Lapsus Hemoroid
Lapsus Hemoroid
PENDAHULUAN
Sulit untuk memperoleh angka insidensi dari penyakit ini. Tapi pengalaman
klinik menyokong dugaan bahwa sangat banyak orang, baik laki-laki maupun
bahwa baik pria maupun wanita mempunyai peluang yang sama untuk terkena
hemoroid dalam berbagai derajat. Namun demikian, tidak berarti penyakit ini
hanya diderita oleh orang tua saja. Hemoroid dapat mengenai segala usia,
A. IDENTITAS PASIEN:
Nama :Tn. H
No. MR : 21 33 78
Tanggal lahir : 10-10-1977/ 42 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 11 Mei 2019
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Bugis
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Keluar benjolan dari dalam anus
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke UGD RS Batara Siang dengan keluhan keluar benjolan dari
dalam anus yang hanya dapat dimasukkan kembali dengan dorongan tangan
pasien. Pasien juga mengeluh ketika BAB terasa nyeri dan panas disekitar anus,
kadang keluar darah merah segar menetes di akhir BAB, dan tidak berlendir.
Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu.
Pasien merasakan adanya keluar benjolan dari dalam anus sekitar 1 tahun
tahun yang lalu. Mula – mula keluar benjolan kecil dan semakin lama semakin
bertambah besar dari dalam dubur dan masih bisa keluar masuk dengan
sendirinya. Sejak kurang lebih 2 bulan ini, setiap buang air besar disertai dengan
rasa nyeri dan darah segar menetes di akhir BAB, dan sejak sekitar 1 minggu
yang lalu darah yang keluar semakin sering yang disertai dengan keluarnya
benjolan dari anusnya yang tidak dapat masuk dengan sendirinya.
Pasien belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter. Pasien juga tidak
meminum obat apapun sebelumnya untuk mengatasi rasa nyeri akibat benjolan
yang keluar. Pasien seringkali dalam seminggu buang air besarnya tidak teratur
dan bila buang air besar harus berlama-lama jongkok di kakus dan harus
mengejan karena BAB nya keras. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan
ukuran feses.
Pasien juga tidak mengeluh perutnya kembung atau mules, tidak merasa mual
atau muntah, tidak mengeluh nafsu makan turun, berat badan turun ataupun
badan terasa lemas. Pasien tidak begitu suka dengan sayuran dan tiap kali
makan jarang dengan sayur.
Riwayat pribadi :
- Riwayat merokok (+) sejak ± 20 tahun yang lalu
- Riwayat minum alkohol disangkal
- Riwayat konstipasi (+)
- Riwayat batuk lama (-)
C. STATUS PRESENT
a. Keadaan Umum
Ekspresi : biasa
Muka : simetris kiri= kanan
Deformitas : (-)
Rambut : hitam lurus,beruban
b. Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : (-)
Gerakan : kesegala arah
Kelopak mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikteus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor
c. Telinga
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
e. Mulut
Inspeksi :
Bentuk : normochest, simetris kiri= kanan
Sela iga : dalam batas normal
Penggunaan otot bantu napas : (-)
h. Paru
Palpasi :
Fremitus raba : kiri = kanan
Nyeri tekan : (-)
Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru hepar : dalam batas normal
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh (-/-), Wh(-/-)
i. Jantung
Edema : (-)
Peteki : (-)
l. Status Lokalis
Regio Anorectal
Inspeksi : Tampak benjolan diameter ± 1,5 cm dan 0,5 cm, warna sesuai warna
kulit sekitar, hematom perianal (-), abses (-), darah (-).
Palpasi : Konsistensi teraba kenyal pada arah jam 8 dan jam 9, batas tegas, nyeri
tekan (-), benjolan dapat dimasukkan dengan jari.
Rectal Toucher : Tonus sphingter ani mencekik, mukosa rectum licin, terdapat
massa pada arah jam 8 dan jam 9, konsistensi kenyal, dengan diameter kurang
lebih 2 cm dan 1 cm, ada nyeri tekan dan pada handschoon didapatkan darah (+),
lendir (-), feses (+).
