Anda di halaman 1dari 28

BUKTI DAN PETUNJUK EVOLUSI

MAKALAH
Disajikan Dalam Matakuliah Evolusi Molekuler
yang Dibimbing oleh Dr. Umie Lestari, M.Si.

The Learning University

Oleh
Kelompok 2
Muhammad Saefi (150341806240)
Nur Lina Safitri (150341806626)
Widi Cahya Adi (150341805884)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


BIOLOGI PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FEBRUARI 2016
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Evolusi merupakan teori yang banyak menimbulkan perdebatan di
kalangan para ahli. Banyak orang yang meyakini kebenaran teori evolusi, namun
banyak pula dan meragukan kebenaran dari teori tersebut. Ahli-ahli yang
mempercayai kebenaran teori evolusi mengajukan berbagai bukti-bukti yang
menerangkan bahwa evolusi benar-benar telah terjadi pada makhluk hidup yang
ada saat ini.
Fakta di sekitar kita dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa evolusi
memang terjadi. Evolusi merupakan ilmu yang perkembangannya sangat luas.
Para ahli biologi evolusi sekarang meneliti evolusi dari berbagai disiplin ilmu,
seperti genetika molekuler, morfologi dan embriologi. Mereka juga bekerja
dengan peralatan yang beragam seperti dengan larutan kimia di dalam tabung
reaksi, tingkah laku hewan di hutan rimba, fosil yang dikoleksi dari daerah-daerah
purbakala dan batu-batu karang atau gunung-gunung batu.
Bukti dan petunjuk diperlukan dalam mempelajari evolusi. Bukti
merupakan sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa dan merupakan
keterangan nyata, sedangkan petunjuk merupakan tanda, isyarat untuk memberi
tahu, menunjukkan, dan sebagainya. Fosil, homologi, perbandingan embrio,
perbandingan molekular, dan lain-lain dapat digunakan dalam mempelajari
evolusi.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah bukti-
bukti dan petunjuk tentang adanya evolusi sampai saat ini?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan dan
menganalsis bukti-bukti dan petunjuk tentang adanya evolusi sampai saat ini.
BAB II
PEMBAHASA
N

Evolusi merupakan perubahan biologis yang dialami mahluk hidup seiring


berjalannya waktu. Selama lebih dari seratus tahun, argumen pro dan kontra
terhadap teori evolusi telah diteliti dan diperdebatkan. Untuk menunjukkan bukti-
bukti bahwa proses evolusi itu ada, kita dapat melakukan pendekatan terhadap
kenyataan/fakta yang ada di sekitar kita. Walaupun dapat tidaknya kenyataan-
kenyataan tersebut dijadikan bahan bukti adanya evolusi tergantung dari
interpretasi para pakar yang bersangkutan. Beberapa petunjuk adanya evolusi,
yaitu:
A. Peninggalan fosil di berbagai lapisan batuan bumi.
B. Homologi dan analogi organ tubuh
C. Adanya alat-alat tubuh yang tersisa (organ rudimenter)
D. Bukti biogeografi
E. Peristiwa domestikasi
F. Embriologi perbandingan
G. Variasi antar individu dalam satu keturunan
H. Petunjuk secara biokimia
I. Bukti molekuler

