Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM SPEKTROFOTOMETRI

Judul :
IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI SENYAWA DENGAN SPEKTROFOTOMETRI
INFRAMERAH (FTIR)

Praktikan :
Rizka Widya Maharani (K3321062)

Asisten :
Ira Fatihatussa’adah
(K3320042)

Dosen Pengampu :
Dr.rer.nat. Wirawan Ciptonugroho, S.T.,M.S.
NIP 198312232009121004

Program Studi Pendidikan Kimia


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
1

2023

ABSTRAK

Judul dari percobaan ini adalah “Identifikasi Gugus Senyawa dengan Spektrofotometri
Inframerah”. Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa diharapkan dapat menggunakan dan
mengoperasikan peralatan spektrofotometer inframerah serta dapat mengidentifikasi gugus
fungsi yang terdapat pada vanilin, asam benzoat, dan asam salisilat. Prinsip dasar dari praktikum
ini adalah spektrofotometri FTIR merupakan suatu teknik analisis untuk senyawa organik dengan
rentang IR (4000 cm-1- 400 cm-1) yang menginformasikan mengenai struktur dan gugus fungsi
dalam analit. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, pada sampel 1 (asam benzoat)
gugus fungsi yang terkandung hanya memiliki gugus fungsi asam karboksilat sehingga sudah
sesuai teori. Pada sampel 2 (asam salisilat) sudah sesuai teori dimana memiliki gugus fungsi
cincin benzena dan alkohol. Sedangkan pada sampel 3 (vanillin) tidak sesuai teori dimana vanilin
memiliki gugus fungsi aldehid, eter, alkohol.

Kata kunci: Vanilin, asam benzoat, asam salisilat, gugus senyawa, spektrofotometri inframerah
2

DAFTAR ISI

ABSTRAK 1
DAFTAR ISI 2
DAFTAR GAMBAR 3
DAFTAR TABEL 4
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
BAB II 13
METODOLOGI 13
BAB III 15
PEMBAHASAN 15
KESIMPULAN 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 21
3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Daerah spektrum infrared 6


Gambar 1.2 Skema FTIR 7
Gambar 1.3 Struktur vanilin 10
Gambar 1.4 Struktur asam salisilat 11
Gambar 1.5 Struktur asam benzoat 12
Gambar 2.1.1 Alat 13
Gambar 3.1 Grafik hubungan transmitan vs wavenumber pada vanilin 15
Gambar 3.2 Grafik hubungan transmitan vs wavenumber pada asam salisilat 16
Gambar 3.3 Grafik hubungan transmitan vs wavenumber pada asam benzoat 17
4

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar panjang gelombang pada fungsi


16
5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Pustaka

Senyawa adalah zat hasil gabungan beberapa unsur yang memiliki sifat berbeda dengan
unsur-unsur penyusunnya. Suatu senyawa bisa dikelompokkan dalam suatu golongan yang sama
asalkan memiliki gugus fungsi yang sama. Gugus fungsi adalah atom atau kelompok atom
dengan susunan tertentu yang menentukan struktur dan sifat suatu senyawa. Dalam kimia
organik, gugus fungsi adalah substituen atau bagian spesifik dalam molekul yang bertanggung
jawab terhadap karakteristik reaksi kimia dari molekul-molekul tersebut. Gugus fungsi tersebut
merupakan bagian yang paling reaktif jika senyawa tersebut bereaksi dengan senyawa lain. Salah
satu cara untuk menentukan gugus fungsi dari suatu senyawa adalah dengan metode
spektrofotometri.
6

Tabel 1.1 Daftar panjang gelombang pada gugus fungsi


Spektrofotometer inframerah adalah suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan
radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,78 μm - 100 μm atau pada
bilangan gelombang 12.000 - 100 cm-1. Dilihat dari segi aplikasi dan instrumentasi spektrum inframerah
dibagi ke dalam tiga jenis radiasi yaitu inframerah dekat, inframerah pertengahan, dan inframerah jauh.

