Anda di halaman 1dari 47

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

LAPORAN STUDI KASUS KEPERAWATAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA REMAJA DENGAN MASALAH


VULVA HYGIENE

Oleh:

HALIMIL UMAMI

04021181621010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

(April, 2020)
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Tujuan Penulisan........................................................................................4

1. Tujuan Umum............................................................................................4

2. Tujuan Khusus...........................................................................................4

C. Manfaat Penulisan......................................................................................5

1. Manfaat bagi penulis.................................................................................5

2. Pelayanan Kesehatan.................................................................................5

3. Institusi Pendidikan...................................................................................5

4. Penelitian Keperawatan.............................................................................5

D. Metode Penelitian........................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Vulva hygiene.................................................................................7

1. Definisi hygiene........................................................................................7

2. Definisi Vulva hygiene.............................................................................8

B. Cara melakukan Vulva hygiene.................................................................8

C. Akibat tidak menjaga kebersihan reproduksi wanita (vulva hygiene).13

D. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga...................................................19

1) Definisi Keluarga....................................................................................19

2) Definisi Keperawatan Keluarga..............................................................20

3) Tujuan Keperawatan Keluarga................................................................21

4) Tanggung Jawab Perawat dalam Keperawatan Keluarga.......................21

E. Asuhan Keperawatan Keluarga..............................................................22

i
1) Pengkajian dan Analisis Data Keperawatan Keluarga.....................23

2) Diagnosis Keperawatan Keluarga.......................................................23

3) Perencanaan (Intervensi Keperawatan)..............................................25

4) Pelaksanaan (Implementasi)................................................................25

5) Evaluasi..................................................................................................26

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA REMAJA DENGAN


MASALAH VULVA HYGIENE..........................................................................27

A. Gambaran Kasus Vulva Hygiene.............................................................27

B. Gambaran Hasil Pengkajian....................................................................27

C. Gambaran Hasil Diagnosis Keperawatan...............................................29

D. Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi......................................29

E. Gambaran Hasil Evaluasi........................................................................30

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus Berdasarkan Teori dan Hasil Penelitian..............32

B. Implikasi Keperawatan............................................................................35

1) Prevensi Primer.......................................................................................35

2) Prevensi Sekunder...................................................................................36

3) Prevensi Tersier.......................................................................................38

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................39

B. Saran..........................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (2009) angka kelompok remaja usia 10-19 tahun di

Dunia diperkirakan berjumlah 1,25 milyar, 83% di antaranya hidup di negara

berkembang. Di Indonesia sendiri menurut sensus penduduk tahun 2010

jumlah remaja sebanyak 64 juta atau sekitar 27,6% dari jumlah penduduk.

Jumlah remaja perempuan dari angka tersebut adalah sebanyak 21 juta atau

18,1% (BKKBN, 2016). Menurut data Dinas Kesehatan Ogan Ilir tahun 2019

jumlah remaja usia 10-18 tahun sebanyak 70 ribu jiwa, dari angka tersebut

jumlah remaja perempuan di kabupaten Ogan Ilir adalah sebanyak 35 ribu

jiwa.

Kesehatan remaja perempuan penting untuk dibahas, karena remaja

perempuan memiliki risiko masalah kesehatan seperti masalah kekurangan

zat besi (anemia), masalah remaja kurus atau kurang energi kronis (KEK),

obesitas, masalah hamil diluar nikah, masalah pernikahan dini dan

termasuklah masalah kesehatan reproduksi (Kementerian Kesehatan RI,

2018). Berbagai permasalahan di atas, kesehatan reproduksi menjadi program

prioritas dalam SDG’s (Sustainable Development Goals) yaitu pada program

ke 5 tentang menurunkan angka kematian ibu yang mencantumkan akses

kesehatan reproduksi secara universal dan individual, termasuk pemeriksaan

HIV/AIDS serta pengendalian penyakit infeksi menular lainnya (Dinas

Kesehatan Pemerintahan Sumatera Selatan, 2019).

1
Kesehatan reproduksi yang ditetapkan dalam konferensi internasional

kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population

and Development/ICPD) adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan

sosial yang utuh; bukan hanya tidak ada penyakit atau kelemahan, tetapi

dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi

serta proses-prosesnya (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Menurut Peraturan

Pemerintah No. 71 Tahun 2014, setiap orang berhak untuk memperoleh

pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu, aman dan dapat

dipertanggung jawabkan (Meilan dkk, 2018).

Masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh remaja putri

adalah salah satunya merupakan masalah vulva hygiene, dimana remaja

belum mengetahui cara menjaga kebersihan organ genitalia. Remaja

perempuan lebih berisiko mengalami gangguan pada organ reproduksi

dikarenakan memiliki 3 saluran utama, yaitu saluran uretra, saluran vagina,

dan anus yang berhubungan langsung dengan daerah luar. Saluran uretra yang

pendek pada perempuan akan meningkatkan risiko penyakit saluran

reproduksi seperti infeksi saluran kemih (ISK) bila tidak melakukan vulva

hygiene dengan tepat (Nuari & Widayati, 2017).

Dampak yang terjadi apabila perilaku vulva hygiene tidak dilakukan

atau buruk, maka akan berisiko terjadinya beberapa penyakit infeksi seperti

candidiasis, vaginosis bacterial, keputihan, iritasi, dermatitis, serta adanya

gejala infeksi saluran reproduksi (ISR), termasuk penyakit menular seksual

HIV/AIDS yang dapat mempertinggi risiko terjadinya vulva hygiene, kanker

rahim, dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Maidartati, Hayati &

2
Nurhida, 2016). Sangat perlu dilakukan dalam menjaga vulva hygiene dengan

benar, karena dapat meminimalisir penyakit infeksi vagina tersebut.

Vulva hygiene merupakan suatu tindakan untuk memelihara kebersihan

dan kesehatan organ reproduksi untuk kesejahteraan secara fisik dan psikis

(Tarwoto & Wartonah, 2010). Tujuan dari vulva hygiene adalah untuk

merawat sistem reproduksi dan mencegah terjadinya infeksi, iritasi, dan gatal

pada daerah vagina, karena infeksi dapat terjadi pada semua perempuan,

infeksi vagina terjadi akibat jamur, bakteri dan virus karena tidak menjaga

kebersihan vulva. Agar remaja putri dapat melakukan vulva hygiene yang

baik, maka perubahan perilaku harus dilakukan. Menurut teori Rogers

perubahan perilaku terjadi apabila didasari dengan memperbaiki pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bertahan lama

(long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasarkan oleh

pengetahuan dan sikap maka tidak akan berlangsung lama (Effendi &

Makhfudli, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pemiliana,

Agustina, & Verayanti, (2019) bahwa yang mempengaruhi perilaku adalah

dengan memiliki pengetahuan dan sikap. Apabila pengetahuan dan sikapnya

baik maka akan semakin baik pula seseorang dalam bertindak dan dapat

merubah perilaku yang lebih baik dan positif.

Dalam meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap individu agar terwujudnya derajat kesehatan yang optimal itu

dimulai dari kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan dan hak

setiap manusia agar dapat menjalani hidup yang produktif dan bahagia.

Kesehatan optimal dapat dicapai jika peran keluarga terhadap kesehatan tidak

3
diabaikan, serta keluarga mengenal keadaan perubahan-perubahan kesehatan

yang dialami oleh anggota keluarga secara mandiri (Ratnawati, 2017).

Keperawatan keluarga merupakan pelayanan kesehatan yang ditujukan

kepada unit terkecil masyarakat yaitu keluarga, yang terdiri dari kepala

keluarga dan anggota keluarga lainnya, untuk mewujudkan keluarga yang

sehat. Fokus pelayanan kesehatan keluarga untuk mewujudkan keluarga yang

berperan sebagai pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga, dan

perantara yang efektif dalam berbagai usaha kesehatan masyarakat. Lingkup

permasalahan keperawatan keluarga adalah pengkajian tentang kondisi

kesehatan dari keluarga, karena masalah kesehatan keluarga dapat saling

berhubungan, yang meliputi pemeliharaan kesehatan keluarga, peran dari

anggota keluarga lainnya dalam mengatasi kesehatan serta peningkatan

kesehatan keluarga (Ratnawati, 2017).

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menerapkan berbagai konsep dan ilmu yang terkait dengan praktik

keperawatan keluarga, serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam

memberikan asuhan keperawatan khususnya asuhan keperawatan keluarga

remaja dengan masalah vulva hygiene.

