larutan sampel
cairan murni dianalisis secara langsung dengan cara membuat lapisan tipis yang diletakkan
di antara celah yang dibuat dari dua lempengan NaCl yang diletakkan berhimpitan tebal
lapisan tipis ini adalah 0,01 mm atau kurang. Sampel cairan murni yang terlalu tebal
menyerap sangat kuat, sehingga menghasilkan spektrum yang tidak memuaskan cairan
yang mudah menguap dianalisis dalam sel tertutup dengan lapisan tipis.
c. Sampel Padat
Sampel pada dapat dianalisis dalam bentuk pellet, pasta atau lapisan tipis. Bentuk pellet
dibuat dengan menggerus campuran sampel dengan kristal KBr (0,1-2% berdasarkan berat)
hingga halus dan homogen. Campuran ini kemudian ditekan dengan alat pembuat pelet
sampai tekanan 10-20 Mpa sehingga berbentuk suatu pelet. Pelet yang baik harus jernih
atau transparan dan tidak retak. Selain kristal KBr dapat juga digunakan KI, CsI, atau CsBr.
Terdapat tiga teknik pengukuran sampel yang umum digunakan dalam
pengukuran spektrum menggunakan FTIR yaitu Photo Acoustic Spectroscopy (PAS), Attenuated
Total Reflectance (ATR), dan Diffuse Reflectance Infrared Fourier Transform (DRIFT). Setiap
teknik memiliki karakteristik spektrum vibrasi molekul tertentu.
Attenuated Total Reflectance (ATR-FTIR) adalah teknik cepat yang
merupakan langkah awal yang berguna untuk mengkarakterisasi material. ATR didasarkan pada
fenomena refleksi internal total, dan mengukur perubahan yang terjadi dalam sinar inframerah
yang dipantulkan internal dalam interaksi dengan sampel melalui Zinc Selenium
(ZnSe) kristal atau berlian. Kelebihan dari ATR adalah persiapan sampel yang tidak terlalu
rumit, variasi spektrum lebih lebar karena persiapan sampel yang tidak terlalu
rumit, dan tanpa menggunakan KBr grinding serta perbedaan ukuran partikel
5
diabaikan (Sulistyani, M, 2018).

1.2 Tujuan Praktikum


Mahasiswa dapat menggunakan dan mengoperasikan alat spektrofotometer FTIR-ATR serta
mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa asam benzoat, asam salisilat dan
vanilin

6
BAB 2 METODOLOGI

2.1 Bahan
1. Etanol
Etanol, juga dikenal sebagai alkohol etil, adalah senyawa organik yang termasuk
dalam kelompok alkohol. Secara kimia, etanol memiliki rumus kimia C2H5OH. Etanol
umumnya diproduksi melalui fermentasi gula oleh mikroorganisme seperti ragi atau
bakteri. Bahan mentah yang sering digunakan dalam produksi etanol adalah tanaman
pemanis seperti jagung, tebu, atau molase.
2. Vanilin
Vanilin merupakan senyawa kimia yang berbentuk padatan atau berbentuk kristal
dan memiliki warna putih bersih. Vanilin ini dapat larut dalam air yang memiliki massa
molekul relatif 152,5 gram/mol dengan titik leleh 80oC - 83oC dan titik didih
sebesar 285oC.
3. Asam salisilat
Asam salisilat berbentuk padatan kristal berwarna putih dengan titik lebur 159 oC
dan titik didih 211oC. Asam salisilat dapat larut dalam kloroform, etanol, dan metanol.
4. Asam benzoat
Asam benzoat merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal atau serbuk yang
memiliki warna putih. Asam benzoat memiliki titik lebur 122,4oC, sedangkan titik
didihnya yaitu 249oC yang mana larut dalam air panas.

2.2 Alat
1. Spektrofotometri FTIR (1 buah)
2. Tisu

7
3. Spatula (1 buah)

Gambar 2.1 Spektrofotometri FTIR

2.3 Bagan/flowchart langkah kerja

Membersihkan tempat sampel atau diamond dengan etanol dan tisu.



Menaruh sampel vanilin tepat di atas diamond.

Memutar detektor hingga terdengar bunyi klik atau pemutar detektor tidak dapat diputar
kembali.

Mengoperasikan komputer yang terhubung dengan spektrofotometer FTIR.

Menentukan peak yang benar.

Mengulangi langkah yang sama pada sampel serbuk asam salisilat dan serbuk asam
benzoat.

