Anda di halaman 1dari 151

PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE

DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK


YANG BERBADAN HUKUM PERSEORAN TERBATAS

TESIS

Oleh

RUDI DOGAR HARAHAP


067005078/HK

SEKOLAH PASCA SARJANA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE
DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK
YANG BERBADAN HUKUM PERSEORAN TERBATAS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora


Dalam Program Studi Ilmu pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara

Oleh

RUDI DOGAR HARAHAP


067005078/HK

SEKOLAH PASCA SARJANA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Judul Tesis : PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE
DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI
BANK YANG BERBADAN HUKUM PERSEROAN
TERBATAS
Nama Mahasiswa : Rudi Dogar Harahap
Nomor Pokok : 0607005078
Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)


Ketua

(Prof. Dr. Nungrum N. Sirait, SH, MLL) (Dr.Unarmi, SH, M.Hum)


Anggota Anggota

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. T.Chairun Nisa B., MSc)

Lulus Tanggal : 04 Agustus 2008

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada
Tanggal 04 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH


Anggota : 2. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI
3. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
4. Dr.T. Keizerina Devi A, SH, CN, M. Hum
5. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
ABSTRAK
Peranan perbankan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian.
Namun jika dilihat kecenderungan Bank yang sengat kekat dalam menyalurkan kredit
pada akhir-akhir ini sangat tidak kondusif untuk mendorong perekonomian
Indonesia. Salah satu penyebab keadaan ini adalah terjadinya ketakutan di kalangan
Bankir khususnya Bankir Bank-bank milik Pemerintah didalam menjalankan
tugasnya. Padahal bisnis bank sangat rentan terhada resiko. Untuk mengatasi hal ini
di perlukan suatu payung hukum yang dapat memberikan kelegaan kepada para
Bankir terutama yang menduduki posisi Direksi. Undang-Undang Nomor 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu jalan keluar yang telah
memberikan perlindungan hukum kepada para Direksi Perseroan Terbatas karena
telah mengakomodasi prinsip business judgement rule. Ada tiga masalah yang
dianalisis menyangkut penerapan business judgement rule yaitu : Bagaimana
pengelolaan Bank dikaitkan dengan manajemen resiko dan bagaimana batasan
penerapan business judgement rule dalam pengelolaan Perseroan Terbatas oleh
Direksi serta bagaimana penerapan prinsip-prinsip business judgement rule dalam
pertanggung jawaban Direktur Bank.
Untuk menjawab permasalahan teresbut dilakukan penelitian dengan
pendekatan yuridis normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan
mensistematiskan hasil penelitian terhadap ketentuan-ketentuan serta best practice
yang berlaku di industri perbankan, kemudian menginterpretasikannya ke dalam
prinsip business judgement rule. Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis
normatif maka pengumpulan data akan dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya
ilmiah, putusan pengadilan, dan bahan lainnya yang berkaitan dengan objek
penelitian.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : pertama;
Bank memiliki 8 (delapan) resiko yang harus dikelola oleh Direksi agar Bank tidak
menderita kerugian yang dapat mengerus modal. Kedua, prinsip business judgement
rule hanya dapat digunakan sebagai pembelaan Direksi bile melanggar standar
fudiciary duty, judgement rule diterapkan di industri perbankan dengan mengacu
pada peraturan yang terkait dengan bank, best practice yang berlaku di industri
perbankan serta prinsip kehati-hatian. Agar pelaksanaan prinsip ini berjalan sesuai
dengan maksudnya maka disarankan: pertama, agar setiap masalah yang menyangkut
produk perbankan jika akan diperiksa oleh aparat hukum harus mendapat izin
terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagai otoritas di industri perbankan di
Indonesia. Kedua, Bank Indonesia hendaknya melakukan sosialisasi kepada pihak-
pihak terkait seperti bankir, pengusaha, jaksa, polisi dan hakim tentang resiko bisnis
bank dan kaitannya dengan prinsip-prinsip business judgement rule yang ada pada
Undang-undang Perseroan Terbatas agar terjadi pemahaman yang proporsional
terhadap bisnis Bank.

Kata kunci : Business judgement rule, pertanggung jawaban, Direksi, Bank,


Perseroan Terbatas.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
ABSTRACT

Role of banking is seriously needed to improved the economy. But the


tendency of the banks to distribute credit has made them inappropriate to enhance to
the economy of Indonesia. One of the causal factors which intiate this condition is
that the bankers especially those belong to the state – owned banks have fear in
doing their duties even though the bank business itself is very risky. To overcome this
phenomenon, a legal protection that can give the feeling of security to the bankers
especially those in the position of Director is neede. Law No.40/2007 on Limited
Liability Company that has accomodated the prinsiple of business judgement rule is
one of the solution that provide the Directors of Limited Liability Company with
legal protection. There are three problems concerning the application of business
judgement rule to analyze such as how banks are managed in its relation to the risk
management and to what extent a Director has applied the business judgement rule in
managing a Limited Liability Company and how the principles of bui are applied
under the responsibility of a Bank Director.
This normative juridicial study was conducted to answer the problems
mentioned above by collecting the data needed including legislation, regulations of
Bank Indonesia, scientific papers/articles, court decisions, and other legal materials
related to the object of study through a library research. The result of study was
collected, analyzed and systemized to the stipulation and best practice existing in the
banking industry and then interpreted into the principle of business judgement rule.
Based on the result of this study, it is concluded that : first, bank has 8 (eight)
risks to be managed by a Director in order that the bank does not suffer from the loss
which can swallow the working capital; second, the principle of business judgement
rule can only be used as a protection if the Director does not break the standard of
fiduciary duty, the doctrine of ultra vires and the principle of good corporate
governance; third, the principle of business judgement rule is applied in baking
industry referring to the bank related to precaution. In order that this principle is
applied accordingly, it is suggested that : first, legal apparatuses must first get a
warrant from Bank Indonesia in its capacity as the authority in the Indoensian
banking industry before checking any problem dealing with banking product; and
second, Bank Indonesia should socialize the risk of banking business and its relation
to the principles of business judgement rule stated in Law No. 40/2007 on Limited
Liability Company to the related parties such as bankers, enterprenuers, prosecutors,
police officers, and judges in order to establish a proportional understanding about
banking business.

Key word : Business judgement rule, Responsibility, Director, Bank Limited Liability
Company.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini

dapat diselesaikan.

Kami menyadari bahwa tesis ini bisa diselesaikan karena banyaknya bantuan

dari berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan material maupun moril. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K),

atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan program magister;

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Ir.T.Chairun

Nisa B., M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara, Prof.Bismar Nasution, SH, MH, atas segala pelayanan, pengarahan dan

dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di

Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara;

4. Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara,

Dr.Sunarmi, SH,M.Hum, juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
5. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami

ucapkan kepada Prof. Dr.Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI selaku Pembimbing

dan Penguji.

6. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami

ucapkan kepada Dr.Mahmul Siregar, SH.,MLI selaku Anggota Komisi Penguji

7. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami

ucapkan kepada Dr.T.Keizerina Devi Azwar,SH.,M.Hum selaku Anggota Komisi

Penguji

8. Keluarga yang tercinta, Lili Syahriani (istri), anak-anakku Dian Perdana Putra

Harahap, Winda Anggraini Harahap dan Khairul Rizal Harahap atas

pengertiannya dan dukungannya selama saya menyelesaikan studi dan menulis

tesis ini.

9. Saudari T. Lutfiza Meutia yang banyak membantu melakukan pengeditan dan

pengetikan tesis ini

10. Semua pihak yang telah membantu saya selama menyelesaikan studi yang tidak

dapat saya sebutkan satu persatu.

Medan, Juli 2008


Penulis,

Rudi Dogar Harahap


067005078/HK

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP

I. DATA DIRI

Nama : RUDI DOGAR HARAHAP

Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 22 Desember 1962

Alamat : Jl. Rajawali No.52, Medan

Agama : Islam

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 65 Medan, Tahun 1969-1974

2. SMP Tunas Kartika Persit KCK PD/BB Medan, Tahun 1975-1977

3. SMA Negeri 2 Medan, Tahun 1978-1981 (perpanjangan waktu 6 bulan)

4. S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Tahun 1981-1987

5. S-2 Master Business of Adminsitrasi, Institut Pengembangan Manajemen

Indonesia, Jakarta, Tahun 1990 – 1991

6. S-2 Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, Tahun 2007-sekarang.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
III. PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Asset & Liabilities Management, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia,

Jakarta, Tahun 1998.

2. Toefl Course (Kursus Bahasa Inggris), USU dan Bank Sumut, Medan, Tahun

1998.

3. Project Appraisal for Small and Medium Industries Project, Lembaga

Pengembangan Perbankan Indonesia, Medan, Tahun 1991

4. Budgeting and Planing Course, Lembaga Pengembangan Perbankan Medan,

Tahun 1995

5. Pelatihan Dale Carnegie, Bank Sumut, Medan, Tahun 1995

6. Bank Branch Manager Course, Institut Bankir Indonesia, Medan, Tahun 1995

7. Foreign Exchange (VALAS) Training, Bank EXIM, Medan, Tahun 1996

8. Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Angkatan XXXII, Institut Bankir Indonesia,

Jakarta, Tahun 2002

9. Seven Havit Highly Efektif People Training, Dunamis, Jakarta, Tahun 2004

10. Sertifikasi Manajemen Risiko (Eksekutif), Badan Sertifikasi Manajemen Risiko,

Singapore, Tahun 2007

11. Sertifikasi Manajemen Risiko Level III (Reguler), Badan Sertifikasi Manajemen

Risiko, Jakarta, Tahun 2007

12. Berbagai Seminar Lainnya

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
IV. KELUARGA

Istri : Lili Syahriani

Anak : 1. Dian Perdana Putra Harahap

2. Winda Anggraini Harahap

3. Khairul Rizal Harahap

V. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Pegawai Bank Sumut, Tahun 1988

2. Kepala Biro Perencanaan Bank Sumut, Tahun 1999

3. Direktur Umum Bank Sumut, Tahun 2000-Juni 2008

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .............................................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................................................v
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................xii
DAFTAR ISTILAH ..............................................................................................................xiii

BAB I : PENDAHULUAN ..............................................................................................1


A. .............................................................................................................. L
atar Belakang ...................................................................................................1
B. .............................................................................................................. P
ermasalahan .....................................................................................................5
C. .............................................................................................................. T
ujuan Penelitian ...............................................................................................6
D. .............................................................................................................. M
anfaat Penelitian ..............................................................................................6
E................................................................................................................ K
easlian Penelitian .............................................................................................7
F................................................................................................................ K
onsep dan Kerangka Teori ..............................................................................8
1........................................................................................................... H
ukum dan Kegiatan Ekonomi ....................................................................8
2........................................................................................................... P
erseroan Terbatas sebagai Badan Hukum .................................................10
3........................................................................................................... D
oktrin-doktrin yang terkait dengan Direksi Perseroan Terbatas ...............13

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
a. .................................................................................................... F
iduciary Duty .......................................................................................13
b. .................................................................................................... D
octrine of Ultra Vires ..........................................................................19
c. .................................................................................................... D
erivative Action ...................................................................................20
d. .................................................................................................... B
usiness Judgement Rule ......................................................................26
4........................................................................................................... B
ank sebagai Highly Regulated Industry ....................................................28
a. .................................................................................................... K
ewajiban Penerapan Manajemen Risiko .............................................31
b. .................................................................................................... K
ewajiban Penerapan Good Corporate
Governance (GCG) .............................................................................34
c. .................................................................................................... F
it and Proper Test ................................................................................37
d. .................................................................................................... P
eranan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) ..........................40
G. .............................................................................................................. M
etode Penelitian ...............................................................................................44
BAB II : PENGELOLAAN BANK DIKAITKAN DENGAN MANAJEMEN
RISIKO .................................................................................................................46
A. ................................................................................................................ K
arakteristik bisnis Bank .........................................................................................46
B. ................................................................................................................ K
ewajiban mengelola risiko .....................................................................................48
C. ................................................................................................................ J
enis risiko Bank dan pengelolaannya ....................................................................50

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
1........................................................................................................... R
isiko Kredit ................................................................................................50
2........................................................................................................... R
isiko Pasar .................................................................................................53
3........................................................................................................... R
isiko Likuiditas ..........................................................................................54
4........................................................................................................... R
isiko Operasional .......................................................................................55
5........................................................................................................... R
isiko Hukum ..............................................................................................57
6........................................................................................................... R
isiko Reputasi ............................................................................................57
7........................................................................................................... R
isiko Strategik ...........................................................................................58
8........................................................................................................... R
isiko Kepatuhan .........................................................................................58
BAB III: PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM
PENGELOLAAN PERSEROAN TERBATAS OLEH DIREKSI ..................59
A. ................................................................................................................. O
rgan Perseroan Terbatas ............................................................................59
1........................................................................................................... R
apat Umum Pemegang Saham (RUPS) .....................................................60
2........................................................................................................... D
ewan Komisaris .........................................................................................61
3........................................................................................................... D
ireksi .........................................................................................................64
a. .................................................................................................... T
ugas Direksi .........................................................................................64
b. .................................................................................................... T
anggungjawab Pribadi .........................................................................69

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
B. ................................................................................................................. P
rinsip fiduciary dalam UUPT ...................................................................71

C. ................................................................................................................. D
octrin Ultra Vires dalam UUPT ...............................................................77
1........................................................................................................... P
ublic Document Rule .................................................................................79
2........................................................................................................... I
ndoor Management Rule ...........................................................................80
D. ................................................................................................................. D
eivative Action dalam UUPT ....................................................................82
E. ................................................................................................................. P
rinsip Business Judgement Rule dalam UUPT .........................................86

BAB IV : PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM


PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BANK PERSEROAN
TERBATAS ......................................................................................................91

A. Kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaian Direksi ............................91


1. ....................................................................................................... P
engertian kesalahan dan kelalaian .........................................................91
2. ....................................................................................................... U
kuran (Bench mark) dari kelalaian dan Kesalahan ................................92
B. Direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-
hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan ......................................................................................................98
1. ....................................................................................................... M
elakukan pengurusan dengan itikad baik ...............................................98

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
a................................................................................................... T
ransparansi .......................................................................................99
b................................................................................................... A
kuntanbilitas .....................................................................................99
c................................................................................................... R
esponsibilitas ....................................................................................99
d................................................................................................... I
ndependensi ......................................................................................100
e................................................................................................... F
airness ...............................................................................................100
2. ....................................................................................................... M
elakukan pengurusan dengan kehati-hatian ...........................................100
3. ....................................................................................................... M
elakukan pengurusan sesuai kepentingan, maksud dan tujuan
perusahaan...............................................................................................108
4. ....................................................................................................... D
ireksi tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengaki-
batkan kerugian ......................................................................................114
5. ....................................................................................................... D
ireksi telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian .............................................................................115

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................121
A. Kesimpulan ..................................................................................................121
B. Saran .............................................................................................................121

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................127

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL

Halaman
judul
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia .......................................52

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISTILAH

Adverse movement : Pergerakan harga di pasar uang yang tidak


menguntungkan Bank
Auditor : Pemeriksa
Balanced scorecard : Suatu sistem manajemen, pengukuran dan
pengendalian yang secara cepat, tepat dan
komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada
manajer tentang performance bisnis.
Bank for International : Standard bank yang ditentukan internasional agar
Settlement dapat diterima bertransaksi dengan Bank-bank di luar
negeri.
Batas Maksimum : Ketentuan Bank Indonesia tentang pembatasan
Pemberian Kredit (BMPK) maksimum penyaluran kredit kepada pihak-pihak
tertentu dalam jumlah presentase tertentu dari modal
Bank.
Chief Risk Operation : Manager di bawah CEO yang bertanggung jawab
mengenai risk manajemen
Counter party : Pihak yang menerima penyaluran dana
Country risk : Persepsi pihak internasional tentang risiko bisnis
pada suatu negara tertentu
Early warning system : Sistem yang bisa memberikan peringatan awal atas
sesuatu peristiwa yang harus mendapat perhatian
manajemen
Eksposur risiko : Tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami jika
suatu peristiwa terjadi
Enterprise risk : Kernagka kerja yang komprehensif dan manajemen
integratif untuk mengelola risiko kredit, risiko pasar,
risiko operasional dan transfer risiko dalam upaya
memaksimalkan nilai perusahaan.
Equity financing : Pembiayaan untuk pembelian saham
Fraud : Penipuan dan/ atau tindakan kecurangan
Highly regulated Industry : Industri yang diatur secara ketat
Inherent risk : Risiko yang melekat pada industri, aktivitas atau
Produk
Investment grade : Rating surat berharga yang diperbolehkan untuk
dibeli oleh perusahaan/bank
Komite Manajemen Risiko : Komite yang dibentuk terdiri dari sekurang-
kurangnya mayoritas Direksi dan Pejabat eksekutif
terkait yang tugasnya memberikan rekomendasi
kepada Direktur Utama tentang manajemen risiko
Letter of Credit : Fasilitas kredit berdokumen
Minority shareholders : Pemegang saham minoritas

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Non performing loan : Kredit bermasalah
Past performance : Kinerja masalah
People risk : Risiko yang disebabkan faktor manusia
Potential risk : Risiko yang dapat menimpa perusahaan
Rentabilitas : Kemampuan menghasilkan laba
Risk Averse : Sikap tidak berani mengambil risiko
Risk Control System : Sistem yang dibangun untuk mengendalikan risiko
Risk Taker : Sikap yang berani mengambil risiko
Risk taking unit : Unit operasional dalam perusahaan yang
menjalankan transaksi berisiko
Sensitivity to Market Risk : Tingkat sensitivitas suatu produk terhadap
pergerakan harga di pasar uang / modal
Stake holder : Semua pihak yang terlibat atau berkepentingan
kepada perusahaan
Stress testing : Pengujian yang dilakukan dengan skenario terburuk
untuk melihat kemampuan perusahaan jika kondisi
terburuk itu benar-benar terjadi
Treasury : Pengaturan cash flow dan pengelolaan risikonya
Votality : Ukuran statistik mengenai perubahan harga pasar
yang terjadi pada jangka waktu tertentu

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997, sampai saat ini

masih menyisakan dampak kepada kondisi ekonomi Indonesia. Banyaknya

perusahaan yang tutup telah mengakibatkan tingginya angka pengangguran.

Sementara kondisi keuangan pemerintah yang minim juga tidak memungkinkan

sebagai stimulator pertumbuhan ekonomi. Reformasi yang bergulir menuntut

perubahan di segala bidang dengan cepat. Salah satu yang menjadi soratan utama

untuk segera dilakukan perubahan adalah bidang hukum. Banyak masyarakat yang

berpendapat bahwa salah satu penyebab ambruknya ekonomi Indonesia disebabkan

oleh karena buruknya sistem dan penegakan hukum di Indonesia.

Todung Mulya Lubis, seorang pakar dan praktisi hukum berpendapat bahwa

hukum harus direformasi agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Hukum

bisa memainkan peran instrumental dalam membawa reformasi ke dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara termasuk dalam kehidupan bisnis. Produk hukum baru yang

diperlukan bukan hanya Undang-undang Anti Monopoli, Undang-undang Pengusaha

Kecil, Undang-undang Perlindungan Konsumen dan yang lainnya, tetapi mutlaknya

pranata-pranata hukum yang penting, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

profesi hukum lain (konsultan hukum, advokat dan notaris). Pemberdayaan haruslah

diartikan sebagai penghapusan segala bentuk kolusi, red tape, mafia peradilan dan

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
sebagainya. Salah satu faktor country risk Indonesia menjadi tinggi adalah karena

tidak adanya kepastian hukum. Dunia usaha apalagi penanam modal asing merasa

tidak nyaman berbisnis karena sewaktu-waktu haknya bisa digugat. 1

Tidak mengherankan jika Pemerintah menaruh perhatian yang serius di

bidang hukum. Akibat bergulir cepatnya tuntutan ini, pemerintah mau tidak mau

harus merespons tuntutan tersebut dengan melakukan penindakan kepada

penyelenggara negara yang dianggap korup, pengusaha yang terlibat pelanggaran

hukum, penindakan terhadap pelaku illegal logging dan sebagainya. Tindakan yang

reaktif tersebut ternyata belum cukup untuk menyelesaikan persoalan hukum di

Indonesia apalagi dikaitkan dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi

terutama untuk proses recovery ekonomi yang terpuruk akibat krisis moneter.

Sebaliknya yang terjadi adalah banyak penyelanggara negara, profesional, Bankir

terutama Bankir Bank milik pemerintah dan pengusaha yang merasa ragu-ragu

bahkan trauma bertindak untuk menanamkan modal karena merasa tidak adanya

kepastian hukum terhadap mereka.

Tindakan hukum yang salah dengan menerapkan hukum pidana pada transaksi

perbankan akan menimbulkan ketakutan bagi pelaku ekonomi untuk bertransaksi

dengan Bank milik pemerintah yang selanjutnya akan menimbulkan kerugian bagi

pemerintah. Hal ini akan menjadi ancaman semacam penyakit Bankir’s phobia.

Kalangan perbankan BUMN akan takut memberikan kredit korporasi. Pengusaha juga

_
1
_ HYPERLINK "http://www.seasite.niu.edu/indonesia/reformasi/opini-analisa/default.htm"
__http://www.seasite.niu.edu/indonesia/reformasi/opini-analisa/default.htm_,kompas, online, Mencari
Keseimbangan Baru, Selasa 16 Juni 1998, dikunjungi pada tanggal 5 Februari 2008.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
akan menjadi jera untuk mengambil kredit di Bank BUMN. 2 Padahal peranan Bank

BUMN dan BUMD milik Pemerintah masih dominan. 3

Kondisi ini malah kontraproduktif karena tidak sesuai dengan maksud dari

informasi itu sendiri, dimana reformasi dibidang hukum domestik maupun asing.

Seperti diketahui bahwa investasi merupakan unsur dalam pendapatan Nasional yang

merupakan tolak ukur kesejahteraan suatu bangsa. Hasil bersih dari berbagai sektor

ekonomi disebut Produk Domestik Bruto 4 . Selanjutnya, dapat dijelaskan bahwa

“Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga pasar harus sama dengan

Penggunaan Produk Doemstik Bruto atas dasar harga pasar. Agregat ini sama dengan

jumlah konsumsi rumah tangga, ditambah pembentukan modal (investasi),

pengeluaran pemerintah, ekspor dikurangi impor barang dan jasa”, 5 atau secara

matematis dapat dituliskan ; Y = C + I + G + (X-M). Produk Domestik Bruto inilah

yang dipakai sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Salah satu sektor yang sangat berperan di dalam mendorong pertumbuhan

ekonomi adalah sektor perbankan karena perannya sebagai lembaga intermediasi

yang menyalurkan kredit kepada dunia usaha. Setelah krisis moneter yang terjadi

pada tahun 1997 yang diikuti dengan krisis perbankan, dunia perbankan sangat

berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini dapat dilihat dari tingkat Loan to

Deposit Ratio (LDR), yaitu perbandingan antara dana yang dihimpun dengan kredit
_
2
Habiburokhman, Direktur LBH BUMN, http:/BUMNbersatunews.shoutpost.com, Kasus
Kiani Politisasi BUMN, 23 Mei 2007, dikunjungi tanggal 5 Februari 2008
3
Statistik Perbankan Indonesia, November 2007, Vol.5, No. 12, Bank Indonesia, 36, terdapat
data yang menggambarkan share asset Bank BUMN dan BUMD terhadap total asset perbankan
nasional adalah 44,95%, BUSN 40,95% dan Bank Campuran 14, 26%.
4
M. Suparmoko, Pengantar Ekonomi Makro, edisi 4, (Yogyakarta : BPFE, 1998). hal.11
5
Ibid, hal.13

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
yang disalurkan oleh Bak yang jauh lebih kecil dari ketentuan sehat menurut Bank

Indonesia yaitu 75%. 6 Hal ini semakin diperparah dengan kondisi pasca reformasi.

Banyak bankir terjerat hukum yang diakibatkan oleh kredit bermasalah. Padahal Bank

memiliki karakteristik yang unik dalam peranannya sebagai lembaga intermediasi

sekaligus sebagai pembangunan perekonomian masyarakat. Sifat unik itu terutama

terlihat pada struktur permodalannya dengan tingkat leverage yang jauh lebih tinggi

dibanding dengan leverage yang terbentuk dalam perusahaan bidang industri.

