Anda di halaman 1dari 23

MATERI 1

PAKET PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN REPRODUKSI


PADA SITUASI DARURAT BENCANA

Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi (Kespro) pada situasi
darurat bencana merupakan pelayanan kesehatan awal untuk pencegahan kesakitan dan
kematian khususnya penduduk rentan yaitu perempuan dan anak. Pengabaian kesehatan
reproduksi pada situasi darurat bencana dapat berisiko terhadap kesakitan dan kematian
ibu, bayi dan anak, kekerasan seksual/perkosaan yang dapat berakibat trauma dan
penularan penyakit menular seksual, Human Immunodeficiency Virus (HIV), kehamilan
tidak diharapkan (KTD), aborsi tidak aman, sehubungan dengan hal masalah yang
mungkin terjadi tersebut diperlukan PPAM sesuai dengan standar SPHERE

I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini membahas tentang definisi PPAM, pentingnya PPAM Kesehatan Reproduksi
(Kespro), komponen-komponen dalam PPAM dan cara mengakses alat bantu dan
sumber daya untuk mendukung mengimplementasikan PPAM Kespro pada situasi
darurat bencana.

II. URAIAN MATERI


1. Definisi Kondisi Darurat dan Kesehatan Reproduksi
a. Kondisi Darurat adalah suatu gangguan serius terhadap fungsi masyarakat
yang menyebabkan kerugian manusia, material, maupun lingkungan secara
luas, untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya sendiri melebihi
kemampuan masyarakat yang terkena dampak (UNDRO/United Nations
Disaster Relief Organization atau Badan PBB yang bergerak di bidang
pemulihan bencana). Fase akut emergency ditandai dengan adanya angka
kematian kasar yang melebihi 1/10,000/hari. Angka Kematian Kasar adalah
angka kematian yang disebabkan oleh sebab apapun, misalnya jumlah
pengungsi 200,000 orang, masih dikatakan fase akut bila angka kematian lebih

1
dari 20 orang per hari. Pada situasi stabil bervariasi antara 0,2 – 0,3 per
10.000/hari. Saat tanggap darurat (menurut SK Menkes no 145/2007) adalah
keadaan mengancam nyawa individu atau lelompok masyarakat luas sehingga
menyebabkan ketidak berdayaan yang memerlukan respon intervensi sesegera
mungkin guna menghindari kematian atau kecacatan serta kerusakan
lingkungan yang luas. Kondisi darurat (fase emergency) akan dimulai dengan
saat normal/tidak ada bencana, diisi dengan kegiatan kesiapsiagaan. Jika
terjadi bencana maka kondisi akan menjadi akut dan setelah beberapa waktu
akan menjadi post akut (bisa jadi kronik) dan kemudian berlanjut dengan fase
rehabilitasi dan rekonstruksi. Ini adalah merupakan siklus yang akan terus
berjalan dan biasanya disebut dengan siklus bencana.
b. Kespro adalah keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan social yang sempurna
dan bukan hanya ketiadaan penyakit dan kelemahan, namun dalam segala hal
yang berkaitan dengan sistem, proses, dan fungsi reproduksi. Sebagai implikasi
kesehatan reproduksi adalah orang dapat memiliki kepuasan dalam kehidupan
seks yang aman dan mereka memiliki kemampuan, untuk bereproduksi dan
bebas untuk memutuskan apakah, kapan, dan seberapa sering, juga termasuk
kesehatan seksual, sebagai tujuan adalah peningkatan hidup dan hubungan
pribadi (ICPD, 1994)

Landasan hukum tentang penanggulangan bencana di Indonesia, tercantum


dalam :
• UU no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana: perlindungan
terhadap kelompok rentan termasuk dalam Penyelenggaraan Tanggap
Darurat (pasal 48e), prioritas untuk mendapatkan penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial (pasal 55). Kelompok
rentan yang dimaksud di sini adalah ibu hamil, ibu menyusui, balita, orang
cacad, manula.
• Keputusan Menkes no 145/MENKES/SK/I/2007, Kespro dalam kondisi
darurat masih belum terintegrasi ke dalam penanggulangan bencana
bidang kesehatan. SK Permenkes ini keluar terlebih dulu sebelum UU no 24

2
tahun 2007. Saat ini SK Permenkes no 145/2007 telah di-revisi ke tingkat
yang lebih tinggi menjadi Peraturan Menteri Kesehatan tentang
penanggulangan bencana di bidang kesehatan. Draft peraturan menteri tsb
sedang diproses di Biro Hukum Kementrian Kesehatan Draft dari peraturan
menteri tsb, PPAM sudah termasuk intervensi yang diberikan saat terjadi
bencana

2. Definisi PPAM
Dalam situasi fase akut emergency adalah kacau dan anda tidak bisa menyediakan
semua komponen kesehatan seksual dan reproduksi. Anda harus membatasi
intervensi pada kegiatan kesehatan seksual dan reproduksi yang penting untuk
menyelamatkan nyawa. Pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi minimum
harus merupakan bagian pelayanan kesehatan dasar pada awal keadaan darurat,
kemudian didefinisikan menjadi PPAM.

