Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi (Kespro) pada situasi
darurat bencana merupakan pelayanan kesehatan awal untuk pencegahan kesakitan dan
kematian khususnya penduduk rentan yaitu perempuan dan anak. Pengabaian kesehatan
reproduksi pada situasi darurat bencana dapat berisiko terhadap kesakitan dan kematian
ibu, bayi dan anak, kekerasan seksual/perkosaan yang dapat berakibat trauma dan
penularan penyakit menular seksual, Human Immunodeficiency Virus (HIV), kehamilan
tidak diharapkan (KTD), aborsi tidak aman, sehubungan dengan hal masalah yang
mungkin terjadi tersebut diperlukan PPAM sesuai dengan standar SPHERE
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini membahas tentang definisi PPAM, pentingnya PPAM Kesehatan Reproduksi
(Kespro), komponen-komponen dalam PPAM dan cara mengakses alat bantu dan
sumber daya untuk mendukung mengimplementasikan PPAM Kespro pada situasi
darurat bencana.
1
dari 20 orang per hari. Pada situasi stabil bervariasi antara 0,2 – 0,3 per
10.000/hari. Saat tanggap darurat (menurut SK Menkes no 145/2007) adalah
keadaan mengancam nyawa individu atau lelompok masyarakat luas sehingga
menyebabkan ketidak berdayaan yang memerlukan respon intervensi sesegera
mungkin guna menghindari kematian atau kecacatan serta kerusakan
lingkungan yang luas. Kondisi darurat (fase emergency) akan dimulai dengan
saat normal/tidak ada bencana, diisi dengan kegiatan kesiapsiagaan. Jika
terjadi bencana maka kondisi akan menjadi akut dan setelah beberapa waktu
akan menjadi post akut (bisa jadi kronik) dan kemudian berlanjut dengan fase
rehabilitasi dan rekonstruksi. Ini adalah merupakan siklus yang akan terus
berjalan dan biasanya disebut dengan siklus bencana.
b. Kespro adalah keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan social yang sempurna
dan bukan hanya ketiadaan penyakit dan kelemahan, namun dalam segala hal
yang berkaitan dengan sistem, proses, dan fungsi reproduksi. Sebagai implikasi
kesehatan reproduksi adalah orang dapat memiliki kepuasan dalam kehidupan
seks yang aman dan mereka memiliki kemampuan, untuk bereproduksi dan
bebas untuk memutuskan apakah, kapan, dan seberapa sering, juga termasuk
kesehatan seksual, sebagai tujuan adalah peningkatan hidup dan hubungan
pribadi (ICPD, 1994)
2
tahun 2007. Saat ini SK Permenkes no 145/2007 telah di-revisi ke tingkat
yang lebih tinggi menjadi Peraturan Menteri Kesehatan tentang
penanggulangan bencana di bidang kesehatan. Draft peraturan menteri tsb
sedang diproses di Biro Hukum Kementrian Kesehatan Draft dari peraturan
menteri tsb, PPAM sudah termasuk intervensi yang diberikan saat terjadi
bencana
2. Definisi PPAM
Dalam situasi fase akut emergency adalah kacau dan anda tidak bisa menyediakan
semua komponen kesehatan seksual dan reproduksi. Anda harus membatasi
intervensi pada kegiatan kesehatan seksual dan reproduksi yang penting untuk
menyelamatkan nyawa. Pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi minimum
harus merupakan bagian pelayanan kesehatan dasar pada awal keadaan darurat,
kemudian didefinisikan menjadi PPAM.
Paket tidak berarti sebuah kotak yang dapat dibuka seseorang, tetapi mengacu
pada strategi yang mencakupkan koordinasi/perencanaan, supplies dan kegiatan-
kegiatan kesehatan seksual dan reproduksi. Awal: tanpa membutuhkan
assessment karena sudah terbukti manfaat PPAM. Tidak perlu assessment untuk
menilai apakah ada kebutuhan Kesehatan Reproduksi karena sudah pasti ada.
Tidak perlu assessment untuk menilai intervensi yang diperlukan untuk kesehatan
reproduksi dalam kondisi darurat karena yang harus diterapkan adalah PPAM.