2. Tujuan Khusus

a) Menganalisis hasil pengkajian pada 3 keluarga remaja dengan masalah

vulva hygiene.

b) Menganalisis hasil analisa data dari hasil pengkajian pada 3 keluarga

remaja dengan masalah vulva hygiene.

4
c) Menganalisis hasil perencanaan kegiatan yang akan dilakukan pada 3

keluarga remaja dengan masalah vulva hygiene.

d) Menganalisis gambaran implikasi keperawatan yang sesuai pada kasus

3 keluarga remaja dengan masalah vulva hygiene.

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat bagi penulis

Diharapkan dari hasil penulisan ini dapat menambah wawasan,

pengetahuan serta pengalaman untuk mengasah ketajaman berfikir secara

kritis dan juga dapat menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama

proses perkuliahan khususnya mengenai asuhan keperawatan keluarga

remaja dengan masalah vulva hygiene.

2. Pelayanan Kesehatan

Diharapkan dapat menambah masukan dan meningkatkan

pemahaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya

mengenai asuhan keperawatan keluarga remaja dengan masalah vulva

hygiene.

3. Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan materi asuhan

keperawatan khususnya mengenai asuhan keperawatan keluarga remaja

dengan masalah vulva hygiene.

4. Penelitian Keperawatan

Diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan keperawatan, terutama yang berhubungan dengan

implementasi inovasi yang mandiri dan komprehensif dalam mengatasi

5
permasalahan yang ada di keluarga remaja dengan masalah vulva

hygiene. Hasil asuhan keperawatan keluarga ini sekaligus dapat menjadi

landasan dasar bagi pengembangan penelitian keperawatan tentang

implementasi inovasi mandiri bagi keluarga dan masyarakat guna untuk

mengembangkan asuhan keperawatan yang bermutu bagi keluarga dan

masyarakat luas.

D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode

pendekatan studi kasus dengan membuat asuhan keperawatan keluarga

remaja dengan masalah vulva hygiene, yang terlebih dahulu dilakukan

pengkajian pada 3 klien, pemberian intervensi pendidikan kesehatan dan

demonstrasi tentang beberapa topik kesehatan untuk mengatasi masalah

yang dialami oleh keluarga, dilanjutkan dengan implementasi dan

evaluasi.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Vulva hygiene

1. Definisi hygiene

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kebersihan

(hygiene) adalah ilmu tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk

mempertahankan atau memperbaiki kesehatan, hygiene merupakan syarat

bagi terwujudnya kesehatan, dan sehat adalah salah satu faktor yang dapat

memberikan kebahagiaan. Kebersihan adalah suatu keadaan bebas dari

kotoran dan infeksi sehingga manusia perlu menjaga kebersihan

lingkungan dan kebersihan diri (personal hygiene) supaya tetap sehat,

tidak berbau, tidak menyebarkan kotoran, atau menularkan kuman

penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. Personal hygiene merupakan

perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan

baik secara fisik maupun psikologis, tujuan personal hygiene adalah untuk

mempertahakan perawatan diri sendiri secara mandiri maupun dengan

bantuan; dapat melatih hidup sehat atau bersih dengan memperbaiki

gambaran atau persepsi terhadap kesehatan dan kebersihan. Personal

hygiene meliputi mencuci tangan, mandi secara teratur, membersihkan

tempat tidur, perawatan kuku, menyikat gigi secara teratur, dan menjaga

organ reproduksi (Uliyah & Hidayat, 2008).

2. Definisi Vulva hygiene

7
Vulva hygiene merupakan salah salah satu upaya untuk mencegah

dan mengontrol infeksi, mencegah kerusakan kulit, meningkatkan

kenyamanan serta mempertahankan kebersihan diri (Poter & Perry, 2000

dalam Rika dkk, 2011 dikutip Aktifah & Rejeki, 2013). Vulva hygiene

adalah membersihkan daerah kewanitaan atau kemaluan alat genital luar

wanita agar terhindar dari penyakit infeksi saluran reproduksi (Ade &

Haryani, 2016). Tujuan vulva hygiene yaitu dapat menjaga dan

memelihara kesehatan vulva, agar terhindar dari penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur, mencegah kerusakan kulit,

mempertahankan kebersihan diri dan meningkatkan kenyamanan.

B. Cara melakukan Vulva hygiene

Penting sekali untuk menjaga kebersihan vulva, dan mengetahui cara

yang baik dan tepat. Vulva hygiene merupakan cara untuk menjaga

kebersihan vulva agar terhindar dari infeksi, kerusakan kulit, dan

meningkatkan kenyamanan diri. Area genital adalah tempat gelap yang

lembab di mana bakteri dapat berkembang jika kebersihan area tersebut

tidak dijaga. Area genitalia wanita terletak pada vulva yaitu vulva hygiene.

Pada wanita, area vulva hygiene itu di area vulva dan labia mayora

yang harus dibersihkan terlebih dahulu, kemudian labia dibuka untuk

mencuci lipatan antara labia mayora dan labia minora. Untuk wanita yang

sedang menstruasi dan pada pasien dengan terpasang kateter, gunakan

kapas atau kasa yang lembut, menggunakan bola wol bersih atau kasa

untuk setiap tindakan (Young & Niekerk, 2003).

8
Menurut Kementerian Kesehatan RI, (2018) kebersihan organ intim

penting dilakukan guna untuk menjaga kesehatan organ reproduksi pada

remaja diawali dengan menjaga kebersihan dan memelihara kesehatan

sistem reproduksi, caranya yaitu sebagai berikut:

a) Penggunaan pakaian dalam

Memilih pakaian dalam itu penting, pakaian dalam yang

digunakan sebaiknya berbahan yang menyerap keringat, misalnya

katun (Kemenkes RI, 2018). Kain yang tidak menyerap keringat akan

menimbulkan rasa panas dan lembab pada area genitalia, karena akan

menimbulkan ketidaknyamanan bagi pemakai, serta sangat kondusif

bagi pertumbuhan jamur. Pakaian dalam yang digunakan juga harus

dalam keadaan yang bersih, kering dan ukuran yang tepat. Jika

pakaian dalam terlalu sempit atau karetnya terlalu kencang maka akan

mengganggu kerja kulit dan menimbulkan rasa gatal.

Menurut Khasanah, (2011) dikutip Ade & Haryani, (2016),

dianjurkan rutin mengganti celana dalam minimal 2 kali sehari. Jika

celana dalam merasa basah atau lembab sebaiknya mengganti celana

dalam yang kering. Menjaga kebersihan celana dalam itu penting,

menghindari celana dalam atau celana jeans yang ketat karena celana

dalam yang ketat dapat menyebabkan daerah kewanitaan berkeringat,

lembab dan mudah terkena jamur dan teriritasi (Yuliarti, 2009 dikutip

Kurniawati & Sulistyowati, 2014).

9
b) Penggunaan handuk

Penggunaan handuk secara berulang diperbolehkan, tetapi yang

perlu diperhatikan adalah handuk harus selalu dijemur setiap kali

selesai dipakai dan harus terkena sinar matahari agar jasad renik yang

ada pada handuk mati dan tidak menimbulkan infeksi. Penggunaan

handuk sebaiknya tidak lebih dari satu minggu, dan atau jika sudah

tidak nyaman pakai. Hindari penggunaan handuk secara bersamaan

dengan orang lain, walaupun dalam satu keluarga. Karena handuk

yang digunakan secara bersamaan bisa menjadi media penularan

penyakit kulit dan kelamin, seperti skabies dan pedikulosis pubis.

Skabies disebabkan oleh tungau sacroptes scabies var. hominis.

Sedangkan pedikulosis pubis disebabkan oleh kutu pthirus pubis. Bila

kutu ini menggigit, maka bekas gigitannya tidak terlihat jelas. Namun,

dalam 30 hari akan timbul pruritis, eritemia dan infeksi sekunder pada

kelamin (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012).

