F 4P
Jika sistem ada dalam satu fasa, maka F = 3. Ini berarti sistem mempunyai tiga
varian
atau
tiga
derajat
kebebasan.
Dibutuhkan
tiga
variabel
untuk
menggambarkan sistem secara sempurna, dan hal ini sulit untuk mengerti dan
dibayangkan. Keadaan sistem digambarkan dengan diagram tiga koordinat atau
tiga dimensi (diagram ruang).
Diagram ruang sulit dibuat dan dipelajari. Untuk menyederhanakan maka
salah satu variabel dibuat konstan atau tetap sehingga tinggal 2 variabel bebas.
Dengan penyederhanaan ini diagram dapat digambarkan dalam dua dimensi. Ada
tiga kemungkinan bentuk diagram, yaitu:
1). Diagram P-konsentrasi pada T tetap
2). Diagram T- konsentrasi pada P tetap
3). Diagram P-T pada konsentrasi tetap
Penyederhanaan selanjutnya dilakukan dengan cara mempelajari berbagai
kesetimbangan yang mungkin terdapat dalam sistem secara terpisah. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengatur tekanan dan temperatur sistem.
Misalnya:
-
yang paling umum dari digram fasa T- X cair-cair pada tekanan tetap, biasanya 1
atm, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Diagram fasa T-X cair-cair untuk dua cairan yang misibel
sebagian
Pada daerah di dalam kurva terdapat dua fasa. Titik-titik pasangan
komposisi temperatur di dalam kurva selalu menggambarkan dua fasa. Komposisi
tiap fasa terletak pada kurva. Di luar kurva hanya terdapat satu fasa.Titik
maksimum kurva disebut titik kritik maksimum juga disebut temperatur konsulut
atas (Tue). Di atas temperatur kritik tidak mungkin terdapat dua fasa. Garis-garis
di dalam kurva yang menghubungkan keadaan pasangan dua fasa disebut garis
dasi (tai line).
Diagram ini diperoleh dari eksperimen dengan menambahkan suatu zat
cair ke dalam cairan murni lain pada tekanan tertentu dengan variasi suhu.
Sebagai contoh cairan B murni secara bertahap ditambahkan sedikit demi sedikit
cairan A pada suhu tetap, T1. Sistem dimulai dari titik C (murni zat B) dan
bergerak ke arah kanan secara horizontal sesuai dengan penambahan zat A. Dari
titik C ke titik D diperoleh satu fasa, artinya A ditambahkan larut dalam B. Di titik
D diperoleh kelarutan maksimum cairan A dalam cairan B pada suhu T 1.
Penambahan selanjutnya akan menghasilkan sistem dua fasa (dua lapisan), yakni
lapisan pertama (L1) larutan jenuh A dalam B dengan komposisi X A,1, dan lapisan
kedua (L2) larutan jenuh B dalam A dengan komposisi X A,2. Kedua lapisan ini
disebut lapisan konyugat, terdapat bersama-sama di daerah D dan F. Komposisi
keseluruhan ada di antara titik D dan F. Di titik E komposisi keseluruhan adalah
XA,3 Jumlah relatif kedua fasa dalam kesetimbangan ditentukan oleh aturan Lever.
Di E, lapisan pertama lebih banyak daripada lapisan kedua. Penambahan A
selanjutnya akan mengubah komposisi keseluruhan semakin ke kanan, sementara
komposisi kedua lapisan akan tetap XA,1 dan XA,2. Perbedaan karena penambahan
A secara terus-menerus terletak pada jumlah relatif lapisan pertama dan kedua.
Semakin ke kanan jumlah relatif lapisan pertama akan berkurang sedangkan
lapisan kedua akan bertambah. Di titik F, A yang ditambahkan cukup untuk
melarutkan semua B dalam A membentuk suatu larutan jenuh B dalam A. Dengan
demikian sistem di F menjadi satu fasa. Dari F ke G, penambahan A hanya
merupakan pengenceran larutan B dalam A. Untuk mencapai titik G diperlukan
penambahan jumlah A yang tidak terhingga banyaknya, atau bisa saja melakukan
percobaan mulai dari A murni pada suhu T1, titik G, lalu dilakukan penambahan B
sedikit demi sedikit sampai dicapai titik F dan seterusnya.
Jika percobaan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi akan diperoleh batas
kelarutan yang berbeda. Semakin tinggi suhu, kelarutan masing-masing
komponen satu sama lain meningkat, sehingga daerah dua fasa menjadi
menyempit. Kurva kelarutan akhirnya bertemu di satu titikpada suhu konsolut ata,
atau disebut juga suhu kelarutan kritis, TC. Di atas TC cairan saling melarut
sempurna dalam berbagai komposisi. Contoh sistem yang mengikuti sistem
seperti ini adalah sistem air-fenol dengan TC = 68,85oC.
Ada juga pasangan cairan yang kelarutannya bertambah dengan turunnya
suhu. Untuk sistem seperti ini diperoleh suhu konsulut bawah. Contoh sistem
seperti ini adalah air-trietilamina. Diagram fasanya dapat dilihat pada gambar
(6.10.a). Suhu konsolut bawah air trietilemina adalah 18,5oC .
