MAKALAH
Disajikan Dalam Matakuliah Evolusi Molekuler
yang Dibimbing oleh Dr. Umie Lestari, M.Si.
Oleh
Kelompok 2
Muhammad Saefi (150341806240)
Nur Lina Safitri (150341806626)
Widi Cahya Adi (150341805884)
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah bukti-
bukti dan petunjuk tentang adanya evolusi sampai saat ini?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan dan
menganalsis bukti-bukti dan petunjuk tentang adanya evolusi sampai saat ini.
BAB II
PEMBAHASA
N
Gambar 1. (a) Bukti fosil kuda berdasarkan tulang kaki, gigi dan perkiraan panjang tubuh,
(Sumber: http://www.ck12.org/user:cnBvd2VsbEBndnNkLm5ldA../book/2014-Garden-Valley-
Middle-School-7th-Life-Science/section/7.2/)
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. (a) Fosil kaki kuda (kiri kaki depan, kanan kaki belakang), (b) Fosil gigi kuda
(atas secara vertikal, bawah secara lateral), (c) Fosil tengkorak kuda (Sumber: Molen, 2009)
Gambar 3. Evolusi Kuda di mulai dari 50 juta tahun yang lalu, dimulai pada era Eocene,
Oligocene, Miocene, Pliocene, Pleistocene, dan saat ini (Sumber: Molen, 2009)
Dengan berkurangnya jari, postur tubuh yang lebih besar dan tengkorak
memanjang yang lebih streamline, maka hewan ini dapat lebih mudah dan lebih
cepat. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindarkan diri dari predator.
Demikian pula volume otak bertambah besar dan juga bertambah kompleks.
Perkiraan evolusi Eohippus sampai menjadi Equus melalui tahapan Eohippus
borealis Orohippus Epihippus Mesohippus bairdi Miohippus
Parahippus Merychippus paniensis Pliohippus Equus.
Jika kita berbicara mengenai evolusi manusia dan primata, tidaklah berarti
bahwa manusia berasal dari kera. Yang dipelajari dalam ilmu evolusi ialah proses
perubahannya. Mempelajari perubahan makhluk hidup akan ditinjau dari banyak
segi, yang dapat memberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi pada masa yang
lalu. Suatu sifat akan berevolusi sesuai dengan perkembangan waktu dan tempat.
Dengan membandingkan data fosil dengan makhluk hidup yang ada saat ini
merupakan analisis yang dilakukan oleh para Paleontolog. Pada kelompok
primata adalah membandingkan kelompok primata primitif dengan kelompok
primata modern tentang perubahan struktur dari berbagai organ yang minimal
dapat memberikan petunjuk yaitu sebagai berikut (Widodo, dkk, 2003).
a. Bentuk tengkorak yang memanjang dengan rahang yang besar. Perubahan
ini diikuti dengan perubahan cara berjalan dari empat kaki menjadi dua
kaki. Panggul menjadi kuat, gigi kuat dan membentuk moncong menjadi
bertambah pendek. Rongga hidung semakin mengecil.
b. Mata yang semula menghadap ke samping., menjadi berangsur-angsur
menghadap ke depan. Penglihatan pun berubah dari dua dimensi menjadi
tiga dimensi, dan kemampuan melihat warna meningkat dari hitam-putih
untuk membedakan terang dan gelap menjadi mampu melihat hampir
semua spektrum warna. Hal ini erat kaitannya dengan cara hidup dari
malam hari menjadi siang hari. Selain itu mata diperlukan untuk melihat
makanan di antara ranting-ranting pohon, dan untuk dapat menyelinap
dengan mudah di anatara dahan.