Leverage yang tinggi dalam perbankan itu justru terbentuk turut memanfaatkan dana-

dana masyarakat yang mempercayakannya pada Bank. Hal ini menyebabkan Bank

berada pada posisi yang sangat strategis, sekaligus rawan risiko. 7

Namun prioritas pembangunan ekonomi tentu saja tidak boleh pula

mengabaikan hukum karena akan menyebabkan kekacauan yang akan mengakibatkan

semakin besarnya unsur ketidakpastian dan akan mengakibatkan investor enggan

menanamkan modalnya atau Bank juga akan enggan menyalurkan kredit. Oleh karena

itu dibutuhkan suatu produk hukum yang mampu menampung dua kepentingan

tersebut. Salah satu produk hukum di dbidang ekonomi yang telah dihasilkan adalah

Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat

UUPT). Salah satu aspek yang diatur dalam undang undang ini adalah telah

diakomodirnya prinsip business judgement rule dsalam pelaksanaan tugas Direksi

Perseroan Terbatas. Dengan keluarnya undang-undang ini tentunya diharapkan ada


_
6
Peraturan Bank Indonesia No.6/PBI/2004 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum, Matriks Kriteria Penetapan Komponen Likuiditas No. 3 , tanggal 12 April 2004
7
H. Masyud Ali, Manajemen Risiko, Strategi Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan
Globalisasi Bisnis, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 426

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
perlindungan hukum kepada Direksi yang menjalankan tugasnya yang bersifat

fudiciary (fiduciary duty) telah terakomodir. Tetapi di sisi lain, para Direksi itu juga

masih tetap dibebani tanggung jawab pribadi bila melanggar prinsip-prinsip yang

terkandung dalam standar fiduciary duty.

UUPT telah diatur bahwa anggota Direksi tidak dapat dituntut

pertanggungjawabannya secara pribadi jika memenuhi persyaratan sebagaimana yang

disebutkan dalam Pasal 97 ayat (5). Tetapi apa yang dicantumkan dalam Pasal 97

ayat (5) tersebut baru bersifat azas sehingga masih perlu diterjemahkan lebih konkrit

sehingga dapat diaplikasikan dengan benar dan adil. Berdasarkan hal tersebut, ingin

diteliti bagaimana menerjemahkan konsep business judgement rule dalam dunia

usaha khususnya dalam pertanggungjawaban Direktur Bank.

B. Permasalahan

UUPT pada Pasal 97 ayat (5) telah mengakomodir prinsip-prinsip business

judgement tetapi masih memerlukan analisis dan penjabaran agar bisa diaplikasikan

dengan tepat khususnya di perbankan. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat

dirumuskan masalah berikut ini :

a. Bagaimana pengelolaan Bank di kaitkan dengan

manajemen risiko ?

b. Bagaimana batasan penerapan business judgement rule

dalam pengelolaan Perseroan Terbatas oleh Direksi ?

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
c. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip business

judgement rule dalam pertanggungjawaban Direktur Bank Direktur Terbatas ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini akan mengungkapkan berbagai aspek industri berbankan yang

berbeda dari industri lainnya khususnya dari sisi risiko bisnis. Dengan tingginya

risiko bisnis sektor perbankan ini tentunya membuat posisi Direksi Bank rawan

terhadap masalah hukum yang bisa bersumber dari pemilik maupun nasabah debitur

ataupun deposan. Oleh karena itu penerapan business judgement rule semakin

penting untuk diterapkan di perbankan.

Secara umum tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengumpulkan

data, mengkualifikasi data, menganalisis data untuk memberikan arah bagaimana

mengimplementasikan prinsip business judgement rule dalam pelaksanaan tugas

Direksi Bank yang berbadan hukum Perseroan Terbatas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai

berikut :

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan teori-

teori yang dapat dipakai didalam pendekatan terhadap penerapan prinsip business

judgement rule pada Bank Perseroan Terbatas. Dengan demikian penelitian ini akan

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
memberikan sumbangan yang berarti kepada pengembangan ilmu hukum khususnya

hukm ekonomi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini akan mensikronkan teori, keonsep serta kelaziman-kelaziman

yang berlaku didalam dunia perbankan dengan azas dan peraturan/ketentuan hukum

khususnya m engenai penerapan prinsip business judgement rule. Hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengimplementasikan prinsip

business judgement rul. Dengan adanya suatu kesamaan pandangan terhadap konsep

business judgement rule maka akan memudahkan semua pihak, yaitu penegak

hukum, praktisi perbankan, masyarakat dan stakeholder Bank untuk melakukan

kegiatan yang berkaitan dengan Bank sesuai dengan hasil penelitian ini.

E. Keaslian Penelitian

Undang undang nomor 40 tahun 2007 diberlakukan sejak tangal 16 Agustus

2007 atau dengan perkataan lain undang undang tersebut relatif baru walaupun pada

sistem common law prinsip business judgement rule sudah diterapkan lama.

Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian sejenis juga dilakukan oleh 2 (dua) orang

mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Suamtera Utara yaitu ;

1. Kusmono dengan judul tanggung jawab Direksi Persero

pada pengelolaan penyertaan modal Negara dalam hal terjadi kerugian pada tahun

2008.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
2. Marganti Panggabean, dengan judul analisis

pertanggung jawaban Direksi menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas pada tahun 2008.

Namun penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda objek penelitiannya.

Penelitian ini spesifik dilakukan pada industri perbankan sehingga pendekatan yang

dipakai untuk menganalisis permasalahan penelitian menggunakan aturan Bank

Indonesia, teori-teori, dan kelaziman-kelaziman yang berlaku dalam dunia

perbankan.

F. Konsep dan kerangka teori

1. Hukum dan kegiatan ekonomi

Hukum adalah karya manusia berupa norma-norma yang berisikan petunjuk-

petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang

bagaimana masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu

pertama-tama, hukum itu mengandung ide-ide yang dipilih masyarakat tempat hukum

itu diciptakan. Ide- ide ini adalah ide mengenai keadilan. 8

Ternyata keadilan saja tidak cukup, masyarakat membutuhkan peran hukum

lebih luas dari hanya sekedar penegakan keadilan, tetapi masyarakat juga

menginginkan hukum dapat menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama

lain serta kepentingannya juga terlayani. Oleh karenanya, Satjipto dengan mengutip

_
8
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Cipta Aditya Bakti, 2000), hal. 18

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
pendapat Radbruch yang mengemukakan bahwa hukum harus memiliki tiga nilai

dasar yaitu ; kepastian hukum (rechtsicerheit), kemanfaatan (zuberckmassigheit) dan

keadilan (gezechtigheit). 9

Selain tiga nilai dasar tersebut, dalam penelitian ini, konsep hukum yang akan

digunakan adalah hukum yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi.menurut J.D.

Ny,. Hart, hukum yang dapat mendorong pertumbuhan harus memiliki unsur-unsur

berikut :

a. Hukum harus dapat membuat prediksi (predictibility),


yaitu apakah hukum itu dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi
pelak dalam memprediksi kegiatan apa yang dilakukan untuk proyeksi
pengembangan ekonomi.
b. Hukum itu mempunyai kemampuan prosedural
(procedural capability) dalam menyelesaikan sengketa. Misalnya dalam
mengatur peradilan tribunal (court or administrative tribunal), penyelesaian
sengekta di luar pengadilan (alternatif dispute resolution) dan penunjukan
arbitrer konsiliasi (consiliation) dan lembaga-lembaga yang berfungsi salam
dalam pembangunan negara.
c. Pembuatan , pengkodifikasian hukum
d. Hukum setelah mempunyai keabsahan hukum
(codification of laws) oleh pembuat hukum bertujuan untuk pembangunan
negara.
e. Hukum itu dapat berperan menciptakan keseimbangan
(balance), karena hal ini dibuat pendidikannya (education) dan selanjutnya
disosialisasikan.
f. Hukum itu berperan dalam menentukan definisi dan
status yang jelas (definition and clarity of status). Dalam hal ini hukum tersebut
harus memberikan definisi dan status yang jelas mengenai segala sesuatu dari
orang.
g. Hukum itu harus dapat mengakomodasi (accomodation)
keseimbangan, definisi dan status yang jelas bagi kepentingan individu-individu
atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
h. Tidak kalah pentingnya dan harus ada dalam pendekatan
hukum sebagai dasar pembangunan adalah unsur stabilitas (stability) sebagaimana
diuraikan dimuka. 10

_
9
Ibid, hal. 19

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Unsur-unsur tersebut diatas harus merupakan paradigma yang melandasi penerapan

business judgement rule yang terkandung dalam UUPT.

_
10
Bismar Nasution, Pengaruh Globalisasi Ekonomi pada Hukum Indonesia, Bahan Kuliah
Pada Pasca Sarjana Hukum Ekonomi USU, hal. 9.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
2. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum

Harus dipahami bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya akan disebut

perseroan adalah Badan hukum yang didirikan untuk tujuan mendapatkan laba, di

samping juga memiliki visi dan misi tertentu. Untuk mencapai laba, mewujudkan visi

dan menjalankan misinya, perseroan melakukan berbagai kegiatan.

Malvin Aron Eisenberg mendefinisikan perseroan sebagai berikut :

“The business corporation is an instrument through which capital is assembled for the
activities of producing and distributing goods and services and making investments.
Accordingly, a basic premise of corporation is that a business corporation should have
as its objective the conduct of such activities with a view to enhancing the
corporation’s profit and the gains of the corporation’s owners, that is, the
shareholders” 11

Definisi di atas menjelaskan bahwa perseroan yang bergerak dalam bisnis

terdapat beberapa ciri yaitu, merupakan suatu instrument, ada modal, melakukan

aktivitas produksi dan distribusi barang dan jasa serta bertujuan memperoleh laba.

Definisi tersebut lebih menonjolkan sifat persero sebagai unit bisnis, yang tentunya

secara inherent melekat risiko.

Selain sifat bisnis yang telah diungkapkan tersebut, perseroan ditinjau dari sisi

kedudukan hukumnya adalah badan hukum (Legal Person, Legal Entity), dianggap

sebagai subjek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan

hubungan hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. Perseroan Terbatas (PT)

adalah badan hukum yang memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability) yang

mempunyai lima ciri khusus atau karakteristik sebagai berikut : sebagai personalitas
_
11
Melvin Aron Eisenberg, sebagaimana yang dikutip oleh Robert A. G. Monks and Nell Minow
dalam buku Corporate Governance (Victoria : Blackwell publishing, 2004), hal. 8

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
hukum (legal personality), memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability),

sahamnya dapat dialihkan (transerable shares); ada pendelegasian manajemen oleh

struktur Direksi: dan kepemilikan oleh investor 12

Sedangkan berdasarkan definisi yang diberikan oleh UUPT. pada Pasal 1 angka

(1), Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 13 Sebagai badan hukum PT.

memiliki status, kedudukan dan kewenangan yang dapat dipersamakan dengan manusia

sehingga disebut sebagai artificial legal person. Oleh karenanya PT merupakan subjek

hukum yang menyandang hak dan./atau kewajiban yang diakui oleh hukum. Tetapi

perseroan hanyalah artificial legal person, maka ia tidak memiliki kehendak dan tidak

dapat bertindak sendiri. Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang memiliki

kehendak untuk perseroan sesuai tujuan pendiriannya. Orang-orang yang menjalankan,

mengurus dan mengawasi perseroan inilah yang disebut dengan Organ. Sebagaimana

layaknya manusia, perseroan juga memiliki organ, hanya saja organ perseroan Cuma ada

tiga, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. 14

UUPT mendefinisikan Direksi sebagai organ Perseroan yang berwenang dan

bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan Perseroan,

_
12
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis,
Volume 26, No. 3. 2007, hal. 5
13
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
tanggal 16 Agustus 2007
14
Ridwan Khairandy, Op. Cit, hal. 6

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam

maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 15 Definisi tersebut

juga menjelaskan bahwa :

a. Perseroan bergantung kepada Direksi sebagai organ yang

dipercayakan untuk melakukan pengurusan perseroan;

b. Perseroan merupakan sebab keberadaan Direksi atau

dengan perkataan lain tanpa perseroan, tidak ada Direksi. 16

Sedangkan untuk menjalankan tugasnya, Direksi harus diperlengkapi dengan

wewenang yang cukup, di samping tentu saja tanggung jawab atas pelaksanaan

wewenang tersebut. Pelimpahan wewenang yang cukup besar juga mencerminkan

bahwa Direksi merupakan organ kepercayaan perseroan yang mewakili perseroan untuk

mengambil segala macam tindakan hukum dalam rangka mencapai tujuan dan

kepentingan perseroan. Gunawan Wijaya menjelaskan, berkaitan dengan prinsip

kepercayaan tersebut, ada dua fungsi utama Direksi, yaitu :

a. Direksi adalah trustee bagi perseroan (duty of loyaltu and

goodfaith)

b. Direksi adalah agen bagi perseroan dalam mencapai tujuan

dan kepentingannya (duty of care and skill).

_
15
Pasal 1 angka (5) UUPT
16
Gunawan Wijaya, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada, 2002), hal. 24

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Tugas dan tanggung jawab Direksi tersebut di atasmerupakan tugas dan

tanggung jawab Direksi sebagai suatu organ yang bersifat kolegial. Direksi tidak secara

sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Ini berarti setiap tindakan yang

diambil atau dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota Direksi akan mengingat

anggota Direksi lainnya. Namun tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya

pembagian tugas di antara anggota Direksi perseroan demi pengurusan perseroan yang

efesien. 17

3. Doktrin-doktrin yang terkait dengan Direksi Perseroan

Terbatas

a. Fiduciary Duty

Duty of loyalty and good faith bersama-sama dengan duty of care and skill,

dalam sistem common law dikenal dengan nama fiduciary duty. 18 Menurut

Charles.O’Kelley,Jr, dari sisi perseroan, fiduciary duty memiliki dua fungsi sebagai

berikut :

“In the corporate setting, fiduciary has two quite different functions. First, it instructs
directors to be absolutely fiar and candid in pursuing personal interests. Thus, the duty
of loyalty makes it wrongful for a directors to unfairly compete with her corporation or
to unfairly divert corporate resources or opportunities to her personal use. Second,
fiduciary duty describes the bounds of acceptable conduct for directors in carrying out
their individual and collective duty to manage the corporation. In both of these
functions, fiduciary duty raises a core issue how to optimally reduce the possibility that
the directors will favour personal interest over the corporation’s interests.” 19

_
17
Ibid., hal.25.Ketentuan mengenai Tanggung Jawab Kolegial Dapat dilihat dalam Penjelasan
Pasal 98 ayat (2) UUPT No.40.Tahun 2007
18
Gunawan Wijaya, Op.Cit., Hal. 24
19
Charles O’Kelley,Jr., Robert B.Thompson, Corporation and Other business Associations,
(Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1992), hal. 235.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Issue utama dari fiduciary duty adalah bagaimana meminimalisasi kemungkinan

seorang Direktor menggunakan wewenangnya untuk kepentingan dan keuntungan

pribadinya, tetapi sebaliknya direktur seharusnya menggunakannya seoptimal mungkin

untuk kepentingan dan keuntungan perseroan. Selanjutnya di dalam tataran suatu

penerapannya, fiduciary duty pengertiannya diperluas tidak saja mengenai tindakan

mementingkan diri sendiri, tetapi juga mencakup adanya kemungkinan sikap yang

ceroboh atau tidak berhati-hati. Atau dengan perkataan lain, “Fiduciary duty memeliki

unsur loyalitas (loyalty component) dan unsur kepedulian (care component)” 20 .

Walaupun masih menjadi perdebatan mengenai ruang lingkup cakupan fiduciary duty,

tetapi seorang Direktur dituntut untuk menjalankan tugasnya dengan :

a. niat baik (in good faith)

b. kepedulian seorang yang bertindak hati-hati

c. cara yang diyakininya adalah yang terbaik untuk

perseroan. 21

Philip Lipton dan Abraham Herzberg, membagi duty of loyalty and good faith

ke dalam duty :

a. To act bona fide in the interest of the company

b. To exercise power for their proper purpose

c. To retain their discrenatory powers

d. To avoid of conflicts of interest


_
20
Ibid.
21
Ibid, hal. 236 . Dikutip dari Revised Model Business Corporation Act (RMBCA) yang
Dikembangkan Oleh American Bar Association On Business Law, Committee on Corporate Laws.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Sedangkan duty of care and skill dirumuskan sebagai duty to care and

diligence. 22

1. Duty to act bona fide in the interest of the company

Duty to act bona fide in the interest of the company ini adalah tuntutan agar

Direksi mengelola perseroan untuk kepentingan dan keuntungan perseroan. Tolak ukur

kepentingan perseroan tentunya harus didasarkan kepada maksud dan tujuan pendirian

perseroan atau visi dan misi perseroan. 23

2. Duty to exercise power for proper purposes

Dalam melaksanakan kepengurusan, Direktur diperlengkapi dengan wewenang

yang harus digunakan dengan wajar. Untuk itu diperlukan adanya tatanan yang

mengatur tentang bagaimana mengeksekusi wewenang tersebut. Tatanan itu dikenal

dengan nama Good Corporate Governance (GCG) yang akan dibaha pada bagian

tersendiri.

3. Duty to retain discretion

Direksi dapat melaksanakan wewenang dan berimprovisasi seluas-luasnya untuk

melaksanakan tugasnya sepanjan masih dalam koridor dan anggaran dasar perseroan. 24

Jadi tidak selayaknya jika Direksi kemudian melakukan pembatasan dini atau membuat

suatu perjanjian yang akan mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk tujuan

_
22
Philip Lipton and Abraham Herzberg, Understanding Company Law, (Brisbance: The Law
Book Company Ltd, 1992), hal. 297
23
Pasal 92 Ayat (1) UUPT menyebutkan Direksi menjalankan Pengurusan Perseroan untuk
Kepentingan Perseroan dan Sesuai Dengan Maksud
24
Ibid, Pasal 92 ayat (2) Menyebutkan Direksi Berwenang Menjalankan Pengurusan
Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Seuai Dengan Kebijakan Yang Dipandang Tepat, Dalam Batas
Yang Ditentukan Dalam Undang-Undang Ini dan / Atau Anggaran Dasar.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
dan kepentingan perseroan. 25 Namun penggunaan diskresi ataupun wewenang harus

memperhatikan doktrin ultra vires yang menyebutkan bahwa anggota Direksi dilarang

melakukan kegiatan yang berda diluar kewenangannya. 26

4. Duty to conflict of interest

Dalam konsep fiduciary duty ini, Direksi memiliki kewajiba untuk menghindari

diadakan, dibuat, atau ditandatanganinya perjanjian atau dilakukannya perbuatan yang

akan menempatkan Direksi tersebut dalam suatu keadaan yang tidak memungkinkan

dirinya untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan. Kwajiban

ini bertujuan untuk mencegah Direksi secara tidak layak memperoleh keuntungan dari

perseroan, yang mengangkat dirinya menjadi Direksi. Lebih jauh lagi kewajiban ini

sebenarnya melarang dengan mencegah Direksi untuk menempatkan dirinya pada suatu

keadaan yang memungkinkan Direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri.

Pada saat yang bersamaan mereka harus bertindak mewakil untuk dan atas nama

perseroan. 27

5) Duties of Care and Duties of Diligence

Jika dalam duty of loyalty, Direksi perseroan bertindak sebagaimana layaknya

seorang trust, yang dipercayakan untuk mengelola harta kekayaan perseroan, maka

dalam duty of care and skill atau diligence, Direksi sebagai organ kepercayaan

perseroan diharapkan dapat menjalankan perseroan hingga memberikan keuntungan

_
25
Gunawan wijaya, Op.Cit., hal 31
26
Sutan Remy Sjahdeni,”Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris” Dalam Jurnal Hukum
Bisnis, Volume 14, Juli 2001, hal. 102.
27
Lipton and Herzberg, Op. Cit., hal. 315. Lihat Juga Undang Undang PT Pasal (99)

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
bagi perseroan. Direksi diberikan fleksibilitas dalam bertindak untuk melaksanakan

fungsi kegiatan manajemen dengan mengambil risiko dan peluang di masa depan. 28

Di negara-negar ayang menganut common law system acuan yang dipakai

adalah standar of care atau standar kehati-hatian. Apabila Direksi telah bersikap dan

bertindak melanggar standar of care, maka Direksi tersebut dianggap telah melanggar

duty of care. Sebagai contoh dari standard kehati-hatian itu, antara lain, sebagai berikut:

a) Anggota Direksi tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan

atas beban biaya perseroan, apabila tidak memberikan sama sekali atau sangat kecil

manfaat kepada perseroan bila dibandingkan dengan manfaat pribadi yang diperoleh

oleh anggota Direksi yang bersangkutan. Namun demikian, hal itu dapat

dikecualikan apabila dapat dilakukan atas beban biaya representasi jabatan dari

anggota Direksi yang bersangkutan berdasarkan RUPS.

b) Anggota Direksi tidak boleh menjadi pesaing bagi

perseroan yang dipimpinnya, misalnya dengan mengambil sendiri kesempatan bisnis

yang seyogianya disalurkan kepada dan dilakukan oleh perseroan yang dipimpinnya

tetapi kesempatan bisnis itu disalurkan kepada perseroan lain yang didalamnya

terdapat kepentingan pribadi anggota Direksi itu.

c) Anggota Direksi harus menolak untuk mengambil

keputusan mengenai sesuatu hal yang diketahuinya atau sepatutnya diketahui akan

dapat mengakibatkan perseroan melanggar ketentuan perundang-undangan yang

berlaku sehingga perseroan terancam dikenai sanksi oleh otoritas yang berwenang,

_
28
Ibid, hal. 331

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
misalnya dicabut izin usahanya atau dibekukan kegiatan usahanya, atau digugat

oleh pihak lain.

d) Anggota Direksi dngan sengaja atau karena kesalahannya

telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang

perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan.

e) Anggota Direksi dengan sengaja atau karena kelalaiannya

telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan tugas atau tindakan yang

perlu diambil untuk meningkatkan keuntungan perseroan. 29

Tidak semua orang yang diharapkan dan dihadapkan pada keadaan untuk memiliki

suatu standar keahlian tertentu yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam

beberapa hal, seorang diangkat sebagai anggota Direksi karena keahliannya dalam

bidang tertentu. Misalnya seorang akuntan diangkat sebagai anggota Direksi karena

keahliannya dibidang akuntansi/keuangan. Dalam hal ini, standar yang diharapkan dari

anggota Direksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan anggota Direksi lainnya yang

tidak memiliki kemampuan dan keahlian yang sama. Dalam hal demikian, maka

anggota Direksi tersebut patut diharapkan dapat bertindak dari keahliannya tersebut.