Pakailah handuk yang lembut, kering, bersih dan tidak berbau

atau lembab. Bagi perempuan, setelah buang air kecil atau buang air

besar, membersihkan alat kelamin sebaiknya dilakukan dari arah

depan menuju belakang, lalu dikeringkan daerah kewanitaan dengan

menggunakan handuk atau tisu bersih dengan cara cukup ditepuk-

tepuk perlahan, selalu dari arah depan (vulva) ke belakang (anus) agar

kuman yang terdapat pada anus tidak masuk ke dalam organ

reproduksi (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

10
c) Memotong bulu pubis

Alat kelamin laki-laki dan perempuan pada umumnya terdapat

atau ditumbuhi bulu jika sudah masa pubertas. Guna memelihara

kebersihan dan kerapian, bulu-bulu pubis sebaiknya dipotong. Bagi

pemeluk agama Islam disunahkan untuk memendekkan bulu-bulu

pubis setiap 40 hari. Dengan memendekkan bulu-bulu pubis

kebersihan bulu-bulu pubis akan selalu terjaga, sehingga tidak

menjadi media kehidupan kutu dan jasad renik, serta tidak

menimbulkan aroma yang tidak sedap. Bulu pubis yang terlalu

panjang dan lebat (khususnya bagi remaja putri) akan selalu terpapar

oleh urine saat buang air kecil, sehingga bakteri akan mudah tumbuh

ditempat yang lembab (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012). Menurut

Fitriyya, Muslimah & Alifia, (2015) mencukur rambut kemaluan

banyak manfaatnya yaitu dapat mencegah penyebaran kuman,

memberikan sirkulasi udara di daerah sekitar kemaluan.

d) Kebersihan alat kelamin luar

Bagi remaja putri, membiasakan diri untuk membersihkan vulva

setiap setelah buang air kecil atau buang air besar dan mengeringkan

sampai benar-benar kering sebelum mengenakan pakaian dalam

adalah perilaku yang benar. Teknik membersihkan vulva adalah dari

arah depan (vulva) ke belakang (anus) karena kuman yang ada di

vulva dapat keluar dari basuhan dari depan ke belakang tersebut,

bukan sebaliknya (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Kuku tidak

boleh panjang, karena dapat membuat lecet atau luka pada daerah

11
kewanitaan. Dan jika perlu, menggunakan air bersih yang hangat

bukan panas, sebaiknya menggunakan air bersih yang mengalir,

dianjurkan tidak menggunakan air dari bak toilet umum. Bersihkan

vulva dengan tidak menggunakan cairan antiseptik secara berlebihan,

karena dapat merusak flora normal, yaitu bakteri doderlein. Kuman

ini memecah glikogen pada lendir vagina menjadi asam (pH±4,5)

yang bersifat bakterisida (membunuh kuman). Penggunaan antiseptik

yang berlebihan akan membunuh flora normal ini dan memberi

kesempatan bagi berkembangbiaknya kuman patogenik, sehingga

tubuh akan rentan terhadap infeksi. Menurut Yuliarti, (2009) dikutip

Kurniawati & Sulistyowati, (2014) cairan antiseptik dapat

menyebabkan keputihan patologis karena antiseptik mengubah pH

vagina yang normal (4–4,5) menjadi meningkat dan menjadi basa

sehingga daerah kewanitaan rentan terhadap serangan kuman yang

dapat mengakibatkan keputihan patologis.

e) Pengunaan pembalut wanita

Pada saat haid, remaja putri harus memakai pembalut wanita

yang bersih. Pilihlah pembalut yang tidak berwarna dan tidak

mengandung parfum (pewangi) berlebihan. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi paparan zat kimia pada vulva. Setelah buang air kecil atau

buang air besar, ganti dengan pembalut yang bersih atau baru. Cuci

tangan sampai bersih sebelum mengganti pembalut, dan usai

membuang pembalut (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Jenis ukuran

pembalut disesuaikan dengan kebutuhannya, misalnya pada saat

12
menjelang haid dan mulai terasa adanya keputihan dan sifatnya

fisiologis, bisa menggunakan pembalut yang berukuran kecil atau

(pantyliner) tetapi tidak menggunakan pantyliner setiap hari, dan bisa

menggunakan pembalut kain yang menyerap, serta rutin mengganti

pembalut pada saat haid, tidak harus menunggu penuh.

Menurut Manuaba (2002) dikutip Aktifah & Rejeki (2013),

untuk menjaga kebersihan vagina, yang perlu dilakukan adalah

membasuh secara teratur bagian vulva (bibir vagina) secara hati-hati

dengan menggunakan air bersih dan dengan cara yang benar yakni

dari arah depan ke belakang (jangan terbalik), serta yang harus

diperhatikan lagi adalah membersihkan bekas keringat yang ada

disekitar bibir vagina, dan kemudian pembalut untuk menampung

darah menstruasi, harus diganti sekitar 4-5 kali atau tidak lebih dari 6

jam dalam sehari untuk menghindari iritasi serta masuknya bakteri ke

dalam vagina.

C. Akibat tidak menjaga kebersihan reproduksi wanita (vulva hygiene)

Organ reproduksi sangat rentan terkena penyakit, terutama pada

perempuan karena organ reproduksi perempuan memiliki saluran uretra

yang pendek dan lebih luas permukaannya dibandingkan laki-laki.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maidartati, Hayati & Nurhida

(2016) menyebutkan bahwa akibat kurangnya pemahaman tentang vulva

hygiene dan apabila perilaku vulva hygiene tidak dilakukan atau buruk,

maka akan berisiko terjadinya beberapa penyakit infeksi seperti v.

candidiasis, vaginosis bacterial, keputihan, iritasi, serta adanya gejala

13
infeksi saluran reproduksi (ISR), termasuk penyakit menular seksual

HIV/AIDS yang dapat mempertinggi risiko terjadinya vulva hygiene,

kanker rahim, dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

a) Vaginitis candidiasis

Vaginitis candidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh

jamur albikan, dan sering dijumpai pada wanita hamil, karena terdapat

perubahan asam basa. Gejala vaginitis kandidiasis adalah terdapat

keputihan kental bergumpal, terasa sangat gatal dan mengganggu,

pada dinding vagina sering dijumpai membrane putih yang bila

dihapuskan dapat menimbulkan perdarahan, jika tidak merawat area

kewanitaan dengan baik dapat berisiko terjadinya vaginitis kandidiasis

(Manuaba, 1998).

b) Vaginosis bacterial

Vaginosis bakterialis disebabkan oleh ketidakseimbangan

organisme pada flora normal vagina. Laktobasilus digantikan oleh

pertumbuhan berlebihan dari flora campuran, di antaranya

Gardnerella sp dan bakteri anaerob, yang menimbulkan gejala klinis

(Davey, 2005). Jika gejala muncul, biasanya merupakan rabas vagina

berwarna abu-abu berbau busuk atau amis, jumlahnya banyak,

homogen, kental atau encer dan dapat ataupun tidak dapat mengiritasi.

Baunya dapat lebih dikenali setelah senggama atau selama haid. pH

vagina pada kondisi ini >4,5 (Sinclair, 2009).

14
c) Keputihan (Flour albus)

Keputihan atau (Flour albus) adalah suatu kondisi ketika cairan

yang berlebihan keluar dari vagina. Keputihan terbagi menjadi 2 yaitu

keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal (patologis).

Keputihan yang bukan merupakan penyakit (fisiologis) dapat saja

terjadi pada setiap wanita. Biasanya, cairan yang keluar tidak

berwarna (bening), tidak berbau, dan tidak gatal. Cairan yang keluar

itu jumlahnya bisa sedikit atau cukup banyak., terjadi jika sebelum

dan setelah menstruasi, dan pada saat ketika terangsang secara seksual

atau ketika sedang stress. Jika cairan yang keluar dari vagina sudah

tidak bening, berwarna putih kekuningan, keabuan sampai kehijauan,

kental, berbau anyir, disertakan gatal dan jumlahnya lebih banyak,

besar kemungkinan keputihan tersebut sudah tidak normal atau

keputihan abnormal (patologis). Beberapa penyebab terjadinya

keputihan tidak normal disebabkan oleh infeksi. Yang sering

menimbulkan keputihan antara lain yaitu bakteri, virus, jamur atau

juga parasit (Maidartati, Hayati & Nurhida, 2016).

Hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya keputihan

adalah menjaga kebersihan genitalia, membersihkan vulva dengan air

bersih yang mengalir dengan cara mengusap dari depan ke belakang,

meminimalisir penggunaan sabun antiseptik karena dapat

mengganggu keseimbangan pH vagina, mengganti pembalut minimal

4-5 kali dalam sehari, memilih pakaian dalam yang tepat, memakai

15
celana yang tidak ketat dan menyerap keringat (Fitriyya, Muslimah &

Alifia, 2015).

d) Iritasi

Iritasi adalah kulit meradang, merah, terasa gatal, panas, perih

dan bengkak. Hal tersebut dapat terjadi karena banyak keringat,

terlambat mandi, gesekan celana yang ketat, dan garukan kuku.