c. Ujung jari bercakar secara berangsur-angsur berubah menjadi kuku. Hal
ini terlihat bahwa tupai mempunyai cakar, sedangkan primata lebih lanjut
mempunyai kuku yang tebal dan akhirnya manusia mempunyai kuku yang
tipis. Cakar mula-mula diperlukan untuk mengais mencari makan. Dengan
berubahnya cara hidup dari hidup di tanah menjadi kehidupan arboreal,
maka cakar menjadi mengganggu kemampuan bergerak dengan cepat di
atas pohon. Kehidupan arboreal lebih membutuhkan kemampuan
memegang. Dengan demikian, terjadi pula perubahan cara memegang
dengan terbentuknya ibu jari dengan persendian yang lain daripada jari-
jari yang lain. Hal ini erat kaitannya dengan timbulnya flora hutan sebagai
habitat baru di muka bumi. Cakar perlu untuk naik pohon, tetapi selalu
terkait kalau pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu
terjadi pula perubahan dari telapak tangan. Pentingnya mempunyai
kemampuan untuk memegang terlihat pada kera, yang mempunyai “empat
tangan”, bahkan pada kera Amerika Selatan, ekor dapat digunakan untuk
memegang.
d. Kehidupan arboreal menyebabkan fungsi tangan menjadi lebih penting
daripada kaki. Hal ini terlihat pada bangsa kera yang memiliki tangan yang
lebih panjang dan lebih kuat daripada kaki. Hal ini penting untuk dapat
berajun-ajun dan berpindah tempat. Dengan berubahnya permukaan bumi,
maka jumlah hutan menjadi sedikit. Selain itu ditemukan primata
berukuran besar yang tidak dapat ditunjang lagi oleh hutan. Dengan
demikian, primata mulai turun ke permukaan bumi. Akibatnya tangan
menjadi kurang diperlukan sedangkan kaki diperlukan untuk mengejar
mangsa dan menghindarkan diri dari predator. Koordinasi otot menjadi
lebih baik.
e. Volume otak mengalami perubahan yang pesat. Faktor ini sangat nyata
terlihat pada golongan kera manusia. Australopithecus hanya mempunyai
otak dengan volume 600cc, sedangkan manusia modern sekitar dua kali
lebih besar. Data fosil menunjukkan bahwa fosil manusia lainnya
mempunyai kisaran di antara keduanya. Perubahan volume otak dapat pula
dilihat pada perubahan dahi, yang tidak ada pada kera dan hampir tegak
pada manusia.
Ramapithecus, yang dianggap sebagai fosil yang erat hubungannya dengan
manusia. Fosil ini pada mulanya hanya dikenal dari sebuah tulang rahang. Namun
kini pandangan tersebut berubah, karena penemuan baru telah memberikan
pandangan yang lebih baik. Fosil ini ternyata identik dengan Dryopithecus. Fosil
berikutnya adalah Kenyapithecus. Fosil Homo mungkin pula telah ada, namun
data yang ada belum meyakinkan. Baru kemudian, pada lapisan yang lebih muda,
mulai dijumpai Paraustralopithecus aethiopicus, yang oleh ahli yang beraliran
progresif kini disebut juga Homo aethiopicus.
Australopithecus (A. africanus, A. afarensis), Homo, Meganthropus
palaeojavanicus (Homo modjokertensis) dan Paranthropus (P. boisei, P.
robustus). Kedua marga fosil terakhir dan Gigantopithecus adalah fosil manusia
atau kera berukuran besar dan mungkin pantas disebut raksasa. Fosil-fosil yang
menempati lapisan lebih atas adalah Zinjanthropus, Homo habilis, H. ergaster, H.
rudolfensis. Baru kemudian kita mengenal manusia purba, Homo erectus
(Sinanthropus, Pithecanthropus, Atlanthropus, Telanthropus, Eoanthropus dan
Homoheidelbergensis). Fosil-fosil hominid yang paling muda semuanya sudah
dianggap sebagai Homo sapiens (Swanscombe, Steinheim, Cro-Magnon) dan
Homo sapiens neaderthalensis (H. Soloensis, H.rhodensiensis). berikut fosil
primata yang ditemukan dan ciri-ciri dari dari fosil yang ditemukan tersebut.
