Anda di halaman 1dari 1346

IMAM TANPA BAYANGAN

Bagian II

Jilid
1 – 51
Tamat

Saduran :
Tjan ID

Penerbit :
UP GENTA
Pencetak :
Tunas Tanjak
Terdaftar No.Pol.024/BIN/LEKS/75
Jilid 1
DALAM kisah sebelumnya diceritakan Pek In Hoei jago muda kita
terhantam masuk jurang oleh pukulan Hoa Pek Tuo yang maha
dahsyat sehingga nasibnya tidak ketahuan.
Sedang Hoa Pek Tuo yang berhasil menghantam roboh
musuhnya tiba-tiba merasakan suatu penyesalan yang besar sebab
satu satunya orang yang bisa menandingi kepintarannya telah lenyap,
ia menganggap sejak itu partai Thiam-cong telah musnah dari
permukaan bumi.
Di saat bayangan tubuhnya baru saja lenyap dibalik kegelapan
itulah, mendadak dari bawah tebing yang terjal muncul sepasang
telapak tangan yang gemetar keras, seakan akan cakar baja telapak itu
mencengkeram batu cadas kencang-kencang.
Orang itu bukan lain adalah Pek In Hoei jago kita yang dihantam
masuk jurang oleh lawannya. Dengan susah payah ia merangkak naik
ke atas tebing, di atas wajahnya yang penuh penderitaan terlintas rasa
bangga yang tak terkirakan.
"Partai Thiam cong tidak akan musnah!" gumamnya sambil
memandang kegelapan yang mencekam permukaan bumi. "Partai
Thiam cong hanya akan lenyap dari dunia persilatan untuk sementara
waktu begitu pula aku Pek In Hoei, tidak akan mati dengan begini
saja, mungkin namaku akan hilang beberapa saat dari pendengaran
orang..."

1
Saduran TJAN ID

Perlahan ia bangkit berdiri sambil mengepal kepalannya


kencang-kencang ia berseru:
"Suatu saat aku muncul kembali dalam dunia persilatan. Pek In
Hoei tiga patah kata pasti akan mengagetkan seluruh kolong langit."
Kiranya tatkala sang badan mencelat masuk ke dalam jurang oleh
pukulan Hoa Pek Tuo yang maha dahsyat tadi, tanpa terasa ia menjerit
keras saking kagetnya, pada saat yang seperti itu timbul kemauan
yang keras untuk melanjutkan hidupnya.
Maka dengan segenap kemampuan yang dimilikinya ia
mengayunkan telapak tangannya ke depan, ia ingin menggunakan
sambaran yang terakhir ini untuk mempertahankan jiwanya yang
bakal musnah.
Oleh sebab itu, ketika tangan kanannya menyentuh sebuah
tonjolan batu cadas di lambung tebing, tanpa sadar batu tadi
dicengkeramnya kencang-kencang.
Setelah kesadarannya pulih kembali, ia himpun segenap
kemampuan yang dimilikinya untuk setapak demi setapak merangkak
naik ke atas, akhirnya usaha ini berhasil juga dan ia lolos dari ancaman
maut.
Sambil membelai rambutnya yang kusut, si anak muda itu angkat
kepalanya memandang ke angkasa lalu bergumam kembali seorang
diri.
"Takdir masih belum menghendaki kematianku di tangan
jahanam tua itu, aku tak boleh menyia nyiakan kesempatan bagus
yang diberikan kepadaku untuk melanjutkan hidup ini..."
Diam diam ia merasa berterima kasih pula atas pemberian sebutir
pil penerus nyawa atau 'Si Beng Wan' yang dilemparkan Pek Giok
Jien Mo kepadanya, sebab kalau tidak demikian tak nanti dirinya
mempunyai kekuatan sebesar itu untuk merangkak naik ke atas
tebing.
Angin malam berhembus kencang... lapat-lapat terdengarlah
serentetan suara nyaring menggema di angkasa :

2
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Ada budi harus dibalas dengan budi, ada dendam harus dibalas
dengan darah, aku tak sudi dirugikan oleh siapa pun dan tak mau
berhutang kepada siapa pun !".
Tetapi... benarkah takdir memberikan budi kepadanya ? dapatkah
ia menyelesaikan budi dan dendam yang tiada terhingga banyaknya
itu? Jalan kecil yang tiada ujung pangkalnya menjulur di tengah
kegelapan dan lenyap dibalik hutan belantara yang gelap gulita, hutan
yang begitu lebat dan tak nampak ujungnya di bawah sorot cahaya
rembulan tampak seolah-olah sebuah samudra yang amat luas....
Dengan sempoyongan Pek In Hoei berjalan meninggalkan tebing
batu karang yang hampir saja merenggut nyawanya, selangkah demi
selangkah ia berjalan di jalan kecil yang tiada ujung pangkalnya itu...
Angin malam berhembus seakan akan sedang mentertawakan
dirinya yang telah usang, di bawah sorot cahaya bintang, bayangan
tubuhnya nampak semakin limbung.
"Ooooh... Pek In Hoei! Pek In Hoe, kau tak boleh melupakan
segala penderitaan serta hinaan yang telah kau alami selama ini!" ia
benahi rambutnya yang kusut, lalu gumamnya kembali, "Setelah kau
sanggup menahan penderitaan batin yang berat, sepantasnya kau pun
harus dapat menahan penderitaan atas kesunyian serta kepedihan di
dalam hatimu... "
Ia angkat kepalanya memandang awan hitam di langit, senyum
dingin menyungging di ujung bibirnya, kembali ia berpikir:
"Aku tak sudi menerima rasa kasihan serta rasa iba dari kamu
sekalian, aku sudah terbiasa hidup sebatang kara, seakan akan
bayangan tubuhku, sepanjang masa ia akan mengikuti diriku kemana
saja aku pergi..."
Wajahnya mendadak berkerut... air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya.
"Selamanya aku memang sebatang kara, aku tak sudi dikasihani
orang... aku tak sudi orang lain merasa iba atas penderitaanku...!"

3
Saduran TJAN ID

Angin malam membawa pergi jeritannya itu hingga lenyap di


ujung sana... kesunyian kembali mencengkeram sekeliling tubuhnya.
"Aku tidak seharusnya belajar silat," sambil menyeka air mata
yang membasahi pipinya ia bergumam lirih, "Sejak dilahirkan aku
memang tiada berbakat untuk belajar silat, aku tahu sekali tubuhku
melangkah masuk ke dalam dunia persilatan, sepanjang masa aku tak
akan dapat hidup tenang, dunia kangouw pada dasarnya hanyalah
suatu lembah yang penuh dengan pusaran. Siapa pun yang terjerumus
ke dalamnya maka selama hidup sulit baginya untuk melepaskan diri
dari pusaran tersebut..."
Sambil berjalan otaknya berputar terus, makin dipikir ia merasa
makin sedih sampai akhirnya ia merasa bahwa di kolong langit ini tak
ada seorang sanak keluarga yang bisa dijagakan, tak ada satu tempat
pun yang bisa digunakan untuk berteduh, ia merasa dirinya sebatang
kara... seorang diri harus berkelana dalam dunia persilatan, merasakan
pelbagai penderitaan dan siksaan tanpa segelintir manusia pun yang
sudi menghibur hatinya.
Golakan batin yang luar biasa beratnya ini membuat si anak muda
itu tak kuasa untuk menahannya lebih jauh, dengan penuh perasaan
tersiksa ia mulai menjerit... bagaikan kalap ia lari sekencang-
kencangnya ke depan sambil tiada hentinya berteriak... menjerit...
Entah berapa jauh sudah ditempuh... entah sudah berapa lama ia
berteriak teriak bagaikan orang gila... akhirnya Pek In Hoei tarik
napas panjang panjang dan menghentikan gerakan tubuhnya, dengan
termangu mangu ia berdiri tegak sambil memandang kicauan burung
yang beterbangan di angkasa karena terkejut oleh teriak teriakannya
itu...
Dengan sedih ia tundukkan kepalanya, ditarik cepat panjang dan
duduk ke atas tanah...
Ia mengerti, setelah berlarian beberapa saat lamanya peredaran
darah dalam tubuhnya telah berjalan semakin lancar, ditambah pula
daya kerja obat penerus nyawa atau "Si Beng Wan" yang ditelannya

4
IMAM TANPA BAYANGAN II

tadi, bila ia gunakan kesempatan tersebut untuk menyembuhkan luka


dalam yang dideritanya, niscaya luka tersebut dengan cepatnya akan
sembuh tujuh bagian.
Dalam keadaan seperti ini, ia tak ada waktu untuk memikirkan
lagi apa sebabnya Pak Giok Jien Mo memberikan pil penerus nyawa
itu kepadanya, seluruh perhatian serta pikirannya telah dipusatkan ke
atas Tan Thian guna mengatur napas dan salurkan hawa murninya
mengelilingi seluruh badan.
Segulung hawa panas perlahan lahan muncul naik dari pusar,
perlahan lahan mengikuti persendian dan urat urat nadi dalam badan
menyebar ke seluruh tubuh, dalam waktu singkat sekujur tubuhnya
sudah dipenuhi oleh hawa panas tadi...
Mendadak... Di tengah kesunyian yang mencekam hutan
belantara itu muncul suara langkah kaki yang nyaring, diikuti sebuah
lampu lentera yang terang benderang perlahan-lahan muncul dari
balik pepohonan yang lebat menuju ke arahnya.
"Eeeei... apa sebabnya burung burung dalam hutan ini secara tiba
tiba pada beterbangan di angkasa?" serentetan suara nyaring
menggema memecahkan kesunyian.
"Jangan jangan makhluk tua itu telah melarikan diri masuk ke
dalam hutan ini?"
"Hmm...! Hmmm!" suara lain yang lebih keras menyahut
pertanyaan itu. "Neneknya anjing tua itu... seolah olah selama
hidupnya tak pernah makan nasi, berani benar ia mencuri makanan
dalam tenda Pangeran, Hmmm! kalau bukan toa Hoed ya..."
Belum habis dia berkata, diiringi seruan tertahan orang itu roboh
terjengkang di atas tumpukan dedaunan yang tebal.
Cahaya lampu berkelebat lewat, orang yang membawa lampu
lentera itu segera memberikan reaksinya, cahaya kuning tampak
berkelebat lewat. Laksana kilat meluncur ke dalam hutan yang lebat
itu.

5
Saduran TJAN ID

Namun... bagaikan batu cadas yang tenggelam di dasar samudra,


sama sekali tidak kedengaran reaksi apa pun dari balik sana.
Entah berapa saat sudah lewat... mendadak terdengar gelak
tertawa yang nyaring muncul dari balik hutan, diikuti
berkumandanglah serentetan suara yang nyaring:
"Neneknya cucu kura kura, kamu dua orang Lhama bukannya
baik baik bersembahyang Lhama-Keng di Tibet, mau apa datang
kemari mencicipi air kencing?"
Lampu lentera diangkat tinggi tinggi sehingga di bawah cahaya
lampu tampaklah jelas orang itu memakai jubah merah, berkepala
gundul dan berdandan seperti seorang Lhama dari Tibet.
Dengan penuh kegusaran Lhama itu membentak keras, tangannya
kembali diayun ke depan, dua batang lempengan baja segera
meluncur ke arah mana berasalnya suara tadi.
Bersamaan dengan meluncur datangnya dua batang lempengan
itu, mendadak dari hutan melayang keluar sesosok bayangan hitam
yang segera menyongsong datangnya serangan itu.
Duuuk... ! Duuuuk... ! dengan telak lempengan lempengan baja
itu bersarang di tubuh bayangan hitam, jeritan ngeri yang lirih dan
lemah segera berkumandang, bayangan hitam tadi tanpa ampun lagi
segera roboh ke atas tanah.
Rupanya Lhama berjubah merah itu tidak menyangka kalau
sambaran lempengan bajanya akan mendatangkan hasil, dalam
tertegunnya ia tidak mempedulikan keadaan rekannya lagi, dengan
langkah lebar ia segera meloncat ke arah mana robohnya bayangan
hitam tadi.
Siapa sangka baru saja ia tiba ditempat kejadian, mendadak ia
temukan bahwasanya kedua batang lempeng bajanya ternyata
tertancap di atas sebatang kayu yang besar.
Ia sadar bahwa keadaan tidak menguntungkan jiwanya, sambil
berseru tertahan cepat cepat ia putar badan bermaksud lari dari situ,
tapi... pada saat itulah sebuah huncwee gede diiringi desiran angin

6
IMAM TANPA BAYANGAN II

tajam telah melayang keluar dari balik ranting menghantam jalan


darah Giok Sheng Hiatnya.
Tak usah ditanya orang yang bersenjatakan huncwee gede itu
bukan lain adalah Ouw-yang Gong yang pernah kita kenal.
Sementara itu jago tua yang konyol itu sudah mengambil alih
lampu lentera itu dari tangan Lhama yang telah roboh binasa itu,
sambil meludah ke atas tanah omelnya :
"Maknya... anak anjing cucu monyet, para Lhama keparat ini
bukannya hidup bersenang senang dalam istananya, mau apa mereka
lari kemari untuk bikin keonaran... sialan..."
Mendadak ia hentikan ucapannya yang belum selesai diutarakan,
huncwee gedenya dengan cepat dilintangkan di depan dada, tubuhnya
berputar dan menempel di balik. sebuah pohon besar.
Belum sempat ia padamkan lampu lentera yang ada di tangan,
sebilah pedang panjang tanpa mengeluarkan sedikit suara pun telah
meluncur datang dari balik kegelapan.
Selapis cahaya pedang yang amat tajam dan menyilaukan mata
segera meluncur tiba dengan kecepatan laksana sambaran kilat, dalam
sekejap mata tiga buah jalan darah penting di dada jago tua itu sudah
terkurung di bawah ancamannya.
Ouwyang Gong terkejut, buru buru ia putar huncwee gedenya
untuk menangkis datangnya titik titik cahaya kuning itu.
Triiing... ! Triiiing... ! Triiiing... ! tiga kali suara dentingan
bergema di angkasa, seketika itu juga gerakan pedang lawan terhenti
sejenak, namun sungguh lihay orang itu, mendadak pedangnya
membentuk gerakan setengah busur yang aneh, dari samping laksana
kilat membabat masuk ke dalam.
Rupanya Ouwyang Gong tidak menyangka kalau pihak lawan
bisa mengubah jurus serangannya dengan begitu cepat, baru saja
huncwee di tangannya tersampok oleh pedang musuh, tahu tahu di
hadapan tubuhnya telah berkelebat datang lagi sebuah ancaman
maut!.

7
Saduran TJAN ID

Ia menjerit aneh, lampu lentera di tangan kirinya dengan cepat


didorong ke depan sementara huncwee gedenya menyapu datar sang
badan menyingkir ke samping.
Cahaya lampu berkedipan, sinar pedang menggulung silih
berganti... dalam sebuah babatan kilat lampu lentera itu terbelah jadi
tiga bagian, separuh batang lilin dengan menempel di punggung
senjata meneruskan babatannya ke depan.
Serangan pedang ini benar benar dilakukan dengan kecepatan
yang sukar dibayangkan; bukan saja dalam sekejap mata ia sudah
kirim tiga babatan dahsyat, bahkan sebelum lampu lilin itu terjatuh ke
tanah orang itu sudah menyambutnya dengan punggung pedang.
Ouwyang Gong angkat ujung bajunya untuk diperiksa, ia lihat
pakaian itu sudah terbabat sebagian oleh kilatan pedang lawan
sehingga robek dan bergelantungan bagaikan bendera.
Diam diam si orang tua itu menjulurkan lidahnya, ia berpikir :
"Kalau aku tidak berhasil menghindarkan diri dengan cepat,
Oooh... niscaya lengan kananku ini sudah ambrol termakan oleh
senjata lawan..."
"Hmmm! Hmmmm...!" mendadak gelak tertawa nyaring muncul
dari balik hutan, Ilmu pedang kilat "Hoei Hong Kwan" dari aliran Hay
Lam Pay betul-betul luar biasa, loolap merasa sangat kagum !"
Dengan cepat Ouwyang Gong berpaling, tampaklah enam buah
lampu lentera entah sejak kapan sudah menerangi hutan tersebut,
seorang Lhama tua yang berperawakan tinggi kekar perlahan lahan
munculkan diri ke dalam kalangan.
"Aduuuuuh celaka...! pikir si tua konyol itu dengan hati kecut,
"Kurang ajar, aku tak mengira kalau malam ini diriku bisa termakan
oleh siasat Song Kim situa bangka sialan ini..."
Sinar matanya berkilat, kembali ia temukan dua orang jago muda
bersenjata lengkap munculkan diri dari belakang batang pohon.

8
IMAM TANPA BAYANGAN II

Kedua orang itu berwajah dingin menyeramkan, sedikit pun tiada


perasaan yang terlihat di wajahnya, dengan sorot mata buas mereka
awasi diri Ouwyang Gong tanpa berkedip.
Diam diam si huncwee gede menghembuskan napas dingin, ia
mengerti bagaimanapun juga sulit baginya untuk melepaskan diri dari
kepungan musuh yang begitu rapat pada malam ini.
Diam diam pikirnya :
"Kurang ajar neneknya cucu monyet ! kalau memang anjing
anjing ini tak mau melepaskan aku si huncwee gede, baiklah,
kuhadiahkan dua butir Pek Lek Cu kepada mereka... agar mereka
semua modar jadi perkedel..."
Dalam pada itu Song Kim Toa Lhama, dengan gerakan yang
sangat ringan melayang turun lebih tiga tombak ke depan, dengan
sikap yang angkuh dan sombong ia berdiri tegak kurang lebih dua
tombak di hadapannya.
"Omihtohud!" serunya sambil tersenyum, "Loo-lap rasa sekarang
sudah waktunya bagi sicu untuk menjumpai Jie thay cu kami
bukan??"
Ouwyang Gong mendehem ringan, perlahan ia maju dua langkah
ke depan.
"Thay Koksu kau terlalu sungkan, masa dengan upacara yang
demikian besarnya kau hendak undang aku siorang tua untuk
menjumpai pangeran kalian?? Hmm... Hmm... seandainya tidak
kuterima undanganmu ini... waaah, bukankah aku jadi merasa tak
enak terhadap dirimu?"
"Terima kasih... terima kasih..." sahut Song Kim toa Lhama
dengan alis berkerut.
Dalam pada itu enam orang Lhama muda berjubah merah yang
berada di belakang tubuhnya sambil menenteng lampu lentera
perlahan-lahan maju ke depan, kemudian berdiri di belakang Song
Kim toa Lhama.

9
Saduran TJAN ID

"Ooouw... di antara tujuh orang jago pedang Bu lim yang tersohor


dalam kolong langit dewasa ini sekarang sudah muncul tiga orang
disini... waduh... aku orang tua benar-benar boleh merasa bangga atas
penyambutan yang luar biasa ini!"
"Ciis...!" si pedang kilat Pelangi terbang Tok See menghardik
keras, "Tua bangka sialan, kau masih juga tak mau menyerah dan
mandah dibelenggu?? berani betul ngaco belo tidak karuan disini?"
"Nenekmu keturunan ketiga belas yang bau tengik," maki Ouw-
yang Gong sambil berpaling. "Apa sih hebatnya perguruan Hay Lam
Kiam Pay?? Hmm, bagaimanapun juga orang-orang yang datang dari
luar lautan memang manusia-manusia liar yang tidak berpendidikan,
sedikit sopan santun untuk menghormati kaum yang lebih tua pun
tidak punya."
"Tutup mulut!"
Saking gusarnya si pedang kilat Pelangi Terbang Tok See tak
sanggup menahan diri, pedangnya digetarkan keras, lilin yang masih
berada di punggung pedang tadi seketika mencelat ke angkasa dan
meluncur ke arah Ouw-yang Gong.
Si orang tua itu buru-buru membuang badan bagian atasnya ke
belakang, huncwee gedenya diayun ke muka... dengan ujung
huncweenya ia sambut datangnya letupan api tersebut.
Pleeetak... pleeetak...! di tengah letupan panjang, api membakar
sisa tembakau dalam huncwee dan mengebulkan segulung asap tebal
ke angkasa.
Sambil menghembuskan asap tebal, ia tertawa terbahak-bahak
dan berseru :
"Haaah... haaah... haaah... terima kasih atas bantuanmu yang sudi
pasangkan api buat aku si orang tua!"
Ia merandek sejenak, kemudian dengan wajah serius katanya lagi
:
"Coba kau lihat tingkah laku dari Cian san Kiam Khek yang
berasal dari Tiang Pek san serta To Liong It Kiam yang berasal dari

10
IMAM TANPA BAYANGAN II

samudra utara... Ehmm, mereka jauh lebih halus dan lebih sopan,
cuma... Heeeh... heeee....heee... kau bisa pasangkan api buat huncwee
aku si orang tua, rupanya kau si bocah cilik pun boleh juga dididik
dan dipupuk!"
Pedang Sakti Pelangi Terbang Tok See amat gusar, sambil
mempersiapkan pedang ia maju ke depan, diiringi desiran angin tajam
ia babat tubuh Ouw-yang Gong.
Mendadak...
"Tok See!" bentakan keras berkumandang keluar dari Song Kim
Toa Lhama.
Sangat cepat serangan pedang itu meluncur ke depan namun
cepat pula ia tarik kembali serangannya, sambil mendengus dingin
Tok See tarik kembali cahaya pedangnya yang berkilauan.
"Sungguh tak disangka manusia liar tak berpendidikan macam
kau bisa terhitung sebagai salah satu di antara tujuh jago pedang dari
dunia persilatan," seru Ouw-yang Gong dengan wajah tenang.
"Sungguh hal ini merupakan suatu penghinaan bagi dunia kangouw!"
Gelak tertawa seram berkumandang dari balik hutan disusul
munculnya seorang lelaki berbaju ringkas dari atas pohon.
"Hey huncwee gede, kau jangan memaki pula dirimu lho...!"
Begitu menjumpai siapakah orang itu, Ouw-yang Gong semakin
getir perasaannya.
"Aaaaah, sungguh tak nyana Pay Boen Hay si keparat cilik ini
pun telah menggabungkan diri dalam kalangan perwira istana,
rupanya rencana kaum Seng Sut Hay untuk merajai Bu-lim masih
belum dilepaskan dengan begitu saja!"
Ia tarik napas panjang, kemudian serunya :
"Ooooouw...! aku kira siapa, tak tahunya kau si Kiam Leng koen
si pemuda tampan pedang sakti Pay Boen Hay. Hmmm... di antara
tujuh jago pedang Bu lim kini sudah muncul empat orang, entah si
jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei apakah juga ikut datang atau
tidak?"

11
Saduran TJAN ID

Teriakannya yang keras ini segera berkumandang hingga ke


tempat yang sangat jauh di tengah kesunyian yang mencekam malam
itu, membuat Pek In Hoei yang sedang duduk bersila sambil
menyembuhkan lukanya kurang lebih sepuluh tombak dari tempat
kejadian itu pun gemetar keras, ia sadar kembali dari konsentrasinya.
"Eeei...? bukankah teriakan tadi mirip suara dari Ouw-yang Gong
si tua bangka itu? Kenapa dia pun berada di dalam hutan ini...?"
Dalam pada itu terdengar si pemuda tampang pedang sakti Pay
Boen Hay sedang tertawa dingin.
"Hmmm! Pek In Hoei terhitung manusia macam apa? orang
seperti itu pun bisa dianggap salah satu di antara tujuh jago pedang
dari dunia persilatan? Kalau sekarang ia berada di hadapanku, maka
dalam sepuluh jurus pun Lang-koen pasti dapat memaksa pedangnya
terlepas dari cekalan!...."
"Neneknya cucu monyet, rupanya kau dilahirkan oleh anjing
betina! coba dibayangkan dahulu kau Pay Boen Hay itu manusia apa?
kau tidak lebih hanyalah cucu murid dari Ciak Kak Sin Mo, anak
murid dari Ku Loei si monyet tua itu, berani betul kau..."
Pek In Hoei yang dapat mendengar pula pembicaraan itu, diam-
diam tarik napas panjang dan berpikir :
"Saat ini luka dalamku sudah sembuh tujuh, delapan bagian,
rasanya untuk mengalahkan manusia yang bernama Pay Boen Hay
bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu sukar!"
"Aku ingin agar kau bisa melihat betapa lihaynya ilmu pedang
Liuwsat Kiam Hoat dari Seng Sut Hay kami," terdengar Pay Boen
Hay berseru dengan suara menyeramkan. "Aku hendak tutup bacot
anjingmu yang kotor itu dan segera menyerahkan diri kepada Song
Kiam Toa Koksu!"
"Eeei?..." kembali Pek In Hoei berpikir, "Sungguh tak nyana
disini masih ada seorang koksu dari istana, entah Ouw-yang Gong
sedang mengalami kesulitan apa?"

12
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ia mengepos tenaga dalamnya kemudian bagaikan selembar daun


kering mengikuti hembusan angin malam meluncur ke arah sebelah
kanan tubuhnya.
Ketika itu Ouw-yang Gong sudah menyambut lima buah
serangan gencar Pay Boen Hay dan didesak mundur tiga langkah ke
belakang.
Ia menghembuskan napas panjang, setelah menenteramkan
golakan rasa kaget dan ngeri dalam hatinya, buru-buru ia berpikir :
"Oooh, tak kusangka ilmu pedang yang dimiliki Pay Boen Hay si
keparat cilik ini jauh lebih lihay dari suhunya, terpaksa malam ini aku
harus adu jiwa..."
Meskipun dalam hati kecil ia sudah mengambil keputusan, bila
keadaan sudah kepepet maka dia akan lemparkan bahan peledak Pek
Lek Cu peninggalan Pek Lek Sian cu si dewa Pek Lek Hong Loei,
tetapi sebelum kedua belah pihak sama-sama menderita luka, ia masih
tetap berharap bisa melepaskan diri dari kepungan itu tanpa
menggunakan senjata ampuhnya itu.
"Aaaai...." ia semburkan asap tembakaunya dan menghela napas.
"Aku si huncwee gede benar-benar sedang sial, sudah dua hari aku
menderita kelaparan disini, karena ingin mencari sedikit makanan
tanpa sengaja aku telah memasuki daerah perguruan Jie Thay cu
sehingga kini aku dipandang sebagai buronan yang melarikan diri...
huuuu...!"
"Loo sicu, kalau kau ada ucapan terangkan saja di hadapan Jie
Thay cu nanti," seru Song Kim Toa Lhama. "Sudahlah, kau tak usah
mengulur ulur waktu lagi, bagaimanapun juga tidak nanti kau bisa
loloskan diri dalam keadaan selamat pada malam ini."
"Aaaai... baiklah, anggap saja aku sedang sial, tanpa angin tanpa
hujan ternyata sudah ketanggor kamu sekalian cucu monyet keturunan
cecunguk bau!"
"Ouw-yang Gong, kau benar-benar sudah bosan hidup?" bentak
Pay Boen Hay gusar.

13
Saduran TJAN ID

"Neneknya cucu kura-kura anak anjing, jangan kau anggap aku


si orang tua benar-benar tidak berani menghadapi dirimu..."
Ia merandek sejenak, tiba-tiba tubuhnya berjumpalitan di tengah
udara, huncwee gedenya laksana kilat dihantamkan ke atas batok
kepala 'Cau san Kiam Khek' atau si jago pedang selaksa bukit Long
Lek.
Mimpi pun orang she Liong itu tidak menyangka kalau secara
tiba-tiba ia bakal dibokong, dalam tertegunnya ia terdesak mundur
satu langkah ke belakang.
Setelah sadar apa yang telah terjadi, orang itu membentak gusar,
pedangnya segera diloloskan dari sarung dan dibabat keluar.
Ilmu pedang selaka bukit dari aliran Tiang Pek san betul-betul
luar biasa, begitu serangannya dilancarkan maka seakan-akan
berlaksa-laksa buah bukit karang berbarengan menumbuk tubuh
lawan.
Ouw-yang Gong jadi kelabakan, secara beruntun ia rubah dua
jurus serangan untuk memunahkan datangnya ancaman lawan, tetapi
bagaimanapun juga huncwee gede di tangannya tidak berhasil
menembusi pertahanan lawan yang kokoh dan kuat itu.
Karena menyadari bahwasanya serangan itu tak mungkin berhasil
menjebolkan pertahanan musuh, tubuhnya segera berputar kencang,
dan kini ia balik menubruk ke arah To Liong It Kiam si pedang sakti
pembunuh naga Tauw Meh yang berdiri di sudut Barat laut.
"Bagus!" seru Tauw Meh.
Kakinya segera bergeser ke samping cahaya pedang tiba-tiba
memancar ke empat penjuru dan segera membentur huncwee gede di
tangan Ouw-yang Gong.
"Traaaang...! diiringi suara bentrokan nyaring, tubuh Ouw-yang
Gong berputar kencang ke samping, huncwee di tangannya terpental
dan menimbulkan letupan api.

14
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ia terkejut, tangan kirinya segera meraba gagang huncwee,


ditemuinya sudut huncwee tersebut telah gumpil sebesar beras,
hatinya makin terkesiap.
"Neneknya... anjing buduk ini betul-betul hebat dan liar,"
batinnya dalam hati.
Sementara itu Tauw Meh telah tertawa seram, pedangnya miring
ke samping dan kembali melancarkan satu babatan ke depan.
Ouw-yang Gong menjerit aneh, badannya sebat bergetar ke
samping, setelah lolos dari ancaman pedang itu mendadak
huncweenya berputar dan ditempelkan ke atas bibirnya.
Phuuu... sekuat tenaga ia meniup kencang, sisa tembakau yang
belum terbakar habis dalam huncwee itu segera meloncat ke tengah
angkasa dan laksana kilat meluncur ke arah tubuh To Liong It Kiam.
Tauw Meh tidak menyangka kalau Ouw-yang Gong secara tiba-
tiba bisa mengeluarkan jurus serangan yang demikian anehnya,
sementara ia masih melengak, senjata rahasia itu sudah menyerang
dadanya.
Dengan penuh kegusaran To Liong It Kiam meraung keras,
sekujur tubuhnya mengikuti gerakan pedang bergeser ke samping
kanan, maksudnya ia hendak meloloskan diri dari hantaman 'Senjata
rahasia itu'.
Siapa sangka percikan sisa tembakau yang meluncur ke depan itu
sungguh aneh gerakannya, semakin ia menghindar serangan itu
bersarang di tubuhnya makin tepat, tidak ampun lagi pakaiannya
terbakar dan kulitnya terluka, saking sakitnya ia sampai menjerit-jerit
keras.
"Haaah... haaah... haaah.... bagaimana dengan jurus ular racun
melepaskan kentut ini??" jengek Ouw-yang Gong sambil tertawa
terbahak-bahak.
Dengan gusar Tauw Meh berteriak keras, sekuat tenaga tangan
kirinya menarik ke bawah, pakaian yang terbakar tadi segera terlepas

15
Saduran TJAN ID

dari tubuhnya hingga tampaklah dadanya yang bidang, kekar dan


penuh dengan bulu hitam.
Seluruh cambangnya berdiri tegak bagaikan landak, bisa
dibayangkan betapa gusarnya si jago pedang pembunuh naga ini atas
permainan usil lawannya.
Ouw-yang Gong bukan manusia bodoh, tidak menanti pihak
lawan sampai menubruk datang, tubuh bagian atasnya telah dibuang
ke belakang kemudian bagaikan gasingan berputar kencang,
huncweenya digetar lalu diputar ke muka, hardiknya :
"Anjing buduk yang bau tengik, sana pulang ke rumah nenek
monyetmu!"
Tauw Meh mendengus berat, tubuhnya yang besar kekar
berjumpalitan lima enam kali ke belakang, akhirnya menubruk di atas
sebuah pohon besar dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Satu jurus serangannya mendapatkan hasil, Ouw-yang Gong
tidak berhenti sampai di situ, dengan cepat badannya berkelebat
meluncur ke arah Barat laut yang kosong.
"Omihtohud, loo sicu, tunggu sebentar."
Bayangan merah berkelebat lewat, Song Kim Toa Lhama telah
ayunkan tangan kirinya ke depan, segulung hawa pukulan yang sangat
kuat segera membendung jalan pergi tubuhnya.
Ouw-yang Gong merandek sejenak,kemudian tarik napas
panjang-panjang, senjata huncweenya dioperkan ke tangan kiri
sementara telapak kanannya diayun ke depan melancarkan satu
pukulan dahsyat.
"Bluum...! di tengah ledakan keras, tubuhnya terhuyung mundur
dua langkah sebelum berhasil berdiri tegak.
"Loo sicu, kenapa kau tidak tahu diri?" seru Song Kim Toa
Lhama sambil tersenyum.
Ouw-yang Gong tertegun, kemudian makinya :

16
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Nenekmu yang tak tahu diri! Hmm... bangsat, bangsat sialan,


kalian tidak lebih hanyalah komplotan penjual negara yang tak tahu
malu!"
Air muka Song Kim Toa Lhama berubah hebat, sepasang alisnya
yang tebal berkerut kencang, tidak menanti pihak lawan
menyelesaikan kata-katanya ia sudah meluncur ke depan dengan
kecepatan yang luar biasa.
Tangan kanannya diangkat, sebuah angin pukulan yang sangat
hebat segera dilepaskan.
Sungguh dahsyat angin pukulan dari Lhama tua itu, mau tak mau
Ouw-yang Gong yang menyaksikan kejadian itu jadi berubah air
mukanya, buru-buru ia salurkan hawa murninya ke seluruh badan,
jubah bulu yang dikenakan dalam waktu singkat menggembung besar
bagaikan balon yang ditiup keras-keras.
Huncweenya tidak ambil diam, secara beruntun dia pun
melancarkan tiga buah serangan kilat untuk melindungi seluruh
tubuhnya.
Sayang pihak lawan jauh lebih hebat, maka tak ampun pukulan
'Tay Chiu Eng' Lhama tua itu sudah bersarang di tubuhnya.
Plaaak....! senjata huncwee andalannya pun patah jadi dua bagian
dan terlepas dari cekalan.
Ouw-yang Gong mendengus berat, ia muntah darah segar,
mundur empat langkah ke belakang dengan sempoyongan dan
akhirnya roboh terjengkang di atas tumpukan daun yang tebal.
Pay Boen Hay yang pada saat itu berada kurang lebih delapan
depa dari tempat kejadian, tatkala menjumpai Ouw-yang Gong roboh
dalam keadaan mengenaskan segera tertawa terbahak-bahak, dengan
langkah lebar ia maju ke depan, lengannya ditekuk siap meringkus si
orang tua itu.
Mendadak... senyumnya jadi kaku, tubuhnya miring ke samping,
lengan kanannya diputar seolah-olah hendak menangkap sesuatu di
belakang tubuhnya.

17
Saduran TJAN ID

Song Kim Toa Lhama yang berdiri paling dekat dengan dirinya
jadi tercengang, ia segera menegur :
"Apa yang telah terjadi?"
"Ada orang melancarkan serangan bokongan dengan senjata
rahasia..."
Belum habis dia berkata, air mukanya telah berubah hebat,
wajahnya diliputi oleh rasa kaget, ngeri dan takut yang tak terhingga.
Song Kim Toa Lhama cukup kenal siapakah Pay Boen Hay itu,
sebagai cucu murid dari Ciak Kak Sin Mo bukan saja kepandaian
silatnya lihay, kecerdikannya pun luar biasa, belum pernah ia jeri atau
takut terhadap persoalan apa pun juga.
Kini setelah menyaksikan wajahnya menunjukkan rasa takut,
ngeri dan kaget yang tak terkiranya dengan perasaan tercengang ia
lantas bertanya :
"Siapa yang berani..."
******

Bagian 14
KETIKA sinar mata Song Kim Toa Lhama tertuju ke atas telapak pby
yang sementara itu sudah direntangkan, ucapannya yang belum
selesai segera terputus di tengah jalan, wajah Lhama ini pun segera
terlintas oleh rasa kaget dan tercengang yang tak terkirakan.
Kiranya benda yang ada di tangan pby tidak lain hanya selembar
daun kering yang sudah layu.
Dengan hati terperanjat si pemuda tampan pedang sakti berseru :
"Bukankah serangan ini merupakan serangan 'Hoei Hoa Sat Jiet'
atau Terbang bunga membunuh orang, suatu kepandaian lweekang
tingkat tinggi?..."
Ucapan ini membuat Pedang Kilat Pelangi Terbang Tok See serta
si jago pedang selaksa bukit Liong Lak berubah air muka.

18
IMAM TANPA BAYANGAN II

Si pedang sakti pembunuh naga Tauw Meh yang baru saja sadar
dari pingsannya pun terperanjat sekali mendengar ucapan itu, saking
kagetnya ia sampai lupa untuk bangkit berdiri.
Haruslah diketahui ilmu kepandaian Terbang bunga membunuh
orang adalah suatu kepandaian maha sakti yang sukar dicapai oleh
sementara orang biasa, mereka pun hanya pernah mendengar akan
nama ilmu tersebut tanpa pernah menyaksikan sendiri. Maka bisa
dibayangkan betapa terperanjat dan ngerinya orang-orang itu setelah
menjumpai peristiwa yang maha hebat ini.
Lama sekali Song Kim Toa Lhama baru berhasil menenangkan
hatinya, dengan suara berat segera serunya :
"Maha guru dari manakah yang ada di dalam hutan?"
Ia tahu dalam dunia persilatan dewasa ini sudah jarang terdapat
manusia yang sanggup menggunakan kepandaian tersebut, bahkan
menurut apa yang pernah ia dengar hanya tiga dewa dari luar lautan
serta sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay saja yang bisa ilmu
tersebut.
Suasana dalam hutan tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun...
Pay Boen Hay termenung sebentar, kemudian berkata :
"Mungkinkah orang itu adalah sucouwku atau tiga dewa dari luar
lautan? sebab orang itu tidak bermaksud membunuh orang..."
Belum habis ia berkata, serentetan suara aneh berkumandang
keluar dari balik hutan, buru-buru pedangnya dicabut keluar
kemudian menyambar ke arah mana berasalnya suara tadi.
Meskipun cukup cepat gerakan pedangnya, namun gerakan ke-
enam lembar daun kering itu jauh lebih cepat lagi, secara berbarengan
ke-enam lembar daun tadi menembusi lampu lentera dan memapas
lilin dalam lentera tersebut.
Cahaya api seketika padam, suasana dalam hutan berubah jadi
gelap gulita, Song Kim Toa Lhama meraung gusar, badannya

19
Saduran TJAN ID

berkelebat lewat, langsung menubruk ke arah mana berasalnya suara


tadi.
Bluuum...! di tengah ledakan dahsyat, ia mendehem rendah,
tubuhnya yang termakan oleh hembusan angin dahsyat itu terpental
balik ke tempat semula dan roboh terjengkang di atas tanah.
Dalam bentrokan barusan lengan kanannya jadi kaku dan linu
sehingga hampir saja tak sanggup diangkat, dalam kagetnya sesosok
tubuh kembali melayang lewat dari atas kepalanya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia himpun segenap
tenaganya ke tangan kiri lalu diayun ke atas mengirim satu bokongan
dahsyat.
Di tengah kegelapan berkumandang bentakan nyaring, ia tahu
serangan Tay Chiu Eng yang ditabokkan barusan telah bersarang di
tubuh jago lihay tersebut.
Ia segera loncat bangun sambil membentak keras :
"Cepat pasang lampu!"
Cahaya lampu menerangi kegelapan, Pay Boen Hay sambil
membawa obor jalan menghampiri tanyanya :
"Toa Koksu, kenapa kau?"
Song Kim Toa Lhama menggeleng, sekilas memandang ia dapat
menyaksikan pedang si pemuda tampan pedang sakti telah patah jadi
dua bagian, diam-diam hatinya merasa bergidik atas kelihayan orang.
Dari perubahan sikap lhama tersebut, Pay Boen Hay bisa
menduga apa yang sedang dipikirkan lawan, dengan suara berat
segera ujarnya :
"Kemungkinan besar orang ini merupakan satu komplotan
dengan si huncwee gede Ouw-yang Gong..."
Angin malam berhembus lewat, kembali tiga buah obor telah
menerangi hutan belantara yang gelap itu.
"Apakah kalian telah mengejar orang itu?" tanya Song Kim Toa
Lhama dengan suara berat.

20
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pedang kilat pelangi terbang Tok See geleng kepala, ia berpaling


ke arah pedang sakti pembunuh naga Tauw Meh, namun orang ini
sama saja segera gelengkan kepalanya.
"Ketika cahaya lampu belum padam tadi," ujar jago pedang
selaksa bukit dengan wajah serius, "kusaksikan meluncur datangnya
enam lembar daun kering mengarah kita, segera kuduga bahwa
kedatangan orang itu tentulah disebabkan Ouw-yang Gong, maka dari
itu menggunakan kesempatan di kala lampu sebelum padam aku
segera berdiri di depan tubuh Ouw-yang Gong..."
Alisnya berkerut, dengan nada terperanjat terusnya :
"Tatkala orang itu menubruk datang dengan meminjam
kesempatan di tengah kegelapan yang mencekam jagad, laksana kilat
aku lancarkan sebuah serangan ke arahnya. Serangan itu dengan cepat
telah membendung gerakan tubuhnya bahkan aku merasa bahwa
ujung pedangku menusuk tubuhnya..."
Sepasang alis Kiam Lang koen Pay Boen Hay berkerut kencang,
sorot mata tajam memancar keluar dari sepasang matanya.
"Ketika pedangmu menancap di tubuh orang itu bukankah kau
rasakan seperti menusuk papan baja?? Bukan saja orang itu tidak
berhasil kau bunuh bahkan ujung pedang malahan menggelincir ke
samping?" tanyanya.
"Kau... dari mana kau bisa tahu??" tanya jago pedang selaksa
bukit dengan mata terbelalak.
"Sebab keadaanku tidak jauh berbeda dengan pengalaman yang
baru saja kau alami."
Tok See serta Liong Lek saling berpandangan dengan wajah
aneh, bukan saja mereka dibikin terkejut oleh kisah tersebut bahkan
secara lapat-lapat hatinya terasa bergidik.
Lama sekali.... pedang sakti pembunuh naga Tauw Meh baru
menghembuskan nafas panjang sambil berkata :

21
Saduran TJAN ID

"Sungguh tak kusangka tusukan pedang Pay heng begitu


dahsyatnya pun tak berhasil membinasakan dirinya, sungguh
membuat orang merasa tidak percaya."
pby tertawa getir.
"Tusukan pedangku yang bersarang di tubuhnya bukan saja tidak
berhasil membinasakan orang itu, bahkan pedangku kena dihantam
sampai patah jadi dua bagian. Aaaaai...! peristiwa ini sungguh
memalukan!"
"Peduli siapakah orang itu kita wajib menyelidikinya hingga
jelas..." sela Song Kim Toa Lhama dengan wajah sungguh-sungguh.
"Sebab kalau tidak maka keselamatan Pangeran kedua bakal terancam
mara bahaya!..."
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, tanpa sadar ia
berseru :
"Eeei... di mana ke-enam orang pengiringku?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, ke-empat orang itu baru
teringat kembali akan nasib enam orang lhama yang berdiri di
belakang Song Kim Toa Lhama sebelum lampu padam tadi.
Dengan perasaan gugup Song Kim Toa Lhama segera melayang
dua tombak ke depan dan meluncur ke arah kalangan di mana ke-
enam orang pengiringnya berdiri tadi.
"Aaaach! seakan akan disambar geledek di siang hari bolong
sekujur tubuh lhama tua itu gemetar keras, ia berdiri mematung di situ
tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Thay Koksu, kenapa kau...?" tegur Pay Boen Hay sambil
meloncat ke depan.
"Senjata rahasia naga emas!" gumam Song Kim Toa Lhama
dengan tubuh gemetar
Liong Lek serta Tauw Meh sekalian secara beruntun segera
melayang ke tempat kejadian; tampaklah enam orang lhama berbaju
merah itu pada saat ini sudah roboh ke atas tanah dengan badan kaku,

22
IMAM TANPA BAYANGAN II

pada kening masing-masing orang tertancaplah sebatang senjata


rahasia, darah segar menodai wajah mereka.
Dengan cepat si pedang kilat Pelangi Terbang Tok See mencabut
sebatang senjata rahasia naga emas dari kening salah satu mayat
lhama itu, setelah diperiksa dengan seksama katanya :
"Benda ini terbuat dari emas murni, bagus sekali pembuatannya
dan rapi ukirannya!"
"Cara melepaskan senjata rahasia dari orang itu sungguh lihay
amat!" ujar Pay Boen Hay pula dengan nada berat, "belum pernah aku
orang menyaksikan cara pelepasan senjata rahasia yang demikian
tepatnya seperti kejadian ini hari, di tengah kegelapan ternyata enam
batang senjata rahasia yang dilepaskan bukan saja terkena pada
sasarannya semua bahkan arahnya tepat dan tiada yang berbeda..."
"Jangan-jangan perbuatan ini adalah hasil dari tindakan keluarga
Tong dari propinsi Su Cuan??" si jago pedang selaksa Bukit
memberikan komentarnya.
Dengan perasaan hati yang berat Song Kim Toa Lhama
gelengkan kepalanya berulang kali.
"Senjata rahasia naga emas adalah benda ciptaan serta andalan
dari suhengku Thian Liong Toa Lhama, sama sekali keliru besar kalau
dikatakan benda itu berasal dari keluarga Tong di propinsi Su Cuan!"
"Aaaah..." Pay Boen Hay berseru tertahan. "Yang Koksu
maksudkan apakah thay koksu kita terdahulu Thian Liong Toa
Lhama??"
"Sedikit pun tidak salah Thy Koksu pemerintahan yang lampau
bukan lain adalah Thian Liong Toa suheng!"
Ia termenung sebentar, kemudian katanya lagi:
"Sejak dua belas tahun berselang suhengku secara mendadak
lenyap dari istana, hingga kini perguruan kami secara beruntun telah
mengutus tiga rombongan anak murid kami untuk mencari kabar
beritanya namun hingga kini Thian Liong Toa suheng belum juga
menampakkan diri, sungguh tak nyana malam ini..."

23
Saduran TJAN ID

"Kalau begitu pastilah Thian Liong Toa Lhama!" teriak pedang


sakti pembunuh naga Tauw Meh sambil tepuk dadanya yang bidang.
Song Kim Toa Lhama melengak, sementara dalam hati kecilnya
ia pun sedang membatin, mungkinkah orang yang berusaha
munculkan diri bukan lain adalah suhengnya Thian Liong Toa
Lhama..."
Mendadak... dari tengah hutan yang lebat berkumandang datang
jeritan aneh dari Ouw-yang Gong.
"Hey anjing buduk sialan, sebenarnya siapakah kau??"
Song Kim Toa Lhama tertegun, ujung bajunya segera dikibaskan
dan laksana kilat ia meluncur ke arah mana berasalnya suara tadi.
Sekejap mata empat jago pedang dari dunia persilatan saling
berpandangan sejenak, kemudian memadamkan api obor di tangan
mereka dan berbareng lari di belakang Song Kim Toa Lhama.
Angin berhembus kencang... daun kering bergemerisik terinjak
kaki... dalam waktu singkat suasana dalam hutan itu pulih kembali
dalam kegelapan serta kesunyian yang mencekam.
Dari kejauhan masih terdengar teriakan-teriakan aneh dari Ouw-
yang Gong si kakek tua konyol itu :
"Orang edan, anak sinting... kau hendak bawa aku si orang tua
pergi kemana..."
*****

Hujan deras yang turun selama beberapa hari membuat desa


Keng An cung jadi becek dan penuh dikelilingi lumpur, meskipun di
tengah jalan raya masih ada yang berlalu lalang, namun boleh dikata
para pelancong yang pada hari biasa naik gunung untuk
bersembahyang, saat ini sudah tak kelihatan lagi.
Pagi itu hujan telah berhenti, dari balik awan yang tebal sang
surya perlahan-lahan memancarkan cahayanya yang hangat,
menyinari permukaan gunung Cing Shia yang lembab membuat
pemandangan di situ nampak semakin segar dan indah.

24
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pintu besar sebuah rumah penginapan yang terletak di sebelah


kanan dusun itu perlahan-lahan terpentang lebar, sang pelayan yang
masih mengantuk dengan tangan kanan membawa sebuah bambu
panjang, tangan kiri membawa sebuah bangku kecil perlahan-lahan
munculkan diri dari balik ruangan.
Menyongsong hembusan angin yang segar sekujur badannya
gemetar sedikit, lalu menguap dan bergumam :
"Neneknya... selama beberapa hari hujan melulu membuat
dagangan jadi sepi, tak sesosok bayangan manusia pun yang
menginap disini... pagi setiap hari bersembunyi di balik selimut lama
kelamaan tulang jadi lemas dibuatnya... mata kena hembusan angin
saja badan sudah menggigil..."
Ia letakkan bangku di atas undak-undakan batu lalu duduk
berjongkok di sana...
Kain peneduh berkibar terhembus angin, di bawah sorot cahaya
sang surya nampak jelas di atas kain itu bertuliskan Penginapan tua
Penerus angin, empat huruf besar.
Memandang tulisan di atas kain itu, kembali pelayan itu
mengomel :
"Huu... Neneknya... apa itu penginapan tua Soen Hong, sekalipun
aku tidak pernah sekolah tapi aku tahu nama itu tidak bagus
digunakan disini!"

25
Saduran TJAN ID

Jilid 2
"EHMMMM...!" seorang lelaki setengah baya bertopi kulit kecil
muncul dari balik ruangan dengan wajah kaku, mendadak hardiknya
:
"Hey pelayan sialan, apa yang sedang kau gerutukan??"
"Ooooh... oooh... kiranya toa Ciang Kwee, aku... aku baru
bilang... cuaca ini hari sangat bagus... matahari yang bulat membuat
hati kita jadi hangat."
"Omong kosong... terang-terangan aku dengar kau sedang
mengomeli nama penginapan tua Soen Hong-ku yang kurang baik...
Hmmm, kau anggap sekolahmu jauh lebih tinggi dari aku?"
"Aaah... mana... mana... cuma kelinci cucu monyet baru
mengatakan nama dari penginapan ini kurang baik... aku mengerti...
ciang-kwee memberi nama itu agar usaha dagang kita lancar selalu..."
"Bagus... coba kau terangkan lebih jauh, aku ingin tahu sampai di
manakah pengertianmu mengenai merek penginapanku ini."
Sang pelayan gosok-gosok matanya lalu berkata dengan bangga
:
"Gunung Cing Shia begitu tinggi, kita yang melakukan usaha
dagang begini sebagian besar tergantung pada orang-orang yang naik
gunung untuk pasang hio, oleh karena itu kami selalu berharap agar
perjalanan mereka lancar, selain cepat-cepat naik gunung dan cepat-
cepat turun gunung..."
"Konyol, kalau naik gunung biar lancar itu memang betul, dengan
begitu bisa mengurangi beban sang pelancong yang sedang mendaki,

26
IMAM TANPA BAYANGAN II

kalau turun gunung juga terhembus angin, bukankah mereka bakal


jatuh terpelanting...?"
"Kalau anginnya terlalu gede, tentu saja terpelanting..."
"Konyol! ayoh enyah dari sini!"
Pelayan itu jadi ketakutan buru-buru ia sambar bangkunya lalu
lari masuk ke dalam ruangan.
Pada saat itulah mendadak... terdengar suara keleningan
berkumandang datang... tak usah dipandang lagi, loo ciang-kwee itu
tahu sang dewi ayu yang tinggal di kuil Hwie Kak An di atas gunung
sedang lewat di situ.
Ia tarik napas dalam-dalam, pikirnya :
"Aaaah... aku harus tenangkan hati, jadi kalau berjumpa dengan
Hee siancu nanti tidak sampai gugup hingga tak dapat berbicara...
teringat tempo dulu... saking kagumnya kupandang wajahnya yang
ayu, sampai bibirku terasa kaku dan tak sanggup mengucapkan
sepatah kata pun."
Suara keleningan kedengaran makin nyata, dalam sekejap mata
suara itu sudah tiba di depan pintu penginapan, dengan wajah penuh
senyum simpul ciang kwee itu lantas menegur :
"Hee siancu, apakah ini hari kau turun gunung lagi?"
Seorang gadis cantik jelita dengan menunggang di atas sebuah
keledai kecil warna putih berdiri di hadapannya, tampak dara itu
tersenyum.
"Sungguh deras hujan yang turun beberapa hari ini, mumpung ini
hari terang... aku hendak turun gunung membeli barang keperluan
sehari-hari."
Ia mendongak memandang kain terpal yang berkibar terhembus
angin, lalu gumamnya :
"Penginapan tua Soen Hong, Penginapan tua Soen Hong...
Aaaa... siapakah manusia di kolong langit yang selalu lancar
harapannya bagaikan terhembus angin?"

27
Saduran TJAN ID

Biji matanya bening kelihatan bertambah sayu, sekilas rasa sedih


menghiasi wajahnya yang ayu... perlahan-lahan ia menghela napas
panjang.
"Hee Siancu, kau... kenapa kau nampak begitu sedih dan
murung..." tegur Ciang kwee penginapan itu bagaikan orang mabok.
"Jalan hidup manusia di kolong langit hanyalah selapis awan
yang gelap, hanya dengan tongkat penderitaan barulah kita dapat
tembusi awan gelap yang penuh kesedihan itu..."
Perlahan-lahan ia tepuk keledainya... diiringi suara keleningan
yang nyaring, gadis itu membuang pandangannya jauh ke depan.
"Tongkat Penderitaan?... kabut kesedihan..." ciang-kwee itu
dibikin bingung dan tidak habis mengerti.
Sorot mata sang gadis yang sedih itu lambat-lambat ditarik
kembali dari kejauhan, ketika memandang wajah sang ciang-kwee
yang lucu tak tahan ia tertawa.
"Hey... kalau aku tidak beritahu kepadamu, dari mana kau bisa
tahu?..." ia tepuk kepala keledainya dan berseru : "Ciang-kwee, aku
pergi dulu..."
Keledai putih itu perlahan-lahan berjalan tinggalkan penginapan
itu, diiringi suara keleningan yang nyaring terdengar dara itu
bersenandung dengan nada yang pedih :

"Bunga mekar bunga layu berulang terjadi,


Berkumpul terburu-buru, berpisah pun tergesa-gesa
Kudengar suara kicauan burung Nuri, tapi dimanakah kau
berada?
Asap kian menebal, hujan kian deras..."

Tatkala ia menembusi kabut tipis yang melayang di atas


permukaan, mendadak dari luar dusun berjalan datang dua ekor kuda
yang penuh berlepotan lumpur.

28
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sinar matanya yang sayu mendadak bercahaya terang, dengan


pandangan termangu-mangu ditatapnya kedua orang penunggang
kuda itu tanpa berkedip.
Laksana kilat kuda-kuda itu melaju ke arahnya, dara tersebut
berseru tertahan, wajahnya menampilkan cahaya kejut, girang dan
tercengang, bibirnya terpentang lebar seakan-akan hendak berteriak.
Tapi tatkala satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera
batalkan niat tersebut dan perlahan-lahan tundukkan kepalanya,
dengan sedih ia berpikir :
"Aaaai, buat apa kupanggil dirinya? setiap kali kujumpai dirinya,
aku lantas teringat akan diri Pek In Hoei..."
Kiranya orang yang dijumpai dara ayu itu bukan lain adalah
Ouw-yang Gong si kakek tua konyol itu.
Terdengar Ouw-yang Gong dengan suara penuh kegirangan
sedang berkata :
"Anjing buduk neneknya... pin itu betul-betul bukan manusia
sembarangan, dua tahun berselang dia masih merupakan seorang
bocah keparat yang sama sekali tidak mengerti akan ilmu silat,
sekarang nama besarnya sudah tercantum di antara tujuh jago pedang
dari dunia persilatan. Hmmm... Hm... Chee loote, tahukah kau apa
sebabnya ia diberi sebutan sebagai jago pedang berdarah dingin??? Di
kolong langit hanya aku seorang yang tahu akan sebab-sebabnya,
justeru karena dalam hatinya hanya senang dengan Hee Siok Peng si
perempuan tuyul itu, maka terhadap perempuan lain ia tidak ambil
peduli..."
Ucapan itu diutarakan keras dan lantang, setiap patah kata seolah-
olah martil yang menghantam dada gadis itu, tak tahan lagi dara ayu
penunggang keledai itu angkat kepala dan berseru :
"Hey si ular asap tua, Ouw-yang Gong!"
Sebenarnya Ouw-yang Gong yang berjalan bersama-sama
seorang lelaki berjubah merah tidak menaruh perhatian sama sekali

29
Saduran TJAN ID

terhadap dara ayu penunggang keledai yang ada di pinggir jalan,


tetapi setelah mendengar teriakan itu, buru-buru ia menoleh.
"Hey setan cilik, kiranya kau?"
Di tengah bentakan keras, si kakek tua konyol itu loncat turun
dari kudanya dan lari menghampiri gadis itu.
"Kenapa kau bisa berada disini?? Di mana ayahmu si racun tua
Hee Gong Lam?"
Sang dara ayu yang bukan lain adalah Hee Siok Peng itu segera
tertawa getir.
"Suhuku melarang aku berada bersama-sama ayah, maka aku
lantas diboyong kemari."
Dengan pandangan tajam diawasinya wajah gadis itu dari atas
hingga ke bawah, tatkala dijumpainya gadis itu pemurung dan
wajahnya sayu, Ouw-yang Gong segera menegur kembali :
"Hey setan cilik, kau banyak berubah."
"Berubah?" perlahan-lahan Hee Siok Peng alihkan sorot matanya
ke tempat kejauhan, "Awan putih bergerak di angkasa, setiap saat bisa
berubah-ubah mengikuti keadaan, sudah jamak bagi kita manusia
untuk berubah pula mengikuti situasi di sekitarnya. Selama dua tahun
ini, siapa bilang aku tidak berubah? Bukan saja wajahku berubah,
hatiku pun telah berubah semakin tua."
Ouw-yang Gong tertegun lalu menggeleng.
"Siok Peng, aku tidak dapat memahami dirimu."
"Siapakah di dunia ini yang dapat memahami diriku?" gadis itu
tersenyum, memandang rambut Ouw-yang Gong yang kacau tidak
karuan, ia berkata kembali :
"Hey ular asap tua, kau pun berubah, meskipun kau masih
mengenakan jubah kulit kambing, tapi mana huncweemu..."
Ouw-yang Gong semakin tertegun.
"Kau sudah kelihatan bertambah dewasa..." gumamnya lirih.

30
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Manusia tentu saja akan meningkat jadi dewasa, bukankah


begitu? aku rasa kau tentu gembira bukan melihat aku bertambah
dewasa..."
Sinar matanya beralih ke atas tubuh lelaki jubah merah yang ada
di sisi orang tua itu, kemudian tanyanya :
"Siapakah dia? Mengapa keadaannya seperti kau, rambutnya
kusut, jenggot panjang dan bau kecut, apakah dia adalah muridmu?"
"Haaaah... haaaah.... haaaaah.... di adalah tuan penolongku, si
Pendekar jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak yang sudah tersohor
namanya di Say Pak, apakah kau ingin bertemu dengan dirinya?"
Dengan cepat Hee Siok Peng gelengkan kepalanya.
"Sekarang aku tidak ingin berjumpa dengan siapa pun."
Wajahnya mendadak memerah. "Apakah kau pernah berjumpa
dengan Pek In Hoei?"
"Oooh, sampai sekarang kau masih belum melupakan dirinya?"
Buru-buru Hee Siok Peng menghindarkan diri dari pandangan
Ouw-yang Gong, memandang ujung jubah Chee Thian Gak yang
berkibar terhembus angin, katanya lagi dengan suara lirih :
"Bagaimana keadaannya sekarang? Selama dua tahun terakhir
belum pernah kudengar akan kabar beritanya."
"Kakek moyang anjing buduk itu benar-benar tak tahu diri, bulan
berselang ketika aku bertemu dirinya, ia sedang bersiap-siap
memasuki perkampungan Thay Bie San cung yang ada di luar kota
Seng Tok, siapa sangka si neneknya anjing buduk itu telah ajak aku
berkelahi hanya lantaran seorang bocah perempuan dari luar lautan,
ia telah putuskan hubungan dengan diriku..."
"Apa? Dia sudah putuskan hubungan dengan dirimu lantaran
seorang gadis...?" teriak Hee Siok Peng dengan wajah berubah hebat.
"Siapakah nama gadis itu?"
"Dia bernama It-boen Pit Giok, murid dari Thian Tie Loo Nie
salah satu di antara tiga dewa dari luar lautan..."

31
Saduran TJAN ID

Ia merandek sejenak kemudian tertawa terbahak-bahak, terusnya


:
"Memandang wajahmu yang patut dikasihani, biarlah terus
terang kuberitahukan kepadamu, dia bukan mencintai It-boen Pit
Giok itu sebaliknya lantaran bencinya maka ia telah putuskan
hubungan dengan diriku."
Sehabis mendengar keterangan ini Hee Siok Peng baru merasa
hatinya lega, merah jengah selembar wajahnya.
"Cisss! Siapa yang peduli dia mau mencintai siapa pun juga! Apa
sangkut pautnya dengan aku?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... di kolong langit hanya Hee Siok
Peng seorang yang paling bisa mengurusi Pek In Hoei mencintai
orang lain atau tidak!"
"Cisss, ular asap tua, makin tua kau makin menjadi, mulutmu
selalu saja usil!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... begitu baru mirip si setan licik pada
dua tahun berselang!"
"Kalau kau masih saja ngaco belo, aku segera pergi dari sini!"
habis berkata ia lantas menggait perut keledainya dan siap berlalu dari
tempat itu.
Ouw-yang Gong sendiri kendati dalam hati mengerti bahwa gadis
itu hanya main gertak sambal belaka, namun karena takut ia benar-
benar berlalu dari sana, maka segera teriaknya :
"Hey, mari ke sini, biar kukatakan jejak mengenai Pek In Hoei!"
"Hmmm, siapa yang sudi mencari tahu nasibnya, biar hidup atau
mati apa hubungannya dengan aku?"
Sekalipun berkata demikian namun tak urung gadis itu
menghentikan badannya juga dan kembali ke hadapan si kakek tua
itu.
Ouw-yang Gong tidak menggoda lebih lanjut, ia mendehem
ringan kemudian berkata :

32
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Di antara tujuh jago pedang dari dunia persilatan yang mulai
tersohor namanya dalam dunia kangouw dewasa ini, Pek In Hoei
menempati kedudukan nomor tiga, dia disebut orang sebagai si jago
pedang berdarah dingin...!"
Walaupun tadi secara diam-diam Hee Siok Peng telah mencuri
dengan pembicaraan Ouw-yang Gong mengenai diri Pek In Hoei,
namun sekarang setelah mendengar keterangan itu sekali lagi, ia tetap
merasa girang.
Sambil menggigit bibir lantas tanyanya :
"Kenapa ia disebut orang sebagai si jago pedang berdarah
dingin?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentang soal ini, lebih baik tanyalah
kepada dirimu sendiri."
Sudah tentu Hee Siok Peng mengerti apa yang ia maksudkan,
namun untuk menutupi rasa jengahnya ia menukas :
"Kenapa harus bertanya kepada diriku sendiri? Apa hubunganku
dengan dirinya?"
"Selama ini namanya tersohor di daerah sekitar propinsi Su Cuan
serta Hoo lam, aku rasa kau yang selalu mengasingkan diri dalam
wilayah Biauw tentu tak tahu bagaimanakah tindak tanduknya..."
Ia mendehem ringan, lalu terusnya :
"Dibicarakan dari wajahnya yang ganteng serta potongan
badannya yang kekar dan gagah, tak usah diragukan lagi banyak kaum
gadis yang tergila kepadanya, tetapi ia sama sekali tidak tertarik oleh
mereka, coba pikirlah, kalau dia bukan dikarenakan dirimu mengapa
bisa bertindak demikian???"
Betapa girang hati Hee Siok Peng setelah mendengar perkataan
itu, namun di luaran dengan wajah kaku serunya :
"Setan ular asap tua, kau jangan ngaco belo tak karuan, aku mau
pergi..."
Kali ini ia benar-benar menggapit perut keledainya dan berlalu
dari situ.

33
Saduran TJAN ID

"Hey buda! Suhumu serta kau tinggal di mana?" teriak Ouw-yang


Gong keras-keras.
Derap kaki keledainya kian lama kian menjauh, tampak Hee Siok
Peng sambil menoleh sahutnya :
"Kami tinggal di dalam kuil Hwie Kak An di atas gunung Cing
Shia, asal kau tanyakan di manakah rumahnya Hee Siancu, semua
orang akan memberi petunjuk kepadamu..."
"Hee Siancu?" sambil garuk-garuk rambutnya yang kusut, Ouw-
yang Gong bergumam seorang diri, "Hey setan cilik, sejak kapan kau
berubah jadi Hee Siancu?"
Setiap kali ia teringat akan senyuman manis yang diperlihatkan
dara itu di kala mendengar nama Pek In Hoei, hatinya lantas ikut
gembira, maka sambil geleng kepala pikirnya :
"Dia begitu mencintai diri Pek In Hoei tapi di hadapanku masih
saja berpura-pura seperti hambar dan tidak menaruh perhatian.
Heeei... dianggapnya aku si orang tua tidak mempunyai pengalaman
mengenai soal ini? Masa masih saja mau membohongi aku?"
Senyuman bangga tersungging di bibirnya, mendadak ia saksikan
Chee Thian Gak sedang loncat turun dari kudanya.
Terdengar orang itu berkata sambil tertawa ringan :
"Ouw yang Loo toako, apakah kau merasa sedih karena harus
merawat lukamu selama beberapa hari hingga mengakibatkan
perutmu yang buncit jadi kecil?...."
"Aaah soal itu sih aku tidak ambil pusing asal makan nasi lima
hari lagi, perutku akan kembali jadi buncit."
Ia berpaling menuding ke arah belakangnya dan berkata lebih
jauh :
"Sudah kau lihat bocah perempuan itu? Dia bukan lain adalah
Hee Siok Peng yang sering kuceritakan kepadamu, dan dia pula gadis
idaman si jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei..."
"Ooouw... kiranya dia sungguh tak kusangka baru saja kau
membicarakan soal dirinya, aku lantas bisa melihat raut wajahnya.

34
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ehmm, wajahnya memang cantik jelita, tidak aneh kalau Pek In Hoei
telah menolak cinta kasih kaum gadis dunia persilatan yang begitu
banyak mengejar kejar dirinya."
"Tadi, kenapa kau tidak datang kemari untuk melihat wajahnya
lebih jelas? Sebaliknya malahan berdiri saja di situ..."
Chee Thian Gak tertawa getir.
"Huncwee gede, coba kau lihat tampangku, masa manusia
macam begini pantas kalau berdiri berjajar dengan gadis secantik
itu?? Bila dia wajahku, jangan-jangan bisa melarikan terbirit-birit..."
Meskipun di luaran ia berkata demikian, dalam hati pikirnya :
"Mana aku boleh biarkan dia mengetahui bahwasanya aku bukan
lain adalah Pek In Hoei yang tempo dulu telah melarikan diri dari
gunung Thian cong dengan badan menderita keracunan? pin telah
mengasingkan diri dari dunia persilatan, buat apa aku harus mencari
kesulitan dan kerepotan di dalam kalangan percintaan yang
memusingkan kepala? Hutangku terhadapnya baru saja dibayar,
kenapa harus berhutang lagi?? Bukankah aku akan jadi seorang
manusia bodoh?"
Dalam pada itu dengan pandangan tajam Ouw-yang Gong sedang
memperhatikannya, tiba-tiba ia berkata :
"Chee Loote, setelah kupandang pulang pergi, rasanya makin
lama kau semakin mirip Pek In Hoei, bila kumismu dihilangkan
kemudian rambutmu dibereskan maka aku pikir kalau kau berdiri
sejajar dengan Pek In Hoei, sulit bagiku untuk membedakannya."
Dalam hati Chee Thian Gak merasa terperanjat, namun di luaran
ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... manusia kasar dan tidak kenal
sopan santun macam aku mana bisa dibandingkan dengan Pek In Hoei
yang halus budinya serta tampan wajahnya? Loo toako, rupa-rupanya
kau sedang mengejek diriku!"

35
Saduran TJAN ID

Bibir Ouw-yang Gong bergetar seperti mau mengucapkan


sesuatu, namun dengan cepat Chee Thian Gak sudah tepuk bahunya
sambil berseru :
"Ayoh berangkat! Apa gunanya kita membicarakan persoalan
yang tak berguna di tempat ini? Kita harus mencari satu tempat yang
bagus untuk beristirahat, malam nanti aku masih harus melakukan
perjalanan naik ke atas gunung Cing Shia."
Melihat Chee Thian Gak sudah mencemplak kudanya berlalu,
dengan perasaan apa boleh buat Ouw-yang Gong geleng kepalanya
dan bergumam :
"Selamanya aku dibikin tak habis mengerti sebenarnya siapakah
dia? Bagaimana mungkin dia bisa menyelamatkan jiwaku dari
pengawasan Song Kim Toa Lhama serta empat jago pedang."
Perlahan-lahan ia mencemplak kudanya dan menyusul dari
belakang manusia aneh tersebut.
Memandang gunung Cing Shia yang menjulang tinggi ke
angkasa, ia menghela napas panjang.
"Gunung Cing Shia... gunung Cing Shia! Sungguh tak nyana dua
tahun kemudian aku telah kembali lagi ke sini!"
Dengan rasa dongkol dan penuh kemarahan sambungnya lebih
jauh :
"Huuuu....! semuanya ini gara-gara Pek In Hoei bajingan
cecunguk anak anjing budukan itu, wataknya jauh lebih keras dari
cadas di puncak gunung..."
Chee Thian Gak dapat mendengar semua omelan itu dengan jelas,
cuma ia tidak menunjukkan reaksi apa pun kecuali tertawa getir...
*****

Memandang rentetan hutan bambu yang terbentang di depan


mata, Chee Thian Gak tertawa getir, pikirnya :
"Sejak kentongan pertama naik gunung hingga kini kentongan
ketiga pun hampir menjelang tiba, namun aku belum juga berhasil

36
IMAM TANPA BAYANGAN II

menembusi hutan bambu ini, rupanya kalau aku tidak bertindak kasar
tidak nanti bisa memasuki kuil Hwie Kak An!"
Ingatan lain berkelebat dalam benaknya, pikirnya lebih jauh :
"Lebih baik besok pagi aku datangi kuil Hwie Kak An lagi dan
terus terang mengutarakan maksud kedatanganku kepada Hwie Kak
Loo Nie serta mohon kepadanya agar meminjamkan kitab pusaka 'Ie
Cin Keng' tersebut kepadaku. Kalau tidak bukankah luka yang
kuderita akibat pukulan Song Kim Toa Lhama di kala menolong
Ouw-yang Gong tempo dulu selamanya tak bisa sembuh?"
Sudah lama dia putar otak memikirkan persoalan ini, namun
belum berhasil juga untuk menemukan satu cara yang bagus untuk
mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng tersebut, sebab dia tahu
setelah menderita luka dalam secara beruntun ditambah pula dengan
luka yang baru belum sempat ia mendapatkan waktu untuk
beristirahat, hal ini bisa mempengaruhi isi perutnya dan
mempengaruhi pula kepandaian silatnya.
Bila ia harus menembusi hutan bambu ini dengan kekerasan
maka berpuluh-puluh keleningan yang digantungkan pada jaring baja
di sekeliling tempat itu pasti akan berbunyi dan kedatangannya pasti
ketahuan, dalam keadaan begitu sulit baginya untuk melepaskan diri
dari cengkeraman Hwie Kak Loo Nie.
Sekarang, dia jadi merasa gemas, dongkol karena Ouw-yang
Gong tidak tahu akan kedatangannya ke gunung Cing Shia serta
datang membantu dirinya...
Di kala ia masih kebingungan itulah mendadak terdengar suara
keleningan yang amat nyaring berkumandang di tengah hutan bambu,
diikuti terdengarnya suara teriakan Ouw-yang Gong yang keras
bagaikan sambaran geledek :
"Ko In Loo Nikouw, ayoh keluar kau dari sarangmu!"
"Ko In Loo Nie?" pikir Chee Thian Gak dengan perasaan
tercengang bercampur tertegun. "Darimana si ular asap tua bisa tahu

37
Saduran TJAN ID

kalau dalam kuil Hwie Kak An terdapat seorang nikouw tua yang
bernama Ko In Loo Nie?..."
Tapi dengan cepat ia tertawa, pikirnya lebih jauh :
"Tingkah laku macam dia juga terhitung suatu hal yang luar
biasa, rasanya di kolong langit jarang terdapat seorang manusia yang
mendatangi kuil nikouw di tengah malam buta sambil berteriak-teriak
suruh sang nikouw keluar menjumpai dirinya, aaaai... rasanya cuma
dia seorang yang sanggup melakukan perbuatan ini."
Suara keleningan berbunyi makin gencar, hingga akhirnya
seluruh bukit tersebut telah dipenuhi oleh suara yang amat nyaring.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benak Chee Thian Gak,
pikirnya :
"Seandainya dengan menggunakan kesempatan ini aku
membelah bambu tersebut untuk membuka satu jalan masuk, suara
keleningan yang berbunyi disini tak nanti bisa terdengar oleh orang-
orang dalam kuil..."
Laksana kilat ia cabut keluar kapak saktinya dari pinggang
kemudian gerakkan badannya ke samping, sekali bayangan kapak
berkelebat lewat sebatang pohon bambu roboh ke atas tanah.
Dengan tumbangnya bambu tadi terbukalah satu jalan masuk
baginya, tanpa pikir panjang ia menerobos masuk ke dalam hutan
bambu dan langsung menuju ke arah kuil.
"Huuu... akhirnya aku berhasil juga tiba di kuil Hwie Kak An..."
pikirnya sambil menghembuskan napas panjang dan menyeka air
keringat yang membasahi tubuhnya.
Dari kejauhan masih kedengaran suara raungan gusar Ouw-yang
Gong bergema memecahkan kesunyian...
Chee Thian Gak selipkan kembali kapak saktinya ke sisi
pinggang, kemudian duduk bersila di atas tanah dan ia bermaksud
untuk beristirahat sebentar, setelah lelahnya hilang baru menyusup
masuk ke dalam kuil.

38
IMAM TANPA BAYANGAN II

Mendadak... Goobrrak...! diiringi suara keleningan berdenting


nyaring... ketika ia menoleh terlihatlah seorang lelaki kekar berambut
panjang sebahu dengan kepala memakai ikat besi berwarna emas,
tangannya membawa toya baja menerobos masuk ke dalam.
"Siapakah orang itu?" pikir Chee Thian Gak dengan perasaan
kaget, ia siap meloncat bangun.
Dalam pada itu lelaki kate bersenjata tongkat baja itu sudah
berteriak gusar :
"Pendekar bertenaga sakti Loe Peng dari partai Sauw lim datang
berkunjung, Hey Hwie Kak Loo Nie, kenapa kau tidak munculkan diri
untuk menyambut kedatanganku???"
Dengan gemas dan kalapnya orang itu menerjang terus ke depan,
seakan-akan dia mau sapu hutan bambu itu jadi tanah lapang.
Mendadak sesosok bayangan manusia kembali berkelebat datang,
dengan suara yang aneh bagaikan gembrengan bobrok teriaknya :
"Maknya... anak sundal, apa toh yang sedang kau teriakan macam
jeritan setan? berisik benar hingga mengganggu tidur aku si orang
tua!"
Dimaki dengan kata-kata yang kotor Si pendekar bertenaga sakti
Loe Peng naik pitam, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia ayun
toyanya dan dikemplangkan ke muka.
Duuuuk...! getaran keras membuat telinga Pek In Hoei hampir
saja berubah jadi tuli.
"Siapa yang datang?" teriak pendekar bertenaga sakti Loe Peng
sambil mundur selangkah ke belakang.
"Toayamu adalah si Naga hitam dari Gurun pasir Hong Teng.
Keparat cilik, siapa kau???"
"Aaaai... kembali seorang manusia kasar!..." pikir Chee Thian
Gak dengan alis berkerut.
Belum habis dia berpikir mendadak dari belakang tubuhnya
menyambar datang segulung angin dingin, laksana kilat ia putar
badannya ke belakang, tampaknya seorang nikouw tua berjubah abu

39
Saduran TJAN ID

dengan wajah penuh keagungan sedang melancarkan satu pukulan


dahsyat ke belakang kepalanya dengan tasbeh yang ia cekal.
Chee Thian Gak mendehem rendah, telapak kirinya segera
diayun mengirim satu pukulan hebat menolak datangnya tasbeh
tersebut.
Nikouw tua itu hentikan langkahnya secara mendadak kemudian
kaki kirinya melancarkan satu tendangan kilat ke muka dengan jurus
naga sakti mendaki gunung, sementara telapak kirinya dengan
membentuk gerakan satu lingkaran busur menghantam bahu kiri
lawannya.
Begitu menyaksikan jurus serangan itu menggunakan ilmu Hoe
Hauw Koen atau ilmu pukulan menaklukkan harimau dari Go bie pay,
Chee Thian Gak segera menyadari bahwa nikouw tua itu bukan lain
adalah Hwie Kak Loo Nie.
Ia tidak ingin bertarung melawan nikouw yang pernah
menguburkan jenazah ayahnya, dengan cepat ia mundur ke belakang
sambil menghindar, serunya :
"Hwie Kak suthay, cayhe datang kemari adalah atas suruhan..."
Belum habis ia berkata angin dingin meluncur datang dari
belakang punggungnya, seketika tubuhnya jadi lemas dan ia segera
roboh ke atas tanah.
"Kalian manusia-manusia keparat yang menangkap ikan di air
keruh..." seru Hee Siok Peng sambil gigit bibir.
Tetapi ketika ia menjumpai raut wajah Chee Thian Gak yang
terlentang di atas tanah, sekujur tubuhnya gemetar keras, seketika ia
dibikin tertegun dan bungkam dalam seribu bahasa.
Hwie Kak Loo Nie masih belum mengetahui akan perubahan
sikap muridnya, terdengar ia berkata dengan suara gelisah :
"Peng jie, cepat pergi ke sebelah Timur, biar kuperiksa keadaan
dari dua orang lelaki bodoh ini." Habis berkata tubuhnya segera
berkelebat ke arah depan.

40
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hee Siok Peng memandang sekejap ular hijau di lengannya lalu


menangis tersedu-sedu, sambil memeluk tubuh Chee Thian Gak
teriaknya :
"In Hoei... In Hoe..."
"Aku... aku bukan Pek In Hoei!" sahut Chee Thian Gak susah
payah.
"Tidak, kau adalah pin, sekalipun tubuhmu hancur jadi abu tak
akan kulupakan bahwa kau adalah pin, peduli betapa panjangnya
rambutmu serta betapa kusutnya jenggotmu aku masih kenali
dirimu... kau adalah Pek In Hoei..."
Kesadaran Chee Thian Gak berangsur-angsur mulai hilang,
dalam keadaan seperti ini ia tak bisa memikirkan soal apa pun juga,
ia cuma ingat bahwa tujuannya datang kemari adalah untuk mencari
kitab pusaka Ie Cin Keng, maka tanpa sadar ia bergumam seorang diri
:
"Ie Cin Keng... Ie Cin Keng..."
Hee Siok Peng tertegun, tapi dengan cepat ia totok jalan darah
Chee Thian Gak, bisiknya sambil menyeka air mata yang jatuh
bercucuran :
"Baik, aku pasti akan mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng
untukmu!"
Di tengah hembusan angin malam bayangan tubuhnya yang
ramping lenyap di balik hutan bambu, tinggal Chee Thian Gak
seorang diri yang menggeletak dalam keadaan tidak sadar.
Cahaya rembulan telah mendoyong ke barat, remang-remang
menerangi tubuhnya di balik bayangan bambu, mendadak Chee Thian
Gak merintih dan sadar dari pingsannya.
Ia tarik napas panjang-panjang kemudian bangkit berdiri dan
melongok ke arah belakang hutan bambu, di situ ia jumpai si pendekar
bertenaga sakti dari partai Sauw lim masih saja bersitegang dengan si
naga hitam Hong Teng dengan wajah penuh kegusaran.

41
Saduran TJAN ID

Mendadak terdengar si naga hitam dari gurun pasir membentak


keras :
"Padri bau, sambutlah sebuah seranganku!"
Badannya menekuk ke depan, bagaikan seekor biruang raksasa ia
tubruk musuhnya dengan dahsyat.
Loe Peng si pendekar bertenaga sakti mengerutkan sepasang
alisnya, sepasang kakinya menekuk ke samping, toyanya digetarkan
dan laksana kilat digetarkan ke atas.
Traaang...! bentrokan nyaring menimbulkan pusaran angin puyuh
yang membuat daun serta ranting di sekeliling tempat itu bergoyang
kencang...
"Bagus!" teriak si naga hitam dari gurun pasir.
Badannya yang tinggi besar dengan cepat berputar kencang,
kakinya bergeser dua langkah ke samping, kemudian secara tiba-tiba
membentur ke arah bawah.
Loe Peng mendengus dingin, ujung toyanya diputar sedemikian
rupa dibarengi dengan gerakan tubuh bagian atasnya, seluruh toya
mendadak jadi tegang kemudian menyambut dengan gerakan
mendatar.
Traaaang...
Kembali terjadi bentrokan nyaring yang menggema di seluruh
lembah bukit itu, angin pun menderu-deru... daun bambu berguguran
ke atas tanah...
Loe Peng tarik kaki kanannya ke belakang ujung toyanya ditekan
ke bawah, sementara buntut toya menyapu keluar, bentaknya :
"Enyah kau dari sini!"
Naga hitam dari gurun pasir membentak keras, badannya yang
tinggi besar berputar ke samping, mendadak ia cabut keluar senjata
andalannya yang berupa patung tembaga berkaki tunggal, dengan
senjata itu ia lancarkan satu sodokan ke muka menghantam toya
lawan hingga terpental ke samping kiri...

42
IMAM TANPA BAYANGAN II

Trang...! bayangan manusia saling berpisah. Hong Teng si naga


hitam mundur sempoyongan tiga langkah ke belakang sebelum ia
berhasil berdiri tegak.
Ia tundukkan kepalanya memandang sekejap bekas telapak
kakinya yang tertera sedalam beberapa coen di atas tanah, lalu
mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Sungguh tak nyana di daratan Tionggioan pun masih terdapat
manusia yang bisa diandalkan. Haaaah... haaaah... haaaah... "
Loe Peng mendengus dingin.
"Hmm, aku pun tak mengira manusia dogol dari sungai Hek Long
Kang mempunyai tenaga seberat beberapa kati."
Meskipun sepintas lalu nampaknya dia peroleh keuntungan
dalam bentrokan barusan tapi dalam kenyataan sepasang kakinya pun
sudah amblas sedalam beberapa coen ke dalam tanah oleh bentrokan
itu.
Perlahan-lahan ia cabut kakinya dari atas tanah, toyanya diayun
ke depan dan hardiknya :
"Masih sanggupkah kau untuk menerima tiga buah kemplangan
toyaku?..."
Walaupun orangnya tidak tinggi tetapi kekuatan badannya maha
sakti, seperti halnya pula kalau tidak banyak berbicara, sekali buka
suara maka begitu nyaring suaranya seolah-olah auman singa.
Menyaksikan kekuatan kedua orang itu begitu dahsyat, Chee
Thian Gak yang diam-diam mengintai dari belakang merasa amat
terperanjat, pikirnya :
"Sungguh tak kusangka dalam partai Sauw lim masih terdapat
seorang jago yang begitu lihaynya, meskipun tubuhnya kecil pendek
tapi kekuatan saktinya luar biasa, secara beruntun dia sudah menerima
beberapa bentrokan keras dari senjata Hong Teng si naga hitam dari
gurun pasir, terutama sekali pada kemplangannya yang terakhir, di
tengah kekerasan terdapat kelunakan serta keringanan yang luar biasa,

43
Saduran TJAN ID

keadaan itu sulit digunakan bagi seseorang yang mempunyai kekuatan


tenaga sakti sebesar ribuan kati!"
Sementara dia masih berpikir, terdengar Hong Teng si naga hitam
dari Gurun pasir tertawa geram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sudah hampir sepuluh tahun
lamanya aku si orang tua belum pernah menjumpai tandingan sehebat
ini, sungguh tak kusangka pada malam ini aku telah berjumpa dengan
kau!"
Sambil mempersiapkan senjata patung tembaganya, kembali ia
tertawa seram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... mantap mantap! Mantap!"
"Hmmm! aku si hwesesio sedang bertanya keadaanmu, beranikah
kau sambut tiga buah kemplanganku lagi?"
"Apa? Tiga kemplangan?" teriak Hong Teng si naga hitam
dengan mata melotot.
"Sekalipun tiga puluh kemplangan akan kusambut juga!"
"Bagus!"
Tanpa banyak bicara, toyanya diputar kencang kemudian laksana
kilat dihantamkan ke atas batok kepala lawan.
Hong Teng si naga hitam dari Gurun pasir meraung rendah,
sepasang lututnya menekuk ke depan, lengannya dijangkau keluar,
cepat-cepat ia putar senjata patung tembaganya menyambut
datangnya ancaman itu.
Traaaang...! Di tengah suara bentrokan keras yang nyaring tubuh
Loe Peng merandek sebentar, kakinya mundur setengah langkah ke
belakang, toyanya lantas diputar kencang sambil melangkah maju
setindak kembali ia lancarkan satu kemplangan.
Sepasang senjata saling beradu keras, tubuh kedua belah pihak
berpisah sejenak untuk kemudian merapat kembali.
Dalam waktu yang amat singkat itulah Loe Peng sudah
melancarkan tujuh buah kemplangan kilat sementara Hong Teng

44
IMAM TANPA BAYANGAN II

dengan tenang dan mantap pun sudah sambut ke-tujuh buah serangan
tadi.
Traaaang! Traaaang! Traaaang! tujuh kali bentrokan nyaring
menggetarkan seluruh lembah itu, bunyi dengusan memantul
kemana-mana, menggoncangkan bambu dan menggugurkan
dedaunan...
Chee Thian Gak yang menyaksikan peristiwa itu kembali berpikir
dengan hati terperanjat :
"Kalau mereka saling membentur dengan keras lawan keras
macam ini, meskipun sebuah batu cadas yang bagaimana keras pun
juga akan hancur lebur dibuatnya... entah apa sebabnya mereka saling
beradu jiwa?..."
Ketika sinar matanya dialihkan kembali ke tengah kalangan,
tampaklah napas Hong Teng maupun Loe Peng sama-sama sudah
kempas kempis, jarak antara kedua orang itu pun terpaut enam depa.
Dengan wajah penuh air keringat Hong Teng berdiri berbongkok
di tengah kalangan, serunya dengan napas tersengkal-sengkal :
"Hweesio bau, hebat juga ke-tujuh buah kemplanganmu
barusan!"
"Anak jadah, siapa yang kau maksudkan hweesio?"
Hong Teng melengak, memandang rambut Loe Peng yang
panjang terurai hingga ke pundak serta gelang emas pengikat rambut
dengan rasa bimbang ia berseru :
"Kalau kau bukan seorang hweesio,kenapa memakai pakaian
lhasa?"
"Aku adalah si pendekar bertenaga sakti Loe Peng, apa kau tidak
tahu akan diriku?"
"Ooouw, kalau begitu kau adalah hweesio gadungan!"
"Hey orang she-Hong!" teriak Loe Peng dengan gusarnya.
"Rupanya kau masih pengin mencicipi tujuh buah kemplanganku
lagi?"

45
Saduran TJAN ID

"Hmmm, siapa yang jeri kepadamu? mari.. mari... mari... loo toa
menanti kedatanganmu!"
Loe Peng tarik napas panjang-panjang, dengan langkah lebar ia
maju ke depan kemudian membentak dan ayun toyanya ke depan.
Memandang toya lengkung yang disiapkan lawannya, Hong Teng
tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... toya pembuat tepung yang kau
gunakan itu, kalau di daerah Hek Liong Kang kami biasanya
digunakan waktu mau makan bakpau!"
Loe Peng tidak banyak bicara, ia pegang ujung toyanya kemudian
sekuat tenaga ditarik ke atas.
Lhasa yang ia kenakan segera berkibar tanpa dihembus angin,
pergelangannya menegang kencang, otot-otot hijaunya pada
menonjol keluar, di tengah satu bentakan nyaring toya besar yang
melengkung itu tahu-tahu telah diluruskan kembali.
Chee Thian Gak dapat menyaksikan kesemuanya itu dengan
jelas, diam-diam ia gelengkan kepalanya sambil berpikir :
"Loe Peng berasal dari partai Sauw lim, rupanya dia adalah
seorang jago yang lihay dalam ilmu Gwaa kang maupun Lwee kang,
ditambah pula memiliki tenaga alam yang maha sakti. Hmmm, tak
nyana cuma disebabkan sedikit persoalan kecil saja ia sudah
melakukan perbuatan-perbuatan yang konyol!"
Sementara itu terdengar Hong Teng si naga hitam dari Hek Liong
Kang tertawa terbahak-bahak.
"Hey hweesio gadungan, kau pengin beristirahat sebentar? Kalau
tidak mungkin kau tak akan sanggup menyambut dua buah
seranganku lagi!"
Loe Peng tidak mau banyak bicara, sehabis meluruskan senjata
toyanya dengan langkah lebar ia lantas maju ke depan, diiringi suara
bentakan keras toyanya menyapu keluar disertai hawa desiran yang
sangat tajam.

46
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hong Teng tidak menyangka kalau pihak musuh bisa


melancarkan serangan secara mendadak, ia mendengus, senjata
patung tembaganya diangkat ke atas lalu sekuat tenaga memapaki
datangnya kemplangan itu.
Duuuuk...! di tengah bentrokan keras, percikan bunga api
memancar ke empat penjuru, dua sosok bayangan manusia saling
berpisah dengan langkah sempoyongan, namun dengan cepat mereka
sudah saling bentrok kembali.
Sekujur tubuh Hong Teng bergetar keras, mendadak badannya
terpental tiga langkah ke belakang dan hampir saja jatuh terduduk di
atas tanah, meski begitu ia masih sempat tertawa terbahak-bahak
sambil berseru :
"Puas! puas! akhirnya aku si Loo toa berhasil juga menemukan
tandingan..."
"Bagaimana? mau terus diadu?"
"Siapa yang takut? hmmm. Nah! rasakanlah satu kemplangan
senjata patung tembagaku!"
"Kau pun cicipi kemplangan toyaku!"
Bagaikan anak kecil yang sedang berkelahi saja, kedua orang itu
ribut tak karuan hingga membuat Chee Thian Gak yang bersembunyi
di belakang hutan bambu diam-diam mengerutkan dahinya.
Sambil geleng kepala, pikirnya di dalam hati :
"Dua orang manusia tolol itu benar-benar seperti bocah cilik, apa
mereka mau saling ngotot hingga salah satu di antara mereka mati?
Hmmm, otaknya benar-benar bebal!"
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya,
mendadak tampaklah tubuh kedua orang itu merandek di tengah jalan
sementara senjatanya saling membentur satu sama lainnya dengan
menimbulkan suara yang amat lirih.
"Eeeei... jangan-jangan kedua orang itu sudah hentikan
pertarungannya...?" dengan alis berkerut kembali ia berpikir.

47
Saduran TJAN ID

Tapi dengan cepat pertanyaan itu telah terjawab, tampaklah


kedua orang itu dengan wajah menahan penderitaan saling berdiri
kaku di tempat masing-masing, seluruh otot hijau dalam tubuhnya
telah menonjol keluar semua...
Air muka Chee Thian Gak berubah hebat.
"Aaaah, ternyata mereka benar-benar saling beradu tenaga
dengan taruhan nyawa, dalam pertarungan macam begini siapa pun
tidak akan berani mengendorkan pertahanannya..."
Tubuh kedua orang itu mulai sempoyongan, kemudian makin
lama makin tenggelam ke dalam tanah semakin dalam.
Dengan begitu tubuh Hong Teng si naga hitam dari Hek Liong
Kang yang tinggi besar pun tinggal separuh bagian, sebaliknya Loe
Peng yang berperawakan kecil itu kini semakin pendek lagi.
"Konyol!" maki Chee Thian Gak dalam hati. "Dianggapnya
dengan cara begitu masing-masing pihak dapat mengalihkan tenaga
musuhnya ke samping, siapa tahu justru karena tindakannya ini
membuat mereka semakin cepat menemui ajalnya. Hmmm! menanti
tanah sudah menutupi pusar, jangan harap kedua belah pihak bisa
hidup jauh!"
Dalam keadaan semacam ini bisa dipahami betapa susah dan
serba salahnya masing-masing pihak, sebab barangsiapa yang
mengendorkan lebih dahulu tenaga pertahanannya niscaya kekuatan
pihak lawan akan menerjang datang bagaikan bendungan yang
ambrol, isi perutnya pasti akan remuk dan jiwanya bakal melayang.
Dalam sorot mata masing-masing pihak mulai pancarkan rasa
sesal, dongkol dan sedih, keringat dingin sebesar kacang kedele
mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuh, namun
siapa pun tak berani sembarangan bergerak...
Diam-diam Chee Thian Gak menghela napas panjang dan
pejamkan matanya, dengan kepandaian mengatur pernapasan untuk
menyembuhkan luka dalam yang didapatkan dalam kitab Ie Cin Keng,
ia salurkan hawa murni ke segala penjuru badan.

48
IMAM TANPA BAYANGAN II

Cara mengatur pernapasan dari Tat Mo Couwsu yang diperoleh


dari negeri Thian Tok ini jauh berbeda dengan ilmu sim hoat tenaga
dalam dari aliran partai Thiam Cong tapi ada persamaannya dengan
cara mengatur pernapasan dari ilmu 'Thay Yang Sam Sih' sebab
kedua-duanya bersumber dari negeri Thian Tok (India).
Hawa sakti mengitari beratur-ratus buah urat dan mengitari badan
sebanyak dua kali, rasa segar segera terasa di seluruh tubuh. Ia tarik
napas panjang-panjang dan sekali lagi membuka matanya.
Bayangan rembulan telah jauh bergeser dari tempat semula,
kabut semakin tebal membungkus permukaan bumi, angin masih
berhembus lewat menimbulkan suara gemerisikan pada dahan bambu
di sekitar situ...
Melalui celah-celah hutan bambu, ia saksikan dua orang yang
sedang beradu jiwa itu telah berdiri kaku bagaikan patung arca, sedikit
pun tidak berkutik.
Saat ini sepasang lutut masing-masing pihak telah sama sekali
terbenam di dalam tanah, pakaian mereka basah kuyup dan wajahnya
berubah jadi pucat pias bagaikan mayat.
Diam-diam Chee Thian Gak menghela napas panjang, pikirnya :
"Sayang sekali dalam keadaan begini tak mungkin bagiku untuk
bangkit menolong mereka. Aaaai...! jarang sekali dalam kolong langit
terdapat manusia bertenaga sakti seperti mereka... kalau kubiarkan
mereka mati dengan begitu saja, lalu apa gunanya mereka berlatih
ilmu silat dengan susah payah selama ini? Demi memperebutkan
nama, jiwa harus dipertaruhkan... Hmmm...! benar-benar tak
berharga..."
Kendati dalam hati kecilnya timbul rasa sayang dan kasihan, apa
daya tenaganya tak mampu untuk berbuat demikian.
Sementara dia masih serba salah dibuatnya, mendadak satu
ingatan berkelebat dalam benaknya.
"Aku pernah mempelajari ilmu 'Kau Thian Kioe Hoe' atau
sembilan kapak Pembuka langit peninggalan dari Thian Liong Toa

49
Saduran TJAN ID

Lhama yang kesemuanya mengandalkan peredaran hawa murni untuk


menerjang ke-delapan belas jalan darah dalam tubuhku sehingga
menghasilkan suatu tenaga hawa sakti yang maha dahsyat, kenapa aku
tidak coba menggunakan cara ini yang kemudian digabungkan dengan
pelajaran dalam kitab Ie Cin Keng untuk mempercepat mendalami
kepandaian tersebut!"
Dengan hati girang pikirnya lebih jauh:
"Seandainya aku berbuat demikian maka bukan saja luka
dalamku bisa kusembuhkan dengan cara yang lebih cepat bahkan
dapat mengusir pula racun yang dimasukkan ke dalam tubuhku
olehnya, tanpa sengaja..." ia menghembuskan napas panjang.
"Dengan demikian aku pun bisa menghindarkan kedua manusia
bertenaga hawa sakti itu dari kematian yang sia-sia..."
Berpikir demikian tanpa berpikir panjang lagi ia pejamkan mata
dan segera mempelajari ilmu tersebut dengan menggabungkan kedua
cara yang dipahaminya itu... sekejap mata ia sudah berada dalam
keadaan kosong.
Asap putih yang tipis mulai kelihatan mengepul keluar dari batok
kepalanya... suasana tenang namun tegang...
Mendadak... suara bentakan nyaring bagaikan guntur membela
bumi bergema memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh jagad
itu...
Suara itu makin lama semakin dekat, begitu dahsyat bunyi suara
tadi seolah-olah terdapat berlaksa ekor kuda sedang berlari ke arah
situ, membuat seluruh permukaan bumi bergetar keras...
Suara dahan yang patah kedengaran makin nyata diimbangi suara
derap kaki yang santer...
Loe Peng serta Hong Teng yang berdiri kaku di tengah kalangan
dapat mendengar pula datangnya suara itu, namun mereka tetap
berdiri kaku di tempat semula kecuali putaran biji matanya yang
penuh disertai dengan pengharapan.

50
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 3
SAAT ITULAH... tiba-tiba dari balik pepohonan yang rindang
menerjang keluar seekor makhluk yang tinggi besar.
Makhluk itu mempunyai empat buah kaki yang ramping dan
panjang, lehernya tinggi, badannya lebar, pada punggungnya terdapat
dua gundukan bukit kecil... saat itu seakan-akan sedang mengejar
sesuatu, dengan hebat dan cepatnya sedang menerjang datang.
Selama hidup belum pernah Loe Peng menjumpai makhluk aneh
semacam ini, menyaksikan binatang itu menerjang ke arahnya buru-
buru ia pejamkan matanya rapat-rapat.
Hong Teng sendiri, walaupun dilahirkan di daerah Hek Liong
Kang namun disebabkan ia tumbuh jadi dewasa di sekitar daerah
gurun pasir maka sering kali ia jumpai makhluk aneh yang dikenal
olehnya sebagai binatang unta itu.
Walaupun begitu, sewaktu dilihatnya binatang itu sedang berlari
kencang menerjang ke arahnya, dengan hati bergidik ia lantas berpikir
:
"Sungguh tak nyana aku Hong Teng yang sudah lama malang
melintang dalam dunia persilatan akhirnya harus mati terinjak-injak
oleh unta tanpa ada sedikit tenaga pun untuk melawan..."
Belum habis dia berpikir, dari tengah hutan kembali meluncur
datang tiga ekor unta yang tinggi dan besar...
Punahlah harapan jago lihay dari gurun pasir ini untuk
melanjutkan hidup, seperti halnya dengan Loe Peng, ia tahu hanya
bisa pasrah dan pejamkan matanya rapat-rapat.

51
Saduran TJAN ID

Di saat yang amat kritis dan berbahaya itulah... tiba-tiba terdengar


suara bentakan nyaring berkumandang di tengah angkasa.
Dengan hati kaget dan terkesiap buka matanya, tampaklah
seorang lelaki kekar berjubah merah, berambut kusut dan mencekal
sebuah kapak sedang melancarkan satu babatan kilat ke arah unta
yang sedang menerjang datang itu.
Cahaya hitam tampak berkelebat lewat, unta yang menerjang
paling depan segera menjerit ngeri, di tengah muncratan darah segar
binatang itu roboh binasa di atas tanah.
Hong Teng tak menyangka di saat jiwanya terancam bahaya,
seseorang telah muncul dan menolong dirinya, seluruh perhatian dan
semangatnya segera dikumpulkan kembali untuk memperhatikan
gerak-gerik manusia aneh berjubah merah itu lebih jauh.
Sambil mencekal kapak pembelah langit, Chee Thian Gak berdiri
kaku di tengah kalangan, dengan wajah tenang ia siap menghadapi
serbuan dari unta-unta berikutnya.
Kapaknya kembali diayun... darah segar muncrat ke empat
penjuru, unta kedua roboh binasa.
Derap kaki bergetar membelah angkasa, seolah-olah barisan kuda
yang banyak jumlahnya sedang menerjang ke arahnya, Chee Thian
Gak membentak keras, dengan jurus 'Boan Ku Kay Thian' atau Boan
Ku membuka langit ia ayunkan kapaknya ke depan.
Cahaya tajam berkilauan memenuhi angkasa, tiga ekor unta
berikutnya sama-sama menjerit keras kemudian roboh di hadapannya
bagaikan sebuah bukit kecil.
Chee Thian Gak tidak memandang untuk kedua kalinya, sehabis
membinasakan binatang-binatang itu dengan langkah lebar ia lewati
tumpukan bangkai unta-unta itu dan menghadapi serangan
berikutnya.
Menanti jurus ke-tujuh dari Sembilan kapak pembelah langit
telah digunakan, secara beruntun dia telah membinasakan sembilan
ekor unta.

52
IMAM TANPA BAYANGAN II

Loe Peng si pendekar bertenaga sakti yang menyaksikan kejadian


itu dengan mata kepala sendiri, diam-diam merasa terperanjat
bercampur kagum, gumamnya :
"Tak nyana di kolong langit ini masih juga terdapat manusia yang
bertenaga sakti sebagai itu..."
Mendengar gumaman itu, Hong Teng si naga hitam dari gurun
pasir segera berpaling.
"Kau sudah menyaksikan kehebatan dari manusia aneh berjubah
merah itu?..."
Dengan mulut membungkam Loe Peng mengangguk.
"Kau adalah orang yang berasal dari daratan Tionggoan," kata
Hong Teng kembali, "tahukah kau siapakah dia?"
Loe Peng menggeleng.
"Belum pernah kudengar di daratan Tionggoan terdapat manusia
yang menggunakan kapak sebagai senjata andalannya, dan tak pernah
kudengar ada jago lihay dengan dandanan begitu..."
Dengan nada tercengang tiba-tiba tanyanya :
"Mungkin dia datang dari luar perbatasan, apa kau kenal dengan
orang itu?"
"Aku cuma pernah mendengar orang berkata di Mongolia
terdapat sinkoen bertenaga raksasa, di samping itu..."
Bicara sampai disini mendadak dia merandek, sebab secara
mendadak dirasakannya senjata patung tembaga yang dicekal dalam
genggaman telah jatuh ke atas tanah.
Demikian juga halnya dengan Loe Peng tahu-tahu ia
menyaksikan senjata toyanya sudah terjatuh ke atas tanah.
Rupanya karena tegang menghadapi serbuan rombongan unta
tadi maka tanpa terasa masing-masing pihak sudah mengendorkan
tenaga serangannya sehingga lama kelamaan ingatan kedua belah
pihak untuk adu jiwa pun semakin hilang dari benak mereka, ketika
tenaga kendoran masing-masing pihak sudah mencapai pada satu

53
Saduran TJAN ID

titik, maka tanpa menimbulkan luka bagi pihak lawan senjata masing-
masing terlepas dari genggaman.
Dalam pada itu Loe Peng sudah berjongkok hendak mengambil
kembali senjata toyanya.
"Bagaimana? pertarungan ini mau diteruskan?" bentak Hong
Teng dengan mata melotot.
Sambil berkata ia pun segera berjongkok hendak mengambil
kembali senjata patung tembaganya, apa daya sekalipun senjatanya
sudah dipegang namun tiada tenaga untuk mengangkatnya, seakan-
akan segenap kekuatan yang dimilikinya sudah buyar sama sekali.
Ketika ia berpaling ke arah lawan, ternyata keadaan Loe Peng pun
tidak jauh berbeda, dalam keadaan begini mereka hanya bisa saling
berpandangan sambil tertawa getir.
Lama sekali kedua orang itu saling berpandangan, akhirnya
masing-masing pejamkan matanya untuk mengatur pernapasan.
Dalam pada itu Chee Thian Gak telah selesai membereskan ke-
sembilan ekor unta tadi, dengan kapak pembelah langit terselip di
pinggang ia dekati kedua orang itu dengan senyuman di kulum.
"Rasanya belum pernah mereka bayangkan kalau pada suatu hari
mereka akan menjumpai keadaan yang serba kikuk macam begini,"
pikirnya. "Entah bagaimana perasaan mereka di kala saling
berpandangan tadi?"
Tapi ingatan tersebut hanya sebentar saja berkelebat dalam
benaknya, sebab ia lantas menyadari bahwa kedua orang itu berada
dalam keadaan luka.
Dengan sebelah tangan menjepit Hong Teng dan tangan yang lain
menjepit Loe Peng, sekali betot ia tarik kedua orang itu dari atas
tanah.
"Terima kasih atas bantuanmu..." bisik Loe Peng sambil buka
matanya memandang sekejap ke arah Chee Thian Gak lalu anggukkan
kepalanya lirih.
Sedangkan Hong Teng sambil menghela napas ujarnya :

54
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sepanjang hidup belum pernah aku berhutang budi dengan siapa


pun, setelah jiwaku kau tolong pada malam ini, selama aku masih
hidup budi ini tak akan kulupakan..."
Sinar matanya dialihkan sekejap ke arah wajah Chee Thian Gak,
memandang rambut serta jenggotnya yang kasar dan lebat, serunya
lagi sambil tertawa tergelak.
"Keadaanmu tidak jauh berbeda dengan keadaanku..."
Mendadak... suara jeritan aneh yang tinggi dan panjang
berkumandang datang dari balik hutan disusul bumi bergoncang
keras, seekor binatang yang luar biasa besarnya menerjang keluar dari
balik pepohonan, melalui tumpukan bangkai unta dan menerjang ke
arah beberapa orang itu.
Melihat binatang raksasa itu mempunyai dua buah taring yang
panjang serta belalai yang panjang, dengan hati kaget bercampur
terkesiap Loe Peng menjerit :
"Aaaaah, gajah raksasa!"
Chee Thian Gak bertindak sebat, sekali dorong ia pentalkan tubuh
kedua orang itu ke samping, kemudian sekali putar badan ia
berjumpalitan menyongsong kedatangan binatang tersebut.
Dengan gerakan yang dahsyat gajah tersebut menerjang datang,
jarak mereka kian lama kian dekat sehingga akhirnya tinggal enam
depa saja...
Dalam jarak yang sedemikian dekatnya tak mungkin lagi bagi
Chee Thian Gak untuk mencabut keluar senjata kapak yang terselip
pada pinggangnya, sebaliknya kalau ia menghindarkan diri dari
terjangan dahsyat binatang itu niscaya Hong Teng serta Loe Peng
yang ada di belakangnya bakal terpijak-pijak sampai hancur.
Tiada lagi kesempatan lain baginya untuk berpikir lebih jauh,
sambil mendengus berat telapaknya segera diputar setengah lingkaran
di depan dada kemudian dengan dahsyatnya didorong ke depan.

55
Saduran TJAN ID

Braaak...! angin pukulan tersebut dengan telak menghantam


batok kepala gajah itu membuat taring gadingnya tersapu miring dan
gerakannya yang sedang menerjang datang pun tertahan untuk sesaat.
Gajah raksasa itu menjerit panjang, kaki bagian depannya tiba-
tiba diangkat ke atas kemudian bagaikan dua batang pohon besar
serentak diinjakkan ke atas kepala Chee Thian Gak.
Lelaki aneh berjubah merah ini tidak jadi gugup, badannya
mengigos ke samping, tangan kanannya langsung menyambar salah
satu kaki gajah yang sedang diangkat ke atas itu, di tengah bentakan
keras di angkat seluruh tubuh gajah tadi kemudian melemparkannya
ke arah belakang.
Bluuuum...! getaran dahsyat bagaikan ketimpa gempa
menggetarkan seluruh bumi, batang bambu pada roboh ke samping,
di mana gajah itu terbanting segera muncul sebuah liang yang sangat
besar.
Hong Teng si naga hitam dari gurun pasir adalah seorang jagoan
yang mempunyai tenaga sakti, meskipun ia pernah menghancurkan
dua ekor harimau sekaligus di atas gunung Tiang Pek san dan
membinasakan seekor ular naga yang besar di sungai Hek Liong
Kang, tapi belum pernah ia saksikan ada orang bisa membanting gajah
yang demikian besarnya setelah membunuh sembilan ekor unta.
Hatinya kontan bergidik, dengan pandangan kagum bercampur
kaget ia berdiri melongo di tempat semula.
Sebaliknya Loe Peng si pendekar bertenaga sakti dengan hati
kagum bercampur terkejut segera berseru :
"Omihtohud! kalau ia tak memiliki tenaga sakti sebesar laksa
kati, tak nanti gajah tersebut dapat dia angkat..."
Sementara kedua orang itu masih dibikin menjublak dengan
peristiwa yang baru saja terjadi, mendadak terdengar jeritan panjang
lagi berkumandang datang, kembali seekor gajah besar menerjang
datang dengan hebatnya.

56
IMAM TANPA BAYANGAN II

Chee Thian Gak sama sekali tidak menggubris atas datangnya


terjangan itu, ia tetap berlutut di atas tanah dengan sikap tenang.
Menanti gajah tadi hampir tiba di hadapannya, Chee Thian Gak
baru meloncat bangun, telapak kirinya diayun ke muka... Duuuuk!
sebatang taring gading gajah itu dihantam hingga patah,
menggunakan kesempatan di kala binatang tersebut sedang meronta
gusar, kaki kanannya maju ke depan, tangannya laksana kilat
menghambur belalai yang sedang menyapu tiba.
Terdengar ia membentak keras, meminjam tenaga terjangan
gajah itu mendadak ia angkat tubuh binatang tersebut dan kemudian
membantingnya ke belakang.
Semua gerakan ini dilakukan dalam waktu yang amat singkat,
sementara bentakan Chee Thian Gak belum reda, tubuh sang gajah
yang tinggi besar tadi sudah terlempar ke udara dan jatuh kurang lebih
dua tombak di hadapannya.
Blummmm... sekali lagi bumi bergetar keras...
Mendadak... satu bentakan keras berkumandang keluar dari balik
hutan, sesosok bayangan manusia laksana kilat berkelebat datang
dengan cepatnya...
Dalam sekejap mata orang itu sudah tiba di depan mata, ia tidak
langsung berdiri di hadapan lelaki aneh itu, sebaliknya malahan duduk
di atas ranting bambu dengan gerakan yang aneh.
Orang itu adalah seorang kakek tua berjenggot putih keperak-
perakan sepanjang dada, perawakannya pendek sekali ditambah pula
jenggotnya yang panjang membuat keadaannya aneh dan sangat lucu.
"Entah siapakah kakek cebol ini?" diam-diam Chee Thian Gak
berpikir di dalam hati. "Perawakan tubuhnya tidak mencapai tiga
depa, jenggotnya malah sepanjang dua depa setengah, untung ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya sangat lihay, kalau tidak dengan
jenggot yang begitu panjang mana ia bisa berjalan seenaknya?..."

57
Saduran TJAN ID

Sementara itu kakek cebol tadi sedang melotot ke arah Chee


Thian Gak dengan pandangan aneh, sesaat kemudian ia menjerit aneh
:
"Sungguh tak nyana di negeri kerajaan Tong masih terdapat
manusia bertenaga sakti sehebat ini, ternyata sanggup membanting
dua ekor gajah... Haaaah... haaaah... haaaah... kalau Oorchad sudah
datang dan menyaksikan kesemuanya ini, dia tentu akan sangat
mendongkol sekali!"
Suara kakek cebol ini melengking dan tidak enak didengar, apa
yang dia katakan tak sepatah pun yang didengar Chee Thian Gak
kecuali 'Oorchad' sepatah kata.
Dengan alis berkerut lantas pikirnya :
"Kakek cebol ini tidak mirip dengan orang yang berasal dari
daratan Tionggoan, ditinjau dari kulitnya yang hitam, jangan-jangan
dia berasal dari negeri Thian Tok atau mungkin budak Kun lun?"
Budak Kun lun adalah panggilan untuk orang-orang bangsa
Hitam pada jaman dinasti Tong, waktu itu kerajaan diperintah oleh
kaisar Tong Thay Cong yang kuat dan bijaksana, pengaruh
kekuasaannya telah meliputi negeri Korea, Jepang, India, Vietnam,
Birma serta beberapa negara tetangga, setiap tahun dari negeri itu
pasti datang upeti yang tak ternilai jumlahnya.
Nama kerajaan Tong bukan saja tersohor di seluruh Asia bahkan
pedagang-pedagang dari negeri Timur Jauh serta Eropah pun sudah
seringkali mendatangi Tionggoan, oleh sebab itu tidak aneh pada
masa itu kalau sering nampak orang bermata biru berambut pirang
dengan membawa orang-orang kulit hitam sebagai budak
bermunculan di negeri Tiongkok.
Bagi orang Tionggoan, bangsa kulit hitam itu disebutnya sebagai
budak Kun lun.
Sementara itu ketika kakek cebol itu melihat Chee Thian Gak
hanya memandang ke arahnya dengan pandangan tertegun tanpa

58
IMAM TANPA BAYANGAN II

mengucapkan sepatah kata pun, hawa gusarnya segera berkobar,


makinya :
"maknya... anak anjing..."
"Hey, kenapa kau memaku aku?" tegur Chee Thian Gak dengan
nada tertegun.
Bukannya berhenti, kakek cebol itu malah memaki kembali
dengan kata-kata tercabul, dalam keadaan gusar bukan saja suaranya
berubah jadi aneh, wajahnya pun kelihatan lucu sekali.
"Aaaah... rupanya orang ini baru saja belajar memaki orang
dengan kata-kata kotor... maka ia cuma bisa mengulangi beberapa
patah kata itu saja..." pikir Chee Thian Gak sambil tertawa getir.
Setelah melontarkan kata-kata makian, kakek cebol tadi menekan
kain putih pengikat kepalanya ke atas.
Sebuah permata segera gemerlapan di atas kain kepala itu,
mendadak ia buka mulut dan bersuit panjang.
Suaranya aneh dan seram... begitu hebat suaranya sehingga bikin
hati orang tidak tenang dan terasa sangat kacau...
Jeritan-jeritan gajah gajah melengking dari balik hutan disusul
sahutan seorang dari tempat kejauhan.
Begitu mendengar suara sahut menyahut antara kakek cebol itu
dengan rombongan gajah, dalam benak Chee Thian Gak segera
berkelebat satu ingatan, ia teringat kembali akan dua nama yang
pernah disebut Cian Hoan Lang koen atau Lelaki tampan berwajah
seribu.
"Oooouw... dia pastilah si dewa cebol dari negeri Thian Tok yang
diundang Ciak Kak Sin Mo!" pikirnya. "Sedang orang yang disebut
Oorchad kemungkinan besar adalah ketua suku Oorchad yang disebut
Sinkoen bertenaga sakti..."
oooOooo

59
Saduran TJAN ID

Bagian 15
BERPIKIR SAMPAI DISINI, air mukanya berubah jadi adem,
pikirnya lebih jauh :
"Rupanya Hoa Pek Tuo menganggap setelah aku pin menemui
ajalnya maka di kolong langit sudah tiada orang yang patut disegani
lagi, karena itu dia sudah laksanakan rencana besarnya untuk
menguasai seluruh jagad jauh sebelum saat yang telah ditetapkan..."
Mendadak hardiknya dengan suara lantang :
"Apakah kau adalah si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok?"
Senyuman manis terlintas di atas wajah si kakek cebol yang hitam
pekat bagaikan pantat kuali, bibirnya yang lebar merekah hingga
nampak sebaris giginya yang putih bersih, setelah tertawa jawabnya :
"Darimana kau bisa mengetahui akan diriku?"
"Hmmm... Hmmm... bukankah kau sengaja diundang Hoa Pek
Tuo untuk menghadapi tiga dewa dari luar lautan?" kembali Chee
Thian Gak berseru sambil tertawa dingin.
Sementara Dewa cebol dari negeri Thian Tok hendak menyahut,
sesosok bayangan hitam berkelebat datang dengan gerakan yang amat
cepat. Memandang ke arah orang itu, kakek cebol dari negeri Thian
Tok berteriak keras :
"Oorchad! coba kau lihat gajahku!"
Orang yang baru saja datang mempunyai perawakan yang tinggi
besar dan kekar, kulit wajahnya kuning emas, rambutnya keriting,
hidungnya mancung dan matanya cekung ke dalam, sekali pandang
siapa pun tahu bahwa orang itu bukan bangsa Han.
Menyaksikan kehadiran orang itu diam-diam Chee Thian Gak
merasa terkesiap, pikirnya :
"Sedikit pun tidak salah, dia adalah Sin Koen bertenaga sakti dari
Mongolia, rupanya beberapa ekor unta itu adalah binatang yang
sengaja dia bawa ke daratan Tionggoan, dan kini sudah kubinasakan
semua..."

60
IMAM TANPA BAYANGAN II

Belum habis dia berpikir, sin koen bertenaga sakti Oorchad telah
menerjang tiba, sambil meraung gusar sekali jotos ia kirim sebuah
bogem mentah ke arah tubuh Chee Thian Gak.
Angin pukulan menderu-deru, jago kita tidak bingung dibuatnya,
dengan tenang ia buang badan bagian atasnya ke belakang, lengan
kanannya diputar satu lingkaran busur balas melancarkan satu jotosan
ke depan.
Duuuuk... ! sepasang kepalan saling membentur satu sama
lainnya di tengah udara menimbulkan bentrokan yang amat nyaring,
tubuh kedua orang itu sama-sama tertekan ke bawah hingga
mengakibatkan bumi bergoncang keras.
Oorchad mundur selangkah ke belakang, memandang
kepalannya ia berdiri melengak, tapi hanya sebentar saja sebab secara
tiba-tiba ia meraung keras, sepasang lengannya dikepal ke depan dada
kemudian menubruk ke arah tubuh lawan.
Chee Thian Gak sendiri diam-diam merasa bergidik juga atas
kekuatan tenaga sakti yang dimiliki pihak lawan, dalam bentrokan
barusan ia rasakan tulang kepalannya teramat sakit seakan-akan pada
retak semua...
Belum sampai pikiran kedua berkelebat dalam benaknya, terasa
pandangan matanya jadi kabur, Oorchad dengan ganas dan hebatnya
tahu-tahu sudah menerjang datang, sepasang lengannya laksana ular
hijau membelit ke arah pinggangnya.
"Aaai...! Chee Thian Gak berseru tertahan, mendadak kaki
kanannya melancarkan satu tendangan ke depan mengarah lambung
lawan, lengannya diputar siap meronta dari jangkauan lengan musuh.
Dua jurus serangan ini dilancarkan dengan kecepatan yang sukar
dilukiskan dengan kata-kata, tetapi Oorchad sama sekali tidak
menggubris, pinggangnya dibungkukkan ke depan, kaki ditekuk ke
bawah, diiringi suara bentakan keras dia dekap pinggang musuh
kemudian diangkat ke atas.

61
Saduran TJAN ID

Cara tubrukan serta pendekapan yang dia lakukan bukan lain


menggunakan cara sistim gulat aliran Mongolia, begitu lengannya
berhasil memeluk pinggang musuh pergelangannya segera diputar,
seketika ia banting badan Chee Thian Gak ke atas tanah dan menekan
kepalanya mencium tanah.
Kelihatannya sebentar lagi kepala Chee Thian Gak akan
membentur permukaan tanah, mendadak terdengar Hong Teng si naga
hitam dari gurun pasir membentak keras, badannya sekuat tenaga
meloncat ke depan, maksudnya ia hendak betot tubuh Chee Thian Gak
sehingga kepalanya tidak sampai membentur tanah.
Tapi sayang segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya boleh
dikata sudah hampir habis digunakan untuk beradu jiwa beberapa saat
berselang, baru saja badannya melayang sejauh lima depa, mendadak
kakinya jadi lemas dan tubuhnya tidak ampun segera roboh ke atas
tanah.
Dengan cepat ia merangkak bangun, tapi belum sempat ia berdiri
punggungnya telah kejatuhan benda berat... tidak ampun ia roboh
kembali ke atas tanah.
Ternyata Loe Peng yang berusaha hendak menyelamatkan jiwa
Chee Thian Gak pula sudah jauh terjengkang ke atas tanah berhubung
kehabisan tenaga...
Tiba-tiba terdengar Oorchad membentak keras, begitu keras
suara teriakannya sehingga seluruh bumi bergetar keras, Hong Teng
serta Loe Peng yang sudah pejamkan mata karena tidak tega
menyaksikan tubuh tuan penolongnya hampir terbanting ke tanah
tanpa sadar sudah membelalakkan mata dan memandang ke arah
kalangan dengan hati kaget bercampur tercengang...
Ternyata keadaan di tengah kalangan sudah mengalami
perubahan besar, bukan Chee Thian Gak yang terbanting ke atas
tanah, sebaliknya tubuh Oorchadlah yang sudah menggeletak di tanah
dengan mata melotot bulat, ketika itu dengan pandangan tertegun jago

62
IMAM TANPA BAYANGAN II

lihay dari Mongolia ini sedang menatap wajah Chee Thian Gak yang
berdiri kurang lebih enam depa di hadapannya.
Mimpi pun ia tak menyangka kalau kepandaian gulat aliran
Mongolia yang sudah dikuasainya dengan amat sempurna itu sama
sekali tak berhasil membanting tubuh lawan ke atas tanah.
Ia semakin tidak mengerti apa sebabnya, tatkala ia salurkan hawa
murninya tadi, tendangan yang dilancarkan lawan bisa mengenai di
jalan darah Jiu keng Hiat di atas dadanya dengan begitu tepat,
membuat badannya jadi lemas dan sebaliknya malah terpental sejauh
enam langkah.
Chee Thian Gak sendiri dengan mulut membungkam menatap
wajah Oorchad tajam-tajam, cambangnya yang pendek dan kasar
membuat raut wajahnya nampak lebih gagah dan perkasa.
Di tengah kesunyian yang mencekam seluruh jagad itulah,
terdengar si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok bertepuk tangan
sambil tertawa terbahak-bahak.
"Setan cebol, apa yang kau tertawakan?" maki Oorchad dengan
penuh kegusaran sambil meloncat bangun dari atas tanah.
Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tertawa semakin nyaring
sehingga barisan giginya yang putih di balik bibirnya yang merah
kelihatan semakin nyata.
"Kau paling suka mempamerkan kekuatan kasarmu di hadapan
banyak orang, sekarang rasakanlah kalau sudah ketanggor batunya
dan bertemu dengan tandinganmu, haaaah... haaaah... haaaah... aku
merasa sangat gembira karena kau jatuh terjengkang di atas tanah."
Oorchad tertegun, namun dengan cepat ia sudah berseru kepada
diri Chee Thian Gak :
"Tunggu sebentar, aku hendak saling beradu tiga jurus pukulan
lagi dengan dirimu."
Sambil membentak keras dengan langkah lebar ia segera berjalan
menuju ke arah hutan bambu.

63
Saduran TJAN ID

Selama ini Hong Teng selalu menganggap perawakan tubuhnya


yang paling tinggi, tapi setelah menyaksikan tubuh Oorchad yang
tingginya melebihi satu tombak ini, tanpa sadar diam-diam ia
menghela napas panjang.
Dalam dua tiga langkah Oorchad telah tiba di tepi hutan bambu,
tatkala dilihatnya Hong Teng serta Loe Peng bergulingan jadi satu di
situ, dengan hati melengak ia segera menegur :
"Hey, kalian sedang berbuat di situ?"
"Heeeh... heeeeh... heeeh... kami sedang menonton orang
berkelahi!" sahut Hong Teng sambil tertawa nyaring.
"Darimana kau bisa tahu kalau aku datang kemari memang mau
berkelahi???" kembali Oorchad bertanya dengan wajah tertegun.
Menyaksikan tingkah laku orang, Loe Peng segera mengerti
bahwa Oorchad adalah seorang dungu, maka ia lantas tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bukan, kami bukan sedang nonton
orang berkelahi, kami sedang tidur!"
"Oooow...! tidur???" Oorchad angguk-anggukan kepalanya
berulang kali, "sekarang hari sudah malam, memang sudah waktunya
untuk tidur!..."
Sambil meraba kepalanya sendiri, sekilas rasa sedih berkelebat di
atas wajahnya, kembali dia bergumam :
"Sayang aku harus berkelahi lagi, tak mungkin aku bisa tidur
dalam keadaan begini..."
Sambil menggerutu ia lantas lanjutkan langkahnya menerjang ke
dalam hutan bambu.
Menyaksikan si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang masih
berdiri di atas ranting bambu, teriaknya keras-keras :
"Hey setan cebol, ayoh turun!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... Oorchad kau jangan melampiaskan
amarahmu ke atas tubuhku, aku toh tidak membinasakan unta-untamu
itu!"

64
IMAM TANPA BAYANGAN II

Oorchad melengak, tapi dengan cepat serunya :


"Gajah-gajahmu tak sanggup menangkan cepatnya lari unta-
untaku, kau sudah menderita kekalahan di tanganku!"
"Eeeei... nanti dulu, bukankah kita bertaruh binatang tunggangan
siapa yang lebih dahulu tiba di perkampungan Thay Bie San cung,
maka zamrud merah delima itu akan jatuh ke tangan siapa, unta-
untamu toh tidak melanjutkan perjalanan, sebaliknya gajah-gajahku
masih meneruskan perjalanan ke depan..."
Rupanya si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok serta Sin koen
bertenaga sakti Oorchad sengaja diundang Hoa Pek Tuo untuk datang
ke perkampungan Thay Bie San cung guna melaksanakan rencana
besarnya melenyapkan dunia persilatan di daratan Tionggoan.
Mereka berdua, yang satu dengan menunggang untanya
berangkat dari Mongolia sedang yang lain berangkat dari negeri Thian
Tok dengan menunggang gajah.
Karena mereka berdua sama-sama tidak begitu paham dengan
peta bumi negeri Tionggoan, sedang perjalanan mereka hanya
mengandalkan secarik peta yang sengaja dibuat Hoa Pek Tuo bagi
mereka, maka perjalanan yang dilakukan kedua orang itu ngawur
tidak karuan.
Sungguh tak nyana dalam suatu kesempatan mereka telah saling
berjumpa di dalam propinsi Kwang Soe, berhubung gerak gerik
mereka berdua yang serba mistrius, ditambah pula kedua belah pihak
menunggang binatang-binatang yang pada masa itu masih dianggap
aneh bagi penduduk di daratan Tionggoan maka begitu saling
berjumpa mereka lantas saling berkelahi satu sama lain.
Menanti kedua orang itu sama-sama mengutarakan tujuan dari
kedatangan mereka, barulah mereka sadar bahwa mereka berdua
sengaja datang atas undangan dari Hoa Pek Tuo.
Suatu malam mereka telah tiba di propinsi Su cuan, karena
malam yang gelap sedang perjalanan masih dilanjutkan, Oorchad

65
Saduran TJAN ID

telah mengeluarkan zamrud merah delima milik sukunya sebagai


penerangan.
Si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang menyaksikan benda
berharga tadi segera mengenali pula bahwasanya benda itu adalah
Zamrud merah delima yang telah hilang hampir seratus tahun
lamanya dari kuil gajah mustika di negeri Thian Tok maka dengan
segala macam akal dicobanya untuk mendapatkan kembali Zamrud
tadi, siapa sangka Oorchad tak mau mengembalikan.
Sampai akhirnya si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok segera
mengusulkan untuk mengadakan pertandingan menempuh perjalanan
antara gajah serta unta-untanya; barang siapa yang tiba lebih duluan
di perkampungan Thay Bie San cung maka Zamrud merah delima itu
akan menjadi pemilik si pemenang.
Watak Oorchad adalah jujur dan polos, belum pernah ia
menggunakan akal muslihat untuk merobohkan musuhnya, ditambah
pula ia berdiam jauh di daerah Mongolia yang belum pernah melihat
gajah maka ketika dijumpainya gajah-gajah itu besar lagi berat, dia
lantas mengira unta-untanya pasti dapat menang dalam pertandingan
ini.
Tapi ia tidak mengerti kalau unta-untanya memang jempolan di
daerah bergurun sebaliknya payah kalau diharuskan lewat jalan
gunung yang penuh dengan bukit dan pepohonan.
Oleh karena itu untuk sementara unta-untanya menderita
kekalahan, tapi ia tidak berputus asa, digunakannya cara penjinakan
unta yang telah dikuasainya untuk memerintahkan unta-unta itu
berlari cepat, alhasil untuk kali itu ia mendapat kemenangan.
Kian lama perkampungan Thay Bie San cung semakin dekat,
kalau ia tidak mempertahankan terus posisinya sekarang niscaya
pihaknya yang akan menderita kekalahan. Siapa sangka di tempat itu
unta-untanya berjumpa dengan Chee Thian Gak yang mengakibatkan
binatang-binatang miliknya mati terbunuh semua.

66
IMAM TANPA BAYANGAN II

Apalagi setelah menyaksikan si Dewa Cebol dari negeri Thian


Tok mengejek dan mentertawakan dirinya, tentu saja semua rasa
dongkol dan marahnya ditumpahkan ke atas tubuh kakek cebol itu.
Namun setelah mendengar perkataan lawan, kembali ia dibikin
tertegun, sambil meraba kepalanya terdengar orang itu bergumam :
"Ehmmm, sedikit pun tidak salah, dia memang berkata binatang
tunggangan milik siapa yang tiba di perkampungan Thay Bie San
cung lebih duluan, maka dialah yang akan mendapatkan zamrud
merah delima..."
Lama sekali Oorchad berdiri termangu-mangu di situ, seakan-
akan ia telah menemukan sesuatu, sambil mendongak katanya :
"Gajah-gajahmu tidak nanti bisa tiba di perkampungan Thay Bie
San cung, kau anggap aku adalah orang tolol yang bakal tertipu oleh
siasat licinmu?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... sedikit pun tidak salah, kau
memang seorang manusia tolol."
Oorchad meraung keras, ia masuk ke dalam hutan sambil
ayunkan sepasang telapaknya yang besar, angin puyuh menderu-deru
di angkasa... seketika berpuluh-puluh batang bambu roboh ke atas
tanah.
Benar-benar hebat manusia ini, kakinya yang melangkah di tanah
segera menghancurkan apa saja yang dijumpai, dalam sekejap mata
keadaan di situ berubah jadi porak poranda...
Menyaksikan tingkah laku orang kasar tadi, si Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok segera tertawa geli, sindirnya :
"Huuuu.... keadaanmu tidak jauh berbeda dengan babi-babi
celeng di negeriku sana... di mana saja yang dilalui babi-babi itu
tanaman tentu akan hancur berantakan..."
"Setan tua ayoh turun kemari... lihat saja nanti aku si tua cabut
gundul jenggot-jenggot sialmu itu," maki Oorchad dengan gusarnya.
Si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang dimaki bukan jadi
marah sebaliknya malah tertawa semakin menjadi, begitu gelinya

67
Saduran TJAN ID

kakek itu sampai-sampai air mata jatuh bercucuran dan mulutnya tak
sanggup ditutup rapat, teriaknya sambil menuding ke arah Oorchad :
"Babi celeng... kau..."
"Maknya, hey setan tua, kudoakan agar kau tertawa sampai
modar..."
Gelak tertawa si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok semakin
menjadi-jadi... seakan-akan di kolong langit tidak ada orang yang jauh
lebih menggelikan daripada Oorchad.
Terlihatlah wajahnya yang hitam pekat telah basah oleh air mata,
bibirnya kelihatan bertambah merah, saking kerasnya dia tertawa
sampai pinggang pun terbungkuk-bungkuk.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sungguh menggelikan... sungguh
menggelikan... sampai air mataku bercucuran..."
"Maknya... moga-moga ususmu pada mengalir keluar semua...
ayoh tertawa terus... moga-moga perutmu jebol..."
Ia sambar batang bambu di sisinya lalu dilemparkan ke tengah
angkasa, diikuti ia dekati bambu di mana si cebol berada dan dengan
sekuat tenaga dibetotnya dari atas tanah.
Hilang lenyap seketika itu juga gelak tertawa dari si Dewa Cebol,
buru-buru badannya melejit ke angkasa, jenggotnya berputar setengah
lingkaran busur di angkasa dan melayang turun kurang lebih dua
tombak jauhnya dari tempat semula.
Ketika Oorchad berhasil mencabut keluar bambu tadi dan
dipatah-patahkan jadi beberapa bagian, ia baru tertegun karena tidak
menjumpai si cebol berada di situ.
"Heeey... kemana perginya setan tua itu?" serunya tercengang.
Tingkah lakunya yang ketolol-tololan ini tentu saja mengerutkan
dahi Chee Thian Gak, pikirnya :
"Kenapa sih otak orang ini begitu bebal dan sederhana? Tidak
aneh kalau ia begitu gampang kena dipanasi oleh Hoa Pek Tuo
sehingga bersedia memusuhi orang kangouw. Aaaaa... aku benar-
benar tidak habis mengerti bagaimana caranya ia memimpin sebuah

68
IMAM TANPA BAYANGAN II

suku yang besar? atau mungkin orang Mongol memang mengagumi


orang yang memiliki kekuatan besar, maka menjumpai orang yang
mempunyai kekuatan jauh lebih besar dari mereka lantas diangkat
sebagai ketua suku..."
Dalam pada itu Oorchad telah maju dua langkah ke depan, sorot
matanya dengan tajam melirik sekejap ke arah Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok yang ada di sisi kanan pohon bambu, tiba-tiba
teriaknya keras :
"Aaaaah... disini ada bangkai gajah..." seraya berseru ia lantas
berjongkok ke atas tanah.
Senyuman yang menghiasi bibir Dewa Cebol dari negeri Thian
Tok seketika lenyap tak berbekas, sekarang ia baru teringat bahwa
tujuan kedatangannya ke daratan Tionggoan adalah atas undangan
dari sepasang iblis Seng Sut Hay, dan teringat pula bahwa Chee Thian
Gak telah membinasakan seekor gajahnya.
Dengan cepat ia meloncat ke depan serunya :
"Hey Oorchad, lebih baik kita jangan ribut dahulu..."
Oorchad tidak ambil pusing seruan orang, melihat jarak si Dewa
Cebol dengan dirinya cuma terpaut lima depa, mendadak ia maju
selangkah ke depan, lengan kanannya laksana kilat menyambar
jenggot panjang dari lawannya.
Rupanya si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tak pernah
menyangka Oorchad yang selama ini dianggap bodoh bagaikan babi
ternyata dapat menggunakan akal, tanpa bisa dihindari lagi
jenggotnya segera kena disambar, membuat ia jadi melengak dan
tertegun.
"Haaaah... haaaah... haaaah... setan tua berjenggot panjang..."
seru Oorchad sambil tertawa keras. "Biarlah aku si kepala suku
menghantar dirimu menghadap Malaikat!"
Dewa Cebol dari Negeri Thian Tok meraung rendah, seluruh
tubuhnya melayang ke depan dengan mendatar, sepasang kakinya
serentak melancarkan tendangan berantai menghajar dada Oorchad.

69
Saduran TJAN ID

Kekuatan tendangan dari kedua belah kakinya boleh dikata


mencapai bobot seberat ribuan kati, namun tatkala ujung kakinya
mampir di atas dada Oorchad yang bidang dan lebar, sama sekali tidak
menunjukkan reaksi apa pun seolah-olah dada lawannya terbuat dari
baja yang sangat kuat.
Mula-mula Oorchad melengak ketika menyaksikan perbuatan
lawan, tapi dengan cepat ia tertawa terbahak-bahak, sekali puntir ia
tarik jenggot panjang kakek cebol dua kali mengitari depan tubuhnya
kemudian dibetot ke arah bawah.
Si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok menjerit-jerit kesakitan,
telapaknya segera diputar dan hawa murni disalurkan ke seluruh
tubuh, dalam sekejap mata telapaknya berubah jadi merah padam
bagaikan darah, diiringi desiran tajam langsung ditabokkan ke atas
tubuh Oorchad.
Sementara itu si Sinkoen bertenaga sakti dari Mongolia sedang
kegirangan setengah mati karena berhasil membetot jenggot
musuhnya, tatkala secara tiba-tiba ia mencium bau amis yang amat
menusuk hidung, dalam hati ia lantas sadar bahwa si Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok ini pastilah telah mengeluarkan ilmu pukulan
beracunnya, suatu ingatan berkelebat dalam benaknya.
Di tengah suatu bentakan nyaring, tangan kanannya dengan cepat
mencengkeram kiri kanan lawannya, kemudian sekali puntir dan
menjegal, ia banting tubuh kakek cebol itu ke atas tanah dengan
gerakan gulat aliran Mongolia...
Dalam pada itu si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sedang
mengerahkan tenaga dalamnya untuk melancarkan satu pukulan kilat,
siapa sangka secara tiba-tiba tubuhnya diangkat oleh Oorchad ke
tengah udara sehingga hantamannya mengenai sasaran yang kosong,
tubuhnya jdi kendor dan lemas... tahu-tahu ia sudah diputar dua
lingkaran di tengah udara dan dibanting keras-keras ke atas tanah.
Oorchad tertawa terbahak-bahak, ia maju dua langkah ke depan,
lengan tangannya bagaikan ular sendok mendekam tubuh lawan erat-

70
IMAM TANPA BAYANGAN II

erat kemudian sekali betot ia cekal pinggang musuh dan dibantingnya


lagi ke ke atas tanah dengan gerakan gulat.
Ketika dibanting untuk pertama kalinya tadi si Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok sudah merasa pusing tujuh keliling, dadanya terasa
sesak dan sukar untuk bernapas, belum sempat dia atur pernapasan
tubuhnya kembali sudah dicekal lawan dan dibanting ke atas tanah.
Duuuuk...! punggungnya mentah-mentah mencium permukaan
tanah, membuat badannya terjungkal bulak-balik bagaikan onde-
onde, darah panas dalam dadanya langsung bergolak kencang, hampir
saja ia muntahkan darah segar.
Oorchad tertawa terbahak-bahak, sambil meludah ke atas tanah
serunya :
"Hey setan tua keling... enyah dari sini! Sana pulang ke rumah
nenekmu! Aku sudah tidak punya waktu lagi untuk berjoget dengan
dirimu...!"
Ia putar badan langsung menghampiri Chee Thian Gak, kembali
teriaknya :
"Keparat cilik, waaah... terpaksa aku harus suruh kau menanti
agak lama... mari! mari! mari! lebih baik kita adu kepalan sebanyak
tiga gebrakan lagi!"
Mendengar seruan itu Chee Thian Gak merasa geli bercampur
mendongak, ia lantas mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak salah, lebih baik kita saling
adu tenaga."
Buru-buru Oorchad menerjang ke muka, kepalanya yang besar
dan kuat segera dikepal kencang-kencang kemudian secara beruntun
melancarkan tiga buah serangan berantai, desiran tajam menderu-
deru, angin pukulan bagaikan gulungan ombak menyapu dan melanda
ke muka dengan hebatnya. Chee Thian Gak membentak berat, tubuh
bagian atas sedikit berjongkok ke bawah, hawa murni disalurkan ke
dalam sepasang lengan, dalam waktu singkat dia pun melancarkan

71
Saduran TJAN ID

tiga buah serangan berantai, dengan keras lawan keras disambutnya


seluruh serangan lawan.
Angin guntur membelah bumi, bagaikan bendungan yang ambrol
desiran angin menyebar ke empat penjuru, tubuh Oorchad membeku
beberapa saat, wajahnya berubah jadi merah padam, dengan
termangu-mangu dipandangnya pasir serta batu kerikil yang
berhamburan di tengah angkasa.
Lama sekali... ia baru berseru :
"Bagus!"
Habis berkata dari mulutnya menyembur keluar darah segar,
tubuhnya yang tinggi kekar mundur tiga langkah ke belakang dengan
sempoyongan, termakan oleh desiran angin pukulan yang maha
dahsyat badannya berpusing dua kali kemudian roboh terjengkang ke
atas tanah.
Hijau membesi seluruh wajah Chee Thian Gak,ia tarik napas
dalam-dalam, hawa murninya perlahan-lahan diatur dan menekan
golakan hawa darah dalam rongga dadanya.
Meskipun di dalam adu kekuatan yang baru saja berlangsung ia
berhasil menang satu gebrakan, tetapi memandang tubuh Oorchad
yang jatuh terjengkang di atas tanah, diam-diam ia merasa menyesal,
sebab ketiga buah serangan yang baru saja digunakan tadi merupakan
suatu penggabungan antara ilmu Lay yang sin kang serta kepandaian
sakti yang diperolehnya dari kitab Ie Cin Keng.
Seandainya ia tidak mengeluarkan gabungan kedua macam
kepandaian sakti yang menimbulkan kekuatan aneh itu, mungkin ia
tak akan sanggup menahan kekuatan lawan.
"Oorchad!" tanpa terasa serunya dengan nada kagum, "kau benar-
benar seorang pendekar sejati di antara pendekar-pendekar yang ada
di kolong langit, kau tidak malu disebut sebagai seorang Sinkoen
bertenaga maha sakti."

72
IMAM TANPA BAYANGAN II

Titik-titik air bercampur darah mengucur keluar dari ujung bibir


Oorchad, perlahan-lahan ia merangkak bangun, serunya pula dengan
suara parau :
"Hanya kau seorang yang bisa disebut pendekar sejati di antara
pendekar-pendekar yang ada di kolong langit..." ia tertawa tergelak.
"Mulai detik ini aku Oorchad akan mengingat hubungan persahabatan
dengan dirimu, bukan saja aku tak akan mempersoalkan ke-sembilan
ekor untaku lagi, bahkan suatu hari bila kau berkunjung ke
Mongolia,akan kuhadiahkan sembilan ekor unta untukmu..."

73
Saduran TJAN ID

Jilid 4
BELUM habis dia berkata, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin
muncul dari belakang tubuhnya, tahu-tahu si Dewa Cebol dari negeri
Thian Tok dengan gerakan yang mengerikan telah menubruk datang.
Suara suitan lengking berkumandang di seluruh angkasa, hawa
merah yang bercampur dengan bau amis menyelimuti empat penjuru,
si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sambil tertawa seram serunya :
"Oorchad, serahkan jiwamu!"
Buru-buru Oorchad bergeser ke samping, siapa sangka si Dewa
Cebol dari negeri Thian Tok membokong dari arah belakang, ia lantas
menghardik keras :
"Setan cebol, kau..."
Belum habis ia berteriak, pukulan berantai merah dari si Dewa
Cebol telah mengancam di depan dadanya, dalam keadaan yang
kepepet jago lihay dari Mongolia ini tak bisa berbuat lain kecuali
busungkan dadanya, ia siap menyambut datangnya serangan lawan
dengan keras lawan keras.
Dalam detik terakhir yang kritis dan berbahaya itulah, mendadak
tubuh Chee Thian Gak bagaikan bayangan setan telah menerobos
masuk lewat celah-celah di tengah kepungan tersebut.
"Biarlah aku yang sambut seranganmu itu!" bentaknya keras.
Diiringi suara bentakan nyaring, hawa panas yang menyengat
badan segera menyambar ke tengah udara, menggunakan jurus kedua
dari ilmu Thay yang Sam Sie yaitu 'Liat Jiet Hian Hian' atau Terik
Matahari Menyengat Badan ia sambut pukulan lawan.

74
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ledakan keras membelah angkasa, di tengah jeritan aneh si Dewa


Cebol dari negeri Thian Tok tubuhnya mencelat ke angkasa,
jenggotnya berkibar memenuhi udara bagaikan hujan gerimis yang
melanda permukaan jagad...
Sepasang mata Chee Thian Gak melotot bulat, bekas merah di
antara sepasang alisnya kelihatan merah membara semakin nyata,
membuat orang yang memandang jadi ngeri dan bergidik.
Tubuh Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang tidak mencapai
tiga depa tingginya itu di bawah sorot cahaya rembulan yang remang-
remang nampak semakin cebol, di atas jubahnya yang berwarna putih
kini berubah jadi hitam bekas terbakar hangus, jenggotnya yang
semula panjang terurai ke bawah kini sudah terbakar hangus semua
oleh pukulan Thay yang sinkang dari Chee Thian Gak hingga tinggal
sedikit jenggot hangus di antara bibirnya.
Dengan napas terengah-engah, kakek cebol itu angkat kepalanya
memandang ke arah Chee Thian Gak, beberapa saat kemudian baru
ujarnya:
"Kepandaian apakah yang telah kau gunakan? Siapakah kau?"
Dengan sikap yang keren, gagah dan penuh berwibawa Chee
Thian Gak maju dua langkah ke depan, sahutnya :
"Cayhe adalah Pendekar Jantan Berkapak sakti Chee Thian Gak,
berasal dari gurun pasir..." ia merandek sejenak, kemudian terusnya
dengan suara berat :
"Sepanjang hidupku cayhe paling benci melihat orang main
bokong dari belakang, kalau kau tidak berbuat demikian tidak nanti
aku campuri urusanmu..."
"Hmmm! Kepandaian silatmu mirip sekali dengan ilmu Hwie
Yan Sam Sin Sie yang sudah lama lenyap dari 'Poo Sion Tiong' di
negeri Thian Tok, mengapa kau membohongi aku dengan
mengatakan kau datang dari gurun pasir???"
Tatkala menyaksikan jiwanya telah diselamatkan oleh Chee
Thian Gak, dalam hati kecilnya Oorchad merasa amat terharu

75
Saduran TJAN ID

bercampur terima kasih, terutama sekali ketika mendengar Chee


Thian Gak berasal dari gurun pasir, ia merasa hubungan batinnya
makin erat.
Kini setelah mendengar teriakan si Dewa Cebol dari negeri Thian
Tok, dengan penuh kegusaran segera bentaknya :
"Setan tua hitam, kau anggap dari daerah Mongolia kami tak ada
orang pandai?? Konyol... eeeeei, arang hitam tua, lebih baik kau
cepat-cepat enyah ke kandang nenekmu."
Rupanya jago kosen dari Mongolia ini sudah lupa atas
kekalahannya yang mengenaskan di tangan Chee Thian Gak barusan,
di tengah bentakan keras mendadak ia terjang ke muka sambil
melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat.
Angin puyuh segera menderu-deru... begitu dahsyatnya serangan
tadi sampai debu dan pasir beterbangan ke angkasa.
Dalam pada itu si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sedang
dibikin terkejut oleh kemistriusan serta kehebatan ilmu Thay yang
Sam si dari Chee Thian Gak, ia sedang memikirkan hubungan antara
ilmu tersebut dengan ilmu sakti Poo Sioe Tiong di negeri Thian Tok
yang sudah lama dikabarkan lenyap.
Menjumpai kedatangan Oorchad, ia tertegun, tapi dengan cepat
ia dapat merasakan datangnya ancaman musuh. Dalam keadaan
gugup buru-buru badannya bergeser enam coen ke samping untuk
meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Pada kesempatan yang amat singkat itu dalam benaknya telah
berputar beberapa ingatan, ia tahu kalau saat ini harus menghindarkan
diri dari serangan musuh sehingga pihak lawan berhasil merebut
kedudukan di atas angin, maka dalam puluhan jurus kemudian dia tak
akan memperoleh kesempatan untuk balas melancarkan serangan.
Sebaliknya kalau ia kerahkan segenap kemampuan yang
dimilikinya untuk menerima datangnya serangan itu dengan keras
lawan keras, maka menang atau kalah masih merupakan persoalan
yang sukar diduga.

76
IMAM TANPA BAYANGAN II

Berpikir demikian, buru-buru hawa murninya disalurkan


mengelilingi seluruh badan. Ia membentak nyaring, tubuhnya
setengah berjongkok ke bawah lalu tarik napas panjang-panjang,
sepasang telapaknya secara beruntun melancarkan tiga buah serangan
berantai.
Bayangan telapak memenuhi angkasa, angin pukulan menderu-
deru... seluruh jagad segera dibikin gelap oleh sapuan angin puyuh
serta hamburan batu dan debu di tengah udara...
Tubuh Oorchad mencapai ketinggian satu tombak lebih,
sebaliknya tubuh si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok belum
mencapai tiga depa, serangan yang dilancarkan dengan setengah
berjongkok ini mengakibatkan serangan-serangan yang dilancarkan
hanya mencapai ketinggian dua depa saja, oleh karena itulah ketika
Oorchad mengirim pukulannya, mendadak ia sudah kehilangan jejak
lawannya.
Ia berseru tertahan, karena tertegun tanpa terasa pukulannya pun
rada merandek sejenak.
Chee Thian Gak yang menonton jalannya pertarungan dari sisi
kalangan dapat menyaksikan semua kejadian dengan nyata, ia tidak
menyangka kalau si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok mempunyai
pukulan-pukulan aneh yang begitu sakti dan luar biasa, hatinya segera
bergerak dan ia siap turun tangan menolong jiwa jago kosen dari
Mongolia itu.
Dengan merandeknya serangan yang dilancarkan tadi, dengan
sendirinya daya pertahanan tubuh Oorchad pun semakin lemah,
menggunakan kesempatan yang sangat baik itu pukulan-pukulan Si
kakek cebol segera mendesak masuk ke dalam, tahu-tahu selapis
bayangan telapak telah mengancam di depan mata.
Kembali Oorchad melengak, teriaknya :
"Hey, kepandaian silat apa yang kau gunakan? Macam dolanan
bocah saja..."

77
Saduran TJAN ID

Belum habis dia berkata, di antara tiga belas pukulan yang


dilancarkan si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok hanya ada sebuah
jurus saja merupakan serangan sungguhan, hawa pukulan segera
dilepaskan dan bersarang telah di atas dada Oorchad.
Jago kosen dari Mongolia ini menjerit aneh, ia muntah darah
segar dan segera mundur tiga langkah ke belakang.
Menyaksikan jurus serangan 'Hoa-Yoe Pin Hoen' atau Hujan
Bunga berserakan di mana-mana dari ilmu Sin-Yoe-Kangnya yang
termasuk dalam kepandaian Yoga berhasil mendatangkan hasil, air
muka si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok segera terlintas napsu
membunuh yang maha hebat.
Sepasang telapaknya segera dirapatkan di depan dada, diam-diam
ia membaca mantera kemudian badannya bergerak dan kembali
melancarkan sebuah serangan dengan jurus 'Hoa-Yoe Pin Hoen' atau
Hujan Bunga berserakan di mana-mana.
Tiga belas jurus serangan kembali dilancarkan secara berbareng,
tiap jurus berubah jadi jurus sungguhan, hawa pukulan memenuhi
angkasa, terciptalah segumpal hawa pukulan yang maha dahsyat
menyapu seluruh permukaan bumi.
Oorchad mendengus berat, tubuhnya yang tinggi besar
berjongkok ke bawah, sepasang lengan dikumpulkan jadi satu lalu
menyerang dengan keras lawan keras, ia siap menggunakan gerakan
gulatnya untuk membanting tubuh lawan.
Plaaak... ! Plaaaak...! plak! lengannya yang sedang diluncurkan
ke depan kena dihantam musuh, si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok
menggertak giginya keras... ia tambahi kekuatannya... Kraak ! sendi-
sendi tulang lawan tahu-tahu sudah dihantam patah.
Oorchad menjerit kesakitan, keringat dingin sebesar kacang
kedele mengucur keluar tiada hentinya, tetapi ia sama sekali tidak
mau mundur ke belakang, kakinya bergeser ke depan dan segera
melancarkan tiga buah tendangan kilat.

78
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ketika menyaksikan serangannya berhasil mengenai di tubuh


lawan, si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok siap meneruskan kembali
serangannya untuk membinasakan lawan, tetapi ia tak menyangka
kalau pihak musuh begitu keras kepala, meski persendian tulang
tangannya sudah patah masih juta melancarkan serangan balasan.
Tidak sempat lagi untuk menghindar, dadanya dengan telak kena
terhajar oleh tiga buah tendangan musuh.
Ia menjerit aneh, tubuhnya seketika mencelat sejauh dua tombak,
setelah berjumpalitan beberapa kali di tengah udara, badannya
terbanting jatuh ke atas tanah.
Oorchad segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... setan cebol, akhirnya tetap akulah
yang menang!"
Tapi secara tiba-tiba wajahnya berubah hebat, ia menjerit
kesakitan kemudian roboh terjungkal ke atas tanah.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam sekejap mata, Chee Thian
Gak tidak menyangka kejadian itu bisa berakhir demikian dan tak
menyangka pula kalau si Dewa Cebol dari Thian Tok bakal keok di
tangan Oorchad.
Diam-diam pikirnya dalam hati :
"Seandainya si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tidak bersikap
begitu jumawa serta menganggap kemenangan pasti berada di
tangannya, dengan serangkaian ilmu pukulannya yang luar biasa tak
nanti badannya bakal terhajar oleh tiga tendangan lawan... rupanya
kata-kata pepatah yang mengatakan : menggunakan tentara tak boleh
jumawa, benar-benar mempunyai arti yang tepat..."
Hong Teng serta Loe Peng yang mengikuti pula jalannya
pertarungan itu mula-mula merasa tegang dan ngeri atas kehebatan
kedua orang itu, tetapi setelah menyaksikan kedua orang itu sama-
sama roboh terluka, tanpa terasa mereka saling berpandangan sambil
tertawa getir.

79
Saduran TJAN ID

Tapi justru dalam pandangan itulah masing-masing pihak bisa


memahami suara hati masing-masing dengan sendirinya permusuhan
di antara mereka pun jauh lebih tawar.
Chee Thian Gak tarik napas dalam-dalam, ia melirik sekejap ke
arah tubuh Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang melingkar di atas
tanah bagaikan udang, setelah ragu-ragu sejenak akhirnya ia berjalan
menghampiri diri Oorchad.
Dalam hati ia merasa senang dan simpatik terhadap lelaki jantan
dari Mongolia yang jujur, polos serta tidak punya pikiran licik ini,
maka ia tidak tega membiarkan orang semacam itu mati binasa karena
persoalan yang sepele.
Baru saja ia tiba di sisi tubuh Oorchad dan belum sempat
memeriksa keadaan lukanya, mendadak jago kosen dari Mongolia itu
menggelinding ke samping lalu meloncat bangun, dengan mata
melotot bulat ditatapnya wajah Chee Thian Gak tanpa berkedip,
keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Chee Thian Gak tertegun menyaksikan sikap orang itu, segera
tegurnya :
"Hey, kenapa kau melototi aku dengan wajah menyeramkan?"
Oorchad berteriak keras, darah segar muncrat keluar dari
mulutnya, dengan suara yang parau teriaknya :
"Jangan dekati diriku!"
"Kenapa? Aku hendak memeriksa keadaan lukamu..."
Oorchad menghembuskan napas berat, mendadak ia jatuh
terjengkang dan roboh kembali ke atas tanah, Chee Thian Gak
mengira dia mati karena lukanya, buru-buru didekatinya tubuh orang
itu dan diperiksa dengan seksama.
Dada Oorchad yang bidang dan kekar telah basah kuyup oleh
darah segar, darah amis yang bercampur dengan keringat
menimbulkan bau aneh yang menusuk penciuman, membuat Chee
Thian Gak diam-diam mengerutkan dahinya.

80
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tapi ia sempat mendengar dengan jelas detak jantung jago kosen


itu, ia jadi lega dan segera memeriksa keadaan lukanya.
"Hati-hati belakang..." tiba-tiba terdengar Loe Peng berteriak
keras.
Chee Thian Gak terperanjat, buru-buru badannya bergelindingan
ke samping menghindar sejauh enam depa dari tempat semula, ketika
ia melirik ke belakang terlihatlah si dewa cebol dari negeri Thian Tok
dengan badan setengah telanjang sedang menubruk datang dengan
hebatnya.
Di atas dadanya yang kerempeng terlihat beberapa batang tulang
pay-kutnya yang ramping, mengikuti datangnya tubrukan tersebut
dari balik celananya yang longgar kakek cebol itu mencabut keluar
tiga batang pisau belati yang memancarkan cahaya keemas-emasan.
Chee Thian Gak bersuit nyaring, sepasang lengannya segera
diayun ke depan, dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh 'Kun
lun Sam Sian' ia mencelat ke tengah udara kemudian meluncur tiga
tombak jauhnya dari tempat semula.
Begitu sepasang kakinya mencapai permukaan tanah, kapak
saktinya segera dicabut keluar dan siap-siap menghadapi sambitan
pisau belati emas dari kakek cebol itu.
Tetapi si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sama sekali tidak
berbuat demikian, ia cuma menjerit aneh di tengah udara diikuti
sepasang kakinya membalik keluar, tangan kanannya laksana kilat
diayun dan menghunjamkan ketiga batang pisau belati itu ke dalam
perut sendiri.
Peristiwa ini benar-benar aneh dan luar biasa membuat Chee
Thian Gak jadi tertegun dan berdiri melongo, ia tak mengerti apa
sebabnya pihak lawan bisa berbuat demikian.
Begitulah ketika badannya meluncur ke atas permukaan tanah
dengan kepala di bawah kaki di atas, sepasang lengannya segera
direntangkan, telapak kiri menancap di atas permukaan tanah sedang

81
Saduran TJAN ID

tangan kanannya dengan cepat meraba celananya lalu ditabokkan ke


atas batok kepala sendiri.
Sekilas cahaya merah memancar ke empat penjuru, dari balik
keningnya meloncat keluar sebutir zamrud merah delima, tangan
kanannya segera menekan dada, telapak kiri menahan di tanah dan
berdiri tegak dalam keadaan begitu.
Gerak-geriknya yang aneh ini membuat Chee Thian Gak yang
menyaksikan dari samping jadi ngeri, bulu kuduknya pada bangun
berdiri, ia sedang merasa heran mengapa si Dewa Cebol dari negeri
Thian Tok menusuk perutnya sendiri dengan pisau belati? Dan apa
sebabnya dari perutnya sama sekali tidak mengucurkan darah...
Sementara ia sedang memikirkan persoalan itu, dada si kakek
cebol itu sudah bergetar terus dengan hebatnya, dari tenggorokannya
muncullah suara jeritan-jeritan aneh yang memekikkan telinga,
membuat suara itu kedengaran amat mengerikan sekali di tengah
malam buta itu.
Loe Peng jadi terperanjat, serunya :
"Hiiii... suaranya mirip sekali dengan jeritan kuntilanak yang
sering disebut dalam kitab suci... sungguh membuat hati orang jadi
bergidik..."
Hong Teng si naga hitam dari gurun pasir pun bergidik, ujarnya
pula :
"Aku belum pernah membaca kitab suci, tapi keadaan seperti ini
tiada berbeda jauh dengan suara memedi yang seringkali gentayangan
di tengah gunung Tiang pek san di tengah malam buta..."
Belum habis dia berkata, mendadak terdengar suara gemuruh
yang amat keras berkumandang dari kejauhan.
"Apa itu?" teriak Loe Peng terperanjat.
Di tengah kegelapan segera muncullah beberapa buah bayangan
hitam yang tinggi besar bagaikan bukit.
"Aaaaah... gajah... dan gajah yang datang menyerang lagi," jerit
Hong Teng dengan nada setengah menjerit.

82
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sedikit pun tidak salah, dari balik pepohonan segera muncullah


serombongan gajah-gajah yang besar dan mengerikan.
Bumi segera bergoncang, pohon sama bergoyang... seakan-akan
terjadi gempa dahsyat membuat Chee Thian Gak tersadar dari
lamunannya...
Ketika ia menjumpai di atas punggung gajah itu masing-masing
duduk seorang India yang memakai kain putih, suatu ingatan dengan
cepat berkelebat dalam benaknya.
"Bila aku mundur selangkah ke belakang, niscaya Oorchad serta
Hong Teng sekalian akan terinjak-injak oleh gajah itu hingga mati,
akhirnya aku sendiri pun tak akan bisa menghindarkan diri dari
kejaran gajah-gajah tersebut..."
Sinar matanya menyapu sekejap ke arah si Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok yang sedang berjungkir balik di atas tanah, pikirnya
lebih jauh :
"Mungkin karena ia melihat aku sukar dibunuh, maka dia hendak
meminjam kekuatan gajah-gajahnya untuk menahan diriku, serta
menghabiskan kekuatanku, agar ia dapat menyembuhkan lukanya
dengan cara ilmu sakti ciri khas negerinya..."
Berpikir demikian, ia lantas membentak keras, kelima jarinya
disentil ke depan, sekilas cahaya emas dengan cepat meluncur ke
depan.
Dalam pada itu Pawang gajah yang sedang duduk di atas
punggung gajah sambil memberi petunjuk kepada binatangnya untuk
menerjang datang, sama sekali tak menyangka kalau secara tiba-tiba
ia bakal diserang, belum habis ia berpikir keningnya sudah termakan
oleh sebatang senjata rahasia naga emas.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang di angkasa,
tidak ampun lagi badannya roboh ke atas tanah.
Dengan gusar Chee Thian Gak mundur tiga langkah ke belakang,
dengan jurus 'Si Yang Tang Seng' atau Sang Surya Terbit di Timur, ia
lancarkan sebuah pukulan menyongsong datangnya gajah itu.

83
Saduran TJAN ID

Belalainya yang panjang diayun ke depan, sebelum gajah itu


sempat menerjang ke hadapan Chee Thian Gak ia sudah terhantam
telak oleh segulung angin puyuh yang maha dahsyat.
Pekikan panjang menggema di tengah hutan yang sunyi, seluruh
tubuh sang gajah yang tinggi besar itu terpental ke angkasa, sepasang
gadingnya yang tajam bagaikan tombak patah dari tempatnya semula
dan meluncur ke tengah udara.
Chee Thian Gak membentak keras, sepasang telapaknya diayun
ke muka dengan jurus 'Pa Ong Kie Tang' atau Raja ganas mengangkat
hioloo ia tangkap sepasang kaki gajah itu, kakinya bergeser ke depan
sambil memutar separuh badan bagian atasnya setengah lingkaran, dia
lempar lagi gajah itu ke angkasa.
Bluuuum....! di tengah suara ledakan dahsyat bumi bergoncang
keras, di tengah angkasa hanya terdengar suara pekikan si Dewa
Cebol dari negeri Thian Tok yang tinggi melengking dan aneh sekali.
Chee Thian Gak menghembuskan napas panjang, baru saja ia
beristirahat sejenak tiba-tiba dilihat dua ekor gajah bagaikan kalap
telah menerjang lagi ke arahnya dengan hebat, di bawah sorotan
cahaya rembulan yang redup, tampaklah terjangan kedua ekor gajah
itu bagaikan dua bukit yang bergeser tiba, keadaannya sangat
mengerikan sekali.
Dalam pada itu Oorchad baru saja mendusin dari pingsannya,
menyaksikan keadaan yang sangat mengerikan itu hatinya jadi
terkesiap.
Tanpa sadar lagi, dengan suara setengah menjerit teriaknya keras-
keras :
"Cepat menyingkir ke samping!"
Mendengar teriakan dari Oorchad, dalam hati Chee Thian Gak
merasa amat girang sebab dari suara itu ia bisa mengetahui bahwa
rekannya belum mati binasa.
Segera ditariknya napas dalam-dalam, ilmu sakti yang didapatkan
dari kitab pusaka 'Ie Cin Keng' segera disalurkan ke dalam jurus ilmu

84
IMAM TANPA BAYANGAN II

Surya Kencananya yang amat lihay, sekujur tubuhnya kontan


bergemerutukan keras, tubuhnya pun dalam sekejap mata
mengembang lebih besar beberapa bagian dari keadaan semula.
Menyongsong kedatangan dua ekor gajah yang menerjang tiba
bagaikan dua buah panser itu dengan wajah yang kalem dan tidak
menunjukkan sedikit rasa gentar pun ia maju ke depan.
Suatu pikiran aneh secara mendadak muncul dalam hati
sanubarinya, ia membatin :
"Ini hari aku akan menciptakan nama besar bagi Chee Thian Gak
di atas permukaan bumi, agar orang-orang semua pada tahu bahwa
Chee Thian Gak sanggup menghadapi terjangan lima ekor gajah
sekaligus... perbuatanku ini berarti juga suatu percobaan bagi tenaga
dalamku, seandainya aku dapat merobohkan ke-lima ekor gajah tadi,
berarti pula aku masih sanggup untuk bertempur melawan tiga dewa
dari luar lautan serta dua iblis dari samudra Seng Sut Hay... berarti
pula kedudukanku jauh berada di atas jago-jago paling lihay di kolong
langit..."
Ingatan tersebut hanya berkelebat dalam sekejap mata saja, bumi
segera bergoncang keras, sapuan angin tajam menyesakkan napas,
dua ekor gajah raksasa bagaikan sambaran geledek tahu-tahu sudah
menerjang di hadapannya.
Dua buah belalai yang besar bagaikan batang pohon diiringi
desiran tajam langsung membelit tubuh Chee Thian Gak.
Dengan gusar jago kita melototkan matanya bulat-bulat, sepasang
telapak diputar hampir berbareng, kemudian melancarkan sebuah
pukulan yang maha hebat, di mana pergelangannya berputar dua buah
belalai gajah yang panjang dan besar itu tahu-tahu sudah berhasil
dicengkeramnya.
Sebuah bentakan dahsyat laksana guntur membelah bumi
bergeletar di udara, tenaga dorongan dua ekor gajah yang sedang
menerjang ke arah Chee Thian Gak itu berhasil digunakan jago kita

85
Saduran TJAN ID

dengan tepat dan sempurna, bukan jago itu yang berhasil dipelintir
sebaliknya tubuh gajah-gajah itulah yang sudah mencelat ke angkasa.
Dua orang pawang gajah yang duduk di atas punggung gajah itu
segera menjerit keras, badan mereka terperosot dari atas punggung
binatang itu, cepat-cepat dipeluknya telinga gajah tadi kencang-
kencang lalu bungkukkan badannya dengan rasa ketakutan, mereka
tak berani berkutik lagi.
Dari balik mata Chee Thian Gak memancar keluar sorot mata
yang menggidikkan, sepasang lengannya digetarkan, badan bergeser
setengah langkah ke samping kemudian dengan sekuat tenaga
dihentaknya ke belakang.
Getaran keras yang menggoncangkan seluruh permukaan bumi
berkumandang dari balik reruntuhan pohon yang ada di arah
belakang, pasir dan debu beterbangan memenuhi seluruh lingkungan
di sekeliling tempat itu, cuaca jadi suram dan gelap... udara penuh
dengan tekanan...
Tatkala pasir dan debut telah berjatuhan di atas bumi, dan suara
hiruk-pikuk telah mereda... suasana berubah jadi sunyi senyap... yang
terdengar hanya dengusan napas yang memburu... berat... dan kasar...
Oorchad dengan badan menggigil karena kagum bercampur
kaget, lambat-lambat bangkit berdiri dari atas tanah, sorot matanya
penuh memancarkan rasa kagum, gumamnya seorang diri dengan
suara lirih :
"Luar biasa... luar biasa... hanya dialah yang pantas disebut
manusia paling jempolan di kolong langit..."
Si Naga hitam dari gurun Pasir dengan mata terbelalak, wajah
terkesiap serta mulut melongo menatap Chee Thian Gak yang tinggi
kekar tanpa berkedip, dalam hati kecilnya ia merasa benar-benar
takluk... dalam keadaan begini ia sudah mulai merasa sangsi... Chee
Thian Gak pasti bukan manusia... dia pasti seorang dewa.
Karena manusia biasa tak mungkin bisa memiliki tenaga sakti
demikian dahsyatnya secara beruntun bisa melemparkan tubuh lima

86
IMAM TANPA BAYANGAN II

ekor gajah ke atas udara, perbuatan ini tak mungkin bisa dilakukan
oleh seorang manusia yang terdiri dari darah dan daging... tidak
mungkin seorang manusia dapat mengangkat tubuh seekor gajah...
Bibirnya gemetar keras... lama... lama sekali ia berbisik lirih :
"Tidak mungkin... hal ini tidak mungkin terjadi... tidak
mungkin..."
Ketika sorot matanya dialihkan ke arah Dewa Cebol dari Negeri
Thian Tok yang berdiri dengan jungkir balik itu, kembali ia berseru
tertahan.
Di bawah sorot cahaya rembulan tampaklah tubuh Dewa Cebol
yang berdiri dengan sikap jungkir balik seolah-olah seekor laba-laba
yang berada di sebuah sarang tanpa berwarna, tubuhnya berada di
tengah udara... bergoyang mengikuti hembusan angin...
Seluruh tubuhnya melingkar jadi satu, di atas dadanya menancap
tiga bilah pisau belati... keadaan orang itu aneh dan menggidikkan
membuat barangsiapa pun yang melihat ikut merasa ngeri...
"Omihtohud!" pujian panjang meluncur dari bibir Loe Peng yang
selama ini membungkam.
Pujian yang panjang, rendah dan berat itu bergema tiada hentinya
di tengah kesunyian malam yang mencekam,suara pantulan
mendatangkan rasa agung... serius dan kewibawaan... dan mengetuk
hati sanubari setiap orang yang ada di sana.
Hong Teng si naga hitam dari gurun pasir merasakan lenyapnya
rasa takut dan ngeri yang semula mencekam hatinya, kini ia merasa
hatinya tenang kembali...
Dengan rasa tercengang dan tidak habis mengerti segera tegurnya
:
"Hey Hweesio gadungan, pujianmu barusan sungguh aneh sekali
kedengarannya, aku rasa suara itu jauh lebih mantap dan serius
daripada pujian dari hweesio-hweesio sungguhan..."
"Pelajaran itu khusus diturunkan suhu kepadaku, bilamana setiap
kali menjumpai peristiwa yang mengerikan atau tempat angker yang

87
Saduran TJAN ID

harus kulewati di tengah malam buta maka aku segera berseru memuji
dengan salurkan hawa lweekang yang kumiliki... " jawab si Pendekar
bertenaga sakti dengan bangga.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia merandek
sejenak lalu membentak keras :
"Apa? Kau mengatakan aku si Hweesio gadungan?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... salahnya kalau kusebut dirimu
sebagai hweesio gadungan? Bukankah kau boleh panggil aku seorang
liar atau panggilan yang lain... kita toh boleh panggil pihak yang lain
dengan sebutan apa pun..."
"Aaaach betul... betul... " dari gusar Loe Peng si pendekar
bertenaga sakti pun berubah jadi girang. "Begitu baru dikatakan adil...
pokoknya kita berdua tak boleh saling merugikan..."
Tanya jawab dari dua orang kasar ini benar-benar menggelikan
hati, sampai Oorchad si Sinkoen bertenaga sakti pun tak dapat
menahan rasa gelinya hingga tertawa terbahak-bahak.
Belum sempat dia mengutarakan sesuatu, tampaklah Chee Thian
Gak dengan senjata terhunus sedang memperhatikan si Dewa Cebol
dari negeri Thian Tok yang ada di tengah udara tanpa berkedip.
Ia segera menghembuskan napas panjang, hardiknya dengan
suara rendah :
"Kalian tutup mulut semua!"
"Nenek..." maki Loe Peng si pendekar bertenaga sakti dengan
mata melotot, tapi sewaktu teringat kehebatan Oorchad di kala beradu
enam buah pukulan dengan Chee Thian Gak tadi, ia segera merandek
dan berkata:
"Kau bilang apa?"
"Bangsat gede, kau bilang apa barusan?" gembor Oorchad marah,
ia maju satu langkah ke depan dan lanjutnya, "coba ulangi sekali
lagi!"
Bibir Loe Peng gemetar, perlahan kemudian tarik napas dalam-
dalam dan bangkit berdiri.

88
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Neneknya... bilang yaah bilang, kau anggap aku jeri terhadap


dirimu?... makanya..."
Oorchad naik pitam, tanpa mempedulikan apakah luka dalamnya
telah sembuh atau belum ia maju ke depan sambil ayun lengannya
mengirim satu bogem mentah, arah yang dituju adalah tubuh Loe
Peng sementara angin pukulan menderu-deru dengan hebatnya.
Menyaksikan datangnya ancaman, tergopoh-gopoh Loe Peng
mengerahkan hawa murninya, sekalipun ia merasa bahwa tenaga
lweekangnya baru pulih tidak sampai lima bagian tetapi berhadapan
dengan Oorchad tak bisa tidak ia harus maju memapaki dengan keras
lawan keras.
Sambil membentak keras, segenap tenaga kekuatan yang
dimilikinya disalurkan ke luar kemudian sambil merangkap telapak
tangannya ia sambut datangnya ancaman itu.
Blaaam...! di tengah bentrokan dahsyat Loe Peng terpukul
mundur sejauh tiga langkah, tidak ampun lagi pantatnya langsung
mencium bumi.
"Hey Hweesio gadungan, jangan takut, aku membantu dirimu!"
teriak Hong Teng si Naga Hitam dari Gurun Pasir dengan suara keras.
Secara beruntun badannya maju tiga langkah ke depan,
mengirimkan pukulan kemari menerbitkan deruan angin puyuh yang
maha hebat, dengan gagah beraninya ia menyerang diri Oorchad
habis-habisan.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku lihat alangkah baiknya kalau
kalian dua orang keparat cilik maju serentak!" ejek Oorchad sambil
tertawa terbahak-bahak.
Seraya berkata telapak kirinya direntangkan ke samping
menyambar lengan Hong Teng sementara lengan kanannya menebuk
ke atas, sikutnya ambil peranan dengan menyodok iga kanan musuh.
Duuuk...! Hong Teng menjerit kesakitan, seluruh tubuhnya
terangkat oleh sapuan Oorchad, kemudian setelah berjumpalitan

89
Saduran TJAN ID

sejauh delapan depa di angkasa badannya terbanting di atas tanah


keras-keras.
Dengan bangga Oorchad pentang mulutnya yang lebar dan
tertawa terbahak-bahak, tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia
putar badan menghampiri si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok.
Tapi... baru saja ia melangkah maju dua tindak, mendadak dari
arah belakang tubuhnya berkumandang datang suara bentakan
dahsyat yang memekikkan telinga, bentakan itu bagaikan seruan
pujian kepada Buddha yang dipancarkan dari atas langit, membawa
gelombang pantulan yang tajam menerjang ke dalam lubuk hatinya.
Jantungnya berdetak keras sekujur badan gemetar hebat,
sementara dia masih berdiri dengan hati sangsi, terlihatlah tubuh Chee
Thian Gak berjumpalitan di angkasa seakan-akan malaikat yang baru
turun dari kahyangan, kapaknya langsung dibacokkan ke atas tubuh
lawan.
si Dewa Cebol dari Negeri Thian Tok menjerit aneh, badannya
berjumpalitan berulang kali di tengah udara sehingga menyingkir
sejauh dua tombak dari tempat semula, sorban putih yang dikenakan
pada kepalanya terlepas hingga sebutir zamrud merah delima yang
semula berada di atas sorban mencelat ke tengah udara.
Chee Thian Gak ayun tangan kirinya menyambut batu Zamrud
merah delima yang mencelat di angkasa itu, kemudian sambil tertawa
dingin ujarnya :
"Hmm...! tak nyana seorang maha guru ilmu silat yang katanya
luar biasa masih juga menggunakan ilmu hipnotis dari kepandaian
Yoga aliran negeri Thian Tok untuk berjual lagak di hadapan orang
Tionggoan, apakah kau sendiri tidak merasa malu dan menyesal??..."
Rambut si Dewa Cebol yang tadinya terbungkus sorban kini
terurai di atas pundak si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang
kasar, dari balik matanya memancar keluar sorot cahaya yang amat
buas, setelah termenung beberapa saat lamanya dia baru menyebut :

90
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! seandainya keparat jahanam itu tidak memiliki


kepandaian 'Auman Singa' dari kalangan Buddha yang maha sakti,
tidak nanti kau berhasil memecahkan ilmu laba-laba sakti iblis langit
'Mo Thian Sin Coa'ku yang maha dahsyat ini."
"Ooooh, ternyata dugaanku tidak meleset," pikir Chee Thian Gak
di dalam hati, "semula aku masih mengira secara tiba-tiba aku berhasil
memusatkan segenap perhatianku dan memecahkan tipuan ilmu
Hipnotis yang telah membohongi pandangan mataku itu, tak tahunya
Auman singa dari si pendekar bertenaga saktilah yang telah
membantu aku!"
Berpikir begitu, ia lantas berpaling sambil serunya :
"Loe heng, terima kasih atas bantuanmu dari samping kalangan!"
Mula-mula Loe Peng rada melengak, tapi dengan cepat ia sudah
tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kepandaian sakti Chee heng tiada
tandingannya di kolong langit, tak mungkin kau bisa jeri terhadap
kakek cebol celaka itu. Auman siauw te barusan hanya cahaya
kunang-kunang di malam hari saja... haaah... haaaah... tidak berharga
untuk dibicarakan, tak berharga untuk dibicarakan!"
"Tak berharga nenek moyangmu!" maki Oorchad dengan mata
melotot. "Hey monyet cilik, lagakmu sekarang seolah-olah
kepandaianmu itu betul-betul luar biasa... Hmmm, andaikata aku tidak
memandang di atas wajah Chee heng, sedari tadi aku sudah kasih
hadiah sebuah bantingan gulat...!"
Sementara itu Loe Peng si pendekar bertenaga sakti sedang
merasa bangga atas bantuan yang dia berikan barusan, mendengar
sindiran dari Oorchad tersebut seketika ia merasakan kepalanya
bagaikan diguyur dengan sebaskom air dingin, saking
mendongkolnya dia sampai mencak-mencak.
"Kau si manusia liar dari Mongolia. Hmm! andaikata pun Siaoi
tidak memandang di atas wajah Chee heng, dari tadi pula sudah

91
Saduran TJAN ID

kusuruh kau merasakan sebuah kemplangan toya tembagaku sehingga


sukmamu mendapat tempat untuk berjumpa dengan Raja Akhirat!"
Chee Thian Gak yang mendengar percekcokan itu diam-diam
segera kerutkan alisnya, ia berpikir :
"Meskipun usiaku masih muda, tetapi belum pernah kujumpai
manusia-manusia tolol semacam mereka. Kenapa sih pada malam ini
sekaligus aku telah berjumpa dengan tiga orang jago lihay dari dunia
persilatan namun ketiga-tiganya adalah manusia tolol! Aaaaai, kalau
mereka bertiga harus berkumpul jadi satu, dunia persilatan tentu akan
kacau balau tidak karuan."
Begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, ia lantas
berteriak dengan suara keras,
"Aku minta kalian berdua dengan memandang di atas wajahku
untuk sementara waktu suka menunda dahulu percekcokan itu, berilah
kesempatan bagiku untuk menghadapi si setan hitam itu!"
Dalam pada itu bibir si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok
berkemak kemik terus tiada hentinya, sang badan bagaikan
gangsingan berputar terus dengan gencarnya, tiba-tiba tiga bilah pisau
emas yang menancap di atas lambungnya dengan membawa tiga
rentetan semburan darah memancar ke tengah angkasa dan langsung
mengancam tubuh Chee Thian Gak.
Bayangan darah memenuhi angkasa, desiran tajam menggidikkan
hati, Chee Thian Gak tarik napas panjang-panjang, lalu bersuit
nyaring, kapak saktinya segera dibabatkan ke tengah angkasa dengan
menciptakan diri jadi selapis cahaya tajam.
Criiit...! Criiiit...! diiringi desiran tajam, badan si Dewa Cebol
dari negeri Thian Tok menerjang masuk ke balik bayangan darah itu.
Chee Thian Gak segera merasakan datangnya ancaman berjuta-
juta batang pedang, bayangan darah bagaikan titiran air hujan serta
segulung tenaga tekanan yang maha berat memancar masuk dari
empat penjuru, sekeliling tempat itu seakan-akan terkepung rapat
tiada peluang baginya untuk menghindarkan diri.

92
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hatinya bergidik, telapak kirinya buru-buru ditekan dan


dimuntahkan keluar, mengirim satu babatan angin pukulan yang
sangat tajam, sementara kapak sakti di tangan kanannya diayun ke
muka dengan memakai jurus serangan 'Kay Thiang Kioe Si' atau
sembilan jurus pembelah langit.
Gulungan angin puyuh meluncur keluar, udara segera dipenuhi
oleh bau sengit yang menusuk hidung, sambil merendahkan tubuhnya
si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok meloncat ke depan, dengan
demikian persis sekali ia menyambut kedatangan angin pukulan yang
dilancarkan dengan memakai ilmu sakti Surya Kencana.
Kakek cebol itu jadi gugup, tergesa-gesa ia dorong lengannya ke
muka untuk membendung pukulan itu, segenap kekuatan yang
dimilikinya telah digunakan dalam pukul tersebut...
Blaaaaam...! di tengah suara ledakan keras, sekujur badan si
Dewa Cebol dari negeri Thian Tok gemetar keras, darah segar
muncrat keluar dari mulutnya, wajah yang hitam pekat kini berubah
jadi merah padam bagaikan babi panggang...
Sementara itu Chee Thian Gak sudah siap melancarkan jurus
yang ke-empat, tiba-tiba ia merasa mengendornya daya tekanan dari
luar, bayangan darah berhamburan ke atas tanah, tiga bilah pisau emas
tahu-tahu sudah termakan oleh kapak sakti dan patah jadi beberapa
bagian.
Kutungan senjata tersebar di atas tanah, cahaya emas lenyap dari
pandangan, dengan jelas Chee Thian Gak dapat menyaksikan wajah
si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang sedang menahan sakit, ia
ragu-ragu sejenak, kemudian sambil mengayunkan kapaknya ke
depan ia berseru :
"Aku tak boleh membiarkan kau hidup lebih jauh di kolong langit
sehingga ilmu 'Hie Yan Kim To' atau Cahaya darah golok emas dari
perkumpulan Mo-kauw merajalela di dunia persilatan."
Babatan kapak meluncur bagaikan desiran angin tajam, si Dewa
Cebol dari negeri Thian Tok hanya merasakan berkelebat cahaya

93
Saduran TJAN ID

tajam, tak sempat lagi baginya untuk berkelit, di tengah jeritan ngeri
yang menyayatkan hati, sebuah lengan kanannya tahu-tahu sudah
putus sebatas siku.
Sorot mata tajam memancar keluar dari balik mata Chee Thian
Gak, ia maju selangkah ke depan, telapaknya dibalik dan kembali
melancarkan sebuah babatan kilat, rupanya ia hendak membinasakan
kakek cebol itu pada detik ini juga.
Mendadak...
Serentetan cahaya pedang yang amat menyilaukan mata
berkelebat lewat, disusul suara bentakan seseorang berkumandang
datang :
"Berilah belas kasihan di ujung kapakmu!"
Chee Thian Gak mendengus dingin, kapak hitam yang mantap
dan berat itu memancar keluar sekilas cahaya yang lembut, mendadak
membabat dari arah kanan sementara kakinya melancarkan satu
tendangan dahsyat.
Traaaang...! pedang yang membabat datang seketika terpental
dari sasaran.
Sedangkan tendangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga
itu dengan telak bersarang di atas lambung si Dewa Cebol dari negeri
Thian Tok, membuat pihak lawan terpental sejauh tiga tombak dari
tempat semula dan terbanting di dalam reruntuhan bambu.
Dari tengah udara berkumandang tiba suara kencringan yang
nyaring diikuti suara irama khiem pun menggema di angkasa.
Seolah-olah dua batang batu cadas yang menghantam dadanya,
seluruh tubuh jago kita tergetar keras, hampir-hampir saja ia
muntahkan darah segar...
Buru-buru ia bergeser mundur lima depa dari tempat semula,
kapaknya disilangkan di depan dada melindungi badan sedang
matanya dengan tajam mengawasi ke muka.

94
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tampaklah Hoa Pek Tuo smbil mencekal pedang sakti


penghancur Sang surya miliknya sedang memandang dirinya dengan
cahaya mata tertegun.
Tiga sosok bayangan hitam meluncur datang dengan cepatnya,
gelak tertawa nyaring bergema memecahkan kesunyian.
Menyaksikan kedatangan beberapa orang itu, air muka Chee
Thian Gak berubah hebat.
"Aaaaah, Ciak Kak Sin Mo suami istri pun ikut datang?"
Dengan sikap tertegun Hoa Pek Tuo mengawasi wajah Chee
Thian Gak tak berkedip, sorot mata ragu-ragu jelas terpancar keluar
dari balik matanya, sedang dalam hati ia berpikir :
"Siapakah orang ini? Betapa dahsyatnya kepandaian silat yang
dia miliki, bukan saja si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tak
sanggup mengapa-apakan dirinya malahan dialah yang justru
menderita kalah. Jangan-jangan dia adalah orang yang pernah
mendatangi perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu..."
Sebaliknya Chee Thian Gak sendiri sambil memandang pedang
sakti penghancur sang surya berada di tangan lawan, dalam hati
kecilnya segera timbul perasaan sedih yang tak terkira, suatu perasaan
aneh bagaikan gulungan ombak menghantam lubuk hatinya.
Terdengar Ciak Kak Sin Mo Kong Yo Leng tertawa tergelak
dengan nada yang aneh, kemudian serunya :
"Sungguh tak nyana di kolong langit masih terdapat jagoan lihay
yang sanggup mengalahkan si Dewa Cebol dari Negeri Thian Tok,
tolong tanya siapakah nama besarmu?"
"Cayhe adalah Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian
Gak."
"Chee Thian Gak?" seru Kong Yo Leng si iblis sakti berkaki
telanjang dengan nada tercengang. "Dengan kepandaian silatmu yang
begitu luar biasa dan dahsyatnya kenapa tidak pernah kudengar nama
besarmu disebut orang dalam dunia persilatan?"

95
Saduran TJAN ID

Ia berpikir sebentar, kemudian sambil berpaling ke arah Hoa Pek


Tuo tanyanya lebih jauh.
"Hoa loo, pernah kau mendengar nama besar dari si Pendekar
Jantan Berkapak Sakti Chee heng?"
Air muka Hoa Pek Tuo berubah hebat.
"Apakah kau adalah murid dari Thian Liong Toa Lhama si
Pendekar Jantan Berkapak Sakti..."
Chee Thian Gak tidak langsung menjawab, sebaliknya dalam hati
kecilnya diam-diam merasa geli, ia teringat kembali perbuatannya
yang telah menipu Hoa Pek Tuo dengan pelbagai macam logat di
bawah perlindungan asap hitam yang tebal, sehingga kakek tua itu
mengira Thian Liong Toa Lhama telah berkunjung diikuti para
muridnya, di mana bukan saja kakek she Hoa telah dibikin kalang
kabut bahkan dia pun memperoleh kesempatan untuk melarikan diri.
Maka ia lantas mengangguk.
"Sedikit pun tidak salah, cayhe adalah anak murid dari Thian
Liong Toa Lhama!" sinar matanya berputar, lalu terusnya, "setengah
bulan berselang cayhe dengan mengikuti guru pernah berkunjung ke
perkampungan anda untuk menolong Pek In Hoei, apakah Hoa Loo
sianseng telah melupakan peristiwa ini?"
Hoa Pek Tuo berseru tertahan, kemudian teriaknya :
"Jadi hari itu kalian benar-benar telah datang berkunjung ke
dalam perkampunganku? Sampai sekarang Loohu masih mengira
kejadian itu adalah perbuatan dari Pek In Hoei yang sengaja hendak
menipu aku, sungguh tak nyana..."
Chee Thian Gak mendengus dingin, pikirnya dalam hati :
"Hmmmm, tak akan kau sangka bahwa aku Chee Thian Gak
bukan lain adalah Pek In Hoei, sedang si pjbk tidak lain adalah
jelmaan dari si Pendekar Pedang Berdarah Dingin!"
Biji matanya berputar, kemudian ujarnya :
"Hey orang she Hoa, saat ini Pek In Hoei berada di mana? Suhu
telah berpesan kepada cayhe untuk mencarinya hingga ketemu..."

96
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Entah ada urusan apa Thian Liong Toa Lhama hendak mencari
diri Pek In Hoei?"
Chee Thian Gak tertawa dingin.
"Manusia tolol, tua bangka sialan. Pek In Hoei adalah seorang
perwira kelas satu dari istana kaisar, andaikata kau telah
membinasakan dirinya... Hmmm! tunggu saja jago-jago lihay dari
istana Kaisar pasti akan mencari balas dengan dirimu. Hmmm, akan
kulihat kau hendak melarikan diri kemana?"
Hoa Pek Tuo langsung naik pitam, hawa amarahnya berkobar di
dalam dada, ia teringat kembali, tatkala Chee Thian Gak masih berada
di dalam perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu ia pun pernah
memaki dirinya si telur busuk tua, dengan kegusaran yang memuncak
segera makinya :
"Manusia rendah yang tak tahu diri, kau berani..."
"Kakek tua celaka!" tiba-tiba Oorchad si Sinkoen bertenaga sakti
menukas dengan nada gusar, "kau berani memaki si jago bertenaga
sakti yang paling kosen di kolong langit sebagai manusia rendah yang
tak tahu diri?..."
"Siapa kau?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... pun sinkoen adalah Oorchad kepala
suku di Mongolia, telur busuk tua siapa kau?"
"Apa?" dengan hati terperanjat Hoa Pek Tuo menjerit keras, "kau
adalah si Sinkoen bertenaga sakti??"
Beberapa saat ia termenung, kemudian baru lanjutnya :
"Loohu bukan lain adalah si Tabib sakti dari daratan Tionggoan
Hoa Pek Tuo adanya."
Oorchad melengak lalu tertawa tergelak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku memang terlalu sering
menimbulkan kesalahpahaman dengan orang lain. Hoa Loo-heng!
harap kau suka maafkan diriku yang salah ngomong."
Ciak Kak Sin Mo si iblis berkaki telanjang pun ikut tertawa
terbahak-bahak.

97
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... air bah telah menghancurkan kuil


si Raja Naga, ternyata kita semua adalah orang asal satu keluarga, Sin-
koen jauh-jauh datang ke daratan Tionggoan selama perjalanan tentu
lelah sekali bukan... aaaah, bilamana kami tidak menyambut dari jauh,
harap kau suka memaafkan..."

98
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 5
SINAR matanya beralih ke atas tumpukan bangkai sembilan ekor unta
yang bertumpuk bagaikan sebuah bukit di atas tanah, lalu katanya lagi
:
"Sin koen! Bukankah kau datang dengan naik unta?? Kenapa
unta-untamu itu..."
"Ke-sembilan ekor unta ini telah dihajar mati semua oleh si
Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak," tukas Oorchad
dengan cepat lalu acungkan jempolnya ia memuji. "Dia benar-benar
manusia yang berkekuatan paling sakti di kolong langit dewasa ini,
sayang kalian tidak cepat-cepat datang kemari, kalau tidak kamu
semua bisa saksikan betapa hebatnya tenaga sakti yang dia miliki
setelah membunuh sembilan ekor unta, dia pun membanting mati lima
ekor gajah..."
"Ooooh! diam-diam Kong Yo Leng merasa terperanjat.
"Sungguh tak nyana Chee heng yang berusia sangat muda itu ternyata
memiliki tenaga sakti yang maha dahsyat, rasanya meskipun Raja
brutal Coe Pa Ong hidup kembali pun belum tentu bisa menandingi
dirinya."
Chee Thian Gak tertawa dingin.
"Terima kasih atas pujian serta sanjungan dari Loo siang seng,
tetapi sayang sekali cayhe dengan Hoa Pek Tuo telah terikat sebagai
musuh besar, harap Loo siangseng jangan ikut campur di dalam
persoalan ini..."

99
Saduran TJAN ID

Dalam hati kecilnya Hoa Pek Tuo sendiri pun tahu akan maksud
hati dari Kong Yo Leng, dia ada rencana untuk menarik Chee Thian
Gak masuk ke dalam komplotan mereka, bahkan dengan mengambil
alasan tersebut dia pun punya rencana untuk menarik rombongan
Thian Liong Toa Lhama sekalian menjadi komplotan mereka, bila
rencana itu berhasil bukan saja kekuatan mereka akan bertambah
besar bahkan rencana besar mereka untuk memimpin dunia persilatan
akan berjalan dengan lancar.
Maka sambil menahan diri ujarnya dengan suara berat :
"Tatkala guru anda mengunjungi perkampungan Thay Bie San
cung kami tempo dulu, loohu sama sekali tiada maksud untuk
memandang rendah kalian semua, adalah dikarenakan gurumu buru-
buru hendak berlalu maka..."
"Tutup mulut!" hardik Chee Thian Gak sambil melangkah ke
depan satu tindak.
"Hoa Pek Tuo, pedang siapa yang berada dalam cekalanmu
sekarang?"
"Pedang sakti Penghancur sang surya dari perguruan Thiam-cong
pay! Siapa pun tahu akan senjata ini, apa kau tidak tahu?"
Perlahan-lahan Chee Thian Gak mengangguk.
"Ehmmm! Pedang ini memang milik Pek In Hoei, dan sekarang
benda itu terjatuh ke tanganmu. Itu berarti Pek In Hoei telah mati di
tanganmu, oleh sebab itu pula kau telah menjadi musuh besar dari
jago-jago istana..."
"Pek In Hoei adalah murid partai Thiam Cong, sejak kapan dia
telah mengikat hubungan dengan orang-orang pihak istana?" jengek
Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin, "Chee heng, jangan-jangan kau
telah mencampurbaurkan antara urusan pribadi dengan urusan dinas,
sehingga mana dendam mana budi tak bisa dibedakan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... cayhe tidak takut terhadap
perkampungan Thay Bie San cung kalian, lebih-lebih tidak jeri
terhadap kau manusia yang menyebut dirinya Hoa Pek Tuo," ia

100
IMAM TANPA BAYANGAN II

merandek sejenak, air mukanya berubah serius. "Ini hari, bilamana


kau tidak serahkan Pek In Hoei kepadaku, maka tinggallah nyawamu
disini!"
"Hmmm," dengusan dingin bergeletar keluar dari mulut Pek Giok
Jien Mo si Iblis Khiem Kumala Hijau, dengan wajah dingin membeku
tegurnya :
"Chee Thian Gak, berhadapan dengan jago-jago lihay yang
sedemikian banyaknya, kau berani benar mengucapkan kata-kata
sesumbar dan sombong sehebat itu, rupanya kau sudah bosan hidup?"
Meskipun dalam hati kecilnya Chee Thian Gak merasa amat
berterima kasih terhadap diri Mie Liok Nio yang pernah
menyelamatkan jiwanya, tapi setelah pada saat ini ia muncul sebagai
si Pendekar Jantan Berkapak Sakti, sudah tentu perasaan tersebut tak
bisa diutarakan di luar.
Dengan pandangan dingin diliriknya wajah Mie Liok Nio
sekejap, kemudian ujarnya ketus :
"Cayhee Chee Thian Gak tidak pernah merasa jeri atau takut
terhadap siapa pun juga..."
Mendadak terdengar suara tertawa aneh yang tinggi melengking
menusuk pendengaran berkumandang di angkasa, dengan cepat Chee
Thian Gak menoleh, dilihatnya seorang nenek tua kurus kering
bagaikan tengkorak dengan jubah berwarna hitam, mata tajam
bagaikan burung elang, hidung mancung serta wajah penuh
berkeriputan berdiri angker di sana.
Di tangan nenek itu membawa sebuah tongkat berwarna hitam,
rambutnya telah beruban, punggungnya bongkok dan keadaannya
mirip sekali dengan seorang pengemis, sama sekali tidak menarik
perhatian orang.
Begitu berjumpa dengan nenek tersebut, satu ingatan dengan
cepat berkelebat di dalam benak jago kita, segera tegurnya dengan
suara berat :

101
Saduran TJAN ID

"Apakah dalam pandanganmu cayhe seorang manusia lucu?


Kenapa kau tertawa geli?"
Sambil mengetuk permukaan tanah dengan tongkatnya, nenek tua
itu melangkah maju tiga tindak ke depan sambil angkat kepala,
kembali ia tertawa terbahak-bahak, serunya sambil menuding ke arah
Chee Thian Gak dengan jari tangannya yang telah berkeriputan.
"Orang mua, janganlah sombong dan sesumbar, hati-hati dengan
lidahmu, jangan sampai tersambar geledek... Hmmmm! menyesal
kemudian tak ada gunanya."
Chee Thian Gak tidak menjawab, dipandangnya wajah nenek itu
lebih seksama, tapi setelah menjumpai raut wajah di balik rambut
yang telah beruban itu ia terperanjat, segera pikirnya :
"Oooh sungguh tak nyana di kolong langit terdapat manusia yang
berwajah begitu jelek!"
Rupanya ketika si nenek tua itu angkat kepalanya tadi, di bawah
sorot cahaya rembulan tampaklah wajahnya yang telah berkeriput
serta menempelnya tiga ekor makhluk beracun di atas keningnya.
Wajahnya saja sudah cukup menggidikkan hati orang yang
menjumpainya di tengah malam, lebih-lebih cahaya emas yang
terpancar keluar dari mulutnya setiap kali ia berbicara, keadaannya
jauh lebih menyeramkan.
Tanpa sadar bulu kuduk di badan Chee Thian Gak pada bangun
berdiri, sambil menarik napas panjang-panjang ia berusaha
menenangkan hatinya, lama sekali ia baru menegur :
"Sebenarnya siapakah kau?"
"Hiiih... hiiih... hiiiih.. pun sin Wu bukan lain adalah Kioe Boan
Toh si dukun sakti berwajah seram, bocah cilik, pernahkah kau
mendengar namaku?"
Sorot mata Chee Thian Gak berkelebat, segera pikirnya :
"Rupanya rencana besar dari Hoa Pek Tuo telah mendekati
masaknya, sungguh tak nyana manusia-manusia liar yang maha sakti
dari luar perbatasan telah saling berdatangan..."

102
IMAM TANPA BAYANGAN II

Di tengah kesunyian yang kemudian mencekam seluruh jagad,


tiba-tiba terdengar Mie Liok Nio menjerit tertahan, ketika
menyaksikan kegagahan dari Chee Thian Gak dalam benaknya segera
berkelebat bayangan seseorang... ia teringat kembali pemandangan
tatkala Pek In Hoei seseorang diri duduk di atas tumpukan batu cadas.
Perempuan itu segera menarik tangan suaminya Kong Yo Leng,
lalu bisiknya lirih :
"Hey, setan tua! Coba pandanglah dengan seksama, orang ini
mirip siapa?"
"Siapa yang kau maksudkan?"
"Coba lihatlah bukankah Chee Thian Gak mirip sekali dengan
diri Pek In Hoei?"
"Aaaach tidak mungkin, Pek In Hoei adalah seorang lelaki
berwajah tampan sedang dia kasar dan jelek, mungkin kau sudah salah
melihat orang... lagi pula Pek In Hoei toh sudah mati."
"Aku pernah perhatikan wajah Pek In Hoei dengan seksama,
kulihat raut wajahnya bukan manusia yang berumur pendek, ia tak
mungkin mati, aku rasa dia pasti telah menyembunyikan diri untuk
sementara waktu..."
Mendengar perkataan itu Kong Yo Leng si Iblis Sakti
Bertelanjang Kaki segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... Hujien, lebih baik kau tak usah
peras keringat putar otak untuk memikirkan persoalan itu. Hmmm!
Pastilah disebabkan setiap hari kau mengingat-ingat diri Pek In Hoei
maka setelah bertemu dengan orang yang mempunyai potongan wajah
rada mirip dengan dirinya, kau lantas anggap dia sebagai Pek In
Hoei."
Mie Liok Nio tidak mau menyerah dengan begitu saja, kembali
ia perhatikan wajah Chee Thian Gak dengan lebih seksama.
"Tidak bisa jadi!" serunya. "Bagaimanapun juga aku harus
mencoba dirinya dan berusaha membuktikan apakah dia adalah Pek
In Hoei atau bukan, daripada Jien Siang si bocah itu jadi kapiran dan

103
Saduran TJAN ID

setiap hari ribut kepadaku untuk mengajak aku pergi mencari Pek In
Hoei..."
Dalam pada itu Chee Thian Gak sedang saling berpandangan
dengan diri Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram, lama
kelamaan kesadarannya mulai terpancing oleh sorot mata yang dingin
itu ke pelbagai persoalan yang selama ini dilamunkan... kejadian di
masa lampau bagaikan gulungan air bah membanjiri lubuk hatinya,
rasa sedih, gembira, budi, dendam dan cinta meluruk datang saling
susul menyusul, membuat benaknya dipenuhi oleh pelbagai lamunan.
Air mata mulai mengembang dalam kelopak matanya, terdengar
ia bergumam seorang diri :
"Ayah, aku merasa menyesal dan malu terhadap dirimu, detik ini
aku tak berani menggunakan nama asliku... tetapi... aku berbuat
demikian adalah demi keselamatan serta kebahagiaan umat Bu Lim..."
Melihat si anak muda itu sudah mulai terpengaruh oleh ilmunya,
Dukun Sakti Berwajah Seram tertawa haha hihi, sorot matanya
berubah jadi hijau tua, rasa bangga dan gembira terlintas di atas
wajahnya, ia melangkah dua tindak ke depan lalu gumamnya lirih :
"Percuma kau hidup di kolong langit, lebih baik modarlah..."
seluruh otot dan kulit wajah Chee Thian Gak berkerut kencang,
mendadak teriaknya,
"Aku tak boleh mati... aku tak boleh mati dengan begini saja...
Jien Siang..."
Pemandangan hot sewaktu ada di dalam ruang rahasia
perkampungan Thay Bie San cung pun tertera kembali dalam
benaknya, ia merasa tubuh Jien Siang yang montok padat berisi dan
berada dalam keadaan telanjang bulat itu memancarkan kembali bau
harum yang merangsang...
Pada detik itulah kebetulan Mie Liok Nio sedang menyebutkan
nama Jien Siang, tubuhnya bergeser keras, kesadarannya yang sudah
mulai terpengaruh oleh kepandaian hipnotis lawan seketika tersadar
kembali.

104
IMAM TANPA BAYANGAN II

Menyaksikan tubuh Si Dukun Sakti Berwajah Seram sambil


tertawa menyeringai sedang datang menghampiri tubuhnya, ia segera
membentak keras :
******

Bagian 16
KIOE BOAN TOH si Dukun Sakti Berwajah Seram tertegun, rupanya
dia tidak mengira kalau pihak musuh berhasil melepaskan diri dari
pengaruh ilmu pengacau pikirannya, tanpa terasa nenek itu bergumam
:
"Eeeei...! sungguh aneh,kenapa ilmu hipnotis pengacau pikiranku
jadi tidak manjur??"
Chee Thian Gak melangkah maju setindak ke depan, kapaknya
diayun dan segera membabat tubuh pihak musuh.
Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram tertawa aneh,
mendadak tongkat hitam di tangannya diayun ke muka menutul di atas
kapak lawan... Tiiing, letupan cahaya api muncrat ke empat penjuru.
Chee Thian Gak tarik napas dalam-dalam , dengan kekuatan yang
amat besar sekali lagi dia ayun kapaknya melancarkan satu babatan.
Angin serangan membawa desiran angin berpusing laksana
gulungan ombak melanda tiba.
Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram berteriak aneh,
terdesak oleh ancaman yang tiada taranya ini sang badan terpaksa
meloncat mundur ke belakang, buru-buru tongkatnya diayun ke muka
lalu mundur lagi sejauh dua tombak dari tempat semula.
Pek Giok Jien Mo s Iblis Khiem Kumala Hijau menggerakkan
badannya menerjang masuk ke dalam kurungan bayangan kapak,
teriaknya keras-keras : "Pek In Hoei tahan!"
"Siapa yang kau panggil sebagai Pek In Hoei?" tegur Chee Thian
Gak tertegun.
Ia gigit bibir, kapaknya dengan jurus 'Sha Bong Ti Lai' atau
Gunung Runtuh Tanah Merekah kembali melancarkan satu serangan.
105
Saduran TJAN ID

Rupanya Mie Liok Nio si Iblis Khiem Kumala Hijau tidak pernah
menyangka kalau Chee Thian Gak mempunyai tenaga dalam yang
begitu sempurna, setelah melengak sejenak jari tangannya segera
disentil ke muka, sebatang tusuk konde kumala laksana petir
menyambar meluncur ke depan mengancam tenggorokan lawan.
Bayangan Hijau berkelebat lewat, tahu-tahu sudah mengurung
lima buah jalan darah penting di tubuh lawan.
Chee Thian Gak membentak keras, kakinya berputar sambil ayun
kapaknya, setelah menangkis datangnya ancaman tusuk konde
kumala yang gencar bagaikan jalan badannya meluncur enam langkah
ke belakang, teriaknya setelah lolos dari ancaman.
"Tahan!"
"Pek In Hoei," seru Mie Liok Nio sambil tertawa dingin,
"Ternyata kau masih belum berani memusuhi diriku!"
Chee Thian Gak dibuat serba salah dan apa boleh buat, terutama
sekali setelah mendengar Pek Giok Jien Mo bersikeras menganggap
dirinya sebagai Pek In Hoei. Kendati ia tidak ingin memusuhi
perempuan yang pernah melepaskan budi kepadanya ini tapi demi
lancarnya rencana besar yang telah ia susun tak bisa tidak jago kita
terpaksa harus bermain sandiwara terus untuk menutupi asal usul
yang sebenarnya.
Memandang ke arah Mie Liok Nio, diam-diam sambil gertak gigi
serunya :
"Cayhe adalah si Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian
Gak, dan sama sekali bukan Pek In Hoei seperti apa yang berulang
kali kau sebutkan, aku harap kau jangan melanjutkan kesalahpahaman
ini."
Ia merandek sejenak, lalu dengan nada dingin serunya :
"Selamanya cayhe tidak suka berkelahi dengan kaum perempuan,
aku sebagai seorang lelaki jantan yang berjiwa besar tak akan sudi
bertempur atau ribut-ribut dengan kaum wanita, apalagi usiamu sudah

106
IMAM TANPA BAYANGAN II

begitu besar, lebih-lebih tidak pantas bagiku untuk ajak kau


berkelahi..."
"Bagus! Sebagai seorang lelaki jantan, lelaki sejati memang
sudah sepantasnya bersikap demikian!" gembor Oorchad dari
samping dengan suara keras bagaikan geledek.
Mie Liok Nio naik pitam, dengan gemas ia melotot sekejap ke
arah Oorchad kemudian teriaknya :
"Hey setan tua, kau pergilah menghadapi si tolol itu, biar aku
yang bereskan rekening kita dengan manusia she Chee ini."
"Ooooh... tentang soal ini... Ehmmm, Hujien, kau harus tahu
kepala suku Oorchad adalah pembantu yang sengaja kita undang
datang..."
"Aku tidak mau ambil peduli dia adalah pembantu yang sengaja
kita undang atau bukan," tukas Mie Liok Nio tajam. "Setan tua, kau
berani membangkang perintah Loo nio?"
Merah jengah selembar wajah Kong Yo Leng, ia sapu sekejap
wajah para jago yang hadir di sana lalu tentangnya.
"Kalau persoalan yang lain, Loohu pasti akan menuruti
kemauanmu, tetapi dalam soal ini... maaf! aku terpaksa menentang."
Mie Liok Nio jadi sangat mendongkol, sepasang alisnya berkerut
dan khiem kumala hijau yang berada di tangan kanannya telah diayun
siap menyapu keluar, tapi tatkala matanya menyapu kembali wajah
Chee Thian Gak, segera dia batalkan sapuan tadi.
"Baiklah," jeritnya sambil menggigit bibir. "Perhitungan kita
baru kubereskan nanti saja."
Dalam pada itu Chee Thian Gak sedang memandang wajah
sepasang suami istri itu dengan sorot mata dingin, dalam hati diam-
diam pikirnya :
"Oooo... betapa sedihnya jadi seorang pria macam begitu, untuk
mengurusi bininya saja tak sanggup bahkan sebaliknya setiap saat
malah harus diurus... Huuu... keberanian untuk membalas tak punya,
begitukah namanya seorang pria sejati?? Aaaai..."

107
Saduran TJAN ID

Ia gelengkan kepalanya dan berpikir lebih jauh :


"Entah bagaimana keadaanku di kemudian hari, apakah juga
takut sama bini?? tapi aku rasa hal ini tak mungkin terjadi, karena
menurut watakku tak nanti aku sudi dipaksa atau tunduk seratus
persen kepada istriku..."
Perasaan tersebut hanya timbul dari dasar hati kecilnya dan sama
sekali tidak diutarakan keluar, sebaliknya Oorchad yang hadir juga di
sana sudah tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia tertawa terbahak-
bahak, serunya sambil menuding ke arah Mie Liok Nio :
"Kalaupun Sin koen tak akan memperkenankan kaum wanita
merangkak terlalu tinggi, sebaliknya kau yang jadi bini tuanya telah
merangkak naik ke atas kepala lelakimu. Haaaah... haaaah... haaaah...
ternyata perkataan orang Tionggoan yang menyebutkan 'Seorang
lelaki sejati mempunyai jiwa yang besar' adalah dimaksudkan takut
sama bini? Haaaah... haaaah... haaaah... "
Mie Liok Nio melotot gusar, tiba-tiba jari kanannya disentilkan
ke atas senar khiem... serentetan irama yang lembut segera terpancar
keluar... diikuti sebuah tusuk konde digariskan pula di atas khiem tadi,
serentetan suara musik laksana anak panah yang tajam meluncur ke
depan menembusi lubuk hati Oorchad.
Kepala suku dari Mongolia ini menjerit keras, sepasang matanya
terbelalak besar, sambil menghembuskan napas panjang, teriaknya
dengan nada tercengang.
"Hey nenek tua, permainan setan apa sih yang sedang kau
lakukan terhadap diriku?"
"Kurang ajar! Kau berani mengatakan aku sudah tua??" jerit Mie
Liok Nio makin gusar. "Loo Nio akan suruh kau merasakan kelihayan
dari ilmu Bayangan Setan irama mautku yang hebat!"
Hoa Pek Tuo yang mendengar ancaman itu seketika berubah air
mukanya, buru-buru dia maju satu langkah ke depan lalu teriaknya
keras-keras :

108
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Enso, Kepala suku Oorchad adalah pembantu yang sengaja


kuundang datang ke daratan Tionggoan, aku harap enso suka
memandang di atas wajahku melepaskan dirinya dari bencana ini..."
Sedangkan Kong Yo Leng segera mendengus dingin.
"Liok Nio," serunya, "lebih baik kau tak usah bekerja menuruti
napsu angkara murkamu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kesemuanya ini adalah kau si setan
tua yang mencelakai orang, apa yang hendak kau ucapkan lagi??
Ciiss, rasakanlah tusuk kondeku!"
Air muka Kong Yo Leng berubah hebat, dengan sebat dia
meloloskan diri dari sambaran tusuk konde tersebut, lalu teriaknya
dengan marah.
"Liok Nio, lebih baik kau sedikit mengetahui diri, jangan
membiarkan orang mentertawakan kita..."
"Bagus, hey setan tua, kau berani berkelit dari seranganku?"
Bayangan tubuhnya bagaikan kelebatan setan meluncur ke
depan... Sreeet... Sreeet... secara beruntun dia telah melancarkan
beberapa serangan dahsyat, beratus-ratus buah titik bayangan hijau
bagaikan curahan hujan badai berbarengan meluncur ke depan.
Kong Yo Leng bungkam dalam seribu bahasa, kakinya tetap
berdiri tegak bagaikan gunung Thay san, hanya tubuh bagian atasnya
saja yang bergoyang tiada hentinya meloloskan diri dari ancaman
serangan yang meluncur datang bagaikan hembusan hujan badai itu.
Sehabis melancarkan serangan gencar, kembali Mie Liok Nio
berteriak keras :
"Bagus sekali, rupanya selama beberapa puluh tahun belakangan
kau telah mengelabuhi diriku, rasakanlah sepuluh buah tusukan tusuk
konde mautku!"
Di tengah teriakan lengking jari tangannya bergetar tiada
hentinya, dalam sekejap mata tusuk konde kumala hijau itu sudah
mengirim sepuluh buah tusukan maut yang benar-benar luar biasa,

109
Saduran TJAN ID

setiap jurus mempunyai perubahan gerakan yang tak terhingga


banyaknya.
Beruntun Kong Yo Leng mundur enam langkah ke belakang,
gembornya dengan hati dongkol :
"Liok Nio, janganlah berbuat terlalu kelewat batas!"
"Hmmm! kalau tidak kuberi sedikit kelihayan kepadamu, kau
tidak akan mengerti kelihayan dari Loo Nio!"
Cahaya hijau meluncur bagaikan kilat, di tengah desiran tajam
yang tinggi melengking menusuki pendengaran dalam sekejap mata
tubuh Kong Yo Leng yang tinggi kekar telah terkurung dalam
kepungan serangan istrinya.
"Kau pun rasakanlah kelihayan dari ilmu jari Jan Song Cie ku!"
terdengar Kong Yo Leng berteriak keras.
Jari tengah dan telunjuk tangan kirinya diluncurkan ke depan,
setelah bergetar setengah lingkaran busur di depan dada secara
beruntun dia lepaskan delapan belas buah totokan gencar... desiran
angin tajam segera menderu-deru...
Dalam waktu singkat ia telah menggunakan tiga macam ilmu jari
yang berbeda untuk mengimbangi ke-delapan belas totokan yang
telah dilancarkan, di balik serangan tersebut ia sudah
mencampurbaurkan pula inti sari dari pelbagai ilmu jari yang ada di
kolong langit, bukan saja perubahannya tiada terhingga dahsyat dan
luar biasa sekali.
Delapan belas buah totokan itu kontan membuat Mie Liok Nio
berseru kaget, dalam hati ia benar-benar merasa amat terkesiap, sebab
ia merasa bahwa semua jurus serangan yang dia lancarkan telah
terbendung semua oleh pergetaran jari tangan suaminya.
Setiap tusukan tusuk konde yang dilancarkan kesemuanya
disambut oleh jari tangan lawan yang sengaja disongsongkan ke
arahnya, hal ini membuat jurus serangan tersebut tak bisa digunakan
lebih jauh dan terpaksa membuyarkan di tengah jalan.

110
IMAM TANPA BAYANGAN II

Melihat posisinya berubah jadi lemah, sorot mata buas memancar


keluar dari kelopak matanya.
"Hey Setan tua," bentaknya gusar, "Jangan kau salahkan kalau
aku bertindak terlalu keji!"
Bahu atasnya mendadak meleset menembusi angkasa, di tengah
meluncurnya cahaya hijau di atas tusuk konde tadi mendadak
cahayanya memantul dua coen lebih panjang dari keadaan biasa,
bukan saja tajam mengerikan bahkan jauh berbeda di luar dugaan
orang.
Kong Yo Leng sendiri pun sadar bahwa serangan yang
dilancarkan dalam keadaan gusar bercampur gelisah itu telah
menggunakan segenap tenaga lweekang yang dimilikinya, bisa
dibayangkan betapa dahsyat dan mengerikannya ancaman itu.
Sepasang alisnya kontan berkerut, dengan gusar hardiknya :
"Liok Nio!"
Mie Liok Nio angkat kepalanya di tengah kegusaran, mendadak
hatinya bergetar keras tatkala menyaksikan sikap suaminya yang
keren dan gagah, kenangan lama pun segera terlintas kembali di
dalam benaknya.
Dahulu dia masih seorang gadis muda yang amat cantik jelita,
tapi karena justru karena kegagahan serta kewibawaan Kong Yo Leng
yang tidak gentar menghadapi segala apa pun juga itulah akhirnya dia
jadi tertarik.
Ia tahu disebabkan suaminya terlalu sayang dan mencintai
dirinya, maka setelah menikah dia selalu menuruti segala
kemauannya, hal ini menyebabkan timbullah rasa sombong pada
watak dirinya.
Di tengah rasa tertegunnya itulah pelbagai ingatan telah
berkelebat di dalam benaknya, tenaga murni yang sudah terkumpul
pun karena itu menjadi kendor kembali, sudah barang tentu
serangannya yang maha dahsyat pun jadi rada merandek sejenak.

111
Saduran TJAN ID

Kong Yo Leng mendengus dingin, telapak kanannya diangkat


dan mendadak membabat ke bawah.
Cahaya tajam berwarna keperak-perakan memancar keluar dari
balik telapak kanan tersebut, tajam dan amat menyilaukan mata.
Chee Thian Gak pernah menjumpai ilmu sakti tersebut, tapi
belum pernah menjumpai orang yang menggunakan ilmu itu jauh
lebih dahsyat dan hebat seperti apa yang dilakukan Kong Yo Leng
saat ini.
Hati jadi bergidik, pikirnya :
"Liok Gwat To merupakan ilmu sesat yang sangat hebat,
dimainkan oleh iblis ini kehebatan serta kesaktiannya betul-betul luar
biasa sekali... Ciak Kak Sin Mo tidak malu disebut sebagai seorang
dedengkot dalam aliran sesat!"
Sesudah Kong Yo Leng menggunakan ilmu sakti 'Liok Gwat To'
nya, tusuk konde di tangan Mie Liok Nio segera rontok ke atas tanah
setelah merandek sejenak di tengah udara, yang tertinggal di jari
tangannya hanya sebagian kecil dari serat tipis yang terbuat dari ulat
sutera.
Perempuan itu melengak kemudian teriaknya keras-keras :
"Setan tua, kepandaian silat apakah yang telah kau gunakan?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... Hujien, aku minta maaf yang
sebesar-besarnya kepadamu, di mana serat tipis ulat langit pun sudah
kuhancurkan, di kemudian hari Loohu pasti akan berangkat ke gua
salju di atas gunung Thay Soat san untuk membuatkan lagi beberapa
lembar untuk diri Hujien!"
"Setan tua, anggap saja kemenangan berada di tanganmu kali ini,"
jerit Mie Liok Nio sambil menggigit bibir, "Lain kali Loo Nio pasti
akan suruh kau menjumpai kelihayan dari sembilan belas jurus tusuk
konde kumala hijauku. Hmmm! Kalau kau punya nyali, berkelitlah
pada waktu itu!..."
"Apa? Sembilan belas jurus Tusuk Konde Kumala Hijau?" Kong
Yo Leng berkemak-kemik dengan wajah melengak, tapi sebentar

112
IMAM TANPA BAYANGAN II

kemudian ia sudah mengerti, "Ooooh! rupanya kau hendak


menciptakan sembilan jurus baru lagi untuk siap menghancurkan
serangan maut dari ilmu 'Liok Gwat To' ku? haaaah... haaaah... bagus,
bagus, setiap saat loohu pasti akan menantikan hasil dari ciptaan jurus
serangan barumu!"
Pertarungan antara suami istri yang barusan berlangsung cukup
menggoncangkan hati para penonton yang menyaksikan jalannya
pertarungan dari sisi kalangan, dalam benak mereka rata-rata terlintas
satu pandangan yang sama yaitu sepasang iblis dari samudra Seng Sut
Hay betul-betul jagoan lihay nomor wahid di antara kaum sesat.
Jurus-jurus serangan ampuh dan sakti yang telah mereka
pergunakan belum pernah mereka jumpai sebelumnya, apalagi
kesempatan untuk menyaksikan pertarungan sengit antara kedua
orang itu.
Diam-diam Chee Thian Gak berpikir dalam hatinya :
"Sepasang suami istri ini ditambah pula Hoa Pek Tuo sudah
cukup untuk menjagoi seluruh dunia persilatan tanpa seorang manusia
pun yang sanggup menandingi mereka, apalagi mereka masih
ditunjang oleh beberapa orang manusia sakti dari luar perbatasan...
heeeh... rupanya bencana maut bakal melanda seluruh kolong langit."
Dengan pandangan mendalam Mie Liok Nio melirik sekejap ke
arah suaminya, tangan kanan menyambar ke depan merampas balik
tusuk konde kumala hijau yang terjatuh di tanah, kemudian sambil
menghampiri Chee Thian Gak ujarnya :
"Pek In Hoei, aku ingin mencoba kepandaian silatmu!"
"Eeee... bukankah sudah berulang kali cayhe terangkan bahwa
cayhe bukanlah si Pendekar Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei...
kenapa sih kau selalu menyebut aku dengan nama itu?"
Ia merandek sejenak, kemudian dengan nada sombong
tambahnya :
"Lagipula Pek In Hoei tidak nanti memiliki kepandaian silat
sehebat apa yang kumiliki sekarang."

113
Saduran TJAN ID

"Baik! Akan kulihat sampai dimanakah kehebatan ilmu silatmu


sehingga berhak menggunakan sebutan jago bertenaga paling sakti di
kolong langit dewasa ini!"
Merah jengah selembar wajah Chee Thian Gak.
"Siapa yang memakai gelar tersebut?" bantahnya. "Sin Koen
bertenaga saktilah yang menghadiahkan gelar tadi kepadaku, sedang
cayhe sendiri sama sekali tidak tertarik dengan segala macam gelar
kosong yang tiada gunanya, karena kenyataan jauh lebih penting
daripada segala macam nama kosong... " dengan suara berat terusnya,
"meskipun cayhe mempunyai keistimewaan dalam tenaga sakti, tetapi
aku tidak ingin ajak dirimu untuk beradu tenaga!"
"Hmmm, jadi menurut maksudmu?"
Chee Thian Gak tarik napas dalam-dalam, sorot matanya
menyapu sekejap angkasa yang penuh bertaburan bintang, kemudian
serunya dengan nada serius :
"Cayhe ingin sekali coba mendengarkan permainan gabungan
irama musik kamu berdua!"
"Apa? Kau maksudkan hendak menghadapi kami dalam
permainan musik maut?"
"Sedikit pun tidak salah, sudah lama cayhe mendengar bahwa
gabungan permainan musik dari sepasang iblis Seng Sut Hay tiada
tandingnya di kolong langit, oleh sebab itu cayhe kepengin
mencobanya sendiri..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Kong Yo Leng mendongak dan
tertawa terbahak-bahak, "tahun ini loohu berusia tujuh puluh delapan
tahun, belum pernah kudengar ada orang berani mengajukan sendiri
permohonannya untuk mencoba ilmu harpa besi pencabut sukma ku,
apalagi gabungan irama khiem dengan harpa."
Sekilas napsu membunuh terlintas di atas wajahnya, dengan suara
adem dia melanjutkan :
"Sekalipun tiga orang setan tua dari luar lautan datang sendiri
kemari pun belum tentu berani mengatakan kepada loohu untuk

114
IMAM TANPA BAYANGAN II

mendengarkan gabungan irama dari Khiem dan harpa, apalagi kau


seorang bocah cilik yang masih bau tetek."
Chee Thian Gak tertawa keras.
"Ombak belakang sungai Tiang Kang selalu mendorong ombak
di depannya, kalian sudah tua semua dan di dalam dunia persilatan
dewasa ini pun sudah tidak berguna... " cahaya licik berkelebat di atas
matanya. "Lagipula dengan berbuat demikian kalian pun bisa
menjajal benarkah aku adalah Pek In Hoei atau bukan, apa salahnya
bertindak sekali tepuk dapat dua lalat?"
"Pek In Hoei, kau terlalu jumawa!" jerit Mie Liok Nio.
"Hmmm! Dengan menggunakan kesempatan ini cayhe ingin
meminjam nama besar dari Seng Sut Hay Siang Mo untuk
memperkenalkan nama besarku sebagai Pendekar Jantan Berkapak
Sakti ke seluruh dunia, atau mungkin kalian berdua memang tidak
berani mempertaruhkan nama besar kalian berdua?..."
"Haaah... haaah... kalau memang kau ingin modar gampang
sekali! Kita segera kabulkan permintaan itu," ujar Kong Yo Leng
sambil mempersiapkan harpa besinya.
Sinar mata Chee Thian Gak perlahan-lahan beralih ke atas
pedang sakti penghancur surya yang berada di tangan Hoa Pek Tuo,
lalu katanya kembali :
"Tunggu sebentar! Andaikata cayhe berhasil mendengarkan
gabungan irama musik kalian hingga selesai tanpa menemui ajal ku,
apa yang hendak kalian laksanakan?"
Mie Liok Nio melirik sekejap ke arah Kong Yo Leng kemudian
balik tanyanya :
"Kau ingin bagaimana?"
"Kita pertaruhkan pedang sakti penghancur surya milik Pek In
Hoei saja!" seru Chee Thian Gak sambil menuding ke arah Hoa Pek
Tuo.
Kakek tua ini melengak.

115
Saduran TJAN ID

"Bagus!" akhirnya dia pun ikut berseru, "Seandainya kau berhasil


lolos dari maut, Pedang Sakti Penghancur Sang Surya segera menjadi
milikmu..."
Mendadak ucapannya berhenti di tengah jalan, sebab pada saat
itulah si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok perlahan-lahan bangun
duduk, kemudian dari saku celananya ambil keluar sebuah seruling
kayu.
Irama seruling yang bernada sangat aneh pun dengan cepat
berkumandang memenuhi angkasa, begitu aneh iramanya seolah-olah
terdapat beribu-ribu ekor ular yang bersama-sama menyusup ke
dalam hati setiap orang.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Hoa Pek Tuo,
pikirnya :
"Jangan-jangan dia sedang gunakan ilmu memanggil ular yang
sudah terkenal di negeri Thian Tok..."
Irama lembut yang lirih dan halus itu seolah-olah datang dari
alam impian yang sangat jauh... bergema di udara dan menyelinap ke
seluruh sudut kalangan...
Dalam pada itu Chee Thian Gak sedang mengawasi wajah Hoa
Pek Tuo dan seksama, berhadapan dengan manusia licik yang
mempunyai banyak akal busuk macam begini, mau tak mau dia harus
pertingkat kewaspadaannya untuk menghindarkan diri dari serangan
bokongan.
Tapi ketiga irama seruling dari si Dewa Cebol bergema tiada
hentinya di angkasa, alisnya segera berkerut, dengan cepat ia menoleh
ke samping kalangan.
"Hmmm, permainan setan apa yang sedang kau lakukan?"
tegurnya sambil mendengus.
Hoa Pek Tuo tersenyum.
"Lamaphi disebut dewa oleh kalangan masyarakat di negeri
Thian Tok sebelah utara, malam ini saksikanlah kepandaian
saktinya..."