Yang dimaksud PPAM adalah


a. Paket : Kegiatan, koordinasi, perencanaan, supplies
b. Pelayanan : Pelayanan yang diberikan kepada penduduk
c. Awal : Untuk digunakan dalam kondisi darurat, tanpa assessment di tempat
d. Minimum : Dasar, RH terbatas

Paket tidak berarti sebuah kotak yang dapat dibuka seseorang, tetapi mengacu
pada strategi yang mencakupkan koordinasi/perencanaan, supplies dan kegiatan-
kegiatan kesehatan seksual dan reproduksi. Awal: tanpa membutuhkan
assessment karena sudah terbukti manfaat PPAM. Tidak perlu assessment untuk
menilai apakah ada kebutuhan Kesehatan Reproduksi  karena sudah pasti ada.
Tidak perlu assessment untuk menilai intervensi yang diperlukan untuk kesehatan
reproduksi dalam kondisi darurat karena yang harus diterapkan adalah PPAM.
Apapun jenis bencananya (gempa, banjir, konflik, gunung meletus dll),
intervensinya adalah tetap sama yaitu PPAM. Dalam kondisi darurat kita tidak
perlu mencari data tentang target populasi khusus misalnya berapa banyak ibu

3
hamil, ibu melahirkan, wanita usia subur dll. Data tsb tidak perlu dikumpulkan
karena berdasarkan pengalaman sangat sulit untuk mendapatkan data tsb. Pada
fase awal bencana, data yang tersedia adalah hanya data pengungsi. Secara
statistik jumlah ibu hamil dalam kondisi darurat adalah 4% dari jumlah populasi,
15-20% ibu hamil akan mengalami komplikasi, 25% populasi adalah wanita usia
subur dll. Apabila situasi sudah lebih stabil, dapat mulai mengumpulkan data riil
populasi target. Assessment yang dilakukan adalah: assessment kondisi fasilitas
kesehatan (puskesmas, puskesmas PONED, RS PONEK). Dilihat apakah fasilitas tsb
masih berfungsi, bagaimana dengan kondisi peralatan dan obat2an. Selain itu
perlu juga dilakukan assessment tentang kondisi tenaga kesehatan (dokter, bidan
dan dr spesialis obsgyn) apakah tenaga kesehatan ikut terkena dampak bencana?
Apakah tenaga kesehatan perlu didatangkan dari daerah lain dll.

Konsep PPAM dikenalkan tahun 1995 sampai sekarang sudah 18 tahun. Tapi
sampai sekarang belum banyak yang mengenal dan mengetahui tentang PPAM.
Konsep PPAM sudah ada, buku pedoman lapangan sudah diterjemahkan
diadaptasi ke dalam situasi Indonesia (Buku Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi
Depkes) dan sudah ada kit kesehatan reproduksi yang merupakan alat dan bahan
untuk pelaksanan PPAM dalam kondisi darurat. Bisa dibaratkan sebagai tentara
yang akan maju ke medan perang, kita sudah memiliki persenjataan yang lengkap.
Ada beberapa lembaga membentuk Kelompok Kerja Antar Lembaga (IAWG) untuk
kesehatan seksual dan reproduksi dalam situasi darurat (dahulu ‘dalam situasi
Pengungsian’), dibawah koordinasi UNHCR (lembaga PBB untuk pengungsi) yang
terdiri lebih dari 30 badan PBB, LSM, akademisi internasional dan lembaga donor.
Tugas utama kelompok ini adalah mengorganisir dan memfasilitasi pelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi di seluruh situasi pengungsian. WHO bertindak
sebagai lembaga yang menyusun standar teknis untuk kelompok ini. Bertahun-
tahun lamanya, kelompok telah mengembangkan beberapa alat bantu/tools.
Dimulai dengan konsep PPAM untuk kesehatan seksual dan reproduksi dalam
situasi krisis, yang dikembangkan pada 1995 dan dijelaskan dalam Pedoman
Lapangan Antar Lembaga.

