Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

“PENGUKURAN KINERJA DI PEMERINTAH : TEORI DAN APLIKASI”


Dosen : Muhammad Ahyaruddin, SE,M.Sc,AK
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Sektor
Publik

Disusun Oleh:

Wira Srimai Ningsih (170301104)


Gita Trinanda (170301076)
Suhenni (170301046)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas tentang “PENGUKURAN KINERJA DI PEMERINTAH:
TEORI DAN APLIKASI”
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya.Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi maupun pembaca
pada umumnya.Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 5 November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Masalah 2
Bab II Pembahasan 3
2.1 Pengukuran Kinerja dan Fungsi Pengendalian Manajemen organisasi
sektor publk 3
2.2 Kesesuaian Desain Pengukuran Knerja dengan Desain Sistem
Pengendalian Manajemen 5
2.3 Konsep Value For Money Pada Pengukuran Kinerja 6
2.4 Konsep Dasar Input, Output, dan Outcome 9
2.5 Konsep Best Value 12
2.6 Implementasi Pengukuran Kinerja di Pemerintah 13
Bab III Penutup 16
Daftar pustaka 17

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Semua organisasi baik swasta maupun sektor publik pasti memiliki tujuan yang hendak akan
dicapai. Untuk mencapai tujuan organisasi onal tersebut, setiap organisasi memiliki strategi yang
berbeda-beda. Pemilihan dan penentuan strategi yang akan diterapkan tergantung pada kondisi
internal dan eksternal yang dimiliki dan dihadapi oleh organisasi. Agar dapat dilaksanakan,
strategi organisasi harus dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan untuk menjamin bahwa
program dan kegiatan yang telah ditetapkan tersebut dilaksanakan dengan baik dan sesuai
dengan tujuan organisasi, maka diperlukan sistem pengendalian manajemen.
Sistem pengendalian manajemen organisasi sektor publik berfokus pada bagaimana strategi
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat tercapai . Efisiensi
dan efektivitas organisasi telah menjadi obsesi dari hampir semua pendekatan ilmu manajemen,
baik pendekatan ilmu manajemen klasik maupun pendekatan manajemen ilmiah.
Pada dasarnya tipe pengendalian manajemen dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
pengendalian preventif, pengendalian operasional, dan pengendalian kinerja. Pengendalian
preventif merupakan pengendalian manajemen yang terkait dengan perumusan strategi dan
perencanaan strategi yang dijabarkan dalam program dan kegiatan. Sedangkan, pengendalian
operasional merupakan pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan pelaksanaan
program yang telah ditetapkan melalui anggaran.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa itu sistem pengendalian manajemen sektor publik ?
2. Apa saja struktur pengendalian manajemen ?
3. Bagaimana konsep pusat pertanggungjawaban di organisasi sektor publik ?
4. Bagaimana pusat pertanggungjawaban sebagai basis pengembangan pengukuran kinerja ?
5.Bagaimana implementasi pusat pertanggungjawaban di organisasi pemerintahan ?

1.3 Tujuan masalah


1. Untuk mengetahui apa itu sistem pengendalian manajemen sektor publik?
2. Untuk mengetahui Apa saja struktur pengendalian manajemen?