1. Fosil Ramaphitecus
Fosil ini ditemukan di Punyab, India dan Afrika Selatan, yang ditemukan
hanya rahang atas dan rahang bawah.
2. Fosil Australophitecus
Fosil ini ditemukan di Australia, dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Tengkorak tebal dengan kapasitas isi sekitar 700 cc yang menunjukkan
otaknya kecil.
b. Rahangnya masif dengan gigi yang sama bentuk dengan gigi genus homo.
c. Gigi taring kecil, gigi premolar bawah mempunyai dua kuspis yang
merupakan ciri khas genus hominidae.
d. Foramen oksipital magnum bergeser ke depan (khas bagi genus Homo)
e. Tulang ilium lebar dan datar khas bagi makhluk hidup berkaki dua. Alat
batu kasar ditemukan pada tempat ditemukannya fosil namun jumlahnya
sedikit
3. Fosil Pithecantropus
Fosil ini ditemukan di Trinil jawa timur, Choukoutien, Cina, Afrika
Selatan, dan Afrika Timur, Aljazair, Marokko, Perancis, Inggris, Jerman, Akhir-
akhir ini di negara Eropa Timur dan India, dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pertama ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di Trinil Jawa
Timur dalam bentuk tengkorak dan sebuah tulang paha.
b. Tulang tengkorak tebal dan rendah. Kapasitasnya 900 cc. Karena atapnya
datar, bagian terlebar dari tulang tengkorak berada di daerah temporal. Hal
ini berbeda dengan genus Homo lainnya yang bagian terlebarnya terletak
pada daerah parietal.
c. Foramen occipitale magnum bergeser ke depan (khas bagi genus Homo).
d. Dahinya datar dan miring.
e. Tulang alis menonjol ke depan.
f. Lubang hidung besar.
4. Fosil manusia Neandertal
Fosil ini ditemukan pertama kali di lembah Neadertal di daerah Dusseldorf
kemudian ditemukan di Jerman, Jerman, Perancis, Belgia, Yugoslavia, Italia,
Chekoslavia., Afrika Utara dan Afrika Selatan, Israel, Irak, Uzbekistan, Jawa,
dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Tulang tengkorak tebal dan rata, lubang hidung besar, rahang masif dan
tidak berdagu.
b. Tulang belakang kepala memanjang ke belakang dan ujungnya lancip serta
menonjol.
c. Foramen occipitale magnum bergeser ke depan (khas bagi genus Homo).
d. Volume tengkorak ± 1450 cc, lebih besar dari volume manusia modern.
Volume manusia modern ± 1300 cc.
e. Tulang alis masif dan menonjol.
f. Tulang oksipital menonjol, kemungkinan memiliki otot leher yang kuat.
g. Wajah lonjong dan lebar dengan rahang yang menonjol.
h. Gigi besar tertanam pada rahang yang besar.
i. Tulang anggota badan bagian bawah relatif besar dan masif.
Gambar 4. Sebuah Perkiraan waktu umum evolusi berdasarkan bukti fosil paleoantropologis.
(Sumber: http://visual.ly/timeline-hominid-evolution#sthash.iVNevScz.dpuf)
D. BUKTI BIOGEOGRAFI
Biogeogarfi merupakan ilmu yang mempelajari distribusi geografi dari
suatu spesies. Salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi geografi suatu
spesies adalah pergerakan benua. Evolusi dan pergerakan benua dapat digunakan
untuk memprediksikan penemuan fosil dari kelompok organisme berbeda.
Organisme-organisme pada kenyataannya mempunyai biogeografi berbeda-beda,
meskipun diturunkan dari keturunan nenek moyang yang berbeda, namun
memiliki kesamaan proses adaptasi pada habitat-habitat khusus. Dalam
memperoleh bukti evolusi berupa biogeografi digunakan petunjuk, yaitu
1. Variasi dalam satu keturunan
Antara individu-individu dalam satu keturunan selalu saja terdapat
perbedaan-perbedaan. Contohnya, warna, ukuran tubuh, kerja faal, kebiasaan
hidup, dll. Salah satu bukti terbentuknya variasi dalam satu keturunan adalah
ditempat pemeliharaan hewan (dari liar menjadi hewan peliharaaan) atau
domestikasi.