A. Peninggalan fosil di berbagai lapisan batuan bumi


Fosil merupakan makhluk hidup atau sebagian dari makhluk hidup yang
tertimbun oleh tanah, pasir, lumpur dan akhirnya membatu. Istilah fosil berasal
dari bahasa Latin yaitu fodio atau bahasa Yunani fodere yang artinya menggali.
Ilmu yang mempelajari tentang fosil adalah palaentologi, dengan mempelajari
fosil-fosil maka dapat diungkap banyaknya keterangan yang membenarkan
adanya evolusi (Waluyo, 2005).
Fosil pada umumnya ditemukan terdapat dalam keadaan tidak utuh, yaitu
hanya merupakan suatu bagian atau beberapa bagian dari tubuh makhluk hidup.
Hancurnya tubuh makhluk hidup yang telah mati disebabkan pengaruh air, angin,
bakteri pembusuk, hewan-hewan pemakan bangkai dan lain-lain. Fosil-fosil dapat
ditemukan di berbagai macam lapisan bumi, sehingga penentuan umurnya
didasarkan atas umur lapisan yang mengandung fosil-fosil itu. Umumnya fosil
yang terdapat di lapisan yang paling dalam, mempunyai umur yang lebih tua
sedangkan umur fosil yang ditemukan pada lapisan yang lebih atas mempunyai
umur yang lebih muda. Dengan membandingkan fosil-fosil yang ditemukan di
berbagai lapisan bumi yaitu mulai sederetan fosil-fosil yang telah ditemukan
dalam lapisan batuan bumi dari yang tua sampai yang muda, menunjukkan bahwa
adanya perubahan yang terjadi secara berangsur-ansur. Dengan demikian maka
dapat disimpulkan bahwa fosil merupakan petunjuk adanya evolusi (Widodo, dkk,
2003).
Kebanyakan fosil adalah tulang, gigi, cangkang, biji, spora atau bagian
tubuh keras lainnya yang termineralisasi. Sejumlah fosil seperti jejak kaki dan
ekspresi lainnya seperti sarang, kandang, lubang, cangkang telur atau feses adalah
bukti aktivitas organisme. Proses fosilisasi dimulai ketika organisme atau sisanya
menjadi tertutup debu sedimen atau vulkanik. Air dengan lambat mengilfiltrasi
reruntuhan tersebut. ion metal dan senyawa inorganic lainnya yang terlarut dalam
air secara perlahan menggantikan mineral dalam tulang dan jaringan keras
lainnya. Sedimen yang terakumulasi pada bagian atas reruntuhan menekan
reruntuhan tersebut. setelah waktu yang cukup lama,tekanan dan mineralisasi
mentransformasi reruntuhan tersebut menjadi batuan. Kebanyakan fosil
ditemukan di lapisan batuan sedimen seperti batu lumpur, batu pasir, dan batu
serpih. Batuan sedimen terbentuk ketika sungai mengikis kerikil, pasir, debu
vulkanik, dan partikel lain dari daratan ke laut. Setelah ratusan jutaan tahun
lapisan sedimen berbentuk padat menjadi lapisan batuan (Starr dkk, 2012).
Tokoh yang telah mempelajari fosil yang berhubungan dengan evolusi
antara lain: Leonardo da Vinci yang merupakan pelukis besar bangsa Italia abad
15 (1452-1519) adalah orang pertama yang berpendapat bahwa fosil merupakan
suatu bukti adanya makhluk hidup di masa lampau. George Cuvier (Perancis,
1769-1832) seorang ahli anatomi perbandingan, yang mengadakan studi
perbandingan antara fosil-fosil dengan makhluk hidup yang ada sekarang. Ia
menyimpulkan bahwa pada masa yang berlainan di bumi ini dihuni oleh berjenis-
jenis mahluk yang berlainan pula. Selanjutnya Cuvier berkesimpulan bahwa pada
masa tertentu telah diciptakan makhluk hidup yang berbeda dengan masa lainnya
(hal ini karena Cuvier merupakan pendukung teori penciptaan khusus).Tokoh
berikutnya adalah Darwin mengatakan bahwa makhluk-makhluk hidup yang
terdapat pada lapisan bumi tua mengadakan perubahan bentuk menyesuaikan
dengan lapisan bumi yang lebih muda. Oleh sebab itu, fosil pada lapisan lapisan
bumi yang lebih muda berbeda dengan fosil di lapisan bumi yang tua (Waluyo,
2005).
Data evolusi kuda dan primata cukup lengkap untuk mendeskripsikan
evolusi yang terjadi pada kelompok hewan tersebut. Namun selengkap-
lengkapnya data fosil masih belum dapat menerangkan secara lengkap apa yang
terjadi pada masa silam. Dasar deskripsi evolusi kuda dan primata ini, para ahli
menggunakan metode pendekatan dengan membandingkan perubahan struktur
dari makhluk hidup.
Menurut Widodo, dkk, (2003) Evolusi pada kuda merupakan suatu contoh
klasik evolusi morfologi, yang sejarahnya ditelusuri dari catatan fosilnya sejak
zaman Eosin (Eocene) di Amerika Utara dan sedikit dari Eropa dan Asia. Fosil
kuda termasuk cukup lengkap, karena kuda hidup berkelompok dalam jumlah
yang cukup besar, sehingga meninggalkan sejumlah besar fosil dari zaman ke
zaman. Fosil kuda primitif ditemukan dalam jumlah besar pada zaman Eosen 58
juta tahun yang lalu, yaitu di Eropa dan Amerika Utara.
Fosil kuda yang paling primitif adalah dikenal dengan Eohippus atau
Hyracotherium. Ciri-ciri Eohippus berdasarkan rangkanya dapat dideskripsikan
sebagai berikut: kuda ini sebesar kucing/kancil dan tingginya hanya sekitar 30 cm,
struktur gigi sebagai pemakan semak belukar, giginya berjumlah 22 pasang
dengan gigi geraham yang terspesialisasi untuk menggiling makanan. Dengan
ukuran tubuh yang pendek sangat menguntungkan, karena dapat menyelinap di
antara semak belukar. Hal ini ditunjukkan pula oleh pola gigi yang sesuai untuk
menggigit semak belukar dan bukan rumput. Jari-jari kaki depan berjumlah 4 dan
satu jari rudiment, sedangkan jari-jari kaki belakang berjumlah 3 dan duajari
rudiment. Kaki dengan beberapa jari ikut membantu dalam mengais dan menggali
akar-akar yang lunak.
Pada masa berikutnya, terjadi suatu perubahan pada permukaan bumi.
Hutan menjadi berkurang dan timbul padang rumput yang luas. Padang rumput
merupakan suatu biotope baru. Gigi yang sebelumnya cocok untuk merabut
semak belukar, tidak diperlukan lagi. Kini diperlukan suatu gigi yang lebih lebar
dan bermahkota email yang cukup tebal untuk menggigit dan mengunyah rumput.
Gigi tersebut sesuai untuk mengunyah rumput karena rumput mengandung kadar
silikat yang tinggi. Gigi seri melebar dan pipih untuk menggigit rumput. Gigi
premolar berubah bentuk menajdi molar. Gigi geraham melebar untuk
menggantikan fungsi mengunyah menjadi menggiling. Perubahan gigi
mengakibatkan rahang bertambah lebar.
Perubahan alat gerak diperlihatkan pada bertambah panjangnya kaki,
jumlah jari yang lebih sedikit, yang cocok untuk kehidupan padang rumput. Kaki
depannya terdiri dari empat jari dan satu jari rudiment, sedangkan kaki
belakangnya mempunyai tiga jari dan dua jari rudimen. Bentuk jari tengah
semakin panjang dan besar dari pada jari moyangnya. Ujung jari setiap kaki
ditutupi oleh kuku.

Gambar 1. (a) Bukti fosil kuda berdasarkan tulang kaki, gigi dan perkiraan panjang tubuh,
(Sumber: http://www.ck12.org/user:cnBvd2VsbEBndnNkLm5ldA../book/2014-Garden-Valley-
Middle-School-7th-Life-Science/section/7.2/)
(a)
(b)

(c)

