Bagian II
Jilid
1 – 51
Tamat
Saduran :
Tjan ID
Penerbit :
UP GENTA
Pencetak :
Tunas Tanjak
Terdaftar No.Pol.024/BIN/LEKS/75
Jilid 1
DALAM kisah sebelumnya diceritakan Pek In Hoei jago muda kita
terhantam masuk jurang oleh pukulan Hoa Pek Tuo yang maha
dahsyat sehingga nasibnya tidak ketahuan.
Sedang Hoa Pek Tuo yang berhasil menghantam roboh
musuhnya tiba-tiba merasakan suatu penyesalan yang besar sebab
satu satunya orang yang bisa menandingi kepintarannya telah lenyap,
ia menganggap sejak itu partai Thiam-cong telah musnah dari
permukaan bumi.
Di saat bayangan tubuhnya baru saja lenyap dibalik kegelapan
itulah, mendadak dari bawah tebing yang terjal muncul sepasang
telapak tangan yang gemetar keras, seakan akan cakar baja telapak itu
mencengkeram batu cadas kencang-kencang.
Orang itu bukan lain adalah Pek In Hoei jago kita yang dihantam
masuk jurang oleh lawannya. Dengan susah payah ia merangkak naik
ke atas tebing, di atas wajahnya yang penuh penderitaan terlintas rasa
bangga yang tak terkirakan.
"Partai Thiam cong tidak akan musnah!" gumamnya sambil
memandang kegelapan yang mencekam permukaan bumi. "Partai
Thiam cong hanya akan lenyap dari dunia persilatan untuk sementara
waktu begitu pula aku Pek In Hoei, tidak akan mati dengan begini
saja, mungkin namaku akan hilang beberapa saat dari pendengaran
orang..."
1
Saduran TJAN ID
2
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Ada budi harus dibalas dengan budi, ada dendam harus dibalas
dengan darah, aku tak sudi dirugikan oleh siapa pun dan tak mau
berhutang kepada siapa pun !".
Tetapi... benarkah takdir memberikan budi kepadanya ? dapatkah
ia menyelesaikan budi dan dendam yang tiada terhingga banyaknya
itu? Jalan kecil yang tiada ujung pangkalnya menjulur di tengah
kegelapan dan lenyap dibalik hutan belantara yang gelap gulita, hutan
yang begitu lebat dan tak nampak ujungnya di bawah sorot cahaya
rembulan tampak seolah-olah sebuah samudra yang amat luas....
Dengan sempoyongan Pek In Hoei berjalan meninggalkan tebing
batu karang yang hampir saja merenggut nyawanya, selangkah demi
selangkah ia berjalan di jalan kecil yang tiada ujung pangkalnya itu...
Angin malam berhembus seakan akan sedang mentertawakan
dirinya yang telah usang, di bawah sorot cahaya bintang, bayangan
tubuhnya nampak semakin limbung.
"Ooooh... Pek In Hoei! Pek In Hoe, kau tak boleh melupakan
segala penderitaan serta hinaan yang telah kau alami selama ini!" ia
benahi rambutnya yang kusut, lalu gumamnya kembali, "Setelah kau
sanggup menahan penderitaan batin yang berat, sepantasnya kau pun
harus dapat menahan penderitaan atas kesunyian serta kepedihan di
dalam hatimu... "
Ia angkat kepalanya memandang awan hitam di langit, senyum
dingin menyungging di ujung bibirnya, kembali ia berpikir:
"Aku tak sudi menerima rasa kasihan serta rasa iba dari kamu
sekalian, aku sudah terbiasa hidup sebatang kara, seakan akan
bayangan tubuhku, sepanjang masa ia akan mengikuti diriku kemana
saja aku pergi..."
Wajahnya mendadak berkerut... air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya.
"Selamanya aku memang sebatang kara, aku tak sudi dikasihani
orang... aku tak sudi orang lain merasa iba atas penderitaanku...!"
3
Saduran TJAN ID
4
IMAM TANPA BAYANGAN II
5
Saduran TJAN ID
6
IMAM TANPA BAYANGAN II
7
Saduran TJAN ID
8
IMAM TANPA BAYANGAN II
9
Saduran TJAN ID
10
IMAM TANPA BAYANGAN II
samudra utara... Ehmm, mereka jauh lebih halus dan lebih sopan,
cuma... Heeeh... heeee....heee... kau bisa pasangkan api buat huncwee
aku si orang tua, rupanya kau si bocah cilik pun boleh juga dididik
dan dipupuk!"
Pedang Sakti Pelangi Terbang Tok See amat gusar, sambil
mempersiapkan pedang ia maju ke depan, diiringi desiran angin tajam
ia babat tubuh Ouw-yang Gong.
Mendadak...
"Tok See!" bentakan keras berkumandang keluar dari Song Kim
Toa Lhama.
Sangat cepat serangan pedang itu meluncur ke depan namun
cepat pula ia tarik kembali serangannya, sambil mendengus dingin
Tok See tarik kembali cahaya pedangnya yang berkilauan.
"Sungguh tak disangka manusia liar tak berpendidikan macam
kau bisa terhitung sebagai salah satu di antara tujuh jago pedang dari
dunia persilatan," seru Ouw-yang Gong dengan wajah tenang.
"Sungguh hal ini merupakan suatu penghinaan bagi dunia kangouw!"
Gelak tertawa seram berkumandang dari balik hutan disusul
munculnya seorang lelaki berbaju ringkas dari atas pohon.
"Hey huncwee gede, kau jangan memaki pula dirimu lho...!"
Begitu menjumpai siapakah orang itu, Ouw-yang Gong semakin
getir perasaannya.
"Aaaaah, sungguh tak nyana Pay Boen Hay si keparat cilik ini
pun telah menggabungkan diri dalam kalangan perwira istana,
rupanya rencana kaum Seng Sut Hay untuk merajai Bu-lim masih
belum dilepaskan dengan begitu saja!"
Ia tarik napas panjang, kemudian serunya :
"Ooooouw...! aku kira siapa, tak tahunya kau si Kiam Leng koen
si pemuda tampan pedang sakti Pay Boen Hay. Hmmm... di antara
tujuh jago pedang Bu lim kini sudah muncul empat orang, entah si
jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei apakah juga ikut datang atau
tidak?"
11
Saduran TJAN ID
12
IMAM TANPA BAYANGAN II
13
Saduran TJAN ID
14
IMAM TANPA BAYANGAN II
15
Saduran TJAN ID
16
IMAM TANPA BAYANGAN II
17
Saduran TJAN ID
Song Kim Toa Lhama yang berdiri paling dekat dengan dirinya
jadi tercengang, ia segera menegur :
"Apa yang telah terjadi?"
"Ada orang melancarkan serangan bokongan dengan senjata
rahasia..."
Belum habis dia berkata, air mukanya telah berubah hebat,
wajahnya diliputi oleh rasa kaget, ngeri dan takut yang tak terhingga.
Song Kim Toa Lhama cukup kenal siapakah Pay Boen Hay itu,
sebagai cucu murid dari Ciak Kak Sin Mo bukan saja kepandaian
silatnya lihay, kecerdikannya pun luar biasa, belum pernah ia jeri atau
takut terhadap persoalan apa pun juga.
Kini setelah menyaksikan wajahnya menunjukkan rasa takut,
ngeri dan kaget yang tak terkiranya dengan perasaan tercengang ia
lantas bertanya :
"Siapa yang berani..."
******
Bagian 14
KETIKA sinar mata Song Kim Toa Lhama tertuju ke atas telapak pby
yang sementara itu sudah direntangkan, ucapannya yang belum
selesai segera terputus di tengah jalan, wajah Lhama ini pun segera
terlintas oleh rasa kaget dan tercengang yang tak terkirakan.
Kiranya benda yang ada di tangan pby tidak lain hanya selembar
daun kering yang sudah layu.
Dengan hati terperanjat si pemuda tampan pedang sakti berseru :
"Bukankah serangan ini merupakan serangan 'Hoei Hoa Sat Jiet'
atau Terbang bunga membunuh orang, suatu kepandaian lweekang
tingkat tinggi?..."
Ucapan ini membuat Pedang Kilat Pelangi Terbang Tok See serta
si jago pedang selaksa bukit Liong Lak berubah air muka.
18
IMAM TANPA BAYANGAN II
Si pedang sakti pembunuh naga Tauw Meh yang baru saja sadar
dari pingsannya pun terperanjat sekali mendengar ucapan itu, saking
kagetnya ia sampai lupa untuk bangkit berdiri.
Haruslah diketahui ilmu kepandaian Terbang bunga membunuh
orang adalah suatu kepandaian maha sakti yang sukar dicapai oleh
sementara orang biasa, mereka pun hanya pernah mendengar akan
nama ilmu tersebut tanpa pernah menyaksikan sendiri. Maka bisa
dibayangkan betapa terperanjat dan ngerinya orang-orang itu setelah
menjumpai peristiwa yang maha hebat ini.
Lama sekali Song Kim Toa Lhama baru berhasil menenangkan
hatinya, dengan suara berat segera serunya :
"Maha guru dari manakah yang ada di dalam hutan?"
Ia tahu dalam dunia persilatan dewasa ini sudah jarang terdapat
manusia yang sanggup menggunakan kepandaian tersebut, bahkan
menurut apa yang pernah ia dengar hanya tiga dewa dari luar lautan
serta sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay saja yang bisa ilmu
tersebut.
Suasana dalam hutan tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun...
Pay Boen Hay termenung sebentar, kemudian berkata :
"Mungkinkah orang itu adalah sucouwku atau tiga dewa dari luar
lautan? sebab orang itu tidak bermaksud membunuh orang..."
Belum habis ia berkata, serentetan suara aneh berkumandang
keluar dari balik hutan, buru-buru pedangnya dicabut keluar
kemudian menyambar ke arah mana berasalnya suara tadi.
Meskipun cukup cepat gerakan pedangnya, namun gerakan ke-
enam lembar daun kering itu jauh lebih cepat lagi, secara berbarengan
ke-enam lembar daun tadi menembusi lampu lentera dan memapas
lilin dalam lentera tersebut.
Cahaya api seketika padam, suasana dalam hutan berubah jadi
gelap gulita, Song Kim Toa Lhama meraung gusar, badannya
19
Saduran TJAN ID
20
IMAM TANPA BAYANGAN II
21
Saduran TJAN ID
22
IMAM TANPA BAYANGAN II
23
Saduran TJAN ID
24
IMAM TANPA BAYANGAN II
25
Saduran TJAN ID
Jilid 2
"EHMMMM...!" seorang lelaki setengah baya bertopi kulit kecil
muncul dari balik ruangan dengan wajah kaku, mendadak hardiknya
:
"Hey pelayan sialan, apa yang sedang kau gerutukan??"
"Ooooh... oooh... kiranya toa Ciang Kwee, aku... aku baru
bilang... cuaca ini hari sangat bagus... matahari yang bulat membuat
hati kita jadi hangat."
"Omong kosong... terang-terangan aku dengar kau sedang
mengomeli nama penginapan tua Soen Hong-ku yang kurang baik...
Hmmm, kau anggap sekolahmu jauh lebih tinggi dari aku?"
"Aaah... mana... mana... cuma kelinci cucu monyet baru
mengatakan nama dari penginapan ini kurang baik... aku mengerti...
ciang-kwee memberi nama itu agar usaha dagang kita lancar selalu..."
"Bagus... coba kau terangkan lebih jauh, aku ingin tahu sampai di
manakah pengertianmu mengenai merek penginapanku ini."
Sang pelayan gosok-gosok matanya lalu berkata dengan bangga
:
"Gunung Cing Shia begitu tinggi, kita yang melakukan usaha
dagang begini sebagian besar tergantung pada orang-orang yang naik
gunung untuk pasang hio, oleh karena itu kami selalu berharap agar
perjalanan mereka lancar, selain cepat-cepat naik gunung dan cepat-
cepat turun gunung..."
"Konyol, kalau naik gunung biar lancar itu memang betul, dengan
begitu bisa mengurangi beban sang pelancong yang sedang mendaki,
26
IMAM TANPA BAYANGAN II
27
Saduran TJAN ID
28
IMAM TANPA BAYANGAN II
29
Saduran TJAN ID
30
IMAM TANPA BAYANGAN II
31
Saduran TJAN ID
32
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Di antara tujuh jago pedang dari dunia persilatan yang mulai
tersohor namanya dalam dunia kangouw dewasa ini, Pek In Hoei
menempati kedudukan nomor tiga, dia disebut orang sebagai si jago
pedang berdarah dingin...!"
Walaupun tadi secara diam-diam Hee Siok Peng telah mencuri
dengan pembicaraan Ouw-yang Gong mengenai diri Pek In Hoei,
namun sekarang setelah mendengar keterangan itu sekali lagi, ia tetap
merasa girang.
Sambil menggigit bibir lantas tanyanya :
"Kenapa ia disebut orang sebagai si jago pedang berdarah
dingin?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentang soal ini, lebih baik tanyalah
kepada dirimu sendiri."
Sudah tentu Hee Siok Peng mengerti apa yang ia maksudkan,
namun untuk menutupi rasa jengahnya ia menukas :
"Kenapa harus bertanya kepada diriku sendiri? Apa hubunganku
dengan dirinya?"
"Selama ini namanya tersohor di daerah sekitar propinsi Su Cuan
serta Hoo lam, aku rasa kau yang selalu mengasingkan diri dalam
wilayah Biauw tentu tak tahu bagaimanakah tindak tanduknya..."
Ia mendehem ringan, lalu terusnya :
"Dibicarakan dari wajahnya yang ganteng serta potongan
badannya yang kekar dan gagah, tak usah diragukan lagi banyak kaum
gadis yang tergila kepadanya, tetapi ia sama sekali tidak tertarik oleh
mereka, coba pikirlah, kalau dia bukan dikarenakan dirimu mengapa
bisa bertindak demikian???"
Betapa girang hati Hee Siok Peng setelah mendengar perkataan
itu, namun di luaran dengan wajah kaku serunya :
"Setan ular asap tua, kau jangan ngaco belo tak karuan, aku mau
pergi..."
Kali ini ia benar-benar menggapit perut keledainya dan berlalu
dari situ.
33
Saduran TJAN ID
34
IMAM TANPA BAYANGAN II
Ehmm, wajahnya memang cantik jelita, tidak aneh kalau Pek In Hoei
telah menolak cinta kasih kaum gadis dunia persilatan yang begitu
banyak mengejar kejar dirinya."
"Tadi, kenapa kau tidak datang kemari untuk melihat wajahnya
lebih jelas? Sebaliknya malahan berdiri saja di situ..."
Chee Thian Gak tertawa getir.
"Huncwee gede, coba kau lihat tampangku, masa manusia
macam begini pantas kalau berdiri berjajar dengan gadis secantik
itu?? Bila dia wajahku, jangan-jangan bisa melarikan terbirit-birit..."
Meskipun di luaran ia berkata demikian, dalam hati pikirnya :
"Mana aku boleh biarkan dia mengetahui bahwasanya aku bukan
lain adalah Pek In Hoei yang tempo dulu telah melarikan diri dari
gunung Thian cong dengan badan menderita keracunan? pin telah
mengasingkan diri dari dunia persilatan, buat apa aku harus mencari
kesulitan dan kerepotan di dalam kalangan percintaan yang
memusingkan kepala? Hutangku terhadapnya baru saja dibayar,
kenapa harus berhutang lagi?? Bukankah aku akan jadi seorang
manusia bodoh?"
Dalam pada itu dengan pandangan tajam Ouw-yang Gong sedang
memperhatikannya, tiba-tiba ia berkata :
"Chee Loote, setelah kupandang pulang pergi, rasanya makin
lama kau semakin mirip Pek In Hoei, bila kumismu dihilangkan
kemudian rambutmu dibereskan maka aku pikir kalau kau berdiri
sejajar dengan Pek In Hoei, sulit bagiku untuk membedakannya."
Dalam hati Chee Thian Gak merasa terperanjat, namun di luaran
ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... manusia kasar dan tidak kenal
sopan santun macam aku mana bisa dibandingkan dengan Pek In Hoei
yang halus budinya serta tampan wajahnya? Loo toako, rupa-rupanya
kau sedang mengejek diriku!"
35
Saduran TJAN ID
36
IMAM TANPA BAYANGAN II
menembusi hutan bambu ini, rupanya kalau aku tidak bertindak kasar
tidak nanti bisa memasuki kuil Hwie Kak An!"
Ingatan lain berkelebat dalam benaknya, pikirnya lebih jauh :
"Lebih baik besok pagi aku datangi kuil Hwie Kak An lagi dan
terus terang mengutarakan maksud kedatanganku kepada Hwie Kak
Loo Nie serta mohon kepadanya agar meminjamkan kitab pusaka 'Ie
Cin Keng' tersebut kepadaku. Kalau tidak bukankah luka yang
kuderita akibat pukulan Song Kim Toa Lhama di kala menolong
Ouw-yang Gong tempo dulu selamanya tak bisa sembuh?"
Sudah lama dia putar otak memikirkan persoalan ini, namun
belum berhasil juga untuk menemukan satu cara yang bagus untuk
mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng tersebut, sebab dia tahu
setelah menderita luka dalam secara beruntun ditambah pula dengan
luka yang baru belum sempat ia mendapatkan waktu untuk
beristirahat, hal ini bisa mempengaruhi isi perutnya dan
mempengaruhi pula kepandaian silatnya.
Bila ia harus menembusi hutan bambu ini dengan kekerasan
maka berpuluh-puluh keleningan yang digantungkan pada jaring baja
di sekeliling tempat itu pasti akan berbunyi dan kedatangannya pasti
ketahuan, dalam keadaan begitu sulit baginya untuk melepaskan diri
dari cengkeraman Hwie Kak Loo Nie.
Sekarang, dia jadi merasa gemas, dongkol karena Ouw-yang
Gong tidak tahu akan kedatangannya ke gunung Cing Shia serta
datang membantu dirinya...
Di kala ia masih kebingungan itulah mendadak terdengar suara
keleningan yang amat nyaring berkumandang di tengah hutan bambu,
diikuti terdengarnya suara teriakan Ouw-yang Gong yang keras
bagaikan sambaran geledek :
"Ko In Loo Nikouw, ayoh keluar kau dari sarangmu!"
"Ko In Loo Nie?" pikir Chee Thian Gak dengan perasaan
tercengang bercampur tertegun. "Darimana si ular asap tua bisa tahu
37
Saduran TJAN ID
kalau dalam kuil Hwie Kak An terdapat seorang nikouw tua yang
bernama Ko In Loo Nie?..."
Tapi dengan cepat ia tertawa, pikirnya lebih jauh :
"Tingkah laku macam dia juga terhitung suatu hal yang luar
biasa, rasanya di kolong langit jarang terdapat seorang manusia yang
mendatangi kuil nikouw di tengah malam buta sambil berteriak-teriak
suruh sang nikouw keluar menjumpai dirinya, aaaai... rasanya cuma
dia seorang yang sanggup melakukan perbuatan ini."
Suara keleningan berbunyi makin gencar, hingga akhirnya
seluruh bukit tersebut telah dipenuhi oleh suara yang amat nyaring.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benak Chee Thian Gak,
pikirnya :
"Seandainya dengan menggunakan kesempatan ini aku
membelah bambu tersebut untuk membuka satu jalan masuk, suara
keleningan yang berbunyi disini tak nanti bisa terdengar oleh orang-
orang dalam kuil..."
Laksana kilat ia cabut keluar kapak saktinya dari pinggang
kemudian gerakkan badannya ke samping, sekali bayangan kapak
berkelebat lewat sebatang pohon bambu roboh ke atas tanah.
Dengan tumbangnya bambu tadi terbukalah satu jalan masuk
baginya, tanpa pikir panjang ia menerobos masuk ke dalam hutan
bambu dan langsung menuju ke arah kuil.
"Huuu... akhirnya aku berhasil juga tiba di kuil Hwie Kak An..."
pikirnya sambil menghembuskan napas panjang dan menyeka air
keringat yang membasahi tubuhnya.
Dari kejauhan masih kedengaran suara raungan gusar Ouw-yang
Gong bergema memecahkan kesunyian...
Chee Thian Gak selipkan kembali kapak saktinya ke sisi
pinggang, kemudian duduk bersila di atas tanah dan ia bermaksud
untuk beristirahat sebentar, setelah lelahnya hilang baru menyusup
masuk ke dalam kuil.
38
IMAM TANPA BAYANGAN II
39
Saduran TJAN ID
40
IMAM TANPA BAYANGAN II
41
Saduran TJAN ID
42
IMAM TANPA BAYANGAN II
43
Saduran TJAN ID
44
IMAM TANPA BAYANGAN II
dengan tenang dan mantap pun sudah sambut ke-tujuh buah serangan
tadi.
Traaaang! Traaaang! Traaaang! tujuh kali bentrokan nyaring
menggetarkan seluruh lembah itu, bunyi dengusan memantul
kemana-mana, menggoncangkan bambu dan menggugurkan
dedaunan...
Chee Thian Gak yang menyaksikan peristiwa itu kembali berpikir
dengan hati terperanjat :
"Kalau mereka saling membentur dengan keras lawan keras
macam ini, meskipun sebuah batu cadas yang bagaimana keras pun
juga akan hancur lebur dibuatnya... entah apa sebabnya mereka saling
beradu jiwa?..."
Ketika sinar matanya dialihkan kembali ke tengah kalangan,
tampaklah napas Hong Teng maupun Loe Peng sama-sama sudah
kempas kempis, jarak antara kedua orang itu pun terpaut enam depa.
Dengan wajah penuh air keringat Hong Teng berdiri berbongkok
di tengah kalangan, serunya dengan napas tersengkal-sengkal :
"Hweesio bau, hebat juga ke-tujuh buah kemplanganmu
barusan!"
"Anak jadah, siapa yang kau maksudkan hweesio?"
Hong Teng melengak, memandang rambut Loe Peng yang
panjang terurai hingga ke pundak serta gelang emas pengikat rambut
dengan rasa bimbang ia berseru :
"Kalau kau bukan seorang hweesio,kenapa memakai pakaian
lhasa?"
"Aku adalah si pendekar bertenaga sakti Loe Peng, apa kau tidak
tahu akan diriku?"
"Ooouw, kalau begitu kau adalah hweesio gadungan!"
"Hey orang she-Hong!" teriak Loe Peng dengan gusarnya.
"Rupanya kau masih pengin mencicipi tujuh buah kemplanganku
lagi?"
45
Saduran TJAN ID
"Hmmm, siapa yang jeri kepadamu? mari.. mari... mari... loo toa
menanti kedatanganmu!"
Loe Peng tarik napas panjang-panjang, dengan langkah lebar ia
maju ke depan kemudian membentak dan ayun toyanya ke depan.
Memandang toya lengkung yang disiapkan lawannya, Hong Teng
tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... toya pembuat tepung yang kau
gunakan itu, kalau di daerah Hek Liong Kang kami biasanya
digunakan waktu mau makan bakpau!"
Loe Peng tidak banyak bicara, ia pegang ujung toyanya kemudian
sekuat tenaga ditarik ke atas.
Lhasa yang ia kenakan segera berkibar tanpa dihembus angin,
pergelangannya menegang kencang, otot-otot hijaunya pada
menonjol keluar, di tengah satu bentakan nyaring toya besar yang
melengkung itu tahu-tahu telah diluruskan kembali.
Chee Thian Gak dapat menyaksikan kesemuanya itu dengan
jelas, diam-diam ia gelengkan kepalanya sambil berpikir :
"Loe Peng berasal dari partai Sauw lim, rupanya dia adalah
seorang jago yang lihay dalam ilmu Gwaa kang maupun Lwee kang,
ditambah pula memiliki tenaga alam yang maha sakti. Hmmm, tak
nyana cuma disebabkan sedikit persoalan kecil saja ia sudah
melakukan perbuatan-perbuatan yang konyol!"
Sementara itu terdengar Hong Teng si naga hitam dari Hek Liong
Kang tertawa terbahak-bahak.
"Hey hweesio gadungan, kau pengin beristirahat sebentar? Kalau
tidak mungkin kau tak akan sanggup menyambut dua buah
seranganku lagi!"
Loe Peng tidak mau banyak bicara, sehabis meluruskan senjata
toyanya dengan langkah lebar ia lantas maju ke depan, diiringi suara
bentakan keras toyanya menyapu keluar disertai hawa desiran yang
sangat tajam.
46
IMAM TANPA BAYANGAN II
47
Saduran TJAN ID
48
IMAM TANPA BAYANGAN II
49
Saduran TJAN ID
50
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 3
SAAT ITULAH... tiba-tiba dari balik pepohonan yang rindang
menerjang keluar seekor makhluk yang tinggi besar.
Makhluk itu mempunyai empat buah kaki yang ramping dan
panjang, lehernya tinggi, badannya lebar, pada punggungnya terdapat
dua gundukan bukit kecil... saat itu seakan-akan sedang mengejar
sesuatu, dengan hebat dan cepatnya sedang menerjang datang.
Selama hidup belum pernah Loe Peng menjumpai makhluk aneh
semacam ini, menyaksikan binatang itu menerjang ke arahnya buru-
buru ia pejamkan matanya rapat-rapat.
Hong Teng sendiri, walaupun dilahirkan di daerah Hek Liong
Kang namun disebabkan ia tumbuh jadi dewasa di sekitar daerah
gurun pasir maka sering kali ia jumpai makhluk aneh yang dikenal
olehnya sebagai binatang unta itu.
Walaupun begitu, sewaktu dilihatnya binatang itu sedang berlari
kencang menerjang ke arahnya, dengan hati bergidik ia lantas berpikir
:
"Sungguh tak nyana aku Hong Teng yang sudah lama malang
melintang dalam dunia persilatan akhirnya harus mati terinjak-injak
oleh unta tanpa ada sedikit tenaga pun untuk melawan..."
Belum habis dia berpikir, dari tengah hutan kembali meluncur
datang tiga ekor unta yang tinggi dan besar...
Punahlah harapan jago lihay dari gurun pasir ini untuk
melanjutkan hidup, seperti halnya dengan Loe Peng, ia tahu hanya
bisa pasrah dan pejamkan matanya rapat-rapat.
51
Saduran TJAN ID
52
IMAM TANPA BAYANGAN II
53
Saduran TJAN ID
titik, maka tanpa menimbulkan luka bagi pihak lawan senjata masing-
masing terlepas dari genggaman.
Dalam pada itu Loe Peng sudah berjongkok hendak mengambil
kembali senjata toyanya.
"Bagaimana? pertarungan ini mau diteruskan?" bentak Hong
Teng dengan mata melotot.
Sambil berkata ia pun segera berjongkok hendak mengambil
kembali senjata patung tembaganya, apa daya sekalipun senjatanya
sudah dipegang namun tiada tenaga untuk mengangkatnya, seakan-
akan segenap kekuatan yang dimilikinya sudah buyar sama sekali.
Ketika ia berpaling ke arah lawan, ternyata keadaan Loe Peng pun
tidak jauh berbeda, dalam keadaan begini mereka hanya bisa saling
berpandangan sambil tertawa getir.
Lama sekali kedua orang itu saling berpandangan, akhirnya
masing-masing pejamkan matanya untuk mengatur pernapasan.
Dalam pada itu Chee Thian Gak telah selesai membereskan ke-
sembilan ekor unta tadi, dengan kapak pembelah langit terselip di
pinggang ia dekati kedua orang itu dengan senyuman di kulum.
"Rasanya belum pernah mereka bayangkan kalau pada suatu hari
mereka akan menjumpai keadaan yang serba kikuk macam begini,"
pikirnya. "Entah bagaimana perasaan mereka di kala saling
berpandangan tadi?"
Tapi ingatan tersebut hanya sebentar saja berkelebat dalam
benaknya, sebab ia lantas menyadari bahwa kedua orang itu berada
dalam keadaan luka.
Dengan sebelah tangan menjepit Hong Teng dan tangan yang lain
menjepit Loe Peng, sekali betot ia tarik kedua orang itu dari atas
tanah.
"Terima kasih atas bantuanmu..." bisik Loe Peng sambil buka
matanya memandang sekejap ke arah Chee Thian Gak lalu anggukkan
kepalanya lirih.
Sedangkan Hong Teng sambil menghela napas ujarnya :
54
IMAM TANPA BAYANGAN II
55
Saduran TJAN ID
56
IMAM TANPA BAYANGAN II
57
Saduran TJAN ID
58
IMAM TANPA BAYANGAN II
59
Saduran TJAN ID
Bagian 15
BERPIKIR SAMPAI DISINI, air mukanya berubah jadi adem,
pikirnya lebih jauh :
"Rupanya Hoa Pek Tuo menganggap setelah aku pin menemui
ajalnya maka di kolong langit sudah tiada orang yang patut disegani
lagi, karena itu dia sudah laksanakan rencana besarnya untuk
menguasai seluruh jagad jauh sebelum saat yang telah ditetapkan..."
Mendadak hardiknya dengan suara lantang :
"Apakah kau adalah si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok?"
Senyuman manis terlintas di atas wajah si kakek cebol yang hitam
pekat bagaikan pantat kuali, bibirnya yang lebar merekah hingga
nampak sebaris giginya yang putih bersih, setelah tertawa jawabnya :
"Darimana kau bisa mengetahui akan diriku?"
"Hmmm... Hmmm... bukankah kau sengaja diundang Hoa Pek
Tuo untuk menghadapi tiga dewa dari luar lautan?" kembali Chee
Thian Gak berseru sambil tertawa dingin.
Sementara Dewa cebol dari negeri Thian Tok hendak menyahut,
sesosok bayangan hitam berkelebat datang dengan gerakan yang amat
cepat. Memandang ke arah orang itu, kakek cebol dari negeri Thian
Tok berteriak keras :
"Oorchad! coba kau lihat gajahku!"
Orang yang baru saja datang mempunyai perawakan yang tinggi
besar dan kekar, kulit wajahnya kuning emas, rambutnya keriting,
hidungnya mancung dan matanya cekung ke dalam, sekali pandang
siapa pun tahu bahwa orang itu bukan bangsa Han.
Menyaksikan kehadiran orang itu diam-diam Chee Thian Gak
merasa terkesiap, pikirnya :
"Sedikit pun tidak salah, dia adalah Sin Koen bertenaga sakti dari
Mongolia, rupanya beberapa ekor unta itu adalah binatang yang
sengaja dia bawa ke daratan Tionggoan, dan kini sudah kubinasakan
semua..."
60
IMAM TANPA BAYANGAN II
Belum habis dia berpikir, sin koen bertenaga sakti Oorchad telah
menerjang tiba, sambil meraung gusar sekali jotos ia kirim sebuah
bogem mentah ke arah tubuh Chee Thian Gak.
Angin pukulan menderu-deru, jago kita tidak bingung dibuatnya,
dengan tenang ia buang badan bagian atasnya ke belakang, lengan
kanannya diputar satu lingkaran busur balas melancarkan satu jotosan
ke depan.
Duuuuk... ! sepasang kepalan saling membentur satu sama
lainnya di tengah udara menimbulkan bentrokan yang amat nyaring,
tubuh kedua orang itu sama-sama tertekan ke bawah hingga
mengakibatkan bumi bergoncang keras.
Oorchad mundur selangkah ke belakang, memandang
kepalannya ia berdiri melengak, tapi hanya sebentar saja sebab secara
tiba-tiba ia meraung keras, sepasang lengannya dikepal ke depan dada
kemudian menubruk ke arah tubuh lawan.
Chee Thian Gak sendiri diam-diam merasa bergidik juga atas
kekuatan tenaga sakti yang dimiliki pihak lawan, dalam bentrokan
barusan ia rasakan tulang kepalannya teramat sakit seakan-akan pada
retak semua...
Belum sampai pikiran kedua berkelebat dalam benaknya, terasa
pandangan matanya jadi kabur, Oorchad dengan ganas dan hebatnya
tahu-tahu sudah menerjang datang, sepasang lengannya laksana ular
hijau membelit ke arah pinggangnya.
"Aaai...! Chee Thian Gak berseru tertahan, mendadak kaki
kanannya melancarkan satu tendangan ke depan mengarah lambung
lawan, lengannya diputar siap meronta dari jangkauan lengan musuh.
Dua jurus serangan ini dilancarkan dengan kecepatan yang sukar
dilukiskan dengan kata-kata, tetapi Oorchad sama sekali tidak
menggubris, pinggangnya dibungkukkan ke depan, kaki ditekuk ke
bawah, diiringi suara bentakan keras dia dekap pinggang musuh
kemudian diangkat ke atas.
61
Saduran TJAN ID
62
IMAM TANPA BAYANGAN II
lihay dari Mongolia ini sedang menatap wajah Chee Thian Gak yang
berdiri kurang lebih enam depa di hadapannya.
Mimpi pun ia tak menyangka kalau kepandaian gulat aliran
Mongolia yang sudah dikuasainya dengan amat sempurna itu sama
sekali tak berhasil membanting tubuh lawan ke atas tanah.
Ia semakin tidak mengerti apa sebabnya, tatkala ia salurkan hawa
murninya tadi, tendangan yang dilancarkan lawan bisa mengenai di
jalan darah Jiu keng Hiat di atas dadanya dengan begitu tepat,
membuat badannya jadi lemas dan sebaliknya malah terpental sejauh
enam langkah.
Chee Thian Gak sendiri dengan mulut membungkam menatap
wajah Oorchad tajam-tajam, cambangnya yang pendek dan kasar
membuat raut wajahnya nampak lebih gagah dan perkasa.
Di tengah kesunyian yang mencekam seluruh jagad itulah,
terdengar si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok bertepuk tangan
sambil tertawa terbahak-bahak.
"Setan cebol, apa yang kau tertawakan?" maki Oorchad dengan
penuh kegusaran sambil meloncat bangun dari atas tanah.
Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tertawa semakin nyaring
sehingga barisan giginya yang putih di balik bibirnya yang merah
kelihatan semakin nyata.
"Kau paling suka mempamerkan kekuatan kasarmu di hadapan
banyak orang, sekarang rasakanlah kalau sudah ketanggor batunya
dan bertemu dengan tandinganmu, haaaah... haaaah... haaaah... aku
merasa sangat gembira karena kau jatuh terjengkang di atas tanah."
Oorchad tertegun, namun dengan cepat ia sudah berseru kepada
diri Chee Thian Gak :
"Tunggu sebentar, aku hendak saling beradu tiga jurus pukulan
lagi dengan dirimu."
Sambil membentak keras dengan langkah lebar ia segera berjalan
menuju ke arah hutan bambu.
63
Saduran TJAN ID
64
IMAM TANPA BAYANGAN II
65
Saduran TJAN ID
66
IMAM TANPA BAYANGAN II
67
Saduran TJAN ID
kakek itu sampai-sampai air mata jatuh bercucuran dan mulutnya tak
sanggup ditutup rapat, teriaknya sambil menuding ke arah Oorchad :
"Babi celeng... kau..."
"Maknya, hey setan tua, kudoakan agar kau tertawa sampai
modar..."
Gelak tertawa si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok semakin
menjadi-jadi... seakan-akan di kolong langit tidak ada orang yang jauh
lebih menggelikan daripada Oorchad.
Terlihatlah wajahnya yang hitam pekat telah basah oleh air mata,
bibirnya kelihatan bertambah merah, saking kerasnya dia tertawa
sampai pinggang pun terbungkuk-bungkuk.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sungguh menggelikan... sungguh
menggelikan... sampai air mataku bercucuran..."
"Maknya... moga-moga ususmu pada mengalir keluar semua...
ayoh tertawa terus... moga-moga perutmu jebol..."
Ia sambar batang bambu di sisinya lalu dilemparkan ke tengah
angkasa, diikuti ia dekati bambu di mana si cebol berada dan dengan
sekuat tenaga dibetotnya dari atas tanah.
Hilang lenyap seketika itu juga gelak tertawa dari si Dewa Cebol,
buru-buru badannya melejit ke angkasa, jenggotnya berputar setengah
lingkaran busur di angkasa dan melayang turun kurang lebih dua
tombak jauhnya dari tempat semula.
Ketika Oorchad berhasil mencabut keluar bambu tadi dan
dipatah-patahkan jadi beberapa bagian, ia baru tertegun karena tidak
menjumpai si cebol berada di situ.
"Heeey... kemana perginya setan tua itu?" serunya tercengang.
Tingkah lakunya yang ketolol-tololan ini tentu saja mengerutkan
dahi Chee Thian Gak, pikirnya :
"Kenapa sih otak orang ini begitu bebal dan sederhana? Tidak
aneh kalau ia begitu gampang kena dipanasi oleh Hoa Pek Tuo
sehingga bersedia memusuhi orang kangouw. Aaaaa... aku benar-
benar tidak habis mengerti bagaimana caranya ia memimpin sebuah
68
IMAM TANPA BAYANGAN II
69
Saduran TJAN ID
70
IMAM TANPA BAYANGAN II
71
Saduran TJAN ID
72
IMAM TANPA BAYANGAN II
73
Saduran TJAN ID
Jilid 4
BELUM habis dia berkata, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin
muncul dari belakang tubuhnya, tahu-tahu si Dewa Cebol dari negeri
Thian Tok dengan gerakan yang mengerikan telah menubruk datang.
Suara suitan lengking berkumandang di seluruh angkasa, hawa
merah yang bercampur dengan bau amis menyelimuti empat penjuru,
si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sambil tertawa seram serunya :
"Oorchad, serahkan jiwamu!"
Buru-buru Oorchad bergeser ke samping, siapa sangka si Dewa
Cebol dari negeri Thian Tok membokong dari arah belakang, ia lantas
menghardik keras :
"Setan cebol, kau..."
Belum habis ia berteriak, pukulan berantai merah dari si Dewa
Cebol telah mengancam di depan dadanya, dalam keadaan yang
kepepet jago lihay dari Mongolia ini tak bisa berbuat lain kecuali
busungkan dadanya, ia siap menyambut datangnya serangan lawan
dengan keras lawan keras.
Dalam detik terakhir yang kritis dan berbahaya itulah, mendadak
tubuh Chee Thian Gak bagaikan bayangan setan telah menerobos
masuk lewat celah-celah di tengah kepungan tersebut.
"Biarlah aku yang sambut seranganmu itu!" bentaknya keras.
Diiringi suara bentakan nyaring, hawa panas yang menyengat
badan segera menyambar ke tengah udara, menggunakan jurus kedua
dari ilmu Thay yang Sam Sie yaitu 'Liat Jiet Hian Hian' atau Terik
Matahari Menyengat Badan ia sambut pukulan lawan.
74
IMAM TANPA BAYANGAN II
75
Saduran TJAN ID
76
IMAM TANPA BAYANGAN II
77
Saduran TJAN ID
78
IMAM TANPA BAYANGAN II
79
Saduran TJAN ID
80
IMAM TANPA BAYANGAN II
81
Saduran TJAN ID
82
IMAM TANPA BAYANGAN II
83
Saduran TJAN ID
84
IMAM TANPA BAYANGAN II
85
Saduran TJAN ID
dengan tepat dan sempurna, bukan jago itu yang berhasil dipelintir
sebaliknya tubuh gajah-gajah itulah yang sudah mencelat ke angkasa.
Dua orang pawang gajah yang duduk di atas punggung gajah itu
segera menjerit keras, badan mereka terperosot dari atas punggung
binatang itu, cepat-cepat dipeluknya telinga gajah tadi kencang-
kencang lalu bungkukkan badannya dengan rasa ketakutan, mereka
tak berani berkutik lagi.
Dari balik mata Chee Thian Gak memancar keluar sorot mata
yang menggidikkan, sepasang lengannya digetarkan, badan bergeser
setengah langkah ke samping kemudian dengan sekuat tenaga
dihentaknya ke belakang.
Getaran keras yang menggoncangkan seluruh permukaan bumi
berkumandang dari balik reruntuhan pohon yang ada di arah
belakang, pasir dan debu beterbangan memenuhi seluruh lingkungan
di sekeliling tempat itu, cuaca jadi suram dan gelap... udara penuh
dengan tekanan...
Tatkala pasir dan debut telah berjatuhan di atas bumi, dan suara
hiruk-pikuk telah mereda... suasana berubah jadi sunyi senyap... yang
terdengar hanya dengusan napas yang memburu... berat... dan kasar...
Oorchad dengan badan menggigil karena kagum bercampur
kaget, lambat-lambat bangkit berdiri dari atas tanah, sorot matanya
penuh memancarkan rasa kagum, gumamnya seorang diri dengan
suara lirih :
"Luar biasa... luar biasa... hanya dialah yang pantas disebut
manusia paling jempolan di kolong langit..."
Si Naga hitam dari gurun Pasir dengan mata terbelalak, wajah
terkesiap serta mulut melongo menatap Chee Thian Gak yang tinggi
kekar tanpa berkedip, dalam hati kecilnya ia merasa benar-benar
takluk... dalam keadaan begini ia sudah mulai merasa sangsi... Chee
Thian Gak pasti bukan manusia... dia pasti seorang dewa.
Karena manusia biasa tak mungkin bisa memiliki tenaga sakti
demikian dahsyatnya secara beruntun bisa melemparkan tubuh lima
86
IMAM TANPA BAYANGAN II
ekor gajah ke atas udara, perbuatan ini tak mungkin bisa dilakukan
oleh seorang manusia yang terdiri dari darah dan daging... tidak
mungkin seorang manusia dapat mengangkat tubuh seekor gajah...
Bibirnya gemetar keras... lama... lama sekali ia berbisik lirih :
"Tidak mungkin... hal ini tidak mungkin terjadi... tidak
mungkin..."
Ketika sorot matanya dialihkan ke arah Dewa Cebol dari Negeri
Thian Tok yang berdiri dengan jungkir balik itu, kembali ia berseru
tertahan.
Di bawah sorot cahaya rembulan tampaklah tubuh Dewa Cebol
yang berdiri dengan sikap jungkir balik seolah-olah seekor laba-laba
yang berada di sebuah sarang tanpa berwarna, tubuhnya berada di
tengah udara... bergoyang mengikuti hembusan angin...
Seluruh tubuhnya melingkar jadi satu, di atas dadanya menancap
tiga bilah pisau belati... keadaan orang itu aneh dan menggidikkan
membuat barangsiapa pun yang melihat ikut merasa ngeri...
"Omihtohud!" pujian panjang meluncur dari bibir Loe Peng yang
selama ini membungkam.
Pujian yang panjang, rendah dan berat itu bergema tiada hentinya
di tengah kesunyian malam yang mencekam,suara pantulan
mendatangkan rasa agung... serius dan kewibawaan... dan mengetuk
hati sanubari setiap orang yang ada di sana.
Hong Teng si naga hitam dari gurun pasir merasakan lenyapnya
rasa takut dan ngeri yang semula mencekam hatinya, kini ia merasa
hatinya tenang kembali...
Dengan rasa tercengang dan tidak habis mengerti segera tegurnya
:
"Hey Hweesio gadungan, pujianmu barusan sungguh aneh sekali
kedengarannya, aku rasa suara itu jauh lebih mantap dan serius
daripada pujian dari hweesio-hweesio sungguhan..."
"Pelajaran itu khusus diturunkan suhu kepadaku, bilamana setiap
kali menjumpai peristiwa yang mengerikan atau tempat angker yang
87
Saduran TJAN ID
harus kulewati di tengah malam buta maka aku segera berseru memuji
dengan salurkan hawa lweekang yang kumiliki... " jawab si Pendekar
bertenaga sakti dengan bangga.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia merandek
sejenak lalu membentak keras :
"Apa? Kau mengatakan aku si Hweesio gadungan?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... salahnya kalau kusebut dirimu
sebagai hweesio gadungan? Bukankah kau boleh panggil aku seorang
liar atau panggilan yang lain... kita toh boleh panggil pihak yang lain
dengan sebutan apa pun..."
"Aaaach betul... betul... " dari gusar Loe Peng si pendekar
bertenaga sakti pun berubah jadi girang. "Begitu baru dikatakan adil...
pokoknya kita berdua tak boleh saling merugikan..."
Tanya jawab dari dua orang kasar ini benar-benar menggelikan
hati, sampai Oorchad si Sinkoen bertenaga sakti pun tak dapat
menahan rasa gelinya hingga tertawa terbahak-bahak.
Belum sempat dia mengutarakan sesuatu, tampaklah Chee Thian
Gak dengan senjata terhunus sedang memperhatikan si Dewa Cebol
dari negeri Thian Tok yang ada di tengah udara tanpa berkedip.
Ia segera menghembuskan napas panjang, hardiknya dengan
suara rendah :
"Kalian tutup mulut semua!"
"Nenek..." maki Loe Peng si pendekar bertenaga sakti dengan
mata melotot, tapi sewaktu teringat kehebatan Oorchad di kala beradu
enam buah pukulan dengan Chee Thian Gak tadi, ia segera merandek
dan berkata:
"Kau bilang apa?"
"Bangsat gede, kau bilang apa barusan?" gembor Oorchad marah,
ia maju satu langkah ke depan dan lanjutnya, "coba ulangi sekali
lagi!"
Bibir Loe Peng gemetar, perlahan kemudian tarik napas dalam-
dalam dan bangkit berdiri.
88
IMAM TANPA BAYANGAN II
89
Saduran TJAN ID
90
IMAM TANPA BAYANGAN II
91
Saduran TJAN ID
92
IMAM TANPA BAYANGAN II
93
Saduran TJAN ID
tajam, tak sempat lagi baginya untuk berkelit, di tengah jeritan ngeri
yang menyayatkan hati, sebuah lengan kanannya tahu-tahu sudah
putus sebatas siku.
Sorot mata tajam memancar keluar dari balik mata Chee Thian
Gak, ia maju selangkah ke depan, telapaknya dibalik dan kembali
melancarkan sebuah babatan kilat, rupanya ia hendak membinasakan
kakek cebol itu pada detik ini juga.
Mendadak...
Serentetan cahaya pedang yang amat menyilaukan mata
berkelebat lewat, disusul suara bentakan seseorang berkumandang
datang :
"Berilah belas kasihan di ujung kapakmu!"
Chee Thian Gak mendengus dingin, kapak hitam yang mantap
dan berat itu memancar keluar sekilas cahaya yang lembut, mendadak
membabat dari arah kanan sementara kakinya melancarkan satu
tendangan dahsyat.
Traaaang...! pedang yang membabat datang seketika terpental
dari sasaran.
Sedangkan tendangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga
itu dengan telak bersarang di atas lambung si Dewa Cebol dari negeri
Thian Tok, membuat pihak lawan terpental sejauh tiga tombak dari
tempat semula dan terbanting di dalam reruntuhan bambu.
Dari tengah udara berkumandang tiba suara kencringan yang
nyaring diikuti suara irama khiem pun menggema di angkasa.
Seolah-olah dua batang batu cadas yang menghantam dadanya,
seluruh tubuh jago kita tergetar keras, hampir-hampir saja ia
muntahkan darah segar...
Buru-buru ia bergeser mundur lima depa dari tempat semula,
kapaknya disilangkan di depan dada melindungi badan sedang
matanya dengan tajam mengawasi ke muka.
94
IMAM TANPA BAYANGAN II
95
Saduran TJAN ID
96
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Entah ada urusan apa Thian Liong Toa Lhama hendak mencari
diri Pek In Hoei?"
Chee Thian Gak tertawa dingin.
"Manusia tolol, tua bangka sialan. Pek In Hoei adalah seorang
perwira kelas satu dari istana kaisar, andaikata kau telah
membinasakan dirinya... Hmmm! tunggu saja jago-jago lihay dari
istana Kaisar pasti akan mencari balas dengan dirimu. Hmmm, akan
kulihat kau hendak melarikan diri kemana?"
Hoa Pek Tuo langsung naik pitam, hawa amarahnya berkobar di
dalam dada, ia teringat kembali, tatkala Chee Thian Gak masih berada
di dalam perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu ia pun pernah
memaki dirinya si telur busuk tua, dengan kegusaran yang memuncak
segera makinya :
"Manusia rendah yang tak tahu diri, kau berani..."
"Kakek tua celaka!" tiba-tiba Oorchad si Sinkoen bertenaga sakti
menukas dengan nada gusar, "kau berani memaki si jago bertenaga
sakti yang paling kosen di kolong langit sebagai manusia rendah yang
tak tahu diri?..."
"Siapa kau?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... pun sinkoen adalah Oorchad kepala
suku di Mongolia, telur busuk tua siapa kau?"
"Apa?" dengan hati terperanjat Hoa Pek Tuo menjerit keras, "kau
adalah si Sinkoen bertenaga sakti??"
Beberapa saat ia termenung, kemudian baru lanjutnya :
"Loohu bukan lain adalah si Tabib sakti dari daratan Tionggoan
Hoa Pek Tuo adanya."
Oorchad melengak lalu tertawa tergelak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku memang terlalu sering
menimbulkan kesalahpahaman dengan orang lain. Hoa Loo-heng!
harap kau suka maafkan diriku yang salah ngomong."
Ciak Kak Sin Mo si iblis berkaki telanjang pun ikut tertawa
terbahak-bahak.
97
Saduran TJAN ID
98
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 5
SINAR matanya beralih ke atas tumpukan bangkai sembilan ekor unta
yang bertumpuk bagaikan sebuah bukit di atas tanah, lalu katanya lagi
:
"Sin koen! Bukankah kau datang dengan naik unta?? Kenapa
unta-untamu itu..."
"Ke-sembilan ekor unta ini telah dihajar mati semua oleh si
Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak," tukas Oorchad
dengan cepat lalu acungkan jempolnya ia memuji. "Dia benar-benar
manusia yang berkekuatan paling sakti di kolong langit dewasa ini,
sayang kalian tidak cepat-cepat datang kemari, kalau tidak kamu
semua bisa saksikan betapa hebatnya tenaga sakti yang dia miliki
setelah membunuh sembilan ekor unta, dia pun membanting mati lima
ekor gajah..."
"Ooooh! diam-diam Kong Yo Leng merasa terperanjat.
"Sungguh tak nyana Chee heng yang berusia sangat muda itu ternyata
memiliki tenaga sakti yang maha dahsyat, rasanya meskipun Raja
brutal Coe Pa Ong hidup kembali pun belum tentu bisa menandingi
dirinya."
Chee Thian Gak tertawa dingin.
"Terima kasih atas pujian serta sanjungan dari Loo siang seng,
tetapi sayang sekali cayhe dengan Hoa Pek Tuo telah terikat sebagai
musuh besar, harap Loo siangseng jangan ikut campur di dalam
persoalan ini..."
99
Saduran TJAN ID
Dalam hati kecilnya Hoa Pek Tuo sendiri pun tahu akan maksud
hati dari Kong Yo Leng, dia ada rencana untuk menarik Chee Thian
Gak masuk ke dalam komplotan mereka, bahkan dengan mengambil
alasan tersebut dia pun punya rencana untuk menarik rombongan
Thian Liong Toa Lhama sekalian menjadi komplotan mereka, bila
rencana itu berhasil bukan saja kekuatan mereka akan bertambah
besar bahkan rencana besar mereka untuk memimpin dunia persilatan
akan berjalan dengan lancar.
Maka sambil menahan diri ujarnya dengan suara berat :
"Tatkala guru anda mengunjungi perkampungan Thay Bie San
cung kami tempo dulu, loohu sama sekali tiada maksud untuk
memandang rendah kalian semua, adalah dikarenakan gurumu buru-
buru hendak berlalu maka..."
"Tutup mulut!" hardik Chee Thian Gak sambil melangkah ke
depan satu tindak.
"Hoa Pek Tuo, pedang siapa yang berada dalam cekalanmu
sekarang?"
"Pedang sakti Penghancur sang surya dari perguruan Thiam-cong
pay! Siapa pun tahu akan senjata ini, apa kau tidak tahu?"
Perlahan-lahan Chee Thian Gak mengangguk.
"Ehmmm! Pedang ini memang milik Pek In Hoei, dan sekarang
benda itu terjatuh ke tanganmu. Itu berarti Pek In Hoei telah mati di
tanganmu, oleh sebab itu pula kau telah menjadi musuh besar dari
jago-jago istana..."
"Pek In Hoei adalah murid partai Thiam Cong, sejak kapan dia
telah mengikat hubungan dengan orang-orang pihak istana?" jengek
Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin, "Chee heng, jangan-jangan kau
telah mencampurbaurkan antara urusan pribadi dengan urusan dinas,
sehingga mana dendam mana budi tak bisa dibedakan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... cayhe tidak takut terhadap
perkampungan Thay Bie San cung kalian, lebih-lebih tidak jeri
terhadap kau manusia yang menyebut dirinya Hoa Pek Tuo," ia
100
IMAM TANPA BAYANGAN II
101
Saduran TJAN ID
102
IMAM TANPA BAYANGAN II
103
Saduran TJAN ID
setiap hari ribut kepadaku untuk mengajak aku pergi mencari Pek In
Hoei..."
Dalam pada itu Chee Thian Gak sedang saling berpandangan
dengan diri Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram, lama
kelamaan kesadarannya mulai terpancing oleh sorot mata yang dingin
itu ke pelbagai persoalan yang selama ini dilamunkan... kejadian di
masa lampau bagaikan gulungan air bah membanjiri lubuk hatinya,
rasa sedih, gembira, budi, dendam dan cinta meluruk datang saling
susul menyusul, membuat benaknya dipenuhi oleh pelbagai lamunan.
Air mata mulai mengembang dalam kelopak matanya, terdengar
ia bergumam seorang diri :
"Ayah, aku merasa menyesal dan malu terhadap dirimu, detik ini
aku tak berani menggunakan nama asliku... tetapi... aku berbuat
demikian adalah demi keselamatan serta kebahagiaan umat Bu Lim..."
Melihat si anak muda itu sudah mulai terpengaruh oleh ilmunya,
Dukun Sakti Berwajah Seram tertawa haha hihi, sorot matanya
berubah jadi hijau tua, rasa bangga dan gembira terlintas di atas
wajahnya, ia melangkah dua tindak ke depan lalu gumamnya lirih :
"Percuma kau hidup di kolong langit, lebih baik modarlah..."
seluruh otot dan kulit wajah Chee Thian Gak berkerut kencang,
mendadak teriaknya,
"Aku tak boleh mati... aku tak boleh mati dengan begini saja...
Jien Siang..."
Pemandangan hot sewaktu ada di dalam ruang rahasia
perkampungan Thay Bie San cung pun tertera kembali dalam
benaknya, ia merasa tubuh Jien Siang yang montok padat berisi dan
berada dalam keadaan telanjang bulat itu memancarkan kembali bau
harum yang merangsang...
Pada detik itulah kebetulan Mie Liok Nio sedang menyebutkan
nama Jien Siang, tubuhnya bergeser keras, kesadarannya yang sudah
mulai terpengaruh oleh kepandaian hipnotis lawan seketika tersadar
kembali.
104
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 16
KIOE BOAN TOH si Dukun Sakti Berwajah Seram tertegun, rupanya
dia tidak mengira kalau pihak musuh berhasil melepaskan diri dari
pengaruh ilmu pengacau pikirannya, tanpa terasa nenek itu bergumam
:
"Eeeei...! sungguh aneh,kenapa ilmu hipnotis pengacau pikiranku
jadi tidak manjur??"
Chee Thian Gak melangkah maju setindak ke depan, kapaknya
diayun dan segera membabat tubuh pihak musuh.
Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram tertawa aneh,
mendadak tongkat hitam di tangannya diayun ke muka menutul di atas
kapak lawan... Tiiing, letupan cahaya api muncrat ke empat penjuru.
Chee Thian Gak tarik napas dalam-dalam , dengan kekuatan yang
amat besar sekali lagi dia ayun kapaknya melancarkan satu babatan.
Angin serangan membawa desiran angin berpusing laksana
gulungan ombak melanda tiba.
Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram berteriak aneh,
terdesak oleh ancaman yang tiada taranya ini sang badan terpaksa
meloncat mundur ke belakang, buru-buru tongkatnya diayun ke muka
lalu mundur lagi sejauh dua tombak dari tempat semula.
Pek Giok Jien Mo s Iblis Khiem Kumala Hijau menggerakkan
badannya menerjang masuk ke dalam kurungan bayangan kapak,
teriaknya keras-keras : "Pek In Hoei tahan!"
"Siapa yang kau panggil sebagai Pek In Hoei?" tegur Chee Thian
Gak tertegun.
Ia gigit bibir, kapaknya dengan jurus 'Sha Bong Ti Lai' atau
Gunung Runtuh Tanah Merekah kembali melancarkan satu serangan.
105
Saduran TJAN ID
Rupanya Mie Liok Nio si Iblis Khiem Kumala Hijau tidak pernah
menyangka kalau Chee Thian Gak mempunyai tenaga dalam yang
begitu sempurna, setelah melengak sejenak jari tangannya segera
disentil ke muka, sebatang tusuk konde kumala laksana petir
menyambar meluncur ke depan mengancam tenggorokan lawan.
Bayangan Hijau berkelebat lewat, tahu-tahu sudah mengurung
lima buah jalan darah penting di tubuh lawan.
Chee Thian Gak membentak keras, kakinya berputar sambil ayun
kapaknya, setelah menangkis datangnya ancaman tusuk konde
kumala yang gencar bagaikan jalan badannya meluncur enam langkah
ke belakang, teriaknya setelah lolos dari ancaman.
"Tahan!"
"Pek In Hoei," seru Mie Liok Nio sambil tertawa dingin,
"Ternyata kau masih belum berani memusuhi diriku!"
Chee Thian Gak dibuat serba salah dan apa boleh buat, terutama
sekali setelah mendengar Pek Giok Jien Mo bersikeras menganggap
dirinya sebagai Pek In Hoei. Kendati ia tidak ingin memusuhi
perempuan yang pernah melepaskan budi kepadanya ini tapi demi
lancarnya rencana besar yang telah ia susun tak bisa tidak jago kita
terpaksa harus bermain sandiwara terus untuk menutupi asal usul
yang sebenarnya.
Memandang ke arah Mie Liok Nio, diam-diam sambil gertak gigi
serunya :
"Cayhe adalah si Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian
Gak, dan sama sekali bukan Pek In Hoei seperti apa yang berulang
kali kau sebutkan, aku harap kau jangan melanjutkan kesalahpahaman
ini."
Ia merandek sejenak, lalu dengan nada dingin serunya :
"Selamanya cayhe tidak suka berkelahi dengan kaum perempuan,
aku sebagai seorang lelaki jantan yang berjiwa besar tak akan sudi
bertempur atau ribut-ribut dengan kaum wanita, apalagi usiamu sudah
106
IMAM TANPA BAYANGAN II
107
Saduran TJAN ID
108
IMAM TANPA BAYANGAN II
109
Saduran TJAN ID
110
IMAM TANPA BAYANGAN II
111
Saduran TJAN ID
112
IMAM TANPA BAYANGAN II
113
Saduran TJAN ID
114
IMAM TANPA BAYANGAN II
115
Saduran TJAN ID
116
IMAM TANPA BAYANGAN II
117
Saduran TJAN ID
118
IMAM TANPA BAYANGAN II
119
Saduran TJAN ID
120
IMAM TANPA BAYANGAN II
121
Saduran TJAN ID
122
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 6
"BAGUS, kalau kau dapat mendengarkan irama musik gabungan
kami hingga selesai, Pedang Sakti Penghancur Sang Surya ini segera
akan menjadi milikmu," Kong Yo Leng ikut menimbrung dengan hati
panas.
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Hoa Pek Tuo menyela, "Kong-yo
heng janganlah kau sampai termakan oleh siasat licik keparat cilik itu,
kau harus tahu andaikata ia tidak sanggup menahan barisan ular dari
Lhamapi si Dewa Cebol itu berarti pula ia sama sekali tidak berhak
untuk mendengarkan irama musik gabungan dari kalian berdua."
Kong Yo Leng termenung sebentar, ia merasa ucapan tersebut
sedikit pun tidak salah, maka sambil memandang ke arah Mie Liok
Nio katanya :
"Ehmmm, perkataan Hoa heng memang sedikit pun tidak
salah..."
Melihatnya siasatnya bakal hancur di tangan Hoa Pek Tuo, buru-
buru Chee Thian Gak tertawa dingin.
"Hmmm!" Hoa Pek Tuo mendengus, "Asalkan dapat menembusi
barisan ular ini, sudah tentu ada kesempatan pula bagimu untuk
mendengar irama..."
"Baik!" tukar Chee Thian Gak sambil ayun kapak saktinya.
"Akan cayhe demonstrasikan dahulu kepandaian membabat ular ku..."
Dia maju dua langkah ke depan, tampaklah daerah seluas empat
tombak persegi telah dipenuhi dengan ular-ular yang berliak-liuk
mengikuti irama musik yang lembut, saat itu ular-ular lagi sedang
123
Saduran TJAN ID
124
IMAM TANPA BAYANGAN II
125
Saduran TJAN ID
126
IMAM TANPA BAYANGAN II
127
Saduran TJAN ID
128
IMAM TANPA BAYANGAN II
129
Saduran TJAN ID
lelaki jantan, seorang lelaki sejati ternyata sudah berubah jadi anak
jadah yang tidak berani mengakui kakek moyangnya sendiri. Hmmm,
sungguh terlalu hina... sungguh memuakkan... hanya manusia
pengecutlah yang tidak berani menggunakan nama sendiri."
Ctg meraung gusar, dia cabut keluar kapak saktinya kemudian
berteriak :
"Hoa Pek Tuo! Apakah kau sudah pengin mencoba ketajaman
dari senjata kapakku??"
Dalam pada itu Hee Siok Peng telah mundur beberapa langkah
ke belakang dengan hati terperanjat, rupanya ia dibikin kaget oleh
sikap Chee Thian Gak yang keren dan penuh kewibawaan itu,
pikirnya di dalam hati :
"Dahulu tingkah laku In Hoei sangat halus dan peramah, kenapa
sekarang jadi... jadi begitu kasar..."
Dengan suara gemetar segera serunya :
"In Hoei..."
Chee Thian Gak memutar biji matanya, dalam hati si anak muda
itu pengin memaki beberapa patah kata yang pedas terhadap gadis itu,
tapi tatkala menjumpai sikapnya yang halus dan patut dikasihani itu,
hatinya jadi lemas, sambil menahan amarah serunya :
"Nona Heee, cayhe sama sekali bukan Pek In Hoei yang kau
maksudkan..."
"In Hoei, kenapa kau harus berbuat demikian??" seru Hee Siok
Peng tertegun. "Si ular asap tua telah berkata kepadaku..."
"Lebih baik nona tak usah membohongi diri cayhe," tukas Chee
Thian Gak dengan cepat. "Ouw-yang Gong hanya kenal diriku
sebagai Chee Thian Gak yang bergelar si Pendekar Jantan Berkapak
Sakti dari gurun pasir... nona pasti keliru..."
Hampir saja Hee Siok Peng menangis terisak saking sedihnya
tapi dia tetap menggertak gigi menahan golakan perasaan hatinya itu.
"Pek In Hoei, sekalipun kau telah hancur jadi debu aku pun tetap
mengenali dirimu."
130
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Cayhe memang kenal dengan diri Pek In Hoei, tetapi kalau ilmu
silatnya dibandingkan dengan kepandaianku... oooh hoo... dia masih
terpaut jauh sekali mana boleh kau mengambil hal ini sebagai
perbandingan??"
Sambil menjura segera tambahnya :
"Cayhe mengucapkan banyak terima kasih atas budi pertolongan
nona yang mana telah menyelamatkan diriku..."
Mie Liok Nio yang menyaksikan keadaan tersebut tak bisa
menahan diri lagi, sambil meloncat ke depan teriaknya :
"Pek In Hoei, hatimu benar-benar keji!"
"Liok Nio, tunggulah sebentar..." panggil Kong Yo Leng sambil
menarik ujung bajunya.
"Mau apa?"
Dengan termangu-mangu Kong Yo Leng memperhatikan diri
Hee Siok Peng yang sedang menangis terisik, bibirnya bergumam
entah apa yang diucapkan, ada kalanya ia kerutkan dahi ada kalanya
pula tundukkan kepala termenung, seakan-akan sedang memikirkan
satu persoalan yang sangat aneh.
"Hey setan tua," maki Mie Liok Nio, "sebenarnya kau sedang
main setan apa?"
"Dia... dia mirip sekali dengan seseorang..."
Sambil berteriak keras, si Iblis Sakti Bertelanjang Kaki ini segera
menarik tangan istrinya dan kabur dari situ.
Hoa Pek Tuo tertegun, belum sempat ia mengucapkan sesuatu,
bayangan kedua orang iblis sakti itu sudah lenyap dari pandangan.
Ia berpikir sejenak, akhirnya kepada Chee Thian Gak ia berkata :
"Dalam tiga hari mendatang loohu akan menantikan
kedatanganmu dalam perkampungan Thay Bie San cung, akuharap
kau bisa datang pada saatnya!"
"Ehmmm, aku pasti akan muncul dalam perkampungan kalian."
Hoa Pek Tuo tertawa getir, kepada Kioe Boan Toh si Dukun Sakti
Berwajah Seram yang selama ini selalu diam mengawasi, ujarnya :
131
Saduran TJAN ID
132
IMAM TANPA BAYANGAN II
133
Saduran TJAN ID
Hong Teng tak mau unjukkan kelemahan dia pun angkat senjata
patung tembaganya untuk menyongsong datangnya serangan itu.
"Hmmm, kau anggap aku jeri kepadamu?"
Chee Thian Gak yang melihat kedua orang itu kembali saling
bergebrak karena beberapa patah kata saja, ia jadi naik pitam,
bentaknya :
"Hey,kalian mau apa?"
Traaaang....! di tengah bentrokan keras dua macam senjata itu
telah saling beradu satu sama lainnya, kedua belah pihak sama-sama
mundur ke belakang untuk kemudian saling menubruk kembali lagi
ke depan...
Maka satu pertarungan sengit pun kembali berlangsung di sana.
Lama-kelamaan Chee Thian Gak merasa tidak sabar
menyaksikan tingkah laku mereka, badannya segera berkelebat ke
depan, di tengah meluncurnya bayangan kapak tahu-tahu ia sudah
tangkis senjata kedua orang itu dengan telak.
Traaang... traaang... kembali terdengar suara bentrokan yang
memekakkan telinga, Hong Teng sambil mendengus berat mundur
empat langkah ke belakang dengan sempoyongan, senjatanya yang
terhajar oleh kapak Chee Thian Gak terasa jadi berat hingga membuat
tangannya jadi panas, linu dan kaku.
Chee Thian Gak tidak berhenti sampai di sana saja, kapaknya
kembali berputar menghajar toya Loe Peng sehingga membuat jago
ini pun terdesak mundur beberapa langkah ke belakang dengan
sempoyongan.
Beberapa saat lamanya Loe Peng berdiri termangu-mangu,
kemudian dengan gusar teriaknya :
"Apa maksudmu berbuat begini?"
"Dan kau sendiri mau apa?" balas Chee Thian Gak dengan sorot
mata yang menggidikkan hati.
Meskipun Loe Peng adalah seorang manusia tolol, namun ia tidak
goblok sekali, dengan mata kepala sendiri ia sudah menyaksikan
134
IMAM TANPA BAYANGAN II
135
Saduran TJAN ID
136
IMAM TANPA BAYANGAN II
137
Saduran TJAN ID
138
IMAM TANPA BAYANGAN II
139
Saduran TJAN ID
140
IMAM TANPA BAYANGAN II
141
Saduran TJAN ID
142
IMAM TANPA BAYANGAN II
143
Saduran TJAN ID
144
IMAM TANPA BAYANGAN II
orang telah memberi gelar Giok Kwan Im, atau si Kwan Im pualam
kepadaku. Suatu hari susiokku pulang ke gunung Go bie dari kota
Keng Chiu dalam propinsi Kan Siok, ia banyak bercerita tentang
keindahan alam di kota Keng chiu dan mengatakan pula bahwa
suheng kami Ci Hoei berdiam di kuil Thian-an Si dalam kota Keng
Chiu, maka Pin-nie pun lantas mengajak suhengku Ci Im untuk
berangkat berpesiar..."
Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa getir lanjutnya :
"Meskipun waktu itu usiaku sudah mencapai dua puluh lima
tahun, tapi watakku masih kekanak-kanakan, sedikit pun tiada tingkah
laku seorang nikouw, maka dari itu sepanjang jalan kami selalu
bergurau hingga sepanjang jalan tidak merasa kesepian. Suatu hari
baru saja kami melangkah masuk ke dalam propinsi Kan Siok, kami
telah berjumpa dengan seorang lelaki tinggi besar berkepala gundul
dan berkaki telanjang..."
"Seorang lelaki gundul berkaki telanjang?" pikir Chee Thian Gak
dengan hati tercengang. "Jangan-jangan orang itu adalah..."
"Karena rasa tertarik dan ingin tahu, ketika itu aku sudah
memandang orang itu beberapa kejap," Hwie Kak melanjutkan,
"Siapa sangka justru karena perbuatanku itulah bencana telah
menimpa diriku, malam harinya dia telah mengejar kami ke dalam
kota Keng Chin..."
Ia tertawa getir, wajahnya berkerut kencang, sambungnya lebih
jauh:
"Malam itu ia telah menyerbu ke dalam kuil Thian An Sie, ke-
enam puluh dua orang hweesio yang ada di sana telah dibunuh semua
hingga musnah tak berbekas, hanya tinggal Pinnie serta Ci Im suheng
saja yang masih hidup..."
"Oooh, siapakah orang itu?" tanya Loe Peng tercengang. "Kenapa
begitu ganas dan sadis perbuatannya?"
"Dia bukan lain adalah iblis nomor satu di kolong langit dewasa
ini, si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng!"
145
Saduran TJAN ID
146
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 7
SESAAT sebelum berlalu Kong Yo Leng telah memberi kesempatan
kepada kami berdua untuk melarikan diri dalam waktu tiga hari,
seandainya kami berhasil melepaskan diri dari pengejarannya maka
dia akan melepaskan diriku, sebaliknya kalau tidak maka aku tetap
akan diperkosa olehnya," dengan sedih dan penuh penderitaan ia
merintih. "Pada waktu itu Pin-nie ingin bunuh diri saja, tapi rupanya
Kong Yo Leng telah berpikir pula sampai ke situ. Ancamannya, kalau
aku berani ambil keputusan pendek untuk bunuh diri maka anak murid
Go bie selamanya jangan harap bisa muncul dalam dunia persilatan,
oleh sebab itu terpaksa aku harus melanjutkan pelarian kami bersama-
sama Ci Im suheng, sepanjang perjalanan kami menyaru sebagai
suami istri, menginap dalam satu kamar yang sama, tidur
sepembaringan yang sama pula dengan tujuan untuk melepaskan diri
dari ancaman manusia laknat itu..."
"Oooh, jadi setiap kali kalian menginap di sebuah rumah
penginapan maka kalian atur lebih dahulu jebakan maut agar Kong
Yo Leng yang mengejar kalian bisa terjebak," kata Chee Thian Gak.
"Maksudmu ketika guruku berjumpa dengan mereka, waktu itu
hanya suatu kebetulan saja dan peristiwa hanya suatu kesalahpahaman
belaka?..." teriak Loe Peng dengan mata melotot.
"Tatkala gurumu menyerbu ke dalam kamar, ia segera terjebak
ke dalam alat rahasia yang sengaja kupasang hingga mengakibatkan
dia terpagut ular berbisa dan jatuh tak sadarkan diri. Sementara Pin-
147
Saduran TJAN ID
nie menemukan kalau sang korban bukanlah Ciak Kak Sin Mo, maka
segera kuminta kepada suhengku untuk menolong jiwa gurumu."
"Ooooh..." Loe Peng berseru dengan wajah tertegun. "Tentang
peristiwa ini bagaimanapun juga aku tetap tidak mempercayainya."
Hwie Kak Nikouw tidak mempedulikan teriakannya, ia
melanjutkan :
"Pada saat suhengku membawa pergi gurumu dari situlah, Pin-
nie baru menemukan bahwa Kong Yo Leng sudah menanti
kedatanganku di dalam kamar..."
Bagian 17
BERBICARA sampai di situ ia merandek beberapa saat lamanya,
sekilas rasa sedih yang tak terkirakan terlintas di atas wajahnya yang
penuh keriput, dengan mulut membungkam dan pandangan sayu
ditatapnya wajah Hee Siok Peng, sementara air mata jatuh bercucuran
membasahi pipinya.
Hong Teng adalah seorang manusia bodoh, ia cuma merasa heran
tatkala menyaksikan tingkah laku Hwie Kak Nikouw yang
membingungkan hati iut, karena tak tahu apa yang terjadi maka segera
serunya kembali :
"Hey Nikouw tua, bagaimana selanjutnya? Apa yang telah
dilakukan Ciak Kak Sin Mo setelah berada di dalam kamar?"
"Kepandaian silat Kong Yo Leng bukan saja berasal dari aliran
sesat, kelihayannya pun tiada tandingannya di kolong langit," kata
Hwie Kak Nikouw dengan penuh emosi. "Meskipun Pin-nie adalah
anak murid Go bie Pay namun kepandaian silatku dalam
pandangannya hanya bagaikan suatu permainan saja, Pin-nie sama
sekali tiada berdaya untuk melawan, maka dalam suatu kesempatan
itu berhasil ditawan olehnya, dan... dan... dan aku pun diperkosa oleh
manusia laknat itu dalam kamar itu juga..."
Ia belai rambut Hee Siok Peng yang panjang dengan penuh kasih
sayang, tambahnya lirih :
148
IMAM TANPA BAYANGAN II
149
Saduran TJAN ID
150
IMAM TANPA BAYANGAN II
151
Saduran TJAN ID
152
IMAM TANPA BAYANGAN II
Gerakan ular itu cepat bukan kepalang, baru saja lidahnya yang
merah mendesis keluar tahu-tahu ia sudah tiba di hadapan jago Sauw
lim ini.
Loe Peng membentak keras, sepasang telapaknya buru-buru
didorong ke depan melancarkan sebuah babatan.
Segulung angin pukulan yang kencang menghadang jalan
perginya ular tadi, siapa tahu tiba-tiba tubuh sang binatang yang
panjang dan lencir itu membelok ke bawah lalu berputar ke samping,
dari jarak lima coen di bawah ancaman angin pukulannya ia terobos
menggigit leher lawan.
Perubahan yang dilakukan dengan gerakan cepat ini sungguh
berada di luar dugaan Loe Peng, ia membentak, tubuh bagian atasnya
dibuang ke belakang sementara telapak kanannya segera
mencengkeram tubuh ular tadi.
Dengan gerakannya ini justru sang telapak telah memapaki
datangnya moncong ular tadi... tidak ampun lagi telapaknya terpagut
sekali, seluruh lengan jadi kaku dan hawa murni pun tak sanggup
dikerahkan keluar.
Chee Thian Gak tidak menyangka kalau dara manis itu bakal
mencelakai sahabatnya, dengan cepat ia loncat ke depan, ke-lima
jarinya direntangkan bagaikan sebuah gunting laksana kilat
mencengkeram bagian tujuh coen dari ular itu, jari telunjuk serta ibu
jarinya ditekan ke dalam menjepit ular tadi kemudian sekali tarik ia
cabut gigi-gigi taring sang ular yang telah menembusi kulit tubuh Loe
Peng.
"Nona Peng!" tegurnya dengan sepasang alis berkerut, "kenapa
kau lukai orang dengan ularmu?"
"Jangan lukai siauw hoa ku..." teriak Kong Yo Siok Peng sambil
meloncat ke depan, tapi ketika mendengar teguran dari Chee Thian
Gak ia segera merandek, badannya gemetar keras dan tak tahan ia
berseru :
"Kau adalah Pek In Hoei..."
153
Saduran TJAN ID
154
IMAM TANPA BAYANGAN II
155
Saduran TJAN ID
seakan-akan suara itu muncul dari dalam impian... tapi mirip pula
sebagai kenyataan...
Chee Thian Gak berseru tertahan, badannya dengan cepat
berkelebat meloncat sejauh empat tombak ke depan, bergerak menuju
ke arah mana berasalnya suara tadi.
Kabut tebal menggulung ke sana kemari, suara tadi lenyap tak
tahu ujung pangkalnya, dalam keadaan begitu terpaksa jago she Chee
itu berdiri tak berkutik di tempat semula sambil diam-diam
menantikan kemunculan isak tangis tadi sekali lagi.
Sedikit pun tidak salah, beberapa saat kemudian suara tangisan
itu muncul lagi dari balik kabut, mengikuti hembusan angin buyar di
angkasa... seakan-akan bunga yang rontok di atas tanah...
Chee Thian Gak tarik napas dalam-dalam badannya melayang
tiga tombak ke depan dan melayang turun di mana berasalnya suara
tadi.
Gerakan tubuhnya ringan, sewaktu mencapai permukaan tanah
pun tidak menimbulkan sedikit suara pun tapi suara itu belum berhasil
juga dikejarnya...
Meski begitu, kali ini Chee Thian Gak bertindak jauh lebih
cerdik, ia tidak bergeser dari tempat semula sebaliknya malah berdiri
tak berkutik di situ.
Sedikit pun tidak salah, ia segera mendengar dengusan napas
napas di sekeliling sana.
Bagi seorang jago silat yang sudah berpengalaman luas,
penemuan itu memberikan perasaan baginya bahwa ia sudah berada
di dalam kepungan segi enam yang sangat kuat.
Ia tidak mengerti, apakah ke-enam orang jago itu sejak semula
sudah bersembunyi di sana, ataukah dirinya yang tidak beruntung
telah meloncat masuk ke dalam kepungan mereka, setelah berpikir
sejenak akhirnya ia menahan pernapasan, kapaknya dipersiapkan dan
dengan tenang menantikan perubahan selanjutnya.
156
IMAM TANPA BAYANGAN II
157
Saduran TJAN ID
158
IMAM TANPA BAYANGAN II
159
Saduran TJAN ID
160
IMAM TANPA BAYANGAN II
161
Saduran TJAN ID
162
IMAM TANPA BAYANGAN II
163
Saduran TJAN ID
164
IMAM TANPA BAYANGAN II
165
Saduran TJAN ID
166
IMAM TANPA BAYANGAN II
167
Saduran TJAN ID
168
IMAM TANPA BAYANGAN II
169
Saduran TJAN ID
170
IMAM TANPA BAYANGAN II
171
Saduran TJAN ID
"Song Kiem toa Kok su, bagaimana kalau sekarang rasakan lagi
sebuah pukulanku???"
172
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 8
SONG KIEM TOA LHAMA membuka matanya yang terkancing
rapat, memandang sekejap ke arah musuhnya lalu menyahut dengan
suara lirih :
"Chee Thian Gak, kepandaian silat apakah yang barusan kau
gunakan untuk menghadapi diriku ??"
Chee Thian Gak masih ingat, setelah ia berhasil menyalurkan
tenaga sakti dari kitab 'Ie Cin Keng' ke dalam jurus serangan Thay
Yang sam Sie sudah beberapa orang mengajukan pertanyaan yang
sama.
Sekilas senyuman tersungging di ujung bibirnya.
"Itulah kepandaian maha sakti yang tiada tandingannya di kolong
langit sejak jaman dahulu kala !"
"Hmmm ! bocah keparat yang bermulut besar, Thian Liong toa
suheng sendiri pun tidak berani mengutarakan perkataan semacam itu,
apalagi kau hanya memperoleh warisan kepandaian silat darinya...
hmmm, bebar-benar......"
Chee Thian Gak mendongak dan tertawa terbahak-bahak, begitu
keras suara gelak tertawanya sampai sampai ranting dan daun ikut
bergetar keras, dengan sombong katanya :
"Ilmu Thay yang Sinkang yang kumiliki saat ini sama sekali
bukan warisan dari Thian Liong Toa Lhama."
"Apa?? Thay Yang Sin-kang ??" dengan amat terperanjat Lie
Peng meloncat bangun dari atas tanah. "Kalau begitu kau berasal dari
negeri Tay-li di Propinsi In lam??"
173
Saduran TJAN ID
"Darimana kau bisa menduga kalau aku datang dari negeri Tayli
di propinsi In lam?"
"Kaisar Toan dari negeri Tayli telah mengutus pangeran ketiga
Toan Hong datang keibu kota, dalam suatu kesempatan ia telah
membicarakan soal ilmu silat ilmu silat yang terdapat dalam
negerinya, aku masih ingat ia pernah meayebutkan nama Thay yang
Sin-kang tersebut!"
Sorot matanya beralih ke arah jubah merah yang dikenakan Chee
Than Gak, kemudian katanya lagi :
"Dan kini terbukti kau memiliki ilmu sakti Thay Yang Sin kang,
bukankah hal ini menunjukkan kalau kau berasal dari negeri
Tayli?......"
"Chee Thian Gak menjengek dingin.
"Hmmmmm, kau anggap di kolong langit ini kecuali keluarga
Toan dari negeri Tayli lantas tiada orang lain yang mengerti akan ilmu
sakti Thay-yang Sin-kang?? Hmmmm... cayhe justru bukan berasal
dari propinsi In Lam!"
"Lalu sebenarnya siapakah kau?" tanya Lie Peng dengan sorot
mata sangsi,
"Haaaah ....haaaah.... cayhe bukan lain adalah si Pendekar Jantan
Berkapak sakti Chee Thian Gak adanya !"
Ia merandek sejenak, lalu menambahkan.
"Barusan saja cayhe berpisah dengan sepasang iblis dari samudra
Seng Sut Hay dan sejak tiba disini sudah tiga kali kulaporkan namaku,
apakah kau tidak ingatnya sama sekali ??......"
"Apa? sepasang iblis dari Seng-sut-hay ?" jerit Lie Peng dengan
air muka berubah hebat. "Apakah orang yang kau maksudkan itu
adalah jago paling kosen dari kalangan sesat pada masa silam ??"
"Ehmmmm... sedikit pun tidak salah!"
"Aaaaah, jadi sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay itu belum
modar ??" seru Song Kim Toa Lhama pula dengan hati terkesiap.
"Sampai sekarang mereka masih..."
174
IMAM TANPA BAYANGAN II
175
Saduran TJAN ID
176
IMAM TANPA BAYANGAN II
Lie Peng sendiri pun sementara itu sedang berpikir dalam hati
kecilnya :
"Aaai... aku masih mengira di daerah Kwan Tiong dan Seek Siok
dua tempat tidak terdapat jago-jago berkepandaian lihay, sungguh tak
nyana begitu banyak jago kosen yang tersebar disini. Aaai... kalau
dipikir tujuh jago pedang dari dunia persilatan belum termasuk
manusia ampuh dalam kolong langit..."
Tatkala dilihatnya beberapa orang jago yang ada di dalam hutan
itu sebagian besar sudah terpengaruh oleh siasat licik yang sengaja
diaturnya itu, diam-diam Chee Thian Gak tertawa dingin pikirnya :
"Setiap kali aku bertemu dengan mereka, selalu saja orang-orang
ini sedang berkumpul di dalam hutan lebat, jangan-jangan mereka
sedang menjalankan suatu siasat licik yang lihay? Kalau ditinjau dari
ocehan Ouw-yang Gong, rupanya persoalan ini mempunyai hubungan
dengan soal penjualan..."
Berpikir sampai disini hatinya kontan jadi terkesiap, pikirnya
lebih jauh :
"Kalau aku belum tahu akan persoalan ini masih mendingan,
setelah mengetahuinya aku harus mencampurinya hingga jadi beres!"
Dalam pada itu pelbagai ingatan telah berkelebat dalam benak
Lie Peng, sambil memandang jago yang berperawakan tinggi kekar di
hadapannya ini ia berpikir kembali :
"Andaikata aku berhasil mendapatkan bantuan dari jago yang
begini lihaynya, tidak sulit rasanya bagiku untuk mengalahkan
kakakku, apalagi dia masih mempunyai seorang suheng!"
Sambil menengok sekejap ke arah Chee Thian Gak, pikirnya
lebih jauh :
"Andaikata aku dapat mengetahui kegemaran serta kebiasaannya,
dengan menyerang titik kelemahannya itu mungkin dia sudi
membaktikan tenaganya untukku, kalau tidak seandainya ia sampai
berpihak kepada toakoku dan memusuhi diriku meski Hoat su dari
negeri Tarta dan Raja dari negeri Turfan datang membantu pun belum
177
Saduran TJAN ID
178
IMAM TANPA BAYANGAN II
179
Saduran TJAN ID
"Chee Thian Gak!" bentak Song Kim Toa Lhama dengan suara
berat, "kau tak usah begitu jumawa dan sombong..."
Mendadak perkataannya merandek di tengah jalan, pada saat
itulah Siok Cian menggerakkan pergelangan tangannya, cahaya
pedang segera berkilauan membelah angkasa.
Jarak antara Chee Thian Gak dengan gadis itu hanya terpaut satu
depa belaka, bacokan tadi langsung mengancam punggung orang itu.
Bersama dengan datangnya bacokan tersebut, Lie Peng segera
menubruk ke depan, sepasang kepalannya diayun berulang kali
mengirim serangan dahsyat ke arah dada Chee Thian Gak.
Jago kosen berkapak sakti ini mendengus dingin, tiba-tiba telapak
kanannya diputar balik, hawa pukulan segera menderu-deru dan
menggulung balik ke depan, tubuh Lie Peng terhajar telak sehingga
tidak ampun badannya terjengkang mundur tiga langkah ke belakang.
Siok Cian menjerit keras, sebelum ujung senjatanya sempat
mampir di tubuh lawan tahu-tahu orang she-Chee itu sudah putar
badannya mengirim satu pukulan kilat menghajar di atas gagang
pedang lawan, pedang lemas itu segera terhajar dan lepas dari cekalan.
Ketika melihat ujung pedang Siok Cian telah menempel di atas
punggung lawan tadi, Song Kim Toa Lhama diam-diam sedang
merasa bergirang hati, tapi ia tidak menyangka kalau reaksi orang she
Chee itu bisa demikian cepat dan tajamnya.
Dengan hati bergidik pikirnya :
"Aaaah sungguh tak nyana ilmu 'Baudi Pu Tong Ciat Eng' dari
aliran Mie Tiong pun berhasil ia kuasai dengan begitu sempurna,
kehebatannya benar-benar mengerikan sekali..."
Sementara itu perlahan-lahan Chee Thian Gak sudah putar badan,
katanya dengan nada menyeramkan :
"Apakah antara kau dengan aku sudah terikat dendam sakit hati
sedalam lautan? Mengapa kau hendak tusuk badanku sampai mati?"
180
IMAM TANPA BAYANGAN II
181
Saduran TJAN ID
182
IMAM TANPA BAYANGAN II
183
Saduran TJAN ID
184
IMAM TANPA BAYANGAN II
185
Saduran TJAN ID
186
IMAM TANPA BAYANGAN II
atas nadi Jien Meh serta Tok Meh-nya, tanggung ia tak akan sanggup
hidup melebihi lima hari..."
"Tapi... bukankah Chee Thian Gak memahami pelbagai macam
kepandaian sakti yang maha dahsyat? Apakah ia tak bisa
membebaskan rekannya dari pengaruh totokanmu?" tanya Tauw Meh
dengan nada tercengang.
"Tentu saja ia tak akan berhasil membebaskannya, sebab aku
telah membuat sedikit permainan setan di atas tubuh Ouw-yang Gong
dengan ilmu Ciat meh Ciat Kim aliran negeri Thian Tok, coba
pikirkan masa ia mampu untuk membebaskan pengaruh totokanku?"
"Aaaaai... sayang Pay Boen Hay heng telah terluka di tangan
Chee Thian Gak..." keluh Tok See.
"Oooooh! Aku telah melupakan diri Pay heng..." seru Lie Peng
sambil mendorong tubuh Siok Cian.
Cepat ia berjalan menghampiri anak buahnya yang sementara itu
perlahan-lahan sedang merangkak bangun.
"Pay Boen Hay," tegur Song Kim Toa Lhama dengan sepasang
alis berkerut. "Kalau memang lukamu tidak terlalu parah, mengapa
kau terus menerus..."
Belum habis padri itu menyelesaikan kata-katanya, sebagai
manusia yang cerdik Pay Boen Hay bisa menebak apa yang sedang
dimaksudkan hweesio itu, dengan sorot mata dingin segera
timbrungnya :
"Toa koksu, lengan cayhe telah patah termakan pukulan lawan,
apakah kau menaruh curiga terhadap diriku?"
Song Kim Toa Lhama mendehem ringan.
"Loo ceng sedang merasa heran kenapa setiap kali kami sedang
berhasil menangkap Ouw-yang Gong manusia yang menamakan
dirinya Chee Thian Gak itu pasti muncul pula disini? Jangan-jangan
ada orang yang sengaja membocorkan berita ini..."
Pay Boen Hay segera mendengus dingin.
187
Saduran TJAN ID
"Cayhe adalah cucu murid Ciak Kak Sin Mo, apakah kau
pandang diriku sealiran dengan Ouw-yang Gong?" serunya.
Wajah yang semula berwarna putih kepucat-pucatan seketika
berubah jadi merah padam saking gusarnya.
Buru-buru Lie Peng menengahi persoalan itu serunya :
"Song Kim Toa Koksu, kalian tak usah cekcok..."
"Tahukah kalian siapakah sebenarnya Chee Thian Gak itu?"
teriak Pay Boen Hay keras-keras.
"Chee Thian Gak yah Chee Thian Gak, dia bilang berasal dari
Gurun Pasir, apa kau tahu siapa dia yang sebenarnya?" tanya Tauw
Meh tercengang.
"Dia adalah si jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei!"
"Apa?" teriak Lie Peng. "Dia adalah si jago pedang berdarah
dingin Pek In Hoei yang menduduki urutan ke-empat dalam tujuh jago
pedang dunia persilatan?"
"Dia masih berhutang dendam satu bacokan dengan diriku, maka
ia telah memenggal lenganku!" ujar Pay Boen Hay sambil tertawa
sedih. "Aku sendiri pun tidak tahu apa hubungannya dengan Ouw-
yang Gong, hanya saja sebelum ia pandai ilmu silat orang itu sudah
berada bersama-sama Ouw-yang Gong, oleh karena itu setiap kali si
tua bangka sialan itu menghadapi kesulitan, dia tentu akan datang
untuk menolong..."
"Aaaah, tak mungkin... tak mungkin terjadi... aku tidak percaya
dengan perkataanmu... ucapanmu tak bisa dipercayai..." gumam Lie
Peng tiada hentinya.
Siok Cian pun berseru dengan nada sangsi :
"Menurut kabar yang tersiar dalam Bu lim, orang bilang Pek In
Hoei mempunyai wajah yang ganteng dan tingkah laku yang halus,
masa manusia macam begitu adalah Pek In Hoei? Aku tidak percaya!"
Dengan pandangan mendalam Pay Boen Hay melirik sekejap ke
arah gadis itu kemudian tertawa getir.
188
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Kalau cuwi sekalian tidak percaya, aku pun tak bisa berbuat apa-
apa..." perlahan-lahan ia berjalan menghampiri pangeran kedua,
kemudian ujarnya lebih jauh :
"Jie Thay cu, sungguh mohon maaf yang sebesar-besarnya, aku
tak dapat membaktikan diri lagi dengan dirimu..."
"Apakah kau ada urusan penting?"
"Aku hendak pergi ke perkampungan Thay Bie San cung dan
menjumpai sucouwku Ciak Kak Sin Mo."
"Oooouw... kau hendak ke situ? Dengan kepergianmu ini,
andaikata Toa Hoat su dari negeri Tu fan dan Raja negeri Tartar
datang ke sini, siapa yang akan bertindak sebagai penterjemah?"
Sinar mata Pay Boen Hay berkilat, lalu menjawab :
"Andaikata Jie Thay cu merasa kuatir, bagaimana kalau kita
bersama-sama berangkat ke perkampungan Thay Bie San cung dan
sementara waktu berdiam di situ? Rasanya di situ keadaan kita akan
jauh lebih aman."
Rupanya Lie Peng tidak menyangka kalau dalam waktu singkat
ia bisa bertemu dengan Ciak Kak Sin Mo, dengan hati penuh
kegirangan pikirnya :
"Seandainya aku bisa memperoleh bantuan dari Ciak Kak Sin
Mo, maka aku tak usah takuti engkohku lagi... saat itu..."
Ia segera mengangguk.
"Baiklah, menanti Raja Tartar telah tiba disini, maka aku beserta
mereka segera akan berangkat menuju ke perkampungan Thay Bie
San cung."
"Kalau begitu cayhe mohon diri terlebih dahulu," ujar Pay Boen
Hay kemudian setelah melirik sekejap ke arah lengannya yang telah
kutung.
