Anda di halaman 1dari 65

SOP-SOP ANEMIA dan OSTEOSARKOMA

NAMA: HILDA HESTIKA FAHROJI

KELAS: 2 A

A. Pemeriksaan Fisik pada Anak


Physical examination merupakan tekhnik maneuver yang terdiri dari beberapa
rangkaian, yang masing-masing anak memili sensitifitas yang berbeda baik fisik maupun
psikologik. (Wong, 1993)
Pengkajian fisik adalah proses berkelanjutan yang dimulai selama wawancara,
terutama dengan menggunakan inspeksi atau observasi. Selama pemeriksaan yang lebih
formal, alat-alat untuk percusi, palpasi dan auscultasi ditambahkan untuk memantapkan dan
menyaring pengkajian system tubuh. Seperti pada riwayat kesehatan, obyektif dari
pengkajian fisik adalah untuk merumuskan diagnosa keperawatan dan mengevaluasi
keefektifan intervensi terapeutik. (Wong, 2003)
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan, dimana tiap tahap
perawat melakukan pengkajian data yang diperoleh dari hasil wawancara, laporan teman
sejawat, catatan keperawatan, atau catatan kesehatan lain dan pengkajian fisik. (Robert
Priharjo, 1993)
 
B.     TUJUAN PEMERIKSAAN FISIK
Urutan yang biasa dalam pemeriksaan fisik pasien adalah head to toe. Fungsi utama
dilakukan secara sistematic yaitu memberikan guideline umum pengkajian setiap bagian
tubuh yang kecil dalam pemeriksaan. Standar pencatatan dan pelaporan juga merupakan
fasilitas penukaran informasi antar tim professional yang lain. Dalam pemeriksaan fisik anak
harus memperhatikan kebutuhan perkembangan mental anak, walaupun pemeriksaan ini
diikuti perekaman dengan menggunakan model head to toe. Penggunaan perkembangan
mental dan kronologi umur sebagai kriteria utama dalam pengkajian tiap sistem tubuh akan
memudahkan atau menyelesaikan dari beberapa tujuan  :
1. Meminimalkan stres dan ansietas yang berhubungan dengan pengkajian pada bagian-
bagian tubuh yang berbeda
2. Memelihara dan membina hubungan saling percaya antara perawat, anak dan orang
tua
3. Memberikan persiapan yang maksimum bagi anak
4. Memberikan perlindungan esensial terhadap hubungan antara orang tua, anak,
terutama dengan anak kecil
5. Memaksimalkan keakuratan dan realibilitas hasil pengkajian

Pendekatan umum pemeriksaan fisik anak


Pemeriksaan fisik lebih dari suatu rangkaian latihan tekhnikal. Hal itu merupakan
tuntutan yang sama sensitifnya dengan kebutuhan fisik dan psikologi anak yang sulit dikenal
dan tidak sama dengan yang lainnya. (Wong, 1993)
C.    PERSIAPAN ANAK
Walaupun pemeriksaan fisik dilakukan dengan prosedur yang tidak menyebabkan
rasa sakit, tetapi kepada seorang anak dengan menggunakan jari, telapak tangan, lengan,
pemeriksan dalam telinga dan mulut, menekan abdomen dan mendengarkan dada dengan
permukaan metal yang dingin dapat menimbulkan stresful. Pemeriksaan fisik harus menjadi
hal yang menyenangkan dan sama baik hasilnya. Pada umunya bayi dan anak kecil akan
merasa lebih aman dan berkurang rasa takutnya dengan kehadiran orang tua, terutama ibunya.
Pada bayi yang lebih besar sudah mulai takut kepada orang yang belum di kenalnya,
pendekatan menjadi lebih sulit. Dalam hal ini sebaiknya pemeriksa bersifat informal, sedikit
santai. Pemeriksaan dapat di mulai pada waktu bayi masih dalam pangkuan ibu. Lambat laun
ia dipindahkan ke meja periksa sambil dipegang-pengang dagunya, pipinya, atau diajak
bicara dengan kata-kaa manis, sedangkan ibunya memengang tungkainya.
Misalnya dengan anak  preschool dan yang lebih tua, perawat dapat menggunakan
gambar atau boneka untuk membantu anak belajar tentang tubuh mereka (Vessey, Braith
waite, and Weidman, 1990). Tekhnik ”paper doll” merupakan pendekatan yang digunakan
untuk mengajarkan anak tentang bagian tubuh mereka yang diperiksa. Kesimpulannya adalah
saat kunjungan anak dapat mebawa paper doll sebagai pengingat pengalaman. Banyak
permintaan anak yang sangat kooperatif ketika orang tua bersama mereka. Hal ini ada yang
menyebabkan, bagaimanapun saat anak yang lebih tua terutama adolosence lebih memilih
diperiksa sendiri seperti pada pemeriksaan genetalia, sering anak yang sedang diperiksa juga
disertai saudara kandungnya yang dapat menyebabkan ketidakteraturan karena ada boredom.
Sebuah taktik ntuk membantu mareka adalah memberikan mereka kesempatan untuk
mencoba alat pemeriksaan seperti stetoskop atau spatel lidah dan memuji anak atas
”bantuannya” selama pemeriksaan.
 
D.    PERSIAPAN ALAT
1. Pengukur/ meteran/ penggaris/ stadiometer
2. Penimbang BB
3. Thermometer dan speculum
4. Optalmoskop
5. Arloji berdetik
6. Manset dan stetoskop
7. Oksilometri
8. Peniti, kapas, objek dingin/ hangat
9. Spatel lidah
10. Garpu tala
11. Snellen
12. Senter
13. Gambar warna
 
E.     TEHNIK PEMERIKSAAN FISIK SESUAI USIA
POSISI URUTAN PERSIAPAN
Bayi 1. Bila tenang, 1. Lepaskan semua pakaian bila
Sebelum dapat auskultasi jantung, suhu ruangan memungkinkan.
duduk sendiri: paru, abdomen. 2. Biarkan popok terpasang pada
Terlentang atau 2. Catat frekuensi bayi laki-laki.
telungkup,atau lebih jantung dan 3. Tingkatkan kerja sama dengan
baik di pangkuan pernafasan. distraksi, obyek terang, bunyi-bunyi
orang tua ;sebelum 3. Palpasi dan perkusi dengan mulut, bicara.
4 sampai 4 bulan area yang sama.
:dapat ditempatkan 4. Berikan kotak kecil di kedua
diatas meja 4. Lanjutkan dengan tangan bayi yang lebih besar,
pemeriksaan. arah biasa, kepala ke sampai pelepasan volunter
kaki. berkembang di akhir tahun pertama,
Setelah dapat duduk bayi tidak mampu menggenggam
sendiri:gunakan 5. Lakukan prosedur
traumatic di bagian obyek (Misal:stethoscope, otoscop)
posisi duduk di (farber, 1991).
pangkuan orang tua akhir mata, telinga,
jika mungkin. mulut (sambil 5. Tersenyum pada bayi; gunakan
menangis). suara yang lembut dan perlahan.
Jika diatas meja,
tempatkan dan 6. Munculkan reflek- 6. Tenangkan dengan sebotol air
pandangan penuh refleks saat bagian gula atau makanan.
pada orang tua. tubuh tersebut di 7. Minta bantuan orang tua untuk
periksa. memegang bayi pada pemeriksaan
7. Lakukan telinga, mulut.
pemeriksaan reflek 8. Hindari gerakan yang kasar dan
Moro di bagian akhir. mengejutkan.

Usia bermain 1. Inspeksi area tubuh, 1. Minta orang tua melepaskan


Duduk atau berdiri melalui permainan pakaian bagian luar.
diatas / disamping “hitung jari” gelitik 2. Lepaskan pakaian dalam saat
orang tua. jari kaki. bagian tubuh tersebut diperiksa.
Telungkup atau 2. Gunakan kontak 3. Azinkan untuk melihat-lihat alat,
terlentang fisik uang minimal menunjukkan penggunaan alat
dipangkuan orang diawal pemeriksaan. biasanya tidak efektif.
tua. 3. Kenalkan alat 4. Jika tidak kooperatif, lakukan
dengan perlahan. prosedur dengan cepat.
4. Auskultasi, percusi, 5. Gunakan restrain bila tepat, minat
palpasi bila tenang. bantuan orang tua.
5. Lakukan prosedur 6. Bicarakan pemeriksaan bila daapt
traumatic terakhir bekerja sama; gunakan kalimat
(sama pada bayi). pendek.
7. Berikan pujian untuk perilaku
kooperatif.

Anak pra sekolah 1. Jika koopertif, 1. Minta anak melepaskan


Lebih suka berdiri lakukan dari kepala ke pakaiannya.
atau duduk. jari kaki. 2. Izinkan untuk menggunakan
Biasanya kooperatif 2. Bila tidak celana dalam bila malu.
dengan posisi kooperatif, lakukan 3. Berikan kesempatan untuk
telungkup/ seperti pada anak usia melihat alat; tunjukkan dengan
terlentang. bermain.
singkat penggunaannya.
4. Buat “cerita” tentang prosedur :
“saya mau melihat seberapa kuat
otot-ototmu” (tekanan ah).
5. Gunakan tekhnik boneka kertas.
6. Beri pilihan jika mungkin.
7. Hargai kerja sama; gunakan
pernyataan positif: “buka mulutmu”.

Anak usia sekolah 1. Lakukan dari kepala 1. Minta untuk melepas pakaian
Menyukai duduk ke kaki. sendiri.
Kooperatif hampir 2. Pemeriksaan 2. Biarkan untuk memakai celana
semua posisi anak genetalia boleh dalam.
kecil menyukai dilakukan paling akhir 3. Beri skort untuk dipakai.
kehadiran orang tua. pada anak yang lebih
besar. 4. Jelaskan tujuan peralatan dan
Anak yang lebih kepentingan prosedur, seperti
besar menyukai 3. Hargai kebutuhan otoskop untuk meliaht gendang
privasi privasi. telinga, yang diperlukan untuk
mendengar.
5. Ajarkan tentang fungsi tubuhnya
dan perawatannya.

Remaja 1. Sama dengan anak 1. Izinkan melepas pakaian sendiri.


Sama dengan anak usia sekolah yang 2. Beri skort.
usia sekolah. lebih besar.
3. Buka hanya area yang akan
Berikan pilihan diperiksa.
tentang keberadaan
orang tua. 4. Hargai kebutuhan privacy.
5. Jelaskan temuan-temuan selama
pemeriksaan. “ototmu kuat dan
padat”.
6. Beri keterangan tentang
perkembangan seksual:
“payudaramu sedang berkembang
seperti seharusnya”.
7. Tekankan kenormalan
perkembangan.
8. Periksa genetalia seperti bagian
tubuh yang lain; dapat dilakukan di
akhir.
 
F.     PENGKAJIAN FISIK BAYI BARU LAHIR
PENGKAJIA TEMUAN BIASA VARIASI UMUM/ TANDA
N ABNORMALITAS POTENSIAL
MINOR KEGAWATAN
/
ABNORMALIT
AS UTAMA
Pengukuran 1. Lingkar kepala 33 1. Molding setelah Lingkar kepala <
umum sampai 35 cm kelahiran dapat mengubah persentil ke-10
2. Lingkar dada 30,5 atau menurunkan lingkar atau > persentil
sampai 33 cm kepala-    Lingkar kepala ke-90-        Berat
3. Lingkar kepala dan lingkar dada mungkin badan lahir <
harus kira-kira 2 sama untuk 1 sampi 2 hari persentil ke-10
sampai 3 cm lebih pertama setelah kelahiran atau > persentil
besar dari lingkar 2. Berat badan lahir ke-90
dada menurun 10% dalam  
4. Panjang kepala minggu pertama;
ketumit 48 sampai meningkat kembali dalam
53 cm 10 sampai 14 hari
5. Berat badan lahir
2700 sampai 4000g

TANDA Axila : 36,5° sampai 1. Menangis dapat sedikit 1. Hipotermi


VITAL:Suhu 37°C meningkatkan suhu tubuh 2. Hipertermi
    2. Radian penghangat akan 3. Bradikardia :
    meningkatkan suhu axila frekuensi
istirahat dibawah
    3. Menangis akan 80 sampai 100
 Frekuensi Apikal : 120 sampai meningkatkan frekuensi denyut / menit
jantung 140 denyut / menit jantung; tidur akan
menurunkan frekuensi 4. Takikardia :
    jantung frekunsi kira-kira
    160 sampai 180
4. Selama periode pertama denyut / menit
    reaktivitas (6 sampai 8
jam), frekuensi dapat 5. Irama tidak
   
mencapai 180 denyut / teratur
   
menit 6. Takipne ;
    frekuensi
5. Menangis akan
    meningkatkan frekuensi dibawah 60 kali /
    pernafasan ; tidur akan menit
    menurunkan frekuensi 7. Apnea > 15-
pernafasan 20 detik
   
6. Selam periode pertama 8. Tekanan
    reaktivasi (6 sampai 8 jam), sistolik pada
    frekuensi dapat mencapai manset kurang
    80 kali / menit dari 6 sampai 9
7. Menangis akan mmHg kurang
   
meningkatkan tekanan dari tekanan
  diekstremitas
darah
Pernafasan 30 sampai 60 kali / atas
  menit
   
   
   
   
   
