Anda di halaman 1dari 58

MODUL JAM HENTI

PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA

TIM PENYUSUN :
ASISTEN LABORATORIUM

LABORATORIUM MENENGAH TEKNIK INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK/BEKASI/KARAWACI
2019
BAB I
MODUL JAM HENTI

1.1 Pengertian Pengukuran Waktu


Pengukuran waktu (time study) adalah usaha yang menentukan lama kerjanya
seorang operator (terlatih baik dan qualified) dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan yang spesifik pada tingkat kecepatan kerja yang normal dalam
lingkungan kerja yang terbaik pada saat itu (Ainul.staff.gunadarma.ac.id, 2014).
Pengukuran waktu adalah metode penetapan keseimbangan antara jalur
manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan
(Wignjosoebroto, 2003). Menurut Sutalaksana (2006) pengukuran waktu adalah
usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan seorang operator terlatih dan
qualified dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik pada tingkat
kecepatan kerja yang normal dalam lingkungan kerja yang terbaik pada saat itu.
Teknik pengukuran waktu kerja dibagi menjadi dua, yaitu pengukuran waktu
kerja secara langsung dan pengukuran waktu kerja secara tidak langsung.
Pengukuran waktu kerja langsung adalah pengukuran dimana pengamat/peneliti
berada langsung ditempat pengamatan untuk mengamati waktu dan metode kerja
operator dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan pengukuran tidak langsung
yaitu mengamat tidak berada di tempat kegiatan melainkan melakukan
pengukuran memanfaatkan data-data atau tabel dari kegiatan sejenis yang didapat
dari referensi pekerjaan lain. Pengukuran waktu kerja secara langsung meliputi
pengukuran jam henti (stopwatch time study) dan sampling pekerjaan (work
sampling), sedangkan pengukuran waktu kerja secara tidak langsung meliputi
data waktu baku (standard data) dan data waktu gerakan (predetermined time
system) (Sutalaksana, 2006). Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung
dengan menggunakan pengukuran jam henti (stopwatch time study) dan sampling
pekerjaan (work sampling) memiliki perbedaan. Pengukuran jam henti dengan
stopwatch dapat digunakan untuk pekerjaan rutin dan tidak jelas, serta hanya
mengamati satu orang dengan perhitungan berdasarkan waktu, dan siklus kerja
pendek dan jelas, sedangkan pengukuran work sampling digunakan untuk
pekerjaan yang bervariasi dan tidak rutin, serta dapat untuk mengamati beberapa
orang, perhitungan berdasarkan proporsi, dan siklus kerja tidak jelas.
Pengukuran elemen kerja dengan menggunakan stopwatch memiliki 3 metode
yang dapat digunakan, yaitu repetitive timing, continuous timing dan
accumulative timing (Repository.widyatama.ac.id).
1. Repetitive timing
Pengukuran stopwatch dengan menggunakan metode repetitive timing,
pengamat kerja akan selalu mengembalikan jarum penunjuk ke titik nol pada
setiap akhir elemen kerja yang diukur. Setelah dicatat, kemudian stopwatch
ditekan kembali hingga ke titik nol untuk melakukan pengukuran selanjutnya
dan seterusnya demikian.
2. Continous timing
Pengukuran stopwatch dengan menggunakan metode continuous timing,
pengamat kerja akan menekan tombol stopwatch pada saat pekerjaan tersebut
dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stopwatch berjalan secara terus
menerus sampai siklus kerja selesai. Waktu sebenarnya dari masing-masing
siklus kerja adalah hasil pengurangan pada saat waktu pengurangan selesai
dilaksanakan.
3. Acummulative timing
Pengukuran stopwatch dengan menggunakan metode acummulative timing,
memungkinkan data waktu yang diukur secara langsung untuk masing-masing
elemen kerja. Metode acummulative timing dapat menggunakan dua atau lebih
stopwatch yang akan bekerja secara bergantian. Stopwatch yang digunakan
memiliki satu tuas yang terdiri dari beberapa stopwatch. Apabila stopwatch
perama dijalankan maka tuas ditekan untuk menghentikan stopwatch pertama
dan stopwatch kedua atau ketiga.

1.2 Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran


Mendapatkan hasil yang baik tidak cukup dengan sekedar melakukan
beberapa kali pengukuran saat mengunakan jam henti, apalagi menggunkan jam
biasa. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh
waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan
dengan kondisi keja, cara pengukuran, jumlah pengukuran, dan lain-lain.
Sebagian langkah yang harus diikuti, supaya hal-hal tersebut dapat tercapai
dengan baik. Berikut ini adalah langkah-langkah sebelum melakukan pengukuran
(Sutalaksana, 2006):
1. Penetapan tujuan pengukuran
Tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Bertujuan untuk
mengetahui kegunaan hasil pengukuran digunakan, dan mengetahui berapa
tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran.
2. Melakukan penelitian pendahuluan
Melakukan penelitian pendahuluan bertujuan sebagai pencapaian dari
pengukuran waktu dalam memperoleh waktu yang pantas pada pekerja saat
menyelesaikan pekerjaannya. Melakukan penelitian meliputi pengukuran
waktu yang baik jika kondisi kerja dari pekerja sudah diukur dengan sebaik-
baiknya. Memperbaiki kondisi dan cara kerja tentunya diperlukan pengetahuan
dan penerapan sistem kerja yang baik.
3. Memilih operator
Memilih operator bukanlah orang yang berkemampuan tinggi atau rendahnya,
karena orang-orang yang seperti itu meliputi sebagian kecil saja dari seluruh
pekerja yang ada. Memilih operator diperlukan pekerja normal atau orang yang
pada saat pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar. Kriteria yang harus
diperhatikan dalam memilih operator adalah memiliki kemampuan normal,
tdak berkacamata, tidak cacat fisik dan mampu untuk diajak bekerja sama.
4. Melatih operator
Melatih operator bertujuan agar operator dapat terbiasa dengan kondisi dan
cara kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Melatih operator tidak hanya
seperti itu tetapi melatih operator bertujuan supaya waktu penyelesaian
pekerjaan yang didapat dari suatu penyelesaian yang wajar.
5. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan
Menguraikan pekerjaan atas elemen pekerjaan bertujuan untuk menjelaskan
catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan, menyatakan secara tertulis
untuk pegangan sebelum pada saat sesudah pengukuean waktu.
Memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen, untuk
memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin
dilakukan pekerja, dan mengembangkan data waktu baku standar setiap
tempat kerja yang bersangkutan.
6. Menyiapkan perlengkapan pengukuran.
Ada beberapa perlengkapan dalam pengukuran. Perlengkapan pengukuran itu
berupa alat-alat, alat-alat yang digunakan antara lain:
a. Jam henti (stopwatch)
b. Lembaran-lembaran pengamatan
c. Alat tulis
7. Melakukan pengukuran
Melakukan pengukuran menggunakan metode pengukuran waktu kerja dengan
jam henti (stopwatch). Melakukan pengukuran mempunyai karakteristik
tersendiri. Karakteristik itu adalah sistem kerja yang sesuai yaitu
(Ainul.staff.gunadarma.ac.id, 2014):
a. Jenis aktivitas pekerjaan bersifat homogen.
b. Aktifitas dilakukan secara berulang-ulang dan sejenis.
c. Terdapat output yang riil, berupa produk yang dinyatakan secara kuantitatif.
Sehubungan dengan langkah-langkah di atas, ada beberapa pedoman
pengukuran pekerjaan atas elemen-elemennya, yaitu (Sutalaksana, 2006):
1. Dengan ketelitian yang diinginkan, menguraikan pekerjaan menjadi elemen-
elemennya dengan selengkap mungkin, tetapi masih dapat diamati oleh
indera pengukuran dan dapat direkam waktunya oleh jam henti yang
digunakan.
2. Memudahkan elemen-elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau
gabungan beberapa elemen gerakan.
3. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal, jumlah dari semua elemen harus
tepat sama dengan keseluruhan pekerjaan yang besangkutan.
4. Elemen yang satu hendaknya dapat dipisahkan dengan elemen yang lain
secara jelas.

1.3 Melakukan Pengukuran Waktu


Melakukan pengukuran waktu adalah pekerjaan yang mengamati dan
mencatat waktu-waktu kerja baik setiap elemen maupun siklus dengan
menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Tujuan utama yang harus dicapai
oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Rumus untuk mencari
kecukupan data dengan tingkat ketelitian sebesar 5% dan tingkat keyakinan
sebesar 95% adalah sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):

√N ∑ i - i
N=( ∑ i

Keterangan:
N : jumlah pengukuran yang dilakukan
N : jumlah pengukuran yang telah dilakukan.
Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan tujuan
melakukan pendahuluan ini ialah agar nantinya mendapatkan perkiraan statistikal
dari banyaknya pengukuaran yang harus dilakukan untuk tingkat-tingkat
ketelitian dan keyakinan yang diinginkan.
Mencatat semua data yang didapat, yang dilanjutkan dengan proses
perhitungan data. Rumus-rumus yang digunakan, antara lain:
1. Rumus rata-rata dari harga rata-rata subgroup. Berikut ini rumus dari rata-rata:
̅=∑

Keterangan :
: Rata-rata
: Harga rata-rata dari subgroup ke-1
k : Harga banyaknya subgroup yang terbentuk.
2. Rumus standar deviasi yang sebenarnya dari waktu penyelesiaan. Berikut ini
rumus standar deviasi yang sebenarnya:

j- ̅
σ =√ N-1

Keterangan:
N : jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
: waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan
yang telah dilakukan.
3. Rumus standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgroup. Berikut ini
rumus standar deviasi dari distribusi harga rata-rata :

̅ =
√n

Keterangan :
n : besarnya subgrup.
4. Rumus batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah(BKB). Berikut ini
rumus (BKA) dan (BKB):

BKA = ̅ + 3 ̅

BKB = ̅ - 3 ̅

1.4 Tingkat Ketelitian, Tingkat Keyakinan, dan Pengujian Keseragaman


Data
Tingkat ketelitian adalah penyimpangan meksimum hasil pengukuran dari
waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat keyakinan adalah besarnya
keyakinan pengukur bahwa hasil yang didapat memenuhi syarat ketelitian. Contoh
“tingkat ketelitian 1 % tingkat keyakinan 99%” artinya pengukur memperoleh
rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya
dan kemungkinan barhasil memperolehnya adalah 99%. Semakin tinggi tingkat
ketelitian dan semakin besar tingkat keyakinan, semakin banyak pengukuran
diperlukan (Ainul.staff.gunadarma.ac.id, 2014).
Pengujian keseragaman data dengan menggunakan batas-batas kontrol (BKA
dan BKB) untuk menentukan apakah data yang didapat seragam atau tidak. Data
dikatakan seragam yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada diantara
kedua batas kontrol. Sedangkan data dikatakan tidak seragam yaitu berasal dari
sistem sebab yang berbeda, bila berada diluar batas kontrol (Sutalaksana, 2006).

1.5 Melakukan Perhitungan Waktu Baku


Data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya
telah memenuhi tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan.
Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu
baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul itu adalah
sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):
1. Waktu siklus adalah suatu penyelesaian waktu satu satuan saat produksi mulai
dari bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan.
Menghitung waktu siklus merupakan waktu penyelesaian rata-rata selama
pengukuran berikut ini rumus waktu siklus :

Ws=

Keterangan :
N : jumlah pengamatan pendahuluan yang dilakukan.
xi : waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang
telah dilakukan.