Gambar 1.1 Daerah spektrum infrared


Spektrofotometer FTIR merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
identifikasi senyawa, khususnya senyawa organik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Analisis dilakukan dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak-puncak
spesifik yang menunjukan jenis gugus fungsional yang dimiliki oleh senyawa tersebut.
Sedangkan analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa standar yang
dibuat spektrumnya pada berbagai variasi konsentrasi. Prinsip dasar spektrofotometer FTIR
adalah saat senyawa organik dikenai sinar inframerah yang mempunyai frekuensi tertentu
(bilangan gelombang 500–4000 cm-1 ), maka frekuensi tersebut dapat diserap oleh senyawa
tersebut. Penyerapan ini terjadi karena pada setiap frekuensi sinar (termasuk inframerah)
mempunyai energi tertentu sehingga akan ditransfer ke senyawa yang sebanding dengan
frekuensi yang timbul pada getaran-getaran ikatan kovalen antar atom dalam molekul senyawa
tersebut.
7

Gambar 1.2 Skema FTIR


Komponen - komponen FTIR adalah sebagai berikut:
a. Laser
Laser berfungsi sebagai kalibrator internal alat dan sebagai alignment tool untuk
memastikan bahwa komponen optik dalam keadaan baik. Laser memiliki satu panjang
gelombang tertentu.
b. Interferometer
Interferometer berfungsi untuk menciptakan panjang gelombang infra merah sebelum
mengenai sampel. Terdapat 3 komponen utama di dalam interferometer, iaitu fix mirror,
moving mirror, dan beam splitter.
c. Mirror
Mirror berfungsi untuk memantulkan sinar infrared.
d. IR-Source
IR-Source berfungsi sebagai sumber energi utama cahaya infrared.
e. Detector
Detector berfungsi untuk menangkap sinyal infrared setelah melewati sampel, kemudian
diubah menjadi sinyal digital untuk dikirim ke komputer, sinyal tersebut disebut dengan
interferogram.
f. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk menyeleksi panjang gelombang.
8

Prinsip kerja FTIR adalah interaksi antara energi dan materi. Infrared yang melewati
celah ke sampel, dimana celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi yang disampaikan
kepada sampel. Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya
ditransmisikan melalui permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke detektor dan sinyal
yang terukur kemudian dikirim ke komputer dan direkam dalam bentuk puncak-puncak
(Thermo, 2001).

Kelebihan dari spektroskopi IR adalah sebagai berikut:


a. Spektroskopi IR berfokus pada radiasi elektromagnetik pada rentang frekuensi
400-4000 cm-1 dimana cm-1 diketahui sebagai wavenumber yang merupakan ukuran unit
untuk frekuensi. Agar menghasilkan spektrum infrared, radiasi di wilayah IR dilewatkan
melalui sampel.
b. Spektroskopi IR sangat berguna untuk analisis kualitatif dari senyawa organik. Hal ini
dikarenakan spektrum yang unik yang mana dihasilkan oleh setiap zat organik dengan
puncak struktural yang disesuaikan dengan fitur yang berbeda. Setiap kelompok
fungsional menyerap sinar inframerah pada frekuensi yang unik
c. Bersifat non destruktif
d. Hampir semua sampel dapat diteliti
e. Jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit
f. Lebih ramah lingkungan karena hampir tidak memerlukan pelarut kimia

Kelemahan dari spektroskopi IR adalah sebagai berikut:


a. Monokromator memiliki celah yang cukup sempit sehingga membatasi range bilangan
gelombang yang mengarah ke detektor.
b. Tidak mungkin ada 2 senyawa (kecuali isomer optik) memberikan spektra IR yang
sama, maka spektrofotometer IR khusus digunakan untuk tujuan analisis kualitatif yang
difokuskan pada identifikasi gugus fungsi. Sasaran analisis kualitatif spektrofotometri
IR secara umum adalah zat organik walaupun zat anorganik juga dapat.
c. Tidak dapat menganalisis sampel dengan cepat.
d. Sensitivitasnya rendah.
9