8
BAB 3 PEMBAHASAN
Percobaan ini berjudul “Identifikasi Gugus Senyawa dengan Spektrofotometri
Inframerah” dan memiliki tujuan agar mahasiswa dapat menggunakan dan mengoperasikan
peralatan spektrofotometer inframerah serta mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam
senyawa.
Prinsip kerja dari percobaan ini adalah membersihkan tempat sampel atau diamond
dengan etanol dan tisu. Lalu menaruh sampel vanilin tepat di atas diamond. Kemudian memutar
detektor hingga terdengar bunyi klik atau pemutar detektor tidak dapat diputar kembali.
Selanjutnya mengoperasikan komputer yang terhubung dengan spektrofotometer FTIR. Setelah
itu menentukan peak yang benar. Kemudian mengulangi langkah yang sama pada sampel serbuk
asam salisilat dan serbuk asam benzoat.
Analisis hasil:

Gambar 3.1 Spektrum FTIR vanilin

9
Tabel 3.1 Data sampel vanilin
Berdasarkan grafik yang diperoleh, dapat diketahui keberadaan gugus fungsi pada sampel 3
sebagai berikut:
a. Pada puncak 1 di panjang gelombang 1025,01791 cm-1 dengan intensitas 58,06055
menunjukkan adanya gugus eter (C-O) dengan intensitas yang kuat
b. Pada puncak 2 di panjang gelombang 1120,99685 cm-1 dengan intensitas 52,42504
menunjukkan adanya gugus eter (C-O) dengan intensitas yang kuat
c. Pada puncak 3 di panjang gelombang 1150,81556 cm-1 dengan intensitas 49,99077
menunjukkan adanya gugus eter (C-O) dengan intensitas yang kuat
d. Pada puncak 4 di panjang gelombang 1585,05042 cm-1 dengan intensitas 60,50167
menunjukkan adanya cincin aromatik (C=C) dengan intensitas yang berubah-ubah
e. Pada puncak 5 di panjang gelombang 1662,39268 cm-1 dengan intensitas 58,14686
menunjukkan adanya ikatan alkena (C=C) dengan intensitas yang berubah-ubah
Sampel tersebut adalah vanilin. Berdasarkan spektrum senyawa tersebut, dapat diketahui bahwa
sampel tersebut mengandung gugus eter, cincin aromatik, dan ikatan alkena. Sedangkan menurut
teori, vanilin memiliki gugus fungsi aldehid, eter, alkohol, dan benzena serta memiliki ikatan
rangkap dua atau alkena (Skoog, et al ., 1998). Oleh karena itu, percobaan ini tidak sesuai dengan
teori karena spektrum tidak menunjukkan adanya gugus aldehid, alkohol, dan benzena.
Ketidaksesuaian teori ini dapat disebabkan karena sampel yang digunakan terkontaminasi
sehingga memunculkan spektrum yang tidak sesuai.

10
Gambar 3.2 Spektrum FTIR asam salisilat

Tabel 3.2 Data sampel asam salisilat


Berdasarkan grafik yang diperoleh, dapat diketahui keberadaan gugus fungsi pada sampel
1 sebagai berikut:
a. Pada puncak 1 di panjang gelombang 964,44867 cm-1 dengan intensitas 67,40873
menunjukkan adanya ikatan alkena (C=H) dengan intensitas yang kuat
b. Pada puncak 2 di panjang gelombang 1030,60891 cm-1 dengan intensitas 61,72037
menunjukkan adanya gugus asam karboksilat (C-O) dengan intensitas yang kuat
c. Pada puncak 3 di panjang gelombang 1151,74739 cm-1 dengan intensitas 56,28774
menunjukkan adanya gugus asam karboksilat (C-O) dengan intensitas yang kuat

11
d. Pada puncak 4 di panjang gelombang 1207,65746 cm-1 dengan intensitas 54,49135
menunjukkan adanya gugus asam karboksilat (C-O) dengan intensitas yang kuat
e. Pada puncak 5 di panjang gelombang 1289,65889 cm-1 dengan intensitas 57,31987
menunjukkan adanya gugus asam karboksilat (C-O) dengan intensitas yang kuat
Sampel tersebut adalah asam salisilat. Berdasarkan spektrum senyawa tersebut, dapat diketahui
bahwa sampel tersebut mengandung ikatan alkena dan gugus asam karboksilat. Menurut teori,
asam salisilat adalah senyawa bifungsional yang memiliki dua gugus fungsi yaitu gugus hidroksil
dan gugus karboksil serta mengandung ikatan rangkap dua atau alkena (Skoog, et al ., 1998). Oleh
karena itu, percobaan ini tidak sesuai dengan teori karena asam salisilat tidak mengandung gugus
hidroksil dan hanya mengandung gugus karboksil dan alkena. Ketidaksesuaian teori ini dapat
disebabkan karena sampel yang digunakan terkontaminasi sehingga memunculkan spektrum yang
tidak sesuai.

Gambar 3.3 Spektrum FTIR asam benzoat

Tabel 3.3 Data sampel asam benzoat

12
Berdasarkan grafik yang diperoleh, dapat diketahui keberadaan gugus fungsi pada sampel 2
sebagai berikut:
a. Pada puncak 1 di panjang gelombang 1677,30203 cm-1 dengan intensitas 28,54850
menunjukkan adanya ikatan alkena dengan intensitas yang berubah-ubah.
Sampel tersebut adalah asam benzoat. Berdasarkan spektrum senyawa tersebut, dapat diketahui
bahwa sampel tersebut mengandung ikatan alkena. Menurut teori, asam benzoat hanya memiliki
gugus fungsi asam karboksilat dan mengandung ikatan alkena (Skoog, et al ., 1998). Oleh karena
itu, percobaan ini tidak sesuai teori karena sampel hanya memunculkan spektrum yang
menunjukkan ikatan alkena saja, seharusnya juga memunculkan spektrum gugus asam karboksilat.
Ketidaksesuaian teori ini dapat disebabkan karena sampel yang digunakan terkontaminasi
sehingga memunculkan spektrum yang tidak sesuai.
Fungsi penambahan zat dan perlakuan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
a. Vanilin, asam benzoat, asam salisilat berfungsi sebagai sample yang dianalisis.
b. Etanol berfungsi untuk membersihkan alat.
c. Tisu berfungsi untuk mengeringkan alat.