Apapun jenis bencananya (gempa, banjir, konflik, gunung meletus dll),
intervensinya adalah tetap sama yaitu PPAM. Dalam kondisi darurat kita tidak
perlu mencari data tentang target populasi khusus misalnya berapa banyak ibu
3
hamil, ibu melahirkan, wanita usia subur dll. Data tsb tidak perlu dikumpulkan
karena berdasarkan pengalaman sangat sulit untuk mendapatkan data tsb. Pada
fase awal bencana, data yang tersedia adalah hanya data pengungsi. Secara
statistik jumlah ibu hamil dalam kondisi darurat adalah 4% dari jumlah populasi,
15-20% ibu hamil akan mengalami komplikasi, 25% populasi adalah wanita usia
subur dll. Apabila situasi sudah lebih stabil, dapat mulai mengumpulkan data riil
populasi target. Assessment yang dilakukan adalah: assessment kondisi fasilitas
kesehatan (puskesmas, puskesmas PONED, RS PONEK). Dilihat apakah fasilitas tsb
masih berfungsi, bagaimana dengan kondisi peralatan dan obat2an. Selain itu
perlu juga dilakukan assessment tentang kondisi tenaga kesehatan (dokter, bidan
dan dr spesialis obsgyn) apakah tenaga kesehatan ikut terkena dampak bencana?
Apakah tenaga kesehatan perlu didatangkan dari daerah lain dll.
Konsep PPAM dikenalkan tahun 1995 sampai sekarang sudah 18 tahun. Tapi
sampai sekarang belum banyak yang mengenal dan mengetahui tentang PPAM.
Konsep PPAM sudah ada, buku pedoman lapangan sudah diterjemahkan
diadaptasi ke dalam situasi Indonesia (Buku Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi
Depkes) dan sudah ada kit kesehatan reproduksi yang merupakan alat dan bahan
untuk pelaksanan PPAM dalam kondisi darurat. Bisa dibaratkan sebagai tentara
yang akan maju ke medan perang, kita sudah memiliki persenjataan yang lengkap.
Ada beberapa lembaga membentuk Kelompok Kerja Antar Lembaga (IAWG) untuk
kesehatan seksual dan reproduksi dalam situasi darurat (dahulu ‘dalam situasi
Pengungsian’), dibawah koordinasi UNHCR (lembaga PBB untuk pengungsi) yang
terdiri lebih dari 30 badan PBB, LSM, akademisi internasional dan lembaga donor.
Tugas utama kelompok ini adalah mengorganisir dan memfasilitasi pelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi di seluruh situasi pengungsian. WHO bertindak
sebagai lembaga yang menyusun standar teknis untuk kelompok ini. Bertahun-
tahun lamanya, kelompok telah mengembangkan beberapa alat bantu/tools.
Dimulai dengan konsep PPAM untuk kesehatan seksual dan reproduksi dalam
situasi krisis, yang dikembangkan pada 1995 dan dijelaskan dalam Pedoman
Lapangan Antar Lembaga.
4
Dalam kondisi daruat idealnya semua layanan Kespro harus tersedia, tapi jika tidak
memungkinkan, kita bisa memprioritaskan untuk layanan yang sangat penting
untuk penyelamatan nyawa melalui PPAM. Setelah situasi sudah
memungkinkan/stabil layanan Kespro komprehensif akan diberikan seperti saat
situasi normal. Kapan situasi dikatakan sudah stabil? Dapat menggunakan indikator
angka kematian kasar seperti yang sudah dijelaskan di awal. Dapat juga merujuk
pernyataan dari pemerintah/presiden mengenai masa tanggap darurat. Misalnya
di Aceh: 6 bulan, di Jogja: 1 bulan dan di Padang : 1 bulan. Jika pemerintah
menyatakan bahwa masa tanggap darurat sudah berakhir artinya situasi sudah
menjadi lebih stabil.
Ini adalah lembar contekan (cheat sheet) yang bisa dijadikan panduan/pegangan
saat terjadi bencana/kondisi darurat.