Semua bentuk sampel (padat, cair, dan gas) dapat dilakukan pengukuran dengan
spektrofotometer infra merah, tetapi masing-masing perlu dilakukan penanganan khusus agar
didapatkan spektrum infra merah yang baik. Berikut ini merupakan cuplikan pada FTIR:
a. Sampel Gas
Sampel berupa gas dapat dianalisis secara langsung, hanya perlu diperlihatkan adanya
uap air dalam sampel tersebut. Adanya uap air dapat memberikan pita-pita serapan yang
tajam. Pengukuran sampel gas membutuhkan tempat sampel khusus, biasanya berupa
silinder dari bahan silika. Silinder ini memiliki dua lubang yang digunakan untuk tempat
keluar masuknya gas. Sebagai penutup lubang tersebut, dapat digunakan lempengan
kristal NaCl.
b. Sampel Cair
Sampel cair dapat dianalisis dalam bentuk murninya atau dalam bentuk larutan. Sampel
cairan murni dianalisis secara langsung dengan cara membuat lapisan tipis yang
diletakkan diantara celah yang dibuay dari dua lempengan NaCl yang diletakkan
berhimpitan. Tebal lapisan tipis ini adalah 0,01 mm atau kurang. Sampel cairan murni
yang terlalu tebal menyerap sangat kuat, sehingga menghasilkan spektrum yang tidak
memuaskan. Cairan yang mudah menguap dianalisis dalam sel tertutup dengan lapisan
tipis.
c. Sampel Padat
Sampel padat dapat dianalisis dalam bentuk pelet, pasta, atau lapisan tipis. Bentuk pelet
dibuat dengan menggerus campuran sampel dengan kristal KBr (0,1-2,0% berdasarkan
berat) hingga halus dan homogen. Lalu, campuran ini ditekan dengan alat pembuat pelet
hingga larutan 10-20 Mpa (Mega Pascal) sehingga berbentuk suatu pelet. Pelet yang
baik harus jernih atau transparan dan tidak retak. Selain kristal KBr dapat juga
menggunakan kristal KI, CsI, CsBr.

Syarat yang harus dipenuhi dalam menginterpretasikan spektrum:


a. Spektrum harus tajam dan jelas serta memiliki intensitas yang tepat
b. Spektrum harus berasal dari senyawa yang murni
c. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga akan menghasilkan pita atau serapan pada
bilangan gelombang yang tepat
10

d. Metoda penyiapan sampel harus dinyatakan. Apabila digunakan pelarut maka jenis
pelarut, konsentrasi, dan tebal sel harus diketahui
Vanilin adalah senyawa fenol turunan benzena yang mempunyai rumus molekul C8H8O3
dengan gugus fungsi (-OCH3) pada posisi orto dan gugus aldehid (-COH) pada posisi para
(Yuskiya, 2015). Vanilin adalah komponen utama dari senyawa aromatik volatil dari polong
vanili (Baskara, 2010). Vanilin mempunyai aroma dan rasa vanila dan berwarna putih dalam
bentuk bubuk kristalin non higroskopik. Vanilin memiliki berat molekul sebesar 152, 14 g/mol.
Titik didih dari vanilin adalah 285 0C, titik leburnya adalah 81-81 0C, kelarutan dalam air > 2%,
sangat larut dalam kloroform, eter, dan air panas. Densitasnya adalah 1,056 g/mol dan dalam
bentuk larutan memiliki pH asam (Neil, 2003). Saat vanilin dipanaskan, maka akan
terdekomposisi dan mengemisikan asap yang berbau tajam dan gas yang mengiritasi (Lewis,
2004). Vanilin dapat disintesis dengan cara oksidasi eugenol. Vanilin biasa digunakan untuk
penambah cita rasa makanan, minuman, serta keperluan farmasi (Yuliani, 2007). Berikut ini
adalah struktur dari vanilin:

