Anda di halaman 1dari 5

1. Pada abad ke-16 pekabaran Injil di Asia, yang telah macet (VIII, 6) mulai ramai kembali.

Hal
itu merupakan konsekuensi, baik dari upaya-upaya bangsa-bangsa Eropa Selatan untuk
menemukan jalan laut ke Asia, maupun dari kegairahan baru yang ada di Gereja Katolik
Roma dibangkitkan oleh Kontra-Reformasi. Pada abad ke-14, pekabaran Injil di Asia telah
menjadi macet (bab Bab VIII). Gereja Nestorian, yang dulu sangat luas wilayahnya, sudah
hampir hilang. Misi dari Eropa Barat dihentikan juga, oleh sebab jalan telah ditutup. Baru
pada abad ke-16 agama Kristen dilakukan lagi ke Asia, tetapi sekarang dari jurusan Selatan,
melalui jalan laut. Anggota Pertama-tama yang membagikan Injil di Asia (dan Amerika)
adalah misionaris-misionaris Katolik. Pada zaman itu gereja-gereja Protestan masih harus
berjuang mati-matian untuk nyawanya. Lagi pula, negara-negara Katolik menutup dunia di
luar Eropa untuk kaum Protestan. Maka pada zaman itu hampir tidak ada usa ha pekabaran
Injil dari pihak Protestan. Sungguh, dalam Gereja Katolik Roma timbullah kegiatan misioner
yang hebat. Kontra- Reformasi di dalam gereja itu seharusnya mendukung kegairahan yang
luar biasa, yang tidak hanya terarah pada perlawanan terhadap kaum Protestan, didukung
juga ke daerah-daerah di luar Eropa. 204
2. Kegiatannya di daerah-daerah ini dipermudah, oleh karena sebagian besar daripadanya
merupakan daerah jajahan Spanyol dan Portugal, dua negara di Eropa Selatan yang tidak
terkait oleh Reformasi. Sejak tahun 1350, orang-orang Portugis sudah mencari jalan ke Asia
Timur. Dengan itu mereka memiliki dua maksud: untuk mendapat untung dengan
berdagang (rempah-rempah Malu- ku!), Dan untuk menyelesaikan perang salib - yang di
Palestina senja baru saja berakhir - di wilayah-wilayah lain. Akhirnya, seki- tar tahun 1500,
mereka berhasil. Pada tahun 1492 Columbus, yang bekerja untuk Raja Spanyol, dalam
perjalanan ke Asia - menemukan Amerika, yang melintang di jalannya. Pada tahun 1498
Vasco da Gama, seorang Portugis, tiba di India. Berhenti menganugerahkan kepada kedua
bangsa itu hak untuk menjajah wilayah yang mereka temukan di luar Eropa. Raja-raja
mereka diberinya tugas mengatur dan mengatur gereja di wilayah itu. Lalu Spa- nyol dan
Portugal membagi-bagi dunia (Perjanjian Tordesillas, 1494). Mereka dikembalikan setiap
usaha bangsa-bangsa untuk masuk ke daerah "milik" mereka, diminta jika bangsa-bangsa
lain bangsa Protestan (Inggris, Belanda). Dengan demikian, beberapa usaha pekabaran Injil
Protestan di Amerika, sekitar tahun 1560. 2. Ada perbedaan besar antara peluang-peluang
dan hasil-misi misi di daerah-daerah jajahan Spanyol dengan yang ditemukan di daerah-
daerah Portugis. Tapi mula-mula di mana- mana ada hubungan yang sangat erat antara misi
dengan kekuatan bangsa kulit putih. Antara penjajahan Spanyol dengan penjajahan Portugis
ada dua perbedaan, yang menjadi penting untuk hasil-hasil usaha pekabaran Injil di
daerahnya masing-masing. Orang-orang Spa-nyol: (a) mencari daerah-daerah yang
ditemukannya (Amerika Selatan / Tengah dan Filipina); (B) agama-agama yang berada di
wilayah jajahan itu adalah "agama suku", yang tidak sanggup mempertahankan diri terhadap
serangan rangkap dari pasukan tentara bersenjatakan api dan pasukan misionaris
bersenjatakan Injil. Sebaliknya, kaum Portugis: (a) hanya mendi rikan beberapa benteng
dengan jajahan yang kecil di sekinya (kecuali di Brasil): (b) mereka pada umumnya (kecuali di
Brasil) diselesaikan di daerah-daerah yang mencakup negara-negara 205
3. yang kuat dan yang sudah memeluk "agama-agama tinggi": Islam, Hindu, Buddha (bab Bab
VIII, 2; IX, 2). Faktor kedua yang dibawa dari wilayah jajahan Spanyol hampir sepenuhnya
berhasil dimasehikan, sedangkan di wilayah Portugis (Asia Tenggara, pantai Afrika) hanya
sedikit orang yang masuk Kristen, sementara semangat para misionaris sama besar. Di
mana-mana misi bergandengan tangan dengan penjajahan dan perniagaan. Raja-raja
Spanyol dan Portugal memiliki disuruh Paus agar menjalankan penyiaran agama Kristen di
wilayah mere- ka. Untuk itu, penyelenggaraan pekabaran Injil diberikan kepada raja-raja
tersebut (sistem padroado, yang dalam jajahan Portugis berlaku sampai abad ke-20).