1
3. Untuk mengetahui Bagaimana konsep pusat pertanggungjawaban di organisasi sektor
publik?
4. Untuk mengetahui bagaimana pusat pertanggungjawaban sebagai basis pengembangan
pengukuran kinerja?
5. Untuk mengetahui Bagaimana implementasi pusat pertanggungjawaban di organisasi
pemerintahan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengukuran Kinerja Dan Fungsi Pengendalian Manajemen Organisasi Sektor Publik
Pengendalian manajemen sudah melekat dengan keberadaan organisasi. Artinya, fungsi
pengendalian manajemen dalam suatu organisasi ada sejak organisasi tersebut berdiri dan akan
tetap ada seiring dengan keberlangsungan organisasi.
Mahmudi membagi fungsi pengendalian menjadi dua jenis, yaitu pengendalian formal dan
informal. Pengendalian formal dilakukan melalui saluran komunikasi formal berupa aktivitas-
aktivitas resmi organisasi yang bersifat rutin, seperti perumusan strategi, perencanaan strategi,
penganggaran, operasional anggaran, dan evaluasi kinerja. Pengendalian informal dilakukan
melalui jalur komunikasi informal seperti komunikasi langsung, pertemuan informal, diskusi,
memo, observasi ke lapangan, jamuan atau disebut juga melalui metode management by walking
around.
Desain sistem pengendalian manajemen yang baik adalah desain yang mampu
menyelaraskan antara pengendalian manajemen formal dan informal. Pengendalian formal belum
tentu lebih baik dibanding dengan pengendalian informal. Pengendalian informal menjadi sangat
penting jika dapat menutupi kelemahan yang ada pada pengendalian formal yang diterapkan
organisasi tersebut. Dalam organisasi pemerintahan, biasanya lebih menggunakan pengendalian
formal. Namun demikian, semenjak adanya konsep new public management, pendekatan
pengendalian manajemen organisasi sektor publik, terutama pemerintah an, menjadi lebih
fleksibel, yaitu kombinasi antara pengendalian formal dan informal.
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer publik menilai capaian suatu strategi melalui tolak ukur kinerja yang
ditetapkan. Tolak ukur kinerja tersebut dapat berupa pengukuran kinerja keuangan dan
nonkeuangan. Pengukuran kinerja ini sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan
manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar
kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan, tetapi meliputi
kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomi,
efisien dan efektif.

3
Mahmudi mengidentifikasi tujuan dilakukannya pengukuran kinerja pada organisasi sektor
publik, yaitu :
a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
b. Menyediakan sarana pembelajaran bagi pegawai
c. Memperbaiki kinerja untuk periode berikutnya
d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian
reward dan punishmant
e. Memotivasi pegawai
f. Menciptakan akuntabilitas publik

Sedangkan manfaat disusunnya pengukuran kinerja bagi organisasi pemerintahan adalah :


a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen
b) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan
c) Untuk memonitor dan mengevaluasi target kinerja dan membandingkan nya dengan
target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja
d) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas
pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah
disepakati
e) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki
kinerja organisasi
f) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi
g) Membantu memahami proses kegiatan intansi pemerintah
h) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.

Berdasarkan tujuan dan manfaat di atas, pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk
memenuhi tiga maksud, adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja
pemerintah, maksudnya adalah untuk membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan
sasaran program unit kerja. Akibatnya, hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan pelayanan publik.

4
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan
pembuatan keputusan.
3. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan akuntabilitas publik dan
memperbaiki komunikasi kelembagaan.

2.2 Kesesuaian Desain Pengukuran Kinerja Dengan Desain Sistem Pengendalian


Manajemen
Pengukuran kinerja merupakan alat bagi manajemen untuk menilai keberhasilan
organisasi. Dalam organisasi sektor publik, keberhasilan organisasi dinilai dari kemampuan
organisasi dalam menyediakan pelayanan publik yang murah dan berkualitas. Apabila organisasi
sektor publik tersebut mampu menyediakan pelayanan publik yang murah dan berkualitas, maka
organisasi tersebut akan memperoleh kepercayaan dan dukungan publik.
Kepercayaan dan dukungan publik ini penting bagi organisasi sektor publik, karena mereka
akan mempertanggungjawabkan kepada publik atas penggunaan dana yang diperolehnya dari
publik. Terdapat beberapa hal yang perlu dijawab untuk mengetahui keberhasilan suatu
organisasi sektor publik, yaitu sebagai berikut :
1. Apa yang sebenarnya akan diukur?
2. Skala atau ukuran apa yang akan digunakan?
3. Berapa toleransi kesalahan yang akan diterima?
4. Siapa yang akan mengukur?
5. Untuk siapa informasi kinerja tersebut dan apa yang akan mereka lakukan dengan laporan
hasil kinerja tersebut?
Desain sistem pengendalian yang efektif harus mempertimbangkan beberapa faktor. Sudrajat
menyebutkan faktor-faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam menyusun sistem
pengendalian manajemen, yang nantinya juga akan mempengaruhi dalam menyusun sistem
pengukuran kinerja, yaitu sebagai berikut.
1. Desain sistem pengendalian tergantung pada karakteristik lingkungan yang dihadapi.
Tidak ada sistem pengendalian manajemen yang terbaik, yang ada hanyalah apakah
sistem pengendalian manajemen yang diterapkan cocok atau tidak dengan karakteristik
organisasi. Karakteristik lingkungan yang dihadapi akan mempengaruhi efektivitas
pengendalian manajemen yang digunakan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap

5
karakteristik lingkungan organisasi merupakan dasar untuk merancang sistem
pengendalian yang efektif. Pendekatan ini dinamakan dengan pendekatan kondisional
atau kontinjensi. Pendekatan kontinjensi diperlukan untuk menciptakan sistem
pengukuran kinerja yang andal.
2. Paradigma, merupakan peta yang menggambarkan kondisi lingkungan yang dihadapi oleh
suatu organisasi. Paradigma akan mempengaruhi cara anggota didalam organisasi untuk
bersikap dan bertindak. Berdasarkan suatu paradigma tertentu, suatu sistim dirancang
sehingga dapat mengorganisasi berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan sistem,
untuk itu paradigma yang dianut oleh anggota organisasi juga akan menjadi pertimbangan
dalam menyusun sistem pengukuran kinerja.
3. Sistem terdiri atas dua bagian, yaitu proses dan struktur. Proses terkait dengan tahapan
yang harus dilalui, sedangkan struktur terkait dengan komponen-komponen yang
berkaitan satu dengan lainnya secara bersama sama. Proses dan struktur pengendalian
manajemen, sebagimana dijelaskan diatas, berpengaruh terhadap efektivitas sistem
pengendalian manajemen.
4. Keahlian manajerial (managerial skill). Keahlian atau kompetensi diperlukan untuk
menjalankan sistem yang telah dirancang. Meskipun, sistem telah disusun dengan baik,
namun jika anggota didalam organisasi tersebut banyak yang tidak kompeten untuk
melaksanakan nya, maka sistem tersebut tidak bisa berjalan.

Peranan sistem manajemen kinerja tampak pada tahap perencanaan strategis, implementasi,
dan evaluasi kinerja. Tolak ukur kinerja pada program dan pelaksanaan anggaran harus sesuai
dengan rancangan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan pada rencana strategis, yang
merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan, dan strategi organisasi pada tahap perencanaan
strategis. Rencana strategis berisi tentang sasaran strategis yang akan dicapai oleh organisasi,
hasil dan indikator kinerja, inisiatif strategis serta target kinerja.

2.3 Konsep Value For Money Pada Pengukuran Kinerja


Konsep value for money merupakan konsep untuk mengukur ekonomi, efektivitas, dan
efisiensi kinerja program, kegiatan dan organisasi. Konsep value for money adalah konsep yang
penting dalam organisasi sektor publik sehingga sering kali disebut dengan inti dari pengukuran

6
kinerja sektor publik. VFM juga mengandung arti sebagai penghargaan terhadap nilai uang. Hal
ini berarti setiap rupiah harus dihargai secara layak dan digunakan sebagaimana mestinya.
Untuk mengimplementasikan konsep VFM pada pengukuran kinerja diperlukan
pengembangan indikator kinerja. Indikator kinerja dikembangkan dari variabel kunci yang
berhasil diidentifikasi oleh organisasi untuk unit kerja yang terkait untuk dapat diketahui tingkat
capaian kinerja nya. Indikator kinerja tersebut kemudian dibandingkan dengan target kinerja atau
standar kinerja. Pada dasarnya pengembangan indikator kinerja meliputi pengembangan
indikator kinerja makro dan mikro. Indikator kinerja makro digunakan pada tingkat korporat atau
organisasi induk, sedangkan indikator kinerja mikro digunakan pada tingkat unit kerja.
Begitu juga dengan orientasi pengembangan indikator kinerja hendaknya harus seimbang,
yaitu tidak hanya mengembangkan indikator kinerja keuangan saja, melainkan juga indikator
kinerja nonkeuangan, antara indikator hasil dengan indikator proses, dan antara indikator
kuantitatif dengan indikator kualitatif. Indikator keuangan hanya menekankan pada input dan
output yang terbatas pada anggaran dan realisasinya. Sementara indikator non keuangan lebih
menekankan pada outcome, seperti kepuasan pelanggan, kualitas layanan, cakupan layanan.
a. Pengukuran Ekonomi
Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan. Dengan kata lain, ekonomi adalah
praktik pembelian barang dan jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang
dimungkinkan. Dalam konteks organisasi pemerintahan, ukuran ekonomi berupa berapa
anggaran yang dialokasikan untuk membiayai aktivitas tertentu. Apabila sumber daya yang
dikeluarkan berada di bawah anggaran maka terjadi penghematan, sedangkan sebaliknya, apabila
diatas anggaran maka terjadi pemborosan. Sehingga pada pengukuran ekonomi berhubungan
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a) Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?
b) Apakah biaya organisasi lebih besar dari biaya organisasi lain yang sejenis yang dapat
diperbandingkan?
c) Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya keuangan secara optimal.
b. Pengukuran Efisiensi
Efisiensi merupakan hal penting dari ketiga pokok bahasan value for money. Efisiensi
diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibanding input, maka
semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.