Ditemukan juga sistem yang mempunyai suhu kelarutan kritis atas dan
bawah sekaligus, meskipun sangat jarang, contohnya adalah sistem nikotin-air
yang diagram fasanya dapat dilihat pada Gambar (6.10.b). Suhu konsolut atasnya
sekitar 210 oC dan suhu konsulut bawahnya sekitar 61 oC.
Aturan fasa untuk suatu sistem pada tekanan tetap adalah f=c-p+1. Untuk
sistem dua komponen , f = 3-p. Di daerah dua fasa , f=1, hanya diperlukan satu
variabel saja yang di[perlukan untuk menyatakan keadaan sistem . Jika variabel
yang dipilih adalah suhu , maka titik potong garis dasi dengan kurva
menghasilkan komposisi kedua larutan konyugat. Sama halnya jika variabel yang
dipilih adalah komposisi salah satu larutan konyugat lainnya. Untik daerah satu
fasa , f=2, ada dua variabel yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem.
Jadi suhu dan komposisi larutan keduanya harus dinyatakan dengan jelas.
Jawaban
Analisis Soal
Diketahui: diagram fasa dua cairan A dan B yang misibel sebagian
n = n1 + n2 = 3,00 mol
n1 = jumlah mol zat pada fasa 1
n2 = jumlah mol zat pada fasa 2
XA = 0,50
MA = 123,11 g mol-1
MB = 86,18 d mol-1
Ditanyakan m1 dan m2 ?
n = nA + nB = n1 + n2...............................................................................(1)
n1
n2
X A, 2 X A
n1
n2
X A X A,1
=
...............................
Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh n 1 dan n2. yakni jumlah mol lapisan 1 dan 2.
Lapisan 1 mempunyai komposisi XA,1 = 0,23
XB,1 =1-XA
Lapisan 2 mempunyai komposisi XA,2 = 0,89
XB,2 = 1- 0,89
Dengan mengetahui komposisi A dan B dalam setiap lapisan dan jumlah mol
setiap lapisan , maka dapat ditentukan mol A dan B pada setiap lapisan, demikian
juga dengan beratnya.
X1 =
n1
n
m1 = mA1 + mB1
Penyelesaian
n1 + n2 = 3 mol
atau ni = Xi n
dan
mi = ni Mi
m2 = mA,2 + mB,2
1,4
0,50 0,23 0,27
n1
n2
=
n2 = (3,00-n1) mol
n1
(3,00 n1)
=1,4
3,00 x 1,4 1,4 n1 = n1
n1 = 1,8 mol, n2 = 3,00 1,8 = 1,2 mol
Pada fasa 1 : nA,1 = ( 0,23 x 1,8) mol = 0,41 mol
nB,1= (1-0,23) (1,8) mol = 1,39 mol
mA,1 = 0,41 mol x 123,11 g mol-1
mB,1 = 1,39 mol x 96,18 g mol-1 = 119,8 g
m1 = 50,5 + 119,8 g = 170,3 g
Pada fasa 2 : nA,2 = (0,89) (1,2) mol = 1,07 mol
nB,2 = (1 0,89) (1,2) mol = 0,13 mol
mA,2 = 1,07 mol x 123,11 g mol-1 = 131,7 g
mB,2 = 0,13 mol x 86,18 g mol-1 = 11,2 g
m2 = 131,7g + 11,2g = 142,9 g
Kesimpulan
Massa cairan di fasa 1 adalah 170,3 g, berkesetimbangan dengan fasa 2 yang
bermassa 142,9 g.
B. Sistem Dua komponen Padat-Cair
Berikut ini merupakan contoh kesetimbangan dua komponen padat-cair.
Kedua komponen missibel dalam fasa cair dan immisibel dalam fasa padat
Jenis kesetimbangan ini dimiliki oleh dua zat yang dapat saling larut
dalam keadaan cairannya, sementara di fasa padatannya terdapat komponenkomponen murninya (tidak membentuk larutan padat/tidak saling melarutkan).
Jika larutan cair A dan B diturunkan suhunya, pada suatu saat akan muncul
padatan. Suhunya disebut sebagai titik beku larutan. Pada suhu ini terdapat dua
fasa, car dan padat. Oleh karena itu f=c-p+2=2-2+2+2, sistem mempunyai dua
derajat kebebasan. Biasanya proses dilakukan pada tekanan tetap, sehingga sistem
menjadi univarian, jadi cukup satu saja yang diperlukan untuk menyatakan keadan
sistem (misalnya: dipilih variabel komposisi saja maka titik bekunya sudah
tertentu); setiap larutan mempunyai titik beku tertentu. Jika titik beku sedert
larutan cair dengan berbagai komposisi ditentukan lalu dialurkan terhadap
komposisi cairannya akan diperoleh kurva CE dan DE seperti berikut.
larutan untuk menyatak keadan sistem. Di bawah kurva FEG, hanya terdapat fasa
padat. Di daerah ini, ada dua safa padat, yakni A murni dan B murni. Menurut
aturan fasa, sistem pada tekanan tetap adalah univarian. Karena komposisi setiap
fasa sudah tertentu, yakni zat murni masing-masing, maka variabelnya hanya
suhu. Daerah CEF merupakan daerah dua fasa, yakni fasa padat A murni, dan fasa
cair. Daerah DEG juga daerah dua fasa, fasa padat B murni dan fasa cair.