4
Dalam kondisi daruat idealnya semua layanan Kespro harus tersedia, tapi jika tidak
memungkinkan, kita bisa memprioritaskan untuk layanan yang sangat penting
untuk penyelamatan nyawa melalui PPAM. Setelah situasi sudah
memungkinkan/stabil layanan Kespro komprehensif akan diberikan seperti saat
situasi normal. Kapan situasi dikatakan sudah stabil? Dapat menggunakan indikator
angka kematian kasar seperti yang sudah dijelaskan di awal. Dapat juga merujuk
pernyataan dari pemerintah/presiden mengenai masa tanggap darurat. Misalnya
di Aceh: 6 bulan, di Jogja: 1 bulan dan di Padang : 1 bulan. Jika pemerintah
menyatakan bahwa masa tanggap darurat sudah berakhir artinya situasi sudah
menjadi lebih stabil.

Ini adalah lembar contekan (cheat sheet) yang bisa dijadikan panduan/pegangan
saat terjadi bencana/kondisi darurat.

Di lembar contekan ini mencakup informasi:


1. Tentang PPAM dan tujuan yang ingin dicapai
2. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menerapkan PPAM
3. Perbedaan antara PPAM (fase akut bencana) dan Kespro komprehensif (fase
stabil)
4. Daftar supply and logistik yang dibutuhkan untuk penerapan PPAM

5
3. PPAM sebagai Kebutuhan
Alasan PPAM Kespro sebagai kebutuhan pada situasi darurat bencana, karena
salah satu dari Hak Asasi Manusia (HAM) adalah mendapat layanan kesehatan
yang bermutu, termasuk di dalamnya layanan Kespro dalam kondisi normal
ataupun darurat. Dari 8 tujuan MDG (Millenium Development Goals), 50% dari
goals itu terkait dengan kesehatan reproduksi: MDG 3 : Kesetaraan Jender, MDG 4
dan 5: Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk akses universal ke layanan Kespro,
MDG 6: pemberantasan penyakit menular termasuk HIV/AIDS. Jika kita ingin
mencapai target MDGs harus dipastikan kalau layanan Kespro tersedia dalam
kondisi apapun termasuk kondisi darurat.

Dalam kondisi normal, di Indonesia sudah banyak permasalahan terkait Kespro


dan kondisi akan lebih buruk saat terjadi bencana. Kesehatan Reproduksi dalam
kondisi darurat harus diberikan karena merupakan standard SPHERE/piagam
kemanusiaan. Standard SPHERE telah dipergunakan sebagai acuan bagi para
pekerja kemanusiaan di seluruh dunia. Tiap pekerja kemanusiaan harus berusaha
semaksimal mungkin memenuhi standard minimal bagi pengungsi/penduduk yang
terkena bencana untuk hidup secara layak dan bermartabat. Ada beberapa bidang
dalam standard SPHERE misalnya bidang pangan, air, kesehatan dll. Misalnya
dalam kondisi darurat setiap pengungsi harus mendapat akses terhadap air bersih
sebanyak minimal 15 liter per orang per hari untuk memenuhi kebutuhan makan,
minum dan sanitasi. Satu toilet dipergunakan untuk maksimal 20 orang di
pengungsian dll.

PPAM untuk Kespro dalam kondisi bencana sudah masuk standard SPHERE edisi
tahun 2004 yaitu akses terhadap PPAM Kespro dalam kondisi darurat. Kebutuhan
Kespro berlanjut terutama selama krisis; ada beberapa masalah yang mungkin
dihadapi :
1. Dalam kondisi darurat terutama konflik, biasanya tidak ada hukum dan aturan
yang berlaku dalam situasi pengungsian. Cara mengatur camp pengungsian