D. Hasil Laboratorium
1. 09 Januari 2018
Tes Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Lengkap
Hematokrit 43,5 % 40 – 54
MCH 22,4 pg 26 – 34
Monosit 15 % 2 – 10
Enzim Hati
SGOT 26 U/L 5 - 38
SGPT 7 U/L 5 – 41
Fungsi Ginjal
UREA 21 mg/dL 15 – 40
CREATININE 1,3 mg/dL 0,5 – 1,2
GDS 137 mg/dL 70 -140
CT 7.00 Menit < 15 Menit
BT 2.15 Menit 1-7 menit
E. Pemeriksaan Penunjang
-
G. Diagnosis Kerja:
Hemoroid Interna grade III
G. Tatalaksana Awal
◦ Rencana Terapi
Hemoroidektomi
H. Follow Up
09 Januari 2018
Subjective Objective Assesment Planning
keluar benjolan dari T : 110/80 mmHg Hemoroid IVFD RL 28 tpm
N : 84x/menit ireguler Interna
dalam anus yang hanya Dulcolax suppositoria II
P : 20x/menit grade III
dapat dimasukkan S : 36,20C Fleet phospho-enema diminum
Status lokalis :
kembali dengan dorongan jam 8 malam
Inspeksi : Tampak benjolan
tangan pasien. Nyeri Injeksi Cefoperazone 2 gr/ pre-
diameter ± 1,5 cm dan 0,5 cm,
ketika BAB (+), panas op/IV
warna sesuai warna kulit
disekitar anus (+), darah Lapor OK, rencana op 10-01-
sekitar, hematom perianal (-),
menetes di akhir BAB (+) 2018
abses (-), darah (-).
merah segar, lendir (-). Konsul anestesi
Palpasi : Konsistensi teraba
Keluhan ini dirasakan
kenyal pada arah jam 8 dan
sejak kurang lebih 2
jam 9, batas tegas, nyeri tekan
bulan yang lalu.
(-), benjolan dapat dimasukkan
dengan jari.
Rectal Toucher : Tonus
sphingter ani mencekik,
mukosa rectum licin, terdapat
massa pada arah jam 8 dan jam
9, konsistensi kenyal, dengan
diameter kurang lebih 2 cm
dan 1 cm, ada nyeri tekan dan
pada handschoon didapatkan
darah (+), lendir (-), feses (+).
Lab :
HGB : 14,1 g/dl
PLT : 338 x 103/ul
WBC : 5,71 x 103/ul
HCT : 43,5
Kesan : dalam batas normal
10 Januari 2016
Subjective Objective Assesment Planning
Nyeri pada luka bekas operasi (+), T : 130/90 Post Op IVFD RL 28 tpm
pusing (+), mual (+), muntah (-), mmHg Hemoroid
Immobilisasi sampai
BAK per kateter, BAB belum. N : 88 x/menit interna grade III
reguler hari 0 besok pagi
P : 20 x/menit
Diet lunak
S : 36,30C
VAS : 4 Inj. Cefoperazone 1 gr/ 12
Urin ± 70 cc/
jam/ IV
jam
Status Lokalis Inj. Ketorolac 30 mg/8
regio anorectal :
Inspeksi : Ukuran jam/IV
luka ± 2-3 cm, Inj. Tramadol 100 mg/ 8
jahitan (+)
hiperemis (-), jam/drips
jaringan nekrotik
(-), granulasi (-), Inj. Ranitidin 50 mg/ 8
tepi luka kering, jam/IV
darah (-), pus (-)
Palpasi : nyeri
tekan (+), hangat
(-)
11 Januari 2016
Subjective Objective Assesment Planning
Nyeri pada luka bekas operasi (+), T : 130/80 Post Op IVFD RL 28 tpm
pusing (-), mual (-), muntah (-), mmHg Hemoroid
Mobilisasi duduk
BAK perkateter, BAB belum. N : 80 x/menit interna grade III
reguler hari I Diet lunak
P : 20 x/menit
Aff tampon
S : 36,60C
VAS : 5-6 Kompres dengan
Urin ± 90 cc/jam
prontosan
Status Lokalis
regio anorectal : Inj. Cefoperazone 1 gr/ 12
Inspeksi : Ukuran
luka ± 2-3 cm, jam/ IV
jahitan (+) Inj. Ketorolac 30 mg/8
hiperemis (-),
jaringan nekrotik jam/IV
(-), granulasi (-),
tepi luka kering, Inj. Tramadol 100 mg/ 8
darah (-), pus (-) jam/drips
Palpasi : nyeri
tekan (+), hangat Inj. Ranitidin 50 mg/ 8
(-)
jam/IV
12 Januari 2018
Subjective Objective Assesment Planning
Nyeri pada luka bekas operasi (+) T : 120/80 Post Op IVFD RL 28 tpm
berkurang, pusing (-), mual (-), mmHg Hemoroid
Mobilisasi jalan
muntah (-), BAK lancar, BAB N : 76 x/menit interna grade III
reguler hari II Diet lunak
biasa.