Sekarang kita tinjau secara lebih terperinci yang terjadi pada proses
pendinginan secara isobar dari larutan A dan B dengan komposisi XAl. Kita Mulai
dari titik H lalu turun secar vertikal hingga titik S. Garis HIJKS disebut garis
isopleth, yakni garis dengan komposisi tetap. Di titik H campuran (larutan) A dan
B ada dalam keadaan cair. Ketika B membeku, nilai XA dalam larutan (cair) akan
meningkat, dan titik bekunya akan terus menurun. Untuk memperoleh padatan B
yang lebih banyak, maka suhu harus terus diturunkan. Pada suhu T2, terdapat
kesetimbangan antara padatan B (XB=1) dan larutan dengan komposisi yang
dinyatakan titik M, yakni X A. Sepeti telah dibahas dibagian sebelumnya, garis
MJN merupakan garis dasi. Berdasarkan aturan lever maka nB,S/(nA,l + nB,l) =
MJ/JN, dengan nB,S jumlah mol padatan B yang berkesetimbangan dengan
larutan (cair) yang terdiri atas nA,l mol A dan nB,l mol B. Di titik I, nB,S=0.
Penurunan suhu sepanjang garis IJK mengakibatkan jarak horisontal terhadap
IME meningkat, artinya terjadi peningkatan padatan B dengan berkurangnya
suhu. Pada suhu T3, suhu eutectic, diperoleh titik K. Di titik K, larutan mempunyai
komposisi Xe (titik E), dan A maupun B keduanya membeku. Jumlah relatif A dan
B yang membeku bergantung pada komposisi eutectic dari larutan Xe.
Keseluruhan larutan yang ada akan membeku pada suhu T 3 tanpa mengalami
perubahan komposisi lagi. Di titik K ada tiga fase dalam kesetimbangan, yakni
padatan A, padatan B, dan larutan. Derajat kebebasan untuk tiga fasa: f=2-3+2=1,
karena tekanan sudah tertentu maka tak ada derajat kebebasan, sistem invarian.
Suhu harus tetap konstan di titik T3 sampai semua larutan membeku dan jumlah
fasa berkurang menjadi 2. Di bawah T3 penurunan suhu hanya mendinginkan
campuran padatan A dan B.
Jika prosesnya di balik dan simulai dari titik S (padatan A dan padatan B),
cairan pertama yang terbentuk akan mempunyai komposisi Xe. Campuran padatan
tersebut akan memperoleh rentang suhu T3 sampai T1. Titik leleh yang tajam
merupakan salah satu tes yang biasa digunakan orang kimia organik untuk
menguji kemurnian suatu senyawa. Jika titik lelehnya ada dalam rentang suhu
tertentu, artinya zat yang diuji merupkan campuran, bukan senyawa murni.
Campuran padat dengan komposisi eutktik akan meleleh seluruhnya pada satu
suhu (T3). Demikian pula larutan A dan B dengan komposisi eutektik akan
membeku seluruhnya pada suhu T3 menghasilkan campuran eutektik padatan A
dan B. Oleh karena itu, dulu pernah muncul anggapan yang salah menduga bahwa
sistem eutektik adalah suatu senyawa, padahal bukan. Pengujian mikroskopis
memperlihatkan bahwa sistem eutektik terdiri atas campuran kristal A dan kristal
B.
Sekarang kita tinjau proses isotermal pada suhu tertentu, T4 yakni
sepanjang garis horisontal RUVWXY. Titik R menyatakn zat A murni pada suhu
T4. Sejumlah zat B ditmbahkan pada A hingga komposisinya sampai di titik U.
Titik U ini terletak di daerah 2 fasa, yakni fasa padat A murni dan larutan (cair)
dengan komposisi V. Semua B yang ditambahkan akan meleleh jauh di bawah
titik lelehnya dan lelehan B akan melarutkan sebagian A sampai komposisi
cairannya ada di V. Dari aturan lever dapat diperoleh jumlah relatif cairan yang
ada di titik U cukup kecil. Pada penambahan B selanjutnya B akan terus meleleh
dan melarutkan lebih banyak lagi A untuk membentuk larutan V, jadi titik
bergerak dari U ke V. Ketika titik V dicapai, B yang telah ditmabahkan cukup
untuk melarutkan semua padatan A semula membentuk larutan jenuh A dalam B.
Penambahan B selanjutnya hanya akan mengencerkan larutan dan titik keadaan
bergerak melalui daerah cair dari V ke W. Di W larutannya jenuh dengan B.
Penambahan B selanjutnya tidak mengubah komposisi larutannya, zat padatan B
yang ditambahkan tetap sebagai patannya.
Sistem dengan diagram fasa seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini,
disebut sebagai sistem eutektik sederhana. Contoh sistem seperti ini adalah Sn-Pb,
Si-Al, KCl-AgCl, benzena-naftalena, Bi-Cd dan sebagainya.