116
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Haaaah... haaaah... haaaah... kau maksudkan si setan cebol


itu?..." jengek Oorchad dengan nada menghina.
Berubah air muka Hoa Pek Tuo, rasa tidak senang muncul di
balik wajahnya yang telah berkeriput pikirnya :
"Manusia goblok ini benar-benar keterlaluan, susah payah
kuundang dia datang ke daratan Tionggoan, eeeei... tahunya dia malah
membantu Chee Thian Gak..."
"Hoa Pek Tuo?" mendadak terdengar Chee Thian Gak berseru.
"Sekarang adalah saatnya bagiku untuk bertanding melawan suami
istri Sin-mo ataukah kesempatanku untuk adu kepandaian dengan
manusia cebol dari negeri Thian Tok?"
Ucapan ini didengar sepintas lalu seakan-akan ditujukan kepada
Hoa Pek Tuo, padahal maksud yang sebenarnya adalah ditujukan
kepada diri Kong Yo Leng.
"Keparat cilik kau benar-benar mencari mati?" bentak Ciak Kak
Sin Mo dengan wajah beringis.
"Haaah... haaah... masa cari mati pun ada palsu dan sungguhan?
Selamanya cayhe mendengar bahwa nama besar dari Seng Sut Hay
Siang Mo..."
"Bagus rasakan dulu sebuah tendanganku!"
Di tengah bentakan badannya sudah maju dua langkah ke depan,
kakinya melayang datar ke depan bagaikan bayangan yang membuai
angkasa, tahu-tahu telapak kakinya yang berukuran besar itu sudah
berada kurang lebih lima coen di depan dada Chee Thian Gak.
Sewaktu berada di dalam perkampungan Thay Bie San cung
tempo dulu, jago kita sudah pernah terluka di bawah tendangan maut
'Teng Thain Lip Tah' atau Menyungging Langit Menginjak Bumi dari
iblis tua ini maka dari itu menyaksikan datangnya ancaman dengan
hati terperanjat buru-buru mundur dua langkah ke belakang.
Gerakan mundurnya ini dilakukan sangat cepat, begitu tubuh
bagian atas bergeser telapak kanannya berbareng dibabat ke bawah
menebas telapak kaki musuh.

117
Saduran TJAN ID

Kong Yo Leng mendengus dingin, telapak kaki ditekan ke


bawah, sementara sisi telapak menjejak ke samping kiri, dengan
bergeser di sisi telapak kanan Chee Thian Gak dia langsung
mengancam perut lawan.
Chee Thian Gak membentak nyaring, pinggiran telapaknya yang
kena digesek telapak kaki musuh terasa panas dan linu seolah-olah
menempel di atas hioloo yang panas membara.
Hatinya terkesiap, telapak kirinya buru-buru dikebaskan
membentuk gerakan setengah busur dan langsung menembus ke
dalam mengancam dada sementara tubuh bagian atasnya
menjengkang ke belakang tanpa geserkan kaki ia menyurut mundur
enam coen lebih.
Menggunakan kesempatan yang sangat kecil inilah, telapak
kirinya yang berhasil menembusi pertahanan musuh menabok di atas
kaki kanan lawan.
Ploook, setitik cahaya merah berkelebat lenyap dari pandangan
mata, segulung hawa tekanan yang hebat memancar keluar dari balik
kaki lawan, tubuh Chee Thian Gak sempoyongan dan mundur tiga
langkah ke belakang.
Ia lihat Kong Yo Leng menarik kembali telapak kanannya yang
ada andeng-andeng merah itu kemudian mengangkat kaki kirinya
untuk menyerang, hatinya terperanjat, segera pikirnya :
"Tenaga dalam yang dimiliki iblis tua ini betul luar biasa, aku
pasti bukan tandingannya..."
Sang biji mata lantas berputar, teriaknya keras :
"Kong Yo Leng, kau punya malu tidak?"
Ciak Kak Sin Mo melengak, diikuti dengan nada gusar ia berseru
:
"Keparat cilik, kau bilang apa?"
"Heeeh... heeeh... kau anggap kakimu itu kaki babi atau kaki
ayam? Kenapa suruh aku mencicipi terus..."

118
IMAM TANPA BAYANGAN II

Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, semua orang segera


tertawa terbahak-bahak, terutama Oorchad, ia tertawa tergelak sampai
air mata pun ikut bercucuran.
Kong Yo Leng dibuat semakin naik pitam.
"Maknya... rasakan lagi sebuah tendanganku..."
"Lho... looo... looo... kok aku disuruh mencicipi lagi?"
Tingkah lakunya yang kocak ini membuat Mie Liok Nio sendiri
pun tak bisa menahan rasa gelinya lagi dan ikut tertawa.
"Hey setan tua, kau ingin pamerkan kejelekanmu lagi?" makinya
sambil menarik tangan sang suami.
"Kau bilang apa?"
"Bukankah cayhe sudah katakan bahwa aku ingin coba melawan
gabungan irama musik kalian berdua dengan tenaga dalam ku? Dan
persoalan ini telah disetujui oleh Mie cianpwee, bahkan kita pun
sedang mempertaruhkan Pedang Mustika Penghancur Surya dari Pek
In Hoei, atau mungkin... Hoa Pek Tuo merasa berat hati untuk
melepaskan pedang mustika itu?..."
Hoa Pek Tuo mendengus gusar, ia lepaskan pedang sakti itu dari
punggungnya lalu diletakkan di atas tanah.
"Manusia bodoh yang tak tahu diri," serunya, "kalau memang kau
ingin menjajal untuk melawan gabungan irama musik dari kedua
orang itu, sudah tentu loohu tak akan menghalang."
Ia merandek sejenak lalu dengan wajah keren tambahnya :
"Sebaliknya andaikata kau tidak sanggup bertahan selama
setengah jam, apa yang hendak kau lakukan??"
"Telur busuk tua!" diam-diam Chee Thian Gak memaki di dalam
hati. "Semula aku masih ingin coba mencari keuntungan dengan tidak
adanya perpaduan dalam gabungan permainan irama musik sepasang
iblis dari laut Seng Sut Hay berhubung dengan percekcokannya tadi,
sungguh tak nyana Hoa Pek Tuo begitu licik dan pintar sehingga
mengetahui pula akan hal ini. Batas waktu setengah jam bagiku cukup
terasa berat, sebab kalau hanya sebentar saja mungkin aku masih bisa

119
Saduran TJAN ID

bertahan, sebaliknya kalau waktu makin panjang maka persatuan


batin mereka tentu akan pulih kembali dalam perpaduan yang
harmonis... dalam keadaan begitu mana aku sanggup
mempertahankan diri?"
Tapi karena urusan sudah terlanjur demikian, terpaksa ia
mengangguk.
"Baiklah, kita batasi saja selama setengah jam..."
Belum habis dia berkata, mendadak terdengar si Naga Hitam dari
gurun pasir berteriak sambil meloncat ke angkasa.
"Ular... ooh betapa banyaknya ular disini..." Loe Peng si pendekar
bertenaga sakti pun ikut berteriak.
Rupanya tiupan seruling dari si Dewa Cebol dari negeri Thian
Tok yang menggema tiada hentinya itu sudah mengundang beribu-
ribu ekor ular yang tersebar di empat penjuru.
Di bawah sorot cahaya sang surya, tampaklah ular-ular itu sambil
meliuk-liukkan tubuhnya bergerak menuju ke arah kakek cebol itu,
seolah-olah para pengikut agama yang berduyun-duyun menghampiri
nabinya.
Pemandangan yang begitu mistrius serta ngerinya itu membuat
orang yang melihat jadi ngeri dan merinding... sampai-sampai Loe
Peng serta Hong Teng yang punya perawakan tubuh tinggi kekar pun
ikut gemetar keras saking takutnya, baru saja mereka melangkah
beberapa tindak, badan mereka sudah roboh ke atas tanah.
Chee Thian Gak sendiri pun merasa amat terperanjat, pikirnya :
"Ooooh, inilah ilmu pawang ular yang sangat lihay dari negeri
Thian Tok, tadi aku masih mengira dia hanya bermain-main dengan
tiupan serulingnya belaka..."
Memandang gerombolan ular yang memenuhi permukaan tanah,
jago kita lantas berseru lantang :
"Kong Yo Leng, kau punya rasa malu atau tidak?"
"Apa yang kau katakan?" seru Ciak Kak Sin Mo dengan wajah
berubah hebat.

120
IMAM TANPA BAYANGAN II

Beberapa saat ia termenung, kemudian teriaknya lagi :


"Keparat cilik, ini hari sudah dua kali kau maki aku tidak punya
malu, hmmm! loohu bersumpah akan membeseti kulit tubuhmu dan
mencabuti otot-otot dalam badanmu, kalau tidak... aku Ciak Kak Sin
Mo lebih baik mati saja!"
Melihat wajah iblis tua itu berubah jadi merah padam saking
dongkol dan jengkelnya sehingga berbicara pun tidak karuan, diam-
diam Chee Thian Gak merasa geli, walaupun begitu kewaspadaannya
tetap dipertingkat, ia takut secara tiba-tiba iblis itu melancarkan
serangan mematikan.
Hoa Pek Tuo yang selama ini mengikuti gerak-gerik Chee Thian
Gak dari samping, kini merasa kecurigaannya makin tebal, pikirnya :
"Orang ini mempunyai tingkah laku yang aneh dan sukar diduga,
suaranya, pembicaraannya serta lagak lagunya yang sombong,
jumawa dan tinggi hati hampir boleh dibilang sangat mirip dengan
diri Pek In Hoei..."
Cahaya buas memancar keluar dari balik matanya. "Andaikata
dia benar-benar adalah Pek In Hoei, maka aku harus menggunakan
kesempatan yang sangat baik pada malam ini untuk melenyapkan
bibit bencana ini dari muka bumi..."
Ingatan tersebut bagaikan sambaran kilat berkelebat lewat dalam
benarnya, ia segera maju selangkah ke depan, ujarnya :
"Lebih baik terjanglah dahulu barisan ular dari Lhamapi si Dewa
Cebol ini..."
"Ooooh... tak kusangka dari sebangsa dedengkot aliran sesat yang
amat tersohor namanya dalam dalam dunia persilatan tidak lebih bau
daripada kentut busuk," tukas Chee Thian Gak cepat sambil tertawa
dingin. "Aku rasa kalau memang begitu... yaaah sudahlah, tak ada
perkataan lain yang bisa kuucapkan. Hoa Pek Tuo! Apa yang akan
kau katakan lagi?..."
"Kurang ajar!" teriak Mie Liok Nio gusar, "Manusia kepar she-
Chee, kau berani menyindir Loo Nio tidak pegang janji?"

121
Saduran TJAN ID

Chee Thian Gak tidak menjawab, diliriknya sekejap barisan ular


yang telah mengepung rapat empat penjuru sekeliling tempat itu,
diam-diam hatinya bergidik, pikirnya :
"Rupanya ular-ular itu hingga sekarang belum mendapat perintah
untuk melancarkan serangan, apabila aku tidak memancing kedua
iblis itu masuk jebakan dengan memakai kesempatan bagus ini,
seandainya barisan ular itu telah bergerak... aku bisa konyol!"
Maka segera sindirnya lagi :
"Semula cayhe ingin mempertaruhkan Pedang Sakti Penghancur
Sang Surya ini dengan menikmati irama musik gabungan dari
cianpwee berdua, tapi sekarang kalangan kita sudah dipenuhi oleh
barisan ular yang begini banyak, atau jangan-jangan kalian berdua
memang ada maksud hendak mengandalkan ular-ular ini untuk
memperataskan tarian gabungan ular dan iblis..."
"Kentut busuk anjing makmu!" maki Mie Liok Nio dengan penuh
kegusaran, "Kau berani menghina Loo Nio atau mungkin kau
memang mengharapkan Loo Nio melanggar pantangan?"
Chee Thian Gak tertawa.
"Nyawa yang cayhe miliki hanya selembar, baiklah kuserahkan
pada kalian berdua saja, cuma... andaikata cayhe tidak diberi
kesempatan untuk menikmati irama musik gabungan dari cianpwee
berdua, yah terus terang saja cayhe merasa mati tidak meram..."
"Setan tua!" Mie Liok Nio segera berseru sambil membopong
khiem kumala hijaunya. "Mari kita sempurnakan keinginan dari si
keparat cilik ini!"
"Andaikata cayhe tidak mati, kabulkan keinginan cayhe ini!
jawab Chee Thian Gak cepat sambil tersenyum.

122
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 6
"BAGUS, kalau kau dapat mendengarkan irama musik gabungan
kami hingga selesai, Pedang Sakti Penghancur Sang Surya ini segera
akan menjadi milikmu," Kong Yo Leng ikut menimbrung dengan hati
panas.
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Hoa Pek Tuo menyela, "Kong-yo
heng janganlah kau sampai termakan oleh siasat licik keparat cilik itu,
kau harus tahu andaikata ia tidak sanggup menahan barisan ular dari
Lhamapi si Dewa Cebol itu berarti pula ia sama sekali tidak berhak
untuk mendengarkan irama musik gabungan dari kalian berdua."
Kong Yo Leng termenung sebentar, ia merasa ucapan tersebut
sedikit pun tidak salah, maka sambil memandang ke arah Mie Liok
Nio katanya :
"Ehmmm, perkataan Hoa heng memang sedikit pun tidak
salah..."
Melihatnya siasatnya bakal hancur di tangan Hoa Pek Tuo, buru-
buru Chee Thian Gak tertawa dingin.
"Hmmm!" Hoa Pek Tuo mendengus, "Asalkan dapat menembusi
barisan ular ini, sudah tentu ada kesempatan pula bagimu untuk
mendengar irama..."
"Baik!" tukar Chee Thian Gak sambil ayun kapak saktinya.
"Akan cayhe demonstrasikan dahulu kepandaian membabat ular ku..."
Dia maju dua langkah ke depan, tampaklah daerah seluas empat
tombak persegi telah dipenuhi dengan ular-ular yang berliak-liuk
mengikuti irama musik yang lembut, saat itu ular-ular lagi sedang

123
Saduran TJAN ID

angkat kepalanya menjulurkan lidah yang merah di sekeliling si Dewa


Cebol dari negeri Thian Tok hingga terciptalah selapis lautan ular
yang luas.
Dalam pada itu Loe Peng serta Hong Teng berdiri dengan
punggung menempel di atas punggung, sekeliling tubuh mereka
sudah dipenuhi oleh gerombolan ular, wajah mereka berubah serius
sementara di tangan masing-masing mencekal sebatang bambu hijau,
rupanya mereka sudah siap melawan gerombolan ular itu.
"Ular yang berkumpul disini mungkin di atas ribuan jumlahnya,"
pikir Chee Thian Gak dalam hati. "Sekalipun aku ingin menjagal pun
tak nanti bisa menjagal sebanyak itu, rupanya aku harus
menghancurkan lebih dahulu seruling di tangan Dewa Cebol dari
negeri Thian Tok dengan demikian rombongan ular pun bisa
dibuyarkan..."
Tangannya segera merogoh ke dalam saku mengambil senjata
rahasia naga emas, sekilas napsu membunuh berkelebat di atas
wajahnya, sambil perhatikan rombongan ular itu dia maju tiga
langkah ke depan.
Hoa Pek Tuo tertawa dingin, dia angkat tangannya ke arah si
Dewa Cebol dan mengucapkan beberapa patah kata dengan bahasa
India.
Irama seruling segera berubah, di tengah alunan musik secara
lapat-lapat terselip irama mengusik, gerombolan ular itu segera
bergerak, dengan membentuk satu kumpulan besar bersama-sama
meluruk ke arah jago kita.
Bagaikan gulungan ombak di samudra yang saling susul
menyusul, gerombolan ular itu sekelompok demi sekelompok tiada
hentinya bergerak ke muka.
Oorchad yang selama ini membungkam tiba-tiba berkemak-
kemik seperti membaca doa, kemudian sekali enjot badan ia sudah
meloncat ke sisi Chee Thian Gak, katanya :

124
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Marilah kita bersama-sama menerjang keluar dari barisan ular


itu, kemudian bersama-sama lagi membinasakan setan cebol itu!"
"Terima kasih atas maksud baikmu," tolak Chee Thian Gak
sambil geleng kepala, ia merogoh keluar sebatang senjata rahasia naga
emas dan diletakkan di atas telapak. "Tetapi sayang aku tidak
membutuhkan bantuanmu!..."
"Bukankah kita bersahabat? Kenapa aku tak boleh membantu
dirimu?"
Melihat si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sudah bangkit
berdiri dan berjalan dengan sempoyongan mendekati arahnya, buru-
buru jago muda she Chee ini berseru keras :
"Selamanya cayhe tidak jeri menghadapi pelbagai persoalan yang
bagaimana berbahaya pun, dan selamanya pula aku tidak ingin
mengajak orang ikut merasa murung karena masalahku..."
"Lalu dalam keadaan yang bagaimanakah seseorang yang kalian
bangsa Han sebut sebagai sahabat baru boleh memberikan
bantuannya? Apakah tidak pantas bagi seorang sahabat untuk
memberikan bantuannya di kala sahabatnya sedang mengalami
kesusahan?"
Chee Thian Gak melengak, hatinya terasa seakan-akan dipukul
dengan martil besar, beberapa kali ia mengulangi kembali ucapan dari
Oorchad itu dalam benaknya.
Ia merasa selama hidup bl pernah mempunyai sahabat, sungguh
tak nyana pada saat seperti ini ia telah dianggap sebagai sahabat oleh
seorang manusia yang semula dipandang musuhnya yaitu Oorchad.
"Benar, kau adalah sahabatku," akhirnya dia bergumam seorang
diri. "Dalam keadaan apa pun sulit untuk mencari seorang sahabat
yang benar-benar sejati kecuali sewaktu berada dalam kesusahan..."
Oorchad menjulurkan tangannya yang besar menepuk bahu Chee
Thian Gak, lalu serunya lantang :
"Mulai sekarang antara kau dan aku tiada perbedaan lain, kau
mati aku ikut mati, kau hidup akui kut hidup!"

125
Saduran TJAN ID

Dengan mulut membungkam Chee Thian Gak awasi perawakan


tubuh Oorchad yang tinggi besar, timbul rasa terima kasih dalam hati
kecilnya, dia pun balas menepuk bahu rekan barunya ini.
"Chee toako," terdengar Hong Teng si naga hitam dari gurun
pasir berteriak keras, "Siauw-te pun bersedia mati h idup bersama
dirimu!"
Ia sikut dada Loe Peng keras-keras sambil ajaknya :
"Ayoh kita bergabung dengan diri Chee Toako sekalian!"
"Chee Toako!" gembor Loe Peng, "Tunggulah siauw te sejenak,
aku pun hendak menemani dirimu melalui bencana ini secara
bersama-sama!"
Demikianlah kedua orang itu segera menggerakkan tongkat
bambu masing-masing menghajar rombongan ular yang mengepung
di sekeliling mereka, akhirnya sebuah jalan berdarah berhasil dirintis
dan mereka pun langsung bergabung dengan Chee Thian Gak.
Si Pendekar Jantan Berkapak Sakti merasakan darah panas
bergelora dalam rongga dadanya, ia benar-benar dibuat sangat terharu
oleh sikap sahabat-sahabatnya ini, dalam hati pikirnya :
"Sungguh tak kusangka pada hari ini di tempat semacam ini aku
telah berjumpa dengan manusia-manusia berdarah panas seperti
mereka, ditinjau dari kejadian ini aku merasa yakin bahwa aku masih
punya harapan besar untuk mendobrak serta menghancurkan rencana
besar Hoa Pek Tuo untuk merajai dunia persilatan..."
Berpikir demikian, dengan mata melotot gusar tiba-tiba dia
ayunkan telapak kanannya ke depan, sekilas cahaya tajam yang
dipancarkan oleh senjata rahasia naga emas segera meluncur keluar.
Mengikuti gerakan tubuhnya, secara beruntun kembali ada empat
batang senjata rahasia naga emas meluncur ke depan secara serentak.
Si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok miringkan badannya ke
samping tatkala menjumpai bayangan cahaya yang meluncur ke
arahnya dengan begitu dahsyat, hatinya terkesiap. Buru-buru dia
kerahkan hawa murninya meloncat mundur enam depa ke belakang,

126
IMAM TANPA BAYANGAN II

nyaris sekali ia termakan oleh senjata rahasia naga emas yang


mengancam wajahnya.
Chee Thian Gak selipkan kembali kapak kecilnya di sisi
pinggang, kemudian sepasang telapaknya didorong ke muka secara
berbareng sementara kakinya bergeser ke depan.
Gulungan angin puyuh dengan hebatnya menyapu seluruh
permukaan bumi, dalam sekejap mata ular-ular yang berada di barisan
depan tergulung oleh serangan tadi dan bertimbunan ke belakang.
Darah amis muncrat ke empat penjuru membasahi bumi,
bangkai-bangkai ular yang hancur berantakan tertebar di mana-
mana... pemandangan waktu itu benar-benar mengerikan sekali.
"Heng thay berdua tak usah takut dan bimbang," hardik Chee
Thian Gak keras-keras. "Siauwte segera datang!"
Begitu badannya melayang ke atas bumi, dia lantas berdiri
dengan posisi segi tiga bersama Hong Teng serta Loe Peng, dengan
punggung menempel di atas punggung ia hadapi serangan-serangan
ular yang ada di luar kalangan, di mana pada saat itu saling berdesakan
menerjang datang.
Oorchad ayunkan tangan kanannya, di balik telapak tangannya
yang besar terbawa sebutir Zamrud merah delima yang memancarkan
cahaya tajam di tengah malam yang gelap itu.
Dengan langakah lebar dia maju ke depan mengikuti diri Chee
Thian Gak, mengikuti bergesernya tubuh yang tinggi besar itu,
barisan ular di sekelilingnya segera berdesakan menyingkir jauh-jauh
dari situ.
Menyaksikan kejadian itu Chee Thian Gak tertegun, dalam hati
segera pikirnya :
"Zamrud apakah itu? Sungguh luar biasa, ternyata mempunyai
kekuatan untuk mengusir barisan ular..."
Belum habis dia berpikir, mendadak terdengar Hoa Pek Tuo
berteriak lantang :
"Cepat jatuhkan diri bertiarap di atas tanah..."

127
Saduran TJAN ID

Sayang peringatan itu terlalu lambat datangnya, tahu-tahu tubuh


si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sudah termakan oleh senjata
rahasia naga emas yang luar biasa itu.
Di tengah jeritan ngeri yang menyayatkan hati, badannya roboh
ke dalam barisan ular kemudian menggeliat-geliat bagaikan binatang-
binatang di sekelilingnya.
Sungguh kasihan jago lihay dari negeri Thian Tok ini, jauh-jauh
ia datang ke daratan Tionggoan, sayang sebelum sempat melakukan
sesuatu pekerjaan apa pun jiwanya sudah keburu melayang..."
Hoa Pek Tuo sendiri merasa mangkel bercampur sedih tatkala
menyaksikan jago lihaynya yang dengan susah payah diundang dari
negeri Thian Tok telah mati di ujung senjata rahasia naga emas ke-
lima meskipun berhasil dari empat ancaman yang pertama, dalam hati
pikirnya :
"Kurang ajar... sungguh sialan baru saja kehilangan seorang Pek
In Hoei, kini muncul lagi seorang Chee Thian Gak..."
Tiba-tiba... di tengah kegelapan malam yang mencekam seluruh
jagad, terdengar suara jeritan lengking yang mengerikan
berkumandang datang dari kejauhan.
Mendengar suara jeritan itu Oorchad langsung kerutkan dahinya
kencang-kencang.
"Maknya..." ia memaki kalang kabut, "siapa sih yang menjerit-
jerit seperti kuntilanak di tengah malam buta macam begini..." ia buka
mulutnya lebar-lebar lalu tertawa. "Zamrud merah delima ini adalah
mustika yang berada di tangan malaikat kami, karena gelap aku telah
menggunakannya sebagai penerangan... eeeei... tak tahunya ular-ular
itu pada takut dengan mustikaku ini. Ooooh, kejadian ini benar-benar
berkat perlindungan dari malaikat kami."
Dengan penuh gembira dia angsurkan mustika tadi ke hadapan
Chee Thian Gak lalu serunya :
"Nih, kuhadiahkan zamrud tersebut kepadamu, anggap saja
sebagai tanda mata atas persaudaraan kita..."

128
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Eeeh... eeeeh... mana boleh..." tampik jago kita dengan cepat.


Sebelum dia sempat menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari
balik kegelapan ia jumpai munculnya seorang gadis bergaun panjang
dan berambut panjang terurai hingga ke pundak dengan perlahan-
lahan bergerak mendekat.
"Sok Peng..." Dengan hati gemetar ia berbisik... "kenapa ia bisa
berjalan hilir mudik di tengah barisan ular tanpa cedera?"
Tapi sewaktu ia teringat kembali bahwa Hee Siok Peng adalah
putri kesayangan dari ketua perguruan seratus racun yang bermarkas
di Propinsi In lam, rasa tercengangnya pun segera lenyap tak
berbekas.
Perlahan-lahan Hee Siok Peng berjalan mendekat, wajahnya yang
putih bersih bagaikan batu pualam terhias kemurungan yang luar
biasa, di balik biji matanya seakan-akan terlapis oleh kabut...
Tapi ketika dijumpainya Chee Thian Gak berdiri gagah di bawah
sinar rembulan, bagaikan seekor burung walet ia segera melayang ke
depan menghampiri si anak muda itu.
"In Hoei, apakah kau telah sembuh?" teriaknya dengan wajah
gembira.
"Apa? Kau adalah Pek In Hoei?" Mie Liok Nio pun ikut berteriak
keras.
Sinar mata Chee Thian Gak perlahan-lahan menyapu sekejap ke
arah Ciak Kak Sin Mo serta Hoa Pek Tuo, kemudian bantahnya :
"Cayhe sama sekali bukan Pek In Hoei!"
"Pek In Hoei," jengek Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin,
"setelah kau menderita kalah di tanganku, sungguh tak nyana pada
saat ini nama aslimu pun kau tak berani menggunakan lagi..."
"Tutup mulut anjingmu!" bentak Chee Thian Gak gusar. "Cayhe
bukan Pek In Hoei, aku adalah si Pendekar Jantan Berkapak Sakti dari
gurun pasir..."
"Hmmm!" Hoa Pek Tuo mendesis penuh kehinaan. "Sungguh tak
nyana Pek In Hoei yang selama ini selalu kuanggap sebagai seorang

129
Saduran TJAN ID

lelaki jantan, seorang lelaki sejati ternyata sudah berubah jadi anak
jadah yang tidak berani mengakui kakek moyangnya sendiri. Hmmm,
sungguh terlalu hina... sungguh memuakkan... hanya manusia
pengecutlah yang tidak berani menggunakan nama sendiri."
Ctg meraung gusar, dia cabut keluar kapak saktinya kemudian
berteriak :
"Hoa Pek Tuo! Apakah kau sudah pengin mencoba ketajaman
dari senjata kapakku??"
Dalam pada itu Hee Siok Peng telah mundur beberapa langkah
ke belakang dengan hati terperanjat, rupanya ia dibikin kaget oleh
sikap Chee Thian Gak yang keren dan penuh kewibawaan itu,
pikirnya di dalam hati :
"Dahulu tingkah laku In Hoei sangat halus dan peramah, kenapa
sekarang jadi... jadi begitu kasar..."
Dengan suara gemetar segera serunya :
"In Hoei..."
Chee Thian Gak memutar biji matanya, dalam hati si anak muda
itu pengin memaki beberapa patah kata yang pedas terhadap gadis itu,
tapi tatkala menjumpai sikapnya yang halus dan patut dikasihani itu,
hatinya jadi lemas, sambil menahan amarah serunya :
"Nona Heee, cayhe sama sekali bukan Pek In Hoei yang kau
maksudkan..."
"In Hoei, kenapa kau harus berbuat demikian??" seru Hee Siok
Peng tertegun. "Si ular asap tua telah berkata kepadaku..."
"Lebih baik nona tak usah membohongi diri cayhe," tukas Chee
Thian Gak dengan cepat. "Ouw-yang Gong hanya kenal diriku
sebagai Chee Thian Gak yang bergelar si Pendekar Jantan Berkapak
Sakti dari gurun pasir... nona pasti keliru..."
Hampir saja Hee Siok Peng menangis terisak saking sedihnya
tapi dia tetap menggertak gigi menahan golakan perasaan hatinya itu.
"Pek In Hoei, sekalipun kau telah hancur jadi debu aku pun tetap
mengenali dirimu."

130
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Cayhe memang kenal dengan diri Pek In Hoei, tetapi kalau ilmu
silatnya dibandingkan dengan kepandaianku... oooh hoo... dia masih
terpaut jauh sekali mana boleh kau mengambil hal ini sebagai
perbandingan??"
Sambil menjura segera tambahnya :
"Cayhe mengucapkan banyak terima kasih atas budi pertolongan
nona yang mana telah menyelamatkan diriku..."
Mie Liok Nio yang menyaksikan keadaan tersebut tak bisa
menahan diri lagi, sambil meloncat ke depan teriaknya :
"Pek In Hoei, hatimu benar-benar keji!"
"Liok Nio, tunggulah sebentar..." panggil Kong Yo Leng sambil
menarik ujung bajunya.
"Mau apa?"
Dengan termangu-mangu Kong Yo Leng memperhatikan diri
Hee Siok Peng yang sedang menangis terisik, bibirnya bergumam
entah apa yang diucapkan, ada kalanya ia kerutkan dahi ada kalanya
pula tundukkan kepala termenung, seakan-akan sedang memikirkan
satu persoalan yang sangat aneh.
"Hey setan tua," maki Mie Liok Nio, "sebenarnya kau sedang
main setan apa?"
"Dia... dia mirip sekali dengan seseorang..."
Sambil berteriak keras, si Iblis Sakti Bertelanjang Kaki ini segera
menarik tangan istrinya dan kabur dari situ.
Hoa Pek Tuo tertegun, belum sempat ia mengucapkan sesuatu,
bayangan kedua orang iblis sakti itu sudah lenyap dari pandangan.
Ia berpikir sejenak, akhirnya kepada Chee Thian Gak ia berkata :
"Dalam tiga hari mendatang loohu akan menantikan
kedatanganmu dalam perkampungan Thay Bie San cung, akuharap
kau bisa datang pada saatnya!"
"Ehmmm, aku pasti akan muncul dalam perkampungan kalian."
Hoa Pek Tuo tertawa getir, kepada Kioe Boan Toh si Dukun Sakti
Berwajah Seram yang selama ini selalu diam mengawasi, ujarnya :

131
Saduran TJAN ID

"Kong-yo heng mungkin masih ada urusan lain, daripada kita


berada disini silahkan Dukun sakti beristirahat selama beberapa hari
di dalam perkampungan kami..."
Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram tertawa
terkekeh-kekeh, lambat-lambat ia berjalan menghampiri Chee Thian
Gak lalu katanya :
"Bocah muda, kau adalah lelaki paling keji yang pernah kujumpai
selama ini."
Chee Thian Gak tertegun, sebelum ia sempat berbuat sesuatu
terlihatlah di atas wajah Kioe Boan Toh si dukun sakti itu terlintas
selapis cahaya emas yang amat tipis, sesosok bayangan merah
berkelebat di antara dahinya kemudian dengan wajah menyeramkan
ia berkata kembali :
"Aku si nenek tua paling benci terhadap kaum lelaki yang berhati
kejam dan tidak kenal budi. Hmmm! Kau sudah terkena racun ulat
sutera emasku, di dalam tiga hari jiwamu pasti melayang!"
Habis berkata sambil tertawa aneh dia ketukkan tongkatnya ke
atas tanah, kemudian mengikuti di sisi tubuh Hoa Pek Tuo segera
berlalu dari situ.
Malam semakin kelam... angin dingin berhembus kencang... di
kala fajar hampir menyingsing, langit terasa semakin gelap sehingga
sukar melihat ke-lima jari tangan sendiri.
Beberapa biji bintang masih berkelip-kelip lemah di sudut jagad,
sementara rembulan bersembunyi di balik awan...
Chee Thian Gak sambil mencekal kapak saktinya memandang ke
arah Loe Peng dengan sorot mata tajam, lama sekali dia baru berkata
:
"Antara manusia dengan manusia seringkali terjadi pelbagai
macam kesalahpahaman, seperti pula kesalahpahaman antara gurumu
dengan Hwie Kak Loo Nie pada masa yang silam. Seandainya kau
merasa salah paham ini hanya satu persoalan kecil dan bisa

132
IMAM TANPA BAYANGAN II

diselesaikan secara baik-baik, aku berharap kau suka memandang di


atas wajahku menyelesaikan persoalan ini sampai disini saja."
Loe Peng tidak menjawab, sebaliknya dia lantas mengisahkan
bagaimanakah pada masa yang silam secara kebetulan sekali gurunya
berhasil menemukan kitab Ie Cin Keng yang sudah lama lenyap dari
partai Sauw-lim serta sebutir Si Lek-cu milik Tong Sam Cong dalam
sebuah gua batu...
Mendengar kisah tersebut Chee Thian Gak berseru tertahan, ia
tidak menyangka kalau di balik persoalan itu masih ada liku-likunya,
jelas persoalan ini tidak segampang apa yang dikatakan Hwie Kak
Loo Nie kepadanya, sepasang alisnya kontan berkerut, ia mengerti
persoalan ini menyangkut urusan pribadi antara partai Sauw lim
dengan partai Go-bie, sedikit saja salah bertindak bisa mengakibatkan
yang fatal...
Hong Teng si Naga hitam dari gurun pasir yang sedang bersandar
di sisi batu, pada saat ini dengan nada tertegun menimbrung dari
samping :
"Hey hweesio gadungan, apa sih yang disebut Si Lek Cu itu?
Apakah kau bisa terangkan kepadaku?"
"Orang liar, lebih baik jangan banyak cingcong, hati-hati dengan
toya bajaku!"
"Keledai botak, kau tak usah sombong seperti itu, bayangkan saja
pertarungan kita tadi... Hmmm! Apakah kau kurang terima dan
sekarang ingin adu tenaga lagi?"
Ia merandek sejenak, lalu dengan mata melotot makinya lagi :
"Hmmm, makanya... kau anggap manusia macam apa sih dirimu
itu? Sombong sekali!"
Loe Peng jadi naik pitam setelah hatinya dipanasi terus, toyanya
langsung disapu ke depan sambil memaki :
"Manusia liar jangan pergi dahulu, rasakanlah sebuah
kemplangan toyaku!"

133
Saduran TJAN ID

Hong Teng tak mau unjukkan kelemahan dia pun angkat senjata
patung tembaganya untuk menyongsong datangnya serangan itu.
"Hmmm, kau anggap aku jeri kepadamu?"
Chee Thian Gak yang melihat kedua orang itu kembali saling
bergebrak karena beberapa patah kata saja, ia jadi naik pitam,
bentaknya :
"Hey,kalian mau apa?"
Traaaang....! di tengah bentrokan keras dua macam senjata itu
telah saling beradu satu sama lainnya, kedua belah pihak sama-sama
mundur ke belakang untuk kemudian saling menubruk kembali lagi
ke depan...
Maka satu pertarungan sengit pun kembali berlangsung di sana.
Lama-kelamaan Chee Thian Gak merasa tidak sabar
menyaksikan tingkah laku mereka, badannya segera berkelebat ke
depan, di tengah meluncurnya bayangan kapak tahu-tahu ia sudah
tangkis senjata kedua orang itu dengan telak.
Traaang... traaang... kembali terdengar suara bentrokan yang
memekakkan telinga, Hong Teng sambil mendengus berat mundur
empat langkah ke belakang dengan sempoyongan, senjatanya yang
terhajar oleh kapak Chee Thian Gak terasa jadi berat hingga membuat
tangannya jadi panas, linu dan kaku.
Chee Thian Gak tidak berhenti sampai di sana saja, kapaknya
kembali berputar menghajar toya Loe Peng sehingga membuat jago
ini pun terdesak mundur beberapa langkah ke belakang dengan
sempoyongan.
Beberapa saat lamanya Loe Peng berdiri termangu-mangu,
kemudian dengan gusar teriaknya :
"Apa maksudmu berbuat begini?"
"Dan kau sendiri mau apa?" balas Chee Thian Gak dengan sorot
mata yang menggidikkan hati.
Meskipun Loe Peng adalah seorang manusia tolol, namun ia tidak
goblok sekali, dengan mata kepala sendiri ia sudah menyaksikan

134
IMAM TANPA BAYANGAN II

betapa hebatnya kepandaian serta kekuatan yang dimiliki Chee Thian


Gak, di mana setelah membinasakan sembilan ekor unta, membanting
mati lima ekor gajah, mengalahkan Oorchad kemudian
membinasakan pula si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok.
Kena dibentak oleh sikap lawan yang gagah, keberaniannya
seketika menjadi lumer, sahutnya dengan suara terpatah-patah :
"Aku... aku sedang mengatakan kepadanya, kenapa ia... ia banyak
mulut..."
"Aku toh cuma menanyakan apa yang dinamakan Si Lek Cu..."
cepat-cepat Hong Teng berseru.
"Hmmm, dapatkah kau tutup sedikit mulutmu?" tegur Chee
Thian Gak.
Hong Teng membungkam, sambil meraba cambang yang
memenuhi di atas wajahnya, sesaat kemudian gerutunya :
"Maknya... kalau hweesio gadungan ini berani membangkang
lagi, malam ini juga aku akan ajak dia beradu jiwa."
Chee Thian Gak tidak menggubris orang itu lagi, dengan alis
berkerut ia menoleh kembali ke arah Loe Peng dan bertanya :
"Jikalau Si Lek cu itu benar-benar didapatkan gurumu bagaimana
mungkin bisa terjatuh pula ke tangan Cie In?..."
Ia melirik sekejap ke arah Hwie Kak Loo Nie yang selama ini
duduk bersila terus di ujung tembok, sementara soal kitab Ie Cin Keng
sama sekali tidak diungkapnya.
Loe Peng tarik napas dalam-dalam, sahutnya :
"Walaupun guruku adalah anak murid partai Sauw lim, tetapi
yang jelas beliau adalah seorang hong tiang dari kuil Poo Son Sie yang
ada di Propinsi Su Cuan bagian utara, sejak dia memperoleh Si Lek
cu di Toan Hong guruku segera kembali ke kuilnya..."
Ia merandek sejenak untuk melirik sekejap ke arah Hwie Kak Loo
Nie kemudian lanjutnya :
"Di kala dia orang tua hampir memasuki propinsi Su Cuan itulah
di tengah jalan beliau telah berjumpa dengan Ci Im serta Hwie Kak

135
Saduran TJAN ID

yang melakukan perjalanan bersama-sama, walaupun mereka


memakai jubah pendeta namun baik melakukan perjalanan maupun
menginap selalu berada jadi satu, keadaan mereka tidak lebih
bagaikan sepasang suami istri..."
"Kau bohong!" jerit Hee Siok Peng. "Hwie Kak Taysu tidak nanti
melakukan perbuatan semacam itu..."
"Siapa bilang aku bohong?" bantah Loe Peng sambil melotot
gusar. "Kalau kau tidak percaya, tanya saja kepada Hwie Kak!"
Hwie Kak Loo Nie yang sedang bersemedi di ujung tembok
sebelah sana, tiba-tiba membuka mata lalu mengganggu.
"Omihtohud! Apa yang dikatakan Loe sicu sedikit pun tidak
salah."
"Aaaah sepasang mata Hee Siok Peng terbelalak lebar, dengan
pandangan tercengang ia menatap wajah Hwie Kak Loo Nie, hampir
saja ia tidak percaya bahwa ucapan itu diutarakan oleh nikouw tua
tersebut.
Chee Thian Gak sendiri walaupun merasa bahwa jawaban dari
Hwie Kak Loo Nie agak menusuk pendengaran, tapi dia yakin bahwa
di balik peristiwa itu pasti masih ada ada latar belakangnya yang aneh,
maka serunya kemudian :
"Lanjutkanlah perkataanmu!"
Loe Peng melirik sekejap ke arah Hee Siok Peng lalu melanjutkan
:
"Menjumpai kejadian seperti itu, guruku jadi gusar bercampur
mendongkol, beliau tidak menyangka kalau dalam kalangan agama
Buddha telah dicemarkan namanya oleh perbuatan mesum kedua
orang itu, maka malam itu juga sambil membawa senjata andalannya,
guruku secara diam-diam menyusup ke dalam rumah penginapan di
mana mereka berada, hasil dari penyelidikan itu membuktikan bahwa
mereka berdua ternyata tidur dalam sepembaringan..."
Hong Teng yang ikut mendengarkan kisah itu, sekarang tak bisa
menahan diri lagi, dengan mata terbelalak mulut melongo tukasnya :

136
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bukankah mereka sudah jadi pendeta! Kenapa berani benar tidur


dalam sepembaringan? Bukankah hal ini..."
Ia merandek dan berpaling ke arah Hwie Kak Nikouw yang
duduk bersila di ujung tembok, sinar matanya diliputi tanda tanya :
"Pada waktu itu usia pinnie masih muda," terdengar Hwie Kak
Loo Nie menjawab. "Lagi pula aku bersama Ci Im suheng sedang
menyaru sebagai suami istri, sudah tentu kami boleh menginap dalam
sekamar dan tidur di atas sepembaringan." Jawaban gamblang dan
terus terang membuat semua orang jadi tertegun, lebih-lebih Hee Siok
Peng. Dia rasakan dadanya seperti dihantam dengan martil besar,
membuat napasnya jadi sesak, sekujur badannya gemetar keras...
setelah menjerit kaget, ia putar badan dan lari masuk ke dalam kuil.
"Siok Peng, kembali! hardik Hwie Kak Nikouw dengan suara
keren.
Dengan kaget Hee Siok Peng berpaling lalu menatap wajah
nikouw itu dengan pandangan tertegun.
Sinar matanya penuh diliputi perasaan memandang rendah,
membuat Hwie Kak Nikouw yang melihatnya jadi sakit hati dan
sedih, namun dengan suara berat ujarnya lagi :
"Siok Peng, kalau kau ingin berlalu dari sini, dengarkanlah
dahulu penjelasanku hingga duduknya persoalan jadi terang, kalau
tidak kau bukan keponakan muridku lagi dan bukan murid dari Ko In
lagi!"
Hee Siok Peng ragu-ragu sejenak, akhirnya dengan perlahan-
lahan ia putar badan dan jalan kembali ke tengah kalangan.
"Nona Hee, pergilah setelah selesai mendengarkan rahasia ini,"
ujar Chee Thian Gak pula.
Begitulah dengan nada gusar Loe Peng segera melanjutkan
kembali kata-katanya :
"Guruku makin bertambah gusar ketika tiba di dalam kamar itu
dan menyaksikan kedua orang pendeta Buddha itu dengan kepala
gundul, badan telanjang sedang tidur bersama di atas pembaringan

137
Saduran TJAN ID

seakan-akan baru saja melakukan perbuatan mesum yang memalukan


itu, maka dalam gusarnya beliau telah menerjang masuk ke dalam
ruangan dan meloncat naik ke atas pembaringan itu..."
Ia ketukkan toyanya keras-keras ke atas tanah, lalu bentaknya :
"Siapa sangka sepasang suami istri yang tak tahu malu ini telah
memasang alat rahasia di sisi pembaringan mereka, karena kurang
hati-hati guruku segera terjebak ke dalam perangkap mereka,
sementara Si Lek cu serta kitab Ie Cin Keng pun segera terjatuh ke
tangan kedua orang manusia laknat itu."
Dengan gusarnya ia menatap Hwie Kak Nikouw, tiba-tiba ia
membentak keras, toyanya langsung dikemplangkan ke atas kepala
rahib perempuan itu.
Chee Thian Gak membentak keras, laksana kilat kapaknya
disilangkan di hadapan Loe Peng, teriaknya :
"Loe Heng... jangan semberono!"
Traaaang...! kemplangan toya dari Loe Peng tertangkis oleh
babatan kapak Chee Thian Gak sehingga terpapas sebagian, seluruh
toya itu mencelat tiga depa ke angkasa menggetarkan tubuh orang she
Loe itu sehingga tak sanggup mempertahankan diri, badannya
mundur lima langkah ke belakang dan menumbuk di atas sebuah tiang
batu yang besar.
Dengan gusar ia membentak, toyanya diputar kembali
melancarkan satu serangan.
Kraaaak... tiang batu itu patah jadi dua, atap di atas wuwungan
rumah pada rontok ke bawah, di tengah bergemanya gemuruh keras
pasir dan debut beterbangan di mana-mana...
Laksan kilat Hong Teng si naga Hitam dari gurun pasir meloncat
ke depan, pedangnya ditancapkan ke atas tanah lalu sepasang
lengannya diayun memeluk tiang batu tadi, kemudian diangkatnya
mentah-mentah dan ditumpangkan di atas tiang batu bagian bawah
yang patah.

138
IMAM TANPA BAYANGAN II

Seluruh tubuh Loe Peng kotor oleh debut, ia berdiri termangu-


mangu di tempat semula tanpa mengucapkan sepatah kata pun,
rupanya ia tidak sadar apa yang telah ia lakukan barusan.
Chee Thian Gak yang menyaksikan Hee Siok Peng ketakutan
setengah mati berdiri kaku di sisi kalangan, timbul suatu perasaan
aneh dalam hatinya, tanpa sadar ia berseru dengan suara lembut :
"Siok Peng, kau tak usah takut!"
Hee Siok Peng membelalakkan sepasang matanya yang bulat
besar, lama sekali ia memandang ke arah diri Chee Thian Gak tanpa
berkedip, pemandangan indah ketika ia masih berada bersama Pek In
Hoei pun terbayang kembali dalam benaknya.
Untuk sesaat ia jadi lupa dengan keadaan di sekelilingnya, sambil
meloncat ke dalam pelukan Chee Thian Gak bagaikan seekor burung
walet, serunya manja :
"In Hoei!"
Seluruh tubuh Chee Thian Gak gemetar keras, hampir saja ia tak
kuat menahan diri dan balas memeluk gadis itu kencang-kencang, tapi
kejernihan otaknya dengan cepat memadamkan kobaran api cinta
yang timbul dari dasar hatinya.
Dengan cepat wajah berubah jadi kaku dan dingin, ia dorong
tubuh Hee Siok Peng dari dalam pelukan lalu berseru dengan nada
ketus :
"Sudah berulang kali cayhe terangkan kepadamu bahwa aku
bernama Chee Thian Gak, mengapa nona selalu menaruh salah paham
terhadap diriku?..."
Mimpi pun Hee Siok Peng tidak menyangka kalau sikap pin
begitu ketus dan dingin, dorongan yang amat perlahan itu dirasakan
bagaikan guntur yang membelah bumi di siang bolong, membuat
wajahnya berubah hebat dan sekujur badannya gemetar keras.
Lama sekali ditatapnya wajah Chee Thian Gak tanpa berkedip,
bibirnya gemetar keras... lama sekali beberapa patah kata baru
sanggup dipaksakan keluar :

139
Saduran TJAN ID

"Pek In Hoei, kau benar-benar kejam..."


Dalam hati Chee Thian Gak merasa sedih bercampur perih,
namun air mukanya tetap dingin dan ketus, ujarnya adem :
"Nona Hee, kembali kau salah paham, cayhe bukanlah Pek In
Hoei seperti yang kau maksudkan, aku adalah si Pendekar Jantan
Berkapak Sakti Chee Thian Gak..." dia tarik napas dalam-dalam,
dengan perasaan yang datar dan tenang lanjutnya kembali, "pin adalah
seorang pemuda yang berwajah tampan, berbudi bahasa halus dan
bertingkah laku lemah lembut, sebaliknya cayhe kasar, jelek dan tidak
tahu sopan santun, nona benar-benar sudah salah melihat orang."
Air mata bercucuran membasahi seluruh wajahnya yang pucat
pias bagaikan mayat, namun dara itu tetap berkata lagi dengan suara
gemetar :
"Pek In Hoei, kau tak usah mengelabui diriku, meskipun kau
sudah hancur lebur jadi tanah, aku tetap akan mengenali dirimu..."
Darah panas bergelora dalam dada Chee Thian Gak, sekali lagi
perasaan halusnya terpukul oleh sikap Hee Siok Peng yang patut
dikasihani itu, hampir-hampir saja ia mengaku bahwa dirinya adalah
Pek In Hoei, tetapi begitu teringat akan perbuatan ayahnya sang ketua
dari Perguruan Selaksa Racun Hee Giong Lam yang pernah meracuni
seluruh anak murid partai Thiam Cong, kembali hatinya membeku.
Akhirnya sambil menggertak gigi ujarnya :
"Cayhe Chee Thian Gak adalah seorang lelaki jantan, lelaki sejati
yang tak sudi menyembunyikan nama sendiri, apalagi menyaru
sebagai nama orang lain? Terus terang sudah kukatakan kepada nona
bahwa aku tidak sudi meminjam nama Pek In Hoei untuk memperoleh
kasih sayang dari nona, cayhe harap nona bisa..."
Belum habis dia berkata, teriakan memuji dari Hong Teng sudah
berkumandang di angkasa, tampak lelaki itu sambil acungkan
jempolnya berseru :

140
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bagus... ucapan seorang lelaki sejati memang harus bisa


diutarakan dan bisa dilaksanakan. Chee Thian Gak! mulai detik ini
aku si Loo toa adalah sahabatmu!"
Loe Peng melirik sekejap ke arah diri Hong Teng, kemudian
sambil menepuk pantat sendiri serunya pula :
"aku pun rela mengikat tali persahabatan dengan dirimu, berilah
kesempatan bagi kita bertiga untuk bersahabat sepanjang masa dan
mendobrak semua kejadian yang tidak adil di dunia."
Perkataan itu tepat mengenai lubuk hati Hong Teng, maka
kembali dia menggembor :
"Mari kita bertiga segera angkat sumpah menjadi saudara sehidup
semati!"
"Baik, setelah persoalan disini selesai, aku orang she Chee pasti
akan mengajak kalian berdua untuk menjelajahi seluruh sudut
dunia..."
Hee Siok Peng merasakan hatinya jadi sakit, kepalanya pusing
tujuh keliling dan tak sanggup memikirkan apa-apa lagi,
pandangannya jadi gelap dan seketika ia roboh tak sadarkan diri.
Dengan sebat Hwie Kak Nikouw memayangi tubuhnya, sambil
memandang ke arah Chee Thian Gak serunya :
"Chee sicu, benarkah kau bukan Pek In Hoei?"
"Meskipun cayhe kenal dengan diri Pek In Hoei namun aku tidak
berani mengaku-aku sebagai si Pendekar Pedang Berdarah Dingin
Pek In Hoei."
"Omihtohud, hati sicu benar-benar keras bagaikan baja, cukup
dikatakan sejajar dengan tabiat Pek In Hoei. Aaaai... Pendekar Pedang
Berdarah Dingin... pendekar pedang yang tak kenal cinta... kalian
semua tak tahu apa artinya cinta dan sampai dimanakah berharganya
cinta..."
"Hey nikouw tua apa yang kau gerutukan?" tegur Loe Peng
dengan suara kasar.

141
Saduran TJAN ID

Hwie Kak Nikouw tidak menggubris bentakan orang, sambil


tundukkan kepala ia berseru memuji keagungan sang Buddha.
"Omihtohud, sejak dahulu hanya cintalah yang banyak
meninggalkan penderitaan, tapi mengapa kau tidak mau kenal apa
artinya cinta? Aaaai... setiap kali gadis yang romantis mencintai
seorang lelaki, kesulitan dan penderitaan pun mulai berdatangan..."
Dengan penuh kasih sayang ia peluk tubuh Hee Siok Peng
kemudian kembali ke sudut tembok dan duduk bersila di situ.
"Maknya..." maki Hong Teng dengan gusar. "Setiap kali
kujumpai lagak tengik nikouw tua itu hatiku jadi benci, kurang ajar...
ia berani mengomeli kita orang lelaki!"
"Hwie Kak," gembor Loe Peng sambil menjemput toyanya.
"Rupanya kau pengin dikemplang lagi??"
"Loe heng, harap jangan menuruti nafsu..."
"Hmm! guruku dijebak ke dalam sebuah ruang batu yang
berukuran empat depa persegi oleh dia serta Ci Im sehingga harus
menderita karena dipagut berpuluh-puluh ekor ular beracun, bukan
saja badannya penuh dengan luka sehingga keadaannya tidak mirip
manusia lagi, badan pun keracunan hebat, apakah dendam kesumat ini
tak boleh kutuntut balas?"
Chee Thian Gak yang mendengar perkataan itu diam-diam
merinding, bulu kuduknya pada bangun berdiri pikirnya :
"Kalau aku jadi dia, sedari tadi tubuh Hwie Kak sudah kubacok
jadi dua bagian, apa gunanya mengucapkan kata-kata yang
bertumpuk-tumpuk??"
Tampak Hwie Kak Nikouw tertawa sedih dan berkata :
Seandainya gurumu benar-benar dipagut oleh berpuluh-puluh
ekor ular beracun, niscaya dia sudah mati pada saat itu juga, secara
bagaimana ia bisa hidup lebih lanjut sehingga bisa wariskan ilmu
silatnya kepadamu?"
Mula-mula Loe Peng melengak, kemudian dengan gusar
teriaknya :

142
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Setelah dia orang tua berhasil meloloskan diri dari cengkeraman


kalian, racun itu segera diobatinya hingga sembuh, sudah tentu
guruku tidak sampai mati keracunan."
Hwie Kak Nikouw tertawa getir.
"Pada waktu itu gurumu tidak sampai mati bukan lain karena
pinnie lah yang sudah memberi tambahan darah kepadanya dan
memberi pula obat anti racun kepadanya..."
"Kentut busuk, sesaat sebelum guruku menghembuskan napas
yang terakhir ia telah berpesan kepadaku untuk menuntut balas
dendam kesumat ini, beliau sama sekali tidak mengatakan bahwa
lukanya disembuhkan oleh kalian berdua..." sambil menuding rambut
yang panjang di atas kepalanya ia berkata kembali, "tahukah kau apa
sebabnya aku tidak mencukur rambutku jadi hweesio? Karena guruku
sakit hati, dia merasa anak murid kaum Buddha pun bisa melakukan
perbuatan yang demikian memalukan, apa gunanya seseorang harus
cukur rambutnya hingga gundul? Maka aku pun tak usah memikirkan
segala persoalan yang memusingkan kepala."
Dalam pada itu secara diam-diam, Chee Thian Gak
memperhatikan terus perubahan wajah dari Hwie Kak Nikouw, dia
lihat sepasang pipi paderi itu berkerut kencang, maka suatu ketika
ujarnya :
"Hwie Kak Suthay, seandainya apa yang diucapkan Liok Hong
adalah kenyataan, maka..."
"Maka senjata patung tembagaku akan mengobrak-abrik kuil ini
rata dengan tanah," sambung Hong Teng sambil meraung keras.
Hwie Kak Nikouw mengerutkan dahinya, sinar tajam memancar
keluar dari kelopak matanya, tapi hanya sesaat ia telah tundukkan
kepalanya kembali.
"Omihtohud! Chee sicu, aku harap kau suka mendengarkan
penuturan dari pin-nie terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan
untuk menghancur lumatkan kuil ini jadi tanah."

143
Saduran TJAN ID

"Ehmm baiklah!" Chee Thian Gak mengangguk setelah


termenung sejenak, kepada kedua orang saudaranya ia berseru :
"Heng-thay berdua harap jangan marah lebih dahulu, mari kita
dengarkan kisah yang dialami Loo suthay sebelum mengambil
keputusan."
Hwie Kak Nikouw tarik napas dalam-dalam, setelah termenung
sebentar ujarnya :
"Peristiwa ini sudah lewat delapan belas tahun lamanya, semula
aku tidak ingin mengungkapnya kembali dan akan kuanggap sebagai
suatu impian buruk, kenangan itu mengikuti bergesernya hari lama
kelamaan akan lenyap dengan sendirinya, siapa tahu Thian tidak
menghendaki demikian, delapan belas tahun kemudian Pin-nie
terpaksa harus mengungkap kembali kejadian itu..."
Dengan sorot mata penuh kasih sayang ia alihkan pandangannya
ke atas wajah Hee Siok Peng, sambungnya lebih jauh :
"Peristiwa ini terjadi pada delapan belas tahun berselang, ketika
itu aku berusia dua puluh lima tahun, tapi aku sudah diterima sebagai
murid oleh Ie Chin suthay dan mencukur rambut jadi nikouw..."
Chee Thian Gak tertegun, mimpi pun ia tidak menyangka Hwie
Kak Loo Nie yang wajahnya telah penuh berkeriputan sebenarnya
baru berusia empat puluh tahunan.
Hwie Kak Nikouw tertawa getir.
"Mungkin sicu tidak percaya bukan kalau pin-nie baru berusia
empat puluh tahunan? aaaai...! kalau perasaan hati menggerogoti
perasaan, dan siksaan itu tak dapat dihilangkan, wajahku kenapa tak
bisa berubah jadi tua?"
Chee Thian Gak sekalian membungkam dalam seribu bahasa,
masing-masing tercekam dalam perasaan hati masing-masing.
Memandang kerlipan cahaya bintang nun jauh di awang-awang,
Hwie Kak Nikouw melanjutkan kembali kata-katanya :
"Karena wajahku pada saat itu terhitung cantik dan ilmu silatku
baik juga, maka baru saja aku terjun ke dalam dunia persilatan, orang-

144
IMAM TANPA BAYANGAN II

orang telah memberi gelar Giok Kwan Im, atau si Kwan Im pualam
kepadaku. Suatu hari susiokku pulang ke gunung Go bie dari kota
Keng Chiu dalam propinsi Kan Siok, ia banyak bercerita tentang
keindahan alam di kota Keng chiu dan mengatakan pula bahwa
suheng kami Ci Hoei berdiam di kuil Thian-an Si dalam kota Keng
Chiu, maka Pin-nie pun lantas mengajak suhengku Ci Im untuk
berangkat berpesiar..."
Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa getir lanjutnya :
"Meskipun waktu itu usiaku sudah mencapai dua puluh lima
tahun, tapi watakku masih kekanak-kanakan, sedikit pun tiada tingkah
laku seorang nikouw, maka dari itu sepanjang jalan kami selalu
bergurau hingga sepanjang jalan tidak merasa kesepian. Suatu hari
baru saja kami melangkah masuk ke dalam propinsi Kan Siok, kami
telah berjumpa dengan seorang lelaki tinggi besar berkepala gundul
dan berkaki telanjang..."
"Seorang lelaki gundul berkaki telanjang?" pikir Chee Thian Gak
dengan hati tercengang. "Jangan-jangan orang itu adalah..."
"Karena rasa tertarik dan ingin tahu, ketika itu aku sudah
memandang orang itu beberapa kejap," Hwie Kak melanjutkan,
"Siapa sangka justru karena perbuatanku itulah bencana telah
menimpa diriku, malam harinya dia telah mengejar kami ke dalam
kota Keng Chin..."
Ia tertawa getir, wajahnya berkerut kencang, sambungnya lebih
jauh:
"Malam itu ia telah menyerbu ke dalam kuil Thian An Sie, ke-
enam puluh dua orang hweesio yang ada di sana telah dibunuh semua
hingga musnah tak berbekas, hanya tinggal Pinnie serta Ci Im suheng
saja yang masih hidup..."
"Oooh, siapakah orang itu?" tanya Loe Peng tercengang. "Kenapa
begitu ganas dan sadis perbuatannya?"
"Dia bukan lain adalah iblis nomor satu di kolong langit dewasa
ini, si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng!"

145
Saduran TJAN ID

"Dugaanku ternyata tepat sekali," batin Chee Thian Gak dengan


alis berkerut. "Orang itu bukan lain adalah Ciak Kak Sin Mo!"
Hong Teng pun merasa terkesiap serunya :
"Oooh, ternyata orang itu adalah Kong Yo Leng ketua perguruan
Lauw sah Boen di samudra Seng Sut Hay, tidak aneh kalau dalam
semalaman suntuk ia sanggup membinasakan enam puluh dua orang
hweesio..."
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera
menegur :
"Hey Nikouw tua, apa sebabnya Kong Yo Leng tidak
membinasakan kalian berdua? Apakah kalian..."
"Omihtohud, maafkanlah bila tecu harus membongkar kembali
rahasia ini!" bisik Hwie Kak Nikouw sambil mendongak ke atas
langit.
Loe Peng mendengus dingin.
"Maknya, banyak amat permainan kembangmu!" serunya.
Hwie Kak Nikouw melirik sekejap ke arahnya, lalu sambil
menggertak gigi katanya lagi :
"Karena tujuan dari Kong Yo Leng bukan lain ingin memperkosa
diri Pin-nie..." ia menghembuskan napas panjang. "Tapi Pin-nie tolak
permintaannya itu maka ia lantas mengancam akan membinasakan
seluruh padri yang ada di dalam kuil tersebut, maksudnya untuk
menggertak Pin-nie agar mau menuruti napsu kebinatangannya tetapi
Pin-nie bersikeras tetap menampik maka dalam keadaan gusar ia telah
bunuh semua padri suci itu dan kemudian pergi dengan penuh
kegusaran."
"Hey, nikouw tua, apa sangkut pautnya persoalan ini dengan
kematian dari guruku?"

146
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 7
SESAAT sebelum berlalu Kong Yo Leng telah memberi kesempatan
kepada kami berdua untuk melarikan diri dalam waktu tiga hari,
seandainya kami berhasil melepaskan diri dari pengejarannya maka
dia akan melepaskan diriku, sebaliknya kalau tidak maka aku tetap
akan diperkosa olehnya," dengan sedih dan penuh penderitaan ia
merintih. "Pada waktu itu Pin-nie ingin bunuh diri saja, tapi rupanya
Kong Yo Leng telah berpikir pula sampai ke situ. Ancamannya, kalau
aku berani ambil keputusan pendek untuk bunuh diri maka anak murid
Go bie selamanya jangan harap bisa muncul dalam dunia persilatan,
oleh sebab itu terpaksa aku harus melanjutkan pelarian kami bersama-
sama Ci Im suheng, sepanjang perjalanan kami menyaru sebagai
suami istri, menginap dalam satu kamar yang sama, tidur
sepembaringan yang sama pula dengan tujuan untuk melepaskan diri
dari ancaman manusia laknat itu..."
"Oooh, jadi setiap kali kalian menginap di sebuah rumah
penginapan maka kalian atur lebih dahulu jebakan maut agar Kong
Yo Leng yang mengejar kalian bisa terjebak," kata Chee Thian Gak.
"Maksudmu ketika guruku berjumpa dengan mereka, waktu itu
hanya suatu kebetulan saja dan peristiwa hanya suatu kesalahpahaman
belaka?..." teriak Loe Peng dengan mata melotot.
"Tatkala gurumu menyerbu ke dalam kamar, ia segera terjebak
ke dalam alat rahasia yang sengaja kupasang hingga mengakibatkan
dia terpagut ular berbisa dan jatuh tak sadarkan diri. Sementara Pin-

147
Saduran TJAN ID

nie menemukan kalau sang korban bukanlah Ciak Kak Sin Mo, maka
segera kuminta kepada suhengku untuk menolong jiwa gurumu."
"Ooooh..." Loe Peng berseru dengan wajah tertegun. "Tentang
peristiwa ini bagaimanapun juga aku tetap tidak mempercayainya."
Hwie Kak Nikouw tidak mempedulikan teriakannya, ia
melanjutkan :
"Pada saat suhengku membawa pergi gurumu dari situlah, Pin-
nie baru menemukan bahwa Kong Yo Leng sudah menanti
kedatanganku di dalam kamar..."

Bagian 17
BERBICARA sampai di situ ia merandek beberapa saat lamanya,
sekilas rasa sedih yang tak terkirakan terlintas di atas wajahnya yang
penuh keriput, dengan mulut membungkam dan pandangan sayu
ditatapnya wajah Hee Siok Peng, sementara air mata jatuh bercucuran
membasahi pipinya.
Hong Teng adalah seorang manusia bodoh, ia cuma merasa heran
tatkala menyaksikan tingkah laku Hwie Kak Nikouw yang
membingungkan hati iut, karena tak tahu apa yang terjadi maka segera
serunya kembali :
"Hey Nikouw tua, bagaimana selanjutnya? Apa yang telah
dilakukan Ciak Kak Sin Mo setelah berada di dalam kamar?"
"Kepandaian silat Kong Yo Leng bukan saja berasal dari aliran
sesat, kelihayannya pun tiada tandingannya di kolong langit," kata
Hwie Kak Nikouw dengan penuh emosi. "Meskipun Pin-nie adalah
anak murid Go bie Pay namun kepandaian silatku dalam
pandangannya hanya bagaikan suatu permainan saja, Pin-nie sama
sekali tiada berdaya untuk melawan, maka dalam suatu kesempatan
itu berhasil ditawan olehnya, dan... dan... dan aku pun diperkosa oleh
manusia laknat itu dalam kamar itu juga..."
Ia belai rambut Hee Siok Peng yang panjang dengan penuh kasih
sayang, tambahnya lirih :
148
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Dan dia adalah buah yang ditinggalkan Kong Yo Leng dalam


badan Pin-nie..."
Tidak pernah Chee Thian Gak membayangkan kejadian itu,
dengan nada tercengang bercampur kaget serunya :
"Apa? Hee Siok Peng sama sekali bukan putri dari Hee Giong
Lam sang ketua dari Perguruan Selaksa Racun?"
Air mata semakin deras membasahi wajah Hwie Kak Nikouw
yang penuh berkeriput, katanya dengan nada penuh sesenggukan :
"Ketika Pin-nie kembali ke dalam perguruan, ternyata telah
berbadan dua, sembilan bulan kemudian lahirlah dia di dalam dunia...
Aaaai! Karena keadaan memaksa aku ada maksud membuangnya saja
ke tepi jalan, siapa sangka pada saat itulah kebetulan sumoay
kudatang berkunjung ke gunung Gobie, maka..."
"Ibu!" tiba-tiba Hee Siok Peng angkat kepalanya dan berseru,
"setelah sekian lamanya menderita akhirnya aku berhasil juga
mengetahui siapakah ibuku yang sebenarnya. Ibu, aku minta
janganlah membuang diriku lagi dari sisimu!"
Agaknya Hwie Kak Nikouw tidak menyangka kalau Hee Siok
Peng secara tiba-tiba sudah mendusin, mendengar perkataan itu ia jadi
gelagapan tidak karuan, dengan bibir gemetar dan wajah kebingungan
serunya :
"Siok Peng..."
"Oooh Ibu!" seru Hee Siok Peng dengan nada sesenggukan
sambil merebahkan diri di dalam pelukan nikouw itu. "Janganlah
diriku lagi... Ooooh, betapa menderita aku selama mencari dirimu...
janganlah kau tinggalkan diriku lagi..."
Sekuat tenaga Hwie Kak Nikouw memeluk putrinya, rasa pedih
dan segala penderitaan serta siksaan yang telah terpendam selama
belasan tahun rupanya telah tersalur keluar semua dalam sedetik yang
terakhir ini, ia merasa tidak punya ganjalan lagi yang memberatkan
pikirannya.

149
Saduran TJAN ID

Isak tangis yang pedih itu menggoncangkan perasaan hingga


membuat Hong Teng serta Loe Peng pun ikut mewek, sedang Chee
Thian Gak menghembuskan napas panjang dan membuang
pandangannya jauh ke angkasa yang gelap..."
Dalam hati ia menghela napas panjang pikirnya :
"Peristiwa yang menimpa umat manusia memang seringkali
berubah dengan cepatnya, entah sudah berapa banyak penderitaan
serta siksaan yang sudah dirasakan oleh umat manusia di dunia ini?
Entah berapa banyak air mata yang bercucuran? Berapa banyak hati
yang hancur lebur? Dan siapa pula yang bisa menduga di balik
kegembiraan seorang terkadang tersembunyi penderitaan serta
siksaan batin yang berat?"
Sementara ia ada maksud menghibur hati ibu dan anak itu,
mendadak terdengar Loe Peng berteriak keras :
"Lalu apa yang terjadi? Secara bagaimana kitab pusaka Ie Cin
Keng serta Si Lek cu itu bisa terjatuh ke tanganmu?"
"Tatkala Pin-nie sadar kembali dari pingsan, kujumpai suhengku,
Ci Im telah berdiri di dalam ruangan sambil membawa Si Lek cu serta
kitab pusaka Ie Cin Keng, menurut pengakuannya benda-benda itu
didapatkan dari dalam liang ular. Pada saat itu Pin-nie sedang sedih
bercampur gusar, sama sekali tak terlintas dalam benakku untuk
menemukan gurumu dan mengembalikan benda-benda mustika tadi
kepadanya, hingga akhirnya..."
"Bagaimanapun juga aku tetap tidak percaya," tiba-tiba Loe Peng
menukas.
Hwie Kak Nikouw mengerutkan sepasang alisnya, sedangkan
Hee Siok Peng mendadak meloncat bangun sambil membentak :
"Kau ingin keadaan yang bagaimana baru mau mempercayai
perkataan ibuku?"
Tangannya segera digetarkan, di antara lengannya yang putih
mulus perlahan-lahan merambat keluar seekor ular kecil bersisik

150
IMAM TANPA BAYANGAN II

kembang-kembang, sambil melotot ke arah Loe Peng dengan sinar


mata buas, lidahnya yang merah mendesis-desis...
Loe Peng menyusut mundur beberapa langkah ke belakang,
sambil mencekal toyanya erat-erat ia berseru :
"Aku... aku minta bukti!"
"Di atas telapak kaki kanan Kong Yo Leng terdapat sebuah
andeng-andeng merah, sedang di telapak kaki kanan Siok Peng pun
terdapat andeng-andeng yang sama..."
"Ibu kalau begitu ayahku bukan she Hee melainkan Kong Yo?"
teriak Hee Siok Peng dengan mata terbelalak.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Chee Thian
Gak, ia teringat kembali tatkala Ciak Kak Sin Mo melancarkan sebuah
jurus serangan yang aneh waktu ada di perkampungan Thay Bie San
cung, secara tidak sengaja ia telah melihat andeng-andeng merah di
telapak kaki gembong iblis itu.
Maka dengan cepat berseru :
"Cayhe bisa membuktikan kalau di atas kaki Kong Yo Leng
benar-benar ada andeng-andeng merahnya."
"Aaaah, di atas telapak kakiku pun terdapat andeng-andeng..."
seru Hee Siok Peng dengan wajah berubah. "Kalau begitu sudah pasti
benar bahwa aku tidak she Hee melainkan she Kong Yo?"
Hwie Kak Nikouw menghela napas panjang, ia merasakan
badannya jadi lemas tak bertenaga, seakan-akan ucapan yang telah
diutarakan tadi telah menyumbat peredaran darah dalam tubuhnya
sehingga membuat ia merasa enggan untuk berbicara lebih banyak, ia
mengangguk.
Wajah Kong Yo Siok Peng segera berubah jadi riang, dengan
penuh kegembiraan gumamnya :
"Kalau begitu aku sudah bukan merupakan musuh besar dari Pek
In Hoei lagi, sejak kini ia pun bisa bersikap lebih baik terhadap
diriku..."

151
Saduran TJAN ID

Chee Thian Gak yang mendengar gumaman dara itu, dalam


hatinya segera timbul suatu perasaan yang sukar dilukiskan dengan
kata-kata, pada saat ini pikirannya terasa buntu, ia terbayang kembali
akan wajah dari Wie Jien Siang... baru saja bayangan itu lenyap,
dalam benaknya terbayang kembali bayangan tubuh dari It-boen Pit
Giok.
Untuk beberapa lamanya ia berdiri termangu-mangu di situ tanpa
mengucapkan sepatah kata pun.
"Hey!" tiba-tiba Kong Yo Siok Peng menegur sambil
memandang ke arahnya dengan pandangan mesra. "Menurut
pendapatmu dapatkah Pek In Hoei mencintai diriku?"
Chee Thian Gak melengak, tapi dengan cepat ia menyahut :
"Ooooh, dari mana cayhe bisa tahu perasaan hati orang?"
Kong Yo Siok Peng maju dua langkah ke depan, katanya lagi
sambil tersenyum :
"Seandainya kau adalah Pek In Hoei, dapatkah kau mencintai
diriku?..."
Rupanya Chee Thian Gak tidak menyangka kalau dara bersifat
polos yang mula-mula dijumpainya ini sekarang bisa berubah jadi
begitu berani, alisnya kontan berkerut.
"Cayhe percaya Pek In Hoei adalah mencintai gadis-gadis yang
jujur dan bersifat polos, ia tak akan sudi bergaul dengan gadis-gadis
yang suka berjual lagak."
Kong Yo Siok Peng melengak, air mukanya berubah hebat.
"Siapa yang kau maksudkan sebagai gadis yang suka berjual
lagak?"
Loe Peng benar-benar orang yang tak tahu diri, sambil usap
kepalanya mendadak ia menimbrung :
"Hey, bolehkah aku memeriksa sebentar telapak kakimu?"
Kong Yo Siok Peng mencibirkan bibirnya, ular kecil yang berada
di lengan kanannya tiba-tiba meluncur ke depan, laksana kilat
memagut tubuh Loe Peng.

152
IMAM TANPA BAYANGAN II

Gerakan ular itu cepat bukan kepalang, baru saja lidahnya yang
merah mendesis keluar tahu-tahu ia sudah tiba di hadapan jago Sauw
lim ini.
Loe Peng membentak keras, sepasang telapaknya buru-buru
didorong ke depan melancarkan sebuah babatan.
Segulung angin pukulan yang kencang menghadang jalan
perginya ular tadi, siapa tahu tiba-tiba tubuh sang binatang yang
panjang dan lencir itu membelok ke bawah lalu berputar ke samping,
dari jarak lima coen di bawah ancaman angin pukulannya ia terobos
menggigit leher lawan.
Perubahan yang dilakukan dengan gerakan cepat ini sungguh
berada di luar dugaan Loe Peng, ia membentak, tubuh bagian atasnya
dibuang ke belakang sementara telapak kanannya segera
mencengkeram tubuh ular tadi.
Dengan gerakannya ini justru sang telapak telah memapaki
datangnya moncong ular tadi... tidak ampun lagi telapaknya terpagut
sekali, seluruh lengan jadi kaku dan hawa murni pun tak sanggup
dikerahkan keluar.
Chee Thian Gak tidak menyangka kalau dara manis itu bakal
mencelakai sahabatnya, dengan cepat ia loncat ke depan, ke-lima
jarinya direntangkan bagaikan sebuah gunting laksana kilat
mencengkeram bagian tujuh coen dari ular itu, jari telunjuk serta ibu
jarinya ditekan ke dalam menjepit ular tadi kemudian sekali tarik ia
cabut gigi-gigi taring sang ular yang telah menembusi kulit tubuh Loe
Peng.
"Nona Peng!" tegurnya dengan sepasang alis berkerut, "kenapa
kau lukai orang dengan ularmu?"
"Jangan lukai siauw hoa ku..." teriak Kong Yo Siok Peng sambil
meloncat ke depan, tapi ketika mendengar teguran dari Chee Thian
Gak ia segera merandek, badannya gemetar keras dan tak tahan ia
berseru :
"Kau adalah Pek In Hoei..."

153
Saduran TJAN ID

Belum habis ia berseru, dari dalam kuil tiba-tiba berkelebat


keluar sesosok bayangan tubuh, dia adalah Ouw-yang Gong, sambil
membopong sesosok tubuh kakek itu menangis tersedu-sedu...
Sedari dulu dalam ingatannya belum pernah melihat Ouw-yang
Gong menangis seperti kali ini, tentu saja tingkah laku orang itu
membuat dara manis she Kong Yo ini jadi tertegun.
"Hey Ular asap tua!" tegurnya.
Ouw-yang Gong berhenti, sambil menoleh dan mengucurkan air
matanya ia berbisik lirih :
"Uuuuh... Uuuuuh... dia telah mati!"
Sekarang Kong Yo Siok Peng baru dapat melihat bahwa orang
yang dibopong manusia aneh itu bukan lain adalah suhunya Ko In
Nikouw, ia jadi sangat terperanjat.
"Suhu!" teriaknya.
"Huuuu... uuuuh... nenek moyang sialan, siapakah suhumu? Dia
adalah sayangku... Uuuuh... uuuuuh..."
Di tengah isak tangis yang amat sedih, orang itu melayang ke
tengah angkasa dan meluncur ke bawah bukit Cing Shia, dalam waktu
yang singkat badannya sudah lenyap di tengah kegelapan.
"Ooooh Ko In... Ko In..." bisik Hwie Kak Nikouw sambil
menghela napas. "Apa gunanya kau bunuh diri hanya disebabkan
persoalan ini?..."
Sebaliknya Chee Thian Gak jadi terperanjat, sambil
melemparkan ular kecil tadi ke atas tanah serunya :
"Celaka, Ouw-yang Gong telah jadi gila..." sinar matanya
berputar sekejap, tambahnya... "Cepat kau cabut keluar sisa racun ular
yang mengeram dalam tubuh Loe Peng, aku segera akan pergi
menyusul si ular asap tua!"
Dipandang dengan begitu tajam oleh Chee Thian Gak, air mata
yang semula sudah hampir meleleh keluar dari kelopak mata Kong
Yo Siok Peng segera terdesak masuk lagi, dengan termangu-mangu ia

154
IMAM TANPA BAYANGAN II

memandang bayangan tubuh pemuda itu lenyap di tengah kegelapan,


lama sekali ia berdiri mematung disini.
"Omihtohud..." bisi Hwie Kak Nikouw licik. "Ko In... Ko In...
bukankah kau sudah hampir dua puluh tahun lamanya berdoa setiap
hari? Mengapa kau gagal juga menembusi kesulitan tentang 'cinta'??
Aaaai... samudra cinta luas tak terhingga, dimanakah adalah
tepian??..."
Dengan kepala tertunduk, muka murung selangkah demi
selangkah ia kembali ke ruang dalam, di tengah kegelapan hanya
terdengar gumamnya berkumandang di angkasa :
"Peristiwa menyedihkan banyak di dunia... siksaan batin banyak
di orang yang mabok oleh cinta..."
.....
Fajar baru saja menyingsing, kabut tipis menyelimuti bukit dan
permukaan bumi... mengikuti angin kabut tadi makin mengumpul jadi
satu...
Gunung Cing Shia masih dikelilingi oleh kabut yang tebal, di
tengah kesunyian yang mencekam, suasana di sekeliling situ terasa
semakin menyeramkan...
Mendadak terdengar isak tangis yang amat sedih muncul di balik
kesunyian, tangisan itu seolah-olah muncul bagaikan kabut sukar
dicari dari mana asalnya... dan lenyap tiada berbekas.
Jubah merah yang dikenakan Chee Thian Gak berkelebat muncul
di tengah kabut, kemudian lenyap pula di balik kumpulan kabut lain
yang jauh lebih tebal, dengan alis berkerut pikirnya :
"Sudah dua hari dua malam aku mengejar diri Ouw-yang Gong,
tapi dia hanya selalu berputar di sekeliling Gunung Cing Shia,
andaikata syarafnya tidak beres, tak mungkin ia bisa berbuat
demikian!"
"Dari balik kabut kembali berkumandang suara isak tangis yang
lirih, sebentar suara itu muncul sebentar lagi lenyap tak berbekas...

155
Saduran TJAN ID

seakan-akan suara itu muncul dari dalam impian... tapi mirip pula
sebagai kenyataan...
Chee Thian Gak berseru tertahan, badannya dengan cepat
berkelebat meloncat sejauh empat tombak ke depan, bergerak menuju
ke arah mana berasalnya suara tadi.
Kabut tebal menggulung ke sana kemari, suara tadi lenyap tak
tahu ujung pangkalnya, dalam keadaan begitu terpaksa jago she Chee
itu berdiri tak berkutik di tempat semula sambil diam-diam
menantikan kemunculan isak tangis tadi sekali lagi.
Sedikit pun tidak salah, beberapa saat kemudian suara tangisan
itu muncul lagi dari balik kabut, mengikuti hembusan angin buyar di
angkasa... seakan-akan bunga yang rontok di atas tanah...
Chee Thian Gak tarik napas dalam-dalam badannya melayang
tiga tombak ke depan dan melayang turun di mana berasalnya suara
tadi.
Gerakan tubuhnya ringan, sewaktu mencapai permukaan tanah
pun tidak menimbulkan sedikit suara pun tapi suara itu belum berhasil
juga dikejarnya...
Meski begitu, kali ini Chee Thian Gak bertindak jauh lebih
cerdik, ia tidak bergeser dari tempat semula sebaliknya malah berdiri
tak berkutik di situ.
Sedikit pun tidak salah, ia segera mendengar dengusan napas
napas di sekeliling sana.
Bagi seorang jago silat yang sudah berpengalaman luas,
penemuan itu memberikan perasaan baginya bahwa ia sudah berada
di dalam kepungan segi enam yang sangat kuat.
Ia tidak mengerti, apakah ke-enam orang jago itu sejak semula
sudah bersembunyi di sana, ataukah dirinya yang tidak beruntung
telah meloncat masuk ke dalam kepungan mereka, setelah berpikir
sejenak akhirnya ia menahan pernapasan, kapaknya dipersiapkan dan
dengan tenang menantikan perubahan selanjutnya.

156
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dengusan napas di sekitar sana sebentar memanjang, sebentar


lirih dan lemah sekali seakan-akan mereka sedang mengintai sesuatu,
gerak-geriknya sangat berhati-hati dan dijaga dengan sangat agar
jangan sampai menimbulkan sedikit suarapun.
Waktu berlalu dengan cepatnya, sudah beberapa saat Chee Thian
Gak menanti di sana tetapi sama sekali tiada suatu gerakan apa pun,
kian lama hatinya kian bertambah curiga, segera pikirnya :
"Apakah ada jago yang begitu berharga sehingga ke-enam tujuh
orang jago lihay itu mau menanti dengan sabar..."
Belum habis dia berpikir, tiba-tiba dari sisi tubuhnya
berkumandang datang suara isak tangis yang amat lirih.
Sekarang Chee Thian Gak baru mengerti, ternyata isak tangis tadi
adalah tangisan yang sengaja diperdengarkan untuk memancing
perhatian seseorang, otaknya dengan cepat berputar, batinnya :
"Rupanya orang itu sedang memancing kedatangan seseorang
dengan suara tangisan tersebut, siapa sih yang bisa dipancing datang
dengan suara isak tangis..."
Tapi dengan cepat pikiran itu dicabut dari dalam benaknya, sebab
secara tiba-tiba ia teringat bukankah dia sendiri pun terpancing datang
ke situ karena mendengar suara-suara isak tangis tadi?
Dari tempat kejauhan berkumandang datang suara suitan yang
aneh diikuti suara Ouw-yang Gong yang serak-serak nyaring
bagaikan tong bobrok itu berkumandang ke angkasa :
"Maknya, anak setan cucu monyet... siapa sih yang menangis
tersedu-sedu di pagi buta seperti ini? Apakah kalian sudah kematian
seseorang?"
"Aaach, rupanya orang-orang yang sedang bersembunyi di
sekitar sini bukan lain adalah gerombolan dari Song Kim Toa Lhama
sekalian," satu ingatan berkelebat dalam benak Chee Thian Gak.
"Tapi apa sebabnya mereka hendak menangkap diri Ouw-yang Gong?
Jangan-jangan karena dia telah mengetahui rahasia atau rencana besar
mereka maka manusia itu akan dibunuh? aaaaaai... ketika aku

157
Saduran TJAN ID

menolong dirinya dari hutan tempo dulu, sudah sepantasnya kalau


kutanyai alasannya sampai jelas..."
Dalam kenyataan tiada kesempatan sama sekali baginya untuk
menyesal atau berpikir lebih jauh, dari balik kabut terdengar suara
senjata dicabut dari sarungnya diikuti enam sosok bayangan manusia
berkelebat lewat dari balik kabut, meninggalkan orang yang masih
menangis terisak itu.
Dengan badan setengah merangkak perlahan-lahan Chee Thian
Gak bergerak maju ke depan, laksana kilat ia dekap mulut orang itu
dengan telapak tangannya.
Meskipun gerakan ini dilakukan dengan kecepatan luar biasanya,
tapi rupanya orang itu pun merasakan adanya ancaman bahaya yang
sedang mengintai dirinya, dengan cepat badannya berputar sementara
sikut kirinya disodokkan ke depan menghajar jalan dara So Sim Hiat
di atas dadanya.
Chee Thian Gak melengak, cepat lengan kirinya dirangkul ke
depan melalui tekukan lengan musuh kemudian memeluk tubuhnya
kencang-kencang.
Jari tangannya ditekuk dari depan siap mencengkeram jalan darah
bisu di tubuh orang tadi.
Siapa sangka ketika telapak tangannya bergesek lewat di depan
dada orang itu, ia rasakan sebuah perasaan empuk yang padat berisi
dan kenyal bergelora masuk lewat pori-pori jari tangannya membuat
jantung berdebar dan badannya gemetar keras.
Sekarang dia baru mendusin bahwa orang yang sedang
didekapnya sekarang adalah seorang perempuan dan benda yang
disenggolnya barusan bukan lain adalah sepasang tetek dari gadis itu.
Sebelum dia sempat bertindak sesuatu, gadis itu sudah menjerit
kaget dengan kerasnya.
Jeritan lengking itu berkumandang menembusi kabut dan
menyebar di angkasa, dalam keadaan begini Chee Thian Gak tidak
bisa tidak harus meneruskan gerakannya.

158
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sambil menggigit bibir ia segera sodok jalan darah bisu


perempuan itu dengan ujung gagak kapaknya.
Angin desiran tajam menyambar lewat dari belakang, tahu-tahu
sebilah pedang sudah disodok ke arah tubuhnya dari sayap kanan.
Sungguh tajam serangan itu, bukan saja ganas bahkan dahsyat,
buru-buru Chee Thian Gak menggeserkan tubuh bagian atasnya ke
samping, senjata kapak segera dipancarkan ke depan menyongsong
datangnya babatan lawan.
Cring....! di tengah suara dentingan nyaring, pedang itu patah jadi
dua bagian dan rontok ke atas tanah.
Chee Thian Gak putar kapaknya membentuk ke arah lain,
kebetulan orang itu sedang memapaki kedatangannya dengan gagang
pedang, tidak ampun lagi sambil menjerit kesakitan kutungan pedang
itu pun mencelat ke angkasa.
Chee Thian Gak mengerti gerakan serangan yang barusan
digunakan adalah salah satu jurus yang terampuh di antara sembilan
kapak pembelah langit, tulang tangan orang itu kemungkinan besar
sudah retak.
Dari balik kabut berkumandang keluar suara teriakan Ouw-yang
Gong yang serak :
"Neneknya anjing geledak, siap ayg suruh kalian ribut terus
disini? Siauw Hong sedang tidur tahu?"
"Ouw-yang Gong si ular asap tua, cepat lari," teriak Chee Thian
Gak memberi peringatan.
"Siapa yang memanggil aku?"
Dari balik kabut berkumandang datang suara bentakan dari Kiam
Leng Koen Pay Boen Hay, sekilas cahaya pedang menembusi kabut
putih yang tebal dan langsung menusuk darah Thian To hiat di atas
tenggorokan musuhnya...
Chee Thian Gak segera ayun kapak saktinya dengan jurus 'Kay
Thian Pit Teh' atau Membelah langit membacok bumi, ujung

159
Saduran TJAN ID

senjatanya yang tajam membelah angkasa hingga menimbulkan


gulungan hawa tekanan dan menyapu ke arah luar.
Tiiiing.... ujung pedang Pay Boen Hay terbabat sampai kutung
sebagian kecil.
Jurus pedangnya terbendung dan gerakan badannya pun terhenti
di tengah jalan, tatkala merasakan tenaga serangannya lenyap tak
berbekas, buru-buru ia meloncat mundur ke belakang dengan hati
terkesiap.
"Siapakah kau?" tegurnya keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... si Pendekar Jantan Berkapak Sakti
Chee Thian Gak berada disini!"
Dengan langkah lebar ia maju ke depan, kapaknya diputar
sedemikian rupa di tengah udara, dengan jurus 'Koen Toen Jut Hoen'
atau Alam Semesta pertama Berpisah yaitu jurus ketiga dari sembilan
jurus pembelah langit, ia membentuk berlaksa bayangan kapak yang
mana secara berbareng dengan diiringi angin pukulan yang hebat
menyapu ke muka.
Baru saja Pay Boen Hay membabat pedangnya ke depan, seluruh
tubuhnya tahu-tahu sudah tergulung oleh hawa serangan yang maha
dahysat itu sehingga sama sekali tak berkutik, keadaannya mirip
dengan teruruk di dalam guguran gunung thay-san...
Dadanya kontan terasa sakit, hampir saja ia jatuh semaput saking
tak tahan, air mukanya berubah hebat, sambil berteriak keras segenap
kekuatan yang dimilikinya dihimpun dan melancarkan sebuah
serangan lagi.
Angin tajam menyambar lewat di atas pipinya, pedang yang
sedang terayun segera kutung jadi enam bagian, belum sempat ia
bertindak, sesuatu dari sisi kiri kembali menyambar lewat segulung
angin tajam membuat ia jadi ketakutan setengah mati, seakan-akan
sukmanya telah melayang, dengan sekuat tenaga badannya meloncat
ke belakang.

160
IMAM TANPA BAYANGAN II

Meskipun semua gerakan itu dilaksanakan dengan sangat cepat,


sayang kapak lawan sudah mampir di atas lengan kirinya, seketika
cipratan darah segar muncrat ke empat penjuru, di tengah jeritan ngeri
yang menyayatkan hati lengan kirinya terbabat kutung sebatas bahu
dan mencelat jauh dari kalangan.
Melihat lengan lawan berhasil disambar kutung, diam-diam Chee
Thian Gak merasa sangat girang, pikirnya :
"Dendam satu babatan pedang sewaktu berada di gunung Cing
Shia dua tahun berselang, hitung-hitung berhasil kubalas pada saat
ini!"
Criiit...! Criiit...! hawa pedang membumbung di angkasa, ujung
pedang yang tajam kembali menyerang datang dari belakang
punggung laksana sambaran kilat.
Chee Thian Gak mendengus berat, seluruh tubuhnya berputar
satu lingkaran besar, kapak sakti di tangannya dengan disertai gerakan
ke-lima dari sembilan jurus pembelah langit yaitu 'Hoen Thian An
Teh' atau langit berpusing bumi menggelap meluncur keluar.
Gerakan kapak beterbangan di angkasa membawa desiran angin
tajam yang berpusing, begitu dahsyatnya serangan itu sampai-sampai
kabut putih di sekitar delapan depa di sekeliling tempat itu tersapu
lenyap dan menggulung keluar.
Menggunakan kesempatan itu Chee Thian Gak berhasil melihat
jelas wajah lawannya, dia adalah seorang pemuda beralis tebal,
berkening lebar dan bersikap gagah sedang memutar pedangnya
menyambar datang.
Jurus-jurus serangan yang digunakan kebanyakan merupakan
gerakan terbuka, tetapi di mana ujung pedangnya mengancam selalu
diiringi getaran yang kencang membuat seluruh gerakan itu terlihat
jadi aneh dan di luar dugaan.
Ketika serangan kapak meluncur tiba, serangan pedang orang itu
segera termakan oleh serangan yang sangat kuat, ujung pedang

161
Saduran TJAN ID

mencelat ke angkasa sementara kakinya bergeser dua langkah ke


samping.
Dengan perputaran itulah, si anak muda tadi segera dapat
menyaksikan diri Chee Thian Gak yang berdiri keren di situ sambil
mengepit tubuh seorang dara.
"Aaaah!" ia berseru tertahan, air mukanya berubah hebat, "Siok
Cian... kenapa kau?..."
Menggunakan kesempatan di kala pihak lawan sedang tertegun,
cahaya kapak laksana kilat telah meluncur tiba meluruk masuk ke
dalam lingkaran gerakan pedang lawan.
"Aaah, inilah sembilan jurus pembelah langit!" teriak pemuda itu
dengan wajah berubah jadi hijau membesi.
Pedangnya segera diputar, ia bermaksud membendung datangnya
serangan lawan yang maha dahsyat itu, sayang keadaan sudah tidak
sempat lagi.
"Traaang...! termakan oleh benturan senjata lawan yang berat dan
mantap pedangnya seketika patah jadi dua bagian.
Pada saat itulah, dari tengah hutan berkumandang datang jeritan
kesakitan dari Ouw-yang Gong :
"Aduuuh... Song Kim Toa Lhama... bagus... bagus sekali
perbuatanmu, rupanya kau hendak mencabut jiwaku!"
Chee Thian Gak terkejut, ia berusaha mendekati arah berasalnya
suara tadi, tapi dua bilah pedang tahu-tahu sudah mengancam tiba dari
sisi kiri dan sisi kanan, serangannya ganas dan telengas, membuat
orang mau tak mau harus menghadapinya dengan serius.
Sekilas pandang jago kita segera kenali kedua orang itu sebagai
si Pedang Kilat Pelangi Terbang Tok See serta pdpn Tauw Meh, ia
segera tertawa terbahak-bahak, langkah kaki bergeser ke samping,
dalam sehembusan napas dia telah melancarkan dua buah serangan
maut.

162
IMAM TANPA BAYANGAN II

Cahaya tajam memancar menyilaukan mata, jurus yang rapat


sambung menyambung bagaikan mata rantai, tubuh kedua orang itu
pun segera terkurung dalam kepungan itu.
Dalam pada itu si anak muda tadi pun tidak berdiam diri saja, ia
buang kutungan pedangnya ke atas tanah kemudian sepasang
telapaknya dipisahkan dan mengirim dua babatan kosong
menghantam ke arah gulungan cahaya kapak yang rapat.
Blaaam... Blaaam... pergelangan tangan Chee Thian Gak bergetar
keras, termakan oleh pukulan tersebut, ia rasakan tenaga serangannya
tersumbat dan dengan sendirinya gerakan kapak pun ikut terganggu.
Meskipun si anak muda itu memakai baju yang perlente dan
berdandan bagaikan seorang kongcu ya tapi kekuatan dua buah
serangannya benar-benar lebih lihay dari jagoan kelas satu.
Diam-diam Chee Thian Gak merasa terperanjat, ia tak tahu
siapakah orang itu, badannya dengan cepat berputar berulang kali,
mengikuti perubahan gerakan jurus itu dalam waktu singkat kembali
ia lancarkan tiga buah babatan kilat.
Bayangan kapak selembar demi selembar menggulung ke
angkasa, serangan yang dipancarkan bagaikan hujan taupan ini
membuat ketiga orang yang terkurung itu terasa tergencet hingga
keringat dingin pun mulai mengucur keluar membasahi jidat mereka.
Seandainya bukan dialami sendiri mungkin ketiga orang itu tidak
akan percaya bahwa gabungan tiga orang jago pedang yang sangat
lihay ternyata tidak sanggup menandingi seorang lelaki aneh berjubah
merah yang tidak tersohor namanya dalam dunia persilatan.
Chee Thian Gak sendiri berhasil melebur tenaga sin kang dari Ie
Cin Keng ke dalam jurus serangan ilmu Surya kencananya hingga
membuat ia memperoleh hasil di luar dugaan, kesempurnaan tenaga
lweekangnya saat ini boleh dibilang tiada taranya.
Oleh karena itu ketika ia menggunakan sembilan jurus pembelah
langit yang diciptakan Thian Liong Toa Lhama dari jurus saktinya
Thian Liong Cap Kan Pian, daya pengaruhnya benar-benar sangat

163
Saduran TJAN ID

mengejutkan, bukan sembarangan jago kelas satu yang sanggup


menahannya.
Diam-diam pemuda berbaju perlente itu merasa terperanjat,
pikirnya dalam hati :
"Sembilan jurus ilmu pembelah langit adalah kepandaian ciptaan
dari Thay Koksu Thian Liong Toa Lhama, tapi ketika digunakan oleh
orang ini bukan saja lebih sempurna gerakannya bahkan jauh lebih
lihay dari Thian Liong Toa Lhama sendiri, entah siapakah orang ini?
Dan apa sebabnya ia menangkap Siok Cian?"
Satu ingatan belum lenyap, ingatan lain telah muncul di dalam
benaknya, ketika ia teringat akan keselamatan Siok Cian, hawa
amarahnya segera berkobar, ia ingin sekali membinasakan diri Chee
Thian Gak dalam dua tiga jurus saja.
Pada saat pikirannya sedang rumet itulah mendadak Chee Thian
Gak membentak keras, kapaknya bergerak dengan jurus ke-delapan
'Jiet Gwat Boe Kong' atau Rembulan dan sang surya sirna dari
semesta.
Si Pedang Sakti Pembunuh Naga Tauw Meh menjerit kaget,
pedangnya terpapas kutung jadi beberapa bagian, pakaian bagian
dadanya tersambar robek sedangkan darah segar segera mengucur
keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Si Pedang Kilat Pelangi Terbang Tok See yang ada dekat Tauw
Meh kontan termakan oleh tumbukan badan rekannya, buru-buru
bahu kanannya direndahkan ke bawah coba menolong orang she
Tauw itu dari ancaman.
Siapa sangka baru saja tubuhnya merendah ke bawah, pedangnya
tahu-tahu sudah terpapas kutung jadi beberapa bagian oleh sambaran
senjata Chee Thian Gak.
Dengan meluncur tibanya babatan tersebut maka dadanya segera
terbuka dari perlindungan, desiran angin tajam yang menyengat badan
pun menerjang masuk ke dalam, dalam keadaan begini tiada harapan
lagi baginya untuk meloloskan diri dari ancaman mau.

164
IMAM TANPA BAYANGAN II

Berada di ambang kematian, wajahnya berubah kaget, ngeri dan


ketakutan setengah mati, air mukanya jadi pucat pias bagaikan mayat,
memandang kapak sakti yang sedang menyambar tiba, ia cuma bisa
berdiri termangu-mangu dengan sorot mata sayu.
Semua perubahan wajah orang she Tok ini dapat dilihat jelas oleh
Chee Thian Gak, mendadak hatinya bergetar dan pelbagai ingatan
berkelebat memenuhi benaknya.
Ia teringat beberapa kali nyawanya berada di ujung tanduk, ia
selalu berada dalam harapan untuk melancarkan perlawanan, ia bisa
merasakan betapa tersiksa batinnya pada saat itu.
Tiada siksaan batin lain yang jauh lebih berat daripada siksaan
batin di kala seseorang berada di depan maut, di ambang kematian
yang akan menghapus namanya dari muka bumi.
Begitu ingatan tadi berkelebat masuk dalam benaknya, sang
pergelangan segera dimiringkan ke samping, sementara kaki kirinya
mengirim satu tendangan kilat membuat tubuh Tok See terpental
sejauh enam depa dan terbanting keras-keras di atas tanah.
Pemuda berbaju perlente itu bukan manusia sembarangan, sudah
tentu ia pun bisa mengikuti tingkah laku lawannya, menyaksikan
sikap Chee Thian Gak, ia segera merasa bahwa inilah satu kesempatan
baik baginya untuk bertindak.
Tangan kanannya segera diluruskan ke depan kemudian
membabat dengan satu gerakan yang aneh, sementara tangan kirinya
mencengkeram lengan Siok Cian dengan maksud merampasnya
kembali.
Chee Thian Gak berseru tertahan, rupanya dia pun tidak
menyangka kalau kepandaian silat dari pemuda itu sangat lihay,
sebelum tubuhnya sempat berkelit tahu-tahu lengan kirinya termakan
pula oleh hajaran lawan.
Ploook! di tengah bentrokan keras ia mendengus dingin, badan
bagian atas miring ke samping, sedang kapaknya digulung balik
keluar, sekejap mata bayangan kapak telah memenuhi angkasa.

165
Saduran TJAN ID

Jurus yang ia gunakan barusan adalah jurus terakhir dari sembilan


jurus ilmu pembelah langit yaitu ' Thian Teh Ke Hoei' atau Bumi dan
langit hancur berantakan, daya dan pengaruh mengerikan dan cukup
untuk merobohkan sebuah bukit.
Sementara itu pemuda berbaju perlente tadi sedang merasa
terkesiap karena serangannya yang bersarang dengan telah di tubuh
lawan bukan saja tidak berhasil merobohkan lawannya, sebaliknya ia
seolah-olah menghantam baja yang kuat sehingga membuat
tangannya jadi kaku.
Segera pikirnya di dalam hati :
"Jurus serangan yang aku gunakan barusan sanggup menjebolkan
perut seekor banteng, tapi apa sebabnya sama sekali tak berguna
baginya? Jangan-jangan ia telah berhasil melatih ilmu Kim Kong
Sinkang yang kebal terhadap pelbagai macam ilmu pukulan!"
Baru saja ingatan itu muncul dalam benaknya, desiran angin
tajam sudah menyapu tiba,tidak sempat lagi baginya untuk berpikir
panjang, buru-buru ia enjotkan badannya berusaha meloloskan diri
dari kurungan bayangan kapak lawan.
Bekas telapak merah yang ada di atas jidat Chee Thian Gak kian
lama kian bertambah nyata, senyuman dingin yang menghiasi
bibirnya menunjukkan kesadisan serta kekejaman hatinya.
Hmmm! Kau anggap aku sudi memberi kesempatan bagimu
untuk melarikan diri dari sini?" jengeknya ketus.
Baru saja lelaki berbaju perlente itu loncat ke samping, ia segera
rasakan daya tekanan yang maha berat menekan datang dari sekeliling
tubuhnya membuat ia seolah-olah terjerumus ke dalam lumpur, sama
sekali tak berhasil lari dari situ.
"Addduhh...! habis sudah jiwaku!" teriaknya keras-keras dengan
wajah pucat pias bagaikan mayat.
"Pangeran kedua, jangan gugup, Song Kiem segera datang!"
bentakan nyaring laksana suara benda mendengung tiba dari balik
kabut putih yang menutupi pemandangan sekeliling tempat itu.

166
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sekilas bayangan merah bergerak membelah angkasa, segulung


tenaga pukulan yang berat laksana tindihan bukit thay san menekan
ke bawah.
Blaaam! di tengah ledakan dahsyat bagaikan guntur membelah
bumi di siang hari bolong, bayangan kapak yang memenuhi angkasa
seketika sirap, di tengah membuyarnya kabut putih di sekeliling sana
tampak Chee Thian Gak dengan mata melotot bulat dan alis berkerut
kencang sedang menatap wajah Song Kim Toa Lhama yang berada di
hadapannya tanpa berkedip.
Pakaian yang dikenakan Song Kim Toa Lhama terbelah jadi
beberapa bagian, di atas jubahnya yang lebar dengan nyata terlihat
sebuah bekas mulut luka yang amat panjang, darah segar mengucur
keluar dengan derasnya dari mulut luka tadi dan membasahi seluruh
tubuhnya...
Dengan wajah hijau membesi karena belum berhasil menguasai
golakan darah panas dalam rongga dadanya, sorot mata yang tajam
menatap cambang lebat di atas wajah lawan serta bekas merah darah
yang nampak sangat menyolok di atas dahinya.
Dalam ingatannya dari daerah Tibet belum pernah didengar ada
manusia yang memiliki kepandaian silat demikian lihaynya bahkan
berani menyambut pukulan 'Thay Chioe Eng' suatu kepandaian maha
sakti yang mengerikan dengan keras lawan keras tanpa mengalami
cedera apa pun.
Bukan begitu saja, dalam dunia persilatan di daratan Tionggoan
pun ia belum pernah bertemu dengan seorang jago yang berdandan
demikian aneh serta memiliki ilmu silat begitu anehnya macam Chee
Thian Gak.
Tatkala sorot mata Song Kim Toa Lhama terbentur dengan napsu
membunuh yang bergelora di balik kerutan alis lawan, mendadak
hatinya jadi bergidik, tanpa sadar seluruh bulu kuduknya pada bangun
berdiri.

167
Saduran TJAN ID

Chee Thian Gak tertawa dingin, sambil melirik sekejap ke arah


lelaki berbaju perlente yang saat itu lupa berdiri dan masih saja duduk
mendeprok di atas tanah jengeknya :
"Ooooh.... kiranya kau masih mempunyai kedudukan sebagai
seorang pangeran kedua... Hmmm! Hmmm! kalau begitu aku harus
minta maaf..."
Lelaki perlente itu tetap membungkam sementara hatinya sedih
dan pedih bagaikan diiris-iris dengan beribu-ribu batang pedang, ia
hanya merasakan bahwa pandangan di hadapannya hanya warna
kelabu belaka, ilmu pedang yang dilatihnya dengan susah payah
selama sepuluh tahun dan dipersiapkan untuk membesarkan namanya
di kemudian hari, saat ini harus hancur berantakan terlebih dahulu
sebelum impiannya terwujud.
Ia merintih lirih, pikirnya :
"Dapatkah aku disebut sebagai jago pedang lainnya yang baru
muncul di dalam dunia persilatan? Tenaga gabungan kami bertiga
ternyata masih belum sanggup untuk menghadapi seorang manusia
kasar model dia..."
Kabut putih perlahan-lahan membuyar dari sekeliling tempat itu,
secara lapat-lapat tampaklah Chee Thian Gak sambil mengepit
seorang gadis cantik sedang berdiri keren di tengah kalangan, sikap
maupun gerak-geriknya cukup membuat orang merasa bergidik...
Menyaksikan kesemuanya itu, pangeran kedua kembali berpikir
dalam hatinya :
"Oooooh Lie Peng... Lie Peng... kau sebagai keluarga Kaisar
mempunyai kedudukan yang maha tinggi dan maha mulia... apakah
kau rela dihina dan dipermalukan orang seperti hal ini? Untuk
mempertahankan kekasih pun tak sanggup?... Dimanakah kekuasaan
serta kehormatanmu pada hari-hari biasa..."
Belum habis dia berpikir, terdengar Chee Thian Gak telah berkata
dengan suara dingin :

168
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Song Kiem, kau bukannya menikmati kehidupan yang serba


mewah dan serba menyenangkan dalam istana kaisar, mengapa malah
datangi tempat yang gersang dan rudin seperti ini?"
Song Kim Toa Lhama tidak langsung menjawab, ditatapnya
wajah lelaki she Chee itu beberapa saat lamanya, kemudian baru
menjawab :
"Sicu! Besar amat nyali anjingmu, berani menculik calon
permaisuri kami. Hmmm! Rupanya kau sudah bosan hidup di kolong
langit?"
"Di mana Ouw-yang Gong? Apa yang telah kalian lakukan
terhadap dirinya?"
"Persoalan yang ia ketahui terlalu banyak, bagaimanapun juga
kami tak akan biarkan dia tetap hidup di kolong langit."
"Hmmm! Kalau memang begitu keinginan kalian, maka
permaisuri kalian pun tak akan hidup lebih dari esok pagi!"
"Hmmm! Kau masih ingin tinggalkan tempat ini?" hardik Song
Kim Toa Lhama.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Siapakah manusia yang ada di
kolong langit dewasa ini sanggup menghalangi kepergian dari aku
Chee Thian Gak...?"
"Chee Thian Gak?" pikir Song Kim Toa Lhama, tapi ia merasa
belum pernah kenal dengan nama tersebut, dengan pandangan sangsi
bercampur curiga diliriknya sekejap senjata kapak di tangan pihak
lawan, kemudian tegurnya dengan suara berat :
"Apa hubunganmu dengan Thian Liong toa suheng?"
Mendengar padri itu mengungkap soal nama Thian Liong Toa
Lhama, untuk beberapa saat Chee Thian Gak merasa sangsi, lagi
katanya juga :
"Thian Liong si Buddha Hidup adalah guru yang mewariskan
kepandaian silat kepadaku!"

169
Saduran TJAN ID

"Aaaaach!" Song Kim Toa Lhama berseru terperanjat, "Kau


adalah anak murid dari Thian Liong Toa suheng? Sekarang dia berada
di mana?"
"Dunia penuh ketenangan di langit barat."
"Ooooh... dia sudah wafat?" seru Song Kiem, sekilas rasa sedih
terlintas di atas wajahnya, "Ia meninggal dunia di mana?"
"Kenapa harus kukatakan kepadamu?"
Song Kim Toa Lhama mengerti bahwasanya semasa kakak
seperguruannya masih memangku jabatan sebagai Toa Koksu, ia
pernah melarikan sejumlah besar benda-benda pusaka dari gudang
mustika dalam istana terlarang, sekarang walaupun orangnya sudah
mati tapi benda-benda mustika itu pasti masih berada di kolong langit.
Oleh sebab itu dengan nada menyelidik tanyanya lagi :
"Chee Sutit, tahukah kau bahwa semasa hidupnya ia pernah
memiliki sejumlah benda-benda mustika..."
Chee Thian Gak mengerti bahwa ucapan barusan diutarakan
Song Kim Toa Lhama adalah dimaksudkan benda-benda mustika
yang banyak berserakan dalam meja kuno di gunung Cing Shia, diam-
diam ia lantas tertawa dingin.
"Cisss... siapakah sih yang menjadi keponakan muridmu?" ia
menjengek.
Sepasang alis Song Kim Toa Lhama kontan berkerut kencang,
jubah lebarnya tiba-tiba menggelembung besar, diikuti bergetarnya
ujung baju, segulung angin pukulan yang maha dahsyat laksana
hembusan angin taupan menggulung ke depan.
"Keparat cilik yang tak tahu diri," makinya kalang kabut. "Kau
berani memandang hina angkatan tuamu. Hmmm! Rasakanlah sebuah
pukulanku..."
Chee Thian Gak ayunkan kapak saktinya ke tengah udara, lalu
maju selangkah ke depan, dengan sebelah telapak tangan ia sambut
datangnya serangan dahsyat dari Song Kim Toa Lhama.

170
IMAM TANPA BAYANGAN II

Blaaaam... ledakan dahsyat bergeletar di tengah udara, pasir dan


debut beterbangan ke angkasa, di tengah raungan keras Song Kim Toa
Lhama telapak kanannya perlahan-lahan diayun keluar menghantam
tubuh lawan...
Segulung desiran angin tajam yang aneh dan kuat memancar
keluar membelah angkasa, telapak tangan yang barusan diulur keluar
dari balik ujung bajunya itu mendadak berubah jadi besar dan merah
padam bagaikan darah...
"Thay Chiu Eng," bisik Chee Thian Gak sambil tarik napas
dalam-dalam, telapak kanannya disendat lalu ditumpahkan keluar
hawa sakti aliran panas disalurkan ke segenap tubuh, dengan jurus
'Yang Kong Phu Ciauw' atau Cahaya Sang Surya Memancar Terang
ia sambut datangnya ancaman lawan.
Deruan angin puyuh yang maha dahsyat mengiringi suara desiran
yang memekikkan telinga, hawa kabut di udara seketika buyar ke
empat penjuru terdesak oleh hawa pukulan berhawa panas membara
itu dan berubah jadi titik embun...
Bluuuummm... Song Kim Toa Lhama mendengus berat,
beberapa puluh lembar terbakar hangus... dengan tubuh sempoyongan
ia mundur satu langkah ke belakang.
Di tengah udara tercium bau sangit yang amat menusuk hidung,
bibirnya bergeletar keras dan akhirnya tak tahan lagi ia muntahkan
darah segar...
Sebaliknya wajah Chee Thian Gak berubah jadi kelabu gelap,
sepasang kakinya sudah terbenam ke dalam tanah namun badannya
tetap gemilang atau pun tidak bergeser dari tempat semula...
Chee Thian Gak kerutkan alisnya, perlahan-lahan ia hembuskan
napas panjang kemudian bergeser dua langkah ke samping
melepaskan diri dari benaman tanah.
Ditatapnya wajah Song Kim Toa Lhama yang penuh berlepotan
darah dengan pandangan tajam, sekilas hawa napsu membunuh
melintas di atas wajahnya, dengan nada berat ia menegur :

171
Saduran TJAN ID

"Song Kiem toa Kok su, bagaimana kalau sekarang rasakan lagi
sebuah pukulanku???"

172
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 8
SONG KIEM TOA LHAMA membuka matanya yang terkancing
rapat, memandang sekejap ke arah musuhnya lalu menyahut dengan
suara lirih :
"Chee Thian Gak, kepandaian silat apakah yang barusan kau
gunakan untuk menghadapi diriku ??"
Chee Thian Gak masih ingat, setelah ia berhasil menyalurkan
tenaga sakti dari kitab 'Ie Cin Keng' ke dalam jurus serangan Thay
Yang sam Sie sudah beberapa orang mengajukan pertanyaan yang
sama.
Sekilas senyuman tersungging di ujung bibirnya.
"Itulah kepandaian maha sakti yang tiada tandingannya di kolong
langit sejak jaman dahulu kala !"
"Hmmm ! bocah keparat yang bermulut besar, Thian Liong toa
suheng sendiri pun tidak berani mengutarakan perkataan semacam itu,
apalagi kau hanya memperoleh warisan kepandaian silat darinya...
hmmm, bebar-benar......"
Chee Thian Gak mendongak dan tertawa terbahak-bahak, begitu
keras suara gelak tertawanya sampai sampai ranting dan daun ikut
bergetar keras, dengan sombong katanya :
"Ilmu Thay yang Sinkang yang kumiliki saat ini sama sekali
bukan warisan dari Thian Liong Toa Lhama."
"Apa?? Thay Yang Sin-kang ??" dengan amat terperanjat Lie
Peng meloncat bangun dari atas tanah. "Kalau begitu kau berasal dari
negeri Tay-li di Propinsi In lam??"

173
Saduran TJAN ID

"Darimana kau bisa menduga kalau aku datang dari negeri Tayli
di propinsi In lam?"
"Kaisar Toan dari negeri Tayli telah mengutus pangeran ketiga
Toan Hong datang keibu kota, dalam suatu kesempatan ia telah
membicarakan soal ilmu silat ilmu silat yang terdapat dalam
negerinya, aku masih ingat ia pernah meayebutkan nama Thay yang
Sin-kang tersebut!"
Sorot matanya beralih ke arah jubah merah yang dikenakan Chee
Than Gak, kemudian katanya lagi :
"Dan kini terbukti kau memiliki ilmu sakti Thay Yang Sin kang,
bukankah hal ini menunjukkan kalau kau berasal dari negeri
Tayli?......"
"Chee Thian Gak menjengek dingin.
"Hmmmmm, kau anggap di kolong langit ini kecuali keluarga
Toan dari negeri Tayli lantas tiada orang lain yang mengerti akan ilmu
sakti Thay-yang Sin-kang?? Hmmmm... cayhe justru bukan berasal
dari propinsi In Lam!"
"Lalu sebenarnya siapakah kau?" tanya Lie Peng dengan sorot
mata sangsi,
"Haaaah ....haaaah.... cayhe bukan lain adalah si Pendekar Jantan
Berkapak sakti Chee Thian Gak adanya !"
Ia merandek sejenak, lalu menambahkan.
"Barusan saja cayhe berpisah dengan sepasang iblis dari samudra
Seng Sut Hay dan sejak tiba disini sudah tiga kali kulaporkan namaku,
apakah kau tidak ingatnya sama sekali ??......"
"Apa? sepasang iblis dari Seng-sut-hay ?" jerit Lie Peng dengan
air muka berubah hebat. "Apakah orang yang kau maksudkan itu
adalah jago paling kosen dari kalangan sesat pada masa silam ??"
"Ehmmmm... sedikit pun tidak salah!"
"Aaaaah, jadi sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay itu belum
modar ??" seru Song Kim Toa Lhama pula dengan hati terkesiap.
"Sampai sekarang mereka masih..."

174
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Heeeeh .... heeeh .... heeeh.... menurut hemat cayhe, justru


kaulah yang sepantasnya modar lebih dulu," tukas Chee Thian Gak
sambil tertawa dingin. "Bagi manusia yang berhasil melatih ilmu
silatnya hingga mencapai puncak kesempurnaan, air api tak perlu
ditakutkan lagi hidup sampai usia tujuh delapan puluh tahun bukan
terhitung seberapa!"
Disemprot oleh kata-kata yang begitu tajam Song Kim Toa
Lhama seketika bungkam dalam seribu bahasa, sepatah kata pun tak
sanggup diucapkan lagi.
"Aaaaah, tidak benar ucapan itu" tiba-tiba Lie Peng berseru
tertahan, "andaikata sepasang iblis itu masih hidup hingga
kini, usianya tak mungkin baru mencapai tujuh delapan puluh tahun,
semestinya mereka telah berusia seratus tahun ke atas."
Sambil tertawa dingin segera jengeknya:
"Dengan kepandaian silat yang kau miliki masih cukup untuk
mensejajarkan diri diantara jago jago kosen di kolong langit, apa
gunanya kau sebut-sebut nama besar sepasang iblis dari samudra Seng
Sut Hay untuk meninggikan derajat sendiri?"
Berbicara sampai di situ, dengan sikap menghina ia meludah ke
atas tanah.
"Keparat sialan!" hardik Chee Thian Gak dengan sepasang
matanya memancarkan cahaya menggidikkan hati. "Kalau kau berani
meludah sekali lagi, jiwamu akan segera kubereskan !"
Dipandang dengan sorot yang mata begitu tajam dan
menggidikkan, hati Lie Peng tak berani mengucapkan kata-katanya
lagi, dengan wajah tertegun ia berdiri kaku ditempat semula.
"Che Thian Gak!" bentak Song Kim Toa Lhama dengan nada
gusar. "Berani benar kau menggunakan kata-kata sekasar itu berbicara
dengan jie thay-cu kami, Hmmm, rupanya kau sudah tidak ingin
keluar dari hutan ini dalam keadaan utuh ??"
"Hmmmm, selama aku orang Chee berkelana mengarungi
seluruh jagad belum pernah aku merasa jeri atau takut terhadap siapa

175
Saduran TJAN ID

pun juga, dengan andalkan kekuatan kamu beberapa orang ini


dianggapnya sudah sanggup untuk menghalangi kepergianku."
Biji mata Song Kim Toa Lhama berputar kencang, tiba-tiba satu
ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera bertanya :
"Pada tengah malam tempo dulu, apakah kau juga orang yang
telah menolong Ouw-yang Gong??"
Chee hian Gak mengerti yang dimaksudkan si padri ini adalah
peristiwa sewaktu berada di belakang gunung Tay bie-sancung tempo
dulu, di mana setelah tubuhnya terhajar masuk jurang oleh pukulan
Poh Giok Kang dari Hoa Pek Tuo.
Waktu itu dengan membawa luka ia masuk ke dalam sebuah
hutan lebat, di situ ditemuinya Ouw-yang Gong sedang dikurung oleh
Song Kim Toa lhama serta empat jago pedang dari dunia persilatan.
Pada saat itulah dengan salurkan sisa tenaga yang dimilikinya ia
sambit selembar daun kering dengan ilmu Hoei Hoa Sat Jien untuk
merontokkan semangat lawan.
Kini mendengar teguran tersebut, pemuda itu tertawa getir dan
gelengkan kepalanya.
"Orang itu bukanlah cayhe melainkan Jago Naga Emas It-boen
Chiu !"
"Siapa itu si jago naga emas It-boen Chiu ??" tanya Song Kim
Toa Lhama tertegun.
"Dia adalah kakak seperguruan cayhe!" sahut Chee Thian Gak
dengan lagak penuh rasa hormat.
Rupanya Song Kim Toa Lhama tak pernah menyangka kalau toa
suhengnya sudah menerima begitu banyak murid, bahkan semuanya
memiliki kepandaian silat yang maha sakti.
Diam-diam lantas gumamnya :
"Dia pasti sudah berhasil menemukan kitab rahasia ilmu silat
yang maha sakti, kalau tidak tak nanti murid-muridnya begitu lihay
sehingga hampir menandingi kemampuanku..."

176
IMAM TANPA BAYANGAN II

Lie Peng sendiri pun sementara itu sedang berpikir dalam hati
kecilnya :
"Aaai... aku masih mengira di daerah Kwan Tiong dan Seek Siok
dua tempat tidak terdapat jago-jago berkepandaian lihay, sungguh tak
nyana begitu banyak jago kosen yang tersebar disini. Aaai... kalau
dipikir tujuh jago pedang dari dunia persilatan belum termasuk
manusia ampuh dalam kolong langit..."
Tatkala dilihatnya beberapa orang jago yang ada di dalam hutan
itu sebagian besar sudah terpengaruh oleh siasat licik yang sengaja
diaturnya itu, diam-diam Chee Thian Gak tertawa dingin pikirnya :
"Setiap kali aku bertemu dengan mereka, selalu saja orang-orang
ini sedang berkumpul di dalam hutan lebat, jangan-jangan mereka
sedang menjalankan suatu siasat licik yang lihay? Kalau ditinjau dari
ocehan Ouw-yang Gong, rupanya persoalan ini mempunyai hubungan
dengan soal penjualan..."
Berpikir sampai disini hatinya kontan jadi terkesiap, pikirnya
lebih jauh :
"Kalau aku belum tahu akan persoalan ini masih mendingan,
setelah mengetahuinya aku harus mencampurinya hingga jadi beres!"
Dalam pada itu pelbagai ingatan telah berkelebat dalam benak
Lie Peng, sambil memandang jago yang berperawakan tinggi kekar di
hadapannya ini ia berpikir kembali :
"Andaikata aku berhasil mendapatkan bantuan dari jago yang
begini lihaynya, tidak sulit rasanya bagiku untuk mengalahkan
kakakku, apalagi dia masih mempunyai seorang suheng!"
Sambil menengok sekejap ke arah Chee Thian Gak, pikirnya
lebih jauh :
"Andaikata aku dapat mengetahui kegemaran serta kebiasaannya,
dengan menyerang titik kelemahannya itu mungkin dia sudi
membaktikan tenaganya untukku, kalau tidak seandainya ia sampai
berpihak kepada toakoku dan memusuhi diriku meski Hoat su dari
negeri Tarta dan Raja dari negeri Turfan datang membantu pun belum

177
Saduran TJAN ID

tentu bisa menandingi dirinya, terhadap manusia lihay seperti dia


bagaimanapun juga aku harus berusaha untuk mendapatkannya."
Untuk sesaat suasana dalam hutan berubah jadi sunyi... hening...
dan sepi, kecuali deruan angin pagi yang menggoyangkan ranting
serta dedaunan tiada suara lain yang kedengaran.
Sementara itu Chee Thian Gak sudah mengambil keputusan
dalam hatinya, ia letakkan tubuh Siok Cian ke atas tanah kemudian
ujung jarinya berkelebat membebaskan jalan darah bisu yang tertotok
di tubuh dara itu.
Siok Cian menghembuskan napas panjang, lalu dengan nada
terkejut serunya :
"Aku berada??... engkoh Peng..."
"Cian Cian... aku... aku berada disini," sahut Lie Peng dengan
suara gemetar, ia segera melangkah maju setindak ke depan.
"Engkoh Peng, kau..."
"Cian Cian... kenapa kau??" Lie Peng semakin gelisah.
Mendadak dengan wajah membesi Chee Thian Gak silangkan
tangan kanannya menghadang jalan pergi orang, bentaknya :
"Hey orang she Lie, jangan mencoba maju ke sini!"
"Kau mau apa??" teriak Lie Peng gusar, tetapi setelah ucapan itu
meluncur keluar dari mulutnya ia jadi menyesal, pikirnya :
"Demi suksesnya seluruh rencana besar yang sedang kususun,
sekalipun aku harus Cian-Cian juga tidak mengapa, asal Chee Thian
Gak suka dengan dirinya, kenapa aku harus merasa keberatan untuk
menghadiahkan kepada dia???"
Tapi begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, segera
ia merasa malu dan menyesal sendiri, kenapa bisa mempunyai ingatan
seperti itu, sembari menggigit bibir pikirnya lebih jauh :
"Aku telah berkasih-kasihan selama dua tahun dengan Cian Cian
mana boleh kujual dirinya dan menghina dirinya hanya disebabkan
oleh keinginan untuk mendapat penghargaan belaka?? andaikata
seorang lelaki harus menjual istri sendiri demi suksesnya pekerjaan

178
IMAM TANPA BAYANGAN II

yang dicita-citakan, sekalipun akhirnya usaha itu berhasil, aku pun


bakal menyesal dan kecewa sepanjang masa."
Pelbagai ingatan berkelebat dalam benaknya, membuat ia jadi
gelisah bercampur cemas, tanpa sadar perasaan tersebut terlintas di
atas wajahnya.
Mendadak Chee Thian Gak membentak lagi dengan sepasang
mata melotot bulat :
"Kalau kau berani maju lagi, segera akan kubacok tubuhnya jadi
beberapa bagian!"
"Apa yang kau inginkan??" jerit Lie Peng dengan wajah
menunjukkan siksaan batin yang tak terhingga.
"Bagaimanakah sikap kalian terhadap Ouw-yang Gong, dengan
cara itu pula akan kuhadapi dirinya..."
Tiba-tiba biji mata Siok Cian berputar, menggunakan kesempatan
di kala Chee Thian Gak sedang bercakap-cakap dengan Lie Peng,
pergelangan tangannya berkelebat meloloskan sebilah pedang lemas
dari pinggangnya.
Lie Peng dapat mengikut gerak-gerik kekasihnya dengan jelas,
ketika dilihatnya Chee Thian Gak sama sekali tidak menaruh
perhatian terhadap perbuatan Siok Cian yang meloloskan senjata
tajam di belakang tubuhnya, dengan mata melotot segera teriaknya :
"Akan kubunuh dirinya sekarang juga!"
"Heeh... heeeeh... heeeh... kalau begitu, jangan harap setiap
manusia yang ada di dalam hutan hari ini bisa lolos dari sini dalam
keadaan hidup...!" sahut Chee Thian Gak sambil tertawa dingin.
Ucapan itu begitu tegas dan meyakinkan, sekalipun Lie Peng
berkata demikian hanya bertujuan untuk membuyarkan konsentrasi
Chee Thian Gak saja sehingga Siok Cian yang siap melancarkan
serangan bokongan bisa berhasil sukses tak urung terpengaruh juga
oleh perkataan itu sehingga untuk sesaat tak sanggup mengucapkan
sepatah kata pun.

179
Saduran TJAN ID

"Chee Thian Gak!" bentak Song Kim Toa Lhama dengan suara
berat, "kau tak usah begitu jumawa dan sombong..."
Mendadak perkataannya merandek di tengah jalan, pada saat
itulah Siok Cian menggerakkan pergelangan tangannya, cahaya
pedang segera berkilauan membelah angkasa.
Jarak antara Chee Thian Gak dengan gadis itu hanya terpaut satu
depa belaka, bacokan tadi langsung mengancam punggung orang itu.
Bersama dengan datangnya bacokan tersebut, Lie Peng segera
menubruk ke depan, sepasang kepalannya diayun berulang kali
mengirim serangan dahsyat ke arah dada Chee Thian Gak.
Jago kosen berkapak sakti ini mendengus dingin, tiba-tiba telapak
kanannya diputar balik, hawa pukulan segera menderu-deru dan
menggulung balik ke depan, tubuh Lie Peng terhajar telak sehingga
tidak ampun badannya terjengkang mundur tiga langkah ke belakang.
Siok Cian menjerit keras, sebelum ujung senjatanya sempat
mampir di tubuh lawan tahu-tahu orang she-Chee itu sudah putar
badannya mengirim satu pukulan kilat menghajar di atas gagang
pedang lawan, pedang lemas itu segera terhajar dan lepas dari cekalan.
Ketika melihat ujung pedang Siok Cian telah menempel di atas
punggung lawan tadi, Song Kim Toa Lhama diam-diam sedang
merasa bergirang hati, tapi ia tidak menyangka kalau reaksi orang she
Chee itu bisa demikian cepat dan tajamnya.
Dengan hati bergidik pikirnya :
"Aaaah sungguh tak nyana ilmu 'Baudi Pu Tong Ciat Eng' dari
aliran Mie Tiong pun berhasil ia kuasai dengan begitu sempurna,
kehebatannya benar-benar mengerikan sekali..."
Sementara itu perlahan-lahan Chee Thian Gak sudah putar badan,
katanya dengan nada menyeramkan :
"Apakah antara kau dengan aku sudah terikat dendam sakit hati
sedalam lautan? Mengapa kau hendak tusuk badanku sampai mati?"

180
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sepasang mata Siok Cian terbelalak lebar-lebar, dengan wajah


ketakutan ia menutupi mulutnya sendiri kemudian memandang wajah
Chee Thian Gak tanpa berkedip.
Si Pendekar Jantan Berkapak Sakti ini mendengus dingin, dengan
ujung kakinya ia menjejak permukaan tanah, pedang lemas yang
menggeletak di tanah itu segera mencelat ke udara, sekali tangan
kanannya digape, tahu-tahu senjata tadi sudah digenggamnya di
tangan.
Matanya melirik seram, diiringi suitan panjang, pedang tersebut
dengan memancarkan cahaya berkilauan tiba meleset ke tengah udara
dan meluncur ke muka.
Termakan oleh getaran hawa murninya pedang lemas tadi
berubah jadi kaku bagaikan tombak, membawa desiran tajam yang
memekikkan telinga, senjata itu meluncur ke dalam hutan berkelebat
meninggalkan cahaya bulat kemudian meluncur ke arah sebuah pohon
besar di hadapannya.
Pedang itu meluncur menembusi dahan kemudian bergetar tiada
hentinya sambil meninggalkan desingan tajam yang memekikkan
telinga.
Di tengah gugurnya daun dan ranting, Chee Thian Gak berseru
lantang :
"Pernahkah kalian menjumpai ilmu pedang macam begini?"
Saking terperanjatnya wajah Lie Peng berubah jadi hijau
membesi, ia berdiri tertegun di tengah kalangan sambil memandang
ke arah lawannya dengan pandangan bodoh, sepatah kata pun tak
sanggup ia ucapkan.
To-Liong It-Kiam si Pedang sakti Pembunuh Naga Tauw Meh
menjerit histeris, dengan wajah penuh ketakutan teriaknya :
"Haaah?... Ilmu pedang terbang..."
Sudah tentu Chee Thian Gak tidak kenal dengan apa yang disebut
sebagai ilmu pedang terbang itu, dia hanya tahu hasil itu didapatkan

181
Saduran TJAN ID

karena konsentrasi segenap perhatian dan kekuatannya pada ujung


senjata.
Ia sendiri pun tak pernah menyangka kalau hasil himpunan
semangat dan kekuatannya bisa menghasilkan daya perputaran yang
kuat pada senjata tajam itu, semakin tak pernah disangka kalau
kekuatan semacam itu bisa digunakan untuk membunuh orang dari
jarak ratusan tombak...
"Ilmu pedang terbang!...ilmu pedang..." gumamnya berulang
kali. "Inikah yang disebut sebagai ilmu pedang terbang?..."
Setiap manusia yang hadir dalam hutan saat itu rata-rata
merupakan jago Bu-lim yang lihay dalam ilmu pedang namun belum
pernah mereka menyangka kalau kehebatan dari ilmu pedang terbang
itu dalam kenyataannya begitu dahsyat...
Chee Thian Gak tertawa terbahak-bahak... sepasang mata yang
tajam menatap di atas pedang lemas pada dahan pohon dua tombak di
hadapannya tanpa berkedip.
Seluruh perhatian dan kekuatannya kembali dihimpun jadi satu,
menurut cara yang pernah digunakannya barusan perlahan-lahan dia
angkat tangan kanannya ke atas.
Melihat perbuatan si anak muda itu Siok Cian menjerit kaget,
segera ia meloncat ke sisi Lie Peng dan menubruk ke dalam
pelukannya.
Tauw Meh serta Tok See pun tanpa sadar mundur empat langkah
ke belakang dan bersembunyi di belakang dahan pohon, dengan
pandangan ketakutan mereka ngintip ke arah lawannya.
Air muka Song Kim Toa Lhama berubah hebat, sepasang
telapaknya disilangkan di depan dada, sementara kakinya bergeser di
depan tubuh Lie Peng serta Siok Cian sambil berjaga-jaga terhadap
serangan bokongan dari Chee Thian Gak.
Suasana di dalam hutan seketika berubah jadi sunyi senyap...
Begitu sepi sehingga suara napas pun secara lapat-lapat kedengaran...
Mendadak terdengar Ouw-yang Gong berteriak keras :

182
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aduuuuh sakitnya... aduuuh biyung..."


"Aaaah," Chee Thian Gak tersadar kembali dari lamunannya.
"Ouw-yang Gong kau..."
Ucapannya terputus, tangan kanannya yang berada di angkasa
menggurat beberapa kali, seketika itu juga hatinya tergerak dan
seolah-olah dia telah menemukan sesuatu.
Tapi cahaya kilat itu hanya sekejap mata, sebelum dia sempat
jelas apakah itu kegelapan telah menyelimuti kembali seluruh jagad...
Perlahan-lahan ia turunkan tangannya kembali dan berpikir :
"Aaaai... dalam waktu yang singkat aku tak akan bisa
menemukannya kembali..."
Pada saat itulah dengan badan sempoyongan Ouw-yang Gong
bangkit berdiri kemudian berjalan ke arah hutan, sambil bergerak
mulutnya berteriak tiada hentinya :
"Siauw Hong... Siauw Hong...!"
Chee Thian Gak enjotkan badannya, sang tubuh melayang satu
tombak di udara dan cabut kembali kapaknya yang tertancap di atas
dahan pohon.
Ia tarik napas dalam-dalam, katanya :
"Dalam lima hari kemudian cayhe akan tetap berada dalam
propinsi Su cuan, andaikata kalian ada yang merasa tidak puas, setiap
saat boleh datang mencari diriku."
Siok Cian yang masih berdiri tertegun, tiba-tiba menoleh lalu
bertanya dengan suara bimbang :
"Peng ko, sebenarnya siapakah orang itu?"
"Cayhe adalah si Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian
Gak!" jawab si anak muda itu dengan suara lantang.
"Chee Thian Gak? Benarkah kau bernama Chee Thian Gak?"
"Hey Lie Peng!" seru si anak muda itu lagi dengan suara berat,
"Cayhe hendak memperingatkan dirimu! Andaikata kau mempunyai
niat jahat untuk menghianati kerajaan, dan aku mengetahui akan
rencana busukmu ini..."

183
Saduran TJAN ID

Sekilas napsuf membunuh terlintas di atas wajahnya.


"Hmmm! Saat itu aku akan suruh kau merasakan siksaan yang
paling berat dan paling mengerikan... akan kusuruh kau rasakan
bagaimana akibatnya bagi seseorang yang menghianati negaranya."
Suara itu mendengung tiada hentinya di udara, memberikan
keangkeran dan keseraman bagi yang ada dalam hutan berdiri
termangu dan membungkam dalam seribu bahasa. Tak seorang
manusia pun yang berani bertindak ketika ia perlahan-lahan
meninggalkan hutan tersebut.
Menanti bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan,
pertama-tama Tok See lah yang menghembuskan napas panjang lebih
dahulu.
"Aaaah... aku benar-benar tidak mengerti manusia macam apakah
dia itu!" serunya.
"Tenaga lweekang yang dimiliki orang ini telah mencapai pada
puncak kesempurnaan yang tiada taranya di kolong langit," Tauw
Meh menambahkan. "Sudah tak seberapa banyak orang lagi dalam
dunia persilatan dewasa ini yang sanggup menandingi dirinya."
"Tak pernah kusangka sama sekali, dia yang tersohor di dalam
Bu lim karena kesaktiannya dalam permainan kapak, ternyata
mempunyai kelebihan yang tak kalah hebatnya dalam ilmu pedang..."
dengan perasaan bergidik orang she Tok ini memandang sekejap luka-
luka di tubuhnya, lalu bergumam kembali :
"Ilmu pedang terbang... ilmu pedang terbang... untung dia
menghadapi diriku hanya menggunakan senjata kapaknya, kalau tidak
selembar jiwaku pasti sudah melayang sejak tadi-tadi..."
"Hey Tok See, jangan terlalu memuji kehebatan orang..." bentak
Song Kim Toa Lhama.
"Song Kim Koksu," sela Lie Peng, "ucapannya sedikit pun tidak
salah, andaikata Chee Thian Gak menghadapi kita dengan
menggunakan ilmu pedang terbangnya, aku percaya tak seorang pun

184
IMAM TANPA BAYANGAN II

di antara kita yang berhasil tinggalkan tempat ini dalam keadaan


selamat."
Teringat akan kehebatan serta keampuhan ilmu pedang sakti yang
diperlihatkan Chee Thian Gak barusan, diam-diam Song Kim Toa
Lhama pun merasa terkesiap, pikirnya :
"Benar juga perkataannya ini, cukup dengan andalkan ilmu 'Toa
Budhi Put Tong Ciat Eng' yang dimilikinya itu, boleh dibilang tak
seorang manusia pun yang ada di kolong langit bisa melukai
dirinya..."
Diikuti dia pun berpikir lebih jauh :
"hal ini membuktikan pula sebelum Thian Long toa suhengku
berangkat menuju ke daratan Tionggoan, ia telah memperoleh lebih
dahulu ilmu warisan dari Kauw Tong cauwsu, kalau tidak tak nanti
kedua orang muridnya bisa memiliki kepandaian silat yang demikian
dahsyatnya, bahkan tiada berbeda jauh dengan kehebatan dari Buddha
hidup..."
Setelah termenung sesaat lamanya, diam-diam dalam hatinya dia
mengambil keputusan.
Sementara itu Lie Peng sambil memandang kabut yang kian
menipis di pagi hari yang cerah itu bergumam seorang diri :
"Ternyata pelajaran ilmu pedang begitu luasnya hingga tak
bertepian, rupanya untuk mencapai ilmu pedang terbang seperti apa
yang berhasil dia capai, aku harus berlatih giat dan tekun selama dua
puluh tahun lagi..."
Ucapan ini membawa rasa kecewa dan murung yang tak
terhingga, menunjukkan betapa sedih dan kesalnya hati pangeran
kedua ini.
Siok Cian yang berada di sisinya buru-buru menghibur sambil
meraba dadanya :
"Engkoh Peng, kau sebagai seorang pangeran suatu kerajaan,
tidak sepantasnya kalau ikut menerjunkan diri ke dalam dunia
persilatan, kau harus tahu manusia semacam itu berjiwa besar, berhati

185
Saduran TJAN ID

lapang dan berkeliaran tiada menentu dalam dunia persilatan, seluruh


perhatian serta tenaganya hanya dicurahkan kepada ilmu silat belaka,
sudah tentu dalam keadaan seperti ini ilmu silatnya bisa peroleh
kemajuan pesat yang mengejutkan dalam waktu singkat..."
Ia mengerdipkan bulu matanya yang indah, kemudian
melanjutkan :
"Sebaliknya kau mempunyai tanggung jawab yang besar
terhadap keselamatan serta keutuhan negara, seluruh perhatian,
semangat serta tenagamu hanya kau curahkan kepada urusan Kerajaan
dan rakyatmu, sudah tentu keadaanmu lain kalau dibandingkan
dengan manusia-manusia liar macam mereka..."
Mendengar perkataan itu, Lie Peng tundukkan kepalanya rendah-
rendah, tak sepatah kata pun berhasil dilontarkan keluar dari
mulutnya.
"Engkoh Peng," ujar Siok Cian kembali, "bagaimana perkataanku
barusan, ada bagian yang tidak benar, harap kau jangan marah
kepadaku!"
Perlahan-lahan Lie Peng mendorong tubuhnya, lalu sambil
menatap wajahnya tajam-tajam ia berseru memuji :
"Cian Cian, ucapanmu sedikit pun tidak salah, perkataanmu ini
terlalu bagus sekali hingga membuat aku tersadar kembali."
Dengan tersipu-sipu Siok Cian menghindarkan diri dari
pandangan mata kekasihnya, setelah merandek sejenak ia berkata :
"Sayang seribu kali sayang keparat tua itu berhasil lagi
meloloskan diri, hingga membuat pekerjaan kita sejak pagi buta tadi
menemui kegagalan total."
"Aaaaai... hal ini tak bisa menyalahkan dirimu," bisik Pangeran
kedua sambil merangkul tubuh kekasihnya. "Andaikata Chee Thian
Gak tidak datang kemari, mana mungkin ia bisa lari dari sini?"
"Jie Thay cu, kau tak usah kuatir," ujar Song Kim Toa Lhama
dari sisi kalangan. "Ouw-yang Gong tak nanti bisa lolos dari
pengejaran kita, pinceng telah melakukan sedikit permainan setan di

186
IMAM TANPA BAYANGAN II

atas nadi Jien Meh serta Tok Meh-nya, tanggung ia tak akan sanggup
hidup melebihi lima hari..."
"Tapi... bukankah Chee Thian Gak memahami pelbagai macam
kepandaian sakti yang maha dahsyat? Apakah ia tak bisa
membebaskan rekannya dari pengaruh totokanmu?" tanya Tauw Meh
dengan nada tercengang.
"Tentu saja ia tak akan berhasil membebaskannya, sebab aku
telah membuat sedikit permainan setan di atas tubuh Ouw-yang Gong
dengan ilmu Ciat meh Ciat Kim aliran negeri Thian Tok, coba
pikirkan masa ia mampu untuk membebaskan pengaruh totokanku?"
"Aaaaai... sayang Pay Boen Hay heng telah terluka di tangan
Chee Thian Gak..." keluh Tok See.
"Oooooh! Aku telah melupakan diri Pay heng..." seru Lie Peng
sambil mendorong tubuh Siok Cian.
Cepat ia berjalan menghampiri anak buahnya yang sementara itu
perlahan-lahan sedang merangkak bangun.
"Pay Boen Hay," tegur Song Kim Toa Lhama dengan sepasang
alis berkerut. "Kalau memang lukamu tidak terlalu parah, mengapa
kau terus menerus..."
Belum habis padri itu menyelesaikan kata-katanya, sebagai
manusia yang cerdik Pay Boen Hay bisa menebak apa yang sedang
dimaksudkan hweesio itu, dengan sorot mata dingin segera
timbrungnya :
"Toa koksu, lengan cayhe telah patah termakan pukulan lawan,
apakah kau menaruh curiga terhadap diriku?"
Song Kim Toa Lhama mendehem ringan.
"Loo ceng sedang merasa heran kenapa setiap kali kami sedang
berhasil menangkap Ouw-yang Gong manusia yang menamakan
dirinya Chee Thian Gak itu pasti muncul pula disini? Jangan-jangan
ada orang yang sengaja membocorkan berita ini..."
Pay Boen Hay segera mendengus dingin.

187
Saduran TJAN ID

"Cayhe adalah cucu murid Ciak Kak Sin Mo, apakah kau
pandang diriku sealiran dengan Ouw-yang Gong?" serunya.
Wajah yang semula berwarna putih kepucat-pucatan seketika
berubah jadi merah padam saking gusarnya.
Buru-buru Lie Peng menengahi persoalan itu serunya :
"Song Kim Toa Koksu, kalian tak usah cekcok..."
"Tahukah kalian siapakah sebenarnya Chee Thian Gak itu?"
teriak Pay Boen Hay keras-keras.
"Chee Thian Gak yah Chee Thian Gak, dia bilang berasal dari
Gurun Pasir, apa kau tahu siapa dia yang sebenarnya?" tanya Tauw
Meh tercengang.
"Dia adalah si jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei!"
"Apa?" teriak Lie Peng. "Dia adalah si jago pedang berdarah
dingin Pek In Hoei yang menduduki urutan ke-empat dalam tujuh jago
pedang dunia persilatan?"
"Dia masih berhutang dendam satu bacokan dengan diriku, maka
ia telah memenggal lenganku!" ujar Pay Boen Hay sambil tertawa
sedih. "Aku sendiri pun tidak tahu apa hubungannya dengan Ouw-
yang Gong, hanya saja sebelum ia pandai ilmu silat orang itu sudah
berada bersama-sama Ouw-yang Gong, oleh karena itu setiap kali si
tua bangka sialan itu menghadapi kesulitan, dia tentu akan datang
untuk menolong..."
"Aaaah, tak mungkin... tak mungkin terjadi... aku tidak percaya
dengan perkataanmu... ucapanmu tak bisa dipercayai..." gumam Lie
Peng tiada hentinya.
Siok Cian pun berseru dengan nada sangsi :
"Menurut kabar yang tersiar dalam Bu lim, orang bilang Pek In
Hoei mempunyai wajah yang ganteng dan tingkah laku yang halus,
masa manusia macam begitu adalah Pek In Hoei? Aku tidak percaya!"
Dengan pandangan mendalam Pay Boen Hay melirik sekejap ke
arah gadis itu kemudian tertawa getir.

188
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalau cuwi sekalian tidak percaya, aku pun tak bisa berbuat apa-
apa..." perlahan-lahan ia berjalan menghampiri pangeran kedua,
kemudian ujarnya lebih jauh :
"Jie Thay cu, sungguh mohon maaf yang sebesar-besarnya, aku
tak dapat membaktikan diri lagi dengan dirimu..."
"Apakah kau ada urusan penting?"
"Aku hendak pergi ke perkampungan Thay Bie San cung dan
menjumpai sucouwku Ciak Kak Sin Mo."
"Oooouw... kau hendak ke situ? Dengan kepergianmu ini,
andaikata Toa Hoat su dari negeri Tu fan dan Raja negeri Tartar
datang ke sini, siapa yang akan bertindak sebagai penterjemah?"
Sinar mata Pay Boen Hay berkilat, lalu menjawab :
"Andaikata Jie Thay cu merasa kuatir, bagaimana kalau kita
bersama-sama berangkat ke perkampungan Thay Bie San cung dan
sementara waktu berdiam di situ? Rasanya di situ keadaan kita akan
jauh lebih aman."
Rupanya Lie Peng tidak menyangka kalau dalam waktu singkat
ia bisa bertemu dengan Ciak Kak Sin Mo, dengan hati penuh
kegirangan pikirnya :
"Seandainya aku bisa memperoleh bantuan dari Ciak Kak Sin
Mo, maka aku tak usah takuti engkohku lagi... saat itu..."
Ia segera mengangguk.
"Baiklah, menanti Raja Tartar telah tiba disini, maka aku beserta
mereka segera akan berangkat menuju ke perkampungan Thay Bie
San cung."
"Kalau begitu cayhe mohon diri terlebih dahulu," ujar Pay Boen
Hay kemudian setelah melirik sekejap ke arah lengannya yang telah
kutung.
Sekali enjotkan badannya, bagaikan serentetan cahaya kilat tubuh
orang itu lenyap di balik kerimbunan hutan belukar yang lebat.
Menanti bayangan tubuh orang she Pay itu sudah lenyap dari
pandangan, Lie Peng baru berkata :

189
Saduran TJAN ID

"Dewasa ini kekuatan kita kian lama kian bertambah besar dan
kuat, rasanya kesempatan bagiku untuk menumbangkan kekuasaan
engkohku kian hari kian mendekat. Haaaah... haaaah... haaaah...
Koksu, terima kasih atas bantuanmu, andaikata kau tidak memanasi
hatinya, belum tentu ia bisa berbuat demikian dan mengundang kita
mengunjungi perkampungan Thay Bie San cung..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... Jie Thay cu, pinceng harus
mengucapkan kiong hie lebih dahulu kepadamu... Haaaah... haaaah...
haaaah... " seru Song Kim Toa Lhama sambil tertawa tergelak.
Begitu keras suara tertawa itu hingga membumbung tinggi ke
angkasa dan berkumandang ke tempat kejauhan.
*****

SEMENTARA ITU Chee Thian Gak yang sedang melakukan


perjalanannya tiba-tiba merasakan dadanya amat sakit, begitu perih
dan tersiksa rasanya membuat ia terguling-guling di atas tanah.
"Nenek tua keparat..." teriaknya dengan penuh kebencian. "Hal
ini pastilah hasil perbuatan dari nenek keparat itu... Ooooh racun ulat
sutera emas..."
Sambil memegang perutnya ia mengerang kesakitan, si anak
muda itu bergumam lebih jauh :
"Kalau aku berhasil menemui dirinya lagi, pasti akan kucabut
selembar jiwa anjingnya..."
Sorot matahari di tengah hari yang panas terik begitu menyengat
badan, namun Chee Thian Gak hanya merasakan rasa dingin yang
menusuk tulang menggigilkan seluruh tubuhnya, ditambah pula sakit
bagaikan diiris-iris dengan pisau tajam, membuat ia tak tahan dan
berteriak-teriak seperti orang gila.
Dengan langkah sempoyongan selangkah demi selangkah
pemuda itu berusaha mencapai hutan di sebelah depan, pandangannya
terasa kabur... ia sudah tak dapat membedakan lagi jalan yang dilalui
adalah jalan raya ataukah jalan gunung yang sempit...

190
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ranting pohon menghalangi jalan perginya, mencengkeram


bajunya membuat ia tergaet dan jatuh terpelanting di atas tanah.
"Ooooh...!" rintihan penuh kesakitan terbisik lirih dari ujung
bibirnya...ia merasa tulang belulang dalam tubuhnya seakan-akan
telah retak dan hancur berantakan, lambung terasa sakit seperti
dipuntir-puntir... hawa murni dalam tubuhnya seketika buyar entah
kemana...
Dengan wajah basah penuh keringat ia menghela napas panjang.
"Aaaaai... sungguh tak nyana aku Pek In Hoei harus merasakan
pelbagai siksaan dan penderitaan selama hidupnya... percuma aku
belajar ilmu silat yang demikian lihaynya... toh akhirnya aku tak
berhasil mempertahankan hidupku...
Ia merintih lirih... pandangannya terasa kian lama kian
menggelap... bayangan kematian kembali terlintas di atas wajahnya,
sambil merintih ia coba meronta bangun kemudian merangkak... dan
bergerak menuju keluar hutan.
Belum beberapa jauh ia merangkak ke depan, sorot matahari yang
tajam menyilaukan matanya, membuat ia tak sanggup membuka
matanya lebar-lebar.
Sambil menutupi wajahnya dengan sepasang tangan, ia
bergumam kembali :
"Tiga hari... ucapan si dukun sakti berwajah seram sedikit pun
tidak salah, dalam tiga hari racun ulat sutera emas yang mengeram
dalam tubuhku akan mulai bekerja... isi perutku akan mulai
membusuk dan mataku akan jadi buta..."
Teringat akan matanya yang bakal jadi buta, pemuda itu merasa
semakin sedih dan tersiksa batinnya, suatu perasaan tekanan batin
yang berat seolah-olah menindihi tubuhnya, membuat keringat
sebesar kacang kedele mengucur keluar tiada hentinya...
Ia meraung gusar, teriaknya kalang kabut.

191
Saduran TJAN ID

"Kenapa aku bisa jadi begini? Oooooh Thian, mengapa kau


bersikap begitu kejam terhadap diriku? Mengapa kau selalu menyiksa
diriku dan membuat aku menderita?..."
Suara raungan keras itu bergema di tanah pegunungan yang sunyi
dan mendengung tiada hentinya mengikuti hembusan angin...
Chee Thian Gak benar-benar tak sanggup menahan diri,
pandangannya jadi gelap dan ia roboh menggeletak di atas tanah.
Pada saat itulah... dari tempat kejauhan berkumandang datang
suara keleningan yang lirih tapi nyaring... kian lama suara itu kian
mendekat...
Dari bawah bukit yang hijau, dari balik jalan kecil yang
membujur jauh ke depan muncul seekor kuda berwarna merah darah,
seorang gadis berpakaian ringkas berwarna hijau, berkaki telanjang
dan berlengan pendek perlahan-lahan bergerak mendekat.
Wajahnya cantik dan polos, di atas lengannya yang telanjang
tergantung sepasang gelang emas yang saling membentur tiada
hentinya hingga menimbulkan irama yang amat merdu...
Tiba-tiba... kuda merah itu meringkik dan meloncat naik ke
tengah udara.
Gadis di atas kuda menjerit kaget, belum sempat lengannya
memeluk leher kudanya sang tubuh telah mencelat jatuh ke atas tanah.
Namun... rupanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki dara
ayu itu cukup tangguh, sesaat sebelum badannya mencium permukaan
tanah ia berhasil melejit dan melayang kembali ke tengah udara.
Atas peristiwa yang terjadi di luar dugaan ini, dengan wajah
merah padam gadis itu memaki kudanya kalang kabut.
Tetapi sang kuda tetap meringkik panjang sambil berjingkrak-
jingkrak.
"Hey, apa yang sedang kau lakukan?" tegur dara ayu itu dengan
nada mendongkol.
Tapi pada saat itulah ia telah menemukan tubuh Chee Thian Gak
yang menggeletak di atas tanah.

192
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jubah merah berkibar terhembus angin, mula-mula gadis itu


mengira seorang perempuan yang menggeletak di situ, tapi setelah ia
berjongkok untuk memeriksa lebih seksama tiba-tiba ia menjerit kaget
:
"Aaaaah!"
Rupanya wajah Chee Thian Gak yang penuh bercambang serta
kening yang dilapisi cahaya keemas-emasan telah mengejutkan hati
gadis itu, sambil memegang dada sendiri ia loncat mundur tiga
langkah ke belakang dan tidak berani memandang lagi.
Jantung berdebar keras, lama sekali ia baru berhasil
mententeramkan hatinya, perlahan-lahan ia mendekati kembali tubuh
si anak muda itu.
"Ooooh, racun ulat emas!" serunya keras-keras, "Ia sudah terkena
racun Ulat emas!"
Waktu wajah Chee Thian Gak telah berubah pucat keemas-
emasan, di antara sepasang alisnya tersisa bekas merah yang samar,
pada bekas merah itu secara lapat-lapat terlintas pula cahaya emas
yang tajam.
"Siapakah orang ini?" pikir gadis itu sambil memutar biji
matanya berulang kali. "Secara bagaimana ia bisa terkena racun ulat
emas dari suhuku?"
Sinar matanya kembali dialihkan ke atas wajah Chee Thian Gak
yang penuh bercambang, pikirnya lebih jauh:
"Potongan wajahnya sangat gagah, cambang yang lebat
memenuhi seluruh wajahnya, keadaannya tiada berbeda dengan
ayahku. Ahai.... sudah banyak tahun aku mengikuti suhu belajar silat,
selama ini aku harus menetap di wilayah Biauw yang gersang dan
jelek pemandangan alamnya, kali ini aku bisa pulang ke rumah...
ooooh, sebentar lagi aku bakal berjumpa dengan ayah..."
Belum habis ingatan itu berkelebat dalam benaknya, dari balik
hutan berkumandang kembali suara derap kaki kuda disertai suara
seruan berulang kali :

193
Saduran TJAN ID

"Siaocia... Siaocia.."
"Sialan!" maki dara berbaju hijau itu di dalam hati. Perlahan-
lahan ia berjongkok dan mendorong tubuh Chee Thian Gak. "Budak
sialan... siapa sih suruh kau menguntit diriku terus macam suka
gentayangan... dianggapnya aku sudah mati!"
Dengan hati gemas ia meloncat bangun lalu makinya :
"Sioe To, kenapa sih kau berkaok-kaok terus?"
Seekor kuda berwarna abu meluncur datang dengan cepatnya, di
tengah suara derap kaki kuda yang nyaring, sesosok bayangan hijau
melesat ke tengah udara dan melayang turun di sisi gadis itu.
"Eeeei... kau takut aku tersesat yaah?" tegur gadis bergelang emas
itu sambil mendorong tubuh gadis yang baru saja datang itu ke
samping. "Siapa sih yang suruh kau menguntit aku terus seperti sukma
gentayangan, berkaok-kaok melulu sepanjang jalan!"
Gadis yang baru tiba adalah seorang dara berusia lima enam belas
tahun yang rambutnya berkepang dua, mendengar teguran itu diam-
diam ia menjulurkan lidahnya.
"Baik... baik, siaocia, lain kali budak tidak berani berkaok-kaok
lagi... maafkanlah aku siaocia."
"Hmmmm, budak sialan, lain kali kau berani berkaok-kaok lagi,
lihat saja akan kukutungkan kakimu itu!"
Sioe To mencibirkan bibirnya dan pura-pura menunjukkan wajah
mau menangis, katanya dengan suara lirih :
"Kata looya, siaocia belum lama kembali dari wilayah Biauw,
terhadap jalanan di sekitar sini tentu belum begitu paham, maka beliau
suruh aku baik-baik menjaga siaocia. Siapa suruh kau lari begitu
cepat... budak takut siaocia tersesat di tengah gunung maka sepanjang
jalan berteriak memanggil, eeei, siapa tahu..."
Mimik wajahnya yang patut dikasihani ini seketika membuat dara
bergelang emas itu tertawa cekikikan.

194
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Baik... baiklah, anggap saja aku yang salah. Ayoh, sudahlah,


jangan tunjukkan mimik wajah seperti orang mati, janganlah aku
tertawa kegelian..."
"Waaah... kalau siaocia sampai tertawa berat hingga giginya
terlepas... budak semestinya dijebloskan ke dalam neraka tingkat ke
delapan belas..."
"Budak sialan, siapa suruh kau membahasai dirimu sebagai
budak... budak melulu? Ayoh panggil aku enci Cen..."
"Atuuuuh... tentang soal ini, budak mana berani... kalau sampai
kedengaran oleh loo ya, mulut budak bisa jadi dirobek robek."
Wajah gadis bergelang emas itu segera berubah membeku,
makinya :
"Budak sialan, kalau kau berani menyebut dirimu sebagai budak
lagi, hati hati kugaplok pipimu !"
Cepat-cepat Sioe To mundur dua langkah ke belakang, katanya
sambil tertawa :
"Siaocia, aku..."
Sinar matanya berkelebat, tiba-tiba ia menemukan tubuh Chee
Thian Gak yang menggeletak di atas tanah, seketika itu juga ia
menjerit kaget :
"Siaocia, coba lihat, di situ ada orang..."
Rupanya saat itulah gadis bergelang emas itu baru teringat akan
diri Chee Thian Gak yang keracunan racun ulat emas, ia menjerit
tertahan dan segera memaki :
"Huh, semua ini adalah gara-gara kau si budak sialan sehingga
membuang tenaga ku, kalau orang ini sampai tidak tertolong, hati-hati
kau, akan kusuruh kau ganti selembar jiwanya."
Dari dalam sakunya dia ambil keluar sebuah botol porselen,
kemudian katanya :
"Sioe To, ayoh cepat payang bangun orang itu."
Sioe To maju menghampiri, mendadak dengan nada terperanjat
serunya :

195
Saduran TJAN ID

"Siaocia, siapakah orang ini? hiiih... menyeramkan sekali


wajahnya..."
"Kau tak usah banyak bicara!" bentak gadis itu sambil membuka
botol porselen itu dia mengambil keluar sedikit bubuk yang ditaruh di
atas telapak kirinya. "Ayoh cepat angkat kepalanya!"
Sioe To menurut, dia angkat kepala orang dan dipandang lagi
dengan wajah tercengang, ia lihat seluruh tubuh Chee Thian Gak telah
basah oleh keringat, sepasang alisnya berkerut kencang, ditambah
cambangnya yang lebat membuat gadis itu bertanya kembali :
"Siaocia... coba kau lihat, di antara alisnya terdapat cahaya
keemas-emasan..."
Gadis bergelang emas itu tidak langsung menjawab, bubuk yang
berada di atas telapaknya segera dihembuskan ke dalam lubang
hidung pemuda she Chee itu, setelah itu sambil membereskan
rambutnya yang awut-awutan katanya :
"Aku sendiri pun tidak kenal dengan orang ini, tapi menurut
dugaanku dia pastilah seorang jago Bu lim yang sangat lihay, kalau
tidak tak nanti suhuku harus menggunakan racun saktinya untuk
menghadapi orang ini..."
"Siaocia, apakah kau bersedia untuk menyelamatkan jiwanya?"
tanya dayang itu.
Gadis bergelang emas itu segera tertawa dingin.
"Dia adalah musuh tangguh dari suhuku, sudah tentu aku tak akan
menolong jiwanya, akan kucelakai jiwanya agar cepat-cepat modar."
"Mencelakai dirinya?" seru Sioe To dengan mata terbelalak.
"Lalu apa gunanya kau memberi obat kepadanya?"
"Kau tidak tahu, racun ulat emas yang dimiliki suhuku semuanya
berjumlah tiga macam, ini adalah jenis yang paling kecil, semestinya
seluruh darah segar dalam tubuhnya baru akan terhisap kering di
dalam lima jam, siapa tahu ternyata orang ini berhasil memaksa racun
ulat emas itu terdesak ke arah otak..."

196
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Dengan begitu apakah kematiannya akan datang jauh lebih cepat


lagi?..."

197
Saduran TJAN ID

Jilid 9
GADIS BERGELANG EMAS itu segera menggeleng.
"Dengan kejadian ini maka racun ulat emas yang mengeram
dalam tubuhnya, dalam waktu dua jam lagi bakal mati semua..."
Ia merandek sejenak, lalu katanya lagi :
"Sebab ulat-ulat emas itu adalah binatang pemakan darah,
andaikata tak ada darah yang dimakan maka racun ulat emas itu bakal
mati dengan sendirinya."
"Ooooh karena itulah siaocia hendak mendesak ulat-ulat emas itu
kembali ke jantung?" seru Sioe To menjadi paham.
"Sedikit pun tidak salah, aku memang hendak berbuat demikian!
Coba lihat bukankah di atas wajahnya sudah tidak terlihat tanda-tanda
warna emas lagi bukan?"
"Aaaah....!" mendadak Chee Thian Gak merintih, kemudian
merangkak bangun dari atas tanah.
Rupanya gadis bergelang emas itu tidak menyangka kalau
pemuda she chee itu bisa mendusin demikian cepatnya, ia terperanjat
dan segera serunya :
"Kau... kau bisa merangkak bangun?"
Perlahan-lahan Chee Thian Gak membuka matanya, ketika
menjumpai seorang gadis bergelang emas dengan dandanan yang
aneh sedang berdiri di hadapannya, ia segera menegur dengan nada
tercengang :
"Siapa kau? Tempat manakah ini?"
"Aku bernama Pek-li Cien Cien, dan siapa kau?"

198
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Cayhe..."
Mendadak ia rasakan perutnya teramat sakit seolah-olah ada
seekor ular yang sedang menggigit ususnya, ucapannya seketika
merandek. Sambil tarik napas dalam-dalam ia segera salurkan hawa
murninya mengelilingi seluruh badan dan mulai bersemedi.
Dalam waktu singkat wajahnya telah berubah jadi merah padam,
jubah merah yang dikenakan perlahan-lahan ikut mengembung,
himpunan hawa murni yang amat dahsyat dengan mengikuti
peredaran darahnya menyerang ke arah bagian tubuhnya yang terasa
amat sakit.
Pek-li Cien Cien yang menyaksikan keadaan itu dalam hati
merasa amat terperanjat, ia tak menyangka kalau tenaga lweekang
yang dimiliki lelaki berjubah merah itu demikian dahsyatnya. Gadis
itu segera berpikir :
"Mimpi pun aku tak pernah menyangka setelah tubuhnya terkena
racun ulat emas dari suhu, dia masih mampu untuk mengerahkan
tenaga dalamnya... ia betul-betul hebat..."
Beberapa saat kemudian dari atas batok kepalanya mengepul
kabut berwarna putih, makin lama makin menebal hingga akhirnya
seluruh batok kepalanya terlapis oleh kabut berwarna putih itu.
"Siaocia," seru Sioe To dengan nada terkesiap. "Dia jauh lebih
hebat dari loo-ya kita..."
"Sstt, jangan bicara!" seru Pek-li Cien Cien sambil merapatkan
jari tangannya di atas bibir.
Kemudian dengan wajah penuh napsu membunuh selangkah
demi selangkah ia maju mendekati tubuh si anak muda itu, jari
tangannya dipertegang siap-siap melancarkan totokan.
Andaikata totokan tersebut bersarang di tubuh si anak muda itu,
maka niscaya Chee Thian Gak bakal mengalami jalan api menuju
neraka, hawa murninya seketika akan buyar dan tubuhnya jadi Pan-
swie.

199
Saduran TJAN ID

Desiran angin tajam menderu-deru ujung jari gadis itu telah


merobek jubah merah yang dikenakan Chee Thian Gak dan menotok
jalan darah Beng-bun hiat di atas punggung lawan.
Pada detik terakhir sebelum jarinya mengenai sasaran mendadak
pemuda she Chee itu menggeser sedikit tubuhnya ke samping, tanpa
menunjukkan reaksi apa pun ia meneruskan semedinya mengatur
pernapasan.
Air muka Pek-li Cien Cien berubah hebat, ia merasakan kedua
jari tangannya seakan menotok di atas papan baja yang keras
membuat tangannya jadi linu dan kaku.
Dengan hati terkesiap ia mundur satu langkah ke belakang,
pikirnya :
"Tidak aneh kalau suhu terpaksa harus melepaskan racun ulat
emas untuk menghadapi dirinya, dalam mengatur pernapasan untuk
menyembuhkan lukanya pun ia masih mampu untuk melindungi diri
sendiri, kepandaian dahsyat seperti ini boleh dibilang jauh melebihi
kemampuan suhuku sendiri..."
Ia gigit ujung bibirnya lalu berpikir lebih jauh :
"Andaikata aku berhasil menangkap dirinya, betapa senang dan
gembiranya suhu, waktu itu dia pasti akan memuji diriku jauh lebih
mengerti akan urusan."
Dalam pada itu Chee Thian Gak telah berhasil menyudutkan
racun ulat emas yang dilepaskan si Dukun sakti berwajah jelek di dlm
jalan darah Ci Tong hiat dengan andalkan hawa murni aliran
panasnya, setelah itu semua jalan darahnya ditutup rapat-rapat.
Ia menghembuskan napas panjang dan siap meloncat bangun.
Menggunakan kesempatan itulah Pek-li Cien Cien tiba-tiba
meloncat ke depan, telapaknya segera ditekankan ke atas batok kepala
si anak muda itu.
"Jangan berdiri!" bentaknya dengan wajah penuh napsu
membunuh.
Chee Thian Gak melengak, segera tegurnya :

200
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Eeeei... apa yang hendak kau lakukan?"


******

Bagian 18
"APAKAH KAU bermusuhan dengan si Dukun sakti berwajah jelek
dari wilayah Biauw sehingga ia melepaskan racun ulat emas ke dalam
tubuhmu?" tegur Pek-li Cien Cien.
Dalam hati Chee Thian Gak sadar bahwa ia telah bertemu lagi
dengan musuh tangguh, ia hanya heran bahwa dirinya sama sekali
tidak kenal dengan dara berdandan aneh ini, apa sebabnya sekarang
ia malah diancam?
Maka sahutnya :
Sedikit pun tidak salah, siapa kau ?"
"Kau tak usah mengurusi siapakah aku!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... sudah lama cayhe berkelana di
dalam dunia persilatan, tapi belum pernah kujumpai ada orang berani
mengancam keselamatanku dengan cara begini."
"Sekarang akan kusuruh kau rasakan bagaimanakah rasanya
kalau diancam orang..." sahut Pek-li Cien Cien sambil tertawa dingin.
Chee Thian Gak tersenyum.
"Sebenarnya apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku?"
"Putar wajahmu menghadap kemari!"
"Seandainya aku tidak mau mendengarkan perkataanmu?" jengek
Chee Thian Gak diam-diam merasa geli.
"Kalau kau berani membangkang maka sekali tepuk kuhajar jalan
darah 'Pek Hoei hiat'mu, kau tentu tahu bukan bagaimana akibatnya?"
"Hingga detik belum pernah aku diancam orang dengan cara
seperti ini," pikir pemuda she Chee ini di dalam hati. "Pengin kulihat
siapakah sebenarnya orang ini?"
Perlahan-lahan ia menoleh, tampaklah seraut wajah yang amat
cantik terpancang di depan matanya, meski ayu rupawan sayang
matanya membawa napsu membunuh dan bibirnya tersungging
201
Saduran TJAN ID

senyuman yang amat dingin, membuat hati orang yang melihat


merasa bergidik.
Pek-li Cien Cien sendiri diam-diam mengerutkan dahinya
sewaktu menyaksikan cambang serta rambut Chee Thian Gak yang
awut-awutan, tegurnya dengan nada jengkel :
"Hey, sudah berapa lama sih kau belum mandi?"
Pertanyaan ini bukan saja lucu bahkan menunjukkan wataknya
yang polos da bersifat kekanak-kanakan, membuat Chee Thian Gak
yang mendengar mau tertawa tak bisa mau menangis pun sungkan, ia
tertawa getir :
"Apa maksudmu mengajukan pertanyaan seperti ini? Apakah kau
hendak ajak dirimu mandi bersama?"
"Sebelum kukirim dirimu menghadap suhu, kau pasti akan
kumandikan lebih dahulu!"
Haruslah diketahui sejak kecil gadis ini telah dibawa si dukun
sakti berwajah seram pindah ke wilayah Biauw, pergaulannya dengan
bangsa Biauw membuat dara ini terbiasa pula mengikuti tata cara
mereka untuk mandi tiga kali setiap harinya.
Kini menyaksikan keadaan tubuh Chee Thian Gak yang dekil dan
kotor, badannya tanpa terasa jadi ikut gatal hingga timbul niatnya
untuk memandikan tubuh si anak muda itu.
Sebaliknya bagi Chee Thian Gak sendiri, ketika dilihatnya sifat
kekanak-kanakan gadis itu belum hilang, bahkan bicara pun blak-
blakan tanpa tedeng aling-aling, niatnya untuk menusuk telapak
tangan gadis itu dengan rambutnya kemudian menawan dirinya segera
dibatalkan.
Setelah hidup dalam ketegangan selama beberapa tahun, timbul
keinginan dalam hati si pemuda ini untuk mencari sedikit hiburan.
Ia mendehem lalu bertanya :
"Sungguhkah kau hendak memandikan diriku?"

202
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Apakah kau merasa keberatan untuk menghilangkan kotoran


serta dekil yang melekat tubuhmu?" Pek-li Cien Cien balik bertanya
dengan mata terbelalak besar.
"Kau hendak mandikan diriku, apakah tidak takut dimarahi
gurumu?"
Untuk sesaat Pek-li Cien Cien tak dapat menangkap makna
sebenarnya dari ucapan itu, dengan nada serius sahutnya :
"Suhuku dia orang tua paling suka akan kebersihan, tentu saja dia
tak akan memarahi diriku."
"Haaaah... haaaah... haaaah... dengan keadaan suhumu yang dekil
dan kotor masa ia suka akan kebersihan?"
"Kau berani memaki suhuku? Hati-hati, kubunuh dirimu!" ancam
Pek-li Cien Cien dengan mata melotot.
Chee Thian Gak berhenti tertawa, tanyanya :
"Benarkah suhumu adalah si dukun sakti berwajah seram?"
"Sedikit pun tidak salah, kali ini aku telah mengikuti dia orang
tua kembali ke daratan Tionggoan."
Chee Thian Gak melirik sekejap ke arah gadis berbaju hijau yang
berdiri di samping itu, kemudian katanya lagi :
"Kalau begitu rumahmu pastilah berada di sekitar sini?...
Siapakah ayahmu?"
Pek-li Cien Cien tidak menjawab, sebaliknya menatap sepasang
mata si anak muda itu pujinya :
"Ooooh, sungguh indah sepasang matamu!"
Sioe To yang berdiri di samping, ketika dilihatnya secara tiba-
tiba nona majikannya memegang batok kepala lelaki setengah baya
itu dengan tangan telanjang kemudian bergurau dan bercakap-cakap
dengan bebasnya, dalam hati segera berpikir :
"Sungguh besar nyali siaocia ini, bukan saja tangan dan kakinya
telanjang bahkan bergurau dan bercakap-cakap seenaknya dengan
seorang pria asing... tidak aneh kalau orang bilang manusia-manusia
dari wilayah Biauw adalah manusia-manusia liar..."

203
Saduran TJAN ID

Ketika ia mendengar pujian dari siaocia-nya barusan, tanpa terasa


gadis itu ikut alihkan sinar matanya ke arah sepasang mata Chee
Thian Gak, tapi begitu sorot matanya terbentur dengan sorot mata
lawan, jantungnya kontan berdebar keras, buru-buru ia melengos ke
samping.
Tampak Chee Thian Gak tersenyum, ujarnya :
"Eeei... aku toh sedang bertanya siapakah nama ayahmu,
mengapa kau alihkan pembicaraan ke situ?"
"Looya kami adalah setengah kilat Pek li Sie yang amat tersohor
namanya di daerah sekitar Su cuan," buru-buru Sioe To menjawab.
"Hey," tiba-tiba terdengar Pek-li Cien Cien berseru lagi dengan
nada kesemsem, "Secara mendadak kutemukan bahwa gigimu rapi
dan putih, waktu tertawa nampak sangat indah dan menarik. Hey,
seandainya cambangmu dicukur mungkin wajahmu kelihatan
semakin menarik!"
Chee Thian Gak mengerutkan alisnya.
"Apakah ayahmu juga tidak mengurusi dirimu?" serunya. "Hey,
Pek-li Cien Cien, apakah ia setuju kalau kau mandikan diriku?"
Rupanya pada saat itulah Sioe To baru menyadari maksud lain
dari ucapan Chee Thian Gak barusan, ia segera berteriak :
"Siaocia, kau tertipu, ia sudah mengejek dan menghina dirimu!"
Pek-li Cien Cien termenung dan berpikir sebentar, akhirnya dia
pun menyadari akan maksud lain daripada ucapan itu, merah jengah
selembar wajahnya.
"Ciiss, berani benar kau bermaksud jelek terhadap diriku,"
makinya kalang kabut.
Hawa murninya segera disalurkan ke dalam telapak, dalam gusar
dan malunya ia telah himpun segenap kemampuannya untuk
melancarkan sebuah tabokan.
Chee Thian Gak sendiri baru menyesal setelah ucapan itu
meluncur keluar, ia merasa tidak sepantasnya kalau mengucapkan

204
IMAM TANPA BAYANGAN II

kata-kata serendah itu, tapi ia tak pernah menyangka kalau Pek-li Cien
Cien secara tiba-tiba bisa melancarkan serangan.
Dalam keadaan tidak bersiap sedia, hawa murninya segera buyar,
kepalanya terasa pusing tujuh keliling dan seketika itu juga pemuda
tersebut jatuh tak sadarkan diri.
Andaikata peristiwa ini diketahui oleh Song Kim Toa Lhama atau
Hoa Pek Tuo sekalian jago-jago lihay, mereka pasti tak akan percaya
dengan kemampuan silat yang dimiliki Chee Thian Gak ternyata
berhasil dihajar pingsan oleh seorang gadis cilik, andaikata Oorchad
mengetahui akan hal ini maka ia pasti tak akan mempercayai
pandangan matanya sendiri.
Melihat musuhnya roboh tak sadarkan diri, Pek-li Cien Cien
segera berseru sambil tertawa dingin :
"Hmmm, aku masih mengira dia punya kemampuan yang begitu
hebat sehingga berani mengucapkan kata-kata semacam itu terhadap
diriku. Hmmm! Sekarang akan coba kulihat perkataan apa lagi yang
sanggup dia utarakan keluar!"
"Siaocia, apa yang hendak kau lakukan terhadap dirinya?"
"Boyong di pulang ke rumah, kemudian cari orang suruh
mandikan dirinya, setelah itu menunggu sampai suhu pulang. Akan
kuserahkan keparat ini pada suhu."
"Tapi siaocia... bagaimana caranya kita boyong lelaki ini pulang
ke dalam perkampungan?" Sioe To merengek kesulitan.
"Goblok, gotong saja dia keatas kuda kemudian kita masuk
melalui pintu belakang perkampungan, bukankah beres sudah
persoalannya?"
Bicara sampai di situ sinar matanya dialihkan ke atas wajah Chee
Thian Gak, di antara bibirnya yang terbungkam terlintas rasa
penyesalan yang tebal, apakah ia sedang menyesal karena telah
melakukan perbuatan salah?
.....

205
Saduran TJAN ID

Entah berapa saat lamanya telah lewat, Chee Thian Gak


mendusin kembali, ia merasa dirinya berada di sebuah taman bunga
yang sedang mekar dan menyiarkan bau harum...
Mendadak... ia mendengar ada orang memanggil dirinya, suara
itu seolah-olah datang dari suatu tempat yang sangat jauh tapi terasa
dekat pula di sisi tubuhnya.
Ia lari menuju ke tengah kebun, mencari sumber asal mulanya
suara tadi... akhirnya dia benar-benar mendusin.
"Thian... terima kasih atas kemurahanmu, akhirnya aku sadar
kembali!"
Serentetan suara yang merdu berkumandang dari sisi telinganya,
si anak muda itu terperanjat, sekarang ia baru sadar bahwa dirinya
bukan berada dalam impian.
Mengikuti arah berasalnya suara tadi, ia saksikan Pek-li Cien
Cien sedang berdiri di sisi pembaringan sambil memandang ke
arahnya dengan wajah berseri-seri, dua buah lampu lentera tergantung
di kedua belah samping menyoroti wajahnya yang cantik.
Hanya sekejap saja, ia segera teringat bagaimana mungkin
dirinya bisa berbaring di atas pembaringan yang menyiarkan bau
wangi ini, pemuda itu berseru tertahan kemudian meloncat bangun
dari atas ranjang.
Ketika selimut tersingkap, pemuda itu bertambah kaget lagi
sebab ditemuinya ia berbaring hanya memakai celana dalam dan
pakaian dalam saja, baru ia tarik kembali selimut itu untuk menutupi
tubuhnya.
Menyaksikan tingkah lakunya yang gugup dan lucu, Pek-li Cien
Cien tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia tertawa cekikikan.
"Apa yang sedang kau tertawakan?" tegur Chee Thian Gak
dengan nada mendongkol bercampur gusar.
Sinar matanya berkelebat, ia temukan sebuah cermin besar
tergantung di situ dan dari cermin ia dapat menyaksikan wajahnya
yang telah berubah memerah.

206
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aaaah...!" kembali pemuda itu berteriak kaget, ia temukan


jenggot dan cambangnya entah sejak kapan telah dicukur orang
hingga bersih, rambutnya yang awut-awutan telah disisir pula dengan
rapi.
"Eeeei... dimanakah cambangku?" jeritnya.
"Hiiih... hiiiih... hiiih... cambangmu sudah dicukur sampai licin!"
Chee Thian Gak jadi mendongkol bercampur kecewa... ia tak
mengira kalau janggut dan cambang yang dipeliharanya selama
banyak tahun dengan harapan bisa digunakan untuk menyaru sebagai
Chee Thian Gak dan merusak rencana busuk dari Hoa Pek Tuo untuk
merajai Bu lim telah dicukur habis oleh orang lain sewaktu ia tak
sadarkan diri.
Teringat bahwa raut wajahnya telah pulih kembali seperti sedia
kala, Pek In Hoei menghela napas panjang dan menggeleng tiada
hentinya.
"Heeeei.... sungguh aneh kau ini," seru Pek-li Cien Cien sambil
tertawa. "Rupamu begitu tampan dan menarik, kenapa sih malah suka
berdandan begitu kotor dan dekil? Kalau dilihat dari gerak gerikmu,
rupanya kau sedang menyesal dan kecewa karena jenggotmu kucukur
licin..."
pin tertawa getir, pikirnya :
"Mana kau bisa tahu akan kesulitanku?"
Pek-li Cien Cien tanpa malu dan sungkan-sungkan segera duduk
di sisi tubuhnya, ia menegur sambil tertawa :
"Hey siapa sih namamu?"
Melihat gadis cantik ini bukan saja berlengan dan berkaki
telanjang bahkan tanpa sungkan-sungkan dan malu duduk di sisi
tubuhnya, Pek In Hoei jadi kaget, buru-buru ia menyingkir lebih ke
dalam.
Menyaksikan tingkah laku si anak muda itu Pek-li Cien Cien
tertawa cekikikan, saking gelinya sampai tak tahan lagi ia menubruk
ke atas tubuh pemuda itu.

207
Saduran TJAN ID

"Eeeei... nona... kau... kau..." teriak pin kelabakan.


"Kau ini... sungguh menyenangkan sekali!" seru Pek-li Cien Cien
sambil menowel pipi pemuda itu.
"Menyenangkan?" pin betul-betul dibikin menangis tak bisa
tertawa pun susah, dengan wajah serius serunya, "nona, aku minta kau
sedikit tahu diri,haruslah kau ketahui bahwa hubungan antara pria dan
wanita ada batasnya."
"Apa itu batas-batas antara kaum pria dan wanita?" jengek Pek-li
Cien Cien. "Bagi kita yang biasa hidup di wilayah Biauw, tarik
menarik tangan, rangkul merangkul adalah suatu kejadian yang umum
dan biasa, apakah kau tidak tahu setiap tahun di kala orang menari di
bawah sinar rembulan, acara pasti diakhiri dengan masuknya
pasangan pria dan wanita ke dalam gua atau semak belukar yang
gelap, toh mereka tidak apa-apa dan tidak dianggap kelewat batas?"
Diam-diam Pek In Hoei dibikin terkejut juga oleh keberanian
gadis manis ini, segera tanyanya :
"Siapakah yang kau maksudkan dengan mereka?"
"Suku Pay I, suku Lolo, dan suku Biauw, mereka semua berbuat
demikian!..."
"Hmmm, tidak aneh kalau mereka berbuat begitu tak tahu diri,
rupanya kau maksudkan suku-suku liar yang belum beradab itu.
Hmmm... mana bisa adat istiadat mereka dibandingkan dengan tata
kesopanan dari daratan Tionggoan kita?"
Pek-li Cien Cien mengerutkan dahinya dan mendengus dingin.
"Andaikata seseorang telah menyintai pihak yang lain, kenapa
mereka harus sembunyikan rasa cinta dan kasih mereka satu sama
lain? Apakah saling jatuh cinta adalah suatu perbuatan yang keliru?
Hmmm, adat istiadat, tata cara kesopanan kolot yang ditetapkan oleh
setan-setan tua bangka yang sudah mendekati liang kubur, di luarnya
saja mereka suruh orang pegang adat dan jaga diri, padahal dalam
kenyataannya mereka sendiri toh main kasak kusuk dan melanggar
kesusilaan..."

208
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Nona, seandainya di kolong langit tiada peraturan serta tata cara


kesopanan yang mengikat satu sama lainnya, maka perbuatan tiap
manusia tentu akan jadi liar tak tahu malu dan brutal, akan berubah
jadi apakah jagad kita ini? Bagaimanapun juga toh manusia tak bisa
kau samakan dengan binatang liar! Bukan begitu?" seru Pek In Hoei
dengan wajah serius.
Sorot mata yang tajam mendadak memancar keluar dari balik
kelopak matanya, ia berkata lebih jauh :
"Sedangkan mengenai tuduhan nona yang mengatakan
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan para pujangga... hal
ini harus diingatkan pula bahwa manusia bukanlah makhluk yang
super sempurna, suatu saat mungkin saja seseorang melakukan
kesalahan, karena itu aku minta agar kau jangan sembarangan
mencerca atau pun menghina para cianpwee dan pujangga besar..."
"Aduuuh mak! Sungguh tak nyana dengan usiamu yang masih
begini muda, ternyata otaknya telah dipenuhi dengan segala macam
peraturan yang kolot dan kuno," seru Pek-li Cien Cien sambil tertawa
merdu.
Ia merandek sebentar kemudian katanya lagi :
"Bukankah Khong Coe pernah berkata bahwa Cinta adalah
perasaan yang dimiliki setiap insan manusia? Apakah rasa cinta antara
seorang pria terhadap seorang wanita adalah suatu perbuatan yang
melanggar susila?..."
Diam-diam Pek In Hoei tarik napas dingin, ia tak menyangka
sama sekali kalau gadis cili yang datang dari wilayah Biauw ini
ternyata mengerti banyak akan urusan, untuk beberapa saat lamanya
ia tak sanggup membentak atau pun mengucapkan sepatah kata pun.
Akhirnya setelah termenung beberapa saat lamanya terpaksa ia
berkata :
"Sudah... sudahlah... anggap saja apa yang kau ucapkan barusan
adalah benar. Tetapi bagaimanapun juga kau toh harus memberi
kesempatan bagiku untuk bangun!"

209
Saduran TJAN ID

Merah padam selembar wajah gadis manis itu.


"Beritahu dulu kepadaku, siapa namamu? Setelah itu aku akan
melepaskan dirimu untuk bangun."
Pek In Hoei tidak langsung menjawab, ia termenung dan berpikir
beberapa saat lamanya, kemudian baru jawabnya :
"Baiklah, akan kuberitahukan siapa namaku, tapi kau harus janji
jangan katakan kepada suhumu lho!"
"Suhu dan ayah sedang keluar rumah, mungkin tiga empat hari
lagi baru akan pulang ke sini..." kata Pek-li Cien Cien, dengan
lidahnya ia membasahi ujung bibirnya yang kering lalu terusnya,
"Hayo cepat toh beritahu namamu, kemudian aku akan lenyapkan
racun ulat emas yang mengeram dalam tubuhmu kalau tidak... awas,
tak akan kupedulikan lagi mati hidupmu!"
"Cayhe Pek In Hoei bukanlah manusia yang takut akan mati!"
kata pemuda itu sambil tertawa hambar. "Sekarang tolong nona keluar
dahulu sebab aku mau berpakaian, masa kau suruh aku berada dalam
keadaan telanjang terus?"
"Pek In Hoei? Ooooh...! Sungguh indah dan menarik namamu
itu!... Hey, Pek In Hoei, coba katakanlah apakah namaku pun enak
didengar dan menarik??"
"Menarik, menarik sekali," jawab si anak muda tak sabaran,
"Nah! Sekarang harap nona keluar dahulu!"
"Huuh... kenapa aku mesti keluar?? Pakaianmu toh aku yang
lepaskan semua... rasanya kau pun tak usah malu-malu lagi terhadap
diriku, sebab seluruh badanmu sudah kulihat semua ketika aku
melepaskan pakaianmu tadi..." ia tatap wajah pemuda itu tajam-tajam
dan menambahkan, "Hey, halus amat kulit badanmu... aduh... bukan
saja putih bersih bagaikan salju bahkan keras berotot... waah dipegang
dan diraba... syuuur nikmat sekali!"
Merah padam selembar wajah Pek In Hoei mendengar perkataan
itu, batinya di dalam hati :

210
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Eeei... eei... eei... perempuan macam apakah orang ini? Kalau


dilihat rupa serta gerak-geriknya semestinya dia sudah mengerti akan
hubungan antara laki dan perempuan, kenapa sih tingkah lakunya
begitu tak tahu malu dan tebal muka?? Huuuh! tidak sepantasnya
kalau aku anggap perbuatannya ini karena sifatnya yang masih polos
dan lincah..."
Sementara ia masih membatin mendadak pintu terbuka dan
muncullah seorang gadis berbaju hijau yang membawa sebuah
nampan di tangannya, tatkala sorot matanya terbentur dengan raut
wajah Pek In Hoei yang ganteng tanpa sadar merah jengah pipinya,
sorot mata cinta dan sayang terpancar keluar dari balik matanya.
"Sioe To!" tegur Pek-li Cien Cien dengan nada tidak senang.
"Bukankah aku melarang kau masuk kemari? Kenapa tanpa mengetuk
pintu kau langsung nyelonong masuk ke dalam kamar?"
"Nona, bukankah tadi kau suruh aku yang buatkan kuah bunga
teratai untuk sauw ya ini menangsal perut? Nih, aku bawakan kuah
bunga teratai..."
"Hmm, letakkan saja di atas meja!" perintah Pek-li Cien Cien
ketus.
Sementara itu Pek In Hoei sedang duduk di balik selimut dengan
wajah tersipu-sipu ketika sinar matanya menyapu sekejap wajah Sioe
To tadi, diam-diam hatinya merasa terkejut, pikirnya :
"Aduuuh celaka! Rupanya dayang cilik ini pun sudah ikut
kesurupan setan..."
Ia sadar bahwa wajahnya terlalu tampan dan terlalu menarik bagi
pandangan kaum gadis, apabila ia tak sanggup merahasiakan perasaan
hatinya dan baik-baik menjaga diri, maka sedikit meleng saja akan
mengakibatkan banyak gadis cantik tergila-gila kepadanya.
Ia telah memperoleh banyak pengalaman dari gadis-gadis yang
pernah dijumpainya pd masa lampau, seperti Kong Yo Siok Peng,
Wie Chin Siang, It-boen Pit Giok... ia berhasil mengetahui perasaan
kagum dan cinta mereka dari sorot mata yang jeli itu...

211
Saduran TJAN ID

Dan kini dari sorot mata Pek li Cian Cian serta Sioe To kembali
ia temukan pancaran sinar cinta yang sama seperti yang lain...
Timbul perasaan gentar dalam hati kecilnya, diam-diam ia
membatin :
"Dendam kesumat sedalam lautan yang masih kutanggung sama
sekali belum berhasil dituntut balas, mana boleh aku terjerumus ke
dalam belaian kasih serta pelukan mesra kaum gadis muda? Malam
ini bagaimanapun juga aku harus berusaha untuk melarikan diri dari
sini."
Sinar matanya berkilat, setelah merandek beberapa saat ia
bertanya : "Eeeei! Kau simpan di mana itu kapak sakti serta kutang
pelindung badanku?"
Sementara itu Sioe To sedang memandang wajah Pek In Hoei
dengan termangu-mangu, tatkala mendengar pertanyaan tersebut,
buru-buru ia letakkan sebuah kotak ke atas meja sembari ujarnya :
"Kutang pelindung badan serta kapak saktimu itu telah kusimpan
semua dalam almari..."
"Sioe To siapa suruh kau ikut usil disini? Ayoh cepat enyah dari
dalam kamar ini!" hardik Pek li Cian Cian semakin mendongkol.
Dengan perasaan berat dan tidak rela serta bibir yang dicibirkan
terpaksa dayang berbaju hijau itu mengundurkan diri dari kamar,
sesaat sebelum meninggalkan pintu ruangan dengan pandangan
mendalam dan berat kembali ia lirik sekejap wajah si anak muda.
Pek li Cian Cian bukanlah seorang gadis yang bodoh, dari gerak-
gerik yang ditunjukkan Sioe To ia telah berhasil menebak isi hatinya,
maka seraya mendengus dingin tegurnya :
"Hey budak sialan, kalau kau berani berebutan lelaki ini dengan
diriku... awas! Selembar jiwamu bisa kucabut tanpa mengenal
kasihan."
Berbicara sampai di situ ia lantas berpaling kembali dan tertawa
merdu. "In Hoei!" serunya. "Kau tak usah bangun, biarkanlah aku
yang menyuapkan kuah teratai itu untukmu..."

212
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Selama hidup belum pernah kujumpai perempuan yang


tak tahu malu seperti dia..." pikir Pek In Hoei dengan alis berkerut,
wajahnya segera berubah membesi, serunya :
"Terima kasih atas maksud baik dari nona, cayhe tidak ingin
mendahar makanan apa pun juga."
"Apakah racun ulat emas itu kembali sudah kambuh?"
pin menggeleng.
"Selama beberapa hari ini cayhe merasa luar biasa lelahnya,
sekarang aku kepengin sekali tidur dengan nyenyaknya... lagi pula
kepala cayhe terasa rada pening, oleh sebab itu aku berharap agar
nona jangan mengganggu diriku lagi."
"Aduuuh... ! Apakah badanmu panas? Coba... coba biar kuraba
keningmu..."
Sembari berkata ia lantas ulurkan tangannya bermaksud meraba
kening si anak muda itu, tetapi Pek In Hoei telah mengingos ke
samping dengan perasaan jemu.
Melihat rabaannya dihindari, Pek li Cian Cian melengak, pikirnya
:
"Jangan-jangan ia benci dan muak kepadaku karena gerak-
gerikku yang terlalu bebas?"
Pada dasarnay ia memang seorang gadis yang cerdik, hanya
cukup meninjau dari sikap serta perubahan wajah si anak muda itu
saja ia lantas mengerti dimanakah letak kesalahan dirinya. Setelah
termenung berpikir sejenak batinnya :
"Baiklah mulai besok pagi, aku harus menarik kembali sikap
serta tingkah lakuku yang terlalu bebas ini, aku tak boleh
menggunakan tata cara yang biasa berlaku di wilayah Biauw untuk
menghadapi dirinya, karena bagaimanapun juga dia tetap seorang
bangsa Han dan bukan orang dari suku Biauw..."
Sebaliknya ketika Pek In Hoei melihat gadis itu membungkam
dan tidak berbicara lagi timbul rasa menyesal dalam hati kecilnya. Ia
lantas mendehem dan berkata :

213
Saduran TJAN ID

"Cayhe merasa tidak enak badan dan ingin tidur..."


Pek li Cian Cian tertawa hambar.
"Sekarang sudah malam, memang sudah waktunya bagimu untuk
beristirahat..." ia bangkit berdiri dari atas pembaringan. "Apakah kau
tidak habiskan dulu kuah teratai ini sebelum pergi tidur?"
"Aku rasa tak perlu, terima kasih atas perhatianmu," jawab
pemuda itu sembari menggeleng, setelah merandek sejenak
tambahnya :
"Aku... apakah aku tidur disini?"
"Apa salahnya kau tidur di situ? Kamar ini adalah kamar
pribadiku, siapa pun tak akan berani nyelonong masuk kemari secara
sembarangan."
"Hmm, peduli amat ini adalah kamar pribadimu atau bukan,"
pikir Pek In Hoei dalam hati, "asal kau sudah pergi dari sini aku segera
akan bangun dan berpakaian lalu melarikan diri lewat jendela,
bagaimanapun juga aku toh tak akan terlalu lama tidur disini, apa
salahnya kalau sekarang berpura-pura dulu?"
Karena berpikir demikian maka dengan mulut membungkam dia
lantas tarik selimut dan merebahkan diri.
Dengan mesra dan penuh kasih sayang Pek li Cian Cian
membongkokkan badannya membetulkan ujung selimut yang
tergulung, lalu ujarnya halus :
"Mulai besok pagi aku akan berusaha untuk memusnahkan racun
ulat emas yang mengeram dalam tubuhnya, sekarang tidurlah dengan
nyenyak dan jangan berpikir yang bukan-bukan."
"Huuh! mana ada hari esok bagimu?" jengek Pek In Hoei di
dalam hati. "Sebentar lagi aku bakal kabur dari sini!"
Tetapi sebelum ingatan tersebut selesai berkelebat dalam
benaknya, menggunakan kesempatan di kala membetulkan selimut
yang menggulung itulah Pek li Cian Cian telah menotok jalan darah
tidurnya.

214
IMAM TANPA BAYANGAN II

Seketika itu juga Pek In Hoei merasakan pandangannya jadi


kabur dan keadaannya makin berkurang, jeritnya di dalam hati :
"Aduuuh celaka, aku sudah terkena tipu muslihat setan cilik ini!"
Tetapi ia tak sempat mengerahkan tenaga dalamnya lagi untuk
membebaskan diri dari pengaruh totokan, tahu-tahu si anak muda itu
sudah tertidur pulas.
Memandang Pek In Hoei yang tertidur dengan nyenyaknya di
atas pembaringan, rasa bangga tertera di atas wajah Pek li Cian Cian,
pikirnya :
"Peduli kau adalah si jago pedang berdarah dingin atau bukan,
aku pasti akan berusaha untuk memeluk dirimu ke dalam
rangkulanku!"
Ia menghembuskan napas panjang dan berjalan ke depan cermin,
di situ perlahan-lahan ia lepaskan baju luarnya, melepaskan gelang
emas yang dikenakan di lengannya dan unjukkan senyuman manis ke
hadapan cermin gumamnya dengan suara lirih :
"Mulai besok, kau telah menjadi Pek hujien!"
Dari atas meja ia mengambil seutas kain tipis untuk mengikat
rambutnya yang panjang dan lebar, kemudian melepaskan gaun dan
pakaian hingga akhirnya tinggal kutang berwarna merah serta celana
dalamnya yang tipis.. Diikuti ia menguap keras, memadamkan lampu
lentera dalam kamar hingga suasana jadi gelap gulita...
Di tengah kegelapan terdengar kelambu diturunkan serta suara
gemericitan di atas pembaringan, setelah itu suasana pulih kembali
dalam kesunyian...
Malam itu adalah suatu malam yang lembut dan hangat...
kelembutan yang membawa kemesraan serta keharuan... membuat
orang susah melupakan kenangan manis itu...
.....
Sambil berpangku tangan Pek In Hoei berdiri termangu-mangu
di pinggir sungai yang membentang di sisi perkampungan Hong Yap
Sancung, hatinya terasa amat risau dan diliputi oleh kesedihan.

215
Saduran TJAN ID

"Mungkin selama hidupku tak akan kujumpai suatu percintaan


yang betul-betul kekal dan abadi... semua kelembutan, kemesraan
serta kehangatan selamanya tak akan bisa berdiam terlalu lama di sisi
tubuhku..." pikir di dalam hati.
Kong Yo Siok Peng, Wie Chin Siang serta ibpt semua pernah
membakar api cinta yang tersembunyi dalam hatinya, tetapi kobaran
api cinta itu hanya kobaran sebentar saja, tidak lama kemudian padam
dan musnah dengan sendirinya, kini ia harus berdiam dalam
perkampung Hong Yap Sancung dan menerima perawatan serta cinta
kasih dari Pek li Cian Cian.
Nasib telah menentukan setiap gerak-geriknya, hidup yang
terombang-ambing bagaikan daun kering terhembus angin memaksa
dia harus muncul dalam dunia persilatan dan menghadapi pelbagai
peristiwa dan kejadian dengan raut wajah yang berbeda.
"Aaaa...! Inilah kesedihan yang terbesar dalam kehidupan
seorang manusia," gumamnya dengan kepala tertunduk rendah-
rendah. "Pekerjaan yang paling disukai tak bisa dilakukan, orang yang
dicintai tak bisa didapatkan..."
Suara gemerincingan merdu berkumandang datang dari arah
belakang, tanpa berpaling lagi ia telah mengetahui siapa yang telah
datang, tetapi ia pura-pura berlagak pilon, sorot matanya segera
dialihkan ke atas mega putih yang melayang-layang di tengah udara.
"Hey!" suara teguran merdu berkumandang datang dari arah
belakang diikuti bau harum semerbak berhembus lewat menusuk
penciuman, sebuah tangan yang lembut dan halus menepuk bahunya.
Pek In Hoei mengerutkan alisnya dan perlahan-lahan menoleh ke
belakang.
"Hey, apa yang sedang kau pikirkan? Mengapa kau berdiri
termangu-mangu di sini?" tegur Pek li Cian Cian dengan senyuman
manis menghiasi bibirnya.
"Tidak, aku tidak memikirkan apa-apa!" sahut si anak muda itu
sambil menggeleng.

216
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sudahlah kau tak usah membohongi diriku, aku tahu apa yang
sedang kau pikirkan!"
"Kau tahu apa yang sedang kupikirkan?" Pek In Hoei tertawa
hambar.
"Bukankah kau sedang membenci diriku?"
"Membenci dirimu?" si anak muda itu gelengkan kepalanya
berulang kali. "Tidak... tak nanti aku membenci kepada orang lain,
aku hanya membenci kepada diriku sendiri!"
"Kenapa?... Hmmm! sekarang aku tahu sudah, kau tentu sedang
memaki diriku, kau maki aku tidak sepantasnya mendapatkan dirimu
dengan menggunakan tipu muslihat, bukankah begitu?"
Pek In Hoei tidak menjawab, memandang awan putih yang
bergerak di tengah udara, otaknya berputar ke sana kemari dengan
kacaunya, ia merasa semua jalan yang ditempuh adalah buntu dan ia
gagal untuk melepaskan simpul mati yang membelenggu pikirannya.
Dalam waktu yang amat singkat sudah amat banyak... banyak
sekali yang dipikirkan, semua persoalan yang belum pernah ia
pikirkan pada masa yang silam atau persoalan yang pernah dipikirkan
tetapi belum berhasil diselesaikan, saat ini berkumpul dan
berkecamuk semua jadi satu dalam benaknya.
Dengan perasaan penuh penderitaan ia berpikir :
"Aku tidak sepantasnya belajar ilmu silat... sejak aku mengerti
persoalan dan tahu urusan aku sudah tidak berminat untuk belajar
silat, sungguh tak kusangka saat ini aku bisa menjadi anggota dunia
persilatan, aku harus menanggung banyak resiko dan kerepotan..."
Dengan tajam ia menyapu sekejap wajah Pek li Cian Cian,
kemudian pikirnya lebih jauh :
"Kalau tidak tak nanti aku bisa berjumpa dengan dirinya, dan
terjebak ke dalam tipu muslihatnya..."
Ia gelengkan kepalanya berulang kali dan berpikir kembali.

217
Saduran TJAN ID

"Sungguh tak kusangka kecerdikanku selama ini ternyata


percuma saja, akhirnya aku masih juga terjerumus ke dalam
jebakannya!"
Ketika dilihatnya si anak muda itu tidak berbicara, Pek li Cian
Cian segera berkata :
"meskipun aku tahu bahwa perbuatan aku itu salah besar, tetapi
hati kecilku mengatakan bahwa aku benar-benar telah jatuh cinta
kepadamu, aku tidak ingin kehilangan dirimu lagi!"
"Tetapi... benarkah perbuatanmu itu? Apakah cinta kasih bisa
didapatkan dengan akal dan tipu muslihat?" seru Pek In Hoei tertawa
getir.
Dengan mata terbelalak Pek li Cian Cian memandang wajah si
anak muda itu tak berkedip, sepatah kata pun tak sanggup diucapkan.
"Tahukah kau? Meskipun kau telah berhasil mendapatkan
badanku tetapi kau tak akan memperoleh hatiku," ujar Pek In Hoei
lagi dengan gemas bercampur mendongkol. "Andaikata aku tidak
cinta kepadamu, bagaimanapun juga kau tak akan berhasil memaksa
aku jatuh cinta kepadamu!"
Titik air mata mulai jatuh bercucuran membasahi wajah Pek li
Cian Cian, dengan wajah termangu-mangu ia menatap wajah Pek In
Hoei, bibirnya bergetar keras dan air mata bercucuran semakin
deras...
Melihat gadis itu menangis, Pek In Hoei menghela napas
panjang.
"Aaaai...! sudah, sudahlah, anggap saja aku yang tidak benar,
tidak sepantasnya kuucapkan kata-kata semacam ini kepadamu!"
"Kau... kalau aku... aku tidak berbuat demikian... aku... aku tak
akan berhasil mendapatkan dirimu," seru Pek li Cian Cian dengan
suara sesenggukan. "Pek In Hoei, kau tak tahu betapa cintanya aku
terhadap dirimu, aku rela mengorbankan apa pun juga yang kumiliki
demi dirimu... aku rela mengorbankan jiwa ragaku..."

218
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalau begitu mulai sekarang janganlah kau berdandan semacam


ini!" tukas si anak muda itu dengan alis berkerut.
"Baik! Aku pasti akan menuruti perkataanmu, aku pasti akan
melakukan perbuatan yang menyenangkan hatimu!"
"Aaaai...! Aku harus melakukan perjalanan lagi di dalam dunia
persilatan, aku masih mempunyai banyak persoalan dan pekerjaan
yang belum selesai kulakukan, apakah kau rela mengikuti diriku
untuk berkelana dan menjelajahi seluruh penjuru dunia?? Bukankah
kau masih punya suhu dan ayah?? Apakah kau tega meninggalkan
mereka semua?"
"Aku tidak akan mempedulikan mereka lagi, aku tak akan
memikirkan mereka lagi, aku bersumpah akan turut serta dirimu
walau kau hendak pergi kemana pun juga."
"Tapi... apa gunanya kita berbuat demikian?" seru Pek In Hoei
sambil geleng kepala dan tertawa getir.
"Bukankah ilmu silat yang kau miliki sangat lihay? Apakah
dengan kemampuan yang kau miliki kau masih jeri terhadap mereka?"
pin terkesiap, dengan rasa kaget ia angkat kepala dan menatap
tajam wajah gadis itu, mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau Pek
li Cian Cian bisa memiliki keteguhan imam serta kebulatan tekad
yang begitu kukuh.
Pikirnya dalam hati :
"Belum pernah kujumpai di kolong langit ini terdapat manusia
yang berani menghianati guru dan ayahnya semacam perempuan ini...
ia betul-betul seorang wanita yang berbahaya!"
Sementara itu Pek li Cian Cian telah berkata lagi dengan nada
sedih : "Aku mengerti kau tak akan mencintai diriku!"
Pek In Hoei merasa tidak enak untuk menanggapi perkataan itu
maka ia cuma tertawa getir dan membungkam dalam seribu bahasa,
dalam hatinya mulai timbul rasa jemu yang tak terkirakan.
Air mata bercucuran dengan derasnya membasahi wajah gadis
itu, terdengar ia bergumam kembali :

219
Saduran TJAN ID

"Andaikata kau mencintai diriku, maka kau pasti dapat berkorban


demi diriku!"
"Sayang harapanmu itu hanya kosong belaka," sambung Pek In
Hoei ketus. "Selama hidup belum pernah aku mencintai seorang
gadispun!"
"Aku tidak pernah," jerit Pek li Cian Cian dengan badan bergetar
keras, ia tatap wajah pemuda itu tak berkedip.
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Bukan saja dahulu tak pernah, mulai detik ini aku pun tak akan
mencintai gadis atau perempuan macam apa pun juga, termasuk
dirimu, kau boleh legakan hati."
Sekujur tujuh Pek li Cian Cian gemetar keras, tanpa sadar ia
mundur satu langkah ke belakang dengan nada gemetar serunya :
"Kau... kau... hatimu betul-betul kejam, aku bersikap begitu baik
terhadap dirimu, tapi sebaliknya kau... kau..."
"Apa salahnya? Toh kau sudah tahu bahwa aku adalah si jago
pedang berdarah dingin, aku adalah manusia yang tak kenal apa
artinya cinta!"
Pek li Cian Cian tak pernah menyangka hubungan mereka yang
baru saja berlangsung hangat tiba-tiba telah berubah jadi dingin dan
renggang, bahkan Pek In Hoei menunjukkan sikap begitu ketus dan
hambar, Ia gigit bibirnya keras-keras dan berseru :
"Apakah kau sudah melupakan sama sekali perbuatanmu kemarin
malam..."
"Kemarin malam!" Pek In Hoei teringat kembali, ketika pagi tadi
ia bangun dari tidurnya telah ditemukan dirinya berbaring dalam
keadaan telanjang bulat...
Meskipun Pek li Cian Cian begitu cantik tetapi ia sama sekali
tidak tertarik atau pun terangsang olehnya.
Ia masih ingat ketika ia menemukan dirinya berbaring dalam
keadaan telanjang bulat di sisi sang gadis yang berada dalam keadaan
polos pula, tiada napsu yang merangsang dirinya, tetapi sewaktu

220
IMAM TANPA BAYANGAN II

selimut yang menutupi badan mereka mereka disingkap, terasa segera


ditemukannya titik noda darah di atas pembaringan..."
Ia menghela napas panjang, gumamnya :
"Siapa tahu apa yang telah kulakukan kemarin malam?"
"Hmmm, kau betul-betul manusia berhati keji," teriak Pek li Cian
Cian penuh kebencian.
Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, mendadak muncul
seorang lelaki berusia setengah baya lari menghampiri mereka.
"Hey, apa yang telah terjadi?" tegur gadis itu segera sambil
menyeka air mata.
Dengan wajah hijau membesi lelaki itu jatuhkan diri berlutut di
atas tanah dan menjawab :
"Di luar perkampungan telah kedatangan seorang sastrawan yang
mengaku berasal dari luar lautan, ia paksa hamba untuk melaporkan
kedatangannya kepada cung-cu..."
"Kenap tidak kau katakan kepadanya bahwa Cung cu tidak
berada di dalam perkampungan?" maki Pek li Cian Cian gusar.
"Dia... dia bilang apa pun yang terjadi, Cung-cu kami harus
ditemui juga..." setelah menelan air ludah tambahnya, "Ia menyebut
dirinya Poh Giok cu."
"Poh Giok cu?" seru Pek In Hoei terperanjat. "Apakah tiga dewa
dari luar lautan telah datang semua?"
"Benar, disamping itu terdapat pula seorang nikouw tua serta
seorang dara berbaju merah yang menanti di samping."
Pek In Hoei semakin terperanjat dibuatnya, ia segera bertanya :
"Apakah kau melihat sesuatu benda yang dicekal nikouw tua
itu?"
"Hamba melihat di tangannya membawa sebuah seruling yang
terbuat dari besi baja."
"Ooooh Thiat-Tie Loo-nie telah datang," gumam pemuda she Pek
itu. "Kalau begitu dia pun tentu ikut datang."

221
Saduran TJAN ID

"Apa? Tiga dewa dari luar lautan telah datang?" sementara itu
terdengar Pek li Cian Cian berseru kaget.
Air muka Pek In Hoei berubah hebat, pikirnya :
"Andaikata sekarang It-boen Pit Giok menemukan aku berada
disini, entah apa yang ia pikirkan, aku rasa lebih baik untuk sementara
waktu bersembunyi saja di dalam kalau tidak..."
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya,
mendadak dari tengah udara melayang datang sesosok bayangan
manusia.
Dari jarak kurang lebih lima tombak di hadapannya dengan sebat
dan cepat meluncur datang seorang pelajar berusia pertengahan dan
melayang turun tepat di hadapannya.
Dalam pada itu sambil bergendong tangan Pek In Hoei masih
berdiri di sisi sungai yang membujur dalam perkampungan Hong Yap
San-ceng ketika memandang kehadiran pelajar berusia pertengahan
itu hatinya bergetar keras, pikirnya :
"Siapakah pelajar berusia pertengahan ini?? Begitu gagah dan
agung wajahnya..."

222
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 10
HAMPIR-HAMPIR saja ia tidak percaya kalau pelajar berusia
pertengahan yang berdiri di hadapannya sekarang adalah salah satu di
antara tiga dewa dari luar lautan yang namanya telah menggetarkan
seluruh sungai telaga, menurut kabar yang tersiar dalam Bu lim orang
mengatakan bahwa Poh Giok cu telah berusia lanjut, tapi dalam
kenyataan keadaannya tidak lebih bagaikan seorang pelajar berusia
pertengahan, sudah tentu Pek In Hoei merasa amat terperanjat.
Sebaliknya Poh Giok cu sendiri pun merasa tertegun ketika
menyaksikan kegagahan serta keagungan Pek In Hoei, dengan sorot
mata berkilat ia awasi wajah pemuda itu sekejap kemudian tegurnya :
"Hey bocah cilik, apakah kau adalah anggota perkampungan
Hong Yap San cung..."
Pek In Hoei melengak, sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu
Pek li Cian Cian telah membentak nyaring :
"Huuh! berapa besar sih usiamu, berani betul menyebut orang
lain sebagai bocah cilik!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Poh Giok cu mendongak dan
tertawa terbahak-bahak. "Nona cilik, kalau usia loohu dibandingkan
dengan umur ayahmu, jauh lebih tua, rasanya menyebut kalian
sebagai bocah cilik pun tidak terlalu merendahkan derajat kalian
bukan..."
Pek li Cian Cian semakin gusar dibuatnya, sejak kecil ia
dibesarkan dalam wilayah Biauw yang kehidupan serta adat
istiadatnya jauh berbeda dengan daratan Tionggoan, pergaulannya

223
Saduran TJAN ID

dengan suku liar mengakibatkan sifatnya pun banyak terpengaruh


oleh mereka.
Dengan wajah berubah hebat segera bentaknya :
"Kau berani bicara lagi!"
Badannya bergerak maju empat langkah ke depan, sang telapak
berkelebat membelah angkasa dan langsung membabat tubuh Poh
Giok cu.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bocah cili yang tak tahu sopan
santun," seru Poh Giok cu sambil tertawa tergelak, cepat ia kebaskan
ujung bajunya ke depan. "Ayoh cepat panggil keluar orang tuamu..."
Baru saja angin pukulan dari gadis itu meluncur keluar,
mendadak terasalah segulung tenaga yang tak berwujud menghapus
seluruh kekuatan tenaga serangannya hingga lenyap tak berbekas, hal
ini membuat hatinya sangat terperanjat. Sebelum ia sempat menarik
kembali telapaknya tahu-tahu segulung tenaga pukulan yang tak
berwujud kembali menggulung tiba melontarkan badannya meluncur
ke belakang.
Cepat-cepat Pek In Hoei maju memayang tubuhnya sehingga
tidak sampai jatuh terjengkang ke atas tanah, serunya :
"Kau tidak terluka bukan..."
Pek li Cian Cian merasa hatinya jadi manis bercampur hangat,
seketika itu juga ia melupakan peristiwa terjengkangnya dia oleh
dorongan tenaga tak berwujud dari Poh Giok cu, bibirnya bergetar dan
sahutnya dengan manja :
"Aku sudah dipermainkan orang... ayoh cepat gebah pergi tua
bangka yang suka mencari kemenangan di antara kaum muda itu...
Huuh! aku jemu sekali melihat tampangnya..."
Walaupun ia sudah memiliki watak kejam, telengas dan tak kenal
budi dari si Dukun Sakti Berwajah Seram, tetapi bagaimanapun sifat
kekanak-kanakannya masih belum hilang, kini setelah menjumpai si
anak muda itu turun tangan membantu dirinya, seketika itu juga sikap
Pek In Hoei yang ketus dan tak berbudi sudah dilupakan sama sekali.

224
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aku bukan menolong dirimu," terdengar Pek In Hoei berkata


sambil tertawa getir. "Aku hanya tidak ingin kau bertindak liar seperti
itu..."
Setelah merandek sejenak, ujarnya lagi dengan nada ketus :
"Kau tak akan berhasil mendapatkan diriku, karena aku tak akan
mencintai kaum wanita macam apa pun..."
Pada saat itu Pek li Cian Cian sedang dimabokkan oleh
kehangatan pelukan si anak muda, terhadap apa yang dikatakan sama
sekali tidak didengar olehnya, bahkan masih sengaja menggoyang-
goyangkan pinggulnya memperlihatkan kepandaiannya untuk
menghadapi kaum pria yang paling jitu, sayang Pek In Hoei adalah
lelaki nomor satu di kolong langit yang tidak doyang menelan rayuan-
rayuan semacam itu, terhadap tingkah laku gadis tersebut ia cuma
tertawa getir belaka.
Poh Giok cu yang berdiri di sisi kalangan dapat menangkap setiap
perkataan pemuda itu dengan jelas, dengan pandangan tercengang ia
awasi si anak muda itu, orang tua ini merasa rada tidak percaya kalau
seorang pemuda yang masih muda belia ternyata memandang benci
terhadap kaum wanita di kolong langit, hingga terhadap gadis cantik
macam Pek li Cian Cian pun tidak tertarik.
Ia gelengkan kepalanya berulang kali sambil bergumam :
"Bocah cilik boleh dibilang betul-betul berhati keji sampai dalam
perkampungan pun ia tak sungkan-sungkan dan mengerti akan belas
kasihan..."
Sorot mata Pek In Hoei berkilat.
"Kenapa? Apakah ucapanku telah salah kuutarakan keluar?"
tegurnya.
Poh Giok cu terkejut, tiba-tiba ia temukan munculnya bekas
telapak merah di antara sepasang alis pemuda itu, kian lama bekas
merah itu kian bertambah jadi jelas, dengan kaget orang itu berseru
tertahan.

225
Saduran TJAN ID

"Sungguhkah di kolong langit terdapat manusia semacam ini..."


gumamnya.
Manusia aneh dari luar lautan ini boleh dibilang merupakan
seorang jago sakti yang bisa meramalkan kejadian yang akan datang
maupun yang bakal terjadi, ia sadar bahwa bekas merah darah di
antara sepasang alis Pek In Hoei menandakan bahwa dia adalah lelaki
nomor satu di kolong langit yang tidak kenal apa artinya 'cinta'.
Kebanyakan orang semacam ini mempunyai bakat yang bagus serta
kecerdikan yang luar biasa, tetapi terhadap persoalan yang
menyangkut dendam atau pun sakit hati biasanya teristimewa
hapalnya, barangsiapa yang pernah melakukan kesalahan terhadap
dirinya maka sebagian besar akan menemui ajalnya di ujung senjata
orang itu juga.
Dengan pandangan tertegun orang tua itu berdiri menjublak,
sementara otaknya berpikir lebih jauh :
"Seandainya bocah ini bertemu dengan guru kenamaan maka ia
akan menjadi pendekar paling kosen di kolong langit, sebaliknya
andaikata ia salah jalan maka dunia akan diobrak-abrik hingga tiada
kehidupan yang tenang setiap harinya, banjir darah bakal melanda di
mana-mana, pembunuhan kesadisan serta kebrutalan akan merajalela
di seluruh kolong langit..."
Berpikir demikian, senyuman yang semula menghiasi bibirnya
seketika lenyap tak berbekas, tegurnya :
"Hey bocah cilik, siapa namamu?"
"Hmmm, apakah kau tidak merasa terlalu cerewet untuk
mengajukan pertanyaan semacam itu??" jengek pemuda kita ketus.
"Pek In Hoei..." mendadak dari tempat kejauhan berkumandang
datang suara teriakan nyaring, tampak bayangan merah berkelebat
lewat, It-boen Pit Giok laksana bianglala yang membelah bumi tahu-
tahu sudah melayang turun di sisi tubuh Poh Giok cu.
Tetapi ketika dilihatnya Pek li Cian Cian sedang menyandarkan
diri di dalam pelukan Pek In Hoei, air muka It-boen Pit Giok seketika

226
IMAM TANPA BAYANGAN II

berubah hebat, seolah-olah terkena gempuran keras untuk beberapa


saat lamanya ia berdiri menjublak dan tak sanggup mengucapkan
sepatah kata pun.
Perlahan-lahan Pek In Hoei mendongak, memandang sekejap ke
arahnya dengan pandangan dingin dan berseru ketus :
"Ooooh, ternyata kau..."
"Kau... kau... aku benci dirimu sampai mati!" jerit It-boen Pit
Giok dengan suara gemetar, ia tarik ujung baju Poh Giok cu dan
serunya lebih jauh, "Supek, ayoh kita pergi saja..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... yang ajak datang kemari juga kau,
sekarang ajak pergi juga kau, waaah... sampai aku pun dibikin
bingung dan tak habis mengerti oleh sikapmu ini!" omel Poh Giok cu
sambil tertawa terbahak-bahak.
Diserobot dengan kata-kata yang tajam seperti itu merah jengah
seluruh wajah It-boen Pit Giok yang dingin, sekalipun ia sangat
membenci diri Pek In Hoei, tapi sebagai seorang gadis tak urung
merasa malu juga setelah rahasia hatinya dibongkar di hadapan orang.
Tanpa sadar ia tundukkan kepalanya rendah-rendah dan
mengomel sambil mempermainkan ujung baju :
"Supek... kembali kau mentertawakan diriku..."
Menyaksikan gerak-gerik It-boen Pit Giok yang diliputi
kesedihan dan kemurungan, suatu bayangan hitam berkelebat dalam
benak Poh Giok cu, wajahnya kontan berubah jadi dingin dan
perlahan-lahan ia alihkan sinar matanya ke atas tubuh Pek In Hoei.
Dalam pada itu si anak muda tadi sedang mendorong tubuh Pek
li Cian Cian dari pelukannya, ia tarik napas dalam-dalam dan suatu
perasaan bimbang melintas di atas wajahnya, seakan-akan ia sedang
melamunkan kembali kejadian-kejadian yang telah lampau.
Rupanya Pek li Cian Cian tidak mengerti akan maksud pemuda
itu mengesampingkan tubuhnya, ia lantas menegur :
"Pek In Hoei, mengapa kau tidak peluk tubuhku lagi?"

227
Saduran TJAN ID

"Ciss, tak tahu malu," maki It-boen Pit Giok sambil meludah ke
atas tanah.
Setelah makian itu terlontar keluar, gadis itu baru sadar bahwa ia
sudah buka suara padahal dalam hatinya ia sama sekali tidak mengerti
apa sebabnya perasaan hatinya segera berubah jadi sangat tak enak
setiap kali ia saksikan Pek In Hoei berada bersama-sama perempuan
lain, dalam hatinya ia sangat membenci si anak muda itu, tetapi rasa
benci itu ternyata bisa bercampur baur dalam rasa cintanya.
"Eeeei... eeei... kau sedang maki siapa?" bentak Pek li Cian Cian
dengan mata melotot.
"Hmm di tempat ini kecuali kau seorang siapa lagi yang berbuat
tak tahu malu..."
Pek li Cian Cian yang dibesarkan di wilayah Biauw sama sekali
tidak memahami akan peraturan yang membatasi atas pergaulan kaum
pria dan wanita, ia hanya tahu asalkan seorang pria telah jatuh cinta
kepada wanita dan sebaliknya pun demikian maka tiada pantangan-
pantangan lagi yang membelenggu hubungan mereka apakah mereka
mau hubungan senggama atau pun tidak orang lain tiada berhak untuk
mencampurinya.
Dengan wajah yang berubah hebat karena menahan gusar, gadis
itu berteriak kembali :
"Apa salahnya kalau aku bermesraan dengan dirinya? Kau tahu?
Setiap bulan tanggal lima belas di wilayah Biauw pasti diadakan pesta
bulan purnama, dalam pesta tersebut kalau seseorang telah tertarik
pada lawan jenisnya maka mereka boleh langsung melakukan
perbuatan tersebut di dalam gua atau pun di balik semak belukar
setelah itu berarti pula secara resmi telah disahkan sebagai suami
istri..."
Ia merandek sejenak, kemudian dengan gusar bentaknya :
"Dan kini kenapa kau maki aku? Hmm! kau berani memaki aku
berarti menghina diriku. Nah rasakanlah sebuah bogem mentahku...!"

228
IMAM TANPA BAYANGAN II

Diiringi bentakan keras tubuhnya menubruk ke depan, telapak


tangannya yang putih halus bergetar membentuk tiga lingkaran busur
di tengah udara kemudian membabat ke bawah menghajar tubuh It-
boen Pit Giok.
Melihat datangnya ancaman gadis cantik yang berasal dari luar
lautan ini buru-buru menghindar ke samping, makinya :
"Perempuan yang tak tahu malu, rupanya kau memang harus
diberi sedikit pelajaran..."
Pada saat itu ia memang berada dalam keadaan gusar, maka
sewaktu dilihatnya Pek li Cian Cian menerjang datang sambil
lancarkan babatan, ia segera tertawa dingin, badannya maju tiga
langkah ke depan dan menyambut datangnya serangan tersebut
dengan keras lawan keras.
Blaaam... suara ledakan dahsyat bergeletar membelah permukaan
bumi, sekujur tubuh Pek li Cian Cian bergetar keras, badannya rontok
dari tengah udara dengan wajah pucat pias bagaikan mayat, dengan
pandangan mendelong ditatapnya wajah gadis she Ie boen itu tanpa
berkedip, rupanya ia tidak percaya seorang gadis yang sebaya usianya
dengan dia ternyata memiliki tenaga dalam yang begitu tinggi.
Mendadak tubuhnya meloncat mundur ke belakang, teriaknya
setengah menjerit :
"Aku mau kau mati konyol disini hingga tak seorang pun berani
menolong dirimu..."
Seraya berkata perlahan-lahan dia angkat telapak kirinya ke
tengah udara kemudian sentilkan ujung jarinya ke muka. Mengikuti
sentilan jari tangannya tadi segulung asap kabut berwarna merah
segera menyebar ke seluruh udara.
Mendadak air muka Poh Giok cu berubah hebat, sembari maju ke
depan bentaknya :
"Kalau kau berani melepaskan ilmu jari Ang Hoa Cie dari
wilayah Biauw maka akan kutebas kutung jari tanganmu itu, kau

229
Saduran TJAN ID

harus tahu bahwa ilmu jari Ang Hoa Cie dari dukun sakti berwajah
seram masih belum terhitung ilmu maha sakti di kolong langit..."
Ancaman itu ternyata manjur sekali, Pek li Cian Cian benar-benar
tidak berani mengeluarkan ilmu simpanannya.
"Kau kenal dengan suhuku?" serunya dengan wajah termangu-
mangu.
"Hmm, Dukun Sakti Berwajah Seram terhitung manusia macam
apa?? Ia belum pantas untuk menjadi sahabatku..."
Pek li Cian Cian tidak tahu sampai di mana kelihayan dari tiga
dewa tersebut, mendengar pelajar berusia pertengahan itu berani
menghina dan memandang rendah suhunya, timbul rasa gusar dalam
hatinya, sambil membentak marah teriaknya :
"Kau berani memaki suhuku..."
Bayangan jari berkelebat lewat, di tengah udara segera berkelebat
selapis kabut merah yang memanjang bagaikan bianglala diiringi
desiran tajam bianglala merah tadi langsung menerjang tubuh Poh
Giok cu.
Dengan tindakan cepat si orang tua dari luar lautan ini menarik
tubuh It-boen Pit Giok mundur ke belakang, seluruh jubah bajunya
mendadak menggembung jadi besar, sambil maju selangkah ke depan
ia ayunkan telapak tangannya yang segera memancarkan cahaya putih
ke empat penjuru.
"Bocah yang tak tahu diri," jengeknya sambil tertawa dingin,
"kau benar-benar terlalu jumawa..."
Ketika kabut merah yang menggulung tiba itu berjumpa dengan
cahaya putih yang meluncur ke udara seketika buyarlah kabut tadi
berubah jadi kerlipan-kerlipan cahaya yang menyebar ke empat
penjuru kemudian lenyap di tengah udara, bukan begitu saja bahkan
desiran angin tajam pun lenyap tak berbekas.
"Kepandaian apakah itu?" jerit Pek li Cian Cian dengan hati
terperanjat. "Sungguh tak bisa mempercayai, sampai ilmu jari Ang

230
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hoa Cie yang lihay dan sukar dicarikan tandingannya pun bisa
dihancurkan dengan begitu gampang."
Sebelum gadis sempat menarik kembali serangannya Poh Giok
cu sudah merangsek ke depan, tangannya berkelebat dan tahu-tahu
jari tangan Pek li Cian Cian sudah terjepit di tengah udara.
Seketika itu juga murid Dukun Sakti Berwajah Seram ini tertarik
maju ke depan oleh sentakan tenaga lawan.
Dengan wajah adem bagaikan salju Poh Giok cu mendengus
dingin hardiknya :
"Kau perempuan yang tak tahu diri dan berhati keji,
bagaimanapun jari tanganmu ini akan kukutungkan untuk diserahkan
kepada gurumu si Dewi Khiem Bertangan Sembilan..."
Ia mengerti sampai dimanakah kelihayan dari ilmu jari Ang Hoa
Cie atau ilmu jari bunga merah yang berasal dari wilayah Biauw ini,
kepandaian tersebut adalah hasil latihan dari hisapan inti sari pelbagai
kabut racun yang ada di wilayah Biauw, setelah ke-sepuluh jarinya
direndam di dalam racun kemudian mengisap sari-sari racun itu ke
dalam jari tangannya, maka setiap kali kepandaian tersebut digunakan
maka korbannya pasti akan mati konyol dengan seluruh tubuh hancur
lebur karena membusuk, di samping itu dari mayat sang korban akan
menyiarkan bau aneh yang dapat membinasakan setiap orang yang
mencium bau itu.
Bukan saja manusia segera mati konyol, sekalipun binatang kecil
pun sama-sama nasibnya, boleh dibilang kepandaian ini merupakan
kepandaian yang terkeji di kolong langit.
Dalam pada itu Poh Giok cu telah mengambil sebilah pedang
kecil berwarna merah keperak-perakan, setelah berkilat di angkasa
perlahan-lahan menebas jari tangan Pek li Cian Cian yang terjepit itu.
Waktu itu gadis she Pek-li murid dari Dukun Sakti Berwajah
Seram ini sudah ketakutan setengah mati di bawah kekuasaan orang,
beberapa kali ia berusaha meronta dan coba melepaskan diri dari
jepitan tangan lawannya, namun usahanya selalu gagal saking gelisah

231
Saduran TJAN ID

bercampur lemasnya keringat dingin mengucur keluar membasahi


seluruh tubuhnya, kekuatan untuk melawan pun lenyap tak berbekas.
"Pek In Hoei..." jerit Pek li Cian Cian dengan suara keras.
"Apakah kau rela melihat jari tanganku dipotong orang..."
Dari balik biji matanya yang sayu Pek In Hoei berhasil
menangkap sinar keputusasaan yang dipancarkan gadis itu, hatinya
bergetar keras, pelbagai ingatan segera berkelebat dalam benaknya, ia
berpikir :
"Meskipun aku tidak menaruh rasa senang atau cinta terhadap diri
Pek li Cian Cian, rasanya tidak semestinya kalau aku berpeluk tangan
belaka menyaksikan ia harus menderita karena jari tangannya ditebas
orang, andaikata gadis cantik dan menarik semacam Pek li Cian Cian
betul-betul harus kehilangan sebuah jarinya, aku rasa penderitaan
yang dideritanya akan jauh lebih hebat daripada jiwanya dicabut.
Biarlah! Memandang di atas budi pertolongannya yang sudah
mencabut bibit racun ulat emas dari dalam tubuhku, aku harus cegah
perbuatan Poh Giok cu untuk mencelakai dirinya..."
Berpikir sampai disini ia lantas meloncat ke depan, bentaknya
keras-keras "
"Ko loocianpwee, aku minta kau segera melepaskan dirinya..."
"Aku rasa lebih baik kau tarik kembali ucapanmu itu," tukas Poh
Giok cu Ko Ek dengan suara ketus. "Tak nanti aku jual muka untuk
dirimu..."
"Hmmm! Kalau memang begitu maaf kalau boanpwee terpaksa
harus berbuat kurang ajar!"
Ia tahu Poh Giok cu salah seorang di antara tiga dewa drai luar
lautan tak akan memberi kesempatan kepadanya, maka sembari
meloncat ke depan secara tiba-tiba telapak kirinya melancarkan
sebuah serangan dahsyat menghantam tubuh lawan, sementara
telapak kanannya laksana kilat mencengkeram urat nadi orang tua itu.
Poh Giok cu menjengek sinis mendadak ia mengirim satu
tendangan kilat untuk memunahkan datangnya ancaman itu.