6
juga meningkatkan resiko terjadinya kekerasan seksual misalnya pengaturan
tenda, penempatan toilet, penerangan, mekanisme distribusi bantuan dll.
Dalam kondisi darurat akan terjadi hilangnya kekuasaan dan status laki-laki dan
hilangnya pendapatan bagi perempuan yang menemukan dirinya sendiri
sebagai penanggungjawab tunggal rumah tangga, mudah mengalami
kekerasan seksual, perkosaan, penyiksaan seksual, dan paksaan prostitusi.
2. Resiko untuk meningkatnya penularan HIV adalah karena meningkatnya resiko
kekerasan seksual. Selain itu pada situasi darurat, seringkali terjadi peningkatan
kebutuhan sistem kesehatan, tetapi tidak tercukupinya alat dan bahan untuk
menjamin tindakan kewaspadaan universal terhadap penularan HIV/IMS. Lebih
lanjut, sistem persediaan supply darah yang aman biasanya terputus,
sedangkan mungkin saja terjadi kebutuhan transfusi darah yang lebih besar,
khususnya dalam keadaan darurat yang kompleks.
3. Contoh kasus pasca gempa di Jogjakarta: ada bidan desa yang mendadak
setelah gempa menerima sekitar 20 pasien dengan luka dan cedera yang
banyak mengeluarkan darah dan membutuhkan pertolongan segera. Karena
bidan itu sendiri dan dia tidak memiliki peralatan yang cukup, maka bidan tsb
memakai alat menjahit yang sama untuk semua pasien tanpa memalui
standard sterilisasi alat. Jika salah satu saja dari pasien itu HIV positif, maka
resiko penularan akan sangat besar. Ini sangat mungkin terjadi jika skala
bencana sangat besar seperti di Aceh, dimana sistem kesehatan lumpuh, serta
peralatan dan bahan tidak tersedia.
4. Malnutrisi akan mengakibatkan anemia, yang akan meningkatkan resiko
perdarahan post partum. Jika ibu hamil tinggal di pengungsian dalam waktu
yang cukup lama, kemungkinan kebutuhan gizinya tidak terpenuhi misalnya
terjadi anemia, kurang gizi sehingga melahirkan bayi berat lahir rendah dll.
5. Kasus ibu hamil yang mendadak melahirkan premature saat gempa di Jogja
karena isu tsunami. Ibu hamil tsb sudah datang ke beberapa rumah sakit yang
ternyata tidak bisa menerima karena RS penuh dengan korban luka/trauma.
6. Selain ibu hamil yang akan melahirkan normal, secara statisitik 15-20% ibu
hamil akan mengalami komplikasi misalnya perdarahan, eklampsia dll.

7
Ketidaktersedianya layanan kegawatdaruratan kebidanan akan menyebabkan
resiko meningkatnya kematian ibu.

Beberapa foto contoh camp pengungsian

Foto kiri atas: di Afrika


Foto kiri bawah: foto pengungsi letusan gunung Merapi. Pengungsi gunung Merapi
tidak mau tinggal di tenda/lapangan karena takut terkena debu dan awan panas.
Mereka lebih memilih tinggal di dalam gedung seperti sekolah, balai desa, masjid
dll sehingga berdesak-desakan, tercampur laki-laki dan perempuan dll yang
meningkatkan resiko kekerasan seksual
Foto kanan atas

a. Foto pengungsian di pasar tradisional Kabupaten Agam, Sumatera Barat.


Penggungsi tinggal di lorong pasar tanpa pembatas dan hanya ditutup terpal
b. Pengungsi yang tinggal di rumah darurat di depan rumah yang hancur/roboh di
Pada Pariaman ; untuk melindungi barang-barang yang dimiliki

Jadi kondisi pengungsian adalah bermacam-macam dan pengaturan yang salah


bisa meningkatkan resiko kekerasan seksual/perkosaan
Kondisi toilet:

8
a. Foto Kiri atas: foto toilet darurat untuk pengungsi korban banjir bandang di
Wassior. Meski darurat, toilet sudah terpisah antara laki-laki dan perempuan
b. Foto kiri bawah: foto toilet di barak pengungsian letusan gunung Merapi. Toilet
sudah diberi tanda laki perempuan tapi masih bercampur dan tidak terpisah
c. Foto kanan: Toilet darurat di Manokwari, tidak terpisah laki dan perempuan,
tidak ada penerangan, tidak bisa ditutup rapat dan dikunci.
d. Foto kanan bawah: toilet di barak pengungsian Aceh

Cara mendesain toilet juga menetukan terhadap resiko terjadinya perkosaan.


