Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu


kendala dalam usaha pertanian. Keberadaan hama dan penyakit merupakan
factor yang pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil. Serangannya pada
tanaman mendadak dan dapat bersifat eksplosif (meluas) sehingga dalam
waktu yang relative dapat mematikan seluruh tanaman dan menggagalkan
panen. Pemberantasan hama dan penyakit secara total tidak mungkin dapat
perkembangannya yang sangat cepat dan sulit dikontrol. Namun dengan
pengamatan lapangan sejak awal penanaman sampai penen, serangan hama
dan penyakit dapat Hama adalah binatang yang dianggap dapat mengganggu
atau merusak dan memakan bagian tanaman yang disukainya. Misalnya :
Serangga (insekta), binatang menyusui, dan lain-lain. Penyakit yang
menyerang tanaman bukan binatang, melainkan oleh makhluk mikrokospis,
misalnya bakteri, virus, cendawan lain-lain.

Pada pengendalian hama dan penyakit secra biologi, kimiawi,


mekanis, dan dilakukan secara terpadu, yaitu memadukan cara biologis,
kimiawi, mekanis, seacar berimbang. Pengendalian secara terpadu ini dikenal
dengan nama Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Pengendalian Hama Terpadu sangat baik dilakukan karena dapat
memberikan baik pengendalian hama dan pathogen maupun terhadap
lingkungan. Pengendalian penyakit secara kimiawi memeang lebih efektif
dibandingkan dengan pengendalian mekanis, serta varietas tahan. Tetapi
ternyata menimbulkan residu efek terhadap pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan kimia berdampak terhadap
unsure-unsur biologis, yaitu musnahnya organism lain yang misalnya hewan-
hewan predator, hewan-hewan yang dapat membantu penyerbukan. Konsep
pengendalian hama terpadu lebih efektif dan efisien, serta memberikan yang
sekecil mungkin terhadap lingkungan hidup. Keuntungan lain dari
pengendalian hama terpadu adalah menghemat biaya.
Semenjak manusia mengenal bercocok tanam, maka usaha untuk
memperoleh hasil maksimal telah dilakukan. Berbagai cara dilakukan, namun
hasilnya selalu belum memuaskan. Mereka beranggapan bahwa kurangnya
hasil yang diperoleh diakibatkan faktor mitos atau kepercayaan, seperti
marahnya sang dewa, atau timbulnya penyakit akibat setan dan sebagainya.
Bahkan sampai saat ini kepercayaan seperti itu masih ada di masyarakat
pedesaan (pedalaman). Setelah dilakukan pengamatan yang mendalam, maka
diketahui penyebab berkurangnya hasil usaha tani karena faktor abiotis dan
biotis. Faktor abiotis itu berupa gangguan yang disebabkan oleh faktor fisik
atau kimia, seperti keadaan tanah, iklim dan bencana alam. Sedangkan faktor
biotis adalah makhluk hidup yang menimbulkan kerusakan pada tanaman,
seperti manusia, hewan/binatang, serangga, jasad mikro ataupun submikro
dan lain sebagainya. Setelah diketahui kedua faktor tersebut sebagai
pembatas, maka usaha untuk meningkatkan dan mengurangi kehilangan hasil
mulai dilaksanakan. Setelah perang dunia kedua, yakni pada tahun lima
puluhan, terjadi penggunaan pestisida dan pupuk kimia yaitu pemakaian
bubur bordeux dan DDT yang berlebihan. Memang pada kenyataan terjadi
peningkatan hasil (Horsfall, 1977; Zadoks dan Richard, 1979). Sehingga
pemakaian bahan ini menjadi hal yang penting dalam dunia pertanian.Tetapi
setelah diketahui efek negatifnya, maka penggunaan DDT dilarang. Pada
tahun enam puluhan terjadi revolusi hijau (”Green revolution”) yang lebih
intensif dalam penggunaan varietas berpotensi hasil tinggi, anakan yang
banyak, pengaturan tata air, perlindungan tanaman dan pemupukan (Horsfall,
1977). Pada awalnya, usaha ini dapat memberikan hasil pertanian yang
memuaskan, namun beberapa tahun berikutnya terlihat gejala-gejala negatif
mempengaruhi pertanian itu sendiri, lingkungan dan kesehatan. Efek negatif
tersebut berupa timbulnya hama dan patogen yang tahan terhadap pestisida,
munculnya hama baru, terjadinya peningkatan populasi hama dan patogen
sekunder, berkurangnya populasi serangga yang bermanfaat, keracunan
terhadap ternak dan manusia, residu bahan kimia dalam tanah dan tanaman,
dan kerusakan tanaman (Zadoks dan Richard, 1979).
Memperhatikan berbagai efek negatif yang terjadi dari penggunaan
bahan kimia tersebut, maka mulai diadakan penelitian-penelitian yang
mengarah kepada penggunaan jasad hidup untuk penanggulangan kerusakan
di dunia pertanian, yang dikenal dengan pengendalian biologi (”Biologic
control”). Dalam metode ini dimanfaatkan serangga dan mikro organisme
yang bersifat predator, parasitoid, dan peracun (Zadoks dan Richard, 1979).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah ini sebagai
berikut :
1. Bagaimana Langkah-Langkah Pengendalian Hama (OPT) Tanaman Hias?
2. Bagaimana Teknik atau Cara Pengendalian Penyakit Tanaman Hias?

C. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diambil dari makalah ini sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui Jenis Hama pada Tanaman Hias
2. Dapat mengetahui Jenis Penyakit pada Tanaman Hias
3. Dapat mengetahui Teknik atau Cara Pengendalian Penyakit Tanaman Hias
4. Dapat mengetahui Teknik atau Cara Pengendalian Hama Tanaman Hias
BAB II
PEMBAHASAN

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN HIAS


A. Mengenali dan Cara Mengatasi Hama pada Tanaman Hias

Berikut ini beberapa jenis hama yang sering menyerang tanaman hias
beserta cara penangulangannya :

1. Kutu Putih (Mealy Bugs)

Kutu putih merupakan hama yang paling banyak ditemui menyerang


tanaman hias. Kehadirannya cukup mudah dideteksi. Mereka bergerombol di
batang, daun, ketiak daun, bawah daun sampai pucuk daun. Disebut kutu putih
karena warnanya yang terlihat putih karena adanya semacam serbuk berwarna
putih yang menyelimuti tubuhnya.

Kutu putih menghisap cairan daun, sehingga menyebabkan daun menjadi


kisut. Kutu putih juga mengeluarkan semacam cairan “madu” yang lama
kelamaan akan berubah menjadi jelaga berwarna hitam di permukaan daun.
Selain mengakibatkan kerusakan pada tanaman, kutu putih juga bisa
menularkan virus dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain.
Cara sederhana yang sering dilakukan adalah dengan menyemprotkan larutan
detergen cair dengan dosis satu sendok makan detergen cair dengan satu liter air
setelah itu disemprot dengan insektisida yang berfungsi menumpas si kutu.
Insektisida yang umum digunakan seperti Decis, Curacron, Confidor, Rumba,
dll dosis 2 ml/Liter. Penyemprotan insektisida bisa diulang seminggu kemudian,
sampai serangan hilang.
2. Root Mealy Bugs

Root Mealy Bugs berbentuk seperti kutu putih, tetapi hidup menempel
pada akar tanaman. Tanaman yang terserang akan menjadi kurus, kerdil, daun
menjadi kecil dan layu. Untuk mengetahui serangan hama ini, maka perlu
mencabut tanaman dari media. Penanganan yang umum dilakukan adalah
dengan menyemprotkan insektisida sistemik seperti Confidor, supracide dengan
dosis seperti aturan yang tertera (umumnya 2 ml/Liter). Untuk menjamin bahwa
serangan root mealy bugs bisa diberantas dengan tuntas, maka perlu melakukan
penggantian media tanam.