Sekali enjotkan badannya, bagaikan serentetan cahaya kilat tubuh
orang itu lenyap di balik kerimbunan hutan belukar yang lebat.
Menanti bayangan tubuh orang she Pay itu sudah lenyap dari
pandangan, Lie Peng baru berkata :
189
Saduran TJAN ID
"Dewasa ini kekuatan kita kian lama kian bertambah besar dan
kuat, rasanya kesempatan bagiku untuk menumbangkan kekuasaan
engkohku kian hari kian mendekat. Haaaah... haaaah... haaaah...
Koksu, terima kasih atas bantuanmu, andaikata kau tidak memanasi
hatinya, belum tentu ia bisa berbuat demikian dan mengundang kita
mengunjungi perkampungan Thay Bie San cung..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... Jie Thay cu, pinceng harus
mengucapkan kiong hie lebih dahulu kepadamu... Haaaah... haaaah...
haaaah... " seru Song Kim Toa Lhama sambil tertawa tergelak.
Begitu keras suara tertawa itu hingga membumbung tinggi ke
angkasa dan berkumandang ke tempat kejauhan.
*****
190
IMAM TANPA BAYANGAN II
191
Saduran TJAN ID
192
IMAM TANPA BAYANGAN II
193
Saduran TJAN ID
"Siaocia... Siaocia.."
"Sialan!" maki dara berbaju hijau itu di dalam hati. Perlahan-
lahan ia berjongkok dan mendorong tubuh Chee Thian Gak. "Budak
sialan... siapa sih suruh kau menguntit diriku terus macam suka
gentayangan... dianggapnya aku sudah mati!"
Dengan hati gemas ia meloncat bangun lalu makinya :
"Sioe To, kenapa sih kau berkaok-kaok terus?"
Seekor kuda berwarna abu meluncur datang dengan cepatnya, di
tengah suara derap kaki kuda yang nyaring, sesosok bayangan hijau
melesat ke tengah udara dan melayang turun di sisi gadis itu.
"Eeeei... kau takut aku tersesat yaah?" tegur gadis bergelang emas
itu sambil mendorong tubuh gadis yang baru saja datang itu ke
samping. "Siapa sih yang suruh kau menguntit aku terus seperti sukma
gentayangan, berkaok-kaok melulu sepanjang jalan!"
Gadis yang baru tiba adalah seorang dara berusia lima enam belas
tahun yang rambutnya berkepang dua, mendengar teguran itu diam-
diam ia menjulurkan lidahnya.
"Baik... baik, siaocia, lain kali budak tidak berani berkaok-kaok
lagi... maafkanlah aku siaocia."
"Hmmmm, budak sialan, lain kali kau berani berkaok-kaok lagi,
lihat saja akan kukutungkan kakimu itu!"
Sioe To mencibirkan bibirnya dan pura-pura menunjukkan wajah
mau menangis, katanya dengan suara lirih :
"Kata looya, siaocia belum lama kembali dari wilayah Biauw,
terhadap jalanan di sekitar sini tentu belum begitu paham, maka beliau
suruh aku baik-baik menjaga siaocia. Siapa suruh kau lari begitu
cepat... budak takut siaocia tersesat di tengah gunung maka sepanjang
jalan berteriak memanggil, eeei, siapa tahu..."
Mimik wajahnya yang patut dikasihani ini seketika membuat dara
bergelang emas itu tertawa cekikikan.
194
IMAM TANPA BAYANGAN II
195
Saduran TJAN ID
196
IMAM TANPA BAYANGAN II
197
Saduran TJAN ID
Jilid 9
GADIS BERGELANG EMAS itu segera menggeleng.
"Dengan kejadian ini maka racun ulat emas yang mengeram
dalam tubuhnya, dalam waktu dua jam lagi bakal mati semua..."
Ia merandek sejenak, lalu katanya lagi :
"Sebab ulat-ulat emas itu adalah binatang pemakan darah,
andaikata tak ada darah yang dimakan maka racun ulat emas itu bakal
mati dengan sendirinya."
"Ooooh karena itulah siaocia hendak mendesak ulat-ulat emas itu
kembali ke jantung?" seru Sioe To menjadi paham.
"Sedikit pun tidak salah, aku memang hendak berbuat demikian!
Coba lihat bukankah di atas wajahnya sudah tidak terlihat tanda-tanda
warna emas lagi bukan?"
"Aaaah....!" mendadak Chee Thian Gak merintih, kemudian
merangkak bangun dari atas tanah.
Rupanya gadis bergelang emas itu tidak menyangka kalau
pemuda she chee itu bisa mendusin demikian cepatnya, ia terperanjat
dan segera serunya :
"Kau... kau bisa merangkak bangun?"
Perlahan-lahan Chee Thian Gak membuka matanya, ketika
menjumpai seorang gadis bergelang emas dengan dandanan yang
aneh sedang berdiri di hadapannya, ia segera menegur dengan nada
tercengang :
"Siapa kau? Tempat manakah ini?"
"Aku bernama Pek-li Cien Cien, dan siapa kau?"
198
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Cayhe..."
Mendadak ia rasakan perutnya teramat sakit seolah-olah ada
seekor ular yang sedang menggigit ususnya, ucapannya seketika
merandek. Sambil tarik napas dalam-dalam ia segera salurkan hawa
murninya mengelilingi seluruh badan dan mulai bersemedi.
Dalam waktu singkat wajahnya telah berubah jadi merah padam,
jubah merah yang dikenakan perlahan-lahan ikut mengembung,
himpunan hawa murni yang amat dahsyat dengan mengikuti
peredaran darahnya menyerang ke arah bagian tubuhnya yang terasa
amat sakit.
Pek-li Cien Cien yang menyaksikan keadaan itu dalam hati
merasa amat terperanjat, ia tak menyangka kalau tenaga lweekang
yang dimiliki lelaki berjubah merah itu demikian dahsyatnya. Gadis
itu segera berpikir :
"Mimpi pun aku tak pernah menyangka setelah tubuhnya terkena
racun ulat emas dari suhu, dia masih mampu untuk mengerahkan
tenaga dalamnya... ia betul-betul hebat..."
Beberapa saat kemudian dari atas batok kepalanya mengepul
kabut berwarna putih, makin lama makin menebal hingga akhirnya
seluruh batok kepalanya terlapis oleh kabut berwarna putih itu.
"Siaocia," seru Sioe To dengan nada terkesiap. "Dia jauh lebih
hebat dari loo-ya kita..."
"Sstt, jangan bicara!" seru Pek-li Cien Cien sambil merapatkan
jari tangannya di atas bibir.
Kemudian dengan wajah penuh napsu membunuh selangkah
demi selangkah ia maju mendekati tubuh si anak muda itu, jari
tangannya dipertegang siap-siap melancarkan totokan.
Andaikata totokan tersebut bersarang di tubuh si anak muda itu,
maka niscaya Chee Thian Gak bakal mengalami jalan api menuju
neraka, hawa murninya seketika akan buyar dan tubuhnya jadi Pan-
swie.
199
Saduran TJAN ID
200
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 18
"APAKAH KAU bermusuhan dengan si Dukun sakti berwajah jelek
dari wilayah Biauw sehingga ia melepaskan racun ulat emas ke dalam
tubuhmu?" tegur Pek-li Cien Cien.
Dalam hati Chee Thian Gak sadar bahwa ia telah bertemu lagi
dengan musuh tangguh, ia hanya heran bahwa dirinya sama sekali
tidak kenal dengan dara berdandan aneh ini, apa sebabnya sekarang
ia malah diancam?
Maka sahutnya :
Sedikit pun tidak salah, siapa kau ?"
"Kau tak usah mengurusi siapakah aku!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... sudah lama cayhe berkelana di
dalam dunia persilatan, tapi belum pernah kujumpai ada orang berani
mengancam keselamatanku dengan cara begini."
"Sekarang akan kusuruh kau rasakan bagaimanakah rasanya
kalau diancam orang..." sahut Pek-li Cien Cien sambil tertawa dingin.
Chee Thian Gak tersenyum.
"Sebenarnya apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku?"
"Putar wajahmu menghadap kemari!"
"Seandainya aku tidak mau mendengarkan perkataanmu?" jengek
Chee Thian Gak diam-diam merasa geli.
"Kalau kau berani membangkang maka sekali tepuk kuhajar jalan
darah 'Pek Hoei hiat'mu, kau tentu tahu bukan bagaimana akibatnya?"
"Hingga detik belum pernah aku diancam orang dengan cara
seperti ini," pikir pemuda she Chee ini di dalam hati. "Pengin kulihat
siapakah sebenarnya orang ini?"
Perlahan-lahan ia menoleh, tampaklah seraut wajah yang amat
cantik terpancang di depan matanya, meski ayu rupawan sayang
matanya membawa napsu membunuh dan bibirnya tersungging
201
Saduran TJAN ID
202
IMAM TANPA BAYANGAN II
203
Saduran TJAN ID
204
IMAM TANPA BAYANGAN II
kata-kata serendah itu, tapi ia tak pernah menyangka kalau Pek-li Cien
Cien secara tiba-tiba bisa melancarkan serangan.
Dalam keadaan tidak bersiap sedia, hawa murninya segera buyar,
kepalanya terasa pusing tujuh keliling dan seketika itu juga pemuda
tersebut jatuh tak sadarkan diri.
Andaikata peristiwa ini diketahui oleh Song Kim Toa Lhama atau
Hoa Pek Tuo sekalian jago-jago lihay, mereka pasti tak akan percaya
dengan kemampuan silat yang dimiliki Chee Thian Gak ternyata
berhasil dihajar pingsan oleh seorang gadis cilik, andaikata Oorchad
mengetahui akan hal ini maka ia pasti tak akan mempercayai
pandangan matanya sendiri.
Melihat musuhnya roboh tak sadarkan diri, Pek-li Cien Cien
segera berseru sambil tertawa dingin :
"Hmmm, aku masih mengira dia punya kemampuan yang begitu
hebat sehingga berani mengucapkan kata-kata semacam itu terhadap
diriku. Hmmm! Sekarang akan coba kulihat perkataan apa lagi yang
sanggup dia utarakan keluar!"
"Siaocia, apa yang hendak kau lakukan terhadap dirinya?"
"Boyong di pulang ke rumah, kemudian cari orang suruh
mandikan dirinya, setelah itu menunggu sampai suhu pulang. Akan
kuserahkan keparat ini pada suhu."
"Tapi siaocia... bagaimana caranya kita boyong lelaki ini pulang
ke dalam perkampungan?" Sioe To merengek kesulitan.
"Goblok, gotong saja dia keatas kuda kemudian kita masuk
melalui pintu belakang perkampungan, bukankah beres sudah
persoalannya?"
Bicara sampai di situ sinar matanya dialihkan ke atas wajah Chee
Thian Gak, di antara bibirnya yang terbungkam terlintas rasa
penyesalan yang tebal, apakah ia sedang menyesal karena telah
melakukan perbuatan salah?
.....
205
Saduran TJAN ID
206
IMAM TANPA BAYANGAN II
207
Saduran TJAN ID
208
IMAM TANPA BAYANGAN II
209
Saduran TJAN ID
210
IMAM TANPA BAYANGAN II
211
Saduran TJAN ID
Dan kini dari sorot mata Pek li Cian Cian serta Sioe To kembali
ia temukan pancaran sinar cinta yang sama seperti yang lain...
Timbul perasaan gentar dalam hati kecilnya, diam-diam ia
membatin :
"Dendam kesumat sedalam lautan yang masih kutanggung sama
sekali belum berhasil dituntut balas, mana boleh aku terjerumus ke
dalam belaian kasih serta pelukan mesra kaum gadis muda? Malam
ini bagaimanapun juga aku harus berusaha untuk melarikan diri dari
sini."
Sinar matanya berkilat, setelah merandek beberapa saat ia
bertanya : "Eeeei! Kau simpan di mana itu kapak sakti serta kutang
pelindung badanku?"
Sementara itu Sioe To sedang memandang wajah Pek In Hoei
dengan termangu-mangu, tatkala mendengar pertanyaan tersebut,
buru-buru ia letakkan sebuah kotak ke atas meja sembari ujarnya :
"Kutang pelindung badan serta kapak saktimu itu telah kusimpan
semua dalam almari..."
"Sioe To siapa suruh kau ikut usil disini? Ayoh cepat enyah dari
dalam kamar ini!" hardik Pek li Cian Cian semakin mendongkol.
Dengan perasaan berat dan tidak rela serta bibir yang dicibirkan
terpaksa dayang berbaju hijau itu mengundurkan diri dari kamar,
sesaat sebelum meninggalkan pintu ruangan dengan pandangan
mendalam dan berat kembali ia lirik sekejap wajah si anak muda.
Pek li Cian Cian bukanlah seorang gadis yang bodoh, dari gerak-
gerik yang ditunjukkan Sioe To ia telah berhasil menebak isi hatinya,
maka seraya mendengus dingin tegurnya :
"Hey budak sialan, kalau kau berani berebutan lelaki ini dengan
diriku... awas! Selembar jiwamu bisa kucabut tanpa mengenal
kasihan."
Berbicara sampai di situ ia lantas berpaling kembali dan tertawa
merdu. "In Hoei!" serunya. "Kau tak usah bangun, biarkanlah aku
yang menyuapkan kuah teratai itu untukmu..."
212
IMAM TANPA BAYANGAN II
213
Saduran TJAN ID
214
IMAM TANPA BAYANGAN II
215
Saduran TJAN ID
216
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Sudahlah kau tak usah membohongi diriku, aku tahu apa yang
sedang kau pikirkan!"
"Kau tahu apa yang sedang kupikirkan?" Pek In Hoei tertawa
hambar.
"Bukankah kau sedang membenci diriku?"
"Membenci dirimu?" si anak muda itu gelengkan kepalanya
berulang kali. "Tidak... tak nanti aku membenci kepada orang lain,
aku hanya membenci kepada diriku sendiri!"
"Kenapa?... Hmmm! sekarang aku tahu sudah, kau tentu sedang
memaki diriku, kau maki aku tidak sepantasnya mendapatkan dirimu
dengan menggunakan tipu muslihat, bukankah begitu?"
Pek In Hoei tidak menjawab, memandang awan putih yang
bergerak di tengah udara, otaknya berputar ke sana kemari dengan
kacaunya, ia merasa semua jalan yang ditempuh adalah buntu dan ia
gagal untuk melepaskan simpul mati yang membelenggu pikirannya.
Dalam waktu yang amat singkat sudah amat banyak... banyak
sekali yang dipikirkan, semua persoalan yang belum pernah ia
pikirkan pada masa yang silam atau persoalan yang pernah dipikirkan
tetapi belum berhasil diselesaikan, saat ini berkumpul dan
berkecamuk semua jadi satu dalam benaknya.
Dengan perasaan penuh penderitaan ia berpikir :
"Aku tidak sepantasnya belajar ilmu silat... sejak aku mengerti
persoalan dan tahu urusan aku sudah tidak berminat untuk belajar
silat, sungguh tak kusangka saat ini aku bisa menjadi anggota dunia
persilatan, aku harus menanggung banyak resiko dan kerepotan..."
Dengan tajam ia menyapu sekejap wajah Pek li Cian Cian,
kemudian pikirnya lebih jauh :
"Kalau tidak tak nanti aku bisa berjumpa dengan dirinya, dan
terjebak ke dalam tipu muslihatnya..."
Ia gelengkan kepalanya berulang kali dan berpikir kembali.
217
Saduran TJAN ID
218
IMAM TANPA BAYANGAN II
219
Saduran TJAN ID
220
IMAM TANPA BAYANGAN II
221
Saduran TJAN ID
"Apa? Tiga dewa dari luar lautan telah datang?" sementara itu
terdengar Pek li Cian Cian berseru kaget.
Air muka Pek In Hoei berubah hebat, pikirnya :
"Andaikata sekarang It-boen Pit Giok menemukan aku berada
disini, entah apa yang ia pikirkan, aku rasa lebih baik untuk sementara
waktu bersembunyi saja di dalam kalau tidak..."
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya,
mendadak dari tengah udara melayang datang sesosok bayangan
manusia.
Dari jarak kurang lebih lima tombak di hadapannya dengan sebat
dan cepat meluncur datang seorang pelajar berusia pertengahan dan
melayang turun tepat di hadapannya.
Dalam pada itu sambil bergendong tangan Pek In Hoei masih
berdiri di sisi sungai yang membujur dalam perkampungan Hong Yap
San-ceng ketika memandang kehadiran pelajar berusia pertengahan
itu hatinya bergetar keras, pikirnya :
"Siapakah pelajar berusia pertengahan ini?? Begitu gagah dan
agung wajahnya..."
222
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 10
HAMPIR-HAMPIR saja ia tidak percaya kalau pelajar berusia
pertengahan yang berdiri di hadapannya sekarang adalah salah satu di
antara tiga dewa dari luar lautan yang namanya telah menggetarkan
seluruh sungai telaga, menurut kabar yang tersiar dalam Bu lim orang
mengatakan bahwa Poh Giok cu telah berusia lanjut, tapi dalam
kenyataan keadaannya tidak lebih bagaikan seorang pelajar berusia
pertengahan, sudah tentu Pek In Hoei merasa amat terperanjat.
Sebaliknya Poh Giok cu sendiri pun merasa tertegun ketika
menyaksikan kegagahan serta keagungan Pek In Hoei, dengan sorot
mata berkilat ia awasi wajah pemuda itu sekejap kemudian tegurnya :
"Hey bocah cilik, apakah kau adalah anggota perkampungan
Hong Yap San cung..."
Pek In Hoei melengak, sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu
Pek li Cian Cian telah membentak nyaring :
"Huuh! berapa besar sih usiamu, berani betul menyebut orang
lain sebagai bocah cilik!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Poh Giok cu mendongak dan
tertawa terbahak-bahak. "Nona cilik, kalau usia loohu dibandingkan
dengan umur ayahmu, jauh lebih tua, rasanya menyebut kalian
sebagai bocah cilik pun tidak terlalu merendahkan derajat kalian
bukan..."
Pek li Cian Cian semakin gusar dibuatnya, sejak kecil ia
dibesarkan dalam wilayah Biauw yang kehidupan serta adat
istiadatnya jauh berbeda dengan daratan Tionggoan, pergaulannya
223
Saduran TJAN ID
224
IMAM TANPA BAYANGAN II
225
Saduran TJAN ID
226
IMAM TANPA BAYANGAN II
227
Saduran TJAN ID
"Ciss, tak tahu malu," maki It-boen Pit Giok sambil meludah ke
atas tanah.
Setelah makian itu terlontar keluar, gadis itu baru sadar bahwa ia
sudah buka suara padahal dalam hatinya ia sama sekali tidak mengerti
apa sebabnya perasaan hatinya segera berubah jadi sangat tak enak
setiap kali ia saksikan Pek In Hoei berada bersama-sama perempuan
lain, dalam hatinya ia sangat membenci si anak muda itu, tetapi rasa
benci itu ternyata bisa bercampur baur dalam rasa cintanya.
"Eeeei... eeei... kau sedang maki siapa?" bentak Pek li Cian Cian
dengan mata melotot.
"Hmm di tempat ini kecuali kau seorang siapa lagi yang berbuat
tak tahu malu..."
Pek li Cian Cian yang dibesarkan di wilayah Biauw sama sekali
tidak memahami akan peraturan yang membatasi atas pergaulan kaum
pria dan wanita, ia hanya tahu asalkan seorang pria telah jatuh cinta
kepada wanita dan sebaliknya pun demikian maka tiada pantangan-
pantangan lagi yang membelenggu hubungan mereka apakah mereka
mau hubungan senggama atau pun tidak orang lain tiada berhak untuk
mencampurinya.
Dengan wajah yang berubah hebat karena menahan gusar, gadis
itu berteriak kembali :
"Apa salahnya kalau aku bermesraan dengan dirinya? Kau tahu?
Setiap bulan tanggal lima belas di wilayah Biauw pasti diadakan pesta
bulan purnama, dalam pesta tersebut kalau seseorang telah tertarik
pada lawan jenisnya maka mereka boleh langsung melakukan
perbuatan tersebut di dalam gua atau pun di balik semak belukar
setelah itu berarti pula secara resmi telah disahkan sebagai suami
istri..."
Ia merandek sejenak, kemudian dengan gusar bentaknya :
"Dan kini kenapa kau maki aku? Hmm! kau berani memaki aku
berarti menghina diriku. Nah rasakanlah sebuah bogem mentahku...!"
228
IMAM TANPA BAYANGAN II
229
Saduran TJAN ID
harus tahu bahwa ilmu jari Ang Hoa Cie dari dukun sakti berwajah
seram masih belum terhitung ilmu maha sakti di kolong langit..."
Ancaman itu ternyata manjur sekali, Pek li Cian Cian benar-benar
tidak berani mengeluarkan ilmu simpanannya.
"Kau kenal dengan suhuku?" serunya dengan wajah termangu-
mangu.
"Hmm, Dukun Sakti Berwajah Seram terhitung manusia macam
apa?? Ia belum pantas untuk menjadi sahabatku..."
Pek li Cian Cian tidak tahu sampai di mana kelihayan dari tiga
dewa tersebut, mendengar pelajar berusia pertengahan itu berani
menghina dan memandang rendah suhunya, timbul rasa gusar dalam
hatinya, sambil membentak marah teriaknya :
"Kau berani memaki suhuku..."
Bayangan jari berkelebat lewat, di tengah udara segera berkelebat
selapis kabut merah yang memanjang bagaikan bianglala diiringi
desiran tajam bianglala merah tadi langsung menerjang tubuh Poh
Giok cu.
Dengan tindakan cepat si orang tua dari luar lautan ini menarik
tubuh It-boen Pit Giok mundur ke belakang, seluruh jubah bajunya
mendadak menggembung jadi besar, sambil maju selangkah ke depan
ia ayunkan telapak tangannya yang segera memancarkan cahaya putih
ke empat penjuru.
"Bocah yang tak tahu diri," jengeknya sambil tertawa dingin,
"kau benar-benar terlalu jumawa..."
Ketika kabut merah yang menggulung tiba itu berjumpa dengan
cahaya putih yang meluncur ke udara seketika buyarlah kabut tadi
berubah jadi kerlipan-kerlipan cahaya yang menyebar ke empat
penjuru kemudian lenyap di tengah udara, bukan begitu saja bahkan
desiran angin tajam pun lenyap tak berbekas.
"Kepandaian apakah itu?" jerit Pek li Cian Cian dengan hati
terperanjat. "Sungguh tak bisa mempercayai, sampai ilmu jari Ang
230
IMAM TANPA BAYANGAN II
Hoa Cie yang lihay dan sukar dicarikan tandingannya pun bisa
dihancurkan dengan begitu gampang."
Sebelum gadis sempat menarik kembali serangannya Poh Giok
cu sudah merangsek ke depan, tangannya berkelebat dan tahu-tahu
jari tangan Pek li Cian Cian sudah terjepit di tengah udara.
Seketika itu juga murid Dukun Sakti Berwajah Seram ini tertarik
maju ke depan oleh sentakan tenaga lawan.
Dengan wajah adem bagaikan salju Poh Giok cu mendengus
dingin hardiknya :
"Kau perempuan yang tak tahu diri dan berhati keji,
bagaimanapun jari tanganmu ini akan kukutungkan untuk diserahkan
kepada gurumu si Dewi Khiem Bertangan Sembilan..."
Ia mengerti sampai dimanakah kelihayan dari ilmu jari Ang Hoa
Cie atau ilmu jari bunga merah yang berasal dari wilayah Biauw ini,
kepandaian tersebut adalah hasil latihan dari hisapan inti sari pelbagai
kabut racun yang ada di wilayah Biauw, setelah ke-sepuluh jarinya
direndam di dalam racun kemudian mengisap sari-sari racun itu ke
dalam jari tangannya, maka setiap kali kepandaian tersebut digunakan
maka korbannya pasti akan mati konyol dengan seluruh tubuh hancur
lebur karena membusuk, di samping itu dari mayat sang korban akan
menyiarkan bau aneh yang dapat membinasakan setiap orang yang
mencium bau itu.
Bukan saja manusia segera mati konyol, sekalipun binatang kecil
pun sama-sama nasibnya, boleh dibilang kepandaian ini merupakan
kepandaian yang terkeji di kolong langit.
Dalam pada itu Poh Giok cu telah mengambil sebilah pedang
kecil berwarna merah keperak-perakan, setelah berkilat di angkasa
perlahan-lahan menebas jari tangan Pek li Cian Cian yang terjepit itu.
Waktu itu gadis she Pek-li murid dari Dukun Sakti Berwajah
Seram ini sudah ketakutan setengah mati di bawah kekuasaan orang,
beberapa kali ia berusaha meronta dan coba melepaskan diri dari
jepitan tangan lawannya, namun usahanya selalu gagal saking gelisah
231
Saduran TJAN ID
232
IMAM TANPA BAYANGAN II
233
Saduran TJAN ID
234
IMAM TANPA BAYANGAN II
235
Saduran TJAN ID
yang tajam bagaikan pisau belati menatap wajah Pek In Hoei tak
berkedip.
Nikouw tua ini meskipun karena dimakan usia, wajahnya telah
berkeriputan tetapi kecantikan wajahnya di masa yang lampau masih
jelas tertera di atas mukanya, hal ini bisa membuktikan bahwa pada
masa mudanya nikouw ini pastilah seorang perempuan yang cantik
dan menarik.
Dengan air mata bercucuran membasahi pipi It-boen Pit Giok
segera berjalan menghampiri sisi nikouw tua itu, serunya :
"Suhu!"
Sejak kecil belum pernah Pek In Hoei bertemu dengan seorang
nikouw yang berwajah penuh welas kasih seperti ini, begitu agung
dan penuh kasih sayang seolah-olah Kwan Im Pouwsat dari Lam Hay.
Diam-diam ia menghela napas panjang dan berpikir :
"Nikouw tua ini pastilah Thiat Tie Sin Nie dari luar lautan, kalau
dipandang sikapnya yang agung dan penuh wibawa, semestinya tiada
angkara murka yang terpendam dalam hatinya... sungguh aneh sekali!
Mengapa begitu berjumpa dengan dirinya napsu marah dan kobaran
api berangasan yang terpendam dalam dadaku seketika lenyap tak
berbekas..."
Dalam pada itu sambil membelai rambut It-boen Pit Giok yang
hitam pekat, Thiat Tie Sin Nie berkata lembut :
"Anakku, sudah kujelajahi seluruh perkampungan Hong Yap San
cung ini tetapi sama sekali tak kutemui bayangan tubuh dari si
Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak, ditinjau dari
keadaan tersebut membuktikan pula kalau Chee Thian Gak bukanlah
melarikan diri kemari..."
"Aku bukan mencari dirinya," sahut It-boen Pit Giok sambil
gelengkan kepalanya berulang kali. "Menurut kabar dunia kangouw
yang tersiar luas, Chee Thian Gak adalah Pek In Hoei, tetapi kalau
ditinjau dari bukti yang ada di depan mata sekarang Pek In Hoei dan
Chee Thian Gak mungkin adalah dua orang yang berbeda..."
236
IMAM TANPA BAYANGAN II
Thiat Tie Sin Nie alihkan sinar matanya melirik sekejap ke arah
Pek In Hoei kemudian menghela napas panjang, ujarnya :
"Pit Giok, antara kening bocah ini terdapat bekas telapak darah,
ujung bibirnya menunjukkan ia tak kenal budi dan cinta, urusanmu
dengan dirinya di kemudian hari sulit untuk diramalkan mulai
sekarang, aku hanya berharap janganlah kau meniru keadaan suhumu
sekarang..."
Berbicara sampai disini ia tertunduk dengan sedih, di atas
wajahnya yang agung dan penuh cinta kasih itu terlintas rasa murung
yang tebal.
Dengan sedih It-boen Pit Giok gelengkan kepalanya dan
membungkam dalam seribu bahasa.
Dalam benak gadis ini kembali terlintas sikap dingin, ketus,
angkuh dan jumawa yang diperlihatkan Pek In Hoei sewaktu ada di
depan perkampungan Thay Bie San cung, dia pernah menusuk
perasaan halusnya dan menyinggung gengsinya sebagai seorang
gadis, ia pernah pula mengacaukan pikiran serta perasaan hatinya
yang semula tenang bagaikan permukaan telaga. Sebelum ia
menginjakkan kakinya di daratan Tionggoan belum pernah ada
persoalan yang merisaukan hatinya, tapi sekarang ia mulai merasakan
penderitaan dan siksaan.
Kesemuanya ini Pek In Hoei lah yang memberikan kepadanya,
oleh karena itu ia sangat membenci diri si anak muda itu, tetapi ia pun
mencintai dirinya...
Pek li Cian Cian melirik sekejap ke arah nikouw tua itu,
mendadak tegurnya :
"Hey nikouw tua, benarkah barusan kau telah memasuki
perkampungan kami?"
"Benar, aku hendak mencari ayahmu karena ada suatu urusan
penting..."
Belum habis ia berkata, dari dalam perkampungan telah berlari
datang seorang lelaki kekar.
237
Saduran TJAN ID
238
IMAM TANPA BAYANGAN II
239
Saduran TJAN ID
"Keparat cilik yang tak tahu diri, rupanya kau sudah bosan hidup
di kolong langit..."
Sekali enjot badan ia meloncat ke muka, toya baja berwarna
hitamnya langsung diayun ke depan diiringi suara desiran tajam yang
membelah bumi, dengan suatu gerakan yang mengerikan dia babat
tubuh si anak muda itu.
Buru-buru Pek In Hoei menekuk badannya dan loncat ke udara
dengan gerakan cepat bagaikan kilat, dengan suatu gerakan yang
manis ia berhasil menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
"Kioe Boan Toh!" teriaknya setengah menjerit. "Dengan racun
ulat emas kau telah membinasakan Chee Thian Gak, kau harus tahu
aku Pek In Hoei adalah sahabat sehidup semati dengan dirinya, ini
hari aku akan menuntut balas bagi kematian sahabatku Chee Thian
Gak..."
Telapak kirinya laksana kilat meluncur ke depan mengirim satu
babatan, segulung angin pukulan yang maha dahsyat seketika
menggulung keluar memaksa tubuh si Dukun Sakti Berwajah Seram
itu terdesak miring dan harus meloncat mundur ke belakang.
Melihat kehebatan lawannya Dukun Sakti Berwajah Seram itu
segera mendongak dan tertawa keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... setelah Chee Thian Gak mati, kini
muncul lagi seorang Pek In Hoei. Andaikata aku si Dukun Sakti
Berwajah Seram tak berhasil menahan dirimu di dalam
perkampungan Hong Yap San cung ini, mulai ini hari aku tak akan
muncul lagi di dalam dunia persilatan..."
Watak berangasan dari jago kelas satu yang berasal dari wilayah
Biauw ini tidak kalah dengan kaum pemuda, setelah menjerit aneh
toya bajanya segera diputar di tengah udara hingga menimbulkan
kilatan cahaya yang amat tajam, kemudian langsung menghajar ke
muka.
Pek In Hoei tarik napas dalam-dalam, ia hendak menggunakan
kesempatan di kala ia belum sempat mengeluarkan segala macam
240
IMAM TANPA BAYANGAN II
241
Saduran TJAN ID
242
IMAM TANPA BAYANGAN II
243
Saduran TJAN ID
malam ini, entah para jago dari delapan perguruan tiga partai lima
lembah serta sepuluh benteng sudah pada berkumpul semua atau
belum..."
Suasana di empat penjuru hening dan sunyi untuk beberapa saat
lamanya, tiba-tiba terdengar seorang kakek tua dengan suaranya yang
serak :
"Kecuali orang-orang dari partai Sauw-lim, partai Bu-tong serta
partai Thiam cong, boleh dikata semua anak murid perguruan lain
telah hadir disini."
Bagian 19
MENDENGAR ucapan itu Ku Loei jadi naik pitam, teriaknya dengan
penuh kemarahan :
"Apa? Ada anak murid perguruan yang tidak ikut menghadiri
pertemuan ini? Bukankah di atas surat undangan sudah kami jelaskan
bahwa kecuali ciangbunjien-nya sendiri yang hadir orang lain tidak
diperkenan ikut datang kemari."
Teriakannya yang disertai oleh hawa amarah ini kontan disambut
dengan sikap tidak puas oleh para jago lihay dari pelbagai partai serta
perguruan, terdengar dengusan dingin berkumandang simpang siur
dari antara gerombolan hadirin, seorang pemuda loncat keluar dari
barisan adalah segera berteriak keras :
"Apa maksud ucapanmu itu? Ciangbunjien kami toh bukan
manusia penganggur yang punya banyak waktu luang, apa salahnya
kalau dari partai kami diutus para anak muridnya untuk mewakili?
Apakah kecuali ciangbunjien sendiri orang lain tak boleh mewakili?"
"Hmmm! Siapa kau?"
"Anak murid partai Tiong-lam Loe Liang Jien..."
"Aku perintahkan kau saat ini juga enyah dari perkampungan
Thay Bie San cung, di tempat ini kekurangan satu partai Tiong Lam
masih terhitung seberapa, kalau ciangbunjien kalian di dalam tiga hari
tidak datang kemari, mohon maaf, Hmmm... jangan salahkan kami
244
IMAM TANPA BAYANGAN II
245
Saduran TJAN ID
246
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 11
"UCAPAN Kong-yo heng sedikit pun tidak salah," sahut seseorang di
antara para jago yang hadir dengan suara serak bagaikan tong bobrok.
"Aku rasa di daratan Tionggoan dewasa ini tiada seorang pun yang
cocok untuk menduduki kursi jabatan tertinggi itu kecuali kalian
suami istri berdua..."
Ucapan orang ini terlalu terang-terangan dan menyolok sekali,
seketika itu juga memancing rasa benci dan tidak puas di kalangan
sebagian besar para jago.
Ketika semua orang menoleh ke arah si pembicara tadi, maka
segera dikenalilah orang itu sebagai si tangan kilat Im Boe Kie dari
partai Khong-tong pay, seorang lelaki kekar berwajah penyakitan
segera mendengus dingin, sambil berjalan menghampiri Im Boe Kie
si tangan kilat tersebut tegurnya dengan suara keras :
"Manusia macam apakah kau ini Hmmm! Berani betul
sembarangan kentut disini..."
Si Tangan Kilat Im Boe Kie menoleh dan memandang ke atas
wajah berwajah penyakitan itu, tapi sedetik kemudian ia sudah
gemetar keras karena ketakutan, ia merasa betapa tajam dan seramnya
pandangan mata orang itu sehingga membuat jantungnya berdebar
keras.
Tapi ia pun tak mau unjuk kelemahan di hadapan orang, segera
dengusnya dingin.
"Siapa kau? Berani betul mengutarakan perkataan yang begitu
tak tahu diri terhadap diriku?"
247
Saduran TJAN ID
"Hmmm, terhadap manusia hina seperti kau rasanya aku tak usah
tahu diri atau sungkan-sungkan lagi..."
Si tangan kilat Im Boe Kie meraung gusar, sebuah telapak
tangannya segera dibabat datang.
Dengan julukannya sebagai si tangan kilat, serangannya ini boleh
dibilang dilancarkan dengan kecepatan yang luar biasa, sekali
berkelebat tahu-tahu angin pukulan sudah melanda datang.
Siapa sangka lelaki kasar yang membungkam selama ini
memiliki tenaga lweekang yang amat tinggi, sedikit badannya
mengigos tahu-tahu bayangan telapak lawan sudah berhasil dihindar,
tangannya menyambar dan kali ini tubuh Im Boe Kie si tangan kilat
itulah yang tersambar dan terlempar ke tengah udara, bentaknya :
"Enyah kau dari sini..."
Di bawah sorot cahaya lampu, tampaklah tubuh si tangan kilat Im
Boe Kie meluncur sejajar di tengah udara dan langsung meluncur ke
arah bangunan pagoda di tengah telaga itu persis melayang turun di
hadapan sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay.
"Im Heng, jangan gugup aku segera datang menolong," bentak
Ciak Kak Sin Mo Kong Yo Leng dengan suara keras.
Kakinya bergeser selangkah ke depan diikuti telapak tangannya
menyambar ke tengah udara, terhisap oleh segulung tenaga yang
maha hebat seluruh tubuh Im Boe Kie si tangan kilat itu sudah
meluncur ke arah tangannya.
Dalam pada itu air muka Im Boe Kie telah berubah jadi pucat pias
bagaikan mayat, sepatah kata pun tak sanggup ia utarakan keluar.
Sambil menurunkan tubuh si tangan kilat Im Boe Kie ke atas
tanah, Kong Yo Leng tertawa seram dan berkata :
"Sungguh lihay ilmu silat yang dimiliki Heng-thay ini!
Hmmm...hmmm... kau berani menimbulkan gara-gara di dalam
perkampungan Thay Bie San cung kami, bukankah hal itu berarti pula
tidak memandang sebelah mata pun terhadap orang-orang yang ada di
dalam perkampungan Thay Bie San cung?... sekarang mumpung
248
IMAM TANPA BAYANGAN II
berada di hadapan para jago dari kolong langit aku hendak menuntut
keadilan dengan dirimu..."
"Ciis...! perkampungan Thay Bie San cung terhitung manusia-
manusia macam apa?" jengek lelaki kekar itu dengan suara ketus,
sedikit pun tidak nampak rasa jeri di atas wajahnya. "Seandainya toa-
ya jeri terhadap kalian sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay,
tidak nanti aku bisa datang kemari..."
"Criiing... criiiing..."
Dua rentetan sentilan irama khiem bergema memenuhi angkasa,
sambil mendengus dingin si Iblis Khiem Kumala Hijau maju dua
langkah ke depan, ke-lima jarinya mencekal di atas senar khiem
sementara matanya dengan sorot cahaya tajam mengawasi lelaki itu
tanpa berkedip serunya :
"Siapa kau? Kalau kau berani mencari gara-gara di dalam
perkampungan Thay Bie San cung ini berarti kau mencari penyakit
buat diri sendiri..."
"Kepandaian permainan khiem yang kau miliki dan disebut-sebut
sebagai maha sakti dari kolong langit itu sudah lama pernah kucoba
kelihayannya," ujar lelaki dengan wajah dingin. "Huuuh! kalau hanya
ingin mengandalkan kekuatan dari kalian sepasang iblis dari samudra
Seng Sut Hay, tak nanti bisa mengapa-apakan diriku."
Ia merandek sejenak, kemudian hardiknya keras-keras :
"Cepat panggil Hoa Pek Tuo suruh keluar..."
Sikap serta tingkah lakunya yang sombong serta jumawa ini
kontan membuat Chin Tiong yang berdiri di belakang Ciak Kak Sin
Mo Kong Yo Leng mencak-mencak saking gusarnya, sambil berkaok-
kaok marah teriaknya :
"Keparat Cilik, kau anggap nama Hoa Pek Tuo pun bisa kau
sebutkan dengan seenaknya..."
Sembari berseru badannya menerjang ke depan, dengan
melangkah di atas gulungan ombak pada permukaan telaga ia
langsung menyerbu tubuh lelaki kekar itu. Sebuah pukulan diiringi
249
Saduran TJAN ID
250
IMAM TANPA BAYANGAN II
251
Saduran TJAN ID
252
IMAM TANPA BAYANGAN II
253
Saduran TJAN ID
254
IMAM TANPA BAYANGAN II
boleh melepaskan keparat cilik ini berlalu dari sini dalam keadaan
hidup, tapi aku pun tak dapat membinasakan dirinya di hadapan orang
banyak... lalu... lalu... apa yang harus kulakukan demi menyelamatkan
karierku ini..."
Sementara gembong iblis ini masih berputar otak untuk mencari
jalan bagaimana caranya melenyapkan lelaki kekar ini, mendadak di
tengah kegelapan malam yang mencekam seluruh jagad
berkumandang datang suara tertawa dingin yang menggidikkan hati,
diikuti munculnya seorang manusia berkerudung hitam meluncur ke
dalam kalangan.
Begitu munculkan diri manusia berkerudung hitam itu langsung
ayunkan telapak tangannya mengirim satu babatan dahsyat ke arah
lelaki kekar tersebut.
Menyaksikan munculnya manusia berkerudung itu, Kong Yo
Leng jadi sangat kegirangan, pikirnya :
"Hoa Pek Tuo benar-benar seorang manusia luar biasa, ia tahu
kalau aku tak dapat turun tangan secara terang-terangan, ternyata ia
bisa muncul dengan jalan menyaru untuk melenyapkan bangsat sialan
ini..."
Sementara itu pertarungan di tengah kalangan berlangsung
dengan serunya, dalam sekejap mata lelaki kekar itu telah saling
bertukar pukulan sebanyak sembilan belas jurus dengan manusia
berkerudung hitam itu, tapi untuk beberapa saat lamanya siapa pun
tak sanggup untuk membinasakan pihak lawannya.
Mendadak lelaki kekar itu menghindar lalu mundur ke belakang,
bentaknya keras :
"Kau adalah Hoa Pek Tuo!"
Sinar mata manusia berkerudung hitam itu berkilat bengis,
sekujur tubuhnya bergetar keras tapi sambil tertawa seram serunya :
"Hmmmm... hmmmmm.... siapakah Hoa Pek Tuo itu?"
"Hmmm! Bukankah kau takut aku membongkar niat busuk kalian
di hadapan umum maka sekarang berusaha untuk melenyapkan diriku
255
Saduran TJAN ID
dari muka bumi? Hoa Pek Tuo! dari sorot matamu aku sudah tahu
akan perasaan hatimu saat ini..."
"Hmm... keparat cilik, tiada gunanya banyak bacot di tempat
ini..."
Rupanya manusia berkerudung hitam itu merasa teramat gusar
oleh tingkah laku lawannya, sambil membentak keras tubuhnya
segera meloncat ke depan, telapak kirinya sambil berputar
membentuk satu lingkaran busur segera dihantamkan ke depan,
sementara telapak kanannya dengan jurus 'Ngo Teng Kay San' atau
Ngo Teng membuka gunung membabat tubuh lawan.
Dengan sebat dan gesit lelaki kekar itu berkelejit ke tengah udara,
setelah berhasil menghindarkan diri dari dua buah serangan lawan,
tubuhnya berjumpalitan di tengah udara kemudian kaki kiri dan kaki
kanannya secara mendadak melancarkan tendangan berantai.
"Aaaah dia..." mendadak si Iblis Khiem Kumala Hijau menjerit
lengking. "Dia adalah Pek In Hoei..."
Mendengar jeritan itu lelaki kekar yang sedang melangsungkan
pertarungan sengit di kalangan itu seketika bergetar keras tubuhnya,
seakan-akan ia merasa terkejut oleh teriakan itu. Tapi hanya sejenak
saja sebab secara tiba-tiba sambil tertawa terbahak-bahak tubuhnya
berkelebat ke samping dan mengundurkan diri ke belakang,
tangannya dengan cepat menggosok ke atas wajah sendiri dan
muncullah raut wajahnya yang tampan menawan hati itu.
Sedikit pun tidak salah, dia bukan lain adalah si Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei adanya.
Sambil menarik kembali gelak tertawanya Pek In Hoei berteriak
keras :
"Seandainya sejak tadi kalian sudah tahu akan kehadiranku, maka
tak nanti suasana sedemikian hening dan tenangnya..."
Pada saat itulah seorang lelaki berlari datang dengan cepatnya
dan membisikkan sesuatu ke sisi telinga Ku Loei dengan suara lirih.
256
IMAM TANPA BAYANGAN II
257
Saduran TJAN ID
258
IMAM TANPA BAYANGAN II
S Iblis Khiem Kumala Hijau Mie Liok Nio merasa sangat tidak
puas dengan sikap suaminya yang lemah dan tunduk menghormat, ia
segera mendengus dingin sambil tegurnya dengan nada aneh :
"Tua bangka sialan,siapa suruh kau bersikap jeri macam cucu
kura-kura begitu..."
Sinar mata Thiat Tie Sin Nie berkilat, ia memandang sekejap
perempuan iblis itu lalu serunya sambil menghela napas :
"Mie Liok Nio, ternyata hingga kini tabiatmu yang angseran
sama sekali tidak berubah!"
"Heeeh... heeeh... heeeh... usiaku sudah begini tuanya, kenapa
mesti berubah?"
"Taaaang..."
Serentetan suara genta yang nyaring dan berat berkumandang di
angkasa memecahkan kesunyian yang mencekam malam itu, dari
sudut sebelah barat perkampungan Thay Bie San cung tiba-tiba
muncul enam bayangan lampu lentera, barisan lampu lentera itu
perlahan-lahan bergerak mendekat dan tidak lama kemudian telah tiba
di tepi telaga.
Enam orang bocah berbaju putih dengan masing-masing
membawa sebuah lentera merah berjalan di paling depan, di belakang
mereka adalah sebuah tandu besar yang digotong oleh empat orang
lelaki kekar, Hoa Pek Tuo sambil duduk di dalam tandu dengan
pandangan dingin melotot sekejap ke arah Thiat Tie Sin Nie.
"Omihtohud... " Nikouw tua itu segera merangkap tangannya
memuji keagungan Buddha, senyuman manis tersungging di atas
wajahnya, dan ia segera mengangguk perlahan ke arah manusia she
Hoa itu.
Hoa Pek Tuo mendengus dingin, ia tidak menggubris atau
menegur, mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sedangkan Poh Giok cu segera mendengus dingin, di atas
wajahnya yang tenang tiba-tiba muncul suatu perubahan aneh yang
259
Saduran TJAN ID
260
IMAM TANPA BAYANGAN II
261
Saduran TJAN ID
262
IMAM TANPA BAYANGAN II
263
Saduran TJAN ID
264
IMAM TANPA BAYANGAN II
Rupanya si orang tua dari luar lautan ini mengerti akan parahnya
luka dalam yang diderita, selesai berkata ia putar badan segera berlalu
dari tempat.
Thiat Tie Sin Nie menghela napas panjang terhadap diri Hoa Pek
Tuo serunya :
"Tidak sepantasnya kau turun tangan yang begitu kejinya
terhadap toa suhengmu sendiri..."
"Nikouw bau! Dengan andalkan apa kau berani mengucapkan
kata-kata semacam itu kepadaku?" bentak Hoa Pek Tuo dengan
gusarnya.
Thiat Tie Sin Nie gelengkan kepalanya berulang kali.
"Rupanya kau masih membenci pada diriku karena kau pernah
kuusir dari istana Hoei-Coe Kiong? Aaaaai...! dari mana kau bisa tahu
perasaan hatiku pada waktu itu? Sekarang coba kau pikirkan lagi,
kenapa pada waktu itu aku berbuat demikian?"
"Tak ada yang perlu dipikirkan lagi..." tukas Hoa Pek Tuo sambil
menyeka darah kental yang membasahi ujung bibirnya, mendadak
sambil mencabut keluar pedang penghancur sang surya milik Pek In
Hoei bentaknya keras-keras :
"Apabila tak ada kau yang mengacau, tak nanti aku bisa berpisah
dengan Hoo Bong Jien. Hmmm! Nikouw bau, malam ini masih ada
perkataan apa lagi yang hendak kau ucapkan? Aku hendak
membinasakan dirimu untuk melenyapkan rasa dendam dan rasa sakit
dalam hati..."
Pedang sakti itu digetarkan keras-keras sehingga mengeluarkan
suara dengungan keras yang memekikkan telinga.
Pek In Hoei segera maju selangkah ke depan, hardiknya :
"Hoa Pek Tuo! kembalikan pedang pusaka penghancur sang
surya ku..."
Thiat Tie Sin Nie melirik sekejap ke arah Pek In Hoei, tiba-tiba
tanya dengan suara lembut :
265
Saduran TJAN ID
266
IMAM TANPA BAYANGAN II
Menanti pemuda itu sudah berlalu, dengan wajah dingin Thiat Tie
Sin Nie baru berpaling ke arah Hoa Pek Tuo sambil tegurnya :
"Dengan kedudukanmu ternyata hanya berani merampas senjata
tajam milik seorang boanpwee, apakah kau tidak takut memalukan
kita orang-orang dari Tang Hay? Aku mengerti betapa benci dan
mendendamnya dirimu kepadaku, tapi sekarang aku tak akan
bergebrak melawan dirimu di kala kau sedang terluka. Tiga hari
kemudian aku akan menantikan kedatanganmu di puncak Soe Sin
Hong, aku rasa pada saat itulah semua persoalan di antara kita berdua
boleh diselesaikan..."
Berbicara sampai di situ tanpa menantikan jawabannya lagi ia
segera berkelebat pergi dari situ, tak seorang pun tahu bagaimana
caranya ia berlari dari sana.
******
267
Saduran TJAN ID
268
IMAM TANPA BAYANGAN II
269
Saduran TJAN ID
disini sambil biarkan pantatku jadi kering, lama kelamaan aku bisa
tidak kerasan... mana araknya? Bawa sini, tenggorokanku sudah mulai
kering kerontang..."
Dari dalam buntalannya buru-buru si telapak naga Goei Peng
ambil keluar sebuah cupu-cupu arak kemudian diangsurkan ke depan,
menerima cupu-cupu arak tersebut Ouw-yang Gong langsung
meneguknya beberapa tegukan, setelah itu sambil tertawa terbahak-
bahak menyeka mulutnya. Biji mata berputar dan rupanya ia sedang
mencari akal lagi untuk menggoda dan mempermainkan dua orang
jago lihay dari perguruan Thian Liong Boen ini.
Ia ketukkan huncwee gedenya ke atas lantai, semua ampas
tembakaunya dibuang ke situ, setelah itu sambil putar huncwee gede
itu di tengah udara serunya lagi sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Hey, bukankah kamu berdua
menyebut dirinya datang dari perguruan Thian Liong Boen yang ada
di propinsi Liauw Tang...? Sepanjang jalan entah sudah berapa kali
kalian menjual lagak di hadapanku, katanya perguruan Thian Liong
Boen kalian bagaimana... bagaimana lihaynya, sekarang hatiku si
huncwee gede sedang gatal, pengin sekali aku melihat sampai di
manakah kepandaian silat yang dimiliki perguruan kalian. Coba kamu
dua orang anak jadah kumal masing-masing berlatihlah semacam
kepandaian untuk dipertontonkan kepadaku..."
"Apa?? Jangan ngaco belo terus menerus..." teriak Cho Ban Tek
sambil meraung gusar.
"Nenek bermata codet, edan rupanya semua nenek moyangmu,"
maki Ouw-yang Gong dengan mata melotot, "kalau kau berani tidak
menuruti perkataanku..."
Melihat Ouw-yang Gong hendak pergi, saking gelisah dan
cemasnya air muka si telapak naga Goei Peng sampai berubah hebat,
mereka berdua mendapat tugas dari Song Kim Toa Lhama untuk
menjaga Ouw-yang Gong, sepanjang jalan entah sudah berapa banyak
rasa dongkol yang harus mereka telan begitu saja, berhubung mereka
270
IMAM TANPA BAYANGAN II
271
Saduran TJAN ID
Jilid 12
MAKA sambil tertawa terbahak-bahak serunya :
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak cukup kalau hanya begitu
saja, ayoh kalian saling berjotosan secara sungguh-sungguh..."
Dalam hati walaupun si jago pedang Cho Ban Tek serta di telapak
naga Goei Peng merasa kheki bercampur mendongkol tetapi perasaan
tersebut tak berani mereka utarakan di luaran, setelah mendengus
dingin mulailah mereka berdua saling bergebrak dengan serunya.
Kepandaian silat yang dimiliki ke-dua orang ini pada dasarnya
memang tidak lemah,maka setelah saling bergebrak terdengarlah
suara gedebukan dalam ruangan itu.
Memandang pertarungan yang dilakukan ke-dua orang itu Si
huncwee gede Ouw-yang Gong tertawa terbahak-bahak, kembali ia
meneguk beberapa tegukan arak, setelah itu menjatuhkan diri
berbaring di atas lantai dan tidur, terhadap pertarungan di kalangan
tak sekejap pun dipandangnya.
Menanti si kakek konyol itu sudah mulai mendengkur keras, Cho
Ban Tek serta Goei Peng segera berhenti untuk mengaso. Siapa
sangka Ouw-yang Gong memang ada maksud mempermainkan
mereka, baru saja kedua orang itu berhenti bergebrak ia segera
meloncat bangun sambil memaki :
"Anak jadah sialan, rupanya kamu dua orang cecunguk jelas
malasnya bukan main.. suruh latihanmu tidak bersungguh-sungguh...
ayoh cepat mulai bergebrak lagi..."
272
IMAM TANPA BAYANGAN II
Dengan adanya kejadian ini, bukan saja Cho Ban Tek serta Goi
Peng tidak berani berhenti bergebrak, bahkan mereka sengaja
bergebrak semakin menyaring, saat ini apa yang dipikirkan ke-dua
orang ini adalah sama yaitu berharap agar orang yang menggantikan
tugas mereka cepat-cepat datang, daripada mereka harus menahan
rasa dongkol terus menerus.
Pada saat itulah mendadak terdengar suara derap kaki kuda
berkumandang di luar kuil, terdengar kuda itu mendadak berhenti
disusul berkumandangnya suara langkah manusia yang berat.
Tampak bayangan manusia berkelebat, seorang kakek berwajah
kering perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ia menyapu sekejap ke seluruh ruangan itu, ketika menemukan
Ouw-yang Gong tidur di atas lantai sedang dua orang lainnya sedang
bertempur di hadapannya, orang tua itu terkejut dan segera bentaknya
:
"Berhenti semua!"
"Neneknya cucu monyet, Hey Hee Giong Lam siap suruh kau
mencampuri urusanku..." maki Ouw-yang Gong sambil ulapkan
tangannya berulang kali.
hgs Si Rasul beracun mendengus dingin.
"Ouw-yang Gong,aku sedang risau karena tidak berhasil
menemukan dirimu, sungguh tak nyana kiranya kau bersembunyi
disini."
Ouw-yang Gong tidak menggubris ucapan orang, ia segera
bangun dari tidurnya dan berteriak :
"Heeei... kamu berdua jangan bertarung lagi, cepat kalian usir
dulu tua bangka sialan ini dari sini..."
Dalam pada itu Cho Ban Tek serta Goei Peng sedang merasa
mendongkol hingga mencapai pada puncaknya, mendengar Ouw-
yang Gong secara tiba-tiba memerintahkan mereka untuk mengusir
Hee Giong Lam dari situ, dengan cepat mereka saling berpisah
kemudian berbareng menubruk ke arah Rasul Racun itu dengan
273
Saduran TJAN ID
gerakan ganas, semua rasa dongkol dan kheki yang menekan dada
mereka selama ini ditumpahkan semua ke atas tubuh manusia She-
Hee ini.
Sembari melancarkan sebuah serangan dahsyat, si telapak naga
Goei Peng membentak gusar :
"Aku perintahkan kau segera mengundurkan diri dari sini, tempat
ini adalah daerah kekuasaan dari Jie Thay coe kami..."
"Kau sendiri yang segera enyah dari sini..." bentak Hee Giong
Lam pula sambil mendengus.
Rupanya kakek beracun ini sudah naik pitam pula, sambil
membentak tubuhnya menerjang ke depan, telapaknya langsung
disambar ke muka menggaplok pipi Goei Peng.
Plooook! Terdengar suara yang amat nyaring, sambil menahan
kesakitan Goei Peng segera mengundurkan diri ke belakang, lima
bekas jari yang merah berdarah tertera jelas di atas pipinya.
Melihat saudara seperguruannya kena digaplok orang, si jago
pedang Cho Ban Tek jadi teramat gusar, pedangnya berputar bagaikan
baling-baling kemudian laksana kilat membabat ke depan, bentaknya
:
"Bangsat keparat, rupanya kau sudah bosan hidup..."
Serangan tersebut merupakan gerakan 'Sin Kie Sit Seng' atau
Badik sakti membidik bintang dari ilmu pedang 'Liok Seng Kiam
Hoat' aliran perguruan Thian Liong Boen, begitu pedangnya bergetar
segera tampaklah kilatan cahaya dingin yang amat menyilaukan mata
meluncur ke depan mengurung seluruh tubuh Hee Giong Lam.
Si telapak naga Goei Peng sendiri sejak munculkan diri di dalam
dunia persilatan belum pernah mengalami penghinaan sebesar ini,
saking gusar dan mendongkolnya sampai-sampai sekujur badannya
gemetar keras, bibirnya kontak bersemu ungu sedang wajahnya merah
membara, dengan hati penasaran bercampur mendendam sekali lagi
ia lancarkan sebuah pukulan dahsyat.
"Aku akan beradu jiwa dengan dirimu, bangsat!"
274
IMAM TANPA BAYANGAN II
275
Saduran TJAN ID
276
IMAM TANPA BAYANGAN II
277
Saduran TJAN ID
278
IMAM TANPA BAYANGAN II
279
Saduran TJAN ID
280
IMAM TANPA BAYANGAN II
281
Saduran TJAN ID
282
IMAM TANPA BAYANGAN II
283
Saduran TJAN ID
284
IMAM TANPA BAYANGAN II
285
Saduran TJAN ID
286
IMAM TANPA BAYANGAN II
287
Saduran TJAN ID
288
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Hmm! Makhluk jelek seperti ini pun berani kau gunakan untuk
menakut-nakuti orang..." kembali Song Kim Toa Lhama mengejek
sambil tertawa seram.
Hawa lweekang yang dimilikinya segera dihimpun ke dalam
tubuh, sepasang telapaknya mencengkram kepala serta ekor ular tadi
kemudian ditariknya ke samping.
Ular hijau itu mencuit nyaring, mendadak tubuhnya menyusut
menjadi semakin kecil, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan
ular tersebut.
Hee Giong Lam yang menyaksikan perbuatan pendeta gundul itu
dengan cepat tertawa dingin, jengeknya :
"Kalau kau sanggup membetot ular itu hingga patah jadi dua
bagian, anggap saja aku Hee Giong Lam yang menderita kalah!"
Rupanya Song Kim Toa Lhama tak pernah mengira kalau ular
hijau itu mempunyai kekuatan yang demikian besarnya, ia mendengus
dingin, segenap kekuatan yang dimilikinya dihimpun ke dalam
telapak kemudian sekali lagi dibetotnya keras-keras.
Seketika itu juga ular hijau tadi tertarik hingga lurus bagaikan
pena, namun makhluk tadi belum berhasil juga dibetot putus.
"Hmmm..."
Mendadak Song Kim Toa Lhama mendengus rendah, segumpal
bau amis yang menusuk hidung tersebar di angkasa, titik darah kental
berceceran di atas permukaan tanah, dalam suatu sentakan yang amat
dahsyat tubuh ular hijau itu tersentak putus jadi beberapa bagian dan
rontok ke bawah.
Air muka si Rasul Racun Hee Giong Lam berubah hebat, kembali
ayunkan tinjunya ke depan hardiknya :
"Bajingan gundul, kau harus dibunuh..."
Angin pukulan menderu-deru, pukulan ini disodokkan langsung
ke arah dada musuh dengan kekuatan hebat.
289
Saduran TJAN ID
290
IMAM TANPA BAYANGAN II
291
Saduran TJAN ID
292
IMAM TANPA BAYANGAN II
293
Saduran TJAN ID
Bagian 20
TETAPI Tok See serta Tauw Meh adalah sepasang jago pedang yang
punya pengalaman luas dalam pertarungan, tubuh mereka tiba-tiba
merandek sementara sepasang pedang itu segera berubah posisi dan
mengejar ke atas, cahaya pedang berkilauan dari dua arah yang
berbeda segera menggulung ke satu sasaran yang sama.
Kendati Hee Giong Lam adalah seorang ketua dari perguruan
seratus racun, apa daya kepandaian silat dari kedua orang pemuda ini
memang lihay sekali,ia jadi terkesiap dan satu ingatan dengan cepat
berkelebat dalam benaknya.
Ia berpikir di dalam hati :
"Menyaksikan aku diserang oleh dua orang musuh tangguh si
Ular asap tua sama sekali tiada bermaksud membantu diriku, jelas ia
ada maksud menyusahkan diriku. Rasanya tak ada gunanya aku
berdiam terlalu lama disini, lebih baik di kemudian hari saja kutuntut
balas atas hutang piutang pada hari ini..."
Mendadak ia melancarkan empat buah serangan berantai diikuti
dilepaskan pula beberapa pukulan dengan kekuatan yang berbeda,
memaksa Tauw Meh serta Tok See terdesak mundur beberapa
langkah ke belakang, menggunakan kesempatan itulah ia melayang
ke udara kemudian meluncur keluar ruangan.
294
IMAM TANPA BAYANGAN II
295
Saduran TJAN ID
Jilid 13
BAYANGAN manusia berkelebat lewat, seorang pemuda tanpa
mengeluarkan sedikit suara pun munculkan diri dalam ruang tengah,
di tangan kanannya mencekal sebilah pedang sedang matanya dengan
pandangan dingin menatap wajah Rasul Racun itu tajam-tajam.
Terdesak balik oleh babatan pedang orang hingga tubuhnya
terpaksa kembali ke tempat semula, Hee Giong Lam merasa amat
terperanjat, tetapi setelah dilihatnya pemuda itu sedang menatap ke
arahnya dengan pandangan dingin, hawa gusarnya kontan berkobar.
"Siapa kau??" tegurnya sambil mendengus dingin.
Pemuda itu tidak menjawab, hanya dengan pandangan dingin ia
melirik sekejap ke arah Song Kim Toa Lhama yang sedang duduk
bersila di atas tanah, sinar matanya menunjukkan perasaan tidak
percaya.
Buru-buru Tok See tarik kembali serangannya sambil meloncat
mundur ke belakang, sapanya dengan hormat :
"Jie Thay-cu..."
Lie Peng mengangguk.
"Song Kiem-toa Kok-su, bagaimana keadaan lukamu??"
tegurnya.
Pada saat itulah Song Kim Toa Lhama membuka matanya dan
menyapu sekejap ke arah Hee Giong Lam dengan pandangan
membenci, perlahan-lahan ia bangun berdiri dari atas tanah.
296
IMAM TANPA BAYANGAN II
297
Saduran TJAN ID
298
IMAM TANPA BAYANGAN II
299
Saduran TJAN ID
serangan adu jiwa yang dilancarknn oleh Song Kim Toa Lhama,
walaupun ia berhasil menyarangkan kepalannya di atas tubuh Tauw
Meh, tapi dia sendiripun terbabat tubuhnya oleh sabetan pedang Tauw
Meh sehingga menimbulkan mulut luka yang panjang.
Ia menjerit kesakitan kemudian meraung gusar, tubuhnya buru-
buru meloncat ke arah samping meloloskan diri dari ancaman
berikutnya yang hampir menempel di badannya, dengan demikian
pukulan Song Kim Toa Lhama segera mengenai sasaran yang kosong.
Dengan sempoyongan tubuh Tauw Meh maju beberapa langkah
ke depan kemudian roboh terjengkang, tapi Jie Thay cu Lie Peng yang
berada di dekatnya dengan cepat menyanggah badannya kemudian
memayang bangun.
Terlihatlah wajah Tauw Meh telah berubah jadi pucat pias
bagaikan mayat, darah segar muntah keluar terus dari mulutnya.
Lie Peng si pangeran kedua segera menepuk-nepuk bahunya
seraya menghibur :
"Kau berjasa besar karena melindungi pun Thay cu dari bahaya
ancaman musuh, aku pasti akan menaikkan pangkatmu..."
Tauw Meh jadi teramat girang mendengar janji tersebut, seketika
itu juga ia lupa kalau luka dalam yang sedang dideritanya amat parah,
sembari membesut darah kental yang menetes keluar di ujung
bibirnya buru-buru ia menjura menyatakan rasa terima kasihnya.
"Terima kasih atas anugerah dari Thay Cu..."
Perlahan-lahan Lie Peng alihkan kembali sinar matanya ke
tengah kalangan, pedang dalam genggamannya digetarkan keras
sehingga mendengung nyaring, setelah membentuk lingkaran cahaya
yang amat besar terpancarlah suara pekikan naga yang memekakkan
teling.
Ia tertawa keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku akan membinasakan dirinva
dengan tanganku sendiri, agar sakit hatimu bisa terbalas..."
300
IMAM TANPA BAYANGAN II
301
Saduran TJAN ID
302
IMAM TANPA BAYANGAN II
303
Saduran TJAN ID
304
IMAM TANPA BAYANGAN II
305
Saduran TJAN ID
306
IMAM TANPA BAYANGAN II
307
Saduran TJAN ID
308
IMAM TANPA BAYANGAN II
309
Saduran TJAN ID
310
IMAM TANPA BAYANGAN II
311
Saduran TJAN ID
312
IMAM TANPA BAYANGAN II
313
Saduran TJAN ID
314
IMAM TANPA BAYANGAN II
315
Saduran TJAN ID
316
IMAM TANPA BAYANGAN II
317
Saduran TJAN ID
318
IMAM TANPA BAYANGAN II
319
Saduran TJAN ID
Jilid 14
"WAAAAAAH... tenaga lweekang yang dimiliki Pek In Hoei makin
lama semakin hebat," pikirnya sambil menghembus segumpal asap
huncwee. "Dahulu aku si Ouw-yang Gong masih punya pikiran
hendak mengangkat orang sebagai anak muridku, sekarang kalau
dipikirkan lagi betul-betul menggelikan sekali, bukan saja aku tak
sanggup memberi pendidikan kepada orang lain malahan sebaliknya
berulang kali aku harus dilindungi keselamatanku olehnya..."
Tiba-tiba terlihat tubuh Pek In Hoei meloncat mundur ke
belakang, kemudian membentak :
"Hee Giong Lam, kau keras..."
Bluuuum...! di tengah sebuah ledakan dahsyat, tubuh Pek In Hoei
serta Hee Giong Lam saling berpisah dan masing-masing lima enam
langkah ke belakang, darah segar tampak mengucur keluar
membasahi ujung bibirnya, napas tersengkal-sengkal hebat
sedangkan air mukanya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat...
Pek In Hoei sambil mencekal pedang mustika penghancur sang
surya selangkah demi selangkah maju mendekat, sepasang matanya
dengan sorot tajam bagaikan pisau menatap wajah Hee Giong Lam
tanpa berkedip.
Dengan penuh penderitaan Hee Giong Lam berseru :
"Pek In Hoei, kau betul-betul kejam..."
Pek In Hoei ayunkan pedang penghancur sang suryanya hingga
membentuk selapis cahaya tajam yang menyilaukan mata, ujarnya
ketus :
320
IMAM TANPA BAYANGAN II
321
Saduran TJAN ID
322
IMAM TANPA BAYANGAN II
323
Saduran TJAN ID
324
IMAM TANPA BAYANGAN II
325
Saduran TJAN ID
326
IMAM TANPA BAYANGAN II
327
Saduran TJAN ID
328
IMAM TANPA BAYANGAN II
329
Saduran TJAN ID
tubuh orang itu enteng dan cepat, seandainya bukan manusia lihay
sebangsa Ouw-yang Gong jelas sulit untuk menemukannya.
Dengan wajah tercengang dan penuh tanda tanya Pek In Hoei
meluncur ke depan, serunya :
"Ayoh kita masuk ke dalam!"
Tubuh mereka berdua berjumpalitan beberapa kali di tengah
udara kemudian melangkah masuk ke dalam ruang tengah kuil Sang
Ching Koan, nampaklah ruangan itu bersih sekali dari debu, seolah-
olah sering kali ada orang yang berlalu lalang di sana.
Pek In Hoei serta Ouw-yang Gong menyapu sekejap sekeliling
tempat itu, ketika tak ditemuinya sesuatu jejak apa pun dalam hati
mereka mulai sangsi dan tak habis mengerti.
"Aneh...! Sungguh aneh sekali..." gumam Ouw-yang Gong
sambil garuk-garuk kepalanya. "Barusan dengan amat jelas sekali
kujumpai seseorang bayangan manusia berkelebat lewat, kenapa
sekarang lenyap tak berbekas?..."
Pek In Hoei sendiri pun tak habis mengerti apa yang sebenarnya
telah terjadi, ia menyapu sekejap sekeliling tempat itu. Tiba-tiba satu
senyuman tersungging di ujung bibirnya, sambil membawa Ouw-
yang Gong mereka berjalan menuju ke pelataran.
Di sisi pelataran terdapat sebuah tiang batu setinggi enam depa,
di atas tiang batu tadi terukirlah sebuah gambar Pat Kwa yang amat
besar, Pek In Hoei yang mengetahui kegunaan dari Pat Kwa besar itu
segera berjalan mendekati gambar tadi kemudian ditekannya keras-
keras ke arah bagian Soen serta Kian di atas lukisan tadi.
Kraaak...! diiringi suara yang nyaring, batu besar tadi secara tiba-
tiba bergeser ke arah belakang dan muncullah sebuah lubang gua yang
besar.
Menyaksikan hal itu Ouw-yang Gong segera menjulurkan
lidahnya sambil berseru dengan nada tercengang :
"Neneknya... tak nyana kalian partai Thiam cong masih
mempunyai suatu tempat yang rahasia sekali letaknya..."
330
IMAM TANPA BAYANGAN II
331
Saduran TJAN ID
332
IMAM TANPA BAYANGAN II
333
Saduran TJAN ID
334
IMAM TANPA BAYANGAN II
335
Saduran TJAN ID
"Tadi kau paling dan jumawa sekarang aku jauh lebih gagah
daripada dirimu..."
Ploook...! Ouw-yang Gong seketika merasakan pipinya jadi
panas dan linu, dengan gusar ia meraung keras :
"Anak jadah peliharaan anjing betina, aku bersumpah akan
menjagal dirimu..."
Dengan sekuat tenaga ia coba menghimpun segenap sisa tenaga
yang dimilikinya ke dalam telapak kanan, setelah itu ditubruknya
tubuh Wong Ching sebisa-bisanya, tapi serangan itu sama sekali tak
bertenaga dan segera terkulai kembali ke atas tanah.
Im Hong tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... ayoh kita segera kabarkan kepada
sucouw kalau kita berhasil menangkap dua orang lagi..."
Ching Hong mengiakan, dari sakunya dia segera ambil keluar
sebuah tabung bambu.
Serentetan cahaya terang berwarna merah meluncur keluar dari
dalam tabung bambu tadi dan meledak di tengah angkasa, tampaklah
cahaya terang memenuhi seluruh angkasa... lama sekali baru sirap dan
lenyap.
Taaang! Taaang...! Taaang...!
Suara genta yang nyaring berkumandang memecahkan kesunyian
yang mencekam seluruh jagad, begitu keras suara genta tadi sampai
mengalun jauh ke dalam lembah sempit.
"Hmmm... Hmmm..."
Dalam kuil Sang Ching Koan berkumandang suara dengusan
berat, ke-tiga orang toosu muda itu segera menghadap keluar dengan
sikap yang sangat menghormat.
"Sudut langit Selatan perguruan Boo Liang Tiong!"
Seruan nyaring bergema memenuhi seluruh ruangan, sekilas rasa
girang setelah terlintas di atas wajah ke-tiga orang toosu muda itu
buru-buru mereka menyahut :
"Anak murid Boe Liang membasi partai Thiam cong!"
336
IMAM TANPA BAYANGAN II
337
Saduran TJAN ID
338
IMAM TANPA BAYANGAN II
339
Saduran TJAN ID
340
IMAM TANPA BAYANGAN II
341
Saduran TJAN ID
Bagian 21
MENYAKSIKAN beberapa orang anak buahnya telah jatuh korban,
Go Kiam Lam benar-benar naik pitam dibuatnya, ia segera berteriak
keras :
342
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Pek In Hoei, sejak hari ini kami anak murid dari perguruan Boo
Liang Tiong bersumpah tak akan hidup berdampingan dengan
dirimu..."
Dengan penuh kemarahan ia lancarkan beberapa buah pukulan
gencar, angin serangan yang amat dahsyat pun segera menyapu
seluruh kalangan.
Pek In Hoei mendengus berat, ia geserkan badannya meloloskan
diri dari ancaman lawan, setelah lolos dari ke-tiga serangan
mematikan itu tubuhnya mencelat ke angkasa dan meluncur turun dari
bukit Thiam cong san.
Go Kiam Lam jadi luar biasa mendongkolnya, ia berkaok-kaok
keras memaki kalang kabut :
"Pek In Hoei, sekalipun kau melarikan diri ke ujung langit atau
ke dasar samudara, aku bersumpah akan menangkap dirimu kembali."
Bentakan-bentakan berat berkumandang datang menggetarkan
seluruh bukit Thiam cong, Pek In Hoei tanpa mempedulikan keadaan
di sekelilingnya lagi segera berlari kencang menerjang masuk ke
dalam hutan. Entah berapa jam ia sudah lari, mendadak tubuhnya
mulai sempoyongan dan keringat sebesar kacang kedelai mengucur
keluar tiada hentinya.
Dengan penuh penderitaan ia mendengus, lalu gumamnya
seorang diri :
"Sungguh tak nyana daya kerja racun Liok Hong Lok begini cepat
kambuhnya, aaaa....! Rupanya ini hari aku bakal terkurung di atas
gunung Thiam cong san ini... sungguh tak nyana partai Thiam cong
bakal menderita kalah sedemikian hebatnya, sampai untuk kembali ke
atas gunungnya sendiri pun tak mampu..."
Gelak tertawanya mengenaskan sekali membuat seluruh daun
dan ranting dalam hutan bergetar keras.
"Bocah keparat, kau..." seru Ouw-yang Gong dengan wajah
berubah hebat.
343
Saduran TJAN ID
344
IMAM TANPA BAYANGAN II
JILID 15
DALAM pada itu Go Kiam Lam si ketua perguruan Boo Liang Tiong,
tatkala menyaksikan Pek In Hoei serta Ouw-yang Gong melarikan diri
masuk ke dalam sebuah hutan, hawa gusarnya seketika berkobar,
sambil menerjang keluar dari ruangan bentaknya keras-keras:
"Tangkap dan hadang jalan pergi ke-dua orang bangsat itu,
jangan pedulikan mati hidup mereka lagi..."
Anak murid perguruan Boo Liang Tiong menyahut berbareng dan
segera gerakkan tubuh masing-masing untuk melakukan pengejaran.
Mendadak... Di tengah kesunyian yang mencekam seluruh jagad
berkumandang datang suara pekikan irama khiem yang panjang dan
tajam... Ting... tiing... suara itu begitu tajam dan indah membuat para
jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong segera menghentikan
gerakan tubuhnya dan berdiri termangu-mangu sambil menikmati
merdu serta indahnya suara khiem tersebut.
Go Kiam Lam sendiri pun dibuat tertegun oleh kejadian yang
berlangsung secara tiba-tiba itu, pikirnya dengan cepat :
"Irama khiem ini muncul secara tiba-tiba dan aneh sekali, entah
siapakah yang dapat memetik khiem memainkan irama lagu yang
begini mempersonakan..."
Ia memandang jauh ke depan, terasalah irama lagu yang begitu
merdu serta empuknya itu seakan-akan muncul dari delapan penjuru,
kecuali irama yang menggema di angkasa sama sekali tidak nampak
sesosok bayangan manusia pun yang muncul di sana..."
345
Saduran TJAN ID
346
IMAM TANPA BAYANGAN II
347
Saduran TJAN ID
348
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Ayoh menyingkir!"
"Kalian dilarang untuk melewati tempat ini!" sahut perempuan
berkerudung hitam itu sambil menutulkan khiem kunonya ke depan.
Merasakan urat nadi penting di atas pergelangan tangannya
terancam oleh totokan lawan, dengan hati terkesiap cepat-cepat Go
Kiam Lam tarik kembali tangannya sambil meloncat mundur ke
belakang.
"Rupanya kau pengin modar!" ia menghardik.
Sementara ia bersiap-siap melancarkan serangan mematikan,
mendadak perempuan itu mengundurkan diri ke belakang seraya
berkata :
"Di tempat ini tiada orang yang sedang kalian kejar, di depan sana
merupakan tempat sembahyang bagi lelayon mendiang leluhur siauw
li, kalian berani mengganggu orang tua kami yang telah meninggal
itu... Hmmm! Jangan salahkan kalau aku bakal mencari kalian untuk
mengadu jiwa..."
Go Kiam Lam tertegun, untuk sesaat lamanya ia berdiri
menjublak tanpa sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Ia tak
menyangka kalau perempuan itu secara tiba-tiba bisa mengutarakan
kata-kata seperti itu. Sebagai seorang ketua dari suatu perguruan besar
sudah tentu ia tak mau mempercayai perkataan orang dengan begitu
saja.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, dengan alis berkerut
ia segera tertawa dingin.
"Seratus li di sekeliling gunung Thiam cong san tiada rumah
penduduk, nona, lebih baik kau jangan mengajak kami untuk
bergurau..."
"Hmmm! Kalau kalian tidak percaya silahkan pergi
memeriksanya, kalau ucapanku tidak salah maka kau harus berlutut
di depan layon mendiang orang tuaku untuk mohon maaf kalau tidak
aku tak akan mengampuni dirimu..."
349
Saduran TJAN ID
350
IMAM TANPA BAYANGAN II
351
Saduran TJAN ID
352
IMAM TANPA BAYANGAN II
setelah Pek In Hoei terkena serangan ilmu beracun itu, aku rasa untuk
sesaat memang sulit untuk menolongnya..."
Perkataan yang diucapkan dengan nada rendah dan perlahan ini
menggelisahkan hati Wie Chin Siang hingga membuat wajahnya
berubah hebat dan butir air mata jatuh berlinang membasahi pipinya
dengan pandangan mendelong ia awasi gurunya tanpa mengucapkan
sepatah kata pun.
Kembali Kiem In Eng menghela napas panjang.
"Aaaai...! kesemuanya ini adalah gara-gara kedatangan kita yang
terlambat, hingga mengakibatkan ia dicelakai oleh Go Kiam Lam
sedangkan aku... karena tidak leluasa untuk unjukkan diri sulit pula
untuk mencegah peristiwa ini..."
Wie Chin Siang tidak bicara, mendadak ia cbut keluar pedangnya
dan diayunkan ke tengah udara sehingga membentuk sekilas cahaya
tajam yang menyilaukan mata, wajah yang murung dan sedih seketika
lenyap tak berbekas diganti dengan wajah bening yang penuh diliputi
hawa napsu membunuh.
"Aku akan pergi mencari Go Kiam Lam untuk beradu jiwa,"
serunya. "Akan kupaksa dirinya untuk serahkan obat penawar racun
pukulannya, kalau tidak maka akan kubunuh semua orang yang ada
di gunung Thiam cong agar darah segar membasahi seluruh jagad..."
"Chin Siang kau tak boleh berbuat begitu," cegah gurunya seraya
menggeleng. "Walaupun perbuatanmu itu bisa membalas dendam
sakit hatinya tetapi sama sekali tidak berguna bagi Pek In Hoei,
perbuatanmu itu hanya akan mempercepat kematiannya belaka, lagi
pula perguruan yang dipimpin Go Kiam Lam mempunyai hubungan
yang erat sekali dengan sucouwmu, di sinilah letak ketidakleluasaan
gurumu untuk bertindak secara terang-terangan, maka satu-satunya
jalan yang dapat kita tempuh sekarang adalah mencari akal lain untuk
mendapat obat pemunah..."
Mendadak ia tertawa dan menggape ke arah gadis itu.
"Nak, masuklah kemari!"
353
Saduran TJAN ID
354
IMAM TANPA BAYANGAN II
355
Saduran TJAN ID
356
IMAM TANPA BAYANGAN II
357
Saduran TJAN ID
358
IMAM TANPA BAYANGAN II
359
Saduran TJAN ID
Wie Chin Siang benar-benar merasa amat gusar, sorot mata penuh
napsu membunuh berkelebat lewat dan segera hardiknya :
"Bangsat, kau ingin modar!"
Diiringi bentakan keras tubuhnya meluncur ke depan, telapak
tangannya disertai tenaga pukulan yang maha dahsyat segera
dihantamkan ke atas tubuh lelaki peniup seruling tadi.
Blaaaam...! lelaki itu menjerit ngeri, tubuhnya mundur tujuh
delapan langkah ke belakang dan segera muntahkan darah segar,
seruling bambu hitamnya seketika patah jadi beberapa bagian dan
rontok ke atas tanah.
Dalam gusarnya secara beruntun Wie Chin Siang telah turun
tangan dengan hebatnya, sebelum lewat dua jurus serangan dua orang
musuhnya telah berhasil dibinasakan.
Sinar matanya segera dialihkan ke sekeliling tempat itu, tiba-tiba
ia terkesiap tampaklah Go Kiam Lam si ketua dari perguruan Boo
Liang Tiong dengan wajah dingin telah berdiri di situ.
"Hmmm, kiranya kau!" tegur orang she Go itu sambil mendengus
dingin. Di belakang ketua perguruan Boo Liang Tiong ini mengikuti
dua orang lelaki yang membawa empat ekor anjing besar, ketika itu
anjing tadi menggonggong tiada hentinya membuat Wie Chin Siang
dalam gugup dan kagetnya segera berpikir :
"Anjing besar yang berasal dari Tibet ini pandai sekali mengejar
jejak manusia, entah suhu telah menyembunyikan Pek In Hoei di
mana? Mungkinkah tempat pesembunyiannya ditemukan oleh daya
penciuman anjing-anjing lihay ini?"
Ia segera tertawa dingin dan menegur :
"Kaukah yang melarang aku turun dari bukit Thiam cong ini?"
"Sedikit pun tidak salah!"
"Hmmm! Kau dapatkan peraturan ini dari mana?"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, ke-empat ekor
anjing itu mencium-cium terus sekeliling tubuhnya kemudian
menggonggong keras.
360
IMAM TANPA BAYANGAN II
361
Saduran TJAN ID
Sementara itu Go Kiam Lam sendiri pun sudah dibikin gusar oleh
kejumawaan orang, ia mendengus dan berseru :
"Budak ingusan, kau betul-betul tidak tahu tingginya langit dan
tebalnya bumi..."
Belum sampai badannya bergerak, Wie Chin Siang dengan
menggunakan kesempatan di kala pihak lawan tidak menaruh
perhatian penuh itulah mengirim satu pukulan dahsyat dari tempat
kejauhan, serangan ini dilancarkan dan sukar dibayangkan dan kata-
kata.
"Kurang ajar, kau berani turun tangan terlebih dahulu!" teriak
manusia she Go itu dengan hati mendongkol.
Sebagai seorang ketua perguruan besar, ia merasa sungkan untuk
merasakan serangan mematikan terhadap seorang nona kecil,
badannya dengan cepat bergeser ke samping, ke-lima jarinya
bagaikan cakar burung elang mencengkeram tubuh darah tersebut.
Siapa tahu di kala lengannya dijulurkan sampai setengah
jalan,dan jaraknya dengan tubuh Wie Chin Siang tinggal setengah
depa, mendadak lengannya jadi kaku dan segera terkulai lemas ke
bawah.
Cepat-cepat tubuhnya meloncat mundur ke belakang dan
bentaknya :
"Jago lihay dari mana yang bersembunyi di situ?"
Suasana di atas bukit itu sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suara pun, dengan wajah tercengang bercampur keheranan Go Kiam
Lam mendengus dingin, lalu menegur sekali lagi.
Melihat suhunya secara diam-diam memberi bantuan, semangat
Wie Chin Siang kontan berkobar, menggunakan kesempatan sewaktu
Go Kiam Lam tidak menaruh perhatian ia menerjang maju ke depan
dan melancarkan enam buah pukulan dahsyat.
Ke-enam buah pukulan itu kesemuanya telah menggunakan
segenap tenaga yang dimilikinya, Go Kiam Lam sebagai jago yang
362
IMAM TANPA BAYANGAN II
363
Saduran TJAN ID
364
IMAM TANPA BAYANGAN II
365
Saduran TJAN ID
366
IMAM TANPA BAYANGAN II
367
Saduran TJAN ID
368
IMAM TANPA BAYANGAN II
369
Saduran TJAN ID
Jilid 16
"DI ATAS LOTENG!" sahut dayang itu dengan sikap hormat, ia
segera menyingkir ke samping.
Wie Chin Siang tersenyum ringan, dengan cepat ia melangkah
masuk ke dalam loteng Coei Hoa Loo. Di bawah sorot cahaya lampu
tampaklah sebuah permadani merah menutupi lantai dari depan pintu
hingga atas loteng, di sisi pintu berdirilah empat orang dayang berbaju
hijau yang menyoren pedang menghalangi jalan perginya.
Wie Chin Siang tetap melangkah naik dengan sikap tenang,
melihat kehadiran gadis cantik ini ke-empat orang dayang itu
tunjukkan sikap tercengang, delapan sorot mata menatap wajah
tetamunya tanpa berkedip, rupanya mereka merasa terpesona oleh
kecantikan orang.
"Tolong berilah laporan kepada majikan kalian, katakan saja
boanpwee Wie Chin Siang ada persoalan hendak menjumpai
dirinya..." kata gadis itu sambil tersenyum.
"Majikan kami tidak suka menemui tamu," tolak seorang dayang
yang berdiri di sisi Wie Chin Siang dengan nada ketus. "Kecuali kalau
kau adalah satu-satu dari dua jenis manusia, maka dia baru akan
menjumpai dirimu..."
"Dua jenis manusia? Dua jenis yang bagaimana?" tanya gadis itu
dengan wajah tertegun.
Dayang tadi tertawa dingin.
370
IMAM TANPA BAYANGAN II
371
Saduran TJAN ID
372
IMAM TANPA BAYANGAN II
373
Saduran TJAN ID
Bagian 22
MASING-masing pihak saling bergebrak puluhan jurus banyaknya,
tetapi menang kalah masih susah untuk ditentukan.
Mendadak Wie Chin Siang membentak keras :
"Tahan!"
Mendengar bentakan itu dayang yang memiliki kepandaian silat
paling lihay itu tampak tertegun dan tanpa sadar telah menghentikan
serangannya, di saat ia masih melengak itulah Wie Chin Siang
menggerakkan tubuhnya menerobos masuk ke dalam.
Seraya membalingkan pedangnya di tengah udara ia berseru :
"Kalian sudah menderita kalah!"
Ke-empat orang dayang itu semakin tertegun, saat itulah ujung
pedang lawan telah menyapu tiba.
374
IMAM TANPA BAYANGAN II
375
Saduran TJAN ID
Wie Chin Siang hampir saja dibikin gugup dan tidak tenang
hatinya setelah menyaksikan tingkah pola yang genit yang
merangsang dari ke-dua orang gadis jalang itu, buru-buru ia berusaha
menenangkan hatinya kemudian perlahan-lahan maju ke depan
menghampiri siucay berbaju biru itu.
Ketika merasakan ada orang asing yang muncul di dalam ruangan
itu, ke-dua orang gadis jalang tadi segera menghentikan tingkah
polanya dan bersama-sama alihkan sinar matanya ke arah tubuh Wie
Chin Siang, dibalik sorot matanya yang tertera jelas sikap permusuhan
yang tebal, seolah-olah mereka telah memandang gadis she Wie ini
sebagai musuh besarnya yang terikat dendam sedalam lautan.
"Kau kemarilah!" tampak si Tangan Sakti Berbaju Biru
menggape ke arah dara she Wie itu.
Ketika ke-dua orang gadis jalang itu menyaksikan majikan
mereka secara tiba-tiba memanggil dara berbaju putih itu menghadap,
wajah mereka segera berubah hebat, dengan wajah penuh napsu
membunuh gadis gemuk yang ada di sebelah kiri segera meloncat
bangun, kemudian sambil tertawa terkekeh-kekeh ujarnya kepada
Wie Chin Siang :
"Eeei kenapa? Adik kecil, apakah kau pun ada maksud berebutan
majikan dengan kami Siang Bong Jie Kiauw..."
Sembari berkata badannya melayang ke depan, jari tangannya
dengan menciptakan selapis bayangan tajam langsung menyodok ke
arah dada Wie Chin Siang diikuti segulung bau harum yang amat
menusuk penciuman menyebar ke dalam hidungnya membuat dara itu
merasa tersentak kaget.
Mimpi pun Wie Chin Siang tak pernah menyangka kalau ia bakal
diserang dengan cara yang begitu keji dan berat oleh seorang gadis
yang baru saja ditemuinya untuk pertama kali.
Dengan sebat Wie Chin Siang mengigos ke samping lalu sambil
melancarkan satu serangan balasan serunya :
"Eeei... sebenarnya apa maksudmu?"
376
IMAM TANPA BAYANGAN II
377
Saduran TJAN ID
378
IMAM TANPA BAYANGAN II
379
Saduran TJAN ID
380
IMAM TANPA BAYANGAN II
381
Saduran TJAN ID
382
IMAM TANPA BAYANGAN II
383
Saduran TJAN ID
384
IMAM TANPA BAYANGAN II
385
Saduran TJAN ID
386
IMAM TANPA BAYANGAN II
387
Saduran TJAN ID
388
IMAM TANPA BAYANGAN II
389
Saduran TJAN ID
390
IMAM TANPA BAYANGAN II
391
Saduran TJAN ID
392
IMAM TANPA BAYANGAN II
393
Saduran TJAN ID
394
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 17
"AKU telah berubah pendapat, aku tidak bermaksud sekaligus
membinasakan dirimu!" sahut si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
So Siauw Yan yang tidak mengerti maksud hati majikan
mudanya jadi amat gelisah sehabis mendengar perkataan itu, cepat-
cepat serunya :
"Sauw Tangcu, kau jangan lupa bahwa di adalah pembunuh yang
telah mencelakai Loo Tangcu kita..."
"Aku tahu!" tukas si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan suara
ketus. "Justru karena dia adalah musuh besar dari Loo Tangcu, maka
aku ingin membunuh dirinya secara perlahan-lahan, agar dia
merasakan segala penderitaan terlebih dahulu baru mati..."
Mendengar ancaman itu Wie Chin Siang jadi bergidik, teriaknya
:
"Kau hendak membuat malu diriku?"
Dalam pada itu seorang dayang telah berjalan menghampiri ke
hadapannya sambil mengangsurkan sebilah pedang, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun gadis cantik she Wie ini menyambut
senjata tajam itu kemudian dengan hebatnya mengirim satu serangan
kilat ke arah si Jago Pedang Bertangan Sakti.
Pada saat ini ia sudah nekad maka dengan segala daya
kemampuannya ia berusaha untuk berebut melancarkan serangan-
serangan mematikan.
395
Saduran TJAN ID
396
IMAM TANPA BAYANGAN II
397
Saduran TJAN ID
398
IMAM TANPA BAYANGAN II
399
Saduran TJAN ID
Walaupun berada dalam keadaan sedih dan kuatir, tak urung air
muka Wie Chin Siang berubah juga jadi merah padam saking
jengahnya, ia tundukkan kepalanya rendah dan merasa kagum atas
ketepatan dugaan si orang tua itu.
Terdengar si Tangan Sakti Berbaju Biru tepuk tangan beberapa
kali, kemudian berseru :
"Yauw Hong berada di mana?"
Horden disingkap dan seorang dayang perlahan-lahan berjalan
masuk ke dalam, wajah dayang ini cantik jelita dan mempunyai
pandangan yang sangat agung.
Setelah menjura, tanyanya :
"Tangcu, kau ada perintah apa?"
"Ambil dan bawa kemari kotak seratus pusaka milikku!"
Nona Yauw Hong mengangguk dan segera berlalu diiringi
senyuman manis.
Dalam pada itu Siang Bong Jie Kiauw yang mendengar bahwa si
Tangan Sakti Berbaju Biru memerintahkan dayangnya untuk
mengambil kotak wasiat, sepasang mata ke-dua orang itu segera
berkilat, setelah saling bertukar pandangan sekejap So Leng Yan
segera berkata sambil tertawa :
"Tangcu, kau hendak mengambil benda mestika, lebih baik
budak sekalian mohon diri terlebih dahulu."
"Ooooh, tidak apa-apa, tetaplah berada di situ!" sahut si Tangan
Sakti Berbaju Biru sambil tertawa.
Sesaat kemudian Yauw Hong dengan membawa sebuah kotak
perlahan-lahan munculkan diri di dalam ruangan.
Semua orang segera merasakan pandangan matanya jadi silau,
sebuah kotak panjang yang bertaburkan intan permata serta mutiara
berada di tangannya, Siang Bong Jie Kiauw segera menunjukkan
mimik yang aneh, tanpa sadar mereka telah menggeserkan badannya
maju ke depan, sedang si Jago Pedang Bertangan Sakti pun
menjulurkan lidahnya karena kaget bercampur kagum, ia tidak
400
IMAM TANPA BAYANGAN II
401
Saduran TJAN ID
402
IMAM TANPA BAYANGAN II
403
Saduran TJAN ID
"Kalau kalian berani maju lagi ke depan, aku segera akan beradu
jiwa dengan kalian, obat mujarab berusia seribu tahun yang langka ini
pun akan ikut kumusnahkan. Hmmm! Baik kalian maupun aku jangan
harap bisa mendapatkannya..."