Negara mengangkat dan mengutus kaum rohaniwan di daerah jajahan, termasuk tenaga
pekabar Injil, dan membiayai mereka. Di setiap kapal ada imam-imam, yang sedang
menunggu kerohanian membangun kapal dan yang, setelah mendarat, berdoa kepada
Tuhan meminta berkat perdagangan atau pekabaran Injil (bnd. Bab XX, bacaan 1), dan
kemudian mulai mengabarkan Injil kepada setiap tempat. Sebagian besar imam-imam itu
termasuk Ordo Fransiskan dan Dominikan (XI). Hubungan yang erat ini ada yang menentang
dan ada yang buruknya. Baik-nya pada umumnya bersifat lahiriah: Terutama di Amerika
Sela- tan, agama Kristen maju dengan cepat. Lebih buruk dari itu karena sering kali orang
dibaptiskan karena diminta, atau karena meminta bantuan politis dari kaum pendatang.
Imam-imam sering menganggap diri sebagai pejabat-pejabat pemerintah, mereka
mempersamakan kepentingan misi dengan kepen-negara tingan. Selain itu, mereka harus
puas jika orangutan telah dibaptis, tanpa perlu dididik terlebih dahulu (bacaan 2). Lagi pula,
misi sering kali dicurigai karena kelakuan buruk para pedagang dan tentara. Mereka ini,
yang memilih keluar dari tanah airnya untuk mencari yang belum dibuka, meminta orang-
orang yang paling lemah-lembut. Sering kali mereka adalah orang-orang kejam, yang
menginjak-injak hak orang-orang pribumi. Tujuan yang mula-mula, yaitu untuk
membicarakan agama, cepat mereka lupakan. "Orang-orang Portugis telah datang ke sana
dengan salib di satu tangan dan dengan pedang di tangan yang lain. Tetapi dengan kompilasi
mereka menemukan banyak emas, mereka mengesampingkan salib dan mengisi
kantongnya", begitulah yang membuka kontak tinggi Portugis dari zaman itu. 206
4. 3. Sekitar tahun 1550, semangat Kontra-Reformasi mulai metode juga yang digunakan oleh
misi. Sekarang yang menjadi penggerak misi bukan hanya negara Spanyol / Portugis, tetapi
juga ordo-ordo, Terutama Serikat Yesus. Mereka ini tidak begitu bergantung lagi pada
penguasa bangsa kulit putih dan harus berjuang juga daerah-daerah di luar wilayah jajahan
kulit putih, misalnya Tiongkok dan Jepang. Mendapat lebih banyak dari imam-imam yang
diundang oleh negara. Salah seorang pekabar Injil yang paling terkenal pada zaman itu
adalah Fransiskus Xaverius (1506-1352). Fransiskus Xaverius adalah mahasiswa periang di
Paris, Ignatius. Meskipun ia seorang calon imam, Ignatius menganggapnya terlalu fanatik.
Pada suatu hari Ignatius menantang dia: coba main bilyar dengan saya. Jika kamu kalah,
kamu harus menolak "La- tihan-latihan rohani" saya. Fransiskus kalah, dan oleh latihan itu
(bnd. Bab XVIII, 2) sikapnya berubah, sehingga ia menjadi salah satu Yesuit yang pertama.