3. Ulat

Dua macam ulat yang biasa menyerang tanaman hias adalah Spodoptera
yang menyerang daun dan Noctuidae yang memakan batang. Serangan
spodoptera ditandai dengan adanya daun yang robek/rusak. Sedangkan serangan
Noctuidae lebih sulit dideteksi, karena mereka menggorok batang tanaman dari
dalam, yang bisa berakibat fatal.
Pada tahap serangan ringan, penanggulangan dengan manual, yaitu
membunuh ulat yang tampak. Tetapi apabila serangan sudah mulai serius, maka
digunakan insektisida seperti Decis, Confidor, Curacron, dosis 2 ml/Liter.

4. Belalang

Gejala serangan belalang hampir mirip dengan serangan Spodoptera.


Belalang mempunyai kemampuan untuk berpindah kedaun atau tanaman lain
dengan cepat, sehingga serangannya dengan mudah bisa berpindah-pindah.

Pada serangan ringan, penanggulangan bisa dilakukan dengan memungut


dan membuang belalang yang tampak, tetapi pada serangan yang serius, maka
pemakaian insektisida seperti Decis, Confidor, Curacron dll dengan dosis 2
ml/Liter tidak bisa dihindarkan.

5. Tungau (Thrips)

Tungau berbentuk seperti lintah dengan ukuran yang kecil dan melekat
kuat dibalik daun serta pelepah tanaman. Thrips akan menghisap cairan tanaman
sehingga akan membuat daun mengkerut, menguning, kisut dan bahkan
akhirnya mati.
Pada serangan ringan, penanggulangan bisa dilakukan dengan mengerik
kumpulan thrips dengan kuku atau alat lain.Tetapi pada serangan yang serius,
maka digunakan insektisida seperti Decis, Confidor, Curacron dll dengan dosis
2 ml/Liter.

6. Keong Tanpa Cangkang

Hama ini berbentuk seperti siput yang berukuran kecil dan tidak
mempunyai cangkang. Gejala serangan hampir mirip dengan serangan ulat atau
belalang, tetapi dalam area yang lebih kecil karena pergerakan keong yang
lambat. Keong tanpa cangkang aktif dimalam hari, makanya pengendalian
mekanis bisa dilakukan dimalam hari. Sedangkan pengendalian secara kimia
bisa dilakukan dengan aplikasi insektisida Mesurol dengan dosis 2 ml/Liter.

7. Aphid

Aphid adalah serangga kecil yang berbentuk seperti buah pear dengan
warna hijau atau coklat. Aphid menghisap cairan tanaman, sehingga
menyebabkan daun menjadi keriting, tanaman menjadi terhambat
pertumbuhannya dan menjadi kerdil. Aphid juga mengeluarkan cairan seperti
madu yang akan berubah menjadi jelaga hitam.
Pengendaliannya sama dengan hama yang lain yaitu menggunakan
penyemprotan insektisida seperti Decis, Confidor, Curacron dll dengan dosis 2
ml/Liter.

8. Spider Mite

Seperti namanya hama ini adalah keluarga laba-laba yang berbentuk


kecil. Spider Mite juga menghisap cairan pada tanaman. Serangan hama ini
mengakibatkan daun berwarna kuning, kemudian muncul bercak-bercak pada
bagian yang dihisap cairannya.

Serangan Spider mite secara besar bisa mengakibatkan daun habis dan
tanaman mati. Spider mite lebih kebal terhadap insektisida. Untuk itu
disarankan menggunakan akarisida seperti Kelthane sesuai dosis dikemasannya.

9. Fungus Gnats

Adalah serangga yang berbentuk seperti nyamuk berwarna hitam.


Larvanya yang berbentuk seperti cacing hidup didalam media tanam dan sering
makan akar halus tanaman. Fungus Gnat dewasa merusak seludang bunga,
dengan gejala seranganmunculnya bintik-bintik hitam pada seludang bunga.
Pada fase masih menjadi larva, maka penanganannya dilakukan dengan
menaburkan Nematisida seperti Furadan G ke media tanam. Sedangkan pada
fase dewasa, dilakukan penyemprotan insektisida seperti Decis, Confidor,
Curacron dll dengan dosis 2 ml/Liter.

10. Cacing

Cacing yang sering menjadi hama adalah Cacing liang (Radhopolus


Similis) yang menghisap cairan pada akar tanaman. Gejala tanaman yang
terserang hama ini adalah tanaman menjadi lambat tumbuh dan kerdil serta
menghasilkan bunga yang kecil. Untuk mengatasinya digunakan Nematisida
seperti Furadan G yang ditaburkan pada media tanam sesuai aturan yang tertera
dalam kemasan.