Mendengar ancaman tersebut, sepasang dara ayu pembuat impian
itu benar-benar tak berani maju mendekat.
Haruslah diketahui pil Som Wan berusia seribu tahun itu adalah
obat mujarab yang diidam-idamkan oleh setiap orang Bu lim, bagi
orang biasa jangan dikata untuk mendapatkan sebutir di antaranya,
untuk melihat pun mungkin susah, karena itu setelah timbul perasaan
was-was dengan sendirinya Siang Bong Jie Kiauw tidak berani
sembarangan turun tangan mendesak lawannya.
So Leng Yan segera tertawa hambar, katanya :
"Asal kau suka menyerahkan obat itu kepada kami tanpa
melawan, maka selembar jiwamu akan kuampuni!"
"Ciiissss!" teriak Wie Chin Siang dengan gusar. "Aku rela
menghadiahkan obat itu kepada orang lain, dan tidak akan sudi
menyerahkan kepadamu..."
si Jago Pedang Bertangan Sakti yang menyaksikan kejadian itu
kontan naik pitam, ia mendengus dingin dan munculkan diri di tengah
kalangan.
Siapa tahu Siang Bong Jie Kiauw sama sekali tidak
menggubriskan kehadirannya, malah sambil menjengek sinis katanya
:
"Huuuuh.... manusia telur busuk pun mau ikut campur dalam
urusan ini..."
"Kalian mau apa?" teriak si anak muda itu semakin gusar.
So Siauw Yan mendengus ketus, sahutnya :
"Sejak tadi aku telah memperhitungkan kehadiranmu di tempat
ini. Hmmm! Jago Pedang Bertangan Sakti, kepandaian kucing kaki
tiga yang kau miliki meskipun bisa ditonjolkan kedahsyatannya di
404
IMAM TANPA BAYANGAN II
405
Saduran TJAN ID
406
IMAM TANPA BAYANGAN II
407
Saduran TJAN ID
408
IMAM TANPA BAYANGAN II
409
Saduran TJAN ID
"Thian Hiang Niocu cuma ada namanya dan tak pernah kutemui
orangnya, manusia yang suka berpelancongan semacam dia siapa
yang mengetahui asal-usulnya apalagi bertemu dengan dia..."
Pria itu mendengus dingin.
"Hmmm! Thian Hiang Niocu adalah cikal bakal pendiri
perguruan Boo Liang Tiong kami, ia tinggalkan tiga macam benda
mestikanya adalah berharap agar anggota partai kami bisa
mengembangkan kepandaian silatnya ke seluruh dunia persilatan.
Sejak partai kami dibasmi lenyap oleh orang-orang partai Thiam
cong, ke-tiga jenis benda mestika itu lenyap tak berbekas, dan kini
salah satu benda mestika di antaranya ternyata terjatuh di tanganmu.
Hmmm! Rupanya untuk mencari tahu jejak benda-benda mestika itu
terpaksa kami harus mengorek keterangan dari mulutmu..."
Seolah-olah ia merasa jeri terhadap sesuatu mendadak dari
sakunya dia ambil keluar sebuah tabung bambu yang tipis dan
membuka penutupnya, segumpal asap hitam segera membumbung
tinggi ke angkasa.
"Apa yang hendak kau lakukan?" hardik Kiem In Eng dengan
suara dingin.
"Aku hendak memberitahukan kepada Tiong cu kami bahwa
Khiem maut tujuh perasaan telah munculkan diri. Masalah ini
menyangkut kemusnahan serta perkembangan partai kami, tak bisa
tidak harus kukabarkan..."
"Hmmm!" Kiem In Eng mendengus dingin. "Sebetulnya aku ada
maksud untuk melepaskan dirimu, tapi setelah adanya kejadian ini
maka timbul pikiran di dalam hatiku, andaikata sekarang aku tidak
membinasakan dirimu, kemungkinan besar banyak kesulitan yang
bakal menimpa diriku di kemudian hari..."
Tangan kanannya perlahan-lahan diangkat ke atas. Khiem maut
tujuh perasaan itu secara tiba-tiba dihantamkan ke bawah.
"Kau..." jerit pria tadi dengan perasaan ketakutan.
410
IMAM TANPA BAYANGAN II
411
Saduran TJAN ID
412
IMAM TANPA BAYANGAN II
413
Saduran TJAN ID
414
IMAM TANPA BAYANGAN II
415
Saduran TJAN ID
416
IMAM TANPA BAYANGAN II
417
Saduran TJAN ID
418
IMAM TANPA BAYANGAN II
419
Saduran TJAN ID
420
IMAM TANPA BAYANGAN II
JILID 18
RUPANYA sekilas pandangan yang samar tadi telah memberikan
pandangan yang mendalam dalam benak Yan Long Koen, tetapi
disebabkan pandangannya kurang sreg dan hanya sekilas pandang
saja, maka pria ini berusaha keras untuk mengulangi kembali
pandangannya.
Kiranya orang ini mempunyai suatu penyakit yang sangat aneh,
bukan saja kesukaannya adalah memandang wajah gadis yang cantik,
bahkan dia pun mempunyai kebiasaan untuk menilai setiap bagian
panca indra si gadis itu, sepertinya hidung yang terlalu mancung atau
pesek, bibir yang terlalu tipis atau pendek, pendek kata sebelum
memandang dan menilai sampai puas ia tetap akan merasa penasaran.
Kini dengan munculnya tubuh si manusia aneh berjubah merah
itu menghalangi pandangan matanya, lamunan yang sedang
terkumpul di dalam benaknya kontan jadi buyar.
Bisa dibayangkan betapa gusarnya pria itu, ia meraung keras dan
segera mengirim satu babatan kilat ke arah depan.
"Bajingan sialan, rupanya kau adalah anak jadah yang dipelihara
oleh cucu kura-kura," makinya kalang kabut.
Manusia aneh berjubah merah itu tertegun, ia tidak menyangka
kalau pihak lawannya langsung memaki dirinya dengan kata-kata
yang kotor, sebagai seorang jago Bu lim yang mempunyai kedudukan
tinggi tentu saja orang itu tak kuat menahan diri setelah dirinya dimaki
dengan ucapan sekotor itu, suara tertawa dingin berkumandang tiada
hentinya memecahkan kesunyian...
421
Saduran TJAN ID
"Kau sendiri yang anak jadah, kau sendiri yang dipelihara oleh
cucu kura-kura," bentaknya gusar, sorot matanya memancarkan
cahaya kilat. "Bajingan cilik! Kau berani mengucapkan kata-kata
sekotor itu terhadap diriku... Hmmm! Kalau aku si Telapak
Penghancur Mayat tidak hajar dirimu sampai hancur lebur, aku
bersumpah tidak akan kembali lagi ke gunung Hoa san..."
Ia tidak tahu kalau Yan Long Koen jadi naik pitam berhubung ia
telah menghalangi pandangan matanya serta membuyarkan
lamunannya, dalam perkiraan jagoan dari gunung Hoa-san ini pihak
lawan memang ada maksud menghina serta tidak pandang sebelah
mata terhadap dirinya, napsu membunuh seketika menyelimuti
seluruh wajahnya.
Tampaklah si Telapak Penghancur Mayat menggerakkan
bahunya meloloskan diri dari serangan telapak lawan, laksana kilat
dari tubuhnya ia cabut keluar sebilah pedang pendek yang aneh sekali
bentuknya, setelah digetarkan di tengah udara ia mengirim satu
babatan dahsyat ke depan...
Yan Long Koen meskipun sudah lama berdiam di wilayah See
Liang, tetapi banyak sekali nama jagoan terkenal di dalam dunia
persilatan yang dia ketahui, begitu mendengar bahwa pihak lawannya
adalah si Telapak Penghancur Mayat dari gunung Hoa-san, hatinya
tanpa terasa ikut terperanjat juga.
Segera teringatlah olehnya akan sepasang bersaudara she Sim
dari gunung Hoa-san, sang kakak Coei Si Chiu si Telapak Penghancur
Mayat Sim Hiong serta sang adik Liat Hwee Loen si Roda Kobaran
Api Sim Jiang, kedudukan ke-dua orang ini di dlm partai Hoa san
amat tinggi, dan mereka merupakan manusia-manusia aneh yang
paling sukar dilayani di dalam dunia persilatan...
Begitu menyaksikan senjata pedang lawan membabat tiba, ia
mendengus dingin, teriaknya :
"Hey, Telapak Penghancur Mayat di dalam tiga pukulan kilat aku
akan membinasakan dirimu!"
422
IMAM TANPA BAYANGAN II
423
Saduran TJAN ID
424
IMAM TANPA BAYANGAN II
425
Saduran TJAN ID
426
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 23
AIR MUKA GO KIAM LAM berubah hebat, sambil maju ke depan
ujarnya :
"Nona, tolong pinjamkan sebentar khiem mestika itu kepadaku!"
"Hmmmm! Kau termasuk manusia jenis apa? Berani betul
mengajukan permintaan sesumbar itu."
Sekilas wajah yang menyeramkan berkelebat menghiasi wajah
Go Kiam Lam, sambil menyeringai seram katanya dengan penuh
kebencian :
"Kau jangan anggap di kolong langit tiada seorang manusia pun
yang kenali khiem antik di dalam boponganmu itu adalah Khiem
Maut tujuh perasaan. Hmmm...! Aku Go Kiam Lam sudah lama
mencari khiem tersebut, aku harap kau sedikit tahu diri dan segera
menyerahkan kepadaku..."
"Aku suruh kalian segera enyah dari sini, sudah didengar belum?"
hardik Kiem In Eng semakin gusar.
"Hmmm...! Tidak akan segampang itu," jengek Go Kiam Lam
sambil tertawa dingin.
427
Saduran TJAN ID
428
IMAM TANPA BAYANGAN II
429
Saduran TJAN ID
430
IMAM TANPA BAYANGAN II
431
Saduran TJAN ID
432
IMAM TANPA BAYANGAN II
433
Saduran TJAN ID
434
IMAM TANPA BAYANGAN II
435
Saduran TJAN ID
"In Eng, selama ini aku selalu mengikuti di belakang Siang jie,
semua peristiwa yang terjadi di tempat ini telah kuketahui semua, In
Eng! Aku mengakui bahwa dahulu aku terlalu berkeras kepala, tapi
sekarang... sekarang..."
"Tak usah banyak bicara lagi!" tukas Kiem In Eng sambil
mengulapkan tangannya.
"Cepatlah pergi dari sini, aku tidak ingin mendengar kau
mengungkap kembali peristiwa sudah lewat..."
Perlahan-lahan si manusia aneh itu melepaskan topeng yang
menutupi wajahnya, dia bukan lain adalah si Tangan Sakti Berbaju
Biru.
Dengan wajah yang lesu, murung dan teramat sedih ia maju
beberapa langkah ke depan, sambil mengeluarkan sepasang
tangannya ke depan ia berharap :
"In Eng, marilah kita rujuk kembali... marilah kita berkumpul
kembali dan hidup dengan kebahagiaan bersama anak-anak kita..."
Kiem In Eng memandang sinis lalu menggeleng dengan wajah
dingin, sikapnya begitu tegas dan pendiriannya begitu kukuh
membuat si Tangan Sakti Berbaju Biru semakin sedih.
Ia mulai putus asa dan kecewa, hatinya terasa amat terluka hingga
tak tahan ia mendongak dan tertawa keras.
"In Eng!" ujarnya kemudian. "Sekali pun kau tidak ingin rujuk
kembali dengan diriku, tetapi bagaimana pun juga kau tidak
seharusnya mengelabui anakmu sehingga ayah sendiri pun tidak
kenal..."
Mendengar perkataan itu hawa pitam Kiem In Eng segera
berkobar.
"Mempunyai seorang ayah yang tidak bertanggung jawab seperti
kau sama halnya dengan tidak punya ayah, kini Siang jie sedang
gembira dan hidup dalam keadaan yang baik, aku harap kau jangan
mengacaukan pikirannya lagi, dalam bayangannya ia mempunyai
436
IMAM TANPA BAYANGAN II
seorang ayah yang bagus dan sempurna dalam segala hal, sedang
kau... Hmmm! Aku ogah untuk membicarakan tentang dirimu..."
Mimpi pun si Tangan Sakti Berbaju Biru tak pernah menyangka
kalau Kiem In Eng bisa memaki dirinya dengan begitu tak kenal
perasaan, membuat sekujur badannya gemetar keras, titik keringat
dingin mulai membasahi jidatnya.
"In Eng, masa kau pun melarang aku untuk berjumpa muka
dengan darah dagingku sendiri..." rintihnya dengan penuh
penderitaan.
"Hmmm! Kalau aku tetap melarang kau mau apa?" makin lama
suara dari perempuan itu semakin dingin dan ketus.
Sekali lagi si Tangan Sakti Berbaju Biru tertegun, ia tak pernah
mengira Kiem In Eng bisa sedemikian cepatnya berubah sikap
terhadap dirinya, ia jadi jengah, kikuk dan serba salah. Dalam keadaan
begitu pria berbaju biru ini tidak mengerti, apa yang harus dilakukan.
Di saat yang amat kritis itulah mendadak ia temukan putranya si
Jago Pedang Bertangan Sakti secara diam-diam sedang menyusup
keluar dari balik hutan belantara.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, ia
segera berteriak :
"Meh Ing, cepat datang kemari menjumpai ibumu..."
Si Jago Pedang Bertangan Sakti Meh Ing yang telah mengetahui
persoalan antara ayah dan ibunya, mendengar panggilan tersebut
buru-buru munculkan diri dari tempat kegelapan dan jatuhkan diri
berlutut di hadapan perempuan itu.
"Ibu!" panggilnya dengan suara gemetar, air mata tanpa terasa
jatuh berlinang membasahi pipinya.
Panggilan yang begitu mesra, begitu lembut seketika
menghancurkan hati Kiem In Eng, ia merasakan dadanya seperti
digodam dengan martil besar membuat tubuhnya tak tahan dan
mundur dua langkah ke belakang dengan sempoyongan, kelopak
matanya segera menjadi kabur tertutup oleh air mata.
437
Saduran TJAN ID
438
IMAM TANPA BAYANGAN II
439
Saduran TJAN ID
dengan cepat serangan yang telah dilancarkan itu ditarik kembali dan
melompat mundur ke samping, serunya ketus :
"Kau cepatlah berlalu dari sini bersama ayahmu, aku tidak ingin
berjumpa dengan dirimu..."
Si Jago Pedang Bertangan Sakti tidak menjawab, sambil
membesut air matanya yang mengucur keluar tiba, ia mengirim satu
cengkeraman ke atas wajah Kiem In Eng, berusaha untuk melepaskan
kain kerudung hitam itu.
Serangan ini dilancarkan amat cepat dan di luar dugaan siapa pun,
Kiem In Eng jadi teramat gusar, sambil membentak ia meloncat ke
samping untuk menghindar.
"Apa yang hendak kau lakukan?" hardiknya dengan air mata
bercucuran.
"Aku ingin melihat bagaimanakah raut wajah ibuku, aku ingin
lihat mengapa ia berhati kejam hingga terhadap putra kandungnya
sendiri pun tak mau mengakui. Sekarang kau tidak mau diriku, itu
berarti dalam hatimu sudah tiada pikiran terhadap putra kandungmu...
Ooooh, selama banyak tahun aku ingin berjumpa dengan ibuku,
sungguh tak nyana dia ternyata adalah seorang perempuan yang tidak
berperasaan..."
Haruslah diketahui bagi seorang bocah yang semenjak kecilnya
tidak beribu, seringkali ia membayangkan ibunya sebagai seorang
yang ramah, penuh kasih sayang dan patut dihormati, demikian pula
halnya dengan si Jago Pedang Bertangan Sakti ini, sejak kecilnya ia
telah membayangkan ibunya sebagai seorang perempuan yang agung
dan mencintai putra putrinya.
Tetapi setelah kedua belah pihak saling berjumpa muka,
bayangan indah yang telah dihimpunnya sejak dulu seketika hancur
berkeping-keping, ia tidak mendapatkan apa yang pernah
dibayangkan semasa kecilnya dulu...
"Ooooh...!" Kiem In Eng berseru tertahan, dengan gemetar
tubuhnya mundur sempoyongan, ia berusaha mempertahankan diri,
440
IMAM TANPA BAYANGAN II
441
Saduran TJAN ID
yang ia cintai, ia takut suatu saat Wie Chin Siang mengetahui akan
rahasia ini dan melukai hatinya, mungkin peristiwa itu akan
mencelakai seluruh kehidupannya...
"Ibu!" terdengar Jago Pedang Bertangan Sakti merengek dengan
penuh kepiluan hati. "Ikutilah ayah dan mari kita pulang ke rumah..."
Sebenarnya Kiem In Eng berhati penuh welas asih dan halus
perasaannya, tetapi ia tak mau memaafkan si Tangan Sakti Berbaju
Biru yang rendah serta terkutuk itu, benaknya terasa kosong...
hampa... kehampaan itulah membuat ia jadi bergidik dan merasa
takut.
Akhirnya perempuan itu menghela napas panjang, perlahan-
lahan putar badan dan berlalu.
"Ibu!" jerit si Jago Pedang Bertangan Sakti sambil memburu ke
depan.
"Sudahlah, kau tak usah banyak bicara lagi, lupakanlah diriku...
anggaplah kau tidak punya ibu..."
"Tidak! Aku tak dapat melupakan dirimu, aku adalah darah
dagingmu... aku adalah anakmu yang kau kandung selama sembilan
bulan lebih sepuluh hari," jerit si anak muda itu keras-keras. "Aku tak
bisa hidup tanpa kau... Oooooh! Ibu.... aku minta... janganlah kau
berkeras hati... kembalilah kepada ayah... dan mari kita hidup bersama
dengan penuh keharmonisan..."
Saking tak tahan menguasai emosi yang mempengaruhi jiwa serta
pikirannya, pemuda itu memburu ke depan dan mencekal tangan
Kiem In Eng kencang-kencang lalu ditarik ke belakang.
Pada saat masing-masing pihak saling menarik dan saling
membetot itulah tiba-tiba Wie Chin Siang munculkan diri di tempat
itu, begitu melihat gurunya sedang saling membetot dengan seorang
pemuda, ia salah menyangka gurunya sedang bertempur.
Saking cemas dan gelisahnya laksana kilat ia menubruk ke depan,
teriaknya keras-keras :
"In te, cepat kemari!"
442
IMAM TANPA BAYANGAN II
443
Saduran TJAN ID
444
IMAM TANPA BAYANGAN II
445
Saduran TJAN ID
Jilid 19
"BANGSAT, KAU PUN terlalu jumawa!"
Dalam keadaan sama-sama gusar dan dipenuhi hawa amarah, ke-
dua orang pemuda itu saling melotot dengan sinar mata berapi-api.
Mendadak si Jago Pedang Bertangan Sakti membentak keras,
serentetan cahaya yang menyilaukan mata segera meluncur di tengah
angkasa membabat ke tubuh lawan.
"Bagus sekali!" seru Pek In Hoei sambil tertawa tergelak, senjata
pedangnya langsung membabat ke bawah.
Traaang... ! Sepasang pedang saling membentur dengan kerasnya
menimbulkan suara dentingan yang nyaring, percikan bunga api
menyebar ke empat penjuru, setelah saling berpisah mereka maju lagi
sembari mengirim serangan-serangan mematikan.
"Ing jie!" si Tangan Sakti Berbaju Biru segera berteriak.
"Gunakan ilmu pedang Hoen Kong Kiam untuk lukai dirinya..."
"Tapi ayah.. di antara kami toh tiada terikat dendam sakit hati..."
"Tutup mulutmu! Apa yang aku suruh kau lakukan, segera
laksanakan tanpa membantah!"
Dalam hati si anak muda itu merasa keheranan, tetapi perintah
ayahnya tak berani dibantah, terpaksa seluruh tenaga serta
perhatiannya dipusatkan ke ujung pedang, kemudian tarik napas
panjang dan hawa murninya disalurkan ke dalam pedang.
Kiem In Eng yang menyaksikan kejadian itu jadi amat
terperanjat, dengan air muka berubah hebat telapaknya disilangkan di
depan dada siap melancarkan pukulan, teriaknya :
446
IMAM TANPA BAYANGAN II
447
Saduran TJAN ID
448
IMAM TANPA BAYANGAN II
Triiiiing....! Triiiing....!
449
Saduran TJAN ID
450
IMAM TANPA BAYANGAN II
451
Saduran TJAN ID
"Eeei ular asap tua, tahukah kau apa maksudnya Tang Hay It Coe
tersebut?..."
Si ular asap tua Ouw-yang Gong melirik sekejap ke arah panji
tadi, air mukanya mendadak berubah hebat, seakan-akan ia telah
menyaksikan sesuatu kejadian yang mengerikan, lama sekali tak
sepatah kata pun yang diucapkan keluar.
Lama... lama sekali ia baru bergumam dengan suara gemetar :
"Mungkinkah dia?..." tapi agaknya ia merasa tidak percaya
dengan jalan pikirannya. "Aaaaah, tak mungkin! Masa dia bisa
munculkan diri di dalam dunia persilatan?"
"Siapakah dia?" tegur Pek In Hoei tidak habis mengerti.
Air muka Ouw-yang Gong beberapa kali berubah hebat, setelah
sangsi sejenak akhirnya ia berkata :
"Bocah, coba tengoklah ke belakang benda apa yang kau lihat?"
Dengan cepat si anak muda itu berpaling, tapi dengan cepat
hatinya jadi terkesiap hingga keringat dingin mengucur keluar
membasahi tubuhnya.
Ternyata di sisi jalan raya yang baru saja mereka lalui, kini telah
muncul sembilan tumpukan tulang tengkorak manusia, di atas tiap
tumpukan tulang tengkorak itu terdapat sebutir mutiara di atasnya, ia
tak bisa menduga sejak kapan tumpukan tengkorak itu muncul di
sana, sebab sepanjang perjalanan tak pernah ia saksikan benda-benda
semacam itu.
Dan kini tanpa ia sadari seseorang telah meletakkan tumpukan
tulang tengkorak itu di belakang tubuhnya, hal ini bisa menunjukkan
bahwa kepandaian silat yang dimiliki orang itu sukar diukur lagi.
"Sembilan tumpukan tulang tengkorak..." gumamnya lirih. "Di
atas tiap tumpukan itu terdapat sebutir mutiara..."
"Bocah, kita telah berjumpa dengan orang-orang dari Tang Hay
Mo Kiong... Istana Iblis dari lautan Timur..." seru Ouw-yang Gong
dengan tubuh gemetar.
452
IMAM TANPA BAYANGAN II
453
Saduran TJAN ID
454
IMAM TANPA BAYANGAN II
455
Saduran TJAN ID
456
IMAM TANPA BAYANGAN II
457
Saduran TJAN ID
458
IMAM TANPA BAYANGAN II
459
Saduran TJAN ID
460
IMAM TANPA BAYANGAN II
461
Saduran TJAN ID
462
IMAM TANPA BAYANGAN II
463
Saduran TJAN ID
464
IMAM TANPA BAYANGAN II
465
Saduran TJAN ID
466
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 24
SETELAH mengendorkan senjatanya si Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei kembali pusatkan seluruh perhatiannya ke ujung
pedang, sekejap pun ia tidak memandang ke arah sang Kiong cu
tersebut.
Sebab dalam bayangannya pemilik dari istana iblis yang berasal
dari laut Tang Hay ini bisa mengandalkan Kereta Kencana Pembawa
Maut untuk mencelakai jago-jago Bu lim secara mengerikan, sang
Kiong cu tersebut pastilah seorang manusia sadis yang berwajah
seram dan berhati binatang, ia merasa tidak sudi berhubungan dengan
manusia semacam ini, karenanya dia pun ogah untuk menggubris
kehadirannya.
Dugaan si anak muda ini ternyata meleset, sang Kiong cu dari
istana Mo Kiong adalah seorang perempuan yang berwajah cantik,
diiringi oleh empat orang dara muda perlahan-lahan ia berjalan
mendekat, tiada senyuman yang menghiasi bibirnya, kecuali sepasang
biji matanya yang nampak sangat tajam, hampir boleh dikata tiada
tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa dialah sang pemilik istana
iblis yang memiliki ilmu silat sangat lihay itu.
Sedang di atas raut wajahnya yang cantik dan halus, sedikit pun
tidak memperlihatkan kekejaman serta kesadisan hatinya yang pernah
menyelenggarakan pembunuhan secara besar-besaran, hal ini
membuat orang jadi menaruh curiga, benarkah dia adalah perempuan
pengejar sukma yang sudah amat tersohor di kolong langit.
Sementara itu dengan pandangan dingin ia sudah melirik sekejap
ke arah Coei Coei, lalu sambil ulapkan tangannya ia berseru :
"Ayo bangun!"
Coei Coei tak berani mengucapkan barang sepatah kata pun,
buru-buru ia mengundurkan diri ke samping.
Sementara sang Kiong cu dengan sikap yang dingin dan hambar
bergerak maju ke depan, tubuhnya enteng bagaikan awan yang
melayang di angkasa, ringan lincah dan indah menawan hati.
467
Saduran TJAN ID
468
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sikapnya yang dingin, ketus dan sedikit pun tiada perasaan ini
jauh berbeda dan tak sesuai dengan raut wajahnya yang cantik jelita
bagaikan bidadari itu, sebab cantiknya bagaikan sekuntum bunga
Bwee, tapi dinginnya melebihi salju di tengah musim dingin.
"Apa yang hendak kau katakan lagi??" serunya hambar.
Si Utusan Peronda Gunung sangsi sejenak, lalu ujarnya :
"Menurut peraturan yang berlaku di dalam istana iblis, aku si
orang peronda mempunyai kesempatan untuk angkat bicara."
"Jadi kalau begitu, kau pun berharap agar pun Kiong cu juga
memberi kesempatan bagimu untuk berbicara?" sela sang Kiong cu
menghina.
Air muka Utusan Peronda Gunung perlahan-lahan pulih kembali
dalam ketenangan, ia tahu bahwa asalkan dirinya memperoleh
kesempatan untuk mengemukakan alasannya maka itu berarti ia pun
mempunyai kesempatan untuk hidup lebih jauh, kendati harapan itu
tidak besar tetapi jauh lebih baik daripada menerima kematian tanpa
berusaha menolong.
Buru-buru ia simpan kembali senjata palunya dan berkata :
"Hal ini sudah tentu, aku si orang peronda adalah salah seorang
pembantu yang diangkat oleh Kiong cu, karena itu hamba percaya
bahwa Kiong cu pun akan memberi satu kesempatan kepada diriku
entah bagaimana menurut pendapat Kiong cu?"
"Hmmmm! Katakanlah!" seru Kiong cu. "Aku bisa membereskan
persoalan ini dengan seadil mungkin."
Senyuman penuh kelicikan tersungging di atas wajah Utusan
Peronda Gunung, ia bongkokkan badan memberi hormat kemudian
bertanya :
"Kiong cu, tolong tanya dosa serta kesalahan apakah yang telah
diperbuat aku si orang peronda sehingga membangkitkan kegusaran
Kiong cu dan menjatuhi hukuman mati terhadap diri hamba..."
Agaknya sang Kiong cu merasa tertegun dengan pertanyaan itu,
untuk sesaat ia tidak menduga kalau orang tua tersebut bisa
469
Saduran TJAN ID
470
IMAM TANPA BAYANGAN II
471
Saduran TJAN ID
Jilid 20
"WALAUPUN alasanmu sangat sempurna dan masuk di akal tapi
sayang kau telah melupakan satu hal yang penting, peraturanku
bersekongkol dengan musuh luar itu hanya khusus ditujukan kepada
anak murid yang masuk menjadi anggota istana kami, dan tak pernah
memberi ijin kepadamu untuk menghadapi para dayang dari istana.
Apakah kau lupa bahwa para dayang yang bertugas di dalam istana
hanya pun Kiong cu sendiri yang berhak untuk menghukumnya? Dan
sekarang kau berani mewakili kekuasaanku, bukankah hal itu sama
artinya tidak pandang sebelah mata pun terhadap Poen Kiong cu...."
Air muka si Utusan Peronda Gunung berubah hebat.
"Walaupun dia adalah dayang istana tetapi dia pun merupakan
utusan yang mengendalikan Kereta Kencana Pembawa Maut, dus
berarti menurut peraturan dia pun termasuk anak murid istana Mo
King..."
"Hmmm! Berani mempertahankan alasan yang tak masuk di akal
cukup dengan alasan ini kau bisa dijatuhi hukuman mati..."
Rupanya si Utusan Peronda Gunung menyadari bahwa untuk
melanjutkan hidupnya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, ia
segera tertawa kering. Mendadak dengan wajah angkuh dan sedikit
pun tidak menunjukkan rasa jeri jengeknya :
"Kiong cu, rupa-rupanya kau sangat membelai dayang itu..."
"Kau tak usah banyak bicara lagi," tukas sang Kiong cu dengan
air muka berubah hebat. "Asal kau sanggup mempertahankan diri dari
ke-tiga jurus pedang pengejarnya maka tentu saja sesuai dengan
472
IMAM TANPA BAYANGAN II
473
Saduran TJAN ID
474
IMAM TANPA BAYANGAN II
475
Saduran TJAN ID
476
IMAM TANPA BAYANGAN II
477
Saduran TJAN ID
478
IMAM TANPA BAYANGAN II
479
Saduran TJAN ID
480
IMAM TANPA BAYANGAN II
481
Saduran TJAN ID
"Ketika ia tiba di puncak Soe Sim Hong si kakek tanpa nama itu
sudah menanti lama sekali di situ. Begitu Cia Ceng Gak berjumpa
dengan kakek tanpa nama itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia
segera cabut keluar pedangnya dan bertarung melawan kakek
tersebut. Siapa tahu baru saja lewat tiga jurus pedang milik Cia Ceng
Gak sudah terbabat kutung oleh senjata mestika si kakek tanpa nama.
Sadarlah Cia Ceng Gak bahwa senjatanya tak mampu menandingi
milik orang, maka setelah meninggalkan beberapa patah kata dengan
menunggang perahu ia menuju ke laut Tang hay..."
"Menang kalah belum ditentukan, mau apa sucouwku berangkat
ke laut Tang hay?" tanya Pek In Hoei tertegun.
Dari catatan sebuah kitab ilmu pedang Cia Ceng Gak mendapat
tahu bahwa jauh di dasar samudra Tang hay terdapat sebilah pedang
mestika yang amat tajam, untuk membalas dendam atas patahnya
pedang di ujung senjata si kakek tanpa nama, ia bersumpah akan
menemukan pedang sakti itu dari dasar laut Tang hay, tetapi dalam
catatan ilmu pedang itu tidak ditegaskan di manakah persis letaknya
pedang itu. Untuk mencari sebilah pedang di tengah samudra yang
luas tentu saja bukan pekerjaan yang gampang. Dalam
keputusasaannya berangkatlah Cia Ceng Gak menuju ke istana Mo
kiong kami, di kebun bunga belakang ia berjumpa dengan ibuku.
Sebagai pemuda yang berwajah tampan lagi pula seorang ahli dalam
bercinta akhirnya ia mengikat tali perkawinan dengan ibuku..."
Sebagai seorang gadis remaja yang baru meningkat dewasa,
tatkala berbicara sampai di sini air mukanya tanpa terasa berubah jadi
merah padam, suaranya jadi lirih dan kepalanya tertunduk rendah-
rendah, sambil mempermainkan ujung baju terusnya kembali :
"Walaupun ibuku belum pernah meninggalkan laut Tang hay
barang satu langkah pun, tetapi terhadap semua kejadian yang
berlangsung di daratan Tionggoan mengetahui jelas bagaikan melihat
jari tangan sendiri, setelah beliau mengetahui bahwa maksud tujuan
Cia Ceng Gak mengarungi samudra datang ke laut Tang hay adalah
482
IMAM TANPA BAYANGAN II
483
Saduran TJAN ID
484
IMAM TANPA BAYANGAN II
Pek kongcu! Coba lihat bukankah sucouwmu itu terlalu tak ada
perasaan..."
Pek In Hoei tidak menyangka kalau di balik persoalan ini masih
terkandung masalah yang demikian rumit dan kacaunya, mendengar
pertanyaan itu ia jadi tertegun, pelbagai ingatan dengan cepat
berkelebat di dalam benaknya.
"Seandainya apa yang ia katakan semuanya adalah kenyataan,
maka tindakan Sucouw pada masa yang silam memang termasuk tiada
perasaan," pikirnya di dalam hati. "Tetapi aku sebagai anak murid
partai Thiam cong, tidaklah pantas kalau mengatakan hal yang bukan-
bukan mengenai sucouwku sendiri..."
"Tentang soal ini... tentang soal ini..." serunya gelagapan.
Kiong cu tertawa dingin, ujarnya kembali :
"Sucouwmu begitu tak berbudi dan tak berperasaan membuat
ibuku merasa amat menyesal. Sesaat sebelum menghembuskan
napasnya yang terakhir ia berpesan kepadaku agar mencari jejak dari
Cia Ceng Gak dan menuntut balaskan sakit hati ibu yang telah
meninggal, atau kalau tidak tarik kembali pedang sakti penghancur
sang surya dan dikembalikan ke dasar laut Tang hay, agar peristiwa
ini dapat cepat beres. Tetapi... berhubung kabar berita mengenai Cia
Ceng Gak masih belum menentu, maka terpaksa pun Kiong cu harus
mengundang kehadiranmu untuk menyelesaikan masalah ini..."
"Meskipun aku memperoleh peninggalan pedang mestika
penghancur sang surya dari sucouwku tetapi aku sendiri pun tidak
tahu akan mati hidup dari Sucouw dia orang tua," ujar Pek In Hoei
dengan nada sedih. "Seandainya Kiong cu memang bersikeras hendak
menarik kembali pedang mestika penghancur sang surya ini,
bagaimana kalau kau tunggu dulu sampai aku berhasil membalaskan
dendam sakit hati ayahku serta membangun kembali partai Thiam
cong..."
"Tujuanku yang paling penting di dalam perjalanan jauhku
datang ke daratan Tionggoan adalah mencari kabar berita mengenai
485
Saduran TJAN ID
Cia Ceng Gak," kata Kiong cu dengan hambar. "Sekalipun dia sudah
mati, aku pun harus menggali tulang belulangnya..."
Mendadak Pek In Hoei merasakan hatinya bergolak keras, suatu
tekanan batin yang aneh timbul di dalam benaknya.
"Apakah kau pun ikut membenci sucouwku..." tanyanya.
"Tentu saja," sahut Kiong cu sambil tertawa dingin. "Aku sangat
mencintai ibuku, maka aku pun ikut membenci akan ketidak
berperasaannya Cia Ceng Gak, sebab sedari kecil aku sudah ketularan
sifat-sifat dari ibuku. Terhadap pelbagai persoalan aku bisa
memandang dengan gembira, bisa pula memandang dengan
kemurungan. Mungkin kau merasa bahwa hal ini sangat aneh, tetapi
kenyataan memang demikian..."
Berbicara sampai di sini ia berpaling sekejap ke kiri kanan, tiba-
tiba teriaknya :
"Siauw Coei!"
Buru-buru Coei Coei lari ke depan, tanyanya sambil memberi
hormat :
"Kiong cu, kau ada petunjuk apa?"
"Coba kau pergilah keluar dan coba tengok apakah adik It-boen
sudah datang atau belum?"
Coei Coei memberi hormat dalam-dalam dan segera
mengundurkan diri dari situ.
Sepeninggalnya dara berbaju putih tadi, dengan pandangan mata
yang tajam bagaikan sebilah pisau belati ia menatap sekejap wajah
Pek In Hoei, lalu tanyanya dengan nada sedih :
"Dari pembicaraan adik It-boen aku dengar bahwa di depan
perkampungan Thay Bie San cung kau pernah menghancurkan dua
puluh empat buah lentera merahnya, hingga membuat ke-tiga orang
dewa panjang usia dari lautan merasa amat terperanjat, Pek kongcu
benarkah pernah terjadi peristiwa semacam ini?"
Tatkala Pek In Hoei mendengar secara tiba-tiba Kiong cu dari
Istana Mo Kiong mengungkap tentang persoalan ini hatinya jadi
486
IMAM TANPA BAYANGAN II
487
Saduran TJAN ID
tetapi dia pun tak berani secara gegabah menerjang masuk ke dalam,
sambil tertawa seram segera jengeknya :
"Kiong cu, apakah kau tidak sudi untuk berjumpa dengan
diriku?"
"Apa maksudmu?" seru Kiong cu dengan air muka berubah
hebat.
Song Ceng To mendehem dan tertawa seram :
"Heeeh... heeeh... heeeeh. sejak istana Mo Kiong dari laut Tang
hay didirikan hingga kini belum pernah aku dengar ada orang bisa
hidup keluar dari Kereta Kencana Pembawa Maut, ini hari Kiong cu
telah bertindak di luar kebiasaan bahkan menahan orang hukuman di
tempat ini, entah bagaimanakah penjelasan dari Kiong cu..."
"Hmmm! Masuklah ke dalam!" jengek Kiong cu dingin.
"Rupanya mau tak mau harus berjumpa dengan kalian berdua..."
Peraturan dari istana Mo Kiong amat ketat sekali, sebelum Kiong
cu mengijinkan siapa pun tidak diperkenankan tanpa sebab berjalan
masuk ke dalam ruang tamu. Meskipun Song Ceng To menduduki
jabatan sebagai penilik dari istana Mo kiong, tetapi sebelum secara
resmi bentrok ia tak berani bertindak secara gegabah.
Dengan wajah dingin dan menyeramkan si kakek tua itu berjalan
masuk ke dalam ruang tengah, ujarnya sambil tertawa mengejek :
"Kiong cu, kau menerima seorang luar asing di tempat ini, apakah
tidak merasa bahwa perbuatanmu itu telah menurunkan pamor serta
derajat sendiri?"
"Song Ceng To!" bentak Kiong cu nyaring. "Rupanya kau
sengaja datang kemari untuk membuat gara-gara..."
Air muka Song Ceng To berubah membeku, hatinya bergetar
keras dan dengan cepat ia berpikir :
"Perempuan rendah, kau jangan berlagak sok lebih dulu, nanti
sebentar kau bakal tahu sampai di manakah kelihayanku..."
Dalam hati berpikir demikian, di luar ia tertawa dingin dan
menyahut :
488
IMAM TANPA BAYANGAN II
489
Saduran TJAN ID
kesetiaan yang jujur, aku pun tahu bahwa sebagian besar kekuatan
yang berada di dalam istana Mo kiong hampir seluruhnya berada di
pihakmu, tetapi sampai sekarang kau tak berani bentrok secara
langsung dengan diriku adalah disebabkan karena kau masih menaruh
rasa jeri terhadap tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa keluargaku,
seandainya aku tidak memiliki serangkaian ilmu pedang yang bisa
menandingi ilmu pedang keturunan keluarga Song dan keluarga Lie,
aku percaya bahwa kalian tidak akan sejinak ini untuk tunduk di
bawah perintahku."
"Hmmm!..." Dengusan berat bergema keluar dari lubang hidung
Song Ceng To, sorot mata bengis berkelebat lewat dalam kelopak
matanya, mendadak dengan wajah membesi ujarnya sambil tertawa
dingin.
"Perkataanmu terlalu tak enak didengar, apalagi berada di depan
mata orang luar. Kiong cu mempermainkan serta memperolok-olok
diri loohu, hal ini jelas menunjukkan bila kau sudah tak pandang
sebelah mata pun terhadap diri loohu. Heeeh... heeeh... heeeh...
sebenarnya aku masih tiada maksud untuk melakukan
pemberontakan, tetapi berada di dalam keadaan serta situasi seperti
ini aku tak bisa tidak harus memberikan pernyataan pula..."
"Orang she Song, tak usah banyak bacot lagi, kalau kau anggap
peristiwa ini terlalu memalukan, apa salahnya kalau saat ini juga kita
selesaikan persoalan ini? Pun Kiong cu dengan andalkan sebilah
pedang siap untuk melangsungkan kembali pertarungan dengan
keluarga Song dan keluarga Lie kalian guna memperebutkan
kedudukan majikan dan pembantu ini. Tetapi kalian mesti ingat
bahwa pertarungan ini adalah suatu pertarungan adu jiwa, sampai
waktunya mungkin saja bakal ada di antara kalian yang roboh terluka
atau binasa..."
Rupanya perempuan ini sudah mengambil keputusan bulat di
dalam hati kecilnya, perkataan tersebut diutarakan amat lambat dan
memperlihatkan suatu kewibawaan yang tebal.
490
IMAM TANPA BAYANGAN II
491
Saduran TJAN ID
"Kau hendak paksa aku turun tangan, atau kau turun tangan
sendiri untuk melakukan bunuh diri..."
"Aku hendak merebut kesempatan terakhir untuk berduel
melawan dirimu..." teriak Song Ceng To dengan penuh kebencian.
Kiong cu tertawa hambar :
"Kau... sebelum kau menemui ajalmu lebih baik tunjukkanlah
sedikit semangat enghiongmu, tentu saja aku tak akan menghalangi
dirimu untuk memperoleh kesempatan yang baik untuk
mempertahankan diri. Song Ceng To! Undanglah konco-konco kau
semua agar mereka sekalian bisa masuk ke dalam ruangan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Song Ceng To tertawa terbahak-
bahak, dari luar ruangan segera terdengarlah suara langkah kaki
manusia yang ramai berkumandang memecahkan kesunyian, disusul
terlihatlah Lie Ban Kiam serta si Utusan Peronda Gunung dengan
memimpin puluhan orang pria berbaju hitam yang menyoren pedang
semua berjalan masuk ke dalam, begitu tiba di dalam ruangan mereka
segera menyebarkan diri membentuk setengah lingkaran busur dan
dengan cepat mengurung Kiong cu serta Pek In Hoei rapat-rapat.
"Apakah kalian semua hendak berkhianat?" tanya Kiong cu
sambil tertawa enteng.
Pria berbaju hitam itu tak berani menjawab, si Utusan Peronda
Gunung yang takut hati orang-orang itu goyah dan sebelum bertempur
sudah lari terbirit-birit lebih dahulu, sambil menyapu sekejap ke arah
orang-orang itu sahutnya :
"Kiong cu bertindak terlalu berat sebelah dan tidak adil, kami
sekalian tak sudi diperintah lagi..."
"Hmmm!" Kiong cu mendengus sinis, bentaknya :
"Kau adalah seorang yang telah dijatuhi hukuman mati, dengan
andalkan hak apa kau ikut angkat bicara di sini?"
Si Utusan Peronda Gunung itu merasa terkesiap untuk beberapa
saat lamanya ia berdiri tertegun di tempat semula dan tidak tahu mesti
menjawab bagaimana.
492
IMAM TANPA BAYANGAN II
493
Saduran TJAN ID
494
IMAM TANPA BAYANGAN II
melanggar pantangan paling besar bagi seorang ahli silat, aku nasehati
dirimu lebih baik tenangkanlah hatimu lebih dulu dan tunggulah
sampai aku turun tangan..."
Song Ceng To tidak malu jadi seorang tokoh lihay dari lautan
Timur, setelah mendengar perkataan itu hatinya terkesiap, dengan
cepat ia tekan hawa amarah yang masih berkobar di dalam dadanya.
"Heeeh... heeeh... heeeh... bajingan cilik," serunya sambil tertawa
seram. "Kau masih belum pantas untuk bergebrak melawan diriku,
meskipun loohu ada niat untuk membinasakan dirimu dengan telapak
tangan sendiri, tetapi peraturan dari Tang hay tidak bisa dilanggar
karena persoalanmu, karena itu terpaksa..."
Sinar matanya dialihkan ke arah seorang pria berbaju hitam yang
berdiri di hadapannya, kemudian menambahkan :
"Chee Loo jie, majulah ke depan dan jagal bajingan cilik itu..."
Di dalam rentetan jago lihay angkatan ke-tiga Chee Loo jie
termasuk salah seorang murid kebanggaan dari Song Ceng To.
Ketika mendengar perintah dari gurunya, pria itu segera
mengiakan dan tampil ke depan, cahaya pedang berkelebat lewat,
sambil memperlihatkan sikap bersiap sedia, ia lintangkan pedangnya
di depan dada.
Memandang pria berbaju hitam itu, Pek In Hoei tertawa
menghina, ejeknya sinis :
"Huuuh, memegang pedang pun belum kencang begitu mau
bergebrak melawan diriku..."
Chee Loo jie melengak, tanpa sadar dia alihkan sinar matanya ke
arah ujung pedang sendiri, tampaklah pedang terangsur dengan kuat
dan mantapnya ke arah depan, begitu tajam dan kuat ujung senjata itu
hingga kelihatan begitu kokoh dan kuat.
Dengan penuh kegusaran kontan teriaknya :
"Kau tak usah ngaco belo tak karuan, kalau punya kepandaian
tunjukkanlah gaya gerakan ini kepadaku."
495
Saduran TJAN ID
496
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 21
DALAM keadaan apa boleh buat si anak muda itu hanya bisa
menghela napas panjang belaka, perlahan-lahan ia loloskan pedang
sakti penghancur sang surya yang tersoren di punggungnya.
Setelah menggetarkan ujung pedangnya membentuk enam buah
kuntum bunga pedang, Pek In Hoei tertawa dingin dan berkata :
"Sekarang kau boleh segera turun tangan!"
Chee Loo jie membentak keras, ia segera bersiap sedia
melancarkan serangan mautnya.
Mendadak Lie Ban Kiam yang berdiri di sisi kalangan meloncat
maju ke depan dengan wajah serius ia tarik tangan Chee Loo jie untuk
mundur ke belakang kemudian kepada Song Ceng To tanyanya :
"Song Loo toa, kenalkah kau akan pedang mestika tersebut?"
Tiba-tiba air muka Song Ceng To berubah hebat, serunya :
"Aaaah! Pedang mestika penghancur sang surya... bagus sekali,
Kiong cu, rupanya bukan saja kau membantu orang lain, bahkan
membela pula musuh besar dari ibumu. Hmmm! Sungguh tak nyana
kau adalah seorang anak yang tidak berbakti..."
"Kau berani bicara mengawur seenaknya sendiri?" bentak Kiong
cu dengan gusarnya.
Rupanya perempuan ini merasa teramat gusar setelah mendengar
ejekan itu, tapi disebabkan sesuatu alasan tertentu rasa gusar itu masih
dipertahankan di dalam dadanya. Setelah tertawa dingin dengan
pandangan hambar dan tiada berperasaan apa pun ia mendongak dan
memandang atap ruangan tengah itu.
497
Saduran TJAN ID
498
IMAM TANPA BAYANGAN II
499
Saduran TJAN ID
500
IMAM TANPA BAYANGAN II
bagian daripada Chee Loo Jie, di dalam bertarung nanti aku harus
bersikap lebih hati-hati..."
Ia tarik napas dalam-dalam, sorot matanya berkilat tajam dan
menatap wajah lawannya tanpa berkedip, pedang panjang
direntangkan ke muka, sekilas cahaya tajam yang amat menyilaukan
mata memencar keluar dari ujung senjata tersebut dan menyorot ke
seluruh penjuru, gerakan yang lamban dan perlahan itu menunjukkan
seolah-olah serangan tersebut dibebani oleh suatu kekuatan yang
besar.
Inilah merupakan puncak dari suatu ilmu pedang, semakin lambat
gerakan pedang tersebut semakin dahsyat pula akibatnya.
Lie Ban Kiam yang menjumpai keadaan itu, hatinya jadi
terkesiap, serunya dengan nada keras :
"Hampir saja aku tertipu oleh akal muslihatmu, rupanya
kelihayanmu jauh berada di luar penilaianku semula!"
"Terima kasih atas pujianmu," jawab Pek In Hoei ketus. "Lebih
baik kau bersiap-siaplah dengan sempurna, sebab cayhe segera akan
turun tangan melancarkan serangan."
Dengan air muka serius dan berat ia maju selangkah ke depan,
pergelangan tangannya menggunakan kesempatan di kala
menggeserkan sang badan ke depan itulah diayun ke muka mengirim
satu babatan pedang, demikian cepat babatan tadi hingga jauh di luar
dugaan siapa pun, sekilas berkelebat tahu-tahu ujung senjata telah
memantul keluar.
Kelihatannya tusukan kilat ini segera akan menembusi tubuh Lie
Ban Kiam, orang-orang yang berada di empat penjuru segera menjerit
kaget, dalam perkiraan mereka orang she Lie tersebut kali ini pasti
akan menemui ajalnya.
Siapa tahu Lie Ban Kiam segera tertawa dingin, sambil
menggerakkan badan bergeser tempat, pedangnya laksana gulungan
ombak di tengah sungai langsung membalas ke depan.
501
Saduran TJAN ID
502
IMAM TANPA BAYANGAN II
503
Saduran TJAN ID
504
IMAM TANPA BAYANGAN II
505
Saduran TJAN ID
506
IMAM TANPA BAYANGAN II
507
Saduran TJAN ID
oleh racun tersebut maka sekujur badannya akan jadi lemas dan tak
bertenaga. Song Ceng To serta Lie Ban Kiam sedari dulu memang ada
maksud menentang kekuasaanku, kehadiranmu pada hari ini justru
merupakan sumbu yang terbaik untuk meledakkan peristiwa ini. Dan
sekarang keadaan sudah beres, mereka sudah cukup dilayani oleh para
dayang dari It-boen Pit Giok..."
Bicara sampai di situ ia pun memimpin Pek In Hoei serta Ouw-
yang Gong berjalan melewati sebuah serambi panjang masuk ke
dalam sebuah bangunan rumah yang megah dan sangat mewah.
Baru saja Pek In Hoei hendak melangkah masuk ke dalam
ruangan itu, mendadak ia menyaksikan bayangan punggung seorang
gadis sedang menghadap ke arah jendela memandang tempat
kejauhan, hatinya jadi bergetar keras dan segera pikirnya :
"Aaaah! Itu toh bayangan punggung dari It-boen Pit Giok, kenapa
gadis yang kelihatannya tiada rasa cinta tapi dalam kenyataan ada
sesuatu dalam hati kecilnya bisa berada di sini? Ia pernah berkata
kepadaku bahwa sepanjang hidupnya ia akan selalu membenci diriku,
lebih baik aku tak usah bertemu muka dengan dirinya saja..."
Berpikir sampai di situ dia pun segera ambil keputusan untuk
angkat kaki dari situ, badannya buru-buru berputar dan siap
meninggalkan tempat itu.
Siapa tahu angin dingin berhembus lewat, It-boen Pit Giok
dengan wajah penuh kegusaran telah berdiri tegak menghadang jalan
perginya.
"Apakah kau tidak sudi bertemu dengan aku?" teriaknya dengan
nada ketus.
"Tidak...! Siapa yang bilang?"
Sekilas rasa sedih dan murung berkelebat lewat di dalam biji
matanya yang jeli, kemudian sambil tertawa dingin serunya kembali :
"Huuuh! Setiap kali kau selalu berusaha untuk menghindari
diriku, kau anggap aku benar-benar tidak tahu siapakah yang
sebenarnya kau pikirkan terus? Tentu saja kami gadis-gadis liar dari
508
IMAM TANPA BAYANGAN II
luar lautan tidak akan sehalus dan setulus hati seperti orang lain yang
mempertaruhkan jiwa dan raga untuk mendapatkan obat mujarab
guna mengobati sang kekasih tercinta..."
"Eeeei... eeeei... siap yang kau maksudkan?" tanya Pek In Hoei
melengak.
Rupanya It-boen Pit Giok merasa amat gusar sekali, dengan
wajah berangut serunya kembali :
"Begitu cepat kau telah melupakan orang itu. Hmmm! Itu
menandakan bahwa kau adalah seorang laki-laki yang tak berbudi,
seorang lelaki tak berperasaan dan berhati kejam, aku ikut menyesal
bagi jerih payah Wie Chin Siang, kenapa ia begitu sudi bersikap baik
terhadap dirimu..."
Ucapan ini terlalu tajam bagi pendengaran Pek In Hoei, sedikit
banyak ia dibikin marah juga mendengar perkataan itu.
"Kau jangan ngaco belo yang tidak keruan di sini..." teriaknya.
******
Bagian 25
PLOOOOK!!
Kehadiran It-boen Pit Giok di tempat itu pada hari tersebut
rupanya memang ada maksud untuk menghina dan mempermalukan
diri Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin, mendadak dia
ayunkan telapak tangannya dan menghadiahkan tempelengan yang
cukup keras ke atas wajah si anak muda she Pek itu.
Pek In Hoei melongo dan berdiri menjublak, ia sama sekali tidak
menghindarkan diri dari tabokan tersebut. Ketika telapak lawan
bersarang di atas pipinya segera terasalah panas, linu dan sakit, sebuah
bekas telapak tangan yang merah dan sebab tertera nyata di ats pipinya
yang putih.
"Kau... kau... mengapa kau tidak menghindar..." bisik It-boen Pit
Giok kemudian dengan suara gemetar.
509
Saduran TJAN ID
510
IMAM TANPA BAYANGAN II
511
Saduran TJAN ID
512
IMAM TANPA BAYANGAN II
513
Saduran TJAN ID
514
IMAM TANPA BAYANGAN II
515
Saduran TJAN ID
516
IMAM TANPA BAYANGAN II
517
Saduran TJAN ID
518
IMAM TANPA BAYANGAN II
519
Saduran TJAN ID
pernah menjumpai kejadian apa pun di tempat ini, sungguh tak nyana
di dalam perjalanan kami hendak mengirim hadiah telah bertemu
dengan kalian... Hmm! Andaikata ayahku sampai mengetahui akan
kejadian ini, mungkin persoalan tidak akan beres dengan gampang..."
"Sudahlah, lebih baik kau tak usah menggotong keluar nama tua
bangkamu untuk menggertak orang," seru Ouw-yang Gong sambil
ayunkan huncwee gedenya. "Cerminlah dahulu manusia macam
apakah dirimu itu, pantas atau tidak untuk meniup terompet dan
berlagak sok di tempat ini..."
Seolah-olah secara mendadak teringat akan sesuatu, si kakek
konyol itu bertanya lebih jauh :
"Toa Bauw, barang-barang itu hendak kau kirim ke mana?"
Dengan bangga Sak Toa Bauw tertawa keras :
"Kalau telah kuucapkan harap kalian jangan ketakutan hingga
jantung pun rontok, barang-barang ini hendak kami hantar ke
perkampungan Thay Bie San cung untuk dihadiahkan kepada Hoa
Pek Tuo. Setelah kau tahu kalau barang-barang ini milik Hoa Pek
Tuo, aku percaya kau tidak akan berani mempunyai ingatan untuk
membegal kereta ini lagi..."
Dalam anggapannya setelah ia mengucapkan kata-kata tersebut,
si huncwee gede Ouw-yang Gong pasti akan ngeloyor pergi karena
ketakutan. Siapa tahu si kakek konyol itu bukan saja tidak jeri,
sebaliknya malah mendongak dan tertawa terbahak-bahak, sekilas
pandangan hina dan sinis terlintas di atas wajahnya.
"Haaaah... haaaah... haaaah... barang-barang yang dihadiahkan
untuk Hoa Pek Tuo, tentu tidak akan jelek!" serunya.
Bagaikan sedang mengigau, kembali ia bergumam seorang diri :
"Berharga... berharga... pekerjaanku kali ini memang sangat
berharga..."
Dalam pada itu Pek In Hoei yang mendengar perkataan itu air
mukanya segera membeku sementara hatinya bergetar keras, pikirnya
:
520
IMAM TANPA BAYANGAN II
521
Saduran TJAN ID
Jilid 22
SERANGAN adu jiwa semacam ini tepat merupakan jurus
pemecahan dari serangan yang mematikan tersebut, dalam bayangan
Sak Toa Bauw kali Ouw-yang Gong kalau tidak mati pasti akan
terluka parah, kepalan ditonjol keluar segenap kekuatan yang
dimilikinya segera dikerahkan semua.
Siapa tahu kenyataan sama sekali tidak segampang dan
sesederhana apa yang dibayangkan dalam benaknya.
Si huncwee gede Ouw-yang Gong bukan saja merupakan seorang
ahli silat yang sangat berpengalaman, ia pun seorang jago kawakan.
Sewaktu dilihatnya bayangan kepalan disodok mendatang mendadak
ia tundukkan kepalanya ke bawah, sedang huncwee gedenya pada saat
yang bersamaan bagaikan sebatang pit menyodok ke atas.
Kraaak...! terdengar suara benturan yang amat memekakkan
telinga, disusul jeritan ngeri yang menyayatkan hati dari Sak Toa
Bauw menggema di angkasa.
Sekujur badannya secara mendadak jadi tegang dan tak bisa
berkutik, tidak ampun lagi badannya bergelindingan di atas tanah,
sebuah jalan darah penting di atas badannya telah termakan ujung
senjata.
Menyaksikan Sak Toa Bauw roboh terjengkang dia tas tanah,
seorang pria yang lain di atas kereta serta empat pria kekar bersenjata
pedang sama-sama membentak keras, serentak mereka menubruk ke
arah Ouw-yang Gong.
522
IMAM TANPA BAYANGAN II
523
Saduran TJAN ID
524
IMAM TANPA BAYANGAN II
525
Saduran TJAN ID
526
IMAM TANPA BAYANGAN II
Pedang Berdarah Dingin dan untuk sesaat tak tahu apa yang mesti
dikerjakan.
Dengan wajah berat dan serius Pek In Hoei masukkan potongan
kain jubah itu ke dalam sakunya, Sak Toa Bauw yang menyaksikan
kejadian itu jadi cemas bercampur gelisah, mendadak ia meloncat
bangun dari atas tanah sambil teriaknya keras-keras :
"Kau tak boleh ambil pergi benda itu!"
"Kenapa?" sahut Pek In Hoei tertegun. "Benda itu adalah
potongan kain jubah dari ayahku, kenapa aku tak boleh untuk
mengambilnya kembali?..."
Kini sikapnya jauh lebih tenang dan kalem, ia tahu untuk
mengetahui siapakah pembunuh besar sebenarnya yang telah
membinasakan ayahnya, hanya dari mulut Sak Toa Bauw-lah bisa
diketahui, sebab itu ia tak mau bertindak terlalu tergesa-gesa.
"Benda itu adalah titipan dari seorang sahabat," seru Sak Toa
Bauw amat gelisah. "Kalau benda lain yang hilang masih mendingan,
benda itu sesekali tak boleh lenyap dari tanganku, hey, si Jago Pedang
Berdarah Dingin, lebih baik serahkanlah kembali benda itu
kepadaku..."
"Maaf seribu kali maaf, aku harus membawanya pergi..." sahut
Pek In Hoei ketus.
Sembari berkata ia mengerling sekejap ke arah Ouw-yang Gong
si huncwee gede itu, kemudian mereka berdua putar badan dan segera
berlalu dari situ.
"Hey, seperginya kalian berdua, aku mesti kemana untuk
menemukan kalian..." teriak Sak Toa Bauw gusar.
"Hmmm! mencari aku bukanlah suatu pekerjaan yang sulit, di
kota paling depan sana aku bisa berdiam selama beberapa hari..."
Rupanya ia sudah mempunyai rencana lain dalam hatinya, selesai
berkata bersama-sama Ouw-yang Gong segera berlalu dari situ.
Menanti mereka sudah berada di suatu tempat yang jauh dari
pandangan Sak Toa Bauw, si anak muda itu baru berhenti berlari.
527
Saduran TJAN ID
528
IMAM TANPA BAYANGAN II
529
Saduran TJAN ID
530
IMAM TANPA BAYANGAN II
531
Saduran TJAN ID
532
IMAM TANPA BAYANGAN II
533
Saduran TJAN ID
534
IMAM TANPA BAYANGAN II
535
Saduran TJAN ID
536
IMAM TANPA BAYANGAN II
yang cepat dan lenyap dalam sekilas pandang itu dengan cepat
menggetarkan hati Boen Soe-ya.
"Aaaah pedang bagus," serunya memuji. "Sungguh tak nyana
pedang sakti penghancur sang surya bisa muncul di tanganmu..."
Kejadian yang di luar dugaan terlalu banyak di kolong langit,"
jengek Pek In Hoei sambil tertawa dingin. "Sekarang kau semakin tak
pernah mengira kalau aku hendak mencabut jiwa anjingmu, di ujung
pedangku tak pernah kuijinkan korbanku berhasil lolos dalam
keadaan hidup..."
"Hmm, sewaktu ada di kota Lok Swie loohu pernah menjumpai
para jago gagah dari tiga belas keresidenan baik di utara mau pun di
selatan, tapi belum pernah kujumpai manusia terkutuk yang pandai
membual dan jual bacot besar macam dirimu. Heeeeh... heeeeh...
heeeeh... bagus, bagus, sedari munculkan diri belum pernah kutemui
tandingan, semoga saja kepandaian silat yang kau miliki jauh lebih
ampuh belum kali lipat daripada kepandaianmu bersilat lidah, agar
dalam pertarungan nanti tidak sampai mengeewakan hatiku..."
"Kenyataan dengan cepat akan tertera di depan matamu, awas,
aku akan mulai turun tangan..."
Ia tarik napas panjang-panjang, di atas wajahnya yang tampan
mendadak terlintas selapis hawa dingin yang tebal, Pek In Hoei
getarkan pedangnya lurus ke depan, di tengah geletarnya cahaya tajam
di ujung pedang segeralah memancar ke seluruh udara.
Selama berkelana di dalam dunia persilatan Boen Soe-ya sudah
banyak menjumpai musuh tangguh, tapi belum pernah ia temui
seseorang yang sanggup mempergunakan pedangnya hingga sehebat
ini, sadarlah jago tua itu bahwa meskipun usia lawan masih muda tapi
kepandaiannya luar biasa sekali.
Diam-diam hatinya tercekat, menanti cahaya pedang yang dingin
itu sudah meluncur keluar, buru-buru badannya meloncat dan berkelit
ke samping.
537
Saduran TJAN ID
538
IMAM TANPA BAYANGAN II
539
Saduran TJAN ID
Cia Toa Hiong dari benteng Kiem See Poo segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Benteng Kiem See Poo selamanya
hidup di wilayah Lam ciang tanpa ada minat untuk mencari nama atau
berebut kekuasaan di dalam dunia persilatan, tapi baru-baru ini aku
dengar dari orang lain yang mengatakan bahwa kedatanganmu kali ini
di wilayah Lam Ciang, kecuali hendak membangun kembali partai
Thiam cong, kau pun hendak mengusir semua jago yang ada di
wilayah Lam Ciang keluar dari daerah ini. Huuuh... belum pernah
kudengar ada orang yang berani bicara sesumbar ini, cayhe sebagai
salah satu anggota dari para jago di wilayah Lam Ciang, ingin sekali
menyaksikan dan minta pelajaran darimu..."
"Oooh, benarkah ada kejadian seperti ini?" seru si anak muda itu
melongo.
Ia tak tahu berita sensasi ini berasal dari mana tetapi ucapan yang
diutarakan oleh Cia Toa Hiong tak bakal salah lagi, apalagi sengaja
dibuat-buat sendiri, sebagai seorang Poo cu dari benteng Kiem See
Poo dia pasti tidak bohong, semakin tak mungkin mempercayai
ucapan orang lain tanpa disertai oleh dasar alasan yang kuat, hal ini
tentu saja sangat membingungkan Pek In Hoei pribadi.
Setelah menghela napas pikirnya di dalam hati :
"Sebetulnya apa yang sudah terjadi? Baru saja aku datang di
wilayah Lam Ciang dari aman bisa muncul kejadian seperti ini?
Apakah ada orang sengaja hendak merusak nama baikku dan mencari
tenaga gabungan para enghiong yang ada di wilayah ini untuk
mengusir diriku..."
Dalam pada itu ketika Cia Toa Hiong, Poo cu dari benteng Kiem
See Poo menyaksikan Pek In Hoei tetap membungkam dalam seribu
bahasa, segera tertawa dingin, jengeknya :
"Saudara, benarkah ada kejadian seperti ini?"
"Aku tak tahu!"
540
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Eeei... aneh amat, masa urusanmu sendiri pun tidak tahu," seru
Kiem See Poocu setelah tertegun sejenak. "Pek In Hoei, kau bukan
seorang bocah cilik lagi, tak mungkin kau bisa melupakan perbuatan
yang telah kau lakukan sendiri, penghadanganmu terhadap kereta
kawalan Sak Kioe Kong dari perkampungan Sak Kee cung
merupakan perbuatanmu yang pertama di wilayah Lam Ciang dan
merupakan peringatan pula darimu terhadap para jago di wilayah Lam
Ciang..."
"Tutup mulutmu, kau hendak menasehati diriku?" bentak Pek In
Hoei dengan gusar.
Air muka Kiem See Poocu Cia Toa Hiong berubah hebat, serunya
kembali :
"Walaupun aku Cia Toa Hiong bukan seorang manusia yang
tersohor di kolong langit, tetapi wilayah Lam Ciang adalah desa
kelahiranku, demi keutuhan wilayahku ini aku rela turun tangan
bergebrak lebih dahulu dengan dirimu..."
"Ucapanmu memang terlalu tajam, setajam sikapmu terhadap
diriku, bagus, mari kita adu kekuatan..."
Terhadap peristiwa yang muncul secara tiba-tiba ini si anak muda
itu tak habis mengerti bagaimana mengatasinya, tapi setelah kejadian
berlangsung jadi begini dengan cepat pelbagai ingatan pun dibuang
jauh-jauh dari dalam benaknya, pedang segera dihunus dan seluruh
perhatiannya dipusatkan ke atas wajah lawan, siap menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan.
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring
berkumandang datang.
Dengan wajah yang dingin kaku Boen Soe-ya maju ke depan,
tegurnya :
"Pek In Hoei, sungguhkah kau ada niat menjagoi wilayah Lam
Ciang..."
Pek In Hoei tertegun dan tidak menjawab.
"Jadi kau sudah mengakui?" seru Boen Soe-ya lagi.
541
Saduran TJAN ID
542
IMAM TANPA BAYANGAN II
543
Saduran TJAN ID
544
IMAM TANPA BAYANGAN II
545
Saduran TJAN ID
546
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 23
SEAKAN-AKAN mereka berdua mempunyai pikiran yang sama,
masing-masing melancarkan sebuah serangan yang memaksa mundur
Pek In Hoei kemudian loncat keluar dari kalangan.
Pek In Hoei mengejar ke depan, sambil putar pedang, jengeknya
sinis :
"Eeei... kenapa kalian berdua tidak bergebrak lagi?"
Dengan napas terengah-engah Cia Toa Hiong mundur ke
belakang, sahutnya setengah gusar :
"Kesempatan masih banyak, tunggu saja saatnya."
Sementara itu dara muda tadi telah berada di antara mereka
bertiga sambil tertawa cekikikan sambungnya :
"Betul, kesempatan toh masih amat banyak, kenapa mesti cemas
di saat ini..."
Langkah tubuhnya enteng, pinggangnya ramping dengan wajah
yang manja serta senyuman menghiasi ujung bibirnya, kecantikan
wajah yang begini serasi menegunkan hati Pek In Hoei, ternyata ia
terpikat oleh kecantikan wajahnya.
Dalam pada itu setelah mengetahui siapakah yang telah datang,
baik kisp Cia Toa Hiong maupun Boen Soe-ya sama-sama tunjukkan
sikap yang sangat menghormat, setelah memberi hormat sapanya
berbareng :
"Nona Sang Kwan!"
547
Saduran TJAN ID
"Huuuh, kalian dua orang lawan satu orang, apakah tidak terlalu
menjual muka para enghiong dari wilayah Lam Ciang..." sindir Sang
Kwan Cing sinis.
Merah jengah selembar wajah Cia Toa Hiong.
"Tentang soal ini..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... Loohu adalah penduduk kota Kwan
Lok," seru Boen Soe-ya sambil tertawa terbahak-bahak. "Dengan
kalian jago-jago dari wilayah Lam Ciang sama sekali tiada
hubungan..."
"Oooh jadi kalau enghiong dari kota Kwan Lok lantas mencari
kemenangan dengan andalkan jumlah banyak?? Jadi kalau berasal
dari Kwan Lok lantas boleh main kerubutan..."
"Soal ini..." Boen Soe-ya tertegun, untuk beberapa saat lamanya
ia tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah Cia Toa Hiong serta Boen
Soe-ya, kemudian ujarnya pula dengan nada dingin.
"Manusia yang mencari nama dengan jalan paksaan, biasanya
kebanyakan merupakan manusia-manusia berpipi tebal yang tak tahu
malu..."
Bagian 26
MENDENGAR perkataan itu Sang Kwan Cing kerutkan alisnya
setelah mengerling sekejap ke arah pemuda itu serunya dingin :
"Aku menegur mereka bukanlah berarti membantu dirimu,
persoalan ini adalah urusan pribadi kami orang-orang dari wilayah
Lam Ciang, oleh sebab itu lebih baik janganlah bicara yang bukan-
bukan dan kurangi perkataan yang tak berguna daripada mendapat
teguran yang pedas.
Pek In Hoei melongo, ia tak menyangka kalau sikap dara muda
itu jauh bertentangan dengan watak manusia biasa, sebagai seorang
pemuda yang sombong dan tinggi hati tentu saja Pek In Hoei tak mau
mandah ditegur.
548
IMAM TANPA BAYANGAN II
549
Saduran TJAN ID
"Partai Thiam cong selamanya tak akan terhapus dari muka bumi,
sekali pun terhadap tenaga tekanan yang paling dahsyat pun tidak
akan menghalangi perjuangan partai Thiam cong untuk menduduki
posisinya kembali..."
"Huuuh! Posisi apa yang masih dimiliki partai Thiam cong di
dalam wilayah Lam Ciang? Gunung Thiam cong san saja sudah bukan
menjadi milik kalian, buat apa kau bicarakan tentang kebangkitan
partai itu kembali..."
"Hmmm! Direbutnya gunung keramat kalian oleh pihak musuh
sudah merupakan suatu peristiwa yang paling memalukan, tak nyana
kau masih bisa-bisanya untuk dibicarakan kembali..."
"Tutup mulut! bentak Pek In Hoei sangat gusar. "Sekali pun
partai Thiam cong telah runtuh tapi aku Pek In Hoei masih punya
kemampuan untuk menumbuhkan kembali semangat juang partai
kami, aku hendak membangun partai Thiam cong sebagai suatu partai
yang terbesar di langit wilayah sebelah selatan..."
"Aaaai... jadi kalau begitu kau sudah mengambil keputusan untuk
melakukan pertikaian dengan para enghiong dari wilayah Lam
Ciang..." bisik gadis itu sambil menghela napas.
Sekilas cahaya keemas-emasan menembusi langit yang mendung
menyoroti permukaan tanah yang berlumpur, hujan akhirnya berhenti
dan suasana menjadi hening kembali...
Sambil menghela napas panjang Sang Kwan Cing mendongak ke
atas memandang udara yang masih diliputi awan, rambutnya berderai
terhembus angin... tiba-tiba dia alihkan sinar matanya ke arah depan.
Di atas tanah yang berlumpur mendadak berkumandang datang
suara derap kaki kuda yang santer memecahkan kesunyian yang
mencekam seluruh jagad ketika itu.
Sang Kwan Cing tertawa hambar, bisiknya :
"Hek Bin Siuw loo Sak Kioe Kong telah datang..."
Seorang kakek berwajah hitam pekat bagaikan pantat kuali
muncul di paling depan disusul oleh Sak Toa Bauw serta dua orang
550
IMAM TANPA BAYANGAN II
551
Saduran TJAN ID
552
IMAM TANPA BAYANGAN II
553
Saduran TJAN ID
554
IMAM TANPA BAYANGAN II
555
Saduran TJAN ID
556
IMAM TANPA BAYANGAN II
557
Saduran TJAN ID
ada di wilayah Lam Ciang telah mengangkat Sang Kwan Im dari selat
Seng See Kok sebagai pimpinan para jago lainnya.
Terdengar Cia Toa Hiong dari benteng Kiem See Poo tertawa
keras dan menyambung :
"Sedikit pun tidak salah, sedikit pun tidak salah, benteng Kiem
See Poo kami adalah tetangga dari selat Seng See Kok dan setiap kali
kami selalu memperoleh bantuan dari Sang Kwan loo enghiong. Di
dalam wilayah Lam Ciang aku srasa memang tiada partai lain yang
bisa menandingi kehebatan dari selat Seng See Kok..."
Diam-diam si Malaikat Berwajah Hitam mendengus dingin,
pikirnya :
"Cia Toa Hiong! Kau tak usah terlalu menjilat pantat, kau mesti
tahu bahwa perkampungan Sang Kwan Cing kami bukanlah kekuatan
yang boleh kau anggap remeh. Hmm! Tunggu saja setelah urusan di
sini selesai, pertama-tama kaulah yang akan kulabrak lebih dahulu..."
Berpikir sampai di situ ia lantas berpaling ke arah Sang Kwan
Cing dan ujarnya sambil tertawa :
"Nona Sang Kwan, apakah kau menyetujui perkataan loohu?"
"Mengenai soal pimpinan para jago di wilayah Lam Ciang sih
kami tak berani menerimanya," sahut Sang Kwan Cing dengan mata
dingin. "Terutama sekali tindakan Sak toa cungcu di dalam
pertempuran yang secara tiba-tiba mengeluarkan ucapan seperti ini,
sungguh membuat hatiku jadi curiga dan tidak habis mengerti..."
"Nona Sang Kwan kau pun seorang gadis yang cerdik, masa tak
bisa kau tinjau keadaan situasi yang terbentang di depan mata saat
ini?" seru Malaikat Berwajah Hitam sambil menggeleng. "Selat Seng
See Kok sebagai pimpinan para jago yang ada di dalam wilayah Lam
Ciang tentu tak akan berpeluk tangan belaka bukan menghadapi
ambisi pein yang begitu besar dan hendak mengangkang seluruh
wilayah Lam Ciang..."
"Dari mana kau bisa tahu kalau aku hanya berpeluk tangan
belaka?"
558
IMAM TANPA BAYANGAN II
559
Saduran TJAN ID
560
IMAM TANPA BAYANGAN II
561
Saduran TJAN ID
562
IMAM TANPA BAYANGAN II
563
Saduran TJAN ID
564
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sepasang mata Sak Kioe Kong segera berubah jadi merah berapi,
teriaknya keras-keras :
"Aku akan beradu jiwa dengan dirimu!"
Setelah mengetahui bahwa perkampungan Sak Kee cung-nya
dibakar oleh kakek konyol tersebut, orang ini jadi kalap dan nekad, ia
membentak keras dan segera menerjang ke muka sambil melepaskan
serangan-serangan mematikan.
Rupanya si huncwee gede Ouw-yang Gong ada maksud
mempermainkan si Malaikat Berwajah Hitam, melihat ia nekad dan
menerjang secara kalap tanpa terasa segera tertawa terbahak-bahak,
dengan enteng ia menghindar ke samping dan godanya :
"Hey cucu monyet anak jadah... tubrukanmu ini lebih mirip
dengan kucing menangkap tikus... aku lihat lebih baik kau cepat-cepat
sipat telinga pulang ke kandangmu, coba periksa dulu apakah anjing
tua yang tertinggal di rumah sudah terbakar jadi abu atau masih ada
sisa-sisa tulang belulangnya..."
"Bajingan, kau sudah bunuh mati bini tua-ku?... teriak Sak Kioe
Kong semakin gusar.
"Huuuh! Setiap anggota perkampungan Sak Kee cung adalah
manusia-manusia bejat yang pantas dibunuh, seandainya aku si
huncwee gede tidak bermurah hati dan rela melepaskan putra
kesayangan yang terluka itu, mungkin sekarang kau sudah kehilangan
keturunan. Tapi... begini pun ada baiknya, keluarga Sak toh tidak
sampai putus turunan, ayoh kau berterima kasih dulu kepadaku."
Dalam keadaan bingung, sedih bercampur marah, serangan-
serangan yang dilancarkan si Malaikat Berwajah Hitam sudah tidak
menuruti aturan, sekalipun gencar dan amat dahsyat tetapi terdapat
banyak titik kelemahannya. Ouw-yang Gong sendiri tiada maksud
untuk beradu jiwa, maka sambil lancarkan serangan untuk memaksa
Sak Kioe Kong melindungi keselamatannya ia mengolok-olok lagi
musuhnya agar bertambah kalap.
565
Saduran TJAN ID
566
IMAM TANPA BAYANGAN II
567
Saduran TJAN ID
568
IMAM TANPA BAYANGAN II
569
Saduran TJAN ID
"Tutup mulutmu!" maki gadis she Sang Kwan itu dengan suara
ketus. "Aku tidak bertanya kepadamu, harap kau segera
mengundurkan diri dari sini..."
Sak Kioe Kong tidak menduga kalau ia bakal disemprot oleh
Sang Kwan Cing di hadapan orang banyak tetapi dengan wataknya
yang licik berada dalam keadaan yang serba kikuk ia segera tertawa
terbahak-bahak dan masuk kembali ke dalam gerombolan manusia.
Tiba-tiba... dari luar selat Seng See Kok berkumandang datang
suara derap kaki kuda yang nyaring, suara itu mengalun di tengah
angkasa yang gelap dan mengetuk hati setiap jago, air muka orang-
orang itu segera berubah jadi tegang.
"Dia sudah datang!" Sang Kwan Cing segera berseru. "Harap
kalian semua mengeluarkan tanda kebesaran perguruan kalian
masing-masing."
Begitu selesai berkata ia mengeluarkan terlebih dahulu sebuah
panji kecil yang bersulamkan huruf 'Seng See Kok' dan ditancapkan
ke atas tanah.
Partai lain buru-buru mengeluarkan pula tanda kebesaran mereka
dan menancapkan di belakang panji kecil dari selat Seng See Kok tadi.
Suara derap kaki kuda kedengaran makin lama semakin nyaring,
di bawah sorot cahaya rembulan tampaklah dua ekor kuda berjalan
mendekat, di atas punggung kuda tadi duduklah Pek In Hoei serta
Ouw-yang Gong dengan sikap yang agung.
Pek In Hoei masih tetap mengenakan pakaiannya semula, dengan
pedang tersoren di punggung dan wajah yang keren ia sapu wajah
setiap orang dalam selat itu dengan tajam, lalu tertawa hambar dan
menganggukkan kepalanya sebagai tanda menyapa.
Ouw-yang Gong sendiri sambil duduk bersila di atas kudanya,
sepasang mata dipejamkan rapat-rapat, huncwee yang berada di
dalam genggamannya dihisap berulang kali... sikapnya jumawa dan
sama sekali tidak memandang sekejap pun ke arah orang-orang di
sekitarnya.
570
IMAM TANPA BAYANGAN II
571
Saduran TJAN ID
572
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 24
"LOOHU adalah Khong Kie dari benteng Han Sim poo, mungkin kau
pernah mendengar namaku bukan?"
"Tidak tahu!" sahut Pek In Hoei sambil gelengkan kepalanya.
"Aku tidak kenal namamu itu... perguruan dalam rimba persilatan
terlalu banyak, mana aku bisa mengingat satu per satu... lagi pula
kebanyakan jago yang kutemui sebagian besar adalah manusia yang
bernama kosong belaka, sungguh membuat hati jadi kecewa."
Hampir saja Han Sim Poocu Kheng Kie muntah darah segar
saking gusarnya setelah mendengar ia dihina habis-habisan oleh pihak
lawan di hadapan para jago Bu lim, sekujur tubuhnya gemetar keras
teriaknya :
"Bajingan cilik, sampai di mana sih kepandaian silat yang kau
miliki sehingga begitu berani tak pandang sebelah mata pun terhadap
orang kangouw? Tahukah kau bahwa kedudukan loohu di wilayah
selatan..."
"Huuuh apa yang kukatakan adalah suatu kenyataan, dewasa ini
manusia macam dirimu tidak lebih hanyalah manusia..."
"Bangsat cilik, loohu akan menjajal lebih dahulu sampai di
manakah kelihayanmu..." jerit Han Sim Poocu Kheng Kie dengan
mata melotot.
Saking gusarnya seluruh badannya gemetar keras, sambil
menyeret sebuah toya baja dan dengan langkah kaki yang mantap ia
maju mendekati si anak muda itu.
573
Saduran TJAN ID
574
IMAM TANPA BAYANGAN II
575
Saduran TJAN ID
576
IMAM TANPA BAYANGAN II
577
Saduran TJAN ID
578
IMAM TANPA BAYANGAN II
579
Saduran TJAN ID
580
IMAM TANPA BAYANGAN II
jago muncul seorang kakek tua yang tinggi besar, sebuah gendawa
besar tergantung pada punggungnya, sikap serta gerak geriknya
sangat gagah...
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah orang itu dengan pandangan
sinis, lalu sambil tertawa dingin jengeknya :
"Mampukah kau?"
Leng Cian Poocu Ku Lip melengak, air mukanya segera berubah,
sebagai seorang jago yang tersohor dalam dunia persilatan belum
pernah ia jumpai manusia yang begitu pandang hina terhadap dirinya,
dalam gusarnya ia segera mendongak dan tertawa keras.
"Bajingan cilik, kau terlalu tidak pandang sebelah mata terhadap
diriku..."
Ia loloskan gendewa besar yang tergantung di punggungnya lalu
cabut keluar sebatang panah panjang berbulu emas, setelah dipasang...
Sreet, anak panah itu dibidikkan ke atas sebuah batu cadas.
"Blaaam... hancuran batu bermuncratan di angkasa, di tengah
percikan bunga api tampaklah anak panah itu menembusi batu cadas
tersebut hingga tinggal bulunya saja yang tersisa di luar.
Dalam hati Pek In Hoei merasa tercekat, ia tak mengira kalau
orang ini memiliki tenaga murni yang begitu hebat, dalam sekali
bidikan sanggup menembusi batu cadas yang begitu keras.
Dengan andalkan kekuatan semacam ini, ia merasa bahwa
musuhnya yang satu ini tak boleh dipandang remeh.
"Sungguh luar biasa, sungguh luar biasa....!" serunya memuji,
setelah merandek sejenak tambahnya, "sayang kau cuma mampu
membidik mati seekor semut."
Ketika kedengarannya pihak musuh memuji kehebatannya Leng
Cian Poocu Ku Lip merasa amat bangga dan gengsinya terasa ikut
menanjak naik, siapa tahu Ouw-yang Gong telah menambahi ddg
mengatakan bahwa ia cuma mampu membidik mati seekor semut,
hawa amarahnya segera berkobar.
Dengan penuh kegusaran teriaknya :
581
Saduran TJAN ID
"Ular asap tua, kau tak usah menyindir orang dengan perkataan
yang tak sedap didengar, asal kau mampu untuk menirukan gerakanku
tadi maka benteng Leng Cian Poo ku akan kuserahkan kepadamu
tanpa syarat..."
"Huuuh... kau pengin ajak aku si ular asap tua bergurau?? Mari
biar kusuruh kau rasakan dulu ikan Lee hi goreng..."
Ia hisap huncweenya dalam-dalam kemudian secara tiba-tiba
melentikkan kobaran api yang membara ke arah tubuh Ku Lip.
Percikan api segera berkobar jadi besar dan membakar wajah
Leng Cian Poocu, membuat jago tua itu berkaok-kaok kesakitan dan
memaki musuhnya kalang kabut.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagaimana rasanya gorengan ikan
Leehi ini???" ejek Ouw-yang Gong sambil tertawa tergelak.
Seluruh wajah Leng Cian Poocu Ku Lip kotor oleh abu tembakau,
ujung bibirnya bengkak dan muncul gelembung-gelembung air, ia
meraung keras, dicabutnya sebatang anak panah lalu dipasang di atas
gendewanya.
"Hey ular asap tua, kau cobalah permainan membidik semutku
ini..."
Ku Lip tarik gendewanya keras-keras kemudian membidikkan
anak panah tadi mengarah tubuh Ouw-yang Gong.
Terhadap datangnya ancaman si kakek konyol itu sama sekali
tidak menggubris, bahkan ia malah menyulut tembakau baru di atas
huncweenya.
Sreet...! diiringi suara desiran tajam anak panah itu meluncur ke
depan bagaikan sambaran kilat.
Ouw-yang Gong tertawa terkekeh-kekeh, ditunggunya sampai
anak panah itu hampir mengenai tubuhnya, tiba-tiba huncwee dalam
genggamannya ditutulkan ke atas ujung anak panah itu.
"Kraaak...!" diiringi bentrokan nyaring anak panah itu tergetar
patah jadi dua bagian.
582
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 27
DALAM pada itu dengan pandangan dingin Pek In Hoei menyapu
sekejap wajah para jago yang hadir di tempat itu dan akhirnya
berhenti di atas wajah Sang Kwan Cing, jengeknya :
"Benarkah di wilayah selatan sama sekali tidak ada orang
pandai?"
Sekujur badan Sang Kwan Cing bergetar keras, ia merasa dari
balik sorot mata pemuda itu memancar keluar suatu kekuatan yang
aneh, ia melengos ke samping dan menyahut dengan nada dingin :
"Sebentar lagi kau akan tahu apa yang sebenarnya kami miliki,
mungkin saat ini kau merasa bangga tapi sesaat lagi mungkin kau
akan mengetahui bahwa kelihayan daripada enghiong di wilayah
selatan jauh melebihi apa yang kau bayangkan sekarang..."
"Hmmm..." Leng Cian Poocu Ku Lip sambil putar gendewa
besarnya meloncat bangun dari atas tanah. "Pek In Hoei, kau masih
belum bergebrak melawan aku orang she Ku."
Orang ini benar-benar tak tahu diri, bahkan menantang si jago
pedang berdarah dingin untuk bertempur.
Perlahan-lahan Pek In Hoei menoleh, tanyanya :
"Apakah kau hendak menantang aku untuk beradu ilmu
memanah?"
"Hmmm! Omong kosong, aku ingin menantang dirimu untuk
bertempur ilmu pedang penghancur sang surya..."
583
Saduran TJAN ID
584
IMAM TANPA BAYANGAN II
585
Saduran TJAN ID
waduh! Kalau aku tak punya lidah bisa jadi aku si ular asap tua jadi
seorang bangsat bisu..."
Tingkah lakunya yang kocak membuat para jago tak dapat
menahan rasa gelinya dan tertawa terbahak-bahak sampai Sang Kwan
Cing sendiri yang berwajah adem pun segera tersungging satu
senyuman.
"Siapa sih nenek moyangmu..." hardiknya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... anak monyet cucu kura-kura, kau
berani mengaku sebagai nenek moyangku..."
"Makhluk tua yang bermulut rongsok, hati-hati kalau kuhajar
mulutmu sampai gepeng!"
"Ouw-yang Gong masih ingin membanyol lebih jauh, tiba-tiba ia
lihat Pek In Hoei mengerdipkan matanya ke arahnya, cepat-cepat ia
membungkam mengundurkan diri.
"Siapa lagi yang hendak memberi petunjuk kepadaku?" seru si
anak muda itu kemudian setelah tarik napas dalam-dalam.
Setelah menyaksikan pemuda itu secara beruntun mengalahkan
dua jago lihay, sebagian besar para jago yang hadir di tempat itu sudah
merasa jeri, mereka semua tahu bahwa di situ kecuali Sang Kwan
Cing seorang siapa pun bukan tandingan dari si Jago Pedang Berdarah
Dingin itu.
Tetapi benarkah di antara begitu banyak jago yang hadir di situ,
tak seorang pun yang berani menghadapi tantangan dari Pek In Hoei?
Andaikan kejadian ini benar-benar terjadi maka peristiwa tersebut
benar-benar merupakan suatu kejadian yang sangat memalukan.
Maka dari para jago yang hadir dalam kalangan segera saling
berpandangan tanpa seorang pun berani tampil ke depan, sinar mata
semua orang secara tidak sadar sama-sama dialihkan ke arah wajah
Sang Kwan Cing...
Pek In Hoei tertawa dingin, serunya :
"Apakah tak seorang pun yang berani keluar? Hmm, baiklah,
terpaksa aku harus memilih satu per satu..."
586
IMAM TANPA BAYANGAN II
587
Saduran TJAN ID
588
IMAM TANPA BAYANGAN II
589
Saduran TJAN ID
bermusuhan dengan selat Seng See Kok dan selat Leng In Kok secara
beruntun, sebagai seorang jago yang cerdik tentu saja ia tak
mempunyai keberanian itu.
Setelah berpikir sebentar, akhirnya ia tarik kembali toyanya dan
mengundurkan diri dari situ sambil melotot sekejap ke arah Seng
Kong dengan pandangan penuh kebencian.
"Setelah urusan di sini selesai, aku Seng Kong pertama-tama
yang akan berkunjung ke benteng Han Sim Poo untuk minta maaf..."
seru jago dari selat Leng In Kok itu dengan dingin.
Khong Kie mendengus berat.
"Hmmm! Bagus sekali, sampai waktunya aku pasti akan
menyambut kedatangan Seng jie ko..."
Ia seret toyanya maju dua langkah ke depan dan serunya kembali
:
"Nona Sang Kwan, aku ingin mohon diri lebih dahulu."
"Begitu pun boleh juga," jawab Sang Kwan Cing sambil tertawa
ewa. "Semakin banyak orang di sini malah semakin banyak urusan
yang terjadi..."
Khong Kie jadi amat mendendam sampai dia mesti gertak
giginya kencang untuk menahan emosi dalam dadanya, dalam hati ia
menyumpah :
"Budak setan, suatu hari aku pasti akan suruh kau rasakan
kelihayan dari aku orang she Khong..."
Ia tertawa dingin, sambil menyeret toyanya ia melotot sekejap ke
arah Pek In Hoei, kali ini rasa bencinya lebih tebal seakan-akan
berhadapan dengan musuh besarnya saja, sambil tertawa seram
serunya :
"Pek In Hoei, urusan di antara kita lebih baik dibicarakan lain hari
saja..."
"Hmmm! Sungguh bagus rejekimu hari ini, di tengah jalan ada
orang yang mewakili dirimu..." ejek Pek In Hoei.
590
IMAM TANPA BAYANGAN II
591
Saduran TJAN ID
592
IMAM TANPA BAYANGAN II
Kali ini si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tak berani
bertindak gegabah, ia terkesiap dan menyadari bahwa dirinya telah
bertemu dengan jago yang sungguh lihay.
"Ehmmm! Kau memang lebih hebat kalau dibandingkan dengan
yang lain cuma sayang kemantapan hatimu masih belum cukup!"
"Dari mana kau bisa tahu?"
Sekali Pek In Hoei terkesiap, ia tak mengira kalau orang itu
sangat tenang, segera timbul niatnya untuk menggusarkan pihak
lawan, sambil mencibirkan bibirnya ia segera berseru :
"Napsu berangasanmu masih menguasai hati, pedangmu terlalu
enteng dan tidak mantap, hal ini menunjukkan bahwa kau cuma
mendapat sedikit kulitnya saja dari inti sari ilmu pedang maka itu aku
bilang bahwa saat ini kau belum pantas menggunakan pedang,
berlatihlah lebih dulu kepandaian itu matang-matang..."
Seng Kong terkesiap, ia merasa dibalik ucapan lawannya
mengandung arti yang mendalam. Dengan hati sangsi ujung
pedangnya segera diperiksa, sedikit pun tidak salah ia lihat senjatanya
agak gemetar dan tidak mantap...
Hatinya jadi terkesiap, teriaknya dengan hati gusar :
"Kau jangan omong kosong!"
Pedangnya digetarkan dan laksana kilat melancarkan tiga buah
serangan berantai yang secara terpisah menusuk tiga bagian tubuh Pek
In Hoei, gerakan itu dilakukan sangat cepat membuat wakil dari
pelbagai partai yang berada di sekeliling tempat itu bersorak memuji.
Pek In Hoei gerakkan kakinya ke samping, jengeknya :
"Hmmm! Kematian sudah di ambang pintu, kau masih saja
berkeras kepala..."
Tiba-tiba terasa sekilas cahaya perak yang amat menyilaukan
mata memancar di udara, cahaya pedang amat dingin itu segera
memaksa Seng Kong untuk mundur dua langkah ke belakang.
"Apakah pedang itu adalah pedang mestika penghancur sang
surya?..." tanya Seng Kong dengan hati bergidik.