Contoh Soal :
Diagram fasa cadmium bismut adalah sebagai berikut :
Ar Cd = 112, 5
Ar Bi = 209, 0
Ditanya :
Komposisi padatan pada proses pendinginan sampai suhu kamar ?
Penyelesaian :
Oleh karena pada diagram fasa komposisi dinyatakan dalam fraksi mol,
maka massa Cd dan Bi harus diubah ke dalam mol. Jika fraksi mol Cd maupun Bi
pada cawan krus sudah diketahui, maka lelehan campuran tersebut dapat
dinyatakan dengan suatu titik pada diagram fasa Cd-Bi, lalu ditarik garis vertical
(isopleth) dari titik tersebut sampai sekitar suhu ruang. Jumlah relatif padatan
murni dan campuran eutektik dapat ditentukan dengan menggunakan garis dasi.
nCd
68,27 gram
0,61mol
112,5
n Bi
31,73gram
0,15mol
209,0
X Cd
0,61mol
0,61
0,80
(0,61 0,15)mol 0,76
Gambar 6.
Di titik P mulai muncul padatan Cd murni. Dengan pendinginan
selanjutnya, jumlah padatan Cd murni semakin banyak. Di titik R pada suhu T 4
dicapai, mulai muncul padatan eutektik E. Jumlah relatif padatan Cd murni dan
campuran eutektik adalah :
nCd
RE 35
nE
RT 4 20
Jumlah mol total zat n = nCd + nBi = nCd + nE = 0,76 mol. Jadi padatan Cd
murni, nE = (0,76 mol nCd).
nCd
35
0,76mol nCd 20
nCd =
26,6
0,48mol
55
nE = (0,76 0,48) mol = 0,28 mol, dengan komposisi euntektik terdiri atas 45%
mol Cd.
Kesimpulan :
Jadi pada suhu kamar, padatan di dalam cawan krus hasil pendinginan dari
lelehan campuran Bi Cd, terdiri atas 0,48 mol Cd murni dan 0,28 mol campuran
eutektik yang mengandung 45% mol Cd.
Metode percobaan
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan diagram fasa
melalui percobaan adalah dengan analisa termal. Melalui cara ini suatu campuran
dengan komposisi yang diketahui dipanaskan sampai suhu yang cukup tinggi
sehingga terbentuk cairan yang homogen. Lalu campuran cair tersebut
didinginkan dengan kecepatan yang teratur, dan suhu system diukur sebagai
fungsi dari waktu. Percobaan yang sama diulang untuk beberapa cairan dengan
komposisi yang berbeda-beda untuk memperoleh satu set kurva pendinginan.
Variabel waktu, t, kira-kira sebanding dengan jumlah kalor Q yang dikeluarkan
system, sehingga kemiringan dT/dt dari kurva pendinginan terbalik dengan
kapasitas kalor system, Cp = dQ/dT. Kurva pendinginan untuk system eutektik
sederhana (gambar 1) diperlihatkan pada gambar 2 berikut ini :
Jika B cair murni didinginkan (kurva 1), suhu pada titik beku B, T B0
konstan sampai semua sampel membeku. Kapasitas kalor system B (s) + B (l)
pada TB0 adalah tak hingga. Adanya sedikit penurunan di bawah titik beku A
disebabkan oleh supercooling. Sesudah semua sampel membeku, suhu turun
ketika B didinginkan. Kurva 2 adalah untuk campuran cair dengan komposisi H
pada gambar 1.
Gambar 7
Gambar 8
Ketika B mulai membeku di T1, pada kurva pendinginan terlihat adanya
penurunan dalam kemiringannya, perubahan kemiringan ini disebabkan oleh
karena kapasitas kalor system B (s) + larutan cair lebih besar daripada system
yang hanya mengandung larutan cair saja, karena sebagian kalor dikeluarkan pada
perubahan cairan B menjadi padatannya. Ketika system mencapai suhu
eutektiknya, semua cairan yang tersisa membeku pada suhu konstan dan kurva
pendinginan menjadi horizontal. Dengan mengalurkan suhu dimana terjadi
perubahan kemiringan yang diamati pada kurva pendinginan terhadap XA dan XB
maka akan kita peroleh kurva penurunan titik beku CE dan DE.
Cara lain untuk menentukan diagram fasa adalah dengan membiarkan
system yang diketahui komposisi keseluruhannya pada suhu tertentu dalam waktu
yang cukup lama supaya kesetimbangan tercapai. Fasa-fasa yang ada kemudian
dipisahkan dan dianalisis secara kimia. Hal ini diulangi lagi untuk berbagai
komposisi dan suhu yang berbeda-beda untuk mendapatkan diagram fasa.
Kedua Komponen Membentuk Senyawa dengan Titik Leleh Kongruen
Jika komponen A dan B membentuk suatu senyawa padat AB, dengan fasa
cairnya misibel, sementara fasa padatnya immisibel maka diagram kesetimbangan
padat-cairnya akan mengikuti gambar 9. Gambar 9 akan lebih mudah dipahami
dengan membayangkan bahwa diagram tersebut terdiri atas dua diagram eutektik
sederhana yang berdampingan antara A-AB dan AB-B.