Dalam beberapa kejadian, seorang anggota Direksi dapat dianggap telah melanggar

duty of care jika dalam menghadapi suatu persoalan yang

_
29
Sutan Remi Sjahdeni, Op. Cit., hal. 100

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
rumit ia tidak mencari pendapat ahli untuk memberikan masukan dalam mengambil

keputusan terhadap persoalan yang dihadapinya. 30

c. Doctrine of Ultra Vires

Salah satu prinsip dari fiduciary duty adalah melarang anggota Direksi

melakukan sesuatudilua kewenangannya atau disebut dengan kegiatan ultra vires,

sedangkan pandangan tersebut dalam hukum perseroan disebut sebagai doctrine ultra

vires. Menurut doktrin tersebut, apabila suatu kontrak dibuat oleh perseroan tidak dalam

rangka maksud dan tujuan perseroan (beyond the objects of the company), maka

kontrak tersebut disebut “ultra vires the company” dan kontrak itu void (tidak sah atau

batal demi hukum). Apabila mereka melakukan kegiatan tersebut dan mengakibatkan

perseroan merugi, maka perseroan dapat meminta agar anggota Direksi yang

bersangkutan mengganti kerugian itu, karena mereka telah melalaikan kewajibannya. 31

Doktrin ini didasari oleh dua teori yang berbeda. Teori pertama, yaitu teori yang

lebih tua, berpendapat bahwa suatu perseroan memiliki kewenangan untuk melakukan

apapun juga sepanjang anggaran dasar perseroan tidak melarangnya. Dengan demikian,

menurut teori tersebut, apabila anggaran dasar perseroan bungkam mengenai apakah

perseroan dapat melakukan suatu perbuatan tertentu, maka perseroan itu bebas

melakukannya. Sementara itu, teori yang kedua, yaitu teori yang saat ini dipakai,

mengemukakan bahwa perseroan hanya memiliki kewenangan untuk melakukan

perbuatan-perbuatan sepanjang untuk melakukan perbuatan itu perseroan memang telah

diberikan kewenangan oleh anggaran dasar perseroan. Berdasarkan teori ini, apabila
_
30
Gunawan Wijaya, Op. cit., hal. 34-35
31
Sutan Remy Sjahdeni, Op. cit., hal. 102

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
anggaran dasar tidak menentukan bahwa perseroan dapat melakukan perbuatan tersebut,

maka perseroan itu tidak dapat melakukannya. 32

c. Derivative Action

gugatan derivatif (derivatif action) adalah suatu gugatan yang berdasarkan atas

hak utama (primary right) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham

atas nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam

perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan oleh para pemegang saham untuk dan atas nama perseroan. 33

Untuk mendapat gambaran lebih detail tentang hakikat suatu gugatan derivatif

dapat disimak dari kutipan berikut ini :

Dapat dikatakan bahwa gugatan derivatif merupakan suatu gugatan perdata yang

diajukan oleh satu atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama

perseroan (jadi bukan kepentingan pribadi pemegang saham), gugatan mana diajukan

terhadap pihak lain (misalnya Direksi) karena telah melakukan tindakan yang merugikan

perseroan, sungguhpun untuk kepentingan prosedural, pihak perseroan kadang-kadang

menjadi pihak tergugat. Juga gugatan derivatif ini merupakan gugatan kekecualian

(abnormal), sebab dalam kasus-kasus normal, maka yang bertindak sebagai pihak yang

mewakili perseroan bukan pemegang saham, melainkan pihak Direksi seperti yang

ditentukan dalam anggaran dasarnya. Karena itu pula, maka gugatan derivatif

sebenarnya merupakan suatu pengecualian dari prinsip proper plaintiff, yakni suatu

prinsip hukum yang mengajarkan bahwa gugatan untuk menuntut ganti rugi karena
_
32
Ibid, hal. 102
33
Steven H.Gifis. Law Dictionary, (New York : Barron’s Educational Series, Inc., 1984.), hal

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
adanya kerugian terhadap suatu perseroan terbatas hanya dapat dilakukan oleh

perusahaan itu sendiri, yang dalam hal ini diwakili oleh Direksi. Pihak pemegang saham

tidak berwenang untuk mengajukan gugatan tersebut. “Adanya derivative action

disamping personal right, tampaknya dapat dijadikan ajang perjuangan dalam

mengatasi prinsip satu saham, satu suara yang cenderung lebih menguntungkan

kelompok pemegang saham mayoritas. 34

Menurut Munir ada beberapa unsur yuridis yang utama dari suatu gugatan

derivatif adalah sebagai berikut :

1) Adanya gugatan;

2) Gugatant tersebut tentunya diajuakn ke pengadilan;

3) Gugatan tersebut diajuakn oleh pemegang saham dari

perseroan;

4) Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama

perseroan;

5) Pihak yang digugat adalah Direksi maupun Komisaris dari

perseroan tersebut;

6) Sebabnya diajukan gugatan tersebut karena adanya suatu

kegagalan dalam perseroan atau kejadian yang merugikan perseroan yang

bersangkutan;

_
34
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate
Governance, (Jakarta : Program Pascasarjana Fakutlas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal. 308

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
7) Karena diajukan untuk dan atas nama perseroan, maka

segala hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, sungguhpun yang

mengajukan gugatan adalah pemegang saham. 35

Salah satu persyaratan lain dari gugatan derivatif yang sebenarnya merupakan

persyaratan klasik adalah bahwa pihak pemegang saham yang menggugat haruslah

pemegang saham pada saat perbuatan salah tersebut terjadi, yang disebut dengan

contemporaneous ownership. Dengan demikian pihak pemegang saham setelah

kejadian yang menyebabkan kerugian tersebut tidak berhak mengajukan gugatan

derivatif, meskipun dia masih berhak untuk menikmati ganti rugi terhadap perusahaan

tersebut, asalkan dia merupakan pemegang saham pada saat putusan dijatuhkan. Hal ini

disebut sebagai persyaratan klasik, karena ketentuan tersebut sudah banyak ditinggalkan,

misalnya seperti yang terjadi dalam praktek di USA. 36

Istilah derivative action lahir pertama kali di Amerika Serikat dalam putusan

perkara Wallersteiner v. Moir (No.2) di tahun 1975 yang dijatuhkan oleh Court of

Appeal. Kata tersebut mengandung arti :”the individual shareholder is enforcing a right

which is not his or hers but rather is derived from the company. Deskripsi tersebut telah

mengakar dan kemudian dirumuskan dalam peraturan Mahkamah Agung (Supreme

_
35
Munir Fuadi, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung : CV. Utomo, 2005), hal.
255
36
Ibid, hal. 255. American Law Institute, Principle of Corporate Governance and Structure
Section 7.02 (a) (ii) (Tent. Draft No. 1, 1982) permits suit by noncontemporaneous owners as long as they
purchased before disclosure of the wrong.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Court Rules) sebagai : began by write by one or more share holder of the company

where the cause of action is vested in the company and relief is accordingly sought on

its behalf. Ini berarti dalam derivative action, seorang atau lebih pemegang diberikan

hak untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan melakukan tindakan hukum dalam

bentuk pengajuan suatu gugatan terhadap anggota. Direksi perseroan yang telah

melakukan pengajuan terhadap fiduciary duty. Derivative action ini berbeda dari

gugatan perorangan yang diajukan oleh satu atau lebih pemegang saham untuk

kepentingannya sendiri sebagai pemegang saham dalam perseroan. 37

Selanjutnya Gunawan degnan mengutip Davies dalam bukunya Gower’s

Principles of Modern Company Law, menjelaskan bahwa di samping perbedaan

tersebut, ada beberapa perbedaan lainnya antara gugatan pribadi pemegang saham

dengan derivative action. Derivative action dapat dilakukan oleh setiap pemegang

saham tanpa memperhatikan apakah suatu tindakan yang digugat, yang dilakukan oleh

anggota Direksi perseroan yang melanggar fiduciary duty, telah dilakukan sebelum ia

menjadi pemegang saham dalam perseroan, selama dan sepanjang tindakan yang

digugat tersebut memang merugikan kepentingan perseroan. Sedangkan hak gugatan

pribadi pemegang saham hanya dapat dilakukan terhadap tindakan anggota Direksi yang

merugikan kepentingannya. Untuk keperluan ini, perlu diperhatikan bahwa derivative

action hanya dapat dilaksanakan dan secara penuh di pengadilan jika hal tersebut

disetujui oleh pengadilan. 38

_
37
Gunawan Wijaya, Op. Cit., hal. 43-44
38
Ibid, hal. 44

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Agar dapat diakui sebagai derivative action, setiap gugatan yang diajukan oleh

pemegang saham untuk dan atgas nama perseroan harus memenuhi beberapa syarat,

yaitu :

1) Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam

bentuk derivative action jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota

Direksi yang dapat disahkan oleh RUPS berdasarkan persetujuan sederhana

(ordinary resolution).

2) Walaupun tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh

anggota Direksi perseroan Direksi tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang

tidak dapat disahkan oleh RUPS Perseroan (karena merupakan tindakan yang

dikategorikan sebagai “fraud on the minority” ), derivative action hanya berhasil

jika anggota Direksi yang melakukan tindakan atau perbuatan yang melanggar

fiduciary duty tersebut adalah anggota Direksi yang dominan dan memegang

kendali dalam perseroan dan dalam hal tertentu telah disetujui oleh sebagian besar

pemegang saham independen. 39

Persyaratan pertama diberikan dengan tujuan untuk menghindari kerugian bagi

perseroan itu sendiri sebagai akibat dari gugatan untuk dan atas nama perseroan oleh

salah satu atau lebih pemegang saham yang tidak puas dengan tindakan salah satua tau

lebih anggota Direksi perseroan yang menurut pertimbangan pemegang saham tersebut

tidak sesuai dengan kepentingannya. Ada tiga hal yang secara umum dapat dikatakan

_
39
Ibid, hal. 44-45

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
sebagai pengecualian dari pengesahan tindakan atau perbuatan anggota Direksi yang

melanggar fiduciary duty yang dilakukan oleh suara mayoritas biasa dalam suatu RUPS.

Hal-hal tersebut adalah :

1) Tindakan ultra vires;

2) Tindakan lain yang memerlukan persetujuan khusus dalam

suatu RUPS

3) Tindakan yang merupakan “fraud on minority” 40

Persyaratan kedua mengandung dua unsur yang perlu diperhatikan :

1) Anggota Direksi tersebut adalah anggota Direksi yang memegang kendali

(control) dalam perseroan. Dalam hal ini menekankan kedudukan anggota

Direksi sebagai pemegang saham dan kemampuannya untuk memberikan atau

mempengaruhi keputusan yang akan diambil dalam RUPS

2) Adakalanya seorang pemegang saham yang menyatakanb dirinya bertindak

untuk dan atas nama serta mewakili perseroan belum tentu benar-benar mewakili

kepentignan perseroan. Oleh karena itu, untukk memberikan justifikasi dari ti

ndakan tersebut diperlukan persetujuan dari sebagian besar pemegang saham

independen dalam perseroan. Hal yang terakhir ini dianggap lebih dapat

mewakili kepentingan perseroan secara utuh. 41

Selanjutnya Gunawan mengutup P.Lipton dalam “Understanding

Company Law” mengatakan bahwa termasuk dalam kategori fraud on minority

_
40
Ibid, hal. 45-46
41
Ibid, hal. 46

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
adalah keputusan RUPS yang dilakukan “Bona fide for the company as a

whole”, yaitu keputusan yang :

1) Mengambil alih harta kekayaan perseroan;

2) Mengesahkan tindakan Direksi yang melanggar fiduciary duty, secara umum

dikatakan bahwa RUPS berhak untuk mengesahkan setiap tindakan atau perbuatan

Direksi yang melanggar fiduciary duty. Namun demikian tidak semua tindakan atau

perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty yang dapat disahkan RUPS

mengikat pemegang saham minoritas. Atas tindakan-tindakan Direksi yang

mengutamakan kepentingannya sendiri diatas kepentingan perseroan dapat digugat

oleh pemegang saham minoritas.

3) Mengambil alih harta kekayaan minoritas. Ini dapat terwujud melalui mekanisme

dilusi secara tidak sah. 42

d. Business Judgement Rule

Business judgement rule merupakan penyeimbang prinsip fiduciary duty yang

menekankan pada kewajiban dan larangan kepada Direksi. Sebaliknya business

judgement rule merupakan pembelaan kepada para Direksi karena prinsip ini

menekankan bahwa para anggota Direksi tidak dapat dibebani tanggung jawaba tas

akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis (business

judgement) oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan

itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Selanjutnya business judgement rule

didefinisikan sebagai berikut :

_
42
Ibid, hal. 48

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
“a presumption that in making a business decision, the directors of corporation and on

an informed basis in good faith and inthe honest belief that the action was taken in the

best interest of the company” 43

Tentu saja tidak semua keputusan dan kebijakan Direksi dapat berlindung

dengan alasan pertimbangan bisnis sehingga dapat dilindungi oleh rule ini. Di Amerika

serikat, menurut Sutan Remy bahwa setelah beliau mempelajari putusan-putusan di

Amerika, ternyata pengadilan-pengadilan itu tidak seragam dalam merumuskan

pengecualian-pengecualian rule tersebut.beberapa pengadilan berpendapat bahwa

pertimbangan anggota Direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apaila pertimbangan

tersebut didasarkan atas suatu kecurangan (fraud), atau menimbulkan benturan

kepentingan (conflict of interest), atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum

(illegality). Sementara beberapa pengadilan lain berpendapat bahwa, seorang Direktur

yang mengambil alih pertimbangan telah menimbulkan kerugian bagi perseroan, tidak

dilindungi oleh business judgement rule, jika kerugian tersebut sebagai akibat kelalaian

berat (gross negligence) anggota Direksi bersangkutan.

Sedangkan Undang-Undang PT telah memasukkan hal-hal yang dapat

dipertimbangkan sebagai dasar dipakainya business judgement rule untuk melindungi

anggota Direksi dari tuntutan tanggung jawab pribadi yang berbunyi sbb:

Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

1) kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

_
43
Sutan Remy Sjahdeni, Op. Cit., hal. 101

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
2) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan

dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

3) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas

tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian dan

4) telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian

tersebut. 44

4. Bank sebagai Highly Regulated Industry

Peranan Bank dalam aktivitas perekonomian sangat besar, karena ia berfungsii

sebagai intermediari antara pihak yang surplus dana kepada pihak yang defisit. Didalam

menjalankan fungsi intermediasinya, Bank menghimpun dan menyalurkan dana

masyarakat dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam

rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah

peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Menurut Undang-undang tentang perbankan,

jenis Bank terdiri dari :

a. Bank Umum ;

b. Bank Prekreditan Rakyat (BPR)

Dalam tesis ini pembahasan difokuskan pada bank umum saja, karena memiliki

ruang lingkup usaha yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan BPR. Ruang

lingkup usaha Bank Umum meliputi :

_
44
Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang PT

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito

berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu;

b. Memberikan kredit

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang

d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan

atas perintah nasabahnya;

e. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh Bank yang masa berlakunya

tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

f. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih

lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

g. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;

h. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

i. Obligasi

j. Surat Dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

k. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun:

l. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

nasabah ;

m. Menempatkan dana pada, peminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada

Bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan

wesel unjuk cek atau sarana lainnya;

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
n. Menerima pembayaran dari tagihan atas ruat berharga dan melakukan perhitungan

dengan atau antar pihak ketiga;

o. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

p. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu

kontrak;

q. Melakukan penempatan dana dari suatu nasabah kepada nasabah lainnya dalam

bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

r. Melakkan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

s. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip

syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

t. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-Undang ini dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. 45

Dari luasnya cakupan usaha perbankan tersebut tergambar bahwa hamp;ir semua

kegiatan ekonomi dan transaksi keuangan akan melibatkan Bank. Oleh karena

kedudukan Bank sangat penting dan menyangkut hajat hidup masyarakat luas, maka

harus ada lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatannya. Lembaga yang

mengatur perbankan biasanya disebut dengan Bank Sentral dan di Indonesia peran Bank

sentral itu dilakukan oleh Bank Indonesia, sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-

Undang Bank Indonesia disebutkan bahwa tugas Bank Indonesia adalah :

a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;


_
45
Pasal 3 sampai 6, Undang-Undang Republik Indonsia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;

c. mengatur dan mengawasi Bank . 46

Oleh karena fungsi dan kedudukan perbankan sangat penting dan strategis,

maka Bank Indonesia mengaturnya dengan sangat ketat (highly regulated), sebab

kegagalan industri perbankan akan mengakibatkan resiko sistemik bagi perekonomian.

Hal ini sudah terbukti ketika terjadinya krisis perbankan yang akhirnya mengakibatkan

krisis moneter pada tahun 1998 yang lalu. Begitu banyak peraturan dan ketentuan yang

sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, tetapi untuk keperluan tesis ini akan

diungkapkan yang berhubungan dengan penerapan business judgement rule.

a. Kewajiban Penerapan Manajamen Risiko

Dunia usaha adalah dunia yang penuh dengan risiko, sehingga sebaik apapun

tindakan ataupun keputusan yang diambil Direksi untuk kepentingan Perseroan, tetap

saja mengandung risiko. Terutama usaha di bidang perbankan memiliki risiko yang

lebih banyak jenisnya dibanding dengan jenis usaha lain. Untuk memperjelas apakah

yang dimaksud dengan risiko itu Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR)

mendefinisikan sebagai berikut :

“Risiko merupakan peluang terjadinya bencana atau kerugian. Untuk keperluan

sertifikasi, risiko di definisikan sebagai peluang terjadinyahasil (outcome) yang buruk.

Definisi tersebut menyatakan bahwa risiko terkait dengan situasi dimana hasil

_
46
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
negatif dapat terjadi dan besar kecilnya kemungkinan terjadinya outcome tersebut

dapat diperkirakan 47

Definisi ini mengandung pengertian bahwa risiko hanya berkaitan dengan situasi

di mana suatu negative outcome dapat setiap saat terjadi dan bahwa kemungkinan atas

terjadinya kejadian itu dapat diperkirakan (estimated). Banyak peristiwa yang dapat

terjadi yang berimbas pada terjadinya kerugian bagi kegiatan perasional Bank. Hal itu

dapat terjadi kapan saja, menimpa Bank mana saja, dan di mana saja . Peristiwa itu

dapat pula berawal dari dalam diri Bank sendiri atau dari luar Bank. 48 Risiko yang harus

dikelola oleh Bank mencakup:

1) Risiko Kredit;

2) Risiko Pasar;

3) Risiko Likuiditas;

4) Risiko Operasional;

5) Risiko Hukum;

6) Risiko Hukum;

7) Risiko Strategik;

8) Risiko Kepatuhan. 49

_
47
Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, Work Book Tingkat I, Global Association of Risk
Professeionals, Dialihbahasakan oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, (JakartaL BSMR, 2007), hal.
A-4.
48
Masyhud Ali, Po.Cit., hal. 3
49
Pasal 4 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Bank Indonesia mewajibkan setiap Bank menerapkan Manajemen Risiko secara

efektif di mana Direksi wajib mengawasinya dengan aktif. Ditinjau dari perspektif

Enterprise Risk Management (ERM), tanggung jawab untuk Direksi meliputi:

1) Mendefinisikan risk appetiteI organisasi dalam hal kebijakan risiko, toleransi

kerugian, leverage risiko terhadap modal, dan target peringkat hutang;

2) Memastikan bahwa organisasi memiliki keterampilan manajemen risiko dan

kemampuan penyerapan risiko untuk mendukung strategi bisnisnya;

3) Membuat struktur organisasi dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab

manajemen resiko, termasuk peran Chief Risk Operation (CRO);

4) Membentuk budaya risiko organisasi dengan “menetapkan contoh dari atas” bukan

hanya melalui perkataan, tetapi melalui tindakan dan memperkuat komitmen itu

melalui insentif.

5) Memberikan kesempatan yang tepat untuk pembelajaran organisatoris, termasuk

pelajaran yang diperoleh dari masalah sebelumnya dan pelatihan serta

pengembangan berkelanjutan. 50

Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan

metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali

(manageable) pada batas/limit yang dapat diterima serta menguntungkan Bank. Namun

demikian mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas

usaha Bank, maka terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk

_
50
James Lame, Enterprise Risk Management, Panduan Komprehensif bagi Direksi, Komisaris
dan Profesional Risiko, alih bahasa Tim BSMR, (Jakarta: PT. Ray Indonesia, 2007), hal. 53

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
seluruh Bank sehingga setiap Bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai

dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank masing-masing.

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang

dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unaticipated) yang

berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk menerapkan

proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat

mengidentifikasi risiko dengan cara menganl dan memahami seluruh risiko yang sudah

ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank,

termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya. 51

b. Kewajiban Penerapan Good Corporate Governance (GCG)

Corporate governance atau tata kelola perusahaan adalah sistem yang

digunakan dalam mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan.

Corporate governance ini juga mengandung pengertian mengenai pengaturan atas

pembagian tugas dan tanggung jawab di antara para pihak atau para key players yang

berpartisipasi dan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam perusahaan. Para

pihak yang berkepentingan atas pengarahan dan pengendalian perusahaan itu meliputi :

Direksi , pemegang saham, Dewan Komisaris, Manager dan Stakeholder lainnya. 53

Interaksi para pihak tersebut tentunya harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu

diciptakan mekanisme pengaturan (rule of game) agar organisasi dapat berjalan dengan

baik, terciptanya rasa kepercayaan, dan jelasnya tugas serta tanggung jawab masing-
_
51
Lihat Juga Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Yang
Merupakan Lampiran Dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003 Tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
53
Mashud Ali, Op. cit., hal., 3.34

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
masing pihak. Oleh karena itu, corporate governance juga dapat didefinisikan sebagai

seperangkat hubungan antara Dewan Komisaris, Direksi atau Board of Executif

Directors, dan Pemegang Saham suatu perusahaan. 53

Corporate governance juga memuat ketentuan dan prosedur yang wajib

diterapkan oleh Direksi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengankegiatan

operasional perusahaan. Hal itu juga berlaku bagi Bank, dimana corporate governance

sekaligus juga memfasilitasi terbentuknya struktur yang membantu Bank dalam berbagai

bentuk peranan manajemen, yang meliputi :

1) perumusan danpenerapan visi dan misi serta tujuan (objectives) yang ingin dicapai

manajemen Bank;

2) pengendalian dan pelaksanaan kegiatan operasional Bank sehari-hari;

3) mempertimbangkan dan mengupayakan terpenuhinya kepentingan para stakeholder

Bank;

4) memastikan bahwa Bank senantiasa melakukan kegiatan operasionalnya dengan cara

pengelolaan yang sehat dan aman;

5) melakukanupaya demi terpenuhinya hukum dan regulasi yang relevan dengan

kegiatan operasional Bank;

6) berupaya melindungi kepentingan khususnya para deposan dan para pemilik sumber

pendanaan bagi Bank pada umumnya. 54

_
53
Ibid.
54
Ibid, hal. 334-335

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Begitu pentingnya penerapan Corporate Governance atau di Indonesia lebih

dikenal dengan istilah Good Corporate Governance (selanjutnya akan disingkat

dengan GCG) pada perbankan terutama untuk membangun industri perbankan yang

sehat dan kuat, sehingga Bank Indonesia mewajibkan Bank yang beroperasi di Indonesia

menerapkan GCG melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/4/PBI/2006 tahun

2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Nomor

8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006

tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Peraturan ini

mendefinisikan GCG sebagai sautu tata kelola Bank (accountability), pertanggung

jawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajiban (fairness).

Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usahanya

pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG paling

kurang harus diwujudkan dalam ;

1) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi ;

2) kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang

menjalankan fungsi pengendalian intern Bank;

3) penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;

4) penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern;

5) penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;

6) rencana strategis Bank;

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
7) transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank. 55

Ketentuan Bank Indonesia bersifat memaksa yang tercermin pada sanksi yang

akan dikenakan jika Bank atau pengurus Bank, pemegang saham dan pegawai bank

melanggar aturan yang telah ditetapkan pada ketentuan penerapan GCG ini. Sanksi

administratif yang dapat dikenakan antara lain :

1) teguran tertulis;

2) penurunan tingkat kesehatan berupa penurunan peringkat faktor manajemen dalam

penilaian tingkat kesehatan;

3) larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;

4) pembekuan kegiatan usaha tertentu;

5) pemberhentian pengurus Bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti

sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi

mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; dan;

6) pengurus, pegawai, Pemegang Saham Bank dalam daftar tidak lulus melalui

mekanisme uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). 56

c. Fit And Proper Test

Salah satu cara untuk mendorong terciptanya sistem perbankan yang sehat

adalah dengan meningkatkan praktek-praktek good corporate governance di industri

perbankan. Oleh karena itu industri perbankan perlu dikelola oleh pihak-pihak yang

_
55
Pasal 2 PBI no. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
Umum.
56
Ibid, BAB XIII, Pasal 69.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
senantiasa memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi serta memenuhi persyaratan

lain sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Nomor 5/25/PBI/23 Tahun 2003

tentang penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) guna mendapatkan

Direksi Bank yang menuhi persyaratan ;

1) Integritas, meliputi ;

a) akhlak dan moral yang baik;

b) memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang

berlaku

c) memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang

sehat;

d) tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus (DTL)

2) Kompetensi, meliputi :

a) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan

jabatannya;

b) pengalaman dan keahlian dibidang perbankan dan atau bidang perbankan dan

atau bidang keuangan;

c) kemampuan utnuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka

pengembangan Bank yang sehat.

3) Reputasi keuangan, meliputi :

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
a) tidak terdapat dalam daftar kredit macet;

b) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi Direksi atau komisaris yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam

waktu 5 (lima) tahun sebelum dicalonkan.