232
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aaaah..." begitu dahsyat serangan ini membuat Pek In Hoei


tiada kesempatan untuk menghindarkan diri.
Si anak muda itu membentak keras, badannya berjumpalitan
beberapa kali di tengah udara kemudian meloncat ke bawah dan sekali
lagi meluncur ke depan.
It-boen Pit Giok yang menyaksikan si anak muda itu terpental ke
udara karena serangan si orang tua itu wajahnya seketika berubah
hebat, buru-buru tegurnya :
"Supek, kau..."
"Kau tak usah kuatir," jawab Poh Giok cu sambil tertawa ewa.
"Tak nanti kulukai dirinya..."
Sementara kedua orang itu masih bercakap-cakap, Pek In Hoei
bagaikan sesosok bayangan telah menubruk kembali, sebelum Poh
Giok cu sempat mengeluarkan jurus serangan untuk menghadapi mara
bahaya, sebuah serangan telapak si anak muda itu sudah bersarang di
atas bahunya.
Sekalipun ilmu silat yang dimiliki Poh Giok cu sangat lihay
namun ia tak berani menyambut datangnya serangan dahsyat itu
dengan keras lawan keras, tetapi serangan itu datangnya terlalu cepat,
tidak sempat lagi bagi Poh Giok cu untuk menangkis dengan memakai
jurus gerakan, dalam keadaan kepepet terpaksa ia harus melepaskan
Pek li Cian Cian dan memutar telapaknya menerima datangnya
serangan itu.
Blaaam...! di tengah suara ledakan dahsyat yang menggetarkan
seluruh jagad, tubuh Poh Giok cu bergetar keras tiada hentinya
sedangkan Pek In Hoei terpukul mundur tiga langkah ke belakang
baru berhasil berdiri tegak.
Setiap langkah mundurnya telah meninggalkan bekas telapak
kaki sedalam beberapa coen, hal ini membuktikan sampai dimanakah
taraf tenaga dalam yang dimiliki kedua belah pihak.

233
Saduran TJAN ID

Poh Giok cu berdiri melengak, rupanya ia tak pernah menyangka


kalau Pek In Hoei si pemuda yang lemah lembut itu ternyata sanggup
menerima kedahsyatan pukulannya tanpa roboh.
"Hmmm! rupanya kau lihay juga!" seru si orang tua itu dengan
suara dalam. "Dalam kolong langit dewasa ini hanya tiga orang saja
yang sanggup menerima pukulanku, sungguh tak nyana kau si bocah
cilik pun mempunyai kepandaian sampai ke taraf yang demikian
lihay, tidak aneh kalau Pit Giok menggambarkan sedemikian
lihaynya!"
Ketika itu It-boen Pit Giok sedang mengawasi jalannya
pertarungan antara kedua orang itu dengan mata terbelalak, tetapi
setelah mendengar ucapan terakhir dari supeknya ini ia lantas
tundukkan kepalanya tersipu-sipu, gadis itu tak berani menengok lagi
ke arah Pek In Hoei barang sekejappun.
Si anak muda itu sendiri pun melirik sekejap ke arah It-boen Pit
Giok, mendadak dalam hatinya timbul perasaan murung, kesal dan
kesunyian, ketika ia menangkap setiap lirikan It-boen Pit Giok yang
selalu ditujukan kepadanya itu, dengan perasaan termangu-mangu
pikirnya :
"Kenapa sorot matanya begitu sayu... begitu murung? Apakah hal
ini disebabkan karena aku berada bersama-sama Pek li Cian Cian...
sewaktu berjumpa dalam perkampungan Thay Bie San cung tempo
dulu, teringat betapa bencinya dia kepadaku, tapi sekarang ..."
Ia tarik napas panjang-panjang lalu ujarnya :
"Mungkin nona It-boen terlalu membesar-besarkan diriku dalam
kenyataan cayhe masih ketinggalan jauh sekali kalau dibandingkan
dengan diri Ko Loocianpwee!"
"Hmmm... " Poh Giok cu mendengus dingin. "Bocah sekecil kau
sudah berani jumawa dan jual aksi, rupanya kalau aku tidak memberi
sedikit pelajaran kepadamu, selamanya kau tak akan gunakan otakmu
yang jernih untuk berpikir, jauh-jauh dari luar lautan datang kemari

234
IMAM TANPA BAYANGAN II

aku Poh Giok cu bukan cuma ingin mendengar perkataan semacam


itu..."
Pek In Hoei segera tertawa dingin.
"Kalau kau menganggap perkataan yang kuucapkan keluar
adalah kata-kata yang terlalu congkak atau jumawa, maka aku harap
kau sekarang juga meninggalkan perkampungan Hong Yap San cung,
di tempat ini tak ada orang yang sedang kau cari..."
"Pek In Hoei, kau hendak mengusir kami pergi..." jerit It-boen Pit
Giok semakin murung.
Sejak Pek In Hoei tampil ke depan menangani persoalan itu
wajah Pek li Cian Cian sudah tidak kelihatan begitu kaget atau takut
seperti semula lagi, ia telah melupakan peristiwa yang baru saja
berlangsung di mana dirinya terjatuh ke tangan orang dan jari
tangannya nyaris dipapas orang sampai putus.
Saat ini dengan bibir tersungging senyuman mengejek serunya
ketus :
"Kalau kami hendak usir kalian pergi, terus kalian mau apa? Kau
harus tahu Pek In Hoei adalah suamiku, perkataan yang diucapkan
olehnya sama pula artinya dengan perkataan yang keluar dari
mulutku..."
Ucapan ini diutarakan dengan nada sungguh-sungguh, seolah-
olah dia benar-benar sudah mengikat diri jadi suami istri dengan pin,
mendengar ocehan yang kacau balau tidak karuan ini kontan pemuda
itu jadi mendongkol, dengan wajah berubah jadi merah padam ia
melotot sekejap ke arah gadis itu.
Sementara ia hendak membantah, mendadak dari tempat
kejauhan berkumandang datang suara teguran :
"Siapa yang bernama Pek In Hoei?"
Ucapan itu merdu bagaikan genta, mengalun di angkasa dan
menggema tiada hentinya mengikuti datangnya suara tersebut Pek In
Hoei menoleh ke samping, tampaklah seorang nikouw tua berjubah
abu-abu dengan membawa tasbeh berwarna hitam dan pandangan

235
Saduran TJAN ID

yang tajam bagaikan pisau belati menatap wajah Pek In Hoei tak
berkedip.
Nikouw tua ini meskipun karena dimakan usia, wajahnya telah
berkeriputan tetapi kecantikan wajahnya di masa yang lampau masih
jelas tertera di atas mukanya, hal ini bisa membuktikan bahwa pada
masa mudanya nikouw ini pastilah seorang perempuan yang cantik
dan menarik.
Dengan air mata bercucuran membasahi pipi It-boen Pit Giok
segera berjalan menghampiri sisi nikouw tua itu, serunya :
"Suhu!"
Sejak kecil belum pernah Pek In Hoei bertemu dengan seorang
nikouw yang berwajah penuh welas kasih seperti ini, begitu agung
dan penuh kasih sayang seolah-olah Kwan Im Pouwsat dari Lam Hay.
Diam-diam ia menghela napas panjang dan berpikir :
"Nikouw tua ini pastilah Thiat Tie Sin Nie dari luar lautan, kalau
dipandang sikapnya yang agung dan penuh wibawa, semestinya tiada
angkara murka yang terpendam dalam hatinya... sungguh aneh sekali!
Mengapa begitu berjumpa dengan dirinya napsu marah dan kobaran
api berangasan yang terpendam dalam dadaku seketika lenyap tak
berbekas..."
Dalam pada itu sambil membelai rambut It-boen Pit Giok yang
hitam pekat, Thiat Tie Sin Nie berkata lembut :
"Anakku, sudah kujelajahi seluruh perkampungan Hong Yap San
cung ini tetapi sama sekali tak kutemui bayangan tubuh dari si
Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak, ditinjau dari
keadaan tersebut membuktikan pula kalau Chee Thian Gak bukanlah
melarikan diri kemari..."
"Aku bukan mencari dirinya," sahut It-boen Pit Giok sambil
gelengkan kepalanya berulang kali. "Menurut kabar dunia kangouw
yang tersiar luas, Chee Thian Gak adalah Pek In Hoei, tetapi kalau
ditinjau dari bukti yang ada di depan mata sekarang Pek In Hoei dan
Chee Thian Gak mungkin adalah dua orang yang berbeda..."

236
IMAM TANPA BAYANGAN II

Thiat Tie Sin Nie alihkan sinar matanya melirik sekejap ke arah
Pek In Hoei kemudian menghela napas panjang, ujarnya :
"Pit Giok, antara kening bocah ini terdapat bekas telapak darah,
ujung bibirnya menunjukkan ia tak kenal budi dan cinta, urusanmu
dengan dirinya di kemudian hari sulit untuk diramalkan mulai
sekarang, aku hanya berharap janganlah kau meniru keadaan suhumu
sekarang..."
Berbicara sampai disini ia tertunduk dengan sedih, di atas
wajahnya yang agung dan penuh cinta kasih itu terlintas rasa murung
yang tebal.
Dengan sedih It-boen Pit Giok gelengkan kepalanya dan
membungkam dalam seribu bahasa.
Dalam benak gadis ini kembali terlintas sikap dingin, ketus,
angkuh dan jumawa yang diperlihatkan Pek In Hoei sewaktu ada di
depan perkampungan Thay Bie San cung, dia pernah menusuk
perasaan halusnya dan menyinggung gengsinya sebagai seorang
gadis, ia pernah pula mengacaukan pikiran serta perasaan hatinya
yang semula tenang bagaikan permukaan telaga. Sebelum ia
menginjakkan kakinya di daratan Tionggoan belum pernah ada
persoalan yang merisaukan hatinya, tapi sekarang ia mulai merasakan
penderitaan dan siksaan.
Kesemuanya ini Pek In Hoei lah yang memberikan kepadanya,
oleh karena itu ia sangat membenci diri si anak muda itu, tetapi ia pun
mencintai dirinya...
Pek li Cian Cian melirik sekejap ke arah nikouw tua itu,
mendadak tegurnya :
"Hey nikouw tua, benarkah barusan kau telah memasuki
perkampungan kami?"
"Benar, aku hendak mencari ayahmu karena ada suatu urusan
penting..."
Belum habis ia berkata, dari dalam perkampungan telah berlari
datang seorang lelaki kekar.

237
Saduran TJAN ID

Di belakang lelaki itu berjalan mengikuti seorang kakek tua


beralis tebal berjenggot hitam serta seorang nenek tua yang membawa
tongkat hitam terbuat dari baja.
Lelaki tadi segera menuding kemari sementara kakek beralis
tebal serta nenek tua itu laksana kilat meluncur datang.
"Hoooree... ayahku datang!" teriak Pek li Cian Cian kegirangan.
Mendengar seruan itu pin terperanjat, sorot cahaya buas memancar
keluar dari balik matanya, di ujung bibirnya yang tipis tersungging
senyuman dingin dan sadis, diam-diam pikirnya :
"Si kakek tua itu mungkin adalah cung cu dari perkampungan
ini... hmmm! si Dukun Sakti Berwajah Seram hampir saja mencabut
selembar jiwaku, tunggu saja saatnya, aku pasti akan memberikan
sedikit kepadanya..."
Sementara itu terdengar Hong Yap cung cu telah menegur sambil
tertawa seram :
"Siapa yang sedang mencari aku Pek li Khie..."
"Omihtohud!" Thiat Tie Sin Nie merangkap tangannya memuji
keagungan Buddha lalu sahutnya, "Pek li sicu, apakah kau masih ingat
dengan diri Pin-nie..."
Begitu melihat nikouw tua itu, air muka Pek li Khie seketika itu
juga berubah hebat.
"Kau... kau adalah Thiat Tie Sin Nie... "
Thiat Tie Sin Nie menghela napas panjang.
"Kedatangan Pin-nie jauh-jauh dari laut timur menuju ke daratan
Tionggoan semuanya ada tiga persoalan yang akan kuselesaikan,
persoalan yang pertama adalah persoalan yang menyangkut peristiwa
pembunuhan terhadap It-boen Kiat pemilik peternakan naga putih di
wilayah Say-pak pada lima belas tahun berselang..."
Begitu disebutkannya peristiwa itu mendadak sekujur badan Pek
li Khie gemetar keras, dengan suara bergetar serunya :
"Apa sangkut pautnya antara peristiwa berdarah itu dengan
perkampungan Hong Yap San cung kami?"

238
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sewaktu kau bersama It-boen Kiat mengusahakan peternakan


Naga putih di wilayah Say pak dahulu ia pernah menyerahkan
sebatang 'Pek Sioe Poo Pit' kumala pusaka gajah putih kepada dirimu.
Pin-nie berharap sicu suka memandang atas hubungan persahabatan
kalian dengan It-boen Kiat selama banyak tahun suka menyerahkan
batang kumala itu kepadaku..."
Makin mendengar Pek li Khie semakin terkejut, sambil meloncat
mundur dua langkah ke belakang serunya berulang kali :
"Tidak ada, tidak ada..."
"Sicu, kalau kau berbuat demikian maka tindakanmu itu adalah
keliru besar," kata Thiat Tie Sin Nie dengan nada kurang senang,
"batang kumala Pek Siok Poo Pit tersebut mempunyai sangkut paut
yang amat besar atas asal usul kelahiran muridku It-boen Pit Giok,
meskipun benda itu termasuk suatu jenis benda mustika tetapi..."
"Hmmm! Sama sekali tak ada kejadian seperti ini," tukas si
Dukun Sakti Berwajah Seram secara tiba-tiba sambil mendengus
dingin. "Pek li cung cu sama sekali tidak mengambil kumala pusaka
gajah putih itu, kau suruh ia dapatkan benda itu dari mana untuk
diserahkan kepadamu..."
Pek In Hoei yang segera teringat kembali atas perbuatan si dukun
sakti yang hampir saja mencabut jiwanya dengan racun ulat emasnya,
mendengar dia ikut buka suara hawa amarahnya segera berkobar
hebat, mendadak ia maju beberapa langkah ke depan lalu bentaknya
keras-keras :
"Kioe Boan Toh! Ayo cepat bergelinding kemari..."
Dukun Sakti Berwajah Seram melengak, rupanya ia tak
menyangka kalau seorang pemuda yang masih muda belia berani
membentak dirinya secara kasar sebagai seorang jago yang merajai
wilayah Biauw, suku-suku liar di situ pun sama-sama menaruh hormat
kepadanya apalagi seorang pemuda macam dia, mendengar teriakan
yang begitu jumawa amarahnya seketika memuncak.
Dengan badan gemetar keras saking gusarnya ia berseru :

239
Saduran TJAN ID

"Keparat cilik yang tak tahu diri, rupanya kau sudah bosan hidup
di kolong langit..."
Sekali enjot badan ia meloncat ke muka, toya baja berwarna
hitamnya langsung diayun ke depan diiringi suara desiran tajam yang
membelah bumi, dengan suatu gerakan yang mengerikan dia babat
tubuh si anak muda itu.
Buru-buru Pek In Hoei menekuk badannya dan loncat ke udara
dengan gerakan cepat bagaikan kilat, dengan suatu gerakan yang
manis ia berhasil menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
"Kioe Boan Toh!" teriaknya setengah menjerit. "Dengan racun
ulat emas kau telah membinasakan Chee Thian Gak, kau harus tahu
aku Pek In Hoei adalah sahabat sehidup semati dengan dirinya, ini
hari aku akan menuntut balas bagi kematian sahabatku Chee Thian
Gak..."
Telapak kirinya laksana kilat meluncur ke depan mengirim satu
babatan, segulung angin pukulan yang maha dahsyat seketika
menggulung keluar memaksa tubuh si Dukun Sakti Berwajah Seram
itu terdesak miring dan harus meloncat mundur ke belakang.
Melihat kehebatan lawannya Dukun Sakti Berwajah Seram itu
segera mendongak dan tertawa keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... setelah Chee Thian Gak mati, kini
muncul lagi seorang Pek In Hoei. Andaikata aku si Dukun Sakti
Berwajah Seram tak berhasil menahan dirimu di dalam
perkampungan Hong Yap San cung ini, mulai ini hari aku tak akan
muncul lagi di dalam dunia persilatan..."
Watak berangasan dari jago kelas satu yang berasal dari wilayah
Biauw ini tidak kalah dengan kaum pemuda, setelah menjerit aneh
toya bajanya segera diputar di tengah udara hingga menimbulkan
kilatan cahaya yang amat tajam, kemudian langsung menghajar ke
muka.
Pek In Hoei tarik napas dalam-dalam, ia hendak menggunakan
kesempatan di kala ia belum sempat mengeluarkan segala macam

240
IMAM TANPA BAYANGAN II

ilmu beracunnya untuk mencabut selembar jiwanya dengan


menggunakan ilmu sakti Thay Yang Sam Sie, sebab kalau tidak...
Hawa sakti surya kencana dikerahkan mengelilingi badan satu
kali, kemudian dihimpun semuanya ke dalam telapak kanan itu
perlahan-lahan diangkat tinggi ke tengah udara.
Pek li Cian Cian adalah orang yang paling gelisah di antara semua
yang hadir di situ, ia tak menyangka kalau Pek In Hoei segera turun
tangan setelah berjumpa dengan gurunya.
Dalam cemasnya ia takut gurunya si Dukun Sakti Berwajah
Seram telah melukai si anak muda itu, segera teriaknya :
"Pek In Hoei, kau bukan tandingan suhu ku.. ayoh cepat
kembali..."
Ia merandek sejenak, kemudian sambil menoleh ke arah gurunya
ia berteriak lagi :
"Suhu... dia adalah... dia adalah... janganlah kau melukai
dirinya..."
Pek In Hoei terkesiap, hampir saja tenaga murni yang telah
dihimpun itu buyar kembali, ia segera keraskan hatinya dan
mendengus dingin, hawa murni disalurkan keluar mengikuti suatu
gerakan serangan yang aneh, hawa panas yang amat menyengat badan
berbarengan dengan kilatan cahaya yang menyilaukan mata segera
menggulung keluar.
"Aaaah..."
Mimpi pun si Dukun Sakti Berwajah Seram tak pernah
membayangkan Pek In Hoei berhasil menguasai Thay Yang Sin Kang
ilmu maha sakti dari negeri tayli, ia merasakan gelombang hawa
panas yang luar biasa hebatnya menghantam sekujur badannya
membuat ia menjerit ngeri... dadanya terhajar hangus oleh kilatan
cahaya merah yang membara itu dan tak ampun lagi jiwanya
melayang meninggalkan raganya.
Dengan wajah amat terperanjat bercampur tercengang, Thiat Tie
Sin Nie berseru keras, ia tak percaya kalau seorang pemuda yang

241
Saduran TJAN ID

masih demikian mudanya ternyata berhasil melatih ilmu ganas yang


maha sakti itu hingga mencapai taraf yang begitu sempurna.
Sementara itu Pek li Cian Cian telah menjerit ngeri dengan penuh
kesedihan :
"Pek In Hoei, kau betul-betul amat kejam..."
Si anak muda itu hanya merasakan darah panas bergolak dalam
dadanya, rasa penasaran dan mangkel yang semula menyumbat
dadanya segera membuyar dan lenyap, ketika ia saksikan kesedihan
serta kesengsaraan dari Pek li Cian Cian timbul rasa sedih dalam hati
kecilnya, buru-buru ia melengos kemudian enjotkan badan berlalu
dari situ.
Memandang bayangan punggung Pek In Hoei yang kian menjauh
dari pandangan, It-boen Pit Giok yang selama ini hanya
membungkam saja tiba-tiba merasakan golakan perasaan yang sukar
dikendalikan; segera dia pun enjotkan badannya menyusul, teriaknya
keras-keras :
"Pek In Hoei..."
Dalam sekejap mata bayangan tubuh kedua orang itu sudah
lenyap di balik kegelapan yang mencekam seluruh jagad.
Pada waktu itu Poh Giok cu maju merangsek dan mencengkeram
tangan Pek li Khie, serunya :
"Kalau kau tidak serahkan kumala pusaka 'Pek Sioe Poo Pi'
kepada kami, perkampungan Hong Yap San cung ini akan kami
ratakan dengan tanah..."
Dengan penuh penderitaan Pek li Khie berteriak keras :
"Bukan aku yang mengambil benda itu... benda itu betul-betul
tidak berada disini... ketika It-boen Kiat menyerahkan benda itu
kepadaku tempo dulu Hoa Pek Tuo telah merampasnya dari
tanganku..."
"Aaaah, jadi kalau begitu kematian dari It-boen Kiat pun ada
sangkut pautnya dengan Hoa Pek Tuo..." seru Thiat Tie Sin Nie
dengan hati terkejut.

242
IMAM TANPA BAYANGAN II

Air muka Poh Giok cu pun berubah hebat, sambil melepaskan


Pek li Khie dari cekalannya ia membentak :
"Ayoh berangkat, andaikata Hoa Pek Tuo benar-benar tersangkut
dalam kasus pembunuhan terhadap pemilik peternakan naga putih di
wilayah Say Pak, sekalipun aku harus keluarkan ilmu 'Poh Giok Chie
Sie' dia pasti akan kubunuh sampai mati..."
Thiat Tie Sin Nie merangkap tangannya memuji keagungan
Buddha, kemudian bersama-sama Poh Giok cu berlalu dari situ dan
lenyap di balik kegelapan...
.....

Angin malam berhembus lembut membelah kesunyian yang


mencekam, di tengah malam yang gelap dua belas buah lampu lentera
dengan dibagi dalam delapan sudut bergelantungan di sekeliling
sebuah telaga besar, membuat permukaan telaga jadi terang
benderang.
Di tepi telaga pada saat itu telah dipenuhi oleh para jago yang
berdatangan dari seluruh penjuru kolong langit, mereka berdiri dalam
suasana yang hening tak seorang pun yang buka suara atau pun
bercakap-cakap, semua pandangan mata tercurahkan pada sebuah
pagoda di tengah telaga.
Traaaang...! suara lonceng yang nyaring mendadak
berkumandang di tengah udara dan mengalun di sisi telinga para
jago... lama sekali suara itu baru sirap kembali... suasana mulai gaduh
dan suara berbisik mulai terdengar menggema dari antara para jago.
Setelah suara lonceng tadi sirap, dari dalam bangunan pagoda di
tengah telaga perlahan-lahan berjalan keluar Chin Tong serta Ku Loei
dua orang, setibanya di tepi telaga mereka saling berpisah ke kiri
kanan dan memandang sekejap ke arah para jago yang hadir di sana.
Terdengar Ku Loei berkata sambil tertawa :
"Saudara-saudara sekalian tentu sudah lama menunggu bukan?
Dalam pertemuan para enghiong yang diselenggarakan di tepi telaga

243
Saduran TJAN ID

malam ini, entah para jago dari delapan perguruan tiga partai lima
lembah serta sepuluh benteng sudah pada berkumpul semua atau
belum..."
Suasana di empat penjuru hening dan sunyi untuk beberapa saat
lamanya, tiba-tiba terdengar seorang kakek tua dengan suaranya yang
serak :
"Kecuali orang-orang dari partai Sauw-lim, partai Bu-tong serta
partai Thiam cong, boleh dikata semua anak murid perguruan lain
telah hadir disini."

Bagian 19
MENDENGAR ucapan itu Ku Loei jadi naik pitam, teriaknya dengan
penuh kemarahan :
"Apa? Ada anak murid perguruan yang tidak ikut menghadiri
pertemuan ini? Bukankah di atas surat undangan sudah kami jelaskan
bahwa kecuali ciangbunjien-nya sendiri yang hadir orang lain tidak
diperkenan ikut datang kemari."
Teriakannya yang disertai oleh hawa amarah ini kontan disambut
dengan sikap tidak puas oleh para jago lihay dari pelbagai partai serta
perguruan, terdengar dengusan dingin berkumandang simpang siur
dari antara gerombolan hadirin, seorang pemuda loncat keluar dari
barisan adalah segera berteriak keras :
"Apa maksud ucapanmu itu? Ciangbunjien kami toh bukan
manusia penganggur yang punya banyak waktu luang, apa salahnya
kalau dari partai kami diutus para anak muridnya untuk mewakili?
Apakah kecuali ciangbunjien sendiri orang lain tak boleh mewakili?"
"Hmmm! Siapa kau?"
"Anak murid partai Tiong-lam Loe Liang Jien..."
"Aku perintahkan kau saat ini juga enyah dari perkampungan
Thay Bie San cung, di tempat ini kekurangan satu partai Tiong Lam
masih terhitung seberapa, kalau ciangbunjien kalian di dalam tiga hari
tidak datang kemari, mohon maaf, Hmmm... jangan salahkan kami
244
IMAM TANPA BAYANGAN II

kalau partai kalian secara mendadak menemui bencana kehancuran


total."
Dengan diucapkannya perkataan semacam ini sudah jelas
kemanakah maksud tujuan orang she Chin ini.
Saking gusarnya air muka Loe Liang Jien seketika berubah jadi
hijau membesi, ia melangkah maju setindak ke depan, sambil
menuding ke arah Chin Tiong makinya :
"Partai Tiong-Lam kami sama sekali tidak butuh menjilat pantat
kalian orang-orang dari perkampungan Thay Bie San cung, siapa pun
tahu sampai dimanakah ambisi kalian untuk mengundang semua
partai ini. Hmmm! Bukankah kamu hendak mengangkangi dunia
persilatan? Huuh! Anak murid partai Tiong Lam kami nomor satu
yang tidak setuju dan akan selalu menentang maksud kalian itu."
Selesai berkata dingin, ia putar badan dan segera berlalu.
Mengikuti tindakannya tersebut lima enam orang jago lihay dari
pelbagai partai segera ikut berlalu pula dengan wajah penuh
kegusaran.
Melihat tingkah laku orang-orang itu, Chin Tiong segera
mendongak dan tertawa terbahak-bahak "
"Haaaah... haaaah... haaaah... siapa yang berani berlalu dari sini
mengikuti jejak anak murid dari partai Tiong-Lam itu, berarti pula
menjadi musuh dari perkampungan Thay Bie San cung kami, asal
sesudah melewati malam ini kalian akan tahu sampai dimanakah
kelihayan dari kami perkampungan Thay Bie San cung..."
Sebagian besar para jago yang diundang untuk menghadiri
pertemuan para jago pada malam ini boleh dikata menaruh rasa jeri
terhadap pengaruh serta kekuasaan Perkampungan Thay Bie San
cung, meskipun di dalam hati mereka merasa tidak puas tetapi teringat
akan kelihayan dari sepasang iblis yang berasal dari samudra Seng Sut
Hay, terpaksa semua orang harus menekan kobaran hawa amarah
serta rasa tidak puas itu di dalam hati saja, tak seorang pun yang buka
suara atau pun membantah.

245
Saduran TJAN ID

"Ngaco belo! ngaco belo!"


Dari dalam bangunan pagoda air di tengah telaga berkumandang
suara bentakan nyaring, dengan ketakutan Chin Tiong serta Ku Loei
tundukkan kepalanya dengan sikap menghormat, mereka tak berani
mendongak lagi...
Bersamaan dengan menggemanya suara bentakan tadi, Si Iblis
Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng beserta istrinya si Iblis Khiem
Kumala Hijau Mie Liok Nio munculkan diri dari balik ruangan.
Ciak Kak Sin Mo menjura lebih dulu ke para jago yang hadir di
sisi telaga, kemudian teriaknya dengan suara keras :
"Harap saudara-saudara sekalian suka memaafkan diri muridku
yang terlalu angseran serta berangasan itu, bilamana sudah menyalahi
saudara sekalian mohon dimaafkan sebesar-besarnya, mengenai
persoalan diselenggarakannya pertemuan para jago pada malam ini,
mungkin sudah terjadi kesalahpahaman di antara kalian..."
Ia merandek sejenak, kemudian terusnya :
"Ada pun tujuan siauw te mengundang saudara sekalian untuk
jauh-jauh berkumpul di dalam perkampungan Thay Bie San cung
pada malam ini bukan lain adalah untuk mengajak saudara-saudara
sekalian merundingkan satu masalah yang cukup serius, kalian tentu
tahu bukan bahwa di dalam tubuh partai besar yang bercokol di dalam
dunia persilatan seringkali terjadi pertumpahan darah hanya
disebabkan satu persoalan kecil saja, pertumpahan darah itu seringkali
menggoncangkan ketenteraman serta ketenangan dunia kangouw,
untuk menghindarkan diri dari kekacauan-kekacauan yang tidak
diharapkan itu maka sengaja siauwte undang saudara sekalian untuk
berkumpul disini membicarakan masalah tersebut, aku berharap agar
cuwi sekalian dapat memilih seorang pemimpin untuk menduduki
kursi Beng cu khusus untuk menangani masalah yang menyangkut
soal pertumpahan darah tersebut."

246
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 11
"UCAPAN Kong-yo heng sedikit pun tidak salah," sahut seseorang di
antara para jago yang hadir dengan suara serak bagaikan tong bobrok.
"Aku rasa di daratan Tionggoan dewasa ini tiada seorang pun yang
cocok untuk menduduki kursi jabatan tertinggi itu kecuali kalian
suami istri berdua..."
Ucapan orang ini terlalu terang-terangan dan menyolok sekali,
seketika itu juga memancing rasa benci dan tidak puas di kalangan
sebagian besar para jago.
Ketika semua orang menoleh ke arah si pembicara tadi, maka
segera dikenalilah orang itu sebagai si tangan kilat Im Boe Kie dari
partai Khong-tong pay, seorang lelaki kekar berwajah penyakitan
segera mendengus dingin, sambil berjalan menghampiri Im Boe Kie
si tangan kilat tersebut tegurnya dengan suara keras :
"Manusia macam apakah kau ini Hmmm! Berani betul
sembarangan kentut disini..."
Si Tangan Kilat Im Boe Kie menoleh dan memandang ke atas
wajah berwajah penyakitan itu, tapi sedetik kemudian ia sudah
gemetar keras karena ketakutan, ia merasa betapa tajam dan seramnya
pandangan mata orang itu sehingga membuat jantungnya berdebar
keras.
Tapi ia pun tak mau unjuk kelemahan di hadapan orang, segera
dengusnya dingin.
"Siapa kau? Berani betul mengutarakan perkataan yang begitu
tak tahu diri terhadap diriku?"

247
Saduran TJAN ID

"Hmmm, terhadap manusia hina seperti kau rasanya aku tak usah
tahu diri atau sungkan-sungkan lagi..."
Si tangan kilat Im Boe Kie meraung gusar, sebuah telapak
tangannya segera dibabat datang.
Dengan julukannya sebagai si tangan kilat, serangannya ini boleh
dibilang dilancarkan dengan kecepatan yang luar biasa, sekali
berkelebat tahu-tahu angin pukulan sudah melanda datang.
Siapa sangka lelaki kasar yang membungkam selama ini
memiliki tenaga lweekang yang amat tinggi, sedikit badannya
mengigos tahu-tahu bayangan telapak lawan sudah berhasil dihindar,
tangannya menyambar dan kali ini tubuh Im Boe Kie si tangan kilat
itulah yang tersambar dan terlempar ke tengah udara, bentaknya :
"Enyah kau dari sini..."
Di bawah sorot cahaya lampu, tampaklah tubuh si tangan kilat Im
Boe Kie meluncur sejajar di tengah udara dan langsung meluncur ke
arah bangunan pagoda di tengah telaga itu persis melayang turun di
hadapan sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay.
"Im Heng, jangan gugup aku segera datang menolong," bentak
Ciak Kak Sin Mo Kong Yo Leng dengan suara keras.
Kakinya bergeser selangkah ke depan diikuti telapak tangannya
menyambar ke tengah udara, terhisap oleh segulung tenaga yang
maha hebat seluruh tubuh Im Boe Kie si tangan kilat itu sudah
meluncur ke arah tangannya.
Dalam pada itu air muka Im Boe Kie telah berubah jadi pucat pias
bagaikan mayat, sepatah kata pun tak sanggup ia utarakan keluar.
Sambil menurunkan tubuh si tangan kilat Im Boe Kie ke atas
tanah, Kong Yo Leng tertawa seram dan berkata :
"Sungguh lihay ilmu silat yang dimiliki Heng-thay ini!
Hmmm...hmmm... kau berani menimbulkan gara-gara di dalam
perkampungan Thay Bie San cung kami, bukankah hal itu berarti pula
tidak memandang sebelah mata pun terhadap orang-orang yang ada di
dalam perkampungan Thay Bie San cung?... sekarang mumpung

248
IMAM TANPA BAYANGAN II

berada di hadapan para jago dari kolong langit aku hendak menuntut
keadilan dengan dirimu..."
"Ciis...! perkampungan Thay Bie San cung terhitung manusia-
manusia macam apa?" jengek lelaki kekar itu dengan suara ketus,
sedikit pun tidak nampak rasa jeri di atas wajahnya. "Seandainya toa-
ya jeri terhadap kalian sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay,
tidak nanti aku bisa datang kemari..."
"Criiing... criiiing..."
Dua rentetan sentilan irama khiem bergema memenuhi angkasa,
sambil mendengus dingin si Iblis Khiem Kumala Hijau maju dua
langkah ke depan, ke-lima jarinya mencekal di atas senar khiem
sementara matanya dengan sorot cahaya tajam mengawasi lelaki itu
tanpa berkedip serunya :
"Siapa kau? Kalau kau berani mencari gara-gara di dalam
perkampungan Thay Bie San cung ini berarti kau mencari penyakit
buat diri sendiri..."
"Kepandaian permainan khiem yang kau miliki dan disebut-sebut
sebagai maha sakti dari kolong langit itu sudah lama pernah kucoba
kelihayannya," ujar lelaki dengan wajah dingin. "Huuuh! kalau hanya
ingin mengandalkan kekuatan dari kalian sepasang iblis dari samudra
Seng Sut Hay, tak nanti bisa mengapa-apakan diriku."
Ia merandek sejenak, kemudian hardiknya keras-keras :
"Cepat panggil Hoa Pek Tuo suruh keluar..."
Sikap serta tingkah lakunya yang sombong serta jumawa ini
kontan membuat Chin Tiong yang berdiri di belakang Ciak Kak Sin
Mo Kong Yo Leng mencak-mencak saking gusarnya, sambil berkaok-
kaok marah teriaknya :
"Keparat Cilik, kau anggap nama Hoa Pek Tuo pun bisa kau
sebutkan dengan seenaknya..."
Sembari berseru badannya menerjang ke depan, dengan
melangkah di atas gulungan ombak pada permukaan telaga ia
langsung menyerbu tubuh lelaki kekar itu. Sebuah pukulan diiringi

249
Saduran TJAN ID

deruan angin serangan yang amat tajam kontan dilancarkan


menghajar dada lawan.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Chin Tiong, kalau aku tidak
membiarkan kau mati disini, maka aku tak akan terhitung manusia
berdarah dingin," seru lelaki itu sambil tertawa terbahak-bahak.
Tampak tubuhnya berkelit dengan enteng ke samping lalu
mundur lima depa ke belakang sambil mendengus dingin telapaknya
membabat keluar, segulung hawa desiran yang luar biasa dahsyatnya
dengan cepat menyapu ke arah depan.
Chin Tiong sama sekali tidak memandang sebelah mata pun
terhadap lelaki ini, ketika dilihatnya angin pukulan lelaki tersebut
kendati sangat dahsyat namun tidak lebih hanya terbatas sebagai
seorang jago kelas satu segera tertawa dingin tiada hentinya.
Mendadak tubuhnya menjongkok ke bawah, dari kepalan
serangannya berubah jadi pukulan telapak, menyongsong datangnya
gulungan angin pukulan itu ia sambut dengan keras lawan keras.
"Blaaam...!
Di tengah udara terjadi suara ledakan amat dahsyat yang
menggetarkan seluruh permukaan bumi, para jago yang memenuhi
tepi telaga itu seketika merasakan telinganya mendengung keras,
begitu dahsyat hasil bentrokan tersebut sehingga membuat ujung baju
semua orang tertiup kencang dan berkibar tiada hentinya.
Chin Tong mundur dengan sempoyongan, namun sambil tertawa
tergelak segera serunya kembali :
"Keparat cilik, seranganku kali ini akan mencabut selembar jiwa
anjingmu..."
Ia tarik napas dalam-dalam, mendadak telapak kanannya
diangkat ke tengah udara.
Segera lapat-lapat dari atas telapak tangannya itu muncul selapis
hawa hitam yang tebal, kemudian perlahan-lahan ditabokkan ke atas
tubuh lelaki tersebut.

250
IMAM TANPA BAYANGAN II

Air muka lelaki itu berubah membesi, selintas pikiran dengan


cepat berkelebat dalam benaknya,ia berpikir :
"Seumpama kata aku hendak membinasakan diri Chin Tiong
maka aku harus menggunakan kesempatan di kala ia belum tahu
siapakah diriku, melancarkan serangan dengan ilmu Thay Yang sam
Sie dengan demikian sebelum ia sadar siapakah aku tubuhnya sudah
hangus termakan oleh serangan dahsyatku itu..."
Ingatan tersebut bagaikan sambaran kilat cepatnya berkelebat
dalam benaknya, buru-buru ia himpun segenap tenaga dalam yang
dimilikinya ke atas telapak kanannya, kemudian hawa murni yang ada
di dalam tubuh diatur mengelilingi badan sebanyak satu kali,
tubuhnya maju tiga langkah ke depan dan telapak kanannya dibabat
ke bawah secepat kilat.
Mendadak sekilas cahaya merah membara yang amat
menyilaukan mata memancar keluar dari balik telapak lelaki kekar itu,
begitu tajam pukulan cahaya merah membara itu sampai membuat
pandangan Chin Tiong terasa kabur, ia tak tahu kepandaian apakah
yang sedang dipergunakan pihak lawannya.
Kedua belah pihak sama-sama menghimpun segenap kekuatan
yang dimilikinya ke atas telapak, kemudian pada saat yang bersamaan
mendorongnya ke arah depan.
"Blaaam...!"
Segulung aliran hawa panas yang menyengat badan meluncur ke
depan menghapuskan gulungan angin serangan Chin Tiong yang
dahsyat dan langsung menerjang ke atas dadanya...
Ia menjerit ngeri... suaranya seram menyayatkan hati, tubuhnya
yang tinggi besar berkelejotan beberapa kali di atas tanah bagaikan
ayam yang baru disembelih kemudian menggeletak tak berkutik dan
melayanglah selembar jiwanya menghadap Raja Akhirat.
Segumpal darah kental berwarna merah kehitam-hitaman
meleleh keluar dari tujuh lubang inderanya, sebuah bekas telapak
tangan yang nyata tertera tepat di atas dadanya, pakaian yang hangus

251
Saduran TJAN ID

terbakar menyiarkan bau sangit yang memualkan, ditinjau dari tanda-


tanda tersebut jelas sekali menunjukkan bila kematiannya adalah
disebabkan karena terbakar oleh hawa panas yang luar biasa.
Kematian Chin Tiong dalam keadaan mengerikan ini
menggetarkan hati seluruh jago lihay dari pelbagai partai yang hadir
di tempat itu, siapa pun tak bisa menduga kepandaian silat apakah
yang telah dipergunakan lelaki itu untuk melakukan pembunuhan
tersebut, bahkan tak seorang pun yang tahu lelaki kekar itu berasal
dari perguruan atau partai mana.
Tapi dalam hati kecilnya pada saat bersamaan mempunyai satu
pendapat yang sama, mereka pada berpikir :
"Sejak kapan di dalam dunia persilatan telah muncul seorang jago
lihay seperti ini..."
Baik si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng maupun si
Iblis Khiem Kumala Hijau Mie Liok Nio pada saat yang bersamaan
sama-sama dibikin tertegun dan melengak oleh peristiwa yang terjadi
di luar dugaan ini, mimpi pun mereka tak pernah menyangka kalau
lelaki kekar yang selalu membungkam dan jarang berbicara itu
ternyata memiliki kepandaian silat yang maha dahsyat dan maha sakti.
Bibir Kong Yo Leng bergetar tiada hentinya, terdengar ia
bergumam seorang diri dengan suara lirih :
"Thya Yang sinkang... Thay Yang Singkang..."
"Hey tua bangka sialan, apa kau bilang?" bentak Mie Liok Nio
dengan nada gusar.
"Kepandaian tersebut adalah ilmu silat Thay Yang Sam-sie... "
sahut Kong Yo Leng dengan wajah berubah hebat.
"Apa?" Iblis Khiem Kumala Hijau maju selangkah ke depan.
"Kepandaian tersebut adalah ilmu sakti Thay Yang Sam-sie..."
Ia tak habis mengerti dan tak dapat menduga manusia kangouw
manakah yang sanggup menggunakan ilmu Thay Yang Sin Kang
yang tersohor karena keganasan serta kedahsyatannya itu, biji

252
IMAM TANPA BAYANGAN II

matanya langsung berputar dan dialihkan ke atas tubuh lelaki kekar


itu.
Dalam pada itu ketika Ku Loei menyaksikan Chin Tiong
menemui ajalnya dalam keadaan mengerikan di tangan kekar itu,
bagaikan orang sinting segera berteriak-teriak keras, tanpa berpikir
panjang ia segera menerjang ke arah tepi telaga.
"Keparat cilik serahkan nyawamu..." raungnya dengan penuh
kegusaran.
Si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng jadi sangat
terperanjat ketika menyaksikan perbuatan Ku Loei, buru-buru
hardiknya dengan suara berat :
"Ku Loei, ayoh cepat kembali ke sini!"
Jago lihay dari laut Seng Sut Hay ini tidak malu disebut gembong
iblis yang tersohor di kolong langit, ia tahu kemunculan lelaki kekar
secara mendadak di tempat itu pastilah bukan disebabkan oleh karena
suatu persoalan yang sederhana, karena itu sambil menekan hawa
amarah serta kobaran napsu membunuh yang berulang kali memancar
ke dalam benaknya, dengan gesit meloncat ke muka.
Karena dibentak oleh iblis tersebut terpaksa Ku Loei mundur dua
langkah ke belakang, sementara sorot matanya dengan penuh diliputi
napsu membunuh menatap lelaki kekar itu tanpa berkedip.
"Ku Loei," terdengar lelaki kekar itu menjengek sambil tertawa
dingin tiada hentinya. "Apakah kau pun ingin coba menjajal
kepandaian silatku?"
Kong Yo Leng segera tertawa dingin, serunya ketus :
"Dengan andalkan kepandaian silat yang kau miliki sekarang,
tidak sulit bagimu untuk angkat nama di pelbagai tempat, tapi
seandainya kau ingin menjual lagak di dalam perkampungan Thay Bie
San cung ini... Hmm... hmmm... maka perhitungan sie-poamu itu
merupakan suatu kesalahan yang amat besar..."
"Cuuuuh!..." lelaki kekar itu meludah ke atas lantai. "Kong Yo
Leng! terus terang kuberitahukan kepadamu, aku adalah toa suheng

253
Saduran TJAN ID

dari si Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak, setelah


menemui ajalnya terkena tangan keji dari Hoa Pek Tuo serta Kioe
Boan Toh si dukun sakti berwajah seram, maka ini hari sengaja aku
datang kemari untuk menuntut balas..."
Kong Yo Leng melengak, ia tidak menyangka setelah kematian
dari Pek In Hoei muncul seorang jago yang bernama Chee Thian Gak,
dan sekarang muncul lagi seorang kakak seperguruan dari Chee Thian
Gak, di balik peristiwa ini sebenarnya apa yang telah terjadi?
Dengan wajah tercengang segera tegurnya :
"Kau adalah kakak seperguruan dari Chee Thian Gak..." iblis ini
segera tertawa dingin. "Sekalipun maksud kedatanganmu kemari
adalah untuk menuntut balas, sudah semestinya kalau kau datang
secara terang-terangan dan blak-blakan, tindakanmu membunuhi
manusia yang ada di dalam perkampungan Thay Bie San cung
termasuk tindakan dari seorang enghiong hoohan macam apa?
Mumpung berada di hadapan para jago dari seluruh kolong langit, aku
akan menuntut keadilan dari dirimu..."
Mendengar ucapan tersebut lelaki kekar tadi segera mendongak
dan tertawa terbahak-bahak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... Kong Yo Leng, siapa pun tahu
bahwa kau serta Hoa Pek Tuo mempunyai ambisi besar untuk
menguasai seluruh dunia persilatan, ini hari kecuali aku datang untuk
menuntut balas di samping itu akan kubeberkan pula semua niat busuk
serta rencana busuk kalian kepada seluruh umat Bu-lim..."
Sekujur badan Kong Yo Leng bergetar keras, segera pikirnya :
"Aaaaah, rupanya persoalan kami yang berhasil diketahui
bangsat ini terlalu banyak, malam ini andaikata ia berhasil
membeberkan semua rahasia dan rencana besar perguruan Liuw-sah
Boen kami ke seluruh dunia, kerja susah payahku selama hampir dua
puluh tahun lamanya ini bukankah akan sia-sia belaka? Bahkan
mungkin saja malah akan memancing rasa permusuhan dari orang-
orang pelbagai partai terhadap diriku. Bagaimanapun juga aku tak

254
IMAM TANPA BAYANGAN II

boleh melepaskan keparat cilik ini berlalu dari sini dalam keadaan
hidup, tapi aku pun tak dapat membinasakan dirinya di hadapan orang
banyak... lalu... lalu... apa yang harus kulakukan demi menyelamatkan
karierku ini..."
Sementara gembong iblis ini masih berputar otak untuk mencari
jalan bagaimana caranya melenyapkan lelaki kekar ini, mendadak di
tengah kegelapan malam yang mencekam seluruh jagad
berkumandang datang suara tertawa dingin yang menggidikkan hati,
diikuti munculnya seorang manusia berkerudung hitam meluncur ke
dalam kalangan.
Begitu munculkan diri manusia berkerudung hitam itu langsung
ayunkan telapak tangannya mengirim satu babatan dahsyat ke arah
lelaki kekar tersebut.
Menyaksikan munculnya manusia berkerudung itu, Kong Yo
Leng jadi sangat kegirangan, pikirnya :
"Hoa Pek Tuo benar-benar seorang manusia luar biasa, ia tahu
kalau aku tak dapat turun tangan secara terang-terangan, ternyata ia
bisa muncul dengan jalan menyaru untuk melenyapkan bangsat sialan
ini..."
Sementara itu pertarungan di tengah kalangan berlangsung
dengan serunya, dalam sekejap mata lelaki kekar itu telah saling
bertukar pukulan sebanyak sembilan belas jurus dengan manusia
berkerudung hitam itu, tapi untuk beberapa saat lamanya siapa pun
tak sanggup untuk membinasakan pihak lawannya.
Mendadak lelaki kekar itu menghindar lalu mundur ke belakang,
bentaknya keras :
"Kau adalah Hoa Pek Tuo!"
Sinar mata manusia berkerudung hitam itu berkilat bengis,
sekujur tubuhnya bergetar keras tapi sambil tertawa seram serunya :
"Hmmmm... hmmmmm.... siapakah Hoa Pek Tuo itu?"
"Hmmm! Bukankah kau takut aku membongkar niat busuk kalian
di hadapan umum maka sekarang berusaha untuk melenyapkan diriku

255
Saduran TJAN ID

dari muka bumi? Hoa Pek Tuo! dari sorot matamu aku sudah tahu
akan perasaan hatimu saat ini..."
"Hmm... keparat cilik, tiada gunanya banyak bacot di tempat
ini..."
Rupanya manusia berkerudung hitam itu merasa teramat gusar
oleh tingkah laku lawannya, sambil membentak keras tubuhnya
segera meloncat ke depan, telapak kirinya sambil berputar
membentuk satu lingkaran busur segera dihantamkan ke depan,
sementara telapak kanannya dengan jurus 'Ngo Teng Kay San' atau
Ngo Teng membuka gunung membabat tubuh lawan.
Dengan sebat dan gesit lelaki kekar itu berkelejit ke tengah udara,
setelah berhasil menghindarkan diri dari dua buah serangan lawan,
tubuhnya berjumpalitan di tengah udara kemudian kaki kiri dan kaki
kanannya secara mendadak melancarkan tendangan berantai.
"Aaaah dia..." mendadak si Iblis Khiem Kumala Hijau menjerit
lengking. "Dia adalah Pek In Hoei..."
Mendengar jeritan itu lelaki kekar yang sedang melangsungkan
pertarungan sengit di kalangan itu seketika bergetar keras tubuhnya,
seakan-akan ia merasa terkejut oleh teriakan itu. Tapi hanya sejenak
saja sebab secara tiba-tiba sambil tertawa terbahak-bahak tubuhnya
berkelebat ke samping dan mengundurkan diri ke belakang,
tangannya dengan cepat menggosok ke atas wajah sendiri dan
muncullah raut wajahnya yang tampan menawan hati itu.
Sedikit pun tidak salah, dia bukan lain adalah si Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei adanya.
Sambil menarik kembali gelak tertawanya Pek In Hoei berteriak
keras :
"Seandainya sejak tadi kalian sudah tahu akan kehadiranku, maka
tak nanti suasana sedemikian hening dan tenangnya..."
Pada saat itulah seorang lelaki berlari datang dengan cepatnya
dan membisikkan sesuatu ke sisi telinga Ku Loei dengan suara lirih.

256
IMAM TANPA BAYANGAN II

Air muka Ku Loei seketika berubah hebat, dengan wajah penuh


kegusaran serunya :
"Apa? Tiga dewa dari luar lautan telah datang..."
Dalam pada itu manusia berkerudung hitam itu sedang saling
menyerang dengan serunya melawan Pek In Hoei ketika secara
mendadak bahwasanya Tiga dewa dari luar lautan telah datang,
sekilas perasaan aneh muncul dari balik sorot matanya.
Dengan gugup dia melirik sekejap keluar perkampungan,
kemudian sambil mengirim satu pukulan memaksa mundur Pek In
Hoei serunya :
"Hey manusia she Pek, hutang piutang di antara kita baiknya
diperhitungkan di kemudian hari saja..."
Habis berkata tubuhnya berkelebat melarikan diri dari ke tempat
kegelapan, bagaikan suka gentayangan saja dalam waktu singkat
bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas, siapa pun tak berhasil
melihat jelas dengan cara apakah dia berlalu dari situ.
Serentetan senyuman hambar tersungging di ujung bibir Pek In
Hoei, sorot mata penuh napsu membunuh terpancar dari balik
matanya sambil memandang wajah Ku Loei yang diliputi hawa
amarah jengeknya :
"Hey manusia she Ku, bukankah suhengmu telah modar? Apa arti
kau hidup seorang diri di kolong langit? Aku lihat lebih baik kau
segera menyusul dirinya saja!"
Dengan pandangan dingin Ku Loei melirik sekejap ke arahnya
tapi sikapnya seolah-olah sama sekali tidak mendengar jengekan
tersebut bahkan perlahan-lahan menarik kembali pandangan matanya.
Sikap yang aneh dan di luar dugaan ini seketika membuat Pek In
Hoei jadi tertegun, ia tidak menyangka kalau Ku Loei bakal tidak
menggubris dirinya.
Sudah tentu si anak muda itu tak pernah menyangka kalau pada
saat yang bersamaan orang she Ku ini sedang menggunakan akal serta
kecerdikannya untuk membuat suatu rencana keji guna

257
Saduran TJAN ID

membinasakan dirinya serta membalas dendam bagi kematian Chin


Tiong.
Perlahan-lahan Pek In Hoei alihkan sinar matanya menyapu
sekejap para jago dari pelbagai partai yang berkumpul di tepi telaga,
ia lihat berpuluh-puluh pasang mata saat itu telah tercurahkan semua
keluar pintu perkampungan.
Diam-diam ia menghela napas panjang, pikirnya :
"Aaaai...! Bagaimanapun juga nama besar dari Hai Gwan Sam
San tiga Dewa dari luar lautan jauh berbeda dari siapa pun, terbukti
dari sikap para jago lihay ini, begitu mendengar kehadiran dari ketiga
orang dewa tersebut seluruh perhatian mereka segera dicurahkan ke
situ..."
Belum habis berpikir, tampaklah Thiat Tie Sin Nie serta Poh
Giok cu di bawah pimpinan seorang lelaki yang membawa jalan
perlahan-lahan munculkan diri di tempat itu.
Ketika tiba di tepi telaga, sambil memandang si Iblis Sakti
Berkaki Telanjang Kong Yo Leng terdengar Poh Giok cu menegur :
"Hey kau si bocah keparat yang tidak suka memakai sepatu, ayoh
cepat undang keluar Hoa Pek Tuo,katakanlah aku si Poh Giok cu
datang menjenguk dirinya..."
Sepanjang hidupnya si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo
Leng selalu bersikap jumawa dan tinggi hati, belum pernah ada orang
yang berani memaki dirinya dengan kata-kata seperti itu, tapi setelah
menjumpai kehadiran dari Poh Giok cu serta Thiat Tie Sin Nie sikap
bengis dan sombongnya itu seketika lenyap tak berbekas, seolah-olah
ia berjumpa dengan tandingan yang paling ditakutinya.
Terdengar ia menjawab dan sikap sangat menghormat :
"Boanpwee tidak tahu kalau Sian jien berdua telah berkunjung
kemari, atas penyambutan kami yang rada terlambat harap Sian Jien
berdua suka memaafkan!"

258
IMAM TANPA BAYANGAN II

S Iblis Khiem Kumala Hijau Mie Liok Nio merasa sangat tidak
puas dengan sikap suaminya yang lemah dan tunduk menghormat, ia
segera mendengus dingin sambil tegurnya dengan nada aneh :
"Tua bangka sialan,siapa suruh kau bersikap jeri macam cucu
kura-kura begitu..."
Sinar mata Thiat Tie Sin Nie berkilat, ia memandang sekejap
perempuan iblis itu lalu serunya sambil menghela napas :
"Mie Liok Nio, ternyata hingga kini tabiatmu yang angseran
sama sekali tidak berubah!"
"Heeeh... heeeh... heeeh... usiaku sudah begini tuanya, kenapa
mesti berubah?"
"Taaaang..."
Serentetan suara genta yang nyaring dan berat berkumandang di
angkasa memecahkan kesunyian yang mencekam malam itu, dari
sudut sebelah barat perkampungan Thay Bie San cung tiba-tiba
muncul enam bayangan lampu lentera, barisan lampu lentera itu
perlahan-lahan bergerak mendekat dan tidak lama kemudian telah tiba
di tepi telaga.
Enam orang bocah berbaju putih dengan masing-masing
membawa sebuah lentera merah berjalan di paling depan, di belakang
mereka adalah sebuah tandu besar yang digotong oleh empat orang
lelaki kekar, Hoa Pek Tuo sambil duduk di dalam tandu dengan
pandangan dingin melotot sekejap ke arah Thiat Tie Sin Nie.
"Omihtohud... " Nikouw tua itu segera merangkap tangannya
memuji keagungan Buddha, senyuman manis tersungging di atas
wajahnya, dan ia segera mengangguk perlahan ke arah manusia she
Hoa itu.
Hoa Pek Tuo mendengus dingin, ia tidak menggubris atau
menegur, mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sedangkan Poh Giok cu segera mendengus dingin, di atas
wajahnya yang tenang tiba-tiba muncul suatu perubahan aneh yang

259
Saduran TJAN ID

tidak bisa dipahami oleh orang lain, seakan-akan ia menunjukkan


kesedihan yang tak terhingga.
Hoa Pek Tuo mencibirkan bibirnya, kepada Pek In Hoei
jengeknya ketus :
"Hmm, rupanya kau belum modar?"
Ucapan ini seketika membuat hawa amarah yang terpendam
dalam dada Pek In Hoei terasa hendak menerjang keluar, ia tarik
napas panjang-panjang untuk menekan gejolak jiwanya itu,
sedangkan pelbagai ingatan terutama pemandangan di kala ia disiksa
dan dianiaya oleh Hoa Pek Tuo satu demi satu muncul kembali dalam
benaknya.
Si anak muda itu segera mendengus dingin :
"Hmmm! Aku si Jago Pedang Berdarah Dingin selamanya tak
akan mati, kau pasti merasa amat kecewa bukan..."
Hoa Pek Tuo tidak menyahut, ia cuma tersenyum lalu ulapkan
tangannya, tandu ia pun segera berhenti di hadapan Poh Giok cu.
Perlahan-lahan kakek she Hoa itu melangkah turun dari dalam
tandunya.
Kepada Poh Giok cu sembari menjura memberi hormat, ujarnya
sambil tertawa seram :
"Suheng, semenjak berpisah di laut Tang Hai hingga kini..."
Pek In Hoei terperanjat, ia tidak menyangka Hoa Pek Tuo yang
sudah banyak melakukan kejahatan serta perbuatan terkutuk itu
ternyata bukan lain adalah saudara seperguruan dari Poh Giok cu,
diam-diam ia merasa gelisah sendiri, pikirnya :
"Aduuuh celaka, seandainya Poh Giok cu bekerja sama dengan
Hoa Pek Tuo untuk menghadapi diriku, malam ini aku pasti akan
menemui ajalnya di dalam perkampungan Thay Bie San cung ini..."
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, Poh
Giok cu telah mendengus dingin :
"Hmmm! Kau masih ingat dengan aku yang menjadi kakak
seperguruanmu ini?"

260
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hoa Pek Tuo tertawa seram.


"Haaaah... haaaah... haaaah... perkataan apakah ini? Kendati aku
Hoa Pek Tuo sudah melepaskan diri dari perguruan Ciat It-boen, tapi
atas budi kebaikan yang pernah Toa suheng limpahkan terhadapku,
hingga kini tak pernah kulupakan barang sekejappun, setiap saat aku
selalu mengingatnya terus..."
Pek In Hoei dapat memahami kelicikan, kekejian serta kesadisan
hati Hoa Pek Tuo, mendengar sampai di situ dengan nada menghina
segera timbrungnya :
"Benar, setiap saat kau selalu teringat bagaimana caranya
membinasakan orang-orang yang tidak tunduk kepadamu, agar paku
di depan mata bisa cepat-cepat dilenyapkan, bukankah begitu hey
manusia she Hoa? Haaaah... haaaah... haaaah... "
Kontan Hoa Pek Tuo melototkan matanya bulat-bulat dan
memancarkan cahaya bengis dengan gusar bentaknya :
"Kau tahu tempat apakah ini? Hmmm jangan dianggap kau punya
hak untuk ikut berbicara..."
Pek In Hoei mendengus dingin teriaknya :
"Hoa Pek Tuo, aku hendak membinasakan dirimu..."
Sembari berbicara... wwesss! sebuah pukulan dahsyat segera
dilontarkan ke arah kakek tua itu.
Dengan enteng Hoa Pek Tuo berkelit ke samping, serunya ketus
:
"Lebih baik kau segera enyah dari sini, suatu ketika utang piutang
di antara kita berdua pasti akan kubereskan..."
"Lebih baik sekarang juga kita bereskan hutang piutang di antara
kita berdua itu," seru Pek In Hoei sambil melangkah maju ke depan
dengan tindakan lebar.
Si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng segera
mendengus dingin, ia geser badannya dan menerjang ke depan
menghadang jalan pergi si anak muda itu, tapi Hoa Pek Tuo keburu

261
Saduran TJAN ID

goyangkan kepalanya maka terpaksa Iblis Sakti Berkaki Telanjang itu


menghentikan gerakan tubuhnya.
Terdengar Poh Giok cu berkata lagi sambil tersenyum :
"Sute, setelah bertemu dengan suhengmu, kenapa kau tidak
menyambut kedatanganku dengan menuruti adat istiadat perguruan
kita..."
Air muka Hoa Pek Tuo berubah hebat, buru-buru jawabnya :
"Aku telah melepaskan diri dari perguruan Ciat It-boen,
menyebut dirimu sebagai Suheng tidak lain karena aku tak pernah
melupakan budi kebaikanmu pada masa yang silam, tapi kalau kau
hendak maksa diriku untuk menuruti peraturan perguruan... Hmmm!
Hmmm! terpaksa aku pun tak akan mengakui dirimu sebagai Toa
Suheng lagi..."
Air muka Poh Giok cu berubah menjadi dingin, bentaknya :
"Kau hanya diusir dari laut Tang Hay dan belum pernah
melepaskan diri dari ikatan perguruan Ciat It-boen, apabila kau
bersikeras mengatakan bahwa dirimu sudah bukan anak murid dari
perguruan Ciat It-boen lagi, maka terpaksa aku akan mewakili suhu
untuk menarik kembali ilmu silat yang telah diwariskan kepadamu
dari perguruan kami..."
Sinar mata bengis memancar keluar dari balik mata Hoa Pek Tuo,
ia melirik sekejap ke arah Thiat Tie Sin Nie kemudian secara tiba-tiba
mendongak dan tertawa terbahak-bahak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... Toa Suheng," serunya sinis,
"keadaanku pada hari ini jauh berbeda dengan keadaan pada masa
lampau, aku takut kau belum mempunyai kemampuan sehebat itu..."
"Kau terlalu jumawa!" bentak Poh Giok cu gusar.
Kepergiannya meninggalkan luar lautan kali ini tujuan yang
terpenting baginya adalah menyelesaikan persoalan pribadi dalam
perguruannya, kini setelah menyaksikan Hoa Pek Tuo sama sekali
tidak memandang sebelah mata pun terhadap dirinya, hawa amarah

262
IMAM TANPA BAYANGAN II

kontan memuncak, sambil membentak gusar dari tempat kejauhan ia


lancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Air muka Hoa Pek Tuo berubah serius, ia mendengus berat :
"Toa suheng, apakah kau benar-benar hendak memusuhi diri
siauw te??..."
Dia mengerti ilmu pukulan 'Poh Giok Chiet Sih' dari Toa
suhengnya adalah kepandaian hawa sakti dari dunia persilatan,
manusia yang ada di kolong langit tak ada beberapa orang banyaknya
yang sanggup menahan tujuh pukulan berantainya ini, maka ia tak
berani bertindak gegabah.
Sambil tarik napas dalam-dalam ia mundur selangkah ke
belakang, kemudian ayunkan telapak tangannya melancarkan pula
sebuah pukulan!
"Blaaam...!" di tengah suara bentrokan yang amat dahsyat, para
jago lihay dari pelbagai partai yang ada di sekeliling tempat itu
merasakan dadanya seakan-akan terhantam oleh martil besar,
beberapa orang jago yang rendah tenaga lweekangnya kontan muntah
darah segar saking tak kuat menahan goncangan dahsyat itu.
"Omihtohud!" Thiat Tie Sin Nie merangkap tangannya memuji
keagungan sang Buddha, kemudian teriaknya keras-keras :
"Para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit, inilah ilmu
pukulan Poh Giok Chiet Sih yang dapat melukai orang tanpa
berwujud. Bagi mereka yang tak ada urusan di tempat ini segeralah
mengundurkan diri dari perkampungan Thay Bie San cung daripada
terkena bencana besar yang mengakibatkan kematian."
Walaupun dalam hati kecilnya para jago dari pelbagai partai itu
ingin sekali menyaksikan kepandaian maha sakti dari luar lautan, apa
lacur tenaga lweekang dari kedua belah pihak terlalu sempurna dan
hebat bagi mereka, maka setelah mendengar peringatan tersebut
sambil menghela napas panjang karena kecewa orang-orang itu segera
mengundurkan diri dari situ dan berlalu dari perkampungan Thay Bie
San cung.

263
Saduran TJAN ID

Sementara itu setelah Poh Giok cu melancarkan sebuah pukulan


maut dengan ilmu Poh Giok Chiet Sih yang memakan banyak
kekuatan hasil latihan selama ratusan tahun itu, dari atas ubun-
ubunnya segera mengepul keluar selapis asap kabut yang tipis,
telapaknya perlahan-lahan diangkat kembali dan dihantamkan ke arah
dada Hoa Pek Tuo.
Sebaliknya Hoa Pek Tuo sendiri setelah menerima sebuah
pukulan ampuh dari Poh Giok Chiet Sih yang tak berwujud itu,
mendadak wajahnya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat,
rambutnya pada berdiri tegak semua bagaikan landak sedang rasa
kaget dan ngeri jelas tercermin di atas raut wajahnya.
Buru-buru ia keluarkan jari tangannya, dari ujung jari yang
runcing segera meluncurlah serentetan cahaya berkilauan yang
berwarna putih bersih bagaikan susu, sambil membelah angkasa
kilatan cahaya itu langsung menotok ke atas tubuh Poh Giok cu.
Kali ini serangan dari kedua belah pihak sama sekali tidak
menimbulkan sedikit suarapun, hanya terlihat tubuh mereka berdua
bergetar pada saat yang bersamaan.
Hoa Pek Tuo segera muntah darah segar, tapi sambil tertawa
terbahak-bahak ia sempat berseru :
"Suheng ternyata kau menang!"
Selapis hawa hijau membesi terlintas di atas wajah Poh Giok cu,
hardiknya :
"Sungguh keji perbuatanmu..."
Nada suaranya rada gemetar, sambil berpaling ke arah Thiat Tie
Sin Nie katanya lagi :
"Aku berhasil melukai isi perutnya tetapi ia pun berhasil melukai
ginjalku, Hoa Pek Tuo telah berhasil melatih ilmu Gien Ciu Ci ilmu
jari perak, manusia di kolong langit tak ada yang berhasil
menaklukkan dirinya lagi..."

264
IMAM TANPA BAYANGAN II

Rupanya si orang tua dari luar lautan ini mengerti akan parahnya
luka dalam yang diderita, selesai berkata ia putar badan segera berlalu
dari tempat.
Thiat Tie Sin Nie menghela napas panjang terhadap diri Hoa Pek
Tuo serunya :
"Tidak sepantasnya kau turun tangan yang begitu kejinya
terhadap toa suhengmu sendiri..."
"Nikouw bau! Dengan andalkan apa kau berani mengucapkan
kata-kata semacam itu kepadaku?" bentak Hoa Pek Tuo dengan
gusarnya.
Thiat Tie Sin Nie gelengkan kepalanya berulang kali.
"Rupanya kau masih membenci pada diriku karena kau pernah
kuusir dari istana Hoei-Coe Kiong? Aaaaai...! dari mana kau bisa tahu
perasaan hatiku pada waktu itu? Sekarang coba kau pikirkan lagi,
kenapa pada waktu itu aku berbuat demikian?"
"Tak ada yang perlu dipikirkan lagi..." tukas Hoa Pek Tuo sambil
menyeka darah kental yang membasahi ujung bibirnya, mendadak
sambil mencabut keluar pedang penghancur sang surya milik Pek In
Hoei bentaknya keras-keras :
"Apabila tak ada kau yang mengacau, tak nanti aku bisa berpisah
dengan Hoo Bong Jien. Hmmm! Nikouw bau, malam ini masih ada
perkataan apa lagi yang hendak kau ucapkan? Aku hendak
membinasakan dirimu untuk melenyapkan rasa dendam dan rasa sakit
dalam hati..."
Pedang sakti itu digetarkan keras-keras sehingga mengeluarkan
suara dengungan keras yang memekikkan telinga.
Pek In Hoei segera maju selangkah ke depan, hardiknya :
"Hoa Pek Tuo! kembalikan pedang pusaka penghancur sang
surya ku..."
Thiat Tie Sin Nie melirik sekejap ke arah Pek In Hoei, tiba-tiba
tanya dengan suara lembut :

265
Saduran TJAN ID

"Ooooh, apakah pedang mustika itu milikmu? Baiklah! Akan


kurampaskan kembali..."
Tampaklah jago sakti dari laut Tang Hay ini menggerakkan
pundaknya dan secara tiba-tiba menggunakan ketiga jari tangannya
menjepit pedang mustika penghancur sang surya itu, seketika itu juga
terasalah segulung tenaga tekanan yang maha dahsyat menerjang ke
arah tubuh Hoa Pek Tuo.
Kendati tenaga lweekang yang dimiliki Hoa Pek Tuo telah
mencapai puncak kesempurnaan, apa daya Thiat Tie Sin Nie adalah
seorang jago sakti dari luar lautan, bukan saja gerakannya
dilaksanakan dengan kecepatan melebihi suara lagi pula Hoa Pek Tuo
dalam keadaan terluka tak berani menyambut datangnya hawa
pukulan yang sangat hebat itu dengan keras lawan keras.
Wajahnya berubah hebat, sambil melepaskan cekalan pada
pedang itu dengan ketakutan ia mengundurkan diri ke belakang.
"Huuuh! Nikouw bau, kau benar-benar tak tahu malu!" maki Hoa
Pek Tuo amat gusar.
Thiat Tie Sin Nie sama sekali tidak menggubris makian orang,
perlahan-lahan ia serahkan kembali pedang mustika penghancur sang
surya itu ke tangan Pek In Hoei sambil pesannya :
"Lain kali jangan sampai hilang lagi, senjata tajam mustika
semacam ini apabila tidak digunakan pada tempatnya kemungkinan
besar malah akan mengakibatkan banjir darah..."
"Cianpwee, kau..." seru Pek In Hoei terharu.
Thiat Tie Sin Nie tersenyum. "Pergilah dengan cepat dari sini!
Tempat ini bukan tempat yang cocok bagimu untuk berdiam lebih
lama..."
Pek In Hoei sendiri pun tahu bahwa ia tak bisa berdiam terlalu
lama di situ maka setelah menerima pedang mustikanya ia melirik
sekejap ke arah Hoa Pek Tuo dengan pandangan dingin kemudian
baru putar badan berlalu dengan langkah lebar.

266
IMAM TANPA BAYANGAN II

Menanti pemuda itu sudah berlalu, dengan wajah dingin Thiat Tie
Sin Nie baru berpaling ke arah Hoa Pek Tuo sambil tegurnya :
"Dengan kedudukanmu ternyata hanya berani merampas senjata
tajam milik seorang boanpwee, apakah kau tidak takut memalukan
kita orang-orang dari Tang Hay? Aku mengerti betapa benci dan
mendendamnya dirimu kepadaku, tapi sekarang aku tak akan
bergebrak melawan dirimu di kala kau sedang terluka. Tiga hari
kemudian aku akan menantikan kedatanganmu di puncak Soe Sin
Hong, aku rasa pada saat itulah semua persoalan di antara kita berdua
boleh diselesaikan..."
Berbicara sampai di situ tanpa menantikan jawabannya lagi ia
segera berkelebat pergi dari situ, tak seorang pun tahu bagaimana
caranya ia berlari dari sana.
******

Cahaya sang surya yang lembut dan hangat memancar di dalam


sebuah kuil bobrok yang tinggal puing berserakan, di tengah ruangan
kuil yang penuh debu Ouw-yang Gong sambil mencekal huncwee
gedenya menyedot tiada hentinya, segulung demi segulung asap putih
mengepul ke udara dan menyebar di angkasa...
Di belakang tubuhnya duduk dua orang kakek tua yang
mengawasi gerak-geriknya dengan sorot tajam, ditinjau dari tindak
tanduk mereka berdua rupanya mereka kuatir kalau si kakek tua ini
melarikan diri.
Tampak Ouw-yang Gong menggoyang-goyangkan huncwee
gedenya, lalu ia memaki dengan suara gemas :
"Hey kamu dua orang bangsat cecunguk ngapain melotot terus ke
arahku dengan pandangan bajingan? Sudahlah, tak usah punya pikiran
jahat, aku si huncwee gede tidak punya uang barang sepeserpun..."
Si kakek tua berperawakan kurus kering yang ada di sebelah kiri
segera mengerutkan alisnya setelah mendengar perkataan itu,
sahutnya ketus :

267
Saduran TJAN ID

"Ouw-yang Gong, lebih baik tenang-tenanglah duduk di sana.


Tempo dulu masih ada seorang pendekar jantan berkapak sakti Chee
Thian Gak yang datang menolong dirimu, kali ini tak nanti ada
panglima penolong yang datang menyelamatkan jiwamu..."
"Maknya edan! Rupanya kalian cucu murid dari perguruan Thian
Liong Boen pun sudah menjadi prajurit pengawal dari keluarga
Kaisar? Hmmm! Anak jadah kumal! Pekerjaan lain yang lebih baik
tak sudi dikerjakan, dagangan sepi yang tiada untung malah kalian
kerjakan, kalau kalian Ciang Kiam Siang Kiat tiada jalan keluar lagi,
lebih baik ikut aku si Ouw-yang Gong saja mencari sesuap nasi..."
Kakek tua yang ada di sebelah kanan adalah seorang kakek
berbadan gemuk serta memelihara jenggot kambing pada janggutnya,
jubah yang dikenakan adalah kain sutera berwarna hijau, pada
pinggangnya tersoren sebilah pedang panjang.
Ketika mendengar ocehan dari Ouw-yang Gong barusan, alisnya
kontan berkerut, dengan sorot mata berapi-api ia melotot sekejap ke
arah kakek tua itu dengan penuh kebencian.
"Hmmm... Hmmm... hey huncwee gede! Kalau berbicara harap
berbicaralah yang rada enakan didengar," peringatnya dengan suara
dingin. "Aku Cho Ban Tek dari perguruan Thian Liong Boen aliran
Utara bukan manusia lemah yang bisa dipermainkan seenaknya kalau
bacotmu bicara kotor dan tidak genah lagi, hati-hati kuhajar mulut
anjingmu itu sampai bonyok dan remuk..."
Ouw-yang Gong segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Cho Ban Tek, sungguh indah
kedengarannya namamu itu, kenapa kau si anak jadah kumat tak mau
ganti nama menjadi Cho Jiak Tek? Kalau dilihat dari tampangmu
yang jelek sudah pasti perangai serta akhlaknya telah bejat..."
Disindir dan diolok-olok dengan ucapan seperti ini, Cho Ban Tek
si jago pedang dari perguruan Thian Liong Boen aliran Utara ini jadi
tak tahan, ia meraung gusar kemudian ayun telapaknya mengirim satu
babatan ke atas bahu kakek she Ouw yang itu.

268
IMAM TANPA BAYANGAN II

Buru-buru Ouw-yang Gong berkelit ke samping menghindar,


kemudian ejeknya lagi :
"Anak jadah kumal! Kau betul-betul punya keberanian, sampai
bapakmu sendiri pun berani kau gebuk, bagus... bagus sekali.
Sekalipun aku tak bisa menangkan dirimu, untuk lari rasanya masih
sanggup. Jangan sampai kau bangkitkan amarahku yang belum
sampai aku jadi nekad dan lari dari sini, akan kulihat kalian mau
apakah diriku..."
Begitu mendengar si kakek konyol itu mau melarikan diri, dua
orang jago lihay dari perguruan Thian Liong Boen aliran Utara ini jadi
amat gelisah, buru-buru mereka loncat bangun dari atas tanah dan
memencarkan diri masing-masing menjaga di salah satu sudut
ruangan untuk menghalangi kepergian kakek tersebut.
Suheng dari Cho Ban Tek yaitu Long Heng Ciang atau si telapak
naga Goei Peng dengan wajah berubah hebat serunya :
"Ouw-yang Gong, kau punya rasa malu atau tidak..."
"Maknya, anak jadah kumal! Duduk dulu, duduk dulu, jangan
emosi dan jangan marah dulu," sahut Ouw-yang Gong setelah
menghisap beberapa kali huncweenya. "Kalau aku si huncwee gede
benar-benar mau minggat dari sini, tak nanti kuberitahukan dulu
kepada kalian. Hey! Buat apa kamu bersitegang seperti kunyuk
jelek..."
Tingkah laku yang konyol dari kakek tua ini tentu saja membuat
dua orang jago dari perguruan Thian Liong Boen ini jadi mewek
saking mendongkolnya, mereka saling bertukar pandangan sambil
tertawa getir kemudian perlahan-lahan duduk kembali di atas lantai.
"Asal kau tidak pergi, persoalan apa pun bisa kita rundingkan
secara baik-baik..." kata si jago pedang Cho Ban Tek dengan wajah
berkerut sedih.
"Sungguh...??" jerit Ouw-yang Gong tiba-tiba dengan mata
melotot gede. "Hey anak jadah kumal yang bulukan, kalau punya arak
bawa sini dulu, kalau suruh aku huncwee gede duduk nongkrong terus

269
Saduran TJAN ID

disini sambil biarkan pantatku jadi kering, lama kelamaan aku bisa
tidak kerasan... mana araknya? Bawa sini, tenggorokanku sudah mulai
kering kerontang..."
Dari dalam buntalannya buru-buru si telapak naga Goei Peng
ambil keluar sebuah cupu-cupu arak kemudian diangsurkan ke depan,
menerima cupu-cupu arak tersebut Ouw-yang Gong langsung
meneguknya beberapa tegukan, setelah itu sambil tertawa terbahak-
bahak menyeka mulutnya. Biji mata berputar dan rupanya ia sedang
mencari akal lagi untuk menggoda dan mempermainkan dua orang
jago lihay dari perguruan Thian Liong Boen ini.
Ia ketukkan huncwee gedenya ke atas lantai, semua ampas
tembakaunya dibuang ke situ, setelah itu sambil putar huncwee gede
itu di tengah udara serunya lagi sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Hey, bukankah kamu berdua
menyebut dirinya datang dari perguruan Thian Liong Boen yang ada
di propinsi Liauw Tang...? Sepanjang jalan entah sudah berapa kali
kalian menjual lagak di hadapanku, katanya perguruan Thian Liong
Boen kalian bagaimana... bagaimana lihaynya, sekarang hatiku si
huncwee gede sedang gatal, pengin sekali aku melihat sampai di
manakah kepandaian silat yang dimiliki perguruan kalian. Coba kamu
dua orang anak jadah kumal masing-masing berlatihlah semacam
kepandaian untuk dipertontonkan kepadaku..."
"Apa?? Jangan ngaco belo terus menerus..." teriak Cho Ban Tek
sambil meraung gusar.
"Nenek bermata codet, edan rupanya semua nenek moyangmu,"
maki Ouw-yang Gong dengan mata melotot, "kalau kau berani tidak
menuruti perkataanku..."
Melihat Ouw-yang Gong hendak pergi, saking gelisah dan
cemasnya air muka si telapak naga Goei Peng sampai berubah hebat,
mereka berdua mendapat tugas dari Song Kim Toa Lhama untuk
menjaga Ouw-yang Gong, sepanjang jalan entah sudah berapa banyak
rasa dongkol yang harus mereka telan begitu saja, berhubung mereka

270
IMAM TANPA BAYANGAN II

takut Ouw-yang Gong secara mendadak mengingkari janji dan


ngeloyor pergi maka kedua orang itu terpaksa harus bersabar terus
menerus, mereka hanya berharap Song Kim Toa Lhama cepat-cepat
datang hingga tugas mereka selesai.
Dengan gemas ia mendepakkan kakinya keras-keras, pikirannya
di dalam hati :
"Menanti Song Kiem Toa Koksu telah datang, aku harus baik-
baik memberi pelajaran kepadanya..."
Maka dengan wajah setengah mewek karena mendongkol yang
tak tersalurkan katanya :
"Cho suheng, siapa suruh kita mendapatkan tugas konyol seperti
ini? Anggap saja kita lagi sial, mari kita turuti saja permintaannya..."
Selesai berkata ia segera mempersiapkan gerakan permulaan dari
ilmu telapak Liong heng ciang kemudian sejurus demi sejurus
dimainkan dengan teratur.
Si jago pedang Cho Ban Tek mendengus dingin, ia cabut keluar
pedangnya dan mulai berlatih pula sejurus demi sejurus.
Menyaksikan kedua orang itu benar-benar mulai berlatih silat,
Ouw-yang Gong mengerutkan alis, timbullah niatan untuk
memperolok-olok mereka sejadinya.

271
Saduran TJAN ID

Jilid 12
MAKA sambil tertawa terbahak-bahak serunya :
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak cukup kalau hanya begitu
saja, ayoh kalian saling berjotosan secara sungguh-sungguh..."
Dalam hati walaupun si jago pedang Cho Ban Tek serta di telapak
naga Goei Peng merasa kheki bercampur mendongkol tetapi perasaan
tersebut tak berani mereka utarakan di luaran, setelah mendengus
dingin mulailah mereka berdua saling bergebrak dengan serunya.
Kepandaian silat yang dimiliki ke-dua orang ini pada dasarnya
memang tidak lemah,maka setelah saling bergebrak terdengarlah
suara gedebukan dalam ruangan itu.
Memandang pertarungan yang dilakukan ke-dua orang itu Si
huncwee gede Ouw-yang Gong tertawa terbahak-bahak, kembali ia
meneguk beberapa tegukan arak, setelah itu menjatuhkan diri
berbaring di atas lantai dan tidur, terhadap pertarungan di kalangan
tak sekejap pun dipandangnya.
Menanti si kakek konyol itu sudah mulai mendengkur keras, Cho
Ban Tek serta Goei Peng segera berhenti untuk mengaso. Siapa
sangka Ouw-yang Gong memang ada maksud mempermainkan
mereka, baru saja kedua orang itu berhenti bergebrak ia segera
meloncat bangun sambil memaki :
"Anak jadah sialan, rupanya kamu dua orang cecunguk jelas
malasnya bukan main.. suruh latihanmu tidak bersungguh-sungguh...
ayoh cepat mulai bergebrak lagi..."

272
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dengan adanya kejadian ini, bukan saja Cho Ban Tek serta Goi
Peng tidak berani berhenti bergebrak, bahkan mereka sengaja
bergebrak semakin menyaring, saat ini apa yang dipikirkan ke-dua
orang ini adalah sama yaitu berharap agar orang yang menggantikan
tugas mereka cepat-cepat datang, daripada mereka harus menahan
rasa dongkol terus menerus.
Pada saat itulah mendadak terdengar suara derap kaki kuda
berkumandang di luar kuil, terdengar kuda itu mendadak berhenti
disusul berkumandangnya suara langkah manusia yang berat.
Tampak bayangan manusia berkelebat, seorang kakek berwajah
kering perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ia menyapu sekejap ke seluruh ruangan itu, ketika menemukan
Ouw-yang Gong tidur di atas lantai sedang dua orang lainnya sedang
bertempur di hadapannya, orang tua itu terkejut dan segera bentaknya
:
"Berhenti semua!"
"Neneknya cucu monyet, Hey Hee Giong Lam siap suruh kau
mencampuri urusanku..." maki Ouw-yang Gong sambil ulapkan
tangannya berulang kali.
hgs Si Rasul beracun mendengus dingin.
"Ouw-yang Gong,aku sedang risau karena tidak berhasil
menemukan dirimu, sungguh tak nyana kiranya kau bersembunyi
disini."
Ouw-yang Gong tidak menggubris ucapan orang, ia segera
bangun dari tidurnya dan berteriak :
"Heeei... kamu berdua jangan bertarung lagi, cepat kalian usir
dulu tua bangka sialan ini dari sini..."
Dalam pada itu Cho Ban Tek serta Goei Peng sedang merasa
mendongkol hingga mencapai pada puncaknya, mendengar Ouw-
yang Gong secara tiba-tiba memerintahkan mereka untuk mengusir
Hee Giong Lam dari situ, dengan cepat mereka saling berpisah
kemudian berbareng menubruk ke arah Rasul Racun itu dengan

273
Saduran TJAN ID

gerakan ganas, semua rasa dongkol dan kheki yang menekan dada
mereka selama ini ditumpahkan semua ke atas tubuh manusia She-
Hee ini.
Sembari melancarkan sebuah serangan dahsyat, si telapak naga
Goei Peng membentak gusar :
"Aku perintahkan kau segera mengundurkan diri dari sini, tempat
ini adalah daerah kekuasaan dari Jie Thay coe kami..."
"Kau sendiri yang segera enyah dari sini..." bentak Hee Giong
Lam pula sambil mendengus.
Rupanya kakek beracun ini sudah naik pitam pula, sambil
membentak tubuhnya menerjang ke depan, telapaknya langsung
disambar ke muka menggaplok pipi Goei Peng.
Plooook! Terdengar suara yang amat nyaring, sambil menahan
kesakitan Goei Peng segera mengundurkan diri ke belakang, lima
bekas jari yang merah berdarah tertera jelas di atas pipinya.
Melihat saudara seperguruannya kena digaplok orang, si jago
pedang Cho Ban Tek jadi teramat gusar, pedangnya berputar bagaikan
baling-baling kemudian laksana kilat membabat ke depan, bentaknya
:
"Bangsat keparat, rupanya kau sudah bosan hidup..."
Serangan tersebut merupakan gerakan 'Sin Kie Sit Seng' atau
Badik sakti membidik bintang dari ilmu pedang 'Liok Seng Kiam
Hoat' aliran perguruan Thian Liong Boen, begitu pedangnya bergetar
segera tampaklah kilatan cahaya dingin yang amat menyilaukan mata
meluncur ke depan mengurung seluruh tubuh Hee Giong Lam.
Si telapak naga Goei Peng sendiri sejak munculkan diri di dalam
dunia persilatan belum pernah mengalami penghinaan sebesar ini,
saking gusar dan mendongkolnya sampai-sampai sekujur badannya
gemetar keras, bibirnya kontak bersemu ungu sedang wajahnya merah
membara, dengan hati penasaran bercampur mendendam sekali lagi
ia lancarkan sebuah pukulan dahsyat.
"Aku akan beradu jiwa dengan dirimu, bangsat!"

274
IMAM TANPA BAYANGAN II

Berhadapan dengan dua orang jago lihay dari perguruan Thian


Liong Boen ini, si Rasul Racun Hee Giong Lam tak berani bertindak
gegabah, dengan menggunakan suatu gerakan yang aneh ia
melepaskan diri dari kejaran serangan pedang dan telapak musuh-
musuhnya, mendadak dari pinggang ia melepaskan seutas tali lunak
kemudian digetarkan ke udara hingga berdiri lurus kaku bagaikan
sebatang pit...
Begitu menyaksikan senjata 'istimewa' yang digunakan pihak
lawannya, kedua orang jago dari perguruan Thian Liong Boen ini
sama-sama merasa terkejut, sambil menghembuskan napas dingin
buru-buru mereka mengundurkan diri sejauh tujuh dlepan depa ke
belakang, kemudian memandang benda di tangan Hee Giong Lam
dengan pandangan termangu-mangu.
Kiranya senjata yang digetarkan di tengah udara oleh Hee Giong
Lam barusan bukan lain adalah seekor ular kecil berwarna hijau,
bukan saja ular itu sekujur badannya berwarna hijau mengkilap
bahkan lencir tipis dan panjang seakan-akan seutas tali panjang,
terutama sekali lidahnya yang merah dan tajam, sambil memandang
tubuh ke-dua orang jago lihay dari perguruan Thian Liong Boen
menjulur keluar tiada hentinya, jelas setiap saat kemungkinan besar
binatang itu akan melancarkan patukan mautnya.
Dengan sekujur badan gemetar keras, Cho Ban Tek si jago
pedang itu berseru keras :
"Kau... apakah kau adalah si orang tua dari Perguruan Selaksa
Racun?..."
"Hmmm, kematian kalian berdua sudah di ambang pintu, buat
apa banyak bertanya lagi..."
Cho Ban Tek mengerti andaikata mereka berani mengikat tali
permusuhan dengan si orang tua dari Perguruan Selaksa Racun ini,
maka tak akan ada hari yang aman lagi bagi mereka, teringat
kesemuanya ini adalah hasil gara-gara dari Ouw-yang Gong, dengan
hawa amarah yang berkobar-kobar tanpa terasa kedua orang itu

275
Saduran TJAN ID

berpaling ke arah si kakek konyol itu dan melotot penuh kebencian ke


arahnya.
Siapa tahu ketika sorot mata mereka sebentar di atas wajah Ouw-
yang Gong, sambil mengerdipkan matanya si kakek konyol itu
berlagak seolah-olah tak pernah terjadi suatu peristiwa apa pun.
"Anak jadah gombal yang berbau busuk," terdengar ia
menggembor dengan suara keras... "Apa yang bagus dilihat? Hanya
melihat ular hijau di tangan Hee Giong Lam si cucu monyet itu pun
kalian sudah ketakutan setengah mati, begitu masih bisanya berlagak
sok dan mengatakan sampai di mana lihaynya perguruan Thian Liong
Boen kalian? Hmmm! Kenapa sekarang setelah berhadapan dengan
musuh kalian jadi pucat dan terkencing-kencing saking takutnya?
Sungguh tak punya semangat, sungguh tak becus... manusia dogol..."
Dimaki kalang kabut oleh Ouw-yang Gong, hawa amarah dalam
dada Cho Ban Tek seketika berkobar kembali, ia mendengus berat
kemudian putar pedangnya melancarkan sebuah tusukan kilat ke arah
dada Hee Giong Lam.
Si Rasul Racun dari Perguruan Selaksa Racun ini segera tertawa
terbahak-bahak, mendadak ia getarkan ular hijau di tangannya untuk
menggulung senjata pedang yang sedang mengancam ke arahnya.
Berada di tengah udara ular itu berputar satu lingkaran kemudian
membelenggu senjata pedang itu tajam-tajam, kepala ular dalam
waktu yang amat singkat secara tiba-tiba mengikuti tajamnya tubuh
pedang itu meluncur ke depan dan memagut pergelangan tangan Cho
Ban Tek keras-keras.
"Aduuuh...!" terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan hati,
sambil membuang senjata pedangnya ke atas tanah Cho Ban Tek
buru-buru meloncat mundur ke belakang, keringat sebesar kacang
kedelai mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuhnya,
sebuah lengannya seketika jadi bengkak besar sekali, air mukanya
berubah hebat.

276
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sambil memandang lengannya yang mulai berubah jadi semu


kehitam-hitaman serunya sedih :
"Goe sute, aku telah terluka..."
Rupanya si telapak naga Goei Peng sama sekali tidak mengira
kalau toa suhengnya Cho Ban Tek bakal terpagut ular berbisa sebelum
satu jurus serangannya habis digunakan, saking terkejutnya ia sampai
berdiri termangu-mangu tanpa bisa berbuat sesuatu apa pun.
Beberapa saat kemudian ia baru mendusin dari rasa kagetnya,
buru-buru ia loncat ke depan mendekati tubuh suhengnya kemudian
dengan gerakan yang cepat menotok tiga buah jalan darah di atas
tubuh manusia she Cho dari perguruan Thian Liong Boen ini.
"Suheng, kau tak usah takut," serunya dengan hati bergidik.
"Sebentar lagi Song Kiem toa koksu pasti akan tiba disini, dan kau
pasti bakal tertolong..."
Berbicara sampai di situ dengan cepat ia putar badan kembali,
seluruh tenaga dalam yang dimilikinya dihimpun ke atas telapak
kanan, tapi sebelum serangan itu sempat dilontarkan untuk kesekian
kalinya jago dari propinsi Liau Tang ini dibikin berdiri tertegun.
Tampaklah ular hijau yang berada di tangan Hee Giong Lam pada
waktu itu sedang menggeliat dengan kencangnya di atas senjata
pedang suhengnya, termakan oleh gerakan tadi mendadak pedang
tersebut patah jadi beberapa bagian dengan menimbulkan suara
nyaring, patahan-patahan pedang itu berserakan di atas lantai dalam
bentuk yang amat kecil, sedang ular tadi selesai melakukan tugasnya
bergerak kembali lagi ke atas lengan majikannya.
"Suhengnya sudah tidak tertolong lagi," terdengar Hee Giong
Lam berkata sambil tertawa dingin. "Siapa pun di dalam dunia
persilatan mengetahui sampai dimanakah kelihayan dari ular hijauku
ini, di dalam tiga jam apabila tiada obat pemunah dariku untuk
memunahkan racun yang mengeram dalam tubuhnya maka selembar
jiwanya pasti akan melayang..."

277
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... rupanya kau si cucu monyet


berwajah kunyuk sedang mengibul gede-gedean di situ," seru Ouw-
yang Gong sambil tertawa terbahak-bahak, "Aku si huncwee gede
justru tidak percaya kalau ular hijaumu yang begitu kecil bisa
demikian lihaynya. Mari...mari... mari... tak ada halangannya kalau
kita mencoba-coba..."
Bicara sampai di situ ia sedot huncweenya dalam-dalam,
kemudian huncwee gede tadi dengan menciptakan diri dari selapis
bayangan hitam yang tebal menotok ke atas batok kepala ular
tersebut, serangan ini dilancarkan sedemikian cepatnya sehingga
tahu-tahu huncwee tersebut sudah meluncur ke depan.
Siapa tahu ular kecil itu ternyata memiliki gerakan tubuh yang
amat gesit, ketika merasakan datangnya ancaman dengan sebat ia
miringkan badannya ke samping kemudian secara tiba-tiba meloncat
ke depan, lidahnya yang berwarna merah langsung menggigit ke atas
wajah Ouw-yang Gong.
Melihat datangnya pagutan sang ular, Ouw-yang Gong tetap
bersikap tenang, mendadak ia buka mulut dan menyemburkan asap
huncwee yang tebal itu ke hadapan mukanya.
Rupanya ular hijau itu merasa sangat takut dengan kabut
huncwee yang amat tebal itu, badannya dengan cepat menyusut
mundur ke belakang dan kembali ke atas lengan Hee Giong Lam,
sementara sepasang matanya yang kecil dan bersinar merah itu
berkedip-kedip lirik, rupanya ia tak berani meluncur ke muka lagi.
Melihat ular itu berhasil dipukul mundur dengan amat bangga
Ouw-yang Gong segera tertawa terbahak-bahak.
Haaaah... haaaah... haaaah... anjing buduk anak kunyuk,
bagaimana dengan jurus seranganku ini?"
Air muka Hee Giong Lam berubah hebat, sebentar jadi pucat
sebentar lagi berubah jadi hijau membesi, hardiknya :
"Ouw-yang Gong, kalau ini hari aku gagal mencabut selembar
jiwa anjingmu, aku bersumpah tak akan berlalu dari sini."

278
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aaah,kentut bau nenekmu yang ketujuh puluh dua kalinya,"


maki Ouw-yang Gong dengan mata melotot. "Kalau aku si huncwee
gede jeri terhadap kau monyet Hee Giong Lam, tak nanti aku berani
bergelandangan di dalam dunia persilatan..."
"Heeeh... heeeh.... heeeh... Ouw-yang Gong kurangilah banyolan
busukmu itu, coba pikirlah sudah berapa tahun lamanya kau terkurung
di dalam lembah selaksa racunku? Apakah kau sudah lupakan
kejadian tersebut? Hmm, seandainya bukan Pek In Hoei si keparat
cilik itu yang datang menolong..."
"Cuuuh!" dengan gemas kakek Ouw yang meludah di atas lantai.
"Kalau kau tidak ungkap persoalan lama mungkin masih mendingan,
sekarang setelah kau sebut-sebut kembali peristiwa tersebut hatiku
jadi semakin kheki, kau si anak kura-kura kalau tidak menggunakan
siasat busuk, dari mana aku Ouw-yang Gong bisa terjebak di dalam
perangkapmu..."
Waktu berbiar ludahnya muncrat-muncrat ke empat penjuru,
setelah menghisap huncweenya beberapa kali ia segera enjotkan
badannya meluncur ke depan, senjata huncwee gedenya laksana petir
yang menyambar permukaan bumi menotok ke arah iga si Rasul
Racun Hee Giong Lam.
Merasakan datangnya ancaman, cikal bakal dari perguruan
seratus racun ini segera loncat ke samping untuk menghindar, serunya
sambil tertawa seram :
"Huncwee gede, kau harus tahu bahwa aku Hee Giong Lam
bukanlah manusia yang bisa dipermainkan seenaknya..."
Di kala ia sedang melancarkan pukulan untuk balas menyerang
lawannya itulah, mendadak dari luar kuil berkumandang datang suara
langkah manusia yang amat berat, langkah manusia itu bukan saja
perlahan bahkan ketika menginjak genteng yang berhamburan yang
nyaring, jelas yang datang bukan seorang saja.
Hee Giong Lam adalah manusia licik yang berakal cerdik, biji
matanya segera berputar, pikirnya :

279
Saduran TJAN ID

"Entah siapakah yang berdatangan itu? Mungkinkah manusia-


manusia sekomplotan dengan si huncwee gede Ouw-yang Gong?
Kalau yang datang benar-benar adalah para pembantu dari manusia
konyol itu, aku seorang she Hee bakal menderita kerugian besar..."
Begitu ingatan tersebut berkelebat lewat dalam benaknya, buru-
buru ia menghindarkan diri dari sebuah serangan kilat dari Ouw-yang
Gong dan mundur lima enam langkah ke belakang tegurnya :
"Hey si huncwee gede, kau sudah mengundang datang berapa
banyak orang pembantu?"
Mula-mula Ouw-yang Gong tertegun, kemudian segera makinya
dengan gusar :
"Nenek anjing... anak monyet, sejak kapan aku Ouw-yang Gong
pernah memanggil pembantu?..."
Mendengar jawaban itu legalah hati Hee Giong Lam, sebab ia
tahu belum pernah Ouw-yang Gong bicara bohong, maka sambil
ulapkan tangannya ke arah kakek konyol itu melarang dia berbicara,
perhatiannya segera dipusatkan jadi satu untuk memeriksa gerak-
gerik di luaran.
Terdengarlah suara langkah manusia itu makin lama semakin
mendekat, secara lapat-lapat ia dapat mendengar suara pembicaraan
manusia.
Terdengar seorang dengan suara yang kasar dan kaku sedang
berkata :
"Toa Koksu, menurut pandanganmu mungkinkah Ouw-yang
Gong bisa melarikan diri?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak mungkin," sahut Song Kim
Toa Lhama sambil tertawa terbahak-bahak. "Cho Ban Tek serta Goei
Peng adalah jago kelas satu dari perguruan Thian Liong Boen aliran
Utara, andaikata Ouw-yang Gong hendak satu lawan mereka berdua,
pasti ia bukan tandingan dari kedua orang itu..."
Ketika si telapak naga Goei Peng mendengar suara dari Song Kim
Toa Lhama berkumandang datang, segera teriaknya keras-keras:

280
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Toa Koksu cepat datang, toa suhengku menderita luka parah..."


"Hey anak jadah kumal! Siapa suruh kau ngebacot dan berteriak-
teriak seperti monyet kelaparan..." bentak Ouw-yang Gong dengan
mata melotot.
Baru saja bentakan itu sirap, dari balik ujung tembok secara
beruntun berjalan keluar tiga orang, Song Kim Toa Lhama berjalan
duluan disusul oleh Tauw Meh serta Tok See dua orang di
belakangnya.
Menyapu sekejap suasana dalam ruangan kuil, ketiga orang itu
nampak terkejut dan tidak habis mengerti.
Song Kim Toa Lhama melirik sekejap ke arah tubuh si jago
pedang Cho Ban Tek yang menggeletak di atas tanah, kemudian
tegurnya :
"Siapa yang telah melukai dirimu?"
"Aku!" Sahut Hee Giong Lam ketus, ia segera melangkah maju
setindak ke muka.
Dengan sorot cahaya tajam Song Kim Toa Lhama mengawasi
wajah si Rasul Racun Hee Giong Lam, kemudian sambil tertawa
dingin ujarnya :
"Ooooh, kiranya dirimu, Perguruan Selaksa Racun hanya suatu
perkumpulan kecil, berani betul kau menentang dan melawan kami!"
Penghinaan tersebut segera diterima Hee Giong Lam dengan
luapan hawa gusar yang tak terkirakan, seluruh tulang belulang dalam
tubuhnya bergemerutukan keras, jubah pakaiannya menggelembung
besar dan sorot cahaya buas memancar keluar dari matanya.
"Hey hweesio bau," serunya sambil tertawa seram, "rupanya kau
tidak pandang sebelah mata pun terhadap Perguruan Selaksa Racun
kami..."
"Hmmm! Hmmm! manusia di kolong langit dewasa ini siapa
yang berani menentang dan melawan kekuasaan Sri Baginda pada
masa ini? Walaupun Perguruan Selaksa Racun kalian merupakan

281
Saduran TJAN ID

sebuah partai di dalam dunia persilatan, tapi dalam pandangan kami


keluarga Baginda Raja..."
"Hmmm!..." dengan amat gusarnya Hee Giong Lam mendengus
keras-keras, pergelangannya diputar dan sang telapak dengan
membentuk gerakan busur melancarkan sebuah babatan maut ke arah
depan.
Song Kim Toa Lhama segera geserkan badannya berkelit ke
samping, kemudian sambil mundur ia balas mengirim pula satu
pukulan.
Mendadak Tauw Meh mencabut keluar pedangnya dari dalam
sarung, sambil mengirim satu tusukan kilat bentaknya :
"Serahkan saja bajingan she Hee ini kepadaku!"
"Kemungkinan besar manusia she Hee dari Perguruan Selaksa
Racun ini adalah komplotan dari Ouw-yang Gong, kalian cepat kirim
si huncwee gede itu berlalu dari sini, sedang jago lihay dari Tok-boen
ini biarlah aku yang layani..."
Selesai berbicara secara beruntun dia lepaskan dua buah babatan
maut memaksa Hee Giong Lam mundur dua langkah ke belakang,
Tauw Meh serta Tok See mengerti akan masuk hati dari Song Kim
Toa Lhama, secara serentak mereka segera menubruk ke arah Ouw-
yang Gong.
Merasakan dirinya ditubruk dengan hebatnya, kontan Ouw-yang
Gong memaki kalang kabut :
"Song Kiem bajingan keledai gundul,kalau berbicara mulutmu
disikat dulu agar tidak bau! Aku si huncwee gede kenal dengan semua
manusia yang ada di kolong langit, tapi tidak kenal dengan cucu
monyet anak kura-kura she Hee tersebut, kalau tidak percaya
tanyakanlah sendiri kepadanya..."
"Huncwee gede!" seru Tok See dengan suara dingin sambil
menyusup mendekati, "Toa Koksu ada perintah untuk mengundang
kau pergi menghadap Jie Thaycu kami..."

282
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Nenek anjing monyet jelek! Walaupun aku si huncwee gede


sudah menyanggupi untuk tidak ngeloyor pergi, tapi aku tak pernah
menyanggupi untuk pergi menjumpai pangeran anak monyet jelek
itu," bentak Ouw-yang Gong dengan mata melotot bulat. "Tok See!
Kalau kau hendak menggunakan kekerasan terhadap diriku, maka kau
sudah salah memilih orang..."
Ketika dilihatnya secara tiba-tiba air muka si huncwee gede itu
berubah bersungut, baik Tok See maupun Tauw Meh segera mengerti
bahwa urusan telah terjadi perubahan, sebagai dua jago pedang
terbaik di kolong langit, mereka segera menggetarkan senjatanya
masing-masing menciptakan berkuntum-kuntum bunga pedang yang
dingin dan tajam untuk mengurung seluruh tubuh kakek konyol itu.
Dengan ketakutan Ouw-yang Gong mundur selangkah ke
belakang, makinya penuh kegusaran :
"Aduuh celaka... rupanya kalian dua orang anak monyet jelek
yang borokan hendak mencabut selembar jiwaku... hey! Jangan kasar-
kasar terhadap aku tahu?..."
Mendadak tubuhnya mencelat ke angkasa, berada di udara
dengan lincah ia berjumpalitan beberapa kali lalu dengan gerakan
tegak lurus bagaikan sebatang tombak ia meluncur naik ke atas tiang
wuwungan bangunan kuil itu.
Baik Tok See maupun Tauw Meh tak pernah menyangka kalau si
kakek konyol itu bakal mengeluarkan jurus serangan seaneh itu,
saking mendongkol dan khekinya mereka segera berkaok-kaok dan
menyumpah-nyumpah.
Bersandaran di atas tiang penglari Ouw-yang Gong menghisap
huncweenya beberapa kali, dua gulung asap hitam disemburkan
perlahan-lahan lewat kedua buah lubang hidungnya, lalu sambil
memandang Tok See serta Tauw Meh yang sedang mencak-mencak
di bawah ia tertawa terbahak-bahak, sikap mengejek sekali.

283
Saduran TJAN ID

Tauw Meh segera enjotkan badannya meluncur ke tengah udara,


berbareng dengan gerakan tersebut cahaya pedang berkilauan
mengirim satu tusukan kilat, bentaknya marah :
"Huncwee gede! Sedari kapan kau telah mempelajari kepandaian
ngeloyor pergi ini?"
Huncwee gede Ouw-yang Gong menggerakkan senjatanya
memukul balik cahaya pedang yang mengancam dirinya...
Traaaang! Seketika itu juga tubuh Tauw Meh yang sedang
mumbul ke atas terpukul pental dan melayang turun kembali ke atas
lantai.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau tanya aku pelajari ilmu
ngeloyor ini sedari kapan?" seru kakek itu sambil tertawa terbahak-
bahak. "Baiklah kuberitahukan kepadamu, aku belajar kepandaian ini
sedari nenekmu yang burikan itu dilahirkan di kolong langit.
Haaaah... haaaah... haaaah... kenapa kalian dua ekor monyet jelek
tidak sekalian naik bersama-sama?..."
Tok See serta Tauw Meh mengerti bahwasanya kepandaian silat
Ouw-yang Gong yang sebenarnya tidaklah berada di bawah mereka,
melihat si kakek itu menggantungkan diri di tengah udara tentu saja
kedua orang jago pedang itu dibikin apa boleh buat.
Setelah saling bertukar pandangan sekejap kedua orang itu
serentak bersama-sama menubruk ke arah Hee Giong Lam.
Dalam pada itu Hee Giong Lam setelah saling beradu kekuatan
sebanyak beberapa jurus dengan Song Kim Toa Lhama, ia mulai
merasa tidak tahan dan keteter hebat, melihat Tok See serta Tauw
Meh secara tiba-tiba menyerang pula ke arahnya, ia jadi semakin
gelisah, buru-buru teriaknya :
"Hey Ouw-yang Gong! Asal kau suka membantu diriku untuk
pukul mundur mereka dari sini, sejak ini hari aku Hee Giong Lam
berjanji tak akan mencari satroni dengan dirimu lagi, persoalan yang
menyangkut dirimu di kemudian hari akan kuanggap sebagai
persoalanku pula..."

284
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak bisa jadi, persoalan yang


menyangkut kau si anak kura-kura aku tak sudi mencampuri..."
Dalam keadaan terdesak yang dipikirkan Hee Giong Lam dalam
hatinya adalah bagaimana caranya memukul ketiga orang jago lihay
dari dunia persilatan ini, walaupun makian dari Ouw-yang Gong
cukup mengobarkan hawa amarahnya tapi ia tetap sabarkan diri untuk
menahan gelora angkara murkanya dalam dada.
Setelah menghembuskan napas panjang, secara beruntun si Rasul
Racun dari perguruan Pak Tok Boen ini melancarkan tujuh buah
serangan berantai, teriaknya kembali :
"Hey, Ouw-yang Gong! Asal kau mau turun ke bawah untuk
membantu diriku, aku Hee Giong Lam akan menyanggupi satu
permintaan yang kau ajukan kepadaku..."
Song Kim Toa Lhama yang ikut mendengarkan teriakan-teriakan
itu segera tertawa, katanya sambil melepaskan satu pukulan :
"Si huncwee gede sendiri pun tak sanggup melindungi
keselamatan jiwanya sendiri, dari mana ia mampu membantu
dirimu..."
Sementara itu ketika Ouw-yang Gong melihat Hee Giong Lam
berhasil didesak oleh tiga orang jago lihay itu sehingga kesempatan
untuk melepaskan makhluk-makhluk berbisanya pun tak sempat, ia
jadi kegirangan setengah mati, sambil tertawa terbahak ia bertepuk
tangan tiada hentinya.
Dan kini setelah mendengar Hee Giong Lam menyanggupi untuk
memenuhi sebuah permintaannya, dengan otaknya berputar, pikirnya
:
"Hee Giong Lam telah mengurung aku si ular asap selama hampir
tujuh belas tahun lamanya, sekarang setelah ada persoalan mohon
bantuanku, lebih baik aku terima saja, kemudian aku pun akan
mengurung dirinya selama dua puluh tahun..."
Berpikir demikian ia lantas gerakkan badannya melayang turun
ke bawah, huncwee gedenya digetarkan menotok pinggang Song Kim

285
Saduran TJAN ID

Toa Lhama. Jurus serangan ini dilancarkan dengan cepat sementara


di udara bergema suara desiran tajam.
"Hey anak kura-kura," teriaknya, "setelah kau mengatakan
demikian, maka kau harus pegang janji lho..."
Setelah merasakan daya tekanan yang mengurung tubuhnya rada
kendur, Hee Giong Lam tarik napas dalam-dalam dan menyahut :
"Tentang soal ini kau si ular asap boleh berlega hati, aku Hee
Giong Lam bukanlah seorang manusia yang suka mengingkari janji
sendiri!"
Menggunakan kesempatan di kala Ouw-yang Gong sedang
bertempur melawan Song Kim Toa Lhama itulah badannya segera
mundur ke belakang, ular hijau kecilnya dengan cepat meluncur
keluar dari sakunya dan langsung mematuk pedang panjang dari Tok
See yang sedang mengancam ke atas tubuhnya.
Si telapak naga Goei Peng yang berada di samping kalangan,
begitu menyaksikan Hee Giong Lam telah mengeluarkan kembali ular
beracunnya yang maha sakti itu, sekujur badannya seketika bergetar
keras saking takutnya, buru-buru ia berteriak keras memperingatkan :
"Tok heng, hati-hati! Ular itu sangat beracun..."
Tok See putar gerakan pedangnya ke samping, dari balik gerakan
senjatanya segera muncullah pancaran cahaya dingin yang
menggidikkan, menyongsong kehadiran ular hijau itu ia babat tubuh
binatang tersebut.
Babatan ini datangnya amat cepat dan tajamnya sukar dilukiskan
dengan kata-kata"
Ciiit...! Ular hijau itu mencilit aneh, lidah merahnya yang tajam
memuntir di tengah udara, meminjam gerakan tubuhnya yang
menyungkit ke atas secara tiba-tiba ia alihkan ancamannya mematuk
tubuh Tauw Meh.
Rupanya Tauw Meh tidak menyangka kalau ular hijau itu dapat
meluncur ke arahnya dengan gerakan yang begitu cepat, sebelum
pedangnya sempat digerakkan untuk menyerang, mendadak kakinya

286
IMAM TANPA BAYANGAN II

terasa disambar angin dingin diikuti sebuah benda menyusup masuk


lewat lubang celananya dan merangkak naik ke atas.
Makhluk dingin dan licin lunak itu bergerak terus menyusup ke
atas paha, ia jadi kaget dan ketakutan sehingga tubuhnya berguling-
guling di atas tanah, teriaknya dengan amat ketakutan :
"Tok See benda apakah itu..."
Dengan cepat Tok See alihkan sinar pandangannya ke arah benda
yang sedang bergerak-gerak menyusup ke dalam celana sahabatnya,
tapi dengan cepat wajahnya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat,
dengan suara gemetar karena ketakutan teriaknya :
"Aaaaah, ular... ular..."
Kendati Tauw Meh mempunyai nyali yang amat besar dan tidak
takut langit atau pun bumi, tapi sejak kecil ia paling takut dengan ular.
Kini setelah mendengar makhluk dingin, licin dan lunak yang
sedang merangkak dalam celananya adalah ular ia jadi gemetar keras
karena ketakutan, seraya membuang pedang dalam genggamannya ia
berteriak-teriak keras :
"Tolong... tolong... ada ular... tolong singkirkan ular dalam
celanaku..."
Sambil berteriak ia lari ke sana kemari dengan takutnya, dalam
waktu singkat jago pedang she-Tauw itu sudah mengelilingi ruang
kuil tersebut sebanyak dua kali.
Rupanya ular hijau itu ada maksud untuk menggoda korbannya,
dari kaki perlahan-lahan binatang tadi merangkak naik ke bawah
kemudian muncul dari sisi leher dan menjilat-jilat wajahnya.
Menyaksikan anak buahnya dibikin ketakutan karena seekor ular,
Song Kim Toa Lhama segera loncat ke depan, serunya :
"Cepat tangkap bagian tujuh coen-nya..."
Suasana dalam kuil bobrok itu untuk beberapa saatnya berubah
jadi hening dan sunyi karena tingkah laku Tauw Meh yang
mengenaskan itu. Siapa pun tak pernah menyangka kalau gara-gara
seekor ular hijau ternyata membuat seorang jago pedang dari

287
Saduran TJAN ID

angkatan muda dibikin ketakutan setengah mati sampai berlarian ke


sana kemari sambil berteriak-teriak histeris...
Air muka Song Kim Toa Lhama berubah hebat, laksana kilat
tubuhnya meluncur ke depan, berada di tengah udara ia berputar
dengan suatu gerakan manis kemudian melayang ke hadapan Tauw
Meh.
Ketika tubuhnya masih berada di tengah udara, pendeta itu segera
membentak lagi :
"Cepat cekal bagian tujuh coen-nya..."
Walaupun Tauw Meh memiliki kepandaian silat yang maha sakti,
tetapi terhadap makhluk lunak yang mengerikan itu ia paling merasa
takut, pada saat itu dengan badan gemetar keras dan wajah hijau
membesi ia berdiri mematung tanpa berani bergerak barang sedikit
pun jua.
"Toa Koksu!" terdengar ia berseru dengan suara gemetar.
"Tolong bantulah diriku..."
Wajahnya mengenaskan sekali, dari sorot matanya jelas terlihat
betapa besarnya harapan jago muda ini untuk memperoleh bantuan
dari Koksunya ini.
Menyaksikan keadaan Tauw Meh yang begitu mengenaskan serta
bernyali kecil, tanpa terasa Song Kim Toa Lhama tertawa dingin, ia
ada maksud mendemonstrasikan kelihayannya di depan orang,
telapak tangannya laksana sambaran kilat segera meluncur ke depan
melakukan penangkapan.
"Heeeh... heeeeh... heeeeh. makhluk sialan, kau pun berani bikin
keonaran di sini.
Di mana jari telapaknya meluncur datang, desiran angin tajam
yang memekakkan telinga membelah angkasa, tampak bayangan
telapak menyambar lewat dan tahu-tahu ular kecil tadi sudah tercekal
dalam genggamannya.

288
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmm! Makhluk jelek seperti ini pun berani kau gunakan untuk
menakut-nakuti orang..." kembali Song Kim Toa Lhama mengejek
sambil tertawa seram.
Hawa lweekang yang dimilikinya segera dihimpun ke dalam
tubuh, sepasang telapaknya mencengkram kepala serta ekor ular tadi
kemudian ditariknya ke samping.
Ular hijau itu mencuit nyaring, mendadak tubuhnya menyusut
menjadi semakin kecil, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan
ular tersebut.
Hee Giong Lam yang menyaksikan perbuatan pendeta gundul itu
dengan cepat tertawa dingin, jengeknya :
"Kalau kau sanggup membetot ular itu hingga patah jadi dua
bagian, anggap saja aku Hee Giong Lam yang menderita kalah!"
Rupanya Song Kim Toa Lhama tak pernah mengira kalau ular
hijau itu mempunyai kekuatan yang demikian besarnya, ia mendengus
dingin, segenap kekuatan yang dimilikinya dihimpun ke dalam
telapak kemudian sekali lagi dibetotnya keras-keras.
Seketika itu juga ular hijau tadi tertarik hingga lurus bagaikan
pena, namun makhluk tadi belum berhasil juga dibetot putus.
"Hmmm..."
Mendadak Song Kim Toa Lhama mendengus rendah, segumpal
bau amis yang menusuk hidung tersebar di angkasa, titik darah kental
berceceran di atas permukaan tanah, dalam suatu sentakan yang amat
dahsyat tubuh ular hijau itu tersentak putus jadi beberapa bagian dan
rontok ke bawah.
Air muka si Rasul Racun Hee Giong Lam berubah hebat, kembali
ayunkan tinjunya ke depan hardiknya :
"Bajingan gundul, kau harus dibunuh..."
Angin pukulan menderu-deru, pukulan ini disodokkan langsung
ke arah dada musuh dengan kekuatan hebat.

289
Saduran TJAN ID

Song Kim Toa Lhama geserkan badannya ke samping untuk


berkelit, dengan suatu gerakan manis tahu-tahu ia telah meloloskan
diri dari ancaman tersebut.
Kemudian sambil tertawa dingin ejeknya :
"Kalau terlalu sombong, jumawa dan tidak pandang sebelah mata
pun terhadap orang lain, bahkan mau cari gara-gara dengan pihak
keluarga Kaisar... Hmmmm! Hmmmm...! itulah artinya mencari
kesulitan bagi diri sendiri!"
Ouw-yang Gong yang ikut mendengarkan pembicaraan itu dari
samping kalangan mendadak jadi naik pitam sembari sapukan
huncwee gedenya ke arah lawan makinya :
"Anak jadah cucu monyet...! Kau si bajingan botak pun berani
sembarangan melepaskan angin busuk disini..."
Tok See segera ayunkan pedangnya dari samping, cahaya tajam
yang berkilauan berkelebat memenuhi angkasa, di mana ujung pedang
itu bergetar seketika terciptakan berbintik-bintik kilatan cahaya di
mana langsung meluncur ke arah Ouw-yang Gong.
"Hey ular asap tua!" serunya sambil tertawa dingin, "kau berani
memaki toa Koksu kami dengan kata-kata kotor..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... neneknya! kau si anak kura-kura
pun berani kurang ajar kepadaku..." Ouw-yang Gong tertawa
terbahak-bahak.
Huncwee gedenya mendadak digetarkan keluar, sekilas cahaya
tajam menyapu lewat langsung menghajar tubuh musuh.
"Traaaaang...!"
Tok See merasakan pergelangannya bergetar keras, percikan
bunga api muncrat ke empat penjuru, termakan oleh totokan senjata
lawan pedangnya tersampok miring sehingga hampir saja terlepas dari
genggamannya.
Dengan hati terkesiap tercampur ngeri buru-buru badannya
mundur lima enam langkah ke belakang lalu menatap wajah si orang
tua itu dengan mata mendelong.

290
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dalam pada itu setelah si huncwee gede Ouw-yang Gong berhasil


memukul mundur Tok See dalam sejurus, ia segera mendongak
tertawa terbahak-bahak dan menghisap huncweenya berulang kali,
asap putih mengepul keluar lewat lubang hidungnya sedang sepasang
mata menatap Song Kim Toa Lhama tajam, senyuman mengejek
tersungging di ujung bibirnya.
Kiranya pada waktu itu Song Kim Toa Lhama sedang berdiri di
tengah kalangan dengan wajah berkerut kencang, kemudian ia
meraung keras dengan penuh rasa kesakitan, telapak yang sedang
direntangkan secara tiba-tiba menyambar ke atas kakinya sendiri.
"Bangsat..." teriaknya dengan penuh kegusaran. "Ular sialan,
sudah modar pun kau masih tidak terima..."
Dalam genggamannya tercekal potongan ular yang barusan
dibetot putus itu, sedangkan pada moncong ular yang telah putus tadi
tergigit segumpal daging yang berlumuran darah.
Semua orang dalam ruangan itu jadi amat terperanjat, terlihatlah
kaki Song Kim Toa Lhama telah terluka lebar, segumpal dagingnya
copot tergigit ular tadi sehingga darah segar mengucur keluar tiada
hentinya membasahi seluruh celana dan permukaan tanah.
Pendeta itu gusar bercampur mendongkol, dengan rasa penuh
kebencian digenggamnya kepala ular yang telah terpotong tadi lalu
dipencet sekeras-kerasnya hingga hancur berhamburan di atas tanah,
setelah itu cepat-cepat ia ambil keluar sebutir pil dan dimasukkan ke
dalam mulutnya, hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh tubuh
berusaha melawan cairan racun ular yang telah menyusup ke dalam
badannya itu.
Melihat Song Kim Toa Lhama terluka, Hee Giong Lam segera
tertawa terbahak-bahak dengan hati gembira, serunya :
"Ular hijauku adalah termasuk salah satu makhluk paling beracun
yang ada di kolong langit, meskipun ilmu silatmu sangat lihay, jangan
harap hawa murnimu sanggup melawan daya kerja racun keji yang

291
Saduran TJAN ID

sangat dahsyat itu. Haaaah... haaaah... haaaah... hidupmu tak akan


lebih lama dari lima jam lagi..."
Sekujur tubuh Song Kim Toa Lhama gemetar keras setelah
mendengar ancaman ini, tergopoh-gopoh ia duduk bersila di atas
tanah dan menggunakan sim hoat tenaga lweekangnya ia berusaha
memaksa keluar racun ular yang mulai menyebar ke seluruh tubuhnya
itu.
Dalam pada itu Tauw Meh yang menyaksikan Song Kim Toa
Lhama menderita luka racun yang begitu parahnya lantaran hendak
menolong dirinya, dalam hati merasa teramat sedih, ia segera
menenteramkan hatinya dan selangkah demi selangkah berjalan
mendekati tubuh Rasul Racun Hee Giong Lam dengan wajah penuh
napsu membunuh.
"Makhluk racun tua!" serunya sambil tertawa dingin, pedangnya
diangkat menghadap ke angkasa. "Cepat serahkan obat pemunahnya
kepadaku..."
"Hmmm! Tidak semudah itu kawan..."
Tauw Meh membentak gusar, pedangnya sambil bergetar maju
dua langkah ke depan. Dalam sekejap mata tampaklah cahaya tajam
yang berkilauan mengelilingi seluruh tubuhnya.
Di tengah kerlipan cahaya berkilauan itulah kembali ia
menghardik :
"Rupanya kau pengin modar..."
Criiiit....! Criiiit.....!
Cahaya pedang membumbung ke angkasa, sekilas cahaya tajam
menembusi udara mengancam tubuh lawan. Di tengah desiran tajam
laksana kilat ujung pedangnya menusuk ulu hati Hee Giong Lam.
Si Rasul Racun ini meraung keras, telapak kirinya didorong ke
depan, segumpal hawa pukulan yang amat dahsyat bagaikan guntur
membelah bumi meluncur ke muka menyongsong kedatangan titik
cahaya pedang musuh.

292
IMAM TANPA BAYANGAN II

Telapak tangan yang diluncurkan ke muka tadi secara mendadak


berubah jadi merah membara, bagikan sebuah jepitan baja yang
membara diiringi hawa panas yang menyengat badan segera
menggulung ke arah muka.
Cahaya pedang yang dipancarkan Tauw Meh setelah termakan
oleh pukulan 'Hiat Chiu Eng' yang amat berat itu seketika tak sanggup
menahan diri, badannya mundur empat lima langkah ke belakang
sementara pedangnya hampir saja terlepas dari genggamannya.
Sekalipun begitu pantulan cahaya kilat yang terpancar keluar
diiringi suara desiran tajam itu masih tetap meneruskan daya
luncurnya ke arah depan...
Melihat pukulan 'Hiat Chiu Eng' yang ia pancarkan hanya
sanggup menahan sebentar bayangan pedang lawan, Hee Giong Lam
merasa amat terperanjat.
Ujung jubahnya segera dikebaskan keluar, bagaikan bayangan
setan ia meluncur ke angkasa, di tengah udara ia membentak keras,
telapak kirinya diayun mengirim satu pukulan sementara lima jari
tangan kanannya dengan memancarkan lima buah jalur hawa hitam
menyebar ke seluruh kalangan.
Tauw Meh terkesiap, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam
benaknya :
"Hee Giong Lam tersohor di kolong langit karena pukulan-
pukulan beracunnya, hawa hitam yang dipancarkan dari jari tangan
tersebut pasti mengandung hawa racun yang hebat, kalau aku harus
beradu kekerasan dengan dirinya perbuatan ini boleh dibilang terlalu
menempuh bahaya..."
Ingatan tersebut bagaikan sambaran kilat berkelebat di dalam
benaknya, buru-buru Tauw Meh tarik kembali pedangnya sambil
meloncat mundur ke belakang, teriaknya :
"Tok heng, mari kita bereskan dahulu bangsat ini!"
Sementara itu tubuh Tok See laksana busur yang melengkung
berkelebat menembusi angkasa, pedang di dalam genggamannya

293
Saduran TJAN ID

dengan menciptakan selapis cahaya hijau segera membabat ke atas


batok kepala Rasul beracun itu.
Menghadapi serangan dua orang musuh dari arah yang
bertentangan, Hee Giong Lam segera membentak gusar :
"Bangsat yang tidak tahu malu..."
Tubuhnya yang tinggi besar mendadak meloncat ke tengah udara,
berada di angkasa ia merandek sejenak, dengan gerakan yang manis
itulah ia berhasil melepaskan diri dari ancaman kedua bilah cahaya
pedang itu tanpa mengalami cedera apa pun.
******

Bagian 20
TETAPI Tok See serta Tauw Meh adalah sepasang jago pedang yang
punya pengalaman luas dalam pertarungan, tubuh mereka tiba-tiba
merandek sementara sepasang pedang itu segera berubah posisi dan
mengejar ke atas, cahaya pedang berkilauan dari dua arah yang
berbeda segera menggulung ke satu sasaran yang sama.
Kendati Hee Giong Lam adalah seorang ketua dari perguruan
seratus racun, apa daya kepandaian silat dari kedua orang pemuda ini
memang lihay sekali,ia jadi terkesiap dan satu ingatan dengan cepat
berkelebat dalam benaknya.
Ia berpikir di dalam hati :
"Menyaksikan aku diserang oleh dua orang musuh tangguh si
Ular asap tua sama sekali tiada bermaksud membantu diriku, jelas ia
ada maksud menyusahkan diriku. Rasanya tak ada gunanya aku
berdiam terlalu lama disini, lebih baik di kemudian hari saja kutuntut
balas atas hutang piutang pada hari ini..."
Mendadak ia melancarkan empat buah serangan berantai diikuti
dilepaskan pula beberapa pukulan dengan kekuatan yang berbeda,
memaksa Tauw Meh serta Tok See terdesak mundur beberapa
langkah ke belakang, menggunakan kesempatan itulah ia melayang
ke udara kemudian meluncur keluar ruangan.
294
IMAM TANPA BAYANGAN II

Si Huncwee gede Ouw-yang Gong segera mengerutkan dahinya,


ia memaki :
"Anak jadah cucu monyet, kau mau ngeloyor kemana..."
Pada saat ini Hee Giong Lam telah mengambil keputusan untuk
melarikan diri dari situ, ia mendengus dingin, tubuhnya yang berada
di tengah udara secara beruntun berganti beberapa gerakan, meskipun
kepandaian Tauw Meh serta Tok See cukup ampuh, tak urung
kecepatan mereka rada terlambat setindak.
Sambil membabatkan pedangnya ke tengah angkasa, Tok See
membentak keras :
"Kau pengin lari dengan begini saja?" Tidak gampang..."
Baru saja ucapan itu selesai diutarakan mendadak terlihatlah
tubuh Hee Giong Lam yang sedang meluncur di angkasa melayang ke
atas tanah, diikuti sebilah pedang menerobos masuk dari luar pintu,
hampir saja menyayat wajah Rasul Racun itu.

295
Saduran TJAN ID

Jilid 13
BAYANGAN manusia berkelebat lewat, seorang pemuda tanpa
mengeluarkan sedikit suara pun munculkan diri dalam ruang tengah,
di tangan kanannya mencekal sebilah pedang sedang matanya dengan
pandangan dingin menatap wajah Rasul Racun itu tajam-tajam.
Terdesak balik oleh babatan pedang orang hingga tubuhnya
terpaksa kembali ke tempat semula, Hee Giong Lam merasa amat
terperanjat, tetapi setelah dilihatnya pemuda itu sedang menatap ke
arahnya dengan pandangan dingin, hawa gusarnya kontan berkobar.
"Siapa kau??" tegurnya sambil mendengus dingin.
Pemuda itu tidak menjawab, hanya dengan pandangan dingin ia
melirik sekejap ke arah Song Kim Toa Lhama yang sedang duduk
bersila di atas tanah, sinar matanya menunjukkan perasaan tidak
percaya.
Buru-buru Tok See tarik kembali serangannya sambil meloncat
mundur ke belakang, sapanya dengan hormat :
"Jie Thay-cu..."
Lie Peng mengangguk.
"Song Kiem-toa Kok-su, bagaimana keadaan lukamu??"
tegurnya.
Pada saat itulah Song Kim Toa Lhama membuka matanya dan
menyapu sekejap ke arah Hee Giong Lam dengan pandangan
membenci, perlahan-lahan ia bangun berdiri dari atas tanah.

296
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Seandainya aku tidak memiliki ilmu Ga Lan Thay Hoat dari


Tibet, mungkin sedari tadi jiwaku sudah melayang! serunya dengan
hati penasaran.
Dengan pandangan gusar Lie Peng melirik sekejap ke arah Hee
Giong Lam, lalu ujarnya :
"Orang ini berani melukai toa Kok-su, Hmmm! ini hari aku Jie
Thay-cu bersumpah akan mencabut jiwanya. Ayoh! Siapa di antara
kalian yang mau menangkap keparat ini..."
Tauw Meh serta Tok See bersama-sama menggerakkan tubuhnya
maju ke depan dan mengepung Hee Giong Lam rapat-rapat.
Sementara itu Hee Giong Lam sendiri setelah mendengar pemuda
yang berada di hadapannya bukan lain adalah keturunan dari dari
Kaisar dewasa ini, pangeran kedua Lie Peng, hatinya merasa bergetar
keras sekalipun dia adalah seseorang dedengkot dalam ilmu racun
tetapi berada di hadapan pangeran tingkah lakunya tak berani
keterlaluan.
"Siapa yang berani maju ke depan, aku segera akan melepaskan
racun tanpa bayangan..." ancamnya dengan nada dingin.
Ouw-yang Gong yang berada di samping segera berkaok-kaok
keras, teriaknya :
"Anjing sialan anak monyet, kau apa tak bisa menghajar
dirinya..."
"Hmmmm, kembali kau si ular asap tua bikin gara-gara..." maki
Lie Peng sambil melotot ke arah kakek konyol.
"Maknya!" kontan Ouw-yang Gong memaki kalang kabut sambil
melototkan matanya bulat-bulat. "Aku ular asap tua masa dikatakan
tukang bikin gara-gara..."
Pangeran kedua Lie Peng ini walaupun dalam dunia persilatan
tidak punya nama, tapi dalam kerajaan dan terutama dalam keraton
mempunyai kekuasaan yang amat besar, melihat si huncwee gede
Ouw-yang Gong memaki orang seenaknya sendiri, seketika itu juga
hawa amarahnya berkobar.

297
Saduran TJAN ID

Dengan wajah berubah hebat bentaknya penuh kegusaran :


"Ouw-yang Gong, kau lagi ngaco belo apaan???"
Song Kim Toa Lhama mengerti Ouw-yang Gong jago untuk
bersilat lidah, untuk menghindari si kakek konyol itu mengucapkan
kata-kata yang lebih tak enak didengar, buru-buru meloncat ke arah
depan.
Makinya dengan wajah berubah jadi dingin :
"Hey si ular asap tua, kau jangan lupa dengan perjanjian di antara
kita..."
Selama hidupnya Ouw-yang Gong paling takut dikata orang tidak
pegang janji, setelah ilmu silatnya kalah di tangan pendeta tersebut ia
pernah menyanggupi untuk menantikan hukuman dari Song Kim Toa
Lhama kecuali kalau dalam perjalanan menghadap Jie thay-cu, ada
orang berhasil mengalahkan padri itu, maka perjanjian tadi kan
dianggap batal.
Mendapat teguran dengan hati sedih dan badan lemas Ouw-yang
Gong kontan membungkam dalam seribu bahasa dan tundukkan
kepalanya rendah-rendah.
Tentu saja Hee Giong Lam tidak tahu akan persoalan antara Ouw-
yang Gong dengan Song Kim Toa Lhama, melihat ada kesempatan
baik yang bisa digunakan senyuman gembira segera terlintas di atas
wajahnya yang adem dan kaku itu.
Ia tertawa seram dan berseru :
"Ouw-yang Gong, ayoh kita berdua sama-sama menerjang keluar
dari tempat ini kemudian baru mencari kesempatan untuk membalas
dendam terhadap mereka..."
"Hmmmm... Hmmmm... terlalu polos jalan pikiranmu," jengak
Song Kim Toa Lhama dingin. "Sayang persoalan tidak akan
segampang seperti apa yang kau pikirkan..."
Lengannya direntangkan, segulung bayangan telapak laksana
tindihan sebuah bukit membabat keluar.

298
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hee Giong Lam segera menggeserkan tubuhnya berkelit ke


samping, teriaknya dengan nada gusar:
"Kaa anggap aku jeri terhadap dirimu..."
Pada saat ini ia telah sadar bahwa untuk menerjang keluar dari
kepungan bukanlah satu persoalan yang gampang, karena itu segera
timbullah ingatan untuk untung-untungan melakukan pertarungan adu
jiwa.
Demikianlah tanpa menyahut atau mengeluarkan sedikit suara
pun sepasang telapaknya mendadak direntangkan ke kiri dan kanan,
dengan kecepatan laksana sambaran kilat ia serang Song Kiem Toa
Lhama serta pangeran kedua Lie Peng pada saat yang bersamaan.
Air muka Padri itu kontan berubah hebat.
"Kau berani!" teriaknya.
Dengan menggunakan ilmu 'Thian Liong Ciang' suatu
kepandaian sakti aliran Tibet ia lancarkan satu pukulan yang cepat dan
berat. Tapi... walaupun reaksi serta gerakannya dilakukan dengan
kecepatan yang luar biasa, namun gagal juga maksudnya untuk
menghalangi serangan telapak yang ditujukan ke arah tubuh Lie Pang
tersebut, hal ini membuat padri ini saking cemasnya segera meraung
gusar.
Ketika itu Tauw Meh berdiri paling dekat dengan Jie Thay cu,
ketika menyaksikan Lie Peng terancam mara bahaya tanpa
memikirkan keselamatan sendiri lagi ia segera meloncat ke depan,
seluruh tubuhnya menghadang di hadapan Jie Thay cu sementara
pedangnya laksana kilat membabat keluar...
Bluuuk ! di tengah benturan keras, Tauw Meh merasakan
kepalanya pusing tujuh keliling dan matanya berkunang-kunang,
tubuhnya yang bsar terpental beberapa langkah ke belakang setelah
termakan oleh pukulan yang maha dahsyat itu, tidak ampun lagi darah
segar muncrat keluar dari mulutnya.
Dalam pada itu Hee Giong Lam sendiri pun terpaksa harus
menarik banyak kekuatan serangannya berhubung menghadapi

299
Saduran TJAN ID

serangan adu jiwa yang dilancarknn oleh Song Kim Toa Lhama,
walaupun ia berhasil menyarangkan kepalannya di atas tubuh Tauw
Meh, tapi dia sendiripun terbabat tubuhnya oleh sabetan pedang Tauw
Meh sehingga menimbulkan mulut luka yang panjang.
Ia menjerit kesakitan kemudian meraung gusar, tubuhnya buru-
buru meloncat ke arah samping meloloskan diri dari ancaman
berikutnya yang hampir menempel di badannya, dengan demikian
pukulan Song Kim Toa Lhama segera mengenai sasaran yang kosong.
Dengan sempoyongan tubuh Tauw Meh maju beberapa langkah
ke depan kemudian roboh terjengkang, tapi Jie Thay cu Lie Peng yang
berada di dekatnya dengan cepat menyanggah badannya kemudian
memayang bangun.
Terlihatlah wajah Tauw Meh telah berubah jadi pucat pias
bagaikan mayat, darah segar muntah keluar terus dari mulutnya.
Lie Peng si pangeran kedua segera menepuk-nepuk bahunya
seraya menghibur :
"Kau berjasa besar karena melindungi pun Thay cu dari bahaya
ancaman musuh, aku pasti akan menaikkan pangkatmu..."
Tauw Meh jadi teramat girang mendengar janji tersebut, seketika
itu juga ia lupa kalau luka dalam yang sedang dideritanya amat parah,
sembari membesut darah kental yang menetes keluar di ujung
bibirnya buru-buru ia menjura menyatakan rasa terima kasihnya.
"Terima kasih atas anugerah dari Thay Cu..."
Perlahan-lahan Lie Peng alihkan kembali sinar matanya ke
tengah kalangan, pedang dalam genggamannya digetarkan keras
sehingga mendengung nyaring, setelah membentuk lingkaran cahaya
yang amat besar terpancarlah suara pekikan naga yang memekakkan
teling.
Ia tertawa keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku akan membinasakan dirinva
dengan tanganku sendiri, agar sakit hatimu bisa terbalas..."

300
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tubuhnya segera meloncat ke depan, setelah melewati bayangan


tubuh Song Kim Toa Lhama serta Tok See pedangnya laksana kilat
membabat ke arah tubuh lawan.
Sementara itu Hee Giong Lam di bawah serangan gencar dari
Song Kim Toa Lhama serta Tok See sudah mulai keteter hebat dan
menunjukkan tanda-tanda tidak kuat menahan diri, sekarang setelah
bertambah pula dengan hadirnya Lie Peng dalam pertarungan,
keadaannya semakin payah.
Akhirnya ketika melihat Ouw-yang Gong tidak ada maksud
membantu, dengan hati penasaran segera teriaknya dengan penuh
kegusaran :
"Ouw-yang Gong, kau sudah modar?"
Sebaliknya Ouw-yang Gong sendiri merasa amat bergirang hati
setelah dilihatnya Hee Giong Lam dipukul sampai keteter hebat, ia
hisap huncweenya berulang kali lalu perlahan-lahan menyemburkan
asapnya ke udara.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Hee Giong Lam!" jengeknya
sambil tertawa tergelak. "Aku si ular asap tua tak dapat membantu
dirimu..."
Matanya segera melirik sekejap ke arah si Telapak naga Goei
Peng yang bersandar di tubuh Cho Ban Tek kemudian tertawa ringan.
Melihat lirikan tersebut si telapak naga Goei Peng segera
mendongak dan menghardik dengan penuh kegusaran :
"Kau mau apa?"
"Neneknya!..." maki Ouw-yang Gong dengan mata mendelik.
"Siapa suruh matamu memandang kemari dengan melotot besar
seperti jengkol? Kalau aku si ular asap tua tidak merasa kasihan
karena melihat keadaanmu yang mengenaskan sebetulnya dan sudi
untuk memberitahukan kepadamu, kalau pengin selamat cepatlah
bopong suhengmu itu dan pergilah ke lembah selaksa racun mencari
Hee Siok Peng, hanya dia yang dapat menyelamatkan jiwa
suhengmu..."

301
Saduran TJAN ID

Si telapak naga Goei Peng sangsi sebentar, kemudian tanpa


mengucapkan sepatah katapun segera membopong tubuh Cho Ban
Tek dan keluar dari ruangan.
"Hey si ular Asap Tua, aku sudah tak kuat..."
Hee Giong Lam benar-benar keteter hebat, napasnya sudah
tersengkal-sengkal dan tubuhnya sudah tak kuat bertahan lebih jauh,
asalkan waktu berlangsung lebih lama lagi niscaya ia bakal mati di
ujung pedang gabungan tiga orang jago lihay itu.
Ouw-yang Gong tertawa mengejek, sementara ia hendak
menyindir Hee Giong Lam dengan beberapa kata pedas, tiba-tiba
terdengar suara bentakan keras berkumandang datang dari luar
ruangan.
"Tahan..."
Bentakan yang keras dan berat bagaikan guntur membelah bumi
di siang hari bolong ini menggetarkan seluruh permukaan bumi dan
menggoncangkan bangunan rumah itu, begitu dahsyat suaranya
sampai menghentikan pertarungan sengit yang sedang berlangsung di
tengah kalangan.
Hee Giong Lam bagaikan ayam jago yang kalah bertarung buru-
buru tarik napas dalam-dalam, hawa murni yang tersisa dalam
tubuhnya berusaha dipulihkan kembali secepat mungkin, agar
bilamana perlu ia dapat mempergunakannya untuk menerjang keluar
dari ruangan tersebut.
Bersamaan dengan bergeletarnya suara bentakan tadi, seorang
pemuda berwajah dingin laksana sukma gentayangan melayang
masuk ke dalam, begitu melihat siapakah orang itu semua jago yang
hadir dalam ruangan tersebut kontan merasakan hatinya bergetar
keras, suasana pun untuk sesaat menjadi hening.
Hanya Ouw-yang Gong seorang yang dapat tertawa terbahak-
bahak, terdengar ia berseru :
"Pek In Hoei, hampir saja aku si ular asap tua dibikin mati karena
gelisah menantikan kedatanganmu!"

302
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pek In Hoei tertawa hambar.


"Ular asap tua, rupanya manusia-manusia yang menjemukan ini
kembali mencari gara-gara terhadap dirimu. Hmmm! Ini hari aku si
Jago Pedang Berdarah Dingin pasti akan menghajar dan memberi
pelajaran kepada manusia-manusia yang tak tahu tingginya langit dan
tebalnya bumi ini, agar mereka tahu bahwa sahabat dari Jago Pedang
Berdarah Dingin bukanlah manusia yang bisa dianiaya serta
dipermainkan dengan seenaknya..."
Air muka Lie Peng si pangeran kedua kontan berubah hebat.
"Kau benar-benar hendak memusuhi diriku..." serunya.
"Di dalam dunia persilatan yang dibicarakan hanya perbedaan
antara budi dan dendam, berulang kali kau mengejar dan menganiaya
si ular asap tua Ouw-yang Gong sudah tentu hutang ini harus kutuntut
balas terhadap dirimu..."
Pangeran kedua Lie Peng tertawa sedih, dalam sorot matanya
yang mendalam tiba-tiba terpancar rasa benci yang amat sangat,
tertawa seram terdengar memecahkan kesunyian.
Setelah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei munculkan
diri di tempat itu bagaikan sukma gentayangan,si Rasul Racun Hee
Giong Lam pun terbebas dari teteran musuh yang hampir saja
merenggut selembar jiwanya tanpa terasa ia terbayang kembali
keadaan di saat Pek In Hoei untuk pertama kalinya memasuki lembah
seratus racun, dimana ketika itu dia masih seorang anak kecil, siapa
tahu dalam waktu singkat pemuda itu telah bangkit menjadi seorang
jago Bu lim yang lihay bahkan berhasil memperoleh julukan sebagai
si Jago Pedang Berdarah Dingin.
Kemajuan ilmu silat yang demikian pesatnya ini membuat si
gembong iblis tua yang selama hidupnya suka bermain racun ini
merasa takut bilamana kedatangannya Pek In Hoei ke situ adalah
untuk mencari balas terhadap dirinya...
Dengan cepat ia berpikir dalam hatinya :

303
Saduran TJAN ID

"Aku harus berusaha untuk mendapatkan persesuaian pendapat


dengan si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei agar dapat
bersama-sama menghadapi rombongan Lie Peng si pangeran kedua
ini, setelah itu baru berusaha untuk melenyapkan Pek In Hoei dari
muka bumi...
Ingatan ini berkelebat dengan cepatnya dalam benak gembong
iblis tua itu, tatkala pikiran kedua baru saja meluncur keluar, tiba-tiba
ia merasakan ada dua sorot pandangan mata yang dingin sedang
menatap ke arahnya tanpa emosi.
Hatinya bergetar keras, tanpa sadar ia berpaling ke samping.
Terlihatlah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei sedang
memandang ke arahnya dengan penuh napsu membunuh, sedikit pun
tiada perasaan bersahabat atau simpatik.
"Sungguh tajam pandangan mata orang ini..."
Itulah bayangan pertama yang berkelebat dalam benaknya,
dengan hati terkesiap Rasul Racun she Hee ini segera berseru :
"Pek In Hoei, kenapa kau memandang aku dengan cara begitu?"
Pek In Hoei maju selangkah ke depan kemudian tertawa dingin.
"Aku ingin menemukan raut wajah kejam di atas wajahmu itu,
bagi manusia tanpa rasa perikemanusiaan barang sedikitpun semacam
kau setiap saat bisa muncul pelbagai raut wajah yang berbeda dan di
mana pun terdapat senyuman manis yang menyembunyikan kedok
kekejian hatimu..."
Dimaki kalang kabut oleh seorang pemuda di hadapan orang
banyak, hawa amarah dalam hati Hee Giong Lam segera berkobar.
Dengan hati jengkel telapak tangannya diayun ke depan melancarkan
satu pukulan.
Blaaaam! terdengar suara ledakan bergeletar memecahkan
kesunyian, di atas permukaan tanah segera muncul sebuah liang besar
yang amat dalam, debu dan pasir beterbangan menutupi mata.
"Pek In Hoei, apa maksudmu?" teriaknya gusar.
Dengan nada menghina Pek In Hoei tertawa terbahak-bahak.

304
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Haaaah... haaaah... haaaah... di antara kita berdua masih terdapat


hutang piutang yang belum diselesaikan, tunggu sajalah setelah
kugebah pergi manusia-manusia latah yang mengaku sebagai jago
lihay kelas satu dari dunia persilatan ini, kita selesaikan hutang
piutang tersebut..."
"Heeeh... heeeh... heeeeh... mungkin tidak segampang itu..." seru
Hee Giong Lam sambil tertawa dingin.
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mendengus dingin,
perlahan-lahan ia cabut keluar pedang sakti penghancur sang surya
yang tersoren di atas punggungnya,dalam sekali getaran muncullah
berpuluh-puluh cahaya kilatan pedang.
Dengan pandangan gagah ia menyapu sekejap sekeliling
kalangan lalu teriaknya keras-keras:
"Siapa yang hendak mencari satroni dengan si ular asap tua?"
Ouw-yang Gong sudah dua kali pernah ditolong oleh Pek In
Hoei, setiap kali ia menjumpai mara bahaya si anak muda itu pasti
akan munculkan diri bagaikan sukma gentayangan, kecuali dalam hati
ia merasa berterima kasih, terhadap kegagahan dari pemuda ini pun
merasa takluk dan kagum seratus persen.
Begitu mendengar teguran dari Pek In Hoei, dengan huncwee
gedenya ia segera tuding ke arah Song Kim Toa Lhama sambil
berkata:
"Anak jadah cucu monyet itu yang paling menjemukan hati..."
Pek In Hoei melirik sekejap ke atas wajah Song Kim Toa Lhama
dalam-dalam lalu bentaknya ketus :
"Song Kim, ayoh gelinding keluar!"
Song Kim Toa Lhama si jago lihay nomor satu dari daerah Tibet
ini semenjak muncul di daratan Tionggoan belum pernah dimaki
orang demikian kasar dan hinanya, air muka padri itu kontan berubah
hebat sambil tertawa terbahak-bahak tubuhnya bergerak maju ke
depan sejauh lima langkah.
"Saudara jangan terlalu jumawa," serunya sambil tertawa dingin.

305
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei mendengus dingin, pedang mustika penghancur sang


suryanya dilintangkan di depan dada, sementara di atas wajahnya
yang dingin kaku tersungging satu senyuman yang menggidikkan
hati.
"Kalau kau sanggup melewatkan sepuluh jurus serangan di ujung
pedangku, mulai ini hari aku si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei tak akan mencampuri urusanmu lagi," serunya menghina.
"Sebaliknya kalau kau tak sanggup menerima barang sepuluh jurus
serangan pun dari tanganku, silahkan kau angkat kaki dari daratan
Tionggoan dan segera enyah pulang ke Tibet, sejak itu untuk
selamanya jangan masuk kembali ke wilayah Tionggoan, kalau tidak
aku akan membabat dirimu sampai mati tanpa sungkan-sungkan..."
Ucapannya tepat dan mantap setiap perkataannya berat tapi
bertenaga...wajahnya dingin kaku membuat ucapan itu seolah-olah
muncul dari mulut sesosok mayat hidup membuat hati setiap orang
kaget dan bergidik.
Song Kim Toa Lhama segera merasakan hatinya bergetar keras
oleh pengaruh kata-kata yang tak berwujud itu, keringat sebesar
kacang kedele mengucur keluar tiada hentinya membasahi jidatnya,
suatu perasaan takut yang tak pernah timbul dalam hatinya kali ini
menyelimuti seluruh benaknya membuat sang badan gemetar keras.
Tapi di samping itu muncul pula hawa amarah yang amat sangat
bergelora dalam rongga dadanya, ia meraung keras, tulang belulang
di seluruh tubuhnya bergemerukkan keras, jubah yang dikenakannya
menggembung besar!
"Pek In Hoei!" teriaknya, "kau terlalu menghina orang lain...
kau... kau..."
Saking gusarnya sampai kata-kata itu tak sanggup diteruskan
lebih lanjut, dengan hati marah bercampur benci segenap hawa murni
yang dimilikinya dihimpun jadi satu dalam tubuhnya, hawa pukulan
yang maha dahsyat pun disiapkan di telapak kanan.

306
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ujung telapak menggetar di angkasa membentuk gerakan busur


beserta segulung tenaga yang besar laksana titiran air bah
menggulung ke atas tubuh Pek In Hoei laksana tindihan bukit besar.
Pek In Hoei segera menggetarkan pedangnya sambil menghardik
:
"Baiklah, untuk kali ini aku akan mengalah satu jurus
kepadamu..."
Badannya mencelat ke angkasa dan mumbul beberapa tombak
jauhnya, dengan begitu angin pukulan maha dahsyat yang sedang
mengancam ke arahnya itu pun segera beralih sasaran menuju ke arah
Lie Peng si pangeran kedua dari Kerajaan yang berkuasa dewasa itu.
Menyaksikan kehebatan gerakan tubuh dari pemuda itu, Lie Peng
terkesiap sekali, mendadak satu ingatan jahat berkelebat dalam
benaknya.
Ia segera mengerling sekejap ke arah Tok See yang ada di
sekeliling situ, kemudian mendengus berat.
Tok See manggut tanda mengerti, di tengah dengusan berat yang
menggema di angkasa itulah pedang tajam yang berada dalam
genggamannya dengan kecepatan tinggi segera menusuk ke belakang
punggung Pek In Hoei.
Serangan ini bukan saja sadis dan kejam, bahkan luar biasa hebat,
sebilah pedang laksana tombak segera menghunjam ke depan.
"Hmmm! Bangsat tukang main bokong..." seru Pek In Hoei
sambil mendengus berat.
Tiba-tiba ia putar tubuhnya... Kraaak! Pedang panjang Tok See
yang tepat bersarang di atas tubuhnya itu mendadak patah menjadi
dua bagian dan rontok ke atas tanah.
Setelah itu sambil putar tubuh ujarnya ketus :
"Aku si Jago Pedang Berdarah Dingin selama hidupnya paling
benci terhadap orang yang suka main bokong dari belakang tubuh
orang seperti sampah masyarakat seperti kau... Hmmm, akupun harus

307
Saduran TJAN ID

membiarkan dirimu untuk ikut merasakan bagaimanakah kalau


seseorang kena dibokong..."
Ia tinggalkan Song Kim Toa Lhama yang telah siap bertempur itu
dan berbalik menubruk ke arah Tok See, pedang sakti penghancur
sang suryanya dengan menciptakan diri jadi selapis cahaya tajam
segera mengancam tiga buah jalan darah penting di tubuh jago pedang
muda itu.
Setelah serangan bokongnya tidak mendatangkan hasil, Tok See
tahu bahwa ia bakal celaka. Kini menyaksikan keajaiban serta
kesaktian ilmu silat yang diperlihatkan pihak lawan ia jadi kesemsem
dan terpesona, sewaktu babatan pedang Pek In Hoei meluncur datang
ia sama sekali tak bertenaga untuk melawan, bukannya menghindar
atau menangkis jago pedang she Tok ini hanya berdiri sambil
memandang ke arahnya dengan pandangan mendelong.
Pangeran kedua Lie Peng yang menyaksikan Tok See berdiri
melongo sambil menanti kematian, dalam hati merasa amat
terperanjat, sambil ayunkan pedangnya dengan gerakan adu jiwa ia
loncat ke depan, senjatanya bergetar dan segera menangkis datangnya
ancaman dari pedang penghancur sang surya itu.
Traaaaang...! getaran nyaring yang amat memekikkan telinga
berkumandang di seluruh ruangan, Pangeran kedua merasakan
tangannya jadi kaku dan linu, pedangnya tahu-tahu sudah terbabat
putus jadi dua bagian, sementara Tok See sendiri karena dihalangi
ancamannya oleh tangkisan pedang Lie Peng, jago muda ini pun lolos
dari bahaya kematian.
"Pek In Hoei!" terdengar Song Kim Toa Lhama membentak
keras, "Jangan lukai Jie Thaycu..."
Dalam pada itu Pek In Hoei sedang mempersiapkan diri
melancarkan satu serangan maut yang merobohkan Jie Thaycu serta
Tok See dalam waktu yang bersamaan, ketika mendengar bentakan
Song Kim Toa Lhama berkumandang datang disusul tubrukan maut,

308
IMAM TANPA BAYANGAN II

dengan cepat ia memutar tubuhnya sambil menjengek dengan nada


menghina :
"Menang kalah di antara kita belum berhasil ditentukan, apakah
kau ingin berduel satu lawan satu dengan diriku..."
Air muka Song Kim Toa Lhama berubah hebat.
"Aku tahu kalau ilmu silat yang kau miliki sangat lihay dan aku
bukanlah tandinganmu," sahutnya. "Sejak ini hari aku Song Kim Toa
Lhama tidak akan mencari gara-gara atau satroni dengan diri Ouw-
yang Gong lagi, asalkan kau jangan melukai diri Jie Thaycu..."
"Anak kura-kura, kau anggap aku jeri kepadamu..." teriak Ouw-
yang Gong marah-marah, badannya segera menubruk ke depan.
Pek In Hoei ulapkan tangannya, Song Kim Toa Lhama buru-buru
mengajak Pangeran kedua Lie Peng, Tok See serta Tauw Meh
mengundurkan diri dari ruangan itu dengan wajah penuh kebencian.
Menyaksikan rombongan jago-jago kerajaan itu telah
mengundurkan diri semuanya, diam-diam Hee Giong Lam pun
ngeloyor pergi dari ruangan itu dengan kecepatan tinggi.
"Kembali!" hardik Pek In Hoei dengan amat gusarnya. "Aku
belum memberi ijin kepadamu untuk meninggalkan tempat ini."
Sementara itu Hee Giong Lam baru melangkah dua tindak dari
tempat semula, ketika mendengar suara bentakan keras bergema dari
belakang tubuhnya, ia jadi amat terperanjat kaki yang sudah
melangkah ke depan tanpa terasa ditarik kembali.
"Kau panggil kembali diri loohu, sebenarnya ada urusan apa?"
tegurnya keras.
Selapis hawa napsu membunuh yang tebal terlintas di atas wajah
Pek In Hoei yang dingin, sepasang alisnya berkerut kencang, di ujung
bibirnya yang tipis tersungging satu senyuman yang menggidikkan
hati.
"Aku inginkan selembar jiwa anjingmu..." sahutnya sepatah demi
sepatah.

309
Saduran TJAN ID

Sekali lagi Hee Giong Lam merasakan hatinya bergetar keras,


ucapan yang dingin dan kaku bagikan es itu terasa menembusi ulu
hatinya membuat rasul ini dengan pandangan terbelalak penuh rasa
ketakutan memandang ke arah Pek In Hoei tanpa berkedip.
"Kau bilang apa?" serunya. Di antara kau dengan diriku toh tiada
ikatan dendam atau pun sakit hati, kenapa kau hendak membinasakan
diriku?"
Air muka Pek In Hoei berubah sangat hebat, dalam benaknya
segera terbayang kembali kenangan lama, seolah-olah ia menyaksikan
kembali terbasminya partai Thiam Cong di tangan musuh besarnya,
di tengah kobaran api yang mengganas serta daya kerja racun yang
keji, di bawah kilatan cahaya senjata tajam tiga ratus orang lebih anak
murid partai Thiam cong pada menggeletak mati di ujung senjata anak
murid perguruan Boo Liang Tiong Boen..."
Ia maju selangkah ke depan dengan tindakan lebar, lalu berseru :
"Hee Giong Lam, mungkin kau masih ingat bukan pemandangan
ketika untuk pertama kalinya aku berjalan masuk ke dalam perguruan
seratus racunmu! Dari seorang bocah yang sama sekali tidak mengerti
akan ilmu silat kini aku menjadi seorang jago dunia persilatan kelas
satu, tahukah kau apa sebabnya aku berjuang sampai menjadi begini?"
"Aku tidak tahu," sahut Hee Giong Lam dengan nada tertegun.
Pek In Hoei tertawa hambar.
"Tujuanku berlatih ilmu silat bukan lain adalah untuk menuntut
balas bagi pertumpahan darah yang terjadi di partai Thiam cong, aku
hendak membalaskan dendam ke-tiga ratus orang anak murid partai
Thiam cong yang mati terbunuh serta membalas dendam bagi
kematian ayahku, dan kini kalian Perguruan Selaksa Racun adalah
salah satu musuh besar yang hendak kutuntut hutang darah tersebut..."
"Apa?" bentak Hee Giong Lam keras-keras. "Apa yang kau
katakan? Apa sangkut pautnya antara kematian ayahmu dengan
Perguruan Selaksa Racun kami? Pek In Hoei aku Hee Giong Lam

310
IMAM TANPA BAYANGAN II

bukanlah seorang manusia pengecut yang takut mencari urusan, tapi


kau jangan memfitnah kami dengan kata-kata seperti itu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... ," Ouw-yang Gong putar huncwee
gedenya hingga asap tipis menguap dari dalam mangkok huncwee
gedenya itu, kemudian menghisap beberapa kali dan terbahak-bahak.
"Hee Giong Lam!" jengeknya dengan nada menghina. "Ternyata
kau tidak punya keberanian untuk mengaku..."
"Ular asap tua, kau suruh aku mengaku soal apa?" bentak Hee
Giong Lam dengan mata mendelik.
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Aku ingin kau mengakui persoalan partai Thiam cong yang
kalian basmi, bukankah anak murid perguruan seratus racun banyak
yang ikut serta di dalam perbuatan brutal itu? Kalau pada waktu itu
kalian pihak perguruan seratus racun tidak melepaskan racun, tidak
nanti partai Thiam cong kami mengalami nasib yang demikian buruk
dan mengenaskannya..."
"Omong kosong!" seru Hee Giong Lam dengan wajah berubah
hebat. "Dalam peristiwa berdarah itu kami dari pihak perguruan
seratus racun sama sekali tidak ikut serta."
"Anak kura-kura, kembali kau berbohong!" bentak Ouw-yang
Gong dengan gusarnya. "Sampai aku si Ular Asap Tua pun tahu kalau
kau mengutus anak muridmu untuk ikut serta dalam pembasmian
terhadap anak murid partai Thiam cong, masa di hadapan aku si ular
asap tua kau masih pura-pura berlagak pilon..."
"Ular asap tua..." mendadak Hee Giong Lam mengayunkan
kepalannya, "Rupanya kau ada maksud menyusahkan diriku..."
Pukulan ini dilancarkan dengan menghimpun segenap kekuatan
yang dimilikinya, begitu pukulan meluncur segulung hawa desiran
yang aneh berkumandang di angkasa bercampur baur dengan deruan
angin yang tajam.
Buru-buru Ouw-yang Gong meloncat ke samping untuk
menghindar, bentaknya keras :

311
Saduran TJAN ID

"Waaah... waaaah... rupanya kau hendak membunuh orang untuk


menghilangkan bukti..."
Kakek konyol ini bukanlah manusia yang gampang dipecundangi
orang, sebelum ujung pukulan Hee Giong Lam meluncur tiba
huncwee gedenya telah menotok ke depan mengancam iga bawah si
Rasul Racun tersebut.
"Hmmmm....!" Hee Giong Lam mendengus dingin, telapak
kirinya diayunkan ke depan melancarkan satu pukulan hebat
mengancam huncwee gede lawan yang sedang menghalau datang,
kekuatannya benar-benar mengerikan sekali.
Ouw-yang Gong segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau si cucu monyet anak jadah
rupanya mau merusak huncwee gedeku ini..."
Sementara ia bersiap sedia menarik kembali senjata huncwee
gedenya, mendadak si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei
telah meloncat ke depan, ia tahu-tahu muncul di antara ke-dua orang
jago pedang yang sedang bertempur itu, membuat Ouw-yang Gong
jadi melengak dan cepat-cepat mengundurkan diri ke belakang.
"Pek In Hoei!" seru kakek she Ouw-yang itu dengan nada kurang
mengerti, "Apa yang hendak kau lakukan?"
Pek In Hoei tersenyum.
"Ini adalah urusan pribadiku, harap kau jangan turut campur..."
Hee Giong Lam sendiri ketika menyaksikan si Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei berjalan menghampiri ke arahnya
dengan wajah penuh napsu membunuh, dalam hati diam-diam merasa
terperanjat, cepat-cepat ia himpun segenap kekuatan yang dimilikinya
untuk bersiap sedia, kemudian dengan pandangan bergidik
memperhatikan wajah si anak muda itu tanpa berkedip.
"Aku minta kau mengaku terus terang, benarkah si ketua
perguruan Boo Liang Tiong yang bernama Go Kiam Lam itu sebelum
melakukan pembasmian terhadap anak murid partai Thiam cong telah
melakukan perundingan terlebih dahulu dengan dirimu tentang

312
IMAM TANPA BAYANGAN II

bagaimana caranya membasmi perguruan besar tadi? Dan benarkah


sewaktu Go Kiam Lam si ketua perguruan Boo Liang Tiong
melakukan gerakan pembasmian tersebut secara diam-diam kau telah
mengutus anak muridmu untuk ikut serta dalam peristiwa berdarah
itu..."
"Peristiwa berdarah itu adalah perbuatan dari Go Kiam Lam,"
sahut Hee Giong Lam ketus. "Mengapa kau tidak pergi mencari
dirinya..."
Cahaya bengis berkilat di atas wajah Pek In Hoei.
"Sesudah kubunuh dirimu, tentu saja kucari Go Kiam Lam
bajingan besar itu untuk membuat perhitungan..."
Nguuuung...! Nguuuuung...!
Menggunakan kesempatan di kala Jago Pedang Berdarah Dingin
Pek In Hoei masih berbicara itulah tiba-tiba Hee Giong Lam angkat
lengan kanannya ke atas, dari balik ketiak segera meluncur keluar
seekor tawon raksasa berwarna hitam yang langsung menubruk ke
atas tubuh si anak muda itu.
Dengan gusar Pek In Hoei segera membentak :
"Hmmm! Hanya mengandalkan tawon racun berekor tiga saja
kau hendak mencoba membokong diriku..."
Pedang mustika penghancur sang surya yang berada dalam
genggamannya segera diayunkan ke tengah udara, tergulung di balik
cahaya pedang yang amat tajam, tawon raksasa berwarna hitam tadi
segera terbabat putus oleh ketajaman pedang itu hingga menjadi
beberapa bagian.
Bergidik sekali hati Hee Giong Lam setelah menyaksikan tawon
beracun raksasa yang dilepaskannya dalam sekejap mata telah hancur
lebur termakan oleh pedang mustika penghancur sang surya itu, ia
tidak punya keberanian untuk mengeluarkan makhluk beracun
lainnya untuk mencelakai si anak muda itu.
Bayangan pedang bagaikan awan tersebar meliputi seluruh
angkasa, segulung cahaya pedang yang tajam dan dingin mendadak

313
Saduran TJAN ID

bergeletar ke depan, bagaikan seutas rantai berwarna perak langsung


menotok ke arah dada si Rasul Racun dari perguruan seratus racun ini.
Hee Giong Lam meraung keras, secara beruntun ia lepaskan dua
buah pukulan berantai untuk memunahkan datangnya ancaman.
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmmm, kalau aku berhasil melepaskan dirimu dari kurungan
pedang mustika penghancur sang surya ini, sia-sia belaka aku berlatih
ilmu pedang selama ini..."
Bentakan nyaring yang serius dan keren bergeletar di angkasa
dari tubuh pedang itu segera terpancar keluar bayangan cahaya dingin
yang menggidikkan hati, menggunakan jurus Kioe Jiet Teng Seng
atau sang surya muncul di ufuk Timur, ia babat tubuh Rasul Racun
itu.
hg tak pernah menyangka kalau pihak lawan dengan usia yang
sedemikian mudanya ternyata telah berhasil menguasai intisari ilmu
pedang tingkat tertinggi, dalam satu jurus yang amat sederhana
terkandung daya tekanan dahsyat yang memaksa seorang jago lihay
yang tersohor dalam dunia persilatan sama sekali tak ada tenaga untuk
melakukan pembalasan.
Dalam benak manusia beracun she Hee ini segera terpenuhi oleh
pelbagai pikiran bagaimana caranya memunahkan jurus serangan
tersebut, di tengah tertegunnya ternyata ia tak sanggup melepaskan
diri atau pun menghindarkan diri dari ancaman pedang lawan yang
begitu tajamnya itu.
Criiing!
hg tidak malu disebut seorang jago Bu lim yang sudah memiliki
nama besar dalam dunia persilatan, pada detik terakhir di saat jiwanya
terancam mara bahaya itulah laksana kilat badannya meloncat ke
samping menghindarkan diri.
Walaupun begitu ilmu pedang yang dimiliki Pek In Hoei
bukanlah hasil yang diperoleh dalam latihan satu hari, sekalipun Hee
Giong Lam berhasil menghindarkan diri dari babatan pedang yang

314
IMAM TANPA BAYANGAN II

mengancam keselamatannya, tak urung sebuah luka babatan yang


amat panjang muncul pula di atas lengan kirinya, dengan rasa penuh
kesakitan ia berseru tertahan kemudian memandang ke arah si anak
muda itu dengan rasa kaget bercampur ketakutan.
"Aku pernah bersumpah akan membasmi semua anggota
perguruan seratus racun yang ada di kolong langit,"kata Pek In Hoei
ketus. "Dan kau akan merupakan orang pertama dari perguruan
seratus racun..."
"Kenapa?" jerit Hee Giong Lam dengan wajah ketakutan.
"Apakah disebabkan ada anak murid perguruanku yang membantu Go
Kiam Lam..."
Ia menyadari bahwa ancaman dari si pemuda ini terhadap
perguruan seratus racunnya sehari lebih lihay dari hari berikutnya,
berada dalam pandangan sorot matanya yang dingin Hee Giong Lam
seolah-olah melihat beratus-ratus orang anak murid perguruannya
mati konyol di ujung pedangnya semua...
"Hmmmm!" Pek In Hoei mendengus dingin. "Kalau tiada
bantuan dari anak murid perguruan kalian, aku percaya pihak
perguruan Boo Liang Tiong tak nanti mempunyai kekuatan yang
demikian besarnya sehingga dalam semalam berhasil memusnahkan
partai Thiam cong dari muka bumi..."
Sementara itu ujung pedangnya telah menempel di atas
tenggorokan Hee Giong Lam, asal ia kerahkan sedikit tenaga lagi
niscaya ujung pedangnya yang tak kenal kasihan itu akan menembus
tenggorokan si Rasul Racun sang ketua dari perguruan seratus racun
ini.
Suatu perasaan ngeri dan takut yang tak pernah diperlihatkan
sebelumnya terlintas di atas wajah Hee Giong Lam, keringat dingin
mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuh serta
pakaiannya, dalam keadaan begini ia benar-benar tidak berani
berkutik.
"Singkirkan dahulu pedangmu..." pintanya dengan suara gemetar.

315
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei tertawa dingin.


"Aku minta kau mengaku terus terang, kecuali perguruan Boo
Liang Tiong serta perguruan seratus racun kalian yang ikut serta di
dalam peristiwa pembasmian terhadap partai Thiam cong, masih
terdapat manusia-manusia mana lagi yang ikut serta dalam peristiwa
tersebut..." gertaknya.
Hee Giong Lam mundur satu langkah ke belakang dan menjawab
dengan penuh penderitaan :
"Aku tidak tahu..."
Pek In Hoei tertawa sini, ujung pedangnya yang dingin dan tajam
didorong beberapa coen ke depan, Hee Giong Lam segera merasakan
tenggorokannya jadi sakit dan hampir saja tak sanggup
menghembuskan napas.
"Asal kudorong maju dua coen lagi maka pedang ini akan
menembusi tenggorokanmu serta mencabut jiwa anjingmu," ancam si
anak muda itu dengan wajah menyeramkan. "Sekarang kau berada di
ujung kehidupan di antara mati dan hidup, mau bicara atau tidak itu
terserah pada dirimu sendiri..."
Dalam benak Hee Giong Lam dalam waktu singkat muncul
pelbagai ingatan yang berbeda, ia berpikir bagaimana caranya
melepaskan diri dari cengkeraman musuh, tapi kalau ditinjau dari
situasi yang tertera di hadapannya jelas tak mungkin baginya untuk
meloloskan diri dari tempat itu dengan aman dan damai...
Pikirnya lebih jauh :
"Kenapa aku tidak berusaha menggunakan kesempatan di kala
pihak lawan berusaha mencari tahu musuh-musuh besarnya untuk
meninggalkan tempat ini,kemudian baru membalas sakit hati pada
saat ini di kemudian hari..."
Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat di dalam benaknya,
maka ia lantas berkata :
"Tidak sulit bila kau menghendaki aku berbicara, tapi kau harus
melepaskan diriku..."

316
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Tentu saja..." Pek In Hoei menyahut dan tertawa nyaring.


"Haaaah... haaaah... haaaah... asalkan aku merasa bahwa ucapanmu
betul dan bisa dipercaya, tentu saja akan kulepaskan dirimu dalam
keadaan selamat..."
Hee Giong Lam tundukkan kepalanya berpikir sebentar,
kemudian berkata :
"Peristiwa pembantaian partai Thiam cong sebenarnya
merupakan peristiwa pembalasan dendam pihak perguruan Boo Liang
Tiong terhadap terbunuhnya tujuh puluh orang anak murid perguruan
Boo Liang Tiong dalam semalam pada enam puluh tahun berselang,
berhubung Go Kiam Lam sang ketua baru dari perguruan Boo Liang
Tiong merasa bahwa kekuatan perguruannya masih belum cukup,
maka ia segera mengutus anak muridnya untuk mengundang para jago
di perguruan-perguruan besar untuk ikut serta dalam peristiwa
berdarah itu, tapi dalam kenyataan perguruan yang betul-betul ikut
menyokong dalam kejadian itu hanyalah Dua benteng besar dari Bu-
lim serta perguruan kami..."
"Dua benteng mana yang kau maksudkan?" tanya Pek In Hoei
dengan sinar mata yang menggidikkan.
"Benteng Liong Hoen Poo serta benteng Thian Seng Poo!"
sekilas kelicikan terlintas di antara sorot mata Hee Giong Lam, ia
tertawa seram. "Heeeeh.... heeeh... heeeh... kedua buah benteng itu
merupakan pembantu kepercayaan dari Go Kiam Lam, kalau kau
ingin membalas dendam terhadap mereka, hmmm! aku rasa tidak
akan sedemikian gampangnya..."
Sambil tertawa seram mendadak tubuhnya meloncat mundur ke
belakang, setelah meloloskan diri dari tudingan pedang si anak muda
itu dengan langkah lebar ia segera berlalu dari ruangan tersebut.
"Kembali!"
Bentakan berat yang nyaring dan keras bergeletar keluar dari
mulut Pek In Hoei, begitu keras suaranya sampai menggetarkan
bangunan rumah itu dan menggoncangkan permukaan bumi.

317
Saduran TJAN ID

Hee Giong Lam terkesiap, dengan cepat ia menoleh.


"Apakah ucapanmu hendak kau ingkari?" tegurnya dengan
perasaan sangsi, rasa kaget bercampur bergidik terlintas di atas
wajahnya.
"Hmmmm! Walaupun hukuman mati bisa dihindari, hukuman
hidup tak akan terlepas dari tubuhmu, memandang di atas budimu
yang mau memberi keterangan kepadaku, aku cuma akan
memusnahkan ilmu silatmu..."
"Apa?" jerit Hee Giong Lam. "Kau betul-betul manusia yang
tidak tahu malu..."
Belum habis ia berkata si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei telah meloncat ke depan.
Cahaya tajam berkilauan di depan mata, tahu-tahu pedang
mustika penghancur sang surya itu sudah mengunci ke sekeliling
tubuhnya, sekilas kilatan cahaya dengan cepatnya mengancam jalan
darah 'Chiet Kan' di atas dadanya.
Dalam waktu singkat air muka Hee Giong Lam telah berubah
beberapa kali, ia mengerti asalkan ujung pedang lawan berhasil
menotok di atas jalan darah 'Chiet Kan' tersebut niscaya ilmu silat
yang dilatihnya dengan susah payah selama ini bakal musnah sama
sekali.
Hatinya jadi bergidik, ia meraung keras dan tubuhnya dengan
cepat mundur dua langkah ke belakang pada detik-detik yang terakhir.
"Pek In Hoei!: makinya sangat marah. "Ucapanmu sama baunya
dengan kentut busuk..."
"Coba kau ulangi sekali lagi..." seru Pek In Hoei dengan sikap
tertegun.
Sambil ayunkan telapaknya ke depan mengirim satu pukulan
dahsyat, Hee Giong Lam berteriak keras :
"Kau terlalu mendesak diriku, jangan salahkan aku kalau aku
akan beradu jiwa dengan dirimu!"

318
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ia mengerti si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak


nanti akan melepaskan dirinya dengan begitu saja, asal dirinya
terjatuh ke tangan pemuda ini niscaya ilmu silatnya bakal dipunahkan.
Haruslah diketahui bagi seorang jago Bu lim yang memiliki ilmu
silat, ia menyayangi ilmu silat yang dilatihnya dengan susah payah itu
melebihi sayang terhadap jiwa sendiri, ketika ia tahu bahwa dirinya
dari seorang jago yang memiliki ilmu silat akan berubah jadi manusia
biasa yang sama sekali tak dapat menggunakan kepandaian silatnya
lagi, penderitaan yang dirasakan dalam hatinya jauh lebih berat dan
hebat daripada penderitaan di kala ia hendak dibunuh.
Hee Giong Lam menyadari sedalam-dalamnya penderitaan yang
sedemikian beratnya itu tak akan bisa dirasakan olehnya, walau dalam
keadaan apa pun jua, maka diambilnya keputusan untuk melakukan
perlawanan hingga titik darah penghabisan, ia lebih rela mati terbunuh
di tangan musuh daripada menanggung sengsara selama hidup.
Demikianlah, dengan cepatnya kedua jago Bu-lim itu sudah
terlibat dalam suatu pertempuran sengit, dalam sekejap mata dua
puluh gebrakan telah berlalu.
Ouw-yang Gong sendiri setelah menyaksikan pertarungan adu
jiwa yang sedang berlangsung di tengah kalangan, dalam hati pun
merasa teramat gelisah,ia hisap huncweenya berulang kali sementara
sepasang matanya memperhatikan ke tengah kalangan tanpa berkedip.

319
Saduran TJAN ID

Jilid 14
"WAAAAAAH... tenaga lweekang yang dimiliki Pek In Hoei makin
lama semakin hebat," pikirnya sambil menghembus segumpal asap
huncwee. "Dahulu aku si Ouw-yang Gong masih punya pikiran
hendak mengangkat orang sebagai anak muridku, sekarang kalau
dipikirkan lagi betul-betul menggelikan sekali, bukan saja aku tak
sanggup memberi pendidikan kepada orang lain malahan sebaliknya
berulang kali aku harus dilindungi keselamatanku olehnya..."
Tiba-tiba terlihat tubuh Pek In Hoei meloncat mundur ke
belakang, kemudian membentak :
"Hee Giong Lam, kau keras..."
Bluuuum...! di tengah sebuah ledakan dahsyat, tubuh Pek In Hoei
serta Hee Giong Lam saling berpisah dan masing-masing lima enam
langkah ke belakang, darah segar tampak mengucur keluar
membasahi ujung bibirnya, napas tersengkal-sengkal hebat
sedangkan air mukanya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat...
Pek In Hoei sambil mencekal pedang mustika penghancur sang
surya selangkah demi selangkah maju mendekat, sepasang matanya
dengan sorot tajam bagaikan pisau menatap wajah Hee Giong Lam
tanpa berkedip.
Dengan penuh penderitaan Hee Giong Lam berseru :
"Pek In Hoei, kau betul-betul kejam..."
Pek In Hoei ayunkan pedang penghancur sang suryanya hingga
membentuk selapis cahaya tajam yang menyilaukan mata, ujarnya
ketus :

320
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Partai Thiam cong mengalami bencana hingga musnah dari


permukaan bumi, tiga ratus anak muridnya mati binasa dalam keadaan
konyol, kalian boleh turun tangan sedemikian kejinya terhadap
manusia-manusia lemah itu, apakah aku tak boleh kejam terhadap
dirimu..."
Ia merandek sejenak lalu tertawa panjang.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Hee Giong Lam kau dengan
tindakan yang rendah serta memalukan menganiaya orang lain,
sekalipun kubunuh dirimu juga tidak mengapa..."
Kembali ia tertawa panjang, mendadak cahaya pedang berkilauan
membelah angkasa dan segera menghunjam ke atas dada si Rasul
Racun.
"Pek In Hoei, tahan..."
Bentakan nyaring tapi merdu berkumandang memecahkan
kesunyian, Pek In Hoei tersentak kaget, pedang yang telah meluncur
ke depan segera ditarik kembali dan meloncat mundur ke belakang,
setelah itu putar badan dan memandang ke arah mana berasalnya
suara tadi.
Sesosok bayangan tubuh yang kecil ramping muncul dari balik
pintu, begitu melihat siapakah gadis itu sekujur otot dalam tubuh Pek
In Hoei menjadi kencang, hampir saja ia berseru memanggil...
Sedangkan Hee Giong Lam sendiripun tergetar saking kagetnya,
ia segera berseru :
"Ooooh Siok Peng, anakku sayang..."
Dengan pandangan murung Kong Yo Siok Peng melirik sekejap
ke arah si anak muda itu kemudian perlahan-lahan mendekat Hee
Giong Lam, dengan sedih ia menghela napas panjang,sambil
memandang wajah Rasul Racun itu sepatah kata pun tak sanggup
diucapkan keluar.
"Anakku, kenapa kau?" tegur Hee Giong Lam sambil menyeka
darah yang meleleh keluar dari ujung bibirnya.
Kong Yo Siok Peng tertunduk sedih, sahutnya :

321
Saduran TJAN ID

"Aku bukan anakmu, dan kau pun bukan ayahku..."


"Kau bilang apa?" teriak Hee Giong Lam sangat terperanjat.
"Siapa yang memberitahu kepadamu..."
Hatinya seakan-akan terpukul oleh martil yang sangat berat,
hampir saja hancur berkeping-keping, suatu rahasia yang tidak ingin
diketahui orang lain akhirnya terbongkar juga, membuat Hee Giong
Lam dengan pandangan tersiksa menatap gadis itu tanpa berkedip.
"Kau tak usah membohongi diriku lagi..." bisik Kong Yo Siok
Peng dengan sedih. "Ayahku adalah Kong Yo Leng..."
"Omong kosong! Jelas ada orang yang sengaja meretakkan
hubungan kita berdua, jelas ada orang tidak suka melihat hubungan
ayah dan anak di antara kita, Siok Peng kau adalah seorang anak yang
baik, janganlah kau percayai omongan-omongan setan itu..."
Kong Yo Siok Peng merasa amat sedih sekali, ketika dilihatnya
orang tua itu sedemikian gelisah dan cemasnya hingga sulit untuk
menutupi perasaan tersebut, ia merasa semakin sedih...
Sambil gelengkan kepalanya berulang kali ujarnya :
"Peduli kau benar atau tidak sebagai ayah kandungku, aku tetap
akan menghormati dirimu serta mencintai dirimu seperti sedia kala,
karena itu pada hari ini aku tak akan membiarkan Pek In Hoei melukai
dirimu..."
Titik-titik air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya yang
halus, dengan pandangan murung dan sayu diliriknya sekejap wajah
si anak muda itu.
Terlihatlah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei ketika
itu sedang memandang pula ke arahnya dengan pandangan bimbang...
Kong Yo Siok Peng tersentak kaget, perlahan-lahan ia maju ke
depan menghampiri si anak muda itu.
"Pek In Hoei!" pintanya sambil menghela napas sedih. "Aku
minta agar kau suka melepaskan ayah angkatku..."
"Apa? Kau sebut aku sebagai Gie hu..." bisik Hee Giong Lam
melengak.

322
IMAM TANPA BAYANGAN II

Rupanya ia tak menyangka kalau secara tiba-tiba Kong Yo Siok


Peng dapat mengubah sebutannya, rasa bergidik segera muncul dari
dasar lubuk hatinya, ia tahu gadis manis yang selalu disayang
dimanjanya ini telah bukan menjadi miliknya lagi...
Kong Yo Siok Peng berpaling dan ujarnya dengan suara gemetar
:
"Walaupun kau bukan ayah kandungku tapi sudah memelihara
serta mendidik aku selama belasan tahun lamanya, aku memanggil
dirimu sebagai Gie hu pun rasanya pantas dan semestinya..."
"Ooooh..." dengan hati hancur luluh Hee Giong Lam berseru
tertahan, ditatapnya wajah Kong Yo Siok Peng dengan pandangan
aneh, sepatah kata pun tak sanggup diucapkan keluar...
Perlahan-lahan Kong Yo Siok Peng tarik kembali pandangannya
lalu dialihkan ke atas tubuh Pek In Hoei, ujarnya perlahan :
"In Hoei, kau tentu mengabulkan permintaanku bukan..."
"Hmmm..." Pek In Hoei mendengus dingin. "Kenapa aku harus
mengabulkan permintaanmu..."
"Aaaaah..." dengan hati terperanjat Kong Yo Siok Peng mundur
dua langkah ke belakang suaranya gemetar :
"In Hoei, kau... kau..."
"Hatiku sedang dibakar oleh api dendam yang membara serta rasa
gusar yang memuncak, peristiwa tragis yang menimpa partai Thiam
cong seolah-olah baru saja berlangsung, aku hendak mencari
bajingan-bajingan terkutuk itu untuk membalas dendam, peduli siapa
pun yang mintakan ampun bagi musuh besarku ini, tak nanti
kukabulkan..."
Begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, ia segera
berkata dengan nada :
"Siok Peng, persoalan ini adalah persoalan pribadi antara aku
dengan dirinya, harap kau menyingkir ke samping, di kemudian hari
kau akan mengerti apa sebabnya aku tak dapat melepaskan dirinya
dengan begitu saja..."

323
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... " Ouw-yang Gong ikut tertawa


terbahak-bahak. "Hey budak cilik, rupanya kau bisa mintakan ampun
bagi si makhluk beracun tua itu..."
"Ular Asap Tua, tenteram betul hatimu, kau..." bentak Hee Giong
Lam keras-keras.
"Inilah pembalasan bagi perbuatanmu yang terkutuk, siapa pun
tak dapat menyelamatkan jiwamu..."
Dalam pada itu si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei telah
mendesak pedang penghancur sang suryanya ke depan, ujung pedang
dengan memancarkan cahaya tajam yang berkilauan segera meluncur
ke depan...
"Hee Giong Lam, sekarang kau boleh mulai turun tangan!"
serunya dingin.
Pada saat ini Hee Giong Lam benar-benar mengenaskan sekali
keadaannya, dari sedih ia jadi marah dan timbullah napsu membunuh
yang berkobar-kobar dalam hatinya, sekalipun begitu tapi ia sendiri
dibikin bergidik oleh pancaran mata lawan yang bengis dan
menggidikkan hati, memaksa ia tak berani sembarangan bertindak.
"Heeeeh.... heeeeh... heeeeh... Pek In Hoei," serunya sambil
tertawa seram, "kau terlalu memaksa orang lain... Kalau aku tidak
berada dalam keadaan terluka parah, loohu tak nanti bakal jeri
terhadap dirimu..."
Pek In Hoei mendengus dingin,ia maju selangkah ke depan,
cahaya pedang yang dingin menggidikkan hati laksana kilat
berkelebat ke depan, mengiringi desiran tajam segera meluncur
keluar.
Bentaknya dengan wajah penuh napsu membunuh :
"Hukuman mati bisa kau hindari, tapi hukuman hidup tak akan
terlepas dari pundakmu..."
Ketika itulah Kong Yo Siok Peng membentak nyaring, tiba-tiba
badannya meloncat ke depan, setelah berganti tiga gerakan di tengah
udara telapaknya segera dibabat ke arah bawah.

324
IMAM TANPA BAYANGAN II

Angin pukulan menderu-deru, di tengah gulungan taupan yang


maha dahsyat sebuah pukulan dahsyat telah dilancarkan mengarah ke
atas tubuh Pek In Hoei.
Si anak muda itu tidak menyangka kalau Kong Yo Siok Peng
secara mendadak telah melancarkan satu babatan maut ke arahnya, ia
melengak sejenak kemudian buru-buru meloncat mundur ke belakang
sejauh lima depa lebih.
"Siok Peng, kau... kau sudah gila!" tegurnya dengan rasa
tercengang bercampur kaget.
Seluruh wajah Kong Yo Siok Peng telah basah oleh air mata, ia
kelihatan sangat menderita sekali, bibirnya bergetar keras namun tak
sepatah katapun yang meluncur keluar, keadaannya mengenaskan
membuat orang yang melihatnya jadi sedih dan ikut menjadi
kasihan...
Lama... lama sekali, ia baru tertawa sedih dan berkata :
"In Hoei, kau jangan memaksa diriku, sekalipun sampai di mana
besar dan beratnya dosa yang telah dilakukan Gie-huku kau tak akan
mengijinkan kau untuk membinasakan dirinya di hadapanku..."
"Siok Peng..."
Si Rasul Racun Hee Giong Lam meraung gusar, dengan perasaan
kaget Kong Yo Siok Peng berpaling memandang sekejap ke arah ayah
angkatnya, tampaklah ketua dari perguruan seratus racun ini dengan
dilapisi hawa berwarna hijau menatap ke arah pemuda itu dengan
penuh kebencian.
"Gie hu, kenapa kau?" teriak Kong Yo Siok Peng dengan hati
terkesiap.
Dengan sikap yang dingin dan penuh kebencian Hee Giong Lam
berseru :
"Aku hendak mengeluarkan racun sakti tanpa bayanganku untuk
beradu jiwa dengan dirinya..."

325
Saduran TJAN ID

Sekujur badan Kong Yo Siok Peng gemetar keras, sekilas rasa


ngeri dan takut terlintas di atas wajahnya, ia mohon dengan suara
gemetar :
"Gie hu kau tak boleh menggunakan ilmu tersebut..."
Si huncwee gede Ouw-yang Gong pun berubah hebat selembar
wajahnya,senjata huncweenya diayunkan ke tengah udara
menciptakan berpuluh-puluh lembar bayangan tajam, kemudian
sambil membentak keras buru-buru tubuhnya maju tiga langkah ke
depan.
"Hee Giong Lam!" teriaknya. "Asal kau berani menggunakan
racun keji tanpa bayangan yang sangat mengerikan itu, mulai detik ini
juga aku si huncwee gede bersumpah akan membasmi seluruh anak
buah perguruan seratus racunmu, akan kubinasakan semua anak cucu
murid racunmu, agar perguruan seratus racun kalian mulai detik ini
lenyap dari permukaan Bu Lim..."
Hee Giong Lam tidak gubris ancaman orang, ia melirik sekejap
ke arah kakek konyol itu kemudian mendengus dingin, telapak
tangannya tiba-tiba direntangkan ke samping lalu diangkat ke atas.
"Pek In Hoei!" serunya sambil tertawa dingin. "Asal sepasang
telapakku ini kuayunkan ke tengah udara, maka kau akan mati
keracunan..."
Pek In Hoei mendengus dingin lalu menjengek hina, perlahan-
lahan pedang mustika penghancur sang suryanya dimasukkan
kembali ke dalam sarung, sedangkan hawa sin kang perguruannya
dihimpun dan disalurkan ke seluruh tubuh, dalam waktu singkat baju
yang dikenakan olehnya segera menggelembung besar.
Ia tarik napas panjang-panjang dan berpikir dalam hatinya :
"Aku harus menggunakan ilmu sakti Thay Yang Sam Sie untuk
melenyapkan Hee Giong Lam dari muka bumi, dengan begitu aku
baru bisa mencegah bajingan tua ini mengeluarkan racun sakti tanpa
bayangannya..." berpikir sampai di situ, ia lantas mengancam.

326
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalau kau benar-benar berani mengeluarkan ilmu racun sakti


tanpa bayanganmu, maka detik ini juga akan kubunuh dirimu..."
"Heeemm... hmmmm... " Hee Giong Lam mendengus sinis, lalu
tertawa tergelak, "Haaaah... haaaah... haaaah... Pek In Hoei, kau telah
salah perhitungan..."
"Gie hu..." dengan nada terperanjat Kong Yo Siok Peng berteriak
keras, dengan cepat tubuhnya menubruk ke arah Hee Giong Lam
kemudian mencekal sepasang lengannya erat-erat.
"Gie hu..." pintanya setengah merengek. "Kau tak boleh
bertindak tanpa memikirkan keselamatanmu sendiri..."
Seolah-olah tergetar oleh suatu pukulan yang berat, di atas raut
wajah Hee Giong Lam yang tua terlintas rasa sedih yang mendalam,
dengan sedih ia gelengkan kepalanya lalu membelai rambut Kong Yo
Siok Peng dengan penuh kasih sayang, ujarnya berat :
"Anakku, aku berani bersumpah bahwa kau adalah anak
kandungku, dalam kolong langit dewasa ini hanya kaulah yang hidup
semati dengan diriku, dan kini entah kau telah mendapat hasutan dari
siapa yang menginginkan perpecahan di antara hubungan kita
berdua... Aaaaai..."
Ia menghela napas sedih... tiba-tiba dengan keraskan hati ia
dorong tubuh Kong Yo Siok Peng ke belakang sepasang telapak
tangannya diayunkan ke tengah udara dan selapis hawa kabut
berwarna hijau tersebar di seluruh angkasa...
Ouw-yang Gong yang menyaksikan peristiwa itu jadi amat
terperanjat, buru-buru teriaknya :
"Hati-hati... hati... racun tanpa bayangan..."
Sedari tadi Pek In Hoei telah salurkan hawa murninya
mengelilingi seluruh badannya, tatkala ia saksikan di kala Hee Giong
Lam mengayunkan sepasang telapaknya di tengah udara tadi segera
tersebar keluar selapis kabut berwarna hijau, diam-diam ia berseru
tertahan.
"Aduuuuh celaka!"

327
Saduran TJAN ID

Mendadak ia geserkan badannya ke samping, telapak kanan


bagaikan kilat didorong ke arah depan, segulung cahaya tajam
berwarna merah membara dengan cepat meluncur keluar langsung
menghantam tubuh Hee Giong Lam.
"In Hoei, jangan bunuh ayah angkatku..."
Kong Yo Siok Peng menjerit lengking, dengan wajah sedih
bercampur isak tangis yang memilukan ia maju ke depan, suaranya
sedih dan mengenaskan membuat siapa pun yang mendengar ikut
beriba hati...
Pek In Hoei terkesiap, tenaga pukulan yang dilepaskan segera
mengendor, diam-diam ia menghela napas panjang, sementara
pelbagai ingatan berkelebat dalam benaknya.
"Aku tak boleh membinasakan Hee Giong Lam, sehingga
menyebabkan Kong Yo Siok Peng selama hidupnya membenci aku..."
"Aaaaah..." jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
di angkasa, tubuh Hee Giong Lam yang tinggi besar mendadak
mencelat ke belakang dan roboh terjengkang di atas tanah, darah
kental mengucur keluar tiada hentinya dari ujung bibirnya.
"Gie hu..." teriak Kong Yo Siok Peng dengan hati terkesiap, ia
tubruk tubuh Rasul Racun itu dan menangis tersedu-sedu.
"Ia tak bakal mati!" bisik Pek In Hoei dengan muka murung.
"Berada di hadapanmu aku tidak tega turun tangan keji..."
"Aku tak mau mendengarkan perkataanmu lagi, kau jahat... kau
jahat sekali..." teriak Kong Yo Siok Peng dengan benci.
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei menghela napas
panjang,bersama-sama dengan Ouw-yang Gong ia segera berlalu dari
ruangan itu.
******

Gunung Thiam cong di bawah sorot cahaya sang surya,nampak


lebih keren dan mengerikan, secara tiba-tiba Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei merasa hatinya lagi tegang.

328
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dengan pandangan bimbang ditatapnya rentetan pegunungan


yang menjulang tinggi ke angkasa, tiba-tiba timbul rasa sedih dalam
hatinya, ia teringat kembali perguruan Thiam cong yang musnah di
tangan orang, entah bagaimana keadaan puing-puing peninggalan
partai tersebut...
Ia menghela napas panjang dan bergumam seorang diri :
"Akhirnya aku kembali lagi kesini!"
Si huncwee gede Ouw-yang Gong ketika menjumpai si anak
muda itu dalam waktu singkat telah berubah jadi demikian sedihnya,
tanpa terasa ia ikut jadi murung setelah menghisap huncweenya
beberapa kali ia berseru :
"Hey bocah cilik, ayoh kita naik ke atas!"
Kedua orang itu segera mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya meluncur ke atas bukit, tidak selang beberapa saat mereka
sudah mulai mendaki gunung itu.
Makin mendaki mereka semakin tinggi berada di gunung itu,
puncak hampir terjamah dan terasalah angin gunung berhembus
sepoi-sepoi menggoyangkan pohon siong yang lebat...
Taaaang... suara genta yang nyaring berkumandang nun jauh dari
atas puncak, di mana dahulu merupakan kuil Sang Ching Koan, pusat
kekuasaan partai Thiam cong.
Pek In Hoei mendadak berhenti dan berbisik :
"Di dalam ada orang."
Sambil mengelus jenggotnya Ouw-yang Gong pun lantas berpikir
:
"Orang kangouw semua berkata bahwa sejak partai Thiam cong
dibasmi dari muka bumi tak seorang anak muridnya masih hidup, dan
kini suasana di atas gunung masih tetap seperti sedia kala, tapi
lonceng berbunyi nyaring... apakah benar anak murid partai Thiam
cong masih ada yang hidup..."
Belum habis ia berpikir mendadak tampaklah sesosok bayangan
manusia berkelebat lewat di dalam kuil Sang Ching Koan, gerakan

329
Saduran TJAN ID

tubuh orang itu enteng dan cepat, seandainya bukan manusia lihay
sebangsa Ouw-yang Gong jelas sulit untuk menemukannya.
Dengan wajah tercengang dan penuh tanda tanya Pek In Hoei
meluncur ke depan, serunya :
"Ayoh kita masuk ke dalam!"
Tubuh mereka berdua berjumpalitan beberapa kali di tengah
udara kemudian melangkah masuk ke dalam ruang tengah kuil Sang
Ching Koan, nampaklah ruangan itu bersih sekali dari debu, seolah-
olah sering kali ada orang yang berlalu lalang di sana.
Pek In Hoei serta Ouw-yang Gong menyapu sekejap sekeliling
tempat itu, ketika tak ditemuinya sesuatu jejak apa pun dalam hati
mereka mulai sangsi dan tak habis mengerti.
"Aneh...! Sungguh aneh sekali..." gumam Ouw-yang Gong
sambil garuk-garuk kepalanya. "Barusan dengan amat jelas sekali
kujumpai seseorang bayangan manusia berkelebat lewat, kenapa
sekarang lenyap tak berbekas?..."
Pek In Hoei sendiri pun tak habis mengerti apa yang sebenarnya
telah terjadi, ia menyapu sekejap sekeliling tempat itu. Tiba-tiba satu
senyuman tersungging di ujung bibirnya, sambil membawa Ouw-
yang Gong mereka berjalan menuju ke pelataran.
Di sisi pelataran terdapat sebuah tiang batu setinggi enam depa,
di atas tiang batu tadi terukirlah sebuah gambar Pat Kwa yang amat
besar, Pek In Hoei yang mengetahui kegunaan dari Pat Kwa besar itu
segera berjalan mendekati gambar tadi kemudian ditekannya keras-
keras ke arah bagian Soen serta Kian di atas lukisan tadi.
Kraaak...! diiringi suara yang nyaring, batu besar tadi secara tiba-
tiba bergeser ke arah belakang dan muncullah sebuah lubang gua yang
besar.
Menyaksikan hal itu Ouw-yang Gong segera menjulurkan
lidahnya sambil berseru dengan nada tercengang :
"Neneknya... tak nyana kalian partai Thiam cong masih
mempunyai suatu tempat yang rahasia sekali letaknya..."

330
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hati-hati... di dalam ada orang!" bisik Pek In Hoei memberi


peringatan, sinar matanya berkilat tajam.
Ouw-yang Gong adalah seorang manusia berwatak berangasan,
mendengar di dalam gua tersembunyi jago Bu lim yang lihay, hawa
amarah dalam dadanya kontan berkobar, sembari putar huncwee
gedenya ke tengah udara ia maju dua langkah ke depan.
"Anak kura-kura dari mana yang bersembunyi di dalam, ayoh
cepat menggelinding keluar..." teriaknya.
"Lihat serangan..."
Dari balik gua yang hitam dan gelap pekat muncul suara bentakan
nyaring disusul tiga titik cahaya bintang yang berkilauan laksana kilat
meluncur keluar dalam posisi segi tiga.
Ouw-yang Gong segera ayunkan huncweenya untuk ke depan
menangkis, makinya :
"Maknya... rupanya kau berani makan tahu buatan loocu..."
Tiiiing...! Tiiiing...! Tiiiing...! ketiga buah titik cahaya bintang
yang berkilauan itu segera tersapu rontok oleh jangkauan huncwee
gede dan menggeletak di atas tanah.
Setelah senjata rahasia dilepaskan dari dalam gua, kembali
berkumandang keluar suara bentakan keras laksana guntur membelah
bumi, terlihatlah tiga orang toosu muda sambil mencekal pedang
tajam menyerbu keluar dari tempat persembunyiannya bagaikan
kalap.
"Haaaah... haaaah... haaaah... rupanya kalian anakan kura-kura
yang bikin keonaran di sini," jengek Ouw-yang Gong sambil tertawa
tergelak.
Dengan cepat senjata huncwee gedenya diputar kencang,
memakai satu gerakan jurus yang aneh tahu-tahu ia sudah totok jalan
darah di atas pergelangan ke-tiga orang toosu muda itu sehingga detik
itu juga tiga bilah pedang sama-sama terlepas dari cekalannya.
Betapa terkesiapnya hati ke-tiga orang toosu mudah itu setelah
menyaksikan kelihayan orang, air muka mereka berubah hebat

331
Saduran TJAN ID

sementara matanya memandang ke arah si orang tua berhuncwee


besar itu dengan sinar mendelong, sikap mereka seolah-olah masih
sangsi kalau seorang kakek tua bangka ternyata memiliki kepandaian
silat yang demikian lihaynya.
"Siapakh kalian?" hardik Pek In Hoei dengan suara dingin,
"mengapa kamu sekalian bersembunyi di sini..."
Air muka ke-tiga orang toosu muda ini berubah semakin hebat,
sambil menunjukkan ketakutan yang tak terhingga mereka pejamkan
matanya rapat-rapat, terhadap teguran serta pertanyaan dari Pek In
Hoei, bukan saja tidak menggubris bahkan seakan-akan mereka sudah
tidak memikirkan tentang mati hidupnya lagi.
Pek In Hoei ulangi lagi pertanyaan itu sampai beberapa kali, tapi
ke-tiga orang toosu muda itu tetap tidak ambil peduli dan berlagak
pilon, lama kelamaan Ouw-yang Gong tidak kuat menahan diri, ia jadi
gusar dan segera memerseni sebuah tempelengan keras ke atas pipi
masing-masing toosu muda itu.
"Plooook!... Plooook!... Plooook!"
Suara gaplokan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian,
setelah ditampar keras ke-tiga orang toosu muda itu mendadak
membuka matanya dan melotot ke arah Ouw-yang Gong dengan sinar
mata penuh kebencian.
Terdengar orang-orang itu berkata hampir berbareng :
Kami anak murid partai Thiam cong bukanlah manusia yang
takut diancam atau disiksa, sekaligus kau bajingan tua hendak
membinasakan diri kami pun, tak nanti kami buka suara barang
setengah kejap pun untuk menjawab pertanyaanmu..."
"Apa? Kalian adalah anak murid partai Thiam cong?" seru Pek In
Hoei dengan hati terperanjat, "Aku pun anak murid partai Thiam
cong..."
Dengan pandangan sangsi ke-tiga orang toosu itu menatap wajah
Pek In Hoei tajam-tajam, jelas mereka tidak percaya kalau si Jago
Pedang Berdarah Dingin adalah anak murid partai Thiam cong, serta

332
IMAM TANPA BAYANGAN II

merta ke-tiga orang itu meludah ke lantai dengan pandangan


menghina.
Sikap mereka yang pasrah dan sama sekali tidak takut
menghadapi kematian ini justru malah mencengangkan hati Pek In
Hoei serta Ouw-yang Gong, untuk beberapa saat lamanya mereka
berdiri termangu-mangu.
Terdengar salah satu di antara ke-tiga orang toosu itu berkata
dengan suara dingin :
"Kau tak usah membohongi kami dengan pengakuan tersebut,
partai Thiam cong kecuali tinggal kami bertiga yang masih hidup,
belum pernah kami dengar ada anak murid lain yang berhasil
meloloskan diri dari pembunuhan sadis malam itu..."
Pek In Hoei tahu bahwa mereka tak akan percaya kalau dirinya
adalah anak murid partai Thiam cong, maka sepasang tangannya
segera bergerak meloloskan pedang mustika penghancur sang surya
yang tersoren di atas punggungnya, kemudian diayunkan di hadapan
mereka bertiga.
Babatan kilat ini mengejutkan ke-tiga orang toosu muda itu,
saking kaget dan takutnya wajah mereka jadi pucat pias bagaikan
mayat, sepatah kata pun tak sanggup diucapkan keluar.
Sembari merentangkan pedang tadi ke depan, kembali pemuda
she Pek itu berkata :
"Pedang ini adalah pedang mustika dari partai Thiam cong kita,
sekarang kalian tentu sudah percaya bukan kalau aku adalah anak
murid partai Thiam cong..."
Menyaksikan pedang mustika penghancur sang surya secara tiba-
tiba muncul di hadapan mereka, ke-tiga orang toosu muda itu dengan
wajah terperanjat buru-buru jatuhkan diri berlutut di atas tanah,
kemudian melakukan penghormatan besar sebanyak tiga kali terhadap
senjata tersebut.
Toosu muda yang berbicara tadi segera berkata kembali :

333
Saduran TJAN ID

"Tecu Im Hong, Ching Hong serta Wong Ching tidak tahu


kalau..."
Si anak muda itu segera memperkenalkan diri.
"Susiok..." dengan wajah tercengang ke-tiga orang toosu muda
itu segera berseru, senyuman lega yang enteng dan riang tersungging
di atas wajah beberapa orang itu, buru-buru mereka membawa Pek In
Hoei serta Ouw-yang Gong menuju ke ruang tengah.
Ching Hong segera mempersiapkan beberapa macam masakan
serta seguci arak, mereka berlima pun duduk di atas lantai dan mulai
bersantap.
Pek In Hoei tiada niat untuk minum-minum arak, sambil
meneguk setegukan ujarnya :
"Maksud tujuanku kembali ke atas gunung Thiam cong kali ini
adalah hendak mengumpulkan anak murid partai kita yang
berkeliaran dalam dunia persilatan tanpa pimpinan untuk membangun
kembali partai baru, agar dendam sakit hati terbunuhnya anak murid
kita dapat dituntut balas..."
"Aaaaai...! Sejak partai kita dibasmi dari muka bumi," kata Im
Hong dengan nada murung, "Banyak sekali anak murid kita yang
berkeliaran di luaran pada menyembunyikan diri, banyak pula yang
menyembunyikan nama serta mengasingkan diri, tak seorang pun
yang pernah membicarakan soal partai Thiam cong lagi..."
"Maknya... benar-benar tidak becus dan tak punya semangat,"
maki Ouw-yang Gong sambil meneguk arak berulang kali, "Sungguh
tak nyana partai Thiam cong terdapat pula anak murid semacam itu..."
Belum habis ia berkata mendadak air mukanya berubah hebat,
dengan gusar ia meraung keras kemudian sambil putar senjata
huncwee gedenya ia sapu tubuh Ching Hong, Im Hong serta Wong
Ching.
Siapa tahu baru saja tubuhnya bergerak sampai di tengah jalan,
mendadak rontok kembali ke bawah, sedang keringat sebesar kacang
kedelai mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuh.

334
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bocah cilik, kita tertipu!" teriaknya dengan suara gemetar.


Sebenarnya Pek In Hoei tidak mengerti apa yang telah terjadi, ia
ada maksud menghalangi tindakan Ouw-yang Gong yang berangasan
itu, tapi pada saat itulah ia merasakan ke-empat anggota badannya
sama sekali tak bertenaga, kepalanya jadi pusing dan matanya
berkunang-kunang.
Sementara itu ke-tiga orang toosu muda tadi segera menyebarkan
diri dan masing-masing mundur lima enam langkah ke belakang,
sambil memandang ke arah Ouw-yang Gong serta Pek In Hoei ke-tiga
orang itu tertawa terbahak-bahak.
Pek In Hoei terkesiap, satu ingatan dengan cepat berkelebat
dalam benaknya :
"Aduuh.. bodoh amat diriku ini, kenapa aku tidak ingat kalau
tingkatan murid dalam partai Thiam cong terbagi jadi angkatan Hian,
Song serta Ching?? Ke-tiga orang toojien ini sama sekali bukan anak
murid partai Thiam cong, berhubung aku gelisah dan tidak cermat
sekarang mengakibatkan aku terjatuh ke tangan mereka..."
Buru-buru ia salurkan hawa murninya untuk melawan daya kerja
racun keji yang bersarang dalam tubuhnya, sedang sepasang matanya
dengan memancarkan cahaya tajam melotot ke arah ke-tiga orang
toosu yang sedang bangga itu dengan pandangan menggidikkan,
begitu tajam dan mengerikan sinar matanya membuat ke-tiga orang
itu seketika jadi tersurut mundur dengan hati ketakutan.
Ouw-yang Gong sendiri walaupun tubuhnya lemas tak bertenaga,
namun mulutnya sama sekali tak mau membungkam, setelah
menggerutu beberapa saat lamanya mendadak ia berteriak keras :
"Anak jadah cucu monyet, kalian adalah peliharaan anjing
betina... bangsat kamu semua..."
Wong Ching maju ke depang menghampiri si kakek konyol itu
kemudian digaploknya wajah Ouw-yang Gong keras-keras sambil
bentaknya :

335
Saduran TJAN ID

"Tadi kau paling dan jumawa sekarang aku jauh lebih gagah
daripada dirimu..."
Ploook...! Ouw-yang Gong seketika merasakan pipinya jadi
panas dan linu, dengan gusar ia meraung keras :
"Anak jadah peliharaan anjing betina, aku bersumpah akan
menjagal dirimu..."
Dengan sekuat tenaga ia coba menghimpun segenap sisa tenaga
yang dimilikinya ke dalam telapak kanan, setelah itu ditubruknya
tubuh Wong Ching sebisa-bisanya, tapi serangan itu sama sekali tak
bertenaga dan segera terkulai kembali ke atas tanah.
Im Hong tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... ayoh kita segera kabarkan kepada
sucouw kalau kita berhasil menangkap dua orang lagi..."
Ching Hong mengiakan, dari sakunya dia segera ambil keluar
sebuah tabung bambu.
Serentetan cahaya terang berwarna merah meluncur keluar dari
dalam tabung bambu tadi dan meledak di tengah angkasa, tampaklah
cahaya terang memenuhi seluruh angkasa... lama sekali baru sirap dan
lenyap.
Taaang! Taaang...! Taaang...!
Suara genta yang nyaring berkumandang memecahkan kesunyian
yang mencekam seluruh jagad, begitu keras suara genta tadi sampai
mengalun jauh ke dalam lembah sempit.
"Hmmm... Hmmm..."
Dalam kuil Sang Ching Koan berkumandang suara dengusan
berat, ke-tiga orang toosu muda itu segera menghadap keluar dengan
sikap yang sangat menghormat.
"Sudut langit Selatan perguruan Boo Liang Tiong!"
Seruan nyaring bergema memenuhi seluruh ruangan, sekilas rasa
girang setelah terlintas di atas wajah ke-tiga orang toosu muda itu
buru-buru mereka menyahut :
"Anak murid Boe Liang membasi partai Thiam cong!"

336
IMAM TANPA BAYANGAN II

Di tengah seruan-seruan nyaring yang gegap gempita memenuhi


seluruh ruangan itulah tampak dari luar ruangan muncul enam orang
lelaki kekar yang bertubuh tegap berjalan masuk mengiringi seorang
siucay berjubah biru.
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasa hatinya
bergetar keras, ia merasa sangat kenal sekali dengan wajah siucay
berusia pertengahan itu, mendadak satu ingatan berkelebat dalam
benaknya, tanpa terasa ia lantas berpikir :
"Aaaaah! Dia adalah Hian Pak dan sekarang menjadi Go Kiam
Lam sang ketua dari perguruan Boo Liang Tiong..."
Begitu berjumpa muka dengan musuh besar pembasmi partai
Thiam cong yang paling dibencinya selama ini, Go Kiam Lam ketua
perguruan Boo Liang Tiong, darah panas dalam rongga dadanya
seketika itu juga bergolak keras, suatu perasaan gusar yang tak
terkirakan berkobar dalam hatinya membuat ia pengin sekali
menubruk ke depan dan menghancurlumatkan tubuh orang itu.
Sepasang matanya berkilat tajam, dengan dingin dan
menyeramkan ia tatap wajah Go Kiam Lam tanpa berkedip.
Go Kiam Lam sendiri dengan wajah terkejut bercampur
tercengang memandang pula ke arah ke-dua orang itu, dari atas wajah
Ouw-yang Gong ia segera pusatkan semua perhatiannya di atas wajah
Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin.
"Kau adalah..."
"Hmmm! Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei bukan
lain adalah diri cayhe, kalau daya ingatanmu tidak jelek semestinya
bisa mengingat kembali siapakah aku..."
Go Kiam Lam segera tertawa seram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku telah menduga bahwa suatu
saat kau pasti akan kembali kemari, maka kuperintahkan anak murid
perguruan Boo Liang Tiong untuk berjaga di sini siang malam,
sungguh tak nyana begitu cepatnya kau masuk jebakan..."

337
Saduran TJAN ID

Seolah-olah merasa sangat bangga dengan hasil yang


diperolehnya saat ini, satu senyuman licik tersungging di atas
wajahnya, ia berkata kembali dengan nada dingin :
"Sejak kau terjunkan diri ke dalam dunia persilatan,anak murid
perguruan Boo Liang Tiong kami setiap saat selalu memperhatikan
gerak-gerikmu, nama besar si Jago Pedang Berdarah Dingin yang kau
peroleh dianggap sebagai bibit bencana yang terbesar bagi perguruan
kami, karena itu kami telah bersumpah untuk mendapatkan dirimu.
Hmmm!..."
Setelah tertawa dingin berulang kali, mendadak ujarnya lagi
dengan suara ketus :
"Kau telah menelan obat 'Lio Hong Lok' buatan perguruan kami,
meskipun racun ini tidak akan sampai melukai orang tapi seluruh
tubuhmu menjadi lemas tak bertenaga, kekuatan hawa murni pun tak
akan bisa kau himpun kembali. Sebelum lima jam keadaanmu tetap
akan seperti sekarang ini..."
"Hmmm... Hmmm...rupanya kau merasa sangat bangga dengan
hasil yang berhasil kau peroleh..." jengek Pek In Hoei sambil tertawa
dingin.
Diam-diam ia telah memaksa racun 'Liok Hong Lok' berkumpul
di satu sudut badan dan untuk sementara waktu cairan racun itu tak
akan berkembang lebih lanjut, kendati begitu lama kelamaan ia harus
kerahkan hawa murninya juga untuk melawan.
Dengan cepat otaknya berputar kencang, pikirnya di dalam hati :
"Menggunakan kesempatan sebelum racun Liok Hong Lok itu
mulai bekerja, kemungkinan besar aku masih dapat melarikan diri dari
gunung Thiam cong ini, tapi bagaimana dengan Ouw-yang Gong..."
Teringat akan si huncwee gede itu tanpa teras ia berpaling dan
memandang sekejap ke arah kakek konyol itu, tampaklah pada saat
itu Ouw-yang Gong sedang memandang ke arah Go Kiam Lam
dengan penuh kegusaran.

338
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Anjing buduk anak jadah!" terdengar ia memaki kalang kabut,


"kalian anakan kura-kura hanya bisa mempecundangi orang dengan
cara yang rendah dan memalukan, sekalipun aku si huncwee gede
terjatuh ke tangan kalian,tapi aku tidak puas..."
"Hmmm! Kau si ular asap tua lebih baik sedikitlah tenang dan
jangan ribut melulu," seru Go Kiam Lam memperingatkan. "Kalau
kau tidak tahu diri... Hmmm! siksaan yang bakal kau rasakan nanti
bukanlah siksaan biasa yang dapat kau tahan..."
Ia sapu sekejap seluruh ruangan dan perintahnya :
"Gusur mereka pergi dari sini!"
"Sucouw, kedua orang ini akan dikurung di mana?" tanya Wong
Ching sambil maju beberapa langkah ke depan.
Go Kiam Lam sebagai seorang ketua dari perguruan Boo Liang
Tiong, mempunyai cara berpikir yang lebih mendalam daripada siapa
pun jua, dia tahu baik Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin
maupun Ouw-yang Gong adalah jago-jago lihay kelas satu dalam
dunia persilatan, bila mana penjagaan tidak dilakukan dengan ketat,
niscaya mereka akan berhasil melepaskan diri dari kurungan.
Ia berpikir sebentar lalu berkata :
"Tempat manakah yang paling sesuai di sini?"
Wong Ching segera menuding ke arah sebuah sumur kering di
luar ruang tengah dan segera sahutnya :
"Tecu berani menjamin tak akan ada orang yang bisa
menyelamatkan mereka dari sini, karena sumur kering itu..."
"Baik!" tukas Go Kiam Lam sambil kibaskan tangannya. "Aku
hendak menggunakan batok kepala ke-dua orang itu untuk
bersembahyang bagi arwah-arwah anak murid perguruan Boo Liang
Tiong kami yang telah mati, sampaikan perintah agar malam ini juga
semua anak murid Boo Liang Tiong berkumpul di sini..."
Wong Ching, Im Hong serta Ching Hong segera memberi hormat
dan mengiakan sambil menggusur Pek In Hoei serta Ouw-yang Gong
mereka mengundurkan diri dari ruangan itu.

339
Saduran TJAN ID

"Hmmm! pada saat itulah dengusan dingin berkumandang


memecahkan kesunyian, dengan kecepatan laksana sambaran kilat
tahu-tahu Pek In Hoei telah menggerakkan tubuhnya melancarkan
serangan dahsyat ke arah ke-tiga orang itu.
Blaaaam...! Aduuuuh...
Angin puyuh menyapu lewat, di tengah jeritan ngeri yang
menyayatkan hati ke-tiga orang toosu muda itu mencelat ke angkasa
dan menumbuk patung arca di tengah ruangan besar, darah segar
muncrat berhamburan di atas lantai.
Bruuuk! Bruuuk! Bruuuuuk! tiga kali bentrokan keras, dengan
kepala hancur remuk ke-tiga orang toosu muda itu mati binasa di atas
tanah, otaknya berceceran di mana-mana dengan genangan darah
yang kental dan berbau amis.
Air muka Go Kiam Lam berubah hebat, bentaknya penuh
kegusaran :
"Pek In Hoei, kau cari mati!"
Badannya bergerak maju ke depan kemudian laksana kilat
melancarkan satu babatan maut, segulung hawa pukulan yang maha
dahsyat dengan cepatnya menggulung ke depan menghajar tubuh Pek
In Hoei yang sedang berada di tengah udara.
Buru-buru Pek In Hoei mengigos ke samping serunya gelisah :
"Ular asap tua, apakah kau masih mampu?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... terlalu banyak arak yang telah
kuminum, kau pergilah lebih dulu..."
Pek In Hoei segera mencabut keluar pedang mustika penghancur
sang suryanya, kemudian dengan menciptakan serentetan cahaya
pedang yang dingin dan tajam ia membentak keras, senjatanya
langsung diayunkan membabat tubuh para jago yang sedang mengejar
datang.
Menyaksikan betapa dahsyatnya serangan itu, para jago lihay itu
jadi ketakutan, buru-buru mereka mengundurkan diri ke belakang.

340
IMAM TANPA BAYANGAN II

Go Kiam Lam segera menggerakkan pedangnya melancarkan


serangan berantai, bentaknya :
"Jangan lepaskan barang seorang pun di antara mereka, keparat
cilik itu tak akan bisa bertahan terlalu lama."
Sebagai ketua dari perguruan Boo Liang Tiong, kekuatan
lweekang yang dimiliki Go Kiam Lam sudah tentu luar biasa sekali,
di tangan bergetarnya sang pedang segera meluncurlah cahaya kilat
yang menggidikkan hati, dengan mengeluarkan jurus 'Hwie Gong Cap
Sam Cian' atau tiga belas babatan memenggal udara kosong ia
ciptakan tiga belas jalur cahaya pedang yang segera mengurung tubuh
lawan.
Air muka Pek In Hoei berubah hebat, satu ingatan dengan cepat
berkelebat di dalam benaknya :
"Sungguh tak nyana tenaga lweekang yang dimiliki Go Kiam
Lam sedemikian sempurna dan lihaynya, kepandaian ilmu pedang
pun sangat mengerikan hati..."
Seluruh kekuatan tubuhnya segera dihimpun ke ujung
pedangnya, cahaya kilat menyambar sambil menciptakan selapis
hawa kabut berwarna hijau ia balas melancarkan satu babatan.
Criiing...! Sepasang pedang saling beradu satu sama lainnya
menimbulkan suara dentingan nyaring, Go Kiam Lam segera
merasakan tangannya jadi enteng dan tahu-tahu pedang di dalam
genggamannya telah patah jadi dua bagian.
"Aaaaah...!" dengan perasan tercengang bercampur kaget ia
menyusut mundur beberapa langkah ke belakang dan serunya dengan
hati terkesiap. "Pedang mustika penghancur sang surya... pedang
mustika penghancur sang surya..."
Menggunakan kesempatan di kala Go Kiam Lam sedang berdiri
tertegun itulah,dengan cepat si Jago Pedang Berdarah Dingin
melayang mundur ke belakang, berada di tengah udara ia berputar
membentuk satu lingkaran kemudian sambil menyambar tubuh Ouw-
yang Gong segera menerjang keluar dari ruangan tersebut.

341
Saduran TJAN ID

Enam orang lelaki kekar yang muncul bersama-sama dengan Go


Kiam Lam tadi segera membentak berbareng masing-masing sambil
merentangkan pedangnya berdiri menghadang di depan pintu.
Sepasang mata Pek In Hoei berkilat, bentaknya :
"Siapa berani tidak menyingkir, jangan salahkan kalau aku
bertindak telengas."
Cahaya pedang bergetar kencang, secara beruntun tiga orang jago
lihay itu kembali terluka di ujung pedangnya.
Menyaksikan betapa lihay dan ampuhnya ilmu pedang yang
dimiliki pihak lawan, para jago itu jadi terkesiap, mereka bersama-
sama meloncat mundur ke belakang dan bertahan di satu sudut.
"Hmmm!" Go Kiam Lam mendengus dingin. "Pek In Hoei, kau
tak bakal bisa lolos dari sini!"
"Heeeh... heeeh... heeeh... belum tentu..."
Segulung angin pukulan yang berat dan mantap mendadak
menggulung datang dari belakang punggungnya, ia membentak keras
pedangnya segera diputar mengirim babatan ke belakang,
menggunakan kesempatan itu badannya segera menerjang kembali ke
depan.
"Hiaaat...!" seorang lelaki kekar melancarkan sebuah tusukan
dari samping kalangan.
Pek In Hoei segera menangkis datangnya ancaman itu, kakinya
melayang mengirim satu tendangan... dan... jeritan ngeri segera
bergema memenuhi seluruh ruangan, lelaki tadi seketika juga
menemui ajalnya di ujung kaki pemuda tersebut.

Bagian 21
MENYAKSIKAN beberapa orang anak buahnya telah jatuh korban,
Go Kiam Lam benar-benar naik pitam dibuatnya, ia segera berteriak
keras :

342
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Pek In Hoei, sejak hari ini kami anak murid dari perguruan Boo
Liang Tiong bersumpah tak akan hidup berdampingan dengan
dirimu..."
Dengan penuh kemarahan ia lancarkan beberapa buah pukulan
gencar, angin serangan yang amat dahsyat pun segera menyapu
seluruh kalangan.
Pek In Hoei mendengus berat, ia geserkan badannya meloloskan
diri dari ancaman lawan, setelah lolos dari ke-tiga serangan
mematikan itu tubuhnya mencelat ke angkasa dan meluncur turun dari
bukit Thiam cong san.
Go Kiam Lam jadi luar biasa mendongkolnya, ia berkaok-kaok
keras memaki kalang kabut :
"Pek In Hoei, sekalipun kau melarikan diri ke ujung langit atau
ke dasar samudara, aku bersumpah akan menangkap dirimu kembali."
Bentakan-bentakan berat berkumandang datang menggetarkan
seluruh bukit Thiam cong, Pek In Hoei tanpa mempedulikan keadaan
di sekelilingnya lagi segera berlari kencang menerjang masuk ke
dalam hutan. Entah berapa jam ia sudah lari, mendadak tubuhnya
mulai sempoyongan dan keringat sebesar kacang kedelai mengucur
keluar tiada hentinya.
Dengan penuh penderitaan ia mendengus, lalu gumamnya
seorang diri :
"Sungguh tak nyana daya kerja racun Liok Hong Lok begini cepat
kambuhnya, aaaa....! Rupanya ini hari aku bakal terkurung di atas
gunung Thiam cong san ini... sungguh tak nyana partai Thiam cong
bakal menderita kalah sedemikian hebatnya, sampai untuk kembali ke
atas gunungnya sendiri pun tak mampu..."
Gelak tertawanya mengenaskan sekali membuat seluruh daun
dan ranting dalam hutan bergetar keras.
"Bocah keparat, kau..." seru Ouw-yang Gong dengan wajah
berubah hebat.

343
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei tidak menjawab, ia cuma tertawa keras dengan suara


yang sangat mengenaskan...

344
IMAM TANPA BAYANGAN II

JILID 15
DALAM pada itu Go Kiam Lam si ketua perguruan Boo Liang Tiong,
tatkala menyaksikan Pek In Hoei serta Ouw-yang Gong melarikan diri
masuk ke dalam sebuah hutan, hawa gusarnya seketika berkobar,
sambil menerjang keluar dari ruangan bentaknya keras-keras:
"Tangkap dan hadang jalan pergi ke-dua orang bangsat itu,
jangan pedulikan mati hidup mereka lagi..."
Anak murid perguruan Boo Liang Tiong menyahut berbareng dan
segera gerakkan tubuh masing-masing untuk melakukan pengejaran.
Mendadak... Di tengah kesunyian yang mencekam seluruh jagad
berkumandang datang suara pekikan irama khiem yang panjang dan
tajam... Ting... tiing... suara itu begitu tajam dan indah membuat para
jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong segera menghentikan
gerakan tubuhnya dan berdiri termangu-mangu sambil menikmati
merdu serta indahnya suara khiem tersebut.
Go Kiam Lam sendiri pun dibuat tertegun oleh kejadian yang
berlangsung secara tiba-tiba itu, pikirnya dengan cepat :
"Irama khiem ini muncul secara tiba-tiba dan aneh sekali, entah
siapakah yang dapat memetik khiem memainkan irama lagu yang
begini mempersonakan..."
Ia memandang jauh ke depan, terasalah irama lagu yang begitu
merdu serta empuknya itu seakan-akan muncul dari delapan penjuru,
kecuali irama yang menggema di angkasa sama sekali tidak nampak
sesosok bayangan manusia pun yang muncul di sana..."