 Tekanan darah  65 / 41 mmHg

Penampilan Postur Fleksi kepala Frank breech Kaki Postur timpang,


umum dan ekstremitas, diektensikan, diabduksikan ekstensi
dengan istirahat dan paha dirotasi penuh, ekstremitasnya 
telentang dan oksiput didatarkan, leher
telungkup. diekstensikan
Kulit 1. Pada saat lahir, 1. Ikterik neonatus setelah 1. Ikterik
merah terang, 48 jam pertama-    berlanjut,
menggelembung, Ekimosis atau petekie khususnya pada
halus.-    Hari kedua karena trauma kelahiran 24 jam pertama
sampai ketiga, Milia ; kelenjar sebasea 2. Kulit memucat
merah muda, terdistensi tampak sebagai 3. Sianosis
mengelupas, kering papula putih kecil pada umum
2. Verniks caseosa pipi, dagu, dan hidung
Miliaria atau sudamina : 4. Pucat
3. Lanugo kelenjar keringat terdistensi 5. Keabu-abuan
4. Edema disekitar (ekrin) yang tampak 6. Pletora (darah
mata, wajah, kaki, sebagai vesikel menit, dalam jumlah
punggung tangan, khususnya pada wajah berlebihan)
telapak, dan scrotum Eritema toksikum : ruam
atau labia 7. Mottling :
papular merah muda umum dan
Perubahan warna dengan vesikel yang menetap
normal : tumpang tindih pada dada,
punggung, bokong, dan 8. Hemoragi,
Akrosianosis : ekimosis, atau
abdomen ; dapat tampak
sianosis tangan dan petekie yang
dalam 24 sampai 48 jam
kaki menetap
dan hilang setelah beberapa
Kutis marmorata
hari Skelerema :
Perubahan warna kulit keras dan
Harlequin : perubahan kaku
warna jelas terlihat saat Turgor kulit
bayi berbaring miring ; buruk
setengah bawah tubuh
menjadi merah muda dan Ruam, pustula,
setengah atas pucat atau, lepuh
Nevus flammeus : merah Bercak Cafe au
kebiruan gelap (port-wine lait  : bercak
stain) biasanya pada leher coklat terang
dan wajah
Mongolian spots : area
ireguler pigmentasi biru
tua, biasanay pada bagian
sakral dan gluteal; terlihat
terutama pada bayi baru
lahir dari orang asli
amerika, afrika, asia, atau
keturunan hispanik
Telangiektatik nevi
(gigitan bangau) : area
terlokalisir merah muda
dalam, datar biasanya
terlihat dibagian belakang
leher
Kepala Fontanel anterior: 1. Molding  setelah 1. Sutura
bentuk berlian, 2,5 persalinan vaginal menyatu
sampai 4,0 cm  2. Sagital ketiga (parietal) 2. Penonjolan
  fontanel atau depresi
3. Penonjolan fontanel fontanel ketika
  bayi tenang
karena menangis atau batuk
  3. Pelebaran
Kaput
Fontanel posterior: suksedaneum : sutura dan
1. bentuk segitiga fontanel
1. edema jaringan kulit
0,5 sampai 1 cm kepala yang lunak yang Kraniotabes :
2. Fontanel harus melewati garis sutura 1. sensasi tajam
datar, lunak, dan Sefalhematoma(tidak sepanjang sutura
padat rumit) : diantara lambdoidal yang
3. Bagian terlebar periosteum dan tulang mirip lekukan
dari fontanel diukur tengkorak yang dibatasi bola pingpong
dari tulang ke dengan batas khusus dan
tulang, bukan dari tidak melewati garis sutura
sutura ke sutura

 
G.    PROSEDUR PENGKAJIAN
PENGKAJIAN PROSEDUR
Tinggi / panjang 1. panjang rekumben pada anak dibawah usi 24 sampai 36 bulan
badan 2. tempatkan terlentang dengan kepala digaris tengah.
3. pegang lutut dan dorong dengan perlahan kearah meja untuk
kaki ekstensi penuh.
4. ukur dari verteks (puncak) kepala sampai tumit kaki (jari kaki
mengarah keatas).
5. tinggi berdiri pada anak lebih dari 24 sampai 36 bulan.
6. lepaskan kaus kaki dan sepatu.
7. minta anak berdiri setinggi mungkin, pungung tegak kepala
digaris tengah, dan mata melihat lurus kedepan..
8. periksa fleksi lutut, kemerosotan bahu, peninggian tumit.
9. ukur puncak kepala sampai permukaan berdiri.
10. ukur sampai cm atau ¼ inci yang terdekat.
Berat badan 1. timbang bayi dan anak kecil telanjang diatas skala tipe
platform; lindungi bayi dengan menempatkan tangan diatas
tubuh untuk mencegahnya menjatuhkan skala.
2. timbang anak yang lebih besar dengan memakai pakaian
dalam (tanpa sepatu) pada timbangan tegak
3. periksa apakah skala seimbang sebelum digunakan.
4. tutupi timbangan dengan selembar kertas bersih untuk
masing-masing anak.
5. ukur sampai 10gr atau ½ once yang terdekat untuk bayi dan
100gr atau ¼ pon untuk anak-anak.
Lingkar kepala Ukur dengan kertas atau pita tembaga pada lingkar yang terbesar
(HC) dari puncak alis, mata dan pinna telinga ketonjolan oksipital
tengkorak.
Lingkar dada 1. ukur melingkari dada pada garis putting susu.
2. idealnya lakukan pengukuran selama inspirasi dan ekspirasi,
catat rata-rat dari dua nilai.
Ketebalan lipatan 1. pengukuran ketebalan lipatan kulit trisep
kulit dan lingkar – dengan lengan kanan anak fleksi 90˚ pada siku, tandi titik
lengan tengah antara akromion dan olekranon pada aspek posterior
lengan
– dengan lengan menggantung bebas, genggaman lipatan kulit
antara ibu jari dan jari tengah 1 cm di atas titik tengah
– dengan perlahan trik lapisan menjauh dari otot dasardan terus
pegang sampai pengukuran selesai
– tempatkan caliper jaws (jangka lengkung) di atas lipatan kulit
pada tanda tengah ; bila menggunakan jangka lengkung plastic 
(missal, Adipometer Ross), beri tekanan dengan ibu jari untuk
mensejajarkan garis pada jangka, ikuti arahn tersebut untuk
jangka yang lain
– perkiraan pembacan sampai paling dekat 1,0mm, 2-3 detik
setelah pemberian tekanan
– lakukan pengukuran sampai kelipatan 1mm
1. pengukuran lingkar lengan tengah
– ikuti prosedur seperti di atas, tetapi sebagai ganti
penggenggaman lipat kulit dan penggunaan jangka lengkung,
tegang kertas atau pita ukur tembaga melingkari lengan atas
pada titik tengah
– ukur sampai dekat 1cm
Penampilan Observasi hal-hal berikut:
umum 1. Wajah
2. Postur
3. Hygiene
4. Nutrisi
5. Perilaku
6. Perkembangan
7. Status kesadaran

Kulit 1. Observasi kulit pada cahaya matahari alami atau sinar buatan
netral
2. Warna paling baik jika di kaji pada skera, konjuntiva,
punggung kuku, lidah, mukosa bukal, telapak tangan, dan
telapak kaki
3. Tekstur perhatikan kelembaban, kehalusan, kekasaran,
integritas kulit, dan suhu
4. Suhu bandingkan setiap bagian tubuh untuk semua yang sama
5. Turgor genggam kulit pada abdomen antara ibu jari dan
telunjuk, tarik, dan lepaskan dengan cepat
6. Lekukan lekukkan kulit dengan jari

Struktur aksesori 1. Rambut inspeksi warna, tekstur, kualitas, distribusi, elastisitas


dan hygiene-        Kuku inspeksi warna, tekstur, kualitas,
distribusi, elastisitas dan hygiene
2. Dermatoglifik observasi lipatan fleksi pada telapak tangan

Nodus limfe 1. Palpasi menggunakkan distal jari


2. Tekan dengan perlahan tapi tegas dengan gerakkan melingkar
3. Perhatikan ukuran mobilitas, suhu, kekerasan, dan adanya
perubahan pada pembesaran nodus
4. Submaksilaris tundukkan sedikit ke bawah
5. Servikal tegadahkkan kepala sedikit keatas
6. Axila rilekskan lengan disamping tetapi sedikit terabduksi
7. Inguinalis tempatkan anak pada posisi terlentang

Kepala 1. Perhatikan bentuk dan kesimetrisan


2. Perhatikan kontrol kepala (khususnya pada bayi) dan postur
kepalanya
3. Evaluasi rentang gerak
4. Palpasi tengkorak akan adanya fontanel, nodus, atau
pembengkakan yang nyata
5. Lakukan transluminat tengkorak di ruang gelap, dengan benar
pasang senter ke arah karet pada beragai titik
6. Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, inspeksi, tanda
trauma, kehilanggan rambut, perubahan warna, perkusi sinus
frontal pada anak-anak usia 7 tahun

Leher Inspeksi ukuran


1. Trakea
Palpasi adanya deviasi; letakkan ibu jari dan telunjuk pada setiap
sisi dan gerakan jari ke depan dan ke belakang.
2. Tiroid
Palpasi, perhatikan ukuran, bentuk, kesimetrisan nyeri tekan,
nodul,; tempatkan bantalan jari telunjuk dan jari tengah di bawah
kartilago krikoid; rasaktimus (jaringan penyambung lobus) naik
ketika menelan; rasakan setiap lobus secara lateral dan posterior.
3. Arteri karotis
Palpasi di kedua sisi
 

Mata 1. Inspeksi penempatan dan kesejajaran


2. Bila abnormalitas dicurigai, ukur jarak kantus bagian dalam
1. Kemiringan palpebra
tarik garis imajinasi melalui dua titik medial (bagian dalam)
kantus
2. Lipatan epikantus
Observasi adanya kelebihan lipatan dari atap hidung sampai
terminasi dalam alis mata
3. Kelopak mata
Observasi adanya penempatan, gerakan dan warna.
4.  Konjungtiva palpebra
 Tarik kelopak mata bawah kea rah bawah sementara anak
melihat keatas.
 Tarik kelopak mata atas dengan memegang bulu mata
dan tarikke bawah dank e depan
 Observasi warna
5.  Konjungtiva bulbar
Observasi warna
6. Pungtum lakrimalis
Observasi warna
7. Bulu mata dan alis mata
Observasi distribusi dan area pertumbuhannya
8. Sklera
Observasi warna
9. Kornea
periksa terhadap opasitas dengan sinar terang terhadap mata.
10. Pupil
 Bandingkan ukuran, bentuk, dan gerakan
 Uji reaksi terhadap sinar; sumber sinar terang terhadap
dan menjauh dari mata.
 Uji akomodasi; biarkan anak memfokuskan pada objek
dari jarak jauh dan membawa objek mendekat ke wajah.
 11. Iris
Observasi terhadap bentuk, warna, ukuran, dan kejelasan.
12. Lensa
Inspeksi
1. Fundus
 Periksa dengan oftalmoskop yang diset pada angka
mendekati anak dari  sudut 15 derajat; ubah diopter ke positif
atau minus untuk menghasilkan focus yang jelas
 Ukur struktur dalam hubungannya dengan diameter
discus (DD)
 Untuk memudahkan penempatan makula, minta anak
secara singkat melihat langsung pada sinar
 Kaji penglihatan
 