Gambar 2. (a) Fosil kaki kuda (kiri kaki depan, kanan kaki belakang), (b) Fosil gigi kuda
(atas secara vertikal, bawah secara lateral), (c) Fosil tengkorak kuda (Sumber: Molen, 2009)
Gambar 3. Evolusi Kuda di mulai dari 50 juta tahun yang lalu, dimulai pada era Eocene,
Oligocene, Miocene, Pliocene, Pleistocene, dan saat ini (Sumber: Molen, 2009)
Dengan berkurangnya jari, postur tubuh yang lebih besar dan tengkorak
memanjang yang lebih streamline, maka hewan ini dapat lebih mudah dan lebih
cepat. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindarkan diri dari predator.
Demikian pula volume otak bertambah besar dan juga bertambah kompleks.
Perkiraan evolusi Eohippus sampai menjadi Equus melalui tahapan Eohippus
borealis  Orohippus  Epihippus  Mesohippus bairdi  Miohippus 
Parahippus  Merychippus paniensis  Pliohippus  Equus.
Jika kita berbicara mengenai evolusi manusia dan primata, tidaklah berarti
bahwa manusia berasal dari kera. Yang dipelajari dalam ilmu evolusi ialah proses
perubahannya. Mempelajari perubahan makhluk hidup akan ditinjau dari banyak
segi, yang dapat memberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi pada masa yang
lalu. Suatu sifat akan berevolusi sesuai dengan perkembangan waktu dan tempat.
Dengan membandingkan data fosil dengan makhluk hidup yang ada saat ini
merupakan analisis yang dilakukan oleh para Paleontolog. Pada kelompok
primata adalah membandingkan kelompok primata primitif dengan kelompok
primata modern tentang perubahan struktur dari berbagai organ yang minimal
dapat memberikan petunjuk yaitu sebagai berikut (Widodo, dkk, 2003).
a. Bentuk tengkorak yang memanjang dengan rahang yang besar. Perubahan
ini diikuti dengan perubahan cara berjalan dari empat kaki menjadi dua
kaki. Panggul menjadi kuat, gigi kuat dan membentuk moncong menjadi
bertambah pendek. Rongga hidung semakin mengecil.
b. Mata yang semula menghadap ke samping., menjadi berangsur-angsur
menghadap ke depan. Penglihatan pun berubah dari dua dimensi menjadi
tiga dimensi, dan kemampuan melihat warna meningkat dari hitam-putih
untuk membedakan terang dan gelap menjadi mampu melihat hampir
semua spektrum warna. Hal ini erat kaitannya dengan cara hidup dari
malam hari menjadi siang hari. Selain itu mata diperlukan untuk melihat
makanan di antara ranting-ranting pohon, dan untuk dapat menyelinap
dengan mudah di anatara dahan.
c. Ujung jari bercakar secara berangsur-angsur berubah menjadi kuku. Hal
ini terlihat bahwa tupai mempunyai cakar, sedangkan primata lebih lanjut
mempunyai kuku yang tebal dan akhirnya manusia mempunyai kuku yang
tipis. Cakar mula-mula diperlukan untuk mengais mencari makan. Dengan
berubahnya cara hidup dari hidup di tanah menjadi kehidupan arboreal,
maka cakar menjadi mengganggu kemampuan bergerak dengan cepat di
atas pohon. Kehidupan arboreal lebih membutuhkan kemampuan
memegang. Dengan demikian, terjadi pula perubahan cara memegang
dengan terbentuknya ibu jari dengan persendian yang lain daripada jari-
jari yang lain. Hal ini erat kaitannya dengan timbulnya flora hutan sebagai
habitat baru di muka bumi. Cakar perlu untuk naik pohon, tetapi selalu
terkait kalau pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu
terjadi pula perubahan dari telapak tangan. Pentingnya mempunyai
kemampuan untuk memegang terlihat pada kera, yang mempunyai “empat
tangan”, bahkan pada kera Amerika Selatan, ekor dapat digunakan untuk
memegang.
d. Kehidupan arboreal menyebabkan fungsi tangan menjadi lebih penting
daripada kaki. Hal ini terlihat pada bangsa kera yang memiliki tangan yang
lebih panjang dan lebih kuat daripada kaki. Hal ini penting untuk dapat
berajun-ajun dan berpindah tempat. Dengan berubahnya permukaan bumi,
maka jumlah hutan menjadi sedikit. Selain itu ditemukan primata
berukuran besar yang tidak dapat ditunjang lagi oleh hutan. Dengan
demikian, primata mulai turun ke permukaan bumi. Akibatnya tangan
menjadi kurang diperlukan sedangkan kaki diperlukan untuk mengejar
mangsa dan menghindarkan diri dari predator. Koordinasi otot menjadi
lebih baik.
e. Volume otak mengalami perubahan yang pesat. Faktor ini sangat nyata
terlihat pada golongan kera manusia. Australopithecus hanya mempunyai
otak dengan volume 600cc, sedangkan manusia modern sekitar dua kali
lebih besar. Data fosil menunjukkan bahwa fosil manusia lainnya
mempunyai kisaran di antara keduanya. Perubahan volume otak dapat pula
dilihat pada perubahan dahi, yang tidak ada pada kera dan hampir tegak
pada manusia.
Ramapithecus, yang dianggap sebagai fosil yang erat hubungannya dengan
manusia. Fosil ini pada mulanya hanya dikenal dari sebuah tulang rahang. Namun
kini pandangan tersebut berubah, karena penemuan baru telah memberikan
pandangan yang lebih baik. Fosil ini ternyata identik dengan Dryopithecus. Fosil
berikutnya adalah Kenyapithecus. Fosil Homo mungkin pula telah ada, namun
data yang ada belum meyakinkan. Baru kemudian, pada lapisan yang lebih muda,
mulai dijumpai Paraustralopithecus aethiopicus, yang oleh ahli yang beraliran
progresif kini disebut juga Homo aethiopicus.
Australopithecus (A. africanus, A. afarensis), Homo, Meganthropus
palaeojavanicus (Homo modjokertensis) dan Paranthropus (P. boisei, P.
robustus). Kedua marga fosil terakhir dan Gigantopithecus adalah fosil manusia
atau kera berukuran besar dan mungkin pantas disebut raksasa. Fosil-fosil yang
menempati lapisan lebih atas adalah Zinjanthropus, Homo habilis, H. ergaster, H.
rudolfensis. Baru kemudian kita mengenal manusia purba, Homo erectus
(Sinanthropus, Pithecanthropus, Atlanthropus, Telanthropus, Eoanthropus dan
Homoheidelbergensis). Fosil-fosil hominid yang paling muda semuanya sudah
dianggap sebagai Homo sapiens (Swanscombe, Steinheim, Cro-Magnon) dan
Homo sapiens neaderthalensis (H. Soloensis, H.rhodensiensis). berikut fosil
primata yang ditemukan dan ciri-ciri dari dari fosil yang ditemukan tersebut.
1. Fosil Ramaphitecus
Fosil ini ditemukan di Punyab, India dan Afrika Selatan, yang ditemukan
hanya rahang atas dan rahang bawah.
2. Fosil Australophitecus
Fosil ini ditemukan di Australia, dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Tengkorak tebal dengan kapasitas isi sekitar 700 cc yang menunjukkan
otaknya kecil.
b. Rahangnya masif dengan gigi yang sama bentuk dengan gigi genus homo.
c. Gigi taring kecil, gigi premolar bawah mempunyai dua kuspis yang
merupakan ciri khas genus hominidae.
d. Foramen oksipital magnum bergeser ke depan (khas bagi genus Homo)
e. Tulang ilium lebar dan datar khas bagi makhluk hidup berkaki dua. Alat
batu kasar ditemukan pada tempat ditemukannya fosil namun jumlahnya
sedikit
3. Fosil Pithecantropus
Fosil ini ditemukan di Trinil jawa timur, Choukoutien, Cina, Afrika
Selatan, dan Afrika Timur, Aljazair, Marokko, Perancis, Inggris, Jerman, Akhir-
akhir ini di negara Eropa Timur dan India, dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pertama ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di Trinil Jawa
Timur dalam bentuk tengkorak dan sebuah tulang paha.
b. Tulang tengkorak tebal dan rendah. Kapasitasnya 900 cc. Karena atapnya
datar, bagian terlebar dari tulang tengkorak berada di daerah temporal. Hal
ini berbeda dengan genus Homo lainnya yang bagian terlebarnya terletak
pada daerah parietal.
c. Foramen occipitale magnum bergeser ke depan (khas bagi genus Homo).
d. Dahinya datar dan miring.
e. Tulang alis menonjol ke depan.
f. Lubang hidung besar.
4. Fosil manusia Neandertal
Fosil ini ditemukan pertama kali di lembah Neadertal di daerah Dusseldorf
kemudian ditemukan di Jerman, Jerman, Perancis, Belgia, Yugoslavia, Italia,
Chekoslavia., Afrika Utara dan Afrika Selatan, Israel, Irak, Uzbekistan, Jawa,
dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Tulang tengkorak tebal dan rata, lubang hidung besar, rahang masif dan
tidak berdagu.
b. Tulang belakang kepala memanjang ke belakang dan ujungnya lancip serta
menonjol.
c. Foramen occipitale magnum bergeser ke depan (khas bagi genus Homo).
d. Volume tengkorak ± 1450 cc, lebih besar dari volume manusia modern.
Volume manusia modern ± 1300 cc.
e. Tulang alis masif dan menonjol.
f. Tulang oksipital menonjol, kemungkinan memiliki otot leher yang kuat.
g. Wajah lonjong dan lebar dengan rahang yang menonjol.
h. Gigi besar tertanam pada rahang yang besar.
i. Tulang anggota badan bagian bawah relatif besar dan masif.

