Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


KELUARGA PADA PASIEN HIPERTENSI

Disusun Oleh:
Ifa Dhatul Ma’rifah 14901.06.159010

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES HASHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PAJARAKAN – PROBOLINGGO

TAHUN AJARAN 2019–2020

HALAMAN PENGESAHAN

1
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
KELUARGA PADA PASIEN HIPERTENSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Komunitas Keluarga Di Dusun Krajan


Desa Pesisir

Mengetahui,

Pembimbing Akademik

Penguji

2
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Anatomi fisiologi


2.1.1 Anatomi jantung

Jantung adalah organ berongga,berotot, yang terletak di tengah thoraks, dan ia


menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300 g (10,6 oz), meskipun
berat dan ukurannya di pengaruhi oleh usia, jenis kelamin,berat badan, beratnya latihan dan
kebiasaan fisik dan penyakit jantung.
Daerah di pertengahan dada di antara kedua paru disebut sebagai mediastinum.
Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung, yang terbungkus dalam kantung
fibrosa tipis yang disebut perikardium.
Perikardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik.
Ruangan antara permukaan jantung dan lapisan dalam perikardium berisi sejumlah kecil
cairan, yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama kontraksi otot jantung.
Kamar jantung, sisi kanan dan kiri jantung, masing-masing tersusun atas dua kamar,
atrium(jamak=atria) dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut
septum. Ventrikel adalah kamar yang menyerburkan darah yang datang dari vena dan
bertindak sebagai tempat penimbunan sementara sebelum darah kemudian dikosongkan ke
ventrikel.
Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel berhubungan dengan beban kerja
yang diperlukan oleh tiap kamar. Dinding atrium lebih tipis daripada dinding ventrikel karena
rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan kemudian
menyalurkannya ke ventrikel. Karena ventrikel kiri mempunyai beban kerja yang lebih berat
diantara dua kamar bawah, maka tebalnya sekitar 2-1/2 lebih tebal dibandingkan dinding

3
ventrikel kanan. Ventrikel kiri menyemburkan darah melawan tahanan sistemis yang tinggi,
sementara ventrikel kanan melawan tekanan rendah pembuluh pembuluh darah paru.
Karena posisi jantung agak memutar dalam rongga dada, maka ventrikel kanan
terletak lebih ke anterior (tepat di bawah sternum) dan ventrikel kiri terletak lebih ke
posterior. Ventrikel kiri bertanggung jawab atas terjadinya denyut apeks atau titik pukulan
maksimum (PMI), yang normalnya teraba di garis midklavikularis dinding dada pada rongga
interkostal ke-5.
Katup jantung, katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah
dalam jantung. Katup, yang tersusun atas bilah-bilah jaringan fibrosa, membuka dan menutup
secara pasif sebagai respons terhadap perubahan tekanan dan aliran darah. Ada dua jenis
katup : atrioventrikularis dan seminularis.
Katup atrioventrikularis. Katup yang memisahkan atrium dan ventrikel disebut
sebagai katup atrioventrikularis. Katup trikuspidalis, dinamakan demikian karena tersusun
atas tiga kuspis atau daun, memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup mitral atau
bikuspidalis (dua kuspis) terletak diantara atrium dan ventrikel kiri.
Normalnya, ketika ventrikel berkontraksi, tekanan ventrikel akan mendorong daun-
daun katup atrioventrikularis ke atas ke rongga atrium. Jika terdapat tekanan cukup kuat
untuk mendesak katup, darah akan disemburkan ke belakang dari ventrikel ke atrium. Otot
papilaris dan korda tendinea bertanggung jawab menjaga aliran darah tetap menuju ke satu
arah melalui katup atrioventrikularis. Otot papilaris dalah bundel otot yang terletak di sisi
dinding ventrikel. Korda tendinea adalah pita fibrosa yang memanjang dari otot papilaris ke
tepi bilah katup, berfungsi menarik tepi bebas katup ke dinding katup. Kontraksi otot
papilaris mengakibatkan korda tendinea menjadi tegang. Hal ini menjaga daun katup
menutup selama sistolik, mencegah aliran balik darah. Otot papilaris dan korda tendinea
hanya terdapat pada katup mitral dan trikuspidalis dan tidak terdapat di katup seminularis.

2.1.2 Fisiologi jantung


 Selintas Elektrofisiologi

Aktivitas listrik jantung terjadi ion (partikel bermuatan seperti natrium, kalium
dan kalsium) bergerak menembus membran sel. Perbedaan muatan lstrik tercatat
dalam sebuah sel mengakibatkan apa yang dinamakan potensi aksi jantung.