Gunakan tes berikut untuk penglihatan binorukular
 Tes refleks cahaya corneal
(disebut juga Gemini refleks merah atau tes Hirschberg)-arahkan
cahaya langsung ke dalam mata dari jarak kira-kira 40,5 cm
 Tes cover
Minta anak mendekati objek (33 cm) atau menjauhi (50cm)
objek; tutup salah satu mata dan observasi gerakan mata yang
tidak ditutup
 Tes cover alternative
Sama dengan tes cover, kecuali menutup satu mata yang lain
beberapa kali; observasi gerakan mata yang ditutup ketika tidak
ditutup
 Penglihatan perifer
Minta anak melihat lurus; gerakan objek seperti jari anda,
melebihi lapang pandang anak tersebut ke dalam pandangan;
minta anak untuk memberi tanda segera saat objek terlihat;
perkirakan sudut dari garis lurus penglihatan ke deteksi pertama
penglihatan perifer
 Penglihatan warna
Gunakan tes Ishihara atau tes Hardy-Rand Rittler.
Telinga 1. PinnaInspeksi Penempatan Dan Kesejajaran
 Ukur Tinggi Pinna Dengan Menarik Garis Imajiner Dari
Orbit Di Luar Mata Ke Oksipital Tengkorak
 Ukur Sudut Pinna Dengan Menarik Garis Perpendicular
Dari Garis Horizontal Imajiner Dan Sejajarkan Pinna Setelah
Tanda Ini
2. Observasi Tanda Pinna Umum
3. Perhatikan Adanya Lubang-Lubang Abnormal, Penebalan
Kulit, Atau Sinus
4. Inspeksi Hygiene (Bau, Rabas, Warna)
5. Periksa Struktur Luar Kanal Dan Telinga Tengah Dengan 
Otoskop
–   Anak Dibawah 3 Tahun.Posisikan Telengkup Dengan Telinga
Diperiksa Menghadap Atap, Sandarkan Anak, Gunakan Bagian
Tubuh Atasuntuk Merestrin Tangan Dan Tubuh,Dan Tangan
Yang Memeriksa Untuk Merestrin Kepala.
 1. Ubah Posisi: Dudukkan Anak Pada Posisi Miring Di
Atas Pangkuan Orang Tua Minta Orang Tua Memeluk Anaknya
Dengan Aman Melingkari Tubuh Dan Tangan Serta Puncak
Kepala
 2. Masukkan Spekulum Diantara Posisi Jam 3 Dan 9
Dengan Miring  Ke Bawah Dan Ke Depan
 3. Tarik Pinna Ke Bawah Dan Ke Belakang Pada
Rentang Jam 6 Sampai  9
–   Anak Lebih Dari 3 Tahun , Periksa Saat Duduk Dengan
Kepala Miring Sedikit Menjauh Dari Periksa (Bila Anak  Perlu
Restrin, Gunakan Salah Satu Dari Posisi Yang Telah Disebutkan
Diatas)
 1. Tarik Pinna Keatas Dan Kebelakang Pada Posisi Jam
10
 2. Masukkan Spekulum 0.6 Sampai 1,25cm, Gunakan
Spekulum  Yang Terlebar Yang Mudah Masuk Ke Diameter
Kanal.
1. Kaji  Pendengaran
2. Tes rinne, letakkan batang vibrasi dan garpu tala pada tulang
mastoid sampai anak tidak lagi mendengar bunyinya, gerakan
gigi garpu dekat lubang telinga.
3. Tes weber, pegang garpu tala pada garistengah kepala atau
dahi
4. Inspeksi ukuran, penempatan, dan kesejajaran,tarik garis
vertikal  imajiner dari titik tengah antara mata dan titik bibir atas
Hidung Vestibula anterior, tengadahkan kepala ke belakang, dorong
ujung telinga keatas, dan sinari lubang dengan sinar kilat, untuk
mendeteksi perforasi septum, arahkan cahaya kesalah satu
lubang hidung dan observasi lewatnya sinar melalui perforasi.
Mulut dan 1. Bibir, Perhatikan Warna, Tekstur, Dan Lesi Sebelumnya
tenggorok 2. Struktur Internal
–    Minta kerjasama anak untuk membuka mulut lebar-lebar dan
mengatakan “aahh”, biasanya tidak perlu menggunakan spatel
lidah
–    Dengan anak posisi telentang kedua tangan diangkat
disepanjang sisi kepala, minta orang tua memobilisasi kepala,
mungkin perlu menggunakan  spatel lidah, tetapi hindari
menimbulkan reflek muntah dengan menekan hanya bagian
samping lidah, gunakan lampu senter untuk penyinaran yang
baik

Dada 1. Inspeksi ukuran bentuk,kesemetrisan, gerakan dan


perkembangan payudara
2. Gambarkan pertemuan sesuai garis gemografis dan imajiner
3. Lokalisasi ruang interkosta (ICS), ruang langsung dibawah
iga, dengan mempalpasi dada secara inferior dari iga ke dua
4. Petunjuk lain
– Putting biasanya pada ICS ke 4
– Ujung iga ke-11 teraba pada lateral
– Ujung iga ke-12 teraba pada posterior
– Ujung scapula pada iga

Paru-paru 1. Evaluasi gerakan pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman,


kuantitas dan karakter
2. Dengan anak pada posisi duduk, tempatkan kedua tangan
datar di punggung atau dada dengan ibu jari digaris tengah
sepanjang tepi kostal bawah
3. Fremitus vocal-palpasi seperti diatas dan anak mengatakan
“99” atau “eee”
4. Perkusi kedua sisi dada dalam urutan dari apeks ke dasar
5. Untuk paru-paru anterior, anak duduk atau terlentang
6. Untuk paru-paru posterior, anak duduk
7. Auskultasi pernapasan dan bunyi suara: intensitas nada,
kualitas, durasi relative dan inpsirasi dan ekspirasi
Jantung Instruksi umum
1. Mulai dengan inspeksi, diikuti dengan palpasi, kemudian
auskultasi.
2. Perkusi tidak dilakukan karena nilainya yang terbatas dalam
mendefinisikan batasan atau ukuran jantung.
3. Inpeksi ukuran dengan anak berada pada posisi semifoler,
observasi dinding dari sebuah sudut.
4. Palpasi untuk menentukan lokasi impuls apical, impuls
jantung paling lateral yang dapat disamakan dengan apeks.
5. Palpasi kulit untuk waktu pengisian kapiler :
 tekan kulit sedikit pada sisi tengah, seperti dahi, dan sisi
perifer, seperti bagian atas tangan atau kaki, untuk menghasilkan
sedikit pemucatan
 kaji waktu yang diperlukan area yang memucat untuk
kembali pada warna aslinya
1. Tekanan kulit sedikit pada kulit spada kulit seperti dahi dan
sisi perifer seperti bagian atas tangan atau kaki untuk sedikit
menghasilkan sedikit pemucatan.
2. Kaji waktu yang diperlukan area yang memucat untuk
kembali pada warna asalnya.
3. Auskultasi bunyi jantung :
 dengarkan dengan anak dalam posisi duduk dan
bersandar
 gunakan stetoskop bagian diagfragma dan bel dada
 evaluasi kualitas, intensitas, frekuensi dan irama bunyi.
1. Dengarkan dengan anak dalam posisi duduk dan stndar
1. Gunakan stetoskop bagian diafragma dan bel dada.
2. Evaluasi kualitas, intensitas, frekuensi, dan irama bunyi
3. Ikuti urutan berikut :
 area aortic : ruang intercostal kanan kedua dekat
sternum
 area pulmonik  : ruang intercostals kiri kedua dekat
sternum
 titik Erb :ruang intercostals ketiga dan kedua kiri dekat
sternum
 area apikal atau mitral :ruang intercostals kelima, garis
midklavikuler kiri (ruang intercostal ketiga sampai keempat dan
lateral pada garis midklavikular kiri pada bayi)
Pola Frekuensi Jantung
Takikardi; peningkatn frekuensi
Bradikardi; penurunan frekuensi
Pulsus alternal; denyut kuat diikuti denyut lemah
Pulsus begiminus; pasangan irama dimana denyut teraba dalam
pasangaan karena denyut premature.
Pulsus paradoksus; intensitas atau kekuatan nadi menurun
dengan ekspirasi.
Sinus aritmia; frekuensi meningkat dengan inspirasi, menurun
dengan ekspirasi.
Nadi water; khususnya denyut kuat yang disebabkan oleh
tekanan nadi yang sanagt lebar.
Nadi dikrotorik; nadi radialias gandauntuk setiap denyut apical
Nadi lemah; nadi lemah, cepat, yang hilang dan timbul.
 
1. Area apical atau mitral ruang interkosta ke 5, garis
midklavikula kiri (ruang intercosta ketiga sampai keempat dan
lateral pada garis midklavikula kiri pada bayi)
 
 
Abdomen Intruksi umum
1. Inspeksi, diikuti dengan auskultasi, perkusi dan palpasi, yang
dapat mengubah bunyi abdomen normal.
2. Palpasi mungkin tidak nyaman untuk anak palpasi dalam
menyebabkan perasaan tekanan dan palpasi superficial
menyebabkan sensasi geli.
3. Untuk meminimalkan ketidak nyamanan dan mendorong
kerjasama, gunakan hal-hal berikut:
 Tempatkan anak pada posisi terlentang dengan kaki
fleksi pada panggul dan lutut
 Alihkan perhatian anak dengan pernyataan seperti “saya
akan menebak apa yang kamu makan dengan memegang
perutnya”
 Minta anak untuk“membantu”mempalpasi dengan
menempatkan tangannya sendiri di atas tangan pemeriksa yang
mempalpasi
 Minta anak menempatkan tangannya pada abdomen
dengan jari memegang dan palpasi diantara jari-jari, inspeksi
kontur, ukuran, dan tonus
1. Perhatikan kondisi kulit
2. Perhatikan gerakan
3. Inspeksi umbilikus akan adanya herniasi, fistula, hygene, dan
rabas
4. Observasi adanya hernia:
 Inguinalis, Urutkan jari kelingking ke cincin inguinalis
eksternal di dasar skrotum; minta anak untuk batuk.
 Femoralis, Tempatkan jari diatas kanalis femoralis (cari
dengan meletakkan jari telunjuk di atas nadi femoralis dan jari
tengah di kulit menghadap jari tengah).
1. Auskultasi bising usus dan pulsasi aortik
2. Perkusi Abdomen
3. Palpasi organ abdomen:
 Tempatkan satu tangan datar diatas punggung dan
gunakan palpasi tangan untuk ”merasakan” organ diantara kedua
tangan.
 Dahulukan dari kuadran bawah ke atas untuk
menghindari terlewatnya tepi pembesaran organ.
 Gunakan garis imajiner pada umbilikus untuk membagi
abdomen menjadi kuadran.
 Kuadran kanan atas (KKaA)
 Kuadran kanan bawah (KKaB)
 Kuadran kiri atas (KKiA)
 Kuadran kiri bawah (KKiB)
1. Palpasi Nadi Femoralis : tempatkan ujung dua atau tiga jari
kira-kira di tengah antara puncak iliaka dan simfisis pubis
2. Timbulkan Refleks Abdomen : regangkan kulit dari samping
ke garis tengah pada setiap kuadran
Genetalia Instruksi umum
1. Lanjutkan dengan cara yang sama seperti pemeriksasan area
lain; jelaskan prosebur dan maknanya sebelum melakukan,
seperti mempalpasi testis.
2. Hargai privasi setiap waktu
3. Gunakan kesempatan untuk mendiskuskusikan masalah
tentang perkembangan seksual dengan anak yang lebih besar dan
remaja.
4. Gunakan kesempatan untuk mendiskusikan keamana seksual
dengan anak keci, menjelaskan bahwa ini adalah area pribadi
mereka dan bila seseorang menyentuhnya dengan cara yang
tidak nyaman mereka harus selalu membeti tahu orang tua
mereka atau orang lain yang dipercaya.
5. Bila ada kontak dengan substansi tubuh, gunakan sarung
tangan.
Genetalia laki-laki
1. Penis –  inspeksi ukuran
2. Glans dan batang – inspeksi adanya tanda-tanda
pembengkakan, lesi kulit, inflamasi.
3. Prepusium – inspeksi pada pria yang disirkumsisi.
4. Meatus uretral – inspeksi lokasi dan perhatikan adanya rabas.
5. Sekrotum – inspeksi ukuran, lokasi kulit, dan distribusi
rambut.
6. Testis – palpasi setiap kantong sekrotium dengan
menggunakan ibu jari dan  jari telunjuk.
7. Genetalia eksterna– inspeksi struktur, tempatkan anak pada
posisi setengah bersandar pada pangkuan orang tua dengan lutut
menekuk dan telapak kaki saling bersebelahan
Genetalia wanita
1. Labia – palpasi adanya masa.
2. Meatus uretral – inspeksi terhadap lokasi; teridentifikasi
seperti bentuk – V dengan merenggangkan kearah bawah dari
klitoris keperineum.
3. Kelen jar skene – palpasi atau inspeksi
4. Orifisium vaginalis – pemeriksaan internal biasanya tidak
dilakukan; inspeksi terhadap lubang sebelumnya.
5. Kelenjar Bartholin – palpasi atau inspeksi.
Anus 1. Area anus – inspeksi penampiolan umum, kondisi kulit
2. Reflek anal – munculkan dengan mengerutkan atau
merenggangkan area perineal dengan perlahan
 

Punggung dan 1. Inspeksi kurvatura dan simetris tulang belakang


ekstremitas 2. Uji adanya skoliasis:
 Biarkan anak berdiri tegak; observasi dari belakang dan
perhatikan ketidak simetrisan bahu dan panggul.
 Biarkan anak membungkuk kedepan pada pnggul sampai
punggung parallel pada lantai; observasi dari samping dan
perhatikan ketidak simetrisan atau penonjolan tulang rangka.
1. Perhatikan mobilitas tulang belakang.
2. Inspeksi setiap sendi ekstremitas untuk kesimetrisan ukuran,
suhu, warna, nyeri tekan, mobilitas.
3. Uji adanya perkembangan displasia panggul.
4. Kaji bentuk tulang:
 Ukur jarak antara lutut ketika anak berdiri dengan
maleolus saling bersebelahan.
 Ukur jarak antara maleolus bila anak berdiri dengan
kedua lutut merapat.
 Inspeksi telapak kaki; uji apakah deformitas kaki pada
saat lahir merupakan akibat dari posisi fetal atau perkembangan
oleh peregangan keluar,kemudian kedalam, sisi telapak kaki.
1. Inspeksi cara berjalan :
 Minta anak berjalan pada garis lurus
 Perkirakan sudut cara berjalan dengan menarik garis
imajiner melalui bagian tengah kaki dan garis progresi.
1. Refleks plantars
Timbulkan refleks dengan mengusap telapak kai lateral dari
tumit kedepan ke ibu jaru kaki melewati haluks
2. Inspeksi perkembangan dan tonus otot
3. Uji kekuatan
Pengkajian Inspeksi setiap sendi ekstremitas untuk kesimetrisan, ukuran,
neurologis suhu, warna, nyeri tekan, mobilitas.Uji adanya perkembangan
displasia panggul
 
Kaji bentuk tulang
1. Ukur jarak antar lutut ketika anak berdiri dengan maleolus
saling bersebelahan
2. Ukur jarak antar maleolus bila anak berdiri dengan kedua lutut
merapat
3. Inspeksi posisi telapak kaki; uji apakah deformitas kaki pada
saat lahir merupakan akibat dari posisi fetal atau perkembangan
oleh peregangan keluar, kemudian kedalam, sisi telapak kaki;
bila dapat normal dengan sendirinya, kaki mengambil sudut
kanan terhadap kaki
 
Inspeksi cara berjalan:
Minta anak berjalan pada garis lurus
Perkirakan sudut cara berjalan dengan menarik garis imaginer
melalui bagian tengah kaki dan garis progresi.
 