593
Saduran TJAN ID
594
IMAM TANPA BAYANGAN II
595
Saduran TJAN ID
596
IMAM TANPA BAYANGAN II
597
Saduran TJAN ID
598
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 25
KESEMPATAN itu digunakan Ouw-yang Gong mencabut jenggot
laki-laki itu dan lari.
Pria itu gusar, cepat ia mengejar.
Ouw-yang Gong sambil lari menoleh ke belakang, ketika melihat
pria aneh itu mengejar ia jadi takut dan sukmanya serasa melayang
tinggalkan raganya. Tapi sebagai seorang cerdik dengan cepat ia
mendapat akal, sambil menoleh serunya :
"Kau tak boleh memukul aku!"
"Kenapa??" tanya pria itu sambil berhenti.
Sambil tunjukkan segenggam jenggot di tangannya Ouw-yang
Gong tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau kau tidak punya jenggot
bagaimana caranya pergi menghadap raja Akhirat?? Giam Ong
berkata bahwa jenggot adalah sumber kehidupan yang diberikan
orang tuamu dan tinggalan nenek moyangmu; hanya orang yang
berjenggotlah yang pantas jadi orang tua...
Pria kekar itu tundukkan kepala berpikir sebentar lalu jawabnya :
"Ehmm, ucapmu memang masuk di akal, aku tidak memukul
dirimu lagi..."
Para wakil dari jago-jago selatan tak seorang pun yang kenali
siapakah pria kekar itu, melihat orang tersebut dipermainkan oleh
Ouw-yang Gong secara habis-habisan, dalam hati mereka merasa
amat geli.
599
Saduran TJAN ID
Sementara itu Sang Kwan Cing dengan wajah serius telah maju
ke depan, tegurnya :
"Toako ini, ada urusan apa kau kunjungi selat Seng See Kok
kami?"
Pria kekar itu melotot sekejap ke arah gadis itu, lalu menjawab :
"Aku tak mau beritahukan kepadamu, suhu sering bilang bahwa
kaum wanita tak seorang pun yang merupakan manusia baik, lidahnya
paling panjang dan sepatah kata bisa ditarik menjadi sepuluh li..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... betul, anggapanmu memang tepat
sekali," sambung Ouw-yang Gong sambil tertawa tergelak, "lidah
kaum wanita lebih panjang daripada lidah setan gantung...Hiiih...
kalau lidahnya menjulur terus di tepi bibir, setiap hari tentu akan
menakutkan orang yang melihat... engkoh cilik! Perkataanmu
memang betul, jangan kau dekati kaum perempuan nanti darahmu
bisa dihisap dan kepalamu bisa dililit oleh lidahnya..."
Sang Kwan Cing jadi sangat mendongkol sehingga hampir saja
ia muntah darah segar, dengan gusar teriaknya :
"Hey ular asap tua, kalau kau ngaco belo lagi, jangan salahkan
kalau aku tak akan berlaku sungkan lagi terhadap dirimu."
Ouw-yang Gong pura-pura berlagak pilon, seolah-olah tidak
pernah mendengar ucapan itu, ia julurkan lidahnya dan bertanya
kepada pria kekar tadi :
"Engkoh cilik, siapa sih namamu??"
"Soen Put Jie!" jawab pria itu setelah berpikir sebentar.
"Bagus!" seru Ouw-yang Gong sambil acungkan jempolnya.
"Jadi oncu memang tak boleh pakai dua she, namamu bagus sekali..."
Ouw-yang Gong adalah seorang manusia yang cerdik, setelah
menyaksikan kelihayan tenaga sakti orang itu ditambah pula
kemunculannya yang secara tiba-tiba, ia tahu bahwa kehadiran orang
ini pasti hendak menyusahkan Pek In Hoei, maka dari sakunya ia
segera ambil keluar kelereng kaca yang berhasil didapatkan dari
600
IMAM TANPA BAYANGAN II
601
Saduran TJAN ID
602
IMAM TANPA BAYANGAN II
603
Saduran TJAN ID
604
IMAM TANPA BAYANGAN II
605
Saduran TJAN ID
jurus maka semua partai yang ada di wilayah Lam Ciang akan
mengundurkan diri ke dalam keresidenan In Lam, selamanya tak akan
menginjakkan kaki di wilayah selatan lagi. Coba lihatlah bagaimana
dengan cara ini?"
"Hmmmm! Aku rasa kau belum tentu sanggup untuk mewakili
mereka?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... itu soal gampang!" Sinar matanya
menyapu sekejap para wakil seluruh padri, lalu tegurnya :
"Sampai di manakah kelihayannya ilmu silat yang dimiliki si
Jago Pedang Berdarah Dingin aku rasa kalian sudah melihatnya
sendiri, dapatkah kalian menangkan dirinya aku percaya bahwa dalam
hati kalian mengerti jelas, sekarang adalah saat bagi kalian untuk
menentukan nasib, bagaimana seandainya aku orang she Toan
mewakili seluruh partai dalam wilayah selatan untuk bertanding
melawan dirinya..."
Semua jago yang hadir di situ mengetahui bahwa ilmu silat yang
dimiliki Toan Hong ya tiada tandingnya di kolong langit, asal ia suka
tampil ke depan maka urusan pasti akan beres.
"Maka tanpa terasa semua orang segera berseru :
"Baik, Toan Hong ya! Kami titipkan tugas berat ini kepadamu..."
Waktu itu hanya Sang Kwan Cing dari selat Seng See Kok saja
yang nampak murung dan tidak senang hati, dengan alis berkerut ia
segera melangkah maju ke depan.
"Apakah kau tidak setuju?" tegur Toan Hong ya tertegun. "Aku
tahu bahwa ayahmu selamanya tinggi hati dan tak mau tunduk kepada
aku orang she Toan. Hmmm... Hmmm... urusan sudah lewat begitu
lama, apakah dia masih belum dapat melupakan akan kekalahannya
di tangan aku orang she Toan..."
"Apa? Ayahku pernah kalah di tanganmu?" seru Sang Kwan Cing
dengan wajah berubah hebat. "Aku belum pernah mendengar akan
cerita kau ini..."
606
IMAM TANPA BAYANGAN II
607
Saduran TJAN ID
608
IMAM TANPA BAYANGAN II
609
Saduran TJAN ID
610
IMAM TANPA BAYANGAN II
611
Saduran TJAN ID
612
IMAM TANPA BAYANGAN II
613
Saduran TJAN ID
614
IMAM TANPA BAYANGAN II
615
Saduran TJAN ID
tutup mulut luka itu dengan tangan kanan lalu dibubuhi selapis serbuk
halus untuk menghentikan pendarahan.
Sekujur badan si anak muda itu bergetar keras setelah ia jatuh tak
sadarkan diri.
"Ayah... kenapa kau?" mendadak Sang Kwan Cing menjerit
kaget.
Air muka Sang Kwan In berubah hebat, sekujur tubuhnya
gemetar keras dan ia mengeluh penuh penderitaan, dicekalnya gagang
pisau belati itu lalu ditatap tajam-tajam, gumamnya dengan suara
gemetar :
"Thian Seng See... Thian Seng See."
"Ayah, apa yang kau maksudkan dengan pasir bintang langit itu?"
jerit sang dara.
Sang Kwan In tertawa getir :
"Sungguh keji hati Toan Hong ya, ia tahu bahwa aku telah
berhasil meyakini ilmu cakar Jit Ciat Jiau, itu berarti ia tak akan bisa
menandingi diriku lagi, maka di atas gagang pisau belati itu ditaburi
dengan selapis serbuk beracun yang berasal dari wilayah See Ih...
meskipun serbuk pasir bintang langit ini tidak sampai mematikan
diriku, tapi benda beracun itu membuat aku tak bisa berlatih silat
paling telat selama tiga tahun, padahal janji kami untuk berduel
tinggal satu tahun..."
"Ooooh, jadi ayah telah berjanji untuk duel dengan Toan Hong
ya setahun kemudian..."
"Aaaai...!" Sang Kwan In menghela napas sedih, "ayahmu telah
beberapa kali bertempur melawan tanpa berhasil menentukan siapa
menang siapa kalah, oleh sebab itu setiap lima tahun kami bertanding
satu kali, sekarang waktunya hingga hari pertandingan itu tinggal
setahun, sungguh tak nyana ia telah menggunakan cara yang begini
rendah untuk membokong diriku..."
616
IMAM TANPA BAYANGAN II
617
Saduran TJAN ID
Kiranya ke-empat orang kakek tua itu adalah anak murid dari Cia
Ceng Gak, murid tertua Lio Heng, murid ke-dua Tan Po Ceng, murid
ke-tiga Gan Hay Beng serta murid ke-empat Tiong Yan.
Berhubung Sang Kwan In pernah menyelamatkan jiwa guru
mereka Cia Ceng Gak, maka sejak suhunya itu lenyap tak berbekas,
mereka segera menggabungkan diri dengan pihak Seng See Kok
sambil secara diam-diam mengadakan penyelidikan atas kematian
guru mereka.
Setelah partai Thiam cong terbasmi dari muka bumi, ke-empat
orang ini merasakan tenaga bantuan yang mereka butuhkan semakin
minim ditambah pula sebab-sebab kematian Cia Ceng Gak belum
ketahuan, terpaksa sambil menahan diri, mereka bersembunyi di
dalam selat Seng See Kok, setiap kali ada waktu luang segera
digunakan oleh beberapa orang itu untuk membicarakan soal
pembalasan dendam.
Kali ini Pek In Hoei muncul di wilayah selatan sambil menentang
para partai persilatan yang ada di sekitar situ untuk bertemu di dalam
selat Seng See Kok, Sang Kwan In merasa inilah kesempatan baik
untuk mengadakan hubungan dengan si anak muda ini maka di situlah
suatu rencana untuk mendatangkan pemuda itu di dalam selatnya.
Dalam pada itu, ke-empat orang tua tadi telah jatuhkan diri
berlutut dan menjalani penghormatan besar setelah menjumpai
pedang sakti penghancur sang surya.
"Kok cu!" terdengar Tiong Yan bertanya, "Benarkah Pek In Hoei
adalah putra Pek Tiang Hong susiok kecil kami..."
"Sedikit pun tidak salah," sahut Sang Kwan In membenarkan,
"sejak partai Thiam cong dibasmi orang, hanya dia seorang yang
bersumpah untuk membalas dendam sakit hati itu, Pek Tiang Hong
bisa mempunyai seorang putra macam dia, arwahnya di alam baka
pun bisa beristirahat dengan tenang..."
Pada saat itulah tiba-tiba dari tempat kejauhan berkumandang
datang suara suitan panjang yang tinggi melengking, suitan itu
618
IMAM TANPA BAYANGAN II
619
Saduran TJAN ID
620
IMAM TANPA BAYANGAN II
621
Saduran TJAN ID
Bagian 28
TOAN HONG YA setelah mendapat laporan mengenai peristiwa ini
jadi amat gusar, diam-diam ia mendendam terhadap diri Sang Kwan
In yang telah menghancurkan rencana besarnya, sedangkan Liuw
Koei hui membenci karena orang itu telah melarikan kekasihnya.
Dalam keadaan sedih bercampur dendam berangkatlah
perempuan ini tinggalkan istana untuk mencari jejak Cia Ceng Gak,
siapa tahu jago pedang ini telah insyaf akan kesalahannya, setiap kali
622
IMAM TANPA BAYANGAN II
623
Saduran TJAN ID
624
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 26
LENGAN kiri dan kanan dipentang berbareng sambil melancarkan
dua pukulan gencar, Gan Hay Beng serta Liok Hong segera
merasakan sekujur tubuhnya gemetar, mereka terhajar sampai
mundur dua tindak ke belakang.
Tiong Yan meraung gusar, teriaknya :
"Datang-datang kau lantas menganiaya Sang Kwan kongcu,
sebenarnya apa maksudmu..."
Terdorong oleh angin pukulan yang sangat berat Liuw Koei hui
terdesak mundur satu langkah ke belakang, hatinya tercengang, ia tak
tahu apa sebabnya ilmu silat yang dimiliki Tiong Yan jauh lebih lihay
daripada tiga orang kakek yang lain.
Haruslah diketahui ketika ke-empat orang kakek itu sedang
belajar ilmu silat dahulu, Cia Ceng Gak mendidiknya secara dari
bawah menuju ke atas, makin kecil semakin sempurna tenaga
dalamnya. Tiong Yan adalah murid yang paling disayang di antara ke-
empat orang itu, lagi pula dia paling rajin berlatih, maka dari itu
kepandaian silatnya jauh lebih hebat setengah tingkat daripada yang
lain.
Sementara itu Liuw Koei hui mencak-mencak karena kegusaran,
teriaknya :
"Bagus sekali, kalian orang-orang dari partai Thiam cong pun
hendak menganiaya diriku..."
625
Saduran TJAN ID
626
IMAM TANPA BAYANGAN II
627
Saduran TJAN ID
628
IMAM TANPA BAYANGAN II
memandang siapa pun tahu bahwa pemuda ini baru saja sembuh dari
sakit.
"Siapa kau??" tegur Liuw Koei hui dengan nada tercengang.
"Pek In Hoei!" jawab orang itu sambil tertawa. "Ilmu silat yang
kau miliki mirip sekali dengan kepandaian yang dimiliki Toan Hong
ya..."
Dalam pada itu air muka Liuw Koei hui berubah hebat, ia
bergumam seorang diri :
"Pedang penghancur sang surya... pedang penghancur sang
surya...pedang itu miliki Cia long ku!"
Sejak munculnya pedang mestika itu, wajah Liuw Koei hui
berubah hebat bibirnya jadi pucat pias sementara air mata jatuh
bercucuran membasahi pipinya, ia merintih penuh penderitaan,
rambutnya berdiri kaku bagaikan jarum.
Dengan wajah murung bercampur sedih ia maju selangkah ke
depan, teriaknya keras :
"Kekasih Cia... Kekasih Cia... pedangmu..." mendadak ia
berteriak kalap, "pedang itu milik kekasih Cia, Pek In Hoei! Dari
mana kau dapatkan pedang itu?"
Pek In Hoei tertegun, dengan pandangan tercengang ditatapnya
wajah Liuw Koei hui yang sinting dan tidak waras otaknya itu,
kemudian jawabnya dingin :
"Pedang itu milik Su-couw-ku!"
"Sekarang... sekarang dia berada di mana?" tanya Liuw Koei hui
dengan badan gemetar keras.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tertegun, ia tak
mengira orang itu mengajukan pertanyaan semacam itu, bagaikan
hatinya tergodam oleh martil besar tubuhnya yang kekar gemetar
keras, terbayang kembali pemandangan di kala ia temukan pedang
mestika itu.
629
Saduran TJAN ID
630
IMAM TANPA BAYANGAN II
631
Saduran TJAN ID
"Aku toh istrinya Cia Ceng Gak, masa juga dianggap sebagai
orang luar?..." seru Liuw Koei hui tertegun.
"Aaaa..." Sang Kwan In menghela napas panjang. "Liuw Koei
hui, kenangan manis selama dua puluh tahun telah berlalu bagaikan
impian, yang sudah lalu biarlah lalu, kenapa kau mesti mengenangkan
terus di dalam hati...""Maksudmu aku bukan istrinya Cia Ceng Gak..."
Sang Kwan In menggeleng.
"Cinta kasih yang bukan muncul dari hati yang suci hanya mirip
telaga yang tenang, meskipun sebutir batu bisa mengakibatkan riak
yang keras tapi itu hanya akan berlangsung sebentar saja menjadi
tenang kembali dan kenangan tetap tinggal kenangan, sedikit pun tak
akan meninggalkan bekas apa pun jua!"
"Jadi kalau begitu kau maksudkan Cia long sama sekali tidak
mencintai diriku?" tanya Liuw Koei hui dengan badan gemetar.
Sang Kwan In menghela napas panjang.
"Napsu birahi hanya akan membakar badan, ketika itu Cia Ceng
Gak hanya ingin melampiaskan napsu birahinya belaka, dalam hati
kecilnya benar-benar tiada rasa cinta yang mendasari. Waktu itu
kalian berdua memang tiap hari terjerumus dalam permainan cinta
yang hangat dan mesra tetapi setelah salah satu pihak menemukan
bahwa dirinya sama sekali tidak mencintai pihak lawan, maka
hubungan cinta yang tidak sempurna ini segera akan berantakan..."
Liuw Koei hui terkesiap.
"Aku percaya bahwa aku benar-benar mencintai dirinya, aku rasa
kau tentu mengetahui bukan semua peristiwa dari permulaan hingga
akhirnya??? Aku bisa tergila-gila kepadanya itu membuktikan bahwa
aku betul-betul mencintai dirinya dengan setulus hati..."
"Kau sama sekali tidak mencintai dirinya dengan setulus hati,"
kata Sang Kwan In sambil tertawa getir. "Tapi cintamu muncul karena
kau membutuhkan sesuatu darinya, atau lebih tegasnya lagi kau hanya
membutuhkan birahi! Napsu birahi telah membakar hangus
hatimu,Liuw Koei hui, bukankah ucapanku tidak salah???"
632
IMAM TANPA BAYANGAN II
633
Saduran TJAN ID
634
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Kenapa kau?"
"Aku sudah terkena pasir Thian Seng See, sekarang sudah tak ada
kekuatan untuk bertempur dengan dirimu..."
"Oooh... serbuk pasir Bintang Langit adalah benda milik keluarga
Toan dari negeri Tay li, siapa yang telah menggunakan benda beracun
itu untuk mencelakai dirimu?"
"Toan Hong ya takut aku mengalahkan dirinya dan merebut
kedudukan sebagai jago nomor satu di wilayah selatan, karena itu
secara diam-diam ia telah menggunakan siasat licik untuk
membuyarkan hawa murniku, agar aku tak dapat menggunakan
tenaga dalamku selama tiga tahun..." seru Sang Kwan In dengan
gusar.
Ucapan itu sangat mengejutkan Liuw Koei hui.
"Aaah masa perbuatan Toan Hong ya?" serunya tidak percaya.
"Dia bukanlah manusia semacam itu..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang selama ini
membungkam diri, tiba-tiba mendengus dingin dan berkata :
"Toan Hong ya adalah seorang manusia yang rendah dan tak tahu
malu, ketika bergebrak melawan diriku ia telah mengeluarkan ilmu
berpusingnya yang mana hampir saja merengut selembar jiwaku, aku
tahu tujuan orang ini tidak terletak padaku, pada gagang pisau Han
Giok tersebut telah ia bubuhi selapis serbuk pasir bintang langit yang
tak berwujud dan tak berbau. Waktu itu Sang Kwan Kokcu tidak
siaga, ketika badik tadi dicabut keluar dari badanku, tanpa sadar ia
telah keracunan..."
Dengan pandangan penuh kebencian Liuw Koei hui melotot
sekejap ke arah Pek In Hoei, lalu ejeknya dengan suara dingin :
"Dengan kedudukan apa kau hendak berbicara dengan diriku..."
Pek In Hoei tertegun, kemudian dengan penuh kegusaran
teriaknya :
"Sekalipun kau adalah sahabat sucouwku tapi maaf aku tak dapat
menghormati dirimu lagi. Liuw Koei hui sekarang juga harap kau
635
Saduran TJAN ID
enyah dari sini, kalau tidak jangan salahkan kalau aku tak akan
bersikap sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu..."
"Bocah cilik, kau berani bersikap kurang ajar terhadap diriku..."
hardik Liuw Koei hui penuh kegusaran.
Saking marahnya ikat pinggang yang berada di dalam
genggamannya segera diayun ke muka, sementara telapak kanannya
ditabok ke tubuh musuh.
Dengan tangkas Pek In Hoei meloncat ke samping, pedangnya
berkelebat ke atas lalu membabat di tengah udara.
Dalam pada itu telapak tangan Liuw Koei hui sedang
menyongsong ke muka, melihat ancaman yang datang dari ujung
pedang lawan ia terkesiap, cepat-cepat perempuan itu tarik kembali
tangannya sambil mundur ke belakang.
"Hmmm," Pek In Hoei mendengus dingin. "Rupanya ilmu silat
yang kau miliki cuma begitu saja..."
Meskipun luka parah yang dideritanya belum sehat benar-benar
dan hawa murninya tak berani disalurkan, tetapi ilmu pedang
penghancur sang surya telah dikuasai benar-benar, walau cuma
kebasan yang enteng tetapi mendatangkan kelihayan yang ada di luar
dugaan.
Ilmu silat yang dimiliki Liuw Koei hui memang lihay dan ampuh,
tetapi setelah berjumpa dengan serangan yang begitu mengerikan,
tanpa sadar perempuan ini dibikin kelabakan juga.
Pedang di tangan Pek In Hoei bagaikan seribu ular yang licin
berkelebat maju ke depan di kala tubuh Liuw Koei hui mundur ke
belakang, perempuan ini semakin ketakutan hingga secara beruntun
ia mundur beberapa langkah ke belakang.
Dengan hati tercekat bercampur gusar, Liuw Koei hui
membentak keras :
"Bajingan cilik, kau berani menganiaya diriku..."
Kesadarannya saat itu telah pulih kembali, ia tahu bahwa luka
parah yang diderita Pek In Hoei belum sembuh dan ia tak dapat
636
IMAM TANPA BAYANGAN II
637
Saduran TJAN ID
seketika berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, dengan sinar mata
ketakutan ia melongok keluar ruangan.
"Oooh... Toan Hong ya telah datang!" bisik Liuw Koei hui lirih.
Sedikit pun tidak salah, bersamaan dengan sirapnya gelak tertawa
itu sesosok bayangan manusia muncul di depan pintu, tampak Toan
Hong ya dalam pakaian kebesarannya dengan senyum licik menghiasi
bibirnya selangkah demi selangkah berjalan masuk ke dalam.
Buru-buru Liuw Koei hui jatuhkan diri berlutut di atas tanah,
serunya :
"Yang Mulia ban swie... ban ban swie."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, rupanya kau masih belum
melupakan diriku," ujar Toan Hong ya sambil tertawa tergelak.
"Budi kebaikan Yang Mulia kepada kau yang rendah sudah
banyak tak terhingga, mana berani hamba melupakan diri Yang
Mulia..."
"Ehmm, kau boleh bangkit berdiri!"
"Terima kasih Yang Mulia!" sahut Liuw Koei hui sambil bangkit
berdiri, dengan tangan lurus ke bawah dan kepala tertunduk ia mundur
ke samping.
Haruslah diketahui meski negeri Tay li punya nama tak
berkekuasaan, tapi peraturan dalam keluarga Toan amat ketat,
hubungan antara junjungan dengan bawahan masih dipertahankan
hingga kini. Sekali pun Liuw Koei hui ketika itu telah bebas dari
belenggu keraton, namun setelah kemunculan Toan Hong ya di situ,
tanpa sadar ia pun memberi penghormatan sebagaimana layaknya.
Dalam pada itu Toan Hong ya telah melirik ke arah Liuw Koei
hui, lalu tegurnya :
"Mau apa kau berada di sini??"
"Aku..." mendadak sekujur badan Liuw Koei hui gemetar keras.
Toan Hong ya tertawa seram.
"Apakah mereka telah menganiaya dirimu??"
638
IMAM TANPA BAYANGAN II
639
Saduran TJAN ID
640
IMAM TANPA BAYANGAN II
641
Saduran TJAN ID
642
IMAM TANPA BAYANGAN II
643
Saduran TJAN ID
644
IMAM TANPA BAYANGAN II
645
Saduran TJAN ID
646
IMAM TANPA BAYANGAN II
647
Saduran TJAN ID
648
IMAM TANPA BAYANGAN II
takdir telah menetapkan bahwa aku tak bisa membalas sakit hati ini
lagi! Aaai... ke-dua pukulan itu pun merupakan takdir, seandainya
Sang Kwan Kokcu tidak menghardik sehingga pikiranku sadar
kembali, dari mana aku bisa menghadiahkan dua buah bogem mentah
kepadamu? Sayang kekuatan tubuhku masih belum cukup untuk
membinasakan dirimu, kesempatan yang baik ini harus dibuang
dengan percuma!"
"Huuh... peristiwa itu hanya bisa dianggap sebagai keteledoranku
hingga terkena bokonganmu, cuma kesempatan baik seperti itu hanya
ada satu kali saja, sekarang kau tak akan mampu untuk menciptakan
kesempatan sebaik itu lagi!"
********
Bagian 29
TENTANG soal itu aku sendiri pun tahu," sahut Ouw-yang Gong
sambil tarik napas dalam-dalam, "Aku pun tahu bahwa ilmu
kepandaianku belum dapat menandingi dirimu, bila turun tangan lagi
berarti aku mencari penyakit buat diri sendiri. Nah! Sekarang kau
boleh mulai turun tangan, aku tak akan memberikan perlawanan."
"Hmmm! Rupanya kau masih tahu akan diri sendiri, tapi... kau
mesti tahu bahwa serangan yang akan kulancarkan sebentar lagi
bukan permainan kanak-kanak, aku bisa membinasakan dirimu dalam
sekali pukulan dan kau pun jangan menganggap aku hendak
melampiaskan rasa mendongkolku, aku hanya ingin memberi sedikit
kelihayan padamu!"
"Apa yang hendak kau lakukan?" seru Ouw-yang Gong dengan
mata terbelalak lebar.
649
Saduran TJAN ID
Jilid 27
"HAAA... haaa... haaa.... acara bagus masih ada di belakang,
perlahan-perlahan kau akan mengetahui sendiri," sorot matanya
mengerling sekejap ke arah Liuw Koei hui dan menambahkan.
"Totoklah dahulu jalan darah Kie-kan, Cie-ti serta Ci-Hu tiga buah
jalan darahnya."
Liuw Koei hui mengiakan dan segera meloncat maju ke depan,
sepasang tangannya bergerak cepat, dalam sekejap mata beberapa
buah jalan darah di atas tubuh si kakek konyol itu sudah tertotok.
Toan Hong ya memandang wajahnya dengan sorot mata
mengerikan, ia berkata :
"Untuk sementara waktu bangsat tua itu aku serahkan kepadamu,
setelah kubunuh semua orang yang ada di sini, bawalah bangsat tua
ini ke dalam keratonku, aku hendak baik-baik mendidiknya."
"Hamba terima perintah!" sahut Liuw Koei hui sambil memberi
hormat.
Toan Hong ya alihkan sinar matanya memandang sekejap wajah
Sang Kwan In, lalu katanya :
"Sekarang apa yang hendak kau katakan lagi?"
"Hmmm! Kau hendak bacok silahkan bacok, mau bunuh silahkan
bunuh, aku orang she Sang Kwan sama sekali tidak gentar, tapi aku
hendak memberitahu dulu kepadamu, dalam selat Seng See Kok ini
jago lihay amat banyak dan tersebar di empat penjuru, gampangan kau
datang kemari dan belum tentu bisa tinggalkan tempat ini dengan
650
IMAM TANPA BAYANGAN II
seenteng mungkin sebelum berhasil keluar dari sini kau telah mati
dulu di atas genangan darah."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kiranya kau masih ingin
mengandalkan empat orang kakek tua dari Partai Thiam cong itu
untuk melindungi dirimu, hmmm, Sang Kwan In! Terus terang
kuberitahukan kepadamu, ketika aku datang tadi putrimu serta ke-
empat orang kakek tua tadi sudah mengalami nasib yang sama,
mungkin pada saat ini mereka masih tertiup angin di tempat semula."
"Kau telah turun tangan keji terhadap mereka?" tanya Sang Kwan
In dengan nada sedih.
Toan Hong ya gelengkan kepalanya.
"Sewaktu datang kemari tadi aku tidak mempunyai rencana
demikian, maka hanya kutotok jalan darah mereka, tetapi keadaan
yang terbentang di depan mata saat telah memaksa diriku untuk
merubah semua rencanaku, karena engkau kemungkinan besar semua
orang akan mati terbunuh konyol!
"Orang she Toan, sekalipun aku telah berubah jadi setan pun akan
mencekik dirimu sampai mati!" sumpah Sang-kwan In dengan penuh
kemarahan.
"Hmm.... Hmm.... mungkin kau tak akan memiliki kemampuan
sampai sebesar itu !"
Dengan pandangan licik ia menatap wajah Sang-kwan In lalu
tertawa terbahak babak tapi ketika sampai di tengah jalan mendadak
suara tertawanya sirap, wajahnya berkerut kencang dan memandang
atas wuwungan rumah dengan mata terbelalak, dengan kaget
bercampur gugup ia mundur selangkah ke belakang.
Di atas tiang penglari tampaklah sesosok bayangan hitam berdiri
disitu, meskipun hanya bayangan punggungnya saja yang kelihatan
secara, tetapi bayangan itu amat dikenal oleh Toan Hong ya.
Sekujur tubuhnya gemetar keras, bisiknya lirih :
"Kau... kau... Cia..."
651
Saduran TJAN ID
652
IMAM TANPA BAYANGAN II
653
Saduran TJAN ID
654
IMAM TANPA BAYANGAN II
655
Saduran TJAN ID
656
IMAM TANPA BAYANGAN II
beberapa orang dayang keraton untuk melayani dirimu, agar kau bisa
merasakan kehidupan yang penuh kebahagiaan."
Ditatapnya wajah Cia Ceng Gak dengan sorot mata penuh rasa
cinta, lalu tambahnya :
"Sekarang aku tidak takut lagi dengan raut wajahmu, apa
salahnya wajah yang bagus atau jelek? Yang kubutuhkan hanya
hatimu, asal hatimu baik...."
"Kau sangat baik..."
Tiba-tiba Liuw Koei Hui tertegun sejenak seperti telah teringat
akan suatu persoalan, ia tertawa sedih dan berkata kembali :
"Kau? kenapa tidak memanggil namaku? Bukankah kau paling
suka dengan namaku..."
Ucapannya terputus dan napasnya mendadak memburu, sikap Cia
Ceng Gak nampak sangat gelisah hingga keringat dingin mengucur
keluar hingga membasahi tubuhnya, ia tetap tak menjawab.
Liuw Koei Hui semakin tertegun, dengan napas terengah-engah
serunya :
"Paa... panggillah aku...."
Tapi ia putus asa, sebelum ia mendengar jawaban diri pihak
lawan napasnya telah putus. Sesaat sebelum menghembuskan
napasnya yang penghabisan wajahnya nampak terkilas beberapa buah
pertanyaan yang mencurigakan hatinya, tapi pertanyaan itu selamanya
tak akan terjawab, sebab ia telah mati/
Memandang jenazah Liuw Koei Hui yang membujur di atas
lantai, Cia Ceng Gak berkata dengan suara gemetar :
"Maafkan daku! terpaksa aku harus berbuat demikian, kalau tidak
maka seluruh penghuni selat Seng See Kok bakal musnah.... Aaai!
aku tahu bahwa perbuatanku menipu cinta kasihmu adalah suatu
perbuatan yang salah..."
Secara beruntun Toan Hong ya serta Liuw Koei hui telah
meninggal dunia, kejadian ini membuat suasana dalam ruangan
berubah jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
657
Saduran TJAN ID
658
IMAM TANPA BAYANGAN II
Yang berbicara bukan aku, empek Tiong Yan lah melayani tanya
jawab itu sambil bersembunyi di atap rumah, karena itulah aku tak
berani meloncat turun ke bawah. Kemunculan aku yang mendadak
rupanya sangat mengejutkan hati Toan Hong ya serta Liuw Koei Hui
hingga mereka sama sekali tidak mengetahui akan penyaruanku... "
Diam-diam Sang kwan In menghela napas panjang, katanva
kemudian :
"Kematian dari Toan Hong ya tak usah kita sesalkan, yang patut
dikasihani adalah Liuw Koei Hui, kehidupannya selama ada di dunia
amat payah dan penuh penderitaan, meskipun pikirannya terlalu picik
tapi selama hidupnya amat jarang melakukan kejahatan, perbuatanmu
yang telah membohongi dia tentu akan membuat sukmanya di alam
baka jadi tak tenteram..."
"Ananda tahu bahwa perbuatan ini amat bersalah terhadap Liuw
Koei Hui... " sahut Sang kwan Cing sambil tundukkan kepalanya.
"Aku tidak pantas menggunakan cara seperti ini untuk membohongi
cinta kasihnya, untuk menebus dosaku ini ananda rela jadi anak
angkatnya, akan kukubur jenazahnya secara layak dan menjaga
pusaranya... "
Sang kwan In masih ingin mengucapkan sesuatu lagi, pada saat
itulah empat kakek tua dari partai Thiam cong telah melangkah masuk
ke dalam ruangan, Tiong Yan langsung minta maaf kemudian ujarnya
dengan gelisah :
"Sang kwan Kokcu, apakah Pek In Hoei bisa mati?"
Sang Kwan In tidak menjawab, ia periksa nadi si anak muda itu
lalu menghela napas panjang, katanya kemudian setelah memandang
jenazah dari Toan Hong ya.
"Jarang sekali ada orang yang sanggup menerima pukulan
penebus awan itu, dalam lukanya Pek In Hoei harus menerima pula
sebuah pukulan berat dari ilmu sakti itu. Sebenarnya ia bakal mati
binasa, tapi menurut denyutan nadinya barusan aku rasa ia berada
dalam keadaan normal, mungkin tiada persoalan atas dirinya..."
659
Saduran TJAN ID
660
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Waaaah... kalau begitu nasib selat Seng See Kok kita jadi amat
mengenaskan..."
"Kenapa?"
"Bangkitnya partai Thiam cong di wilayah selatan berarti
punahnya selat Seng See Kok kita, julukan sebagai partai nomor
wahid di wilayah selatan pasti akan terjatuh ke tangan orang lain..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau betul-betul bocah dungu yang
belum tahu keadaan, ayoh berangkat! Aku harus segera
menyembuhkan luka yang diderita Pek In Hoei, bila terlambat
mungkin ilmu silatnya bakal punah!"
******
661
Saduran TJAN ID
662
IMAM TANPA BAYANGAN II
sikap serta tingkah laku orang ini wajah dan sedikit pun tidak
memikirkan masalah yang telah lampau.
"Pek sauwhiap, ini hari aku harus memberi selamat kepadamu!"
terdengar Loei Peng berseru sambil tertawa terbahak-bahak.
"Aaaah, mana... mana... " jawab Pek In Hoei sambil tersenyum,
"Siauw te bisa mendapat kunjungan dari Loei heng, hal ini sudah
cukup membuat hatiku merasa amat berterima kasih..."
Dari luar kembali terdengar seorang anggota partai Thiam cong
berseru lantang :
"Ku Lok dari benteng Leng Cian Poo tiba..."
"Sheng Kong dari selat Leng In Kok..."
Sesaat kemudian hampir separuh dari partai besar di wilayah
selatan telah hadir di atas gunung Thiam cong, semua tamu segera
dipersilahkan masuk ke dalam ruang tengah.
Selama ini tak seorang pun di antara para jago itu yang
mengungkap kembali peristiwa bentrokan mereka dengan Pek In Hoei
bahkan menganggapnya tak pernah terjadi peristiwa semacam itu.
Tentu saja hal ini disebabkan mereka memandang di atas wajah
Sang Kwan In, sebagai seorang jago lihai dalam dunia persilatan,
meskipun terhadap orang ini mereka merasa mendongkol dan benci
namun di luaran mereka bersikap ramah dan berkawan, karena
mereka tahu memusuhi Sang Kwan In berarti mencari penyakit buat
diri sendiri.
Taaang! Taaang! Taaang! kembali terdengar suara genta dipalu
nyaring... suasana di tengah ruangan segera berubah jadi amat hening.
Diiringi nyanyian doa, dari ke-dua belah sisi ruangan muncullah
dua puluh empat orang toosu dengan membawa obor besar, di
belakang barisan toosu itu muncullah Sang Kwan In diiringi Thiam
cong Su loo dengan membawa sebuah hioloo.
Setibanya di tengah ruangan, orang-orang itu berhenti dan
menghadap ke meja sembahyang.
Terdengar seorang menghardik keras :
663
Saduran TJAN ID
"Pasang Hio!"
Dengan sikap yang amat hormat Sang Kwan In
mempersembahkan hioloo tadi ke meja abu sucouw mereka kemudian
jatuhkan diri berlutut dan menjalani penghormatan besar sebanyak
tiga kali, ujarnya :
"Anak murid angkatan ke-tiga puluh empat partai Thiam cong
pay, Sang Kwan In untuk sementara waktu akan menjabat sebagai
ketua, sejak kini tecu rela mengabdi dan menyumbang tenaga serta
pikiran demi kejayaan partai Thiam cong..."
Haruslah diketahui meskipun Sang Kwan In bukan murid Thiam
cong, tapi ia menaruh budi yang besar terhadap partai tersebut. Sejak
Thiam cong pay dimusnahkan secara diam-diam ia seringkali
berunding dengan Thiam cong Su loo untuk melakukan pembalasan
dendam, ia rela melepaskan perguruannya demi menuntut balas bagi
kematian anak murid partai Thiam cong yang terbunuh.
Oleh sebab itulah Thiam cong Su Loo lebih penuju kalau Sang
Kwan In untuk sementara waktu menjabat sebagai ketua partai.
Walau begitu, kejadian ini segera mengemparkan seluruh hadirin
yang mengikuti jalannya upacara tersebut, tak seorang pun di antara
mereka yang tahu secara bagaimana Sang Kwan In menjabat sebagai
ketua partai Thiam cong.
Dalam pada itu selesai Sang Kwan In berdoa, serentetan suara
kembali berkumandang di angkasa :
"Persembahkan korban!"
Empat orang murid partai menggotong seekor kambing putih
berjalan masuk ke dalam ruangan setelah meletakkan binatang itu di
depan meja abu Sang Kwan In segera cabut keluar pedang penghancur
sang surya dari sarungnya, sekali tebas laksana kilat ujung pedang
telah menembusi perut kambing korban tadi.
Darah segera muncrat ke empat penjuru dan cahaya pedang itu
segera sirap kembali di balik sarung...
664
IMAM TANPA BAYANGAN II
665
Saduran TJAN ID
"Huuuh, sialan!"
Air muka perempuan itu segera berubah hebat :
"Aaaaa...! sombong amat partai Thiam cong kalian, baru saja
meresmikan diri dalam dunia persilatan sikap kalian sudah begitu tak
pandang sebelah mata terhadap orang Bu lim, aku adalah Nio Nio
keraton tengah In Cioe Sim, untuk membalas dendam suamiku
terpaksa kami datang berkunjung dengan mengenakan pakaian
berkabung!"
"Kalau begitu silahkan menunggu di kaki bukit sana, besok kita
bicarakan lagi!" kata Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
"Hmmm... Hmmm... kau anggap urusan bisa beres dengan begitu
gampang? Hanya dua tiga patah kata saja maka kami lantas bisa diusir
pergi?"
"Lalu apa yang kau kehendaki?" hardik Pek In Hoei dengan
wajah berubah hebat.
"Aku hendak membalas dendam bagi kematian Sri Baginda,"
jawab In Cioe Sim dengan suara penuh kebencian.
"Hmmm! Toan Hong ya modar di tangan Liuw Koei hui, kalau
kalian mau balas dendam cari saja perempuan itu, kenapa mesti
datangi bukit Thiam cong kami?"
"Enak benar ucapanmu," bentak In Cioe Sim dengan gusar,
"Siapa tidak tahu kalau Liuw Koei hui adalah orang dari keluarga
Toan kami? Cintanya terhadap Sri Baginda melebihi cinta kami
semua, mana mungkin ia celakai junjungannya? Sekarang kucari
adalah Pek In Hoei, sebab dialah pembunuh sebenarnya dari Toan
Hong ya!"
"Hmmm! Aku tak ingin menyusahkan kalian, di saat upacara
pembukaan partai Thiam cong baru dilangsungkan, aku tak ingin
menodai tanah suci sini dengan genangan darah, aku pun mengerti
akan maksud hati kalian..."
Perempuan yang memakai pakaian berwarna putih itu mendadak
membentak keras :
666
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Suami pun kami sudah tak punya, apa artinya tetap hidup di
kolong langit? Lebih baik kau menyingkir saja, ini hari bila kami tak
berhasil membunuh Pek In Hoei, aku bersumpah tak akan pulang..."
Sambil melancarkan sebuah serangan ke depan, bentaknya :
"Minggir!"
Dengan gesit si anak muda itu bergeser ke samping, serunya
marah :
"Kalau kalian pengin mati, aku Jago Pedang Berdarah Dingin
pasti akan penuhi keinginan kalian itu!"
"Kau..."
Rupanya ke-empat orang perempuan itu tak pernah menyangka
kalau Jago Pedang Berdarah Dingin yang tersohor akan kelihayannya
di wilayah selatan bukan lain adalah pemuda tampan di hadapan
mereka, seketika ke-empat orang itu mundur dua langkah ke
belakang, dengan pandangan gusar mereka menatap wajah pemuda
itu tanpa berkedip.
Sesaat kemudian In Cioe Sim cabut keluar pedangnya dan
berseru :
"Adik-adikku sekalian mari kita turun tangan, dialah yang sedang
kita cari..."
Empat bilah pedang segera bergeletar di angkasa bagaikan
sambaran kilat, sebagai selir kesayangan Toan Hong ya, ilmu silat
yang mereka miliki amat lihay, begitu pedang dicabut dengan tangkas
ke-empat orang itu segera mengurung musuhnya rapat-rapat.
Pek In Hoei gerakkan badannya melancarkan sebuah pukulan ke
depan, katanya :
"Sikap kalian begitu kurang ajar dan tak tahu diri, jangan
salahkan kalau aku akan usir kalian turun gunung!"
Baru saja Pek In Hoei hendak turun tangan, mendadak dari
tengah udara berkumandang datang suara dengusan berat, sesosok
bayangan manusia meluncur masuk ke dalam kalangan dengan
cepatnya.
667
Saduran TJAN ID
668
IMAM TANPA BAYANGAN II
669
Saduran TJAN ID
itu aku merasa amat senang bermain dengan dirimu, maka aku lantas
menjawab 'tentu saja', aku hanya akan mengawini adik Cioe Sim!"
kenangan ini terbayang dalam benakku setiap kali suasana sedang
tenang dan hening, aku selalu terbayang kembali kenangan manis di
kala kita masih kecil..."
In Cioe Sim merasa amat terharu, katanya dengan suara gemetar
:
"Tapi menanti kita telah dewasa semua, malahan hubungan kita
terasa lebih asing..."
"Tidak jadi soal, suatu hari secara diam-diam aku merangkuk ke
jendela kamar tidurmu, aku ingin panggil kau untuk keluar bermain,
tapi aku tahu secara diam-diam kau sedang menangis," dengan sedih
kakek konyol itu menghela napas, "Siapa tahu keesokan harinya kau
dikabarkan lenyap tak berbekas, ayahmu bersikeras menuduh akulah
yang telah menyembunyikan dirimu, memaksa aku secara diam-diam
harus minggat dari rumah..."
"Aku tahu malam itu ayah menghajar dirimu habis-habisan," ujar
In Cioe Sim sambil menangis terisak, "dalam sedihnya diam-diam aku
minggat dari rumah dan menanti dirimu dalam ruang kuil di ujung
dusun, di situ kita sering bermain maka aku pikir kau tentu ke situ,
siapa tahu sampai malam ke-dua kau belum juga datang, dalam lapar
dongkolnya aku tak berani pulang ke rumah, seorang diri
bersembunyi dalam kuil sambil menangis tersedu, akhirnya Toan
Hong ya lewat di situ, ia bawa aku pulang ke negeri Tayli, menanti
aku sudah dewasa maka aku lantas dikawini sebagai Nio Nio istana
tengah..."
Walaupun kejadian itu hanya serupa kenangan masa silam, tapi
diucapkan oleh dua orang tua yang telah lanjut usia hal ini cukup
menggetarkan hati semua orang, tiga orang perempuan yang lain
segera jadi murung dan ikut sedih oleh kejadian tersebut.
Terdengar In Cioe Sim menghela napas panjang, lalu berkata
kembali :
670
IMAM TANPA BAYANGAN II
671
Saduran TJAN ID
pakaian perlente, air muka pria itu dingin dan sinis, napsu membunuh
menghiasi wajahnya sedang sorot mata memancarkan cahaya tajam.
"Siapa yang datang?" Pek In Hoei segera menegur sambil tertawa
dingin.
"Aku datang untuk mencari Jago Pedang Berdarah Dingin."
"Akulah orangnya."
Toan Hong In tertawa seram.
"Manusia she Pek serahkan kembali jiwa kakakku, dia adalah
seorang kaisar dari suatu wilayah tapi sungguh tak nyana kau berani
turun tangan keji untuk membinasakan dirinya. Sekarang kami dari
keluarga Toan bersumpah akan menghancur-lumatkan tubuhmu!"
Para jago yang ikut datang saat ini kebanyakan merupakan
panglima-panglima yang masih setia terhadap keluarga Toan, melihat
sikap Pek In Hoei yang jumawa mereka jadi gusar dan sama-sama
meluruk ke depan.
"Bajingan cucu monyet, kalian berani maju ke depan?" hardik
Ouw-yang Gong dengan suara keras.
Bentakan ini keras bagaikan guntur yang membelah bumi,
seluruh permukaan segera bergetar keras bagaikan ketimpa gempa
bumi.
Diam-diam Toan Hong In tercekat juga ketika dilihatnya dari
balik batu muncul seorang manusia raksasa, segera tegurnya sambil
tertawa dingin :
"Siapa kau? Sebut dulu nama!"
"Anak kura-kura dengarkan baik-baik, yayamu she Ouw-yang
bernama Gong dengan julukan si huncwee gede si ular asap tua.
Dengan sebuah lengan aku pernah membunuh sembilan ekor kerbau,
sepuluh ekor harimau dan delapan ekor kumbang, kalau kamu semua
anak kura-kura cucu monyet berani maju ke depan...! akan
kupersilahkan dia untuk menikmati dahulu sebuah kemplangan
huncweeku!"
Toan Hong In mendengus dingin.
672
IMAM TANPA BAYANGAN II
673
Saduran TJAN ID
674
IMAM TANPA BAYANGAN II
675
Saduran TJAN ID
Jilid 28
TOAN HONG IN tertegun, ia tak mengira kalau pengetahuan si kakek
tua itu begitu luas, sambil menatap wajahnya tajam-tajam ia
mengangguk.
"Sedikit pun tidak salah, rupanya tidak sedikit yang berhasil kau
ketahui."
Ouw-yang Gong tarik napas panjang-panjang, setelah
menghening sejenak ia berkata kembali :
"Ilmu jari Hwie-Yan-Kim-Ci dari Loo Hian hanya diwariskan
kepada anak laki-laki dan tidak diwariskan anak perempuan, dalam
dunia persilatan hanya Loo Hong serta Loo Hian saja yang sanggup
menggunakan ilmu ampuh tersebut, tidak mungkin Loo Hong
mewariskan ilmu ampuhnya ini kepada orang lain. Hmm...! Kau
manusia macam apa? Masa ia rela mewariskan ilmunya kepadamu..."
"Tentang soal ini, lebih baik kau tak usah ikut campur..." tukas
Toan Hong In dengan wajah berubah.
"Kenapa aku tak boleh mengurusi persoalan ini?" seru Ouw-yang
Gong lagi dengan wajah serius, "ketika aku angkat saudara dengan
Loo Hian tempo dulu, ia pernah bercerita kepadaku katanya ada
seorang kurcaci she Si yang telah mencuri belajar ilmu jari Hwie-Yan-
Ci-nya, kemudian peristiwa itu ketahuan dan kurcaci she Si itu segera
melarikan diri terbirit-birit, sejak itu ia tak pernah muncul kembali di
dalam dunia persilatan. Sekarang terbukti kau dapat menggunakan
ilmu jari tersebut.... Hmm! Ayoh jawab, apakah ilmu itu kau peroleh
dari kurcaci she Si itu..."
676
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 30
"KAU jangan ngaco belo tak karuan!" bentak Toan Hong In dengan
hati terkejut. "Ilmu jari itu aku dapatkan langsung dari Loo Hian
sendiri..."
"Hmmm! Aku tidak percaya, selamanya Loo Hian tak pernah
terima murid, dari mana ia bisa turunkan ilmu sakti itu kepadamu?
Sudah mencuri, sekarang kau berani membantu kurcaci she Si itu
untuk merahasiakan kejadian ini... Huuh! Selama hidup aku si ular
asap tua paling benci terhadap orang yang tidak jujur, hari ini aku
bersumpah akan bekuk batang lehermu untuk diserahkan kepada Loo
Hian untuk dijatuhi hukuman..."
Perjalanan Toan Hong In kali ini mengunjungi gunung Thiam
cong, kecuali untuk membalas dendam atas kematian dari Toan Hong
ya, dia pun ingin menaklukkan semua jago lihay yang sedang
berkumpul di gunung Thiam cong itu agar takluk kepada keluarga
Toan.
Siapa tahu di tengah perjalanan Ouw-yang Gong telah bikin
keonaran, hal ini sangat menggusarkan hatinya, dia ingin
menghancurkan kakek konyol itu di tangannya.
Sayang walaupun pihak lawan sudah tua ilmu silatnya sama
sekali tidak lemah, suatu ingatan segera berkelebat dalam benaknya.
"Untuk sementara lebih baik kita jangan membicarakan dulu
persoalan mengenai Loo Hian serta ilmu jari Hwie-Yan-Ci," katanya
kemudian, "menunggu urusan di sini sudah beres, silahkan kau
berkunjung ke negeri Tayli, saat itu... hmmm..."
Ia tertawa dingin tiada hentinya, sorot mata yang dingin dialihkan
ke atas wajah Pek In Hoei lalu tegurnya :
"Kaukah yang bernama si Jago Pedang Berdarah Dingin?"
"Hmm, kau masih belum kenal dengan diriku?"
Toan Hong In tertegun, lalu menjawab :
"Kalau aku kenali dirimu kenapa mesti ajukan pertanyaan lagi
kepadamu? Bukankah perbuatanku ini mirip copot celana untuk
677
Saduran TJAN ID
lepaskan kentut? Hey, orang she Pek, tahukah kau bahwa membunuh
pembesar berarti ada maksud hendak memberontak? Dalam wilayah
selatan kau berani bunuh kaisar dari negeri Tayli, setiap rakyat yang
ada di wilayah sini tak akan melepaskan dirimu dalam keadaan
hidup..."
Dari sorot mata orang yang bengis dan berkilat tajam, Pek In Hoei
menyadari bahwa tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan amat
sempurna, ia tak berani memandang enteng musuhnya, mendengar
tuduhan itu langsung ia membantah :
"Apa sangkut pautnya antar kematian Toan Hong ya dengan aku
orang she Pek?"
"Apakah saudaraku bukan mati di tanganmu?"
"Kurang ajar, kalau menuduh orang jangan seenaknya sendiri,"
maki Pek In Hoei sangat gusar, "kakakmu menemui ajalnya di tangan
Liuw Koei hui, mau percaya atau tidak terserah pada dirimu sendiri,
kalau kau tidak cepat-cepat enyah dari gunung Thiam cong, Hmmm!
terpaksa aku si Jago Pedang Berdarah Dingin harus mengusir dirimu
secara paksa..."
"Apa? Kau hendak usir diriku..." saking gusarnya Toan Hong In
melengak dan tertawa terbahak-bahak, "Haaah... haaah... baik, akan
kupenggal batok kepalamu untuk membalaskan dendam atas
kematian dari Toan Hong ya..."
Penyerbuannya ke gunung Thiam cong saat ini adalah merupakan
keputusan dari hasil rapat para kerabat istana negeri Tayli, Toan Hong
In punya ambisi besar untuk menduduki tahta kerajaan negeri Tayli,
dia ingin melenyapkan Pek In Hoei terlebih dahulu kemudian dengan
menggunakan jalan ini sebagai perintis untuk mencapai cita-citanya.
Maka setelah timbul niat jahatnya di dalam hati, dia segera ulapkan
tangannya, dua orang pria kekar segera meloncat keluar dari barisan
dan langsung menubruk ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin.
"kedua orang pria berbaju hitam itu tersohor karena paling kuat
dalam negeri Tayli, kekuatan mereka luar bias dan masing-masing
678
IMAM TANPA BAYANGAN II
memiliki ilmu silat yang sangat lihay, maka dari itu begitu munculkan
diri senjata tajam mereka segera menyambar tiba dari arah kanan mau
pun kiri.
Pek In Hoei tertawa dingin ketika dilihatnya ada dua orang pria
kekar mengayunkan pedangnya menyerang dia, telapak kanan tiba-
tiba meluncur keluar, setelah membentuk satu lingkaran busur di
tengah udara muncullah segulung angin pukulan yang maha dahsyat
menghantam ke muka.
Merasakan datangnya desiran angin pukulan yang menderu-deru,
kedua orang pria itu merasakan hatinya tercekat, seketika itu juga
mereka terpukul mundur sejauh tujuh delapan langkah ke belakang
dengan sempoyongan.
"Aaaah...!" sebelum kedua orang pria itu sanggup berdiri tegak,
tiba-tiba mereka menjerit kesakitan dan darah segar mengucur keluar
dari ujung bibir mereka, ditinjau dari keadaan tersebut jelas
membuktikan bahwa mereka berdua telah menderita luka yang amat
parah.
Terkesiap hati Toan Hong In menyaksikan kejadian itu, mimpi
pun ia tak pernah menyangka kalau Jago Pedang Berdarah Dingin Pek
In Hoei sanggup merobohkan dua orang jago lihaynya tidak sampai
satu jurus serangan, ilmu silat yang demikian dahsyatnya itu seketika
menggidikkan hati para jago lainnya, untuk sesaat tak seorang
manusia pun berani maju ke depan untuk menyerang pemuda itu.
Mendadak... dai antara gerombolan manusia terdengar seorang
membentak keras :
"Kembalikan jiwa guruku!"
Bersamaan dengan suara teriakan itu muncullah seorang pemuda
yang tinggi kekar, Pek In Hoei yang segera alihkan sinar matanya ke
arah mana berasalnya suara itu seketika mengerutkan dahinya, dalam
hati ia membatin :
"Soen Put Jie adalah seorang pria polos yang jujur, aku tak ingin
bertarung melawan orang seperti ini..."
679
Saduran TJAN ID
680
IMAM TANPA BAYANGAN II
681
Saduran TJAN ID
682
IMAM TANPA BAYANGAN II
683
Saduran TJAN ID
684
IMAM TANPA BAYANGAN II
685
Saduran TJAN ID
yang tak terhingga bagaimana baik Sang Kwan heng, aku orang she
Toan pun bukan baru sehari dua hari berkelana di dalam Bu lim, aku
masih tahu apa artinya persahabatan bila kita saling membuka kedok,
aku rasa hal ini tidak akan mendatangkan banyak manfaat bagimu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... jadi kalau begitu Toan heng masih
memandang tinggi diriku..."
"Tentu saja!" jawab Toan Hong In sambil maju ke depan satu
langkah, terusnya dengan suara menyeramkan, "engkohku adalah
seorang jago kosen di wilayah selatan, andaikata cuma mengandalkan
kekuatan si Jago Pedang Berdarah Dingin seorang tidak nanti
engkohku bisa menemui ajalnya dengan begitu gampang; maka dari
itu bila dugaanku tidak salah, engkohku bisa mati dalam keadaan
mengenaskan paling sedikit pasti ada tiga orang jago lihay yang
mengerubutinya secara bersama, atau kalau tidak ia terbunuh karena
terperangkap oleh suatu siasat yang licin..."
Sinar matanya dengan tajam menyapu air muka Sang Kwan In,
lalu sambil tertawa licik terusnya :
"Siapa tahu di antara pengeroyok itu termasuk juga Sang Kwan
heng sendiri? Tapi itu hanya menurut dugaanku saja, bila aku salah
berbicara harap Sang Kwan heng suka memaafkan!"
"Bagus sekali!" seru Sang Kwan In sambil tertawa dingin,
"memang benar Toan Hong ya mati di dalam selat Seng See Kok
kami, bila dibicarakan memang aku orang she Sang kwan tak bisa
terlepas dari persoalan ini, terserahlah kau mau menuduh aku dengan
tuduhan macam apa pun..."
"Ooooh... kalau begitu kau telah mengaku..."
Pek In Hoei yang mengikuti jalannya pembicaraan dari sisi
kalangan, kian mendengar ia merasa semakin gusar, tanpa terasa
sambil mendengus dingin tubuhnya meloncat maju ke sisi tubuh Toan
Hong In hardiknya :
"Mengaku apa?"
686
IMAM TANPA BAYANGAN II
687
Saduran TJAN ID
688
IMAM TANPA BAYANGAN II
689
Saduran TJAN ID
690
IMAM TANPA BAYANGAN II
691
Saduran TJAN ID
Lauw Seng Han tak berani berbicara lagi setelah menerima satu
gablokan sambil mengulapkan tangannya, bersama Toan Hong In
serta para kawanannya buru-buru mereka berlalu.
Walaupun suatu pertumpahan darah yang sengit untuk sementara
waktu bisa dielakkan tapi karena kejadian hari itu, permusuhan antar
partai Thiam cong dengan keluarga Toan dari negeri Tayli kian lama
kian bertambah mendalam.
*******
692
IMAM TANPA BAYANGAN II
693
Saduran TJAN ID
694
IMAM TANPA BAYANGAN II
695
Saduran TJAN ID
696
IMAM TANPA BAYANGAN II
697
Saduran TJAN ID
698
IMAM TANPA BAYANGAN II
699
Saduran TJAN ID
700
IMAM TANPA BAYANGAN II
sambil tertawa seram. "Hmm... Jago Pedang Berdarah Dingin, ini hari
aku orang she Si akan membagi keuntungan bagimu!"
"Siapakah muridmu?" tanya Pek In Hoei melengak.
"Hmm.. hmm.. kau betul-betul seorang pelupa yang pikun, masa
muridku juga sudah kau lupakan... " sinar mata bengis berkilat tajam,
sambil tunjukkan jari tangannya ia menambahkan :
"Sekarang mungkin kau sudah tahu siapakah aku!"
Cahaya tajam yang memancarkan sinar membara menyorot
keluar dari ujung jarinya, begitu merah membara jarinya itu hingga
menyerupai tongkat besi yang membara. Pek In Hoei seketika berdiri
terkesiap, dalam benaknya terbayang kembali olehnya akan wajah
Toan Hong In, adik Toan Hong ya yang pernah menggunakan pula
ilmu jari semacam itu.
Ia segera berseru :
"Oooh...! Rupanya kau adalah tulang punggung Toan Hong In
yang disebut sebagai suhu, waah... kalau begitu maaf yaah kalau aku
kurang hormat padamu, Eei... pincang kenapa dari tadi kau tidak mau
bilang bahwa kau bermodal cukong? Tahu begini sedari tadi aku
orang she Pek sudah layani permintaanmu, mari.. mari.. mari kita
mulai sekarang juga?"
701
Saduran TJAN ID
Jilid 29
"HEEEH... heeeh... heeeh... modalku sih modal cukong, apalagi ilmu
jari Hwee_yan-ci ini luar biasa hebatnya, aku ingin tahu kau hendak
pakai modal dengkul apa untuk melayani diriku."
"Jangan kuatir, modalku adalah modal atas jeri payahku sendiri,
aku tidak doyan dengan modal asal curian."
"Bangsat! Kau jangan kuatir, wilayah selatan masih amat luas,
bahan dasar berlimpah limpah kenapa aku mesti mencuri?"
Sebagai penutup kata ujung jarinya diiringi kilatan cahaya merah
yang membara segera menerjang tiga bagian tubuh Pek In Hoei secara
dahsyat, hawa panas segera terasa menyengat badan.
Jago pedang berdarah dingin tak berani menghadapi datangnya
serangan hawa panas itu secara gegabah, ia loncat ke samping
menghindarkan diri sementara telapaknya mengirim satu babatan
kearah musuhnya.
"Huuh ! Kalau cuma ilmu jari Hwee yan-ci sih aku sudah pernah
minta petunjuk, paling banter juga cuma begitu-begitu saja," ejeknya
sinis.
"Bangsat, kau harus tahu ilmu jari Hwee yan-ci ini dinamakan
pula panggang ayam, jauh berbeda dengan ilmu jari biasa, bagi siapa
yang kena serangan paling enteng bakal patah tulang nadi kita, paling
berat akan menimbulkan kematian, hutangmu sudah bertumpuk-
tumpuk maka sekalian jiwa anjingmu akan kuringkus ... "
Tenaga dalam yang dimiliki Pek In Hoei memang diakui
kehebatannva, apa lacur ilmu jari yang dimiliki pihak lawan sangat
702
IMAM TANPA BAYANGAN II
703
Saduran TJAN ID
704
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 31
JAGO pedang berdarah dingin segera terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... hey si buta kau memang pintar
mencari orang, sungguh kebetulan sekali Si toaya yang kau tanyai
berasal dari istana negeri Tayli, kalau kau ingin pergi ke situ ada
baiknya kalau tempeli dulu si pincang tersebut, nanti ia tentu akan
menuntun kau pergi ke tempat tujuan..."
705
Saduran TJAN ID
Rupanya sejak tadi ia sudah tahu bahwa si buta ini bukan manusia
sembarangan, sebab walaupun matanya buta tapi sepasang keningnya
menonjol amat tinggi, asal diperhatikan lebih seksama lagi maka siapa
pun akan tahu bahwa dia adalah seorang jago yang tersembunyi.
Dalam pada itu si buta telah menegur dengan suaranya yang
nyaring :
"Si-toaya, apa jabtanmu di dalam istana negeri Tayli ? apakah aku
boleh numpang tanya?"
Sejak kemunculan si buta, dalam hati Si Bu Mo sudah merasa
amat kenal dengan orang ini, hanya untuk beberapa saat dia tidak
ingat siapakah gerangan orang itu.
Mendengar pertanyaan tersebut, dengan suara dingin ia balik
bartanya :
"Siapa yang kau cari dalam istana negeri Tayli ?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau dibicarakan memang sangat
kebetulan, orang yang kucari itupun memakai she-Si!"
Si Bu Mo terkesiap dan tanpa terasa mundur beberapa langkah ke
belakang, sejak ia melarikan diri dari wilayah See Ih masuk ke dalam
wilayah Tionggoan, sepanjang tahun hidupnya hanya bersembunyi di
dalam istananya Toan Hong In, jarang sekali orang kangouw kenal
dengan dirinya, dan lagi orang yang berada di situ cuma tahu dia she
Si.
Kini si buta tersebut datang-datang lantas berkata hendak mencari
seorang she Si pula dalam istana negeri Tayli, tidak aneh kalau
hatinya langsung tercekat. Segera pikirnya di dalam hati :
"Jangan-jangan si buta ini memang sedang mencari aku?"
Berpikir demikian ia pun lantas bertanya:
"Dalam istana negeri Tayli terdapat beberapa orang yang
menggunakan she Si, tolong tanya Si mana yang sedang kau cari?"
Si Buta itu termenung sejenak, kemudian tanyanya :
"Apa kau kenal dengan orang yang bernama Si Bu Mo?"
706
IMAM TANPA BAYANGAN II
707
Saduran TJAN ID
708
IMAM TANPA BAYANGAN II
709
Saduran TJAN ID
710
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Si heng, bagaimana pula dengan ilmu jari Hwe Gan Ci mu itu?
Apakah juga peroleh banyak kemajuan...?"
Air muka Si Bu Mo berubah sangat hebat, kejut di antara rasa
takut yang menghebat, dengan jantung berdebar ia perketat serangan
pedangnya, sementara dalam hatinya berpikir :
"Aaah...! Dugaanku tak meleset, ternyata kedatangannya
memang disebabkan oleh peristiwa itu..."
Ia meraung gusar, bentaknya :
"Sahabat, kau tak usah berpura-pura bodoh lagi, ayoh kita
buktikan kelihayan kita di ujung senjata."
"Si heng, harap kau jangan turun tangan lebih dulu," seru si buta
secara tiba-tiba sambil tarik kembali toyanya. "Karena ada kesulitan
yang tak bisa dikatakan, terpaksa siauw te harus menjajal
kepandaianmu, sejak perpisahan kita dua puluh tahun berselang di
wilayah See Ih, masa Si heng benar-benar telah melupakan diriku..."
"Siapa kau?" seru Si Bu Mo sambil mundur ke belakang. "Aku
merasa tidak pernah kenal dengan manusia macam kau."
Si buta tertawa sedih.
"Perpisahan yang memutuskan hubungan kita memang
berlangsung terlalu lama, tidak aneh kalau Si heng sudah melupakan
siauw te tetapi kalau kau teringat kembali akan perjalananmu di
tengah malam buta melewati gurun pasir, mungkin kau akan ingat
kembali siapakah diriku."
Ia berhenti sebentar, lalu tambahnya :
"Aku adalah si anak buangan In Pat Long."
"Haaah...? Kau adalah Pat Long? Kenapa matamu jadi buta?
Tidak heran aku tak kenali dirimu lagi..."
Kiranya di masa masih muda dulu si buta ini adalah seorang begal
yang amat tersohor, suatu hari dia membegal seorang perempuan yang
sedang melakukan perjalanan seorang diri di tengah gurun, akibatnya
ia dihajar sampai luka oleh seorang pendekar yang kebetulan lewat di
711
Saduran TJAN ID
712
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Si heng kau masih bukan tandingan mereka berdua," seru si buta
sambil menggeleng, "lebih baik hindarilah perjumpaan dengan
mereka lagi pula kalau dibicarakan seharusnya kaulah yang salah, kau
tidak patut mencari belajar ilmu silat milik orang lain!"
"Pat Long kita singkirkan dahulu persoalan itu setelah Loo Hian
mereka datang baru dibicarakan lagi," ia melotot sekejap ke arah Pek
In Hoei, lalu meneruskan, "dia adalah jago pedang kelas satu di dalam
wilayah Tionggoan, lebih baik kita sikat dulu manusia ini..."
Selama ke-dua orang itu bercakap-cakap, Jago Pedang Berdarah
Dingin hanya berdiri membelakangi mereka sambil bergendong
tangan, menanti Si Bu Mo telah mengucapkan kata-kata tersebut, ia
baru mendengus dan putar badan.
"Bagaimana? Pembicaraan kalian berdua apa sudah selesai?"
tegurnya.
"Fui! Kau lagi berbiara dengan siapa?" teriak In Pat Long atau si
buta itu sambil putar toyanya.
"Orang buta, lebih baik kau jangan mencampuri urusan di sini,"
kata Pek In Hoei dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh, "aku
menanti dirimu, lebih baik cepat-cepatlah enyah dari sini."
Sejak sepasang matanya menjadi buta, In Pat Long paling benci
kalau ada orang mengejek dirinya sebagai si orang buta, sekarang
mendengar si anak muda itu memaki dirinya, hawa amarah kontan
berkobar dalam dadanya, senjata toya dalam genggamannya bagaikan
segulung asap hitam langsung diayun ke depan.
"Bangsat cilik," teriaknya, "kau berani memaki aku? Huuuh...
ketika aku Pat Long masih bekerja sebagai begal, mungkin kau masih
berada dalam perut anjing."
Criiing! Sekilas cahaya tajam berkilauan di angkasa, hawa
pedang yang dingin dengan membentuk kabut tebal mengurung tubuh
In Pat Long dalam kepungan.
"Cukup dengan sepatah katamu itu, aku tak akan melepaskan kau
dengan begitu saja!" seru Pek In Hoei gemas.
713
Saduran TJAN ID
714
IMAM TANPA BAYANGAN II
715
Saduran TJAN ID
716
IMAM TANPA BAYANGAN II
717
Saduran TJAN ID
718
IMAM TANPA BAYANGAN II
719
Saduran TJAN ID
720
IMAM TANPA BAYANGAN II
721
Saduran TJAN ID
722
IMAM TANPA BAYANGAN II
723
Saduran TJAN ID
724
IMAM TANPA BAYANGAN II
walaupun kepandaian silat yang kumiliki tidak hebat tetapi aku punya
darah panas yang tidak jeri menghadapi kematian. Bagus... bagus...
tidak sulit kalau kau ingin mengusir diriku, tapi... langkahi dahulu
mayatku..."
"Bangsat, kalau aku tidak memandang matamu telah buta sedari
tadi aku telah suruh kau berbaring di atas tanah. Si mata buta yang tak
tahu diri kau harus tahu keadaan, daripada mati konyol di sini lebih
baik cepatlah enyah..."
Si Bu Mo yang berada di samping pun menghela napas sedih,
sambil geleng kepala ujarnya :
"Pat Long ucapan dari Loo Hong sedikit pun tidak salah, lebih
baik berdirilah di luar kalangan dalam persoalan ini, karena diriku
seorang apa gunanya kau ikut mengorbankan jiwamu?? Bukankah
perbuatanmu tersebut adalah perbuatan dari orang goblok???"
"Si heng, kau terlalu pandang hina aku si orang buta," seru In Pat
Long sambil tertawa seram, "meskipun mataku buta tapi hatiku sama
sekali tidak buta, kalau mau mati biarlah kita mati bersama, kalau
ingin hidup mari kita hidup bersama, urusanmu adalah urusanku juga.
Si heng! Kau tak usah banyak bicara lagi, aku In Pat Long bukanlah
seorang pengecut yang takut menghadapi kematian!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... seorang sahabat yang amat setia
kawan..." seru Loo Hian sambil tertawa tergelak.
"Hingga detik ini aku Loo Hian belum pernah menjumpai
manusia gagah semacam kau di kolong langit, In Pat Long! Benarkah
kau tidak takut mati? Aku lihat lebih baik kurangilah ocehanmu yang
terlalu sesumbar itu!"
"Fui! Berapa banyak manusia yang telah menemui ajal di
tanganku, selama ini aku In Pat Long belum pernah mengerutkan
dahi!"
725
Saduran TJAN ID
Jilid 30
RUPANYA manusia buta ini adalah seorang lelaki dengan jiwa
panas, berhubung Si Bu Mo pernah menyelamatkan jiwanya maka ia
rela berkorban demi tuan penolongnya ini, apalagi setelah sepasang
matanya menjadi buta, ia makin segan hidup di dalam kolong langit,
ia merasa tiada berharga hidup dalam dunia kegelapan....
Sementara itu Loo Hian telah tertawa terbahak-bahak, serunya :
"Baiklah, kalau memang kau mencari kematian buat diri sendiri
maka jangan sesalkan kalau aku berhati keji."
Sorot matanya melirik sekejap ke arah jago pedang berdarah
dingin, kemudian tambahnya :
"Apakah kau bisa menyatakan pula pendirianmu?"
"Hmmm! Pentingkah itu bagiku?" sahut Pek In Hoei ketus.
Sebagai seorang pemuda tinggi hati, ia merasa tidak terbiasa
menyaksikan kesombongan serta kejumawaan Loo Hian ayah dan
anak, karena itu tanpa ia sadari sikapnya telah berubah jadi dingin,
ketus dan memandang amat rendah.
"Bocah cilik sialan!" maki Loo Hian, "kau seorang manusia yang
tak tahu diri, wajahmu lebih bau dari kencing anjing buduk."
Tertegun hati Pek In Hoei mendengar makian dari Loo Hian, ia
tak mengira kalau makian kakek tua itu demikian kotor dan
rendahnya, hawa amarah segera berkobar, serunya dengan suara
ketus.
"Tua bangka yang dungu dan takabur, aku Jago Pedang Berdarah
Dingin paling memandang hina tua bangka tak tahu diri macam kau,
726
IMAM TANPA BAYANGAN II
jika kau ada kesenangan untuk unjuk kelihayan, aku akan layani
keinginanmu itu sampai di mana pun juga!"
"Pek In Hoei...? Pek In Hoei..." gumam Loo Hian ulangi nama
tersebut berulang kali, mendadak ia maju ke depan, tanyanya lebih
lanjut :
"Jago Pedang Berdarah Dingin benarkah kau she Pek?"
"Heeei, apa maksudmu? Meskipun aku si jago pedang berdarah
dingin bukan keturunan ningrat, tapi aku tak akan mencatut she orang
lain, bila kau ingin mempermalukan aku orang she Pek, kunasehati
dirimu lebih baik ukur dulu sampai dimana kekuatan yang kau miliki,
coba takar dulu apakah kemampuanmu itu sanggup untuk menandingi
aku."
"Hmmm ! Baiklah, aku akan bekerja menurut rencana semula,"
ujar Loo Hian kemudian, "akan kubereskan dulu manusia she Si itu,
kemudian baru berurusan dengan kau orang she Pek, mumpung kita
sudah saling bertemu, ada baiknya kalau urusan sekalian dibereskan!"
Lo Hong mengangguk tanda menyetujui, kepada Pek In Hoei
serunya kemudian :
"Harap kau minggir dulu ke samping, setelah kami selesaikan
urusan kami dengan orang she Si itu, persoalan keluarga Lo dan
keluarga Pek baru kita bicarakan."
"Haaaa... haaa... haa... bagus... rupanya daganganku kian lama
kian bertambah besar, sampai-sampai jago dari See-In pun tertarik
kepadaku. Lo-heng kau tak perlu sungkan-sungkan, mau dagang
berapa jauh pun akan kulayani terus keinginanmu itu."
"Hmm.... Hmm.... pandai sekali kau cari hubungan, dan pandai
pula kau selami hati manusia, tunggu saja sampai nanti!"
Dalam pada itu In Pat Long serta Si Bu Mo merasa bergirang hati
ketika menyaksikan jago pedang berdarah dingin ada ganjalan hati
dengan Lo Hian ayah dan anak, si mata buta segera berseru dengan
suara dalam:
727
Saduran TJAN ID
728
IMAM TANPA BAYANGAN II
729
Saduran TJAN ID
730
IMAM TANPA BAYANGAN II
731
Saduran TJAN ID
732
IMAM TANPA BAYANGAN II
733
Saduran TJAN ID
734
IMAM TANPA BAYANGAN II
735
Saduran TJAN ID
736
IMAM TANPA BAYANGAN II
737
Saduran TJAN ID
738
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 32
LO HONG nampak tertegun, kemudian menjawab :
"Orang itu tinggi hati dan berwatak keras, ilmu silat yang
dimilikinya luar biasa, kenapa sih ayah menanyakan soal ini?"
"Emm betul dia seorang pemuda berbakat baik, aku hanya tidak
mengerti apa sebabnya ia dibiarkan berkelana seorang diri dalam
dunia persilatan, kenapa ayahnya tidak suruh ia baik-baik
mempelajari ajaran nabi..."
"Ayah kenapa kau suka urusi orang lain," tegur Lo Hong dengan
alis berkerut. "Jago Pedang Berdarah Dingin adalah putra Pek Tiang
Hong, mungkin saja sejenak lagi kita bakal bermusuhan, apa gunanya
kita membicarakan tentang orang itu?"
"Hong ji, kau tak tahu rumitnya persoalan ini..."
"Urusan apa ayah?" tanya Lo Hong tercengang, "biasanya kau
selalu terbuka, mengapa sikapmu pada malam ini aneh sekali? Bicara
pun ragu-ragu..."
"Nak, aku hendak mengatakan sesuatu kepadamu, sebetulnya kau
bukan putraku!"
739
Saduran TJAN ID
740
IMAM TANPA BAYANGAN II
741
Saduran TJAN ID
742
IMAM TANPA BAYANGAN II
743
Saduran TJAN ID
744
IMAM TANPA BAYANGAN II
745
Saduran TJAN ID
"Pek Tiang Hong yang punya ambisi untuk menjagoi wilayah See
Ih, tentu saja tak mau mengalah terhadap ucapan dari See Ih Sam
Hong tadi, akhirnya ke-dua belah pihak saling bentrok dan bertempur.
"Lei Hun Cin Kun ada maksud membantu Pek Tiang Hong, apa
lacur dengan See Ih Sam Hong dia pun punya hubungan erat, dalam
keadaan begini ia cuma bisa berpeluk tangan belaka."
"Dalam pertarungan itu ptk unjukkan kelihayannya yang benar-
benar hebat, ia tidak gentar menghadapi kerubutan tiga jago dari See
Ih itu bahkan berhasil mengimbangi permainan musuh-musuhnya, hal
ini bukan saja membuat Lei Hun Cin Kun merasa kagum, See Ih Sam
Hong sendiri pun kagum dengan kehebatannya, lama kelamaan dalam
malunya Sam Hong jadi gusar, mereka segera keluarkan ilmu Lian
Kiam Hoat, suatu kepandaian maha sakti dari wilayah See Ih untuk
menggempur musuhnya, dalam jurus ke-seratus lima puluh, Pek
Tiang Hong keteter hebat dan terpaksa harus terjang keluar dari
kepungan untuk melarikan diri..."
"Ayahku lari ke mana?" tanya Pek In Hoei terkejut.
"Ayahmu mengatakan hendak membalas dendam atas sakit hati
tersebut, hal ini memancing napsu membunuh bagi tiga jago dari See
Ih, walaupun mereka berjanji akan hidup damai di hadapan Lei Hun
Cin Kun, tapi secara diam-diam ke-tiga orang itu melakukan
pengejaran terus menerus, Pek Tiang Hong jadi terdesak hebat, suatu
ketika dia telah lari masuk ke dalam perkampungan keluarga Lo
kami."
"Aaah... Ayahku lari ke dalam rumahmu?"
Lo Hian mengangguk.
"Saking gugupnya Pek Tiang Hong telah lari masuk ke dalam
kamar seorang putri angkatku, ketika itu putriku sedang membaca
buku di kamar, sewaktu melihat ada seorang pria yang berlumuran
darah lari masuk ke dalam kamarnya, ia sangat terperanjat, Pek Tiang
Hong sendiri pun tertegun, setelah menerangkan maksud
746
IMAM TANPA BAYANGAN II
747
Saduran TJAN ID
748
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Apa? Kau bilang apa ?" hardik Pek In Hoei amat gusar, "Kalau
tidak teringat bahwa keluarga Lo kalian pernah menyelamatkan jiwa
ayahku, hmm ! Kupuntir batang lehermu sampai patah dua bagian!"
"Bangsat, kau berani menghina orang ?"
"Kami orang-orang dari keluarga Pek, belum pernah menghina
orang!"
"Urusan toh sudah berlangsung, apa gunanya ribut dengan
percuma ?" ujar Lo Hian sambil goyangkan tangannya. "Kita harus
mencari akal untuk menyelesaikan persoalan ini. Sayang putriku jadi
gila, semua keluarga Lo telah diutus ke pelbagai daerah untuk mencari
tabib pandai, atas pemeriksaan Atoli seorang dukun tersohor di
wilayah See Ih dikatakan bahwa penyakit yang diderita putriku adalah
sakit rindu, kecuali kedatangan Pek Tiang Hong pribadi tak mungkin
penyakitnya dapat diobati lagi. Oleh sebab itulah maka aku segera
datang ke daratan Tionggoan. Pertama untuk menyelesaikan masalah
Si Bu Mo dan kedua untuk mencari Pek Tiang Hong agar bisa diajak
menemui putriku.... "
Diam-diam Pek In Hoei mengeluh di dalam hati segera pikirnya
:
"Sungguh tak kusangka urusan berubah jadi begini dan yang
lebih parah lagi kejadian ini justru terjadi setelah ayahku mati apa
yang harus kulakukan sekarang? Kalau kukatakan tentang kematian
ayahku, Lo Hian tentu semakin sedih."
Diam-diam ia menghela napas panjang, ujarnya:
"Urusan ini memang sulit untuk diselesaikan."
"Pek kongcu," kata Lo Hian kemudian setengah memohon,
"Sekarang katakanlah kepadaku, di manakah ayahmu berada ?"
"Tentang soal ini..."
Lo Hong yang pada dasarnya sudah amat gusar, sekarang makin
meluap hawa amarahnya setelah menyaksikan keragu-raguan Pek In
Hoei, teriaknya setengah menjerit:
"Kenapa kau tidak berani menjawab?"
749
Saduran TJAN ID
750
IMAM TANPA BAYANGAN II
751
Saduran TJAN ID
Jilid 31
DENGAN sebat badannya berkelit ke samping, tubuhnya enteng
bagaikan segumpal kapas, secara manis dan tepat ia berhasil lolos dari
antara bayangan pedang, kejadian ini membuat Lo Hian pun secara
diam-diam merasa terkejut.
"Omong kosong !" teriak Lo Hong marah. "Kalau kau punya
kepandaian gunakan dulu jurus seperti itu."
Jago Pedang berdarah dingin menyadari akan sempurnanya
tenaga dalam yang dimiliki lawan, ia ada maksud menggusarkan
musuhnya itu agar banyak kesempatan baginya untuk pukul roboh
orang itu.
Sekarang setelah menyaksikan Lo Hong amat gusar, dalam hati
ia merasa sangat geli, ia tahu pada saat inilah merupakan kesempatan
yang baik untuk mengacaukan pikiran lawan.
Sambil tertawa tergelak tubuhnya lompat ke tengah udara, lalu
serunya :
"Apa sih susahnya melakukan serangan dengan gerakan tadi ?"
Ujung pedangnya menyambar dari bawah menuju ke atas, dengan
gerakan langkah yang persis sama dengan jurus Bong bong bu kek
tadi ia tirukan gerakan tersebut.
Lo Hian berdua jadi tercekat hatinya, sekarang mereka baru mau
mengakui akan kelihayan musuhnya yang mampu meniru jurus
serangan orang hanya dalam sekali pandangan belaka.
"Bagaimana?" ejek Pek In Hoei dingin.
752
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Huuh! Secara paksa sih boleh dibilang lumayan, tapi siapa pun
tahu bahwa ilmu itu hasil curian!"
"Bajingan, kuberi muka padamu kau tak mau, sekarang
rasakanlah kelihaian ilmu pedang penghancur sang surya ku !"
Agaknya ia ada maksud menyusahkan Lo Hian berdua, serangan yang
kemudian dilancarkan sama sekali tak kenal ampun, di kala Lo Hong
masih terkejut, tahu-tahu ujung pedang lawan sudah mengancam di
depan dadanya.
Air muka orang she Lo itu berubah hebat katanya:
"Aku akan adu jiwa denganmu !"
Timbul tekadnya setelah merasa jiwanya terancam, secara
beruntun pedangnya melancarkan tujuh buah serangan berantai
dengan harapan dapat melumpuhkan serangan lawan, apa lacur
kepandaian musuhnya terlalu lihay, ia rasakan lengannya jadi kaku
dan tahu-tahu pedangnya sudah terlepas dari genggaman.
"Kau... kau... mengapa kau tidak bunuh diriku ?" seru Lo Hong
dengan suara gemetar.
"Anggaplah perbuatanku ini sebagai pembalasan budi atas
pertolongan keluarga Lo terhadap ayahku," jawab Pek In Hoei dingin,
"Sekarang di antara kita sudah tiada ikatan budi lagi, bila kau tidak
puas pungut kembali pedangmu itu, tapi aku hendak peringatkan lebih
dulu, serangan yang bakal kulancarkan nanti adalah serangan
mematikan, aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi seperti
barusan."
"Siapa yang sudi menerima kebaikanmu itu ?" teriak Lo Hong
sambil pungut kembali pedangnya.
"Hong ji!" cegah Lo Hian sambil maju ke depan, "Ilmu silatmu
masih terlampau jauh ketinggalan dari kepandaian lawan, ayo segera
mundur ke belakang! Ilmu pedang penghancur sang surya adalah ilmu
pedang nomor satu di kolong langit, kau tak nanti bisa menangkan
dirinya!"
753
Saduran TJAN ID
"Ayah! Masa urusan cici akan kita sudahi sampai di sini saja?"
teriak Lo Hong marah.
"Ilmu silat kita tak mampu menangkan lawan, apa yang mesti kita
katakan lagi ?" sahut Lo Hian sedih, "bila persoalan masih bisa
dirundingkan, lebih baik kita bicarakan persoalan ini secara baik baik,
seandainya perundingan tak mendatangkan hasil, terpaksa kita
harus kembali dulu ke wilayah See-ih untuk mengundang bala
bantuan !"
Ia memandang sekejap ke arah Pek In Hoei dengan pandangan
dingin, titik air mata nampak meleleh dari matanya, hal ini membuat
Pek In Hoei ikut merasa terharu.
"Pek kongcu!" kembali Lo Hian berkata dengan nada sedih, "Aku
hanya mempunyai dua anak angkat, satu putra dan satu putri, kini
putriku sudah hampir lima belas tahun lamanya mengidap penyakit
gila, setiap hari ia meneriakkan nama ayahmu terus menerus, siksaan
badan dan batinnya sukar kubayangkan dengan kata-kata. Aku
berharap kau jangan terlalu kukuh pada pendirianmu, katakanlah
kepadaku di mana ayahmu berada aku pasti akan bertindak seadil-
adilnya."
Jago pedang berdarah dingin menghela napas sedih dan
menggeleng jawabnya:
"Locianpwee, aku pun tak tahu bagaimana harus membuka
mulutku untuk menjawab pertanyaanmu itu."
"Apakah Pek Kongcu mempunyai kesulitan yang tak dapat
mengatakannya keluar?"
"Aku takut setelah cianpwe mengetahui kejadian ini, maka
kesedihanmu akan semakin bertambah..."
"Apa yang berharga bagi kita untuk sedihkan?" jengek Lo Hong
sambil tertawa dingin, "Asal Pek Tiang Hong bisa ditemukan, itu
berarti penyakit yang diderita ciciku ada harapan untuk sembuh........."
"Hm! jangan terlalu percaya pada keyakinanmu sendiri, aku tak
mau mengatakannya adalah demi kebaikan ke-dua belah pihak,
754
IMAM TANPA BAYANGAN II
mungkin kau bisa menahan diri tetapi ayahmu tak mungkin bisa
tahan...."
"Kongcu kau tak usah pedulikan terhadap diriku, beritahulah
kepadaku..."
"Yah... kalau memang begitu apa boleh buat? ayahku telah
meninggal dunia..."
"Apa?" hampir pada saat yang bersamaan Lo Hian serta Lo Hong
berteriak kaget, mereka berdiri menjublak dan tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun...
"Ia benar-benar sudah mati.... oooh dia benar-benar sudah mati...
jerit Lo Hian dengan penuh kesedihan... Putriku... ooh putriku... Pek
Tiang Hong telah mati... itu berarti penyakitmu tak bakal sembuh
lagi... ooh jelek benar nasibmu... kau hanya bisa menantikan ajalmu
saja...
Sambil berseru penuh kepedihan orang tua itu putar badan dan
berlalu dengan sempoyongan.
"Ayah! kenapa kau?" jerit Lo Hong dengan suara gemetar.
"Mari kita kembali ke See Ih, di sini tak ada urusan yang perlu
kita selesaikan lagi..."
Kegelapan menelan bayangan tubuh mereka berdua... yang
tertinggal hanya kesedihan yang tak terhingga....
Fajar baru saja menyingsing, kabut yang tebal menyelimuti
seluruh permukaan hingga susah bagi manusia untuk memandang
benda yang berada di hadapannya.
Dengan termangu-mangu Pek In Hoei berdiri seorang diri di
tengah gumpalan kabut, ia termenung dan memikirkan nasib sendiri...
ia merasa lelah untuk melakukan perjalanan terus menerus dalam
dunia persilatan... suatu ketika ia ingin mencari tempat yang sunyi dan
tenang untuk melanjutkan sisa hidupnya dengan aman dan bahagia.
Suara langkah kaki yang lirih berkumandang dari kejauhan,
begitu lirih suara itu seolah-olah hembusan angin Barat yang kencang,
755
Saduran TJAN ID
756
IMAM TANPA BAYANGAN II
757
Saduran TJAN ID
758
IMAM TANPA BAYANGAN II
759
Saduran TJAN ID
760
IMAM TANPA BAYANGAN II
Dari balik pintu muncul seorang pria berbaju serba hitam, sambil
tertawa seram sahutnya :
Di dalam, mau apa kau datang kemari?"
"Aku ingin mengunjungi ayahku!"
"Tidak boleh, di tempat ini tak boleh dikunjungi orang lain, lagi
pula ayahmu belum bangun dari tidurnya, kalau kau ingin bertemu
mintalah ijin khusus dari Hoa Lo sianseng, kalau tidak... tak usah
yah!..."
"Sst... kemarilah!" bisik Kong Yo Siok Peng kemudian sambil
menggape pria itu, "Cepatlah kemari, ada satu urusan aku hendak
memberitahukan kepadamu!"
"Urusan apa?" tanya pria itu tertegun, ia tak menyangka gadis
secantik itu bisa main mata dengan dirinya, melihat sekeliling situ tak
ada orang dia segera lari keluar dari balik pintu.
"Eei... bocah perempuan, kau ada urusan apa?" tanyanya.
"Aku inginkan jiwamu!" jawab Kong Yo Siok Peng sambil
unjukkan muka setan.
"Haaaah... haaaah... haaaah... mati di bawah bunga Botan, jadi
setan pun setan romantis..."
Siapa tahu bersamaan dengan selesainya perkataan itu, mendadak
wajahnya berkerut menahan rasa sakit yang tak tertahankan,
senyuman yang menghiasi bibirnya lenyap tak berbekas, tanpa
mengeluarkan sedikit suara pun ia roboh binasa di atas tanah.
Pek In Hoei cengkeram tubuh mayat itu dan dilempar ke dalam
semak, lalu serunya :
"Ayoh kita cepat pergi!"
"Kau harus berhati-hati..." kembali Kong Yo Siok Peng
memperingatkan, "yang kau bunuh barusan tidak lebih cuma seorang
penjaga pintu, keadaan di dalam jauh berbeda, di situ kita mesti
ditanyai sandi-sandi rahasia, padahal aku tak tahu apa sandinya, kau
mesti bertindak menurut keadaan!"
761
Saduran TJAN ID
762
IMAM TANPA BAYANGAN II
katakan, sekarang ini, kau hendak masuk ke pintu akhirnya, hal ini
merupakan suatu kejadian yang tak enak bagimu..."
"Di manakah Hoa Lo sianseng?" seru Pek In Hoei sambil tertawa
terbahak-bahak, "Kenapa ia tidak munculkan diri untuk menyambut
kedatangan sahabat karibnya?"
"Oooh! Kiranya kau adalah sahabat karibnya Hoa Lo sianseng,
kalau begitu aku Goan Toa Hong minta maaf terlebih dahulu,
sekarang kebetulan sekali Hoa Lo sianseng sedang berlatih ilmu, bila
kau ada urusan harap tunggulah sebentar di sini, biar aku orang she
Goan menyampaikan kabar ke dalam!"
Habis berkata orang itu siap berlalu dari situ.
"Tak perlu!" tampik Pek In Hoei sambil menghadang jalan pergi
orang itu, "Goan lo enghiong lebih enak kita bercakap-cakap lebih
dulu di sini..."
"Kau..."
"Aku adalah raja akhirat yang mencabut jiwa manusia, saat
kematian bagi Hoa Lo sianseng telah tiba, maka kalau setan-setan liar
yang gentayangan lebih baik berangkat dulu untuk buka jalan
baginya. Nah! Serahkan jiwamu!"
Tercekat hati ke-tiga orang jago lihay itu sehabis mendengar
perkataan itu, tapi sebagai jago-jago lihay yang khusus diundang Hoa
Pek Tuo untuk menjaga keamanan di situ, hanya sebentar saja mereka
tercengang kemudian sambil membentak keras mereka segera
menyebarkan diri dan mengepung rapat-rapat si anak muda itu.
"Sahabat, siapakah kau?" tegur Goan To Hong sambil tertawa
seram.
"Kami adalah See Pak Su Hong empat manusia ganas dari Say
Pak, bila kau adalah seorang manusia yang sering melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan, maka kamu pasti tahu manusia
macam apakah See Pak Su Hong tersebut!"
763
Saduran TJAN ID
764
IMAM TANPA BAYANGAN II
765
Saduran TJAN ID
766
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Baik," sahut Hoa Pek Tuo, "kepada Goan Toa Hong segera
serunya, "dia adalah sahabat karibku, Goan Toa Hong! Ayoh cepat
layani sahabatku ini!"
"Hoa... ini..."
"Hmmm! Manusia yang tak berguna, sampai pada waktunya
untuk mempergunakan tenagamu, kalian malah bersembunyi
bagaikan cucu kura-kura... huuuuh, sungguh menyebalkan..."
Ia tertawa seram dan menambahkan :
"Waaah... maaf, mungkin aku tak dapat melayani keinginanmu
itu."
"Hoa Pek Tuo, kau tak usah main sandiwara lagi, lebih baik kita
bereskan dulu hutang lama kita!"
"Hmmm... benar... ucapanmu memang benar, hutangmu sedari
pertemuan di perkampungan Thay Bie San cung hingga kini belum
kau bayar, sekarang kau harus selesaikan berikut rentenya, mungkin
malam ini kau tak bisa tinggalkan tempat ini lagi dalam keadaan
hidup-hidup."