Pada sistem seperti yang terlihat dalam gambar 9, senyawa yang terbentuk
memiliki titik leleh yang lebih tinggi dari kedua komponennya. Pada situasi
seperti ini selalu diperoleh bentuk diagram fasa seperti gambar 9, yaitu ada dua
titik eutektik dalam diagram. Akan tetapi jika titik leleh senyawa ada dibawah
salah satu konstituen penyusunnya, akan muncul dua kemungkinan. Kemungkinan
yang pertama yaitu akan diperoleh diagram fasa seperti yang terdapat dalam
gambar 11. Masing-masing bagian dari gambar merupakan diagram eutektik
sederhana seperti pada gambar 9. Kemungkinan yang kedua digambarkan dengan
sistem kalium-natrium, seperti yang terlihat pada gambar 12.
Jika senyawa padat murni, Na2K, dinaikkan suhunya, titik keadaan
bergerak sepanjang garis AB. Di B terbentuk cairan dengan komposisi C. Karena
cairan ini lebih kaya akan kalium dibandingkan dengan senyawa semula, maka
akan terdapat sebagian natrium padat yang tetap tak meleleh. Jadi pada pelelehan
terjadi disosiasi dan persamaannya sebagai berikut.
Na2K(s) Na(s) +C(l) (3)
titik leleh
Reaksi ini disebut reaksi peritektik atau reaksi fasa. Senyawanya, Na 2K,
dikatakan meleleh secara inkongruen, karena lelehannya mempunyai komposisi
yang berbeda dengan senyawanya. Karena di titik B ini terdapat tiga fasa, yaitu
padatan Na2K, padatan Na dan cairan, maka derajat kebebasannya, f = 0. Pada
sistem invarian, meskipun ada kalor yang mengalir ke dalam sistem, suhunya
akan tetap sama, yaitu dalam hal ini 70C, sampai semua senyawa padat meleleh.
Lalu suhu akan naik kembali. Titik keadaan akan bergerak sepanjang garis BEF
dan sistem terdiri atas natrium padat dan larutan. Di titik F, natrium padat tepat
habis meleleh, dan di atas F sistem hanya terdiri atas satu fasa yaitu cair.
Penurunan suhu larutan dengan komposisi G membalik perubahan di atas. Di F
akan mulai muncul natrium padat. Penurunan lebih lanjut menyebabkan jumlah
natrium padat bertambah dan komposisi cairan bergerak sepanjang FC. Di B
terdapat cairan dengan komposisi C bersama-sama dengan padatan natrium dan
padatan Na2K.
Reaksi fasa yang sebaliknya dari persamaan 3 terjadi sampai cairan dan
natrium padat keduanya bereaksi secara simultan, sehingga ketika titik keadaan
bergerak sepanjang BA hanya ada Na2K padat. Jika cairan dengan komposisi I
didinginkan, natrium padat akan mulai muncul di J, dan komposisi cairan
bergerak sepanjang JC ketika kristal natrium yang terbentuk makin banyak. Pada
titik K terbentuk Na2K padat karena reaksi peritektik,
C(l) + Na(s) Na2K(s)
Jumlah natrium pada komposisi I tidak cukup untuk mengubah semua
cairan C menjadi senyawanya. Karena itu kristal natrium yang ada akan bereaksi
semuanya, tetapi C(l) masih bersisa. Setelah natrium padat habis, suhu akan turun,
Na2K mengkristal dan komposisi cairan bergerak sepanjang CM. Di L, garis dari
MLN menunjukkan bahwa Na2K, titik N, terdapat bersama-sama dengan cairan
M. Ketika titik 0 dicapai, cairan mempunyai komposisi eutektik P. Sistem invarian
sampai cairan habis membentuk campuran kalium padat dan Na2K padat.
Jika sistem dengan komposisi Q didinginkan, natrium padat mulai muncul
di R. pendinginan selanjutnya menyebabkan natrium padat bertambah banyak dan
komposisi cairan bergerak sepanjang garis RC. Di titik S muncul padatan Na 2K
hasil reaksi peritektik. Cairan yang ada bereaksi semua dengan Na padat karena
komposisi asal (Q) lebih kaya dari Na dibandingkan dengan Na 2K, maka pada
reaksi peritektik persamaannya sebagai berikut.
Na(s) + C(l) Na2K(s)
Na padat tidak habis bereaksi, tetapi C(l) habis bereaksi dan titik keadaan
turun ke titik T dengan penurunan suhu sehingga di T terdapat campuran padat
Na2K dan natrium.
Kedua Komponen Membentuk Larutan Padat
Ada pasangan zat tertentu yang dapat membentuk larutan padat. Dalam
larutan padat A dan B tidak ada kristal A ataupun B. Larutan nikel dan tembaga
adalah salah satu contohnya. Kedua zat yakni nikel dan tembaga dapat saling
melarut dalam semua komposisi di fasa padatnya. Diagram fasa system tembaganikel dapat dilihat pada gambar (13)
kurva pada gambar 13 a merupakan kurva cair dan kurva bawahnya
merupakan kurva padat. Interpretasi diagram ini sama dengan interpretasi diagram
cair-uap.
titik
leleh
minimum.