2. Waktu normal adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh


pekerja dalam kondisi wajar dan kemampuan rata-rata. Menghitung waktu
normal beriku ini rumus waktu normal:

Ws= W Wn= ws.P

Keterangan:
Ws : waktu siklus.
P : faktor penyesuaian.
3. Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal
untuk menyelesaikan pekerjaannya yang diselesaikan dalam sistem kerja
terbaik pada saat itu. Menghitung waktu baku adalah dengan rumus berikut
ini:
Ws= WWb = Wn (1+l)

Keterangan :
Wn : waktu normal.
l: waktu kelonggaran.
Ada beberapa manfaat atau kegunaan waktu baku. Manfaat waktu baku
adalah (Wignjosoebroto, 1992):
a. Perencanaan kebutuhan kerja atau man power planning.
b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan atau pekerja.
c. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan atau pekerja
yang berprestasi.
d. Penjadwalan produksi dan penganggaran.
e. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

1.6 Cara Menentukan Faktor Penyesuain


Setelah melakukan pengukuran, pengukur harus mengamati kewajaran kerja
yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja
tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu atau karna menjumpai
kesulitan-kesulitan, seperti kondisi ruangan yang buruk. Penyebab tersebut dapat
mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu
panjangnya waktu penyelesaian (Sutalaksana, 2006).
Ada beberapa cara untuk menentukan faktor penyesuaian. Berikut ini
merupakan macam-macam cara untuk dapat menentukan faktor penyesuaian
(Ainul.staff.gunadarma.ac.id, 2014):
1. Persentase merupakan suatu cara awal yang sangat sederhana dan tidak sulit
atau mudah untuk dilakukan „p‟ ditentukan oleh pengukur melalui pengamatan
selama pengukuran. Kekurangan pada cara presentase ini hasil penilaiannya
kasar.
2. Cara Shumard
Cara shumard ini merupakan patokan penilaian berdasarkan kelas-kelas
performance kerja. Setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Berikut ini
tabel dari kelas-kelasnya (ainul.staff.gunadarma.ac.id):
Tabel 2.1 Penyesuaian Shumard Operator
Kelas Penyesuaian
Superfast 100
Fast + 95
Fast 90
Fast – 85
Excellent 80
Good + 75
Good 70
Good – 65
Normal 60
Fair + 55
Fair 50
Fair – 45
Poor 40
3. Cara Westinghouse
Cara westinghouse ini merupakan cara penilaian berdasarkan empat faktor.
Empat faktor itu terdiri dari keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi.
Skill (keterampilan) kempauan mengikuti cara kerja yang sudah ditetapkan.
Effort (usaha) kesungguhan yang ditunjukkan operator saat bekerja. Condition
(kondisi kerja) kondisi yang meliputi lingkungan fisik seperti
pencahayaan,temperatur dan kebisingan ruangan. Consistency (konsistensi)
adalah kenyataan bahwa setiap hasil pengukuran waktu menunjukkan hasil
yang berbeda-beda (Ainul.staff.gunadarma.ac.id, 2014).
4. Synthetic Rating
Synthetic rating merupakan metode yang digunakan untuk tempo kerja
operator berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan terlebih dahulu
(predetermined time value). Prosedur yang dilakukan adalah dengan
melaksanakan pengukuran kerja seperti biasa dan kemudian membandingkan
waktu yang diukur dengan waktu penyelesaian elemen kerja yang sebelumnya
sudah diketahui data waktunya. Rasio berfungsi untuk menghitung indeks
performance atau rating faktor ini dirumuskan sebagai berikut
(Ainul.staff.gunadarma.ac.id, 2014):
............
P
R=
A ..
Keterangan :
R : indeks performans
P : waktu terdahulu untuk elemen kerja yang diamati
A : rata-rata waktu dari elemen kerja yang diukur (menit)

1.7 Kelonggaran
Menambahkan kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan
seringkali dilupakan. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yang meliputi untuk
kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue dan hambatan-hambatan yang tak
dapat dihindarkan. Ketiga hal tearsebut merupakan hal-hal yang secara nyata
dibutuhkan oleh pekerja dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur,
dicatat atau dihitung. Sehingga, seusai pengukurarn dan setelah mendapatkan
waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan (Sutalaksana, 2006).
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum
sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar mandi, bercakap-cakap
dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun
kejemuan dalam bekerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk
kebutuhan pribadi berbeda-beda dari sutu pekerjaan dengan pekerjaan yang
lainnya, karna setiap perusahaan memiliki karakteristik sendiri-sendiri
dengan‟tuntutan‟ yang berbeda Berdasarkan penelitian menunjukkan besarnya
kelonggaran untuk pekerja pria dan pekerja wanita berbeda.
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatigue
Rasa fatigue tercemin melalui penurunan hasil produksi baik jumlah maupun
kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran
ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat
saat-saat dimana hasil produksi menurun. Apabila pekerja mengeluarkan usaha
yang besar untuk tetap dapat bekerja secara normal, maka akan menambah rasa
fatigue yang jika dilakukan terus menerus akan menyebabakan fatigue total.
fatigue total adalah jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat
melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal
demikian sangat jarang terjadi, karena berdasarkan pengalaman pekerja dapat
mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa sehingga lambatnya gerakan-
gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa fatigue ini.
3. Kelonggaran untuk hambaatan-hambatan tak terhindarkan
Pelaksanaan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai „hambatan‟
Hambatan yang timbul ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti
mengobrol yang berlebihna dan menganggur dengan segala, selain itu terdapat
hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada di luar kemampuan
pekerja mengendalikannya.
MODUL SAMPLING PEKERJAAN
PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA

TIM PENYUSUN :
ASISTEN LABORATORIUM

LABORATORIUM MENENGAH TEKNIK INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK/BEKASI/KARAWACI
2019
BAB II
MODUL SAMPING PEKERJAAN

2.1 Pengertian Sampling Pekerjaan


Sampling atau dalam bahasa asingnya sering disebut dengan Work Sampling,
Ratio Delay Study, atau Random Observation Method adalah suatu teknik untuk
mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktivitas kerja terhadap mesin,
proses dan pekerja. Pengukuran kerja dengan metode sampling kerja ini sperti
halnya dengan pengukuran kerja mengunakan jam henti (stopwatch time study)
diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara langsung, karena pelaksanaan
kegiatan pengukuran harus secara langsung di tempat kerja yang diteliti (Sritomo,
1995).
Teknik sampling kerja ini pertama kali digunakan oleh seorang sarjana
Inggris bernama L.H.C. Tippet dalam aktivitas penelitiannya di industri tekstil.
Selanjutnya cara atau metode sampling kerja telah terbukti sangat efektif dan
efisien untuk digunakan dalam mengumpulkan informasi mengenai kerja mesin
atau operatornya. Dibandingkan dengan metode kerja yang lain, metode sampling
kerja akan terasa jauh lebih efisien karena informasi yang dikehendaki akan
didapatkan dalam waktu relatif lebih singkat dan dengan biaya yang tidak terlalu
besar (Sritomo, 1995).
Metode ini bersama-sama dengan pengukuran jam henti yang merupakan cara
langsung, bedanya bahwa pada cara sampling pekerjaan pengamat tidak terus-
menerus berada di tempat pekerjaan melainkan mengamati hanya pada waktu-
waktu yang ditentukan secara acak. Karena kegunaannya metode ini kemudia
dipakai di negara-negara lain secara lebih luas.Dari namanya dapat diduga bahwa
metode ini menggunakan prinsip-prinsip dari ilmu statistik. Cara jam henti
sebenarnya juga menggunakan ilmu statistik tetapi pada sampling pekerjaan, hal
ini tampak lebih nyata (Sutalaksana, 2006).
Metode sampling kerja dikembangkan berdasarkan hukum probabilitas,
karena itulah pengamatan suatu objek tidak perlu dilaksanakan secara menyeluruh
(populasi) melainkan cukup dilakukan dengan menggunakan contoh (sampel)
yang diambil secara acak. Suatu sampel yang diambil secara acak dari suatu grup
populasi yang besar akan cenderung memiliki pola distribusi yang sama seperti
yang dimiliki oleh grup populasi tersebut. Apabila sampel yang diambil cukup
besar, maka karakteristik yang dimiliki oleh sampel tidak akan jauh berbeda
dibandingkan dengan karakteristik dari grup populasinya (Sritomo, 1995).