Gambar 1.3 Struktur vanilin


Vanilin memiliki beberapa kegunaan, yaitu:
1. Bahan penambah cita rasa, biasanya dalam makanan manis
2. Digunakan dalam industri minyak angin, parfum dan menutupi bau pada obat, dan
produk pembersih
3. Digunakan sebagai zat kimia “antara” dalam produksi farmasetikal dan zat-zat kimia
murni lainnya
4. Digunakan sebagai tujuan umum noda untuk pengembangan lempengan KLT untuk
membantu dalam memvisualisasikan komponen dari campuran reaksi (Prabawati, 2012)
11

Asam salisilat memiliki rumus molekul C6H4COOHOH berbentuk kristal kecil berwarna
merah muda terang hingga kecoklatan yang memiliki berat molekul sebesar 138,123 g/mol
dengan titik leleh sebesar 156oC dan densitas pada 25oC sebesar 1,443 g/mL. Asam salisilat
memiliki gugus polar dan gugus nonpolar. Gugus polarnya adalah gugus –OH dan gugus
nonpolarnya adalah gugus cincin benzena. Dari rumus struktur ini dapat dilihat bahwa asam
salisilat larut pada sebagian pelarut polar dan sebagian pada pelarut non polar, tetapi sukar larut
dengan sempurna pada pelarut polar saja atau pelarut nonpolar saja karena memiliki gugus polar
dan nonpolar sekaligus dalam satu gugus (Khopkar, 1990).
Asam salisilat merupakan obat analgesik non narkotik yang sering digunakan dalam
masyarakat. Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik dan antirematik tetapi
tidak dapat digunakan secara oral karena terlalu toksik, sehingga yang banyak digunakan sebagai
analgesik adalah senyawa turunannya seperti asam asetilsalisilat. Asam asetil salisilat yang lebih
dikenal dengan aspirin atau asetosal digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan anti rematik.
Pemberian asam asetilsalisilat dalam dosis rendah digunakan untuk mencegah serangan jantung
dan pengobatan trombosis karena memiliki efek antiplatelet (Purwanto dan Susilowati, 2000).
Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal dengan khasiat utamanya
sebagai bahan keratolitik. Hingga saat ini asam salisilat masih digunakan dalam terapi veruka,
kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala, dan iktiosis. Penggunaannya semakin
berkembang sebagai bahan peeling dalam terapi penuaan kulit, melasma, hiperpigmentasi pasca
inflamasi, dan akne (Lee dan Kim, 2003).

Gambar 1.4 Struktur asam salisilat


Asam benzoat (C6H5COOH) adalah padatan kristal berwarna putih dan merupakan asam
karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama asam ini berasal dari gum benzoin (getah
kemenyan), yang dahulu merupakan satu-satunya sumber asam benzoat. Asam lemah ini
beserta garam turunannya digunakan sebagai pengawet makanan (Zaid et al, 2014).
12

Asam benzoat adalah zat pengawet yang sering dipergunakan dalam saos dan sambal.
Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba karena tujuan penggunaan zat pengawet ini
dalam kedua makanan tersebut untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama
untuk makanan yang telah dibuka dari kemasannya. Jumlah maksimum asam benzoat yang
boleh digunakan adalah 1000 ppm atau 1 gram per kg bahan (Day dan underwood, 1988).

Asam benzoat dan senyawa turunannya merupakan salah satu kelompok gugusan
senyawa fenolik. Hal tersebut tampak dari keberadaan cincin fenil pada struktur kimia senyawa
benzoat dan turunannya (March, 1992; Natella et al. 1999). Terlepas dari asalnya, keberadaan
dari gugusan tersebut menyebabkan senyawa benzoat dapat berperan sebagai senyawa
antioksidan, antiviral, antibakterial, antifungal, antimutagenic, maupun insektisidal. Keberadaan
gugusan hidroksil (OH) fenolik dalam struktur senyawa benzoat merupakan kunci dalam
peranannya sebagai antioksidan. Dalam mekanismenya sebagai anti-radikal, gugus hidroksil
(OH) akan berperan sebagai pendonor elektron terhadap senyawa radikal bebas. Donor elektron
terhadap senyawa radikal bebas akan menyebabkan adanya kestabilan muatan dari suatu
senyawa radikal (Marcone, 2012).