Toilet yang aman adalah toilet yang:
1. Terpisah antara laki-laki dan perempuan
2. Memiliki penerangan yang cukup
3. Bisa dikunci
4. Ada patroli keamanan di sekitar toilet sehingga tetap aman apabila malam-
malam harus ke toilet
Di setiap situasi bencana selalu saja ada ibu-ibu yang melahirkan tanpa
memandang waktu dan tempat. Bahkan ada ibu-ibu yang meskipun belum

9
waktunya melahirkan, harus melahirkan lebih awal/prematur karena situasi yang
kacau, harus mengungsi dll.

a. Foto kiri atas: ibu yang melahirkan di mobil saat proses evakuasi letusan gunung
merapi
b. Foto kiri bawah: foto ibu yang melahirkan tepat di saat terjadi gempa kuat di Padang
tahun 2009, bayinya diberi nama Gempawati
c. Foto kanan atas: bayi kembar yang terpaksa tidur di lantai beralas tikar di puskesmas
saat terjadi gempa Padang tahun 2009
d. Salah 1 bidan di Aceh yang melahirkan di pengungsian setelah terjadi gempa dan
tsunami di Aceh

Biasanya saat terjadi pengungsian dan fasilitas kesehatan mengalami kerusakan, akan
dibuat pos-pos kesehatan darurat atau RS lapangan. Sebaiknya ada tenda layanan khusus
kesehatan reproduksi yang memastikan privacy dari client yang datang untuk
pemeriksaan kehamilan, melahirkan, mendapatkan layanan KB, mendapatkan pelayan
pasca perkosaan dll

10
Harapannya, di setiap posko kesehatan di lokasi pengungsian, disediakan tenda khusus
kesehatan reproduksi sehingga client/pasien dapat mendapatkan pelayanan kesehatan
reproduksi dengan nyaman dan kerahasiaan/privacynya terjamin.

Harapannya, di setiap posko kesehatan di lokasi pengungsian, disediakan tenda khusus


kesehatan reproduksi sehingga client/pasien dapat mendapatkan pelayanan kesehatan
reproduksi dengan nyaman dan kerahasiaan/privacynya terjamin.

11
Foto kiri dan kanan atas: foto tenda kesehatan reproduksi di Aceh Besar
Foto kanan bawah: foto ibu yang memeriksakan kehamilannya di pos kesehatan di camp
pengungsian di Manokwari

4. Tujuan PPAM
a. Mengidentifikasi koordinator kesehatan reproduksi
b. Mencegah dan menangani konsekuensi kekerasan seksual
c. Mengurangi penularan IMS/HIV
d. Mencegah peningkatan kesakitan dan kematian maternal serta neonatal
e. Merencanakan layanan Kesehatan Reproduksi komprehensif terintegrasi pada
layanan kesehatan primer, sesegera mungkin

Cara mendesain toilet juga menetukan terhadap resiko terjadinya perkosaan.

Toilet yang aman adalah toilet yang:


1. Terpisah antara laki-laki dan perempuan
2. Memiliki penerangan yang cukup
3. Bisa dikunci
4. Ada patroli keamanan di sekitar toilet sehingga tetap aman apabila malam-malam
harus ke toilet

12
Di setiap situasi bencana selalu saja ada ibu-ibu yang melahirkan tanpa
memandang waktu dan tempat. Bahkan ada ibu-ibu yang meskipun belum
waktunya melahirkan, harus melahirkan lebih awal/prematur karena situasi yang
kacau, harus mengungsi dll.

Biasanya saat terjadi pengungsian dan fasilitas kesehatan mengalami kerusakan,


akan dibuat pos-pos kesehatan darurat atau RS lapangan.
Sebaiknya ada tenda layanan khusus kesehatan reproduksi yang memastikan
privacy dari client yang datang untuk pemeriksaan kehamilan, melahirkan,
mendapatkan layanan KB, mendapatkan pelayan paska perkosaan, dan lain- lain.
Harapannya, di setiap posko kesehatan di lokasi pengungsian, disediakan tenda
khusus kesehatan reproduksi sehingga client/pasien dapat mendapatkan
pelayanan kesehatan reproduksi dengan nyaman dan kerahasiaan/privacynya
terjamin.

Foto kiri dan kanan atas: foto tenda kesehatan reproduksi di Aceh Besar
Foto kanan bawah: foto ibu yang memeriksakan kehamilannya di pos kesehatan di
camp pengungsian di Manokwari

5. Komponen-komponen PPAM kesehatan reproduksi


Komponen Kespro komprehensif diberikan pada kondisi normal, namun tidak
semua harus diberikan dalam kondisi darurat, tapi hanya fokus pada PPAM,
misalnya:
1. Safe motherhood atau Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) terdiri dari: Ante Natal
Care (ANC), Persalinan, Post Natal Care (PNC). Semuanya adalah penting, tapi
dalam kondisi darurat karena keterbatasan tenaga dan alat, prioritas diberikan
untuk persalinan karena kematian banyak terjadi saat proses persalinan,
Tindakan pencegaanh meningkatnya kesakitan dan kematian maternal serta
neonatal
a. Pelayananan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal tersedia
b. Terbentuknya Sistem rujukan 24 jam/7hari