Demikianlah sepuluh hama yang sering dijumpai menyerang tanaman


hias. Tindakan terbaik adalah melakukan pencegahan sebelum hama menyerang
tanaman, yaitu dengan sering mengontrol tanaman dan perkembangannya.
Penggunaan media tanam yang steril serta penggantian media tanam secara
terjadwal, menjaga kebersihan lingkungan tempat tanaman diletakkan, serta
menjauhkan tanaman yang sudah terindikasi mendapat serangan.

Apabila serangan hama sudah terjadi, untuk skala serangan awal, cara
manual / mekanis lebih dianjurkan. Sedangkan apabila serangan sudah
memasuki tahap serius, maka penggunaan insektisida, akarisida dan nematisida
tidak terelakkan lagi. Dosis yang dianjurkan adalah seperti yang tertera pada
kemasan, atau umumnya bisa menggunakan dosis 2 ml/Liter untuk yang
berbentuk cair. Dan dosis 2 Gr/Liter untuk yang berbentuk powder. Sedangkan
Nematisida seperti Furadan G yang berbetuk butiran disesuaikan dengan lebar
dan volume pot/media tanam.
B. Mengenali dan Cara Mengatasi Penyakit pada Tanaman Hias

1. Penyakit bercak daun

Penyakit bercak daun menjadi jenis penyakit pertama yang paling


banyak menyerang tanaman hias.

Gejalanya ditunjukkan dengan timbulnya bercak cokelat pada


permukaan daun, makin lama jika dibiarkan bercak akan semakin melebar.
Sehingga hal ini akan sangat mengganggu tampilan terutama jika menyerang
jenis tanaman hias daun.

Penyebab utama penyakit ini disebabkan oleh serangan jamur yang


terjadi karena kelembaban sekitar terlalu tinggi. Untuk mengatasinya dapat
dilakukan dengan cara memotong atau memangkas bagian yang terserang lalu
kemudian membuangnya jauh jauh. Serta juga menjaga kelembaban sekitar
tanaman dengan rajin melakukan pemangkasan pada daun daun tua.

Jika intensitas serangan sudah parah maka sebaiknya tanaman yang


terserang segera dibuang dan dijauhkan. Sebab jika tidak maka dikhawatirkan
akan menular dengan cepat apalagi jika musim penghujan tiba. Dapat juga
dikendalikan dengan penyemprotan fungisida seperti merk Dithane atau
Antracol seperti pada Cara Menanam Tomat Hidroponik dan Cara Menanam
Tomat dalam Polybag.
2. Penyakit bercak hitam (black spot)

Penyakit ini juga disebabkan oleh serangan jamur karena kelembaban


yang terlampau tinggi. Gejalanya akan Nampak pada daun tanaman yang tua
dan mengalami kerontokan dimana terdapat bercak hitam yang lama kelamaan
akan menjalar ke bagian pucuk tanaman. Penyakit black spot ini akan
menyerang tanaman terutama pada jenis tanaman hias yang berada dalam
ruangan dengan sirkulasi udara yang jelek.

Cara mengatasi penyakit ini adalah dengan cara pertama dengan


menjaga kelembaban dan sirkulasi udara sekitar tanaman dan lingkungan.

Kemudian buang bagian tanaman yang terserang agar tidak menular


kebagian lainnya, jika intensitas serangan sudah sangat para maka dapat diatasi
dengan menyemprotkan larutan fungisida dengan merk Dithane, Benlate atau
Vondozeb.

3. Penyakit layu Fusarium

Penyakit layu fusarium disebabkan karena juga merupakan jenis


penyakit yng disebabkan oleh serangan jamur Fusarium, sp. Gejalanya akan
nampak pada tanaman hias yang diawali dengan terjadinya pembusukan pada
akar lalu kemudian tanaman akan layu seperti dehidrasi atau kekurangan air,
daun menguning dan keriput sebagaimana Cara Mengatasi Cacar Buah Melon.