Gambar 1.5 Struktur asam benzoat

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah agar Mahasiswa dapat menggunakan dan
mengoperasikan peralatan spektrofotometer inframerah (FTIR) serta dapat mengidentifikasi
senyawa yang ada dalam senyawa (Tim Dosen Kimia Spektrofotometri, 2023)
13

BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

a. Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu Spektrofotometri FTIR (Fourier
Transform Infra Red) dan spatula (Tim Dosen Kimia Spektrofotometri, 2023)

Gambar 2.1.1 Alat


b. Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah bubuk asam salisilat, asam benzoat,
vanilin, dan etanol.
14

2.2 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dari percobaan ini yaitu :

1. Membersihkan tempat sampel atau diamond dengan etanol dan tisu.


2. Menaruh sampel vanilin tepat di atas diamond.
3. Memutar detektor hingga terdengar bunyi klik atau pemutar detektor tidak dapat diputar
kembali.
4. Mengoperasikan komputer yang terhubung dengan spektrofotometer FTIR.
5. Menentukan peak yang benar.
6. Mengulangi langkah yang sama pada sampel serbuk asam salisilat dan serbuk asam
benzoat

2.3 Bagan atau FlowChart Prosedur Kerja


15

BAB III

PEMBAHASAN

Percobaan ini berjudul "Identifikasi Gugus Fungsi Asam Benzoat, Asam Salisilat dan
Vanilin dengan Spektrofotometris FTIR-ATR" yang bertujuan untuk mahasiswa dapat
menggunakan dan mengoperasikan alat spektrofotometer FTIR-ATR serta mengidentifikasi
gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa asam benzoat, asam salisilat dan vanilin. (AAS)
(Tim Dosen Kimia Spektrofotometri, 2023).
Prinsip kerja dari percobaan ini diawali dengan membersihkan tempat sampel atau
diamond dengan etanol dan tisu. Setelah itu, menaruh sampel vanillin tepat diatas diamond.
Selanjutnya, memutar detektor hingga terdengar bunyi klik atau pemutar detektor tidak dapat
diputar kembali. Kemudian, mengoperasikan komputer yang terhubung dengan
spektrofotometer. Selanjutnya,menentukan peak yang benar. Lalu, mengulangi langkah yang
sama pada sampel serbuk asam salisilat dan serbuk asam benzoat.

Gambar 3.1 Grafik hubungan transmitan vs wavenumber pada vanilin

Berdasarkan grafik yang diperoleh, dapat diketahui keberadaan gugus fungsi pada sampel
3 sebagai berikut:

a. Pada puncak 1 di panjang gelombang 1120.99685 cm-1 dengan intensitas


57.11324 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa eter(C-O-C)
16

b. Pada puncak 2 di panjang gelombang 1150.81556 cm-1 dengan intensitas


53.85944 menunjukkan adanya eter (C-O)
c. Pada puncak 3 di panjang gelombang 1197.40728 cm-1 dengan intensitas
67.70449 menunjukkan adanya gugus amina (C-H)
d. Pada puncak 4 di panjang gelombang 1263.56753 cm-1 dengan intensitas
61.43458 menunjukkan adanya gugus alkohol (C-O)
e. Pada puncak 5 di panjang gelombang 1298.04540 cm-1 dengan intensitas
66.00838 menunjukkan adanya gugus alkohol (C-O)
f. Pada puncak 6 di panjang gelombang 1585.05042 cm-1 dengan intensitas
63.63584 menunjukkan adanya cincin aromatik (C=C)
g. Pada puncak 7 di panjang gelombang 1662.39268 cm-1 dengan intensitas
61.39635 menunjukkan adanya gugus alkana (C-C)

Sampel tersebut adalah vanilin. Berdasarkan spektrum senyawa tersebut, dapat diketahui
bahwa sampel tersebut mengandung gugus eter, cincin aromatik, amina, alkana, dan alkohol.
Menurut teori, vanilin memiliki gugus fungsi aldehid, eter, alkohol. Oleh karena itu, percobaan
ini tidak sesuai dengan teori karena hanya terdapat gugus fungsi alkohol dan eter.