5
3. PPAM sebagai Kebutuhan
Alasan PPAM Kespro sebagai kebutuhan pada situasi darurat bencana, karena
salah satu dari Hak Asasi Manusia (HAM) adalah mendapat layanan kesehatan
yang bermutu, termasuk di dalamnya layanan Kespro dalam kondisi normal
ataupun darurat. Dari 8 tujuan MDG (Millenium Development Goals), 50% dari
goals itu terkait dengan kesehatan reproduksi: MDG 3 : Kesetaraan Jender, MDG 4
dan 5: Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk akses universal ke layanan Kespro,
MDG 6: pemberantasan penyakit menular termasuk HIV/AIDS. Jika kita ingin
mencapai target MDGs harus dipastikan kalau layanan Kespro tersedia dalam
kondisi apapun termasuk kondisi darurat.
PPAM untuk Kespro dalam kondisi bencana sudah masuk standard SPHERE edisi
tahun 2004 yaitu akses terhadap PPAM Kespro dalam kondisi darurat. Kebutuhan
Kespro berlanjut terutama selama krisis; ada beberapa masalah yang mungkin
dihadapi :
1. Dalam kondisi darurat terutama konflik, biasanya tidak ada hukum dan aturan
yang berlaku dalam situasi pengungsian. Cara mengatur camp pengungsian
6
juga meningkatkan resiko terjadinya kekerasan seksual misalnya pengaturan
tenda, penempatan toilet, penerangan, mekanisme distribusi bantuan dll.
Dalam kondisi darurat akan terjadi hilangnya kekuasaan dan status laki-laki dan
hilangnya pendapatan bagi perempuan yang menemukan dirinya sendiri
sebagai penanggungjawab tunggal rumah tangga, mudah mengalami
kekerasan seksual, perkosaan, penyiksaan seksual, dan paksaan prostitusi.
2. Resiko untuk meningkatnya penularan HIV adalah karena meningkatnya resiko
kekerasan seksual. Selain itu pada situasi darurat, seringkali terjadi peningkatan
kebutuhan sistem kesehatan, tetapi tidak tercukupinya alat dan bahan untuk
menjamin tindakan kewaspadaan universal terhadap penularan HIV/IMS. Lebih
lanjut, sistem persediaan supply darah yang aman biasanya terputus,
sedangkan mungkin saja terjadi kebutuhan transfusi darah yang lebih besar,
khususnya dalam keadaan darurat yang kompleks.
3. Contoh kasus pasca gempa di Jogjakarta: ada bidan desa yang mendadak
setelah gempa menerima sekitar 20 pasien dengan luka dan cedera yang
banyak mengeluarkan darah dan membutuhkan pertolongan segera. Karena
bidan itu sendiri dan dia tidak memiliki peralatan yang cukup, maka bidan tsb
memakai alat menjahit yang sama untuk semua pasien tanpa memalui
standard sterilisasi alat. Jika salah satu saja dari pasien itu HIV positif, maka
resiko penularan akan sangat besar. Ini sangat mungkin terjadi jika skala
bencana sangat besar seperti di Aceh, dimana sistem kesehatan lumpuh, serta
peralatan dan bahan tidak tersedia.
4. Malnutrisi akan mengakibatkan anemia, yang akan meningkatkan resiko
perdarahan post partum. Jika ibu hamil tinggal di pengungsian dalam waktu
yang cukup lama, kemungkinan kebutuhan gizinya tidak terpenuhi misalnya
terjadi anemia, kurang gizi sehingga melahirkan bayi berat lahir rendah dll.
5. Kasus ibu hamil yang mendadak melahirkan premature saat gempa di Jogja
karena isu tsunami. Ibu hamil tsb sudah datang ke beberapa rumah sakit yang
ternyata tidak bisa menerima karena RS penuh dengan korban luka/trauma.
6. Selain ibu hamil yang akan melahirkan normal, secara statisitik 15-20% ibu
hamil akan mengalami komplikasi misalnya perdarahan, eklampsia dll.
7
Ketidaktersedianya layanan kegawatdaruratan kebidanan akan menyebabkan
resiko meningkatnya kematian ibu.