P : 18 x/menit
Aff kateter
S : 36,40C Kompres luka post op
VAS : 3-4
dengan prontosan
Status Lokalis
regio anorectal : Inj. Cefoperazone 1 gr/ 12
Inspeksi : Ukuran
luka ± 2-3 cm, jam/ IV
jahitan (+) Inj. Ketorolac 30 mg/8
hiperemis (-),
jaringan nekrotik jam/IV
(-), granulasi (-),
tepi luka kering, Inj. Tramadol 100 mg/ 8
darah (-), pus (-) jam/drips
Palpasi : nyeri
tekan (+) Inj. Ranitidin 50 mg/ 8
berkurang, hangat
(-) jam/IV
13 Januari 2018
Subjective Objective Assesment Planning
Nyeri pada luka bekas operasi (+) T : 120/70 Post Op Aff IVFD
berkurang, pusing (-), mual (-), mmHg Hemoroid
Diet lunak
muntah (-), BAK lancar, BAB N : 80 x/menit interna grade III
reguler hari III Kompres luka post op
biasa.
P : 18 x/menit
dengan prontosan sebelum
S : 36,60C
VAS : 2-3 pasien pulang
Status Lokalis
regio anorectal : Cefixime tab 200 mg 2x1
Inspeksi : Ukuran Asam Mefenamat tab 500
luka ± 2-3 cm,
jahitan (+) mg 3x1
hiperemis (-),
jaringan nekrotik
Ranitidin tab 150 mg 2x1
(-), granulasi (-), 30 menit sebelum makan
tepi luka kering,
darah (-), pus (-) Boleh pulang
Palpasi : nyeri
tekan (+)
berkurang, hangat
(-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
darah, rhoos = aliran), sesuai dengan gejala yang paling menonjol pada
kebanyakan kasus. Tapi istilah ini tidak dapat secara tepat digunakan untuk
semua kasus, karena terdapat juga hemoroid yang tidak pernah memberikan
gejala perdarahan. Istilah piles berasal dari kata latin pile, yang berarti bola,
setinggi vertebra sacral III. Dari tempat ini rectum terus kebawah, 4mengikuti
levator ani, dan kemudian berlanjut sebagai canalis anal. Garis batas atau
pertemuan antara rectum dengan kanalis anal dinamakan linea dentata. Linea
dentata selain merupakan garis yang menunjukan akhir dari rectum, juga
merupakan suatu garis tempat terjadinya perubahan dari tipe sel yang melapisi
mukosa sedangkan kanalis anal dilapisi oleh kulit yang mengalami modifikasi.
Anus adalah lubang yang merupakan lubang keluar dari kanalis anal.
anal triangle, yang terletak antara perineal body di depan dan os cocygeus di
belakang.
merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika arteri tersebut melewati
sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari 2 pleksus yaitu
di bawah anorectal junction dan di luar lapisan otot. Persarafan rectum terdiri
atas sistim simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus
mesenterikus inferior dan dari system parasacral yang terbentuk dari ganglion
(nervi erigentes) berasal dari saraf sacral kedua, ketiga, dan keempat.
Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal ialah untuk mengeluarkan
massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal
tersebut dengan cara yang terkontrol. Rectum dan kanalis anal tidak begitu
cairan. Selain itu, sel-sel Goblet mukosa mengeluarkan mucus yang berfungsi
Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian
diakibatkan adanya otot sfincter yang tidak begitu kuat yang terdapat pada
rektum. Akan tetapi, bila suatu gerakan usus mendorong feses ke arah rektum,
secara normal hasrat untuk defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh reflek
kontraksi dari rektum dan relaksasi dari otot sfincter. Feses tidak keluar secara
terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik
D. KLASIFIKASI
dentata, pada bagian yang dilapisi oleh epitel sel kolumner. Secara klinis
Hemoroid hanya berupa benjolan kecil di dalam kanalis anal pada saat
merah segar pada rectum pasca defekasi,tanpa disertai rasa nyeri dan
besar, yang tidak hanya menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga turun
mengejan, tapi secara spontan masuk kembali kedalam kanalis anal bila
proses defekasi telah selesai. Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan
(reposisi spontan)
Hemorrhoid Grade II
dapat masuk sendiri jadi harus didorong dengan jari (reposisi manual)
lama dengan bagian yang tertutup kulit cukup luas, sehingga tidak
Hemorrhoid Grade IV
tidak
disebut sebagai hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat
nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag itu berupa satu atau
lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit
pembuluh darah.