Gambar 4. Sebuah Perkiraan waktu umum evolusi berdasarkan bukti fosil paleoantropologis.
(Sumber: http://visual.ly/timeline-hominid-evolution#sthash.iVNevScz.dpuf)

Berikut bukti fosil yang pernah ditemukan beserta keterangannya.


Gambar Fosil Keterangan
Graecopithecus freybergi ditemukan
di Xirochori, Greece, kira-kira
berumur 9.5 juta tahun lalu (Sumber:
Lorraine Meeker/ Eric Delson)

Australopithecus afarensis ditemukan


di Hadar, Ethiopia, kira-kira berumur
3.1 juta tahun lalu. (Sumber: Institute
of Human Origins)

Australopithecus africanus ditemukan


di Sterkfontein, South Africa, kira-kira
berumur 2.5 juta tahun lalu. (Sumber:
I. Tattersall)

Paranthropus aethiopicus ditemukan


di West Turkana, Kenya, kira-kira
berumur 2.5 juta tahun lalu (Sumber:
A. Walker)

Homo habilis ditemukan di


Sterkfontein, South Africa, kira-kira
berumur 1.9 juta tahun lalu. (Sumber:
A. R. Hughes)
Skull cap of Java Homo erectus, kira-
kira berumur 700,000 tahun lalu.
(Sumber:American Museum of
Natural History)

B. Homologi dan Analogi Organ


Para ahli anatomi perbandingan mencoba menemukan persamaan-
persamaan dan perbedaan-perbedaan antara struktur dasar (fundamental structure)
organisme hidup. Mereka mempelajari bentuk-bentuk struktur dasar setiap
kelompok organisme. Sebagai contoh, semua hewan vertebrata memiliki struktur
dasar yang sama, yakni: suatu kerangka utama penyanggah tengkorak dan tulang
belakang; tulang rusuk yang melindungi jantung dan paru-paru, tertancap pada
tulang belakang; sepasang organ tambahan; dan sistem peredaran darah,
pernafasan atau respirasi, pencernaan, pengeluaran yang sama.
Petunjuk tentang adanya evolusi dapat dipelajari dari studi tentang struktur
organ berbagai makhluk hidup yang memiliki kesamaan. Misalnya anggota tubuh
yang dimiliki vertebrata, semua anggota gerak berupa sepasang tangan, kaki,
sayap, anggota gerak tersebut memiliki jari, adanya tulang radius, ulna dan lain-
lain, kesamaan anggota gerak tidak hanya meliputi tulang tetapi juga otot, saraf,
persendian, dan pembuluh darah. Semua kesamaan menunjukkan bahwa organ
tersebut berasal dari struktur yang sama dan biasanya dikenal dengan istilah
homologi (Panji, 2015). Berikut contoh homologi organ hewan vertebrata.