Masalah iritasi juga dapat terjadi karena penggunaan pembersih organ

intim secara berlebihan, mencuci organ reproduksi dengan air panas,

membilas dengan sabun yang berlebihan, serta menggunakan kompres

larutan obat yang terlalu pekat. Hindari membilas vulva dan vagina

dengan menggunakan air dari toilet umum, gunakan air yang mengalir

untuk membilas, menggunakan tisu kering untuk mengeringkan organ

intim karena iritasi merupakan salah satu akibat dari kurang atau tidak

merawat organ intim dengan benar (Dwikarya, 2004).

e) Penyakit menular seksual (PMS)

Penyakit menular seksual (PMS) merupakan salah satu infeksi

saluran reproduksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Infeksi

saluran reproduksi adalah infeksi yang disebabkan oleh masuk dan

berkembangbiaknya kuman penyebab infeksi ke dalam saluran

reproduksi. ISR dapat disebabkan oleh sisa kotoran yang tertinggal

karena pembasuhan buang air besar yang kurang sempurna, kesehatan

umum yang rendah, kurangnya kebersihan organ reproduksi terutama

saat menstruasi dan sebagainya. Wanita lebih rentan terkena infeksi

16
dibandingkan laki-laki dikarenakan saluran reproduksi wanita lebih

luas permukaannya.

Pentingnya mengetahui tentang penyakit menular seksual, tidak

ada seorangpun yang kebal terhadap PMS, ISR meningkatkan risiko

penularan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, 10 kali lebih

besar terjadi pada wanita. Yang termasuk di dalam kelompok PMS

yaitu gonorhoe, sifilis, ulkus molle, kondiloma akuminata, herpes

genital dan HIV/AIDS. Pada wanita, ISR dapat menyebabkan

kehamilan di luar kandungan, kemandulan, kanker leher Rahim,

kelainan pada janin/bayi, misalnya bayi berat lahir rendah (BBLR),

infeksi bawaan sejak lahir. Dari semua PMS, HIV/AIDS merupakan

jenis PMS yang paling berbahaya, karena belum ditemukan

pengobatannya dan berakhir dengan kematian bagi penderitanya.

(Ardhiyanti, Lusiana, & Megasari, 2015).

f) HIV/AIDS

(1) Pengertian HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan

masuk ke dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel

darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi

akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh

menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit.

17
(2) Pengertian AIDS

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrom) merupakan

kumpulan gejala penyakit (sindrom) yang didapat akibat turunnya

kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Ketika individu

sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh, maka semua

penyakit dapat masuk ke dalam tubuh dengan mudah (infeksi

opportunistik). Oleh karena itu sistem kekebalan tubuhnya

menjadi sangat lemah, maka penyakit yang tadinya tidak

berbahaya akan menjadi sangat berbahaya (Ardhiyanti, Lusiana,

& Megasari, 2015).

Penyakit HIV/AIDS disebabkan oleh penularan melalui

hubungan seksual, orang yang gonta-ganti pasangan jika tidak

memelihara dan menjaga organ genitalia atau tidak melakukan vulva

hygiene dengan baik maka dapat mempertinggi risiko terjadinya

penyakit infeksi tersebut. Apabila vagina sebagai organ reproduksi

terluar terinfeksi bakteri, jamur, virus atau mikroorganisme patogen

lainnya, seiring berjalannya waktu dan tingkat keparahan akan turut

membahayakan organ genitalia internal lainnya seperti uterus, serviks,

sistem kekebalan tubuh, dan lain sebagainya (Humairoh, Musthofa &

Widagdo, 2018).

g) Kanker Rahim (Ca Serviks)

Serviks atau sering disebut dengan leher rahim, merupakan

bagian dari rahim atau uterus. Kanker sendiri itu dimulai ketika sel-sel

di dalam tubuh mulai tumbuh di luar kendali. Sel di hampir semua

18
bagian tubuh dapat menjadi kanker, dan dapat menyebar ke area tubuh

lainnya. Kanker serviks dimulai pada sel-sel yang melapisi serviks,

bagian bawah rahim. Serviks menghubungkan tubuh rahim ke vagina

(jalan lahir). Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV

(Human Papilloma Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16

dan 18. Adapun faktor risiko terkena kanker serviks antara lain:

aktivitas seksual pada usia muda, berhubungan seksual dengan

multipartner, merokok, mempunyai anak banyak, sosial ekonomi

rendah, pemakaian pil kb (dengan HPV negatif atau positif), penyakit

menular seksual, gangguan imunitas, kurangnya menjaga kebersihan

organ reproduksi, dan riwayat keluarga dengan kanker serviks serta

mengkonsumsi obat imunosupresi (Komite Penanggulangan Kanker

Nasional, 2017; Gibs, & Engebreston. 2013; Dunleavey. 2009 dalam

Februanti, 2019).

D. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga

1) Definisi Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, yang salah satunya

dapat menjadi klien (penerima) asuhan keperawatan. Banyak sekali yang

mengutarakan definisi keluarga baik itu dari para ahli bidang keperawatan

keluarga, ilmuwan, organisasi dan lain sebagainya. Definisi keluarga

menurut WHO (1969) adalah terdapat ikatan hubungan pertalian darah,

perkawinan ataupun adopsi antar anggota rumah tangga. Menurut

Departemen Kesehatan RI, (1998) definisi keluarga merupakan unit

terkecil dalam suatu masyarakat yang mencakup kepala keluarga dan orang

19
yang tinggal didalamnya dengan keadaan saling ketergantungan (Mubarak

dkk, 2012). Adapun definisi keluarga menurut Friedman (1998) adalah

kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan hubungan

ikatan aturan dan emosional yang mempunyai peran masing-masing dalam

keluarga (Efendi & Makhfudli, 2009).

2) Definisi Keperawatan Keluarga

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, berdasarkan ilmu

yang komprehensif, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang

ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik sehat

maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Pelayanan keperawatan berupa bantuan, diberikan karena adanya

kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya

kemauan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari

secara mandiri. Salah satu lingkup praktik keperawatan adalah asuhan

keperawatan keluarga karena keluarga merupakan unit terkecil dalam

masyarakat sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga

(Suprajitno, 2003).

Keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan

menggunakan pendekatan yang sistematis untuk dapat bekerja sama antar

individu sebagai anggota keluarga didalamnya dan keluarga. Keluarga

merupakan unit pelayanan keperawatan, karena keluarga adalah unit utama

didalam masyarakat dan lembaga yang berkaitan dengan kehidupan

bermasyarakat. Masalah kesehatan dalam keluarga saling berhubungan,

20
keluarga adalah kelompok yang dapat mengabaikan, mencegah ataupun

memperbaiki masalah kesehatan yang terjadi dalam kelompoknya sendiri.

Jika salah satu anggota keluarga sakit maka dapat memengaruhi anggota

keluarga lainnya (Mubarak dkk, 2012).

3) Tujuan Keperawatan Keluarga

Tujuan proses keperawatan dalam keluarga adalah untuk mengelola

masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga, dapat

mempertahankan fungsi keluarga, melindungi sesama keluarga serta

memperkuat pelayanan masyarakat mengenai perawatan kesehatan.

Perawat dapat menjangkau masyarakat hanya melalui keluarga, karena

keluarga merupakan perantara yang efektif untuk kesehatan masyarakat

(Mubarak dkk, 2012).

4) Tanggung Jawab Perawat dalam Keperawatan Keluarga

Tanggung jawab perawat dalam melakukan pelayanan keperawatan di

rumah adalah sebagai berikut (Mubarak dkk, 2012):

(a) Memberikan pelayanan keperawatan secara langsung

Pelayanan keperawatan keluarga meliputi: pengkajian fisik atau

psikososial, menunjukkan pemberian tindakan secara terampil, dan

memberikan intervensi kepada keluarga. Pada tahap perencanaan

terdapat kerja sama dari klien, keluarga dan perawat sebagai pemberi

pelayanan perawatan utama di keluarga. Manfaatnya adalah untuk

menjaga kesinambungan antar perawat dan klien. Dalam memberikan

perawatan perawat mempunyai waktu yang terbatas oleh karena itu

21
tanggung jawab dalam perawatan adalah keluarga. Intervensi utama

dalam perawatan di rumah adalah dengan pendidikan kesehatan.

(b) Dokumentasi

Perlu mendokumentasikan selama perawatan di rumah untuk melihat

kemajuan keluarga dalam memperbaiki atau mengatasi masalah-

masalah kesehatan yang dialaminya.