E . FAKTOR RESIKO
Faktor risiko hemoroid banyak sekali, sehingga sukar bagi kita untuk
menentukkan penyebab yang tepat bagi tiap kasus. Faktor risiko hemoroid
yaitu :
2. Anatomik : Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
3. Pekerjaan : Orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
4. Umur : Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan
5. Endokrin : Misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas
F. ETIOLOGI
faktor yang mungkin berperan adalah keturunan/ herediter (dalam hal ini
G. MANIFESTASI KLINIS
1.Perdarahan pada waktu defekasi merupakan gejala utama. Ciri khas adanya
darah segar pada kertas toilet, feses, atau air dalam toilet. Darah dapat
2.Prolapsus suatu massa pada waktu defekasi merupakan gejala utama yamg
kedua. Massa ini mula-mula dapat kembali lagi secara spontan sesudah
defekasi, tetapi kemudian harus dimasukkan secara manual dan akhirnya tak
yang prolapsus.
4.Iritasi dari kulit perianal yang disebabkan lembab dan basahnya daerah itu
oleh discharge hampir selalu menyertai hemoroid derajat III yang besar.
5.Gejala-gejala anemi sekunder penting untuk diingat sebagai akibat dari
perdarahan hemoroid interna. Gejala-gejala itu dapat berupa sesak nafas bila
H. DIAGNOSIS
1.Inspeksi
regio anal yang dapat dideteksi dengan inspeksi saja. Pada hemoroid derajat II
tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian
jelas di 3 posisi utama, terutama sekali pada posisi anterior kanan. Hemoroid
derajat III dan IV yang besar akan segera dapat dikenali dengan adanya massa
yang menonjol dari lobang anus yang bagian luarnya ditutupi kulit dan bagian
2.Palpasi
pelebaran vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi
dengan palpasi. Hanya setelah hemoroid berlangsung beberapa lama dan telah
yang lunak ketika jari tangan meraba sekitar rektum bagian bawah.
kelok dan seringkali semua tampak bersatu, sehingga ada istilah hemoroid
sirkuler. Ketiga tempat tersebut disebut “primary piles/ sites of Morgan” dan
3.Anoskopi
keluar.
4.Proktosigmoidoskopi
I. KOMPLIKASI
sfingter ani. Keadaan trombosis dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan
colitis ulserosa.
K.TERAPI
1.Non Operatif
a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar. Kebanyakan pasien
makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar,
b.Skleroterapi.
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan
ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskopi, mukosa diatas
hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam tabung
ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara
iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas sendiri.
Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal hemoroid tersebut. Pada satu kali
Penyulit utama dari ligasi ini ialah timbulnya nyeri karena terkenanya garis
jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan oleh
infeksi. Perdarahan dapat terjadi pada waktu hemoroid mengalami nekrosis ,
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan
pada penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh
dengan cara terapi lainya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV
yang mengalami trombisis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan
hemoroidektomi.
operasi kelihatan rapi.Tetapi dengan metoda ini bahaya striktur lebih besar,
tidak dibuang (eksisi dan ligasi). Dengan demikian bahaya striktur dapat
dihindari.
3. Metoda Morgan-Milligan.
Dengan metoda ini semua “primary piles” diangkat, sehingga tidak timbul
residif.
4.Teknik Ferguson
Berkembang di Amerika Serikat oleh Dr. Ferguson pada tahun 1952. Ini
Serikat
5. Bedah beku
rendah sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara luas oleh
Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ani
tetapi bila sudah mencapai derajat III dan IV hemoroid tidak akan sembuh
dengan terapi non-operatif. Hal ini dikarenakan hemoroid yang telah mati
tetap bisa keluar akibat adanya terombus di situ. Akibatnya hemoroid tidak
dilakukan operasi. Harus diusahakan agar menjadi derajat III terlebih dahulu
dengan cara: Setiap 2 hari sekali penderita duduk berendam dalam larutan
hipertonik sehingga edema akan hilang dan semua kotoran terserap keluar.
hingga dapat dimasukkan/didorong kembali (ini derajat III). Bila telah berada
dan edema pada luka bekas sayatan, yang akhirnya menimbulkan fibrosis. Ini
http://www.hemorrhoid.net/hemorrhoids. php
Aesculapius, Jakarta.
Jakarta
10. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC,
Jakarta.
11. Susan Galandiuk, MD, Louisville, KY, A Systematic Review of
http://archsurg.ama.org/egi/content/extract