Gambar 5. Homologi ekstremitas anterior


(sumber: http://www.edubio.info/2015/02/bukti-bukti-teori-evolusi.html)

Konsep lain dari anatomi perbandingan yaitu analogi. Analogi adalah


menunjukkan fungsi yang sama, tetapi mempunyai struktur dasar yang berbeda.
Misalnya sayap burung dengan sayap serangga mempunyai fungsi yang sama
tetapi struktur dasarnya berbeda. Burung mempunyai kerangka tulang sayap
sedangkan serangga mempunyai sayap yang tersusun dari lapisan kitin yang
keras, tetapi keduanya berfungsi untuk terbang (Panji, 2015). Berikut contoh
analogi organ vertebrata.
14

Gambar 6. Homologi sayap beberapa hewan


(sumber: http://www.plengdut.com/2012/10/petunjuk-petunjuk-adanya-evolusi.html)

C. Adanya alat-alat tubuh yang tersisa (organ rudimenter)


Rudimentasi organ merupakan petunjuk adanya evolusi. Organ yang
berguna pada suatu makhluk hidup, pada makhluk hidup lain mungkin kurang
berfungsi. Contoh tulang ekor pada manusia kurang berfungsi, namun pada
kelompok mamalia lain sangat berkembang dan berfungsi sebagi ekor (Widodo,
dkk, 2003). Alat-alat sisa digunakan sebagai petunjuk adanya evolusi.
Kenyataanya meskipun alat tersebut tidak lagi menunjukkan suatu fungsi nyata
tapi tetap dijumpai secara nyata dan jumlahnya boleh dikatakan cukup banyak.
Penganut faham evolusi melihat adanya kelemahan dari penganut faham ciptaan
khusus, bertolak dari alat-alat tersisa yang tidak lagi ada gunanya itu. Adapun
organ-organ sisa antara lain: apendiks, selaput mata sebelah dalam, otot-otot
penggerak telinga, tulang ekor, gigi taring yang runcing, geraham ketiga, rambut
didada, mammae pada laki-laki, musculus piramidalis dan masih banyak lagi.

Gambar 7. Organ rudimenter manusia


(Sumber: web.unair.ac.id/admin/file/f_20025_7l.doc)
15

D. BUKTI BIOGEOGRAFI
Biogeogarfi merupakan ilmu yang mempelajari distribusi geografi dari
suatu spesies. Salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi geografi suatu
spesies adalah pergerakan benua. Evolusi dan pergerakan benua dapat digunakan
untuk memprediksikan penemuan fosil dari kelompok organisme berbeda.
Organisme-organisme pada kenyataannya mempunyai biogeografi berbeda-beda,
meskipun diturunkan dari keturunan nenek moyang yang berbeda, namun
memiliki kesamaan proses adaptasi pada habitat-habitat khusus. Dalam
memperoleh bukti evolusi berupa biogeografi digunakan petunjuk, yaitu
1. Variasi dalam satu keturunan
Antara individu-individu dalam satu keturunan selalu saja terdapat
perbedaan-perbedaan. Contohnya, warna, ukuran tubuh, kerja faal, kebiasaan
hidup, dll. Salah satu bukti terbentuknya variasi dalam satu keturunan adalah
ditempat pemeliharaan hewan (dari liar menjadi hewan peliharaaan) atau
domestikasi.

2. Variasi akibat penyebaran geografis


Variasi akibat penyebaran geografis terjadi karena organisme mempunyai
kecenderungan untuk menyebar ke tempat lain akibat adanya pertambahan
kerapatan populasi. Akibatnya, terbentuk daerah penyebaran yang terbagi menjadi
dua, yaitu penyebaran aktif dan penyebaran pasif. Penyebaran aktif misalnya
terbang, berenang, berjalan, gerak higroskopi, dll, sedangkan penyebaran pasif
dilakukan dengan bantuan faktor luar (angin, air, hewan, dan manusia).
3. Seleksi alam dan seleksi artifisial
Seleksi alam merupakan proses dimana suatu individu memiliki beberapa
karakteristik bertahan (survive) yang diturunkan dan bereproduksi dengan
kecepatan yang tinggi dibandingkan dengan individu lain. Dari waktu ke waktu,
seleksi alam dapat meningkatkan kecocokan antara organisme dan lingkungannya.
Jika lingkungan berubah atau suatu individu berpindah ke lingkungan yang baru,
seleksi alam akan menghasilkan adaptasi untuk kondisi baru ini, terkadang dalam
proses tersebut akan menghasilkan spesies baru. Awal mula Darwin mempelajari
variasi dari berbagai burung merpati yang dipelihara (Domestikasi) oleh para
penggemar burung di Inggris. Variasi dari burung tersebut antara lain: merpati
gundul, merpati jambul, merpati pos, merpati ekor merak. Ternyata, setelah
Darwin melakukan analisa mengenai spesie, semua burung merpati tersebut
berasal dari moyang yang sama, yaitu merpati liar (Rock pigeon) (Henuhili, dkk.,
2014).
Bukti-bukti observasi atau pengamatan memperkuat konsep bahwa seleksi
alam berlaku, oleh kekuatan besar dari lingkungan sehingga muncul spesies baru
yang hanya dapat hidup beradaptasi atau dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
topografinya maupun kondisi iklim disekelilingnya. Sebagai buktinya, apa yang
dilihat Darwin ketika menemukan bahwa spesies pada pulau tertentu terhalang
untuk berhubungan dengan spesies pada pulau-pulau dekat, dan bahwa spesies
sepulau umumnya berhubungan dengan speseis terdekat yang hidup sedaratan.
Dihasilkannya 13 spesies burung Finch di kepulauan Galapagos disebabkan oleh
adanya penyebaran geografi. Burung yang berasal dari Amerika Selatan yang
bermigrasi ke kepulauan Galapagos ini menemukan lingkungan baru yang
berbeda dengan lingkungan asalnya sehingga terbentuk varian-varian yang sesuai
dengan lingkungan yang baru dan terus berkembang.
Cara penyebaran ini ada 2 macam yaitu penyebaran aktif dan penyebaran
pasif. Penyebaran aktif ialah penyebaran yang didorong oleh factor-faktor dari
dalam diri individu itu sendiri, misalnya perpindahan populasi burung dari suatu
tempat ke tempat lain untuk mencari makanan. Sedangkan penyebaran pasif ialah
penyebaran yang disebabkan oleh factor-faktor lain. Faktor lain yang dimaksud
disini merupakan disebabkan oleh bantuan factor luar misalnya air, manusia,
angin, dan hewan. Misalnya penyebaran buah kelapa oleh air.
Gambar 8. Pengaruh Penyebaran Geografis “Burung Finch”