(c) Koordinasi antara pelayanan dan manajemen kasus

Perlu melakukan koordinasi kepada para professional lain dalam

proses memberikam pelayanan kesehatan kepada keluarga. Adapun

fokus peran perawat dalam manajemen kasus adalah mempunyai

kemampuan dalam mengkaji kebutuhan, menentukan prioritas

kebutuhan, identifikasi cara memenuhi kebutuhan dan

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun.

(d) Menentukan frekuensi dan lama perawatan

Perlu juga dilakukan kunjungan selama periode waktu tertentu, dan

rentang waktu perawatan yang dilakukan di rumah.

(e) Advokasi

Salah satu peran perawat sebagai penasihat yang berkaitan dengan

masalah pembayaran terhadap pelayanan yang diberikan.

E. Asuhan Keperawatan Keluarga

Asuhan keperawatan keluarga adalah proses yang kompleks dengan

pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan individu

sebagai anggota keluarga. Tahapan dari proses keperawatan keluarga

meliputi:

22
1) Pengkajian dan Analisis Data Keperawatan Keluarga

Pengkajian keperawatan keluarga adalah tahapan dalam

mengumpulkan atau memperoleh informasi terkait kesehatan keluarga

melalui wawancara dengan satu atau lebih anggota keluarga, dapat juga

memperoleh informasi melalui observasi lingkungan timpat tinggal

keluarga. Tahapan dalam pengkajian keperawatan keluarga meliputi:

karakteristik keluarga termasuk struktur, proses, dan lingkungan tempat

tinggal keluarga. Setelah melakukan pengkajian keluarga, tahap

selanjutnya yaitu menganalisis data yang diperoleh dari keluarga. Pada

studi kasus komprehensif ini, akan mengkaji keperawatan keluarga

mengenai kesehatan reroduksi tentang vulva hygiene.

Analisis data keluarga merupakan pengumpulan data yang telah

dilakukan dilanjutkan dengan mengorganisir dan mengumpulkan data-data

tersebut sehingga dapat memberikan gmabaran besar dan dapat memahami

makna dari informasi mengenai keluarga secara utuh. Analisis data akan

dapat merumuskan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga. Dari

perumusan masalah kesehatan keluarga akan menggambarkan keadaan

kesehatan keluarga dan status kesehatan keluarga (Nies & McEwen,

2015). Setelah proses pengkajian kepada keluarga, selanjutnya

menganalisis data keluarga mengenai kesehatan reproduksi tentang vulva

hygiene.

2) Diagnosis Keperawatan Keluarga

Diagnosis keperawatan keluarga adalah langkah selanjutnya setelah

melakukan pengkajian dan analisis data dalam proses keperawatan

23
keluarga yang menggambarkan penilaian tentang respons individu dan

keluarga terhadap masalah kesehatan baik aktual, risiko maupun potensial.

Diagnosis keperawatan keluarga adalah keputusan klinis perawat tentang

respons individu, keluarga, dan komunitas terhadap permasalahan

kesehatan sepanjang daur kehidupan.

Diagnosis keperawatan keluarga disusun setelah proses analisis data

atau pengelompokkan data sesuai kategori melalui penggunaan jaring

masalah keluarga. Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-

data yang dicari, maka kemudian dikelompokkan dan dianalisis data yang

sesuai kategori respons aktual, risiko, maupun potensial klien. Setelah

kategori data dan diagnosis ditentukan, perawat dan keluarga bekerja

bersama-sama dalam menentukan setiap permasalahan sehingga dapat

mengetahui keterkaitan antar masing-masing masalah.

Kelengkapan dan ketepatan data berasal dari kerja sama antar

perawat dan keluarga, hal ini sangat penting untuk membentuk ketepatan

masalah yang terjadi dan permasalahan berasal dari data yang

dikumpulkan dan dianalisa secara tepat. Menyusun diagnosis keperawatan

sesuai dengan prioritasnya dapat dilakukan perawat setelah

mengelompokkan, mengidentifikasi dan memvalidasi data-data yang

signifikan. Penyusunan prioritas keperawatan dapat dilakukan dengan

menggunakan kriteria sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah,

potensi masalah untuk dicegah, dan menonjolnya masalah (Nies &

McEwen, 2015). Pada tahap diagnosa ini, perawat dengan ketelitian

menengakkan diagnosis keperawatan kepada keluarga dengan tepat dan

24
data yang akurat, misalnya diagnosa pemeliharaan kesehatan tentang vulva

hygiene.

3) Perencanaan (Intervensi Keperawatan)

Perencanaan yang disusun dalam keperawatan keluarga berfokus

pada hal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Aspek penting dalam

keperawatan keluarga adalah melibatkan keluarga dalam pengambilan

keputusan rencana keperawatan. Penentuan perencanaan harus jelas,

konsisten, dan komprehensif dalam rangka menyelesaikan permasalahan

kesehatan (Nies & McEwen, 2015). Pada tahap perencanaan ini, perawat

diminta untuk membuat rencana keperawatan apa yang tepat untuk kasus

keperawatan keluarga mengenai kesehatan reproduksi tentang vulva

hygiene.

4) Pelaksanaan (Implementasi)

Tahap implementasi keperawatan perawat bertindak sebagai pemberi

asuhan keperawatan langsung. Perawat bertanggungjawab untuk

melaksanakan tindakan yang telah direncanakan dengan melibatkan

keluarga dalam tangung jawab penyelesaian masalah kesehatan, dan

membantu mengatasi semua hambatan dalam pemenuhan kebutuhan

kesehatan keluarga. Perawat dapat berperan sebagai pendidik, konselor,

advokat, model peran, dan coordinator dalam menerapkan setiap

perencanaan (Nies & McEwen, 2015). Hasil dari perencanaan, itu akan

diaplikasikan langsung kepada keluarga seperti mengenai kesehatan

reproduksi tentang vulva hygiene.

25
5) Evaluasi

Pada tahap evaluasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang

telah diberikan, tahap penilaian dilakukan untuk melihat keberhasilannya.

Semua tindakan keperawatan keluarga mungkin tidak dapat dilakukan

dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Oleh sebab itu, kunjungan dapat

dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga

(Mubarak dkk, 2012). Fokus dari asuhan keperawatan keluarga yaitu:

a) Menentukan masalah kesehatan yang dihadapi dan bagaimana keluarga

mengatasi masalah.

b) Menentukan rumusan tujuan perawatan yanag akan dicapai.

c) Menentukan kriteria dan standar untuk evaluasi: kriteria dapat berkaitan

dengan sumber-sumber proses atau hasil.

d) Menentukan metode atau teknik evaluasi yang sesuai serta sumber-

sumber data yang diperlukan.

e) Membandingkan keadaan yang nyata (setelah perawatan) dengan

kriteria dan standar untuk evaluasi.

f) Identifikasi penyebab atau alasan penampilan yang tidak optimal atau

pelaksanaan yang kurang memuaskan.

g) Perbaiki tujuan berikutnya, bila tujuan tidak tercapai perlu ditentukan

alasan kemungkinan tujuan tidak realistis, tindakan tidak tepat atau

kemungkinan ada faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi.

Evaluasi adalah penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan

dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk

memodifikasi intervensi selanjutnya.

26
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA REMAJA DENGAN MASALAH

VULVA HYGIENE

A. Gambaran Kasus Vulva Hygiene

Kasus berjumlah tiga kasus yang diambil pada keluarga dengan masalah

yang sama yaitu pada remaja dengan masalah vulva hygiene. Berikut

gambaran mengenai tiga kasus tersebut.

B. Gambaran Hasil Pengkajian

Pada kasus 1 yaitu keluarga Tn.A. Tn.A berusia 44 tahun bekerja

sebagai wirausaha membuat batako. Tn.A tinggal bersama istri yang bernama

Ny.W dan ketiga anaknya bernama An.A, An.T dan An.R. Pada saat

pengkajian, Ny.W mengatakan An.T sedang mengalami masa pubertas, yang

ditandai dengan menstruasi. An.T mengatakan belum mengetahui tentang

perawatan area kewanitaan terkait pentingnya kesehatan reproduksi. An.T

hanya mendapatkan informasi dari Ny.W dan An.A yang sudah

berpengalaman. Ny.W mengatakan bahwa ia hanya mengetahui tentang

perawatan area kewanitaan hanya sekadarnya saja. Ny.W mengatakan

khawatir jika anak perempuannya terutama An.T tidak bisa melakukan

perawatan area kewanitaan dengan baik.