Metode yang dipakai untuk melakukan penilaian adalah meliputi penelitian

administratif dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian administratif dan atau

wawancara tersebut, hasil akhir penilaian kemampuan dan kepatutan diklasifikasikan

menjadi 2 (dua) predikat yaitu :

1) Lulus

2) Tidak Lulus

Sedangkan untuk Direksi yang sedang menjalankan tugas (incumbent) tetap

dinilai kemampuan dan kepatutannya. Faktor-faktor yang dinilai sama dengan

penilaian terhadap calon Direksi , yaitu integritas, kompetensi dan reputasi keuangan.

Khusus untuk faktor integritas, Direksi dilarang baik langsung maupun tidak langsung

melakukan berupa ;

1) perbuatan rekayasa atau praktek-praktek perbankan yang menyimpang dari

ketentuan perbankan;

2) perbuatan menolak memberikan komitmen dan atau tidak memenuhi komitmen yang

telah disepakati dengan Bank Indonesia dan atau Pemerintah;

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
3) perbuatan yang memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada pemilik,

pengurus, pegawai, dan atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi

keuntungan Bank; dan atau

4) perbuatan yang melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perbankan

d. Peranan Direktur Kepatuhan (Compliance Director)

Direktur Kepatuhan (yang merupakan terjemahan dari Compliance Director)

adalah anggota Direksi Bank atau anggota pimpinan Kantor Cabang Bank Asing yang

ditugaskan untuk menetapkan langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan

kepatuhan bank terhadap peraturan Bank Indonesia, peraturan perundang-undangan lain

yang berlaku dan perjanjian serta komitmen dengan Bank Indonesia. 57 Direktur

Kepatuhan bertugas dan bertanggung jawab sekurang-kurangnya untuk ;

1) menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan Bank telah

memenuhi seluruh peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan

lain yang dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian;

2) memantau dan menjaga agar kegiatan usaha Bank tidak menyimpang dari ketentuan

yang berlaku;

3) memantau dan menjaga kepatuhan Bank terhadap seluruh perjanjian dan komitmen

yang dibuat oleh Bank Indonesia. 58

Fungsi utama Direktur Kepatuhan adalah mencegah diambilnya kebijaksanaan

dan keputusan yang didalamnya mengandung unsur penyimpangan/pelanggaran


_
57
Pasal 1 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/6/PBI/1999 Tahun 1999 Tentang
Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit
Intern Bank Umum.
58
Ibid, Pasal5

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
terhadap ketentuan kehati-hatian. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Direktur

Kepatuhan menguji terlebih dahulu rencana/rancangan kebijaksanaan atau keputusan

tersebut untuk memastikan apakah ada unsur penyimpangan/pelanggaran terhadap

ketentuan kehati-hatian. Perlu dipahami bahwa pengujian terhadap ketentuan kehati-

hatian yang dilakukan oleh Direktur Kepatuhan juga meliputi ketaatan pada jiwa atau

Direktur Kepatuhan meliputi apakah ada kemungkinan rekayasa atau accounting

engineering dalam transaksi-transaksi yang akan diputus tersebut. 59

Ketentuan kehati-hatian yang secara khusus perlu dipantau oleh Direktur

Kepatuhan adalah ketentuan di bidang operasional yang mempengaruhi kelangsungan

usaha Bank, terutama yang menyangkut bidang perkreditan, penanaman dana,

penyediaan fasilitas lainnya termasuk pemberian jaminan dan bidan treasury. Atas

dasar pengamatan Bank Indonesia selama ini terdapat 5 (lima) ketentuan kehati-hatian

yang sering dilanggar oleh perbankan dan akibat pelanggaran tersebut telah

menyebabkan sejumlah Bank mengalami kesulitan cukup parah. 60 Oleh sebab itu,

kelima ketentuan kehati-hatian dimaksud menjadi cakupan dari tugas Direktur

Kepatuhan. Adapun 5 (lima) ketentuan kehati-hatian di maksud adalah :

1) Ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)

Direktur Kepatuhan harus menguji setiap rencana keputusanpemberian kredit

maupun penyediaan fasilitas lainnya yang terkena batasan ketentuan BMPK, baik

fasilitas baru maupun tambahan fasilitas serta baik pada debitur terkait dengan Bank

_
59
Materi Presentasi Siti Ch. Fadjrijah (Direktur Pengawasan dan Pembinaan Bank 2) Bank
Indonesia Pada Lokakarya Direktur Kepatuhan Gelombang IV, Jakarta 9 – 10 Agustus 2000.
60
Ibid

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
(pemilik dan pengurus Bank) maupun debitur lainnya. Perlu diingatkan bahwa yang

diuji oleh Direktur Kepatuhan bukan semata-mata perhitungan kuantitatif, tetapi

kebenaran materi dalam proses pemberian kredit tersebut termasuk pengujian

kebenaran debiturnya.

2) Ketentuan Menenai Larangan Pemberian Kredit untuk Kegiatan Usaha Tertentu

a) Jual – beli saham atau modal kerja bagi perusahaan-perusahaan untuk jual beli

saham. Perlu diingatkan bahwa larangan pemberian kredit untuk jual beli saham

tersebut bersifat menyeluruh, termasuk equity financing.

b) Pembelian/pembebasan tanah untuk proyek properti, terkecuali untuk proyek

perumahan yang termasuk kategori RSS

3) Ketentuan Larangan Pembelian dan / atau pemberian Jaminan Surat Berharga

Komersial.

Pada saat ini berlaku ketentuan di atas yang mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu ;

a) Larangan pembelian atau memberikan jaminan atas surat-surat berharga kmomersial

yang diterbitkan oleh grup pihak yang terkait dengan Bank, baik penerbitan yang

dilakukan oleh pribadi maupun perusahaan-perusahaan yang dimilikinya. Larangan

ini bersifat mutlak tanpa dikaitkan apakah masih terdapat kelonggaran BMPK untuk

grup terkait dan/atau apakah surat-surat berharga komersial telah mendapatkan

rating dari rating company.

b) Larangan pembelian atau memberikan jaminan atas surat-surat berharga komersial

yang diterbitkan oleh lembaga pembiayaan (finance company)

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
c) Larangan pembelian dan/atau pemberian jaminan atas surat-surat berharga komersial

yang diterbitkan oleh pihak-pihak lain yang memperoleh rating tergolong dalam

investment grade dari rating company yang diakui. 61

4) Ketentuan Pemberian Kredit Yang Sehat Berdasarkan PPKPB

Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan agar Bank menyalurkan kreditnya

secara sehat yang diatur dalam Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Kredit Perbankan

(PPKPB). PPKPB sendiri merupakan pedoman yang mempunyai penyelesaian kredit.

Hal yang perlu disoroti atau dipantau secara khusus oleh Direktur Kepatuhan dalam

suatu pemberian kredit yang terkait dengan PPKPB meliputi 3 aspek, yaitu ;

a) Kebenaran pihak-pihak yang meminjam uang Bank; yaitu misalnya pihak yang akan

menggunakan dana kredit Bank tersebut adalah grup usaha terkait, maka harus

tercanum secara jelas baik dalam dokumentasi kredit maupun administrasi dan

pelaporannya.

b) Mark-up Kredit, yaitu jumlah kredit Bank tidak dilebihkan jumlahnya dari yang

sebenarnya dibutuhkan atau yang sewajarnya diperoleh oleh debitur.

c) Kebenaran penggunaan kredit atau kebenaran klasifikasi kredit.

_
61
Ibid

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
5) Ketentuan Kehati-hatian dalam Transaksi Valuta Asing.

Yaitu transaksi valas yang dapat menimbulkan risiko yang besar bagi Bank,

meliputi :

a) Ketentuan Posisi Devisa Netto (PDN) atau Net Open Position (NOP)

b) Transaksi Forward

c) Transaksi derivatif. 62

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif serta kelaziman yang

berlak dalam dunia perbankan, sehingga kajian akan didasarkan kepada perundang-

undangan yang berkaitan dengan judul tesis, ketentuan yang diterbitkan oleh Bank

Indonesia, serta teori-teori tentang perbankan.

2. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data yang berasal dari :

_
62
Ibid

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
a. Bahan hukum primer, berupa berbagai peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan dunia usaha yang berkaitan dengan

judul tesis.

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku, artikel, bahan

seminar dan bahan publikasi lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif maka

pengumpulan data akan dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research)

untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya

ilmiah, putusan pengadilan, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek

penelitian.

4. Analisis data

Data yang diperoleh akan dipilah-pilah, dikelompokkan dan disusun sedemikian

rupa sehingga menjadi suatu rangkaian yang sistematis yang akan dipergunakan untuk

membedah dan menganalisis permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. Dari hasil

analisis yang dilakukan diharapkan akan diperoleh temuan-temuan dan kesimpulan yang

dapat bermanfaat bagi dunia akademis dan juga dapat dipakai oleh para praktisi hukum

dan bisnis.

BAB II

PENGELOLAAN BANK DIKAITKAN DENGAN MANAJEMEN RESIKO

A. Karakteristik bisnis Bank

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Bank merupakan bisnis yang berbeda dengan jenis bisnis lainnya karena

produknya ada pada dua sisi yaitu produk penyaluran dana (sisi aktiva neraca) dan

produk penghimpunan dana (sisi pasiva neraca). Di samping itu kegiatan Bank sangat

bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak, bahkan krisis perbankan dapat

meruntuhkan suatu pemerintahan sebagaimana yang terjadi pada tahun 1998 di

Indonesia. Kondisi ini tergambar dalam buku “BPPN The End” oleh I Putu Gede Ary

Suta yang menguraikan awal dari krisis perbankan dan moneter. 63 Sebelum krisis di

tahun1997, Bank-Bank begitu gencar mengucurkan kredit. Proyek yang dibiayai tidak

dikaji kelayakannya, ditambah lagi banyak Bank-Bank tersebut yang dimiliki oleh

konglomerat. Tampaknya sudah tidak ada lagi yang mengindahkan kehati-hatian dalam

menjalankan Bank. Bank tidak sungkan-sungkan utnuk mengucurkan kredit bagi

perusahaan di grupnya sendiri.

Ketidak hati-hatian ini juga dilakukan oleh Bank-Bank pemerintah di dalam

mengelola portofolio kreditnya. Kealpaan dalam menerapkan prinsip kehati-hatian di

dalam mengelola Bank pada saat itu seolah-olah ditolerir oleh pemegang

saham/pemilik, manajemen, pemerintah dan Bank sentral sendiri sebagai pengawas

perbankan. Hal ini tercermin pada tingginya tingkat kredit macet yang disalurkan ke

grup atau pihak terkait baik di Bank umum swasta maupun Bank milik Pemerintah.

Akibatnya, semua sektor usaha yang dibiaya Bank macet, Bank kesulitan karena

dananya tidak kembali. Pada akhir tahun 1997, jumlah kredit macet di perbankan

_
63
I Putu Gede Ary Suta dan Soebowo Musa, BPPN The End, (Jakarta : Yayasan Sad Satria
Bhakti, 2004), hal. 11

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
mencapai sekitar Rp.234,1 triliun. 64 Sementara itu, kewajiban Bank terhadap nasabah

penyimpan terus meningkat. Ketimpangan ini menyebabkan Bank semakin tergerus

modalnya dan tingkat likuiditasnya, hingga menjadi negatif. Tentunya, kemampuan

Bank mengembalikan uang nasabah semakin berkurang bahkan berhenti, yang akhirnya

nasabah tidak percaya lagi kepada Bank.

Akibat krisis ini banyak Bank yang ditutup dan diambil alih oleh Pemerintah dan

Bank sentral. Bahkan Bank Central Asia (BCA), Bank swasta terbesar di Indonesia saat

itu juga turut diambil alih oleh pemerintah. Inilah yang menyebabkan keterlibatan

pemeritnah untuk memberikan dana talangan bagi Bank-Bank yang tidak lagi dipercaya

nasabahnya, baik karena Bank-Bank ditutup maupiun berubah status menjadi Bank

dalam penyehatan. 65

Oleh karena itu belajar dari pengalaman masa lalu, Direksi dituntut untuk

mengelola Bank dengan prinsip kehati-hatian dan mampu mengelola risiko. Sesuai

dengan definisinya, risiko merupakan kemungkinan terjadinya hasil negatif (kerugian),

dan kerugian tersebut bisa diperkirakan, sehingga terkandung makna bahwa :

a. Risiko merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari bisnis Bank atau yang

dikenal dengan inherent risk.

b. Risiko bisnis Bank bisa diperkirakan, sehingga Bank wajib membangunn sistem

untuk mengelola risiko (risk control sytem) agar kelangsungan usaha dapat terjaga.

_
64
Ibid, hal. 11
65
Ibid, hal. 12

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
B. Kewajiban mengelola risiko

Bank Indonesia mengatur kewajiban penerapan manajemen risiko bagi Bank

umum dengan Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003. Pada Pasal 2 peraturan

tersebut diuraikan ruang lingkup manajemen risiko yaitu :

a. Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif.

b.Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud huruf (a) sekurang-kurangnya

mencakup:

1) Pengawasan aktif Dewan Komisaris bdan Direksi,

2) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit,

3) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko

serta sistem informasi, dan

4) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Manajemen risiko itu sendiri merupakan suatu proses identifikasi, pengukuran,

pemantauan dan pengendalian risiko. Bank Indonesia juga mewajibkan pesyaratan

wajib pada setiap tingkatan proses tersebut, antara lain :

a. Pelaksanaan proses identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilakukan dengan

melakukan anlisis terhadap:

1) karakteristik risiko yang melekat pada Bank; dan

2) risiko dari produk dan kegiatan Bank.

b. Dalam rangka melaksanakan pengukuran risiko, Bank wajib sekurang-kurangnya

melakukan risiko;

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
1) evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur

yang digunakan untuk mengukur risiko;

2) penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan

kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor risiko, yang bersifat material.

c. Dalam rangka pemantauan risiko, Bank wajib sekurang-kurangnya melakukan;

1. evaluasi terhadap eksposur risiko;

2. penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha

Bank, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi dan sistem informasi

manajemen risiko yang bersifat material.

d. Pelaksanaan proses pengendalian risiko wajib digunakan Bank untuk mengelola

risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank.

e. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan

risiko likuiditas, Bank sekurang-kurangnya menerapkan Assets and Liabilities

management (ALMA) 66

C. Jenis Risiko bank dan Pengelolaannya

Selanjutnya, jenis risiko yang wajib di kelola Bank ada 8 (delapan) jenis yaitu:
_
66
Asset Liabilities Management (ALMA) adalah suatu risk management yang diterapkan oleh
suatu financial institution, termasuk bank.. Di dalam financial risk management ini dicakup risk
assessments dari hampir semua dimensi dalam kegiatan operasional Bank, mulai dari policy setting,
pengendalian atas bank’s repricing dan maturity schedules, pengendalian atas financial hedge positions,
capital budgeting dan internal profitability measuruments, termasuk pula penetapan langkah dan
kebijakan darurat (contingency planning) di mana Bank harus segera melakukan analisis dan tindakan
atas dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari peruahan-perubahan yang terjadi di luar
Bank,seperti perubahan atas tingkat suku bunga, iklim persaingan antar Bank, pertumbuhan ekonomi dan
sebagainya.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
1. Risiko kredit

Risiko kredit yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterplay

memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber darii berbagai aktivitas

fungsional Bank seperti perkreditan (penyediaan dana), treasury dan investasi dan

pembiayaan perdagangan. 67 Undang-undang No. 7 tentang perbankan pada pasal 8

mengamanatkan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam

atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi

hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Tingkat kegagalan debitur memenuhi kewajibannya tergambar dalam kualitas

aktiva produktif Bank. Bank Indonesia memberikan klasifikasi kualitas kredit dalam lima

kelas, yaitu :

a. lancar

b. dalam perhatian khusus

c. kurang lancar

d. diragukan; atau

e. macet. 68

struktur klasifikasi kualitas kredit yang dimiliki suatu Bank sangat menentukan

tingkat kesehatan Bank. Perkreditan suatu Bank dikategorikan sehat bila Bank tersebut

memiliki ratio Non Performing Loan (NPL) lebih kecil dari 5 %. Rasio Non Performing
_
67
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003 perihal
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, hal. 19
68
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, tanggal 29 Januari 2005, tentang Penilaian
Kualitas Aktivita Bank Umum.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Loan adalah perbandingan antara kredit lancar dengan jumlah kredit kurang lancar,

kredit diragukan dan kredit macet di kali 100%. 69

Risiko kegagalan counterplay memenuhi kewajibannya juga dapat terjadi pada

investasi atas surat berharga. Khusus untuk investasi pada surat berharga, Bank dapat

menggunakan penilaian yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat sebagai indikator

bonafiditas dan kelayakan lembaga/perusahaan yang menerbitkan surat berharga

tersebut (issuer/emiten). Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran No.10/19/DNPNP,

tanggal 30 April 2008, tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Bank

Indonesia. Di dalam surat Edaran ini Bank Indonesia mencantumkan lembaga

pemeringkat dan peringkat investasi minimum (Investment grade) dalam rangka

menggolongkan surat berharga yang dimiliki Bank dalam kategori kualifikasi

(Qualifying) atau dinilai lancar, sbb:

Tabel 1. Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia

Peringkat Investasi Minimum


Perusahaan Pemeringkat
Surat berharga Jangka
Surat berharga Jangka
Menengah dan Jangka
Pendek *)
Panjang *)
Moody’s P-3 Baa3
Standard and Poor’s A-3 BBB-
Fitch Ratings F3 BBB-
PT.Pemeringkat efek
Indonesia (Pefindo) IdA4 IdBBB-
PT.Moody’s Indonesia ID-3 Baa3.id
PT.Fitch Ratings Indonesia F3(idn) BBB-(idn)

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia no.10/19/DPNP, tanggal 30 April 2008, tentang Lembaga dan Peirngkat yang
Diakui Bank Indonesia

_
69
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004, tanggal 12 April 2004, tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP, tanggal
31 Mei 2004, tentang system Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
*) Keterangan : Setiap Lembaga Pemeringkat memberikan peringkat investasi yang menggambarkan tingkat risiko surat
berharga dengan simbol-simbol tertentu. Bank Indonesia menyatarakan masing-masing simbol seperti y
ang tertera yang artinya simbol-simbol tersebut memiliki tingkat risiko yang setara.

Tabel tersebut harus dijadikan oleh Bank untuk mempertimbangkan investasinya

terhadap surat berharga. Dengan memperhatikan tabel tersebut Bank dapat

memperhitungkan tingkat risiko yang melekat pada investasinya dan mempersiapkan

Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) yang dibuuthkan serta menyesuaikannya dengan

risk tolerance Bank terhadap risiko. Kalau peringkat ini tidak menjadi ukuran dalam

melakukan investasi surat berharga maka Bank akan kesulitan untuk memilih surat

berharga yang layak untuk dibeli. Dengan perkataan lain bahwa sebelum melakukan

investasi terhadap surat berharga, Bank wajib melakukan analisis yang mendalam

terutama terhadap aspek-aspek berikut ini:

a. Peringkat surat berharga karena sangat mempengaruhi besarnya risiko

yang mungkin harus ditanggung Bank dan besarnya penyisihan penghapusan aktiva

yang harus dibentuk.

b. Jangka waktu investasi, yaitu meliputi surat berhaga ini akan di

simpan sampai tanggal jatuh temponya (hold to maturity) dan berapa lama jangka

waktunya, atau akan diperdagangkan setiap saat. Hal ini penting karena akan

mempengaruhi tingkat likuiditas Bank.

c. Jumlah yang akan diinvestasikan, karena akan berpengaruh kepada

struktur portofolio Bank yang akan berdampak kepada pendapatan Bank.

2. Risiko pasar

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Risiko pasar yaitu risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel besar

(adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank, yang dapat merugikan

Bank. Variabel pasar dari suku bunga dan nilai ukur termasuk derivasi dari kedua jenis

risiko pasar tersebut yaitu perubahan harga options. 70 Risiko pasar merupakan risiko

yang harus dipantau dengan cermat karena memiliki volitality yang cepat mengikuti

kondisi pasar yang berubah dalam hitungan detik perdetik. Untuk perbankan di Indonesia

biasanya risiko pasar ini melekat pada portofolio berupa investasi pada surat berharga

atau pada aktivitas perdagangan valuta asing.

3. Risiko Likuiditas

Yaitu risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban

yang telah jatuh waktu. Ditinjau dari sudut kepada siapa kewajiban tersebut harus

dipenuhi, dapat dibedakan atas;

a. Bank Indonesia, yaitu penyediaan sejumlah dana di rekening Bank Umum yang ada di

Bank Indonesia atau yang dikenal dengan kewajiban menyediakan Giro Wajib Minimum

(GMW). 71

b. Internal bank, yaitu untuk memenuhi kewajiban untuk internal baik sepert pembayaran

gaji dan kewajiban intern;

_
70
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003 Lampiran I
Surat Edaran bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003, Op. Cit., hal. 27
71
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/51/PBI/2004, tanggal 28 Juni 2004, tentang giro wajib
minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing. Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7./29/PBI/2005, tanggal 6 September 2005, tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/15/2004 tentang giro wajib minimum Bank umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan
Valuta Asing. Peraturan bank Indonesia Nomor : 7/49/PBI/2005, tanggal 29 November 2005, tentang
perubahan kedua atas Peraturan Bank Indoensia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang giro wajib minimum Bank
Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/54/DPNP tanggal 29 November 2005, tentang Giro Wajib minimum Bank Umum pada Bank Indonesia
dalam Rupiah dan Valuta Asing.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
c. Nasabah, yaitu pemenuhan kewajiban kepada para deposan untuk menarik dana

simpanan dan untuk keperluan pencairan kredit.

Risiko likuiditas ditinjau dari sumber penyebab kegagalan memenuhi kewajiban

dapat dikategorikan sebagai berikut ;

a. Risiko likuiditas pasar, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan

offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak

memadai atau terjadi gangguan di pasar (market disruption);

b. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena Bank tidak mampu

mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. 72

4. Risiko operasional

Risiko operasional yaitu risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidak

cukupan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem,

atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.

Karakteristik risiko operasional adalah :

a. Dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan

kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan.

b. Dapat melekat pada setiap aktivitas fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan

(penyediaan dana), treasury dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan,

_
72
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003 Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia NO.5/21/DPNP, 29 September 2003, Op. Cit., hal. 36

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi

manajemen, dan pengelolaan sumber daya manusia. 73

Risiko ini memiliki cakupan yang sangat luas karena dapat terjadi dalam berbagai

tingkatan kegiatan Bank. Sesuai dengan definsiinya, terjadinya operasional risk

diakibatkan oleh terjadinya kegagalan operasional, yaitu ;

a. People risk, risiko operasional yang diakibatkan oleh faktor manusia berupa

incopetency, fraud, dan lain-lain.

b. Proses risk, yaitu tidak / kurang berfungsinya proses internal Bank. Risiko ini akan

mengakibatkan terganggunya pelayanan Bank, banyaknya komplain, ketidakpuasan

pegawai dan tingginya fraud. Oleh karena itu Bank harus senantiasa melakukan review

terhadap Standar Operasional dan Prosedurnya untuk menilai apakah masih mampu

mengakomodir kebutuhan intern, ekstern dan aman (secure). 74

Bank harus mengindentifikasi risiko dengan memilah-milah risiko dan

menggunakan kriteria sebagai berikut;

a. risiko dengan frekuensi kemungkinan terjadinya tinggi, akibat kerugiannya tinggi;

b. risiko dengan frekuensi kemungkinan terjadinya tinggi, akibat kerugiannya rendah;

c. risiko dengan frekuensi kemungkinan terjadinya rendah, akibat kerugiannya tinggi;

d. risiko dengan frekuensi kemungkinan terjadinya rendah, akibat kerugiannya rendah; 75

Setelah mengidentifikasi kemungkinan tersebut, Bank wajib melakukan

pengendalian risiko. Untuk kemungkinan”a”, Bank harus menghindari kegiatan


_
73
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003, Lampiran 1
Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003, Op. Cit., hal. 41
74
Masyhud Ali, Op.Cit. hal.273
75
Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, Op. Cit., hal. B:67

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
operasional dengan jenis risiko ini karena akan menyebabkan Bank menderita kerugian

yang cukup besar. Kalaupun Bank berupaya melakukan pengendalian, akan memerlukan

biaya yang cukup tinggi. Sedangkan untuk jenis risiko dengan ciri nomor “d”, sebaiknya

diabaikan karena kerugiannya yang tidak material. Sehingga yang harus menjadi

perhatian Bank adalah jenis risiko dengan ciri-ciri nomor “b” dan “c”. 76

5. Risiko Hukum

Risiko hukum yaitu yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis.

Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan

peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak

dipebuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna. 77

6. Risiko Reputasi

Yaitu risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait

dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank. 78 Risiko ini bisa

disebabkan oleh dampak dari kegagalan Bank mengatasi 7 (tujuh) risiko lainnya. Sebagai

contoh; Bank yang tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah (know Your Customer

Principle), akan mudah dipakai oleh para teroris dan kriminal lainnya untuk mencuci
_
76
Ibid.
77
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003 Lampiran I
Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP, 29 September 2003, Op.Cit, hal 46
78
Ibid, hal 49

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
uang hasil kejahatannya. Rumor ini akan berkembang di masyarakat dan sebagai

akibatnya citra Bank tersebut menjadi negatif. Masyarakat akan takut untuk menyimpan

uangnya di Bank tersebut karena khawatir pada suatu saat pihak yang berwenang akan

mencabut izin Bank tersebut. Disamping mengelola risiko yang ada agar tidak

menimbulkan risiko reputasi, Bank juga wajib melakukan kegiatan-kegiatan yang

memberikan dampak kepada peningkatan citranya. Apalagi Bank adalah bisnis yang

sangat didasari oleh kepercayaan.

7. Risiko Strategik

Antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang

tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya

terhadap perubahan eksternal. 79 Sesuai dengan defininya, strategi adalah cara

mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki. Sebagai contohnya adalah keputusan Bank

untuk membuka kantor cabang baru di suatu daerah. Sebelum melakukan pembukaan

kantor cabang, bank harus melakukan analisa kelayakan dari berbagai aspek dan

mencantumkan rencana tersebut di dalam Rencana dan Anggaran Kerja Tahunan

(RKAT). Kebijakan ini mengandung risiko bila kelak setelah kantor cabang di

_
79
Ibid, hal.50.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
operasionalkan, ternyata tidak mencapai target yang sudah ditetapkan dalam RKAT.

Kesalahan strategik dalam skala yang lebih besar akan menggerus modal Bank.

8. Risiko Kepatuhan

Risiko yang disebabkan Bank tidak memiliki atau tidak melaksanakan peraturan

perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. 80 Pengelolaan risiko kepatuhan

dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian intern secara konsisten. Kegagalan

Bank didalam mengelola risiko ini akan mengakibatkan Bank terbelit masalah hukum

yang tentunya memerlukan biaya besar disamping juga akan mengganggu operasional

Bank. Sedangkan ketidak npatuhan kepada ketentuan Bank Indonesia bisa

mengakibatkan Bank dijatuhi denda dan penurunan tingkat kesehatan Bank atau yang

paling buruk pembekuan usaha Bank dan akhirnya dilikuidasi.

_
80
Ibid, hal.52

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
BAB III

PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PENGELOLAAN


PERSEROAN TERBATAS OLEH DIREKSI

A. Organ Perseroan Terbatas

Undang-undang Perbankan No.7 tahun 1992 mengatur bentuk hukum Bank

umum berupa: Perseroan Terbatas, Koperasi atau Perusahaan Daerah. Khusus dalam

tulisan ini akan dibahas mengenai Bank umum yang berbentuk hukum Perseroan

terbatas. Bank dengan bentuk hukum Perseroan Terbatas dengan sendirinyaharus

tunduk kepara Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di

samping Undang-undang tentang Perbankan.

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memerlukan suatu sistem dan organ yang

melaksanakan dan mewujudkan visi, misi dan program kerjanya. Di dalam Undang-

undang Perseroan Terbatas (UUPT), ditentukan bahwa organ perseroan terdiri atas

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris dan Direksi.

Dengan adanya 3 (tiga) organ Perseroan tersebut, maka perlu dipahami

bagaimana hubungan dan mekanisme kerja masing-masing organ tersebut. Untuk

memahaminya berikut ini akan diuraikan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung

jawab masing-masing organ perseroan tersebut berdasarkan UUPT, anggaran dasar dan

ketentuan serta best practice yang berlaku dalam korporasi.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menurut definisi Undang-Undang Perseroan Terbatas, RUPS adalah organ

perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau

Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang dan/atau

anggaran dasar. Salah satu kewenangan absolut RUPS adalah mengangkat dan

memberhentikan anggota Direksi karena kewenangan ini tidak dapat dilimpahkan

kepada organ perseroan lainnya atau pihak lain. 81

Oleh karena prinsip pola hubungan RUPS dan Direksi adalah fiduciary, maka

RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan

Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan / atau anggaran

dasar. 82 Beberapa wewenang RUPS yang tidak diberikan kepada Direksi berdasarkan

UUPT adalah :

a. mengalihkan kekayaan perseroan; atau

b. menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan; 83

c. Mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga. 84

Di samping pembatasan wewenang menurut UUPT tersebut, RUPS dapat

menambah pembatasan wewenang Direksi yang mekanisme keputusannya harus

melalui RUPS. Mengenai substansi wewenang yang akan dibatasi tersebut sangat

tergantung kepada jenis usaha Perseroan, pertimbangan pemilik terhadap besarnya

_
81
Pasal 94 ayat (1) dan Pasal 105 ayat (1) UUPT serta penjelasannya
82
Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) UUPT
83
Pasal 102 ayat (1) UUPT, juga dijelaskan bahwa kekayaan perseroan tersebut merupakan lebih
dari 50 % (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik
yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
84
Pasal 104 ayat (1) UUPT

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
bobot wewenang tersebut terhadap kelangsungan usaha bila disalah gunakan dan

tingkat kepercayaan pemilik kepada pengurus.

Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang

berkaitan dengan perseroan dari Direksi dan / atau Dewan Komisaris, sepanjang

berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan

Perseroan.

2. Dewan Komisaris

Sama halnya dengan Direksi , dewan Komisaris diangkat oleh RUPS. 85

Keberadaan Dewan Komisaris sebagai organ perseroan adalah untuk melakukan

pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik

mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasehat kepada Direksi. 86

Pengawasan dan pemberian nasehat dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai

dengan maksud dan tujuan Perseroan. 87 Oleh karena itu Dewan Komisaris harus

mengembangkan suatu instrumen dan parameter untuk menjalankan fungsinya sebagai

pengawas. Beberapa instrumen yang dapat digunakan oleh Dewan Komisaris untuk

menjalankan fungsinya antara lain adalah :

a. Mengevaluasi, menyetujui dan mengawasi realisasi rencana kerja perseroan secara

periodik.

_
85
Pasal 111 ayat (1) UUPT
86
Pasal 108 ayat (1) UUPT
87
Pasal 108 ayat (2) UUPT

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. Mengevaluasi laporan hasil temuan pengawas internal dan eksternal, memberikan

saran-saran penyelesaiannya, serta mengawasi pelaksanaan tindak lanjut

penyelesaiannya.

c. Mengevaluasi laporan penerapan manajemen risiko jika perseroan adalah Bank. 88

d. Meminta laporan penerapan Good Corporate Governance (GCG), mengevaluasi dan

mengawasi pelaksanaannya. 89

e. Membatasi wewenang Direksi sampai batas tertentu dengan mengharuskan Direksi

meminta persetujuan kepada Dewan Komisaris sepanjang tidak bertentangan dengan

UUPT dan anggaran dasar.

f. Memberhentikan sementara anggota Direksi dengan menyebutkan alasannya. 90

Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan

majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri,

melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. 91

Dalam pasal 117 ayat 1 disebutkan bahwa dalam anggaran dasar dapat ditetapkan

pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau

bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Selanjutnya dalam

penjelasan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan “memberikan persetujuan”

adalah memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan Komisaris. Sedangkan yang

dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingi Direksi

dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.


_
88
Pasal 2 (a) Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003, tanggal 19 Mei 2003
89
Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006, tanggal 30 Januari 2006
90
Pasal 106 auat (1) UUPT
91
Pasal 108 ayat (4) UUPT

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi

dalam melakukan perbuatan hukum tertentu bukan merupakan tindakan pengurusan.

Undang-undang ini membolehkan komisaris memiliki wewenang tertentu yang tidak

diberikan kepada Direksi sepanjang hal itu diatur dalam anggaran dasarnya, tetapi

wewenang eksekusinya tetap berada di tangan Direksi. Tujuannya adalah sebagai proses

pengawasan pada hal-hal tertentu yang dianggap sangat krusial dan memiliki risiko

tinggi. Ketentuan ini juga mewajibkan bentuk persetujuan harus tertulis, yang bisa

ditafsirkan bahwa sebelum mengambil keputusan menyetujui usulan Direksi tentunya

harus ada alasan dan analisa yang mendukung disetujuinya usulan tersebut. Alasan dan

usulan tersebut nantinya akan berguna sebagai dasar untuk menilai apakah seorang

Komisaris bersalah atau tidak jika kelak akibat keputusan tersebut perseroan menderia

kerugian.

Di samping memberikan persetujuan, Dewan Komisaris juga bisa memberikan

bantuan yang dapat ditafsirkan hanya bersifat sukarela, di mana wewenangnya ada pada

Direksi. Untuk pemberian bantuan ini, Dewan Komisaris tidak bertanggung jawab

secara hukum atas akibat dari perbuatan hukum tersebut.

Pasal 109 ayat 1 mengharuskan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga wajib mempunyai

Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasehat dan

saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip

syariah sebagaimana yang diatur pada pasal 109 ayat 3.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
3. Direksi

Sesuai dengan definisi yang diberikan oleh UUPT, Direksi adalah orang

perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan

untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta

mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan

anggaran dasar.

a. Tugas Direksi

Keabsahan suatu perbuatan hukum sangatlah bergantung pada kewenangan yang

dimiliki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan ini oleh

kalangan ahli hukum digolongkan kedalam kewenangan yang berdasarkan pada ;

1) Kapasitas diri sendiri sebagai individu pribadi;

2) Kapasitas sebagai pemegang kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;

3) Kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku yang

berwenang berdasarkan jabatannya tersebut. 92

Konsep kewenangan bertindak tersebut menjadi penting terutama jika

dihubungkan dengan konsekuensi hukum dan tidak terpenuhinya syarat subjektif sahnya

suatu perjanjian. Hukum perjanjian dan lazimnya peraturan perundang-undangan yang

berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak memenuhi syarat subjektif ini

dengan ancaman batal (dapat dibatalkan) setiap saat, selama masa daluwarsa masih

belum terlewati dan atau dalam hal perjanjian ini tidak diratifikasi lebih lanjut. Dalam

_
92
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, (Jakarta :
Rajawali Pers, 1999), hal. 118

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
kitab Undang-undang Hukum Perdata, hak untuk membatalkan perjanjian yang

demikian diberikan kepada mereka yang syarat subjektifnya tidak terpenuhi. 93

Dalam kaitannya dengan perseroan ditentukan bahwa yang menjalankan tugas

pengurusan adalah Direksi. Sehingga Direksi mewakili perseroan melakukan perbuatan

hukum dalam kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak

selaku yang berwenang berdasarkan jabatannya tersebut. Untuk memnuhi legalitas

melakukan tindakan hukum mewakili perseroa., Direksi harus memenuhi beberapa

persyaratan, yaitu :

1) Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan dalam

waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya tidak pernah;

a) Dinyatakan pailit

b) Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah

menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit;

c) Dihukum karena melakukan tindakan pidana yang merugikan keungana negara dan/atau

yang berkaitan dengan sektor keuangan. 94

2) Lulus fit and proper test oleh Bank Indonesia untuk Direksi Bank. 95

3) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu. 96

_
93
Gunawan Wijaya, Op. Cit., hal. 75., Lihat juga ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata.
94
Pasal 93 ayat (1) UUPT
95
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/25/PBI/2003, tanggal 10 November 2003.
96
Pasal 94 ayat (1) & ayat (3) UUPT

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan

sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk

mengurus Perseroan yang, antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari Perseroan.

Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang

tepat, dalam batas yang ditentukan dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang

dan/atau anggaran dasar. Sedangkan yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang

tepat “adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang

tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis. 97

Untuk memenuhi kewajiban tersebut di atas, maka Direksu harus :

1) Menyusun Rencana Kerja jangka pendek yang lazim di sebut sebagai Rencana Kerja

dan Anggaran Tahunan (RKAT), Rencana Kerja jangka menengah (Rencana Bisnis

berjangka waktu 3 – 5 tahun) dan Rencana Kerja jangka panjang yang berjangka waktu

di atas 5 (lima) tahun. Rencana kerja ini harus disesuaikan dengan visi dan misi

perusahaan yang telah ditetapkan oleh pendiri perusahaan tidak boleh hanya ditentukan

oleh pengurus tetapi harus disetujui oleh RUPS;

2) Menyusun Standar Operasional dan prosedur disemur lini kegiatan perusahaan sebagai

pedoman bagi setiap orang untuk menjalankan tugasnya;

3) Mengelola risiko agar Perseroan tidak mengalami kerugian yang dapat mengancam

kelangsungan usaha;

_
97
Pasal 92 ayat (1) dan ayat (2) UUPT beserta penjelasannya

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
4) Menerapkan GCG. Banyak literatur yang menjelaskan mengenai GCG tetapi khusu

untuk Bank Umum telah ada peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang

penerapan GCG. tetapi khusus untuk Bank Umum telah ada peraturan Bank Indonesia

yang mengatur tentang GCG. 98

UUPT mewajibkan Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan

menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat

pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling

sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.

Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian

tugas dan wewenang pengurusan diantara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan

keputusan RUPS. Jika RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang

anggota Direksi maka Direksi harus mengatur pembagian tugas dan wewenang

berdasarkan keputusan Direksi. Direksi sebagai organ Perseroan yang melakukan

pengurusan Perseroan memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan. Oleh karena itu,

apabila RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi,

sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri. 99

Khusus untuk Bank umum, Bank Indonesia mewajibkan adanya seorang

Direktur Kepatuhan (Compliance Director), yang bertugas dan bertanggung jawab

sekurang-kurangnya untuk ;

_
98
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006, tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance bagi Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/2006 tentang
perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Goog Corporate
Governance.
99
Pasal 92 ayat (5) ayat (6) UUPT serta penjelasannya.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
1) Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan Bank telah memenuhi

seluruh peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku

dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian;

2) Memantau dan menjaga agar kegiatan usaha Bank tidak menyimpang dari ketentuan

yang berlaku;

3) Memantau dan menjaga kepatuhan Bank terhadap seluruh perjanjian dan komitmen

yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Direktur Kepatuhan

wajib mencegah Direksi Bank agar tidak menempuh kebijakan dan/atau menetapkan

keputusan yang menyimpang dari peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-

undangan lain yang berlaku. 100

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam melakukan perbuatan

hukum, perseroan diwakili oleh Direksi. Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1

(satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggoa Direksi, kecuali

ditentukan lain dalam anggaran dasar. Undang-undang ini pada dasarnya menganut

sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiap-tiap anggota Direksi berwenang mewakili

perseroan. Namun, untuk kepentingan Perseroan , anggaran dasar dapat menentukan

bahwa Perseroan diwakili oleh anggota Direksi tertentu. Kewenangan Direksi untuk

_
100
Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/6/PBI/1999, tanggal 20 September 1999, tentang
penugasan direktur kepatuhan (compliance director) dan penerapan standar pelaksanaan fungsi audit
intern umum.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
mewakili Perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain

dalam Undang-undang ini, anggaran dasar, ataupun keputusan RUPS. 101

Agar jiwa kolegial yang dianut oleh Undang-undang ini tidak hilang, maka

setiap pengambilan keputusan harus dilakukan secara kolegial agar ada process check

and balance. Setelah keputusan diambil secara kolegial , maka salah seorang Direksi ,

biasanya Direktur Utama, akan mewakili Perseroan untuk bertindak untuk dan atas

nama Perseroan. Dengan mekanisme pengambilan keputusan secara kollegial, prinsip

tanggung jawab renteng dapat diterapkan.

Undang-undang Perseroan Terbatas juga mengisyaratkan bahwa tidak ada

anggota Direksi yang memiliki wewenang absolut di dalam menjalankan tugasnya. Hal

ini tercermin di dalam prinsip yang menekankan mekanisme kolegial di dalam

pengambilan keputusan dan pertanggung jawaban serta penyebutan Direksi yang

berkonotasi kumpulan Direksi yang mengambil keputusan secara kolegial.

b. Tanggung jawab pribadi

Direksi bertanggungjawab atas pengurusan Perseroan dengan itikad baik dan

penuh tanggung jawab. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara

pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai

menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan. Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua)

anggota Direksi atau lebih, tanggungjawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap

anggota Direksi. 102

_
101
Pasal 98 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUPT serta penjelasannya
102
Pasal 97 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UUPT

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Ketentuan mengenai pertanggungjawaban Direksi yang bersifat pribadi dan

tanggung renteng semakin menguatkan bahwa Direktur Utama bukanlah pemegang

wewenang absolut atau pengambil keputusan tertinggi dalam menjalankan roda operasi

Perseroan. Lalu sebagai apakah Direktur Utama dalam perseroan ? Bagaimana kalau

terdapat perbedaan pendapat dalam proses pengambilan keputusan ? Bagaimana untuk

mencari tim Direksi yang memiliki teamwork yang baik?

Konsekuensi dari sistem kolegial ini menempatkan Direktur Utama sebagai

koordinator Direksi. Oleh karena itu, kriteria untuk menjadi seorang Direktur Utama

menjadi lebih berat, tidak hanya sekedar memenuhi syarat legalitas yang ditentukan oleh

UUPT dan peraturan lainnya, tetapi harus mampu merefleksikan dirinya sebagai seorang

pemimpin; antara l;ain;

1) Memiliki integritas moral;

2) Memiliki kemampuan managerial;

3) Menguasai pekerjaan

4) Memiliki visi;

5) Menjadi contoh (Role Mode);

6) Dan karakter lain yang dapat menaikkan kredibilitas ;

Bentuk pelaksanaan prinsip kolegial, tanggung renteng dan independen didalam

perbankan Indonesia juga diatur dalam ketentuan Good Corporate Governance bagi

Bank Umum. Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan melalui rapat

Direksi dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dan dilakukan berdasarkan

musyawarah mufakat. Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat, pengambilan

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Hasil rapat Direksi tersebut wajib

dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan secara baik. Jika terjadi

perbedaan pendapat (dissenting opinions) dalam rapat Direksi, maka wajib dicantumkan

secara jelas dalam notulen rapat beserta alasan perbedaan pendapat tersebut. 103 Adanya

dissenting opinion juga mengisyaratkan bahwa setiap anggota Direksi haruslah

independen baik terhadap pihak di luar Direksu maupun terhadap anggota Direksi

lainnya.

Sedangkan untuk mendapatkan anggota Direksi yang dapat bekerja sama atau

memiliki teamwork yang harmonis, maka peran fit and proper test mutlak diperlukan

sebelum seorang diangkat menjadi anggota Direksi. Untuk menilai apakah calon

Direksi dapat bekerjasama dalam satu tim, maka dinilai melalui beberapa aspek antara

lain visi, rencana kerja, cara pandang dan pemikiran oleh masing-masing kandidat

Direksi. Calon-calon Direksi yang memiliki kesamaan, kesejalanan dan saling bersinergi

pada hal-hal tersebut adalah mereka yang bisa bekerjasama. Dengan demikian

independensi masing-masing anggota Direksi sudah terjaga sejak dini.

B. Prinsip fiduciary dalam UUPT

Berdasarkan UUPT pengurusan perseroan dipercayakan kepada Direksi

sebagaimana dijelaskan pada Pasal 97 ayat (1) yang menyatakan bahwa Direksi

bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan

perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

_
103
PBI NO.8/4/PBI/2006, Pasal 35 ayat (5)

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Sedangkan di pasal 97 ayat (2) UUPT menetapkan bahwa setiap anggota Direksi

wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab melaksanakan pengurusan tersebut.

Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi bertanggungjawab penuh

secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya

sendiri. 104

Di dalam penjelasan Pasal 97 ayat (2) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

penuh tanggungjawab adalah memperhatikan Perseroan dengan seksama dan tekun.

Namun perlu ditekankan bahwa kewajiban utama dari Direksi adalah kepada

perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu

maupun kelompok sesuai dengan posisi seorang Direksi sebagai trustee dalam

perseroan. 105

UUPT ini memperingatkan setiap anggota Direksi untuk tidak mengkhianati

kepercayaan yang telah diberikan kepadanya yang dapat dilihat pada Pasal 97 ayat (3)

yang menyatakan bahwa setiap anggota bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian

Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 97 ayat (2) 106 . Proporsi tanggung

jawab adalah bersifat tanggung renteng jika Direksi terdiri dari dua orang atau lebih

sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 97 ayat (4) bahwa dalam hal Direksi terdiri

atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.

_
104
Pasal 97 ayat (2) UUPT
105
Janet Dine, Company Law (London : Sweet & Maxweel, 1998), hal. 182
106
UUPT

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
UUPT menganut prinsip good faith (itikad baik), yang dapat dilihat pada Pasal

92 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Direksi menjalankan pengurusan Perseroan

untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 107

Sehingga ukuran itikad baik ada tiga, yaitu keputusan dan kebijakan Direksi harus :

a. memihak kepentingan Perseroan

b. sesuai dengan misi didirikannya Perseroan

c. mendekatkan Perseroan kepada visi dan misi yang ingin dicapai

Prinsip good faith (itikad baik) ini sulti dicapai jika ada konflik kepentingan,

oleh karena itu UUPT ini juga mengatur bagaimana jika terdapat benturan kepentingan

yaitu pada pasal 99 ayat (1), yang mengatur bahwa anggota Direksi tidak berwenang

mewakili perseroan apabila :

a. Terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang

bersangkutan; atau

b. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan

Perseroan;

Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak

mewakili perseroan adalah :

a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan

perseroan;

_
107
Ibid

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan

dengan perseroan; dan

c. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan

Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

Sehubungan dengan benturan kepentingan ini, khususnya perbankan ada aturan

lain yang lebih rinci dan bersifat preventif yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan

harus dipatuhi, antara lain;

a. Jumlah anggota Direksi paling kurang 3 (tiga) orang, ketentuan ini dimaksudkan jika

terjadi perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan maka dapat dilakukan voting

sehingga roda organisasi

b. Direksi dipimpin oleh Presiden Direktur atau Direktur Utama. Namun demikian,

kepempimpinan Direktur Utama atau Presiden Direktur tidaklah mutlak karena ia

membutuhkan persetujuan Direktur lain dalam mengambil keputusan untuk bisa

mengeksekusinya. Dikatakan dia sebagai pemimpin Bank karena semua bidang

pekerjaan menjadi tanggung jawab Direktur Utama dan harus mendapat persetujuannya;

c. Presiden Direktur atau Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang independen

terhadap pemegang saham pengendali. Ketentuan ini untuk menghindari benturan

kepentingan serta independensi Direktur Utama dalam menjalankan operasional Bank

dapat terjaga;

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
d. Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris,

Direksi atau Pejabat Eksekutif pada Bank, perusahaan dan/atau lembaga lain.

Disamping untuk menghindari Direksi dari benturan kepentingan, ketentuan ini juga

baik untuk menjaga agar Direksi fokus untuk mengelola Bank karena mengelola Bank

memang harus dilakukan dengan serius, hati-hati serta fokus, mengingat tingginya risiko

yang dihadapi oleh industri perbankan.

e. Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dilarang memiliki

saham melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor pada Bank/atau

pada suatu perusahaan lain. Ketentuan ini untuk menantisipasi penyaluran kredit atau

pembiayaan pada perusahaan atau group sendiri;

f. Mayoritas anggota Direksi dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan

derajat kedua dengan sesama anggota Direksi dan/atau dengan anggota Dewan

Komisaris. Hal ini untuk menjaga independen pengurus;

g. Anggota Direksi wajib mengungkapkan;

1) Kepemilikan sahamnya, baik pada Bank yang bersangkutan maupun pada Bank dan

perusahaan lain, yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri. 108

2) Hubungan keluarga dan hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris; anggota

Direksi lain dan/atau pemegang saham Bank.