Napsu membunuh menyelimuti wajahnya, dengan wajah yang
menyeramkan ia tatap wajah Pek In Hoei, sorot matanya
memancarkan sinar berapi-api, di mana membuat Kong Yo Siok Peng
menjerit kaget dan segera merapat tubuhnya di sisi pemuda itu.
"In Hoei... In Hoei... aku takut..." bisik gadis itu dengan wajah
pucat dan badan gemetar.
Dalam pada itu Hoa Pek Tuo telah tertawa seram menyaksikan
tingkah laku gadis itu segera serunya sinis :
"Bocah perempuan, kemarilah!"
"Tidak! Kau lepaskan dulu ayah angkatku..." jerit Kong Yo Siok
Peng.
Sinar mata Hoa Pek Tuo berkilat, senyuman yang mengerikan
tersungging di ujung bibirnya membuat Kong Yo Siok Peng semakin
ketakutan dibuatnya.
767
Saduran TJAN ID
768
IMAM TANPA BAYANGAN II
769
Saduran TJAN ID
"Bangsat she Pek, kita bertemu di dalam saja," sahut Hoa Pek
Tuo seram. "Tapi kau mesti ingat, di dalam cuma ada jalan masuk
tiada jalan keluar, kalian bakal menemui ajalnya di situ..."
Ia kerling sekejap ke arah Goan Toa Hong sekalian, kemudian
mereka bersama-sama kabur ke dalam.
Menanti beberapa orang itu telah lenyap dari pandangan, Kong
Yo Siok Peng baru menghembuskan napas lega, katanya :
"Aku benar-benar merasa amat kuatir, kalau bukan kau berhasil
membuatnya lari, entah bagaimana akibatnya nanti."
"Apa yang kau temui hanya suatu permulaan belaka," jawab Pek
In Hoei sambil geleng kepala. "Hoa Pek Tuo tidak mau menghadapi
diriku tapi justru lari ke dalam, jelas dia telah mengatur satu rencana
busuk. Siok Peng! Mari kita cari jejak ayah angkatmu, hati-hatilah
mungkin Hoa Pek Tuo sudah melakukan sesuatu di atas tubuh
ayahmu."
Bangunan rumah yang terbentang di hadapan mereka terasa gelap
lagi lembab, meskipun sang surya telah muncul tapi keadaan di situ
seakan-akan suatu dunia yang lain.
Ia gandeng tangan Kong Yo Siok Peng secara halus, sedang
tangan lain dengan pedang terhunus selangkah demi selangkah
berjalan masuk ke dalam.
Kong Yo Siok Peng merasa hatinya jadi hangat, bau pria yang
tajam melayang masuk ke dalam penciumannya membuat wajah
berubah jadi merah, rasa yang menyelimuti wajah yang cantik,
sementara jantungnya berdebar keras, ia rebahkan diri dalam pelukan
Pek In Hoei dan menikmati kemesraan itu dengan mata terpejam.
Pek In Hoei sendiri pun merasakan sesuatu perasaan yang sangat
aneh, dengusan napas yang harum merangsang pikirannya, tanpa
sadar dia peluk tubuh Kong Yo Siok Peng erat-erat, napasnya terasa
semakin berat seakan-akan ada sesuatu benda yang menindih tubuh
mereka.
770
IMAM TANPA BAYANGAN II
"In Hoei!" bisik Kong Yo Siok Peng dengan suara lirih, begitu
hangat dan mesra panggilan itu membuat mereka lupa akan napsu
membunuh yang baru saja menyelimuti sekeliling mereka.
"Ehmmm..." jawab Jago Pedang Berdarah Dingin dengan napas
berat.
"Siok Peng, apa yang hendak kau ucapkan?"
"Aku..." getaran keras yang terpancar dari mata lawan jenisnya
memaksa gadis itu harus menunduk dengan wajah tersipu-sipu.
Apa yang hendak dia katakan tidak dilanjutkan oleh gadis itu,
hanya tubuhnya menempel semakin rapat di dada lawan.
"Apa yang hendak kau ucapkan kepadaku? Katakanlah..." bisik
Pek In Hoei sambil tertawa ewa.
Hampir saja Kong Yo Siok Peng menyembunyikan diri saking
malunya, buru-buru ia berseru :
"Jangan kau tanyakan lagi... jangan kau tanyakan lagi..."
Dari sudut ruangan yang gelap mendadak berkelebat seberkas
cahaya lampu yang bergoyang, hanya sekilas saja untuk kemudian
lenyap tak berbekas...
Pek In Hoei meloncat ke depan, pedangnya berkelebat di tengah
udara dan langsung menusuk ke arah dinding kayu yang menghalangi
pemandangan luar dengan keadaan di dalam.
"Aduuuh..." jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
keluar dari balik dinding kayu, Pek In Hoei tertawa dingin, dengan
ilmu pukulannya yang ampuh dia hantam dinding tebal itu sehingga
ambrol dan terwujud sebuah lubang besar.
Dari balik dinding yang ambruk terlihat sesosok mayat terpantek
di atas dinding, darah kental mengalir keluar membasahi seluruh
lantai, dadanya telah berlubang tertembus ujung pedang penghancur
sang surya yang tajam.
Kematian yang mengerikan, wajah yang ketakutan tertera jelas di
atas raut muka pria itu membuat Kong Yo Siok Peng yang berada di
sisi pemuda itu menjerit keras karena ketakutan.
771
Saduran TJAN ID
"Toooong...! tuuuung...!"
Suara gendang yang berat bergeletar dari balik bangunan rumah
yang gelap, suara tadi sayup-sayup sampai untuk kemudian lenyap
kembali tak berbekas.
Dalam sekejap mata seluruh ruangan telah dipenuhi oleh suara
langkah kaki yang berat, tampak dua baris pria bersenjata lengkap
perlahan-lahan munculkan diri dari balik dua pintu rahasia di sisi
ruangan tersebut, Goan Toa Hong sambil membawa sebuah panji
kecil selangkah demi selangkah mendekati ke arah pemuda Pek In
Hoei.
"Pek sauhiap, Hoa Lo sianseng mengundang kau masuk ke
dalam," ujar orang she Goan itu dengan suara dingin.
Jago Pedang Berdarah Dingin agak tertegun, ia tidak mengira
Hoa Pek Tuo bakal melakukan tindakan tersebut, wajahnya segera
berubah jadi amat serius, dengan pandangan berkilat tegurnya :
"Sekarang dia berada di mana?"
"Hoa Lo sianseng menantikan kedatanganmu di istana bawah
tanah, silahkan sauhiap..."
Tidak sampai menyelesaikan kata-katanya ia putar badan dan
berlalu lebih dahulu, sedangkan dua baris pria berbaju hitam tadi
segera mengepit Pek In Hoei serta Kong Yo Siok Peng di tengah
kepungan, dalam suatu pertanda yang diberikan Goan Toa Hong
berangkatlah mereka menuju ke depan.
Bagian 33
BAU busuk dan hawa lembab berhembus keluar memuakkan dada
siapa pun yang mencium, Pek In Hoei berdua di bawah pimpinan
Goan Toa Hong telah memasuki sebuah goa bawah tanah yang amat
dingin.
Anak tangga dibuat dari batu, dibangun sangat teratur jauh
menjorok ke dalam, sekali lagi Goan Toa Hong ulapkan tangannya,
pria pelindung yang berjalan di kedua belah sisi secara tiba-tiba
772
IMAM TANPA BAYANGAN II
773
Saduran TJAN ID
774
IMAM TANPA BAYANGAN II
775
Saduran TJAN ID
776
IMAM TANPA BAYANGAN II
777
Saduran TJAN ID
778
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 32
PEK IN HOEI segera tertawa dingin.
"Hmmm... dan kau percaya aku telah mengucapkan kata-kata
tersebut? Lu-heng, dengan kedudukan serta nama baikmu di dalam
dunia persilatan, aku rasa tidak sepantasnya kalau kau ikut bergaul
dengan manusia-manusia sesat seperti itu bukan!"
Meskipun dalam dunia persilatan Lu Kiat tidak memiliki nama
yang baik tetapi dia pun bukan jagoan dari kalangan sesat, pertanyaan
dari Jago Pedang Berdarah Dingin ini segera menimbulkan rasa sesal
dalam hati kecilnya, sekilas rasa malu muncul di atas wajahnya.
Hoa Pek Tuo yang menyaksikan gejala kurang menguntungkan,
dengan cepat tubuhnya loncat ke depan, ia takut urusan bila dilarut-
larutkan terlalu lama maka akan mengakibatkan timbulnya hal-hal
yang tidak diinginkan, segera hardiknya dengan suara keras :
"Kau maki siapa yang termasuk jago-jago kalangan sesat? Pek In
Hoei kalau bicara sedikitlah tahu diri, kalau kau mengacu balau terus
dengan kata-katamu yang usil, jangan salahkan kalau aku tak akan
berlaku sungkan lagi terhadap dirimu."
"Huuh...! Kau adalah seorang pentolan golongan Hek-to yang
membunuh orang tidak melihat darah, ayoh mengaku! Bukankah kau
punya ambisi besar untuk mengangkangi dunia persilatan? Bukankah
kau sendiri yang punya niat untuk menundukkan seluruh partai besar
dan memperbudak seluruh jago yang ada di kolong langit."
"Omong kosong!" teriak Hoa Pek Tuo penuh kebencian, "Hmm!
Rupanya kau telah bosan hidup!"
779
Saduran TJAN ID
780
IMAM TANPA BAYANGAN II
781
Saduran TJAN ID
782
IMAM TANPA BAYANGAN II
783
Saduran TJAN ID
"Korlea, kau serang dari sisi sebelah kiri biar aku yang
menyerang dari samping kanan!"
Berada di bawah kerubutan dua orang jago yang maha lihay itu,
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei masih tetap maju mundur
sekehendak hatinya, bukan saja menyerang dan bertahan dilakukan
dengan sangat teratur, bahkan gerakan tubuhnya amat lincah sekali,
jurus-jurus pedang yang dilancarkan cepat laksana kilat hingga
membuat Lu Kiat yang menonton jalannya pertarungan itu dari sisi
kalangan dengan mata terbelalak dan mulut melongo, ia semakin
mengagumi akan kehebatan dari ilmu silat musuhnya ini.
Hoa Pek Tuo tidak menyangka kalau Lu Kiat yang diundang
datang untuk membantu pihaknya itu sama sekali tiada maksud untuk
turun tangan memberi bantuan, diam-diam ia merasa teramat gusar
namun perasaan tersebut tidak sampai diutarakan keluar, dengan
suara yang tenang dan wajah masih dihiasi senyuman katanya :
"Lu heng, aku harap kau segera menggabungkan diri dengan
mereka dan mulai turun tangan melancarkan serangan!"
Lu Kiat segera menampik, serunya sambil gelengkan kepalanya
berulang kali :
"Dengan jumlah yang banyak mengerubuti musuh dalam jumlah
sedikit, apalagi bertempur macam roda kereta yang bergilir seperti ini,
aku sebagai seorang murid keturunan keluarga yang besar tidak sudi
untuk melakukannya!"
"Tapi kesempatan baik seperti ini sukar didapatkan, lagi pula
sebentar lagi kesempatan ini akan lenyap tak berbekas, bila ini hari
kita gagal untuk melenyapkan bangsat cilik ini, sulitlah bagi orang Bu
lim untuk menandingi dirinya lagi bila sampai demikian..." makin
berseru Hoa Pek Tuo semakin gusar hingga akhirnya ia tertawa seram.
"Hmmm! Bisa dilawan atau tak bisa dilawan itu bukan urusanku,
maaf! Aku tak dapat menemani dirimu lebih jauh..."
Jago muda ini tidak malu disebut sebagai keturunan keluarga
yang besar, setelah menyaksikan perbuatan Hoa Pek Tuo yang tak
784
IMAM TANPA BAYANGAN II
tahu malu, bukan saja telah mengerahkan empat orang jago untuk
mengerubuti seseorang bahkan memancing musuhnya dengan cara
yang licik, timbullah rasa gusar dan muak dalam hati kecil Lu Kiat,
sambil tertawa dingin ia segera meloncat keluar dari ruangan tersebut.
"Aduuuh...! Belum lama Lu Kiat berlalu dari situ, sebuah tusukan
kilat yang dilancarkan Jago Pedang Berdarah Dingin bersarang telak
di tubuh Golok Kilat Bu Sam, sebuah lengannya seketika terpapas
putus jadi dua bagian, darah segar muncrat keluar menggenangi
seluruh permukaan tanah, karena kesakitan padri murtad dari gereja
siau lim si ini segera roboh tak sadarkan diri di atas tanah.
Hoa Pek Tuo semakin naik pitam menyaksikan peristiwa itu,
jeritnya keras-keras :
"Bila aku biarkan kau lolos dari sini dalam keadaan selamat, aku
bersumpah tak mau jadi manusia..."
Secara beruntun ia lancarkan tiga buah pukulan berantai yang
mana dengan susah payah untuk sementara waktu berhasil
membendung jalan pergi dari Pek In Hoei.
Korlea yang menyaksikan ada kesempatan bagus baginya untuk
turun tangan, segera menerjang maju ke depan, pedangnya laksana
kilat lancarkan sebuah tusukan bokongan ke arah punggung lawan.
Pek In Hoei tertawa dingin, sambil putar pedangnya laksana kilat
menebas ke belakang bentaknya :
"Modar kau..."
Darah segar muncrat keluar bagaikan pancuran air, sungguh
kasihan Korlea yang masih berusia muda, belum sempat menjerit
kesakitan tahu-tahu jiwanya sudah melayang tinggalkan raganya.
Blaaam...! Pada saat itulah sebuah pukulan dahsyat dilancarkan
Hoa Pek Tuo secara diam-diam, Pek In Hoei tak sempat untuk
menghindarkan diri lagi, tubuhnya seakan-akan dihantam oleh sebuah
martil yang sangat berat segera bergetar beberapa kali dengan
kerasnya, hampir saja ia roboh terjengkang ke atas tanah.
785
Saduran TJAN ID
786
IMAM TANPA BAYANGAN II
787
Saduran TJAN ID
Bagian 34
SETELAH melewati sebuah jembatan kecil, akhirnya tibalah pemuda
itu di depan pintu rumahnya, dua orang pria baju hitam dengan sikap
yang tegap berdiri di depan pintu, Lu Kiat segera membopong Pek In
Hoei dan loncat turun dari kudanya, lalu serahkan binatang itu pada
dua orang pria tadi.
Sebelum pemuda itu melangkah masuk ke ruang, seorang nona
cilik dengan mata yang jeli dan pipi yang merah dengan rambut
dikepang dua lari menyongsong kedatangannya.
"Toako, apa yang hendak kau lakukan??" terdengar gadis cilik itu
menegur dengan nada tercengang, "Kau toh sudah tahu bahwa ayah
serta ibu paling benci melihat orang asing? Kenapa kau pulang dengan
membopong pria ini? Apa kau tidak takut dicaci maki oleh ayah dan
ibu..."
"Adikku, orang ini sudah terkena pukulan beracun, jiwanya
terancam bahaya dan kemungkinan besar bakal menemui ajalnya,"
kata Lu Kiat sambil tertawa getir, "Aku sebagai sahabat karibnya
masa tega melihat ia mati tanpa ditolong..."
"Waaah kalau begitu keadaannya maka lebih sulit lagi," ujar
gadis cilik itu sambil tertawa ringan, "obat penawar racun dari
keluarga Lu kita selamanya tidak bisa dibagi-bagikan untuk orang
luar, bila kau berani masuk ke rumah dengan tingkah laku yang
demikian gegabah, kemungkinan besar kau bakal dimaki habis-
habisan..."
"Aku tak mau ambil peduli urusan yang tak berguna seperti itu,"
kata Lu Kiat sambil gelengkan kepalanya, "keselamatan jiwa orang
ini terancam mara bahaya, bila aku tak berhasil menyelamatkan
dirinya dari cengkeraman elmaut, bukankah sia-sia belaka aku hidup
di kolong langit sebagai manusia..."
Gadis cilik ini bukan lain adalah Lu Siau Hun adik kandung Lu
Kiat yang paling dimanja oleh orang tua mereka, ketika melihat
788
IMAM TANPA BAYANGAN II
789
Saduran TJAN ID
790
IMAM TANPA BAYANGAN II
791
Saduran TJAN ID
792
IMAM TANPA BAYANGAN II
793
Saduran TJAN ID
794
IMAM TANPA BAYANGAN II
795
Saduran TJAN ID
796
IMAM TANPA BAYANGAN II
797
Saduran TJAN ID
798
IMAM TANPA BAYANGAN II
799
Saduran TJAN ID
tersebut tanpa didasari alasan yang kuat, maka kendati ia tak mau
percaya pun terpaksa harus mempercayainya juga.
"Sekarang ibuku berada di mana?" bisik Pek In Hoei sambil
menahan air mata yang jatuh bercucuran.
"Setelah ibumu berlalu dalam kesedihan, ia cuku rambut jadi
nikouw dan akan mengasingkan diri dari pergaulan dunia ramai, Pek
Tiang Hong jadi menyesal hati setelah mengetahui kejadian ini, ia
merasa tidak sepantasnya persoalan kecil yang sama sekali tak ada
artinya itu diurusi, maka pada malam itu juga ia berangkat mencari
ibumu, tetapi ibumu keburu sudah ditangkap pergi oleh seorang
musuh besar dari ayahmu, sejak peristiwa itulah hingga kini kabar
beritanya lenyap tak berbekas..."
"Siapakah orang itu?" tanya Pek In Hoei dengan hati bergetar
keras.
Lu Hujin tertawa getir.
"Setelah aku melakukan penyelidikan yang seksama selama
banyak tahun dengan susah payah perbuatan itu ternyata adalah hasil
perbuatan dari pemilik Kiam poo, berhubung tingkah laku orang-
orang benteng pedang di dalam melakukan tugasnya sangat rahasia
dan jarang sekali berhubungan dengan orang-orang kangouw maka
jarang sekali jago Bu lim yang mengetahui tentang manusia pemilik
dari benteng Kiam poo ini, sebaliknya aku meski ada niat pergi
menolong jiwa ibumu, sayang sekali tenagaku masih tak cukup untuk
bertindak secara gegabah... maka aku pun terpaksa membungkam
diri..."
"Benteng Kiam poo...! benteng Kiam poo..." bisik Lu Kiat
dengan wajah tertegun, "rasanya aku pernah mendengar akan nama
ini... tapi kapan? Dan di mana????"
"Lu heng!" seru Pek In Hoei dengan penuh emosi, "tolong
selidikilah di mana letaknya benteng Kiam poo itu? Aku ingin
menolong ibuku dalam waktu yang sesingkat-singkatnya... aku rasa
dia orang tua sudah cukup lama hidup dalam kesengsaraan..."
800
IMAM TANPA BAYANGAN II
801
Saduran TJAN ID
802
IMAM TANPA BAYANGAN II
803
Saduran TJAN ID
804
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 32
LU KIAT mengangguk, baik... ibu, legakanlah hatimu, aku pasti tak
akan membiarkan adik In Hoei menderita kerugian......."
Dari dalam saku baju Lu Hujin ambil keluar sebilah pedang kecil
berwarna kuning emas yang panjangnya mencapai enam cun dan
diserahkan ke tangan Lu Kiat, pesannya:
"Benda ini merupakan benda tanda kepercayaan dari Benteng
Kiam-poo, bawalah benda itu siapa tahu suatu ketika akan
memberikan bantuan kepada kalian, setelah luka yang diderita Pek In
Hoei sembuh kalian boleh segera berangkat!"
Dengan perasaan berat Lu Kiat memeriksa pedang emas itu,
perasaannya tiba-tiba berubah tenang dan serius, dengan hati tak
tenang ia mengangguk.
********
Di bawah sorot cahaya sang surya yang amat panas, Lu Kiat serta
Pek In Hoei melakukan perjalanan dengan gerakan yang amat lambat,
waktu itu perasaan hati mereka berdua teramat berat den masingl-
masinglmemikirkan persoalan hatinya sendiri-sendiri.
Sejak diberitahu oleh Lu Hujin, maka Lu Kiat telah mengetahui
bahwa Pek In Hoei adalah adik kandungnya sendiri sebaliknya Pek In
Hoei masih tetap bingung dan tidak tahu duduk perkara yang
sebenarnya, ia merasa asal usulnya masih tetap merupakan suatu
tanda tanya yang amat besar.
805
Saduran TJAN ID
806
IMAM TANPA BAYANGAN II
807
Saduran TJAN ID
808
IMAM TANPA BAYANGAN II
bangunan batu itu, sorot mata mereka semua segera dialihkan ke arah
ke-dua orang pemuda itu, ada di antaranya yang menunjukkan sikap
tak senang hati tapi ada pula yang segera keluar dari ruang rumah
makan dan mendekati mereka berdua.
Orang pertama yang mendekat adalah seorang petani yang
membawa cangkul, usianya sudah lanjut dengan jenggot terurai
sepanjang dada, sambil menghampiri ke-dua orang itu serunya sambil
tertawa terbahak-bahak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... kursi kebesaran raja pedang sudah
hampir lima puluh tahun lamanya didirikan di tempat ini, namun tak
ada seorang manusia pun berani menempatinya, sungguh tak nyana
selama aku masih hidup ternyata masih mempunyai kesempatan juga
menyaksikan ada orang yang berani menempatinya, peristiwa ini
benar-benar merupakan suatu kejadian yang luar biasa sekali..."
Lu Kiat yang menyaksikan petani tua itu berwajah ramah dan
aneh tidak mirip manusia kurcaci yang berniat jelek, buru-buru
memberi hormat kepadanya sambil berseru :
"Maafkanlah kami loo tiang, saudaraku ini masih terlalu muda
dan suka bergurau, sekaligus ia sudah duduk sebentar di kursi
kebesaran itu namun sama sekali tidak bermaksud apa-apa, aku harap
loo tiang suka memandang di atas wajahku..."
Perkataan yang halus dan penuh mengandung kata-kata sopan ini
dalam anggapan Lu Kiat pasti akan berhasil menyelesaikan persoalan
itu, siapa tahu air muka petani tua itu tiba-tiba berubah hebat, serunya
dengan nada dingin :
"Aku lihat kalian berdua sama-sama menggembol pedang,
sikapnya gagah dan pastilah seorang ahli di dalam permainan ilmu
pedang, kalau tidak tak mungkin kalian berani memandang enteng
orang lain dan menduduki kursi kebesaran tersebut..."
"Loo tiang, ucapanmu itu terlalu berlebihan," bantah Lu Kiat lagi
setelah tertegun sejenak, "saudaraku ini tidak lebih hanya seorang
sastrawan, kali ini aku mengajak ia keluar rumah maksudnya bukan
809
Saduran TJAN ID
810
IMAM TANPA BAYANGAN II
811
Saduran TJAN ID
812
IMAM TANPA BAYANGAN II
dengan begitu saja? Hmmm... saudara cilik, Kiam bun kwan jauh
berbeda dengan rumahmu. Kalau kau ingin berlalu dari tempat ini
dengan begitu saja... lebih baik janganlah bermimpi di tengah siang
bolong..."
"Siapa sih nama besar sianseng ini?" tegur Lu Kiat sambil
memberi hormat, "kalau didengar dari ucapanmu, agaknya kau mirip
sekali dengan seorang Bu lim cianpwee."
"Sebutan Bu lim cianpwee sih tak berani kuterima, aku si orang
yang kerjanya bertani pernah beberapa waktu lamanya belajar
kembangan silat, orang-orang di tempat ini panggil aku si Cau cu Lia,
orang tua she Lie si tukang kayu, dan pernah pula berdagang kecil-
kecilan di tempat ini..."
Terkesiap hati Lu Kiat mendengar jawaban itu, dalam benaknya
terbayang kembali akan seseorang, diam-diam ia amati sejenak
bentuk tubuh orang itu, kemudian serunya :
"Cianpwee sungguh tak nyana sebutanmu yang khas pun telah
kau rubah sama sekali... seringkali aku dengar ayahku berkata bahwa
di dalam dunia persilatan terdapat seorang jago yang bernama Lie Ji
Liong, meskipun dandanannya juga dandanan seorang tukang
penebang kayu, tetapi sebenarnya dia adalah seorang jago pedang
kenamaan..."
Air muka penebang kayu she Lie itu kontan berubah hebat.
"Siapakah ayahmu? Bolehkah aku mengetahuinya?" ia berseru.
Lu Kiat segera menggeleng.
"Aku hidup sebagai putra seorang manusia tak berani secara
kurang ajar menyebut nama orang tuaku, lebih baik namanya tak usah
diungkap saja!!!" katanya.
"Hmmm! Sekalipun kau tak mau mengatakannya, aku juga punya
cara untuk mengetahui siapakah kau?" jengek penebang kayu she Lie
dengan suara dingin, "saudara cilik, aku si penebang kayu she Lie
bukan lain adalah Lie Jie Long, sekarang cabutlah pedangmu! Aku
813
Saduran TJAN ID
814
IMAM TANPA BAYANGAN II
815
Saduran TJAN ID
816
IMAM TANPA BAYANGAN II
817
Saduran TJAN ID
termasuk suatu urusan yang amat besar, cuma kalian berdua telah
membunuh mati tiga orang sahabatku, bila urusan kita sudah sampai
di sini saja bagaimana tanggung jawabku nanti dengan atasan kami?
Karena itu andaikata kalian berdua suka tinggalkan nama sehingga
aku orang she Ciu dapat memberikan pertanggungan-jawaban nanti,
tentu saja kalian berdua boleh segera berangkat untuk melanjutkan
perjalanan!"
"Kau cukup mengingat-ingat bahwa aku she Lu, sedangkan
kalian mau lepaskan kami atau tidak aku percaya Ciu-heng juga
seorang manusia yang cerdik, dengan andalkan kemampuan yang kau
miliki masih belum tentu sanggup menahan kami berdua, bagaimana
menurut pendapatmu, betul bukan?"
"Tentu saja, tentu saja..." sahut Ciu Toa Keng berulang kali, "bagi
orang yang melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan biasanya
yang paling diutamakan adalah kepandaian silat yang sebenarnya,
dengan kelihayan yang kalian berdua miliki tentu saja kami semua tak
mampu untuk menghalanginya, tetapi aku pun hendak
memberitahukan sesuatu terlebih dahulu kepada kalian berdua, kami
semua tidak lebih hanyalah prajurit-prajurit kecil yang bertugas di
garis depan, dengan kepandaian yang kami miliki untuk melangkah
masuk ke dalam pintu bangunan majikan kami pun masih belum
berhak, maka bila kalian berdua ingin berlalu dengan begitu saja,
mungkin urusan juga tak akan segampang itu."
"Kami tiada maksud berlalu dengan begitu saja," seru Pek In Hoei
sambil tertawa dingin, kalau kurang puas, silahkan kau undang
kembali bala bantuanmu, tapi aku nasehati dirimu lebih baik carilah
yang rada mampu sehingga tidak sampai memalukan semacam
kejadian yang baru saja berlangsung ini."
"Kami toh tak pernah kenal dengan diri tootiang, dengan dirimu
juga tak pernah terikat dendam sakit hati apa pun juga. Kenapa
tootiang sengaja mencari gara-gara dengan kami? Apakah kau
pandang kami berdua mudah dipermainkan? heeeh... heeeh... heeh....
818
IMAM TANPA BAYANGAN II
819
Saduran TJAN ID
820
IMAM TANPA BAYANGAN II
821
Saduran TJAN ID
822
IMAM TANPA BAYANGAN II
823
Saduran TJAN ID
824
IMAM TANPA BAYANGAN II
825
Saduran TJAN ID
826
IMAM TANPA BAYANGAN II
827
Saduran TJAN ID
Ciu Toa Keng tak berani banyak bicara lagi, dari dalam sakunya
dia ambil keluar sebuah tabung kecil berwarna hitam dan dilemparkan
ke tengah udara...
Bluuum...! Asap hijau yang amat tebal segera mengepul di tengah
udara dan memercikkan tujuh cahaya tajam yang beraneka ragam,
meskipun di siang hari bolong namun cahaya itu cukup menyilaukan
mata...
Cahaya tajam perlahan-lahan sirap dan suasana pulih kembali
dalam kesunyian, dari tengah jalan raya tiba-tiba terdengar suara
derap kaki kuda yang amat ramai, tiga orang penunggang kuda
berbaju hitam laksana sambaran kilat cepatnya meluncur datang.
Kepada diri Lu Kiat, Yu Tootiang berkata sambil tertawa :
"Mereka bertiga adalah tiga orang sahabat dari benteng Kiam
poo, tugas mereka adalah khusus untuk menyambut kedatangan para
enghiong hoohan dari pelbagai daerah..."
Belum habis dia berkata, ke-tiga orang berbaju hitam itu sudah
meloncat turun dari atas punggung kuda, orang pertama yang
menghampiri mereka berdandan siucay, usianya pertengahan dan
langkahnya gagah sekali.
Menjumpai kehadiran orang itu, Yu Tootiang buru-buru maju
menyongsong ke depan.
"Siang heng..." sapanya sambil menjura.
Dengan pandangan dingin siucay berusia pertengahan itu
menyapu sekejap sekeliling kalangan, Ciu Toa keng serta penebang
kayu she Lie sekalian buru-buru tundukkan kepalanya rendah-
rendah,mereka tak berani mengucapkan sepatah kata pun juga.
Tampak orang itu tertawa seram dan berpaling ke arah Yu
Tootiang, tegurnya :
"Apa yang telah terjadi sehingga kau lepaskan tanda peringatan
tersebut? Ehm! Tahukah kau gampang untuk melepaskan tanda
peringatan ini, sulit untuk menariknya kembali, bila tiada kejadian
yang terlalu istimewa..."
828
IMAM TANPA BAYANGAN II
829
Saduran TJAN ID
Jilid 34
MELIHAT sikap lawannya yang jumawa itu, Lu Kiat tertawa dingin
tiada hentinya, sedang Pek In Hoei angkat kepalanya memandang
awan di angkasa.
sikapnya yang sombong dan takabur ini kontan membuat si angin
puyuh Siang Tek Sam tak kuasa menahan diri, saking gusarnya air
muka berubah hebat, tegurnya :
"Siapa mereka berdua?"
"Mereka adalah..."
Jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei melotot sekejap ke arah
lawannya, kemudian menjawab dengan suara dingin :
"Aku she Pek ...."
Selesai berkata sorot matanya di alihkan kembali ke ujung langit
yang jauh terbentang di depan mata kesombongan serta kejumawaan
itu mencerminkan sikapnya yang seakan-akan tidak memandang
sebelah mata terhadap siapa pun juga.
Si angin puyuh Siang Tek Sam tak tahan menyaksikan
kejumawaan serta kesombongan lawan, diam-diam ia putar otak dan
memikirkan siapakah gerangan pemuda she Pek itu, ia berasal dari
partai mana?
Sambil tertawa seram ia lantas berkata:
"Kau she Pek? Belum pernah aku dengar orang menggunakan she
tersebut... "
830
IMAM TANPA BAYANGAN II
831
Saduran TJAN ID
"Dan aku percaya kau tak akan berbuat demikian bukan? kau tak
akan ketakutan setengah mati hingga jatuhkan diri berlutut setelah
berjumpa dengan diriku bukan?"
Air muka Siang Tek Sam berubah hebat, ia tertawa seram dan
maju selangkah ke depan, serunya :
"Hm! Sahabat Pek apakah kau tidak takut ucapanmu itu akan
membuat lidahmu tersambar kutung oleh sambaran petir...
"Aku yakin sekarang peristiwa tersebut tidak mungkin terjadi,
sedang di kemudian hari dilihat dulu perkataan yang hendak
kuucapkan..."
Ia tarik napas panjang-panjang, senyuman mulai menghiasi
bibirnya, dengan hambar ia berkata, "Sababat Siang sudah cukupkah
kau perlihatkan kegagahanmu itu?..."
"Toako!" pria yang berada di samping kanan Siang Tek Sam buka
suara dan maju ke depan dengan wajah penuh kegusaran, "bajingan
cilik ini terlalu tidak beri muka kepada kita semua, aku Bwee Tong
Hay paling tidak percaya dengan segala permainan setan, ini hari aku
ingin lihat sampai di manakah kegagahan dari sahabat itu..."
Ia melotot sekejap ke arah Pek In Hoei kemudian tegurnya :
"Hey, kau merangkak keluar dari perut ibumu yang mana?"
Pek In Hoei balas melotot sekejap ke arah lawannya, kemudian
menyahuti:
"Cukup meninjau dari perkataanmu itu, kau harus dihadiahkan
sebuah gaplokan mulut yang keras!"
Plooook! bersamaan dengan selesainya perkataan itu sebuah
gaplokan nyaring tahu-tahu sudah bersarang di atas wajah lawan.
Bwee Tong Hay mundur dengan sempoyongan, pipinya terasa panas,
sakit dan linu saking gusarnya darah segar muntah keluar dari
mulutnya, dua biji giginya patah jadi dua bagian, hawa gusar seketika
berkobar membakar hatinya.
Tetapi ada satu hal yang cukup mengejutkan hati orang, yakni
siapa pun tak sempat melihat jelas dengan cara apakah jago pedang
832
IMAM TANPA BAYANGAN II
833
Saduran TJAN ID
"Kau tak usah kuatir, asal di situ ada permainan yang menarik
hati, aku orang she Pek pasti akan datang untuk melihat keramaian.
Bwee-toa-eng-hiong! Babatan pedangmu itu sungguh luar biasa
sekali cuma sayang kemantapannya baru mencapai beratnya empat
kati kacang goreng..."
"Kentut busuk" teriak Bwee Tong Hay dengan gusarnya, "toa-ya
tidak percaya bacokan tersebut tak mampu untuk membinasakan
dirimu..."
"Kalau tidak percaya tanyakanlah kepada tootiang ini"
kata Pek In Hoei dengan alis berkerut, "ia dapat memberitahukan
kepadamu..."
"Apa???" teriak Bwee Tong Hay dengan suara keras. "kau suruh
aku bertanya kepada Yu Tootiang? Dia itu manusia macam apa?
Apakah ia bisa lebih hebat daripada diriku cis... aku sih tak akan
percaya permainan setan...."
Akhirnya ia tak kuasa juga menahan diri, sambil menoleh ke arah
Yu Tootiang tanyanya:
"Lo Yu, kau yang suruh keparat cilik itu menahan diriku?"
Ucapan yang sama sekali tak kenal sopan ini, bagi setiap orang
yang mempunyai perasaan tentu tak akan kuat menahan diri,
meskipun air muka Yu Tootiang berubah hebat tetapi dengan imannya
yang tebal serta terutama sekali ia agak jeri terhadap ke-tiga orang itu,
segera jawabnya:
"Tidak, kau jangan mendengarkan ocehan orang lain..."
Bwee Tong Hay mendengus dingin, sambil mencekal pedangnya
ia maju menghampiri pemuda itu, bentaknya keras-keras:
"Bajingan cilik she Pek, kau terlalu jahat... kau harus dikasih
pelajaran!"
"Dan bagaimana dengan kau sendiri? Aku lihat kau lebih jahat
lagi, saking jahatnya sampai anjing pun tak sudi menggubris dirimu!"
"Hmmm!" dengusan berat bergema di angkasa, bayangan pedang
diiringi suara desiran tajam bergeletar menembusi udara menerjang
834
IMAM TANPA BAYANGAN II
835
Saduran TJAN ID
836
IMAM TANPA BAYANGAN II
dalam Benteng Kiam-poo kami, maka dengan senang hati pula aku
akan mengajak kalian masuk ke dalam benteng Kiam poo..."
"Waah soal itu terlalu sulit bagiku," jawab Pek In Hoei sambil
gelengkan kepalanya berulang kali, "Watakku suka bergerak aku tak
senang tinggal terlalu lama di suatu tempat tertentu, syaratmu yang
pertama ini sulit untuk aku laksanakan..."
"Syarat yang ke-dua adalah khusus ditujukan bagi sahabat-
sahabat yang sengaja diundang oleh benteng Kiam poo kami, tentang
soal ini aku sudah tahu bahwa kau bukan sahabat benteng kami, maka
lebih baik tak usah dibicarakan lagi... " kata Siang Tek Sam dengan
suara dingin alisnya berkerut kencang kemudian teriaknya dengan
suara keras :
"Syarat terakhir adalah khusus ditujukan bagi mereka yang
sengaja datang ke Benteng Kiam-poo kami untuk menuntut balas,
andaikata sahabat Pek termasuk dalam golongan yang terakhir maka
urusan semakin gampang lagi, asal punya kepandaian maka benteng
Kiam poo kami setiap saat dapat menantikan kedatanganmu!"
"Huuuh.... sungguh banyak peraturan dari Benteng Kiam-poo
kalian..."
Si Angin Puyuh Siang Tek Sam mendengus dingin.
"Peraturan itu sudah berlaku semenjak dahulu kala. Dan kini kau
hendak mengunjungi benteng Kiam Poo pada detik ini juga ataukah
nanti saja? biar kau menyadari bahwa ilmu silat yang kamu miliki
masih terlalu cetek, aku nasehati kalian berdua alangkah baiknya
untuk membatalkan niatmu itu dan pulanglah ke rumah untuk berlatih
lagi selama beberapa tahun..."
"Apa kedudukanmu di dalam benteng Kiam poo ??"
"Kami sekalian tidak lebih hanya manusia kecil yang bertugas
untuk menyambut kedatangan para sahabat kangouw yang hendak
berkunjung ke Benteng Kiam-poo, dalam soal kedudukan kami masih
belum berhak untuk melangkah masuk ke dalam pintu tingkat ke-dua.
Sahabat Pek! Apa maksudmu mengajukan pertanyaan itu ?"
837
Saduran TJAN ID
"Harap bawa jalan buat kami," sahut Pek In Hoei dengan wajah
dingin menyeramkan.
"Apa yang hendak kau lakukan ?" seru si Angin Puyuh Siang Tek
Sam dengan wajah berubah hebat.
Pek In Hoei mendongak dan tertawa terbahak-bahak, sahutnya
dengan suara lantang:
"Kalau memang benar di dalam Benteng Kiam-poo terdapat
begitu banyak jago lihay aku Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei merasa sudah sepantasnya untuk melakukan kunjungan. Sahabat
Siang, dengan merek namaku ini apakah aku berhak untuk melakukan
kunjungan? eebm?"
"Ini..." sekarang Siang Tek Sam si angin puyuh baru mengenali
siapakah sebenarnya pemuda yang berada di hadapannya itu, saking
terkejutnya sekujur tubuh nampak gemetar keras, setelah berpaling
dan melotot sekejap ke arah Ya Totiang, katanya:
"Aku akan segera menyiapkan kuda bagi kalian berdua!"
Sekarang ia baru menggerutu kepada Yu Tootiang kenapa tidak
memberitahukan siapakah pihak lawannya sejak tadi, dengan hati
mendongkol ia segera loncat naik ke atas punggung kudanya diiringi
ke-dua orang rekannya, dengan tenang mereka menunggu Pek In Hoei
serta Lu Kiat naik ke atas punggung kudanya, setelah itu lima ekor
kuda dengan cepatnya meluncur di tengah jalan raya.
Bayangan Kiam-bun-kwan kian lama kian menjauh dan akhirnya
lenyap dari pandangan, seakan-akan di kolong langit tidak terdapat
tempat semacam itu... lima ekor kuda berlarian dengan gencarnya di
tengah jalan menimbulkan debu dan pasir yang beterbangan
memenuhi angkasa....
Sepanjang perjalanan Bwee Tong Hay serta seorang pria yang
lain dengan kencang mengikuti di belakang Lu Kiat atau tegasnya saja
mereka sedang mengawasi gerak-gerik pemuda itu, sebab dari balik
sorot mata mereka berdua terpancar keluar sinar permusuhan yang
838
IMAM TANPA BAYANGAN II
amat tebal, seringkali sorot mata itu ditujukan ke atas tubuh pemuda
she Lu.
Sedangkan Si angin puyuh Siang Tek Sam dengan ketat
mengawasi gerak-gerik dari Jago Pedang Berdarah Dingin, tiada
hentinya ia mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan
yang tidak diinginkan, sebab ia takut pihak lawannya secara tiba-tiba
melancarkan serangan mematikan, karena itu mau tak mau dia harus
membuat perhitungan bagi keselamatannya sendiri....
Perjalanan dilakukan lama dan jauh sekali, siapa pun merasa
pikirannya tegang dan kalut sepanjang perjalanan.... tetapi baik Pek
In Hoei mau pun Lu Kiat masih tetap tenang-tenang saja, sikapnya
yang tenang sama sekali tidak nampak gugup ini mendatangkan
perasaan tak tenang bagi Siang Tek Sam bertiga...
"Dimana letaknya??" tegur Pek In Hoei suatu ketika sambil
memandang ke depan, "kenapa belum sampai juga di tempat tujuan..."
"Setelah melewati tikungan bukit sebelah depan, kita akan
sampai di tempat tujuan..."
Dengan pandangan ketakutan ia melirik sekejap ke arah
lawannya, ia takut secara tiba-tiba pihak lawan melancarkan serangan
ke arahnya sebab sikapnya yang dingin dan sama sekali tiada
berperasaan itu membuat ia mempunyai perasaan seolah-olah sedang
mendampingi seekor harimau, setiap saat jiwanya mungkin terancam
bahaya.
Siang heng, sungguh tidak pendek perjalanan ini," sindir Lu Kiat
dengan suara dingin.
Dalam hati kecilnya si angin puyuh Siang Tek Sam mempunyai
perhitungan, ia tertawa jengah dan sahutnya:
"Bukit di sebelah depan situ namanya Hoan bun po, setelah
melewati tempat itu berarti kalian berdua sudah tidak mendapatkan
jalan untuk balik lagi!"
Setelah menuruni bukit yang terjal itu, di atas tanah lapang
dengan rumput yang tumbuh subur nampak bekas kaki simpang siur
839
Saduran TJAN ID
tertera di atas tanah, jelas sering kali tempat itu dilewati orang.
Mereka berlima dengan cepat melalui tanah lapang itu dan berhenti di
depan sebuah hutan yang sangat lebat.
"Hmmm !" dari balik hutan yang lebat berkumandang datang
suara dengusan berat yang amat mendalam, seorang kakek tua
berjubah serba merah munculkan diri dari balik pepohonan, sambil
tertawa seran ia berseru nyaring:
"Siang Tek Sam, siapa yang suruh kau tanpa urusan lari datang
kemari... "
"Malaikat penjaga sukma, hamba datang kemari untuk
menghantar tamu agung masuk benteng..." jawab Siang Tek Sam
dengan sikap yang sangat hormat.
"Ooooh...... tamu dari mana yang mau datang menghantar
kematiannya??"
Pria she Siang itu melirik sekejap ke arah Pek In Hoei lalu
menjawab: "Jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei..."
Air muka malaikat penjaga sukma berubah dingin menyeramkan,
setelah melirik sekejap ke arah Pek In Hoei serta Lu Kiat ujarnya:
"Harap kalian berdua suka turun dari atas kuda, perjalanan
selanjutnya menjadi tanggung jawabku, bila aku telah menghantar
kalian berdua tiba di depan pintu benteng maka berarti pula tugasku
telah selesai..."
Meskipun perkataan itu diucapkan dengan nada sungkan, tetapi
dalam hati merasa amat tidak puas dengan kehadiran dua orang
pemuda itu.
Pek In Hoei mencibirkan bibirnya dan tertawa nyaring.
"Kalau memang demikian adanya, harap Lo sian-seng suka
menghantar perjalanan kami... " katanya.
Bersama-sama dengan Lu Kiat ia menyingkap jubah luarnya, lalu
bagaikan segumpal kapas dengan enteng sekali loncat turun ke atas
tanah, sikapnya yang santai dan rileks seakan-akan tak pernah terjadi
sesuatu kejadian apa pun ini membuat malaikat penjaga sukma
840
IMAM TANPA BAYANGAN II
841
Saduran TJAN ID
842
IMAM TANPA BAYANGAN II
Tampaklah ke-dua belah pintu baja yang amat besar itu perlahan-
lahan membentang ke samping, dari dalam benteng muncullah dua
orang pria penjaga pintu.
"Ong toako," Malaikat Penjaga Sukma menyapa, "harap kau
laporkan kepada pengurus benteng, katakanlah Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei serta Lu Kiat datang untuk mengunjungi
benteng..."
"Hmm! Tidak bisa, sekarang tidak diperkenankan untuk
masuk..." sahut pria yang berada di sisi kiri sambil mendengus.
Malaikat Penjaga Sukma jadi tertegun.
"Ong toako, sebenarnya apa yang telah terjadi??" serunya.
"Kau betul-betul tolol dan makin tua makin bertambah pikun,"
jawab pria itu dengan sikap yang amat sombong, "apakah kau lupa
sekarang adalah hari apa? Toa kongcu dan toa siaocia sebentar lagi
akan keluar dari benteng..."
"Oooh... aku betul-betul sangat bodoh... aku memang sangat
tolol, ternyata urusan itu sudah aku lupakan!" kata Malaikat Penjaga
Sukma dengan tubuh gemetar keras.
Kepada Pek In Hoei ia tertawa getir dan melanjutkan :
"Sahabat Pek, kongcu serta siocia dari benteng kami sebentar lagi
akan keluar benteng untuk menikmati pemandangan alam, dalam
keadaan seperti ini biasanya poocu kami tak pernah menemui tamu,
terpaksa kalian berdua harus kembali dulu.. Inilah rejeki yang paling
bagus buat kalian berdua untuk melanjutkan hidup, sebab meneruskan
perjalanan ke depan hanya berarti mencari kematian bagi diri
sendiri..."
"Sungguh tidak sedikit peraturan dari benteng kalian ini..." ejek
Lu Kiat dengan suara dingin.
Air muka Malaikat Penjaga Sukma agak berubah sedikit, buru-
buru serunya memperingatkan :
"Kalau berbicara harap sedikitlah berhati-hati, kalian mesti tahu
Benteng Kiam-poo jauh berbeda dengan perguruan biasa lainnya,
843
Saduran TJAN ID
barang siapa yang terjatuh ke tangan kami belum ada seorang pun di
antaranya yang berhasil lolos dalam keadaan hidup..."
Dengan sorot mata tajam Pek In Hoei melirik sekejap ke arah
Benteng Kiam-poo yang besar dan menyeramkan itu, tiba-tiba sekilas
napsu membunuh terlintas di atas wajahnya, ia tarik napas panjang-
panjang dan berkata :
"Lu toako, mari kita serbu sendiri ke dalam benteng..."
"Ehmm... aku lihat terpaksa kita harus berbuat demikian..." jawab
Lu Kiat sambil mengangguk.
Traang...! Di kala ke-dua orang itu secara diam-diam sedang
berunding untuk melakukan penyerbuan secara kekerasan, tiba-tiba
dari balik Benteng Kiam-poo yang menyeramkan itu berkumandang
datang suara genta tersebut sehingga bergema menembusi angkasa...
kemudian pantulan suara tadi menyebar di udara dan perlahan-lahan
sirap kembali...
"Menyingkir..." dua orang pria yang berdiri di depan pintu
benteng itu segera membentak keras.
Malaikat Penjaga Sukma tahu bahwa toa kongcu serta nona
mereka akan keluar dari benteng, saking takutnya buru-buru ia
berseru :
"Kalian berdua harap segera menyingkir dari sini..."
Agaknya ia merasa amat takut terhadap putra serta putri dari
poocunya itu, dengan wajah berubah hebat buru-buru ia putar badan
dan kabur dari jembatan penyeberangan.
Dengan sikap yang sangat hormat dua orang pria yang berdiri di
sisi pintu benteng itu segera bongkokkan tubuhnya dan tunduk kepala
memandang ke atas lantai, sorot mata mereka tak berani berkeliaran
secara sembarangan dan gerak-geriknya ketakutan sekali.
Bagian 35
LU KIAT yang menyaksikan kejadian itu diam-diam mengerutkan
dahi, dan berseru :
844
IMAM TANPA BAYANGAN II
845
Saduran TJAN ID
846
IMAM TANPA BAYANGAN II
847
Saduran TJAN ID
848
IMAM TANPA BAYANGAN II
849
Saduran TJAN ID
850
IMAM TANPA BAYANGAN II
851
Saduran TJAN ID
852
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Tempat ini bukan suatu tempat yang baik," nasehat Cui Tiap
Tiap lagi dengan wajah sedih, rasa murung dan kesal terlintas di atas
wajahnya, "ayahku telah mendengarkan ucapan manusia laknat,
perbuatannya sangat melanggar kebiasaan orang Bu lim, walaupun
aku ada maksud untuk menasehati dia orang tua, sayang tenaga serta
kemampuanku amat terbatas, aku tak dapat menolong situasi ini
lagi..."
Ia melirik sekejap pertarungan yang sedang berlangsung antara
ke-dua orang pemuda itu, kemudian bentaknya keras-keras:
"Tahan! Kiam Beng, ayoh kembali..."
Dalam pada itu seluruh jidat Cui Kiam Beng telah basah kuyup
oleh air peluh, ia mulai merasa keteter hebat dan mulai tak sanggup
mempertahankan diri, ketika mendengar suara bentakan dari encinya,
dengan cepat ia dorong pedangnya ke belakang lalu bagaikan
segulung angin meloncat keluar dari gelanggang.
"Eeei... kenapa secara tiba-tiba kau hentikan pertarungan ini?
Apakah sudah tak diteruskan lagi..." ejek Pek In Hoei dengan suara
dingin lagi ketus.
Cui Kiam Beng terengah-engah, sambil mengatur pernapasan
sahutnya, "ilmu silatmu memang lihay sekali, sebentar akua pasti
akan minta petunjuk lagi darimu..."
Cui Tiap Tiap menggerakkan tubuhnya yang ramping dan
perlahan-lahan maju ke depan, raut wajahnya yang cantik jelita
bagaikan sekuntum bunga tiba tertutup oleh sikap yang dingin
menggidikan hati, tegurnya dengan nada tidak senang hati :
"Siapa yang suruh kau bergebrak lagi dengan orang lain..."
"Cici!" sahut Cui Kiam Beng dengan alis berkerut, "dalam
keadaan seperti ini kenapa kau tampil pula ke depan?? Apa pesan ayah
kepadamu? Seorang gadis perawan masa secara sembarangan
munculkan diri untuk berjumpa dengan orang asing..."
"Hmm! Makin lama kau semakin tak tahu aturan, aku pun hendak
kau urusi???" bentak gadis itu dengan nada dingin.
853
Saduran TJAN ID
854
IMAM TANPA BAYANGAN II
855
Saduran TJAN ID
Jilid 35
SIAPA tahu pemuda itu tak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi,
ternyata ia menantang kembali untuk berduel.
Jago Pedang Berdarah Dingin bukanlah manusia suka diganggu,
napsu membunuh seketika menyelimuti wajahnya, dengan suara
ketus serunya :
"Cui Sau poocu, ada pepatah kata aku ingin beritahukan
kepadamu lebih dahulu kata-kata itu yakni : tidak naik ke atas puncak
gunung, orang tak akan tahu tingginya gunung, tak masuk ke dalam
samudra tak akan tahu dalamnya lautan. Hingga detik ini mungkin
kau masih belum berjumpa dengan jago silat yang betul-betul lihay,
suatu hari kau akan merasakan bagaimana rasanya seorang yang
menderita kekalahan, waktu itu kau baru akan merasa betapa luasnya
pelajaran ilmu pedang yang terdapat di kolong langit."
"Aku tak sudi mendengarkan nasehatmu itu," tukas Cui Kiam
Beng sambil putar pedangnya.
"Adikku, kau tak boleh berbuat demikian!" bentak Cui Tiap Tiap
dengan wajah berubah hebat.
"Cici kenapa kau begitu tak tahu diri," seru Cui Kiam Beng
sambil memberi hormat kepada kakaknya, "berhadapan muka dengan
seorang jago pedang macam dia, hal ini merupakan satu kesempatan
yang terbaik bagiku untuk menjajal ilmu silat keluarga kita, aku
percaya di kolong langit tiada ilmu pedang lain yang mampu
mengalahkan ilmu pedang keluarga kita."
856
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Perkataan dari Pek sauhiap sedikit pun tidak salah," bentak Cui
Tiap Tiap dengan gusar, "di luar gunung masih ada gunung, di luar
manusia cerdik masih ada manusia cerdik, sekali pun keluarga kita
mendapat julukan sebagai keluarga nomor wahid di kolong langit, kita
pun tak berani mengunggulkan ilmu silatnya sebagai nomor satu di
seluruh dunia, karena banyak sekali terdapat jago-jago pedang pandai
yang lebih suka mengasingkan diri daripada ikut memperebutkan
nama kedudukan."
"Aku tak mau mendengarkan perkataanmu yang menggelikan
telinga itu," seru Cui Kiam Beng sambil tertawa dingin, "mencapai
kedudukan yang tertinggi merupakan cita-cita dari setiap jago yang
belajar ilmu pedang, cici kau tak usah mencampuri urusanku lagi..."
Pedang pendeknya digetarkan keras-keras dan serunya kembali :
"Manusia she Pek! Mari kita tetapkan menang kalah kita di ujung
senjata!"
Pada saat itu hawa murninya yang sudah banyak hilang akibat
pertarungan sengit yang barusan berlangsung telah pulih kembali
seperti sediakala, ia menghembuskan napas panjang-panjang lalu
berteriak keras, pedang pendek dalam genggamannya bergerak
membentuk satu gerakan busur yang berwarna kehijau-hijauan,
setelah berhenti sejenak di tengah udara laksana kilat segera
menyusup ke depan.
"Hmmm!" Pek In Hoei mendengus dingin tubuhnya loncat maju
ke depan meloloskan diri dari serangan tersebut, pedangnya
digetarkan keras dan segera membabat masuk ke dalam lewat sisi kiri
musuhnya.
Cui Kiam Beng putar pedangnya sambil maju ke depan, tiba-tiba
langkahnya memanjang satu kali lipat dari keadaan biasa.
Traaang... sepasang pedang segera saling bentur satu sama lain,
menyebabkan percikan bunga api berhamburan ke seluruh udara,
suara pekikan nyaring menggeletar di udara dan lama sekali baru
membuyar kembali.
857
Saduran TJAN ID
858
IMAM TANPA BAYANGAN II
penghinaan bagi keluarga Cui kita, pedang itu adalah hadiah dari ayah
ketika aku berulang tahun delapan belas tahun..."
Dengan perasaan sakit hati karena pedangnya rusak, ia berseru
kembali dengan suara gemetar :
"Cici, kau harus balaskan dendam bagiku... rampaskan pedang
mestika penghancur sang surya itu untukku..."
"Adikku, ilmu silatmu tak dapat menangkan orang, hawa
murnimu tidak sesempurna tenaga dalam yang dimiliki Pek sauhiap
maka pedangmu kutung dan rusak," ujar Cui Tiap Tiap sambil
menggelengkan kepalanya. "Untung ayah kita memiliki pelbagai
macam pedang mestika yang tak ternilai harganya, biarlah ayah
menghadiahkan lagi sebilah pedang yang lain untukmu..."
"Omong kosong!" bentak Cui Kiam Beng setengah menjerit,
"pedang adalah rohku, senjata adalah mata dari seorang jago pedang,
bila pedang itu lenyap berarti aku kehilangan jiwaku, aku tak akan
kuat menahan pukulan batin yang demikian beratnya ini..."
"Aaai..." suara helaan napas panjang berkumandang dari balik
pintu benteng, seorang kakek tua berjenggot hitam dengan pandangan
dingin menatap sekejap wajah Pek In Hoei, kemudian sambil
berpaling ke arah Cui Kiam Beng ujarnya :
"Kiam Beng, apa yang diucapkan cicimu sedikit pun tidak salah,
ilmu silatmu masih terlalu cetek, seandainya kau tidak lalai berlatih
ilmu silatmu dengan tekun dan rajin tidak mungkin kau akan
mengalami akhir seperti yang kau alami pada saat ini."
"Paman Sam siok!" seru Cui Kiam Beng dengan suara sedih.
Sementara Lu Kiat yang menyaksikan kemunculan orang itu,
hatinya segera terkesiap, ia tidak menyangka jago kalangan hekto
yang pernah tersohor namanya pada dua puluh berselang, Kongsun
Kie dapat dijumpainya di tempat itu, pelbagai ingatan dengan cepat
berkelebat dalam benaknya namun untuk sesaat ia tak tahu apa yang
mesti dilakukan.
859
Saduran TJAN ID
860
IMAM TANPA BAYANGAN II
861
Saduran TJAN ID
862
IMAM TANPA BAYANGAN II
sewaktu ada di luar benteng tadi, segera ada orang lari melaporkan
kejadian ini kepada sang nenek tua yang amat membelai putra
angkatnya ini.
Ketika mendengar putra angkatnya menderita kekalahan total,
nenek tua ini jadi naik pitam, ia segera minta persetujuan dari sang
poocu untuk memberi pelajaran lebih dahulu kepada Pek In Hoei
sebelum berjumpa dengan dirinya.
Sementara itu Cui Kiam Beng telah memburu maju ke depan
sambil berseru keras :
"Ibu angkat!"
"Kiam Beng, beritahu ibu angkatmu, anak jadah mana yang telah
menganiaya dirimu!" seru Soat Hoa Nio Nio dengan suara dingin dan
ketus.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei sama sekali tidak
menyangka nenek tua berwajah dingin dan berbicara ketus itu punya
mulut usil yang kotor, tanpa ikatan dendam atau pun permusuhan
begitu buka mulut dirinya lantas dimaki sebagai anak jadah.
Sambil tertawa dingin tubuhnya segera melangkah maju ke
depan, makinya dengan suara sinis :
"Huuh! Kau ini manusia macam apa? Berani benar memaki orang
dengan kata yang tidak senonoh!"
Soat Hoa Nio Nio berpaling dan melirik sekejap ke arah si anak
muda itu, kemudian kepada Cui Kiam Beng tanyanya :
"Kiam Beng, apakah anak jadah ini yang menganiaya dirimu?"
"Sedikit pun tidak salah, dia adalah Jago Pedang Berdarah Dingin
Pek In Hoei!"
"Jago Pedang Berdarah Dingin?" Soat Hoa Nio Nio tertawa
mengejek dengan suara yang amat sinis, "Huuuh! Jago Pedang
Berdarah Dingin itu manusia macam apa? aku si nenek tua sudah
hidup berpuluh-puluh tahun lamanya di kolong langit, belum pernah
ada orang yang berani berlagak congkak semacam anak jadah ini."
863
Saduran TJAN ID
"Oooh... Jadi kau ingin lihat? Mungkin aku tak akan membuat
kau jadi kecewa..." seru Pek In Hoei dengan gusarnya.
Dengan penuh kemarahan Soat Hoa Nio Nio mengetukkan toya
besinya keras-keras ke atas lantai, serunya :
"Cuuuh! Bajingan cilik kau betul-betul seorang manusia yang tak
tahu adat."
Kongsun Kie yang selama ini berada di sisinya tidak tahu kalau
nenek tua yang tak kenal aturan ini sudah minta ijin lebih dahulu dari
poocu mereka, menyaksikan tingkah polahnya kian lama kian
bertambah kasar dan tidak memakai aturan, hatinya jadi sangat
gelisah, buru-buru serunya :
"Nio-nio! Harap kau mengundurkan diri dari sini, setelah
bertemu dengan poocu nanti, belum terlambat bukan bila kau hendak
bikin perhitungan dengan Jago Pedang Berdarah Dingin."
"Tidak bisa jadi," tukas Soat Hoa Nio Nio sambil mendengus
dingin, "urusan pribadi dari aku si nenek tua lebih baik kau tak usah
ikut campuri."
Air muka Kongsun Kie berubah hebat.
"Kau..." serunya.
"Kenapa? Kalau tidak terima laporkan saja peristiwa ini kepada
poocu!" teriak Soat Hoa Nio Nio sambil melototkan sepasang
matanya bulat-bulat.
Setelah nenek tua ini mengumbar napsu amarahnya, kepada siapa
pun ia tidak memberi muka. Kendati kedudukan Kongsun Kie dalam
Benteng Kiam-poo tidak rendah namun ia pun tak mampu mengusik
kebiasaan dari nenek tua ini.
Terpaksa sambil tertawa getir ia gelengkan kepalanya berulang
kali dan mengundurkan diri dari tempat itu.
Soat Hoa Nio Nio tertawa seram, serunya kemudian :
"Kiam Beng! Beri hadiah dua gablokan keras untuk bajingan cilik
itu."
864
IMAM TANPA BAYANGAN II
865
Saduran TJAN ID
"Siapa lagi kalau bukan kau! Di sini tak ada nenek lain kecuali
kau seorang nenek sialan!" sahut Pek In Hoei ketus, "nenek bangkotan
yang sudah hampir masuk ke liang kubur bukan saja kau sudah tua
bangkotan, lagi pula jelek dan keriputan, di kolong langit belum
pernah kujumpai seorang nenek jelek yang tua lagi sialan semacam
dirimu ini..."
Weesss...! Di tengah udara segera berkelebat lewat segumpal
bayangan toya disertai desiran angin tajam, bayangan itu langsung
menumbuk ke arah tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin dengan
hebatnya.
Dalam keadaan gusar yang tak tertahankan, Soat Hoa Nio Nio
tanpa mengucapkan sepatah kata pun segera ayunkan toyanya
mengemplang tubuh lawan, dia ingin dalam sejurus saja berhasil
memukul mati Pek In Hoei yang dibencinya itu.
"Hmmm!" Pek In Hoei mendengus dingin, "nenek tua sialan yang
hampir masuk liang kubur, akan kusuruh kau rasakan kelihayan dari
aku Jago Pedang Berdarah Dingin..."
Ia benci kepada Soat Hoa Nio Nio karena sikapnya yang congkak
serta tidak pakai aturan itu, karenanya dalam melancarkan serangan
ia tidak ragu-ragu dan sama sekali tak kenal ampun, sambil loncat
maju ke depan pedang mestika penghancur sang surya dicabut keluar,
setelah menghindar diri dari ancaman lawan ia balas menyerang dari
samping sebelah kiri.
Rupanya Soat Hoa Nio Nio tidak menyangka kalau ilmu silat
yang dimiliki lawannya begitu tinggi dan sempurna, sebelum jurus
serangannya dilancarkan tahu-tahu bayangan tubuh lawan sudah
lenyap tak berbekas. Menanti ia merasakan datangnya ancaman
pedang dari lawannya, tahu-tahu bayangan pedang yang amat
menyilaukan mata telah mengurung di sekeliling tubuhnya.
"Aaaah...! Ilmu simpanan dari partai Thiam cong... ilmu pedang
penghancur sang surya...!"
866
IMAM TANPA BAYANGAN II
867
Saduran TJAN ID
868
IMAM TANPA BAYANGAN II
869
Saduran TJAN ID
870
IMAM TANPA BAYANGAN II
Dalam pada Cui Tiap Tiap dengan sorot mata penuh perhatian
dan rasa kuatir melirik sekejap ke arah Lu Kiat, lalu berpesan :
"Lu heng, harap kau jangan bertengkar dengan ayahku, di adalah
seorang yang baik hati..."
"Aku mengerti akan kesulitan hatimu," sahut Lu Kiat sambil
geleng kepalanya, "tetapi keadaan ini terpaksa harus dilakukan..."
Sementara pembicaraan masih berlangsung tiba-tiba dari luar
pintu berkumandang datang suara teguran berat :
"Poocu tiba..."
Seorang kakek tua berwajah bentuk kuda dengan alis yang
panjang, mata yang jeli serta jenggot hitam terurai sepanjang dada
perlahan-lahan munculkan diri dari balik pintu.
Kongsun Kie buru-buru bangkit berdiri dan menyongsong
kedatangan majikannya.
"Poocu!" ia berseru, "Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat
sudah menanti agak lama..."
"Hmm aku sudah tahu," sahut pemilik benteng Kiam poo sambil
mengangguk, "Kiam Beng! Tiap Tiap! Kalian boleh segera undurkan
diri dari sini."
"Ayah! Ananda tak mau keluar dari sini," teriak Cui Kiam Beng
dengan hati gelisah, "aku ingin lihat dengan cara bagaimana ayah
hendak menjatuhkan hukuman terhadap manusia jumawa ini. Ayah!
Ananda ingin menyaksikan sendiri kematian menjemput
kehidupannya, aku hendak membacok sendiri bajingan itu dengan
golok!"
"Omong kosong!" bentak pemilik Benteng Kiam-poo dengan
sura keras, "tahukah tempat ini adalah tempat apa? Siapa suruh kau
usil mulut dan banyak bicara??"
Walaupun Cui Kiam Beng serta Cui Tiap Tiap tidak ingin
tinggalkan tempat itu dalam keadaan demikian tetapi sorot mata
ayahnya yang mengandung hawa kegusaran serta sikapnya yang
871
Saduran TJAN ID
872
IMAM TANPA BAYANGAN II
tidak seorang manusia pun yang akan menghalangi gerak gerik kalian
berdua, tetapi seandainya ingin keluar dari benteng ini secara diam-
diam, maka... itu seperti mencari kematian buat diri sendiri..."
"Hmmm! Dengan andalkan kekuatan apa benteng kalian ajukan
peraturan semacam itu?" jengek Pek In Hoei dengan pandangan
menghina.
Pemilik Benteng Kiam-poo pun tak mau mengalah, dia berseru
pula :
"Kenapa kau berkunjung ke Benteng Kiam-poo?? Bukankah
ingin mencari ibumu?? Hmm... hmmm... Pek In Hoei! Asal usulmu
sudah berhasil kuketahui dengan amat jelas, selama berada di dalam
Benteng Kiam-poo, kau Jago Pedang Berdarah Dingin tak akan
mampu menunjukkan keganasanmu lagi..."
Terkesiap hati Pek In Hoei mendengar ucapan itu, tanpa sadar ia
berseru lantang :
"Apakah ibuku benar berada di dalam Benteng Kiam-poo??"
Pemilik Benteng Kiam-poo mendengus dingin.
"Hmmm! Dia bukan ibu kandungmu!" serunya.
Baik Pek In Hoei mau pun Lu Kiat sama-sama tercengang setelah
mendengar perkataan itu, mereka tidak menyangka kalau pemilik
Benteng Kiam-poo adalah seorang manusia yang lihay, sehingga
rahasia asal usul diri Pek In Hoei pun berhasil diselidiki hingga begitu
jelas.
Jago Pedang Berdarah Dingin merasa hatinya amat sakit seperti
diiris-iris dengan pisau belati, bentaknya dengan suara gemetar :
"Siapa yang bilang begitu?? Kau jangan ngaco belo tak
karuan...hati-hati dengan mulut usilmu itu!"
Pemilik Benteng Kiam-poo tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... mungkin hati kecilmu memahami
akan persoalan itu dan aku rasa pun-poocu tiada maksud untuk
membohongi dirimu atau mungkin kau merasa heran dan tidak habis
873
Saduran TJAN ID
874
IMAM TANPA BAYANGAN II
875
Saduran TJAN ID
876
IMAM TANPA BAYANGAN II
877
Saduran TJAN ID
Air muka poocu dari Benteng Kiam-poo ini berubah jadi dingin
menyeramkan, dengan suara seram terusnya :
"Kelihayan dari ruangan ini tidak terletak pada bagian itu saja,
pada saat ke-empat buah dinding tersebut merapat satu sama lainnya,
asal alat rahasia digerakkan maka ke-empat buah dinding ini akan
saling bertumbuk satu sama lainnya, karena itu bukan saja orang yang
terkurung dalam ruangan ini tak mungkin berhasil untuk meloloskan
diri bahkan mereka pun kemungkinan besar akan mati secara
mengerikan dengan tubuh ditembusi berpuluh-puluh bilah pisau
tajam..."
Baik Lu Kiat mau pun Pek In Hoei sama-sama terkejut dibuatnya
setelah mendengar perkataan itu, jantung mereka berdebar keras dan
perasaan hatinya tercekat, ketika sorot mata mereka dialihkan ke
sekeliling tempat itu maka tampaklah dinding berpisau itu masih
bergerak maju dengan lambatnya membuat ruangan di tengah
kalangan kian lama kian bertambah sempit, untung poocu dari
Benteng Kiam-poo hadir pula di tempat itu sehingga pada waktu itu
mereka tak usah kuatir jiwanya terancam.
Pek In Hoei mencibirkan bibirnya dan berkata :
"Dengan susah payah poocu menyediakan alat jebakan selihay
ini, apakah tujuanmu adalah khusus hendak digunakan untuk
menghadapi kami berdua..."
"Hmm! Itu sih tidak," sahut poocu dari Benteng Kiam-poo sambil
mendengus dingin, "orang yang sebenarnya kuincar adalah ayahmu,
sayang seribu kali sayang ia tak berani datang menjumpai diriku di
tempat ini, membuat alat jebakan yang kurencanakan serta kubangun
selama banyak tahun ini sama sekali tak ada kesempatan untuk
dipergunakan..."
Ucapan yang diutarakan dengan nada sedih dan seolah-olah ia
sedang menyesali kegagalan dari rencananya itu lain artinya dalam
pendengaran Jago Pedang Berdarah Dingin, dadanya bagai terhantam
878
IMAM TANPA BAYANGAN II
oleh sebuah martil yang amat berat, ia berseru tertahan dan berdiri
termangu-mangu untuk beberapa saat lamanya.
"Hmm...! Jadi kau hendak menggunakan alat rahasia ini untuk
menghadapi ayahku," serunya sambil mendengus gusar.
"Ada apa?" ejek Kiam-poo poocu sambil tertawa dingin,
"Apakah kau tidak tahu bahwa antara aku dengan ayahmu telah terikat
dengan sakit hati sedalam lautan."
Ketika menyaksikan dinding berpisau tajam itu bergerak maju ke
depan, baru ia kirim dua pukulan yang berbeda ke arah samping kiri
dan kanan, pukulan itu menggunakan peraturan yang tertentu serta
enteng berat yang berbeda satu sama lainnya.
Blaaam...! Alat rahasia itu segera berhenti bekerja, dan empat
dinding berpisau itu segera mundur kembali ke arah sudut ruangan,
keadaan ruangan tengah itu pulih kembali seperti sedia kala dan
lukisan-lukisan orang kenamaan pun bermunculan kembali dalam
pandangan.
Pek In Hoei tertawa dingin, ujarnya :
"Ayahku toh sudah mati. Bagi orang yang telah meninggal maka
berarti semua persoalan telah selesai baik itu dendam atau pun
permusuhan seharusnya sudah dapat dianggap selesai sampai di sini
saja, kenapa kau masih begitu mendendam dan benci kepadanya?
Sebenarnya karena apa kau bersikap begitu?"
Poocu dari Benteng Kiam-poo tertawa seram, napsu membunuh
yang sangat mengerikan terlintas di atas wajah yang licik, dengan
termangu-mangu ia menatap wajah Jago Pedang Berdarah Dingin
beberapa saat lamanya, kemudian berkata :
"Urusan tak akan kuselesaikan dengan begitu gampang, waktu itu
ia telah mencelakai aku sehingga hampir saja aku tak mempunyai
keberanian untuk melanjutkan hidupku di kolong langit, penderitaan
serta siksaan batin yang kualami pada waktu itu tak akan bisa ditahan
oleh setiap insan manusia di kolong langit... oleh sebab itu sekali pun
dia sudah mati tetapi rasa benciku terhadap dirinya masih belum
879
Saduran TJAN ID
lenyap, selama aku masih hidup di kolong langit, setiap hari aku akan
menyumpahi dirinya, agar sukmanya yang sudah gentayangan itu
selamanya tak akan mendapat ketenangan."
"Hey, rupanya kau sudah edan?" bentak Pek In Hoei dengan air
muka berubah hebat.
"Aku sama sekali tidak edan! jawab poocu dari Benteng Kiam-
poo dengan suara dingin, "Pek In Hoei, tahukah kau betapa jahat dan
kejinya bapakmu itu? Karena perbuatannya hampir saja hidupku
hancur berantakan tak karuan, karena dia maka aku telah..."
"Tutup mulut!" bentak Pek In Hoei dengan suara nyaring, "Aku
tidak memperkenankan kau mengolok-olok ayahku."
"Kau anggap ayahmu jantan? Ayahmu seorang yang luar biasa?
Huuh... tak usahlah mengharapkan yang muluk-muluk," seru poocu
dari Benteng Kiam-poo dengan suara sinis, "Pek Tiang Hong adalah
seorang lelaki mandul... bahkan mungkin dia menderita sakit
impoten... manusia impoten mana bisa mengadakan senggama? Dan
mana dia mampu untuk melahirkan dirimu?"
Pek In Hoei merasa hatinya sangat perih, rasa sedih yang sukar
dilukiskan dengan kata-kata muncul dalam benaknya, sorot mata yang
tajam bagaikan kilat memancarkan napsu membunuh yang amat tebal,
dengan nada berat tapi penuh bertenaga ia berkata :
"Sekali pun aku bukan dilahirkan karena bibitnya, sekali pun dia
bukan ayah kandungku, tetapi ia telah merawat serta mendidik diriku
hingga dewasa, bagaimana pun juga ia tetap merupakan ayahku, kalau
kau berani pandang hina pula diriku... Poocu, aku harap bicaralah
yang agak hati-hati, jangan sampai ada telapak melayang di atas pipi."
"Hmm... terhadap kalian ayah dan anak aku tiada perkataan
menarik lain yang bisa diutarakan, selama hidupnya Pek Tiang Hong
sudah terlalu banyak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan
diriku, aku bersikap demikian terhadap dirinya boleh dibilang
merupakan suatu sikap yang bijaksana."
880
IMAM TANPA BAYANGAN II
881
Saduran TJAN ID
Jilid 36
JAGO Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mendengus :
"Huuh...! Sekali pun alat jebakan atau ngo-heng suatu alat
jebakan yang luar biasa dan memiliki perubahan yang amat banyak,
namun tidak lebih kesemuanya itu adalah benda mati, benda semacam
itu tak mungkin bisa menangkan perubahan akal manusia, lagi pula di
tengah kesempurnaan pasti terdapat pula keteledoran, apakah kau
berani jamin bahwa persiapanmu itu pasti tiada keteledoran???"
Pemilik Benteng Kiam-poo berdiri tertegun, ia tak menyangka
kalau Jago Pedang Berdarah Dingin dengan usianya yang masih
muda, ternyata memiliki pengetahuan yang sangat luas dan jauh
melebihi pandangan orang lain, hatinya tercekat dan tanpa sadar
muncullah suatu perasaan takut serta bergidik dalam hati kecilnya, ia
merasa seolah-olah segala tindakan serta perbuatannya cukup untuk
melenyapkan rencana yang telah disusun secara matang itu, maka
dalam hati kecilnya segera timbul keragu-raguan, ia curiga dan
merasa goyah pendiriannya... mungkinkah alat rahasia yang
dimilikinya itu mampu untuk membelenggu musuh-musuhnya.
"Hey Orang muda!" ujar kemudian sambil tertawa seram,
"perkataanmu memang tepat sekali, aku tidak membantah bahwa
pendapat yang kau miliki jauh lebih hebat dan lebih sempurna
daripada pendapat kebanyakan orang, tetapi sejak aku mendirikan
benteng ini hingga sekarang belum pernah terjadi peristiwa semacam
ini... aku berharap kau bisa menumbangkan sejarah baru, agar aku
kehilangan kepercayaanku terhadap segala macam permainan ini
882
IMAM TANPA BAYANGAN II
hingga timbul ide lain untuk menyusun rencana baru... tetapi kau
harus tahu anak muda, pekerjaan itu bukanlah suatu pekerjaan yang
terlalu gampang, aku percaya kau masih belum memiliki kemampuan
untuk berbuat demikian..."
"Lihat saja nanti bagaimana akhirnya," sahut Pek In Hoei dengan
nada congkak, "siapa yang akhirnya berhasil menangkan pertarungan
ini nanti toh akan ketahuan, waktu itu kau baru akan tahu bahwa jago
lihay yang lebih lihay daripada dirimu masih banyak sekali dalam
dunia persilatan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... sungguh menarik, sungguh
menarik..." seru pemilik Benteng Kiam-poo sambil tertawa terbahak-
bahak, "Aku akan menantikan dirimu semoga tindak tandukmu jauh
lebih keras dan tajam daripada selembar mulutmu itu, jangan sampai
apa yang kau ucapkan hanya kentut busuk yang berhembus lewat,
cuma baunya saja yang menusuk hidung namun sama sekali tak ada
wujudnya... bila sampai demikian keadaannya bukankah keadaan jadi
mengenaskan sekali.
Pek In Hoei sama sekali tidak ambil peduli terhadap ucapan sang
pemilik Benteng Kiam-poo yang sama sekali tidak pandang sebelah
mata pun terhadap orang lain ini, ketika dilihatnya jago lihay yang
liciknya melebihi rase tua ini menyindir dirinya terus menerus,
wajahnya seketika berubah jadi dingin menyeramkan, sambil tertawa
dingin serunya :
"Huuuuh...! Keadaaanmu itu persis bagaikan orang buta meraba
tulang... dan rabaanmu tepat sekali. Toa poocu! Kecuali segala
permainan tetek bengek yang sudah bau basi ini apakah kau masih
mempunyai permainan lain yang jauh lebih segar??? Kalau ada tak
ada halangannya bila kau perlihatkan semua sehingga kami dapat
membuka sepasang mata kami yang buta..."
"Hmmm! Apa yang kau ributkan??? Sekarang kau sedang berada
dalam perjalanan menuju ke alam baka, kau akan merasakan
kesemuanya itu satu persatu... pokoknya kau tak usah kuatir, aku tak
883
Saduran TJAN ID
884
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 36
'HUUUH! Kau anggap dengan kedudukanmu itu sudah pantas untuk
bertempur melawan diriku?" teriak pemilik Benteng Kiam-poo
dengan penuh kegusaran, "Pek In Hoei pentang matamu lebar-lebar
dan periksa dulu sekarang kau berada di mana? Pantaskah kau
unjukkan sikap kejumawaanmu di tempat seperti ini? Hmm dengan
kepandaian silat yang kau miliki itu, untuk menghadapi budak-
budakku kelas tiga masih belum mampu, aku harap kau jangan
memaksa diriku untuk membunuh kau terlebih dahulu."
Ia berhenti sebentar kemudian dengan suara dingin ujarnya
kembali :
"Apakah kedudukan ibumu di dalam benteng ini pun belum
sempat kau ketahui dengan jelas, kau sudah begitu berani bersikap
kurang ajar dan tak tahu sopan kepada diriku, hal ini menunjukkan
bahwa kau sebetulnya sama sekali tak pandang sebelah mata pun
terhadap ibumu."
"Kedudukan ibuku?" seru Pek In Hoei dengan wajah tertegun.
"Ehmm... selama beberapa tahun terakhir kau dapat
mempertahankan hidup boleh dibilang kesemuanya itu adalah berkat
jasa-jasa dari ibumu, andaikata kau tidak memandang di atas
885
Saduran TJAN ID
wajahnya, hmmm aku yakin sedari dulu kau sudah menggeletak mati
jadi mayat."
Makin mendengar perkataan lawannya Pek In Hoei merasa
semakin kebingungan, ia hampir saja tak mampu mengartikan kata-
kata yang diucapkan oleh pemilik Benteng Kiam-poo ini, tetapi secara
lapat-lapat ia berhasil memahami satu persoalan yakni pernah ada
orang yang hendak membinasakan dirinya tetapi ibu kandungnya
keburu mendapat kabar berita ini terlebih dulu sehingga ia mohon
bantuan orang lain untuk mencegah pembunuhan itu tidak sampai
terjadi.
"Aku... aku tidak memahami apa yang sedang kau maksudkan,"
serunya dengan suara gemetar.
"Hmmm! Tentu saja kau tak akan mengerti," sahut pemilik
Benteng Kiam-poo dengan suara dingin, "dengarkan dulu
perkataanku hingga selesai maka segera akan kau pahami maksud
yang sebenarnya, Pek In Hoei! Kau cuma tahu bahwa kau ingin
bertemu dengan ibumu, tahukah kau bahwa dia tidak menginginkan
perjumpaan ini?"
"Pertemuan antara ibu dan anak sudah sewajarnya terjadi, aku
percaya di kolong langit tak ada seorang ibu yang tak menyayangi
putranya sendiri," bentak Pek In Hoei dengan suara keras, "tentu saja
kecuali kalau dia bukan seorang perempuan dan ia ia sudah
kehilangan cinta kasihnya sebagai seorang ibu."
"Ucapanmu tepat sekali, ibumu adalah termasuk perempuan
semacam itu," kata pemilik Benteng Kiam-poo sambil tertawa seram.
Tergetar keras hati Pek In Hoei setelah mendengar ucapan itu,
suatu perasaan sakit hati dan siksaan batin yang amat sangat membuat
pemuda itu hampir saja muntahkan darah segar, titik air mata
mengembang di ujung kelopak matanya, ia menggeleng dan berseru :
"Aku tidak percaya! Aku tak akan mempercayai perkataanmu itu,
kau tak usah ngaco belo."
886
IMAM TANPA BAYANGAN II
887
Saduran TJAN ID
"Ia sudah kawin lagi dengan diriku, dan sekarang jadi nyonya
Benteng Kiam-poo!" jawab pemilik benteng itu dengan suara bangga.
Bagikan disambar guntur di siang hari bolong, Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei merasa telinganya berdengung keras,
sekujur tubuhnya gemetar keras dan ia mulai ragu-ragu benarkah
peristiwa itu merupakan suatu kenyataan??
Perasaan sakit hati membuat hawa darah yang bergolak dalam
dadanya menyusup naik ke atas, tak ampun lagi ia muntah darah
segar...
"Sungguhkah ucapanmu itu..." bisiknya dengan suara gemetar.
Sebelum mendapat berita mengenai ibunya ia pernah
membayangkan ibunya itu sebagai seorang perempuan yang saleh dan
amat mencintai dirinya, bayangannya ketika itu indah sekali... tetapi
sekarang bayangan tersebut telah hancur berantakan, semua
harapannya ikut musnah bersama dengan indahnya lamunan yang
pernah terwujud dalam benaknya...
Mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau ibunya adalah seorang
perempuan yang tak tahan diuji, perempuan berhati lemah yang
ternyata sudah kawin lagi dengan orang lain... kalau kawin dengan
orang lain mungkin keadaan masih agak mendingan, ternyata ia sudah
kawin dengan musuh besar ayahnya... ia merasa gusar dan kecewa
atas kenyataan tersebut... diam-diam ia merasa sedih bagi kematian
ayahnya...
Lu Kiat sendiri diam-diam ikut merasa pedih hatinya setelah
mendengar perkataan itu, ketika menyaksikan Jago Pedang Berdarah
Dingin muntah darah segar serta wajahnya menunjukkan penderitaan
yang luar biasa hatinya jadi terkesiap, segera tegurnya :
"Adikku, kenapa kau??"
"Aku sangat baik," jawab Pek In Hoei sambil tertawa sedih,
"toako, kau tak usah bersedih hati karena aku..."
"Dalam menghadapi persoalan apa pun pandanganmu harus
terbuka dan memandang ke arah depan yang luas, janganlah karena
888
IMAM TANPA BAYANGAN II
889
Saduran TJAN ID
nasibnya yang begitu jelek, kau bukanlah seorang pria yang dapat
bertanggung jawab... sahabat! Kau mengawini dirinya karena bukan
muncul dari hati yang tulus bukan?? Kau kawini dirinya bukan
dikarenakan rasa cinta bukan..."
"Kau cuma menebak benar separuhnya saja," kata pemilik
Benteng Kiam-poo sambil gelengkan kepalanya berulang kali, "Aku
memang benar-benar mencintai ibumu, tetapi aku jauh lebih benci
kepada ayahmu, hubungan yang demikian anehnya ini mungkin bisa
kau pahami, disinilah dia letaknya alasan kenapa aku harus berbuat
demikian..."
"Jadi kau berbuat demikian karena hendak membalas dendam
terhadap ayahku...??" seru Pek In Hoei setengah menjerit.
"Boleh dibilang begitulah..."
Dengan penuh kemarahan Pek In Hoei menuding ke arah pemilik
Benteng Kiam-poo, kemudian teriaknya setengah menjerit :
"Sekarang aku baru tahu bahwa kau adalah manusia yang paling
jahat, manusia yang berhati binatang... aku benci kepadamu... aku
dendam kepadamu dan ingin sekali membinasakan dirimu, karena kau
adalah seorang manusia rendah yang tak tahu malu..."
Air muka pemilik Benteng Kiam-poo berubah hebat, napsu
membunuh terlintas di atas wajahnya, dengan muka menyeringai
mengerikan ia berseru dingin :
"Kenapa kau sampai sekarang kau belum juga turun tangan??"
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei perlahan-lahan
menggerakkan tangan kanannya meraba gagang pedang penghancur
sang surya yang tersoren pada pinggangnya tetapi ia tidak langsung
meloloskan senjat tersebut melainkan melotot ke arah pemilik
Benteng Kiam-poo dengan pandangan penuh kegusaran, pandangan
itu penuh mengandung rasa permusuhan... sedikit pun tiada hawa
persahabatan yang melintasi wajahnya...
890
IMAM TANPA BAYANGAN II
891
Saduran TJAN ID
"Masa kau sudah tak sudi mengenal ibumu lagi," bentak pemilik
Benteng Kiam-poo dengan penuh kegusaran.
"Terhadap ibu semacam ini ada atau tidak bagiku sama saja,"
jawab Pek In Hoei dengan air mata bercucuran, "tanpa dirinya aku toh
tetap tumbuh jadi dewasa, lagi pula aku bukan dilahirkan olehnya,
dalam sebutan saja dia adalah ibuku, tetapi perasaan cinta kasih di
antara kami sama sekali tidak ada, ia tak pernah merawat atau pun
mendidik aku walau hanya satu hari pun."
Pek In Hoei menghela napas panjang, air mata jatuh berlinang
semakin deras, kejadian ini memang menyedihkan sekali hatinya.
Ujarnya dengan suara yang memedihkan hati :
"Sebelum aku tiba di sini, dalam bayanganku terlintas ingatan
bahwa ibuku tidak jauh berbeda dengan ibu orang lain, seorang
perempuan agung yang dapat menjaga martabatnya sebagai seorang
wanita, tetapi setelah aku berjumpa dengan dirimu, aku baru tahu
bahwa kedatanganku ke tempat ini sebenarnya adalah keliru besar,
aku tak menyangka kalau ia sudah jadi nyonya poocu, ia sudah
melupakan diriku yang menjadi putranya, hal yang paling
memedihkan hatiku adalah perbuatannya kawin denganmu, kawin
dengan seorang..."
"Kenapa dengan diriku?" sela Poocu dari Benteng Kiam-poo itu
sambil tertawa seram.
"Hatimu terlalu kejam dan perasaanmu paling sadis di kolong
langit, kau tidak memiliki peri kemanusiaan dan kau tidak kenal budi
sebagai seorang manusia terutama sekali rasa dendammu terhadap
ayahku sudah demikian mendalam, bila ia tahu tata cara maka tidak
semestinya kalau dia kawin dengan musuh besar suaminya sendiri,
agar musuh besarnya dapat mengejek serta mempermalukan
putranya, membuat aku sepanjang masa tak sanggup untuk angkat
kepala kembali, paling sedikit di dalam hal ini, aku tak dapat
mengampuni dirinya."
892
IMAM TANPA BAYANGAN II
893
Saduran TJAN ID
894
IMAM TANPA BAYANGAN II
895
Saduran TJAN ID
896
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Siapakah ibuku aku rasa kau tentu lebih paham daripada diriku
sendiri, hubungannya dengan diriku tidak jauh berbeda seperti kau
dengan dirinya, sekali pun bukan dilahirkan olehnya tapi dalam
sebutan tetap merupakan ibuku, Pek In Hoei ! Sekarang kau mengerti
bukan ?"
Ia bereskan rambutnya yang terurai ke bawah itu, kemudian
ujarnya kembali :
"Sekarang tugasku telah kulakukan dengan baik, mau pergi atau
tidak terserah pada keputusanmu sendiri !"
"Ada urusan apa ia datang mencari diriku ?" tanya Pek In Hoei
sambil tertawa dingin.
"Hmmm! Tentang persoalan ini semestinya akulah yang bertanya
kepadamu, apa pula sebabnya kau datang ke benteng Kiam-poo untuk
mencari dirinya?? Pek In Hoei! Aku rasa alasannya tentu saja dan
sekarang aku ingin bertanya, sebetulnya kau ingin pergi atau tidak....
"Aku tidak ingin pergi!" jawab pemuda itu lirih.
Cui Tiap Tiap jadi tertegun, ia tak tahu apa sebabnya pemuda itu
bersikeras untuk menampik pertemuannya dengan sang ibu, dengan
perasaan tak mengerti ditatapnya wajah pemuda itu lalu bertanya :
"Kenapa? Kenapa kau tak mau berjumpa dengan ibumu?"
"Ibuku adalah seorang perempuan yang suci, seorang wanita
yang lemah lembut, agung dan mengerti akan sifat kewanitaannya, tak
mungkin ia kawin dengan seorang manusia takabur yang tak kenal
tingginya langit dan tebalnya bumi, aku tak sudi bertemu dengan
seorang ibu macam begitu... aku tak sudi bertemu dengan seorang ibu
yang kawin lagi dengan lelaki takabur...
"Apa katamu?" bentak Cui Tiap Tiap penuh kegusaran, "kau
mengatakan ayahku adalah seorang lelaki yang takabur?"
„Huuh! Rupanya perkataanku ini telah melukai hatimu? Kalau
kau merasa gengsimu tersinggung oleh ucapanku ini, kau tak usah
menegur atau menyalahkan diriku, pergilah temui ayahmu dan
salahkan sendiri perbuatannya yang tak tahu diri itu...."
897
Saduran TJAN ID
Cui Tiap Tiap merasa sakit hati dan tak tahan menyaksikan orang
lain memandang rendah serta memandang hina ayahnya yang
dihormati, dalam pikirannya ia anggap sang ayah adalah seorang jago
sakti yang luar biasa ampuhnya karena dengan kekuatan seorang diri
dia mampu mendirikan suatu usaha yang besar, dapat mendirikan
benteng Kiam poo yang angker dan disegani orang, karena itu ia tak
memperkenankan orang lain menghina atau memperolok-olok
ayahnya.
Mimpipun gadis itu tidak pernah menyangka kalau ayahnya telah
mengorbankan berpuluh-puluh lembar jiwa untuk tancapkan kakinya
dalam dunia persilatan, untuk berdiri dan muncul sebagai suatu
benteng yang disegani setiap orang, ayahnya telah menggunakan
cara-cara yang paling rendah dan paling keji untuk mewujudkan cita-
citanya itu....banyak kejahatan telah dilakukan ayahnya dalam
benteng Kiam-poo yang misterius dan mengerikan itu, hanya saja
gadis itu sama sekali tidak mengetahuinya.
„Pek In Hoei, sebenarnya apa maksudmu ? Kenapa kau menuduh
ayahku melakukan perbuatan yang tidak senonoh...." tegur Cui Tiap
Tiap dengan nada gusar.
Pek In Hoei tarik napas panjang-panjang dan menjawab :
"Lebih baik tanyakan langsung persoalan ini kepada ayahmu
sendiri, dia bakal memberi jawaban yang memuaskan bagimu, kau
harus tahu di antara kebaikan kejahatan suatu ketika pasti akan tiba
waktunya untuk di sebelah... karena perbuatan-perbuatan jahat yang
telah dilakukan oleh ayahmu itulah, dia harus menerima suatu akibat
yang menyedihkan, suatu akhir yang mengerikan sekali..."
Air muka Cui Tiap Tiap berubah hebat saking gusarnya, ia
membentak nyaring :
"Kau tak usah mengajak aku untuk membicarakan persoalan
yang sama sekali tak ada gunanya itu kepadaku, selama berada di
hadapanku aku larang kau mencaci maki serta menghina ayahku,
898
IMAM TANPA BAYANGAN II
899
Saduran TJAN ID
900
IMAM TANPA BAYANGAN II
901
Saduran TJAN ID
Menanti Cui Tiap Tiap ulapkan tangannya, kedua orang pria itu
dengan ketakutan segera mengundurkan diri dari sana.
Setelah bayangan punggung kedua lenyap dari pandangan, Cui
Tiap Tiap baru menggape ke arah Pek In Hoei sambil ujarnya :
"Masuklah ke dalam, kedua orang manusia yang memuakkan itu
sudah kuusir pergi!"