Pada kasus 2 yaitu keluarga Tn.B. Tn.B berusia 47 tahun bekerja

sebagai buruh pasir. Tn.B tinggal bersama istri yang bernama Ny.E dan kedua

anak perempuannya bernama An.A dan An.E. Pada saat pengkajian, An.A

sedang mengalami keputihan yang kental dan gatal pada daerah

27
kewanitaannya. An.A mengatakan biasanya pad saat menstruasi An.A

mengganti pembalut pada saat penuh saja atau kalau tembus di celana, An.A

mengatakan menggunakan air di bak toilet umum di sekolah untuk membasuh

organ intimnya karena terkadang air kran tidak hidup (tidak ada airnya). An.A

mengatakan bahwa ia suka menggunakan celana dalam yang ketat. An.A

sering menanyakan mengenai pubertas kepada Ny.E, menanyakan tentang

keputihan yang ia alami tetapi Ny.E hanya menjawab dengan sekadarnya saja

yang ia tahu. An.A mengatakan belum pernah mendapatkan penyuluhan

terkait dengan perawatan organ reproduksi atau menjaga kebersihan

reproduksi di sekolah dan hanya mendapatkan informasi dari Ny.E.

Pada kasus 3 yaitu keluarga Tn.C. Tn,C berusia 40 tahun bekerja

sebagai seorang petani padi. Tn.C tinggal bersama ibu kandungnya yaitu

Ny.K, istri yang bernama Ny.U dan kedua anaknya bernama An.S dan An.F.

Pada saat pengkajian, An.S mengeluh rasa gatal pada daerah kewanitaannya.

An.S sering menanyakan mengenai pubertas kepada Ny.U, menanyakan

tentan hal-hal yang terjadi pada masa pubertas dan cara supaya tidak terasa

gatal lagi pada area kewanitannya tetapi Ny.U menjawab bahwa

mengatasinya dengan menggunakan cairan antiseptik daun sirih. An.S

mengatakan pernah mendapatkan penyuluhan mengenai reproduksi tapi

tentang pergaulan bebas seperti hamil diluar nikah dari pihak pelayanan

kesehatan dan polisi yang datang ke sekolahnya. Akan tetapi terkait dengan

perawatan organ reproduksi atau menjaga kebersihan reproduksi itu belum ia

dapatkan di sekolah dan hanya mendapatkan informasi dari Ny.U. An.S

mengatakan ia sangat terganggu dengan rasa gatal pada daerah kewanitaan

28
yang ia rasakan, untuk menghilangkan rasa gatalnya ia mengikuti saran dari

ibunya dengan menggunakan antiseptik, namun rasa gatal tersebut masih ia

rasakan.

C. Gambaran Hasil Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan kasus pada keluarga Tn.A muncul diagnosis keperawatan

yaitu kurang pengetahuan ibu dan An.T terkait pentingnya kesehatan area

kewanitaan (vulva hygiene) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

mengenal masalah kesehatan pada An.T.

Berdasarkan kasus pada keluarga Tn.B, diagnosis keperawatan yang

muncul adalah ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait merawat area

kewanitaan (vulva hygiene) pada An.A berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami

masalah kesehatan reproduksi yang terkait dengan cara merawat area

kewanitaan (vulva hygiene).

Berdasarkan kasus pada keluarga Tn.C muncul diagnosis keperawatan

adalah ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait merawat area

kewanitaan (vulva hygiene) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

dalam merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan

reproduksi yang terkait dengan cara merawat area kewanitaan (vulva

hygiene).

D. Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi

Hasil dari tiga kasus yang dianalisis, perawat merencanakan asuhan

keperawatan yang sesuai dengan masalah pada kasus yaitu asuhan

keperawatan keluarga pada remaja dengan vulva hygiene. Dalam satu kali

29
pertemuan, diberikan implementasi dengan pendidikan kesehatan mengenai

vulva hygiene. Materi atau penjelasan yang diberikan pada keluarga antara

lain, definisi kesehatan reproduksi, organ reproduksi, definisi vulva hygiene,

tujuan dan manfaat dari vulva hygiene, dampak atau akibat perilaku kurang

atau tidak melakukan perawatan area kewanitaan (vulva hygiene), serta cara

memelihara kebersihan organ intim (vulva hygiene).

E. Gambaran Hasil Evaluasi

Setelah dilakukan implementasi pada keluarga, diperoleh hasil evaluasi

dari masing-masing keluarga. Evaluasi dari implementasi yang telah

dilakukan dilihat dari kemampuan keluarga terutama pada remaja dalam

mengulangi apa yang telah disampaikan oleh perawat.

Pada keluarga Tn.A, hasil evaluasi antara lain Ny.W dan An.T tampak

antusias dan bersemangat dalam proses diskusi mengenai masalah kesehatan

yang terjadi, An.T mampu menyebutkan definisi, tujuan, manfaat dari

merawat area kewanitaan (vulva hygiene), An. T mampu menyebutkan

dampak dari tidak melakukan (vulva hygiene) serta dapat menyebutkan

beberapa cara merawat area kewanitaan (vulva hygiene). Dari hasil evaluasi

pada keluarga Tn.A, tampak bahwa An.T memahami dan mampu

menyebutkan pentingnya kesehatan reproduksi terkait perawatan area

kewanitaan (vulva hygiene), dan dapat menjelaskan kembali materi yang telah

disampaikan. Diharapkan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

mengenai perawatan area kewanitaan (vulva hygiene).

Pada keluarga Tn.B, hasil evaluasi antara lain An.A bersedia dalam

menerima informasi mengenai perawatan area kewanitaan (vulva hygiene).

30
An.A tampak antusias dan bersemangat menyimak informasi yang

disampaikan. An.A mampu menyebutkan definisi, tujuan, manfaat dari

merawat area kewanitaan (vulva hygiene), dampak dari kurang atau tidak

melakukan (vulva hygiene), cara merawat area kewanitaan (vulva hygiene).

An.A mengatakan tahu apa saja yang dilakukan untuk merawat area

kewanitaannya (vulva hygiene) seperti tidak menggunakan air bak toilet

umum untuk membasuh organ genital, An.A menjadi tahu apa yang

menyebabkan ia mengalami keputihan yang kental dan gatal disekitar

kemaluannya. An.A mengatakan paham pentingnya kesehatan area

kewanitaan (vulva hygiene).

Pada keluarga Tn.C, hasil evaluasi antara lain An.S tampak

bersemangat menyimak informasi yang disampaikan. An.S mengatakan

menjadi tahu dan dapat memahami apa saja yang harus dilakukan untuk

merawat area kewanitaannya (vulva hygiene) seperti tidak menggunakan

cairan antiseptik secara berlebihan. An.S juga mengatakan menjadi tahu

mengapa ia merasakan gatal pada area kewanitaannya. An.S mampu

menyebutkan definisi, tujuan, manfaat dari merawat area kewanitaan (vulva

hygiene), cara melakukan vulva hygiene, serta dampak dari tidak melakukan

vulva hygiene. An.S mengatakan informasi mengenai vulva hygiene ini sangat

bermanfaat, dan akan ia terapkan dikehidupan sehari-hari.

31
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus Berdasarkan Teori dan Hasil Penelitian

Pada studi kasus yang telah dibahas, semua kasus memiliki

masalah terkait kesehatan reproduksi khususnya vulva hygiene. Ketiga

kasus memiliki masalah keperawatan mengenai ketidakmampuan keluarga

mengenal masalah vulva hygiene. Orangtua pada ketiga kasus

mengkhawatirkan anak-anaknya yang tidak bisa merawat area kewanitaan

(vulva hygiene) dengan benar.

Pada keluarga Tn.A, Ny.W juga tidak begitu memahami mengenai

perawatan area kewanitaan (vulva hygiene) dengan benar. An.T belum

mendapatkan informasi terkait perawatan area kewanitaan (vulva hygiene).

Perlunya informasi mengenai perawatan area kewanitaan (vulva hygiene),

agar dapat mengetahui bagaimana cara merawat area kewanitaan (vulva

hygiene) dengan benar. Menurut Fitriyya, Muslimah & Alifia, (2015),

mengumukakan bahwa pentingnya mengetahui tentang vulva hygiene.

Bagaimana cara melakukan vulva hygiene dengan benar. Vulva hygiene

mencakup cara menjaga dan merawat kebersihan organ kelamin bagian

luar.