8
a. Foto Kiri atas: foto toilet darurat untuk pengungsi korban banjir bandang di
Wassior. Meski darurat, toilet sudah terpisah antara laki-laki dan perempuan
b. Foto kiri bawah: foto toilet di barak pengungsian letusan gunung Merapi. Toilet
sudah diberi tanda laki perempuan tapi masih bercampur dan tidak terpisah
c. Foto kanan: Toilet darurat di Manokwari, tidak terpisah laki dan perempuan,
tidak ada penerangan, tidak bisa ditutup rapat dan dikunci.
d. Foto kanan bawah: toilet di barak pengungsian Aceh
9
waktunya melahirkan, harus melahirkan lebih awal/prematur karena situasi yang
kacau, harus mengungsi dll.
a. Foto kiri atas: ibu yang melahirkan di mobil saat proses evakuasi letusan gunung
merapi
b. Foto kiri bawah: foto ibu yang melahirkan tepat di saat terjadi gempa kuat di Padang
tahun 2009, bayinya diberi nama Gempawati
c. Foto kanan atas: bayi kembar yang terpaksa tidur di lantai beralas tikar di puskesmas
saat terjadi gempa Padang tahun 2009
d. Salah 1 bidan di Aceh yang melahirkan di pengungsian setelah terjadi gempa dan
tsunami di Aceh
Biasanya saat terjadi pengungsian dan fasilitas kesehatan mengalami kerusakan, akan
dibuat pos-pos kesehatan darurat atau RS lapangan. Sebaiknya ada tenda layanan khusus
kesehatan reproduksi yang memastikan privacy dari client yang datang untuk
pemeriksaan kehamilan, melahirkan, mendapatkan layanan KB, mendapatkan pelayan
pasca perkosaan dll
10
Harapannya, di setiap posko kesehatan di lokasi pengungsian, disediakan tenda khusus
kesehatan reproduksi sehingga client/pasien dapat mendapatkan pelayanan kesehatan
reproduksi dengan nyaman dan kerahasiaan/privacynya terjamin.
11
Foto kiri dan kanan atas: foto tenda kesehatan reproduksi di Aceh Besar
Foto kanan bawah: foto ibu yang memeriksakan kehamilannya di pos kesehatan di camp
pengungsian di Manokwari
4. Tujuan PPAM
a. Mengidentifikasi koordinator kesehatan reproduksi
b. Mencegah dan menangani konsekuensi kekerasan seksual
c. Mengurangi penularan IMS/HIV
d. Mencegah peningkatan kesakitan dan kematian maternal serta neonatal
e. Merencanakan layanan Kesehatan Reproduksi komprehensif terintegrasi pada
layanan kesehatan primer, sesegera mungkin
12
Di setiap situasi bencana selalu saja ada ibu-ibu yang melahirkan tanpa
memandang waktu dan tempat. Bahkan ada ibu-ibu yang meskipun belum
waktunya melahirkan, harus melahirkan lebih awal/prematur karena situasi yang
kacau, harus mengungsi dll.
Foto kiri dan kanan atas: foto tenda kesehatan reproduksi di Aceh Besar
Foto kanan bawah: foto ibu yang memeriksakan kehamilannya di pos kesehatan di
camp pengungsian di Manokwari
13
c. Kit persalinan bersih: terdiri dari peralatan sederhana seperti perlak,
sabun cuci tangan silet untuk memotong tali pusat, tali untuk mengikat tali
pusat dll. Kit persalinan bersih didistribusikan kepada ibu hamil yang akan
melahirkan dalam waktu dekat dengan pesan bahwa ibu hamil tetap harus
melahirkan di tenaga kesehatan. Kit ini hanya dipakai pada saat kondisi
darurat saja dimana ibu yang akan melahirkan tsb tidak bisa bertemu
bidan atau puskesmas karena bencana susulan, jalan terendam banjir dll.
Setidaknya ibu yang melahirkan itu memiliki alat yang bersih untuk
memotong tali pusat bayinya. Jadi kit persalinan bersih tidak
mempromosikan persalinan di rumah.