"Terima kasih atas bantuanmu," sahut Pek In Hoei sambil
meloncat keluar dari tempat persembunyiannya, "bila kau tidak
menunjukkan jalan bagiku, mungkin aku tak akan mendapatkan cara
untuk tiba ditempat ini...."
Mereka berdua segera melangkah masuk ke dalam pintu, tampak
bau bunga harum semerbak tersiar di udara, di tengah kebun bunga
yang luas muncullah sebuah bangunan rumah yang megah, cahaya
lentera memancar keluar lewat celah-celah pintu dan jendela...
"Masuklah ke dalam!" bisik Cui Tiap Tiap dengan suara lirih,
"ibumu mungkin sudah lama menantikan kedatanganmu, inilah detik
detik bersejarah yang menandakan pertemuan antara ibu dan anak,
aku tidak ingin menyaksikan adegan yang memilukan hati itu, maka
maafkanlah aku bila aku tak akan menemani dirimu lebih jauh."
Dengan perasaan hati bergolak Pek In Hoei menghembuskan
napas panjang, tiba-tiba ia merasa hatinya jadi tegang daripada
sewaktu menghadapi suatu pertarungan....
Keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya,
dia naik ke atas tangga batu dan mendorong pintu yang tertutup rapat.
Kraak... ! Tatkala pintu itu terbuka, dengan perasaan sangsi ia
tarik kembali tangannya.
"Ibu..." bisiknya dengan suara lirih.
Orang yang berada di dalam ruangan rupanya tak bisa
mengendalikan golakan batinnya, ia menjerit tertahan.... ketika pintu
terbuka, tampaklah seorang perempuan tua yang rambutnya telah
beruban semua dengan air mata bercucuran berdiri di hadapannya...
biji matanya jeli tiada hentinya menatap wajah Pek In Hoei.
902
IMAM TANPA BAYANGAN II
903
Saduran TJAN ID
904
IMAM TANPA BAYANGAN II
905
Saduran TJAN ID
906
IMAM TANPA BAYANGAN II
907
Saduran TJAN ID
Jilid 37
KETIKA pemuda itu mengetahui bahwa ibunya selama ini
melanjutkan hidup dengan menahan segala penghinaan serta
penderitaan tujuannya bukan lain adalah untuk menyelidiki sebab-
sebab kematian ayahnya, ia merasa sedih dan malu sendiri karena
sikapnya yang telah salah menuduh perempuan tua itu dengan
tuduhan yang bukan-bukan.
Dengan pandangan mengandung permintaan maaf ia melirik
sekejap ke arah ibunya banyak perkataan berkumpul dalam
tenggorokan namun tak sepatah kata pun yang sempat meloncat
keluar.
Sudah tentu hubungannya dengan perempuan tua ini selalu
dibatasi oleh suatu jarak yang terasa asing sekali, hal ini disebabkan
karena sejak kecil ia tak pernah dirawat oleh ibunya, sehingga antara
mereka berdua tak pernah timbul suatu perasaan hangat dan kasih
sayang sebagaimana sikap seorang ibu terhadap putranya.
Perempuan tua itu menghela napas dalam-dalam dan tertawa
getir, ujarnya dengan lirih :
"Asal kau sudah tahu itu lebih dari cukup, aku tak akan memohon
yang lain, aku hanya seorang ibu yang cuma ada dalam sebutan
namun tiada dalam kenyataan, tentu saja kau tak usah menghormati
aku, karena hubungan di antara kita berdua teras amat asing, apalagi
aku pun tak dapat mempertahankan kesucianku, aku malu dan
menyesal terhadap ayahmu."
908
IMAM TANPA BAYANGAN II
909
Saduran TJAN ID
910
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Bocah ini terlalu mirip dengan Pek Tiang Hong, tabiatnya yang
keras kepala serta pendiriannya yang begitu teguh dan sama sekali
tidak berubah terlalu mirip dengan keadaan diri Pek Tiang Hong,
benar-benar terlalu mirip."
Dengan perasaan kuatir ia menghela napas panjang, katanya :
"Apakah kau tak mau menerima sedikit bantuan yang ingin
kuberikan kepadamu itu."
"Sebagai anak seorang manusia, bakti harus diutamakan, dalam
hal ini aku tak sanggup melakukannya untukmu sehingga membuat
kau setiap hari hidup dalam penderitaan, persoalan ini merupakan satu
persoalan yang paling menyedihkan hatiku," kata Pek In Hoei dengan
suara berat.
Ia berhenti sebentar, kemudian dengan air mata bercucuran
ujarnya kembali :
"Dendam berdarah atas kematian ayah tidak ingin kuserahkan
kepada orang lain, dalam hal pembalasan dendam, selama aku masih
hidup di kolong langit aku akan berusaha untuk mengadu jiwa dengan
musuh-musuh besarku, tentang persoalan ini kau tak usah kuatir,
malaikat keadilan selalu akan membantu menegakkan keadilan di
kolong langit, lagi pula setiap urusan adalah tergantung pada usaha
manusia itu sendiri, meskipun Cui Tek Li sangat lihay, suatu ketika ia
tak akan terhindar dari pembalasan Thian yang maha adil."
Dengan suara berat ia melanjutkan kembali :
"Suatu saat aku pasti akan berhasil menyambut kau untuk keluar
dari tempat yang nista dan ternoda ini, suatu ketika aku pasti akan
menolong kau hingga terlepas dari cengkeraman iblis Cui Tek Li."
"Aku sih tidak mempunyai harapan itu," kata perempuan tua tadi
sambil menggeleng, "Aku hanya berharap bisa balaskan dendam bagi
kematian ayahmu!"
Tiba-tiba perempuan itu nampak agak tertegun, telinganya
sempat menangkap suara orang yang mengetuk pintu, dengan ragu-
ragu didekatinya sisi jendela lalu menegur dengan suara dingin :
911
Saduran TJAN ID
912
IMAM TANPA BAYANGAN II
913
Saduran TJAN ID
914
IMAM TANPA BAYANGAN II
915
Saduran TJAN ID
916
IMAM TANPA BAYANGAN II
917
Saduran TJAN ID
918
IMAM TANPA BAYANGAN II
919
Saduran TJAN ID
920
IMAM TANPA BAYANGAN II
921
Saduran TJAN ID
922
IMAM TANPA BAYANGAN II
923
Saduran TJAN ID
924
IMAM TANPA BAYANGAN II
925
Saduran TJAN ID
"Kau mengerti apa?" bentak Soat Hoa Nio Nio dengan nyaring,
"seandainya Han San sianseng tidak datang, apakah kau yakin bisa
menangkan permainan pedang dari manusia she Pek itu???"
"Ehmm?" dengan penuh kebencian Cui Kiam Beng melirik
sekejap ke arah Pek In Hoei, "aku tidak percaya dengan orang-
orangku masih belum mampu untuk menghadapi seorang Jago
Pedang Berdarah Dingin."
Pek In Hoei segera tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... apa yang diucapkan ibu angkatmu
sedikit pun tidak salah," ejeknya, "lebih baik undanglah datang jago
lain yang jauh lebih hebat, dengan andalkan kekuatan yang kau miliki
itu, bila ingin bertarung melawan aku rasanya masih terpaut terlalu
jauh."
"Omong kosong..." jerit Cui Kiam Beng dengan penasaran, "kau
jangan terlalu rendah memandang orang lain, aku she Cui yang
pertama-tama akan minta pelajaran darimu."
Sang kawan meloncat maju ke depan, tangan kanan diangkat dan
pedangnya laksana titiran air hujan bergetar membentuk berkuntum-
kuntum bunga pedang di tengah-tengah udara, cahaya berkilauan
segera memancar di udara dan amat menyilaukan mata...
"Aku lihat lebih baik tenangkanlah hatimu lebih dulu," ejek Pek
In Hoei lagi dengan suara hambar, "hati-hatilah, jangan sampai
selembar jiwamu pun ikut melayang dengan percuma. Cui Kiam
Beng! Memandang di atas wajah encimu, aku nasehati dirimu lebih
baik sedikitlah tahu diri..."
Ucapan itu diutarakan keluar sepatah demi sepatah, nada yang
dingin dan meyakinkan itu membuat sekujur badan Cui Kiam Beng
bergetar, suatu perasaan tercekat terlintas di atas wajahnya, sekali pun
pedang telah diloloskan namun dengan sikap ragu-ragu ia tetap berdiri
kaku di tempat semula.
Beberapa saat kemudian ia berteriak keras :
926
IMAM TANPA BAYANGAN II
927
Saduran TJAN ID
928
IMAM TANPA BAYANGAN II
929
Saduran TJAN ID
Bagian 37
"OMONG KOSONG!" teriak Cui Kiam Beng dengan penuh
kegusaran, "orang she Lu cabut pedangmu... bila aku berhasil
menangkan dirimu dengan cara ini maka kemenangan ini kuraih
dengan kurang cemerlang... orang she Lu, aku harap kau jangan
terlalu memaksa diriku..."
Menyaksikan raut wajahnya yang sudah diliputi kemarahan itu,
diam-diam Lu Kiat merasa kegelian, ia memang ada maksud
memancing kegusaran pemuda itu, maka sambil tertawa dingin
kembali ejeknya :
"Dengan tangan kosong pun kau tak mampu mempertahankan
diri, apalagi bila kuloloskan pedangku, mungkin kau bisa keok!"
Air muka Cui Kiam Beng berubah jadi hijau membesi, sekujur
badannya gemetar keras, sepasang mata memancarkan cahaya berapi-
api... hampir saja dadanya meledak karena kegusaran, tubuhnya
930
IMAM TANPA BAYANGAN II
931
Saduran TJAN ID
"Lebih baik kau tak usah mencampuri urusanku," tukas Cui Kiam
Beng sambil tertawa getir.
"Kenapa aku tak boleh mencampuri urusanmu?" bentak Cui Tiap
Tiap penuh kegusaran, "kau toh belum mendapat persetujuan dari
ayah, kenapa kau begitu berani membikin gara-gara dengan Pek In
Hoei? Hmmm! Berdasarkan persoalan ini aku sudah punya hak untuk
mencampuri urusan."
"Enci... kenapa kau malah membantu orang lain? Apakah kau rela
menyaksikan adik kandungmu dihajar orang?" seru Cui Kiam Beng
sesudah tertegun sebentar.
"Hmmm! Kau tak usah ngaco belo dan menuduh diriku dengan
tuduhan yang bukan-bukan, aku tidak akan membantu pihak mana
pun juga, dan siapa pun dilarang melangsungkan pertarungan secara
pribadi di tempat ini... kau tahu apa sebabnya Benteng Kiam-poo bisa
tersohor di kolong langit dan disegani orang? Itu bukan karena kita
punya ilmu pedang nomor satu di kolong langit, juga bukan karena
orang kita amat banyak, yang penting adalah karena kita mempunyai
kerja sama yang erat dan mau bergotong royong... Dan sekarang, kau
sebagai salah seorang anggota benteng ternyata berani bertindak
dengan melanggar peraturan Benteng Kiam-poo yang sudah
berlangsung banyak tahun, dapatkah kau bayangkan betapa gusarnya
ayah jika mengetahui akan kejadian ini? Dan sudahkah kau
bayangkan hukuman apa yang bakal ditimpakan kepada dirimu..."
Cui Kiam Beng segera tertawa dingin setelah mendengar
perkataan encinya yang panjang lebar itu.
"Enci!" serunya dengan tak senang hati, "cukup sudah nasehatmu
yang panjang lebar itu, aku sudah muak dan sebel mendengarkan
kesemuanya itu... dan sekarang aku harap enci segera tutup mulut!
Selama ini dalam persoalan apa pun juga kau hendak merintangi
diriku... Hmmm! Terang-terangan kukatakan kepadamu, hari ini aku
tak akan doyan menelan permainanmu itu..."
932
IMAM TANPA BAYANGAN II
933
Saduran TJAN ID
934
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 38
CUI TIAP TIAP kembali tertawa dingin :
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... walaupun aku tidak menghalangi
atau merintangi kebebasannya, tetapi aku tidak mengijinkan dia
berkelahi dengan orang lain menggunakan ilmu silat keluarga,
perbuatan macam itu bukan saja tak akan mendatangkan manfaat
baginya, malah justru bakal mencelakai jiwanya."
"Tiap Tiap..." teriak Soat Hoa Nio Nio sambil tertawa seram,
tubuhnya tanpa terasa ikut bergeser maju setindak ke depan,
"perhatikan dulu duduknya perkara hingga menjadi jelas, siapkah
Kiam Beng? Dan siapa pula bajingan she Pek itu? Kau anggap Kiam
Beng dapat dihina dan dipermainkan orang seenaknya? Apa kau tidak
tahu kalau bajingan she Pek itulah yang datang mencari gara-gara?
Kiam Beng sebagai anggota Benteng Kiam-poo tunduk kepala
terhadap bajingan liar itu? Meskipun mungkin aku bisa menyetujui
pendapatmu itu, belum tentu ayahmu bisa menyetujui, aku rasa
tentang masalah ini kau tak usah ribut-ribut lagi dengan aku."
Pek In Hoei ye mendengarkan banyolan nenek tua itu kontan
menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
Air muka Soat Hoa Nio Nio berubah hebat, dengan penuh
kemarahan ia menjerit melengking, bentaknya :
"Bajingan tengik, anak jadah! Apa yang sedang kau tertawakan?"
"Sungguh tak nyana kau si nenek peyot yang hampir modar
bukan saja kau membolak-balikkan persoalan bahkan pintar juga
menghasut orang lain dengan ucapan-ucapan yang tajam... Hmm!
935
Saduran TJAN ID
Seandainya aku tidak melihat usiamu yang sudah tua dan ajalmu
setiap saat suah hampir tiba, ingin sekali menyuruh kau merasakan
buah karya dari ucapanmu itu."
"Kentut busuk makmu..." maki Soat Hoa Nio Nio, "anak jadah
sialan, kau berani memaki lo-nio? Bangsat matamu memang sudah
buta semua, kalau tidak mengingat perasaan hatiku pada saat ini
sedang lega, huuh! Jangan ditanya lagi akan kusuruh kau merasakan
bagaimana kelihayannya lo-nio."
"Nenek peyot yang hampir modar, tak usah mengeluarkan kentut
busuk lagi! Kalau memang merasa hebat dan punya kepandaian,
kenapa tidak dikeluarkan? Tua bangka yang bermuka tebal... Hmmm,
paling banter tong kosong bunyinya saja yang nyaring," ejek Pek In
Hoei sinis.
Sudah tentu dalam hati kecilnya Soat Hoa Nio Nio sudah
mengetahui jelas keadaan sebenarnya, meskipun tenaga dalam yang
dimilikinya sangat lihay tapi di depan mata orang kelihayan itu tidak
lebih seujung jarinya, bila sungguh terjadi pertarungan maka dia akan
semakin kehilangan muka lagi.
Oleh karena itulah meskipun sangat gusar mendengar sindiran
lawan, tetapi sekuat tenaga ia tekan emosinya di dalam dada dan tidak
membiarkan dirinya terpengaruh oleh ejekan tersebut.
Tapi lama kelamaan ia tak tahan juga Pek In Hoei secara terang-
terangan sudah menantang dirinya untuk berduel, dengan
kedudukannya sebagai seorang angkatan yang lebih tua jika tak berani
melayani tantangan seorang angkatan muda maka sejak itu hari dia
tak mungkin lagi bisa tancapkan kakinya dalam Benteng Kiam-poo,
sekali pun mukanya tebal ia pun tak akan tahan terhadap ejekan-
ejekan lawan.
Sambil menggerang gusar teriaknya :
"Baiklah, lo-nio akan melayani tantanganmu itu! Hmm, jangan
kau anggap lihay dan tak berani memberi pelajaran kepadamu."
936
IMAM TANPA BAYANGAN II
Kecerdasan orang ini benar-benar luar biasa dan hebat sekali, dia
tahu ilmu pedang yang dimiliki Pek In Hoei sangat lihay dan sukar
dicari tandingannya di kolong langit, jika dia minta pelajaran tentang
ilmu pedang maka sembilan puluh sembilan persen dia pasti kalah.
Oleh sebab itu begitu tubuhnya maju ke depan, ia segera
menerjang si anak muda itu dengan serangan tangan kosong.
Pek In Hoei meludah ke lantai dengan pandangan menghina
ejeknya :
"Kau benar-benar perempuan tua yang kehilangan anak, sudah
tahu air itu dingin tapi kau nekat juga untuk menceburinya. Hmmm!
Jangan salahkan kalau aku akan bertindak kasar padamu."
Soat Hoa Nio Nio tidak berani mengucapkan sepatah kata pun,
sambil membentak dengan suara yang berat perlahan-lahan telapak
kanannya diangkat ke atas udara, dari balik telapak tangannya yang
kering kerontang itu terpancarlah seberkas sinar hitam yang amat
menyilaukan mata, bersamaan dengan pengerahan tenaganya cahaya
hitam itu kian lama kian bertambah tebal sehingga akhirnya
terciptalah segumpal awan hitam yang pekat.
Lu Kiat terkesiap melihat keampuhan nenek tua itu, ia tahu pihak
lawan telah mengerahkan ilmu beracunnya untuk membinasakan
musuh yang paling dibencinya itu.
Pek In Hoei sendiri diam-diam pun merasa terperanjat, dengan
cepat ia himpun segenap kekuatan yang dimilikinya di dalam lengan,
bajunya dengan cepat menggelembung bagaikan bola sedang sorot
matanya yang tajam menatap perempuan tua itu tanpa berkedip.
"Bajingan cilik," teriak Soat Hoa Nio Nio sambil tertawa seram,
"terimalah pukulan mautku ini!"
Telapak tangan yang kurus kering itu bergerak silih berganti di
udara, segulung hembusan angin dahsyat yang sangat kuat segera
memancar keluar dari balik telapaknya dan menerjang tubuh Jago
Pedang Berdarah Dingin dengan hebatnya.
937
Saduran TJAN ID
938
IMAM TANPA BAYANGAN II
Soat Hoa Nio Nio terbungkam dalam seribu bahasa, dia pun
menyadari sampai di manakah tabiat pemuda sombong dan tinggi hati
ini, ia bisa berkata tentu bisa pula untuk melaksanakannya.
Andaikata dalam pertarungan yang baru saja berlangsung pihak
lawan tidak mengampuni jiwanya... maka pada saat itu bukan sebuah
lengannya saja yang patah, ada kemungkinan jiwa pun ikut melayang.
Dia tertawa sedih, setelah termenung sebentar ujarnya :
"Pek In Hoei, tahukah engkau dendam sakit hati ini sebentar lagi
akan dibalaskan oleh orang lain?"
"Hmmmm! Sungguhkah itu?" ejek Pek In Hoei sambil
mendengus, "ingin sekali kusaksikan manusia macam apa sih yang
memiliki kepandaian selihay dan sedahsyat itu..."
Belum habis pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, mendadak
dari balik hutan yang lebat berkumandang datang gelak tertawa yang
seram dan aneh kedengarannya.
Cui Kiam Beng tampak muncul kembali di sisi gelanggang
mengiringi seorang kakek tua yang aneh sekali bentuknya, kakek itu
punya mata yang sipit dan berbentuk segi tiga, hidung menghadap
langit dan bibir yang lebar, sekilas pandangan panca inderanya
kelihatan mengerikan sekali.
Setelah menyaksikan kemunculan kakek aneh itu, Soat Hoa Nio
Nio segera menjerit dengan suara melengking :
"Tua bangka yang tidak mati-mati, kali ini aku sudah jatuh
kecundang di tangan orang..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau si tulang tua yang tinggal kulit
pembungkus tulang, sudah setua ini masa bisa jatuh kecundang di
tangan seorang bocah ingusan macam itu," seru Han San sianseng
sambil tertawa terbahak-bahak, "aku jadi tak habis mengerti apa sih
kerjamu di waktu-waktu belakangan ini? Kenapa makin tua semakin
loyo dan tak berguna?"
Lengan kanan Soat Hoa Nio Nio sudah dipatahkan oleh Pek In
Hoei, saat itu tangan tadi terkulai ke bawah dan tak sanggup diangkat
939
Saduran TJAN ID
940
IMAM TANPA BAYANGAN II
941
Saduran TJAN ID
942
IMAM TANPA BAYANGAN II
943
Saduran TJAN ID
"Huuuh! Untuk menandingi ayahku saja kau tak mampu, mau apa
kau datang mencari aku? Pengin mengantar kematian dengan sia-
sia?"
"Oh... jadi kau lebih ampuh daripada Pek Tiang Hong," seru Han
San sianseng dengan tercengang.
"Aku tidak maksudkan begitu," bantah Pek In Hoei sambil
menggeleng, "meskipun ketika belajar silat ayahku belajar lebih
dahulu, bagaimana pun sumbernya tetap satu, atau paling sedikit aku
sudah menguasai sebagian kecil dari ilmu pedang penghancur sang
surya serta ilmu silat partai Thiam cong lainnya, aku yakin bila
kepandaian itu kugunakan untuk menghadapi dirimu maka kau tak
akan mampu meloloskan diri."
"Hmmm!" Han San sianseng mendengus berat, "kau terlalu
pandang rendah diriku, selama banyak tahun aku telah mempelajari
kembali ilmu silatku dengan rajin dan tekun, aku yakin kepandaian
yang kumiliki saat ini jauh lebih ampuh daripada kepandaian yang
dimiliki ayahmu, Han San sianseng yang sekarang jauh berbeda
dengan Han San sianseng tempo dulu, orang muda janganlah salah
melihat orang."
Pek In Hoei tertawa hambar mendengar perkataan itu.
"hh yang dahulu belum pernah kutemui, dan Han San sianseng
yang sekarang telah kujumpai sendiri, kalau dilihat tampangmu itu
aku percaya sekali pun bertambah lihay juga tak akan seampuh seperti
apa yang kau lukiskan."
"Bajingan cilik, kau pengin modar!" bentak Han San sianseng
gusar.
Jago tua yang berwajah aneh itu betul-betul sudah naik darah dan
diliputi oleh napsu angkara murka yang sukar dikendalikan lagi, hawa
membunuh meliputi seluruh wajahnya dengan hati mendongkol ia
berteriak keras, sambil bergerak maju ke depan pedang yang tersoren
di pinggang segera dicabut keluar.
944
IMAM TANPA BAYANGAN II
945
Saduran TJAN ID
hmmm... aku rasa nasibku tidak sebaik itu untuk mengaku kakak
beradik dengan dirimu."
Dengan lirikan yang tidak sengaja ia memandang sekejap ke arah
Soat Hoa Nio Nio, nampaklah air muka nenek tua itu meski masih
diliputi kesedihan namun di balik wajahnya yang pucat terlintas pula
rasa girang, agaknya ia merasa girang karena Han San sianseng telah
turun tangan membalaskan sakit hatinya.
"Han San sianseng jiwamu sejak tadi sudah melayang," seru Pek
In Hoei sambil tertawa rawan, "inilah kesempatan terakhir yang
kuberikan kepadamu, jika kau ngotot menantang aku berkelahi maka
aku yakin bukan saja lenganmu yang lain akan kutung bahkan
sepasang kaki anjingmu itu pun bisa lenyap tak berbekas."
"Bajingan, kau berani sebut namaku seenak udelmu sendiri!"
bentak kakek itu marah.
"Apa sih bagusnya namamu?" kata Pek In Hoei, "kalau kau takut
namamu disebut orang, lebih baik ganti saja namamu Han-san jadi
Han suan si kecut."
"Kau berani menghinaku?" teriak Han San sianseng sambil
menggetarkan pedang.
"Siapa yang bilang aku kurang ajar? Aku berbicara menurut
kenyataan yang berada di depan mata, aku rasa tindakanku ini tidak
terlalu kelewat batas."
Saat ini Han San sianseng benar-benar sudah tak dapat menahan
sabar lagi, teriaknya keras-keras:
"Cabut pedangmu, mari kita tentukan siapa yang lebih unggul di
ujung senjata."
"Untuk membunuh seekor anjing budukan macam engkau, aku
tidak ingin mengotori pedang pusakaku dengan darah anjingmu itu!"
Perkataan ini sangat menghina dan terlalu menusuk perasaan Han
San sianseng, hampir saja kakek tua itu muntah darah saking gusar
dan mendongkolnya, dia mencak-mencak dan ayun pedangnya ke
depan :
946
IMAM TANPA BAYANGAN II
947
Saduran TJAN ID
948
IMAM TANPA BAYANGAN II
949
Saduran TJAN ID
950
IMAM TANPA BAYANGAN II
951
Saduran TJAN ID
berlatih pedang tetapi saat ini dia jadi kebingungan dan tak bisa
menebak arah mana yang sedang terancam oleh serangan itu.
Hatinya tercekat, dan untuk beberapa saat lamanya dia hanya
berdiri mendelong belaka sambil memandang ke arah depan.
Tindakannya yang bodoh dan seolah-olah kehilangan semangat
ini sangat menguatirkan para jago yang hadir di sisi kalangan, mereka
tak tahu apa sebabnya tiba-tiba jago tua itu bisa berubah jadi goblok
dan tololnya.
"Han-san! Ayoh cepat menghindar," jerit Soat Hoa Nio Nio
dengan badan gemetar keras.
Seluruh perhatian dan pikiran Han San sianseng pada saat itu
sudah dicurahkan semua pada ujung senjata lawan, benaknya berputar
memikirkan perubahan aneh yang dipergunakan lawannya, boleh
dibilang ketika itu dia sudah lupa untuk menghindarkan diri.
Jeritan keras dari Soat Hoa Nio Nio segera menyadarkan kembali
dirinya dari lamunan, ia pentang matanya lebar-lebar dan memandang
apa yang sebetulnya telah terjadi.
Peluh dingin mengalir membasahi seluruh tubuhnya, diam-diam
jeritnya di dalam hati :
"Aduuuh mak, sudah habis riwayatku," pada detik yang sangat
kritis dan terancam oleh mara bahaya itulah, tubuhnya buru-buru
dilemparkan ke samping, pedangnya ditegangkan kencang-kencang
bagaikan sebatang pit langsung menotok ke muka.
Triiing...! percikan bunga api berlompatan di udara, walaupun
hanya terjadi benturan perlahan tetapi suara yang berdengung di
angkasa amat memekakkan telinga.
Laksana kilat sorot mata Han San sianseng melirik sekejap ke
ujung pedang kesayangannya, dia lihat senjata itu gumpil sedikit
termakan oleh bacokan lawan, hatinya terasa sakit seolah-olah
tubuhnya tertusuk telak, perasaan sedih yang sukar dilukiskan dengan
kata-kata menyelimuti wajahnya, dia tahu andaikata kepandaian silat
tidak lihay, tak mungkin akan ditemui kesempatan yang demikian
952
IMAM TANPA BAYANGAN II
953
Saduran TJAN ID
Serangan pedangnya kali ini jauh lebih aneh lagi, bahkan sama
sekali berada di luar dugaan orang terutama sekali ke-tujuh titik
cahaya dingin yang terpancar di tengah udara, sepintas lalu kelihatan
seperti tujuh buah senjata rahasia yang secara berbareng meluncur ke
depan membuat orang sukar untuk menduga arah mana yang
sebenarnya dituju oleh serangan itu.
Bukan saja ganas serangannya, jurus itu pun kelihatan aneh dan
jarang ditemui di kolong langit.
Han San sianseng si jago tua yang sudah banyak pengalaman
dalam dunia persilatan, saat ini hanya bisa berdiri melongo belaka, dia
tak tahu serangan pedang yang dilancarkan pemuda itu bakal
mengancam bagian mana dari tubuhnya.
"Aaah... tujuh bintang pemusing kepala..." bisiknya dengan suara
lirih.
"Aduuuh mak..." ia berteriak keras dan berusaha loncat mundur
ke belakang, di tengah kepungan tujuh bintang pemusing kepala di
sadar bahwa tak mungkin lagi baginya untuk menghindarkan diri,
sambil menggertak gigi pedang di tangan kanannya sekuat tenaga
segera dibabat ke depan.
"Aduuuh...!" bacokan sekuat tenaga yang dilakukan olehnya ini
sama sekali tidak berhasil menyelamatkan jiwanya, satu tusukan di
antara tujuh bintang pemusing kepala akhirnya bersarang di tempat
pentingnya... dengan kesakitan dia menjerit lengking, tubuhnya yang
tinggi besar bagaikan pagoda roboh ke atas tanah disertai benturan
yang keras.
Darah segar memancar keluar lewat mulut lukanya di atas
pinggang dan membasahi seluruh tubuhnya, ia mengerang dan
pedangnya terlepas dari genggaman, dengan pandangan putus asa ia
melirik sekejap ke arah Pek In Hoei.
"Oooh...! Han-san..." jerit Soat Hoa Nio Nio sambil menerjang
maju ke depan, dia lupa akan rasa sakit yang menyerang tubuhnya,
sambil menubruk di atas tubuh Han San sianseng serunya :
954
IMAM TANPA BAYANGAN II
955
Saduran TJAN ID
956
IMAM TANPA BAYANGAN II
957
Saduran TJAN ID
958
IMAM TANPA BAYANGAN II
959
Saduran TJAN ID
960
IMAM TANPA BAYANGAN II
961
Saduran TJAN ID
Jilid 39
CUI TEK LI kontan tertawa dingin, "rupanya kau merasa tidak puas
dengan perbuatanku ini... tidak terima?" serunya.
"Tentu saja!" jawab Soat Hoa Nio Nio sambil tertawa dingin pula,
"meskipun aku belum kawin secara resmi dengan dirinya, tetapi
paling sedikit adalah kekasihku sejak muda, kau mencelakai dirinya
sama halnya dengan mencelakai diriku sendiri, tentu saja aku tidak
puas dan tidak terima atas perbuatanmu itu."
Sorot mata tajam berkilat di antara kelopak mata pemilik Benteng
Kiam-poo, katanya kemudian :
"Jika kau ingin balaskan dendam bagi kematiannya, sekarang
juga kau boleh turun tangan!"
Tetapi Soat Hoa Nio Nio dengan cepat menggeleng :
"Dugaanmu itu keliru besar Poocu, bagaimana pun juga kau
adalah majikanku, sekali pun majikan telah berbuat kesalahan aku
yang menjadi bawahannya tentu saja tidak berani berbuat apa-apa,
aku harap poocu suka memandang di atas jawa Han San sianseng
selama banyak tahun yang telah mengikuti dan setia padamu,
ijinkanlah padaku untuk mendirikan sebuah kuburan yang bagus
baginya."
"Baik!" jawab pemilik Benteng Kiam-poo dengan nada ketus,
"keadaan ini lebih bagus entah berapa kali dari keadaan dari Ko lo-te
di masa silam."
"Terima kasih atas budi kebaikan dari poocu!" ujar Soat Hoa Nio
Nio dengan air mata bercucuran.
962
IMAM TANPA BAYANGAN II
963
Saduran TJAN ID
964
IMAM TANPA BAYANGAN II
Teeeeng... teeeeng...
Bunyi lonceng yang amat nyaring bergetar di udara
menggoncangkan perasaan setiap orang yang ada dalam benteng itu,
ketegangan semakin tebal menyelimuti seluruh jagad dan semua
orang merasa jantungnya berdebar keras.
Sebuah panji merah yang besar perlahan-lahan dinaikkan di atas
bendera yang tinggi, inilah pertanda bahwa Pek In Hoei k lawan
segera akan terjun ke gelanggang untuk mempertaruhkan keselamatan
jiwanya, tanda itu memperingatkan kepada semua anggota Benteng
Kiam-poo agar bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.
Teeng... teeng...
Bunyi lonceng ke-dua bergetaran lebih nyaring dengungan suara
yang tersebar di udara seakan-akan isak tangis keluarga yang
menghantarkan salah seorang anggota keluarganya menuju liang
kubur...
Satu barisan pria baju merah yang menyoren pedang perlahan
munculkan diri dari sudut sebelah kiri, ketik tiba di tanah lapang
mereka memisahkan diri dan berbaris dalam dua barisan, sikap orang-
orang itu serius dan penuh diliputi ketegangan.
Tidak lama kemudian Pek In Hoei serta Lu Kiat di bawah iringan
Cui Tek Li, pemilik Benteng Kiam-poo sendiri berjalan menuju ke
lapangan.
Sepanjang perjalanan ke-tiga orang itu membungkam dalam
seribu bahasa, mereka semua memikirkan persoalan hati sendiri yang
terasa bagaikan beban berat.
Ketika tiba di tengah lapangan, Cui Tek Li angkat kepala
memeriksa sebentar keadaan cuaca, kemudian katanya :
965
Saduran TJAN ID
966
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Sekali pun begitu aku merasa kagum juga oleh sikapmu itu, kau
memang tidak malu jadi putranya Pek Tiang Hong, andaikata ayahmu
bisa menyaksikan sendiri putranya akan menerjang keluar dari
Benteng Kiam-poo, aku rasa tentu akan merasa bangga dan senang..."
Pek In Hoei mendengus dingin, ia menyapu sekejap dua belas
baris jago pedang baju merah yang berjajar di ke dua belah lapangan,
tanyanya :
"Apa pekerjaan mereka di sini?"
Cui Tek Li tertawa hambar.
"Mereka adalah barisan pengantar tamu dari benteng kami,
mereka berdiri di tempat ini sebagai tanda rasa hormat kami terhadap
dirimu, aku harap kalian berdua jangan sampai menyia-nyiakan rasa
hormat mereka itu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... banyak amat permainan dalam
bentengmu ini," seru Lu Kiat sambil tertawa terbahak-bahak.
Sementara ke-dua orang itu hendak berlalu, tiba-tiba para jago
pedang baju merah yang berada di sisi kalangan bersama-sama cabut
keluar pedangnya, setelah diputar satu lingkaran di udara orang-orang
itu segera tunjukkan sikap memberi hormat.
Dalam keadaan seperti ini Pek In Hoei serta Lu Kiat terpaksa
harus ayun tangannya pula sebagai tanda jawaban.
Terdengar Cui Tek Li dengan bangga berkata :
"Aku hanya bisa mengantar keberangkatan kalian berdua sampai
di sini saja, acara selanjutnya aku serahkan kembali pada kalian
sendiri untuk menentukan sikap dan pendirian..."
Perlahan-lahan dia hentikan langkah kakinya dan menambahkan
dengan suara berat :
"Lebih baik kalian berdua memilih jalan yang ke-tiga, dua sebab
aku rasa hanya jalan yang ini saja paling sesuai dan cocok dengan
selera kalian, aku harap maksud baikku ini bisa..."
967
Saduran TJAN ID
968
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sepasang biji mata Jago Pedang Berdarah Dingin yang jeli dan
tajam perlahan-lahan dialihkan ke tengah udara dan memandang awan
putih yang melayang di angkasa, ia merasa hatinya pedih sukar
diutarakan... sesudah termenung sebentar ia berpaling dan
memandang kembali ke arah poocu itu.
Seandainya kali aku gagal untuk keluar dari benteng ini dan tidak
beruntung aku menemui kematian, harap berita ini jangan kau
sampaikan kepada ibuku," kemudian lanjutnya dengan suara lirih,
"aku tidak mengharapkan hatinya sedih dan berduka karena kejadian
itu, katakan saja bahwa aku telah berhasil lolos dari tempat ini...
Poocu, aku rasa pekerjaan segampang ini tentu sanggup kau lakukan
bukan?"
"Ehmm..." Cui Tek Li mengangguk, "baiklah, aku akan berusaha
keras untuk memberi bantuan kepadamu!"
Setelah kepedihan hatinya berhasil disapu lenyap, air muka Jago
Pedang Berdarah Dingin pun berubah jadi cerah kembali, dengan
semangat menyala-nyala ia tertawa tergelak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Poocu!" serunya, "sekarang kau
boleh turunkan perintah, kami telah siap menerjang keluar dari
benteng ini..."
"Semua rintangan telah siap dan orang-orangku telah menanti di
sana, kalian berdua boleh segera berangkat! Sepanjang jalan
kudoakan agar kalian berdua bisa melakukan pertarungan dengan
penuh semangat, ingatlah baik-baik kehidupan atau kematian kalian
berdua semuanya tergantung pada usaha kamu berdua kali ini..."
Dia tertawa misterius, lalu menambahkan lagi :
"Semoga saja perpisahan kita kali ini bukanlah perpisahan untuk
selama-lamanya, aku berharap masih punya kesempatan untuk
bertemu lagi dengan kalian berdua."
"Hmmm," Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mendengus
berat, sepasang dahinya berkerut, setelah tertawa dingin serunya :
969
Saduran TJAN ID
"Kau tak usah kuatir poocu, suatu ketika aku bakal mengunjungi
lagi Benteng Kiam-poo dan memusnahkan tempat yang penuh noda
ini!"
"Kau... selamanya kau tak akan bisa kembali lagi ke sini..." teriak
Cui Tek Li dengan jantung berdebar keras.
"Hmmm! Lihat saja nanti bagaimana hasilnya," seru Lu Kiat
sambil mendengus, "Poocu! janganlah kau memandang suatu urusan
terlalu yakin, aku percaya suatu ketika pasti akan tiba saatnya kami
muncul kembali di tempat ini..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku pun berharap bisa menjumpai
keadaan seperti itu, moga-moga apa yang kalian ucapan bisa
tercapai."
Sambil tertawa seram pemilik dari Benteng Kiam-poo ini segera
ulapkan tangannya, dua baris jago pedang baju merah itu segera putar
badan dan berlalu mengikuti di belakangnya.
Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat tetap berdiri tegak di
tengah lapangan, mereka tahu percobaan hidup yang paling berat telah
berada di depan mata... menanti semua orang telah berlalu, mereka
saling bertukar pandangan sekejap dan perlahan-lahan maju ke muka.
"Toako!" di tengah jalan Pek In Hoei berkata dengan perasaan
hati berat, "aku benar-benar merasa tidak enak hati terhadap dirimu,
kali ini gara-gara urusan siau-te, aku telah mengajak dirimu untuk ikut
serta dalam perjuangan menempuh bahaya maut."
"Aaah! Perkataan macam apakah itu..." tukas Lu Kiat sambil
tertawa rawan, "urusanmu berarti urusanku pula, asal kita bisa bersatu
padu aku percaya Benteng Kiam-poo yang demikian kecilnya ini pasti
tak akan mampu menahan diri kita berdua."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei menghela napas
panjang, sambil tertawa getir dia gelengkan kepalanya berulang kali,
dengan wajah yang murung dan langkah yang berat ia lanjutkan
langkahnya menuju ke depan.
970
IMAM TANPA BAYANGAN II
971
Saduran TJAN ID
Kongsun Kie yang tak sedap didengar, rupanya orang itu sedang
mentertawakan mereka berdua.
Sepanjang jalan bau harum bunga tersiar di seluruh udara,
kicauan burung dan bunyi jangkrik membuat suasana terasa nyaman
dan damai, seandainya ke-dua orang itu bukan untuk berangkat
bertarung, niscaya mereka akan berhenti sejenak di sana untuk
menikmati keindahan alam tersebut.
Malam telah menjelang tiba, kegelapan mulai menyelimuti
seluruh angkasa, berjalan di tengah kegelapan yang sunyi dan sepi
Pek In Hoei merasa jantungnya berdebar dan bulu kuduk tanpa terasa
pada bangun berdiri.
Tiba-tiba... di hadapan mereka muncul dua buah lentera yang
memancarkan cahaya hijau, cahaya yang mendatangkan perasaan
ngeri bagi yang melihat.
Cahaya hijau yang terpancar keluar dari lampu lentera di tengah
kegelapan itu menyiarkan warna yang pucat dan menyeramkan,
seolah-olah api setan yang gentayangan di udara terbuka.
Sebuah batu nisan yang tinggi besar berdiri menjulang ke
angkasa, batu itu sangat besar dengan beberapa huruf terukir di atas
permukaannya, tulisan itu berbunyi demikian :
972
IMAM TANPA BAYANGAN II
973
Saduran TJAN ID
"Saudara Lu, sungguh tajam amat sepasang matamu itu... aku tak
mengira kau masih kenali diriku, Hoa toa-ya... baiklah! Bicara terus
terangnya saja, malam ini kami berdua bersaudara mendapat perintah
dari poocu untuk menjaga pos rintangan pertama, dalam keadaan
demikian sekali pun kita punya hubungan di masa silam maafkanlah
kalau aku tak dapat memberi muka kepadamu, seandainya kau ingin
berlalu dari sini maka cobalah lebih dulu untuk mengalahkan kami
berdua!"
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah kakek tua itu, lalu sambil
berpaling ke arah Lu Kiat tanyanya :
"Toako, siapa nama orang ini?"
"Aku adalah Hoa Beng..." jawab kakek bermata tunggal itu
dengan mata melotot bulat.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau kau bernama Hoa Beng,
maka yang satuya lagi tentu bernama Hoa Pak... betul bukan? ejek
Pek In Hoei sambil tertawa terbahak-bahak.
Kakek tua di sebelah kanan yang wajahnya penuh codet itu segera
berteriak dengan penuh kegusaran, makinya :
"Kentut busuk makmu... aku bernama Hoa Yong! Mengerti
tolol?? babi..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku memang tahu kalau dari
keluarga Hoa tak seorang pun merupakan manusia baik-baik, apalagi
selam berada dalam Benteng Kiam-poo kalian menjalankan perintah
dari Cui Tek Li, bisa kubayangkan tak mungkin ada pekerjaan baik
yang telah kalian lakukan... Hmm... Hmm... malam ini aku si Jago
Pedang Berdarah Dingin akan menagih hutang-hutang jiwa g telah
kalian lakukan..." ujar Pek In Hoei dengan suara yang menyeramkan.
"Huuuh...!" Hoa Yong mendesis sinis, "Tadinya kubayangkan
manusia macam apa sih Jago Pedang Berdarah Dingin itu, eeei...
eeei... tak tahunya cuma seorang bocah cilik yang masih bau tetek.
Hmm! Seandainya Poocu tidak menurunkan perintah kepadaku untuk
974
IMAM TANPA BAYANGAN II
975
Saduran TJAN ID
976
IMAM TANPA BAYANGAN II
977
Saduran TJAN ID
978
IMAM TANPA BAYANGAN II
Tuuuung... tuuung...
Suara tambur bergema di tengah kesunyian malam yang
menyelimuti seluruh jagad, lentera hijau dengan cahaya yang pucat
masih bergoyang di tengah hembusan angin, hanya di sisi tempat itu
kini bertambah dengan dua sosok tubuh manusia yang berada dalam
sakratul maut...
Tuuung...! Tuuung...! suara tambur kembali berkumandang di
tengah kesunyian, setelah berdengung di angkasa perlahan-lahan dan
sirap... suasana diliputi kembali oleh kesunyian serta keheningan...
Jenazah dari dua bersaudara she Hoa tergeletak berjajar di tepi
kebun bunga, darah dalam tubuh mereka telah membeku dan
kematian mereka mengenaskan sekali.
Pek In Hoei serta Lu Kiat menghela napas, diam-diam mereka
merasa bersedih hati bagi nasib ke-dua jago-jago yang malang itu...
Lu Kiat tarik napas panjang-panjang, lalu berkata :
"Adik In Hoei, kita sedang berusaha keluar dari Benteng Kiam-
poo dan bukan melangsungkan pertarungan mati hidup, kenapa kau
mesti membinasakan mereka berdua?"
Ia tidak tega menyaksikan kematian dua bersaudara she Hoa yang
mengerikan itu, timbul rasa kasihan dan iba dalam hati kecilnya
sehingga dalam pembicaraan pun nada suaranya mengandung nada
menegur.
Jago Pedang Berdarah Dingin bukanlah seorang manusia yang
gemar membunuh orang, bila tidak berada dalam keadaan yang
mendesak ia tak ingin membunuh orang.
Terhadap nama busuk sepasang manusia ganas dari keluarga
Hoa, pemuda ini sudah mengetahuinya sejak pertama kali ia terjun ke
dunia persilatan, ia tahu bahwa selama hidupnya ke-dua orang itu
belum pernah berbuat kebajikan, entah berapa banyak manusia
budiman yang telah menemui ajalnya di tangan mereka.
979
Saduran TJAN ID
980
IMAM TANPA BAYANGAN II
orang karena berhati terlalu lemah dan baik budi, perbuatannya itu
mengakibatkan dirinya ikut musnah dari muka bumi."
"Pandanganmu itu terlalu cupat," seru Lu Kiat sambil tertawa
getir, "kadang kala membunuh orang belum tentu merupakan suatu
cara yang paling baik untuk menyelesaikan suatu persoalan, aku
anjurkan lebih baik gunakanlah budi pekerti yang luhur untuk
menundukkan kejahatan, sebab itulah cara yang paling bagus!"
"Aaai... mungkin sekali apa yang kau ucapkan memang benar."
Pekikan burung malam berbunyi di tengah kegelapan, jeritan
yang tinggi melengking telah menusuk perasaan ke-dua orang itu
dalam-dalam, mereka tanpa sadar berpaling ke depan memandang
rintangan berikutnya yang telah menantikan kedatangan mereka
berdua.
Suara langkah kaki yang berat bergetar di bumi... dengan
perasaan serta langkah yang berat bagaikan ditindih bukit tay-san Pek
In Hoei serta Lu Kiat meneruskan perjalanannya ke depan, mereka
menyadari hidup atau mati tergantung pada perjuangan mereka pada
malam ini.
Sebuah jalan kecil beralas batu yang panjang terbentang di depan
mata, ke-dua belah sisi jalan penuh tumbuh bunga putih kecil yang
menyiarkan bau harum semerbak.
Mendadak... tiga sosok bayangan manusia yang tinggi besar
perlahan-lahan berjalan keluar dari balik bebungaan yang lebat, ke-
tiga orang manusia itu berbadan kaku bagaikan mayat hidup, tubuh
mereka lurus dan kaku sedikit pun tidak menunjukkan tanda-tanda
kehidupan, terutama sekali enam buah matanya yang besar dan
memancarkan cahaya hijau seolah-olah sorot mata setan yang
membetot sukma, membikin hati orang merinding dan berdebar keras.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " suara tertawa seram yang
mendirikan bulu roma berkumandang bagaikan bukan muncul dari
mulut manusia, suara yang terpancar keluar dari mayat-mayat hidup
981
Saduran TJAN ID
982
IMAM TANPA BAYANGAN II
983
Saduran TJAN ID
Bagian 38
"HMMM! Kabar berita ini sudah tersebar luas di seluruh dunia
persilatan, siapa saja yang pernah melakukan perjalanan dalam Bu lim
tentu mengetahui akan peristiwa itu, apa sih yang perlu kalian
herankan."
"Hmmm..." mayat hidup berkepala botak yang ada di samping
Mayat Ganas segera membalikkan matanya yang aneh dan
mendengus dingin, "Aku tidak percaya dengan ucapanmu itu, kecuali
beberapa orang tertentu yang mengetahui peristiwa ini orang
kangouw tak ada yang mengetahui tentang soal itu... sedang orang
yang mengetahui peristiwa itu pun kebanyakan telah kami kejar dan
bunuh, apa tujuannya? Bukan lain untuk menutup rahasia ini, kami
tidak ingin orang kangouw ikut mengetahui kalau kami pernah pura-
pura mati..."
"Oooh... jadi sewaktu berada di gunung Kiu-hoa-san tempo dulu,
kalian pura-pura mati..." ujar Lu Kiat dengan hati kaget.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja, hanya dengan berbuat
demikianlah kami bisa lepas dari perhatian banyak orang, dan cuma
984
IMAM TANPA BAYANGAN II
dengan cara ini pula kami berhasil mengejar orang-orang yang pernah
hendak membinasakan diri kami untuk kemudian dilenyapkan dari
muka bumi, orang-orang itu pasti tak akan bersiap sedia dan
menyangka atas kehadiran kami itu... sekarang kau mengerti bukan?"
"Ucapanmu tak bisa dipercayai dengan begitu saja," ujar Lu Kiat
kembali dengan sangsi, "ketika berada di gunung Kiu-hoa-san begitu
banyak jago lihay Bu lim yang menyaksikan kematian kalian bertiga,
sekali pun kamu punya kelihayan untuk membohongi orang, tak
mungkin kamu bisa membohongi banyak jago lihay yang hadir di situ,
Hmmm! Aku tidak percaya kalian begitu lihaynya..."
Mayat hidup yang berada di tengah segera melangkah maju
setindak ke depan, katanya sambil tertawa :
"Apa yang kau ketahui? Huuh... paling kentut busuk... ketahuilah
dari perguruan mayat hidup kami memiliki semacam kepandaian
maha sakti yang bisa tutup napas pura-pura mati, asal kepandaian itu
kami gunakan maka keadaan kami tidak akan jauh berbeda daripada
keadaan mayat-mayat biasa, siapa pun tak akan mampu membuktikan
apakah kami sudah mati atau masih hidup..."
"Belum pernah kudengar tentang kepandaian sakti macam itu!"
seru Lu Kiat sambil tertawa hambar.
"Hmmm... Hmmm... hal itu harus salahkan pengetahuanmu yang
masih picik dan tak tahu apa-apa..."
Lu Kiat mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... ilmu menutup napas bisa merubah
seorang hidup menjadi sesosok mayat yang telah mati, kepandaian
seperti itu tentulah sejenis kepandaian yang luar biasa sekali... hey!
jago lihay dari perguruan mayat hidup, dapatkah kau
mendemonstrasikan ilmu sakti itu di hadapanku sehingga menambah
pengetahuan dari kami yang masih bodoh..."
"Hmmm... hmmm... jika kau sudah menyaksikan kepandaian
seperti itu, maka berarti pula usiamu sudah tidak panjang lagi..." kata
si mayat hidup tadi sambil tertawa dingin.
985
Saduran TJAN ID
986
IMAM TANPA BAYANGAN II
berlagak seolah-olah telah mati, tak aneh kalau para jago lihay yang
berkumpul di gunung Kiu-hoa-san tempo dulu berhasil dibodohi oleh
ke-tiga sosok mayat hidup itu tanpa mereka sadari.
Diam-diam ia segera menotok tiga buah jalan darah di tubuh
mayat hidup itu, aliran darah yang untuk sementara berhenti mengalir
itu membuat totokan itu menghasilkan lekukan di tubuhnya, bila ia
sadar nanti maka totokan tersebut akan menunjukkan reaksinya
membuat aliran darahnya tak bisa pulih dengan cepat, keadaan itu
berarti menguntungkan pihaknya.
Setelah melakukan perbuatan itu Lu Kiat segera bangkit berdiri
katanya :
"Sungguh luar biasa sekali, aku mengaku kalah."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Mayat Ganas tertawa seram,
"saudaraku, sekarang kau boleh bangkit berdiri."
Tetapi mayat hidup itu masih tetap menggeletak di atas tanah
tanpa berkutik, ia tak mampu bangkit berdiri kecuali matanya melotot
besar bagikan gundu, dengan buih putih mengalir keluar dari
matanya.
Setelah terbungkam beberapa saat, dengan penuh kesakitan ia
berteriak :
"Toako, dia main licik."
"Apa? Dia main licik..." bentak Mayat Ganas dengan gusarnya.
Dengan gemas dan mendongkol dia melotot sekejap ke arah Lu
Kiat, kemudian serunya dengan jengkel :
"Kau berani betul bermain licik di hadapan kami bertiga... Hmm!
Bocah cilik, rupanya kau tidak ingin mendapatkan kematian yang
utuh, tapi ingin mencicipi dahulu pelbagai siksaan dari kami tiga
bersaudara... hmm tunggu saja sebentar lagi."
"Hmm! bukankah kalian bilang sendiri kalau ilmu kepandaian
tersebut maha sakti dan tiada tandingannya di kolong langit? Untuk
membuktikan kebenaran dari perkataanmu itu terpaksa aku harus
gunakan sedikit akal untuk menjajalnya, jika ilmu menutup napas
987
Saduran TJAN ID
988
IMAM TANPA BAYANGAN II
989
Saduran TJAN ID
Mayat Bengis tak dapat menahan diri lagi terhadap tingkah laku
Lu Kiat yang dianggap jumawa dan sombong itu, dengan tabiatnya
yang berangasan dan gampang naik darah dengan cepat alisnya
berkerut, sambil ayun tangan kanannya ke muka dia memaki:
"Enyah kau telur anjing makmu..."
990
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 40
LU KIAT menggeser tubuhnya ke samping dan teriaknya :
"Oooh... jadi makmu dilahirkan oleh seekor anjing betina."
Pemuda itu tak mau dirinya dimaki orang dengan kata-kata yang
merugikan, maka terlontarlah makian yang jauh lebih pedas daripada
makian musuhnya.
Tetapi dengan kejadian ini hawa amarah yang berkobar dalam
dada Mayat Bengis tak terkendalikan lagi, telapak kanannya diayun
ke depan melancarkan satu pukulan bahaya," teriaknya :
"Jika aku tak mampu menyelesaikan jiwa anjingmu itu, aku
bukan manusia jagoan di dalam Benteng Kiam-poo."
Tajam sekali desiran angin pukulannya, seakan-akan gugurnya
tanah berbukit yang menimpa badan, angin pukulan tersebut dengan
mengandung hawa dingin yang menggidikkan hati segera mengepung
empat penjuru di sekeliling tempat itu.
Lu Kiat tercekat hatinya menyaksikan datangnya ancaman angin
pukulan yang begitu mengerikan, ia tahu bahwa musuhnya
meyakinkan suatu ilmu pukulan beracun yang sangat lihay, tubuhnya
buru-buru mengigos ke samping dan loncat mundur ke belakang
dengan kecepatan laksana sambaran petir.
"Toako!" Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei segera
tertawa dingin, "serahkan saja bangsat itu kepadaku."
Lu Kiat menyadari bahwa kepandaian silatnya bukan tandingan
lawan, mendengar itu dia mengepos tenaga dan segera loncat ke
belakang.
991
Saduran TJAN ID
992
IMAM TANPA BAYANGAN II
993
Saduran TJAN ID
bila kalian suka bertobat dan tidak melakukan perbuatan jahat lagi,
mungkin jiwa kalian bertiga masih bisa diselamatkan..."
"Tutup mulut!" tiba-tiba Mayat Ganas membentak keras, "sudah
cukupkah perkataanmu itu?"
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Terhadap manusia-manusia tak tahu diri semacam dirimu itu
sebenarnya tak usah banyak bicara, tetapi kalau memang kau sudah
merasa tersinggung hatinya oleh perkataan ku tadi, sekarang bolehlah
kita lanjutkan penyelesaian urusan ini dalam beradu kepandaian..."
Mayat Ganas memegang kencang-kencang raut wajahnya yang
mengerikan itu lalu mendesis penuh penderitaan, perlahan-lahan
tangannya meluncur ke bawah dan angkat kepala, dengan wajah
penuh kebencian.
"Tahukah engkau, bahwa wajahku bisa hancur jadi begini gara-
gara perbuatan dari ayahmu..." jeritnya.
"Hasil karya ayahku?" seru Pek In Hoei tertegun, "maksudmu
ayahku yang merusak wajahmu itu..."
"Hmm! Pek Tiang Hong adalah manusia rendah yang tak tahu
malu..." teriak Mayat Ganas lagi sambil mendengus, "dia merusak
wajahku agar aku tidak dapat bertemu manusia lagi dalam lingkungan
hidup masyarakat biasa, dia suruh aku setiap harinya hanya
bersembunyi dalam dunia kegelapan..."
Ia berhenti sebentar dan tertawa seram, terusnya :
"Penderitaan dan siksaan batin seperti ini tak mungkin bisa
dialami oleh siapa pun, semua orang tak akan tahan kalau disiksa terus
menerus dengan secara demikian."
"Aku melarang engkau memaki ayahku seenak-enaknya
sendiri..." bentak Pek In Hoei sinis.
"Huuh...! Kau anggap ayahmu adalah seorang budiman? Seorang
ksatria yang berbudi luhur? Tahukah engkau bukan saja ayahmu
berhati kejam dan bertangan besi, dia adalah telur busuk tua yang
pandai sekali menggunakan akal licik, cukup kau pandang raut
994
IMAM TANPA BAYANGAN II
995
Saduran TJAN ID
996
IMAM TANPA BAYANGAN II
997
Saduran TJAN ID
998
IMAM TANPA BAYANGAN II
999
Saduran TJAN ID
1000
IMAM TANPA BAYANGAN II
1001
Saduran TJAN ID
kekuatan yang tak boleh dianggap remeh, jika kali ini mereka pun
berhasil merobohkan pertahanan dari kamu berempat, aku lihat...
terpaksa nama Benteng Kiam-poo kita mesti diganti..."
Kecuali ilmu silat yang dimiliki Cui Tek Li, boleh dibilang Yan
An tak pernah percaya kalau orang lain memiliki kemampuan
sedahsyat itu, tetapi setelah menyaksikan kekuatiran poocu apalagi
pemimpin mereka itu bicara sambil bermuram durja, tak tahan segera
tanyanya :
"Poocu, apakah kau tidak punya keyakinan untuk berhasil
menangkan dirinya?"
"Aaaa... tentang soal ini sulit untuk dikatakan," jawab Cui Tek Li
setelah tarik napas panjang-panjang, "Aku sendiri pun merasa tak
punya kemampuan untuk merubuhkan bocah muda itu..."
"Aaaai! Masa iya? Poocu, aku tidak percaya... " teriak pria yang
berada di paling ujung sebelah tertegun sebentar.
"Gui Ku Jin!" seru Cui Tek Li dengan mata melotot besar, "kau
anggap kepandaian silat yang kumiliki adalah nomor satu di dunia dan
tiada tandingan lagi di kolong langit? Meskipun ilmu pedang yang
kumiliki nomor satu di seluruh dunia persilatan, itu bukan berarti aku
sudah tiada tandingannya lagi di dalam jagat ini, kau mesti tahu
pedang mestika penghancur sang surya dari partai Thiam cong sudah
cukup digunakan untuk melawan diriku..."
Ia tertawa rawan, setelah berhenti sebentar ujarnya kembali :
"Tetapi kalian pun tak usah terlalu takut, Benteng Kiam-poo
bukanlah manusia-manusia tolol yang pandainya hanya bikin malu
saja..."
Empat raksasa bertenaga sakti itu terdiri Yan An, Gui Ku Jin,
Bong Yu Seng serta Hay San Jin, untuk menundukkan mereka
berempat di masa yang lampau Cui Tek Li harus mengorbankan
banyak tenaga dan pikiran sebelum akhirnya berhasil, ia harus
bertempur sengit selama dua hari dua malam lamanya untuk
menentukan siapa menang siapa kalah, oleh sebab itulah dia sangat
1002
IMAM TANPA BAYANGAN II
1003
Saduran TJAN ID
"Poocu, obat apakah itu?: tanya Hay San Jin dengan nada
tercengang.
"Obat ini bukan lain adalah obat yang sangat mujarab dan
tersohor untuk menambah tenaga dari Tibet," kata Cui Tek Li dengan
wajah serius, "seandainya seseorang menelan sebutir pil ini maka
tenaga dalam tubuhnya akan bertambah kuat dua kali lipat dari
keadaan semula. Obat ini kubuat atas petunjuk seorang tokoh sakti
dari Tibet, biarlah kali ini kugunakan untuk melipat gandakan
kekuatan tubuh kalian berempat dengan harapan Pek In Hoei bisa kita
musnahkan dengan cepat, dalam keadaan begini jika bangsat she Pek
itu bermaksud melakukan perlawanan, itu berarti dia mencari
penyakit buat diri sendiri..."
Mendengar perkataan itu Gui Ku Jin serta Hay San Jin jadi sangat
kegirangan, mereka sambar sebutir pil merah tadi dan dimasukkan ke
dalam mulutnya.
Yan an serta Bong Yu Seng saling bertukar pandangan sekejap,
kemudian mereka masing-masing pun menelan sebutir.
Cui Tek Li segera tertawa ringan sesudah menyaksikan empat
orang jago lihaynya menelan obat itu, katanya :
"Merka sudah hampir tiba di sini, aku harus berlalu lebih dahulu
untuk mempersiapkan diri..."
Saat ini air mukanya sudah tidak bermuram durja lagi seperti
keadaannya sewaktu datang ke situ, seakan-akan sebuah masalah
besar telah berhasil diselesaikan olehnya dengan baik, dengan badan
yang enteng tubuhnya segera bergerak menuju ke arah jalan kecil di
mana ia datang tadi.
Di balik pepohonan yang lebat dan gelap seorang perempuan tua
berwajah sayu berdiri mematung di tempat itu, ketika menjumpai Cui
Tek Li berjalan menghampiri dirinya ia segera maju sempoyongan.
"Apakah kau telah berikan obat pelenyap tenaga kepada mereka
berempat??"
1004
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Ehmmmm! Dan sekarang kau tak usah kuatir lagi," sahut Cui
Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo sambil mengangguk, "demi dirimu
aku tidak sayang untuk mengorbankan begitu banyak jago-jago
lihayku, mungkin jiwaku telah kau rubah sama sekali... tetapi sayang
sekali kau tidak berhasil merubah diri Pek In Hoei..."
"Suamiku!" seru perempuan tua itu dengan air mata bercucuran,
"aku merasa sangat berterima kasih sekali kepadamu karena engkau
mau bersikap demikian terhadap In Hoei, di kemudian hari aku bisa
memberitahukan kesemuanya itu kepadanya, akan kukatakan betapa
kasih sayangnya dirimu terhadap dia, jika ia benar-benar berani
datang lagi untuk menuntut balas, aku pasti menegur dan memarahi
dirinya..."
"Aku tidak takut menghadapi dirinya, jika ia berani datang lagi
pasti akan kuberi peringatan yang tajam kepadanya," seru Cui Tek Li
dengan suara dingin, "hujin mari kita pulang!"
Perempuan tua itu gelengkan kepalanya.
"Kau belum mengabulkan permintaanku, lepaskanlah In Hoei
pada rintangan yang terakhir..."
"Hujin! Aku telah mengorbankan ke-empat orang pembantu
setiaku itu demi memenuhi keinginanmu, masa kau tak bisa
memahami maksud hatiku?? Tentu saja aku tak akan menyusahkan
dirinya lagi..."
Suara langkah kaki manusia yang lirih secara lapat-lapat
berkumandang datang, ketika mereka angkat kepala memandang ke
arah samping kanan, terlihatlah dengan langkah gagah Pek In Hoei si
Jago Pedang Berdarah Dingin beserta Lu Kiat perlahan-lahan maju
mendekat.
"Aku ingin menyaksikan putraku berjuang membobolkan
rintangan yang ke-tiga ini..." bisik perempuan tua itu mendadak.
"Aaaaai... aku lihat kau terlalu menyayangi dirinya..." omel Cui
Tek Li sambil tertawa, kepalanya digelengkan berulang kali.
1005
Saduran TJAN ID
1006
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Maksudmu kau suruh aku melarikan diri dari sini??" tanya Pek
In Hoei tercengang.
"Banyak sekali cara hidup seorang manusia di kolong langit,
kenapa kita mesti bersikeras untuk memikirkan masalah yang sama
sekali tak ada gunanya itu? Bukankah secara terang-terangan kita
sudah tahu bahwa kita berdua bukan tandingannya, kenapa kita mesti
ngotot menghantar kematian buat diri sendiri?? Adik In Hoei, lebih
baik turutilah perkataanku..."
Dengan cepat Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei
gelengkan kepalanya berulang kali.
"Selama hidup belum pernah aku mundur dan melarikan diri
sebelum melangsungkan pertarungan..."
"Adik In Hoei, sekarang bukan saatnya yang tepat bagi kita untuk
berlagak sok pahlawan," seru Lu Kiat dengan gelisah, ia menghela
napas panjang.
"Aku ingin memberitahukan pula satu hal kepadamu, mungkin
kau bisa menyetujui cara bekerja yang kuusulkan ini, bagaimanakah
kemampuan dari malaikat pedang Cia Ceng Gak dari partaimu?"
"Dia adalah malaikat pedang dari partai kami," jawab Pek In Hoei
dengan wajah serius.
"Nah! Sekarang kau akan merasa lebih jelas lagi, tahukah engkau
bahwa kehebatan Cia Ceng Gak di dalam permainan pedang boleh
dikatakan sudah tiada bandingannya di kolong langit. Tetapi ketika ia
bertempur melawan ke-empat orang jago itu, dengan mengorbankan
diri hingga terluka ia baru berhasil menangkan empat jurus serangan
dari mereka, coba pikirlah andaikata mereka tidak memiliki ilmu silat
yang betul-betul maha dahsyat, mampukah ke-empat orang manusia
ganas itu menghadapi serangan berantai dari seorang malaikat
pedang?"
Tercekat perasaan hati Jago Pedang Berdarah Dingin mendengar
perkataan itu, dia merasa pikirannya semakin berat dan tidak tenang,
hal ini bukanlah disebabkan ia jeri atau takut, tetapi ia sedang
1007
Saduran TJAN ID
1008
IMAM TANPA BAYANGAN II
dan segera menyusul di belakang tubuhnya, rasa putus asa dan jeri
yang semula menyelimuti wajahnya kini tersapu lenyap hingga tak
berbekas.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... siapkah di antara kalian yang
bernama Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei?" tegur Yan An
sambil tertawa seram.
"Siapakah engkau?" sahut Pek In Hoei sambil tertawa, hawa
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, "aku Pek In Hoei
memberi hormat!"
Yan An tertegun dan berdiri melongo, rupanya ia tak mengira
kalau jago muda yang tersohor namanya di kolong langit serta dikenal
orang sebagai Jago Pedang Berdarah Dingin itu tidak lebih hanya
seorang pemuda yang masih muda usia, ia berseru tertahan sedang
satu ingatan dengan cepat terlintas di dalam benaknya.
"Poocu melukiskan orang ini dengan begitu hebatnya, tak nyana
yang dia maksudkan hanyalah seorang bocah cilik yang masih berbau
tetek, aaah! Benarkah pemuda ini yang telah menimbulkan
gelombang besar di dalam dunia rimba persilatan."
Berpikir sampai di situ dia lantas menegur :
"Betulkah kau adalah putranya Pek Tiang Hong?"
"Apa kau anggap aku suka mencatut nama orang lain?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... rupanya kau adalah seorang
manusia yang luar biasa sekali, sampai-sampai tiga mayat hidup pun
menemui ajalnya di tanganmu, tidak aneh kalau Poocu memandang
begitu serius terhadap kekuatanmu itu, tapi sayang seribu kali sayang
kelihayanmu yang luar biasa itu bakal hancur berantakan di atas she
mu itu."
"Apakah maksudmu?" tegur Pek In Hoei melengak.
"Karena kau she Pek maka kau harus mati karena orang she Pek
tak seorang pun merupakan orang baik."
"Bangsat!" bentak Pek In Hoei gusar, "air ludah yang muntah
keluar dari mulut baumu itu benar-benar memuakkan sekali, tidak
1009
Saduran TJAN ID
aneh kalau udara di sekitar sini terasa begitu bau seperti kentut busuk,
ternyata di sini ada anjing budukan yang sedang melepaskan kentut."
"Bajingan cilik, hati-hatilah kalau bicara," tegur Bong Yu Seng
sambil tertawa seram, "kau berani mengucapkan kata-kata semacam
itu, berarti pula kau bersikap kurang ajar terhadap toako kami."
"Bagaimana dengan engkau sendiri? Perkataanmu toh tidak
sedap didengar, itukah yang dinamakan sopan?"
Sejak terjun ke dalam dunia persilatan Bong Yu Seng belum
pernah dicemoohkan dengan kata-kata yang tak sopan, ketika
menyaksikan Pek In Hoei yang begitu jumawa seakan-akan sama
sekali tak pandang sebelah mata pun terhadap dirinya, ia jadi naik
darah, sambil tertawa seram teriaknya keras-keras :
"Bajingan cilik, rupanya kalau kau tidak diberi peringatan yang
pedas, maka kau tak akan tahu sampai dimanakah kelihayanku."
Pedang panjang dalam genggamannya segera digetarkan keras-
keras, sekilas cahaya busur terlontar ke tengah udara dan menggulung
keluar dengan cepatnya.
Lu Kiat segera menggerakkan tubuhnya sambil berseru :
"Aku dengar ilmu silat yang kau miliki lihay sekali, aku ingin
sekali mohon petunjuk darimu."
Tercengang hati Bong Yu Seng ketika menyaksikan Lu Kiat
dengan senjata terhunus menyongsong kedatangannya, sesudah
tertegun sejenak tegurnya :
"Bocah keparat, kau tidak takut menghadapi kematian?"
Pada saat ini keberanian dalam hati Lu Kiat berkobar, ia merasa
ada segulung hawa panas yang bergelora dalam dadanya, membuat
rasa jeri dan takut yang semula menyelimuti dirinya tersapu lenyap.
Sambil tertawa keras dengan suara yang lantang, pedang panjang
dalam gengamannya laksana kilat membacok ke depan.
"Hmmm... tak kunyana kau pun punya sedikit simpanan juga!"
ejek Bong Yu Seng sambil mendengus dingin.
1010
IMAM TANPA BAYANGAN II
1011
Saduran TJAN ID
1012
IMAM TANPA BAYANGAN II
1013
Saduran TJAN ID
1014
IMAM TANPA BAYANGAN II
1015
Saduran TJAN ID
1016
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Ayoh cepat turun tangan! Lebih baik kita putuskan persoalan ini
lewat permainan senjata."
"Tidak salah," sambung Gui Ku Jin dengan alis berkerut, "kita
bicarakan soal enghiong lewat pertarungan, dengan begitu barulah
bisa diketahui siapa lebih unggul di antara kita."
Rupanya Yan An juga tidak ingin membuang waktu lagi, dia
sebagai seorang pemimpin yang memberi komando kepada rekannya
untuk menyerang atau tidak segera tarik napas panjang, pedangnya
diputar di udara.
"Kiam Kui Toa Hay! Pedang sakti lenyap di samudra," bentaknya
keras.
Empat sosok bayangan manusia maju serentak, cahaya pedang
yang tajam ikut terbentang di udara, segulung hawa pedang yang amat
tajam bagaikan gulungan ombak di samudra segera meluncur ke muka
dan mengurung seluruh tubuh Pek In Hoei.
Jago Pedang Berdarah Dingin segera merasa dari arah delapan
penjuru secara berbareng muncul berpuluh-puluh jalur bayangan
pedang yang tajam serta segulung daya tekanan tak berwujud
menekan batok kepalanya.
1017
Saduran TJAN ID
Jilid 41
PELBAGAI ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, pada
detik penentuan atas mati hidupnya itu, pedang mestika penghancur
sang surya bagaikan hembusan angin meluncur ke depan dengan jurus
Kiam-si-liat-jin atau terik sang surya hancur terbelah.
Triing...! Triing...! Triing...! Di tengah udara dentingan nyaring
babatan pedangnya berhasil menangkis balik serangan gabungan ke-
empat bilah pedang panjang yang maha dahsyat itu tetapi dia sendiri
terdesak mundur lima enam langkah ke belakang baru sempat
mempertahankan diri, dadanya naik turun dan napasnya terengah-
engah, peluh sebesar kacang kedelai membasahi seluruh jidatnya.
Dari keadaan itu bisa ditarik kesimpulan betapa dahsyat dan
lihaynya serangan gabungan tersebut.
"Keparat cilik," teriak Hay San Jin sambil tertawa tergelak,
"walaupun jurus pertama berhasil kau lampaui, belum tentu jurus ke-
dua bisa kau hadapi."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei menyadari bahwa
serangan yang maha dahsyat sebentar lagi bakal berlangsung, ia
segera tarik napas panjang, dalam hatinya berpikir :
"Kenapa aku tidak berusaha untuk menyerang lebih dahulu, agar
serangan gabungan mereka tak mampu digerakkan?"
Yang dipikirkan pemuda itu sekarang ialah bagaimana caranya
merebut posisi baik serta mengalahkan musuhnya, terhadap kekuatan
tubuh sendiri sama sekali tidak dipikirkannya.
1018
IMAM TANPA BAYANGAN II
1019
Saduran TJAN ID
1020
IMAM TANPA BAYANGAN II
1021
Saduran TJAN ID
1022
IMAM TANPA BAYANGAN II
1023
Saduran TJAN ID
"Apa maksudmu??"
Ia merasa bingung dan tak habis mengerti terhadap semua
perkataan yang diucapkan Cui Tek Li pada hari ini, ia merasa
ucapannya merupakan teka teki dan sulit untuk diraba, kendati Pek In
Hoei cerdas tak urung dibikin melongo juga.
"Orang-orang itu ada maksud hendak mengkhianati diriku," ujar
pemilik dari Benteng Kiam-poo lagi, "dan aku pun ada maksud untuk
melenyapkan mereka semua dari muka bumi, kedatanganmu
merupakan suatu hal yang sangat kebetulan, maka kuatur siasat ini
secara rapi..."
Pek In Hoei jadi amat gusar setelah mendengar perkataan itu,
serunya marah-marah :
"Rupanya kau sedang meminjam tanganku untuk melenyapkan
bibit bencana yang mengancam dirimu... bagus, bagus sekali! Cui Tek
Li, kau memang luar biasa sekali dan aku sudah mengenali siapakah
engkau!"
"Hmmmm.... Aku sama sekali tidak mengharapkan ucapan
terima kasih darimu, kalau aku tidak menyusun rencana seperti
sekarang ini, mampukah engkau membasmi semua musuh besarmu
yang ikut serta di dalam peristiwa pengerubutan terhadap ayahmu itu?
Bukankah tindakanku ini menguntungkan ke-dua belah pihak?"
"Hmmmm!" Pek In Hoei mendengus dengan penuh penghinaan,
di atas wajahnya yang tampan terlintas hawa napsu membunuh yang
mengerikan, sorot mata yang tajam bagaikan pisau memancarkan
cahaya berapi-api, karena gusar sekujur badannya gemetar keras, tiba-
tiba ia melangkah maju setindak ke depan.
"Aku akan menggunakan cara yang jujur dan terbuka untuk
menuntut balas atas sakit hatiku," serunya gegetun, "aku tidak mau
menerima kebaikan hatimu itu!"
"Seandainya aku tidak memberi bantuan, kepadamu dengan
mengatur kesemuanya ini bagimu, aku percaya selama hidup kau tak
nanti berhasil temukan orang-orang itu," ujar Cui Tek Li dengan sikap
1024
IMAM TANPA BAYANGAN II
wajar, "Pek In Hoei! Kau mesti tahu bahwa aku sama sekali tidak jeri
terhadap dirimu, aku berbuat kesemuanya ini karena memandang di
atas wajah ibumu..."
"Pintar amat kau ambil hati orang!" bentak Jago Pedang Berdarah
Dingin dengan nada keras.
"Hmmm!" Cui Tek Li pemilik dari Benteng Kiam-poo
mendengus dingin, "sekarang kau jangan keburu bersenang hati lebih
dahulu, sebab masih ada satu rintangan terakhir yang harus kau lalui
dan akulah yang akan kau hadapi! Bila kau ingin tinggalkan tempat
ini dalam keadaan hidup, lebih baik simpanlah sedikit tenaga untuk
menunggu beberapa saat lagi..."
"Sekarang juga kita boleh mulai turun tangan!" seru Pek In Hoei
dengan wajah hambar.
"Ayohlah berangkat, pintu benteng telah terbuka bagimu..." kata
Cui Tek Li sambil putar badan dan melangkah pergi terlebih dahulu.
Lu Kiat serta Pek In Hoei segera menyusul dari belakangnya,
perasaan hati mereka mulai diliputi ketegangan dan terasa berat
sekali.
Di depan pintu benteng yang kuno berdiri dua baris pria baju
merah yang masing-masing membawa sebuah obor cahaya terang
menyinari daerah sekitar tempat itu membuat suasana jadi terang
benderang dan tidak jauh berbeda dengan keadaan di siang hari.
Tiba-tiba Pemilik Benteng Kiam-poo itu melepaskan jubah
luarnya yang berwarna biru langit, kemudian berkata sambil tertawa :
"Sekarang kau boleh coba menerobos keluar dari rintangan yang
terakhir..."
"Poocu sebelum pertarungan dimulai terlebih dahulu aku ada satu
permintaan yang hendak diajukan kepadamu," kata Pek In Hoei
dengan wajah amat serius.
"Memandang di atas wajah ibumu, aku rasa tidak sepantasnya
kalau kutampik permintaanmu itu. Nah! Katakanlah..."
1025
Saduran TJAN ID
1026
IMAM TANPA BAYANGAN II
1027
Saduran TJAN ID
Bagian 39
"TENTANG soal ini," bisik Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo
dengan susah, "permintaanmu itu terlalu kelewat batas, Jago Pedang
Berdarah Dingin secara beruntun telah membinasakan sembilan orang
jago lihay dari benteng kami, andaikata aku biarkan dia pergi dengan
begitu saja maka nama benteng kami niscaya akan hancur
berantakan."
Pek In Hoei segera melirik ke arah Lu Kiat dan berkata :
"Toako lebih baik simpan saja benda itu ke dalam sakumu, kita
sama sekali tidak membutuhkan benda itu untuk digunakan sebagai
benda pemohon ampun dari orang lain, siapa tahu kalau dalam
pertarungan yang terakhir nanti kita akan mendapatkan kemenangan."
"Hmm, kau anggap dengan kemampuanmu yang tak seberapa itu
sudah sanggup untuk menghadapi serangan delapan berantaiku?"
teriak pemilik Benteng Kiam-poo dengan gusar.
Pek In Hoei tertawa dingin.
1028
IMAM TANPA BAYANGAN II
1029
Saduran TJAN ID
Cui Tek Li segera angkat kepala dan tertawa keras, dia memuji
ketajaman mata Pek In Hoei dan memuji pula akan keberanian
lawannya untuk mengakui keadaan yang sebenarnya, meskipun
merasa bangga dia pun agak bersedih hati.
"Bawa kemari!" ujarnya kemudian pada Lu Kiat, "mari kita
saling bertukar syarat."
Lu Kiat segera angsurkan pedang kecil itu kepada Cui Tek Li,
katanya pula :
"Sejak kini kita masing-masing tidak berhutang satu sama
lainnya."
Pemilik Benteng Kiam-poo tidak mengucapkan sepatah kata pun,
ia berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya kemudian berseru
:
"Buka pintu dan hantar tamu keluar benteng!"
Para pria baju merah yang berdiri di ke-dua belah sisi jalan segera
menyingkir dan pintu benteng yang berwarna hitam pekat perlahan-
lahan terbentang lebar, dengan pandangan tercengang orang-orang itu
memandang ke arah dua orang pemuda tersebut, selama sejarah
berlangsung baru pertama kali ini pintu benteng dibuka bagi
musuhnya yang hendak keluar.
"Aaai... kalian adalah orang pertama yang dapat keluar dari
Benteng Kiam-poo dalam keadaan selamat!" ujar pemilik benteng
pedang itu sambil menghela napas.
"Hmm! Pintu bentengmu itu tak akan bisa tertutup untuk
selamanya, akhirnya terbuka juga..." sambung Lu Kiat dingin.
"Benar, mungkin apa yang kau katakan memang benar!" suatu
perasaan sedih yang tak terbendung melintas di wajah jago tua she
Cui itu.
Pek In Hoei yang selama ini membungkam terus tiba-tiba berseru
:
"Poocu, aku akan kembali lagi kemari pada suatu ketika!"
"Mau apa kau kembali lagi ke sini?"
1030
IMAM TANPA BAYANGAN II
1031
Saduran TJAN ID
1032
IMAM TANPA BAYANGAN II
1033
Saduran TJAN ID
1034
IMAM TANPA BAYANGAN II
dirinya itu, sejak kecil ia sudah hidup sebatang kara terutama setelah
ayahnya meninggal, tak pernah ada orang yang memperhatikan
dirinya lagi, air mata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi pipinya.
Suasana jadi hening... udara terasa gelap dan suara hembusan
angin saja yang berkumandang memecahkan kesunyian...
Tooong... tooong... tooong...
Di tengah keheningan, tiba-tiba terdengar suara tambur
berkumandang memecahkan kesunyian, Lu Kiat serta Pek In Hoei
sama-sama tertegun dan segera angkat kepala memandang ke arah
depan.
Tampaklah sebaris pria baju hitam sambil menabuh tambur dan
genderang sedang berjalan mendatangi, di depan mereka berjalanlah
seorang kakek tua berjubah ungu yang menunggang seekor kuda
jempolan yang tinggi besar.
Ketika kedua belah pihak saling berpapasan kakek berjubah ungu
itu melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu
Kiat, kemudian dia ulapkan tangannya dan rombongan pria berbaju
hitam itu pun segera menghentikan langkahnya.
Kepada Lu Kiat berdua dia memberi hormat, lalu tegurnya :
"Siapakah di antara kalian yang bernama Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek toa enghiong?"
"Lo sianseng ada urusan apa? Akulah Jago Pedang Berdarah
Dingin," jawab pemuda itu dengan hambar.
Seakan-akan telah menemukan orang yang sedang dicari, kakek
berjubah ungu itu segera loncat turun dari punggung kudanya dan
maju menyongsong sambil tertawa riang.
"Peristiwa berhasilnya Pek toa enghiong menerobos keluar dari
Benteng Kiam-poo telah menggemparkan seluruh dunia persilatan,
majikan kami merasa kagum sekali terhadap nama besar enghiong
nomor dua setelah Cia Ceng Gak seperti engkau ini, maka sengaja
hamba diutus datang kemari untuk menyambut kedatangan Pek toa-
enghiong, kami harap agar enghiong suka singgah sebentar di rumah
1035
Saduran TJAN ID
1036
IMAM TANPA BAYANGAN II
1037
Saduran TJAN ID
1038
IMAM TANPA BAYANGAN II
1039
Saduran TJAN ID
1040
IMAM TANPA BAYANGAN II
Keng Hong dengan wajah serius. Sepasang mata Cin Siong lo-jin tiba-
tiba berkilat, serunya dari samping :
"Tuan, kau harus pergi beristirahat."
"Oooh... yah!" Can Keng Hong mengangguk, "saudara berdua,
berhubung aku masih menderita penyakit parah dan tak bisa duduk
terlalu lama, maafkanlah daku tak bisa menemani lebih jauh, silahkan
kalian beristirahat sebentar di sini."
Kepada Cin Siong lo-jin ujarnya kembali :
"Cin siong, bimbing aku masuk ke dalam!"
Cin Siong lo-jin mengiakan berulang kali dan segera
membimbing Can Keng Hong masuk ke ruang dalam.
Menanti bayangan punggung ke-dua orang itu sudah lenyap dari
pandangan, Lu Kiat segera berpaling dan ujarnya dengan nada dingin
:
"Adikku, apakah kau berhasil melihat sesuatu?"
"Ada yang tidak beres?" Pek In Hoei balik bertanya sesudah
tertegun sebentar.
Lu Kiat mendengus dingin.
"Hmm! Apakah kau tidak merasa bahwa kekuasaan dari Cin
Siong lo-jin jauh lebih besar daripada Can Keng Hong? Aku lihat
setiap gerak-gerik Can Keng Hong berada di bawah kekuasaannya
sehingga dia sama sekali tiada pendirian dan di dalam menghadapi
segala apa pun harus minta persetujuan lebih dahulu dari Cin Siong
lo-jin..."
Pek In Hoei terkejut, seketika itu juga dia pun merasakan banyak
hal yang kurang beres, timbul kecurigaan dalam hatinya.
Setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu, bisiknya lirih :
"Kita harus waspada menghadapi segala kemungkinan."
Dalam pada itu dari balik jendela yang disinari cahaya lentera
terpantul bayangan punggung Can Keng Hong, terdengar dia
menghela napas panjang dan berkata :
"Sekarang kau harus lepaskan diriku!"
1041
Saduran TJAN ID
1042
IMAM TANPA BAYANGAN II
1043
Saduran TJAN ID
Jilid 42
"KAU tak memiliki kemampuan untuk berbuat begitu, sebab aku
sudah terlalu memahami akan dirimu."
Tiba-tiba di dalam genggamannya telah bertambah dengan
sebilah pisau belati yang memancarkan cahaya kilat, sesudah diayun
sebentar di tengah udara segera ditusukkan ke atas dada Can Keng
Hong dengan kecepatan di luar dugaan.
"Aduuh...!" jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
keluar dari mulut Can Keng Hong, sekujur tubuhnya gemetar keras,
dengan pandangan melotot penuh kegusaran dia menatap wajah Cin
Siong lo-jin tanpa berkedip sedang sepasang tangannya mencekal
gagang pisau itu dengan gemetar.
"Kau..." serunya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... selamat tinggal sahabat lama," ejek
Cin Siong lo-jin sambil tertawa seram, "kau pasti akan merasa
kesepian selama perjalanan menuju ke alam baka... Nah!
Berangkatlah lebih duluan."
Diiringi suara tertawa dingin yang menggidikkan hati, ia
meloncat keluar dari tempat itu.
Dengan menahan siksaan serta penderitaan Can Keng Hong
merangkak bangun, ia muntah darah segar, matanya melotot, serunya
dengan nada sedih :
"Aku tak boleh mati, aku harus menyelamatkan jiwa ke-dua
orang itu.. aku tak boleh membiarkan mereka mati di tangan bangsat
tua itu."
1044
IMAM TANPA BAYANGAN II
1045
Saduran TJAN ID
1046
IMAM TANPA BAYANGAN II
melekat pada diri kami dan sekali pun mencebur ke dalam sungai
Huang-hoo tuduhan itu tak dapat juga dicuci bersih..."
"Ooooh! Jadi kau menuduh akulah yang melakukan pembunuhan
ini??" hardik Cin Siong lo-jin.
"Tahu muka tahu wajah, tak tahu hatinya, siapa tahu kalau
pembunuh itu memang kau sendiri..." jawab Lu Kiat tak mau
mengalah barang sedikit pun jua.
Cin Siong lo-jin tak mengira kalau Lu Kiat memiliki daya
pandangan yang begitu tajam dan teliti, kecurigaan tersebut bukan
dilontarkan kepada orang lain tapi justru ditimpakan kepadanya lebih
dahulu, satu ingatan licik dengan cepat berkelebat dalam benaknya,
satu senyuman yang menggidikkan hati terlintas di ujung bibirnya.
"Persoalan ini tak mungkin bisa dibikin jelas dengan sepatah dua
patah kata," bentaknya dengan gusar, "lebih baik kita bereskan
persoalan ini di ujung senjata, tapi kamu mesti ingat sebelum aku
berhasil menemukan siapakah pembunuh yang sebenarnya, kalian
berdua tak boleh tinggalkan tempat ini..."
"Sebelum pembunuh itu berhasil ditemukan kami pun tidak ingin
tinggalkan tempat ini," sahut Pek In Hoei dengan nada dingin, "Lo
sianseng, lebih baik berbuatlah sedikit cerdik dan jangan terlau
terpengaruh oleh emosi, andaikata kau tak mampu membuktikan
bahwa kami berdualah yang melakukan pembunuhan ini, mungkin
pada saat itu engkaulah yang akan mengalami kesulitan!"
"Hmmm! Terserah apa yang hendak kau lakukan, paling banter
aku harus mengorbankan selembar jiwaku."
Ia bertepuk tangan tiga kali, tiba-tiba dari empat penjuru
bermunculan pria-pria berbaju hitam, ketika orang itu menyaksikan
Can Keng Hong tergeletak di tengah genangan darah, suasana jadi
gempar dan mereka semua dengan pandangan mata penuh kegusaran
melotot ke arah Lu Kiat serta Pek In Hoei.
"Majikan kita dibunuh orang secara keji!" teriak Cin Siong lo-jin
dengan cepat sesudah orang-orang itu berkumpul semua, "dan sang
1047
Saduran TJAN ID
pembunuh kini berada di sini... aaai! Perbuatan kita tak ada bedanya
dengan memancing serigala masuk rumah, mencari kesulitan bagi diri
kita sendiri... hal ini harus salahkan majikan kita punya mata tak
berbiji..."
"Tutup mulut anjingmu..." bentak Pek In Hoei dengan penuh
kegusaran, ketika itu dia merasa ada segulung hawa amarah yang tak
terbendung menggelora dalam dadanya karena ia dituduh orang
secara penasaran, karena mendongkol bercampur gusar alisnya
kontan berkerut, dan sepasang mata dengan memancarkan cahaya
dingin yang menggidikkan hati menatap wajah Cin Siong lo-jin tanpa
berkedip.
"Kalau kau berani bicara sembarangan lagi jangan salahkan kalau
aku akan mencabut jiwa anjingmu itu..." serunya dengan nada tegas
dan serius.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... setelah membunuh orang, kau
lantas mau main menang sendiri? Masa aku bicara pun tak boleh..."
Belum habis dia berkata, dari antara rombongan manusia berbaju
hitam itu terdengar suara bentakan keras berkumandang di angkasa,
seorang pria baju hitam dengan pedang terhunus munculkan diri di
tengah kalangan, air mata mengembang dalam kelopak matanya dan
orang itu kelihatan sedih sekali.
Sambil ayun pedangnya di tengah udara ia berteriak :
"Apa itu Jago Pedang Berdarah Dingin? Kiranya tidak lebih
hanya seorang manusia kurcaci yang pandainya membokong orang
secara keji... sikap suhuku terhadap engkau toh tidak jelek, sungguh
tak nyana kau begitu tega melakukan pembunuhan secara begini
keji..."
"Sahabat, sebelum bertindak lebih baik terangkan saja dahulu
duduknya perkara..." seru Lu Kiat sambil gelengkan kepalanya.
"Aku sudah mengerti jelas duduknya perkara, dan membuktikan
pula dengan mata kepala sendiri," bentak pria itu dengan gusar, "kau
tak usah banyak bicara lagi, Hey Jago Pedang Berdarah Dingin! Ayoh
1048
IMAM TANPA BAYANGAN II
cepat tampil ke depan, aku Lie Toa Gou akan menghisap darah panas
yang mengalir keluar dari tubuhmu..."
"Ooooh... jadi kau hendak menantang aku berdua??" seru Pek In
Hoei mulai naik darah.
"Tentu saja, aku hendak menuntut balas bagi kematian dari
suhuku yang kau bunuh secara keji itu..."
"Kalau begitu cepatlah turun tangan, aku tidak ingin
menyusahkan dirimu..."
Lie Toa Gou segera membentangkan pedangnya, cahaya tajam
berkilauan di angkasa dan langsung membacok ke arah tubuh Pek In
Hoei teriaknya :
"Cabut keluar pedangmu, kalau tidak maka kau akan mati secara
konyol..."
Dari kecepatan gerak permainan pedang lawan, Jago Pedang
Berdarah Dingin menyadari bahwa ia telah bertemu dengan seorang
jago pedang kelas satu dalam dunia persilatan, hatinya tercekat dan
dia tak habis mengerti kenapa tempat ini bisa terdapat seorang jago
lihay yang demikian luar biasanya.
Hawa pedang sementara itu sudah menyebar di seluruh angkasa,
dalam waktu singkat sekeliling tubuhnya telah dibungkus oleh cahaya
pedang yang menggidikkan hati itu.
Berada dalam keadaan seperti ini, dia sadar jika dirinya
melakukan perlawanan dengan menggunakan tangan kosong maka
tiada keuntungan apa pun yang bakal diperoleh, badannya cepat
meloncat mundur ke belakang pada saat yang paling kritis sementara
tangan kanannya perlahan-lahan meraba di atas gagang pedangnya.
Dengan pandangan tegang Cin Siong lo-jin menatap tangan
pemuda itu, asal Jago Pedang Berdarah Dingin mencabut keluar
pedangnya atau menggenggam gagang pedang itu maka berarti pula
tujuannya telah tercapai, atau paling sedikit musuh tangguhnya ini tak
akan bisa merangkak bangun kembali.
1049
Saduran TJAN ID
1050
IMAM TANPA BAYANGAN II
asal usulmu, hal ini kulakukan demi untuk memberikan sedikit muka
untukmu, aku percaya asal rahasia asal usulmu ketahuan maka
keadaanmu tidak akan seenteng dan sesantai sekarang ini."
Terkesiap hati Cin Siong lo-jin sesudah mendengar perkataan itu,
dia tak menyangka kalau gadis muda itu demikian lihaynya sehingga
asal usul sendiri pun sudah diketahui olehnya.
Dalam hati dia jadi merasa amat kuatir bila asal usulnya disiarkan
di tempat luaran, bentaknya dengan gusar :
"Eeeei... apa sih yang sedang kau bicarakan? Jangan mengaco
belo..."
"Hmm! Aku rasa dalam hatimu jauh lebih jelas daripada diriku,
janganlah memaksa dirimu untuk mengucapkan kata-kata yang lebih
tak sedap didengar..."