4
Pada keadaan istirahat, artinya terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya
terdapat perbedaan muatan negatif dan bagian luar yang bermuatan positif. Siklus
jantung bermula saat dilepaskannya implus listrik, mulai fase depolisasi.
Permeabilitas membran sel berubah dan ion bergerak melintasinya. Dengan
bergeraknya ion ke dalam sel, maka bagian dalam sel akan menjadi positif.
Kontraksi otot terjadi setelah depolarisaasi. Sel otot jantung normalnya akan
mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangganya mengalami depolarisasi
(meskipun dapat juga terdepolarisasi akibat stimulus listrik eksternal). Depolarisasi
sebuah sel sistem hantaran khusus yang memadai akan mengakibatkan depolarisasi
dan kontraksi seluruh miokardium. Repolarisasi terjadi saat sel kembali ke keadaan
dasar (menjadi lebih negatif), dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.

Setelah influks natrium cepet ke dalam sel selama depolarisasi, permeabilitas


membran sel terhadap kalsium akan berubah, sehingga memungkinkan ambilan
kalsium ke dalam sel. Influks kalsium, yang terjadi selama fase plateau repolarisasi,
jauh lebih lambat dibanding natrium dan berlangsung lebih lama. Interaksi anatara
perubahan voltase membran dan kontraksi otot dinamakan koling elektromekanikal.

Otot jantung, tidak seperti otot lurik atau otot polos, mempunyai periode
refraktori yang panjang, pada saat sel tidak dapat distimulus untuk berkontraksi. Hal
tersebut melindungi jantung dari kontraksi berkepanjangan (tetani), yang dapat
mengakibatkan henti jantung mendadak.

Kopling elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal tergantung pada


komposisi cairan interstisial sekitar otot jantung. Komposisi cairan tersebut pada
gilirannya tergantung pada komposisi darah. Maka perubahan konsentrasi kalsium
dapat mempengaruhi kontraksi serabut otot jantung. Perubahan konsentrasi kalium
darah juga penting, karena kalium mempengaruhi voltase listrik normal sel.

2.2 Definisi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistole di atas 140 mmHg dan tekanan
darah diastole di atas 90 mmHg (Brunner and suddarh,2004). Menurut WHO (1978),
hipertensi adalah adanya peningkatan tekanan darah tinggi di atas 160 sistole dan diastole 95
mmHg.

5
Pengertian lain, hipertensi merupakan suatu keadaan yang mana terjadi tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih (Barbara
hearrison,1997).

Menurut The sixth Report of the joint National Committe on Prevention, detection,
evaluation, and treatment of high blood pressure berpendapat seseorang terkena hipertensi
jika tekanan darah sistole lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diatole lebih dari 90
mmHg.

Kaplan (1985) membedakan hipertensi berdasarkan usia dan jenis kelamin, sebagai berikut :

a. Pria usia <45 tahun : hipertensi jika tekanan darah lebih dari 130/90 mmHg
b. Pria usia >45 tahun : hipertensi jika tekanan darah lebih dari 145/95 mmHg
c. Wanita : hipertensi jika tekanan darah >160/90 mmHg

Pengertian krisis hiprtensi adalah peningkatan tekanan darah berat secara tiba-tiba
dengan tekanan darah sistole lebih dari 200 mmHg dan tekanan darah diastole lebih dari 140
mmHg (Awan Hariyanto dan Rini Sulistyowati,2015).

Sementara pengertian menurut kami hipertensi adalah peningkatan tekanan darah


sistole 140 mmHg dan tekanan darah diastole 90 mmHg, bisa di sertai gejala sakit
kepala(pusing atau migrain) dan mual muntah.