E. PERISTIWA DOMESTIKASI
Domestikasi merupakan proses dimana hewan liar atau tumbuhan liar
dijinakkan, dengan kata lain domestikasi merupakan proses adopsi tumbuhan dan
hewan dari kehidupan liar kedalam lingkungan kehidupan sehari-hari manusia
(Yahya, Y. A, 2014). Tindakan ini dapat mengakibatkan timbulnya jenis-jenis
hewan dan tumbuhan yang menyimpang dari aslinya, yang mengarah
terbentuknya spesies baru. Domestikasi dilakukan pada populasi, seperti kegiatan
pemuliaan tanaman atau perubahan perilaku/sifat dari organisme yang menjadi
objeknya. Peristiwa persilangan dari dua varietas tanaman/hewan sejenis juga
dapat menyebabkan terbentuknya variasi baru yang berbeda dari induknya yang
dapat menyebabkan terjadinya spesies baru.
Dalam peristiwa domestikasi, terdapat enam syarat atau ketentuan yang
harus dipertimbangkan pada hewan yang akan dilakukan domestikasi, antara lain:
pertama pakan harus mudah di dapatkan, kedua hewan tersebut memakan
makanan yang berada diluar daerah piramida makanan manusia, ketiga pakan
hewan tersebut harus ekonomis dan penyimpanannya mudah, keempat hewan
tersebut harus hewan yang dapat tumbuh dengan cepat sehingga dapat segera
dikembangbiakkann dan dimanfaatkan, keenam hewan tersebut harus mampu
dikembangbiakkan dalam penangkaran, tidak agresif, tidak mudah stres, dan
memiliki hierarki sosial yang dapat diperbaiki (Yahya, Y. A, 2014). Contoh lain
dari peristiwa domestikasi adalah keanekaragaman anjing yang luar biasa dari
mulai Cihuahua sampai Saint Bernard menunjukkan kemampuan kita mengubah
spesies dengan cara perkawinan selektif.

Gambar 9. Anjing hasil domestifikasi


(Sumber: http://e-journal.uajy.ac.id/2072/3/2TA10349.pdf)

Beberapa jenis tanaman yang ada di sekitar kita dapat dilakukan


domestikasi juga. Domestikasi pada tumbuhan dapat diaplikasikan dalam kegiatan
pemuliaan tanaman. Beberapa contoh pemuliaan tanaman yaitu semangka tanpa
biji, mangga yang berkulit tipis namun rasanya manis, dll. Domestikasi dalam
kegiatan pemuliaan tanaman tersebut akan menghasilkan variasi baru.
Variasi-variasi di dalam satu spesies ini dalam perkembangan berikutnya
akan menurunkan keturunan yang berbeda. Bila variasi di dalam spesies itu
menghuni daerah yang berbeda, maka dalam perkembangannya akan
menghasilkan varian yang berbeda. Proses seleksi terhadap berbagai jenis hewan
dan tumbuh-tumbuhan selama bertahun-tahun akan menghasilkan varian yang
makin jauh berbeda dengan moyangnya yang secara berangsur-angsur akan
menghasilkan spesies baru yang berbeda dari induknya.
Gambar 10. Domestikasi Mangga
(Sumber: https://biohasanah.files.wordpress.com/2014/12/untitled1.png)

F. EMBRIOLOGI PERBANDINGAN
Embriologi adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari
pembentukan, pertumbuhan, dan perkembangan embrio dalam kandungan.
Perkembangan embrio semua vertebrata memperlihatkan keseragaman yang
mencolok. Hal ini terlihat jelas pada waktu terjadi pembelahan, morfogenesis, dan
tahap diferensiasi awal. Persamaan-persamaan ini sering dipergunakan sebagai
bukti hubungan evolusi antara vertebrata. Ontogeni adalah perkembangan
individu suatu spesies mulai dari telur sampai dewasa. Filogeni adalah
perkembangan spesies dalam proses evolusinya. Pada tahap-tahap tertentu, embrio
spesies mengulangi evolusi nenek moyangnya.
Mengenai perkembangan embrio Karl von Baer, menyatakan bahwa: (a)
sifat-sifat umum muncul paling awal kemudian diikuti sifat-sifat khusus; (b)
perkembangan dimulai dari yang umum sekali, kemudian kurang umum, dan
akhirnya ke sifat-sifat yang khusus; (c) hewan yang satu memisah secara progresif
dari hewan yang lain; (d) dalam perkem-bangannya hewan-hewan multiseluler
bentuk embrionya sama, tetapi kemudian pada saat dewasa bentuknya menjadi
berbeda-beda (Panji, 2015).
Adanya persamaan perkembangan pada semua golongan Vertebrata,
tersebut menunjukkan adanya hubungan kekerabatan. Perkembangan individu
mulai dari sel telur dibuahi hingga individu itu mati disebut Ontogoni. Kalau kita
bandingkan dengan filogeni, yaitu sejarah perkembangan organisme dari filum
yang paling sederhana hingga yang paling sempurna, maka akan kita lihat adanya
kesesuaian. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa ontogeni merupakan filogeni
yang dipersingkat. Dengan kata lain, ontogeni merupakan ulangan (rekapitulasi)
dari filogeni.

Gambar Perbandingan Embrio dari Vertebrata


(Sumber: http://www.plengdut.com/2012/10/petunjuk-petunjuk-adanya-evolusi.html)