_
108
Pasal 101 ayat (1) UUPT juga menyebutkan bahwa anggota Direksi wajib melaporkan kepada
perseroan mengenai saham yang dimiliki oleh anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya
dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Ayat (2) menyatakan
anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
menimbulkan kerugian bagi perseroan, bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
h. Anggota Direksi dilarang memanfaatkan Bank untuk kepentingan sendiri, keluarga,

dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank;

i. Anggota Direksi dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari Bank,

selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS;

j. Anggota Direksi wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas pada laporan

pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank

Indonesia. 109

Sedangkan untuk melihat apakah suatu keputusan dan kebijakan Direksi akan

mendekatkan perseroan kepada visinya dapat dilihat dari 4 (empat) perspektif dengan

meminjam konsep Balanced Scorecard. Balanced Scorecard adalah seperangkat ukuran

kuantifikasi yang dihasilkan dari strategi perusahaan atau organisasi. Ukuran-ukuran

yang dipilih tersebut merupakan alat bagi pimpinan perusahaan untuk berkomunikasi

kepada karyawan dan pihak luar dan juga mengarahkan hasil yang akan dicapai agar

sesuai dengan misi serta tujuan strategisnya. 110

Empat persepsktif itu adalah pelanggan, proses internal, proses pembelajaran dan

peningkatan ketrampilan karyawan serta aspek keuangan perusahaan.

_
109
Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
Bagi Bank Umum, tanggal 30 Januari 2006, dan Peraturan Bank Indonesia No.8/14/PBI/2006 tentang
Perubahan atas Peraturan bank Indonesia Nomr 8/14/PBI/2006
110
Paul R.Niven, Balanced Scorecard step by step; Maximizing Performance and Maintaining
Results, (New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2006), hal. 13

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
a. Perspektif Pelanggan, ketika kita berbicara mengenai perspektif pelanggan, maka

Direksi harus menentukan siapa target pasar perseroan, value apa yang dipakai untuk

melayani pelanggan, dan apa yang diharapkan pelanggan dari perseroan. Sehingga

segala kebijakan dan keputusan Direksi seharusnya diarahkan untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan tersebut.

b. Perspektif proses internal, adalah mengidentifikasikan proses kunci yang harus

diperbaiki untuk terus bisa meningkatkan value kepada pelanggan dan juga kepada

pemilik.

c. Perspektif proses pembelajaran dan peningkatan ketrampilan karyawan, aspek ini sangat

menentukan keberhasilan pencapaian perspektif lainnya.

d. Perspektif keuangan, adalah ukuran yang sangat penting dalam sistem balanced

scorecard, khususnya pencapaian laba perseroan. Tujuan dan ukuran dalam perspektif

ini akan mencerminkan apakah eksekusi strategi perseroan, yang telah ditetapkan pada

tiga perspektif lainnya, menghasilkan peningkatan keuntungan perseroan. 111

C. Doktrin Ultra Vires dalam UUPT

Doktrin Ultra Vires menyatakan bahwa Direksi dilarang melakukan kegiatan

yang berada di luar kewenangannya. Sebagaimana yang telah diuraikan terdahulu bahwa

ada wewenang RUPS yang tidak diberikan kepada Direksi. Ada pula wewenang RUPS

yang dilimpahkan ke Dewan Komisaris. Sehingga untuk melakukan perbuatan hukum

_
111
Ibid, hal. 14 – 16

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
diluar wewenangnya Direksi wajib memohon persetujuan dari RUPS atau Dewan

Komisaris.

Direksi juga dilarang melakukan perbuatan hukum yang tidak sejalan dengan

maksud dan tujuan perseroan, di samping itu juga harus memperhatikan kelaziman

praktek dalam dunia usaha yang sejenis sebagaimana yang tergambar pada Pasal 92

ayat (1) dan (2) UUPT.

Dengan kata lian, apabila perseroan melakukan kegiatan di luar ruang lingkup

maksud dan tujuannya atau dalam teori hukum Perseroan disebut tindakan ultra vires,

maka perseroan tersebut, melalui Direksinya telah melakukan perbuatan yang ilegal.

Walaupun UUPT tidak menegaskan konsekuensi hukum yang dapat timbul jika

ketentuan Pasal 92 ayat (1) dan (2) dilanggar, tetapi dapat ditafsirkan bahwa perbuatan

hukum yang dilakukan Perseroan bertentangan dengan maksud dan tujuan Perseroan,

atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, atau dengan kesusilaan, atau

kelaziman dalam dunia yang sejenis, batal demi hukum atau dapat dibatalkan oleh

hakim. Apabil abatal demi hukum, maka sejak semula transaksi itu tidak mempunyai

kekuatan hukum atau tidak sah, sedang apabila dibatalkan oleh hakim, maka transaksi

itu menjadi tidak mengikat bagi para pihak sejak putusan hakim dijatuhkan.

Berikut ini diuraikan tentang dan pandangan yang berkaitan dengan doktrin ultra

vires tersebut, yaitu :

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
1. Public document rule

Dampak doktrin ultra vires menjadi semakin meningkat karena berlakunya

public dokument rule atau doctrine of cousntructive’s notice. Doktrin ini didasarkan

atas pendapat bahwa karena seorang yang berhubungan dengan suatu

pendirian/anggaran dasar perseroan yang berdasarkan UUPT Indonesia harus

diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dan didaftarkan dalam

Daftar Perusahaan), semua mereka yang berhubungan dengan suatu perseroan dianggap

sudah memeriksa dokumen-dokumen perseroan, dan oleh karena itu dianggap telah

mengetahui ruang lingkup kegiatan-kegiatan perseroan yang menurut anggaran dasar

boleh dilakukan, 112

rbankan, selain anggaran dasar, ketentuan yang mengatur Bank scara umum seperti yang tercantum dalam

Perbankan, Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia harus juga dicermati dan dipatuhi. 113

ng-Undang Perbankan telah mengatur jenis usaha yang boleh dilakukan oleh Bank Umum. Setiap pihak yang

nis dengan Bank/Perseroan dianggap sudah mengetahui bidang usaha apa saja yang boleh dilakukan Bank. Jika

di luar bidang-bidang yang telah ditentukan Undang-Undang ini, maka Bank/Perseroan melalui Direksinya dapat

kegiatan ultra vires. Dengan demikian, pihak lain yang berhubungan dengan Bank/Perseroan tidak dapat lagi

kepada hakim, jika transaksi yang dilakukan oleh Bank dinyatakan batal demi hukum, atau dibatalkan oleh

n bahwa transaksi itu telah dilakukan oleh Bank/Perseroan dengan melanggar asas ultra vire.

2. Indoor Management Rule

_
112
Sutan Remi sjahdeni, Op. Cit., hal. 103-104
113
UU Perbankan No.7 tahun 1992 dan No.10 tahun 1998, Peraturan Bank Indonesia serta surat
Edaran Bank Indonesia mengatur tentang jenis usaha yang boleh dilakukan serta kegiatan –kegiatan yang
dilarang dilakukan oleh Bank.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Sebagaimana telah dikemukakan tertahulu, berdasarkan public documents rule,

semua orang yang melakukan transaksi dengan suatu perseroan dianggap telah

mengetahui isi anggaran dasar perseroan tersebut. Namun bekerjanya public documents

rule, bukanlah tanpa batas. Putusan-putusan pengadilan Inggris membatasi bekerjanya

asas tersebut, karena dokumen-dokumen itu tidak mengungkapkan hal-hal tertentu yang

seyogianya dipenuhi bagi sahnya tindakan Direksi, atau transaksi Perseroan yang

dilakukan dengan pihak luar. Hal-hal yang tidak mungkin diketahui oleh pihak luar

hanya dari dokumen publik itu adalah :

1) Apakah para Direktur telah diangkat sebagaimana mestinya ?

2) Apakah mereka yang menyatakan dirinya berhak bertindak sebagai (para) Direktur

memiliki kewengan untuk bertindak sebagaimana yang dilakukannya?

3) Apakah RUPS atau rapat Direksi telah diselenggarakan dengan melakukan

pemberitahuan sebagaimana mestinya ?

4) Apakah RUPS atau rapat Direksi telah diselenggarakan memenuhi kuorum yang

ditentukan ?

5) Apakah voting dalam rangka pengambilan keputusan telah dilaksanakan sebagaimana

mestinya ?

6) Apakah keputusan Direksi yang diambil telah diteruskan oleh Direksi kepada pihak-

pihak yang perlu mengetahui dan atau terhadapnya berlaku keputusan itu? 114

_
114
Sutan Remy Sjahdeni, Op. Cit., hal. 104

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
adalah putusan pengadilan Inggris dalam perkara Royal British Bank vs Turquand (1856), pihak luar dapat

rak yang dibuatnya dengan suatu perseroan adalah sah dan mengikat, sekalipun terdapat kekurangan yang

n anggota Direksi yang bersangkutan. Asas yang ditetapkan dalam putusan pengadilan Turquand’s Case itu

ungi seseorang yang beritikad baik melakukan transaksi dengan suatu perseroan, dan yang tidak mengetahui

-syarat intern perseroan yang diperlukan bagi manajemen untuk melakukan transaksi dengan pihak luar tidak

u berhak untuk menganggap bahwa semua hal yang menyangkut pengurusan internal dan prosedur yang

garan dasar perusahaan telah dipenuhi. Asas yang diterapkan dalam Turquand’s Case itu disebut the indoor

_
115
Ibid. Berdasarkan putusan pengadilan Inggris dalam Perkara Royal British Bank vs Turquand
(1856), pihak luar dapat mengklaim bahwa kontrak yang dibuatnya dengan suatu perseroan adalah sah
dan mengikat, sekalipun terdapat kekurangan yang menyangkut kewenangan anggota Direksi yang
bersangkutan. Asas yang ditetapkan dalam putusan pengadilan dalam Turquand’s case itu bertujuan
untuk melindungi seorang yang beritikad baik melakukan transaksi dengan suatu perseroan, dan yang
tidak mengetahui kenyataan bahwa syarat-syarat intern perseroan yang diperlukan bagi manajemen untuk
melakukan transaksi dengan pihak luar tidak dipenuhi. Pihak ketiga itu tidak disyaratkan meneliti untuk
memastikan bahwa seluruh ketntuan intern perseroan telah dipenuhi. Pihak luar itu berhak untuk
menganggap bahwa semua hal yang menyangkut pengurusan internal dan prosedur yang diharuskan
menurut Anggaran Dasar perusahaan telah dipenuhi. Asas yang ditetapkan dalam Turquand’s case itu
disebut the indoor management rule.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Penulis sependapat bahwa asas the indoor management rule dapat dilakukan,

dengan ketentuan bahwa hal-hal yang umum yang seharusnya di periksa dan patut

diketahui, seperti anggaran dasar perseroan, keputusan RUPS, Undang-undang dan

Peraturan yang berlak harus dipelajari dan dipatuhi oleh pihak sebelum melakukan

transaksi atau perbuatan hukum lainnya dengan perseroan. Jika pihak lain tidak

melakukan pemeriksaan dan memastikan bahwa transaksi dan tindakan hukum yang

akan dilakukan dengan Perseroan bukan tergolong kegiatan ultra vires, dan kemudian

hari ternyata tidak sesuai dengan anggaran dasarnya misalnya, maka tindakan Direksi

dapat digolongkan ilegal atau melakukan kegiatan ultra vires. Konsekuensinya adalah

perbuatan Direksi itu batal demi hukum atau dapat dibatalkan oleh hakim.

D. Derivative Action dalam UUPT

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Direksi dapat dimintai

pertanggungjawaban secara pribadi jika melanggar azas fiduciary duty dan/atau ultra

vires yang menyebabkan kerugian perusahaan. UUPT memberikan jalan untuk

melakukan pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa :

1. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau

pihak ketiga; atau

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
2. Anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang

merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga. 116

Selanjutnya UUPT juga mengatur tenang siapayang dapat mengajukan

permohonan untuk dilakukannya pemeriksaan terhadap perseroan, yaitu :

1. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/ 10 (satu

persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;

2. Pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasarn perseroan

atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan

pemeriksaan; ata

3. Kejaksaan untuk kepentingan umum. 117

ng saham minoritas atas nama pemegang saham memiliki hak untuk mengajukan gugatan derivatif kepada

aris. Tentu saja tidak semua pemegang saham minoritas berhak melakukan gugatan derivatif. Memang masing-

peraturan yang berbeda mengenai hal ini. UUPT yang berlaku di Indonesia hanya mengatur bahwa pemegang

erhak mengajukan gugatan derivatif atas nama perseroan adalah pemegang saham yang mewakili paling sedikit

agian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara melalui pengadilan negari terhadap anggota Direksi dan

esalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. 118

UUPT No.40 tahun 2007 tidak menyinggung masalah apakah gugatan dari

existing share holder (pemegang saham saat ini) atau pemegang saham saat kesalahan

di berbagai negara lain, menurut penulis, hati nurani dan rasa keadilannya.jika

_
116
Pasal 138 ayat (1) UUPT
117
Pasal 138 ayat (3) UUPT
118
Pasal 97 ayat (6) dan Pasal 114 ayat (6) UUPT

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
pengadilan mengikuti aliran contemporaneous owenership, maka ia akan menolak jika

yang mengajukan gugatan adalah existing share holder yang belum menjadi pemegang

saham pada saat kesalahan tersebut terjadi. Sebaliknya jika hakim tidak menganut

pemahaman contemporer ownership, maka ia akan meloloskan gugatan ini utnuk

disidangkan. Pemahaman yang terakhir ini dilandasi pemikiran bahwa pihak yang tidak

lagi pemegang saham tidak akan maksimum lagi memperjuangkan hak-hak perusahaan.

Permohonan gugatan tersebut tidak serta merta langsung diajukan pengadilan

tetapi diajukan setelah permohonan terlebih dahulu meminta data atau keterangan

kepada Perseroan dalam RUPS dan perseroan tidak memberikan data atau keterangan

tersebut. 119 Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang perseroan

atau permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus

didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik. 120

Mengingat bahwa gugatan derivatif pemegang saham penggugat tidak mewakili

dirinya sendiri, tetapi atas nama perseroan, maka terdapat beberapa karateristik khusus

dari suatu gugatan derivatif, yaitu sebagai berikut :

_
119
Pasal 138 ayat (4) UUPT
120
Pasal 138 ayat (5) UUPT

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
1. Sebelum melakukan gugatan, sejauh mungkin dimintakan yang berwenang (dalam

hal ini Direksi), untuk melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan sesuai

ketentuan dalam anggaran dasarnya. 121

2. Pihak pemegang saham yang lain sejauh mungkin dimintakan juga partisipasinya

dalam derivative suit, mengingat gugatan tersebut juga untuk kepentingannya.

3. Harus diperhatikan juga kepentingan stake holder yang lain, seperti pemegang

saham yang lain, pihak pekerja dan kreditur. Karena itu, bukan hanya pemegang

saham penggugat yang harus didengar oleh Pengadilan. Misalnya, dalam adanya

settlement di pengadilan, apabila settlement tersebut, meskipun katakanlah pihak

pemegang saham penggugat menolaknya.

4. Tindakan penolakan gugatan derivatif berdasarkan alasan ne bis in idem 122 tidak

boleh merugikan kepentingan pihak stake holder yang lain.

5. Harus dibatasi bahkan dilarang penerimaan manfaat oleh pemegang saham yang ikut

terlibat dalam tindakan yang merugikan Perseroan terhadap mana gugatan derivatif

diajukan, yakni manfaat dari ganti rugi yang diberikan terhadap gugatan derivatif

tersebut.

_
121
Pasa pasal 97 ayat (7) UUPT disebutkan bahwa ketentuan pada pasal 97 ayat (5) UUPT tidak
mengurangi hak anggota direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajikan gugatan atas
nama perseroan.
122
Istilah Ne Bis In Idem berasal dari bahasa latin yang menurut Saochid Kartanegara berarti
seseorang tidak boleh dituntut terhadap suatu delict (tindak pidana), apabila terhadap delict yang
dilakukannya itu diberi keputusan hakim dan keputusan mana mempunyai kekuatan terakhir atau
seseorang tidak dapat dituntut lagi dalam delict itu juga, karena telah ada keputusan hakim sebelumnya.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
6. Seluruh manfaat yang diperoleh dari gugatan dari derivatif menjadi milik Perseroan

7. Sebagai konsekuensinya maka seluruh biaya yang diperlukan dalam gugatan

derivatif (termasuk fee lawyer) selayaknya ditanggung oleh pihak Perseroan. 123

E. Prinsip business judgement rule dalam UUPT

Kalau di dalam prinsip fiduciary duty, seorang Direksi dituntut standar prilaku

tertentu dan kewajiban serta tanggung jawab yang harus dipenuhi, maka business

judgement rule sebaliknya adalah suatu pembebasan tanggung jawab pribadi atas

segala kerugian yang terjadi akibat keputusan, tindakan dan periaku bisnis yang

dilakukan oleh Direksi. Dengan adanya business judgement rule memberikan kelegaan

kepada Direksi didalam menjalankan roda kepemimpinan di perusahaan yang berbadan

hukum PT. Sepintas ada pertentangan antara prinsip fiduciary duty dengan business

judgement rule, tetapi sebenarnya kedua hal tersebut bersifat komplementer atau saling

melengkapi. Seorang Direksi terbebas dari tanggung jawab Direksi jika ia dapat

membuktikan diri bahwa telah melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam

fidufiary duty, misalnya telah melakukan duty of care, goodfaith, tidak melanggar

doktrin ultra vires, tidak melakukan gross neglegence dan lain sebagainya.

_
123
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 260-261

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Prinsip business judgement rule juga telah diakomodir dalam UUPT nomor 40

tahun 1997 pada Pasal 97 ayat (5), disebutkan bahwa seorang Direksi bebas dari

tanggung jawab atas kerugian perseroan apabila dapat membuktikan :

1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

2. Telah melakukan pengurusan dengan itikd baik dan kehati-hatian untuk kepentingan

dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas

tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian ; dan

4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian

tersebut.

Walaupun secara umum, ketentuan di atas telah mengadopsi prinsip prinsip

business judgement rule, namun demikian ada sedikit perbedaan versi dengan ketentuan

business judgement rule yang biasa ditemui di Negara-negara common law.

Menurut Bismar Nasution ada tiga perbedaan mendasar prinsip business

judgement rule yang diadopsi oleh UUPT Nomor 40 tahun 2007 jika dibandingkan

dengan yang berlaku di Negara-negara common law. 124

Pertama, pada umumnya prinsip business judgement rule hanya berlaku pada

keputusan bisnis saja. Dalam UUPT, prinsip ini berlaku pada “pengurusan perseroan”

yang merupakan aspek yang lebih luas dibandingkan dengan keputusan bisnis. Hal ini

berarti Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya bukan hanya dalam hal

_
124
Bismar Nasution, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Pengelolaan Perseroan
Terbatas Bank, disampaikan pada seminar sehari yang diselenggarakan oleh Bank Pembangunan Daerah
Nusa Tenggara Timur, tanggal 02 April 2008, hal. 13

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
keputusan bisnis yang ia ambil, tetapi juga dalam aspek manajemen perusahaan juga

Direksi tersebut dapat membuktikan kelima unsur diatas.

Kedua, tidak ada kejelasan definisi mengenai “kesalahan” dan “kelalaian”. Hal

ini akan mengakibatkan sangat sulit untuk membuktikan bahwa tidak ada unsur

kesalahan atau kelalaian dalam keputusan bisnis atau kepengurusan tanpa parameter

yang jelas tentang apa yang dapt dikategorikan sebagai kesalahan atau kelalaian. Dalam

struktur perusahaan yang semakin rumit tidak jarang Direksi mendelegasikan

kewenangannya kepada bawahannya yang mungkin menyalahgunakan kewenangan

tersebut. Hal yang sama terjadi dalam hal keputusan bisnis. Dalam iklim usaha yang

semakin kompetitif, tidak jarang Direksi harus mengambil keputusan yang bersifat

spekulatif untuk dapat bersaing dengan kompetitornya. Apakah apabila nantinya

keputusan tersebut mengakibatkan kerugian, Direksi dapat dianggap salah atau lalai.

Hal ini sedikit berbeda dengan Negara common law yang pada umumnya tidak

mencantumkan unsur ini dalam bunyi pasalnya. Standar yang dilakukan adalah standar

kewajaran (reasonable) mana pengadilan akan melihat keputusan yang diambil oleh

Direksi dengan melihat apa yang akan dilakukan oleh orang lain yang mempunyai

posisi dan dalam kondisi yang sama. Apabila orang lain tersebut cenderung mengambil

keputusan yang sama, maka keputusan bisnis tersebut dapat dikatakan merupakan

keputusan bisnis yang wajar. Hal ini dilakukan untuk mendorong Direksi untuk berani

mengambil keputusan-keputusan yang bersifat inovatif. Tanpa adanya keberanian untuk

dikhawatirkan perkembangan ekonomi dapat terhambat apalagi dimana globalisasi

dimana para par Direksi dihadapkan dengan pesaing dari berbagai negara.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Ketiga, permasalahan ukuran “itikad baik” dan “kehati-hatian” masih juga

terdapat di UUPT. Seperti juga ketidakjelasan dalam definisi kesalahan dan kelalaian,

tidak adanya unsur yang jelas dari ketentuan itikad baik dan kehati-hatian dapat

mengakibatkan ketidakpastian bagi para Direksi. Oleh karena itu, para Direksi haruslah

tetap berhati-hati dalam kepengurusan dan pengambilan keputusan bisnisnya agar

mendapat perlindungan dari UUPT. 125

Keempat, Pasal 155 UUPT juga menagtur bahwa ketentuan tanggungjawab

Direksi tidak mengurangi kesalahan dan kelalaian yang diatur oleh Undang-Undang

Hukum Pidana. Artinya walaupun menurut ketentuan UUPT ini seorang Direksi dapat

dibebaskan dari tanggungjawabnya, tidak menutup kemungkinan Direksi tersebut masih

dapat dituntut dengan ketentuan lain dalam peraturan undang-undang lainnya. Hal ini

tentunya dapat mengaburkan dari penerapan prinsip business judgement rule itu sendiri.

Di satu sisi ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan safe harbour kepada para

Direksi, namun di sisi lain UUPT tidak secara otomatis melindungi Direksi dari

tanggungjawabnya terhadap eksposure UU Pidana lainnya. 126

Walaupun penerapan prinsip business judgement rule masih diselimuti dengan

berbagai persoalan dan kendala sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi

harus ada pendekatan yang dilakukan agar ketentuan pasal 97 ayat (5) UUPT dapat

diimplementasikan. Khususnya untuk usaha perbankan, akan didekati dengan berbagai

ketentuan dan kelaziman yang berlaku di dunia perbankan di samping ketentuan UUPT

itu sendiri sebagai payung hukumnya.


_
125
Ibid, hal. 13-14
126
Ibid, hal. 15

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
BAB IV

PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM


PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK PERSEROAN TERBATAS

Sebagaimana yang telah diuraikan pda bab sebelumnya, bahwa UUPT sudah

mengadopsi prinsip business judgement rule dalam pasal 97 ayat (5). Berikut ini akan

diuraikan bagaimana menerapkan prinsip tersebut dalam pertanggung jawaban Direksi

Bank Perseroan Terbatas, dengan menguraikan satu persatu ini dari pasal 97 ayat(5)

tersebut dan disesuaikan dengan karekteristik bisnis perbankan.

A. Kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaian Direksi

UUPT tidak menjelaskan ukuran apa yang dipakai sehingga seorang Direksi

dapat digolongkan telah melakukan “kesalahan” dan “kelalaian”. Untuk dapat

melakukan pendepatan yang lebih terarah, perlu dipahami arti kata “kesalahan” dan

“kelalaian” dan ukuran yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai apakah kebijakan

Direksi tergolong salah atau lalai.

