Anda di halaman 1dari 3

Nama : Widy Wibisono

NIM : 2019610030
Kelas : MM – MK3L / Weekend
MK : Kebijakan Pembangunan dan Peraturan K3L

Review Undang Undang No.1 Tahun 1970


Tentang Keselamatan Kerja

1. Apakah UU No.1 Tahun 1970 Masih Relevan?

Undang Undang No. 1 Tahun 1970 (UU 1/1970) tentang Keselamatan Kerja menjadi isu kontroversi
tersendiri karena hanya menuliskan kata “Keselamatan Kerja” sementara kata “Kesehatan” tidak muncul,
meskipun isinya tetap membahas mengenai kesehatan kerja. karena dalam UU 1/1970 sangat banyak
aspek kesehatan atau kesehatan kerja sebagaimana tercantum dalam pasal 3 tentang syarat-syarat
Keselamatan Kerja antara lain lingkungan kerja, penerangan, ventilasi, penyakit akibat kerja, ergonomi dan
lainnya. Tujuan dan program pelaksanaan K3 di perusahaan berdasarkan UU 1/1970 pasal 3 menyebutkan
tujuan pelaksanaan K3 dengan jelas. Jadi secara substansi tujuan UU 1/1970 masih relevan tanpa perlu
merevisinya, namun judul UU ini sudah tidak relevan sehingga perlu direvisi.

Jika dilihat dari lingkupnya UU 1/1970 telah mencakup seluruh sektor sebagaimana pasal 2 disebutkan
dimana berlakunya UU ini yaitu seluruh tempat kerja baik di darat, di bawah tanah, di atas air, di dalam air
dan di udara. Lingkup juga menyebutkan sektor industri meliputi semua bidang seperti konstrusi,
pertambangan, pengolahan, manufacturing, pendidikan, jasa, tenaga listrik, pengangkutan dan lainnya.
Sehingga secara lingkup UU ini masih relevan karena sudah mencakup seluruh sektor yang ada.

Pengawasan dan pembinaan pelaksanaan program K3 sebagaimana disebutkan pada pasal 5 bahwa
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap UU ini, lalu pegawai pengawas dan ahli keselamatan
kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung di lapangan. Pada ayat 2 tentang makna pengurus
tidak jelas, dalam artian tingkat jabatan tidak disebutkan secara jelas, misalnya supervisor, foreman,
manajer, atau direktur. Dalam pasal 14 tercantum banyak sekali kewajiban sebagai pengurus serta
tumpang tindih kewajibannya dengan istilah pengusaha dan direktur. Ahli keselamatan kerja tertulis
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja sementara saat ini sudah ada AK3 terbitan Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP). Hal ini sudah tidak relevan sehingga perlu penjelasan lebih jauh.
Tingkatan pengawasan tercantum dengan jelas pada UU ini, meskipun jika dilihat lagi banyak tumpeng
tindih namun memang dalam pasal ini tidak secara jelas menyebutkan sistem manajemen K3 sebagaimana
kebutuhan saat ini.

Partisipasi karyawan terhadap K3 diatur dalam pasal 12 mengenai kewajiban dan atau hak tenaga kerja
dan sebagaimana kita tahu dalam penerapan SMK3 partisipasi karyawan merupakan salah satu elemen
penting termasuk terlibat dalam penentuan program K3 perusahaan, misalnya keterlibatan serikat pekerja
dalam Panitia Pembina K3 (P2K3). Dalam pasal ini tidak menyebutkan secara jelas keterlibatan perwakilan
pekerja atau serikat pekerja untuk mendorong penerapan K3 di Indonesia.

Pelanggaran terhadap UU 1/1970 sebagaimana tercantum pada pasal 15 yaitu ancaman pidana kurungan
selama 3 bulan atau denda Rp.100.000,- dirasa sudah tidak relevan dengan masa sekarang sehingga perlu
direvisi untuk menguatkan penerapan K3 di Indonesia.

2. Bagaimana Penerapan UU No.1 Tahun 1970?

Penerapan UU 1/1970 di Indonesia, khususnya di lokasi tempat saya bekerja tidak sesuai yang diharapkan.
Hal yang terlihat jelas adalah pengawasan dari pegawai pengawas yang tidak pernah terlihat
aktualisasinya. Kompetensi dari pegawai pengawas juga seringkali tidak sesuai dengan persyaratan. Fakta
lain adalah pelaksanaannya terkesan hanya pada sektor manufaktur, sementara sektor lain memiliki dasar
sendiri misalnya sektor migas, pertambangan, maritim dan lainnya. Hal ini perlu penyelarasan agar UU
1/1970 betul betul menjadi dasar hukum yang kuat dan diterapkan dengan baik untuk memperbaiki
penerapan K3 di Indonesia. Penjabaran di poin 1 memperlihatkan bahwa banyak hal yang sudah tidak
relevan untuk masa sekarang sehingga wajar saja penerapan UU 1/1970 terkesan sangat lemah jika
dibandingkan dengan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dimana pengawasan hingga penindakan sangat terasa bagi pelaku industri dari tingkat pusat hingga
daerah yang begitu solid.

Kompetensi bidang K3 khususnya Ahli K3 yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja perlu
perbaikan dari sisi kualitasnya, hal ini sebaiknya diperjelas dengan adanya BNSP yang menurut saya lebih
berkompeten dalam hal kompetensi tenaga kerja. Kompetensi tenaga kerja lebih jelas dan baik kualitasnya
di sektor migas dan tambang karena memiliki landasan hukum sendiri.

3. Kenapa Angka Kecelakaan Masih Tinggi?

Angka kecelakaan kerja menunjukkan tren yang meningkat menurut data dari Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, tahun 2017 tercatat sebanyak 123.041 kasus sementara tahun
2018 sebanyak 173.105 kasus. Kasus kecelakaan kerja didominasi dari lingkungan pekerjaan yang
berkarakter pabrik, sementara kasus kecelakaan fatality didominasi oleh kecelakaan lalu lintas dan
konstruksi. Jika dilihat dari tingginya angka kecelakaan di Indonesia karena enforcement yang dilakukan
oleh Pemerintah masih lemah khususnya dalam mengawal penerapan UU No.1 Tahun 1970 dan sinergitas
dari masing-masing sektor untuk bersama sama membangun budaya K3 berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang kuat.

Indonesia memerlukan perubahan khususnya kualitas sumber daya manusia, perlu adanya perubahan
dalam kurikulum pelajaran sekolah yang sudah harus menanamkan nilai nilai K3 sehingga terbawa hingga
dewasa dan tentunya di dunia kerja. Selain itu, sektor umum perlu diberikan edukasi yang kontinyu baik
melalui media televisi, media sosial, dan lainnya agar perlahan kebiasaan berperilaku tidak aman akan
berubah menjadi perilaku aman dan pada akhirnya tanpa disadari berbudaya K3.

---

Anda mungkin juga menyukai