Sekujur tubuh Cin Siong lo-jin gemetar keras, tiba-tiba serunya :
"Toa Gou, apakah kau tidak akan membalas dendam terhadap
sakit hati gurumu?"
Lie Toa Gou mendengus dingin, pedangnya berputar di udara
membentuk satu gerakan busur dan berpuluh-puluh lapis ombak
pedang, dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh dia menerjang
maju ke depan, bentaknya :
"Pek In Hoei, ayoh cabut keluar pedangmu!"
Sejak pertama kali terjunkan diri dalam dunia persilatan, Jago
Pedang Berdarah Dingin belum pernah bertemu dengan manusia yang
tak pakai aturan seperti ini, ketika dilihatnya Lie Toa Gou bersikeras
hendak menuntut balas terhadap dirinya tanpa menyelidiki lebih
dahulu duduknya perkara hawa amarah segera berkobar di dalam
rongga dadanya, dengan suara dingin dia berseru :
"Lebih baik janganlah mencari kematian bagi diri sendiri, sahabat
kau mesti tahu satu kali aku Jago Pedang Berdarah Dingin mencabut
keluar pedang, sebelum mencium darah senjata itu tak akan ditarik
kembali. Di antara kita toh tidak pernah terikat dendam atau pun sakit
hati mengapa kau mesti memaksa aku untuk memilih jalan ke situ..."
1051
Saduran TJAN ID
1052
IMAM TANPA BAYANGAN II
1053
Saduran TJAN ID
1054
IMAM TANPA BAYANGAN II
1055
Saduran TJAN ID
1056
IMAM TANPA BAYANGAN II
Sedari tadi Cin Siong lo-jin memang sudah gelisah dan ingin
sekali cepat-cepat ngeloyor pergi dari situ, apa lacur tiada kesempatan
yang dimilikinya, setelah dara baju merah itu mengungkap kembali,
ia lantas tertawa seram dan berseru :
"Baik, aku bersumpah pasti akan membalas sakit hati ini."
Dia ulapkan tangannya ke arah Lie Toa Gou dan melanjutkan :
"Ayoh pergi! Saudara cilik, untuk membalas sakit hatimu itu
terpaksa kita harus menanti kesempatan baik di lain waktu."
Lie Toa Gou pura-pura menunjukkan sikap gusar dan tidak puas,
kemudian memasukkan kembali ke dalam sarung dan melotot sekejap
ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin dengan penuh kebencian, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun dia mengikuti di belakang Cin Siong
lo-jin untuk berlalu dari situ.
Dara baju merah itu segera mengerling sekejap ke arah Pek In
Hoei, bisiknya :
"Jangan lepaskan orang itu."
Rupanya Lu Kiat sendiri pun sudah menyadari bahwa di balik
peristiwa tersebut masih terselip banyak hal yang sukar dipecahkan
dalam waktu singkat, tidak menanti Jago Pedang Berdarah Dingin
buka suara, tubuhnya dengan cepat bergerak ke depan sambil
menyambar tangan Lie Toa Gou, bentaknya nyaring :
"Sahabat, kau harap tunggu sebentar!"
"Kau masih ada urusan apa lagi terhadap diriku?" tegur Lie Toa
Gou sambil berpaling.
Sambil menuding jenazah Can Keng Hong yang tergeletak di atas
tanah, Lu Kiat berkata :
"Setelah gurumu meninggal, masih terdapat banyak urusan yang
masih harus diselesaikan, jika kau pergi dengan begitu saja tanpa
mengurusi layonnya, bukankah tindakanmu ini terlalu keji dan di luar
peri kemanusiaan."
1057
Saduran TJAN ID
1058
IMAM TANPA BAYANGAN II
1059
Saduran TJAN ID
1060
IMAM TANPA BAYANGAN II
1061
Saduran TJAN ID
"Hmmm! Dan sayang justru karena cara hidupmu itu maka kau
mesti kehilangan jiwa di tanganku, sekarang aku baru tahu betapa
jahat dan kejinya dirimu itu, kau lebih jahat dari siapa pun, begitu
jahat sehingga menimbulkan ras benci bagi siapa pun yang
melihatnya..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... apa kau anggap dirimu jauh lebih
baik daripada diriku?? Tak usah mencerca orang melulu..."
Dar baju merah yang selama ini membungkam terus tiba-tiba
mendengus dingin serunya :
"Kau telah menjadi ikan dalam jaring, aku harap sedikitlah
engkau tahu diri, jangan bicara terus dengan kata-kata yang bukan-
bukan..."
"Nona, boleh dibilang hari ini aku serta Hoa lo sianseng telah
jatuh kecundang di tanganmu, kalau bukan kau yang menghalangi
perbuatan bajingan cilik itu, sekarang Pek In Hoei pasti sudah modar
di ujung Kiam hu tersebut, bicara terus terangnya saja aku merasa
amat tidak rela karena mesti menderita kekalahan secara tragis, kalau
mau kalah seharusnya kalah secara terang-terangan. Dapatkah kau
melepaskan kain kerudungmu itu agar aku bisa tahu siapakah yang
memiliki kepandaian sehebat itu sehingga terhadap Hoa Pek Tuo pun
tidak pandang sebelah mata..."
"Apakah kau bersikeras ingin melihat??"
"Tentu saja harus lihat!" sahut Go Kiam Lam dengan wajah
serius, "bagaimana pun toa-ya juga seorang pemimpin dari suatu
perguruan besar, aku tak ingin menderita kalah di tangan seseorang
yang sama sekali tak kuketahui tampangnya, bila berita ini sampai
tersiar di luaran, bukankah kawan-kawan dunia persilatan akan
mentertawakan ketololan serta ketidakbecusanku..."
Dara baju merah itu berpikir sebentar, kemudian katanya :
"Boleh saja aku perlihatkan wajahku kepadamu, tetapi aku pun
mempunyai sebuah syarat."
1062
IMAM TANPA BAYANGAN II
1063
Saduran TJAN ID
1064
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 40
AIR muka Wie Chin Siang berubah jadi dingin dan ketus bagaikan
salju abadi di kutub utara, ia mendengus dingin, tiba-tiba pedangnya
menggetar keras dan ibaratnya seekor ular tiba-tiba menerobos ke atas
dari arah bawah.
"Aaaah...!" dengan perasaan bergidik bercampur kaget Go Kiam
Lam berteriak keras, tubuhnya bagaikan kilat meluncur ke depan lalu
1065
Saduran TJAN ID
1066
IMAM TANPA BAYANGAN II
1067
Saduran TJAN ID
1068
IMAM TANPA BAYANGAN II
1069
Saduran TJAN ID
"Aaaai...!" gadis muda itu menghela napas sedih, rasa pedih dan
sedih berkecamuk dalam hati kecilnya, dari helaan napas tersebut
kecuali memperlihatkan kekosongan hatinya, yang tersisa hanya
kebencian belaka, ia benci terhadap nasibnya yang buruk, ia benci
dirinya telah berkenalan dengan seorang pria yang begitu menawan
hati membuat dia merasa berat untuk meninggalkannya.
Kemurungan dan kesedihan hanya dia yang dapat merasakan,
tiada orang lain dapat mewakili dirinya untuk merasakan penderitaan
tersebut, dialah yang harus merasakan sendiri buah pahit yang
ditinggalkan oleh bibit cinta.
"In Hoei!" ujarnya setelah menghela napas sedih, "aku mengakui
bahwa aku cinta padamu, tetapi aku pun menyadari bahwa tiada
kemungkinan bagiku untuk mendapatkan engkau, sebab gadis cantik
yang mencintai dirimu terlalu banyak, aku tidak lebih hanya sebutir
pasir yang berada di sekelilingmu, aku tak mungkin bisa mendapatkan
kau seorang diri, oleh karena itu terpaksa aku harus tinggalkan dirimu
jauh-jauh, makin jauh menyembunyikan diri semakin baik, semakin
terpencil tempat itu semakin baik pula bagiku."
"Kenapa??" seru Pek In Hoei dengan jantung berdebar keras
sambil menahan sakit hati yang menyelimuti dadanya, "apakah
malam ini kau ajak diriku keluar hanya disebabkan karena kau hendak
memberitahukan kesemuanya itu kepadaku..."
"Tidak!" jawab Wie Chin Siang sambil menggeleng, "aku hanya
meminjam kesempatan pada hari ini untuk menyampaikan kata-kata
tersebut kepadamu... In Hoei! Kau jangan coba membantah, bukankah
dalam hatimu tidak cuma ada diriku?? Kong Yo Siok Peng serta It-
boen Pit Giok bukankah jauh lebih penting kedudukannya dalam
hatimu? Aku tahu meskipun beruntung sekali aku bisa menempati
pula satu bagian tempat tetapi hatimu cukup satu, tak mungkin
bagimu untuk membagikan hatimu yang cuma satu itu untuk kami
bertiga, aku sudah menyadari sedalam-dalamnya, jika aku tidak tahu
diri dan segera menarik diri penderitaan yang bakal kuterima di
1070
IMAM TANPA BAYANGAN II
kemudian hari jauh lebih besar lagi, mungkin pada saat itu keadaan
akan berubah jadi suatu drama yang tragis."
"Aku sama sekali tak pernah memikirkan persoalan-persoalan
itu," ujar Pek In Hoei dengan sedih.
"Tentu saja kau tak pernah memikirkan soal itu sebab dewasa ini
pekerjaan yang akan kau lakukan hanyalah membalas dendam," sahut
Wie Chin Siang dengan wajah serius, "tetapi kau harus tahu keadaan
dari kami kaum gadis jauh berbeda sekali, kami tak bisa mesti
memperhitungkan masa depan kami sendiri, sebab hal itu sangat
mempengaruhi kehidupan kami selanjutnya hingga masa tua. Aku
telah memikirkan persoalan ini selama beberapa hari, aku selalu
merasa bahwa cara yang berlarut-larut seperti ini bukan suatu cara
yang tepat, akhirnya aku telah mengambil keputusan untuk tinggalkan
dirimu daripada kau mesti serba salah karena masalah itu."
"Mengapa kau memilih jalan yang ini?" tanya Pek In Hoei
dengan wajah tercengang.
Wie Chin Siang tertawa getir.
"Jalan ini bukanlah keputusan yang diambil oleh diriku seorang,
aku tahu It-boen Pit Giok pun mempunyai pandangan yang sama
dengan diriku, kami menganggap bahwa gadis yang paling kau cintai
adalah Kong Yo Siok Peng, karena dia adalah gadis pertama yang kau
kenali, lagi pula dia polos, cantik dan sama sekali tiada pikiran lain,
ia paling cocok dan serasi untuk mendampingi dirimu, sebab itulah
kami ambil keputusan untuk melepaskan engkau secara suka rela."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasakan hatinya
bergetar keras, ia merasa bakal kehilangan ke-tiga orang gadis manis
itu, entah apa sebabnya ia selalu merasa jarak antara dirinya dengan
ke-tiga orang gadis itu kian lama kian bertambah jauh, mungkin
kesombongan dirinya telah menyinggung perasaan halus mereka?
Ataukah mereka telah menyadari nasib sendiri yang tak beruntung
hingga ambil keputusan tersebut? Pemuda itu sama sekali tak tahu.
Dia menghela napas dengan penuh kesedihan bisiknya :
1071
Saduran TJAN ID
1072
IMAM TANPA BAYANGAN II
1073
Saduran TJAN ID
1074
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 43
DENGAN pandangan seksama ia segera memperhatikan kembali ke-
dua sosok bayangan putih yang nampaknya hanya samar-samar itu,
sedikit pun tidak salah dari salah satu di antara ke-dua orang itu
mereka temukan seorang perempuan, hal ini membuat mereka
semakin girang.
Pria yang ada di sebelah kiri itu segera menepuk bahu rekannya,
kemudian berujar :
"Aaah...! Sedikit pun tidak salah, rupanya memang siluman rase
perempuan itu..."
Dalam pada itu Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei serta
Wie Chin Siang telah berada semakin dekat dengan ke-dua orang itu,
air muka mereka dingin dan sama sekali tidak berperasaan, hal ini
membuat pria tersebut tertegun dan seketika itu juga timbul perasaan
ngeri dari dasar hatinya.
"Saudara, cepat bunyikan tanda bahaya!" pria yang di sebelah
kanan segera berseru sambil ayunkan pedang ke muka.
"Sudah terlambat sahabat, rebahlah!" bentak Jago Pedang
Berdarah Dingin sambil melompat ke muka.
Gerakan tubuhnya cepat laksana sambaran kilat, bagaikan
segulung angin dingin mendadak pemuda itu menerjang ke depan
sambil melancarkan totokan kilat ke arah dua orang pria tersebut.
Perubahan yang terjadi mendadak serta sama sekali di luar
dugaan ini membuat ke-dua orang pria tersebut tak sempat untuk
1075
Saduran TJAN ID
1076
IMAM TANPA BAYANGAN II
baru yang belum lama ditugaskan di sini, walaupun begitu aku sudah
lama mengenali looheng, malam ini aku bisa menggantikan posmu
untuk berjaga, hal ini benar-benar merupakan suatu urusan yang patut
dibanggakan..."
Loo Ong melengak mendengar perkataan itu, katanya :
"Perkataanmu itu tidak benar, aku belum lama berjaga di sini dan
datang bersama-sama Loo-Lie, tengah malam saja belum tiba masa
sudah berganti orang?" Saudara, kau jangan keliru..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Pek In Hoei tertawa, "Loo-Lie
beritahu kepadaku, katanya malam ini kau akan bertemu lagi dengan
siluman rase perempuan itu, maka aku sengaja disuruh datang kemari
untuk menggantikan tugasmu... kita toh orang sendiri, kalau ada
urusan bisa kita rundingkan secara baik-baik..."
Loo Ong segera tertawa tergelak.
"Saudara, kau memang betul-betul hebat! Perempuan itu bukan
siluman rase melainkan janda gelap yang berdiam di sekitar sini.
Waah! Perempuan itu memang betul-betul lihay, dalam semalam
suntuk aku telah dihajar sampai kehabisan tenaga dan lemas sekali..."
Pada ketika itu rasa was-wasnya telah lenyap sama sekali,
perlahan-lahan ia turun dari atas dan mendekati lawannya.
Jago Pedang Berdarah Dingin segera menggape ke arahnya, Loo
Ong tertegun dan segera menegur :
"Ada urusan apa?"
Tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin menyusup ke arah depan,
dalam suatu gerakan yang cepat dia tangkap tubuh Loo Ong ke tengah
udara lalu menotok beberapa buah jalan darahnya.
Sungguh kasihan Loo Ong, sebelum dia mengetahui duduk
perkara yang sebenarnya tahu-tahu tubuhnya sudah roboh tak berkutik
lagi.
Di ujung undak-undakan batu itu merupakan suatu lubang gua
yang gelap, luas gua itu delapan depa dan suasananya gelap gulita tak
nampak sesuatu apa pun juga.
1077
Saduran TJAN ID
"Apakah Hoa Pek Tuo benar akan datang kemari?" tanya Pek In
Hoei dengan hati gelisah.
"Lihat saja nanti!" jawab Wie Chin Siang sambil tertawa ewa,
"malam ini dia pasti akan datang kemari!"
Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan golakan hawa darah
dalam dadanya menggeletar keras, suatu hawa napsu untuk
membunuh muncul dari dasar hatinya, dengan hati gelisah ia berjalan
hilir mudik sambil memandang ke arah Wie Chin Siang.
Ia sedang membayangkan bagaimanakah perasaan hatinya ketika
musuh besar pembunuh ayahnya muncul di hadapan matanya, ia akan
segera menerjang ke muka sambil berduel mati-matian dengan
musuhnya ataukah menghukum mati lawannya secara perlahan-
lahan?
Mendadak dari balik gua yang gelap muncul seberkas cahaya api.
Jago Pedang Berdarah Dingin seketika merasakan jantungnya
berdebar keras, sorot matanya dialihkan ke arah mana berasalnya
cahaya tadi sementara tenaganya dihimpun siap menghadapi segala
kemungkinan.
Pada puluhan tombak tingginya di bawah dasar gua muncul
empat orang pria berbaju hitam memiliki wajah bengis, sambil
membawa obor mereka memencarkan diri dan menanti di empat
penjuru di sekeliling sana.
"Sebentar lagi dia akan munculkan diri..." bisik Wie Chin Siang
dengan suara lirih.
Sedikit pun tidak salah, bersamaan dengan selesainya ucapan itu
Hoa Pek Tuo dengan memakai jubah panjang yang keren dan sorot
mata yang bengis perlahan-lahan munculkan diri di sana, ia tertawa
seram dan segera membentak keras :
"Sudah disiapkan semua?"
"Telah siap semua!" jawab ke-empat orang pria itu dengan suara
penuh rasa hormat.
1078
IMAM TANPA BAYANGAN II
Hawa napsu membunuh yang tebal serta sorot mata tajam yang
menggidikkan hati segera muncul di atas wajah Jago Pedang Berdarah
Dingin, matanya berapi-api dan badannya gemetar keras.
"Kenapa engkau?" tegur Wie Chin Siang tertegun.
"Aku ingin sekali membinasakan dirinya!" jawab Pek In Hoei
dengan penuh kebencian.
"Jangan terburu napsu, coba kita lihat pula apa yang hendak
dilakukan olehnya?"
"Aku merasa tak sanggup menahan diri, hampir boleh dibilang
setiap detik aku selalu menantikan datangnya kesempatan yang baik
bagiku untuk membinasakan orang itu."
Mendadak terdengar gelak tertawa yang amat nyaring
berkumandang memenuhi seluruh ruang gua, sambil menyeringai
seram Hoa Pek Tuo bertepuk tangan dua kali, lalu serunya :
"Bawa dia datang kemari!"
Dua orang pria baju hitam buru-buru lari keluar, tidak lama
kemudian sambil membawa seorang kakek kurus kering yang pucat
pias ke-dua orang itu muncul kembali di sana.
Terperanjat hati Jago Pedang Berdarah Dingin menyaksikan
kemunculan orang itu, pikirnya :
"Eeei... bukankah dia adalah Rasul Racun? Bukankah aku telah
berhasil menyelamatkan dirinya? Kenapa sekarang bisa terjatuh
kembali ke tangan Hoa Pek Tuo? Kenapa Hoa Pek Tuo tidak
melepaskan dirinya..." berpikir sampai di situ dengan nada tercengang
segera serunya :
"Kenapa Hee Giong Lam bisa berubah jadi begini rupa?"
"Ssst... jangan berisik, Hoa Pek Tuo telah melatih sejenis ilmu
pukulan beracun yang hanya bisa dipecahkan oleh Hee Giong Lam
seorang, Hoa Pek Tuo takut rahasia ilmu pukulan beracunnya
ketahuan orang lain maka ia berusaha sedapat mungkin untuk
memburu dan membinasakan dirinya dengan cara apa pun juga."
1079
Saduran TJAN ID
1080
IMAM TANPA BAYANGAN II
1081
Saduran TJAN ID
1082
IMAM TANPA BAYANGAN II
1083
Saduran TJAN ID
1084
IMAM TANPA BAYANGAN II
1085
Saduran TJAN ID
1086
IMAM TANPA BAYANGAN II
1087
Saduran TJAN ID
1088
IMAM TANPA BAYANGAN II
1089
Saduran TJAN ID
dan ingin jadi terkenal maka orang itu harus berani bertindak keji,
harus berani melakukan perbuatan yang tak berani dilakukan orang
lain, bagiku yang penting adalah cita-citaku tercapai dan apa yang
kuhendaki bisa terpenuhi, aku tak mau ambil peduli dengan cara
apakah aku berbuat apa yang dikatakan orang di belakang tubuhku..."
Hee Giong Lam terkejut mendengar perkataan itu, terhadap
kelicikan serta kekejian dari rase tua yang berhati iblis ini ia pun lebih
mengerti setingkat, ia tahu tak ada gunanya membicarakan tentang
masalah itu dengan dirinya, maka otaknya segera berputar mulai
mencari akal untuk digunakan menghadapi rase tua itu...
Setelah mendengus dingin, ujarnya :
"Kau menganggap enteng apa yang akan menamatkan
riwayatmu, kau mesti tahu betapa benci dan mendendamnya orang-
orang yang pernah kau gunakan itu, mereka akan tinggalkan dirimu
satu per satu, di belakangmu menjelek-jelekkan kau dan menyiarkan
kabar ini kepada orang lain, menanti semua orang sudah mengetahui
manusia macam apakah dirimu itu maka tak akan ada manusia yang
berani berhubungan dengan dirimu lagi..."
"Huuh...! Kau anggap manusia-manusia yang datang kepadaku
benar-benar untuk mengikat tali persahabatan," jengek Hoa Pek Tuo
sinis, "Lo Hee kau keliru besar, pada jaman sekarang yang punya
kekuatan dialah kakak dan siapa punya uang dia adalah nenek
moyang, selama aku Hoa Pek Tuo masih punya kekuatan aku percaya
masih ada orang yang datang menggabungkan diri dengan diriku, kau
jangan lupa uang bisa malang melintang dan kekuasaan bisa
mencabut gunung, selama kita masih dapat menguasai ke-dua macam
hal tersebut di atas maka entah berapa banyak manusia yang secara
sukarela akan datang menyumbangkan tenaganya, karena hanya
berbuat demikianlah mereka baru bisa hidup dan dengan berbuat
begitu saja keselamatan mereka baru terjamin..."
"Tetapi banyak orang yang tidak bisa digerakkan oleh emas dan
kekuatan..." bantah Hee Giong Lam.
1090
IMAM TANPA BAYANGAN II
1091
Saduran TJAN ID
"Sedikit pun tidak salah, dan titik kelemahanmu itu justru terletak
di dalam hati kecilmu sendiri. Lo Hee, bukankah kau amat
menyayangi Kong Yo Siok Peng? Aaaah! Memang benar, dia adalah
seorang bocah perempuan yang menyenangkan sekali, asal aku
berbuat sesuatu di atas tubuhnya, aku percaya kau tentu akan
menyerah kalah."
Hee Giong Lam amat terperanjat setelah mendengar perkataan
itu, ia tak menyangka kalau Hoa Pek Tuo adalah manusia yang
demikian kejinya sehingga terhadap putri angkatnya pun ia tak mau
lepaskan, memang benar dia amat menyayangi Kong Yo Siok Peng,
jago racun yang selama hidupnya tak pernah tunduk kepada orang lain
ini hanya tunduk dan menurut sekali terhadap setiap perkataan dari
putrinya, apa yang diminta gadis itu selamanya selalu dipenuhi, belum
pernah ia mengecewakan hati dara tersebut.
Dengan wajah terperanjat dan suara gemetar ia berseru :
"Kenapa... kenapa kau berpikir sampai ke tubuhnya?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... sejak tempo hari Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei menolong dirimu, aku telah mengetahui
betapa cinta dan sayangnya putrimu itu kepadamu, timbullah satu
ingatan di dalam benakku untuk menggunakan cara ini guna
membekuk dan menundukkan hatimu."
"Kau terlalu kejam!" jerit Hee Giong Lam dengan hati terkesiap.
"Hmmm! Tidak... tidak seserius itu, selamanya beginilah caraku
hidup sebagai manusia, asal tujuanku bisa tercapai peduli amat
dengan cara yang paling keji sekali pun akan kulakukan, obat gila
yang kucekokkan kepadamu itu pun baru suatu permulaan dari usaha
besarku..."
"Setelah aku jadi gila hal itu tak akan mendatangkan manfaat apa-
apa bagimu..." bentak Hee Giong Lam gusar.
Hoa Pek Tuo tertawa dingin.
"Aku ingin membuat kau jadi edan sehingga tiap orang merasa
takut untuk mendekati dirimu, sehingga anak angkatmu sendiri juga
1092
IMAM TANPA BAYANGAN II
takut untuk bertemu dengan engkau... aku ingin merubah sama sekali
kesan putrimu terhadap kau, agar di dalam hati kecilnya selalu
membekas kesan yang jelek."
"Bajingan... kau... kau hendak mencelakai diriku hingga keadaan
yang begitu mengenaskan... kau bangsat berhati binatang," teriak Hee
Giong Lam setengah kalap.
Melihat lawannya jadi panik, Hoa Pek Tuo semakin bangga lagi,
serunya kembali :
"Hanya dengan ancaman begitulah kau baru suka membicarakan
syarat dengan diriku, kalau tidak mengapa kau mesti membuang
tenaga serta pikiran yang demikian banyaknya untuk menangkap
kembali kalian ayah dan anak."
"Hmmmm... hanya disebabkan ingin memperoleh resep rahasia
Jit-li-biau-hiang kau begitu tega menggunakan cara yang paling keji
untuk menghadapi aku Hee Giong Lam, hatimu memang hati
serigala... kau terkutuk untuk selamanya..."
"Ooooh... tentu saja aku harus bersikap demikian kepadamu,
karena aku tahu di kolong langit hanya kau seorang yang memiliki
rahasia dari resep Jit-li-biau-hiang tersebut, aku percaya tak seorang
manusia pun di kolong langit yang mengetahui cara pembuatan dari
obat racun keji tersebut, dalam pandanganmu resep tersebut hanya
merupakan suatu kepandaian rahasia, sebaliknya bagiku merupakan
suatu kebutuhan, juga merupakan sejenis senjata ampuh, dengan
senjata ampuh itu aku bisa melenyapkan berpuluh-puluh orang musuh
besarku, dengan benda itu pula aku bisa merajai seluruh kolong langit
tanpa tandingan, sekali pun selama ini aku telah bersusah payah tetapi
pengorbananku itu tak seberapa kalau dibandingkan dengan hasil
yang bakal terjadi, coba pikirlah bukankah perkataan itu benar?"
Hee Giong Lam menghela napas sedih.
"Kau memang lihay... kau memang hebat... aku orang she-Hee
merasa kali ini sudah jatuh kecundang di tanganmu," serunya.
Hoa Pek Tuo tertawa seram.
1093
Saduran TJAN ID
1094
IMAM TANPA BAYANGAN II
di sini saja, mau kau katakan kepadaku atau tidak itu semua terserah
pada keputusanmu sendiri!"
Hoa Pek Tuo termenung dan berpikir sebentar, ia tahu terhadap
manusia semacam Hee Giong Lam memang paling sukar dilayani,
demi mendapatkan rahasia cara pembuatan racun lihay Jit-li-biau-
hiang, terpaksa untuk pertama kalinya dia harus tunduk kepada si
Rasul Racun tersebut, seolah-olah mengambil keputusan di dalam hati
kecilnya ia berseru lantang :
"Baiklah! Akan kuberitahukan padamu, ketahuilah bahwa di
dalam dunia persilatan partai Siau-lim, partai Bu tong serta partai
Hoa-san lah yang merupakan perguruan dengan pengaruh terbesar di
dunia persilatan, dan tiga partai itu pula merupakan partai yang paling
lurus di antara semua perguruan yang ada di kolong langit, kau tentu
sadar bukan bahwa untuk menundukkan hati mereka semua sehingga
ke-tiga partai besar itu rela membantu usahaku bukanlah suatu
pekerjaan yang sangat gampang, aku telah mengutus orang sebanyak
beberapa kali untuk menyampaikan maksud hatiku itu, namun sampai
sekarang belum ada juga jawabannya."
Ia tarik napas panjang lanjutnya :
"Yang paling pusingkan kepala lagi jika ke-tiga partai tersebut
bersatu padu dan bekerja sama untuk menentang kekuasaanku, aku
tahu di antara ke-tiga partai tersebut, semuanya merupakan partai
yang terbesar di dunia persilatan, berada dalam keadaan begini aku
tak boleh membiarkan kekuasaan serta pengaruh mereka bertambah
besar, satu-satunya jalan yang bisa kulakukan untuk mengatasi situasi
semacam ini hanyalah menumpas dan memusnahkan mereka semua
tanpa diketahui dan disadari oleh mereka, tentu saja pekerjaan ini
bukan suatu perbuatan yang terlalu gampang..."
"Maka dari itu kau lantas berpikir hendak menggunakan bubuk
racun Jit-li-biau-hiang untuk menumpas serta melenyapkan seluruh
musuh-musuh yang menentang dirimu itu, bukankah begitu?"
sambung Hee Giong Lam dengan cepat.
1095
Saduran TJAN ID
1096
IMAM TANPA BAYANGAN II
1097
Saduran TJAN ID
tahu Hoa Pek Tuo sedang berusaha keras membaiki dirinya, semua
tindak-tanduknya itu dilakukan bukan lain untuk mendapatkan bubuk
racun Jit-li-biau-hiang.
Ia segera menggertak gigi kencang-kencang dan menatap wajah
rase tua yang licik itu dengan pandangan berapi-api, teriaknya :
"Terima kasih banyak atas sanjungan dan pujianmu itu, sayang
sekali aku tidak ingin bekerja sama dengan dirimu."
"Apa?" teriak Hoa Pek Tuo keras-keras, saking gusarnya dia
sampai mencak-mencak seperti monyet kena terasi... kau berani
menentang diriku...? Kurang ajar... Kau berani tak mau bekerja sama
dengan aku... rupanya kau sudah bosan hidup."
"Hmmm! Kenapa engkau mesti bingung dan kaget? Walaupun
aku Hee Giong Lam sudah mencelakai banyak orang, sudah
membunuh beberapa orang namun jumlahnya masih terbatas sekali,
jika kubuatkan bubuk racun Jit-li-biau-hiang tersebut untukmu, maka
korban yang menemui ajalnya akan semakin banyak... perbuatan
semacam itu benar-benar merupakan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan serta tujuan Perguruan Selaksa Racun
kami, oleh sebab itu aku sudah mengambil keputusan untuk
mempertaruhkan selembar jiwa tuaku ini, tak nanti kuberitahukan
kepadamu bagaimana caranya membuat bubuk racun Jit-li-biau-
hiang."
"Kau sudah bosan hidup? Kau pengin modar?" teriak Hoa Pek
Tuo teramat gusar.
Hee Giong Lam tarik napas panjang.
"Bukankah aku telah menyatakan sikapku? Bukankah
pendirianku sudah tercermin jelas sekali? Kalau engkau ingin
membinasakan diriku, lakukanlah sekarang juga sekehendak hatimu...
aku Rasul Racun tak akan mengerutkan dahi menerima siksaan
darimu itu... sekali pun disiksa atau dihukum mati aku Hee Giong
Lam tak akan merasa gentar..."
1098
IMAM TANPA BAYANGAN II
Air muka Hoa Pek Tuo berubah jadi jelek dan sangat tak enak
dilihat, keadaannya jauh lebih menyeramkan daripada sesudah
digaplok orang, otot hijau di wajahnya pada menonjol keluar, saking
gusarnya sekujur tubuhnya sampai gemetar keras. Serunya dengan
penuh kebencian :
"Aku sama sekali tidak bermaksud untuk membunuh dirimu,
engkau telah menelan obat gilaku dan sebentar lagi penyakit tersebut
akan mulai bekerja dalam tubuhmu... waktu itu... jika Kong Yo Siok
Peng menyaksikan keadaanmu yang edan... keadaanmu yang
menyeramkan itu... Haaaah... haaaah... haaaah... bisa dibayangkan
bagaimana indahnya pemandangan ketika itu..."
Tiba-tiba Hee Giong Lam tertawa dingin.
"Jangan lupa aku sendiri pun seorang ahli di dalam menggunakan
pelbagai macam racun," serunya, "obat edanmu belum tentu mampu
merubuhkan aku... Hoa Pek Tuo, aku lihat tindakanmu kali ini
mungkin akan menemui kegagalan total."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kepandaian Lo Hee di dalam
menggunakan pelbagai ilmu beracun memang amat mengagumkan
hatiku, tetapi kau telah melupakan sesuatu yakni obat edan itu sengaja
kudatangkan dari wilayah Biau dan khusus ditujukan untuk manusia
yang mempunyai daya lawan terhadap racun dalam tubuhnya, aku
tahu obat biasa tak mungkin akan mendatangkan hasil apa-apa
terhadap dirimu, maka sengaja kucampuri pula beberapa jenis obat
dalam obat edan tersebut, sekali pun engkau punya kepandaian yang
sangat tinggi, aku percaya engkau tak akan mampu untuk
memecahkan obat-obat-an yang telah kubuat sendiri itu, kalau kau
tidak percaya cobalah untuk mengerahkan tenaga."
Hee Giong Lam merasa hatinya tercelos dan muncullah rasa
bergidik dari dasar hatinya, ia mengetahui jelas sampai di manakah
kemampuan yang dimiliki kakek licik she Hoa itu, orang ini bukan
saja memiliki kemampuan yang luar biasa dalam ilmu silat, ilmu
menggunakan racun yang berhasil dikuasai olehnya pun tidak kalah
1099
Saduran TJAN ID
1100
IMAM TANPA BAYANGAN II
1101
Saduran TJAN ID
karena itu semua yang sedang kau pikirkan di dalam hati, asal terlintas
di atas wajahmu maka aku bisa menebaknya dengan tepat. Lo Hee,
bertindaklah yang cerdik... jangan melakukan tindakan yang nekad,
pada sisa waktu yang amat terbatas ini lebih baik pergunakanlah untuk
memikirkan kejadian yang telah lampau kalau tidak maka di
kemudian hari kau tak akan memperoleh kembali kesempatan untuk
mengenang kejadian yang telah lampau..."
"Aku tidak butuh mengenang kembali kejadian yang telah
lampau... Hoa Pek Tuo sekarang yang kubutuhkan adalah bagaimana
caranya membinasakan dirimu, kau harus berhati-hati... sebab dalam
serangan yang bakal kulancarkan sekarang akan kugunakan semua
jurus yang mematikan..."
Meskipun dalam hati kecilnya Rasul Racun dari Perguruan
Selaksa Racun ini sudah timbul hasratnya untuk melakukan adu jiwa,
akan tetapi ia tak berani turun tangan secara gegabah, sebab pihak
lawan bagaimana pun juga merupakan seorang jago yang sangat lihay,
asal serangannya mengalami kegagalan niscaya tak ada kesempatan
lain yang bisa dipergunakan lagi, oleh sebab itu ia selalu menantikan
kesempatan yang terbaik untuk turun tangan.
Sayang pihak lawan melakukan persiapan pula dengan ketatnya,
hal ini membuat Hee Giong Lam selalu gagal untuk mencari suatu
kesempatan baik yang terasa paling sesuai baginya.
Terdengar Hoa Pek Tuo tertawa dingin lalu berkata :
"Kau tak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan
hasratmu itu, dan kepandaian yang kau miliki pun tak akan berhasil
membuat cita-citamu itu tercapai, sekarang bukannya aku tidak
memberi peluang kepadamu, tetapi aku berani bertaruh bahwa engkau
tak berani turun tangan bukankah begitu?"
Hee Giong Lam tertawa dingin, perlahan-lahan dia singkap
telapak tangannya ke atas sambil berseru :
"Aku pikir engkau pun tak akan berani menyambut pukulan ini!"
1102
IMAM TANPA BAYANGAN II
1103
Saduran TJAN ID
dengan wajah pucat pias bagaikan mayat ia melotot ke arah Hoa Pek
Tuo tanpa berkedip.
Bagian 41
"BAGAIMANA?" ejek Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin,
"perkataanku sama sekali tidak salah bukan?"
Senyuman yang penuh ejekan tersungging di bibirnya yang telah
keriput, seakan-akan kakek licik yang berhati kejam ini sedang
merasa bangga dan senang karena pukulan yang dilancarkan barusan
mendatangkan hasil seperti apa yang diharapkan.
Hee Giong Lam menengadah dan tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sedikit pun tidak salah, di dalam hal
ini engkau memang berhasil duduk di atas angin..."
"Huuuh... kalau kudengar dari nada ucapanmu itu, seakan-akan
kau menunjukkan bahwa engkau pun berhasil mendapatkan suatu
hasil... Hmm! Lo Hee, aku sudah terlalu tahu watak serta perangaimu,
aku tahu engkau sedang menyembunyikan suatu perasaan, kalau ada
perkataan utarakan saja secara terus terang, mungkin aku bisa
memenuhi harapanmu itu..."
"Hmmm!" dengan bangga Hee Giong Lam mendengus, "Hoa
heng, apakah kau tidak merasakan suatu gejala yang kurang beres
dalam tubuhmu...? Coba rasakan."
Ucapannya sama sekali berubah dan seakan-akan Rasul Racun
ini merasa berbangga hati dengan hasil yang berhasil dicapai, hal ini
membuat Hoa Pek Tuo jadi melongo dan ragu.
Setelah termenung beberapa saat, akhirnya kakek tua yang licik
itu mendengus, sahutnya :
"Aku berada dalam keadaan baik sekali."
"Hmmmm! Ketika sepasang telapak kita saling membentur satu
sama lainnya tadi, aku telah mengeluarkan racun tak berwujud dari
Perguruan Selaksa Racun kami, dalam keadaan yang tidak berbentuk
1104
IMAM TANPA BAYANGAN II
dan tidak terasa engkau sudah keracunan hebat... dan mungkin pada
ini tubuhmu sudah penuh terkena racun keji itu."
Hoa Pek Tuo segera menengadah dan tertawa seram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau anggap racun tanpa bayangan
mampu untuk melukai diriku?" ejeknya.
"Racun tanpa bayangan mampu membunuh orang tanpa wujud
dan tanpa terasa, aku sudah mendalami kepandaian tersebut selama
banyak tahun," kata Hee Giong Lam dengan suara dingin bagaikan es,
"aku merasa di antara semua ilmu racun yang kupahami, racun tak
berwujud inilah merupakan suatu hasil karya yang patut dibanggakan,
agar aku bisa membinasakan dirimu aku telah memilih dan berpikir
beberapa waktu lamanya, aku merasa hanya dengan cara itulah
engkau bisa kulukai secara parah hingga mengakibatkan kematian
dirimu..."
"Huuuh... bagus juga jalan pikiranmu itu!" jengek Hoa Pek Tuo
sambil tertawa sinis.
1105
Saduran TJAN ID
Jilid 44
"BAGAIMANA PUN juga aku tak bisa mandah menerima saja atas
semua pemberianmu tanpa memberi sedikit balas jasa," sambung Hee
Giong Lam lebih jauh, "engkau telah paksa diriku untuk menelan obat
gila, maka sudah sewajarnya kalau kuhadiahkan pula bubuk beracun
tak berwujud agar kau keracunan tanpa terasa, kalau kuperhitungkan
maka keadaan kita adalah seimbang, sama-sama tidak beruntung dan
sama-sama tidak merasa dirugikan."
Ia berhenti sebentar untuk tukar napas, kemudian tambahnya :
"Dalam keadaan begini, aku jadi ingin sekali untuk bertukar
syarat dengan dirimu."
"Huuh...! Tauke gede, harga yang engkau ajukan terlalu tinggi,
aku tak punya kegembiraan untuk melakukan penawaran," sela Hoa
Pek Tuo dengan wajah sinis.
Hee Giong Lam jadi tertegun mendengar ucapan itu, serunya :
"Apakah engkau sudah tak sayang lagi dengan selembar
jiwamu?"
"Aku sangat baik dan aku merasa dalam keadaan sehat wal'afiat,
racun tak berwujudmu tak mampu melukai diriku, kenapa aku harus
membicarakan pertukaran syarat dengan engkau? Lo Hee, aku lihat
kau benar-benar sudah edan."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " dari balik matanya yang licik dan
menyeramkan terpancar keluar sorot mata yang menggidikkan hati,
dengan nada ketus tambahnya :
1106
IMAM TANPA BAYANGAN II
1107
Saduran TJAN ID
1108
IMAM TANPA BAYANGAN II
1109
Saduran TJAN ID
ini hanyalah bersabar dan bersabar terus, bila kesempatan baik sudah
tiba maka kita turun tangan bersama untuk menolong dirinya."
"Kesempatan... kesempatan kita harus menunggu sampai kapan
kesempatan itu baru datang," seru si anak muda itu dengan gusar.
Tiba-tiba ia menemukan bahwa gua di atas tebing itu bisa
dituruni, cuma karena jaraknya dengan dasar tanah terlalu dalam
untuk beberapa saat lamanya ia tak berani menempuh bahaya tersebut,
terpaksa pemuda itu harus putar otak mencari akal.
Hee Giong Lam sudah gila dan kesadarannya telah hilang sama
sekali, ia berlarian dan melompat ke dalam gua sambil berteriak-teriak
keras, keadaannya begitu mengenaskan membuat siapa pun yang
menyaksikan keadaan tersebut jadi ikut bergidik hatinya.
Yang lebih mengerikan lagi adalah sambil berteriak ia menarik
dan mencabut rambut sendiri, wajahnya dicakar dan dipukuli sendiri
hingga penuh berdarah.
Menyaksikan kesemuanya itu, Hoa Pek Tuo segera
memerintahkan ke-empat orang pria anak buahnya untuk
mengundurkan diri ke samping, ia tahu bahwa waktunya sudah cukup,
sambil menotok jalan darah kesadaran Hee Giong Lam bentaknya
dengan suara keras :
"Hey sahabat, tenangkan hatimu."
Daya kerja obat gila itu ternyata ada batas waktu yang tertentu,
setelah kalap dan menggila beberapa waktu lamanya perlahan-lahan
kesadaran Rasul Racun dari Perguruan Selaksa Racun itu pulih
kembali seperti sedia kala, tetapi lewat beberapa waktu kemudian
sakit gilanya akan kambuh kembali.
Begitulah, setelah jalan darah kesadarannya tertotok maka Hee
Giong Lam pun sadar kembali dari gilanya, dengan suara gemetar ia
segera berseru :
"Aku kenapa?"
"Kau sudah edan!" jawab Hoa Pek Tuo sinis.
1110
IMAM TANPA BAYANGAN II
1111
Saduran TJAN ID
Pria kekar itu buru-buru putar badan dan berlalu, tidak lama
kemudian ia telah muncul kembali sambil membawa seorang gadis
yang cantik jelita dengan sifat yang masih polos.
Begitu melihat munculnya gadis itu Jago Pedang Berdarah
Dingin yang menyembunyikan diri di tempat itu jadi terperanjat,
tubuhnya gemetar keras sekali.
"Siok Peng," bisiknya lirih, "ternyata dia pun masih berada di
sini."
"Dia adalah kekasihmu yang pertama," kata Wie Chin Siang
dengan hati yang pedih.
Jago Pedang Berdarah Dingin sama sekali tidak menggubris
perkataan dari Wie Chin Siang itu, sorot matanya dengan tajam
menatap ke bawah, sikap ini tentu saja menjengkelkan hati gadis itu
sehingga tanpa terasa ia mendengus dingin dan tidak bicara lagi, air
mata tampak mengembang dalam kelopak matanya.
Sementara itu dengan langkah yang gemetar Kong Yo Siok Peng
telah berjalan masuk ke dalam gua yang lembab dan dingin itu, tiba-
tiba ia melihat seorang manusia aneh dengan rambut yang terurai dan
wajah penuh berdarah sedang berjingkrak-jingkrak di situ, hal ini
membuat dia jadi ketakutan dan segera mundur beberapa langkah ke
belakang.
"Siapakah dia?" serunya dengan suara gemetar.
"Masa engkau tak bisa mengenali siapakah orang itu?" dengus
Hoa Pek Tuo dengan suara dingin, "Hmmm... hmmm... masa ayah
angkatmu pun tidak kau kenali lagi?"
"Aaaah...!" Kong Yo Siok Peng menjerit keras, nadanya bagaikan
tertusuk oleh dua bilah pedang yang tajam membuat dia gemetar
keras, bagaikan kalap tubuhnya segera menerjang maju ke depan.
"Ayah... ayah... kenapa kau berubah jadi begini rupa..." teriaknya
dengan suara gemetar.
"Jangan maju, kau tak boleh ke situ!" mendadak Hoa Pek Tuo
menghadang di hadapannya.
1112
IMAM TANPA BAYANGAN II
Kong Yo Siok Peng tertegun, wajahnya telah basah oleh air mata,
saking gusarnya ia mengirim satu pukulan keras ke atas tubuh rase tua
she Hoa itu, namun tubuhnya segera tergetar keras hingga mundur
beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan.
"Apa dosa ayah angkatku? Ada permusuhan apa antara dia
dengan engkau? Kenapa kau celakai dirinya sehingga menjadi begitu
rupa?" bentaknya penuh kegusaran.
Sambil tertawa Hoa Pek Tuo menggeleng.
"Aku sama sekali tidak mencelakai dirinya, dia sendirilah yang
menjadi gila. Siok Peng! Aku tahu bahwa engkau adalah seorang anak
baik, juga seorang anak yang sangat berbakti, sekarang aku ingin
bertanya kepadamu, kau berharap bisa menolong ayahmu atau tidak?"
Sikapnya pada saat itu berubah jadi lunak, halus dan hangat
sekali, seakan-akan seorang kakek tua yang berbaik hati.
Kong Yo Siok Peng yang sedang kebingungan karena melihat
ayah angkatnya berubah jadi gila, sama sekali tidak mempunyai
pendirian, mendengar kakek she Hoa itu mempunyai cara untuk
mengobati penyakit ayahnya, dia segera berhenti menangis dengan
biji mata yang jeli dan bulat ditatapnya wajah Hoa Pek Tuo tanpa
berkedip tapi dalam hati kecilnya masih tetap tidak percaya.
"Benarkah engkau mempunyai cara untuk menolong ayah
angkatku?" ia bertanya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... tentu saja, asal aku Hoa Pek Tuo
sudah menyanggupi maka semua urusan akan menjadi beres dengan
sendirinya, percayalah kepadaku, penyakit edan yang diderita ayah
angkatmu itu pasti dapat kusembuhkan."
Kong Yo Siok Peng jadi teramat girang buru-buru serunya :
"Kalau engkau mampu menyembuhkan sakitnya ayah angkatku,
tolonglah dia, tolong sembuhkan penyakitnya."
"Tentu saja akan kutolong, tapi sebelum kutolong dirinya maka
ada beberapa pertanyaan ingin kuajukan lebih dahulu kepadamu,
1113
Saduran TJAN ID
persoalan ini menyangkut soal mati hidup dari ayah angkatmu, maka
engkau harus beritahu kepadaku dengan sejujurnya."
Dengan cepat Kong Yo Siok Peng mengangguk.
"Asal engkau sanggup menyembuhkan sakit gila yang diderita
ayah angkatku, maka persoalan apa pun akan kuberitahukan
kepadamu, sekarang silahkan engkau ajukan pertanyaanmu itu, asal
aku tahu tentu akan kuberitahukan kepadamu."
Hoa Pek Tuo termenung dan berpikir sebentar, kemudian katanya
:
"Bukankah sejak kecil kau dibesarkan oleh ayah angkatmu?
Banyak urusan yang diketahui ayah angkatmu tentu diketahui pula
olehmu bukan? Nah! Semua pertanyaan yang hendak kutanyakan
adalah dalam rangkaian persoalan yang menyangkut tentang ayah
angkatmu."
"Cepat ajukan pertanyaanmu itu," seru Kong Yo Siok Peng
sambil membelalakkan matanya bulat-bulat, "aku bisa berusaha keras
untuk memberitahukan kepadamu."
"Bagus sekali!" seru Hoa Pek Tuo sambil mengangguk, "ayah
angkatmu suka melatih pelbagai ilmu beracun dan suka pula
melakukan percobaan terhadap makhluk-makhluk beracun, tahukah
engkau tentang sejenis benda beracun yang disebut Jit-li-biau-hiang?"
Sayang usia Kong Yo Siok Peng masih terlalu muda, ia belum
tahu tentang kelicikan serta kepalsuan hati orang di dunia, mendengar
Hoa Pek Tuo mengajukan pertanyaan tentang Jit-li-biau-hiang, ia
menduga bahwa benda itu pastilah merupakan sejenis bunga atau
suatu macam barang pusaka, ia lantas termenung dan berpikir keras.
"Nak ketahuilah bahwa Jit-li-biau-hiang merupakan benda yang
penting sekali dan menyangkut tentang keselamatan ayah angkatmu,"
ujar Hoa Pek Tuo lagi dengan suara serius, "sakit edannya itu baru
bisa disembuhkan bila terdapat Jit-li-biau-hiang tersebut, coba
pikirlah baik-baik, pernahkah ayah angkatmu membicarakan tentang
hal tersebut dengan dirimu."
1114
IMAM TANPA BAYANGAN II
1115
Saduran TJAN ID
1116
IMAM TANPA BAYANGAN II
1117
Saduran TJAN ID
1118
IMAM TANPA BAYANGAN II
1119
Saduran TJAN ID
1120
IMAM TANPA BAYANGAN II
1121
Saduran TJAN ID
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah Hee Giong Lam yang pada
waktu itu sedang berdiri dengan wajah menyeringai seram, lalu
bentaknya :
"Ayoh, berikan obat penawar kepadanya."
Hoa Pek Tuo mendengus dingin.
"Hmm! Kau berani memerintah diriku?"
"Bukankah engkau pun pernah gunakan kekerasan untuk
memaksa Hee Giong Lam? Sekarang, terpaksa aku pun harus
meminjam caramu yang begitu bagus itu untuk menghadapi dirimu,
kalau kau tak mau serahkan obat penawar itu lagi..."
Ia tertawa dingin dan menghentikan perkataannya sampai
separuh jalan.
"Tak ada gunanya engkau memaksa diriku, sakit gila yang
diderita Hee Giong Lam sudah tak tertolong lagi, terus terang
kuberitahukan kepadamu, sebetulnya aku pun hendak menolong
dirinya, hanya tujuan kita berdua saja yang berbeda, kalau engkau
bertujuan menolong jiwanya sedang aku hendak menggunakan
tenaganya."
"Huuuh...! Sungguh tak nyana kau masih punya muka untuk
berkata begitu," hardik Jago Pedang Berdarah Dingin sinis.
"Hmm! apa salahnya kuutarakan keluar, meskipun watakku tidak
terlalu baik, tetapi setiap perbuatanku selalu terbuka dan jujur, setiap
persoalan yang kupikirkan di dalam hati, pasti akan kuutarakan keluar
tanpa ragu-ragu."
Bicara sampai di situ dia gelengkan kepalanya berulang kali.
"Huuh! Bermuka tebal," maki Jago Pedang Berdarah Dingin
dengan suara menghina, "orang yang paling tak tahu malu di kolong
langit mungkin adalah dirimu."
Hoa Pek Tuo menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, bagus sekali, peduli apa pun
yang hendak kau katakan aku tetap setuju... coba lihatlah betapa besar
jiwaku, bagaimana kalau dibandingkan dengan dirimu."
1122
IMAM TANPA BAYANGAN II
Pada saat itu hawa amarah yang berkobar dalam benak Jago
Pedang Berdarah Dingin sudah mencapai pada puncaknya, ia merasa
gemas sekali sehingga ingin sekali membinasakan rase tua yang
banyak akal dan berhati kejam itu seketika itu juga, tetapi dia pun
menyadari sampai di manakah kesempurnaan tenaga dalam yang
dimiliki musuhnya, untuk membunuh rase tua itu dalam beberapa
gebrakan jelas bukan suatu perbuatan yang terlalu gampang.
Alisnya yang tebal berkerut, ujarnya :
"Hoa Pek Tuo, ini hari boleh dibilang engkau telah mencelakai
dua lembar jiwa manusia, akhirnya yang tragis ini boleh dibilang
merupakan hasil ciptaanmu, karena itu tanggung jawab pun terjatuh
di atas pundakmu semua."
"Hmm... Hmmm... orang she Pek, lebih baik jangan membuang
kentut busuk di tempat ini, kau tokh mengetahui bahwa Kong Yo Siok
Peng mati di tangan orang she Hee tersebut, apa sangkut pautnya
dengan diriku? Selama hidup Hee Giong Lam suka bermain racun,
entah berapa banyak orang yang menemui ajal di tangannya, karena
kejahatannya itulah Thian telah melimpahkan hukum karma kepada
dia."
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmm! Kau tak usah memfitnah orang seenaknya sendiri, aku
tahu apa sebab kau bersikeras untuk munculkan diri, mengapa selalu
memusuhi diriku, bukankah perbuatanmu itu kau lakukan karena
memandang di atas wajah bocah perempuan itu? Siapa yang tidak
tahu kalau kekasih pertama dari Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei adalah Kong Yo Siok Peng? Ketahuilah sahabat, seorang pria
harus tahu diri dan bisa melihat gelagat, janganlah dikarenakan
seorang perempuan..."
"Omong kosong!" bentak Jago Pedang Berdarah Dingin keras-
keras, sepasang matanya berubah jadi merah dan seakan-akan hendak
memancarkan cahaya berapi, apalagi setelah teringat betapa kejinya
Hoa Pek Tuo di mana berulang kali dia akan dicelakai jiwanya, rasa
1123
Saduran TJAN ID
1124
IMAM TANPA BAYANGAN II
saja peristiwa yang terjadi pada saat ini, ketahuilah aku tak bisa
mengampuni jiwamu."
Sementara itu Hoa Pek Tuo sedang putar sepasang biji matanya,
sambil otaknya berputar mencari akal bagaimana caranya mencelakai
jiwa si Jago Pedang Berdarah Dingin itu, ia tahu pemuda she Pek itu
sudah mengetahui bahwa dia adalah pembunuh yang telah
membinasakan ayahnya Pek Tiang Hong, karena itu muncullah satu
ingatan dalam hatinya untuk cepat-cepat lenyapkan bibit penyakit ini
dari muka bumi.
Dalam waktu singkat, satu ingatan telah berkelebat dalam
benaknya, ia berpikir :
"Dalam keadaan seperti ini, pada malam ini aku tak boleh
melepaskan barang seorang pun di antara mereka dalam keadaan
hidup, kalau tidak pasti peristiwa ini akan tersiar luas dalam rimba
persilatan, sekarang Hee Giong Lam sudah gila dan tidak usah aku
turun tangan sendiri, yang tersisa cuma Jago Pedang Berdarah Dingin
sendiri, tenaga dalam yang ia miliki saat ini sudah mendapat
kemajuan yang amat pesat, belum tentu aku bisa menangkan dirinya,
satu-satunya jalan yang bisa kutempuh sekarang adalah mengerahkan
segenap kekuatan yang ada di sini, dengan kerubutan para jago lihay
rasanya dia pasti dapat dirobohkan dan dicabut jiwanya."
Berpikir sampai ke situ sambil tertawa seram ujarnya :
"Pek In Hoei, kalau kau inginkan agar aku orang she Hoa yang
bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa berdarah ini, aku akan
memikul tanggung jawab tersebut, sekarang aku toh berada di sini
kalau engkau punya rencana keluarkanlah semua saat ini juga, aku
tidak nanti akan mengerutkan dahi barang sekejap pun!"
Setelah berhenti sebentar sambungnya kembali dengan suara
dingin.
"Aku percaya di kolong langit masih belum ada manusia yang
berani bertindak kasar terhadap diriku."
1125
Saduran TJAN ID
1126
IMAM TANPA BAYANGAN II
1127
Saduran TJAN ID
1128
IMAM TANPA BAYANGAN II
1129
Saduran TJAN ID
Bagian 42
MENDENGAR perkataan itu Hee Giong Lam segera berpaling, tiba-
tiba ia melihat Kong Yo Siok Peng yang berada dalam pelukan Jago
Pedang Berdarah Dingin, wajahnya menyeringai sambil memburu
maju ke depan teriaknya :
"Siok Peng... Siok Peng!"
Buru-buru ia merebut kembali jenazah putri angkatnya yang telah
tutup usia itu, titik air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya dan
menetes di atas wajah putrinya yang telah mendingin, perlahan-lahan
ia mencium pipinya lalu berteriak dengan suara pilu :
"Oooh... anakku... anakku... bangunlah... bukalah matamu... dan
pandanglah ayahmu."
Tapi ia tahu teriakannya itu hanya sia-sia belaka, sebab putri
kesayangannya itu sudah tak akan sadar kembali, dengan penuh
penderitaan ia putar badan, hawa amarah yang tak terbendung
membakar dadanya, wajahnya yang sudah jelek kelihatan bertambah
seram.
"Hoa Pek Tuo," ia membentak keras-keras, "kesemuanya ini
engkaulah yang berikan kepadaku... engkaulah yang mendatangkan
bencana buat putriku."
1130
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Huuh...! Aneh sekali orang ini," seru Hoa Pek Tuo dingin, "toh
engkau sendiri yang membunuh dirinya, kenapa kau malah salahkan
diriku, apa kau tidak salah bertindak..."
"Kalau bukan gara-gara dirimu, tak mungkin bisa terjadi
peristiwa semacam ini, kalau bukan engkau yang paksa aku untuk
makan obat gila, aku tak akan jadi gila sampai putriku ini pun kucekik
sampai mati... gara-gara perbuatanmu itulah aku menjadi seorang
manusia yang paling jahat, paling hina di kolong langit... Oooh!
Sungguh keji hatimu... Hoa Pek Tuo, suatu hari aku pasti akan
membalas dendam berdarah yang sedalam lautan ini."
Hoa Pek Tuo mendengus dingin.
"Hmm! Kalau engkau punya kepandaian setiap saat aku akan
melayani dirimu."
"Hoa Pek Tuo, kalau aku biarkan engkau berhasil kabur dari
tempat ini maka selama hidup aku tak akan berkelana lagi dalam
dunia persilatan, kalau kau kejam aku akan bertambah kejam, kalau
ingin beradu kecerdikan maka Hee Giong Lam juga bukan seorang
manusia yang tolol."
Dengan pandangan penuh kasih sayang ditatapnya wajah Kong
Yo Siok Peng tajam-tajam, itulah pandangan terakhir yang berkesan
dalam hatinya, dengan suara serak ia berkata :
"Nak, tunggulah aku, ayah segera akan menyusul dirimu serta
menemani engkau sepanjang masa, anakku sayang, ayah akan
memetikkan berbagai macam bunga. Ayah akan menaburi tubuhmu
dengan bermacam-macam bunga indah, sampai peti mati pun akan
kubuat dari bunga, kau tak usah bersedih hati, bukankah di sisimu
masih ada ayah yang menemani engkau? Kau tak akan merasa
kesepian."
Perlahan-lahan ia merapatkan sepasang mata putrinya yang
melotot besar, kemudian mencium pipinya dengan penuh kasih
sayang dan menepuk bahu Pek In Hoei dengan ringan, katanya
dengan suara rendah :
1131
Saduran TJAN ID
1132
IMAM TANPA BAYANGAN II
1133
Saduran TJAN ID
"Modar kamu...!" jerit Hee Giong Lam yang sudah nekad dan
siap mengadu jiwa itu.
Di kala lawan mengundurkan diri ke belakang, tiba-tiba telapak
kanannya dari serangan jari berubah jadi satu cengkeraman maut, dari
atas wajah Hoa Pek Tuo berhasil menyambar segumpal daging yang
berlepotan darah.
Darah segar memancar keluar dari mulut luka di atas wajah Hoa
Pek Tuo, saking sakitnya ia sampai menjerit keras dan mengeryitkan
dahinya rapat-rapat, teriaknya penuh kebencian :
"Bangsat,rupanya engkau memang sudah bosan hidup!"
Karena keteledoran sendiri mengakibatkan wajahnya terluka
parah, kejadian ini langsung membakar hatinya dan hawa amarah
berkobar memenuhi seluruh benaknya. Kakek she Hoa itu berteriak
keras... satu pukulan dahsyat dengan cepat dilancarkan ke depan.
"Mari kita beradu jiwa...!" jerit Hee Giong Lam setengah kalap,
telapaknya segera disorongkan ke depan menyambut datangnya
serangan tersebut dengan keras lawan keras.
"Blaaam...! Ketika sepasang telapak bertemu satu sama lainnya,
terjadilah ledakan dahsyat yang menggeletar di udara, seluruh bumi
bergoncang dan debu serta pasir beterbangan memenuhi angkasa. Hee
Giong Lam merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan kesakitan ia
menjerit keras dan darah segar muncrat keluar dari mulutnya... ia
mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Pukulan yang amat keras ini menggoncangkan seluruh tubuh Hee
Giong Lam, membuat otaknya mengalami goncangan keras dan
pikirannya menjadi kalut kembali, ia bergulingan di atas tanah lalu
mulai menyanyi, tertawa dan menangis dengan suara yang keras...
Hoa Pek Tuo teramat gusar, ia siapkan diri untuk melancarkan
tubrukan berikutnya, tetapi sebelum sang telapak siap dilancarkan ke
muka, tiba-tiba Pek In Hoei telah berseru dengan nada yang dingin :
"Jika engkau berani mengganggu seujung jarinya lagi, aku segera
akan membinasakan dirimu..."
1134
IMAM TANPA BAYANGAN II
1135
Saduran TJAN ID
1136
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 45
"HMMMM! Meskipun bukan kau yang turun tangan sendiri, tapi apa
bedanya kalau ia mati di tanganmu?"
"Tentu saja jauh berbeda," jawab Hoa Pek Tuo sambil gelengkan
kepalanya berulang kali, "meskipun nama dari aku Hoa Pek Tuo
dalam dunia persilatan tersohor sebagai seorang manusia yang berhati
hitam dan bertangan telengas, tetapi belum pernah kugunakan cara
yang paling keji untuk menghadapi seorang perempuan, kesemuanya
ini harus salahkan nasibnya yang kurang baik... siapa suruh ia
berjumpa dengan Hee Giong Lam yang edan..."
"Hehhmmm.... heeehhemmm... apa sebabnya Hee Giong Lam
bisa menjadi gila?... Ayoh jawab!"
Hoa Pek Tuo tarik napas panjang-panjang.
"Kau tak usah menyalahkan diriku..." serunya, "terus, terang saja
kukatakan bahwa aku pun tidak berharap gadis itu menemui ajalnya,
karena..."
Sebelum ia sempat melanjutkan kata-katanya, Jago Pedang
Berdarah Dingin telah menukas dengan suatu dengusan yang dingin
dan ketus yang begitu menyeramkan hatinya membuat kakek licik itu
buru-buru bungkam.
"Bukankah karena ia masih mempunyai nilai untuk kau
pergunakan tenaganya?" seru Pek In Hoei sinis.
Hoa Pek Tuo tertawa hambar.
"Tepat sekali perkataanmu itu," dia menjawab, "aku pun hendak
berkata demikian, selamanya aku selalu bertindak dengan cara yang
1137
Saduran TJAN ID
1138
IMAM TANPA BAYANGAN II
gadis yang baik hati itu, saking terharunya hampir saja ia tak mampu
mengendalikan air mata yang menetes keluar, pemuda itu menghela
napas panjang, satu senyuman dingin tersungging di ujung bibirnya
yang tipis, dengan penuh kebencian ditatapnya Hoa Pek Tuo tanpa
berkedip.
Criiingg...! Sekilas cahaya pedang yang menyilaukan mata
memancar keluar dari genggaman Jago Pedang Berdarah Dingin,
pedang mestikanya yang telah dicabut keluar perlahan-lahan diangkat
ke tengah udara, lalu sambil menatap wajah Hoa Pek Tuo dengan
sinar mata menggidikkan ia menegur :
"Hay rase tua, kau telah bersiap sedia?"
Tatkala menyaksikan pedang mestika penghancur sang surya
telah dicabut keluar, perasaan hati Hoa Pek Tuo seketika tercekat dan
bulu kuduknya tanpa terasa pada bangun berdiri, ia merasa pedang
mestika milik lawannya itu mendatangkan pengaruh yang amat besar
bagi dirinya, berulang kali dia bergebrak melawan si anak muda itu,
setiap kali hampir saja termakan oleh bacokan pedang tadi.
Setelah ragu sebentar, akhirnya dengan hati tegang ia berkata
dingin :
"Saudara...! Rasa benciku terhadap pedang mestika milikmu itu
jauh lebih tebal daripada rasa benciku terhadap engkau."
"Kau tiada beralasan untuk membenci pedangku ini... kalau ingin
membenci sepantasnya kalau benci terhadap diriku..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sedikit pun tidak salah," Hoa Pek
Tuo tertawa seram, "sejak engkau masuk ke dalam perkampungan
Thay Bie San cung aku sudah menyadari bahwa di kemudian hari
engkau akan merupakan musuh tangguhku dan engkau pula
merupakan satu-satunya orang yang akan saling merebut kekuasaan
dengan diriku... dalam pertarungan yang beberapa kali telah terjadi,
engkau selalu beruntung dapat melarikan diri dari cengkeramanku,
tapi malam ini... Hmmm... Hmmm... engkau tak akan menjumpai
1139
Saduran TJAN ID
nasib sebaik itu lagi, coba lihatlah tempat ini... engkau hanya dapat
masuk ke dalam dan tak mungkin bisa keluar lagi..."
"Aku sama sekali tidak ingin keluar dari sini," jawab Pek In Hoei
dengan nada sinis, "Hay rase tua, aku hendak membinasakan dirimu
karena berdasarkan akan dua alasan!"
"Coba kau katakan apa alasanmu?"
Raut wajah Jago Pedang Berdarah Dingin berkerut kencang,
dengan penuh kepedihan ia tarik napas panjang-panjang, matanya
berapi dan mukanya sinis, katanya dengan suara dingin :
"Pertama, engkau telah mencelakai jiwa seorang gadis yang tak
berdosa, dalam keadilan engkau mesti memberikan pertanggungan
jawab, kedua, ada permusuhan apa antara engkau dengan ayahku?
Mengapa kau himpun para jago lihay dari kalangan hek-to untuk
bersama-sama mengerubutinya di puncak gunung Cing Shia? Dari
dua hal tersebut di atas maka sudah sepantasnya kalau engkau
menerima kematian atas dosa-dosamu itu, bila aku orang she Pek
biarkan dirimu lolos dari keadilan ini, maka di kolong langit tentu tak
ada keadilan lagi..."
Dalam pandangannya seolah-olah dia melihat keadaan ayahnya
yang mati secara mengenaskan di puncak gunung Cing shia, rasa
dendam dan benci muncul dari dasar lubuk hatinya, seara lapat-lapat
air mata jago muda itu membuat pandangannya jadi kabur, seolah-
olah dia melihat pula segumpal darah... darah yang menyiarkan bau
amis... kematian ayahnya dalam pandangannya, kian lama pandangan
itu kian jelas dan kian membesar...
Dengan sekujur badan gemetar keras Hoa Pek Tuo menjerit :
"Apa sangkut pautnya antara kematian ayahmu dengan aku?"
"Hmmm! Kau tak usah mungkir lagi, pemilik Benteng Kiam-poo
telah menceritakan kesemuanya kepadaku."
"Apa?" teriak Hoa Pek Tuo dengan badan gemetar, "apa yang ia
ceritakan kepadamu? Pek In Hoei, engkau jangan mengaco belo tak
karuan, persoalan ini dengan cepatnya sudah menjadi jelas... engkau
1140
IMAM TANPA BAYANGAN II
1141
Saduran TJAN ID
Sinar mata yang tajam memancar keluar dari balik mata Hoa Pek
Tuo, jawabnya :
"Pemilik Benteng Kiam-poo, Cui Tek Li merupakan tokoh yang
paling penting dalam peristiwa berdarah itu, Pek In Hoei! Ada satu
hal engkau harus bisa memahami, kedudukan Cui Tek Li dalam dunia
persilatan jauh lebih tinggi daripada diriku, semua peristiwa yang
terjadi dalam dunia persilatan tentu melibatkan pula dirinya, tempo
hari ketika ia sedang terikat oleh rasa dendam dengan ayahmu, ia
pernah bersumpah bahwa suatu ketika ayahmu akan dibunuh mati
dalam bacokan pedangnya, tentu saja orang yang merencanakan
pembunuhan terhadap ayahmu adalah dirinya, ia menyebarkan surat
undangan Bu-lim Tiap dan undang para jago lihay dari kalangan
hitam untuk bersama-sama kumpul di puncak gunung Cing-shia untuk
menantikan Pek Tiang Hong masuk perangkap, banyak orang jago
mengetahui akan persoalan ini..."
Manusia yang bernama Hoa Pek Tuo ini benar-benar sangat
lihay, ia sama sekali tidak mengingat tentang soal persahabatan,
setelah terdesak oleh keadaan maka semua tanggung jawab
dilimpahkan ke atas tubuh pemilik dari Benteng Kiam-poo, manusia
macam inilah yang disebut manusia rendah.
Dengan tenang Pek In Hoei mendengarkan kisah tersebut, lalu
ujarnya dengan nada sinis :
"Engkau benar-benar seorang manusia yang cerdik, sampai-
sampai sahabat sendiri pun dijual!"
Hoa Pek Tuo tidak menyangka kalau Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei bisa menyindir dan memperolok dirinya, air muka
kakek tua yang licik itu berubah hebat, sambil tertawa jengah katanya
:
"Siapa suruh Cui Tek Li mengkhianati diriku lebih dahulu, kalau
ia tidak membongkar rahasia lebih dahulu tak akan kuberitahukan
apa-apa kepadamu. Saudaraku, apa yang kuketahui telah
1142
IMAM TANPA BAYANGAN II
1143
Saduran TJAN ID
1144
IMAM TANPA BAYANGAN II
1145
Saduran TJAN ID
sampai di situ saja atau paling sedikit ia tak punya keyakinan untuk
merebut kemenangan selama berada di hadapan si anak muda itu.
Pukulan tersebut kalau dibicarakan terhadap diri Hoa Pek Tuo
boleh dibilang merupakan suatu pukulan batu yang sangat berat,
keadaan tersebut sama halnya dengan kaki yang dikait orang sesaat ia
hendak menduduki kursi kebesaran dunia persilatan hingga
mengakibatkan dirinya jatuh terjungkal ke atas tanah, sebelum
merasakan bagaimana nikmatnya menempati kursi kebesaran ia sudah
keburu jatuh terguling ke bawah.
Atas keadaan tersebut ia hanya bisa mendendam, membenci, iri
dengki dan ingin sekali menghancurkan si anak muda itu sehingga
rasa dongkol dan kesal yang menyelimuti benaknya dapat tersapu
lenyap, sebab kalau ia gagal melenyapkan pemuda tersebut maka
selama hidup tak mungkin lagi baginya untuk tancapkan kaki di
permukaan bumi.
Begitulah, dengan gemas dia ayun telapak kanannya sambil
membentak keras-keras :
"Saudara, aku sama sekali tak mampu untuk menahan dirimu!"
Hawa pukulan yang dilancarkan ke depan seakan-akan martil
berat yang menghantam ke atas tubuh Pek In Hoei, dalam waktu
singkat hawa pukulan yang amat tajam mengepung di sekeliling
tubuhnya, membuat daya tekanan kian lama kian bertambah berat, ia
menghembuskan napas panjang-panjang.
Suatu ketika pedang mestika penghancur sang surya-nya
menotok ke atas telapak tangan Hoa Pek Tuo yang sedang menyerang
itu, begitu mendadak dan hebatnya ancaman itu membuat Hoa Pek
Tuo jadi amat terperanjat dan buru-buru harus membuyarkan
ancamannya.
Kakek licik yang berhati keji itu tahu jika telapak kanannya tidak
segera ditarik kembali, maka andaikata sampai membentur dengan
ujung pedang lawan, kepandaian silat yang dimilikinya akan punah
1146
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 43
PEK IN HOEI membentak keras, tubuhnya loncat maju ke depan
mengikuti kilatan cahaya pedangnya, setelah berputar satu lingkaran
di tengah udara pedang sakti membentuk gerak gelombang udara,
selapis demi selapis secara bertumpuk menekan tubuh Hoa Pek Tuo.
"Aaaah...! Jurus pedang sakti menembusi sang surya..." jerit Hoa
Pek Tuo dengan suara gemetar dan air muka berubah hebat.
Sampai di manakah keampuhan serta kedahsyatan dari jurus
serangan tersebut telah diketahui olehnya dengan hafal, karenanya
setelah menyaksikan Jago Pedang Berdarah Dingin melancarkan
serangan dengan jurus ampuh tersebut, saking kaget dan takutnya ia
menjerit keras tubuhnya secara beruntun mundur beberapa langkah ke
belakang lalu putar tubuh dan kabur dari tempat itu.
Sepasang mata Pek In Hoei berubah jadi merah berapi-api,
teriaknya penuh kegusaran :
"Bangsat tua, jangan melarikan diri!"
Hoa Pek Tuo telah menyadari bahwa kepandaian silat yang
dimilikinya tak mampu untuk melenyapkan si anak muda itu, ia tahu
bahwa tak ada gunanya untuk ribut terus dengan pemuda tadi sebab
kalau pertarungan dilanjutkan maka kemungkinan besar dirinya bakal
jatuh ke tangan musuh.
Oleh sebab itu sambil putar badan melarikan diri, teriaknya :
"Kau jangan keburu merasa bangga lebih dulu, kita lihat saja
bagaimana akhirnya nanti!"
Terlihatlah rase tua itu menggerakkan tubuhnya berulang kali,
bagaikan sesosok sukma gentayangan tubuhnya dengan cepat lenyap
di balik gua yang gelap.
1147
Saduran TJAN ID
1148
IMAM TANPA BAYANGAN II
1149
Saduran TJAN ID
1150
IMAM TANPA BAYANGAN II
1151
Saduran TJAN ID
1152
IMAM TANPA BAYANGAN II
muda itu tidak mengerti akan ilmu silat, pemuda itu jadi semakin
tercengang, ia tak tahu apa sebabnya Hoa Pek Tuo mengurung pula
seorang gadis yang tak mengerti akan ilmu silat di tempat seperti ini...
Setelah berpikir sebentar pemuda itu menghela napas panjang,
ujarnya lirih :
"Katakanlah padaku, apa sebabnya mereka merampas dirimu dan
dijebloskan ke tempat ini?"
"Apa sih sangkut pautnya persoalan ini dengan dirimu? Sahabat
senasib sependeritaan, antara manusia dengan manusia selamanya
mempunyai rahasia hati yang tak dapat diberitahukan kepada orang
lain, ke-dua belah pihak selalu mempunyai kepentingan untuk
menghormati kedudukan pihak lawannya, bila aku merasa bahwa
urusan itu pantas diberitahukan kepadamu tentu saja akan
kuberitahukan kepadamu, sebaliknya kalau aku merasa tidak pantas
untuk mengatakannya keluar, sekali pun engkau paksa diriku pun
belum tentu aku mau bicara... jangan marah, apa yang kukatakan
adalah ucapan yang sejujurnya..."
Dengan termangu-mangu ditatapnya langit-langit gua itu sambil
termenung, rupanya ia sedang mengenang kembali akan sesuatu
peristiwa, kemudian dengan suara gemetar ujarnya :
"Siksaan serta penderitaan yang kualami selama ini telah
membuat nyaliku bertambah besar, aku pernah beberapa kali
merencanakan siasat untuk membujuk orang-orang yang membawa
aku masuk ke sini untuk membawa aku keluar lagi dari tempat ini,
akan tetapi usahaku itu setiap kali mengalami kegagalan total... aku
sudah merasa cukup hidup di tempat penuh siksaan bagaikan neraka
ini, aku ingin sekali menumbukkan kepalaku di atas dinding hingga
mati..."
Ia melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin, lalu
tegurnya kembali :
"Siapakah kau?"
1153
Saduran TJAN ID
1154
IMAM TANPA BAYANGAN II
1155
Saduran TJAN ID
1156
IMAM TANPA BAYANGAN II
1157
Saduran TJAN ID
dirimu lebih lama lagi, kalau nasib kita memang jelek maka kita
berdua akan bersama-sama terkurung di tempat ini."
Liok Hong menghela napas panjang.
"Aaaaai... kau tak usah buang tenaga dengan percuma, di tempat
ini kau tak akan menemukan jalan keluar untuk meloloskan diri..."
"Bagaimana pun juga aku harus memilih suatu tempat yang agak
baik untuk mengebumikan jenazahnya lebih dahulu, aku toh tak dapat
membiarkan mayatnya terlontang di udara terbuka untuk menerima
siksaan angin dingin yang berhembus di tempat ini... nasibnya sudah
terlalu malang, aku tak boleh membiarkan dia lebih tersiksa lagi!"
Liok Hong berpikir sebentar, tiba-tiba serunya :
"Ooooh...! Aku teringat akan suatu tempat yang bagus..."
"Di manakah letaknya?" tanya Pek In Hoei cepat dengan hati
kegirangan.
Namun Liok Hong segera menggeleng kembali.
"Tempat itu tak dapat kuberikan kepadanya, karena aku telah
mempersiapkan diri untuk kugunakan sendiri..."
"Aaaai...! Apakah kau juga ingin mati?" tanya Jago Pedang
Berdarah Dingin sambil menghela napas panjang.
"Ehmmm! Daripada hidup di kegelapan aku rasa jauh lebih enak
kalau aku mati saja, oleh karena itulah seringkali aku memikirkan
tentang soal kematian, setiap kali ingatan tersebut muncul dalam
benakku maka aku pun mencari tempat yang indah untuk mengubur
jenazahku, sungguh tak kusangka di dalam gua ini memang benar-
benar terdapat suatu tempat seperti itu, bukan pemandangannya saja
yang indah bahkan orang pun sulit untuk menemukan tempat itu..."
Sambil memandang ke arah wajah pemuda itu, ia tertawa getir
lalu melanjutkan :
"Tahukah engkau bahwa di tempat ini terdapat tujuh puluh dua
buah gua? Dari pengamatanku yang teliti, di antara sekian banyak gua
yang terdapat di sini hanya ada sebuah gua saja yang terang
benderang, di siang hari kita bisa melihat sinar matahari dan di malam
1158
IMAM TANPA BAYANGAN II
1159
Saduran TJAN ID
1160
IMAM TANPA BAYANGAN II
Peng ke atas tanah, lalu cabut keluar pedang mestika penghancur sang
surya-nya dan memburu ke depan.
Memandang bayangan punggung Pek In Hoei yang lenyap dari
pandangan, satu senyuman sinis tersungging di ujung bibir Liok
Hong.
Tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang suara ketukan
batu yang amat lirih, ia segera putar badan dan loncat ke samping
dinding batu itu, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, ia
singkirkan sebuah batu cadas yang menonjol di situ dan bertanya :
"Majikan, kau ada pesan apa yang hendak disampaikan
kepadaku?"
"Bagaimana hasil dari pekerjaanmu ini?" dari balik gua kecil di
atas dinding batu itu bergema keluar suara teguran yang dingin.
"Saat ini hatinya sedang sedih dan untuk beberapa saat lamanya
mungkin sukar untuk masuk jebakan, majikan! Harap engkau suka
memberi waktu kepadaku, karena kau pun mesti tahu bahwa
pekerjaan ini tak dapat segera mendatangkan hasil..."
"Ehmmm..." suara dari Hoa Pek Tuo bergema lagi dari balik
lubang gua, "engkau harus berusaha secepatnya untuk mendapat
jurus-jurus rahasia dari ilmu pedang penghancur sang surya, engkau
harus tahu sampai sekarang aku tak bisa membinasakannya dirinya
lantaran jurus pedang yang dimilikinya itu terlalu lihay, asal aku bisa
berlatih pula jurus-jurus serangan itu maka dengan cepat aku bisa
menaklukkan dirinya..."
"Aku mengerti!" jawab Liok Hong lirih.
"Inilah satu-satunya cara yang dapat kau lakukan untuk
membalas budi kepadaku, bila pekerjaan ini dapat kau lakukan
dengan baik dan sukses maka aku segera beri kebebasan kepadamu
untuk berlalu dari sini, sebaliknya kalau engkau gagal untuk mencapai
tujuan tersebut, maka aku pun mempunyai akal untuk menghadapi
dirimu."
"Aku tahu... aku tahu...!"
1161
Saduran TJAN ID
1162
IMAM TANPA BAYANGAN II
1163
Saduran TJAN ID
1164
IMAM TANPA BAYANGAN II
belakang dan lima jari merah yang membengkak besar tertera di atas
pipinya.
"Hmmm! Engkau tak usah membohongi diriku lagi," teriak
pemuda tersebut dengan nada dingin, "aku sudah tahu siapakah
engkau... aku tahu kau bukan Liok Hong melainkan Tang-Ci Hong-
Koh!"
Air muka gadis itu kontan berubah hebat, dengan tubuh gemetar
keras serunya :
"Dari mana engkau bisa tahu akan asal usulku??"
Pek In Hoei mendengus.
"Hmmm! Apa tugas yang dibebankan Hoa Pek Tuo di atas
pundakmu??" hardiknya.
"Membohongi dirimu sehingga rahasia jurus-jurus ampuh ilmu
pedang penghancur sang surya bisa diketahui olehnya."
"Huuuh...! Banyak amat akal busuknya, sayang sekali aku tak
bisa dijebak dengan begitu mudah."
Perlahan-lahan ia berjalan ke depan dinding gua, mencabut batu
tonjolan yang menutup gua kecil dan berteriak ke dalam keras-keras :
"Hoa Pek Tuo, aku ada perkataan yang hendak disampaikan
kepadamu!"
"Hmmm...!" Hoa Pek Tuo mendesis gusar, "pandai amat dirimu,
sampai-sampai rahasia ini pun engkau ketahui, Pek In Hoei! Beritahu
kepada perempuan rendah itu, dia berani membocorkan rahasiaku
maka aku pun hendak membereskan jiwanya."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... kalau kau merasa punya
kepandaian ayoh unjukkan diri! Kalau tidak aku akan menyerbu ke
dalam," seru Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
"Hehhhmm... heehhmm... kita lihat saja nanti, siapa yang lebih
tangguh di antara kita!"
Jago Pedang Berdarah Dingin tidak melayani perkataannya lagi,
mulutnya membungkam dan senyuman sinis tersungging di ujung
1165
Saduran TJAN ID
1166
IMAM TANPA BAYANGAN II
1167
Saduran TJAN ID
Jilid 46
SEORANG pria kekar berjalan menghampiri Tang-Ci Hong-Koh
tersebut, lalu berbisik :
"Ini pedangmu!"
Dari tangan pria tersebut perlahan-lahan Tang-Ci Hong-Koh
mengambil sebilah pedang, ketika senjata tersebut dicabut keluar dari
sarungnya maka terpancarlah sekilas cahaya dingin yang
menggidikkan hati.
Tang-Ci Hong-Koh tertawa dingin, ujarnya :
"Tahukah engkau siapakah ke-tiga orang ini? Mereka adalah
pembantu-pembantuku yang paling setia, di dalam rimba persilatan
mereka dikenal sebagai Jago-jago Tangan Setan, ketahuilah
mengerubuti dirimu di dalam goa ini merupakan suatu pekerjaan yang
paling digemari oleh mereka bertiga."
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmm! Sebenarnya aku ada maksud untuk melepaskan dirimu
dari tempat ini, akan tetapi setelah kutinjau da kusaksikan semua
tingkah lakumu selama ini terutama perbuatanmu mengundang
datang tiga buah lempengan besi rongsokan untuk mengerubuti
diriku, maka aku telah merubah pikiran, bila malam ini kubiarkan
engkau berhasil lolos dari tempat ini, aku akan jadi malu terhadap
pedang mestikaku ini!"
"Hmmm... hmmm..." pria kekar yang berada di sebelah kiri
tertawa seram, "sahabat, engkau tak usah pentang bacot anjingmu
terus menerus, selamanya aku paling tidak percaya dengan segala
1168
IMAM TANPA BAYANGAN II
1169
Saduran TJAN ID
1170
IMAM TANPA BAYANGAN II
1171
Saduran TJAN ID
1172
IMAM TANPA BAYANGAN II
1173
Saduran TJAN ID
1174
IMAM TANPA BAYANGAN II
1175
Saduran TJAN ID
1176
IMAM TANPA BAYANGAN II
1177
Saduran TJAN ID
1178
IMAM TANPA BAYANGAN II
ini kecuali kau tak ada benda apa pun yang membuat aku berat hati,
tetapi aku tahu jelas akan dirimu, engkau tak akan menahan aku."
Pada saat ini dia sangat berharap agar Jago Pedang Berdarah
Dingin bisa menahan dirinya, tetapi sikap yang ditunjukkan
kekasihnya membuat ia kecewa, sebab pemuda itu tidak memberikan
tanggapan apa pun juga.
Terpaksa ia tertawa getir dan gelengkan kepalanya, dengan pedih
katanya :
"Aku tahu bahwa engkau tak suka kepadaku."
"Eeeei... dari mana engkau bisa berkata begitu?" seru Pek In Hoei
dengan cemas, "pendapatmu itu keliru besar, sekarang tanggung
jawabku masih berat, aku harus membalas dendam, dalam keadaan
begini aku tak berani memikirkan persoalan lain."
"Bila engkau dapat memahami perasaan hatiku, itu sudah lebih
dari cukup, sekarang aku hendak pergi."
Gadis itu tahu jika ia tidak berusaha untuk berlalu dari situ, maka
bila ia sudah tak dapat menahan pergolakan hatinya, kesemuanya
akan gagal dan berantakan.
Maka sambil menggigit bibir dia putar badan dan segera berlalu
dari situ secepat-cepatnya.
"Chin Siang... Chin Siang..." teriak Jago Pedang Berdarah Dingin
dengan hati cemas.
Kepergiannya secara mendadak membuat pemuda itu merasakan
hatinya kesepian, dengan termangu-mangu ia memandang bayangan
punggung gadis itu hingga lenyap dari pandangan, helaan napas sedih
berkumandang memecahkan kesunyian.
Dengan termangu-mangu ia berdiri di tempat semula, berapa
lama ia berada di situ pemuda itu sendiri pun tak tahu, ia baru sadar
kembali ketika telinganya sempat menangkap suara bentakan dan
teriakan gusar berkumandang memecahkan kesunyian.
1179
Saduran TJAN ID
Bagian 44
PEK IN HOEI tertawa, ujarnya :
"Sahabat, apakah kalian tidak salah melihat orang?"
"Saudara cilik," jawab seorang kakek tua yang kerempeng tapi
berwajah cerah di antara rombongan orang itu, "boleh kami tanya,
engkau adalah sahabat dari aliran mana?"
"Aku sebatang kara dan berdiri sendiri, tidak bergabung dalam
perguruan atau partai mana pun."
"Oooh...! Kalau begitu silahkan saudara menyingkir ke samping,
kami adalah sahabat-sahabat dari perkumpulan Hong-hoa-hwee atau
Bunga Merah, berhubung hari ini kami sedang mengejar seorang
buronan dari Kelompok Tangan Hitam maka tanpa sengaja telah
bertemu dengan engkau, di sini tak ada urusanmu dan silahkan engkau
jangan mencampuri urusan ini."
"Oooh... Perkumpulan Bunga Merah, belum pernah kudengar
nama perkumpulan ini."
1180
IMAM TANPA BAYANGAN II
1181
Saduran TJAN ID
1182
IMAM TANPA BAYANGAN II
kepala boleh kutung, darah boleh mengalir namun kami tak sudi
dihina, berada dalam keadaan seperti ini kendati engkau tak ingin
turun tangan pun tak mungkin..."
Jago Pedang Berdarah Dingin tertawa ewa.
"Apakah lo-sianseng pernah memikirkan bagaimana akibatnya
jika sampai terjadi pertarungan?" serunya.
Pertapa Nelayan dari Lam-beng berdiri tertegun.
"Ooooh...! Engkau sedang menggertak diriku..." serunya.
Jelas jago lihay ini sudah tak tahan mendengar ucapan Jago
Pedang Berdarah Dingin yang jumawa dan takabur itu, dengan wajah
masam ia awasi seluruh tubuh pemuda itu dengan tajam.
"Apa yang kuucapkan adalah suatu kenyataan," kata Pek In Hoei
sambil menggeleng, "lebih baik pertimbangkanlah persoalan ini
masak-masak... janganlah menyesal setelah kejadian..."
"Heehhmmm... heeehmmm. kalau begitu akulah yang pertama-
tama akan mohon petunjuk darimu..."
Ia merasa yakin dengan keampuhan tenaga dalamnya, sepasang
telapak diayun dan sambil loncat ke depan ia pasang kuda-kuda,
ditatapnya wajah Pek In Hoei dengan tajam dan siap menghadapi
segala kemungkinan.
Melihat perbuatan orang itu, Pek In Hoei tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... rupanya lo-sianseng sudah punya
maksud untuk turun tangan, terpaksa aku harus minta beberapa jurus
petunjuk darimu dengan tangan kosong belaka!"
"Hmmm! Lebih baik jangan terlalu mempercayai kekuatanmu
sendiri, cabutlah pedangmu itu dan baik-baiklah melayani aku..."
Dengan cepat Pek In Hoei menggeleng.
"Pedang merupakan pemimpin di antara ratusan macam senjata,
kita toh cuma beradu silat belaka, apa gunanya mesti gerakkan senjata
main pedang? Lo sianseng aku harap engkau jangan marah..."
Pertapa Nelayan dari Lam-beng tarik napas panjang-panjang.
"Orang muda, engkau terlalu takabur dan jumawa..." katanya.
1183
Saduran TJAN ID
1184
IMAM TANPA BAYANGAN II
1185
Saduran TJAN ID
1186
IMAM TANPA BAYANGAN II
1187
Saduran TJAN ID
1188
IMAM TANPA BAYANGAN II
1189
Saduran TJAN ID
1190
IMAM TANPA BAYANGAN II
1191
Saduran TJAN ID
1192
IMAM TANPA BAYANGAN II
1193
Saduran TJAN ID
1194
IMAM TANPA BAYANGAN II
1195
Saduran TJAN ID
darah yang mereka temukan, hal itu justru merupakan tanda petunjuk
yang jelas bagi mereka berdua.
Tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berkelebat masuk
ke dalam hutan siong di sebelah depan, Gan In segera tertawa dingin,
sambil silangkan telapaknya di depan dada ia berseru :
"Sahabat, sulit amat mencari tempat ini."
Bagaikan segulung hembusan angin tubuhnya segera menerjang
masuk ke dalam hutan itu.
Blaaam... blaam... tiba-tiba desiran angin pukulan tajam
berhembus keluar dari balik pepohonan, begitu dahsyat angin pukulan
tersebut membuat Gan In terdorong mundur dengan sempoyongan
dan terdesak keluar lagi dari dalam hutan.
Peristiwa ini membuat wakil ketua dari Perkumpulan Bunga
Merah jadi naik pitam, dengan air muka hitam membesi teriaknya :
"Pek-heng, hampir saja kita terperangkap oleh jebakannya."
"Berapa banyak orang yang berada di dalam sana?" tanya Pek In
Hoei dengan alis berkerut.
Gan In tertawa getir.
"Tidak begitu jelas," jawabnya, "tetapi paling sedikit jumlahnya
mencapai dua puluh orang lebih, sungguh tak nyana tempat ini
merupakan suatu pusat pertemuan dari para Komplotan Tangan
Hitam. Hmmm... rupanya suatu pertarungan sengit tak bisa dihindari
lagi..."
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah hutan tersebut, kemudian
katanya :
"Gan-heng, musuh ada di gelap sedang kita ada di tempat terang,
jangan memasuki hutan tersebut sekarang, kita berusaha untuk
memancing kemunculan mereka dari dalam hutan..."
Dengan wajah serius tambahnya :
"Gan-heng, mari kita bakar saja hutan ini agar mereka jadi..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... benar, sedikit pun tidak salah,
sedikit pun tidak salah," seru Gan In tertawa terbahak-bahak, "kita
1196
IMAM TANPA BAYANGAN II
bakar saja hutan ini untuk memanggang bebek, aku Gan In tidak
percaya kalau mereka mampu untuk bersembunyi di dalam api terus
menerus. Pek-heng! Lihatlah daya penghancur dari peluru Pek-lek-
tan ini..."
Rupanya orang itu pun mempunyai keahlian di dalam ilmu mesiu,
hal ini sama sekali berada di luar dugaan Jago Pedang Berdarah
Dingin.
Dalam pada itu Gan In telah mengambil keluar sebutir peluru
yang berbentuk bulat seperti telur ayam, bentaknya keras-keras :
"Anak monyet, cucu kura-kura... ayoh kalian segera
menggelinding keluar dari tempat itu...!"
Sreet! Di tengah desiran angin tajam, sekilas cahaya terang
meluncur di tengah kegelapan dan menerjang masuk ke dalam hutan
itu.
Blaaam... ! Ledakan dahsyat bergeletar memecahkan kesunyian,
menggetarkan seluruh bumi dan menggoncangkan pepohonan, asap
tebal membumbung tinggi ke angkasa...! Percikan api memancar ke
empat penjuru dan menimbulkan kebakaran besar dalam hutan tadi.
Di tengah kobaran api yang kian lama menjilat kian besar, sama
sekali tidak terdengar jeritan ngeri atau teriakan kaget, juga tak
nampak sesosok bayangan manusia pun yang melarikan diri dari
tempat itu, suasana tetap sunyi senyap...