2.3 Etiologi
a. Faktor genetik
Di ketahui bahwa respon tekanan darah manusia terhadap garam diturunkan secara
genetik. Individu dengan orang tua hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Pada 70-80% kasus hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi
di dalam keluarganya. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka
dugaan hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita
kembar monogozit (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini
menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
b. Jenis kelamin
Pada dasarnya tidak ada perbedaan prevalensi antara wanita dan laki-laki, akan tetapi
wanita setelah menoupuse menjadi lebih berpotensi terserang penyakit hipertensi. Karena
wanita yang belum menopouse dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan aktif
6
dalam peningkatan kadar High Density Lipoprotein (HDL). HDL merupakan faktor yang
berperan penting dalam melindungi terjadinya arterosklerosis. Pada wanita yang sudah
mencapai umur 45 tahun ke atas maka sedikit demi sedikit hormon estrogen akan
mengalami penyusutan baik kuantitas maupun kualitasnya sehingga berdampak pada
banyaknya kasus hipertensi pada wanita.
c. Umur
Kenaikan umur sesorang sebanding dengan kenaikan tekanan darah. Penambahan usia
menyebabkan semakin hilang daya elastisitas dari pembuluh darah yang mengakibatkan
arteri dan aorta kehilangan daya untuk menyesuaikan diri dengan aliran darah. Oleh
karena itu orang yang lebih tua akan cenderung terkena penyakit hipertensi dari pada
orang yang berumur lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani lebih serius
hal ini karena pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi organ seperti ginjal yang
berperan aktif dalam proses rennin angiotensin aldosteron, karena itu dosis obat harus
diberikan secara tepat.
d. Perokok
Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila
pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah
tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat merusak
pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar.
Nikotin, CO, dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh
endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah penggumpalan darah sehingga
dapat merusak pembuluh darah perifer. Keadaan paru-paru dan jantung mereka yang
merokok tidak dapat bekerja secara efisien
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan katekolamin
menyebabkan iritabilitasi miokardial, peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan
vasokontriksi, yang mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah. (wajan juni
udjianti,2010)
e. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui
secara pasti hubungan antara hiperetnsi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa
jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari
pada penderita hipertensi dengan berat badan normal. Pada orang yang terlalu gemuk,
tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar, jantung pun bekerja ekstra karena
7
banyak timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga
tekanan darah menjadi tinggi.
f. Alkoholisme
Alkohol yang dapat merusak hepar dan sifat alkohol mengikat air memengaruhi
viskositas darah memengaruhi tekanan darah. Alkohol juga mempunyai efek yang buruk
terhadap tubuh antara lain menyebabkan kerusakan pada jantung dan organ tubuh, juga
dapat mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga mengakibatkan
hipertensi.
g. Stres
merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang berpengaruh terhadap
kerja jantung,sehingga akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung.Stres dapat memicu peningkatan aktifitas pada syaraf simpatis, peningkatan ini
yang kemudian dapat merangsang peningkatan darah yang intermiten atau tidak tetap.
h. Konsumsi garam
Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja ginjal yang mengeluarkan
renin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan darah. Konsumsi natrium yang
berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat.
Konsumsi natrium yang berlebihan mengaibatkan retensi sehingga mengakibatkan
tekanan darah naik, akibatnya tekanan darah meningkat (Awan Hariyanto dan Rini
Sulistyowati,2015).
2.4 Klasifikasi

Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan menurut kausanya, menurut gangguan


tekanan darah, dan menurut berat tingginya peningkatan tekanan darah.

1) Penyakit hipertensi menurut kausanya terbagi atas


1. Hipertensi Esensial

Hipertensi esensial/primer/idiopatik(penyebab yang tidak diketahui) adalah


hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik memengaruhi kepekaan terhadap sodium, kepekaan terhadap stres,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistansi insulin dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stres,

8
emosi, obesitas, dan lain-lain.Hipertensi primer biasanya timbul pada usia 30-50 tahun.
(syamsudin,2011)

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder (penyebab diketahui) meliputi 5-10% kasus hipertensi.


Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi
renal), hipertensi endokrin, kelaianan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain.

Hipertensi dapat diketahui dengan melakukan pengukuran tekanan darah yang


dilakukan pada hari yang berbeda. WHO-ISH mengeluarkan suatu petunjuk sebagai acuan
untuk klasifikasi hipertensi seperti yang dlakukan oleh JNC VI. Untuk mengetahui
bagaimana pengobatan hipertensi, JNC VI membuat sistem faktor risiko hipetensi.
(syamsudin,2011)

Hipetensi pada kehamilanHipertensi pada wanita hamil berisiko untuk ibu dan
janinnya. Empat kategori hipertensi pada kehamilan telah diidentifikasi oleh National
Institutes of Health Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy : hipertensi
gestasional, hipertensi kronis, preeklams-eklamsi, dan preeclampsia superimposed pada
hipertensi kronis.