2.2 Langkah-langkah Melakukan Sampling Pekerjaan


Untuk mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, maka tidak
cukup sekadar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam
hentui, apalagi jam biasa. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya
dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti
yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran,
dan lain-lain. Di bawah ini adalah sebagian langkah yang perlu diikuti agar
maksud di atas dapat tercapai (Sutalaksana, 2006).
1. Penetapan tujuan pengukuran
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal
penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah peruntukkan penggunaan
hasil pengukuran, tingkat ketelitian, dan tingkat keyakinan yang diinginkan
dari hasil pengukuran tersebut. Misalnya jika waktu baku yang akan diperoleh
dimaksudkan untuk dipakai sebagai dasar upah perangsang, maka ketelitian
dan keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut
prestasi dan pendapatan buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu
sendiri. Tetapi jika pengukuran dimaksudkan untuk memperkirakan secara
kasar waktu pemesan barang dapat kembali untuk mengambil pesanannya,
maka tingkat ketelitian dan tingkat keyakinannya tidak perlu sebesar tadi.
2. Melakukan penelitian pendahuluan
Tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu
yang pantas untuk diberikan kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan.Tentu suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini
termasuk di antara yang dapat dicarikan waktu yang pantas
tersebut. Artinya akan didapat juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan
pekerjaan, namun dengan kondisi yang bersangkutan itu. Suatu perusahaan
biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat
meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan
diperoleh jika kondisi kerja dari pekerjaan-pekerjaan yang ada di perusahaan
tersebut tidak menunjang tercapainya hal tadi. Untuk memperbaiki kondisi
dan cara kerja, diperlukan pengetahuan dan penerapan sistem kerja yang baik.
Hal lain yang harus dilakukan yaitu membakukan secara tertulis sistem kerja
yang dianggap baik. Disini semua kondisi dan cara kerja dicatat dan
dicantumkan dengan jelas serta bila perlu dengan gambar-gambar.
Pembakuan sistem kerja yang dipilih adalah suatu hal yang penting baik
diulihat untuk keperluan sebelum maupun sesudah pengukuran dilakukan dan
waktu baku didapatkan. Waktu akhir yang diperoleh setelah pengukuran
selesai adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang
dijalankan ketika pengukuran berlangsung. Suatu penyimpangan akan
mengakibatkan waktu penyelesaian yang jauh berbeda dari yang ditetapkan
berdasarkan pengukuran, sehingga catatan yang baku tentang sistem kerja
yang telah dipilih perlu ada dan dipelihara.
3. Memilih operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang
begitu saja diambil dari tempat kerja. Orang ini harus memenuhi beberapa
persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan dengan baik dan dapat
diandalkan hasilnya. Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan
dapat diajak bekerjasama. Jika jumlah pekerja yang tersedia di tempat kerja
yang bersangkutan banyak dan kemampuan mereka dibandingkan akan
terlihat perbedaan di antaranya dari yang berkemampuan rendah sampai
tinggi. Umumnya kemampuan akan berdistribusi, seperti orang-orang yang
berkemampuan rendah dan tinggi jumlahnya sedikit, sementara orang yang
berkemampuan rata-rata jumlahnya banyak. Secara statistik distribusi
demikian dapat dibuktikan berdistribusi normal atau dapat didekati oleh
distribusi normal. Disamping itu operator yang dipilih adalah orang yang pada
saat pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar walau operator yang
bersangkutan sehari-hari dikenal memenuhi syarat pertama tadi tidak mustahil
dia bekerja tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan tertentu.
Selain itu, operator harus dapat bekerja wajar tanpa canggung walaupun
dirinya sedang diukur dan pengukur berda didekatnya. Penjelasan mengenai
maksud baik dan manfaat pengukuran serta sikap yang seharusnya dilakukan
operator ketika sedang diukur, perlu diberikan terlebih dahulu. Operator harus
mengerti serta menyadari sepenuhnya, inilah yang dimaksud operator dapat
diajak bekerja sama.
4. Melatih operator
Walaupun operator yang baik telah didapat, terkadang pelatihan masih
diperlujkan bagi operator tersebut terutama jika kondisi dan cara kerja yang
dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator. Hal ini terjadi bila
yang diukur adalah sistem kerja baru sehingga operator tidak berpengalaman
menjalankannya. Dalam keadaan seperti ini operator harus dilatih terlebih
dahulu, karena sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan kondisi
dan cara kerja yang telah ditetapkan dan telah dibakukan. Operator baru dapat
diukur bila sudah berada pada tingkat penguasaan maksimum. Pada tingkat ini
operator telah memiliki penguasaan paling tinggi yang dapat dicapai. Biasanya
latihan-latihan lebih lanjut tidak akan merubah banyak. Penguasaan operator
yang telah baik biasanya tercermin dari gerakan-gerakan yang “halus” tidak
kaku), berirama, dan tanpa banyak melakukan perncanaan-perencanaan
gerakan.
5. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan
Pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan merupakan gerakan bagian dari
pekerjaan yang bersangkutan, elemen-elemen inilah yang diukur
waktunya.Waktu siklusnya adalah jumlah dari waktu setiap elemen ini. Waktu
siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produk sejak bahan baku mulai
diproses ditempat kerja yang bersangkutan. Namun, satu siklus tidak harus
berarti waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk sehingga
menjadi barang jadi. Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya
melakukan penguraian pekerjaan atas elemen-elemennya. Pertama, untuk
menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dilakukan. Kedua, untuk
memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setriap elemen karena
ketterampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari
gerakan-gerakan kerjanya. Ketiga, untuk memudahkan mengamati terjadinya
elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja. Keempat,
untuk memungkinkan dikembangkannya Data Waktu Standar untuk tempat
kerja yang bersangkutan. Ada beberapa pedoman penguraian pekerjaan atas
elemen-elemennya, yaitu:
a. Sesuai dengan ketelitian yang diinginkan, uraikan pekerjaan menjadi
elemen-elemennya serinci mungkin, tetapi masih dapat diamati oleh indera
pengukur dan dapat direkam waktunya oleh jam henti yang digunakannya.
b. Untuk memudahkan, elemen-elemen pekerjaan hendknya berupa satu atau
gabungan beberapa elemen gerakan, misalnya seperti yang dikembangkan
oleh Gilberth.
c. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal, jumlah dari semua elemen
harus tepat sama dengan keseluruhan pekerjaan yang brsangkutan.
d. Elemen yang satu hendaknya dapat dipisahkan dari elemen yang lain
secara jelas. Batas-batas di antaranya harus dapat dengan mudah diamati
agar tidak ada keragu-raguan dalam menentukan saat suatu elemen
berakhir dan saat elemen berikutnya bermula.
6. Menyiapkan perlengkapan pengukuran
Langkah selanjutnya sebelum melakukan pengukuran kita perlu menyiapkan
perlengkapan atau alat-alat yang nantinya akan digunakan pada saat
pengukuran. Ada beberapa alat yang digunakan, yaitu:
a. Jam henti.
b. Lembaran-lembaran pengamatan.
c. Pena atau pensil.
d. Papan pengamatan.
2.3 Melakukan Perhitungan Waktu Baku
Jika pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki
keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-tingkat
ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka langkah selanjutnya adalah
mengolah data tersebut sehingga menghasilkan waktu baku. Cara untuk
mendapatkan waktu baku dari data yang yeng terkumpul adalah sebagai berikut
(Sutalaksana, 2006).
1. Hitung waktu siklus, yang merupakan waktu penyelesaian rata-rata selama
pengukuran.

∑ i
Ws =
N

Dimana xi merupakan jumlah seluruh waktu pengamatan dan N merupakan


jumlah berapa kali pengamatan dilakukan.
2. Hitung waktu normal.

Wn = W s x p

Dimana p adalah faktor penyesuaian yang diperhitungkan jika pengukur


berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar sehingga
hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan terlebih dahulu.
Jika pekerja bekerja secara wajar p = 1, pekerja bekerja terlalu lamban p < 1,
dan jika pekerja terlalu cepat p > 1.
3. Hitung waktu baku.

Wb = Wn (1 + l)

Dimana l adalah kelonggaran yang diberikan kepada pekerja untuk


menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Beberapa jenis
kelonggaran yaitu kelonggaran untuk kebutuhan pribadi, kelonggaran untuk
menghilangkan rasa fatigue, kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak
terhindarkan.
2.4 Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja
Ada tiga metode yang umum yang digunakan untuk mengukur elemen-
elemen kerja dengan menggunakan jam henti (stopwatch) yaitu pengukuran waktu
secara terus-menerus (continuous timing), pengukuran waktu secara berulang-
ulang (repetitive timing) dan pengukuran waktu secara pnjumlahan (accumulative
timing) (Sritomo, 1995).
Pada pengukuran waktu secara terus-menerus (continuous timing) maka
pengamat kerja akan menekan tombol stopwatch pada saat elemen kerja pertama
dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stopwatch berjalan secara terus-menerus
sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Pengamat harus terus
memperhatikan jarum stopwatch dan mencatat pembacaan waktu yang
ditunjukkan setiap akhir dari elemen-elemen kerja pada lembar pengamatan.
Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen diperoleh dari pengurangan pada
saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan (Sritomo, 1995).
Untuk pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing) kada
disebut sebaga snap-back method, disini jarum penunjuk stopwatch akan selalu
dikembalikan (snap-back) lagi ke posisi nol pada setiap akhir dari elemen kerja
yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat waktu kerja diukur kemudian tombol
ditekan lagi dan segera jarum penunjuk bergerak untuk mengukur elemen kerja
berikutnya. Dengan cara demikian maka data waktu untuk setiap elemen kerja
yang diukur akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan
untuk pengurangan seperti yang dijumpai dalam metode pengukuran secara terus
menerus (Sritomo, 1995).
Metode pengukuran secara akumulatif memungkinkan pembaca data waktu
secara langsung untuk masing-masing elemn kerja yang ada. Menggunakan dua
atau lebih stopwatch yang akan bekerja secara bergantian. Dua atau tiga
stopwatch akan didekatkan sekaligus pada papan pengamatan dan dihubungkan
dengan suatu tuas (Sritomo, 1995).
2.5 Kelonggaran
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiga ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja atau operator dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat,
ataupun dihitung. Oleh karena itu sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan
waktu normal kelonggaran perlu ditambahkan (Sutalaksana, 2006).
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum, ke
kamar kecil, ataupun bercakap dengan teman. Kebutuhan seperti ini jelas
sebagai suatu yang mutlak, tidak bisa misalnya seseorang harus terus bekerja
sengan rasa dahaga atau melarangnya untuk sama sekali tidak bercakap
sepanjang kerja berlangsung. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja
tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja
tidak dapat bekerja dengan baik hamper dapat dipastikan produktivitasnya
menurun. Besar kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi berbeda-
beda karena setiap pekerjaan memiliki karakteristik sendiri-sendiri dengan
tuntutan yang berbeda-beda.Perhitungan khusus perlu dilakukan untuk
menentukan besarnya kelonggaran secara cepat seperti dengan sampling
pekerjaan ataupun secara fisiologis.
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatigue
Untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan
pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat saat-saat dimana menurunnya
hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatigue, karena masih banyak
kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya. Jika rasa fatigue telah datang
dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performansi normalnya, maka
usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan
menambah rasa fatigue, yang mana jika berlangsung terus akan terjadi fatigue
total yaitu anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan
gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki.
3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan
Besarnya hambatan yang tak terhindarkan sangat bervariasi dari suatu
pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan satu sistem kerja ke sistem kerja lain
karena banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja,
ketelitian suplai alat dan bahan, dan sebagainya. Catatan-satatan pabrik
tentang lamanya perawatan atau lamanya arus listrik terputus dan sebagainya
akan banyak membantu penetapan kelonggaran jenis ini.

2.6 Penentuan Jumlah Sampel Pengamatan yang Dibutuhkan


Menentukan jumlah sampel pengamatan yang dibutuhkan untuk tingkat
keyakinan dan ketelitian yang telah ditentukan dengan menggunakan rumus uji
kecukupan data (Sritomo, 1995).

k 2 (1-P)
N=
S2P

Apabila setelah dihitung, ternyata harga N‟ lebih kecil daripada harga sebenarnya,
maka pengamatan berhenti karena dianggap telah mencukupi. Sebaliknya jika
harga N‟ tersebut lebih besar dari harga sebenarnya, maka dilakukan langkah
pengamatan dari awal. Frekuensi pengamatan pada hakikatnya tergantung pada
jumlah pengamatan yang diperlukan dan waktu yang tersedia untuk pengumpulan
data yang direncanakan (Sritomo, 1995).

2.7 Pemakaian Peta Kontrol Dalam Sampling Kerja


Peta control atau control chart yang secara umum telah banyak digunakan
dalam Statistical Quality Control, dapat pula dipergunakan dalam pelaksanaan
sampling kerja. Dengan menggunakan peta kontrol ini maka kita secara tegas
akan dapat melihat dengan segera kondisi-kondisi kerja yang terasa tidak wajar,
misalnya kondisi disaat mana baru saja terjadi kecelakaan pada lokasi yang
berdekatan yang mana secara psikologis hal ini akan dapat mempengaruhi
aktivitas kerja dari operator yang sedang kita amati. Data yang diperoleh untuk
kondisi yang dianggap tidak wajar ini seharusnya tidak usah dimasukkan dalam
proses analisa nantinya (Sritomo, 1995).
Dalam penggunaan peta kontrol ini data yang diharapkan dari hasil
pengamatan akan ditetapkan dalam sebuah peta knotrol yang mempunyai batas-
batas kontrol sebagai berikut (Sritomo, 1995).
- Batas kontrol atas (upper control limit)

BKA

p̅(1-p̅)
= p̅+3
n

- Batas kontrol bawah (lower control limit)

BKB

p̅(1-p̅)
= p̅-3
n

Dimana:
BKA = batas kontrol atas
BKB = batas kontrol bawah
̅ = presentase terjadinya kejadian rata-rata yang dinyatakan dalam bentukangka
desimal.
n = jumlah pengamatan yang dilaksanakan per siklus waktu kerja.