1. Pengertian kesalahan dan kelalaian

Sebagaimana diketahui bahwa pasal 136 KUH Perdata 127 mensyaratkan adanya

unsur kesalahan (schuld) terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Sudah merupakan

tafsiran umum dalam ilmu hukum bahwa unsur kesalahan tersebut dianggap ada jika

memenuhi salah satu diantara 3 (tiga) syarat sebagai berikut :

_
127
Pasal 1365 KUH Perdata berbunyi

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
a. ada unsur kesengajaan, atau

b. ada unsur kelalaian (negligence, culpa) 128 dan

c. Tidak ada alasan pemaaf (rechtvaardigings-grond), atau keadaan overmacht,

membela diri, tidak waras, dan lain-lain 129

Ditinjau dari segi berat ringannya derajat kesalahan dari pelaku perbuatan

melawan hukum, maka dibandingkan dengan perbuatan melawan hukum yang

dilakukan denganunsur kelalaian, maka perbuatan melawan hukum yang dilakukan

dengan unsur kesengajaan derajat kesalahannya lebih tinggi. Jika seseorang yang

dengan sengaja merugikan orang lain (baik untuk kepentingannya sendiri atau bukan),

berarti dia telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum tersebut dalam arti yang

sangat serius ketimbang dilakukannya hanya sekedar kelalaian belaka. 130

2. Ukuran (bench mark) dari kelalaian dan kelalaian

Dari definisi di atas bahwa dibalik kata kesalahan atau kelalaian itu terkandung

pengertian bahwa ada suatu perbuatan melanggar hukum. Hukum dalam konteks

industri perbankan harus ditafsirkan secara luas mengingat begitu banyak aturan yang

diberlakukan pada industri perbankan. Selanjutnya akan diidentifikasi ketentuan-

ketentuan yang harus dipatuhi oleh Direksi Bank. Ada beberapa ketentuan-ketentuan di

_
128
Pasal 367 KUH Perdata berbunyi “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas
kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian
atau kesembronoannya.
129
Munir Fuady, Perbuatan melawan hokum, pendekatan kontemporer, (Bandung : PT.Citra
Aditya Bakti, 2005).
130
Ibid, hal. 45-46

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
atas dunia perbankan yang harus dipedomani Direksi dalam menjalankan tugasnya

antara lain :

a. Undang-undang yang berlaku dan ketentuan-ketentuan di bawahnya

b. Seluruh ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia

c. Komitmen dengan bank Indonesia. Komitmen biasanya diminta oleh Bank Indonesia

setelah melakukan pemeriksaan dan pembinaan terhadap Bank, Komitmen berisi

langkah-langkah perbaikan yang harus dilakukan Bank;

d. Anggaran Dasar perusahaan. Di dalam anggaran dasar biasanya tercantum hak,

kewajiban, wewenang Direksi , bisi dan misi perusahaan;

e. Standar operasional dan prosedur (SOP) yang mengatur langkah-langkah yang

harus ditempuh dalam memproses suatu pekerjaan sejak awal sampai pekerjaan

selesai;

f. Pendapat yang dikeluarkan oleh Direktur Kepatuhan atas hasil uji kebijakan yang

akan dikeluarkan oleh Direksi, sebagaimana yang telah dijelaskan pada uraian

sebelumnya bahwa salah satu tugas Direktur Kepatuhan adalah mencegah Direksi

Bank agar tidak menempuh kebijakan dan/atau menetapkan keputusan yang

menyimpang dari peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain

yang berlaku serta tetap memperhatikan unsur kehati-hatian;

g. Kesepakatan-kesepakatan yang sudah diratifikasi baik bilateral maupun multilateral.

Sebagai contoh adalah :

1) Ketentuan-ketentuan harus dipenuhi oleh bank-bank yang beroperasional di

Indonesia yaitu Bank for International Settlement (BIS) atau yang dikenal

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
dengan Basel Accord. Perbankan Indonesia harus tunduk kepada aturan dan

metodologi penerapan manajemen risiko yang ditetapkan dalam Basel Accord

karena Indonesia telah menyatakan diri tunduk atas aturan-aturan yang

ditetapkan dalam Basel Accord tersebut;

2) Pemberian fasilits letter of Credit (LC). Oleh karena pelaksanaannya

melibatkan kegiatan jasa perbankan yang masing-masing berada di negara

berlainan, maka sangat perlu adanya kesesuaian cara pembayaran yang

dilakukan oleh bank-bank itu dalam bentuk peraturan yang mengandung sifat

keseragaman baik dalam cara maupun mengenai pengertiannya. Upaya untuk

memenuhi kebutuhan tersebut telah dilakukan oleh International Chamber of

Commerce (ICC) yang telah berhasil menyusun suatu peraturan bersifat

internasional dikenal dengan nama Uniform Customs and Practice for

Documentary Credit (UCPDC).

h. Kelaziman dan kebiasaan yang berlaku dan sudah diakui sebagai best practice

Ilmu dibidang perbankan yang sudah dipraktekkan secara luas juga dapat

dikategorikan dalam golongan ini. Salah satu contoh adalah praktek dalam bidang

perkreditan. Untuk menilai kelayakan calon nasabah debitur, Bank wajib menilai

kelayakannya minimal melalui 5 (lima) unsur yang dikenal dengan Five Cs (5 C), yaitu ;

1) Character

Aspek ini meliputi sifat, pola hidup maupun kebiasaan calon nasabah

penerima kredit (debitur). Karakter sangat penting karena akan sangat menentukan

kelancaran suatu kredit. Bank harus menghindari penyaluran kredit kepada pemohon

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
kredit yang memiliki pola hidup, kebiasaan dan sifat negatif seperti; pemboros, sulit

membayar hutang, penjudi, pembohong, tidak tertib, dll. Gambaran mengenai calon

nasabah bisa diperoleh dengan beberapa teknik, seperti dengan wawancara, meneliti

daftar riwayat hidup calon debitur, mencari informasi melalui sistem informasi

debitur, dan informasi lainnya dari pihak yang kredibel, dll. 131

2) Capital

Capital adalah modal yang dimiliki oleh calon debitur. Calon debitur wajib

memiliki modal sendiri yang merupakan partisipasinya di dalam menjalankan bisnis.

Hal ini penting untuk memastikan tanggung jawab finansial calon debitur dan juga

bonafiditasnya di dalam menjalankan usaha yang akan dibiayai tersebut. Menurut

kelazimannya,modal sendiri (self financing) ini biasanya lebih besar dari kredit yang

dimohonkan ke Bank. 132

3) Collateral

Collateral adalah jaminan atau agunan yang dimiliki oleh calon debitur

sebagai jaminan untuk pelunasan hutang. Manfaat collateral adalah sebagai alat

pengaman apabila usaha yang dibiayai dengan kredit gagal oleh sebab apappun juga.

Harus disadari bahwa jaminan tidak memperbaiki tingkat kelayakan (feasibility)

suatu usaha (proyek), karena objek utama pembiayaan adalah prospek usaha yang

_
131
Teguh Pujo Muljono, Manajemen Perkredita Bagi Bank Komersiil, (Yogyakarta : BPFE,
2001), hal. 12-13.
132
Ibid, hal. 15.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
akan dibiayai dengan kredit Bank. Namun jaminan tetap diperlukan agar proyek

yang feasible tersebut menjadi Bankable artinya layak untuk dibiayai Bank 133

4) Capacity

Capacity adalah kemampuan calon debitur dalam mengelola perusahaan

atau proyek yang akan dibiayai sehingga nantinya hasil usaha tersebut dapat

melunasi kredit. Pengukuran kapasitas calon debitur dapat dilakukan melalaui

berbagai pendekatan antara lain :

a) Pendekatan historis yaitu menilai past performance dari nasabah yang

bersangkutan apakah usahanya banyak mengalami kegagalan atau selalu

menunjukkan perkembangan yang baik dari waktu ke waktu.

b) Pendekatan finansial, yaitu dengan menilai posisi neraca dan laporan Rugi/Laba

dalam beberapa tahun terakhir atau menilai ratio-ratio keuangannya apakah sehat

atau tidak.

c) Pendekatan kualitas sumber daya manusia, yaitu menilai kemampuan sumber

daya manusia yang menjalankan perusahaan tersebut, antara lain pendidikan,

pelatihan dan pengalamannya

d) Pendekatan yuridis, yaitu menilai apakah calon debitur mempunyai kapasitas

sebagai subjek hukum untuk mewakili dirinya ataupun badan hukum yang

diwakilinya dalam pengikatan perjanjian kredit dengan Bank.

e) Pendekatan manajerial, yaitu menilai kemampuan calon debitur dan

perusahaannya memiliki sistem manajemen yang baik. 134

_
133
Ibid, hal. 16

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
5) Candidat of Economic

Pengertian kondisi ekonomi adalah dalam artian luas termasuk dalam

pengertian ini adalah situasi ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain yang

mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun

awktu tertentu yang kemungkinannya akan mempengaruhi kelancaran usaha dari

calon debitur. 135

Setiap aspek tersebut di atas wajib dituangkan dalam pedoman perusahaan dan

setiap person di perusahaan termasuk Direksi wajib mempedomaninya. Dengan

demikian setiap keputusan atau kebijakan Direktur Bank dapat dipertanggungjawabkan

dengan memakai buku pedoman atau menerbitkan buku pedoman yang tidak

mengakomodir 8 aspek tersebut, maka hal itu menjadi tanggung jawab Direksi dan

dapat dikategorikan sebagai kesalahan atau kelalaian Direksi. Jika akibat hal tersebut

bank mengalami kerugian, business judgement rule tidak berlaku.

Menurit Bismar Nasution dengan mengutip Dine, menyatakan bahwa untuk

menghindari unsur kesalahan dan kelalaian dan menjamin terpenuhinya unsur kehati-

hatian dalam keputusannya, seorang Direksi harus :

a. Mendapat informasi yang cukup mengenai kebijakan kepengurusan atau keputusan

yang akan diambil;

_
134
Ibid, hal. 14
135
Ibid, hal. 17

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. Agenda dan dokumen pendukung mengenai aspek-aspek kepengurusan dan

keputusan bisnisnya harus tersedia dalam proses pengambilan keputusan

c. Mengungkapkan pertanyaan atau pernyataan dengan pikiran yang tidak memihak

dalam proses pengambilan keputusan.

d. Membuat catatan dan dokumen tentang partisipasi mereka dalam proses

pengambilan keputusan

e. Membentuk sebuah komite untuk menjamin hal-hal penting yang berkaitan dengan

keputusan yang akan diambil telah diperiksa para ahli di bidang tersebut dalam hal

yang tidak dapat ditangani atau dipahami oleh manajemen. 136

B. Direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

1. Melakukan pengurusan dengan itikad baik

Seorang Debitur hanya dapat dikategorikan memiliki itikad baik di dalam

mengelola perusahaan jika telah melaksanakan prinsip fiduciary duty dan tidak

melakukan kegiatan ultra vires. Sedangkan untuk dapat melaksanakan prinsip fiduciary

duty dan tidak terjebak pada kegiatan ultra vires , Bank wajib melaksanakan GCG

sebagaimana yang telah diatur oleh Bank Indonesia.

_
136
Bismar Nasution, Op. Cit., hal. 16

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Secara umum prinsip utama GCG itu terdiri dari: 137

a. Transparansi

Pengungkapan informasi kinerja perusahaan baik ketepatan waktu maupun

akurasinya (keterbukaan dalam proses ,decision making, control, fariness, quality,

standardization, effeciency time & cost). Transparansi adalah keterbukaan dalam

melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Dengan transparansi, pihak-pihak yang

terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana dan atas dasar apa keputusan-

keputusan tertentu dibuat serta bagaimana perusahaan di kelola. Namun hal tersebut

tidak berarti bahwa masalah-masalah strategik harus dipublikasikan sehingga akan

mengurangi keunggulan bersaing perusahaan.

b. Akuntabilitas

Penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan

pembagian kekuasaan antara Board of Commissioners, Board of Directors Shareholder

dan auditor (Pertanggungjawaban wewenang, traceable, reasonable). Akuntabilitas

adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan

wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perseroan.

Dalam hal ini Direksi bertanggungjawab atas keberhasilan pengurusan

perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah disetujui oleh pemegang saham

c. Responsibilities

Pertanggungjawaban perusahaan sebagai bagian dari masyarakat kepada

stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan itu berada.


_
137
Amin Widjaja Tunggal Corporate Governance (Suatu Pengantar), (Jakarta : Harvarindo,
2007), hal. 6 – 8

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
d. Independensi

Independensi atau kemandirian adalah sebagai keadaan dimana dalam proses

pengambilan keputusan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai

dengan mekanisme pengambilan keputusan yang sehat dan rasional.

e. Fairness

Perlindungan kepentingan minority shareholders dari penipuan, kecurangan,

perdagangan dan penyalahgunaan oleh orang dalam (selfdealing atau insider trading).

Keadilan adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhdap pihak-pihak yang

berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini

ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhada perusahaan terlindungi dari

kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam.

2. Melakukan pengurusan dengan kehati-hatian

Direksi perseroan juga dituntut untuk mengelola perusahaan dengan kahati-

hatian. Prinsip ini sejalan dengan prinsip pengelolaan bank yang harus dilakukan dengan

prinsip kehati-hatian (prudential banking principle). Beberapa pengaturan oleh UU

Perbankan dan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap Bank agar terhindar dari

masalah dan tidak terjebak dengan kredit bermasalah (Non Performing Loan), antara

lain :

a. Bank umum dilarang melakukan kegiatan sebagai berikut :

1) Melakukan penyertaan modal, kecuali :

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
a) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank atau perusahaan lain

dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan

efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan

memenuhi ketetentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia

b) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat

kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi

ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

2) Melakukan usaha perasuransian

3) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal

6 dan pasal. 7. 138

4) Membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang

mewajibjan Bank untuk memberikan penyediaan dana yang akan mengakibatkan

terjadinya pelanggaran BMPK.

5) Memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan pelanggaran BMPK

6) Memberikan penyediaan dana kepada pihak terkait, apabila :

a) Bertentangan dengan prosedur umum penyediaan dana yang berlaku

b) Tanpa persetujuan Dewan Komisaris Bank

c) Membeli aktiva berkualitas rendah dari pihak terkait. 139

_
138
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998
139
Peraturan Bank Indonesia nomor 7/3/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang batas
maksimum pemberian kredit (BMPK) sebagaimana telah diubah dengan peraturan Bank Indonesia Nomor
8/13/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Di samping pengaturan yang telah disebutkan di atas, Bank Indonesia juga

mewajibkan setiap bank untuk mengelola risikonya dengan membangun Risk Control

System agar operasional bank terhindar dari risiko kerugian yang dapat menggerus

modal bank dan pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan operasionalnya.

Manajemen risiko itu meliputi serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan

untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul

dari kegiatan usaha Bank. Sedangkan risiko yang harus dikelola meliputi Risiko kredit,

risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko

strategik dan risiko kepatuhan.

Sebagai wujud dari kehati-hatian dalam mengelola setiap risiko, Bank wajib

menetapkan limit risiko yang mencakup ;

a. Limit secara keseluruhan

b. Limit per jenis risiko

c. Limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur risiko. 140

Besarnya limit risiko tentunya harus melalui perhitungan dengan metodologi

yang tepat dan sesuai dengan data historis bank. Penetapan besar limit risiko juga

tergantung kepada “risk appetite” dan ”risk tolerance” Bank. Risk appetite adalah

jenis dan tingkat risiko yang bersedia ditanggung oleh bank atas suatu produk atau

bidang usaha. Semakin besar keuntungan yang ada di balik suatu risiko, maka semakin

besar daya tarik untuk mengambil risiko tersebut. Namun risk appetite untuk boleh

menjadi satu-satunya pertimbangan Direksi dalam mengambil keputusan atau

_
140
Pasal 9 ayat (3), PBI No. 5/8/PBI2003

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
kebijakan. Harus juga dihitung seberapa besar risiko kerugian yang dapat ditanggung

oleh Bank jika hal yang terburuk terjadi. Dengan metodologi dan cara perhitungan

statistik, perkiraan risiko dengan range tertentu dapat diperkirakan dan sampai

seberapa besar bank mampu menanggung risiko kerugian bila risiko tersebut benar-

benar menjadi kenyataan. Batas maksimum kemampuan Bank untuk menanggung

kerugian akibat keputusan bisnis yang bisa di terima tanpa membahayakan

kelangsungan usaha Bank disebut dengan risk tolerance.

Risk tolerance sangat tergantung kepada tipikal Direksi, karena perkiraan risiko

itu sendiri biasanya merupakan suatu perhitungan statistik yang memperkirakan suatu

kemungkinan risiko berdasarkan data historis yang dimiliki Bank. Artinya Direksi

mempunyai ruang untuk menetapkan apakah bank melalui keputusan Direksi akan

mengambil risiko tersebut atau menghindarinya. Bagi Direksi yang memiliki tipikal risk

taker akan lebih berani mengambil risiko. Tetapi bagi Direksi yang tergolong risk

averse tentunya akan menolak setiap transaksi yang memiliki kemungkinan risiko

besar, walaupun dibaliknya terdapat kemungkinan keuntungan yang besar.

Jika diperhatikan karakteristik usaha Bank yang memiliki 8 (delapan) jenis

risiko, maka mustahil Direksi dapat mengelola risiko tersebut tanpa ada kelengkapan

yang mendukungnya. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem

manajemen risiko yang efektif, Direksi wajib membentuk;

a. Komite Manajemen Risiko, anggotanya sekurang-kurangnya terdiri dari, mayoritas

Direksi dan pejabat eksekutif terkait. Wewenang dan tanggungjawabnya adalah

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama, yang sekurang-kurangnya

meliputi :

1) Penyusunan kebijakan, strategi dan pedoman penerapan manajemen risiko

2) Perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan manajemen risiko berdasarkan hasil

eveluasi pelaksanaan dimaksud;

3) Penetapan (justification) hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang

menyimpang dari prosedur normal (irregularities).

b. Satuan Kerja Manajemen Risiko, yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1) Satuan kerja manajemen risiko harus independen terhadap satuan kerja

operasional (risk taking unit) dan terhadap satuan kerja yang melaksanakan

fungsi pengendalian intern

2) Satuan kerja manajemen risiko bertanggung jawab langsung kepada Direktur

Utama atau kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus

Wewenang dan tanggung jawab Satuan Kerja Manajemen Risiko meliputi:

a) Pemantauan pelaksanaan strategi manajemen risiko yang telah disetujui oleh

Direksi ;

b) Pemantauan posisi risiko secara keseluruhan (composite), perjenis risiko dan

perjenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing;

c) Kaji ulang secara berkala terhadap proses manajemen risiko;

d) Pengkajian usulan aktivitas dan atau produk baru;

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
e) Evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk

mengukur risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern

(intern model);

f) Memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk taking unit) dan

atau kepada Komite Manajemen Risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki;

g) Menyusun dan menyampaikan laporan profil/komposisi kepada Direktur yang

ditugaskan secara khusus dan komite manajemen Risiko secara berkala. 141

Salah satu contoh yang lazim dilakukan dalam manajemen risiko Bank untuk

menanggulangi risiko yang patut dilakukan oleh Direksi untuk melindungi Bank, antara

lain:

a. Mitigasi risiko

Mitigasi risiko adalah suatu teknik mengatasi risiko dengan cara mengalihkan

risiko tersebut kepada pihak lain. Salah satu contoh mitigasi risiko adalah dengan cara

mengasuransikan. Dengan demikian risiko beralih kepada Bank penanggung risiko yaitu

perusahaan asuransi. Praktek mitigasi risiko misalnya adalah mengasuransikan barang

agunan, sehingga jika terjadi sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan nilai

barang agunan tersebut (misalnya terbakar) maka pihak asuransi akan menggantinya

kepada Bank.

_
141
Ibid

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. Hedging

Disamping mitigasi risiko, cara lain mengatasi risiko adalah dengan transaksi

hedging. Hedging dalah teknik mengunci risiko akibat gejolak nilai tukar uang. Teknik

ini bisanya digunakan dalam perdagangan Valuta Asing. Beberapa contoh teknik

hedging adalah :

1) Inflation Rate Hedging Technique

Masyarakat kita sadar atau tidak, di dalam teknik dan pelaksanaannya sehari-hari

sudah biasa melakukannya. Perusahaan-perusahaan yang mendapatkan keuntungan atau

pribadi-pribadi yang memiliki harta cair, sementara keuntungan atau harta cairnya

belum ditanam dalam asset produktif, di belikan ke emas untuk kemudian di jual

kembali saat memerlukan uang tunai, emas sejak beradab-abad yang lewat menduduki

fungsi pengukur inflasi secara awam.

Harga emas naik bila inflasi naik dan karenanya memiliki fungsi terbalik dengan

nilai uang di dalam negeri, artinya inflasi naik sama dengan nilai tukar turun. Tindakan

masyarakat, apakah perusahaan atau pribadi seperti digambarkan di atas memerlukan

tindakan awam dan sederhana dari hedging inflation. 142

2) Inter Currencies Hedging Techniques

Melalui pasar devisa spot, apabila perusahaan memiliki kewajiban yang harus

diselesaikan pada waktu tertentu dikemudian hari, agar perusahaan tidak menghadapi

beban tambahan akibat nilai tukar uang menjadi mata uang yang diperjanjikan menaik

pada saat tanggal penyelesaian kewajiban jatuh tempo, perusahaan membeli mata uang

_
142
Raflus

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
yang diperjanjikan melalui pasar spot, kemudian disimpan di bank sampai tanggal jatuh

temponya kewajiban yang bersangktuan. 143

3) Inter Currencies Swap

Pada dasarnya merupakan teknik keuangan dalam mengendalikan Asset and

Liabilities dalam denominasi mata uang asing. Di lihat dari sudut jual beli devisa,

merupakan transaksi menjual dan membeli mata uang asing atau devisa, yang

dilakukan secara serempak sehingga tidak menimbulkan posisi terbuka, tetapi

menimbulkan perbedaan penyerahan dengan nilai tukar yang telah disepakati pada saat

transaksi dilakukan. 144

c. Credit Line Facilities

Credit line facilities dipakai untuk menanggulangi risiko likuiditas. Bank

melakukan kerja sama atau perjanjian dengan bank lain yang isinya berupa komitmen

Bank lain untuk menyediakan jumlah dana jika Bank tersebut mengalami kesulitan

likuiditas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengambilan keputusan

Direksi harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang manajemen risiko serta

memperhatikan analisa dan rekomendasi dari komite Manajemen Risiko dan Satuan

Kerja Manajemen Risiko. Jika didalam pengambilan keputusan bisnis Direksi tidak

mengambil tindakan yang lazim digunakan dalam dunia perbankan dan mengabaikan

rekomendasi kedua kelengkapan manajemen risiko tersebut, maka Direksi dapt

dikategorikan tidak berhati-hati.


_
143
Ibid, hal. 1000
144
Ibid., hal. 102

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
3. Melakukan pengurusan sesuai kepentingan, maksud dan tujuan perusahaan

Setiap pendirian suatu perseroan pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu atau

yang dikenal dengan misi dan visi. Misi adalah pernyataan untuk menjawab mengapa

suatu perusahaan tersebut didirikan. Sedangkan visi adalah suatu pernyataan untuk

menjawab akan menjadi seperti apakah perseroan dalam kurun waktu tertentu. Oleh

karena itu setiap pengambilan keputusan Direksi harus diarahkan dan sejalan dengan

visi dan misi perusahaan yang telah ditetapkan

Menurut pandangan konsep balanced scorecard, ada empat perspektif yang

harus menjadi sasaran perusahaan, yaitu : pelanggan, proses internal, proses

pembelajaran dan peningkatan keterampilan karyawan serta aspek keuangan

perusahaan. Pencapaian visi dan misi oleh Direksi harus direalisasikan melalui

pembenahan dari empat perspektif tersebut, yaitu :

a. Keputusan dan kebijakan Direksi harus memiliki dampak meningkatkan value

perusahaan dimata pelanggan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan. Ukuran

atas keputusan Nasabah Bank secara umum dapat dilihat antara lain dari indikator;

1) Market share (pangsa pasar) meningkat, baik dari sisi penghimpunan dana

maupun penyediaan dana (perkreditan);

2) Jumlah keluhan nasabah berkurang;

3) Hasil survey kepuasan nasabah menunjukkan peningkatan kepuasan, dll.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. Keputusan dan kebijakan yang diambil Direksi tersebut harus memiliki dampak

memperbaiki proses internal sehingga perusahaan berjalan lebih efesien dan efektif.