Hipertensi gestasional adalah jenis sekunder karena, berdasarkan definisi, peningkatan


tekanan darah (≥ 140 mmHg pada sistolik; ≥ 90 mmHg pada diastolik) terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu pada wanita nonhipertensi sebelumnya, dan membaik dalam 12
minggu pascapartum. Hipertensi gestasional tampaknya terjadi akibat kombinasi dari
peningkatan curah jantung dan peningkatan TPR. Jika hipertensi terjadi setelah 12 minggu
pascapartum, atau telah ada sebelum kehamilan 20 minggu, masuk ke dalam kategori
hipertensi kronis.

Pada preeklamsi, tekanan darah tinggi di sertai dengan proteinuria (pengeluaran urine
sedikitnya 0,3 protein dalam 24 jam). Preeklamsi biasanya terjadi setelah usia kehamilan
20 minggu dan di hubungkan dengan penurunan aliran darah plasenta dan pelepasan
mediator kimiawi yang dapat menyebabkan disfungsi sel endotel vaskular di seluruh
tubuh. Kondisi ini merupakan gangguan yang sangat serius, seperti halnya preeclampsia
superimposed pada hipertensi kronis.(Elizabeth J. Corwin,2009)

a. Hipertensi pada penyakit ginjal

9
Penyakit ginjal dapat meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam
jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Hipertensi pada penyakit ginjal
dapat terjadi pada penyakit akut maupun penyakit ginjal kronik, baik pada kelainan
glumerolus maupun pada kelainan vaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat
dikelompokkan dalam :
1. Penyakit glumerolus akut
Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang menyebabkan hipervolemik.
Retensi natrium terjadi karena adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus
koligentes. Peningkatan ini dimungkinkan akibat adannya retensi relatif terhadap
hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na-K-ATPase di
duktus koligentes.
2. Penyakit vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemik yang kemudian merangsang sistem renin
angiotensin aldosteron.
3. Gagal ginjal kronik
Hipertensi yang terjadi karena adanya retensi natrium, peningkatan sistem Renin
Angiotensinogen Aldosteron akibat iskemi relatif karena kerusakan regional,
aktifitas saraf simpatik yang meningkat akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidis
sekunder, dan pemberian eritropoetin.
4. Penyakit glumerolus kronik
Sistem Renin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan satu sistem hormonal
enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan dalam naiknya tekanan darah,
pengaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.
b. Hipertensi pada kelainan endokrin
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan endokrin adalah aldosteronisme
primer (sindrom conn). Hiperaldosteronisme primer adalah sindrom yang disebabkan
oleh hipersekresi aldosteron yang tidak terkendali yang umumnya berasal dari
kelenjar korteks adrenal. Hiperaldosteronisme primer secara klinis dikenal dengan
triad terdiri dari hipertensi, hipokalemi, dan alkalosis metabolik. Sindrom ini
disebabkan oleh hiperplasi kelenjar korteks adrenal, adenoma atau karsinoma adrenal.
c. Sindrom cushing
Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral yang disebabkan oleh
adenoma hipofisis yang menghasilkan Adenocorticotropin Hormone (ACTH).
d. Hipertensi adrenal kongenital
10
Hipertensi adrenal kongenital merupakan penyebab terjadinya hipertensi pada anak
(jarang terjadi).
e. Feokromositoma
Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut dicuragi apabila
terdapat riwayat dalam keluarga. Tanda-tanda yang mencurigai adanya
Feokromositoma yaitu hipertensi, sakit kepala, hipermetabolisme, hiperhidrosis, dan
hiperglikemia.
Feokromositoma disebabkan oleh tumor sel kromatin asal neural yang mensekresikan
katekolamin. Sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal, dan hanya 10% terjadi
ditempat lain dalam rantai simpatis. 10% dari tumor itu ganas dan 10% adenoma
adrenal adalah bilateral. Feokromositoma dicurigai jika tekanan darah berfluktasi
tinggi, disetai takikardi, berkeringat atau edema paru karena gagal jantung.
f. Koarktasi aorta
Koarktasi aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri subklavia kiri
dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan pada kaki, dengan
denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak ada. Hipertensi ini dapat menetap
bahkan setelah reseksi bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi terjadi lama
sebelum operasi.
g. Hipertensi pada kehamilan
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan
mortalitas materal, janin dan neonatus. Kedaruratan hipertensi dapat menjadi
komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang terjadi pada hipertensi kronik.
Perempuan hamil dengan hipertensi mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya
komplikasi yang berat seperti abruptio plasenta, penyakit serebrovaskuler, gagal
organ, kogulasi intravaskular.
h. Hipertensi akibat dan penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi adalah pil
kontrasepsi oral (OCP) dimana 5% perempuan mengalami hipertensi sejak mulai
penggunaan. Perempuan usia lebih tua (> 35 tahun) lebih mudah terkena, begitu pula
dengan perempuan yang pernah mengalami hipertensi selama kehamilan. Pada 50%
tekanan darah akan kembali normal dalam 3-6 sesudah penghentian pil. Penggunaan
estrogen pascamenopause bersifat kardioproteksi dan tidak meningkatkan tekanan
darah. Obat lain yang terkait dengan hipertensi termasuk siklosporin, eritopoietin, dan
kokain.
11
2) Menurut gangguan tekanan darah
1. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension)
Yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik.
Biasanya bentuk hipertensi ini ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
2. Hipertensi sistolik (isolated sytolic hypertension)
Yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diatolik.
Umumnya bentuk hipertensi ini ditemukan pada usia lanjut.
3. Hipertensi campuran (sistol dan diatol yang meninggi)
Yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dandiatol
3) Menurut berat atau tingginya peningkatan tekanan darah
1. Hipertensi ringan
yaitu jika pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah sistolik berada diantara 140-
159 mmHg dan tekanan darah diatolik berada diantara 90-99 mmHg.
2. Hipertensi sedang
yaitu jika ada pengukuran tekanan darah, tekanan darah sistolik berada diantara 160-
179 mmHg dan tekanan darah diatolik berada diantara 100-109 mmHg.
3. Hipertensi berat
yaitu pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah siastolik >180 mmHg dan
tekanan darah diastolik >110 mmHg (Awan Hariyanto dan Rini Sulistyowati. 2015).
2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
implus yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, kemudian tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menskresi epinefrin, yang menyebabkan
12
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian di ubah menjadi angiotensi II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer(brunner dan suddarth, 2008).