Gambar 3.2 Grafik hubungan transmitan vs wavenumber pada asam salisilat

Berdasarkan grafik yang diperoleh, dapat diketahui keberadaan gugus fungsi pada sampel
2 sebagai berikut:
17

a. Pada puncak 1 di panjang gelombang 1290.59073 cm-1 dengan intensitas


45.78928 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa ester (C-O)
b. Pada puncak 2 di panjang gelombang 1438.75241 cm-1 dengan intensitas
42.20786 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa (-CH3)
c. Pada puncak 3 di panjang gelombang 1481.61679 cm-1 dengan intensitas
54.68037 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa cincin aromatik (C=C)
d. Pada puncak 4 di panjang gelombang 1577.59574 cm-1 dengan intensitas
58.73682 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa cincin aromatik (C=C)
e. Pada puncak 5 di panjang gelombang 1609.27811 cm-1 dengan intensitas
50.48469 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa alkena (C=C)
f. Pada puncak 6 di panjang gelombang 1654.93800 cm-1 dengan intensitas
46.44891 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa alkena (C=C)
g. Pada puncak 7 di panjang gelombang 2992.12045 cm-1 dengan intensitas
71.34642 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa monomer asam karboksilat
(O-H)
h. Pada puncak 8 di panjang gelombang 3230.67007 cm-1 dengan intensitas
74.11146 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa monomer alkohol (O-H)

Sampel tersebut adalah asam salisilat. Berdasarkan spektrum senyawa tersebut, dapat
diketahui bahwa sampel tersebut mengandung gugus ester, -CH3, cincin aromatik, alkena,
monomer asam karboksilat, dan monomer alkohol. Menurut teori, asam salisilat hanya memiliki
gugus fungsi cincin benzena dan alkohol. Oleh karena pada puncak 3 dan 4 terdapat gugus fungsi
cincin aromatik yang mana mengandung cincin benzena dengan panjang gelombang 1481.61679
cm-1 dan 1577.59574 cm-1 serta pada puncak 8 terdapat gugus fungsi monomer alkohol dengan
panjang gelombang
3230.67007
cm-1.
18

Gambar 3.3 Grafik hubungan transmitan vs wavenumber pada asam benzoat

Berdasarkan grafik yang diperoleh, dapat diketahui keberadaan gugus fungsi pada sampel
1 sebagai berikut:

a. Pada puncak 1 di panjang gelombang 1026.88157 cm-1 dengan intensitas


51.01214 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa asam karboksilat (C-O)
b. Pada puncak 2 di panjang gelombang 1072.54146 cm-1 dengan intensitas
54.27871 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa asam karboksilat (C-O)
c. Pada puncak 3 di panjang gelombang 1127.51970 cm-1 dengan intensitas
50.19925 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa asam karboksilat (C-O)
d. Pada puncak 4 di panjang gelombang 1179.70243 cm-1 dengan intensitas
44.15735 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa asam karboksilat (C-O)
e. Pada puncak 5 di panjang gelombang 1287.79522 cm-1 dengan intensitas
27.50955 menunjukkan adanya gugus fungsi berupa asam karboksilat (C-O)

Sampel tersebut adalah asam benzoat. Berdasarkan spektrum senyawa tersebut, dapat
diketahui bahwa sampel tersebut mengandung gugus asam karboksilat dan amina. Menurut teori,
asam benzoat hanya memiliki gugus fungsi asam karboksilat. Oleh karena itu, percobaan ini
sesuai dengan teori karena pada puncak 1, 2, 3, 4, dan 5 terdapat gugus fungsi berupa asam
karboksilat dengan panjang gelombang 1026.88157 cm-1, 1072.54146 cm-1, 1127.51970 cm-1,
1179.70243 cm-1, dan 1287.79522 cm-1.