Selain diagram seperti yang terdapat pada gambar 13 a, dikenal pula
sistem biner yang membentuk larutan padat dengan titik leleh maksimum maupun
minimum, lihat gambar 13 b. Diagram fasanya mirip dengan kurva cair-uap pada
sistem yang membentuk azeotrop. Akan tetapi campuran dengan kurva titik leleh
maksimum lebih jarang ditemukan.
Kedua komponen misibel dalam fasa cair dan misibel sebagia dala fasa
padat.
Seringkali ditemukan dua zat yang dapat saling larut dalam berbagai
komposisi pada fasa cair, sementara pada fasa padat kedua zat saling melarutkan
hanya dalam batas-batas tertentu saja. Jadi pada batas-batas konsentrasi tertentu
dapat diperoleh dua larutan pada konyugat. Gejala ini mirip dengan larutan cair
yang misibel sebagian. Padatan A dapat larut dalam sejumlah padatan B
membentuk suatu larutan padat; demikian pula halnya dengan padatan B yang
dapat larut dalam sejumlah tertentu padatan A. Tetapi jika konsentrasi-konsentrasi
ini dilampaui akan diperoleh dua fasa padat, masing-masing larutan padat A dalam
B dan larutan padat B dalam A. Digram fasa yang paling umum untuk sistem
seperti ini dapat dilihat pada gambar 14.
Jika larutan cair dengan komposisi R didinginkan, di titik S mulai terpisah
fasa padat, yang dalam hal ini disebut sebagai fasa alfa, yakni larutan padat B
dalam A. Komposisi larutan padat ini dinyatakan dengan X, di ujung garis dasi
SX. Pendinginan selanjutnya mengakibatkan jumlah B dalam larutan padat
bertambah. Di titik T, larutan cair mempunyai komposisi z dan larutan padat
mempunyai komposisi Y. Perbandingan jumlah larutan padat dan cair dinyatakan
oleh perbandingan panjang garis TZ/TY.
Gambar 14. Diagram fasa padat-cair: misibel dalam fasa cair dan misibel
sebagian pada fasa padat
Di titik Y dapat dilihat bahwa jumlah B dalam larutan padat tersebut lebih
banyak dibandingkan dengan larutan padat di titik X. Di titik U, lelehannya
mempunyai komposisi eutektik dan kedua fasa padat sekarang membeku, yakni
fasa alfa (padatan A yang jenuh dengan B) dan fasa beta (padatan B yang jenuh
dengan A). Di titik ini, terdapat tiga fasa, dua fasa, dan satu fasa cair, dengan
demikian derajat kebebasan pada P tetap adalah f= c-p+1=2-3+1=0, jadi sistem
invarian. Pendinginan lebih lanjut sampai di V diperoleh dua larutan padat
bersama-sama yakni : padatan alfa dengan komposisi M dan padatan beta dengan
komposisi N.
Suatu kesulitan yang muncul adalah difusi molekul, atom atau ion melalui
padatan sangat rendah dan memerlukan waktu yang sangat lama untuk mencapai
kesetimbangan dalam fasa padat. Di titik T, padatan yang berkesetimbangan
dengan lelehannya mempunyai komposisi Y, sementara padatan yang pertama
muncul mempunyai komposisi X. Jadi sistem perlu dibiarkan di titik T untuk
waktu yang lama sebelum fasa padat menjadi homogen dengan komposisi Y
semua. Dalam membicarakan diagram-diagram ini kita asumsikan kesetimbangan
telah dicapai dan mengesampingkan kesulitan percobaannya.
Kalau kita bandingkan titik eutektik pada gambar 14 dengan gambar 6 ,
dapat dilihat bahwa pada titik eutektik gambar 6 cairannya berkesetimbangan
dengan fasa padatan murni A dan B, sementara pada gambar 14 fasa padat yang
berkesetimbangan dengan cairannya bukan zat murninya melainkan larutan padat
yang dinyatakan dengan titik O dan P. Dapat kita lihat bahwa sistem dengan kurva
seperti pada gambar 14 sebenarnya merupakan kurva anatara gambar 6 (fasa
padatnya immisibel) dan gambar 13 b (larutan padat yang mempunyai titik leleh
minimum). Jika padatan dalam gambar 14 kita bayangkan menjadi semakin dan
semakin misibel, titik O dan P akan semakin mendekat dan pada akhirnya bertemu
di satu titik, dan kurvanya akan sama dengan gambar 13 b. Sebaliknya jika
padaatan semakin kurang misibel, maka titik O dan P akan semakin menjauh dan
pada akhirnya akan berimpit masing-masing dengan A murni dan B murni seperti
yang terlihat pada gambar 6.
Contoh sistem yang mempunyai kurva seperti gambar 14 adalah sistem
emas- nikel, bismut-timbal, kadmium-timbal, perak klorida-tembaga (I) klorida
dan sebagainya.