345
Saduran TJAN ID

Bayangan tubuh Pek In Hoei serta Ouw-yang Gong dengan


cepatnya lenyap di balik pepohonan yang luas, ia jadi terperanjat dan
segera bentaknya gusar :
"Kalian semua pengin mati? Ayoh cepat kejar ke-dua orang itu..."
Bagaikan tersadar dari satu impian yang sangat indah, para jago
dari perguruan Boo Liang Tiong itu segera sadar kembali dari
lamunan mereka, diiringi teriakan-teriakan keras, mereka pun
melakukan pengejaran kembali.
Belum sampai para jago lihay itu melangkah masuk ke dalam
hutan, dari balik pepohonan mendadak terdengar suara helaan napas
panjang, seorang perempuan berbaju serba hitam perlahan-lahan
munculkan diri di hadapan mereka.
Dalam pangkuannya memeluk sebuah khiem kuno, wajahnya
tertutup oleh selapis kain kerudung berwarna hitam, kecuali sepasang
matanya yang bening dan tajam sedang mengawasi kawanan jago
lihay itu, tak nampak anggota badan lainnya.
Ketika itu ke-lima jari tangannya yang runcing dan halus sedang
menarik-narik di antara senar khiemnya.
Tiiiing...! Tiiiing...! Tiiiing...! irama merdu berkumandang tiada
hentinya membuat anak murid dari perguruan Boo Liang Tiong itu
berdiri termangu-mangu, perhatian mereka semua telah terhisap oleh
kehadiran perempuan misterius berbaju hitam itu.
Terdengar wanita berkerudung itu menghela napas sedih, lalu
berkata :
"Aaaai...! kalian adalah orang yang punya kepandaian semua,
sejak aku berlatih main khiem hingga kini belum pernah kujumpai ada
banyak orang yang mendengarkan irama kasar yang dimainkan
seorang perempuan..."
Suaranya halus dan ucapannya merdu enak didengar, membuat
setiap orang merasakan hatinya jadi enteng dan segar.
Anak murid perguruan Boo Liang Tiong yang pada hari biasa
selalu mendapat pengawasan serta pendidikan yang keras oleh Go

346
IMAM TANPA BAYANGAN II

Kiam Lam, setelah menghadapi kejadian seperti ini, sembilan puluh


persen dari mereka jadi leleh oleh keayuan serta kehalusan orang,
tanpa sadar mereka dibikin kesemsem oleh perempuan ini.
Dengan cepat Go Kiam Lam enjotkan badannya melayang ke
depan lalu bentaknya keras :
"Siapa kau? Tahukah kau bahwa gunung Thiam cong san ini..."
Dengan pandangan dingin perempuan berkerudung hitam itu
melirik sekejap ke arahnya kemudian menjawab :
"Saudara jien heng ini kenapa begitu tak tahu sopan santun?
Gunung Thiam cong san toh bukan istana emas yang tidak boleh
dikunjungi orang lain, kalian boleh datang kemari kenapa kami tak
boleh datang ke sini pula..."
Go Kiam Lam tertegun, untuk beberapa saat lamanya ia tak
sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Ditatapnya perempuan ini
dengan lebih seksama, dengan cepat ia telah menyadari bahwa
kehadiran yang secara mendadak oleh perempuan ini pasti
mengandung sesuatu maksud tertentu.
Ia segera mendengus dingin dan kembali menegur :
"Kau jangan sengaja main licik di hadapanku, tempat ini
bukanlah tempat yang baik untuk kau kunjungi..."
Mendadak perempuan berkerudung hitamitu tertawa merdu.
"Apa gunanya disebabkan karena satu persoalan kecil di antara
kita harus terjadi suatu bentrokan yang tak berguna ? Anggap sajalah
kesalahan siauw li yang telah mengganggu ketenangan kalian semua.
Di sini aku memberi hormat terlebih dahulu..."
Setelah menjura ke arah semua orang, ia berkata lagi diiringi
senyuman manis :
"Gunung sepi kuil terpencil menyedihkan hati, bagaimana kalau
siauw li mainkan sebuah lagu indah untuk menghibur hati cuwi
sekalian..."

347
Saduran TJAN ID

Tanpa menunggu apakah pihak lawan setuju atau tidak, ia mulai


menggerakkan jari tangannya memetik senar tali khiem dan
memainkan sebuah lagu yang amat sedih...
Go Kiam Lam segera menyentilkan ujung jarinya ke arah tubuh
perempuan itu, bentaknya :
"Sungguh lihay kepandaian yang nona miliki!"
Perempuan berbaju hitam itu menggeserkan badannya ke
samping meloloskan diri dari ancaman, setelah itu sahutnya merdu :
"Ruas jari-jari tanganmu terlalu kasar, bukan bakat yang bagus
untuk belajar memetik khiem..."
Gerakan tubuhnya untuk menghindar amat lincah dan gesit,
dengan suatu kelitan yang manis tahu-tahu ia telah melepaskan diri
dari ancaman jari Go Kiam Lam, hal ini membuat hati gembong iblis
itu jadi amat terperanjat.
"Ooooh... sungguh tak kusangka ternyata kau pun seorang jago
silat yang lihay..."
Secara beruntun ia melancarkan tujuh delapan buah serangan
berantai meneter pihak lawannya,tapi kembali ia dibikin terkesiap
oleh gerakan orang yang ternyata dapt menghindarkan diri dari semua
ancaman tersebut, buru-buru ia melayang mundur ke belakang seraya
menegur dengan suara dingin :
"Nona, apa sebabnya kau mencari permusuhan dengan kami,
orang-orang dari perguruan Boo Liang Tiong? Silahkan kau segera
menyingkir dari sini, kami harus segera mengejar buronan penting
dari perguruan kami..."
"Siapa sih yang sedang kau kejar? Mungkin aku tahu jejaknya..."
seru perempuan itu.
Melihat perempuan berkerudung hitam ini selalu menghadang
jalan pergi mereka untuk memasuki hutan belantara itu, Go Kiam
Lam segera sadar bahwa perempuan yang tidak diketahui asal usulnya
ini memang ada maksud menyusahkan dirinya, sebuah pukulan
dahsyat segera dilancarkan.

348
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Ayoh menyingkir!"
"Kalian dilarang untuk melewati tempat ini!" sahut perempuan
berkerudung hitam itu sambil menutulkan khiem kunonya ke depan.
Merasakan urat nadi penting di atas pergelangan tangannya
terancam oleh totokan lawan, dengan hati terkesiap cepat-cepat Go
Kiam Lam tarik kembali tangannya sambil meloncat mundur ke
belakang.
"Rupanya kau pengin modar!" ia menghardik.
Sementara ia bersiap-siap melancarkan serangan mematikan,
mendadak perempuan itu mengundurkan diri ke belakang seraya
berkata :
"Di tempat ini tiada orang yang sedang kalian kejar, di depan sana
merupakan tempat sembahyang bagi lelayon mendiang leluhur siauw
li, kalian berani mengganggu orang tua kami yang telah meninggal
itu... Hmmm! Jangan salahkan kalau aku bakal mencari kalian untuk
mengadu jiwa..."
Go Kiam Lam tertegun, untuk sesaat lamanya ia berdiri
menjublak tanpa sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Ia tak
menyangka kalau perempuan itu secara tiba-tiba bisa mengutarakan
kata-kata seperti itu. Sebagai seorang ketua dari suatu perguruan besar
sudah tentu ia tak mau mempercayai perkataan orang dengan begitu
saja.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, dengan alis berkerut
ia segera tertawa dingin.
"Seratus li di sekeliling gunung Thiam cong san tiada rumah
penduduk, nona, lebih baik kau jangan mengajak kami untuk
bergurau..."
"Hmmm! Kalau kalian tidak percaya silahkan pergi
memeriksanya, kalau ucapanku tidak salah maka kau harus berlutut
di depan layon mendiang orang tuaku untuk mohon maaf kalau tidak
aku tak akan mengampuni dirimu..."

349
Saduran TJAN ID

Go Kiam Lam mendengus dingin, dengan memimpin anak


muridnya ia segera masuk ke dalam hutan itu.
Dari balik hutan yang gelap dan lebat secara lapat-lapat tersiar
bau busuk yang memuakkan, tidak selang beberapa saat kemudian
sampailah mereka di tengah hutan, di situ tampaklah sebuah rumah
gubuk yang terang di bawah sorot cahaya lampu lentera.
Go Kiam Lam tertawa dingin, sambil mendorong pintu ia segera
melangkah masuk ke dalam. Tapi dengan cepat senyuman yang
semula menghiasi bibirnya lenyap tak berbekas, ia berdiri termangu-
mangu tanpa sanggup berbuat sesuatu apa pun.
Tampaklah di balik horden kain putih yang menutupi ruangan
membujurlah dua buah peti mati berwarna merah, peti-peti mati itu
terletak di tengah ruangan dihiasi lampu lilin serta asap hio yang tebal,
suasana terasa serius dan diliputi kesedihan.
Di depan meja lelayon duduk seorang gadis berbaju putih, waktu
itu dengan pandangan termangu-mangu sedang menatap sebuah huruf
besar yang terpasang di tengah meja sembahyang, terhadap kehadiran
para jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong ini ternyata sama
sekali tidak menggubris.
Setelah berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya, ia siap
mengundurkan diri dari situ. Mendadak terasa segulung desiran angin
tajam menyebar lewat di belakang tubuhnya, Go Kiam Lam
terperanjat buru-buru ia berkelit ke samping untuk menghindarkan
diri.
Menanti ia berpaling ke belakang, tampaklah perempuan
berkerudung hitam itu sambil memeluk khiem antiknya telah berjaga-
jaga di depan pintu dengan sikap dingin.
"Hmmm...! sekarang kau sudah percaya bukan?" tegurnya ketus.
Go Kiam Lam jadi gelagapan dan tak sanggup memberi jawaban,
mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, sambil menuding
ke arah peti-peti mati itu ia bertanya :
"Mayat siapakah yang berada di dalam peti mati itu?"

350
IMAM TANPA BAYANGAN II

Perempuan berkerudung kain hitam itu tertawa dingin.


"Mendiang orang tuaku! Hmmm! Secara gegabah kau telah
memasuki ruang layon kami sehingga membuat sukma mendiang
orang tua kami tidak senang di alam baka, mulai detik ini juga kau
adalah musuh besarku, ayo cepat berlutut dan minta ampun..."
Dengan sepasang alis berkerut Go Kiam Lam maju menghampiri
kedua buah peti mati itu, tangan kiri serta tangan kanannya masing-
masing ditekankan ke atas peti mati tadi, dan serunya hambar :
"Maaf, cayhe telah mengganggu kalian."
Melihat perbuatan orang itu, baik dara berbaju putih itu maupun
perempuan berkerudung hitam sama-sama berubah air mukanya, dara
berbaju putih itu segera membentak gusar, tubuhnya menerjang maju
ke depan sambil melancarkan satu pukulan dahsyat.
"Kau berani!" hardiknya.
Cepat-cepat Go Kiam Lam meloncat ke samping meloloskan diri
dari ancaman.
"Cayhe mohon diri terlebih dahulu," katanya. "Bila mana kami
telah mengganggu ketenangan kalian, di kemudian hari pasti akan
mohon maaf..."
Selesai berkata ia segera ulapkan tangannya, para jago lihay dari
perguruan Boo Liang Tiong dengan cepat mengikuti di belakang
ketuanya berlalu dari hutan tadi dan dalam sekejap mata telah lenyap
dari pandangan mata.
Berdiri di depan pintu perempuan berkerudung hitam itu
membentak keras :
"Go Kiam Lam, hutang yang kita perbuat hari ini kami catat atas
namamu..."
Suara yang amat nyaring menggema hingga ke tempat kejauhan
membuat daun dan ranting bergetar keras, lama sekali baru sirap.
Memandang bekas telapak lima jari di atas peti mati itu, dua titik
air mata jatuh berlinang membasahi pipi dara berbaju putih itu, sikap

351
Saduran TJAN ID

serta wajahnya yang sedih dan mengenaskan itu membuat perempuan


berbaju hitam yang menyaksikan dari samping pun ikut beriba hati.
Terdengar perempuan berkerudung hitam itu menghela napas
panjang, lalu berkata :
"Chin Siang, kau tak usah sedih, walaupun ilmu Toa Lek Im Jiaw
dari Go Kiam Lam tersohor karena kekejian serta kehebatannya, tak
nanti kepandaian itu berhasil melukai diri Pek In Hoei..."
Perlahan-lahan ia berjalan ke depan peti mati itu, membuka
penutupnya dan tampaklah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei dengan wajah kuning keemas-emasan menutup matanya rapat-
rapat dan berbaring dalam peti mati tersebut.
Perempuan berbaju hitam itu melepaskan kain kerudungnya yang
berwarna hitam hingga terlihat raut wajahnya yang cantik jelita,
setelah menyapu sekejap wajah Pek In Hoei, dengan sikap serius
katanya sedih :
"Sungguh tak nyana tenaga lweekang yang dimiliki Go Kiam
Lam telah mencapai pada taraf 'Meminjam benda menyalurkan
tenaga'. Pek In Hoei sudah terkena obat pemunah tenaga 'Liok Hong
Lok' sudah tentu ia tak dapat menggunakan kekuatan tubuhnya untuk
menahan serangan Toa Lek Im Jiauw kang tersebut. Kalau dilihat raut
wajahnya yang kuning keemas-emasan jelas luka yang dideritanya
tidak ringan..."
Wie Chin Siang yang mendengar ucapan itu bergetar keras
hatinya seakan-akan guntur membelah bumi di siang hari bolong,
dengan sempoyongan ia mundur lima langkah ke belakang lalu
serunya sedih :
"Suhu, kau harus mencari akal untuk menyelamatkan jiwanya..."
Perempuan berbaju hitam yang bukan lain adalah Kiem In Eng si
Dewi Khiem Bertangan Sembilan, tampak ia termenung berpikir
sebentar lalu gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaaai... ilmu cakar sakti Toa Lek Im Jiauw kang termasuk salah
satu di antara lima macam kepandaian paling keji di kolong langit,

352
IMAM TANPA BAYANGAN II

setelah Pek In Hoei terkena serangan ilmu beracun itu, aku rasa untuk
sesaat memang sulit untuk menolongnya..."
Perkataan yang diucapkan dengan nada rendah dan perlahan ini
menggelisahkan hati Wie Chin Siang hingga membuat wajahnya
berubah hebat dan butir air mata jatuh berlinang membasahi pipinya
dengan pandangan mendelong ia awasi gurunya tanpa mengucapkan
sepatah kata pun.
Kembali Kiem In Eng menghela napas panjang.
"Aaaai...! kesemuanya ini adalah gara-gara kedatangan kita yang
terlambat, hingga mengakibatkan ia dicelakai oleh Go Kiam Lam
sedangkan aku... karena tidak leluasa untuk unjukkan diri sulit pula
untuk mencegah peristiwa ini..."
Wie Chin Siang tidak bicara, mendadak ia cbut keluar pedangnya
dan diayunkan ke tengah udara sehingga membentuk sekilas cahaya
tajam yang menyilaukan mata, wajah yang murung dan sedih seketika
lenyap tak berbekas diganti dengan wajah bening yang penuh diliputi
hawa napsu membunuh.
"Aku akan pergi mencari Go Kiam Lam untuk beradu jiwa,"
serunya. "Akan kupaksa dirinya untuk serahkan obat penawar racun
pukulannya, kalau tidak maka akan kubunuh semua orang yang ada
di gunung Thiam cong agar darah segar membasahi seluruh jagad..."
"Chin Siang kau tak boleh berbuat begitu," cegah gurunya seraya
menggeleng. "Walaupun perbuatanmu itu bisa membalas dendam
sakit hatinya tetapi sama sekali tidak berguna bagi Pek In Hoei,
perbuatanmu itu hanya akan mempercepat kematiannya belaka, lagi
pula perguruan yang dipimpin Go Kiam Lam mempunyai hubungan
yang erat sekali dengan sucouwmu, di sinilah letak ketidakleluasaan
gurumu untuk bertindak secara terang-terangan, maka satu-satunya
jalan yang dapat kita tempuh sekarang adalah mencari akal lain untuk
mendapat obat pemunah..."
Mendadak ia tertawa dan menggape ke arah gadis itu.
"Nak, masuklah kemari!"

353
Saduran TJAN ID

Dengan pandangan tidak mengerti Wie Chin Siang memandang


ke arah suhunya kemudian perlahan-lahan maju ke depan dan berdiri
di hadapan gurunya dengan sikap hormat.
"Suhu, ada urusan apa?" tanyanya.
Kiem In Eng menatap wajah muridnya tajam-tajam lalu bertanya
:
"Anakku, terus terang mengakulah kepadaku, betulkah kau
mencintai Pek In Hoei?"
Wajah Wie Chin Siang yang semula pucat pias dirundung
kemurungan seketika berubah jadi merah padam selesai mendengar
perkataan itu, dengan tersipu-sipu ia tundukkan kepalanya rendah-
rendah.
"Suhu!" katanya, "kenapa kau bertanya lagi kepadaku?"
Perlahan-lahan Kiem In Eng menghela napas panjang.
"Tahukah kau bahwa Pek In Hoei mempunyai masalah cinta yang
amat banyak...? Tahukah kau bahwa banyak gadis yang mengejar
dirinya, menggunakan siasat macam apa pun untuk mendapat dirinya,
tapi banyak pula kaum gadis yang bakal kecewa di tangannya..."
Wie Chin Siang tundukkan kepalanya rendah-rendah, jantung
terasa berdebar sangat keras, ia merasa masa depannya kosong dan
mengambang, apakah keputusan hatinya ini akan membawa
keberuntungan atau kesialan ia sendiri pun tak tahu.
Titik air mata meleleh keluar membasahi wajahnya, sambil
geleng kepala ia menghela napas panjang.
"Apa yang ananda pikirkan serta harapkan hanya satu, peduli
bagaimanakah sikapnya di kemudian hari terhadap diriku, rasa cinta
aku terhadap dirinya sepanjang masa tak akan berubah. Nasehat suhu
akan tecu ingat selalu di dalam hati..."
"aaaai....! semoga kau dapat berpikir yang lebih luas dalam
menghadapi setiap persoalan, janganlah seperti gurumu yang harus
menyia-nyiakan masa remajanya karena terbelenggu oleh cinta, dan

354
IMAM TANPA BAYANGAN II

akhirnya apa pun tak berhasil didapatkan kecuali kesunyian serta


kekosongan..."
Ia melirik sekejap ke arah Pek In Hoei yang berbaring di dalam
peti mati, lalu sambungnya lebih jauh.
"Dalam pencariannya apabila Go Kiam Lam tidak berhasil
menemukan mereka berdua, gembong iblis itu kemungkinan besar
bisa kembali ke sini, ia telah bersumpah untuk menangkap ke-dua
orang ini dalam keadaan apa pun, mumpung mereka belum balik
kemari dan para jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong belum
terkumpul semua, lebih baik kita sembunyikan dahulu mereka
berdua..."
Berbicara sampai di sini, tanpa menantikan jawaban lagi ia segera
mengempit tubuh Pek In Hoei serta Ouw-yang Gong dari dalam peti
mati kemudian melayang keluar dari dalam gubuk itu dan meluncur
ke dalam hutan.
Memandang bayangan punggung suhunya yang mulai lenyap
dari pandangan, Wie Chin Siang berdiri termangu-mangu, secara
mendadak ia rasakan suatu kekosongan yang belum pernah dirasakan
sebelumnya terlintas di atas wajahnya.
Walaupun ia telah berpikir ke sana berpikir kemari tapi tak
pernah ia berhasil menghilangkan bayangan wajah Pek In Hoei yang
tampan serta mempersonakan hati itu, rasa kuatir muncul di atas
wajahnya... bayangan tubuhnya yang tampan gagah dan tegap selalu
terbayang dengan jelas di depan mata...
"Aaaai...!" ia sendiri pun tak tahu kenapa menghela napas begitu
panjang dan berat... ia hanya tahu dadanya terasa tersumbat oleh
kesedihan serta kekesalan yang membuat ia pengin menghela napas
panjang agar rasa kesalnya sedikit berkurang.
Lama sekali gadis itu berdiri termangu-mangu memandang ke
tempat kejauhan lalu gumamnya seorang diri :

355
Saduran TJAN ID

"Aneh sekali... kenapa dalam hati kecilku selalu merindukan


dirinya, sejak pertama kali kujumpai dirinya... dalam benakku setiap
saat selalu muncul bayangan tubuhnya, terutama sekali sewaktu..."
Teringat akan peristiwa dalam lorong rahasia perkampungan
Thay Bie San cung, di mana ia berada dalam keadaan telanjang bulat
saling bertindihan dan saling berpelukan dengan Pek In
Hoei,wajahnya kontan berubah jadi merah padam... jantungnya
berdebar deras dia terduduk sambil memainkan ujung bajunya, ia
merasa seolah-olah ada banyak orang yang sedang mengintip ke
arahnya.
Di saat ia sedang merasa jengah dengan sendirinya itulah
mendadak bayangan manusia berkelebat lewat, Kiem In Eng bagaikan
sukma gentayangan tahu-tahu sudah berdiri di hadapannya, Wie Chin
Siang yang sedang berdiri dengan rasa jengah merasa makin
mengenaskan lagi keadaannya.
kim jadi tercengang bercampur heran setelah melihat keadaan
muridnya, segera ia menegur :
"Nak, apa yang sedang kau pikirkan?"
"Aku..." Wie Chin Siang jadi kelabakan setengah mati.
"Nak, sekarang waktu sangat mendesak, aku hanya dapat
menerangkan kepadamu sesingkatnya saja. Pergilah cari si Tangan
Sakti Berbaju Biru dan mintalah dua butir pil mujarab berusia seribu
tahun."
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya :
"Setelah turun dari bukit Thiam cong, berangkatlah ke arah timur
sejauh empat puluh li, di situ ada sebuah sungai kecil dan di depan
sungai terdapat sebuah kebun bunga, pergilah ke situ dan jumpailah
si Tangan Sakti Berbaju Biru dengan membawa benda
kepercayaanku, mungkin dia tak akan menyulitkan dirimu. Tapi orang
itu aneh dan wataknya kukoay, kau harus hadapi dirinya dengan hati-
hati, begitu mendapatkan obat tadi segeralah pulang ke sini..."

356
IMAM TANPA BAYANGAN II

Seraya berkata dari dalam sakunya Kiem In Eng segera ambil


keluar sebuah sapu tangan berwarna merah dan diserahkan ke tangan
muridnya.
Wie Chin Siang segera menerima sapu tangan tadi dan disimpan
ke dalam sakunya, lalu ia berseru :
"Suhu, aku berangkat duluan!"
"Tunggu sebentar!" sekilas rasa murung terlintas di atas wajah
Kiem In Eng. "Si Tangan Sakti Berbaju Biru bukan terhitung manusia
dari kalangan lurus, ia berdiam di pesisir Pek Sah Than dan menurut
apa yang aku ketahui sedang melaksanakan satu rencana besar,
kepergianmu kali ini walaupun tiada mara bahaya yang mengancam
tapi kau harus baik-baik menjaga diri..."
Mendadak suasana jadi penuh emosi, terusnya :
"Berhubung antara aku dengan dia pernah terikat suatu persoalan
maka aku tidak ingin berjumpa dengan dirinya, bilamana kau telah
bertemu dengan dirinya berusahalah sedapat mungkin menghindari
pertanyaan yang menyangkut soal diriku, daripada mengundang
kedatangan pelbagai kerepotan..."
Pada saat ini hati Wie Chin Siang terasa amat gelisah sekali, dia
ingin cepat-cepat tiba di pesisir Pek Sah Than serta mendapatkan pil
mujarab berusia seribu tahun untuk menyelamatkan jiwa kekasihnya
maka ia mengangguk berulang kali dan segera lari masuk ke dalam
hutan.
Sepanjang perjalanan dilakukan dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat, baru saja gadis itu akan tinggalkan kaki bukit Thiam
cong mendadak terdengar serentetan bentakan nyaring bergema
memecahkan kesunyian, tampaklah dua orang lelaki berbaju hitam
meloncat keluar dari balik jalan gunung dan menghadang jalan
perginya dengan pedang dilintangkan di depan dada.
"Hey, apa yang hendak kalian lakukan?" kontan dara she Wie ini
menegur dengan suara dingin, sekilas rasa gusar terpancar di atas
wajahnya yang berkerut kencang.

357
Saduran TJAN ID

Ke-dua orang lelaki itu merupakan anak murid dari perguruan


Boo Liang Tiong, mereka menyapu sekejap wajah Wie Chin Siang
lalu dengan wajah tercengang sang pemimpin menegur sambil tertawa
dingin.
"Kau hendak pergi ke mana?"
"Enyah kalian dari sini! Aku tidak ingin membinasakan kalian
berdua..." seru Wie Chin Siang dingin.
Dengan sikap yang ketus pandangan yang dingin serta wajah
yang penuh napsu membunuh, dara itu melanjutkan perjalanannya ke
arah depan, ia sama sekali tidak melirik ke arah mereka berdua bahkan
sebelah mata pun tak dipandang olehnya.
Cahaya tajam berkilauan memenuhi seluruh angkasa, sambil
ayunkan sepasang pedangnya menghalau di depan mata gadis itu, ke-
dua orang lelaki berbaju hitam tadi kembali menghalangi jalan
perginya, jelas mereka tak ingin melepaskan gadis ini berlalu dengan
begitu saja.
Sambil tertawa dingin si lelaki pertama berseru :
"Ketua kami telah turunkan perintah, peduli siapa pun yang ada
di atas gunung dilarang turun atau naik bukit Thiam cong ini, kecuali
kami berhasil menangkap kembali ke-dua orang buronan tersebut..."
Wajahnya berubah sejenak, kemudian dengan pandangan
tercengang tambahnya :
"Nona pun seorang manusia yang cerdik, aku percaya kau tak
akan menyusahkan kami berdua..."
"Hmmm! Ketua kalian manusia macam apa? Berani betul dia
melarang setiap manusia naik turuni bukit ini..."
Gadis ini sangat menguatirkan keadaan luka dari Pek In Hoei, ia
tak berani membuang waktu terlalu lama, setelah mendengus
tubuhnya mendadak menerjang ke depan dan melancarkan satu
pukulan dahsyat ke arah dua orang lelaki yang menghalangi jalan
perginya itu.

358
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ke-dua orang lelaki itu merupakan anak murid angkatan ke-dua


dari perguruan Boo Liang Tiong, pada hari-hari biasa terlalu
mengunggulkan kepandaian silatnya sendiri. Kini setelah
menyaksikan kecepatan gerak dari gadis itu dalam melancarkan
serangannya, diam-diam mereka merasa bergidik dan kaget, cepat-
cepat tubuhnya menyebarkan ke kiri dan kanan sejauh lima depa dari
tempat semula.
"Kau berani menerjang dengan kekerasan!: bentak pemimpin itu
sambil memutar pedangnya.
Tetapi setelah dilihatnya dara muda berwajah cantik ini sama
sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap ketua mereka,
saking gusarnya tubuh mereka jadi bergetar sangat keras, sembari
membentak keras pedangnya dan menciptakan selapis cahaya
berkilauan segera menerjang ke depan.
Wie Chin Siang tertawa dingin, tubuhnya bergeser ke samping
sementara telapak kirinya dengan membentuk gerakan busur sedang
telapak kanannya berputar satu lingkaran langsung membabat ke arah
depan.
Terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
memecahkan kesunyian, batok kepala lelaki itu terhantam sampai
hancur berantakan dan roboh binasa di atas tanah.
Lelaki yang lain jadi sangat terperanjat setelah menyaksikan
peristiwa ini, pedangnya dibabat keluar memaksa musuhnya meloncat
mundur kemudian ia sendiri pun berkelebat mundur ke belakang
sembari meraung gusar diambilnya sebuah seruling pendek dari
sakunya dan segera ditiupkan berulang kali.
Dalam sekejap mata suara seruling bermunculan dari empat
penjuru dan saling susul menyusul, tiupan suara tiga pendek satu
panjang itu dengan cepatnya telah berkumandang sampai tempat
kejauhan.
Menyaksikan tiupan seruling berkumandang saling susul
menyusul disusul munculnya bayangan manusia dari empat penjuru,

359
Saduran TJAN ID

Wie Chin Siang benar-benar merasa amat gusar, sorot mata penuh
napsu membunuh berkelebat lewat dan segera hardiknya :
"Bangsat, kau ingin modar!"
Diiringi bentakan keras tubuhnya meluncur ke depan, telapak
tangannya disertai tenaga pukulan yang maha dahsyat segera
dihantamkan ke atas tubuh lelaki peniup seruling tadi.
Blaaaam...! lelaki itu menjerit ngeri, tubuhnya mundur tujuh
delapan langkah ke belakang dan segera muntahkan darah segar,
seruling bambu hitamnya seketika patah jadi beberapa bagian dan
rontok ke atas tanah.
Dalam gusarnya secara beruntun Wie Chin Siang telah turun
tangan dengan hebatnya, sebelum lewat dua jurus serangan dua orang
musuhnya telah berhasil dibinasakan.
Sinar matanya segera dialihkan ke sekeliling tempat itu, tiba-tiba
ia terkesiap tampaklah Go Kiam Lam si ketua dari perguruan Boo
Liang Tiong dengan wajah dingin telah berdiri di situ.
"Hmmm, kiranya kau!" tegur orang she Go itu sambil mendengus
dingin. Di belakang ketua perguruan Boo Liang Tiong ini mengikuti
dua orang lelaki yang membawa empat ekor anjing besar, ketika itu
anjing tadi menggonggong tiada hentinya membuat Wie Chin Siang
dalam gugup dan kagetnya segera berpikir :
"Anjing besar yang berasal dari Tibet ini pandai sekali mengejar
jejak manusia, entah suhu telah menyembunyikan Pek In Hoei di
mana? Mungkinkah tempat pesembunyiannya ditemukan oleh daya
penciuman anjing-anjing lihay ini?"
Ia segera tertawa dingin dan menegur :
"Kaukah yang melarang aku turun dari bukit Thiam cong ini?"
"Sedikit pun tidak salah!"
"Hmmm! Kau dapatkan peraturan ini dari mana?"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, ke-empat ekor
anjing itu mencium-cium terus sekeliling tubuhnya kemudian
menggonggong keras.

360
IMAM TANPA BAYANGAN II

Lama kelamaan gadis ini jadi jemu dan mendongkol juga, ia


angkat kakinya dan segera menendang anjing tersebut hingga
terpental ke belakang.
Anjing tadi menggonggong semakin menjadi, bahkan siap
melakukan tubrukan kembali.
Sementara itu Go Kiam Lam si ketua dari perguruan Boo Liang
Tiong sama sekali tidak menjawab pertanyaan Wie Chin Siang secara
langsung, ia menyapu sekejap ke-dua sosok mayat anak buahnya yang
menggeletak di atas tanah lalu bertanya :
"Apakah mereka mati di tanganmu?"
Wie Chin Siang mengerti Go Kiam Lam sebagai ketua suatu
perguruan pasti memiliki ilmu silat yang sangat lihay dan sukar
ditandingi, diam-diam ia salurkan hawa murninya ke dalam telapak
dan siap menghadapi segala kemungkinan.
"Hmmm! Membinasakan dua ekor anjing yang goblok dan tolol
bukan terhitung suatu pekerjaan besar," sahutnya.
"Budak sialan, jumawa benar ucapanmu itu!" teriak Go Kiam
Lam dengan wajah berubah hebat, "Mau ap kau turuni bukit Thiam
cong?"
"Hmmm, itu urusanku, mau apa kau turut campur?"
Mendadak serentetan bisikan lembut berkumandang masuk ke
dalam telinganya, terdengar Kiem In Eng berkata :
"Kau berusahalah sedapat mungkin turun dari bukit ini, kenapa
mesti ngoceh tiada gunanya dengan manusia itu?" Aku telah
bersembunyi di sekeliling tempat ini, diam-diam akan kubantu
dirimu..."
Wie Chin Siang melongo, ia tak menyangka kalau gurunya Kiem
In Eng telah bersembunyi di situ, pikirannya segera ditenangkan dan
senyuman congkak tersungging di ujung bibirnya.
"Aku harus mencari satu kesempatan yang paling baik untuk
turun tangan terhadap diri Go Kiam Lam..." pikirnya.

361
Saduran TJAN ID

Sementara itu Go Kiam Lam sendiri pun sudah dibikin gusar oleh
kejumawaan orang, ia mendengus dan berseru :
"Budak ingusan, kau betul-betul tidak tahu tingginya langit dan
tebalnya bumi..."
Belum sampai badannya bergerak, Wie Chin Siang dengan
menggunakan kesempatan di kala pihak lawan tidak menaruh
perhatian penuh itulah mengirim satu pukulan dahsyat dari tempat
kejauhan, serangan ini dilancarkan dan sukar dibayangkan dan kata-
kata.
"Kurang ajar, kau berani turun tangan terlebih dahulu!" teriak
manusia she Go itu dengan hati mendongkol.
Sebagai seorang ketua perguruan besar, ia merasa sungkan untuk
merasakan serangan mematikan terhadap seorang nona kecil,
badannya dengan cepat bergeser ke samping, ke-lima jarinya
bagaikan cakar burung elang mencengkeram tubuh darah tersebut.
Siapa tahu di kala lengannya dijulurkan sampai setengah
jalan,dan jaraknya dengan tubuh Wie Chin Siang tinggal setengah
depa, mendadak lengannya jadi kaku dan segera terkulai lemas ke
bawah.
Cepat-cepat tubuhnya meloncat mundur ke belakang dan
bentaknya :
"Jago lihay dari mana yang bersembunyi di situ?"
Suasana di atas bukit itu sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suara pun, dengan wajah tercengang bercampur keheranan Go Kiam
Lam mendengus dingin, lalu menegur sekali lagi.
Melihat suhunya secara diam-diam memberi bantuan, semangat
Wie Chin Siang kontan berkobar, menggunakan kesempatan sewaktu
Go Kiam Lam tidak menaruh perhatian ia menerjang maju ke depan
dan melancarkan enam buah pukulan dahsyat.
Ke-enam buah pukulan itu kesemuanya telah menggunakan
segenap tenaga yang dimilikinya, Go Kiam Lam sebagai jago yang

362
IMAM TANPA BAYANGAN II

lihay tak urung dibikin terkesiap juga sehingga terdesak mundur


beberapa langkah ke belakang.
Dengan gusarnya ia tertawa keras lalu membentak :
"Budak ingusan, rupanya kau memang kepengin modar!"
Setelah timbul keinginan jahat dalam hatinya, serangan-serangan
yang dilancarkan pun tidak mengenal rasa kasihan, badannya
berkelebat ke depan, jari dan telapak menyerang berbareng diiringi
desakan tubuh yang menerjang ke muka, dalam waktu singkat
beberapa puluh jurus telah dilepaskan.
Bagaimana pun juga Wie Chin Siang masih kekurangan
pengalaman dalam melakukan pertarungan, ia tak sanggup menduga
datangnya serangan-serangan lawan dan di dalam gugupnya sang
telapak kanan segera disapu ke arah depan.
Bluuuum...! di tengah bentrokan keras tubuh Wie Chin Siang
tergetar mundur tujuh delapan langkah ke belakang, dengan susah
payah ia baru berhasil mempertahankan tubuhnya tidak sampai ke
tanah, walau begitu dadanya sudah naik turun dengan napas
tersengkal-sengkal, keringat dingin mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya.
"Hmmm... Hmmm..." Go Kiam Lam tertawa dingin. "Bocah
cilik, lebih baik kau menyerah saja..."
Tubuhnya bagaikan seekor burung rajawali segera berputar satu
lingkaran di tengah udara sambil merentangkan lengannya segera
menubruk ke atas tubuh Wie Chin Siang.
Criit...! di saat yang kritis itulah mendadak muncul suara desiran
tajam berkumandang membelah angkasa, sesosok bayangan hitam
meluncur ke arah tubuh Go Kiam Lam dan kecepatan penuh dan
nampaknya segera akan bersarang di tubuhnya.
Go Kiam Lam terkesiap, ia putar telapaknya melancarkan satu
pukulan ke depan, sebatang ranting kering segera terpental ke arah
samping.

363
Saduran TJAN ID

Di saat tubuhnya agak merandek itulah Wie Chin Siang telah


berkelit ke samping dan sambil mencabut keluar pedangnya segera
menerjang turun ke bawah gunung.
"Manusia kawanan tikus dari mana yang melancarkan serangan
bokongan terhadap orang?" teriak Go Kiam Lam penuh kegusaran.
Ia tahu jago lihay yang menyembunyikan diri di tempat
kegelapan itu mempunyai kepandaian yang sangat lihay dan sulit
untuk menemukan jejaknya, ia segera mendengus dingin.
Sewaktu dilihatnya Wie Chin Siang dengan menggunakan
kesempatan itu telah lari sejauh empat tombak, dan marah segera
teriaknya :
"Hadang jalan perginya, kalau ingin menangkap kembali Pek In
Hoei hanya bisa didapatkan kabar beritanya dari mulut gadis itu..."
Tubuhnya bergerak dan segera mengejar ke bawah.
Wie Chin Siang sama sekali tidak menggubris bentakan-bentakan
dari Go Kiam Lam, sambil memutar pedangnya menciptakan selapis
cahaya tajam ia terjang dua orang lelaki yang hendak menghalangi
jalan perginya, di dalam sekali gebrakan ke-dua orang itu segera
terjungkal dengan tubuh terluka parah.
Mendadak terdengar suara gonggongan anjing berkumandang
dari arah belakang, tampaklah anjing besar yang galak dan buas itu di
bawah petunjuk dua orang lelaki sedang menerjang ke arahnya.
Wie Chin Siang jadi amat gusar, ia putar pedangnya ke samping
lalu menusuk anjing tadi hingga mati binasa, kemudian sambil
melewati batok kepala orang banyak bagaikan segulung asap ia lari
ke bawah gunung dan lenyap di balik pepohonan.
Terlihatlah tiga ekor anjing lainnya mengejar terus dengan
kencangnya, suara gonggongan bergema memecahkan kesunyian...
Go Kiam Lam mendengus dingin, tiba-tiba ia hentikan gerakan
tubuhnya lalu menyapu sekejap ke arah anak muridnya dengan
pandangan dingin.

364
IMAM TANPA BAYANGAN II

Para jago dari perguruan Boo Liang Tiong segera menyebarkan


diri dan mencari jago lihay yang menyembunyikan diri itu.
"Kalian tak akan bisa lolos dari cengkeramanku..." gumam Go
Kiam Lam dengan wajah sinis.
Begitu ucapan tersebar di angkasa, terasalah gunung Thiam cong
seolah-olah terlapis oleh bayangan hitam membuat orang jadi seram
dan bergidik...
Setelah melakukan perjalanan sepanjang empat puluh li,
sampailah di pesisir Pek Sah Than.
Sebuah selokan membujur di depan mata, air yang bening
mengalir di atas permukaan pasir yang putih di hadapan selokan
adalah serentetan pepohonan liuw...
Angin berhembus sepoi-sepoi, Wie Chin Siang merasakan
hatinya jadi lega dan nyaman, sambil memandang jembatan kecil di
atas selokan ia berdiri termangu-mangu.
Beberapa saat kemudian perlahan-lahan ia menyeberangi
jembatan kecil itu dan memasuki pepohonan liuw.
Tiba-tiba dari balik pepohonan muncul dua orang bocah lelaki
berbaju biru yang menyoren pedang,mereka langsung menyongsong
kedatangan gadis ini.
Usia ke-dua orang bocah itu hanya dua tiga belas tahunan, dengan
pandangan dingin dan sama sekali tidak memperlihatkan sifat
kebocah-bocahannya menatap gadis itu tajam-tajam, biji matanya
yang dingin menunjukkan berapa luasnya pengalaman ke-dua orang
bocah ini.
Tampaklah bocah yang di sebelah kiri mendadak ulurkan
tangannya sambil berseru :
"Bawa kemari!"
"Apanya yang bawa kemari?" karena tak tahu apa yang diminta
Wie Chin Siang balik bertanya dengan nada tertegun.
"Surat undangan!" jawab bocah itu dengan mata melotot.

365
Saduran TJAN ID

Walaupun hanya dua patah kata, tapi dingin dan ketusnya


membuat orang jadi sangsi dan tercengang apabila ucapan itu
diucapkan oleh seorang bocah cilik.
Wie Chin Siang melengak dan segera berseru tertahan, lalu
gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tak punya surat undangan!"
"Keluar!"
Kedua orang bocah ini betul-betul lain daripada bocah biasa,
begitu bocah yang ada di sebelah kiri menyelesaikan kata-katanya
kedua orang itu segera mendongak memandang ke angkasa sambil
bergendong tangan, sekejap pun mereka tak memandang lagi ke arah
tetamunya.
Wie Chin Siang tidak menyangka kalau dirinya bakal dipandang
enteng oleh dua orang bocah cilik di tempat itu, hawa gusarnya segera
berkobar, tapi teringat akan maksud tujuannya datang ke situ adalah
untuk mohon bantuan orang lain, terpaksa ia tekan hawa gusar serta
rasa mendongkolnya itu di dalam hati.
"Tolong saudara berdua suka melaporkan ke dalam, katakan saja
aku hendak menjumpai si Tangan Sakti Berbaju Biru..."
Gadis yang sedang gelisah dan membutuhkan pertolongan ini
sudah ulangi perkataannya sampai beberapa kali, tapi selalu
didiamkan oleh ke-dua orang bocah itu, mereka tetap pura-pura
berlagak tidak mendengar dan tidak ambil gubris, hal ini membuat
Wie Chin Siang lama kelamaan jadi tak kuat menahan diri dan
meledaklah hawa gusarnya.
"Hey, perkataan yang kuucapkan telah kalian dengar belum?..."
bentaknya.
Kebetulan ke-dua orang bocah yang jumawa itu sedang
memandang ke arahnya, mendengar bentakan tersebut dengan gusar
mereka melotot sekejap ke arah gadis she Wie ini dan menjawab
hampir berbareng :
"Tidak boleh!"

366
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Heeeh... heeeh... heeeeh... kalau kalian benar-benar berkeras


kepala, terpaksa nonamu akan mencari sendiri..."
Karena pada dasarnya ia memang sudah mendongkol, begitu
ucapannya selesai diucapkan tubuhnya segera meloncat ke angkasa
dan menerjang masuk ke dalam melewati sisi tubuh ke-dua bocah itu.
"Kau berani!" bentak ke-dua orang bocah itu hampir berbareng.
Gerakan tubuh mereka berdua ternyata tidak lemah, di antara
bergetarnya sang pundak mereka dengan memisahkan diri dari kiri
dan kanan segera menubruk ke arah tubuh Wie Chin Siang, kecepatan
serangannya tidak berada di bawah kepandaian seorang jago kelas
satu, membuat gadis itu terkesiap dan segera dipaksa mundur kembali
ke tempat semula.
Melihat pihak lawannya telah berhasil dipaksa mundur, ke-dua
orang bocah itu pun tidak turun tangan lagi, sambil berdiri sejajar dan
tangan meraba gagang pedang mereka tatap wajah Wie Chin Siang
dengan pandangan dingin.
Kejadian ini tentu saja mencengangkan serta mengejutkan hati
gadis she Wie ini, sejak kecil ia berada di sisi Kiem In Eng boleh
dibilang kerjanya setiap hari hanya berlatih silat, hasil latihannya
selama belasan tahun ternyata seimbang dengan kekuatan dua orang
bocah berusia dua, tiga belas tahunan, lalu apa gunanya jerih
payahnya selama ini?
Tapi gadis ini tidak mau menyerah dengan begitu saja sambil
mendengus dingin segera serunya :
"Hmmm! Sungguh tak nyana dua orang bocah penjaga pintu pun
mempunyai beberapa jurus ilmu simpanan, tidak aneh kalau kalian
memandang kosong dunia jagad dan sama sekali tidak pandang
sebelah mata pun terhadap rekan sesama kangouw..."
"Cepat enyah dari sini!" bentak bocah sebelah kanan dengan
wajah gusar.

367
Saduran TJAN ID

Wie Chin Siang tertawa menghina, mendadak ia lancarkan dua


buah serangan berantai yang mana secara terpisah menyerang dada
ke-dua orang bocah itu secara berbarengan.
Ia dua setelah terancam oleh pukulan itu, niscaya ke-dua orang
bocah itu bakal mengundurkan diri ke belakang untuk berkelit, siapa
tahu kejadian ternyata berada di luar dugaan orang.
Dengan gerakan tubuh yang cepat laksana kilat ke-dua orang itu
telah mencabut keluar pedangnya di saat telapak lawan hampir
mengenai sasarannya, kemudian dengan menciptakan dua kilatan
cahaya tajam segera membabat ke arah pergelangan tangan lawannya.
Wie Chin Siang membentak nyaring :
"Kalau untuk menghadapi kalian dua orang setan cilik pun tak
mampu, sia-sia saja aku berkelana selama banyak tahun di dalam
dunia persilatan..."
Dari serangan telapak mendadak berubah jadi serangan totokan,
dengan cepat ia lepaskan dua sentilan kilat.
Ke-dua orang bocah berbaju biru itu tertegun, mendadak lengan
mereka terasa jadi kaku dan senjata mereka segera terlepas dari
cekalannya.
Wie Chin Siang tertawa dingin, ia berjalan menuju ke depan
tanpa menggubris lawan-lawannya lagi.
Ke-dua orang bocah itu pun tidak mengejar lebih lanjut,
memandang bayangan punggungnya yang lenyap di tempat kejauhan
mereka hanya berdiri termangu-mangu.
Setelah melewati dua baris pepohonan liuw sampailah gadis itu
di dalam sebuah kebun bunga dengan pelbagai tanaman bunga yang
indah, bau harum bunga yang semerbak tersiar ke angkasa menusuk
penciuman Wie Chin Siang, ia tarik napas panjang dan mendongak ke
depan.
Terlihatlah sebuah jalan kecil yang berasal batu menghubungkan
kebun bunga itu dengan sebuah bangunan loteng yang megah, sebuah

368
IMAM TANPA BAYANGAN II

papan emas tergantung di depan bangunan dan bertuliskan 'Coei Hoe


Loe' tiga huruf besar.
"Aaaah, tempat ini pastilah loteng yang biasa digunakan si
Tangan Sakti Berbaju Biru untuk menikmati bunga memandang
rembulan," pikir Wie Chin Siang dalam hati. "Kalau dilihat keadaan
di tempat ini, semestinya dia adalah seorang seniman yang mengerti
menikmati ketenangan dengan menanam bunga sebagai
kegembiraan..."
Ia teruskan langkah kakinya ke dalam, suasana tiba-tiba
dipecahkan oleh langkah kaki manusia yang ramai disusul munculnya
seorang dayang berbaju hijau dari balik lorong Coei Hoa Loo, sambil
memandang Wie Chin Siang dengan pandangan tercengang, rupanya
ia kesemsem oleh kecantikan wajah dara ini.
Sesaat kemudian dengan mata terbelalak besar dayang berbaju
hijau itu menegur :
"Apakah kau adalah teman majikan kami?"
"Betul!" sambil tersenyum Wie Chin Siang mengangguk.
"Majikan kalian tinggal di mana??"

369
Saduran TJAN ID

Jilid 16
"DI ATAS LOTENG!" sahut dayang itu dengan sikap hormat, ia
segera menyingkir ke samping.
Wie Chin Siang tersenyum ringan, dengan cepat ia melangkah
masuk ke dalam loteng Coei Hoa Loo. Di bawah sorot cahaya lampu
tampaklah sebuah permadani merah menutupi lantai dari depan pintu
hingga atas loteng, di sisi pintu berdirilah empat orang dayang berbaju
hijau yang menyoren pedang menghalangi jalan perginya.
Wie Chin Siang tetap melangkah naik dengan sikap tenang,
melihat kehadiran gadis cantik ini ke-empat orang dayang itu
tunjukkan sikap tercengang, delapan sorot mata menatap wajah
tetamunya tanpa berkedip, rupanya mereka merasa terpesona oleh
kecantikan orang.
"Tolong berilah laporan kepada majikan kalian, katakan saja
boanpwee Wie Chin Siang ada persoalan hendak menjumpai
dirinya..." kata gadis itu sambil tersenyum.
"Majikan kami tidak suka menemui tamu," tolak seorang dayang
yang berdiri di sisi Wie Chin Siang dengan nada ketus. "Kecuali kalau
kau adalah satu-satu dari dua jenis manusia, maka dia baru akan
menjumpai dirimu..."
"Dua jenis manusia? Dua jenis yang bagaimana?" tanya gadis itu
dengan wajah tertegun.
Dayang tadi tertawa dingin.

370
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Pertama adalah sahabat yang mendapat kartu undangan, dan


kedua adalah gadis cantik yang datang kemari karena memperoleh
pilihan! Kau termasuk jenis yang pertama atau kedua?"
"Kedua-duanya bukan!"
Begitu mendengar pihak lawan bukanlah rekan sealiran yang
diundang datang oleh majikannya, air muka ke-empat orang dayang
itu seketika diliputi oleh napsu membunuh, terdengar dayang yang
buka suara tadi segera mendengus dingin dan menegur :
"Bagaimana caramu memasuki tempat ini?"
Setelah merandek sejenak ia berpaling ke arah rekannya dan
menambahkan :
"Coen Lan, cepat keluar dan periksa bocah penjaga pintu itu,
kalau mereka berdua berani secara pribadi memasukkan orang luar ke
dalam loteng Coei-Hoa-Loo ini, bunuh lebih dahulu kemudian baru
laporkan kepada majikan..."
Seorang dayang menerima perintah dan segera meloncat turun
dari atas loteng, sebelum Wie Chin Siang sempat mengambil
keputusan apakah ia akan menerjang masuk ke dalam secara
kekerasan atau memancing kemunculan si Tangan Sakti Berbaju Biru
dengan akal, dari kejauhan terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan
hati berkumandang datang, rupanya ke-dua orang bocah lelaki tadi
sudah mati di tangan Coen Lan.
Diam-diam Wie Chin Siang menghela napas panjang, ia tidak
menyangka kalau peraturan dari si Tangan Sakti Berbaju Biru
demikian ketatnya, hanya disebabkan memasukkan seseorang ke
dalam wilayah mereka, ke-dua orang yang tidak bersalah itu telah
dibinasakan.
Dalam hati segera pikirnya :
"Pada saat ini sekeliling tempat ini sudah tersebar jago lihay yang
amat banyak, jejak mereka begitu rahasia dan misterius, jelas si
Tangan Sakti Berbaju Biru bukanlah manusia dari kalangan lurus,

371
Saduran TJAN ID

sungguh tak nyana suhu bisa mengadakan hubungan dengan manusia


semacam ini."
Belum habis ia berpikir, tampaklah Coen Lan telah balik ke atas
loteng, setelah melirik sekejap ke arah Wie Chin Siang dengan
pandangan dingin dengan sikap yang sangat hormat ia menjura
kepada pemimpinnya yakni si dayang berbaju hijau tadi, lapornya :
"Menurut laporan dari para boach penjaga pintu, perempuan ini
menerjang masuk ke dalam dengan andalkan kepandaian silatnya.
Aku benci mereka berdua di hari-hari biasa terlalu lalaikan ilmu silat
yang telah diwariskan kepada mereka, maka kupenggal sebuah lengan
mereka..."
Ucapan ini diutarakan dengan enteng dan seenaknya, sama sekali
tidak ada perasaan di dalam hatinya bahwa memotong lengan orang
adalah suatu perbuatan yang melanggar peri kemanusiaan, hal ini
membuktikan bahwasanya ke-empat dayang ini sudah terbiasa
menyaksikan perbuatan-perbuatan menyeramkan semacam itu
sehingga lama kelamaan timbul pendapat dalam hati mereka bahwa
berbuat demikian bukanlah suatu perbuatan yang melanggar peri
kemanusiaan.
Darah panas yang bergolak dalam dada Wie Chin Siang kontan
bergelora dengan hebatnya, hawa napsu membunuh terlintas di atas
wajahnya, bibir yang kecil segera tersungging satu senyuman dingin
yang menggidikkan hati.
Ia tertawa dingin lalu berkata :
"Terhadap dua orang bocah yang tidak tahu urusan pun kalian
begitu tega untuk turun tangan keji. "Hmmm1 Sungguh memalukan
kalau kalian disebut kaum wanita. Aku betul-betul tidak mengerti,
hati kalian sebenarnya hati manusia ataukah hati serigala..."
"Heeeeh... heeeh... heeeh... kalau kami kaum wanita semuanya
mempunyai perasaan belas kasih serta lemah lembut seperti kau,
kaum pria yang ada di kolong langit tentu sudah menunggang di atas
kepala kita semua. Justru kami berbuat demikian agar semua orang

372
IMAM TANPA BAYANGAN II

tahu bahwa kaum wanita bukanlah makhluk lemah yang bisa


dipermainkan serta diinjak-injak seenaknya, sebaliknya masih
mempunyai banyak bagian yang jauh lebih kuat dari kaum pria
lainnya..."
Didahului dengan perkataan yang masuk di akal seperti ini untuk
beberapa saat lamanya Wie Chin Siang jadi gelagapan, ia tidak tahu
bagaimana harus menjawab perkataan orang. Tapi ia pun tahu bahwa
keadaannya pada hari ini sangat berbahaya sekali, bahaya jauh lebih
banyak dari kemujuran maka gadis ini pun bersiap sedia untuk
melakukan penyerangan.
Tapi sebelum ia sempat bergerak mendadak terdengar suara
irama musik yang merdu berkumandang datang dari tempat kejauhan,
sungguh tak nyana si Tangan Sakti Berbaju Biru bukan saja adalah
seorang seniman yang suka akan ketenangan serta keindahan bunga,
bahkan merupakan seorang ahli pula di dalam permainan kecapi.
Wie Chin Siang segera pusatkan perhatiannya untuk
mendengarkan irama musik itu, kemudian tanyanya :
"Apakah majikan kalian sedang menjamu tetamu?"
Coen Lan mendengus dingin.
"Asal kau bisa menerjang keluar dari penjagaan kami, majikan
kami dengan sendirinya akan menjumpai dirimu."
Wie Chin Siang tertawa dingin.
"Bagus, kalau demikian adanya terpaksa aku harus menyusahkan
kalian semua!" serunya.
Sang badan segera bergerak ke depan, pedangnya bergetar
kencang menciptakan selapis cahaya dingin, yang menggidikkan hati,
diiringi desiran angin tajam senjata tersebut langsung menyerang ke
arah empat orang dayang itu memaksa ke-empat orang tadi terdesak
mundur dua langkah ke belakang.
Air muka Coen Lan kontan berubah hebat.

373
Saduran TJAN ID

"Aaaaah! Tidak salah kalau kau berani mencari gara-gara di atas


loteng Coei Hoa Loo ini, kiranya kau pun seorang jago silat yang
sangat terlatih!"
Mereke semua merupakan jago-jago lihay yang telah
memperoleh didikan yang sangat keras, setelah terdesak mundur oleh
serangan kilat dari Wie Chin Siang tadi dengan cepat ke-empat orang
itu telah membenahi diri sendiri.
Dalam waktu singkat sebuah barisan yang kokoh dan kuat telah
terbentuk, empat kilas cahaya pedang yang tajam dan menyilaukan
mata dengan menciptakan beribu-ribu jalur cahaya yang kuat dan
kokoh segera membentuk selapis dinding pertahanan yang kuat di
hadapan mereka berempat.
Dalam posisi yang demikian ketat serta kuatnya ini, bukan
masalah yang gampang bagi Wie Chin Siang untuk menyerang masuk
ke dalam barisan itu, apalagi untuk bertemu dengan si Tangan sakti
berjubah biru pemilik dari loteng Coei Hoa Loo ini.

Bagian 22
MASING-masing pihak saling bergebrak puluhan jurus banyaknya,
tetapi menang kalah masih susah untuk ditentukan.
Mendadak Wie Chin Siang membentak keras :
"Tahan!"
Mendengar bentakan itu dayang yang memiliki kepandaian silat
paling lihay itu tampak tertegun dan tanpa sadar telah menghentikan
serangannya, di saat ia masih melengak itulah Wie Chin Siang
menggerakkan tubuhnya menerobos masuk ke dalam.
Seraya membalingkan pedangnya di tengah udara ia berseru :
"Kalian sudah menderita kalah!"
Ke-empat orang dayang itu semakin tertegun, saat itulah ujung
pedang lawan telah menyapu tiba.

374
IMAM TANPA BAYANGAN II

Untuk menghindar sudah tak sempat lagi, diiringi bentakan gusar


di atas pakaian masing-masing orang telah bertambah dengan sebuah
babatan panjang yang merobekkan baju mereka.
"Hmmm, kau gunakan akal licik..." teriak Coen Lan dengan nada
gusar bercampur penasaran.
"Dalam suatu pertarungan, siasat licik paling diutamakan, aku
tahu bahwa untuk menangkan kalian bukanlah suatu pekerjaan yang
gampang, oleh karena itu terpaksa aku harus gunakan sedikit siasat
kecil membohongi kalian, dan sekarang kalian tertipu, hal ini harus
disalahkan kalau pengalaman kalian di dalam menghadapi musuh
terlalu cetek, siapa suruh kalian terlalu mempercayai perkataan
lawan!"
Walaupun ke-empat dayang itu merasa bahwa cara yang
digunakan lawannya kurang jujur dan terlalu licik, tapi setelah
merasakan bahwa ucapan dara itu memang merupakan suatu
kenyataan yang tak bisa dibantah, maka mereka berempat hanya bisa
saling berpandangan tanpa sanggup melakukan sesuatu perbuatan.
Sebuah kain horden yang panjang dan berwarna hijau tergantung
hingga menjuntai lantai, dari balik horden tersebut Wie Chin Siang
merasa bahwa cahaya lampu menerangi seluruh ruangan.
Di tengah sebuah ruangan yang luas, empat batang lampu lilin
memancarkan cahaya terang, di balik dinding tembok terlihat
pantulan cahaya yang memperlihatkan beberapa sosok bayangan
manusia sedang berbicara dan tertawa dan suara yang keras.
Seorang Siucay berusia pertengahan yang memakai jubah
berwarna biru duduk dengan gagahnya di depan meja, waktu ia
sedang minum arak dengan lahapnya, di kedua belah sisinya masing-
masing mendampingi seorang gadis cantik yang berwajah genit.
Pakaian sutera berwarna merah yang tipis memperlihatkan
sepasang paha mereka yang putih bersih, membuat orang yang
memandang terasa ikut terpesona.

375
Saduran TJAN ID

Wie Chin Siang hampir saja dibikin gugup dan tidak tenang
hatinya setelah menyaksikan tingkah pola yang genit yang
merangsang dari ke-dua orang gadis jalang itu, buru-buru ia berusaha
menenangkan hatinya kemudian perlahan-lahan maju ke depan
menghampiri siucay berbaju biru itu.
Ketika merasakan ada orang asing yang muncul di dalam ruangan
itu, ke-dua orang gadis jalang tadi segera menghentikan tingkah
polanya dan bersama-sama alihkan sinar matanya ke arah tubuh Wie
Chin Siang, dibalik sorot matanya yang tertera jelas sikap permusuhan
yang tebal, seolah-olah mereka telah memandang gadis she Wie ini
sebagai musuh besarnya yang terikat dendam sedalam lautan.
"Kau kemarilah!" tampak si Tangan Sakti Berbaju Biru
menggape ke arah dara she Wie itu.
Ketika ke-dua orang gadis jalang itu menyaksikan majikan
mereka secara tiba-tiba memanggil dara berbaju putih itu menghadap,
wajah mereka segera berubah hebat, dengan wajah penuh napsu
membunuh gadis gemuk yang ada di sebelah kiri segera meloncat
bangun, kemudian sambil tertawa terkekeh-kekeh ujarnya kepada
Wie Chin Siang :
"Eeei kenapa? Adik kecil, apakah kau pun ada maksud berebutan
majikan dengan kami Siang Bong Jie Kiauw..."
Sembari berkata badannya melayang ke depan, jari tangannya
dengan menciptakan selapis bayangan tajam langsung menyodok ke
arah dada Wie Chin Siang diikuti segulung bau harum yang amat
menusuk penciuman menyebar ke dalam hidungnya membuat dara itu
merasa tersentak kaget.
Mimpi pun Wie Chin Siang tak pernah menyangka kalau ia bakal
diserang dengan cara yang begitu keji dan berat oleh seorang gadis
yang baru saja ditemuinya untuk pertama kali.
Dengan sebat Wie Chin Siang mengigos ke samping lalu sambil
melancarkan satu serangan balasan serunya :
"Eeei... sebenarnya apa maksudmu?"

376
IMAM TANPA BAYANGAN II

Perempuan itu tertawa terkekeh-kekeh, suaranya keras dan


membetot sukma, terhadap pertanyaan yang diajukan Wie Chin Siang
bukan saja tidak dijawab sebaliknya serangan yang dilancarkan makin
lama semakin dahsyat dan hebat, semua gerakannya merupakan
serangan mematikan yang mana tentu saja memaksa Wie Chin Siang
jadi keteter dan hanya bisa menghindar ke sana berkelit kemari.
Dalam pada itu ketika perempuan jalang tadi menyaksikan tujuh
delapan buah serangannya berhasil dihindari semua oleh lawannya,
napsu membunuh yang terlintas di atas wajahnya semakin menebal,
suara tertawanya makin lama makin keras, sambil merangsek lebih ke
depan jengeknya seraya tertawa dingin :
"Ayoh balas, kenapa kau tidak membalas seranganku? Kalau
cuma bisanya menghindar bukan terhitung seorang enghiong yang
patut dikagumi..."
Bahunya bergerak cepat, mendadak telapak kirinya mengirim
satu pukulan kilat yang maha dahsyat.
Sejak memasuki loteng Coei Hoa Loo tadi Wie Chin Siang sudah
merasakan hatinya mangkel, mendongkol bercampuran penasaran,
sekarang setelah dilihatnya perempuan jalang itu meneter dirinya
terus menerus tanpa memberi kesempatan baginya untuk
berbicara,hawa amarahnya kontan memuncak dan sukar dikendalikan
lagi.
Sambil mendengus gusar serunya :
"Hmm, kau jangan anggap aku betul-betul jeri kepadamu. Nah,
rasakanlah sebuah pukulan mautku!"
Dengan menghimpun segenap tenaga lweekang yang dimilikinya
ia segera sambut datangnya serangan lawan dengan keras lawan keras.
Bluuum...!
Suatu ledakan yang amat dahsyat segera menggeletar di dalam
ruangan itu membuat tubuh mereka berdua sama-sama tergetar
mundur tiga langkah ke belakang masing-masing pihak sama-sama
merasa terkejut akan kesempurnaan tenaga lweekang orang.

377
Saduran TJAN ID

Sejak pertarungan mati-matian itu berlangsung hingga berakhir,


si Tangan Sakti Berbaju Biru hanya menonton jalannya pertempuran
itu dari samping, tak sepatah kata pun yang diucapkan. Kini secara
tiba-tiba ia bangkit berdiri dan ujarnya sambil tersenyum :
"Harap kalian berdua segera berhenti bertarung!"
Ia merandek sejenak, kemudian sambil berjalan menghampiri
Wie Chin Siang katanya lagi :
"Siapa pun yang berada di loteng Coei Hoa Loo, dia terhitung
sahabat karib loohu!"
Sambil menarik tangan gadis she Wie itu ujarnya lagi seraya
menuding ke arah gadis jalang yang baru saja bergebrak dengan
dirinya :
"Dia adalah loo toa dari Siang Beng Jie Kiauw, sepasang gadis
ayu pembuat impian So Siauw Yan, sedang yang itu adalah sang Loo
jie So Leng Yan, nona, dan kau sendiri siapa namamu?"
Siang Bong Jie Kiauw tertawa dingin tiada hentinya, mereka
tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Boanpwee bernama Wie Chin Siang!" dara itu memperkenalkan
diri.
Dengan pandangan mata tajam laksana sebilah pisau belati si
Tangan Sakti Berbaju Biru menatap wajah Wie Chin Siang tajam-
tajam, lalu tanyanya lagi.
"Siapakah gurumu? Kalau dilihat dari gerakan ilmu silat yang kau
pergunakan di dalam pertarungan tadi rupa-rupanya mirip dengan
kepandaian seorang sahabat karibku..."
Wie Chin Siang tersenyum.
"Maafkanlah diri boanpwee apabila tak bisa mengutarakan nama
besar suhuku berhubung hal itu merupakan pantangan bagi kami..."
"Hmmm! Sungguh besar amat bacotmu..." jengek So Leng Yan
yang duduk di kursi sambil tertawa dingin.
Dengan pandangan dingin dan hina Wie Chin Siang melirik
sekejap ke arahnya, lalu ujarnya kembali sinis :

378
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Meskipun kepandaian silat yang boanpwee miliki amat cetek,


sebelum mendatangi loteng Coei Hoa Loo tadi dalam pandanganku
tempat ini pastilah merupakan suatu tempat yang merupakan sarang
naga dan harimau, penuh dengan manusia-manusia pandai yang
berilmu, siapa tahu... heeeeeh... kenyataan jauh merupakan
kebalikannya, sungguh membuat hati orang jadi kecewa..."
Air muka Siang Bong Jie Kiauw berubah hebat, pada saat yang
bersamaan mereka berdua siap menggerakkan tubuhnya untuk
menyerang diri Wie Chin Siang.
Si Tangan Sakti Berbaju Biru segera ulapkan tangannya, ke-dua
orang gadis jalang itu segera mengundurkan diri kembali ke tempat
semula.
Terdengar So Siauw Yan tertawa ringan dan menyindir :
"Majikan! Toh di sini aa tamu agung yang sedang datang
berkunjung, biarlah kami sekalian mohon diri terlebih dahulu!"
"Tidak mengapa!" Si Tangan Sakti Berbaju Biru gelengkan
kepalanya lalu sambil tersenyum ujarnya kepada Wie Chin Siang :
"Nona manis, apakah kau adalah gadis yang dipilih putraku untuk
melayani diriku?"
"Bukan!" sahut dara she Wie itu sambil gelengkan kepalanya.
Sepasang alis si Tangan Sakti Berbaju Biru kontan berkerut
kencang, wajah yang semula berseri-seri pun seketika berubah jadi
kecut, mendadak dengan wajah dingin kaku bagaikan es katanya :
"Kalau begitu sungguh aneh sekali, kalau nona memang bukan
termasuk gadis cantik yang dipilih putraku untuk datang melayani
diriku, juga bukan merupakan sahabat dari loohu, lalu apa maksud
tujuanmu datang berkunjung ke loteng Coei Hoa Loo ini?..."
Nada suaranya mulai kedengaran ketus, tajam dan bersifat
menegur, sementara sepasang matanya dengan memancarkan cahaya
tajam bagaikan sayatan pisau menatap wajah gadis itu tanpa berkedip.

379
Saduran TJAN ID

Sikapnya yang ketus, dingin dan tak sedap dipandang ini


mendatangkan suatu perasaan aneh bagi gadis she Wie, ia ragu-ragu
dan tidak habis mengerti atas kehendak lawannya.
Bibir Wie Chin Siang segera bergetar seperti mau mengucapkan
sesuatu tapi niat tersebut kemudian dibatalkan, sikapnya jelas
menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak persoalan yang hendak
diutarakan keluar tanpa diketahui oleh pihak lain, sinar matanya
dengan dingin melirik sekejap ke arah Siang Bong Jie Kiauw.
Sebagai seorang jago kawakan yang banyak pengalaman di
dalam dunia persilatan sudah tentu si Tangan Sakti Berbaju Biru dapat
menangkap maksud hati gadis itu, ia segera mendengus dingin dan
ulapkan tangannya memerintahkan sepasang gadis ayu buat impian
itu mengundurkan diri dari dalam ruangan.
"Teng cu, apakah kau bisa mempercayai perempuan ini??" seru
So Leng Yan sambil maju ke depan.
"Heeeh... heeeh... heeeh. kau tak usah kuatir," sahut si Tangan
Sakti Berbaju Biru sambil tertawa dingin.
Wie Chin Siang yang mendengar pembicaraan itu, kontan naik
pitam teriaknya dengan penuh kegusaran :
"Hey sebenarnya apa maksudmu?? aku Wie Chin Siang bukanlah
seorang manusia durjana yang berhati keji dan bermaksud jahat, aku
pun bukan seorang gadis yang termasuk dalam manusia tak genah
tukang memikat hati orang dengan andalkan kecantikan wajah..."
Siang Bong Jie Kiauw yang kenan disindir air mukanya berubah
hebat, mereka melirik sekejap ke arah si Tangan Sakti Berbaju Biru
dengan sorot mata ketakutan kemudian buru-buru mengundurkan diri.
Sambil menoleh terdengar So Leng Yang mendengus gusar dan
mengancam :
"Perempuan sialan, kau berani bicara tidak karuan dan ngaco belo
menghina kami, hati-hatilah ancaman kematian setiap saat bisa
menimpa dirimu..."

380
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sudahlah, kalian mengundurkan diri lebih dahulu," tukas si


Tangan Sakti Berbaju Biru sambil ulapkan tangannya. "Nanti kita
baru merundingkan masalah besar lagi..."
"Tang cu! Asal kau memanggil kami, dengan cepat kami kakak
beradik akan muncul di sini untuk menemani diri Teng cu!" sahut So
Leng Yan dengan wajah kegirangan.
Selesai berkata bersama-sama saudaranya mereka segera berlalu
dari situ, di tengah udara hanya tertinggal bau harum semerbak yang
merangsang hidung.
Sepeninggalnya ke-dua orang gadis ayu pembuat impian itu, si
Tangan Sakti Berbaju Biru baru menoleh dan menatap wajah Wie
Chin Siang lagi dengan sinar mata tajam, beberapa saat kemudian ia
baru berkata dengan suara ketus :
"Nona, sekarang kau boleh mengutarakan persoalan hatimu!"
Wie Chin Siang tidak langsung berbicara, dari sakunya dia ambil
keluar selembar kain selendang berwarna merah, kemudian sambil
diserahkan ke tangan lelaki berbaju biru itu katanya :
"Tangcu, apakah kau kenal dengan benda ini?"
Sekilas perasaan hati yang bergolak terlintas di atas wajah si
Tangan Sakti Berbaju Biru yang dingin dan ketus, ia tidak menyambut
kain selendang tersebut sebaliknya sambil tertawa dingin tegurnya :
"Nona, apakah kedatanganmu ke sini karena hendak memohon
sesuatu kepada loohu?"
"Benar, dua orang sahabat boanpwee karena kurang hati-hati
telah termakan ilmu pukulan Toa Lek Im Jiauw Kang, oleh sebab itu
mohonlah agar supaya cianpwee bisa beringan tangan dengan
menghadiahkan dua butir Som Wan berusia seribu tahun untuk
menyelamatkan jiwa ke-dua orang sahabatku itu."
"Tentang soal ini..." Si Tangan Sakti Berbaju Biru nampak berdiri
tertegun.

381
Saduran TJAN ID

Sesaat kemudian dengan cepat ia rampas kain selendang merah


itu lalu digenggam kencang-kencang, setelah dicium beberapa kali
sepasang matanya dipejam rapat-rapat.
Waktu detik demi sedetik berlalu di tengah keheningan serta
kesunyian yang mencekam seluruh jagad, walaupun hanya beberapa
waktu tapi dalam perasaan Wie Chin Siang bagaikan setahun
lamanya, ketika dilihatnya si Tangan Sakti Berbaju Biru hanya
memegangi kain selendang merah itu tanpa mengucapkan sepatah
kata pun hatinya kian lama kian bertambah gelisah, tanpa sadar ia
mulai menguatirkan keselamatan Pek In Hoei.
Serunya dengan hati cemas :
"Cianpwee! Apakah kau sudi mengabulkan permintaan
boanpwee? Apabila kau merasa keberatan untuk menghadiahkan pil
mujarab itu untuk menolong orang, terpaksa boanpwee akan mohon
diri terlebih dahulu, sebab aku harus mencari akal lain untuk
menyelamatkan jiwa mereka, sebaliknya kalau kau rela..."
Setiap perkataannya itu diucapkan dengan keras dan tegas seolah-
olah martil yang menggeletar di angkasa, tetapi si Tangan Sakti
Berbaju Biru tetap tidak menggubris ucapannya itu, seorang diri ia
berdiri melamun, tangannya mencekal kain selendang merah itu
kencang-kencang sedang air mukanya menunjukkan perasaan
bergolak yang amat hebat, tapi nampak pula kepucat-pucatan seakan-
akan secara mendadak menemui suatu peristiwa yang menyulitkan
hatinya.
Menyaksikan kesemuanya itu Wie Chin Siang merasa terkesiap,
satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya :
"Sebenarnya kain selendang berwarna merah itu mengandung
kekuatan ajaib apa sih? Ternyata benda itu sanggup menjerumuskan
seorang jago lihay di dalam dunia persilatan ke dalam lembah
penderitaan serta siksaan batin yang begitu hebat..."
Tiba-tiba si Tangan Sakti Berbaju Biru membuka matanya lalu
menegur dengan suara keras :

382
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sekarang dia berada di mana?"


"Siapa yang cianpwee tanyakan?"
"Orang yang memberikan kain selendang merah ini kepadamu!"
kata lelaki berbaju biru itu sambil menunjukkan kain selendang di
tangannya.
Sementara Wie Chin Siang hendak mengatakan jejak dari
suhunya, tiba-tiba ia teringat kembali akan pesan dari Kiem In Eng
sesaat ia hendak berangkat, gurunya melarang dia untuk mengatakan
perguruan sendiri serta jejak dari suhunya daripada mendatangkan
banyak kesulitan serta kerepotan bagi mereka.
Karena itu Wie Chin Siang segera menghela napas panjang.
"Jejak orang itu tak menentu, sebentar ada di Barat dan sebentar
lagi sudah pindah ke Timur, lebih baik tak usah kukatakan saja."
Ucapan ini sebenarnya merupakan suatu alasan penampikan yang
luwes dan enak didengar, tetapi bagi pendengaran si Tangan Sakti
Berbaju Biru seolah-olah sebuah martil besar yang menghantam
lubuk hatinya keras-keras.
Dengan hati amat sedih dia menghela napas panjang, perawakan
tubuhnya tinggi kekar nampak gemetar keras, wajahnya berubah
hebat dan pucat pias bagaikan mayat, seakan-akan secara mendadak
ia terserang sejenis penyakit yang parah.
Sekali lagi ia tundukkan kepalanya, terdengar suara napasnya
tersengkal-sengkal, dadanya naik turun dengan memburu, titik air
mata membasahi kelopak matanya, kesemuanya ini menunjukkan
bahwa ia meras tertekan jiwanya.
Wie Chin Siang yang menjumpai kesemuanya ini jadi
tercengang, tanpa sadar ia mundur beberapa langkah ke belakang.
Pada saat itulah terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang dari luar ruangan diikuti kain horden disingkap
ke samping.
Seorang pemuda dengan wajah dingin kaku dan senyuman
menghiasi ujung bibirnya perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam.

383
Saduran TJAN ID

Ia menyapu sekejap wajah Wie Chin Siang dengan pandangan


tajam, sekilas perasaan tercengang menyelimuti wajahnya.
Buru-buru gadis itu melengos ke samping dan menghindarkan
diri dari pandangan pemuda tersebut.
Mendadak pemuda itu menyaksikan air muka si Tangan Sakti
Berbaju Biru yang berubah jadi pucat pias bagaikan mayat itu, hatinya
jadi amat terperanjat, sambil maju tiga langkah ke depan teriaknya
dengan hati cemas :
"Ayah!"
Si Tangan Sakti Berbaju Biru tidak menunjukkan suatu reaksi,
pemuda itu segera menggoyang-goyangkan tubuhnya, tapi itu pun
tidak mendatangkan reaksi apa pun, kejadian ini tentu saja membuat
hati pemuda itu jadi sangat terperanjat, ia segera tergetar mundur dua
langkah ke belakang.
Sambil tertawa dingin serunya :
"Sungguh tak disangka loteng Coei Hoa Loo yang selamanya tak
pernah bersengketa dengan dunia persilatan, tidak tamak untuk
memperebutkan nama serta pahala dan jarang berhubungan dengan
orang Bu lim, hari ini ayahku bisa mendapat celaka di tangan seorang
gadis semacam kau..."
Ia mendengus marah, sambil menatap wajah Wie Chin Siang
tajam-tajam, jubah luar berwarna birunya segera dilepaskan,
serentetan sorot mata penuh mengandung napsu membunuh
memasuki benaknya, seraya tertawa rendah sepasang telapaknya
segera bergerak melancarkan serangan.
"Tunggu sebentar!"
Wie Chin Siang dengan sebat meloncat mundur satu langkah ke
belakang, serunya lagi dengan nada dingin :
"Kau harus bikin terang dulu duduknya persoalan kemudian baru
turun tangan!"

384
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmm! Ayahku menderita luka dalam yang demikian parahnya,


bukankah kejadian ini adalah hasil perbuatanmu?" teriak pemuda itu
dengan wajah sedih bercampur gusar.
Wie Chin Siang tertegun, kemudian bentaknya :
"Ayahmu adalah seorang cikal bakal dari suatu perguruan besar,
kau anggap manusia selihay itu bisa jatuh kecundang dan terluka di
tangan seorang boanpwee seperti aku? Coba periksalah dengan
seksama, kau lihat dulu apakah dia betul-betul terluka akibat pukulan
seseorang..."
"Hmmmm! Aku pun tahu bahwa kau tidak nanti mempunyai
kemampuan sedahsyat ini," jengek sang pemuda.
Tapi dalam sekejap mata itulah, dari ujung bibir si Tangan Sakti
Berbaju Biru kembali mengucurkan darah segar, wajahnya yang pucat
pias bagaikan mayat kelihatan semakin mengerikan lagi.
Melihat kesemuanya itu, pemuda tadi segera berteriak keras :
"Tak usah dilihat lagi, di tempat ini kecuali kau seorang tidak
mungkin ada orang yang bisa melukai ayahku! Hmmm! Sungguh
membuat hati orang tidak percaya, seorang gadis cilik yang masih
muda ternyata begitu tega untuk turun tangan keji yang demikian
beratnya terhadap seorang tua yang sama sekali tak pernah terikat
dendam sakit hati apa pun dengan dirinya... Manusia rendah dan
perempuan adalah orang-orang yang tidak bisa dipercaya, perkataan
ini ternyata sedikit pun tidak salah."
Begitu selesai berkata mendadak terdengarlah seluruh persendian
tulang si anak muda itu memperdengarkan suara gemerutukan yang
nyaring,diikuti pakaian yang dikenakan pun menggelembung jadi
sangat besar, serunya dengan nada seram :
"Seandainya aku membiarkan kau lolos dari loeng Coei Hoa Loo
ini dalam keadaan selamat, maka sejak hari ini nama si Jago Pedang
Bertangan Sakti akan hapus dari dalam dunia persilatan, loteng Coei
Hoa Loo ini pun akan menjadi milik pribadimu..."

385
Saduran TJAN ID

Ia menjengek dingin, sambil meloncat maju ke depan sebuah


pukulan yang maha dahsyat segera dilontarkan ke arah Wie Chin
Siang.
Sungguh mati gadis she Wie ini tak pernah menyangka kalau
perjalanannya menuju ke loteng Coei Hoa Loo bakal menemui
perubahan yang jauh di luar dugaannya semula, saat ini ia tak mampu
untuk membantah tuduhan lawan sedangkan si Tangan Sakti Berbaju
Biru pun tidak menunjukkan reaksi apa pun, hal ini semakin
mencemaskan serta mengelisahkan hati si dara muda ini.
Obat mujarab yang diharapkan tidak berhasil didapatkan,
bencana telah mengancam keselamatannya. Wie Chin Siang sadar
bahwa kesalahpahaman ini sudah terjalin terlalu mendalam, tak
mungkin persoalan itu bisa diselesaikan di dalam dua tiga patah kata
ucapan saja.
Sambil menahan cucuran air matanya yang telah memenuhi
kelopak mat, ia membentak keras :
"Kau betul-betul tolol dan konyol..."
Segulung angin desiran tajam yang maha dahsyat meluncur tiba,
terpaksa ia harus goyangkan badannya untuk menghindarkan diri dari
ancaman angin pukulan yang maha dahsyat itu, tetapi pihak lawannya
walaupun nampak masih muda belia ternyata kesempurnaan tenaga
dalamnya benar-benar luar biasa sekali, suatu jurus serangan yang
sederhana ketika digunakan olehnya bukan saja mantap bahkan
kecepatannya betul-betul jauh di luar dugaan siapa pun.
Sementara itu ketika menyaksikan serangan pertamanya tidak
berhasil mengenai sasaran, si Jago Pedang Bertangan Sakti segera
melancarkan serangan berikutnya.
Desiran angin pukulan segera menderu-deru memenuhi seluruh
angkasa, bayangan manusia saling menyambar, dalam sekejap mata
mereka berdua telah saling bergebrak puluhan jurus banyaknya.

386
IMAM TANPA BAYANGAN II

Mendadak... serentetan gelak tertawa yang nyaring dan bernada


jalang berkumandang memecahkan kesunyian diiringi suara teguran
seseorang yang merdu dan nyaring menggema datang.
"Sauw Tangcu, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Bayangan manusia berkelebat lewat, Siang Bong Jie Kiauw pada
saat yang bersamaan telah munculkan diri di dalam ruangan.
"Coba kalian lihatlah sendiri!" sahut si Jago Pedang Bertangan
Sakti sambil melemparkan satu pukulan dahsyat.
"Aaaah! Loo Tangcu menderita luka!" teriak So Leng Yang
sambil menjerit kaget.
Seakan-akan si Jago Pedang Bertangan Sakti merasakan suatu
pukulan batin yang sangat berat, secara beruntun ia melancarkan
enam buah serangan yang maha dahsyat memaksa Wie Chin Siang
mundur ke belakang berulang kali sementara jidatnya telah dibasahi
oleh butiran keringat sebesar kacang kedelai.
So Leng Yang tiba-tiba meloncat ke depan, teriaknya :
"Sauw Tangcu, tunggu sebentar aku ada perkataan hendak
diutarakan keluar."
"Apa yang hendak kau katakan lagi," seru si Jago Pedang
Bertangan Sakti dengan suara gemas bercampur marah, tapi badannya
meloncat ke belakang juga untuk mengundurkan diri. "Dosa-dosa
yang dilakukan orang ini sudah terbukti jelas, kalau bukan dia yang
mencelakai ayahku masih ada siapa lagi?... Sejak hadirnya ke dalam
loteng Coei Hoa Loo, secara beruntun melukai anak buahku, aku telah
menduga kalau budak sialan ini mengandung maksud tidak baik..."
So Siauw Yan tertawa dingin.
"Heeh... heeeh... heeeh... ia berani turun tangan keji secara brutal
terhadap Tangcu kita. Hmmm! Hari ini kita jangan kasih kesempatan
baginya untuk keluar dari tempat ini dalam keadaan selamat!"
Sementara itu Wie Chin Siang sendiri hampir saja tak sanggup
bertukar napas setelah didesak dan diteter terus oleh si Jago Pedang
Bertangan Sakti dengan serangan gencarnya, kini setelah musuhnya

387
Saduran TJAN ID

mundur ke belakang dia pun memperoleh sedikit kesempatan untuk


bertukar napas.
Setelah mendengar ucapan So Siauw Yan yang tak sedap
didengar itu, kontan ia tertawa menghina.
"Kenapa aku mesti melarikan diri?" jengeknya ketus. "Asalkan di
dalam hati aku merasa bahwa tak ada urusan salah yang pernah
kulakukan, kenapa aku mesti jeri dan takut terhadap omongan ngaco
belo dan tidak karuan dari kalian..."
"Bangsat, sampai detik ini pun kau masih berani bersilat lidah
dengan kami?" maki So Leng Yang gusar. "Tunggu saja nanti, bila
kau sudah terjatuh ke tangan kami, maka... lihat saja, apakah kau
bakal merasa keenakan atau tidak."
"Sudah, kalian tak usah banyak bicara lagi, sekarang aku sudah
terjatuh ke tangan kalian, mau diapakan terserah kepada kamu semua,
bagaimana pun juga aku sudah pasrahkan nasibku. Tetapi... Ingat,
seandainya dalam penyelidikan selanjutnya membuktikan kalau
peristiwa ini bukan hasil perbuatan nonamu, maka kemungkinan
loteng Coei Hoa Loo kalian ini akan diratakan bumi. Saat itu
janganlah salahkan kalau aku tidak memberi peringatan terlebih
dahulu."
So Leng Yan segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak,
suaranya tajam dan amat jalang.
"Haaaah... haaaah... haaaah... meskipun loteng Coe Hoa Loo
adalah tanah datar, tempat ini pun bukan suatu tempat yang takut
menghadapi segala urusan, sebentar akan kujagal dirimu kemudian
menggantung batok kepala anjingmu di atas loteng Coei Hoa Loo,
akan kulihat manusia macam apakah yang akan datang balas
bagimu..."
Wie Chin Siang pun bukan seorang gadis yang pantang menyerah
dengan begitu saja, ia balas berseru :

388
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Selembar jiwaku akan ditukar dengan puluhan jiwa kalian, lihat


saja nanti pihak Coei Hoa Loo kalian bakal merasa rugi besar atau
tidak..."
"Jadi kalau begitu kau tidak mau mengaku?" hardik si Jago
Pedang Bertangan Sakti.
Wie Chin Siang tertawa sedih dan gelengkan kepalanya.
"Alasan tidak tepat, terpaksa aku cuma menerima segala sesuatu
yang bakal menimpa diriku..."
"Jadi kau rela menyerah dan biarkan kami membelenggu
dirimu?" tanya So Siauw Yan tertegun.
Wie Chin Siang segera mendengus dingin.
"Sejak dilahirkan nasibku memang selalu jelek, tidak sampai
detik terakhir aku tak akan melepaskan kesempatan untuk mencari
kembali modalku, dengan andalkan sebilah pedang tajam yang
menggembol di atas punggungku, rasanya tidak terlalu sulit bagiku
untuk mencari satu dua orang teman di dalam melakukan perjalanan
jauh nanti."
Ia sadar bahwa peristiwa ini tidak nanti bisa diselesaikan secara
damai, karena itu pedangnya segera dicabut keluar dari sarungnya,
cahaya merah berkilauan memenuhi angkasa, di antara getaran ujung
pedang yang keras terbiaslah cahaya warna merah bagikan darah.
Siang Bong Jie Kiauw segera melayang ke depan, masing-masing
merebut sebuah posisi yang menguntungkan dan siap melancarkan
serangannya.
Ke-dua orang gadis binal ini termasuk juga salah seorang jago Bu
lim yang mempunyai nama besar, kerja sama yang dilakukan oleh
mereka berdua pada saat ini betul-betul merupakan suatu kejadian
yang tak pernah ditemui sebelumnya.
"Tong Gie!" si Jago Pedang Bertangan Sakti segera berteriak
keras setelah merandek sejenak, ujarnya kepada sepasang gadis ayu
pembuat impian.

389
Saduran TJAN ID

"Dendam sakit hati mencelakai ayah dalam melebihi samudra,


pembalasan dendam seperti ini tidak pantas dilakukan oleh orang lain,
aku minta kalian berdua segera mengundurkan diri, aku akan
bertarung sampai titik darah penghabisan dengan perempuan rendah
ini, hati-hatilah menjaga keselamatan ayahku..."
Seorang dayang berbaju hijau mengiakan dan berjalan masuk
sambil membawa sebilah pedang antik yang amat indah bentuknya,
setelah mengangsurkan senjata tersebut ke tangan majikannya dayang
tadi segera mengundurkan diri dari situ.
Si Jago Pedang Bertangan Sakti pun menekan tombol di atas
gagang pedang, ujung senjata segera tercabut separuh bagian,
perlahan-lahan ia pegang senjata tadi dan diloloskan semua dari
sarungnya, cahaya tajam segera memencar memenuhi seluruh
ruangan, begitu tajam cahayanya hingga terasa amat menusuk
pandangan, siapa pun yang menyaksikan hal ini segera akan
mengetahui kalau senjata itu bukanlah senjata sembarangan.
Setelah membuang sarung pedang ke samping kalangan, senjata
tadi segera digetarkan sehingga di tengah angkasa muncullah enam
buah kuntum bunga pedang yang tajam dan dingin, begitu dingin
sehingga menusuk tulang sumsum setiap orang.
Dengan suara yang berat, rendah tapi bertenaga pemuda itu
berseru :
"Seorang jago mencabut pedang membuang sarung merupakan
pertanda akan kebulatan tekadnya, sebelum aku berhasil
membinasakan dirimu dengan tanganku sendiri aku bersumpah tidak
akan berhenti menyerang, kecuali kau sanggup membinasakan diriku
terlebih dahulu..."
"Terserah kepadamu!" sahut Wie Chin Siang tanpa perasaan,
pedangnya pun segera dikebaskan ke udara. "Bagaimana pun juga aku
pun tidak ingin pulang dari sini..."
Si Jago Pedang Bertangan Sakti tertegun.

390
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Eeeei... kita akan berduel secara sungguhan dan bukan suatu


permainan belaka, kau mesti berhati-hati!" peringatnya.
Pemuda ini tersohor di dalam dunia persilatan sebagai si Jago
Pedang Bertangan Sakti, kendati dalam hati kecilnya merasa
mendongkol dan mangkel terhadap Wie Chin Siang karena
dianggapnya gadis itu telah mencelakai ayahnya secara keji, tapi
setelah dilihatnya kebasan pedang dara ayu itu sama sekali tidak
disertai dengan tenaga, ia tak ingin membunuh seseorang yang tidak
bersungguh hati melayani serangan mautnya.
Sejak permulaan tadi Wie Chin Siang telah tidak memikirkan
soal mati hidupnya lagi, ia lantas menjawab dengan suara hambar.
"Aku hanya berharap bisa cepat-cepat memperoleh kematian
yang utuh, daripada hatiku merasa kesal dan murung terus menerus..."
Sementara itu si Jago Pedang Bertangan Sakti sudah
mempersiapkan serangannya untuk melancarkan satu babatan, tapi
setelah mendengar ucapan tersebut buru-buru ia tarik kembali
serangannya yang hampir saja dilancarkan itu, setelah tarik napas
dalam-dalam katanya :
"Kalau kudengar dari pembicaraanmu barusan, rupanya kau
masih ada suatu persoalan yang belum sempat diselesaikan? Tiada
halangan kau sebutkan persoalanmu itu, asal cayhe bisa
melaksanakannya aku pasti takkan membuat hatimu jadi kecewa..."
Wie Chin Siang gelengkan kepalanya dan tertawa getir.
"Dibicarakan pun tak ada gunanya, lebih baik kau segera turun
tangan saja!"
Sekali lagi si Jago Pedang Bertangan Sakti dibuat tertegun.
"Katakanlah dulu persoalan hatimu itu, aku bisa memberi suatu
kepuasan bagimu," katanya.
Wie Chin Siang tundukkan kepalanya dan berpikir sejenak, tiba-
tiba air matanya bercucuran membasahi wajahnya yang halus, dengan
sedih ia berbisik lirih :
"Aku memang ada persoalan gy belum sempat kuselesaikan!"

391
Saduran TJAN ID

Ia menghela napas panjang lalu sambungnya :


"Aku ada seorang sahabat yang hampir menghembuskan
napasnya yang terakhir, apabila kau benar-benar suka mengabulkan
permintaanku ini maka biarkanlah aku menjumpai wajahnya untuk
terakhir kalinya, setelah itu tanpa melawan aku akan kembali ke sini
lagi untuk menerima kematian..."
So Leng Yang yang ikut mendengarkan pembicaraan itu dari
samping kalangan segera tertawa dingin.
"Heeeh... heeeh... heeeh... pandai amat kau menggunakan akal
bulusmu untuk membohongi orang, ucapanmu kedengarannya jauh
lebih merdu dari nyanyian indah.Hmmm! Kau sih penginnya molor
dari sini, setelah kau ngeloyor pergi lalu kita mesti cari siapa?"
Terdengar si Jago Pedang Bertangan Sakti pun berkata sambil
gelengkan kepalanya.
"Maaf, permintaanmu itu sulit untuk dikabulkan!"
"Heeeh... heeeh... heeeh... aku tahu bahwa kau tidak akan
mengabulkan permintaanku itu, lalu apa maksudmu suruh aku
mengutarakannya keluar?..."
Dengan gemas ia getarkan pedangnya sehingga menciptakan
gelombang serangan yang tajam, teriaknya keras-keras"
"Lebih baik kau cepat turun tangan! Kali ini aku akan beradu jiwa
dengan dirimu!"
Untuk beberapa saat lamanya si Jago Pedang Bertangan Sakti
merasa mulutnya seolah-olah tersumbat, ia tak pernah menyangka
kalau gadis cantik yang berada di hadapannya saat ini bisa
memberikan persoalan yang amat sulit baginya.
Setelah gelagapan sendiri beberapa saat lamanya, ia pun berkata
:
"Baik! Mari kita beradu jiwa. Di antara kau dengan aku sudah
bagaikan air dengan api yang selamanya tak pernah akan
bersahabat..."

392
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tampaklah ia ayunkan pergelangan tangannya, sekilas cahaya


pedang yang tajam segera meluncur keluar mengancam jalan darah
Hian Kie hiat di atas dada Wie Chin Siang, begitu cepat datangnya
serangan itu hingga terasa seolah-olah berkelebatnya sekilas cahaya.
Dengan sebat Wie Chin Siang berkelit ke samping, bunga pedang
menggabung menjadi satu dan secara mendadak membabat ke arah
pergelangan tangan si Jago Pedang Bertangan Sakti, kali ini
babatannya mantap dan tepat, mengandung beberapa bagian unsur
kekuatan yang hebat.
Suaru pertarungan sengit pun segera berkobar dengan hebatnya,
masing-masing pihak melancarkan serangan-serangan yang
mematikan, siapa pun tidak memberikan kesempatan atau pun
menunjukkan belas kasihannya terhadap pihak lawan. Tampak
cahaya tajam berkilauan memenuhi angkasa, desiran angin tajam
menderu-deru memekikkan telinga, sedemikian hebatnya
pertempuran itu sehingga bagi penonton yang ada di samping
kalangan sulit untuk membedakan mana pedang dan mana manusia.
Tiiiing...! Traaaang...! Tiiiing...! Traaang...!
Di tengah udara tiba-tiba berkumandang tiga kali suara bentrokan
nyaring yang memecahkan kesunyian, berpuluh-puluh titik cahaya
putih meluncur keluar dari tengah kurungan bayangan pedang dan
langsung meluncur ke atas dinding batu, begitu keras pantulan tadi
sehingga titik-titik cahaya putih tadi hampir sebagian besar
menembusi dinding dan bersarang di dalamnya.
Cahaya pedang seketika menjadi sirap dan bayangan tubuh ke-
dua orang itu pun saling berpisah.
"Ayoh! Gantilah dengan sebilah pedang yang betul!" seru si Jago
Pedang Bertangan Sakti,sambil menyilangkan senjatanya di depan
dada.
Kiranya senjata pedang yang dipergunakan Wie Chin Siang telah
terbabat putus jadi tiga bagian oleh getaran senjata mustika milik si
anak muda itu, memandang kutungan pedang di dalam

393
Saduran TJAN ID

genggamannya lama sekali ia berdiri termangu-mangu, kemudian


sambil menghela napas sedih katanya :
"Kau mempunyai banyak kesempatan baik untuk membinasakan
diriku, mengapa kau lepaskan setiap kesempatan baik itu untuk
memberi kepuasan bagiku? Apakah kau lupa bahwa di antara kita
berdua sedang melangsungkan pertarungan adu jiwa dan bukan lagi
memperdalam ilmu atau pun mengadakan Pie-bu untuk mengikat tali
persahabatan..."

394
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 17
"AKU telah berubah pendapat, aku tidak bermaksud sekaligus
membinasakan dirimu!" sahut si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
So Siauw Yan yang tidak mengerti maksud hati majikan
mudanya jadi amat gelisah sehabis mendengar perkataan itu, cepat-
cepat serunya :
"Sauw Tangcu, kau jangan lupa bahwa di adalah pembunuh yang
telah mencelakai Loo Tangcu kita..."
"Aku tahu!" tukas si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan suara
ketus. "Justru karena dia adalah musuh besar dari Loo Tangcu, maka
aku ingin membunuh dirinya secara perlahan-lahan, agar dia
merasakan segala penderitaan terlebih dahulu baru mati..."
Mendengar ancaman itu Wie Chin Siang jadi bergidik, teriaknya
:
"Kau hendak membuat malu diriku?"
Dalam pada itu seorang dayang telah berjalan menghampiri ke
hadapannya sambil mengangsurkan sebilah pedang, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun gadis cantik she Wie ini menyambut
senjata tajam itu kemudian dengan hebatnya mengirim satu serangan
kilat ke arah si Jago Pedang Bertangan Sakti.
Pada saat ini ia sudah nekad maka dengan segala daya
kemampuannya ia berusaha untuk berebut melancarkan serangan-
serangan mematikan.

395
Saduran TJAN ID

Setelah gadis itu nekad tanpa sadar kekuatan serangannya


semakin bertambah hebat lipat ganda, si Jago Pedang Bertangan Sakti
sendiri walaupun sudah banyak tahun memperdalam kepandaian ilmu
pedangnya dan tenaga lweekang pun jauh di atas lawannya, tetapi
belum pernah ia jumpai pertarungan semacam ini, tanpa sadar
tubuhnya terdesak mundur ke belakang berulang kali...
Dengan susah payah akhirnya ia berhasil merebut kembali
posisinya yang terdesak, sambil mengirim satu babatan ke depan
serunya :
"Aku tidak akan memberikan pengampunan terhadap dirimu
lagi!"
Ilmu pedangnya telah berhasil mencapai pada taraf penyatuan
antara tubuh dan pedang, mendadak ia tarik napas panjang-panjang,
sambil putar telapak tangannya sang pedang dari gerakan membabat
berubah jadi gerakan menotok langsung bagaikan sebatang pit
menyodok ke tubuh bagian atas Wie Chin Siang.
Jurus serangan ini mempunyai perubahan campur baur yang sakti
dan dahsyat, arah yang dituju sama sekali di luar dugaan orang.
Rambut Wie Chin Siang yang panjang buyar dan awut-awutan,
suatu kepandaian untuk menyelamatkan diri membuat badannya
tanpa sadar bergeser ke samping, pedangnya berkelebat menciptakan
selapis cahaya pedang yang rapat dan kuat untuk membendung
datangnya ancaman itu dengan keras lawan keras.
"Traaaang...!"
Di tengah suara bentrokan nyaring yang memekakkan telinga,
letupan bintang api memancar ke empat penjuru.
Tubuh Wie Chin Siang secara beruntun mundur beberapa
langkah ke belakang, pakaian yang ia kenakan telah hancur termakan
babatan senjata lawan hingga terlihatlah pakaian dalamnya yang
berwarna merah,sementara senjata pedangnya termakan oleh gerakan
menotok dari pihak lawan patah jadi dua bagian, wajahnya pucat pias
bagaikan mayat.

396
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dengan sedih gadis itu menghela napas panjang, katanya lirih :


"Aku tidak akan memberikan perlawanan lagi, sekarang kau
boleh membinasakan diriku."
Habis berkata dengan kepala tertunduk dan wajah suram ia
jatuhkan diri duduk mendeplok di atas lantai, rambutnya yang terurai
menutupi bahunya serta tubuhnya yang hampir telanjang, keadaan
gadis itu nampak mengenaskan sekali.
Si Jago Pedang Bertangan Sakti tertegun, kemudian sambil
menggetarkan pedangnya ia berseru :
"Ayoh bangun, jangan berpura-pura jadi orang mati!"
Wie Chin Siang sama sekali tidak menggubris terhadap
ucapannya, ia berlagak pilon dan duduk di lantai bagaikan seorang
padri.
So Leng Yang segera meloncat ke depan, sambil tertawa ringan
katanya :
"Sauw Tangcu, kalau kau tidak tega untuk turun tangan, biarlah
budak yang mewakili dirimu!"
I rampas pedang mestika dari tangan si Jago Pedang Bertangan
Sakti, lalu sambil menuding ke arah Wie Chin Siang katanya :
"Kau tidak bajik terlebih dulu dan aku tidak setia kawan
belakangan, jangan salahkan kalau aku berbuat kejam terhadap
dirimu!"
Ujung pedang bergeletar di tengah udara, secara mendadak ia
tusuk ulu hati dara ayu she Wie ini.
Tiba-tiba... terdengar bentakan keras menggema memekakkan
telinga, dengan mata melotot besar si Tangan Sakti Berbaju Biru
menghardik :
"Tahan!"
Bentakan ini keras bagaikan guntur yang menggeletar membelah
bumi, sekujur badan So Leng Yang segera gemetar keras, tanpa sadar
pedang yang berada digenggamannya terlepas dan jatuh ke atas lantai.

397
Saduran TJAN ID

"Tangcu!" teriaknya sambil mundur ke belakang dengan wajah


ketakutan setengah mati.
Air muka si Tangan Sakti Berbaju Biru perlahan-lahan putih
kembali seperti sedia kala, wajahnya tidak sepucat tadi lagi. Sambil
membesut noda darah yang mengotori ujung bibirnya ia tarik napas
dalam-dalam.
"Aaaai... hampir saja kalian sudah melakukan suatu tindakan
yang keliru besar!"
"Ayah, apakah kau orang tua tidak terluka?" tanya si Jago Pedang
Bertangan Sakti dengan wajah melengak.
Tangan Sakti Berbaju Biru menghela napas dan gelengkan
kepalanya.
"Aku hanya merasa napasnya tersumbat untuk beberapa saat
hingga membuat darah yang menggumpal dalam dadaku sukar
dimuntahkan keluar. Siapa bilang aku telah terluka? Kalian telah
menaruh salah paham terhadap nona ini..."
Lambat laut ia berjalan menghampiri gadis she Wie itu, sambil
menarik bangun dirinya diamati wajah Wie Chin Siang dengan
seksama, lalu tanyanya halus :
"Nak, kau tidak sampai terluka bukan?"
"Tidak!" jawab gadis manis itu sambil gelengkan kepalanya.
Si Tangan Sakti Berbaju Biru melirik sekejap ke arah pakaiannya
yang compang-camping tidak karuan, lalu dengan hawa gusar ia
mendelik ke arah putranya.
"Binatang, bagus amat perbuatanmu yah?" makinya sambil
mendengus dingin.
"Ayah!" seru Jago Pedang Bertangan Sakti tertegun.
Dengan sedih si Tangan Sakti Berbaju Biru gelengkan kepalanya,
seakan-akan ia mempunyai suatu persoalan hati yang amat berat dan
sulit untuk diutarakan keluar, dengan termangu-mangu ia menatap
langit-langit rumahnya tanpa berkedip.

398
IMAM TANPA BAYANGAN II

Suasana untuk beberapa saat lamanya berubah jadi hening...


sunyi... tak seorang pun yang berani buka suara untuk berbicara.
Lama... dan lama... sekali, akhirnya Wie Chin Siang menghela
napas panjang memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh
ruangan itu, katanya lirih :
"Loocianpwee, boanpwee segera akan pergi!"
Sekujur badan Tangan Sakti Berbaju Biru gemetar keras.
"Apakah kau tidak inginkan pil Som Wan berusia seribu tahun
itu?..." serunya.
"Cianpwee merasa keberatan untuk menghadiahkan kepada
kami, dengan sendirinya boanpwee pun tidak berani terlalu
memaksa," sahut Wie Chin Siang dengan sedih. "Cuma... aaai,
dengan begitu sahabatku jadi tak tertolong lagi, sayang sekali ia tak
bisa mencicipi ketenaran namanya yang baru saja membumbung
tinggi... sayang bakatnya yang bagus untuk selamanya bakal
terpendam di dalam tanah... dalam usia yang semuda itu dia harus
menutup mata..."
"Oooouw...! Begitukah? Tapi... toh aku tak pernah mengatakan
bahwa aku menolak permintaanmu itu?" seolah-olah ia merasa
teramat girang hati, tanya lagi dengan suara lirih :
"Siapakah nama sahabatmu itu?"
"Kalau dikatakan sahabatku itu bukanlah seorang manusia yang
tidak punya nama di dalam dunia persilatan, tetapi dalam pandangan
loocianpwee dia masih belum terhitung seberapa. Dia adalah si Jago
Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang belum lama munculkan
diri di dalam dunia persilatan, mungkin di antara kalian ada yang
pernah mendengar namanya.
Si Tangan Sakti Berbaju Biru tidak memberikan komentar apa-
apa, hanya sambil mengangkat kain selendang merah itu ujarnya :
"Beribu li menghantar selendang merah, karena kesulitan mohon
obat mujarab, nona! Jago lihay muda belia itu pastilah bukan seorang
sahabat biasa dengan dirimu, bukankah begitu?"

399
Saduran TJAN ID

Walaupun berada dalam keadaan sedih dan kuatir, tak urung air
muka Wie Chin Siang berubah juga jadi merah padam saking
jengahnya, ia tundukkan kepalanya rendah dan merasa kagum atas
ketepatan dugaan si orang tua itu.
Terdengar si Tangan Sakti Berbaju Biru tepuk tangan beberapa
kali, kemudian berseru :
"Yauw Hong berada di mana?"
Horden disingkap dan seorang dayang perlahan-lahan berjalan
masuk ke dalam, wajah dayang ini cantik jelita dan mempunyai
pandangan yang sangat agung.
Setelah menjura, tanyanya :
"Tangcu, kau ada perintah apa?"
"Ambil dan bawa kemari kotak seratus pusaka milikku!"
Nona Yauw Hong mengangguk dan segera berlalu diiringi
senyuman manis.
Dalam pada itu Siang Bong Jie Kiauw yang mendengar bahwa si
Tangan Sakti Berbaju Biru memerintahkan dayangnya untuk
mengambil kotak wasiat, sepasang mata ke-dua orang itu segera
berkilat, setelah saling bertukar pandangan sekejap So Leng Yan
segera berkata sambil tertawa :
"Tangcu, kau hendak mengambil benda mestika, lebih baik
budak sekalian mohon diri terlebih dahulu."
"Ooooh, tidak apa-apa, tetaplah berada di situ!" sahut si Tangan
Sakti Berbaju Biru sambil tertawa.
Sesaat kemudian Yauw Hong dengan membawa sebuah kotak
perlahan-lahan munculkan diri di dalam ruangan.
Semua orang segera merasakan pandangan matanya jadi silau,
sebuah kotak panjang yang bertaburkan intan permata serta mutiara
berada di tangannya, Siang Bong Jie Kiauw segera menunjukkan
mimik yang aneh, tanpa sadar mereka telah menggeserkan badannya
maju ke depan, sedang si Jago Pedang Bertangan Sakti pun
menjulurkan lidahnya karena kaget bercampur kagum, ia tidak

400
IMAM TANPA BAYANGAN II

mengira kalau ayahnya memiliki kotak wasiat yang demikian tak


ternilai harganya.
Setelah menerima kotak wasiat tersebut, si Tangan Sakti Berbaju
Biru menghela napas panjang, ujarnya :
"Pil Som Wan berusia seribu tahun ini adalah sejenis obat
mujarab yang luar biasa khasiatnya, sepanjang hidupku loohu pun
hanya memiliki tiga biji saja. Nona! Aku harap kau suka baik-baik
menyimpan obat ini..."
Lambat-lambat ia membuka penutup kotak itu, terlihatlah dalam
kotak tadi kecuali terdapat sebuah botol porselen putih tiada benda
lain yang nampak, Cian Nian Som Wan empat huruf kecil tertera di
depan mata Wie Chin Siang membuat jantungnya secara tiba-tiba
berdebar keras.
Si Tangan Sakti Berbaju Biru segera angsurkan botol porselen itu
ke tangan Wie Chin Siang, katanya :
"Obat mujarab memang kegunaannya untuk menolong orang.
Nah, ambillah..."
"Tapi... cianpwee, aku hanya membutuhkan dua butir saja..." seru
Wie Chin Siang ragu-ragu.
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Tangan Sakti Berbaju Biru
tertawa terbahak-bahak, sambil ayun selendang merah di tangannya
ia berseru :
"Obat itu walaupun tak ternilai harganya, tetapi tak bisa
dibandingkan nilainya dengan kain selendang perlambang jodoh ini,
sisanya sebutir anggap saja hadiah perkenalan loohu bagimu. Aaaa...!
Kenangan manis di masa lampau sulit untuk dilupakan, pikiranku
terasa amat kacau..."
"Tangcu, kau harus pertimbangkan kembali keputusanmu itu..."
tiba-tiba So Siauw Yan berseru dengan nada cemas.
"Kau tak usah turut campur," tukas Tangan Sakti Berbaju Biru
dengan cepat. "Persoalan ini adalah urusan pribadi loohu sendiri..."

401
Saduran TJAN ID

Habis berkata ia segera pejamkan matanya dan terjerumus


kembali di dalam lamunannya.
Buru-buru Wie Chin Siang menghaturkan rasa terima kasihnya,
sesaat kemudian ia seperti mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya
dibatalkan dan badan pun perlahan-lahan berputar siap meninggalkan
tempat itu.
........

"Nona, harap tunggu sebentar!" tiba-tiba si Tangan Sakti Berbaju


Biru membuka matanya kembali dan berseru.
Dengan wajah melengak Wie Chin Siang menoleh.
"Cianpwee, apakah kau masih ada perkataan yang belum selesai
kau utarakan keluar?"
Si Tangan Sakti Berbaju Biru tertawa getir.
"Nona! Loohu masih ada beberapa persoalan ini kutanyakan
kepada dirimu," ia merandek sejenak, mendadak sambil ulapkan
tangannya ia berseru :
"Aaaai! lebih baik kau pergi saja, aku tidak ingin terlalu melukai
perasaan hatimu..."
Wie Chin Siang tertegun, tapi ia segera putar badan dan berlalu.
Sepeninggal gadis itu So Leng Yang segera gelengkan kepalanya
dan berseru lantang :
"Tangcu, apakah kau benar-benar hendak menghadiahkan pil
Som Wan berusia seribu tahun itu kepada budak tersebut?"
"Kenapa? Apakah aku hanya pura-pura saja?"
Siang Bong Jie Kiauw menghela napas panjang dan tidak
berbicara lagi, mendadak tubuh So Siauw Yan terhuyung-huyung ke
belakang seolah-olah terserang angin duduk, keringat sebesar kacang
kedelai mengucur keluar tiada hentinya.
Dengan napas terengah-engah segera serunya :
"Tangcu, aku merasa badanku kurang enak, karena itu ingin
mohon diri terlebih dahulu."

402
IMAM TANPA BAYANGAN II

So Leng Yang buru-buru maju memayang tubuhnya dan ke-dua


orang itu dengan cepat mengundurkan diri dari dalam ruangan.
"Aaah!" seru si Jago Pedang Bertangan Sakti dengan wajah
kebingungan sepeninggalnya ke-dua orang gadis jalang tadi.
"Kau tak usah banyak bertanya lagi," tukas ayahnya sambil
geleng kepala dengan wajah sedih. "Dia adalah adik perempuanmu!"
"Apa? Adik perempuanku?" seru si Jago Pedang Bertangan Sakti
dengan sepasang mata terbelalak besar. "Ayah kau sebenarnya sedang
mengatakan apa?"
"Aaaai...! Duduknya persoalan tak dapat diterangkan dalam dua
tiga patah kata saja, pokoknya kedatangan kita kali ini dari luar
perbatasan memasuki daratan Tionggoan antara lain juga ada sangkut
pautnya dengan dia..."
Ia merandek sejenak, kemudian seperti menyadari sesuatu
ujarnya lagi:
"Selama ini Siang Bong Jie Kiauw selalu mengikuti ayahmu
tanpa berpisah barang selangkah pun, tujuan mereka bukan lain
adalah mengincar ke-tiga biji pil mujarab Som Wan berusia seribu
tahun ini, kau cepat-cepatlah kejar mereka dan coba periksa, mungkin
saja mereka sedang turun tangan mendesak adikmu..."
Si Jago Pedang Bertangan Sakti tidak berani berayal lagi, ia
segera meloncat keluar dari ruangan. Tersebarlah angin dingin
berhembus kencang, bintang telah bertabur di angkasa, entah sedari
kapan udara telah jadi gelap.
Ilmu meringankan tubuhnya dengan cepat dikerahkan pada
puncaknya, dari tempat kejauhan ia saksikan ada bayangan manusia
sedang bergerak di hadapannya, dugaan si Tangan Sakti Berbaju Biru
ternyata tidak salah, waktu itu Siang Bong Jie Kiauw telah
menghadang jalan pergi Wie Chin Siang dan memaksa lawannya
untuk menyerahkan obat mujarab itu.
Dengan tangan kanan mencekal botol porselen itu kencang-
kencang, Wie Chin Siang mengancam :

403
Saduran TJAN ID

"Kalau kalian berani maju lagi ke depan, aku segera akan beradu
jiwa dengan kalian, obat mujarab berusia seribu tahun yang langka ini
pun akan ikut kumusnahkan. Hmmm! Baik kalian maupun aku jangan
harap bisa mendapatkannya..."
Mendengar ancaman tersebut, sepasang dara ayu pembuat impian
itu benar-benar tak berani maju mendekat.
Haruslah diketahui pil Som Wan berusia seribu tahun itu adalah
obat mujarab yang diidam-idamkan oleh setiap orang Bu lim, bagi
orang biasa jangan dikata untuk mendapatkan sebutir di antaranya,
untuk melihat pun mungkin susah, karena itu setelah timbul perasaan
was-was dengan sendirinya Siang Bong Jie Kiauw tidak berani
sembarangan turun tangan mendesak lawannya.
So Leng Yan segera tertawa hambar, katanya :
"Asal kau suka menyerahkan obat itu kepada kami tanpa
melawan, maka selembar jiwamu akan kuampuni!"
"Ciiissss!" teriak Wie Chin Siang dengan gusar. "Aku rela
menghadiahkan obat itu kepada orang lain, dan tidak akan sudi
menyerahkan kepadamu..."
si Jago Pedang Bertangan Sakti yang menyaksikan kejadian itu
kontan naik pitam, ia mendengus dingin dan munculkan diri di tengah
kalangan.
Siapa tahu Siang Bong Jie Kiauw sama sekali tidak
menggubriskan kehadirannya, malah sambil menjengek sinis katanya
:
"Huuuuh.... manusia telur busuk pun mau ikut campur dalam
urusan ini..."
"Kalian mau apa?" teriak si anak muda itu semakin gusar.
So Siauw Yan mendengus ketus, sahutnya :
"Sejak tadi aku telah memperhitungkan kehadiranmu di tempat
ini. Hmmm! Jago Pedang Bertangan Sakti, kepandaian kucing kaki
tiga yang kau miliki meskipun bisa ditonjolkan kedahsyatannya di

404
IMAM TANPA BAYANGAN II

hadapan anggota perguruanmu, tapi dalam pandangan kami sama


sekali tak ada harganya..."
Si Jago Pedang Bertangan Sakti semakin senewen, matanya
kontan mendelik besar, teriaknya :
"Bangsat! Rupanya kalian benar-benar mau memberontak?"
Dalam keadaan marah yang tak terkendalikan lagi, pedangnya
segera digetarkan kencang-kencang dan mengirim satu babatan
dahsyat ke depan.
"Huuuh, kepandaianmu masih terpaut sangat jauh!" jengek So
Siauw Yan sinis, tangannya dengan enteng segera dikebaskan ke
depan.
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat dengan diiringi
desiran tajam segera menyapu ke depan.
Braaaak..."
Satu kejadian yang tak terduga sama sekali dengan cepat
berlangsung di depan mata, ternyata sepasang dara ayu pembuat
impian she So adalah jago-jago lihay yang sengaja menyembunyikan
kepandaian aslinya.
Si Jago Pedang Bertangan Sakti segera menjerit kesakitan,
pedangnya terpental dan mencelat ke tengah udara, sementara
tubuhnya sendiri mundur beberapa langkah ke belakang dengan
sempoyongan.
"Bagus!" suatu bentakan keras berkumandang datang dari tempat
kejauhan.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu si Tangan Sakti
Berbaju Biru sambil tertawa terbahak-bahak telah munculkan diri di
hadapan mereka.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kiranya kalian adalah mata-mata
yang sengaja dikirim partai See Liang untuk menyusup ke dalam
perguruan kami, oooh, hampir saja sepasang loohu jadi melamur
dibuatnya."

405
Saduran TJAN ID

Serentetan cahaya merah yang menyilaukan mata segera


menyapu datang dari tengah udara dan langsung membabat ke arah
tubuh ke-dua orang gadis pembuat impian tersebut.
Dengan hati terkesiap So Leng Yang mencelat ke udara untuk
meloloskan diri dari serangan maut, teriaknya :
"Awan ilmu pukulan Hwee Gan Ciang, ayoh lari!..."
Seakan-akan jeri terhadap sesuatu, tanpa mengucapkan sepatah
kata pun ke-dua orang gadis jalang tadi segera melarikan diri dari
tempat itu, dalam sekejap mata bayangan tubuh mereka telah lenyap
di balik kegelapan.
Sepeninggalnya ke-dua orang dara tadi si Tangan Sakti Berbaju
Biru segera menoleh ke arah Wie Chin Siang sambil pesannya :
"Cepatlah berlalu dari sini, partai See Liang tidak akan lepas
tangan begitu saja!"
Di tengah kegelapan ke-tiga orang itu berdiri kaku di tempat
masing-masing dengan mulut membungkam,beberapa saat kemudian
mereka merundingkan sesuatu dengan suara lirih diikuti mereka
berpisah dan berangkat ke arah Timur dan Barat.
Siapa pun tidak tahu apa yang barusan mereka rundingkan tetapi
mereka tahu bahwa perjalanan Wie Chin Siang dilakukan jauh lebih
cepat lagi langsung menuju ke arah gunung Thiam cong.
Angin malam yang dingin berhembus lembut menggoyangkan
ranting dan daun hingga menimbulkan suara yang gemerisik, cahaya
bintang di angkasa yang remang menembusi dahan dan pepohonan
menyinari permukaan jagad...
Gonggongan anjing yang ramai sayup-sayup berkumandang dari
kejauhan, membuat suasana di dalam hutan yang lebat itu terasa
makin tercekam dalam keseraman.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia bergema
memecahkan kesunyian, suara langkah kaki itu amat lembut dan
lamban di mana akhirnya berhenti.

406
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sesosok bayangan manusia muncul di balik pepohonan yang


lebat dan berdiri termangu di situ.
Di bawah sorot cahaya bintang Kiem In Eng nampak masih
begitu cantik dan muda belia, walaupun di atas wajahnya sudah tertera
bekas-bekas keriput yang dimakan usia tapi ia masih begitu
mempesonakan... begitu menggiurkan bagi setiap pria.
Biji matanya yang bening dan jeli menyapu sekejap sekeliling
tempat itu dengan pandangan dingin, tiba-tiba ujung bibirnya
tersungging suatu senyuman hambar. Angin malam berhembus lewat
mengibarkan ujung bajunya... perempuan itu nampak begitu
mengenaskan... begitu menyedihkan.
Criiing... criiing... criiing...!
Tiga kali irama sentilan khiem meluncur keluar membelah
kesunyian, bagikan awan yang bergerak di angkasa, air terjun yang
membasahi permukaan membuat seluruh hutan belantara itu tertutup
oleh irama musiknya...
"Aaaaah!" suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati tiba-tiba
berkumandang dari atas pohon diikut... Bluuuk! sesosok bayangan
hitam yang tinggi besar terjatuh dari atas dahan pohon.
Lelaki itu dengan penuh penderitaan memegang dadanya
kencang-kencang, suara rintihan menggema tiada hentinya dari bibir
yang terkatup kencang, dengan wajah penuh ketakutan ia mendongak
memperhatikan wajah Kiem In Eng, napasnya tersengkal-sengkal
dengan cepatnya...
Beberapa saat kemudian orang itu maju beberapa langkah ke
depan dengan sempoyongan, serunya gemetar :
"Apa... apa nama khiem dalam boponganmu itu?"
"Kalau kau ingin mengetahui nama khiem ini, silahkan
menikmati lagi sebuah irama laguku!"
Air muka lelaki itu berubah hebat, kulit serta dagingnya berkerut
kencang lalu serunya :

407
Saduran TJAN ID

"Urat nadiku telah tergetar putus oleh irama khiemmu yang


membawa maut itu, kini aku sudah tak berkekuatan lagi untuk
mendengarkan irama merdu tersebut, sebelum aku menghembuskan
napas yang penghabisan, aku ingin tahu apakah suara dari Khiem
pusaka yang dapat melukai orang tanpa wujud itu?"
Kiranya Kiem In Eng yang sedang menanti kedatangan Wie Chin
Siang dengan hati gelisah di pinggir hutan tadi makin cemas setelah
ditunggu yang lima jam tapi gadis itu belum kembali juga.
Pada saat itulah mendadak ia temukan bahwa ada seseorang
sedang mengawasi gerak-geriknya di tempat kegelapan, dalam hati
perempuan itu segera tertawa dingin, dengan lagu 'Sam Kiem In Eng'
bait pertamanya yang bisa melukai orang tanpa berwujud ia serang
orang itu dengan gencar.
Jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong yang sama sekali
tidak sadar bahwa dirinya sedang diserang orang dengan suara
penyerangan tak berwujud ini seketika dibikin terlena dan terpesona
oleh irama khiem yang begitu merdu merayu, menantikan dia
menyadari apa yang telah terjadi lenyaplah segenap kekuatan
tubuhnya untuk melawan daya tekanan yang maha dahsyat tersebut.
Sekilas senyuman hambar menghiasi wajah Kiem In Eng,
sahutnya dengan suara dingin :
"Kau bisa mati di tengah alunan irama maut tujuh perasaan yang
aku mainkan barusan, hitung-hitung kematianmu tidaklah terlalu
penasaran, sebab setiap orang yang mati karena termakan oleh
serangan khiem maut ini walaupun urat nadinya patah dan hancur
semua di luar badan sedikit pun tidak memperlihatkan tanda luka apa
pun..."
Belum habis Kiem In Eng menyelesaikan kata-katanya, pria itu
sudah muntah darah segar, badannya gemetar keras dan gumamnya
dengan suara lirih :
"Khiem maut tujuh perasaan... Khiem maut tujuh perasaan..."

408
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sepasang matanya mendadak melotot besar hingga biji matanya


seakan-akan hendak meloncat keluar dari kelopaknya, dengan
perasaan amat ketakutan ia mundur satu langkah ke belakang.
"Aaaah, salah satu dari tiga benda mestika peninggalan Thian
Hiang Niocu..."
"Sedikit pun tidak salah, kau dapat mengetahui asal usulnya
sungguh jauh berada di luar dugaanku, Thiang Hiang Sam Poo
merupakan benda-benda mestika yang diimpikan serta diidamkan
oleh setiap orang di dalam Bu lim, walaupun banyak jago-jago Bu lim
yang setiap hari mengejar jejak ke-tiga macam benda mestika itu,
tetapi tak seorang pun yang tahu bahwa Khiem maut Tujuh perasan
bisa berada di tanganku, karena asal usulnya tak pernah kukatakan
kepada siapa pun..."
Tiba-tiba pria itu tertawa terbahak-bahak dengan seramnya,
seakan-akan secara mendadak ia telah menemukan suatu rahasia
besar, setelah tertawa bangga beberapa saat katanya :
"Kau berhasil mendapatkan khiem maut tujuh perasaan dari
antara ke-tiga macam benda mestika itu, tetapi tahukah kau siapakah
Thian Hiang Niocu itu?"
Pertanyaan itu muncul secara tiba-tiba membuat Kiem In Eng
tertegun dan tak sanggup menjawab barang sepatah kata pun.
Tatkala ayah angkatnya Hoa Pek Tuo menyerahkan Khiem maut
tujuh perasaan tersebut kepadanya, si orang tua itu sama sekali tidak
pernah menyebutkan asal-usulnya, ia hanya berpesan agar baik-baik
menyimpannya dan jangan secara gegabah memberitahukan nama
dari khiem itu.
Dan kini si jago lihay dari perguruan Boo Liang Tiong ternyata
mengajukan pertanyaan semacam itu. Kiem In Eng yang biasanya
cerdik dan banyak akal ini tak urung dibuat melengak juga sehingga
tak tahu jawaban apa yang mesti dikatakan.
Maka dia pun gelengkan kepalanya dan berkata dengan nada
tercengang :

409
Saduran TJAN ID

"Thian Hiang Niocu cuma ada namanya dan tak pernah kutemui
orangnya, manusia yang suka berpelancongan semacam dia siapa
yang mengetahui asal-usulnya apalagi bertemu dengan dia..."
Pria itu mendengus dingin.
"Hmmm! Thian Hiang Niocu adalah cikal bakal pendiri
perguruan Boo Liang Tiong kami, ia tinggalkan tiga macam benda
mestikanya adalah berharap agar anggota partai kami bisa
mengembangkan kepandaian silatnya ke seluruh dunia persilatan.
Sejak partai kami dibasmi lenyap oleh orang-orang partai Thiam
cong, ke-tiga jenis benda mestika itu lenyap tak berbekas, dan kini
salah satu benda mestika di antaranya ternyata terjatuh di tanganmu.
Hmmm! Rupanya untuk mencari tahu jejak benda-benda mestika itu
terpaksa kami harus mengorek keterangan dari mulutmu..."
Seolah-olah ia merasa jeri terhadap sesuatu mendadak dari
sakunya dia ambil keluar sebuah tabung bambu yang tipis dan
membuka penutupnya, segumpal asap hitam segera membumbung
tinggi ke angkasa.
"Apa yang hendak kau lakukan?" hardik Kiem In Eng dengan
suara dingin.
"Aku hendak memberitahukan kepada Tiong cu kami bahwa
Khiem maut tujuh perasaan telah munculkan diri. Masalah ini
menyangkut kemusnahan serta perkembangan partai kami, tak bisa
tidak harus kukabarkan..."
"Hmmm!" Kiem In Eng mendengus dingin. "Sebetulnya aku ada
maksud untuk melepaskan dirimu, tapi setelah adanya kejadian ini
maka timbul pikiran di dalam hatiku, andaikata sekarang aku tidak
membinasakan dirimu, kemungkinan besar banyak kesulitan yang
bakal menimpa diriku di kemudian hari..."
Tangan kanannya perlahan-lahan diangkat ke atas. Khiem maut
tujuh perasaan itu secara tiba-tiba dihantamkan ke bawah.
"Kau..." jerit pria tadi dengan perasaan ketakutan.

410
IMAM TANPA BAYANGAN II

Belum sempat kata-kata selanjutnya diteruskan, khiem antik yang


amat besar itu disertai hawa tekanan yang amat dahsyat bagaikan
tindihan gunung Thay-san telah meluncur datang, pria itu mendengus
berat, tidak ampun lagi batok kepalanya hancur berantakan, darah
segar muncrat ke empat penjuru dan otaknya berhamburan di atas
tanah.
Di saat Kiem In Eng selesai membinasakan pria itu, dari dalam
hutan kembali terlihat sesosok bayangan hitam tanpa menimbulkan
sedikit suara pun meluncur datang.
Kiem In Eng tertawa dingin, badannya berputar satu lingkaran ke
belakang dengan jurus Burung merak mementangkan sayap ia kirim
sebuah babatan maut ke arah depan.
"Suhu, aku!" terdengar bayangan hitam itu menjerit tertahan.
Mendengar jeritan tersebut Kiem In Eng tertegun, gerakan
tangannya segera merandek di tengah udara, buru-buru badannya
bergeser lima langkah ke samping, ia tarik kembali serangan
babatannya yang telah dilancarkan sampai di tengah jalan itu mentah-
mentah.
Untung tenaga lweekang yang dimilikinya telah mencapai pada
taraf yang amat sempurna, baik menyerang atau pun menarik kembali
serangannya semua muncul mengikuti perasaan hatinya, sehingga
walaupun serangan tadi ditarik kembali di tengah jalan namun
keadaannya masih tetap tenang seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu
apa pun.
Ia segera menghela napas panjang, tegurnya :
"Chin Siang, mengapa kau tidak menyapa terlebih dahulu?
Barusan aku masih mengira kau adalah musuh tangguh yang
bersembunyi di tempat kegelapan dan akan melancarkan serangan
terhadap diriku."
Wie Chin Siang tidak menjawab pertanyaan itu, sinar matanya
dengan tajam mengawasi lelaki yang menggeletak di atas genangan
darah serta asap tebal yang mengepul keluar dari dalam tabung, ia

411
Saduran TJAN ID

berdiri tertegun seolah-olah sedang memikirkan apa yang sebenarnya


telah terjadi.
Kiem In Eng sendiri pun tidak mengerti asap hitam yang
dilepaskan dari tabung bambu kuning itu melambangkan apa, dengan
wajah tegang ia pun termenung beberapa saat lamanya.
Tampaklah asap hitam itu kian lama kian menebal dan perlahan-
lahan membumbung tinggi ke angkasa.
"Aku rasa kabut hitam ini pastilah tanda kode untuk mengadakan
hubungan dari partai Boo Liang Tiong," katanya kemudian. "Aku
tidak menyangka kalau pria ini bisa melakukan perbuatan tersebut
sesaat sebelum menemui ajalnya..."
Perlahan-lahan ia mendekati tabung itu kemudian ditendangnya
sehingga mencelat sejauh tujuh delapan tombak dari tempat semula.
Pada saat itulah dari tempat kejauhan terdengar suara manusia
berkumandang tiba, cuma suara itu kecil dan lembut bagaikan bisikan
nyamuk, seandainya waktu itu bukan di tengah hutan yang sunyi lagi
pula terhembus angin boleh dibilang suara tadi sukar untuk ditangkap.
"Nak! Saat ini musuh tangguh berada di sekeliling kita," ujar
Kiem In Eng dengan wajah serius. "Cepat beritahulah kepadaku,
apakah kau berhasil menjumpai si Tangan Sakti Berbaju Biru..."
Perlahan-lahan dari sakunya Wie Chin Siang ambil keluar pil
Som Wan berusia seribu tahun itu lalu sahutnya :
"Aku telah berhasil mendapatkan benda ini, sekarang Pek In Hoei
berada dimana?"
Kiem In Eng menghembuskan napas panjang.
"Aku telah menyembunyikan Pek In Hoei serta Ouw-yang Gong
di dalam sebuah gua di seberang sana, cepatlah kau berikan pil Som
Wan berusia seribu tahun itu kepada mereka, di dalam satu jam
mendatang mereka tak boleh terganggu oleh kehadiran orang asing,
kalau tidak tenaga lweekangnya akan mengalami kemunduran yang
hebat. Baik-baiklah berjaga di mulut gua, jangan perkenankan siapa
pun masuk ke dalam sedang di tempat ini serahkan saja kepadaku..."

412
IMAM TANPA BAYANGAN II

Wie Chin Siang menggerakkan bibirnya mau mengucapkan


sesuatu tapi akhirnya niat tersebut dibatalkan.
Sekilas perasaan gelisah bercampur cemas menghiasi wajah
Kiem In Eng, ia segera ulapkan tangannya sambil berseru :
"Semua persoalan kita bicarakan lagi setelah urusan beres semua,
sekarang sudah tiada waktu lagi..."
Wie Chin Siang tidak banyak bicara, ia segera enjotkan badannya
melayang lima langkah ke depan dengan mengikuti petunjuk dari
gurunya ia berlalu dengan cepatnya dari situ.
Sementara dari arah belakang terdengar suara tertawa dingin
yang rendah dan berat berkumandang memecahkan kesunyian.
Terhadap munculnya gelak tertawa yang aneh itu Kiem In Eng
juga merasa rada tercengang, ia segera melirik ke arah sebelah kiri di
situ ia saksikan tiga sosok bayangan manusia dengan gerakan yang
amat cepat sedang meluncur datang.
Terdengar suara teguran yang keras dan kasar menggema
memecahkan kesunyian :
"Hey, apakah kau melihat ada seorang gadis muda melewati
tempat ini?..."
Buru-buru Kiem In Eng mengenakan kembali kain kerudung
hitamnya lalu tertawa dingin, di antara ke-tiga orang itu ia jumpai ada
dua di antaranya kaum wanita, hatinya jadi heran dan tidak habis
mengerti akan asal usul mereka.
Sedangkan orang yang barusan menegur dirinya adalah seorang
lelaki kekar bermata besar dan bercambang di atas wajahnya, gerak-
gerik serta nada ucapannya amat angkuh seolah-olah tak seorang pun
di kolong langit yang dipandang sebelah mata olehnya.
"Hmm! Kau sedang mengajak siapa berbicara?" tegur Kiem In
Eng ketus.
Pria bercambang dan bermata gede itu mengerutkan sepasang
alisnya yang tebal, diikuti kepada dua orang dara yang mengikuti di
belakangnya ia bertanya :

413
Saduran TJAN ID

"Leng Yan! Siauw Yan! Coba kalian katakan aku sedang


mengajak berbicara siapa?"
"Hiiih... hiiih... hiiih... toako, itu namanya sudah tahu tapi pura-
pura bertanya, buat apa kau mesti berlaku sungkan-sungkan lagi
terhadap dirinya?" sahut Siang Bong Jie Kiauw hampir berbareng
sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Pria itu segera menggerakkan badannya menerjang ke depan,
setibanya di hadapan Kiem In Eng ia awasi wajah perempuan itu
beberapa saat lamanya.
Berhubung Kiem In Eng mengenakan kain kerudung hitam di
atas wajahnya, maka kecuali sepasang biji matanya yang terlihat dari
luar, bagian wajahnya yang lain sama sekali tidak terlihat dari luar.
Pria itu tertawa dingin dengan anehnya, wajah yang
menyeramkan nampak semakin mengerikan lagi.
"Toako, kenapa kau masih saja ragu-ragu?" terdengar So Siauw
Yan menegur dengan wajah kurang senang. "Lonte busuk itu dengan
membawa Som Wan melarikan diri lewati di sini, seandainya kita
biarkan ia lolos lalu bagaimanakah pertanggungjawaban kita
sekembalinya menghadap suhu nanti?..."
Ia melirik sekejap ke arah Kiem In Eng, lalu dengan nada ketus
tambahnya lebih jauh :
"Di tengah malam buta perempuan ini seorang diri berdiri di
tengah hutan yang lebat, aku duga ia pasti berasal dari aliran yang tak
genah, atau jangan-jangan dia pun merupakan komplotan dari lonte
busuk itu..."
"Kau sedang memaki siapa sebagai lonte busuk?" hardik Kiem In
Eng dengan nasa gusar.
Ketika didengarnya pihak lawan memaki lonte busuk, lonte
busuk tiada hentinya, walaupun dia tahu bahwa bukan dirinya yang
dimaki tetapi perempuan ini pun tahu bahwa orang yang dimaki
adalah anak muridnya Wie Chin Siang, hawa gusar segera bergelora
di dalam dadanya, napsu membunuh yang tebal mulai menyelimuti

414
IMAM TANPA BAYANGAN II

seluruh wajahnya, membuat sorot mata yang terpancar keluar


kelihatan menggidikkan sekali.
So Siauw Yan yang dipandang secara begitu hatinya jadi
bergidik, tanpa sadar ia mundur dua langkah ke belakang dan
memandang ke arah Kiem In Eng dengan sikap ketakutan.
Dalam pada itu pria tadi sudah menowel pipi So Siauw Yan
dengan gemas, lalu ujarnya sambil tertawa :
"Perkataanmu sedikit pun tidak salah, baiklah, akan kutangkap
dulu perempuan ini kemudian baru kita bicarakan lagi."
Kiem In Eng mendengus hina ketika dilihatnya pria itu
melakukan perbuatan yang tidak sopan di hadapannya, namun ia tidak
menyadari pria ini bukan lain adalah Yan Long Koen si pemuda
tampan yang suka kecantikan dari partai See Liang Pay, seorang ahli
di dalam menikmati kecantikan wajah kaum wanita.
Orang ini walaupun suka melihat gadis-gadis berwajah cantik,
tetapi ia tak pernah melakukan perbuatan terkutuk Jay Hoa Cat yaitu
memperkosa kegadisan kaum wanita, setiap kali bertemu dengan
gadis cantik ia kecuali hanya suka menikmatinya, bertemu dengan
gadis berwajah biasa ia malah justru tak sudi memandangnya barang
sekejap pun.
Suatu kali sewaktu pria bercambang ini sedang melakukan
perjalanan menuju ke kota Keng Chiu, di tengah jalan ia telah
berpapasan dengan Tang Hay Siao-cia, secara beruntun ia telah
menikmati kecantikan wajah perempuan itu selama tiga hari tiga
malam.
Tang-hay Siao cia yang memang ada maksud untuk menguji
kesempurnaan tenaga dalamnya ternyata melayani pria tadi dengan
duduk di hadapannya saling menatap. Akhirnya Yan Long Koen lah
yang tidak kuat menahan diri, setelah muntah darah segar pria ini
segera melarikan diri.
Demikianlah, ketika itu meskipun Yan Long Koen ingin sekali
menyaksikan raut wajah Kiem In Eng di balik kain kerudung

415
Saduran TJAN ID

hitamnya, tetapi ia tidak mempunyai kesempatan untuk turun tangan,


dalam pandangannya perempuan itu mengenakan kain kerudung
hitam di atas wajahnya tentu mempunyai dua sebab, pertama adalah
terlalu cantik jelita atau sebaliknya terlalu buruk raut mukanya.
Karena itu badannya segera merangsek ke arah depan, tiba-tiba
tangan kirinya mengirim satu sambaran tajam, ke-lima jari tangannya
laksana lima bilah pisau belati mencengkeram kain kerudung yang
menutupi wajah perempuan she Kim itu, begitu cepat dan hebat
serangan tadi sehingga terdengarlah desiran angin serangan yang
maha dahsyat.
Kiem In Eng sama sekali tidak menyangka kalau kepandaian di
atas jari dari pria itu sangat lihay, ia mendengus dingin dan memaki
gusar :
"Hmmm! Manusia yang tak tahu malu!"
Badannya di saat detik yang terakhir meluncur keluar, dengan
kecepatan yang sukar dilukiskan ia menggeser tiga depan ke samping
dengan manis tapi tepat tubuhnya berhasil lolos dari ancaman lawan.
Kemudian sambil tertawa dingin ia berpaling ke belakang,
telapak kanannya menyapu keluar langsung membabat tubuh pria
tersebut.
Air muka Yan Long Koen berubah hebat, jeritnya :
"Sungguh aneh, kenapa semua perempuan yang memiliki
kepandaian lihay di kolong langit telah berjumpa dengan diriku?"
Ia himpun segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya ke atas
lengan tunggal, tatkala dilihatnya telapak tangan Kiem In Eng yang
putih mulus sedang meluncur datang, diam-diam ia tertawa dingin,
pikirnya :
"Sebuah pukulan yang kuluncurkan paling sedikit mengandung
kekuatan hampir seribu kati beratnya, nona ini ternyata tak tahu diri
dan berani membabat tubuhku dengan gerakan keras lawan keras.
Hmm! Aku harus memberi sedikit pelajaran kepadanya agar dia tahu
diri..."

416
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ingatan tersebut dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, pria


itu segera tertawa dingin, mendadak dengan memperkuat hawa
pukulannya sebesar tiga bagian ia sodok telapak tangannya ke depan.
Bluuuum....
Suatu bentrokan yang sangat keras menimbulkan suara ledakan
yang menggeletar di atas permukaan bumi, pusaran angin pukulan
yang berpusing menggulung di angkasa menimbulkan suara
dengungan aneh yang memekikkan telinga, tubuh ke-dua orang itu
sama-sama tergetar keras dan masing-masing pihak mundur satu
langkah ke belakang.
Pada saat tubuh mereka berdua tergetar mundur ke belakang
itulah, ujung kain kerudung hitam yang menutupi wajah Kiem In Eng
mendadak tersingkap ke samping terhembus pusingan angin pukulan
yang maha hebat itu, selembar wajahnya yang cantik jelita terlintas
dalam pandangan Yan Long Koen hingga membuat pria itu kontan
berdiri tertegun.
"Manis... oooh! betapa cantiknya raut wajahmu..." bisiknya lirih.
Begitu mendengar Yan Long Koen memuji kecantikan wajah
lawannya, Siang Bong Jie Kiauw segera mengerti bahwa penyakit
anehnya kambuh kembali. Rasa cemburu, dengki dan iri yang
berkobar-kobar kontan muncul dalam hati ke-dua orang itu.
Air muka So Siauw Yan serta So Leng Yang dengan cepat
diselimuti napsu membunuh yang tebal, dengan gemas dan penuh rasa
mendongkol mereka melotot sekejap ke arah pria tersebut.
Terdengar So Leng Yan berseru tertahan, dengan suara yang
kukoay dan aneh katanya :
"Toako, rupanya sakit edanmu mulai kambuh kembali!"
"Toako!" So Siauw Yang pun ikut menimbrung dengan suara
manja. "Kalau penyakit anehmu kambuh kembali, kami dua
bersaudara akan membiarkan diri kami dipandang olehmu sampai
puas, tetapi kau jangan lupa akan pesan yang diberikan suhu kepada
kita..."

417
Saduran TJAN ID

Ucapan sambung menyambung yang diutarakan sepasang kakak


beradik itu cukup menunjukkan bagi siapa yang mendengar, bukan
saja perkataannya terlalu dibuat-buat bahkan kedengarannya jadi
aneh.
Tapi Yan Long Koen sama sekali tidak menggubris akan
perkataan mereka, seakan-akan tak mendengarnya sama sekali ia
hanya menatap wajah Kiem In Eng dengan termangu-mangu, di
antara kerlipan cahaya matanya yang tajam siapa pun dengan mudah
akan menemukan betapa kesemsem dan terpesonanya pria ini atas
wajah lawannya, sayang apa yang dilihat hanya terbatas dalam
sepintas lalu belaka.
Kiem In Eng sendiri pun merasakan hatinya bergolak keras
tatkala menyaksikan sikap lawannya yang begitu kesemsem, begitu
tergiur oleh kecantikan wajahnya, walaupun ia sudah tidak terhitung
muda usia tetapi baru untuk pertama kali ini dipandang oleh seorang
pria dengan cara begitu gamblang.
Hatinya jadi mendongkol dan lama kelamaan makin jadi gusar,
dengan seluruh badan gemetar keras makinya :
"Cisss! Manusia yang tak tahu malu..."
Yan Long Koen si pemuda tampan yang suka akan kecantikan ini
menghela napas panjang.
"Aku tidak lagi mengajak dirimu untuk bergebrak kembali,
harapanku hanyalah bisa menyaksikan wajahmu sekali lagi!"
"Huuuh, itu namanya mencari kematian bagi diri sendiri teriak
Kiem In Eng sambil tertawa dingin.
Dalam hati kecilnya ia merasa amat benci akan kekurangajaran
pria bercambang ini, karena itu serangannya tidak disertai dengan rasa
belas kasihan, totokan kilat yang dilancarkan langsung mengancam
jalan darah Chiet Kan di atas tubuh Yan Long Koen.
Desiran angin tajam meluncur ke depan, dalam sekejap mata
telah tiba di sasarannya.

418
IMAM TANPA BAYANGAN II

Yan Long Koen walaupun merupakan seorang pria yang gemar


menatap kecantikan wajah kaum wanita, tetapi kepandaian silat yang
dimilikinya benar-benar sangat lihay di luar dugaan siapa pun,
sepasang matanya sambil terus menatap wajah lawannya mendadak
sang badan melayang ke angkasa, bagaikan selembar daun kering
tahu-tahu sudah meloloskan diri dari serangan maut tersebut.
"Toako!" bentak So Leng Yang dengan keras, hawa pitamnya
semakin memuncak, "Tahukah kau saat ini adalah saat apa???
Janganlah kau mengumbar sakit syarafmu yang tidak genah itu di
tempat seperti ini."
Yan Long Koen gelengkan kepalanya.
"Kalian berdua berangkatlah lebih dahulu untuk mengejar budak
tadi aku cuma ingin menyaksikan raut wajahnya sekali lagi."
Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba dari balik
hutan belukar berkumandang datang suara jengekan serta tertawa
dingin yang tak sedap didengar, terlihatlah ketua dari perguruan Boo
Liang Tiong yaitu Go Kiam Lam dengan memimpin dua orang
manusia aneh berbaju merah yang seram bentuk wajahnya perlahan-
lahan munculkan diri di tempat itu.
Tanpa berpaling muka Yan Long Koen segera ulapkan
tangannya, ia meraung keras :
"Enyah, enyah dari sini, aku melarang siapa pun datang ke tempat
ini..."
Sepasang alis Go Kiam Lam kontan berkerut-kerut kencang,
tegurnya ketus :
"Siapakah kau? Mau apa kau berteriak-teriak macam setan
kesiangan di sini?"
Manusia aneh berjubah merah yang ada di sebelah kiri pun
menggetarkan ujung bajunya, bagaikan segumpal kapas ringan ia
meloncat ke depan dan melayang turun di sisi tubuh Yan Long Koen,
teriaknya sambil tertawa aneh :

419
Saduran TJAN ID

"Heeeeeh... heeeeh... heeeeh... manusia macam apakah kau?


Cepat sebutkan namamu!"

420
IMAM TANPA BAYANGAN II

JILID 18
RUPANYA sekilas pandangan yang samar tadi telah memberikan
pandangan yang mendalam dalam benak Yan Long Koen, tetapi
disebabkan pandangannya kurang sreg dan hanya sekilas pandang
saja, maka pria ini berusaha keras untuk mengulangi kembali
pandangannya.
Kiranya orang ini mempunyai suatu penyakit yang sangat aneh,
bukan saja kesukaannya adalah memandang wajah gadis yang cantik,
bahkan dia pun mempunyai kebiasaan untuk menilai setiap bagian
panca indra si gadis itu, sepertinya hidung yang terlalu mancung atau
pesek, bibir yang terlalu tipis atau pendek, pendek kata sebelum
memandang dan menilai sampai puas ia tetap akan merasa penasaran.
Kini dengan munculnya tubuh si manusia aneh berjubah merah
itu menghalangi pandangan matanya, lamunan yang sedang
terkumpul di dalam benaknya kontan jadi buyar.
Bisa dibayangkan betapa gusarnya pria itu, ia meraung keras dan
segera mengirim satu babatan kilat ke arah depan.
"Bajingan sialan, rupanya kau adalah anak jadah yang dipelihara
oleh cucu kura-kura," makinya kalang kabut.
Manusia aneh berjubah merah itu tertegun, ia tidak menyangka
kalau pihak lawannya langsung memaki dirinya dengan kata-kata
yang kotor, sebagai seorang jago Bu lim yang mempunyai kedudukan
tinggi tentu saja orang itu tak kuat menahan diri setelah dirinya dimaki
dengan ucapan sekotor itu, suara tertawa dingin berkumandang tiada
hentinya memecahkan kesunyian...

421
Saduran TJAN ID

"Kau sendiri yang anak jadah, kau sendiri yang dipelihara oleh
cucu kura-kura," bentaknya gusar, sorot matanya memancarkan
cahaya kilat. "Bajingan cilik! Kau berani mengucapkan kata-kata
sekotor itu terhadap diriku... Hmmm! Kalau aku si Telapak
Penghancur Mayat tidak hajar dirimu sampai hancur lebur, aku
bersumpah tidak akan kembali lagi ke gunung Hoa san..."
Ia tidak tahu kalau Yan Long Koen jadi naik pitam berhubung ia
telah menghalangi pandangan matanya serta membuyarkan
lamunannya, dalam perkiraan jagoan dari gunung Hoa-san ini pihak
lawan memang ada maksud menghina serta tidak pandang sebelah
mata terhadap dirinya, napsu membunuh seketika menyelimuti
seluruh wajahnya.
Tampaklah si Telapak Penghancur Mayat menggerakkan
bahunya meloloskan diri dari serangan telapak lawan, laksana kilat
dari tubuhnya ia cabut keluar sebilah pedang pendek yang aneh sekali
bentuknya, setelah digetarkan di tengah udara ia mengirim satu
babatan dahsyat ke depan...
Yan Long Koen meskipun sudah lama berdiam di wilayah See
Liang, tetapi banyak sekali nama jagoan terkenal di dalam dunia
persilatan yang dia ketahui, begitu mendengar bahwa pihak lawannya
adalah si Telapak Penghancur Mayat dari gunung Hoa-san, hatinya
tanpa terasa ikut terperanjat juga.
Segera teringatlah olehnya akan sepasang bersaudara she Sim
dari gunung Hoa-san, sang kakak Coei Si Chiu si Telapak Penghancur
Mayat Sim Hiong serta sang adik Liat Hwee Loen si Roda Kobaran
Api Sim Jiang, kedudukan ke-dua orang ini di dlm partai Hoa san
amat tinggi, dan mereka merupakan manusia-manusia aneh yang
paling sukar dilayani di dalam dunia persilatan...
Begitu menyaksikan senjata pedang lawan membabat tiba, ia
mendengus dingin, teriaknya :
"Hey, Telapak Penghancur Mayat di dalam tiga pukulan kilat aku
akan membinasakan dirimu!"

422
IMAM TANPA BAYANGAN II

Di dalam partai See Liang,ia termashur sebagai seorang jagoan


yang bertenaga raksasa, ditambah pula kepandaian silat yang
dipelajarinya teramat lihay maka ia semakin kosen lagi dibuatnya.
Apabila secara beruntun ia melancarkan tiga serangan kilat, maka
kendati seseorang yang terdiri dari baja yang kuat pun akan terhajar
hancur olehnya, semasih ada di wilayah See Liang dulu tak seorang
pun yang berani menerima sebuah pukulannya.
Kemudian ciangbunjien dari partai See Liang sendiri pun dihajar
sampai tergetar mundur oleh tiga buah pukulan berantainya hingga
disebut jago paling kosen di wilayah sana, kejadian ini cukup
membuktikan sampai di manakah kelihayan dari tenaga saktinya.
Demikianlah begitu ucapannya selesai diutarakan, sang badan
segera meloncat maju tiga langkah ke depan, kepalannya yang besar
secara beruntun mengirim tiga pukulan berantai, satu pukulan demi
satu pukulan dilancarkan lebih cepat, semuanya mengandung hawa
tekanan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Si Telapak Penghancur Mayat tidak tahu kalau kepandaian silat
yang dimiliki orang ini sangat lihay, mendengar pria itu sesumbar
dengan mengatakan bahwa ia akan dibunuh di dalam tiga jurus,
saking gusarnya manusia aneh itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Kalau kau bisa memukul aku sampai mati di dalam tiga jurus,
partai Hoa san akan kuserahkan kepadamu..." jeritnya.
Siapa tahu belum habis ucapannya diutarakan keluar, terasalah
desiran angin pukulan yang menderu laksana gempuran martil yang
dapat menghancurkan batu emas, meluncur datang dengan cepatnya
menelan ucapan selanjutnya yang belum sempat diutarakan keluar.
Blaaaam...! ledakan dahsyat segera bergeletar membelah seluruh
angkasa.
Si Telapak Penghancur Mayat yang semasa hidupnya sudah
sering kali menjumpai musuh tangguh belum pernah bertemu dengan
lawan selihay dan sehebat ini, ia segera merasakan darah panas di
dalam rongga dadanya bergolak keras, sambil memperdengarkan

423
Saduran TJAN ID

seruan kesakitan yang rendah dan berat darah segar menyembur


keluar dari mulutnya.
Buru-buru ia tekan rasa sesak itu ke dalam perut, sementara
tubuhnya harus mundur lima enam langkah ke belakang sebelum
sanggup berdiri tegak kembali.
"Ilmu kepandaian sesat apakah yang kau pergunakan?" teriaknya
dengan wajah kesakitan.
"Tidak sudi kuberitahukan kepadamu, pikirlah sendiri dengan
otak bebalmu itu..."
Si Telapak Penghancur Mayat Sim Hiong segera berpaling ke
arah saudaranya si Roda Kobaran Api Sim Jiang dan bisiknya :
"Jie te, aku telah terluka!"
"Hmmm! Hmmm! Tidak bakal modar kalau cuma terluka
sedikit," sahut Sim Jiang ketus. "Lagi pula kalau kau sampai mati aku
masih sanggup untuk membalaskan dendam bagimu. Sekarang ia
telah melukai dirimu, aku akan menarik balik modalmu..."
Kedua orang bersaudara ini merupakan saudara kembar yang
dilahirkan pada tahun, bulan serta hari yang sama dan watak mereka
pun sama dingin, ketus dan tiada perasaan apa pun, peduli
menghadapi persoalan apa pun di dalam pandangan mereka berdua
sama sekali tidak disertai dengan perasaan, semua tindakan dilakukan
sesuai dengan apa yang ia pikirkan di dalam hati.
Terlihatlah Liat Hwee Loen menggeserkan badannya ke depan,
lalu sambil melirik sekejap ke arah Yan Long Koen tegurnya gusar :
"Bajingan cilik, siapa namamu?"
"Hmmmm! Kau tidak berhak untuk mengetahuinya!"
Tabiat pria bercambang ini sungguh aneh luar biasa, sehabis
menjawab pertanyaan orang sinar matanya segera dicurahkan kembali
ke atas wajah Kiem In Eng dan terjerumus pula di dalam lamunannya,
terhadap peristiwa berdarah yang barusan berlangsung di mana ia
hajar si Telapak Penghancur Mayat hingga terluka seolah-olah sudah
terlupakan sama sekali.

424
IMAM TANPA BAYANGAN II

Si Roda Kobaran Api tertegun, sebelum ia sempat bertindak


untuk melancarkan serangan, ketua dari perguruan Boo Liang Tiong
Go Kiam Lam telah mengerlingkan matanya memberi tanda, diikuti
orang itu maju tiga langkah ke depan sambil menegur :
"Saudara, kau berani menerbitkan keonaran di tempat ini,
tahukah kau tempat apakah ini?"
Tapi Yan Long Koen sama sekali tidak ambil peduli akan
tegurannya itu, bahkan seakan-akan tidak mendengar ucapannya, ia
tetap tidak berpaling barang sekejappun.
Go Kiam Lam si ketua dari perguruan Boo Liang Tiong segera
tertawa dingin, sinar matanya perlahan-lahan menyapu sekejap
seluruh kalangan dan terakhir bertemu di atas wajah Kiem In Eng,
walaupun ia menaruh curiga terhadap asal usul perempuan ini tetapi
dia pun dibuat kebingungan dengan alasan apakah ternyata pria
bercambang itu bisa demikian kesemsen dan tergiur terhadap dirinya.
"Go heng, apa yang masih kau ragukan lagi," teriak si Roda
Kobaran Api dengan penuh kemarahan. "Coba kau lihat, ia sama
sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap kita orang..."
Sembari berkata ia segera melepaskan roda raksasa bergigi lima
yang tergantung di atas punggungnya, kemudian setelah memasang
kuda-kuda senjata roda itu diputar satu kali di tengah udara sehingga
menimbulkan suara nyaring yang aneh sekali.
So Leng Yan segera tertawa terkekeh-kekeh jengeknya :
"Hey, apakah kau pengin berkelahi? Mari... mari... siauw moay
akan melayani dirimu untuk bermain-main sebentar!"
Pada dasarnya ke-dua orang dara ayu pembuat impian dari
wilayah See Liang ini bukanlah termasuk gadis perawan yang alim,
asal mereka jumpai lawan yang berwajah tampan atau gagah, segala
perbuatan rendah apa pun bisa mereka lakukan.
Dan kini ketika dilihatnya perawakan tubuh si Roda Kobaran Api
sangat tinggi besar dan kekar berotot, segera timbullah ingatan cabul
dalam benaknya.

425
Saduran TJAN ID

Sambil maju ke depan mengirim satu pukulan ke udara kosong,


biji matanya berputar-putar melemparkan satu kerlingan maut ke arah
manusia aneh berjubah merah itu.
Terkena kerlingan tersebut kontan si Roda Kobaran Api Sim
Jiang merasakan jantungnya berdebar keras, ia merasa agak tidak
tahan menghadapi godaan seperti itu.
Haruslah diketahui si Roda Kobaran Api ini meskipun di luaran
nampak dingin dan tiada berperasaan padahal dalam hati kecilnya
paling tidak tahan menghadapi godaan, maka senjata rodanya segera
digetarkan, dengan jurus 'Ngo Loen cia Sian' atau Lima Roda Muncul
Secara Mendadak langsung menotok ke atas dada So Leng Yan.
Merasakan datangnya ancaman, bukannya menghindar So Leng
Yan justru malah membusungkan dadanya ke depan, dengan sepasang
gundukan dagingnya yang besar bulat ia terima datangnya totokan
tadi sambil menjengek :
"Apakah kau tega untuk melukai diriku?"
Sim Jiang yang sudah terpikat oleh kecabulan serta kebinalan
gadis itu kontan jadi terperanjat, buru-buru ia tarik kembali senjata
rodanya dan mundur dua langkah ke belakang, ujarnya setengah
berbisik :
"Lebih baik kau menyingkir saja dari sini, aku tidak ingin
melukai dirimu!"
Mimpi pun si Roda Kobaran Api Sim Jiang tak pernah
menyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki ke-dua orang dara
ayu itu sebenarnya jauh lebih dahsyat dari kepandaian dua bersaudara
Sim dari Hoa san pay, karena menyaksikan gerak-gerik lawannya
yang menggiurkan hati, ia jadi benar-benar tidak tega untuk turun
tangan.
Criiing...! Criiing...! Criiing...!
Tiga rentetan irama khiem berkumandang memenuhi seluruh
angkasa, semua jago lihay yang hadir di tengah kalangan saat itu
seketika merasakan jantungnya berdebar keras.

426
IMAM TANPA BAYANGAN II

Terdengar Yan Long Koen meraung keras kemudian secara


beruntun mundur dua langkah ke belakang.
"Kau... kau adalah..."
Seolah-olah pria bercambang ini telah berjumpa dengan suatu
kejadian yang mengejutkan serta menakutkan hatinya, sehingga kata-
kata selanjutnya tidak sanggup diteruskan, dengan mata terbelalak
dan mulut melongo orang itu berdiri menjublak di tempat semula.
Dengan wajah dingin ketus dan membopong khiem antiknya
perlahan-lahan Kiem In Eng menggeserkan tubuhnya.
"Aku minta kalian semua segera enyah dari sini," serunya ketus.
"Kalau tidak maka kamu semua akan mati konyol di tengah
permainan irama hatiku yang sadis..."

Bagian 23
AIR MUKA GO KIAM LAM berubah hebat, sambil maju ke depan
ujarnya :
"Nona, tolong pinjamkan sebentar khiem mestika itu kepadaku!"
"Hmmmm! Kau termasuk manusia jenis apa? Berani betul
mengajukan permintaan sesumbar itu."
Sekilas wajah yang menyeramkan berkelebat menghiasi wajah
Go Kiam Lam, sambil menyeringai seram katanya dengan penuh
kebencian :
"Kau jangan anggap di kolong langit tiada seorang manusia pun
yang kenali khiem antik di dalam boponganmu itu adalah Khiem
Maut tujuh perasaan. Hmmm...! Aku Go Kiam Lam sudah lama
mencari khiem tersebut, aku harap kau sedikit tahu diri dan segera
menyerahkan kepadaku..."
"Aku suruh kalian segera enyah dari sini, sudah didengar belum?"
hardik Kiem In Eng semakin gusar.
"Hmmm...! Tidak akan segampang itu," jengek Go Kiam Lam
sambil tertawa dingin.

427
Saduran TJAN ID

Tiba-tiba... terdengar suara bentakan nyaring berkumandang


datang dari balik kegelapan.
"Siapa yang bilang tidak akan segampang itu?"
Terlihat sesosok bayangan manusia laksana suka gentayangan
menubruk datang dengan gerakan yang sangat cepat, ke-lima jari
tangannya laksana cakar setan langsung mencengkeram tubuh Go
Kiam Lam, kemudian mengangkatnya ke tengah udara dan
dilemparkan keluar dari hutan tersebut.
"Braaaak...!" dari balik hutan terdengar suara bantingan keras
bergema memecahkan kesunyian disusul suara rintihan kesakitan.
Gerakan tubuh orang itu tidak berhenti sampai di situ saja, selesai
melemparkan tubuh Go Kiam Lam ia tubruk pula tubuh si Roda
Kobaran Api Sim Jiang dengan ganas.
"Bangsat, kau belum juga mau enyah dari sini?" bentaknya.
Dengan gerakan laksana kilat, jari tangannya meluncur keluar
bagaikan hembusan angin puyuh, dalam sekejap mata tubuh si Roda
Kobaran Api serta si Telapak Penghancur Mayat telah terlempar
semua keluar dari kalangan.
Gerakan tubuhnya bukan saja cepat, tepat dan cekatan, bahkan
sungguh berada di luar dugaan siapa pun.
Kehadiran orang ini di tengah kalangan dilakukan sangat
mendadak, gerakan tubuhnya pun cepat dan lihay, kontan membuat
hati semua orang yang hadir di situ jadi terkesiap dan bergetar keras.
Dalam pada itu setelah berhasil melemparkan tubuh ke-tiga orang
jago lihay itu keluar dari hutan, mendadak tubuhnya merandek
sejenak dan tidak meneruskan serangannya lagi.
Kiem In Eng menggunakan kesempatan tersebut memperhatikan
sekejap potongan badan orang ini, tampaklah dia adalah seorang
manusia yang sangat aneh, wajahnya memakai selembar topeng
manusia tertawa yang nampak amat lucu, kecuali sepasang matanya
yang tajam bercahaya terang di tangannya memegang sebuah kipas
besar yang telah usang.

428
IMAM TANPA BAYANGAN II

Yan Long Koen rada tertegun beberapa saat lamanya, kemudian


tegurnya sambil tertawa :
"Hey! Kau datang dari mana?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... " manusia aneh itu goyangkan
kipasnya dan tertawa terbahak-bahak. "eeei setan perempuan, apakah
kau pun pengin kulempar keluar dari tempat ini?"
Yan Long Koen segera mengerutkan sepasang alisnya.
"Saudara, kalau kau ingin menjual lagak di hadapanku, maka
perbuatanmu itu benar-benar merupakan suatu tindakan yang tak tahu
diri..."
Manusia aneh itu tidak mengucapkan sepatah kata pun,
mendadak ia loncat ke depan dan menghampiri sebuah batu cadas
besar yang terdapat di situ, tangannya perlahan-lahan dibabat ke arah
bawah, segera terlihatlah batu karang yang amat keras itu seolah-olah
sebuah tahu ternyata terpotong-potong jadi beberapa bagian dengan
ratanya.
Gerakan tersebut dilakukan amat cepat, tahu-tahu manusia aneh
tadi telah menyelesaikan pekerjaannya dan meloncat balik ke hadapan
Yan Long Koen, jengeknya dengan nada kurang senang :
"Sekarang katakanlah terus terang kau sendiri yang tidak tahu diri
ataukah aku yang tak tahu diri?"
Sungguh dahsyat kepandaian silat yang didemonstrasikan orang
itu, kontan Yan Long Koen tarik napas dalam-dalam, ia merasa bahwa
ilmu silat yang dimiliki orang itu terlalu ampuh dan sakti, sadarlah
pria bercambang ini bahwa kepandaian silatnya masih belum sanggup
untuk menandingi orang itu.
Pembicaraan belum sampai dilanjutkan, mendadak terlihatlah Go
Kiam Lam serta si Roda Kobaran Api dengan kalap telah menubruk
datang lagi, sedangkan si Telapak Penghancur Mayat duduk bersila di
atas tanah untuk menyembuhkan luka dalamnya.
Terdengarlah manusia she Go itu dengan wajah hijau membesi,
teriaknya penuh kemarahan :

429
Saduran TJAN ID

"Antara aku dengan dirimu tak pernah terikat dendam


permusuhan maupun sakit hati, mengapa kau menghina dan
mempermalukan diri cayhe..."
Manusia aneh itu mendengus dingin.
"Selama aku masih berada di sini, siapa pun dilarang bersikap
kurang ajar atau pun kurang sopan terhadap dirinya..."
Sembari berkata ia segera menuding ke arah Kiem In Eng.
Kiem In Eng yang ditunjuk jadi melengak dan tidak habis
mengerti, ia merasa tak pernah kenal dengan seorang tokoh Bu lim
yang memiliki ilmu silat sedemikian lihaynya, tanpa sadar pikirannya
telah terjerumus dalam lamunan, dengan gunakan segenap daya
ingatannya ia berusaha mencari tahu asal usul orang itu.
Dalam pada itu air muka Go Kiam Lam telah berubah jadi dingin
dan kaku.
"Hmmm! Apakah saudara ingin mengandalkan sepatah dua patah
kata itu hendak menggertak kami sekalian?" katanya.
"Tidak berani, tidak berani!" sahut manusia aneh itu berulang
kali, perlahan-lahan ia menggeserkan badannya menghampiri sang
ketua dari perguruan Boo Liang Tiong itu.
Berhubung Go Kiam Lam sudah tahu sampai di manakah taraf
kelihayan lawannya, ia jadi jeri dan gentar tatkala dilihatnya pihak
lawan mendekati ke arahnya, tanpa sadar ia mundur beberapa langkah
ke belakang dan memandang ke arah orang itu dengan sorot mata
ketakutan.
Manusia aneh itu tertawa menghina.
"Huuuuh! Kalau kau masih kepengin menjajal kepandaian
silatku, mari... mari... tiada halangannya bagimu untuk mencoba!"
Go Kiam Lam bukanlah seorang manusia yang tolol dan tak
punya pikiran, setelah mengalami kerugian besar di tangan orang dari
dasar hati kecilnya telah timbul perasaan jeri yang tak terhingga, ia
sadar bahwa dirinya pasti akan kalah lagi andaikata melancarkan
serangan ke arahnya.

430
IMAM TANPA BAYANGAN II

Oleh sebab itu setelah ragu-ragu sesaat akhirnya ketua dari


perguruan Boo Liang Tiong ini mengambil keputusan untuk
sementara menghindari bentrokan langsung dengan orang itu.
"Hmmm, kita lihat saja nanti!" serunya dengan gemas.
Habis berkata ia segera berlalu dari situ diikuti si Roda Kobaran
Api yang memayang kakaknya si Telapak Penghancur Mayat.
Suara seruling yang lirih kian lama kian menjauh dan akhirnya
sirap, jelas ia telah menarik kembali seluruh anak murid perguruan
Boo Liang Tiong yang telah mengepung rapat-rapat sekeliling hutan
itu.
Mendadak... bayangan manusia berkelebat lewat, Wie Chin
Siang munculkan diri dari tengah hutan.
Sepasang dara ayu pembuat impian dari See Liang menyaksikan
hal itu air muka mereka segera berubah hebat, satu ingatan dengan
cepat berkelebat di dalam benak mereka.
"Toako!" terdengar So Leng Yan berteriak keras. "Apa yang
harus kita nantikan lagi di sini?"
Yan Long Koen berpaling, tatkala menyaksikan di tempat itu
muncul pula seorang gadis muda yang cantik jelita, tanpa terasa
penyakit anehnya kambuh kembali, ia menelan air liur dan bertanya :
"Leng Yan, apakah kau maksudkan gadis ini?"
"Sedikit pun tidak salah," sahut So Leng Yan sambil tertawa
ringan. "Tua bangka itu telah menyerahkan benda tersebut
kepadanya..."
Yan Long Koen tertawa terbahak-bahak, ia segera menyingkap
ujung jubahnya dan meloncat ke depan.
Siapa tahu baru saja badannya bergerak, tiba-tiba manusia aneh
itu telah munculkan diri di hadapannya dan menghadang jalan
perginya. Hal ini membuat pria bercambang itu jadi amat terperanjat.
"Hey, apa yang kau inginkan?" teriaknya penuh kemarahan.
Dengan sorot mata yang tajam manusia aneh itu menatap sekejap
ke arahnya, kemudian sahutnya dengan suara dingin :

431
Saduran TJAN ID

"Cepat enyah dari sini! Beritahu kepada suhumu, janganlah


sekali-kali ia punya pikiran untuk mendapatkan pil mujarab Som Wan
berusia seribu tahun itu."
"Siapakah sebenarnya dirimu?" seru So Siauw Yan tidak puas,
"sekembalinya dari sini kami harus memberikan suatu
pertanggungjawaban kepada guru kami..."
"Heeeh... heeeh... heeeh... " manusia aneh itu tertawa dingin.
"Asalkan kau sebutkan potongan wajahku, maka gurumu segera akan
mengerti..."
Sepasang gadis cantik pembuat impian dari wilayah See Liang ini
pun tahu bahwa manusia aneh tersebut bukanlah seorang manusia
yang gampang dilayani, dengan penuh kebencian mereka melirik
sekejap ke arahnya kemudian sambil menarik tangan Yan Long Koen
buru-buru mengundurkan dari situ.
Malam yang gelap terasa amat sunyi, segulung angin dingin
berhembus lewat membuyarkan rambut Wie Chin Siang yang terurai
ke bawah, perlahan-lahan ia benahi rambutnya yang kusut dan melirik
sekejap ke arah gurunya Kiem In Eng, lalu menghela napas dalam-
dalam.
Kiem In Eng sendiri dengan ringan menyentil tali senar khiem-
nya hingga mengalukan irama yang memecahkan kesunyian di tengah
malam itu, kemudian ia mendongak dan memandang ke arah
muridnya dengan sorot mata yang halus dan lembut, ujarnya lirik :
"Nak, mau apa kau datang kemari? Sebelum daya kerja obat itu
menunjukkan reaksinya, kau harus melindungi keselamatan mereka,
hati-hati kalau ada orang yang turun tangan melukai mereka di kala
kau sedang berada di sini..."
"Karena aku dengar suara ribut-ribut di tempat luaran maka aku
datang kemari untuk menengok apa yang terjadi," sahut Wie Chin
Siang dengan nada sedih. "Suhu benarkah obat Som Wan berusia
seribu tahun itu mempunyai khasiat yang hebat, mengapa hingga kini
Pek In Hoei belum sadar juga dari pingsannya..."

432
IMAM TANPA BAYANGAN II

Kiem In Eng adalah seorang perempuan yang sangat memahami


perasaan hati sepasang muda mudi yang sedang berkasih-kasihan,
terutama seorang gadis muda apabila ia telah mencintai seseorang
maka ia akan menerima kasih sayang pihak lawannya dengan segenap
jiwa dan raganya, andaikata pihak lawannya menderita luka atau tidak
senang hati, maka rasa kuatir, cemas, gelisah serta perhatian yang
diperlihatkan seringkali jauh melebihi perhatiannya terhadap diri
sendiri.
Terdengar Kiem In Eng tertawa ringan dan menjawab :
"Luka dalam yang ia derita terlalu parah, penyakit semacam ini
tidak akan sembuh di dalam waktu yang singkat! Nak! Kau tak usah
terlalu sedih atau pun murung, percayalah obat mujarab yang dimiliki
si Tangan Sakti Berbaju Biru merupakan salah satu obat mujarab yang
paling hebat di antara ke-lima jenis obat lainnya di kolong langit..."
"Kalau memang begitu aku pun jadi lega, asal ia tidak ada apa-
apa aku pun bisa tenang..."
Seperti seorang bocah kecil saja, setelah mendengar bahwa luka
dalam yang diderita Pek In Hoei segera akan sembuh kembali, gadis
ini jadi kegirangan setengah mati, kemurungan serta kesedihan yang
terlintas di atas wajahnya tadi bagaikan terhembus angin kencang
seketika lenyap tak berbekas, gadis itu pulih kembali dalam
kelincahan serta kegembiraannya, sambil tersenyum ia pun berlalu
dari situ.
Menanti bayangan punggung Wie Chin Siang sudah lenyap dari
pandangan, Kiem In Eng baru alihkan kembali sinar matanya ke arah
manusia aneh itu.
Ditatapnya wajah orang itu dengan sinar mata dingin, lalu
tegurnya dengan suara berat :
"Mau apa kau datang kemari!"
"Aaaaa! Kau sudah tahu siapakah aku?" seru manusia aneh itu
dengan perasaan hati yang bergolak.

433
Saduran TJAN ID

"Hmmm! Kau anggap aku tak dapat mengenali kembali dirimu?


Sekalipun kau telah menutupi selembar wajahmu dengan topeng kulit
manusia, tetapi nada suaramu sama sekali tidak berubah, setelah
kuperhatikan dengan seksama tidak sulit bagiku untuk menduganya!"
"Aaaai...!" tiba-tiba manusia aneh itu menghela napas dalam-
dalam... "In Eng! Benarkah kau tak pernah melupakan diriku?"
Seolah-olah dia mempunyai perasaan hati yang sukar diutarakan
keluar dengan kata-kata, saking goncangnya perasaan hati sepasang
matanya bagaikan orang kebingungan memandang ke angkasa tanpa
berkedip, setitik air mata mengembang di atas kelopak matanya...
"Hmmm! Aku telah melupakan dirimu," jawab Kiem In Eng
dengan nada yang amat tegas. "Sejak dari dulu aku telah melupakan
dirimu, dalam hati kecilku sudah tiada dirimu lagi, bagaikan barang-
barang yang telah mati aku tidak menaruh kenangan atau pun rasa
rindu terhadap dirimu lagi, aku tak pernah memikirkan tentang kau..."
"Tidak!" jerit manusia aneh itu dengan penuh penderitaan batin.
"In Eng, kau tidak akan melupakan diriku, selamanya... yaaah
selamanya... kau tak akan..."
Tapi dengan cepat Kiem In Eng telah gelengkan kepalanya.
"Aku memang tak dapat melupakan dirimu, tapi yang tak dapat
kulupakan adalah penderitaan serta siksaan yang telah kau tambatkan
kepadaku, penderitaan batin yang luar biasa itu telah menghapus
seluruh hidupku, membuat diriku hampir saja tak punya semangat
serta keberanian untuk melanjutkan hidupku."
Ia tak berani mengenangkan kembali peristiwa yang paling
menyedihkan bagi hidupnya, ia tak berani mengenang pula semua
kejadian sedih yang pernah menimpa dirinya.Bagi seorang gadis
dengan pengalaman pahit yang serba getir, pikiran serta perasaannya
hanya kosong... hampa belaka.
Selama banyak tahun, seluruh harapan yang timbul dalam hati
kecilnya telah ditumpukkan semua ke atas bahu Wie Chin Siang,
hanya gadis yang menyenangkan dan lincah ini saja yang dapat

434
IMAM TANPA BAYANGAN II

mendatangkan perasaan gembira bagi dirinya, tetapi di balik


kegembiraan tersebut siapa pun tidak tahu bahwa ia telah
merahasiakan banyak persoalan yang tak ingin diketahui oleh siapa
pun.
Dalam pada itu si manusia aneh tersebut pun mulai bungkam,
mulai murung dan kesal, apa yang bisa ia katakan pada saat ini?
Semua harapan yang dihimpun dan dikumpulkan selama ini kian
lama kian bertambah suram, bagaikan asap yang mengumpul di udara
saja, sedikit terhembus angin segera buyar dan lenyap tak berbekas,
sepanjang masa tidak mungkin bisa berkumpul kembali.
Dengan perasaan yang amat sedih ia menghela napas panjang.
"In Eng, apakah kau masih tetap kukuh... kukuh pada
pendirianmu?..."
"Hmmm! Kalau kau ingin aku tunduk di bawah telapak kakimu...
heeeh... heeeh... tunggu sajalah sampai matahari bisa terbit dari
sebelah barat..."
Rupanya manusia aneh itu dibuat tertegun oleh ucapan yang
terakhir ini, lama sekali ia termenung kemudian baru menjawab :
"In Eng, aku tidak bermaksud demikian, aku hanya berharap agar
kau suka memandang di atas wajah anak kita berilah kesempatan bagi
kami untuk berkumpul kembali, bagaikan rembulan di tengah mega
suatu saat pasti bulat dan purnama..."
Kiem In Eng menghela napas lirih dan gelengkan kepalanya.
"Kesemuanya itu sudah terlambat, perjumpaan di antara kita
adalah suatu kesalahan yang amat besar, seandainya bukan
disebabkan Siang jie, aku percaya bahwa kau tidak akan menemukan
diriku, tetapi walaupun begitu aku tak pernah menyangka kalau
kedatanganmu bisa sedemikian cepatnya... kehadiranmu sungguh
berada di luar dugaanku..."
Saking sedih dan terharunya tanpa sadar si manusia aneh itu
mengucurkan air matanya, ia tertunduk lemas.

435
Saduran TJAN ID

"In Eng, selama ini aku selalu mengikuti di belakang Siang jie,
semua peristiwa yang terjadi di tempat ini telah kuketahui semua, In
Eng! Aku mengakui bahwa dahulu aku terlalu berkeras kepala, tapi
sekarang... sekarang..."
"Tak usah banyak bicara lagi!" tukas Kiem In Eng sambil
mengulapkan tangannya.
"Cepatlah pergi dari sini, aku tidak ingin mendengar kau
mengungkap kembali peristiwa sudah lewat..."
Perlahan-lahan si manusia aneh itu melepaskan topeng yang
menutupi wajahnya, dia bukan lain adalah si Tangan Sakti Berbaju
Biru.
Dengan wajah yang lesu, murung dan teramat sedih ia maju
beberapa langkah ke depan, sambil mengeluarkan sepasang
tangannya ke depan ia berharap :
"In Eng, marilah kita rujuk kembali... marilah kita berkumpul
kembali dan hidup dengan kebahagiaan bersama anak-anak kita..."
Kiem In Eng memandang sinis lalu menggeleng dengan wajah
dingin, sikapnya begitu tegas dan pendiriannya begitu kukuh
membuat si Tangan Sakti Berbaju Biru semakin sedih.
Ia mulai putus asa dan kecewa, hatinya terasa amat terluka hingga
tak tahan ia mendongak dan tertawa keras.
"In Eng!" ujarnya kemudian. "Sekali pun kau tidak ingin rujuk
kembali dengan diriku, tetapi bagaimana pun juga kau tidak
seharusnya mengelabui anakmu sehingga ayah sendiri pun tidak
kenal..."
Mendengar perkataan itu hawa pitam Kiem In Eng segera
berkobar.
"Mempunyai seorang ayah yang tidak bertanggung jawab seperti
kau sama halnya dengan tidak punya ayah, kini Siang jie sedang
gembira dan hidup dalam keadaan yang baik, aku harap kau jangan
mengacaukan pikirannya lagi, dalam bayangannya ia mempunyai

436
IMAM TANPA BAYANGAN II

seorang ayah yang bagus dan sempurna dalam segala hal, sedang
kau... Hmmm! Aku ogah untuk membicarakan tentang dirimu..."
Mimpi pun si Tangan Sakti Berbaju Biru tak pernah menyangka
kalau Kiem In Eng bisa memaki dirinya dengan begitu tak kenal
perasaan, membuat sekujur badannya gemetar keras, titik keringat
dingin mulai membasahi jidatnya.
"In Eng, masa kau pun melarang aku untuk berjumpa muka
dengan darah dagingku sendiri..." rintihnya dengan penuh
penderitaan.
"Hmmm! Kalau aku tetap melarang kau mau apa?" makin lama
suara dari perempuan itu semakin dingin dan ketus.
Sekali lagi si Tangan Sakti Berbaju Biru tertegun, ia tak pernah
mengira Kiem In Eng bisa sedemikian cepatnya berubah sikap
terhadap dirinya, ia jadi jengah, kikuk dan serba salah. Dalam keadaan
begitu pria berbaju biru ini tidak mengerti, apa yang harus dilakukan.
Di saat yang amat kritis itulah mendadak ia temukan putranya si
Jago Pedang Bertangan Sakti secara diam-diam sedang menyusup
keluar dari balik hutan belantara.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, ia
segera berteriak :
"Meh Ing, cepat datang kemari menjumpai ibumu..."
Si Jago Pedang Bertangan Sakti Meh Ing yang telah mengetahui
persoalan antara ayah dan ibunya, mendengar panggilan tersebut
buru-buru munculkan diri dari tempat kegelapan dan jatuhkan diri
berlutut di hadapan perempuan itu.
"Ibu!" panggilnya dengan suara gemetar, air mata tanpa terasa
jatuh berlinang membasahi pipinya.
Panggilan yang begitu mesra, begitu lembut seketika
menghancurkan hati Kiem In Eng, ia merasakan dadanya seperti
digodam dengan martil besar membuat tubuhnya tak tahan dan
mundur dua langkah ke belakang dengan sempoyongan, kelopak
matanya segera menjadi kabur tertutup oleh air mata.

437
Saduran TJAN ID

Sambil menuding ke arah si anak muda itu, bisiknya lirih :


"Kau... kau adalah Ing..."
Tapi dengan cepat satu ingatan berkelebat di dalam benaknya, ia
jadi nekad dan serunya dengan suara tajam :
"Aku bukan ibumu, kau keliru..."
Walaupun hanya beberapa patah kata yang biasa tanpa keanehan
apa pun, tetapi kata-kata yang meluncur keluar dari mulutnya ini
cukup memilukan hatinya sehingga hampir saja perempuan itu jatuh
tak sadarkan diri saking pedih hatinya.
Buru-buru ia putar badannya membelakangi si anak muda itu,
agar air mata yang jatuh bercucuran membasahi pipinya tidak sampai
terlihat oleh mereka...
Kenangan pahit masa lampau dengan cepat berkelebat kembali di
dalam benaknya, ia teringat kembali bagaimanakah si Tangan Sakti
Berbaju Biru telah memperkosa dirinya dengan cara serta siasat yang
paling rendah dan kotor setelah usahanya untuk mendapatkan dirinya
gagal, perasaan benci dan dendam seketika berkobar kembali di dalam
dadanya.
Atas hasil perkosaan yang sadis dan brutal itu, selama sembilan
bulan ia telah mengandung sepasang bayi kembar yakni Wie Chin
Siang serta si Jago Pedang Bertangan Sakti, tetapi ia masih amat
mendendam dan membenci akan kebejatan moral serta kelicikan
perbuatan si Tangan Sakti Berbaju Biru, maka suatu malam secara
diam-diam ia membawa Wie Chin Siang dan meninggalkan lelaki itu
beserta anak lelakinya, selama banyak tahun ia bersembunyi di tengah
hutan yang lebat dan terpencil...
Sementara si Tangan Sakti Berbaju Biru dari sedihnya telah
berubah jadi dongkol dan gusar setelah menyaksikan perempuan she
Kim itu tidak mau mengakui anaknya sendiri.
Ia tertawa keras kemudian berseru :
"Kau benar-benar tidak berperikemanusiaan. Hmm! Sejak kecil
Ing jie tak pernah mendapat kasih sayang dari ibunya, siang malam ia

438
IMAM TANPA BAYANGAN II

menangis dan memanggil-manggil ibunya, tapi sekarang terhadap


anak sendiri pun kau tidak mau mengakui..."
"Apa kau bilang?" tiba-tiba Kiem In Eng meloncat maju ke depan
dan berteriak penuh kemarahan. "Kalau kau tidak mau pergi lagi dari
sini, jangan salahkan kalau aku segera akan turun tangan terhadap
dirimu!"
Kepedihan serta kesedihan yang berkecamuk dalam hatinya saat
ini sukar dilukiskan dengan kata-kata, di dalam gusarnya semua rasa
dongkol dan amarah dilampiaskan ke atas si Tangan Sakti Berbaju
Biru.
Telapak tangannya berkelebat ke depan laksana kilat, diiringi
hawa pukulan yang maha dahsyat ia hajar tubuh lelaki itu.
Dengan cepat si Tangan Sakti Berbaju Biru geserkan badannya
ke samping, lalu teriaknya keras-keras :
"Seandainya kau tidak mau pergi bersama aku, aku serta Ing jie
akan mati bersama disini..."
Pada saat ini Kiem In Eng telah mengambil keputusan untuk
merahasiakan kejadian pada malam ini terhadap Wie Chin Siang, ia
tidak ingin di dalam hati putrinya yang masih suci bersih ternoda oleh
bayangan hitam tersebut, ia merasa pada usia seperti ini Wie Chin
Siang sedang membutuhkan perkembangan yang segar dan harmonis,
ia tak mau merusak hatinya dan membuat ia jadi sedih karena
peristiwa yang amat memalukan itu...
Sementara itu si Jago Pedang Bertangan Sakti yang melihat Kiem
In Eng melancarkan satu serangan ke arah tubuh ayahnya, ia jadi amat
cemas, buru-buru badannya mencelat ke udara dan melayang turun di
antara tubuh ke-dua orang itu, teriaknya keras-keras :
"Kalian jangan bertarung lagi!"
Kiem In Eng sendiri walaupun dalam hatinya amat membenci si
Tangan Sakti Berbaju Biru, tetapi ia merasa tidak tega untuk melukai
putranya sendiri, melihat si anak muda itu menghadang di hadapannya

439
Saduran TJAN ID

dengan cepat serangan yang telah dilancarkan itu ditarik kembali dan
melompat mundur ke samping, serunya ketus :
"Kau cepatlah berlalu dari sini bersama ayahmu, aku tidak ingin
berjumpa dengan dirimu..."
Si Jago Pedang Bertangan Sakti tidak menjawab, sambil
membesut air matanya yang mengucur keluar tiba, ia mengirim satu
cengkeraman ke atas wajah Kiem In Eng, berusaha untuk melepaskan
kain kerudung hitam itu.
Serangan ini dilancarkan amat cepat dan di luar dugaan siapa pun,
Kiem In Eng jadi teramat gusar, sambil membentak ia meloncat ke
samping untuk menghindar.
"Apa yang hendak kau lakukan?" hardiknya dengan air mata
bercucuran.
"Aku ingin melihat bagaimanakah raut wajah ibuku, aku ingin
lihat mengapa ia berhati kejam hingga terhadap putra kandungnya
sendiri pun tak mau mengakui. Sekarang kau tidak mau diriku, itu
berarti dalam hatimu sudah tiada pikiran terhadap putra kandungmu...
Ooooh, selama banyak tahun aku ingin berjumpa dengan ibuku,
sungguh tak nyana dia ternyata adalah seorang perempuan yang tidak
berperasaan..."
Haruslah diketahui bagi seorang bocah yang semenjak kecilnya
tidak beribu, seringkali ia membayangkan ibunya sebagai seorang
yang ramah, penuh kasih sayang dan patut dihormati, demikian pula
halnya dengan si Jago Pedang Bertangan Sakti ini, sejak kecilnya ia
telah membayangkan ibunya sebagai seorang perempuan yang agung
dan mencintai putra putrinya.
Tetapi setelah kedua belah pihak saling berjumpa muka,
bayangan indah yang telah dihimpunnya sejak dulu seketika hancur
berkeping-keping, ia tidak mendapatkan apa yang pernah
dibayangkan semasa kecilnya dulu...
"Ooooh...!" Kiem In Eng berseru tertahan, dengan gemetar
tubuhnya mundur sempoyongan, ia berusaha mempertahankan diri,

440
IMAM TANPA BAYANGAN II

berusaha mengeraskan hatinya agar rasa sedih yang bergelora di


dalam dadanya tidak sampai tercermin keluar.
Tetapi setelah ia mendengar jeritan batin dari putranya, sang hati
yang mulai tenang bergetar kembali dengan kerasnya, pandangan
mata segera berkunang-kunang, kepalanya pusing tujuh keliling dan
dadanya seperti dihantam dengan martil besar, hampir saja dia roboh
terjengkang ke atas tanah.
"Kau..." jeritnya lengking.
"Aku adalah putra kandungmu," ujar si Jago Pedang Bertangan
Sakti kembali dengan suara yang memilukan hati. "Tetapi tak sehari
pun kau pernah memelihara diriku, tak sedikit pun kau pernah
menyayangi diriku. Ooooh, ibu, tahu kau bahwa pepatah kuno
mengatakan : Menghormati ayah bagaikan langit, berbakti kepada ibu
bagaikan bumi, tetapi kau... kau tidak memiliki..."
"Plooook!" saking tak tahannya menerima sindiran tajam dan
pedas dari putranya, Kiem In Eng telah melayangkan sebuah
tamparan yang amat keras ke atas wajah si anak muda itu.
Air muka si Jago Pedang Bertangan Sakti berubah hebat, kali ini
wajah berubah semakin pucat pias bagaikan mayat.
Lima jalur bekas jari yang berwarna merah dan berubah
membengkak tertera jelas di atas pipinya yang pucat, si anak muda itu
melengak lalu gumamnya lirih :
"Ibu, inikah kasih sayang yang kau berikan kepada putra
kandungmu?..."
"Uuuuwah... " Kiem In Eng yang keras hati dan perkasa kali ini
tak dapat menahan goncangan batin yang dihadapinya, dengan penuh
kesedihan ia menangis tersedu.
"Ooooh... ! anakku... anakku..."
Dia adalah seorang perempuan, hanya perempuanlah yang tahu
bagaimana menyayangi serta mengasihi putranya, ia mempunyai
kasih sayang seorang ibu tetapi perempuan itu tak berani
memperlihatkannya, sebab ia tak ingin kehilangan satu-satunya putri

441
Saduran TJAN ID

yang ia cintai, ia takut suatu saat Wie Chin Siang mengetahui akan
rahasia ini dan melukai hatinya, mungkin peristiwa itu akan
mencelakai seluruh kehidupannya...
"Ibu!" terdengar Jago Pedang Bertangan Sakti merengek dengan
penuh kepiluan hati. "Ikutilah ayah dan mari kita pulang ke rumah..."
Sebenarnya Kiem In Eng berhati penuh welas asih dan halus
perasaannya, tetapi ia tak mau memaafkan si Tangan Sakti Berbaju
Biru yang rendah serta terkutuk itu, benaknya terasa kosong...
hampa... kehampaan itulah membuat ia jadi bergidik dan merasa
takut.
Akhirnya perempuan itu menghela napas panjang, perlahan-
lahan putar badan dan berlalu.
"Ibu!" jerit si Jago Pedang Bertangan Sakti sambil memburu ke
depan.
"Sudahlah, kau tak usah banyak bicara lagi, lupakanlah diriku...
anggaplah kau tidak punya ibu..."
"Tidak! Aku tak dapat melupakan dirimu, aku adalah darah
dagingmu... aku adalah anakmu yang kau kandung selama sembilan
bulan lebih sepuluh hari," jerit si anak muda itu keras-keras. "Aku tak
bisa hidup tanpa kau... Oooooh! Ibu.... aku minta... janganlah kau
berkeras hati... kembalilah kepada ayah... dan mari kita hidup bersama
dengan penuh keharmonisan..."
Saking tak tahan menguasai emosi yang mempengaruhi jiwa serta
pikirannya, pemuda itu memburu ke depan dan mencekal tangan
Kiem In Eng kencang-kencang lalu ditarik ke belakang.
Pada saat masing-masing pihak saling menarik dan saling
membetot itulah tiba-tiba Wie Chin Siang munculkan diri di tempat
itu, begitu melihat gurunya sedang saling membetot dengan seorang
pemuda, ia salah menyangka gurunya sedang bertempur.
Saking cemas dan gelisahnya laksana kilat ia menubruk ke depan,
teriaknya keras-keras :
"In te, cepat kemari!"

442
IMAM TANPA BAYANGAN II

Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang mendengar


jeritan gadis itu bagaikan segulung asap hitam segera meluncur
datang, begitu tiba telapak tangannya langsung dibabat ke bawah
menghajar tubuh si Jago Pedang Bertangan Sakti.
"Lepas tangan!" hardiknya dengan suara dahsyat.
Si Jago Pedang Bertangan Sakti tidak menyangka kalau tenaga
lweekang yang dimiliki orang itu sangat lihay, sebelum badannya
sempat berdiri tegak segulung tenaga tekanan yang sangat kuat telah
meluncur tiba, ia bergidik dan buru-buru mengigos ke samping lalu
melayang mundur ke belakang.
"Telur busuk!" bentaknya gusar. "Kau berani mencampuri urusan
pribadiku..."
Setelah merandek sejenak di atas tanah, perlahan-lahan
pedangnya diloloskan dari balik punggung sehingga terasalah cahaya
tajam berkilatan memenuhi angkasa.
"Saudara, bersiap-siaplah menghadapi kematianmu," serunya
sambil melintangkan pedangnya di depan dada. "Aku paling benci
terhadap orang yang berani mengganggu urusanku, kau telah turun
tangan secara gegabah kepada diriku dan mencampuri urusan yang
tiada sangkut pautnya dengan dirimu. Hmmm... aku tak bisa
melepaskan kau dengan begitu saja..."
Dari sikap si anak muda itu mempersiapkan serangannya, Jago
Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mengetahui bahwa ia telah
berjumpa dengan seorang musuh tangguh, hatinya terkesiap dan
wajahnya berubah jadi amat serius, setelah tarik napas dalam-dalam
pedang sakti penghancur sang suryanya lambat-lambat dicabut
keluar.
Air muka si Tangan Sakti Berbaju Biru berubah hebat.
"Aaaaah! Pedang mestika penghancur sang surya... pedang
mestika penghancur sang surya..." serunya berulang kali.
Seolah-olah ia telah bertemu dengan suatu kejadian yang
mengerikan, air mukanya berubah sangat hebat, dengan alis berkerut

443
Saduran TJAN ID

dan napsu membunuh menghiasi seluruh benaknya ia menegur penuh


kebencian.
"Apa hubunganmu dengan Pek Tiang Hong?"
Pek In Hoei tertegun, ia tidak menyangka kalau si orang tua itu
kenal dengan ayahnya, sementara hendak menjawab Kiem In Eng
dengan wajah berubah telah mendahului :
"Apa hubungannya dengan Pek Tiang Hong itu bukan urusanmu
dan kau tak perlu tahu..."
"Apakah dia bukan keturunan dari keluarga Pek?" jengek si
Tangan Sakti Berbaju Biru dengan suara dingin, napsu membunuh
semakin jelas menghiasi wajahnya.
Mendengar ejekan itu Pek In Hoei seketika jadi naik pitam. Sejak
si jago pedang sakti dari partai Thiam cong Cia Ceng Gak menemui
ajalnya, dalam partai tersebut boleh dibilang kepandaian silat Pek
Tiang Hong lah yang paling lihay, meskipun ia tak tahu dendam sakit
hati apakah yang telah terikat antara orang ini dengan ayahnya, tetapi
ia bisa menduga bahwa orang itu bukanlah sahabat ayahnya.
Sebagai pemuda yang berjiwa tinggi hati, tentu saja ia tak sudi
mengingkari dirinya sebagai keturunan keluarga Pek, sambil tertawa
dingin pedangnya segera digetarkan hingga memancarkan cahaya
yang amat tajam.
"Hmmm! Belum pernah keturunan keluarga Pek menyangkal diri
di dalam dunia persilatan, kau dapat mengenali pedang mestika
penghancur suryaku ini, tentunya mengetahui pula diriku bukan..."
Si Tangan Sakti Berbaju Biru mendongak dan tertawa terbahak-
bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, bagus!" serunya. "Pek Tiang
Hong bisa mempunyai seorang putra semacam kau, ia patut merasa
bangga..."
Perlahan-lahan sinar matanya menyapu sekejap ke arah wajah
Wie Chin Siang lalu katanya :

444
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Dengan mempertaruhkan jiwa kau pergi menempuh bahaya


untuk mencari obat Som Wan berusia seribu tahun di loteng Coei Hoa
Loo ku apakah obat itu kau gunakan untuk menolong bajingan cilik
ini..."
"Benar, locianpwee!" sahut gadis she Wie itu setelah tertegun
beberapa saat lamanya.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau aku tahu bahwa dia adalah
putra dari Pek Tiang Hong. Hmmm! Tidak sudi kuberikan obat itu
kepadamu..."
"Bangsat tua, sombong amat kau!" bentak Pek In Hoei, makin
lama ia merasa semakin naik pitam.
Si Jago Pedang Bertangan Sakti yang mendengar pihak lawan
memaki ayahnya, dia pun jadi marah, napsu membunuh bergelora di
dalam dadanya, sambil menggetarkan ujung pedangnya membentuk
berpuluh-puluh kuntum bunga pedang jeritnya keras :

445
Saduran TJAN ID

Jilid 19
"BANGSAT, KAU PUN terlalu jumawa!"
Dalam keadaan sama-sama gusar dan dipenuhi hawa amarah, ke-
dua orang pemuda itu saling melotot dengan sinar mata berapi-api.
Mendadak si Jago Pedang Bertangan Sakti membentak keras,
serentetan cahaya yang menyilaukan mata segera meluncur di tengah
angkasa membabat ke tubuh lawan.
"Bagus sekali!" seru Pek In Hoei sambil tertawa tergelak, senjata
pedangnya langsung membabat ke bawah.
Traaang... ! Sepasang pedang saling membentur dengan kerasnya
menimbulkan suara dentingan yang nyaring, percikan bunga api
menyebar ke empat penjuru, setelah saling berpisah mereka maju lagi
sembari mengirim serangan-serangan mematikan.
"Ing jie!" si Tangan Sakti Berbaju Biru segera berteriak.
"Gunakan ilmu pedang Hoen Kong Kiam untuk lukai dirinya..."
"Tapi ayah.. di antara kami toh tiada terikat dendam sakit hati..."
"Tutup mulutmu! Apa yang aku suruh kau lakukan, segera
laksanakan tanpa membantah!"
Dalam hati si anak muda itu merasa keheranan, tetapi perintah
ayahnya tak berani dibantah, terpaksa seluruh tenaga serta
perhatiannya dipusatkan ke ujung pedang, kemudian tarik napas
panjang dan hawa murninya disalurkan ke dalam pedang.
Kiem In Eng yang menyaksikan kejadian itu jadi amat
terperanjat, dengan air muka berubah hebat telapaknya disilangkan di
depan dada siap melancarkan pukulan, teriaknya :

446
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Wie Soe Kie! Kau berani melukai dirinya?"


Wajah si Tangan Sakti Berbaju Biru berkerut kencang, sekujur
badannya gemetar keras, ia tahu bahwa hubungannya dengan
perempuan itu sudah hancur berantakan dan tak bisa dirujukkan
kembali, tanpa terasa seluruh rasa mangkel dan gusarnya telah
ditumpahkan ke atas tubuh Pek In Hoei.
"In Eng!" katanya sedih, "Antara diriku dengan Pek Tiang Hong
telah terikat dendam sakit hati yang sedalam lautan, mengapa kau
mesti mencampurkan diri di dalam masalah tersebut? Aku sangat
mencintai dirimu, dan aku tak ingin disebabkan oleh karena dirimu
aku harus membatalkan niatku..."
"Aku tidak ambil peduli. Pokoknya kalau kau berani melukai Pek
In Hoei maka yang bakal mati kalau bukan kau pastilah aku!"
Si Tangan Sakti Berbaju Biru tertegun, ia tak mengira kalau
persoalan akan berubah jadi demikian serius, sementara pria ini masih
berdiri termangu-mangu mendadak terdengar suara bentakan keras
berkumandang datang, putranya si Jago Pedang Bertangan Sakti
dengan mengayunkan pedangnya menciptakan diri jadi selapis cahaya
laksana kilat telah membabat ke arah tubuh lawannya.
Si Jago Pedang Berdarah Dingin segera tertawa terbahak-bahak.
"Baiklah, aku pun akan suruh kau menyaksikan kedahsyatan dari
ilmu pedang penghancur sang surya dari partai Thiam cong kami."
Rupanya pemuda ini sadar bahwa ilmu pedang Hoen Kong Kiam
atau ilmu pedang pemisah cahaya ini merupakan suatu kepandaian
tiada tandingan yang mengandalkan kecepatan serta kegesitan, semua
gerakan jurusnya mengambil perubahan-perubahan terbalik dari jurus
pedang biasa, seandainya ia tidak menahan dengan memakai ilmu
pedang Sie Jiet Kiam Hoat-nya, niscaya posisi yang menguntungkan
akan berhasil direbut lawan, dalam keadaan demikian keadaannya
tentu akan semakin runyam.
Baru saja si Jago Pedang Bertangan Sakti mengirim satu babatan,
mendadak ia rasakan cahaya pedang lawan bagaikan gulungan ombak

447
Saduran TJAN ID

telah menyapu tiba bahkan berhasil menekan gerakan jurus


pedangnya ke arah bawah, hal ini membuat ia jadi terkesiap, dengan
cepat ia keluarkan jurus 'Hoen Keng Boe Im' atau Memisahkan
Cahaya Menubruk Bayangan, pedangnya langsung menotok ke atas
urat nadi pada pergelangan tangan Pek In Hoei.
Jago Pedang Berdarah Dingin ini mendengus sinis, gerakan
pedangnya mendadak berubah dengan menciptakan diri jadi selapis
cahaya bianglala ia menerobos masuk ke tengah kalangan pedang
lawan.
Suara dengusan berat seketika berkumandang memecahkan
kesunyian, masing-masing pihak mundur ke belakang dan kemudian
berpisah.
Serentetan darah segar mengucur keluar membasahi Jago Pedang
Bertangan Sakti, sambil menahan rasa sakit di badannya ia tertawa
keras, kemudian serunya penuh perasaan dendam.
"Bangsat, dendam sakit hati ini suatu saat pasti akan kutuntut
balas, kau tunggu saja saatnya..."
Si Tangan Sakti Berbaju Biru sendiri rupanya dibikin terperanjat
juga oleh hasil pertarungan itu, ia tak mengira kalau Pek In Hoei di
dalam usia yang semuda itu ternyata mempunyai kesempurnaan
permainan pedang yang luar biasa sehingga ilmu pedang Hoen Kong
Kiam hoat andalannya pun bukan tandingan.
Ia jadi sakit hati dan buru-buru tanyanya :
"Ing-jie bagaimanakah keadaan lukamu?"
"Masih rada mendingan. Hmmm! Suatu hari aku pasti akan
berhasil mengalahkan dirinya..."
Si Tangan Sakti Berbaju Biru mengebaskan ujung jubahnya,
dengan sinar mata tanpa perasaan dan napsu membunuh menghiasi
wajahnya, ia silangkan sepasang telapaknya di depan dada dan
membentak dengan penuh kemarahan :
"Loohu ingin minta petunjuk dari kepandaian silatmu!"

448
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tiba-tiba Ouw-yang Gong meloncat keluar dari dalam hutan,


teriaknya :
"Neneknya anak gombal, kau si telur busuk tua mentang-mentang
sudah lihay lantas main nantang? Bagus! Biar aku si huncwee gede
yang melayani dirimu!"
Tangan Sakti Berbaju Biru tertegun, kemudian serunya :
"Ooooh, ular asap tua, kiranya kau."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Ouw-yang Gong tertawa tergelak,
sambil menutulkan huncweenya ke muka ia mengoceh :
"Hey si Wie tua anak monyet! Sudah banyak tahun kita tak
pernah saling berjumpa, kalau kau pengin cari gara-gara dan
memusuhi aku si ular asap tua, baik! Aku pasti akan mengetuk batok
kepalamu biar hancur lebur berkeping-keping..."
Rupanya si Tangan Sakti Berbaju Biru mempunyai suatu rahasia
yang sukar diutarakan keluar, ia tertawa getir, tiba-tiba ia keluar dari
kalangan, kemudian menatap sekejap ke arah wajah Kiem In Eng,
tertawa keras dan segera berlalu dari situ.
Kepergiannya secara mendadak ini bukan saja membuat Kiem In
Eng melengak, Pek In Hoei pun tertegun dibuatnya.
Titik-titik air mata mulai keluar membasahi wajahnya, ia
menghela napas panjang dan berdiri mendelong.
Wie Chin Siang yang mendengar helaan napas gurunya jadi
terkejut, dengan badan bergetar keras ia angkat kepala lalu bertanya :
"Suhu, siapakah dia?"
"Dia... dia... " sambil menggertak gigi mendadak serunya, "Ayoh
berangkat Chin Siang, mari kita kejar ayahmu..."
Wie Chin Siang mendelong, tanpa sadar ia ikut menggerakkan
tubuhnya mengikuti di belakang Kiem In Eng berlalu dari situ.
......

Triiiiing....! Triiiing....!

449
Saduran TJAN ID

Di tengah kesunyian yang mencekam sebuah tanah lapang,


terdengar suara bunyi keliningan bergema memenuhi angkasa,
suaranya merdu bagaikan irama lagu yang mempesonakan hati.
Pagi yang cerah baru saja menyingsing, kabut belum sempat
buyar... beberapa ekor kuda nampak bermunculan di ujung bukit
sebelah Timur, seorang gadis berbaju hijau bergaun merah dengan
membawa sebuah panji berwarna kuning berjalan di paling depan,
tiga orang dara yang menggembol senjata mengikuti di belakangnya.
Sreet...! Sebatang anak panah meluncur keluar dari tepi bukit
sebelah selatan, menembusi angkasa dan meluncur ke arah barisan
gadis muda itu.
Dengan cepat ke-empat orang dara tadi menahan tali lesnya
masing-masing hingga lari kuda mereka segera berhenti, kemudian
hampir secara berbareng mereka angkat kepalanya memandang ke
arah tepi bukit di mana berasalnya anak panah tadi.
Tampaklah seorang lelaki bercambang berdiri di atas dinding
bukit sebelah selatan, di tangannya memegang pula sebuah panji
kuning yang dikebas-kebaskan di tengah udara.
Gadis berbaju hijau yang membawa panji kuning itu segera
goyangkan pula benderanya lalu berkata dengan suara merdu :
"Barisan depan telah menemukan jejak kita, mari kita menantikan
kedatangan mereka di sini saja!"
Bayangan hijau bertaburan di angkasa, dengan gerakan yang
enteng bagaikan burung walet ke-empat orang dara itu melayang
turun ke atas tanah. Belum lama mereka berdiri mengaso, dari
hadapan mereka berkumandanglah suara derap kaki kuda disusul
munculnya dua sosok bayangan dengan menembusi kabut tebal
berlari mendekat.
"Aneh! Kenapa bisa seorang kakek tua bangka..."
Lambat laun raut wajah ke-dua orang itu bisa terlihat jelas, orang
yang ada di sebelah kiri adalah seorang kakek tua berambut lebat,

450
IMAM TANPA BAYANGAN II

sedang orang yang ada di sebelah kanan adalah seorang pemuda


berwajah tampan.
Rupanya ke-dua orang itu pun berhasil menemukan jejak ke-
empat orang gadis muda itu, tampak mereka seperti sedang
membicarakan sesuatu.
Kemudian terdengar Ouw-yang Gong tertawa tergelak dan
berseru :
"Waaah... di pagi hari buta kita sudah berjumpa dengan gadis
cantik yang begini banyak jumlahnya. Hei bocah! Rejekimu benar-
benar bagus. Hmmm... cuma kehadiran mereka terlalu aneh, jangan-
jangan..."
Pek In Hoei tidak menggubris godaan orang, katanya pula :
"Hey ular asap tua kau jangan bicara sembarangan, hati-hati kalau
orang akan menggaplok mulutmu sampai robek!"
Gelak tertawa Ouw-yang Gong kian bertambah keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku si huncwee gede kecuali
merasa cocok dengan budak she Hee itu, belum ada seorang gadis pun
yang suka bermesraan dengan diriku, apabila hari ini..."
Sengaja ia merandek dan melirik sekejap ke arah ke-empat orang
gadis yang ada di tengah jalan itu, kemudian tertawa terbahak-bahak.
Menyaksikan tingkah pola orang, ke-empat orang dara ayu itu
segera mengerutkan dahinya tetapi senyuman masih tetap tersungging
di ujung bibir mereka.
Si dara berbaju hijau tadi perlahan-lahan menggetarkan panji
kuning dalam genggamannya sehingga panji berbentuk segi tiga itu
berkibar tertiup angin.
Tampaklah di atas panji tersebut bersulamkan sebuah mutiara
besar yang memancarkan cahaya diapit oleh dua batang senjata,
kemudian di atas lambang tadi bertuliskan empat buah huruf besar
yang berbunyi 'Tang Hay It Coe'.
Pek In Hoei melongo, ia tak tahu apa maksud dari ke-empat huruf
besar itu, dengan alis berkerut segera bisiknya lirih :

451
Saduran TJAN ID

"Eeei ular asap tua, tahukah kau apa maksudnya Tang Hay It Coe
tersebut?..."
Si ular asap tua Ouw-yang Gong melirik sekejap ke arah panji
tadi, air mukanya mendadak berubah hebat, seakan-akan ia telah
menyaksikan sesuatu kejadian yang mengerikan, lama sekali tak
sepatah kata pun yang diucapkan keluar.
Lama... lama sekali ia baru bergumam dengan suara gemetar :
"Mungkinkah dia?..." tapi agaknya ia merasa tidak percaya
dengan jalan pikirannya. "Aaaaah, tak mungkin! Masa dia bisa
munculkan diri di dalam dunia persilatan?"
"Siapakah dia?" tegur Pek In Hoei tidak habis mengerti.
Air muka Ouw-yang Gong beberapa kali berubah hebat, setelah
sangsi sejenak akhirnya ia berkata :
"Bocah, coba tengoklah ke belakang benda apa yang kau lihat?"
Dengan cepat si anak muda itu berpaling, tapi dengan cepat
hatinya jadi terkesiap hingga keringat dingin mengucur keluar
membasahi tubuhnya.
Ternyata di sisi jalan raya yang baru saja mereka lalui, kini telah
muncul sembilan tumpukan tulang tengkorak manusia, di atas tiap
tumpukan tulang tengkorak itu terdapat sebutir mutiara di atasnya, ia
tak bisa menduga sejak kapan tumpukan tengkorak itu muncul di
sana, sebab sepanjang perjalanan tak pernah ia saksikan benda-benda
semacam itu.
Dan kini tanpa ia sadari seseorang telah meletakkan tumpukan
tulang tengkorak itu di belakang tubuhnya, hal ini bisa menunjukkan
bahwa kepandaian silat yang dimiliki orang itu sukar diukur lagi.
"Sembilan tumpukan tulang tengkorak..." gumamnya lirih. "Di
atas tiap tumpukan itu terdapat sebutir mutiara..."
"Bocah, kita telah berjumpa dengan orang-orang dari Tang Hay
Mo Kiong... Istana Iblis dari lautan Timur..." seru Ouw-yang Gong
dengan tubuh gemetar.

452
IMAM TANPA BAYANGAN II

Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, dara berbaju hijau itu


sudah maju menyongsong kedatangan mereka, setelah menjura
katanya dengan suara lembut :
"Harap kalian berdua suka mengikuti budak untuk berjumpa
dengan Kiong cu kami!"
"Kami tidak kenal dengan pemilik istana kalian, nona, mungkin
kau sudah salah melihat orang!" buru-buru kakek konyol itu
menampik.
Dara berbaju hijau itu tertawa dan gelengkan kepalanya.
"Tidak mungkin salah! Kiong cu kami sudah tiga hari lamanya
menunggu di sini, bahkan beliau pun tahu bahwa kalian berdua dalam
perjalanannya menuju ke tempat rahasia dari perguruan Boo Liang
Tiong bakal melewati jalan ini, maka dari itu..."
"Ooooh, sungguh tajam dan cepat kabar berita dari Kiong cu
kalian..." seru Ouw-yang Gong setelah tertegun sejenak.
Dara cantik berbaju hijau itu tertawa cekikikan.
"Hiiih... hiiih... hiiih... selama ini Istana iblis dari lautan Timur
bisa menancapkan kakinya hingga kini di luar lautan bukan lain
adalah berkat lancar serta tajamnya kabar berita kami, meskipun kami
hidup di luar lautan, tetapi setiap peristiwa yang terjadi di daratan
Tionggoan dapat kami ketahui semuanya dengan jelas..."
Bicara sampai di situ ia tertawa nakal, lalu sambungnya lebih
jauh :
"Ayoh, silahkan segera melanjutkan perjalanan. Kiong cu kami
sedang menantikan kehadiran dari kalian berdua..."
"Tolong sampaikanlah kepada Kiong cu kalian, katakan saja
berhubung kami masih ada urusan penting lain yang harus segera
diselesaikan, maka lain kali saja kami baru akan berkunjung sekalian
minta maaf untuk penampikan kami pada kali ini..." buru-buru Ouw-
yang Gong berseru.
Mendengar ucapan itu, air muka dara berbaju hijau itu kontan
berubah hebat.

453
Saduran TJAN ID

"Aaaah, hal ini mana boleh jadi?? Jauh-jauh Kiong cu kami


datang ke daratan Tionggoan, kejadian ini sudah merupakan suatu
peristiwa yang jarang terjadi, apabila kalian tak mau memberi muka
lagi kepada kami, bagaimana caranya budak untuk pulang
memberikan pertanggungan jawabnya..."
Ucapan tersebut diutarakan dengan nada tegas dan tajam, seolah-
olah sebelum maksud tujuannya tercapai dia tak akan menyudahi
persoalan tersebut sampai di sini saja.
Pek In Hoei yang ikut mendengar perkataan itu, sepasang alisnya
kontan berkerut kencang, tanpa sadar ia mendengus dingin :
"Hmm, siapa sih Kiong cu kalian? Sombong amat dia..."
tegurnya.
Air muka dara muda berbaju hijau itu seketika berubah hebat.
"Kau..." serunya, mendadak ia tersenyum dan berkata kembali
dengan nada halus. "Saudara berdua silahkan segera berangkat, sedari
tadi Kiong cu kami telah menantikan kedatangan kalian berdua..."
Sementara pembicaraan masih berlangsung dari ujung bukit tiba-
tiba muncul sebuah kereta kuda berwarna hitam yang disepuh emas,
kereta tadi dihela oleh dua ekor kuda putih yang berbulu keperak-
perakan dan laksana kilat meluncur datang.
Yang paling aneh dari kereta itu adalah tak adanya kusir yang
mengendalikan ke-dua ekor kuda itu, ruangan kereta tertutup rapat
dan sama sekali tak ada celah barang sedikit pun juga, tapi kereta itu
bisa berlari dengan tenang dan teratur.
"Entah siapakah yang berada di dalam kereta itu?" diam-diam
pemuda kita membatin.
Serentetan suara yang sangat aneh perlahan-lahan berkumandang
keluar dari dalam ruang kereta...
Menyaksikan kehadiran kereta itu, dengan wajah gelisah dan
cemas dara muda berbaju hijau itu segera berseru :
"Kereta Kencana Pembawa Maut telah tiba, kalian berdua
segeralah berangkat..."

454
IMAM TANPA BAYANGAN II

Air muka si huncwee gede Ouw-yang Gong berubah jadi pucat


pias bagaikan mayat, sinar matanya segera menatap kereta kencana
itu tajam-tajam, sementara rasa seram, ngeri dan ketakutan yang amat
sangat perlahan-lahan mulai menjulur di atas wajahnya dan makin
lama perasaan itu tercermin semakin tebal.
"Aaaah! Kereta Kencana Pembawa Maut..." bisiknya dengan
suara gemetar. "Setelah dunia persilatan hidup tenang selama tiga
puluh tahun, sungguh tak nyana kereta itu munculkan diri kembali...
Aaaaai semakin tak pernah kubayangkan bahwa akulah orang pertama
yang bakal mati di tangan Kereta Kencana Pembawa Maut itu..."
Haruslah diketahui, pada tiga puluh tahun berselang Kereta
Kencana Pembawa Maut dari Tang Hay Mo Kiong telah menciptakan
beratus-ratus kejadian, peristiwa berdarah yang amat mengerikan,
setiap kali di dalam dunia persilatan terlihat munculnya kereta
kencana tersebut maka suatu peristiwa berdarah yang menyeramkan
segera akan berlangsung, semua korbannya rata-rata mati di dalam
kereta itu dan kemudian mayat mereka dikirim ke suatu tempat yang
tak diketahui namanya...
Kebalikan dari keadaan Ouw-yang Gong, maka bagi Pek In Hoei
baru pertama kali ini ia mendengar nama seram kereta pembawa maut
itu, ia tidak tahu kekuatan misterius apakah yang tersimpan di balik
ruang kereta yang berwarna hitam dengan disepuh emas itu.
Diam-diam si anak muda itu tertawa dingin, mendadak badannya
bergerak dan langsung melayang ke atas kereta tersebut.
Ouw-yang Gong yang menyaksikan perbuatan pemuda itu jadi
amat terperanjat, teriaknya dengan suara gemetar :
"Hey, bocah, kau jangan bertindak gegabah!"
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tak tahu sampai di
manakah kelihayan dari orang yang berada di dalam kereta, ia segera
melayang naik ke atas kereta dan tangan kirinya mendadak
menjangkau ke depan dan menarik selapis kain horden yang menutupi
ruang kereta itu.

455
Saduran TJAN ID

Siapa tahu belum sampai ujung tangannya menyentuh horden


tersebut, tiba-tiba dari balik kereta muncul sebuah telapak tangan
yang putih dan lembut, dan gerakan yang cepat laksana kilat langsung
mencengkeram pergelangan tangannya.
Pek In Hoei melengak, ia tidak menyangka di saat perhatiannya
sedang terpecah, telapak tangan yang putih mulus itu, laksana kilat
telah mencengkeram tiba, hatinya jadi bergetar keras, sebelum ia
sadar apa yang telah terjadi, tubuhnya sudah tertarik masuk ke dalam
kereta oleh lawannya.
Si huncwee gede Ouw-yang Gong jadi amat terperanjat
menyaksikan peristiwa itu, teriaknya :
"Hey, bocah cilik, kenapa kau?"
Suasana di dalam kereta kencana sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suara pun, seakan-akan pemuda itu telah mati secara
mendadak, suara dari Pek In Hoei tak kedengaran lagi menggema di
udara.
Dalam pada itu Kereta Kencana Pembawa Maut telah memutar
arah dan berlari menuju ke arah bukit yang misterius itu.
Terdengar dara muda berbaju biru itu berkata dengan suara
dingin :
"Ia telah melanggar pantangan yang terbesar dari istana Mo
Kiong kami, dan kini oleh Kereta Kencana Pembawa Maut telah
dikirim menuju ke tempat Kiong cu kami itu! Hey, kakek tua bangka,
sekarang kau masih membangkang untuk pergi menghadap Kiong cu
kami? Apakah kau baru mau berangkat setelah disambut sendiri oleh
Kiong cu?..."
Dalam keadaan begini si h gede Ouw-yang Gong tak bisa berbuat
lain kecuali tertawa sedih.
"Nona silahkan berangkat," katanya, "selembar nyawa dari aku si
ular asap tua telah kusingkirkan ke belakang batok kepalaku..."
Ke-empat orang dara itu pun tidak berbicara lagi, badannya
bagaikan segumpal kapas melayang naik ke atas punggung kuda

456
IMAM TANPA BAYANGAN II

kemudian diiringi suara derap kaki yang ramai berangkatlah mereka


tinggalkan tempat itu.
Ouw-yang Gong membungkam dalam seribu bahasa tanpa
menunjukkan komentar apa pun jua, ia ikut berlalu dari situ
membuntuti di belakang gadis-gadis muda itu.
Dalam pada itu Pek In Hoei yang terbetot masuk ke dalam ruang
kereta, sepanjang perjalanan ia sendiri pun tidak tahu saat itu sedang
berada di mana, ia cuma takut pada saat badannya meloncat naik ke
atas Kereta Kencana Pembawa Maut itu, tiba-tiba dari balik kereta
muncul sebuah telapak tangan yang putih dan halus membetot
badannya masuk ke dalam ruang kereta.
Dengan termangu-mangu pemuda itu berdiri seorang diri di situ,
ia jumpai ruang kereta tersebut kosong melompong tak nampak
sesosok bayangan manusia pun, sedang telapak putih yang membetot
badannya tadi pun lenyap tak berbekas.
Hatinya jadi amat terperanjat, saking kagetnya sampai keringat
dingin mengucur keluar membasahi tubuhnya. Ia tidak tahu dari mana
datangnya telapak putih yang aneh itu dan ke mana perginya telapak
tersebut setelah membetot badannya masuk ke dalam.
Suasana dalam ruang kereta itu gelap gulita tidak nampak sedikit
cahaya pun, buru-buru ia tarik horden di hadapannya, siapa tahu jari
tangannya segera membentur dinding kereta yang keras dan kuat
bagaikan baja, begitu sempurna dinding kereta itu hingga dari tempat
luaran sama sekali tak terlihat kalau sekeliling kereta tersebut terbuat
dari baja murni.
Saking gusar dan mendongkolnya Pek In Hoei meraung keras,
teriaknya :
"Sungguh misterius kereta ini!"
"Hmmm!" mendadak dari balik kereta berkumandang keluar
suara dengusan dingin. "Belum pernah ada orang yang bisa keluar dari
Kereta Kencana Pembawa Maut ini dalam keadaan hidup-hidup,
meskipun kau adalah sahabat yang diundang Kiong cu tetapi Kiong

457
Saduran TJAN ID

cu tidak akan melepaskan pula dirimu, setiap orang yang berani


mengintip atau mencari tahu rahasia dari Kereta Kencana Pembawa
Maut dia tak akan diperkenankan melanjutkan hidupnya..."
Perkataan tadi muncul dari suatu tempat yang sukar ditemukan,
seolah-olah berkumandang dari empat arah delapan penjuru, si Jago
Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei jadi terkesiap, dengan segenap
kemampuannya ia berusaha untuk menemukan letak tempat
persembunyian orang itu.
Diam-diam ia tertawa dingin, sekilas ingatan dengan cepatnya
berkelebat di dalam benaknya, ia berpikir :
"Meskipun Kereta Kencana Pembawa Maut ini amat misterius,
tetapi masih belum mampu untuk membelenggu diriku, kenapa aku
tidak gunakan segenap kemampuan yang kumiliki untuk
menghancurkan kereta yang seringkali mencelakai jiwa manusia
ini..."
Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat lewat dalam benak
pemuda itu, diam-diam seluruh hawa murni yang dimilikinya
disalurkan ke dalam telapak kanan siap melancarkan sebuah pukulan
dahsyat secara mendadak.
"Siapa kau?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku adalah kusir yang
mengendalikan Kereta Kencana Pembawa Maut ini..." suara yang
dingin kaku itu tiba-tiba tertawa lengking.
"Hmmm!..." menggunakan kesempatan di kala orang itu sedang
berbicara, Pek In Hoei membentak keras, telapak kanannya laksana
kilat diangkat dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah
dinding kereta.
"Blaaaam...!" suara benturan keras bergeletar memecahkan
kesunyian, tetapi dinding kereta itu ternyata sama sekali tidak rusak
atau pun cedera. Meskipun pukulan yang digunakan dengan
mengerahkan segenap kekuatan itu boleh dibilang mencapai kekuatan
ratusan kati namun sang kereta sedikit pun tidak goyang atau pun

458
IMAM TANPA BAYANGAN II

gemilang, dengan gerakan yang tenang dan kalem meneruskan


perjalanannya ke depan.
"Hmmm!" suara yang misterius itu mendengus dingin. "Sampai
di manakah kekuatan yang kau miliki sehingga sanggup untuk
menghancurkan Kereta Kencana Pembawa Maut?"
Dalam keadaan terkejut bercampur gusar si Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei tak bisa berbuat lain, kecuali hardiknya
:
"Kau tunggu saja nanti!"
Setelah menyaksikan hawa pukulannya sama sekali tak berguna,
diam-diam si anak muda itu tertawa dingin, ia segera mencabut keluar
pedang sakti penghancur sang suryanya, cahaya pedang segera
berkilauan memencar ke empat penjuru, ruangan kereta itu jadi terang
benderang dan terlihat dengan amat nyata.
Tampaklah ruang tersebut diatur dengan amat megah dan indah,
semuanya terdiri dari emas murni, dan di atap kereta secara lapat-lapat
terlihat empat huruf besar berwarna merah darah yang berbunyi :
"Kereta Kencana Pembawa Maut."
Sepasang mata Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin itu
berkilat tajam, senyuman dingin mulai tersungging di ujung bibirnya,
sambil melirik sekejap ke arah sekeliling ruang kereta itu ujarnya
tertawa :
"Kalau kau tak mau unjukkan diri lagi, jangan salahkan kalau aku
segera akan menghancurkan kereta ini..."
"Kau berani?"
Sang kusir yang bersembunyi di tempat kegelapan rupanya
mengetahui juga kelihayan dari pedang mestikanya itu, suara
bentakan gusar segera berkumandang datang, bayangan putih
berkelebat lewat laksana kilat dan sebuah telapak tangan yang putih
mulus tahu-tahu sudah menyambar datang mengancam urat nadi di
atas pergelangan Pek In Hoei.
Si anak muda itu mendengus dingin.

459
Saduran TJAN ID

"Hmm, masih berani menakut-nakuti diriku?" bentaknya.


Kali ini Pek In Hoei memang ada maksud untuk melihat macam
apakah orang yang menyembunyikan diri di tempat kegelapan itu,
tangan kanannya segera membabat ke samping dan laksana kilat balik
mencengkeram telapak tangan lawan.
"Hmm," dengusnya dingin, "kau masih mampu
menyembunyikan diri ke mana lagi?"
Bayangan manusia tercengkeram tangannya dan tampaklah
seorang gadis muda berbaju serba putih dengan pandangan kaget
bercampur tercengang mengawasi wajah Pek In Hoei tanpa berkedip
lalu dengan suara yang ketus gadis itu menegur.
"Kepandaian silatmu jauh di luar dugaanku, ternyata lebih tinggi
dan hebat daripada apa yang kuduga semula."
"Hheehmmm, tidak berani, tidak berani," sahut Pek In Hoei
ketus. "Apakah nona berasal dari istana iblis?"
"Sedikit pun tidak salah, dan sekarang kau sedang berada di
perjalanan menuju ke istana Mo Kiong, mulai saat ini gerak-gerikmu
berada di dalam kekuasaanku, karena itu aku berharap agar kau suka
mendengarkan perintah serta perkataanku tanpa membantah..."
Habis berkata ia putar badan siap berlalu begitu saja, Pek In Hoei
tidak sudi melepaskan mangsanya dengan begitu saja, laksana kilat
lengannya berkelebat mencengkeram lengan tangan lawan kemudian
menariknya sehingga tertunduk di sisi tubuhnya.
"Kau pun tak boleh meninggalkan tempat ini," katanya dingin.
"Kalau ingin keluar maka kita harus keluar bersama-sama..."
Tatkala secara tiba-tiba dilihatnya dia harus duduk berdempetan
dengan seorang pemuda ganteng di dalam ruang kereta yang sempit,
gadis muda berbaju putih itu segera merasakan jantungnya berdebar
keras, wajahnya berubah jadi merah jengah dan sikapnya yang malu-
malu dan tersipu-sipu itu cukup membuat jantung Pek In Hoei ikut
berdebar.