Pathway

obesitas merokok Gangguan ginjal

Penumpukan lemak Penumpukan plak Gangguan


dari nikotin penyaring
13
Penyempitan lumen Resistensi garam
arteriosklerosis
Hilangnya
Endapan air
elastisitas jaringan
ikat
Penurunan relaksasi Volume darah
otot polos meningkat
Hipertensi

Kerusakan vaskuler Perubahan situasi


pembuluh darah
Informasi yang
Perubahan struktur minim

Penyumbatan
pembuluh darah Difisiensi Ansietas
pengetahuan
vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Pembuluh Jantung
Ginjal Otak Retina
darah
Vasokontriks Resistensi Spasme Tekanan
sistemik sistemik
i pembuluh pembuluh arteriole
darah ginjlal darah otak darah
meningkat Diplopia Vasokontriks meningkat
Respon RAA i Kerja
Peningkatan jantung
Resiko Afterload
Merangsang TIK meningkat
cidera meningkat
aldosteron

Retensi Na Nyeri Penurunan Resiko


kepala curah penurunan
jantung perfusi
odem
jaringan
Gangguan
jantung
Kelebihan pola tidur
volume 14
Suplai O2 koroner Intoleransi
cairan
ke otak aktivitas
menurun
Iskemia
GI tract miokard
meningka Resiko
t ketidakefektifan
Nyeri
perfusi
akut
Nause, jaringann otak
vomiting

Anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dar kebutuhan
tubuh

2.6 Manifestasi klinis

Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun, dan
berupa:

a. Sakit kepala (pusing,migrain) saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur
pada orang yang terus – menerus mengalami tekanan darah tinggi, terjadi penebalan
dinding pembuluh darah tersebut. Pada kasus hipertensi yang berat pembuluh ini dapat
pecah dan mengakibatkan pendarahan keci yang disebut hemoragi. Dan juga dapat di
akibatkan kerusakan hipertensif(tekanan pembuluh darah) pada retina.
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia yang di sebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler(Elizabeth J.
Corwin,2009).
2.7 Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium .
a. Fungsi hati (LFT)
 Albumin : Terjadi peningkatan, karena tingginyakadar protein darah maupun urin.
Jika albumin meningkat bisa menghambat dan menyumbat aliran darah sehingga
15
menyababkan terjadinya tekanan darah tinggi.Nilai normalnya 3,4-5,4 g/dl. Jika
urin mengandung albumin yang berukuran besar maka tidak akan bisa melewati
filter ginjal sehingga akan kembali dalam aliran darah. Nilai normalnya 0-8 mg/dl.
b. Fungsi ginjal
 Kreatinin: Terjadi peningkatan, Karena menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
Ketika kreatinin meningkatkan hal ini menunjukkan berkurangnya aliran darah ke
ginjal dengan penurunan mengakibatkan filtrasi (penyaringan) dan pembersihan
kreatinin dan zat lain terganggu. Sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah
ginja dan mengakibatkan terjadinya hipertensi. Nilai normalnya 0,5-1,5 mg/dl
 BUN : Terjadi peningkatan, karena tingginya BUN berkaitan dengan
ketidakmampuan ginjal untuk menyaring urea. Nilai normalnya W : 6-21 mg/dl, L :
8-24 mg/dl.
c. Lain lain
 Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) akibat
dari peningkatan kadar katekolamin. Nilai normalnya 70-100 mg/dL. Hasil
pemeriksaan 110 mg/dL
 Asam urat: tingkat asam urat tinggi (hiperruricemia) merupakan implikasi faktor
resiko hipertensi. Kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan resistensi
insulin dan sindrom metabolik yang secara signifikan meningkatkan risiko terkena
tekanan darah tinggi. Hyperuricemia juga terkait dengan risiko terkena gagal
jantung kongestif (juga merupakan konsekuensi tekanan darah tinggi yang tidak
diobati lama). Nilai normalnya (p) 2,4-5,7 mg/dL, (w)3,4-7,0 mg/dL, jika
meningkat maka risiko terkena hipertensi. Hasil pemeriksaan 8,0 mg/dL.

2. Radiologi
a. Intra venous pyelografi (IVP): mengindentifikasikan penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BHP).
b. Rontgen thoraks: menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium
pada aorta, dan pembesaran jantung.
3. EKG
Menilai adanya hipertrofi miokard bisa juga menyebabkan gelombang komplek QRS
meninggi di karenakan terjadi hipertrofi di ventrikel kiri, pola strain, gangguan konduksi
atau distritmia. Dapat pula menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
16
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi. EKG dapat
menunjukkan pengaruh tekanan darah tinggi terhadap ketebalan otot jantung. Tekanan
yang tinggi menyebabkan penebalan otot jantung sebagai reaksi terhadap tugas memompa
lebih berat. (Wajan J,2013)

2.8 Penatalaksanaan

Untuk mengobati hipertensi, dapat di lakukan dengan menurunkan kecepatan denyut


jantung, volume sekuncup, atau TPR. Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis dapat
membantu individu mengurangi tekanan darahnya. Hipertensi masuk dalam kategori penyakit
seumur hidup. Hipertensi tidak dapat disembuhkan secara total dan hanya bisa dikontrol saja.
Yang terpenting adalah merubah pola hidup sehat. Berikut adalah beberapa modifikasi gaya
hidup untuk membantu pengobatan hipertensi.

1. Non farmakologi

17
 Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah,
kemungkinan dengan beban kerja jantung sehingga kecepatan denyut jantung dan
volume sekuncup juga berkurang.
 Olahraga, terutama bila di sertai penurunan berat, menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin TPR. Olahraga
meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya aterosklerosis akibat
hipertensi.
 Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara menghambat
respons stres saraf simpatis
 Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena
asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
 Pada beberapa individu dapat mungkin mendapat manfaat dari diet ppembatasan-
natrium.
2. Farmakologi
 Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung
dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagian diuretik
(tiazid) juga dapat menurunkan TPR.
 Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri dengan
menginterfensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Sebagai penyekat
saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung;
sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vaskular. Dengan
demikian, bebagai penyekat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR (total peripheral
resistance).
 Penghambat enzim pengubah angiotensin II atau inhibator ACE berfungsi
menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang di perlukan untuk
mengubah angiotensin I menjadi angiotensi II. Kondisi ini menurunkan tekanan darah
secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan
menurunkan sekresi aldosteron, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium
pada urine kemudian menurunkan volume plasma dan curah jantung. Inhibator ACE
juga menurunkan tekanan darah dengan efek bradikinin yag memanjang, yang
normalnya memecah enzim. Inhibator ACE dikontraindikasikan untuk kehamilan.