13
c. Kit persalinan bersih: terdiri dari peralatan sederhana seperti perlak,
sabun cuci tangan silet untuk memotong tali pusat, tali untuk mengikat tali
pusat dll. Kit persalinan bersih didistribusikan kepada ibu hamil yang akan
melahirkan dalam waktu dekat dengan pesan bahwa ibu hamil tetap harus
melahirkan di tenaga kesehatan. Kit ini hanya dipakai pada saat kondisi
darurat saja dimana ibu yang akan melahirkan tsb tidak bisa bertemu
bidan atau puskesmas karena bencana susulan, jalan terendam banjir dll.
Setidaknya ibu yang melahirkan itu memiliki alat yang bersih untuk
memotong tali pusat bayinya. Jadi kit persalinan bersih tidak
mempromosikan persalinan di rumah.
2. KB, layanan ginekologis, penghapusan FGM (sunat perempuan) dan praktek
tradisional yang membahayakan tidak termasuk PPAM. Tapi menyediakan alat
kontrasepsi bagi yang sudah memakai KB sebelum bencana adalah dianjurkan
3. Pencegahan IMS/HIV saat daruart fokus pada pencegahan penularan HIV,
dengan cara :
a. Pemberian Transfusi darah yang aman, Transfusi darah hanya diberikan atas
indikasi, gunakan cairan pengganti darah selama masih memungkinkan,
Pilih donor dari golongan yang tidak beresiko, Darah yang akan
ditransfusikan harus di-screening/disaring terlebih dahulu untuk virus HIV,
Hepatitis B dan Syphillis
b. Diterapkannya standard kewaspadaan universal : Praktek pencegahan
infeksi harus diterapkan, karena dalam kondisi darurat ada kecenderungan
tenaga kesehatan untuk potong kompas, Alat dan bahan harus tersedia
secara mencukupi
c. Disediakan Kondom gratis tersedia. Menyediakan kondom bagi yang sudah
memakai kondom sebelumnya dan tidak didistribusikan secara luas,
misalnya disediakan di toilet, pos kesehatan dll
4. Pencegahan dan penanganan Kekerasan Berbasis Gender (GBV), PPAM hanya
fokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada fase akut.
Mengingat isu kesehatan reproduksi sering terlupakan saat kondisi darurat
maka perlu ditunjuk koordinator kesehatan reproduksi karena pelayanan

14
kesehatan reproduksi memerlukan pendekatan multi-sektor. Jika system
cluster terbentuk maka koordinator harus melaporkan kondisi kesehatan
reproduksi kepada cluster kesehatan. Jika system cluster tidak terbentuk,
koordinator kesehatan reproduksi dapat melapor ke koordinator bidang
kesehatan. Koordinator kesehatan reproduksi yaitu dengan menyelenggarakan
pertemuan untuk mendiskusikan masalah kesehatan reproduksi dan
memastikan alat dan bahan untuk penerapan PPAM tersedia serta
memastikan cluster/sektor kesehatan untuk mengidentifikasi lembaga yang
memimpin pelaksanaan PPAM.

Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif yang terintegrasi ke


dalam layanan kesehatan dasar, untuk itu perlu sesegera mungkin, dengan cara :
mengumpulkan data dasar, mengidentifikasi area yang memadai untuk pelayanan,
mengidentifikasi staf yang akan memberikan layanan kesehatan reproduksi
komprehensif dimasa yang akan datang termasuk menilai kapasitas staf,
merencanakan pelatihan, dan memesan peralatan dan bahan untuk layanan
kesehatan reproduksi.
Untuk merencanakan pelayanan semacam itu, kumpulkan informasi tentang data
kesehatan sebelum terjaid bencana dan apabila sudah memungkinkan harus
dikumpulkan data riil dan bukan lagi data estimasi pengungsi. Tentukan lokasi
untuk pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi komprehensif lebih lanjut dan
harus dipastikan keamanan, kemudahan aksesnya, keleluasaan pribadi dan
kerahasiaan, akses kepada air dan sanitasi, tempat yang sesuai dan kondisi aseptik.
Melakukan pencegahan kekerasan seksual dan membantu korbannya, dengan
cara memastikan sistem perlindungan berfungsi untuk perempuan dan gadis,
pemberian layanan medis dan dukungan psikososial tersedia bagi korbannya serta
masyarakat mengetahui adanya layanan tersebut. Kapasitas staff harus dinilai
untuk pengadaan pelatihan setelah situasi stabil. Kumpulkan data pelatihan apa
yang dibutuhkan setelah situasi stabil. Memastikan bahwa alat dan bahan
kesehatan reproduksi tersedia untuk pelayanan selanjutnya. Tunjukkan sekali lagi
cheat sheet PPAM dan ingatkan peserta kalau mereka dapat mereview tujuan
PPAM pada sisi depan dari cheat sheet.