2.8 Aplikasi Dari Metode Sampling


Metode sampling kerja pada umumnya merupakan salah satu cara yang
sederhana, mudah dilaksanakan, serta tidak memerlukan biaya yang besar.
Dengan menggunakan metode ini maka waktu kosong atau menganggur (idle
time) dari mesin atau fasilitas produksi lainnya akan dapat segera diatasi. Hasil
studi ini akan dapat dipakai pula sebagai dasar penetapan tugas dan jadwal kerja
yang lebih efektif dan efisien bagi operator maupun mesin. Berikut beberapa
aplikasi dari metode sampling kerja untuk berbagai macam kegiatan dan
kebutuhan (Sritomo, 1995).
1. Aplikasi Sampling Kerja Untuk Penetapan Waktu Baku
Studi sampling kerja dapat menjawab beberapa hal, yaitu prosentase atau
proporsi antara aktivitas dan idle, dan penetapan waktu baku kegiatan. Setelah
halnya dalam stopwatch time study maka disini juga harus diestimasikan
terlebih dahulu performance rating dari operator yang diukur dan waktu
longgar yang ada, sehingga waktu baku penyelesaian suatu produk dapat
dinyatakan dalam rumus berikut.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑖𝑚𝑒 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝑡𝑖𝑚𝑒 (𝑗𝑎𝑚)𝑥 𝑇𝑖𝑚𝑒 (%)𝑥 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 (%) 100%
𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = 𝑥
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑝𝑖𝑒𝑐𝑒𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑒𝑑 100% − 𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒
Aplikasi
Sampling Kerja Untuk Penetapan Waktu Tunggu (Delay Allowance)
Apabila metode sampling kerja dihunakan untuk menetapkan waktu longgar
maka satu hal yang harus ditetapkan terlebih dahulu adalah membakukan
metode kerja yang digunakan. Studi dengan metode sampling kerja pada
dasarnya adalah mengamati fakta yang sebenarnya ada diatras are kerja.
Sebagai bagian dari aktivitas pengukuran kerja, maka metode sampling kerja
juga harus dikaitkan dengan penyederhanaan kerja (work simplification).
Dengan mengetahui waktu-waktu menganggur maka tujuan udari aktifitas ini
adalah berusaha menekan aktivitas-aktivitas yang diklasifikasikan sebagai
“non-productive” sampai presentase yang terkecil. Hal ini bisa dilakukan
dengan cara memperbaiki metode kerja, alokasi pembebanan mesin atau
manusia secara tepat.
2. Aplikasi Sampling Kerja Untuk Aktivitas Maintenance
Untuk menentukan proporsi aktivitas yang umum dijumpai dalam suatu
aktivitas maintenance, maka terlebih dahulu dilakukan penjabaran elemen-
elemen kerja secara lebih detail yaitu antara lain terdiri dari elemen-elemen
sebagai berikut.
a. Pekerja tidak ada ditempat.
b. Mengambil order penugasan kerja atau menerima telepon penugasan dari
Kepala Bagian Pemeliharaan.
c. Mempelajari perintah kerja atau surat atau dokumen lain yang berkaitan
dengan pekerjaan.
d. Bersiap-siap untuk melakukan tindakan pemeliharaan dengan melakukan
pembersihan atau menyiapkan peralatan kerja di sekitar lokasi pekerjaan.
e. Personal dan idle time.
f. Ketidaksinambungan beban kerja dari grup pekerja yang ada dimana satu
pekerja terlihat sibuk dan terlihat langsung dengan tugas pelaksanaan
perbaikan sedangkan yang lain terlihat menganggur.
g. Kegiatan menunggu (delay).
h. Bercakap-cakap dengan supervisor atau atasan lain dengan asumsi bahwa
percakapan tersebut berkaitan dengan pekerjaan.
Sedapat mungkin elemen-elemen ini dipecah secara mendetail kalau dalam hal
ini tidak dapat digabungkan dalam kelompok-kelompok kegiatan yang terdiri
dari elemen-elemen kerja relevan. Untuk kegiatan-kegiatan pemeliharaan
pengelompokan kerja bisa dilaksanakan dalam 3 kelompok, yaitu kegitan
langsung (direct work), kegitan tak langsung (indirect work), kegiatan berjalan
atau bergerak mondar-mandir (travel) (Sritomo, 1995).
3. Aplikasi Sampling Kerja Untuk Kegiatan Perkantoran (Office Work)
Dipergunakan untuk mengamati kegiatan dan perilaku pekerja.bberapa
program dirancang pula untuk mengukur prosentase waktu yang
dikontribusikan untuk berbagai macam aktivitas perkantoran dengan hasil
akhir berupa saran-saran perbaikan kea rah peningkatan efisiensi kerja.
Berikut adalah elemen-elemen kerja perkantoran (Sritomo, 1995).
a. Menerima dan mempelajari instruksi-instruksi.
b. Kegiatan diskusi dengan pekerja lain.
c. Kegiatan menghitung, menulis, mengetik, dan lain-lain.
d. Aktivitas yang mengarah ke pemenuhan kebutuhan pribadi.
e. Kegiatan menelepon.
f. Idle, delay, absen, dan lain-lain.
4. Aplikasi Sampling Kerja Untuk Kegiatan Perkantoran (Office stop)
Dari suatu kegiatan sampling kerja terhadap seorang pimpinan perusahaan
diperoleh suatu kesimpulan bahwa seorang pimpinan/ eksekutif sering kali
melaksanakan aktivitas yang tidak efisien.satu relevansi dari studi ini adalah
kebutuhan untuk memperoleh efisiensi yang besar dalam komunikasi lisan,
karena disekitar 80-85% waktu kerja dari seoran eksekutif perusahaan akan
banyak dipakai untuk bicara. Bisa dipahami bahwa aktivitas sampling ini baik
diaplikasikan dalam suatu area kerja dimana variasi elemen-elemen kegiatan
banyak diperoleh. Berikut secara umum kegiatan dari sampling kerja
(Sritomo, 1995).
a. Memperoleh fakta kejadian dengan biaya 1/3 sampai 1/6 bila observasi
dilaksanakan secara terus menerus.
b. Tidak memerlukan pengamat yang terampil yang perlu dididik secara
khusus, meskipun tetap diharapkan bahwa pengamat cukup mengenal baik
pekerjaan yang akan diteliti.
c. Memberikan tingkat ketelitian yang diperoleh meskipun tetap kurang teliti
bila dibandingkan dengan pengamatan yang dilaksanakan secara kontinyu,
dan lain-lain.
MODUL PETA-PETA KERJA
PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA

TIM PENYUSUN :
ASISTEN LABORATORIUM

LABORATORIUM MENENGAH TEKNIK INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK/BEKASI/KARAWACI
2019
BAB III
PETA-PETA KERJA

3.1 Definisi Peta Kerja


Peta-peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas dan melalui peta-peta kerja ini bias mendapatkan
informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metode kerja.
Contoh informasi yang diperlukan antara lain jumlah benda kerja yang harus
dibuat, waktu operasi mesin, kapasitas mesin, baha-bahan khusus yang harus
disediakan, alat-alat khusus yang harus disediakan, dan sebagainya
(http://elearning.gunadarma.ac.id).
Peta Kerja merupakan alat yang secara sistematis mengumpulkan informasi
dari sistem kerja serta mengkomunikasikan faktor-faktor pada pengguna peta
kerja.Peta-peta ini dapat melibatkan semua langkah atau kejadian yang dialami
oleh suatu benda kerja dari mulai masuk pabrik (berbentuk bahan baku) kemudian
menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti stransportasi, operasi
mesin, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya menjadi produk jadi, baik
produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap (Sutalaksana,
2006).
Apabila dilakukan studi yang seksama tentang peta kerja, maka perbaikan
sistem kerja dapat dengan mudah dilakukan. Perbaikan tersebut meliputi
menghilangkan proses yang tidak perlu, menghubungkan proses yang bias
dilakukan secara bersamaan, dan mengurangi waktu menunggu. Pada dasarnya
semua perbaikan tersebut bertujuan untuk mengurangi biaya produksi secara
keseluruhan, sehingga peta kerja merupakan alat yang
baik.(http://indeecom.worpress.com).
3.2 Lambang-Lambang yang Digunakan
Peta-peta kerja yang dikembangkan oleh F.B Gilbreth.Membuat suatu peta
kerja, Gilbreth mengusulkan 40 buah lambang yang bisadipakai.Pada tahun
berikutnya jumlah lambang tersebut disederhanakan sehingga hanya tinggal 4
macam.Pada tahun 1947 American Society of Mechanical Engineers (ASME)
membuat standar lambang-lambang yang terdiri atas 5 macam lambang yang
merupakan modifikasi dari yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Gilbreth.
Penjelasan lembang-lambang tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 Lambang-
lambang Peta Kerja seperti di bawah ini:
Tabel 2.1 Lambang-lambang Peta Kerja
Simbol Keterangan Contoh

Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja


Operasi
mengalami perubahan sifat, baik fisik
- Memaku
maupun kimiawi. Operasi merupakan
- Mengetik
kegiatan yang paling banyak terjadi dalam
- Mengebor benda kerja
suatu proses, dan biasanya terjadi pada
suatumesin atau sistem kerja

Pemeriksaan - Memeriksa ukuran


Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja
- Membaca alat ukur
atau peralatan mengalami pemeriksaan baik
- Memeriksa hasil
untuk segi kualitas maupun kuantitas
pemotongan

Transportasi - Memindahkan bahan ke


Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda stasiun kerja lain
kerja, pekerja atau perlengkapan mengalami - Mengangkat benda kerja
perpindahan tempat yang bukan merupakan dengan alat penarik
bagian dari suatu operasi. - Memindahkan bahan
tanpa alat bantu

Menunggu
- Benda kerja menunggu
untuk diproses
Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja
- Bahan menunggu untuk
atau peralatan tidak mengalami kegiatan
diangkut
apapun selain menunggu.
- Bahan menunggu bahan
yang lain untuk dirakit
Menyimpan
- Tumpukkan bahan
Proses menyimpan terjadi apabila benda kerja disimpan
mentah di gudang
untuk jangka waktu yang cukup lama.
- Barang jadi disimpan di
gudang

3.3 Jenis-Jenis Peta Kerja


Peta-peta bisa dibagi dalam dua kelompok besar berdasarkan kegiatanya.
Berikut ini bagian peta-peta kerja:
1. Peta Kerja Keseluruhan
Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan tersebut
melibatkan sebagian besar atau seluruh fasilitas yang diperlukan untuk
membuat suatu produk. Contoh peta-peta kerja yang termasuk ke dalam peta
kerja keseluruhan, yaitu:
a. Peta Proses Operasi
b. Peta Aliran Proses
c. Peta Proses Kelompok Kerja
d. Diagram Aliran
2. Peta Kerja Setempat
Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja setempat apabila kegiatan tersebut
terjadi dalam suatu stasiun kerja dan biasanya hanya melibatkan orang dan
fasilitas dalam jumlah terbatas. Contoh peta-peta kerja yang termasuk ke
dalam peta kerja setempat, yaitu:
a. Peta Pekerja dan Mesin
b. Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri
3.4 Peta Proses Operasi
Peta Proses Operasi merupakan suatu peta yang menggambarkan langkah-
langkah proses yang akan dialami oleh bahan baku mengenai urutan-urutan
operasi dan pemeriksaan. Jadi, dalam suatu peta proses operasi yang dicatat
hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja (Sutalaksana, 2006).
Berikut merupakan contoh penggambaran Peta Proses Operasi.

