Anda di halaman 1dari 2

III.

PENDAHULUAN

“Larut” adalah sehari-hari yang ita gunakan jika suatu zat dapat dicampurkan secara
sempurna dengan suatu cairan. Kita kenal pula keadaan jenuh, hingga muncul pengertian
“kelarutan”. Kelarutan tersebut beragam dari tak terhingga besarnya sampai ke sangat
kecil sekali yang biasa kita sebut “ tidak larut”. Pada dasarnya setiap cairan larut dalam
cairan lain, akan tetapi ada batasnya yaitu keadaan jenuh, yang ditandai oleh suatu
kelarutan tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengambil batas terlalu tegas yaitu
larut dan tidak larut. Padahal yang kita sebut tidak larut, sebenarnya mempunyai kelarutan
yang sangat kecil.

Secara makroskopik kita hanya mengamati dua kemungkinan bila dua cairan
dicampurkan, yaitu terjadi satu fasa saja atau terjadi dua fasa. Kemungkinan pertama
terjadi bila kelarutan cairan pertama dalam cairan kedua belum terlampaui. Kemungkinan
kedua terjadi bila kelarutan salah satu cairan terlampaui dan karenanya akan terjadi dua
fasa yang masing-masing merupakan larutan jenuh. Kedua kemungkinan itu dapat
dimengerti secara termodinamika. Bila zat 1 terlarut dalan zat 2 maka potensial kimia
komponen 1 dapat dinyatakan sebagai,

μ1 = μo1 + RT ln X1 (1)

dengan μo1 potensial kimia zat-1 murni, x fraksi-mol zat-1 dengan anggapan larutan
ideal. Kurva aluran μ1 - μo1 terhadap x1 terlukiskan pada gambar 1. Pada gambar tersebut
garis utuh adalah kurva kelarutan ideal, garis putus-putus a menyatakan larutan nyata
dengan deviasi positif,sedangkan garis putus-putus b menunjukan bahwa potensial kimia
zat-1 murni. Ini berarti bila dalam larutan masih terdapat fasa zat-1 tersebut masih larut,
maka zat tersebut akan berpindah ke fasa pertama yang berarti komponen 1 tersebut
masih larut, potensial komponen -1 lebih rendah dari potensial zat-1 murni, berarti proses
pelarutan masih mungkin. Tetapi setelah proses pelarutan melampaui titik yang
selanjutnya μ1 lebih besar dari pada μ o1 akan terjadi perpindahan komponen-1 ke luar dari
larutan memasuki fasa zat-1 murni dan akhirnya mencapai kesetimbangan. Perluasan
logika tadi untuk komponen-2 akan sampai pada kesimpulan bahwa sekali terjadi dua fasa
tersebut merupakan fasa zat murni. Dengan demikian jelaslah mengapa terjadi pelarutan
sempurna, ada kelarutan maksimum dan terjadi dua fasa dengan masing-masing
merupakan larutan jenih.

Gambar 1
Disamping itu kita kenal pula sifat berubahnya kelarutan bila suhu berubah. Dengan
demikian keadaan suatu fasa dapat mengalami perubahan menjadi dua fasa bila suhunya
berubah, begitu pula sebaliknya. Gibbs menemukan pada komposisi dan tekanan tertentu
pula. Ia membuat aturan yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah variable bebas
(varian) dengan ungkapan :

v=C–P+1 (2)

dengan, v , jumlah varian, C jumlah komponen dan P jumlah fasa, pada tekanan tetap
(perlu diingat bahwa pada saat perubahan terjadi, masih terdapat dua fasa).

Gambar 2

Daerah di daerah lengkung pada Gambar 2 merupakan daerah dua fasa. Sebagai contoh
titik a akan terpecah menjadi titik b (fasa-1) dan titik c (fasa-2). Perbandingan jumlah
fasa-1 dengan fasa-2 adalah sebagai ac : ab. Bila sistem tersebut dipanaskan dari T 1 ke T2
maka titik a bergerak ke a’, b ke b’ dan c ke c’. Dari perbandingannya jelas fasa-1
bertambah banyak dan fasa-2 berkurang. Pemanasan lebih lanjut sampai ke T a membawa
titik a’ ke a”, titik b’ ke a” dan titik b’ ke c”. Sampai disini berarti fasa-2 habis dan system
berubah menjadi satu fasa saja, variannya dua berarti dapat berada pada bagian komposisi
dan suhu.

Anda mungkin juga menyukai