Gan In jadi tertegun ujarnya :
"Apakah setan-setan alas itu sudah pada modar semua?"
"Kita berdua sudah tertipu oleh siasat mereka," kata Pek In Hoei
dengan wajah serius, "saudara Gan, kita sudah terlambat turun tangan,
rupanya manusia-manusia itu cukup cerdik dan cekatan... kita harus
menyia-nyiakan sebutir peluru Pek lek tan dengan percuma...
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..."
Tiba-tiba dari sisi kiri ke-dua orang jago lihay berkumandang
keluar suara tertawa dingin yang rendah dan menyeramkan, Gan In
segera ayunkan telapaknya sambil membentak :
1197
Saduran TJAN ID
1198
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 47
"SEDIKIT PUN tidak salah, kami anggota Komplotan Tangan Hitam
sudah lama menantikan kehadiranmu!"
Gan In mengerutkan dahinya, lalu sambil ia berkata :
"Keparat cilik she Sun, ada apa engkau menantikan kedatangan
aku Gan lo toa di sini??"
"Heehhmm... heehhmm... heehhm..." Sun Gok Kun tertawa
dingin, "aku hendak menunggu engkau untuk memenggal batok
kepala anjingmu, agar bisa diserahkan kepada ketua kami, dalam
pertarungan di kota Lok-yang berpuluh-puluh orang anggota kami
terluka oleh ledakan peluru Pek-lek-tanmu, hutang berdarah ini harus
dituntut balas dan engkaupun harus memberi keadilan kepada kami..."
"Hmmm! Kau mesti tahu batok kepala dari aku orang she-Gan
tidak tampang dipetik orang, hey orang she Sun, pergilah mencari
berita dulu dari teman-temanmu, manusia manakah dari Perkumpulan
Bunga Merah bisa dianiaya dengan seenaknya..."
Sun Gok Kun melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah
Dingin kemudian tegurnya :
"Siapakah orang ini??"
Ia tertawa seram, setelah berhenti sebentar lanjutnya :
"Belum pernah kulihat manusia semacam ini dalam Perkumpulan
Bunga Merah..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... meskipun saudara ini bukan
anggota dari Perkumpulan Bunga Merah, akan tetapi dia adalah
sahabat karib yang berdiri pada garis serta pandangan yang sama
1199
Saduran TJAN ID
1200
IMAM TANPA BAYANGAN II
1201
Saduran TJAN ID
1202
IMAM TANPA BAYANGAN II
1203
Saduran TJAN ID
1204
IMAM TANPA BAYANGAN II
1205
Saduran TJAN ID
1206
IMAM TANPA BAYANGAN II
1207
Saduran TJAN ID
akhirnya yang rugi tetap pihaknya, maka orang itu lantas ambil
keputusan untuk membawa anak buahnya kabur turun gunung.
Dengan cepat Pek In Hoei mengejar dari belakang, serunya :
"Saudara Gan, cepat beritahu kepada saudara-saudara yang
berada di bawah gunung agar menghadang mereka, jangan biarkan
seorang pun di antara orang-orang itu berhasil meloloskan diri..."
Gan In segera bersuit nyaring, dari bawah berkumandang pula
suitan sautan... yang mana berarti bahwa orang-orang di bawah bukit
telah mengetahui maksud wakil ketuanya.
Begitulah Gan In dan Pek In Hoei segera mengejar dari belakang
sambil ayunkan pedangnya terus menerus hal itu membuat anggota
Komplotan Tangan Hitam jadi ketakutan dan segera kabur
secepatnya.
Sementara itu para anggota Perkumpulan Bunga Merah yang
menanti di bawah bukit jadi gelisah dan tidak tenang, setelah
ditunggunya selama hampir satu jam baik Gan In maupun Jago
Pedang Berdarah Dingin tidak memberikan kabar beritanya, terutama
sekali Hee Pek-li, sambil berjalan bolak balik dengan pikiran kusut
gumamnya :
"Mungkinkah sudah terjadi peristiwa di sana??"
Pertapa Nelayan dari Lam-beng gelengkan kepalanya.
"Aaah! Tidak mungkin, Ji tongkee kami cerdik dan cekatan lagi
pula pengalamannya luas sekali, tak mungkin ia bisa terjebak oleh
perangkap orang-orang dari Komplotan Tangan Hitam, lagi pula Jago
Pedang Berdarah Dingin adalah seorang jago lihay dalam dunia
persilatan, dengan kerja sama ke-dua orang itu meskipun jumlah
musuh lebih banyak pun tak akan bisa mengapa-apakan mereka..."
"Yang paling menguatirkan hatiku adalah adanya perangkap di
sana," ujar Hee Pek-li dengan alis berkerut, "meskipun kepandaian
silat yang mereka miliki sangat lihay tak urung kadangkala agak
teledor juga, asal mereka bertindak gegabah dan terjermus ke dalam
1208
IMAM TANPA BAYANGAN II
1209
Saduran TJAN ID
masalah besar tak seorang pun di antara mereka yang kelihatan gugup
atau kacau, setelah perintah diturunkan maka semua orang segera
siapkan jaring dan menyebarkannya di balik semak yang lebar,
dengan tenang mereka menanti musuh-musuhnya masuk jaring.
"Semua orang sembunyikan diri!" perintah Pertapa Nelayan dari
Lam-beng sambil ulapkan tangannya.
Baru saja jago-jago lihay itu menyembunyikan diri, dari atas
bukit berkumandanglah suara bentakan nyaring, terlihatlah puluhan
sosok bayangan hitam sedang melarikan diri terbirit-birit turun ke
bawah gunung.
Di belakang mereka mengikuti Jago Pedang Berdarah Dingin
serta Gan In, dengan senjata terhunus mereka mengejar dari belakang,
siapa saja di antara anggota Komplotan Tangan Hitam terlambat
sedikit larinya, sebuah tusukan menghantar mereka pulang ke rumah
neneknya.
Dengan tenang Pertapa Nelayan dari Lam-beng menunggu
hingga para anggota Komplotan Tangan Hitam menginjak ke dalam
jaring, kemudian bentaknya keras-keras"
"Jerar jaring..."
Para jago dari Perkumpulan Bunga Merah berlompatan keluar,
tiba-tiba jaring raksasa itu merapat dan para anggota Komplotan
Tangan Hitam yang tidak menyangka kalau mereka masuk perangkap
tak sempat meloloskan diri lagi, mereka semua tertawan dalam jaring
itu.
Melihat jebakannya berhasil, Gan In tertawa terbahak-bahak
serunya :
"Hay nelayan tua, berapa ekor yang luput terjaring..."
"Jangan kuatir, tak seekor pun yang lolos..."
Para anggota Komplotan Tangan Hitam yang sedang melarikan
diri mimpi pun tidak mengira kalau pihak Perkumpulan Bunga Merah
telah mempersiapkan diri menanti, mereka sadar bahwa dirinya
1210
IMAM TANPA BAYANGAN II
1211
Saduran TJAN ID
1212
IMAM TANPA BAYANGAN II
1213
Saduran TJAN ID
1214
IMAM TANPA BAYANGAN II
1215
Saduran TJAN ID
1216
IMAM TANPA BAYANGAN II
1217
Saduran TJAN ID
pihak Komplotan Tangan Hitam kali ini besar sekali, namun pada
pihak Perkumpulan Bunga Merah sendiri kerugian yang diderita
boleh dibilang cukup parah juga..."
Menyaksikan kesemuanya itu Gan In menghela napas panjang,
ujarnya :
"Kita sudah terkena tipu muslihat dari hartawan keparat itu..."
"Aku akan pergi menghitung jumlah anggota kita yang selamat,"
kata Pertapa Nelayan dari Lam-beng sambil menggigit bibir, "Ji tong-
kee, engkau tak usah bersedih hati..."
Memandang bayangan punggung Pertapa Nelayan dari Lam-
beng yang berlalu Gan In merasa matanya mengembang air mata, ia
tak ingin merasakan kekalahan yang mengenaskan itu dan tak ingin
menyaksikan wajah-wajah para korban yang mati dalam keadaan
mengenaskan itu...
"Undang kemari Hee Pek-li..." teriaknya kemudian dengan suara
mendongkol.
Akhirnya Hee Pek-li disadarkan oleh Pertapa Nelayan dari Lam-
beng dengan guyuran sebaskom air dingin, dengan wajah ketakutan
ia lari menghadap, mukanya pucat dan badannya gemetar.
"Ji tongkee..." serunya.
"Hmmm! Mengapa para anggota kita bisa jatuh tak sadarkan
diri?? Ayoh jawab..." bentak Gan In dengan suara keras.
"Ketika kulihat barang-barang yang diberikan hartawan itu tak
mengandung racun dan merasa sayang kalau dibuang, maka aku telah
bagikan kepada mereka..." Hee Pek-li dengan suara gemetar,
"sungguh tak nyana makanan itu mengandung obat pemabuk yang tak
berwujud..."
"Hmmm! Tahukah kamu berapa banyak anggota kita yang jadi
korban akibat keteledoranmu itu?"
"Delapan orang meninggal dan enam orang terluka," ujar Pertapa
Nelayan dari Lam-beng, "sebagian besar dibunuh pada saat tak
1218
IMAM TANPA BAYANGAN II
1219
Saduran TJAN ID
1220
IMAM TANPA BAYANGAN II
1221
Saduran TJAN ID
yang jahat serta namanya yang tersohor kejadian ini benar-benar ada
di luar dugaan.
Bagian 45
"OOOOH! Kiranya Mao toa-enghiong," seru Pek In Hoei, "Mao-heng
hidup makmur di wilayah Kam-siok sebagai raja, mau apa engkau
datang kemari sebagai utusan orang? Apakah sudah ganti pekerjaan
sebagai penyamun..."
Mao Bong tertawa dingin.
"Aku sendirilah yang mengajukan diri secara suka rela untuk
menghantar surat tantangan tersebut, tujuanku bukan lain adalah
untuk menyaksikan manusia macam apakah Jago Pedang Berdarah
Dingin yang amat tersohor namanya di wilayah selatan itu, Hehmm...
heeehhmmm... orangnya sih lumayan, cuma sayang terlalu lembut..."
Rupanya ia merasa curiga atas ketenaran nama Pek In Hoei yang
dianggapnya masih terlalu muda itu, sedikit banyak hatinya merasa
agak kecewa juga setelah bertemu dengan orangnya sesudah jauh-
jauh dari wilayah Kam-siok datang kemari dengan tujuan bertemu
dengan jago muda itu.
"Hmmm! Meskipun usia Pek sau-hiap masih muda namun ilmu
silatnya tidak muda lagi," seru Gan In dengan suara dingin, "janganlah
menganggap setelah engkau menempati kursi pertama di wilayah
Kam-siok lantas dalam pandanganmu tiada orang pintar lagi,
ketahuilah jago lihay yang ada dalam Bu-lim banyak sekali, dan
engkau Mao Bong masih belum terhitung seberapa..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " Mao Bong tertawa seram,
"perkataanmu enak benar kalau dinikmati, aku orang she Mao
memang belum pernah menjumpai keadaan seperti ini saudara Gan,
kedatanganku kemari bukanlah untuk menengok dirimu, karena itu
lebih baik tutup saja mulut anjingmu itu..."
"Ooooh! Jadi kalau begitu Mao-heng sangat memandang tinggi
diriku!..." seru Pek In Hoei sambil tertawa hambar.
1222
IMAM TANPA BAYANGAN II
1223
Saduran TJAN ID
1224
IMAM TANPA BAYANGAN II
1225
Saduran TJAN ID
1226
IMAM TANPA BAYANGAN II
1227
Saduran TJAN ID
1228
IMAM TANPA BAYANGAN II
1229
Saduran TJAN ID
Jilid 48
PERCIKAN DARAH SEGERA memancar ke empat penjuru dua
orang jago lihay dari Komplotan Tangan Hitam, sebelum sempat
melihat jelas raut wajah musuhnya tahu-tahu jiwa mereka telah
melayang tinggalkan raganya, sedang ke-tiga dengan mata terbelalak
dan mulut melongo duduk dengan badan gemetar keras, dengan sorot
mata penuh ketakutan ditatapnya wajah Jago Pedang Berdarah Dingin
itu, lalu serunya dengan suara gemetar:
"Oooh... kau!"
"Hmm! Berapa banyak orang yang ada di atas bukit ini?" hardik
Pek In Hoei dengan nada ketus.
"Hamba tidak tahu," jawab pria itu sambil menggeleng, "kami
hanyalah para petugas yang berjaga di lingkaran paling depan,
terhadap semua urusan yang terjadi di atas sana tak boleh ikut tahu,
tapi aku lihat hari ini banyak sekali yang telah berdatangan!"
"Bagaimanakah persiapan di bukit sebelah depan sana?" tanya
Gan In dengan alis berkerut.
Pria itu ketakutan setengah mati sehingga tubuhnya gemetar
keras, jawabnya :
"Semua kekuatan yang kami miliki telah dihimpun di bukit
sebelah depan, di sekitar tempat itu telah disiapkan batu cadas,anak
panah dan balok-balok kayu, bila kalian naik ke atas bukit maka
semua alat serangan itu akan dilancarkan ke bawah, dalam keadaan
begini tentu saja sebagian besar kekuatan yang kalian miliki akan
1230
IMAM TANPA BAYANGAN II
ludes sama sekali, pada waktu itulah dari atas bukit batu akan muncul
para jago lihay untuk melangsungkan pertarungan dengan kalian."
"Hmm! Sempurna amat rencana kalian itu..." seru Gan In sambil
mendengus dingin.
Dengan hati mendongkol ia tendang tubuh pria itu ke atas,
sehingga membuat orang tadi terjengkang dan roboh tak berkutik di
atas tanah, kemudian sambil berpaling ke arah Pek In Hoei katanya :
"Lebih baik kita bertindak hati-hati," jawab Pek In Hoei sambil
gelengkan kepalanya, "tujuan dari kedatangan kita saat ini adalah
melenyapkan jebakan-jebakan yang telah dipersiapkan oleh pihak
lawan, kalau kita bisa bertindak cermat hingga tidak sampai diketahui
oleh mereka hal itu jauh lebih baik lagi, asal kita berdua..."
Ia menengadah ke atas dan tiba-tiba menyaksikan sesosok
bayangan manusia sedang lari ke arah mereka dengan kecepatan
bagaikan kilat, Jago Pedang Berdarah Dingin segera menggenjot
tubuhnya menyerang ke muka, telapak kanannya disilangkan di depan
dada siap menghadapi segala kemungkinan sedang tangan yang lain
siap melakukan penangkapan.
Sungguh cepat gerak tubuh manusia itu, dalam sekali gerak badan
ia telah meloloskan diri dari kejaran Pek In Hoei, setelah saling
berhadapan muka Jago Pedang Berdarah Dingin baru berdiri tertegun,
sebab orang yang berada di hadapannya saat itu ternyata adalah
seorang gadis muda.
"Pek-heng, tunggu sebentar," tiba-tiba Gan In berseru sambil
goyangkan tangannya, "dia adalah orang sendiri..."
"Orang sendiri..." ujar Pek In Hoei dengan wajah tertegun dan
tidak habis mengerti.
Sementara itu tampaklah gadis tadi sudah tersenyum ketika
ditemuinya Gan In berada di situ, ia berkata :
"Engkoh In, kenapa engkau muncul di tempat ini?"
Gan In tertawa hambar.
1231
Saduran TJAN ID
1232
IMAM TANPA BAYANGAN II
1233
Saduran TJAN ID
1234
IMAM TANPA BAYANGAN II
1235
Saduran TJAN ID
1236
IMAM TANPA BAYANGAN II
Tiba-tiba Thian Goan putar badan dan kabur dari situ, teriaknya
keras-keras :
"Keparat cilik, nantikan pembalasanku."
Jago Pedang Berdarah Dingin segera enjotkan badan siap
melakukan pengejaran, akan tetapi Gan In yang berada di sisinya telah
menghalangi kepergiannya sambil berseru :
"Mari kita turun gunung saja, rupanya pihak lawan sudah
mengetahui gerakan kita..."
"Bagaimana dengan aku?" seru Ong Li Hoa dengan hati gelisah
hingga air mata jatuh bercucuran, "mereka sudah tahu kalau aku
bekerja untuk Perkumpulan Bunga Merah, aku pasti akan dibunuh
oleh mereka... engkoh In, katakanlah apa yang harus kulakukan
sekarang?"
Gan In gelengkan kepalanya.
"Apa daya lagi? Kejadian ini adalah suatu tindakan yang
terpaksa, sekarang engkau hanya bisa berlalu mengikuti kami, kau tak
bisa kembali ke situ lagi... meskipun para anggota Komplotan Tangan
Hitam lihay akan tetapi mereka tak akan berani mengganggu dirimu
secara sembarangan..."
Dengan air mata bercucuran Ong Li Hoa menghela napas
panjang, terpaksa ia harus mengikuti Gan In serta Jago Pedang
Berdarah Dingin untuk turun ke bawah bukit, ke-tiga orang itu
bergerak bagaikan hembusan angin, dalam waktu singkat mereka
sudah kembali ke induk pasukan.
Dalam pada itu Pertapa Nelayan dari Lam-beng sedang
mempersiapkan anak buahnya untuk melakukan sergapan ke atas
bukit, ketika menyaksikan Gan In sekalian tiba kembali, ia nampak
tertegun.
Dengan cepat Gan In memberikan perintahnya, kemudian
memerintahkan seluruh pasukan bergerak ke atas gunung.
Di bawah pimpinan Ong Li Hoa, berangkatlah para jago lihay
dari Perkumpulan Bunga Merah yang tak jeri menghadapi kematian
1237
Saduran TJAN ID
ini menuju ke atas bukit lewat jalan rahasia yang tidak dipasang
jebakan tersebut.
Para anggota Komplotan Tangan Hitam tidak menyangka kalau
musuh-musuhnya dapat menemukan jalan rahasia tersebut, menanti
mereka menyadari akan hal tersebut di atas, persiapan sudah tak
sempat lagi dilakukan lagi. Kejadian ini membuat para jago dari
Komplotan Tangan Hitam jadi amat mendongkol sekali.
Blaaam...! Dari atas puncak Siau-in-san tiba-tiba terjadi ledakan
dahsyat, diikuti munculnya satu rombongan jago lihay berbaju hitam
di bawah pimpinan Mao Bong.
Ketika sampai di tengah bukit, Mao Bong segera berseru dengan
suara lantang :
"Sahabat-sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah dipersilahkan
naik ke atas bukit."
Gan In agak tertegun melihat kemunculan orang-orang itu, tapi
sebentar kemudian ia telah berkata :
"Rupanya pihak lawan telah tinggalkan jebakan-jebakannya serta
mengutus orang untuk mengundang kehadiran kita ke atas bukit.
Haaaah... haaaah... haaaah... mereka tahu bahwa siasatnya tidak jalan
maka secara suka rela mengadakan penyambutan..."
Menanti para jago Perkumpulan Bunga Merah sudah naik semua
ke atas, berangkatlah Mao Bong memimpin jalan di paling depan,
walaupun bukit Siau-in-san curam dan berbahaya sekali letaknya akan
tetapi di atas puncak merupakan sebidang tanah datar, di sana meja
perjamuan telah dipersiapkan, dan dua baris anggota Komplotan
Tangan Hitam dengan senjata tersoren menyambut kedatangan
mereka di sepanjang jalan.
Menyaksikan kekuatan musuh yang rupanya sengaja dipamerkan
itu, Gan In mendengus dingin, ujarnya :
"Mao heng, apakah ketua kalian sudah tiba?"
"Saudara Gan tak usah gelisah atau pun terburu napsu,"jawab
Mao Bong dengan ketus, "Komplotan Tangan Hitam berani
1238
IMAM TANPA BAYANGAN II
1239
Saduran TJAN ID
1240
IMAM TANPA BAYANGAN II
1241
Saduran TJAN ID
1242
IMAM TANPA BAYANGAN II
1243
Saduran TJAN ID
1244
IMAM TANPA BAYANGAN II
asal ia telah menyetujui maka sebagai seorang lelaki sejati segala apa
pun yang diminta harus dipenuhi.
Karena itu setelah termenung sebentar, ujarnya dengan wajah
serius :
"Sam Ciat sianseng, coba katakan dahulu apakah permintaan itu,
asal persoalan itu dapat dilakukan maka dalam hubungan pribadi tentu
saja aku bersedia untuk membantu dirimu, tetapi kalau dalam urusan
dinas maka maafkan saja diriku sebab Perkumpulan Bunga Merah
bukan dikuasai olehku... Nah sekarang katakanlah dahulu apa
permintaanmu itu..."
Diam-diam Sam Ciat sianseng mendengus dingin, ia tak nyana
kalau Gan In adalah seorang manusia yang teliti, meskipun usianya
masih muda namun pengalaman serta pengetahuannya sudah begitu
luas, sambil tertawa dingin segera pikirnya :
"Hmmm...! Sekarang kau tak usah berlagak sok, nanti aku akan
suruh engkau menangis..."
Berpikir sampai di situ segera ujarnya dengan dingin :
"Gan-heng, pelbagai perguruan atau partai yang berada di dalam
dunia persilatan paling membenci dan mendendam terhadap manusia
yang disebut pagar makan tanaman, sejak Komplotan Tangan Hitam
didirikan baru kali ini aku merasa amat gusar dan amat tidak terima,
oleh karena itu aku harap Gan-heng suka menyerahkan perempuan
rendah itu kepada kami."
Ong Li Hoa yang mendengar perkataan itu jadi ketakutan
setengah mati sehingga tubuhnya gemetar keras, air mata jatuh
bercucuran membasahi wajahnya, ia tundukkan kepala rendah-rendah
dan menyembunyikan diri di belakang para jago lainnya.
Gadis itu menyadari bahwa sampai di manakah keganasan serta
ketelengasan orang dari Komplotan Tangan Hitam, membayangkan
nasibnya setelah hari ini tanpa terasa gadis itu jadi semakin sedih.
Gan In berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong Li Hoa,
kemudian berkata :
1245
Saduran TJAN ID
"Sam Ciat sianseng, perkataan itu keliru besar... nona Ong adalah
salah satu di antara mata-mata yang telah kami susupkan ke dalam
tubuh organisasimu, orang-orang itu sengaja kami susupkan ke tubuh
organisasi kalian untuk menyadap pembicaraan serta rencana-rencana
besar kalian, oleh sebab itu gadis tersebut tak dapat dihitung sebagai
salah seorang anggota dari Komplotan Tangan Hitam. Sungguh
menggelikan sekali kalian-kalian yang tak mampu mengawasi anak
buahnya sendiri... kenapa sekarang malah marah kepadaku? Dalam
keadilan kalian tak pantas untuk meminta kembali dirinya dari tangan
kami..."
"Hmmm...!" Sam Ciat sianseng mendengus dingin, "ia pernah
bersumpah untuk masuk menjadi anggota perkumpulan kami, itu
berarti ia sudah merupakan salah seorang anggota dari Komplotan
Tangan Hitam, sekarang aku telah mengambil keputusan untuk
menjatuhi hukuman yang setimpal kepadanya, sebelum ia
menjalankan hukuman, pembicaraan apa pun tak akan kami
lakukan..."
"Jika aku tidak akan mengabulkan permintaan mu itu? Apa yang
hendak kau lakukan?"
"Hmmm! Aku rasa engkau tak akan mampu melindungi
perempuan rendah itu...?" sahut Sam Ciat sianseng, ia berpaling dan
memandang sekejap ke arah Mao Bong, kemudian melanjutkan,
"Mao Bong, tangkap perempuan rendah itu dan gusur kemari!"
"Baik, ketua!" jawab Mao Bong sambil memberi hormat.
Diiringi empat orang anggota Komplotan Tangan Hitam mereka
segera berjalan menuju ke arah rombongan para jago Perkumpulan
Bunga Merah dengan langkah lebar, rupanya jago nomor satu dari
wilayah Kam-siok ini sama sekali tak pandang sebelah mata pun
terhadap lawan-lawannya, ia dorong anggota Perkumpulan Bunga
Merah ke samping dan berusaha menerobos masuk ke dalam.
Tentu saja para jago dari Perkumpulan Bunga Merah tak mau
menyingkir dengan begitu saja, sebelum mendapat perintah mereka
1246
IMAM TANPA BAYANGAN II
pun tak berani turun tangan secara gegabah, maka semua orang berdiri
tegak tanpa berkutik.
Dalam keadaan begini, tentu saja Mao Bong jadi repot juga untuk
menyeret Ong Li Hoa dari tengah kurungan para jago dari
Perkumpulan Bunga Merah itu...
"Ayoh menyingkir... menyingkir..." bentak Mao Bong dengan
amat gusar, "kalian orang-orang dari Perkumpulan Bunga Merah
tidak berhak untuk melindungi pengkhianat tersebut, barang siapa
berani menghalangi pekerjaanku... Hmmm! Jangan salahkan kalau
ujung pedang dari aku orang she-Mao tak kenal belas kasihan..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei gerakkan tubuhnya
dan loncat maju ke depan, senyuman sinis tersungging di bibirnya,
dengan langkah lebar ia mendekati Mao Bong.
Jago lihay dari wilayah Kam-siok ini jadi tertegun, rupanya ia
dibikin keder oleh sorot mata lawannya yang begitu tajam, setelah
berdiri menjublak beberapa saat lamanya, dengan wajah diliputi hawa
napsu membunuh tegurnya :
"Apa yang hendak kau lakukan?"
"Aku harap engkau segera enyah dari sini, sudah dengar belum
perkataanku ini?" hardik Pek In Hoei.
Mao Bong semakin naik pitam teriaknya :
"Aku sedang mengurusi masalah pribadi Komplotan Tangan
Hitam kami, apa hubungannya dengan dirimu? Sahabat Pek, kalau
ingin mencampuri urusan orang, engkau harus lihat dulu siapakah
lawanmu. Hmmm... hati-hatilah kalau mau campur tangan secara
ngawur, jangan sampai menyengat tanganmu..."
Tiba-tiba di ujung bibir Pek In Hoei yang tipis dan kecil
tersungging satu senyuman dingin yang amat sinis, air mukanya yang
sama sekali tidak berperasaan itu perlahan-lahan menengadah ke atas,
memandang awan putih di angkasa katanya dengan dingin :
"Selama aku Jago Pedang Berdarah Dingin masih berada di sini,
siapa pun tak boleh mengganggu nona Ong barang seujung rambut
1247
Saduran TJAN ID
pun, jika berani menentang perkataanku ini maka akan kucabut jiwa
anjingnya sebagai ganti dari perbuatannya itu. Mao Bong! Aku telah
memperingatkan dirimu lebih dahulu, mau percaya atau tidak terserah
dirimu sendiri, siapa pun boleh mencoba kalau sudah bosan hidup..."
"Hmmm! Sambil menunggang keledai membaca buku
nyanyian... kita lihat saja nanti..." seru Mao Bong dengan gemas.
Pada saat ini keadaannya bagaikan gendewa yang sudah ditarik
kencang-kencang, kalau tidak dilepaskan pun tak bisa, terpaksa
sambil keraskan kepala ujarnya kepada ke-empat orang pria itu :
"Pergi! Pergi ke situ dan seret keluar budak sialan itu... ini hari
aku orang she Mao ingin melihat siapakah yang berani berlagak jadi
enghiong di hadapan Komplotan Tangan Hitam. Hmmm... siapa yang
berani..."
Dalam pada itu ke-empat orang pria kekar tadi telah
menyebarkan diri dan segera menerjang ke arah kumpulan para jago
Perkumpulan Bunga Merah yang berada di situ.
Tiba-tiba Gan In berteriak :
"Sam Ciat sianseng, kalau anak buahmu berani menyentuh tubuh
orang-orangku maka itu berarti bahwa perkumpulan kalian yang telah
turun tangan lebih dahulu kepada kami, tanggung jawab atas
terjadinya pertarungan pada hari ini pun harus kau pikul..."
"Ooooh... itu cuma urusan kecil," jawab Sam Ciat sianseng ketus,
"urusan di antara kita lihat saja bagaimana akhirnya..."
Tiba-tiba sesosok bayangan manusia meloncat ke angkasa,
bagaikan sukma gentayangan meluncur ke arah ke-empat pria itu dan
segera melancarkan sebuah cengkeraman maut.
Orang itu bukan lain adalah Jago Pedang Berdarah Dingin, dalam
sekali sentakan tahu-tahu ke-empat orang pria baju hitam itu sudah
terlempar ke udara dan menggelinding ke bawah bukit.
Melihat anak buahnya sudah roboh, Mao Bong segera cabut
keluar pedangnya dan membentak keras :
1248
IMAM TANPA BAYANGAN II
1249
Saduran TJAN ID
1250
IMAM TANPA BAYANGAN II
Bagian 44
"TUTUP MULUT!" bentak Pek In Hoei dengan gusar, "aku adalah
sahabat karib dari wakil ketua she-Gan, kali ini sengaja aku datang
untuk membantu dirinya!"
"Hmmm! Kalau engkau bukan sahabat dari Perkumpulan Bunga
Merah, siapa suruh engkau datang..."
Gan In segera bangkit berdiri, ujarnya dingin:
"Jago Pedang Berdarah Dingin Pek sauhiap adalah sahabat dari
perkumpulan kami, Sam Ciat sianseng tak usah mencari tulang dalam
telur ayam, sengaja mencari kerepotan bagi kami..."
"Heeehhmm... heehmmm... heemmmm... Perkumpulan Bunga
Merah serta Komplotan Tangan Hitam sama-sama merupakan
perkumpulan rahasia di dalam dunia persilatan, perebutan antara dua
perkumpulan tidak pantas kalau dicampuri orang luar, kalau memang
Pek In Hoei bukan anggota dari perkumpulan kalian, mau apa ia
datang kemari?"
"Sam Ciat sianseng," jawab Pek In Hoei sambil maju beberapa
langkah ke depan, "kedatanganku kemari adalah untuk melenyapkan
bibit bencana bagi dunia persilatan, dengan tingkah lakumu serta
1251
Saduran TJAN ID
1252
IMAM TANPA BAYANGAN II
Baiklah... urusanmu dengan Mao Bong tak akan kutarik lebih jauh,
tetapi aku melarang engkau mencampuri urusan tentang Ong Li Hoa
si perempuan rendah itu, kalau tidak... Hmmm... engkau akan
merasakan sampai di manakah kelihayanku..."
"Sam Ciat sianseng, kalau ada urusan mari kita bicarakan..." kata
Gan In dengan nada dingin.
Sam Ciat sianseng tarik napas panjang-panjang, lalu berkata :
"Di antara perkumpulan kita berdua seringkali terjadi bentrokan
dan pertarungan sengit hingga banyak korban yang berjatuhan, aku
rasa bila keadaan ini dibiarkan berlarut maka korban yang berjatuhan
di ke-dua belah pihak kian lama akan bertambah parah... demi
kebaikan serta keuntungan ke-dua belah pihak maka kuanjurkan
kepada wakil ketua she Gan untuk melepaskan diri dari ikatan
Perkumpulan Bunga Merah serta menggabungkan diri dengan
Komplotan Tangan Hitam..."
"Apa?" jerit Gan In dengan wajah tertegun, "kau tak usah
bermimpi di siang hari bolong...!"
Sam Ciat sianseng gelengkan kepalanya.
"Selama hidup aku tak pernah melakukan pekerjaan yang tidak
meyakinkan, sebelum kuundang kehadiranmu untuk mengadakan
pertemuan telah kususun suatu rencana yang amat cermat, jika aku tak
punya keyakinan untuk berhasil tak nanti kuutarakan hal ini
kepadamu..."
Dia melirik sekejap ke arah jago perkumpulannya yang berada di
sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan :
"Saudara Gan, engkau harus tahu bahwa di seluruh bukit Siau-in-
san telah berkumpul jago-jago lihay dari pihakku, asal kuturunkan
perintah maka darah segar akan menggenangi seluruh permukaan,
puluhan lembar jiwa anggota perkumpulanmu segera akan musnah
dan lenyap di tempat ini juga."
"Engkau sedang menggertak diriku?" seru Gan In sambil tertawa
dingin tiada hentinya.
1253
Saduran TJAN ID
1254
IMAM TANPA BAYANGAN II
1255
Saduran TJAN ID
1256
IMAM TANPA BAYANGAN II
1257
Saduran TJAN ID
1258
IMAM TANPA BAYANGAN II
1259
Saduran TJAN ID
1260
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 49
SAM-CIAT SIANSENG BISA MELANCARKAN tiga jurus
serangan dengan mempergunakan tiga jurus serangan dari tiga partai,
hal ini membuat Pek In Hoei jadi terkesiap, ia tak mampu menebak
asal usul dari jago lihay yang sedang dihadapinya ini.
"Tiga jurus sudah lewat dan asal usul boleh kau tebak sendiri,"
ujar Sam Ciat sianseng dengan dingin, "Pek In Hoei, maaf kalau aku
tak punya kegembiraan untuk melayani dirimu lebih lanjut, tetapi
kalau engkau ingin membongkar teka teki mengetahui asal-usulku,
datanglah besok malam pada kentongan ke-tiga di kuil Toa-ong-bio,
tetapi kau harus datang seorang diri..."
Ia tertawa dingin, tiba-tiba orang itu putar badan dan kabur turun
dari atas puncak.
Ketika Gan In menyaksikan Pek In Hoei masih tetap berdiri
menjublak di tempat semula, segera tegurnya :
"Pek-heng, kenapa kamu?"
"Ooooh...!" Pemuda itu berseru tertahan dan segera menengadah
ke atas, tampaklah seorang gadis baju hijau sedang berdiri di
hadapannya dengan muka jengah, ia semakin melongo dan tanpa
terasa serunya :
"Nona It-boen..."
Mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau ketua dari
Perkumpulan Bunga Merah bukan lain adalah It-boen Pit Giok,
jantungnya berdebar amat keras dan kenangan lama pun terlintas
kembali di dalam benaknya.
1261
Saduran TJAN ID
1262
IMAM TANPA BAYANGAN II
1263
Saduran TJAN ID
Ia tak habis mengerti apa sebabnya gadis itu selalu ingin dirinya
lebih menonjol dari kaum pria... dia ingin dirinya selalu berada di atas
yang lain, agar semua orang menyanjung dirinya... menghormati
dirinya... sayang ia paling benci dengan perempuan semacam itu,
tentu saja ia tak sudi mencintai perempuan seperti itu.
Angin malam yang dingin menampak mukanya dan
menyadarkan pemuda itu dari lamunannya, memandang padi yang
menguning di sawah ia tertawa geli sendiri, katanya :
"Buat apa kupikirkan dirinya lagi? Apakah dalam hatiku masih
terkesan oleh dirinya? Aaaah, aku tak bakal mencintai perempuan
semacam ini..."
Ketika ia sedang mentertawakan dirinya sendiri, mendadak
pemuda itu merasa bahwa di belakang tubuhnya ada seseorang sedang
menguntil dengan langkah yang hati-hati, dengan cepat ia berpaling
dan hatinya tertegun.
Rupanya It-boen Pit Giok sedang menguntil terus di belakang
tubuhnya dengan langkah yang lirih, sekali pun gadis itu tidak
mengucapkan sepatah kata pun namun dari balik biji matanya telah
terkandung kesemuanya... termasuk pula rasa cintanya."
Pek In Hoei tertegun dan segera loncat turun dari atas kuda,
serunya :
"Nona It-boen, kenapa engkau pun datang?"
"Mengapa engkau pergi tanpa pamit?" tanya It-boen Pit Giok
pula dengan nada sedih.
Ketika Pek In Hoei meninggalkan Perkumpulan Bunga Merah
tadi, hanya Gan In seorang tahu, karena dia tak ingin berjumpa lagi
dengan It-boen Pit Giok maka secara diam-diam pemuda itu telah
berlalu tanpa pamit.
Menanti It-boen Pit Giok tahu bahwa pemuda itu sudah berlalu
maka seorang diri secara diam-diam ia menguntil datang, dia hanya
berharap bahwa pihak lawan bisa merasakan pancaran cintanya...
meskipun dia tahu apa sebabnya pemuda itu berlalu tanpa pamit, akan
1264
IMAM TANPA BAYANGAN II
tetapi gadis itu merasa tak kuasa menahan diri untuk menguntil di
belakangnya.
"Aku tak berani mengganggu nona..." kata Pek In Hoei sambil
tertawa getir.
"In Hoei," ujar It-boen Pit Giok dengan sedih, "kenapa kau
bersikap begitu terhadap diriku? Apakah raut wajahku kurang cantik
dan menarik bagimu? Ataukah aku kurang lemah lembut? Beritahulah
kepadaku bagian manakah dariku yang memuakkan engkau? Asal kau
suka mengatakannya maka aku akan berusaha keras untuk
merubahnya..."
Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau terlalu cantik dan selama hidup baru pertama kali kutemui
gadis secantik dirimu, tetapi aku... Aaaai! Nona It-boen, lebih baik
kita tak usah membicarakan persoalan itu."
"Aku hendak berterus terang kepadamu bahwa aku sangat
mencintai dirimu..." ujar It-boen Pit Giok dengan hati kecut, "aku tak
jeri kalau engkau mengatakan aku terlalu bernyali atau aku terlalu
genit, peduli apa pun pandanganmu terhadap diriku, aku hendak
menyatakan rasa cintaku kepadamu secara terus terang. In Hoei!
Tahukah engkau apa sebabnya aku begitu terpesona terhadap dirimu?
Karena kesan yang kau berikan kepadaku terlalu dalam."
Bagaikan sedang mengigau dia melanjutkan :
"Masih ingatkah engkau, ketika untuk pertama kalinya kita
berjumpa di depan perkampungan Thay Bie San cung? Sejak itulah
aku tak dapat melupakan dirimu, waktu itu aku memang merasa agak
benci terhadap dirimu, tetapi setelah lewat sekian lama aku baru
merasakan bahwa sebenarnya aku sangat mencintai dirimu..."
"Engkau tidak seharusnya mencintai aku, aku tidak berharga
untuk menerima cintamu itu!" seru Pek In Hoei sambil menggeleng.
Hatinya terasa ditusuk oleh dua bilah pedang yang tajam,
membuat hatinya terasa amat sakit, pikirnya di dalam hati :
1265
Saduran TJAN ID
1266
IMAM TANPA BAYANGAN II
1267
Saduran TJAN ID
1268
IMAM TANPA BAYANGAN II
benaknya, ia merasa setiap patah kata dari It-boen Pit Giok terukir
dalam hatinya, dengan sedih ia menghela napas dan berkata :
"Seorang gadis yang terlalu dimabukkan oleh cinta, aku terlalu
bersalah kepadanya."
Memandang kegelapan serta kesunyian yang membentang di
depan mata, dia menggeleng dan tarik napas panjang-panjang.
"Aaaah! Tak usah kupikirkan lagi persoalan itu, aku harus
membongkar kedok dari Sam Ciat sianseng..."
Di tengah kegelapan kuil Toa-ong-bio bagaikan seorang kakek
peyot yang terkapar di tanah sambil terengah-engah, cahaya lampu
yang redup memancar keluar dari balik kuil....
Pek In Hoei loncat turun dari atas kuda, menaiki tangga dan
masuk ke dalam kuil, setelah melewati ruang yang sempit sampailah
di ruang yang besar yang penuh dengan sarang laba-laba, sebuah
lentera terletak di meja sembahyang, bekas telapak kaki memenuhi
ruangan itu, hal tersebut menunjukkan bahwa pernah ada orang yang
berkunjung ke situ.
Suasana dalam kuil sunyi senyap tak kedengaran sedikit suara
pun, tinggal keseraman yang mencengkeram sekeliling tempat itu.
"Apakah Sam Ciat sianseng telah berkunjung kemari..." pikir Pek
In Hoei dengan wajah tertegun.
Dengan pandangan serius diperiksanya setiap sudut ruang kuil
itu, tiba-tiba ia temukan beberapa sosok mayat pria baju hitam
menggeletak di bawah meja sembahyang, tenggorokan orang-orang
itu termakan sebuah tusukan dan sudah mati lama sekali, Jago Pedang
Berdarah Dingin semakin tertegun pikirnya di dalam hati :
"Sebelum aku tiba di tempat ini, suatu pertarungan seru pasti
telah berlangsung di tempat ini..."
"Hmmm..." tiba-tiba dengusan dingin berkumandang dari tengah
ruang kuil itu.
Jago Pedang Berdarah Dingin terperanjat, tubuhnya mencelat ke
angkasa dan silangkan telapaknya di depan dada, bentaknya:
1269
Saduran TJAN ID
"Siapa di situ?"
Dari balik sudut tembok menggema keluar tertawa rendah, lalu
seseorang menegur :
"Engkau adalah anggota Komplotan Tangan Hitam atau bukan?"
Pek In Hoei alihkan sorot matanya ke sudut tembok, dari situ ia
lihat seorang kakek tua yang kurus perlahan-lahan munculkan diri,
sekujur tubuh kakek tua itu penuh luka dan pakaiannya sudah hancur
terkoyak, dengan suara berat segera serunya :
"Siapa engkau?"
"Hmmm! Kau telah merampas Pat-giok-ma mestika dari keluarga
kami, membunuh pula tujuh orang muridku... Hmmm... kalian
kawanan Komplotan Tangan Hitam yang tak punya liang-sim...
malam ini aku Ngo-kong Beng sengaja menantikan kedatanganmu ke
sini untuk menjagal kalian semua!" seru kakek itu dengan wajah
sedih.
"Eeei... apa yang engkau katakan? Aku sama sekali tidak
mengerti," teriak Pek In Hoei sambil berdiri tertegun.
Ngo-kong Beng mendengus dingin, sambil cabut keluar
pedangnya ia berteriak :
"Kembalikan nyawa muridku, keparat cilik! Kau anggap aku
sudah mati bukan? Terus terang kukatakan kepadamu bukan saja aku
Ngo Kong Beng belum mati bahkan akan kubasmi kalian sampah
masyarakat dari permukaan bumi, sekarang putraku sudah pergi
siapkan orang, sebentar akan kubasmi kalian manusia-manusia
terkutuk. Keparat cilik! Nasib kurang mujur, ternyata berani masuk
kemari seorang diri!"
Pedangnya berkelebat ke depan dan membacok tubuh Jago
Pedang Berdarah Dingin, ilmu pedang yang dimiliki kakek tua itu
ternyata sempurna sekali, jurus serangan yang dilancarkan juga ganas
serta telengas, memaksa Pek In Hoei mundur terus ke belakang.
"Eeeei... sianseng, engkau salah paham!" teriak Pek In Hoei
sambil goyangkan tangannya berulang kali.
1270
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Aku salah paham? Apa yang kusalah paham?" kata Ngo Kong
Beng sambil berdiri tertegun, "sebelum kalian angkat kaki tadi
bukankah sudah mengatakan suruh aku menunggu? Kau anggap aku
tak berani menunggu ? Kau anggap aku tak berani menunggu?
Hmmm... keparat cilik, kuda Pat giok-ma milikku pun sudah lenyap,
apa yang harus kutakuti lagi?"
"Aku bukan anggota Komplotan Tangan Hitam, sebelum ngaco
belo lihat dulu dengan jelas siapa yang sedang kau hadapi!"
Ngo Kong Beng menggetarkan pedangnya lalu tertawa seram,
teriaknya :
"Bukankah engkau she Pek?"
"Tidak salah," jawab Pek In Hoei, "apakah lo sianseng kenal
dengan diriku..."
"Kalau memang begitu tak bakal salah lagi, sebelum para
Komplotan Tangan Hitam tinggalkan tempat ini, mereka telah
beritahu kepadaku bahwa ada seorang keparat cilik she Pek akan
datang membereskan hutang tersebut, mereka bilang asal aku punya
keberanian silahkan menunggu!"
Pek In Hoei sama sekali tidak menyangka kalau maksud Sam Ciat
sianseng mengundang kedatangannya ke kuil Toa-ong-bio adalah
untuk memancing dirinya masuk perangkap serta turun tangan
melawan seorang kakek tua yang barang berharganya dirampok lebih
dahulu.
Saking gusarnya ia tertawa dingin, serunya sambil tertawa
tergelak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... sungguh tak kusangka Sam Ciat
sianseng adalah seorang manusia licik..."
"Kembalikan kuda Pat-giok-ma ku..." bentak Ngo Kong Beng
sambil menerjang ke depan.
Pada saat ini kakek tua tersebut sudah mempunyai niat untuk
mengadu jiwa, dia sama sekali tidak ambil peduli atas penjelasan yang
diberikan Pek In Hoei, pedangnya berkelebat melancarkan tujuh
1271
Saduran TJAN ID
1272
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Kalian semua telah salah paham, aku sama sekali bukan anggota
dari Komplotan Tangan Hitam..."
"Hmmm!" Wan Toa Kun sang lo-toa dari Siok-tiong Siang-hiong
tertawa dingin, "bukankah engkau she-Pek?"
"Tidak salah, aku memang she-Pek," jawab Pek In Hoei sambil
mendengus dingin, "aku harap mulutmu bisa bicara lebih bersih lagi,
barang siapa berani bicara tak karuan di hadapan aku Jago Pedang
Berdarah Dingin, hati-hatilah... akan kuberi pelajaran yang setimpal
kepada kalian."
"Jago Pedang Berdarah Dingin!"
Empat patah kata itu bagaikan lonceng yang bergema di tengah
udara membuat air muka semua orang yang ada di ruangan itu
berubah hebat, rasa kaget yang bukan kepalang terlintas dalam hati
mereka.
"Bagus sekali!" seru Ngo Kong Beng sambil tertawa seram,
"sungguh tak nyana Jago Pedang Berdarah Dingin yang namanya
tersohor di seluruh jagad tidak lebih adalah anggota Komplotan
Tangan Hitam. Heehheemm... heehhmmm... ini hari boleh dibilang
aku orang she-Ngo sudah terbuka mataku..."
"Hmmm! Engkau si tua bangka tolol yang matanya buta, sebelum
melihat jelas duduknya persoalan sudah mengaco belo tak karuan...
kalau aku Pek In Hoei adalah engkau, hmmm! Sedari tadi aku sudah
tumbukkan kepalaku ke atas dinding untuk bunuh diri," seru Pek In
Hoei dengan nada sinis.
Wan Toa Peng Lo-ji dari Siok-tiong Siang-hiong tertawa seram.
"Heemmm... kamu keparat cilik itu manusia macam apa? Berani
benar berlagak di hadapan kami Siok-tiong Siang-hiong... Hmmm...
Lo toa, benarkah Ngo Sian Cing akan serahkan mestika Pat-giok-ma
tersebut kepada kita?"
"Kalian tak usah kuatir," buru-buru Ngo Sian Cing berseru, "asal
ke delapan ekor kuda mestika itu berhasil kita rampas kembali, aku
1273
Saduran TJAN ID
pasti akan membagi empat untuk kalian, tapi syaratnya kalian harus
membunuh bajingan she Pek ini lebih dahulu..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... empat ekor saja tidak cukup, kami
minta enam ekor!"
Wan Toa Peng maupun Wan Toa Kun berbicara dengan logat
propinsi Sucuan, hal ini membuktikan bahwa ke-dua orang itu adalah
jago-jago luar daerah.
Sementara itu Ngo Sian Cing telah tertegun setelah mendengar
perkataan itu, serunya tercengang.
"Kenapa begitu?"
Wan Toa Peng tertawa dingin.
"Jago Pedang Berdarah Dingin adalah seorang jago yang sangat
lihay dalam permainan ilmu pedang, untuk memetik batok kepalanya
bukanlah suatu perkara yang terlalu gampang, kalau engkau berani
bayar enam ekor kuda pualam sebagai pembayaran dari batok
kepalanya maka kami akan segera kerjakan, toh jumlah segitu tidak
terhitung terlalu mahal..."
"Seekor kuda giok-ma sudah bernilai satu kota, sungguh tak
kusangka kalau kamu berdua begitu kemaruk harta," seru Ngo Kong
Beng dengan wajah berubah hebat. "Aaaai...! Kalau delapan ekor
kuda Giok-ma itu tak bisa dicari kembali..."
"Hmmm! Mau atau tidak terserah padamu sendiri," dengus Wan
Toa Kun dengan dingin, "kalau bukan kami yang turun tangan, aku
percaya ke-delapan ekor kuda Giok-ma itu tak akan berhasil kalian
rampas kembali dari tangan Komplotan Tangan Hitam, waktu itu
kalian seekor pun tidak dapat, akan kulihat bagaimana keadaanmu..."
Saking gusarnya Ngo Kong Beng tertawa keras, serunya :
"Baik kukabulkan permintaan kalian, malam ini hitung saja aku
orang she-Ngo yang sial..."
Sepasang jago dari wilayah Siok-tiong itu saling berpandangan
lalu tertawa terbahak-bahak, memisahkan diri dan melotot ke arah
1274
IMAM TANPA BAYANGAN II
1275
Saduran TJAN ID
1276
IMAM TANPA BAYANGAN II
1277
Saduran TJAN ID
1278
IMAM TANPA BAYANGAN II
1279
Saduran TJAN ID
tetapi daripada akulah yang turun tangan sendiri maka jauh lebih baik
kalau engkaulah yang turun tangan mewakili diriku..."
Pek In Hoei tertegun, dia tidak menyangka kalau dirinya bakal
dijadikan alat pembunuh oleh Sam Ciat sianseng, rupanya secara licik
sekali pihak lawan telah mempersiapkan suatu jebakan yang sangat
lihay untuk memancing dirinya masuk perangkap, dengan meminjam
kekuatannya untuk menyingkirkan Siok-tiong Siang-hiong yang
sudah mereka ketahui pula akan kelihayannya, dari kejadian ini bisa
ditarik kesimpulan bahwa kelicikan dari orang itu benar-benar luar
biasa sekali.
Saking gemas dan mendongkolnya, Jago Pedang Berdarah
Dingin berteriak sekeras-kerasnya :
"Kau licik dan banyak akal, aku tak dapat melepaskan dirimu
dengan begitu saja..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... apa yang kau alami cuma sebagian
dari pekerjaan kami," kata Sam Ciat sianseng sambil tertawa
terbahak-bahak, kami pihak Komplotan Tangan Hitam yang paling
diutamakan adalah hati yang hitam, kulit yang tebal, tangan yang
telengas, kaki yang ganas serta mulut yang tajam, asal pekerjaan itu
menguntungkan bagi pihak kami maka dengan segala cara apa pun
akan kami lakukan untuk menyukseskan usaha tersebut.. sebelum
berhasil kami tak akan berpeluk tangan..."
"Kau benar-benar tak tahu malu, kecuali engkau di kolong langit
boleh dibilang tiada orang kedua yang selicik dan tak tahu malu
seperti engkau... Sam Ciat sianseng, silahkan engkau lepaskan kain
kerudung yang menutupi wajahmu itu, aku ingin lihat macam apakah
raut wajah dari manusia yang berhati hitam seperti kamu itu..."
"Aku rasa lebih baik engkau tak usah menempuh bahaya ini,"
seru Sam Ciat sianseng dengan mata tajam, "barang siapa pernah
melihat raut wajahku yang sebenarnya maka tak seorang pun yang
bisa hidup di kolong langit. Ketika wajahku kuperlihatkan kepada
orang, itu berarti umurnya sudah tidak berapa lama lagi."
1280
IMAM TANPA BAYANGAN II
1281
Saduran TJAN ID
1282
IMAM TANPA BAYANGAN II
1283
Saduran TJAN ID
1284
IMAM TANPA BAYANGAN II
1285
Saduran TJAN ID
1286
IMAM TANPA BAYANGAN II
1287
Saduran TJAN ID
1288
IMAM TANPA BAYANGAN II
1289
Saduran TJAN ID
itu cocok sekali kalau disimpan jadi satu dengan ke-delapan patung
kuda Giok-ma itu!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... baiklah ketua, kalau memang
engkau bermaksud begitu, tentu saja kami tak akan berkata apa-apa
lagi."
Jago Pedang Berdarah Dingin yang dikepung oleh empat orang
jago lihay dalam kalangan dan diolok-olok dengan nada mengejek
serta tidak pandang sebelah mata pun terhadap dirinya, hawa amarah
kontan berkobar dalam dadanya, hampir saja ia muntah darah saking
jengkelnya... dengan menahan rasa benci tiba-tiba pemuda itu
menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
Setelah berhenti tertawa, serunya dengan penuh kemarahan :
"Ayoh main, siapa yang merasa punya kepandaian silahkan
merebut sendiri pedang ini dari tanganku."
"Hmmm! aku akan menjajal dirimu lebih dahulu..." dengus Thian
Goan dengan gusar.
Orang ini benci sekali terhadap si anak muda ini karena sewaktu
berada di bukit Siau-in-san dirinya telah dilukai, bersamaan dengan
selesainya perkataan itu sang tubuh ikut menerjang ke muka,
tangannya bergeletar dan pedang panjang memutar di udara kemudian
menusuk ke tubuh si anak muda itu.
Melihat Thian Goan telah melancarkan serangan, Mao Bong ikut
melancarkan pula serangan gencar, serunya kepada Lan Eng :
"Jangan biarkan keparat itu punya waktu luang untuk berganti
napas, sekali bacok kita bereskan saja keparat ini..."
"Huuuh...! Andalkan jumlah banyak untuk merebut kemenangan,
kalian bukan terhitung seorang enghiong..." ejek Pek In Hoei sinis.
Berada di bawah kepungan tiga orang jago lihay itu kendati ia
sama sekali tidak merasa jeri, akan tetapi daya tekanan yang
mendesak dirinya membuat pemuda itu sukar untuk bernapas, ia
merasa andaikata pada malam ini seluruh tenaganya tidak
1290
IMAM TANPA BAYANGAN II
1291
Saduran TJAN ID
Jilid 50
DALAM PERMAINAN ILMU PEDANG rupanya ia memiliki
keyakinan yang lumayan, maka sekali memandang ia sudah dapat
menebak rencana serta tujuan dari Jago Pedang Berdarah Dingin, oleh
sebab itulah buru-buru ia peringatkan Thian Goan serta Lan Eng
untuk memperketat serangannya sehingga tidak memberi kesempatan
bagi lawannya untuk melancarkan serangan balasan.
Lan Eng tertawa seram, ujarnya :
"Jangan kuatir, aku akan tetap menjaga di sudut sebelah sini!"
Permainan pedangnya tiba-tiba berubah, dia segera menyumbat
sudut bagian tubuhnya, beberapa kali Jago Pedang Berdarah Dingin
berusaha menembusi pertahanannya namun setiap kali usahanya itu
selalu mengalami kegagalan, dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa
ilmu silat yang dimiliki Lan Eng sebenarnya sama sekali tidak lemah.
Pek In Hoei terkesiap kembali pikirnya :
"Aku harus berusaha keras untuk melenyapkan lebih dahulu salah
satu di antara mereka, di antara ke-tiga orang ini ilmu silat yang
dimiliki Thian Goan paling lemah... Ehmm... ! Benar aku harus
musnahkan dirinya lebih dahulu, dengan begitu sisanya baru bisa
kuhadapi secara baik..."
Kembali dia lancarkan sebuah serangan gencar ke arah Lan Eng
dengan ilmu pedang penghancur sang surya-nya, tiba-tiba di tengah
jalan pedang itu menyeleweng dari arah yang sebenarnya dan
menyongsong datangnya tubuh Thian Goan yang kebetulan sedang
menerjang ke muka.
1292
IMAM TANPA BAYANGAN II
Serangan itu cepat dan ganas sekali, sama sekali sulit untuk
dihindari atau diegosi.
"Aaaah...!" di tengah udara berkumandang suara jeritan lengking
yang menyayatkan hati, diikuti darah segar berhamburan ke atas
tanah, membuat ruangan kuil yang sudah menyeramkan itu nampak
lebih mengerikan lagi...
Batok kepala Thian Goan yang berlumuran darah menggelinding
di atas lantai hingga beberapa tombak jauhnya dari tubuh kasarnya,
raut wajah yang penuh berdarah itu nampak menyeringai seram,
mendatangkan rasa muak bagi siapa pun yang melihat.
Ia dengan membawa rasa dendam dan benci yang belum sampai
dilampiaskan keluar telah pulang ke alam baka dan melapor ke
hadapan raja akhirat, ia tak dapat merasakan lagi kehangatan tubuh
perempuan, tak dapat menyaksikan gemerlapnya intan permata... tak
dapat menikmati arak dan sayur... sebentar lagi tubuhnya akan
berubah jadi seperangkat tulang belulang tanpa kepala...
Perubahan ini terjadi terlalu cepat dan membuat semua orang
sama sekali tak menyangka dan gelagapan, Mao Bong serta Lan Eng
sama-sama berdiri menjublak, dalam keadaan begini mereka tak tahu
apa yang mesti dilakukan oleh mereka...
Sedangkan Cui Tek Li merasakan hatinya amat sakit sebab
kembali ia telah kehilangan seorang pembantu yang diandalkan, ia tak
menyangka kalau Thian Goan bakal menemui ajalnya dengan begitu
cepat.
Hawa napsu membunuh terlintas di atas wajahnya, dengan air
muka berubah hebat bentaknya penuh kegusaran :
"Pek In Hoei, engkau sungguh kejam..."
Bagian 47
JAGO PEDANG BERDARAH DINGIN Pek In Hoei dengan pedang
penghancur sang surya di tangan berdiri angker di tengah ruangan
1293
Saduran TJAN ID
kuil, air mukanya sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa pun,
sambil memandang kepada Mao Bong serta Lan Eng ujarnya ketus :
"Siapakah di antara kalian yang akan maju lebih dahulu?"
"Thian Goan berhasil kau bunuh mati, itu bukan berarti bahwa
kemenangan pasti berada di pihakmu," teriak Cui Tek Li dengan
gusar, "Pek In Hoei, jika aku turun tangan sendiri maka pada malam
ini engkau tak akan berhasil dapatkan keuntungan apa-apa..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasakan jantungnya
berdebar keras, ia telah mengetahui sampai di manakah
kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Cui Tek Li, seandainya
berduel satu lawan satu kendati dirinya tidak berhasil merebut
kemenangan, sedikit banyak ia masih mampu untuk mempertahankan
keseimbangan, tetapi sekarang, kecuali Cui Tek Li seorang masih ada
Mao Bong serta Lan Eng dua orang jago lihay, dan ilmu silat yang
dimiliki ke-dua orang itu pun luar biasa sekali, gabungan dari tiga
orang jago pedang kenamaan bisa dibayangkan betapa luar biasanya
keadaan itu... dan tak usah diragukan lagi, dia pasti akan mati konyol
di tempat itu...
Berpikir akan untung ruginya,ia tarik napas panjang-panjang lalu
berkata setelah tertawa dingin :
"Toa Poocu, malam ini aku telah bertekad tak akan tinggalkan
tempat ini dalam keadaan hidup, tetapi jika kalian hendak berusah
untuk melenyapkan diriku maka pekerjaan tersebut bukanlah suatu
pekerjaan yang terlalu gampang, paling sedikit di antara kalian bertiga
ada dua orang di antaranya bakal mati konyol..."
"Hmmm!" Cui Tek Li mendengus dingin, "kau hendak beradu
jiwa dengan kami??"
"Sedikit pun tidak salah, berada dalam keadaan seperti ini
terpaksa aku harus beradu jiwa, aku percaya dengan kemampuan yang
kumiliki paling sedikit dapat menarik dua kali modal yang harus
kukeluarkan, Toa Poocu, bagaimana pendapatmu..."
1294
IMAM TANPA BAYANGAN II
1295
Saduran TJAN ID
dan ternyata cocok dengan apa yang dia katakan, maka aku percaya
bahwa ia sama sekali tidak membohongi aku!"
Ia menghembuskan napas panjang, dengan wajah dingin dan
memancarkan rasa dendam lanjutnya :
"Dia pun telah memberitahukan pula kerja sama antara engkau
dengan Hoa Pek Tuo..."
Pengalaman yang dimiliki Pek In Hoei pada saat ini boleh
dibilang luas sekali, ia telah mengerti bagaimana caranya
menggunakan kesempatan yang baik untuk memberikan suatu
gertakan batin bagi musuhnya, asal hubungan antara Cui Tek Li dan
Hoa Pek Tuo terjadi keretakan karena kesalah-pahaman sehingga tak
dapat bersekongkol lagi, itu berarti suatu keuntungan yang amat besar
artinya.
Oleh sebab itu dipergunakan suatu siasat yang licik untuk
menciptakan rasa gusar, benci dan takut dalam hati Cui Tek Li, agar
secara diam-diam dia memaki Hoa Pek Tuo sebagai manusia rendah
yang tak tahu malu.
Sedikit pun tidak salah, setelah mendengar perkataan itu air muka
Cui Tek Li berubah hebat, ia nampak amat gusar bercampur dendam,
dengan sorot mata memancarkan hawa napsu membunuh ia tertawa
seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... kurang ajar, ia berani mengkhianati
aku..." teriaknya, setelah memandang sekejap ke arah Mao Bong
tegurnya kembali :
"Mao Bong, kapan kau telah berjumpa dengan Hoa Pek Tuo?"
"Kemarin malam, Hoa Pek Tuo datang mencari aku dan minta
Poocu dalam keadaan bagaimana pun jangan lepaskan Pek In Hoei, ia
bilang dirinya mau berangkat ke Benteng Kiam-poo untuk
merundingkan sendiri suatu masalah besar dengan Poocu!"
"Kenapa ia datang tidak mencari aku?" seru Cui Tek Li tertegun.
Mao Bong berpikir sebentar, lalu menjawab :
1296
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Ia tahu bahwa pada saat ini terjadi sengketa dari poocu dengan
Perkumpulan Bunga Merah, dia tidak ingin munculkan diri pada saat
ini sehingga mengganggu Poocu..."
Diliriknya sekejap wajah Jago Pedang Berdarah Dingin,
kemudian melanjutkan lebih jauh :
"Lagi pula dia tidak ingin bertemu dengan Pek In Hoei dalam
keadaan begini..."
"Hmmm! Kurang ajar, ia berani main setan di hadapanku," seru
Cui Tek Li sambil mendengus dingin, "ia pasti takut berhadapan tiga
orang dengan kami berdua sehingga rahasianya terbongkar,
omongnya saja enak benar... bangsat... bangsat..."
"Poocu," seru Mao Bong sambil menggeleng, "tidak pantas kalau
engkau bentrok muka dengan Hoa Pek Tuo dalam keadaan seperti
ini!"
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku tahu bahwa antara kamu
dengan dirinya mempunyai hubungan persahabatan yang erat, tetapi
engkau harus memandang lebih jelas lagi, Hoa Pek Tuo berani
meninggalkan kita tanpa memikirkan bagaimana akibatnya, hal ini
pastilah dikarenakan hendak mengatur manusia-manusia racunnya
yang berada di dalam perkampungan Thay Bie San cung untuk
memusuhi kita dari Komplotan Tangan Hitam. Hmmm! Sedari dulu
aku sudah tahu kalau orang itu tidak bisa dipercaya, sedikit pun tidak
salah... ternyata secara diam-diam ia telah mengacau tindak tanduk
Komplotan Tangan Hitam kita..."
"Poocu lebih baik pertimbangkanlah dahulu keputusanmu itu
secara masak-masak..." ujar Lan Eng pula dengan alis berkerut, ia
memandang sekejap ke arah Pek In Hoei kemudian menambahkan :
"Hati-hati... kalau musuh sedang menjalankan siasat mengadu
domba... jangan sampai poocu termakan oleh siasatnya..."
"Tidak mungkin!" jawab Cui Tek Li sambil menggeleng,
"seandainya Hoa Pek Tuo tidak memberitahukan segala sesuatunya
1297
Saduran TJAN ID
kepada Pek In Hoei, dari mana ia bisa tahu akan kesemuanya itu. Lagi
pula urusan itu hanya diketahui olehku dan Hoa Pek Tuo dua orang
belaka."
Teringat akan kelicikan Hoa Pek Tuo di mana semua rahasia
mereka telah dibeberkan kepada Jago Pedang Berdarah Dingin, hawa
amarah yang sukar dikendalikan segera membakar hatinya, saking
benci dan mendongkolnya hampir saja ia muntah darah.
Menggunakan kesempatan itulah Pek In Hoei berkata kembali :
"Mengenai rencana besar Poocu untuk melenyapkan pelbagai
partai dari dunia persilatan serta merajai kolong langit, Hoa Pek Tuo
telah mengutus orang pula untuk mengabarkan rahasia itu kepada
pelbagai partai, saat ini semua aliran sedang mempersiapkan kekuatan
intinya untuk bersedia melakukan pertarungan sengit melawan Poocu
dan kemudian hari."
Dengan andalkan dugaan hatinya yang jitu ia memberikan
kegugupan dan ketidak-senangan bagi Cui Tek Li, Poocu dari
Benteng Kiam-poo ini, itulah suatu siasat yang paling jitu di dunia
kangouw."
Selama hidupnya Cui Tek Li seringkali mengadu domba orang,
mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau pada malam ini bakal jatuh
kecundang di tangan Jago Pedang Berdarah Dingin, adu dombanya
membuat hawa amarah yang berkobar dalam dadanya sukar
dikendalikan lagi, rasa bencinya terhadap Hoa Pek Tuo pun semakin
menjadi.
Dengan hati terkesiap Cui Tek Li segera berkata :
"Hoa Pek Tuo tidak akur dengan pelbagai partai dan aliran, mana
ia berani mengadakan hubungan dengan pelbagai partai..."
"Poocu jangan lupa bahwa mata-mata dari perkampungan Thay
Bie San cung tersebar di mana-mana," ujar Pek In Hoei dengan nada
dingin, "asal Hoa Pek Tuo menggunakan sedikit akal, maka para jago
lihay dari perkampungan Thay Bie San cung yang menyusup ke
1298
IMAM TANPA BAYANGAN II
dalam tubuh pelbagai partai itu akan menyebarkan kabar berita itu
kepada pelbagai aliran..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..." saking gusarnya Cui Tek Li
dengan badan gemetar keras tertawa dingin tidak berhenti, "kurang
ajar, ternyata Hoa Pek Tuo berani mengkhianati aku, aku telah
dikhianati oleh Hoa Pek Tuo... bagus, bagus sekali.. Hoa Pek Tuo!
Kalau engkau berani datang ke Benteng Kiam-poo maka akan
kubunuh dan kucincang tubuhmu jadi berkeping-keping."
Ia depak-depakkan kakinya ke atas tanah dengan penuh
kemarahan, lalu teriaknya kembali :
"Mao Bong, lepaskan merpati dan perintahkan semua saudara
kita yang ada di Benteng Kiam-poo untuk menantikan kedatangan
Hoa Pek Tuo, asal ia berani memasuki Benteng Kiam-poo maka
tangkap dan jebloskan dia ke dalam penjara menunggu aku sudah
pulang akan melakukan perhitungan dengan dirinya..."
"Poocu, aku harap engkau suka bertindak dengan hati-hati!" kata
Mao Bong gelagapan.
Kontan Cui Tek Li melototkan matanya bulat-bulat.
"Aku saja sudah dikhianati olehnya, apa yang mesti kupikirkan
lagi..." teriaknya.
Ia tatap wajah Mao Bong dengan penuh kemarahan, senyuman
sinis tersungging di ujung bibirnya, lalu menambahkan :
"Apakah kau masih belum melupakan kebaikan yang pernah
diberikan Hoa Pek Tuo kepadamu?
"Poocu, apa maksudmu mengatakan demikian?" seru Mao Bong
dengan badan gemetar keras, "aku orang she Mao toh anak buahmu,
mana aku berani membangkang dan melawan atasan sendiri? Hanya
saja urusan ini luar biasa sekali, sekali salah bertindak maka akan
mengakibatkan pertempuran sengit antara Benteng Kiam-poo dengan
perkampungan Thay Bie San cung, pada waktu itu bukankah dunia
persilatan..."
1299
Saduran TJAN ID
1300
IMAM TANPA BAYANGAN II
1301
Saduran TJAN ID
1302
IMAM TANPA BAYANGAN II
1303
Saduran TJAN ID
1304
IMAM TANPA BAYANGAN II
1305
Saduran TJAN ID
Blaaaam....!
Dari tengah ruang kuil yang sedang berlangsung pertarungan
tiba-tiba berkumandang datang suara bentrokan keras, tanpa terasa It-
boen Pit Giok serta Cui Tek Li berpaling ke arah pintu kuil.
Tampaklah Lan Eng dengan badan sempoyongan lari keluar dari
kuil tersebut, tubuhnya basah kuyup bermandikan darah, rambutnya
kusut dan kacau tak karuan, pedang dalam genggamannya tinggal
separuh sementara matanya dengan penuh ketakutan melototo ke
angkasa, suara btuk tiada hentinya berkumandang memecahkan
kesunyian.
Setelah lari maju beberapa langkah lagi ke depan dengan
sempoyongan, tiba-tiba ia terjungkal dari atas undak-undakan dan
menggeletak tak berkutik lagi, rupanya jago lihay itu telah menemui
ajalnya.
"Aaaah...! Lan Eng telah mati..." bisik Cui Tek Li dengan air
muka berubah hebat.
"Kejadian ini bukankah berarti bahwa salah satu harapan hatimu
telah terpenuhi..." sambung It-boen Pit Giok dengan dingin.
Meskipun Cui Tek Li ada maksud membiarkan Lan Eng serta
Mao Bong menemui ajalnya di tangan Jago Pedang Berdarah Dingin,
tetapi bagaimana pun juga dia adalah anak buahnya yang telah banyak
tahun mengikuti dirinya, karena itu menyaksikan kematian dari Lan
Eng, timbullah rasa gusar yang tak tertahan dalam hati kecilnya.
"Siapa yang bilang..." teriaknya.
"Hmmm! Mau apa kau bersikap begitu galak terhadap diriku?"
kata It-boen Pit Giok dengan ketus, "Cui Tek Li ketahulah manusia
yang paling licik di kolong langit adalah engkau, setiap orang yang
tenaganya telah engkau pergunakan tentu kau usahakan pembunuhan
terhadap dirinya dengan meminjam tangan orang lain, dan malam ini
cara lama tersebut kau pergunakan lagi, apakah aku telah salah
bicara..."
1306
IMAM TANPA BAYANGAN II
1307
Saduran TJAN ID
1308
IMAM TANPA BAYANGAN II
Namun kelihayannya bukan terletak pada hal itu saja, aliran darah
manusia dalam tubuhnya akan mengalir secara terbalik dan tidak
sampai setengah jam kemudian dari tujuh lubang inderanya akan
mengucur darah hingga akhirnya mati.
Kepandaian tersebut-lah merupakan ilmu telapak andalannya,
cuma saja tak pernah dipergunakannya secara sembarangan kecuali
telah bertemu dengan musuh tangguh.
Bagaikan selembar daun kering yang melayang di udara, dengan
lincah It-boen Pit Giok melayang di udara lalu berkata sambil tertawa
:
"Ilmu telapak semacam ini belum tentu lihay dan luar biasa..."
Di luar saja gadis itu bicara enteng, padahal dalam kenyataan
telapak lawan laksana sambaran kilat telah membabat keluar, tubuh
Cui Tek Li bagaikan sesosok sukma gentayangan menyusul ke depan,
dari telapak ia rubah jadi cengkeraman dan mencakar tubuh gadis itu.
Bagaikan seekor ular lincah It-boen Pit Giok berkelejit dan
menghindar ke samping.
"Poocu...!"
Tiba-tiba dari balik ruang kuil berkumandang keluar jeritan keras
yang mengandung rasa gelisah dan ngeri, Mao Bong dengan sepasang
mata memancarkan sinar merah serta wajah memancarkan rasa
ketakutan lari keluar dengan sempoyongan, darah segar mengucur
keluar dari atas dadanya.
"Hey, jangan lari!" teriak Jago Pedang Berdarah Dingin sambil
menyusul dari belakang.
"Mao Bong... Mao Bong..." teriak Cui Tek Li tertegun, dengan
cepat ia melayang turun ke atas tanah.
Sekujur badan Mao Bong gemetar keras, teriaknya :
"Poocu..."
Cepat Cui Tek Li maju menyongsong ke depan, tetapi baru saja
tubuhnya bergerak tiba-tiba Jago Pedang Berdarah Dingin sambil
1309
Saduran TJAN ID
1310
IMAM TANPA BAYANGAN II
Pada saat ini seluruh benak Jago Pedang Berdarah Dingin telah
dibakar oleh hawa amarah yang sukar dikendalikan lagi, dengan
penuh kemarahan ia berteriak keras :
"Kentut busuk, aku bersumpah akan membinasakan dirimu..."
Pedang mestika penghancur sang surya bergeletar di tengah udara
menciptakan berkuntum-kuntum bunga pedang, lalu dibacoknya ke
atas tubuh Cui Tek Li, saat ini rasa bencinya terhadap pemilik dari
Benteng Kiam-poo ini sudah tidak terbendung lagi, serangannya sama
sekali tak kenal belas kasihan, jurus-jurus serangan yang ampuh dan
ganas dilancarkan berulang kali.
"Pek In Hoei, maaf, aku tak bisa menemani dirimu lagi..." seru
Cui Tek Li tiba-tiba sambil berpaling.
Tangannya diayun ke belakang, dan... Blaaam! Kabut tebal yang
menutupi seluruh jagad seketika menyelimuti sekeliling tempat itu
membuat bayangan tubuh mereka bertiga tertutup rapat di balik kabut
tersebut.
Suasana jadi gelap gulita dan apa pun tidak nampak termasuk
pula bintang yang bertaburan di langit, di tengah tebalnya asap ketiga
orang itu sama-sama menutup pernapasan dan sedikit suara pun tak
berani dikeluarkan...
Jago Pedang Berdarah Dingin merasa di balik asap hitam itu
tersiar bau harum yang sangat eneg, ketika dicium lebih keras
kepalanya seketika terasa jadi pening, sepasang matanya kontan
berubah jadi merah berapi, dengan penuh bernapsu ia mencari
bayangan dari musuhnya di balik tebalnya asap...
Tiba-tiba dari samping kiri terdengar suara dengusan napas yang
lirih. Pek In Hoei segera loncat ke depan sambil ayun pedangnya, ia
membentak keras :
"Cui Tek Li, engkau hendak lari ke mana..."
"Aaaaah!...."
Dari balik asap yang tebal berkumandang jeritan kaget dari It-
boen Pit Giok seolah-olah gadis itu telah berjumpa dengan setan,
1311
Saduran TJAN ID
jeritan itu membuat Pek In Hoei tersentak kaget dan segera tarik
kembali pedangnya.
"Nona It-boen, nona It-boen..." serunya.
"Oooh! Engkau telah mengejutkan diriku..." seru It-boen Pit Giok
sambil tarik napas panjang.
Perlahan-lahan ia menggeserkan tubuhnya, Pek In Hoei yang
berada di balik asap tebal secara lapat-lapat mulai bisa melihat jelas
bayangan tubuhnya, ia segea loncat ke depan sambil bertanya :
"Ke mana larinya rase tua itu?"
It-boen Pit Giok tidak menjawab, tiba-tiba ia menjerit kaget
sambil serunya :
"Aduh celaka, ia melepaskan kabut pemabok cinta..."
Dari balik kabut yang tebal terdengarlah Cui Tek Li tertawa
terbahak-bahak, suara tertawanya begitu dingin dan mengerikan
bagaikan jeritan setan atau sukma gentayangan, ketika terdengar
dalam pendengaran terasa nyeri dan mengakibatkan bulu kuduk pada
bangun berdiri.
"Apakah yang engkau tertawakan?" teriak Pek In Hoei.
"Hmmm! Selamanya engkau tak akan berhasil mengejar diriku,
Pek In Hoei... Kabut pemabok cinta yang kubuat sendiri ini tak ada
yang bisa mempertahankan diri, baik-baiklah lewatkan malam yang
indah ini di sini serta nikmatilah sorga dunia yang belum pernah kau
cicipi..."
Perkataan itu makin lama semakin lirih dan akhirnya hilang dari
pendengaran, beberapa kali Jago Pedang Berdarah Dingin akan
melakukan pencarian atas tempat persembunyian dari Cui Tek Li,
akan tetapi setiap kali pula dia temu kegagalan, namun pemuda itu
tidak putus asa dicarinya sekeliling tempat itu dengan seksama."
"Aaaai..!" akhirnya terdengarlah It-boen Pit Giok menghela
napas panjang, "engkau tak usah membuang pikiran dan tenaga
dengan percuma, setelah kabut pemabok cinta dilepaskan maka
gampang sekali membuat perasaan orang jadi keliru, ia bersembunyi
1312
IMAM TANPA BAYANGAN II
di sebelah kiri maka engkau akan mengira di kanan, nasib kita berdua
telah ditentukan pada malam ini!"
"Apa maksudmu!" tanya Pek In Hoei tertegun.
"Maukah engkau mengawini diriku sebagai istrimu?" tanya It-
boen Pit Giok dengan suara sedih.
"Aku tidak mengerti apa yang sedang kau katakan?" seru Pek In
Hoei tertegun, "nona It-boen, mengapa secara tiba-tiba kau ajukan
pertanyaan seaneh itu? Aku benar-benar tidak mengerti apa yang
hendak kau lakukan..."
"Aaaaaai...." kembali It-boen Pit Giok menghela napas sedih,
"sekali pun engkau tak mau juga tak bisa, kesemuanya ini Cui Tek Li-
lah yang memberikannya kepada kita, kau mau pun aku tak dapat
menghindarkan diri lagi, sekali pun kita ada maksud untuk berbuat
begitu..."
Dari kabut hitam yang menyelimuti tempat itu, secara lapat-lapat
Jago Pedang Berdarah Dingin dapat menangkap rambut It-boen Pit
Giok yang hitam mulus, pakaiannya yang berwarna hijau serta biji
matanya yang bening serta memancarkan rasa cinta yang lembut itu.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasakan jantungnya
berdebar keras, ia merasa segumpal hawa panas yang aneh muncul
dari pusarnya dan merambat naik ke atas.
Gejala yang sangat aneh ini membuat hatinya terperanjat, buru-
buru ia mundur dua langkah ke belakang, pandangannya jadi gelap
akan tetapi raut wajah It-boen Pit Giok yang cantik tak dapat terhapus
dari benaknya.
Ia tak habis mengerti apa sebabnya pada malam ini ada gejala
aneh yang melekat di benaknya, ia merasa golakan hawa panas dalam
tubuhnya berubah jadi suatu tenaga baru dan ia merasa dalam waktu
singkat membutuhkan sekali sesuatu untuk melampiaskan tenaganya
tadi.
Ia tertegun dan pikirnya di dalam hati :
1313
Saduran TJAN ID
1314
IMAM TANPA BAYANGAN II
1315
Saduran TJAN ID
Bibir bertemu bibir... hati bertemu hati... sepasang muda mudi itu
saling berpelukan dan saling berciuman melepaskan rasa cinta yang
tengah bergelora dalam dada mereka...
Pek In Hoei mendekap tubuh gadis itu makin kencang, bisiknya :
"Pit-Giok ku sayang.. aku butuh..."
"Kau butuh apa?"
"Aku butuh itu..." jawab Pek In Hoei tertegun.
"Itu... itu apa?" tanya It-boen Pit Giok sambil membuka matanya
dan pipi bersemu merah karena jengah.
"Kau..."
Tiba-tiba It-boen Pit Giok teringat sesuatu, ia merasa birahi yang
berkobar dalam dadanya tak dapat dikendalikanlagi, ia menjatuhkan
diri ke dalam pelukan Pek In Hoei serta ingin sekali cepat-cepat
melebur jadi satu dengan pemuda itu.
Pada saat ini dara ayu tersebut telah lupa segala-galanya,lupa
kalau dia adalah gadis... lupa kalau ia masih gadis perawan yang
belum pernah dijamah orang... saat ini kesombongan dan
keangkuhannya telah lenyap, pikirannya kosong melompong... yang
ada hanya napsu birahi serta keinginannya untuk sesuatu...
Pakaian satu demi satu ditanggalkan mulai dari pakaian luar...
gaun... penutup dada... celana dan akhirnya gadis itu berada dalam
keadaan telanjang bulat...
Pek In Hoei yang di hari-hari biasa selalu berwajah dingin, sinis
terhadap gadis, kini telah berubah sama sekali... bagaikan harimau
kelaparan diterkamnya gadis itu... dijamahnya sekujur badan dara
itu... mulai dari atas kepala... payudara, perut, lekukan antara paha
daam...daam.
Tidak berselang berapa saat, mereka berdua telah berada dalam
keadaan bugil... mereka saling tindih menindih... saling bergumul
dan.. saling bergoyang pinggul...
Gerakan tubuh mereka mula-mula perlahan-lahan lalu bertambah
kencang dan akhirnya memburu bagaikan larinya kuda...
1316
IMAM TANPA BAYANGAN II
1317
Saduran TJAN ID
1318
IMAM TANPA BAYANGAN II
Benteng Kiam-poo
Bangunan tersebut masih tetap berada di tempat semula, sungai
pelindung benteng, loteng pengamat serta jembatan penyeberang
masih tetap seperti sedia kala, sedikit pun tidak berubah.
1319
Saduran TJAN ID
1320
IMAM TANPA BAYANGAN II
Jilid 51
"POOCU, ENGKAU SUDAH PULANG sebelum saatnya, mengapa
tidak beri kabar kepadaku? Aku sudah hampir setengah bulan
lamanya menanti di sini... Hmm... poocu, hasil yang dicapai
Komplotan Tangan Hitam dalam dunia persilatan mengagumkan
sekali bukan? Bagaimana akhirnya persoalan dengan pihak
Perkumpulan Bunga Merah..."
"Persoalan antara Komplotan Tangan Hitam dengan
Perkumpulan Bunga Merah telah beres..." jawab Cui Tek Li sedikit
pun tidak menunjukkan reaksi apa-apa.
"Sudah beres?" seru Hoa Pek Tuo tertegun, "apa yang telah
terjadi? Dengan kemampuan poocu untuk memimpin jago, masa
urusannya dengan pihak Perkumpulan Bunga Merah bisa... Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... Poocu, atau jangan-jangan nasib Komplotan
Tangan Hitam untuk kali agak jelek sehingga jatuh kecundang di
tangan pihak Perkumpulan Bunga Merah..."
"Bukan begitu," Cui Tek Li menggeleng, "dalam suasana yang
ramah tamah dan penuh kedamaian ke-dua belah pihak telah setuju
untuk menyelesaikan persoalan ini secara baik-baik. Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... hasil dari perundingan itu memutuskan bahwa ke-
dua belah pihak tak akan munculkan diri kembali dalam dunia
persilatan..."
"Oooh...! Masa begitu..."
Jelas Hoa Pek Tuo merasa bahwa kejadian ini sedikit ada di luar
dugaan, ia merasa hatinya agak gemetar sebab tujuan kedatangannya
1321
Saduran TJAN ID
1322
IMAM TANPA BAYANGAN II
1323
Saduran TJAN ID
1324
IMAM TANPA BAYANGAN II
1325
Saduran TJAN ID
1326
IMAM TANPA BAYANGAN II
1327
Saduran TJAN ID
1328
IMAM TANPA BAYANGAN II
Seekor rase tua yang licik dan berhati kejam, akhirnya ketemu
tandingannya juga, dalam keadaan begini bukan saja ia tak dapat
menunjukkan kelicikannya, keganasan serta kekejaman hatinya pun
tak dapat diperlihatkan lagi...
Senja telah menjelang tiba, sisa cahaya sang surya masih
terpancar di balik gunung dan menyoroti sebagian dari jagad dengan
sorot cahaya yang lemah, beberapa ekor burung terbang melintasi atas
kepala menuju ke dalam hutan.
Ketika cahaya terakhir dari sang surya telah lenyap di balik
gunung, pintu gerbang Benteng Kiam-poo perlahan-lahan terbuka di
atas tiang benteng yang kuno tergantung sesosok tubuh manusia
terhembus angin malam yang kencang, bayangan itu bergoyang tiada
hentinya.
Ketika sorot mata dialihkan ke sebelah barat dari sungai
pelindung benteng, tampaklah seorang manusia dengan menunggang
seekor kuda berlari mendekati dengan cepatnya, sewaktu tiba di depan
pintu benteng tiba-tiba pria itu menghentikan lari kudanya dan
goyangkan tangannya ke arah pria yang ada di atas benteng sambil
berteriak keras :
"Jago Pedang Berdarah Dingin telah datang..."
"Sudah tahu..." jawab pria yang ada di atas benteng sambil
ulapkan tangannya pula.
"Taaaaaang....! Suara lonceng yang nyaring bergeletar di udara
memecahkan kesunyian yang mencekam di senjata itu dan mantulkan
suara tersebut hingga ke tempat yang amat jauh... lama sekali suara
tersebut bergema di angkasa sebelum perlahan-lahan sirap dan lenyap
kembali dari angkasa...
Dengungan suara lonceng yang berat dan nyaring dengan
cepatnya pula menggema hingga suatu daerah sejauh setengah li dari
benteng tersebut, suara tersebut tertangkap oleh sepasang muda mudi
yang sedang melakukan perjalanan, membuat ke-dua orang itu segera
tersadar kembali dari lamunannya dan menyadari bahwa Benteng
1329
Saduran TJAN ID
1330
IMAM TANPA BAYANGAN II
biarkan musuh besarku tetap hidup di kolong langit, apa yang harus
kulakukan..."
Angin malam diiringi deruan tajam berhembus lewat
menggoyangkan rerumputan, derap kaki kuda dengan lirih berlarian
di atas tanah lapang melampaui jembatan panjang di atas bukit dan
tiba di depan Benteng Kiam-poo yang sunyi dan sepi itu...
Pintu gerbang terbentang lebar, dua sosok bayangan manusia
berdiri di sisi.
Pek In Hoei segera berpaling ke arah It-boen Pit Giok dan ujarnya
sambil tertawa getir :
"Rupanya Cui Tek Li kembali gunakan serombongan anggota
Komplotan Tangan Hitam-nya untuk menakut-nakuti kita..."
Bersama It-boen Pit Giok pemuda itu loncat turun dari atas kuda,
lalu dengan langkah lebar berjalan menuju ke arah pintu gerbang
Benteng Kiam-poo.
Kongsun Kie berdiri di samping pintu menantikan kedatangan
ke-dua orang itu, dengan pandangan dingin ia awasi terus musuhnya
hingga berada di depan mata.
Pada saat itulah ia baru maju ke depan dan menegur :
"Pek heng, kenapa hari ini engkau muncul lagi di Benteng Kiam-
poo? Apakah tempo hari setelah berhasil keluar dari benteng dalam
keadaan selamat maka engkau tidak pandang sebelah mata pun
terhadap Benteng Kiam-poo???"
Dengan pandangan yang sinis ia melirik sekejap ke arah dua baris
lelaki kekar yang berdiri di ke-dua belah sisi pintu gerbang itu, lalu
sambil tertawa ewa ejeknya :
"Kongsun-heng, apakah ini hari aku harus masuk benteng secara
kekerasan pula?"
"Tidak usah..."
Dia ulapkan tangannya mengundurkan dua baris pria yang berada
di situ lalu putar badan dan menuju ke Benteng Kiam-poo dengan
langkah lebar.
1331
Saduran TJAN ID
1332
IMAM TANPA BAYANGAN II
1333
Saduran TJAN ID
1334
IMAM TANPA BAYANGAN II
lagi... sebab tiada seorang manusia pundi kolong langit yang akan
percaya dengan dirimu lagi.. semua orang sudah tahu dan kenal akan
kelicikanmu..."
"Heehhmmm... ketahuilah tempat ini merupakan daerah terlarang
dari Benteng Kiam-poo, aku tidak akan mengijinkan kalian untuk
berlagak sok di tempat ini..."
"Huuuh... kalau Benteng Kiam-poo lantas kenapa? Dalam
pandanganku Benteng Kiam-poo bukan sesuatu yang luar biasa..."
jengek It-boen Pit Giok sinis, "toa-poocu! Engkau jangan harap
dengan andalkan Benteng Kiam-poo mu itu maka kami berdua lantas
terkurung dan tak mampu meloloskan diri lagi, terus terang kukatakan
kepadamu, kalau bukan naga sakti tak akan menyeberangi sungai, asal
kulepaskan pemberitaan maka empat penjuru Benteng Kiam-poo
akan diserang dari empat penjuru hingga hancur berantakan, kalau
engkau tidak percaya maka akan kuperlihatkan sesuatu benda
kepadamu..."
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba ia lepaskan
sebuah bom udara ke atas angkasa, dengan diiringi suara ledakan yang
keras bom udara itu meletus di angkasa dan memancarkan asap warna
hitam yang segera menyebar di seluruh udara.
Bersamaan dengan munculnya asap hitam itu, maka dari empat
penjuru sekeliling Benteng Kiam-poo berkumandang pula suara
ledakan-ledakan secara berantai, tujuh delapan macam cahaya api
yang berwarna-warni berhamburan di angkasa membuat suasana di
malam hari itu jadi terang benderang dan menyilaukan mata.
Air muka Cui Tek Li berubah hebat, sambil memandang asap di
udara serunya :
"Ooooh...! Jadi anak buahmu telah ikut semua."
"Barang siapa masuk ke dalam Benteng Kiam-poo, ia bakal mati,
karena itu mau tak mau aku harus bikin persiapan," ujar It-boen Pit
Giok dengan dingin, asal engkau berani rebut kemenangan dengan
andalkan jumlah banyak maka aku akan mengajak kalian untuk
1335
Saduran TJAN ID
1336
IMAM TANPA BAYANGAN II
"Kau berani memaki diriku secara begini kasar?" teriak Cui Tek
Li dengan marahnya.
Pek In Hoei menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bukan saja aku hendak memaki
dirimu, aku pun hendak membinasakan dirimu. Cui Tek Li! Engkau
telah terlalu lama berhutang darah dengan keluarga Pek kami... hutang
tersebut telah kau biarkan berlarut-larut hingga banyak tahun..."
"Engkau tak akan kecewa Pek In Hoei," seru Cui Tek Li dengan
hawa napsu membunuh menyelimuti pula seluruh wajahnya, "ini hari
aku akan memberikan kepuasan bagimu, kita akan melangsungkan
duel secara adil dan terbuka... semua anak buah Benteng Kiam-poo
tidak akan munculkan diri untuk membantu aku, engkau boleh berlega
hati..."
"Criiing...!" desingan pedang yang amat tajam dan tinggi
melengking bergeletar di angkasa, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek
In Hoei menggoncangkan senjatanya membentuk gerakan setengah
lingkaran busur di udara, lalu ditujukan ke arah Cui Tek Li, musuh
besar pembunuh ayahnya.
"Bersiap-siaplah untuk turun tangan..." ia berkata sambil tertawa
sinis.
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Legakanlah hatimu, aku tidak akan mencari suatu keuntungan
apa pun darimu, engkau gunakan pedang mestika penghancur sang
surya sedang aku gunakan pedang mestika bayangan emas, ke-dua
belah pihak sama-sama tidak rugi..."
"Tangannya digetarkan dan pedang aneh bayangan emas yang
tersoren di pinggangnya telah dicabut keluar, ia menggetarkan senjata
itu di udara, sekilas cahaya tajam bagaikan mengalirnya air sungai
memancar ke empat penjuru.
Ia tarik napas panjang-panjang, dua orang jago lihay itu saling
berhadapan sambil bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan
yang tidak diinginkan. Siapa pun tidak berani melepaskan setiap
1337
Saduran TJAN ID
1338
IMAM TANPA BAYANGAN II
1339
Saduran TJAN ID
1340
IMAM TANPA BAYANGAN II
1341
Saduran TJAN ID
1342
IMAM TANPA BAYANGAN II
terkapar di atas tanah, ia tak tahu apa yang mesti dilakukan segera...
dia pun tidak tahu mesti gembira atau sedih dengan keberhasilannya
ini...
Lama sekali ia tertegun... pada akhirnya didekatinya tubuh
ibunya, sambil membimbing ia bangun berdiri, bisiknya lirih :
"Ibu, kini semuanya telah selesai... sekarang mari kita pulang ke
rumah kita..."
Di atas tanah kini tertinggal tiga sosok bayangan manusia,
mereka adalah It-boen Pit Giok, Pek In Hoei serta ibunya...
perempuan setengah baya itu... dengan kesedihan mereka tinggalkan
Benteng Kiam-poo yang sunyi di dalam kegelapan...
Bayangan tubuh mereka bertiga kian lama kian mengecil hingga
akhirnya lenyap dari pandangan.
Dengan begitu maka saya pun mengakhiri cerita 'Imam Tanpa
Bayangan' ini sampai di sini saja, sampai jumpa di lain kesempatan.
TAMAT
1343