Indikator atas perbaikan proses internal dapat dilihat antara lain dari :

1) Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transaksi semakin cepat ;

2) Frekuensi fraud menurun;

3) Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk suatu transaksi semakin berkurang dll.

c. Keputusan dan kebijakan yang diambil Direksi tersebut harus meningkatkan

kepuasan dan ketrampilan karyawan sehingga mereka bekerja lebih produktif dan

profesional. Untuk mengukur aspek ini dapat dilihat dari :

1) Biaya pendidikan dan latihan minimal harus memenuhi ketentuan Bank

Indonesia yaitu 5% dari total biaya tenaga kerja;

2) Tingkat pemerataan pendidikan untuk seluruh pegawai harus semakin membaik;

3) Tingkat kesalahanyang diakibatkan kurangnya skill dan pengetahuan pegawai

semakin berkurang;

4) Rasio keluar dan masuknya pegawai ke bank (Labour Turn Over Ratio)

semakin kecil;

5) Survey kepuasan pegawai menunjukkan adanya peningkatan dikalangan

pegawai; dll.

d. Tindakan atas seluruh keputusan dan kebijakan 3 (tiga) perspektif sebelumnya harus

memberikan dampak kepada peningkatan laba serta penguatan keuangan

perusahaan. Aspek keuangan khusus untuk perbankan dapat dinilai dengan

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
menggunakan kriteria yang diterapkan oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran

No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 sbb :

1) Modal (Capital), penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan

antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai

berikut ;

a) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)

terhadap ketentuan yang berlaku;

b) Komposisi permodalan

c) Trend depan/proyeksi Kemampuan Pemenuhan Modal Minimum;

d) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank;

e) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari

keuntungan (laba ditahan);

f) Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha ;

g) Akses kepada sumber permodalan

2) Kualitas aset (Asset Quality)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain

dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif,

banch marknya lebih kecil dari 3%. Sedangkan klasifikasi kualitas aktiva produktif

adalah sebagai berikut ;

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
(1) Lancar

(2) Dalam perhatian khusus

(3) Kurang lancar

(4) Diragukan; atau

(5) Macet; 145

b) Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;

c) Perkembangan aktiva produktif bermasalah /non performing asset dibandingkan

dengan aktiva produktif, tingkat non performing loan (NPL) lebih kecil dari 5%

d) Tingkat kecukupan pembentukan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva

produktif (PPAP), bench marknya adalah minimal 3%

e) Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;

f) Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;

g) Dokumentasi aktiva produktif; dan

h) Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah

3) Rentebalitas (Earnings)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain

dilakukan terhadap komponen-komponen sebagai berikut :

a. Return on Asset (ROA), benchmarknya adalah minimal 1,25%. 146

_
145
Peraturan Bank Indonesia Nomor 71/PBI/2005, tanggal 20 Januari 2005, tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum.
146
ROA = Laba sebelum pajak x 100%
rata-rata total aset

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. Return on Equity (ROE), benchmarknya adalah harus lebih besar dari tingkat

deposito rata-rata yang berlaku. 147

c. Net Interest Margin (NIM), benchmarknya lebih besar dari 2%; 148

d. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO), saat ini

benchmarknya lebih kecil dari 94%; 149

e. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan; ]

f. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan

g. Prospek laba perusahaan

4) Likuiditas (liquidity)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lian

dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :

a) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan passiva likuid kurang dari 1

bulan;

b) 1 month maturity mismatch ratio; 150

c) Loan to Deposit Ratio (LDR), saat ini bench marknya diatas 50% dan maksimal

75% 151

d) Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang.

_
147
ROE = Laba sebelum pajak x 100%
rata-rata modal inti
148
NIM = Pendapatan Bunga Bersih x 100%, Pendapatan bunga bersih= pendapatan bunga –
rata-rata aktiva produktif biaya bunga
149
BOPO = Beban Operasional x 100%
pendapatan operasional
150
1 Month maturity mismatch adalah selisih antara tagihan dan kewajiban yang jatuh tempo
dalam 1 bulan ke depan.
151
LDR = Kredit x 100%
dana pihak ke tiga

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
e) Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;

f) Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);

g) KEMAMPUAN Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal,

atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan

h) Stabilitas dana pihak ketiga (DPK)

5) Sensitivitas terhadap resiko pasar (Sensitivity to Market Risk)

6) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengantisipasi fluktuasi suku bunga

dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement)

suku bunga;

7) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengantisipasi nilai tukar dibandingkan

dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar ; dan

8) Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.

Jika Direksi telah mengarahkan keputusan dan kebijakan sesuai denan keempat

perspektif tersebut dan dampaknya dapat dinilai dari ukuran-ukuran sebagaimana yang

telah diuraikan maka dapat dikatakan bahwa Direksi sudah mengambil keputusan

sesuai dengan visi dan misi perseroan atau dengan perkataan lain Direksi telah

melakukan pengurusan perusahaan dengan loyal dan beritikad baik.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
4. Direksi tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian.

Direksi harus menghindari terjadinya benturan kepentingan atau conflict of

interest, untuk menjamin keputusan yang diambil dari dan pengurusan perusahaan

semata-mata untuk kepentinan perusahaan. Sebagai pencegahannya, UUPT telah

melarang Direksi yang terdapat benturan kepentingan dengan Perseroan untuk

mewakili perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. 152 Sedangkan Ketentuan

Bank Indonesia mengaturnya lebih ketat lagi bahkan sifatnya sangat preventif yang

diatur dalam ketentuan tentang GCG, antara lain mengatur tentang transparansi

kepemilikan saham Direksi bank, hubungan darah antara sesama Direksi dan

Komisaris, serta pelarangan rangkap jabatan bagi anggota Direksi. Semua pengaturan ini

dimaksudkan untuk menghindari Direksi dari benturan kepentingan sejak dini.

Untuk menghindari terjadi transaksi yang dapat mendorong terjadinya benturan

kepentingan, maka paling tidak ada tiga jenis transaksi yang harus dihindari oleh para

Direksi dalam mengambil keputusan bisnis, yaitu :

a. Seorang direksi melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri;

b. Dua perusahaan yang mempunyai satu orang Direksi yang sama melakukan

perjanjian;

c. Sebuah induk perusahaan melakukan transaksi Direksi dengan cabang

perusahaannya sendiri. 153

_
152
Pasal 99 ayat (1) dan (2) UUPT.
153
Bismar Nasution Op.Cit., hal. 17

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Selain itu Direksi tidak boleh membuat apa yang disebut dengan secret profit

and benefits from office dan harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang

seharusnya (proper purpose). Seorang Direksi dalam melaksanakan fungsinya harus

pula memperhatikan kepentingan pegawai, kepentingan pemegang saham dan

kepentingan kreditor. 154

5. Direksi telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian.

Penjelasan mengenai hal ini pada UUPT menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanutnya kerugian

termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan

pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat

Direksi.

Ketentuan ini secara implisit menuntut Direksi memahami dan menguasai setiap

aspek operasional perusahaan. Untuk membantu Direksi memonitor perkembangan

operasional perusahaan maka dibutuhkan manajemen sistem informasi (MIS) yang

memadai agar Direksi well informed terhadap segala perkembangan yang terjadi

didalam perusahaannya.

Di samping itu peran pengawas internal (internal control) sangat penting untuk

mencegah dan mengendalikan setiap penyimpangan dan mengendalikan setiap

penyimpangan yang terjadi. Pengawasan dan prosedur dibentuk dengan hati-hati. Senior

_
154
Ibid

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
manajemen harus ikut dalam pengawasan dan operasi dari prosedur tersebut. Prosedur

tersebut harus dibuat tertulis dan mempunyai petunjuk penggunaan serta disesuaikan

dengan struktur manajemen Bank dan proses bisnisnya. 155 Adapun dokumen untuk

prosedur harus mencakup hal-hal berikut ini;

a. Laporan yang dibuat sesuai dengan prosedur;

b. Orang yang bertanggungjawab pada tiap bagian dalam laporan;

c. Unit bisnis atau departemen yang terlibat;

d. Bagaimana unit dan departemen tersebut mengumpulkan informasi yang akan

dibuka;

e. Bagaimana informasi yang terkumpul dikomunikasikan dengan pihak yang

bertanggungjawab untuk menyiapkan laporan;

f. Bagaimana draft laporan ditinjau dan direvisi, termasuk tinjauan oleh para

penasehat luar, seperti auditor, para ahli lainnya, konsultan luar dan oleh Direksi

atau Komite Audit.

g. Checklist dan timeline untuk tahapan-tahapan tersebut. 156

Pada industri perbankan kebijakan mengenai audit intern, yang merupakan

bagian dari sistem pengendalian bank, perannya sangat penting karena diharapkan

membantu semua tingkatan manajemen dalam mengamankan kegiatan operasional Bank

yang melibatkan dana dari masyarakat luas. Untuk itu Bank harus membangun suatu

mekanisme pengendalian umum.

_
155
Ibid, hal. 18
156
Ibid

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Mekanisme pengendalian umum adalah kebijakan dan kegiatan yang ditentukan

oleh manajemen bank di bidang pengawasan dalam rangka memperoleh keyakinan yang

memadai bahwa kepentingan bank, masyarakat menyimpan dana dan Perseroan

engguna jasa serta perekonomian nasional dapat terpelihara dengan serasi, dan dapat

dilaksanakan dengan efektif dan efesien. 157

Dengan sistem pengendalian yang baik dan efektif, maka Direksi akan memiliki

sisem peringatan dini (early warning system) yang memberikan aba-aba jika ada

penyimpangan ataupun kesalahan. Dengan diketahuinya adanya penyimpangan atau

kesalahan sejak awal maka kerugian yang terjadi bisa diminimalisir atau bahkan

dicegah.

Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak intern, Bank juga diaudit oleh

eksternal auditor seperti ; Bank Indonesia, Akuntan publik dan Badan pemeriksa

keuangan (untuk Bank milik Pemerintah). Hal yang tak kalah penting dari sistem

pengawasan ini adalah, temuan dari pengawas tersebut harus ditinjak lanjuti segera.

Semakin cepat temuan ditindak lanjuti, hal itu menunjukkan bahwa Direksi

bersungguh-sungguh mencegah terjadinya kerugian lebihbesar.

Contoh lain tentang tindakan Direksi yang dapat mencegah timbul atau

berlanjutnya kerugian bank adalah tindakan penyelamatan kredit atau restrukturisasi

kredit. Kredit bermasalah dengan kriteria tertentu harus diselamatkan, karena kalau

tidak, maka kredit tersebut menjadi macet.

_
157
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan
Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum, tanggal 25 Oktober 1999.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Ada persepsi salah yang berkembang dimasyarakat bahkan pada aparat penegak

hukum sekalipun dalam memandang non performance loan (kredit non lancar), antara

lain:

a. Kredit non lancar adalah kredit yang tidak layak karena proses realisasinya tidak

sesuai dengan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Sehingga terkandung konotasi

negatif bahwa ada praktek tidak sehat yang dilakukan oleh pejabat atau petugas

Bank atau Debitur.

b. Debitur yang kreditnya tidak lancar adalah Debitur nakal sehingga tidak perlu diberi

pembinaan, kelonggaran apalagi diberi tambahan kredit dan penyelesaiannya adalah

melalui proses pengadilan.

Pendapat itu tidak selamanya benar karena walaupun proses realisasi kredit

sudah berjalan sesuai dengan azas perkreditan yang sehat, risiko kredit tetap saja bisa

terjadi. Banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan debitur (counterparty) gagal

memenuhi kewajibannya kepada Bank. Oleh karena itulah, walaupun Bank telah

menjalankan praktek prekreditan yang sehat, tetapi tetap diwajibkan mengelola risiko

prekreditannya karena untuk level tertentu yang bisa ditolerir akan terjadi kredit non

lancar.

Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam

kegiatan prekreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi

kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui :

a. Penurunan suku bunga kredit;

b. Perpanjangan jangka waktu kredit ;

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
c. Pengurangan tunggakan bunga kredit;

d. Penambahan fasilitas kredit; dan atau

e. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. 158

Tentu saja restrukturisasi kredit harus melalui suatu analisa yang mendalam serta

itikad baik Bank dan Debitur. Khusus untuk penambahan fasilitas kredit untuk debitur

macet, Bank diwajibkan meneliti penyebab macetnya kredit debitur, baik debitur

korporasi maupun debitur usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Apabila kredit

macet disebabkan kondisi di luar kemampuan debitur tetapi debitur menunjukkan itikad

untuk memenuhi kewajibannya, dan dengan pemberian kredit baru tersebut diperkirakan

akan memperbesar potensi debitur untuk membayar kembali kredit macet tersebut maka

kepada debitur masih dimungkinkan untuk diberikan kredit baru. Dalam hal ini Bank

perlu meyakini kelayakan debitur tersebut untuk memperoleh kredit baru berdasarkan

analisis secara komperehensif dan profesional, sesuai asas-asas pemberian kredit yang

sehat. Namun dalam hal kredit macet lebih disebabkan karakter dan tidak ada itikad baik

dari debitur u ntuk menyelesaikan kewajibannya, maka Bank harus menghindari

pemberian kredit baru kepada debitur bermasalah dan atau macet, meskipun usaha yang

dimintakan pembiayaan baru itu dianggap layak. 159

_
158
Pasal 1 angka (25) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI tanggal 20 Januari 2005, tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
159
Lihat Juga Deputy Gubernur Bank Indonesia Nomor 9/4/DpG/DPNP tanggal 29 Maret 2007
perihal Penjelasn atas Beberapa ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan Penyediaan Dana,
khususnya butir C Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang

memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit; dan

b. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah

kredit direstrukturisasi

Kemudian Bank Indonesia melarang bank melakukan restrukturisasi kredit

dengan tujuan hanya untuk menghindari :

a. Penurunan penggolongan kualitas kredit;

b. Peninkatan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva ;

c. Penghentian pengakuan pendapatan bunga secara aktual

Hal tersebut dapat dipahami karena ketiga tindakan tersebut dapat digolongkan

sebagai upaya window dressing yaitu upaya mempercantik laporan keuangan bank yang

memberikan informasi menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Peranan bank sangat penting bagi perekonomian suatu bangsa dan negara. Hal ini

tidak terlepas dari peran utama Bank yaitu menyangkut peranannya sebagai lembaga

kepercayaan masyarakat (agent of trust) dan sebagai agen pembangunan (agent of

development) dalam perekonomian. Setiap kegiatan yang dilakukan bank, baik dari

sisi penghimpunan dan penyaluran dana serta jasa bank lainnya, selalu

mengandung risiko. Ada 8 (delapan) risiko yang melekat pada industri perbankan

dan harus dikelola bank agar terhindar dari kerugian yang membahayakan

kelangsungan usaha bank yaitu ; risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko

operasional, risiko reputasi, risiko strategik dan risiko kepatuhan.

Namun dengan adanya inherent risk yang melekat pada bisnis bank tersebut,

perlu payung hukum bagi para Direksi Bank agar tidak dengan mudahnya dituduh

merugikan bank. Jika kondisi ini tidak dicari jalan keluarnya, maka Bank akan sangat

ketat dalam menyalurkan dananya untuk membiayai sektor riel. Akibatnya

pembangunan ekonomi bisa terhambat.

Undang-undang Nomor 40 tentang perseroan terbatas merupakan salah satu

peraturan yang melegakan para Direksi Bank karena sudah mengadopsi prinsip

business judgement rule.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
2. Prinsip business judgement rule sudah lama berkembang di negara-negara yang

menganut sistem common law. Didalam sistem common law, prinsip business

judgement rule tidak berarti berdiri sendiri tetapi disandingkan dengan prinsip

fiduciary duty seperti; duty of loyalty, duty of care, duty of good faith serta tidak

boleh melanggar doktrin ultra vires.

Sementara itu business judgement rule merupakan penyeimbang prinsip

fiduciary duty yang menekankan pada kewajiban dan larangan kepada Direksi.

Sebaliknya business judgement rule merupakan pembelaan kepada para Direksi karena

prinsip ini menekankan bahwa para anggota Direksi tidak dapat dibebani pertimbangan

bisnis (business judgement) oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila

pertimbangan ini keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.

Prinsip fiduciary duty dan prinsip business judgement rule adalah dua prinsip

yang bersifat komplementer. Penerapannya di dalam bisnis bank mengacu kepada

Undang-undang yang berlaku yang terkait, serta kelaziman Undang-Undang Nomor 40

tentang perseroan terbatas pasal 97 ayat (5) telah menadopsi prinsip business judgement

rule. Untuk bisa diterapkannya prinsip ini ini maka Direksi harus bisa membuktikan hal

tersebut adalah:

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya ;

Sebagai ukuran apakah seorang Direksi dapat dikategorikan melakukan

kesalahan atau kelalaian dapat berupa hal-hal berikut ini:

1) Undang-Undang yang berlaku dan ketentuan-ketentuan dibawahnya; Ketentuan

yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia;

2) Komitmen dengan Bank Indonesia;

3) Anggaran Dasar Perusahaan;

4) Standard operasional dan prosedur (SOP) perusahaan;

5) Pendapat yang dikeluarkan oleh Direktur Kepatuhan atas hasil uji kebijakan

yang akan dikeluarkan oleh Direksi.

6) Kesepakatan-kesepakatan yang sudah diratifikasi baik bilateral maupun

multirateral;

7) Kelaziman dan kebiasaan yang berlaku dan sudah diakui sebagai best practice;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Untuk menilai apakah Direksi telah menjalankan tugasnya tidak melanggar

ketentuan tersebut diatas, hal pertama yang harus dipenuhi adalah prinsip fiduciary duty

dan tidak melakukan kegiatan ultra vires.

Selanjutnya kebijakan yang diambil Direksi harus sesuai dengan vis idan misi

perusahaan yang telah disetujui oleh pemegang saham. Pencapaian misi tersebut harus

diwujudkan dalam 4 (empat) perspektif, yaitu :

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
1) Peningkatan kepuasan pelanggan dan stakeholder pada umumnya;

2) Perbaikan proses internal ;

3) Perbaikan kepuasan dan ketrampilan pegawai;

4) Peningkatan laba dan penguatan keuangan perusahaan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas

tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian

Untuk menilai apakah seorang Direksi tidak melanggar larangan tersebut di

atas dapat dinilai dengan menggunakan kriteria berikut ini :

1) Telah melaksanakan pengelolaan Bank dengan prinsip good corporate governance

2) Keputusan diambil secara rasional

Untuk menilai apakah seorang Direksi telah memenuhi ketentuan tersebut diatas

maka hal-hal berikut ini dapat dijadikan acuan;

1) Direksi Bank wajib membangun Manajemen Information System yang

memadai untuk tetap dalam kondisi well-informed terhadap setiap

perkembangan usaha perusahaan yang dipimpinnya.

2) Direksi Bank wajib membangun Risk Control System (RCS) yang sesuai dengan

kompleksitas usaha bank agar bank dapat terlindungi dari risiko yang tidak

terkendali yang dapat menggerus modal Bank.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
3) Direksi Bank wajib menindak lanjuti setiap temuan auditor agar kerugian yang

ditimbulkan oleh penyimpangan tersebut segera bisa diatasi dan tidak berlanjut.

4) Direksi Bank wajib melakukan rapat-rapat berkala dan harus dituangkan secara

tertulis dalam notulen rapat.

B. Saran

1. Mengingat betapa kompleksnya pengelolaan Bank dan pentingnya mendorong bank

agar lebih berperan aktif dalam menyalurkan dananya untuk membantu sektor riel,

perlu diterbitkan suatu ketentuan yang mengatur bahwa sebelum aparat penegak

hukum memeriksa Bank khusus yang menyangkut penyediaan dana, penghimpun

dana dan jasa perbankan lainnya harus mendapat izin kelegaan bagi para bankir

untuk lebih berani menyalurkan dana Bank yang akan berdampak kepada

bergairahnya kembali perekonomian Indonesia.

2. Bank Indonesia perlu mengadakan sosialisasi mengenai konsep prinsip fiduciary

duty dan prinsip business judgement rule dikalangan pengusaha, bankir dan aparat

penegak hukum, sehingga implementasi business judgement rule yang sudah

diadopsi oleh Undang-Undang No.40 tanggal 16 Agustus Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas dapat dipahami oleh pihak-pihak yang terkait sehingga

implementasinya sesuai dengan maksud diterbitkannya Undang-Undang tersebut.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
3. Walaupun prinsip business judgement rule telah diadopsi pada pasal 97 ayat 5

UUPT, tetapi pada pasal 155 menyatakan bahwa : Ketentuan mengenai

tanggungjawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya

yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam

Undang-Undang tentang Hukum Pidana. Hal ini menjadi mengaburkan kembali

apakah kerugian yang terjadi akibat keputusan Direksi besifat perdata atau pidana.

Oleh karena itu perlu peraturan lanjutan yang bisa menarik benang merah antara dua

isu tersebut.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Ali, H.Masyud, Manajemen Risiko, Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi
Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006

Dine, Janet, Company Law, London : Macmillan Press Ltd, 1998

Fuady, Munir, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung, CV.Utomo, 2005

Fuady, Munir, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Bandung, PT.


Citra Aditya Bakti, 2005.

Grifis, H.Steven, Law Dictionary, Newyork : Barron’s Educational Series, Inc, 1984 .

Lame, James, Enterprise Risk management, Panduan Komprehensif bagi Direksi,


Komisaris dan Profesional Risiko, alih bahasa Tim BSMR. Jakarta : PT.Ray
Indonesia, 2007

Lipton, Philip dan Abraham Herzberg, Corporate Governance, Victoria: Blackweel,


Publishing, 2004.

Muljono, Teguh Pudjo, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersiil, Jogyakarta :


BPFE, 2001.

Niven, R.Paul, Balanced Scorecard Step by Step: Maximizing Performance and


Maintaining Results, New Jersey : John Wiley & Sons, Inc, 2006

O’Kelley. Jr, Charles and Robert B. Thompson, Corporation and Other Business
Associationes. Boston, Toronto, London : Little, Brown and Company, 1992.

Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000

Rax, Raflus, Treasury Management Foreign Exchange Transaction, Jakarta : Treasury


Management Banking and Corporate, Jakarta, 1996

Suparmoko, M, Pengantar Ekonomi Makro, Yogyakarta : BPFE, 1998.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Suta, I putu Gede Ary dan Soebowo Musa, BPPN The End, Jakarta : Yayasan Said
Satria Bhakti, , 2004.

Tunggal, Amin Widjaja, Corporate Governance (Suatu Pengantar), Jakarta :


Harvarindo, 2007.

Wilamarta, Misahardi, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good


Corporate Governance, Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2007.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Perseroan Terbatas, Jakarta :
Rajawali Pers, 1999

------, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta :


Balai Pustaka, 2001.

-----, Work Book Tingkat 1, Global Association of Risk Professionals, Jakarta : Badan
Sertifikasi Manajemen Risiko, 2007.

B. Majalah/Publikasi/Karya Ilmiah

Fadjriah, Siti CH, Materi Lokakarya Direktur Kepatuhan Gelombang IV, Jakarta 9-10
Agustus 2000

Khairandy, Ridwan, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26, Nomor 3, 2007

Nasution, Bismar, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Pengelolaan


Perseroan Terbatas Bank, disampaikan pada seminar sehari yang
diselenggarakan oleh Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur tanggal
2 April 2008.

Nasution, Bismar, Pengaruh Globalisasi Ekonomi pada Hukum Indonesia, bahan kuliah
pada Pasca Sarjana Hukum Ekonomi USU

Sjahdeni, Sutan Remy, Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris, Jurnal Hukum
Bisnis, Volume 14, Juli 2001.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
-------, Statistik Perbankan Indonesia, November 2007, Vol 5, No.12, Bank Indonesia.

C. Undang-Undang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan


Terbatas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan


Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia


Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2004

D. Peraturan/Surat Edaran Bank Indonesia

Peraturan bank Indonesia Nomor 6/PBI/2004 Tentang cara Penilaian Tingkat


Kesehatan Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko


bagi Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP/2003 Tentang Penerapan Manajemen


Risiko Bagi Bank Umum

Peraturan Bank Indonesia Nomor /4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate


Governance Bagi Bank Umum

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan atas Peraturan


Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance Bagi Bank Umum

Peraturan Bank Indonesia Nomor 1./6/PBI/1999 Tentang Penugasan Direktur


Kepatuhan (Complience Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi
Audit Intern Bank Umum.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit (BMPK) Sebagaimana telah Diubah Dengan Peraturan bank Indonesia
Nomor 8/13/PBI/2006

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, tanggal 20 Januari 2005, Tentang


Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008
USU e-Repository © 2008

Anda mungkin juga menyukai