Disusun Oleh:
DIAH WIJAYANTI
NIM. D1016010
A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik
merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak pada
masalah medik, ekonomik dan sosial yang sangat besar bagi klien dan
keluarganya, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara
berkembang (Syamsiah, 2011).
Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner
(tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan
sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi ginjal secara umum antara
lain yaitu sebagai filtrasi, pada akhirnya ginjal akan menghasilkan urine,
keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam
basa, eritropoiesis dimana fungsi ginjal produksi eritrosit, regulasi kalsium
dan fosfor atau mengatur kalsium serum dan fosfor, regulasi tekanan
darah, ekresi sisa metabolik dan toksin. Akibat dari berbagai penyebab dari
gangguan ginjal dapat menurun fungsinya sehingga tidak berfungsi lagi
yang di sebut dengan gagal ginjal (Yakobus, 2009).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi
ginjal progresif yangirreversibel ketika ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bsyhskki, 2012).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal
yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi
ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan
dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara
total seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap akhir yang dapat
disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
1
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
meyebabkan uremia.
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun
elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah).
B. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim
ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi: pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan: glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif: nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna stenosis arteri renalis
4. Gg. jaringan penyambung: SLE, Poli arteritis nodosa, Sklerosis
sistemik progresif
5. Gg. congenital dan herediter: penyakit ginjal polikistik, Asidosis
tubuler ginjal
6. Penyakit metabolic: DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
7. Nefropati obstruktif: penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
8. Nefropati obstruktif
Sal. Kemih bagian atas: kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal
Sal. Kemih bagian bawah: hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
2
C. Patofisiologi
a) Sudut pandang tradisional
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium
yang berbeda-beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan
dengan fungsi tertentu dapat saja benar- banar rusak atau berubah
struktur
b) Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur,
namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”. Uremia
akan timbul bila jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga
keseimbangan cairan dan elektrolit yang tidak dapat dipertahankan
lagi.
Kerusakan nefron
3
Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun
sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal
Jumlah nefron turun secara progresif
↓
Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)
-sisa nefron mengalami hipertropi
-pe↑ kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap
nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron ↓
↓
Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan
↓
Jk 75% massa nefron hancur maka kecepatan filtrasi dan solute( Zat
terlarut ) bagi tiap nefron ↑
↓
Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan
↓
Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute & air ↓
Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu
↓
Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih
BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)
↓
poliuri, nokturia, nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dengan tepat
terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air
4
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
1. Kelainan Hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah
retikulosit normal.
b) Defisiensi hormone eritropoetin
5
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin →Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak
mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a) Mual, muntah,
Dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) →
iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus
b) Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c) Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase
3. Kelainan mata
a) visus hilang
b) Kelainan syaraf mata
c) Kelainan retina
d) Keratopati
e) Red Eye sindrome
4. Kelainan kulit
a) Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
- toksik uremia yang kurang terdialisis
- peningkatan kadar kalium phosphor
- alergi bahan-bahan dalam proses HD
b) Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di
bawah kulit
c) Kulit mudah memar ( Easy bruising )
5. Kelainan selaput serosa
6
6. Neurologi → Diseguilibrium syndrome : Mual, muntah , kelelahan
dan sakit kepala, kejang otot dan pingsan.
7. Kelainan sistem Kardiopulmonal :
a) Gagal jantung kongestif : disebabkan faktor anemia, hipertensi,
aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi mengenai sistem vaskuler
b) Hipertensi
c) Kalsifikasi pembuluh darah perifer : kalsifikasi difus yang
berat dapat menyebabkan gangren ekstrimitas.
d) Perikarditis : ditandai dengan eksudatif fibrinosis yang
dinamakan bread atau butter perikardium
e) Paru uremia : dinamakan butterfly atau baturing distribution
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
- ureum kreatinin
- asam urat serum
b) Identifikasi etiologi gagal ginjal
- analisis urin rutin
- mikrobiologi urin
- kimia darah
- elektrolit
- imunodiagnosis
c) Identifikasi perjalanan penyakit
- progresifitas penurunan fungsi ginjal
- ureum kreatinin, klearens kreatinin test
- hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
- elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
- endokrin : PTH dan T3,T4
- pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk
ginjal, misalnya: infark miokard
7
2. Diagnostik
a) Etiologi GGK dan terminal
- Foto polos abdomen
- USG
- Nefrotogram
- Pielografi retrograde
- Pielografi antegrade
- mictuating Cysto Urography (MCU)
b) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
- Pemeriksaan radiologi dan radionuklida ( renogram )
- USG
G. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien gagal
ginjal kronik dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif mencegah memburuknya fungsi ginjal
secara profresif
- meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi
toksi asotemia
- mempertahankan dan memperbaiki metabolisme
secara optimal
- memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
Alur manajemen terapi pada klien gagal ginjal kronik dan terminal
sebagai berikut :
GGK
Terapi konservatif
Penyakit ginjal terminal
8
meninggal Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD
gagal
Transplantasi ginjal Berhasil
9
- Terapi keluhan neuromuskuler
- Terapi keluhan tulang dan sendi
- Terapi anemia
- Terapi setiap infeksi
2. Terapi simtomatik
a) Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ ( hiperkalemia ) :
- Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari
- Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b) Anemia
- Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin ( ESF : Eritroportic Stimulating Faktor ). Anemia ini
diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-
HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per kg BB
- Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal
dialisis.
- Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada GGK berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser (terapi pengganti
hemodialisis). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah dan efektif,
namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
- HCT < atau sama dengan 20 %
- Hb < atau sama dengan 7 mg5
10
- Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia
dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
- Hemosiderosis
- Supresi sumsum tulang
- Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
- Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
- Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah,
penting untuk rencana transplantasi ginjal
c) Kelainan Kulit
̵ Pruritus (uremic itching)
̵ Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus GGK dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD Keluhan :
̵ bersifat subyektif
̵ bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula
dan lichen symply
̵ Beberapa pilihan terapi :
̵ Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
̵ Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
̵ Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi
ini bisa diulang apabila diperlukan
̵ Pemberian obat Diphenhidramine 25-50 Peroral dan Hidroxyzine
10 mg Peroral
̵ Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d) Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
- HD reguler
- Obat-obatan : Diasepam, sedatif
11
- Operasi sub total paratiroidektomi
e) Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya.
Program terapinya meliputi :
- Restriksi garam dapur
- Obat anti hipertensi
- Diuresis dan Ultrafiltrasi
3. Terapi pengganti
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami
kegagalan fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa
sekarang ini ada dua jenis terapi :
a) Dialisis yang meliputi :
- Hemodialisa
- Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous
Ambulatory Peritoneal Dialisis (CAPD) atau Dialisis Peritoneal
Mandiri Berkesinambungan (DPMB).
b) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
H. Komplikasi
1. Hipertensi
2. Hiperkalemia
3. Anemia
4. Asidosis metabolic
5. Osteodistropi ginjal
6. Sepsis
7. Neuropati perifer
8. Hiperuremia
12
Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom
klinis yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan,
sedang dan tahap akhir (Suhardjono, 2003). Ada beberapa klasifikasi
dari gagal ginjal kronik yang dipublikasikan oleh National Kidney
Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(K/DOQI). Klasifikasi tersebut diantaranya adalah
13
3) Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan
dan natrium.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia)
14
K. IntervensiKeperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC dan Aktivitas Keperawatan
15
- Tekanan systole dan diastole 2. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
dalam rentang nomal 3. Evaluasi nadi perifer dan edema
- CRT < dari 2 detik 4. Ubah posisi klien minimal setiap 2 jam sek
- Suhu kulit hangat ali
- warna kulit normal 5. Monitor status cairan masuk dan keluar
- tidak ada edema perifer 6. Dorong latihan ROM selama bedrest
7. Diskusikan mengenai penyebab perubahan
sensasi
3 Kelebihan volume cairan Electrolit and acid base balance Fluid Management
Fluid balance 1. Kaji adanya edema ekstremitas termasuk
hydration kedalaman edema
Indikator : 2. Istirahatkan / anjurkan klien untuk tirah b
Edema berkurang aring pada saat edema masih terjadi
Keseimbangan antara input dan 3. Monitor vital sign
output 4. Ukur intake dan output secara akurat
Pitting edema tidak ada lagi 5. pasang kateter urine jika diperlukan
6. Berikan oksigen tambahan dengan kanula
Produksi urine >600 ml/hari
nasal/masker sesuai indikasi
7. Kolaborasi :
8. Berikan diet tanpa garam
9. Berikan diet rendah protein tinggi kalori
10. Berikan diuretik, Contoh : Furosemide,
16
spironolakton.
4 Ketidakseimbangan nutrisi k Nutritional status Nutritional Management
urang dari kebutuhan tubuh Nutritional status : food and fl 1. Kaji adanya alergi makanan
tubuh uid intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menent
Weight Control ukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibut
Indikator : uhkan pasien
̵ adanya peningkatan berat badan 3. anjurkan pasien untuk meningkatkan prot
̵ tidak ada tanda-tanda mal nutrisi ein dan vitamin c
̵ menunjukkan peningkatan fungsi p 4. yakinkan diet yang dimakan mengandung
engecapan dari menelan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. berikan makanan terpilih (sudah di konsul
kan dengan ahli gizi)
6. Nutrition monitoring
7. monitoring adanya penurunan berat badan
8. monitoring lingkungan selama makan
9. monitoring turgor kulit
10. monitoring makanan kesukaan
17
DAFTAR PUSTAKA
Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and Treatment,
first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los Angeles
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC,
Jakarta
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. 2013. Nursing
Intervention Classification Sixth Edition. Mosby, Inc : Missouri.
Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S., Swanson, E. 2013.Nursing Outcomes Classification
Fifth Edition. Mosby, Inc : Missouri.
North American Nursing Diagnosis Association. 2015. Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2015-2017. Wiley Blackwell: Philadelphia.
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta
Saduran dari Kristiana Endang dan modifiksi sendiri untuk tinjauan teori, sedangkan untuk
diagnosa keperawatan dan PK modifikasi sendiri
www. Us. Elsevierhealth.com, 2004, Nursing Diagnosis: for guide to Palnning care, fifth
Edition
LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Alih
bahasa: Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC.
Medical Record RSIJ Cempaka Putih. (2016). Data Pasien CKD yang Di Rawat Inap 3
Bulan Terakhir. Jakarta: tidak di publikasi.
18
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 12. Alih bahasa: Devi Yulianti, Amelia Kimin. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2014.
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2015.
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd ed.Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing 2015 : 1035-1040.
19
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA TN. S DENGAN CKD
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT HARAPAN ANDA TEGAL
A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 22 Maret 2019
Ruang : ICU
Mahasiswa : Diah Wijayanti
B. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. S
b. Jenis kelamain : Laki-laki
c. Umur : 52 tahun
d. Agama : islam
e. Status perkawinan : kawin
f. Pendidikan : SMA
g. Alamat : Muara Baru Marliana
h. Pekerjaan : wiraswasta
i. Tanggal masuk : 22-3-2019
j. No. Register :433567
2. Identitas penanggung jawab
k. Nama : Harti
l. Alamat : Muara Baru Marliana
m. Pekerjaan : IRT
n. Hubungan dengan pasien : Istri
20
2. Breathing (look, listen, and feel)
Look : gerakan dada simetris, menggunakan otot bantu pernafasan,perkembangan dinding
dada tampak cepat, retraksi interkosta.
Listen : bunyi nafas vesikuler
Feel : RR 28x/menit
3. Circulation
N :150 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 365°C
TD : 150/80 mmHg
SPO2 : 94 %
CRT : >2 detik
Akral dingin, warna kulit pucat.
4. Dissability (status neurologis)
Glascow coma scale (GCS) : 15 E4. M6, V5
Alert : kesadaran composmetis
Verbal : ada respon suara
Paint : ada respon nyeri
Unrespon : reflek pupil baik
5. Exposure
Pasien terdapat oedem di kedua ekstrimitas atas, oedem di palpebra, tak tampak
perdarahan
21
D. ANALISA DATA
N Hari/tgl Data fokus Problem Etiologi TTD
o /jam
1. 22/03/2 DS: pasien mengatakan Kelebihan volume Edema Diah
019 sesak mual. cairan b.d
Jam Disfungsi ginjal
14.00 DO
Hr :150 x/menit
RR : 32 x/menit
S : 365°C
TD : 150/80 mmHg
SPO2 : 94 %
CRT : >2 detik
Akral dingin, warna kulit
pucat
, tidak ada sianosis,
tampak ada edema
palpebra dan ekstremitas
atas, mual.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kelebihan volume cairan b.d Disfungsi ginjal
22
F. INTERVENSI
No Hari/ Diagnosa Tujuan Intervensi
tanggal/ jam
1. Jumat, Kelebihan volume Electrolit and acid base ba Fluid Management
22-03-2019 cairan b.d Disfungsi lance,Fluid balance,hydrat 1. Kaji adanya edema ekstremitastermasuk
Jam 14.00 ginjal ion, teratasi dalam waktu kedalaman edema
3x24 jam dengan kriteria 2. Istirahatkan / anjurkan klien untuk tirah
hasil: baring pada saat edema masih terjadi.
Edema berkurang 3. Monitor vital sign
Keseimbangan antar 4. Ukur intake dan output secara akurat.
a input dan output 5. Pasang kateter urin jika diperlukan.
Pitting edema tidak a 6. Berikan oksigen tambahan dengan o2
da lagi nasal kanul/masker sesuai indikasi.
Produksi urine >600 7. Kolaborasi untuk pemberian therapy
ml/hari 8. Berikan diet khusus (RPRGRK)
Fluid Monitoring
1. Monitor berat badan
2. beri obat yang dapat meningkatkan
output urin
23
G. IMPLEMENTASI
NO Hari/Tgl/Jam Diagnosa Implementasi Respon Tandatang
an
1 Jumat , 1 -Mengobservasi S: - Diah
22-03-2019 tanda-tanda vital O: Kesadaran CM, E4M6V5
Jam 14.00 TD 150/ 80 mmHg
N 120x/mnt
RR 28 x/ mnt
S 36°c
SPO2 94
24
25
H. EVALUASI
26