PETA PROSES OPERASI

NAMA OBYEK : BOX MULTIFUNGSI


NOMOR PETA :1
DIPETAKAN OLEH : LAB MENENGAH
TANGGAL DIPETAKAN : 29 JUNI 2017

Papan Alas Papan Samping Papan Depan - Belakang


(30 x 10 x 1,3 cm) (30 x 10 x 1,3 cm) (30 x 20 x 1,3 cm)
2 unit 2 unit 2 unit
(16,7 x 5,6 x 1,3 cm) (16,7 x 8 x 1,3 cm) (24,7 x 11,5 x 1,3 cm)

Mengukur Mengukur Mengukur


0,68' O-5 0,58' O-3 2.23' O-1
(Meteran) (Meteran) (Meteran)

O-6 Memotong O-4 Memotong Memotong


0,13' 0,25' 1,09' O-2
I-3 (Circular Saw) I-2 (Circular Saw) (Circular Saw)
I-1

Paku (2 inci)
8 unit

O-7 Merakit
1,28'
I-4 (Palu)
Paku (2 inci)
8 unit

O-8 Merakit
1,93'
I-5 (Palu)

O-9 Menghaluskan
4,02'
I-6 (Mesin Amplas)

RINGKASAN
KEGIATAN JUMLAH WAKTU (Menit)
OPERASI 9 12,19
PEMERIKSAAN - -
TOTAL 9 12,19

3.4.1 Kegunaan Peta Proses Operasi


Informasi-informasi yang dicatat melalui peta proses operasi dapat
diperoleh beberapa manfaat diantaranya dapat mengetahui kebutuhan mesin dan
penganggarannya, dapat memperkirakan kebutuhan akan bahan baku, sebagai alat
untuk menentukan tata letak pabrik, sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara
kerja yang dipakai, sebagai alat untuk latihan kerja, dan lain-lain (Sutalaksana,
2006).

3.4.2 Prinsip-Prinsip Pembuatan Peta Proses Operasi


Sebelum membuat peta proses operasi terdapat prinsip-prinsip yang harus
diketahui terlebih dahulu. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pada baris paling atas kepala diberikan judul ” Peta Proses Operasi ” yang
diikuti dengan identitas lain ( nama objek, nama pembuat peta, tanggal
dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomar peta, dan nomar gambar )
2. Setiap komponen ( material ) yang masuk ke dalam proses diletakkan di atas
garis horizontal.
3. Lambang – lambang ( yang menunjukkan perubahan proses ) ditempatkan
pada arah vertikal
4. Penomoran operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi
5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri
dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi (Sutalaksana,
2006).

3.4.3 Analisis Peta Proses Operasi


Setelah pemetaan selesai, dilakukanlah analisis atas keadaan sekarang dari
system-sistem kerja yang dipetakan. Maksudnya adalah mencari kelemahan-
kelemahan yang terdapat pada peta tersebut. Sedangkan tujuannya adalah
mendapatkan rancangan yang lebih baik. Terdapat empat hal yang perlu
diperhatikan atau dipertimbangkan agar diperoleh suatu proses kerja yang baik
melalui analisa peta proses operasi, yaitu:
1. Bahan-bahan
Pertimbangkan semua alternative dari bahan yang digunakan, proses
penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fungsi,
realibilitas, pelayanan dan waktunya.
2. Operasi
Pertimbangkan mengenai semua alternative yang mungkin untuk proses
pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode perakitannya,
beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan. Perbaikan yang mungkin
bias dilakukan misalnya dengan menghilangkan, menggabungkan, merubah
atau menyederhanakan operasi-operasi yang terjadi.
3. Pemeriksaan
Suatu objek dikatakan memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan
dengan standar ternyata lebih baik atau minimal sama dengan ketentuan.
Proses pemeriksaan bias dilakukan dengan teknik samping atau satu persatu
dari semua objek yang telah dibuat. Cara yang terakhir tersebut dilaksanakan
apabila jumlah produskinya sedikit.
4. Waktu
Persingkat waktu penyelesaian, harus mempertimbangkan semua alternative
mengenai metode, peralatan dan tentunya penggunaan perlengkapan-
perlengkapan khusus (Sutalaksana, 2006).

3.5 Peta Aliran Proses


Peta aliran proses merupakan suatu diagram yang menunjukkan urutan-
urutan dari seluruh aktivitas yg terjadi selama suatu proses produksi berlangsung
(Sutalaksana, 2006). Contoh penggambaran peta aliran proses adalah seperti di
bawah ini.
PETA ALIRAN PROSES
Ringkasan PEKERJAAN : PAPAN DEPAN - BELAKANG
SEKARANG USULAN BEDA NOMOR PETA :2
Kegiatan
JML WKT JML WKT JML WKT
ORANG BAHAN √ KERTAS
OPERASI 5 9,98
SEKARANG √ USULAN
PEMERIKSAAN 4 -
TRANSPORTASI 5 0,57 DIPETAKAN OLEH : LAB MENENGAH

MENUNGGU 2 1,64 TANGGAL DIPETAKAN : 29 JUNI 2017


PENYIMPANAN 2 -

JARAK TOTAL 8,5

ANALISA TINDAKAN
LAMBANG

BAGAIMANA
CATATAN UBAH
JUMLAH

WAKTU
URAIAN KEGIATAN

PERBAIKI
JARAK

DIMANA

URUTAN
GABUN G

TEMPAT
KAPAN

OR ANG
RUANG
SIAPA
APA

M Menit
Papan berada di gudang 2
Memindahkan bahan baku ke meja pengukuran 1 2 0,01
Mengukur papan depan dengan meteran 2 2,17
Memindahkan komponen papan depan ke meja pemotongan 1,3 2 0,05
Memotong papan depan dengan circular saw dan diperiksa 2 1,08
Memindahkan komponen papan depan ke meja perakitan 1 2 0,01
Menunggu komponen papan samping 2 0,83
Merakit komponen papan depan dan diperiksa 2 1,28
Menunggu komponen papan alas 2 0,81
Merakit komponen papan alas dan diperiksa 2 1,75
Memindahkan produk ke meja penghalusan 2,2 2 0,18
Menghaluskan produk dengan mesin amplas dan diperiksa 2 3,7
Memindahkan produk ke gudang barang jadi 3 2 0,32
Menyimpan produk di gudang barang jadi 2

3.5.1 Kegunaan Peta Aliran Proses


Kegunaan dari peta aliran proses antara lain (Sutalaksana, 2006):
1. Bisa digunakan untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang mulai awal
masuk dalam suatu proses sampai aktivitas terakhir.
2. Peta ini bisa memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu proses
atau prosedur.
3. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau
dilakukan oleh orang selama proses atau prosedur berlangsung.
4. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metode kerja.
5. Sebagai alat yang mempermudah proses analisa dalam mengetahui tempat-
tempat dimana terjadi ketidakefisienan pekerjaan, sehingga dengan sendirinya
dapat digunakan untuk menghilangkan ongkos yang tersembunyi.
3.5.2 Prinsip-Prinsip Pembuatan Peta Aliran Proses
Beberapa prinsip yang bisa digunakan untuk membuat suatu peta aliran
proses yang lengkap. Prinsip-prinsip tersebut digunakan agar dalam pembuatan
peta menjadi baik, prinsip-prinsip itu sebagai berikut:
1. Seperti pada peta proses operasi, suatu peta aliran proses pun mempunyai
judul, dimana pada bagian paling atas dari kertas ditulis kepalanya
“PetaAliran Proses”, yang kemudian diikuti dengan pencatatan
beberapa identifikasi, seperti: nomor/nama komponen yang dipetakan,
nomor gambar,peta orang atau peta bahan, cara sekarang atau yang diusulkan,
tanggalpembuatan, dan nama pembuat peta. Semua informasi ini dicatat
disebelah kanan atas kertas.
2. Disebelah kiri atas kertas, berdampingan dengan informasi yang dicatat
pada titik a diatas, dicatat mengenai ringkasan yang memuat, jumlah total
danwaktu total dari setiap kegiatan yang terjadi dan juga mengenai total
jarakperpindahan yang dialami bahan atau orang selama proses atau
prosedur berlangsung.
3. Setelah bagian kepala selesai dengan lengkap, kemudian di bagian badan
diuraikan proses yang terjadi lengkap beserta lambing-lambang dan informasi-
informasi mengenai jarak perpindahan, jumlah yang dilayani, waktu
yang dibutuhkan dan kecepatan produksi juga ditambahkan dengan kolom
analisa, catatan dan tindakan yang diambil berdasarkan analisa tersebut
(Sutalaksana, 2006).

3.5.3 Analisa Peta Aliran Proses


Menganalisa peta aliran proses digunakan cara “DOT and Check
Technique” yang berisi mengenai 6 pertanyaan pada setiap kejadian dari siatu peta
aliran proses. Berikut ini merupakan penjelasan dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut yang dapat dilihat pada table 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 “Dot and Check Tehnique”
No. Pertanyaan Berikutnya Tindakan yang dilakukan
Menghilangkan aktivitas yang
1. Apa tujuannya? Mengapa?
tidak perlu
Menggabungkan atau merubah
2. Dimana dikerjakan? Mengapa?
tempat kerja
No. Pertanyaan Berikutnya Tindakan yang dilakukan
Menggabungkan atau merubah
3. Kapan dikerjakan? Mengapa? waktu atau urutan
proses
Menggabungkan atau merubah
4. Siapa yang mengerjakan? Mengapa?
orang
Menyederhanakan atau
5. Bagaimana mengerjakannya? Mengapa?
memperbaiki metode

3.6 Peta Proses Kelompok Kerja


Peta Proses Kelompok Kerja merupakan bagian dari peta aliran proses. Peta
ini ddalam suatu tempat kerja dimana untuk melaksanakan pekerjaan tersebut
memerlukan kerjasama yang baik dari sekelompok pekerja. Jenis pekerjaan atau
tempat kerja yang mungkin memerlukan analisis melalui peta kelompok kerja
misalnya pekerjaan-pekerjaan pergedungan, pemeliharaan, atau pekerjaan-
pekerjaan pengangkutan material. Kegunaan dari peta proses kelompok kerja ini
yaitu untuk mengurangi ongkos dan mempercepat waktu penyelesaian produksi
atau proses (Sutalaksana, 2006). Contoh penggambaran dari peta proses kelompok
kerja adalah sebagai berikut.

PETA PROSES KELOMPOK KERJA

PEKERJAAN : M EM BUAT BOX MUL TIFUNGSI PAPAN DEPAN – BELAKANG


DEPARTEMEN : DIVISI 1
NAMA PEKERJA : NAKUL A DAN SADEW A
NOMOR PETA : 4

SEKARANG USULAN DIPETA KAN OLEH : LAB MENENGAH


TANGGAL DIPETAK AN : 29 JUNI 2017

URAIAN PEKERJAAN
PEKERJA
SATU SIKLUS

1 1 2 4 5 NAKULA (M ENGUKUR)

W 0.01 2,17 0.05 1,08 0.01 W aktu Ke rja = 6 7.17 %


j W aktu M eng an gg ur = 3 2.83 %
1 1,3

1 2 3
2 2 3
SADEW A ( MEMOT ONG)
W 0.01 2,17 0.05 1,08 0,01
W aktu Ke rja = 3 2.83 %
j 1 W aktu M eng an gg ur = 6 7.17 %
Uraia n La mba ng

1 Me minda hkan b ah an b aku ke meja p eng ukur an

1 Me nun gg u ba han baku d ip ind ah ka n ke meja p eng ukur an

1 Me ngu ku r pa pa n

2 Me nun gg u pa pan diukur

2 Me minda hkan p ap an ke ru an g pe moton ga n

3 Me nun gg u pa pan dipin da hkan ke ru an g pe moton gan

4 Me nun gg u pa pan dipo to ng

2 Me moton g pa pan

5 Me nun gg u pa pan dipin da hkan ke ru an g pe ngh alu sa n

3 Me minda hkan p ap an ke ru an g pe ngh alu sa n

Ringkasan
SEKARANG USULA N
KEGIA TAN
JML WKT JMLH WKT
OPE RASI 2 3,25

PEMERIKSAAN - -

TRANSPORTASI 3 0.07

MENUNGGU 5 3,32
JARAK TOTAL 3,3
3.7 Diagram Aliran
Diagram Aliran merupakan suatu gambaran menurut skala dari susunan
lantai dan gedung, yang menunjukkan lokasi dari seluruh aktivitas yang terjadi
pada peta aliran proses. Aktivitas yang berarti pergerakan suatu material atau
orang dari suatu tempat ke tempat berikutnya yang dinyatakan oleh garis aliran
dalam diagram tersebut. Kegunaannya adalah memperjelas suatu peta aliran
proses, dan menolong dalam perbaikan tata letak tempat kerja (Sutalaksana,
2006). Contoh dari penggambaran diagram aliran adalah sebagai berikut ini.