Fungsi penambahan zat dan perlakuan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:

a. Vanilin, asam benzoat, asam salisilat berfungsi sebagai sample yang dianalisis.
b. Etanol berfungsi untuk membersihkan alat.
c. Tisu berfungsi untuk mengeringkan alat.
19
20

BAB IV
KESIMPULAN

Spektrofotometri inframerah adalah suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan
radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,78 μm - 100 μm atau
pada bilangan gelombang 12.000 - 100 cm-1. Gugus fungsi adalah atom atau kelompok atom
dengan susunan tertentu yang menentukan struktur dan sifat suatu senyawa. Berdasarkan hasil
percobaan yang telah dilakukan, pada sampel 1 (asam benzoat) gugus fungsi yang terkandung
hanya memiliki gugus fungsi asam karboksilat sehingga sudah sesuai teori. Pada sampel 2 (asam
salisilat) sudah sesuai teori dimana memiliki gugus fungsi cincin benzena dan alkohol.
Sedangkan pada sampel 3 (vanilin) tidak sesuai teori dimana vanilin memiliki gugus fungsi
aldehid, eter, alkohol.
21

DAFTAR PUSTAKA

Baskara, R. (2010). Kinetika Penurunan Kadar Vanilin Selama Penyimpanan Polong Vanili Kering
pada Berbagai Kemasan. Jurnal Agrotek, 4 (2)
Day, R.A., Underwood, A.L. (1998). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Fidel, T; Benjakul, S; Paliyath G & Y.H, Hui. (2012). Food Biochemistry and Food Processing
2nd Edition. John Wiley & Sins. New York
Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia
Lee, K.W., Kim, Y.J., and Lee, C.Y. (2003). Cocoa Has more Phenolik Phytochemical and A
higher Antioxidant Capacity than Teas and Red Wine,J.Agric. Food Chem., 51( 52 ),729 –
7295.
Lewis, S. J. (2004). Sax’s Dangerous Properties of Industrial Materials. Hoboken : Wileye Sons
Inc March, J. (1992). Advanced Organic Chemistry 4th Edition.
Marcone, M. (2012). Analytical Technique in Food Biochemistry. Dalam Simpson, B.K; Leo,M.L;
Nolle Neil, M. J. (2003). The Merck Index-An Encyclopedia of Chemicals Drugs and
Bioligicals. Cambrige :Royal Society
Prabawati, R. K. (2012). Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin. Tugas Biokimia
Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Program Double Dolgree Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, 1, 1– 15
Purwanto, B.T. dan Susilowati, R. 2000. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dan Aktivitas
Biologis Obat, In: Siswandono dan Soekardjo, B. (Eds.), Kimia Medisinal 1, ed. 2.
Airlangga University Press, Surabaya, 161-163, 283, 291-292.
Thermo, N. (2001). Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. Thermo Nicolet
Corporation. USA
Tim Dosen Spektrofotometri. (2022). Petunjuk Praktikum Spektrofotometri. Surakarta:
Laboratorium Kimia FKIP UNS
Yuliani, S. (2007). Vanilin dari Limbah Daun Cengkeh. Yogyakarta: Andy Offsck
Yuskiya, A. (2015). Synthesis of 3-(4-Hydroxy-3-Methoxyphenyl)-1-phenyl-2-propen-1-on and
it’s Antioxidant Activity Assay using DPPH. Jurnal Alchemy, 4 (1)
Zaid, T., Frienly,W dan Fatimawali. (2014). Analisis senyawa asam benzoat pada kecap manis
produksi lokal kota manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Volume 3 : 37-42.
22

LAMPIRAN
23
24
25

Laporan Sementara
26

Anda mungkin juga menyukai