Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ASI dalam istilah kesehatan dimulai dari proses laktasi. Laktasi adalah

keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI di produksi sampai proses bayi

menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus

reproduksi mamalia termasuk manusia. Masa laktasi mempunyai tujuan

meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI

sampai anak umur 2 tahun secara baik dan benar serta anak mendapatkan

kekebalan tubuh secara alami. ASI diproduksi oleh organ tubuh wanita yang

bernama payudara (Kristiyanasari, 2011).

ASI eksklusif menurut World Health Organization adalah memberikan

hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi

sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Namun bukan

berarti setelah pemberian ASI eksklusif pemberian ASI dihentikan, tetapi tetap

diberikan kepada anak sampai berusia 2 tahun (WHO, 2017). Salah satu

masalah yang sering muncul pada ibu menyusui adalah ketidak lancaran

produksi ASI.

Pijat oxytosin merupakan salah satu solousi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oxytocin ini dilakukan pada sepanjang

tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam menuju

payudara, ibu akan merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa nyeri

dan mencintai bayinya sehingga dengan begitu hormone oksitosin keluar dan

1
ASI pun cepat keluar. Oksitosin dapat diperoleh dengan berbagai cara baik

melalui oral, intra-nasal, intra-muscular, maupun dengan pemijatan yang

merangsang keluarnya hormone oksitosin. Tindakat pijat oksitosin ini dapat

memberikan sensasi rileks pada ibu dan melancarkan aliran syaraf serta aliran

ASI kedua payudara lancar (Evy & Endang, 2019)

Data WHO menunjukan hanya 44% dari bayi baru lahir di dunia yang

mendapat ASI dalam waktu satu jam pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit

bayi di bawah usia enam bulan disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian

ASI eksklusif di Afrika Tengah sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia

sebanyak 32%, Asia Timur sebanyak 30%, Asia selatan sebanyak 47%, dan

Negara berkembang sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40%

anak di bawah usia enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan

pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%.

Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO 2014).

Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia

enam bulan adalah sebesar 29,5% (Profil kesehatan Indonesia, 2017). Hal ini

belum sesuai dengan target Rencana Strategi Kementrian Kesehatan tahun

2015-2019 yaitu presentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI

eksklusif sebesar 50%.

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan paling

rendah berada di Sumatera Utara sebesar 12,4%, Gorontalo sebesar 12,5% dan

paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 55,4%. Berdasarkan data tersebut pada

2
tahun 2017 gorontalo termasuk provinsi terendah yang pemberian ASI

eksklusifnya belum mencapai target. (Data dan Informasi Profil Kesehtan

Indonesia, 2017).

Di provinsi Gorontalo pada tahun 2017 capaian ASI eksklusif sebesar

47%, dan pada tahun 2018 menurun menjadi 46.91% (Ditjen Kesehatan

Masyarakat Kemenkes RI, 2019).

Dari prevalensi data tersebut bisa disimpulkan bahwa di Indonesia capaian

pemberian ASI terhadap bayi belum mencapai target yang di harapkan yaitu

80% ( WHO, 2016), hal yang sama juga terjadi di Provinsi Gorontalo bahwa

capaian ASI eksklusif belum mencapai target dunia.

Target pencapaian ASI sulit dicapai disebabkan karena salah satunya yaitu

ASI tidak keluar. Permasalahan tidak lancarnya proses keluarnya ASI yang

menjadi salah satu penyebab seseorang tidak dapat menyusui bayinya

sehingga proses menyusui terganggu/terhambat karena itu diperlukan

pendekatan pada masyarakat untuk dapat mengubah kebiasaan buruk

memberikan makanan pendamping ASI sebelum bayi berusia 6 bulan dan

mengenali berbagai metode/teknik yang dapat membantu ibu untuk

memperlancar produksi atau pengeluaran ASI (Arisman dalam Ulfa, 2013).

Berdasarkan pengalaman praktek klinik keperawatan maternitas di RSUD

dr.M.M. Dunda Limboto jarang sekali perawat melakukan teknik pijat

payudara untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui atau ibu post

partum. Kalaupun ada hanya dilakukan teknik pijat payudara biasa bukan

teknik oxytocin, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan karya tulis

3
ilmiah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Ibu Menyusui dengan Teknik

Oxytocin Massage untuk Meningkatkan Produksi ASI “

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah disusun diatas, maka

penulis merumuskan masalah dalam penyusunan studi kasus karya ilmiah ini

dengan rumusan “Bagaimana Asuhan Keperawatan Ibu Menyusui dengan

Teknik Oxytocin Massage untuk Meningkatkan Produksi ASI”?.

1.3 Tujuan Studi Kasus

Tujuan dari pelaksanaan studi kasus ini adalah untuk menerapkan teknik

oxytocin massege agar produksi ASI meningkat pada ibu menyusui di RSUD

Dr. M.M Dunda Limboto.

1.4 Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada:

1.4.1 Manfaat bagi Masyarakat

Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi masukan bagi

masyarakat khususnya ibu menyusui dalam menambah ilmu

pengetahuan tentang bagaimana cara meningkatkan produksi ASI.

1.4.2 Manfaat bagi Ilmu Keperawatan

Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi masukan bagi tenaga

perawat dalam mengaplikasikan intervensi oxitochin massage dalam

meningkatkan pelayanan pada ibu menyusui terutama untuk

meningkatkan produksi ASI.

4
1.4.3 Manfaat bagi Penulis

Karya tulis ilmiah ini dapat menjadi masukan bagi penulis dalam

menambah pengetahuan tentang manfaat oxitochin massage dalam

meningkatkan produksi ASI.

Anda mungkin juga menyukai