Ada pula sistem padat-cair yang membentuk larutan padat, mempunyai
kurva yang berbeda dengan gambar 14, seperti yang terlihat pada gambar 15.
Kurva ini dapat kita bayangkan terbentuk dari kurva kelarutan padat-padat
yang misibel sebagian (mirip dengan kurva kelarutan cair-cair pada gambar 3) dan
kurva larutan padat yang kontinu seperti pada gambar 13 a.
Jika padatan alfa dengan komposisi F dipanaskan, maka padatan tersebut
akan mulai meleleh di titik G membentuk campuran dua fasa yakni fasa padatan
dan larutan cair dengan komposisi awal N. Ketika dicapai titik H, sisa dari fasa
dengan komposisi R.
( s ) ( s ) laru tan cair
dengan derajat
menjadi
masuk ke daerah
larutan cair.
Destilasi fraksionasi
Destilasi merupakan suatu proses pemisahan dua atau lebih komponen zat
cair berdasarkan perbedaan pada titik didih masing-masing komponen dalam
sampel. Secara sederhana destilasi dilakukan dengan memanaskan atau
menguapkan zat cair lalu uap tersebut didinginkan kembali supaya jadi cair
dengan bantuan kondensor.
Destilasi tunggal, menghasilkan pemisahan parsial dari komponen dimana
fase uap diperkaya dengan zat yang lebih volatil. Sedangkan dalam destilasi
fraksional atau destilasi bertingkat proses pemisahan parsial diulang berkali-kali
dimana setiap kali terjadi pemisahan lebih lanjut. Proses destilasi bertingkat
digunakan untuk komponen yang memiliki titik didih yang berdekatan. Pada
dasarnya sama dengan destilasi sederhana, hanya saja memiliki kondensor yang
,0
Kondensat ini dijaga pada suhu T1 dan sejumlah kecil uap dikumpulkan.
Kondensat kedua mempunyain komponen XB,2 dan bertitik didih T2. Langkahlangkah pada proses ini dapat diulang-ulang sampai didapatkan destilat murni dari
komponen yang lebih volatile dan residu murni dari komponen yang kurang
volatil.
Banyak cairan mempunyai diagram fase temperatur-komposisi yang
menyerupai versi idealnya. Namun dalam sejumlah kasus terjadi penyimpangan
yang nyata. Penyimpangan dari keidealan tidak selalu begitu kuat untuk
menghasilkan nilai maksimum atau nilai minimum dalam batas-batas fase. Tetapi
jika ini terjadi, timbul konsekuensi penting untuk destilasi. Perhatikan gambar
berikut
xa
xa
xa
xa
xa
xa
= 0,20; xb = 0,80; xc = 0
= 0,42; xb = 0,26; xc = 0,32
= 0,80; xb = 0,10; xc = 0,10
= 0,10; xb = 0,20; xc = 0,70
= 0,21; xb = 0,40; xc = 0,40
= 0,30; xb = 0,60; xc = 0,10
Jawaban
xa diukur salah satu sisi yang menuju titik sudut A, begitu pula dengan xb
dan B, serta xc dan C. Titik-titik ini digambarkan sebagai berikut.
Perhatikan bahwa titik-titik (d), (e), dan (f) mempunyai xa/ xb= 0,50 dan terletak
A
pada garis lurus seperti dinyatakan dalam teks.
0,1
0,9
c
0,2
0,8
0,7
0,3
0,4
0,6
0,5
0,5
0,6
0,4
0,7
e
0,8
0,9
C
0,3
0,1
0,2
0,3
0,2
0,1
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
Gambar 2
Latihan.
Tentukan fraksi mol komponen A, B, dan C pada titik-titik a, b, c, d, e, dan f.
C
d
a
f
e
c
b
A
Gambar 3
Jawaban
a. xa = 0,20; xb = 0,20; xc = 0,60
b. xa = 0,40; xb = 0,40; xc = 0,20
c. xa = 0,50; xb = 0,10; xc = 0,40
d. xa = 0,10; xb = 0,10; xc = 0,80
e. xa = 0,10; xb = 0,50; xc = 0,40
f. xa = 0,25; xb = 0,25; xc = 0,50
Cairan dapat campur Sebagian
Untuk sistem tiga komponen ini, pembahasan dibatasi hanya pada sistem
terner cair-cair saja. Salah satu contoh sistem ini adalah aseton-air-dietil eter
(eter) pada 1 atm dan 30oC. Pada keadaan ini, air dan aseton misibel, demikian
pula eter dan aseton misibel, akan tetapi air dan eter misibel sebagian. Diagram
fasa sistem ini dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4
Daerah di atas kurva CFKHD merupakan daerah satu fasa. Setiap titik
yang ada di bawah kurva menyatakan adanya dua fasa cair dalam kesetimbangan.
Garis-garis yang ada dalam daerah ini merupakan garis dasi yang ujungnya
menyatakan komposisi kedua fasa. Berbeda halnya dengan sistem biner yang
garis dasinya horizontal, garis dasi pada sistem terner tidak seperi itu.
Kedudukan garis dasi ditentukan melalui analisis kimia dari setiap fasa.