Pada keluarga Tn.B dan Tn.C, ada anggota keluarga yang

mengalami keputihan yang kental dan merasakan gatal disekitar kemaluan

yaitu pada An.A dan An.S. kedua keluarga tersebut belum mengetahui

cara mengatasi dengan benar masalah keputihan dan rasa gatal pada anak-

32
anaknya. Namun, mereka hanya mengetahui dari pengalaman saja bahwa

cara mengatasinya dengan menggunakan cairan antiseptik karean sudah

biasa dilakukan. Pada ibu yang kebiasaan yang sering menggunakan cairan

antiseptik untuk mengatasi permasalahan rasa gatal sekitar organ genital

dan mencegah keputihan.

Organ reproduksi sangat rentan terkena penyakit, terutama pada

perempuan karena organ reproduksi perempuan memiliki saluran uretra

yang pendek dan lebih luas permukaannya. Jika kurang memahami tentang

vulva hygiene dan apabila perilaku vulva hygiene buruk atau tidak

dilakukan, maka akan berisiko terjadinya beberapa penyakit infeksi.

Menurut Maidartati, Hayati & Nurhidah (2016) penyebab terjadinya

keputihan tidak normal disebabkan oleh infeksi. Yang sering

menimbulkan keputihan antara lain yaitu bakteri, virus, jamur atau juga

parasit. Jika cairan yang keluar dari vagina sudah tidak bening, kental,

berbau anyir, warna kekuningan, keabuan sampai kehijauan disertakan

gatal, besar kemungkinan keputihan tersebut sudah tidak normal atau

keputihan abnormal (patologis). Untuk mencegah terjadinya keputihan

yang abnormal hal yang harus dilakukan adalah menjaga kebersihan

genitalia, membersihkan vulva dengan air bersih mengalir dengan cara

membasuh dari arah depan ke belakang. Menurut Yuliarti (2009) dikutip

Kurniawati & Sulistyowati, (2014) cairan antiseptik dapat menyebabkan

keputihan patologis karena antiseptik mengubah pH vagina yang normal

(4-4,5) menjadi meningkat dan menjadi basa sehingga daerah kewanitaan

33
rentan terhadap serangan kuman yang dapat mengakibatkan keputihan

patologis.

Intervensi yang dilakukan dalam studi kasus ini adalah pendidikan

kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang direncanakan

dengan sadar untuk menciptakan peluang bagi individu-individu agar

senantiasa belajar memperbaiki kesadaran serta dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan demi kepentingan kesehatannya (Nursalam

& Efendi, 2009). Pada kasus ini pendidikan kesehatan diberikan kepada

keluarga. Perilaku kesehatan berawal dengan adanya pengetahuan. Dalam

studi kasus ini evaluasi yang didapat dari setiap keluarga sama, yaitu

remaja memahami dan mampu menyebutkan kembali materi yang

disampaikan dan diharapkan bisa diterapkan dalam mengatasi remaja

dengan vulva hygiene.

Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku,

agar orang mampu menerapkannya dan mampu memenuhi kebutuhan,

mampu memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya,

dan mampu memutuskan cara yang tepat, guna untuk meningkatkan taraf

hidup sehat dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat (Nursalam &

Efendi, 2009). Dalam studi kasus ini, tujuan dilakukannya asuhan

keperawatan adalah agar keluarga mampu mengatasi masalah yang ada

khususnya mengenai kesehatan reproduksi tentang vulva hygiene pada

remaja. Selain itu, keluarga juga diharapkan mampu membuat keputusan

yang tepat dengan sumber daya yang ada yaitu pengetahuan yang telah

34
didapatkan dari implementasi keperawatan yang diberikan dalam asuhan

keperawatan keluarga pada remaja dengan vulva hygiene.

B. Implikasi Keperawatan

1) Prevensi Primer

Prevensi primer merupakan upaya mencegah sebuah masalah.

Pencegahan primer terdiri dari dua elemen: promosi kesehatan umum

dan perlindungan spesifik. Upaya-upaya promosi kesehatan

meningkatkan faktor ketahanan dan perlindungan serta mempunyai

target populasi yang pada dasarnya baik (Nies & McEwen, 2015).

Pada hasil studi kasus didapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi

kejadian vulva hygiene adalah kurangnya pengetahuan remaja dan

ibunya terkait kesehatan reproduksi tentang vulva hygiene.

Pengetahuan remaja dan ibu perlu ditingkatkan, agar dapat lebih

memahami dan dapat mengatasi masalah yang terjadi. Perawat dapat

membantu keluarga sebagai pemateri mengenai kesehatan reproduksi

tentang vulva hygiene pada remaja didalam keluarga. Perawat

menjalankan peran sebagai educator yaitu memberikan informasi

untuk meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai masalah

tersebut.

Upaya yang dapat meningkatkan pengetahuan adalah dengan

memberikan pendidikan kesehatan. Dapat dikatakan bahwa

pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk rekayasa perilaku (behavior

engineering) untuk hidup sehat. Dengan diberikannya pendidikan

kesehatan diharapkan keluarga khususnya pada remaja mampu

35
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, serta kemampuan untuk

berperilaku sehat agar dapat terhindar dari masalah-masalah kesehatan

(Mubarak dkk, 2012).

Pengetahuan yang didapatkan diharapkan dapat meningkatkan

perilaku hidup sehat dengan melakukan hal-hal yang dapat

meningkatkan derajat kesehatan terutama kesehatan reproduksi

mengenai vulva hygiene, diantaranya: 1) dapat menjaga dan

memelihara kesehatan reproduksi; 2) melakukan cara vulva hygiene

dengan benar; 3) menerapkan tips perawatan area kewanitaan.

Penanganan yang tepat akan membantu mengurangi terjadinya

berbagai macam penyakit infeksi.

2) Prevensi Sekunder

Prevensi sekunder mengacu kepada deteksi dini dan intervensi

segera selama periode awal patogenesis penyakit. Pencegahan

sekunder dilakukan setelah masalah terjadi namun tanda dan gejala

belum muncul serta populasi yang memiliki faktor risiko menjadi

target (Keller et all, 2004 dalam Nies & McEwen, 2015). Hasil dari

ketiga kasus tersebut, ibu dari ketiga keluarga mengkhawatirkan ketika

anak-anaknya mengalami masalah reproduksi, akan tetapi ibu hanya

mengetahui mengenai perawatan area kewanitaan (vulva hygiene)

dengan sekdaranya saja dari pengalamannya seperti ketika terjadi

keputihan itu dianggap sudah biasa terjadi apalagi diusia remaja dan

cara mengatasinya sering sekali menggunakan cairan antiseptik supaya

tidak keputihan dan merasakan gatal pada area kewanitaan. Implikasi

36
keperawatan dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi masalah yang

terjadi khususnya masalah memelihara dan merawat area kewanitaan

(vulva hygiene) dengan benar dan tepat.

Perawat dapat berperan sebagai educator dan supervisor dalam

membina dan membantu keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan

yang terjadi khususnya mengenai masalah kesehatan reproduksi

tentang vulva hygiene. Diharapkan peran ini dapat meningkatkan

kesadaran keluarga dan perubahan keluarga dalam mengatasi masalah

tersebut. Dari hasil studi kasus diperoleh faktor yang menyebabkan

terjadinya masalah reproduksi tentang vulva hygiene pada remaja

adalah perilaku remaja yang belum tepat dalam melakukan vulva

hygiene dan pengetahuan serta perilaku ibu yang belum mengetahui

cara yang benar untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah diberikan

informasi mengenai kesehatan reproduksi tentang vulva hygiene pada

remaja dan ibu, dapat menjadi salah satu cara mengatasi permasalahan

yang terjadi. Cara tersebut dapat dilakukan dengan mengingatkan ibu

sebagai orangtua bahwa pentingnya memelihara kebersihan pada area

kewanitaan merupakan kebiasaan yang sangat baik untuk dapat

menghindari dari berbagai macam penyakit infeksi pada area

kewanitaan, menyarankan kepada remaja dan ibu untuk membuat

catatan penting cara menjaga area kewanitaan misalnya membuat

catatan mengganti pembalut setiap 6 jam sekali dalam sehari atau

mengganti handuk setiap 1minggu sekali, serta dapat saling

mengingatkan antara ibu dan anak.