7
Dalam pengukuran kinerja value for money, efisiensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu
efisiensi alokasi (efisiensi 1) dan efisiensi teknis atau manajerial (efisiensi 2). Efisiensi alokasi
terkait dengan kemampuan untuk mendayagunakan sumber daya input pada tingkat kapasitas
optimal. Efisiensi teknis terkait dengan kemampuan mendayagunakan sumber daya input pada
tingkat output tertentu.
Perbaikan terhadap efisiensi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
1. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama.
2. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan
input.
3. Menurunkan input pada tingkat output yang sama.
4. Menurunkan input pada tingkat proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan
output.

Dalam implementasi nya, untuk mengukur efisiensi organisasi sektor publik dapat
menggunakan teknik tertentu, seperti data envelopment analisis(DEA). DEA adalah sebuah
teknik yang didasarkan pada pemrograman linier yang membantu analis untuk mengukur dan
memperbaiki kinerja dari sebuah agen, program, layanan atau keputusan unit lainnya dengan
memperkenankan mereka untuk menentukan efisiensi relatif nya.

c. Pengukuran Efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.
Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai kegiatan yang
telah ditetapkan. Pengukuran efektivitas mengukur hasil akhir dari suatu pelayanan yang
dikaitkan dengan outputnya (cost of outcome).
Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari
keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program. Pengukuran efektivitas bisa
dilakukan hanya dengan mengukur outcome.
Suatu pelayanan mungkin dilakukan secara efisien, namun belum tentu efektif jika
pelayanan tersebut tidak menambah nilai bagi pelanggan. Oleh karena itu indicator efisiensi
dan efektivitas harus digunakan secara bersama-sama. Jika suatu program dinyatakan efektif
dan efesien, maka program tersebut dapat dikatakan cost-effectiveness.

8
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa ketiga pokok bahasan dalam value for money sangat
terkait satu dengan yang lainnya. Ekonomi membahas mengenai masukan (input), efisiensi
membahas mengenai masukan (input) dan keluaran (output), dan efektivitas membahas
mengenai output dan dampak (outcome).

2.4 Konsep Dasar : Input, Output, dan Outcome


Istilah “ukuran kinerja” pada dasarnya berbeda dengan istilah “ indicator kinerja”. Ukuran
kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sedangkan indicator kinerja mengacu
pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan
indikasi-indikasi kinerja.
Inti dari pengukuran kinerja pada organisasi pemerintahan adalah implemmentasi konsep
VFM. VFM memiliki tiga komponen, yaitu : ekonomi, efisien, efektif. Untuk bisa mengukur
tingkat ekonomi, efesiensi, efektivitas, organisasi pemerintahan harus dapat mengetahui tingkat
input, output, outcome. Oleh karena itu, indakator kinerja yang dikembangkan meliputi indicator
input, indicator ouput, indicator outcome.
Sebenarnya pada saat diberlakukannya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, pengukuran
kinerja pemerintah ( daerah) tidak hanya sampai pengukuran oucome, tetapi sampai dengan
mengukur benefit atau impact. Semenjak dikeluarkannya Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
sebagai Pengganti dari Kepemendagri Nomor 2009 Tahun 2002, pengukuran kinerja untuk hanya
sampai pada pengukuran outcome.
Mahmudi (2007:89) menyebutkan bahwa indicator kinerja yang akan dikembangkan
hendaknya memiliki karakteristik, yaitu :
a. Sederhana dan mudah dipahami.
b. Dapat diukur.
c. Dapat dikuantifikasikan.
d. Dikaitkan dengan standar atau target kinerja.
e. Berfokus pada pelayanan, pelanggan, kualitas, efisiensi
f. Dikaji secara teratur.
Kaji ulang terhadap indicator kinerja secara rutin bertujuan untuk menguji validitas dan
keandalan indicator yang dibuat agar dapat menyesuaikan dengan perubaan kebutuhan layanan
sehingga dalam jangka panjang menghasilkan ukuran kinerja yang lebih baik dan efektif.