13
BAB 4 KESIMPULAN
Penggunaan FTIR pada percobaan ini yaitu ketika sinar datang dari sumber sinar yang
kemudian diteruskan, lalu akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling
tegak lurus, sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin
bergerak, gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar pada detektor berfluktuasi,
kemudian fluktuasi sinar sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang
terdapat pada interferometer. Pada percobaan dapat diidentifikasi pada spektrum 3.1 adalah vanilin
memiliki gugus fungsi C-O (eter), ikatan alkena (C=C), dan cincin aromatik (C=C), lalu pada
spektrum 3.2 adalah asam salisilat memiliki gugus fungsi C-O (asam karboksilat), ikatan alkena
(C=H), kemudian pada spektrum tabel 3.3 adalah asam benzoat yang memiliki ikatan alkena
(C=C). Oleh karena itu, percobaan yang dilakukan pada vanilin, asam salisilat dan asam benzoat
ini tidak sesuai dengan teori, karena pada spektrum setiap senyawa tidak menunjukkan gugus
fungsi yang lengkap.

14
DAFTAR PUSTAKA
Boonchird, C. and Flegel, T.W. (1982). In vitro antifungal activity of eugenol and vanillin
against Candida albicansand Cryptococcus neoformans. Canadian Journal of
Microbiology, 28(11):1235-1241.
Bunaciu, A.A., Aboul-Enein, H.Y., & Fleschin, S. (2011). Recent Applications of Fourier
Transform Infrared Spectrophotometry in Herbal Medicines Analysis. Journal Spectrosc.
Rev. , 46: 251-260
Cahyadi,W. (2006). Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ditjen Pengawas Obat dan Pangan Departemen Kesehatan R.I. (1988). Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Fitzgerald,D.J., Stratford,M., Gasson,M.J., Ueckert,J., Bos,A.,and Narbad,A. (2004). Mode of
antimicrobial action of vanillin against Escherichia coli, Lactobacillus
Plantarum, and Listeria innocua. Journal of Applied Microbiology. 97:104–113.
Gad, H.A., El-Ahmady, S.H., Abou-Shoer, M.I., & Al-Azizi, M.M. (2012). Application of
Chemometrics in Authentication of Herbal Medicines: A Review. Phytochem.Anal., 24:1-
24
Kumar, R., Sharma, P.K., and Mishra, P.S. (2012). A review on the vanillin derivatives showing
various biological activities. International Journal of PharmTech Research, 4(1):266–279.
Oliveira, C.B., Meurer, Y.S., Oliveira,M.G., Medeiros,W.M., Silva,F.O., Brito,A.C., Pontes,
Dde.L., Andrade-Neto,V.F.(2014). Comparative Study on The Antioxidant and
Anti-toxoplasma Activities of Vanillin and Its Resorcinarene Derivative. Journal
Molecules, 19(5):5898–5912
Prastika, Irma. (2015). Analisis Cemaran Lemak Babi dalam Bakso di Purwokerto Menggunakan
Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Kemometrik. Purwokerto :
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Skoog, D., Holler, T., and Nieman, F., (1998). Principles of Instrumental Analysis Edisi ke-5.
Harcourt Brace, Philadelphia
Stuart, B. (2004). Infrared Spectroscopy : Fundamentals and Applications. John Wiley and Sons.
New York
Sulistyani, M. (2018). Spektroskopi Fourier Transform Infra Red Metode Reflektansi (Atr-Ftir)
Pada Optimasi Pengukuran Spektrum Vibrasi Vitamin C. Jurnal Temapela, 1(2), 39-43.
Sun, S., Chen, J., Zhou, Q., Lu, G., & Chan, K. (2010). Application of Mid-Infrared
Spec-troscopy in The Quality Control of Traditi-onal Chinese Medicines. Planta Med.,
76:1987-1996
Supardani, Dwi. O, dan Aditya. P. 2006. Perancangan Pabrik Asam Salisilat dari Phenol.
Fakultas Bandung : Teknik Jurusan Kimia, FTI Institut Teknologi Nasional.
Tim Dosen Kimia Spektrofotometri. (2023). Petunjuk Praktikum Kimia Spektrofotometri.
Surakarta : Lab FKIP UNS.
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yuliarti, N. (2007). Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: ANDI.

15
LAMPIRAN

A. Data Mentah

16
17
18
B. Laporan Sementara

19
20

Anda mungkin juga menyukai