Pada gambar b, sistem dengan komposisi (keseluruhan) G terdiri atas dua fasa,
yakni fasa , eter yang larut dalam air dengan komposisi F dan fasa , air yang
larut dalam eter dengan komposisi H. Kemiringan garis dasi FGH menunjukkan
bahwa aseton dalam fasa lebih banyak daripada di fasa .
Titik K adalah titik batas yang didekati oleh garis dasi dimana kedua fasa
dalam kesetimbangan menjadi semakin dan semakin mirip. Titik K disebut
dengan plait point, dan kurva CFKHD disebut dengan kurva binodal.
Penaran Garam yang Ditambahkan
Adanya zat terlarut mempengaruhi kelarutan zat terlarut lainnya.
Efek garam-keluar (salting-out) adalah berkurangnya kelarutan suatu gas (atau
zat bukan-ion lainnya) di dalam air jika suatu garam ditambahkan. Efek garamkedalam (salting-in) juga dapat terjadi, dimana sistem terner lebih pekat (dalam
arti mempunyai air yang lebih sedikit) daripada sistem biner. Garam juga dapat
mempengaruhi kelarutan elektrolit lain, seperti yang dapat kita lihat dengan
mempelajari sistem terner yang terdiri atas amonium klorida, amonium sulfat, dan
air.
Titik b menunjukkan kelarutan klorida dalam air : campuran dengan
komposisi b1 terdiri atas klorida yang tak larut dan larutan jenuh dengan
komposisi b. Begitu pula, titik c menunjukkan kelarutan sulfat. Sistem dengan
komposisi a1 adalah tak jenuh dan membentuk fase tunggal. Ketika air menguap,
komposisinya bergerak sepanjang garis a1 ke a4. Pada a2 sistem memasuki daerah
dua-fasa, dan beberapa klorida padat mengkristal (semua garis-hubung yang
berakhir pada batas itu juga berakhir pada titik sudut klorida murni.). Cairan
menjadi lebih kaya akan sulfat, dan komposisinya bergerak menuju d.
Gambar 5. Diagram Fase, pada temperatur dan tekanan tetap untuk sistem
terner NH4Cl/(NH4)2SO4/H2O
Jika sudah cukup banyak air yang hilang sehingga komposisi keseluruhan
menjadi a3, komposisi cairan adalah d. Pada titik ini (yang dihubungkan dengan
titik sudut klorida dan titik sudut sulfat), sistem terdiri atas larutan jenuh yang
berada dalam kesetimbangan dengan dua padatan. Perhatikanlah, titik ini, yang
sesuai dengan kelarutan gabungan kedua padatan, sesuai dengan fraksi mol air
yang lebih kecil daripada dalam sistem biner b maupun c. Artinya, kedua garam
membentuk keseluruhan larutan yang lebih pekat daripada jika garam itu sendirisendiri.
Jika lebih banyak air dihilangkan sesudah sistem sampai di d yang terjadi
hanyalah berkurangnya jumlah larutan, tetapi komposisinya tetap sama (pada d,
larutan jenuh). Kedua padatan mengendap, dan sistem mempunyai tiga fase :
setiap titik dalam daerah tiga fase dihubungkan dengan d dan dua titik sudut
padatan. Jika komposisi sampai pada a4, kita mempunyai sistem biner, yang terdiri
atas campuran kedua padatan dan tak ada lagi air.
Contoh soal
Larutan 50 g amonium klorida di dalam 30 g air dibuat pada temperatur kamar.
Kemudian, ditambahkan 40 g amonium sulfat. Perikan keadaan awal dan
akhirnya.
Jawaban.
Kita gunakan gambar 8.18 sesudah mengubah komposisi menjadi fraksi mol.
Massa molar adalah sebagai berikut: H2O 18,02; NH4Cl 53,49; (NH4)2SO4 131,1 g
mol-1. Kita akan menuliskan komposisi dengan urutan (xW, xC, xS) untuk air (W),
klorida (C), dan sulfat (S) dan menggunakan aturan tuas untuk setiap fase. Jumlah
awal nW = 1,66 mol dan nC = 0,93 mol, sehingga komposisi awal adalah (0,64;
0,36; 0). Pada keadaan akhir, jumlah W dan C sama, tetapi Ns = 0,302 mol. Oleh
karena itu, komposisi akhir adalah (0,57; 0,32; 0,104). Dari gambar dapat kita
lihat bahwa (0,64; 0,36; 0) sesuai dengan sistem dua fase yang terdiri atas c padat
dengan larutan jenuh yang komposisinya (0,64; 0,36; 0). Sesudah penambahan S
hanya ada satu fase.
DAFTAR PUSTAKA
Suardana, I Nyoman, Nyoman Retug, dan I Wayan Subagia. 2002. Buku Ajar
Kimia Fisika. Singaraja : Undiksha
Sukarjo. 1985. Kimia Fisika. Yogyakarta : Bina Aksara
Atkins. 1989. Kimia Fisika edisi Keempat jilid 1. Jakarta : Erlangga
Rohman, Ijang. Sri Mulyani. 2004. Kimia Fisika. Universitas Pendidikan
Indonesia