9
Dalam organisasi pemerintahan indicator kinerja memilki peran, anatra lain (Mardiasmo,
2009:128) :
a. Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi.
b. Untuk mengevaluasi target akhir (final outcome) yang dihasilkan.
c. Sebagai masukan untuk menentukan skema isentif manajerial.
d. Memungkinkan bagi pemakai jasa layanan pemerintah untuk melakukan pilihan.
e. Untuk menunjukkan standar kinerja.
f. Untuk menunjukkan efektivitas.
g. Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas biaya paling baik untuk
mencapai target sasaran.
h. Untuk menunjukkan wilayah, bagian, atau proses yang masih potensial untuk dilakukan
penghematan biaya.
Untuk menentukan indicator kinerja perlu mempertimbangkan komponen sebagai berikut
(Mahmudi, 2007:90; Mardiasmo,2009:125)
1. Biaya pelayanan ; indicator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost).
2. Tingkat penggunaan ; indicator penggunaan (utilization) pada dasarnya membandingkan
antara jumlah pelayanan yang ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik
(public demand).
3. Kualitas dan standar pelayanan ; indicator kualitas dan standar pelayanan merupakan
indicator yang paling sulit diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya
subjektif.
4. Cakupan pelayanan : diperlukan untuk mengetahui tingkat penyediaan pelayanan yang
diberikan dengan permintaan pelayanan yang dibutuhkan.
5. Kepuasaan ; indicator kepuasaan biasanya diukur melalui metode jejak pendapat secara
langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need
assessment) dapat juga digunakan untuk menetapkan indicator kepuasaan.

Indikator Input
Input adalah semua jenis sumber daya masukan yang digunakan dalam suatu proses
tertentu untuk menghasilkan ouput. Input dibagi menjadi dua, yaitu input primer berupa kas,
sedangkan input sekunder adalah berupa bahan baku, personel, infrastruktur, dan masukan

10
lainnya yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Input primer harus diubah
menjadi input sekunder untuk diolah menjadi output tertentu.
Pengukuran input adalah pengukuran sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu proses
dalam rangka menghasilkan output. Ukuran input mengindikasikan jumlah sumber daya
yang dikonsumsi untuk suatu program aktivitas, dan organisasi. Pengukuran input dilakukan
dengan cara membandingkan input sekunder dan input primer atau dengan kata lain sama
dengan pengukuran ekonomi untuk mengetahui biaya per unit input (cost of input). Biaya
input tersebut diidentifikasi melalui akuntansi biaya dengan system pembiayaan (costing).
Indicator input saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan penentuan indicator output, artinya,
pengukuran ekonomi saja tidak cukup tanpa diikuti dengan efisiensi dalam proses.

Indikator Output
Output adalah hasil langsung dari suatu proses. Pengukuran ouput adalah pengukuran
keluaran yang dihasilkan dari proses. Ukuran output menunjukkan hasil implementasi
program atau aktivitas. Sudrajat (2007:197) menyatakan bahwa pengukuran ouput harus
memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Ditujukan kebidang kinerja sesungguhnya, yaitu berupa output yang benar-benar
menunjukkan kinerja yang diharapkan.
b. Tepat sasaran, dalam artian tidak hanya mencerminkan estimasi kasar.
c. Tepat waktu.
d. Objektif, dalam artian tidak dapat dimanipulasi.
Jika pengukuran output tidak memiliki salah satu dari empat karakteristik diatas, maka
system pengendalian yang beorientasi kepada output kemungkinan besar akan mengalami
kegagalan. Secara umum, pengukuran output dapat berbentuk kuantitatif dan keuangan atau
kuantitatif dan non keuangan. Contoh output yang kuantitatif keuangan adalah jumlah PAD
yang berhasil diperoleh oleh bagian pendapatan pada DPPKAD, sedangkan contoh output
yang kuantitatif nonkeungan adalah jumlah lulusan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi
pada periode tertentu.

Indikator Outcome.