3.7.1 Prinsip-Prinsip Pembuatan Diagram Aliran


Sebelum membuat peta aliran proses terdapat prinsip-prinsip yang harus
diketahui terlebih dahulu. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Membuat kepala judul “DIAGRAM ALIRAN” yang diikuti oleh identifikasi
lainnya seperti nama pekerjaan yang dipetakan, tanggal dipetakan, nomor
peta, cara sekarang atau susulan dan nama pembuat peta.
2. Mengidentifikasi setiap aktivitas dengan lambing dan nomor yang sesuai
dengan peta aliran proses.
3. Arah gerakan dinyatakan oleh anak panah kecil yang dibuat secara priodik
sepanjang garis aliran (Sutalaksana, 2006).
3.8 Peta Pekerja dan Mesin
Peta Pekerja dan Mesin merupakan suatu peta yang menggambarkan
koordinasi antara waktu bekerja dan waktu menganggur dari kombinasi seorang
pekerja dan mesin. Peta ini juga merupakan alat yang digunakan untuk
mengurangi waktu menganggur. Kegunaannya yaitu untuk mengetahui hubungan
yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang digunakan
dan dapat meningkatkan efektivitas penggunaan dan perbaikan keseimbangan
kerja (Sutalaksana, 2006). Berikut adalah contoh penggambaran dari peta pekerja
dan mesin.

3.9 Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri


Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri merupakan suatu alat dari studi
gerakan untuk menentukan gerakan-gerakan yang efisien, yaitu gerakan-gerakan
yang memang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. eta ini
menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu menganggur
yang dilakukan oleh tangan kanan dan tangan kiri ketika melakukan suatu
pekerjaan. Gambaran contoh dari peta tangan kanan dan tangan kiri adalah
sebagai berikut ini.

PETA TANGAN KANAN DAN TANGAN KIRI


PEKERJAAN : MENGUKUR PAPAN ALAS
Departemen :1
NOMOR PETA :8
SEKARANG USULAN
DIPETAKAN OLEH : LAB MENENGAH
TANGGAL DIPETAKAN : 29 JUNI 2017

Tangan Kiri Jarak Waktu Lambang Waktu Jarak Tangan Kanan


(m) (menit) (menit) (m)
Menjangkau papan Menjangkau papan
alas 0,3 0,03 Re Re 0,03 0,3 alas
Memegang papan Memegang papan
alas - 0,03 G G 0,03 - alas
Membawa papan Membawa papan
alas 0,3 0,03 M M 0,03 0,3 alas
Memposisikan Memposisikan papan
papan alas di lantai - 0,04 P P 0,04 - alas di tempat
pengukuran
Melepaskan papan Melepaskan papan
alas di lantai - 0,03 Rl Rl 0,03 - alas di tempat
pengukuran
Menjangkau Menjangkau pensil
0,3 0,04 Re Re 0,04 0,3
penggaris
Memegang Memegang pensil
- 0,02 G G 0,02 -
penggaris
Membawa Membawa pensil
M M
penggaris 0,3 0,04 0,04 0,3
Memposisikan Memposisikan pensil
- 0,03 P P 0,03 -
penggaris
Menggunakan Menggunakan pensil
penggaris untuk - 0,08 H U 0,08 - untuk menandai
mengukur
Membawa Membawa pensil
M M
penggaris 0,3 0,03 0,03 0,3
Melepaskan Melepaskan pensil
- 0,01 Rl Rl 0,01 -
penggaris
Total 1,5 0,41 0,41 1,5
Ringkasan
Waktu Tiap siklus : 0,41 menit
Jumlah Unit Tiap Siklus : 1 unit
Waktu Untuk Membuat Satu Unit : 0,41 menit

3.9.1 Kegunaan Peta Tangan Kanan Dan Tangan Kiri


Kegunaan dari peta tangan kanan dan tangan kiri, yaitu untuk
menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan,
menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan tidak
produktif, sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja, dan sebagai alat
untuk melatih pekerjaan baru dengan cara kerja yang ideal (Sutalaksana, 2006)
MODUL METHODS TIME MEASUREMENT (MTM-1)
PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA

TIM PENYUSUN :
ASISTEN LABORATORIUM

LABORATORIUM MENENGAH TEKNIK INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK/BEKASI/KARAWACI
2019
BAB IV
MODUL Methods Time Measurement (MTM-1)

4.1 Data Waktu Gerakan


Data waktu gerakan berisi data-data mengenai waktu yang dibutuhkan oleh
anggota badan dalam melakukan suatu gerakan. Data waktu gerakan ini
didasarkan pada elemen gerakan dasar. Data waktu gerakan terdiri dari
(Yudiantyo, 2003):
1. Work Factor (WF)
Work Factor merupakan metoda suatu pekerjaan yang terbagi atas elemen-
elemen gerak yang didasarkan pada anggota badan mana yang bergerak dan
penentuan waktunya berdasarkan jumlah faktor kerja yang menyertai gerakan
tersebut.
2. Maynard Operation Sequence Technique (MOST)
MOST terdiri dari urutan gerakan umum, urutan terkendali dan urutan
memakai. Model urutannya seperti: A B G A B P A, dimana:
A = action distance atau jarak perpindahan
B = body motion atau gerakan badan
G = gain control atau pengendalian
P = place atau penempatan
3. Methods Time Measurement (MTM)
Perkembangan metode ini adalah:
a. MTM-1
b. MTM-2
MTM-2 merupakan perkembangan dari MTM-1 yang banyak digunakan
dari tahun 1963 sampai tahun 1965. MTM-2 terdiri dari 9 elemen
gerakan dan 15 kode gerakan, yaitu lebih ringkas berupa gabungan
beberapa gerakan. Terdiri dari 9 elemen gerakan, yaitu: get, put, apply
pressure, regrasp, eye motion, crank, step, foot motion, bend & arise.
c. MTM-3
Dirancang untuk produksi kecil, perawatan dan aktivitas konstruksi.
Terdiri dari 4 elemen gerakan, yaitu: handle, transport, step & foot
motion, bend & arise.
d. MTM-C
Dirancang untuk buruh tak langsung “C” singkatan dari Clerk yang
berarti juru tulis.
e. MTM-V
Digunakan untuk buruh langsung dalam bengkel mesin, “V” singkatan
dari Verktygsmaskiner atau machine tool.
f. MTM-M
Digunakan untuk buruh langsung dalam pekerjaan yang menggunakan
alat-alat optik (stereoskopic microscope “M” singkatan dari Micro.
g. 4M
Merupakan komputerisasi dari MTM-1. 4M singkatan dari Micro, Matic,
Methods & Measurement.

4.2 Pengertian Methods Time Measurement


Pengukuran waktu metoda yang dalam istilah asingnya lebih dikenal sebagai
methods time measurement adalah suatu sistem ini yang didefinisikan sebagai
suatu prosedur untuk menganalisa setiap operasi atau metode kerja ke dalam
gerakan-gerakan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kerja tersebut, dan
kemudian menetapkan standar waktu dari masing-masing gerakan tersebut
berdasarkan macam gerakan dan kondisi-kondisi kerja yang ada. Pengukuran
waktu metode membagi gerakan-gerakan kerja atas elemen-elemen gerakan yaitu
seperti gerakan menjangkau (reach), mengangkut (move), memutar (turn),
memegang (grasp), mengarahkan (position), melepaskan (release), lepas rakit
(disassemble), gerakan mata (eye monement), dan beberapa gerakan anggota
badan lain. Waktu untuk setiap elemen gerak ini ditentukan menurut beberapa
kondisi yang disebut dengan “kelas-kelas” Kelas-kelas ini dapat menyangkut
keadaan-keadaan perhentian, keadaan-keadaan obyek yang ditempuh atau dibawa,
sulit mudahnya menangani obyek atau kondisi-kondisi lainnya (Wignjosoebroto,
1992).
Basic Methods Time Measurement atau dikenal dengan nama Method Time
Measurement (MTM-1) adalah suatu sistem penetapan awal waktu baku yang
dikembangkan berdasarkan studi gam bar gerakan-gerakan kerja dari suatu
operasi kerja industri yang direkam dalam film. MTM-1 ini merupakan salah satu
solusi yang baik, karena metode ini mempunyai keunggulan pre-determinded
artinya metoda ini dapat mendeteksi waktu penyelesaian suatu pekerjaan dalam
suatu metoda yang diusulkan sebagai alternatif, sebelum metoda kerja tersebut
diterapkan atau dijalankan (Ainul, 2014).
Metoda ini berguna untuk siklus yang berulang-ulang dan cukup detail.
Pengidentifikasian elemen gerakan dasarnya, metoda ini mempertimbangkan 3
tipe pengontrol atau pengendalian kerja, antara lain sbagai berikut (Yudiantyo,
2003):
1. Pengendalian otot, besarnya tergantung kebutuhan.
2. Pengendalian penglihatan atau mata, terdiri dari fokus, perpindahan dan sudut
pandang.
3. Pengendalian mental, yang dimaksud disini ialah motivasi dari gerakan.
Adapun tingkat kesulitan yang berpengaruh terhadap pengontrolan dan
pengendalian gerakannya dibagi dalam 3 kategori. Berikut ini adalah
penjabarannya (Yudiantyo, 2003):
1. Tingkat pengendalian rendah (Low)
a. Pergerakannya otomatis.
b. Mudah mempelajarinya atau melakukannya.
c. Tidak memerlukan koordinasi antara mata dan tangan, dan hanya
memerlukan pengendalian tenaga yang sedikit atau minimum.
d. Sedikit otot yang bekerja.
e. Merupakan tipe yang efisien dari bagian pergerakan tubuh.
f. Sudah terampil, pergerakannya tanpa kesadaran atau konsentrasi yang
tinggi, karena sudah terprogram dalam otak.
g. Tanpa keragu-raguan.
2. Tingkat pengendalian sedang (Medium)
a. Memerlukan beberapa ketepatan dan ketelitian dalam pergerakan.
b. Koordinasi antara mata dan tangan cukup diperlukan, tapi tidak
banyak atau terlampau sulit.
c. Memerlukan beberapa koordinasi otot sampai akhir dari pergerakan
tersebut.
d. Cukup banyak gerakan-gerakan yang dibutuhkan kesadaran atau
konsentrasi yang khusus.
e. Memerlukan informasi dari penglihatan ke otak, dengan tujuan
menentukan gerakan-gerakan selanjutnya.
f. Pekerja bekerja tanpa training yang lama atau sulit.
3. Tingkat pengendalian tinggi (High)
a. Membutuhkan ketepatan yang tinggi dalam pergerakan.
b. Koordinasi mata dan tangan mutlak dan tanpa henti.
c. Otot bekerja secara lebih ekstra.
d. Butuh konsentrasi dan ketelitian yang tinggi.
e. Informasi dari alat-alat sensorik sangat dibutuhkan sekali untuk
memulai pergerakan.
f. Sebelum operator bekerja harus melalui training yang sungguh-
sungguh dan lama terlebih dahulu.
Terdapat 3 tahap dalam melakukan pengukuran waktu kerja dengan metoda
Basic Methods Time Measurement (MTM-1). Ketiga tahap tersebut antara lain
(Yudiantyo, 2003):
1. Pendahuluan.
2. Observasi.
3. Perhitungan dan Pengecekan.