Organisme yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat akan


mengalami tahapan yang sama dalam perkembangan embrionya. Contohnya saja
ikan, salamander, kura-kura, ayam dan manusia. Pasa fase embrio, tidak banyak
perbedaan morfologi diantara mereka. Anatomi embrio juga hampir sama.
Namun, seiring perkembangan waktu dan perkembangan morfolgi serta anatomi
dari masing-masing mengalami perbedaan bentuk. Misalnya saja pada ikan,
kantung insang berkembang menjadi insang, sedangkan pada manusia, kantung
insang tersebut berkembang menjadi saluran Eustachius yang menghubungkan
antara telinga tengah dengan tenggorokan (Widodo, 2003).
G. Variasi Antar Individu Dalam Satu Keturunan
Pada tanaman dan hewan terdapat persamaan ciri (keseragaman sifat), dan
dalam keseragaman sifat ini terdapat perbedaan sifat (keberagaman sifat), seperti
perbedaan warna, ukuran, berat,dan bentuk. Jadi keanekaragaman hayati muncul
karena adanya keseragaman dan keberagaman sifat/ciri makhluk hidup. Pada
suatu spesies makhluk hidup juga dijumpai adanya perbedaan sifat/ciri
(keberagaman). Perbedaan dalam satu spesies inilah yang disebut dengan variasi.
Variasi antar individu dalam satu spesies (individu sejenis) terbentuk adanya
keberagaman gen. Hal ini juga dapat terjadi karena pengaruh berbagai faktor
lingkungan seperti suhu, tanah, makanan, dan lain-lain. Jadi, variasi antar individu
(variasi fenotip) merupakan variasi yang terbentuk karena adanya variasi genetika
(variasi genotip) dan perbedaan kondisi lingkungan (pengaruh lingkungan).
Contoh adanya variasi antar individu dalam satu keturunan yang paling
sederhana adalah setiap individu dalam sutu keluarga memiliki keunikan/sifat
khas meskiun mempunyai leluhur atau orang tua yang sama. Antara kakak dan
adik, bahkan pada anak kembar sekalipun memiliki perbedaan.
Variasi-variasi di dalam satu spesies ini dalam perkembangan berikutnya
akan menurunkan keturunan yang berbeda. Bila variasi di dalam spesies itu
menghuni daerah yang berbeda, maka dalam perkembangannya akan
menghasilkan varian yang berbeda. Proses seleksi terhadap berbagai jenis hewan
dan tumbuh-tumbuhan selama bertahun-tahun akan menghasilkan varian yang
makin jauh berbeda dengan moyangnya yang secara berangsur-angsur akan
menghasilkan spesies baru yang berbeda dari induknya. Jadi dapat disimpulkan
bahwa adanya variasi merupakan petunjuk adanya evolusi yang menuju ke arah
terbentuknya spesies-spesies baru, yang memiliki sifat berbeda dari leluhurnya.
(Windari, 2013).

H. Petunjuk Secara Biokimia


Tingkat kekerabatan antara makhluk hidup dapat diuji secara biokimia
yakni dengan uji presipitin. Percobaan ini menggunakan prinsip endapan pada
suatu reaksi antigen-antibodi. Endapan yang terbentuk akan digunakan untuk
menentukan jauh dekatnya kekerabatan suatu organisme dengan organisme yang
lainnya. Pada percobaan presipitin ini, kelinci disuntik dengan serum manusia
berulang kali. Hasil analisis menunjukkan bahwa darah kelinci tersebut
mengandung zan antibodi karena adanya antigen yang masuk (serum darah
manusia). Serum kelinci yang telah mengandung zat antibodi tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam berbagai jenis makhluk hidup, berturut-turut manusia,
gorila, orang hutan, babon, kucing, anjing, banteng, dan lainnya. Selang beberapa
waktu, hasil analisis menunjukkan bahwa darah manusia dan hewan-hewan
tersebut mengandung presipitin/endapan yang berbeda-beda kadarnya (Tabel 1).
Kekerabatan dikatakan semakin jauh apabila kadar presipitin semakin banyak dan
sebaliknya, kekerabatan dikatakan semakin dekat apabila kadar presipitin semakin
sedikit.
Tabel 1. Data Uji Presipitin untuk Mengetahui Tingkat Kekerabatan
Asal Serum Organisme Jumlah Presipitasi Reaksi Terhadap Manusia
Primata Manusia 100
Gorila 64
Orang hutan 42
Babon 29
Karnivora Kucing 3
Anjing 3
Ungulata Banteng 10
Kambing 7
Kuda 2
Babi hutan 0
Rodentia Marmut 0
Kelinci 0
(Sumber: Yusuf, 2006)
Petunjuk biomikia lain yakni adanya suatu protein yang sering kali bersifat
universal (terdaat pada semua organisme). Misalnya enzim laktat dehidroginase
ditemukan pada semua vertebrata. Kesamaan tersebut bukan saja dari fungsinya,
tetapi juga bentuk proteinnya (strukturnya). Lebih dekat hubungan kekerabatan
dua organisme, lebih mirip pula struktur biokimiawinya. Kesamaan ini dapat pula
ditelusuri hingga pada DNAnya. Kalau kesamaan itu hanya diantara dua
organisme berlainan jenis, dapat dikatakan sebagai kebetulan. Tetapi kesamaan
yang dapat ditemui adalah pada semua organisme. Contoh lain adalah misalnya
protein histon yang terdapat pada kacang kapri dan sapi hanya berbeda dalam dua
asama amino (Iskandar, 2001).

I. Bukti Molekuler
Evolusi molekuler menjelaskan dinamika perubahan evolusi yang terjadi
pada tingkat molekuler meliputi perubahan (rata-rata dan pola) materi genetik
(DNA dan RNA) dan produknya (protein) serta mengkaji pula sejarah evolusi
organisme dan makromolekul yang didukung data-data molekuler. Faktanya,
semua organsime hidup memiliki materi genetik (DNA) yang hampir sama,
mengunakan kode-kode genetik yang sama, dan memiliki molekul berenergi
tinggi (ATP). Semua organisme hidup tersusun oleh kode genetik yang sama.
Kode genetik makhluk hidup tersusun oleh gula ribosa, pospat, dan empat basa
nitrogen yang saling berkombinasi menghasilkan sifat-sifat fenotif yang berbeda.
Kode genetik ini bersifat universal. Melalui proses transkripsi dan tranlasi kode-
kode genetik ini diterjemahkan menjadi asam amino-asam amino yang menyusun
protein. Secara universal protein seluruh makhluk hidup tersusun oleh kombinasi
20 asam amino (Windari, 2013).
Dalam tinjauan molekuler, evolusi merupakan perubahan susunan genetik
pada generasi yang berurutan. Untuk mengetahui evolusi, sangat baik untuk
mengetahui tentang genetika dari populasi (population genetic). Penelitian selama
30 tahun yang dilakukan oleh R.A. Fisher di Inggris dan S. Wright di Amerika
memperlihatkan bahwa evolusi tidak mengenai sebuah gen atau suatu individu,
tetapi melaui sekelompok gen atau sekumpulan individu yang disebut populasi
(Sidharta, 1995). Genetika individu selalu menyangkut konsep genotipe yakni
konstitusi genetika pada individu. Jika evolusi adalah perubahan dalam komposisi
genetis dari populasi, maka yang diartikan adalah suatu perubahan dari frekuensi
genetis di dalam seluruh gen (termasuk plasmagen) yang dimiliki semua individu
dalam populasi tersebut (Waluyo, 2005).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Evolusi merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada mahluk