11
Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat. Outcome
lebih tinggi nilainya dari pada output, karena output hanya mengukur hasil tanpa mengukur
dampaknya terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur kualitas ouput dan dampak
yang dihasilkan. Outcome adalah hasil yang dicapai dari suatu program atau kegiatan
dibandingkan dengan hasil yang diharapkan. Contohnya, misalnya pemerintah
mengeluarkan sejumlah dana untuk kegiatan pencegahan penyakit malaria. Input primernya
adalah jumlah dana yang dikeluarkan, sedangkan input sekundernya bisa berupa pembelian
obat-obatan, vaksinasi, tenaga medis, dan peralatan medis. Outputnya adalah bisa orang
diberi vaksinasi atau bisa wilayah tertentu yang dijadikan sasaran pencegahan penyebaran
malaria. Outcomenya adalah wilayah tertentu terhindar dari wabah penyakit malaria, atau
penyakit malaria dapat dicegah penyebarannya diwilayah tertentu.
Pengukuran outcome dilakukan untuk mengukur nilai dari suatu kegiatan atau program.
Pengukuran output lebih bersifat mengukur kuantitas barang atau jasa yang dihasilkan oleh
suatu aktivitas, sedangkan pengukuran outcome mengukur nilai kualitas dari output tersebut.
Pengukuran outcome tidak dapat dilakukan sebelum program atau kegiatan tersebut
dilakukan atau telah mencapai tahap tertentu.

2.5 Konsep Best Value


Konsep best value merupakan perluasan konsep VFM (Mahmudi, 2007). Konsep best value
merupakan suatu konsep yang mewajibkan unit kerja pemerintah pemberi pelayanan publik
untuk memberkan pelayanan terbaik (best value). Unit kerja yang termasuk kategori unit kerja
best value harus focus memberikan perbaikan pelayanan secara terus-menerus dengan cara
megombinasikan prinsip ekonomi, efisien, dan efektif dalam pelayanan, serta harus tanggap
terhadap kebutuhan masyarakat.
Unit kerja best value bukan merupakan unit kerja yang menjalankan fungsi pendapatan, hal
ini berarti unit kerja tersebut tidak mendasarkan peningkatan pelayanannya pada kenaikan
pendapatan yang diperolehnya. Cara berfikir unit kerja ini tidak dimulai dari bagaimana
meningkatkan pendaatan untuk meningkatkan pelayanan, akan tetapi bagaimana memperbaiki
dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat baru
kemudian mencari solusi bagaimana membiayai pelayanan tersebut. Salah satu negara yang

12
menerapkan konsep best value adalah negara inggris yang diatur dala Local Government Act
1999).
Karakteristik utama konsep best value adalah penetapan serangkaian indkator kinerja untuk
menguku kinerja unit kerja pemberi layanan yang merupakan unit kerja best value.
Indikator kinerja diterapkan untuk menilai kinerja dan kesehatan organisasi secara keseluruhan,
indikator kerja yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi adalah indikator outcome
(hasil), sedangkan indikator input dan output digunakan untuk menilai level kegiatan.

2.6 Implementasi Pengukuran Kinerja di Pemerintah


Mahmudi (2007) menyatakan bahwa manajemen kinerja yang terintegrasi (integrated
performance management) terdiri atas dua bagian utama, yaitu perencanaan kinerja dan
pengukuran kinerja. Perencanaan kinerja terdiri atas empat tahap, yaitu :
a. Penentuan visi, misi dan tujuan (goal) serta strategi.
b. Penerjemahan visi, misi, dan tujuan, serta strategi kedalam:
1. Sasaran strategis
2. .Inisiatif strategis.
3. Indikator kinerja.
4. Target kinerja.
c. Penyusunan program.
d. Penyusunan anggaran
Sementara itu, pengukuran kinerja Value For money dibangun atas tiga komponen utama,
yaitu :
1. Komponen visi, misi, sasaran, dan target.
2. Komponen input, proses, output, dan outcome.
3. Komponen pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
Sejak dikeluarkannya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terjadi
perubahan mendasar pada system penganggaran diIndonesia, yaitu diterapkannya penganggaran
terpadu (unified budgeting), penganggaran berbasis kinerja (Perfomance-based budgeting), dan
penganggaran dengan perspektif jangka menengah (medium term expenditure framework-
MTEF). Pada tahun 2005 terbitlah PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah yang kemudian diikuti dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 jo. Permendagri