Pada tahun 1541 ia menerima permintaan dari jenderalnya untuk pergi ke Asia Timur untuk
mengabarkan Injil; keesokan harinya. Fransiskus tidak tahan lama di satu tempat. Selama
10 tahun ia mengembara di Asia Timur, dari India ke semenanjung Melayu, Maluku dan
Jepang. Tidak pernah cukup lama tinggal di satu tempat untuk belajar bahasa daerah. Dari
sebab itu ia memakai metode yang berikut. Seorang juru bahasa. disuruh menerje- mahkan
Pengakuan Imam Rasuli, Doa Bapa Kami dan Ave Maria, dan Kesepuluh Perintah (Dasatitah)
ke dalam bahasa lokal. Fransiskus menghafalkannya, lalu ia berjalan ke kampung- kampung
dengan membawa lonceng di tangan. Bila orang sudah sepakat, ia meminta kepada mereka
apa yang dihafalkan- nya, dan menerima doa dan pengakuan itu hafal oleh mereka, mereka
dibaptis (bacaan 2). Barangkali pribadi Fransiskus, yang luar biasa ramahnya itu, lebih
memengaruhi orang untuk bertobat daripada memahaminya yang tak bisa tidak
memunculkan dangkal. Besar di Jepang besar sekali hasil pekabaran Injil pada zaman itu.
Fransiskus selalu menjadi pendukung bagi penduduk lokal, jika mereka menghadapi
kesulitan dari pihak Portugis. Ia meminta juga pekabar-pekabar Injil yang lain mengajak
demikian: "Janganlah sesekali mengumpat tentang orang-orang pribumi Kristen, tetapi 207
5. belalah dan pujilah mereka di muka orang-orang Portugis! "Sudah tentu orang-orang yang
dilindunginya membalas dengan perasan terima kasih dalam. Ketika mau pulang Maluku
(1548). Xaverius naik kapal pengangkutan di waktu malam mata penduduk, tetapi tidak
berhasil juga. Sudah barang tentu ada yang tidak-tidak-baru dalam karya Xaveus: ia
menunjukkan perasaan terima kasih kepada orang-orang pribumi dan ia tidak bertumpu atas
kaum penjajah saja. Namun, meskipun ia dan teman-teman-teman seordonya datang
meyakinkan barisan para misionaris, tenaga nuklir tidak cukup melayani wilayah yang begitu
luas. Sama seperti Xaverius sendiri, begitu juga imam-imam pekabar- pekabar Injil juga harus
digunakan untuk pindah-pindah. Mereka hanya tinggal di satu tempat selama waktu yang
singkat, lalu mengeluarkan agama yang mereka peroleh dangkal saja. 208
6. tersedia tulisan-tulisan tentang agama Kristen dalam bahasa-bahasa daerah, ditambahkan
Alkitab (dalam bahasa Portugis pun Alkitab lengkap tidak ada sampai abad ke-18, bnd bab
XX, 4). Tidaklah mengherankan jika agama Kristen belum berakar betul di daerah-daerah
yang dimasehikan itu, dan jika hasil pekabaran Injil agak dangkal. Meskipun demikian,
adalah banyaknya jumlah orang-orang Kristen yang baru hadir, di mana mereka merasa
terhambat, siap menerima dari murtad. Hal ini menjadi nyata di Jepang, di mana sekitar
tahun 1600 pemerintah memusnahkan agama Kristen, yang sudah tersebar luas di negeri
itu. Semangat yang mirip dengan semangat Xaverius menjiwai orang Dominikan (bab XI, 7)
di Amerika Selatan, Las Casas (1484-1566). Orang-orang Spanyol memperlakukan penduduk
asli di wilayah itu, yaitu orang-orang India, dengan sangat kejam. Mereka ini dirampas
tanahnya, diperbudak, dibesarkan. Dengan tak kenal lelah Las Casas menyatakan bahwa
orang-orang India pun adalah Allah dan ia berhak atas hak-hak mereka sampai-sampai dalam
suatu diskusi di muka Raja Spanyol. Raja anggota dia, tetapi tidak banyak gunanya, karena
pendulum tetap tinggal loba, dan pemerintah Spanyol jauh. Sebagai budak-budak, orang-
orang India itu diganti dengan orang-orang Negro dari Afrika. Hal itu menyebabkan
peralihan perdagangan budak, yang berlangsung selama tiga abad antara Afrika dan
Amerika. 4. Beberapa orang Ya Begitulah misalnya pendapat Matius Ricci (uc .: Ritsyi) di