460
IMAM TANPA BAYANGAN II

Memang dalam kenyataan, apalagi seorang gadis muda yang


belum pernah bersentuhan badan dengan pria lain, secara mendadak
badannya harus duduk berdempetan dengan seorang pemuda yang
berwajah tampan rasa kejut dan girang yang timbul dalam hatinya
sukar dilukiskan dengan kata-kata, apalagi ilmu silat serta tabiat
lawannya merupakan pilihan yang sukar ditemukan.
"Kau... kau..." serunya gelagapan.
"Nona! Kau tak usah gelagapan," ujar Pek In Hoei hambar.
"Siapa namamu?"
Karena malunya dara muda berbaju putih itu tertunduk rendah-
rendah, sahutnya lirik :
"Aku bernama Coei Coei!"
Ingin sekali dia bertanya namanya tapi tak ada keberanian untuk
berbuat demikian, cuma dalam hati kecilnya gadis itu merasa kejut,
girang dan bimbang, ia hanya berharap perjalanan bisa berlangsung
lebih lama sehingga kesempatan untuk duduk berdampingan dapat
berjalan lebih lama.
"Coei Coei?" seru Pek In Hoei, mendadak ia tertawa ringan.
"Indah nian namamu itu! Sungguh indah dan manis!"
Mendadak... Kereta Kencana Pembawa Maut itu bergetar keras,
putaran roda kereta yang kencang tiba-tiba berhenti diikuti suara
langkah kaki yang nyata berkumandang datang, seolah-olah berjalan
mendekati kereta tersebut.
Air muka Coei Coei seketika berubah hebat, ia berseru pelan dan
bisiknya, "Aduuuh, celaka!"
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak mengerti apa
maksudnya gadis itu berseru 'Celaka', sementara otaknya masih
berputar memikirkan maksud kata-kata itu, serentetan suara teguran
yang kasar dan keras telah menggema tiba.
"Siapakah utusan yang mengendalikan kereta ini?" terdengar
seorang pria berseru.

461
Saduran TJAN ID

Air muka Coei Coei berubah pucat pias bagaikan mayat,


keadaannya seakan-akan seorang terhukum yang telah dijatuhi
hukuman mati, sekujur tubuhnya gemetar keras.
Dengan alis berkerut kencang dan cepat-cepat membenahi
pakaiannya yang kusut ia menyahut :
"Aku!"
Kreeek! Pintu kereta terbuka, Pek In Hoei dengan gerakan tubuh
yang paling cepat bersama Coei Coei telah meloncat keluar. Seorang
kakek tua bercambang dan berwajah seram berdiri di luar kereta dan
menatap wajah gadis itu tajam.
Perlahan-lahan Coei Coei turun dari kereta, lalu menjura dan
berkata :
"Utusan Peronda Gunung, budak menanti perintah di sini..."
Kakek tua itu mendengus dingin.
"Hmmm! Apa jabatanmu?"
"Mengendalikan Kereta Kencana Pembawa Maut, menghantar
dan menjemput sukma-sukma yang gentayangan," sahut Coei Coei
dengan sekujur badan gemetar keras.
Utusan peronda gunung itu tertawa dingin.
"Kau sebagai salah satu gadis di antara tujuh puluh dua orang
gadis istana Mo Kiong, kenapa begitu sudi menurunkan derajatmu
dengan bersembunyi di dalam kereta bersama-sama seorang keparat
tanpa nama, apakah kau sudah bosan hidup..."
Dengan ketakutan Coei Coei tundukkan kepalanya rendah-
rendah.
"Budak mengerti dosa!"
Sebaliknya si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang
mendengar hinaan itu kontan naik pitam, hawa amarahnya segera
berkobar di dalam dadanya, sambil enjotkan badannya melayang ke
depan teriaknya dengan suara dingin :
"Hmmm, kau manusia macam apa? Berani benar menghina aku!"

462
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bocah keparat, ayoh minggir ke samping, jangan banyak bacot


di sini..." seru Utusan Peronda Gunung ketus.
Dengan wajah penuh penghinaan ia tertawa sinis lalu berpaling
ke arah lain, sinar matanya yang dingin dan tajam ditujukan ke atas
tubuh Coei Coei, dara muda berbaju putih itu, seolah-olah dengan
pandangan yang tajam itu ia berusaha untuk menembusi rahasia hati
gadis tersebut.
Buru-buru Coei Coei tundukkan kepalanya, tak sepatah kata pun
yang berani ia ucapkan keluar.
"Apakah kau telah jatuh cinta dengan bajingan cilik ini?" kembali
Utusan Peronda Gunung menjengek dengan nada sinis. "Sebelum
kejadian aku hendak memberitahukan kepadamu terlebih dahulu,
gadis-gadis dari istana Mo Kiong bukanlah seorang gadis yang bebas
merdeka lagi, kau harus berhati-hati..."
Mendadak ia mendongak dan tertawa terbahak-bahak, suaranya
tajam dan amat menusuk pendengaran, tambahnya :
"Aku rasa dosa bersekongkol dengan orang asing tak akan
sanggup kau atasi..."
"Kau jangan menuduh yang bukan-bukan!" teriak Coei Coei
dengan suara gemetar.
Utusan Peronda Gunung tertawa sinis, setelah melirik sekejap ke
arah Pek In Hoei serunya :
"Ehmmm...! Pandangan matamu sungguh tidak salah, tidak aneh
kalau kau sampai..."
"Konyo kamu!" bentak si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei dengan gusarnya, makin didengar ia merasa semakin tak tahan.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... dugaanku ternyata tidak meleset.
Ehmmm Coei Coei! Ayoh ikut aku menghadap Kiong cu!"
Tiba-tiba Coei Coei tertawa keras dengan penuh gusarnya, ia
berseru :
"Hmmmm! Apa maksud hatimu kau anggap aku tidak tahu?
Bagaimana pun akhir aku tak akan lolos dari kematian pada hari ini.

463
Saduran TJAN ID

Goan Poo Kay! Mari kita bersama-sama menghadap Kiong cu,


persoalanmu pun akan kukatakan pula kepada Kiong cu..."
Mendengar perkataan itu Utusan Peronda Gunung berdiri
melengak, lalu katanya :
"Budak rendah yang tak tahu diri, kau berani sebut nama loohu
secara terang-terangan?"
Rupanya dia pun dapat menangkap maksud lain di balik ucapan
Coei Coei barusan, dengan mata melotot bulat hardiknya :
"Aku punya persoalan apa yang bisa kau laporkan kepada Kiong
cu?"
"Hmmmm! Tak usah kuutarakan keluar, aku rasa dalam hati
kecilmu sudah mengerti."
Rupanya dara muda berbaju putih ini sudah nekad walaupun
selembar jiwanya dipertaruhkan tapi ia tetap berkeras untuk beradu
lidah dengan Utusan Peronda Gunung, oleh sebab itu di dalam
pembicaraan pun ia tidak sungkan-sungkan lagi, hal ini tentu saja
membuat sang Utusan Peronda Gunung jadi mencak-mencak saking
gusarnya.
Terdengar Utusan Peronda Gunung tertawa terkekeh-kekeh
dengan seramnya.
"Heeeeh... heeeh... heeeh... budak sialan yang tak tahu diri, kau
anggap loohu betul-betul tak berani membinasakan dirimu?"
Dari sakunya perlahan-lahan dia ambil keluar sebuah medali
tembaga yang kecil tapi mungil, sambil diacungkan di tengah udara
napsu membunuh seketika menyelimuti seluruh wajahnya, senyuman
sinis yang tersungging di ujung bibir pun lenyap tak berbekas.
Menyaksikan medali kecil terbuat dari tembaga itu, dengan putus
asa Coei Coei menghela napas sedih, kepalanya tertunduk rendah dan
tidak berbicara lagi.
"Aku akan menggunakan medali pahala ini untuk ditukar dengan
selembar jiwamu..." kata sang Utusan Peronda Gunung dengan nada
ketus.

464
IMAM TANPA BAYANGAN II

Haruslah diketahui medali tembaga tersebut adalah medali pahala


yang diberikan pihak istana Mo Kiong dari Tang Hay kepada anggota-
anggotanya yang berjasa, medali itu sulit diperoleh dan harus
mempertaruhkan keringat dan darah untuk mendapatkannya. Barang
siapa yang membawa medali tersebut ia diijinkan untuk memohon
segala sesuatu kepada sang Kiong cu.
Tetapi kegunaan medali pahala itu hanya satu kali saja, setelah
permintaannya dikabulkan maka medali tadi akan ditarik kembali
oleh sang Kiong cu.
Si Utusan Peronda Gunung ini rupanya merasa amat takut kalau
rahasianya ketahuan Kiong cu maka ia merasa tidak sayang untuk
mengorbankan medali pahala itu guna mendapatkan selembar jiwa
dari si dara berbaju putih.
Dalam pada itu Coei Coei hanya dapat menghela napas panjang
belaka, ujarnya lirih :
"Kau turun tanganlah, aku tidak ingin melakukan perlawanan..."
Heeeh... heeeh... heeeh... itu lebih bagus lagi kau bisa
memberikan satu kepuasan bagimu..."
Sambil tertawa seram si Utusan Peronda Gunung mengayunkan
telapak kanannya dan segera dihajarkan ke atas tubuh Coei Coei.
Menghadapi ancaman yang sanggup merengut jiwanya itu Coei
Coei tetap berdiri tak berkutik, matanya dipejamkan rapat-rapat dan
ia pasrah sama sekali. Sedikit pun tidak nampak tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa gadis itu ada maksud melawan.
Pek In Hoei yang menyaksikan kejadian itu, air mukanya segera
berubah hebat, bentaknya keras :
"Tahan!"
Si anak muda itu benar-benar merasa muak dan mendongkol oleh
sikap serta tingkah laku si Utusan Peronda Gunung yang sombong
dan jumawa itu, ia membentak keras, telapak tangannya dengan cepat
didorong ke depan dan segulung angin pukulan yang maha dahsyat
segera menyapu keluar.

465
Saduran TJAN ID

Blaaam...! benturan keras menimbulkan suara ledakan yang


memekikkan telinga, pusingan angin tajam segera menderu-deru dan
menyebar ke empat penjuru.
"Bajingan cilik!" teriak Utusan Peronda Gunung dengan penuh
kemarahan. "Kau pengin modar?"
Dari pinggangnya dia ambil kedua-dua buah senjata berbentuk
palu, kemudian dengan jurus 'Jie Seng Thong Liok' atau Sepasang
Bintang Rontok Bersama ia hajar tubuh Pek In Hoei dengan
dahsyatnya.
Pek In Hoei tak mau unjukkan kelemahannya,ia cabut keluar
pedang mestika penghancur sang surya dan menyahut :
"Mari kita coba-coba lihat, siapa yang sebetulnya pengin modar!
Kau atau aku..." Tubuh mereka berdua bergerak secara berbareng dan
suatu pertarungan sengit pun segera berkobar.
"Tahan!" mendadak terdengar suara bentakan keras
berkumandang datang.
Air muka Coei Coei berubah hebat, buru-buru ia jatuhkan diri
berlutut di atas tanah sambil serunya :
"Kiong cu!"
Kehadiran sang pemilik istana iblis dari Tang Hay yang
mendadak ini membuat pertempuran sengit yang sedang berlangsung
di tengah kalangan pun segera terhenti.
Sambil menarik kembali pedangnya Pek In Hoei meloncat
mundur dua langkah ke belakang, sedang si Utusan Peronda Gunung
sambil ayunkan senjata palunya tak berani turun tangan lagi secara
gegabah, hanya saja pandangan gemas dan penuh kebencian ia
melotot sekejap ke arah si anak muda itu.
Coei Coei yang berlutut di atas tanah sama sekali tak berani
berkutik, bahkan bernapas keras-keras pun tak berani.
******

466
IMAM TANPA BAYANGAN II

Bagian 24
SETELAH mengendorkan senjatanya si Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei kembali pusatkan seluruh perhatiannya ke ujung
pedang, sekejap pun ia tidak memandang ke arah sang Kiong cu
tersebut.
Sebab dalam bayangannya pemilik dari istana iblis yang berasal
dari laut Tang Hay ini bisa mengandalkan Kereta Kencana Pembawa
Maut untuk mencelakai jago-jago Bu lim secara mengerikan, sang
Kiong cu tersebut pastilah seorang manusia sadis yang berwajah
seram dan berhati binatang, ia merasa tidak sudi berhubungan dengan
manusia semacam ini, karenanya dia pun ogah untuk menggubris
kehadirannya.
Dugaan si anak muda ini ternyata meleset, sang Kiong cu dari
istana Mo Kiong adalah seorang perempuan yang berwajah cantik,
diiringi oleh empat orang dara muda perlahan-lahan ia berjalan
mendekat, tiada senyuman yang menghiasi bibirnya, kecuali sepasang
biji matanya yang nampak sangat tajam, hampir boleh dikata tiada
tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa dialah sang pemilik istana
iblis yang memiliki ilmu silat sangat lihay itu.
Sedang di atas raut wajahnya yang cantik dan halus, sedikit pun
tidak memperlihatkan kekejaman serta kesadisan hatinya yang pernah
menyelenggarakan pembunuhan secara besar-besaran, hal ini
membuat orang jadi menaruh curiga, benarkah dia adalah perempuan
pengejar sukma yang sudah amat tersohor di kolong langit.
Sementara itu dengan pandangan dingin ia sudah melirik sekejap
ke arah Coei Coei, lalu sambil ulapkan tangannya ia berseru :
"Ayo bangun!"
Coei Coei tak berani mengucapkan barang sepatah kata pun,
buru-buru ia mengundurkan diri ke samping.
Sementara sang Kiong cu dengan sikap yang dingin dan hambar
bergerak maju ke depan, tubuhnya enteng bagaikan awan yang
melayang di angkasa, ringan lincah dan indah menawan hati.
467
Saduran TJAN ID

Diam-diam si Utusan Peronda Gunung mencuri lihat sekejap ke


arah Kong cu-nya, sorot matanya segera terlintas rasa takut yang
tebal, tubuhnya rada getar keras tapi ia maju juga ke depan sambil
serunya :
"Kiong cu!"
Si Pemilik istana iblis dari laut Tang Hay ini sama sekali tidak
menggubris dirinya, mendadak ia tertawa, begitu manis tertawanya
sampai nampak sebaris giginya yang putih dan bersih, dua buah dekik
yang kecil menambah manisnya wajah Kiong cu tersebut.
Begitu manis dan menawan hati senyuman perempuan itu,
membuat siapa pun yang memandang ikut terpesona.
Tetapi bagi si Utusan Peronda Gunung yang menjumpai
senyuman penuh daya tarik yang memikat hati itu bukannya terpikat,
sebaliknya air muka si kakek tua itu berubah hebat. Rasa takut, ngeri
dan seram yang amat tebal dengan cepat terlintas di atas wajahnya,
seolah-olah secara mendadak ia telah bertemu dengan iblis seram
yang hendak menggait sukmanya, begitu takut orang itu hingga tak
sepatah kata pun sanggup diutarakan keluar.
Lama sekali... ia baru berseru dengan nada gemetar :
"Kiong cu, kau, kau..."
"Besar amat nyalimu," jengek sang Kong cu sambil tersenyum.
"Ternyata terhadap sang Kiong cu mu sendiri pun berani tak pandang
sebelah mata pun..."
"Tidak, tidak!" sahut sang Utusan Peronda Gunung seraya
goyangkan tangannya berulang kali. "Aku si orang peronda tak
berani..."
Senyuman sang Kiong cu datangnya amat cepat, berubahnya pun
amat cepat, mendadak air mukanya berubah jadi dingin bagaikan es,
begitu kaku sampai mendekati tiada perasaan sedikit pun jua bahwa
napsu membunuh yang tebal terlintas di atas wajahnya yang putih dan
cantik.

468
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sikapnya yang dingin, ketus dan sedikit pun tiada perasaan ini
jauh berbeda dan tak sesuai dengan raut wajahnya yang cantik jelita
bagaikan bidadari itu, sebab cantiknya bagaikan sekuntum bunga
Bwee, tapi dinginnya melebihi salju di tengah musim dingin.
"Apa yang hendak kau katakan lagi??" serunya hambar.
Si Utusan Peronda Gunung sangsi sejenak, lalu ujarnya :
"Menurut peraturan yang berlaku di dalam istana iblis, aku si
orang peronda mempunyai kesempatan untuk angkat bicara."
"Jadi kalau begitu, kau pun berharap agar pun Kiong cu juga
memberi kesempatan bagimu untuk berbicara?" sela sang Kiong cu
menghina.
Air muka Utusan Peronda Gunung perlahan-lahan pulih kembali
dalam ketenangan, ia tahu bahwa asalkan dirinya memperoleh
kesempatan untuk mengemukakan alasannya maka itu berarti ia pun
mempunyai kesempatan untuk hidup lebih jauh, kendati harapan itu
tidak besar tetapi jauh lebih baik daripada menerima kematian tanpa
berusaha menolong.
Buru-buru ia simpan kembali senjata palunya dan berkata :
"Hal ini sudah tentu, aku si orang peronda adalah salah seorang
pembantu yang diangkat oleh Kiong cu, karena itu hamba percaya
bahwa Kiong cu pun akan memberi satu kesempatan kepada diriku
entah bagaimana menurut pendapat Kiong cu?"
"Hmmmm! Katakanlah!" seru Kiong cu. "Aku bisa membereskan
persoalan ini dengan seadil mungkin."
Senyuman penuh kelicikan tersungging di atas wajah Utusan
Peronda Gunung, ia bongkokkan badan memberi hormat kemudian
bertanya :
"Kiong cu, tolong tanya dosa serta kesalahan apakah yang telah
diperbuat aku si orang peronda sehingga membangkitkan kegusaran
Kiong cu dan menjatuhi hukuman mati terhadap diri hamba..."
Agaknya sang Kiong cu merasa tertegun dengan pertanyaan itu,
untuk sesaat ia tidak menduga kalau orang tua tersebut bisa

469
Saduran TJAN ID

mengajukan pertanyaan seperti itu kepadanya, tetapi ia bukanlah


seorang perempuan yang berotak bebal. Sebagai seorang pemimpin
yang dapat menguasai begitu banyak jago lihay dari lautan Timur
bahkan membuat mereka tunduk seratus persen pada perintahnya,
dalam waktu singkat ia sudah menemukan jawaban yang tepat.
Maka perempuan itu pun tertawa hambar, sahutnya :
"Eeeei... Utusan Peronda Gunung, bagaimana sih caramu untuk
menduduki jabatan setinggi ini kalau cuma kesalahan sendiri pun
tidak tahu... kau harus mengerti setelah kuutarakan dosa-dosamu itu
maka berarti pula bahwa untuk selamanya kau tidak akan memperoleh
kesempatan untuk menyesal..."
Di kala ia mengucapkan beberapa patah kata itulah, dengan cepat
dia telah berhasil mendapatkan alasan yang kuat untuk membunuh si
Utusan Peronda Gunung ini, biji matanya mengerling sekejap ke
depan dan satu rencana bagus pun telah disusun.
Kali ini si Utusan Peronda Gunung-lah yang berdiri tertegun,
untuk beberapa saat lamanya ia tidak berhasil mendapatkan akal yang
bagus untuk menghadapi sang Kiong cu-nya yang telah diliputi oleh
napsu membunuh itu, ia sadar bahwa tabiat Kiong cu-nya seringkali
berubah tak menentu, rasa senang, gusar, sedih dan murungnya tak
akan pernah berhasil diduga orang.
Setelah berpikir sebentar akhirnya ia pun mengambil keputusan,
katanya dengan tegas :
"Silahkan Kiong cu utarakan secara terus terang, asal hamba
benar-benar mempunyai kesalahan yang patut dihukum mati,
janganlah Kiong cu yang memberi perintah, hamba sendiri pun bisa
memenggal batok kepalaku sendiri untuk dipersembahkan kepada
Kiong cu..."
"Hmmm! Sikapmu ternyata terbuka, keras dan cukup tegas!"
jengek Kiong cu ketus. "Apa dosa Coei Coei, sehingga kau hendak
turun tangan untuk membinasakan dirinya..."

470
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Heeeh... heeeh... heeeh... " si Utusan Peronda Gunung tertawa


seram. "Ia berani bersekongkol dengan orang yang hendak dijatuhi
hukuman mati oleh pihak istana Mo Kiong kita. Cukup berdasarkan
alasan ini sudah dapat mencabut jiwanya sebanyak tiga kali,
sedangkan Kiong cu pun telah menyerahkan tugas serta tanggung
jawab ini kepada hamba, dus berarti bahwa perbuatan serta tindakan
hamba kali ini sama sekali tidak bertentangan atau pun melanggar
peraturan yang telah ditetapkan oleh Kiong cu. Dari mana mungkin
sekarang malahan hambalah yang akan dijatuhi hukuman mati
terlebih dulu?"
Coei Coei yang mendengar perkataan itu, mendadak meloncat
maju ke depan dan berseru :
"Goan Poo Kay! Janganlah kau campur adukkan dendam
pribadimu dengan tugas, apalagi memfitnah orang sekehendak hati
sendiri..."
Dengan cepat Kiong cu ulapkan tangannya mencegah dara
berbaju putih itu bicara lebih jauh, katanya :

471
Saduran TJAN ID

Jilid 20
"WALAUPUN alasanmu sangat sempurna dan masuk di akal tapi
sayang kau telah melupakan satu hal yang penting, peraturanku
bersekongkol dengan musuh luar itu hanya khusus ditujukan kepada
anak murid yang masuk menjadi anggota istana kami, dan tak pernah
memberi ijin kepadamu untuk menghadapi para dayang dari istana.
Apakah kau lupa bahwa para dayang yang bertugas di dalam istana
hanya pun Kiong cu sendiri yang berhak untuk menghukumnya? Dan
sekarang kau berani mewakili kekuasaanku, bukankah hal itu sama
artinya tidak pandang sebelah mata pun terhadap Poen Kiong cu...."
Air muka si Utusan Peronda Gunung berubah hebat.
"Walaupun dia adalah dayang istana tetapi dia pun merupakan
utusan yang mengendalikan Kereta Kencana Pembawa Maut, dus
berarti menurut peraturan dia pun termasuk anak murid istana Mo
King..."
"Hmmm! Berani mempertahankan alasan yang tak masuk di akal
cukup dengan alasan ini kau bisa dijatuhi hukuman mati..."
Rupanya si Utusan Peronda Gunung menyadari bahwa untuk
melanjutkan hidupnya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, ia
segera tertawa kering. Mendadak dengan wajah angkuh dan sedikit
pun tidak menunjukkan rasa jeri jengeknya :
"Kiong cu, rupa-rupanya kau sangat membelai dayang itu..."
"Kau tak usah banyak bicara lagi," tukas sang Kiong cu dengan
air muka berubah hebat. "Asal kau sanggup mempertahankan diri dari
ke-tiga jurus pedang pengejarnya maka tentu saja sesuai dengan

472
IMAM TANPA BAYANGAN II

peraturan aku bisa memberikan satu jalan kehidupan bagimu. Tetapi


kalau kau memang menganggap bahwa dirimu masih mempunyai
kesempatan untuk membela diri, tiada halangan bagimu untuk
mencari bantuan dari Song Ceng To serta Lie Ban Kiam... Poen Kiong
cu akan memberi waktu tiga jam kepadamu!"
"Baik!" sahut si Utusan Peronda Gunung ketus. "Hamba segera
akan mencari Song toako serta Lie jie ko. Hmmm!... sampai waktunya
Kiong cu tidak akan seenteng dan sesombong seperti sekarang..."
Rupanya ia sudah mempunyai rencana yang masak dalam
benaknya, begitu selesai berkata badannya segera berputar dan berlalu
dari situ, ketika lewat di hadapan si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek
In Hoei, tiba-tiba ia melotot sekejap ke arahnya dengan penuh
kebencian, ancamnya :
"Bajingan cilik, urusan di antara kita belum selesai, nantikanlah
saat kematianmu..."
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tertawa dingin.
"Bagus, kalau memang kau masih ada kegembiraan untuk
bertarung, cayhe tentu akan melayani dirimu untuk ukur kekuatan..."
"Bajingan cilik, sebelum ajalku tiba aku pasti akan mencari
seorang teman untuk mengiringi keberangkatanku... nanti orang
pertama yang akan kucari adalah dirimu."
Meskipun di mulut ia berbicara terus tapi langkah kakinya sama
sekali tak berhenti, bahkan berlalu semakin cepat lagi hingga dalam
waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Menanti bayangan tubuh si Utusan Peronda Gunung sudah tak
nampak lagi, sang Kiong cu baru menoleh dan melotot sekejap ke arah
Coei Coei, katanya :
"Andaikata aku tidak tiba di sini dengan cepat, niscaya kau sudah
menemui ajalnya di tangan orang itu."
Terhadap masalah mati hidupnya ternyata Coei Coei tidak
menaruh perhatian atau pun rasa kuatir barang sedikit pun juga,

473
Saduran TJAN ID

sepeninggalnya si Utusan Peronda Gunung mendadak wajahnya


berubah jadi amat murung dengan nada gelisah katanya :
"Kiong cu, kenapa kau melepaskan dirinya pergi? Seandainya
sebentar lagi Song Ceng To serta Lie Ban Kiam dengan
kedudukannya datang kemari mencari Kiong cu untuk berdebat, maka
waktu itu... Aaaai!..."
"Tentang soal ini kau tak perlu kuatir," kata Kiong cu sambil
tertawa hambar. "Tentu saja aku mempunyai rencana yang amat
sempurna sebelum bertindak demikian, cuma saja langkah berikutnya
kita mesti bekerja lebih cepat lagi, di dalam waktu tiga jam segala
sesuatunya harus sudah beres dan siap, dan aku rasa hal inilah yang
paling merepotkan..."
"Lalu apa daya kita?" tanya Coei Coei dengan wajah penuh
kegelisahan.
"Keadaanmu tiada jauh berbeda dengan keadaanku, setiap saat
ancaman kematian mungkin bisa menimpa diriku. Tetapi kau tak usah
kuatir, kawanan manusia itu masih demikian jeri dan takutnya
kepadaku karena aku masih mempunyai tiga jurus ilmu pedang
pengejar nyawa yang memiliki kekuatan sangat ampuh. Sekarang
adalah saatnya bagi para pengkhianat untuk memberontak, dan kita
pun harus cepat-cepat melakukan pertolongan..."
"Ooooouw...! Jadi kalau begitu Kiong cu telah tahu tentang
segala-galanya..." tanya Coei Coei.
Sang Kiong cu tertawa getir.
"Sejak ibuku menghembus napasnya yang terakhir, setiap orang
yang ada di dalam Istana Mo Kiong berusaha untuk merebut
kekuasaan dan menduduki jabatan sebagai pemimpin, terutama sekali
Song Ceng To serta Lie Ban Kiam, ambisi mereka berdua paling besar
di antara yang lain. Sekalipun aku tiada maksud untuk membinasakan
mereka, tetapi mereka pun tak mungkin tiada niat untuk
menyingkirkan diriku, tentang hal ini apakah kau tak bisa
melihatnya..."

474
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sejak kedua orang majikan dan dayang itu bercakap-cakap


walaupun Pek In Hoei hanya membungkam melulu tapi secara lapat-
lapat ia bisa menangkap duduk perkara yang sebenarnya walaupun ia
tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi sehingga istana Mo Kiong
di laut Tang Hay bisa berubah jadi begini, tetapi ia pun mengerti
bahwa pokok persoalannya tidak jauh daripada perebutan kekuasaan
di kalangan istana Mo Kiong sendiri.
Sementara ia masih termenung memikirkan persoalan itu, Kiong
cu sudah menggeserkan badannya maju ke depan, tegurnya dengan
suara lirih :
"Pek kong cu, kau tentu merasa terkejut bukan?"
"Kiong cu," kata Pek In Hoei ketus. "Apa maksud tujuanmu
dengan mengundang cayhe datang kemari..."
Perlahan-lahan Kiong cu membenahi rambutnya yang kacau
terhembus angin, lalu sambil tertawa sahutnya :
"Kali ini pun Kiong cu jauh-jauh dari laut Tang Hay datang ke
daratan Tionggoan, kesemuanya ada dua buah persoalan yang hendak
kuselesaikan, dan kedua buah persoalan itu kesemuanya ada
hubungan serta sangkut pautnya dengan Pek kongcu, oleh sebab itu
pun Kiong cu sengaja mengundang Pek kongcu untuk sementara
waktu berdiam di dalam istana kami..."
"Tapi... antara cayhe dengan Kiong cu toh tidak saling kenal
mengenal..." kata Pek In Hoei tertegun. "Mana mungkin persoalan
yang terjadi di laut Tang Hay bisa ada hubungan serta sangkut
pautnya dengan diri cayhe, harap Kiong cu suka memberi petunjuk..."
Sang Kiong cu segera ulapkan tangannya.
"Pek kongcu, silahkan masuk ke dalam untuk minum teh. Pun
kiong cu segera akan mengutarakan sebab-sebabnya..."
Dengan gerakan tubuh yang enteng bagaikan awan di angkasa ia
berkelebat meninggalkan tempat itu, si Jago Pedang Berdarah Dingin
Pek In Hoei ragu-ragu sejenak akhirnya dia pun mengikuti di
belakang gadis tersebut.

475
Saduran TJAN ID

Tatkala bayangan tubuh Pek In Hoei telah lenyap di balik


pepohonan, Utusan Peronda Gunung beserta dua orang kakek
berjenggot hitam kebetulan munculkan diri dari sudut bukit.
Si Utusan Peronda Gunung segera menuding ke arah bayangan
punggung Pek In Hoei sambil katanya :
"Toako, kita bereskan dulu bajingan cilik itu..."
"Tentu saja," sahut si kakek tua di sebelah kiri yang mempunyai
tahi lalat besar di atas wajahnya sambil tertawa seram. "Setiap orang
yang mempunyai hubungan dengan budak rendah tersebut tak boleh
kita kasih hidup di kolong langit..."
Kiranya si kakek tua itu bukan lain adalah Song Ceng To yang
mempunyai kedudukan sebanding dengan Kiong cu dari istana Mo
Kiong itu, sedangkan si kakek yang lain bukan lain adalah Lie Ban
Kiam yang punya kekuasaan tinggi pula di dalam Mo Kiong.
Sementara itu Lie Ban Kiam telah memandang sekejap ke
sekeliling tempat itu lalu berkata :
"Song Loo toa, coba kau lihat sesuai atau tidak kalau kita mulai
bergerak pada saat seperti ini..."
Song Ceng To termenung berpikir sejenak, kemudian menjawab
:
"Kalau ditinjau dari tingkah laku perempuan rendah itu, rupanya
ia sudah mengetahui akan persoalan kita, tetapi tidak seharusnya
begitu cepat tiba di sini. Sekarang persoalan keselamatan dari Goan
Poo Kay-lah yang paling menguatirkan, seandainya kita tidak
percepat gerakan kita maka aku rasa posisi agak tidak menguntungkan
bagi kita..."
"Toako," seru si Utusan Peronda Gunung dengan ketakutan.
"Kita semua menjunjung dirimu sebagai pemimpin, tidak seharusnya
kalau kau buang kesempatan untuk menguasai seluruh jago lihay dari
laut Tang Hay ini dengan percuma, bila kejadian ini berlangsung di
laut Tang Hay maka kau serta aku pasti akan mati sebab di situ sedikit
banyak perempuan rendah itu masih mempunyai beberapa orang

476
IMAM TANPA BAYANGAN II

kepercayaan, tetapi sekarang... Hmmm!... hampir separuh bagian


orang yang ikut keluar adalah orang-orang kita, aku tanggung ia tak
akan mempunyai kemampuan besar untuk membendung
pemberontakan kita..."
"Sudah tentu! sudah tentu!" Song Ceng To mendehem dua kali.
"Cuma saja perempuan cilik itu sejak kecil sudah memperoleh
warisan langsung dari ibunya akan ilmu pedang Toei Hoen Sam Kiam
meskipun ilmu pedang lautan Tang Hay antara satu keluarga dengan
keluarga lainnya mempunyai kelihayan yang berbeda-beda tetapi Tui
Hoen Sam Kiam tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa itu
merupakan ilmu pedang yang paling ampuh di antara yang lain,
bilamana sampai terjadi pertarungan nanti, aku rasa masalah inilah
yang paling memusingkan kepala..."
"Hmmm! Ilmu pedang tiga jurus pengejar nyawa itu cuma besar
namanya belum tentu hebat kenyataannya," seru Lie Ban Kiam sambil
mendengus. "Menurut pengamatanku selama banyak tahun, ilmu silat
yang dimiliki perempuan rendah itu tidak seberapa Song Loo toa!
Bilamana kau tidak lega hati, pertarungan pertama nanti serahkan saja
kepadaku..."
"Heeeh... heeeeh... heeeh... kejadian ini benar-benar merupakan
suatu peristiwa aneh," Song Ceng To tertawa seram. "Perempuan
rendah itu selalu menyembunyikan diri rapat-rapat sehingga siapa pun
tak tahu sampai di manakah sebenarnya kepandaian silat yang
dimiliki, jangan-jangan tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa itu
hanya suatu gertak sambal belaka yang dipergunakan mendiang
Kiong cu kita untuk menakut-nakuti anak buahnya, sehingga
membuat kita jeri dan pecah nyali dan selamanya tak berani
memberontak... Hmmm!... sekarang hatiku barulah menjadi paham..."
Belum habis dia berbicara mendadak orang itu membungkam,
sinar matanya segera dialihkan ke arah depan dari mana terlihatlah
sesosok bayangan manusia dengan kecepatan yang penuh sedang
bergerak menuju ke situ.

477
Saduran TJAN ID

Air muka Song Ceng To nampak agak berubah, serunya :


"Aaaah, It-boen Pit Giok! Kenapa dia pun munculkan diri seperti
ini..."
Sementara itu It-boen Pit Giok telah di hadapan mereka bertiga,
setelah dipandangnya sekejap wajah orang-orang itu dia tertawa
hambar dan menegur :
"Apakah Kiong cu kalian ada?"
"Tidak ada!" sahut Song Ceng To sambil gelengkan kepalanya.
"Kedatangan nona It-boen agak terlambat satu tindak karena ada
urusan dia telah pergi..."
"Mana mungkin?" It-boen Pit Giok berdiri melengak. "Kita sudah
berjanji untuk berjumpa pada hari ini..."
Meskipun dalam hatinya sangsi dan menaruh curiga tetapi mimpi
pun ia tak pernah mengira kalau Song Ceng To sedang menipu
dirinya, setelah berseru tertahan karena tak habis mengerti ia enjotkan
badannya dan berlalu dari situ.
"Song Loo toa, kau telah membohongi dirinya..." bisik Lie Ban
Kiam sepeninggalnya gadis itu.
"Sekarang kita sedang bersiap-siap untuk melakukan
pergerakan," ujar Song Ceng To dengan wajah serius. "Bilamana
bocah perempuan itu sampai mencampuri pula urusan ini maka
pekerjaan kita jadi sulit untuk dilaksanakan. Dan kini It-boen Pit Giok
berlalu, tindakan selanjutnya adalah mengumpulkan segenap
kekuatan yang berpihak kepada kita, mari kita lakukan suatu
penyergapan secara tiba-tiba sehingga membuat perempuan rendah
itu jadi gelagapan tak karuan..."
"Betul!" sambung si Utusan Peronda Gunung seraya tertawa
seram. "Song Loo toa kita bertemu lagi di kebun bunga belakang tiga
jam kemudian..."
Setelah berunding lagi dengan suara lirih, ke-tiga orang itu saling
berpisah dan lenyap di balik pepohonan.
******

478
IMAM TANPA BAYANGAN II

Cahaya sang surya memancar masuk lewat jendela dan menyinari


permukaan yang luas, sesosok bayangan manusia terbias di tengah
kilatan cahaya menunjukkan perawakannya yang tinggi.
Dengan pandangan keheranan Pek In Hoei sedang mengamati
ruang besar yang indah, mewah, dan megah itu. Setelah dayang
menghidangkan air teh masing-masing pun mengambil tempat duduk.
Dengan sepasang biji mata yang berapi-api Kiong cu melirik
sekejap ke atas wajah Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin,
lalu menghela napas dalam-dalam, di atas wajahnya yang terhias
senyuman secara mendadak terlapis satu kekesalan dan kemurungan
yang tipis.
Terdengar ia tertawa hambar lalu berkata :
"Pek kongcu, mengenai persoalan yang menyangkut pedang
mustika penghancur sang surya dari partai anda, apakah kau sudah
tahu akan asal usulnya serta ikatan budi dan dendam yang terkait
dalam hal ini..."
"Asal usulnya?" seru Pek In Hoei tertegun. "Aku belum pernah
mendengar akan hal ini..."
Kiong cu tertawa.
"Inilah persoalan pertama yang akan kubicarakan dengan
kehadiran Pek Kongcu dalam istana kami pada hari ini. Walaupun
nama besar istana Mo Kiong dari laut Tang hay kami jadi tersohor di
dalam dunia persilatan karena tindak tanduknya yang bengis dan
menakutkan serta pembunuhan-pembunuhan yang mengerikan, tetapi
kau harus tahu bahwa sebagian besar korban yang mati di tangan kami
adalah termasuk di antara manusia-manusia laknat yang sudah terlalu
banyak melakukan kejahatan. Asalkan seseorang telah memahami
keadaan yang sebenarnya dari istana kami maka mereka pasti akan
mengetahui apa sebenarnya yang sudah terjadi dengan istana Mo
Kiong..."

479
Saduran TJAN ID

Tatkala Pek In Hoei mendengar bahwa pihak lawannya


mengungkap soal pedang sakti penghancur sang surya dari partai
Thiam cong, dalam hati merasa tertegun. Ia mengerti bahwa senjata
tajam ini sudah terlalu banyak mengikat tali budi dan dendam di
dalam dunia persilatan, tetapi berhubung situasi di dalam dunia
kangouw selalu berubah dan kebanyakan orang kangouw masih
disibukkan oleh hadirnya beberapa kekuatan baru maka masih jarang
sekali ada orang yang menuntut persoalan itu.
Dengan nada tercengang ia segera bertanya :
"Persoalan pedang sakti penghancur sang surya yang diungkap
Kiong cu, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Kiong cu termenung dan berpikir sebentar,kemudian menjawab :
"Setelah Si pedang sakti Cia Ceng Gak dengan sebatang
pedangnya berhasil mengalahkan ratusan orang jago lihay yang ada
di daratan Tionggoan tempo dulu, para partai yang ada di dalam Bu
lim segera menjuluki dia sebagai malaikat dari ilmu pedang, tetapi
persoalan ini justru telah menggusarkan hati seorang Boe Beng Loo
jien kakek tanpa nama yang berdiam di kolam pedang gunung Thian
san, orang ini sepanjang masa berlatih pedang dengan tekun dan tak
pernah mencampuri urusan kangouw, tetapi justru dikarenakan
keyakinannya yang begitu besar terhadap keberhasilannya di dalam
ilmu pedang maka setelah mendengar bahwa di dalam dunia kangouw
telah muncul seorang jago lihay yang masih muda belia, di samping
keinginannya untuk mengalahkan Cia Ceng Gak di ujung pedangnya,
dia pun ingin mengingatkan pula kepada seluruh umat Bu lim bahwa
di atas puncak gunung Thian san masih terdapat seorang jago pedang
yang maha sakti..."
Kiong cu melirik sekejap ke arah Pek In Hoei, setelah berganti
napas ujarnya kembali :
"Dengan membawa sebilah pedang sakti Leng Pek Kiam dari
gunung Thian san si kakek tanpa nama itu langsung menyerbu ke
gunung Thiam cong, di situ ia tantang Cia Ceng Gak untuk berduel.

480
IMAM TANPA BAYANGAN II

Partai Thiam cong yang jadi tersohor di kolong langit berkat


kelihayan Cia Ceng Gak sudah tentu tak ingin pamornya rontok
dengan begitu saja, mula-mula mereka kirim jago-jago lihaynya untuk
memberitahukan kepada kakek tanpa nama itu bahwa Cia Ceng Gak
tak ada di atas gunung, kemudian baru mengutus jago-jagonya untuk
bertarung melawan kakek tua itu. Dalam sekejap mata si kakek tanpa
nama telah memukul keok ke-tiga puluh dua orang jago lihay dari
partai Thiam cong kemudian menantang Cia Ceng Gak untuk bertemu
di puncak Soe Sim Hong gunung Huang san, apabila ia tidak datang
maka julukannya sebagai si pedang sakti dipersilahkan dihapus dari
muka Bu lim, kalau tidak maka partai Thiam cong harus menutup
pintu mengasingkan diri. Selesai berpesan demikian sambil tertawa
terbahak-bahak pergilah si kakek tanpa nama itu.
Pek In Hoei yang mendengar sampai di sini segera merasakan
hatinya tergetar keras, selanya :
"Sucouw ku apakah menepati janji dan mengadakan pertemuan
dengan si kakek tanpa nama di puncak Soe Sim Hong gunung Huang
san..."
Kiong cu menghela napas panjang.
"Selama hidupnya sucouwmu berlatih pedang dengan tekun dan
rajin, tentu saja ia tak mau menghadiahkan julukan si pedang sakti
yang diperolehnya dengan susah payah itu kepada orang lain dengan
percuma, sekembalinya ke gunung Thiam cong dan mendengar
tantangan tersebut, saking kheki dan mendongkolnya selam tiga hari
ia tak mau berbicara dengan siapa pun juga. Seorang diri ia menutup
diri di belakang gunung untuk berlatih tiga gerakan terakhir dari ilmu
pedang Thiam cong Kiam hoat. Pada keesokan hari ke-enam setelah
meninggalkan tulisan seorang diri ia berangkat ke puncak Soe Sim
Hong gunung Huang san..."
Berbicara sampai di sini Kiong cu merandek sejenak, setelah
memandang sekejap ke atas wajah Pek In Hoei terusnya :

481
Saduran TJAN ID

"Ketika ia tiba di puncak Soe Sim Hong si kakek tanpa nama itu
sudah menanti lama sekali di situ. Begitu Cia Ceng Gak berjumpa
dengan kakek tanpa nama itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia
segera cabut keluar pedangnya dan bertarung melawan kakek
tersebut. Siapa tahu baru saja lewat tiga jurus pedang milik Cia Ceng
Gak sudah terbabat kutung oleh senjata mestika si kakek tanpa nama.
Sadarlah Cia Ceng Gak bahwa senjatanya tak mampu menandingi
milik orang, maka setelah meninggalkan beberapa patah kata dengan
menunggang perahu ia menuju ke laut Tang hay..."
"Menang kalah belum ditentukan, mau apa sucouwku berangkat
ke laut Tang hay?" tanya Pek In Hoei tertegun.
Dari catatan sebuah kitab ilmu pedang Cia Ceng Gak mendapat
tahu bahwa jauh di dasar samudra Tang hay terdapat sebilah pedang
mestika yang amat tajam, untuk membalas dendam atas patahnya
pedang di ujung senjata si kakek tanpa nama, ia bersumpah akan
menemukan pedang sakti itu dari dasar laut Tang hay, tetapi dalam
catatan ilmu pedang itu tidak ditegaskan di manakah persis letaknya
pedang itu. Untuk mencari sebilah pedang di tengah samudra yang
luas tentu saja bukan pekerjaan yang gampang. Dalam
keputusasaannya berangkatlah Cia Ceng Gak menuju ke istana Mo
kiong kami, di kebun bunga belakang ia berjumpa dengan ibuku.
Sebagai pemuda yang berwajah tampan lagi pula seorang ahli dalam
bercinta akhirnya ia mengikat tali perkawinan dengan ibuku..."
Sebagai seorang gadis remaja yang baru meningkat dewasa,
tatkala berbicara sampai di sini air mukanya tanpa terasa berubah jadi
merah padam, suaranya jadi lirih dan kepalanya tertunduk rendah-
rendah, sambil mempermainkan ujung baju terusnya kembali :
"Walaupun ibuku belum pernah meninggalkan laut Tang hay
barang satu langkah pun, tetapi terhadap semua kejadian yang
berlangsung di daratan Tionggoan mengetahui jelas bagaikan melihat
jari tangan sendiri, setelah beliau mengetahui bahwa maksud tujuan
Cia Ceng Gak mengarungi samudra datang ke laut Tang hay adalah

482
IMAM TANPA BAYANGAN II

untuk mencari pedang sakti yang tenggelam di dasar lautan, maka


dengan suatu kesempatan dengan memberanikan diri ibuku telah
mencuri kitab catatan benda aneh di luar lautan milik kakekku. Sedikit
pun tidak salah, dalam catatan kuno itulah mereka berhasil
menemukan letak yang persis dan tepat dari pedang sakti penghancur
sang surya itu..."
"Apa? Pedang sakti yang dicari Sucouwku adalah pedang
mestika penghancur sang surya..." hampir saja Pek In Hoei meloncat
bangun saking kagetnya.
Kiong cu tersenyum manis.
"Apanya yang aneh? Meskipun Cia Ceng Gak memiliki
kepandaian silat yang maha sakti tetapi ia tak memiliki sebilah pedang
mestika yang ampuh, kalau tidak mana ia bisa jatuh kecundang di
tangan kakek tanpa nama. Untuk memenuhi harapan dari Cia Ceng
Gak, di luar pengetahuan engkongku secara diam-diam ibuku telah
mengumpulkan tiga belas orang penyelam yang terbaik, dengan
diawasi sendiri berangkatlah mereka mencari pedang mestika
tersebut. Siapa tahu meskipun pedang sakti penghancur sang surya
berhasil didapatkan tetapi karena peristiwa itulah telah mengundang
datangnya satu bencana besar di laut Tang hay.
Kiranya pedang sakti penghancur sang surya ini dahulunya
adalah senjata ampuh milik Sie Jiet Coen cu untuk menaklukkan iblis
di dasar lautan Timur yang disebut kerbau laut, dalam suatu
pertarungan kerbau-kerbau laut itu berhasil dipaksa masuk ke dalam
sebuah liang es, dengan cahaya tajam dari pedang sakti itulah kerbau-
kerbau laut itu dikekang kehebatannya. Setelah pedang sakti itu
dicabut maka kerbau laut itu pun munculkan diri kembali di dalam
samudra dan kehadiran dari makhluk aneh itu telah menimbulkan
gelombang pasang yang amat dahsyat, bukan saja air pasang jadi
tinggi bahkan seratus buah perahu nelayan yang berada di sekeliling
tempat itu telah tenggelam ke dasar laut termakan ombak.

483
Saduran TJAN ID

Ibuku yang membawa pedang sakti penghancur sang surya


berhasil lolos dari bahaya maut, tetapi ke-tiga belas ahli penyelam itu
semuanya tewas ditelan Kerbau laut. Kejadian ini setelah diketahui
engkongku, dia orang pun jadi teramat murka, ibuku seketika
dikurung dan kepada Cia Ceng Gak didesaknya agar menyerahkan
kembali pedang sakti penghancur sang surya itu. Tentu saja Cia Ceng
Gak tak mau menyerah dengan begitu saja hingga suatu pertempuran
sengit segera berlangsung.
Cia Ceng Gak tidak ingin melukai orang, dengan membawa
pedang sakti itu buru-buru dia kembali ke daratan Tionggoan dan
langsung menuju ke puncak gunung Thian san untuk menantang si
kakek tanpa nama berduel.
Kendati pedang sakti Leng Pek Kiam adalah sebilah pedang
mestika, namun senjata itu bukan tandingan pedang sakti penghancur
sang surya, dalam jurus yang ke-tiga pula pedangnya terpapas putus
oleh senjata Cia Ceng Gak. Dalam terkejut serta gusarnya si kakek
tanpa nama muntah darah tiga kali, dengan membawa rasa dendam
dan sakit hati berlalulah orang itu dari tempat tinggalnya, sejak itu
tiada kabar beritanya lagi dan mungkin ia telah bersembunyi karena
malu bertemu dengan orang..."
Dalam waktu singkat ia telah menyelesaikan kisah ceritanya,
wajah gadis itu pun mulai terpengaruh oleh perasaan hingga dari
kelopak matanya nampak titik air mata.
Setelah menghela napas panjang, ujarnya dengan sedih :
"Dengan pedang mestika itu Cia Ceng Gak berhasil menuntut
balas atas sakit hatinya, tetapi ibuku justru kena dicelakai, dalam
penjara ia tak dapat melupakan diri Cia Ceng Gak, setiap hari ia
berharap agar kekasihnya bisa datang berkunjung ke laut Tang hay
untuk menjenguk dirinya, perpisahan yang tergesa-gesa menimbulkan
rasa rindu yang amat tebal.
Siapa tahu kepergian Cia Ceng Gak sama sekali tak ada kabar
beritanya, bahkan sepucuk surat pun tidak ada yang melayang tiba.

484
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pek kongcu! Coba lihat bukankah sucouwmu itu terlalu tak ada
perasaan..."
Pek In Hoei tidak menyangka kalau di balik persoalan ini masih
terkandung masalah yang demikian rumit dan kacaunya, mendengar
pertanyaan itu ia jadi tertegun, pelbagai ingatan dengan cepat
berkelebat di dalam benaknya.
"Seandainya apa yang ia katakan semuanya adalah kenyataan,
maka tindakan Sucouw pada masa yang silam memang termasuk tiada
perasaan," pikirnya di dalam hati. "Tetapi aku sebagai anak murid
partai Thiam cong, tidaklah pantas kalau mengatakan hal yang bukan-
bukan mengenai sucouwku sendiri..."
"Tentang soal ini... tentang soal ini..." serunya gelagapan.
Kiong cu tertawa dingin, ujarnya kembali :
"Sucouwmu begitu tak berbudi dan tak berperasaan membuat
ibuku merasa amat menyesal. Sesaat sebelum menghembuskan
napasnya yang terakhir ia berpesan kepadaku agar mencari jejak dari
Cia Ceng Gak dan menuntut balaskan sakit hati ibu yang telah
meninggal, atau kalau tidak tarik kembali pedang sakti penghancur
sang surya dan dikembalikan ke dasar laut Tang hay, agar peristiwa
ini dapat cepat beres. Tetapi... berhubung kabar berita mengenai Cia
Ceng Gak masih belum menentu, maka terpaksa pun Kiong cu harus
mengundang kehadiranmu untuk menyelesaikan masalah ini..."
"Meskipun aku memperoleh peninggalan pedang mestika
penghancur sang surya dari sucouwku tetapi aku sendiri pun tidak
tahu akan mati hidup dari Sucouw dia orang tua," ujar Pek In Hoei
dengan nada sedih. "Seandainya Kiong cu memang bersikeras hendak
menarik kembali pedang mestika penghancur sang surya ini,
bagaimana kalau kau tunggu dulu sampai aku berhasil membalaskan
dendam sakit hati ayahku serta membangun kembali partai Thiam
cong..."
"Tujuanku yang paling penting di dalam perjalanan jauhku
datang ke daratan Tionggoan adalah mencari kabar berita mengenai

485
Saduran TJAN ID

Cia Ceng Gak," kata Kiong cu dengan hambar. "Sekalipun dia sudah
mati, aku pun harus menggali tulang belulangnya..."
Mendadak Pek In Hoei merasakan hatinya bergolak keras, suatu
tekanan batin yang aneh timbul di dalam benaknya.
"Apakah kau pun ikut membenci sucouwku..." tanyanya.
"Tentu saja," sahut Kiong cu sambil tertawa dingin. "Aku sangat
mencintai ibuku, maka aku pun ikut membenci akan ketidak
berperasaannya Cia Ceng Gak, sebab sedari kecil aku sudah ketularan
sifat-sifat dari ibuku. Terhadap pelbagai persoalan aku bisa
memandang dengan gembira, bisa pula memandang dengan
kemurungan. Mungkin kau merasa bahwa hal ini sangat aneh, tetapi
kenyataan memang demikian..."
Berbicara sampai di sini ia berpaling sekejap ke kiri kanan, tiba-
tiba teriaknya :
"Siauw Coei!"
Buru-buru Coei Coei lari ke depan, tanyanya sambil memberi
hormat :
"Kiong cu, kau ada petunjuk apa?"
"Coba kau pergilah keluar dan coba tengok apakah adik It-boen
sudah datang atau belum?"
Coei Coei memberi hormat dalam-dalam dan segera
mengundurkan diri dari situ.
Sepeninggalnya dara berbaju putih tadi, dengan pandangan mata
yang tajam bagaikan sebilah pisau belati ia menatap sekejap wajah
Pek In Hoei, lalu tanyanya dengan nada sedih :
"Dari pembicaraan adik It-boen aku dengar bahwa di depan
perkampungan Thay Bie San cung kau pernah menghancurkan dua
puluh empat buah lentera merahnya, hingga membuat ke-tiga orang
dewa panjang usia dari lautan merasa amat terperanjat, Pek kongcu
benarkah pernah terjadi peristiwa semacam ini?"
Tatkala Pek In Hoei mendengar secara tiba-tiba Kiong cu dari
Istana Mo Kiong mengungkap tentang persoalan ini hatinya jadi

486
IMAM TANPA BAYANGAN II

tertegun, dalam waktu singkat bayangan wajah seorang gadis yang


dingin dan ketus tertera nyata di dalam benaknya, senyum serta
dengusan gusar It-boen Pit Giok dengan begitu nyata tertera di dalam
benaknya...
Diam-diam ia menghela napas panjang, ujarnya :
"Nona It-boen berotak cerdas dan berkepandaian lihay, cayhe
mana bisa dibandingkan dengan dirinya..."
Mendadak dari luar ruang tengah berkumandang datang suara
bentakan serta teriakan tajam, dengan wajah pucat pias bagaikan
mayat terburu-buru Coei Coei lari masuk ke dalam, kemudian
tangannya bergerak memberi kode rahasia.
Melihat gerakan tangan dara berbaju putih itu, air muka Kiong cu
berubah hebat.
"Kau mau apa?" tegurnya.
"Kiong cu," seru Coei Coei dengan suara gemetar, "Song Ceng
To mereka..."
Kiong cu mendengus dingin, ia segera ulapkan tangannya.
"Kau segera mengundurkan diri dan suruh mereka bersiap sedia,
di tempat ini biar aku yang atur sendiri..."
Saking gelisah dan cemasnya Coei Coei gelengkan kepalanya
berulang kali kemudian berkelebat masuk ke dalam ruang belakang.
Baru saja badannya berkelebat lenyap dari pandangan, dari luar
ruang tengah sudah terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang, terdengarlah Song Ceng To sambil tertawa
seram berseru :
"Kiong cu, aku Song Ceng To ada urusan hendak mohon
bertemu..."
"Hmmm! Bukankah sudah kukatakan tadi bahwa tiga jam
kemudian baru aku akan menjumpai kalian?"
Walaupun Song Ceng To yang berada di luar ruangan
mempunyai kedudukan yang cukup tinggi di dalam istana Mo Kiong,

487
Saduran TJAN ID

tetapi dia pun tak berani secara gegabah menerjang masuk ke dalam,
sambil tertawa seram segera jengeknya :
"Kiong cu, apakah kau tidak sudi untuk berjumpa dengan
diriku?"
"Apa maksudmu?" seru Kiong cu dengan air muka berubah
hebat.
Song Ceng To mendehem dan tertawa seram :
"Heeeh... heeeh... heeeeh. sejak istana Mo Kiong dari laut Tang
hay didirikan hingga kini belum pernah aku dengar ada orang bisa
hidup keluar dari Kereta Kencana Pembawa Maut, ini hari Kiong cu
telah bertindak di luar kebiasaan bahkan menahan orang hukuman di
tempat ini, entah bagaimanakah penjelasan dari Kiong cu..."
"Hmmm! Masuklah ke dalam!" jengek Kiong cu dingin.
"Rupanya mau tak mau harus berjumpa dengan kalian berdua..."
Peraturan dari istana Mo Kiong amat ketat sekali, sebelum Kiong
cu mengijinkan siapa pun tidak diperkenankan tanpa sebab berjalan
masuk ke dalam ruang tamu. Meskipun Song Ceng To menduduki
jabatan sebagai penilik dari istana Mo kiong, tetapi sebelum secara
resmi bentrok ia tak berani bertindak secara gegabah.
Dengan wajah dingin dan menyeramkan si kakek tua itu berjalan
masuk ke dalam ruang tengah, ujarnya sambil tertawa mengejek :
"Kiong cu, kau menerima seorang luar asing di tempat ini, apakah
tidak merasa bahwa perbuatanmu itu telah menurunkan pamor serta
derajat sendiri?"
"Song Ceng To!" bentak Kiong cu nyaring. "Rupanya kau
sengaja datang kemari untuk membuat gara-gara..."
Air muka Song Ceng To berubah membeku, hatinya bergetar
keras dan dengan cepat ia berpikir :
"Perempuan rendah, kau jangan berlagak sok lebih dulu, nanti
sebentar kau bakal tahu sampai di manakah kelihayanku..."
Dalam hati berpikir demikian, di luar ia tertawa dingin dan
menyahut :

488
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kiong cu, perkataanmu terlalu menusuk perasaan orang, di kala


ibumu masih hidup di kolong langit pun ia menaruh sikap mengalah
tiga bagian terhadap aku si orang she Song, sedang kau... Hmm!...
hampir boleh dibilang dalam pandanganmu sama sekali tiada orang
lain..."
Air muka Kiong cu berubah hebat.
"Besar amat nyalimu, berani benar kau cari satroni dengan aku
orang..." bentaknya.
Sambil berkata ia bangkit berdiri, dengan wajah adem dan
pandangan penuh kegusaran ditatapnya wajah si kakek licik dan
berhati kejam ini tanpa berkedip.
Ketika meloncat bangun tadi, di atas wajah sang Kiong cu
terlintas napsu membunuh yang amat tebal dan cukup menggidikkan
hati orang, kewibawaannya yang besar serta sikap yang dingin dan
tajam membuat Song Ceng To yang menyaksikan merasakan hatinya
bergetar keras.
"Kiong cu, apakah kau hendak membinasakan diriku?" tegur
Song Ceng To dengan air muka berubah hebat.
Dengan wajah yang tetap hambar sedikit pun tidak menunjukkan
perasaan apa pun, jawab Kiong cu ketus :
"Kalau kau sudah memahami akan hal ini, itu lebih dari cukup,
kau mesti tahu bahwa di dalam istana Mo kiong bagaimana pun juga
aku adalah tetap seorang majikan , sekalipun kau merupakan
pembantu setia dari ibuku almarhum dan setiap kali menghadapi
persoalan aku selalu mengalah tiga bagian kepadamu, tetapi di dalam
bentrokan gy cukup tajam dan berbahaya ini sekalipun aku tiada niat
untuk membinasakan dirimu, aku rasa kau pun tidak nanti akan
melepaskan aku bukan begitu?"
"Hmm, rupa-rupanya kau sudah mengetahui segala sesuatunya."
"Aku sudah terlalu memahami akan tingkah lakumu," sahut
Kiong cu dengan nada menghina. "Kau bukan lain adalah seekor rase
tua yang lebih mementingkan kepentingan diri pribadi daripada

489
Saduran TJAN ID

kesetiaan yang jujur, aku pun tahu bahwa sebagian besar kekuatan
yang berada di dalam istana Mo kiong hampir seluruhnya berada di
pihakmu, tetapi sampai sekarang kau tak berani bentrok secara
langsung dengan diriku adalah disebabkan karena kau masih menaruh
rasa jeri terhadap tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa keluargaku,
seandainya aku tidak memiliki serangkaian ilmu pedang yang bisa
menandingi ilmu pedang keturunan keluarga Song dan keluarga Lie,
aku percaya bahwa kalian tidak akan sejinak ini untuk tunduk di
bawah perintahku."
"Hmmm!..." Dengusan berat bergema keluar dari lubang hidung
Song Ceng To, sorot mata bengis berkelebat lewat dalam kelopak
matanya, mendadak dengan wajah membesi ujarnya sambil tertawa
dingin.
"Perkataanmu terlalu tak enak didengar, apalagi berada di depan
mata orang luar. Kiong cu mempermainkan serta memperolok-olok
diri loohu, hal ini jelas menunjukkan bila kau sudah tak pandang
sebelah mata pun terhadap diri loohu. Heeeh... heeeh... heeeh...
sebenarnya aku masih tiada maksud untuk melakukan
pemberontakan, tetapi berada di dalam keadaan serta situasi seperti
ini aku tak bisa tidak harus memberikan pernyataan pula..."
"Orang she Song, tak usah banyak bacot lagi, kalau kau anggap
peristiwa ini terlalu memalukan, apa salahnya kalau saat ini juga kita
selesaikan persoalan ini? Pun Kiong cu dengan andalkan sebilah
pedang siap untuk melangsungkan kembali pertarungan dengan
keluarga Song dan keluarga Lie kalian guna memperebutkan
kedudukan majikan dan pembantu ini. Tetapi kalian mesti ingat
bahwa pertarungan ini adalah suatu pertarungan adu jiwa, sampai
waktunya mungkin saja bakal ada di antara kalian yang roboh terluka
atau binasa..."
Rupanya perempuan ini sudah mengambil keputusan bulat di
dalam hati kecilnya, perkataan tersebut diutarakan amat lambat dan
memperlihatkan suatu kewibawaan yang tebal.

490
IMAM TANPA BAYANGAN II

Song Ceng To sadar bahwa kepandaian mereka masih terpaut


jauh, namun tak seorang pun yang buka suara, mereka hanya tertawa
dingin tiada hentinya.
"Ambil pedang!" Kiong cu segera bertepuk tangan tiga kali dan
berteriak keras.
Coei Coei mengiakan dan munculkan diri, di tangannya
membawa sebilah pedang antik yang amat indah, lalu dengan sikap
hormat diangsurkan ke tangan sang Kiong cu.
Setelah menyambut pedang antik itu, perlahan-lahan Kiong cu
meloloskannya separuh bagian, tegurnya dengan nada ketus :
"Kenalkah kau akan pedang ini?"
Air muka Song Ceng To berubah sangat hebat, dengan perasaan
jeri ia mundur dua langkah ke belakang, bisiknya dengan suara
gemetar :
"Pedang tidak kenal budi... pedang tak kenal budi..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... pedang tak kenal budi akan
membunuh manusia tak berbudi, pedang mestika ini diserahkan oleh
ibuku sendiri kepadaku di kala beliau hendak menghembuskan
napasnya yang terakhir, di atas pedang tersebut tercantum pula nama
dari nenek moyang keluarga Song serta keluarga Lie kalian. Di bawah
ujung pedang tak kenal budi selamanya tak boleh mempunyai pikiran
cabang, kalau tidak maka ia harus mati di ujung pedang ini..."
"Kiong cu!" seru Song Ceng To dengan wajah sedih. "Kalau kau
mengeluarkan pedang ini, maka loohu tidak berani untuk turun tangan
lagi..."
"Hmmm..." Kiong cu mendengus dingin. "Kau tak usah berpura-
pura menunjukkan wajah rasemu yang licik itu, pedang tak kenal budi
tak akan muncul secara sembarangan, setiap kali muncul baru akan
masuk kembali ke dalam sarung setelah ternoda darah segar. Kau
sebagai anggota laut Tang hay semestinya mengetahui juga bukan
akan peraturan ini..."
Ia tertawa sinis, ujarnya kembali :

491
Saduran TJAN ID

"Kau hendak paksa aku turun tangan, atau kau turun tangan
sendiri untuk melakukan bunuh diri..."
"Aku hendak merebut kesempatan terakhir untuk berduel
melawan dirimu..." teriak Song Ceng To dengan penuh kebencian.
Kiong cu tertawa hambar :
"Kau... sebelum kau menemui ajalmu lebih baik tunjukkanlah
sedikit semangat enghiongmu, tentu saja aku tak akan menghalangi
dirimu untuk memperoleh kesempatan yang baik untuk
mempertahankan diri. Song Ceng To! Undanglah konco-konco kau
semua agar mereka sekalian bisa masuk ke dalam ruangan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Song Ceng To tertawa terbahak-
bahak, dari luar ruangan segera terdengarlah suara langkah kaki
manusia yang ramai berkumandang memecahkan kesunyian, disusul
terlihatlah Lie Ban Kiam serta si Utusan Peronda Gunung dengan
memimpin puluhan orang pria berbaju hitam yang menyoren pedang
semua berjalan masuk ke dalam, begitu tiba di dalam ruangan mereka
segera menyebarkan diri membentuk setengah lingkaran busur dan
dengan cepat mengurung Kiong cu serta Pek In Hoei rapat-rapat.
"Apakah kalian semua hendak berkhianat?" tanya Kiong cu
sambil tertawa enteng.
Pria berbaju hitam itu tak berani menjawab, si Utusan Peronda
Gunung yang takut hati orang-orang itu goyah dan sebelum bertempur
sudah lari terbirit-birit lebih dahulu, sambil menyapu sekejap ke arah
orang-orang itu sahutnya :
"Kiong cu bertindak terlalu berat sebelah dan tidak adil, kami
sekalian tak sudi diperintah lagi..."
"Hmmm!" Kiong cu mendengus sinis, bentaknya :
"Kau adalah seorang yang telah dijatuhi hukuman mati, dengan
andalkan hak apa kau ikut angkat bicara di sini?"
Si Utusan Peronda Gunung itu merasa terkesiap untuk beberapa
saat lamanya ia berdiri tertegun di tempat semula dan tidak tahu mesti
menjawab bagaimana.

492
IMAM TANPA BAYANGAN II

Lie Ban Kiam yang menyaksikan keadaannya yang serba kikuk


itu segera tertawa sinis dan menyahut :
"Pada saat ini kau sudah tidak berhak untuk mengurusi dirinya
lagi..."
Criing... suara lengking nyaring pedang yang nyaring
berkumandang memenuhi seluruh ruangan, cahaya tajam seketika
memancar ke empat penjur, selapis cahaya kehijau-hijauan
menyelimuti angkasa dan menyilaukan mata siapa pun jua.
"Tunggu sebentar!" buru-buru Song Ceng To berseru :
"Kau masih ada perkataan apa lagi yang hendak diutarakan?"
tegur Kiong cu dingin.
"Siapakah dia?" tanya Song Ceng To sambil melirik sekejap ke
arah Pek In Hoei.
Mendengar perkataan itu dengan cepat Pek In Hoei meloncat
bangun, sahutnya :
"Aku adalah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei, kau
ada urusan apa?"
Song Ceng To tertawa dingin, ia tidak menggubris perkataan
orang sebaliknya dengan wajah menyeramkan berpaling ke arah
Kiong cu dan berseru :
"Bajingan cilik ini bukan anggota istana kita, mengapa kau
mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga
kita di hadapannya? Apalagi dia adalah terhukum yang sudah dijatuhi
hukuman mati oleh Kereta Kencana Pembawa Maut, Loohu harap
Kiong cu selesaikan dahulu persoalan ini baru kemudian
membicarakan persoalan di antara kita..."
"Ooooouw...! Rupanya kau bermaksud agar aku membinasakan
dirinya..." seru Kiong cu dengan air muka berubah.
"Hal ini tentu saja, seandainya bukan lantaran bajingan cilik ini
yang bikin gara-gara, Coei Coei serta Utusan Peronda Gunung pun
tak akan terjadi bentrokan yang mengakibatkan urusan jadi semakin

493
Saduran TJAN ID

runyam, seandainya kita bicarakan bibit bencana yang terutama maka


nomor satu kita mesti ari bajingan ini..."
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak menyangka
kalau hati si rase tua Song Ceng To begitu kejam dan licik, ternyata
secara sengaja menyeret dirinya terjerumus ke dalam kancah
persoalan yang serba rumit ini, sepasang alisnya kontan berkerut dan
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
"Kiong cu!" teriaknya sambil tertawa gusar. "Apakah cayhe pun
mempunyai kesempatan untuk melakukan pertarungan..."
"Tentu saja ada! Selamanya pihak istana Mo kiong dari laut Tang
hay mempunyai satu peraturan, barang siapa dapat secara beruntun
merobohkan tiga buah rintangan maka Pun Kiong cu akan
memberikan hadiah suatu kekuasaan yang paling tinggi baginya,
kekuasaan itu adalah sikap hormat seluruh anak murid yang ada di
dalam istana Mo kiong terhadap dirinya melebihi hormat seorang
murid terhadap gurunya, di samping itu dia pun akan tercantum
sebagai seorang enghiong dari lautan Timur."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus sekali," teriak Pek In Hoei
sambil tertawa terbahak-bahak. "Cayhe akan bertempur lebih dahulu
melawan si rase tua ini..."
Sambil berkata ia segera menuding ke arah Song Ceng To.
Kakek tua she Song yang dituding macam begini tentu saja jadi
amat gusar, saking mendongkolnya ia sampai mencak-mencak
bagaikan kebakaran jenggot, sambil meraung keras tubuhnya segera
menubruk ke depan, bentaknya sambil balas menuding ke arah si anak
muda itu :
"Bajingan! Kau tak usah berlagak sok di tempat ini, kau harus
tahu bahwa setiap orang dari laut Tang hay bisa membinasakan
dirimu..."
"Hey kawan, saat ini bukanlah waktunya untuk membual atau
jual omongan... siapa mampu siapa tidak sebentar lagi akan diketahui
dengan nyata, lagakmu yang marah-marah macam begini sudah

494
IMAM TANPA BAYANGAN II

melanggar pantangan paling besar bagi seorang ahli silat, aku nasehati
dirimu lebih baik tenangkanlah hatimu lebih dulu dan tunggulah
sampai aku turun tangan..."
Song Ceng To tidak malu jadi seorang tokoh lihay dari lautan
Timur, setelah mendengar perkataan itu hatinya terkesiap, dengan
cepat ia tekan hawa amarah yang masih berkobar di dalam dadanya.
"Heeeh... heeeh... heeeh... bajingan cilik," serunya sambil tertawa
seram. "Kau masih belum pantas untuk bergebrak melawan diriku,
meskipun loohu ada niat untuk membinasakan dirimu dengan telapak
tangan sendiri, tetapi peraturan dari Tang hay tidak bisa dilanggar
karena persoalanmu, karena itu terpaksa..."
Sinar matanya dialihkan ke arah seorang pria berbaju hitam yang
berdiri di hadapannya, kemudian menambahkan :
"Chee Loo jie, majulah ke depan dan jagal bajingan cilik itu..."
Di dalam rentetan jago lihay angkatan ke-tiga Chee Loo jie
termasuk salah seorang murid kebanggaan dari Song Ceng To.
Ketika mendengar perintah dari gurunya, pria itu segera
mengiakan dan tampil ke depan, cahaya pedang berkelebat lewat,
sambil memperlihatkan sikap bersiap sedia, ia lintangkan pedangnya
di depan dada.
Memandang pria berbaju hitam itu, Pek In Hoei tertawa
menghina, ejeknya sinis :
"Huuuh, memegang pedang pun belum kencang begitu mau
bergebrak melawan diriku..."
Chee Loo jie melengak, tanpa sadar dia alihkan sinar matanya ke
arah ujung pedang sendiri, tampaklah pedang terangsur dengan kuat
dan mantapnya ke arah depan, begitu tajam dan kuat ujung senjata itu
hingga kelihatan begitu kokoh dan kuat.
Dengan penuh kegusaran kontan teriaknya :
"Kau tak usah ngaco belo tak karuan, kalau punya kepandaian
tunjukkanlah gaya gerakan ini kepadaku."

495
Saduran TJAN ID

"Huuuh, nih, lihatlah baik-baik!" jengek si anak muda itu sambil


tertawa mengejek.
Mendadak telapaknya berkelebat melancarkan satu serangan
totokan, dengan ujung jari tersebut diguratnya di tengah udara
menunjukkan suatu gerakan jurus pedang.
Chee Loo jie yang menyaksikan hal itu jadi melongo dan berdiri
termangu-mangu, ia sama sekali tidak berhasil mengetahui gerakan
tersebut menunjukkan jurus apa.
Sambil menggetarkan ujung pedangnya, ia segera membentak :
"Cabut keluar pedangmu, belum pernah aku bergebrak melawan
orang yang tidak bersenjata."
Pek In Hoei tarik kembali gerakannya dan mengundurkan diri ke
belakang, serunya dingin :
"Dalam gerakanku barusan apakah kau bisa lihat bagian manakah
yang kuserang dalam tubuhmu?"
"Aku tidak akan mempedulikan persoalan sebanyak itu," teriak
Chee Loo jie, "Aku hanya kenal pedang tak kenal manusia, kalau
cuma ngomong melulu tiada gunanya, ayoh kita tentukan menang
kalah kita di ujung senjata, setelah bertempur dengan cepat kita akan
tahu siapa yang lebih hebat di antara kita berdua..."
Maksud hati si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang
sebenarnya adalah membuat Chee Loo jie tahu kesukaran dan
mengundurkan diri, siapa tahu pria ini bukan saja tak mengenal budi
malahan sebaliknya memaksa pemuda itu untuk turun tangan.

496
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 21
DALAM keadaan apa boleh buat si anak muda itu hanya bisa
menghela napas panjang belaka, perlahan-lahan ia loloskan pedang
sakti penghancur sang surya yang tersoren di punggungnya.
Setelah menggetarkan ujung pedangnya membentuk enam buah
kuntum bunga pedang, Pek In Hoei tertawa dingin dan berkata :
"Sekarang kau boleh segera turun tangan!"
Chee Loo jie membentak keras, ia segera bersiap sedia
melancarkan serangan mautnya.
Mendadak Lie Ban Kiam yang berdiri di sisi kalangan meloncat
maju ke depan dengan wajah serius ia tarik tangan Chee Loo jie untuk
mundur ke belakang kemudian kepada Song Ceng To tanyanya :
"Song Loo toa, kenalkah kau akan pedang mestika tersebut?"
Tiba-tiba air muka Song Ceng To berubah hebat, serunya :
"Aaaah! Pedang mestika penghancur sang surya... bagus sekali,
Kiong cu, rupanya bukan saja kau membantu orang lain, bahkan
membela pula musuh besar dari ibumu. Hmmm! Sungguh tak nyana
kau adalah seorang anak yang tidak berbakti..."
"Kau berani bicara mengawur seenaknya sendiri?" bentak Kiong
cu dengan gusarnya.
Rupanya perempuan ini merasa teramat gusar setelah mendengar
ejekan itu, tapi disebabkan sesuatu alasan tertentu rasa gusar itu masih
dipertahankan di dalam dadanya. Setelah tertawa dingin dengan
pandangan hambar dan tiada berperasaan apa pun ia mendongak dan
memandang atap ruangan tengah itu.

497
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei sendiri ketika menyaksikan sang Kiong cu tidak


mengutarakan komentar apa-apa, segera mengetahui bahwa ia
bermaksud agar dirinya turun tangan secepat mungkin.
Pada dasarnya dalam hati kecil pemuda ini memang amat
mendendam atas ketidakmaluan Song Ceng To, pedangnya segera
dilintangkan ke arah depan dan berseru :
"Kalau kau ada maksud untuk bergerak, tiada halangan cabut
keluar pedangmu dan mari kita coba..."
Song Ceng To bukanlah seorang manusia yang gampang
termakan oleh hasutan, ia tertawa sinis dan menepuk-nepuk bahu
Chee Loo jie, katanya lirih :
"Dalam pertarungan babak pertama ini kau harus menyaksikan
pahalamu!..."
Chee Loo jie mengangguk di tengah udara, mendadak sambil
menciptakan selapis cahaya tajam dari bawah menuju ke arah atas
langsung mencukil ke arah tubuh lawan.
Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin terperanjat juga
melihat kepandaian lawan, ia tidak menyangka kalau ilmu pedang
yang dimiliki pria itu sedemikian lihaynya, dalam serangan itu hawa
pedang memancar ke empat penjuru dan pertama-tama membendung
dahulu tiga buah jalan mundur lawannya.
Diam-diam ia mengagumi akan kelihayan musuhnya, hingga
tanpa sadar pemuda itu berseru :
"Sebuah jurus To Liong Can Coe membunuh naga menebas
mutiara yang sangat lihay!"
Berhubung pertarungan babak pertama ini mempunyai pengaruh
yang besar bagi perkembangan selanjutnya maka dengan wajah serius
ia menghindarkan diri dari serangan pedang lawan, kemudian dengan
gerakan yang tercepat laksana sambaran bayangan secara tiba-tiba
mengirim satu tusukan ke depan.
Sekujur badan Chee Loo jie gemetar keras, ia merasa tusukan
yang dilancarkan lawannya ini bagaikan tanduk tajam dari kambing

498
IMAM TANPA BAYANGAN II

gunung, bagaikan pula naga yang membentangkan cakarnya, sedikit


pun tak bisa diraba bagian tubuh manakah yang sedang diancam,
hatinya bergidik dan di dalam keadaan gelagapan buru-buru ia
mengundurkan diri ke belakang...
Sreeet! di tengah desiran hawa pedang yang tajam, pakaian
bagian dada dari Chee Loo Jie terbabat hingga robek. Robekan baju
berkibar terhembus angin. Dengan wajah merah padam karena jengah
ia tertawa keras, ujarnya kepada Song Ceng To.
"Aku telah menyia-nyiakan harapan serta jerih payahmu
mendidik dan memelihara diriku, dalam keadan begini aku tiada muka
untuk bertemu dengan orang lagi."
Habis berkata pedangnya segera digetarkan dan langsung ditusuk
ke arah ulu hati.
Perubahan yang terjadi secara mendadak dan di luar dugaan
semua orang ini segera membuat para jago berdiri tercengang, laksana
kilat Song Ceng To berkelebat ke depan, dengan cepat ia putar telapak
tangannya menghajar rontok ujung pedang yang hampir menembusi
ulu hati pria berbaju hitam itu.
"Kenapa kau mesti mengurusi diriku?" ujar Chee Loo Jie dengan
nada sedih. "Aku sudah tiada muka untuk hidup lebih lanjut..."
"Heeeh... heeeh... heeeh... hal ii tak dapat salahkan dirimu," seru
Song Ceng To sambil tertawa seram. "Kedahsyatan tenaga lweekang
yang dimiliki keparat cilik ini jauh di luar perhitunganku, tunggu
sajalah kau di situ, biar aku sendiri yang hadapi bajingan ini."
Sementara itu Lie Ban Kiam telah menggetarkan pedang
panjangnya, lalu berkata :
"Song Loo toa, biar aku yang minta petunjuk lebih dulu akan
kelihayan ilmu pedang penghancur sang surya dari bajingan cilik
ini..."
Di dalam urutan jago pedang istana Mo kiong, kedudukan Lie
Ban Kiam adalah nomor tiga dari atas. Kecuali tiga jurus ilmu pedang
pengejar nyawa dari Kiong cu serta ilmu pedang tanpa bayangan dari

499
Saduran TJAN ID

keluarga Song, boleh dibilang ilmu pedang Gulungan Ombak dari


keluarganyalah termasuk paling dahsyat.
Kini setelah menyaksikan kehebatan ilmu pedang yang dimiliki
Pek In Hoei, hatinya jadi bergidik, tanpa mempedulikan
kedudukannya lagi ia berebut meloncat keluar ke tengah kalangan.
"Lie Ban Kiam!" ejek Kiong cu sambil tertawa dingin. "Kau
hendak mengalahkan dirinya di dalam jurus yang ke berapa..."
"Di dalam sepuluh jurus, aku hendak mencabut selembar jiwa
anjingnya di ujung pedangku..."
Pek In Hoei yang mendengar kata sesumbar itu kontan jadi naik
pitam, bentaknya :
"Hey, orang takabur! Lebih baik kau jangan bicara yang muluk-
muluk tanpa pakai perhitungan, serangkaian ilmu pedang rongsokan
yang kau miliki itu belum tentu merupakan ilmu pedang yang tiada
tandingan di kolong langit, kalau terlalu banyak bicara hati-hati
lidahmu kalau sampai tersambar geledek hingga putus jadi dua
bagian..."
Rupanya di dalam hal ilmu pedang Lie Ban Kiam telah berhasil
melatih dirinya hingga mencapai pada taraf yang paling sempurna,
sindiran serta ejekan-ejekan yang dilontarkan Pek In Hoei sama sekali
tidak berhasil memancing reaksi apa pun darinya, bahkan orang itu
tetap bersikap tenang seolah-olah tak pernah memikirkan persoalan
itu di dalam hati.
"Percuma kalau kau hanya pandai jual omongan dan bersilat lidah
melulu, lebih baik kita segera turun tangan..." serunya ketus.
Dalam hati si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasa
hatinya bergidik, pikirnya :
"Sungguh lihay kakek tua ini, kata-kata ejekanku yang berusaha
untuk memanasi hatinya ternyata gagal total. Ditinjau dari sikapnya
yang tenang serta sanggup menahan diri dari amukan angkara murka
yang berkobar di dalam hatinya jelas di dalam hal tenaga lweekang
orang yang bernama Lie Ban Kiam ini jauh lebih lihay beberapa

500
IMAM TANPA BAYANGAN II

bagian daripada Chee Loo Jie, di dalam bertarung nanti aku harus
bersikap lebih hati-hati..."
Ia tarik napas dalam-dalam, sorot matanya berkilat tajam dan
menatap wajah lawannya tanpa berkedip, pedang panjang
direntangkan ke muka, sekilas cahaya tajam yang amat menyilaukan
mata memencar keluar dari ujung senjata tersebut dan menyorot ke
seluruh penjuru, gerakan yang lamban dan perlahan itu menunjukkan
seolah-olah serangan tersebut dibebani oleh suatu kekuatan yang
besar.
Inilah merupakan puncak dari suatu ilmu pedang, semakin lambat
gerakan pedang tersebut semakin dahsyat pula akibatnya.
Lie Ban Kiam yang menjumpai keadaan itu, hatinya jadi
terkesiap, serunya dengan nada keras :
"Hampir saja aku tertipu oleh akal muslihatmu, rupanya
kelihayanmu jauh berada di luar penilaianku semula!"
"Terima kasih atas pujianmu," jawab Pek In Hoei ketus. "Lebih
baik kau bersiap-siaplah dengan sempurna, sebab cayhe segera akan
turun tangan melancarkan serangan."
Dengan air muka serius dan berat ia maju selangkah ke depan,
pergelangan tangannya menggunakan kesempatan di kala
menggeserkan sang badan ke depan itulah diayun ke muka mengirim
satu babatan pedang, demikian cepat babatan tadi hingga jauh di luar
dugaan siapa pun, sekilas berkelebat tahu-tahu ujung senjata telah
memantul keluar.
Kelihatannya tusukan kilat ini segera akan menembusi tubuh Lie
Ban Kiam, orang-orang yang berada di empat penjuru segera menjerit
kaget, dalam perkiraan mereka orang she Lie tersebut kali ini pasti
akan menemui ajalnya.
Siapa tahu Lie Ban Kiam segera tertawa dingin, sambil
menggerakkan badan bergeser tempat, pedangnya laksana gulungan
ombak di tengah sungai langsung membalas ke depan.

501
Saduran TJAN ID

Orang ini sudah mendalami intisari ilmu pedang, ternyata di


dalam sebuah jurus serangannya mengandung tiga buah perubahan,
dan di dalam setiap perubahan itu masing-masing mengancam sebuah
jalan darah penting di tubuh Pek In Hoei.
Meskipun si Jago Pedang Berdarah Dingin menggunakan senjata
mestika penghancur sang surya untuk bergerak melawan musuhnya
dan di dalam senjata memperoleh keuntungan, tetapi setelah ia
melancarkan beberapa babatan kemudian secara mendadak
menemukan bahwa di balik serangan pedang lawan mengandung
sesuatu kekuatan daya tekan yang maha besar memancar keluar dari
ujung cahaya pedangnya, setiap kali serangan pedangnya bersarang di
tubuh lawan selalu saja arah tujuan pedangnya terpukul miring ke
samping oleh daya tekanan tersebut, hal ini menunjukkan bahwa
kepandaian lawan benar-benar sudah mencapai kesempurnaan.
Saking gelisahnya keringat dingin mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya, ia jadi bingung dan tidak habis mengerti bagaimana
caranya menghadapi serangan ilmu pedang yang demikian anehnya
itu.
Mendadak terdengar Lie Ban Kiam tertawa dingin, kemudian
serunya :
"Heeeh... heeeh... heeeh... rupanya jurus ilmu pedang yang kau
pahami cuma satu jurus itu saja!"
Dengan ganas dan kuatnya ia mengibaskan sang pedang ke muka
membentuk serangkaian lapisan pedang yang kuat, di tengah suara
dentingan nyaring mendadak tubuh ke-dua belah berpisah satu sama
lainnya, sementara kutungan pedang berserakan di tengah udara.
Sambil mencekal kutungan pedangnya Lie Ban Kiam membentak
keras :
"Bajingan cilik, kau sudah pasti harus modar disini!"
Mendadak ia meloncat bangun, kutungan pedangnya dengan
menciptakan serentetan cahaya tajam dari atas meluruk ke bawah,
dalam waktu singkat tiga puluh enam buah jalan darah penting di

502
IMAM TANPA BAYANGAN II

seluruh tubuh Pek In Hoei telah terkurung di tengah kilatan cahaya


pedangnya.
Sang Kiong cu yang menyaksikan kejadian itu air mukanya
berubah hebat, segera bentaknya :
"Lie Ban Kiam! Jurus serangan yang ke berapakah itu?"
"Jurus ke-sepuluh..." sahut Lie Ban Kiam dengan terengah-
engah, cepat ia tarik kembali serangannya dan mengundurkan diri ke
belakang."
"Hmm..." Kiong cu tertawa dingin, "di dalam jurus 'Im Hoan Yoe
Can' atau Mega Mengumpul Hujan Berderai itu kau telah
menyembunyikan berapa gerakan?? Huuuh, begitu masih bisa-
bisanya mengaku sebagai ahli waris dari keluarga Lie di laut Tang hay
yang dapat membinasakan lawannya di dalam satu jurus tiga
gerakan..."
Air muka Lie Ban Kiam berubah jadi pucat pias bagaikan mayat,
serunya dengan nada gemetar :
"Kiong cu, rupanya kau ada maksud mendesak loohu agar
menemui ajalnya di hadapanmu..."
"Lie jie," sela Song Ceng To sambil tertawa dingin. "Masih
ingatkah kau apa tujuan kita datang kemari?"
"Heeeh... heeeh... heeeh. membunuh perempuan rendah ini,"
sahut Lie Ban Kiam sambil tertawa seram.
"Bagus, sekarang waktunya sudah tiba, kita tak usah menanti
lebih jauh lagi. Bagaimana pun juga perempuan rendah serta bajingan
cilik ini tak akan lolos dari tangan kita dalam keadaan selamat, peduli
amat kita sudah gunakan berapa jurus..."
"Taaaang...! Mendadak di tengah udara berkumandang suara
genta yang amat nyaring, suara genta itu bagaikan kendang emas yang
mendengung keras membuat seluruh ruangan itu jadi bising dan
memekakkan telinga.

503
Saduran TJAN ID

Dalam waktu yang amat singkat itulah air muka Kiong cu


mendadak berubah jadi amat tegang, seolah-olah ia telah
menyaksikan suatu peristiwa yang amat menakutkan.
Dengan kencang digengggamnya tangan Pek In Hoei, dan
serunya :
"Untuk membasi kaum pengkhianat ini dari muka bumi, terpaksa
aku harus meminjam kekuatan dari kongcu..."
"Soal ini... aku pasti akan membantu dirimu dengan segenap
tenaga..." sahut Pek In Hoei setelah tertegun sejenak.
Suara genta yang amat memekakkan telinga itu perlahan-lahan
lenyap di tengah udara, ruang besar itu seketika terselimut oleh napsu
membunuh yang berlapis-lapis. Song Ceng To serta Lie Ban Kiam
dengan memimpin para anak buahnya mengurung ruang tengah itu
rapat-rapat.
Perlahan-lahan Kiong cu berhasil juga menguasai keadaan,
hatinya jadi tenang kembali dan dengan pandangan dingin disapunya
sekejap sekeliling tempat itu, kemudian berkata :
"Song Ceng To! Kau anggap orang-orang itu mampu untuk
membinasakan diriku?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " kekuatan Kiong cu amat minim
dan tiada bantuan lain, andaikata kau ingin meloloskan diri dari
tempat ini aku rasa hal itu bukanlah suatu pekerjaan yang gampang!"
Kiong cu mendengus dingin, ia bolang-balingkan pedang tak
kenal budinya ke tengah udara dan berseru :
"Kalian boleh mulai turun tangan!"
Si Utusan Peronda Gunung dengan sinar mata berapi-api
membentak keras, dari pinggangnya ia loloskan sepasang senjata
palunya, kemudian sambil menubruk ke arah Kiong cu serangan
gencar dilancarkan bertubi-tubi.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... manusia pertama yang menghantar
kematiannya telah datang..." jengek Kiong cu sambil tertawa.

504
IMAM TANPA BAYANGAN II

Cahaya pedang yang dingin berkelebat di tengah udara, seketika


itu juga terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati
berkumandang memenuhi seluruh ruangan. Terlihatlah tubuh si
Utusan Peronda Gunung dengan kepala terpisah dari badan
menggeletak mati di atas genangan darah.
Serangan dengan jurus pedang yang maha dahsyat ini seketika
menggetarkan hati semua orang yang hadir di dalam kalangan,
walaupun mereka semua merupakan jago-jago lihay di dalam hal ilmu
pedang,tetapi siapa pun tak sempat melihat dengan cara
bagaimanakah Kiong cu mereka melancarkan serangannya itu.
Cahaya tajam hanya berkelebat lewat, sang korban sudah roboh
binasa tanpa kepala, kepandaian silat yang demikian lihay dan
ampuhnya ini benar-benar cukup menggetarkan hati setiap manusia.
Air muka Song Ceng To berubah hebat, tanyanya :
"Ilmu pedang apakah yang telah kau gunakan???"
"Gerakan pertama dari tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa..."
jawab Kiong cu dengan wajah dingin.
"Apa? Kau benar-benar menguasai ilmu pedang pengejar nyawa?
Hal ini tak mungkin terjadi..."
"Mengejar nyawa tiada bayangan, tiada bayangan
menghilangkan gelombang, apakah kau lupa bahwa ilmu pedang
aliran Tang hay antara satu keluarga dengan keluarga lain mempunyai
kelihayan yang berbeda. Sejak nenek moyang keluarga Song dan
keluarga Lie yang lalu secara sukarela takluk di bawah kekuatan
keluargaku, sejak itu pula tiga jurus sakti ilmu pedang pengejar nyawa
telah menaklukkan kalian semua..."
Lie Ban Kiam ganti sebilah pedang yang baru, lalu berkata :
"Song Loo toa, antara kita dengan perempuan rendah ini sudah
tiada persoalan yang bisa dibicarakan lagi. Turunkanlah komando
agar semua orang yang hadir di sini meluruk ke depan bersama-sama
dan beradu jiwa dengan dirinya, aku tidak percaya kalau ia sanggup
menandingi orang dalam jumlah yang begini banyaknya..."

505
Saduran TJAN ID

"Hmmm! Perhitungan sie poa kalian telah meleset jauh, kalian


punya orang apa dianggapnya aku tidak memiliki anggota pasukan
yang setia kepadaku sampai mati..."
Pedangnya dengan enteng disentilkan tiga kali di tengah udara,
suara pekikan naga yang nyaring segera berkumandang memenuhi
seluruh angkasa.
Terdengar suara bentakan nyaring berkumandang datang dari
balik horden, dua puluh empat orang gadis yang membawa lampu
lentera merah secara serentak munculkan diri dari belakang ruangan,
sementara si huncwee gede Ouw-yang Gong sambil membawa senjata
andalannya munculkan diri pula sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Pek In Hoei," tegurnya dengan
suara keras, "rupanya kau si keparat cilik belum mati di dalam kereta
itu..."
Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin tersenyum.
"Eeeei kau si ular asap tua, selama ini telah bersembunyi di
mana???"
"Aku selama ini bersembunyi di belakang sambil memelihara
semangat, seandainya kalian tidak ribut-ribut di tempat ini, mungkin
aku si ular asap tua telah menghabiskan sekantong tembakau dari laut
Tang hay..."
Dalam pada itu Song Ceng To serta Lie Ban Kiam yang secara
tiba-tiba menyaksikan munculnya ke-dua puluh empat dara pembawa
lampu lentera merah di tempat itu, air mukanya segera hebat, mereka
tak pernah menyangka kalau Kiong cu-nya telah mempersiapkan pula
sepasukan tentara jebakan di situ, bahkan barisan Ang Teng Toa tin
dari It-boen Pit Giok pun sudah dipindahkan kemari.
"Hmmm! Berada di dalam kepungan barisan lentera merah,
kalian masih belum juga mau menyerah..." hardik Kiong cu dengan
suara dingin.
"Perempuan lonte, kami akan beradu jiwa dengan kalian!" teriak
Song Ceng To dengan penuh kegusaran.

506
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sambil membentak keras ia segera mendahului menubruk ke arah


depan sedangkan kawanan pria berbaju hitam lainnya setelah melihat
pemimpin mereka mulai melancarkan serangan, mereka pun ikut
menyerbu ke depan.
Tetapi ke-dua puluh empat orang dara berlampu lentera merah itu
adalah jago-jago perempuan yang dididik langsung oleh It-boen Pit
Giok, melihat datangnya serbuan masal itu mereka segera
menyebarkan diri ke empat penjuru, barisan Lampu lentera pun
dengan cepat sudah tersusun rapi.
Dalam waktu singkat pula Song Ceng To sekalian telah
terkepung di dalam barisan lentera merah tersebut.
"Pek Kongcu," bisik Kiong cu kemudian setelah melihat
kawanan pengkhianat itu terkepung. "Mari kita berlalu dari sini, ada
seorang sahabat sedang menantikan kehadiranmu."
Ia tarik tangan Pek In Hoei dan diajak masuk ke ruang belakang,
si huncwee gede Ouw-yang Gong buru-buru menyusul dari belakang.
"Bagaimana dengan orang-orang itu???" tanya si anak muda itu
setelah tertegun sejenak.
Kiong cu tersenyum manis.
"Tentang soal ini kau tak usah kuatir, aku hendak menjatuhi
hukuman mati kepada mereka semua..."
Jari tangannya dengan ringan memencet sebuah tombol yang
berada di atas sebuah kayu, dari dalam ruang tengah secara mendadak
terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
memecahkan kesunyian, terlihatlah empat bilah dinding bergoyang
kencang, dari tengah udara segera meluncur jatuh sebuah jaring yang
amat besar, seluruh jago lihay yang terkurung di dalam barisan
dengan cepatnya teringkus semua tanpa seorang pun berhasil
meloloskan diri.
"Jaring seribu muka milikku ini adalah sebuah alat rahasia yang
sangat istimewa," ujar Kiong cu dengan bangga. "Di atas jaring telah
dipolesi dengan racun yang amat keji, barangsiapa yang tertempel

507
Saduran TJAN ID

oleh racun tersebut maka sekujur badannya akan jadi lemas dan tak
bertenaga. Song Ceng To serta Lie Ban Kiam sedari dulu memang ada
maksud menentang kekuasaanku, kehadiranmu pada hari ini justru
merupakan sumbu yang terbaik untuk meledakkan peristiwa ini. Dan
sekarang keadaan sudah beres, mereka sudah cukup dilayani oleh para
dayang dari It-boen Pit Giok..."
Bicara sampai di situ ia pun memimpin Pek In Hoei serta Ouw-
yang Gong berjalan melewati sebuah serambi panjang masuk ke
dalam sebuah bangunan rumah yang megah dan sangat mewah.
Baru saja Pek In Hoei hendak melangkah masuk ke dalam
ruangan itu, mendadak ia menyaksikan bayangan punggung seorang
gadis sedang menghadap ke arah jendela memandang tempat
kejauhan, hatinya jadi bergetar keras dan segera pikirnya :
"Aaaah! Itu toh bayangan punggung dari It-boen Pit Giok, kenapa
gadis yang kelihatannya tiada rasa cinta tapi dalam kenyataan ada
sesuatu dalam hati kecilnya bisa berada di sini? Ia pernah berkata
kepadaku bahwa sepanjang hidupnya ia akan selalu membenci diriku,
lebih baik aku tak usah bertemu muka dengan dirinya saja..."
Berpikir sampai di situ dia pun segera ambil keputusan untuk
angkat kaki dari situ, badannya buru-buru berputar dan siap
meninggalkan tempat itu.
Siapa tahu angin dingin berhembus lewat, It-boen Pit Giok
dengan wajah penuh kegusaran telah berdiri tegak menghadang jalan
perginya.
"Apakah kau tidak sudi bertemu dengan aku?" teriaknya dengan
nada ketus.
"Tidak...! Siapa yang bilang?"
Sekilas rasa sedih dan murung berkelebat lewat di dalam biji
matanya yang jeli, kemudian sambil tertawa dingin serunya kembali :
"Huuuh! Setiap kali kau selalu berusaha untuk menghindari
diriku, kau anggap aku benar-benar tidak tahu siapakah yang
sebenarnya kau pikirkan terus? Tentu saja kami gadis-gadis liar dari

508
IMAM TANPA BAYANGAN II

luar lautan tidak akan sehalus dan setulus hati seperti orang lain yang
mempertaruhkan jiwa dan raga untuk mendapatkan obat mujarab
guna mengobati sang kekasih tercinta..."
"Eeeei... eeeei... siap yang kau maksudkan?" tanya Pek In Hoei
melengak.
Rupanya It-boen Pit Giok merasa amat gusar sekali, dengan
wajah berangut serunya kembali :
"Begitu cepat kau telah melupakan orang itu. Hmmm! Itu
menandakan bahwa kau adalah seorang laki-laki yang tak berbudi,
seorang lelaki tak berperasaan dan berhati kejam, aku ikut menyesal
bagi jerih payah Wie Chin Siang, kenapa ia begitu sudi bersikap baik
terhadap dirimu..."
Ucapan ini terlalu tajam bagi pendengaran Pek In Hoei, sedikit
banyak ia dibikin marah juga mendengar perkataan itu.
"Kau jangan ngaco belo yang tidak keruan di sini..." teriaknya.
******

Bagian 25
PLOOOOK!!
Kehadiran It-boen Pit Giok di tempat itu pada hari tersebut
rupanya memang ada maksud untuk menghina dan mempermalukan
diri Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah Dingin, mendadak dia
ayunkan telapak tangannya dan menghadiahkan tempelengan yang
cukup keras ke atas wajah si anak muda she Pek itu.
Pek In Hoei melongo dan berdiri menjublak, ia sama sekali tidak
menghindarkan diri dari tabokan tersebut. Ketika telapak lawan
bersarang di atas pipinya segera terasalah panas, linu dan sakit, sebuah
bekas telapak tangan yang merah dan sebab tertera nyata di ats pipinya
yang putih.
"Kau... kau... mengapa kau tidak menghindar..." bisik It-boen Pit
Giok kemudian dengan suara gemetar.

509
Saduran TJAN ID

"Aku dapat mengingat-ingatnya selalu pembalasan yang telah


kau lakukan terhadap diriku pada hari ini," kata Pek In Hoei dengan
suara yang kaku dan ketus. "Kesombongan serta ketinggian hatimu
akan memberikan penderitaan serta sengsara bagi dirimu sendiri, di
dalam usiamu selanjutnya kau akan merasa menyesal atas perbuatan
yang telah kau lakukan saat ini atas diriku..."
Sebagai seorang pemuda yang sombong dan tinggi hati, setelah
ditampar satu kali sikapnya secara mendadak berubah jadi tenang dan
sama sekali tiada perasaan apa pun, dengan pandangan tajam
ditatapnya wajah It-boen Pit Giok dalam-dalam kemudian sambil
tertawa dingin putar badan berlalu dari tempat itu.
"In Hoei..." jerit It-boen Pit Giok sesenggukan. "Aku tidak...
tidak..."
"Cukup! Kau tak usah banyak bicara lagi," tukas Pek In Hoei
semakin ketus, "aku sudah mengetahui segala-galanya..."
It-boen Pit Giok memburu beberapa langkah ke depan, serunya
kembali :
"Apakah kau tidak sudi mendengarkan penjelasanku???? In
Hoei!... dengarkan dulu perkataanku..."
Tetapi Pek In Hoei sama sekali tidak menggubris jeritannya lagi,
bersama-sama si huncwee gede Ouw-yang Gong tanpa berpaling lagi
ia berlalu dari situ.
Memandang bayangan punggungnya yang lenyap dari
pandangan, It-boen Pit Giok merasa putus asa dan sedih, rasa murung,
kesal dan malu bercampur aduk di dalam hatinya hingga akhirnya ia
tak tahan jatuhkan diri ke dalam pelukan Kiong cu dan menangis
tersedu-sedu.
Kiong cu menghela napas sedih, bisiknya :
"Toa-moay, kau pun keterlaluan... tidak semestinya kalau
sikapmu terlalu kukuh dan keras kepala..."
Dengan penuh kesedihan It-boen Pit Giok angkat kepalanya ke
atas titik air mata masih mengembang dalam kelopak matanya.

510
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dengan pandangan kosong dan hampa ia memandang ke pintu luar


lalu dengan suara yang sangat rendah dan berat sahutnya :
"Entah apa sebabnya, setiap kali aku berjumpa dengan dirinya
timbul rasa benci di dalam hatiku tetapi aku pun merasa rindu
kepadanya. Setiap kali aku berjumpa dengan dirinya tak tahan ingin
sekali aku menghajar dirinya..."
"Tahukah kau apa sebabnya tindakanmu bisa demikian?" tanya
Kiong cu tenang. "Itulah sebabnya kau terlalu mencintai dirinya..."
"Aku mencintai dirinya... aku mencintai dirinya..." gumam It-
boen Pit Giok.
.......

Berkuntum-kuntum bunga rontok di atas permukaan air,


bergelombang dan bergerak terbawa arus... terombang-ambing
dimainkan ombak bagaikan kaum gelandangan yang berkelana ke
sana kemari.
Di balik permukaan air yang bergelombang muncul sesosok
bayangan manusia yang tinggi ramping, riak ombak yang bergetar
kian kemari kian bertambah lebar akhirnya permukaan air tenang
kembali seperti sedia kala...
Pluuuung! Sebutir batu disambit ke depan rontok ke dalam air,
gelombang kecil kembali muncul di atas permukaan membuyarkan
bayangan manusia yang terbias di air dan memecahkan pula lamunan
dari si manusia itu sendiri.
Tatkala Pek In Hoei siap menyambitkan batu yang ke-dua,
bayangan tubuh It-boen Pit Giok yang ramping kembali terlintas di
dalam benaknya, tingkah lakunya yang sombong, sikapnya waktu
gusar tertera semua dengan amat jelasnya...
"Aaaaai," Pek In Hoei menghela napas dalam-dalam.
"Bagaimana pun juga sulit bagiku untuk menghilangkan bayangan
tubuhnya, kadangkala aku merasa bahwa dirinya sama sekali bukan
seseorang yang amat penting dalam hati kecilku, tetapi setiap kali aku

511
Saduran TJAN ID

berada dalam keheningan, berdiri sebatang kara... tanpa sadar


bayangan tubuhnya serta potongan raut wajahnya selalu muncul di
dalam pandanganku."
Dengan penuh kesepian ia menghela napas panjang, kenangan
lama kembali terlintas di dalam benaknya, dalam bayangan saat ini
kecuali muncul bayangan tubuh dari It-boen Pit Giok, terlintas pula
raut wajah dari Wie Chin Siang serta Hee Siok Peng.
Gadis-gadis yang dikenalinya itu sama-sama berwajah cantik
jelita bagaikan bidadari, sama-sama menaruh rasa cinta kepadanya
tetapi selama ini ia tak sanggup untuk memilih satu di antaranya, atau
jatuh cinta kepada salah satu di antaranya, karena mereka di dalam
hatinya mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat...
"Hmmm!" dengusan rendah si ular asap tua Ouw-yang Gong
memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh jagad. Ia loncat
menghampiri si anak muda itu lalu sambil menggerogoti ayam goreng
yang berada dalam cekalannya kakek konyol itu berkata :
"Ada makanan lezat tiada arak, kejadian ini benar-benar
merupakan suatu kekurangan yang tak sedap dipandang..."
Pek In Hoei mengerti bahwa si ular asap tua ini kecuali selama
hidupnya bersikap gila dan ugal-ugalan, ia adalah seorang kakek yang
berhati jujur dan setia kawan.
Menyaksikan tingkah lakunya yang konyol itu tak tahan lagi ia
tertawa geli, serunya :
"Di tengah gunung yang gersang dan jauh dari keramaian dunia,
dari mana datangnya bau arak? Hey, si ular asap tua, jangan-jangan
kau menyembunyikan arak di sini..."
Ouw-yang Gong tertawa terkekeh-kekeh.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... hey kucing rakus, tajam amat
penciumanmu, kau memang pandai menerka serta menantikan
kenikmatan datang dengan sendirinya..."
Dari punggungnya ia ambil keluar sebuah cupu-cupu arak yang
besar lalu diangkat ke tengah udara, mendadak wajah berubah hebat,

512
IMAM TANPA BAYANGAN II

dengan termangu-mangu ia berdiri kaku di tempat semula sambil


memandang ke arah cupu arak itu tanpa berkedip.
Bukan saja Ouw-yang Gong berdiri menjublak sampai Pek In
Hoei sendiri pun dibuat berdiri terbodoh-bodoh, sebab ujung cupu-
cupu arak entah sudah ditimpuk dengan benda apa, saat itu telah
berlubang dan isi araknya telah bocor keluar semua, saat ini hanya
tinggal sebuah cupu-cupu arak kosong belaka.
"Hey, ular asap tua!" seru Pek In Hoei setelah tertegun beberapa
saat lamanya. "Sungguh lihay selembar mulutmu, seutas ususmu
langsung berhubungan dengan pantat sampai aku pun kau ajak
bergurau, araknya sudah kau minum sampai habis, begitu masih bisa-
bisanya sengaja menawari diriku..."
"Eeeeei... nanti dulu," teriak si ular asap tua dengan panik,
tangannya digoyangkan berulang kali. "Kau jangan berbalik memaki
diriku yang bukan-bukan, aku ular asap tua angkat sumpah di
hadapanmu bahwa aku tak pernah mengajak kau bergurau..."
"Lalu apa yang sudah terjadi?" tanya Pek In Hoei dengan nada
tidak percaya.
Ouw-yang Gong berpikir sebentar, kemudian menjawab :
"Ini hari kita telah berjumpa dengan seorang tokoh silat yang
sangat lihay..."
Sinar mata Pek In Hoei dengan cepat menyapu sekejap sekeliling
tempat itu, namun tak sesosok bayangan manusia pun yang nampak,
dengan pikiran tak habis mengerti segera tegurnya :
"Kau tak usah jual mahal lagi di hadapanku, sebenarnya apa yang
telah terjadi?"
"Hmmmm! rupanya manusia-manusia itulah yang ajak aku
bergurau... hati-hati saja nanti aku Ouw-yang Gong bisa kasih satu
pelajaran yang keras agar mereka tahu bahwa aku si ular asap tua
bukanlah seorang kakek peot yang gampang dipermalukan..."
Agaknya si kakek konyol ini merasa amat gusar sekali. Sambil
menggerutu tiada hentinya ia segera tarik Pek In Hoei untuk mengajak

513
Saduran TJAN ID

lari meninggalkan tempat itu, sepanjang perjalanan mereka berlari


dengan kencangnya, hal ini semakin membingungkan hati si anak
muda itu.
Namun sepanjang perjalanan tak sesosok bayangan manusia pun
yang nampak, makin dipikir si Jago Pedang Berdarah Dingin ini
merasa keadaan semakin tak beres, karena tak kuat menahan diri lagi
ia segera menegur :
"Hey ular asap tua, sebenarnya kau ingin berbuat apa?"
Saking mendongkolnya Ouw-yang Gong berkaok-kaok keras,
teriaknya :
"Tadi sewaktu aku pergi membeli barang di depan perkampungan
telah bertemu dengan serombongan manusia yang menghantar
hadiah, cupu-cupu arak ini pastilah manusia-manusia itu yang
menyambitnya sampai pecah..."
Sementara ia sedang berbicara sampai di situ dari depan
tampaklah debu mengepul membumbung tinggi ke angkasa dan
muncul empat ekor kuda besar di belakangnya mengikuti sebuah
kereta besar yang diatasnya ditancapi sebuah panji kecil berwarna
kuning, dua orang pria berpotongan wajah panjang duduk di atas
kereta dengan keren dan gagahnya.
"Dari manakah datangnya orang-orang itu?" bisik Pek In Hoei
dengan nada lirih.
"Hmmm bangsat anak jadah, dialah anak-anak dari Sak Kioe
Kong..."
Rupanya ia sangat membenci orang-orang itu, selesai berkata
tubuhnya segera menerjang ke arah empat orang penunggang kuda
yang berada di paling depan.
Menyaksikan datangnya terjangan itu, ke-empat orang pria
tersebut segera membentak nyaring, dengan cepat mereka tarik tali les
kudanya dan berhenti berjalan.
Salah seorang di antaranya segera membentak dengan suara keras
:

514
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kakek peot sialan! Buta rupanya sepasang matamu, apakah kau


tidak melihat jelas panji tersebut adalah panji kebesaran dari Hak Bin
Siuw Loo si Malaikat Berwajah Hitam Sak Kioe Kong..."
"Telur busuk milik nenekmu! maki Ouw-yang Gong sambil
ayunkan sepasang telapaknya ke tengah udara. "Peduli amat panji
bobrok itu milik cucu monyet anak jadah siapa..."
Termakan oleh angin pukulan yang keras, ekor kuda itu terkejut
dan segera meringkik panjang, sepasang kaki mereka diangkat tinggi-
tinggi melemparkan ke-empat orang penunggangnya ke atas tanah.
"Hoooore... bagus... bagus..." teriak Ouw-yang Gong sambil
bertepuk tangan. "Haaaah... haaaah... haaaah... inilah yang dinamakan
gerakan empat kaki menghadap langit..."
Sementara ia masih berteriak-teriak dengan penuh kegembiraan,
mendadak dari atas kereta itu meluncur datang sesosok bayangan
manusia, sambil tertawa dingin ia mengirim satu pukulan dahsyat
langsung menghantam tubuh Ouw-yang Gong.
Blaaaaam!... Dalam keadaan gugup dan tergopoh-gopoh Ouw-
yang Gong segera ayunkan pula sebuah pukulan untuk menyambut
datangnya serangan tersebut, sepasang telapak saling beradu hingga
menimbulkan suara ledakan dahsyat.
Di tengah bentrokan keras itulah tubuh ke-dua belah pihak sama-
sama bergetar keras dan tak tahan masing-masing tergetar mundur
satu langkah ke belakang.
Orang yang barusan melancarkan serangan ini mempunyai
potongan wajah yang bengis dan seram, wajahnya persegi panjang
dengan sepasang alis yang tebal dan bibir yang amat tipis, potongan
macam itu memuakkan sekali bagi penglihatan siapa pun.
Sementara itu sambil tertawa seram sorot matanya dengan tajam
dan melotot besar sedang menatap wajah si kakek konyol itu tanpa
berkedip.

515
Saduran TJAN ID

"Hebat! Hebat!" serunya dengan wajah kaku. "Kau dapat


menyambut datangnya sebuah pukulanku, itu menandakan kalau kau
pun termasuk manusia yang tidak gampang!"
"Ciisss..." dengan pandangan menghina si ular asap tua Ouw-
yang Gong meludah ke atas tanah. "Setan busuk, apanya yang hebat
dengan pukulanmu itu? Kalau punya nyali ayoh kirimlah beberapa
buah pukulan lagi untuk dicoba, tanggung kau bakal pulang dengan
merangkak..."
Pria itu tertawa dingin, serunya dengan wajah serius :
"Kau jangan anggap pukulan dari aku Sak Toa Bauw adalah suatu
perkara yang enteng, tempo dulu sewaktu aku bergebrak melawan
para enghiong dari Kwan Lok, tiada seorang pun yang betul-betul
sanggup menerima sebuah pukulanku..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak aneh kalau kau pandai
mengibul dan omong gede, rupanya kau bernama Toa Bauw si
Meriam Gede..." ejek Ouw-yang Gong sambil tertawa terpingkal-
pingkal. "Aku si ular asap tua kecuali sepanjang hidupnya suka
menghisap tembakau huncwee, aku pun suka pula mengibul dan
ngomong bus-busan seperti kentut busuk makmu. Eeeei... anak kura-
kura cucu jadah, apakah kau pengin adu kelihayan di dalam berbus-
busan macam kentut busuk makmu dengan aku si orang tua..."
Dalam bersilat lidah ia memang di atas angin, di satu pihak
merasa kegirangan di pihak lain Sak Toa Bauw jadi mencak-mencak
saking dongkol dan marahnya.
"Heeei... eeeei... jangan mencak-mencak... jangan loncat-loncat,"
kembali Ouw-yang Gong berseru sambil goyangkan tangannya
berulang kali. "Kalau mencak terus takutnya kau bisa mencret... dan
ampas baumu bisa menyembur keluar seperti tembakan meriam.."
"Keparat tua!" bentak Sak Toa Bauw teramat gusar. "Kau... kau...
rupanya pengin modar!"
Ia benar-benar tidak bisa menahan diri lagi atas ejekan serta
sindiran Ouw-yang Gong yang tajam serta amat menusuk

516
IMAM TANPA BAYANGAN II

pendengaran itu, pria itu meraung keras sambil ayunkan telapaknya


sang badan segera menubruk ke arah depan dan menyerang Ouw-
yang Gong habis-habisan.
Jangan dilihat Sak Toa Bauw sudah naik darah hingga kepalanya
nanar, waktu bertempur ia sama sekali tidak kelihatan tolol atau
bodoh. Telapak kirinya berputar di tengah udara membentuk satu
lingkaran busur, di tengah kecepatan terkandung desiran tajam, di
tengah perubahan terselip gerakan aneh membuat si ular asap tua
Ouw-yang Gong tidak berhasil mendapat keuntungan apa pun.
Secara beruntun Ouw-yang Gong melancarkan tiga buah
serangan berantai, lalu sambil tertawa terbahak-bahak katanya :
"Eeei anak kura-kura cucu monyet, kau adalah pungutan ibu yang
mana..."
Sak Toa Bauw yang dimaki nampak tertegun menanti ia berhasil
memahami apa yang dimaksudkan, saking gusar dan dongkolnya
hampir saja ia muntah darah segar, sekujur badannya gemetar keras
dan rambutnya pada berdiri kaku laksana landak.
Dengan langkah lebar ia maju ke depan, telapak tangannya
diayun menyongsong ke hadapan tubuh lawan, hardiknya keras-keras
:
"Kau si kakek tua celaka, aku Sak Toa Bauw akan beradu jiwa
dengan dirimu..."
"Blaaam... Blaaam... Blaaam..." secara beruntun terdengar tiga
kali suara bentrokan keras, tubuh ke-dua orang itu sama-sama tergetar
mundur ke belakang.
Rupanya tenaga lweekang yang dimiliki ke-dua belah pihak
adalah seimbang, hingga di dalam bentrokan barusan siapa pun tidak
berhasil mendapatkan keuntungan apa-apa.
Pek In Hoei yang menyaksikan kejadian itu, sepasang alisnya
kontan berkerut, serunya :
"Hey ular asap tua, serahkan saja persoalan ini kepadaku... biar
aku saja yang bereskan..."

517
Saduran TJAN ID

"Tidak bisa jadi," sahut Ouw-yang Gong dengan mata mendelik.


"Keparat cilik ini telah menyambit lubang cupu-cupu arakku, aku
hendak petik batok kepalanya sebagai ganti cawan arak, ini hari juga
aku tak akan mengampuni dirinya..."
"Apa kau bilang?" balas Sak Toa Bauw marah-marah. "Kau telah
mencuri arak kami, sekarang masih punya muka untuk mencari gara-
gara dengan kami..."
Sembari berkata matanya melirik sekejap ke arah Pek In Hoei,
ketika dilihatnya si anak muda bergaya seorang sastrawan yang
sedang berpesiaran, maka ia telah salah menduga Ouw-yang Gong
sebagai pelayannya.
Maka dengan suara lantang serunya kembali :
"Kau si anak muda kelihatannya tidak mirip dengan seorang
pembegal yang kerjanya merampok kereta, kenapa suruh seorang
kakek tua celaka macam ini untuk bikin gara-gara? Apakah dalam
sesuatu hal keluarga Sak kami telah menyalahi diri saudara..."
"Perkataanmu terlalu tak enak didengar dalam telinga, cayhe Pek
In Hoei bukanlah manusia sebangsa itu..." sahut si anak muda itu
sambil tertawa.
Si huncwee gede Ouw-yang Gong pun tertawa keras,
sambungnya :
"Bagus sekali! Hey Sak Toa Bauw kau si anak monyet cucu kura-
kura... berani benar kau menuduh kami hendak membegal barang di
dalam keretamu. Hmmmm! Ini hari aku Ouw-yang Gong pengin lihat
sebetulnya Sak Kioe Kong mempunyai barang berharga apa sih
hingga begitu berharga bagi kami untuk turun tangan..."
Dengan pandangan dingin Sak Toa Bauw melirik sekejap ke arah
si huncwee gede Ouw-yang Gong, lalu tertawa hina, sinar matanya
perlahan-lahan dialihkan ke arah tubuh si Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei, kemudian ujarnya dingin :
"Kiranya kau adlaah si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei, seorang jago muda yang baru saja munculkan diri di dalam

518
IMAM TANPA BAYANGAN II

dunia persilatan, tidak aneh kalau dalam pandanganmu sama sekali


tidak memandang sebelah mata pun kepada orang lain. Hmmm!... bila
orang kangouw mengetahui bahwa manusia yang bernama Pek In
Hoei sebetulnya bukan lain adalah seorang pembegal yang suka
merampok kereta, mungkin kawan-kawan Bu lim akan tertawa
terkekeh-kekeh hingga giginya pada rontok semua..."
"Kau berani menghina aku?" teriak Pek In Hoei dengan air muka
berubah hebat.
"Haaaah... haaaah... haaaah... coba lihat, kau sudah takut.
Hmmm! Apakah kejadian ini bukan merupakan suatu kenyataan..."
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei jadi naik pitam, ia
siap maju ke depan untuk memberi pelajaran kepada Sak Toa Bauw.
Tetapi sebelum ia sempat maju ke muka, si ular asap tua Ouw-
yang Gong telah berkelebat ke hadapannya dan melarang dia untuk
turun tangan sendiri
"Serahkan saja persoalan ini kepada aku si ular asap tua," serunya
sambil tertawa. "Aku tanggung Sak Kioe Kong sendiri pun tak akan
mampu mengapa-apakan seujung rambut aku si Ouw-yang Gong.
Huuuh...! Sak Kioe Kong itu manusia apa? Nama besarnya cuma
kosong belaka, dalam dunia persilatan ia telah menipu nama, menipu
kedudukan selama banyak tahun, sekarang sudah tiba masanya untuk
keok dan jatuh kecundang di tanganku..."
"Jadi kalian sengaja datang untuk mencari gara-gara dengan
diriku?..." teriak Sak Toa Bauw marah-marah.
"Itu sih tidak! Meskipun aku si Ouw-yang Gong kalau bekerja
agak menuruti suara hati sendiri, itu pun ada batas-batasnya. Asal
orang lain tidak mengganggu diriku, aku pun tidak akan mengganggu
orang lain, sebaliknya si tua bangkamu itu bukan saja telah mencuri
nama dan jabatan bahkan menghirup darah segar dari orang-orang Bu
lim, karena itu aku hendak memberi sedikit peringatan kepadamu..."
"Sejak kapan kami orang-orang dari perkampungan Sak Kee
Cung menyalahi dirimu? Selama banyak tahun Hek Bin Siuw loo tak

519
Saduran TJAN ID

pernah menjumpai kejadian apa pun di tempat ini, sungguh tak nyana
di dalam perjalanan kami hendak mengirim hadiah telah bertemu
dengan kalian... Hmm! Andaikata ayahku sampai mengetahui akan
kejadian ini, mungkin persoalan tidak akan beres dengan gampang..."
"Sudahlah, lebih baik kau tak usah menggotong keluar nama tua
bangkamu untuk menggertak orang," seru Ouw-yang Gong sambil
ayunkan huncwee gedenya. "Cerminlah dahulu manusia macam
apakah dirimu itu, pantas atau tidak untuk meniup terompet dan
berlagak sok di tempat ini..."
Seolah-olah secara mendadak teringat akan sesuatu, si kakek
konyol itu bertanya lebih jauh :
"Toa Bauw, barang-barang itu hendak kau kirim ke mana?"
Dengan bangga Sak Toa Bauw tertawa keras :
"Kalau telah kuucapkan harap kalian jangan ketakutan hingga
jantung pun rontok, barang-barang ini hendak kami hantar ke
perkampungan Thay Bie San cung untuk dihadiahkan kepada Hoa
Pek Tuo. Setelah kau tahu kalau barang-barang ini milik Hoa Pek
Tuo, aku percaya kau tidak akan berani mempunyai ingatan untuk
membegal kereta ini lagi..."
Dalam anggapannya setelah ia mengucapkan kata-kata tersebut,
si huncwee gede Ouw-yang Gong pasti akan ngeloyor pergi karena
ketakutan. Siapa tahu si kakek konyol itu bukan saja tidak jeri,
sebaliknya malah mendongak dan tertawa terbahak-bahak, sekilas
pandangan hina dan sinis terlintas di atas wajahnya.
"Haaaah... haaaah... haaaah... barang-barang yang dihadiahkan
untuk Hoa Pek Tuo, tentu tidak akan jelek!" serunya.
Bagaikan sedang mengigau, kembali ia bergumam seorang diri :
"Berharga... berharga... pekerjaanku kali ini memang sangat
berharga..."
Dalam pada itu Pek In Hoei yang mendengar perkataan itu air
mukanya segera membeku sementara hatinya bergetar keras, pikirnya
:

520
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kenapa si Hek Bin Siauw loo Malaikat Berwajah Hitam Sak


Kioe Kong memberi hadiah kepada Hoa Pek Tuo? Sebagai seorang
tokoh sakti nomor wahid di kolong langit, Hoa Pek Tuo tak akan
pandang sebelah mata pun terhadap benda-benda biasa! Entah barang
apa yang dimuat di dalam kereta besarnya itu?"
Berpikir sampai di situ, ia segera mengejek dingin, serunya :
"Ular Asap Tua, kau ringkus dahulu bangsat ini..."
Si huncwee gede Ouw-yang Gong sendiri juga tertarik hatinya
oleh ucapan lawannya, mendengar perintah dari si anak muda itu
senjata huncwee gedenya segera diputar di tengah udara hingga
membentuk berpuluh-puluh bayangan huncwee, di tengah gelak
tertawa yang nyaring sang badan maju mendesak ke depan, bayangan
huncwee dengan sebuah gerakan yang sangat aneh langsung menotok
ke atas tubuh Sak Toa Bauw.
Majikan muda dari perkampungan Sak Kee-cung ini tak mengira
kalau serangan yang dilancarkan Ouw-yang Gong tiba begitu cepat,
dalam jarak demikian dekat tak mungkin lagi baginya untuk berkelit
maupun menghindar, terpaksa dari telapak berubah jadi kepalan, pada
saat yang paling akhir ia jotos jalan dari Tay yang hiat di atas kening
Ouw-yang Gong.

521
Saduran TJAN ID

Jilid 22
SERANGAN adu jiwa semacam ini tepat merupakan jurus
pemecahan dari serangan yang mematikan tersebut, dalam bayangan
Sak Toa Bauw kali Ouw-yang Gong kalau tidak mati pasti akan
terluka parah, kepalan ditonjol keluar segenap kekuatan yang
dimilikinya segera dikerahkan semua.
Siapa tahu kenyataan sama sekali tidak segampang dan
sesederhana apa yang dibayangkan dalam benaknya.
Si huncwee gede Ouw-yang Gong bukan saja merupakan seorang
ahli silat yang sangat berpengalaman, ia pun seorang jago kawakan.
Sewaktu dilihatnya bayangan kepalan disodok mendatang mendadak
ia tundukkan kepalanya ke bawah, sedang huncwee gedenya pada saat
yang bersamaan bagaikan sebatang pit menyodok ke atas.
Kraaak...! terdengar suara benturan yang amat memekakkan
telinga, disusul jeritan ngeri yang menyayatkan hati dari Sak Toa
Bauw menggema di angkasa.
Sekujur badannya secara mendadak jadi tegang dan tak bisa
berkutik, tidak ampun lagi badannya bergelindingan di atas tanah,
sebuah jalan darah penting di atas badannya telah termakan ujung
senjata.
Menyaksikan Sak Toa Bauw roboh terjengkang dia tas tanah,
seorang pria yang lain di atas kereta serta empat pria kekar bersenjata
pedang sama-sama membentak keras, serentak mereka menubruk ke
arah Ouw-yang Gong.

522
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Mundur!" tiba-tiba terdengar Sak Toa Bauw membentak gusar,


"kalian jangan bergebrak lagi..."
Pria kekar yang duduk di sisi Sak Toa Bauw sewaktu masih
berada di atas kereta tadi nampak tertegun ketika mendengar bentakan
itu, wajahnya menunjukkan seolah-olah tidak rela tapi apa boleh buat,
terpaksa dengan wajah menyeringai seram mengundurkan diri ke
tempatnya semula.
"Toako," tegurnya dengan nada tidak paham, "kita mana boleh
memalukan serta menjual nama baik ayah?"
"Apa yang bisa kita lakukan lagi?" sahut Sak Toa Bauw sambil
tertawa sedih.
Saat itu si ular asap tua Ouw-yang Gong telah menuding ke arah
kereta sambil bertanya :
"Barang apa saja yang berada di dalam kereta itu?"
"Apakah kau tak bisa pergi melihat sendiri?" jengek Sak Toa
Bauw ketus.
Ouw-yang Gong tertawa dingin, ia segera meloncat naik ke atas
kereta dan menggeledah isi kereta tersebut. Tapi kecuali intan permata
serta benda-benda berharga lain sama sekali tiada benda istimewa lain
yang menyolok mata, maka sambil mendengus serunya :
"Huuuh! Kalau cuma benda macam itu aku tak sudi untuk meraba
apalagi memegang..."
Pek In Hoei yang selama ini berdiri di sisi kalangan
memperhatikan terus tingkah laku Sak Toa Bauw, ketika dilihatnya
sinar mata orang itu mengerling ke sana kemari dengan tidak
tenangnya, sang hati jadi tertegun, satu ingatan dengan cepat
berkelebat di dalam hatinya.
Perlahan-lahan ia periksa sekujur badan pria itu dengan seksama.
Sedikit pun tidak salah, pada bagian pinggang orang she Sak itu
nampak menonjol besar, seakan-akan di dalamnya disembunyikan
sesuatu barang.
Sambil tertawa dingin segera jengeknya :

523
Saduran TJAN ID

"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... jangan-jangan masih ada benda


yang lebih berharga lain disembunyikan di badan saudara, bukankah
begitu?"
"Omong kosong!" bentak sb dengan penuh kebencian. "Dengan
andalkan nama Hek Bin Siuw loo kenapa aku mesti takut ada orang
datang membegal keretaku... aku tak akan berbuat demikian..."
Ouw-yang Gong tertawa sinis, dengan huncwee gedenya ia
segera menotok perlahan pinggang orang she Sak itu, suara dentingan
nyaring segera terdengar memecahkan kesunyian.
Ouw-yang Gong tarik napas dalam-dalam, satu ingatan secara
mendadak berkelebat di dalam benaknya, sesaat kemudian bentaknya
nyaring :
"Bawa keluar!"
Air muka Sak Toa Bauw berubah hebat, sorot mata ketakutan
memancar keluar dari balik matanya, setelah ragu-ragu sejenak
akhirnya sambil menggigit bibir dia ambil keluar sebuah kotak
panjang dari pinggangnya.
"Nih, kuberikan kepadamu," serunya, "bagaimana pun juga tak
nanti kau bisa mendapatkan benda ini..."
Tampaklah kotak itu terbuat dari kayu dengan ukir-ukiran yang
sangat indah, tetapi ada satu hal yang sangat aneh yaitu isi kotak
tersebut ternyata enteng sekali seolah-olah sama sekali tak ada isinya.
Dengan cepat Ouw-yang Gong membuka kotak tersebut, dari
balik kotak mendadak muncul secuil kain yang terpapas oleh pedang,
hancuran kain itu begitu terlihat di depan mata, sekujur badan Pek In
Hoei seketika bergetar keras.
Sebab potongan ujung kain tersebut sangat dikenal olehnya.
Kejadian itu untuk selamanya tak akan terlupakan, sebab setiap
kali melihat cukilan kain tersebut ia segera teringat kembali akan
ayahnya yang mati dalam keadaan mengenaskan. Cukilan kain itu
bukan lain adalah potongan dari ujung jubah yang dikenakan ayahnya
sewaktu menjumpai peristiwa tragis tersebut...

524
IMAM TANPA BAYANGAN II

Darah panas segera bergelora dalam hatinya, pandangan mata


jadi nanar, tanpa kuasa lagi ia membentak keras :
"Serahkan kepadaku!"
Dengan pandangan tidak mengerti Ouw-yang Gong serahkan
potongan kain jubah itu ke tangannya.
Pek In Hoei segera merasakan hatinya jadi kecut, hampir saja
titik-titik air mata mengucur keluar membasahi wajahnya. Sambil
mencekal robekan kain jubah itu seluruh badannya hampir terasa jadi
kaku, ia merasa begitu sedih, pedih dan terharu. Napsu membunuh
selapis demi selapis menyelimuti wajahnya, dengan alis berkerut ia
berseru :
"Kau..."
Senyuman sadis tersungging di ujung bibir Pek In Hoei,
selangkah demi selangkah ia maju mendekati tubuh Sak Toa Bauw,
siapa pun tak tahu apa yang hendak ia lakukan. Mereka hanya tahu
bahwa si anak muda itu dalam waktu yang amat singkat telah berubah
jadi seorang manusia yang lain, berubah jadi begitu sadis dan
menyeramkan, lagaknya serta tingkah lakunya yang begitu
mengerikan seolah-olah seseorang yang hampir mendekati ajalnya,
membuat semua orang diam-diam terkesiap dan bergidik...
"Dari mana kau dapatkan potongan kain jubah ini..." hardiknya
dengan sinar mata berapi-api.
Saking terkejutnya sekujur badan Sak Toa Bauw terasa gemetar
keras.
"Dari mana aku bisa tahu potongan kain jubah itu berasal dari
mana..." sahutnya. "Orang lainlah yang menyerahkan benda itu
kepada ayahku..."
"Siapakah orang itu?"
"Memandang dari pelbagai alasan yang kuat, aku tak dapat
memberitahukan kepadamu!"
"Hmmmm...!" Ouw-yang Gong mendengus dingin, "Serahkan
saja anak monyet cucu kura-kura ini kepadaku, asalkan aku si ular

525
Saduran TJAN ID

asap tua gunakan sedikit ilmu memisahkan otot merenggang tulang,


aku tidak percaya kalau tulang tubuhnya terdiri dari tulang besi otot
kawat..."
Mendengar ancaman itu air muka Sak Toa Bauw berubah sangat
hebat, teriaknya dengan gusar :
"Kau berani mengapakan diriku?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... asl kau suka berterus terang dan
mengaku sejujurnya, tentu saja aku si ular asap tua akan melepaskan
dirimu..."
"Hmm, tiada perkataan lain yang bisa dibicarakan lagi, aku sama
sekali tidak mengetahui tentang persoalan itu..."
Pek In Hoei keluarkan telapak tangannya dan menotok tubuh Sak
Toa Bauw satu kali serunya dingin :
"Saking gemas dan bencinya ingin sekali aku membinasakan
dirimu pada saat ini juga. Tabokan tersebut anggaplah sebagai satu
peringatan, cepat utarakan dari mana asalnya potongan kain jubah ini
kepadaku..."
Dengan wajah tanpa berubah Sak Toa Bauw gelengkan
kepalanya berulang kali.
"Jawabanku masih tetap seperti semula, sedikit pun aku tidak
mengetahui akan persoalan itu..."
"Kau betul-betul seorang manusia tak tahu diri," maki si huncwee
gede Ouw-yang Gong dengan gusar. "Mungkin kau masih belum tahu
bagaimanakah tindakan aku si ular asap tua untuk menghukum
orang..."
Dengan suara rendah ia tertawa seram, jari tangannya segera
berkelebat menotok jalan darah di atas tubuh Sak Toa Bauw.
"Huuuh, menghadapi seorang manusia yang tak mampu melawan
dengan cara begini rendah, kau terhitung seorang manusia macam
apa?" jengek Sak Toa Bauw sambil pejamkan matanya rapat-rapat.
Dengan demikian si ular asap tua Ouw-yang Gong jadi tak berani
untuk melanjutkan serangannya, ia melirik sekejap ke arah si Jago

526
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pedang Berdarah Dingin dan untuk sesaat tak tahu apa yang mesti
dikerjakan.
Dengan wajah berat dan serius Pek In Hoei masukkan potongan
kain jubah itu ke dalam sakunya, Sak Toa Bauw yang menyaksikan
kejadian itu jadi cemas bercampur gelisah, mendadak ia meloncat
bangun dari atas tanah sambil teriaknya keras-keras :
"Kau tak boleh ambil pergi benda itu!"
"Kenapa?" sahut Pek In Hoei tertegun. "Benda itu adalah
potongan kain jubah dari ayahku, kenapa aku tak boleh untuk
mengambilnya kembali?..."
Kini sikapnya jauh lebih tenang dan kalem, ia tahu untuk
mengetahui siapakah pembunuh besar sebenarnya yang telah
membinasakan ayahnya, hanya dari mulut Sak Toa Bauw-lah bisa
diketahui, sebab itu ia tak mau bertindak terlalu tergesa-gesa.
"Benda itu adalah titipan dari seorang sahabat," seru Sak Toa
Bauw amat gelisah. "Kalau benda lain yang hilang masih mendingan,
benda itu sesekali tak boleh lenyap dari tanganku, hey, si Jago Pedang
Berdarah Dingin, lebih baik serahkanlah kembali benda itu
kepadaku..."
"Maaf seribu kali maaf, aku harus membawanya pergi..." sahut
Pek In Hoei ketus.
Sembari berkata ia mengerling sekejap ke arah Ouw-yang Gong
si huncwee gede itu, kemudian mereka berdua putar badan dan segera
berlalu dari situ.
"Hey, seperginya kalian berdua, aku mesti kemana untuk
menemukan kalian..." teriak Sak Toa Bauw gusar.
"Hmmm! mencari aku bukanlah suatu pekerjaan yang sulit, di
kota paling depan sana aku bisa berdiam selama beberapa hari..."
Rupanya ia sudah mempunyai rencana lain dalam hatinya, selesai
berkata bersama-sama Ouw-yang Gong segera berlalu dari situ.
Menanti mereka sudah berada di suatu tempat yang jauh dari
pandangan Sak Toa Bauw, si anak muda itu baru berhenti berlari.

527
Saduran TJAN ID

Ouw-yang Gong yang tidak habis mengerti apa sebetulnya yang


telah terjadi tanpa sadar segera bertanya :
"Bocah cilik, sebetulnya permainan setan apa yang sedang kau
perankan???"
"Aku hendak berdiam selama dua tiga hari di tempat ini, ingin
kulihat siapakah yang bakal mencari aku untuk merampas kembali
potongan kain jubah tersebut," kata Pek In Hoei dengan nada sedih.
"Setelah itu aku akan berusaha untuk memancing keluar orang di
balik layar itu, bila persoalan telah berkembang jadi begitu maka
persoalan yang menyangkut kematian ayahku pun akan kian
bertambah cerah dan jelas..."
"Aaaai! Berapakah bagiankah keyakinanmu akan hal ini?" tanya
Ouw-yang Gong sambil menghela napas.
Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Apa yang barusan kuucapkan hanyalah suatu pendapat dari apa
yang kupikirkan barusan, berapa bagiankah keyakinanku akan hal ini
sulit untuk dikatakan. Andaikata jalan ini sukar ditembusi maka aku
akan berangkat ke perkampungan Sak Kee-cung untuk bertemu
dengan Hek Bin Siuw loo si Malaikat Berwajah Hitam, atau langsung
meluruk ke dalam perkampungan Thay Bie San cung dan tanyakan
persoalan ini kepada Hoa Pek Tuo pribadi..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bocah keparat, rupanya kau betul-
betul seorang manusia latah yang pernah kujumpai selama ini," seru
Ouw-yang Gong sambil tertawa keras. "Hampir seluruh jago lihay
yang ada di kolong langit hendak kau jumpai untuk diajak berkelahi,
aku bisa mempunyai seorang sahabat macam kau benar-benar patut
merasa bangga dan gembira."
"Bagus! Mari kita isi perut dulu..."
Mereka berdua segera menggerakkan tubuhnya dan berkelebat
pergi dari situ.
******

528
IMAM TANPA BAYANGAN II

Butir hujan yang bulat bagaikan air mata kekasih menetes ke


bawah dari awan yang tebal di angkasa, membentur permukaan tanah
dan menimbulkan suara rintikan yang nyaring.
Senja yang gelap menyelimuti seluruh jagad, suara air hujan
berdenting memecahkan kesunyian yang mencekam dan kabut yang
tebal menambah suramnya pemandangan ketika itu...
Di tengah hujan deras setelah lohor ini, jalan raya jadi basah dan
becek, tak sesosok bayangan manusia pun yang nampak berlalu
lalang, seolah-olah semua pejalan kaki, para pedagang dan para
pelancong telah menyembunyikan diri semua di bawah atap rumah
takut basah kuyup oleh air hujan.
Di tengah jalan raya yang basah lembab serta becek itu tiba-tiba
berkumandang datang suara keleningan yang lirih tapi tajam, kian
lama suara keleningan itu kedengaran semakin nyata dan nyaring
diikuti nampaklah seorang pemuda berbaju biru dengan menunggang
seekor kuda putih yang tinggi besar perlahan-lahan berjalan di tengah
amukan hujan.
Dengan pandangan bimbang dan termangu-mangu ia
memandang awan hitam di angkasa, membiarkan titik air hujan
membasahi wajahnya, butiran air mengikuti bibirnya yang tipis
membasahi lidahnya dan menimbulkan perasaan hambar dalam
hatinya...
Keleningan yang tergantung di leher kuda bergoyang kian kemari
terhembus angin dan berbunyi nyaring di angkasa menandingi irama
hujan yang merdu...
Pemuda itu berjalan lambat di tengah hujan yang tak terhitung
kecil, kecuali seorang yang pandai mencari kesenangan di tengah
hujan, siapa pun tak akan sudi berjalan-jalan pada saat seperti ini
kecuali seorang tolol atau orang yang sedang putus asa...
Dia yang berada di tengah hujan dengan membawa pikiran yang
jenuh dan berat memandang permukaan jalan yang becek dan

529
Saduran TJAN ID

berlumpur dengan termangu-mangu, lama sekali ia baru menghela


napas panjang.
Suara helaan napas itu tiada berbeda jauh dari keadaan orangnya,
begitu murung, kesal dan sedih...
Mendadak... pada ujung bibirnya yang tipis tersungging satu
senyuman yang getir... hambar... suatu senyuman di tengah kesunyian
kesepian yang mencekam hati, pikiran dalam hati :
"Aku benar-benar seorang yang tolol, masa di tengah hujan
begini deras bisa berjalan seorang diri di tengah jalan raya,
membiarkan air hujan membasahi seluruh tubuhku, lebih-lebih lagi
yang menggelikan secara tiba-tiba aku bisa menyukai titik-titik air
hujan yang tertumpah dari langit...
Itulah disebabkan karena butiran air hujan bagaikan air mata
seorang kekasih, bagaikan awan yang indah permai secara mendadak
kehilangan bidadari yang cantik, bagaikan pula kekasih yang sedang
menangisi pacarnya... sedang dia, meskipun dalam benaknya pernah
timbul bayangan dari beberapa orang gadis, tetapi persoalan lain yang
lebih serius telah membebani hatinya, menekan dia hingga sukar
untuk bernapas, itulah dendam sakit hati atas kematian ayahnya serta
dendam termusnahnya partai Thiam cong di tangan Boo Liang
Tiong...
Kini dendam kematian ayahnya telah menunjukkan titik terang,
bagaikan cahaya kilat yang muncul di tengah kegelapan yang
mencekam, kilatan cahaya itulah seberkas harapannya, harapan yang
bergerak maju sambil meraba asalnya cahaya tersebut...
Tetapi tiga hari telah berlalu dengan cepatnya, jejak Hek Bin
Siuw loo belum nampak juga muncul di hadapannya bahkan orang
dari perkampungan Sak Kee cung pun tak ada yang nongol... selama
ini dengan hati gelisah ia berharap akan kehadiran Malaikat Berwajah
Hitam Sak Kioe Kong agar asal usul potongan kain jubah itu cepat
diketahui, tetapi ia kecewa, mau tak mau terpaksa ia harus mohon
bantuan Ouw-yang Gong untuk memeriksa keadaan yang sebenarnya.

530
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sebatang kara Pek In Hoei berjalan di tengah hujan deras, tanah


lumpur yang kuning kecoklat-coklatan telah menodai celananya, ia
besut butiran air hujan yang membasahi wajahnya lalu menghela
napas panjang.
"Aaaaa...! si huncwee gede sudah berlalu begitu lama, kenapa
belum nampak ia kembali? Jangan-jangan ia sudah menemui
kesulitan..."
Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat di dalam benak si
anak muda itu, mendadak ia merasa hatinya jadi tegang, satu
bayangan hitam memenuhi pandangan matanya, sekilas cahaya redup
memancar di atas wajahnya yang tampan membuat sepasang alisnya
yang lentik berkerut, senyuman seram tersungging makin nyata...
"Haaaah... haaaah... haaaah... "
Di saat Pek In Hoei masih duduk terpekur sambil melamun itulah,
tiba-tiba dari belakang punggungnya berkumandang datang suara
gelak tertawa yang amat nyaring, ia terkesiap dan segera berpaling ke
belakang.
Tengokan ini seketika menambah rasa ngeri dan seram di dalam
hatinya, untuk beberapa saat pemuda itu berdiri menjublak tanpa
sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Terlihatlah seorang kakek tua yang rambutnya telah beruban
sedang duduk di belakang punggung kuda putihnya, sejak kapan
kakek itu menunggang di satu kuda dengan dirinya dan dari mana
orang itu muncul Pek In Hoei sama sekali tidak merasa hal ini
membuat hatinya tercekat dan segera sadar bahwa tenaga lweekang
yang dimiliki kakek tua itu sudah mencapai taraf yang mengerikan.
Saat itu dia hanya bisa berdiri di atas tanah sambil memegang tali
les kudanya, apa yang harus dilakukannya? Ia sendiri pun tak
mengerti.
Derap kaki kuda makin lambat dan lirih, si kakek yang duduk di
atas punggung kuda bergoyang ke sana kemari mengikuti irama
kantuknya, suara dengkuran keras berkumandang keluar dari lubang

531
Saduran TJAN ID

hidungnya, begitu keras bagaikan gulungan ombak di samudra


membuat permukaan ikut bergetar dan kuda itu sempoyongan ikut
bergetar dan kuda itu sempoyongan hampir saja roboh ke atas tanah...
Diam-diam Pek In Hoei merasa terkesiap hatinya, terutama sekali
terhadap kedahsyatan serta kesempurnaan tenaga lweekang kakek tua
itu.
Setelah diliriknya sekejap sekujur badan orang tua itu, pemuda
kita menjulurkan lidahnya berulang kali dan hampir saja tidak percaya
kalau di kolong langit benar-benar terdapat kejadian seaneh itu.
Kiranya di tengah hujan yang demikian derasnya, bukan saja
butiran air telah membasahi wajahnya bahkan baju pun telah basah
kuyup, tetapi wajah kakek tua itu sama sekali tidak basah, setiap kali
ada butiran air hujan hampir mendekati tubuh kakek itu, segera
muncullah segulung hawa khie-kang yang menyampok miring butiran
air hujan itu hingga mencelat ke samping.
Pemandangan aneh ini bukan saja telah mendemonstrasikan
kesempurnaan tenaga dalamnya, bahkan menunjukkan pula atas
keberhasilannya untuk menggabungkan tenaga gwa kang dengan
tenaga lwee kang.
Bagaikan tertidur nyenyak saja si kakek tua itu tetap pejamkan
matanya sambil bergoyang ke kiri kanan mengikuti hembusan angin,
mendadak ia berseru :
"Loo Lauw, kenapa kau tidak lanjutkan kembali perjalananmu?
Kau suka menuntunkan kuda buat toa loo-ya itu namanya rejeki
nomplok bagimu, kalau hatiku lagi gembira mungkin saja akan
kucarikan seorang istri yang cantik untukmu, waktu itu... haaah...
haaah..."
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmmm! Kau tak usah berlagak seperti orang mati lagi, kalau
ada urusan utarakanlah dengan langsung dan terus terang..."
Masih tetap berlagak ngantuk si kakek tua itu tertawa terkekeh-
kekeh.

532
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... bagus, Loo Lauw di hari biasa


pelayananmu terhadap loohu tidak jelek, kenapa sekarang main gertak
dengan nada begitu kasar? Apakah kau anggap hujan yang turun kali
ini terlalu deras maka aku jadi tak bisa pulang? Baik! anggaplah aku
sudah sia-sia memelihara dirimu, ini hari akan kutambahi ongkosnya
untukmu. Bagus! Entah nenek moyang loohu yang mana kurang luhur
budinya sehingga sekarang aku mesti menerima cercaan dan
penghinaan dari manusia sebangsa kalian..."
Pek In Hoei dibikin melongo dan termangu-mangu oleh ucapan
lawannya itu, ia tahu bahwa si kakek tua tersebut ada maksud
mempermainkan dirinya, maka dia pun tertawa dingin, mendadak tali
les kudanya disentak ke depan hingga membuat binatang itu kaget dan
meringkik panjang, kaki depannya segera terangkat ke atas membuat
si kakek yang ada di atas pelana jadi ketakutan dan menjerit keras.
"Loo Lauw! teriak si kakek tua itu dengan suara gemetar.
"Rupanya kau sedang mengincar hartaku yaah maka sekarang hendak
celakai jiwaku lebih dulu. Eeeei...! kau mesti tahu kalau hari ini
kecuali aku memmbawa sedikit uang receh tidak membawa barang
apa-apa lagi, mungkin kau sudah salah tafsir..."
"Hmmm! Saudara, lebih baik kurangilah lagak sinting dan
edanmu di hadapan aku orang she Pek aku..."
"Apa? Kau orang she Pek?" perlahan-lahan si kakek tua itu
membuka matanya dan memandang ke arah depan dengan pandangan
tercengang. "Aku masih mengira kalau kau adalah kusir kudaku yang
bernama Loo Lauw."
Ia mengucek-ucek matanya lalu menyapu sekejap ke sekeliling
tempat itu, mendadak, sambil menjerit keras teriaknya berkaok-kaok
:
"Aduuuh... celaka... aduuuh... celaka... tidak benar! Kenapa aku
bisa duduk di atas pantat kuda tungganganmu ini..."
Pek In Hoei tertawa dingin.

533
Saduran TJAN ID

"Hmmm... Hmmm... Hmmm... kurangilah sikap konyolmu di


hadapanku, kalau tidak jangan salahkan kalau aku tak akan bersikap
sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu..."
"Pek kongcu, kau jangan salah paham," seru kakek tua itu sambil
goyangkan tangannya berulang kali. "Aku toh cuma berkata bahwa
secara bagaimana aku bisa berada di atas pantat kuda tungganganmu
ini, kapan aku memaki dirimu? Pek Kongcu, berbuatlah baik dan
jangan salahkan diriku lagi... Aku toh tidak sengaja..."
Pek In Hoei mengerti bahwa si kakek tua yang berada di hadapan
matanya saat ini bukanlah manusia sembarangan, cukup ditinjau dari
tenaga lweekangnya yang begitu sempurna sudah cukup
menunjukkan bahwa dia adalah seorang musuh yang amat tangguh.
Maka dengan suara dingin segera bentaknya :
"Siapakah kau?"
Bentakan itu keras, berat dan penuh dengan tenaga membuat
seluruh angkasa bergetar dan mendengung keras, lama sekali pantulan
suara itu mengalun di angkasa sebelum akhirnya perlahan-lahan
membuyar...
Kakek misterius itu mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku si siauw Loo jie tinggal di
dusun Boen Ya Cung dalam bilangan keresidenan Kwan Lok, sebut
saja diriku sebagai Boen Soe-ya!"
Terperanjat hati Pek In Hoei sehabis mendengar nama itu, satu
ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, ia berpikir :
"Kiranya kau adalah Boen Soe-ya dari Kwan Lok Tit It Kee, tidak
aneh kalau tenaga lweekangmu begitu dahsyat dan sempurna, aku toh
tak pernah mengikat tali permusuhan dengan keluarga Boen, entah
apa maksudnya ia sengaja mencari satroni dengan diriku?"
Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat di dalam benaknya,
dengan suara dingin segera ujarnya :
"Eeei...! Bukankah kau melancong di daerah sekitar Kwan Lok,
mau apa kau datangi wilayah Lam Ciang ini?"

534
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, bagus, nama besar si Jago


Pedang Berdarah Dingin sudah tersebar hampir meliputi lima telaga
empat samudra, aku si orang tua menyadari bahwa dengan usiamu
yang masih begitu muda tapi berhasil memiliki ilmu silat yang
demikian lihaynya, hal itu menunjukkan bahwa kau memang seorang
manusia aneh yang berbakat alam, ada pun kedatanganku kemari
pertama, disebabkan aku merasa gatal tangan dan kedua, ingin tahu
sampai di manakah taraf kepandaian sejati yang kau miliki hingga
dalam satu tahun yang singkat berhasil mendapatkan nama besar yang
demikian tersohornya..."
"Jadi kedatanganmu adalah bermaksud untuk menjajal
kepandaianku belaka...?" tegur Pek In Hoei dengan alis berkerut,
suaranya dingin lagi ketus.
Boen Soe-ya agak tertegun, kemudian segera jawabnya :
"Tentu saja masih ada satu urusan kecil hendak ajak Pek kongcu
untuk berunding..."
"Kenapa mesti mengajak aku untuk berunding? Asal kau sanggup
mengalahkan sepasang kepalan cayhe jangan dibilang urusan
gampang diselesaikan kendati kau inginkan batok kepalaku juga akan
kupersembahkan dengan tangan terbuka..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... ucapanmu terlalu serius, ucapanmu
terlalu serius... Pek Kongcu! Masa seberat itu kau ucapkan kata-
katamu itu? Kedatangan aku si orang tua kali ini kecuali sedang
mewakili seorang sahabat untuk minta kembali benda miliknya aku
sih belum ada minat untuk bermusuhan dengan dirimu..."
"Hmmm! Sudah kau tak usah banyak bicara lagi," tukas Pek In
Hoei sambil tertawa dingin. "Kalau punya kepandaian rampaslah
benda itu dari genggamanku, kalau tidak punya kepandaian lebih baik
cepat-cepat enyah dari sini..."
Perkataan yang begitu ketus dan sama sekali tidak memberi muka
ini kontan menggusarkan hati Boen Soe-ya, dalam wilayah Kwan Lok
ia tersohor sebagai seorang jago yang sangat lihay, semua orang

535
Saduran TJAN ID

kangouw sama-sama menghormati dirinya sebagai Boen Soe-ya,


siapa tahu Pek In Hoei yang masih muda belia ternyata sama sekali
tidak memandang sebelah mata pun terhadap dirinya, hal ini
dianggapnya sebagai penghinaan.
Sambil tertawa dingin tubuhnya segera melayang ke depan,
bagaikan kapas yang enteng ia melayang turun tepat di hadapan si
anak muda itu.
"Bajingan cilik yang tekebur, rupanya kau cari modar?" teriaknya
keras.
Lengan kanannya diangkat ke atas, dari balik telapak segera
memancar keluar segulung hawa pukulan yang sangat hebat.
Pek In Hoei enjotkan badannya melayang mundur lima langkah
ke belakang, walaupun gerakannya cepat tak urung tubuhnya
sempoyongan juga terdesak oleh dorongan angin pukulan itu.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak aneh kalau Toa Bauw jatuh
kecundang di tanganmu, rupanya kau masih punya simpanan juga..."
jengek Boen Soe-ya sambil tertawa tergelak.
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmmm! Kau si telur busuk tua, kenapa tidak pentang matamu
lebar-lebar untuk melihat siapakah aku Pek In Hoei. Huuh...! dengan
andalkan kepandaian silat kucing kaki tigamu juga pengin wakili Hek
Bin Siuw loo untuk mencari satroni dengan diriku..."
"Hubungan persahabatan Sak Kioe Kong dengan Loohu paling
intim, kau berani mencari satroni dengan pihak perkampungan Sak
Kee cung berarti pula mencari satroni dengan aku si Boen Soe-ya ini
hari apabila aku tak berhasil memberi sedikit pelajaran kepadamu..."
Pek In Hoei yang mendengar perkataan itu kontan naik darah,
tidak menunggu hingga ucapan lawan selesai diutarakan keluar,
pedang sakti penghancur sang surya yang tersoren di pinggangnya
segera dicabut keluar, dalam satu getaran enteng muncullah enam
buah kuntum bunga pedang yang berkilauan di angkasa, hawa pedang
yang dingin menusuk tulang menyebar di seluruh angkasa, getaran

536
IMAM TANPA BAYANGAN II

yang cepat dan lenyap dalam sekilas pandang itu dengan cepat
menggetarkan hati Boen Soe-ya.
"Aaaah pedang bagus," serunya memuji. "Sungguh tak nyana
pedang sakti penghancur sang surya bisa muncul di tanganmu..."
Kejadian yang di luar dugaan terlalu banyak di kolong langit,"
jengek Pek In Hoei sambil tertawa dingin. "Sekarang kau semakin tak
pernah mengira kalau aku hendak mencabut jiwa anjingmu, di ujung
pedangku tak pernah kuijinkan korbanku berhasil lolos dalam
keadaan hidup..."
"Hmm, sewaktu ada di kota Lok Swie loohu pernah menjumpai
para jago gagah dari tiga belas keresidenan baik di utara mau pun di
selatan, tapi belum pernah kujumpai manusia terkutuk yang pandai
membual dan jual bacot besar macam dirimu. Heeeeh... heeeeh...
heeeeh... bagus, bagus, sedari munculkan diri belum pernah kutemui
tandingan, semoga saja kepandaian silat yang kau miliki jauh lebih
ampuh belum kali lipat daripada kepandaianmu bersilat lidah, agar
dalam pertarungan nanti tidak sampai mengeewakan hatiku..."
"Kenyataan dengan cepat akan tertera di depan matamu, awas,
aku akan mulai turun tangan..."
Ia tarik napas panjang-panjang, di atas wajahnya yang tampan
mendadak terlintas selapis hawa dingin yang tebal, Pek In Hoei
getarkan pedangnya lurus ke depan, di tengah geletarnya cahaya tajam
di ujung pedang segeralah memancar ke seluruh udara.
Selama berkelana di dalam dunia persilatan Boen Soe-ya sudah
banyak menjumpai musuh tangguh, tapi belum pernah ia temui
seseorang yang sanggup mempergunakan pedangnya hingga sehebat
ini, sadarlah jago tua itu bahwa meskipun usia lawan masih muda tapi
kepandaiannya luar biasa sekali.
Diam-diam hatinya tercekat, menanti cahaya pedang yang dingin
itu sudah meluncur keluar, buru-buru badannya meloncat dan berkelit
ke samping.

537
Saduran TJAN ID

Menggunakan kesempatan di kala tubuhnya meloncat ke


samping, Boen Soe-ya segera mengibaskan tangannya dengan
menggunakan jurus Menyelam ke atas menyelidiki dasar, segulung
angin pukulan yang kuat dengan cepat meluncur keluar dari balik
bajunya dan menahan gerak maju si anak muda itu.
Pek In Hoei putar pedangnya sedemikian rupa sambil dengusnya
rendah. "Hmmm! Jangan keburu bersenang hati. Nih! Rasakanlah
jurus Enam Naga Menelan Matahariku ini!"
Bayangan pedang menyebar luas di seluruh angkasa. Blaaam!
Blaaam! Hawa pedang mengalir ke empat penjuru, di tengah
bergetarnya bayangan tajam Pek In Hoei membentak keras,
pedangnya membabat ke bawah laksana hembusan angin puyuh.
Boen Soe-ya jadi panik, keringat dingin mengucur keluar
membasahi seluruh tubuhnya, setelah menghembuskan napas panjang
ia himpun segenap kekuatan yang dimilikinya ke atas sepasang
telapak, lalu laksana kilat dibabat ke depan.
"Haaaah... haaaah... haaaah... rupanya kau cari mati!" jengek Pek
In Hoei sambil tertawa dingin.
Ilmu pedangnya sudah berhasil dilatih hingga mencapai
kesempurnaan yang bisa digunakan sesuai dengan perasaan hati
sendiri, di tengah perputaran ujung pedang membentuk satu lingkaran
busur, senjata tajam itu berputar langsung membabat pergelangan
tangan Boen Soe-ya.
Si kakek tua itu tak menyangka kalau ilmu pedang musuhnya
telah mencapai taraf yang begini sempurna, untuk berkelit sudah tak
sempat lagi, dalam keadaan yang kritis dan terdesak ia mendehem
berat, tiba-tiba kaki kanannya melancarkan satu tendangan kilat
mengancam lambung Pek In Hoei.
Rupanya dalam keadaan kepepet, si kakek tua itu mengambil
keputusan untuk melakukan adu jiwa.

538
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sudah tentu Pek In Hoei tak sudi mengiringi kehendak lawannya,


dengan cepat badannya mundur ke belakang, ujung pedangnya
berputar langsung membabat lengan kanan lawan.
Mendadak... dari luar kalangan berkumandang datang suara gelak
tertawa yang amat keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Soe yang, jangan panik, aku datang
membantu dirimu!"
Segumpal tanah lumpur yang basah bercampur dengan dua butir
pecahan batu gunung meluncur datang diiringi desiran tajam. Pek In
Hoei terperanjat, ia mengira tubuhnya sedang diancam sejenis senjata
rahasia yang maha ampuh.
Tergopoh-gopoh badannya berputar kencang, di antara babatan
pedangnya ia berkelebat lewat di tengah udara, tahu-tahu tubuhnya
sudah lolos dari ancaman senjata rahasia tadi.
"Aaaa....!" sekalipun Boen Soe-ya nyaris lolos dari kematian, tak
urung lengannya robek juga termakan oleh goresan pedang lawan,
sambil menutupi mulut lukanya ia segera mengundurkan diri ke
belakang.
"Pek In Hoei, kau amat keji..." teriaknya sambil menahan
penderitaan.
Pek In Hoei tertawa dingin, sinar matanya perlahan-lahan
dialihkan ke arah seorang pria kekar berjenggot hitam dan memakai
topi kecil yang berdiri di sisi kakek tua itu, napsu membunuh
menyelimuti seluruh wajahnya da ia tatap orang tadi tanpa berkedip.
Pria itu terkejut, ia tak mengira kalau sorot mata pihak lawan
sedemikian tajam dan dinginnya.
"Siapa kau?" hardik Pek In Hoei dengan suara ketus.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak berani... tidak berani, cayhe
she Cin..."
"Hmmm! Kiranya sang Poo cu dari benteng Kiem See Poo, maaf!
maaf!"

539
Saduran TJAN ID

Cia Toa Hiong dari benteng Kiem See Poo segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Benteng Kiem See Poo selamanya
hidup di wilayah Lam ciang tanpa ada minat untuk mencari nama atau
berebut kekuasaan di dalam dunia persilatan, tapi baru-baru ini aku
dengar dari orang lain yang mengatakan bahwa kedatanganmu kali ini
di wilayah Lam Ciang, kecuali hendak membangun kembali partai
Thiam cong, kau pun hendak mengusir semua jago yang ada di
wilayah Lam Ciang keluar dari daerah ini. Huuuh... belum pernah
kudengar ada orang yang berani bicara sesumbar ini, cayhe sebagai
salah satu anggota dari para jago di wilayah Lam Ciang, ingin sekali
menyaksikan dan minta pelajaran darimu..."
"Oooh, benarkah ada kejadian seperti ini?" seru si anak muda itu
melongo.
Ia tak tahu berita sensasi ini berasal dari mana tetapi ucapan yang
diutarakan oleh Cia Toa Hiong tak bakal salah lagi, apalagi sengaja
dibuat-buat sendiri, sebagai seorang Poo cu dari benteng Kiem See
Poo dia pasti tidak bohong, semakin tak mungkin mempercayai
ucapan orang lain tanpa disertai oleh dasar alasan yang kuat, hal ini
tentu saja sangat membingungkan Pek In Hoei pribadi.
Setelah menghela napas pikirnya di dalam hati :
"Sebetulnya apa yang sudah terjadi? Baru saja aku datang di
wilayah Lam Ciang dari aman bisa muncul kejadian seperti ini?
Apakah ada orang sengaja hendak merusak nama baikku dan mencari
tenaga gabungan para enghiong yang ada di wilayah ini untuk
mengusir diriku..."
Dalam pada itu ketika Cia Toa Hiong, Poo cu dari benteng Kiem
See Poo menyaksikan Pek In Hoei tetap membungkam dalam seribu
bahasa, segera tertawa dingin, jengeknya :
"Saudara, benarkah ada kejadian seperti ini?"
"Aku tak tahu!"

540
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Eeei... aneh amat, masa urusanmu sendiri pun tidak tahu," seru
Kiem See Poocu setelah tertegun sejenak. "Pek In Hoei, kau bukan
seorang bocah cilik lagi, tak mungkin kau bisa melupakan perbuatan
yang telah kau lakukan sendiri, penghadanganmu terhadap kereta
kawalan Sak Kioe Kong dari perkampungan Sak Kee cung
merupakan perbuatanmu yang pertama di wilayah Lam Ciang dan
merupakan peringatan pula darimu terhadap para jago di wilayah Lam
Ciang..."
"Tutup mulutmu, kau hendak menasehati diriku?" bentak Pek In
Hoei dengan gusar.
Air muka Kiem See Poocu Cia Toa Hiong berubah hebat, serunya
kembali :
"Walaupun aku Cia Toa Hiong bukan seorang manusia yang
tersohor di kolong langit, tetapi wilayah Lam Ciang adalah desa
kelahiranku, demi keutuhan wilayahku ini aku rela turun tangan
bergebrak lebih dahulu dengan dirimu..."
"Ucapanmu memang terlalu tajam, setajam sikapmu terhadap
diriku, bagus, mari kita adu kekuatan..."
Terhadap peristiwa yang muncul secara tiba-tiba ini si anak muda
itu tak habis mengerti bagaimana mengatasinya, tapi setelah kejadian
berlangsung jadi begini dengan cepat pelbagai ingatan pun dibuang
jauh-jauh dari dalam benaknya, pedang segera dihunus dan seluruh
perhatiannya dipusatkan ke atas wajah lawan, siap menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan.
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring
berkumandang datang.
Dengan wajah yang dingin kaku Boen Soe-ya maju ke depan,
tegurnya :
"Pek In Hoei, sungguhkah kau ada niat menjagoi wilayah Lam
Ciang..."
Pek In Hoei tertegun dan tidak menjawab.
"Jadi kau sudah mengakui?" seru Boen Soe-ya lagi.

541
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei tarik napas panjang-panjang, ia merasa kemangkelan


serta kekesalan yang terhimpun dalam dadanya sukar dilampiaskan
keluar, ia tertawa dingin, dengan wajah tanpa menampilkan perasaan
ia berkata :
"Di dalam wilayah Lam Ciang ini, aku hanya mempunyai
permusuhan yang sedalam lautan dengan pihak Boe Liang Pay,
kecuali itu dengan partai lain aku tak mempunyai ganjalan apa-apa,
mengenai soal bangkitnya partai Thiam cong, cepat atau lambat hanya
tergantung pada waktunya saja, aku tidak ingin disebabkan persoalan
Thiam cong Pay hingga menyeret banyak partai di dalam kancah
persoalan itu..."
Ucapan yang cukup enak didengar ini dimaksudkan oleh si anak
muda itu agar Kiem See Poocu serta Boen Soe-ya mengerti keadaan
dan mengundurkan diri, jangan mempercayai berita sensasi yang
tersiar di luaran dan hindari pertikaian-pertikaian yang tak berguna,
siapa sangka ucapanitu dalam pendengaran Boen Soe-ya serta Cia
Toa Hiong bukan saja dianggap sebagai peringatan, mereka malah
mengira Pek In Hoei sengaja sedang mengulur waktu...
Kiem See Poocu Cia Toa Hiong segera tertawa kering, serunya :
"Hmmm, di saat partai Thiam cong bangkit kembali, mungkin
saja merupakan saat yang paling sial bagi partai lain..."
"Hey, apa maksudmu?" tegur Pek In Hoei tertegun.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... setiap patah kata yang kuucapkan
merupakan kenyataan, aku rasa dalam perutmu jauh lebih mengerti
daripada pun poocu sendiri!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... jadi kalau begitu kau hendak
memaksa aku untuk turun tangan juga..."
"Kecuali menempuh melalui jalan ini, pun Poocu rasa tiada cara
penyelesaian lain yang lebih baik lagi."
"Baik! Pertama-tama biarlah aku jumpa dahulu Lam Ciang Tit It
Toa Poo benteng nomor wahid di wilayah Lam Ciang, Cia Toa
Poocu..."

542
IMAM TANPA BAYANGAN II

Perlahan-lahan dia angkat pedang mestika penghancur sang


suryanya ke tengah udara, segulung cahaya pedang segera memancar
menghiasi seluruh angkasa.
Kiem See Poocu Cia Toa Hiong terkesiap, dengan tajam tanpa
berkedip dia mengawasi semua gerak-gerik Pek In Hoei.
Boen Soe-ya yang berada di samping kalangan tertawa seram dan
menimbrung : "Cia Poocu, menghadapi manusia semacam ini kenapa
kau mesti berlaku sungkan-sungkan lagi..."
Semula Cia Toa Hiong tertegun, segera ia tertawa dan menyahut
:
"Tepat sekali! Tepat sekali! Perkataan Boen Soe-ya sedikit pun
tidak salah."
Dia pun tidak sungkan-sungkan lagi, dari punggungnya lambat-
lambat ia loloskan sepasang senjata roda Jiet Gwat Loen dan salurkan
hawa murninya ke dalam senjata roda tadi, mendadak roda Jiet Gwat
Loen itu berputar dan menyiarkan suara aneh yang amat nyaring.
Pek In Hoei terkesiap, ia merasakan darah panas dalam dadanya
bergolak kencang, suara aneh yang tajam dan melengking itu
membuat dia tak sanggup untuk memusatkan seluruh perhatiannya di
ujung pedang.
Dalam pada itu Kiem See Poocu Chee Thian Gak telah
membongkokkan tubuhnya, sepasang roda berputar membentuk
setengah lingkaran di tengah udara, diiringi desiran tajam yang
memekakkan telinga dari samping kiri dan kanan ia langsung
membabat ke depan.
"Senjata roda Jiet Gwat Loen yang bagus!" bentak Pek In Hoei
dengan suara berat.
Dengan mencekal pedangnya ia tetap bersikap tenang, walaupun
senjata roda Jiet Gwat Loen adalah senjata berat yang merupakan
tandingan dari pedang, tetapi dengan kepandaian ilmu pedangnya
yang maha sakti Pek In Hoei sama sekali tidak gentar, ia getarkan
lengannya dan ujung pedang laksana kilat meluncur ke depan.

543
Saduran TJAN ID

Triiiing... letupan bunga api bermuncratan di angkasa, tubuh


masing-masing pihak sama-sama tergetar dan mundur dua langkah ke
belakang, cepat-cepat Cia Toa Hiong memeriksa senjata rodanya, tapi
rasa bergidik seketika menyelimuti hatinya.
Ternyata di dalam bentrokan barusan senjata rodanya telah
gumpil satu bagian termakan oleh babatan pedang lawan,
menyaksikan senjata kesayangannya menderita cedera, ia jadi kalap,
sambil meraung keras tubuhnya segera menubruk ke arah depan.
Boen Soe-ya menyaksikan keadaan rekannya itu, sepasang
alisnya langsung berkerut, segera teriaknya :
"Cia Poocu,kau harus tenang dan pikiran jangan sampai kalut!"
"Aku harus beradu jiwa dengan bajingan cilik ini," teriak Cia Toa
Hiong penuh kegusaran, "ia sama sekali tidak pandang sebelah mata
pun terhadap para enghiong dari wilayah Lam Ciang. Coba lihat!
Sikapnya begitu jumawa dan mendongkolkan hati..."
Sembari putar pedangnya Pek In Hoei tertawa dingin, jengeknya
:
"Huuuh...! pikiranmu tidak tenang perasaanmu terpengaruh oleh
angkara murka, kau semakin bukan tandinganku, Cia Toa Poocu!
Perkataan dari Boen Soe-ya sedikit pun tidak salah, satu langkah salah
bertindak niscaya kau akan menderita kekalahan total, lebih baik
tenangkan dulu pikiranmu..."
Hampir saja meledak dada Cia Toa Hiong setelah mendengar
ejekan itu, di antara urutan nama para enghiong di wilayah Lam Ciang
ia pun termasuk seorang jago terkemuka yang belum pernah dihina
dan diejek orang seperti ini, sekarang dalam keadaan gusar yang sukar
terkendalikan lagi ia tidak memperhitungkan kelihayannya lagi,
sepasang senjata rodanya diputar sedemikian rupa melancarkan
serangan-serangan yang mematikan.
Rupanya Pek In Hoei memang ada maksud untuk memancing
kegusaran dari jago lihay ini, melihat pihak musuh sudah mulai kalap

544
IMAM TANPA BAYANGAN II

dan menyerang secara mengawur, ia segera tertawa dingin dan


mengejek :
"Bangsat! Tiga jurus lagi Pun Poocu bisa serahkan jiwamu secara
sukarela kepadaku..."
Serangannya makin gencar, memaksa Pek In Hoei harus mundur
ke belakang berulang kali, pedangnya berputar ke sana kemari
memerseni beberapa buah tusukan di tubuh Cia Toa Hiong hingga
membuat si jago lihay itu kesakitan dan meraung-raugn gusar tiada
hentinya.
Menyaksikan keadaan Kiem See Poocu Cia Toa Hiong, kian lama
kian tak mampu untuk bertahan lagi, Boen Soe-ya dengan mulut
membungkam dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun segera maju
dua langkah ke depan, kepalanya langsung disodokkan ke muka
menghantam punggung si anak muda itu.
"Huuuuh! Bajingan yang tak tahu malu..." maki Pek In Hoei
sambil putar badannya mengirim satu babatan.
Boen Soe-ya tertawa seram.
"Menghadapi manusia macam kau, kenapa aku mesti
menggunakan cara yang bijaksana dan terbuka..."
"Hiiiiaaat...! Menggunakan kesempatan di kala Boen Soe-ya
melancarkan satu pukulan, Cia Toa Hiong mempergencar pula
serangan sepasang rodanya dari arah kiri dan kanan, melihat dia
mendapat bantuan dari rekannya semangatnya segera berkobar,
serangan yang dilancarkan pun semakin mantap dan ganas, tidak
sekacau dan seburuk tadi lagi.
Dikerubuti oleh dua orang jago lihay, Pek In Hoei merasa tenaga
tekanan yang mengimpit tubuhnya makin lama semakin berat, ia sadar
bahwa ke-dua orang jago lihay itu secara tidak tahu malu hendak
mengerubuti dirinya hingga mampus, dari gusar napsu membunuh
yang berkobar dalam benaknya makin menebal, bayangan pedang
segera berlapis-lapis, dalam waktu singkat ia sudah kurung ke-dua
orang jago lihay itu di dalam lingkaran cahaya pedangnya.

545
Saduran TJAN ID

Pertarungan ini berlangsung dengan serunya, begitu seru hingga


siapa pun tidak merasa bahwa ketika itu ada seorang nona cilik sambil
membawa payung kecil perlahan-lahan mendekati kalangan
pertempuran itu di bawah hujan yang deras.
Gadis muda itu mengenakan pakaian berwarna hijau dengan
sepasang mata memancarkan cahaya dingin,ia berhenti di sisi
kalangan dan setelah mengamati jalannya pertarungan itu sambil
geleng kepala dan tertawa serunya :
"Hey, kalian jangan bergebrak lagi!"
Suaranya tak begitu keras tapi setiap orang yang ada di kalangan
pertempuran cepat menangkap dengan jelas bahkan di antara
beningnya suara itu terselip pula suatu kekuatan yang sukar dilawan.
Sementara itu keadaan dari Kiem See Poocu serta Boen Soe-ya
sudah mendekati setengah kalap, setelah mendengar teriakan tadi
sebenarnya mereka ada maksud untuk mengundurkan diri, apa lacur
pedang Pek In Hoei membelenggu senjata mereka membuat ke-dua
orang jago itu saking cemasnya hanya bisa berteriak-teriak belaka.
"Sungguh besar nyali kalian!" terdengar gadis itu berseru sambil
angkat bahu. "Sampai seruan dari nonamu pun tak sudi dituruti..."
Ia benahi rambutnya yang terurai di depan wajah, kemudian
tambahnya lagi dengan nada dingin :
"Cia Toa Hiong! Mengapa kau bekerja sama dengan Boen Soe-
ya mengerubuti dia seorang?"
Sekalipun pada waktu itu Kiem See Poocu serta Boen Soe-ya tak
sanggup palingkan muka untuk memeriksa siapakah gadis muda itu,
tetapi dari seruan serta nada suara gadis itu mereka sadar bahwa dara
muda tadi bukanlah seorang manusia sembarangan.

546
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 23
SEAKAN-AKAN mereka berdua mempunyai pikiran yang sama,
masing-masing melancarkan sebuah serangan yang memaksa mundur
Pek In Hoei kemudian loncat keluar dari kalangan.
Pek In Hoei mengejar ke depan, sambil putar pedang, jengeknya
sinis :
"Eeei... kenapa kalian berdua tidak bergebrak lagi?"
Dengan napas terengah-engah Cia Toa Hiong mundur ke
belakang, sahutnya setengah gusar :
"Kesempatan masih banyak, tunggu saja saatnya."
Sementara itu dara muda tadi telah berada di antara mereka
bertiga sambil tertawa cekikikan sambungnya :
"Betul, kesempatan toh masih amat banyak, kenapa mesti cemas
di saat ini..."
Langkah tubuhnya enteng, pinggangnya ramping dengan wajah
yang manja serta senyuman menghiasi ujung bibirnya, kecantikan
wajah yang begini serasi menegunkan hati Pek In Hoei, ternyata ia
terpikat oleh kecantikan wajahnya.
Dalam pada itu setelah mengetahui siapakah yang telah datang,
baik kisp Cia Toa Hiong maupun Boen Soe-ya sama-sama tunjukkan
sikap yang sangat menghormat, setelah memberi hormat sapanya
berbareng :
"Nona Sang Kwan!"

547
Saduran TJAN ID

"Huuuh, kalian dua orang lawan satu orang, apakah tidak terlalu
menjual muka para enghiong dari wilayah Lam Ciang..." sindir Sang
Kwan Cing sinis.
Merah jengah selembar wajah Cia Toa Hiong.
"Tentang soal ini..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... Loohu adalah penduduk kota Kwan
Lok," seru Boen Soe-ya sambil tertawa terbahak-bahak. "Dengan
kalian jago-jago dari wilayah Lam Ciang sama sekali tiada
hubungan..."
"Oooh jadi kalau enghiong dari kota Kwan Lok lantas mencari
kemenangan dengan andalkan jumlah banyak?? Jadi kalau berasal
dari Kwan Lok lantas boleh main kerubutan..."
"Soal ini..." Boen Soe-ya tertegun, untuk beberapa saat lamanya
ia tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah Cia Toa Hiong serta Boen
Soe-ya, kemudian ujarnya pula dengan nada dingin.
"Manusia yang mencari nama dengan jalan paksaan, biasanya
kebanyakan merupakan manusia-manusia berpipi tebal yang tak tahu
malu..."

Bagian 26
MENDENGAR perkataan itu Sang Kwan Cing kerutkan alisnya
setelah mengerling sekejap ke arah pemuda itu serunya dingin :
"Aku menegur mereka bukanlah berarti membantu dirimu,
persoalan ini adalah urusan pribadi kami orang-orang dari wilayah
Lam Ciang, oleh sebab itu lebih baik janganlah bicara yang bukan-
bukan dan kurangi perkataan yang tak berguna daripada mendapat
teguran yang pedas.
Pek In Hoei melongo, ia tak menyangka kalau sikap dara muda
itu jauh bertentangan dengan watak manusia biasa, sebagai seorang
pemuda yang sombong dan tinggi hati tentu saja Pek In Hoei tak mau
mandah ditegur.
548
IMAM TANPA BAYANGAN II

Setelah mendengus dingin katanya dengan nada sinis :


"Aku tidak membutuhkan bantuanmu, lebih baik kau segera
enyah dari tempat ini..."
"Sungguh takabur kau ini!" bentak Sang Kwan Cing dengan
wajah berubah hebat. "Walaupun kami orang-orang dari selat Seng
See Kok tak pernah mencampuri urusan keduniawian, tetapi kami tak
akan berpeluk tangan belaka menghadapi manusia jumawa yang
sedikit pun tidak memandang sebelah mata terhadap orang lain
macam dirimu..."
Diam-diam Cia Toa Hiong bergirang hati melihat gadis itu sudah
mulai bersilat lidah dengan musuhnya, ia segera menimbrung :
"Nona Sang kwan, Pun Poocu atas nama beratus-ratus orang jago
dari wilayah Lam Ciang menyatakan salut yang setinggi-tingginya
kepada nona, di samping itu loohu pun siap mendampingi di sisi nona
untuk bertempur hingga titik darah penghabisan melawan si Jago
Pedang Berdarah Dingin..."
"Tentang soal ini sih aku tak berani menerimanya," tukas Sang
Kwan Cing dingin. "Masalah partai Thiam cong hendak mengusir
para jago keluar dari wilayah Lam Ciang sudah bukan merupakan
masalah pribadi seseorang lagi, bila pelbagai perguruan tidak bersatu
mulai sekarang mungkin wilayah Lam Ciang dalam waktu singkat
akan terjatuh ke tangan partai Thiam cong..."
Sinar matanya beralih melirik sekejap ke arah Pek In Hoei,
kemudian sambungnya lebih jauh :
"Bila kau ingin memusuhi beratus-ratus orang jago yang ada di
wilayah Lam Ciang hanya mengandalkan kekuatanmu seorang,
mungkin kekuatan itu terlalu miring dan tak masuk dalam bilangan,
terutama sekali anak murid partai Thiam cong dewasa ini tercerai
berai dimana-mana, aku rasa usahamu untuk menghidupkan kembali
partai Thiam cong hanya akan berubah jadi gelembung-gelembung
udara belaka..."
Pek In Hoei tertawa dingin.

549
Saduran TJAN ID

"Partai Thiam cong selamanya tak akan terhapus dari muka bumi,
sekali pun terhadap tenaga tekanan yang paling dahsyat pun tidak
akan menghalangi perjuangan partai Thiam cong untuk menduduki
posisinya kembali..."
"Huuuh! Posisi apa yang masih dimiliki partai Thiam cong di
dalam wilayah Lam Ciang? Gunung Thiam cong san saja sudah bukan
menjadi milik kalian, buat apa kau bicarakan tentang kebangkitan
partai itu kembali..."
"Hmmm! Direbutnya gunung keramat kalian oleh pihak musuh
sudah merupakan suatu peristiwa yang paling memalukan, tak nyana
kau masih bisa-bisanya untuk dibicarakan kembali..."
"Tutup mulut! bentak Pek In Hoei sangat gusar. "Sekali pun
partai Thiam cong telah runtuh tapi aku Pek In Hoei masih punya
kemampuan untuk menumbuhkan kembali semangat juang partai
kami, aku hendak membangun partai Thiam cong sebagai suatu partai
yang terbesar di langit wilayah sebelah selatan..."
"Aaaai... jadi kalau begitu kau sudah mengambil keputusan untuk
melakukan pertikaian dengan para enghiong dari wilayah Lam
Ciang..." bisik gadis itu sambil menghela napas.
Sekilas cahaya keemas-emasan menembusi langit yang mendung
menyoroti permukaan tanah yang berlumpur, hujan akhirnya berhenti
dan suasana menjadi hening kembali...
Sambil menghela napas panjang Sang Kwan Cing mendongak ke
atas memandang udara yang masih diliputi awan, rambutnya berderai
terhembus angin... tiba-tiba dia alihkan sinar matanya ke arah depan.
Di atas tanah yang berlumpur mendadak berkumandang datang
suara derap kaki kuda yang santer memecahkan kesunyian yang
mencekam seluruh jagad ketika itu.
Sang Kwan Cing tertawa hambar, bisiknya :
"Hek Bin Siuw loo Sak Kioe Kong telah datang..."
Seorang kakek berwajah hitam pekat bagaikan pantat kuali
muncul di paling depan disusul oleh Sak Toa Bauw serta dua orang

550
IMAM TANPA BAYANGAN II

pria berbaju hitam, pedang panjang tersoren di punggung masing-


masing dengan wajah yang dingin kaku bagaikan es.
Begitu tiba di hadapan Pek In Hoei, beberapa orang itu segera
meloncat turun dari kudanya.
Terdengar Sak Toa Bauw tertawa seram, sambil menuding ke
arah Pek In Hoei serunya keras :
"Ayah, dialah si Jago Pedang Berdarah Dingin!"
Sak Kioe Kong mengiakan, setelah melirik sekejap ke arah si
Jago Pedang Berdarah Dingin itu dengan pandangan hambar dengan
langkah lebar ia menghampiri Sang Kwan Cing, lalu menjura dan
menegur :
"Nona Sang Kwan, rupanya kau pun sudah mengetahui akan
peristiwa ini???"
Sang Kwan Cing tertawa ewa.
"Di dalam dunia persilatan sudah terjadi peristiwa yang demikian
besarnya, semua perguruan yang termasuk dalam wilayah Lam Ciang
telah mengetahuinya, tentu saja pihak selat Seng See Kok kami pun
telah mendapat kabar, justru kedatanganku kemari adalah ingin
melihat macam apakah manusia paling latah yang hendak memasuki
wilayah Lam Ciang ini..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... selat Seng See Kok adalah
pemimpin dari pelbagai partai yang ada di wilayah Lam Ciang," ujar
Hek Bin Siuw loo Sak Kioe Kong sambil tertawa seram. "Asalkan
nona Sang Kwan suka tampil ke depan, loohu percaya masalah ini
akan beres dengan gampangnya. Hmmm... sungguh tak nyana setelah
kemusnahan partai Thiam cong masih terjadi pula gelombang yang
begini besar, dan di antara pelbagai partai-partai dalam wilayah Lam
Ciang, perkampungan Sak Kee cung kamilah yang pertama-tama
kena musibah..."
"Tidak bisa jadi," sela Cia Toa Hiong dari benteng Kiem See Poo
sambil gelengkan kepala. "Kami dari benteng Kiem See Poo pun
sudah terseret pula di dalam persoalan ini..."

551
Saduran TJAN ID

"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... kalau begitu anggap sajalah


peristiwa ini merupakan ketidakberuntungan dari kita berdua..."
Lambat-lambat ia mendekat Boen Soe-ya dan bertanya :
"Boen ya, bagaimana dengan urusannya?
Boen Soe-ya tertawa getir.
"Kepandaian silat yang loohu miliki terlalu cetek, persoalan dari
Sak heng mungkin tak sanggup aku kerjakan lebih jauh."
Wajah Hek Bin Siuw loo segera berkerut kendang, dengan gemas
ia melotot sekejap ke arah Pek In Hoei lalu mendongak dan tertawa
terbahak-bahak, seluruh jubahnya bergelembung besar dan bergetar
keras.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sejak Hek Bin Siuw loo munculkan
diri di dalam dunia persilatan hingga kini sudah puluhan tahun
lamanya, berkat sanjungan serta bantuan sahabat Bu lim terhadap
loohu, banyak hal yang dilakukan oleh perkampungan Sak Kee cung
kami. Sungguh tak nyana dalam perjalanannya putraku menghantar
hadiah untuk Hoa Loo enghiong di perkampungan Thay Bie San
cung, belum sampai keluar dari wilayah Lam Ciang barang kawalan
kami telah dibegal oleh si Jago Pedang Berdarah Dingin, perbuatan
terkutuk semacam ini betul-betul membuat loohu merasa amat
menyesal..."
"Hmm, sungguh menarik hati perkataanmu itu," dengus Pek In
Hoei dengan nada sinis.
Sak Kioe Kong tertawa dingin, serunya kembali :
"Pek sauwhiap, dapatkah kau kembalikan dulu barang yang kau
begal itu kepada loohu?"
Selama ini yang diharap-harapkan oleh Pek In Hoei adalah
munculnya Hek Bin Siuw loo di tempat itu, agar dari mulut orang ini
ia bisa mendapat tahu asal mula datangnya potongan kain jubah
tersebut, justru karena persoalan ini menyangkut teka teki kematian
ayahnya Pek Tiang Hong maka ia memperhatikannya dengan serius.

552
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dan sekarang disinggung kembali oleh si Malaikat Berwajah


Hitam itu, pemandangan di masa lampau pun segera terbayang
kembali dalam benaknya, api dendam seketika berkobar memenuhi
seluruh dadanya...
Dengan penuh kebencian teriaknya :
"Potongan kain jubah itu adalah benda milik mendiang ayahku,
cayhe tak mungkin dapat mengembalikan kepadamu..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... dari mana Pek sauwhiap bisa
membuktikan bahwa benda itu adalah milik mendiang ayahmu..."
"Ketika dari gunung Thiam cong menuju ke gunung Cing Shia
ayahku mengenakan kain jubah dengan motif ini, tatkala aku berhasil
mengejarnya di gunung Cing Shia ayahku telah mati terbunuh orang,
jubah yang dikenakan terpapas oleh pedang, dan kini benda tersebut
muncul kembali di depan mata tentu saja aku dapat mengenalinya
kembali..."
"Hmm, bagimu hanya tahu bagaimana caranya merampas
kembali potongan jubah tersebut, tahukah bahwa loohu pun mendapat
titipan dari seseorang untuk menyerahkan potongan jubah ini kepada
Hoa Pek Tuo di perkampungan Thay Bie San cung?? Setelah kau
begal benda itu di tengah jalan, secara bagaimana loohu bisa
memberikan pertanggungan jawabnya terhadap sahabatku itu..."
"Aku justru sedang menantikan kemunculan orang itu..." sela Pek
In Hoei cepat.
"Hmmm! Aku rasa tidak nanti begitu gampang."
Pek In Hoei jadi naik pitam, sepasang matanya berapi-api dan
menatap wajah lawannya tanpa berkedip, teriaknya dengan nada
penuh kebencian :
"Kalau nama orang itu tak kau sebutkan maka seluruh isi
perkampungan Sak Kee Cung akan menemui ajalnya di ujung pedang
saktiku, ini bukan gertak sambal belaka! Aku rasa kau tentu mengerti
bukan mampukah aku melaksanakan ancamanku..."

553
Saduran TJAN ID

Si Malaikat Berwajah Hitam terkesiap, ia merasa begitu dingin


dan menyeramkan ucapan si anak muda itu, setiap patah katanya
seolah-olah mengandung satu kekuatan yang tak terbantahkan, ia
merasa di hadapan matanya seakan-akan terbentang suatu
pemandangan yang sangat mengerikan, seluruh isi perkampungannya
menggeletak di atas genangan darah...
Dengan hati bergidik dan penuh ketakutan segera serunya :
"Kenapa... kenapa kau hendak melakukan hal itu?"
"Gampang sekali! Secara bagaimana ayahku menemui ajalnya,
dengan cara itu pula aku hendak membalas dendam, seandainya setiap
orang yang telah membunuh orang dapat hidup sentausa dan bebas
tanpa hukuman, lalu apa gunanya manusia hidup di kolong langit..."
Sak Toa Bauw yang sedari tadi sudah tak kuat menahan sabar,
setelah mendengar perkataan itu sambil cabut keluar senjatanya
segera menerjang ke depan, teriaknya keras-keras :
"Ayah! Terhadap manusia seperti ini rasanya tak ada gunanya
kita ajak berunding, bagaimana caranya ia rampas benda itu kita
rampas kembali dengan cara yang sama. Siapa benar siapa salah siapa
hitam siapa putih akhirnya toh bakal ketahuan juga. Asal kita tidak
ikut serta di dalam peristiwa pengeroyokan terhadap diri Pek Tiang
Hong, kenapa kita mesti takuti dirinya..."
"Kau tak usah ikut campur!" bentak Sak Kioe Kong. "Ayoh
mundur dari sini!"
Dengan perasaan mendongkol dan tidak puas Sak Toa Bauw
melotot sekejap ke arah Pek In Hoei kemudian mengundurkan diri
dari kalangan.
Perlahan-lahan si Malaikat Berwajah Hitam maju ke depan
menghampiri si anak muda itu, langkah amat lambat tapi sangat
bertenaga, setiap tindakannya seakan-akan ayunan palu yang
menghantam hati.
"Hey orang she Pek!" serunya sambil tertawa ewa. "Jadi kau
hendak memaksa loohu untuk turun tangan?"

554
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aku tidak ingin bergebrak, tapi kau harus memberikan


penyelesaian terlebih dahulu mengenai potongan kain jubah itu!"
"Bangsat! Rasanya andaikata loohu tidak memberi sedikit
pelajaran kepadamu, kau masih mengira di dalam wilayah Lam Ciang
benar-benar tak ada orang pandai..."
Sambil mendengus telapak kanannya segera diangkat ke atas,
sekilas cahaya tajam berwarna hitam laksana kilat segera diayunkan
ke depan.
Air mka Pek In Hoei berubah hebat, serunya dengan nada terkejut
:
"Ah, ilmu pukulan Hek Sat Ciang!"
Si Malaikat Berwajah Hitam Sak Kioe Kong tertawa seram tiada
hentinya, tiba-tiba jubah yang ia kenakan bergelombang besar, sang
badan maju ke depan dan melancarkan satu babatan kembali ke atas
tubuh musuhnya.
Si Jago Pedang Berdarah Dingin segera menggeserkan badannya
menyingkir beberapa depa ke samping, dengan suatu gerakan yang
cepat ia masukkan kembali pedang mestika penghancur sang surya-
nya ke dalam sarung, lalu dengan telapak kanan yang disertai tenaga
dahsyat mengirim pula satu pukulan ke depan.
Pertempuran sengit pun segera berlangsung dengan serunya,
bagaikan sambaran angin puyuh. Malaikat Berwajah Hitam meloncat
beberapa depa ke tengah udara dan bentaknya keras-keras :
"Kau berani menyambut sebuah pukulanku?"
Telapak kanan membentuk gerakan satu lingkaran di tengah
udara dengan jurus Bintang dan Rembulan berebut cahaya ia hantam
tubuh Pek In Hoei keras-keras.
Si anak muda itu segera tertawa dingin, jengeknya :
"Sekalipun ilmu pukulan Hek Sat Ciang amat beracun, belum
tentu bisa mengapa-apakan diriku..."

555
Saduran TJAN ID

Ia himpun segenap kekuatannya ke telapak sebelah kanan, setelah


menutup ke-tujuh puluh dua buah jalan darah penting dalam
tubuhnya, ia segera sambut datangnya ancaman tersebut.
"Blaaam...! Di tengah udara terjadi suatu ledakan yang
menggetarkan seluruh jagad, pusaran angin memancar ke empat
penjuru memaksa tubuh ke-dua orang itu sama-sama mundur dua
langkah ke belakang.
Diam-diam si Malaikat Berwajah Hitam merasakan hatinya
tercekat, ia tak menyangka Pek In Hoei dengan usia yang begitu muda
ternyata memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna hingga
sanggup menandingi pukulannya yang maha berat itu.
Ingatan jahat segera muncul dalam benaknya, ia berpikir :
"Dewasa ini Tiga partai dua selat serta enam benteng yang berada
di wilayah Lam Ciang telah bersatu padu hendak menghadapi
manusia she Pek ini, kenapa aku tidak gunakan siasat yang licik untuk
mencelakai jiwa bajingan ini, kenapa aku tidak gunakan... daripada
aku mesti turun tangan sendiri..."
Berpikir sampai di situ sambil tertawa seram segera ujarnya :
"Pek In Hoei , walaupun kau sanggup menerima sebuah pukulan
loohu, tetapi kau mesti tahu bahwa enghiong hoohan yang ada di
wilayah Lam Ciang banyak bagaikan pasir, bila kau ingin mendirikan
satu perguruan di tempat ini rasanya bukan suatu pekerjaan yang
gampang. Ambil contohnya saja dewasa ini masih ada satu orang
yang mampu menandingi dirimu..."
Dalam pada itu Pek In Hoei sendiri walaupun sanggup menerima
pukulan Hek Sat Ciang yang dilancarkan Sak Kioe Kong tanpa
terluka, namun ia merasakan darah panas dalam dadanya bergolak
kencang.
Mendengar perkataan itu ia tampak tertegun, lalu tanyanya
dengan nada dingin :
"Siapakah orang itu?"

556
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sebagai seorang pemuda yang berjiwa tinggi ia tak tahu kalau si


Malaikat Berwajah Hitam sengaja hendak mengadu domba dirinya
dengan orang lain, ketika didengarnya bahwa di antara mereka masih
terdapat seorang jago lihay, maka timbullah keinginannya untuk
mengetahui siapakah orang yang disanjung-sanjung Hek Bin Siuw loo
sebagai jagoan kosen.
Sementara itu si Malaikat Berwajah Hitam telah melirik sekejap
ke arah Sang Kwan Cing, kemudian sahutnya :
"Orang itu bukan lain adalah nona Sang Kwan dari selat Seng See
Kok..."
Sang Kwan Cing tertawa dingin, dengan pandangan yang
menghina, ia melirik sekejap ke arah orang itu.
Melihat gadis itu tidak mengaku pun tidak menampik, si Malaikat
Berwajah Hitam kembali merasakan bahwa gadis itu merupakan
seorang manusia berpikiran panjang yang sukar dilayani, ia segera
tertawa seram dan pikirnya lebih jauh :
"Peduli sampai di mana lihaynya kau si budak ingusan, jangan
harap kau bisa lolos dari siasat berantaiku. Kalau pihak selat Seng See
Kok ingin berpeluk tangan belaka di dalam persoalan ini maka harus
menanti dulu persetujuan dari aku orang she Sak."
Sebagai seorang manusia licik, sekali pun dalam benaknya telah
timbul ingatan jahat tetapi perasaan itu sama sekali tidak terlihat di
atas wajahnya.
Terdengar orang itu sambil tertawa seram kembali berkata :
"Pimpinan dari para enghiong yang ada di wilayah Lam Ciang
adalah Sang Kwan loo enghiong dari selat Seng See Kok, sekali pun
loohu memiliki sedikit kekuasaan di dalam wilayah Lam Ciang, tapi
kalau dibandingkan dengan selat Seng See Kok kekuatanku masih
terpaut sangat jauh..."
Ucapan ini memang benar kenyataannya, sejak partai Thiam
cong dibasmi oleh perguruan Boo Liang Tiong, maka para jago yang

557
Saduran TJAN ID

ada di wilayah Lam Ciang telah mengangkat Sang Kwan Im dari selat
Seng See Kok sebagai pimpinan para jago lainnya.
Terdengar Cia Toa Hiong dari benteng Kiem See Poo tertawa
keras dan menyambung :
"Sedikit pun tidak salah, sedikit pun tidak salah, benteng Kiem
See Poo kami adalah tetangga dari selat Seng See Kok dan setiap kali
kami selalu memperoleh bantuan dari Sang Kwan loo enghiong. Di
dalam wilayah Lam Ciang aku srasa memang tiada partai lain yang
bisa menandingi kehebatan dari selat Seng See Kok..."
Diam-diam si Malaikat Berwajah Hitam mendengus dingin,
pikirnya :
"Cia Toa Hiong! Kau tak usah terlalu menjilat pantat, kau mesti
tahu bahwa perkampungan Sang Kwan Cing kami bukanlah kekuatan
yang boleh kau anggap remeh. Hmm! Tunggu saja setelah urusan di
sini selesai, pertama-tama kaulah yang akan kulabrak lebih dahulu..."
Berpikir sampai di situ ia lantas berpaling ke arah Sang Kwan
Cing dan ujarnya sambil tertawa :
"Nona Sang Kwan, apakah kau menyetujui perkataan loohu?"
"Mengenai soal pimpinan para jago di wilayah Lam Ciang sih
kami tak berani menerimanya," sahut Sang Kwan Cing dengan mata
dingin. "Terutama sekali tindakan Sak toa cungcu di dalam
pertempuran yang secara tiba-tiba mengeluarkan ucapan seperti ini,
sungguh membuat hatiku jadi curiga dan tidak habis mengerti..."
"Nona Sang Kwan kau pun seorang gadis yang cerdik, masa tak
bisa kau tinjau keadaan situasi yang terbentang di depan mata saat
ini?" seru Malaikat Berwajah Hitam sambil menggeleng. "Selat Seng
See Kok sebagai pimpinan para jago yang ada di dalam wilayah Lam
Ciang tentu tak akan berpeluk tangan belaka bukan menghadapi
ambisi pein yang begitu besar dan hendak mengangkang seluruh
wilayah Lam Ciang..."
"Dari mana kau bisa tahu kalau aku hanya berpeluk tangan
belaka?"

558
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, bagus, asal nona Sang Kwan


suka tampil ke depan maka kita pun tak usah jeri terhadap bajingan
cilik she Pek dari partai Thiam cong lagi. Nona Sang Kwan! Apakah
ayahmu ada maksud untuk munculkan diri kembali di dalam dunia
persilatan..."
Sang Kwan Cing memandang sekejap wajah Pek In Hoei, lalu
menjawab :
"Aku tidak ingin menjawab pertanyaanmu itu."
Dengan senyuman hambar tersungging di ujung bibir perlahan-
lahan ia menghampiri si anak muda itu, tiba-tiba sambil menatap
wajahnya dengan pandangan aneh ia bertanya lirih :
"Apakah kau merasa tidak puas terhadap masalah selat Seng See
Kok dianggap sebagai perguruan nomor satu di dalam wilayah Lam
Ciang?"
"Pedang sakti menyelimuti langit selatan, hawa pedang
memenuhi bukit Thiam cong, di dalam wilayah selatan kecuali partai
Thiam cong cayhe belum pernah memikirkan persoalan lain. Nona
Sang Kwan! Mungkin kaulah yang tak puas dengan perkataanku ini,
tetapi dalam waktu singkat kau pasti akan mengetahui bahwa apa
yang kukatakan adalah suatu kenyataan..."
"Hmmm! Kau terlalu percaya pada diri sendiri."
"Nona, aku tidak mengerti akan maksudmu!"
"Sejak partai Thiam cong mengalami kemusnahan, nama itu
sudah terhapus dari muka bumi, para jago yang ada di wilayah selatan
tak pernah memikirkan lagi persoalan partai Thiam cong apalagi
mengaguminya, lebih baik urungkanlah niatmu untuk mendirikan
kembali partai tersebut di wilayah ini, sebab dengan kekuatanmu
seorang tak nanti cita-citamu itu akan terwujud..."
"Belum tentu begitu..."
"Kalau kau tidak percaya yaah sudahlah, tetapi aku hendak
memberitahukan lebih dahulu kepadamu, seluruh perguruan yang ada
di wilayah selatan telah mengangkat selat Seng See Kok kami sebagai

559
Saduran TJAN ID

pimipan dalam usaha menghadapi dirimu, apakah kau punya


keyakinan untuk menangkan seluruh jago lihay yang begini banyak
jumlahnya itu?"
"Silahkan nona berlalu, setiap saat cayhe siap menantikan
pelajaran dari pelbagai partai..."
"Bagus sekali!" seru Sang Kwan Cing sambil tertawa. "Aku
mewakili seluruh perguruan yang ada di wilayah selatan mengundang
kehadiranmu di selat Seng See Kok pada besok malam untuk
menyelesaikan persoalan ini..." selesai berkata ia putar badan dan
berlalu dari situ.
Malaikat Berwajah Hitam Sak Kioe Kong buru-buru maju ke
depan sambil berseru :
"Nona Sang Kwan, harap tunggu sebentar!"
"Kau masih ada urusan apa lagi?" tanya gadis itu sambil menoleh.
"Pertemuan yang nona janjikan barusan, apakah telah mendapat
persetujuan dari ayahmu?"
"Kalau kau takut urusan besok malam boleh tak usah hadir di
dalam selat Seng See Kok kami. Hmmm! Pelbagai partai yang ada di
wilayah selatan kecuali perkampungan Sak Kee cung kalian, yang tak
pernah berhubungan dengan orang lain belum pernah kutemui ada
perguruan lain yang berani menentang perintahku!"
"Apa maksud ucapanmu itu?" teriak Sak Kioe Kong. "Aku
sebagai salah satu anggota kekuatan di wilayah selatan, sampai
waktunya tentu saja harus hadir untuk ikut bertarung melawan si Jago
Pedang Berdarah Dingin, besok malam loohu pasti akan datang..."
"Kalau mau datang tentu saja boleh-boleh saja, tetapi kau tidak
diperkenankan membawa orang lain, sebab dalam pertemuan ini aku
hanya memberi ijin kepada satu orang saja dari tiap partai di samping
itu jangan lupa bawa serta tanda perintah Hek Liong Leng
perguruanmu."
"Apa gunanya Hek Liong Leng itu?"

560
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Dalam pertarungan yang akan berlangsung besok malam, bukan


saja merupakan suatu pertarungan yang mempertaruhkan mati hidup
kita bahkan merupakan pula suatu perebutan kekuasaan, seandainya
pelbagai partai yang ada di wilayah selatan benar-benar tak sanggup
menghadapi di seorang, maka terpaksa kita harus serahkan tanda
kebesaran kita kepada pihak partai Thiam cong..."
Si Malaikat Berwajah Hitam yang mendengar perkataan itu
sepasang alisnya kontan berkerut.
"Baiklah! Loohu akan menuruti perintah dari nona..."
Sang Kwan Cing tertawa dingin, ia segera enjotkan badan dan
berlalu dari tempat itu, di tengah kesunyian terdengar gadis itu
berkumandang datang dari tempat kejauhan.
"Pek In Hoei, kita berjumpa lagi besok malam..."
Setelah kepergian gadis itu she Sang Kwan itu, si Jago Pedang
Berdarah Dingin mulai merasakan hatinya jadi berat, ia tahu bahwa
mati hidupnya akan ditentukan di dalam pertemuannya dengan para
jago dari wilayah selatan, perlahan-lahan sinar matanya dialihkan ke
tengah udara, memandang awan putih yang bergerak di angkasa,
tanpa terasa ia menghela napas dan berpikir :
"Demi kebangkitan serta kejayaan partai Thiam cong, terpaksa
aku harus melakukan pertaruhan yang terakhir bagi keselamatan
jiwaku, peduli bagaimana pun hasil dari pertemuan ini aku harus
membuat orang di dalam jagad menyadari bahwa partai Thiam cong
sama sekali belum musnah dari dunia persilatan..."
Belum habis dia berpikir, mendadak dari samping kiri terasa
segulung angin pukulan yang amat tajam meluncur datang.
Cepat-cepat ia geserkan badannya menghindar lima depa ke
samping, kemudian sambil mendengus dingin serunya :
"Hey manusia she Sak, kau adalah seorang manusia rendah!"
Merah padam selembar wajah Sak Toa Bauw, ia tertawa keras
dan berseru :

561
Saduran TJAN ID

"Kau membegal keretaku, menghancurkan nama baik ayahku,


dendam sakit hati yang demikian besarnya ini apa tidak pantas kalau
kutuntut balas..."
Kiranya sewaktu dijumpai Pek In Hoei sedang mendongak ke
angkasa memandang awan, ia menganggap inilah kesempatan yang
paling baik baginya untuk melancarkan serangan bokongan, maka
tanpa mengucapkan sepatah katapun ia lancarkan sebuah babatan kilat
ke muka.
Dalam anggapannya asal babatan tersebut berhasil
membinasakan Pek In Hoei maka bukan saja nama besarnya akan
menonjol di antara jago muda yang ada di wilayah selatan, bahkan
nama besar perkampungan Sak Kee cung pun akan tersiar ke seluruh
jagad.
Siapa tahu gerakan tubuh pihak lawan betul-betul amat gesit,
belum sampai serangannya mengenai sasaran pihak musuh sudah
menghindar ke samping.
"Sak Toa Bauw," teriak Pek In Hoei dengan sinar mata berkilat.
"Kau harus merasakan sedikit pelajaran agar tahu lihaynya orang..."
Selama hidup si anak muda ini selalu menghadapi musuhnya
secara terang-terangan dan jujur, kini setelah mengetahui bahwa Sak
Toa Bauw adalah seorang manusia rendah yang berhati licik, timbul
napsu membunuh di dalam hatinya.
Ia segera membentak keras, telapak kanannya laksana kilat
diluncurkan ke depan melancarkan sebuah serangan.
"Blaaaam...! Mimpi pun Sak Toa Bauw tidak pernah menyangka
kalau serangan dari Pek In Hoei dapat meluncur datang sedemikian
cepatnya, air mukanya berubah hebat, buru-buru ia tangkis serangan
tadi sedapat mungkin, namun sayang keadaan sudah terlambat,
sekujur tubuh Sak Toa Bauw gemetar keras, ia menjerit tertahan dan
segera muntah darah segar.
Wajahnya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, keringat
dingin mengucur keluar tiada hentinya.

562
IMAM TANPA BAYANGAN II

Si Malaikat Berwajah Hitam yang menyaksikan putranya jadi


terkesiap, ia segera memburu ke depan sambil berseru :
"Nak, kenapa kau?"
"Aku sudah terluka!" jawab Sak Toa Bauw dengan nada gemetar.
Begitu ucapan tersebut selesai diutarakan, kembali ia muntah
darah segar, badannya mundur sempoyongan ke belakang dan roboh
tak sadarkan diri di atas tanah.
Si Malaikat Berwajah Hitam segera ulapkan tangannya, dua
orang pria buru-buru maju ke depan membopong tubuh Sak Toa
Bauw dan segera mengundurkan diri kembali ke belakang.
"Cepat bahwa Sauw ya pulang ke perkampungan untuk
beristirahat," perintah Sak Kioe Kong lebih lanjut, "Aku sebentar lagi
datang..."
Dengan wajah penuh kegusaran ia segera berpaling, sambil
menatap wajah si anak muda itu teriaknya dengan penuh kebencian :
"Manusia she Pek, sekali pu n putraku menyerang dirimu dengan
cara yang tidak pantas, tetapi tidak seharusnya kau melancarkan
serangan keji dengan cara yang begitu kasar. Hmmm! Rupanya
sebelum perjanjian besok malam kita harus melangsungkan lebih
dahulu suatu pertarungan sengit!"
"Ia bersalah dan harus menanggung dosanya sendiri!" jawab Pek
In Hoei ketus. "Seandainya aku tidak melihat susahnya ia melatih
ilmu silat hingga mencapai taraf yang begitu tinggi, huuuh...! Sekali
hantam tadi selembar jiwa anjingnya sudah sekalian kucabut..."
Sak Kioe Kong jadi teramat gusar hingga sekujur tubuhnya
gemetar keras, ia meraung keras :
"Bangsat! Kau cari mati..."
Tubuhnya laksana kilat menerjang ke depan, sebuah pukulan
yang maha dahsyat langsung menghajar tubuh Pek In Hoei.
Tiba-tiba dari tengah udara berkumandang datang suara
dengusan rendah, sesosok bayangan hitam bagaikan sukma

563
Saduran TJAN ID

gentayangan tahu-tahu meluncur masuk ke dalam kalangan dan


melancarkan satu serangan ke tubuh Malaikat Berwajah Hitam.
Terdengar Ouw-yang Gong tertawa terbahak-bahak sambil
berseru :
"Eeeei... anak monyet cucu kura-kura, sudah kau taruh ke mana
kegagahan serta kekerenanmu selama berada di dalam perkampungan
Sak Kee cung..." Rupanya kakek konyol ini pernah menderita
kerugian besar di tangan Sak Kee Cung maka begitu bertemu dengan
musuh lamanya, hawa amarah segera berkobar memenuhi hatinya,
segera ia kirim serangan mematikan yang ganas, memaksa Malaikat
Berwajah Hitam keteter dan mundur terus ke belakang.
"Hmmm... Hmmm... rupanya kau belum modar?" jengek Sak
Kioe Kong sambil tertawa seram.
"Ooooh kentut busuk nenekmu yang tujuh puluh dua kalinya!
Cuma andalkan barisan setan semacam itu, kau pikir aku Ouw-yang
Gong berhasil dikurung? Huuuh! Anak jadah peliharaan induk anjing,
kau mesti tahu aku si huncwee gede bukan manusia gampang
diganggu... barusan ketika aku sedang membakar habis
perkampungan Sak Kee Cung mu itu para anak murid cucu muridmu
pada berteriak memanggil yaya setiap kali bertemu aku..."
Air muka si Malaikat Berwajah Hitam Sak Kioe Kong segera
berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, hatinya terkejut dan
sekujur tubuhnya jadi dingin kaku seakan-akan terjerumus di dalam
liang salju.
"Apa?" teriaknya dengan suara gemetar, "Kau telah membakar
perkampungan Sak Kee cung..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... apa susahnya membakar sarang
tikus macam itu? Sejak dari mulut perkampungan hingga ke pintu
belakang aku telah melepaskan puluhan batang obor hingga tikusmu
itu bermandikan api, kau si anak jadah entah sudah bersembunyi di
mana, aku si huncwee gede sudah setengah harian lamanya menunggu
di situ tapi belum nampak juga bayanganmu..."

564
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sepasang mata Sak Kioe Kong segera berubah jadi merah berapi,
teriaknya keras-keras :
"Aku akan beradu jiwa dengan dirimu!"
Setelah mengetahui bahwa perkampungan Sak Kee cung-nya
dibakar oleh kakek konyol tersebut, orang ini jadi kalap dan nekad, ia
membentak keras dan segera menerjang ke muka sambil melepaskan
serangan-serangan mematikan.
Rupanya si huncwee gede Ouw-yang Gong ada maksud
mempermainkan si Malaikat Berwajah Hitam, melihat ia nekad dan
menerjang secara kalap tanpa terasa segera tertawa terbahak-bahak,
dengan enteng ia menghindar ke samping dan godanya :
"Hey cucu monyet anak jadah... tubrukanmu ini lebih mirip
dengan kucing menangkap tikus... aku lihat lebih baik kau cepat-cepat
sipat telinga pulang ke kandangmu, coba periksa dulu apakah anjing
tua yang tertinggal di rumah sudah terbakar jadi abu atau masih ada
sisa-sisa tulang belulangnya..."
"Bajingan, kau sudah bunuh mati bini tua-ku?... teriak Sak Kioe
Kong semakin gusar.
"Huuuh! Setiap anggota perkampungan Sak Kee cung adalah
manusia-manusia bejat yang pantas dibunuh, seandainya aku si
huncwee gede tidak bermurah hati dan rela melepaskan putra
kesayangan yang terluka itu, mungkin sekarang kau sudah kehilangan
keturunan. Tapi... begini pun ada baiknya, keluarga Sak toh tidak
sampai putus turunan, ayoh kau berterima kasih dulu kepadaku."
Dalam keadaan bingung, sedih bercampur marah, serangan-
serangan yang dilancarkan si Malaikat Berwajah Hitam sudah tidak
menuruti aturan, sekalipun gencar dan amat dahsyat tetapi terdapat
banyak titik kelemahannya. Ouw-yang Gong sendiri tiada maksud
untuk beradu jiwa, maka sambil lancarkan serangan untuk memaksa
Sak Kioe Kong melindungi keselamatannya ia mengolok-olok lagi
musuhnya agar bertambah kalap.

565
Saduran TJAN ID

Boen Soe-ya yang menyaksikan jalannya pertandingan itu,


sepasang alisnya kontan berkerut, teriaknya :
"Sak heng, lebih baik kau mundur lebih dulu!"
Sak Kioe Kong mendongak dan tertawa keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... perkampungan Sak Kee cung telah
musnah dan kabar ini telah kalian dengar sendiri... hari ini sekalipun
loohu harus korbankan selembar jiwaku pun aku harus bergebrak
melawan bajingan tua ini..."
"Sak heng, harap kau tenangkan dulu pikiranmu," Cia Toa Hiong
dari benteng Kiem See Poo ikut berteriak. "Soal adu jiwa tak usah
diributkan sekarang, bagaimana pun toh besok malam kita bakal
berjumpa lagi di dalam selat Seng See Kok, aku rasa ia tak bakal lari
dari sini..."
Setelah mendengar nasehat dari kiri kanan, akhirnya si Malaikat
Berwajah Hitam dengan paksakan diri menahan sedih mengundurkan
diri dari tengah kalangan sembari menyeka keringat yang membasahi
tubuhnya ia berseru :
"Boen ya, Cia Poocu, coba pikirlah apa yang harus kulakukan
sekarang?..."
Boen Soe-ya termenung berpikir sebentar, lalu menjawab :
"Lebih baik kita pulang dulu ke perkampungan Sak Kee cung,
seandainya perkampungan itu betul-betul sudah dibakar hingga
tinggal tulang yang berserakan, maka besok malam loohu dengan
kedudukan sebagai tamu akan memberikan kesaksian di hadapan para
enghiong hoohan dari seluruh kolong langit, pada waktu itu...
Hmmm... keadilan pasti kita tegakkan..."
Si Malaikat Berwajah Hitam sendiri pun menyadari bahwa
kekuatan di pihaknya masih belum sanggup menandingi pihak lawan
maka dalam keadaan apa boleh buat ia segera berseru dengan nada
benci :
"Ouw-yang Gong, kita tunggu saja sampai waktunya..."

566
IMAM TANPA BAYANGAN II

Karena ingin cepat-cepat mengetahui keadaan perkampungan


Sak Kee cung-nya begitu selesai berkata ia segera putar badan dan
berlalu dari situ disusul oleh Boen Soe-ya dan Kiem See Poocu di
belakangnya.
Menanti bayangan tubuh ke-tiga orang itu sudah berlalu, Pek In
Hoei baru menghembuskan napas panjang sambil mengomel :
"Eeei... ular asap tua, perbuatanmu barusan rada sedikit
keterlaluan, masa perkampungan orang kau bakar sampai ludes..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... omong kosong, aku si ular asap tua
bukan orang bejat yang suka melakukan perbuatan keji yang
merugikan orang lain, siap yang kesudian membakar kandang
ayamnya itu??. Cuma... Sak Kioe Kong jadi marah dan licik, maka
aku sengaja menakut-nakuti dirinya agar ia jadi marah dan
menyumpah-nyumpah..."
"Aaaai... tabiatmu yang suka bergurau dan suka menggoda orang
betul-betul bisa bikin kepala orang jadi pusing..." omel pemuda itu
sambil tertawa getir.
Ouw-yang Gong tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... watakku memang begini, mau
dirubah pun susah sekali..."
"Sudah... sudahlah jangan bergurau lagi, aku dengan pihak partai-
partai besar dari wilayah selatan sudah mengadakan perjanjian untuk
bertemu muka besok malam, dalam pertemuan kali ini aku rasa lebih
banyak bahayanya daripada keberuntungan, kemungkinan besar kau
maupun aku bakal terkubur di dasar selat Sak Kioe Kong..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... jangan kuatir... inilah kesempatan
yang paling baik bagimu untuk munculkan diri..."
Gelak tertawanya berkumandang hingga mencapai puluhan li
jauhnya... tapi Pek In Hoei tetap tertunduk. Apa yang harus ia lakukan
besok malam?..."
.......

567
Saduran TJAN ID

"Taaang...!" suara genta yang nyaring berkumandang memenuhi


seluruh selat Seng See Kok yang tersohor akan misteriusnya, Sang
Kwan Cing putri kesayangan dari Sang Kwan Im kokcu selat Seng
See Kok dengan memimpin empat orang pria berbaju hitam perlahan-
lahan munculkan diri dari balik kegelapan.
Dengan sorot mata yang tajam Sang Kwan Cing menyapu
sekejap sekeliling tempat itu, kemudian bisiknya :
"Apakah semua wakil dari partai besar telah hadir?"
Bayangan manusia di empat penjuru mulai gaduh dan suara
bisiknya mulai berkumandang memecahkan kesunyian, kiranya
semua partai yang menerima undangan telah hadir semua kecuali Go
Kiam Lam dari partai Boo Liang Tiong.
Terdengar Kiem See Poocu Cia Toa Hiong berseru lantang :
"Mumpung sekarang si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei belum datang, apakah cuwi sekalian mempunyai sesuatu
pendapat?"
Dari gerombolan manusia segera muncul seorang kakek tua
berbadan kurus sambil tertawa terbahak-bahak ia berkata :
"Sekalipun di antara perguruan yang ada di wilayah selatan sering
terjadi perebutan kekuasaan, tapi belum pernah ada satu partai yang
sesumbar hendak mengusir partai yang lain keluar dari wilayah
selatan. Pek In Hoei terlalu jumawa dan tak tahu diri, ia berani
memandang rendah kita semua bahkan hendak sepak kita semua
keluar dari sini... menghadapi manusia macam itu satu-satunya jalan
yang dapat kita tempuh hanyalah beradu jiwa dengan dirinya, kalau
tidak maka kitalah yang bakal diinjak-injak olehnya..."
Begitu ucapan itu selesai diutarakan keluar, semua orang serentak
menyahut hampir berbareng :
"Betul, ucapan dari Han Sim Poocu Kheng Kie sedikit pun tidak
salah!"
"Khong Poocu," Sang Kwan Cing segera berkata sambil tertawa
ewa, "lalu apakah rencanamu untuk menghadapi Pek In Hoei?"

568
IMAM TANPA BAYANGAN II

Han Sim Poocu Kheng Kie tertawa seram.


"Loohu bersiap-siap untuk menjagal Pek In Hoei, kemudian
memotong-motong tubuhnya jadi beberapa bagian setiap wakil partai
yang hadir di sini masing-masing pulang dengan membawa sepotong
daging dan digantungkan di depan rumah, agar benda tadi bisa
dianggap sebagai peringatan bagi sahabat-sahabat yang hendak
memasuki wilayah selatan, barang siapa berani punya maksud untuk
mendirikan perguruan baru di sini maka begitulah akhirnya, agar
semua jago di dunia mengetahui bahwa orang Bu lim di wilayah
selatan bukanlah manusia yang boleh dibuat permainan!"
"Betul, perkataan Khong Poocu memang sangat tepat!"
Itulah suara dari Hek Bin Siuw loo Sak Kioe Kong dari
perkampungan Sak Kee cung, perlahan-lahan ia munculkan diri dari
gerombolan manusia kemudian ujarnya lagi :
"Khong Poocu, kau memang tidak malu disebut sebagai
pemimpin dari suatu daerah, usulmu memang sangat bagus dan loohu
yang pertama-tama menyetujuinya, sekalipun kita jarang bergaul
rupanya pendapat kita selalu memang searah, setelah pertemuan pada
hari ini, aku baru yakin bahwa kecerdikanmu memang luar biasa
sekali..."
Disanjung dengan kata-kata yang begitu manis, Han Sim Poocu
Kheng Kie merasa amat nyaman sekali, tetapi bagi pendengaran para
jago yang lain, ucapan itu terlalu tengik dan memuakkan, beberapa
orang segera menunjukkan sikap yang tidak puas.
Sang Kwan Cing tertawa dingin, segera ujarnya :
"Khong Poocu, caramu itu memang bagus tetapi aku rasa terlalu
sadis dan kejam..."
"Tidak! Sedikit pun tidak keterlaluan," tukas Sak Kioe Kong
cepat sambil gelengkan kepalanya. "Menghadapi manusia macam Pek
In Hoei, cara itu aku rasa malah terlalu enteng, kalau mengikuti
usulku, loohu ingin sekali menghancurkan badannya hingga remuk
jadi abu..."

569
Saduran TJAN ID

"Tutup mulutmu!" maki gadis she Sang Kwan itu dengan suara
ketus. "Aku tidak bertanya kepadamu, harap kau segera
mengundurkan diri dari sini..."
Sak Kioe Kong tidak menduga kalau ia bakal disemprot oleh
Sang Kwan Cing di hadapan orang banyak tetapi dengan wataknya
yang licik berada dalam keadaan yang serba kikuk ia segera tertawa
terbahak-bahak dan masuk kembali ke dalam gerombolan manusia.
Tiba-tiba... dari luar selat Seng See Kok berkumandang datang
suara derap kaki kuda yang nyaring, suara itu mengalun di tengah
angkasa yang gelap dan mengetuk hati setiap jago, air muka orang-
orang itu segera berubah jadi tegang.
"Dia sudah datang!" Sang Kwan Cing segera berseru. "Harap
kalian semua mengeluarkan tanda kebesaran perguruan kalian
masing-masing."
Begitu selesai berkata ia mengeluarkan terlebih dahulu sebuah
panji kecil yang bersulamkan huruf 'Seng See Kok' dan ditancapkan
ke atas tanah.
Partai lain buru-buru mengeluarkan pula tanda kebesaran mereka
dan menancapkan di belakang panji kecil dari selat Seng See Kok tadi.
Suara derap kaki kuda kedengaran makin lama semakin nyaring,
di bawah sorot cahaya rembulan tampaklah dua ekor kuda berjalan
mendekat, di atas punggung kuda tadi duduklah Pek In Hoei serta
Ouw-yang Gong dengan sikap yang agung.
Pek In Hoei masih tetap mengenakan pakaiannya semula, dengan
pedang tersoren di punggung dan wajah yang keren ia sapu wajah
setiap orang dalam selat itu dengan tajam, lalu tertawa hambar dan
menganggukkan kepalanya sebagai tanda menyapa.
Ouw-yang Gong sendiri sambil duduk bersila di atas kudanya,
sepasang mata dipejamkan rapat-rapat, huncwee yang berada di
dalam genggamannya dihisap berulang kali... sikapnya jumawa dan
sama sekali tidak memandang sekejap pun ke arah orang-orang di
sekitarnya.

570
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalian tentu sudah menunggu lama bukan? Apakah kalian sudah


hadir semua?" tegur pemuda itu.
"Semua jago yang punya nama dan kedudukan di wilayah selatan
telah berkumpul di sini," jawab Sang Kwan Cing dingin.
"Keberanianmu yang besar dan tidak gentar menghadiri pertemuan
para enghiong semacam ini, sungguh mengagumkan hati setiap
orang..."
"Terima kasih, terima kasih... di sini aku ucapkan banyak terima
kasih lebih dahulu atas perhatian dari cuwi sekalian..."
Mendadak sinar matanya berkilat, setelah merandek sejenak
ujarnya kembali :
"Di dalam wilayah Lam Ciang yang begitu luas, masa cuma
terdiri dari beberapa perguruan belaka?"
Sepasang alis Sang Kwan Cing segera berkerut, ia merasa ucapan
dari si anak muda ini terlalu takabur, dengan hati mendongkol segera
sahutnya :
"Kecuali partai Boo Liang Tiong semuanya telah menantikan
kedatanganmu di sini."
"Hmmm partai Boo Liang Tiong untuk selamanya tetapi akan
datang kemari lagi, sebelum aku tiba di sini Go Kiam Lam telah kuusir
pergi dari wilayah selatan, seandainya ia tidak berhasil melarikan diri
dengan cepat mungkin pada saat ini aku bisa menjumpai kalian sambil
membawa batok kepalanya..."
"Apa?" seruan kaget segera berkumandang memenuhi seluruh
kalangan, setiap jago yang hadir di situ rata-rata dibikin terkejut dan
tidak percaya terhadap apa yang diucapkan oleh Pek In Hoei barusan.
Han Sim Poocu Kheng Kie segera loncat keluar dari barisan,
teriaknya :
"Kau betul-betul seorang manusia yang paling latah di kolong
langit. Hmmm...! Kau anggap Go Kiam Lam itu manusia apa? Masa
ia merasa jeri terhadap seorang bocah keparat semacam dirimu?
Heeeeh... heeeeh... heeeeh... di kolong langit kecuali manusia tolol

571
Saduran TJAN ID

mungkin tak akan ada orang yang sudi mempercayai omongan


setanmu itu..."
Pek In Hoei tertawa hambar :
"Kalian tak usah pusing kepala untuk memikirkan masalah itu,
jawaban serta bukti yang nyata dengan cepat akan kalian ketahui,
sekarang aku pun tak mau terlalu ribut dengan dirimu, coba sebutkan
dahulu kau dari perguruan mana?"

572
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 24
"LOOHU adalah Khong Kie dari benteng Han Sim poo, mungkin kau
pernah mendengar namaku bukan?"
"Tidak tahu!" sahut Pek In Hoei sambil gelengkan kepalanya.
"Aku tidak kenal namamu itu... perguruan dalam rimba persilatan
terlalu banyak, mana aku bisa mengingat satu per satu... lagi pula
kebanyakan jago yang kutemui sebagian besar adalah manusia yang
bernama kosong belaka, sungguh membuat hati jadi kecewa."
Hampir saja Han Sim Poocu Kheng Kie muntah darah segar
saking gusarnya setelah mendengar ia dihina habis-habisan oleh pihak
lawan di hadapan para jago Bu lim, sekujur tubuhnya gemetar keras
teriaknya :
"Bajingan cilik, sampai di mana sih kepandaian silat yang kau
miliki sehingga begitu berani tak pandang sebelah mata pun terhadap
orang kangouw? Tahukah kau bahwa kedudukan loohu di wilayah
selatan..."
"Huuuh apa yang kukatakan adalah suatu kenyataan, dewasa ini
manusia macam dirimu tidak lebih hanyalah manusia..."
"Bangsat cilik, loohu akan menjajal lebih dahulu sampai di
manakah kelihayanmu..." jerit Han Sim Poocu Kheng Kie dengan
mata melotot.
Saking gusarnya seluruh badannya gemetar keras, sambil
menyeret sebuah toya baja dan dengan langkah kaki yang mantap ia
maju mendekati si anak muda itu.