4.3 Gerakan-Gerakan Dasar Pada Pengukuran Waktu Metode


Gerakan-gerakan dasar dalam Basic Methods Time Measurement (MTM-1)
terdapat 10 jenis elemen gerak dasar yang berlaku dan 1 jenis penggunaan tekanan
dalam pergerakan yaitu (Yudiantyo, 2003):
1. Reach (R)
Reach adalah gerakan dasar yang digunakan untuk memindahkan tangan atau
jari tangan ke suatu tempat tujuan atau lokasi yang baru. Dalam pergerakan
ini, tangan dalam keadaan kosong atau tidak membawa obyek apapun.
Gerakan reach dibagi menjadi 5 kasus, yaitu:
Kasus A menjangkau (dengan tingkat pengendalian rendah-low) suatu obyek
atau kumpulan obyek pada lokasi yang sudah pasti atau tetap dari
operator atau obyek yang berada di tangan lain.
Kasus B menjangkau (dengan tingkat pengendalian sedang-medium) suatu
obyek atau sekumpulan obyek atau menjangkau suatu obyek atau
kumpulan obyek yang tempatnya berada pada jarak “kira-kira” tapi
tertentu dan diketahui.
Kasus C menjangkau (dengan tingkat pengendalian tinggi-high) sebuah
obyek yang teracak diantara obyek-obyek lain atau menjangkau
sebuah obyek yang tercampur aduk dengan obyek lain dalam suatu
kumpulan dimana diperlukan pencarian dan pemilihan.
Kasus D menjangkau (dengan tingkat pengendalian tinggi-hight) sebuah
obyek yang sangat spesifik sehingga diperlukan teknik
pengambilan yang akurat. Obyek yang spesifik ialah obyek-obyek
yang kecil, tajam, panas atau dapat membahayakan operator.
Kasus E menjangkau (dengan tingkat pengendalian rendah-low) obyek di
lokasi yang tidak tentu.
Cara penulisan gerakan menjangkau ini dipetakan dalam simbol-simbol yang
berurut dan masing-masing simbol tersebut mengandung arti, yaitu:
--------------- simbol ---------------
1 2 3 4 5
m R f kasus m
Simbol pertama dan kelima menginformasikan adanya gerakan lain yang
tergabung dan tak terpisahkan dengan gerakan reach ini. Penulisannya harus
dengan memakai huruf „m‟ Bila dipakai huruf besar seperti „M‟, maka akan
menginformasikan elemen gerakan dasar yang lain yang disebut “hand in
motion” Simbol kedua ialah simbol yang menginformasikan gerakan reach.
Simbol ke-tiga diisi dengan jarak perpindahan tangan. Jarak yang dituliskan
di sini harus dalam satuan inch, karena tabel yang tersedia sudah dalam
satuan inch. Bila jarak pergerakan ini kurang dari ¾ inch, maka penulisannya
tidak perlu dengan angka, cukup dengan menuliskan huruf ”f” huruf kecil .
Simbol ke-empat menginformasikan kasus dalam gerakan reach ini dengan
huruf A,B,C,D atau E.
2. Move (M)
Move adalah elemen gerakan dasar yang dikerjakan bila maksud utamanya
adalah untuk membawa suatu obyek ke suatu sasaran. Ciri-ciri utama dari
pergerakan ini adalah pada saat pergerakan tangan, tangan dalam kondisi
membawa obyek. Oleh karena itu, berat dari obyek diperhitungkan dalam
gerakan ini, karena mempengaruhi pergerakan. Terdapat 3 macam kasus yang
membedakan gerakan-gerakan yang termasuk dalam gerakan move, antara
lain:
Kasus A mengangkut obyek (dengan tingkat pengendalian rendah-low atau
sedang-medium) ke tangan lain atau berhenti karena suatu penahan.
Kasus B mengangkut obyek ke suatu sasaran yang letaknya tidak pasti.
Kasus C mengangkut obyek (dengan tingkat pengendalian tinggi-hight) ke
suatu sasaran yang sudah pasti.
Cara penulisan gerakan move ini dipetakan dalam simbol-simbol yang berurut
dan masing-masing simbol tersebut mengandung arti, yaitu:
---------------------- simbol ---------------------
1 2 3 4 5 6
m R jarak/f kasus m berat
Simbol pertama dan keenam menginformasikan adanya gerakan lain yang
bergabung dan tak terpisahkan dengan gerakan move ini. Dituliskan jika dan
hanya jika gerakan tersebut bersatu dengan gerakan lain. Penulisannya harus
dengan memakai huruf „m‟ huruf kecil). Bila dipakai huruf besar seperti
“M”, maka akan menginformasikan elemen gerakan dasar yang lain Gerakan
seperti ini dikatakan “hand in motion” Simbol kedua ialah simbol yang
menginformasikan gerakan move. Simbol ketiga diisi dengan jarak. Jarak
yang dimaksud adalah jarak perpindahan tangan yang dituliskan dalam satuan
inch. Bila jarak pergerakan kurang dari ¾ inch, maka penulisannya tidak
perlu dengan angka, cukup dengan menuliskan huruf “f” huruf kecil
Simbol keempat menginformasikan kasus dalam gerakan move yang diisikan
dengan huruf A, B atau C. Simbol kelima menginformasikan berat obyek
yang berlaku dalam gerakan move. Berat diidentifikasikan dalam satuan lbs,
sesuai dengan tabel yang disediakan. Beban diperhitungkan bila melebihi 2
lbs.
3. Turn (T)
Turn ialah memutar atau gerakan memutar tangan sepanjang sumbu tangan
atau lengan bawah seperti gerakan pada saat memutar obeng. Gerakan turn
dibagi dalam 3 kategori yang didasarkan atas berat obyek yang diputar atau
beban putaran, yaitu:
a. Kecil atau small.
b. Sedang atau medium, lebih besar 57% dari small.
c. Besar atau large, lebih besar 200% dari small.
Gerakan turn juga dibagi berdasarkan kondisi tangan waktu
memutar, yaitu:
a. Reach-turn, jika pada saat putaran tangan dalam keadaan kosong.
b. Move-turn, jika pada saat putaran tangan terdapat obyek.
Tata cara pemberian simbol dalam gerakan turn adalah sebagai
berikut:
--------------------simbol-------------------------
1 2 3
T derajat putaran S/M/L
Simbol pertama dituliskan huruf T besar, yang menginformasikan gerakan
turn. Simbol kedua dituliskan derajat putaran. Simbol ketiga dituliskan S, M
atau L, disesuaikan dengan kategori beban putarannya.
4. Apply Pressure (AP)
Apply Pressure ialah pemakaian tekanan pada waktu pergerakan. Gerakan
yang termasuk dalam gerakan apply pressure. Gerakan yang termasuk dalam
gerakan ini adalah gerakan pada saat mengencangkan sekrup dengan obeng.
Pembagian apply pressure dibagi menjadi dua yaitu kasus A dan kasus B
yang masing-masing dinotasikan dengan APA dan APB.
5. Grasp (G)
Grasp ialah elemen gerakan dasar untuk menguasai benda baik dengan jari
atau dengan tangan atau dalam arti memegang. Pembagian gerakan grasp
dibagi dalam 11 kategori, yaitu:
G1 pick-up grasp, yang terdiri dari 3 kasus yaiu kasus A, B dan C
yaitu:
G12 dipakai untuk semua obyek yang secara mudah dipegang,
dikerjakan dengan cara menutup jari atau menghimpitkan kedua
jari.
G1B dipakai bila obyek yang dipegang sangat kecil atau obyek yang
sangat pipih yang terletak sejajar atau sebidang dengan permukaan
meja.
G1C gerakan ini dipakai untuk obyek pemegangan yang berbentuk
silindris dan dibagi menjadi 3 kategori diameter, yaitu:
G1C1 dipakai bila obyek yang akan dipegang berbentuk silindris yang
berdiameter lebih besar dari ½ inch.
G1C2 dipakai bila obyek yang akan dipegang berbentuk silindris yang
berdiameter antara ¼ inch sampai dengan ½ inch.
G1C3 dipakai bila obyek yang akan dipegang berbentuk silindris yang
berdiameter lebih kecil dari ¼ inch.
G2 dipakai bila terjadi pengubahan pemegangan tanpa melepaskan
pengendalian.
G3 dipakai bila obyek yang akan dipegang diambil dari tangan lain
dengan mudah.
G4 dipakai bila pemegangan dilakukan setelah pemilihan.
G5 menguasai obyek dengan cara disentuh. Gerakan ini biasanya
sudah termasuk dalam gerakan reach, sehingga besar TMU-nya
adalah nol.
6. Release (Rl)
Release ialah gerakan melepaskan penguasaan obyek oleh jari atau tangan.
Pembagian gerakan release dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
Rl 1 melepaskan penguasaan obyek dengan membuka jari untuk
melepaskan.
Rl 2 „menghindar‟, lawan dari G5
Biasanya bila gerakan grasp-nya masuk dalam kategori G1, G2, G3 atau G4,
maka gerakan release-nya adalah Rl 1, sedangkan bila gerakan grasp-nya
masuk dalam kategori G5, maka gerakan release-nya adalah Rl 2.
7. Position (P)
Position ialah gerakan dasar dari jari atau tangan yang dipergunakan untuk
meluruskan, mengorientasikan atau mengarahkan sebuah obyek dengan
obyek lainnya dengan tujuan memperoleh hubungan yang spesifik. Position
terjadi setelah obyek ditansportasikan atau dipindahkan.
Tata cara penulisan simbol pada gerakan position, adalah sebagai
berikut:
----------------------simbol-----------------------
1 2 3 4
P 1/2/3 S/SS/NS E/D
Simbol pertama merupakan simbol untuk gerakan position. Simbol kedua
menginformasikan kategori dari gerakan position, yaitu:
1 = tidak ada tekanan atau paksaan atau kesukaran
2 = sedikit tekanan
3 = kesukaran atau diperlukan tekanan yang besar
Simbol ketiga menginformasikan bentuk sifat atau bentuk dari benda yang
diarahkan, yaitu:
S = Simetri
SS = Semi Simetri
NS = Non-Simetri
Simetri ialah obyek yang diarahkan bisa dalam keadaan bebas dimasukkan
atau diarahkan. Semi simetri ialah obyek yang diarahkan atau dimasukkan
terbatas posisinya pada saat dimasukkan. Non-simetri ialah obyek yang
diarahkan atau dimasukkan hanya bisa dimasukkan dengan satu posisi saja.
Simbol keempat menginformasikan tingkat kemudahan dalam melakukan
gerakan position, yaitu E dalam arti mudah dalam pengendaliannya dan D
dalam arti sukar dalam pengendaliannya. Terdapat gerakan khusus dalam
gerakan position, yang dinamakan surface position. Gerakan yang termasuk
gerakan ini adalah gerakan position pada suatu permukaan, misalnya
mengarahkan ujung pensil ke sebuah skala atau titik, mengarahkan menggaris
ke sebuah titik, dan seterusnya. Untuk gerakan ini, hanya dibedakan menjadi
dua kategori, yang didasarkan pada toleransi pengarahannya, yaitu:
P1SE digunakan bila toleransinya lebih besar dari 1/16 inch sampai
dengan ¼ inch.
P2SE digunakan bila toleransinya lebih kecil atau sama dengan 1/16 inch.
8. Disengage (D)
Disengage merupakan gerakan dasar untuk memisahkan suatu obyek dari
obyek lain. Pembagian pada gerakan disengage ini dibagi dalam 3 kategori,
yaitu:
D1 Loose, sangat sedikit usahanya dan bercampur dengan gerakan
selanjutnya dan jarak pemisahannya sampai dengan 1 inch.
D2 Close, usahanya normal dan jarak pemisahannya antara 1 inch
sampai dengan 5 inch.
D3 Tight, usaha yang besar dan jarak pemisahannya lebih besar dari 5
inch dan lebih kecil dari 12 inch.
Tata cara penulisan simbol pada gerakan disengage ini ialah:
----------------Simbol---------------
1 2 3
D 1/2/3 E/D
Simbol pertama merupakan simbol untuk gerakan disengage. Simbol kedua
menginformasikan tingkat usaha dari gerakan disengage. Simbol ketiga
menginformasikan tingkat kesulitan dari gerakan disengage.
9. Eye Travel dan Eye Focus
Eye Travel dan Eye Focus merupakan gerakan yang berhubungan dengan
mata. Berikut dibawah ini penjelasan dari kedua gerakan tersebut.
a. Eye Travel (ET)
Eye Travel ialah gerakan mata yang dipergunakan untuk mengubah
pandangan dari suatu lokasi ke lokasi yang lain. Terdapat dua cara
pengukuran yang dapat dilakukan sehubungan dengan penentuan eye
travel ini, yaitu:
1) Membaca tabel berikut ini:
Tabel 2.1 TMU Berdasarkan Derajat Perpindahan Mata
Sudut
Perpindahan TMU
(derajat)
15 4.3
30 8.6
45 12.8
60 17.1
>=75 20
Cara lain dalam menentukan TMU dengan derajat perpindahan
selain yang terdapat dalam tabel diatas, dapat menggunakan rumus
yaitu:
Derajat perpindahan X 0,285 TMU