15
6. Cara mengakses dukungan alat bantu dan sumber daya PPAM Kespro
Banyak pedoman pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi darurat yang
dihasilkan dan oleh Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi dalam kondisi darurat/
Inter-Agency Working Group on RH in Emergency Situation (IAWG) dan telah
dipublikasikan dapat diakses secara bebas juga tersedia secara on line, dan
sebagian besar sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, seperti PPAM
kesehatan reproduksi, Inter-Agency Field Manual (IAFM), RH Kits for Emergency
Situation.

Buku Pedoman dalam bahasa Indonesia:


1. Buku Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi edisi tahun 2003: sedang dalam
proses revisi berdasarkan buku pedoman internasional (IAWG) yang terbaru :
buku harus dibaca saat pra-bencana karena lebih bersifat teori
2. Buku Pedoman Praktis Kesehatan Reproduksi dalam kondisi darurat: berisi
langkah-langkah praktis yang harus dilakukan: dibaca dan dikuasai saat ada
tanda-tanda akan terjadi bencana: musim hujan, tanda-tanda gunung akan
meletus dll
3. Cheat sheet/lembar ccontekan: menjadi pegangan dan acuan saat terjadi
bencana

Buku pedoman lain:


1. Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di masa darurat kemanusiaan
2. Buku manual Kit Kesehatan Reproduksi (RH kit)

16
3. Buku pembelajaran jarak jauh PPAM dll

Selain menghasilkan konsep tentang PPAM dan buku pedoman antar lembaga,
IAWG juga mengembangkan kit kesehatan reproduksi untuk situasi darurat yang
merupakan supply/logistik untuk mendukung pelaksanaan PPAM, yaitu : Kit
kesehatan reproduksi sebetulnya adalah alat dan obat untuk layanan kesehatan
reproduksi yang ada di puskesmas dan RS tapi sudah dikemas secara khusus untuk
dipergunakan saat kondisi darurat dan sesuai tindakan yang akan dilakukan: no kit
adalah sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan, misalnya kit no 6: adalah kit
pertolongan persalinan dan semua alat dan obat untuk menolong persalinan
tersedia di kit no 6

Kit Kesehatan reproduksi dibagi menjadi 3 blok dengan jumlah target penduduk
tertentu, untuk periode selama 3 bulan. Tidak semua kit harus dipesan tapi
berdasarkan kebutuhan saja. Untuk memesan kit kesehatan reproduksi tidak perlu
menghitung kebutuhan masing-masing obat dan alat melainkan hanya
membutuhkan data jumlah pengungsi.

Kit di blok 1 ditujukan untuk pengungsi sebanyak 10.000 orang selama 3 bulan.
Misalnya jumlah pengungsi adalah 50,000 orang, maka kit yang dibeli untuk blok 1
adalah : 50,000 ; 10 = sebanyak 5 kit. Jika jumlah pengungsi 45,000 orang, tidak
bisa memesan sebanyak 4.5 kit, tapi harus membeli 5 kit dan akan dipakai untuk
waktu yang lebih lama dari 3 bulan. Kit tidak bisa dipesan sebanyak setengah paket

Kit di blok 2 diperuntukkan untuk jumlah pengungsi sebanyak 30,000 orang selama
3 bulan. Jika jumlah pengungsi sebanyak 50,000 orang berarti dibutuhkan kit
sebanyak 2 set Kemasan kit kesehatan reproduksi dilengkapi dengan kode warna
sesuai tindakan yang akan dilakukan.
Kit kesehatan reproduksi blok 3 ditujukan untuk populasi penduduk sebanyak
150,000. Ditujukan untuk RS rujukan yang bisa memberikana layanan PONEK
(Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Komprehensif), terdiri dari 2 kit : Kit no

17
11 adalah alat dan bahan untuk operasi sesar dan Kit no 12 adalah alat dan bahan
untuk transfusi darah