18
 Antagonis (penyekat) reseptor beta (ᵝ-blocker), terutama penyekat selektif, bekerja
pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
 Antagonis reseptor alfa (ἀ-blocker) menghambat reseptor alfa di otot polos vaskular
yang secara normal berespons terhadap rangsangan simpatis dengan vasokontriksi.
Hal ini akan menurunkan TPR.
 Vasodilator arteriol langsung dapat digunakan untuk menurunkan TPR.
 Hipertensi gestasional dan preeklamsi-eklamsi membaik setelah bayi lahir(Elizabeth
J. Corwin,2009).
2.9 Komplikasi
a. Stroke/ cva
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinngi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi
dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri
otak mengalami aterosklerosis dpat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup
oksigen ke miokardum atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran
darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel,
kebutuhan oksigen miokardummungkin tidak dapat di penuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infrak. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga sehingga
terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler
glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional
ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang
sering di jumpai pada hipertensi kronis.
d. Gagal jantung

19
Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembali ke jantung dengan
cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan jaringan lain yang sering
disebut edem. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan
ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau disering disebut edem.
e. Ensefalopati (kerusakan otak)
Dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan
berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf
pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolapsdan terjadi koma serta kematian.
f. Kejang
Dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin memiliki berat lahir
kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian dapat
mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau sebelum
proses persalinan(Elizabeth J. Corwin,2009)

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1. PENGKAJIAN
1. Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan
pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
2. Keluhan utama
Keluhan utama diperoleh dengan menanyakan tentang gangguan yang paling
dirasakan klien hingga klien memerlukan pertolongan.meliputi sakit kepala pagi

20
hari, vertigo,fatigue, lemah, sulit bernafas, mata merah,epiktaksis dan penglihatan
kabur.
3. Riwayat penyakit saat ini
Pada anamnesis biasanya di dapat adanya riwayat peningkatan tekanan darah
sering mengeluh sakit kepala dan riwayat keluarga dengan penyakit hipertensi.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit parenkim dan vaskular
ginjal yang merupakan penyebab utama hipertensi sekunder.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit
hipertensi. Karena faktor genetik penyebab yang pasti dari penyakit hipertensi.
6. Pola kesehatan
a. Aktivitas/ istirahat
Keluhan kelemahan fisik pada penderita hipertensi meliputi: fatigue,
lemah,tekanan darah tinggi (diukur secara serial), nadi meningkat pada arteri
karotis, jugularis, pulsasi radialis. Denyut jantung takikardia, distritmia.
b. Cairan dan nutrisi
Riwayat mengkonsumsi makanan tinggi lemak atau kolesterol, tinggi garam,
dan tinggi kalori. Selain itu juga melaporkan keluhan berupa mual, muntah,
perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian diuretik. Temuan fisik meliputi
berat badan normal atau obesitas, edema kongesti vena, distensi vena jugularis,
dan glikosuria (riwayat diabetes melitus).
c. Pola tidur
Biasanya mengalami kesulitan tidur ketika terjadi hipertensi karena pasien
merasa pusing.
d. Pola eliminasi uri danEliminasi alvi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa yang lalu.
7. Pemeriksaan fisik head to toe
a. Kepala
Ukuran kepala normal, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan
b. Rambut
Inspeksi: rambut tampak kusam, rambut agak tebal, warna rambut hitam
Palpasi: tidak ada benjolan, dan nyeri tekan
21
c. Mata
Inspeksi: konjungtiva anemis, scelera ikterik, pupil isokor, otot disekitar mata
tegang
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
d. Telinga
Inspeksi: letak simestris, kebersihan telinga cukup bersih,tidak ada battle sign
dan tidak ada memar
e. Hidung
Inspeksi : bentuk normal, lubang hidung bersih, distribusi sillia normal
f. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering, pucat, tidak terdapat sariawan, kebersihan
mulut cukup bersih, julam gigi berkurang, lidah cukup bersih, perubahan pola
bicara.
g. Leher
Inspeksi : tidak ada lesi, jejas, dan tidak ada luka.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada deviasi trachea.
h. Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris,ada cuping hidung, adanya
penggunaan otot dada, adanya retraksi dinding dada.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada indikasi krepitasi, teraba pembesaran
jantung.
Perkusi : untuk mengetahui batas tegas dari paru-paru.
Auskultasi : terdengar suara tambahan (ronkhi, rales, wheezing).
i. Jantung
Inspeksi : tidak ada luka, jejas, dan tidak ada lesi
Palpasi : terdapat ictus cordis pada ruang intercosta kiri Y, agak ke medial (2
cm) dari linea midklavikularis kiri.
Perkusi : melakukan perkusi dari arah lateral ke medial, Batas bawah kanan
jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di line parasternalis
kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea
parasternalis kanan. Batas jantung sebelah kiri yang terletak di sebelah cranial
iktus, pada ruang interkostal II letaknya lebih dekat ke sternum daripada letak
iktus cordis ke sternum, kurang lebih di linea parasternalis kiri.

