Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktek kerja farmasi (PKF) adalah suatu bentuk pendidikan dengan cara

memberikan pengalaman belajar bagi mahasiwa di apotek. Praktek kerja farmasi

diharapkan dapat menambah kemampuan untuk mengamati, mengkaji dan

mengobservasi penerapan teori dilapangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan

kualitas managerial mahasiswa dalam mengamati permasalahan baik dalam bentuk

aplikasi teori maupun kenyataan yang sebenarnya dan mahasiswa dapat memperoleh

keahlian di bidang pelayanan, manajemen dan perbekalan kefarmasian.

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di masyarakat, apotek

memerlukan tenaga kesehatan yang kompeten. Atas dasar tuntutan kompetensi

tersebut, maka calon-calon tenaga kefarmasian perlu mengikuti program praktek

kerja farmasi (PKF).

Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memiliki peranan

penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, harus mampu menjalankan

fungsinya dalam memberikan pelayanan kefarmasian dengan baik, yang berorientasi

langsung dalam proses penggunaan obat pada pasien. Selain menyediakan dan

menyalurkan obat serta perbekalan farmasi, apotek juga merupakan sarana

1
penyampaian informasi mengenai obat atau persediaan farmasi secara baik dan tepat,

sehingga dapat tercapai peningkatan kesehatan masyarakat yang optimal dan

mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan (Menteri Kersehatan Republik

Indonesia, 2002).

Mengingat tidak kalah pentingnya peranan Tenaga Teknis Kefarmasian dalam

menyelenggarakan apotek, kesiapan institusi pendidikan dalam menyedia-kan sumber

daya manusia calon Tenaga Teknis Kefarmasian yang berkualitas menjadi faktor

penentu. Oleh karena itu, Program Sarjana Farmasi Sekolah Tinggi Farmasi Ilmu

Farmasi (STIFARM) Padang bekerja sama dengan apotek PATTIMURA

menyelenggarakan Praktek Kerja Farmasi (PKF) di Apotek PATTIMURA yang

berlangsung dari tanggal 06 Januari – 17 Januari 2020. Kegiatan PKF ini memberikan

pengalaman kepada calon Sarjana Farmasi untuk mengetahui pengelolaan suatu

apotek dan pelaksanaan khususnya di apotek.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Farmasi (PKF)

1. Mahasiswa mampu memahami dan mengenal dunia kerja dan segala aspek

yang terkait di bidang kefarmasian.

2. Mahasiswa mampu memahami tugas dan peran farmasi di lingkungan

Apotek.

3. Mahasiswa mampu memahami pelaksanaan pelayanan kefarmasian di

Apotek.

2
4. Mahasiswa mampu memahami dasar ilmu farmasi dan aplikasinya dalam

pelayanan kefarmasian.

5. Mahasiswa mampu menerapkan materi yang telah didapatkan selama

perkuliahan.

6. Mengetahui strategi pengadaan, pengelolaan obat, dan pelayanan

pembekalan farmasi.

7. Mengetahui pelaksanaan pelayanan kefarmasian khususnya konsultasi dan

konseling di Apotek Pattimura.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Farmasi (PKF)

1. Memperoleh pengetahuan dalam bidang pelayanan obat khususnya di

apotek Pattimura.

2. Mahasiswa mampu mencari alternatif dalam pemecahan masalah

kefarmasian sesuai dengan program pendidikan yang telah ditetapkan

secara luas dan mendalam yang tercakup dari laporan yang disusun.

3. Memperoleh pengalaman kerja di apotek Pattimura.

4. Memperoleh pengetahuan tentang pengelolaan atau manajemen Apotek

(perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan lain-lain).