573
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei tertawa sinis, sinar matanya menyapu sekejap ke arah


urutan panji kebesaran di atas tanah, kemudian katanya :
"Ooooh...! Rupanya dalam wilayah selatan kau menduduki
urutan yang ke-empat, ehmmm! Mungkin saja kau memang punya
sedikit simpanan..." ia merandek sejenak, lalu sambil menoleh ke arah
Ouw-yang Gong ujarnya :
"Ular asap tua, coba kau ambil dulu panji kebesaran Han Sim
Leng itu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... sungguh tak nyana si ular asap tua
sekarang jadi tukang barang rongsokan," sambil mengomel Ouw-
yang Gong meloncat ke depan dan tertawa cengar-cengir.
Han Sim Poocu Kheng Kie semakin naik pitam, ia putar senjata
toyanya menghalangi jalan pergi Ouw-yang Gong, kemudian
makinya keras-keras :
"Hey, kau mau apa?"
"Hiiih... hiiiih... hiiih... tentu saja mau mengambil panji Han Sim
Leng itu... Kenapa?"
"Menang kalah belum ditentukan, aku larang kau menyentuh
panji Han Sim Leng tersebut."
"Hmmm! Cepat atau lambat semua panji itu bakal kudapatkan
semua," jengek Pek In Hoei dengan suara dingin, "pada saat partai
Thiam cong didirikan kembali, semua panji itu akan menancap di
gunung Thiam cong sebagai hiasan..."
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, semua jago yang hadir
dalam kalangan jadi sama-sama jadi gusar , suasana jadi ramai dan
semua orang dengan wajah tidak puas sama-sama maju ke depan siap
mengerubuti si anak muda itu.
"Kau jangan bermimpi di siang hari bolong," bentak Khong Kie
dengan suara keras. "Sebelum benda itu berhasil kau dapatkan
kemungkinan besar jiwamu sudah melayang lebih dahulu..."
"Mungkin saja apa yang kau ucapkan tidak salah, tetapi aku pun
hendak memberitahukan sesuatu kepadamu, aku si Jago Pedang

574
IMAM TANPA BAYANGAN II

Berdarah Dingin bukan hanya sehari dua hari saja berkecimpung


dalam Bu lim, gelombang besar macam apa pun sudah pernah
kujumpai, tidak nanti aku bakal jeri menghadapi sebuah benteng Han
Sim poo yang kecil..."
Kali ini Han Sim Poocu Kheng Kie benar-benar sudah tak
sanggup menahan diri lagi, ia putar toya bajanya di tengah udara
membentuk tiga kuntum bunga api, kemudian dengan jurus Naga
Hitam keluar dari samudra laksana kilat ia totok tubuh si anak muda
itu.
"Huuuh, kau masih terpaut jauh kalau dibandingkan dengan
diriku!..." jengek Pek In Hoei sambil putar telapak melancarkan
sebuah pukulan.
Di saat ujung toya hampir mengenai tubuhnya itulah mendadak
dengan cepat telapak ia babat senjata lawan.
Han Sim Poocu Kheng Kie segera merasakan sekujur tubuhnya
tergetar keras, tak tertahan lagi ia mundur lima enam langkah ke
belakang dengan sempoyongan.
Ketika itulah Sang Kwan Cing maju ke depan dan berseru sambil
ketawa lengking.
"Khong Poocu harap kembali, kita tak boleh membikin kacau
jalannya rencana..."
Han Sim Poocu segera meloncat mundur ke belakang, serunya :
"Bangsat, nanti kita bertemu lagi!"
Kesadarannya sudah mulai pulih kembali, otaknya sudah tidak
terlalu terpengaruh oleh emosi, orang ini sadar bahwa dia bukan
tandingan si anak muda itu maka sebelum Sang Kwan Cing
mengulangi kembali perkataannya, buru-buru ia sudah
mengundurkan diri ke belakang.
Pek In Hoei tertawa lantang.
"Apakah masih ada yang ingin maju lebih dahulu?"
Para jago yang hadir dalam selat Seng See Kok malam itu rata-
rata adalah manusia licik, tentu saja yang menunjukkan reaksi setelah

575
Saduran TJAN ID

melihat kekalahan dari Khong Kie, sinar mata mereka segera


dialihkan ke arah Sang Kwan Cing.
"Kenapa kau terburu-buru?" seru Sang Kwan Cing dingin.
"Sebelum urusan dibikin jelas lebih dahulu, siapa pun dilarang
bertempur di dalam selat Seng See Kok..."
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan pisau ia menyapu
sekejap ke seluruh kalangan lalu tambahnya :
"Siapa yang berani melanggar peraturan yang sudah ditetapkan
dalam pertemuan ini, jangan salahkan kalau nonamu segera akan usir
kalian keluar dari selat Seng See Kok. Dan sekarang aku hendak
mewakili seluruh partai yang ada di wilayah selatan untuk berbicara
dan Pek In Hoei..."
"Apa yang ingin kau katakan kepadaku? Cepat katakanlah keluar,
aku akan mendengarkan dengan seksama..." sahut Pek In Hoei dingin.
Sang Kwan Cing tertawa dingin.
"Betulkah partai Thiam cong akan didirikan kembali di dalam
wilayah selatan?"
"Sudah tentu!" jawab si anak muda itu setelah melengak sejenak.
"Selamanya partai Thiam cong tak akan mengundurkan diri dari dunia
persilatan..."
"Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, katanya
kedatanganmu ke wilayah selatan adalah untuk menghancurkan
semua partai yang ada di sini serta merampas seluruh wilayah selatan
untuk dijadikan daerah kekuasaan partai Thiam cong, betulkah kau
mempunyai ambisi yang begitu besar???"
"Hmmm! Apa yang mesti kau tanyakan lagi? Aku toh sudah
datang kemari rasanya sekalipun hendak berlalu belum tentu kalian
ijinkan, karena itu lebih baik kita cepat-cepat selesaikan urusan kita,
waktu sudah tidak pagi..."
"Hmmm! Baiklah sampai waktunya kau jangan menyesal..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " tiba Pek In Hoei mendongak dan
tertawa terbahak-bahak, suaranya menjulang ke angkasa dan

576
IMAM TANPA BAYANGAN II

mengalun tiada hentinya dalam selat tersebut, dengan nada sinis ia


menjengek :
"Menyesal? Kalau menyesal aku tak bakal datang kemari!"
Sang Kwan Cing menghela napas sedih, untuk sesaat ia dibuat
tertegun oleh gelak tertawa lawannya yang jumawa dan sombong ini,
cahaya kilat memancar keluar dari balik matanya, kepada wakil dari
pelbagai partai kemudian serunya :
"Harap kalian siap-siap untuk turun tangan, wilayah selatan bakal
jadi wilayah kekuasaan siapa hal tersebut akan tergantung pada usaha
serta perjuangan kalian sendiri. Dan kini siapa yang ingin turun
tangan lebih dahulu untuk beradu kepandaian dengan si Jago Pedang
Berdarah Dingin..."
Para wakil partai saling berpandangan sekejap, siapa pun tak
berani maju ke depan untuk menerima tantangan tersebut, kejadian ini
betul-betul merupakan suatu kejadian yang sangat memalukan.
"Aku lihat lebih baik kalian turun tangan secara serentak saja,"
ejek Pek In Hoei sambil tertawa sombong. "Dengan begitu aku tak
usah repot-repot dan waktu pun tidak terbuang dengan percuma.
Andaikata aku yang beruntung menang maka setelah mengambil
benda-benda itu aku akan segera berlalu, andaikata tidak beruntung
dan kalah aku tidak menyesali kenapa ilmu silatku tidak becus..."
"Hmmm..." dengusan berat berkumandang dari balik kegelapan,
Han Sim Poocu Khong Kie beserta seorang pria kekar meloncat
keluar dari barisan secara berbareng, mereka segera menghampiri si
anak muda itu.
"Oooh... bangsat nenek moyangmu, cucu kura-kura kalian ingin
dua lawan satu?" maki Ouw-yang Gong si huncwee gede dengan
marah. "Hati-hati... kugetok batok kepala kalian sampai hancur
lebur..."
Air muka Sang Kwan Cing pun ikut berubah, teriaknya :
"Khong Poocu harap segera kembali, kita sebagai jago dari
selatan tak boleh kehilangan pamor..."

577
Saduran TJAN ID

Han Sim Poocu Khong Kie mendengus dingin, dengan mulut


membungkam ia balik kembali ke dalam barisan, sementara pria
kekar itu menjemput sebilah pedang dan mendekati lawannya.
Pek In Hoei menjengek dingin, katanya :
"Laporkan dulu siapa namamu, aku ingin lihat dalam berapa jurus
sanggup mengalahkan dirimu!"
"Pek In Hoei, ingatlah baik-baik, aku adalah si pedang baja Loei
Peng dari partai Kilat," teriak pria itu dengan hati mendongkol, "Bila
kau sudah menghadap raja akhirat nanti jangan sampai lupa menyebut
namaku..."
Partai Kilat tersohor di kolong langit sebagai sebuah partai yang
mengandalkan ilmu pedang terutama sekali sembilan jurus ilmu
pedang gunturnya sudah merupakan kepandaian yang ampuh di
wilayah selatan.
Ketika wakil dari pelbagai partai lain menyaksikan Loei Peng
dari partai Kilat muncul dalam pertempuran babak pertama, mereka
bersorak sorai kegirangan, mereka tahu asal jago lihai ini turun tangan
lebih dahulu maka sedikit banyak akan menghancurkan pamor Pek In
Hoei dan merebut kembali gengsi para jago dari wilayah selatan.
Sambil meluruskan pedangnya di depan dada, Loei Peng tarik
napas panjang-panjang, pedangnya digetarkan di udara hingga
menimbulkan deruan angin dan guntur yang tajam, tidak malu ia
disebut sebagai seorang pimpinan suatu partai.
Pek In Hoei tertawa hambar, serunya :
"Oooh, sungguh tak nyana kau pun seorang jago lihai dalam
menggunakan ilmu pedang..."
"Cabut pedangmu! bentak Loei Peng.
"Huuuh...! Kalau cuma menghadapi beberapa jurus ilmu
pedangmu itu, sangat memalukan kalau aku harus gunakan pedang..."
ia bongkokkan badan mengambil sebatang batang kering dan
melanjutkan, "biarlah aku gunakan ranting ini sebagai ganti pedang
untuk menemani dirimu bermain beberapa jurus!"

578
IMAM TANPA BAYANGAN II

Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, seruan kaget


berkumandang dari empat penjuru, semua orang menganggap si anak
muda itu terlalu jumawa dan takabur.
Loei Peng sendiri dibuat naik pitam atas penghinaan tersebut,
mukanya berubah jadi merah berapi, sambil menggetarkan pedangnya
di udara ia menghardik keras :
"Bangsat, kau cari mati..."
Seluruh kegusaran dan rasa mendongkolnya segera disalurkan ke
dalam serangan yang dilancarkan, ia membentak keras, pedangnya
laksana kilat menusuk ke arah lambung musuh.
Sungguh hebat serangan tersebut, di antara bergeletarnya cahaya
tajam disertai deruan angin puyuh dan ledakan guntur senjata itu
langsung meluncur ke depan.
Pek In Hoei terkejut, ia tak mengira kalau musuhnya telah
berhasil meyakini ilmu pedangnya hingga mencapai taraf itu,
meskipun ia tidak sampai terpengaruh oleh deruan angin serangan tadi
namun pemuda itu tak berani bertindak gegabah sebab serangan yang
dituju adalah suatu bagian tubuh yang amat penting.
Tenaga murninya dengan cepat disalurkan ke dalam ujung
ranting lalu disentilnya ringan ke atas ujung senjata lawan.
Triiiiing...!
Loei Peng seketika merasakan lengannya bergetar keras,
serangan pedangnya segera meleng beberapa depa ke samping.
Buru-buru ia putar pedangnya melancarkan kembali serangan
dahsyat ke arah depan, jurus yang digunakan adalah Pian Cung
menusuk harimau, meski suatu jurus serangan yang sederhana tapi
merupakan suatu perubahan serta penyerangan yang amat sempurna.
"Hmmm! Apakah kau cuma bisa mainkan sejurus serangan ini
saja?" jengek Pek In Hoei sambil mendengus.
Dengan ranting menggantikan pedang dalam hal senjata ia
menderita kerugian besar, tapi rupanya si anak muda itu ada maksud
untuk mendemonstrasikan kelihayannya, belum sempat jurus

579
Saduran TJAN ID

serangan Loei Peng digunakan sampai habis, tiba-tiba ujung ranting


itu bergetar di angkasa dan meluncurlah serentetan desiran angin
tajam ke arah depan.
"Triiiing...! kembali terjadi dentingan nyaring yang memekakkan
telinga, entah secara bagaimana tahu-tahu pedang dalam cekalan Loei
Peng sudah terlepas dan rontok di atas tanah, wajahnya pucat pias
bagaikan mayat, pakaian bagian badannya hancur terkoyak-koyak,
untuk beberapa saat lamanya ia berdiri menjublak di tengah kalangan
sambil menatap wajah musuhnya tanpa berkedip.
Lama... lama sekali ia baru tarik napas panjang-panjang dan
bertanya, "Ilmu pedang apakah yang telah kau gunakan?"
"Jurus Tenaga sakti menghajar surya dari ilmu pedang
penghancur sang surya," jawab Pek In Hoei sambil tertawa ewa.
Dengan putus asa Loei Peng menghela napas panjang, ia tertawa
sedih lalu putar badan dan berlalu dari situ, dalam sekejap mata
bayangan tubuhnya telah lenyap di balik kegelapan.
"Ular asap tua, simpan panji guntur tersebut," seru pemuda she
Pek itu lantang.
"Baik, inilah partai pertama yang bertekuk lutut pada kita," sahut
Ouw-yang Gong dengan bangga. "Aku si ular asap tua harus
menghisap huncweeku dalam-dalam untuk merayakan kemenangan
ini..."
Ia sambar panji kecil berlukiskan kilatan guntur itu lalu ditaruh
di bawah pantatnya dan lantas diduduki.
Perbuatan yang konyol ini seketika menggusarkan wakil dari
partai-partai lain, mereka sama-sama menuding kakek itu sambil
memakinya kalang kabut.
Setelah kemenangannya yang pertama, semangat Pek In Hoei
makin berkobar, sambil tertawa keras serunya :
"Sekarang masih ada siapa lagi yang ingin maju?"
"Hmmm!.... Ku Lip dari benteng Leng Cian Poo ingin mohon
petunjukmu..." bersamaan dengan seruan itu dari balik barisan para

580
IMAM TANPA BAYANGAN II

jago muncul seorang kakek tua yang tinggi besar, sebuah gendawa
besar tergantung pada punggungnya, sikap serta gerak geriknya
sangat gagah...
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah orang itu dengan pandangan
sinis, lalu sambil tertawa dingin jengeknya :
"Mampukah kau?"
Leng Cian Poocu Ku Lip melengak, air mukanya segera berubah,
sebagai seorang jago yang tersohor dalam dunia persilatan belum
pernah ia jumpai manusia yang begitu pandang hina terhadap dirinya,
dalam gusarnya ia segera mendongak dan tertawa keras.
"Bajingan cilik, kau terlalu tidak pandang sebelah mata terhadap
diriku..."
Ia loloskan gendewa besar yang tergantung di punggungnya lalu
cabut keluar sebatang panah panjang berbulu emas, setelah dipasang...
Sreet, anak panah itu dibidikkan ke atas sebuah batu cadas.
"Blaaam... hancuran batu bermuncratan di angkasa, di tengah
percikan bunga api tampaklah anak panah itu menembusi batu cadas
tersebut hingga tinggal bulunya saja yang tersisa di luar.
Dalam hati Pek In Hoei merasa tercekat, ia tak mengira kalau
orang ini memiliki tenaga murni yang begitu hebat, dalam sekali
bidikan sanggup menembusi batu cadas yang begitu keras.
Dengan andalkan kekuatan semacam ini, ia merasa bahwa
musuhnya yang satu ini tak boleh dipandang remeh.
"Sungguh luar biasa, sungguh luar biasa....!" serunya memuji,
setelah merandek sejenak tambahnya, "sayang kau cuma mampu
membidik mati seekor semut."
Ketika kedengarannya pihak musuh memuji kehebatannya Leng
Cian Poocu Ku Lip merasa amat bangga dan gengsinya terasa ikut
menanjak naik, siapa tahu Ouw-yang Gong telah menambahi ddg
mengatakan bahwa ia cuma mampu membidik mati seekor semut,
hawa amarahnya segera berkobar.
Dengan penuh kegusaran teriaknya :

581
Saduran TJAN ID

"Ular asap tua, kau tak usah menyindir orang dengan perkataan
yang tak sedap didengar, asal kau mampu untuk menirukan gerakanku
tadi maka benteng Leng Cian Poo ku akan kuserahkan kepadamu
tanpa syarat..."
"Huuuh... kau pengin ajak aku si ular asap tua bergurau?? Mari
biar kusuruh kau rasakan dulu ikan Lee hi goreng..."
Ia hisap huncweenya dalam-dalam kemudian secara tiba-tiba
melentikkan kobaran api yang membara ke arah tubuh Ku Lip.
Percikan api segera berkobar jadi besar dan membakar wajah
Leng Cian Poocu, membuat jago tua itu berkaok-kaok kesakitan dan
memaki musuhnya kalang kabut.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagaimana rasanya gorengan ikan
Leehi ini???" ejek Ouw-yang Gong sambil tertawa tergelak.
Seluruh wajah Leng Cian Poocu Ku Lip kotor oleh abu tembakau,
ujung bibirnya bengkak dan muncul gelembung-gelembung air, ia
meraung keras, dicabutnya sebatang anak panah lalu dipasang di atas
gendewanya.
"Hey ular asap tua, kau cobalah permainan membidik semutku
ini..."
Ku Lip tarik gendewanya keras-keras kemudian membidikkan
anak panah tadi mengarah tubuh Ouw-yang Gong.
Terhadap datangnya ancaman si kakek konyol itu sama sekali
tidak menggubris, bahkan ia malah menyulut tembakau baru di atas
huncweenya.
Sreet...! diiringi suara desiran tajam anak panah itu meluncur ke
depan bagaikan sambaran kilat.
Ouw-yang Gong tertawa terkekeh-kekeh, ditunggunya sampai
anak panah itu hampir mengenai tubuhnya, tiba-tiba huncwee dalam
genggamannya ditutulkan ke atas ujung anak panah itu.
"Kraaak...!" diiringi bentrokan nyaring anak panah itu tergetar
patah jadi dua bagian.

582
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sambil mencekal patahan panah itu Ouw-yang Gong mendengus


hina, dia buang kutungan tadi ke atas tanah dan serunya sambil
melirik sekejap ke arah Pek In Hoei :
"Huuuh! Kepandaian dari benteng Leng Cian oo tidak lebih cuma
begitu-begitu saja..."
Ku Lip jadi mencak-mencak kegusaran, bentaknya :
"Kau jangan banyak bacot dulu. Nih! Coba sekali lagi..."
******

Bagian 27
DALAM pada itu dengan pandangan dingin Pek In Hoei menyapu
sekejap wajah para jago yang hadir di tempat itu dan akhirnya
berhenti di atas wajah Sang Kwan Cing, jengeknya :
"Benarkah di wilayah selatan sama sekali tidak ada orang
pandai?"
Sekujur badan Sang Kwan Cing bergetar keras, ia merasa dari
balik sorot mata pemuda itu memancar keluar suatu kekuatan yang
aneh, ia melengos ke samping dan menyahut dengan nada dingin :
"Sebentar lagi kau akan tahu apa yang sebenarnya kami miliki,
mungkin saat ini kau merasa bangga tapi sesaat lagi mungkin kau
akan mengetahui bahwa kelihayan daripada enghiong di wilayah
selatan jauh melebihi apa yang kau bayangkan sekarang..."
"Hmmm..." Leng Cian Poocu Ku Lip sambil putar gendewa
besarnya meloncat bangun dari atas tanah. "Pek In Hoei, kau masih
belum bergebrak melawan aku orang she Ku."
Orang ini benar-benar tak tahu diri, bahkan menantang si jago
pedang berdarah dingin untuk bertempur.
Perlahan-lahan Pek In Hoei menoleh, tanyanya :
"Apakah kau hendak menantang aku untuk beradu ilmu
memanah?"
"Hmmm! Omong kosong, aku ingin menantang dirimu untuk
bertempur ilmu pedang penghancur sang surya..."
583
Saduran TJAN ID

"Jumawa amat dirimu!" seru si anak muda itu sambil tertawa


dingin, napsu membunuh menyelimuti wajahnya.
Leng Cian Poocu Ku Lip tertawa seram, gendewa raksasanya
diayun di tengah udara dan memperlihatkan suatu gerakan yang
sangat aneh, disapunya tubuh pemuda itu dengan dahsyat.
Pek In Hoei melengak, pikirnya :
"Masa gendewa sebesar ini bisa digunakan sebagai pedang..."
Dengan enteng ia melayang ke samping, kakinya bergeser
membiarkan gendewa itu lewat dari bawah.
Merasakan sapuannya mengenai sasaran kosong, dengan cepat
Leng Cian Poocu Ku Lip putar badannya satu lingkaran dan
melancarkan satu bacokan kembali.
Pek In Hoei tak menyangka kalau perubahan jurus yang
dilakukan orang itu sedemikian cepatnya, menghadapi datangnya
bacokan yang begitu hebat kembali ia geser badannya ke samping,
telapak diputar menghantam punggung gendewa itu hingga berbunyi
nyaring.
Leng Cian Poocu Ku Lip merasakan satu tenaga dorongan yang
hebat menghajar tubuhnya lewat gendewa tersebut, tak tahan
badannya mundur dua langkah ke belakang dengan sempoyongan.
"Aku akan beradu jiwa dengan dirimu..." teriaknya.
Pergelangannya digetarkan keras, tiba-tiba gendewanya
menciptakan bunga serangan yang tajam. Sreet! Sreet! Sreet! secara
beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai yang kesemuanya
tidak terlepas dari tempat berbahaya di sekeliling tubuh lawannya,
semua serangan dilancarkan dengan hebat dan mantap laksana bukit.
Pek In Hoei tertawa dingin, katanya :
"Kalau kau ingin menggunakan cara ini untuk beradu jiwa, maka
lebih baik gunakan untuk menakut-nakuti bocah berumur tiga tahun."
Badannya bergeser cepat, dalam waktu yang amat singkat ia
berputar ke belakang tubuh Ku Lip lalu mengetuk punggungnya
dengan ujung telapak, serunya :

584
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sekarang kau boleh berlalu dari sini, tetap bertahan berarti


mencari kesulitan bagi diri sendiri!"
Bisikan itu diucapkan sangat lirih dan hanya Ku Lip seorang yang
mendengar, Leng Cian Poocu ini tertegun dan segera mengerti bahwa
si anak muda itu masih memberi muka baginya.
Ia menghela napas panjang, setelah memandang sekejap wajah
pemuda itu, ia putar badan dan berlalu.
Tindakan dari Leng Cian Poocu Ku Lip ini seketika menegunkan
hati para jago yang hadir di sana, siapa pun tidak sempat melihat
secara bagaimana jago itu menemui kekalahannya, melihat ia berlalu
semua orang cuma bisa berdiri melongo dan kebingungan saja.
"Ku heng, kau hendak pergi ke mana?" teriak Han Sim Poocu
Khong Kie dengan suara keras.
Ku Lip tertawa sedih.
"Ilmu silat yang siauw te miliki hanya biasa saja tetapi berada di
sini cuma akan memalukan orang-orang dari selatan saja..."
"Ku poocu harap tahan sejenak," seru Sang Kwan Cing pula
sambil tersenyum. "Menang kalah adalah suatu kejadian yang lumrah
bagi kita, mengapa kau mesti memikirkannya di dalam hati?? Lagi
pun dari pihak kita toh belum banyak yang turun ke dalam
gelanggang, siapa tahu ada orang lain yang sanggup membalaskan
sakit hati poocu..."
Ouw-yang Gong yang mendengar perkataan itu jadi tidak puas,
teriaknya :
"Hey budak ingusan, keras amat selembar bibirmu itu, siapa sih
yang mampu mengalahkan Pek In Hoei?? Coba katakanlah dulu
kepada aku si ular asap tua..."
"Banyak mulut!" maki Sang Kwan Cing dengan wajah adem.
"Hati-hati kalau kupotong lidahmu yang usil itu..."
"Aduuuh mak... aduuuh nenek moyang..." teriak Ouw-yang Gong
ketakutan. "Kau suruh aku lakukan pekerjaan apa pun aku mau,
cebokin pantatmu aku juga mau... tapi jangan kau potong lidahku ini...

585
Saduran TJAN ID

waduh! Kalau aku tak punya lidah bisa jadi aku si ular asap tua jadi
seorang bangsat bisu..."
Tingkah lakunya yang kocak membuat para jago tak dapat
menahan rasa gelinya dan tertawa terbahak-bahak sampai Sang Kwan
Cing sendiri yang berwajah adem pun segera tersungging satu
senyuman.
"Siapa sih nenek moyangmu..." hardiknya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... anak monyet cucu kura-kura, kau
berani mengaku sebagai nenek moyangku..."
"Makhluk tua yang bermulut rongsok, hati-hati kalau kuhajar
mulutmu sampai gepeng!"
"Ouw-yang Gong masih ingin membanyol lebih jauh, tiba-tiba ia
lihat Pek In Hoei mengerdipkan matanya ke arahnya, cepat-cepat ia
membungkam mengundurkan diri.
"Siapa lagi yang hendak memberi petunjuk kepadaku?" seru si
anak muda itu kemudian setelah tarik napas dalam-dalam.
Setelah menyaksikan pemuda itu secara beruntun mengalahkan
dua jago lihay, sebagian besar para jago yang hadir di tempat itu sudah
merasa jeri, mereka semua tahu bahwa di situ kecuali Sang Kwan
Cing seorang siapa pun bukan tandingan dari si Jago Pedang Berdarah
Dingin itu.
Tetapi benarkah di antara begitu banyak jago yang hadir di situ,
tak seorang pun yang berani menghadapi tantangan dari Pek In Hoei?
Andaikan kejadian ini benar-benar terjadi maka peristiwa tersebut
benar-benar merupakan suatu kejadian yang sangat memalukan.
Maka dari para jago yang hadir dalam kalangan segera saling
berpandangan tanpa seorang pun berani tampil ke depan, sinar mata
semua orang secara tidak sadar sama-sama dialihkan ke arah wajah
Sang Kwan Cing...
Pek In Hoei tertawa dingin, serunya :
"Apakah tak seorang pun yang berani keluar? Hmm, baiklah,
terpaksa aku harus memilih satu per satu..."

586
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Tudinglah jago yang kau inginkan," dengus Sang Kwan Cing.


"Peduli siapa pun yang kau pilih, mereka tak akan membuat kau
merasa kecewa..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... baik, baik," sinar matanya segera
mengerling sekejap ke arah Han Sim Poocu Khong Kie. "Aku lihat
lebih baik Toa poocu itu saja yang melayani diriku. Khong Poocu, kau
suka memberi muka kepadaku bukan?"
Han Sim Poocu Khong Kie merasa hatinya tercekat, secara tiba-
tiba timbul rasa takut di dalam hatinya, tetapi setelah si Jago Pedang
Berdarah Dingin menjatuhkan pilihan kepadanya, tentu saja ia tak
bisa menampik.
Sambil tertawa tergelak segera serunya :
"Baik, baik... Hmm... Hmm... kalau memang kau ingin cepat-
cepat modar, biarlah aku orang she Khong menghantar dirimu untuk
berangkat..."
Sambil mencekal toya bajanya erat-erat dan napsu membunuh
menyelimuti wajahnya, ia maju ke depan dengan langkah lebar,
tingkah lakunya tersebut segera mengerutkan dahi Pek In Hoei.
Tiba-tiba sesosok bayangan manusia berkelebat lewat :
"Khong Poocu, dapatkah kau berikan babak kali ini kepada siauw
te???"
Khong Kie melengak dan segera menoleh ke arah seorang pria
berusia pertengahan yang berdiri di hadapannya.
"Hooh, Seng jie ko, rupanya kau..."
Pria itu tersenyum.
"Khong poocu masih bisa ingat akan diriku, hal ini merupakan
suatu kehormatan bagiku. Poocu, bagaimana kalau kau serahkan
babak pertarungan kali ini kepada aku Seng Kong..."
"Apakah Seng Jie ko mempunyai ganjalan hati dengan si Jago
Pedang Berdarah Dingin?"
Seng Kong tertawa dingin.

587
Saduran TJAN ID

"Hmm... secara beruntun ia mengalahkan jago-jago dari wilayah


selatan, membuat jago kita jadi mengkret dan ketakutan semuanya,
cukup meninjau dari hal ini sudah cukup untuk membuat kita semua
jadi kehilangan muka dan tak bisa hidup lebih jauh di sini..."
"Benar! kejadian ini memang sangat memalukan..." sahut Khong
Kie sambil tertawa getir.
"Apakah Khong Poocu merasa amat sedih karena kejadian ini?"
"Benar!" untuk kesekian kalinya Khong Kie dibuat melengak.
"Kalau memang Khong Poocu merasa sedih, kenapa sedari tadi
kau tidak munculkan diri..."
"Bukankah aku sudah tampil ke depan?" teriak Han Sim Poocu
itu dengan gusar.
Seng Kong sama sekali tidak kasih hati kepada musuhnya, ia
berseru kembali :
"Seandainya Pek In Hoei tidak menantang dan menuding dirimu,
apakah Khong Poocu berani tampil ke depan?"
Khong Kie tidak mengira kalau kemunculan Seng Kong adalah
untuk menjelek-jelekkan namanya, dari malu ia jadi naik pitam,
sambil meraung keras toyanya segera dikemplang ke depan.
"Bagus sekali!" teriaknya keras-keras. "Rupanya kau mengajak
muncul untuk menjelek-jelekkan namaku. Hmmm! Aku ingin tahu
selat Leng In Kok mu itu mempunyai jago lihay andalan macam apa,
sehingga begitu berani pandang hina orang lain..."
Seng Kong gerakkan badannya menyingkir ke samping, sambil
tertawa dingin sahutnya :
"Persoalan di antara kita berdua lebih baik diselesaikan di
kemudian hari saja, kenapa kau mesti terburu-buru?"
Laksana kilat badannya menyingkir ke samping dan lepas dari
ancaman musuh, perbuatan lawannya ini membuat Han Sim Poocu
Khong Kie jadi semakin kalap, ia putar toyanya dan mengajar ke
depan, meski serangan-serangannya dahsyat namun tak mampu untuk
menyentuh tubuh Seng Kong barang sekali pun.

588
IMAM TANPA BAYANGAN II

Keonaran yang timbul secara mendadak ini jauh di luar dugaan


Sang Kwan Cing serta para jago lainnya, mereka tak mengira kalau
kejadian bisa berubah jadi begini. Musuh tangguh belum sempat
dipukul mundur, orang sendiri malah saling bergebrak duluan.
Dengan wajah membesi Sang Kwan Cing segera berseru :
"Tahan!" Khong Kie menghentikan gerakan tubuhnya dan
berteriak dengan penuh kegusaran :
"Nona Sang Kwan, coba kau nilai kejadian ini..."
"Huuuh! Apakah kau masih punya muka untuk berbicara?"
jengek Seng Kong sambil tertawa dingin. "Semua orang yang ada di
sini siapa pun tahu apa yang sedang kau pikirkan di dalam hati..."
"Khong poocu harap segera kembali!" seru Sang Kwan Cing
sambil maju ke depan dengan wajah dingin.
Kedudukan Han Sim Poocu Khong Kie di wilayah selatan tidak
rendah, tapi pada malam ini secara beruntun ia harus menelan rasa
mendongkol di tangan orang lain. Pertama kali di tangan Loei Peng
dari partai Kilat, dan kini di tangan Seng Kong dari selat Leng In Kok.
Seandainya Seng Kong bicara secara baik-baik dengan dirinya,
mungkin ia bisa memberi muka kepada orang itu, siapa tahu orang itu
seakan-akan mempunyai sakit hati dengan dirinya, bukan saja sudah
menjelek-jelekkan namanya, bahkan membuat pamornya merosot,
hal ini membuat hatinya jadi amat mendendam.
Ditambah pula saat ini Sang Kwan Cing memerintahkan dia
untuk mundur, kegusarannya makin memuncak.
Ia tatap gadis itu dengan pandangan membenci lalu serunya :
"Tidak sulit untuk memaksa aku mundur ke belakang, tapi kau
harus tanya dulu kepada toyaku ini maukah dia turuti perkataanmu..."
"Ooooh...! Jadi kau tak mau memberi muka kepadaku?"
Han Sim Poocu Khong Kie tertegun.
"Tentang soal ini..."
Ia tahu selat Seng See Kok adalah partai nomor wahid di wilayah
selatan dengan pengaruh yang paling luas, bilamana ia harus

589
Saduran TJAN ID

bermusuhan dengan selat Seng See Kok dan selat Leng In Kok secara
beruntun, sebagai seorang jago yang cerdik tentu saja ia tak
mempunyai keberanian itu.
Setelah berpikir sebentar, akhirnya ia tarik kembali toyanya dan
mengundurkan diri dari situ sambil melotot sekejap ke arah Seng
Kong dengan pandangan penuh kebencian.
"Setelah urusan di sini selesai, aku Seng Kong pertama-tama
yang akan berkunjung ke benteng Han Sim Poo untuk minta maaf..."
seru jago dari selat Leng In Kok itu dengan dingin.
Khong Kie mendengus berat.
"Hmmm! Bagus sekali, sampai waktunya aku pasti akan
menyambut kedatangan Seng jie ko..."
Ia seret toyanya maju dua langkah ke depan dan serunya kembali
:
"Nona Sang Kwan, aku ingin mohon diri lebih dahulu."
"Begitu pun boleh juga," jawab Sang Kwan Cing sambil tertawa
ewa. "Semakin banyak orang di sini malah semakin banyak urusan
yang terjadi..."
Khong Kie jadi amat mendendam sampai dia mesti gertak
giginya kencang untuk menahan emosi dalam dadanya, dalam hati ia
menyumpah :
"Budak setan, suatu hari aku pasti akan suruh kau rasakan
kelihayan dari aku orang she Khong..."
Ia tertawa dingin, sambil menyeret toyanya ia melotot sekejap ke
arah Pek In Hoei, kali ini rasa bencinya lebih tebal seakan-akan
berhadapan dengan musuh besarnya saja, sambil tertawa seram
serunya :
"Pek In Hoei, urusan di antara kita lebih baik dibicarakan lain hari
saja..."
"Hmmm! Sungguh bagus rejekimu hari ini, di tengah jalan ada
orang yang mewakili dirimu..." ejek Pek In Hoei.

590
IMAM TANPA BAYANGAN II

Han Sim Poocu Khong Kie pura-pura tidak mendengar, dengan


langkah lebar ia berlalu dari sana.
Tiba-tiba Ouw-yang Gong mendengus dingin, badannya
melayang maju ke depan, teriaknya :
"Tidak bisa jadi, monyet tua ini tak boleh pergi!"
"Kau mau apa?" hardik Khong Kie dengan bencinya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... mau pergi boleh saja tapi
tinggalkan dulu tanda perintah Han Sim Leng itu. Hmmm! Akal licik
dari kau si cucu kura-kura paling banyak, kalau kami biarkan kau
berlalu dengan begini saja, lalu apa gunanya kami datang ke sini?"
"Benteng Han Sim Poo kami toh belum kalah..." teriak Khong
Kie semakin gusar.
"Huuuh... tiada berharganya untuk membicarakan soal benteng
Han Sim Poo lebih baik tinggalkan dulu benda itu sebelum pergi."
Baru pertama kali ini Khong Kie mengalami penghinaan
sebanyak ini, saking gusarnya ia segera melotot sekejap ke arah Sang
Kwan Cing. Tapi akhirnya ia geleng kepala dan menghela napas
panjang.
"Aaai...! sudah sudahlah. Nih, ambillah..." habis berkata ia segera
berlalu dengan langkah lebar.
Dengan bangganya Ouw-yang Gong tertawa panjang, ia
cengkeram panji Han Sim Leng itu sambil mengomel.
"Huuuuh...! Kain dekil ini mirip sekali dengan popok bayi yang
penuh tahi... Ooooh...! Tidak aneh kalau masih tercium bau pesing...
mungkin kain bekas untuk cebokan..."
Perkataan ini benar-benar keterlaluan sekali, wakil dari semua
partai jadi gusar dan ingin sekali merobek mulutnya sampai hancur.
Di tengah kegelapan ucapan tersebut berkumandang sampai jauh
dan sampai terdengar oleh Han Sim Poocu Khong Kie, ia semakin
mendongkol lagi dan tak tahan jago tua ini muntah darah segar,
dengan sempoyongan buru-buru ia berlalu dari situ.

591
Saduran TJAN ID

Sang Kwan Cing sendiri pun mengerutkan dahinya, kepada Pek


In Hoei dia berseru :
"Ucapan dari pembantumu itu sungguh tak enak didengar!"
Pek In Hoei tersenyum.
"Pembantuku ini pekerjaannya setiap hari adalah membersihkan
kotoran manusia, saban hari kerjanya melulu di antara tumpukan
kotoran manusia maka perkataan macam apa pun sanggup dia
ucapkan. Nona! Lebih baik kau jangan mengusik dirinya..."
Sang Kwan Cing melirik sekejap ke arah Ouw-yang Gong, ia
benar-benar tak berani bersilat lidah lagi dengan kakek konyol itu,
sebab dia tahu mulut orang tua ini bagaikan jamban tahi, perkataan
macam apa pun sanggup diutarakan keluar, mengusik dia berarti
mencari penyakit buat diri sendiri...
Sementara itu Seng Kong telah cabut keluar sebilah pedang,
ujarnya :
"Nona Sang Kwan harap mundur ke belakang, aku hendak
memberi pelajaran kepada manusia latah ini..."
"Seng jie kokcu! Kau mesti berhati-hati," sahut Sang Kwan Cing
sambil tertawa. "harapan semua partai dari selatan telah dititipkan ke
atas pundakmu, dalam pertarungan ini kau harus menang sebab kalau
tidak maka pasukan kita bakal musnah sama sekali..."
Ucapan itu adalah perkataan yang sejujurnya, ia tahu Seng Kong
adalah jago nomor dua di dalam wilayah selatan, kecuali selat Seng
See Kok tak seorang pun yang sanggup menandingi ilmu silat dari
orang ini maka seandainya Seng Kong menderita kalah juga, berarti
ia sendiri pun tidak punya keyakinan untuk menang.
"Nona Sang Kwan tak usah kuatir," seru Seng Kong dengan
sombong. "Aku pasti akan berusaha dengan segenap tenaga..."
Dia aryunkan pedangnya ke depan, wajahnya berubah serius dan
sorot matanya memancarkan cahaya kilat.

592
IMAM TANPA BAYANGAN II

Kali ini si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tak berani
bertindak gegabah, ia terkesiap dan menyadari bahwa dirinya telah
bertemu dengan jago yang sungguh lihay.
"Ehmmm! Kau memang lebih hebat kalau dibandingkan dengan
yang lain cuma sayang kemantapan hatimu masih belum cukup!"
"Dari mana kau bisa tahu?"
Sekali Pek In Hoei terkesiap, ia tak mengira kalau orang itu
sangat tenang, segera timbul niatnya untuk menggusarkan pihak
lawan, sambil mencibirkan bibirnya ia segera berseru :
"Napsu berangasanmu masih menguasai hati, pedangmu terlalu
enteng dan tidak mantap, hal ini menunjukkan bahwa kau cuma
mendapat sedikit kulitnya saja dari inti sari ilmu pedang maka itu aku
bilang bahwa saat ini kau belum pantas menggunakan pedang,
berlatihlah lebih dulu kepandaian itu matang-matang..."
Seng Kong terkesiap, ia merasa dibalik ucapan lawannya
mengandung arti yang mendalam. Dengan hati sangsi ujung
pedangnya segera diperiksa, sedikit pun tidak salah ia lihat senjatanya
agak gemetar dan tidak mantap...
Hatinya jadi terkesiap, teriaknya dengan hati gusar :
"Kau jangan omong kosong!"
Pedangnya digetarkan dan laksana kilat melancarkan tiga buah
serangan berantai yang secara terpisah menusuk tiga bagian tubuh Pek
In Hoei, gerakan itu dilakukan sangat cepat membuat wakil dari
pelbagai partai yang berada di sekeliling tempat itu bersorak memuji.
Pek In Hoei gerakkan kakinya ke samping, jengeknya :
"Hmmm! Kematian sudah di ambang pintu, kau masih saja
berkeras kepala..."
Tiba-tiba terasa sekilas cahaya perak yang amat menyilaukan
mata memancar di udara, cahaya pedang amat dingin itu segera
memaksa Seng Kong untuk mundur dua langkah ke belakang.
"Apakah pedang itu adalah pedang mestika penghancur sang
surya?..." tanya Seng Kong dengan hati bergidik.

593
Saduran TJAN ID

"Sedikit pun tidak salah, apakah kau merasa takut?"


Seng Kong jadi naik pitam pedangnya dipapas ke depan
serentetan cahaya pedang berkilauan melancar ke depan hingga
memaksa Pek In Hoei buru-buru harus berkelit ke belakang.
Pek In Hoei sendiri pun telah diliputi oleh kegusaran, hawa
kemarahan yang sudah tertanam dalam hatinya sejak tadi segera
disalurkan keluar semua, ia membentak keras, pedangnya dengan
gerakan mendadak menyapu keluar.
Menyaksikan datangnya sapuan pedang lawan Seng Kong pecah
nyali, tak sempat lagi baginya untuk berkelit, terpaksa dia ayun
pedangnya untuk menyambut datangnya serangan tersebut.
Trang...! terjadi benturan nyaring yang mengakibatkan letupan
cahaya api, Seng Kong merasakan tangannya jadi enteng dan tahu-
tahu pedang dalam genggamannya telah patah jadi dua bagian.
Sementara itu gerakan serangan dari pihak musuh belum berhenti
sampai di situ saja, daya tekanan semakin cepat mendekati tubuhnya.
Diam-diam ia berseru di dalam hati.
"Habis sudah riwayatku... kali ini jiwaku pasti lenyap di ujung
pedangnya..."
Ia segera pentang matanya lebar-lebar dan membentak :
"Ayoh cepat bunuh diriku!"
Siapa tahu Pek In Hoei tarik kembali pedangnya sambil berkata
dengan nada dingin :
"Kalau kubunuh dirimu dengan begini saja maka kau pasti akan
merasa tidak puas, sekarang aku akan memberi satu kesempatan lagi
kepadamu, kembali dan ambillah pedang lebih dahulu..."
Setelah berhasil menenangkan hatinya yang kaget, Seng Kong
menghembuskan napas panjang, sahutnya :
"Pedang saktimu amat tajam, sekalipun aku ganti seratus bilah
pedang juga tak ada gunanya!"
Pek In Hoei tertawa nyaring, ia tancapkan pedang mestika
penghancur sang surya-nya di atas tanah lalu berseru :

594
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalau begitu mari kita coba dengan tangan kosong."


"Rupanya kau sudah bosan hidup," teriak Seng Kong kegirangan.
Ilmu silatnya di dalam kepandaian tangan kosong amat lihay dan
ia yakin jarang temui tandingan di kolong langit, mendengar Pek In
Hoei hendak melayani dirinya dalam ilmu tangan kosong,
semangatnya segera berkobar, kepalannya langsung ditonjolkan ke
depan.
Pek In Hoei rendahkan tubuhnya menghindar, sambil putar badan
melancarkan serangan balasan katanya :
"Ehmmmm... rupanya ilmu tangan kosongmu jauh lebih lihay
daripada ilmu pedang yang kau miliki..."
Baru saja ia hendak menggerakkan badannya, terasa dari
belakang menyambar lewat segulung angin dingin, cepat ia berpaling
tampaklah Ouw-yang Gong sambil tersenyum telah berdiri di sisi
tubuhnya.
"Hey ular asap tua..." seru pemuda itu.
"Haaaah... haaaah... haaaah... secara berurutan kau sudah
menangkan beberapa babak pertarungan, kali ini kau mesti kasih
kesempatan bagi aku si ular asap tua untuk unjukkan kelihayanku,
kalau tidak orang lain tentu mengatakan bahwa aku si pembantu
bisanya cuma mengibul dan omong gede kenyataan ilmu apa pun
tidak dimiliki..."
Mendadak ia merandek sebab pada saat itulah ia jumpai Seng
Kong tanpa mengeluarkan sedikit suara pun sedang melancarkan
serangan bokongan ke arah Pek In Hoei.
Ia membentak keras, telapaknya segera diayun ke depan. Blam!
bentrokan nyaring bergeletar keras, mengakibatkan pasir dan debut
beterbangan memenuhi angkasa.
Tubuh masing-masing pihak mundur tiga langkah ke belakang.
Ouw-yang Gong diam-diam merasa terkejut, pikirnya :
"Sungguh tak nyana kepalan dari bangsat cilik ini sangat lihay."
Ia segera tertawa terbahak-bahak.

595
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... eeei cucu kura-kura, kau sudah


punya bini belum?"
Seng Kong melengak, ia tak tahu apa maksud kakek tua itu
mengajukan pertanyaan tersebut, ia tertegun dan segera menjawab :
"Belum."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau begitu kau adalah ayam
jejaka," menggunakan kesempatan di kala pikiran Seng Kong
bercabang telapaknya segera dibabat ke depan, segulung angin
pukulan segera meluncur keluar...
Seng Kong terkesiap, teriaknya penuh kegusaran.
"Kau main akal..."
Buru-buru telapaknya dirapatkan jadi satu dan menyambut
datangnya ancaman itu... Blaam, sekali lagi terjadi bentrokan nyaring,
tubuh Seng Kong segera mencelat ke udara.
Braaak, tidak ampun lagi tubuhnya terbanting mencium tanah,
darah segar muntah keluar dari mulutnya, keadaannya payah sekali
hingga tak sanggup untuk merangkak bangun.
"Kau adalah makhluk tua yang tak punya malu!" teriaknya sambil
memandang kakek itu dengan penuh kebencian.
"Anak monyet, cucu kura-kura... kenapa aku tak tahu malu?"
"Hmm...! Kau membokong diriku tatkala aku tidak siap, kau tak
punya malu..."
Ouw-yang Gong tundukkan kepala berpikir sebentar, lalu
menjawab :
"Aaaah, benar, bukankah tadi aku sedang bertanya kepadamu
apakah kau sudah punya bini, tapi... pukulanku itu tak bakal menyia-
nyiakan dirimu, binimu segera akan datang menengok dirimu..."
"Seng-heng harap mundur ke belakang," sementara itu Sang
Kwan Cing sudah melayang ke depan. "Biarlah aku yang menghadapi
setan usil mulut ini..."
"Ular asap tua, mulutmu terlalu kotor dan usil, kau harus diberi
pelajaran."

596
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aduuh... celaka... celaka... " teriak Ouw-yang Gong sambil


goyangkan tangannya berulang kali, "menantu perempuan mau pukul
mertua, aku harus lari dari sini..."
Ia segera loncat bangun dan kabur ke tengah kegelapan.
"Kembali," tiba-tiba terdengar suara bentakan keras
berkumandang di angkasa.
Pek In Hoei mendongak dan merasa terkejut, tampaklah Ouw-
yang Gong ditangkap oleh seorang pria kekar bercambang yang
perkasa bagaikan sebuah pagoda, tengkuknya dicengkeram pria itu
hingga membuat si kakek konyol sama sekali tak berkutik.
Tampak pria kekar itu angkat tubuh Ouw-yang Gong ke udara
dan membantingnya ke depan.
Di tengah udara kakek konyol itu menjerit keras :
"Aduuuh mak... aduuuh nenek... tolong aku, kekuatan si raksasa
rudin ini hebat sekali..."
Begitu menginjak tanah ia segera tepuk-tepuk pantat sendiri dan
tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... untung tidak sampai terbanting,
untung tidak sampai terbanting..."
"Kalau begitu kau boleh coba lagi!" seru pria itu sambil maju ke
depan.
Ia gunakan suatu gerakan aneh, tangan kanannya berkelebat
lewat dan tahu-tahu tengkuk si kakek konyol itu sudah dipelintir
kembali.
Berada di tengah udara Ouw-yang Gong sama sekali tak berkutik,
diam-diam ia tarik napas dingin, mendadak sambil cengkeram
cambang pria raksasa itu serunya sambil tertawa seram.
"Eeeei... anak kera cucu monyet, tahukah kau selama hidupku apa
yang paling kutakuti?"
Ouw-yang Gong perlihatkan muka setan, dan menyahut :

597
Saduran TJAN ID

"Aku paling takut kalau jenggot seseorang kena dicabut maka


setelah mati ia akan dijebloskan ke dalam neraka tingkat ke-sembilan
belas, Raja akhirat akan merubah dia jadi seekor kucing hitam. Hiii..."
"Kenapa???" tanya pria itu melengak.
Ouw-yang Gong jadi kegirangan, ia tahu kalau pria itu meskipun
memiliki tenaga yang amat sakti tapi dalam kenyataan adalah seorang
bodoh, tabiatnya suka menggoda orang segera muncul kembali.
Sambil mencengkeram jenggot pria kekar itu lanjutnya sambil
tertawa cengar-cengir :
"Dahulu ada seorang tukang jual jamu mati di dalam sungai,
ketika ia masuk ke istana Giam Ong tiba-tiba dilihatnya raja akhirat
mendeprak meja sambil berkata, "Hey, di mana jenggotmu??" Tukang
jual jamu itu ketakutan maka buru-buru jawabnya, "Jenggotku
dimakan ikan!" Raja akhirat yang mendengar ocehan itu jadi semakin
gusar, segera teriaknya :
"Kurang ajar, ikan tidak doyan jenggot. Hmmm, kau penipu.
Kepala kerbau muka kuda! Jebloskan keparat ini ke dalam neraka
tingkat sembilan belas, dan jelmakan dia pada penitisan selanjutnya
sebagai kucing, sebelum menghabiskan semua ikan yang ada di dunia
tak boleh kembali. Nah itulah dia kenapa kucing paling rakus kalau
melihat ikan..."
"Benar ada kejadian seperti itu?" seru pria itu sambil
mengendorkan cekalannya.

598
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 25
KESEMPATAN itu digunakan Ouw-yang Gong mencabut jenggot
laki-laki itu dan lari.
Pria itu gusar, cepat ia mengejar.
Ouw-yang Gong sambil lari menoleh ke belakang, ketika melihat
pria aneh itu mengejar ia jadi takut dan sukmanya serasa melayang
tinggalkan raganya. Tapi sebagai seorang cerdik dengan cepat ia
mendapat akal, sambil menoleh serunya :
"Kau tak boleh memukul aku!"
"Kenapa??" tanya pria itu sambil berhenti.
Sambil tunjukkan segenggam jenggot di tangannya Ouw-yang
Gong tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau kau tidak punya jenggot
bagaimana caranya pergi menghadap raja Akhirat?? Giam Ong
berkata bahwa jenggot adalah sumber kehidupan yang diberikan
orang tuamu dan tinggalan nenek moyangmu; hanya orang yang
berjenggotlah yang pantas jadi orang tua...
Pria kekar itu tundukkan kepala berpikir sebentar lalu jawabnya :
"Ehmm, ucapmu memang masuk di akal, aku tidak memukul
dirimu lagi..."
Para wakil dari jago-jago selatan tak seorang pun yang kenali
siapakah pria kekar itu, melihat orang tersebut dipermainkan oleh
Ouw-yang Gong secara habis-habisan, dalam hati mereka merasa
amat geli.

599
Saduran TJAN ID

Sementara itu Sang Kwan Cing dengan wajah serius telah maju
ke depan, tegurnya :
"Toako ini, ada urusan apa kau kunjungi selat Seng See Kok
kami?"
Pria kekar itu melotot sekejap ke arah gadis itu, lalu menjawab :
"Aku tak mau beritahukan kepadamu, suhu sering bilang bahwa
kaum wanita tak seorang pun yang merupakan manusia baik, lidahnya
paling panjang dan sepatah kata bisa ditarik menjadi sepuluh li..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... betul, anggapanmu memang tepat
sekali," sambung Ouw-yang Gong sambil tertawa tergelak, "lidah
kaum wanita lebih panjang daripada lidah setan gantung...Hiiih...
kalau lidahnya menjulur terus di tepi bibir, setiap hari tentu akan
menakutkan orang yang melihat... engkoh cilik! Perkataanmu
memang betul, jangan kau dekati kaum perempuan nanti darahmu
bisa dihisap dan kepalamu bisa dililit oleh lidahnya..."
Sang Kwan Cing jadi sangat mendongkol sehingga hampir saja
ia muntah darah segar, dengan gusar teriaknya :
"Hey ular asap tua, kalau kau ngaco belo lagi, jangan salahkan
kalau aku tak akan berlaku sungkan lagi terhadap dirimu."
Ouw-yang Gong pura-pura berlagak pilon, seolah-olah tidak
pernah mendengar ucapan itu, ia julurkan lidahnya dan bertanya
kepada pria kekar tadi :
"Engkoh cilik, siapa sih namamu??"
"Soen Put Jie!" jawab pria itu setelah berpikir sebentar.
"Bagus!" seru Ouw-yang Gong sambil acungkan jempolnya.
"Jadi oncu memang tak boleh pakai dua she, namamu bagus sekali..."
Ouw-yang Gong adalah seorang manusia yang cerdik, setelah
menyaksikan kelihayan tenaga sakti orang itu ditambah pula
kemunculannya yang secara tiba-tiba, ia tahu bahwa kehadiran orang
ini pasti hendak menyusahkan Pek In Hoei, maka dari sakunya ia
segera ambil keluar kelereng kaca yang berhasil didapatkan dari

600
IMAM TANPA BAYANGAN II

gudang harta milik Hee Giong Lam, sambil diayunkan ke tengah


udara serunya menggapai ke arah Soen Put Jie.
"Engkoh cilik, kemarilah, ayoh kita main kelereng..."
Bagaikan bocah cilik Soen Put Jie berteriak kegirangan dan
segera lari ke depan,tapi baru berjalan beberapa langkah mendadak ia
berhenti dan geleng kepala.
"Jangan bermain sekarang, pekerjaan yang ditugaskan suhu
kepadaku belum selesai kukerjakan!"
"Tidak apa-apa, kita toh cuma bermain sebentar saja... ayohlah..."
sambil berkata kakek konyol itu segera menyentil kelereng itu
membidik kelereng yang lain.
Bagaimana juga Soen Put Jie adalah seorang pria tolol, lama
kelamaan ia tak tahan juga terpancing oleh permainan kelereng itu, ia
segera berjongkok dan ikut menyentil kelereng.
Demikianlah ke-dua orang itu segera berjongkok dan bermain
kelereng seperti anak kecil saja.
Kejadian ini bukan saja membuat para wakil pelbagai partai dari
wilayah selatan dibikin tertegun bahkan Pek In Hoei sendiri pun jadi
melongo termangu-mangu.
Pada saat itulah tiba-tiba dari luar selat berkumandang datang
suara berkeleningan yang berbunyi terhembus angin, mengikuti
keleningan tadi terdengar irama seruling mengalun seluruh angkasa...
Begitu mendengar suara itu air muka Sang Kwan Cing berubah
hebat, gumamnya dengan suara gemetar :
"Aaaah, dia... dia..."
Rupanya para jago yang hadir di situ rata-rata sudah tahu
siapakah yang telah datang, semua orang berdiri di tempat masing-
masing dengan sikap menghormat, siapa pun tidak berani buka suara
dan sinar mata sama-sama dialihkan keluar selat.
Di antara orang yang hadir di situ, hanya Ouw-yang Gong serta
Soen Put Jie dua orang saja yang tetap tenang, mereka berdua tetap
berjongkok sambil main kelereng.

601
Saduran TJAN ID

Sekalipun begitu si ular asap tua Ouw-yang Gong telah basah


kuyup oleh keringat dingin, satu ingatan berkelebat dalam benaknya,
tapi ia tetap berusaha untuk melayani Soen Put Jie bermain di sana.
"Aaaah, sudah, aku tak mau bermain lagi, suhuku telah datang,"
terdengar pria kekar itu berseru.
"Jangan terburu-buru... ayoh kita bermain sebentar lagi, mari
kuajari kau bermain kelereng menggelinding ke dalam lubang..."
Di atas tanah segara dibuatnya lima buah lubang kecil, lalu
kelereng itu disentilkan ke dalam lubang-lubang tadi.
Sifat kekanak-kanakan Soen Put Jie pada dasarnya memang
belum hilang, melihat permainan itu ia jadi tertarik dan urusan lain
pun segera dilupakan.
Suara keleningan serta suara seruling itu kian lama kian
mendekati, akhirnya tampaklah delapan orang pria berbaju putih
dengan menggotong sebuah tandu perlahan-lahan munculkan diri di
sana.
"Apakah Toan yaya di situ??" Sang Kwan Cing segera memburu
maju dan menegur.
"Hmm, di mana ayahmu?" sahut orang di dalam tandu sambil
mendengus dingin.
Air muka Sang Kwan Cing berubah hebat.
"Ayahku telah menutup diri dan tidak mencampuri urusan
keduniawian lagi, selama dalam selat tak ada urusan dunia persilatan
yang dicampuri olehnya."
Toan yang di dalam tandu kembali mendengus dingin, serunya
ketus :
"Pandai amat dia mencuci diri, apa dianggapnya urusan itu bisa
diselesaikan begitu saja? Pikirannya terlalu sederhana!"
Mendadak ia pertinggi suaranya dan berteriak :
"Soen Put Jie!"
Sekujur tubuh Soen Put Jie gemetar keras, buru-buru ia buang
kelereng kaca itu ke atas tanah dan lari menghampiri tandu tadi.

602
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ouw-yang Gong yang gagal menarik tangannya segera berteriak


:
"Heeei... nanti... dulu... nanti dulu, mari kita bermain lagi!"
Sementara itu Toan ya di dalam tandu telah mendengus berat,
pria kekar itu jadi ketakutan dan segera jatuhkan diri berlutut di atas
tanah, teriaknya berulang kali :
"Suhu... oooh, suhu... murid tidak berani lagi!"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... bagaimana dengan tugas yang
kuserahkan kepadamu? Sudah kau laksanakan?"
Seolah-olah baru saja mendusin dari mimpi Soen Put Jie tepuk
kening sendiri dan berseru :
"Aaaaah aku tadi lupa!"
Ia segera meloncat bangun dan melancarkan satu pukulan dahsyat
ke tengah udara. Blaaam! Pasir dan debut beterbangan, di atas
permukaan segera muncullah sebuah liang besar.
Menyaksikan kehebatan musuhnya, para jago yang hadir di situ
jadi mengkeret dan tanpa sadar mundur dua langkah ke belakang.
Soen Put Jie sambil berdiri di tengah kalangan teriaknya keras-
keras :
"Siapa yang bernama si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei?"
Si anak muda itu melengak, ia tidak menyangka kalau pria tolol
itu hendak mencari satroni dengan dirinya, melihat tingkah lakunya
yang masih kekanak-kanakan itu timbul kesan baik dalam hatinya, ia
segera melayang keluar sambil menyahut :
"Akulah yang kau cari."
"Kujotos badanmu!" teriak Soen Put Jie sambil meloncat ke
depan, kepalannya langsung ditonjok ke depan.
Gerakan yang dilakukan secara tiba-tiba ini hampir saja membuat
Pek In Hoei jadi kelabakan, badannya segera bergeser ke samping dan
melayang untuk menghindar.
"Hey, kenapa kau jotos badanku?" tegurnya.

603
Saduran TJAN ID

"Suhuku yang suruh aku jotos badanmu."


Sambil berseru kembali ia lancarkan satu jotosan kilat ke depan.
Baru untuk pertama kali ini Pek In Hoei menjumpai manusia
kukoay semacam Soen Put Jie, dalam hati ia rada mendongkol juga,
telapaknya segera berkelebat menghantam ke atas tubuh lawan.
"Bagus! Aku akan suruh kau merasakan ilmu Lay Bie Kang
ajaran suhuku...!" seru pria kekar itu sambil putar telapaknya ke
depan.
Blaaam...! sepasang telapak segera saling membentur satu sama
lainnya, di tengah bentrokan nyaring Soen Put Jie berteriak kesakitan
dan mundur dua langkah dengan keheranan kemudian sambil lari
balik ke arah tandu teriaknya :
"Suhu! Ilmu Lay Bie Kang mu tidak mempan untuk menandingi
ilmu tulang keras miliknya, aku si Loo soen sudah tak sanggup."
Toan Hong ya yang berada di dalam tandu mendengus dingin:
"Hmmm! Manusia yang tak berguna, ilmu silat dari keluarga
Toan kami tiada tandingannya di kolong langit, mengerti kau??"
Tampak horden di depan tandu bergoyang dan muncullah
seorang pria berusia pertengahan yang memakai jubah kuning
bersulamkan benang emas, dengan memakai kopiah kaisar.
Sinar matanya yang tajam segera menyapu sekejap ke atas wajah
Jago Pedang Berdarah Dingin, dengusan sinis bergema memecahkan
kesunyian.
Ouw-yang Gong yang berada di sisi Pek In Hoei segera berbisik
:
"Dia adalah Tong Hong ya dari Tay li dalam wilayah selatan,
tidak termasuk dalam perguruan mana pun tetapi kepandaian silatnya
merupakan pemimpin di antara partai lain, asal kita sebut nama Toan
Hong ya dari negeri Tay li, siapa pun mengenali dirinya, orang ini
sangat hambar terhadap urusan dunia dan jarang mencampuri urusan
dunia persilatan, kemunculannya kali ini sungguh mencurigakan
sekali..."

604
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Ooooh, kiranya dia adalah seorang kaisar tanpa mahkota!" sahut


Pek In Hoei.
Ia segera perhatikan wajah orang itu tajam-tajam, tampaklah
olehnya bukan saja raut wajahnya dingin dan agung bahkan gerak
geriknya gagah sekali, tidak malu disebut sebagai seorang kaisar.
Dalam pada itu Tong Hong ya pun sedang mengamati wajah Pek
In Hoei tajam-tajam, lalu menegur :
"Apakah kau adalah si Jago Pedang Berdarah Dingin??"
"Sedikit pun tidak salah!"
"Ehmmmm...! seorang diri menyerbu ke daerah selatan,
keberanianmu memang patut dihargai..."
"Apa maksudmu?" seru Pek In Hoei tertegun.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kolong langit demikian luasnya,
tahukah kau bahwa jago lihay tiada tara banyaknya? Benarkah
kepandaian silatmu itu sanggup untuk menaklukkan para jago yang
ada di wilayah selatan?..."
"Hmmm! Di antara tiga partai dua selat enam benteng sudah ada
separohnya yang keok dan bertekuk lutut, apakah kau juga punya
kegembiraan untuk ikut serta di dalam pertemuan ini..."
"Hmmm! Urusan sekecil ini tidak berharga bagiku untuk
mencampurinya, setelah mendapat laporan kemarin malam dan
mengetahui tujuanmu menjelajahi wilayah selatan kali ini,
sebenarnya aku tidak ingin datang kemari, tapi aku merasa tidak lega
hati membiarkan kau bikin onar di sini, maka sengaja aku datang
kemari untuk ikut menyaksikan jalannya pertemuan ini..."
"Kedatanganmu untuk menonton keramaian memang tepat pada
waktunya..." jengek Pek In Hoei tertawa dingin.
Air muka Toan Hong ya berubah hebat.
"Caramu bertanding satu lawan satu sungguh terlalu buang
waktu, sekarang aku akan mewakili seluruh partai yang ada di
wilayah selatan untuk memberi kesempatan bagimu guna merebut
kemenangan, asal kau sanggup melayani aku sebanyak lima puluh

605
Saduran TJAN ID

jurus maka semua partai yang ada di wilayah Lam Ciang akan
mengundurkan diri ke dalam keresidenan In Lam, selamanya tak akan
menginjakkan kaki di wilayah selatan lagi. Coba lihatlah bagaimana
dengan cara ini?"
"Hmmmm! Aku rasa kau belum tentu sanggup untuk mewakili
mereka?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... itu soal gampang!" Sinar matanya
menyapu sekejap para wakil seluruh padri, lalu tegurnya :
"Sampai di manakah kelihayannya ilmu silat yang dimiliki si
Jago Pedang Berdarah Dingin aku rasa kalian sudah melihatnya
sendiri, dapatkah kalian menangkan dirinya aku percaya bahwa dalam
hati kalian mengerti jelas, sekarang adalah saat bagi kalian untuk
menentukan nasib, bagaimana seandainya aku orang she Toan
mewakili seluruh partai dalam wilayah selatan untuk bertanding
melawan dirinya..."
Semua jago yang hadir di situ mengetahui bahwa ilmu silat yang
dimiliki Toan Hong ya tiada tandingnya di kolong langit, asal ia suka
tampil ke depan maka urusan pasti akan beres.
"Maka tanpa terasa semua orang segera berseru :
"Baik, Toan Hong ya! Kami titipkan tugas berat ini kepadamu..."
Waktu itu hanya Sang Kwan Cing dari selat Seng See Kok saja
yang nampak murung dan tidak senang hati, dengan alis berkerut ia
segera melangkah maju ke depan.
"Apakah kau tidak setuju?" tegur Toan Hong ya tertegun. "Aku
tahu bahwa ayahmu selamanya tinggi hati dan tak mau tunduk kepada
aku orang she Toan. Hmmm... Hmmm... urusan sudah lewat begitu
lama, apakah dia masih belum dapat melupakan akan kekalahannya
di tangan aku orang she Toan..."
"Apa? Ayahku pernah kalah di tanganmu?" seru Sang Kwan Cing
dengan wajah berubah hebat. "Aku belum pernah mendengar akan
cerita kau ini..."

606
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Haaaah... haaaah... haaaah... peristiwa yang memalukan


semacam itu tentu saj ayahmu tak akan memberitahukan kepadamu,
seandainya pada saat ini ayahmu mengetahui bahwa aku sudah
memasuki selat Seng See Kok, kemungkinan besar dia akan ajak
diriku untuk berduel lagi..."
"Hmm, meskipun keluarga Toan dari negeri Tay li dihormati
orang sebagai suatu kekuatan besar, tapi belum tentu kau mampu
untuk mengapa-apakan selat Seng See Kok kami," sahut Sang Kwan
Cing dengan nada dingin. "Bila kau hendak mewakili partai yang ada
di wilayah selatan, maka aku akan membantu Pek In Hoei untuk
memusuhi dirimu..."
Toan Hong ya melengak, tapi ia segera tertawa :
"Tabiat dari ayahmu pun demikian, ia paling suka mengambil
jalan yang bertolak belakang dengan diriku. Baiklah mari kita saling
membantu salah satu pihak, coba kita lihat selat Seng See Kok yang
lebih mampu atau keluarga Toan dari negeri Tay li yang lebih hebat!"
Persoalan secara tiba-tiba berubah jadi begini serius, hal ini jauh
di luar dugaan siapa pun. Sekarang masalahnya bukan melulu
perebutan antara Pek In Hoei dengan para partai dari wilayah selatan
saja, juga merupakan perebutan antara Toan Hong-ya dengan selat
Seng See Kok.
Dari sakunya Sang Kwan Cing segera ambil keluar sebuah
tabung dan melepaskan tabung tersebut ke tengah udara, asap warna
pun menyebar ke empat penjuru dan berhembus ke dalam selat.
Toan Hong ya melengak, ia segera menegur :
"Hey, apa yang sedang kau lakukan?"
"Aku sedang memberitahukan kepada ayahku bahwa kau telah
datang, asap itu merupakan hio minta tolong dari selat Seng See Kok
kami, asal tanda ini sudah dilepaskan maka ayahku segera akan tiba..."
"Hmm... Hmm... banyak amat permainan setanmu," jengek Toan
Hong ya sambil tertawa dingin.

607
Saduran TJAN ID

Ia menoleh dan memandang sekejap ke arah si Jago Pedang


Berdarah Dingin, lalu dengan langkah lebar ia maju ke depan.
"Hey, apa hubunganmu dengan Cia Ceng Gak?" tegurnya.
Pek In Hoei terkejut, segera pikirnya :
"Sungguh tak nyana ia kenal sucouwku, entah ia kenal tidak
dengan ayahku?"
Ia segera memberi hormat dan menjawab :
"Dia adalah sucouw kami, ayahku bernama Pek Tiang Hong..."
"Ooooh... kau maksudkan Pek Tiang Hong? Tempo dulu ketika
aku sedang bertanding ilmu pedang melawan sucouw-mu Cia Ceng
Gak, ayahmu masih seorang anak kecil, waktu itu ia selalu
mendampingi sucouw-mu dan besarnya juga sebanding dengan kau
sekarang..." ia menghela napas panjang.
"Aaaai... dalam sekejap mata tiga puluh tahun lebih sudah lewat,
angkatan yang lebih tua sudah banyak yang mengundurkan diri atau
pulang ke alam baka..."
"Kurang ajar, berapa sih usiamu? Berani betul mengatakan
ayahku sebagai anak kecil..."
"Sekarang aku berusia delapan puluh delapan tahun, apakah usia
sebesar itu belum dianggap tua?"
Pek In Hoei melongo, ia tak mengira kalau usia Toan Hong ya
sudah setua itu, tetapi kalau dilihat wajahnya yang masih berusia
empat puluh tahunan serta badannya yang gagah, ia tak percaya kalau
orang itu sudah berumur setua itu, pikirnya di dalam hati :
"Seringkali aku dengar orang berkata bahwa di kolong langit
terdapat ilmu awet muda, dan aku selalu tidak percaya, kalau dilihat
keadaannya mungkin Toan Hong ya ini betul-betul menguasai ilmu
awet muda..."
Berpikir sampai di sini, ia segera ulangi kembali perkataannya
dengan nada agak sangsi.
"Benarkah kau telah berusia delapan puluh delapan tahun..."

608
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kau tak usah sangsi, seandainya sucouw-mu masih hidup di


kolong langit maka keadaannya tidak akan berbeda dengan
keadaanku..." wajah tiba-tiba berubah jadi dingin. "Ayoh, kita boleh
mulai bertempur..."
Pek In Hoei terkesiap.
"Kau adalah sahabat sucouw-ku, aku tak berani turun tangan
melawan dirimu..."
"Hmmm! Bagaimana pun juga kau harus turun tangan bergebrak
melawan diriku, persoalan ini menyangkut wilayah selatan bakal
menjadi milik siapa, asal kau bisa menangkan aku maka partai Thiam
cong baru akan sanggup berdiri lagi di wilayah selatan..."
"Baik...! Kalau begitu terpaksa aku harus pertaruhkan selembar
jiwaku untuk bergebrak melawan dirimu!" Perlahan-lahan ia cabut
keluar pedang mestika penghancur sang surya lalu diluruskan ke
depan, cahaya tajam yang dingin segera memancar keluar dari ujung
pedang tersebut.
Ketenangan serta kemantapan si anak muda itu diam-diam
mengejutkan hati Toan Hong ya, ia tidak mengira kalau dengan
usinya yang semuda itu ternyata sudah berhasil mencapai taraf yang
begini tinggi.
"Oooh...! Bukankah pedang itu adalah pedang mestika
penghancur sang surya?" seru Toan Hong ya tercengang. "Tempo
dulu ketika sucouw-mu bertanding ilmu silat melawan diriku di istana
belakang negeri Tay li, pedang yang dipergunakan juga pedang
mestika ini, sungguh tak nyana senjata ini telah jatuh ke tanganmu..."
Ia tertawa terbahak-bahak dan melanjutkan :
"Apakah kau sudah mempelajari ilmu pedang penghancur sang
surya?..."
"Ilmu silat yang dimiliki sucouw-ku tiada taranya di kolong
langit, aku sebagai seorang manusia yang bodoh mana sanggup
menandingi kehebatan sucouw-ku? Kalau boleh dibilang berhasil
kupelajari, itu pun hanya kulitnya saja..."

609
Saduran TJAN ID

"Bagus! Itulah jiwa besar pendekar pedang," puji kaisar dari


negeri Tay li ini sambil acungkan jempolnya.
Dari dalam saku ia segera ambil keluar sebilah pisau belati,
setelah diayunkan ke tengah udara, ujarnya lagi sambil tertawa :
"Pedang mestikamu amat tajam dan luar biasa, biarlah aku
gunakan badik Han Giok ini untuk melayani dirimu!"
Semangat Pek In Hoei segera berkobar, ia merasa bahwa dirinya
bisa bergebrak melawan Toan Hong ya dari negeri Tay li yang
namanya amat tersohor di kolong langit, kejadian itu pasti akan
menggemparkan seluruh jagad, pedangnya segera dibabat ke depan,
cahaya tajam memancar keluar memenuhi seluruh jagad.
Toan Hong ya terkejut, badannya dengan cepat bergerak, badik
Han Giok dalam genggamannya dibabat tiga kali ke depan, desiran
tajam segera menderu-deru mengelilingi seluruh tubuhnya.
Pek In Hoei memandang pertempuran kali ini jauh lebih penting
dari jiwa sendiri, ia tahu menang kalah dari pertarungan ini
menyangkut kehidupan selanjutnya dari dirinya.
Menghadapi musuh yang amat tangguh ia tak berani maju
menyerang secara gegabah, pedang mestika penghancur sang surya-
nya diputar melindungi keselamatan badan, ia cuma berharap lima
puluh jurus dengan cepat berlalu dan pertempuran diselesaikan secara
baik.
"Ehmmm, ilmu silat tidak jelek..."
Pek In Hoei merasakan pedangnya bergetar keras, seolah-olah
termakan oleh suatu benturan yang hebat, hampir saja ia tak sanggup
menguasai diri, hatinya bergidik, cepat-cepat ia keluarkan jurus "Liat
Jiet Bun Ciong atau panas terik ke bumi untuk membabat kaisar.
"Oooo... rupanya kau sudah mewarisi seluruh kepandaian silat
milik Cia Ceng Gak..." seru Toan Hong ya.
Seakan-akan ia mengetahui bahwa dirinya tak memiliki
kekuasaan untuk bertanding menghadapi serangan tersebut, tiba-tiba

610
IMAM TANPA BAYANGAN II

badannya melayang ke tengah udara, tangannya digetarkan dan badik


Han Giok secara tiba-tiba meluncur ke depan.
"Aduuuh...!" teriak Pek In Hoei menjerit kesakitan dan tubuhnya
segera terjatuh ke atas tanah.
Para jago yang hadir di situ tak seorang pun yang melihat jelas
apa sebenarnya yang telah terjadi, mereka hanya melihat Pek In Hoei
memegangi pinggangnya dengan kesakitan, gagang badik muncul di
luar dan keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh
tubuhnya.
"Kau...!" jerit Ouw-yang Gong dengan wajah berubah.
Tubuhnya segera meloncat maju ke depan dan mencengkeram
gagang badik itu untuk dicabut keluar.
Siapa tahu lengannya mendadak jadi kaku dan tak sanggup
meneruskan gerakan itu.
Terdengar Sang Kwan Cing berseru :
"Jangan sentuh dia!"
Kemudian sambil berpaling ke arah Toan Hong ya ia
menambahkan :
"Sungguh tak nyana kau gunakan ilmu Hoei San Jiu untuk
membunuh dirinya!"
"Hmmm...! hanya luka sekecil itu dalam pandangan ayahmu
tidak terhitung seberapa..."
"Bagus! Kiranya memang kau sengaja meninggalkan kesulitan
bagi ayahku, aku sungguh tak pernah mengira kalau seorang Toan
Hong ya yang terhormat bakal menggunakan tubuh seorang
boanpwee untuk mewujudkan cita-citanya..."
Toan Hong ya sama sekali tidak menggubris ucapan itu, sambil
putar badan serunya :
"Kembali ke istana!"
Delapan orang pria berbaju putih itu segera menggotong tandu
dan siap untuk berangkat.

611
Saduran TJAN ID

Ouw-yang Gong merasa amat gusar, ia tidak rela membiarkan


musuhnya berlalu dengan begitu saja, jari tangannya segera
berkelebat siap menotok ketiak kaisar itu.
"Kau mau apa??" bentak Toan Hong ya secara tiba-tiba sambil
menoleh ke belakang.
Ouw-yang Gong melongo, ia merasa hatinya tercekat dan tak
berani melanjutkan kembali serangannya, tangan yang masih berada
di tengah udara tetap berhenti kaku di situ, untuk beberapa saat ia tak
tahu jari tangannya mesti ditarik balik atau melanjutkan kembali
serangannya.
"Biar aku yang minta pelajaran darimu..." bentak Sang Kwan
Cing sambil maju ke depan.
"Sayang kekuatanmu masih terpaut amat jauh, aku tak sudi turun
tangan melawan dirimu!" sahut Toan Hong ya sambil geleng kepala.
Sang Kwan Cing tertawa dingin.
"Hmm, lebih baik kau tak usah jual lagak aku tidak percaya
segala tahayul..."
Badannya menerjang ke depan dan jari tangannya segera
berkelebat menotok tubuh kaisar itu.
Dengan enteng Toan Hong ya mengigos ke samping, sambil
mendengus dingin serunya :
"Put Jie, hajar dia!"
Soen Put Jie adalah seorang bodoh, mendapat perintah ia segera
meloncat ke depan sambil berteriak :
"Suhuku suruh aku menghajar kau..."
Kepalan yang amat besar itu bagaikan titiran air hujan segera
melepaskan pukulan-pukulan yang gencar.
Sang Kwan Cing teramat gusar, ia membentak keras dan
melancarkan pula sebuah serangan :
"Manusia goblok, kau cari mati rupanya..."
Blaaam... serangan tersebut dengan telak bersarang di tubuh Soen
Put Jie, tapi musuhnya cuma gontai sebentar dan sama sekali tidak

612
IMAM TANPA BAYANGAN II

terluka, bahkan sambil meraung keras ia maju ke depan sambil


meninju.
Sang Kwan Cing berkelit ke samping ketika jotosan musuh
hampir mengenai tubuhnya, telapak kanan berkelebat laksana kilat
dan segera menghajar wajah Soen Put Jie.
Plooook... terdengar benturan nyaring memecahkan kesunyian,
Soen Put Jie mundur dengan sempoyongan dan hampir saja roboh
terjengkang ke atas tanah, sambil berteriak kesakitan dan memegang
pipi kirinya yang bengkak ia berseru :
"Suhu bajingan perempuan ini menggaplok pipiku..."
"Tidak mengapa, hajar lagi dirinya."
"Aku tidak berani!" seru Soen Put Jie ragu-ragu.
"Kurang ajar! Aku suruh kau gampar pipi kirinya, ayoh cepat
gampar pipinya..."
Soen Put Jie meraung keras, dia segera putar telapaknya dan
menggaplok pipi kiri Sang Kwan Cing.
Baru saja gadis itu akan gerakkan lengan untuk menangkis, tiba-
tiba tangannya jadi kaku dan tak sanggup diangkat lagi.
Ploook...! dengan telak gaplokan itu bersarang di atas pipinya.
Sang Kwan Cing meraung dan menangis, sambil memegang pipinya
ia lari menuju ke dalam selat.
Tiba-tiba... dari tengah udara berkumandang datang suara gelak
tertawa yang mengundang nada gusar :
"Toan Hong ya kau berani datang kemari menganiaya orangku..."
belum habis ia berkata tampak sesosok bayangan manusia munculkan
diri di situ.
Tampaklah seorang kakek tua berjenggot putih sambil menarik
tangan Sang Kwan Cing muncul di sana,ia melirik sekejap ke arah
Pek In Hoei lalu dengan wajah berubah hebat tertawa dingin.
Badannya berkelebat ke depan, sekali hantam Soen Put Jie
menggeletak di atas tanah, gerakan yang demikian cepatnya ini
membuat Toan Hong ya yang ada di situ jadi terperanjat.

613
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... Sang Kwan In, ilmu silatmu hebat


juga," serunya.
"Hmmm! Apakah kau juga ingin turun tangan?" tantang Sang
Kwan In sinis.
Senyuman yang menghiasi bibir Toan Hong ya seketika lenyap
tak berbekas.
"Lebih baik lain kali saja. Sekarang aku tak ada waktu," ia tertawa
bangga dan masuk ke dalam tandunya, di tengah tepukan nyaring
delapan orang pria berbaju putih itu segera angkat tandu itu dan
berlalu dari sana.
Menyaksikan berlalunya kaisar itu, Sang Kwan In menghela
napas panjang, katanya :
"Ceng jie, cepat bopong Pek In Hoei masuk ke dalam kamar
obatku, kalau terlambat darah yang mengalir akan semakin banyak
dan aku tak akan mampu menyelamatkan jiwanya lagi."
"Ayah..." seru gadis itu tertegun.
"Aku hendak menyelamatkan dirinya, kau tak usah banyak
bertanya lagi..."
Badannya berkelebat pergi, dan lenyaplah tubuh si jago tua itu.
.....

Asap dupa mengepul ke angkasa... dalam ruangan tampak


bayangan manusia bergerak ke sana kemari.
Dengan tenang si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei
berbaring di sisi tungku, badik tajam itu masih menembusi
pinggangnya, sementara wajahnya masih pucat pias bagaikan mayat,
bibirnya hijau membiru, kematian menyelimuti wajahnya...
Di antara semua orang yang hadir, Ouw-yang Gong lah yang
paling tegang, bibirnya bergetar namun tak sepatah kata pun sanggup
diucapkan, ia genggam tangan Pek In Hoei erat-erat sedang air mata
mengucur keluar membasahi pipinya.

614
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bagaimana keadaannya kongcu? Tolong beritahulah


kepadaku..."
"Lebih baik kau keluar dulu, aku pasti akan berusaha keras untuk
menyelamatkan jiwanya..." sahut Sang Kwan In dengan wajah serius.
"Tidak!" seru Ouw-yang Gong sambil geleng kepala. "Aku ingin
mendampingi dirinya asal ia menemui suatu celaka maka aku si ular
asap tua segera akan bunuh diri di hadapannya..."
"Aku minta kau segera keluar dan jaga di depan pintu..." ujar
Sang Kwan In lagi dengan alis berkerut, "sebelum memperoleh ijin
khusus dariku, siapa pun dilarang masuk kemari termasuk pula semua
orang yang ada di dalam selat Seng See Kok ini."
Ouw-yang Gong si ular asap tua ragu-ragu sejenak, akhirnya ia
menghela napas panjang.
"Baiklah! Kokcu, aku serahkan keselamatan jiwanya kepadamu!"
Bagaikan seorang yang menderita sakit parah, dengan langkah
yang hebat ia berjalan keluar dari ruangan itu dan lenyap di balik
pintu.
Sang Kwan In menghela napas panjang, serunya sambil menoleh
:
"Anak Cing!"
"Ayah, kita akan mulai sekarang juga?" tanya Sang Kwan Cing
sambil masuk dengan membawa sebuah bungkusan.
"Bersiap-siaplah dengan obat penahan darah, aku segera akan
turun tangan mencabut keluar pisau belati ini..."
Sebagai seorang ahli dalam ilmu pertabiban, dia menyelami arti
pentingnya obat penahan darah, sedikit salah saja dalam tindakannya
mencabut pisau belati itu berarti kematian yang mengerikan bagi Pek
In Hoei, maka dengan wajah serius ia tarik napas panjang, tangannya
perlahan-lahan menggenggam gagang pisau belati itu lalu dicabut
keluar.
Begitu pisau belati itu tercabut, darah segar segera menyembur
keluar bagaikan pancuran air, Sang Kwan Cing bertindak cepat, ia

615
Saduran TJAN ID

tutup mulut luka itu dengan tangan kanan lalu dibubuhi selapis serbuk
halus untuk menghentikan pendarahan.
Sekujur badan si anak muda itu bergetar keras setelah ia jatuh tak
sadarkan diri.
"Ayah... kenapa kau?" mendadak Sang Kwan Cing menjerit
kaget.
Air muka Sang Kwan In berubah hebat, sekujur tubuhnya
gemetar keras dan ia mengeluh penuh penderitaan, dicekalnya gagang
pisau belati itu lalu ditatap tajam-tajam, gumamnya dengan suara
gemetar :
"Thian Seng See... Thian Seng See."
"Ayah, apa yang kau maksudkan dengan pasir bintang langit itu?"
jerit sang dara.
Sang Kwan In tertawa getir :
"Sungguh keji hati Toan Hong ya, ia tahu bahwa aku telah
berhasil meyakini ilmu cakar Jit Ciat Jiau, itu berarti ia tak akan bisa
menandingi diriku lagi, maka di atas gagang pisau belati itu ditaburi
dengan selapis serbuk beracun yang berasal dari wilayah See Ih...
meskipun serbuk pasir bintang langit ini tidak sampai mematikan
diriku, tapi benda beracun itu membuat aku tak bisa berlatih silat
paling telat selama tiga tahun, padahal janji kami untuk berduel
tinggal satu tahun..."
"Ooooh, jadi ayah telah berjanji untuk duel dengan Toan Hong
ya setahun kemudian..."
"Aaaai...!" Sang Kwan In menghela napas sedih, "ayahmu telah
beberapa kali bertempur melawan tanpa berhasil menentukan siapa
menang siapa kalah, oleh sebab itu setiap lima tahun kami bertanding
satu kali, sekarang waktunya hingga hari pertandingan itu tinggal
setahun, sungguh tak nyana ia telah menggunakan cara yang begini
rendah untuk membokong diriku..."

616
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bukankah tenaga dalam yang dimilikinya amat tinggi? Mengapa


ia gunakan cara yang begini tak tahu malu..." tanya Sang Kwan Cing
dengan nada tercengang.
Sang Kwan In menggeleng.
"Sebetulnya orang ini ramah dan berhati bajik, sayang ia terlalu
gila hormat dan kedudukan hingga akhirnya amat membenci diriku,
setiap saat dia ingin membinasakan diriku... tapi... aaaai! kalau
dibicarakan yang sebetulnya kesalahan memang terletak pada diriku
sendiri!"
"Sebenarnya apa yang telah terjadi??"
"Tentang peristiwa ini akan kuceritakan di kemudian hari saja,
sekarang cepatlah undang datang ke-empat pelindung hukum dari
selat kita, kemungkinan besar si nenek berhati keji itu segera akan
datang kemari..."
Air muka Sang Kwan Cing berubah hebat, buru-buru ia keluar
dari ruangan itu. Tidak selang beberapa saat, kemudian dari luar
muncul empat orang kakek berbaju abu-abu dan masing-masing
segera menempati satu sudut dalam ruangan itu.
"Aaaaai....! Aku sudah terkena serbuk pasir Bintang Langit yang
amat lihay dari wilayah See Ih, terpaksa janji pada setahun kemudian
harus kubatalkan, Liuw Koei hui mungkin sebentar lagi akan muncul
di sini, aku tak mungkin bertempur sendiri melawan dirinya karena
itu harap untuk sementara waktu kalian berempat berjaga-jaga di sini,
jangan sampai membiarkan nenek kejam itu bikin keonaran lagi..."
Ia merandek sejenak, kemudian sambil mencabut keluar pedang
mestika penghancur sang surya milik Pek In Hoei, katanya lagi :
"Inilah pedang mestika penghancur sang surya, benda keramat
dari partai Thiam cong kalian. Dahulu karena aku sudah membantu
suhu kalian Cia Ceng Gak lolos dari jebakan permaisuri Liuw, maka
sejak itulah Toan Hong ya serta Liuw Kui hui amat mendendam
terhadap diriku..."

617
Saduran TJAN ID

Kiranya ke-empat orang kakek tua itu adalah anak murid dari Cia
Ceng Gak, murid tertua Lio Heng, murid ke-dua Tan Po Ceng, murid
ke-tiga Gan Hay Beng serta murid ke-empat Tiong Yan.
Berhubung Sang Kwan In pernah menyelamatkan jiwa guru
mereka Cia Ceng Gak, maka sejak suhunya itu lenyap tak berbekas,
mereka segera menggabungkan diri dengan pihak Seng See Kok
sambil secara diam-diam mengadakan penyelidikan atas kematian
guru mereka.
Setelah partai Thiam cong terbasmi dari muka bumi, ke-empat
orang ini merasakan tenaga bantuan yang mereka butuhkan semakin
minim ditambah pula sebab-sebab kematian Cia Ceng Gak belum
ketahuan, terpaksa sambil menahan diri, mereka bersembunyi di
dalam selat Seng See Kok, setiap kali ada waktu luang segera
digunakan oleh beberapa orang itu untuk membicarakan soal
pembalasan dendam.
Kali ini Pek In Hoei muncul di wilayah selatan sambil menentang
para partai persilatan yang ada di sekitar situ untuk bertemu di dalam
selat Seng See Kok, Sang Kwan In merasa inilah kesempatan baik
untuk mengadakan hubungan dengan si anak muda ini maka di situlah
suatu rencana untuk mendatangkan pemuda itu di dalam selatnya.
Dalam pada itu, ke-empat orang tua tadi telah jatuhkan diri
berlutut dan menjalani penghormatan besar setelah menjumpai
pedang sakti penghancur sang surya.
"Kok cu!" terdengar Tiong Yan bertanya, "Benarkah Pek In Hoei
adalah putra Pek Tiang Hong susiok kecil kami..."
"Sedikit pun tidak salah," sahut Sang Kwan In membenarkan,
"sejak partai Thiam cong dibasmi orang, hanya dia seorang yang
bersumpah untuk membalas dendam sakit hati itu, Pek Tiang Hong
bisa mempunyai seorang putra macam dia, arwahnya di alam baka
pun bisa beristirahat dengan tenang..."
Pada saat itulah tiba-tiba dari tempat kejauhan berkumandang
datang suara suitan panjang yang tinggi melengking, suitan itu

618
IMAM TANPA BAYANGAN II

bergeletar membelah bumi, dalam sekejap mata telah berada di depan


mata dan menggoncangkan seluruh ruangan.
"Aaah! Dia datang lagi," gumam Sang Kwan In, "Cia Ceng Gak
bisa mendapat rasa cinta dari seorang perempuan semacam ini,
hidupnya boleh dibilang patut merasa bangga...! cuma sayang pikiran
Liuw Koei hui (permaisuri) terlalu picik dan jiwanya sempit, rasa
kesal dan dendamnya malahan ditumpukkan semua ke atas tubuhku,
kejadian ini jauh berada di luar dugaan Cia Ceng Gak..."
Suara suitan mendadak sirap di luar ruangan, terdengar suara
bentakan keras bergema di angkasa :
"Siapa di situ?"
Liuw Koei hui tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... dan kau sendiri siapa? berani
mencampuri urusan dari Liuw Koei hui itu berarti mencari kematian
bagi diri sendiri."
"Ooooh... jadi kau toh yang bernama Liuw Koei hui?? Hii... kok
menggelikan sekali haaaah... haaaah... haaaah..."
Di luar ruangan segera terjadi suara bentrokan-bentrokan yang
amat nyaring, angin pukulan menderu-deru, bentakan nyaring
menggema di angkasa, makin bertarung semakin sengit sehingga
seluruh permukaan bergetar keras.
Sang Kwan In gelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya :
"Ilmu silat yang dimiliki Liuw Koei hui makin lama semakin
tinggi, rupanya kepandaian silat yang ia miliki telah memperoleh
kemajuan yang amat pesat!"
Dari luar ruangan tiba-tiba terdengar suara dengusan berat, suara
perempuan mendadak berhenti dan agaknya salah seorang di
antaranya terluka parah.
Lewat beberapa saat kemudian terdengar Ouw-yang Gong
meraung gusar teriaknya :
"Perempuan bajingan, rupanya kau sealiran dengan bangsat she
Toan itu."

619
Saduran TJAN ID

"Hmmm! Aku adalah gundiknya, kau mau apa?" jawab Liuw


Koei hui sambil tertawa dingin.
Blaaam! Pintu ruangan terpentang lebar, Liuw Koei hui dengan
rambut terurai sepanjang dada menyusup masuk ke dalam ruangan,
sementara Ouw-yang Gong dengan pakaian menggelembung besar
mengejar dari belakang.
Perempuan itu menyapu sekejap keadaan di seluruh ruangan, lalu
ejeknya sinis :
"Sang Kwan In, rupanya kau telah mengundang begitu banyak
jago pembantu??"
Sang Kwan In tertawa getir.
"Kau mendesak diriku terus menerus, sebenarnya mau apa?"
"Mau apa? Di mana Cia long ku?" teriak Liuw Koei hui sambil
tertawa dingin, "kalau kau tidak serahkan keluar, aku pasti akan
membinasakan dirimu."
"Cia Ceng Gak sudah mati!"
"Aku tidak percaya, kecuali ada orang membuktikan bahwa ia
benar-benar sudah tiada. Aku tidak percaya kalau orang yang
memiliki ilmu silat begitu tinggi bisa mati..."
Tiba-tiba wajahnya menunjukkan rasa penuh penderitaan, dua
butir air mata mengucur keluar membasahi pipinya, dengan jari
tangan yang kuat ia tarik rambut sendiri sekeras-kerasnya tapi air
mukanya tidak nampak kesakitan, malahan sambil tertawa terbahak-
bahak ia menari-nari di dalam ruangan itu.
"Ceng Gak...! Ooooh Cia Long..." teriaknya, "bila kau benar-
benar mati berilah kabar kepadaku, jangan biarkan aku menderita
seorang diri... biarlah aku mengikuti dirimu kembali ke alam baka..."
Dengan sorot mata penuh kegusaran ia melirik sekejap ke arah
Sang Kwan In lalu hardiknya kembali :
"Tempo dulu kalau bukan kau yang bikin gara-gara, Cia Ceng
Gak tak akan meninggalkan diriku. Kematian Cia long pasti ada

620
IMAM TANPA BAYANGAN II

sangkut pautnya dengan dirimu, ini hari aku bersumpah akan


membinasakan dirimu untuk membalas sakit hati ini..."
"Cia Ceng Gak adalah seorang jago pedang yang amat lihay," ujar
Sang Kwan In sedih, "tapi karena dibodohi oleh Toan Hong ya, ia
telah kesemsem untuk hidup royal di istana negeri Tay li, setiap hari
kerjanya hanya bersenang-senang dengan dirimu sehingga hampir
saja masa depannya hancur. Coba pikirkan baik-baik, ketika Toan
Hong ya mempersembahkan dirimu untuk Cia Ceng Gak tempo dulu
sebenarnya karena persoalan apa? Bukankah kau berusaha keras
untuk mengurung Cia Ceng Gak di dalam istana dan melarang dia
untuk berlatih silat hingga seluruh tenaga murninya hampir punah?
Kalau kau mencintai dirinya dengan segenap hati, tidak semestinya
kau bersikap demikian terhadapnya!"
"Aku serta Cia Ceng Gak rela mengorbankan diri sampai titik
darah penghabisan, asal kami berdua dapat hidup berdampingan
secara harmonis, apa salahnya kalau kami mati pula secara
bersama..."
"Bujuk rayu memang tempat yang ideal untuk bersenang-senang
tapi justru karena perbuatanmu itu, tenaga dalam hasil latihannya
selama sepuluh tahun telah musnah..."
"Omong kosong! Selama manusia dapat bersenang-senang kita
harus puaskan diri, peduli amat dengan tenaga dalam atau tidak..."
Tanpa terasa dalam benaknya terbayang kembali raut wajah Cia
Ceng Gak yang tampan, ia teringat kembali ketika mereka bermain
petak di dalam kebun, menikmati rembulan di gardu... berjalan-jalan
di atas jembatan... satu demi satu terlintas kembali dalam benaknya.
Kiranya ketika Cia Ceng Gak serta sutenya Pek Tiang Hong
berpesiar ke negeri Tay li, dalam suatu kesempatan ia telah
berkenalan dengan Toan Hong ya, maka di dalam istana negeri Tay li
mereka selalu membicarakan soal ilmu silat.

621
Saduran TJAN ID

Waktu itu usia Toan Hong ya masih muda, ia menganggap ilmu


silat yang dimilikinya nomor wahid di kolong langit, ketika melihat
kelihayan Cia Ceng Gak, timbullah rasa dengki dalam hati kecilnya.
Sebagai seorang yang cerdik dan licik, setelah berpikir beberapa
saat lamanya muncullah satu akal dalam benaknya, dia ingin
menggunakan perempuan untuk melemahkan tubuh lawannya.
Maka sambil menahan rasa sayang ia berikan selir
kesayangannya untuk jago lihay ini.
Menjumpai raut muka Liuw Koei hui yang begitu cantik
jelita,Cia Ceng Gak jadi kesemsem dibuatnya, sedang Liuw Koei hui
sendiri juga terpikat hatinya oleh ketampanan orang, maka setiap hari
kerja mereka pun hanya bersenang-senang belaka, Pek Tiang Hong
disuruh pulang ke gunung sedang ia sendiri hidup di istana negeri Tay
li dengan penuh kesenangan.
Setahun telah lewat dengan cepatnya, dalam waktu selama ini
ilmu silatnya tak pernah dilatih, tubuhnya jadi kurus dan kisut.
Suatu ketika Sang Kwan In sahabat karib Cia Ceng Gak
mendengar akan berita ini, ia segera berangkat ke negeri Tay li dan
memaki sahabatnya itu habis-habisan. Cia Ceng Gak mendusin dari
kesilafannya dan malam itu pula berlalu dari istana mengikuti
sahabatnya.
******

Bagian 28
TOAN HONG YA setelah mendapat laporan mengenai peristiwa ini
jadi amat gusar, diam-diam ia mendendam terhadap diri Sang Kwan
In yang telah menghancurkan rencana besarnya, sedangkan Liuw
Koei hui membenci karena orang itu telah melarikan kekasihnya.
Dalam keadaan sedih bercampur dendam berangkatlah
perempuan ini tinggalkan istana untuk mencari jejak Cia Ceng Gak,
siapa tahu jago pedang ini telah insyaf akan kesalahannya, setiap kali

622
IMAM TANPA BAYANGAN II

berjumpa dengan Liuw Koei hui ia tentu berusaha menghindar atau


main bentak, tak perlu diajak perempuan itu bercakap-cakap.
Dalam gusarnya entah dari mana dia pelajari ilmu silat aneh,
setelah tidak berhasil menemukan jejak Cia Ceng Gak maka tiap
setengah tahun ia pasti datang ke selat Seng See Kok untuk
menantang Sang Kwan In berduel.
Dalam pada itu Sang Kwan In menghela napas panjang ketika
menyaksikan perempuan itu menunjukkan rasa sedih dan murungnya,
sambil geleng kepala ia berkata :
"Liuw Koei hui, manusia hidup di kolong langit hanya sekejap
mata, kau berhasil mendapatkannya juga jadi tanah, kehilangan
dirinya juga jadi tanah, apakah kau tak dapat melupakan diri Cia Ceng
Gak?"
Sekujur badan Liuw Koei hui gemetar keras, ia mendusin dari
sintingnya dan berdiri termangu-mangu, sejenak kemudian dengan
wajah gusar teriaknya :
"Sang Kwan In, kau suruh aku lepas tangan?"
"Aku hanya menasehati dirimu cepat-cepatlah mendusin, jangan
selalu terjerumus dalam kenangan manis yang telah berlalu, sebab itu
hanya akan menyusahkan dirimu sendiri, mau percaya atau tidak
terserah dirimu sendiri..."
"Hmmm! Kentut busuk..." dengus Liuw Koei hui.
Sambil berseru tubuhnya bagaikan sukma gentayangan
menubruk ke depan.
Ouw-yang Gong membentak keras, dari belakang tubuh
perempuan itu dia lancarkan sebuah totokan kilat. Liuw Koei hui
sama sekali tidak gentar, bukannya mundur dia malah maju ke depan,
telapaknya berputar menghantam tubuh kakek konyol itu.
Serangan ini amat luar biasa, Ouw-yang Gong segera merasakan
bayangan telapaknya laksana runtuhnya bukit menerobos masuk ke
dalam, dengan tiada kenal belas kasihan ia hantam dadanya.

623
Saduran TJAN ID

Si ular asap tua jadi terperanjat, cepat hunweenya ditotok ke arah


sikut Liuw Koei hui, sama sekali tidak gentar kemudian menggunakan
kesempatan di kala perempuan itu menarik kembali lengannya ia
meloncat mundur lima langkah ke belakang.
Tujuan Liuw Koei hui memang bukan Ouw-yang Gong, setelah
kakek konyol itu terdesak mundur dengan tangkas ia menyusup ke
depan menghampiri Sang Kwan In.
Empat orang kakek dari partai Thiam cong yang duduk di empat
penjuru sudut ruangan jadi terperanjat ketika melihat kehebatan ilmu
pukulan orang. Lio Hong segera meloncat ke depan, sambil
melancarkan babatan hardiknya :
"Liuw Koei hui, harap segera mundur!"
Walaupun mereka sudah tua tapi beberapa orang itu tahu bahwa
Liuw Koei hui adalah bekas pacar suhunya, maka tak seorang pun
yang berani bersikap kurang ajar terhadap perempuan itu.
Tapi Liuw Koei hui tidak mengetahui akan hal ini, melihat Liok
Hong mengirim serangan babatan ke arah tubuhnya, ia segera
mendengus dingin.
"Hmmm! Apakah kalian berasal dari partai Thiam cong?"
tegurnya.
"Benar!" jawab Gan Hay Beng sambil menyodok kepalan
kanannya ke arah perut lawan. "Memandang di atas wajah mendiang
guru kami, harap Liuw Koei hui suka mundur dari selat Seng See
Kok!"
Liuw Koei hui menjengek dingin.
"Hmmm! Kalian belum mampu menandingi diriku, memandang
di atas wajah Cia Long kuampuni jiwa kalian semua. Hmmm! Apa
kau masih berani turun tangan keji kepadaku diriku..."

624
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 26
LENGAN kiri dan kanan dipentang berbareng sambil melancarkan
dua pukulan gencar, Gan Hay Beng serta Liok Hong segera
merasakan sekujur tubuhnya gemetar, mereka terhajar sampai
mundur dua tindak ke belakang.
Tiong Yan meraung gusar, teriaknya :
"Datang-datang kau lantas menganiaya Sang Kwan kongcu,
sebenarnya apa maksudmu..."
Terdorong oleh angin pukulan yang sangat berat Liuw Koei hui
terdesak mundur satu langkah ke belakang, hatinya tercengang, ia tak
tahu apa sebabnya ilmu silat yang dimiliki Tiong Yan jauh lebih lihay
daripada tiga orang kakek yang lain.
Haruslah diketahui ketika ke-empat orang kakek itu sedang
belajar ilmu silat dahulu, Cia Ceng Gak mendidiknya secara dari
bawah menuju ke atas, makin kecil semakin sempurna tenaga
dalamnya. Tiong Yan adalah murid yang paling disayang di antara ke-
empat orang itu, lagi pula dia paling rajin berlatih, maka dari itu
kepandaian silatnya jauh lebih hebat setengah tingkat daripada yang
lain.
Sementara itu Liuw Koei hui mencak-mencak karena kegusaran,
teriaknya :
"Bagus sekali, kalian orang-orang dari partai Thiam cong pun
hendak menganiaya diriku..."

625
Saduran TJAN ID

Dari dalam sakunya dia ambil keluar sebuah angkin yang


ditengkuk-tengkuk, dalam suatu getaran yang ringan ikat pinggang itu
segera menari di tengah udara...
Terkesiap hati Thiam cong Su Loo empat kakek tua itu tatkala
dilihatnya ikat pinggang yang di tangan perempuan itu bergetar lurus
bagaikan tongkat sakti, mengertilah beberapa orang itu bahwa tenaga
lweekang yang dimiliki Liuw Koei hui telah mencapai kesempurnaan.
Ouw-yang Gong selama ini membungkam tiba-tiba mencaci
maki dengan nada keras :
"Nenek bajingan... perempuan jelek... wajahmu betul-betul lebih
jelek dari kentut busuk..."
Berkerut sepasang alis Liuw Koei hui mendengar makian itu,
wajahnya berubah jadi sedih sambil menoleh tanyanya :
"Benarkah aku sangat jelek?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... wajahmu begitu jelek hingga persis
seperti burung gagak... kalau dibandingkan dengan perempuan lain
yang begitu cantik jelita...Oooh... wajahmu nampak lebih peyot dan
lebih jelek hingga melebihi ibunya siluman babi..."
"Omong kosong," hardik Liuw Koei hui nyaring, "mulutmu
sangat kotor, kuhajar remuk mulutmu yang usil itu..."
Sambil putar badan ikat pinggangnya dengan cepat berubah jadi
sekilas cahaya merah langsung membelenggu tubuh Ouw-yang Gong
dan disentaknya ke belakang.
Tidak ampun tubuh kakek tua itu tertarik dan terbelenggu hingga
sama sekali tak dapat berkutik.
Dengan hati terkejut Ouw-yang Gong berteriak keras :
"Aduh... nenek moyangku.. ilmu siluman apa yang kau miliki..."
Plook! Liuw Koei hui menggaplok pipi kakek konyol itu keras-
keras, bentaknya :
"Coba ulangi kata-katamu barusan, katakan kalau aku jelek."
"Nenek peyot yang jelek dan tak punya lubang pantat kau berani
memukul diriku..."

626
IMAM TANPA BAYANGAN II

Liuw Koei hui tiba-tiba berdiri tertegun, lalu sahutnya :


"Dari mana kau bisa tahu kalau aku tak punya...?" Nah! Coba
lihatlah sendiri..."
Dasar otaknya memang tidak waras, terutama setelah
ditinggalkan Cia Ceng Gak, dalam sedihnya perempuan ini semakin
sinting dan perbuatan apa pun dapat dilakukan olehnya.
Kadangkala ia mendusin seperti orang biasa, kadangkala sinting
melebihi orang gila. Setelah dimaki oleh Ouw-yang Gong barusan, ia
jadi amat gusar hingga kesadarannya mulai mengabur, dalam
sintingnya ia benar-benar lepas celana dan perlihatkan lubang
pantatnya kepada semua orang.
Empat kakek dari partai Thiam cong belum pernah menjumpai
pertarungan semacam ini, melihat perempuan itu lepas celana mereka
jadi ketakutan dan masing-masing berebut untuk kabur dari dalam
ruangan itu.
Ouw-yang Gong sendiri pun jadi amat gelisah, teriaknya sambil
goyangkan tangannya berulang kali :
"Jangan lepas celana... Jangan lepas celana..."
"Apa?? Kau tidak jadi melihat lubang pantatku???..." seru Liuw
Koei hui dengan mata melotot.
Ouw-yang Gong semakin gelisah, dalam keadaan begini ia
kehabisan daya dan cuma bisa berdiri dengan mulut melongo.
Sang Kwan In bisa merasakan situasi yang semakin kalut, tiba-
tiba menghardik keras :
"Liuw Koei hui, kau sudah edan..."
Bentakan ini menggunakan ilmu raungan singa yang amat hebat,
suara bentakan itu bagaikan guntur yang membelah bumi di siang
bolong. Sekujur badan Liuw Koei hui gemetar keras dan sadarlah ia
dari sintingnya. Liuw Koei hui tertegun lalu dengan gusar membentak
:
"Bangsat, kesemuanya ini gara-gara kau si telur busuk tua..."

627
Saduran TJAN ID

Dalam malu dan gusarnya cepat-cepat pakaiannya dikenakan


kembali, lalu melemparkan tubuh Ouw-yang Gong ke depan hingga
menumbuk di atas dinding tembok keras-keras.
Tidak berhenti sampai di situ saja, ikat pinggangnya kembali
berkelebat menyambar sepasang kaki Ouw-yang Gong, sekali sentak
tubuh kakek tua itu kembali melayang di tengah udara.
Si kakek konyol itu tak menyerah dengan begitu saja,
huncweenya segera berkelebat langsung dihantam ke atas batok
kepala Liuw Koei hui.
Perempuan itu tertawa dingin, ejeknya :
"Aku mau bunuh dirimu hingga mati... aku mau siksa tubuhmu
lebih keji daripada digorok dengan pisau..."
Ikat pinggangnya berputar beberapa kali, dalam waktu singkat ia
sudah gulung seluruh tubuh Ouw-yang Gong kencang, sekali
menyentak badannya mencelat ke udara.
"Sungguh lihay... " teriak Ouw-yang Gong.
Rupanya Liuw Koei hui memang menyiksa kakek tua itu habis-
habisan, ikat pinggangnya diputar sedemikian rupa sehingga tubuh
Ouw-yang Gong berputar di udara dengan kencangny...
"Oooh..." Ouw-yang Gong mendengus berat, tiba-tiba ia muntah
darah segar, begitu pening kepalanya hingga kakek ini jadi bingung
di manakah ia berada saat itu.
"Lepaskan dia..." mendadak terdengar bentakan yang keras
berkumandang di angkasa.
Cahaya pedang yang tajam dan menyilaukan mata melintas
lewat. Creet! Ikat pinggang di tangan Liuw Koei hui putus jadi dua
bagian sementara badan Ouw-yang Gong meluncur keluar dari
ruangan itu.
Liuw Koei hui terperanjat, ia angkat kepala dan memandang ke
arah mana berasalnya cahaya pedang tadi. Terlihatlah seorang
pemuda berwajah dingin dengan mencekal sebilah pedang berdiri di
hadapannya,air muka orang itu pucat pias tak bercahaya, sekilas

628
IMAM TANPA BAYANGAN II

memandang siapa pun tahu bahwa pemuda ini baru saja sembuh dari
sakit.
"Siapa kau??" tegur Liuw Koei hui dengan nada tercengang.
"Pek In Hoei!" jawab orang itu sambil tertawa. "Ilmu silat yang
kau miliki mirip sekali dengan kepandaian yang dimiliki Toan Hong
ya..."
Dalam pada itu air muka Liuw Koei hui berubah hebat, ia
bergumam seorang diri :
"Pedang penghancur sang surya... pedang penghancur sang
surya...pedang itu miliki Cia long ku!"
Sejak munculnya pedang mestika itu, wajah Liuw Koei hui
berubah hebat bibirnya jadi pucat pias sementara air mata jatuh
bercucuran membasahi pipinya, ia merintih penuh penderitaan,
rambutnya berdiri kaku bagaikan jarum.
Dengan wajah murung bercampur sedih ia maju selangkah ke
depan, teriaknya keras :
"Kekasih Cia... Kekasih Cia... pedangmu..." mendadak ia
berteriak kalap, "pedang itu milik kekasih Cia, Pek In Hoei! Dari
mana kau dapatkan pedang itu?"
Pek In Hoei tertegun, dengan pandangan tercengang ditatapnya
wajah Liuw Koei hui yang sinting dan tidak waras otaknya itu,
kemudian jawabnya dingin :
"Pedang itu milik Su-couw-ku!"
"Sekarang... sekarang dia berada di mana?" tanya Liuw Koei hui
dengan badan gemetar keras.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tertegun, ia tak
mengira orang itu mengajukan pertanyaan semacam itu, bagaikan
hatinya tergodam oleh martil besar tubuhnya yang kekar gemetar
keras, terbayang kembali pemandangan di kala ia temukan pedang
mestika itu.

629
Saduran TJAN ID

Ditariknya napas panjang-panjang untuk menekan golakan hati


yang kencang, serentetan sorot mat yang dingin dan tajam memancar
keluar dari balik matanya.
"Aku sendiri pun tak tahu sekarang ia berada di mana!" jawab
pemuda itu kemudian sambil menggeleng.
Dengan amat sedih Liuw Koei hui menghela napas panjang, ia
memandang wajah Pek In Hoei yang tampan dengan terpesona lalu
menangis tersedu-sedu, rasa sedih yang tertumpuk dalam dadanya
selama banyak tahun dilampiaskan keluar semua.
Beberapa saat kemudian ia berhenti menangis, suasana berubah
jadi hening dan tak kedengaran sedikit suara pun...
Lama...lama sekali... akhirnya Ouw-yang Gong pertama-tama
yang tak sanggup menahan diri, ia mendengus dingin lalu dengan
telapaknya yang besar menyeka noda darah yang mengotori ujung
bibirnya, wajah Liuw Koei hui ditatap dengan penuh kemarahan,
begitu sorot matanya terbentur dengan mata perempuan itu ia berseru
tertahan dan segera melengos kembali ke arah lain seolah-olah kakek
itu telah melihat sesuatu yang mengerikan.
Liuw Koei hui mendengus gusar, tegurnya dengan suara benci :
"Apa yang kau dengusi??"
Ouw-yang Gong tertegun lalu tertawa paksa :
"Aku... aku..."
Mendadak kakek itu teringat kembali bahwa barusan ia hampir
mati di tangan perempuan gila ini, hawa gusar serta rasa bencinya
segera muncul kembali dalam hatinya, kontan ia memaki :
"Nenek jelek sialan, kau adalah barang rongsokan dari mana yang
dibuang oleh orang lelaki... bangsat! Kenapa amarahmu mesti
dilampiaskan kepada aku si ular asap tua?? Perempuan bajingan kali
ini kau sudah tepat menemukan pasanganmu, aku tak punya apa-apa
kalau kau suka kawin dengan diriku berarti siap-siaplah menahan
lapar!"

630
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dengan pandangan benci Liuw Koei hui melotot sekejap ke


arahnya, kalau Ouw-yang Gong adalah sebatang besi mungkin sedari
tadi sudah ditelan bulat.
Ouw-yang Gong terperanjat, teriaknya :
"Oooh... nenekku! kau jangan cabut jiwa tuaku ooo..."
Ia sendiri pun tidak tahu apa sebabnya Liuw Koei hui bisa begitu
menakutkan bagi dirinya, membuat ia tak kuasa menahan diri, sambil
berteriak kakek itu putar badan dan tiba-tiba kabur keluar.
"Kembali! bentak Liuw Koei hui.
Ouw-yang Gong gemetar keras, tanpa sadar ia menghentikan
langkah tubuhnya dan berdiri kaku.
"Apa yang hendak kau lakukan?"
"Aku melarang kau untuk keluar dari sini."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... perempuan siluman rupanya kau
benar-benar hendak menelan aku si ular asap tua..." seru Ouw-yang
Gong sambil tertawa seram.
Liuw Koei hui tertawa dingin, sorot matanya yang tajam
bagaikan pisau belati menatap wajah Pek In Hoei tak berkedip
sementara Ouw-yang Gong betul-betul tak berani keluar dari ruangan
itu.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Pek In Hoei serahkan pedang
mestika penghancur sang surya itu kepadaku," seru Liuw Koei hui
sambil ketawa keras.
"Kau mau apa?" tanya Pek In Hoei.
"Pedang itu milik kekasihku, harap kau suka kembalikan
kepadaku..."
Pek In Hoei merasa agak kasihan melihat keadaan orang yang
begitu tergila-gila oleh sucouwnya, diam-diam ia menghela napas
gelengkan kepalanya.
"Pedang mestika dari partai Thiam cong selamanya tak akan
dibiarkan terjatuh ke tangan orang lain..."

631
Saduran TJAN ID

"Aku toh istrinya Cia Ceng Gak, masa juga dianggap sebagai
orang luar?..." seru Liuw Koei hui tertegun.
"Aaaa..." Sang Kwan In menghela napas panjang. "Liuw Koei
hui, kenangan manis selama dua puluh tahun telah berlalu bagaikan
impian, yang sudah lalu biarlah lalu, kenapa kau mesti mengenangkan
terus di dalam hati...""Maksudmu aku bukan istrinya Cia Ceng Gak..."
Sang Kwan In menggeleng.
"Cinta kasih yang bukan muncul dari hati yang suci hanya mirip
telaga yang tenang, meskipun sebutir batu bisa mengakibatkan riak
yang keras tapi itu hanya akan berlangsung sebentar saja menjadi
tenang kembali dan kenangan tetap tinggal kenangan, sedikit pun tak
akan meninggalkan bekas apa pun jua!"
"Jadi kalau begitu kau maksudkan Cia long sama sekali tidak
mencintai diriku?" tanya Liuw Koei hui dengan badan gemetar.
Sang Kwan In menghela napas panjang.
"Napsu birahi hanya akan membakar badan, ketika itu Cia Ceng
Gak hanya ingin melampiaskan napsu birahinya belaka, dalam hati
kecilnya benar-benar tiada rasa cinta yang mendasari. Waktu itu
kalian berdua memang tiap hari terjerumus dalam permainan cinta
yang hangat dan mesra tetapi setelah salah satu pihak menemukan
bahwa dirinya sama sekali tidak mencintai pihak lawan, maka
hubungan cinta yang tidak sempurna ini segera akan berantakan..."
Liuw Koei hui terkesiap.
"Aku percaya bahwa aku benar-benar mencintai dirinya, aku rasa
kau tentu mengetahui bukan semua peristiwa dari permulaan hingga
akhirnya??? Aku bisa tergila-gila kepadanya itu membuktikan bahwa
aku betul-betul mencintai dirinya dengan setulus hati..."
"Kau sama sekali tidak mencintai dirinya dengan setulus hati,"
kata Sang Kwan In sambil tertawa getir. "Tapi cintamu muncul karena
kau membutuhkan sesuatu darinya, atau lebih tegasnya lagi kau hanya
membutuhkan birahi! Napsu birahi telah membakar hangus
hatimu,Liuw Koei hui, bukankah ucapanku tidak salah???"

632
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aku..." seru Liuw Koei hui tertegun.


Kembali Sang Kwan In geleng kepala.
"Selama hidup di istana negeri Tay li, setiap hari kau hanya
dirundung oleh kesepian, lama kelamaan dalam hati kecilmu timbul
suatu kebutuhan yang merangsang hatimu, maka setiap hari kau
berharap bisa memperoleh seorang pria yang dapat memberi
kegembiraan serta hiburan bagimu. Sejak Cia Ceng Gak masuk ke
dalam istana Tay li, kau mulai kehilangan martabatmu serta gengsimu
sebagai seorang perempuan, kau berusaha keras untuk mendapatkan
hatinya, karena itu kecuali kau gunakan badanmu serta daya pikatmu
untuk merangsang orang, kau sama sekali tidak mengerti akan arti
cinta yang sebenarnya, yang kau butuhkan hanya napsu birahi dan
bukan cinta yang senjati..."
"Apakah birahi bukan satu bagian dari penghidupan?" tanya
Liuw Koei hui tercengang.
"Oooh... antara cinta murni dan napsu birahi tentu saja bedanya
amat jauh, meskipun di dalam perjalanan hidup seorang manusia
membutuhkan ke-dua-duanya tetapi cinta yang murni keras bagaikan
batu emas yang sukar dibelah sebaliknya napsu birahi lebih banyak
kerugiannya daripada keberuntungan, kerugian yang bisa
memusnahkan diri sendiri..."
"Hmmm!" tiba-tiba Liuw Koei hui mendengus. "Pandangan yang
picik! Andaikata setiap orang mempunyai jalan pikiran semacam kau,
suami istri yang ada di kolong langit bisa pensiun dari pekerjaan rutin
mereka! Mungkin ucapanmu itu bisa membohongi seorang gadis yang
tak tahu urusan, untuk menakuti diriku... Ooooh salah alamat..."
Sang Kwan In menghela napas panjang.
"Aaai... hubungan antara suami dan istri hanya dilakukan
secukupnya, dalam kitab Thian Li Keng pernah dikatakan : 'Kalau
istri mencintai sang suami maka mereka harus saling hormat
menghormati, saling percaya mempercayai, dalam setiap tindakan
harus dipikirkan dulu matang-matang, jaga baik-baik kesehatan sang

633
Saduran TJAN ID

suami, terlalu mengumbar napsu birahi hanya akan menghancurkan


tubuh sendiri, ingat... ingat...' oleh sebab itu, bila seseorang betul amat
mencintai suaminya, maka tidaklah pantas kalau yang diburu setiap
harinya hanya hubungan seks di atas ranjang..."
Seolah-olah baru mendusin dari impian, mendadak Liuw Koei
hui dapat memahami sampai di manakah kesucian dari cinta sejati,
dengan penuh penderitaan dia memandang atap ruangan, lama sekali
tertegun lalu baru bergumam seorang diri :
"Jadi kalau begitu aku telah mencelakai dirinya..."
"Tentu saja," jawab Sang Kwan In sambil tertawa dingin.
"Hampir saja kau hancurkan seluruh kekuatan tubuhnya, andaikata
secara diam-diam aku tidak menempuh bahaya menyusup ke dalam
istana Tay li, saat itu mungkin Cia Ceng Gak sudah hancur di
tanganmu tanpa kau ketahui!"
Dalam hati kecil Liuw Koei hui tiba-tiba muncul kembali rasa
bencinya walau ia mengerti bahwa perkataan dari Sang Kwan In amat
tepat, tetapi setelah ia teringat kembali bahwa kepergian Cia Ceng
Gak adalah lantaran bujukan Sang Kwan In, seluruh kegusaran serta
kemurungan yang bertumpuk dalam hatinya selama banyak tahun ini
segera dilampiaskan ke tubuh orang itu, dia ingin sekali hantam
membinasakan orang she Sang Kwan tersebut.
Liuw Koei hui berteriak keras, ancamnya :
"Sang Kwan In, kau anggap aku tak dapat membinasakan
dirimu?"
Sekujur tubuh Sang Kwan In gemetar keras, sahutnya :
"Tentu saja kau sanggup, dan sedari dulu aku telah menduga
sampai di sini..." dia tarik napas dalam-dalam, "Cuma kali ini...
mungkin aku akan mengecewakan dirimu..."
Dalam pada itu Liuw Koei hui telah dapat melihat bahwa
semangat tubuh Sang Kwan In amat lemas dan layu, sinar matanya
pudar dan seakan-akan sedang menderita luka yang amat parah, dalam
hati ia merasa terkejut, sambil maju ke depan tegurnya :

634
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kenapa kau?"
"Aku sudah terkena pasir Thian Seng See, sekarang sudah tak ada
kekuatan untuk bertempur dengan dirimu..."
"Oooh... serbuk pasir Bintang Langit adalah benda milik keluarga
Toan dari negeri Tay li, siapa yang telah menggunakan benda beracun
itu untuk mencelakai dirimu?"
"Toan Hong ya takut aku mengalahkan dirinya dan merebut
kedudukan sebagai jago nomor satu di wilayah selatan, karena itu
secara diam-diam ia telah menggunakan siasat licik untuk
membuyarkan hawa murniku, agar aku tak dapat menggunakan
tenaga dalamku selama tiga tahun..." seru Sang Kwan In dengan
gusar.
Ucapan itu sangat mengejutkan Liuw Koei hui.
"Aaah masa perbuatan Toan Hong ya?" serunya tidak percaya.
"Dia bukanlah manusia semacam itu..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang selama ini
membungkam diri, tiba-tiba mendengus dingin dan berkata :
"Toan Hong ya adalah seorang manusia yang rendah dan tak tahu
malu, ketika bergebrak melawan diriku ia telah mengeluarkan ilmu
berpusingnya yang mana hampir saja merengut selembar jiwaku, aku
tahu tujuan orang ini tidak terletak padaku, pada gagang pisau Han
Giok tersebut telah ia bubuhi selapis serbuk pasir bintang langit yang
tak berwujud dan tak berbau. Waktu itu Sang Kwan Kokcu tidak
siaga, ketika badik tadi dicabut keluar dari badanku, tanpa sadar ia
telah keracunan..."
Dengan pandangan penuh kebencian Liuw Koei hui melotot
sekejap ke arah Pek In Hoei, lalu ejeknya dengan suara dingin :
"Dengan kedudukan apa kau hendak berbicara dengan diriku..."
Pek In Hoei tertegun, kemudian dengan penuh kegusaran
teriaknya :
"Sekalipun kau adalah sahabat sucouwku tapi maaf aku tak dapat
menghormati dirimu lagi. Liuw Koei hui sekarang juga harap kau

635
Saduran TJAN ID

enyah dari sini, kalau tidak jangan salahkan kalau aku tak akan
bersikap sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu..."
"Bocah cilik, kau berani bersikap kurang ajar terhadap diriku..."
hardik Liuw Koei hui penuh kegusaran.
Saking marahnya ikat pinggang yang berada di dalam
genggamannya segera diayun ke muka, sementara telapak kanannya
ditabok ke tubuh musuh.
Dengan tangkas Pek In Hoei meloncat ke samping, pedangnya
berkelebat ke atas lalu membabat di tengah udara.
Dalam pada itu telapak tangan Liuw Koei hui sedang
menyongsong ke muka, melihat ancaman yang datang dari ujung
pedang lawan ia terkesiap, cepat-cepat perempuan itu tarik kembali
tangannya sambil mundur ke belakang.
"Hmmm," Pek In Hoei mendengus dingin. "Rupanya ilmu silat
yang kau miliki cuma begitu saja..."
Meskipun luka parah yang dideritanya belum sehat benar-benar
dan hawa murninya tak berani disalurkan, tetapi ilmu pedang
penghancur sang surya telah dikuasai benar-benar, walau cuma
kebasan yang enteng tetapi mendatangkan kelihayan yang ada di luar
dugaan.
Ilmu silat yang dimiliki Liuw Koei hui memang lihay dan ampuh,
tetapi setelah berjumpa dengan serangan yang begitu mengerikan,
tanpa sadar perempuan ini dibikin kelabakan juga.
Pedang di tangan Pek In Hoei bagaikan seribu ular yang licin
berkelebat maju ke depan di kala tubuh Liuw Koei hui mundur ke
belakang, perempuan ini semakin ketakutan hingga secara beruntun
ia mundur beberapa langkah ke belakang.
Dengan hati tercekat bercampur gusar, Liuw Koei hui
membentak keras :
"Bajingan cilik, kau berani menganiaya diriku..."
Kesadarannya saat itu telah pulih kembali, ia tahu bahwa luka
parah yang diderita Pek In Hoei belum sembuh dan ia tak dapat

636
IMAM TANPA BAYANGAN II

mengerahkan tenaga dalamnya, sambil tertawa dingin sepasang


telapaknya segera bergetar melancarkan serangan secara berbareng.
Angin pukulan menggulung bagaikan bukit, tajam bagaikan
pisau. Pek In Hoei merasakan mulut lukanya amat sakit, pedang
dalam genggamannya tak bisa digunakan sehebat semula lagi, hatinya
tercekat dan di dalam hati pikirnya :
"Ilmu telapak yang dimiliki Liuw Koei hui amat aneh
serangannya yang amat kuat, dalam keadaan luka parah seperti ini aku
tak akan bisa bertahan terlalu lama, setiap saat mulut lukaku bisa
pecah kembali..." berpikir sampai di situ ia membentak keras,
pedangnya laksana kilat berkelebat ke arah depan.
Liuw Koei hui terkesiap tanpa terasa ia teringat kembali akan diri
Cia Ceng Gak tatkala masih berada di dalam istana negeri Tay li,
begitu gagah dan keren, pemuda di hadapannya sekarang tidak kalah
dengan kegagahan kekasihnya dahulu.
Sedikit pikiran bercabang, lengannya telah terkena satu tusukan
yang telak, darah segar mengucur keluar membasahi tubuhnya.
"Ooooh..." Liuw Koei hui berseru tertahan, "Kau... kau..."
"Aku harap kau segera enyah dari sini!" hardik Pek In Hoei ketus.
Liuw Koei hui memeriksa mulut luka di atas lengannya, setelah
tahu bahwa luka yang dideritanya hanya luka kulit luar yang amat
enteng, ia tertawa seram, serunya dengan penuh kegusaran :
"Sucouw-mu pun tak berani bersikap begini kurang ajar terhadap
diriku, kau sebagai seorang angkatan muda berani tak pandang
sebelah mata terhadap diriku... kurang ajar!"
Rupanya ia merasa amat sedih, dengan benci tambahnya :
"Sebelum kuhancur-lumatkan tubuhmu jadi beberapa bagian,
rasa dendam dan benciku terasa belum terlampiaskan."
Tiba-tiba dari luar ruangan berkumandang datang suara gelak
tertawa yang amat nyaring, bergema di tengah malam suaranya
mengguncangkan seluruh dinding ruangan, air muka Sang Kwan In

637
Saduran TJAN ID

seketika berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, dengan sinar mata
ketakutan ia melongok keluar ruangan.
"Oooh... Toan Hong ya telah datang!" bisik Liuw Koei hui lirih.
Sedikit pun tidak salah, bersamaan dengan sirapnya gelak tertawa
itu sesosok bayangan manusia muncul di depan pintu, tampak Toan
Hong ya dalam pakaian kebesarannya dengan senyum licik menghiasi
bibirnya selangkah demi selangkah berjalan masuk ke dalam.
Buru-buru Liuw Koei hui jatuhkan diri berlutut di atas tanah,
serunya :
"Yang Mulia ban swie... ban ban swie."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, rupanya kau masih belum
melupakan diriku," ujar Toan Hong ya sambil tertawa tergelak.
"Budi kebaikan Yang Mulia kepada kau yang rendah sudah
banyak tak terhingga, mana berani hamba melupakan diri Yang
Mulia..."
"Ehmm, kau boleh bangkit berdiri!"
"Terima kasih Yang Mulia!" sahut Liuw Koei hui sambil bangkit
berdiri, dengan tangan lurus ke bawah dan kepala tertunduk ia mundur
ke samping.
Haruslah diketahui meski negeri Tay li punya nama tak
berkekuasaan, tapi peraturan dalam keluarga Toan amat ketat,
hubungan antara junjungan dengan bawahan masih dipertahankan
hingga kini. Sekali pun Liuw Koei hui ketika itu telah bebas dari
belenggu keraton, namun setelah kemunculan Toan Hong ya di situ,
tanpa sadar ia pun memberi penghormatan sebagaimana layaknya.
Dalam pada itu Toan Hong ya telah melirik ke arah Liuw Koei
hui, lalu tegurnya :
"Mau apa kau berada di sini??"
"Aku..." mendadak sekujur badan Liuw Koei hui gemetar keras.
Toan Hong ya tertawa seram.
"Apakah mereka telah menganiaya dirimu??"

638
IMAM TANPA BAYANGAN II

Berada di hadapan Toan Hong ya ternyata Liuw Koei hui tak


sanggup mengucapkan sepatah kata pun, penghidupannya selam
banyak tahun di dalam istana Tay li tanpa terasa telah menciptakan
rasa jeri dan takut yang tak terhingga terhadap junjungannya ini,
setiap kali perempuan itu bertemu dengan Toan Hong ya, ia tentu
merasa dirinya rendah dan tak berani memandangnya secara
langsung.
Dengan suara dingin terdengar Toan Hong ya berkata kembali :
"Keluarga Toan kami turun temurun hidup dalam kemegahan,
belum ada suatu partai dalam dunia persilatan yang berani
memandang enteng keluarga Toan kami. Sekarang kau mendapat
penghinaan di tempat ini, tentu saja aku Toan Hong ya aku..."
"Hey manusia she Toan, rupanya kau hendak merampok di kala
terjadi kebakaran..." sindir Sang Kwan In sambil tertawa dingin.
"Hmmm! Kematianmu sudah berada di ambang pintu, kau masih
berani menyindir diriku... benar-benar manusia tak sadar diri..."
Ia mendengus dingin, sorot matanya dialihkan ke atas wajah
Liuw Koei hui dan menambahkan :
"Apakah kau inginkan aku yang mengambil keputusan bagimu..."
"Terserah kepada Yang Mulia, aku yang rendah mengucapkan
banyak terima kasih atas budi kebaikan Hong ya..."
Kembali ia hendak jatuhkan diri berlutut tapi dengan cepat Toan
Hong ya telah berseru mengucapkan terima kasihnya lalu
mengundurkan diri ke belakang.
Sementara itu Toan Hong ya telah alihkan sinar matanya ke atas
Pek In Hoei, sambil tertawa dingin jengeknya :
"Hmmm... kau belum modar?"
Dengan penuh kebencian Pek In Hoei melotot sekejap ke arah
Toan Hong ya, lalu jawabnya :
"Hmmm...! Badik Han Giok mu masih belum mampu untuk
mencabut jiwaku..." hawa amarah bergelora di dalam dadanya,
telapak kanan segera didorong ke muka sambil menggetarkan ujung

639
Saduran TJAN ID

badannya. "Aku ingin minta petunjuk darimu, ayoh silahkan turun


tangan!"
Toan Hong ya melengak, ia tidak menyangka kalau watak si anak
muda ini begitu keras kepala, dalam keadaan terluka parah ia masih
menantang dirinya bertempur.
Sambil tertawa terbahak-bahak segera katanya :
"Haaaah... haaaah... haaaah... bocah keparat, takabur amat kau
ini! Dalam keadaan luka kau masih berani keras kepala main tantang,
hmm! Kau anggap aku orang she Toan adalah manusia apa, aku tak
akan menggunakan kesempatan seperti ini untuk turun tangan
terhadap dirimu. Haaah... haaah... menunggu kesehatanmu sudah
pulih kembali seperti sedia kala, aku pasti akan mencari dirimu..."
Ia maju ke depan dengan langkah lebar kepada Sang Kwan
Kokcu tegurnya :
"Sang Kwan In bagaimana dengan urusan kita berdua?"
"Coba kau lihat, apakah aku mampu untuk turun tangan?"
Toan Hong ya pura-pura menunjukkan wajah kaget, dengan suara
keheranan tanyanya lebih jauh :
"Kenapa? Apakah Sang Kwan heng sedang menderita sakit?"
"Hmmm! Pada gagang badik Han Giok kau telah membubuhkan
serbuk pasir bintang langit, siasat licik semacam ini sungguh jauh di
luar dugaanku. Mulai detik ini selama tiga tahun wilayah selatan tak
akan ada orang yang sanggup memperebutkan kedudukan jago nomor
wahid lagi dengan dirimu..."
"Ooooh... Toan Hong ya berseru keheranan. "Betulkah telah
terjadi peristiwa semacam ini? Meskipun serbuk pasir Thian Seng Soe
adalah benda pusaka milik keluarga Toan kami, tapi aku Toan Hong
ya tidak nanti akan melakukan perbuatan semacam itu... Ehmmm
sekarang aku telah teringat, perbuatan ini pastilah hasil karya dari
muridku yang goblok itu, beberapa hari berselang ia pernah
menggunakan badik Han Giok-ku untuk membakar pasir bintang
langit... pastilah begitu."

640
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... apa gunanya kau bermain


sandiwara di hadapanku? Jalan pikiranmu mungkin bisa mengelabui
orang lain, tapi jangan harap bisa mengelabui sepasang mataku..."
"Jadi kalau begitu Sang kwan heng benar percaya bahwa
perbuatan ini adalah suatu kesengajaan..."
"Aku percaya dengan ketajaman mataku, apa yang pernah kulihat
dan kudengar sudah cukup untuk membuktikan bahwa kau berbuat
demikian..." jawab Sang Kwan In dengan wajah sinis.
"Apa yang pernah kau lihat?" bentak Toan Hong ya.
"Dengan mata kepala sendiri aku pernah melihat kau gunakan
Liuw Koei hui untuk mencelakai Cia Ceng Gak, aku masih ingat
ucapanmu terhadap Liuw Koei hui pada saat itu..."
Air muka Toan Hong ya berubah hebat :
"Urusan yang kau ketahui terlalu banyak, aku tak boleh
membiarkan dirimu hidup terlalu lama di kolong langit..."
Diam-diam Sang Kwan In merasa hatinya tercekat, tetapi di
luaran tetap ia bersikap tenang, sambil mendengus dingin katanya :
"Aku sudah tahu bahwa kau tak akan membiarkan aku tetap hidup
di kolong langit, cuma usahamu itu sia-sia belaka. Sebab sejak aku
mengetahui akan peristiwa itu, maka semua kejadian yang kuketahui
telah kucatat di dalam sejilid kitab ilmu silat, asal kau berani turun
tangan terhadap diriku maka kejadian itu akan diumumkan oleh
seseorang kepada khalayak ramai, agar semua orang kangouw
mengetahui akan tabiatmu dan keluarga Toan selamanya dicemooh
orang..."
"Siapakah orang itu?" tanya Toan Hong ya dengan wajah serius.
"Orang itu bukan lain adalah orang yang ingin kau celakai, coba
pikirkanlah kecuali Cia Ceng Gak siapa lagi yang hendak kau
lenyapkan? Mungkin dalam hati kecilmu sudah mengerti..."
"Dia belum mati?" teriak Toan Hong ya dengan sepasang mata
terbelalak lebar.

641
Saduran TJAN ID

"Meskipun dia masih hidup keadaannya tidak jauh berbeda


dengan keadaan orang mati..."
Toan Hong ya menghela napas panjang, hatinya terasa agak lega,
katanya seram :
"Sekarang aku sudah mendapatkan satu akal untuk menghadapi
dirimu, Sang Kwan In! Lima puluh ribu orang yang berada di dalam
selat Seng See Kok, malam ini jangan harap ada yang bisa keluar dari
sini, bila aku orang she Toan tidak berhasil melenyapkan dirimu,
malam ini aku betul-betul akan merasakan makan tak enak tidur tak
nyenyak..."
Ia tertawa tergelak, kepada Liuw Koei hui ujarnya :
"Sekarang kau boleh membalas dendam waktu itu andaikata tiada
Sang Kwan In maka Cia Ceng Gak tak akan meninggalkan dirimu,
kalau kau hendak mencari bibit penyakitnya maka keparat tua inilah
yang paling menjemukan..."
"Benar! Aku harus membinasakan dirinya untuk membalas
dendam..." sahut Liuw Koei hui sambil menggertak gigi.
Sesudah menjerit lengking bagaikan orang kalap, perempuan itu
meloncat ke muka, sepasang lengannya direntangkan dan langsung
mencengkeram tubuh Sang Kwan In.
"Hmmm, lebih baik tenangkan dulu hatimu!" dengus Pek In Hoei
dengan suara dingin.
Pemuda ini menyadari bahwa ketika itu Sang Kwan In sama
sekali tak bertenaga untuk angkat tangannya, jelas serangan kalap dari
Liuw Koei hui susah untuk dihindari. Pedangnya segera berkelebat
membabat punggung perempuan itu secara sadis.
Sreeet...! Sepasang lengan Liuw Koei hui hampir saja mengenai
tenggorokan dari Sang Kwan In, pada saat yang amat kritis itulah
desiran angin tajam menyapu datang dari belakang punggungnya,
membuat perempuan itu tercekat hatinya dan buru-buru menyingkir
ke samping.

642
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pek In Hoei tak mau memberi kesempatan bagi lawannya untuk


pergi ganti napas, lengannya kembali bergerak cepat, tiba-tiba ujung
pedangnya dari arah bawah menyusup ke atas dan langsung menotok
telapak tangan lawan.
Serangan macam ini sungguh berada di luar dugaan Liuw Koei
hui, ia tarik telapaknya sambil menyusup mundur lagi ke belakang,
tapi waktu sudah tak mengijinkan, telapaknya tahu-tahu tertusuk telak
dan darah segar mengucur keluar membasahi seluruh lengannya.
"Hmmm!" setelah dua kali beruntun Liuw Koei hui terluka di
ujung pedang lawan, hawa gusar yang bergelora di dalam hatinya
sukar tertahan lagi, sambil memandang telapak tangannya yang
berlumuran darah ia berteriak keras.
Air muka Toan Hong ya berubah hebat, serunya :
"Kau boleh mundur dari sini, sakit hati ini biarlah aku yang
membalaskan bagimu."
Liuw Koei hui gelengkan kepalanya, "andaikata aku tak bisa
membunuh sendiri bajingan ini, hamba bersumpah tak akan keluar
dari selat Seng See Kok ini lagi. Tadi ia telah melukai lengan kiriku
dan sekarang ia lukai lagi telapakku, sakit hati ini selamanya tak akan
beres sebelum aku berhasil menghancur-lumatkan tubuhnya..."
"Perempuan edan!" maki Pek In Hoei dengan gusarnya, "kalau
kau masih saja tak tahu diri, jangan salahkan kalau aku akan turun
tangan keji terhadap dirimu..."
Liuw Koei hui betul-betul sudah dibikin gusar bercampur
mendongkol hingga sukar untuk mengendalikan diri lagi, sekujur
badannya gemetar keras, sambil meraung kalap ia memandang
sekejap ke arah Toan Hong ya tanyanya :
"Bolehkah aku membinasakan dirinya??"
"Kau tak akan sanggup!" jawab Toan Hong ya sambil geleng
kepala.
Sorot matanya beralih ke atas wajah pemuda itu, dengan wajah
dilapisi napsu membunuh, kaisar she Toan ini tertawa dingin, telapak

643
Saduran TJAN ID

kanannya perlahan-lahan diangkat ke atas lalu berjalan menghampiri


si anak muda itu.
Pek In Hoei tercekat hatinya, sambil mencekal pedang ia berdiri
tegak tak berkutik, katanya :
"Bagus sekali, mari kita berduel untuk menentukan siapa bakal
hidup dan siapa bakal mati..."
"Hmmmm! Dalam seranganku ini akan kucabut selembar
jiwamu..." bentak Toan Hong ya dengan wajah menyeramkan.
Telapak kanannya diayun ke tengah udara, serentetan cahaya
tajam yang amat menyilaukan mata segera meluncur ke depan
membuat Pek In Hoei tak sanggup untuk membuka matanya.
"Aaaah... ilmu pukulan penembus awan!" seru Sang Kwan In
dengan wajah berubah hebat.
Blaaam...! Pek In Hoei segera merasakan tenggorokannya jadi
anyir badannya mundur tujuh delapan langkah ke belakang dengan
sempoyongan, ia mendengus kesakitan dan berteriak :
"Sungguh licik perbuatanmu!"
Belum habis ia berseru, darah segar telah muncrat keluar dari
mulutnya, tidak ampun lagi tubuhnya roboh tak sadarkan diri di atas
tanah.
Belum sampai satu jurus Pek In Hoei telah roboh tak sadarkan
diri, kejadian ini amat mengejutkan hati Sang Kwan In sehingga air
mukanya berubah hebat, saking gelisahnya ia ikut muntah darah
segar.
"Aaaai... takdir... takdir... Thian rupanya memang sudah akan
mencabut jiwaku..." gumamnya dengan wajah sedih.
Sementara itu Ouw-yang Gong yang selama ini membungkam
diri ikut mengucurkan air mata ketika menyaksikan si anak muda itu
roboh terluka, serunya keras-keras :
"In Hoei... In Hoei... ayoh bangkit dan pertahankan diri!"
Dengan wajah penuh penderitaan ia menarik lengan Pek In Hoei,
tapi pemuda itu sudah jatuh tak sadarkan diri, wajahnya pucat

644
IMAM TANPA BAYANGAN II

bagaikan mayat, darah kental masih mengucur keluar membasahi


bibirnya, keadaan pemuda ini tidak jauh berbeda bagaikan orang mati.
"Aku akan membalaskan dendam bagimu," teriak si kakek
konyol itu dengan badan gemetar keras, "Pek In Hoei, aku akan mati
bersama-sama dirimu..."
Dengan sedih ia tertawa keras, huncwee gedenya dicabut keluar
dari pinggangnya, dengan sepasang mata melotot besar ia lancarkan
sebuah totokan ke atas tubuh kaisar itu.
"Huuh... setan mulut usil, kau masih bukan tandinganku... lebih
baik tak usah mencari penyakit bagi diri sendiri," ejek Toan Hong ya
sambil geserkan badannya ke samping.
Serangan yang dilancarkan Ouw-yang Gong semakin gencar,
makinya kalang kabut.
"Kentut busuk ibumu yang ke-tujuh puluh dua kalinya. Huuh...
kau sendiri kaisar apa? Kaisar yang lebih bau dari kentut anjing, sejak
dilahirkan aku sudah mempunyai jiwa bajingan, aku paling suka
mencari gara-gara dengan orang berpangkat macam dirimu!"
Tokoh sakti yang usil mulut ini adalah seorang jago yang amat
setia kawan, selama hidupnya ia hanya merasa amat cocok dengan
Pek In Hoei seorang, setelah dilihatnya sahabat karibnya ini terancam
bahaya ia jadi lupa keadaan, ia lupa kalau musuhnya amat lihay. Yang
terpikir olehnya hanyalah adu jiwa dengan Toan Hong ya.
Apa daya kekuatan mereka tak seimbang, sekalipun serangan
yang dilancarkan amat dahsyat namun setiap kali Toan Hong ya
berhasil menghindarinya, cukup dengan kelitan yang amat enteng.
Lama kelamaan Ouw-yang Gong jadi penasaran juga, bentaknya
dengan marah :
"Eeei... bangsat yang dipelihara anjing, kenapa kau tidak
melancarkan serangan balasan?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... asal aku turun tangan, maka
jiwamu bakal melayang!"

645
Saduran TJAN ID

"Aaaai... sudah, sudahlah!" mendadak Ouw-yang Gong


menghentikan gerakan tubuhnya di tengah udara dan menghela napas
panjang. "Aku toh bukan tandinganmu, kenapa mesti bertempur lebih
jauh? Lebih baik aku mati di hadapanmu saja."
Ia pandang sekejap ke arah Pek In Hoei dalam-dalam dan
menambahkan :
"Pek In Hoei, aku berangkat duluan!"
Watak si ular asap tua yang amat setia kawan ini terlalu
berangasan, habis berkata dia segera ayunkan huncweenya
menghantam ke atas batok kepala sendiri.
"Hmm," tiba-tiba Toan Hong ya mendengus dingin. "Aku tak
akan membiarkan kau terlalu keenakan."
Jari tangannya laksana kilat menotok ke tengah udara, segulung
desiran angin tajam tanpa menimbulkan sedikit suara pun langsung
menghajar jalan darah penting di atas lengan Ouw-yang Gong, begitu
cepat dan tepat serangan itu membuat orang sama sekali tak
menyangka.
Sementara itu si ular asap tua hanya merasakan lengannya
mendadak jadi kaku, sebelum ingatan ke-dua sempat berkelebat di
dalam benaknya huncwee gede itu sudah terjatuh ke atas tanah.
Dengan penuh kebencian ia melotot sekejap ke arah Toan Hong ya
lalu katanya :
"Kau mau apa?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku hendak suruh kau memandang
sepasang mataku."
Ouw-yang Gong melengak, tanpa sadar dialihkan sorot matanya
ke atas sepasang mata pihak lawannya, mendadak sekujur tubuhnya
gemetar keras, sikap sedih, gusar serta takut matinya lenyap tak
berbekas dan sebagai gantinya rasa girang menghiasi seluruh
wajahnya.
Dari sorot mata lawannya yang amat tajam itu, Ouw-yang Gong
merasa seakan-akan telah menemukan sesuatu yang sudah lama

646
IMAM TANPA BAYANGAN II

hilang dari pandangannya dan kini ia muncul kembali di depan


matanya, selangkah demi selangkah tubuhnya maju ke depan, ia
menyebut lirih nama seorang perempuan, nama yang selamanya tak
akan dilupakan olehnya. Ia semakin mendekati lawannya agar bisa
melihat lebih jelas lagi benda di balik sorot mata lawannya itu.
"Di dalam mataku terdapat 'dia', dalam matamu terdapat aku, kau
dapat menemukan 'dia' bila kau masuk ke dalam sini, marilah..." bisik
Toan Hong ya dengan suara tenang. "Malaikat yang agung akan
memberikan apa yang kau inginkan..."
Keadaan Ouw-yang Gong pada saat ini jauh lebih mirip sesosok
mayat hidup yang tak bernyawa lagi, tubuhnya selangkah demi
selangkah maju ke depan semakin menghampiri tubuh Toan Hong ya.
"Ular asap tua!" Sang Kwan In segera menghardik, "Kau telah
terkena ilmu pembetot sukmanya!"
Tapi Ouw-yang Gong sudah tidak mendengar lagi suara bentakan
dari Sang Kwan In, sepasang matanya terpusat di atas mata lawannya,
sementara sang lawan bergerak kian mendekat.
Di atas wajahnya sudah tak nampak kesedihan, kegusaran atau
pun penderitaan, yang ada tinggal senyuman. Senyuman yang terlalu
dipaksakan.
Toan Hong ya tertawa terbahak-bahak, katanya :
"Dalam kerajaan yang dikuasai malaikat ketenangan kau akan
melupakan semua kebencian, kejahatan serta rasa dendam, yang aku
butuhkan hanyalah peristirahatan yang tenang tenang... peristirahatan
yang kekal..."
"Benci... dendam... budi... ketenangan..." gumam Ouw-yang
Gong dengan suara lirih.
Ketika tubuhnya tiba pada jarak dua langkah di hadapan Toan
Hong ya, tiba-tiba tubuhnya gemetar semakin keras.
Toan Hong ya tahu bahwa daya ingatannya telah kabur, tanpa
terasa sambil tertawa katanya lagi :

647
Saduran TJAN ID

"Semua benda-benda seperti itu sudah tak ada gunanya lagi


bagimu, hanya hidup tenang di dalam kebun kegembiraanlah yang
akan memberikan kepuasan serta kehangatan dalam hidupmu, di sana
kau akan mendapatkan wanita cantik, intan permata, emas perak, arak
wangi serta makanan lezat yang tak akan didapat di tempat lain..."
"Hmmm..." mendadak Ouw-yang Gong mengerang keras, di saat
Toan Hong ya berada dalam keadaan tidak bersiap sedia itulah
mendadak ia meloncat ke depan, sepasang telapaknya laksana kilat
melancarkan serangan babatan ke depan.
Blaaaam.... di tengah udara terjadi ledakan dahsyat yang
menggetarkan seluruh permukaan, tubuh Toan Hong ya mencelat
sejauh setengah tombak lebih dan roboh di atas tanah, sedang Ouw-
yang Gong sendiri pun jatuh di atas tanah.
"Hmmm!" ke-dua orang itu sama-sama mendengus dingin lalu
muntah darah segar, sesaat kemudian Toan Hong ya perlahan-lahan
bangkit berdiri dan melotot sekejap ke arah Ouw-yang Gong dengan
penuh kegusaran.
Sekujur tubuh si kakek konyol itu gemetar keras, diam-diam
hatinya merasa tercekat, bisiknya :
"Kau... kau masih sanggup berdiri?"
Toan Hong ya tertawa dingin, sambil menyeka noda darah yang
membasahi ujung bibirnya ia berseru :
"Aku terlalu menilai rendah dirimu, aku tak menyangka kau bisa
berlagak seolah-olah terkena ilmu pembetot sukmaku dan
membokong diriku di kala aku tidak siap. Untung reaksiku sangat
cepat... kalau tidak dua pukulan dahsyatmu barusan pasti telah
menyelesaikan jiwaku..."
"Maknya, kau betul punya jiwa seperti kura-kura bangsat! Aku si
ular asap tua mengira perbuatanku ini pasti akan berhasil
membalaskan sakit hati Pek In Hoei, tak nyana kau si anak kura-kura
mempunyai nasib yang begitu mujur, sudah terkena dua pukulan pun
hanya menderita luka enteng, agaknya usahaku cuma sia-sia belaka,

648
IMAM TANPA BAYANGAN II

takdir telah menetapkan bahwa aku tak bisa membalas sakit hati ini
lagi! Aaai... ke-dua pukulan itu pun merupakan takdir, seandainya
Sang Kwan Kokcu tidak menghardik sehingga pikiranku sadar
kembali, dari mana aku bisa menghadiahkan dua buah bogem mentah
kepadamu? Sayang kekuatan tubuhku masih belum cukup untuk
membinasakan dirimu, kesempatan yang baik ini harus dibuang
dengan percuma!"
"Huuh... peristiwa itu hanya bisa dianggap sebagai keteledoranku
hingga terkena bokonganmu, cuma kesempatan baik seperti itu hanya
ada satu kali saja, sekarang kau tak akan mampu untuk menciptakan
kesempatan sebaik itu lagi!"
********

Bagian 29
TENTANG soal itu aku sendiri pun tahu," sahut Ouw-yang Gong
sambil tarik napas dalam-dalam, "Aku pun tahu bahwa ilmu
kepandaianku belum dapat menandingi dirimu, bila turun tangan lagi
berarti aku mencari penyakit buat diri sendiri. Nah! Sekarang kau
boleh mulai turun tangan, aku tak akan memberikan perlawanan."
"Hmmm! Rupanya kau masih tahu akan diri sendiri, tapi... kau
mesti tahu bahwa serangan yang akan kulancarkan sebentar lagi
bukan permainan kanak-kanak, aku bisa membinasakan dirimu dalam
sekali pukulan dan kau pun jangan menganggap aku hendak
melampiaskan rasa mendongkolku, aku hanya ingin memberi sedikit
kelihayan padamu!"
"Apa yang hendak kau lakukan?" seru Ouw-yang Gong dengan
mata terbelalak lebar.

649
Saduran TJAN ID

Jilid 27
"HAAA... haaa... haaa.... acara bagus masih ada di belakang,
perlahan-perlahan kau akan mengetahui sendiri," sorot matanya
mengerling sekejap ke arah Liuw Koei hui dan menambahkan.
"Totoklah dahulu jalan darah Kie-kan, Cie-ti serta Ci-Hu tiga buah
jalan darahnya."
Liuw Koei hui mengiakan dan segera meloncat maju ke depan,
sepasang tangannya bergerak cepat, dalam sekejap mata beberapa
buah jalan darah di atas tubuh si kakek konyol itu sudah tertotok.
Toan Hong ya memandang wajahnya dengan sorot mata
mengerikan, ia berkata :
"Untuk sementara waktu bangsat tua itu aku serahkan kepadamu,
setelah kubunuh semua orang yang ada di sini, bawalah bangsat tua
ini ke dalam keratonku, aku hendak baik-baik mendidiknya."
"Hamba terima perintah!" sahut Liuw Koei hui sambil memberi
hormat.
Toan Hong ya alihkan sinar matanya memandang sekejap wajah
Sang Kwan In, lalu katanya :
"Sekarang apa yang hendak kau katakan lagi?"
"Hmmm! Kau hendak bacok silahkan bacok, mau bunuh silahkan
bunuh, aku orang she Sang Kwan sama sekali tidak gentar, tapi aku
hendak memberitahu dulu kepadamu, dalam selat Seng See Kok ini
jago lihay amat banyak dan tersebar di empat penjuru, gampangan kau
datang kemari dan belum tentu bisa tinggalkan tempat ini dengan

650
IMAM TANPA BAYANGAN II

seenteng mungkin sebelum berhasil keluar dari sini kau telah mati
dulu di atas genangan darah."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kiranya kau masih ingin
mengandalkan empat orang kakek tua dari Partai Thiam cong itu
untuk melindungi dirimu, hmmm, Sang Kwan In! Terus terang
kuberitahukan kepadamu, ketika aku datang tadi putrimu serta ke-
empat orang kakek tua tadi sudah mengalami nasib yang sama,
mungkin pada saat ini mereka masih tertiup angin di tempat semula."
"Kau telah turun tangan keji terhadap mereka?" tanya Sang Kwan
In dengan nada sedih.
Toan Hong ya gelengkan kepalanya.
"Sewaktu datang kemari tadi aku tidak mempunyai rencana
demikian, maka hanya kutotok jalan darah mereka, tetapi keadaan
yang terbentang di depan mata saat telah memaksa diriku untuk
merubah semua rencanaku, karena engkau kemungkinan besar semua
orang akan mati terbunuh konyol!
"Orang she Toan, sekalipun aku telah berubah jadi setan pun akan
mencekik dirimu sampai mati!" sumpah Sang-kwan In dengan penuh
kemarahan.
"Hmm.... Hmm.... mungkin kau tak akan memiliki kemampuan
sampai sebesar itu !"
Dengan pandangan licik ia menatap wajah Sang-kwan In lalu
tertawa terbahak babak tapi ketika sampai di tengah jalan mendadak
suara tertawanya sirap, wajahnya berkerut kencang dan memandang
atas wuwungan rumah dengan mata terbelalak, dengan kaget
bercampur gugup ia mundur selangkah ke belakang.
Di atas tiang penglari tampaklah sesosok bayangan hitam berdiri
disitu, meskipun hanya bayangan punggungnya saja yang kelihatan
secara, tetapi bayangan itu amat dikenal oleh Toan Hong ya.
Sekujur tubuhnya gemetar keras, bisiknya lirih :
"Kau... kau... Cia..."

651
Saduran TJAN ID

Tiba-tiba orang itu menoleh, selembar wajah yang mengerikan


terbentang nyata di depan mata, sorot mata orang itu tajam seakan-
akan baru datang dari akhirat, dengan suara yang dingin bagaikan
sukma gentayangan orang itu berkata:
"Orang she-Toan, kau tak akan menyangka bukan kalau aku
masih hidup di kolong langit?"
"Siapa kau?" bentak Toan Hong ya setelah menenteramkan
hatinya. ' -
"Aku adalah malaikat sukma.. seorang manusia yang telah
terbuang dari dunianya, aku pun sesosok sukma yang penuh dengan
hutang darah, aku datang ke dunia ini untuk menagih hutang-hutang
darahku dengan beberapa orang, kau adalah manusia pertama yang
akan kucari"
Suara itu terlalu dikenal olehnya, meskipun sudah terpaut banyak
tahun tetapi Toan Hong ya segera kenali siapakah orang itu setelah
mendengar suaranya. Dengan penuh ketakutan ia mundur satu
langkah ke belakang, bisiknya:
"Kau... kau masih hidup?"
"Aaa... kau... adalah Ceng Gak! tiba-tiba Liuw Koei Hui menjerit
lengking... Cia Ceng Gak, kau benar-benar belum mati!'
Dengan pandangan dingin orang itu menyapu sekejap ke arahnya,
kemudian berkata:
"Badan kasar Cia Ceng Gak telah binasa, yang ada hanyalah
sukmanya yang selalu akan gentayangan di kolong langit, kejadian
yang menimpa dirimu memang patut dikasihani tapi sayang cinta
sepihakmu hanya suatu impian belaka, akhirnya toh nihil yang kau
peroleh!"
"Ceng Gak! kau masih ingat akan diriku??"
Cia Ceng Gak menghela napas panjang.
"Terhadap siapa pun aku masih ingat dengan jelas, terutama
sekali terhadap kau dan Toan Horg ya, tiap hari aku selalu terkenang
dan tak pernah melupakannya...."

652
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sungguh?" jerit Liuw Koei Hui kegirangan, "Jadi kalau begitu


penantianku selama beberapa tahun tidaklah sia-sia belaka!"
"Kau telah menunggu dengan sia-sia" tukas Cia Ceng Gak ketus.
"Cia Ceng Gak yang ada sekarang sudah bukan pemuda tampan pada
masa yang silam lagi, wajahku memuakkan hati setiap orang, siapa
yang berani hidup bersama dengan diriku lagi."
"Aku....."
Ketika sorot matanya bertemu dengan raut wajah lawannya yang
begitu mengerikan, ucapan selanjutnya tak sanggup diteruskan lagi.
Walaupun orang jelek banyak terdapat di kolong langit tetapi tak
seorang manusia pun yang mempunyai raut wajah sejelek Cia Ceng
Gak saat ini.
Tatkala dilihatnya Liuw Koei Hui jadi ketakutan sehingga tak
berani meneruskan kembali kata-katanya, Cia Ceng Gak segera
tertawa dingin dan berkata :
"Huuh... yang kau sukai hanyalah raut wajah yang tampan, dan
kini raut wajah tampan yang selama ini kau idam-idamkan telah
musnah berantakan, aku tiada berharga untuk kau cintai lagi..."
Mendadak ia menghela napas panjang, tambahnya :
"Siapa yang tahu bagaimana kejadian hingga wajahku jadi hancur
dan musnah hingga berubah jadi begini?"
Toan Hong ya tersentak kaget dan menunduk dengan penuh
ketakutan, keringat dingin mengucur keluar menghabisi seluruh
tubuhnya, meskipun batinnya suruh ia berusaha untuk tenangkan
hatinya, tetapi jantungnya tetap berdebar dengan amat keras.
"Beritahukan kepadaku, siapa yang telah menghancurkan raut
wajahmu... terdengar Liuw Koei Hui berseru dengan nada sedih.
"Setelah kuberitahukan kepadamu, apa yang hendak kau
lakukan? Apakah kau dapat membalaskan sakit hatiku...
"Tentu saja, sekalipun orang yang paling akrab dengan diriku aku
pasti akan membinasakan dirinya di hadapanmu juga..."

653
Saduran TJAN ID

"Oooo. Kalau begitu kau benar-benar masih mempunyai rasa


cinta terhadap diriku..." seru Cia Ceng Gak, ia melirik sekejap ke arah
Toan Hong-ya lalu menambahkan, "Orang itu bukan lain adalah
manusia yang berada di depan matamu..."
Dengan hati terkesiap Toan Heng-ya angkat kepalanya, saking
takut dan kedernya tak sepatah yang sanggup diucapkan keluar.
Sedang Liuw Koei Hui sendiripun merasa kejadian ini sedikit
berada di luar dugaannya ia jadi gelagapan dan tak tahu apa yang
mesti dilakukan.
"Orang she Toan," seru Cia Ceng Gak dengan suara berat.
"Beranikah kau mengakui akan kejadian ini?"
"Kenapa aku mesti takut untuk mengakuinya?" balas Toan Hong-
ya dengan suara gemetar.
Dalam pada itu Liuw Koei Hui telah berhasil menenangkan
hatinya, dengan sinar mata penuh keheranan ia memandang wajah
Toan Hong ya tajam-tajam, perasaan hatinya jadi kalut dan sukar
dilukiskan dengan kata-kata mendadak sambil berlutut ia berkata :
"Sri Baginda, kenapa kau mencelakai Ceng Gak dengan cara
begitu keji?..."
Toan Hong-ya menghela napas panjang.
"Sejak aku berikan dirimu kepada Cia Ceng Gak, dalam hati
kecilku telah mengambil keputusan untuk menjodohkan kalian berdua
hingga bisa hidup rukun hingga akhir tua nanti, siapa tahu Sang-kwan
In keparat tua ini telah menghasut Ceng Cak hingga hubungan kalian
jadi berantakan tak karuan, dalam sedih dan sakit hatiku akhirnya aku
bersumpah untuk menemukan kembali Cia Ceng Gak guna
diserahkan kembali kepadamu, bila ia tak mau kembali ke sisimu
terpaksa akan kumusnahkan raut wajahnya yang tampan itu, dalam
keadaan demikian terpaksa aku harus bertindak keji..."
"Ku« berbuat demikian memang demi kebaikanku," kata Liuw
Koei Hui hambar, "Mana mungkin aku menyalahkan dirimu dan
menganggap budi sebagai dendam, Hong ya! Hamba tiada sesuatu

654
IMAM TANPA BAYANGAN II

apapun yang bisa kuberikan kepadamu untuk membalas budi


kebaikanmu itu, maka harap kau suka menerima tiga buah
penghormatanku sebagai tanda rasa baktiku terhadap dirimu..."
"Tak usah banyak adat!" buru-buru Toan Hong-ya maju
mencegah.
Baru saja tangannya menyentuh lengan perempuan itu. Tiba-tiba
Liuw Koei Hui dengan menggunakan gerakan tangan yang cepat dan
aneh mencengkeram tengkuk Toan Hong-ya lalu dicekiknya dengan
sekuat tenaga...
"Kau... jerit Toan Hong-ya dengan suara gemetar.
Begitu kencang cekikan itu hingga membuat pernapasan kaisar
dari negeri Tayli ini terhenti sejenak, di saat yang kritis itulah timbul
sesuatu kekuatan dalam tubuhnya untuk menyelamatkan diri, sekuat
tenaga dia hantam tubuh Liuw Koei Hui.
Blaam...! dalam jarak yang begitu dekat, pukulan tersebut dengan
telak bersarang di atas tubuh lawannya.
Dengan penuh kesakitan Liuw Koei Hui menjerit ngeri, darah
segar muncrat keluar dari ujung bibirnya, ia mendengus penuh
kebencian, serunya :
"Hong-ya, sikapmu terhadap diriku terlalu baik, tetapi aku tak
bisa menerima kebaikanmu itu, kau berani menghancurkan hidup
Ceng Gak maka terpaksa akupun harus mencekik dirimu sampai
mati!"
Mati-matian ia cekik tengkuk kaisar itu membuat tubuh Toan
Hong-ya jadi sempoyongan, matanya jadi berkunang-kunang dan
dadanya terasa amat sesak, akhirnya ia tak tahan dan roboh ke atas
tanah.
Tetapi sesaat sebelum menghembuskan napasnya yang
penghabisan, rupanya Toan Hong-ya merasa tidak rela mati dengan
begitu saja, telapaknya direntangkan lebar, ke-lima jarinya bagaikan
pisau belati ditusuk ke atas dada Liuw Koei hui hingga tembus pada
punggungnya.

655
Saduran TJAN ID

Perempuan itu menjerit ngeri, badannya kejang dan darah segar


muncrat keluar membasahi seluruh lantai, melayanglah jiwa selir dari
negeri Tayli ini dalam keadaan mengerikan.
Air muka Toan Hong-ya sendiri pun berkejut kencang, sepasang
matanya melotot bulat-bulat, kakinya menjejak lantai dan kaisar dari
negeri Tayli inipun menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Sang-kwan in diam-diam menghela napas panjang, sambil
menggeleng katanya :
"Hukum alam selalu akan menimpa mereka yang bersalah,
sungguh tak nyana seorang kaisar dari suatu negeri harus menemui
ajalnya dalam keadaan yang begini mengenaskan... Ceng Gak-heng
sakit hatimu akhirnya terbalas juga..."
"Dia telah mati...." ujar Cia Ceng Gak sedih.
Tiba-tiba terdengar Liuw Koei Hui merintih rupanya ia belum
putus nyawa, dengan wajah dihiasi senyuman ia nampak mendongak
lalu berbisik dengan air mata bercucuran:
"Ceng Sak, aku telah membalaskan sakit hatimu..."
"Benar kau terlalu mencintai diriku, aku merasa menyesal
terhadapmu..."
Liuw Koei Hui menghembuskan napas panjang, katanya lagi :
"Sekarang aku baru tahu arti sebenarnya dari cinta, cinta dapat
menimbulkan keberanian bagi seseorang, dapat pula menghilangkan
kejantanan seseorang, aku bisa melakukan suatu pekerjaan yang
menggirangkan hatimu, sekalipun harus ditukar dengan kematian
bagiku..."
Dengan suara mirip mengigau ia melanjutkan :
"Mungkin aku akan berangkat lebih dahulu daripada mu, aku
akan mengakhiri perjalananku di dalam dunia ini, aku akan
menantikan kedatanganmu di tempat yang jauh, di situ akan kubangun
sebuah kebun bunga yang indah, seindah kebun bunga di istana negeri
Tayli, setelah kau menyusul diriku nanti, kita akan tinggal di tempat
itu, selamanya tak akan keluar lagi.... benar, akan kucarikan pula

656
IMAM TANPA BAYANGAN II

beberapa orang dayang keraton untuk melayani dirimu, agar kau bisa
merasakan kehidupan yang penuh kebahagiaan."
Ditatapnya wajah Cia Ceng Gak dengan sorot mata penuh rasa
cinta, lalu tambahnya :
"Sekarang aku tidak takut lagi dengan raut wajahmu, apa
salahnya wajah yang bagus atau jelek? Yang kubutuhkan hanya
hatimu, asal hatimu baik...."
"Kau sangat baik..."
Tiba-tiba Liuw Koei Hui tertegun sejenak seperti telah teringat
akan suatu persoalan, ia tertawa sedih dan berkata kembali :
"Kau? kenapa tidak memanggil namaku? Bukankah kau paling
suka dengan namaku..."
Ucapannya terputus dan napasnya mendadak memburu, sikap Cia
Ceng Gak nampak sangat gelisah hingga keringat dingin mengucur
keluar hingga membasahi tubuhnya, ia tetap tak menjawab.
Liuw Koei Hui semakin tertegun, dengan napas terengah-engah
serunya :
"Paa... panggillah aku...."
Tapi ia putus asa, sebelum ia mendengar jawaban diri pihak
lawan napasnya telah putus. Sesaat sebelum menghembuskan
napasnya yang penghabisan wajahnya nampak terkilas beberapa buah
pertanyaan yang mencurigakan hatinya, tapi pertanyaan itu selamanya
tak akan terjawab, sebab ia telah mati/
Memandang jenazah Liuw Koei Hui yang membujur di atas
lantai, Cia Ceng Gak berkata dengan suara gemetar :
"Maafkan daku! terpaksa aku harus berbuat demikian, kalau tidak
maka seluruh penghuni selat Seng See Kok bakal musnah.... Aaai!
aku tahu bahwa perbuatanku menipu cinta kasihmu adalah suatu
perbuatan yang salah..."
Secara beruntun Toan Hong ya serta Liuw Koei hui telah
meninggal dunia, kejadian ini membuat suasana dalam ruangan
berubah jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.

657
Saduran TJAN ID

Lama sekali.... Sang-kwan In baru buka suara dan berkata :


"Saudara Ceng Gak, kau tak usah bersedih hati! Liuw Koei Hui
bisa mati dalam keadaan tenang sudah merupakan suatu kejadian
yang membahagiakan dirinya. Siapa yang bisa menghindari
kematian? cuma waktunya saja yang berbeda..."
"Ayah!" mendadak orang itu berseru.
Sang-kwan In hampir saja berdiri kaku, ia tak percaya ucapan itu
bisa muncul dari mulut Cia Ceng Gak, dengan penuh kecurigaan ia
berpaling keluar pintu kemudian berkata :
"Saudara Ceng Gak, kau..."
"Ayah... aku adalah Cing Cing..."
Mendadak Cia Ceng Gak putar badan dan menarik wajahnya,
segera muncullah raut wajah Sang-kwan Cing yang cantik.
Sang-kwan In semakin melengak, ia berseru :
"Cing-jie, dari mana bisa kau?..."
Dengan air mata bercucuran Sang-kwan Cing menjawab :
"Setelah jalan darah ananda tertotok oleh Toan Hong-ya, diam-
diam aku kerahkan tenaga untuk membebaskan pengaruh totokan
tersebut. Untung Toan Hong-ya agak ringan turun tangan terhadap
diriku. Setelah jalan darahku bebas, tanpa sengaja di atas lantai aku
telah menemukan sejilid kitab kecil yang jatuh dari saku Toan Hong-
ya, dalam kitab tersebut tercatat semua kisah kejadiannya dengan Cia
Ceng Gak.
"Karena keadaan ayah amat berbahaya, aku segera membebaskan
Thiam-cong Su Loo dan ajak mereka berunding, tiba-tiba kami
mendapat satu akal, dengan cara ini aku hendak menakuti Toan Hong-
ya, maka segera kucari sebuah topeng kulit..."
"Bocah durhaka!" damprat Sang-kwan In dengan wajah berubah
hebat, "Tahukah kau bahwa perbuatanmu itu sudah mencelakai dua
lembar jiwa manusia..." hingga suara pun bisa kau tirukan sedemikian
tepat, aku tidak habis mengerti sedari kapan kau pelajari begitu
banyak kepandaian..."

658
IMAM TANPA BAYANGAN II

Yang berbicara bukan aku, empek Tiong Yan lah melayani tanya
jawab itu sambil bersembunyi di atap rumah, karena itulah aku tak
berani meloncat turun ke bawah. Kemunculan aku yang mendadak
rupanya sangat mengejutkan hati Toan Hong ya serta Liuw Koei Hui
hingga mereka sama sekali tidak mengetahui akan penyaruanku... "
Diam-diam Sang kwan In menghela napas panjang, katanva
kemudian :
"Kematian dari Toan Hong ya tak usah kita sesalkan, yang patut
dikasihani adalah Liuw Koei Hui, kehidupannya selama ada di dunia
amat payah dan penuh penderitaan, meskipun pikirannya terlalu picik
tapi selama hidupnya amat jarang melakukan kejahatan, perbuatanmu
yang telah membohongi dia tentu akan membuat sukmanya di alam
baka jadi tak tenteram..."
"Ananda tahu bahwa perbuatan ini amat bersalah terhadap Liuw
Koei Hui... " sahut Sang kwan Cing sambil tundukkan kepalanya.
"Aku tidak pantas menggunakan cara seperti ini untuk membohongi
cinta kasihnya, untuk menebus dosaku ini ananda rela jadi anak
angkatnya, akan kukubur jenazahnya secara layak dan menjaga
pusaranya... "
Sang kwan In masih ingin mengucapkan sesuatu lagi, pada saat
itulah empat kakek tua dari partai Thiam cong telah melangkah masuk
ke dalam ruangan, Tiong Yan langsung minta maaf kemudian ujarnya
dengan gelisah :
"Sang kwan Kokcu, apakah Pek In Hoei bisa mati?"
Sang Kwan In tidak menjawab, ia periksa nadi si anak muda itu
lalu menghela napas panjang, katanya kemudian setelah memandang
jenazah dari Toan Hong ya.
"Jarang sekali ada orang yang sanggup menerima pukulan
penebus awan itu, dalam lukanya Pek In Hoei harus menerima pula
sebuah pukulan berat dari ilmu sakti itu. Sebenarnya ia bakal mati
binasa, tapi menurut denyutan nadinya barusan aku rasa ia berada
dalam keadaan normal, mungkin tiada persoalan atas dirinya..."

659
Saduran TJAN ID

Thiam cong su loo sama-sama menghembuskan napas lega,


kerutan dahi yang semula menghiasi wajah mereka kian lama kian
bertambah tawar, ketegangan pun semakin mengendor.
"Ayah," tiba-tiba Sang Kwan Cing berseru, "bagaimana caranya
untuk memunahkan serbuk racun pasir bintang langit..."
"Tad ada cara lain kecuali menelan obat penawar khusus dari
serbuk racun itu..." jawab Sang Kwan In sambil geleng kepala.
Sang Kwan Cing segera lari ke sisi mayat Toan Hong ya dan
menggeledah sakunya, tidak lama kemudian dari dalam saku kaisar
itu ia temukan sebuah botol porselen serunya :
"Ayah, coba lihat apakah ini?"
Sang Kwan In menerimanya dan dicium sebentar, kemudian
menjawab :
"Nak, inilah obat pemunah dari pasir bintang langit, ilmu silat
yang kumiliki tak akan punah lagi!"
Ia merandek sejenak, lalu sambungnya :
"Su loo, tolong bimbinglah Pek In Hoei masuk ke dalam
kamarku, di situ aku memiliki beberapa macam obat mujarab yang
bisa memulihkan kesehatannya dengan cepat..."
Bicara sampai di situ dari dalam botol porselen tadi diambilnya
beberapa butir pil berwarna hijau dan segera ditelan, setelah
bersemedi beberapa waktu hingga keringat dingin membasahi seluruh
tubuhnya, sambil meloncat bangun ia berseru :
"Aku sudah sembuh!"
Sang Kwan Cing menghembuskan napas lega, katanya :
"Ayah, betulkah kau akan membangun kembali partai Thiam
cong di dalam wilayah selatan..."
"Tentu saja! Antara partai Thiam cong dengan selat Seng See
Kok kita mempunyai hubungan yang sangat erat, bagaimana pun juga
aku harus bantu mereka untuk membangun kembali partai Thiam
cong yang telah musnah..."

660
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Waaaah... kalau begitu nasib selat Seng See Kok kita jadi amat
mengenaskan..."
"Kenapa?"
"Bangkitnya partai Thiam cong di wilayah selatan berarti
punahnya selat Seng See Kok kita, julukan sebagai partai nomor
wahid di wilayah selatan pasti akan terjatuh ke tangan orang lain..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau betul-betul bocah dungu yang
belum tahu keadaan, ayoh berangkat! Aku harus segera
menyembuhkan luka yang diderita Pek In Hoei, bila terlambat
mungkin ilmu silatnya bakal punah!"
******

Pagi yang cerah menyelimuti bukit Thiam cong yang megah,


sinar matahari yang berwarna keemas-emasan memancar ke seluruh
pelosok bukit tersebut.
Berita tentang bangkitnya kembali partai Thiam cong di wilayah
selatan akhirnya tersebar pula di seluruh dunia persilatan, walaupun
pelbagai partai telah memperoleh surat undangan tapi tak seorang
wakil pun yang hadir dalam perayaan tersebut, kejadian ini
mencemaskan hati semua orang yang tergabung dalam partai Thiam
cong...
Murid partai Thiam cong yang telah menyembunyikan diri tak
seorang pun yang hadir pula saat itu, sepanjang jalan gunung menuju
ke kuil Sang Cing Koan dipenuhi oleh jago-jago lihay selat Seng See
Kok yang pada waktu itu di bawah pimpinan Sang Kwan In telah
menggabungkan diri dengan pihak partai Thiam cong.
Atas permohonan dari Pek In Hoei, akhirnya Sang Kwan In
menjabat sebagai wakil ketua dari partai tersebut, sedang Thiam cong
Su Loo menjabat sebagai empat pelindung hukum, hanya Pek In Hoei
seorang yang tidak ikut menduduki jabatan berhubung persoalannya
masih menumpuk.

661
Saduran TJAN ID

Taaaang...! suara genta bergema memenuhi angkasa membelah


jalan gunung yang sunyi...
Dengan wajah sedih Pek In Hoei berdiri di sisi meja abu
Sucouwnya, ia merasa kecewa bercampur kesal karena tak seorang
wakil pun dari pelbagai perguruan yang diundang ikut hadir di dalam
upacara besar ini.
"Tak usah dipikirkan lagi," kata Sang Kwan In dengan wajah
serius. "Kita tetap melangsungkan upacara ini tepat pada waktunya..."
Pek In Hoei mengangguk.
"Bila partai yang mendapat undangan tidak hadir dalam upacara
ini, itu berarti bahwa mereka tidak pandang sebelah mata pun
terhadap partai Thiam cong kita, mulai hari ini mereka pun bukan
sahabat dari partai Thiam cong..."
"Setiap partai semuanya tahu sampai di manakah kesukarannya
untuk mendirikan partai, tak ada suatu perguruan pun yang tidak
mengalami kesulitan di kala membangun perguruannya. Apa yang
mesti kita pikirkan tentang sedikit penghinaan ini?" kata Sang Kwan
In sambil tertawa getir, "Aku percaya dengan mengandalkan wajahku
ada beberapa perguruan pasti akan hadir dalam upacara ini."
"Aku rasa itu terlalu dipaksakan, yang kuharapkan adalah
kehadiran mereka secara sukarela."
"Haaaah... haaaah... haaaah... mungkin saja mereka tidak datang
karena merasa malu sebab mereka pernah menderita kekalahan di
tanganmu, tapi aku percaya jiwa mereka tak akan sesempit itu, lagi
pula di kemudian hari mereka masih membutuhkan kita..."
Belum habis perkataan itu diucapkan, dari luar pintu terdengar
suara teriakan keras berkumandang datang :
"Loei Peng dari partai Kilat telah tiba..."
Buru-buru Pek In Hoei munculkan diri untuk menyambut
kehadiran orang itu, terlihat Loei Peng dengan wajah dihiasi
senyuman muncul di depan pintu didampingi dua orang jago lihaynya,

662
IMAM TANPA BAYANGAN II

sikap serta tingkah laku orang ini wajah dan sedikit pun tidak
memikirkan masalah yang telah lampau.
"Pek sauwhiap, ini hari aku harus memberi selamat kepadamu!"
terdengar Loei Peng berseru sambil tertawa terbahak-bahak.
"Aaaah, mana... mana... " jawab Pek In Hoei sambil tersenyum,
"Siauw te bisa mendapat kunjungan dari Loei heng, hal ini sudah
cukup membuat hatiku merasa amat berterima kasih..."
Dari luar kembali terdengar seorang anggota partai Thiam cong
berseru lantang :
"Ku Lok dari benteng Leng Cian Poo tiba..."
"Sheng Kong dari selat Leng In Kok..."
Sesaat kemudian hampir separuh dari partai besar di wilayah
selatan telah hadir di atas gunung Thiam cong, semua tamu segera
dipersilahkan masuk ke dalam ruang tengah.
Selama ini tak seorang pun di antara para jago itu yang
mengungkap kembali peristiwa bentrokan mereka dengan Pek In Hoei
bahkan menganggapnya tak pernah terjadi peristiwa semacam itu.
Tentu saja hal ini disebabkan mereka memandang di atas wajah
Sang Kwan In, sebagai seorang jago lihai dalam dunia persilatan,
meskipun terhadap orang ini mereka merasa mendongkol dan benci
namun di luaran mereka bersikap ramah dan berkawan, karena
mereka tahu memusuhi Sang Kwan In berarti mencari penyakit buat
diri sendiri.
Taaang! Taaang! Taaang! kembali terdengar suara genta dipalu
nyaring... suasana di tengah ruangan segera berubah jadi amat hening.
Diiringi nyanyian doa, dari ke-dua belah sisi ruangan muncullah
dua puluh empat orang toosu dengan membawa obor besar, di
belakang barisan toosu itu muncullah Sang Kwan In diiringi Thiam
cong Su loo dengan membawa sebuah hioloo.
Setibanya di tengah ruangan, orang-orang itu berhenti dan
menghadap ke meja sembahyang.
Terdengar seorang menghardik keras :

663
Saduran TJAN ID

"Pasang Hio!"
Dengan sikap yang amat hormat Sang Kwan In
mempersembahkan hioloo tadi ke meja abu sucouw mereka kemudian
jatuhkan diri berlutut dan menjalani penghormatan besar sebanyak
tiga kali, ujarnya :
"Anak murid angkatan ke-tiga puluh empat partai Thiam cong
pay, Sang Kwan In untuk sementara waktu akan menjabat sebagai
ketua, sejak kini tecu rela mengabdi dan menyumbang tenaga serta
pikiran demi kejayaan partai Thiam cong..."
Haruslah diketahui meskipun Sang Kwan In bukan murid Thiam
cong, tapi ia menaruh budi yang besar terhadap partai tersebut. Sejak
Thiam cong pay dimusnahkan secara diam-diam ia seringkali
berunding dengan Thiam cong Su loo untuk melakukan pembalasan
dendam, ia rela melepaskan perguruannya demi menuntut balas bagi
kematian anak murid partai Thiam cong yang terbunuh.
Oleh sebab itulah Thiam cong Su Loo lebih penuju kalau Sang
Kwan In untuk sementara waktu menjabat sebagai ketua partai.
Walau begitu, kejadian ini segera mengemparkan seluruh hadirin
yang mengikuti jalannya upacara tersebut, tak seorang pun di antara
mereka yang tahu secara bagaimana Sang Kwan In menjabat sebagai
ketua partai Thiam cong.
Dalam pada itu selesai Sang Kwan In berdoa, serentetan suara
kembali berkumandang di angkasa :
"Persembahkan korban!"
Empat orang murid partai menggotong seekor kambing putih
berjalan masuk ke dalam ruangan setelah meletakkan binatang itu di
depan meja abu Sang Kwan In segera cabut keluar pedang penghancur
sang surya dari sarungnya, sekali tebas laksana kilat ujung pedang
telah menembusi perut kambing korban tadi.
Darah segera muncrat ke empat penjuru dan cahaya pedang itu
segera sirap kembali di balik sarung...

664
IMAM TANPA BAYANGAN II

Taaang...! Untuk ke-tiga kalinya genta dibunyikan, pertanda


ucapan pembukaan partai Thiam cong telah mendekati akhir.
Mendadak... dari pintu bawah bukit itu berkumandang datang
suara bentakan keras.
"Empat orang Nio Nio dari keraton keluarga Toan di negeri Tayli
datang berkunjung!"
Mendengar seruan itu, semua hadirin dalam ruangan jadi
tertegun, sebab menurut peraturan Bu lim pembalasan dendam
macam apa pun tidak diperkenankan dilakukan di saat orang lain
sedang melakukan upacara hikmat, tapi sekarang pihak keluarga Toan
dari negeri Tayli telah melanggar peraturan tersebut, itu berarti bahwa
pihak mereka telah bersumpah untuk membasmi partai Thiam cong
dari muka bumi.
Air muka Sang Kwan In berubah hebat, katanya :
"In Hoei, hadapi mereka!"
Pek In Hoei tertawa dingin dan mengangguk, sahutnya :
"Barang siapa berani bikin onar di bukit Thiam cong pada hari
ini, maka aku si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei terpaksa
akan gunakan selembar jiwaku sebagai taruhan untuk menghancurkan
orang itu."
Badannya laksana kilat meluncur keluar dari ruangan dan menuju
ke kaki bukit, di situ ia jumpai empat orang wanita cantik berpakaian
berkabung dengan air mata bercucuran berdiri angker di sana, ke-
empat orang itu adalah para selir dari Toan Hong ya.
Ketika menjumpai kehadiran Pek In Hoei di hadapan mereka, ke-
empat orang perempuan itu segera maju selangkah ke depan.
"Ada urusan apa kalian berempat datang mengunjungi gunung
Thiam cong kami??" tanya Pek In Hoei sambil menahan hawa
gusarnya.
Perempuan cantik yang berdiri di tengah menyahut sambil
menyeka air mata yang membasahi pipinya :
"Tentu saja untuk menyampaikan ucapan selamat kami!"

665
Saduran TJAN ID

"Huuuh, sialan!"
Air muka perempuan itu segera berubah hebat :
"Aaaaa...! sombong amat partai Thiam cong kalian, baru saja
meresmikan diri dalam dunia persilatan sikap kalian sudah begitu tak
pandang sebelah mata terhadap orang Bu lim, aku adalah Nio Nio
keraton tengah In Cioe Sim, untuk membalas dendam suamiku
terpaksa kami datang berkunjung dengan mengenakan pakaian
berkabung!"
"Kalau begitu silahkan menunggu di kaki bukit sana, besok kita
bicarakan lagi!" kata Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
"Hmmm... Hmmm... kau anggap urusan bisa beres dengan begitu
gampang? Hanya dua tiga patah kata saja maka kami lantas bisa diusir
pergi?"
"Lalu apa yang kau kehendaki?" hardik Pek In Hoei dengan
wajah berubah hebat.
"Aku hendak membalas dendam bagi kematian Sri Baginda,"
jawab In Cioe Sim dengan suara penuh kebencian.
"Hmmm! Toan Hong ya modar di tangan Liuw Koei hui, kalau
kalian mau balas dendam cari saja perempuan itu, kenapa mesti
datangi bukit Thiam cong kami?"
"Enak benar ucapanmu," bentak In Cioe Sim dengan gusar,
"Siapa tidak tahu kalau Liuw Koei hui adalah orang dari keluarga
Toan kami? Cintanya terhadap Sri Baginda melebihi cinta kami
semua, mana mungkin ia celakai junjungannya? Sekarang kucari
adalah Pek In Hoei, sebab dialah pembunuh sebenarnya dari Toan
Hong ya!"
"Hmmm! Aku tak ingin menyusahkan kalian, di saat upacara
pembukaan partai Thiam cong baru dilangsungkan, aku tak ingin
menodai tanah suci sini dengan genangan darah, aku pun mengerti
akan maksud hati kalian..."
Perempuan yang memakai pakaian berwarna putih itu mendadak
membentak keras :

666
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Suami pun kami sudah tak punya, apa artinya tetap hidup di
kolong langit? Lebih baik kau menyingkir saja, ini hari bila kami tak
berhasil membunuh Pek In Hoei, aku bersumpah tak akan pulang..."
Sambil melancarkan sebuah serangan ke depan, bentaknya :
"Minggir!"
Dengan gesit si anak muda itu bergeser ke samping, serunya
marah :
"Kalau kalian pengin mati, aku Jago Pedang Berdarah Dingin
pasti akan penuhi keinginan kalian itu!"
"Kau..."
Rupanya ke-empat orang perempuan itu tak pernah menyangka
kalau Jago Pedang Berdarah Dingin yang tersohor akan kelihayannya
di wilayah selatan bukan lain adalah pemuda tampan di hadapan
mereka, seketika ke-empat orang itu mundur dua langkah ke
belakang, dengan pandangan gusar mereka menatap wajah pemuda
itu tanpa berkedip.
Sesaat kemudian In Cioe Sim cabut keluar pedangnya dan
berseru :
"Adik-adikku sekalian mari kita turun tangan, dialah yang sedang
kita cari..."
Empat bilah pedang segera bergeletar di angkasa bagaikan
sambaran kilat, sebagai selir kesayangan Toan Hong ya, ilmu silat
yang mereka miliki amat lihay, begitu pedang dicabut dengan tangkas
ke-empat orang itu segera mengurung musuhnya rapat-rapat.
Pek In Hoei gerakkan badannya melancarkan sebuah pukulan ke
depan, katanya :
"Sikap kalian begitu kurang ajar dan tak tahu diri, jangan
salahkan kalau aku akan usir kalian turun gunung!"
Baru saja Pek In Hoei hendak turun tangan, mendadak dari
tengah udara berkumandang datang suara dengusan berat, sesosok
bayangan manusia meluncur masuk ke dalam kalangan dengan
cepatnya.

667
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... In Hoei!" seru orang itu, "serahkan


saja ke-empat nenek busuk itu kepada aku si ular asap tua."
Ouw-yang Gong sambil menghisap huncweenya dalam-dalam
melirik sekejap ke arah empat perempuan itu katanya lagi :
"Perempuan sialan dari mana yang berani mengacau di sini?
Waaah... kebetulan sekali, memangnya aku si ular asap tua sedang
merasa gatal tangan tak sangka kalian datang menghantar diri...
Hmmm ayoh, siapa duluan yang hendak maju?"
Mendadak air muka In Cioe Sim berubah hebat, serunya tertahan
:
"Aaah, kau!"
Agaknya Ouw-yang Gong sendiri pun menjadi tertegun setelah
menatap wajah perempuan itu, dengan wajah terharu ia tuding In Cioe
Sim sambil menegur :
"Bukankah kau she In?"
Sekujur badan In Cioe Sim gemetar keras, biji matanya yang
hitam bulat memancarkan cahaya yang sukar dimengerti oleh orang
lain, bibirnya berubah jadi pucat, sambil mundur dua langkah ke
belakang serunya :
"Kau... kau adalah engkoh Ouw-yang."
"Oooh... adik Cioe Sim... adik Cioe Sim..." ia tarik napas
panjang-panjang.
"Bukankah kau telah lenyap tak berbekas? Kenapa bisa berada di
sini..."
"Engkoh Ouw-yang, kau masih ingat dengan diriku..."
"Aaaai... mana bisa aku lupakan dirimu?" sahut Ouw-yang Gong
sambil menghela napas, "Apakah kau sudah lupa ketika kita berdua
duduk di kebun tembakau? Kau petikkan daun tembakau terbaik
bagiku lalu memanggangnya di atas api unggun, kemudian masukkan
ke dalam mangkok huncweeku, waktu itu aku belum punya kantong
huncwee, setiap hari aku tentu mencuri huncwee ayahku untuk
mengisap..."

668
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bagus betul daya ingatmu," ujar In Cioe Sim dengan badan


gemetar keras. "Aku sendiri pun sudah lupa akan kejadian itu,
ternyata kau masih ingat dengan begitu jelas, aku ingat waktu itu kau
lebih besar empat tahun dariku..."
"Betul! Haaaah... haaaah... haaaah... aku masih ingat, ketika
celanamu terlepas tempo dulu, di atas pantatmu terdapat sebuah tahi
lalat warna merah, ayahku pernah bilang kau punya Hok-Kiem In Eng
besar di kemudian hari, dan mungkin punya rejeki untuk jadi selir
kaisar..."
Walaupun usia In Cioe Sim sudah mendekat setengah abad,
namun ketika didengarnya Ouw-yang Gong secara terang-terangan
menceritakan perbuatannya membuka celana ketika masih kecil dulu,
tak urun merah jengah juga seluruh wajahnya, sambil tersipu
menunduk serunya :
"Keadaanmu masih juga seperti dulu..."
Ouw-yang Gong adalah seorang kakek yang periang, ia tak
pernah mengindahkan tata susila atau pun aturan, setelah terjerumus
di dalam kenangan lama ia tak ambil peduli apakah di situ ada orang
lain atau tidak, apalagi terhadap ucapan dari In Cioe Sim barusan,
lebih tak diperhatikan lagi, terdengar ia kembali bergumam :
"Aku masih ingat ketika masih kecil kau seringkali berkata
bahwa kau ingin kawin dengan aku tapi ayahmu tidak pandang
sebelah mata terhadap kami yang kerjanya hanya bertani, ketika
ayahku menggoda kita ternyata kau menangis dan berkata bahwa
selama hidup kau akan menantikan diriku, aaai... waktu itu kita
memang masih terlalu kecil, kita hanya tahu main bersama, tapi tak
tahu suka dukanya manusia hidup di dunia..."
Ia melirik sekejap ke arah In Cioe Sim dengan pandangan penuh
rasa cinta, kemudian sambungnya lagi :
"Aku masih masih ingat ketika suatu hari diam-diam kau berkata
kepadaku dengan suara setengah berbisik, "Engkoh Ouw-yang,
setelah kita dewasa nanti kau jangan kawin gadis lain yaah!" ketika

669
Saduran TJAN ID

itu aku merasa amat senang bermain dengan dirimu, maka aku lantas
menjawab 'tentu saja', aku hanya akan mengawini adik Cioe Sim!"
kenangan ini terbayang dalam benakku setiap kali suasana sedang
tenang dan hening, aku selalu terbayang kembali kenangan manis di
kala kita masih kecil..."
In Cioe Sim merasa amat terharu, katanya dengan suara gemetar
:
"Tapi menanti kita telah dewasa semua, malahan hubungan kita
terasa lebih asing..."
"Tidak jadi soal, suatu hari secara diam-diam aku merangkuk ke
jendela kamar tidurmu, aku ingin panggil kau untuk keluar bermain,
tapi aku tahu secara diam-diam kau sedang menangis," dengan sedih
kakek konyol itu menghela napas, "Siapa tahu keesokan harinya kau
dikabarkan lenyap tak berbekas, ayahmu bersikeras menuduh akulah
yang telah menyembunyikan dirimu, memaksa aku secara diam-diam
harus minggat dari rumah..."
"Aku tahu malam itu ayah menghajar dirimu habis-habisan," ujar
In Cioe Sim sambil menangis terisak, "dalam sedihnya diam-diam aku
minggat dari rumah dan menanti dirimu dalam ruang kuil di ujung
dusun, di situ kita sering bermain maka aku pikir kau tentu ke situ,
siapa tahu sampai malam ke-dua kau belum juga datang, dalam lapar
dongkolnya aku tak berani pulang ke rumah, seorang diri
bersembunyi dalam kuil sambil menangis tersedu, akhirnya Toan
Hong ya lewat di situ, ia bawa aku pulang ke negeri Tayli, menanti
aku sudah dewasa maka aku lantas dikawini sebagai Nio Nio istana
tengah..."
Walaupun kejadian itu hanya serupa kenangan masa silam, tapi
diucapkan oleh dua orang tua yang telah lanjut usia hal ini cukup
menggetarkan hati semua orang, tiga orang perempuan yang lain
segera jadi murung dan ikut sedih oleh kejadian tersebut.
Terdengar In Cioe Sim menghela napas panjang, lalu berkata
kembali :

670
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Walaupun aku sudah menikah dengan Toan Hong ya tapi hatiku


sama sekali tidak mencintai dirinya. Pengalaman yang menimpa kami
beberapa orang sama mengenaskannya, kini tak ada orang yang bisa
kami tumpang lagi, dalam sedihnya menggunakan kesempatan di kala
dalam istana sedang dilangsungkannya rapat, diam-diam kami
ngeloyor datang kemari..."
"Toan Hong ya benar-benar bukan mati di tangan kami..." seru
Ouw-yang Gong sambil gelengkan kepalanya.
"Aaaai... tapi orang dari keluarga Toan bersikeras menuduh Pek
In Hoei lah yang telah melakukan pembunuhan ini, sebab tenaga
dalam yang dimiliki Liuw Koei hui masih terpaut jauh kalau
dibandingkan dengan kepandaian silat dari Toan Hong ya, bila Liuw
Koei hui ingin membinasakan dirinya hal ini merupakan suatu
kejadian yang tak mungkin terjadi..."
Ouw-yang Gong menghela napas panjang.
"Adik Ciow Sim, lebih baik pulanglah dulu ke rumah, di
kemudian hari aku pasti datang menemui dirimu untuk menerangkan
persoalan ini."
"Baiklah, kami akan berlalu lebih dulu!"
Sebelum perempuan-perempuan itu sempat berlalu, mendadak
dari arah belakang kembali terdengar seseorang berseru keras :
"Toan Hong Ing tiba!"
"Aaaah, adiknya Toan Hong ya telah datang," seru In Cioe Sim
dengan badan gemetar keras.
Mendengar ucapan itu, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei
segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau ini hari dia berani bikin
keonaran di sini, terpaksa aku harus turun tangan keji terhadap
dirinya."
Jauh di kaki bukit muncullah serombongan pria berbaju hitam
yang mengiringi seorang pria berusia pertengahan yang memakai

671
Saduran TJAN ID

pakaian perlente, air muka pria itu dingin dan sinis, napsu membunuh
menghiasi wajahnya sedang sorot mata memancarkan cahaya tajam.
"Siapa yang datang?" Pek In Hoei segera menegur sambil tertawa
dingin.
"Aku datang untuk mencari Jago Pedang Berdarah Dingin."
"Akulah orangnya."
Toan Hong In tertawa seram.
"Manusia she Pek serahkan kembali jiwa kakakku, dia adalah
seorang kaisar dari suatu wilayah tapi sungguh tak nyana kau berani
turun tangan keji untuk membinasakan dirinya. Sekarang kami dari
keluarga Toan bersumpah akan menghancur-lumatkan tubuhmu!"
Para jago yang ikut datang saat ini kebanyakan merupakan
panglima-panglima yang masih setia terhadap keluarga Toan, melihat
sikap Pek In Hoei yang jumawa mereka jadi gusar dan sama-sama
meluruk ke depan.
"Bajingan cucu monyet, kalian berani maju ke depan?" hardik
Ouw-yang Gong dengan suara keras.
Bentakan ini keras bagaikan guntur yang membelah bumi,
seluruh permukaan segera bergetar keras bagaikan ketimpa gempa
bumi.
Diam-diam Toan Hong In tercekat juga ketika dilihatnya dari
balik batu muncul seorang manusia raksasa, segera tegurnya sambil
tertawa dingin :
"Siapa kau? Sebut dulu nama!"
"Anak kura-kura dengarkan baik-baik, yayamu she Ouw-yang
bernama Gong dengan julukan si huncwee gede si ular asap tua.
Dengan sebuah lengan aku pernah membunuh sembilan ekor kerbau,
sepuluh ekor harimau dan delapan ekor kumbang, kalau kamu semua
anak kura-kura cucu monyet berani maju ke depan...! akan
kupersilahkan dia untuk menikmati dahulu sebuah kemplangan
huncweeku!"
Toan Hong In mendengus dingin.

672
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Ular asap tua? h gede? makhluk macam apakah itu?..."


Ouw-yang Gong tidak menggubris sindiran orang, dengan sikap
yang angker bagaikan malaikat ia tetap berdiri tegak di atas batu
cadas.
Toan Hong In mengerutkan dahinya, diam-diam ia tertawa
dingin, kepada seorang pria kurus kering beralis tebal dan berjenggot
lebat yang berada di sisinya ia segera bertanya :
"Suya, siapakah orang itu??"
Kakek kurus kering berjenggot hitam itu adalah Kun su dari
keluarga Toan, meskipun dahulu ia lama sekali berkelana dalam dunia
persilatan namun orang ini tidak kenal juga siapakah Ouw-yang
Gong. Mendapat pertanyaan itu ia jadi gelagapan :
"Aku... aku sendiri pun tidak tahu."
Mendengar ucapan itu Ouw-yang Gong segera mendongak dan
tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... anak kura-kura kau tidak tahu
siapakah aku si ular asap tua tapi aku tahu kau si anjing kuncu
menerobos keluar dari lubang yang mana, kau kira sesudah ganti kulit
tukar otot lantas tak ada orang yang bisa kenali dirimu lagi?? Hmmm!
Sekalipun kau menciptakan diri jadi telur kura-kura pun aku tetap
akan kenali dirimu."
"Kau kenal siapakah aku??" tanya kakek berjenggot hitam itu
agak tercengang.
"Haaaah... haaaah... haaaah... dahulu ibumu telah nyeleweng
dengan pria lain hingga akhirnya lahir dirimu, tapi kau tetap
menggunakan she ibumu, tiap hari tiada pekerjaan yang tetap,
kerjanya melulu judi, main pelacur dan mabuk-mabukan, semua
orang bilang anak jadah selamanya memang tak ada anak yang genah.
Suatu hari k untuk main judi dan kalah hingga ibumu pun kau jualkan
kepada orang lain, karena tak bisa hidup lebih lanjut di desa maka kau
melarikan diri. Heeeeh... heeeeh... heeeeh... siapa nyana sekarang kau
telah menjabat sebagai kunsu anjing...

673
Saduran TJAN ID

Mimpi pun kakek berjenggot hitam itu tak pernah menyangka


kalau ia bakal berjumpa dengan orang semacam ini hingga kejelekan
keluarganya pun dibeberkan keluar. Dari malunya ia jadi gusar,
bentaknya :
"Tutup mulut, kalau kau berani bicara tak genah lagi jangan
salahkan kalau aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap
dirimu..."
Ouw-yang Gong tertawa dingin.
"Huuuh... lagakmu semakin tahun semakin gede... sesungguhnya
menyebalkan..."
Rupanya kakek tua ini mengetahui amat jelas seluk beluk
keluarga Lauw Seng Han ini, badannya dengan cepat meloncat ke
depan menghampiri kuncu itu, bentaknya lagi :
"Lauw Seng Han, cepat enyah dari sini!"
"Sebetulnya siapakah kau?" tanya Lauw Seng Han tertegun.
Ouw-yang Gong tidak menjawab, huncwee gedenya langsung
disodok ke depan menghajar dada kakek itu, serangan ini di luar
dugaan orang she Lauw itu, dengan ketakutan buru-buru dia mengigos
ke belakang.
Toan Hong In jadi naik pitam ketika dilihatnya Kunsu dari negeri
Tayli-nya ini dihajar orang sampai kalang kabut, sambil tertawa seram
serunya :
"Lebih baik kau beristirahat dulu."
Sambil berseru jari tangannya segera dikebaskan ke muka
melancarkan satu serangan dengan menggunakan ilmu 'Hwie Yan-ci'
yang telah lama punah dari dunia persilatan.
Cahaya merah membara yang menyilaukan mata memancar
keluar dari ujung jari, serentetan gelombang hawa panas yang amat
menyengat badan seketika meluncur ke arah tubuh Ouw-yang Gong.
Criit...! Si ular asap tua merasakan tubuhnya jadi amat sakit,
dadanya bagaikan dipukul dengan sebuah tongkat yang panas
membara membuat ia menjerit kesakitan.

674
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aduuuh... anak monyet, kau menggunakan ilmu silat apa?"


jeritnya keras-keras.
Toan Hong In sendiri pun merasa agak tercengang ketika
dilihatnya pihak lawan yang terkena serangan ilmu jari Hwie Yan-Ci
sama sekali tidak cedera atau pun terluka, ia terkejut dan segera
mendengus.
"Pentang matamu lebar-lebar, inilah ilmu Hwie Yan-Cie yang
lihay."
"Hwie Yan-Cie?" ulang Ouw-yang Gong dengan mata terbelalak,
satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, "Apakah
ilmu Hwie Yan Kim Cie yang dimiliki Loo Hian dari wilayah See
Ih?"

675
Saduran TJAN ID

Jilid 28
TOAN HONG IN tertegun, ia tak mengira kalau pengetahuan si kakek
tua itu begitu luas, sambil menatap wajahnya tajam-tajam ia
mengangguk.
"Sedikit pun tidak salah, rupanya tidak sedikit yang berhasil kau
ketahui."
Ouw-yang Gong tarik napas panjang-panjang, setelah
menghening sejenak ia berkata kembali :
"Ilmu jari Hwie-Yan-Kim-Ci dari Loo Hian hanya diwariskan
kepada anak laki-laki dan tidak diwariskan anak perempuan, dalam
dunia persilatan hanya Loo Hong serta Loo Hian saja yang sanggup
menggunakan ilmu ampuh tersebut, tidak mungkin Loo Hong
mewariskan ilmu ampuhnya ini kepada orang lain. Hmm...! Kau
manusia macam apa? Masa ia rela mewariskan ilmunya kepadamu..."
"Tentang soal ini, lebih baik kau tak usah ikut campur..." tukas
Toan Hong In dengan wajah berubah.
"Kenapa aku tak boleh mengurusi persoalan ini?" seru Ouw-yang
Gong lagi dengan wajah serius, "ketika aku angkat saudara dengan
Loo Hian tempo dulu, ia pernah bercerita kepadaku katanya ada
seorang kurcaci she Si yang telah mencuri belajar ilmu jari Hwie-Yan-
Ci-nya, kemudian peristiwa itu ketahuan dan kurcaci she Si itu segera
melarikan diri terbirit-birit, sejak itu ia tak pernah muncul kembali di
dalam dunia persilatan. Sekarang terbukti kau dapat menggunakan
ilmu jari tersebut.... Hmm! Ayoh jawab, apakah ilmu itu kau peroleh
dari kurcaci she Si itu..."

676
IMAM TANPA BAYANGAN II

Bagian 30
"KAU jangan ngaco belo tak karuan!" bentak Toan Hong In dengan
hati terkejut. "Ilmu jari itu aku dapatkan langsung dari Loo Hian
sendiri..."
"Hmmm! Aku tidak percaya, selamanya Loo Hian tak pernah
terima murid, dari mana ia bisa turunkan ilmu sakti itu kepadamu?
Sudah mencuri, sekarang kau berani membantu kurcaci she Si itu
untuk merahasiakan kejadian ini... Huuh! Selama hidup aku si ular
asap tua paling benci terhadap orang yang tidak jujur, hari ini aku
bersumpah akan bekuk batang lehermu untuk diserahkan kepada Loo
Hian untuk dijatuhi hukuman..."
Perjalanan Toan Hong In kali ini mengunjungi gunung Thiam
cong, kecuali untuk membalas dendam atas kematian dari Toan Hong
ya, dia pun ingin menaklukkan semua jago lihay yang sedang
berkumpul di gunung Thiam cong itu agar takluk kepada keluarga
Toan.
Siapa tahu di tengah perjalanan Ouw-yang Gong telah bikin
keonaran, hal ini sangat menggusarkan hatinya, dia ingin
menghancurkan kakek konyol itu di tangannya.
Sayang walaupun pihak lawan sudah tua ilmu silatnya sama
sekali tidak lemah, suatu ingatan segera berkelebat dalam benaknya.
"Untuk sementara lebih baik kita jangan membicarakan dulu
persoalan mengenai Loo Hian serta ilmu jari Hwie-Yan-Ci," katanya
kemudian, "menunggu urusan di sini sudah beres, silahkan kau
berkunjung ke negeri Tayli, saat itu... hmmm..."
Ia tertawa dingin tiada hentinya, sorot mata yang dingin dialihkan
ke atas wajah Pek In Hoei lalu tegurnya :
"Kaukah yang bernama si Jago Pedang Berdarah Dingin?"
"Hmm, kau masih belum kenal dengan diriku?"
Toan Hong In tertegun, lalu menjawab :
"Kalau aku kenali dirimu kenapa mesti ajukan pertanyaan lagi
kepadamu? Bukankah perbuatanku ini mirip copot celana untuk
677
Saduran TJAN ID

lepaskan kentut? Hey, orang she Pek, tahukah kau bahwa membunuh
pembesar berarti ada maksud hendak memberontak? Dalam wilayah
selatan kau berani bunuh kaisar dari negeri Tayli, setiap rakyat yang
ada di wilayah sini tak akan melepaskan dirimu dalam keadaan
hidup..."
Dari sorot mata orang yang bengis dan berkilat tajam, Pek In Hoei
menyadari bahwa tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan amat
sempurna, ia tak berani memandang enteng musuhnya, mendengar
tuduhan itu langsung ia membantah :
"Apa sangkut pautnya antar kematian Toan Hong ya dengan aku
orang she Pek?"
"Apakah saudaraku bukan mati di tanganmu?"
"Kurang ajar, kalau menuduh orang jangan seenaknya sendiri,"
maki Pek In Hoei sangat gusar, "kakakmu menemui ajalnya di tangan
Liuw Koei hui, mau percaya atau tidak terserah pada dirimu sendiri,
kalau kau tidak cepat-cepat enyah dari gunung Thiam cong, Hmmm!
terpaksa aku si Jago Pedang Berdarah Dingin harus mengusir dirimu
secara paksa..."
"Apa? Kau hendak usir diriku..." saking gusarnya Toan Hong In
melengak dan tertawa terbahak-bahak, "Haaah... haaah... baik, akan
kupenggal batok kepalamu untuk membalaskan dendam atas
kematian dari Toan Hong ya..."
Penyerbuannya ke gunung Thiam cong saat ini adalah merupakan
keputusan dari hasil rapat para kerabat istana negeri Tayli, Toan Hong
In punya ambisi besar untuk menduduki tahta kerajaan negeri Tayli,
dia ingin melenyapkan Pek In Hoei terlebih dahulu kemudian dengan
menggunakan jalan ini sebagai perintis untuk mencapai cita-citanya.
Maka setelah timbul niat jahatnya di dalam hati, dia segera ulapkan
tangannya, dua orang pria kekar segera meloncat keluar dari barisan
dan langsung menubruk ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin.
"kedua orang pria berbaju hitam itu tersohor karena paling kuat
dalam negeri Tayli, kekuatan mereka luar bias dan masing-masing

678
IMAM TANPA BAYANGAN II

memiliki ilmu silat yang sangat lihay, maka dari itu begitu munculkan
diri senjata tajam mereka segera menyambar tiba dari arah kanan mau
pun kiri.
Pek In Hoei tertawa dingin ketika dilihatnya ada dua orang pria
kekar mengayunkan pedangnya menyerang dia, telapak kanan tiba-
tiba meluncur keluar, setelah membentuk satu lingkaran busur di
tengah udara muncullah segulung angin pukulan yang maha dahsyat
menghantam ke muka.
Merasakan datangnya desiran angin pukulan yang menderu-deru,
kedua orang pria itu merasakan hatinya tercekat, seketika itu juga
mereka terpukul mundur sejauh tujuh delapan langkah ke belakang
dengan sempoyongan.
"Aaaah...!" sebelum kedua orang pria itu sanggup berdiri tegak,
tiba-tiba mereka menjerit kesakitan dan darah segar mengucur keluar
dari ujung bibir mereka, ditinjau dari keadaan tersebut jelas
membuktikan bahwa mereka berdua telah menderita luka yang amat
parah.
Terkesiap hati Toan Hong In menyaksikan kejadian itu, mimpi
pun ia tak pernah menyangka kalau Jago Pedang Berdarah Dingin Pek
In Hoei sanggup merobohkan dua orang jago lihaynya tidak sampai
satu jurus serangan, ilmu silat yang demikian dahsyatnya itu seketika
menggidikkan hati para jago lainnya, untuk sesaat tak seorang
manusia pun berani maju ke depan untuk menyerang pemuda itu.
Mendadak... dai antara gerombolan manusia terdengar seorang
membentak keras :
"Kembalikan jiwa guruku!"
Bersamaan dengan suara teriakan itu muncullah seorang pemuda
yang tinggi kekar, Pek In Hoei yang segera alihkan sinar matanya ke
arah mana berasalnya suara itu seketika mengerutkan dahinya, dalam
hati ia membatin :
"Soen Put Jie adalah seorang pria polos yang jujur, aku tak ingin
bertarung melawan orang seperti ini..."

679
Saduran TJAN ID

Belum habis ingatan tersebut berkelebat di dalam benaknya, Soen


Put Jie sambil membentak keras bagaikan geledek telah meloncat ke
muka sambil ayunkan kepalannya.
Bagaimana pun juga Soen Put Jie adalah seorang bodoh yang
sama sekali tak berotak, tatkala ia berjumpa dengan Pek In Hoei
mendadak tubuhnya merandek dan berteriak :
"Eeei... bocah muda berpipi licin, bukankah kau sudah mati
dibunuh oleh ilmu angin berpusing dari guruku?"
Orang ini benar-benar bodoh, ia anggap Pek In Hoei pasti mati
setelah terkena badik Han Giok milik gurunya, melihat pemuda itu
masih dapat berdiri di hadapannya dalam keadaan segar bugar, ia jadi
tidak percaya dan keheranan.
"Tidak salah," terdengar Ouw-yang Gong menanggapi dengan
cepat, "keparat cilik berpipi licin ini memang benar-benar sudah mati
terbunuh oleh suhumu si anak kura-kura yang telah modar, yang
berdiri di hadapanmu sekarang adalah sukmanya, eei.... bocah muda."
"Aaah! Masa sukma bisa berbicara?" teriak Soen Put Jie dengan
hati tertegun.
Ouw-yang Gong semakin girang setelah mengetahui bahwa
pemuda itu gobloknya tak ketolongan, satu ingatan dengan cepat
berkelebat di dalam benaknya :
"Bocah goblok ini luar biasa bodohnya, kebetulan aku si ular asap
tua sedang menganggur, biar kugoda dirinya lebih jauh..."
Ia tertawa seram, dengan nada menakut-nakuti ancamnya :
"Eeei... bocah, sukma dapat berbicara itu berarti kau si bocah cilik
tak akan lama lagi hidup di kolong langit..."
"Sungguh?" jerit Soen Put Jie semakin terperanjat.
"Tentu saja sungguh, aku lihat lebih baik kau sedikitlah berhati-
hati, mati dalam usia muda benar-benar amat disayangkan..."
Ia sengaja geleng kepala sambil termenung seakan-akan sedang
mencarikan akal baik baginya.

680
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hal ini semakin mencemaskan hati Soen Put Jie, ia garuk


kepalanya yang tidak gatal sambil menengok ke sana kemari,
mulutnya bungkam dalam seribu bahasa karena takut bila ia
mengganggu maka pikiran orang jadi buyar...
Lama kelamaan Soen Put Jie tidak sabar untuk menunggu lebih
lanjut, segera teriaknya :
"Eeei... cepat pikirkan satu akal bagus bagiku, wah... kalau
sampai mayat hidup itu menganiaya diriku... Hiiih... aku bisa
merinding..."
Toan Hong In jadi amat mendongkol ketika dilihatnya pria kekar
itu dipermalukan pihak lawan habis-habisan, wajahnya kontan
berubah hebat tapi disebabkan Soen Put Jie memang sudah tersohor
akan kedunguannya di negeri Tayli maka ia jadi kehabisan akal,
akhirnya ia menghardik :
"Enyah kau dari sini!"
Soen Put Jie kontan naik pitam, dengan mata melotot penuh
kegusaran teriaknya :
"Kuberitahukan kepada guruku..."
Tapi belum habis ia berkata tiba-tiba orang tolol ini teringat bila
Toan Hong ya sudah mati, saking gelisahnya ia sampai garuk-garuk
kepala sambil tertawa jengah.
"Ooooh... bodoh amat kau ini, suhuku toh sudah mati mana bisa
beritahukan kepadanya lagi..."
"Aduh celaka..." pada saat itulah mendadak Ouw-yang Gong
berteriak keras, teriakan itu kontan membuat sekujur badan Soen Put
Jie gemetar keras karena ketakutan.
Sambil menatap wajah kakek konyol itu dengan sorot mata
mohon belas kasihan, ia bertanya :
"Ada urusan apa?"
Sebenarnya aku telah mendapatkan satu cara yang bagus untuk
menyelamatkan jiwamu, akhirnya gara-gara bentakan bentakan
bajingan itu maka pikiranku jadi buyar dan akal bagus itu lenyap

681
Saduran TJAN ID

kembali," seru Ouw-yang Gong sambil menuding ke arah Toan Hong


In. "Waaah... waaah... kalau begitu selembar jiwamu sudah tak bisa
diselamatkan lagi!"
Ucapan itu diutarakan dengan nada yang iba dan mengenaskan,
ditambah pula helaan napas yang lebih membuat Soen Put Jie jadi
ketakutan setengah mati.
"Aduuuu mak... tolonglah aku... coba carikan lagi satu akal bagus
untukku..." teriaknya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... boleh, cuma kau mesti hantam dulu
orang itu, nanti kupikirkan lagi satu akal bagus..."
Pada dasarnya Soen Put Jie memang seorang pria yang bebal
otaknya, mendengar Ouw-yang Gong suruh ia hajar Toan Hong In
lebih dahulu tanpa mempedulikan apakah orang itu angkatan yang
lebih tua darinya atau bukan ia langsung ayun kepalannya dan
ditonjok kepada Toan Hong In.
Pria kekar itu jadi amat gusar sekali, melihat datangnya ancaman
ia mengigos ke samping, jari tangannya langsung berkelebat menotok
tubuh Soen Put Jie.
"Aduuuh celaka..." jerit pria goblok itu kesakitan, "ujung jarinya
memancarkan cahaya api..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau begitu cepat lari ke arah
selatan sejauh tiga li, di situ carilah sebuah liang kotoran manusia dan
rendamkan seluruh tubuhmu di situ, jangan biarkan api setan itu
menyerang hatimu, kalau tidak kau bisa modar... cepat..." seru Ouw-
yang Gong sambil tertawa tergelak.
Setelah termakan oleh totokan jari itu, Soen Put Jie merasakan
sekujur tulangnya jadi sakit seperti remuk, ia tidak berpikir panjang
lagi setelah mendengar ucapan itu.
"Aduuuh mak..." teriaknya, tanpa banyak bicara orang itu putar
badan dan langsung kabur dari situ.
Toan Hong In tak pernah menyangka di tengah jalan bisa terjadi
peristiwa semacam ini, ia merasa dirinya kehilangan muka. Seluruh

682
IMAM TANPA BAYANGAN II

hawa amarahnya segera dilampiaskan ke tubuh Pek In Hoei, teriaknya


dengan nada benci.
"Bajingan she Pek, pahlawan macam apakah dirimu itu??"
"Hmmm, orang itu toh kau yang bawa datang, ia jual kejelekan
atau tidak apa sangkut pautnya dengan diriku? Bila kau merasa tidak
terima silahkan cabut senjatamu dan mari kita bergebrak, setiap saat
aku pasti melayani keinginanmu..."
"Aku hendak melepaskan api membakar gunung, akan ku
musnahkan gunung Thiam cong rata dengan tanah..." teriak Toan
Hong In setengah kalap.
Pek In Hoei segera tertawa dingin.
"Hmmm... ! aku rasa kau belum memiliki kemampuan untuk
berbuat begitu!"
Ucapan itu segera mengingatkan kembali peristiwa yang terjadi
beberapa waktu berselang, di kala perguruan Boo Liang Tiong
membasmi partai Thiam cong hingga ludes sama sekali, rasa benci
dan dendamnya segera berkecamuk dalam dadanya dengan sorot mata
tajam dan napsu membunuh pemuda itu menatap lawannya tajam-
tajam.
Bergidik hati Toan Hong In ketika saling bentrok pandangan
dengan pemuda itu, ia merasa ketajaman mata lawannya bagaikan
pisau belati yang menusuk dadanya.
"Ayoh kita segera mulai bertempur," serunya kemudian.
Tangannya segera diulapkan, lelaki kekar yang berada di
belakang tubuhnya sama-sama membentak keras dan cabut keluar
senjata mereka, kemudian siap menerjang ke arah kuil Sang-cing-
koan.
Para anak murid partai Thiam cong yang bertugas menjaga
gunung jadi amat terperanjat menyaksikan kejadian itu, mereka sama-
sama mengundurkan diri ke kuil Sang cing koan dan melaporkan
kejadian ini kepada ketua mereka Sang Kwan In.

683
Saduran TJAN ID

Taaaang....! bunyi lonceng bergema memecahkan kesunyian


yang mencekam seluruh jagad, diiringi seruan memuji keagungan
sang Budha tampaklah empat kakek tua Thiam cong Su loo dengan
memimpin dua puluh orang murid partai munculkan diri dari balik
pintu kuil kemudian menyebarkan diri ke dua belah sisi jalan.
Sang Kwan In diiringi para wakil pelbagai partai besar serta
seluruh anak murid partai Thiam cong perlahan-lahan berjalan
menuruni bukit, air mukanya dingin tiada senyuman, dengan sorot
mata tajam ia menyapu sekejap wajah Toan Hong In kemudian
mendengus.
"Sang Kwan Heng," Toan Hong In segera menyapa sambil
menjura, "Ketika Jago Pedang Berdarah Dingin mengadakan
pertemuan dengan para jago dari wilayah selatan berhubung siaute
ada sedikit urusan hingga tak sempat ikut hadir di selat Seng See Kok,
entah bagaimana dengan hasil pertemuan itu?"
Dalam hati Sang Kwan In dapat menangkap maksud yang
sebenarnya dari ucapan itu, segera tertawa dingin dan berpikir :
"Adik dari Toan Hong ya ini benar-benar bukan seorang manusia
yang gampang, cukup mengandalkan sepatah katanya barusan ia
dapat memancing perpecahan di antara tubuh para jago dari wilayah
selatan... Hmmm lebih baik aku tidak menanggapi ucapannya itu..."
Berpikir sampai di situ ia lantas menegur dengan suara dingin :
"Ada urusan apa kau datang ke gunung Thiam cong ini?"
Toan Hong In tertawa seram, pikirnya :
"Seng See Kokcu ini sungguh amat lihay, ia hindari pertanyaan
yang kuajukan sebaliknya malah menanyai diriku, bukankah itu
namanya sudah tahu pura-pura bertanya??"
Air mukanya berubah jadi dingin, dengan gusar jawabnya :
"Aku hendak menuntut balas bagi kematian kakakku!"
"Apa sangkut pautnya antara kematian dari Toan Hong ya dengan
partai Thiam cong kami??? Di saat partai Thiam cong sedang
melangsungkan upacara peresmian kami tak ingin melakukan banyak

684
IMAM TANPA BAYANGAN II

persengketaan dengan orang lain, memandang di atas hubungan kita


selama banyak tahun, ini hari aku pun tak mau terlalu banyak bersilat
lidah dengan dirimu, cepat bawa semua orangmu dan turun gunung..."
Ucapan ini kedengarannya lunak tapi kenyataannya keras sekali,
air muka anak buah keluarga Toan seketika berubah jadi hijau
membesi.
"Hmmm..." Toan Hong In sendiri pun saking gusarnya sampai
mendengus ketus.
"Sang Kwan heng, apakah kau tidak merasa bahwa ucapanmu itu
terlalu enteng..."
"Kenapa?" tukas Sang Kwan In marah, "Apa kau anggap aku bisa
dipermainkan seenaknya? Toan heng kau telah salah melihat orang,
setelah partai Thiam cong berani munculkan diri kembali di wilayah
selatan, kami tak akan jeri untuk menghadapi segala macam gangguan
dari kaum kurcaci seperti kau. Bila kau berani membikin keonaran
lebih jauh di tempat ini, jangan salahkan kalau aku Sang Kwan In akan
melupakan hubungan kita di masa yang silam dan menjatuhkan
hukuman berat kepadamu."
"Bangsa kurcaci?" dengan penuh kemarahan Toan Hong In
mendongak dan tertawa terbahak-bahak, "Sang Kwan heng, kau
sudah menilai diriku begitu rendah dan sama sekali tak ada
harganya..."
"Aku selalu menganggap bahwa kebanyakan orang kangouw
adalah manusia pikun yang tak bisa membedakan mana yang benar
dan mana yang salah, ambil contohnya saja, bukankah kau belum
mengadakan penyelidikan sebab-sebab kematian dari Toan Hong ya?
Dari mana kau bisa bersikeras menuduh bahwa perbuatan ini adalah
hasil karya dari Jago Pedang Berdarah Dingin? Tolong tanya kau nilai
persoalan ini dari mana????"
Toan Hong In mendengus dingin.
"Apakah Sang Kwan heng ingin mengetahui alasannya? Bila aku
utarakan keluar, mungkin alasanku itu akan meninggalkan kejelekan

685
Saduran TJAN ID

yang tak terhingga bagaimana baik Sang Kwan heng, aku orang she
Toan pun bukan baru sehari dua hari berkelana di dalam Bu lim, aku
masih tahu apa artinya persahabatan bila kita saling membuka kedok,
aku rasa hal ini tidak akan mendatangkan banyak manfaat bagimu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... jadi kalau begitu Toan heng masih
memandang tinggi diriku..."
"Tentu saja!" jawab Toan Hong In sambil maju ke depan satu
langkah, terusnya dengan suara menyeramkan, "engkohku adalah
seorang jago kosen di wilayah selatan, andaikata cuma mengandalkan
kekuatan si Jago Pedang Berdarah Dingin seorang tidak nanti
engkohku bisa menemui ajalnya dengan begitu gampang; maka dari
itu bila dugaanku tidak salah, engkohku bisa mati dalam keadaan
mengenaskan paling sedikit pasti ada tiga orang jago lihay yang
mengerubutinya secara bersama, atau kalau tidak ia terbunuh karena
terperangkap oleh suatu siasat yang licin..."
Sinar matanya dengan tajam menyapu air muka Sang Kwan In,
lalu sambil tertawa licik terusnya :
"Siapa tahu di antara pengeroyok itu termasuk juga Sang Kwan
heng sendiri? Tapi itu hanya menurut dugaanku saja, bila aku salah
berbicara harap Sang Kwan heng suka memaafkan!"
"Bagus sekali!" seru Sang Kwan In sambil tertawa dingin,
"memang benar Toan Hong ya mati di dalam selat Seng See Kok
kami, bila dibicarakan memang aku orang she Sang kwan tak bisa
terlepas dari persoalan ini, terserahlah kau mau menuduh aku dengan
tuduhan macam apa pun..."
"Ooooh... kalau begitu kau telah mengaku..."
Pek In Hoei yang mengikuti jalannya pembicaraan dari sisi
kalangan, kian mendengar ia merasa semakin gusar, tanpa terasa
sambil mendengus dingin tubuhnya meloncat maju ke sisi tubuh Toan
Hong In hardiknya :
"Mengaku apa?"