hidup secara perlahan dan dalam waktu yang lama dari mahluk hidup yang tidak
adptif menjadi mahluk hidup yang adaptif. Untuk menunjukkan bukti-bukti bahwa
proses evolusi itu ada, dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan terhadap
kenyataan yang ada. Kenyataan-kenyataan yang ada terus diinterprestasikan oleh
para ahli dan dijadikan bahan bukti evolusi. Beberapa bukti yang mendukung
keberadaan evolusi, yaitu.
1. Peninggalan fosil di berbagai lapisan batuan bumi; fosil merupakan
makhluk hidup atau sebagian dari makhluk hidup yang membatu, fosil
ditemukan dalam lapisan batuan bumi dari yang tua sampai yang muda,
menunjukkan bahwa adanya perubahan yang terjadi secara berangsur-
ansur, dapat disimpulkan bahwa fosil merupakan petunjuk adanya evolusi,
fosil yang banyak ditemukan adalah fosil kuda dan primata.
2. Anatomi perbandingan; petunjuk tentang adanya evolusi dapat dipelajari
dari studi tentang struktur dan fungsi organ berbagai makhluk hidup yang
memiliki kesamaan yakni homologi dan analogi dari organ tubuh beberapa
makhluk hidup, misalnya pada hewan vertebrata.
3. Adanya alat-alat tubuh yang tersisa; Rudimentasi organ merupakan
petunjuk adanya evolusi, adanya organ-organ tubuh yang tersisa namun
kurang berfungsi, sedangkan bagi makhluk hidup lain berfungsi. Misalnya
pada manusia adalah apendiks, selaput mata sebelah dalam, otot-otot
penggerak telinga, tulang ekor dan lainnya.
4. Bukti biogeografi; petunjuk yang digunakan untuk menemukan bukti
evolusi secara biogeografi yaitu variasi dalam satu keturunan, variasi
dalam geografis dan seleksi alami maupun seleksi artifisial.
5. Peristiwa Domestikasi; peristiwa domestikasi dapat dilakukan dengan
kegiatan pemuliaan tanaman. Domestikasi dilakukan pada tingkat
populasi, sehingga nantinya domestikasi akan menghasilkan spesies baru
dengan keunggulan yang berbeda dengan induknya.
6. Embriologi perbandingan; perkembangan embrio semua vertebrata
memperlihatkan keseragaman yang mencolok pada awal prosesnya,
namun seiring berjalannya waktu persamaan tersebut akan menjadi
perbedaan yang mencolok juga.
7. Variasi antar individu dalam satu keturunan; variasi individu terjadi karena
adanya variasi genetik dan perubahan lingkungan.
8. Petunjuk secara biokimia; protein yang bersifat universal dengan
kesamaan fungsi maupun strukturnya.
9. Bukti molekuler; semua organisme memiliki struktur DNA yang sama,
kode gentik yang sama, dan memiliki molekul ATP.

B. Saran
1. Sebaiknya dalam membaca tentang petunjuk dan bukti evolusi, pembaca
mengetahui manakah yang termasuk dalam petunjuk dan manakah yang
termasuk dalam bukti evolusi.
2. Sebaiknya pembaca dalam menganalisis bukti dan petunjuk evolusi harus
mengetahui alasan mengapa hal tersebut dapat dijadikan bukti atau petujuk
terjadinya evolusi.
DAFTAR RUJUKAN

Hastuti, L. D.S. 2007. Asal Usul Domestikasi dalam Latar Belakang Ekologi.
(Online), (http://library.usu.ac.id/download/fp/07002690.pdf), diakses
pada tanggal 13 Februari 2016.

Henuhili , V., Mariyam, S., Sudjoko., & Rahayu, T. 2014. Evolusi. (Online),
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Ir.%20Victoria%20Hen
uhili,%20%20M.Si./Evolusi_%20diktat%20kuliah.pdf), diakses pada
tanggal 13 Februari 2016.

Iskandar T. D. 2001. Evolusi. Departemen Biologi. Bandung : ITB

Molen, Mats .2009. The Evolution Of The Horse. Journal Of Creation 23 (2).
(online) (https://creation.com/images/pdfs/tj/j23_2/j23_2_59-63.pdf),
diakses pada tanggal 13 Februari 2016.
Panji. 2015. Bukti-bukti Teori Evolusi. (online) (http://www.edubio.info
/2015/02/bukti-bukti-teori-evolusi.html), diakses pada tanggal 13 Februari
2016.

Sidharta, B.R. 1995. Evolusi. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atmajaya.

Starr C., Taggart, R., Evers, C., & Starr, L. 2012. Biologi: Kesatuan dan
Keragaman Mahluk Hidup. Jakarta: Penerbit Salemba Teknika.

Waluyo, L. 2005. Evolusi Organik. Malang: UM

Widodo, H., Lestari, Umie., Amin, Muhammad. 2003. Evolusi. Malang: FMIPA
UM

Windari, W. 2013. Bahan Ajar Teori Evolusi Berpendekatan Molekuler.


Banyuwangi: UPT SMAN 1 Giri Banyuwangi.

Yahya, Yusran, A. 2014. Domestikasi Ayam, Sejarah dan Hikmah. (Online),


(http://disnakkeswan.sulselprov.go.id/files/documents/1423232715-
Domestikasi%20Ayam,%20Sejarah,%20dan%20Hikmah%20oleh%20Yus
ran%20A.%20Yahya.pdf) , diakses pada tanggal 13 Februari 2016.

Yusuf, F. M. 2006. Bahan Ajar Evolusi. Gorontalo: FPMIPA Universitas


Gorontalo

Anda mungkin juga menyukai