2) Berdasarkan jarak perpindahan (T) dan jarak tegak lurus antara mata
dan garis perpindahan (D). berikut ini adalah rumus dari ET dengan
T dan D
15,2 X T/D TMU

Perpindahan penglihatan dapat pula terjadi pada saat pembacaan


teks. Jika hal itu tejadi, maka rumus yang dipakai ialah: 5,05 X N.
Dimana N ialah jumlah kata, dengan syarat kecepatan baca konstan
sebesar 330 kata/menit.
b. Eye Focus
Eye Focus ialah konsentrasi mata atau penglihatan mata terhadap suatu
obyek dalam kurun waktu tertentu dengan maksud memperjelas
penglihatan terhadap obyek tersebut. Nilai TMU yang ditetapkan untuk
gerakan ini adalah sebesar 7,3 TMU.
10. Body, Leg & Foot Motion
Gerakan ini terdiri dari gerakan tubuh dan gerakan kaki. Pembagiannya
adalah sebagai berikut:
a. Horizontal Motion
Horizontal Motion ialah pergerakan tubuh secara horizontal. Gerakan ini
dikategorikan dalam tiga jenis pergerakan, yaitu:
1) Walk
Walk ialah pergerakan ke depan atau ke belakang dari tubuh yang
timbul dari langkah perpindahan. Tata cara penulisan simbol dari
gerakan walk ini adalah sebagai berikut:
-------------------------simbol----------------------
1 2 3 4
W jumlah langkah/jarak P/FT O
Simbol pertama menotasikan gerakan walk. Simbol kedua
menginformasikan jumlah langkah atau jarak perpindahan, bila
dalam satuan jarak, maka satuannya dalam feet. Simbol ketiga
menginformasikan satuan yang dipakai untuk simbol kedua. Bila
simbol kedua menginformasikan jumlah langkah maka simbol ketiga
dituliskan P (singkatan dari pace = langkah). Sedangkan bila simbol
kedua mnginformasikan jarak perpindahan maka simbol ketiga
disimbolkan FT (singkatan dari feet). Simbol keempat dituliskan „O‟
bila dalam melakukan gerakan walk ada rintangan atau halangan.
Berat dari beban yang dibawa selama melakukan gerakan walk
diperhitungkan pula. Gerakan tersebut akan mempengaruhi jarak per
langkah.
2) Side Step
Side Step ialah gerakan atau perpindahan tubuh ke samping dengan
satu atau dua langkah ke samping tanpa perputaran badan. Gerakan
side step ini dinotasikan dengan SS. Terdapat dua kasus pada
gerakan ini yaitu SSCI untuk satu langkah ke samping. Jika
perpindahan lebih kecil dari 12 inch, maka gerakan side-step ini
tidak dipakai dan bila perpindahannya sebesar 12 inch, ditetapkan
sebesar 17 TMU, sedangkan jika lebih besar dari pada 12 inch, maka
penambahan 0,6 TMU tiap inch. Kasus kedua yaitu SSC2 untuk dua
langkah ke samping. Jika perpindahan sebesar 12 inch, ditetapkan
sebesar 34,1 TMU, sedangkan jika perpindahan lebih besar daripada
12 inch maka penambahan 1,1 TMU tiap inch.
3) Turn Body
Turn Body ialah memutar badan yang dikerjakan dengan satu atau
dua langkah. Gerakan turn body ini dinotasikan dengan TB.
Pembagian gerakan turn body ini dibagi dalam dua kasus, yaitu:
TBC1 dipakai bila perputaran dengan satu langkah.
TBC2 dipakai bila perputaran dilakukan dengan dua langkah.
Syarat perputaran antara 450 sampai dengan 900. Bila lebih kecil dari
450 dikategorikan sebagai “foot work” Sedangkan bila lebih besar
dari pada 900, nilai TMU dikalikan dua.
b. Leg & Foot Motion
Gerakan leg & foot motion ini dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Foot Motion
Foot Motion ialah menekan atau mengangkat telapak kaki melalui
tumit, contohnya ketika kita ambil pada saat kaki menginjak pedal
gas mobil. Syarat dari pada foot motion ini adalah pergerakan tidak
lebih dari 4 inch. Jika lebih besar dari 4 inch, maka gerakan foot
motion ini tidak dipakai.
2) Foot motion with heavy pressure (FMP)
Identik dengan foot motion, perbedaannya ialah bahwa untuk
gerakan ini dikategorikan dengan adanya kesukaran atau beban
tekanan kaki.
3) Leg motion (LM)
Leg motion ialah menggerakkan kaki, baik melalui lutut bila keadaan
duduk, maupun pinggang bila keadaan berdiri. Pergerakkan lebih
kecil atau sama dengan 6 inch, maka ditetapkan sebesar 7,1 TMU,
sedangkan bila lebih besar dari 6 inch, maka penambahan 1,2 TMU
tiap inch.
c. Vertical Motion
Vertical motion ialah pergerakkan ke atas atau ke bawah yang dilakukan
oleh tubuh. Pada gerakan vertical motion ini dibagi dalam 10 kategori,
yaitu:
1) Sit (SIT)
Sit ialah gerakan badan untuk duduk, dari keadaan berdiri.
2) Stand (STD)
Stand ialah gerakan badan untuk berdiri, dari keadaan duduk.
3) Bend (B)
Bend ialah membungkuk di tempat dari posisi berdiri, sehingga
tangan dapat menjangau suatu objek dengan syarat lutut tetap lurus.
4) Stoop (S)
Stoop ialah membungkuk di tempat dari posisi berdiri, sehingga
tangan sampai ke lanta atau dengan kata lain membungkuk sambil
berlutut, lututnya bertelut.
5) Kneel on One Knee (KOK)
Kneel on One Knee ialah gerakan merendahan badan dari keadaan
berdiri dengan memindahkan satu kaki ke depan atau ke belakang
dan menurunkan satu lutut ke lantai.
6) Arise from Bend (AB)
Arise from Bend ialah berdiri tegak kembali dari posisi bungkuk
(Bend).
7) Arise from Stoop (AS)
Arise from Stoop ialah berdiri tegak kembali dari posisi bungkuk
(stoop).
8) Arise from Kneel on One Knee (AKOK)
Arise from Kneel on One Knee ialah berdiri tegak dari posisi “Kneel
on One Knee KOK ”
9) Kneel on Both Knees (KBK)
Kneel on Both Knees ialah merendahkan tubuh dari posisi berdiri
dengan memindahkan satu kaki ke depan atau ke belakang, dan
merendahkan atau menurunkan satu lutut ke lantai, serta
menempatkan lutut kedua berdekatan dengan lutut pertama.
10) Arise from Kneel on Both Knees (AKBK)
Arise from Kneel on Both Knees ialah berdiri tegak kembali setelah
melakukan “Arise from Kneel on Both Knees KBK ”
11. Crank (C)
Crank ialah gerakan memutar dari jari tangan, tangan, pergelangan tangan
dan lengan, dimana perputaran tersebut bersumbu pada siku atau bahu.
Berbeda dengan turn, gerakan crank terdapat diameter dari putaran. Tata cara
penulisan simbol dari gerakan crank ini adalah sebagai berikut:
--------------------------Simbol--------------------------
1 2 3 4
Jumlah putaran C Diameter Putaran ENW
Simbol pertama menginformasikan jumlah putaran. Minimal jumlah putaran
adalah ½ putaran, bila kurang dari ½ putaran, maka gerakan tersebut tidak
dikategorikan gerakan crank, tetapi gerakan move. Simbol kedua merupakan
notasi dari gerakan crank. Simbol ketiga menginformasikan diameter putaran.
Simbol keempat menginformasikan beban putaran dan dituliskan bila lebih
besar dari 2 ½ lbs. ENW singkatan dari Effective Net Weight dan dalam hal
ini dipakai satuan lbs. Pembagian gerakan crank ini dibagi menjadi dua
bagian berdasarkan sifat perputarannya (continous = terus menerus dan
intermittent = terputus-putus) dan tiap bagian ini dibagi lagi menjadi dua
berdasarkan beban putarannya, yaitu:
a. Untuk perputaran yang terus menerus
1) Beban putaran dikategorikan kecil, tidak berarti. Berikut merupakan
rumusnya:
(N x T) +5,2

2) Beban perputaran dikatergorikan ada, berarti. Berikut merupakan


rumusnya:
[(N x T) + 5,2] F + C

b. Untuk perputaran yang tidak terus menerus.


1) Beban putaran dikategorikan kecil, tidak berarti. Berikut merupakan
rumusnya:
(T + 5,2) N

2) Beban putaran dikategorikan ada, berarti. Berikut merupakan


rumusnya:
[(T + 5,2) F + C] N

Dimana: N = Jumlah putaran


T = TMU satu putaran
F = Faktor kelonggaran berat komponen dinamis yang
dapat dilihat dari tabel move.
C = Faktor kelonggaran berat komponen statis yang dapat
dilihat dari tabel move.
Berikut ini adalah perincian tentang konversi nilai yang biasa terdapat dalam
Methods Time Measurement. Penjelasan waktu yang dipergunakan dalam
Methods Time Measurement (Ainul, 2014):
1 TMU = 0,00001 jam
1 TMU = 0,036 detik
1 lbs = 0,45 kg
1 inch = 2,54 cm
1 feet = 0,3048 m

Anda mungkin juga menyukai