Refleks Plantar, timbulkan refleks dengan mengusap telapak
kaki lateral dari tumit ke depan ke ibu jari kaki  melewati haluks.
Inspeksi perkembangan dan tonus otot.
 
Uji kekuatan:
1. Lengan, minta anak mengangkat tangan sambil melawan
tekanan dari tangan anda
2. Kaki , minta anak duduk dengan kaki menggantung; lanjutkan
seperti pada tangan
3. Telapak tangan, minta anak meremas jari anda sekencang
mungkin
4. Telapak kaki, minta anak memfleksikanplantar (dorong
telapak kaki ke arah lantai) sambil menekan telapak kaki.
 
 
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan antara lain:
1. Pengkajian fisik pada anak memerlukan teknik-teknik dan pengalaman khusus untuk
dapat melakukannya, karena masing-masing anak memiliki respon yang berbeda pada
setiap tindakan.
2. Tujuan  dari pemeriksaan fisik sesuai usia adalah untuk memperoleh informasi yang
akurat tentang keadaan pasien.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan fisik antara lain :
4. Posisi pada saat melakukan pemeriksaan fisik
5. Umur anak
6. Persiapan anak
7. Tingkat kesadaran anak
1. Bagaimana keadaan normal dan abnormalitas baik potensial maupun aktual
sistem yang dikaji
8. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat diharapkan mengerti dan memahami
sifat dan karakter anak pada tiap-tiap tumbuh kembang anak
9. Menjaga dan mempertahankan anak supaya kooperatif dalam pemeriksaan maka
sangat perlu dilakukan kerja sama orang-tua, karena orang-tua pemegang keputusan
utama dan orang yang paling dekat dengan anak
PROSEDUR PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL

Tanda-tanda vital adalah setiap perubahan yang berbeda dengan keadaan normal
sehingga dianggap sebagai i n d i k a s i y a n g p e n t i n g m e n g e n a i k e a d a a n k e s e h a t a n
s e s e o r a n g (Potter&Perry, 1997)

Tanda-tanda vital seorang manusia antara lain:


1. Tekanan darah
2. Nadi / pols
3. Suhu Tubuh / temperatur
4. Pernapasan

TEKANAN DARAH
Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:

- Usia di bawah 1 bulan : 85/15 mmHg - Usia 8 – 10 tahun    : 110/60 mmHg


- Usia 1 – 6 bulan     : 90/60 mmHg - Usia 10 – 12 tahun    : 115/60 mmHg
- Usia 6 – 12 bulan    : 96/65 mmHg - Usia 12 – 14 tahun    : 118/60 mmHg
- Usia 1 – 4 tahun    : 99/65 mmHg - Usia 14 – 16 tahun    : 120/65 mmHg
- Usia 4 – 6 tahun    : 160/60 mmHg - Usia 16 tahun ke atas    : 130/75 mmHg
- Usia 6 – 8 tahun    : 185/60 mmHg - Usia lanjut        : 130-139/85-89 mmHg

Seseorang dikategorikan hypertensi berdasarkan tekanan darahnya adalah:

 Hypertensi rendah : 140 – 159/ 90-99 mmHg


 Hypertensi sedang : 160 – 169/100-109 mmHg
 Hypertensi berat    : 180 – 209/110-119 mmHg

Seseorang dikatakan hypotensi jika tekanan darahnya lebih kecil dari 110/70 mmHg

Tempat untuk mengukur tekanan darah seseorang adalah:


- Lengan atas
- Pergelangan kaki

NADI

Nadi adalah denyut nadi yang teraba pada dinding pembuluh darah arteri.

Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:


- Bayi baru lahir        : 140 kali per menit
- Umur di bawah umur 1 bulan  : 110 kali per menit
- Umur 1 – 6 bulan        : 130 kali per menit
- Umur 6 – 12 bulan        : 115 kali per menit
- Umur 1 – 2 tahun        : 110 kali per menit
- Umur 2 – 6 tahun        : 105 kali per menit
- Umur 6 – 10 tahun        : 95 kali per menit
- Umur 10 – 14 tahun        : 85 kali per menit
- Umur 14 – 18 tahun        : 82 kali per menit
- Umur di atas 18 tahun        : 60 – 100 kali per menit
- Usia Lanjut            : 60 -70 kali per menit

Jika jumlah denyut nadi di bawah kondisi normal, maka disebut pradicardi.
Jika jumlah denyut nadi di atas kondisi normal, maka disebut tachicardi.

Tujuan mengetahui jumlah denyut nadi seseorang adalah:


* Untuk mengetahui kerja jantung
* Untuk menentukan diagnosa
* Untuk segera mengetahui adanya kelainan-kelainan pada seseorang

SUHU

Tempat untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:


- Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 – 15 menit
- Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3 – 5 menit
- Mulut/oral, pada area ini termometer didiamkan sekitar 2 – 3 menit
Suhu tubuh normal berada pada 36oC – 37,5oC
Suhu tubuh rendah (hypopirexia/hypopermia) adalah jika suhu tubuhnya < 36oC
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh tinggi/panas jika:
- Demam : Jika bersuhu 37,5 oC – 38oC
- Febris : Jika bersuhu 38oC – 39oC
- Hypertermia : Jika bersuhu > 40oC

PERNAPASAN

Pola pernapasan adalah: Jumlah pernapasan seseorang adalah:


- Pernapasan normal (euphea) - Bayi : 30 – 40 kali per menit
- Pernapasan cepat (tachypnea) - Anak : 20 – 50 kali per menit
- Pernapasan lambat (bradypnea) - Dewasa : 16 – 24 kali per menit
- Sulit/sukar bernapas (oypnea)

Hubungan dengan Skenario


Pada scenario terdapat pemeriksaan fisik yang dilakukan pada An. N dengan hasil:

 Kesadaran: compos mentis  artinya an. N ada dalam kondisi sadar penuh
 Nadi: 142x/ menit  batas nadi normal untuk usia 6 bulan adalah 130x/ menit.
Artinya nadi dari an. N sudah melebihi batas normal.
 Suhu: 38,5oC  suhu ini termasuk pada febris (demam, suhu tubuh lebih tinggi dari
normal)
 Respirasi: 30x/ menit  pernafasan normal
 Turgor menurun  berhubungan dengan kemampuan kulit untuk kembali setelah
tarikan atau tekanan.

Pemeriksaan abdomen:

 Inspeksi : abdomen cembung  perut an. N membuncit


 Palpasi : soepel  kulit an. N kembali rata setelah ibu jari diangkat
 Auskultasi : bising usus meningkat
 Lain-lain dalam batas normal

Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan
dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious)  sadar penuh


2. Apatis  acuh tak acuh, segan berhubungan dengan sekitar.
3. Delirium  gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi)  tamapk mengantuk, penderita sadar ketika diberi
rangsangan ringan (contoh: dipanggil, ditepuk ringan).
5. Sopor (soporo koma)  penurunan kesadaran dimana penderita baru sadar ketika
diberi rangsangan nyeri
6. Coma (comatose)  penurunan kesadaran dimana penderita tidak bisa dibangunkan
dengan rangsangan apapun.

Penyebab Penurunan Kesadaran


Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran
dapat menurun ketika:
 Otak kekurangan oksigen (hipoksia)
 Kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok)
 Penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis)
 Dehidrasi
 Pengaruh obat, alkohol, keracunan
 Hipertermia (peningkatan suhu tubuh akibat infeksi)
 Hipotermia (mekanisme tubuh kesulitan menghadapi suhu dingin)
 Infeksi (encephalitis)
 Epilepsi.

TANDA      
VITAL:Suhu Axila : 36,5° –    Menangis dapat –        Hipotermi
  sampai 37°C sedikit meningkatkan –        Hipertermi
    suhu tubuh
 
     
 
Frekuensi Apikal : 120 –    Radian penghangat
akan meningkatkan  
jantung sampai 140 denyut
/ menit suhu axila –        Bradikardia :
  frekuensi istirahat
  –    Menangis akan
  meningkatkan dibawah 80 sampai
    frekuensi jantung; tidur 100 denyut / menit
    akan menurunkan – Takikardia :
  frekuensi jantung frekunsi kira-kira
  160 sampai 180
    – Selama periode
pertama reaktivitas (6 denyut / menit
    – Irama tidak
sampai 8 jam),
    frekuensi dapat teratur
    mencapai 180 denyut / – Takipne ;
  menit frekuensi dibawah
 
  60 kali / menit
– Menangis akan  
Pernafasan 30 sampai 60 kali /
menit meningkatkan – Apnea > 15-20
  frekuensi pernafasan ; detik
  tidur akan menurunkan
  – Tekanan sistolik
  frekuensi pernafasan
  pada manset
– Selama periode kurang dari 6
pertama reaktivasi (6 sampai 9 mmHg
sampai 8 jam), kurang dari
frekuensi dapat tekanan
mencapai 80 kali / diekstremitas atas
menit
 
Tekanan – Menangis akan
darah meningkatkan tekanan
65 / 41 mmHg darah
PEMASANGAN INFUS (TERAPI INRAVENA) PADA BAYI/ANAK

DEFINISI
Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukkan cairan/obat langsung ke dalam
pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus (Potter,
2005).

TUJUAN
 Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
 Memberikan obat-obatan dan kemoterapi
 Transfusi darah dan produk darah
 Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


PEMASANGAN INFUS (TERAPI INRAVENA) PADA BAYI/ANAK

Nama Mahasiswa :
NRI :

NILAI
NO URAIAN
0 1 2
I. Tahap Preinteraksi
1 Mengecek catatan medik/ catatan pemeriksaan sebelumnya
2 Mencuci tangan
3 Persiapan Alat
1. Sarung tangan dispossible
2. Kapas alcohol/wippy
3. Tourniquet
4. IV catheter (abocath) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan:
 Infant dan toddler (0-4 tahun): 22-24
 Usia 4-6 tahun: 22-24
 Usia 4-12 tahun: 18-24
5. Infus set sesuai ukuran
6. Cairan infuse sesuai kebutuhan klien
7. Standart infuse
8. Kassa steril
9. Kassa steril
10. Plester/Microphore
11. Hansaplast atau transparent dressing (balutan transparan seperti
tegaderm)
12. Bengkok (Nierbekken)
13. Gunting
14. Alas/Perlak
15. Spalk

Persiapan Klien (Prosedur, Privacy & Posisi)


1. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada klien dan keluarga
2. Beri kesempatan klien untuk mengenal alat
3. Jaga privacy klien

II. Tahap Orientasi


1 Memberi salam dan memperkenalkan diri
2 Menggunakan pendekatan kepada anak atau keluarga dengan memberi
penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan berkomunikasi.
3 Memberi kesempatan kepada anak atau keluarga untuk bertanya tentang
prosedur tindakan yang akan dilakukan.
III. Tahap Kerja
1. Cuci tangan
2 Alat didekatkan pada pasien
3 Pasang infus set ke cairandengan langkah:
a. Buka infus set. Geser bagian klem hingga 10 cm dari bagian ruang
tetesan dan tutup klem dengan cara diputar kebawah
b. Hubungkan infus set dengan botol cairan infus kemudian
gantungkan
c. Isi cairan pada infus sel dengan menekan bagian ruang tetesan
hingga ruang tetesan terisi sebagian, kemudian buka klem dan
alirkan cairan hingga slang terisi dengan air dan udaranya keluar
4 Mengatur cahaya agar penerangan baik
5 Pilih lokasi pada vena yang besar dan bagian distal
Pasang perlak/pengalas
Siapkan plester
6 Pakai sarung tangan
7 Lakukan pembendungan dengan tourniquet (jika bayi dibedong, kecuali
ekstremitas yang hendak ditusuk.k/p minta bantuan perawatlain untuk
memegang bagian lutut dan bahu klien)
8 Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol/wippy dengan
gerak sirkuler dari tengah keluar
9 Tangan kiri perawat memfikasi ekstremitas lokasi penusukan dan tangan
kanan memegang abocath. Perkirakan panjangnya jarum yang akan
masuk ke vena k/p ambil jarak tertentu pada bagian bawah vena yang
tampak
10 Tusukakan IV catheter (abocath) ke dalam vena secara perlahan dengan
lubang jarum menghadap ke atas, sudut 30-45
k/p anjurkan klien tarik napas atau ajak bercakap-cakap
11 Bila jarum telah menusuk vena, turunkan sudut hampir sejajar kulit lalu
masukkan secara perlahan
12 Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam catheter,
bila ada maka maindrain sedikit demi sedikit ditarik keluar sambil kateter
dimasukan perlahan-lahan
13 Tourniquet dilepaskan
14 Menyambingkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu
dikeluarkan cairannya sedikit, dan sambil dibiarkan menetes sedikit
15 Memberi plester (adhesive bandage) pada area penusukan
Jika menggunakkan pembalut transparan:
A. Pastikan area insersi bersih dan kering
B. Buka bungkus paket tersebut dan dengan teknik aseptic
buka pembalut transparan, hindari menyentuh permukaan yang
steril
C. Letakkan pembalut secara langsung pada area insersi. Jangan
tutupi tubing.
D. Juga, jangan tarik pembalut karena menyebabkan rasa gatal
16 Member plester (fiksasi) dengan benar dan mempertahankan keamanan
kateter/abocath agar tidak tercabut.
Teknik Fiksasi:
Metode Chevron
A. Potong plester (ukuran ½ inch) agak panjang. Letakkan bagian
lengketnya menghadap atas dibawah hubungan
B. Silangkan ujung plester melewati hub dan jaga plester tsb dari
kulit pasien pada sisi yang berlawanan dari hubungan
C. Tempelkan plester (ukuran ½ - 1 inch) menyilangi kedua sayap
chevron.
D. Kelilingi tabung dan lindungi dengan sepotong plester 1 inch
yang lain.