Tiongkok (+ 1600) di De Nobili di India (+ 1625). Xaverius telah mengajak anak-anak untuk
membuang segala benda kekafiran dari kampungnya. Tapi Ricci dan De Nobili beranggapan
karena upacara-upacara dan kepercayaan-kepercaya- agama lain, seperti Hindu atau
Buddha, tidak mau dianggap sebagai "kafir" belaka oleh orang-orang yang pindah dari
agama ke agama Kristen. Tuntut, agama-agama yang mereka pandang sebagai persiapan
untuk ajaran agama Kris- ten. Ricci belajar bahasa Tionghoa, mengingatkan Tinghoa,
menerjemahkan gambarkan agama Kristen seperti penyempurnaan agama Tionghoa dan
menerima pemujaan nenek-moyang. De Nobili, seorang 209
7. misionaris di India Selatan, melihat orang-orang Hindu yang bertobat dari orang-orang dari
kasta rendah. Orang Brahman segan masuk Kristen karena tidak mau bercam- pur-gaul
dengan orang-orang Kristen yang rendah itu. Maka De Nobili memakai jubah kuning,
memakai mantel, anting-anting dan memantangkan daging sama seperti rahib-rahib
Brahman. la hindari pergaulan dengan orang-orang seiman- nya dari kasta rendah. Jika ia
perlu melayankan sakramen Misa untuk mereka, ia memberikannya kepada mereka dengan
memai kumparan (bnd. XXVI, 2). Rahib-rahib Kristen dari ordo-ordo lain memprotes metode
Ricci dan De Nobili, dan meninggalkan perselisihan yang lama, cara itu dikeluarkan oleh paus
(1742). Namun demikian, sebagian besar orang percaya bahwa orang Kristen sudah masuk
Kristen? Atau, dengan kata lain: apakah upacara-upacara pemujaan nenek-moyang, atau
sistem kasta dan lain-lain, merupakan hal-hal "netral", yaitu soal-soal kemasyarakatan dan
budaya belaka, atau hal-hal yang merupakan tidak pasti agama yang bertentangan dengan
agama Kristen? Ricci dan De Nobili menganut pendapat yang pertama; lawan-lawannya.
Sementara sebenarnya yang sama muncul kadang-kadang di setiap gereja, di mana saja
(bnd. Bab XXIV, 3; XXVI, 2). 5. Indonesia pada abad ke-16 termasuk wilayah pengaruh
Porugugis. Pekabaran Injil mula-mula dibahas di sini corak umum, sama seperti yang
dipaparkan di atas ini (pasal 2). Yaitu: (a) hubungan yang erat antara pekabaran Injil dengan
kekuatan bangsa kulit putih; (b) dangkalnya partisipasi aga- ma; (c) kesetiaan terhadap
agama Kristen yang sering menga- gumkan. Pada tahun 1512 orang-orang Portugis sudah
sampai di Malu- ku, dan tahun 1522 mereka menetap di Ternate, Ambon dan tempat-
tempat lain. Maksudnya Penting untuk menjajah tempat-tempat itu: mereka hanya mau
berdagang. Akan tetapi untuk menjamin kepentingan saudagar-saudagarnya maka mereka
membangun ben-teng-benteng, dan benteng-benteng yang menjadi pusat misi pula. Di
Maluku, sebagian besar sudah masuk Islam. Penguasa İslam yang terkuat adalah sultan
Ternate. Orang-orang yang berk
8. agama suku dan juga raja-raja islam lainnya menerima terancam oleh sultan dan oleh karena
itu mereka meminta pertolongan kepa-orang-orang portugis. Karena orang-orang yang
Kristen juga bukan Kristen pada zaman itu agama dan negara bersatu maka permintaan
bantuan militer sering diminta oleh permintaan baptisan. Misionaris-misionaris yang
pertama kali diinjakkan di pulau-pulau Maluku adalah beberapa rahib, yang mendarat di
Terit pada tahun 1522. Namun, dengan rupa-rupa perselisihan di antara orang Portugis,
maka terpaksalah kami segera berangkat pulang. Lalu mereka mulai bekerja di Halmahera
pada tahun 1534, tetapi meminta kebengisan pegawai-pegawai Porugugis, rakyat
bersepakat untuk mengusir semua orang kulit putih dan memindahkan orang yang sudah
masuk Kristen itu murtad lagi. Simon Vaz, seorang Pater Fransiskan, mati membunuh selaku