Jika tidak ditanggulangi maka akan dapat menyebabkan kematian pada


tanaman hias serta juga penyakit ini relatif sangat mudah menyebar dan
menular.

Karenanya dapat diatasi dengan cara memotong bagian akar tanaman


yang terinfeksi lalu kemudian diolesi fungisida yang memiliki bahan aktif
bonomyl atau juga dapat dilakukan penyemprotan memakai fungisida merk
Benlate.

4. Penyakit Busuk Basah (Soft rot)

Penyakit busuk basah yang dapat menyerang tanaman hias disebabkan


oleh serangan bakteri Erwinia. Sp. Penyakit ini akan muncul pada saat musim
penghujan tiba karena kelembaban yang terlalu tinggi.

Gejalanya diawali dengan daun tanaman yang melunak dan kemudian


ikut berubah warna, lalu kemudian lama kelamaan akan mengalami
pembusukan dan juga mengeluarkan bau yang tidak sedap.

Jika intensitas kelembaban tetap tinggi maka penyakit ini akan dengan
sangat mudah menyebar. Cara mengatasinya adalah dengan melakukan
pengendalian kelembaban dengan cara menjaga drainase tetap baik sehingga
tidak ada air yang menggenang.
Atau dapat juga dengan cara menyuntikkan cairan yang mengandung
streptomycin, atau tetracylin pada bagian batang jika serangan secara individu.
Jika serangan sudah meluas maka dapat dilakukan penyemprotan memakai
Cupcrocide dan agrimycin.

5. Penyakit Virus Mosaik

Penyakit ini biasa dikenal dengan istilah penyakit keriting dimana


gejalanya ditunjukkan dengan timbulnya bercak bercak pada seluruh permukaan
daun sehingga warnanya tidak merata.

Ini akan menimbulkan daun memiliki tampilan yang tidak menarik


karena warna daunnya menjadi belang belang dan daun melengkung.
Pertumbuhan tanaman juga akan tidak optimal dan bunga tidak tumbuh secara
sempurna.

Penyakit ini dapat menular dengan mudah melalui peralatan atau tangan
yang terkontaminasi, dapat juga menular melalui serangga. Cara mengatasi
serangan penyakit karena virus ini adalah dengan cara segera memisahkan
tanaman yang terserang dan yang sehat dan juga tanaman yang terserang segera
dibakar. Untuk obatnya sendiri hingga saat ini belum ditemukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Maksud dari pengendalian penyakit dan hama (OPT) tanaman hias adalah
untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas tanaman hias yang kita usahakan.
Tujuan dari pengendalian penyakit tanaman tersebut adalah untuk mencegah
terjadinya kerugian ekonomis serta menaikkan nilai hasil produksi dari tanaman
yang kita usahakan.
DAFTAR PUSTAKA

Elfina yetti dan Puspita fifi. 2004. Buku Ajar Pengendalian Hama Terpadu.
Faperika Press Universitas Riau. Pekanbaru RIAU

[Anonim] http://kasumbogo.staff.ugm.ac.id/?satoewarna=index&winoto=base&
action=listmenu&skins=1&id=124&tkt=2. Diakses pada tanggal
01/03/2011

[Anonim]. 2008. http://kuniaorganic.blogspot.com/2008/11/hamadan- insektisida-


mikroba.html Diakses pada tanggal 21-02-2011.

[Anonim] http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=4235 Diakses pada


tanggal 21-02-2011.

[Anonim] http://htysite.co.tv/pht.htm. Diakses pada Tanggal 25-02-2011

Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. 3d Ed. Academic Press, New York. 803p.

Anonim, 1992. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1992 tentang


Ssistem Budidaya Tanaman.

Anonim, 1992. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 1992 tentang


Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.

Fry, W.E., 1982. Principles of Plant Disease Management. Academic Press. New
York, 378p.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada


University Press. 754p.
MAKALAH
TIH TANAMAN HIAS
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
PADA TANAMAN HIAS

NAMA : DAVID E. F. VAN LEO


NIM :172389011
PRODI : TIH
KELOMPOK : A

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG


2019/2020

Anda mungkin juga menyukai