Metode U
A. Potong plester (ukuran ½ inchi).
a. Dengan bagian lengketnya menghadap ke atas, letakkan
plester tersebut dibawah hubungan dan kateter
B. Arahkan kedua sisi isolasi tsb ke atas, kemudian lipat melewati
sayap kateter, tekan ke bawah sejajar dengan hubungan

Metode H
A. Potong 3 strip plester (ukuran ½ inch).
B. Letakkan satu strip pada setiap sayap, dengan menjaga
sejajar dengan kateter
C. Letakkan strip yang ketiga tegak lurus Kedua strip awal,
letakkan plester tepat di atas sayap. Pastikan kateternya
terlindung
17 Pasang plester berikutnya untuk mengamankan slang infuse & Pasang
spalk dan plester
18 Atur tetesan infus sesuai kebutuhan
Rapikan posisi klien. Berikan pujian untuk kerjasama klien selama
pengambilan darah & bereskan alat-alat
Buka sarung tangan dan cuci tangan
IV. Tahap Terminasi
1 Perawat melihat reaksi dan respon dari pasien setelah melakukan
tindakan:
 Perhatikan kelancaran infus, dan perhatikan juga respon klien
terhadap pemberian tindakan
4 Dokumentasi:
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil
tindakan, reaksi/respon klien terhadap pemasangan infus, cairan
dan tetesan yang diberikan, nomor abocath, vena yang dipasang,
dan perawat yang melakukan) pada catatan keperawatan
NILAI
TOTAL NILAI

Keterangan :
0 = Tidak dilakukan

INHALASI
 
1. Pengertian Inhalasi
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap kepada si
pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Terapi inhalasi
adalah sistem pemberian obat dengan cara menghirup obat dengan bantuan alat
tertentu, misalnya Metered – Dose Inhalers (MDI), Dry Powder Inhaler (DPI),
nebulizer.
2. Tujuan Terapi Inhalasi
a. mengembalikan dalam kondisi normal pernapasan yang terganggu akibat adanya
lendir atau sedang mengalami sesak napas;
b. terapi inhalasi diberikan pada gangguan atau alergi saluran pernapasan dan
secret/lendir berlebihan pada bayi;
c. relaksasi saluran pernapasan;
d. menekan proses peradangan serta mengencerkan dan memudahkan pengeluaran
dahak.
3. Indikasi dan Kontraindikasi Inhalasi
Indikasi inhalasi
a. Penyakit saluran nafas atas akut dan kronis
b. Penyakit saluran nafas bawah akut dan kronis
c. Penyakit jaringan paru untuk memperbaiki ventilasi
d. Gangguan saluran pernafasan karena alergi
e. Bayi dengan sekret yang berlebihan
Kontraindikasi:
a. Pasien yang tidak sadar/confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini,
membutuhkan mask/sungkup, tetapi mask efektifnya berkurang secara spesifik.
b. Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan dimana suara napas tidak
c. ada/berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui endotracheal tube
yang  menggunakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak
dapat menggerakkan/memasukkan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas.
d. Pemakaian  katekolamin pada pasien dengan cardiac irritability harus dengan
perlahan. Ketika diinhalasi katekolamin dapat meningkatkan cardiac rate dan
menimbulkan disritmia
e. Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui IPPB/Intermittent
Positive Pressure Breathing, Sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan bronkhospasme
4. Alat dan Bahan
a. obat yang digunakan adalah golongan pelega saluran nafas (bronkodilator) atau untuk
mengurangi inflamasi atau peradangan jalan nafas (golongan kortikosteroid).

b. Metered – Dose Inhalers (MDI)

c. Dry Powder Inhaler (DPI)

d. Nebulizer

5. Protokol atau Prosedur dari Tindakan


Pemberian obat
Obat yang digunakan mempunyai dosis yang lebih kecil dan kerjanya lebih cepat pada
organ targetnya sehingga efek sampingnya ke organ lain lebih kecil. Sebanyak 20-
30% obat akan masuk di saluran napas dan paru-paru, sedangkan 2-5% mungkin akan
mengendap di mulut dan tenggorokan.
Ada 3 cara dalam pemberian obat asma:
1. Melalui oral
2. Melalui parietal
3. Melalui inhalasi
Prosedur dengan menggunakan obat bronkodilator:
1. Masukkan cairan ke dalam spuit/suntikan dengan 0,3-0,5 ml.
2. Obat asma dicampur dengan cairan NaCl dengan1-1,5 ml
3. Pakai sarung tangan dan pinset
4. Ujung botol obat dibersihkan dengan menggunakan alkohol
5. Di tusuk, dimasukkan ke dalam alat inhalasi
6. Di hirup dalam waktu 10-15 menit
7. Pasien disuruh minum
8. Batuk efektif
Metered – Dose Inhalers (MDI)
Alat semprot yang berisi obat yang harus dihirup dengan ukuran dosis tertentu. Obat
yang dihirup dalam bentuk aerosol (kabut).
Langkah penggunaan MDI :

a. Kanister dalam aktuator dikocok dengan arah atas bawah beberapa kali, lalu
tutup aktuator dibuka
b. MDI disiapkan dalam posisi tegak,pasien melakukan ekspirasi maksimal
c. Orifisium aktuator dimasukkan dalam mulut pasien di antara dua baris gigi,
bibir dikatupkan rapat.
d. Pasien melakukan inspirasi pelan, sesaat setelah itu kanister ditekan k bawah
agar obat keluar terdispersi, inspirasi diteruskan pelan dan dalam sehingga
maksimal
e. Dalam posisi inspirasi maksimal, napas ditahan selama 10 detik, baru lakukan
ekspirasi
f. Bila diperlukan dosis kedua dan seterusnya, lakukan langkah yang sama
setelah 30-60 detik
g. Setelah melakukan hirupan, pasien berkumur dan airnya di buang untuk
menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi
sistemik.

Dry Powder Inhaler (DPI)


Alat berisi serbuk untuk dihisap. Obat yang dihirup berupa serbuk kering. Dosis
terukur oleh piring ukur sesaat sebelum dihirup. Selama dihirup, obat akan masuk
melalui saluran berbentuk spiral dalam mouthpiece Turbuhaler. Turbulensi dalam
saluran spiral ini akan mengendapkan partikel besar. Deposisi di bronkus 17-32%, di
inhaler 20-25%, di orofaring.
Langkah penggunaan Turbuhaler:

1. Tutup Turbuhaler
2. Pegang turbuhaler dalalm posisi tegak, putar bagian bawahnya searah jarum
jam hingga pas kemudian putar balik berlawanan jarum jam hingga terdengar
bunyi klik.
3. Untuk pemakaian pertama lakukan langkah ini 2 kali, untuk pemakaian
selanjutnya cukup 1 kali
4. Masukan mouthpiece ke dalam mulut, katupkan kedua bibir
5. Setelah ekspirasi maksimal, lakukan inspirasi dengan cepat dan dalam hingga
makismal
6. Tahan napas selama 10 detik, kemudian hembuskan napas keluar
7. Setelah melakukan hirupan, pasien berkumur dan airnya di buang untuk
menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut sehingga mengurangi absorpsi
sistemik.

Alat ini digunakan pada anak yang berumer di atas 5 tahun


Nebulizer
Alat untuk membantu pencairan dahak/slump yang ada di rongga dada. Alat ini
digunakan pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Nebulizer ada 2
1. Nebulizer jet adalah alat yang menghasilkan aerosol dengan aliran gas kuat yang
dihasilkan oleh compressor listrik atau gas (udara atau O2) yang dimampatkan.
2. Nebulizer ultrasonik adalah alat yang menggunakan tenaga listrik untuk
menggetarkan lempengan yang kemudian menggetarkan cairan di atasnya kemudian
mengubahnya menjadi aerosol.
Efek samping terapi inhalsi dengan nebulizer:
a.   Infeksi silang antar pasien
b. Penyempitan saluran nafas atau refleks vagal yang menyebabkan henti napas
mendadak
c.    Penumpukan secret atau lendir
d.     Iritasi pada selaput mata, kulit dan selaput lendir tenggorokan
6. Hal-Hal Penting yang Harus Diperhatikan bagi Perawat dalam Melaksanakan
Inhalasi
a. Gunakan tubing, nebulizer cup, mouthpiece/master untuk masing-masing pasien.
b. Lindungi mata dari uap
c. Berikan obat yang sesuai dengan resep yang dianjurkan oleh dokter
d. Jangan mencampur obat tanpa seizin dokter
e. Jika memungkinkan, selama terapi, atur napas dengan menarik nafas dalam melalui
hidung dan tiup melalui mulut
f. Perhatikan perubahan yang terjadi, seperti kebiruan (sianosis), batuk berkepanjangan,
gemetar (tremor), berdebar-debar, mual, dan muntah.
g. Lakukan penepukan dada atau punggung pada saat atau setelah selesai terapi inhalasi
h. Segera setelah selesai melakukan terapi inhalasi, basuh wajah dengan air
LAPORAN PENDAHULUAN
FISIOTERAPI DADA
Sanny Rachmawati S, 0906493426

1. Pengertian Tindakan

Fisioterapi dada adalah suatu metode terapi untuk membuka jalan nafas dan
mengencerkan dahak dengan cara penguapan, pemanasan, pemijatan, postural drainage,
latihan bernafas dan suction.
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase postural,
clapping dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan, misalnya penyakit
paru obstruksi kronis (bronkitis kronis, asma, dan emfisema). Tindakan drainase postural
merupakan tindakan dengan menempatkan pasien dalam berbagai posisi untuk mengalirkan
sekret di saluran pernapasan. Tindakan drainase postural diikuti dengan tindakan clapping
(penepukan) dan vibrasi. Clapping dilakukan dengan menepuk dada posterior dan
memberikan getaran (vibrasi) tangan pada daerah dada. Dalam memberikan fisioterapi pada
anak harus diingat keadaan anatomi dan fisiologi anak seperti pada bayi yang belum memiliki
mekanisme batuk yang baik sehingga mereka tidak dapat membersihkan jalan nafas secara
sempurna. Sebagai tambahan dalam memberikan fisioterapi harus didapat kepercayaan dari
anak-anak karena anak-anak sering tidak kooperatif.
a. Perkusi
Perkusi atau disebut juga clapping adalah pukulan kuat, bukan berarti sekuat-kuatnya,
pada dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk. Tujuannya
dalah secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus.
b. Vibrasi
Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilan oleh tangan perawat yang
diletakkan datar pada dinding dada klien.Vibrasi ini digunakan setelah perkusi untuk
meningkatkan turbulensi udara ekskresi danh melepaskan mukus yang kental.
c. Postural drainage
Postural drainage yaitu salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai
sekmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk
melakukannya adalah sekitar satu jam sebelum sarapan pagi dan sekitar satu jam sebelum
tidur malam.
2. Tujuan

a. Untuk mencegah dan mengatasi hipoksis


b. Untuk mengeluarkan secret yang tertampung
c. Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelektasis
d. Memperbaiki pergerakan dan aliran sekret

3. Indikasi, kontaindikasi dan komplikasi


Indikasi:
a. Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada :
- Pasien yang memakai ventilasi
- Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
- Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau
bronkiektasis
- Pasien dengan batuk yang tidak efektif .
b. Mobilisasi sekret yang tertahan :
- Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
- Pasien dengan abses paru
- Pasien dengan pneumonia
- Pasien pre dan post operatif
- Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk

Kontarindikasi:
- Mutlak
1) kegagalan jantung
2) status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif
- Relatif
a. infeksi paru berat
b. patah tulang atau luka baru bekas operasi
c. tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.

4. Alat dan Bahan


a. Stetoskop
b. Selimut
c. Bantal
d. Segelas air hangat
e. Sputum pot
f. Handuk kecil
g. Tempat duduk atau kursi

5. Kompetensi Dasar yang Harus Dimiliki


Dalam melakukan fisioterapi dada perawat perlu mengetahui anatomi dari sistem saluran
pernapasan. Sebelum dilakukan fisioterapi dada perlu dilakukan auskultasi untuk melihat
dimana letak secret berhubungan dengan postural drainage.