18
Blok 1
Terdiri dari 6 kit, untuk fasilitas layanan kesehatan dasar (10,000
penduduk/3 bulan)

Kit 0 (oranye) Kit administrasi

Kit 1 A & B (Merah) Kondom

Kit 2 (Biru gelap) Kit persalinan bersih

Kit 3 (merah muda) Kit pasca perkosaan

Kit 4 (Putih) KB oral dan suntik

Kit 5 (Turquoise) Pengobatan IMS

Blok 2
Terdiri dari 5 kit, untuk fasilitas kesehatan dasar dan RS
rujukan (30,000 penduduk/3 bulan)

Kit 6 (coklat) Kit persalinan di klinik

Kit 7 (hitam) Kit IUD

Kit 8 (kuning) Penanganan komplikasi aborsi

Kit 9 (ungu) Kit pemeriksaan vagina & jahitan robekan


vagina

Kit 10 (abu- Kit persalinan vakuum


abu)

19
Blok 3

Terdiri dari 2 kit, untuk RS rujukan, per 150,000 penduduk

Kit 11 (hijau Kit tingkat rujukan untuk RH (A & B)


muda)

Kit 12 (hijau tua) Kit transfusi darah

20
1. Kit kesehatan reproduksi dilengkapi dengan autoclave untuk sterilisasi alat
2. Lampu petromaks untuk penerangan karena pada kondisi bencana sering tidak
ada aliran listrik
3. Dilengkapi juga dengan ala-alat tulis untuk mencatat data pasien dll

Supplai penting lainnya yang perlu diperhatikan misalnya KB dan hygiene kit,
meski KB bukan merupakan PPAM (pencarian akseptor baru, penyuluhan KB dll),
tapi menyediakan alat kontrasepsi bagi yang sebelumnya sudah memakai alat
kontrasepsi (seperti suntik, pil dll) adalah penting untuk mencegah kehamilan yang
tidak dikehendaki. Perlindungan menstruasi memungkinkan perempuan untuk
berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan masyarakat dan menjaga keluarga
mereka. Isi hygiene kit akan bisa disesuaikan dengan kebutuhan.

UNFPA juga sudah menyusun kit-kit hygiene dengan target populasi khusus
seperti: ibu hamil, ibu baru melahirkan, ibu menyusui dan bayi baru lahir. Isi dari
kit-kit tersebut bisa ditunjukkan ke peserta. Bisa disesuaikan dengan kondisi daerah
bencana, misalnya: Saat di Aceh, ditambahkan jilbab/kerudung untuk perempuan
supaya bisa beraktifitas di luar tenda, dan ditambahkan juga sajadah untuk sholat
karena Aceh adalah daerah yang menerapkan syareat islam dan menyediakan
hygiene kit khusus untuk laki-laki. Di Yogya, sesuai permintaan ditambahkan
minyak gosok/balsem karena banyak pengungsi yang usianya lanjut

21
1. Gambar wanita Aceh yang menerima hygiene kit dari UNFPA
2. Beberapa jenis hygiene kit UNFPA:
a. Tas warna biru: hygiene kit khusus wanita usia subur
b. Tas warna hijau: hygiene kit khusus ibu hamil
c. Tas warna merah: paket bayi baru lahir
d. Tas warna oranye: hygiene kit khusus ibu baru melahirkan
t 7 (hitam) Kit 7 (hi
III. RANGKUMAN
Agar dapat bekerja dengan baik dalam situasi darurat penting memahami konsep inti
dari PPAM meliputi definisi, maksud dan tujuan PPAM kesehatan reproduksi,
komponen-komponen dalam PPAM dan cara mengakses informasi yang terkait
dengan PPAM kesehatan reproduksi dalam situasi darurat

IV. DAFTAR PUSTAKA


UNFPA, IPPF, UNSW, (2009) Facilitor’s Manual : Training on the Minimum Initial
Service Package (MISP) for Sexual and Reproductive Health in Crises, A Course fo SRH
Coordinators
Bacaan selanjutnya yang disarankan :
 MISP for Reproductive Health in Crisis Situation : A Distance Learning Module,
New York: Women’s Commision, 2006, available at
http://misp,rhrc.org/content/view/22/36/lang,english/
 Reproductive Health in Refugee Situation- an Inter-Agency Field Manual, UNHCR,
1999, available at http://www.iawg.net/resources/iawg_Field
%20Manual_1999.pdf

22
 Humanitarian Charter and Minimum Standards in Disaster Response, The Sphere
Project, 2004 Edition, available at www.sphereproject.org

23

Anda mungkin juga menyukai