686
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pertanyaan ini diajukan dengan nada yang amat sombong,


sikapnya ketus dan jumawa sekali membuat adik dari Toan Hong ya
ini mengerutkan alisnya.
"Aku tidak bertanya kepadamu, aku harap kau tak usah ikut
menimbrung di dalam pembicaraan ini."
"Oooh begitu?" ejek Pek In Hoei dengan suara dingin, "jadi kalau
begitu kau adalah tuan rumah tempat ini?"
Pertanyaan tersebut segera membuat Toan Hong In jadi
melengak, setelah tertegun beberapa saat lamanya ia menjawab :
"Itu sih bukan, tetapi berdiri dalam tata cara dunia persilatan
paling sedikit ucapanmu haruslah sedikit sopan dan tahu diri..."
"Hmmm! Meskipun aku seringkali melakukan perjalanan di
dalam dunia persilatan, tapi terhadap tata cara dunia kangouw tidak
banyak yang kupahami, jadi kalau begitu aku sudah dianggap telah
melakukan kesalahan terhadap Toan enghiong? Tapi tolong tanya
entah bagaimana caranya kalau aku ingin minta maaf terhadap Toan
enghiong..."
Perkataan tersebut benar-benar amat jumawa dan sombong, Toan
Hong In bukan patung tentu saja hawa amarahnya langsung
memuncak. Sreeet! Ia cabut keluar senjata Jie Sang Ki yang tersoren
di punggungnya, lalu sambil maju ke depan teriaknya :
"Partai Thiam cong bukanlah sebuah partai besar yang punya
nama gede, aku berlaku sungkan terhadap dirimu karena kuhormati
dirimu sebagai tuan rumah tempat ini, tapi kalau memang kau tak tahu
diri terpaksa aku harus mohon petunjuk darimu."
Pek In Hoei tertawa mengejek.
"Mohon petunjuk sih tak berani, cuma aku pasti akan mengiringi
dirimu untuk bermain-main."
Toan Hong In tertawa dingin, ia membentak keras bagaikan suara
geledek, tiba-tiba badannya bergerak maju ke depan bagaikan
hembusan angin, senjata Jit Seng Ki dalam genggamannya langsung
dihantamkan ke atas tubuh si anak muda itu.

687
Saduran TJAN ID

Bayangan senjata berkelebat di depan laksana kilat, Pek In Hoei


tidak menyangka kalau kepandaian Toan Hong In di dalam permainan
senjata Jit Seng Ki mencapai tingkat begitu dahsyatnya, melihat
datangnya ancaman telapaknya diiringi tenaga pukulan yang maha
dahsyat bagaikan sebuah payung segera didorong ke muka.
Ujung senjata lawan segera terbabat miring ke samping dan
meleset dari sasarannya.
Melihat serangannya tidak mengenai sasaran, Toan Hong In
mendengus dingin, tubuhnya sekali lagi mendesak ke depan, senjata
Jit Seng ki-nya dengan menciptakan enam jalur bayangan secara
terpisah mengancam enam buah jalan darah penting di tubuh si anak
muda itu, gerakannya aneh serangannya ganas dan hebat membuat
orang tak berani menilainya sebagai musuh biasa.
Dengan tangkas Pek In Hoei mengigos ke samping, lalu ejeknya
dengan suara dingin :
"Hanya mengandalkan beberapa macam gerakan yang begitu
sederhana, kau berani-beraninya cari gara-gara dengan pihak Thiam
cong??"
"Kenapa??" teriak Toan Hong In melongo, "kau sungguh-
sungguh tak sanggup untuk menyelesaikan jawabmu??"
Jurus serangannya tiba-tiba berubah sepenuh tenaga ia lancarkan
serangan yang mematikan.
Pek In Hoei terperanjat juga menyaksikan kelihayan orang, ia tak
mengira kalau musuhnya berhasil melumerkan jurus pedangnya di
dalam permainan senjata Jit Seng Kiem In Eng.
Untuk beberapa saat ia jadi terkurung dan harus menerobos ke
sana menyusup kemari dengan segenap tenaga, walaupun ia tidak
sampai terluka namun untuk mempertahankan diri secara sempurna
bukanlah suatu urusan yang gampang.
Toan Hong In segera tertawa terbahak-bahak ejeknya :

688
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Manusia she Pek, aku mengira kau punya kepandaian yang


maha hebat sehingga berani pentang bacot lebar-lebar, tak tahunya
kemampuanmu melulu cuma begini."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang berada di dalam
kepungan senjata orang jadi naik pitam setelah mendengar ejekan
tersebut, sekuat tenaga ia lancarkan dua serangan berantai memaksa
gerakan tangan orang she Toan itu agak mengendor, teriaknya :
"Huuuh! Kematian sudah berada di ambang pintu, kau masih juga
tak tahu diri..."
Dengan susah payah Pek In Hoei berhasil merebut posisi di atas
angin, tentu saja ia tak akan membiarkan musuhnya memperbaiki
posisi yang makin terdesak itu, ia membentak nyaring telapak
tangannya diayun ke tengah udara, seketika itu juga muncullah
segulung angin pukulan yang maha dahsyat menerjang tubuh orang
she Toan itu.
"Blaaam..." Toan Hong In tidak pernah menyangka kalau tenaga
lweekang yang dimiliki pihak lawan telah mencapai puncak
kesempurnaan, menyaksikan datangnya ancaman yang begitu
dahsyat, ia mendengus, senjata Jie Seng ki-nya dengan menciptakan
diri jadi selapis cahaya tajam langsung menusuk ke arah telapak
tangan Pek In Hoei.
Di tengah suatu benturan keras, Toan Hong In berteriak
kesakitan, tubuhnya yang tinggi besar mencelat ke tengah udara
kemudian terbanting keras-keras di atas tanah.
Darah segar muntah keluar dari ujung bibirnya, dengan wajah
pucat pias bagaikan mayat ia merangkak bangun dari atas tanah.
Sementara itu senjata Jit Seng ki dalam genggamannya telah
hilang, wajahnya mengenaskan dengan darah menodai tubuhnya,
seraya menyeka bibir ia berseru penuh kebengisan.
"Pek In Hoei, permusuhan telah terikat di antara kita, selamanya
aku tak sudi hidup berdampingan dengan dirimu lagi..."

689
Saduran TJAN ID

"Jie ya, beristirahatlah dulu..." Lauw Seng Han buru-buru


menyusul ke depan.
"Hmmm! Terserah apa yang kau inginkan," terdengar Pek In
Hoei menjawab dengan nada ketus. "Aku si Jago Pedang Berdarah
Dingin sudah mengikat permusuhan di mana-mana, bertambah satu
dua orang manusia semacam kau pun masih belum terhitung seberapa,
keramaian di kemudian hari masih teramat banyak..."
Ketika itu Lauw Seng Han sedang menguruti dada Toan Hong In
tapi junjungannya segera mendorong tangannya sambil berteriak :
"Suya, turunkan perintah! Basmi habis seluruh partai Thiam
cong! Jangan biarkan seorang manusia pun tetap hidup di sini..."
Sang Kwan In ketua partai Thiam cong yang mendengar perintah
itu, segera berpaling ke arah Thiam cong su loo sambil menitahkan :
"Turunkan perintah, semua oran gy ini hari datang kemari untuk
mengacu jangan dibiarkan terlepas dari sini dalam keadaan hidup,
hancurkan mereka semua tanpa ampun..."
Rupanya pihak partai Thiam cong telah menduga bahwa pada
hari itu pasti ada orang yang akan datang mengacau, maka sejak
semula anak murid mereka telah disebarluaskan di tempat-tempat
yang strategis sekitar bukit itu, asal komando diturunkan maka para
jago lihay itu akan menyerbu keluar secara serentak.
Begitu perintah ketua mereka diturunkan, teriakan keras segera
bergema memenuhi seluruh angkasa, dari tepi jalan muncullah
beratus-ratus orang jago dengan senjata terhunus, asal perintah
penyerbuan diturunkan serentak mereka akan menyerbu ke depan.
Memandang sekeliling tubuhnya, air muka Lauw Seng Han
seketika berubah jadi pucat pias, buru-buru serunya :
"Jie ya situasi sangat tidak menguntungkan pihak kita!"
"Kenapa??" tanya Toan Hong In tertegun.
"Coba lihatlah sendiri, pihak lawan menduduki posisi, lagi pula
semua daerah yang strategis sudah mereka duduki, sedang jago yang
kita miliki ada batasnya, mungkin sebelum kuil Sang cing koan

690
IMAM TANPA BAYANGAN II

berhasil diserbu, jumlah korban yang berjatuhan di pihak kita sudah


terlalu parah, menurut dugaan hamba lebih baik lain kali saja kita
lakukan serbuan secara mendadak, biar mereka jadi kelabakan dan
musnah dengan sendirinya..."
Perkataan itu diucapkan dengan suara yang amat lirih kecuali
Toan Hong In seorang, yang lain sama sekali tidak mendengar apa
yang ia ucapkan.
Dengan sedih Toan Hong In menghela napas panjang,
kegagahannya ketika datang tadi seketika hilang bagaikan uap,
teringat akan kegagahannya memimpin penyerbuan ini rasa sedih
yang mencekam hatinya sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Ia geleng kepala sambil menggerutu :
"Sudah... sudahlah... mari kita pulang saja!"
Dengan keraskan hati Lauw Seng Han melangkah maju ke depan,
ujarnya kepada Pek In Hoei :
"Antara kau dengan Toan jie ya kami telah terikat tali
permusuhan bila kita saling bertemu lagi di kemudian hari, persoalan
ini akan kita selesaikan lagi, ini untuk sementara waktu kami akan
mengundurkan diri, tapi kau mesti ingat baik-baik, gunung Thiam
cong bukan dari dinding baja yang sukar ditembusi, suatu hari kami
pasti akan bakar sarangmu itu hingga musnah jadi abu..."
Pek In Hoei mendengus sinis, selangkah demi selangkah ia maju
dan menghampiri ke depan.
Lauw Seng Han jadi pecah nyali ketika dilihatnya jago lihai yang
tersohor sebagai Jago Pedang Berdarah Dingin menghampiri dirinya,
dengan ketakutan buru-buru ia berseru :
"Aduuuh... yayaku... kau jangan anggap sungguhan..."
Ingin sekali Pek In Hoei menghabisi jiwa penjilat ini, ia maju dan
menampar pipinya keras-keras, bentaknya :
"Enyah! Penjilat yang tak tahu malu... cepat enyah dari tempat
ini..."

691
Saduran TJAN ID

Lauw Seng Han tak berani berbicara lagi setelah menerima satu
gablokan sambil mengulapkan tangannya, bersama Toan Hong In
serta para kawanannya buru-buru mereka berlalu.
Walaupun suatu pertumpahan darah yang sengit untuk sementara
waktu bisa dielakkan tapi karena kejadian hari itu, permusuhan antar
partai Thiam cong dengan keluarga Toan dari negeri Tayli kian lama
kian bertambah mendalam.
*******

Langit biru terbentang meliputi seluruh angkasa, angin gunung


berhembus sepoi-sepoi, pemandangan alam yang indah menambah
semaraknya suasana pada saat itu...
Di tengah jalan raya yang membentang jauh ke ujung langit
tampak seorang pemuda sedang melakukan perjalanan, dia adalah Pek
In Hoei.
Kali ini seorang diri ia tinggalkan gunung Thiam cong untuk
membereskan masalah pribadinya, tak seorang pun yang mengiring
perjalanannya termasuk juga sahabat karibnya Ouw-yang Gong...
Suatu ketika... mendadak dari tempat kejauhan ia dengar suara
dentingan yang amat nyaring berkumandang datang.
Tiiing...! Tiiing...! Tiiing...!
Pemuda itu tercengang, itulah suara senjata yang berdenting,
belum sempat ingatan ke-dua berkelebat lewat kembali terdengar
dengusan berat memecahkan kesunyian yang mencekam.
Dengan cepat Pek In Hoei menoleh ke arah mana berasalnya
suara itu, tapi kecuali hutan belantara yang lebat tiada sesuatu apa pun
yang terlihat olehnya.
Si anak muda itu semakin tercengang bercampur curiga, ia segera
enjotkan badannya menerobos hutan belantara itu dan mendekati dari
mana asalnya suara itu.

692
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tampak seorang pria tinggi kekar dengan golok terhunus dan


wajah menyeringai seram sedang membentak empat orang pelancong
yang berlutut di atas tanah ketakutan.
Terdengar para pelancong itu pada berseru :
"Ooooh... toako, ampunilah jiwa kami."
"Toako... berbuatlah kebajikan, di rumah aku masih ada seorang
ibu tua yang telah berusia delapan puluh tahun, kalau kau inginkan
hartaku ambillah semua tapi selembar jiwa hamba bisa diampuni..."
"Hmmm! Tida bisa, harta mau pun nyawa aku inginkan semua,
tapi... sebelum itu tahukah kalian siapakah aku?"
"Aku tahu, kau adalah bajingan tengik!" jawab salah seorang di
antaranya yang bernyali besar.
Pria itu tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... toaya mu bukan lain adalah si Jago
Pedang Berdarah Dingin yang barusan mengadakan pertemuan
dengan para jago di wilayah selatan, selamanya aku bekerja tak
pernah meninggalkan korbannya dalam keadaan hidup, setelah modar
nanti kalian boleh laporkan perbuatanku itu kepada raja akhirat..."
Si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang bersembunyi
di tempat kegelapan jadi tertegun setelah mendengar perkataan itu ia
tidak menyangka kalau di dalam dunia persilatan terdapat seorang
manusia yang berani menyaru namanya untuk melakukan
pembegalan, hawa amarahnya segera berkobar, sambil tertawa dingin
tubuhnya perlahan-lahan munculkan diri dari tempat persembunyian.
Dalam pada itu pria kekar itu sudah ayunkan goloknya siap
memenggal tubuh beberapa orang itu, ketika melihat munculnya
seorang pemuda sambil bergendong tangan tanpa terasa ia jadi
tertegun.
Tapi sejenak kemudian sambil ayunkan goloknya ia membentak
kembali :
"Hey kau datang dari mana? Ayoh cepat serahkan semua harta
kekayaanmu!"

693
Saduran TJAN ID

"Oooh... tay ong! Kau datang dari gunung mana?"


Pria itu tertawa dingin, lalu menjawab :
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... toa ya mu adalah si Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei yang berasal dari gunung Thiam cong.
Eeeei! Kunyuk muda, setelah berjumpa dengan aku si Jago Pedang
Berdarah Dingin, kenapa kau tidak jatuhkan diri berlutut..."
Ucapannya yang ngaco belo tak karuan itu semakin
menggusarkan hati pemuda kita :
Pek In Hoei diam-diam tertawa, pikirnya :
"Biar aku lihat dulu obrolan apa saja yang akan dikatakan oleh
bocah keparat ini, kemudian baru kubereskan dirinya..."
Dengan wajah pura-pura terkejut bercampur tercengang ia
berseru :
"Oooh... jadi tay ong adalah Pek In Hoei yang tersohor itu?"
"Hmmm! Sedikit pun tidak salah," sahut pria itu dengan bangga.
"Waaah... Tay ong, kalau begitu aku sudah tukar pekerjaan?"
"Apa maksudmu?"
Sambil pura-pura ketakutan Pek In Hoei mundur dua langkah ke
belakang, sahutnya:
"Menurut kabar yang tersiar di dalam dunia persilatan, sewaktu
Pek In Hoei terjun ke dunia kangouw hingga punya julukan sebagai
si Jago Pedang Berdarah Dingin senjata yang dipergunakan adalah
sebilah pedang mestika yang disebut pedang mestika penghancur sang
surya dan sekarang secara tiba-tiba kau telah tukar dengan sebilah
golok bukankah itu berarti bahwa kau sudah tukar pekerjaan..."
Pria semakin melengak, ia tak pernah menyangka kalau pemuda
tampan di hadapannya mempunyai pengetahuan yang begitu luas
mengenai kejadian di dalam Bu lim, sambil ayun goloknya ia segera
membentak :
"Ayoh keluar... Oo...! Siapakah kau si bocah cilik?? Kalau
ngomong saja ngaco belo tak karuan!"

694
IMAM TANPA BAYANGAN II

Air muka Pek In Hoei berubah jadi keren, dengan napsu


membunuh menyelimuti seluruh wajahnya ia tatap wajah pria itu
tajam-tajam, katanya :
"Jago Pedang Berdarah Dingin adalah sahabat karibku, selama
hidup ia tak pernah melakukan perbuatan jahat, bangsat! Mengapa
kau berani mencatut namanya untuk melakukan perbuatan terkutuk..."
Traaang...! Saking tercekatnya hati pria itu, mendadak sekujur
badannya gemetar keras, golok kepala setan dalam genggamannya
segera terlepas dari genggaman dan jatuh ke lantai, tanyanya dengan
suara tersendat-sendat :
"Kau... kau... kau adalah sahabat karib si Jago Pedang Berdarah
Dingin?"
Orang ini pun cukup cerdik setelah mengetahui bahwasanya
orang itu adalah sahabat karib Pek In Hoei si Jago Pedang Berdarah
Dingin, sadarlah dia bahwa orang yang berada di hadapannya pasti
memiliki ilmu silat yang lihay, mengetahui bahwa kepandaian sendiri
tak seberapa tentu saja dia jadi ketakutan setengah mati, setelah
mendengar gertakan lawannya, begitu takutnya sampai tanpa sadar ia
terkencing-kencing.
Pek In Hoei sama sekali tidak menggubris dirinya lagi, kepada
ke-empat orang pelancong yang nyaris dirampok itu serunya :
"Kalian boleh segera pergi dari sini, bangsat keparat ini bukan
Jago Pedang Berdarah Dingin..."
Ke-empat orang pelancong itu jadi kegirangan tanpa
mengucapkan sepatah kata pun mereka sambar barang milik sendiri
dan kabur dari hutan tersebut.
Sepeninggalnya pelancong-pelancong tadi, Pek In Hoei baru
berpaling dan menatap kembali wajah pria tadi, perlahan-lahan ia
cabut keluar pedang mestika penghancur sang surya sambil berkata :
"Bangsat cilik, kau berani mencatut nama orang untuk berbuat
kejahatan, dosamu tak bisa diampuni lagi, akan kucabut selembar jiwa
anjingmu!"

695
Saduran TJAN ID

"Yaaah... ampun... ooh! Toa ya, ampunilah jiwaku... aku tobat...


lain kali aku tak berani melakukan perbuatan ini lagi... oooh Toa ya..."
rengek pria itu sambil berteriak-teriak keras.
"Hmmm! Sayang moralmu sudah terlalu bejat, aku tak dapat
mengampuni dirimu lagi..."
"Oooh Toa ya asal kau mengampuni jiwaku, hamba akan
beritahukan satu urusan kepadamu!"
"Cepat katakan! Tapi aku akan memperingatkan dirimu lebih
dahulu, kalau kau berani bermain curang atau bermain setan di
hadapanku, itu sama artinya mempercepat kematianmu sendiri..."
"Sekali pun nyali hamba lebih besar pun tak akan berani mencatut
nama Jago Pedang Berdarah Dingin untuk melakukan pembegalan,"
lapor pria itu dengan badan gemetar. "Kemarin malam aku didatangi
seorang pincang yang mengaku she Si, ia suruh hamba melakukan
perbuatan ini, katanya selain ia tak akan menerima emas atau perak
hasil begalanku, bahkan setiap hari dia akan menggaji dua tahil perak
bagiku..."
Dari perkataan tersebut Jago Pedang Berdarah Dingin segera
menyadari bahwa peristiwa ini bukan suatu kejadian biasa, di
belakang pria tersebut pasti ada orang yang jadi dalangnya, tapi
siapakah orang itu? Untuk beberapa saat lamanya ia tak berhasil
mengetahuinya, seingatnya di antara sederet nama musuh-musuh
besarnya, sama sekali tidak tercantum nama seorang she Si yang
pincang.
"Siapakah orang itu?" tegur pemuda itu kemudian setelah
termenung dan berpikir beberapa saat lamanya.
"Aku!"
Jawaban itu muncul secara mendadak dan sama sekali tak
terduga.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei terperanjat, laksana
kilat dia berputar ke belakang dan siap siaga menghadapi segala
kemungkinan.

696
IMAM TANPA BAYANGAN II

Seorang pria berusia pertengahan yang memakai jubah warna


abu-abu tampak berdiri bersandar di atas pohon, kaki orang itu
pincang sebelah sedang matanya lebih banyak putihnya daripada
hitam, sepintas lalu nampak bengis dan mengerikan.
Pek In Hoei bukan terkejut karena wajahnya yang mengerikan,
tapi ia kaget akan kelihayan ilmu meringankan tubuhnya. Dia percaya
dengan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang, siapa pun yang
mendekati dirinya pasti akan diketahui dengan cepat.
Tapi nyatanya kehadiran orang itu sama sekali tak diketahui
olehnya, apalagi orang itu adalah seorang pincang, dari ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang itu
kemungkinan besar jauh melebihi dirinya.
"Siapa kau?" pemuda she Pek itu segera menegur dengan alis
berkerut.
"Aku bernama Si Bu Mo, belum pernah berkelana di dalam dunia
persilatan, mungkin kau belum pernah mendengar nama itu..."
Sementara itu melihat kemunculan Si Bu Mo di tempat itu,
bagaikan bertemu dengan bintang penolong pria tadi segera berteriak
keras :
"Oooh... Si toa ya, akhirnya kau datang juga..."
"Hmmm! Orang yang kutunggu telah datang, di sini sudah tak
ada urusanmu lagi," seru Si Bu Mo sambil melemparkan sekeping
uang perak ke atas lantai, "pergilah sana, yang dia cari adalah aku, tak
mungkin kepergianmu dihalangi. Nah! Ayoh cepat pergi!"
Seolah-olah mendapat pengampunan besar, pria itu cepat-cepat
serobot uang perak itu dari atas tanah, kemudian setelah melirik
sekejap ke arah Pek In Hoei, dia kabur dari situ.
Perlahan-lahan Pek In Hoei alihkan pandangannya ke arah orang
itu, napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, sambil tertawa
gemas ia berseru :

697
Saduran TJAN ID

"Manusia berhati rendah, mengapa kau gunakan cara yang


demikian rendah dan hinanya untuk merusak nama baikku? Apa
maksudmu yang sebenarnya..."
"Nama besar Jago Pedang Berdarah Dingin dalam dunia
persilatan terlalu besar dan tersohor, untuk mengundang dirimu
bukanlah satu pekerjaan yang gampang, bila aku tak menggunakan
cara ini dari mana kau bisa kutemui..." sahut Si Bu Mo sambil tertawa
dingin.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei semakin murka
sehabis mendengar ucapan itu, bentaknya :
"Hmmm! Kau hanya tahu memenuhi keinginan pribadimu, tapi
lupa bahwa perbuatanmu itu justru akan mengorbankan manusia yang
tak berdosa, seandainya aku tidak tega untuk turun tangan
membinasakan pria itu, bukankah sedari tadi ia sudah mati konyol di
tanganku..."
"Apa salahku? Bila sampai terjadi pembunuhan maka kejadian
ini harus disalahkan dirinya sendiri, siapa suruh dia terlalu kemaruk
akan harta..."
Nadanya dingin, ketus dan sama sekali tidak disertai emosi,
diam-diam Pek In Hoei bergidik juga menghadapi manusia semacam
ini, banyak jago Bu lim yang pernah ia jumpai tapi belum pernah
menemukan manusia seram macam Si Bu Mo.
Setelah suasana hening beberapa waktu, pemuda itu kembali
tertawa dingin, katanya :
"Ada urusan apa kau datang mencari diriku?"
"Gampang sekali, aku datang untuk membalas dendam."
"Membalas dendam...?" Pek In Hoei merasa belum pernah
bertemu atau pun berkenalan dengan manusia yang mengaku bernama
Si Bu Mo ini, dari mana permusuhan bisa terjadi?"
Pemuda itu segera tertawa dingin.
"Hey! Kalau kau belum edan, mari kita bicarakan persoalan ini
sebaik-baiknya, sekalipun aku si Jago Pedang Berdarah Dingin

698
IMAM TANPA BAYANGAN II

selama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan telah banyak


mengikat permusuhan dengan orang, seingatku belum pernah aku
bermusuhan dengan manusia macam kau. Kita toh tak pernah
mengenal satu sama lain, bahkan bertemu pun baru pertama kali ini,
dari mana kau bisa mengatakan bahwa kedatanganmu adalah hendak
menuntut balas..."
"Heeeh... heeh bagus, bagus sekali, aku orang she Si bisa
berkenalan dengan manusia semacam kau, hidupku memang boleh
dibilang semakin semarak, kau tak usah mungkir lagi, dalam
catatanku sudah tertulis jelas hutangmu setiap sen setiap ketip, kau
mesti ingat hutang uang bayar uang, hutang nyawa bayar nyawa, masa
begitu cepat kau telah melupakan peristiwa yang terjadi dalam selat
Seng See Kok?"
"Oooh... iya? Kenapa aku tidak ingat kalau dalam selat Seng See
Kok pernah hutang kepadamu?"
"Tiba Si Bu Mo mendengus dingin, tegasnya :
"Mau bayar atau tidak, yang penting aku orang she Si sudah
penuju dirimu, bagaimana pun juga hutang itu harus dibayar berikut
rentenya."
Bagaikan segulung angin puyuh ia terjang ke depan secepat kilat,
cakar mautnya langsung mencengkeram bahu pemuda itu, ke-lima
jarinya yang tajam terasa amat sakit sewaktu menempel di kulit.
Pek In Hoei segera meloncat ke samping sindirnya sambil tertawa
dingin.
"Huuuh... ! Cakarmu itu lebih kotor dan bau daripada cakar
anjing, lebih baik simpan saja untuk garuk-garuk badanmu sendiri
yang banyak kutu... "
Di luar ia mengejek, gerakan tubuhnya tidak mengendor, secara
beruntun ia bergeser sebanyak tiga kali, dengan gampangnya pula tiga
buah serangan berantai orang she Si itu berhasil dihindari.

699
Saduran TJAN ID

"Bangsat cilik, mulutmu terlalu bau, aku harus sikat dulu


bacotmu itu agar bisa memperdengarkan suara yang lebih merdu,"
teriak Si Bu Mo sambil tertawa seram.
Kali ini Jago Pedang Berdarah Dingin betul-betul sudah
ketanggor batunya, ilmu silat yang dimiliki pihak lawan bukan saja
sangat lihay, gerakan tubuhnya amat gesit bahkan mulutnya pun
pandai berbicara.
Untuk beberapa saat lamanya ia merasa hatinya tercekat, tak
teringat olehnya jago lihay dari manakah yang sedang dihadapinya
saat ini.
Secara beruntun ia lancarkan dua serangan dahsyat, dengan susah
payah akhirnya dia berhasil juga memaksa Si Bu Mo mundur dua
langkah ke belakang.
Sungguh lihay orang pincang she Si ini, setelah terdesak mundur
ke belakang ia segera unjukkan kehebatannya dengan suatu gerakan
tubuh yang aneh, tiba-tiba badannya menerjang ke depan dan merebut
posisi baik lima jarinya bagikan kaitan langsung menyambar dada si
anak muda itu.
"Sahabat karibku," ejeknya, "kenapa tidak undang keluar sahabat
yang telah membantu mempopulerkan dirimu itu?"
"Aku rasa tak perlu mencari bala bantuan," jawab Pek In Hoei
sambil bacok pergelangan lawan. "Bukankah sahabatmu juga belum
kau undang untuk tinggalkan sarangnya?"
Lengan kanannya tiba-tiba membalik mencengkeram senjata
lawan yang tersembul di balik bahu, sementara kakinya dengan cepat
menghadiahkan sebuah tendangan kilat.
Dalam keadaan begini terpaksa Si Bu Mo harus mundur enam
langkah ke belakang, diam-diam ia kagum atas kehebatan lawannya
yang masih muda belia itu.
"Tidak aneh kalau muridku masih bukan tandinganmu, rupanya
kepandaian silat yang kau miliki hebat juga..." serunya kemudian

700
IMAM TANPA BAYANGAN II

sambil tertawa seram. "Hmm... Jago Pedang Berdarah Dingin, ini hari
aku orang she Si akan membagi keuntungan bagimu!"
"Siapakah muridmu?" tanya Pek In Hoei melengak.
"Hmm.. hmm.. kau betul-betul seorang pelupa yang pikun, masa
muridku juga sudah kau lupakan... " sinar mata bengis berkilat tajam,
sambil tunjukkan jari tangannya ia menambahkan :
"Sekarang mungkin kau sudah tahu siapakah aku!"
Cahaya tajam yang memancarkan sinar membara menyorot
keluar dari ujung jarinya, begitu merah membara jarinya itu hingga
menyerupai tongkat besi yang membara. Pek In Hoei seketika berdiri
terkesiap, dalam benaknya terbayang kembali olehnya akan wajah
Toan Hong In, adik Toan Hong ya yang pernah menggunakan pula
ilmu jari semacam itu.
Ia segera berseru :
"Oooh...! Rupanya kau adalah tulang punggung Toan Hong In
yang disebut sebagai suhu, waah... kalau begitu maaf yaah kalau aku
kurang hormat padamu, Eei... pincang kenapa dari tadi kau tidak mau
bilang bahwa kau bermodal cukong? Tahu begini sedari tadi aku
orang she Pek sudah layani permintaanmu, mari.. mari.. mari kita
mulai sekarang juga?"

701
Saduran TJAN ID

Jilid 29
"HEEEH... heeeh... heeeh... modalku sih modal cukong, apalagi ilmu
jari Hwee_yan-ci ini luar biasa hebatnya, aku ingin tahu kau hendak
pakai modal dengkul apa untuk melayani diriku."
"Jangan kuatir, modalku adalah modal atas jeri payahku sendiri,
aku tidak doyan dengan modal asal curian."
"Bangsat! Kau jangan kuatir, wilayah selatan masih amat luas,
bahan dasar berlimpah limpah kenapa aku mesti mencuri?"
Sebagai penutup kata ujung jarinya diiringi kilatan cahaya merah
yang membara segera menerjang tiga bagian tubuh Pek In Hoei secara
dahsyat, hawa panas segera terasa menyengat badan.
Jago pedang berdarah dingin tak berani menghadapi datangnya
serangan hawa panas itu secara gegabah, ia loncat ke samping
menghindarkan diri sementara telapaknya mengirim satu babatan
kearah musuhnya.
"Huuh ! Kalau cuma ilmu jari Hwee yan-ci sih aku sudah pernah
minta petunjuk, paling banter juga cuma begitu-begitu saja," ejeknya
sinis.
"Bangsat, kau harus tahu ilmu jari Hwee yan-ci ini dinamakan
pula panggang ayam, jauh berbeda dengan ilmu jari biasa, bagi siapa
yang kena serangan paling enteng bakal patah tulang nadi kita, paling
berat akan menimbulkan kematian, hutangmu sudah bertumpuk-
tumpuk maka sekalian jiwa anjingmu akan kuringkus ... "
Tenaga dalam yang dimiliki Pek In Hoei memang diakui
kehebatannva, apa lacur ilmu jari yang dimiliki pihak lawan sangat

702
IMAM TANPA BAYANGAN II

dahsyat, desiran angin pukulan yang begitu memaksa tubuhnya susah


untuk mendesak lebih mendekat.
Lama kelamaan ia jadi rada mendongkol, sambil membentak
keras telapaknya segera diputar aneh dan mengirim satu babatan
keluar.
Si Bu Mo sendiri juga menyadari akan kesempurnaan tenaga
lweekeng yang dimiliki lawannya, ia tidak berani bertindak gegabah.
Melihat datangnya ancaman, buru-buru serangan totokan berubah jadi
serangan telapak, sambil membentuk gerakan satu lingkaran busur
laksana kilat dia songsong datangnya ancaman tersebut.
"Blaam.....!" ledakan dahsyat bergeletar di angkasa, seluruh bumi
bergetar keras, pasir dan batu beterbangan memenuhi udara, daun
ranting berhamburan di atas tanah, bentrokan dua gumpal tenaga yang
maha dahsyat itu secara tiba tiba menerjang sebuah pohon siong yang
tumbuh di sekitar sana, begitu hebat bentrokan tadi menyebabkan
pohon tersebut tumbang jadi dua bagian dan mencelat sejauh setengah
tombak lebih.
Dengan sempoyongan Si Bu Mo mundur tujuh delapan langkah
ke belakang, setiap langkah dia mundur, di atas permukaan tanah
segera tertinggallah sebuah bekas telapak kaki sedalam kurang lebih
tiga cun lebih.
Bukan begitu saja, pada akhir langkahnya orang itu muntah darah
segar dan berdiri dengan badan gemetar keras.
"Bejingan cilik!" teriaknya kemudian dengan suara penuh
kebencian meluap-luap, "Kau betul-betul hebat, orang bilang ada
pinjam harus ada kembali. Setelah kau memberi hadiah kepadaku
sudah selayaknya kalau kubalas dengan sedikit hadiah pula untukmu,
bersiap-siaplah kau menerima hadiah itu."
Sekalipun orang ini adalah seorang pincang, tapi gerak geriknya
jauh lebih gesit dan enteng dari pada orang biasa, bersamaan dengan
selesainya ucapan itu ia segera loloskan sebuah pedang dari atas
punggungnya.

703
Saduran TJAN ID

Pedang digetarkan menimbulkan percikan cahaya yang


berkilauan, sambil menatap si anak muda itu dengan sorot mata yang
bengis teriaknya :
"Cabut keluar pedang penghancur sang suryamu !"
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tarik napas panjang-
panjang, air mukanya sama sekali tidak menunjukan perasaan apa
pun, dalam hati ia menyadari bahwa ilmu silat yang dimiliki pihak
lawan sangat lihay dan orang itu bukan musuh sembarangan,
karenanya ia lantas mendengus dingin dan perlahan-laban cabut
keluar pedang mestika Penghancur sang surya.
"Sahabat karibku.... " ejeknya sambil tertawa hambar, "Setelah
kau undang keluar sababat karibmu, akupun akan undang pula rekan
sekerjaku ini......"
Sudah terlalu banyak Si Bu Mo mendengar cerita mengenai
kehebatan serta kelihayan ilmu pedang lawan. sekarang menjumpai
wajahnya berubah amat sadis dan diliputi napsu membunuh, hatinya
jadi bergidik saking tegangnya sampai-sampai gagang pedang
dipegang kencang-kencang.
Suasana hening untuk beberapa saat lamanya, kedua belah pihak
sama-sama tidak bergerak atau pun bergeser dari tempat semula. Tapi
lama-kelamaan Si Bu Mo tak dapat menahan diri lagi, ia membentak
keras pedangnya disertai sambaran cahaya kilat langsung membacok
tubuh si anak muda itu.
Jago pedang berdarah dingin sama sekali tidak melayani
datangnya ancaman itu tiba-tiba badannya meloncat keluar dari
kalangan, sambil putar pedangnya di udara dan menyapu sekejap luar
hutan ejeknya sambil tertawa tergelak.
"Hah... haah.... sahabatku, bukankah kau telah membawa bala
bantuan? Kenapa tidak kau undang keluar? Aku si jago pedang
berdarah dingin bukanlah seorang manusia berjiwa sempit,
persilahkan saja teman-temanmu untuk ikut hadir dalam perayaan ini,
mereka pasti akan kulayani dengan sebaik-baiknya........"

704
IMAM TANPA BAYANGAN II

Si Bu Mo tertegun, pedang yang telah siap melancarkan serangan


segera dihentikan kembali, kemudian sambil celingukan ke empat
penjuru pikirnya dalam hati :
"Aneh benar, dalam rencanaku mengajak bangsat ini berduel
belum pernah kubawa bala bantuan, jangan dikata pembantu murid
sendiripun tidak kuajak, masa ada yang datang tanpa diundang ?"
Karena tercengang ia segera balik bertanya:
"Bala bantuan ? Siapa yang mengundang pembantu ?"
"Heeh... heeh... heeh... tak usah berlagak pilon kawan, masa aku
mesti menunjukkan kepadamu ?"
Si Bu Mo semakin keheranan lagi hingga untuk beberapa saat
lamanya ia berdiri termangu-mangu.
"Bala bantuan? aneh benar, aku toh tidak pernah mengundang
pembantu ? dari mana datangnya bala bantuan ?" gumamnya seorang
diri.
Baru saja perkataan itu sirap dari pendengaran, dari luar hutan
tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia yang berat dan nyaring
berkumandang datang, disusul dari balik pepohonan munCul seorang
pria buta yang memakai ikat kepala berwarna hitam serta membawa
tongkat warna hitam pula selangkah demi selangkah jalan mendekati.
Terdengar si buta itu berseru dengan suara karas :
"Eeei... eeei... numpang tanya, kalau akan pergi ke istana
negeri Tayli aku mesti lewat mana?"

Bagian 31
JAGO pedang berdarah dingin segera terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... hey si buta kau memang pintar
mencari orang, sungguh kebetulan sekali Si toaya yang kau tanyai
berasal dari istana negeri Tayli, kalau kau ingin pergi ke situ ada
baiknya kalau tempeli dulu si pincang tersebut, nanti ia tentu akan
menuntun kau pergi ke tempat tujuan..."

705
Saduran TJAN ID

Rupanya sejak tadi ia sudah tahu bahwa si buta ini bukan manusia
sembarangan, sebab walaupun matanya buta tapi sepasang keningnya
menonjol amat tinggi, asal diperhatikan lebih seksama lagi maka siapa
pun akan tahu bahwa dia adalah seorang jago yang tersembunyi.
Dalam pada itu si buta telah menegur dengan suaranya yang
nyaring :
"Si-toaya, apa jabtanmu di dalam istana negeri Tayli ? apakah aku
boleh numpang tanya?"
Sejak kemunculan si buta, dalam hati Si Bu Mo sudah merasa
amat kenal dengan orang ini, hanya untuk beberapa saat dia tidak
ingat siapakah gerangan orang itu.
Mendengar pertanyaan tersebut, dengan suara dingin ia balik
bartanya :
"Siapa yang kau cari dalam istana negeri Tayli ?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau dibicarakan memang sangat
kebetulan, orang yang kucari itupun memakai she-Si!"
Si Bu Mo terkesiap dan tanpa terasa mundur beberapa langkah ke
belakang, sejak ia melarikan diri dari wilayah See Ih masuk ke dalam
wilayah Tionggoan, sepanjang tahun hidupnya hanya bersembunyi di
dalam istananya Toan Hong In, jarang sekali orang kangouw kenal
dengan dirinya, dan lagi orang yang berada di situ cuma tahu dia she
Si.
Kini si buta tersebut datang-datang lantas berkata hendak mencari
seorang she Si pula dalam istana negeri Tayli, tidak aneh kalau
hatinya langsung tercekat. Segera pikirnya di dalam hati :
"Jangan-jangan si buta ini memang sedang mencari aku?"
Berpikir demikian ia pun lantas bertanya:
"Dalam istana negeri Tayli terdapat beberapa orang yang
menggunakan she Si, tolong tanya Si mana yang sedang kau cari?"
Si Buta itu termenung sejenak, kemudian tanyanya :
"Apa kau kenal dengan orang yang bernama Si Bu Mo?"

706
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Si Bu Mo tersentak kaget, ia tak menyangka kalau orang itu


benar datang mencari dirinya, tapi di luaran ia tetap bersikap tenang
sambil tertawa dingin tegurnya :
"Ada urusan apa kau mencari dirinya?"
"Ooh cuma urusan kecil... cuma urusan kecil........."
Jago Pedang Berdarah Dingin yang selama ini membungkam
segera tertawa terbahak-bahak, serunya :
"Too heng kalau begitu memang sudah tepat menemukan
orangnya, sebab sahabat itu pun she Si dan kebetulan dia pun bernama
Bu Mo, apa betul dialah yang sedang kau cari..."
"Ooh... iya??"
Setelah berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya, orang
buta itu mendadak ayun toya hitamnya dan dengan gencar menyerang
sekujur tubuh Si Bu Mo.
"Eeei... eeei... apa maksudmu?" teriak Si pincang kelabakan.
Tubuhnya miring ke samping menghindarkan diri dari kemplangan
toya lawan, pedangnya dengan sebat membacok punggung si buta itu
dengan jurus Sin Kiem In Eng leng in atau Tombak sakti
membuyarkan arwah.
Si buta segera menggearkan toyanya membentuk berlapis-lapis
bayangan yang tebal, sang badan maju selangkah ke muka berbareng
itu pula toya hitamnya menyodok ke arah lambung musuh.
"Si heng!" terdengar orang itu berseru dengan suara dalam,
"Kenapa kau tidak menggunakan Long Heng Pat Kiam?"
Begitu mendengar ucapan 'Long Heng Pat Kiam' atau ilmu
delapan pedang bayangan serigala, Si Bu Mo tersentak kaget,
bagaikan dadanya dihantam oleh sebuah martil yang amat berat
wajahnya seketika berubah jadi pucat pasi, keringat dingin mengucur
keluar membasahi seluruh tubuhnya, hampir saja ia terluka di ujung
senjata lawan.
Sepanjang perjalanannya melarikan diri ke dalam wilayah
Tionggoan, dia selalu berusaha merahasiakan jejaknya sebaik-

707
Saduran TJAN ID

baiknya, ia takut musuh tangguh yang paling disegani olehnya itu


berhasil menyusul dirinya, karena itu ilmu pedang 'Long Heng Pat
Kiam' yang merupakan ciri khasnya itu tidak pernah diperlihatkan di
hadapan sembarangan orang.
Sekarang, ia dengar lawannya yang sama sekali tak dikenal
olehnya itu sanggup mengungkap tentang ilmu pedang andalannya
itu, tentu saja bisa dibayangkan sampai di mana kaget dan takutnya.
Dengan wajah berubah hebat teriaknya :
"Hey, apa yang sedang kau katakan?? Apa itu delapan pedang
bayangan srigala?? Aku sama sekali tidak kenal dengan ucapanmu
itu."
Setelah menyadari bahwa si buta mengenali ilmu pedangnya, Si
Bu Mo semakin tak berani mengeluarkan ilmu pedang Long Heng Pat
Kiamnya, sebab ia tahu asal jurus pedang itu dipergunakan maka
dengan cepat orang itu akan kenali dirinya sebagai Si Bu Mo yang
sedang dicari.
Sementara itu jurus serangan yang dilancarkan si buta kian lama
kian bertambah gencar, sambil menyerang teriaknya kembali :
"Si heng, ilmu pedang Long Heng Pat Kiam adalh ilmu pedang
nomor satu di kolong langit, banyak jago lihay dalam wilayah See Ih
terluka di ujung pedangmu itu. Setelah perjumpaan kita hari ini
mengapa kau malahan sembunyikan jurus tersebut?..."
Si Jago Pedang Berdarah Dingin yang berada di sisi kalangan
segera mengejek sambil tertawa tergelak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... dia adalah seorang pedagang
dengan modal cukong, sebelum tahu barang yang berharga, tentu saja
ia tak akan tertarik untuk menunjukkan kekayaannya. Hey sahabat
kalau kau ingin tahu kekayaannya, maka kau sendiri pun harus
tunjukkan pula barang dagangan yang jitu..."
"Oooo, kiranya begitu," sahut si Buta sambil mengangguk,
"kenapa tidak kau katakan sedari tadi?"

708
IMAM TANPA BAYANGAN II

Permainan toyanya bagaikan titiran air hujan, dengan rapat dan


dahsyatnya bayangan tersebut mengurung sekujur tubuh Si Bu Mo.
Seketika itu juga si pincang terdesak hebat, ia keteter mesti
kerahkan segenap tenaganya untuk mempertahankan diri, diiringi
teriakan-teriakan gusar tujuh buah serangan berantai telah
dilancarkan.
"Hey sahabat, di antara kita toh tak pernah terikat dendam atau
pun sakit hati, mengapa selalu desak diriku? Apa sebenarnya
maksudmu?" jerit orang she Si itu gusar.
"Tiada maksud lain kecuali ingin membuktikan benarkah kau
adalah orang yang sedang kucari... sudah habis bagaimana? Kau
sudah tahu bahwa mataku buta tidak bisa melihat dirimu, dari mana
bisa membuktikan bahwa kau adalah Si Bu Mo..."
"Ada urusan apakah mencari dirinya?"
"Tentu saja ada urusan penting, kalau tidak kenapa aku mesti
mencari dirinya..."
Pada saat itu Si Bu Mo telah menganggap orang buta di
hadapannya adalah salah satu di antara musuh-musuh besarnya,
karena takut pikirannya mulai kacau dan kepercayaannya pada diri
sendiri semakin goyah, pedangnya dibabat semakin dahsyat lagi
dengan harapan dapat memaksa mundur musuhnya ini.
Tapi sayang tenaga lweekang yang dimiliki orang itu luar biasa
dahsyatnya, jangan dikata mendesak mundur dirinya, kesempatan
bagi diri sendiri untuk melarikan diri pun tak ada.
Bayangan tongkat si Buta mengurung tubuh orang she Si itu
semakin rapat, hal ini membuat napas Si Bu Mo tersengkal-sengkal,
ia terdesak hebat dan mulai tak sanggup mempertahankan diri,
agaknya bila pertarungan diteruskan maka tidak sampai beberapa
jurus lagi dia pasti akan roboh binasa.
Ketika itulah si buta membentak kembali :
"Si heng, benarkah kau tak sudi mengeluarkan ilmu pedang Long
Heng Pat Kiam-mu itu?"

709
Saduran TJAN ID

Dalam pada itu keadaan Si Bu Mo sudah benar-benar


mengenaskan, ia tak bertenaga lagi untuk melakukan perlawanan, si
pincang itu mulai sadar bila ia tidak pergunakan ilmu pedang 'Long
Heng Pat Kiam' maka jiwanya pasti akan melayang di ujung toya
lawan.
Diam-diam ia menghela napas pikirnya :
"Aaaai... apa boleh buat, ya sudahlah, kalau memang rejeki tak
bisa diraih, kalau memang bencana tak bisa dihindari bila aku berhasil
membinasakan si buta dengan ilmu pedang Long Heng Pat Kiam,
mungkin bencana ini bisa kuhindari, sebaliknya kalau aku harus
menemui ajalnya di tangan si buta, yaaah... mungkin itulah nasibku..."
Dengan cepat ia ambil keputusan, segera bentaknya :
"Buta sialan, aku akan beradu jiwa dengan dirimu..."
Badannya meloncat dari atas permukaan, pedangnya tiba-tiba
digetarkan menciptakan tujuh buah kuntum bunga pedang yang dalam
waktu singkat berubah jadi sekilas cahaya tajam, ia langsung tusuk
dada orang.
Inilah jurus pertama dari ilmu pedang 'Long Heng Pat Kiam' yang
disebut 'Hay long hui sut' atau tikus meloncat di tengah ombak,
desiran angin tajam mengiringi kilatan bayangan pedang seketika
tersebar memenuhi angkasa.
Sungguh tajam pendengaran si buta itu, mendengar ancaman
pedang ia segera tertawa terbahak-bahak, permainan toyanya ikut
berubah, dengan pergunakan gerakan keras lawan keras ia tangkis
datangnya ancaman tersebut.
"Si heng!" ujarnya sambil tertawa, "jurus tikus meloncat di
tengah ombak sudah dua puluh tahun lamanya tak pernah muncul di
wilayah See Ih meskipun hari ini Siauw te tak dapat menyaksikan
kehebatannya dengan mata terbuka, tapi aku yakin kehebatannya jauh
melebihi keadaan dulu, ini membuktikan bahwa Si heng tak pernah
melalaikan ilmu silatnya selama banyak tahun belakangan ini..."
Ia berhenti sebentar, lalu sambil tertawa sambungnya kembali :

710
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Si heng, bagaimana pula dengan ilmu jari Hwe Gan Ci mu itu?
Apakah juga peroleh banyak kemajuan...?"
Air muka Si Bu Mo berubah sangat hebat, kejut di antara rasa
takut yang menghebat, dengan jantung berdebar ia perketat serangan
pedangnya, sementara dalam hatinya berpikir :
"Aaah...! Dugaanku tak meleset, ternyata kedatangannya
memang disebabkan oleh peristiwa itu..."
Ia meraung gusar, bentaknya :
"Sahabat, kau tak usah berpura-pura bodoh lagi, ayoh kita
buktikan kelihayan kita di ujung senjata."
"Si heng, harap kau jangan turun tangan lebih dulu," seru si buta
secara tiba-tiba sambil tarik kembali toyanya. "Karena ada kesulitan
yang tak bisa dikatakan, terpaksa siauw te harus menjajal
kepandaianmu, sejak perpisahan kita dua puluh tahun berselang di
wilayah See Ih, masa Si heng benar-benar telah melupakan diriku..."
"Siapa kau?" seru Si Bu Mo sambil mundur ke belakang. "Aku
merasa tidak pernah kenal dengan manusia macam kau."
Si buta tertawa sedih.
"Perpisahan yang memutuskan hubungan kita memang
berlangsung terlalu lama, tidak aneh kalau Si heng sudah melupakan
siauw te tetapi kalau kau teringat kembali akan perjalananmu di
tengah malam buta melewati gurun pasir, mungkin kau akan ingat
kembali siapakah diriku."
Ia berhenti sebentar, lalu tambahnya :
"Aku adalah si anak buangan In Pat Long."
"Haaah...? Kau adalah Pat Long? Kenapa matamu jadi buta?
Tidak heran aku tak kenali dirimu lagi..."
Kiranya di masa masih muda dulu si buta ini adalah seorang begal
yang amat tersohor, suatu hari dia membegal seorang perempuan yang
sedang melakukan perjalanan seorang diri di tengah gurun, akibatnya
ia dihajar sampai luka oleh seorang pendekar yang kebetulan lewat di

711
Saduran TJAN ID

sana, jiwanya jadi terancam dan seorang diri ia harus menanti


datangnya maut di tengah gurun yang sunyi.
Pada saat yang kritis itulah kebetulan Si Bu Mo lewat di situ dan
menyembuhkan lukanya, sejak itulah In Pat Long jadi sahabat
karibnya.
Dalam pada itu terdengar si buta menghela napas dengan nada
yang amat sedih, lalu berkata :
"Kita tak usah memperbincangkan urusan itu lagi, bagaimana
dengan ilmu Hwe Gan ci yang kau dapatkan dari Loo Hian? Sejak
peristiwa itu Loo Hian menyebar orang di empat penjuru untuk
mencari jejakmu, suatu ketika aku berhasil ditemukan, aku dipaksa
untuk menunjukkan jejakmu tapi sewaktu aku menjawab tak tahu Loo
Hian si bangsat tua itu memaksa aku untuk bertempur, dalam satu
jurus saja aku kena dihajar keok..."
"Aaai...! Akulah yang menyebabkan kau ikut menderita..." bisik
Si Bu Mo sedih.
Si Buta segera menggeleng.
"Si heng, perkataan yang tak berguna lebih baik tak usah dikatan,
kedatangan siauw te malam ini adalah hendak menyampaikan satu
berita buruk bagimu, bila kau tidak menghadapinya secara cepat,
maka suatu bencana besar telah menanti di hadapanmu..."
"Urusan apa??" tanya Si Bu Mo tegang.
"Loo Hian ayah dan anak sudah tahu kalau kau berada di sini,
ketika aku hendak tinggalkan wilayah See Ih, aku dengar mereka
berdua sudah berada di wilayah Tionggoan bahkan katanya seringkali
muncul dan sekitar tempat ini..."
"Kalau sudah datang lantas mau apa?" jengek Si Bu Mo, "Ilmu
jari Hwee Gan Ci telah kuyakini hingga mencapai sembilan bagian,
sekalipun mereka berhasil temukan diriku juga tak ada gunanya,
sembilan belas tahun sudah aku menyembunyikan diri, rasanya
sekarang aku tak perlu takut kepada mereka lagi..."

712
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Si heng kau masih bukan tandingan mereka berdua," seru si buta
sambil menggeleng, "lebih baik hindarilah perjumpaan dengan
mereka lagi pula kalau dibicarakan seharusnya kaulah yang salah, kau
tidak patut mencari belajar ilmu silat milik orang lain!"
"Pat Long kita singkirkan dahulu persoalan itu setelah Loo Hian
mereka datang baru dibicarakan lagi," ia melotot sekejap ke arah Pek
In Hoei, lalu meneruskan, "dia adalah jago pedang kelas satu di dalam
wilayah Tionggoan, lebih baik kita sikat dulu manusia ini..."
Selama ke-dua orang itu bercakap-cakap, Jago Pedang Berdarah
Dingin hanya berdiri membelakangi mereka sambil bergendong
tangan, menanti Si Bu Mo telah mengucapkan kata-kata tersebut, ia
baru mendengus dan putar badan.
"Bagaimana? Pembicaraan kalian berdua apa sudah selesai?"
tegurnya.
"Fui! Kau lagi berbiara dengan siapa?" teriak In Pat Long atau si
buta itu sambil putar toyanya.
"Orang buta, lebih baik kau jangan mencampuri urusan di sini,"
kata Pek In Hoei dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh, "aku
menanti dirimu, lebih baik cepat-cepatlah enyah dari sini."
Sejak sepasang matanya menjadi buta, In Pat Long paling benci
kalau ada orang mengejek dirinya sebagai si orang buta, sekarang
mendengar si anak muda itu memaki dirinya, hawa amarah kontan
berkobar dalam dadanya, senjata toya dalam genggamannya bagaikan
segulung asap hitam langsung diayun ke depan.
"Bangsat cilik," teriaknya, "kau berani memaki aku? Huuuh...
ketika aku Pat Long masih bekerja sebagai begal, mungkin kau masih
berada dalam perut anjing."
Criiing! Sekilas cahaya tajam berkilauan di angkasa, hawa
pedang yang dingin dengan membentuk kabut tebal mengurung tubuh
In Pat Long dalam kepungan.
"Cukup dengan sepatah katamu itu, aku tak akan melepaskan kau
dengan begitu saja!" seru Pek In Hoei gemas.

713
Saduran TJAN ID

Sementara itu napsu membunuh telah menyelimuti pula seluruh


wajah In Pat Long, sambil memperketat serangannya ia berteriak :
"Si heng, siapakah bajingan cilik ini?"
"Jago Pedang Berdarah Dingin."
Pek In Hoei sendiri pun sudah naik pitam dibuatnya, jurus pedang
yang dilancarkan semakin dahsyat, begitu ketat kepungannya pada
tubuh si buta itu membuat In Pat Long jadi keteter hebat, keringat
dingin mulai mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, tujuh
delapan bagian ujung bajunya telah tersayat dimakan senjata lawan.
Tercekat hati Si Bu Mo melihat kelihayan pemuda itu, pikirnya :
"Sungguh lihay bangsat cilik ini, agaknya ilmu pedang yang dia
yakini jauh lebih lihay daripada ilmu pedang Long Heng Pat Kiam
ku..."
Berpikir sampai di sini, ia segera loloskan pedangnya sambil
berseru :
"Pat Long, jangan kuatir, aku datang membantu dirimu..."
Setelah Si Bu Mo ikut terjun ke dalam kalangan perempuran
maka situasi dalam kalangan pun mengalami perubahan besar, In Pat
Long merasa tidak terlalu berat lagi menghadapi tekanan-tekanan
musuh.
Sebalik si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang
dikerebuti oleh dua orang jago kenamaan, permainan pedangnya
masih tetap mantap seperti semula, bahkan sambil tertawa panjang ia
sempat mengejek :
"Nah, begitulah baru dinamakan suatu perdagangan besar,
kenapa kalian tak mau bekerja sama sedari..."
Cahaya pedang yang dingin dan tajam memancar keluar tiada
hentinya dari ujung senjata, desiran angin tajam tiba-tiba membacok
ke arah lengan In Pat Long.
"Bangsat, kau berani pandang rendah diriku?" teriak si buta
teramat gusar, "Aku akan beradu jiwa dengan dirimu."

714
IMAM TANPA BAYANGAN II

Toya besinya dibacok langsung ke atas dada lawan, sedang Si Bu


Mo dengan menggunakan kesempatan itu mengirim satu tusukan kilat
ke arah punggung pemuda itu.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mendengus, ia
keluarkan jurus 'Liok Jit In Hui' atau Pantulan cahaya di kala senja.
Pedangnya meleset ke tengah udara menciptakan satu gerakan
busur, dalam satu gerakan yang sama ia tumbuk dua senjata lawan
secara berbareng.
Traaang! Percikan bunga api bermuncratan di tengah udara
mengiringi suara dentingan yang memekakkan telinga, In Pat Long
tiba-tiba merasakan tangannya jadi enteng, tahu-tahu toya bajanya
telah patah jadi dua bagian.
"Aaaah...! Pedangmu adalah sebilah pedang mestika..." jeritnya
dengan suara tertahan.
Karena sepasang matanya buta, ia tak sempat melihat kalau
pedang yang dipergunakan lawannya adalah sebilah pedang mestika,
menanti toya bajanya terlanggar patah ia baru menyadari akan
ketajaman senjata musuhnya, karena terkejut dan ketakutan tubuhnya
segera berguling di atas tanah sejauh beberapa tombak.
"Pedang mestika penghancur sang surya!" seru Si Bu Mo pula
dengan suara gemetar.
Rupanya ke-dua orang itu sama-sama menyadari akan kehebatan
senjata mestika itu, mengetahui bahwa sulit bagi mereka untuk
menandinginya, terpaksa dengan keringat dingin masih mengucur
keluar mereka mengundurkan diri ke belakang.
"Si Bu Mo!" seru Pek In Hoei kemudian, "Kau berani merusak
nama baikku, ayoh jawab sendir, bagaimanakah aku harus sudahi
permusuhan ini..."
Si Bu Mo tertawa dingin, ia balas berseru pula :
"Bagaimana pula dengan perbuatanmu membunuh Toan Hong
ya?"

715
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... apa hubungan serta sangkut


pautnya antar kematian Toan Hong ya dengan diriku? Kau sudah
salah mencari orang..."
Dengan wajah menyeramkan dia ayun pedangnya di tengah
udara, kemudian melanjutkan :
"Selama aku si Jago Pedang Berdarah Dingin melakukan
perjalanan di dalam dunia persilatan, belum pernah aku salah
membunuh seorang manusia pun tetapi setelah bertemu dengan
manusia kurcaci semacam kalian aku pun segan untuk melepaskan
dengan begitu saja. Kamu berdua sebagai sampah masyarakat dari
kalangan hitam, mesti kubunuh kamu berdua rasanya perbuatanku ini
bukan terhitung satu tindakan yang keterlaluan... bukankah begitu?"
Tiba-tiba... dari tengah udara berkumandang datang suara
keleningan yang amat nyaring, suara itu begitu merdu dan menarik
hati membuat siapa pun yang mendengarkan merasakan tubuhnya jadi
nyaman.
In Pat Long segera pasang telinga dan mendengarkan suara
keleningan itu dengan seksama, kemudian teriaknya :
"Si heng coba dengar! Bukankah suara ini adalah keleningan
cabut nyawa..."
"Apa?" sekujur badan Si Bu Mo tiba-tiba gemetar, seakan-akan
tersambar geledek di siang bolong badannya lunglai dan tak bertenaga
lagi, "Betul... betul suara itu adalah suara keleningan pencabut
nyawa... Loo Hian bangsat tua itu telah datang..."
"Si heng, ayoh kita lrai..." teriak In Pat Long sambil putar badan
dan coba merat.
"Pat Long!" teriak Si Bu Mo pula dengan sorot mata
memancarkan cahaya ketakutan, sambil melirik sekejap ke kanan kiri
ujarnya kembali, "mampukah kita untuk melarikan diri? Rajawali
salju milik Loo Hian adalah binatang tercepat di kolong langit
sekalipun kita sudah merat satu jam berselang, jejak kita bakal
tersusul juga..."

716
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Tiiing... tiiing... tiiing..."


Suara keleningan yang merdu dan nyaring berkumandng semakin
dekat, disusul seseorang tertawa keras dan munculkan diri dari balik
pepohonan.
Orang itu adlah seorang pria kekar dengan topi lebar berwarna
hitam, kuda yang ditunggangi adalah seekor kuda Mongol yang tinggi
besar.
Sambil melayang turun dari atas kuda, pria tadi lepaskan topi
lebarnya, dan menyapu sekejap wajah Si Bu Mo serta In Pat Long
kemudian mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
Gelak tertawanya dingin bercampur dengan rasa gusar serta
mendongkol yang tebal.
Sekujur tubuh Si Bu Mo gemetar keras, tanyanya dengan suara
terpatah-patah :
"Loo Hong di mana ayahmu??"
Gelak tertawa Lo Hong kian lama kian bertambah sirap sambil
menatap wajah orang itu dia bungkam dalam seribu bahasa.
Sesaat kemudian setelah melirik sekejap ke arah Jago Pedang
Berdarah Dingin katanya :
"Si Bu Mo, sejak perpisahan kita di wilayah See Ih tanpa terasa
dua puluh tahun sudah lewat, selama banyak tahun ini aku dengar kau
pandai sekali menyesuaikan diri sehingga di antara keluar Toan dari
negeri Tayli ada yang sudah angkat dirimu sebagai guru..."
"Aaaah... kau terlalu memuji... kau terlalu memuji..." jawab Si Bu
Mo dengan wajah merengek, "Aku berbuat demikian demi isi perutku
setiap hari..."
"Hmmm! Kau bisa hidup senang tapi kami berdua harus hidup
menderita karena perbuatanmu, selama banyak tahun mereka yang tak
tahan hidup di wilayah See Ih kebanyakan telah lari ke negeri
Tionggoan, yang masih bisa bertahan tetap di situ..."
Ia merandek sejenak lalu sambil tertawa datar terusnya :

717
Saduran TJAN ID

"Untuk mencari jejakmu itu, aku serta ayahku berdua terpaksa


harus mengobrak-abrik seluruh wilayah gurun pasir serta See Ih,
alhasil bayanganmu sama sekali lenyap ak berbekas, pandai amat kau
menyembunyikan diri..."
Sementara itu Si Bu Mo dapat menenangkan hatinya setelah
mengetahui hanya Lo Hong seorang yang datang, raas jeri dan takut
yang semula tercermin di atas wajahnya kini telah banyak berkurang.
"Ada urusan apa kalian berdua membuang banyak tenaga dan
pikiran untuk mencari jejakku??" serunya sambil tertawa seram.
"Persoalan yang telah terjadi banyak tahun kenapa mesti diangkat-
angkat kembali?? Lebih baik kalau dilupakan saja bukan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Lo Hong segera tertawa terbahak-
bahak, "masa kau lupa dengan hubungan kita berdua?? Sejak kami
mendapatkan pembalasan budi dirimu itu, setiap hari kami kenang
terus dirimu, kami telah berjanji suatu saat budi kebaikanmu itu pasti
akan kami balas..."
"Tidak berani... tidak berani..." seru Si Bu Mo dengan sorot mata
ngiris, "Masa kalian ingat terus perbuatan baikku yang tidak seberapa
itu?? Sungguh tak kusangka kalian ingat baik-baik kejadian itu,
baiklah... aku orang she Si harus mempersiapkan diri untuk menjamin
kedatangan kalian berdua..."
"Nah, begitulah baru pantas disebut tuan rumah yang baik, waktu
kami masih tetap seperti sedia kala, ada sayur ada arak kita sikat terus,
setelah saing bertemu muka memang sepantasnya kalau kami
merepotkan dirimu..."
"Aaaah! Jadi... jadi ayahmu juga ikut datang??" seru Si Bu Mo
tiba-tiba dengan badan gemetar keras.
"Haaaah... haaaah... haaaah... ada kesempatan untuk bikin
keramaian di sini, siapa bilang ayahku tidak ikut datang? Apalagi
setelah berjumpa dengan sahabat karib semacam kau, saking rindunya
ayahku sampai jatuh sakit..."

718
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm kalau begitu kalian berdua menaruh perhatian besar


terhadap diriku..."
In Pat Long yang selama ini membungkam diri, ketika itu maju
ke depan, ujarnya :
"Lo Hong, masih ingat dengan aku orang she In??"
"Oooh... tak kusangka In Pat Long si mata buta juga hadir di sini,
sungguh menggembirakan sekali... bukankah pertemuan ini adalah
pertemuan yang amat besar? Semua sahabat lama kini berkumpul jadi
satu inilah yang dikatakan orang sebagai jodoh, haaaah... haaaah...
haaaah... bagus, bagus!"
"Sahabat, kau pasti belum melupakan perbuatanmu bukan??"
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja aku masih ingat, aku
dengar orang berkata katanya suatu malam kau mengintip gadis orang
sedang kencing, akhirnya kau keburu ketangkap oleh nona itu,
benarkah telah terjadi peristiwa semacam ini?"
Setiap kali teringat akan sepasang matanya yang buta di tangan
Loo Hian ayah dan anak, hawa amarah yang berkobar dalam dada In
Pat Long seketika memuncak.
Ia mendengus dingin dan serunya :
"Lo Hong, di depan mata orang jangan pura-pura berlagak pilon,
kita adalah kenalan lama, kau tentu tak akan bersikap bodoh tentu
bukan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... masa aku bodoh? Sahabat lama,
jangan membohongi diriku aah."
Jago Pedang Berdarah Dingin yang mengikuti tanya jawab itu tak
dapat menahan rasa gelinya lagi, dia ikut tertawa terbahak-bahak.
Perbuatannya ini semakin menggusarkan hati In Pat Long,
dengan nada uring-uringan tegurnya :
"Hey, apa yang kau tertawakan?"
Pek In Hoei pura-pura berlagak tidak mendengar, ia melengos
dan memandang ke arah lain, sikapnya yang tenang dan jumawa ini
seketika menggusarkan hati Lo Hong maupun Si Bu Mo.

719
Saduran TJAN ID

"Tolong tanya siapakah saudara?" Lo Hong segera maju ke depan


dan menyapa sambil tertawa.
"Jago Pedang Berdarah Dingin!"
"Oooh... kiranya sahabat Pek, keadaan kita bagaikan satu benang
dengan dua kepala, bagaimana dengan penyelesaian urusan ini? Mau
bekerja sama ataukah kerja sendiri-sendiri?"
"Satu celana tak dapat dipakai dua orang, selesaikan dulu
urusanmu kemudian aku pun akan menyelesaikan urusanku..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, bagus, kalau begitu aku
ucapkan banyak terima kasih terlebih dulu..."
Melihat Lo Hong sudah berhubungan dengan Pek In Hoei, dalam
hati In Pat Long serta Si Bu Mo jadi tergetar keras, terdengar si buta
itu membisik dengan suara ketakutan :
"Si heng, habislah sudah riwayat kita hari ini..."
"Pat Long," sahut Si Bu Mo sambil cabut pedangnya, "akan
kutahan ke-dua orang itu untuk sementara, angkat kaki dan kaburlah
lebih dulu, setelah ilmumu berhasil kau latih hingga sempurna,
balaslah dendam sakit hati ini..."
Dengan sedih In Pat Long menggeleng.
"Si heng, seandainya sepasang mataku belum buta, mungkin
dengan andalkan sepasang kakiku masih bisa lari sejauh tujuh delapan
li, tapi sekarang.... aaaai! Kakiku sudah tidak kuat digunakan untuk
lari... maksud baikmu biarlah aku terima di hati..."
Ia berhenti sejenak, kemudian tambahnya lagi :
"Mari kita sikat dulu Lo Hong!"
"Betul!" sambung Lo Hong sambil tertawa tergelak, "setelah
menyikat diriku baru melarikan diri."
In Pat Long tak dapat menahan emosinya lagi, ia putar toyanya
yang tinggal separoh dan menghantam kepala orang she Lo itu dengan
jurus 'Kankun To Coan' atau jagad berputar balik.
"Huuuh...! Cuma andalkan sedikit kepandaian macam begitu, kau
hendak menakut-nakuti aku..." ejek Lo Hong dengan suara keras.

720
IMAM TANPA BAYANGAN II

Lengannya diangkat ke atas, ke-lima jarinya tiba-tiba menyambar


ujung toya yang sedang menghantam tiba, gerakan ini sama sekali di
luar dugaan In Pat Long, sementara hatinya masih tertegun tahu-tahu
potongan toya itu sudah berpindah tangan.
"Aaaah, kau..." seru In Pat Long tergagap.
"Hmm! Mengingat kau adalah seorang buta, untuk sementara
waktu kuampuni jiwamu..."
"Pat Long, pergilah dari sini..." bisik Si Bu Mo pula dengan suara
sedih.
Tapi In Pat Long manusia buta itu menggeleng.
"Si heng, aku bisa hidup sampai detik ini adalah berkat
pertolonganmu, kalau tiada dirimu mungkin sejak dulu aku sudah
mati di tengah gurun pasir, saat ini sukmaku mungkin gentayangan
dimana-mana. Sekarang kau sedang kesusahan, masa aku tega
melarikan diri tinggalkan kau seorang? Kalu mau mati, biarlah kita
mati bersama-sama..."
Dengan nada sedih ia tertawa panjang, lanjutnya :
"Si heng, kita belum tiba pada saat yang benar-benar kritis dan
tiada harapan untuk hidup, bukankah ilmu pedang Long Heng Pat
Kiam mu tiada tandingan selama berada di wilayah See Ih?
Disamping itu bukankah ilmu jari Hwee Gan Ci yang kau latih telah
mencapai sembilan bagian kesempurnaan?"
"Ehmmmm, ucapanmu tidak salah, kita memang belum tentu
harus menemui ajalnya di tangan orang itu..."
Sebaliknya air muka Lo Hong berubah hebat, bentaknya :
"Ilmu jari Hwee Gan Ci adalah ilmu silat sakti dari keturunan
keluar Lo kita, sungguh tak tahu malu kau bangsat she Si telah
mencuri belajar secara diam-diam. Hmmmm! Tahukah kau
disebabkan karena peristiwa itu ayahku telah memutuskan sebuah jari
tangan sendiri dan bersumpah selamanya tak akan berlatih ilmu jari
lagi? Kesemuanya ini tidak lain adalah hasil dari perbuatanmu..."

721
Saduran TJAN ID

"Memotong sebuah jari sendiri..." bisik Si Bu Mo dengan suara


tertegun.
"Sedikit pun tidak salah. Sekarang seharusnya kau menyadari
bahwa mencuri belajar ilmu silat milik orang adalah suatu perbuatan
yang amat rendah dan sangat memalukan, mula-mula ayahku
menerima kau dengan maksud baik, siapa tahu justru secara diam-
diam kau telah curi belajar ilmu silat keluarga kami. Hmmm! Bangsat
hampir kau bikin ayahku muntah darah karena jengkelnya..."
"Hong..." tiba-tiba dari tengah udara berkumandang datang suara
panggilan yang amat nyaring.
Sekujur badannyasbm gemetar keras, dengan penuh ketakutan
dia mundur satu langkah ke belakang, ia takut bertemu dengan Loo
Hian, takut melihat raut wajah si orang tua yang telah memotong
sebuah jari tangannya sendiri...
Derap kaki kuda yang nyaring bergeletar di angkasa memecahkan
kesunyian yang mencekam seluruh jagad, dari balik pepohonan
muncullah sesosok bayangan putih.
Seekor kuda berwarna putih salju perlahan-lahan muncul dari
pepohonan mendekati kalangan, di atas punggungnya duduk seorang
kakek tua bermantel hitam, ia melirik sekejap ke arah Si Bu Mo yang
sedang ketakutan, lalu mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kesempatan yang begini baik
memang susah didapat, aku tak pernah menyangka kalau di tempat ini
dapat bertemu pula dengan si buta In Pat Long. Haaaah... haaaah...
haaaah... aku pun tak menyangka ke-dua shaabat karibku ini masih
bisa hidup dalam keadaan segar bugar di hadapanku... haaa... sejak
perpisahan tempo dulu, tanpa terasa dua puluh tahun sudah lewat, aku
mengira sahabat-sahabat karibku ini tak bakal bisa kutemui lagi, siapa
tahu keadaan kalian masih tetap gagah seperti semula, cuma hawa
bajingan kalian masih juga belum berubah..."

722
IMAM TANPA BAYANGAN II

Air muka Si Bu Mo berubah jadi pucat pias bagaikan mayat,


hatinya tercekat dan untuk beberapa saat ia hanay dapat mengucapkan
beberapa patah kata saja.
"Lo heng, sehat-sehat saja bukan selama ini!"
"Ciss! Lagak tengik," maki Loo Hian dengan mata mendelik,
"Siapa sih yang kesudian mengaku saudara dengan dirimu? Besar
amat nyalimu sekarang... Hmmm... Hmmm... apa aku sudah
melupakan sebutanmu di masa yang lampau? Haaaah... haaaah...
haaaah... ataukah karena ilmu Hwee Gan Ci tersebut sudah berhasil
kau latih hingga mencapai kesempurnaan, maka sekarang kau tidak
anggap sebelah mata pun terhadap orang lain..."
"Lo cianpwee... boanpwee mengakui bahwa kesalahan terletak di
tanganku..." rengek Si Bu Mo dengan suara gemetar, "bukankah
urusan telah lewat banyak tahun? Mana yang dapat dilepaskan
seharusnya kau lepaskan... bagaimana kalau kita sudahi persoalan ini
sampai di sini saja..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " gelak tertawa Loo Hian semakin
keras tapi ia tidak memberikan tanggapan.
Si Bu Mo bukanlah seorang manusia bodoh, setelah melihat
gelagat kurang baik, sebutannya dari 'Lo heng' segera dirubah menjadi
'Lo cianpwee', sebab ketika Loo Hian menerima dirinya dahulu, dia
masih seorang anak kecil dan sudah terbiasa menyebut dengan
panggilan 'cianpwee' dan kini Si Bu Mo merasa dirinya merupakan
seorang jago lihay, ia tidak ingin memperendah kedudukan sendiri.
Sekarang, setelah melihat LooHian hanya tertawa saja tanpa
menggubris permintaannya, wajah yang telah memerah kini berubah
semakin merah padam bagaikan kepiting rebus, hawa gusar berkobar
dalam dadanya, sambil tertawa seram ia berseru :
"Lo cianpwee, apakah kau tidak sudi berbicara dengan diriku?"
Senyuman yang menghiasi wajah Loo Hian seketika lenyap tak
berbekas, sebagai gantinya ia mencibir sinis, sepasang matanya
memancarkan cahaya tajam, jawabnya ketus :

723
Saduran TJAN ID

:Aku tidak sudi berbicara dengan manusia macam kau tahu?"


"Kenapa?"
"Hmmm! Kenapa aku mesti berhubungan dengan segala macam
manusia kurcaci kurang ajar semacam kau ini, terhadap tuan
penolongnya sendiri pun membalas air susu dengan air tuba, buat apa
kita mesti berkawan dengan bajingan seperti kau..."
Keadaan Si Bu Mo betul-betul runyam, wajahnya berubah jadi
merah padam, keberanian untuk membantah sama sekali lenyap,
saking mendongkolnya ia hanya bisa berseru :
"Kau... kau..."
"Hmm! Aku kenapa? Sudah salah berbicara?"
Sementara itu In Pat Long yang berada di samping kalangan
walaupun tak dapat menyaksikan kejengahan dari Si Bu Mo, tapi dari
suara pembicaraan tersebut dia tahu bahwa rekannya tak sanggup
menjawab sendirian lawanya itu, dia segera maju dua langkah ke
depan sambil ujarnya dingin :
"Loo Hian, jangalah kau paksa orang secara keterlaluan,
sekalipun Si toako bersalah, toh kesalahannya tidak sampai terlalu
berat sehingga harus dijatuhi hukuman mati. Sebaliknya aku In Pat
Long ada permusuhan dengan dirimu, kau telah membutakan
sepasang mataku, bila dibicarakan lebih jauh seharusnya di antara kita
adalah satu sama, apa salahnya kalau urusan kita sudahi sampai di sini
saja?"
"Pat Long!" bentak Lo Hong sambil maju ke depan, "di sini tak
ada urusanmu, ayoh cepat enyah dari tempat ini!"
Sejak kemunculan Loo Hian serta Loo Hong, kegusaran yang
berkobar dalam dada In Pat Long sudah memenuhi seluruh benaknya,
terutama setiap kali teringat bahwa sepasang matanya buta di tangan
mereka berdua. Kini mendengar dirinya diusir kegusarannya segera
meledak, ia maju ke muka dan berteriak dengan penuh kemarahan :
"Enyah?? Haaaah... haaaah... haaaah... selama berada di wilayah
See Ih aku si manusia buta belum pernah tunduk kepada siapa pun,

724
IMAM TANPA BAYANGAN II

walaupun kepandaian silat yang kumiliki tidak hebat tetapi aku punya
darah panas yang tidak jeri menghadapi kematian. Bagus... bagus...
tidak sulit kalau kau ingin mengusir diriku, tapi... langkahi dahulu
mayatku..."
"Bangsat, kalau aku tidak memandang matamu telah buta sedari
tadi aku telah suruh kau berbaring di atas tanah. Si mata buta yang tak
tahu diri kau harus tahu keadaan, daripada mati konyol di sini lebih
baik cepatlah enyah..."
Si Bu Mo yang berada di samping pun menghela napas sedih,
sambil geleng kepala ujarnya :
"Pat Long ucapan dari Loo Hong sedikit pun tidak salah, lebih
baik berdirilah di luar kalangan dalam persoalan ini, karena diriku
seorang apa gunanya kau ikut mengorbankan jiwamu?? Bukankah
perbuatanmu tersebut adalah perbuatan dari orang goblok???"
"Si heng, kau terlalu pandang hina aku si orang buta," seru In Pat
Long sambil tertawa seram, "meskipun mataku buta tapi hatiku sama
sekali tidak buta, kalau mau mati biarlah kita mati bersama, kalau
ingin hidup mari kita hidup bersama, urusanmu adalah urusanku juga.
Si heng! Kau tak usah banyak bicara lagi, aku In Pat Long bukanlah
seorang pengecut yang takut menghadapi kematian!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... seorang sahabat yang amat setia
kawan..." seru Loo Hian sambil tertawa tergelak.
"Hingga detik ini aku Loo Hian belum pernah menjumpai
manusia gagah semacam kau di kolong langit, In Pat Long! Benarkah
kau tidak takut mati? Aku lihat lebih baik kurangilah ocehanmu yang
terlalu sesumbar itu!"
"Fui! Berapa banyak manusia yang telah menemui ajal di
tanganku, selama ini aku In Pat Long belum pernah mengerutkan
dahi!"

725
Saduran TJAN ID

Jilid 30
RUPANYA manusia buta ini adalah seorang lelaki dengan jiwa
panas, berhubung Si Bu Mo pernah menyelamatkan jiwanya maka ia
rela berkorban demi tuan penolongnya ini, apalagi setelah sepasang
matanya menjadi buta, ia makin segan hidup di dalam kolong langit,
ia merasa tiada berharga hidup dalam dunia kegelapan....
Sementara itu Loo Hian telah tertawa terbahak-bahak, serunya :
"Baiklah, kalau memang kau mencari kematian buat diri sendiri
maka jangan sesalkan kalau aku berhati keji."
Sorot matanya melirik sekejap ke arah jago pedang berdarah
dingin, kemudian tambahnya :
"Apakah kau bisa menyatakan pula pendirianmu?"
"Hmmm! Pentingkah itu bagiku?" sahut Pek In Hoei ketus.
Sebagai seorang pemuda tinggi hati, ia merasa tidak terbiasa
menyaksikan kesombongan serta kejumawaan Loo Hian ayah dan
anak, karena itu tanpa ia sadari sikapnya telah berubah jadi dingin,
ketus dan memandang amat rendah.
"Bocah cilik sialan!" maki Loo Hian, "kau seorang manusia yang
tak tahu diri, wajahmu lebih bau dari kencing anjing buduk."
Tertegun hati Pek In Hoei mendengar makian dari Loo Hian, ia
tak mengira kalau makian kakek tua itu demikian kotor dan
rendahnya, hawa amarah segera berkobar, serunya dengan suara
ketus.
"Tua bangka yang dungu dan takabur, aku Jago Pedang Berdarah
Dingin paling memandang hina tua bangka tak tahu diri macam kau,

726
IMAM TANPA BAYANGAN II

jika kau ada kesenangan untuk unjuk kelihayan, aku akan layani
keinginanmu itu sampai di mana pun juga!"
"Pek In Hoei...? Pek In Hoei..." gumam Loo Hian ulangi nama
tersebut berulang kali, mendadak ia maju ke depan, tanyanya lebih
lanjut :
"Jago Pedang Berdarah Dingin benarkah kau she Pek?"
"Heeei, apa maksudmu? Meskipun aku si jago pedang berdarah
dingin bukan keturunan ningrat, tapi aku tak akan mencatut she orang
lain, bila kau ingin mempermalukan aku orang she Pek, kunasehati
dirimu lebih baik ukur dulu sampai dimana kekuatan yang kau miliki,
coba takar dulu apakah kemampuanmu itu sanggup untuk menandingi
aku."
"Hmmm ! Baiklah, aku akan bekerja menurut rencana semula,"
ujar Loo Hian kemudian, "akan kubereskan dulu manusia she Si itu,
kemudian baru berurusan dengan kau orang she Pek, mumpung kita
sudah saling bertemu, ada baiknya kalau urusan sekalian dibereskan!"
Lo Hong mengangguk tanda menyetujui, kepada Pek In Hoei
serunya kemudian :
"Harap kau minggir dulu ke samping, setelah kami selesaikan
urusan kami dengan orang she Si itu, persoalan keluarga Lo dan
keluarga Pek baru kita bicarakan."
"Haaaa... haaa... haa... bagus... rupanya daganganku kian lama
kian bertambah besar, sampai-sampai jago dari See-In pun tertarik
kepadaku. Lo-heng kau tak perlu sungkan-sungkan, mau dagang
berapa jauh pun akan kulayani terus keinginanmu itu."
"Hmm.... Hmm.... pandai sekali kau cari hubungan, dan pandai
pula kau selami hati manusia, tunggu saja sampai nanti!"
Dalam pada itu In Pat Long serta Si Bu Mo merasa bergirang hati
ketika menyaksikan jago pedang berdarah dingin ada ganjalan hati
dengan Lo Hian ayah dan anak, si mata buta segera berseru dengan
suara dalam:

727
Saduran TJAN ID

"Pek enghiong, keadaan kita bagaikan dua jembatan yang


menghubungkan satu jalan, bagaimana kalau kita bekerja sama untuk
menghadapi manusia she Lo itu?"
"Terima kasih In toa-ya," tukas Pek In Hoei ketus, "Aku tiada
kegembiraan untuk berbuat demikian."
In Pat Long jadi sedih, tapi di luar ia berkata dengan nada gusar:
"Manusia bodoh, kalau kau merasa punya kehebatan untuk
menanggulangi mereka secara sendirian, terserahlah."
Sementara itu Lo Hian sudah tertawa dingin, melihat kelicikan In
Pat Long hendak mengajak Pek In Hoei bekerja sama, napsu
membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya, sorot mata yang
tajam menatap wajah orang buta itu tak berkedip, kemudian ejeknya
sinis :
"Mata buta, perhitunganmu kali ini salah besar!"
Dengan gesit dia maju tiga langkah ke depan, telapaknya
langsung berkelebat mencakar tubuh orang she In tersebut.
Walaupun sepasang matanya buta, pendengaran In Pat Long
tidak kalah tajamnya dengan penglihatan manusia biasa, dengan cepat
tubuhnya bergeser lima depa ke samping telapaknya laksana kilat
bekerja balas membabat dada Lo Hian."
"Bangsat, kau cari modar!" bentak Lo Hian gusar.
Tiba-tiba telapaknya dibalik ke atas segulung tenaga kekuatan
yang maha dahsyat memancar keluar dari tubuhnya, terhadap
datangnya ancaman musuh ia sama sekali tidak menggubris.
Blaaaam.... ! dua gulung tenaga pukulan saling membentur satu
sama lainnya menimbulkan suara ledakan yang sangat dahsyat, pasir
debu beterbangan di angkasa, daun ranting berguguran ke tanah. Pada
saat yang bersamaan sepasang tubuh manusia saling berpisah ke
belakang.
In Pat Long merasakan lengannya jadi kaku wajahnya berkerut
kencang dan dadanya naik turun tersengkal-sengkal, dengan
kesakitan ia merintih.

728
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Manusia she Lo kau jangan mendesak orang keterlaluan... "


teriaknya.
Jago lihay kalangan Hek-to yang berasal dari wilayah See Ih ini
meski tidak memiliki ilmu silat yang lihay, tapi rasa setia kawannya
amat besar. setelah menyadari bahwa ilmu silat yang dimiliki Loo
Hian jauh lebih tinggi beberapa kali lipat daripada dirinya sendiri,
bukan saja ia tidak menjadi putus asa, malahan semangat
bertempurnya semakin berkobar.
Ia semakin bertekad untuk menahan serangan maut musuhnya ini
demi keselamatan Si Bu Mo.
Begitu badannya tergetar mundur ke belakang ia segera
menerjang kembali ke depan, dalam waktu singkat tujuh buah
serangan berantai dan tiga buah tendangan kilat telah dilancarkan.
Lo Hian memang lihay, ia tidak gentar menghadapi serangan
tersebut, dalam satu gerakan yang enteng dan manis tahu-tahu seluruh
serangan lawan berhasil dipunahkan semua.
Dengan kejadian ini, hawa amarah dalam dada kakek tua itu
segera berkobar, serangan-serangan balasan yang dilancarkan
semuanya merupakan jurus-jurus mematikan, hal ini membuat In Pat
Long keteter hebat dan terjerumus dalam posisi yang sangat
berbahaya, keringat dingin mulai mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya.
Si Bu Mo menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi kalangan
jadi teramat gelisah dari situasi yang terbentang di hadapan nya ia
semakin sadar bahwa kepandaian silatnya masih bukan tandingan
lawan, walaupun demikian setelah sahabat karibnya In Pat Long
terancam bahaya, bagaimanapun juga ia harus turun tangan.
Sambil membentak keras ia menerjang ke depan, sambil
melancarkan sebuah babatan teriaknya:
"Lo Hian! Bukankah aku yang sedang kau cari? Ada urusan
bereskan saja dengan diriku pribadi!"

729
Saduran TJAN ID

Begitu merasakan datangnya desiran angin tajam yang


menghantam punggung, Lo Hian segera mengetahui bahwa Si Bu Mo
telah turun tangan, ia segera tertawa terbahak-bahak, telapaknya
laksana kilat berputar balas mengirim satu pukulan.
"Ucapanmu memang tepat sekali," serunya sambil tertawa
dingin, "Si-enghiong, kalau kau merasa seorang lelaki memang sudah
sepantasnya kalau urusan di antara kita diselesaikan oleh kita sendiri,
bila sampai teman pun terseret dalam persoalan ini, keadaan memang
kurang nyaman...."
"Si heng, kau jangan urusi diriku" teriak In Pat Long pula dengan
napas tersengkal-sengkal, "Aku hendak beradu jiwa lebih dulu dengan
dengan bajingan ini..."
"Maksud baik In-heng biarlah aku terima dalam hati," kata Si Bu
Mo sedih. "Aku tidak ingin kau menderita karena urusanku, apalagi
seandainya kau sampai terjadi suatu kecelakaan, bagaimana tanggung
jawabku terhadap keluarga In yang lain??"
Ia berhenti sebentar, kemudian sambil menatap wajah Lo Hian
berdua dengan sorot mata yang tajam bagaikan pisau belati, serunya
kembali:
"Apakah kalian berdua dapat mengabulkan sebuah
permintaanku??"
"Katakan dulu apakah permintaanmu itu, kalau kami merasa
cocok tentu saja aku orang she Lo akan mengabulkan permintaanmu
itu..."
"Bagus! Kau orang she Lo memang seorang lelaki sejati," seru Si
Bu Mo sambil acungkan jempolnya.
"Hmmm... turun temurun keluarga Lo kami belum ada seorang
manusia pun yang melupakan budi, apalagi membalas air susu dengan
air tuba, bila seseorang pernah melepaskan budi maka kami
sekeluarga akan menghormati dirinya, tapi sebaliknya bila ada orang
mengingkari janji maka kami orang she Lo akan berdaya upaya untuk
membasmi manusia terkutuk itu..."

730
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pada saat saat itu Si Bu Mo sudah bulatkan tekad untuk


menghadapi persoalan itu seorang diri, terhadap sindiran yang
diucapkan Lo Hian ia sama sekali tidak ambil peduli, sambil melirik
sekejap ke arah si buta In Pat Long ujarnya:
"Saudara In sama sekali tiada hubungan atau pun sangkut pautnya
dengan persoalan ini aku harap kalian berdua suka melepaskan
dirinya dalam keadaan hidup dan jangan menyusahkan dia lagi.
Hanya ini saja permintaan dari aku orang she Si, harap kalian suka
mengabulkan!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... itu sih satu urusan kecil, sedari tadi
aku memang tiada maksud untuk mencabut jiwanya. Bukan aku aku
orang she Lo omong besar, seandainya dalam hatiku sudah ada niat
membunuh, jangan dibilang jiwanya cuma selembar, sekalipun ada
serep rangkap tiga juga akan habis semua di tanganku!"
Perkataan ini cukup jelas artinya, ia maksudkan bila dirinya ada
maksud membunuh, maka sejak tadi In Pat Long sudah roboh binasa.
Si mata buta jadi naik pitam mendengar perkataan itu, teriaknya:
"Si toako, aku tak sudi menyerah kepada orang itu dan kau pun
tak usah mintakan ampun bagiku !"
"Aku tidak mintakan ampun bagimu, aku cuma tidak ingin
menyaksikan kau berkorban tanpa sebab!"
Hubungannya dengan orang buta ini bukan berlangsung baru
setahun dua tahun saja, ia tahu tabiat sahabatnya ini keras kepala,
karena itu bersamaan dengan selesainya perkataan tadi, pedangnya
sudah digetarkan ke muka.
"Sekarang kita boleh selesaikan urusan pribadi kita berdua..."
katanya.
"Haaaaa... haaaah... haaaaah... bagus sekali, Si Bu Mo! Selama
berada di dalam dunia persilatan kau pun terhitung seorang pria sejati,
aku orang she Lo pernah menolong dirimu, siapa tahu kau balas air
susu dengan air tuba, secara diam-diam kau curi belajar ilmu rahasia
keluarga kami Hwee Gan ci. Karena peristiwa itu aku jadi malu

731
Saduran TJAN ID

menghadapi leluhurku, maka sebuah jari tangan kananku kupotong


dan aku bersumpah tak akan berlatih ilmu Jari itu lagi sekalipun
putraku aku pun melarang dia berlatih ilmu kepandaian itu lagi,
tahukah kenapa sebabnya aku berbuat demikian?"
"Aku tidak tahu!" jawab Si Bu Mo dengan suara gemetar.
Lo Hian acungkan tangan kanannya di mana sebuah jari
tangannya telah lenyap, dengan suara pedih serunya kembali :
"Lihatlah! Inilah hasil karyamu."
"Urusan itu tokh sudah lama berlalu, apa gunanya diungkap
kembali? Lebih baik kita selesaikan persoalan ini dalam ilmu silat
saja!"
"Tidak bisa, masih ada beberapa urusan aku hendak selesaikan
dulu secara jelas!"
Orang tua yang berwajah murung ini seakan-akan sedang
membayangkan kembali satu persoalan, air mukanya berubah
menjadi mat sedih, lama sekali ia pandang wajah orang she Si itu
tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Urusan apa lagi yang kau hendak selesaikan?" seru Si Bu Mo
ketus. "Asal aku tahu semua penjelasan pasti akan kuberitahukan
kepadamu! Ayoh cepat mulai bertanya..."
Lo Hian tertawa dingin.
"Setelah kau curi belajar ilmu jari Hwee Gan Ci tersebut,
pernahkah gunakan di dalam wilayah See Ih?"
"Tidak pernah!" sahut Si Bu Mo dengan wajah berubah hebat.
"Omong kosong!" bentak Lo Hian dengan napsu membunuh
menyelimuti seluruh wajahnya, sepasang mata yang tajam bagaikan
dua bilah pisau belati menatap wajah Si Bu Mo tanpa berkedip
membuat orang itu mundur dua langkah ke belakang dengan wajah
ketakutan.
"Manusia she Si!" teriak Lo Hian kembali setelah merandek
sebentar, "Benarkah ucapan itu muncul dari hati sanubarimu? Dahulu
aku tak pernah mengikat tali permusuhan dengan dirimu, dan

732
IMAM TANPA BAYANGAN II

sekarang aku pun tak pernah mengikat persengketaan dengan kau,


walaupun tiada hubungan yang erat di antara kita berdua, tapi
terhitung kita pernah saling kenal satu sama lainnya. Aku tidak
mengerti apa sebabnya kau gunakan ilmu jari Hwee Gan Ci itu satu
malam sebelum kau tinggalkan wilayah See Ih? Tahukah kau lantaran
peristiwa berdarah tadi, orang Bu lim menuduh aku orang she Lo lah
yang telah melakukan perbuatan terkutuk ini?"
"Kau dengar peristiwa ini dari siapa?" bisik Si Bu Mo dengan
wajah pucat pias.
"Hmmm! Kau sendiri yang melakukan seharusnya kau mengerti
sendiri benar atau tidak pernah terjadi peristiwa semacam ini, aku
orang she Lo tidak akan ambil peduli seandainya kau gunakan ilmu
jari itu untuk menghadapi orang lain, tapi kau... kau betul-betul kejam,
orang yang kau bunuh dengan ilmu tersebut justru adalah para
penderma yang paling tersohor di kolong langit, si malaikat welas
kasih Kong yo san dari See Ih, malaikat berwajah dingin berhati
Budha Liok Ing Cu serta Sim Kiauw si nenek susah, bila mereka
mengerti ilmu silat itu masih mendingan, tahukah kau bahwa ke-tiga
orang penderma yang suka menolong manusia itu sama sekali tidak
tahu ilmu silat? Dengan ilmu jari Hwee Gan Ci keluargaku, kau bunuh
tiga orang dermawan, karena peristiwa itu hampir saja aku bentrok
dengan kawan-kawan Bu lim..."
Dengan sedih ia menghela napas panjang, terusnya :
"Untung aku masih mempunyai beberapa orang sahabat Bu lim
yang masih suka mempercayai diriku, setelah aku memberi
penjelasan dan alasan yang kuat akhirnya persoalan ini bisa
diselesaikan. Meskipun demikian aku sudah tak punya muka untuk
muncul kembali di dalam dunia persilatan, di hadapan para jago aku
pernah bersumpah akan mengorek keluar jantungmu, kemudian
kugunakan isi perutmu untuk bersembahyang di depan kuburan ke-
tiga orang dermawan itu..."
Sepasang matanya melotot besar, teriaknya :

733
Saduran TJAN ID

"Ayo jawab, mengapa kau bunuh mereka bertiga?"


"Aku..."
Untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup melanjutkan
perkataan itu, wajahnya gugup dan matanya terbelalak lebar.
"Si heng!" terdengar In Pat Long berseru keras, "Benarkah ke-
tiga orang dermawan itu mati di tanganmu?"
Si Bu Mo mengangguk.
"Aku silaf... yaah... aku mengaku salah... aku tak pernah
menduga kalau aku telah melakukan perbuatan gila semacam itu."
"Si Bu Mo!" In Pat Long berteriak kembali dengan gusar, "Kalau
orang lain yang kau bunuh, aku tidak akan ambil peduli, tapi ke-tiga
orang dermawan itu tidak seharusnya kau bunuh. Coba bayangkan
sendiri, bila kawan-kawan Bu lim ada yang kesusahan, tanpa buka
suara mereka bertiga pasti akan berusaha keras untuk memberi
bantuan, mau berapa diberi berapa, bahkan sampai aku pun berhutang
budi kepadanya... Si Bu Mo! Kau bisa membunuh mereka bertiga
menandakan kalau otakmu sudah tidak waras... mungkin kau sudah
edan dan tidak beres otaknya... kau benar-benar bukan seorang
manusia..."
Si Bu Mo yang dimaki cuma bisa menunduk dengan mulut
membungkam, ia tahu sejak detik ini tiada harapan baginya untuk
hidup tenang dalam wilayah See Ih lagi, terutama setelah semua orang
Bu lim tahu bahwa dialah yang membunuh ke-tiga orang dermawan
itu.
In Pat Long adalah seorang pria berdarah panas, setelah
mengetahui rekannya sebagai pembunuh ke-tiga orang dermawan
tersebut, hawa gusarnya segera berkobar, ia tuding hidung Si Bu Mo
sambil makinya kalang kabut :
"Kau telur busuk anak jadah... kau harus mati... dulu aku masih
mengira kau sebagai lelaki sejati, karena itu jauh-jauh dari ribuan li
aku datang kemari untuk menyampaikan kabar kepadamu, siapa tahu
kau adalah bajingan terkutuk di kolong langit, kau adalah manusia

734
IMAM TANPA BAYANGAN II

rendah berwajah manusia berhati srigala, kau pengecut dan kejam...


manusia she Si... aku benci kepadamu dan mulai detik ini akan
membenci dirimu hingga akhir zaman, hubungan kita hanya sampai
di sini saja, mulai sekarang kita sudah tak ada hubungan lagi, aku tak
sudi bertemu dengan manusia semacam kau..."
Jago berhati kasar ini tak bisa menahan emosinya lebih jauh,
selesai berkata tanpa menoleh dia lantas putar badan dan lari menuju
ke dalam hutan.
Si Bu Mo tertegun, lalu teriaknya keras-keras :
"In-heng, tunggu sebentar..."
"Hmm!" Lo Hong mendengus dingin, meskipun tabiat orang itu
berangasan dan keras, ia belum kehilangan sifat jantannya, kau bisa
berhubungan dengan seorang sahabat yang begitu setia kawan hal ini
merupakan suatu rejeki bagimu... kau boleh mati dengan hati lega..."
"Kentut busuk makmu..." jerit Si Bu Mo. "Lo Hong! Kau tiada
hubungan dengan urusan ini, peduli amat hubunganku dengan In Pat
Long... lebih baik tutup saja bacot anjingmu yang bau itu, tak usah
jual tampang tengik di hadapanku..."
Rupanya kebencian telah berkecamuk di seluruh benaknya,
segera timbul niat untuk beradu jiwa dalam hati orang ini, dia tarik
napas panjang-panjang, segenap kekuatannya dihimpun jadi satu lalu
bentaknya keras-keras :
"Lo Hian! Ayoh kita mulai bertempur... selembar jiwa aku orang
she Si berada di sini, kalau kau merasa punya kepandaian ayoh maju...
jangan pentang bacot jual suara terus..."
"Bangsat! Kejahatan yang kau lakukan udah terlalu banyak," ujar
Lo Hian dengan alis berkerut, "sampai sekarang pun sifatmu itu masih
menyelimuti jiwamu, baiklah! Kalau memang kau tak kenal bertobat,
bukan saja aku orang she Lo akan balaskan dendam kematian ke-tiga
orang dermawan itu akan kubasmi pula bibit bencana bagi seluruh
umat dunia..."

735
Saduran TJAN ID

"Kentut busuk nenekmu! Kalian ayah dan anak pun bukan


manusia baik-baik..." teriak Si Bu Mo sambil ayun pedangnya.
Lo Hong yang berada di sisi kalangan tak dapat menahan sabar
lagi, dengan wajah hijau membesi karena mendongkol serunya :
"Ayah, buat apa kita bersilat lidah lebih jauh dengannya?
Terhadap manusia yang tak kenal budi seperti dia, lebih baik kita
bunuh saja habis perkara..."
Lo Hian menggeleng.
"Tunggu sebentar, keluarga Lo kita turun temurun boleh dibilang
tak pernah melakukan perbuatan yang memalukan, sekarang ia
menuduh kita orang jahat, biarkan kita tunggu dulu apa yang hendak
dikatakan olehnya..."
Dengan sorot mata yang tajam ia melotot ke arah Si Bu Mo,
kemudian tanyanya :
"Si Bu Mo, begitu benci kau terhadap keluarga Lo kami, apakah
dari keluarga kami pernah melakukan kesalahan terhadap dirimu?
Meskipun aku hendak membunuh dirimu, asal kau bisa mengutarakan
sebab-sebabnya mungkin aku bisa memberikan keadilan
kepadamu..."
"Lo Hian, tahukah kau apa sebabnya timbul niatku untuk mencuri
belajar ilmu Hwee Gan ci dari keluar kalian?" teriak Si Bu Mo penuh
kebencian, "Kesemuanya ini bukan lain adalah hasil karya adikmu
yang tersayang itu, ia meminjam nama besar serta kekuasaan keluarga
Lo di wilayah See Ih memaksa engkohku Si Seng tak bisa tancapkan
kaki lagi di situ, karena kejadian ini engkohku lantas mengadu
kepadaku, aku tahu tiada harapan bagiku untuk menuntut balas,
karena itu kucuri belajar ilmu silat kalian agar bisa digunakan
menghadapi kalian berdua, sayang hasil latihanku belum memadai
kehebatan yang berhasil kau capai..."
"Oooh... jadi Si Seng adalah engkohmu??"

736
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Benar, meskipun engkohku tidak mempunyai nama baik di


wilayah See Ih, tidak semestinya kalau kalian buru dirinya terus
hingga tiada jalan lain kecuali mati di tengah gurun pasir!"
"Oooh... jadi karena urusan sekecil ini kau lantas merusak nama
baikku dengan lakukan pembunuhan-pembunuhan sadis tersebut?
Kenapa tidak kau selidiki dulu bagaimanakah perbuatan serta tabiat
engkohmu semasa hidupnya? Tahukah kau bahwa engkohmu telah
membunuh Sam Si kongcu sekeluarga hanya disebabkan sebutir batu
permata? Tahukah kau bahwa dia sudah memperkosa istri Sam Si
kongcu serta adik perempuannya? Coba bayangkan! Seandainya
adikku mengetahui peristiwa ini, sukakah dia lepaskan dirinya dengan
begitu saja? Sebagai seorang Bu lim kau tak boleh mendengar
tuduhan dari sepihak saja, sebelum tahu duduk perkara yang
sebenarnya tak usahlah menuduh orang lain dengan tuduhan yang
bukan-bukan!"
Si Bu Mo tertegun mendengar ucapan itu, lama sekali ia baru
berkata :
"Engkohku tidak pernah mengatakan bahwa dia sudah
memperkosa istri Sam Si kongsu serta adik perempuannya!"
"Tentu saja ia tak mau mengakui kesalahannya di hadapanmu,
tapi mengapa tidak kau selidiki tingkah lakunya selama berada di
wilayah See Ih? Bila kau tinjau dari kejahatannya yang sudah
tersohor, kau mesti bisa berpikir sampai ke situ..." seru Lo Hong.
"Si Bu Mo," ujar Lo Hian pula, "sekarang duduknya perkara
sudah jelas, keadilan apa lagi yang kau inginkan dariku?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " Si Bu Mo tertawa seram, "aku tak
mau tahu bagaimana duduk perkara yang sebenarnya, aku hanya tahu
membalaskan dendam bagi engkohku. Lo Hian! Serahkan jiwa
anjingmu..." pedang tajamnya disertai kilatan cahaya yang
menyilaukan mata segera membacok tubuh Lo Hian setelah
membentuk gerakan lingkaran busur di depan dada.

737
Saduran TJAN ID

"Manusia yang tak tahu diri, kau benar-benar sudah bosan


hidup?? bentak Lo Hian gusar.
Telapaknya berkelebat menembusi bayangan pedangnya yang
rapat, segulung daya tekanan yang maha dahsyat segera menggulung
keluar menghantam tubuh orang itu.
Bruuuk... Si Bu Mo menjerit kesakitan, tubuhnya mencelat ke
tengah udara dan muntah darah segar, senjatanya terlepas dari
cekalan.
"Kau... kau..." seru Si Bu Mo gemetar.
"Hmmm! Siapa berdosa dia harus terima hukumannya, jangan
salahkan kalau aku berhati keji!"
"Lo Hian, jangan terlalu mendesak diriku, aku Si Bu Mo pasti
akan membalas dendam sakit hati ini walaupun hal ini baru akan
kulakukan setelah dua puluh tahun kemudian... Hmmm! Saat
penitisanku kembali di dunia, berarti bagi kita untuk selesaikan
hutang darah ini!"
Ia sambar pedang yang menggeletak di atas tanah lalu ditusuk ke
atas dada sendiri, darah segar menyembur keluar bagaikan pancuran
air, diiringi teriakan nyaring tubuhnya berkelejot dan menemui
ajalnya.
"Ehmmm... ternyata kau masih patut disebut seorang pria
sejati..." bisik Lo Hian dengan wajah murung.
Sinar matanya perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah pin, lalu
ujarnya :
"Sahabat Pek, mari kita cari tempat untuk baik-baik berbicara!"
"Terserah, akan kuiringi kemana pun juga kau pergi..."
Derap kaki kuda berkumandang memecahkan kesunyian yang
mencekam hutan tersebut, di atas permukaan tanah hanya tertinggal
sebercak darah kental serta sesosok mayat yang tak bernapas lagi.
Ia adalah mayat dari Si Bu Mo yang mati sekarat di tangan
sendiri.
********

738
IMAM TANPA BAYANGAN II

Seekor burung rajawali terbang rendah dan hinggap di atas


permukaan, dua sosok bayangan manusia loncat turun dari punggung
burung itu.
Lo Hong menyapu sekejap sekeliling tempat itu, lalu bertanya :
"Ayah, mungkinkah Jago Pedang Berdarah Dingin datang
memenuhi janji?"
Lo Hian tertawa dingin.
"Aku rasa bocah keparat itu tak nanti bisa meloloskan diri,
kecepatan terbang rajawali kita nomor satu di kolong langit, aku
percaya kita masih mampu mengejar dirinya. Hmm... Hong-jie,
bagaimana kesanmu terhadap manusia yang menamakan dirinya Jago
Pedang Berdarah Dingin ini?"

Bagian 32
LO HONG nampak tertegun, kemudian menjawab :
"Orang itu tinggi hati dan berwatak keras, ilmu silat yang
dimilikinya luar biasa, kenapa sih ayah menanyakan soal ini?"
"Emm betul dia seorang pemuda berbakat baik, aku hanya tidak
mengerti apa sebabnya ia dibiarkan berkelana seorang diri dalam
dunia persilatan, kenapa ayahnya tidak suruh ia baik-baik
mempelajari ajaran nabi..."
"Ayah kenapa kau suka urusi orang lain," tegur Lo Hong dengan
alis berkerut. "Jago Pedang Berdarah Dingin adalah putra Pek Tiang
Hong, mungkin saja sejenak lagi kita bakal bermusuhan, apa gunanya
kita membicarakan tentang orang itu?"
"Hong ji, kau tak tahu rumitnya persoalan ini..."
"Urusan apa ayah?" tanya Lo Hong tercengang, "biasanya kau
selalu terbuka, mengapa sikapmu pada malam ini aneh sekali? Bicara
pun ragu-ragu..."
"Nak, aku hendak mengatakan sesuatu kepadamu, sebetulnya kau
bukan putraku!"
739
Saduran TJAN ID

Sekujur badan Lo Hong gemetar keras, peluh dingin membasahi


seluruh tubuhnya, dengan hati terkejut ia berseru :
"Ayah, kau kenapa sih? Makin lama pembicaraanmu semakin
melantur? Kalau aku bukan anakmu lantas anak siapa? Jangan
bergurau ah, kalau sampai terdengar orang lain kita kan malu!"
"Nak, aku tidak melantur... kejadian sesungguhnya adalah
demikian," ujar Lo Hian serius. "Kau betul-betul bukan keturunan
dari keluarga Lo kami..."
Seakan-akan si orang tua ini menyadari sesuatu, mendadak
perkataannya terhenti sampai di tengah jalan, dengan pandangan
sedih ditatapnya pemuda di depan mata yang dididik dan dipelihara
dengan susah payah itu, dia merasa dalam waktu yang singkat
hubungan mereka berdua seakan-akan telah berpisah oleh suatu
jurang yang amat dalam.
"Ayah!" seru Lo Hong kembali. "Mungkin kau mabuk... mungkin
kau terlalu banyak minum tuak, kenapa sih pembicaraanmu melantur
tak ada juntrungnya? Kalau ingin bergurau janganlah bergurau yang
bukan-bukan... Ayah! Sejak masuk ke daratan Tionggoan, aku lihat
pikiranmu mulai kabur... kau seperti kehilangan semangat, apa yang
sebenarnya telah terjadi?"
"Aaah! Tak ada urusan... tak apa-apa..." sahut Lo Hian sambil
menggeleng.
"Mungkin aku memang mabuk... mungkin aku sudah terlalu
banyak minum arak sehingga omelanku tak karuan. Nah! Kau jangan
marah dengan ucapanku yang tidak karuan tadi. Aaaai... setiap malam
bulan purnama aku selalu ingat akan ibumu, sebab sewaktu dia
menghembuskan napas yang terakhir tepat bulan sedang bersinar
dengan terangnya... yaaah! Dalam keadaan sedih aku memang sering
mengucapkan kata-kata yang konyol, maafkanlah diriku nak..."
"Ayah! Mengapa kau ucapkan kata-kata semacam itu? Masa aku
bisa menyalahkan ayah? Cuma perkataanmu malam ini memang rada
aneh, hal ini membuat aku jadi bingung dan tak habis mengerti."

740
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Haaaah... haaaah... haaaah... "Lo Hian tertawa terbahak-bahak,


dengan gelak tertawa tersebut ia berusaha menguasai rasa kikuk dan
jengah yang menyelimuti dirinya, sambil berpaling memandang
rembulan di angkasa ujarnya, "makin tua aku memang semakin
konyol, apa yang telah kuucapkan pun tak kumengerti sendiri,
mungkin pikiranku sudah sinting karena pengaruh arak..."
"Benar!" Lo Hong mengangguk, "Sejak memasuki daerah
Tionggoan, baru pertama kali ini ayah minum arak begitu banyaknya,
sampai-sampai si pemilik rumah makan pun sepanjang tahun belum
pernah ia jumpai orang dengan takaran arak sedemikian besarnya..."
"Aaah...! Kalau cuma itu sih masih terlampau sedikit, di kala
masih muda aku selalu minum sampai betul-betul mabuk, sebelum
mabuk aku tak pernah berhenti minum, sampai-sampai jago minum
arak yang begitu banyak terdapat di wilayah See Ih sama-sama kagum
dan tunduk kepadaku, tapi sekarang... aaaai! Aku memang sudah tua
dan tak berguna lagi..."
Plook... Plooook... Ploook... derap kaki kuda yang ramai
berkumandang memecahkan kesunyian, kian lama suara itu kian
mendekat.
Air muka Lo Hong berubah hebat, segera serunya :
"Ayah, Jago Pedang Berdarah Dingin telah datang!"
Di bawah cahaya rembulan terlihatlah jago pedang berdarah
dingin dengan jubahnya yang lebar, wajahnya yang tampan dan mata
yang tajam bagaikan sepasang belati muncul dari balik kegelapan.
Lo Hian segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagua! bagus! Ternyata kau datang
untuk memenuhi janji."
Pek In Hoei mendengus dingin, sambil melayang turun dari
punggung kuda ia menjawab :
"Setelah diundang oleh cianpwee, tentu saja aku harus datang
memenuhi janji."

741
Saduran TJAN ID

"Oooh! Kau malah berlaku sungkan terhadap diriku," kata Lo


Hian agak tertegun, "walaupun usiaku telah lanjut tetapi aku tak
berani membahasai diri sebagai cianpwee, apalagi berada di hadapan
jago pedang nomor satu di daratan Tionggoan, aku tak berani berjual
lagak."
"Kau terlalu merendahkan diri, entah ada urusan apa kalian
undang kehadiranku kemari? Apakah kalian bisa segera
menjelaskan?"
Lo Hong melirik sekejap ke arah ayahnya, lalu berkata :
"Ayah, lebih baik kau saja yang mengatakan!"
Lo Hian mengangguk, air mukanya berubah membesi dengan
suara dalam ia bertanya :
"Di antara keluarga Pek yang melakukan perjalanan di daratan
Tionggoan, adakah seseorang yang bernama Pek Tiang Hong?"
Pek In Hoei terkejut tak mengira kalau orang yang dicari Lo Hian
berdua adalah ayah sendiri, rasa curiga segera berkelebat memenuhi
benaknya.
"Dia adalah ayahku!" ia menyahut dengan hormat.
Jawaban itu seketika itu juga menyedihkan wajah Lo Hian,
sampai Lo Hong yang bersikap dingin pun berubah hebat,
pemandangan semacam ini semakin mencengangkan hati Pek In
Hoei, pikirnya dalam hati :
"Ada urusan apa mereka cari ayahku?"
"Sekarang di berada di mana?" terdengar Lo Hian bertanya
kembali.
"Katakan dulu sikapmu yang sebetulnya, ada urusan apa kau cari
ayahku? Kalau aku merasa penting untuk memberitahukan
kepadamu, aku pasti akan mengatakan sebenarnya!"
"Persoalan ini tak bisa ditanggulangi olehmu, lebih baik undang
keluar bapakmu!" ujar Lo Hong ketus.
Pek In Hoei jadi tak senang hati, ia tertawa dingin.

742
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalau ayahku ada hutang, aku sebagai putranya wajib untuk


memikul hutang tersebut, bila ayahku ada persoalan maka sedikitnya
aku pun bisa mengatasinya, kau tak usah memanasi hatiku dengan
kata-kata, bila ada urusan, aku si Jago Pedang Berdarah Dingin pasti
akan memberikan keputusan yang memuaskan hati."
"Perkataan anakku sedikit pun tidak salah," kata Lo Hian secara
tiba-tiba sambil menghela napas sedih. "Urusan ini baru akan selesai
bila ayahmu muncul sendiri, Pek sau-enghiong, kau tak akan mengerti
rumitnya persoalan ini."
"Haaaah... haaaah... haaaah... seandainya ayahku tidak berada di
sini, apakah kalian juga akan menemui dirinya?"
"Kurang ajar, wilayah See Ih dengan Tionggoan terpisah begitu
jauh pun kami ayah dan anak bersusah payah datang kemari,
sekalipun dia tak ada di sini, asal masih terbatas di wilayah
Tionggoan, kami tentu akan menemukannya hingga dapat," seru Lo
Hong dengan sangat gusar.
Pek In Hoei sendiri juga agak naik pitam melihat kekasaran
lawannya, ia bergerak satu langkah ke depan lalu menjawab :
"Selamanya kau tak bakal temukan ayahku, dengan wataknya
yang jelek dan perbuatanmu yang menjemukan, kau masih belum
berhak untuk menjumpai ayahku!"
"Bangsat cilik, rupanya kekurangajaranmu persis seperti
bapakmu tempo dulu," maki Lo Hong sangat marah, "Aku orang She
Lo paling benci dengan manusia bangsa kurcaci semacam kau. Bila
malam ini aku tak mampu memberi pelajaran kepadamu, aku
bukanlah keturunan dari keluarga lo!"
Watak orang ini terlalu berangasan setelah kemarahannya
meledak seluruh kesadaran otaknya tak terkondisikan lagi,
bersambung dengan selesainya perkataan itu sang badan segera
menerjang ke muka, telapak kanannya diayun melancarkan sebuah
pukulan geledek.

743
Saduran TJAN ID

Segulung hawa pukulan yang sangat kuat memancar keluar dari


balik telapak tangannya, inilah ilmu 'Sin Lo Ciang' suatu kepandaian
yang paling ampuh di antara ilmu pukulan lain asal wilayah See Ih.
"Huuh! Keturunan keluarga Lo masih belum terhitung seberapa
bagi orang-orang Tionggoan," maki Pek In Hoei pula tak kalah
gusarnya, "Kalau kau ingin menggunakan nama besar keluarga Lo
untuk menakut-nakuti orang Tionggoan, maka lebih baik bawalah
semangatmu itu pulang ke negeri asalmu!"
Dari gerakan pukulan yang sangat aneh itu, ia menyadari bahwa
pemuda she Lo itu pun seorang jago lihai, ia tak berani gegabah,
diawasinya seluruh gerakan tersebut dengan seksama.
Menanti ujung telapak lawan sudah tinggal satu depa di depan
tubuh, tubuhnya baru bereaksi, telapaknya dengan gerakan yang cepat
dan ganas langsung membacok pergelangan musuh.
"Hong ji!" sementara itu terdengar Lo Hian telah menegur dengan
suara dalam, "sebelum urusan dibikin jelas, siapa yang suruh kau
turun tangan?"
Lo Hong jadi kaget, walaupun ia ada maksud menjajal
kepandaian yang dimiliki si Jago Pedang Berdarah Dingin, tapi
setelah ditegur oleh ayahnya ia tak berani membangkang.
Sambil loncat keluar dari kalangan ditatapnya wajah si anak
muda itu dengan mata melotot.
"Tunggu saja nanti, kupuntir batang lehermu sampai patah!"
teriaknya dengan geram.
"Hmmm! Kalau kau merasa mampu untuk berbuat begitu, setiap
saat akan kulayani keinginanmu!"
Air muka Lo Hian berubah semakin seram ketika dilihatnya ke-
dua orang itu tak mau saling mengalah, ia mendelik sekejap ke arah
putranya lalu tarik napas panjang-panjang.
"Pek kongcu, benarkah ayahmu tak ada di sini?" ia bertanya.
"Sudah kukatakan sedari tadi, ayahku tak ada di sini, ada urusan
apa sih kok ayahku harus tampil sendiri?"

744
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aaai...! Pek Tiang Hong mempunyai hubungan yang sangat


dalam dengan keluarga Lo kami, bila ia tidak munculkan diri kembali
maka ada kemungkinan besar para jago dari wilayah See Ih akan
menyerbu daratan Tionggoan secara besar-besaran; Bila sampai
terjadi begini maka ke-dua belah pihak tentu akan jatuh korban,
seorang lelaki sejati berani berbuat dia harus berani menanggung, bila
ayahmu tahu bahwa aku telah datang maka dia pasti akan munculkan
diri untuk menemui diriku."
Jago Pedang Berdarah Dingin semakin tertegun, ia tak mengira
kalau urusan begitu serius, tidak banyak yang ia ketahui mengenai
urusan ayahnya dan ia tak tahu karena urusan apa ayahnya sampai
bentrok dengan jago-jago dari See Ih tetapi setelah ayahnya
meninggal ia merasa dialah yang harus bertanggung jawab atas semua
perbuatan ayahnya, maka dengan wajah serius ujarnya :
"Dapatkah kau menerangkan lebih jauh mengenai urusan
tersebut?"
Lo Hian termenung sejenak, kemudian mengangguk :
"Baiklah," katanya, "lima belas tahun berselang, ayahmu Pek
Tiang Hong mendapat perintah dari jago pedang sakti Cia Ceng Gak
untuk menjumpai manusia sakti Lei Hun Cin Kun, ia mendapat tugas
untuk pelajari ilmu 'Lei Hun Sin Kang' yang maha sakti dari jago lihay
itu. Lei Hun Cin Kun sebagai sahabat karib dari Cia Ceng Gak tentu
saja bersedia memenuhi keinginannya itu."
"Pada malam berikutnya kepandaian tadi siap diwariskan kepada
Pek Tiang Hong, tapi kebetulan sekali See Ih Sam Hong sedang
berkunjung di rumah kediaman Lei Hun Cin Kun, mereka merasa
keberatan bila ilmu silat aliran See Ih diwariskan orang asing bahkan
dalam pembicaraan tadi memandang rendah ilmu silat aliran
Tionggoan..."
Ia berhenti sejenak untuk mengenang kembali kenangan di masa
lampau beberapa saat kemudian ia tarik napas panjang dan
melanjutkan :

745
Saduran TJAN ID

"Pek Tiang Hong yang punya ambisi untuk menjagoi wilayah See
Ih, tentu saja tak mau mengalah terhadap ucapan dari See Ih Sam
Hong tadi, akhirnya ke-dua belah pihak saling bentrok dan bertempur.
"Lei Hun Cin Kun ada maksud membantu Pek Tiang Hong, apa
lacur dengan See Ih Sam Hong dia pun punya hubungan erat, dalam
keadaan begini ia cuma bisa berpeluk tangan belaka."
"Dalam pertarungan itu ptk unjukkan kelihayannya yang benar-
benar hebat, ia tidak gentar menghadapi kerubutan tiga jago dari See
Ih itu bahkan berhasil mengimbangi permainan musuh-musuhnya, hal
ini bukan saja membuat Lei Hun Cin Kun merasa kagum, See Ih Sam
Hong sendiri pun kagum dengan kehebatannya, lama kelamaan dalam
malunya Sam Hong jadi gusar, mereka segera keluarkan ilmu Lian
Kiam Hoat, suatu kepandaian maha sakti dari wilayah See Ih untuk
menggempur musuhnya, dalam jurus ke-seratus lima puluh, Pek
Tiang Hong keteter hebat dan terpaksa harus terjang keluar dari
kepungan untuk melarikan diri..."
"Ayahku lari ke mana?" tanya Pek In Hoei terkejut.
"Ayahmu mengatakan hendak membalas dendam atas sakit hati
tersebut, hal ini memancing napsu membunuh bagi tiga jago dari See
Ih, walaupun mereka berjanji akan hidup damai di hadapan Lei Hun
Cin Kun, tapi secara diam-diam ke-tiga orang itu melakukan
pengejaran terus menerus, Pek Tiang Hong jadi terdesak hebat, suatu
ketika dia telah lari masuk ke dalam perkampungan keluarga Lo
kami."
"Aaah... Ayahku lari ke dalam rumahmu?"
Lo Hian mengangguk.
"Saking gugupnya Pek Tiang Hong telah lari masuk ke dalam
kamar seorang putri angkatku, ketika itu putriku sedang membaca
buku di kamar, sewaktu melihat ada seorang pria yang berlumuran
darah lari masuk ke dalam kamarnya, ia sangat terperanjat, Pek Tiang
Hong sendiri pun tertegun, setelah menerangkan maksud

746
IMAM TANPA BAYANGAN II

kedatangannya ia minta tolong putriku untuk membantu dirinya lolos


dari bencana..."
"Ayah! Kau mengatakan cici bukan anakmu??" seru Lo Hong.
"Benar!" Lo Hian mengangguk, "Dia juga putri angkatku, jangan
lupa bahwa ibumu adalah seorang mandul yang tak bisa punya anak
karena setiap hari murung dan tak senang hati, maka... aaaai!" ia
menghela napas panjang sambil memandang wajah Pek In Hoei
ujarnya kembali :
"Putriku adalah seorang perempuan yang dapat menyelami
perasaan orang, dalam keadaan begini ia sembunyikan Pek Tiang
Hong di bawah kolong ranjangnya, dengan demikian ayahmu pun
berhasil loloskan diri dari pengejaran See Ih Sam Hong. Siapa tahu...
aaaai! Kejadian itu pun muncul karena persoalan ini, ternyata putriku
telah jatuh hati kepada ayahmu bahkan mengatakan hendak
menyerahkan kesucian kepadanya, dalam keadaan begini Pek Tiang
Hong jadi serba salah, akhirnya dia mengatakan bahwa dirinya telah
berkeluarga..."
"Betul!" Pek In Hoei membenarkan. "Tindakan ayahku memang
tepat sekali."
"Aaaai... sungguh kasihan putriku yang jatuh cinta kepadanya,
saat itu dia mengatakan bahwa ia rela jadi istri mudanya, Pek Tiang
Hong tak dapat menolak permintaannya dan terpaksa menyanggupi,
atas prakarsaku maka mereka berdua kunikahkan bahkan kepada sism
pun kukatakan bahwa Pek Tiang Hong adalah menantu keluarga Lo
kami, karena memandang wajahku, sejak itu pula mereka tidak
mencari balas terhadap diri ptk lagi."
"Jadi ayahku telah menerima tawaran itu?"
"Benar, di saat hari pernikahannya hampir seluruh orang ternama
di wilayah See Ih telah diundang datang, siapa tahu pada detik yang
terakhir tiba-tiba Pek Tiang Hong lenyap tak berbekas, kejadian ini
membuat aku orang she Lo jadi malu dan ditertawakan oleh semua
orang."

747
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei tertegun, ia tak mengira kalau ayahnya bakal kabur


di saat hari perkawinannya, dari air mata yang jatuh berlinang
membasahi wajah Lo Hian, ia tahu bahwa kejengahan serta kerikuhan
yang dihadapi orang she Lo pada waktu itu benar-benar susah diatasi.
Ia menghela napas karena kasihan, tak sepatah kata pun sanggup
diucapkan keluar kecuali memandang kakek itu dengan mata
mendelong.
Lo Hian menghela napas panjang, ujarnya kembali :
"Yang paling merasa sedih bukanlah aku melainkan putriku,
setelah mengalami pukulan batin yang demikian berat ia jadi bodoh
dan tak sadarkan diri, keesokan harinya ia jadi gila karena tak kuasa
menghadapi kenyataan, kejadian ini membuat aku jadi menyesal
sepanjang hidup..."
"aaah... apa? Putrimu jadi gila?" jerit Pek In Hoei.
"Lo Hong mendengus.
"Hmm! Dalam sedihnya enciku tentu saja jadi gila, huuh... Pek
Tiang Hong itu manusia apa? Dia tak kenal budi, bukan saja keluarga
Lo kami kehilangan muka, bahkan seluruh jago See Ih pun merasa
pipinya bagaikan ditampar, bila kali ini kami gagal menemukan Pek
Tiang Hong, seluruh jago wilayah See Ih akan menyerbu kemari
sebelum berhasil membunuh mati bajingan yang lupa budi itu, kami
bersumpah tak akan berhenti!"
"Tutup mulut!" bentak Pek In Hoei dengan wajah berubah,
"meskipun ayahku pernah berbuat salah, tetapi aku larang kau
memaki dirinya dengan kata-kata yang tak karuan, lagi pula dalam
persoalan ini kesalahan terletak pada ke-dua pihak, kalian tak dapat
menyelami kesulitan yang dialami pihak lain, jika kalian adalah orang
cerdik, semestinya kalian bisa berpikir mengapa ayahku menolak
perkawinan tersebut, jika urusan dipikirkan secara masak-
masak, aku percaya tak nanti bakal terjadi peristiwa ini."
"Kentut busuk! Kalian manusia dari keluarga Pek adalah orang-
orang yang tak kenal budi," jerit Lo Hong penuh kebencian.

748
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Apa? Kau bilang apa ?" hardik Pek In Hoei amat gusar, "Kalau
tidak teringat bahwa keluarga Lo kalian pernah menyelamatkan jiwa
ayahku, hmm ! Kupuntir batang lehermu sampai patah dua bagian!"
"Bangsat, kau berani menghina orang ?"
"Kami orang-orang dari keluarga Pek, belum pernah menghina
orang!"
"Urusan toh sudah berlangsung, apa gunanya ribut dengan
percuma ?" ujar Lo Hian sambil goyangkan tangannya. "Kita harus
mencari akal untuk menyelesaikan persoalan ini. Sayang putriku jadi
gila, semua keluarga Lo telah diutus ke pelbagai daerah untuk mencari
tabib pandai, atas pemeriksaan Atoli seorang dukun tersohor di
wilayah See Ih dikatakan bahwa penyakit yang diderita putriku adalah
sakit rindu, kecuali kedatangan Pek Tiang Hong pribadi tak mungkin
penyakitnya dapat diobati lagi. Oleh sebab itulah maka aku segera
datang ke daratan Tionggoan. Pertama untuk menyelesaikan masalah
Si Bu Mo dan kedua untuk mencari Pek Tiang Hong agar bisa diajak
menemui putriku.... "
Diam-diam Pek In Hoei mengeluh di dalam hati segera pikirnya
:
"Sungguh tak kusangka urusan berubah jadi begini dan yang
lebih parah lagi kejadian ini justru terjadi setelah ayahku mati apa
yang harus kulakukan sekarang? Kalau kukatakan tentang kematian
ayahku, Lo Hian tentu semakin sedih."
Diam-diam ia menghela napas panjang, ujarnya:
"Urusan ini memang sulit untuk diselesaikan."
"Pek kongcu," kata Lo Hian kemudian setengah memohon,
"Sekarang katakanlah kepadaku, di manakah ayahmu berada ?"
"Tentang soal ini..."
Lo Hong yang pada dasarnya sudah amat gusar, sekarang makin
meluap hawa amarahnya setelah menyaksikan keragu-raguan Pek In
Hoei, teriaknya setengah menjerit:
"Kenapa kau tidak berani menjawab?"

749
Saduran TJAN ID

"Oooh ! Kau ingin main gertak ? Haaa... haaa... selama berkelana


di dalam dunia persilatan belum pernah aku si jago pedang berdarah
dingin tunduk kepada orang lain. Lo Hong! Kemampuanmu masih
terpaut jauh kalau dibandingkan dengan diriku."
"Ayah!" teriak Lo Hong marah, "Apa gunanya kita mesti berlaku
sungkan-sungkan dengan manusia semacam ini? Aku sudah ak dapat
menahan diri lagi, walaupun nanti aku bakal kau marahi, sekarang
akan kulampiaskan rasa mengkal dan mendongkolku yang sudah tak
tertahan lagi."
Ia cabut pedangnya yang tersoren di punggung diiringi kilatan
cahaya tajam yang membentuk setengah lingkaran di tengah udara, ia
tusuk tubuh pemuda itu.
"Hmm! Kau cari penyakit buat diri sendiri, jangan salahkan kalau
aku bersikap keji padamu," seru Pek In Hoei dengan wajah berubah
hebat.
Laksana kilat tubuhnya bergeser ke samping, pedang sakti
penghancur sang surya dikebaskan ke muka menyongsong datangnya
senjata lawan, lalu ia kirim satu bacokan dahsyat.
Traaang... percikan bunga api meletup di angkasa, tubuh kedua
belah pihak sama-sama tergetar mundur ke belakang.
Tercekat hati Lo Hong merasakan kelihayan lawannya, ia
berpikir:
"Sungguh luar biasa pemuda ini, rupanya ilmu pedang yang
berhasil ia yakini sudah mencapai puncak kesempurnaan. Andaikata
aku tidak belajar ilmu pedang sedari kecil mungkin saat ini juga aku
sudah jatuh kecundang di tangannya."
Seluruh kekuatannya segera dihimpun di dilam senjatanya,
sambil meraung keras, selapis kabut bayangan yang tajam segera
mengurung tubuh Pek In Hoei.
"Hong ji !" tegur Lo Hian dengan wajah berubah, "Kau telah
menggunakan ilmu pedang Lo-kong Kiam-hoat ?"

750
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan terlalu hebat, terpaksa


aku harus menggunakan kepandaian ini untuk menghadapinya,"
Berada di tengah kepungan kilatan cahaya pedang lawan, Pek In
Hoei tak sanggup menggeserkan tubuhnya secara leluasa, diam-diam
ia terkejut juga menghadapi kelihayan ilmu tersebut.
Walaupun begitu serangan Lo Hong yang bertubi-tubi sama
sekali tak mampu menempel seujung rambut pun, hal ini membuat Lo
Hong semakin gusar.
Ia tertawa seram, dengan jurus Bong-bong-thay-khek pedangnya
langsung membabat jalan darah Ci-Ti di tubuh lawan.
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Huuuh.......... jurus seranganmu itu bagi kami orang Tionggoan
merupakan suatu gerakan yang paling rendah."

751
Saduran TJAN ID

Jilid 31
DENGAN sebat badannya berkelit ke samping, tubuhnya enteng
bagaikan segumpal kapas, secara manis dan tepat ia berhasil lolos dari
antara bayangan pedang, kejadian ini membuat Lo Hian pun secara
diam-diam merasa terkejut.
"Omong kosong !" teriak Lo Hong marah. "Kalau kau punya
kepandaian gunakan dulu jurus seperti itu."
Jago Pedang berdarah dingin menyadari akan sempurnanya
tenaga dalam yang dimiliki lawan, ia ada maksud menggusarkan
musuhnya itu agar banyak kesempatan baginya untuk pukul roboh
orang itu.
Sekarang setelah menyaksikan Lo Hong amat gusar, dalam hati
ia merasa sangat geli, ia tahu pada saat inilah merupakan kesempatan
yang baik untuk mengacaukan pikiran lawan.
Sambil tertawa tergelak tubuhnya lompat ke tengah udara, lalu
serunya :
"Apa sih susahnya melakukan serangan dengan gerakan tadi ?"
Ujung pedangnya menyambar dari bawah menuju ke atas, dengan
gerakan langkah yang persis sama dengan jurus Bong bong bu kek
tadi ia tirukan gerakan tersebut.
Lo Hian berdua jadi tercekat hatinya, sekarang mereka baru mau
mengakui akan kelihayan musuhnya yang mampu meniru jurus
serangan orang hanya dalam sekali pandangan belaka.
"Bagaimana?" ejek Pek In Hoei dingin.

752
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Huuh! Secara paksa sih boleh dibilang lumayan, tapi siapa pun
tahu bahwa ilmu itu hasil curian!"
"Bajingan, kuberi muka padamu kau tak mau, sekarang
rasakanlah kelihaian ilmu pedang penghancur sang surya ku !"
Agaknya ia ada maksud menyusahkan Lo Hian berdua, serangan yang
kemudian dilancarkan sama sekali tak kenal ampun, di kala Lo Hong
masih terkejut, tahu-tahu ujung pedang lawan sudah mengancam di
depan dadanya.
Air muka orang she Lo itu berubah hebat katanya:
"Aku akan adu jiwa denganmu !"
Timbul tekadnya setelah merasa jiwanya terancam, secara
beruntun pedangnya melancarkan tujuh buah serangan berantai
dengan harapan dapat melumpuhkan serangan lawan, apa lacur
kepandaian musuhnya terlalu lihay, ia rasakan lengannya jadi kaku
dan tahu-tahu pedangnya sudah terlepas dari genggaman.
"Kau... kau... mengapa kau tidak bunuh diriku ?" seru Lo Hong
dengan suara gemetar.
"Anggaplah perbuatanku ini sebagai pembalasan budi atas
pertolongan keluarga Lo terhadap ayahku," jawab Pek In Hoei dingin,
"Sekarang di antara kita sudah tiada ikatan budi lagi, bila kau tidak
puas pungut kembali pedangmu itu, tapi aku hendak peringatkan lebih
dulu, serangan yang bakal kulancarkan nanti adalah serangan
mematikan, aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi seperti
barusan."
"Siapa yang sudi menerima kebaikanmu itu ?" teriak Lo Hong
sambil pungut kembali pedangnya.
"Hong ji!" cegah Lo Hian sambil maju ke depan, "Ilmu silatmu
masih terlampau jauh ketinggalan dari kepandaian lawan, ayo segera
mundur ke belakang! Ilmu pedang penghancur sang surya adalah ilmu
pedang nomor satu di kolong langit, kau tak nanti bisa menangkan
dirinya!"

753
Saduran TJAN ID

"Ayah! Masa urusan cici akan kita sudahi sampai di sini saja?"
teriak Lo Hong marah.
"Ilmu silat kita tak mampu menangkan lawan, apa yang mesti kita
katakan lagi ?" sahut Lo Hian sedih, "bila persoalan masih bisa
dirundingkan, lebih baik kita bicarakan persoalan ini secara baik baik,
seandainya perundingan tak mendatangkan hasil, terpaksa kita
harus kembali dulu ke wilayah See-ih untuk mengundang bala
bantuan !"
Ia memandang sekejap ke arah Pek In Hoei dengan pandangan
dingin, titik air mata nampak meleleh dari matanya, hal ini membuat
Pek In Hoei ikut merasa terharu.
"Pek kongcu!" kembali Lo Hian berkata dengan nada sedih, "Aku
hanya mempunyai dua anak angkat, satu putra dan satu putri, kini
putriku sudah hampir lima belas tahun lamanya mengidap penyakit
gila, setiap hari ia meneriakkan nama ayahmu terus menerus, siksaan
badan dan batinnya sukar kubayangkan dengan kata-kata. Aku
berharap kau jangan terlalu kukuh pada pendirianmu, katakanlah
kepadaku di mana ayahmu berada aku pasti akan bertindak seadil-
adilnya."
Jago pedang berdarah dingin menghela napas sedih dan
menggeleng jawabnya:
"Locianpwee, aku pun tak tahu bagaimana harus membuka
mulutku untuk menjawab pertanyaanmu itu."
"Apakah Pek Kongcu mempunyai kesulitan yang tak dapat
mengatakannya keluar?"
"Aku takut setelah cianpwe mengetahui kejadian ini, maka
kesedihanmu akan semakin bertambah..."
"Apa yang berharga bagi kita untuk sedihkan?" jengek Lo Hong
sambil tertawa dingin, "Asal Pek Tiang Hong bisa ditemukan, itu
berarti penyakit yang diderita ciciku ada harapan untuk sembuh........."
"Hm! jangan terlalu percaya pada keyakinanmu sendiri, aku tak
mau mengatakannya adalah demi kebaikan ke-dua belah pihak,

754
IMAM TANPA BAYANGAN II

mungkin kau bisa menahan diri tetapi ayahmu tak mungkin bisa
tahan...."
"Kongcu kau tak usah pedulikan terhadap diriku, beritahulah
kepadaku..."
"Yah... kalau memang begitu apa boleh buat? ayahku telah
meninggal dunia..."
"Apa?" hampir pada saat yang bersamaan Lo Hian serta Lo Hong
berteriak kaget, mereka berdiri menjublak dan tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun...
"Ia benar-benar sudah mati.... oooh dia benar-benar sudah mati...
jerit Lo Hian dengan penuh kesedihan... Putriku... ooh putriku... Pek
Tiang Hong telah mati... itu berarti penyakitmu tak bakal sembuh
lagi... ooh jelek benar nasibmu... kau hanya bisa menantikan ajalmu
saja...
Sambil berseru penuh kepedihan orang tua itu putar badan dan
berlalu dengan sempoyongan.
"Ayah! kenapa kau?" jerit Lo Hong dengan suara gemetar.
"Mari kita kembali ke See Ih, di sini tak ada urusan yang perlu
kita selesaikan lagi..."
Kegelapan menelan bayangan tubuh mereka berdua... yang
tertinggal hanya kesedihan yang tak terhingga....
Fajar baru saja menyingsing, kabut yang tebal menyelimuti
seluruh permukaan hingga susah bagi manusia untuk memandang
benda yang berada di hadapannya.
Dengan termangu-mangu Pek In Hoei berdiri seorang diri di
tengah gumpalan kabut, ia termenung dan memikirkan nasib sendiri...
ia merasa lelah untuk melakukan perjalanan terus menerus dalam
dunia persilatan... suatu ketika ia ingin mencari tempat yang sunyi dan
tenang untuk melanjutkan sisa hidupnya dengan aman dan bahagia.
Suara langkah kaki yang lirih berkumandang dari kejauhan,
begitu lirih suara itu seolah-olah hembusan angin Barat yang kencang,

755
Saduran TJAN ID

seandainya bukan seorang jago dengan pendengarannya yang tajam,


niscaya suara langkah kaki itu tak akan kedengaran.
Pek Ia HoeI tersentak bangun dari lamunannya. ia perhatikan
sejenak suara lirih tadi kemudian berpikir :
"Siapakah orang itu? sepagi ini sudah ada orang datang kemari,
sungguh aneh!"
Dari balik gumpalan kabut yang tebal secara lapat-lapat bergerak
mendekat sesosok bayangan tubuh yang langsing dan kecil, Jago
pedang berdarah dingin semakin tercengang, segera tegurnya :
"Siapa di situ?"
"Aku!" jawab bayangan manusia itu sambil menghentikan
langkah kakinya, "Pek In Hoei, aku minta kau segera tinggalkan
tempat ini, bila kau tak mau pergi dari sini sebelum kabut yaug tebal
buyar, maka keadaan itu tidak akan mendatangkan keberuntungan
bagimu!"
Suara itu sangat dingin dan seakan-akan sedang menekan suatu
perasaan kaget dan takut yang tak terhingga, Pek In Hoei tertegun, ia
merasa suara itu seakan-akan pernah dikenal olehnya, hanya ia lupa
di manakah ia pernah mendengar suara tersebut.
"Siapa kau?" kembali ia menegur, "Mengapa aku harus
tinggalkan tempat ini?"
"Aku hanya seorang perempuan yang tak perlu kau ingat,
mungkin bayanganku telah lenyap dari benakmu dan aku harap kau
pun tak usah memikirkan lagi siapakah daku. Pek In Hoei!
kehadiranmu di sini hanya akan menimbulkan ketidaktenangan bagi
banyak orang, dengarlah nssehatku dan segera tinggalkanlah tempat
ini daripada kau ketimpa bencana yang akan mencelakai dirimu
sendiri..."
"Aaah... haah... nona perkataanmu itu sangat membingungkan
hati orang, kehadiranku di tempat ini toh tidak mengganggu sama
sekali, aku toh sedang mencari angin di sini... Tapi, kalau kau

756
IMAM TANPA BAYANGAN II

memang inginkan kepergianku bolehlah, asal kau jelaskan dulu alasan


yang sebenarnya!"
Gadis itu mendengus dingin.
"Janganlah kau anggap setelah mencapai sukses besar di wilayah
selatan maka kau berani pandang rendah setiap orang, terus terang
kukatakan kepadamu tempat ini sangat berbahaya sekali bagi
keselamatanmu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... masa iya ?" di tengah gelak
tertawanya yang amat nyaring, mendadak ia loncat ke tengah udara
kemudian bagaikan seekor burung elang ia meluncur ke arah
bayangan manusia tadi.
"Nona, aku ingin tahu siapakah sebenarnya dirimu ?"
"Jangan kemari!" bentak gadis itu. Telapak tangannya yang putih
berputar di tengah udara, sebuah pukulan yang maha dahsyat segera
dilancarkan menghantam tubuh jago pedang berdarah dingin.
Dengan tangkas si anak muda itu berkelit ke samping, ke-lima
jari tangannya bagaikan cakar setan mencengkeram pergelangan dara
itu.
Terdengar ia menjerit kaget lalu berteriak:
"Eei... lepaskan aku !"
Pek In Hoei tertegun, kemudian berseru:
"Hee Siok Peng, kiranya kau!"
"Sekarang aku bernama Kong-yo Siok Peng," sela gadis itu
dengan gelisah, "Apa sih gunanya kau berbuat demikian? Sekarang
aku jadi kehabisan akal untuk menolong dirimu!"
Dengan gugup dan penuh ketakutan matanya berkeliaran
memandang sekeliling sana lalu bisiknya lirih :
"Aku sudah bukan orang yang bebas, Hoa Pek Tuo telah
menangkap diriku, ia suruh aku mengusir dirimu karena pada saat ini
dia sedang melatih suatu kepandaian beracun. Ayah angkatku Hee
Giong Lam sudah ditangkap oleh Hoa Pek Tuo, ia dipaksa untuk
menemukan beberapa macam obat beracun."

757
Saduran TJAN ID

Dalam waktu singkat ia mengutarakan begitu banyak perkataan,


hal ini membuat Pek In Hoei melengak, ia tak menyangka kalau
banyak perubahan yang telah terjadi, segera bisiknya:
"Hoa Pek Tuo sekarang berada di mana?"
Di sekitar sini, cuma aku tak tahu ia menyembunyikan diri di
mana. Cepatlah pergi dari sini, ia telah mengundang beberapa orang
jago lihay khusus untuk menghadapi dirimu!"
"Aku tidak takut," sahut Pek In Hoei sambil tertawa dingin,
"bawalah aku pergi temui ayah angkatmu!"
"Tidak... tidak boleh... tidak boleh... " seru Kong Yo Siok Peng
dengan wajah berubah hebat.
"Mengapa? Apakah kau tidak ingin menolong ayah angkatmu?
Meskipun ia sangat kejam dan hidupnya agak condong ke arah sesat,
bagaimana pun ia pernah memelihara dirimu selama banyak tahun,
asal kau berhasil menyelamatkan jiwanya itu berarti bahwa kau telah
menunjukkan baktimu sebagai seorang anak!"
"Bukan... bukan... bukan begitu maksudku, aku bukannya tak
mau menolong ayah angkatku, tapi aku merasa bahwa tiada
kemampuan bagiku untuk melakukan tindakan semacam itu, selama
ini ayah angkatku dijaga oleh empat orang jago lihay, siapa pun
dilarang mengunjungi dirinya. Bila kita lakukan pergerakan maka ada
kemungkinan ayah angkatku bakal menemui bencana, lebih baik
cepatlah kau pergi dari sini!"
"Meskipun hubunganku dengan Hee Giong Lam tdak baik,
namun aku pun tidak ingin menyaksikan tokoh beracun itu jatuh ke
tangan Hoa Pek Tuo dan dipergunakan tenaganya, apalagi tujuan yang
terutama dari Hoa Pek Tuo adalah menghadapi diriku, bila kita
biarkan ilmu beracunnya berhasil dilatih, maka di kolong langit tiada
orang lain yang bisa menaklukkan dirinya lagi..."
"Kabut sudah hampir buyar, cepatlah pergi... kalau tidak maka
kau akan kehilangan kesempatan!" seru Kong Yo Siok Peng kembali
dengan wajah pucat pasi.

758
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Siok Peng!" kata Pek In Hoei kemudian dengan wajah


sungguh?, "sebelum kabut membuyar, kita harus pergi
menyelamatkan jiwa Hee Giong Lam, inilah kesempatan baik yang
diberikan Thian kepada kita kalau kabut telah byar maka sulitlah bagi
kita untuk turun tangan."
"Kau tidak takut dengan Hoa Pek Tuo?"
Jago Pedang Berdarah Dingin terasa naik pitam setiap kali
teringat penghinaan yang pernah diterima olehnya dari Hoa Pek Tuo
sewaktu berada di dalam perkampungan Thay Bie San cung tempo
dulu, dalam hati ia telah bersumpah akan membalas penghinaan tadi.
Maka mendengar pertanyaan itu, ia segera tertawa dingin
sahutnya :
"Aku takut kepadanya? Hmm! Sungguh menggelikan..."
Kong Yo Siok Peng tidak percaya, ia berkata kembali :
"Hoa Pek Tuo pernah berkata bahwa kau adalah seorang bocah
yang tak tahu tingginya langit tebalnya bumi, seandainya ia tak ada
maksud melepaskan dirimu tatkala berada di perkampungan Thay Bie
San cung tempo dulu mungkin kau sudah mati konyol di tangannya..."
"Hm! Mungkin saja begitu, tapi itu bukan berarti ia ada maksud
melepaskan diriku, sebaliknya akulah yang berhasil melarikan diri
dengan cepat, waktu aku membuktikan semuanya ketika itu ilmu silat
yang kumiliki memang masih belum mampu untuk menandingi
dirinya..."
"Jadi kalau begitu kau masih bukan tandingannya..."
"Mungkin saja benar, tapi aku bisa mencobanya! Siok Peng, kau
harus percaya kepadaku, aku akan mengerahkan segenap tenaga serta
kekuatan yang kumiliki untuk membantu dirimu, kali ini aku punya."
"Tidak... tidak... aku tak mau kau menempuh bahaya lantaran
urusanku," seru Kong Yo Siok Peng ketakutan. "Sekalipun sekarang
aku telah kehilangan kebebasanku, tapi Hoa Pek Tuo tak berani
membunuh diriku, dan beberapa macam resep ramuan racun yang dia
butuhkan akan diberikan kepadanya oleh ayah angkatku!"

759
Saduran TJAN ID

"Kalau begitu pandanganmu, maka kau keliru besar," ujar Pek In


Hoei dengan nada dingin, "Ayah angkatmu berbuat demikian karena
ia tahu bahwa kau tertawan oleh Hoa Pek Tuo, seandainya kau biarkan
ilmu beracunnya berhasil dilatih maka bukan saja dia akan bunuh
dirimu, Hee Giong Lam pun tak akan dilepaskan dengan begitu saja,
dia pasti tak ingin orang kangouw mengetahui bahwa ia telah berhasil
melatih suatu ilmu pukulan beracun terutama sekali diriku!"
Ia tepuk paha gadis Siok Peng dan menambahkan :
"Tak usah kuatir, aku tak bak l mengalami bencana!"
Dengan pandangan sangsi dan penuh keragu-raguan Kong Yo
Siok Peng memandang sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin,
dalam pandangannya itu ia menunjukkan rasa sedih dan murungnya
yang amat tebal, dari balik biji matanya yang bening secara lapat-lapat
ia pun menemukan titik air mata yang mulai mengembang.
Lama sekali gadis itu berdiri tertegun, akhirnya ia berbisik, "Hati-
hatilah mengikuti di belakangku, lebih baik janganlah biarkan Hoa
Pek Tuo mengetahui akan kehadiranmu..."
Di tengah gumpalan kabut putih yang tebal Kong Yo Siok Peng
menggerakkan tubuhnya tinggalkan tempat itu disusul Pek In Hoei di
belakang tubuhnya.
Beberapa saat kemudian tampaklah di tempat kejauhan muncul
sebuah bangunan besar yang amat gelap, suasana sepi dan tak nampak
sesosok bayangan manusia pun...
Kong Yo Siok Peng mengetuk pintu tiga kali, serunya :
"Hey buka pintu!"
"Siapa? Apakah budak sialan?"
Kong Yo Siok Peng mengerling sekejap ke arah Pek In Hoei,
pemuda itu mengangguk dan segera menyembunyikan diri di balik
semak belukar depan pintu.
Menanti pintu sudah terbuka, gadis itu kembali bertanya :
"Di manakah ayahku?"

760
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dari balik pintu muncul seorang pria berbaju serba hitam, sambil
tertawa seram sahutnya :
Di dalam, mau apa kau datang kemari?"
"Aku ingin mengunjungi ayahku!"
"Tidak boleh, di tempat ini tak boleh dikunjungi orang lain, lagi
pula ayahmu belum bangun dari tidurnya, kalau kau ingin bertemu
mintalah ijin khusus dari Hoa Lo sianseng, kalau tidak... tak usah
yah!..."
"Sst... kemarilah!" bisik Kong Yo Siok Peng kemudian sambil
menggape pria itu, "Cepatlah kemari, ada satu urusan aku hendak
memberitahukan kepadamu!"
"Urusan apa?" tanya pria itu tertegun, ia tak menyangka gadis
secantik itu bisa main mata dengan dirinya, melihat sekeliling situ tak
ada orang dia segera lari keluar dari balik pintu.
"Eei... bocah perempuan, kau ada urusan apa?" tanyanya.
"Aku inginkan jiwamu!" jawab Kong Yo Siok Peng sambil
unjukkan muka setan.
"Haaaah... haaaah... haaaah... mati di bawah bunga Botan, jadi
setan pun setan romantis..."
Siapa tahu bersamaan dengan selesainya perkataan itu, mendadak
wajahnya berkerut menahan rasa sakit yang tak tertahankan,
senyuman yang menghiasi bibirnya lenyap tak berbekas, tanpa
mengeluarkan sedikit suara pun ia roboh binasa di atas tanah.
Pek In Hoei cengkeram tubuh mayat itu dan dilempar ke dalam
semak, lalu serunya :
"Ayoh kita cepat pergi!"
"Kau harus berhati-hati..." kembali Kong Yo Siok Peng
memperingatkan, "yang kau bunuh barusan tidak lebih cuma seorang
penjaga pintu, keadaan di dalam jauh berbeda, di situ kita mesti
ditanyai sandi-sandi rahasia, padahal aku tak tahu apa sandinya, kau
mesti bertindak menurut keadaan!"

761
Saduran TJAN ID

Jago Pedang Berdarah Dingin tertawa hambar, dengan enteng ia


menyerobot masuk ke dalam bangunan itu.
Suasana di tengah ruangan senyap tak nampak sesosok bayangan
manusia pun, hal ini membuat Kong Yo Siok Peng tertegun, segera
bisiknya lirik :
"Kenapa di sini tak nampak seorang manusia pun?"
Jago Pedang Berdarah Dingin tidak menjawab, ia pasang
telinganya baik-baik, dia periksa keadaan di sekeliling tempat itu, dari
balik pintu dinding ruangan secara lapat-lapat ia dengar suara napas
manusia, segera didekatinya tempat itu dan mengetuk perlahan.
Rupanya orang yang ada di balik pintu terkejut oleh ketukan tadi,
ia segera menegur :
"Apa Lo Liok di situ? Sepagi ini kau telah pergi kemana?"
"Bukalah pintu!" bisik Pek In Hoei lirih.
Kembali orang itu tertegun, ia segera berseru :
"Bintang bertaburan di tengah malam yang sunyi, apa kelanjutan
dari kata sandi ini?"
"Angin kencang membuyarkan awan putih di angkasa."
"Siapa kau?" seru orang itu, rupanya tercengang. "Kata sandi itu
sama sekali tidak benar!"
"Goblok!" maki Pek In Hoei sambil tertawa, "Barusan Hoa lo
sianseng merubah kata-kata sandi tersebut, rupanya dia belum sempat
memberitahukan kepadamu!"
Sambil berkata hawa murninya disalurkan keluar. Blaam! Pintu
kecil itu terpental dan hancur berantakan, tubuhnya dengan cepat
meloncat masuk ke dalam.
Di bawah sorot cahaya lampu, tampak tiga orang pria berbaju
hitam berdiri berjejer menghadang jalan perginya, enam buah sorot
mata yang tajam menatap wajah Pek In Hoei tanpa berkedip.
"Sahabat!" setelah suasana hening beberapa saat lamanya, pria
berjenggot hitam yang berada di ujung kiri maju dua langkah ke depan
sambil menegur, "Siapakah sebenarnya kau? Kalau ada urusan cepat

762
IMAM TANPA BAYANGAN II

katakan, sekarang ini, kau hendak masuk ke pintu akhirnya, hal ini
merupakan suatu kejadian yang tak enak bagimu..."
"Di manakah Hoa Lo sianseng?" seru Pek In Hoei sambil tertawa
terbahak-bahak, "Kenapa ia tidak munculkan diri untuk menyambut
kedatangan sahabat karibnya?"
"Oooh! Kiranya kau adalah sahabat karibnya Hoa Lo sianseng,
kalau begitu aku Goan Toa Hong minta maaf terlebih dahulu,
sekarang kebetulan sekali Hoa Lo sianseng sedang berlatih ilmu, bila
kau ada urusan harap tunggulah sebentar di sini, biar aku orang she
Goan menyampaikan kabar ke dalam!"
Habis berkata orang itu siap berlalu dari situ.
"Tak perlu!" tampik Pek In Hoei sambil menghadang jalan pergi
orang itu, "Goan lo enghiong lebih enak kita bercakap-cakap lebih
dulu di sini..."
"Kau..."
"Aku adalah raja akhirat yang mencabut jiwa manusia, saat
kematian bagi Hoa Lo sianseng telah tiba, maka kalau setan-setan liar
yang gentayangan lebih baik berangkat dulu untuk buka jalan
baginya. Nah! Serahkan jiwamu!"
Tercekat hati ke-tiga orang jago lihay itu sehabis mendengar
perkataan itu, tapi sebagai jago-jago lihay yang khusus diundang Hoa
Pek Tuo untuk menjaga keamanan di situ, hanya sebentar saja mereka
tercengang kemudian sambil membentak keras mereka segera
menyebarkan diri dan mengepung rapat-rapat si anak muda itu.
"Sahabat, siapakah kau?" tegur Goan To Hong sambil tertawa
seram.
"Kami adalah See Pak Su Hong empat manusia ganas dari Say
Pak, bila kau adalah seorang manusia yang sering melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan, maka kamu pasti tahu manusia
macam apakah See Pak Su Hong tersebut!"

763
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau begitu selamat berjumpa


kuucapkan bagi kalian bertiga, tolong tanya kemanakah seorang
rekanmu yang lain? Mengapa tidak tampak?"
"Karena ada urusan To Liok sedang keluar, bila kedatanganmu
ke sini dalam untuk mencari gara-gara dengan kami, jangan kuatir,
kami pasti akan melayani keinginanmu itu sehingga kau tak akan
merasa kecewa!..."
"Bagus, bagus sekali, kalau begitu serahkan Hee Giong Lam
kepadaku..."
"Tak mungkin," sahut Goan Toa Hong seraya menggeleng, "Hee
Giong Lam adalah sahabat karib majikan kami Hoa Lo sianseng,
tanpa perintah khusus dari Hoa Lo sianseng siapa pun tak akan berani
melepaskan dirinya, aku lihat lebih baik batalkan saja niatmu itu, hati-
hati kalau sampai kaki anjingmu dipukul patah oleh Hoa Lo
sianseng!"
"Huuuh! Hoa Pek Tuo itu manusia macam apa?" maki Pek In
Hoei dengan gusar, "Aku sedang kesal karena tak dapat menemukan
jejaknya, eeei... tak tahunya kalian malah mengibul dan membangga-
banggakan dirinya setinggi langit. Haaaah... haaaah... haaaah...
sahabat, suruh saja manusia itu menggelinding keluar, kalau tidak
maka pertama-tama yang akan mati binasa adalah kalian semua!"
"Toako!" pria yang berada di ujung kanan berteriak dengan gusar.
"Selama kita See Pak Sam Hong berkeliaran dalam dunia persilatan,
belum pernah ada orang yang berani kurang ajar terhadap kita orang.
Hmmm! Bajingan tengik yang belum hilang bau susu ibunya ini
berani betul takabur di hadapan kita, apa yang mesti kita tunggu lagi?
Kasih saja peringatan yang pahit kepadanya..."
"Criiing... di tengah udara terpancar cahaya pedang yang amat
menyilaukan mata, masih tetap berdiri di tempat semula tahu-tahu Pek
In Hoei telah meloloskan pedang saktinya.
"Aaaah... pedang sakti penghancur sang surya..." ucapan itu
terlontar keluar dari mulut Goan Toa Hong membuat dua orang

764
IMAM TANPA BAYANGAN II

rekannya ikut terkesiap dan mundur enam langkah ke belakang


dengan badan gemetar keras.
"Kau... kau adalah Jago Pedang Berdarah Dingin? tegur Goan
Toa Hong cemas.
"Sedikit pun tidak salah, nama Jago Pedang Berdarah Dingin
rasanya tidak terlalu asing bagi kalian bertiga bukan? Bila kalian suka
memandang di atas wajahku dan melepaskan Hee Giong Lam, maka
aku tak akan beradu senjata dengan kalian bertiga."
"Sahabat, pentang lebar-lebar sepasang matamu," seru Goan Toa
Hong dengan suara dingin. "Kami See Pak Sam Hong bukan bocah
yang baru berusia tiga tahun, kau anggap dengan andalkan gertak
sambal tersebut kami lantas ketakutan setengah mati? Huuuh! Orang
yang kau inginkan berada di sini, kalau kau punya kemampuan ayoh...
serbulah ke dalam dan ambillah sendiri orang itu!"
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Bagus sekali... kalian bertiga boleh siap-siap menerima
seranganku...!"
Tubuhnya secara mendadak meloncat ke muka, pedangnya
laksana kilat membabat ke muka secara gencar.
Air muka See Pak Sam Hong berubah hebat, cepat-cepat mereka
cabut keluar senjatanya dan mundur tujuh delapan langkah ke
belakang.
"Maju serentak!" seru Goan Toa Hong.
"Aduuuh..." jeritan kesakitan muncul dari arah belakang, sebutir
batok kepala diiringi semburan darah segar muncrat membasahi
permukaan,membuat semua orang jadi tertegun.
"Aaaah Lo Liok!" jerit Goan Toa Hong tiba-tiba.
Terdengar Pek In Hoei mendengus lalu berkata :
"Inilah akibatnya bagi setiap orang yang suka main bokong dari
belakang, sahabat ke-tiga, Lo Liok telah pulang ke rumah neneknya
dan mungkin saat ini masih menanti di depan pintu, bagaimana kalau
kalian bertiga pun segera ikut berangkat?"

765
Saduran TJAN ID

Sesosok bayangan manusia berkelebat keluar dari arah kanan,


sambil ayunkan pedangnya orang itu langsung membacok tubuh Pek
In Hoei.
Dengan tangkas Jago Pedang Berdarah Dingin mengigos ke
samping, kemudian putar pedang dan balas membabat.
Orang itu tanpa mengeluarkan sedikit suara pun segera roboh
terjengkang di atas tanah, jiwanya putus pada detik itu juga.
Peristiwa itu mengejutkan hati dua orang lainnya, kengerian serta
rasa takut menyelimuti wajahnya, membuat mereka hanya bisa berdiri
kaku tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Lama sekali Goan Toa Hong baru membentak keras :
"Pek In Hoei aku akan beradu jiwa denganmu..."
"Tahan!" serentetan suara bentakan keras berkumandang datang
dari tengah angkasa, Goan Toa Hong segera angkat kepala, ia lihat
Hoa Pek Tuo sambil melototkan sepasang matanya yang tajam
bagaikan pisau belati sedang menatap wajah Pek In Hoei dengan
penuh kegusaran.
"Pek In Hoei, rupanya kau belum pergi dari sini?" serunya sambil
tertawa dingin.
"Hmmm! Setelah aku tahu bahwa seorang sahabat karibku berada
di sini, kenapa aku mesti pergi? Bila aku pergi bukankah itu berarti
bahwa aku tidak menghormati sahabat sendiri? Betul tidak?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... beberapa hari tidak berjumpa
dengan dirimu, rupanya kian hari kau kian bertambah hebat," seru
Hoa Pek Tuo sambil tertawa seram, "setelah kau unjuk gigi di wilayah
selatan, aku merasa semakin tertarik kepadamu, rupanya di antara
kalangan jago muda hanya kau saja yang cocok bersahabat dengan
aku, mari... mari.. ini hari kita harus rayakan pertemuan ini!"
"Tentu saja, sulit bagi kita untuk bertemu muka, kau harus ambil
sedikit barang sebagai tanda mata bagi pertemuan ini..."

766
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Baik," sahut Hoa Pek Tuo, "kepada Goan Toa Hong segera
serunya, "dia adalah sahabat karibku, Goan Toa Hong! Ayoh cepat
layani sahabatku ini!"
"Hoa... ini..."
"Hmmm! Manusia yang tak berguna, sampai pada waktunya
untuk mempergunakan tenagamu, kalian malah bersembunyi
bagaikan cucu kura-kura... huuuuh, sungguh menyebalkan..."
Ia tertawa seram dan menambahkan :
"Waaah... maaf, mungkin aku tak dapat melayani keinginanmu
itu."
"Hoa Pek Tuo, kau tak usah main sandiwara lagi, lebih baik kita
bereskan dulu hutang lama kita!"
"Hmmm... benar... ucapanmu memang benar, hutangmu sedari
pertemuan di perkampungan Thay Bie San cung hingga kini belum
kau bayar, sekarang kau harus selesaikan berikut rentenya, mungkin
malam ini kau tak bisa tinggalkan tempat ini lagi dalam keadaan
hidup-hidup."
Napsu membunuh menyelimuti wajahnya, dengan wajah yang
menyeramkan ia tatap wajah Pek In Hoei, sorot matanya
memancarkan sinar berapi-api, di mana membuat Kong Yo Siok Peng
menjerit kaget dan segera merapat tubuhnya di sisi pemuda itu.
"In Hoei... In Hoei... aku takut..." bisik gadis itu dengan wajah
pucat dan badan gemetar.
Dalam pada itu Hoa Pek Tuo telah tertawa seram menyaksikan
tingkah laku gadis itu segera serunya sinis :
"Bocah perempuan, kemarilah!"
"Tidak! Kau lepaskan dulu ayah angkatku..." jerit Kong Yo Siok
Peng.
Sinar mata Hoa Pek Tuo berkilat, senyuman yang mengerikan
tersungging di ujung bibirnya membuat Kong Yo Siok Peng semakin
ketakutan dibuatnya.

767
Saduran TJAN ID

Ia pandang sekejap wajah si anak muda itu, kemudian sambil


menggoncangkan lengan pemuda itu serunya :
"In Hoe, mari kita pergi dari sini!"
"Tidak!" jawab Jago Pedang Berdarah Dingin sambil
menggeleng. "Aku akan menyelamatkan ayah angkatmu dari
cengkeramannya..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... Pek In Hoei, mampukah kau untuk
melakukan rencanamu itu?" ejek Hoa Pek Tuo sambil tertawa seram.
"Hmmm! Jadi kau ingin mencoba?"
"Saudaraku, aku lihat lebih baik kau batalkan saja rencanamu itu,
sepasang kepalanmu belum dapat memadai sebuah jari tanganku, kau
ingin mengandalkan apa untuk menolong orang? Hmmm! Hmmm!
Janganlah bermimpi di siang hari bolong!"
"Tidak aneh kalau orang lain sebut dirimu sebagai rase tua!
Rupanya kulitmu memang tebal dan tak tahu malu..."
Hoa Pek Tuo sendiri benar-benar amat benci terhadap pemuda
tersebut, terutama kehadirannya di tempat yang sangat rahasia ini
sehingga mengacau waktu latihannya, ia benci dan ingin sekali
menghajar tubuh pemuda itu hingga hancur lebur.
"Manusia she Pek!" ia berseru kembali sambil tertawa seram,
"Ketika masih berada dalam perkampungan Thay Bie San cung
dahulu au selalu menganggap bahwa sepasang kakimu memang luar
biasa, lebih pandai lari daripada kaki anjing, tapi ini hari... Hmmm!
Sekalipun kau ingin lari, belum tentu kesempatan itu kau miliki..."
"Sudah, kau tak usah banyak bacot lagi, ini hari aku si Jago
Pedang Berdarah Dingin akan suruh kau rasakan betapa enaknya
berlari-lari bagaikan anjing, lihatlah!"
Cahaya pedang berkilauan di angkasa, bayangan senjata yang
tajam dan rapat segera membabat tubuh Hoa Pek Tuo dengan
kecepatan luar biasa.
Hoa Pek Tuo terkejut melihat datangnya ancaman yang begitu
hebatnya, cepat-cepat ia berkelit ke samping, telapak kanannya

768
IMAM TANPA BAYANGAN II

berputar membentuk gerakan setengah busur di tengah udara


kemudian menghantam tubuh lawannya dengan gencar.
Tercekat hati Pek In Hoei setelah mencium bau amis yang
memancar keluar dari angin pukulan itu, segera teringat olehnya
bahwa kakek tua she Hoa ini sedang berlatih ilmu pukulan beracun.
Tentu saja ia tak berani menghadapi datangnya serangan itu
dengan keras lawan keras, buru-buru badannya bergeser ke samping,
pedang saktinya berputar dan langsung menusuk ke arah iga lawan.
Creeet... Hoa Pek Tuo merasa desiran angin tajam menyerang
tubuhnya, sebagian baju yang ia kenakan terbabat kutung jadi
berkeping-keping, hal ini membuat hatinya tertegun.
Ia tak menyangka kalau kemajuan ilmu silat yang diperoleh Pek
In Hoei sedemikian pesatnya, dalam terkejutnya ia membentak keras,
secara beruntun empat buah serangan berantai dilancarkan ke muka.
Bayangan telapak berlapis-lapis bagaikan bukit, memaksa Pek In
Hoei terpaksa harus mundur tujuh langkah ke belakang.
"Pek In Hoei, lepaskan senjatamu!" teriak Hoa Pek Tuo sambil
tertawa dingin.
"Hmmm! Kau anggap gampang bagiku untuk melepaskan
senjata? Kau terlalu pandang rendah diriku..."
Ia himpun segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya ke dalam
ujung pedang, sekilas cahaya tajam seketika menyelubungi sekeliling
tubuhnya.
Hoa Pek Tuo bukan orang bodoh, dia adalah seorang jago yang
bisa menilai barang, dari pantulan cahaya pedang yang memancar
keluar dari senjata musuh, ia tahu bahwa kelihayan musuhnya telah
mencapai pada taraf kesempurnaan.
Satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, tiba-tiba ia putar
badan dan kabur ke dalam rumah.
"Hoa Pek Tuo, kau hendak lari ke mana?" bentak Pek In Hoei
sambil mengejar ke dalam.

769
Saduran TJAN ID

"Bangsat she Pek, kita bertemu di dalam saja," sahut Hoa Pek
Tuo seram. "Tapi kau mesti ingat, di dalam cuma ada jalan masuk
tiada jalan keluar, kalian bakal menemui ajalnya di situ..."
Ia kerling sekejap ke arah Goan Toa Hong sekalian, kemudian
mereka bersama-sama kabur ke dalam.
Menanti beberapa orang itu telah lenyap dari pandangan, Kong
Yo Siok Peng baru menghembuskan napas lega, katanya :
"Aku benar-benar merasa amat kuatir, kalau bukan kau berhasil
membuatnya lari, entah bagaimana akibatnya nanti."
"Apa yang kau temui hanya suatu permulaan belaka," jawab Pek
In Hoei sambil geleng kepala. "Hoa Pek Tuo tidak mau menghadapi
diriku tapi justru lari ke dalam, jelas dia telah mengatur satu rencana
busuk. Siok Peng! Mari kita cari jejak ayah angkatmu, hati-hatilah
mungkin Hoa Pek Tuo sudah melakukan sesuatu di atas tubuh
ayahmu."
Bangunan rumah yang terbentang di hadapan mereka terasa gelap
lagi lembab, meskipun sang surya telah muncul tapi keadaan di situ
seakan-akan suatu dunia yang lain.
Ia gandeng tangan Kong Yo Siok Peng secara halus, sedang
tangan lain dengan pedang terhunus selangkah demi selangkah
berjalan masuk ke dalam.
Kong Yo Siok Peng merasa hatinya jadi hangat, bau pria yang
tajam melayang masuk ke dalam penciumannya membuat wajah
berubah jadi merah, rasa yang menyelimuti wajah yang cantik,
sementara jantungnya berdebar keras, ia rebahkan diri dalam pelukan
Pek In Hoei dan menikmati kemesraan itu dengan mata terpejam.
Pek In Hoei sendiri pun merasakan sesuatu perasaan yang sangat
aneh, dengusan napas yang harum merangsang pikirannya, tanpa
sadar dia peluk tubuh Kong Yo Siok Peng erat-erat, napasnya terasa
semakin berat seakan-akan ada sesuatu benda yang menindih tubuh
mereka.

770
IMAM TANPA BAYANGAN II

"In Hoei!" bisik Kong Yo Siok Peng dengan suara lirih, begitu
hangat dan mesra panggilan itu membuat mereka lupa akan napsu
membunuh yang baru saja menyelimuti sekeliling mereka.
"Ehmmm..." jawab Jago Pedang Berdarah Dingin dengan napas
berat.
"Siok Peng, apa yang hendak kau ucapkan?"
"Aku..." getaran keras yang terpancar dari mata lawan jenisnya
memaksa gadis itu harus menunduk dengan wajah tersipu-sipu.
Apa yang hendak dia katakan tidak dilanjutkan oleh gadis itu,
hanya tubuhnya menempel semakin rapat di dada lawan.
"Apa yang hendak kau ucapkan kepadaku? Katakanlah..." bisik
Pek In Hoei sambil tertawa ewa.
Hampir saja Kong Yo Siok Peng menyembunyikan diri saking
malunya, buru-buru ia berseru :
"Jangan kau tanyakan lagi... jangan kau tanyakan lagi..."
Dari sudut ruangan yang gelap mendadak berkelebat seberkas
cahaya lampu yang bergoyang, hanya sekilas saja untuk kemudian
lenyap tak berbekas...
Pek In Hoei meloncat ke depan, pedangnya berkelebat di tengah
udara dan langsung menusuk ke arah dinding kayu yang menghalangi
pemandangan luar dengan keadaan di dalam.
"Aduuuh..." jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
keluar dari balik dinding kayu, Pek In Hoei tertawa dingin, dengan
ilmu pukulannya yang ampuh dia hantam dinding tebal itu sehingga
ambrol dan terwujud sebuah lubang besar.
Dari balik dinding yang ambruk terlihat sesosok mayat terpantek
di atas dinding, darah kental mengalir keluar membasahi seluruh
lantai, dadanya telah berlubang tertembus ujung pedang penghancur
sang surya yang tajam.
Kematian yang mengerikan, wajah yang ketakutan tertera jelas di
atas raut muka pria itu membuat Kong Yo Siok Peng yang berada di
sisi pemuda itu menjerit keras karena ketakutan.

771
Saduran TJAN ID

"Toooong...! tuuuung...!"
Suara gendang yang berat bergeletar dari balik bangunan rumah
yang gelap, suara tadi sayup-sayup sampai untuk kemudian lenyap
kembali tak berbekas.
Dalam sekejap mata seluruh ruangan telah dipenuhi oleh suara
langkah kaki yang berat, tampak dua baris pria bersenjata lengkap
perlahan-lahan munculkan diri dari balik dua pintu rahasia di sisi
ruangan tersebut, Goan Toa Hong sambil membawa sebuah panji
kecil selangkah demi selangkah mendekati ke arah pemuda Pek In
Hoei.
"Pek sauhiap, Hoa Lo sianseng mengundang kau masuk ke
dalam," ujar orang she Goan itu dengan suara dingin.
Jago Pedang Berdarah Dingin agak tertegun, ia tidak mengira
Hoa Pek Tuo bakal melakukan tindakan tersebut, wajahnya segera
berubah jadi amat serius, dengan pandangan berkilat tegurnya :
"Sekarang dia berada di mana?"
"Hoa Lo sianseng menantikan kedatanganmu di istana bawah
tanah, silahkan sauhiap..."
Tidak sampai menyelesaikan kata-katanya ia putar badan dan
berlalu lebih dahulu, sedangkan dua baris pria berbaju hitam tadi
segera mengepit Pek In Hoei serta Kong Yo Siok Peng di tengah
kepungan, dalam suatu pertanda yang diberikan Goan Toa Hong
berangkatlah mereka menuju ke depan.

Bagian 33
BAU busuk dan hawa lembab berhembus keluar memuakkan dada
siapa pun yang mencium, Pek In Hoei berdua di bawah pimpinan
Goan Toa Hong telah memasuki sebuah goa bawah tanah yang amat
dingin.
Anak tangga dibuat dari batu, dibangun sangat teratur jauh
menjorok ke dalam, sekali lagi Goan Toa Hong ulapkan tangannya,
pria pelindung yang berjalan di kedua belah sisi secara tiba-tiba
772
IMAM TANPA BAYANGAN II

membalikkan tubuhnya dan segera menyumbat pintu masuk lorong


tersebut.
'Istana bawah tana'"
Tiga buah huruf besar itu terasa amat menyolok mata, di bawah
sorot cahaya lampu, Pek In Hoei tertawa dingin, dengan wajah yang
tetap tenang ia lanjutkan langkahnya menuju ke arah dalam,
sebaliknya Kong Yo Siok Peng telah dibikin ketakutan sehingga air
mukanya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat.
"Hoa Lo sianseng berada di dalam, silahkan masuk ke situ!" ujar
Goan Toa Hong tiba-tiba sambil menuding sebuah pintu batu.
"Temanilah aku masuk ke dalam," kata Pek In Hoei dingin,
"Sahabat, masa kau telah melupakan hubungan persahabatan di antara
kita berdua? Ayoh jalan!"
Diiringi suara tertawa dingin, pedang saktinya segera diayun ke
arah dada lawan.
Air muka Goan Toa Hong berubah hebat.
"Ini... ini..."
Tapi setelah merasakan bahwa ujung pedang lawan telah
menempel di atas punggungnya, dengan perasaaan apa boleh buat ia
dorong pintu batu itu dan masuk ke dalam dengan langkah lebar.
"Sreeeet... sekilas cahaya putih meluncur keluar dari balik pintu,
Goan Toa Hong menjerit lengking dengan suara yang mengerikan,
tahu-tahu badannya sudah termakan oleh timpukan pisau belati dan
roboh binasa seketika itu juga.
Dengan penuh kegusaran Pek In Hoei tertawa lantang, ia dorong
mayat Goan Toa Hong ke samping lalu dengan gerakan tubuh yang
amat cepat ia menyusup masuk ke dalam gua.
Hoa Pek Tuo dengan menggunakan sebuah jubah panjang sambil
menggoyangkan kipasnya duduk menyeramkan di atas pembaringan.
Ketika menyaksikan Pek In Hoei menerobos masuk ke dalam
ruangan, ia segera tertawa terbahak-bahak, serunya :

773
Saduran TJAN ID

"Nasibmu memang terlalu bagus dan usiamu memang diberkahi


umur panjang, tak kunyana yang modar ternyata bukan kau!"
"Hmmm! Tempat ini sungguh indah sekali, aku rasa suatu tempat
yang paling cocok bagimu untuk beristirahat untuk selama-lamanya!"
ejek Pek In Hoei dengan suara dingin.
"Hmmm... hmmm... perkataanmu keliru besar, istana bawah
tanahku ini hanya memperkenankan orang masuk ke dalam,
selamanya belum ada yang bisa keluar dalam keadaan hidup.
Sekarang kau telah berada di sini, itu berarti untuk selama-lamanya
kau tak akan berhasil keluar dari tempat ini dalam keadaan selamat!"
Pek In Hoei segera segera tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... bagaimana dengan kau sendiri?
Apakah kau pun tidak ingin keluar dari tempat ini dalam keadaan
hidup?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... saudaraku, kau benar-benar
bagaikan si setan gantung yang melihat hong swie," seru Hoa Pek Tuo
sambil tertawa terbahak-bahak, "Sebelum mati kau juga ingin mencari
teman... hmm... hm... sahabat, rembulan di tengah kegelapan kurang
sedap dipandang, ucapanmu itu terlalu jauh..."
"Bangsat tua, memandang tampangmu yang begitu jelek seperti
kera, aku lihat kau lebih cocok jadi seorang kuli kasaran."
Perkataan ini mengandung nada penghinaan yang amat tebal,
seketika itu juga Hoa Pek Tuo naik pitam, saking gusarnya rambut
dan jenggotnya pada berdiri kaku semua, sambil berteriak keras
tubuhnya loncat bangun dari atas pembaringan, serunya dengan penuh
kebencian :
"Saudara, kalau bicara sedikitlah berhati-hati, hati-hati kalau ada
geledek yang menyambar putus lidahmu..."
Menyaksikan jago lihay yang berhati licik itu sudah dibikin naik
pitam oleh ejekan-ejekannya, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei segera menggetarkan pedang penghancur sang surya-nya ke

774
IMAM TANPA BAYANGAN II

tengah udara dan menciptakan berkuntum-kuntum bunga yang amat


tajam.
Dengan ketakutan Hoa Pek Tuo cepat-cepat meloncat mundur ke
belakang, serunya berulang kali :
"Tunggu sebentar... tunggu sebentar... sekarang masih belum tiba
saatnya untuk mencabut jiwa anjingmu."
"Kenapa? Apakah kau masih ada pesan-pesan terakhir yang kau
tinggalkan?" ejek Pek In Hoei dengan suara ketus.
"Ketika menghadapi para jago lihay di wilayah selatan tempo
dulu, kegagahanmu betul-betul mengagumkan," kata Hoa Pek Tuo
dengan sikap yang amat misterius, "banyak sekali sahabat dari
angkatan muda yang berharap bisa berjumpa muka dengan dirimu,
oleh sebab itulah sebelum kita berdua menyelesaikan urusan pribadi
yang sudah terikat antara kita berdua, terlebih dahulu aku ingin
memperkenalkan beberapa orang sahabat kepadamu..."
"Hmm! Jadi kau telah mengundang bala bantuan? Kenapa tidak
kau undang keluar?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... " dari sisi sebelah kiri tiba-tiba
berkumandang keluar suara gelak tertawa yang menyeramkan,
disusul dari balik pintu muncullah seorang pemuda berbaju biru.
"Dia adalah kongcu berbaju biru Lu Kiat!" ujar h pt
memperkenalkan.
Diam-diam Pek In Hoei merasa terperanjat, ia tidak menyangka
kalau kongcu berbaju biru yang nama besarnya telah menggetarkan
wilayah sebelah selatan sungai Huang-hoo itu tidak lebih adalah
seorang jago yang masih muda, hatinya tercekat. Segera serunya :
"Selamat berjumpa... selamat berjumpa..."
"Terima kasih!" sahut Lu Kiat ketus.
Kembali Hoa Pek Tuo menuding ke arah belakang sambil berseru
"Dan yang ini adalah si golok kilat Bu-san!"
Seorang hweshio berkepala gundul dengan langkah lebar
munculkan diri dari balik pintu, di tangannya membawa sebuah golok

775
Saduran TJAN ID

Kui-tau-to yang amat besar, pada punggung golok tergantung


beberapa rantai gelang besi, setiap langkah kakinya segera
menggetarkan gelang besi itu hingga berbunyi gemerincingan.
Waktu itu dengan sorot mata memancarkan napsu membunuh
dan senyum mengejek menghiasi bibirnya ia memandang ke arah Pek
In Hoei dengan sikap sombong.
Menjumpai hweshio gundul itu dalam hati Jago Pedang Berdarah
Dingin segera berpikir :
"Golok kilat Bu Sam adalah murid murtad dari gereja Siau-lim-
si, setelah diusir dari perguruan ia seringkali berbuat kejahatan, bukan
saja membunuh bahkan seringkali memperkosa anak istri orang,
banyak kejahatan yang ia telah lakukan. Sungguh tak nyana Hoa Pek
Tuo telah mengumpulkan pula manusia semacam ini sebagai
pembantunya. Hmm! Bila sampai terjadi pertarungan nanti, pertama-
tama aku harus berusaha keras untuk melenyapkan padri bengis ini
terlebih dahulu..."
Berpikir demikian, ia lantas berkata dengan dingin :
"Masih ada siapa lagi? Kenapa tidak sekalian kau undang
keluar?"
Golok kilat Bu Sam yang menjumpai Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei sama sekali tak pandang sebelah mata pun
terhadap dirinya, napsu membunuh dan watak bengisnya segera
muncul, dengan suara seram serunya :
"Belum pernah toaya mu Bu Sam menjumpai manusia angkuh
dan takabur semacam ini. Hmm... hmm... Hoa Lo sianseng, buat apa
kau biarkan manusia semacam ini tetap hidup di kolong langit?
Biarlah ia rasain dahulu sebuah bacokanku!"
Sementara ia siap hendak turun tangan, tiba-tiba Hoa Pek Tuo
mendekati hweshio itu lalu membisikkan sesuatu ke sisi telinganya,
meskipun kemudian Bu Sam menunjukkan sikap kurang senang
namun secara suka rela ia mundur pula ke belakang.

776
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pek In Hoei berlagak tidak melihat akan semua gerak-gerik itu,


dengan sombong ia berdiri kaku di tempat semula.
Dalam pada itu Hoa Pek Tuo telah menepuk kembali tangannya,
seorang pemuda berdandan Mongol dengan mata yang sipit sekali
berlari keluar dari balik pintu, senyuman mengejek menghiasi
bibirnya.
"Dia adalah Korlea, jago pedang nomor wahid dari wilayah
Mongolia!" seru Hoa Pek Tuo dengan nada bangga.
"Hmmm... hmmm... mana, mana," kata Korlea.
Dalam hati Pek In Hoei terperanjat juga setelah mengetahui
begitu banyak jago lihay yang bermuncul di situ, dengan ali berkerut
dan nada dingin ejeknya :
"Hmm! Sungguh tidak sedikit pembantu yang kau undang
datang!"
"Saudaraku, hanya kau seorang yang mampu mengangkat nama
besarmu hingga mencapai puncak yang tertinggi hanya dua tiga tahun
sejak kemunculan pertama di dalam rimba persilatan, keadaanmu ini
membuat banyak orang merasa sedih hati, bila kami biarkan kau
hidup terus di kolong langit maka bagi kita angkatan yang lebih tua
jadi sulit untuk berkelana lagi di dalam dunia persilatan. Oleh karena
itulah aku harap saudara bisa tahu diri dan cepat-cepat mengundurkan
diri."
"Hmm!" Pek In Hoei mendengus dingin, "buat apa kau
mengucapkan kata-kata yang begitu manis didengar? Terus terang
saja katakan maksud tujuanmu, aku Jago Pedang Berdarah Dingin
bukan satu dua hari berkecimpung di dal dunia persilatan, semua tipu
muslihatmu itu telah kuketahui semua."
"Hoa heng, kenapa sih kau masih punya kegembiraan untuk jual
bacot dengan monyet kecil yang masih bau tetek itu," teriak golok
kilat Bu Sam sembari ayunkan senjatanya, "Aku lihat lebih baik kita
tak usah buang banyak waktu lagi, biarlah kuhadiahkan sebuah
bacokan manis ke atas tubuhnya."

777
Saduran TJAN ID

Lu Kiat melirik sekejap ke arah golok Kilat Bu Sam dengan


pandangan menghina, agaknya pemuda baju biru itu menaruh rasa
muak dan benci terhadap padri murid murtad dari gereja Siau-lim-si
itu.
Kepada Pek In Hoei ia tertawa hambar dan menegur :
"Saudara, benarkah sewaktu berada di wilayah selatan tempo
dulu, kau telah mengatakan kata-kata sesumbar?"
"Perkataan apa?" tanya pemuda itu melengak.
"Kau pernah kata bahwa dengan pedang sakti di tangan, kau
hendak taklukkan semua jago yang ada di kolong langit, benarkah kau
pernah berkata begitu?"

778
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 32
PEK IN HOEI segera tertawa dingin.
"Hmmm... dan kau percaya aku telah mengucapkan kata-kata
tersebut? Lu-heng, dengan kedudukan serta nama baikmu di dalam
dunia persilatan, aku rasa tidak sepantasnya kalau kau ikut bergaul
dengan manusia-manusia sesat seperti itu bukan!"
Meskipun dalam dunia persilatan Lu Kiat tidak memiliki nama
yang baik tetapi dia pun bukan jagoan dari kalangan sesat, pertanyaan
dari Jago Pedang Berdarah Dingin ini segera menimbulkan rasa sesal
dalam hati kecilnya, sekilas rasa malu muncul di atas wajahnya.
Hoa Pek Tuo yang menyaksikan gejala kurang menguntungkan,
dengan cepat tubuhnya loncat ke depan, ia takut urusan bila dilarut-
larutkan terlalu lama maka akan mengakibatkan timbulnya hal-hal
yang tidak diinginkan, segera hardiknya dengan suara keras :
"Kau maki siapa yang termasuk jago-jago kalangan sesat? Pek In
Hoei kalau bicara sedikitlah tahu diri, kalau kau mengacu balau terus
dengan kata-katamu yang usil, jangan salahkan kalau aku tak akan
berlaku sungkan lagi terhadap dirimu."
"Huuh...! Kau adalah seorang pentolan golongan Hek-to yang
membunuh orang tidak melihat darah, ayoh mengaku! Bukankah kau
punya ambisi besar untuk mengangkangi dunia persilatan? Bukankah
kau sendiri yang punya niat untuk menundukkan seluruh partai besar
dan memperbudak seluruh jago yang ada di kolong langit."
"Omong kosong!" teriak Hoa Pek Tuo penuh kebencian, "Hmm!
Rupanya kau telah bosan hidup!"

779
Saduran TJAN ID

Kepada Lu Kiat, Korlea dan Bu Sam ia melotot sekejap, serunya


:
"Apa yang kalian nantikan lagi? Selama orang ini masih tetap
hidup dan dalam kolong langit, kita jangan harap bisa hidup di dalam
dunia persilatan dengan aman dan damai, sekarang mumpung jumlah
kita banyak, mari kita keroyok dia sampai mati, kita tidak usah lagi
membicarakan soal peraturan Bu lim atau tidak."
Sambil tertawa terbahak-bahak, telapak kanannya segera
diangkat ke atas, segulung angin pukulan yang luar biasa dahsyatnya
dengan cepat meluncur keluar dari telapaknya dan langsung
menghantam tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin.
Dengan tangkas Pek In Hoei meloncat ke samping, dia silangkan
pedangnya di depan dada, dengan wajah serius dan penuh kegusaran
pemuda itu tarik napas panjang dan berkata :
"Hoa Pek Tuo, bagaimana pun juga kau adalah seorang jago
kenamaan di dalam dunia persilatan, sebelum pertarungan dimulai
terlebih dahulu, asal kau menyanggupi aku baru suka turun tangan
menghadapi dirimu, kalau tidak..."
"Baik! Katakanlah apa permintaanmu itu," seru Hoa Pek Tuo
berlagak besar jiwa.
"Gampang sekali permintaanku itu, aku harap kau suka
memandang di atas wajahku melepaskan Hee Giong Lam dari tempat
ini, di samping itu turunkanlah perintah agar orang-orang mu tidak
menyusahkan mereka ayah dan anak lagi!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... saudaraku kau benar-benar
bagaikan raja akhirat yang mengemis... sudah hampir mati pun
mencari uang," ejek Hoa Pek Tuo sambil tertawa tergelak-gelak.
"Sekarang untuk mempertahankan selembar jiwamu sendiri pun kau
tak mampu, malah masih bisa-bisanya mintakan ampun buat orang
lain... Hmmm! Betul-betul manusia yang tak tahu diri..."
Dengan wajah dingin kaku serunya lebih jauh :

780
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Mudah saja kalau kau menginginkan agar aku lepaskan budak


cilik itu, tapi suruh aku lepaskan Hee Giong Lam... Hehh... heeh...
maaf, seribu kali maaf, aku tak dapat mengabulkan permintaanmu itu
sebab aku masih ada dua resep obat yang belum selesai ia buatkan
bagiku!"
"Lepaskanlah dia!" seru Lu Kiat pula sambil melangkah maju ke
depan, "Hoa heng bila sedikit permintaan ini tak kau kabulkan
bukankah pamormu akan merosot sekali? Lagi pula Rasul Racun Hee
Giong Lam toh bukan seorang manusia yang luar biasa apa sih
salahnya melepaskan dia berlalu dari sini?"
Hoa Pek Tuo tertegun, dengan cepat satu ingatan berkelebat
dalam benaknya, sambil tertawa ia lantas berkata :
"Baiklah, memandang dia wajah Lu-heng terpaksa aku harus
melakukannya."
Ia tepuk tangannya keras-keras, seorang pria baju hitam berjalan
masuk ke dalam, kepada orang itu Hoa Pek Tuo berkata :
"Segera lepaskan Hee Giong Lam dari kurungan!"
Sambil tersenyum pria itu mengangguk dan mengundurkan diri
dari situ.
Kong Yo Siok Peng yang selama ini bersembunyi di sudut
ruangan segera merasa hatinya jadi lega ketika mengetahui ayah
angkatnya tidak cedera, dengan suara gemetar serunya :
"In Hoei, mari kita bersama-sama tinggalkan tempat ini!"
"Tidak bisa," sahut Pek In Hoei sambil gelengkan kepala, "kau
dan ayah angkatmu harus cepat-cepat berlalu dari sini, setelah
kuselesaikan persengketaanku dengan sahabat-sahabat yang begini
banyak, aku akan segera menyusul dirimu, mungkin sebelum senja
hari nanti aku telah berhasil menyusul dirimu..."
"Tidak!" bantah Kong Yo Siok Peng dengan suara keras, "kalau
mau mati biarlah kita mati bersama!"
Pada saat ini gadis tersebut tidak merasa takut lagi, dengan wajah
basah oleh air mata ia meloncat ke sisi pemuda itu.

781
Saduran TJAN ID

Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei jadi amat gelisah


diam-diam sambil menggertak gigi ia membentak dengan penuh
kegusaran.
"Kalau kau tidak segera berlalu dari sini, jangan salahkan kalau
aku tak mau kenali dirimu lagi!"
Rupanya pemuda itu telah menyadari betapa bahayanya situasi
yang terbentang di depan mata dewasa itu, untuk mundur dari tempat
itu dalam keadaan selamat bukanlah suatu pekerjaan yang gampang,
oleh sebab itu untuk menghindari pengorbanan jiwa yang tak berguna
terpaksa pemuda itu harus keraskan hati dan mengusir Kong Yo Siok
Peng dari sana.
Gadis she Kong yo itu sendiri kontan merasakan hatinya tercekat
dan dingin bagaikan tercebur ke dalam liang es, dengan penuh
penderitaan ia menjerit lengking, teriaknya :
"In Hoei kau..."
Ucapan selanjutnya tak mampu diteruskan, sambil menutup
wajah sendiri gadis itu segera lari keluar dari ruangan tersebut.
Memandang bayangan punggungnya lenyap dari pandangan
mata, dengan sedih Pek In Hoei tundukkan kepalanya hampir saja ia
melelehkan air mata karena sedih, sambil menghela napas panjang
segera pikirnya :
"Siok Peng, maafkanlah daku, aku tidak seharusnya bersikap
demikian kasar kepadamu, Aaiii...! Adakah kau masih belum dapat
memahami perasaan hatiku?? Apa boleh buat, mau tak mau terpaksa
aku harus bersikap demikian demi kebaikanmu sendiri!"
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sebilah pisau, perlahan-
lahan pemuda itu menyapu sekejap ke sekeliling ruangan, lalu serunya
dengan suara ketus.
"Ayoh, turun tanganlah, urusan di antara kita sudah sepantasnya
cepat-cepat diselesaikan..."
Dengan pandangan berat ditatapnya wajah para jago lihay yang
telah bersiap sedia di depan mata, pedang mestika penghancur sang

782
IMAM TANPA BAYANGAN II

surya diangkat tinggi di depan dada sementara segenap hawa


murninya dihimpun pada ujung senjata tersebut, keangkeran serta
kegagahannya yang melebihi seorang pendekar ulung itu membuat Lu
Kiat diam-diam merasa terkesiap, rasa pandang enteng musuhnya
seketika lenyap tak berbekas dari dalam ingatannya.
Sementara itu Golok Kilat Bu Sam sudah tak dapat menahan diri
lagi, sembari putar golok raksasanya di tengah udara ia berteriak keras
:
"Bangsat cilik, rasain dulu sebuah bacokan golokku!"
Jago lihay berkepala gundul yang sejak kecil mendapat pelajaran
langsung dari gereja siau lim si ini benar-benar luar biasa sekali,
goloknya diiringi deruan angin tajam laksana titiran hujan badai
membacok ke arah depan dengan dahsyatnya.
Setelah Bu Sam menunjukkan aksinya, Korlea dari Mongolia itu
juga tak dapat menahan diri lagi, ia loloskan pedangnya sambil
menerjang ke depan.
Rupanya jago dari Mongolia ini ingin sekali mendemonstrasikan
kelihayannya di hadapan Hoa Pek Tuo, serangan-serangan yang
dilancarkan amat gencar dan luar biasa sekali, seakan-akan dalam
sekali bacokan ia hendak binasakan lawannya di ujung senjata sendiri
karena itu serangan pedangnya bukan saja ganas bahkan keji dan
rapat.
Demikianlah bersama-sama bacokan golok dari Bu Sam mereka
pada saat yang berbareng membacok dari kiri serta kanan pinggang
musuh.
Namun Pek In Hoei cukup tangkas, sebelum serangan yang
dilancarkan ke-dua orang itu berhasil mengenai sasarannya tahu-tahu
ia sudah melayang pergi dari tempat semula.
Bu Sam meraung keras tatkala ia kehilangan sasarannya, sambil
putar badan goloknya laksana kilat kembali lancarkan sebuah bacokan
maut.
Teriaknya sambil tertawa seram :

783
Saduran TJAN ID

"Korlea, kau serang dari sisi sebelah kiri biar aku yang
menyerang dari samping kanan!"
Berada di bawah kerubutan dua orang jago yang maha lihay itu,
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei masih tetap maju mundur
sekehendak hatinya, bukan saja menyerang dan bertahan dilakukan
dengan sangat teratur, bahkan gerakan tubuhnya amat lincah sekali,
jurus-jurus pedang yang dilancarkan cepat laksana kilat hingga
membuat Lu Kiat yang menonton jalannya pertarungan itu dari sisi
kalangan dengan mata terbelalak dan mulut melongo, ia semakin
mengagumi akan kehebatan dari ilmu silat musuhnya ini.
Hoa Pek Tuo tidak menyangka kalau Lu Kiat yang diundang
datang untuk membantu pihaknya itu sama sekali tiada maksud untuk
turun tangan memberi bantuan, diam-diam ia merasa teramat gusar
namun perasaan tersebut tidak sampai diutarakan keluar, dengan
suara yang tenang dan wajah masih dihiasi senyuman katanya :
"Lu heng, aku harap kau segera menggabungkan diri dengan
mereka dan mulai turun tangan melancarkan serangan!"
Lu Kiat segera menampik, serunya sambil gelengkan kepalanya
berulang kali :
"Dengan jumlah yang banyak mengerubuti musuh dalam jumlah
sedikit, apalagi bertempur macam roda kereta yang bergilir seperti ini,
aku sebagai seorang murid keturunan keluarga yang besar tidak sudi
untuk melakukannya!"
"Tapi kesempatan baik seperti ini sukar didapatkan, lagi pula
sebentar lagi kesempatan ini akan lenyap tak berbekas, bila ini hari
kita gagal untuk melenyapkan bangsat cilik ini, sulitlah bagi orang Bu
lim untuk menandingi dirinya lagi bila sampai demikian..." makin
berseru Hoa Pek Tuo semakin gusar hingga akhirnya ia tertawa seram.
"Hmmm! Bisa dilawan atau tak bisa dilawan itu bukan urusanku,
maaf! Aku tak dapat menemani dirimu lebih jauh..."
Jago muda ini tidak malu disebut sebagai keturunan keluarga
yang besar, setelah menyaksikan perbuatan Hoa Pek Tuo yang tak

784
IMAM TANPA BAYANGAN II

tahu malu, bukan saja telah mengerahkan empat orang jago untuk
mengerubuti seseorang bahkan memancing musuhnya dengan cara
yang licik, timbullah rasa gusar dan muak dalam hati kecil Lu Kiat,
sambil tertawa dingin ia segera meloncat keluar dari ruangan tersebut.
"Aduuuh...! Belum lama Lu Kiat berlalu dari situ, sebuah tusukan
kilat yang dilancarkan Jago Pedang Berdarah Dingin bersarang telak
di tubuh Golok Kilat Bu Sam, sebuah lengannya seketika terpapas
putus jadi dua bagian, darah segar muncrat keluar menggenangi
seluruh permukaan tanah, karena kesakitan padri murtad dari gereja
siau lim si ini segera roboh tak sadarkan diri di atas tanah.
Hoa Pek Tuo semakin naik pitam menyaksikan peristiwa itu,
jeritnya keras-keras :
"Bila aku biarkan kau lolos dari sini dalam keadaan selamat, aku
bersumpah tak mau jadi manusia..."
Secara beruntun ia lancarkan tiga buah pukulan berantai yang
mana dengan susah payah untuk sementara waktu berhasil
membendung jalan pergi dari Pek In Hoei.
Korlea yang menyaksikan ada kesempatan bagus baginya untuk
turun tangan, segera menerjang maju ke depan, pedangnya laksana
kilat lancarkan sebuah tusukan bokongan ke arah punggung lawan.
Pek In Hoei tertawa dingin, sambil putar pedangnya laksana kilat
menebas ke belakang bentaknya :
"Modar kau..."
Darah segar muncrat keluar bagaikan pancuran air, sungguh
kasihan Korlea yang masih berusia muda, belum sempat menjerit
kesakitan tahu-tahu jiwanya sudah melayang tinggalkan raganya.
Blaaam...! Pada saat itulah sebuah pukulan dahsyat dilancarkan
Hoa Pek Tuo secara diam-diam, Pek In Hoei tak sempat untuk
menghindarkan diri lagi, tubuhnya seakan-akan dihantam oleh sebuah
martil yang sangat berat segera bergetar beberapa kali dengan
kerasnya, hampir saja ia roboh terjengkang ke atas tanah.

785
Saduran TJAN ID

Tetapi pemuda itu tidak sampai roboh terjengkang ,dengan tubuh


yang tegak ia masih tetap berdiri gagah di tempat semula.
Hoa Pek Tuo jadi terkesiap hatinya melihat Pek In Hoei sama
sekali tak terluka oleh pukulan yang ia lancarkan, melihat sikap
lawannya yang begitu mengerikan, bahkan pedangnya telah diangkat
ke udara siap melancarkan serangan balasan pecahlah nyalinya, tanpa
mempedulikan keadaan di sekelilingnya lagi ia putar badan dan kabur
dari situ.
"Aaaah...!" belum lama bayangan tubuh Hoa Pek Tuo lenyap dari
pandangan Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei berseru
tertahan ia muntah darah segar lalu mundur ke belakang dengan
sempoyongan, akhirnya roboh terjengkang ke atas tanah dan jatuh tak
sadarkan diri.
********

Suara derap kaki kuda yang santer bergema memecahkan


kesunyian yang mencekam di seluruh jagad, seekor kuda berwarna
abu-abu dengan langkah yang tetap bergerak menuju ke arah benteng
keluarga Lu yang jauh terbentang di depan mata...
Memandang benteng Lu Kee cay yang sudah makin mendekat,
Lu Kiat merasa hatinya jadi amat lega, ia tarik napas panjang-panjang
lalu menepuk kepala kudanya sambil berbisik :
"Sahabat tua, sepanjang perjalanan kau pasti amat menderita
bukan?? Seandainya kau tidak lari dengan cepat mungkin paling cepat
besok siang kita baru akan tiba di rumah, waktu itu semuanya akan
jadi terlambat..."
Ia memandang sekejap Pek In Hoei yang jatuh tak sadarkan diri
dalam pelukannya, senyuman lega menghiasi bibirnya, sambil tertawa
gumamnya seorang diri :
"Nasibmu terlalu baik, bila satu jam lebih lambat aku tiba di sana
mungkin kau telah menyusul arwah jago muda dari Mongolia itu

786
IMAM TANPA BAYANGAN II

menuju ke alam baka, untuk selamanya tak akan bisa memandang


dunia yang indah ini lagi..."
Ia sendiri pun tak tahu mengapa dia bisa menaruh perhatian yang
khusus tentang mati hidup seorang jago yang masih asing baginya,
bahkan suatu ketika orang ini pernah dipandangnya sebagai musuh
yang hendak dilenyapkan, tapi sekarang bukan saja ia tak jadi
membunuh dirinya alahan menyelamatkan jiwanya dari ancaman
bahaya maut. Peristiwa semacam ini bagi Lu Kiat yang namanya
sudah tersohor di seluruh kolong langit boleh dibilang merupakan
suatu kejadian yang luar biasa...
Derap kaki kuda bergema memecahkan kesunyian dan mengetuk
dalam-dalam di hati kecilnya, dengan alis berkerut Lu Kiat
memandang sekejap awan yang kelabu kemudian berpikir di dalam
hati :
"Apa yang harus kukatakan setibanya di rumah?? Ayah dan ibu
pasti akan menanyakan asal usul dari Pek In Hoei, bila kukatakan dia
adalah sahabatku, ayah serta ibu pasti akan menegur diriku karena aku
membawa orang asing pulang ke rumah... Ayah dan ibu paling benci
melihat orang lain yang tak dikenal oleh mereka berkunjung ke
rumah... lalu apa yang mesti kukatakan...??"
Baru saja ingatan itu berkelebat lewat dari dalam benaknya,
pohon kecil di depan rumahnya telah nampak di depan mata, di
belakang pohon itu adalah sebuah bukit kecil, meskipun bukit itu
tidak angker tapi rumahnya didirikan tetap di bawah kaki bukit
tersebut, berhubung mereka semua dari keluarga Lu maka orang-
orang menyebut tempat itu sebagai Lu kee cay benteng keluarga Lu.
"Oooh... Lu kongcu telah pulang?" pelayan tuanya A-Hok yang
berdiri di bawah pohon berteriak kegirangan, dengan langkah lebar
orang tua itu segera lari masuk ke dalam rumah untuk mewartakan
kedatangannya.

787
Saduran TJAN ID

Bagian 34
SETELAH melewati sebuah jembatan kecil, akhirnya tibalah pemuda
itu di depan pintu rumahnya, dua orang pria baju hitam dengan sikap
yang tegap berdiri di depan pintu, Lu Kiat segera membopong Pek In
Hoei dan loncat turun dari kudanya, lalu serahkan binatang itu pada
dua orang pria tadi.
Sebelum pemuda itu melangkah masuk ke ruang, seorang nona
cilik dengan mata yang jeli dan pipi yang merah dengan rambut
dikepang dua lari menyongsong kedatangannya.
"Toako, apa yang hendak kau lakukan??" terdengar gadis cilik itu
menegur dengan nada tercengang, "Kau toh sudah tahu bahwa ayah
serta ibu paling benci melihat orang asing? Kenapa kau pulang dengan
membopong pria ini? Apa kau tidak takut dicaci maki oleh ayah dan
ibu..."
"Adikku, orang ini sudah terkena pukulan beracun, jiwanya
terancam bahaya dan kemungkinan besar bakal menemui ajalnya,"
kata Lu Kiat sambil tertawa getir, "Aku sebagai sahabat karibnya
masa tega melihat ia mati tanpa ditolong..."
"Waaah kalau begitu keadaannya maka lebih sulit lagi," ujar
gadis cilik itu sambil tertawa ringan, "obat penawar racun dari
keluarga Lu kita selamanya tidak bisa dibagi-bagikan untuk orang
luar, bila kau berani masuk ke rumah dengan tingkah laku yang
demikian gegabah, kemungkinan besar kau bakal dimaki habis-
habisan..."
"Aku tak mau ambil peduli urusan yang tak berguna seperti itu,"
kata Lu Kiat sambil gelengkan kepalanya, "keselamatan jiwa orang
ini terancam mara bahaya, bila aku tak berhasil menyelamatkan
dirinya dari cengkeraman elmaut, bukankah sia-sia belaka aku hidup
di kolong langit sebagai manusia..."
Gadis cilik ini bukan lain adalah Lu Siau Hun adik kandung Lu
Kiat yang paling dimanja oleh orang tua mereka, ketika melihat

788
IMAM TANPA BAYANGAN II

kakaknya bersikeras hendak membawa masuk Pek In Hoei ke dalam


ruangan, ia segera perlihatkan muka setan sambil berseru :
"Kalau memang begitu masuklah untuk beradu nasib, aku sih tak
mau mencampuri urusanmu!"
Lu Kiat melanjutkan kembali perjalanannya masuk ke dalam
ruangan, setelah melewati sebuah serambi panjang sampailah dia di
sebuah ruangan yang amat besar, seorang perempuan tua yang
rambutnya telah beruban semua berdiri di depan pintu dengan wajah
serius, ketika melihat pemuda itu melangkah masuk ke dalam
ruangan, ia segera menegur :
"Anak Kiat kenapa kau telah melupakan peraturan keluarga..."
"Mak inang, di mana ibuku?? Dapatkah undang dia orang tua
keluar..." seru Lu Kiat cepat.
Pelayan tua yang sejak kecil sudah merawat Lu Kiat bagaikan
putranya sendiri ini diam-diam menghela napas setelah menyaksikan
sikapnya yang gugup, setelah termenung sebentar akhirnya ia berkata
:
"Baiklah, akan kuundang majikan untuk keluar..."
Lama sudah perempuan tua itu masuk ke dalam namun belum
juga muncul kembali, lama kelamaan Lu Kiat tak kuasa menahan diri,
hampir saja ia hendak menerobos masuk sendiri ke dalam ruangan.
Ketika ia sedang membaringkan tubuh Pek In Hoei di atas sebuah
kursi, suara langkah kaki berkumandang datang, ketika pemuda itu
berpaling tampaklah ibunya di bawah iringan dua orang dayang kecil
perlahan-lahan munculkan diri dari balik pintu.
Perempuan berusia setengah baya itu mempunyai dandanan yang
sangat agung dengan pandangan mata yang tajam.
Lu Kiat buru-buru maju memberi hormat sambil sapanya :
"Ibu!"
Lu Hujin mendengus dingin, ia melirik sekejap Pek In Hoei yang
jatuh tak sadarkan diri itu, kemudian menegur :
"Siapakah orang itu?"

789
Saduran TJAN ID

"Dia adalah sahabat karibku, meskipun baru pertama kali kita


saling bertemu tetapi sikapnya yang gagah dan jujur tidak mirip
kawanan sesat ini membuat aku jadi kagum kepadanya, lagi pula di
dalam dunia persilatan orang ini mempunyai nama besar yang amat
disegani orang!"
"Hmmm! Aku sedang tanya siapakah dia? Berasal dari perguruan
mana?" seru Lu Hujin dengan suara ketus, "Anak Kiat mengapa kau
begitu tak tahu diri? Kita keluarga Lu sengaja hidup mengasingkan
diri di tempat ini bukanlah tidak lain karena ingin menghindari
berhubungan dengan orang Bu lim? Apakah kau tak tahu kesusahan
serta penderitaan ibumu selama banyak tahun? Sekarang aku harap
kau segera juga menghantar ia keluar dari tempat ini..."
"Ibu! Hal ini mana boleh jadi?" seru Lu Kiat dengan hati cemas,
"Jiwanya sedang terancam mara bahaya dan sebentar lagi mungkin
saja jiwanya bakal melayang, kita keluarga Lu toh suatu keluarga
yang hidup berdasarkan peri kemanusiaan, kenapa kita tak mau
ulurkan tangan menolong orang yang sudah hampir mati ini..."
"Hmmm! Kau hanya tahu bertindak sebagai seorang pendekar,
menolong yang lemah menindas yang kuat, tapi kau tak memahami
liciknya hati manusia dalam dunia persilatan, kau tak kenal kebuasan
serta kekejaman hati manusia... terhadap asal usul dari orang ini toh
kau tidak tahu sama sekali? Kenapa kau tolong dirinya? Siapa tahu
kalau orang ini adalah mata-mata yang sengaja dikirim pihak lawan
untuk menyusup ke dalam keluarga kita..."
"Tentang soal itu ibu boleh berlega hati," sahut Lu Kiat sambil
menggeleng, "kali ini aku mendapat undangan dari Hoa Pek Tuo
ketua perkampungan Thay Bie San cung untuk bersama-sama
menghadapi seorang jago lihay dari kalangan hitam, semula aku
terpikat oleh pancingannya yang manis dan memikat hati itu sehingga
hampir saja aku hendak bergebrak melawan saudara ini, kemudian
aku segera merasakan bahwa Jago Pedang Berdarah Dingin
mempunyai wajah yang gagah dan sedikit pun tidak mirip orang jahat,

790
IMAM TANPA BAYANGAN II

sampai di tengah jalan aku segera menghindarkan diri dari kalangan


pertarungan... tak tahunya dalam pertempuran tersebut saudara ini
telah kena dihantam oleh Hoa Pek Tuo hingga terluka parah..."
"Apa?? kau bergaul dengan Hoa Pek Tuo?" seru Hujin dengan
wajah berubah hebat.
Lu Kiat tertegun lalu menjawab:
"Aku sama sekali tidak mempunyai ikatan persahabatan dengan
dirinya, aku tidak lebih hanya kenal saja?"
"Hmmmm! Makin lama kau semakin tak becus!" maki Lu Hujin
sambil mendengus, "tahukah kau bahwa Hoa Pek Tuo adalah seorang
manusia licik yang berhati keji? selamanya ia bunuh orang tanpa
kelihatan darah mengalir, sudah banyak tahun ia bikin keonaran di
dalam dunia persilatan, dengan aku pun pernah terjadi bentrokan yang
sengit, sungguh tak nyana kau bisa bergaul dengan manusia macam
itu, ditinjau dari sini aku bisa menarik kesimpulan bahwa selama
banyak tahun berkelana di dalam dunia persilatan, kau pasti tidak
memiliki pamor yang baik. Aaai...! aku tak pernah menyangka kalau
dari keluarga Lu kita bakal muncul seorang keturunan yang tolol dan
tak berguna macam dirimu itu."
"Ibu!" teriak Lu Kiat dengan wajah berubah hebat karena
ketakutan, "Aku mengaku salah, lain kali aku pasti tak akan
berhubungan dan bergaul dengan manusia semacam ini."
Air muka Lu Hujin perlahan-lahan berubah jadi lunak kembali,
sambil menghela napas panjang katanya:
"Kalau kau sudah mengerti salah itulah bagus sekali kau mesti
tahu banyak jebakan yang terdapat di dalam dunia persilatan, asal
kurang berhati-hati bertindak niscaya akan terjerumus ke dalam siasat
licik orang lain. Nah sekarang urusan sudah jadi jelas, hantarlah
dahulu orang ini keluar dari perkampungan, ibu akan menantikan
dirimu disini!"
Lu Kiat tertawa getir.

791
Saduran TJAN ID

"Ibu, sekalipun kita tak dapat menahan dirinya untuk berdiam


disini, sedikit banyak kita pun tak dapat menghantar dia keluar dari
kampung dalam keadaan begini, ananda tiada permintaan lain kecuali
berikanlah orang ini sebutir pil pemunah racun, setelah orang ini sadar
kembali dari pingsannya aku pasti akan menghantar dia keluar dari
Sini!"
"Oooh.... hal ini semakin tak dapat kita lakukan," kata Lu Hujin
sambil menggeleng lagi," obat mujarab dari keluarga Lu kita sejak
dahulu kala hingga kini selamanya tak pernah dihadiahkan untuk
orang luar, orang ini toh tiada hubungan sanak atau keluarga dengan
dirimu, mana boleh kau obati orang lain secara sembarangan dengan
obat mujarab tersebut..."
"Tapi Pek In Hoei toh bukan orang luar... " seru Lu Kiat amat
gelisah.
"Air muka Lu Hujin berubah hebat, seakan-akan dadanya
terhantam oleh martil yang amat berat tiba-tiba sekujur tubuhnya
gemetar keras dan ia berdiri menjublak di tempat semula tanpa
berkata-kata.
Menyaksikan keadaan dari ibunya itu Lu Kiat mengira
perkataannya telah melukai hati ibunya, karena ketakutan tubuhnya
jadi gemetar keras, dengan ketakutan segera serunya:
"Ibu! Ananda tahu salah, aku tidak seharus membuat ibu jadi
demikian gusarnya..."
Namun Lu Hujin tetap berdiri kaku seolah-olah ia tak mendengar
sama sekali terhadap ucapan dari putranya itu, dengan bibir yang
putih tak berdarah gumamnya seorang diri:
"Angin taupan berhembus kencang awan putih terbang di
angkasa..." dengan suara gemetar ia bertanya:
"Anak Kiat apakah dia she Pek??"
"Sedikit pun tak salah, julukannya adalah Jago Pedang Berdarah
Dingin namanya adalah Pek In Hoei!"

792
IMAM TANPA BAYANGAN II

Lu Hujin berdiri termangu-mangu sambil memandang tempat


kejauhan tanpa berkedip di depan pandangan seakan-akan terlintas
suatu pemandangan yang aneh, lama sekali ia baru bergumam lagi:
"Mungkinkah kesemuanya ini sungguh-sungguh terjadi??"
Ketika ia menyadari akan sikapnya yang salah itu air mata telah
mengembang di ujung kelopak matanya buru-buru ia hapus air mata
yang menetes membasahi pipinya, lalu kepada yang kecil yang berdiri
di sisinya ia berkata:
"Siao Ing, ambillah kotak obatku dan bawalah kemari!"
"Ibu kau hendak menolong jiwanya??" seru Lu Kiat dengan nada
tertegun.
"Benar aku harus menyelamatkan jiwa orang ini," jawab Lu hujin
dengan sedih, "sebab ia mempunyai hubungan yang erat sekali
dengan keluarga kita!"
"Ibu, aku tidak mengerti akan perkataanmu itu!"
Lu Hujin tertawa getir.
"Sekarang mungkin kau tak akan mengerti, di kemudian hari
suatu ketika kau akan mengetahui dengan sendirinya..."
Tidak selang beberapa saat kemudian ke-dua orang dara yang
cilik itu telah balik kembali sambil membawa sebuah kotak obat yang
mungil dan indah sekali bentuknya. Lu Hujin segera membuka
penutup kotak tadi dan ambil keluar sebutir pil berwarna merah darah
kemudian dijejalkan ke dalam mulut Pek In Hoei. Setelah itu dengan
sikap yang tegang ia memeriksa keadaan luka yang diderita si anak
muda itu, helaan napas panjang berkumandang memecahkan
kesunyian yang mencekam sekitar tempat itu.
"Ibu apakah dia masih ada harapan untuk selamat??" bisik Lu
Kiat dengan suara yang amat lirih.
"Ehmmm... ! Ilmu pukulan Jit-tok-ciang yang dipelajari Hoa pek
Tuo belum berhasil dikuasai sepenuhnya, sehingga dalam serangan
yang ia lancarkan itu belum berhasil memaksa racun pukulannya
menyusup ke dalam urat nadinya, oleh karena itulah daya kerjanya

793
Saduran TJAN ID

agak terlambat, sedang dalam pengobatan pun kita tak usah


membuang tenaga terlalu banyak. Untung Pil penolak racun dari
keluarga Lu kita adalah nomor satu di kolong langit, seandainya tiada
bantuan dari obat mujarab ini niscaya ia bakal jadi cacad untuk
selamanya."
"Ooooh.....! Waktu itu aku merasa muak dan tak senang hati
karena Hoa Pek Tuo hendak mencari kemenangan dengan andalkan
jumlahnya yang amat banyak, diam-diam aku menyusup masuk
kembali ke istana bawah tanah dan menolong dirinya keluar dari situ,
mungkin Hoa Pek Tuo mengira dia sudah mati, kalau tidak tak
mungkin bajingan tua itu akan membiarkan dirinya tetap berbaring di
situ."
"Tahukah kau Pek In Hoei berasal dari mana??" tanya Lu Hujin
kemudian dengan suara hambar.
Lu Kiat tertawa:
"Anak murid partai Thiam cong, hanya dia seorang yang berani
berkelana di dalam dunia persilatan, menurut berita yang sempat
kudengar katanya di dalam pertemuannya dengan para jago lihay dari
pelbagai partai besar yang ada di wilayah selatan, ia berhasil
membangun kembali partai Thiam-congnya yang telah runtuh
sehingga dihormati dan disegani orang lagi, karena itulah nama besar
jago pedang berdarah dingin dianggap sebagai jago pedang nomor
dua di kolong langit setelah urutan nama besar dari Cia Ceng Gak..."
"Jago pedang nomor dua?" seru Lu Hujin dengan nada bangga,
"tidak aneh kalau Hoa Pek Tuo terpaksa harus mengumpulkan jago
lihay yang begitu banyaknya untuk bersama-sama menghadapi
dirinya, rupanya ia takut meninggalkan bibit bencana baginya di
kemudian hari. Aaai . . . tetapi dalam kenyataan ia memang seorang
jago berbakat aneh yang jarang sekali ditemui dalam kolong langit..."
Dengan penuh kasih sayang dan rasa kasihan, Lu Hujin melirik
sekejap ke arah Pek In Hoei, nampaklah ketika itu ia telah
menggerakkan tubuh dan perlahan-lahan membuka matanya kembali.

794
IMAM TANPA BAYANGAN II

Melihat Lu Kiat berdiri berdampingan dengan seorang


perempuan setengah baya yang berwajah ramah di hadapan mukanya
Pek In Hoei yang baru saja mendusin dari pingsannya kelihatan agak
tertegun kemudian sambil bangkit untuk duduk tegurnya:
"Lu-heng di manakah ini?"
"Pek-heng, harap jangan sembarangan bergerak dulu," seru Lu
Kiat sambil membimbing tubuhnya, tempat ini adalah rumahku,
memandang kau sebagai sesama sahabat Bu-lim, ibuku telah
menghadiahkan sebutir pil penolak racun kepadamu... di tempat ini
kau dapat beristirahat dengan tenang sambil merawat lukamu itu..."
"Ooooh... terima kasih atas budi kebaikan Lu-heng serta Lu
Hujin..."
Lu Hujin tetap membungkam dalam seribu bahasa, biji matanya
memancarkan serentetan cahaya yang sangat aneh, ia menatap wajah
jago pedang berdarah dingin tanpa berkedip, ia merasa bocah itu
banyak kemiripannya dengan Pek Tiang Hong, kegagahannya mirip
sekali dengan bapaknya di kala masih muda.
"Nak, apakah ibumu masih hidup dalam keadaan sehat
walafiat?..." tegurnya dengan suara terharu...
Jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei berdiri tertegun, ia tak
mengira kalau Lu Hujin bakal mengajukan pertanyaan seperti itu,
sejak ia tahu urusan belum pernah pemuda itu bertemu dengan ibu
kandungnya karena itu setelah menginjak dewasa dalam benaknya
belum pernah terlintas bayangan mengenai ibunya, hatinya jadi sedih
dan luka yang pernah membekas dalam sanubari sewaktu kecil segera
muncul kembali...
Ia pernah bertanya kepada ayahnya kemana perginya ibu yang
tercinta, setiap kali ia ajukan pertanyaan itu Pek Tiang Hong selalu
menunjukkan sikap serba salah, bila terdesak hingga kehabisan akal
setiap kali ayahnya berkata bahwa ibunya mati sewaktu melahirkan
dirinya...

795
Saduran TJAN ID

Air mata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi pipi Pek In


Hoei, katanya dengan nada sedih :
"Ibuku telah meninggal dunia..."
"Ayahmukah yang memberitahukan berita tersebut kepadamu?"
seru Lu hujin dengan badan gemetar keras.
Pek In Hoei tertegun, setelah termenung sejenak katanya:
"Cianpwee, rupanya banyak urusan tentang keluarga Pek kami
yang kau ketahui?"
"Aaai... nak, aku dengan ayah ibumu adalah sahabat karib, semua
kejadian yang menimpa keluargamu sebagian besar kuketahui dengan
jelas... tahukah kau bahwa ibumu masih hidup dalam keadaan sehat
walafiat di kolong langit..."
"Apa?" jerit Pek In Hoei dengan nada terperanjat, "ibuku masih
hidup di kolong langit???"
Kabar ini munculnya terlalu tiba-tiba membuat Pek In Hoei
hampir saja tidak percaya bahwa apa yang didengar merupakan suatu
kenyataan, dengan pandangan bimbang ia awasi wajah Lu Hujin,
bibirnya bergetar keras namun tak sepatah kata pun yang mampu
diucapkan keluar.
Lama... lama sekali ia baru bertanya dengan suara gemetar:
"Dimana cianpwee, katakanlah kepadaku sekarang ibuku berada
di mana?"
"Nak, sebenarnya aku tak pantas memberitahukan persoalan ini
kepadamu..." ujar Lu hujin sambil menggeleng, "tetapi persoalan itu
sudah belasan tahun lamanya mengganjal dalam hatiku, kalau tidak
kukatakan rahasia tersebut aku merasa amat berdosa dengan ibumu..."
"Cianpwee, sebenarnya apa yang telah terjadi? Kenapa ayahku
belum pernah memberitahukan soal ini kepadaku???"
Lu hujin menghela napas panjang, ia seakan-akan sedang
mengenang kembali peristiwa yang telah lampau... kemudian sambil
membereskan rambutnya yang kusut ia berkata :

796
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Peristiwa ini harus diceritakan sejak ayahmu kawin dengan


ibumu, setelah menikah orang tuamu hidup dalam suasana yang
penuh bahagia, mereka saling cinta mencintai satu sama lainnya,
membuat hingga banyak pasangan muda merasa iri, mungkin thian
memang ada maksud untuk membubarkan hubungan mereka berdua
kendati sudah kawin tiga tahun tetapi ibumu masih belum juga
mengandung, ketika itu ibumu telah mengunjungi banyak tabib
kenamaan untuk peroleh pengobatan, ia berusaha untuk mendapat
tahu penyakit apakah yang sedang diderita, setelah mendapat
pemeriksaan dari beberapa orang tabib sakti akhirnya barulah
diketahui bahwa ibumu mandul, ia tak mungkin bisa melahirkan anak
untuk selamanya..."
"Mandul? Tak bisa punya anak?" tanya Pek In Hoei tercengang,
"kalau ibuku tak dapat melahirkan anak, lalu bagaimana mungkin aku
bisa dilahirkan..."
Lu Hujin melirik sekejap ke arahnya, lalu menjawab :
"Urusan ini hanya diketahui oleh ibumu seorang, ia terlalu
mencintai ayahmu dan ia tak tega menyaksikan ayahmu menderita
siksaan batin karena tak punya anak, seringkali ia berusaha keras
untuk memancing kegembiraan dari ayahmu... ketika itu Pek Tiang
Hong masih belum tahu kalau istri kesayangannya tak mungkin bisa
melahirkan lagi, dalam hati kecilnya masih terlintas satu harapan,
mungkin harapan yang muncul dalam hati kecilnya terlalu besar maka
akibatnya pukulan batin yang dirasakan olehnya amat berat pula..."
Ia berhenti sejenak, kemudian terusnya :
"Ketika ibumu melihat Pek Tiang Hong sangat berharap bisa
mempunyai anak, ia jadi tak berani mengatakan bahwa dirinya
mandul dan tak mungkin bisa punya anak lagi, dalam keadaan hati
yang tertekan akhirnya ia berhasil menemukan satu akal bagus, ia
pura-pura berlagak seakan-akan dirinya sedang mengandung, waktu
itu ayahmu benar-benar nampak kegirangan, setiap hari ia selalu
muncul dengan wajah berseri-seri... mimpi pun ia tak pernah

797
Saduran TJAN ID

menyangka kalau ada seseorang yang secara sembunyi-sembunyi


merasa sedih hati, orang yang patut dikasihani itu bukan lain adalah
ibumu, ia menyadari bahwa rahasia ini tak bisa dikelabui terlalu
lama... dalam keadaan pusing kepala akhirnya ia mengusulkan kepada
ayahmu untuk hidup berpisah, alasannya ibumu takut kandungannya
goncang hingga mengalami keguguran, Pek Tiang Hong yang sangat
berharap bisa mendapat putra tentu saja segera menyanggupi
permintaannya itu..."
"Ibu!" sela Lu Kiat dengan nada tak mengerti, "persoalan apa pun
bisa dipalsukan, tetapi urusan punya anak tak mungkin bisa
dipalsukan, seandainya sudah sampai waktunya dan ia belum berhasil
juga melahirkan anak, bukankah waktu itu..."
"Perkataanmu sedikit pun tidak salah," kata Lu Hujin sambil
menghela napas panjang, "dalam sedih dan murungnya adikku itu
segera berangkat kemari menggunakan kesempatan di kala Pek Tiang
Hong sedang kembali ke dalam perguruannya, diam-diam mengajak
aku merundingkan persoalan ini serta berusaha untuk mencari jalan
keluar untuk memecahkan kesulitan ini, sungguh kebetulan sekali di
tempat ini ada seorang perempuan sedang mengandung tua, karena
anaknya sudah terlalu banyak dan kehidupannya amat sengsara ia rela
menyerahkan putra yang bakal dilahirkan itu kepada orang lain!"
Berbicara sampai di sini ia berhenti sebentar dan melirik ke arah
Pek In Hoei, lalu terusnya :
"Untuk memenuhi dari ayahmu itu maka ibumu lantas mengajak
perempuan itu untuk berunding, ia berharap setelah anak itu
dilahirkan se era dikirim ke rumah Pek. Tentu saja perempuan itu
menyanggupi dengan senang hati, lewat tiga bulan kemudian
perempuan itu benar-benar telah melahirkan seorang anak lelaki dan
bayi itu segera diserahkan kepada ibumu. Maka ibumu pun segera
berpura-pura melahirkan, ternyata sandiwaranya itu berhasil
mengelabui ayahmu, waktu itu Pek Tiang Hong segera mengadakan

798
IMAM TANPA BAYANGAN II

perjamuan besar untuk merayakan kejadian yang maha besar itu


bahkan memberi pula nama Pek In Hoei kepada bayi lelaki tadi!"
"Aah...! Jadi bocah lelaki itu adalah aku?" seru Pek In Hoei
tertahan.
"Sedikit pun tidak salah!" jawab Lu Hujin sambil tertawa getir,
"bila kau akan merasa pula bahwa siksaan batin yang terberat bagi
seorang perempuan adalah kemandulan yang membuat ia tak dapat
melahirkan anak, penderitaan semacam ini tak dapat dirasakan oleh
siapa pun juga..."
"Sebenarnya rahasia ini tak diketahui oleh siapa pun jua, ibumu
mengira perbuatannya sanggup mengelabui ayahmu untuk
selamanya, siapa sangka bencana muncul dari langit, sepatah kata-
kata yang muncul tanpa sengaja membuat mereka berdua jadi cekcok
sehingga akhirnya terjadilah persoalan ini..."
"Aaaah... kenapa? Apakah Pek Tiang Hong mengetahui akan
rahasia ini??" seru Lu Kiat tertahan.
"Tidak, sebenarnya Pek Tiang Hong tak tahu akan rahasia ini,
suatu malam ketika sepasang suami istri itu sedang bercakap-cakap di
dalam kebun bunga, adikku itu merasa bahwa perbuatannya amat
tidak pantas, ia anggap di antara suami istri seharusnya tak boleh ada
urusan yang saling merahasiakan, akhirnya ia pun lantas
menceritakan duduk perkara yang sebenarnya, setelah Pek Tiang
Hong mengetahui akan peristiwa ini hawa amarahnya seketika
berkobar, malam itu juga terjadi percekcokan yang sangat ramai
membuat adikku itu akhirnya meninggalkan rumah dan untuk
selamanya tidak kembali lagi..."
Pek In Hoei berdiri menjublak mendengar kisah cerita tersebut,
bagaikan disambar petir di siang bolong ia berdiri menjublak tanpa
berkutik barang sedikit pun jua, air mata jatuh berlinang membasahi
pipinya, ia tak berani mempercayai kejadian itu, ia pun tidak percaya
kalau asal usulnya begitu rumit dan di luar dugaan, tetapi kenyataan
sudah di depan mata, tak mungkin Lu Hujin menceritakan kisah

799
Saduran TJAN ID

tersebut tanpa didasari alasan yang kuat, maka kendati ia tak mau
percaya pun terpaksa harus mempercayainya juga.
"Sekarang ibuku berada di mana?" bisik Pek In Hoei sambil
menahan air mata yang jatuh bercucuran.
"Setelah ibumu berlalu dalam kesedihan, ia cuku rambut jadi
nikouw dan akan mengasingkan diri dari pergaulan dunia ramai, Pek
Tiang Hong jadi menyesal hati setelah mengetahui kejadian ini, ia
merasa tidak sepantasnya persoalan kecil yang sama sekali tak ada
artinya itu diurusi, maka pada malam itu juga ia berangkat mencari
ibumu, tetapi ibumu keburu sudah ditangkap pergi oleh seorang
musuh besar dari ayahmu, sejak peristiwa itulah hingga kini kabar
beritanya lenyap tak berbekas..."
"Siapakah orang itu?" tanya Pek In Hoei dengan hati bergetar
keras.
Lu Hujin tertawa getir.
"Setelah aku melakukan penyelidikan yang seksama selama
banyak tahun dengan susah payah perbuatan itu ternyata adalah hasil
perbuatan dari pemilik Kiam poo, berhubung tingkah laku orang-
orang benteng pedang di dalam melakukan tugasnya sangat rahasia
dan jarang sekali berhubungan dengan orang-orang kangouw maka
jarang sekali jago Bu lim yang mengetahui tentang manusia pemilik
dari benteng Kiam poo ini, sebaliknya aku meski ada niat pergi
menolong jiwa ibumu, sayang sekali tenagaku masih tak cukup untuk
bertindak secara gegabah... maka aku pun terpaksa membungkam
diri..."
"Benteng Kiam poo...! benteng Kiam poo..." bisik Lu Kiat
dengan wajah tertegun, "rasanya aku pernah mendengar akan nama
ini... tapi kapan? Dan di mana????"
"Lu heng!" seru Pek In Hoei dengan penuh emosi, "tolong
selidikilah di mana letaknya benteng Kiam poo itu? Aku ingin
menolong ibuku dalam waktu yang sesingkat-singkatnya... aku rasa
dia orang tua sudah cukup lama hidup dalam kesengsaraan..."