syahid pertama di Maluku (1536). Perlawanan ini ditindas dan kemudian ditayangkan misi
lagi untuk menanamkan bibit agama Katolik Roma di Halmahera. Di Ambon juga sebagian
besar rakyat dibaptis, karena mereka ingin mendapat pertolongan Portugis terhadap orang
Islam. Agaknya menyebarkan agama Kristen mentransfer oleh pem- bagian penduduk
tradisional itu atas dua golongan (Uli- siwa-Ulilima). 6. Usaha misi baru mulai berkembang
saat Xaverius ke Maluku. Xaverius (yang adalah bahasa Spanyol) tidak menganggap sa-ma
urusannya dengan urusan negara Portugal, dan dalam hal-hal lain juga ia menggunakan
metode yang lebih baik (bnd. Pasal 3 dan bacaan 2, 3). Setelah mempersiapkan diri selama
beberapa bulan di semenanjung Melayu dengan bahasa Melayu, ia tiba di Ambon, pada
bulan Februari 1546. Setelah tiga bulan bekerja di sana, ia mengunjungi Ternate, Halmahera
dan Morotai; Ia kembali lagi untuk beberapa waktu ke Ternate dan Ambon, kemudian
kembali lagi ke semenanjung Melayu. Dalam per-jalanannya pernah terjadi, itu salibnya
hilang, jatuh ke dalam laut. Xaverius bersedih hati karena itu, tetapi kompilasi pada esokan
lalu berjalan di pantai Seram, bepergian kepiting besar ... membawa salibnya kembali. Ada
cerita lain yang mengatakan bahwa kafir negeri di Saparua menimbulkan kekurangan udara.
Xaverius berdoa mohon hujan, dan doanya itu dikabulkan. Lalu 212
9. seluruh penduduk kampung itu dibaptiskan. Memang, selama lima belas bulan di Maluku,
Xaverius membaptis beribu-ribu orang "hingga mencapai penat". Pergi juga ke imam lain,
yang pada tahun 1563 pergi ke Sulawesi Utara. Selama 15 hari tinggal di Menado, ia
membaptis 1500 orang; dalam waktu 8 hari di Kardipan ada 2000 orang yang dibaptisnya.
Menurut perasaan kita sekarang, metode ini dangkal. Namun, itu cocok dengan anggapan
Katolik Roma tentang anugerah dan sakramen (bnd. Bab XII, 3, 4; V). Dan setelah baptisan,
diumumkan agama sedapat mungkin diteruskan dan diperdalam (bacaan 3). Xaverius
mencoba meminjam diutus pula membagikan misionaris lain. Banyak di antara mereka yang
bekerja dengan rajin. Daerah misi mereka terletak di Indonesia Timur: Maluku, Sulawesi
Utara, Nusa Tenggara Timur. Ada beberapa usaha di Indonesia Barat juga (Jawa Timur,
Kalimantan Selatan), tetapi gagal. Tugas para misionaris itu tidak mudah, dan misi kehilang-
an banyak pekerja. Ada yang diracun, ada yang mati karena sik-saan, ada yang mati karena
iklim yang buruk dan makanan yang tidak cukup. Imam-imam pribumi tidak dididik; paling-
paling di beberapa tempat anak-anak remaja yang diberi tugas untuk mengajar orang-orang
sekampungnya. 7. Meskipun ada semangat dan metode baru dari pihak Xave-rius dan
teman-peserta, namun runtuhnya misi di Indonesia tidak dapat dihindari. Ketika mengakhiri
tahun 1570 pemerintahan Portugis menjadi mundur, pekerjaan misi ikut terpukul. Sisa-
sisanya kemudian dihancurkan oleh orang-orang Belanda Pro- testan. Pada tahun 1570
pusat misi, yaitu Maluku, ditimpa bencana yang hebat. Sultan Hairun dari Ternate
mengalahkan benteng Portugis dengan pengkhianatan yang keji. Dipertimbangkan adalah:
kampung kampung Kristen dibakar. Di mana-mana serangan Islam terhadap jemaat-Kristen
semakin kuat, semakin meningkat ribuan orang menjadi murtad. Kedudukan misi makin hari
makin sukar; orang-orang Portugis dibenci, kehidupan rohani sangat mundur; jumlah orang
Kristen berkurang, jumlah misionaris yang hanya tinggal sedikit, dan mereka yang beruntung
tinggal sedikit pelbagai sengsara. Makin surut kekuatan Portugis, semakin banyak pula
pengaruh misi. 213

Anda mungkin juga menyukai