2. KB, layanan ginekologis, penghapusan FGM (sunat perempuan) dan praktek
tradisional yang membahayakan tidak termasuk PPAM. Tapi menyediakan alat
kontrasepsi bagi yang sudah memakai KB sebelum bencana adalah dianjurkan
3. Pencegahan IMS/HIV saat daruart fokus pada pencegahan penularan HIV,
dengan cara :
a. Pemberian Transfusi darah yang aman, Transfusi darah hanya diberikan atas
indikasi, gunakan cairan pengganti darah selama masih memungkinkan,
Pilih donor dari golongan yang tidak beresiko, Darah yang akan
ditransfusikan harus di-screening/disaring terlebih dahulu untuk virus HIV,
Hepatitis B dan Syphillis
b. Diterapkannya standard kewaspadaan universal : Praktek pencegahan
infeksi harus diterapkan, karena dalam kondisi darurat ada kecenderungan
tenaga kesehatan untuk potong kompas, Alat dan bahan harus tersedia
secara mencukupi
c. Disediakan Kondom gratis tersedia. Menyediakan kondom bagi yang sudah
memakai kondom sebelumnya dan tidak didistribusikan secara luas,
misalnya disediakan di toilet, pos kesehatan dll
4. Pencegahan dan penanganan Kekerasan Berbasis Gender (GBV), PPAM hanya
fokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada fase akut.
Mengingat isu kesehatan reproduksi sering terlupakan saat kondisi darurat
maka perlu ditunjuk koordinator kesehatan reproduksi karena pelayanan
14
kesehatan reproduksi memerlukan pendekatan multi-sektor. Jika system
cluster terbentuk maka koordinator harus melaporkan kondisi kesehatan
reproduksi kepada cluster kesehatan. Jika system cluster tidak terbentuk,
koordinator kesehatan reproduksi dapat melapor ke koordinator bidang
kesehatan. Koordinator kesehatan reproduksi yaitu dengan menyelenggarakan
pertemuan untuk mendiskusikan masalah kesehatan reproduksi dan
memastikan alat dan bahan untuk penerapan PPAM tersedia serta
memastikan cluster/sektor kesehatan untuk mengidentifikasi lembaga yang
memimpin pelaksanaan PPAM.
15
6. Cara mengakses dukungan alat bantu dan sumber daya PPAM Kespro
Banyak pedoman pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi darurat yang
dihasilkan dan oleh Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi dalam kondisi darurat/
Inter-Agency Working Group on RH in Emergency Situation (IAWG) dan telah
dipublikasikan dapat diakses secara bebas juga tersedia secara on line, dan
sebagian besar sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, seperti PPAM
kesehatan reproduksi, Inter-Agency Field Manual (IAFM), RH Kits for Emergency
Situation.
16
3. Buku pembelajaran jarak jauh PPAM dll
Selain menghasilkan konsep tentang PPAM dan buku pedoman antar lembaga,
IAWG juga mengembangkan kit kesehatan reproduksi untuk situasi darurat yang
merupakan supply/logistik untuk mendukung pelaksanaan PPAM, yaitu : Kit
kesehatan reproduksi sebetulnya adalah alat dan obat untuk layanan kesehatan
reproduksi yang ada di puskesmas dan RS tapi sudah dikemas secara khusus untuk
dipergunakan saat kondisi darurat dan sesuai tindakan yang akan dilakukan: no kit
adalah sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan, misalnya kit no 6: adalah kit
pertolongan persalinan dan semua alat dan obat untuk menolong persalinan
tersedia di kit no 6
Kit Kesehatan reproduksi dibagi menjadi 3 blok dengan jumlah target penduduk
tertentu, untuk periode selama 3 bulan. Tidak semua kit harus dipesan tapi
berdasarkan kebutuhan saja. Untuk memesan kit kesehatan reproduksi tidak perlu
menghitung kebutuhan masing-masing obat dan alat melainkan hanya
membutuhkan data jumlah pengungsi.
Kit di blok 1 ditujukan untuk pengungsi sebanyak 10.000 orang selama 3 bulan.