3
BAB II

TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Aspek Legislatif Apotek

1. Peraturan Perundang-undangan Terkait Apotek

Beberapa perundangan-undangan terkait apotek menurut perundang-undangan

yang berlaku antara lain:

a. Permenkes RI nomor 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan

kefarmasian di Apotek menetapkan,Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini

yang dimaksud dengan : Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian

tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.

b. PP 25 tahun 1980, apotek adalah tempat pengabdian profesi apoteker

dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasiaan dan tempat menyalurkan

obat dan perbekalan farmasi kepada masyarakat.

c. Kepmenkes RI No.1332 /SK/X/2002 apotek adalah tempat melakukan

pekerjaan kefarmasiaan dan penyaluran perbekalan farmasi, yaitu obat,

bahan obat, obat asli Indonesia/obat tradisional, alat kesehatan dan

kosmetika.

d. Menurut menteri kesehatan No. 1027/Mankes/SK/IX/2004, Apotek

adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

4
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada

masyarakat.

e. Menurut permenkes RI nomor 73 tahun 2016, Standar Pelayanan

Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman

bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan

kefarmasian.

f. Menurut permenkes RI nomor 73 tahun2016, Pelayanan Kefarmasian

adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien

yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil

yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

g. Menurut permenkes RI nomor 73 tahun2016, Resep adalah permintaan

tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk

paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat

bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

h. Menurut permenkes RI nomor 73 tahun 2016, Sediaan Farmasi adalah

obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

i. Menteri Kesehatan Nomor 1332 Tahun 2002 dijelaskan tentang

beberapa ketentuan umum sebagai berikut: Apoteker : adalah sarjana

farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan

apoteker mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai

apoteker.

5
j. Apoteker Pengelola Apotek (APA) : yaitu Apoteker yang telah

memiliki Surat Izin Apotek (SIA).

k. Apoteker Pendamping : adalah Apoteker yang bekerja di Apotek

disamping APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu padahari

buka Apotek.

l. Apoteker Pengganti : adalah Apoteker yang menggantikan APAselama

APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-

menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak

sebagai APA di Apotek lain.

m. Asisten Apoteker : Mereka yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian

sebagai asisten apoteker.

Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di

apotek terdiri dari :

a. Juru resep : adalah petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker.

b. Pegawai tata usaha : adalah petugas yang melaksanakan administrasi

apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan

keuangan apotek.

6
2. Tatacara Perijinan Pendirian Apotek

Sesuai dengan Keputusan menteri Kesehatan republik Indonesia

nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek tata cara perizinan Apotek sebagai

berikut :

1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari menteri

yang kemudian akan melimpahkan kewenangan pemberian izin

kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kota berupa SIA.

2. SIA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama

memenuhi persyaratan.

3. Untuk memperoleh SIA, apoteker harus mengajukan permohonan

tertulis kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota dengan

menggunakan formulir.

4. Permohonan SIA harus ditanda tangani oleh Apoteker disertai

dengan memenuhi kelengkapan administrative.

5. Paling lama dalam waktu (enam) hari kerja sejak menerima

permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan

dokumen administratif, pemerintah daerah kabupate/kota

menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan

setempat terhadap kesiapan apotek.

6. Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan

kabupaten/kota yang terdiri atas:

a. Tenaga kefarmasian

7
b. Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan

prasarana.

7. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa

ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan

setempat yang dilengkapai berita acara pemeriksaan (BAP) kepada

pemerintah daerah Kabupaten/Kota .

8. Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak

pemerintah daerah kabupaten/kota menerima laporan dan

dinyatakan memenuhi persyaratan, pemerintah kabupaten/kota

menerbitkan SIA dengan tembusan kepada Direktur jendral,

Kepala dinas kesehatan Provinsi, Kepala balai POM, Kepala dinas

kesehatan kabupaten/kota, dan organisasi profesi.

9. Dalam hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum memenuhi

persyaratan, Pemerintah daerah kabupaten/kota harus

mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam waktu 12 hari

kerja

10. Terhadap permohonan yang dinyatakan belum

memenuhi persyaratan  pemohon dapat melengkapi

persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat

penundaan diterima.

8
11. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan

maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat

Penolakan.

12. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan

SIA melebihi jangka waktu Apoteker pemohon dapat

menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP sebagai

pengganti SIA.

13. Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA maka

penerbitannya bersama dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker

pemegang SIA.

14. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA

3. Sruktur Organisasi Apotek

PSA
(pemilik sarana apotek) atau Apoteker

Fungsi struktur organisasi Apotek:

a. Pemilik sarana apotek (PSA) atau Apoteker

1. Menanggung semua modal pendirian apotek

2. Menanggung persyaratan untuk pendirian apotek

3. Berhak memilih Apoteker

4. Mengontrol keuangan apotek

9
5. Memastikan obat atu produk yang dibutuhkan tersedia

6. Menetapkan harga jual produk

7. Mengelola apotek sehingga mendapatkan untung

8. Mengutamakan pelayanan cepat dan kenyamanan pasien

2.2 Aspek pengelolaan sumber daya

1. Sumber daya manusia

Pelayanan kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat

dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga teknis Kefarmasian yang

memiliki Surat tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja.

a. Apoteker Pengelola Apotek

Apoteker Pengelola Apotek sebagai apoteker yang bertanggung jawab

terhadap pekerjaan kefarmasian di Apotek Patimura mempunyai kewajiban

melaksanakan segala pekerjaan demi kelangsungan jalannya apotek, yang

meliputi :

1. Mengontrol dan mengkoordinasikan kerja pada bagian peracikan

dan personalia serta melakukan perencanaan dan pengadaan obat di

apotek sesuai dengan kebutuhan apotek.

2. Membuat laporan rutin pemakaian obat narkotika dan psikotropika

kepada Dinas Kesehatan Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan

Badan POM setempat.

10
3. Bertanggung jawab terhadap mutu obat yang dijual, pelayanan

resep dan informasi obat (konseling) yang diberikan kepada pasien

(Pharmaceutical Care).

b. Tenaga Teknis Kefarmasian

Tenaga Teknis Kefarmasian melaksanakan tugas teknis di apotek. Oleh

sebab itu tenaga teknis kefarmasian harus memilik keahlian, keterampilan

dan pengetahuan kefarmasian. Adapun tugas Tenaga Teknis Kefarmasian di

Apotek Patimura adalah :

1. Pembuatan, peracikan dan pengubahan bentuk obat atau bahan

obat.

2. Menyusun obat-obatan, mencatat dan memeriksa alur masuknya

obat ke buku stock obat untuk mengetahui stock obat yang

tersedia dan stock obat yang keluar. Jadi di Apotek Patimura

pencatatan mengenai obat menggunakan sistem manual.

3. Melayani penjualan obat dan merangkap sebagai penerima resep

dan penyerahan obat ke pasien.

c. Kasir

Pada Apotek Patimura tidak terdapat karyawan khusus yang bertugas di

kasir. Disana apoteker yang langsung melakukan pelayanan di kasir yang dib

antu dengan asisten apoteker. Selain bertanggung jawab sebagai kasir juga

bertanggung jawab terhadap obat-obat yang menyerahkan obat kepada ada di

etalase depan serta bertugas menerima resep. Di Apotek Patimura ini Pemilik

11
Sarana Apotek (PSA) sekaligus Apoteker setiap harinya melakukan pelayana

n di apotek sampai akhir jam kerja yang dibantu oleh keluarganya.

d. Administrasi

Bagian administrasi membuat laporan harian, laporan bulanan, laporan

mengenai pajak-pajak yang dibebankan dan membuat laporan tahunan tutup

buku (perhitungan rugi laba), pembayaran hutang kepada Pedagang Besar

Farmasi (PBF), pembayaran rekening listrik, air dan telpon. Bagian ini

menerima uang yang berasal dari penjualan tunai setiap hari dan

bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan apotek secara keseluruhan

dimana bagian ini dipegang sendiri oleh Pemilik Sarana Apotek (PSA) sekali

gus Apoteker.