13
Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Menurut PP Nomor 58
Tahun 2005 pasal 38 ayat 2 dinyatakan bahwa penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja
dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja (ASB), standar
satuan harga, standar pelayanan minimal (SPM).
Diantara komponen-komponen anggaran berbasis knerja (ABK), indikator kinerja ASB dan
SPM merupakan instrument penganggaran yang terpenting (Australia dan Indonesia Partnership,
2008).
Tahap perencanaan kinerja dimulai dengan tahap menentukan visi, misi, tujuan, sasaran dan
target. Renstra dihasilkan melalui kombinasi dua pendekatan, yaitu pendekatan top down dan
bottom up. Renstra yang dihasilkan dari pendekatan top down merupakan inisiatif dari
pemerintah yang merupakan penjabaran dari visi dan misi kepala daerah. Dari renstra kemudian
diterjemahkan dalam rencana kerja. Sedangkan, renstra yang berasal dari pendekatan bottom up
merupakan hasil dari penjaringan aspirasi masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk pelayanan
publik.
Pelayanan publik yang harus disediakan pemerintah kemudian dapat berbentuk standarisasi
yang tertuang dalam SPM mauoun tidak. SPM dapat merupakan bentuk dari implemtasi konsep
best value, karena menurut PP nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan SPM Pasal 1 ayat 6, SPM merupakan ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
SPM merupakan pelayanan dasar yang diselenggarakan pemerintah secara tepat syarat
hingga menghasilkan mutu tertentu. SPM disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan
pemerintah wajib berusaha bagaimana memenuhi kebutuhan masyarajat tersebut, termasuk cara
membiayainya.
ASB ( standar belanja) dan tolak ukur kinerja menjadi dasar dalam menyusun rencana kerja.
Rencana kerja yang memuat program dan kegiatan sebagai penjabaran dari visi, misi, tujuan,
strategi pemerintah/ pemerintah daerah disebut dengan rencana kerja pemerintah (RKP)/ rencana
kerja pemerintah daerah (RKPD). Sedangkan, rencana kerja yang berisi kegiatan, tolak ukur
kinerja, jenis indikator, target kinerja sasaran kegiatan, usulan anggaran disebut dengan rencana
kerja anggaran (RKA). RKA merupakan dokumen yang mengaitkan pengukuran kinerja value
for money melalui indikator input, output dan outcome dengan nilai usulan anggaran (belanja,
pendapatan, pembiayaan).

14
Suatu program atau kegiatan dikatakan semakin efisien jika untuk mencapai output tertentu
diperlukan biaya tertentu akan diperoleh output yang lebih besar dibandingkan data dasar
sebaliknya. Efektivitas dapat dilihat dengan membandingkan rencana output terhadap rencana
hasil. Jika dengan rencana output tertentu akan mampu dicapai hasil yang lebih besar atau
dengan target hasil tertentu akan dicapai dengan output yang lebih kecil dibandingkan dengan
data dasar, maka program dan kegiatan tersebut dikatakan semakin efektif.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengukuran kinerja sektor publik bukan hanya bagaimana kemampuan uang publik
dibelanjakan, tetapi dilihat juga dari segi ekonomis, efisiensi, dan efektivitas, dan tentunya dari
segi outcome. Pengukuran kinerja sektor publik dilaksanakan untuk menilai pencapaian
organisasi melalui alat ukur keuangan dan nonkeuangan. Untuk melakukan pengukuran kinerja
dengan melihat variabel kunci kemudian dikembangkan pada unit kerja yang bersangkutan untuk
dapat diketahui tingkat pencapaian kinerja, dari sini lah kita bisa mengetahui apakah kinerja
suatu organisasi sudah sesuai dengan apa yang direncanakan meliputi ekonomi, efisiensi,
efektivitas, dan lain-lain atau tidak.
Jika tidak tercapai maka dikatakan bahwa pengukuran kinerja suatu organisasi tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Tentunya kinerja bukanlah akhir dari segalanya tetapi ini merupakan
acuan atau bagi pemerintah atas apa yang telah dilakukan nya dalam pengembangan organisasi
(khususnya disektor publik).

16
DAFTAR PUSTAKA

1) Halim, Abdul & M. Syam Kusufi.2014. Akuntansi Sektor Publik,edisi ke-


2, Jakarta: Salemba Empat

17

Anda mungkin juga menyukai