E. PERISTIWA DOMESTIKASI
Domestikasi merupakan proses dimana hewan liar atau tumbuhan liar
dijinakkan, dengan kata lain domestikasi merupakan proses adopsi tumbuhan dan
hewan dari kehidupan liar kedalam lingkungan kehidupan sehari-hari manusia
(Yahya, Y. A, 2014). Tindakan ini dapat mengakibatkan timbulnya jenis-jenis
hewan dan tumbuhan yang menyimpang dari aslinya, yang mengarah
terbentuknya spesies baru. Domestikasi dilakukan pada populasi, seperti kegiatan
pemuliaan tanaman atau perubahan perilaku/sifat dari organisme yang menjadi
objeknya. Peristiwa persilangan dari dua varietas tanaman/hewan sejenis juga
dapat menyebabkan terbentuknya variasi baru yang berbeda dari induknya yang
dapat menyebabkan terjadinya spesies baru.
Dalam peristiwa domestikasi, terdapat enam syarat atau ketentuan yang
harus dipertimbangkan pada hewan yang akan dilakukan domestikasi, antara lain:
pertama pakan harus mudah di dapatkan, kedua hewan tersebut memakan
makanan yang berada diluar daerah piramida makanan manusia, ketiga pakan
hewan tersebut harus ekonomis dan penyimpanannya mudah, keempat hewan
tersebut harus hewan yang dapat tumbuh dengan cepat sehingga dapat segera
dikembangbiakkann dan dimanfaatkan, keenam hewan tersebut harus mampu
dikembangbiakkan dalam penangkaran, tidak agresif, tidak mudah stres, dan
memiliki hierarki sosial yang dapat diperbaiki (Yahya, Y. A, 2014). Contoh lain
dari peristiwa domestikasi adalah keanekaragaman anjing yang luar biasa dari
mulai Cihuahua sampai Saint Bernard menunjukkan kemampuan kita mengubah
spesies dengan cara perkawinan selektif.
F. EMBRIOLOGI PERBANDINGAN
Embriologi adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari
pembentukan, pertumbuhan, dan perkembangan embrio dalam kandungan.
Perkembangan embrio semua vertebrata memperlihatkan keseragaman yang
mencolok. Hal ini terlihat jelas pada waktu terjadi pembelahan, morfogenesis, dan
tahap diferensiasi awal. Persamaan-persamaan ini sering dipergunakan sebagai
bukti hubungan evolusi antara vertebrata. Ontogeni adalah perkembangan
individu suatu spesies mulai dari telur sampai dewasa. Filogeni adalah
perkembangan spesies dalam proses evolusinya. Pada tahap-tahap tertentu, embrio
spesies mengulangi evolusi nenek moyangnya.
Mengenai perkembangan embrio Karl von Baer, menyatakan bahwa: (a)
sifat-sifat umum muncul paling awal kemudian diikuti sifat-sifat khusus; (b)
perkembangan dimulai dari yang umum sekali, kemudian kurang umum, dan
akhirnya ke sifat-sifat yang khusus; (c) hewan yang satu memisah secara progresif
dari hewan yang lain; (d) dalam perkem-bangannya hewan-hewan multiseluler
bentuk embrionya sama, tetapi kemudian pada saat dewasa bentuknya menjadi
berbeda-beda (Panji, 2015).
Adanya persamaan perkembangan pada semua golongan Vertebrata,
tersebut menunjukkan adanya hubungan kekerabatan. Perkembangan individu
mulai dari sel telur dibuahi hingga individu itu mati disebut Ontogoni. Kalau kita
bandingkan dengan filogeni, yaitu sejarah perkembangan organisme dari filum
yang paling sederhana hingga yang paling sempurna, maka akan kita lihat adanya
kesesuaian. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa ontogeni merupakan filogeni
yang dipersingkat. Dengan kata lain, ontogeni merupakan ulangan (rekapitulasi)
dari filogeni.