2. Sarana Dan Prasarana

Apotek Patimura berlokasi di jalan Raudhah III, Kampung Lapai, Nanggalo,

Kota Padang, Sumatra Barat. Bangunan Apotek Patimura bertepatan di sebelah r

umah Pemilik Sarana Apotek sekaligus Apoteker. Apotek terdiri dari beberapa

ruangan, yaitu ruang tunggu, tempat penyerahan resep, kasir, ruang peracikan,

lemari obat, lemari obat herbal, tempat sholat dan dilengkapi dengan kamar

mandi. Dahulu di apotek Patimura terdapat ruang prakter dokter, dimana dokter y

ang bersangkutan merupakan anak dari pemilik sarana sekaligus apoteker disana,

namun sekarang kegiatan praktek sudah ditiadakan, namun tetap dilakukan kegiat

an konsultasi obat oleh apoteker. Obat-obatan dan perbekalan farmasi lainnya

12
yang dijual oleh Apotek Patimura ditata dengan rapi pada masing-masing box ob

at dan rak obat. Selain itu pada ruang penyimpanan obat juga terdapat lemari

narkotika dan lemari psikotropika dan meja tempat peracikan obat. Apotek ini

juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti air, telepon, listrik serta

fasilitas untuk pasien di ruang tunggu seperti tempat duduk dan televisi dan juga

memiliki area parkir yang memadai.

3. Pengelolaan Sediaan Farmasi Dan Perbekalan Kesehatan Lainnya.

Pengelolaan persediaan farmasu dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan

sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku meliputi :

a. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu

diperhatikan :

1. Pola penyakit

2. Kemampuan masyarakat

3. Budaya masyarakat

Pemesanan obat di Apotek Patimura dipesan berdasarkan obat yang

dibutuhkan dengan mempertimbangkan stok yang tersisa dan yang sudah

habis pada hari sebelumnya. Banyaknya jumlah obat yang dipesan tergantung

pada tingkat kebutuhan. Pemesanan obat dilakukan melalui PBF dengan

menggunakan Surat Pemesanan (SP) yang dibuat oleh Tenaga Teknis

Kefarmasian dan terlebih dahulu harus ditanda tangani oleh APA dengan

13
mencantumkan nama dan No. Surat Izin Praktek Apoteker. Pemesanan obat

juga dapat dilakukan melalui telepon maupun langsung yang menggunakan

aplikasi pesanan obat yang di sediakan PBF diikuti dengan pemberian surat

pemesanan obat yang diberikan ke sales apabila obat yang di pesan telah

diantar dan diterima di apotek. psikotropika, apotek menggunakan surat

pemesanan Untuk obat golongan khusus psikotropika yang dibuat dan ditanda

tangani oleh apoteker dan pemesanan hanya dilakukan oleh apoteker. Surat

pemesanan ini dibuat rangkap 2 (dua) yaitu (1 lembar pertama untuk PBF, 1

lembar untuk apotek). Sama halnya dengan psikotropika untuk obat narkotika

menggunakan surat pesanan tersendiri yang terdiri dari rangkap 4 (empat)

yaitu lembar 1-3 untuk PBF dan lembaran ke 4 untuk arsip apotek.

1. Pengadaan

Obat yang telah dipesan akan disertai dengan copy faktur, faktur pajak dan

tanda terima obat dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang bersangkutan.

Pada saat penerimaaan obat dilakukan pengecekan terhadap nama, jenis

dan jumlan obat yang dipesan, potongan harga (kalau ada), batas

kadaluarsa, harga satuan, dan jumlah total harga. Jika sesuai dengan

persyaratan di atas maka faktur diberi stempel dan ditandatangani oleh

Asisten Apoteker yang menerima obat dengan mencantumkan nama dan

nomor STRTTK. Obat yang diterima dicatat pada buku penerimaan obat.

Selanjutnya obat disusun pada tempatnya serta dicatat kedalam kartu stok

obat.

14
2. Penyimpanan

Obat disimpan pada tempat yang bersih, aman, tidak terkena cahaya

matahari langsung atau tidak lembab. Penyimpanan obat disusun

berdasarkan abjad, suhu penyimpanan dan bentuk sediaan serta jenisnya

(generik dan non generik). Untuk obat narkotika dan psikotropika

disimpan dalam lemari khusus.