37
3) Prevensi Tersier

Pencegahan tersier menargetkan populasi yang telah

mengalami penyakit atau cedera dan berfokus kepada pembatasan

kecacatan serta rehabilitasi. Tujuan pencegahan tersier yaitu untuk

mencegah masalah kesehatan menjadi semakin buruk, untuk

mengurangi efek dari penyakit, cedera, dan mengembalikan fungsi

individu ke level optimal (Nies & McEwen, 2015). Hasil studi kasus

didapatkan bahwa kebiasaan buruk perilaku ibu dapat menjadi contoh

kepada anak. Sehingga anak mengikuti saran dari ibu untuk mengatasi

permasalahan yang terjadi. Namun setelah diberikan informasi melalui

pendidikan kesehatan mengenai kesehatan khususnya kesehatan

reproduksi tentang vulva hygiene dan membantu orangtua dalam

mengatasi permasalahan tersebut, diharapkan dapat menerapkan

dalam kehidupan sehari-hari dan juga dapat berbagi bersama

masyarakat lainnya. Dengan begitu, dapat saling membantu dalam

mengatasi permasalahan yang terjadi pada remaja tentang vulva

hygiene. Jika mengalami permasalahan tentang area kewanitaan yang

lebih serius dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan terdekat untuk

membantu permasalahan yang terjadi.

38
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga keluarga pada kasus yang

dibahas masih belum mengenal masalah vulva hygiene dengan benar,

keluarga tidak mengetahui bahwa keputihan dan rasa gatal termasuk salah

satu dari dampak buruk atau tidak melakukan vulva hygiene dengan benar.

Ibu sebagai orangtua pun masih kurang mengetahui tentang perawatan

area kewanitaan (vulva hygiene) dengan tepat dan benar. Oleh karena itu,

pemberian pendidikan kesehatan mengenai vulva hygiene merupakan salah

satu cara untuk mengatasi dan mencegah terjadinya berbagai macam

penyakit infeksi pada reproduksi, dan peran ibu dapat membantu proses

pemberian informasi terhadap remaja.

B. Saran

1. Bagi orangtua

Orangtua sebagai fasilitator membantu dalam mengatasi masalah

kesehatan khususnya kesehatan reproduksi tentang perawatan area

kewanitaan (vulva hygiene) agar dapat meningkatkan derajat

kesehatan dalam keluarga khususnya kepada remaja. Orangtua

diharapkan dapat berpengetahuan dan berperilaku yang baik mengenai

kesehatan reproduksi tentang vulva hygiene dalam hal ini seperti

mengganti pembalut setiap 6 jam dalam sehari dan lainnya, agar anak

39
dapat mencontoh perilaku yang baik sesuai yang telah diajarkan atau

ditunjukkan oleh orangtua.

2. Bagi tenaga kesehatan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk tenaga

kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan remaja tentang vulva

hygiene seperti mengenalkan vulva hygiene mulai dari definisi, tujuan,

manfaat, dampak, cara yang benar dan tepat untuk mengatasi masalah

vulva hygiene pada remaja, sehingga dapat meningkatkan kinerja

perawat komunitas dalam memberikan asuhan keperawatan kepada

komunitas khususnya kepada keluarga remaja dengan masalah vulva

hygiene.

40
DAFTAR PUSTAKA

Ade, E., Wahyuningsih., & Haryani, K. (2016). Pendidikan kesehatan dengan


media slide efektif dalam meningkatkan pengetahuan tentang perawatan
vulva hygiene pada siswi kelas VIII SMP 2 Sedayu Bantul. Jurnal Ners
dan Kebidanan Indonesia (JNKI), 4(1), 6-10.

Aktifah, N., & Rejeki, H. (2013). Pengetahuan dan sikap remaja panti asuhan
yatim (PAY) Aisiyah Pekajangan tentang Vulva Hygiene pada saat
menstruasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK), 5(2).

Ardhiyanti, Y., Lusiana, N., & Megasri, K. (2015). Bahan ajar AIDS pada asuhan
kebidanan. Yogyakarta: Deepublish.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (2016).


Tahun 2035, remaja perempuan Indonesia capai angka 22 juta. Diakses
dari https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-tahun-2035-remaja-
perempuan-indonesia-capai-angka-22-juta. Pada tanggal 09 November
2019.

Bulechek, G. M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore: Elsevier Inc.

Davey, P. (2005). At a glance medicine. Jakarta: Erlangga.

Dinas kesehatan pemerintah provinsi Sumatera Selatan. (2019). Rencana kinerja


tahunan dekonsentralisasi. Diakses dari file:///C:/Users/ETC/Downloads/2-
119014-2tahunan-581.pdf. Pada tanggal 31 Oktober 2019.

Dinas kesehatan kabupaten Ogan Ilir. (2019). Laporan kegiatan kesehatan remaja
triwulan IV.

Dwikarya, M. (2004). Menjaga organ intim: penyakit dan penanggulangannya.


Tangerang: PT. Kawan Pustaka.

Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan
Praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Februanti, S. (2019). Asuhan keperawatan pada pasien kanker serviks.


Yogyakarta: Deepublish.

41
Fitriyya, M., Muslimah, S., & Alifia. (2015). Pengetahuan dan sikap remaja putri
tentang vulva hygiene pada saat menstruasi pada siswa kelas XI di SMA
Madrasah Aliyah Negri 1 Surakarta. Jurnal Kebidanan, 7(2), hal 137-146.

Herdman, T. H. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:


Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Humairoh, F., Musthofa, S. B., & Widagdo, L. (2018). Faktor-faktor yang


mempengaruhi perilaku vulva hygiene pada remaja putri panti asuhan di
kecamatan Tembalang, kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
6(1), hal 745-752.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Infodatin pusat data dan informasi


kementerian kesehatan RI situasi kesehatan remaja.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Perilaku berisiko kesehatan pada pelajar smp
dan sma di Indonesia. Diakses dari https://www.who.int. pada tanggal 06
maret 2020.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Situasi kesehatan reproduksi remaja. Jakarta:


Pusat Data dan Informasi.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman pelayanan kesehatan reproduksi


terpadu di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Menkes: remaja Indonesia harus sehat.


Diakses dari
https://www.kemkes.go.id/article/view/15020400002/program-indonesia-
sehat-untuk-atasi-masalah-kesehatan.html. Pada tanggal 06 maret 2020.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Kenali masalah gizi yang ancam remaja
Indonesia. Diakses dari
https://www.kemkes.go.id/article/view/15020400002/program-indonesia-
sehat-untuk-atasi-masalah-kesehatan.html. Pada tanggal 06 maret 2020.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Pentingnya menjaga kebersihan alat


reproduksi. Diakses dari http://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-
menjaga-kebersihan-alat-reproduksi. Pada tanggal 09 april 2020.

42
Kurniawati, C., & Sulistyowati, M. (2014). Aplikasi teori health belief model
dalam pencegahan keputihan patologis. Jurnal Promkes, 2(2), 123-125.

Maidartati., Hayati, S., & Nurhida, L., A. (2016). Hubungan pengetahuan dan
perilaku vulva hygiene pada saat menstruasi remaja putri. Jurnal Ilmu
Keperawatan, IV(1), 51.

Manuaba, I. B. G. (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga


berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC.

Meilan, N., Maryanah., & Follona, W. (2018). Kesehatan reproduksi remaja:


implementasi PKPR dalam teman sebaya. Malang: Wineka Media.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
Outcomes Classification (NOC). Singapore: Elsevier Inc.

Mubarak, W. I., & Chayatin, N. (2009). Ilmu keperawatan komunitas I:


pengantar dan teori. Jakarta: Salemba Medika.

Nies, M. A., & McEwen, M. (2015). Keperawatan kesehatan komunitas dan


keluarga. Singapore: Elsevier Inc.

Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada sistem perkemihan &
penatalaksanaan keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.

Nursalam & Efendi, F. (2009). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.

Pemiliana, P. D., Agustina, W., & Verayanti, D. (2019). Perilaku remaja putri
dengan personal hygiene saat menstruasi di SMA Etidlandia Medan tahun
2018. Gaster, 17(1), 10-11.

Poltekkes Depkes Jakarta I. (2012). Kesehatan remaja: problem dan solusinya.


Jakarta: Salemba Medika.

Ratnawati, E. (2017). Keperawatan komunitas. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Sinclair, C. (2009). Buku saku kebidanan. Jakarta: EGC.

43
Suprajitno. (2003). Asuhan keperawatan keluarga: aplikasi dalam praktik.
Jakarta: EGC.

Tarwoto., & Wartonah. (2010). Kebutuhan dasar manusia dan proses


keperawatan ed.4. Jakarta: Salemba Medika.

Uliyah, M., & Hidayat, A. A. A. (2008). Keterampilan dasar praktik klinik untuk
kebidanan, ed. 2. Jakarta: Salemba Medika.

Young, A., & Niekerk, CF. V. (2003). Manual of nursing. Republic of south
Africa: Juta and Company L.

44

Anda mungkin juga menyukai