I. Bukti Molekuler
Evolusi molekuler menjelaskan dinamika perubahan evolusi yang terjadi
pada tingkat molekuler meliputi perubahan (rata-rata dan pola) materi genetik
(DNA dan RNA) dan produknya (protein) serta mengkaji pula sejarah evolusi
organisme dan makromolekul yang didukung data-data molekuler. Faktanya,
semua organsime hidup memiliki materi genetik (DNA) yang hampir sama,
mengunakan kode-kode genetik yang sama, dan memiliki molekul berenergi
tinggi (ATP). Semua organisme hidup tersusun oleh kode genetik yang sama.
Kode genetik makhluk hidup tersusun oleh gula ribosa, pospat, dan empat basa
nitrogen yang saling berkombinasi menghasilkan sifat-sifat fenotif yang berbeda.
Kode genetik ini bersifat universal. Melalui proses transkripsi dan tranlasi kode-
kode genetik ini diterjemahkan menjadi asam amino-asam amino yang menyusun
protein. Secara universal protein seluruh makhluk hidup tersusun oleh kombinasi
20 asam amino (Windari, 2013).
Dalam tinjauan molekuler, evolusi merupakan perubahan susunan genetik
pada generasi yang berurutan. Untuk mengetahui evolusi, sangat baik untuk
mengetahui tentang genetika dari populasi (population genetic). Penelitian selama
30 tahun yang dilakukan oleh R.A. Fisher di Inggris dan S. Wright di Amerika
memperlihatkan bahwa evolusi tidak mengenai sebuah gen atau suatu individu,
tetapi melaui sekelompok gen atau sekumpulan individu yang disebut populasi
(Sidharta, 1995). Genetika individu selalu menyangkut konsep genotipe yakni
konstitusi genetika pada individu. Jika evolusi adalah perubahan dalam komposisi
genetis dari populasi, maka yang diartikan adalah suatu perubahan dari frekuensi
genetis di dalam seluruh gen (termasuk plasmagen) yang dimiliki semua individu
dalam populasi tersebut (Waluyo, 2005).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
1. Sebaiknya dalam membaca tentang petunjuk dan bukti evolusi, pembaca
mengetahui manakah yang termasuk dalam petunjuk dan manakah yang
termasuk dalam bukti evolusi.
2. Sebaiknya pembaca dalam menganalisis bukti dan petunjuk evolusi harus
mengetahui alasan mengapa hal tersebut dapat dijadikan bukti atau petujuk
terjadinya evolusi.
DAFTAR RUJUKAN
Hastuti, L. D.S. 2007. Asal Usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi.
(Online), (http://library.usu.ac.id/download/fp/07002690.pdf), diakses
pada tanggal 13 Februari 2016.
Henuhili , V., Mariyam, S., Sudjoko., & Rahayu, T. 2014. Evolusi. (Online),
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Ir.%20Victoria%20Hen
uhili,%20%20M.Si./Evolusi_%20diktat%20kuliah.pdf), diakses pada
tanggal 13 Februari 2016.
Molen, Mats .2009. The Evolution Of The Horse. Journal Of Creation 23 (2).
(online) (https://creation.com/images/pdfs/tj/j23_2/j23_2_59-63.pdf),
diakses pada tanggal 13 Februari 2016.
Panji. 2015. Bukti-bukti Teori Evolusi. (online) (http://www.edubio.info
/2015/02/bukti-bukti-teori-evolusi.html), diakses pada tanggal 13 Februari
2016.
Starr C., Taggart, R., Evers, C., & Starr, L. 2012. Biologi: Kesatuan dan
Keragaman Mahluk Hidup. Jakarta: Penerbit Salemba Teknika.
Widodo, H., Lestari, Umie., Amin, Muhammad. 2003. Evolusi. Malang: FMIPA
UM