3. Pengelolaan Obat Wajib Apotek (OWA)

Apoteker dapat menyerahkan Obat Keras tanpa resep dokter kepada

pasien. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan

No.347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Adapun latar

belakang dari keputusan Menteri Kesehatan tersebut adalah :

1. Meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.

2. Meningkatkan peran apoteker dalam KIE.

Oleh karena itu perlu ditetapkan keputusan menteri kesehatan tentang

obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter di apotek. Hal ini

tercantum dalam Permenkes No. 919/Menkes/Per/1993 tentang kriteria

obat yang dapat diserahkan tanpa resep, yaitu:

1. Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak dibawah 2

tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

2. Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.

3. Penggunaan tidak memerlukan cara/alat khusus yang harus

dilakukan oleh/bantuan tenaga kesehatan.

15
4. Untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia

5. Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Dalam keputusan ini, pelayanan OWA yang dilakukan oleh apoteker

harus memenuhi cara dan ketentuan, diantaranya sebagai berikut :

1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien

2. Membuat catatan pasien dan obat yang diberikan

3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra

indikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan

pasien.

4. Pengelolaan Obat Keras, Narkotika dan Psikotropika

Obat keras dapat diberikan kepada pasien jika pasien tersebut memang

sudah rutin mengkonsumsinya dan sebelumnya telah menggunakan resep

dari dokter. Sedangkan untuk obat narkotika dan psikotropika hanya

diberikan kepada pasien yang membawa resep dokter. Untuk resep yang

terdapat narkotika diberi tanda garis bawah berwarna merah kemudian

dipisahkan untuk dicatat dalam buku register narkotika.Sedangkan untuk

obat psikotropika dicatat dalam buku register psikotropika. Pencatatan

meliputi tanggal, nomor resep, tanggal pengeluaran, jumlah obat, nama

pasien, alamat pasien, dan nama dokter. Dilakukan pencatatan tersendiri

untuk masing-masing nama obat narkotika dan psikotropika. Untuk setiap

16
pengeluaran narkotika dan psikotropika dicatat dalam kartu stok,

kemudian dicatat pada buku narkotika dan psikotropika yang digunakan

sebagai pedoman dalam pembuatan laporan bulanan yang dikirim ke

Dinas Kesehatan Propinsi, Balai Besar POM Propinsi, Dinas

Kesejahteraan Sosial Propinsi dan sebagai arsip yang dilaporkan setiap

tanggal 10 tiap bulan. Untuk setiap penggunaan obat tersebut dicatat

jumlah pengeluaran dan sisa yang ada, jika ada perbedaan dilakukan

pengontrolan lebih lanjut. Hal ini untuk menghindari terjadinya

penyalahgunaan obat.

5. Pengelolaan obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional,

kosmetik, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya.

Pengelolaan terhadap obat bebas, obat tradisional, kosmetik, alat

kesehatan dan perbekalan kesehatan lebih sedehana dibandingkan dengan

obat lainnya. Petugas dapat langsung mengambilkan obat yang diminta

oleh pasien atau konsumen tetapi untuk obat bebas terbatas yang

termasuk dalam kategori obat keras, akan tetapi dalam jumlah tertentu

masih dapat diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter. Sebagai

obat keras, penggunaan obat ini diberi batas untuk setiap takarannya. Obat

ini hanya dapat dijual bebas jika ada seorang asisten apoteker atau

apoteker. Hal ini karena diharapkan pasien memperoleh informasi obat

yang memadai saat membeli obat yang termasuk golongan ini.

17
6. Pengelolaan obat rusak, kadaluarsa, pemusnahan obat dan resep

Dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis

dan bentuk sediaan.

2. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika

dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

3. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh

Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki

surat izin praktik atau surat izin kerja.

4. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.

5. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan.

6. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-

kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara

pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan

resep, dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

18
2.3 Aspek Pelayanan Kefarmasian

Menurut Menkes RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 :

1. Skrining Resep

Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

a. Persyaratan Administrasi :

- Nama, SIP, dan alamat dokter.

- Tanggal penulisan resep.

- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

- Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta.

- Cara pemakaian yang jelas.

- Informasi lainnya.

b. Kesesuaian Farmasetik :

Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama

pemberian.

c. Kesesuaian Farmakologi ;

Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah

obat dan lain-lain).

Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada

dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternative

seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

19
2. Penyiapan Obat

Penyiapan Obat meliputi :

a. Peracikan.

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, megemas dan

memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat

harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan

jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

b. Etiket

Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

3. Penyerahan Obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir

terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan

oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada

pasien dan tenaga kesehatan.

4. Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah

dimengerti, akurat, tidak biass, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat

kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara

penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan

minuman yang harus dihindari selama terapi.

20
5. Konseling

Apoteker harus memeberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,

pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat

memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari

bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau

perbekalan kesehatan lainnya.

Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC,

asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan

konseling secara berkelanjutan.

6. Monitoring Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan

pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti

cardiovascular, TBC, diabetes, asthma, dan penyakit kronis lainnya.

21
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Dari hasil Praktek Kerja Farmasi (PKF), dapat disimpulkan bahwa :

1. Kegiatan Praktek Kerja Farmasi (PKF) di Apotek Patimura sangat bermanfaat

bagi calon sarjana Farmasi, karena dapat menambah wawasan, keterampilan,

pengetahuan dan tentunya pengalaman kerja dilapangan bagi calon sarjana

Farmasi yang akan melanjutkan profesi ke Apoteker atau bagi calon sarjana

Farmasi yang nantinya ingin langsung bekerja.

2. Di Apotek Patimura pelayanan resep kepada pasien beserta informasi obat juga

telah dilakukan secara baik.

3. Pengadaan sediaan farmasi di Apotek Patimura telah dilakukan secara sistematis

mengikuti aturan yang berlaku mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan,

dan pelaporan.

4. Penyimpanan obat di Apotek Patimura berdasarkan bentuk sediaan dimana

penyusunannya secara alfabetis sehingga memudahkan petugas untuk mengambil

obat.

22
3.2 Saran

1. Diharapkan bagi calon sarjana farmasi yang akan melakukan Praktek Kerja

Farmasi (PKF) agar lebih mempersiapkan diri sehingga dapat menambah

ketermapilan, wawasan, pengetahuan di bidang Apotek.

2. Fungsi pelayanan kefarmasian di Apotek Patimura sudah berjalan dengan baik.

Untuk lebih meningkatkan fungsi pelayanan seorang Apoteker kepada masyarakat

luas, apotek harus mengoptimalkan pelayanannya baik dalam komunikasi,

informasi maupun edukasi tentang obat kepada pasien sehingga perlu disediakan

tempat konseling yang baik untuk memberikan kenyamanan bagi pasien dan

apoteker.

23
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan menteri kesehatan


Republik Indonesia nomor 73 tahun 2016 tentang Standar pelayanan
kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Menteri Kersehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Menteri
Kersehatan Republik Indonesia

Menteri Kersehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 347/MENKES/SK/VII/1990 Tentang tentang
Obat Wajib Apotek.. Jakarta: Menteri Kersehatan Republik Indonesia

Menteri Kersehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 28/Menkes/PER//1978 Tentang Penyimpanan
Narkotika. Jakarta: Mentri Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

24
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pesanan Obat Bebas

Lampiran 2. Surat Pesanan Obat Psikotropika

25
Lampiran 3. Surat Pesanan Narkotika

Lampiran 4. Surat Pesanan Prekursor

26
Lampiran 5. Surat pesanan obat-obat tertentu

27
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Obat Berdasarkan Golongan Generik

Gambar 2. Obat Berdasarkan Golongan Paten

28
Gambar 3. Obat Psikotropika dan Narkotika

29

Anda mungkin juga menyukai