22
Auskultasi : adanya suara tambahan, khususnya s3 dan s4 yang mencerminkan
penurunan daya regang dan lentur (komplians) miokardium yang tampak dari
pengurangan curah jantung. Auskultasi jantung ditemukan adanya irama
ireguler, suara ekstrasistole.
j. Abdomen
Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada asites, bentuk datar,
Auskultasi : peristaltic usus normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, dan tidak ada asites.
Perkusi : untuk mengetahui suara tympani.
k. Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer): pengisian kapiler
mungkin melambat/tertunda (vasokontriksi)
a. Ekstermitas atas dan bawah
1. Inspeksi
Melihat pergerakan tangan dan kekuatan otot
2. Palpasi
Apakah ada nyeri tekan, masa atau benjolan
3. Motorik
Untuk mengamati besar dan bentuk otot, melakukan pemeriksaan tonus
kekuatan otot dan tes keseimbangan
4. Reflek
Memulai reflek fisiologi seperti bisep dan trisep
5. Sensorik
Apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature, gerak
dan tekanan
3.2. DIAGNOSA
1. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload,vasokontriksi
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan ooksigen
3. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskular selebral
4. Kelebihan volume cairan b/d odem, retensi Na
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual
muntah
6. Gangguan pola tidur b/d nyeri kepala, peningkatan TIK
7. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/dSuplai O2 ke otak menurun
23
8. Resiko ceidera b/d ganggua penglihatan,diplopia
9. Defisiensi pengetahuan b/d kurang pengetahuan/daya ingat,misinterpretasi
informasi
10. Ansietas b/d informasi yang minim
3.3 INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload,vasokontriksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...24x diharapkan afterload
tidak meningkat
kriteria hasil : - klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah
atau beban jantung
- Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat
diterima
- Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien

Intervensi :

1. Pantau tekanan darah, ukur pada kedua tangan, gunakan lanset dan tekhnik yang
tetap
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
4. Amati warna kulit kelembapan, suhu, dan masa pengisian kapiler
5. Catat edema umum atau tertentu
6. Berikan lingkungan yang tenang nyaman dan kurangi aktivitas, batasi jumlah
pengunjung
7. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur atau kursi
8. Anjurkan tekhnik relaksasi, panduan imajimasi, aktivitas pemulihan
9. Kolaborasi pemberian obat – obatan sesuai indikasi

2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan ooksigen


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatn selama....24x diharapkan aktivitas
pasien terpenuhi
kriteria hasil : - klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yaang di inginkan atau
diperlukan

24
- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat di
ukur
- Menunjukkan penurunan dalam taanda – tanda intoleransi fisiologi

Intervensi :

1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih 20x/menit di
atas frekuensi istirahat, peningkatan tekanan darah, yang nyata selama atau sudah
aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau diastolik meningkat 20
mmHg), dipsnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahanyang berlebihan,
diaforesis, pusing atau pingsan.
2. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi, misal menggunakan
kursi saat mandi
3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas, perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan

3. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskular selebral


Tujuan : setelah tindakan keperawatan selama...24x/jam diharapkan tekanan vaskuler
selebral tidak meningkat
kriteria hasil : - pasien melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau terkontrol
- Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
- Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan

intervensi :

1. Mempertahankan tirah baring selama masa akut


2. Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala misal:
kompres dingin pada dahi dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, tekhnik
relaksasi (panduan imajimasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang
3. Hilangkan atau meminimalkan vasokontruksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala, misal mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
5. Beriakan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi
pendarahan hidung atau kompres hidung telah dilakukan untuk menghentikan
pendarahan
25
6. Berikan obat sesuai indikasi

DAFTAR PUSTAKA

Syamsuddin. 2011. Farmakologi Kardiovaskular dan Renal. Jaarta: Salemba Medika


Suzanne and Brenda. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth.
Edisi 8. Jakarta: EGC
Udjianti, Wajan.2013. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif.2017. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Corwin, Elizabeth J.2015.Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges,dkk.2010.Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien.Edisi 3.Jakarta:EGC
Hariyanto, awan dan rini sulistyowati. 2015. Buku ajar keperawatan medikal bedah 1.
26
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

27

Anda mungkin juga menyukai