6. Anatomi Daerah Target Tindakan


Sistem pernapasan terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru.
a. Hidung
Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,
dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai
lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi.
Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau
sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral
cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang
lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi
adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane
mukosa.
b. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka
letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring
merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.
c. Laring
Laring terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.
Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas cartilago yaitu cartilago thyroidea,
epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea serta membarana yaitu
menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum, membrana mukosa,
plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis.
d. Trakea
Trakea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.
Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan
corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat
ini bercabang menjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran
tak lengkap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa
dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot
e. Bronkus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh sel yang
sama. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan lebih vertikal daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus
yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan
akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5
s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus
Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
f. Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru
dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga lobus
yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus
superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga
mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

7. Aspek Keamanan dan Keselamatan


a. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah yang mudah terjadi cedera, seperti
mammae, sternum, dan ginjal
b. Saat melakukan tindakan perkusi dan vibrasi pada anak harus diperhatikan
tekanannya jangan sampai menimbulkan fraktur
c. Sebelum melakukan fisioterapi dada sebaiknya apabila anak belum minum air
hangat anjurkan untuk minum air hangat untuk membantu mengencerkan
sekretnya.

8. Protokol dan Prosedur Tindakan


a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur pada anak
c. Kaji status anak; analisa kelayakan prosedur; modifikasi rencana bila diperlukan
d. Sediakan bantal, percussion device (pada bayi), nebulizer jika dibutuhkan.
e. Pilih postural drainage yang tepat yaitu dengan melakukan auskultasi bagian paru anak
untuk melihat letak sputum. Atur posisi anak dengan menempatkan anak pada diatas
pangkuan dan letakkan handuk atau bantal dibawah punggung anak
f. Lakukan teknik perkusi dan clapping dengan cara memposisikan telapak tangan seperti
mangkuk selama kurang lebih selama 1-2 menit
g. Minta anak menarik nafas dan lakukan vibrasi saat mengeluarkan nafas, ulangi
sampai pernapasan 3 kali. Jika anak sudah mengerti perintah berikan pujian.
h. Minta anak untuk tarik nafas dalam dan batuk untuk mengeluarkan secret. Jika
dalam posisi berbaring tidak bisa batuk ganti dalam posisi duduk (untuk anak yang sudah
mengerti perintah).
i. Auskultasi kembali untuk memastikan pembersihan secret
j. Reposisi, perkusi dan vibrasi area dada pada posisi drainage sesuai ketentuan hasil
auskultasi tersebut dimana letak secret.
k. Tindakan dapat diulangi setelah anak istirahat
9. Hal penting yang Harus Diperhatikan
a. Postural drainage yang diberikan disesuaikan dengan letak secret di saluran nafas
b. Untuk bayi teknik perkusi dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu
masker oksigen kecil

10. Hal penting yang Harus Dicatat


a. Banyaknya sputum
b. Warna sputum
c. Respon anak
d. Lamanya tindakan
PEMBERIAN MAKAN MELALUI SELANG NASOGASTRIK (NGT)

1. PENGERTIAN
Memasukan makanan dan cairan kedalam lambung melalui selang nasogastrik (NGT)
2. TUJUAN
a. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan bayi/anak
b. Untuk memberi obat
3. DILAKUKAN KEPADA
a. Bayi/anak yang tidak dapat menelan, tidak sadar,muntah terus menerus, tidak mau
makan dalam jangka waktu lebih dari satu hari
b. Anak yang tidak boleh makan melalui mulut
4. PRINSIP
a. Makanan yang diberikan adalah makanan cair, makanan yang diblender halus dan
formula khusus makanan enteral
b. Hindari mendorong makanan untuk mencegah iritasi lambung, kecepatan yang
direkomendasikan adalah pemberian dengan ketinggian ± 45 cm dari abdomen
c. Perhatikan interaksi obat dengan makanan , bila ada pemberian obat peroral
5. PERSIAPAN
a. Alat
1) Makanan atau cairan sesuai kebutuhan
2) Air matang pada tempatnya
3) Corong atau spuit dengan ukuran 20-50 ml
4) Pengalas
5) Bengkok
6) Obat yang telah dicairkan (bila ada)
7) Plester dengan kasa steril
b. Pasien
1) Menjelaskan tentang tindakan kepada anak dan orang tua sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan berkomunikasi.
2) Mengatur posisi bayi/anak
6. PELAKSANAAN
a. Atur anak dalam posisi semi fowler
b. Mencuci tangan
c. Pengalas dipasang diatas dada, bengkok diletakan diatas pipi
d. Buka klem/lipatan selang NGT, pasang corong/spuit pada pangkal selang
e. Tuangkan sedikit air matang, kemudian disusul makanan cair melalui pinggir corong,
tutup corong dengan kasa steril. Bila menggunakan spuit jangan di dorong tetapi
biarkan menetes
f. Bila makanan sudah habis, tuangkan lagi sedikit air matang untuk membilas
g. Pangkal selang ditutup/dilipat dan diikat kemudian difiksasi dengan plester ke dahi
h. Membereskan posisi bayi/anak (kepala lebih tinggi dari badan dan dimiringkan
kesalah satu sisi)
i. Membereskan alat-alat
j. Mencuci tangan
7. EVALUASI
Mengobservasi respon bayi/anak selama dan sesudah diberikan makan

8. DOKUMENTASI
Dokumentasikan waktu pemberian makan, jumlah dan jenis makanan yang diberikan,
jumlah air matang, obat (jira diberikan) dan respon pasien selama dan setelah diberikan.
MEMBERI MAKAN MELALUI SELANG NGT

By Eny Retna Ambarwati

A. DEFINISI

Memberi makan pada klien sesuai diit melalui selang NGT

B. TUJUAN

1. Untuk memperbaiki atau mempertahankan status nutrisi klien

2. Untuk memberikan obat

C. PRINSIP

1. Makanan yang dapat diberikan adalah makanan cair, makanan yang diblender halus,
dan formula khusus makanan enteral

2. Residu lambung harus dicek sebelum memberikan makanan. Residu > 50 cc, tunda
pemberian sampai 1 jam. Jika setelah 1 jam jumlah residu tetap, kolaborasi
dengan dokter untuk program selanjutnya.

3. Hindari mendorong makanan untuk mencegah iritasi lambung. Kecepatan yang


direkomendasikan adalah pemberian dengan ketinggian sekitar 45 cm dari
abdomen.

4. Perhatikan interaksi obat dengan makanan, terutama dengan susu jika ada pemberian
obat per oral.

D. PERSIAPAN

1. Cairan makanan

2. Syringe 20-50cc

3. Gelas ukur 60 ml
4. Pompa makanan (jika ada)

5. Tissue

6. Bengkok

E. PROSEDUR

1. Mengecek program terapy medik

2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan

3. Mencuci tangan

4. Menyiapkan alat disamping tempat tidur

5. Mengkaji adanya alergi makanan, bising usus, masalah-masalah yang berkaitan


dengan pemberian makanan melalui NGT (muntah, diare, konstipasi, distensi
abdomen)

6. Menyiapkan makanan dan obat (jika ada) yang akan diberikan. Sesuai dengan terapi
medik.

7. Menjaga privacy klien

8. Membantu klien dalam posisi fowler di tempat tidur atau duduk di kursi. Jika posisi
duduk merupakan kontra indikasi bagi klien, posisi miring kanan dengan kepala
agak tinggi boleh dilakukan.

9. Mengecek penempatan/kepatenan NGT: menempatkan kateter tip dalam keadaan


tertutup pendorongnya di ujung selang NGT. Aspirasi isi lambung, kemudian cek
PH.

10. Mengkaji residu lambung .

11. Memberikan makanan via NGT :

a. Bolus/intermiten feeding
1) Klem selang dengan cara menekuk ujung selang dengan menggunakan tangan
yang tidak dominan, melepaskan kateter tip dari selang dengan tangan non
dominan, kemudian lepaskan pendorongnya dari kateter tip.

2) Memasukkan kembali suntikan tanpa pendorongnya di ujung selang. Tangan


yang tidak dominan tetap mengklem selang. Meninggikan ujung selang sekitar
18 inchi atau 45 cm dari abdomen klien.

3) Memasukkan makanan/formula ke dalam suntikan sampai penuh, kemudian


buka klem selang sehingga makanan masuk melalui selang perlahan-lahan.

4) Mengisi kembali kateter tip ketika makanan/formula dalam suntikan


sebelumnya masih sedikit (jangan sampai kosong benar)

b. Contineus drip method

1) Menghubungkan selang dengan pengaturan kecepatan aliran, (seperti selang


infus) dengan botol makanan. Mengalirkan makanan/formula sampai ke ujung
selang atau keluar sedikit. Atur klem, gantung botol makanan/formula sekitar
12 inch atau 30 cm dari hidung.

2) Menghubungkan selang dari botol dengan NGT, kemudian membuka klem dan
mengatur aliran.

12. Setelah makanan/formula habis, membilas dengan air putih 60 ml, menyisakan air
tetap berada di selang NGT. Melepaskan tip dari selang NGT, lalu mengklem dan
menutup selang NGT.

13. Membantu klien mengatur posisi yang nyaman sesuai keinginan klien, setelah 30
menit pemberian makanan.

14. Merapikan dan membersihkan alat

15. Mencuci tangan

16. Mengevaluasi respon klien


17. Merencanakan tindak lanjut

18. Melakukan dokumentasi tindakan dan hasil

FORM AST (ANALISA SINTESA TINDAKAN) PADA PASIEN GANGGUAN


MENELAN

No Kriteria Bobot
1 Diagnosa Keperawatan (PE) : gangguan menelan b.d gangguan
neuromuskular (nerv vagus)

2 Data Subjektif :
A. keluarga klien mengatakan klien sudah tidak sadarkan diri sejak 1
minggu yang lalu
B. keluarga klien mengatakan bahwa pasien kesulitan untuk berbicara
dan membuka mulut.
C. Keluarga mengatakan bahwa klien memiliki riwayat hipertensi
3 Data Objektif :
A. klien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS E: 1; M: 4; V:
afasia.
B. klien tampak lemas
C. klien tidak mampu untuk membersihkan mulut
D. abnormalitas pada fase faring pada pemeriksaan menelan
E. Klien tampak menggunakan NGT

Data penunjang:
CT Scan brain non-contrast:
     perdarahan intrakranial: tampak perdarahan, intraparenkim pada
thalamus kiri ukuran +/- 3,34 x 2,71 x 2,13 cm dengan edema perifokal,
perdarahan mencapai intraventrikel lateralis bilateral III dan IV

Hasil pemeriksaan lab:


A. Sodium: H 146 mmol/L (nilai normal: 137-145 mmol/L)
B. Chloride: H 108 mmol/L (nilai normal: 98-107 mmol/L)
4 Langkah-langkah tindakan keperawatan : melakukan tindakan pemberian
makan melalui selang NGT
A. Mengucapkan salam terapeutik
B. Memberitahukan kepada klien bahwa saya akan memberi makan
melalui NGT
C. Menyiapkan kateter tip NGT dan memasukan udara sebanyak 20
ml kedalam kateter tip untuk mengecek lokasi slang NGT
D. Membuka klip NGT dan memasang kateter tip ke selang NGT,
kemudian memasukan udara dan menariknya kembali
E. Kemudian menutup klip NGT
F. Membuka klip NGT dan memasang kateter tip ke selang NGT,
kemudian memasukan air mineral sebanyak 30 ml sebagai
pembilas, kemudian memberi diet yang sudah di order sebanyak
200 ml.
G. Menahan klip tertutup sebentar kemudian membuka klip dan
memasukan air mineral sebanyak 30 ml ke dalam slang NGT.
H. Setelah itu menanyakan/mengevaluasi perasaan klien
I. Mencatat dalam buku dokumentasi.
5 Dasar pemikiran :
IVH atau disebut juga intraventricular hemorrhage adalah perdarahan yang
terjadi dan memasuki ruang ventrikel pada otak. ICH (intracerebral
hematom) adalah hasil dari rupturnya pembuluh darah pada bagian
parenkim otak. HT atau hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang
lebih dari batas normal (> 120/80). CVDH atau yang dikenal dengan stroke
hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
arteri di bagian otak. Darah yang keluar dari pembuluh darah akan
berkumpul dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam otak.
Oleh arena itu, jumlah perdarahan menentukan keparahan stroke (Paremet
et al, 2007).
Pada klien dengan stroke hemoragik, maka terjadi pecah pembuluh darah
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Akibat penurunan
darah di otak, menyebabkan daerah yang terisolasi tersebut menjadi
kekurangan oksigen, dan nutrisi, sehingga muncul manifestasi klinis seperti,
hemiparalisis, hemihipsetesia, hemiparestesia yang bisa juga disertai dengan
defisit fungsi luhur seperti afasia. Daerah yang tertimbun perdarahan
merupakan hematoma yang menimbulkan kompresi terhadap seluruh
tengkorak dan bagian batang otak, keadaan demikian dapat menimbulkan
keadaan koma dengan tanda-tanda neurologik yang sesuai dengan kompresi
akut terhadap batang otak (Mardjono, 2009).
Pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba menyebabkan perdarahan
intracranial yang menghancurkan dan menggantikan jaringan otak yang juga
meningkatkan tekanan intrakranial. Kemudian timbulnya lesi primer
perdarahan yang dapat berupa hematoma, edema perihematomal dan/atau
iskemia, hidrosefalus, atau perdarahan intra ventrikel sekunder. Semua
komplikasi ini juga berpotensi meningkatkan tekanan intrakranial.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan penurunan kesadaran
pada pasien, sehingga pasien mengalami penurunan fungsi saraf, yang
berakibat pada terganggunya kebutuhan nutrisi pasien. 
Indikasi pasien dilakukan pemberian makan melalui NGT adalah karena
gangguan menelan, penurunan tingkat kesadaran, operasi kepala atau leher,
operasi saluran pencernaan, dan trauma wajah. Pada klien saya, mengalami
penurunan kesadaran yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi pada
saraf vagus, sehingga menyebabkan klien sulit menelan bahkan tidak
mampu untuk menelan. Oleh karena itu, dilakukan pemberian makan
melalui NGT. Tujuan di lakukan pemberian nutrisi melalui NGT adalah
untuk memberi makan pada klien.
6 Prisnsip Tindakan : Bersih
7 Analisa Tindakan Keperawatan : tujuan dilakukan pemberian nutrisi adalah
agar klien tidak mengalami kekurangan nutrisi selama dirawat di rumah
sakit.
Menurut teori indikasi dan tujuan pemberian nutrisi melalui NGT adalah
karena pasien mengalami gangguan menelan dan penurunan kesadaran, oleh
karena itu saya memberikan makan pada klien dengan menggunakan NGT.
Maka tindakan pemberian makan lewat NGT pada tuan. J sesuai dengan
indikasi dan tujuan menurut teori. Pasien kemudian di evaluasi tentang
nutrisi dan juga melihat apakah pasien mengalami aspirasi selama dan
sesudah proses pemberian makan melalui NGT. Karena tindakan yang saya
lakukan sudah cukup, maka tidak perlu dilakukan modifikasi ataupun
tambahan intervensi.
8 Bahaya yang dapat terjadi? (Komponen Bahaya dan Pencegahan)
Bahaya : jika saya sebelum memberi makan pada klien lupa untuk
mengecek lokasi NGT, maka itu bisa berakibat fatal bagi pasien. Bisa saja
pada saat saya  lupa mengecek lokasi NGT, ternyata NGT pasien telah
ditarik, sehingga saat saya memberi deit, ternyata masuk ke bagian
pernafasan, maka hal tersebut akan mempengaruhi sistem pernafasan klien,
yang akan menyebabkan kondisi klien semakin memburuk.
Pencegahan : saya harus melakukan pengecekan lokasi NGT sebelum saya
memasukan makanan melalui NGT, Sehingga hal-hal bahaya yang mungkin
terjadi dapat di minimalisasikan.