Misalnya jumlah pengungsi adalah 50,000 orang, maka kit yang dibeli untuk blok 1
adalah : 50,000 ; 10 = sebanyak 5 kit. Jika jumlah pengungsi 45,000 orang, tidak
bisa memesan sebanyak 4.5 kit, tapi harus membeli 5 kit dan akan dipakai untuk
waktu yang lebih lama dari 3 bulan. Kit tidak bisa dipesan sebanyak setengah paket
Kit di blok 2 diperuntukkan untuk jumlah pengungsi sebanyak 30,000 orang selama
3 bulan. Jika jumlah pengungsi sebanyak 50,000 orang berarti dibutuhkan kit
sebanyak 2 set Kemasan kit kesehatan reproduksi dilengkapi dengan kode warna
sesuai tindakan yang akan dilakukan.
Kit kesehatan reproduksi blok 3 ditujukan untuk populasi penduduk sebanyak
150,000. Ditujukan untuk RS rujukan yang bisa memberikana layanan PONEK
(Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Komprehensif), terdiri dari 2 kit : Kit no
17
11 adalah alat dan bahan untuk operasi sesar dan Kit no 12 adalah alat dan bahan
untuk transfusi darah
18
Blok 1
Terdiri dari 6 kit, untuk fasilitas layanan kesehatan dasar (10,000
penduduk/3 bulan)
Blok 2
Terdiri dari 5 kit, untuk fasilitas kesehatan dasar dan RS
rujukan (30,000 penduduk/3 bulan)
19
Blok 3
20
1. Kit kesehatan reproduksi dilengkapi dengan autoclave untuk sterilisasi alat
2. Lampu petromaks untuk penerangan karena pada kondisi bencana sering tidak
ada aliran listrik
3. Dilengkapi juga dengan ala-alat tulis untuk mencatat data pasien dll
Supplai penting lainnya yang perlu diperhatikan misalnya KB dan hygiene kit,
meski KB bukan merupakan PPAM (pencarian akseptor baru, penyuluhan KB dll),
tapi menyediakan alat kontrasepsi bagi yang sebelumnya sudah memakai alat
kontrasepsi (seperti suntik, pil dll) adalah penting untuk mencegah kehamilan yang
tidak dikehendaki. Perlindungan menstruasi memungkinkan perempuan untuk
berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan masyarakat dan menjaga keluarga
mereka. Isi hygiene kit akan bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
UNFPA juga sudah menyusun kit-kit hygiene dengan target populasi khusus
seperti: ibu hamil, ibu baru melahirkan, ibu menyusui dan bayi baru lahir. Isi dari
kit-kit tersebut bisa ditunjukkan ke peserta. Bisa disesuaikan dengan kondisi daerah
bencana, misalnya: Saat di Aceh, ditambahkan jilbab/kerudung untuk perempuan
supaya bisa beraktifitas di luar tenda, dan ditambahkan juga sajadah untuk sholat
karena Aceh adalah daerah yang menerapkan syareat islam dan menyediakan
hygiene kit khusus untuk laki-laki. Di Yogya, sesuai permintaan ditambahkan
minyak gosok/balsem karena banyak pengungsi yang usianya lanjut
21
1. Gambar wanita Aceh yang menerima hygiene kit dari UNFPA
2. Beberapa jenis hygiene kit UNFPA:
a. Tas warna biru: hygiene kit khusus wanita usia subur
b. Tas warna hijau: hygiene kit khusus ibu hamil
c. Tas warna merah: paket bayi baru lahir
d. Tas warna oranye: hygiene kit khusus ibu baru melahirkan
t 7 (hitam) Kit 7 (hi
III. RANGKUMAN
Agar dapat bekerja dengan baik dalam situasi darurat penting memahami konsep inti
dari PPAM meliputi definisi, maksud dan tujuan PPAM kesehatan reproduksi,
komponen-komponen dalam PPAM dan cara mengakses informasi yang terkait
dengan PPAM kesehatan reproduksi dalam situasi darurat
22
Humanitarian Charter and Minimum Standards in Disaster Response, The Sphere
Project, 2004 Edition, available at www.sphereproject.org
23