9 Hasil yang didapat :


S: -
O: pasien tidak mengalami aspirasi.
A: masalah teratasi.
P: intervensi dilanjutkan.
10 Evaluasi Diri :
 Kekurangan: Saya merasa masih kurang mampu dalam hal memberikan
diet melalui NGT kepada klien, karena saya sering menumpahkan air
mineral ataupun diet, saat saya menuangkan kedalam kateter tip.
Kelebihan: saya mengingat semua teori yang telah di pelajari dan dapat
mempraktekan pemberian nutrisi melalui NGT sesuai dengan teori.
SKIN TEST

Pendahuluan
Skin test merupakan salah satu dari dua macam pengujian reaksi alergi yang dianggap
valid dan sudah diterapkan selama bertahun-tahun(1). Skin test adalah suatu pengujian yang
dilakukan pada kulit untuk mengidentifikasi substansi alergi (alergen) yang menjadi pemicu
timbulnya reaksi alergi(2). Skin test biasanya dilakukan pada pasien yang akan diberikan
pengobatan dan dicurigai memiliki alergi terhadap bahan dan obat tertentu, misalnya pada
penderita rhinitis alergika, asthma, alergi makanan, dan lain sebagainya(3). Alasan mengapa
skin test merupakan pengujian yang sering dan harus dilakukan terhadap pasien di rumah
sakit maupun klinik adalah bahwa setiap individu memiliki sensitivitas yang berbeda-beda
terhadap berbagai macam bahan maupun obat. Selain itu, skin test relatif mudah dilakukan,
nyaman bagi pasien, tidak mahal, dan hasil pemeriksaan bisa didapatkan hanya dalam waktu
15-20 menit(1, 3, 4).
Pengujian dimulai dengan menggores atau menusuk kulit dengan jarum steril khusus,
dan depositkan sejumlah kecil ekstrak alergen ke dalam kulit. Tunggu 15-20 menit, kemudian
evaluasi reaksi kulit. Jika pada kulit muncul bentol kemerahan, seperti gigitan nyamuk,
artinya hasil pengujian positif dan pasien alergi terhadap bahan yang diujikan. Jika kulit tidak
menimbulkan reaksi, artinya rencana pengobatan aman untuk dilanjutkan. Pengujian ini tidak
menimbulkan rasa sakit dan tidak menyebabkan perdarahan pada pasien karena jarum hanya
masuk ke permukaan kulit saja(1, 2, 3, 4)
. Skin test juga dapat dilakukan dengan cara
menginjeksikan alergen ke bawah kulit, atau dengan menempelkan alergen pada kulit dalam
periode waktu spesifik (48 jam)(4).

Gambar 1. Gambaran hasil skin test positif(a).


Prosedur skin test sebaiknya tidak dilakukan pada pasien yang memiliki reaksi alergi
tinggi dan pada pasien dengan eksema yang meluas. Pada situasi seperti ini, digunakan
pengujian reaksi alergi lain, yaitu RAST (Radio-allergo-sorbent Test). Kelemahan dari
pengujian ini adalah hasil pemeriksaan tidak dapat langsung dapat, dan biaya lebih mahal(2, 5).

Macam-macam Skin Test


1. Puncture, prick, scratch test
Dikenal sebagai tes tusukan. Pertama, seorang dokter atau perawat akan memeriksa
kulit lengan bawah dan membersihkannya dengan menggunakan kapas beralkohol. Kulit
kemudian ditandai dengan pulpen untuk mengidentifikasi setiap penyebab alergi yang akan
diuji. Setetes ekstrak untuk tiap alergen, seperti serbuk sari, ketombe hewan, atau racun
serangga, ditempatkan pada tanda yang sesuai. Alergen tersebut ditusukkan kecil sekali
hingga masuk ke lapisan luar kulit (epidermis)(4).

Gambar 2. Prick test. Alergen didepositkan ke epidermis menggunakan lancet, dengan


membentuk sudut 45° terhadap permukaan kulit (1), hasil tes dikatakan positif
bila terdapat bentol merah pada kulit (2), gambaran penandaan ekstrak alergen
pada lengan (bawah)(b).

2. Intradermal test
Biasanya dilakukan pada pasien dengan kecurigaan alergi obat maupun racun
serangga. Setelah membersihkan kulit dengan kapas beralkohol, injeksikan sejumlah kecil
alergen ke bawah kulit (sama dengan yang dilakukan pada tes tuberkulosis)(4).
Gambar 3. Intradermal test. Alergen diinjeksikan ke dalam kulit dengan menggunakan
spuit.yang membentuk sudut 10-15° terhadap permukaan kulit (kiri). Gambaran
sasaran lapisan kulit pada injeksi intramuskular, subkutan, dan intradermal
(kanan)(c).

3. Patch test (Epicutaneus test)


Biasanya dilakukan untuk tes dermatitis kontak. Alergen pada patch diletakkan di atas
kulit kemudian hasilnya dilihat setelah 48 jam. Jika pada sistem tubuh terdapat antibodi
alergi, kulit akan teriritasi dan menjadi gatal (seperti tergigit nyamuk)(4).

Gambar 4. Patch test. Penempatan patch pada kulit(d).

Prosedur Skin Test


Sebagai dokter pemeriksa kita perlu menanyakan riwayat perjalanan penyakit pasien,
gejala dan tanda yang ada yang membuat pemeriksa bisa memperkirakan jenis alergen,
apakah alergi ini terkait secara genetik dan bisa membedakan apakah justru merupakan
penyakit non alergi, misalnya infeksi atau kelainan anatomis atau penyakit lain yang
gambarannya menyerupai alergi(3).
Antibiotik yang sering dipergunakan untuk skin test antibiotik adalah golongan
penicillin. Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, antibiotik yang biasanya kita gunakan
adalah Opimox. Sebelum melakukan skin test terlebih dahulu kita melakukan tahap pelarutan
Opimox.

Alat dan Bahan


1. Disposable syringe (spuit) 1cc untuk skin test, 3 cc untuk penyuntikan IM antibiotik yang
akan digunakan, dan 5 cc untuk pelarutan obat
2. Sediaan bubuk Opimox 1 gram dalam kemasan vial
3. Aqua bidestilata sebagai cairan pelarut dalam kemasan vial
4. Kapas dan alkohol
5. Pulpen atau spidol
Persiapan Pasien
Berikan penjelasan kepada pasien mengenai tindakan yang akan diberikan kepadanya.
Pelarutan Obat
1. Cuci tangan, gunakan sarung tangan
2. Siapkan spuit 5 cc
3. Lap tutup vial aqua bidestilata dan Opimox dengan menggunakan kapas beralkohol
4. Ambil aqua bidestilata dengan menggunakan spuit 5 cc sebanyak 4 cc
5. Masukkan 4 cc aqua bidestilata dalam spuit tersebut ke dalam vial Opimox, kemudian
kocok sampai homogen. Dengan begitu konsentrasi Opimox menjadi 1:250
6. Ambil spuit 1 cc, tukar jarumnya dengan jarum pada spuit 5cc
7. Ambil aqua bidestilata dengan menggunakan spuit 1 cc yang jarumnya sudah diganti
tersebut, sebanyak 0,9 cc
8. Ambil larutan Opimox sebanyak 0,1 cc menggunakan spuit 1 cc yang tadi sudah diisi 0,9
cc aqua bidestilata
9. Tukar lagi jarum spuit 1 cc dengan jarum yang seharusnya.
10. Skin test siap dilaksanakan.
Penyuntikan Skin Test (Intradermal Test)
1. Skin test dilakukan pada lengan bawah pasien pada area paling cerah. Bersihkan area
tersebut menggunakan kapas beralkohol dengan gerakan melingkar dari dalam ke luar
berlawanan arah dengan jarum jam
2. Injeksikan Opimox dalam spuit 1 cc dengan spuit membentuk sudut 10-15° terhadap
permukaan kulit, dengan bevel jarum menghadap ke atas. Opimox diinjeksikan hanya
sampai permukaan kulit menjadi menggembung (diameter ±0,5 cm)
3. Lingkari daerah penyuntikan sejauh ± 1 cm dari sekeliling tepian area yang terinjeksi,
tandai jenis obat dan waktu penyuntikan
4. Evaluasi reaksi obat setelah ±15 menit dari waktu penyuntikan. Jika positif, ganti obat
dan jalankan skin test dengan obat tersebut. Jika negatif, penyuntikan IM dapat dilakukan.
CARA PENGAMBILAN SAMPEL DARAH VENA (VENA PUNCTIE) DENGAN
VACUTAINER

 Pengertian :

suatu pengambilan darah vena yang diambil dari vena dalam fossa cubiti, vena saphena
magna / vena supervisial lain yang cukup besar untuk mendapatkan sampel darah yang
baik dan representatif dengan menggunakan tabung vacutainer.

 Tujuan :

1. Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat untuk
melakukan pemeriksaan.
2. Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi, needle sticj injury)
akibat vena punctie bagi petugas maupun penderita.
3. Untuk petunjuk bagi petugas yang melakukan pengambilan darah (phlebotomy)

 Prosedur

NO PROSEDUR RASIONAL

1. Lakukan penjelasan pada Supaya penderita bisa bertindak


penderita (tentang apa yang kooperatif dengan petugas dan
dilakukan terhadap penderita, mengurangi kecemasan pada
kerjasama penderita, sensasi penderita
yang akan dirasakan penderita)

2. Cari vena yang akan ditusuk 1. Memastikan tempat yang


(superfisial, cukup besar, lurus, tepat untuk pengambilan
tidak ada peradangan, tidak sampel darah
diinfus) 2. Memudahkan mengambil
sampel darah

3. Letakkan tangan lurus serta Vena terlihat lebih jelas sehingga


ekstensikan dengan bantuan memudahkan pengambilan
tangan kiri operator atau sampel darah
diganjal dengan telapak tangan
menghadap keatas sambil
mengepal

4. Lakukan desinfektan daerah Mencegah infeksi


yang akan ditusuk dengan
kapas steril yang dibasahi
alkohol 70% dan biarkan
sampai kering
5. Lakukan pembendungan pada 1. Memudahkan penusukan
daerah proximal kira-kira 4-5 pada daerah vena karena
jari dari tempat penusukan agar vena tampak lebih jelas
vena tampak lebih jelas (bila 2. Aliran arteri yang terhenti
tourniguet berupa ikatab sipul mencegah pengisian vena
terbuka dan arahnya keatas), 3. Pembendungan yang
pembendungan tidak boleh terlalu lama akan
terlalu lama (maksimal 2 mengakibatkan perubahan
menit, terbaik 1 menit) komposisi plasma karena
terjadi hemokonsentrasi

6. Siapkan tabung vacutainer 1. Memastikan alat yang


yang sesuai dengan jenis digunakan tepat dan siap
pemeriksaan, jarum bermata pakai
dua yang salah satu ujungnya 2. Memudahkan pengaliran
telah dimasukkan ke dalam darah vena ke vacutainer
holder

7. Dilakukan penusukan jarum Supaya jarum tidak menembus


vena dengan sudut 150-300 lalu dinding posterior vena ketika
difiksasi untuk menghindari ditusuk
pergeseran jarum

8. Tourniguet dilepas segera Supaya ketika jarum diambil,


setelah darah mengalir, lalu darah tidak mengalir keluar dari
tabung diisi dengan kapasitas daerah yang ditusuk.
vacutainer, penderita diminta
membuka genggaman
tangannya.

9. Vacutainer dilepaskan dari Volume darah pada vacutainer


holder, kemudian jarum ditarik sesuai dengan volume darah yang
perlahan. dibutuhkan

10. Letakkaan kapas 70% diatas Mencegah infeksi dan pendarahan


bekas tusukan selama beberapa akibat tusukan jarum
menit untuk mencegah
perdarahan, plester, tekan
dengan telunjuk dan ibu jari
penderita selama selama ± 5
menit.

11. Jarum bekas pakai dibuang ke Menceegah penularan penyakit


dalam disposal container melalui jarum bekas
khusus untuk jarum

12. Pada masing-masing tabung Membedakan pasien yang satu


vacutainer diberi label identitas dengan yang lain sehingga tidak
penderita terjadi kesalahan identifikasi

13. Diperhatikan petunjuk khusus Mengurangi penularan penyakit


penanganan specimen.

14. Terima kasih diucapkan pada Supaya penderita merasa nyaman


penderita

15. Sarung tangan dilepaskan dan Mencegah penularan penyakit


tangan dicuci dengan cairan
antiseptic

16. Specimen dikirim ke seksi- Mendapatkan hasil yang


seksi sesuai dengan jenis dibutuhkan guna menegakkan
pemeriksaan yang diminta. diagnosa

CARA PENGAMBILAN SAMPEL DARAH VENA (VENA PUNCTIE) DENGAN SPUIT

 Pengertian :

suatu pengambilan darah vena yang diambil dari vena dalam fossa cubiti, vena saphena
magna / vena superfisial lain yang cukup besar untuk mendapatkan sampel darah yang
baik dan representatif dengan menggunakan spuit.

 Tujuan :

1. Untuk mendapatkan sampel darah yang baik dan memenuhi syarat untuk
dilakukan pemeriksaan

2. Untuk petunjuk bagi petugas yang melakukan pengambilan darah (phlebotomy)

 Prosedur :

NO PROSEDUR RASIONAL

1. Lakukan penjelasan pada Supaya penderita bisa bertindak


penderita (tentang apa yang kooperatif dengan petugas dan
dilakukan terhadap penderita, mengurangi kecemasan pada
kerjasama penderita, sensasi penderita
yang akan dirasakan
penderita)

2. Cari vena yang akan ditusuk Memastikan tempat yang tepat


(superfisial, cukup besar, untuk pengambilan sampel darah
lurus, tidak ada peradangan, dan untuk memudahkan
tidak diinfus) mengambil sampel darah

3. Letakkan tangan lurus serta Vena terlihat lebih jelas sehingga


ekstensikandengan bantuan memudahkan pengambilan
tangan kiri operator atau sampel darah
diganjal dengan telapak
tnagan menghadap keatas
sambil mengepal

4. Lakukan desinfektan daerah Mencegah infeksi


yang akan ditusuk dengan
kapas steril yang dibasahi
alkohol 70% dan biarkan
sampai kering

5. Lakukan pembendungan pada 1. Memudahkan


daerah proximal kira-kira 4-5 penusukan pada
jari dari tempat penusukan daerah vena karena
agar vena tampak lebih jelas vena tampak lebih
(bila tourniguet berupa ikatan jelas
simpul terbuka dan arahnya 2. Aliran arteri yang
keatas), pembendunagn tidak terhenti mencegah
boleh terlalu lama (maksimal pengisian vena
2 menit, terbaik 1 menit) 3. Pembendungan yang
terlalu lama akan
mengakibatkan
perubahan komposisi
plasma karena terjadi
hemokonsentrasi

6. Ambil spuit dengan ukuran Memastikan bahwa alat yang


sesuai jumlah darah yang digunakan tepat dan steril, serta
akan diambil, cek jarum dan siap pakai
karetnya.

7. Pegang spuit dengan tangan Memastikan tidak ada udara


kanan, kencangkan jarumnya dalam spuit yang dapat
dan dorong penghisap sampai mengakibatkan emboli
ke ujung depan

8. Fiksasi pembuluh darah yang Memudahkan pengambilan


akan ditusuk dengan ibu jari sampel darah
tangan kiri.

9. Tusukkan jarum dengan sisi Mendapatkan sampel darah yang


menghadap keatas dibutuhkan
membentuk sudut 150-300
sampai ujung masuk ke
dalam vena dan terlihat darah
dalam pangkal jarum

10. Fiksasi spuit dengan tangan Supaya spuit tidak bergeser yang
kiri dengan membentuk sudut dapat menyebabkan vena pecah

11. Penghisap spuit ditarik pelan- Mendapatkan sampel darah yang


pelan sampai didapatkan dibutuhkan
volume darah yang
diinginkan

12. Kepalan tangan dibuka, Mencegah perdarahan


lepaskan bendungan, letakkan
kapas alkohol 70% diatas
jarum, cabut jarum dengan
menekan kapas beberapa
menit untuk mencegah
perdarahan, plester, tekan
dengan telunjuk dan ibu jari
penderita selama ± 5 menit

13. Lepaskan jarum, alirkan Supaya tidak terjadi pembekuan


darah dalam wadah melalui darah
dindingnya supaya tidak
terjadi hemolisa

14. Tuangkan darah ke dalam Memudahkan pengambilan darah


botol penampungan yang saat pemeriksaan di laboratorium
volumenya sesuai (sesuai
dengan jenis pemeriksaan
yang diminta)

15. Jika ,menggunakan Mendapatkan sampel darah yang


antikoagulan, kocok botol dibutuhkan dan mencegah bekuan
beberapa menit agar darah
antikoagulan tercampur
dengan darah dan tidak
terjadi bekuan.
Prosedur Pengambilan Feses
Dalam pengambilan feses yang akan digunakan sebagai sample, haruslah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Karena pengambilan sampel sedikit banyak dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Untuk itu, agar mendapatkan hasil pemeriksaan sesuai
dengan yang diharapkan, prosedur dalam pengambilan sampel harus di amati dengan baik.
Berikut beberapa syarat dalam pengumpulan sampel :
A. Tempat harus bersih, kedap, bebas dari urine atau pun darah menstruasi, diperiksa
30 – 40 menit sejak dikeluarkan. Bila pemeriksaan ditunda simpan pada almari es.
B. Pasien dilarang menelan Barium, Bismuth, dan Minyak dalam 5 hari sebelum
pemeriksaan.
C. Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan.
D. Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher
E. Pasien konstipasi
F. Pengambilan dilakukan setiap saat, terutama pada gejala awal dan sebaiknya
sebelum pemberian anti biotik.
Adapun alat-alat yang biasanya digunakan dalam pengambilan feses untuk suatu pemeriksaan
dilaboratorium, biasannya disesuaikan dengan cara pengambilannya. Berikut beberapa alat
yang biasa digunakan untuk pengambilan feses, adalah :
A. Sarung tangan
B. Spatel steril
C. Vasseline
D. Lidi kapas steril
E. Pot tinja
F. Bengkok
G. Perlak pengalas
H. Tissue
I. Tempat bahan pemeriksaan
J. Sampiran
Setelah peralatan yang diperlukan disiapkan , selanjutnya melakukan pengambilan
feses untuk dijadikan sebagai sampel. Berikut beberapa cara pengambilan feses yang
biasanya dilakukan untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu :
a. Prosedur pengambilan feses pada dewasa
 Jelaskan prosedur dan maksud atau tujuan pengambilan sampel dengan jelas
sehingga dimengerti pasien.
 Penderita diharuskan buang air kecil terlebih dahulu karena tinja tidak boleh boleh
tercemar urine.
 Instruksikan pada penderita untuk buang air besar langsung kedalam pot tinja ( kira
kira 5gram ).
 Tutup pot dengan rapat.
 Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis spesimen 
b. Prosedur pengambilan feses pada bayi.
 Jelaskan prosedur pada ibu bayi atau keluarga bayi dan meminta persetujuan
tindakan.
 Pada bayi feses dapat diambil melalui popok bayi (pampers) yang digunakan
bayi, hindari kontak dengan urine.
 Cuci tangan dan pakai sarung tangan.
 Dengan alat pengambil feses, ambil feses ke dalam wadah specimen
kemudian tutup dan bungkus.
 Observasi warna, konsistensi, lendir, darah, telur cacing dan adanya parasit
pada sampel
    Buang alat dengan benar.
 Cuci tangan.
 Beri label pada wadah specimen dan kirimkan ke labolatorium.
 Lakukan pendokumentasian dan tindakan yang sesuai.
c. Prosedur pengambilan feses pada dewasa dalam keadaan tidak mampu defekasi
sendiri:
 Mendekatkan alat.
  Jelaskan prosedur pada pasien atau keluarga pasien. Kemudian meminta persetujuan
tindakan.
 Mencuci tangan
   Memasang perlak pengalas dan sampiran
   Melepas pakaian bawah pasien
   Mengatur posisi dorsal recumbent

   Memakai hand scoon


   Telunjuk diberi vaselin lalu dimasukkan ke dalam anus dengan arah keatas
kemudian diputar kekiri dan kekanan sampai teraba tinja
 Setelah dapat , dikeluarkan perlahan – lahan lalu dimasukkan ke dalam tempatnya.
   Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan tissue.
   Melepas hand scoon
   Merapikan pasien
   Mencuci tangan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN STOMA (KOLOSTOMI)

Perawatan Stoma Dilakukan

Ya Tidak

Tujuan Agar stoma tetap bersih sehingga tidak terjadi infeksi.


Uraian Stoma adalah lubang buatan sementara atau permanen
Umum yang dibuat pada dinding abdomen sebagai jalur
evakuasi feses. Stoma tersebut dibuat melalui tindakan
kolostomi. Stoma tidak mempunya sfingter, sehingga
pengeluaran feses tidak terkontrol. Oleh karena itu
dibutuhkan perawatan stoma agar tidak terjadi infeksi.
Metode Praktik

Petugas Perawat

Alat dan a. Sarung tangan bersih


Bahan
b. Hand rub
c. Colostomy bag
d. Gunting
e. Spidol
f. Alas perlak atau under pad
g. Cairan NaCl 0,9 % atau air hangat
h. Kassa
i. Kom
j. Stoma pasta/ vaseline dan atau stomahessive powder
(jika ada iritasi)
k. Kantung sampah
l. Sabun (hipoallergenic)
Cara Tahap Prainteraksi :
Kerja 1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menyiapkan lingkungan
Tahap Orientasi :
1. Memberi salam dan membina hubungan terapeutik
dengan anak dan orang tua
2. Mengkomunikasikan dengan anak dan orang tua
mengenai perawatan stoma yang akan dilakukan
3. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk
bertanya
4. Menanyakan kesiapan keluarga bayi sebelum
tindakan dilakukan.
Tahap Kerja :
1. Hand hygiene
2. Posisikan anak dalam posisi supinasi
3. Dekatkan alat
4. Pasang perlak atau underpad dan dekatkan bengkok
(kantung sampah)
5. Siapkan kom, letakkan kassa dan isi dengan NaCl
0,9 % atau air hangat
6. Pasang sarung tangan
7. Buka colostomy bag dan letakkan dalam bengkok
(kantung sampah)
8. Bersihkan stoma dan kulit sekitar stoma dengan
NaCl 0,9 % (bila tidak ada, gunakan air hangat dan
bersihkan area sekitar stoma dengan sabun lembut
secara perlahan lalu bilas lagi dengan air hangat)
9. Tutup stoma denga kassa (sementara)
10. Oleskan stoma pasta atau vaseline pada area
keliling stoma dan letakkan kassa di sekelilingnya
11. Ganti sarung tangan (optional)
12. Siapkan colostomy bag. Jika menggunakan plastik
biasa maka ukur lubang stoma pada plastik,
kemudian gunting lubang di plastik sesuai dengan
ukuran stoma. Jika menggunakan kantung stoma
maka ukur lubang stoma dengan pengukur stoma
(stoma site) kemudian ukurkan pada kantung stoma
dengan gunting sesuai ukuran tersebut
13. Bila terdapat iritasi maka dapat diberikan sedikit
stomahessive powder pada area kulit sekitar stoma
yang akan direkatkan dengan perekat colostomy
bag
14. Rekatkan colostomy bag pada stoma
15. Lipat bagian ujung colostomy bag lalu rekatkan
dengan “klem”
16. Buka sarung tangan dan bereskan alat
17. Terminasi dengan anak dan keluarga

Terminasi :
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Merapikan alat-alat
3. Mencuci tangan
4. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
Nilai: Jumlah Ya/38 x 100 = ......

PROSEDUR PENGAMBILAN SPESIMEN URIN


Tujuan: mendapatkan spesimen urine yang memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan
urinalisa
Waktu: pengambilan sebaiknya sebelum pemberian antibiotik
Alat-alat:
Wadah steril dari gelas / plastik bermulut lebar tertutup rapat, ukuran kurang lebih 50ml
Cara kerja:
1. Pasien diminta untuk mengeluarkan urin
2. Aliran urine ditampung pada wadah
3. Hindari urin mengenai lapisan tepi wadah
4. Setelah penampung urin selesai wadah ditutup dengan rapat
5. Berikan label berisi tanggal pemeriksaan, nama pasien , dan jenis spesimen.

Anda mungkin juga menyukai