800
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Nak kau tak boleh bertindak secara gegabah," hibur Lu Hujin


sambil gelengkan kepalanya berulang kali, "orang-orang di dalam
benteng Kiam poo memiliki rangkaian ilmu silat yang sangat lihay
dan ampuh sekali, meskipun Pek Tiang Hong memiliki keberanian
yang luar biasa pun hampir boleh dibilang ia tak berani menyerbu ke
dalam benteng secara gegabah, aku lihat lebih baik nantikanlah
hingga kesempatan yang sangat baik telah tiba!"
"Oooh... apakah ayahku tidak tahu kalau ibuku berada di dalam
benteng Kiam poo?"
Lu hujin menghela napas panjang.
"Aaai... kabar berita ini pernah tersiar ke dalam telinganya, tetapi
ia tak punya jalan yang baik untuk membuktikan kebenaran dari berita
tersebut, berhubung ilmu silat yang dimiliki pihak lawan terlalu lihay,
maka Pek Tiang Hong sendiri pun tak berani menerjang masuk ke
dalam benteng yang serba misterius itu secara gegabah."
Sorot matanya dengan tajam menatap pemuda itu, setelah
berhenti sebentar, tanyanya kembali:
"Apakah ayahmu masih hidup dengan sehat walafiat?"
Sekujur tubuh Pek In Hoei gemetar keras, dalam benaknya
terlintas kembali bayangan pemandangan di kala ayahnya mati secara
mengerikan di puncak gunung Cing-shia, ia menggenggam
kepalannya kencang-kencang kemudian sahutnya dengan sedih:
"Ayahku teluh meninggal dunia."
"Apa?" jerit Lu Hujin terperanjat, "ayahmu telah menemui
ajalnya?"
Sorot mata berapi-api memancar keluar dari balik mata jago
pedang berdarah dingin Pek In Hoei, titik air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya, dengan penuh kepedihan ia merintih :
"Benar ayahku telah menemui ajalnya."
Lu Hujin menghela napas sedih, rasa pedih muncul dalam hati
kecilnya, setelah termangu-mangu sesaat lamanya ia berbisik:

801
Saduran TJAN ID

"Kejadian di dalam kolong langit memang sukar untuk diduga,


sungguh tak nyana seorang jago lihay yaug tersohor namanya di
kolong langit demikian cepatnya telah tutup usia, aaai... nak ilmu silat
yang dimiliki Pek Tiang Hong merupakan intisari dari pelajaran ilmu
silat partai Thiam cong tak mungkin ia tutup usia tanpa suatu
peristiwa..... "
"Aaaaai..." suara elahan napas berat bergema memenuhi seluruh
ruangan; dengan sedih Pek In Hoei mengangguk, "benar ayahku telah
dikerubuti banyak orang sewaktu ada di puncak gunung Cing-shia, ia
mati karena tak mampu menghadapi kerubutan orang yang jumlahnya
amat banyak."
"Oooh, apakah kau sudah selidiki siapa-siapa saja yang terlibat
dalam pengeroyokan itu ?"
Pek In Hoei menggeleng.
"Meskipun boanpwe berhasil merebut nama kosong di dalam
dunia persilatan tetapi terhadap teka teki yang menyelimuti soal
kematian ayahku hingga kini masih belum juga menemukan suatu
pertanda apa pun, kejadian ini kalau dibicarakan memang
menyedihkan, tetapi cara kerja yang dilakukan orang-orang itu amat
bersih dan rapi ternyata tiada jejak barang sedikit pun yang
tertinggal...."
"Hmmm !" Aku sih bisa menduga perbuatan siapakah itu..." seru
Lu Hujin sambil mendengus dingin.
"Siapa?" dengan emosi yang meluap-luap Pek In Hoei mencekal
lengan perempuan itu erat-erat, "cianpwe, beritahukanlah kepadaku
perbuatan siapakah itu ?"
Dengan pandangan dalam Lu Hujin menatap sekejap wajah
pemuda itu... kemudian menjawab dengan suara sedih:
"Benteng Kiam po, pastilah perbuatan dari mereka... In Hoee!
Ditinjau dari peristiwa ini kau harus melakukan suatu kunjungan ke
Benteng Kiam-poo, temukan dahulu ibumu... aku percaya dia pasti

802
IMAM TANPA BAYANGAN II

mengetahui akan persoalan ini... Nak ! Perlihatkanlah keberanianmu


untuk menghadapi kenyataan yang terbentang di depan mata."
"Aku tak peduli pukulan batin macam apa pun aku tetap akan
pergi ke sana."
"Nak! Sekarang pergilah beristirahat sejenak menanti lukamu
telah sembuh, berangkatlah mengunjungi Benteng Kiam-poo !"
"Baik... baik..." jawab jago pedang berdarah dingin dengan bibir
gemetar.
Dengan suara berat ia menghela napas panjang lalu geleng kepala
dengan penuh kepedihan, perlahan-lahan ia putar badan dan bergeser
dari situ... di bawah bimbingan seorang dayang berlalulah pemuda itu
dari ruangan tersebut.
Hanya di dalam beberapa menit yang singkat, jago muda yang
penuh kegagahan ini secara mendadak telah berubah jadi makin tua,
perasaan membuat ia jauh lebih loyo dan lunglai.
"lbu !" ujar Lu Kiat kemudian setelah bayangan punggung
Pek In Hoei lenyap dari pandangan, "dari mana kau bisa tahu
duduknya perkara demikian jelas ?"
Lu Hujin tak dapat membendung rasa sedihnya lagi dan menangis
tersedu-sedu, "Nak, akulah perempuan yang telah melahirkan
dirinya... Akulah ibu kandungnya," ujar nyonya iiu dengan suara
gemetar, "Anak Kiat, apakah kau masih belum tahu bahwa Pek In
Hoei sebetulnya adalah saudara kandungmu sendiri? Aaai...! Nak apa
yang harus kulakukan dalam persoalan ini !"
Dengan air mata bercucuran Lu Hujin mengangguk.
"Sekarang kau tentu sudah paham bukan? Setelah ia dilahirkan di
kolong langit maka aku memberi nama Pek In Hoei, sengaja
kucantumkan kata In agar aku selalu ingat padanya, tentang peristiwa
ini ayahmu mengetahui dengan jelas."
"Ibu kalau begitu sepantasnya kau beritahukan hal ini
kepadanya!" seru Lu Kiat dengan nada tegang.

803
Saduran TJAN ID

Namun Lu Hujin gelengkan kepala, "Tentang peristiwa ini aku


tak dapat memberitahukan kepadanya, ia sudah cukup menderita dan
tersiksa, anak Kiat kau adalah toakonya dalam urusan apapun juga
kau harus baik-baik merawat dirinya, dalam perjalanan menuju ke
benteng Kiam poo kali ini aku serahkan dirinya kepadamu, bila ia
mengalami suatu kejadian yang tidak diingini, aku akan minta
pertanggungan jawab darimu..."

804
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 32
LU KIAT mengangguk, baik... ibu, legakanlah hatimu, aku pasti tak
akan membiarkan adik In Hoei menderita kerugian......."
Dari dalam saku baju Lu Hujin ambil keluar sebilah pedang kecil
berwarna kuning emas yang panjangnya mencapai enam cun dan
diserahkan ke tangan Lu Kiat, pesannya:
"Benda ini merupakan benda tanda kepercayaan dari Benteng
Kiam-poo, bawalah benda itu siapa tahu suatu ketika akan
memberikan bantuan kepada kalian, setelah luka yang diderita Pek In
Hoei sembuh kalian boleh segera berangkat!"
Dengan perasaan berat Lu Kiat memeriksa pedang emas itu,
perasaannya tiba-tiba berubah tenang dan serius, dengan hati tak
tenang ia mengangguk.
********

Di bawah sorot cahaya sang surya yang amat panas, Lu Kiat serta
Pek In Hoei melakukan perjalanan dengan gerakan yang amat lambat,
waktu itu perasaan hati mereka berdua teramat berat den masingl-
masinglmemikirkan persoalan hatinya sendiri-sendiri.
Sejak diberitahu oleh Lu Hujin, maka Lu Kiat telah mengetahui
bahwa Pek In Hoei adalah adik kandungnya sendiri sebaliknya Pek In
Hoei masih tetap bingung dan tidak tahu duduk perkara yang
sebenarnya, ia merasa asal usulnya masih tetap merupakan suatu
tanda tanya yang amat besar.

805
Saduran TJAN ID

Sepanjang perjalanan Pek In Hoei hanya berharap bisa cepat-


cepat tiba di benteng Kiam poo serta berkumpul kembali dengan
ibunya, agar dari mulut ibunya ia berhasil menyelidiki sebab-sebab
kematian yang menimpa ayahnya, oleh sebab itu sepanjang perjalanan
ia selalu memaksa Lu Kiat untuk mempercepat langkah kakinya.
Sedangkan Lu Koat sendiri karena mengetahui betapa ketatnya
penjagaan di sekitar Benteng Kiam-poo dan mengetahui bahwa untuk
menyusup ke dalam benteng itu bukan suatu pekerjaan gampang,
sepanjang perjalanan selalu putar otak mencari cara yang baik untuk
memasuki benteng lawan, di samping mencari tahu pula kabar berita
tentang itu di sepanjang perjalanan.
Untung Lu Hujin telah memberi petunjuk yang cukup berharga
bagi mereka, hingga selama perjalanan mereka tidak sampai tersesat
salah ambil jalan.
Sepanjang jalan kabar berita yang mereka dapatkan semakin
banyak, ternyata di sekitar daerah situ sering muncul manusia-
manusia misterius yang amat aneh, mereka sering kali nampak kepala
tak nampak ekornya, meskipun sering kali muncul secara mendadak
tapi dengan cepat lenyap kembali secara tiba-tiba, hal ini membuat
orang merasa sulit membayangi jejaknya.
Tetapi ada satu hal yang cukup menggembirakan hati Lu Kiat,
yakni di atas dada orang-orang misterius itu ternyata bersulamkan
sebuah simbol pedang kecil berwarna perak bentuk serta besar
kecilnya persis seperti pedang pendek yang diserahkan Lu Hujin
kepadanya, dari tanda-tanda tersebut bisalah ditarik kesimpulan
bahwa Benteng Kiam-poo pasti terletak di sekitar daerah ini, atau
paling sedikit di tempat itu terdapat orang dari benteng Kiam poo.
Yang paling menggembirakan lagi bagi Lu Kiat adalah
terdapatnya sebuah tempat yang disebut Kiam-bun-kwan, katanya
dalam sebuah ruangan sembahyang khusus terdapat sebuah bilik
pedang yang terbuat dari batu granit yang keras.
Dalam hati kecilnya pemuda she Lu itu lantas berpikir :

806
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalau kudengar dari nama Kiam-bun-kwan tersebut agaknya


mengandung hubungan yang erat sekali dengan benteng Kiam poo,
mungkin saja setelah tiba di sana dengan gampang pula aku bisa
temukan tempat benteng tersebut."
Karena berpendapat demikian ia segera usulkan kepada Pek In
Hoei untuk berkunjung ke kiam-bun kwan lebih dahulu, siapa tahu di
tempat itu mereka akan berhasil menemukan suatu pertanda yang
mencurigakan.
"Lu toako, kalau memang demikian adanya ayolah kita percepat
perjalanan kita," seru Pek In Hoei sambil menyeka keringat yang telah
membasahi tubuhnya.
Lu Kiat tertawa hambar.
"Kenapa kita mesti terburu-buru? Kalau mau terburu-buru
rasanya juga tidak pantas dilakukan pada saat ini..."
Melihat sikapnya yang tenang-tenang saja itu Pek In Hoei tahu
sekalipun gelisah juga tak ada gunanya, terpaksa ia pun
mengendorkan pikirannya dan membuang seluruh ingatan dari dalam
benak.
Tetapi ketika ia teringat kembali bahwasanya ibunya sedang
menderita di dalam benteng Kiam poo, rasa kesal muncul kembali
dalam benaknya.
"Lu toako," serunya kemudian sambil menghela napas panjang,
"tahukah kau betapa sedih dan susahnya perasaan hatiku pada saat ini,
seandainya kau jadi diriku aku percaya sikapmu juga tak akan
seenteng dan seringan dirimu itu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... adik In Hoei, persoalan ini tak
dapat diselesaikan dengan kegelisahan hati," sahut Lu Kiat sambil
tertawa terbahak-bahak, "Bila kita terlalu gelisah, maka bukan saja
hal itu sama sekali tak ada gunanya bahkan malahan akan menggebuk
rumput mengejutkan ular..."
Ia memandang sekejap jalan raya yang terbentang di depan mata
kemudian melanjutkan :

807
Saduran TJAN ID

"Kiam-bun kwan segera akan kita capai, lebih baik kita


rundingkan kembali persoalan ini di tempat ini..."
"Biarlah... " ujar Pek In Hoei kemudian sambil diam-diam
menghela napas panjang, "kesemuanya baiklah Lu toako yang aturkan
buat diriku..."
Dua ekor kuda bergerak kembali ke arah depan meninggalkan
debu yang beterbangan di angkasa, di tempat kejauhan tampak
muncul sebuah loteng batu yang amat besar, loteng batu itu entah
didirikan sejak kapan, nampak tiang-tiangnya sudah lapuk semuanya,
di atas bangunan tertera tiga huruf yang amat besar dan nyata, tulisan
itu berbunyi, Kiam bun kwan.
Lu Kiat angkat kepalanya memandang sekejap ke-tiga huruf
besar itu, kemudian bergumam seorang diri.
"Di sinilah yang disebut Kiam bun kwan setelah lewat tempat ini
entah kita akan tiba di mana?"
Di tengah-tengah bangunan loteng tadi terdapat sebuah ruangan
terbuat dari batu granit yang bentuknya mirip sekali dengan sebuah
kursi, di atas batu berbentuk kursi itu tercantum beberapa huruf yang
berbunyi :
'Kursi kebesaran malaikat pedang'
Lu Kiat serta Pek In Hoei segera loncat turun dari atas kudanya,
setelah melihat-lihat sejenak keadaan di tempat itu mendadak timbul
niat Jago Pedang Berdarah Dingin itu untuk menempati batu
berbentuk kursi kebesaran itu, katanya :
"Toako, coba lihatlah bila aku duduk di sini mirip tidak dengan
seorang malaikat pedang."
Lu Kiat yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa terbahak-
bahak, sahutnya :
"Bagus sekali... bagus sekali... kau memang mirip sekali dengan
seorang malaikat pedang..."
Gelak tertawa yang amat keras ini dengan cepat mengejutkan
orang yang berada di dalam sebuah rumah makan tidak jauh dari

808
IMAM TANPA BAYANGAN II

bangunan batu itu, sorot mata mereka semua segera dialihkan ke arah
ke-dua orang pemuda itu, ada di antaranya yang menunjukkan sikap
tak senang hati tapi ada pula yang segera keluar dari ruang rumah
makan dan mendekati mereka berdua.
Orang pertama yang mendekat adalah seorang petani yang
membawa cangkul, usianya sudah lanjut dengan jenggot terurai
sepanjang dada, sambil menghampiri ke-dua orang itu serunya sambil
tertawa terbahak-bahak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... kursi kebesaran raja pedang sudah
hampir lima puluh tahun lamanya didirikan di tempat ini, namun tak
ada seorang manusia pun berani menempatinya, sungguh tak nyana
selama aku masih hidup ternyata masih mempunyai kesempatan juga
menyaksikan ada orang yang berani menempatinya, peristiwa ini
benar-benar merupakan suatu kejadian yang luar biasa sekali..."
Lu Kiat yang menyaksikan petani tua itu berwajah ramah dan
aneh tidak mirip manusia kurcaci yang berniat jelek, buru-buru
memberi hormat kepadanya sambil berseru :
"Maafkanlah kami loo tiang, saudaraku ini masih terlalu muda
dan suka bergurau, sekaligus ia sudah duduk sebentar di kursi
kebesaran itu namun sama sekali tidak bermaksud apa-apa, aku harap
loo tiang suka memandang di atas wajahku..."
Perkataan yang halus dan penuh mengandung kata-kata sopan ini
dalam anggapan Lu Kiat pasti akan berhasil menyelesaikan persoalan
itu, siapa tahu air muka petani tua itu tiba-tiba berubah hebat, serunya
dengan nada dingin :
"Aku lihat kalian berdua sama-sama menggembol pedang,
sikapnya gagah dan pastilah seorang ahli di dalam permainan ilmu
pedang, kalau tidak tak mungkin kalian berani memandang enteng
orang lain dan menduduki kursi kebesaran tersebut..."
"Loo tiang, ucapanmu itu terlalu berlebihan," bantah Lu Kiat lagi
setelah tertegun sejenak, "saudaraku ini tidak lebih hanya seorang
sastrawan, kali ini aku mengajak ia keluar rumah maksudnya bukan

809
Saduran TJAN ID

lain agar ia mendapat tambahan pengetahuan... siapa bilang kami


adalah jago-jago yang ahli dalam permainan ilmu pedang? Sedang
aku sendiri... aku pun sama sekali tak mengerti akan ilmu silat, pedang
yang sengaja kami gembol ini bukan lain hanya sebagai perhiasan saja
agar kami nampak jauh lebih keren... Loo tiang! Kau tok seorang yang
bijaksana, aku harap janganlah menyusahkan kami berdua lagi..."
"Mendengar perkataan itu, air muka petani tua itu perlahan-lahan
berubah jadi tenang kembali, ia mengangguk dan berkata :
"Kursi kebesaran bagi malaikat pedang adalah suatu kursi
kebesaran yang amat terhormat sekali, kalau memang saudaramu itu
berbuat silaf karena kurang pengalaman, baiklah untuk kali ini
perbuatannya bisa kami maafkan tetapi pedang panjang yang tersoren
pada punggung kamu berdua itu harus dilepaskan dan ditinggalkan di
atas kursi kebesaran tadi, setelah itu berlututlah di depan kursi itu dan
jalankan penghormatan sebanyak tiga kali, maka urusan pun boleh
dianggap beres..."
Air muka Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat sama-sama
berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, mereka tidak
menyangka kalau petani tua itu begitu tak tahu diri.
Pertama-tama Pek In Hoei yang tak kuat menahan diri, ia siap
mengumbar hawa amarahnya tetapi Lu Kiat segera mengedipkan
matanya dengan sikap yang sangat aneh..."
"Waaah...kalau itu permintaan loo tiang urusan jadi bertambah
sulit," katanya sambil maju ke muka, pedang mestika yang kami
miliki adalah pedang mestika pemberian orang tua kami, jangan
dibilang tinggalkan di tempat ini, sekali pun disuruh lepaskan pun tak
berani kami lakukan secara sembarangan. Sianseng! Permintaan yang
kau ajukan itu bukankah sama artinya sengaja hendak menyusahkan
kami berdua..."
"Berbuat demikian bukankah jauh lebih baik daripada jiwa kalian
berdua melayang dengan percuma??" hardik petani tua itu dengan
penuh kegusaran, "peduli pedang mestika yang kalian gembol itu

810
IMAM TANPA BAYANGAN II

pemberian dari siapa, pokoknya ini hari harus ditinggalkan di tempat


ini, di samping itu kalian pun harus berlutut dan minta maaf.. salah
satu saja di antara ke-dua syarat ini tidak kalian lakukan... Hmmm..."
dengan suara berat ia mendengus berat, lalu tambahnya:
"Kalian mesti tahu sikapku ini sudah terhitung cukup sungkan
bagi kalian berdua kalau berganti orang lain mungkin sejak tadi mayat
kalian sudah menggeletak di atas tanah dengan darah segar
menggenangi seluruh permukaan..."
"Waaah... waaah... syaratmu itu terlalu menyulitkan kami
berdua..." kata Lu Kiat kembali sambil gelengkan kepalanya,
"menyerahkan pedang serta berlutut minta maaf merupakan pekerjaan
yang paling sulit bagi kami berdua... sebab bagi kami berdua ke atas
hanya menyembah langit, ke bawah menyembah bumi, di rumah
menyembah orang tua, di tempat luaran kami tak sudi kalau disuruh
menyembah sebuah batu yang sama sekali tak punya otak..."
Diam-diam petani tua itu tertegun juga menyaksikan kekerasan
kepala ke-dua orang pemuda itu, meskipun di luaran ucapannya amat
serius dan bersungguh-sungguh namun di mukanya sama sekali tidak
menunjukkan perasaan jeri barang sedikit pun jua, segera katanya :
"Meskipun menyembah kepada batu bukan pekerjaan yang
enteng, tetapi toh hal itu lebih gampang daripada jiwa kalian berdua
melayang di ujung senjata..."
"Kami lihat lebih baik urusan ini diselesaikan dengan cara lain
saja, sebab kedua syaratmu itu tak mungkin bisa kami laksanakan..."
"Tidak bisa jadi," ngotot petani tua bersikeras dengan
pendiriannya, "syarat itu bisa bebas asal kamu sanggup
mendemonstrasikan sedikit kepandaian yang kalian miliki sehingga
kami merasa yakin bahwa kalian memang berhak untuk menduduki
kursi kebesaran tersebut..."
Sambil berkata napsu membunuh seketika menyelimuti seluruh
wajahnya, melenyapkan raut wajahnya yang saleh dan ramah itu.

811
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei melirik sekejap ke arah petani tua itu dengan


pandangan sinis, lalu tegurnya dengan nada mengejek :
"Apa yang harus aku lakukan hingga bisa dikatakan berhak? Dan
bagaimana pula dikatakan tak berhak?"
Sorot mata petani tua itu berkilat tajam, dengan nada misterius
sahutnya :
"Gampang sekali, di sini terdapat banyak orang yang pandai
menggunakan pedang, asal kalian sanggup memukul roboh semua
orang yang berada di sini, maka peristiwa itu kami sudahi sampai di
sini saja..."
Dengan pandangan tercengang ia melirik sekejap ke arah wajah
Jago Pedang Berdarah Dingin, lalu katanya kembali :
"Kalau kulihat potonganmu, rupanya kau punya sedikit simpanan
juga..."
Air muka Pek In Hoei berubah jadi amat dingin lagi ketus,
sahutnya :
"Soal belajar ilmu pedang, aku sih pernah belajar satu dua hari,
hanya saja pelajaran yang kudapat hanya berupa kembang biasa saja,
indah dipandang tak bagus dipergunakan, bila kau memang ingin
menyaksikan kebagusan kembangan tersebut, baiklah aku akan minta
petunjuk dari sianseng saja..."
Lu Kiat takut rahasia asal usul Jago Pedang Berdarah Dingin
ketahuan orang sehingga memancing datangnya kesulitan yang tidak
diinginkan, dengan perhitungan yang lain ia segera loncat maju ke
depan, serunya :
"Adikku, kita sedang berpesiar dan bukan keluar rumah untuk
bikin keonaran, dengan kepandaian silat yang kita miliki mana
sanggup untuk menandingi sianseng ini, aku lihat lebih baik
pertarungan ini dibatalkan saja..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... enak amat perkataanmu itu," ejek
sang petani tua itu sambil tertawa seram, "kau anggap hanya cukup
mengucapkan sepatah dua patah kata lantas urusan bisa diselesaikan

812
IMAM TANPA BAYANGAN II

dengan begitu saja? Hmmm... saudara cilik, Kiam bun kwan jauh
berbeda dengan rumahmu. Kalau kau ingin berlalu dari tempat ini
dengan begitu saja... lebih baik janganlah bermimpi di tengah siang
bolong..."
"Siapa sih nama besar sianseng ini?" tegur Lu Kiat sambil
memberi hormat, "kalau didengar dari ucapanmu, agaknya kau mirip
sekali dengan seorang Bu lim cianpwee."
"Sebutan Bu lim cianpwee sih tak berani kuterima, aku si orang
yang kerjanya bertani pernah beberapa waktu lamanya belajar
kembangan silat, orang-orang di tempat ini panggil aku si Cau cu Lia,
orang tua she Lie si tukang kayu, dan pernah pula berdagang kecil-
kecilan di tempat ini..."
Terkesiap hati Lu Kiat mendengar jawaban itu, dalam benaknya
terbayang kembali akan seseorang, diam-diam ia amati sejenak
bentuk tubuh orang itu, kemudian serunya :
"Cianpwee sungguh tak nyana sebutanmu yang khas pun telah
kau rubah sama sekali... seringkali aku dengar ayahku berkata bahwa
di dalam dunia persilatan terdapat seorang jago yang bernama Lie Ji
Liong, meskipun dandanannya juga dandanan seorang tukang
penebang kayu, tetapi sebenarnya dia adalah seorang jago pedang
kenamaan..."
Air muka penebang kayu she Lie itu kontan berubah hebat.
"Siapakah ayahmu? Bolehkah aku mengetahuinya?" ia berseru.
Lu Kiat segera menggeleng.
"Aku hidup sebagai putra seorang manusia tak berani secara
kurang ajar menyebut nama orang tuaku, lebih baik namanya tak usah
diungkap saja!!!" katanya.
"Hmmm! Sekalipun kau tak mau mengatakannya, aku juga punya
cara untuk mengetahui siapakah kau?" jengek penebang kayu she Lie
dengan suara dingin, "saudara cilik, aku si penebang kayu she Lie
bukan lain adalah Lie Jie Long, sekarang cabutlah pedangmu! Aku

813
Saduran TJAN ID

hendak paksa kau untuk memperlihatkan wujudmu yang sebenarnya


dalam tiga jurus..."
"Eeei... eiii.. hal ini mana boleh jadi," seru Lu Kiat sambil
goyangkan tangannya berulang kali, "aku betul-betul tak pandai
mempergunakan pedang!"
"Telur busuk! Ngaco belo tak karuan," bentak penebang kayu she
Lie dengan suara keras, "kalau kalian tak bisa bermain pedang apa
gunanya menggantungkan pedang di atas pinggang? Bukankah
dengan sengaja kalian sedang membohongi aku si orang tua? Saudara
cilik, aku tak ingin menggunakan kedudukanku yang lebih tua
menekan kalian yang lebih muda, lebih baik kau saja yang turun
tangan lebih dahulu..."
Air muka Pek In Hoei berubah hebat karena mendongkol setelah
mendengar desakan-desakan lawannya, dengan suara lantang ia
segera berseru :
"Toako, tua bangka sialan ini terlalu memuakkan hati, biar aku
yang memberi sedikit pelajaran kepadanya!"
Sreet... sekilas cahaya tajam bergeletar keluar dari ujung
pedangnya, setelah bergetar sebentar di tengah udara bayangan
pedang menggetar menembusi angkasa lalu... Creet! Pedang tadi
berkilat dan balik lagi ke dalam sarung pedang, ia tatap wajah petani
tua itu dengan pandangan yang menggidikkan hati.
"Hmmm... hmmm...kenapa tidak jadi turun tangan?" seru
penebang kayu she Lie sambil tertawa seram.
"Huuuh... kau suruh aku turun tangan apa lagi?" ejek Jago Pedang
Berdarah Dingin dengan pandangan mengejek, "sahabat, selembar
jiwamu telah lolos dari ujung pedangku, andaikata aku tidak teringat
bahwa di antara kita belum pernah terikat dendam sakit hati apa-apa,
mungkin pada saat ini kau sudah menggeletak di atas tanah..."
Penebang kayu she Lie merasa terperanjat, tiba-tiba ia
menemukan ada suatu benda melayang jatuh dari atas tubuhnya,
ketika ia sambut benda itu hatinya kontan terkesiap.

814
IMAM TANPA BAYANGAN II

Terlihatlah segumpal alis matanya telah rontok dari tempat


semula dan tersebar ke atas tanah, dengan terperanjat ia mundur tujuh
delapan langkah ke belakang, peluh dingin membasahi tubuhnya,
sungguh cepat gerakan lawan, begitu cepat hingga tak sempat baginya
untuk mengikuti gerakannya.
Ucapan pihak lawan sedikit pun tidak salah, andaikata pihak
lawan bukan sengaja mengampuni selembar jiwanya, mungkin pada
ini ia sudah menggeletak di atas tanah.
"Kau..." serunya dengan suara gemetar.
"Apakah kau masih berniat menahan pedang milikku ini?" ejek
Pek In Hoei dengan suara dingin, "aku lihat kau masih belum
memiliki kemampuan sehebat itu..."
Sambil tertawa hambar ia putar badan dan bersama-sama Lu Kiat
berlalu dari situ.
Mimpi pun penebang kayu she Lie tak pernah menyangka kalau
dirinya bakal jatuh kecundang di tangan lawan sebelum ia sempat
untuk turun tangan, dengan hati mendongkol segera hardiknya keras-
keras :
"Sahabat, harap berhenti sebentar!"
"Hmmm! Kau masih ingin menantang diriku untuk berduel?"
dengus Pek In Hoei sambil memutar badan.
Penebang kayu she Lie tertawa dingin, ia sobek jubah luarnya
hingga nampak pakaian ringkas warna hitam yang dikenakan dalam
tubuhnya, pada bagian dada pakaian ringkas tadi tersulamkan sebuah
simbol berbentuk pedang kecil berwarna perak, bentuk pedang itu
persis seperti pedang yang diberikan Lu Hujin kepada Lu Kiat itu.
"Sahabat!" teriaknya, "periksa dulu siapakah aku, setelah itu
kalau mau bikin keonaran silahkan untuk siap-siap..."
"Hmmm!" dengusan dingin kembali berkumandang keluar dari
balik ruang rumah makan, seorang kakek tua berwajah dingin dan
berjenggot hitam munculkan diri dari kerumunan orang, dengan gusar

815
Saduran TJAN ID

ia melotot sekejap ke arah penebang kayu she Lie itu, kemudian


tegurnya :
"Lo Lie, sungguh besar nyalimu..."
"Ciu heng..." seru penebang kayu she Lie dengan suara tertegun.
"Hmmm! Siapa yang suruh kau perlihatkan asal usulmu," tegur
kakek berjenggot hitam itu dengan suara ketus, "Ehmmmm... ingatlah
bagaimanakah pesan Poo cu kepadamu??? Ia toh menyerahkan tugas
kepadamu untuk menjaga Kian bun kwan ini? Siapa yang suruh kau
unjukkan asal usulmu setelah bertemu dengan orang lain?"
Sekujur tubuh penebang kayu she Lie itu gemetar keras, dengan
ketakutan sahutnya :
"Ciu heng, aku mengerti salah..."
"Sekali pun mengaku salah urusan juga tak dapat selesai dengan
begitu saja," ejek kakek berjenggot hitam itu sambil tertawa dingin,
"lebih baik pulanglah ke benteng dan berilah penjelasan sendiri
kepada poocu, aku tak dapat mengambilkan keputusan bagimu,
sekarang asal usulmu sudah diketahui orang, bagaimanakah
tindakanmu selanjutnya terhadap ke-dua orang ini, aku rasa kau tentu
mengerti jelas bukan?"
"Aku tahu, Ciu heng! Harap kau suka membantu diriku dengan
beberapa patah kata yang enak didengar..." pinta penebang kayu she
Lie dengan suara gemetar.
Ia amat membenci diri Jago Pedang Berdarah Dingin, lengannya
segera diangkat dan ayunkan cangkulnya ke tengah udara, sambil
mengerdipkan matanya ke arah beberapa orang pria kekar di belakang
tubuhnya ia berseru :
"Tangkap mereka berdua!"
"Sahabat, aku rasa kalian tak perlu menggunakan tenaga yang
begitu banyaknya untuk menghadapi kami..." jengek Lu Kiat dengan
suara dingin.
Ketika dilihatnya ada beberapa orang pria sambil ayun pedang
menyerbu ke arahnya, napsu membunuh seketika berkelebat di atas

816
IMAM TANPA BAYANGAN II

wajahnya, ia putar telapaknya dan sekaligus merobohkan tiga orang


di antaranya.
"Haduh!" jeritan kesakitan yang memilukan hati berkumandang
memecahkan kesunyian, tiga orang pria itu roboh terjengkang ke atas
tanah lalu muntah darah segar dan mati tak berkutik lagi...
Penebang kayu she Lie serta kakek berjenggot hitam itu jadi amat
terkejut menyaksikan kehebatan lawannya, air muka mereka berubah
hebat, mereka tak menyangka kalau Lu Kiat pun seorang jago lihay
yang memiliki ilmu silat sangat tinggi, cukup di dalam satu jurus
belaka tiga orang jago lihay pihak mereka berhasil dibereskan
jiwanya, bila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut jelaslah sudah
bahwa semua jago lihay yang hadir di situ bakal mati di tangan dua
orang pemuda asing yang tidak diketahui asal usulnya ini.
"Sahabat, dengan kepandaian silat yang kau miliki itu tak
mungkin kamu berdua adalah manusia yang tak bernama," seru kakek
berjenggot hitam itu dengan suara berat, kami manusia-manusia dari
Kiam bun kwan selamanya tak pernah mengadakan hubungan dengan
para jago dari dunia persilatan, kedatangan kalian berdua untuk
berlagak jadi jagoan di tempat ini aku rasa pasti bukan tanpa alasan.
Jika kalian adalah sahabat-sahabat kangouw tak ada halangannya
untuk perlihatkan asal usul kalian, aku Ciu Toa Keng pasti akan
melayani kalian sebaik-baiknya..."
Lu Kiat mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Aaah... haaah... Ciu-heng apa maksudmu berkata begitu? Kami
dua bersaudara hanya secara kebetulan saja lewati tempat ini dan
sama sekali tiada maksud untuk bentrok dengan sahabat-sahabatmu
itu, bila Ciu-heng suka melepaskan kami berdua berlalu dari sini,
kami tentu akan merasa berterima kasih sekali..."
"Hmmm... hmmm... kalau memang sahabat tak sudi unjukkan
diri dan perkenalkan nama kalian, tentu saja aku tak berani memaksa
lebih jauh," ujar Ciu Toa Keng sambil tertawa seram, "sedang
mengenai peristiwa pada hari ini? Heeh... heeh... sebetulnya bukan

817
Saduran TJAN ID

termasuk suatu urusan yang amat besar, cuma kalian berdua telah
membunuh mati tiga orang sahabatku, bila urusan kita sudah sampai
di sini saja bagaimana tanggung jawabku nanti dengan atasan kami?
Karena itu andaikata kalian berdua suka tinggalkan nama sehingga
aku orang she Ciu dapat memberikan pertanggungan-jawaban nanti,
tentu saja kalian berdua boleh segera berangkat untuk melanjutkan
perjalanan!"
"Kau cukup mengingat-ingat bahwa aku she Lu, sedangkan
kalian mau lepaskan kami atau tidak aku percaya Ciu-heng juga
seorang manusia yang cerdik, dengan andalkan kemampuan yang kau
miliki masih belum tentu sanggup menahan kami berdua, bagaimana
menurut pendapatmu, betul bukan?"
"Tentu saja, tentu saja..." sahut Ciu Toa Keng berulang kali, "bagi
orang yang melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan biasanya
yang paling diutamakan adalah kepandaian silat yang sebenarnya,
dengan kelihayan yang kalian berdua miliki tentu saja kami semua tak
mampu untuk menghalanginya, tetapi aku pun hendak
memberitahukan sesuatu terlebih dahulu kepada kalian berdua, kami
semua tidak lebih hanyalah prajurit-prajurit kecil yang bertugas di
garis depan, dengan kepandaian yang kami miliki untuk melangkah
masuk ke dalam pintu bangunan majikan kami pun masih belum
berhak, maka bila kalian berdua ingin berlalu dengan begitu saja,
mungkin urusan juga tak akan segampang itu."
"Kami tiada maksud berlalu dengan begitu saja," seru Pek In Hoei
sambil tertawa dingin, kalau kurang puas, silahkan kau undang
kembali bala bantuanmu, tapi aku nasehati dirimu lebih baik carilah
yang rada mampu sehingga tidak sampai memalukan semacam
kejadian yang baru saja berlangsung ini."
"Kami toh tak pernah kenal dengan diri tootiang, dengan dirimu
juga tak pernah terikat dendam sakit hati apa pun juga. Kenapa
tootiang sengaja mencari gara-gara dengan kami? Apakah kau
pandang kami berdua mudah dipermainkan? heeeh... heeeh... heeh....

818
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tootiang, bila kau beranggapan demikian maka pandanganmu keliru


besar."
"Secara beruntun kalian berdua telah membinasakan tiga orang
yang tak berdaya di tempat ini, bagaimana pula penjelasan kalian
terhadap peristiwa ini? seru Yu Tootiang dengan suara dingin,
"Apakah kalian anggap setelah ilmu silat yang kamu miliki nomor
satu di kolong langit maka kalian boleh sembarangan membunuh
orang sekehendak hati!"
"Kurang ajar, rupanya kau memang sengaja datang untuk
mencari gara-gara dariku?" bentak jago pedang berdarah dingin
dengan suara nyaring.
"Hmmm! Sedikit pun tidak salah, bersiap-siaplah kalian berdua
menerima seranganku ini!"
Lu Kiat maju ke depan, loloskan pedangnya yang tersoren di
pinggang dan berkata:
"Baiklah Tootiang, biar aku yang mohon pelajaran darimu!"
Yu Tootiang yang melihat pedang di tangan Lu Kiat
memancarkan cahaya tajam, lagi pula kuda-kudanya sangat ampuh,
sadarlah dia bahwa pemuda di hadapannya ini meski berusia muda
tetapi ilmu pedangnya sudah mencapai puncak kesempurnaan, cukup
dipandang dari gayanya mempersiapkan serangan sudah cukup
membuktikan bahwa ia telah berjumpa dengan seorang musuh
tangguh.
"Kau anak murid dari perguruan mana??" bentaknya dengan
sorot mata berkilat.
"Kepandaian silat yang kami miliki merupakan ajaran keluarga,
kami tidak termasuk dalam perguruan atau partai mana pun juga.
Tootiang toh seorang ahli di dalam permainan ilmu pedang, masa kau
tak dapat melihat asal usul kami...."
"Hmmm... bangsat, sombong dan takabur amat dirimu!" bentak
Yu Tootiang sambil mendengus gusar.

819
Saduran TJAN ID

"Hmmmm ! aku lihat kau pun bukan seorang manusia tolol, di


dalam sekali gerak tangan kuda tunggangan kami berdua berhasil kau
robohkan, dengan kepandaian semacam itu memang sudah cukup
mengejutkan hati orang, betul bukan Tootiang?"
Merah padam selembar wajah Yu Tootiang, dengan penuh
kegusaran ia membentak keras. Sekali bayangan pedang lolos dari
dalam sarung, tubuhnya menerjang ke depan dan langsung membacok
tubuh pemuda she Lu itu.
Ilmu pedang yang dimiliki Yu totang sangat lihay lagi sempurna,
jurus serangannya mirip sekali dengan ilmu pedang aliran Bu-tong-
pay.
Setelah terjadi pertarungan, untuk beberapa saat lamanya Lu Kiat
tidak berhasil mendapat keuntungan apa-apa, mereka berdua bergerak
dengan cepat gesit, serangan dilancarkan laksana kilat dan
gerakannya ganas lagi sadis.
Menyaksikan permainan pedang orang makin lama semakin
mirip dengan ilmu pedang aliran Bu Tong Pay, satu ingatan segera
berkelebat dalam benak Lu Kiat, ia loncat keluar dari gelanggang
pertarungan dan mengundurkan diri ke belakang.
"Yu Tootiang" serunya dengan tercengang, "aku lihat ilmu
pedangmu berasal dan partai Bu-tong..."
"Sedikit pun tidak salah!" jawab Yu Tootiang sambil
menghentikan gerakannya, "rupanya kepandaian silat yang kau miliki
cukup hebat juga..."
Lu Kiat adalah saudara angkat dari Lan Hong Seng Jin seorang
jago muda dari partai Bu Tong, setelah mengetahui bahwa Yu
Tootiang adalah anak murid Bu-tong-pay, ia jadi sungkan untuk
meneruskan kembali pertarungan itu, ujarnya dengan nada sopan:
"Totiang, kenalkah kau dengan seorang jago muda yang bernama
Lan Hong Seng Ju dari perguruan anda..."

820
IMAM TANPA BAYANGAN II

Lan Hong Seng Ju adalah murid partai yang paling menonjol


namanya di antara angkatan muda, ia disebut jago muda yang sangat
lihay di dalam dunia persilatan.
Yu Tootiang agak tertegun mendengar ucapan itu, dan balik
bertanya :
"Apakah kau kenal dengan Lan Hong?"
"Dia adalah saudara angkatku " jawab Lu Kiat sambil memberi
hormat.
Air muka Yu Tootiang memperlihatkan suatu sikap yang sangat
aneh, ia melirik sekejap ke arah penebang kayu she Lie serta Ciu Toa
Keng, lalu sambil putar pedangnya ia maju beberapa langkah ke
depan, katanya:
"Andaikata persoalan ini terjadi karena persengketaan pribadi,
memandang di atas wajah Lan Hong sute tentu saja pinto dapat
mengampuni kalian untuk kali ini, tetapi persoalan ini menyangkut
soal dinas, maaf bila mana pinto tak dapat menjual muka buat kalian?"
"Tootiang apa guna kau memaksa kami untuk bertempur??" seru
Lu Kiat tertegun.
Pada waktu itu Yu Tootiang mempunyai kesulitan yang tak dapat
diutarakan keluar, ketika itu dirinya sudah bukan seorang yang bebas
lagi, gerak geriknya berada di bawah pengawasan para jago lihay
benteng Kiam poo yang berada di sekitar tempat itu, ia harus
bertindak sangat hati-hati, sehingga tidak sampai dituduh
mengadakan persekongkolan dengan musuh.
Karena itulah walaupun dia ada minat untuk melepaskan Pek In
Hoei dan Lu Kiat, apa daya penebang kayu she Lie serta Ciu Toa
Keng berada di situ, terpaksa sambil masamkan muka ia berkata
dengan suara dingin:
"Tiada perkataan lain yang dapat dikatakan lagi, kalian telah
membinasakan tiga orang sahabat dari benteng kami di tempat ini,
persoalan tak dapat disudahi dengan begitu saja, maka lebih baik
kamu berdua bersiap-siaplah untuk melangsungkan pertempuran!"

821
Saduran TJAN ID

"Jadi kalau begitu Tootiang juga merupakan jago dari benteng


Kiam poo... " seru Lu Kiat dengan suara dingin.
Yu Tootiang mengetahui akibatnya terlalu fatal bila ia mengakui
pertanyaan itu, maka air mukanya berubah beberapa kali, dengan
badan gemetar keras ia menggeleng.
"Bukan!" jawabnya.
Setiap anggota dari Benteng Kiam-poo bukan saja tak boleh
sembarangan memberitahukan asal usulnya di hadapan orang, mereka
pun mempunyai peraturan yang melarang siapa pun mengakui dirinya
sebagai anggota dari Benteng Kiam-poo.
Lu Kiat segera tertawa dingin.
"Tootiang, kalau kau memang bukan anggota dari Benteng Kiam-
poo mengapa kau membelai pihak Kiam-poo......" tegurnya.
"Itu urusanku sendiri, aku rasa tiada sangkut pautnya dengan
dirimu... maka lebih baik kau tak usah ikut campur..."
Mendengar perkataan yang ketus dan tak enak didengar itu jago
pedang berdarah dingin Pek In Hoei jadi naik pitam dia ada maksud
untuk memperlihatkan kelihayaannya di hadapan orang, pedangnya
segera digetarkan sambil melangkah maju ke depan.
"Toosu rudin, apa sih gunanya kau jual lagak di hadapannya???"
bentaknya.
Dalam pada itu Yu Tootiang sedang merasa serba salah dan hawa
gusarnya tiada dapat penyaluran, melihat jago pedang berdarah dingin
maju ke depan sambil memutar senjata, ia segera membentak keras:
"Bangsat keparat, rupanya kau sudah bosan untuk hidup..."
Dalam perguruan Ba-tong Pay toosu ini termasuk salah seorang
jago kenamaan, pedangnya diayun seketika itu juga, terciptalah
sekilas bayangan tajam yang amat menyilaukan mata langsung
mengurung sekujur badan si anak muda itu.
Walaupun toosu itu sedang gusar, tetapi ia tiada maksud untuk
membinasakan Pek In Hoei, dalam hati ia bermaksud hanya akan

822
IMAM TANPA BAYANGAN II

melukai musuhnya belaka sehingga dapat mempertanggung-


jawabkan diri di hadapan atasannya nanti.
Siapa tahu perhitungannya kali ini telah meleset jauh, kepandaian
silat yang dimiliki Pek In Hoei saat ini sudah jauh berbeda dengan
kepandaian dari jago-jago biasa, baru saja gerakan pedang Yu
tootiang dilancarkan ke depan, tubuh sang pemuda itu sudah bergeser
ke arah samping kalangan.
"Hmmm... tidak semudah itu sahabat!" ejek Pek In Hoei sambil
tertawa dingin.
Pedangnya berputar membentuk gerakan satu lingkaran busur di
tengah udara, mendadak senjata itu berputar, angin pedang mengiringi
kilatan cahaya tajam langsung menggulung ke arah depan, perubahan
dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa ini membuat Yu tootiang
silau dan hampir saja lupa untuk menyerang musuhnya.
Criit...! Diiringi suara dentingan nyaring, bayangan pedang yang
berkilauan di seluruh angkasa itu mendadak sirap dan lenyap dari
depan pandangan.
Yu Tootiang berdiri termangu-mangu di tempat semula dengan
wajah pucat pias bagaikan mayat, pedang panjang dalam
genggamannya tinggal separuh bagian, sedang separuh bagian yang
lain entah sudah mencelat sampai di mana.
"Dengan kepandaian yang kau miliki itu, aku yakin dirimu
pastilah bukan manusia tanpa nama!" serunya dengan badan gemetar
keras karena ketakutan.
"Tebakanmu keliru besar," sahut Pek In Hoei dengan suara
dingin, "dengan kepandaian yang kumiliki sekarang, dalam keluarga
kami masih belum terhitung seberapa, atau berbicara dengan kata-
kata yang kurang enak didengar, kepandaian silat kacung penjaga
pintu dalam keluarga kami pun jauh lebih lihay dari kepandaian kami
berdua..."
Ucapan yang diutarakan dengan nada bergurau ini ternyata
ditanggapi Yu tootiang sebagai suatu kejadian yang sungguhan,

823
Saduran TJAN ID

hatinya terkesiap dan otaknya dengan cepat berputar memikirkan


ucapan dari Pek In Hoei barusan, keluarga manakah yang
dimaksudkan? Kalau bukan keluarga yang tersohor tak mungkin
perkataannya begitu bebas...
"Apakah kau adalah kongcu dari An Tay hujia..." tiba-tiba ia
berseru.
Rupanya secara tiba-tiba toosu itu teringat akan perguruan Mie
Liong kun yang amat misterius itu, menyaksikan gerakan pedang ph
sangat lihay yang mirip sekali dengan ilmu silat dari An Tay hujia
pimpinan perguruan itu maka ia menduga lawannya adalah putra jago
lihay tersebut.
Dengan cepat Pek In Hoei gelengkan kepalanya, ia menyahut :
"Seandainya kau bisa berpikir dan menduga dari permainan jurus
pedang yang barusan kupergunakan itu, mungkin kau akan tahu
siapakah sebenarnya diriku ini!"
Teguran ini seketika menyadarkan Yu Tootiang dari lamunannya,
dengan pandangan cermat dia awasi pedang dalam genggaman lawan,
lama sekali dia mengamati... mendadak satu ingatan berkelebat dalam
benaknya membuat hatinya tercekat, dengan nada gemetar ia segera
berseru lirih :
"Pedang mestika penghancur sang surya...! Pedang mestika
penghancur sang surya... kau adalah Jago Pedang Berdarah Dingin
Pek In Hoei..."
"Begitu ucapan ini terlontar keluar dari mulut toosu tersebut, para
jago yang berada di sekeliling tempat itu segera sama-sama berseru
tertahan tanpa terasa mereka mundur dua langkah ke belakang.
Pek In Hoei tertawa hambar, jawabnya :
"Hmmm! Ternyata pengetahuanmu lumayan juga, sekilas
memandang saja segera dapat dikenali siapakah aku. Tootiang!
Dengan andalkan ketajaman matamu itu kau tak malu disebut seorang
jago lihay keluaran partai Bu tong jadi begitu pengembaraanmu

824
IMAM TANPA BAYANGAN II

selama banyak tahun di dalam dunia persilatan bukanlah perjalanan


yang sia-sia belaka..."
Merah jengah selembar wajah Yu Tootiang, ia menunduk dengan
tersipu-sipu lalu tertawa getir, sekilas rasa hormat muncul di atas
wajahnya, sambil menjura katanya :
"Maaf... maaf... Pek sauhiap, harap kau suka maafkan diri pinto
yang punya mata ternyata tak berbiji, aku tak tahu kalau sebetulnya
bukan lain adalah jago pedang berdarah dingin..."
Meskipun mereka baru berjumpa untuk pertama kalinya, namun
rasa hormat yang muncul dalam hati toosu ini benar-benar ikhlas dan
sejujurnya, hal ini mungkin disebabkan karena sepak terjang Pek In
Hoei yang sudah dikenal oleh setiap jago membuat ia dipandang
sebagai suatu lambang kegagahan serta kesaktian seorang pria sejati.
Sementara itu Lu Kiat telah tertawa terbahak-bahak dan bertanya
:
"Tootiang, apakah kami boleh berlalu dari sini?"
"Ilmu silat yang kalian berdua miliki merupakan kepandaian
yang sangat kukagumi," jawab Yu Tootiang dengan wajah serius,
"bila kalian berdua hendak berlalu dari sini, tentu saja pinto tak
mampu untuk menghalanginya, tetapi pinto hendak memperingatkan
diri kalian, dengan kepandaian yang kalian miliki mungkin sulit untuk
melalui daerah sekitar tempat ini sejauh sepuluh li..."
Ia berhenti sebentar, lalu menambahkan :
"Menurut pengamatan pinto dari samping, kemungkinan besar
kedatangan kalian berdua adalah untuk menyatroni benteng Kiam
poo..."
"Sungguh tajam pandangan mata tootiang," seru Lu Kiat sambil
mengangguk, "tidak salah kami memang sengaja datang kemari untuk
mengunjungi benteng Kiam poo!"
Air muka Yu Tootiang berubah hebat.
"Tahukah kalian berdua benteng Kiam poo terletak di mana???"
serunya cepat.

825
Saduran TJAN ID

"Tentang soal ini terpaksa kami harus mohon petunjuk dari


tootiang, menurut apa yang kami dengar katanya benteng Kiam poo
terletak di sekitar sini, jalan yang kami berdua tempuh bukankah jalan
penasaran, aku percaya dengan cepat tempat itu dapat kami
temukan..."
Sekalipun Yu Tootiang tak tahu apa sebabnya ke-dua orang jago
muda ini hendak mengunjungi benteng Kiam poo tetapi ia dapat
menduga bahwa kepergian Pek In Hoei berdua ke tempat itu pastilah
hendak menyelidiki rahasia dari benteng Kiam poo maka ia segera
bertanya :
"Jauh dari ribuan li kalian berdua datang kemari serta mencari
letak benteng Kiam poo, entah ada urusan apa..."
Tidak malu Yu Tootiang disebut sebagai seorang jago kawakan,
meskipun perkataannya diucapkan sangat enteng namun sepasang
matanya dengan tajam mengawasi terus perubahan wajah Pek In Hoei
serta Lu Kiat, rupanya ia hendak mencari tahu tujuan mereka dari
perubahan wajahnya itu.
"Kami dengar poocu dari benteng Kiam poo adalah seorang
pendekar sejati yang gemar bersahabat dengan umat Bu lim, dia
adalah seorang pemimpin dari para jago di kolong langit, sudah lama
kami mengagumi akan nama besarnya, maka menggunakan
kesempatan yang sangat baik ini kami bermaksud untuk
menyambangi dirinya..."
"Oooh apa yang kau harapkan itu sukar untuk dilaksanakan," seru
Yu Tootiang, "meskipun kami sekalian punya hubungan yang sangat
dekat dengan benteng Kiam po, namun sebetulnya kami bukanlah
termasuk anggota benteng tersebut, siapakah sebenarnya poocu dari
benteng Kiam poo sampai sekarang pinto sendiri pun belum pernah
menjumpainya..."
"Hmmm... sungguh licik selembar mulutmu itu..." seru Pek In
Hoei sambil tertawa dingin.

826
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Apa ya kau katakan??? seru Yu Tootiang dengan wajah berubah


hebat.
Pek In Hoei sama sekali tidak menggubris dirinya lagi, sambil
putar badan ujarnya kepada Lu Kiat:
"Toako mari kita pergi dari sini..."
Berulang kali dihina dan dipandang enteng oleh musuhnya, tak
urung hawa amarah berkobar juga dalam dada Yu Tootiang, tetapi dia
adalah seorang toosu yang beriman tebal, setelah berpikir sebentar
akhirnya ia bersabar kembali melihat Jago Pedang Berdarah Dingin
serta Lu Kiat hendak berlalu dari situ, buru-buru serunya kembali :
"Saudara berdua, harap tunggu sebentar..."
"Tootiang, apakah kau ada maksud untuk menahan kami
berdua???" tegur Lu Kiat sambil menoleh.
Buru-buru Yu Tootiang goyangkan tangan berulang kali.
"Tidak! Tidak! Harap kalian berdua jangan salah paham,
sebenarnya pinto ada urusan yang hendak diberitahukan kepada
kalian berdua."
"Katakanlah, kami akan mendengarkan dengan seksama..."
"Meskipun pinto tidak begitu memahami tentang seluk beluk dari
benteng Kiam poo, tetapi aku kenal beberapa orang anggota dari
benteng tersebut..." ujar Yu Tootiang dengan wajah agak berubah,
"harap kalian berdua tunggu sebentar, biarlah pinto mengadakan
kontak lebih dahulu dengan beberapa orang sahabatku itu..."
Dia ulapkan tangannya ke arah Ciu Toa Keng serta penebang
kayu she Lie, serunya :
"Lepaskan tanda peringatan ke tengah udara, ke-dua orang
sahabat ini tak boleh kita tahan lagi..."
Ciu Toa Keng nampak agak sengit, setelah termangu-mangu
beberapa saat lamanya ia berseru :
"Tootiang, kejadian ini luar bias sekali!"
"Hmmm! Tentang soal ini kau tak usah turut campur, aku yang
mempertanggung-jawabkan kejadian ini...!"

827
Saduran TJAN ID

Ciu Toa Keng tak berani banyak bicara lagi, dari dalam sakunya
dia ambil keluar sebuah tabung kecil berwarna hitam dan dilemparkan
ke tengah udara...
Bluuum...! Asap hijau yang amat tebal segera mengepul di tengah
udara dan memercikkan tujuh cahaya tajam yang beraneka ragam,
meskipun di siang hari bolong namun cahaya itu cukup menyilaukan
mata...
Cahaya tajam perlahan-lahan sirap dan suasana pulih kembali
dalam kesunyian, dari tengah jalan raya tiba-tiba terdengar suara
derap kaki kuda yang amat ramai, tiga orang penunggang kuda
berbaju hitam laksana sambaran kilat cepatnya meluncur datang.
Kepada diri Lu Kiat, Yu Tootiang berkata sambil tertawa :
"Mereka bertiga adalah tiga orang sahabat dari benteng Kiam
poo, tugas mereka adalah khusus untuk menyambut kedatangan para
enghiong hoohan dari pelbagai daerah..."
Belum habis dia berkata, ke-tiga orang berbaju hitam itu sudah
meloncat turun dari atas punggung kuda, orang pertama yang
menghampiri mereka berdandan siucay, usianya pertengahan dan
langkahnya gagah sekali.
Menjumpai kehadiran orang itu, Yu Tootiang buru-buru maju
menyongsong ke depan.
"Siang heng..." sapanya sambil menjura.
Dengan pandangan dingin siucay berusia pertengahan itu
menyapu sekejap sekeliling kalangan, Ciu Toa keng serta penebang
kayu she Lie sekalian buru-buru tundukkan kepalanya rendah-
rendah,mereka tak berani mengucapkan sepatah kata pun juga.
Tampak orang itu tertawa seram dan berpaling ke arah Yu
Tootiang, tegurnya :
"Apa yang telah terjadi sehingga kau lepaskan tanda peringatan
tersebut? Ehm! Tahukah kau gampang untuk melepaskan tanda
peringatan ini, sulit untuk menariknya kembali, bila tiada kejadian
yang terlalu istimewa..."

828
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Siang-heng, keadaan pada hari ini jauh berbeda, ke-dua orang


sahabat ini perlu disambut kedatangannya," seru Yu Tootiang dengan
wajah serius.
Dengan pandangan hambar siucay berusia pertengahan itu
melirik sekejap ke arah Pek In Hoei serta Lu Kiat, kemudian katanya
:
"Siapa mereka? Hmmm! Tindakanmu itu bukankah sama artinya
dengan memperbesar suatu masalah yang kecil..."
Nada ucapan itu mengandung pengertian bahwa ia pandang
enteng musuh-musuhnya itu tetapi hal ini tak dapat disalahkan
kepadanya sebab dengan kedudukan Hui sian hong si angin puyuh
Siang Tek Sam dalam dunia persilatan, tentu saja ia tak akan pandang
sebelah mata pun juga terhadap jago-jago Bu lim biasa, terutama
sekali Pek In Hoei serta Lu Kiat adalah pemuda-pemuda ingusan yang
masih muda belia.

829
Saduran TJAN ID

Jilid 34
MELIHAT sikap lawannya yang jumawa itu, Lu Kiat tertawa dingin
tiada hentinya, sedang Pek In Hoei angkat kepalanya memandang
awan di angkasa.
sikapnya yang sombong dan takabur ini kontan membuat si angin
puyuh Siang Tek Sam tak kuasa menahan diri, saking gusarnya air
muka berubah hebat, tegurnya :
"Siapa mereka berdua?"
"Mereka adalah..."
Jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei melotot sekejap ke arah
lawannya, kemudian menjawab dengan suara dingin :
"Aku she Pek ...."
Selesai berkata sorot matanya di alihkan kembali ke ujung langit
yang jauh terbentang di depan mata kesombongan serta kejumawaan
itu mencerminkan sikapnya yang seakan-akan tidak memandang
sebelah mata terhadap siapa pun juga.
Si angin puyuh Siang Tek Sam tak tahan menyaksikan
kejumawaan serta kesombongan lawan, diam-diam ia putar otak dan
memikirkan siapakah gerangan pemuda she Pek itu, ia berasal dari
partai mana?
Sambil tertawa seram ia lantas berkata:
"Kau she Pek? Belum pernah aku dengar orang menggunakan she
tersebut... "

830
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Itulah dikarenakan pengetahuanmu terlalu picik dan


pengalamanmu masih amat cetek..." sambung Pek In Hoei sambil
tetap memandang angkasa.
"Mungkin perkataanmu itu benar," sahut Siang Tek Sam dengan
alis berkerut, "kalau ditinjau dari gayamu itu kau mirip sekali dengan
seorang manusia sungguhan, tetapi dalam dunia persilatan banyak
sekali terdapat manusia yang pandai sekali berpura-pura, di luar
berlagak gagah padahal isinya kosong melompong, sahabat Pek aku
percaya kau tentu bukan manusia semacam itu bukan..."
Senyuman serta nada ucapan yang penuh mengandung sindiran
membuat orang susah untuk menahan diri, tetapi jago pedang
berdarah dingin bukanlah manusia sembarangan, dalam menghadapi
sikap mengejek dari lawannya ia mampu untuk bersabar diri, ia tidak
berubah air muka pun tidak gusar oleh sindiran tersebut, sebaliknya
senyuman yang lebih dingin dan menggidikkan hati menghiasi
bibirnya, membuat siapa pun yang memandang akan tercekat
hatinya...
Menyaksikan keadaan musuhnya yang mengerikan itu, Siang Tek
Sam jadi kaget, tanpa terasa ia mundur beberapa langkah ke belakang
hingga tiba di sisi kedua orang rekannya, telapak tangannya tanpa
terasa mulai meraba gagang pedang yang tersoren di atas pinggang...
Pek In Hoei tertawa dingin, serunya:
"Gentong nasi? Haaaah... haaaah... haaaah... sahabat Siang,
apakah kau adalah manusia semacam itu, aku rasa kau tak mungkin
manusia semacam itu, atau paling sedikit kau masih punya sedikit
keberanian, sebab kau masih berani meraba gagang pedangmu...
mungkin kau tidak tahu, banyak sekali orang yang tak punya
keberanian untuk meraba gagang pedangnya setelah bertemu dengan
aku, setiap kali berjumpa dengan diriku tanpa sadar mereka cepat
jatuhkan diri berlutut di atas tanah...
Dengan senyuman mengejek ia kerling sekejap wajah orang itu,
lalu ujarnya kembali:

831
Saduran TJAN ID

"Dan aku percaya kau tak akan berbuat demikian bukan? kau tak
akan ketakutan setengah mati hingga jatuhkan diri berlutut setelah
berjumpa dengan diriku bukan?"
Air muka Siang Tek Sam berubah hebat, ia tertawa seram dan
maju selangkah ke depan, serunya :
"Hm! Sahabat Pek apakah kau tidak takut ucapanmu itu akan
membuat lidahmu tersambar kutung oleh sambaran petir...
"Aku yakin sekarang peristiwa tersebut tidak mungkin terjadi,
sedang di kemudian hari dilihat dulu perkataan yang hendak
kuucapkan..."
Ia tarik napas panjang-panjang, senyuman mulai menghiasi
bibirnya, dengan hambar ia berkata, "Sababat Siang sudah cukupkah
kau perlihatkan kegagahanmu itu?..."
"Toako!" pria yang berada di samping kanan Siang Tek Sam buka
suara dan maju ke depan dengan wajah penuh kegusaran, "bajingan
cilik ini terlalu tidak beri muka kepada kita semua, aku Bwee Tong
Hay paling tidak percaya dengan segala permainan setan, ini hari aku
ingin lihat sampai di manakah kegagahan dari sahabat itu..."
Ia melotot sekejap ke arah Pek In Hoei kemudian tegurnya :
"Hey, kau merangkak keluar dari perut ibumu yang mana?"
Pek In Hoei balas melotot sekejap ke arah lawannya, kemudian
menyahuti:
"Cukup meninjau dari perkataanmu itu, kau harus dihadiahkan
sebuah gaplokan mulut yang keras!"
Plooook! bersamaan dengan selesainya perkataan itu sebuah
gaplokan nyaring tahu-tahu sudah bersarang di atas wajah lawan.
Bwee Tong Hay mundur dengan sempoyongan, pipinya terasa panas,
sakit dan linu saking gusarnya darah segar muntah keluar dari
mulutnya, dua biji giginya patah jadi dua bagian, hawa gusar seketika
berkobar membakar hatinya.
Tetapi ada satu hal yang cukup mengejutkan hati orang, yakni
siapa pun tak sempat melihat jelas dengan cara apakah jago pedang

832
IMAM TANPA BAYANGAN II

berdarah dingin ayunkan telapaknya, bayangan telapak baru saja


menyambar lewat tahu-tahu Bwee Tong Hay sudah mundur dengan
sempoyongan, gerakan yang demikian cepatnya ini betul-betul luar
biasa sekali.
"Kau... " teriak Bwee Tong Hay dengan suara gemetar.
"Anggaplah gaplokan tersebut sebagai peringatan atas mulutmu
yang usil dan bau itu," ujar Pek In Hoei dengan suara dingin, "lain
kali bila siau-ya mendengar kau maki orang lagi dengan kata-kata
yang tidak senonoh. Hmmm akibatnya harus kau tanggung sendiri!
Aku percaya hukuman yang bakal kujatuhkan kepadamu tak akan
seenteng kejadian hari ini lagi..."
Meskipun di dalam Benteng Kiam-poo Bwee Tong Hay masih
belum memiliki kedudukan apa-apa tetapi derajat serta tingkat
kedudukannya jauh lebih tinggi berpuluh-puluh kali jika
dibandingkan dengan orang-orang yang berada di Kiam-bun-kwan itu
karena kurang waspada dan terlalu gegabah pipinya kena gaplok satu
kali, penghinaan tersebut amat menyiksa hatinya, ia merasa tak punya
muka untuk hidup sebagai manusia lagi, ia berusaha mencari jalan
untuk mengembalikan gengsinya.......
Dengan penuh kegusaran segera hardiknya:
"Kau.... kau..... kalau kau punya kepandaian, lihat saja nanti!
Akan kukasih pelajaran kepadamu..."
Sebetulnya dia hendak mencaci maki lagi dengan kata-kata yang
kotor, tetapi secara mendadak ia teringat kembali akan pukulan dari
Pek In Hoei yang begitu cepat laksana sambaran kilat itu, maka
hatinya jadi ketakutan dan kata-kata yang sudah hampir meluncur
keluar itu segera ditelan kembali....
Bwee Tong Hay cabut keluar pedangnya lalu dibabat keras-keras
di tengah udara, dengan gerakan itu dia hendak menunjukkan kepada
lawannya bahwa dia bukanlah seorang manusia yang bisa
dipermainkan seenaknya.
Pek In Hoei segera tertawa ringan.

833
Saduran TJAN ID

"Kau tak usah kuatir, asal di situ ada permainan yang menarik
hati, aku orang she Pek pasti akan datang untuk melihat keramaian.
Bwee-toa-eng-hiong! Babatan pedangmu itu sungguh luar biasa
sekali cuma sayang kemantapannya baru mencapai beratnya empat
kati kacang goreng..."
"Kentut busuk" teriak Bwee Tong Hay dengan gusarnya, "toa-ya
tidak percaya bacokan tersebut tak mampu untuk membinasakan
dirimu..."
"Kalau tidak percaya tanyakanlah kepada tootiang ini"
kata Pek In Hoei dengan alis berkerut, "ia dapat memberitahukan
kepadamu..."
"Apa???" teriak Bwee Tong Hay dengan suara keras. "kau suruh
aku bertanya kepada Yu Tootiang? Dia itu manusia macam apa?
Apakah ia bisa lebih hebat daripada diriku cis... aku sih tak akan
percaya permainan setan...."
Akhirnya ia tak kuasa juga menahan diri, sambil menoleh ke arah
Yu Tootiang tanyanya:
"Lo Yu, kau yang suruh keparat cilik itu menahan diriku?"
Ucapan yang sama sekali tak kenal sopan ini, bagi setiap orang
yang mempunyai perasaan tentu tak akan kuat menahan diri,
meskipun air muka Yu Tootiang berubah hebat tetapi dengan imannya
yang tebal serta terutama sekali ia agak jeri terhadap ke-tiga orang itu,
segera jawabnya:
"Tidak, kau jangan mendengarkan ocehan orang lain..."
Bwee Tong Hay mendengus dingin, sambil mencekal pedangnya
ia maju menghampiri pemuda itu, bentaknya keras-keras:
"Bajingan cilik she Pek, kau terlalu jahat... kau harus dikasih
pelajaran!"
"Dan bagaimana dengan kau sendiri? Aku lihat kau lebih jahat
lagi, saking jahatnya sampai anjing pun tak sudi menggubris dirimu!"
"Hmmm!" dengusan berat bergema di angkasa, bayangan pedang
diiringi suara desiran tajam bergeletar menembusi udara menerjang

834
IMAM TANPA BAYANGAN II

ke depan, tubuh Bwee Tong Hay dengan cepat menerjang maju ke


depan.
Berbintik-bintik bunga pedang mengumpul jadi satu di udara,
lalu menyebar dan secara terpisah mengurung tempat-tempat penting
di seluruh tubuh Pek In Hoei.
Jangan dilihat serangan itu dilancarkan dalam keadaan gusar,
ternyata kehebatannya jauh lebih dahsyat berkali-kali lipat daripada
Yu Tootiang dari partai Bu tong, meskipun hanya satu jurus belaka
tapi sudah jelas menunjukkan kesempurnaan tenaga dalamnya.
Pek In Hoei segera tertawa dingin, serunya:
"Hmmm! Rupanya kau mencari kematian buat diri sendiri, tak
akan ada orang yang menaruh kasihan kepadamu..."
Tubuhnya tiba-tiba menciptakan diri jadi segulung asap tipis lalu
menerobos lewat di antara ujung senjata lawan, dengan suatu gerakan
yang manis tahu-tahu pemuda itu sudah terhindar dari ancaman
pedang pria she Bwee itu.
"Sekarang lihatlah pula kelihayanku!" seru pemuda sambil
tertawa terbahak-bahak, pedang sakti penghancur sang suryanya
perlahan-lahan dicabut keluar dari dalam sarung.
Ilmu silat yang dimiliki jago pedang berdarah dingin termasuk
kelas satu di dalam dunia persilatan, tampaklah ia loncat maju ke
depan dengan gerakan yang sangat enteng pedangnya berputar dan
segera lancarkan satu tusukan kilat ke depan.
Bwee Tong Hay merasa pandangan matanya tahu-tahu jadi kabur
dan tubuh musuhnya lenyap tak berbekas, menanti ia berhasil
temukan jejak lawannya, ujung pedang dari pihak lawan telah muncul
di depan mata.
Hatinya jadi terkesiap, tubuhnya gemetar keras dan buru-buru dia
ayunkan pedangnya untuk menyambut kedatangan serangan tersebut.
Traaaaang....! percikan bunga api berhamburan di angkasa
mengiringi terjadinya suara dentingan nyaring, dengan ketakutan

835
Saduran TJAN ID

Bwee Tong Hay menjerit keras, tubuhnya secara beruntun mundur


tujuh delapan langkah ke belakang dengan ketakutan.
"Siapakah kau?" teriaknya dengan suara gemetar.
"Apa sangkut pautnya urusan itu dengan dirimu? jawab Pek In
Hoei dengan suara ketus, "sahabat Bwee, apakah masih akan
melanjutkan pertarungan ini, setiap saat aku akan mengiringi
kehendak hatimu itu..."
Begitu dingin dan menyeramkan ucapan tersebut, membuat Bwee
Tong Hay tak berani mengucapkan kata-katanya lagi.
"Sahabat!" ketika itulah si Angin Puyuh Siang Tek Sam berseru
sambil tertawa seram, "kalian datang kemari apakah bertujuan untuk
bikin keonaran di dalam benteng Kiam poo....."
"Bikin keonaran sih tidak! cuma kami ingin sekali pergi
mengunjungi benteng nomor satu yang amat tersohor namanya di
kolong langit itu, sahabat Siang! Apakah kami mempunyai
kehormatan tersebut??"
Air muka si Angin Puyuh Siang Tek Sam berubah beberapa kali,
setelah hening sejenak ia menjawab :
Sahabat Pek, pintu depan benteng Kiam poo kami selalu terbuka
dan setiap saat menyambut kedatangan para enghiong hohan dari
seluruh kolong langit cuma... untuk memasuki benteng itu kalian
harus patuhi dahulu tiga buah syarat, apakah kau pernah
mendengarnya..."
Pek In Hoei mengerutkan alisnya yang tebal lalu tertawa.
"Tentang soal itu aku sih belum pernah mendengarnya..."
Si Angin Puyuh Siang Tek Sam tertawa seram.
"Hmm..." meskipun pintu besar benteng Kiam poo kami selalu
terbuka bagi kunjungan setiap jago Bu-lim tetapi setelah masuk ke
dalam sulit untuk berjalan keluar kembali, setiap orang yang telah
masuk ke dalam Benteng Kiam-poo paling sedikit ia harus bekerja
bagi benteng selama tiga tahun, setelah itu ia bari bisa berlalu dari
tempat ini. Sahabat Pek! bila kau suka berdiam selama tiga tahun

836
IMAM TANPA BAYANGAN II

dalam Benteng Kiam-poo kami, maka dengan senang hati pula aku
akan mengajak kalian masuk ke dalam benteng Kiam poo..."
"Waah soal itu terlalu sulit bagiku," jawab Pek In Hoei sambil
gelengkan kepalanya berulang kali, "Watakku suka bergerak aku tak
senang tinggal terlalu lama di suatu tempat tertentu, syaratmu yang
pertama ini sulit untuk aku laksanakan..."
"Syarat yang ke-dua adalah khusus ditujukan bagi sahabat-
sahabat yang sengaja diundang oleh benteng Kiam poo kami, tentang
soal ini aku sudah tahu bahwa kau bukan sahabat benteng kami, maka
lebih baik tak usah dibicarakan lagi... " kata Siang Tek Sam dengan
suara dingin alisnya berkerut kencang kemudian teriaknya dengan
suara keras :
"Syarat terakhir adalah khusus ditujukan bagi mereka yang
sengaja datang ke Benteng Kiam-poo kami untuk menuntut balas,
andaikata sahabat Pek termasuk dalam golongan yang terakhir maka
urusan semakin gampang lagi, asal punya kepandaian maka benteng
Kiam poo kami setiap saat dapat menantikan kedatanganmu!"
"Huuuh.... sungguh banyak peraturan dari Benteng Kiam-poo
kalian..."
Si Angin Puyuh Siang Tek Sam mendengus dingin.
"Peraturan itu sudah berlaku semenjak dahulu kala. Dan kini kau
hendak mengunjungi benteng Kiam Poo pada detik ini juga ataukah
nanti saja? biar kau menyadari bahwa ilmu silat yang kamu miliki
masih terlalu cetek, aku nasehati kalian berdua alangkah baiknya
untuk membatalkan niatmu itu dan pulanglah ke rumah untuk berlatih
lagi selama beberapa tahun..."
"Apa kedudukanmu di dalam benteng Kiam poo ??"
"Kami sekalian tidak lebih hanya manusia kecil yang bertugas
untuk menyambut kedatangan para sahabat kangouw yang hendak
berkunjung ke Benteng Kiam-poo, dalam soal kedudukan kami masih
belum berhak untuk melangkah masuk ke dalam pintu tingkat ke-dua.
Sahabat Pek! Apa maksudmu mengajukan pertanyaan itu ?"

837
Saduran TJAN ID

"Harap bawa jalan buat kami," sahut Pek In Hoei dengan wajah
dingin menyeramkan.
"Apa yang hendak kau lakukan ?" seru si Angin Puyuh Siang Tek
Sam dengan wajah berubah hebat.
Pek In Hoei mendongak dan tertawa terbahak-bahak, sahutnya
dengan suara lantang:
"Kalau memang benar di dalam Benteng Kiam-poo terdapat
begitu banyak jago lihay aku Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei merasa sudah sepantasnya untuk melakukan kunjungan. Sahabat
Siang, dengan merek namaku ini apakah aku berhak untuk melakukan
kunjungan? eebm?"
"Ini..." sekarang Siang Tek Sam si angin puyuh baru mengenali
siapakah sebenarnya pemuda yang berada di hadapannya itu, saking
terkejutnya sekujur tubuh nampak gemetar keras, setelah berpaling
dan melotot sekejap ke arah Ya Totiang, katanya:
"Aku akan segera menyiapkan kuda bagi kalian berdua!"
Sekarang ia baru menggerutu kepada Yu Tootiang kenapa tidak
memberitahukan siapakah pihak lawannya sejak tadi, dengan hati
mendongkol ia segera loncat naik ke atas punggung kudanya diiringi
ke-dua orang rekannya, dengan tenang mereka menunggu Pek In Hoei
serta Lu Kiat naik ke atas punggung kudanya, setelah itu lima ekor
kuda dengan cepatnya meluncur di tengah jalan raya.
Bayangan Kiam-bun-kwan kian lama kian menjauh dan akhirnya
lenyap dari pandangan, seakan-akan di kolong langit tidak terdapat
tempat semacam itu... lima ekor kuda berlarian dengan gencarnya di
tengah jalan menimbulkan debu dan pasir yang beterbangan
memenuhi angkasa....
Sepanjang perjalanan Bwee Tong Hay serta seorang pria yang
lain dengan kencang mengikuti di belakang Lu Kiat atau tegasnya saja
mereka sedang mengawasi gerak-gerik pemuda itu, sebab dari balik
sorot mata mereka berdua terpancar keluar sinar permusuhan yang

838
IMAM TANPA BAYANGAN II

amat tebal, seringkali sorot mata itu ditujukan ke atas tubuh pemuda
she Lu.
Sedangkan Si angin puyuh Siang Tek Sam dengan ketat
mengawasi gerak-gerik dari Jago Pedang Berdarah Dingin, tiada
hentinya ia mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan
yang tidak diinginkan, sebab ia takut pihak lawannya secara tiba-tiba
melancarkan serangan mematikan, karena itu mau tak mau dia harus
membuat perhitungan bagi keselamatannya sendiri....
Perjalanan dilakukan lama dan jauh sekali, siapa pun merasa
pikirannya tegang dan kalut sepanjang perjalanan.... tetapi baik Pek
In Hoei mau pun Lu Kiat masih tetap tenang-tenang saja, sikapnya
yang tenang sama sekali tidak nampak gugup ini mendatangkan
perasaan tak tenang bagi Siang Tek Sam bertiga...
"Dimana letaknya??" tegur Pek In Hoei suatu ketika sambil
memandang ke depan, "kenapa belum sampai juga di tempat tujuan..."
"Setelah melewati tikungan bukit sebelah depan, kita akan
sampai di tempat tujuan..."
Dengan pandangan ketakutan ia melirik sekejap ke arah
lawannya, ia takut secara tiba-tiba pihak lawan melancarkan serangan
ke arahnya sebab sikapnya yang dingin dan sama sekali tiada
berperasaan itu membuat ia mempunyai perasaan seolah-olah sedang
mendampingi seekor harimau, setiap saat jiwanya mungkin terancam
bahaya.
Siang heng, sungguh tidak pendek perjalanan ini," sindir Lu Kiat
dengan suara dingin.
Dalam hati kecilnya si angin puyuh Siang Tek Sam mempunyai
perhitungan, ia tertawa jengah dan sahutnya:
"Bukit di sebelah depan situ namanya Hoan bun po, setelah
melewati tempat itu berarti kalian berdua sudah tidak mendapatkan
jalan untuk balik lagi!"
Setelah menuruni bukit yang terjal itu, di atas tanah lapang
dengan rumput yang tumbuh subur nampak bekas kaki simpang siur

839
Saduran TJAN ID

tertera di atas tanah, jelas sering kali tempat itu dilewati orang.
Mereka berlima dengan cepat melalui tanah lapang itu dan berhenti di
depan sebuah hutan yang sangat lebat.
"Hmmm !" dari balik hutan yang lebat berkumandang datang
suara dengusan berat yang amat mendalam, seorang kakek tua
berjubah serba merah munculkan diri dari balik pepohonan, sambil
tertawa seran ia berseru nyaring:
"Siang Tek Sam, siapa yang suruh kau tanpa urusan lari datang
kemari... "
"Malaikat penjaga sukma, hamba datang kemari untuk
menghantar tamu agung masuk benteng..." jawab Siang Tek Sam
dengan sikap yang sangat hormat.
"Ooooh...... tamu dari mana yang mau datang menghantar
kematiannya??"
Pria she Siang itu melirik sekejap ke arah Pek In Hoei lalu
menjawab: "Jago pedang berdarah dingin Pek In Hoei..."
Air muka malaikat penjaga sukma berubah dingin menyeramkan,
setelah melirik sekejap ke arah Pek In Hoei serta Lu Kiat ujarnya:
"Harap kalian berdua suka turun dari atas kuda, perjalanan
selanjutnya menjadi tanggung jawabku, bila aku telah menghantar
kalian berdua tiba di depan pintu benteng maka berarti pula tugasku
telah selesai..."
Meskipun perkataan itu diucapkan dengan nada sungkan, tetapi
dalam hati merasa amat tidak puas dengan kehadiran dua orang
pemuda itu.
Pek In Hoei mencibirkan bibirnya dan tertawa nyaring.
"Kalau memang demikian adanya, harap Lo sian-seng suka
menghantar perjalanan kami... " katanya.
Bersama-sama dengan Lu Kiat ia menyingkap jubah luarnya, lalu
bagaikan segumpal kapas dengan enteng sekali loncat turun ke atas
tanah, sikapnya yang santai dan rileks seakan-akan tak pernah terjadi
sesuatu kejadian apa pun ini membuat malaikat penjaga sukma

840
IMAM TANPA BAYANGAN II

mengerutkan dahinya, diam-diam ia merasa terkesiap juga oleh


kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kedua jago
muda itu.
"Sahabat Pek, aku hanya bisa menghantar kalian berdua sampai
di tempat ini saja," ujar Siang Tek Sam si angin puyuh sambil tertawa
seram , "setelah masuk ke dalam benteng, semoga sepanjang
perjalanan selamat selalu, aku tetap berharap agar pada suatu hari bisa
berjumpa kembali dengan kalian berdua keluar dari benteng dalam
keadaan selamat tanpa kekurangan sesuatu apa pun jua, tapi kalian
mesti ingat bahwa kesempatan itu kecil sekali...."
"Kita lihat saja nanti bagaimana akhirnya..." sahut Pek In Hoei
dengan suara dingin, "mungkin pada waktu kita berjumpa muka kau
telah berubah jadi sesosok mayat tanpa betok kepala, waktu itu...
haah... haaah... haaah... kau jangan salahkan diriku bila sudah tak
kenali terhadap sahabat lama lagi..."
Dengan hati mendongkol si angin puyuh Siang Tek Sam
mendengus dingin, dia ulapkan tangannya dan bersama dua orang
rekan lainnya segera berlalu melewati jalan semula.
Menanti bayangan tubuh mereka bertiga sudah lenyap dari
pandangan, malaikat penjaga sukma baru berkata dengan suara seram
:
"Tamu terhormat, silahkan kalian berdua mengikuti aku, untuk
masuk ke dalam benteng..."
Sembari berkata dia enjotkan badannya dan laksana kilat
berkelebat masuk ke dalam hutan.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei serta Lu Kiat
mengetahui bahwa pihak lawan hendak menguji tenaga dalam yang
mereka miliki, buru-buru mereka mengepos tenaga dan segera
menyusul dari belakangnya.
Setelah menembusi hutan yang amat lebat itu, di depan mata
terbentanglah sebuah sungai yang amat panjang sekali, air yang
mengalir dalam sungai itu sangat deras... meskipun demikian sebuah

841
Saduran TJAN ID

jembatan besi terbentang di atas sungai tadi dan menghubungkan tepi


sebelah sini dengan tepi seberang.
Sebuah benteng kuno yang amat besar dan angker berdiri tepat di
seberang sungai, dinding bukit yang terjal dan curam mengelilingi
sekeliling benteng tersebut, pada setiap jengkal dinding benteng
berdiri seorang jago melakukan penjagaan, mereka menghadap ke
arah luar dan melakukan pengawasan dengan kerennya.
'Benteng Pedang Sakti'
Tiga huruf besar yang amat menyolok terukir di atas dinding
pintu benteng tersebut, pada ke-dua belah pintu besar yang terbuat
dari baja murni masing-masing tergantung sebilah pedang panjang
berwarna keperak-perakan, di bawah sorot cahaya sang surya senjata
itu memantulkan cahaya tajam yang amat menyilaukan mata.
"Inilah benteng Kiam poo," seru Malaikat Penjaga Sukma sambil
tertawa dingin, "harap kalian berdua suka mengikuti diriku masuk ke
dalam benteng..."
Dengan enteng ia melangkah di atas jembatan besi itu lalu
meluncur ke dalam dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat. Jago
Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tertawa dingin, bersama Lu Kiat
dia segera menyusul ke arah dalam.
"Siapa di situ? Sandi mulut..." teriak pria yang berada di atas
benteng sambil mengawasi ke-tiga orang yang berada di luar benteng
itu dengan pandangan tajam.
Malaikat Penjaga Sukma segera angkat tangannya dan
menunjukkan tiga jari, sahutnya dengan suara keras :
"Menyeberangi sungai hendak bertemu dengan nelayan tua..."
"Hmm! Kembali manusia-manusia tak tahu diri yang datang
mengantar kematian buat diri sendiri..." jengek pria itu sambil tertawa
dingin.
Dalam pada itu setelah mereka berdua saling bertukar sandi,
Malaikat Penjaga Sukma segera membawa ke-dua orang itu berjalan
menuju ke arah pintu benteng.

842
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tampaklah ke-dua belah pintu baja yang amat besar itu perlahan-
lahan membentang ke samping, dari dalam benteng muncullah dua
orang pria penjaga pintu.
"Ong toako," Malaikat Penjaga Sukma menyapa, "harap kau
laporkan kepada pengurus benteng, katakanlah Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei serta Lu Kiat datang untuk mengunjungi
benteng..."
"Hmm! Tidak bisa, sekarang tidak diperkenankan untuk
masuk..." sahut pria yang berada di sisi kiri sambil mendengus.
Malaikat Penjaga Sukma jadi tertegun.
"Ong toako, sebenarnya apa yang telah terjadi??" serunya.
"Kau betul-betul tolol dan makin tua makin bertambah pikun,"
jawab pria itu dengan sikap yang amat sombong, "apakah kau lupa
sekarang adalah hari apa? Toa kongcu dan toa siaocia sebentar lagi
akan keluar dari benteng..."
"Oooh... aku betul-betul sangat bodoh... aku memang sangat
tolol, ternyata urusan itu sudah aku lupakan!" kata Malaikat Penjaga
Sukma dengan tubuh gemetar keras.
Kepada Pek In Hoei ia tertawa getir dan melanjutkan :
"Sahabat Pek, kongcu serta siocia dari benteng kami sebentar lagi
akan keluar benteng untuk menikmati pemandangan alam, dalam
keadaan seperti ini biasanya poocu kami tak pernah menemui tamu,
terpaksa kalian berdua harus kembali dulu.. Inilah rejeki yang paling
bagus buat kalian berdua untuk melanjutkan hidup, sebab meneruskan
perjalanan ke depan hanya berarti mencari kematian bagi diri
sendiri..."
"Sungguh tidak sedikit peraturan dari benteng kalian ini..." ejek
Lu Kiat dengan suara dingin.
Air muka Malaikat Penjaga Sukma agak berubah sedikit, buru-
buru serunya memperingatkan :
"Kalau berbicara harap sedikitlah berhati-hati, kalian mesti tahu
Benteng Kiam-poo jauh berbeda dengan perguruan biasa lainnya,

843
Saduran TJAN ID

barang siapa yang terjatuh ke tangan kami belum ada seorang pun di
antaranya yang berhasil lolos dalam keadaan hidup..."
Dengan sorot mata tajam Pek In Hoei melirik sekejap ke arah
Benteng Kiam-poo yang besar dan menyeramkan itu, tiba-tiba sekilas
napsu membunuh terlintas di atas wajahnya, ia tarik napas panjang-
panjang dan berkata :
"Lu toako, mari kita serbu sendiri ke dalam benteng..."
"Ehmm... aku lihat terpaksa kita harus berbuat demikian..." jawab
Lu Kiat sambil mengangguk.
Traang...! Di kala ke-dua orang itu secara diam-diam sedang
berunding untuk melakukan penyerbuan secara kekerasan, tiba-tiba
dari balik Benteng Kiam-poo yang menyeramkan itu berkumandang
datang suara genta tersebut sehingga bergema menembusi angkasa...
kemudian pantulan suara tadi menyebar di udara dan perlahan-lahan
sirap kembali...
"Menyingkir..." dua orang pria yang berdiri di depan pintu
benteng itu segera membentak keras.
Malaikat Penjaga Sukma tahu bahwa toa kongcu serta nona
mereka akan keluar dari benteng, saking takutnya buru-buru ia
berseru :
"Kalian berdua harap segera menyingkir dari sini..."
Agaknya ia merasa amat takut terhadap putra serta putri dari
poocunya itu, dengan wajah berubah hebat buru-buru ia putar badan
dan kabur dari jembatan penyeberangan.
Dengan sikap yang sangat hormat dua orang pria yang berdiri di
sisi pintu benteng itu segera bongkokkan tubuhnya dan tunduk kepala
memandang ke atas lantai, sorot mata mereka tak berani berkeliaran
secara sembarangan dan gerak-geriknya ketakutan sekali.

Bagian 35
LU KIAT yang menyaksikan kejadian itu diam-diam mengerutkan
dahi, dan berseru :
844
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Besar amat lagak kongcu serta siocia dari Benteng Kiam-poo


ini..."
Mereka berdua sama-sama merupakan jago muda yang tinggi
hati, meskipun menyadari bahwa lawannya bukan manusia
sembarangan, tetapi mereka berdua tetap bersikeras hendak melihat
macam apakah gerangan ke-dua orang muda mudi itu, maka dengan
lagak pilon dan sikap yang jumawa mereka angkat kepala
memandang ke udara.
Dua baris pria berpakaian perak yang bersisik perak dengan
pakaian yang menyolok serta pedang tersoren di pinggang, perlahan-
lahan muncul dari balik pintu benteng, sikap mereka amat teratur dan
rapi, jelas merupakan sepasukan busu berbaju perak yang sudah lama
mendapat pendidikan keras.
Di belakang sepasukan busu itu muncullah seorang pemuda
berjubah hijau bertopi model jagoan dengan sebilah pedang pendek
berbentuk aneh dan antik tersoren di pinggangnya, sepasang matanya
memancarkan sorot mata dingin, wajahnya tiada perasaan, sikapnya
yang sombong dan jumawa itu cocok sekali dengan kuda
tunggangannya yang berwarna putih bersih.
"Hey, siapakah kau?" tiba-tiba ia membentak keras, "berani benar
mencuri lihat raut wajah kongcumu!"
Dua barisan busu berbaju perak itu segera menyebarkan diri dan
mengurung Pek In Hoei serta Lu Kiat rapat-rapat, sikap mereka jelas
menunjukkan rasa permusuhan yang amat tebal.
Sambil loncat ke depan pemuda itu kembali membentak keras :
"Ciss... siapakah kalian berdua? Kenapa aku belum pernah
berjumpa dengan kalian berdua? Eeei... kenapa kalian tidak
menjawab? Bisu atau tuli kamu berdua?"
Perlahan-lahan Pek In Hoei tarik kembali sorot matanya dan
balas menatap wajah pemuda itu, sahutnya pula dengan suara ketus :
"Siapa kau? Kenapa aku pun belum pernah berjumpa
denganmu?"

845
Saduran TJAN ID

"Hmmm... itulah disebabkan kau tak punya mata, sepasang


matamu buta dan otakmu terlalu goblok!" teriak pemuda itu sambil
mendesis penuh kegusaran, "kalau kau belum pernah berjumpa
dengan enghiong yang sebenarnya dari kolong langit, maka kau tak
kenal dengan kongcumu, bila kau sudah tahu siapakah aku, hmmm...
hmmm... kau tak akan berani berbicara dengan sikap begitu kurang
ajar terhadap diriku."
Pek In Hoei mengerutkan dahinya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... jadi kalau begitu, kau benar-benar
adalah seorang manusia lihay!" ejeknya.
Sikap pemuda itu semakin sombong dan jumawa, wajahnya
dingin ketus menyeramkan, matanya memancarkan cahaya bengis
yang meliputi napsu membunuh, jawabnya :
"Sedikit pun tidak salah, atau paling sedikit aku Cui Kiam Beng
jauh lebih ampuh daripada kamu..."
Dengan sorot mata memancarkan cahaya bengis ia tertawa
dingin, lalu ujarnya kembali :
"Kenapa kalian berdua belum juga jatuhkan diri berlutut dan
menunggu hukuman yang akan kujatuhkan terhadap diri kalian
berdua."
"Kau keliru besar sahabat," jengek Lu Kiat dengan alis berkerut,
"tak ada orang yang jeri kepadamu!"
Cui Kiam Beng adalah putra kesayangan dari pemilik Benteng
Kiam-poo, sejak kecil ia sudah terbiasa dimanja sehingga tanpa terasa
terdidiklah watak yang sombong tinggi hati dan jumawa pada dirinya,
ketika menyaksikan sikap Pek In Hoei serta Lu Kiat bukan saja tidak
jeri seperti sikap orang-orang benteng Kiam poo terhadap dirinya,
malah sebaliknya ia sendiri yang disindir dan diejek-ejek, hawa
amarahnya kontan berkobar dan napsu membunuh seketika
menyelimuti seluruh wajahnya...
Ia menyapu sekejap ke sisi kiri dan kanannya, lalu menegur :
"Tahukah kalian berdua di manakah sekarang kalian berada?"

846
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Benteng Kiam-poo... suatu tempat yang penuh kenistaan serta


kejahatan," jawab Pek In Hoei dengan nada dingin, "Huuuuh...! Kau
menggunakan tempat bejat seperti ini sebagai kebanggaan terhadap
diri sendiri, aku pun jadi ikut malu melihat sikapmu yang memuakkan
itu."
"Tutup mulut!" bentak Cui Kiam Beng penuh kegusaran,
"bangsat terkutuk, kau berani bersikap kurang ajar terhadap
kongcumu!"
Dia ulapkan tangannya dan para jago pedang berbaju perak yang
mengepung di sekeliling tempat itu segera loloskan pedangnya dan
menyilangkan senjata di depan dada, dengan pandangan gusar mereka
tatap ke-dua orang itu tajam-tajam.
"Hmm! Kalian mau coba-coba turun tangan?" ejek Jago Pedang
Berdarah Dingin dengan napsu membunuh menyelimuti pula seluruh
wajahnya.
Cui Kiam Beng tertawa dingin.
"Tak seorang manusia pun diperkenankan bikin keonaran dalam
benteng Kiam poo, bajingan cilik! Pentang lebar-lebar sepasang biji
matamu, tempat ini bukan tempat sembarangan, dan sekarang kau
berani mencuri lihat rahasia dari benteng kami, untuk dosamu itu
paling sedikit tubuh kalian harus dihancur-lumatkan jadi berkeping-
keping."
Sambil menoleh ke arah anak buahnya, ia membentak keras :
"Tangkap semua!"
Bersamaan dengan lenyapnya suara bentakan itu, dua orang pria
berbaju perak menerjang datang dari samping kiri dan kanan, pedang
mereka digetarkan menciptakan dua baris bunga pedang yang
menyilaukan mata, laksana kilat cahaya tajam itu menyerang dua
orang pemuda tersebut.
Pek In Hoei serta Lu Kiat serentak melayang ke samping sambil
masing-masing kirim satu pukulan ke depan, karena terlalu gegabah
menilai lawan ke-dua orang pria itu segera mendengus berat dan

847
Saduran TJAN ID

terpental kembali ke belakang oleh angin pukulan yang sangat berat


itu.
Menyaksikan kelihayan lawannya, air muka Cui Kiam Beng
berubah hebat, serunya :
"Sungguh tak nyana kalian berdua adalah jago-jago lihay yang
punya sedikit simpanan."
Haruslah diketahui, barisan jago pedang berbaju perak ini adalah
barisan pengawal yang dilatih dan dididik sendiri olehnya, meskipun
belum terhitung jago pedang yang teramat lihay tapi mereka pun
bukan termasuk manusia-manusia tolol yang sama sekali tak berguna,
siapa tahu dalam penyerangan yang dilancarkan barusan, bukan saja
serangannya gagal total bahkan sebaliknya di dalam satu gebrakan
saja anak buahnya kena dipukul mundur dalam keadaan luka.
Peristiwa semacam ini bagi Cui Kiam Beng boleh dibilang belum
pernah ditemuinya.
Oleh sebab itu dengan wajah berubah hebat, sekilas senyuman
menyeramkan menghiasi bibirnya.
"Saudara, bila kau ada minat, tak ada halangannya untuk turun
tangan sendiri!" dengus Lu Kiat dengan suara ketus.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... dengan andalkan sedikit
kepandaian semacam itu kalian berdua berani datang ke benteng
malaikat pedang untuk bikin keonaran. Kamu sekalian terlalu
pandang enteng jago-jago yang ada di tempat ini," seru Cui Kiam
Beng sambil tertawa seram, "kalian harus tahu bahwa jago lihay
dalam benteng kami tak terhingga jumlahnya, mereka yang memiliki
kepandaian silat semacam apa yang kalian miliki itu tak terhitung
banyaknya... sahabatku setelah kalian bertemu dengan kongcumu
maka itu berarti pula kesempatan untuk hidup bagi kalian berdua telah
lenyap, selamanya aku tidak akan membiarkan setiap korbanku lolos
dalam keadaan hidup, dan selamanya aku tak pernah membiarkan
korbanku untuk mendapat kesempatan guna meneruskan hidupnya..."

848
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tak menyangka kalau


kejumawaan serta kesombongan pemuda yang berada di hadapannya
ini jauh melebihi dirinya, ia tercekat dan segera mengetahui bahwa
benteng Kiam poo dapat memimpin dunia persilatan, hal ini
menunjukkan bahwa pihak mereka pastilah memiliki suatu
kemampuan yang jauh melebihi orang lain, terutama sekali Cui Kiam
Beng berani omong besar, tentu di belakang punggungnya
mempunyai jaminan kekuatan yang mengerikan sekali dan sedikit
banyak ia sendiri pun pasti mempunyai simpanan.
Berpikir demikian, Pek In Hoei segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau bisa berkata begitu karena
selama ini kau belum pernah bertemu dengan jago lihay, oleh sebab
itu belum pernah merasakan pula bagaimana rasanya dikalahkan
orang!"
"Ooooh... jadi kalau begitu kau adalah seorang jagoan yang
sangat lihay?" sindir Cui Kiam Beng.
"Jago lihay sih tak berani dikatakan, cuma di dalam hal
kepandaian ilmu pedang aku pernah melakukan penelitian serta
penyelidikan!"
Air muka Cui Kiam Beng agak berubah, tubuhnya tanpa terasa
melayang turun dari atas punggung kudanya, sambil tertawa seram
perlahan-lahan ia cabut keluar pedang pendeknya yang berbentuk
aneh itu.
"Hmmm... hmm.... kongcumu ingin sekali menyaksikan sampai
taraf yang setinggi apakah ilmu pedang yang berhasil diteliti oleh jago
lihay semacam dirimu itu," ujarnya dengan serius, "sahabat, sekarang
kau boleh cabut keluar pedangmu... dan ingat! Sewaktu bertempur
nanti kau harus bersikap sangat hati-hati..."
Cahaya pedang bergetar kencang, dari ujung pedang pendek
berbentuk aneh itu segera memancar keluar segulung hawa pedang
yang amat tebal dan menggidikkan hati, cahaya pedang yang dingin
membuat siapa pun akan menyadari bahwa pedang yang berada di

849
Saduran TJAN ID

dalam genggaman lawan itu adalah sebilah pedang mestika yang


jarang sekali dijumpai di kolong langit.
"Ehmm... pedang bagus," puji Pek In Hoei dengan wajah serius,
"aku Jago Pedang Berdarah Dingin baru pertama kali ini berjumpa
dengan pedang mestika macam itu!"
Rupanya ia pun menyadari bahwa lawannya adalah seorang jago
muda yang amat sukar dilayani, setelah tarik napas panjang-panjang
dengan gerakan yang lambat ia loloskan keluar pedang mestika
penghancur sang suryanya dari dalam sarung, kemudian ujung pedang
ditudingkan ke tengah udara.
"Jago Pedang Berdarah Dingin!" seru Cui Kiam Beng dengan
suara keras, "Apakah kau adalah Pek In Hoei yang pernah
mengadakan pertemuan besar sewaktu ada di wilayah selatan..."
"Sedikit pun tidak salah, dan seandainya pada saat ini kau hendak
membatalkan pertarungan ini, maka waktu masih belum terlambat..."
"Aku merasa amat kagum terhadap keberanian serta
kesuksesanmu itu, menggunakan kesempatan yang sangat baik seperti
hari ini, aku harus baik-baik minta petunjuk darimu... Pek In Hoei!
Kuhormati dirimu sebagai seorang jago lihay di dalam penggunaan
ilmu pedang, silahkan kau turun tangan sendiri..."
Sikapnya pada saat ini mengalami perubahan besar sekali,
sementara pada ucapannya juga bertambah sungkan, hal ini
menunjukkan bahwa pemuda she Cui itu telah menyadari bahwa
lawan yang sedang dihadapinya ini adalah seorang lawan yang amat
tangguh.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mengerutkan alisnya
sambil mencukil pedangnya ke udara ia tertawa hambar.
"Tamu tidak akan mendahului tuan rumah, lebih kau saja yang
turun tangan duluan..."
Cui Kiam Beng segera membentak keras, pedang pendek dalam
genggamannya digetarkan ke muka, sekilas bayangan pedang
berkilauan menembusi angkasa, desiran pedang yang tajam dan

850
IMAM TANPA BAYANGAN II

menggetarkan hati berkelebat menembusi udara dan meluncur ke


depan.
Sekarang Jago Pedang Berdarah Dingin baru menyadari bahwa
lawannya bukan manusia sembarangan, cukup ditinjau dari
serangannya yang begitu ganas dan dahsyat laksana gulungan ombak
di tengah samudra ini, sudah cukup membuktikan bahwa lawannya
adalah seorang jago yang amat lihay.
Dengan serius ia pusatkan seluruh perhatiannya pada ujung
pedang sendiri, secara beruntun ia bergantian menyerang sebanyak
tujuh delapan jurus dengan lawannya, sebagai jago-jago kelas satu
dalam dunia persilatan, setiap kali terjadi benturan dengan cepat
mereka tarik kembali pedangnya masing-masing, siapa pun tidak
melakukan penyerangan dengan jurus serangan yang sama sekali
tidak meyakinkan.
Dengan tegang Lu Kiat mengikuti jalannya pertarungan itu dari
sisi kalangan, ia tahu ke-dua belah pihak telah menyerang dengan
mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya, satu kali salah
bertindak berarti jiwa akan melayang pada detik itu juga, perhatiannya
sama sekali terhisap oleh jalannya pertarungan itu sehingga untuk
beberapa saat ia lupa terhadap keadaan di sekelilingnya.
"Lu-heng..." suara sapaan yang nyaring dan merdu
berkumandang datang memecahkan kesunyian yang mencekam.
Lu Kiat tercengang dan segera berpaling ke arah mana berasalnya
suara panggilan tadi, tampak seorang nona cantik bersanggul tinggi
perlahan-lahan berjalan mendekati ke arahnya, baju merah yang
terhembus angin membuat dara muda itu nampak bertambah cantik,
seakan-akan bidadari yang baru turun dari kahyangan.
"Nona Im..." seru Lu Kiat dengan nada tertegun.
Dara muda yang cantik jelita itu gelengkan kepalanya berulang
kali, kemudian berkata :
"Tidak, aku she Cui bernama Tiap Tiap... dahulu ketika kita
saling berjumpa di kota Siang cu nama yang kugunakan adalah nama

851
Saduran TJAN ID

palsu... Lu-heng! Kenapa kau bisa datang kemari, kenapa sebelum


datang kau tidak memberi kabar lebih dahulu kepadaku..."
Lu Kiat merasa hatinya jadi hangat dan benaknya segera
terbayang kembali pemandangan tatkala ia berkenalan dengan gadis
itu di kota Siang-ciu, ia merasa hatinya jadi kosong ketika kemudian
gadis itu berlalu tanpa pamit.
Ia menghela napas panjang, katanya dengan wajah serius :
"Aku serta Jago Pedang Berdarah Dingin secara kebetulan lewat
di Benteng Kiam-poo dan tanpa sengaja telah bentrok dengan Cui sau
poocu, sungguh tak nyana dalam keadaan seperti ini aku telah
berjumpa kembali dengan dirimu... aai..."
"Tapi toh ini namanya jodoh..." ujar Cui Tiap Tiap sambil
mengerlingkan biji matanya dan tersenyum.
Lu Kiat tertawa getir.
"Dan jodoh ini datangnya terlalu mendadak sehingga berada di
luar dugaan orang..." tambahnya.
Dengan pandangan mesra, Cui Tiap Tiap mengerling sekejap ke
arah pemuda itu, lalu berkata :
"Lu-heng, sebelum kau lanjutkan langkahmu untuk memasuki
Benteng Kiam-poo lebih baik ajak sahabatmu untuk cepat-cepat
berlalu dari sini. Kau tak akan paham terhadap tabiat dari ayahku,
peduli siapa pun juga asal berani memasuki Benteng Kiam-poo maka
jangan harap bisa keluar lagi dalam keadaan hidup, kecuali kau mati
tak mungkin kau bisa tinggalkan benteng ini lagi. Saudara Lu!
Kendati aku adalah separuh tuan rumah di tempat ini namun berbicara
tentang kedudukan serta kekuasaan aku masih belum dapat memadai
adikku, karenanya walaupun aku ingin sekali membantu dirimu
sayang sekali tiada tenaga bagiku untuk melakukannya..."
Diam-diam Lu Kiat menghela napas panjang, dengan suara berat
katanya :
"Terima kasih buat maksud baikmu itu, sayang sekali menyerbu
ke dalam Benteng Kiam-poo merupakan cita-cita serta tujuan kami..."

852
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Tempat ini bukan suatu tempat yang baik," nasehat Cui Tiap
Tiap lagi dengan wajah sedih, rasa murung dan kesal terlintas di atas
wajahnya, "ayahku telah mendengarkan ucapan manusia laknat,
perbuatannya sangat melanggar kebiasaan orang Bu lim, walaupun
aku ada maksud untuk menasehati dia orang tua, sayang tenaga serta
kemampuanku amat terbatas, aku tak dapat menolong situasi ini
lagi..."
Ia melirik sekejap pertarungan yang sedang berlangsung antara
ke-dua orang pemuda itu, kemudian bentaknya keras-keras:
"Tahan! Kiam Beng, ayoh kembali..."
Dalam pada itu seluruh jidat Cui Kiam Beng telah basah kuyup
oleh air peluh, ia mulai merasa keteter hebat dan mulai tak sanggup
mempertahankan diri, ketika mendengar suara bentakan dari encinya,
dengan cepat ia dorong pedangnya ke belakang lalu bagaikan
segulung angin meloncat keluar dari gelanggang.
"Eeei... kenapa secara tiba-tiba kau hentikan pertarungan ini?
Apakah sudah tak diteruskan lagi..." ejek Pek In Hoei dengan suara
dingin lagi ketus.
Cui Kiam Beng terengah-engah, sambil mengatur pernapasan
sahutnya, "ilmu silatmu memang lihay sekali, sebentar akua pasti
akan minta petunjuk lagi darimu..."
Cui Tiap Tiap menggerakkan tubuhnya yang ramping dan
perlahan-lahan maju ke depan, raut wajahnya yang cantik jelita
bagaikan sekuntum bunga tiba tertutup oleh sikap yang dingin
menggidikan hati, tegurnya dengan nada tidak senang hati :
"Siapa yang suruh kau bergebrak lagi dengan orang lain..."
"Cici!" sahut Cui Kiam Beng dengan alis berkerut, "dalam
keadaan seperti ini kenapa kau tampil pula ke depan?? Apa pesan ayah
kepadamu? Seorang gadis perawan masa secara sembarangan
munculkan diri untuk berjumpa dengan orang asing..."
"Hmm! Makin lama kau semakin tak tahu aturan, aku pun hendak
kau urusi???" bentak gadis itu dengan nada dingin.

853
Saduran TJAN ID

"Mengurusi sih aku tak berani... cuma ayah berpesan begitu


kepadaku..."
Cui Tiap Tiap melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah
Dingin, ketika menyaksikan wajahnya yang begitu tampang dengan
perawakan tubuh yang sangat gagah, hatinya seketika terasa bergetar
keras, pikirnya di dalam hati :
"Lu Kiat sudah termasuk salah seorang pria tampan yang jarang
ada di kolong langit, sungguh tak nyana setelah dibandingkan dengan
Jago Pedang Berdarah Dingin ternyata di atas tubuh Lu Kiat seakan-
akan kekurangan sesuatu benda... tidak aneh kalau begitu banyak
gadis muda yang terpikat dan tergila-gila kepadanya... ia memang
tampan dan menawan hati...
Sambil tertawa jengah ujarnya :
"Pek tayhiap, benteng kami merasa mendapat kehormatan untuk
menerima kunjungan dari seorang jago lihay yang nama besarnya
sudah tersohor di seluruh kolong langit serta berkepandaian tinggi
macam dirimu... kami merasa amat bangga sekali dengan
kehadiranmu ini..."
"Nona terlalu memuji, kalau berbicara tentang ilmu silat maka
semestinya kepandaian silat yang dimiliki adikmu itulah baru pantas
disebut luar biasa sekali..." sahut Pek In Hoei.
Merah jengah selembar wajah Cui Kiam Beng, hawa gusar
seketika berkobar dalam dadanya, ia salah mengira Pek In Hoei
mengatakan bahwa ilmu silatnya tak becus dan hanya begitu-begitu
saja, sambil ayunkan pedang pendeknya ia maju mendesak ke muka,
serunya :
"Kau jangan takabur dan jumawa lebih dahulu, pun kongcu toh
belum kalah benar-benar di tanganmu!"
"Eeeei... sebenarnya apa maksudmu??" seru Pek In Hoei dengan
nada tertegun.
"Hmm! Gampang sekali, asal kau sanggup menangkan
permainan pedang di tangan kongcumu maka dari pihak Benteng

854
IMAM TANPA BAYANGAN II

Kiam-poo pasti akan muncul orang untuk menyambut kedatanganmu


itu, sebaliknya kalau kongcumu yang beruntung mendapat
kemenangan... maaf, terpaksa batok kepalamu itu harus berpindah
tempat..."
Pek In Hoei sama sekali tidak menyangka kalau putra kandung
pemilik Benteng Kiam-poo Cui Kiam Beng begitu tak tahu aturan.
Tadi ia tak mau melukai orang karena pemuda itu merasa belum
sempat berjumpa dengan pemilik benteng, seharusnya Cui Kiam
Beng tahu diri dan segera mengundurkan diri.

855
Saduran TJAN ID

Jilid 35
SIAPA tahu pemuda itu tak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi,
ternyata ia menantang kembali untuk berduel.
Jago Pedang Berdarah Dingin bukanlah manusia suka diganggu,
napsu membunuh seketika menyelimuti wajahnya, dengan suara
ketus serunya :
"Cui Sau poocu, ada pepatah kata aku ingin beritahukan
kepadamu lebih dahulu kata-kata itu yakni : tidak naik ke atas puncak
gunung, orang tak akan tahu tingginya gunung, tak masuk ke dalam
samudra tak akan tahu dalamnya lautan. Hingga detik ini mungkin
kau masih belum berjumpa dengan jago silat yang betul-betul lihay,
suatu hari kau akan merasakan bagaimana rasanya seorang yang
menderita kekalahan, waktu itu kau baru akan merasa betapa luasnya
pelajaran ilmu pedang yang terdapat di kolong langit."
"Aku tak sudi mendengarkan nasehatmu itu," tukas Cui Kiam
Beng sambil putar pedangnya.
"Adikku, kau tak boleh berbuat demikian!" bentak Cui Tiap Tiap
dengan wajah berubah hebat.
"Cici kenapa kau begitu tak tahu diri," seru Cui Kiam Beng
sambil memberi hormat kepada kakaknya, "berhadapan muka dengan
seorang jago pedang macam dia, hal ini merupakan satu kesempatan
yang terbaik bagiku untuk menjajal ilmu silat keluarga kita, aku
percaya di kolong langit tiada ilmu pedang lain yang mampu
mengalahkan ilmu pedang keluarga kita."

856
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Perkataan dari Pek sauhiap sedikit pun tidak salah," bentak Cui
Tiap Tiap dengan gusar, "di luar gunung masih ada gunung, di luar
manusia cerdik masih ada manusia cerdik, sekali pun keluarga kita
mendapat julukan sebagai keluarga nomor wahid di kolong langit, kita
pun tak berani mengunggulkan ilmu silatnya sebagai nomor satu di
seluruh dunia, karena banyak sekali terdapat jago-jago pedang pandai
yang lebih suka mengasingkan diri daripada ikut memperebutkan
nama kedudukan."
"Aku tak mau mendengarkan perkataanmu yang menggelikan
telinga itu," seru Cui Kiam Beng sambil tertawa dingin, "mencapai
kedudukan yang tertinggi merupakan cita-cita dari setiap jago yang
belajar ilmu pedang, cici kau tak usah mencampuri urusanku lagi..."
Pedang pendeknya digetarkan keras-keras dan serunya kembali :
"Manusia she Pek! Mari kita tetapkan menang kalah kita di ujung
senjata!"
Pada saat itu hawa murninya yang sudah banyak hilang akibat
pertarungan sengit yang barusan berlangsung telah pulih kembali
seperti sediakala, ia menghembuskan napas panjang-panjang lalu
berteriak keras, pedang pendek dalam genggamannya bergerak
membentuk satu gerakan busur yang berwarna kehijau-hijauan,
setelah berhenti sejenak di tengah udara laksana kilat segera
menyusup ke depan.
"Hmmm!" Pek In Hoei mendengus dingin tubuhnya loncat maju
ke depan meloloskan diri dari serangan tersebut, pedangnya
digetarkan keras dan segera membabat masuk ke dalam lewat sisi kiri
musuhnya.
Cui Kiam Beng putar pedangnya sambil maju ke depan, tiba-tiba
langkahnya memanjang satu kali lipat dari keadaan biasa.
Traaang... sepasang pedang segera saling bentur satu sama lain,
menyebabkan percikan bunga api berhamburan ke seluruh udara,
suara pekikan nyaring menggeletar di udara dan lama sekali baru
membuyar kembali.

857
Saduran TJAN ID

Rambut di atas kepala Cui Kiam Beng berguguran ke atas lantai,


rambut yang kusut menutupi hampir seluruh wajahnya, dengan sorot
mata berapi-api ia putar pedang pendeknya, dengan buas dan bengis
ditatapnya wajah lawan dengan pandangan tajam, seakan-akan ia
sedang menunggu suatu kesempatan baik untuk melancarkan
serangan mautnya.
Pek In Hoei dengan hambar angkat kepala memandang ujung
pedang di angkasa, terhadap sikap menyeringai Cui Kiam Beng yang
menyeramkan itu ia tidak memandang atau pun menggubris, sikapnya
tetap tenang seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu apa pun jua, hanya
saat ini wajahnya lebih keren dan sama sekali tidak dihiasi senyuman.
"Hmmm..." suara tertawa seram meledak dari balik bibir Cui
Kiam Beng, pedang pendeknya dengan membentuk sekilas cahaya
keperak-perakan berkelebat menembusi angkasa dan meluncur ke
atas batok kepala Jago Pedang Berdarah Dingin.
Pek In Hoei mendengus dingin, ia geser tubuhnya ke samping,
pedangnya dengan membentuk segumpal bayangan tajam yang amat
menyilaukan mata meluncur keluar...
Dua gulung cahaya putih segera saling bertemu satu sama lainnya
di tengah udara... Tiiing! Dentingan nyaring bergema di udara
kemudian semuanya pulih kembali dalam kesunyian, begitu hening
seolah-olah dunia telah kiamat...
"Aaah...!" Cui Kiam Beng memandang kutungan pedang pendek
kesayangannya dengan pandangan kosong, kemudian ia menjerit
sekeras-kerasnya, bagaikan kalap ia meraung gusar :
"Aku hendak membunuh dirimu... aku hendak membinasakan
dirimu..."
Sambil mencekal kutungan pedang pendeknya Cui Kiam Beng
menuding Jago Pedang Berdarah Dingin, teriaknya dengan suara
keras :
"Dia telah merusak pedang mestikaku... ia telah mengutungkan
pedang mestika kesayanganku... cici! Peristiwa ini merupakan suatu

858
IMAM TANPA BAYANGAN II

penghinaan bagi keluarga Cui kita, pedang itu adalah hadiah dari ayah
ketika aku berulang tahun delapan belas tahun..."
Dengan perasaan sakit hati karena pedangnya rusak, ia berseru
kembali dengan suara gemetar :
"Cici, kau harus balaskan dendam bagiku... rampaskan pedang
mestika penghancur sang surya itu untukku..."
"Adikku, ilmu silatmu tak dapat menangkan orang, hawa
murnimu tidak sesempurna tenaga dalam yang dimiliki Pek sauhiap
maka pedangmu kutung dan rusak," ujar Cui Tiap Tiap sambil
menggelengkan kepalanya. "Untung ayah kita memiliki pelbagai
macam pedang mestika yang tak ternilai harganya, biarlah ayah
menghadiahkan lagi sebilah pedang yang lain untukmu..."
"Omong kosong!" bentak Cui Kiam Beng setengah menjerit,
"pedang adalah rohku, senjata adalah mata dari seorang jago pedang,
bila pedang itu lenyap berarti aku kehilangan jiwaku, aku tak akan
kuat menahan pukulan batin yang demikian beratnya ini..."
"Aaai..." suara helaan napas panjang berkumandang dari balik
pintu benteng, seorang kakek tua berjenggot hitam dengan pandangan
dingin menatap sekejap wajah Pek In Hoei, kemudian sambil
berpaling ke arah Cui Kiam Beng ujarnya :
"Kiam Beng, apa yang diucapkan cicimu sedikit pun tidak salah,
ilmu silatmu masih terlalu cetek, seandainya kau tidak lalai berlatih
ilmu silatmu dengan tekun dan rajin tidak mungkin kau akan
mengalami akhir seperti yang kau alami pada saat ini."
"Paman Sam siok!" seru Cui Kiam Beng dengan suara sedih.
Sementara Lu Kiat yang menyaksikan kemunculan orang itu,
hatinya segera terkesiap, ia tidak menyangka jago kalangan hekto
yang pernah tersohor namanya pada dua puluh berselang, Kongsun
Kie dapat dijumpainya di tempat itu, pelbagai ingatan dengan cepat
berkelebat dalam benaknya namun untuk sesaat ia tak tahu apa yang
mesti dilakukan.

859
Saduran TJAN ID

Kongsun Kie sudah banyak tahun lenyap dari dunia persilatan,


sebagian besar jago Bu-lim mengira ia sudah mati, sungguh tak nyana
jago kosen itu ternyata bersembunyi di dalam Benteng Kiam-poo.
Dengan suara lantang Lu Kiat segera menyapa :
"Hmm... hmm... tak nyana Benteng Kiam-poo kami telah
kedatangan dua orang sahabat karib yang begini kosen, kunjungan ini
sungguh merupakan suatu kehormatan bagi kami..." kata Kongsun
Kie dengan suara dingin, ia segera membentak keras :
"Terima tamu!"
Bersamaan dengan meledaknya suara bentakan dari Kongsun
Kie, dari balik pintu benteng yang mengerikan itu dengan cepat
bermunculan sebaris pria berbaju hitam, pria itu membawa tambur
dan alat tetabuhan lainnya yang beraneka ragam, sambil munculkan
diri, alat-alat bunyian itu dipukul bertalu-talu hingga suasana seketika
berubah jadi gaduh dan ramai sekali...
Pek In Hoei serta Lu Kiat yang menjumpai kejadian ini jadi
melengak, mereka tak tahu dengan permainan setan apakah pihak
benteng Kiam poo menyambut kedatangan tamu terhormatnya.
Lu Kiat segera berbisik kepada Cui Tiap Tiap yang berada di
sisinya :
"Apa yang sedang mereka lakukan?"
Rupanya Cui Tiap Tiap sangat takut ucapannya itu sampai
didengar orang lain, setelah melirik sekejap ke arah Cui Kiam Beng
serta Kongsun Kie, dengan suara lirih ia menjawab :
"Benteng Kiam-poo kami paling menghormati jiwa ksatria para
jago yang berani menyerbu ke dalam benteng, berhubung setiap orang
yang berani masuk ke dalam benteng berarti kematian bagi dirinya,
maka terhadap keberanian setiap orang yang berani datang kemari
baik itu jago dari kalangan hek-to maupun Pek-to sudah sepantasnya
kalau disambut dengan segala macam alat tetabuhan, di samping
sebagai tanda hormat di samping itu dengan bunyi-bunyian tersebut
mereka memberi kabar pula kepada ayahku yang berarti ada orang

860
IMAM TANPA BAYANGAN II

datang, mereka peringatkan setiap pos penjagaan untuk siap-siap


menghadang kedatangan musuh tangguh, serta tidak
memperkenankan melepaskan orang itu keluar dari benteng dalam
keadaan hidup..."
"Hmm... sungguh besar amat lagak benteng kalian..." seru Lu
Kiat sambil tertawa hambar.
Dalam pada itu seorang pria kekar berbaju merah dengan
mencekal golok terhunus telah maju ke depan, sesudah memberi
hormat kepada Kongsun Kie ujarnya :
"Kongsun sianseng, terhadap mereka berdua apa yang kita
pergunakan???"
"Permadani merah..." jawab Kongsun Kie tanpa berpikir lagi.
Cui Tiap Tiap yang mendengar ucapan itu sikapnya segera
nampak aneh sekali, bisiknya dengan suara lirih :
"Rupanya pengurus benteng kami memandang serius atas
kehadiran kalian berdua, ternyata ia sudah perintahkan untuk
menggunakan permadani merah yang jarang sekali dipergunakan itu
untuk menyambut kedatangan kalian, dari permadani yang digelar di
atas tanah kita bisa menilai tingkatan ilmu yang dimiliki sang tetamu,
di samping itu memberi peringatan pula kepada seluruh anggota
benteng bahwa orang yang datang memiliki ilmu silat amat lihay,
permadani merah berarti suatu tingkatan yang paling tinggi, mereka
diperingatkan untuk menghadapi secara hati-hati!"
Sementara itu dengan cepatnya ke-empat orang pria tadi sudah
mengatur permadani merah di atas pintu masuk benteng.
Kongsun Kie segera mempersilahkan ke-dua orang tamunya
untuk masuk ke dalam benteng, katanya :
"Silahkan kalian berdua masuk ke dalam benteng kami, semua
anggota Benteng Kiam-poo dengan senang hati menyambut
kedatangan kalian berdua."
"Peraturan dari benteng kalian terlalu banyak, aku tidak berani
untuk mohon banyak petunjuk," sreu Lu Kiat dingin.

861
Saduran TJAN ID

Kongsun Kie mendengus dingin, ia berjalan lebih dahulu menuju


ke dalam benteng sedang Pek In Hoei serta Lu Kiat menyusul dari
belakang, sementara Cui Kiam Beng serta Cui Tiap Tiap mengiringi
dari samping kiri dan kanan, berjalan di atas hiasan permadani merah
menuju ke arah sebuah bangunan besar.
Dalam benteng terdapat sebuah tanah lapang yang luas sekali,
sekeliling tanah lapang itu berdiri berpuluh-puluh buah bangunan
rumah, beberapa orang itu dengan mulut membungkam maju terus ke
depan dan naik ke atas undakan batu.
Traaang...! Tiba-tiba dari balik ruangan besar itu berkumandang
datang suara benturan besi yang amt berat, Kongsun Kie segera
menghentikan langkah kakinya dan angkat kepala.
Seorang nenek tua berwajah merah dengan rambut telah beruban
semua tahu-tahu sudah merintangi jalan masuk mereka dengan toya
besi yang amat besar menyilang di tengah jalan.
Melihat perbuatan orang, Kongsun Kie nampak agak tertegun,
dengan cepat ia menegur :
"Soat Hoa Nio Nio, apa yang hendak kau lakukan?"
"Dan kau sendiri mau apa?" Soat Hoa Nio Nio balik bertanya
dengan suara dingin.
Rupanya Kongsun Kie sangat kenal dengan tabiat aneh nenek tua
tersebut, sambil tertawa terpaksa jawabnya :
"Aku mendapat tugas untuk menyambut kedatangan dua orang
sahabat yang hendak masuk ke dalam benteng."
Soat Hoa Nio Nio mendengus dingin :
"Hmm! Aku ingin sekali menyaksikan manusia macam apakah
yang begitu berani tak pandang sebelah mata terhadap siau poocu kita,
apakah dia tidak tahu kalau siau poocu adalah putra angkat dari aku
si nenek tua."
Kiranya Cui Kiam Beng adalah putra angkat Soat Hoa Nio Nio,
juga merupakan muridnya. Ketika terjadi bentrokan kekerasan antara
Cui Kiam Beng dengan Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei

862
IMAM TANPA BAYANGAN II

sewaktu ada di luar benteng tadi, segera ada orang lari melaporkan
kejadian ini kepada sang nenek tua yang amat membelai putra
angkatnya ini.
Ketika mendengar putra angkatnya menderita kekalahan total,
nenek tua ini jadi naik pitam, ia segera minta persetujuan dari sang
poocu untuk memberi pelajaran lebih dahulu kepada Pek In Hoei
sebelum berjumpa dengan dirinya.
Sementara itu Cui Kiam Beng telah memburu maju ke depan
sambil berseru keras :
"Ibu angkat!"
"Kiam Beng, beritahu ibu angkatmu, anak jadah mana yang telah
menganiaya dirimu!" seru Soat Hoa Nio Nio dengan suara dingin dan
ketus.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei sama sekali tidak
menyangka nenek tua berwajah dingin dan berbicara ketus itu punya
mulut usil yang kotor, tanpa ikatan dendam atau pun permusuhan
begitu buka mulut dirinya lantas dimaki sebagai anak jadah.
Sambil tertawa dingin tubuhnya segera melangkah maju ke
depan, makinya dengan suara sinis :
"Huuh! Kau ini manusia macam apa? Berani benar memaki orang
dengan kata yang tidak senonoh!"
Soat Hoa Nio Nio berpaling dan melirik sekejap ke arah si anak
muda itu, kemudian kepada Cui Kiam Beng tanyanya :
"Kiam Beng, apakah anak jadah ini yang menganiaya dirimu?"
"Sedikit pun tidak salah, dia adalah Jago Pedang Berdarah Dingin
Pek In Hoei!"
"Jago Pedang Berdarah Dingin?" Soat Hoa Nio Nio tertawa
mengejek dengan suara yang amat sinis, "Huuuh! Jago Pedang
Berdarah Dingin itu manusia macam apa? aku si nenek tua sudah
hidup berpuluh-puluh tahun lamanya di kolong langit, belum pernah
ada orang yang berani berlagak congkak semacam anak jadah ini."

863
Saduran TJAN ID

"Oooh... Jadi kau ingin lihat? Mungkin aku tak akan membuat
kau jadi kecewa..." seru Pek In Hoei dengan gusarnya.
Dengan penuh kemarahan Soat Hoa Nio Nio mengetukkan toya
besinya keras-keras ke atas lantai, serunya :
"Cuuuh! Bajingan cilik kau betul-betul seorang manusia yang tak
tahu adat."
Kongsun Kie yang selama ini berada di sisinya tidak tahu kalau
nenek tua yang tak kenal aturan ini sudah minta ijin lebih dahulu dari
poocu mereka, menyaksikan tingkah polahnya kian lama kian
bertambah kasar dan tidak memakai aturan, hatinya jadi sangat
gelisah, buru-buru serunya :
"Nio-nio! Harap kau mengundurkan diri dari sini, setelah
bertemu dengan poocu nanti, belum terlambat bukan bila kau hendak
bikin perhitungan dengan Jago Pedang Berdarah Dingin."
"Tidak bisa jadi," tukas Soat Hoa Nio Nio sambil mendengus
dingin, "urusan pribadi dari aku si nenek tua lebih baik kau tak usah
ikut campuri."
Air muka Kongsun Kie berubah hebat.
"Kau..." serunya.
"Kenapa? Kalau tidak terima laporkan saja peristiwa ini kepada
poocu!" teriak Soat Hoa Nio Nio sambil melototkan sepasang
matanya bulat-bulat.
Setelah nenek tua ini mengumbar napsu amarahnya, kepada siapa
pun ia tidak memberi muka. Kendati kedudukan Kongsun Kie dalam
Benteng Kiam-poo tidak rendah namun ia pun tak mampu mengusik
kebiasaan dari nenek tua ini.
Terpaksa sambil tertawa getir ia gelengkan kepalanya berulang
kali dan mengundurkan diri dari tempat itu.
Soat Hoa Nio Nio tertawa seram, serunya kemudian :
"Kiam Beng! Beri hadiah dua gablokan keras untuk bajingan cilik
itu."

864
IMAM TANPA BAYANGAN II

Cui Kiam Beng tertegun, ia tidak menyangka kalau ibu angkatnya


bakal mengusulkan ide tersebut kepadanya, tetapi pemuda itu
mengerti akan kekuatan diri sendiri, ia sadar bahwa kepandaian silat
yang dimiliki masih terpaut jauh kalau dibandingkan dengan
lawannya, jangan dibilang suruh ia menampar wajah lawannya, sekali
pun suruh menyerang secara jitu pun belum tentu ia mampu.
Setelah berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya, ia lantas
berseru :
"Ibu angkat!"
"Kenapa?? Aku toh berada di sini? Apa yang mesti kau takuti
lagi?" bentak Soat Hoa Nio Nio sambil melototkan matanya bulat-
bulat, "Kalau bajingan cilik itu berani turun tangan membalas, maka
aku si nenek tua segera akan menghancur-lumatkan tubuhnya jadi
bola daging... Hmm! Bila aku tak mampu kasih pelajaran yang
setimpal kepadanya, aku bukanlah Soat Hoa Nio Nio..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang disindir dan
diejek terus menerus oleh lawannya, lama kelamaan tak kuat menahan
diri lagi. Meskipun ia tidak ingin turun tangan di dalam keadaan
seperti ini tetapi keadaan memaksa dirinya tak dapat berpeluk tangan
belaka.
Sambil bergerak maju beberapa langkah ke depan, serunya
dengan suara penuh kemarahan :
"Nenek sialan, sebetulnya apa yang kau kehendaki?"
Selama hidup Soat Hoa Nio Nio paling benci kalau ada orang
memaki dirinya sebagai seorang nenek sialan, mendengar Pek In Hoei
memaki dirinya dengan kata-kata yang tak tahu sopan, ia jadi naik
pitam, sekujur badannya gemetar keras karena menahan rasa gusar
yang meluap-luap.
Sambil memutar toya besinya ke tengah udara ia berteriak keras
:
"Bajingan cilik, siapa yang kau sebut sebagai nenek sialan??"

865
Saduran TJAN ID

"Siapa lagi kalau bukan kau! Di sini tak ada nenek lain kecuali
kau seorang nenek sialan!" sahut Pek In Hoei ketus, "nenek bangkotan
yang sudah hampir masuk ke liang kubur bukan saja kau sudah tua
bangkotan, lagi pula jelek dan keriputan, di kolong langit belum
pernah kujumpai seorang nenek jelek yang tua lagi sialan semacam
dirimu ini..."
Weesss...! Di tengah udara segera berkelebat lewat segumpal
bayangan toya disertai desiran angin tajam, bayangan itu langsung
menumbuk ke arah tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin dengan
hebatnya.
Dalam keadaan gusar yang tak tertahankan, Soat Hoa Nio Nio
tanpa mengucapkan sepatah kata pun segera ayunkan toyanya
mengemplang tubuh lawan, dia ingin dalam sejurus saja berhasil
memukul mati Pek In Hoei yang dibencinya itu.
"Hmmm!" Pek In Hoei mendengus dingin, "nenek tua sialan yang
hampir masuk liang kubur, akan kusuruh kau rasakan kelihayan dari
aku Jago Pedang Berdarah Dingin..."
Ia benci kepada Soat Hoa Nio Nio karena sikapnya yang congkak
serta tidak pakai aturan itu, karenanya dalam melancarkan serangan
ia tidak ragu-ragu dan sama sekali tak kenal ampun, sambil loncat
maju ke depan pedang mestika penghancur sang surya dicabut keluar,
setelah menghindar diri dari ancaman lawan ia balas menyerang dari
samping sebelah kiri.
Rupanya Soat Hoa Nio Nio tidak menyangka kalau ilmu silat
yang dimiliki lawannya begitu tinggi dan sempurna, sebelum jurus
serangannya dilancarkan tahu-tahu bayangan tubuh lawan sudah
lenyap tak berbekas. Menanti ia merasakan datangnya ancaman
pedang dari lawannya, tahu-tahu bayangan pedang yang amat
menyilaukan mata telah mengurung di sekeliling tubuhnya.
"Aaaah...! Ilmu simpanan dari partai Thiam cong... ilmu pedang
penghancur sang surya...!"

866
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dengan perasaan tercekat dan bergidik nenek tua itu berseru


tertahan, lalu mundur beberapa langkah ke belakang, tanyanya
kembali :
"Apakah kau anak murid partai Thiam cong??"
"Sedikit pun tidak salah, aku memang anak murid partai Thiam
cong..."
Air muka Soat Hoa Nio Nio berubah jadi hijau membesi, serunya
kembali dengan suara lantang :
"Siapa yang wariskan ilmu pedang tersebut kepadamu??"
"Pertanyaan yang kau ajukan terlalu banyak! Aku merasa tidak
punya keharusan menjawab pertanyaanmu itu!"
Sepasang mata Soat Hoa Nio Nio melotot besar, sorot mata tajam
memancarkan cahaya yang menggidikkan hati dengan suara keras ia
berteriak :
"Apakah Cia Ceng Gak yang wariskan ilmu pedang tersebut
kepadamu???"
"Boleh dibilang begitu," kata Pek In Hoei, sambil ayunkan
pedang mestinya, "sucouku adalah seorang jago pedang yang tiada
taranya di kolong langit, sedang aku hanya berhasil mempelajari
sepersatu atau seperdua kepandaiannya belaka, kalau kau tahu bahwa
dirimu bukan tandinganku lebih baik mulai sekarang juga
bergelinding pergi dari sini, mengingat usiamu yang telah lanjut dan
sebentar lagi bakal masuk liang kubur, mungkin aku bisa
mengampuni selembar jiwa tuamu itu..."
"Omong kosong!" bentak Soat Hoa Nio Nio dengan penuh
kegusaran, "setan cilik, usiamu belum gede tapi kau berani benar tidak
pandang sebelah mata pun terhadap umat Bu lim yang ada di kolong
langit, selama hidup belum pernah aku si nenek tua menjumpai
manusia yang jumawa dan takabur macam dirimu itu. Mari...! mari...!
mari... ini hari aku ingin lihat seberapa banyak kepandaian yang
berhasil ditinggalkan Cia Ceng Gak di kolong langit, sehingga anak
murid partai Thiam cong-nya begitu sombong dan tak tahu diri..."

867
Saduran TJAN ID

Sambil memutar toya besinya di tengah udara, ia membentak lagi


dengan sura berat :
"Hati-hatilah kau si bangsat cilik, kemplangan toya yang
kulancarkan ini kemungkinan besar akan mencabut selembar jiwa
anjingmu..."
Weeeesss...! Diiringi desiran angin tajam toya baja yang amat
berat di tangan Soat Hoa Nio Nio itu laksana seekor ular yang lincah
menggeletar ke udara dan langsung diayun ke atas tubuh Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei.
Dengan sikap yang tenang pemuda she Pek itu tetap berdiri kaku
di tempat semula, perlahan-lahan pedang mestika penghancur sang
surya-nya diulurkan ke depan, lalu disilangkan di depan dada, tubuh
bagian atasnya agak membongkok ke muka sementara pedangnya
membabat lurus ke depan, bentaknya keras-keras :
"Kau benar-benar seorang manusia yang tak tahu diri..."
Berhubung Soat Hoa Nio Nio selalu mendesak lawannya untuk
turun tangan, lama kelamaan napsu membunuh dalam hati Pek In
Hoei berkobar juga, serangan yang dilancarkan walaupun kelihatan
sederhana dan biasa sekali namun di balik kesederhanaannya itu
terkandunglah perubahan yang luar biasa, di tengah keringanan
terdapat kemukjizatan...
Soat Hoa Nio Nio adalah seorang jago kawakan yang mengerti
akan kelihayan dari gerakan pedang yang dilancarkan lawannya, ia
segera menyadari bahwa jago muda dari partai Thiam cong ini benar-
benar memiliki ilmu silat yang dapat diandalkan keampuhannya.
Sebagai seorang jago yang ahli pla di dla kepandaian silat, begitu
menyaksikan keadaan tidak menguntungkan, ia segera tarik kembali
serangannya sambil loncat mundur ke belakang, toyanya diputar dan
menyodok ke depan dengan suatu gerakan yang manis langsung
menyodok jalan darah Mie-bun-hiat di tubuh lawan.
Tiba-tiba Pek In Hoei membentak keras :
"Enyah kau si nenek sialan..."

868
IMAM TANPA BAYANGAN II

Menggunakan kesempatan sangat baik yang cuma terdapat dalam


beberapa detik saja itu, tubuhnya loncat maju ke depan menggunakan
peluang tatkala pihak lawan menyodokkan toya besinya ke atas jalan
darah Mie-bun-hiat sendiri, tubuhnya menerjang maju ke depan
sedang pedangnya laksana kilat membabat ke arah bawah.
"Aduuh...!" tampak bayangan pedang berkilauan memenuhi
seluruh udara, tiba-tiba Soat Hoa Nio Nio berseru tertahan dan loncat
mundur ke belakang, toya baja dalam genggamannya terpapas kutung
jadi dua bagian dan rontok ke atas tanah.
"Aaah... jurus Kiam Kie-koan jit hawa pedang menyelimuti sang
surya!" serunya dengan suara gemetar.
"Tidak salah, dan kau berhasil loloskan diri dari ancaman bahaya
maut ini, berarti pula bahwa kau bukanlah seorang manusia yang
sederhana..." ujar Pek In Hoei dengan suara dingin.
Air muka Soat Hoa Nio Nio berubah jadi pucat pias bagikan
mayat, dengan wajah menunjukkan rasa terkejut bercampur ketakutan
ia berdiri menjublek di tempat semula, lama sekali ia tak
mengucapkan sepatah kata pun juga kecuali memandang wajah Pek
In Hoei tanpa berkedip.
"Ibu angkat!" jerit Cui Kiam Beng tiba-tiba sambil maju beberapa
langkah ke depan, suaranya kedengaran gemetar keras, "rambutmu..."
Beberapa untai rambut yang putih beruban melayang jatuh dari
atas batok kepala Soat Hoa Nio Nio, dengan penuh ketakutan ia
berteriak keras, tangannya segera meraba ke atas batok kepal sendiri,
ia merasa kepalanya gundul dan licin seakan-akan sudah tak ada
rambutnya lagi, rasa kejut dan ngeri yang bukan alang kepalang ini
kontan membuat air muka nenek tua itu berubah hebat, ia sambar
beberapa untai rambutnya yang rontok itu dan mendongak tertawa
keras dengan wajah menyeringai seram teriaknya :
"Pek In Hoei, suatu saat aku si nenek tua pasti akan
membinasakan dirimu!"

869
Saduran TJAN ID

Rasa gusar dan mendongkol yang berkecamuk dalam dadanya


saat ini benar-benar sukar dilukiskan dengan kata-kata, dengan
pandangan penuh kebencian ia melotot sekejap ke arah Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei, kemudian ia putar badan dan lari
menuju keluar...
Menunggu bayangan punggung dari nenek tua itu sudah lenyap
dari pandangan Kongsun Kie baru tarik napas panjang-panjang
ujarnya :
"Pek sauhiap, silahkan masuk! Poocu kami pasti akan memberi
keterangan mengenai peristiwa yang tidak menyenangkan hati itu..."
"Oooh... kejadian itu sih belum merupakan hal yang tidak
menyenangkan, mari kita masuk ke dalam!" sahut Pek In Hoei
hambar.
Setelah menembusi serambi yang amat panjang, sampailah
mereka di dalam sebuah ruangan yang sangat besar, tetapi ruangan itu
kosong melompong tak nampak sesosok bayangan manusia pun,
Kongsun Kie segera menepuk tangannya satu kali sambil berseru :
"Hidangkan air teh..."
Dua orang bocah lelaki baju hijau yang berusia antara dua tiga
belas tahunan munculkan diri sambil membawa nampan berisi cawan
air teh, setelah meletakkan cawan itu di hadapan masing-masing
orang mereka segera mengundurkan diri kembali dari ruangan itu.
Perlahan-lahan Lu Kiat menyapu sekejap sekeliling ruangan itu,
ia lihat ruangan tadi diatur sangat rajin dan rapi sekali, kecuali satu
stel meja kursi terbuat dari kayu merah pada dinding sekeliling tempat
itu penuh bergantungan lukisan-lukisan serta coretan syair orang
kenamaan, alisnya segera berkerut serunya :
"Kenapa poocu kalian belum nampak juga munculkan diri..."
Kongsun Kie segera tertawa paksa, sahutnya :
"Poocu kami sejenak lagi pasti akan munculkan diri, harap kalian
suka menanti sejenak lagi..."

870
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dalam pada Cui Tiap Tiap dengan sorot mata penuh perhatian
dan rasa kuatir melirik sekejap ke arah Lu Kiat, lalu berpesan :
"Lu heng, harap kau jangan bertengkar dengan ayahku, di adalah
seorang yang baik hati..."
"Aku mengerti akan kesulitan hatimu," sahut Lu Kiat sambil
geleng kepalanya, "tetapi keadaan ini terpaksa harus dilakukan..."
Sementara pembicaraan masih berlangsung tiba-tiba dari luar
pintu berkumandang datang suara teguran berat :
"Poocu tiba..."
Seorang kakek tua berwajah bentuk kuda dengan alis yang
panjang, mata yang jeli serta jenggot hitam terurai sepanjang dada
perlahan-lahan munculkan diri dari balik pintu.
Kongsun Kie buru-buru bangkit berdiri dan menyongsong
kedatangan majikannya.
"Poocu!" ia berseru, "Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat
sudah menanti agak lama..."
"Hmm aku sudah tahu," sahut pemilik benteng Kiam poo sambil
mengangguk, "Kiam Beng! Tiap Tiap! Kalian boleh segera undurkan
diri dari sini."
"Ayah! Ananda tak mau keluar dari sini," teriak Cui Kiam Beng
dengan hati gelisah, "aku ingin lihat dengan cara bagaimana ayah
hendak menjatuhkan hukuman terhadap manusia jumawa ini. Ayah!
Ananda ingin menyaksikan sendiri kematian menjemput
kehidupannya, aku hendak membacok sendiri bajingan itu dengan
golok!"
"Omong kosong!" bentak pemilik Benteng Kiam-poo dengan
sura keras, "tahukah tempat ini adalah tempat apa? Siapa suruh kau
usil mulut dan banyak bicara??"
Walaupun Cui Kiam Beng serta Cui Tiap Tiap tidak ingin
tinggalkan tempat itu dalam keadaan demikian tetapi sorot mata
ayahnya yang mengandung hawa kegusaran serta sikapnya yang

871
Saduran TJAN ID

dingin kaku bagaikan es memaksa mereka berdua terpaksa harus


tinggalkan tempat itu.
Demikianlah, dengan mulut membungkam terpaksa kakak
beradik itu mengundurkan diri dari ruangan.
Sepeninggalnya ke-dua orang muda mudi itu, pemilik Benteng
Kiam-poo alihkan sorot matanya melirik sekejap ke arah Pek In Hoei
serta Lu Kiat, lalu berkata :
"Ada urusan apa kalian berdua datang berkunjung ke Benteng
Kiam-poo kami ini..."
"Sudah lama aku dengar tentang kemisteriusan Benteng Kiam-
poo di kolong langit, di samping itu kami pun dengar ilmu pedang
dari Benteng Kiam-poo merupakan nomor satu di kolong langit,
karena itu ketika secara kebetulan kami lewati daerah sekitar sini,
sekalian kami berdua datang berkunjung kemari, sahut Lu Kiat
dengan suara dingin.
"Hmmm...! Aku rasa persoalannya tidak akan segampang serta
sesederhana ini!"
"Apa maksudmu mengucapkan kata-kata tersebut?? seru Lu Kiat
dengan gelisah.
Dengan pandangan dingin pemilik Benteng Kiam-poo melirik
sekejap ke arah Pek In Hoei lalu menjawab :
"Menurut hasil penyelidikan dari Benteng Kiam-poo kami, dapat
diketahui bahwa Jago Pedang Berdarah Dingin Pek sau-hiap adalah
putra tunggal Pek Tiang Hong dari partai Thiam cong, kedatangannya
ke dalam Benteng Kiam-poo kali ini adalah... hmmm... hmmmm..."
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... apakah kalian takut ada orang
sengaja datang kemari untuk menghancurkan Benteng Kiam-poo
ini?? ejeknya.
Pemilik Benteng Kiam-poo mendengus dingin.
"Hmmm! Buat benteng kami gampang untuk dikunjungi sukar
untuk dilalui, bila kalian tidak ingin keluar dari benteng ini lagi maka

872
IMAM TANPA BAYANGAN II

tidak seorang manusia pun yang akan menghalangi gerak gerik kalian
berdua, tetapi seandainya ingin keluar dari benteng ini secara diam-
diam, maka... itu seperti mencari kematian buat diri sendiri..."
"Hmmm! Dengan andalkan kekuatan apa benteng kalian ajukan
peraturan semacam itu?" jengek Pek In Hoei dengan pandangan
menghina.
Pemilik Benteng Kiam-poo pun tak mau mengalah, dia berseru
pula :
"Kenapa kau berkunjung ke Benteng Kiam-poo?? Bukankah
ingin mencari ibumu?? Hmm... hmmm... Pek In Hoei! Asal usulmu
sudah berhasil kuketahui dengan amat jelas, selama berada di dalam
Benteng Kiam-poo, kau Jago Pedang Berdarah Dingin tak akan
mampu menunjukkan keganasanmu lagi..."
Terkesiap hati Pek In Hoei mendengar ucapan itu, tanpa sadar ia
berseru lantang :
"Apakah ibuku benar berada di dalam Benteng Kiam-poo??"
Pemilik Benteng Kiam-poo mendengus dingin.
"Hmmm! Dia bukan ibu kandungmu!" serunya.
Baik Pek In Hoei mau pun Lu Kiat sama-sama tercengang setelah
mendengar perkataan itu, mereka tidak menyangka kalau pemilik
Benteng Kiam-poo adalah seorang manusia yang lihay, sehingga
rahasia asal usul diri Pek In Hoei pun berhasil diselidiki hingga begitu
jelas.
Jago Pedang Berdarah Dingin merasa hatinya amat sakit seperti
diiris-iris dengan pisau belati, bentaknya dengan suara gemetar :
"Siapa yang bilang begitu?? Kau jangan ngaco belo tak
karuan...hati-hati dengan mulut usilmu itu!"
Pemilik Benteng Kiam-poo tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... mungkin hati kecilmu memahami
akan persoalan itu dan aku rasa pun-poocu tiada maksud untuk
membohongi dirimu atau mungkin kau merasa heran dan tidak habis

873
Saduran TJAN ID

mengerti, kenapa aku bisa mengetahui persoalan ini sedemikian


jelasnya..."
Ia berhenti sebentar, kemudian sambil tertawa seram lanjutnya :
"Ibumu telah menceritakan seluruh kejadian yang sebenarnya
kepadaku..."
"Apa??" jerit Pek In Hoei semakin gelisah, "ibuku telah
memberitahukan rahasia ini kepadamu..."
Dengan hati bingung bercampur gelisah serunya kembali :
"Sekarang ibuku berada di mana?? Harap ia suka munculkan diri
untuk bertemu dengan diriku..."
"Huuuuh...! Kau anggap persoalan ini bisa kupenuhi dengan
begitu gampang...??" ejek pemilik Benteng Kiam-poo sambil tertawa
dingin, "Pek In Hoei, janganlah kau anggap persoalan ini bisa
diselesaikan dengan begitu mudah dan sederhananya. Hmmm...
hmmm..."
Ia tertawa seram berulang kali, napsu membunuh menyelimuti
seluruh wajahnya, dengan pandangan seram ditatapnya sekejap wajah
Jago Pedang Berdarah Dingin.
Senyuman yang amat sinis tersungging di ujung bibirnya, sorot
mata yang tajam bagaikan pisau serta perubahan wajah yang sinis
menyeramkan mendatangkan pandangan yang jelek terhadap dirinya,
membuat siapa pun yang bertemu dengan dirinya segera mempunyai
perasaan bahwa pemilik Benteng Kiam-poo bukanlah manusia baik-
baik...
Dengan pandangan penuh kegusaran Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei meloto ke arah kakek tua itu, ia berharap agar
pemilik dari Benteng Kiam-poo ini suka menyebutkan tempat tinggal
dari ibunya, tetapi kemudian ia merasa kecewa dan sedih, sebab sikap
pemilik Benteng Kiam-poo yang dingin menunjukkan bahwa ia telah
menampik permintaannya, untuk sesaat jago muda yang tersohor
namanya di kolong langit ini merasa tak tahu apa yang mesti
dilakukan...

874
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Poocu!" ujarnya kemudian dengan sorot mata berkilat,


"Mengapa kau tidak memperkenankan aku untuk berjumpa dengan
ibuku..."
Pemilik Benteng Kiam-poo mengerutkan dahinya, dalam hati ia
merasa pedih tetapi perasaan tersebut tak mau diutarakan keluar,
cuma sambil tertawa paksa katanya dengan suara dingin :
"Kau tak dapat berjumpa dengan dirinya, inilah perintahku!
Tetapi aku dapat memberitahukan kepadamu bahwa sekarang ia
berada dalam keadaan baik-baik, bila kau berjumpa dengan dirinya
maka perbuatanmu itu hanya akan mengganggu ketenteraman hatinya
belaka, dan mungkin kau akan menghancurkan hidupnya atau bahkan
menghancurkan dirimu sendiri..."
"Bukankah kau takut aku mencari dirimu untuk membalas
dendam??" ejek Jago Pedang Berdarah Dingin sambil tertawa sinis.
Raut wajah pemilik Benteng Kiam-poo bergetar keras menahan
rasa siksaan batin yang amt hebat, keteguhan hati serta sikapjumawa
yang diperlihatkan pemuda itu membuat dia merasa sukar untuk
mempertahankan diri, terutama sekali desakan Pek In Hoei yang kian
lama kian menggencet posisinya ini membuat dia merasa hampir saja
tak dapat bernapas membuat napsu membunuhnya timbul kembali...
karena itu air mukanya perlahan-lahan berubah... berubah jadi amat
mengerikan.
Ia angkat kepala dan tertawa seram, serunya :
"Selama aku masih berada di dalam Benteng Kiam-poo apa yang
perlu kutakuti? Kau anggap aku takut menghadapi dirimu yang datang
untuk menuntut balas? Heeeeh... heeeeh... heeeeh... Pek In Hoei,
mungkin kau belum pernah menyaksikan kekuatan dari Benteng
Kiam-poo kami maka kau tak tahu sampai di manakah kelihayan dari
benteng kami, kalau tidak tak nanti kau akan mengucapkan kata-kata
yang bernada kekanak-kanakan serta menggelikan hati itu..."
"Hmm! Poocu, apakah kau sedang memuji-muji kekuatanmu
sendiri?..." ejek Lu Kiat sambil mendengus.

875
Saduran TJAN ID

Pemilik Benteng Kiam-poo angkat kepalanya dan tertawa


terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... memuji kekuatan sendiri sih tidak
perlu, sejak pertama kali aku berkelana dalam dunia persilatan hingga
detik ini belum pernah kusanjung atau puji kekuatanku sendiri, sebab
semakin besar kupuji kekuatan sendiri berarti kemungkinanku untuk
menderita kekalahan semakin besar. Hey orang muda! Bila kau ingin
membuktikan bahwa apa yang kuucapkan tidak bohong, maka
silahkan lihat sendiri kekuatan dari benteng kami... mungkin setelah
membuktikannya sendiri maka kau akan menilai lain kekuatan yang
sesungguhnya dari benteng kami ini..."
Ia tepuk tangannya keras-keras, lalu berkata kembali :
"Cukup berbicara tentang bangunan loteng ini pun sudah
merupakan tempat yang paling berbahaya di kolong langit, asal aku
bertepuk tangan maka anak muridku yang berada di tempat luaran
akan menggerakkan alat rahasia yang ada di sini dan seketika akan
mengurung orang yang ada di dalam ruangan ini hingga mati semua."
Baru saja kata-katanya selesai diucapkan, mendadak dari dinding
empat penjuru berkumandang suara getaran mesin yang amat nyaring
disusul suara gemuruh yang memekakkan telinga, empat dinding di
sekeliling tempat itu secara tiba-tiba lenyap dari pandangan disusul
dari dinding tebal yang kemudian munculkan diri dengan cepat
bermunculan pisau-pisau belati yang sangat tajam, pisau itu bukan
saja tajam luar biasa bahkan memancarkan cahaya yang menggidikan
hati.
Yang lebih aneh lagi, ketika dinding-dinding raksasa di sekeliling
ruangan itu bergerak maju ke depan, ternyata tak nampak sedikit
ruang kosong pun yang tersisa, semua orang yang berada dalam
ruangan itu tergencet sama sekali di tengah ruangan.
Lu Kiat yang menyaksikan kejadian itu jadi bergidik hatinya, ia
segera berseru :

876
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Poocu benar-benar merupakan seorang jago sakti yang tiada


tandingannya di kolong langit, tak kusangka kau mampu mendirikan
alat jebakan yang begini lihaynya di tempat ini, cukup meninjau dari
ruang berpisau ini kami yakin bahwa dengan kekuatan yang kami
miliki masih belum mampu untuk mengatasinya..."
Poocu dari Benteng Kiam-poo segera angkat kepala dan tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... dinding raksasa berpisau tajam ini
merupakan salah satu bangunan luar biasa hasil karya dari seorang
tokoh sakti yang sekarang bermukim dalam benteng kami, orang ini
pandai sekali di dalam hal ilmu bangunan serta ilmu jebakan, sebagian
besar alat jebakan yang terdapat di dalam benteng ini kebanyakan
adalah hasil karyanya."
Diam-diam Lu Kiat merasa terperanjat, pelbagai ingatan
berkelebat di dalam benaknya, ia ada maksud menyelidiki sampai di
manakah kekuatan yang sebetulnya dari Benteng Kiam-poo, maka
sambil sengaja tertawa katanya :
"Hmm... memang suatu hasil karya yang sangat lihay... Poocu!
Dalam ruang tamu pun kau pasangi alat rahasia yang demikian
lihaynya, aku rasa tentu ada suatu nama tertentu yang kau berikan
untuk ruangan ini bukan..."
Poocu dari Benteng Kiam-poo tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... tentu saja ada namanya, pada saat
hari peresmian tempat ini aku telah menyaksikan kelihayan serta
kesempurnaan dari ruangan ini, maka segera kusebut tempat ini
sebagai 'Sip-bin May Hu' atau jebakan di sepuluh penjuru..."
"Bagus... suatu sebutan yang tepat sekali," puji Lu Kiat sambil
bertepuk tangan, "ruang raksasa ini setelah diperlengkapi oleh dinding
baja berpisau tajam memang merupakan suatu tempat yang kokoh
sekali, siapa pun sulit untuk lolos dari tempat ini... ehm suatu tempat
yang bagus dengan sebutan yang tepat pula..."

877
Saduran TJAN ID

Air muka poocu dari Benteng Kiam-poo ini berubah jadi dingin
menyeramkan, dengan suara seram terusnya :
"Kelihayan dari ruangan ini tidak terletak pada bagian itu saja,
pada saat ke-empat buah dinding tersebut merapat satu sama lainnya,
asal alat rahasia digerakkan maka ke-empat buah dinding ini akan
saling bertumbuk satu sama lainnya, karena itu bukan saja orang yang
terkurung dalam ruangan ini tak mungkin berhasil untuk meloloskan
diri bahkan mereka pun kemungkinan besar akan mati secara
mengerikan dengan tubuh ditembusi berpuluh-puluh bilah pisau
tajam..."
Baik Lu Kiat mau pun Pek In Hoei sama-sama terkejut dibuatnya
setelah mendengar perkataan itu, jantung mereka berdebar keras dan
perasaan hatinya tercekat, ketika sorot mata mereka dialihkan ke
sekeliling tempat itu maka tampaklah dinding berpisau itu masih
bergerak maju dengan lambatnya membuat ruangan di tengah
kalangan kian lama kian bertambah sempit, untung poocu dari
Benteng Kiam-poo hadir pula di tempat itu sehingga pada waktu itu
mereka tak usah kuatir jiwanya terancam.
Pek In Hoei mencibirkan bibirnya dan berkata :
"Dengan susah payah poocu menyediakan alat jebakan selihay
ini, apakah tujuanmu adalah khusus hendak digunakan untuk
menghadapi kami berdua..."
"Hmm! Itu sih tidak," sahut poocu dari Benteng Kiam-poo sambil
mendengus dingin, "orang yang sebenarnya kuincar adalah ayahmu,
sayang seribu kali sayang ia tak berani datang menjumpai diriku di
tempat ini, membuat alat jebakan yang kurencanakan serta kubangun
selama banyak tahun ini sama sekali tak ada kesempatan untuk
dipergunakan..."
Ucapan yang diutarakan dengan nada sedih dan seolah-olah ia
sedang menyesali kegagalan dari rencananya itu lain artinya dalam
pendengaran Jago Pedang Berdarah Dingin, dadanya bagai terhantam

878
IMAM TANPA BAYANGAN II

oleh sebuah martil yang amat berat, ia berseru tertahan dan berdiri
termangu-mangu untuk beberapa saat lamanya.
"Hmm...! Jadi kau hendak menggunakan alat rahasia ini untuk
menghadapi ayahku," serunya sambil mendengus gusar.
"Ada apa?" ejek Kiam-poo poocu sambil tertawa dingin,
"Apakah kau tidak tahu bahwa antara aku dengan ayahmu telah terikat
dengan sakit hati sedalam lautan."
Ketika menyaksikan dinding berpisau tajam itu bergerak maju ke
depan, baru ia kirim dua pukulan yang berbeda ke arah samping kiri
dan kanan, pukulan itu menggunakan peraturan yang tertentu serta
enteng berat yang berbeda satu sama lainnya.
Blaaam...! Alat rahasia itu segera berhenti bekerja, dan empat
dinding berpisau itu segera mundur kembali ke arah sudut ruangan,
keadaan ruangan tengah itu pulih kembali seperti sedia kala dan
lukisan-lukisan orang kenamaan pun bermunculan kembali dalam
pandangan.
Pek In Hoei tertawa dingin, ujarnya :
"Ayahku toh sudah mati. Bagi orang yang telah meninggal maka
berarti semua persoalan telah selesai baik itu dendam atau pun
permusuhan seharusnya sudah dapat dianggap selesai sampai di sini
saja, kenapa kau masih begitu mendendam dan benci kepadanya?
Sebenarnya karena apa kau bersikap begitu?"
Poocu dari Benteng Kiam-poo tertawa seram, napsu membunuh
yang sangat mengerikan terlintas di atas wajah yang licik, dengan
termangu-mangu ia menatap wajah Jago Pedang Berdarah Dingin
beberapa saat lamanya, kemudian berkata :
"Urusan tak akan kuselesaikan dengan begitu gampang, waktu itu
ia telah mencelakai aku sehingga hampir saja aku tak mempunyai
keberanian untuk melanjutkan hidupku di kolong langit, penderitaan
serta siksaan batin yang kualami pada waktu itu tak akan bisa ditahan
oleh setiap insan manusia di kolong langit... oleh sebab itu sekali pun
dia sudah mati tetapi rasa benciku terhadap dirinya masih belum

879
Saduran TJAN ID

lenyap, selama aku masih hidup di kolong langit, setiap hari aku akan
menyumpahi dirinya, agar sukmanya yang sudah gentayangan itu
selamanya tak akan mendapat ketenangan."
"Hey, rupanya kau sudah edan?" bentak Pek In Hoei dengan air
muka berubah hebat.
"Aku sama sekali tidak edan! jawab poocu dari Benteng Kiam-
poo dengan suara dingin, "Pek In Hoei, tahukah kau betapa jahat dan
kejinya bapakmu itu? Karena perbuatannya hampir saja hidupku
hancur berantakan tak karuan, karena dia maka aku telah..."
"Tutup mulut!" bentak Pek In Hoei dengan suara nyaring, "Aku
tidak memperkenankan kau mengolok-olok ayahku."
"Kau anggap ayahmu jantan? Ayahmu seorang yang luar biasa?
Huuh... tak usahlah mengharapkan yang muluk-muluk," seru poocu
dari Benteng Kiam-poo dengan suara sinis, "Pek Tiang Hong adalah
seorang lelaki mandul... bahkan mungkin dia menderita sakit
impoten... manusia impoten mana bisa mengadakan senggama? Dan
mana dia mampu untuk melahirkan dirimu?"
Pek In Hoei merasa hatinya sangat perih, rasa sedih yang sukar
dilukiskan dengan kata-kata muncul dalam benaknya, sorot mata yang
tajam bagaikan kilat memancarkan napsu membunuh yang amat tebal,
dengan nada berat tapi penuh bertenaga ia berkata :
"Sekali pun aku bukan dilahirkan karena bibitnya, sekali pun dia
bukan ayah kandungku, tetapi ia telah merawat serta mendidik diriku
hingga dewasa, bagaimana pun juga ia tetap merupakan ayahku, kalau
kau berani pandang hina pula diriku... Poocu, aku harap bicaralah
yang agak hati-hati, jangan sampai ada telapak melayang di atas pipi."
"Hmm... terhadap kalian ayah dan anak aku tiada perkataan
menarik lain yang bisa diutarakan, selama hidupnya Pek Tiang Hong
sudah terlalu banyak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan
diriku, aku bersikap demikian terhadap dirinya boleh dibilang
merupakan suatu sikap yang bijaksana."

880
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm... " Pek In Hoei mendengus dingin, "untuk sementara


waktu lebih baik kita jangan membicarakan dulu persoalan mengenai
dendam atau budi antara ayahku dengan dirimu, aku ingin bertanya...
kau sebagai seorang pemimpin suatu benteng yang terhormat kenapa
menculik ibuku dan kemudian mengurungnya di tempat ini?"
Sepasang mata dari pemilik Benteng Kiam-poo berubah jadi
merah darah, napsu membunuh dan ras benci bercampur aduk jadi
satu, dengan penuh kebencian ia bertepuk tangan satu kali, lalu
serunya dengan suara menyeramkan :
"Pek Tiang Hong terlalu keji, ia sudah mencelakai hidupku
dengan cara yang paling mengerikan agar pembalasan dendam yang
kulancarkan bisa mengenai jitu dalam lubuk hatinya, terpaksa aku
harus menculik lebih dahulu istrinya kemudian menunggu ia datang
untuk masuk perangkap, sayang umurnya terlalu pendek dan nasibnya
terlalu jelek, sebelum ia sempat kemari jiwanya sudah keburu
melayang lebih dahulu."
"Kau anggap dengan kedudukanmu sebagai seorang pemilik
benteng maka kau pasti mampu membinasakan ayahku?"
"Hmmm! Itulah satu-satunya persoalan yang kuyakini dengan
sepenuh hati, bukankah barusan kau telah menyaksikan sendiri semua
peralatan gy kuatur dalam benteng ini? Cukup dengan alat jebakan
'Sip-bin-may-hu' ini aku rasa Pek Tiang Hong sudah kehabisan akal
untuk menghadapinya."

881
Saduran TJAN ID

Jilid 36
JAGO Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mendengus :
"Huuh...! Sekali pun alat jebakan atau ngo-heng suatu alat
jebakan yang luar biasa dan memiliki perubahan yang amat banyak,
namun tidak lebih kesemuanya itu adalah benda mati, benda semacam
itu tak mungkin bisa menangkan perubahan akal manusia, lagi pula di
tengah kesempurnaan pasti terdapat pula keteledoran, apakah kau
berani jamin bahwa persiapanmu itu pasti tiada keteledoran???"
Pemilik Benteng Kiam-poo berdiri tertegun, ia tak menyangka
kalau Jago Pedang Berdarah Dingin dengan usianya yang masih
muda, ternyata memiliki pengetahuan yang sangat luas dan jauh
melebihi pandangan orang lain, hatinya tercekat dan tanpa sadar
muncullah suatu perasaan takut serta bergidik dalam hati kecilnya, ia
merasa seolah-olah segala tindakan serta perbuatannya cukup untuk
melenyapkan rencana yang telah disusun secara matang itu, maka
dalam hati kecilnya segera timbul keragu-raguan, ia curiga dan
merasa goyah pendiriannya... mungkinkah alat rahasia yang
dimilikinya itu mampu untuk membelenggu musuh-musuhnya.
"Hey Orang muda!" ujar kemudian sambil tertawa seram,
"perkataanmu memang tepat sekali, aku tidak membantah bahwa
pendapat yang kau miliki jauh lebih hebat dan lebih sempurna
daripada pendapat kebanyakan orang, tetapi sejak aku mendirikan
benteng ini hingga sekarang belum pernah terjadi peristiwa semacam
ini... aku berharap kau bisa menumbangkan sejarah baru, agar aku
kehilangan kepercayaanku terhadap segala macam permainan ini

882
IMAM TANPA BAYANGAN II

hingga timbul ide lain untuk menyusun rencana baru... tetapi kau
harus tahu anak muda, pekerjaan itu bukanlah suatu pekerjaan yang
terlalu gampang, aku percaya kau masih belum memiliki kemampuan
untuk berbuat demikian..."
"Lihat saja nanti bagaimana akhirnya," sahut Pek In Hoei dengan
nada congkak, "siapa yang akhirnya berhasil menangkan pertarungan
ini nanti toh akan ketahuan, waktu itu kau baru akan tahu bahwa jago
lihay yang lebih lihay daripada dirimu masih banyak sekali dalam
dunia persilatan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... sungguh menarik, sungguh
menarik..." seru pemilik Benteng Kiam-poo sambil tertawa terbahak-
bahak, "Aku akan menantikan dirimu semoga tindak tandukmu jauh
lebih keras dan tajam daripada selembar mulutmu itu, jangan sampai
apa yang kau ucapkan hanya kentut busuk yang berhembus lewat,
cuma baunya saja yang menusuk hidung namun sama sekali tak ada
wujudnya... bila sampai demikian keadaannya bukankah keadaan jadi
mengenaskan sekali.
Pek In Hoei sama sekali tidak ambil peduli terhadap ucapan sang
pemilik Benteng Kiam-poo yang sama sekali tidak pandang sebelah
mata pun terhadap orang lain ini, ketika dilihatnya jago lihay yang
liciknya melebihi rase tua ini menyindir dirinya terus menerus,
wajahnya seketika berubah jadi dingin menyeramkan, sambil tertawa
dingin serunya :
"Huuuuh...! Keadaaanmu itu persis bagaikan orang buta meraba
tulang... dan rabaanmu tepat sekali. Toa poocu! Kecuali segala
permainan tetek bengek yang sudah bau basi ini apakah kau masih
mempunyai permainan lain yang jauh lebih segar??? Kalau ada tak
ada halangannya bila kau perlihatkan semua sehingga kami dapat
membuka sepasang mata kami yang buta..."
"Hmmm! Apa yang kau ributkan??? Sekarang kau sedang berada
dalam perjalanan menuju ke alam baka, kau akan merasakan
kesemuanya itu satu persatu... pokoknya kau tak usah kuatir, aku tak

883
Saduran TJAN ID

akan membiarkan dirimu melakukan perjalanan yang sia-sia... aku tak


akan membiarkan kau merasa kecewa karena belum sempat
menyaksikan raut wajah Benteng Kiam-poo yang serba rahasia dan
penuh diliputi kemisteriusan ini..."
Pada saat itulah Lu Kiat maju satu langkah ke depan ujarnya :
"Poocu, apakah tujuan dari kedatangan kami aku rasa kau pasti
sudah tahu, saudaraku dengan susah payah melakukan perjalanan
sejauh beribu ribu li untuk datang kemari, maksud serta harapannya
bukan lain adalah untuk berjumpa dengan ibunya, aku ras sebagai
seorang putra sudah sewajarnya kalau ia menyayangi ibu kandungnya
sendiri... aku rasa poocu pasti tak akan menyia-nyiakan perjalanannya
yang jauh dan susah payah itu bukan?? Asal saudaraku ini dapat
berjumpa muka dengan ibunya, maka kendati kau akan
menyelesaikan pertikaian di antara kami dengan cara apa pun jua pasti
akan kami iringi..."
"Hmm...! Sayang seribu kali sayang aku tidak mempunyai hati
begitu welas asih seperti hati sang Budha!"
"Kenapa?" tanya Lu Kiat dengan hati mendongkol. "Bagaimana
pun juga kau toh tidak sepantasnya kalau sama sekali tidak memberi
muka kepada kami."
Hingga detik itu Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tak
berani banyak berkutik, bukan lain karena disebabkan ia belum
sempat bertemu muka dengan ibunya ia tak ingin bentrok lebih dulu
dengan orang-orang dari Benteng Kiam-poo karena ia memahami
benar-benar situasi yang terbentang di hadapannya, asal ia tak
sanggup mempertahankan diri maka sepanjang masa ia akan
kehilangan kesempatan untuk berjumpa dengan ibunya, selama hidup
dalam benaknya tak akan terlintas bayangan wajah dari ibunya lagi.
Setelah pemilik dari Benteng Kiam-poo mengusik serta
menyindir dirinya terus menerus perasaan pemuda itu bagaikan kayu
kering yang terjilat oleh kobaran api, ia tak sanggup menguasai napsu

884
IMAM TANPA BAYANGAN II

membunuh yang berkobar dalam dadanya, senyuman yang


menggidikan hati mulai tersungging di ujung bibirnya.
"Kau hendak paksa aku untuk turun tangan?" bentaknya dengan
penuh kegusaran.
Pemilik Benteng Kiam-poo agak tertegun, rupanya ia dibikin
tercengang oleh sikap Pek In Hoei yang mengerikan itu, sejak ia jadi
pemilik benteng seingatnya belum pernah ada orang yang berani
menantangnya untuk berduel, tetapi sikap jumawa yang diperlihatkan
lawannya membuat ia tak sanggup mempertahankan diri lagi.
********

Bagian 36
'HUUUH! Kau anggap dengan kedudukanmu itu sudah pantas untuk
bertempur melawan diriku?" teriak pemilik Benteng Kiam-poo
dengan penuh kegusaran, "Pek In Hoei pentang matamu lebar-lebar
dan periksa dulu sekarang kau berada di mana? Pantaskah kau
unjukkan sikap kejumawaanmu di tempat seperti ini? Hmm dengan
kepandaian silat yang kau miliki itu, untuk menghadapi budak-
budakku kelas tiga masih belum mampu, aku harap kau jangan
memaksa diriku untuk membunuh kau terlebih dahulu."
Ia berhenti sebentar kemudian dengan suara dingin ujarnya
kembali :
"Apakah kedudukan ibumu di dalam benteng ini pun belum
sempat kau ketahui dengan jelas, kau sudah begitu berani bersikap
kurang ajar dan tak tahu sopan kepada diriku, hal ini menunjukkan
bahwa kau sebetulnya sama sekali tak pandang sebelah mata pun
terhadap ibumu."
"Kedudukan ibuku?" seru Pek In Hoei dengan wajah tertegun.
"Ehmm... selama beberapa tahun terakhir kau dapat
mempertahankan hidup boleh dibilang kesemuanya itu adalah berkat
jasa-jasa dari ibumu, andaikata kau tidak memandang di atas

885
Saduran TJAN ID

wajahnya, hmmm aku yakin sedari dulu kau sudah menggeletak mati
jadi mayat."
Makin mendengar perkataan lawannya Pek In Hoei merasa
semakin kebingungan, ia hampir saja tak mampu mengartikan kata-
kata yang diucapkan oleh pemilik Benteng Kiam-poo ini, tetapi secara
lapat-lapat ia berhasil memahami satu persoalan yakni pernah ada
orang yang hendak membinasakan dirinya tetapi ibu kandungnya
keburu mendapat kabar berita ini terlebih dulu sehingga ia mohon
bantuan orang lain untuk mencegah pembunuhan itu tidak sampai
terjadi.
"Aku... aku tidak memahami apa yang sedang kau maksudkan,"
serunya dengan suara gemetar.
"Hmmm! Tentu saja kau tak akan mengerti," sahut pemilik
Benteng Kiam-poo dengan suara dingin, "dengarkan dulu
perkataanku hingga selesai maka segera akan kau pahami maksud
yang sebenarnya, Pek In Hoei! Kau cuma tahu bahwa kau ingin
bertemu dengan ibumu, tahukah kau bahwa dia tidak menginginkan
perjumpaan ini?"
"Pertemuan antara ibu dan anak sudah sewajarnya terjadi, aku
percaya di kolong langit tak ada seorang ibu yang tak menyayangi
putranya sendiri," bentak Pek In Hoei dengan suara keras, "tentu saja
kecuali kalau dia bukan seorang perempuan dan ia ia sudah
kehilangan cinta kasihnya sebagai seorang ibu."
"Ucapanmu tepat sekali, ibumu adalah termasuk perempuan
semacam itu," kata pemilik Benteng Kiam-poo sambil tertawa seram.
Tergetar keras hati Pek In Hoei setelah mendengar ucapan itu,
suatu perasaan sakit hati dan siksaan batin yang amat sangat membuat
pemuda itu hampir saja muntahkan darah segar, titik air mata
mengembang di ujung kelopak matanya, ia menggeleng dan berseru :
"Aku tidak percaya! Aku tak akan mempercayai perkataanmu itu,
kau tak usah ngaco belo."

886
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sepasang matanya memancarkan cahaya berkilat, dengan suara


keras bentaknya :
"Kau mengurung ibuku di mana?"
Sikap pemilik Benteng Kiam-poo aneh sekali, seakan-akan ia
sudah tak kenal apa artinya peri kemanusiaan lagi, Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei semakin tersiksa batinnya oleh
ucapannya, ia merasa semakin bangga, senyuman yang menyeramkan
dan memuakkan tersungging di bibirnya, ia mendongak dan tertawa
seram.
"Kau anggap ibumu menderita siksaan batin yang hebat selama
berada di dalam Benteng Kiam-poo? Terus terang kuberitahukan
kepadamu, dugaanmu itu keliru besar, bukan saja ia tak kenal apa
artinya kepedihan bahkan selama ini dia merasakan apa artinya
kebahagiaan hidup sebagai seorang manusia di mana pun ia berada,
kedatangannya selalu disambut dengan sikap hormat dan sopan,
setiap orang menghormati dirinya sebagai nyonya besar."
"Pek In Hoei berusaha keras menenangkan hatinya yang bergolak
keras, dengan suara gemetar ujarnya :
"Bila kau benar-benar melayani serta menghormati ibuku dengan
cara yang baik, suatu saat aku orang she Pek pasti akan membalas
budi kebaikanmu itu, tapi aku harap apa yang kau ucapkan merupakan
suatu kenyataan, janganlah sengaja kau ucapkan untuk mencari muka
di hadapanku, aku harap apa yang kau katakan bukanlah suatu kata-
kata bohong yang sengaja kau ucapkan untuk membohongi aku."
"Kau anggap aku adalah seorang manusia macam apa?? Buat apa
sih aku mesti membohongi anak kecil macam kau?? Tetapi ada satu
hal kau mesti ingat, ibumu berbuat demikian kesemuanya adalah atas
dasar kerelaan, aku sama sekali tiada maksud untuk memaksa dirinya
berbuat demikian..."
"Sebenarnya kenapa dengan ibuku itu??" tanya Pek In Hoei
dengan nada tercengang.

887
Saduran TJAN ID

"Ia sudah kawin lagi dengan diriku, dan sekarang jadi nyonya
Benteng Kiam-poo!" jawab pemilik benteng itu dengan suara bangga.
Bagikan disambar guntur di siang hari bolong, Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei merasa telinganya berdengung keras,
sekujur tubuhnya gemetar keras dan ia mulai ragu-ragu benarkah
peristiwa itu merupakan suatu kenyataan??
Perasaan sakit hati membuat hawa darah yang bergolak dalam
dadanya menyusup naik ke atas, tak ampun lagi ia muntah darah
segar...
"Sungguhkah ucapanmu itu..." bisiknya dengan suara gemetar.
Sebelum mendapat berita mengenai ibunya ia pernah
membayangkan ibunya itu sebagai seorang perempuan yang saleh dan
amat mencintai dirinya, bayangannya ketika itu indah sekali... tetapi
sekarang bayangan tersebut telah hancur berantakan, semua
harapannya ikut musnah bersama dengan indahnya lamunan yang
pernah terwujud dalam benaknya...
Mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau ibunya adalah seorang
perempuan yang tak tahan diuji, perempuan berhati lemah yang
ternyata sudah kawin lagi dengan orang lain... kalau kawin dengan
orang lain mungkin keadaan masih agak mendingan, ternyata ia sudah
kawin dengan musuh besar ayahnya... ia merasa gusar dan kecewa
atas kenyataan tersebut... diam-diam ia merasa sedih bagi kematian
ayahnya...
Lu Kiat sendiri diam-diam ikut merasa pedih hatinya setelah
mendengar perkataan itu, ketika menyaksikan Jago Pedang Berdarah
Dingin muntah darah segar serta wajahnya menunjukkan penderitaan
yang luar biasa hatinya jadi terkesiap, segera tegurnya :
"Adikku, kenapa kau??"
"Aku sangat baik," jawab Pek In Hoei sambil tertawa sedih,
"toako, kau tak usah bersedih hati karena aku..."
"Dalam menghadapi persoalan apa pun pandanganmu harus
terbuka dan memandang ke arah depan yang luas, janganlah karena

888
IMAM TANPA BAYANGAN II

satu persoalan membuat badanmu hancur berantakan..." seru Lu Kiat


memperingatkan dengan hati gelisah.
"Terima kasih atas nasehatmu itu, toako. Aku bisa merawat diriku
baik-baik..." kata Pek In Hoei dengan suara penuh penderitaan.
Tetesan air mata mengembang pada kelopak matanya yang hitam
dan jeli itu, kendati pun ia sudah berusaha keras untuk menahan air
matanya sehingga tidak sampai menetes keluar, tetapi rasa sedih yang
sukar dikendalikan itu membuat air matanya tanpa bisa dicegah lagi
mengucur keluar dengan derasnya...
Menyaksikan pemuda lawannya tersiksa, pemilik Benteng Kiam-
poo merasa semakin bangga, serunya :
"Hey orang muda, sekarang kau tentu sudah paham bukan??"
Sorot mata berapi-api yang amat mengerikan memancar keluar
dari balik mata Pek In Hoei, dengan penuh kegusaran ia membentak
keras :
"Enyah kau dari sini, hati-hatilah kamu... aku akan membunuh
dirimu..."
"Perkataan semacam itu tidak pantas diucapkan olehmu,
semestinya akulah yang berkata demikian kepadamu..." ejek pemilik
Benteng Kiam-poo dengan suara yang dingin.
Pek In Hoei meraung semakin gusar.
"Kau adalah manusia yang paling kubenci selama hidupku, aku
harap kau tahu diri dan segera enyah dari tempat ini, bilamana kita
sampai bentrok muka maka sulit bagimu untuk lolos dari
cengkeramanku..."
Pemilik Benteng Kiam-poo segera angkat kepala dan tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... apakah disebabkan karena ibumu
kawin lagi dengan aku, maka kau hendak membinasakan diriku??"
"Sedikit pun tidak salah," jawab Pek In Hoei dengan suara ketus,
"aku merasa sedih dan pedih karena dia telah memilih manusia
macam kau sebagai suaminya dan aku pun merasa kecewa karena

889
Saduran TJAN ID

nasibnya yang begitu jelek, kau bukanlah seorang pria yang dapat
bertanggung jawab... sahabat! Kau mengawini dirinya karena bukan
muncul dari hati yang tulus bukan?? Kau kawini dirinya bukan
dikarenakan rasa cinta bukan..."
"Kau cuma menebak benar separuhnya saja," kata pemilik
Benteng Kiam-poo sambil gelengkan kepalanya berulang kali, "Aku
memang benar-benar mencintai ibumu, tetapi aku jauh lebih benci
kepada ayahmu, hubungan yang demikian anehnya ini mungkin bisa
kau pahami, disinilah dia letaknya alasan kenapa aku harus berbuat
demikian..."
"Jadi kau berbuat demikian karena hendak membalas dendam
terhadap ayahku...??" seru Pek In Hoei setengah menjerit.
"Boleh dibilang begitulah..."
Dengan penuh kemarahan Pek In Hoei menuding ke arah pemilik
Benteng Kiam-poo, kemudian teriaknya setengah menjerit :
"Sekarang aku baru tahu bahwa kau adalah manusia yang paling
jahat, manusia yang berhati binatang... aku benci kepadamu... aku
dendam kepadamu dan ingin sekali membinasakan dirimu, karena kau
adalah seorang manusia rendah yang tak tahu malu..."
Air muka pemilik Benteng Kiam-poo berubah hebat, napsu
membunuh terlintas di atas wajahnya, dengan muka menyeringai
mengerikan ia berseru dingin :
"Kenapa kau sampai sekarang kau belum juga turun tangan??"
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei perlahan-lahan
menggerakkan tangan kanannya meraba gagang pedang penghancur
sang surya yang tersoren pada pinggangnya tetapi ia tidak langsung
meloloskan senjat tersebut melainkan melotot ke arah pemilik
Benteng Kiam-poo dengan pandangan penuh kegusaran, pandangan
itu penuh mengandung rasa permusuhan... sedikit pun tiada hawa
persahabatan yang melintasi wajahnya...

890
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tetapi lama sekali kedua belah pihak tetap saling berpandangan


tanpa seorang pun yang mulai melancarkan serangan, perlahan-lahan
Pek In Hoei turunkan kembali telapaknya dan menghela napas sedih...
Menyaksikan tingkah laku pemuda itu, pemilik Benteng Kiam-
poo jadi tertegun, segera tegurnya :
"Kenapa?? Kenapa kau tidak jadi turun tangan?? Apakah kau
tidak berani??..."
"Kau jangan keliru melihat orang," jawab Pek In Hoei dengan
rasa penuh kebencian, "sekarang aku belum ingin membinasakan
dirimu, menanti saatnya telah tiba tanpa kau suruh, aku bisa turun
tangan sendiri untuk membinasakan dirimu, untuk sementara waktu
aku akan biarkan kau hidup beberapa hari lagi di kolong langit."
"Kenapa? Apakah kau anggap aku sedang membutuhkan belas
kasihanmu?" teriak pemilik Benteng Kiam-poo dengan penuh
kegusaran.
Dalam pada itu Pek In Hoei telah berusaha mengendalikan
perasaan yang bergolak dalam dadanya, pelbagai ingatan berkelebat
dalam benaknya, ia tidak percaya bahwa apa yang terjadi merupakan
kenyataan, dengan suara dingin ujarnya :
"Memandang di atas wajahnya, untuk sementara waktu
kulepaskan dirimu."
"Siapa yang kau maksudkan dengan dia?" tanya pemilik Benteng
Kiam-poo setelah tertegun sejenak.
"Nyonyamu tentu saja!" jawab Pek In Hoei sambil tertawa
dingin.
Ketika ia mengucapkan kata-kata tersebut, hatinya terasa sakit
bagaikan ada dua bilah pedang tajam yang menusuk lubuk hatinya.
Lama sekali pemilik Benteng Kiam-poo berdiri tertegun,
kemudian ujarnya :
"Kau maksudkan ibumu yang maha agung dan maha tercinta itu."
"Perkataan itu boleh kau buang dari sebutan tersebut," tukas si
anak muda itu sambil menyeka darah yang menodai ujung bibirnya.

891
Saduran TJAN ID

"Masa kau sudah tak sudi mengenal ibumu lagi," bentak pemilik
Benteng Kiam-poo dengan penuh kegusaran.
"Terhadap ibu semacam ini ada atau tidak bagiku sama saja,"
jawab Pek In Hoei dengan air mata bercucuran, "tanpa dirinya aku toh
tetap tumbuh jadi dewasa, lagi pula aku bukan dilahirkan olehnya,
dalam sebutan saja dia adalah ibuku, tetapi perasaan cinta kasih di
antara kami sama sekali tidak ada, ia tak pernah merawat atau pun
mendidik aku walau hanya satu hari pun."
Pek In Hoei menghela napas panjang, air mata jatuh berlinang
semakin deras, kejadian ini memang menyedihkan sekali hatinya.
Ujarnya dengan suara yang memedihkan hati :
"Sebelum aku tiba di sini, dalam bayanganku terlintas ingatan
bahwa ibuku tidak jauh berbeda dengan ibu orang lain, seorang
perempuan agung yang dapat menjaga martabatnya sebagai seorang
wanita, tetapi setelah aku berjumpa dengan dirimu, aku baru tahu
bahwa kedatanganku ke tempat ini sebenarnya adalah keliru besar,
aku tak menyangka kalau ia sudah jadi nyonya poocu, ia sudah
melupakan diriku yang menjadi putranya, hal yang paling
memedihkan hatiku adalah perbuatannya kawin denganmu, kawin
dengan seorang..."
"Kenapa dengan diriku?" sela Poocu dari Benteng Kiam-poo itu
sambil tertawa seram.
"Hatimu terlalu kejam dan perasaanmu paling sadis di kolong
langit, kau tidak memiliki peri kemanusiaan dan kau tidak kenal budi
sebagai seorang manusia terutama sekali rasa dendammu terhadap
ayahku sudah demikian mendalam, bila ia tahu tata cara maka tidak
semestinya kalau dia kawin dengan musuh besar suaminya sendiri,
agar musuh besarnya dapat mengejek serta mempermalukan
putranya, membuat aku sepanjang masa tak sanggup untuk angkat
kepala kembali, paling sedikit di dalam hal ini, aku tak dapat
mengampuni dirinya."

892
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sungguh tak kusangka kau masih


mempunyai sedikit semangat jantan," ejek pemilik Benteng Kiam-
poo sambil tertawa seram, "Pek Tiang Hong boleh merasa bangga
karena dia mempunyai putra macam dirimu, tetapi sayang seribu kali
sayang putranya itu terpaksa harus mengorbankan selembar jiwanya
di dalam Benteng Kiam-poo karena berani menyalahi diriku."
Pek In Hoei merasa amat gusar, ia hendak mengumbar hawa
amarahnya, tetapi Lu Kiat segera maju ke depan, serunya :
"Adik In Hoei tunggu sebentar!"
Kepada pemilik Benteng Kiam-poo serunya kemudian :
"Poocu, bolehkah aku ajukan beberapa persoalan kepadamu?"
"Selama pertanyaanmu itu berada dalam lingkungan yang
memungkinkan, aku dapat memberikan jawaban atas pertanyaanmu
itu!"
"Baik..." seru Lu Kiat sambil tertawa dingin, "setelah kutinjau
semua gerak gerik yang kau perlihatkan tadi, aku dapat menilai bahwa
kau adalah seorang pria yang pandai sekali menggunakan otak serta
kecerdikanmu, aku ingin tanya padamu, benarkah ibu dari adik In
Hoei dengan sungguh hati dan kerelaan dirinya suka menikah dengan
dirimu?"
"Kenapa? Apakah kau tidak percaya?" seru pemilik Benteng
Kiam-poo dengan wajah berubah hebat.
"Paling sedikit aku punya kecurigaan yang mengarah pada suatu
perkawinan yang dipaksakan, aku percaya seorang perempuan tak
akan suka dengan seorang suami yang pandai mempergunakan akal
licinnya untuk menipu serta menjebak orang, mendampingi harimau
sama artinya dengan mendampingi suatu kematian, setiap saat
kemungkinan besar dirinya bakal dipermainkan oleh suaminya,
andaikata kau adalah seorang perempuan, bisakah kau mencintai
seorang pria macam ini?"
"Cisss...! Sebenarnya apa maksudmu berkata demikian?"

893
Saduran TJAN ID

"Gampang sekali," jawab Lu Kiat sambil tertawa dingin, "bila ia


benar-benar sampai menikah dengan dirimu, maka kau pasti telah
menggunakan suatu permainan setan untuk memaksa atau menipu
dirinya, aku orang she Lu yakin bahwa keinginannya itu pasti bukan
muncul dari kerelaan hatinya."
"Hmmm!" pemilik Benteng Kiam-poo mendengus gusar,
"bajingan cilik, sudah terlalu banyak yang kudengar, bila aku tidak
memandang usiamu yang masih muda dan tak tahu urusan mungkin
selembar jiwamu telah kucabut sejak semula, kini kalian berdua telah
memasuki pintu neraka, tidak mungkin lagi kalian tinggalkan tempat
ini dalam keadaan hidup, sekarang aku tak mau ribut-ribut dahulu
dengan kalian berdua, tiga hari kemudian aku baru akan membereskan
kamu berdua."
Dengan bangga ia tertawa keras, lalu ujarnya lagi :
"Hilangkan ingatan untuk melarikan diri dari tempat ini, setiap
saat pasti ada orang yang membuntuti gerak gerik kalian, dan aku
harap di dalam waktu tiga hari ini kalian dapat mempergunakan baik-
baik sisa hidupmu untuk bermain hingga puas di dalam benteng ini..."
"Aku akan membinasakan dirimu tiga hari kemudian..." seru Pek
In Hoei dengan suara dingin.
"Mampukah kau berbuat demikian, lihat saja nanti apakah
usiamu cukup panjang atau tidak..."
Dengan penuh rasa bangga ia tertawa terbahak-bahak lalu pula
badan dan berlalu dari situ, di tengah udara hanya tertinggal suara
gelak tertawanya yang nyaring...
Benteng Kiam-poo nampak begitu tenang dan hening... sedikit
pun tidak dihiasi napsu membunuh atau pun bau anyir darah... ketika
malam menjelang tiba, lampu lentera bergantungan di setiap sudut
tempat membuat seluruh benteng jadi terang benderang bagaikan di
siang hari belaka...
Meskipun Pek In Hoei serta Lu Kiat datang berkunjung ke
benteng Kiam-poo dengan membawa rasa permusuhan, tetapi semua

894
IMAM TANPA BAYANGAN II

anggota benteng itu tidak seorang pun yang memandang istimewa


terhadap mereka berdua, dua orang pemuda itu bebas bergerak
kemana pun juga selama mereka tidak berusaha untuk berjalan
menuju keluar benteng, kendati demikian setiap gerak-gerik mereka
selalu dibayangi dan diawasi oleh seorang secara diam-diam...
Bintang bertaburan di angkasa, dengan perasaan kesal bercampur
murung Jago Pedang Berdarah Dingin munculkan diri dari ruang
tamu dan berjalan-jalan menuju ke tepi sebuah selokan tidak jauh
letaknya dari benteng tersebut.....
"Aaai... ia menghembuskan napas panjang, " kejadian ini benar-
benar berada di luar dugaan, sebenarnya aku hidup dalam
kesederhanaan serta ketenangan... tetapi ketika aku berjuang demi
masa depanku, ternyata dalam hal asal-usulku telah terjadi perubahan
yang begitu besarnya...."
Dengan sedih ia geleng kepala, gumamnya kembali :
"Aku ingin sekali melupakan semua persoalan ini, tetapi semakin
aku berusaha untuk melupakannya, pikiran tersebut semakin
menerobos masuk ke dalam ingatanku, seakan-akan ulat sutera yang
yang tiada hentinya menyemburkan liurnya.
Dengan pandangan termangu-mangu ia menatap gelombang
kecil yang muncul di atas permukaan air selokan... pikiran melayang-
layang melamunkan nasibnya yang begitu jelek....
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang... Namun Jago Pedang Berdarah Dingin tetap
tidak berpaling, sorot matanya yang dingin dan hambar mendongak
ke angkasa memandang bintang yang bertaburan di udara...
Suara langkah manusia kian lama kian bertambah dekat dan
akhirnya berhenti tepat di belakang tubuhnya, kemudian terdengarlah
seseorang berseru dengan suara yang merdu :
",Oooh...! kiranya kau berada disini."

895
Saduran TJAN ID

Dari nada ucapan tersebut, Jago Pedang Berdarah Dingin segera


mengenalinya sebagai suara dari Ciu Tiap Tiap, putri
kesayangan pemilik benteng Kiam-poo.
Pemuda itu tetap membungkam, ia tidak berpaling pun tidak
menunjukkan reaksi apa pun kecuali mendengus dingin.
Tertegun hati Cui Tiap Tiap menyaksikan sikap lawannya yang
dingin dan ketus itu, dengan suara tercengang ia berseru tertahan lalu
ujarnya :
"Hey, kenapa sih sikapmu begitu tak bersahabat terhadap
diriku....."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tak sanggup
mengendalikan perasaan hatinya lagi, tiba-tiba ia angkat kepala dan
tertawa terbahak-bahak, suaranya nyaring dan penuh mengandung
sindiran, hal ini membuat Cui Tiap Tiap merasa malu dan terhina,
sepasang matanya yang besar bulat hampir saja dibasahi oleh air mata
yang jatuh bercucuran.
„Eeei....apa yang kau tertawakan ?" tegurnya dengan suara
gemetar, "kau mentertawakan aku karena di tengah malam buta
datang mencari dirimu ?..."
Setelah tertawa nyaring Pek In Hoei merasakan dadanya jadi
lapang dan jauh lebih segar, ia berhenti tertawa dan menjawab :
"Kalian orang-orang dari keluarga Cui memang terlalu gemar
mencampuri urusan orang lain, sehingga orang yang sedang tertawa
pun pinginnya diurusi... nona besar ! peraturan dari benteng kalian
terlalu banyak....."
"Kau tak usah menggunakan sikap semacam itu untuk
menghadapi diriku," seru Cui Tiap Tiap dengan suara dingin,
"Andaikata aku bukan sedang menjalankan perintah dari ibuku, tidak
nanti aku sesinting itu untuk datang menemui dirimu di tengah malam
buta."
"Siapakah ibumu? Ada urusan apa datang mencari aku?" seru Pek
In Hoei dengan nada tertegun.

896
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Siapakah ibuku aku rasa kau tentu lebih paham daripada diriku
sendiri, hubungannya dengan diriku tidak jauh berbeda seperti kau
dengan dirinya, sekali pun bukan dilahirkan olehnya tapi dalam
sebutan tetap merupakan ibuku, Pek In Hoei ! Sekarang kau mengerti
bukan ?"
Ia bereskan rambutnya yang terurai ke bawah itu, kemudian
ujarnya kembali :
"Sekarang tugasku telah kulakukan dengan baik, mau pergi atau
tidak terserah pada keputusanmu sendiri !"
"Ada urusan apa ia datang mencari diriku ?" tanya Pek In Hoei
sambil tertawa dingin.
"Hmmm! Tentang persoalan ini semestinya akulah yang bertanya
kepadamu, apa pula sebabnya kau datang ke benteng Kiam-poo untuk
mencari dirinya?? Pek In Hoei! Aku rasa alasannya tentu saja dan
sekarang aku ingin bertanya, sebetulnya kau ingin pergi atau tidak....
"Aku tidak ingin pergi!" jawab pemuda itu lirih.
Cui Tiap Tiap jadi tertegun, ia tak tahu apa sebabnya pemuda itu
bersikeras untuk menampik pertemuannya dengan sang ibu, dengan
perasaan tak mengerti ditatapnya wajah pemuda itu lalu bertanya :
"Kenapa? Kenapa kau tak mau berjumpa dengan ibumu?"
"Ibuku adalah seorang perempuan yang suci, seorang wanita
yang lemah lembut, agung dan mengerti akan sifat kewanitaannya, tak
mungkin ia kawin dengan seorang manusia takabur yang tak kenal
tingginya langit dan tebalnya bumi, aku tak sudi bertemu dengan
seorang ibu macam begitu... aku tak sudi bertemu dengan seorang ibu
yang kawin lagi dengan lelaki takabur...
"Apa katamu?" bentak Cui Tiap Tiap penuh kegusaran, "kau
mengatakan ayahku adalah seorang lelaki yang takabur?"
„Huuh! Rupanya perkataanku ini telah melukai hatimu? Kalau
kau merasa gengsimu tersinggung oleh ucapanku ini, kau tak usah
menegur atau menyalahkan diriku, pergilah temui ayahmu dan
salahkan sendiri perbuatannya yang tak tahu diri itu...."

897
Saduran TJAN ID

Cui Tiap Tiap merasa sakit hati dan tak tahan menyaksikan orang
lain memandang rendah serta memandang hina ayahnya yang
dihormati, dalam pikirannya ia anggap sang ayah adalah seorang jago
sakti yang luar biasa ampuhnya karena dengan kekuatan seorang diri
dia mampu mendirikan suatu usaha yang besar, dapat mendirikan
benteng Kiam poo yang angker dan disegani orang, karena itu ia tak
memperkenankan orang lain menghina atau memperolok-olok
ayahnya.
Mimpipun gadis itu tidak pernah menyangka kalau ayahnya telah
mengorbankan berpuluh-puluh lembar jiwa untuk tancapkan kakinya
dalam dunia persilatan, untuk berdiri dan muncul sebagai suatu
benteng yang disegani setiap orang, ayahnya telah menggunakan
cara-cara yang paling rendah dan paling keji untuk mewujudkan cita-
citanya itu....banyak kejahatan telah dilakukan ayahnya dalam
benteng Kiam-poo yang misterius dan mengerikan itu, hanya saja
gadis itu sama sekali tidak mengetahuinya.
„Pek In Hoei, sebenarnya apa maksudmu ? Kenapa kau menuduh
ayahku melakukan perbuatan yang tidak senonoh...." tegur Cui Tiap
Tiap dengan nada gusar.
Pek In Hoei tarik napas panjang-panjang dan menjawab :
"Lebih baik tanyakan langsung persoalan ini kepada ayahmu
sendiri, dia bakal memberi jawaban yang memuaskan bagimu, kau
harus tahu di antara kebaikan kejahatan suatu ketika pasti akan tiba
waktunya untuk di sebelah... karena perbuatan-perbuatan jahat yang
telah dilakukan oleh ayahmu itulah, dia harus menerima suatu akibat
yang menyedihkan, suatu akhir yang mengerikan sekali..."
Air muka Cui Tiap Tiap berubah hebat saking gusarnya, ia
membentak nyaring :
"Kau tak usah mengajak aku untuk membicarakan persoalan
yang sama sekali tak ada gunanya itu kepadaku, selama berada di
hadapanku aku larang kau mencaci maki serta menghina ayahku,

898
IMAM TANPA BAYANGAN II

kalau kau bersikeras untuk mengatakannya juga, maka terpaksa aku


akan beradu jiwa dahulu dengan dirimu..."
Dengan penuh kegusaran ia berkata kembali :
"Bagaimana? Kau jadi atau tidak? Ibumu masih menantikan
kedatanganmu!"
Pek In Hoei menggeleng.
"Kau tak tahu betapa pedih dan menderitanya aku, aku benar-
benar tidak ingin bertemu dengan dirinya... nona besar, terima kasih
atas kesediaanmu datang mencari aku, tolong sampaikanlah
kepadanya lain kali saja aku berkunjung kepadanya..."
Dengan sedih Ciu Tiap Tiap menghela napas panjang pula.
"Meskipun dia adalah ibu tiriku, tetapi cinta kasihnya terhadap
aku melebihi kasih sayang seorang ibu kandung terhadap anaknya
sendiri," ia berkata, "tahukah kau, setiap kali ia berbicara dengan aku
sering kali ia sebut-sebut tentang dirimu... Pek In Hoei! Peduli
tindakannya betul atau salah, kau harus pergi menjumpai dirinya atau
paling sedikit kau harus menghilangkan kekosongan hidup yang telah
menyelimuti masa tuanya, kau harus menghilangkan siksaan batin
yang selama ini membuat ia menderita... seringkali aku menemukan
ia sedang menangis terisak dan bibirnya menyebutkan namamu..."
Pek In Hoei merasakan sekujur tubuhnya gemetar keras, suatu
perasaan aneh timbul dalam benaknya. seolah-olah ia saksikan di
hadapannya muncul seorang perempuan tua yang kusut dan
menyedihkan, panggilan yang mesra hampir mendekati jeritan itu
membuat perasaan hatinya bertambah iba... tanpa sadar pemuda itu
mengucurkan air matanya...
Dengan sedih ia menunduk ke bawah pikirnya :
"Benarkah ibu sangat mencintai diriku seperti apa yang dikatakan
Cui Tiap Tiap?? Aku toh bukan anak kandungnya kenapa ia bersikap
begitu sayang dan mesra terhadap diriku??"

899
Saduran TJAN ID

Pelbagai ingatan aneh berkecambuk dalam benaknya... membuat


pemuda itu terpekur dengan wajah mendelong... perasaan hatinya
yang bergolak perlahan-lahan jadi tenang kembali.
Ia tarik napas panjang-panjang, lalu bertanya :
"Ibuku sekarang berada dimana?"
"Sudah tembuskah jalan pikiranmu?" jengek Cui Tiap Tiap
sambil tertawa dingin, "Pek In Hoei! Sebelum kau berjumpa muka
dengan ibumu, terlebih dahulu aku hendak memperingatkan dirimu,
meskipun ibumu telah bertindak salah, kau sebagai puteranya harus
bertindak sopan dan tunjukkan kebaktianmu... aku harap kau jangan
bertindak gegabah tanpa berpikir panjang...."
"Cukup! Luka yang menggores dalam hatiku sudah cukup
parah," tukas Pek In Hoei sambil geleng kepala, "aku dapat
memahami maksud hatimu itu, terima kasih, aku dapat pergi
menjumpai dia orang tua dengan sikap yang hormat..."
Mendengar pemuda itu telah berjanji, perasaan hati Cui Tiap Tiap
pun lambat laun berubah jadi lega, katanya :
"Karena kau bukan seorang perempuan maka kau tak akan
memahami perasaan hati dari seorang wanita, aku harap kau bisa
menyelami pula perasaan menderita pada tubuh orang lain, janganlah
mengungkap-ungkap urusan yang sebenarnya sama sekali tak
berguna...."
Ia melirik sekejap ke samping kiri dan kanannya, lalu berseru :
"Mari kita berangkat! Kali ini ibu akan bertemu dengan kau tanpa
sepengetahuan ayahku, ia tidak mengharapkan orang lain pun
mengetahui akan persoalan ini, ia cuma berharap agar bisa bercakap-
cakap dengan dirimu secara baik-baik, nanti sewaktu kita berangkat
ke situ aku harap kau suka bertindak hati-hati...."
"Ehmmm! Ibuku bersiap-siap hendak bertemu dengan diriku
dimana ?....."
"Tuh, di dalam ruangan sebelah depan sana," sahut Ciu Tiap Tiap
sambil menuding ke arah depan, "ikutilah aku dengan hati-hati, aku

900
IMAM TANPA BAYANGAN II

kuatir ayahku mengetahui akan peristiwa ini maka dalam tindak


tandukmu nanti bersikaplah waspada dan hati-hati."
Perlahan-lahan ia menggerakkan tubuhnya dan bergeser menuju
kegelapan yang mencekam di seluruh jagad, Pek In Hoei mengikuti
dari belakangnya, menyaksikan sikap sang gadis diam-diam ia
tertawa dingin, senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya....
Ketika tiba di depan sebuah bangunan, tiba-tiba Ciu Tiap Tiap
menghentikan gerakan tubuhnya, ia menyapu sekejap sekeliling
tempat itu lalu bisiknya kepada jago pedang berdarah dingin dengan
suara lirih :
"Ibumu berada di dalam bangunan tersebut, sekeliling tempat ini
penuh dengan penjagaan yang ketat, tunggulah sebentar disini! Akan
kuusir dahulu para penjaga itu kemudian kau baru masuk ke dalam."
Ia memerintahkan si anak muda itu untuk bersembunyi di
belakang sebuah pohon besar, ia sendiri perlahan-lahan bergerak
menuju ke arah pintu depan.
Belum jauh ia berjalan, dari tempat kegelapan meloncat keluar
dua orang pria baju hitam, sambil menghadang jalan pergi gadis itu
tegurnya :
„Siapa ??"
Suasana yang gelap gulita membuat pihak lawan tak jelas
menyaksikan lawan, begitu teguran itu diutarakan keluar, Cui Tiap
Tiap segera mendengus dingin.
"Hmm! Loo Ma, masa aku pun tidak kau kenal?" tegurnya.
Kedua orang pria itu terkesiap, lalu bongkokkan badan memberi
hormat. „Oooh kiranya nona!"
„Hmm ! Malam ini akulah yang akan menemani loo-hujin, kalian
boleh pergi beristirahat, bila poocu telah kembali berilah kabar cepat-
cepat kepadaku... "
"Baik!" sahut pria yang ada di sebelah kiri dengan sikap hormat,
"pesan nona pasti akan hamba laksanakan sebaik-baiknya."

901
Saduran TJAN ID

Menanti Cui Tiap Tiap ulapkan tangannya, kedua orang pria itu
dengan ketakutan segera mengundurkan diri dari sana.
Setelah bayangan punggung kedua lenyap dari pandangan, Cui
Tiap Tiap baru menggape ke arah Pek In Hoei sambil ujarnya :
"Masuklah ke dalam, kedua orang manusia yang memuakkan itu
sudah kuusir pergi!"
"Terima kasih atas bantuanmu," sahut Pek In Hoei sambil
meloncat keluar dari tempat persembunyiannya, "bila kau tidak
menunjukkan jalan bagiku, mungkin aku tak akan mendapatkan cara
untuk tiba ditempat ini...."
Mereka berdua segera melangkah masuk ke dalam pintu, tampak
bau bunga harum semerbak tersiar di udara, di tengah kebun bunga
yang luas muncullah sebuah bangunan rumah yang megah, cahaya
lentera memancar keluar lewat celah-celah pintu dan jendela...
"Masuklah ke dalam!" bisik Cui Tiap Tiap dengan suara lirih,
"ibumu mungkin sudah lama menantikan kedatanganmu, inilah detik
detik bersejarah yang menandakan pertemuan antara ibu dan anak,
aku tidak ingin menyaksikan adegan yang memilukan hati itu, maka
maafkanlah aku bila aku tak akan menemani dirimu lebih jauh."
Dengan perasaan hati bergolak Pek In Hoei menghembuskan
napas panjang, tiba-tiba ia merasa hatinya jadi tegang daripada
sewaktu menghadapi suatu pertarungan....
Keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya,
dia naik ke atas tangga batu dan mendorong pintu yang tertutup rapat.
Kraak... ! Tatkala pintu itu terbuka, dengan perasaan sangsi ia
tarik kembali tangannya.
"Ibu..." bisiknya dengan suara lirih.
Orang yang berada di dalam ruangan rupanya tak bisa
mengendalikan golakan batinnya, ia menjerit tertahan.... ketika pintu
terbuka, tampaklah seorang perempuan tua yang rambutnya telah
beruban semua dengan air mata bercucuran berdiri di hadapannya...
biji matanya jeli tiada hentinya menatap wajah Pek In Hoei.

902
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hoei.... kau.... kau adalah Pek In Hoei.... putraku..." bisik


perempuan tua itu dengan suara parau.
"Tidak salah!" jawab Pek In Hoei dengan air mata bercucuran,
"seorang bocah yang belum pernah melihat raut wajah ibu sendiri..."
Bagaikan terkena listrik tegangan tinggi, sekujur badan
perempuan tua yang sedang berduka itu gemetar keras... ia ulurkan
tangannya yang gemetar keras untuk membelai raut wajah si anak
muda itu.
"Kau... kau telah dewasa..." bisiknya lirih.
"Aku tak pernah mati kelaparan, tentu saja tubuhku bertambah
dewasa..." tukas Pek In Hoei sambil menyeka air mata yang
membasahi pipinya.
Jawaban tersebut sama sekali tidak bersikap persahabatan,
dengan pandangan tercengang perempuan tua itu menatap sekejap
wajah Pek In Hoei, air mukanya yang sudah pucat kini kian bertambah
pucat hingga menyerupai mayat, dengan sedih ia menghela napas
panjang.
"Aku tahu... kau tak akan memaafkan diriku... sebelum berjumpa
dengan kau aku telah memikirkan persoalan ini, mama tak salahkan
dirimu, mama hanya salahkan nasib mama yang jelek."
Dengan penuh kesedihan ia tutup wajah sendiri dengan
tangannya lalu menangis, air mata jatuh bercucuran merembes dari
celah-celah jarinya yang telah berkeriput...
Pek In Hoei merasa hatinya jadi kecut, dengan hati pedih ia
menghela napas panjang, kepalanya terkulai dan ia ikut menangis.
Pemandangan yang terbentang ketika itu sangat mengenaskan
sekali, meskipun ibu dan anak bisa berjumpa lagi namun perjumpaan
itu tidak ditandai oleh kegembiraan atau kebahagiaan, melainkan
hanya kepedihan serta kesedihan saja yang ada....
Lama sekali perempuan tua itu menangis kemudian sambil
menahan isak tangisnya ia bertanya :
"Nak, benarkah kau amat benci terhadap diriku ??"

903
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei menggeleng.


",Aku tak akan membenci dirimu, aku hanya membenci terhadap
diriku sendiri..."
"Aaai..." aku tahu tindakanku ini keliru besar..." bisik perempuan
tua itu lagi sambil menghela napas panjang.
"Hmm! Tidak sewajarnya kalau kau kawin lagi dengan musuh
besar dart ayah..."
"Aaai...! Helaan napas berat kembali berkumandang
memecahkan kesunyian, dengan wajah penuh kesedihan dan
penyesalan perempuan tua yang patut dikasihani ini gelengkan
kepalanya berulang kali.
"Kau anggap mama adalah perempuan lonte yang tahu malu ??
Kau anggap mama rela merendahkan derajat untuk tunduk kepada Cui
Tek Li?" serunya sambil menahan perih hatinya, "Nak... kau keliru...
kau keliru besar... mama masih memiliki gengsi sebagai seorang
perempuan, mama masih memiliki martabat hidup sebagai seorang
istri yang setia... sekalipun selama hidup aku tak punya suami, aku
lebih rela daripada mencintai keparat tua itu..."
"Jadi kalau begitu poocu dari benteng Kiam poo yang memaksa
kau untuk berbuat demikian..." seru Pek In Hoei dengan suara
gemetar.
Dengan penuh kesedihan perempuan tua itu menunduk.
"Tindakan Cui Tek Li amat lihay dan luar biasa sekali, setelah ia
menculik aku datang kemari maka ia sengaja menggunakan
keselamatanmu serta keselamatan ayahmu untuk menggertak diriku,
membuat batinku tertekan dan setiap hari aku jadi kuatir untuk
keselamatan suamiku serta anakku."
"Apa ? Ia berani menggunakan cara yang begitu rendah untuk
menghadapi dirimu..." teriak Pek In Hoei dengan penuh kebencian,
batinnya terpukul keras.

904
IMAM TANPA BAYANGAN II

Napsu membunuh yang amat tebal seketika melintas di atas raut


wajah pemuda itu, wajahnya berubah jadi menyeringai dan tampak
mengerikan sekali.
ketika perempuan tua itu melihat keadaan putranya, ia terkesiap,
dengan rasa takut bercampur ngeri segera tegurnya :
"Nak, apa yang hendak kau lakukan?"
"Oooh...! Tidak... jangan... jangan kau lakukan perbuatan itu...
jangan kau lakukan pembunuhan itu..." seru perempuan tua itu dengan
suara gemetar.
Tertegun hati Pek In Hoei mendengar perkataan itu, hawa amarah
sedang berkobar dalam rongga dadanya, ia tak mampu
mengendalikan golakan dalam hatinya lagi, segera tegurnya :
"Kenapa? Apakah hal itu disebabkan Cui Tek Li adalah
suamimu?"
Jelas pemuda ini sudah bikin salah paham oleh perkataan ibunya,
ia sangat membenci pemilik benteng Kiam-poo yang telah
menggunakan cara rendah untuk mengancam ibunya, maka dalam
pembicaraan pun ia mulai pandang hina orang tua itu, teguran yang
ditujukan kepada ibunya pun tanpa tedeng aling-aling....
"Tidak! Tidak nak, kau telah salah paham... kau telah salah
mengartikan ucapanku itu!" seru perempuan tua itu dengan suara
terkejut bercampur ketakutan.
"Hmmm ! Apanya yang salah paham?" ejek Pek In Hoei sambil
tertawa dingin, "dendam permusuhan antara Cui Tek Li dengan ayah
dalam bagaikan samudra, kedua belah pihak tak mungkin bisa hidup
berdampingan di kolong langit, ia telah menghina ayah, maka
sekalipun kubunuh perbuatanku ini tidaklah kelewat batas, apalagi dia
sudah memaksa kawin dengan dirinya."
Ia berhenti sebentar, kemudian dengan suara gemetar
sambungnya lagi :
"Mama, aku ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu!"

905
Saduran TJAN ID

"Apa yang hendak kau tanyakan?? Katakanlah!" seru perempuan


tua itu sambil menangis tersedu-sedu.
"Bagaimana keadaan ayah waktu menemui ajalnya??"
Perempuan tua itu merasa hatinya sakit bagaikan diiris dengan
pisau, penderitaan serta siksaan batin membuat sekujur badannya
gemetar keras, air mata jatuh bercucuran dengan derasnya, bibirnya
bergerak meluncurkan beberapa patah kata yang serak dan parau.
"Apakah kau belum tahu...."
",Kali ini dengan menempuh dan mempertaruhkan jiwa ragaku
aku menerjang masuk ke dalam benteng Kiam-poo, tujuannya bukan
lain adalah ingin menyelidiki sebab-sebab kematian dari ayah, aku
rasa ibu tentu mengetahui akan rahasia ini....aku hendak membunuh
semua para bajingan-bajingan terkutuk itu untuk membalaskan
dendam sakit hati dari ayah....."
„Hoa Pek Tuo...!"
"Apa? Dia..." napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya,
dengan penuh kebencian ia berteriak, "sejak dahulu aku telah
menaruh curiga terhadap orang ini. hanya aku kekurangan bukti."
Perlahan-lahan ia cabut keluar pedang mestika penghancur sang
surya, kemudian mengangkat ke tengah udara.... sambil menatap
ujung pedang itu dengan sorot mata mengerikan, teriaknya kembali :
"Aku hendak menggunakan pedang ini untuk mencuci bersih
seluruh dendam sakit hati ini."
Pedang berkelebat lewat, cahaya berkilauan menusuk pandangan
mata, di antara menyambar bayangan senjata.... Krasak! Meja tebal
yang berada di ruang tengah terbelah jadi dua bagian termakan oleh
pecahan pedang itu.
"Nak...!" jerit perempuan itu dengan suara gemetar.
Sepasang mata Pek In Hoei berubah jadi merah berapi-api, sambil
menatap wajah ibunya tajam-tajam ia menegur :
"Siapa lagi yang terlibat dalam rencana pembunuhan ini?"
Ia berhenti sejenak, kemudian desaknya lagi lebih jauh :

906
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Apakah Cui Tek Li adalah otak dari rencana pembunuhan ini..."


Dengan ketakutan perempuan tua itu duduk menjublak, sekujur
badannya gemetar keras dan hatinya sakit bagaikan diiris-iris dengan
pisau, air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya yang telah penuh
berkeriput, ujarnya sambil menghela napas panjang :
"Aku mempertahankan hidupku hingga sekarang, tujuannya
bukan lain adalah untuk menyelidiki siapakah pembunuh sebenarnya
dari ayahmu, setelah kulakukan penyelidikan yang teliti dan seksama,
dapat kuketahui Hoa Pek Tuo adalah pembunuh yang terutama,
sedangkan Cui Tek Li benarkah merupakan otak dari rencana
pembunuhan ini, sampai sekarang aku belum berani memastikannya
tetapi aku tahu hubungannya dengan Hoa Pek Tuo pada akhir-akhir
ini amat rapat dan akrab sekali, di kemudian hari aku pasti akan
mencari kesempatan untuk menyelidiki persoalan ini."
"Ooouw....! Mungkin kau tak berani membuktikannya sebab kau
takut aku membinasakan dirinya, sehingga membuat kau kehilangan
suamimu."
"Tutup mulutmu...." bentak perempuan tua itu dengan suara
nyaring, air mukanya berubah jadi mengenaskan sekali tanyanya :
"Kau jangan mengira aku sedang memohonkan ampun bagi Cui
Tek Li, terus terang kuberitahukan kepadamu selama hidup aku hanya
tahu mencintai Pek Tiang Hong, dia adalah orang yang paling
kucintai, akupun merasa mempunyai tugas serta kewajiban untuk
menuntut balas bagi kematiannya. Asalkan Cui Tek Li terlibat dalam
peristiwa berdarah ini, aku akan berusaha mencari akal untuk
membinasakan dirinya. Nak, aku tak mau tahu bagaimanakah
pandanganmu terhadap diriku, yang jelas apa yang barusan kukatakan
adalah kata-kata yang muncul dari sanubariku, sedikit pun aku tiada
maksud untuk membohongi dirimu."
"Ooo, aku tahu...aku sudah tahu !"

907
Saduran TJAN ID

Jilid 37
KETIKA pemuda itu mengetahui bahwa ibunya selama ini
melanjutkan hidup dengan menahan segala penghinaan serta
penderitaan tujuannya bukan lain adalah untuk menyelidiki sebab-
sebab kematian ayahnya, ia merasa sedih dan malu sendiri karena
sikapnya yang telah salah menuduh perempuan tua itu dengan
tuduhan yang bukan-bukan.
Dengan pandangan mengandung permintaan maaf ia melirik
sekejap ke arah ibunya banyak perkataan berkumpul dalam
tenggorokan namun tak sepatah kata pun yang sempat meloncat
keluar.
Sudah tentu hubungannya dengan perempuan tua ini selalu
dibatasi oleh suatu jarak yang terasa asing sekali, hal ini disebabkan
karena sejak kecil ia tak pernah dirawat oleh ibunya, sehingga antara
mereka berdua tak pernah timbul suatu perasaan hangat dan kasih
sayang sebagaimana sikap seorang ibu terhadap putranya.
Perempuan tua itu menghela napas dalam-dalam dan tertawa
getir, ujarnya dengan lirih :
"Asal kau sudah tahu itu lebih dari cukup, aku tak akan memohon
yang lain, aku hanya seorang ibu yang cuma ada dalam sebutan
namun tiada dalam kenyataan, tentu saja kau tak usah menghormati
aku, karena hubungan di antara kita berdua teras amat asing, apalagi
aku pun tak dapat mempertahankan kesucianku, aku malu dan
menyesal terhadap ayahmu."

908
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Tidak! Pengorbananmu ini cukup mulia dan agung," kata Pek In


Hoei cepat.
Perempuan tua itu tertawa getir kemudian berkata :
"Dipandang dari sudut yang lain perbuatanku ini terlalu rendah
dan terlalu hina," katanya, "atau paling sedikit tidak sepantasnya kalau
aku berkumpul serta hidup bersama dengan seseorang yang
mempunyai dendam dengan keluarga Pek."
"Aku mengerti apa sebabnya Cui Tek Li memaksa dirimu untuk
menjadi istrinya," kata Pek In Hoei.
"Kenapa?" seru perempuan tua itu dengan badan gemetar keras.
"Cara pembalasan yang dipergunakan oleh Cui Tek Li adalah
suatu cara pembalasan yang paling sadis dan paling kejam, ia benci
terhadap ayah tapi tak mampu untuk menghadapi dirinya, maka
terpaksa ia culik dirimu dan memaksa kau untuk menjadi istrinya,
perbuatan ini sengaja dilakukan dengan maksud agar sepanjang hidup
ayah selalu menderita siksaan batin yang amat berat, selama hidup ia
tak sanggup angkat kepala lagi di hadapan sesama rekan umat Bu-
lim."
"Tidak salah, dia memang ada maksud untuk membuat malu
ayahmu agar ia menderita sepanjang masa."
Dengan hati mendongkol Pek In Hoei angkat kepala dan tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku hendak membunuh bajingan
tua ini, aku hendak menghancur-lumatkan tubuh bangsat itu agar sakit
hati ayah bisa terbalas."
"Nak, kendati kau memiliki ilmu silat yang sangat luar biasa,
selama berada di sini kau tak bakal berhasil menangkan Cui Tek Li,"
ujar perempuan tua itu dengan suara gemetar, "aku harap kau jangan
mencari kematian buat diri sendiri, kekuatannya di tempat ini luar
biasa dan tiada tandingan, lebih baik lebih cepatlah tinggalkan tempat
ini."

909
Saduran TJAN ID

"Cui Tek Li sudah tahu kalau kedatanganku untuk mencari


dirinya. Ia tak mungkin lepaskan diriku begitu saja," seru Pek In Hoei
dengan suara penuh kebencian, sepasang matanya berubah jadi merah
berapi, "lagi pula sekali pun ia rela melepaskan aku belum tentu aku
rela lepaskan dirinya begitu saja. Suatu pertarungan sengit tak
mungkin bisa dihindari."
"Kau tak usah terlalu emosi nak, mama punya akal untuk
mengantar kau keluar dari benteng ini," bisik perempuan tua itu
sambil gelengkan kepala.
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Semuanya sudah terlambat. Andaikata kau hendak mohonkan
ampun bagi bajingan tua itu, maka lebih baik aku tumbukkan batok
kepalaku di atas dinding tepat berada di hadapanmu, aku lebih rela
mati secara pahlawan daripada harus melanjutkan hidup dengan
menahan malu."
"Tetap pengorbanan dengan cara demikian ini sama sekali tak ada
harganya."
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmm! Sejak aku mengerti urusan belum pernah aku mohon atau
merengek-rengek belas kasihan atau rasa simpatik dari orang lain.
Semenjak kecil aku sudah mempunyai watak yang keras. Dahulu tak
ada orang yang mampu merubah watakku itu dan sekarang makin tak
ada orang yang mampu untuk merubahnya lagi. Maka bila kau hendak
memohonkan pengampunan untukku di hadapan Cui Tek Li maka itu
berarti hanya akan menambah kemurungan serta kekesalan bagi
dirimu sendiri, di samping peristiwa ini akan dijadikan bahan lelucon
bagi pihak lawan."
Dengan termangu-mangu perempuan tua itu menatap wajah Jago
Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tanpa berkedip, ia tidak paham
dengan sikap sombong serta jumawa yang diperlihatkan pemuda ini,
diam-diam ia menghela napas panjang, pikirnya :

910
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bocah ini terlalu mirip dengan Pek Tiang Hong, tabiatnya yang
keras kepala serta pendiriannya yang begitu teguh dan sama sekali
tidak berubah terlalu mirip dengan keadaan diri Pek Tiang Hong,
benar-benar terlalu mirip."
Dengan perasaan kuatir ia menghela napas panjang, katanya :
"Apakah kau tak mau menerima sedikit bantuan yang ingin
kuberikan kepadamu itu."
"Sebagai anak seorang manusia, bakti harus diutamakan, dalam
hal ini aku tak sanggup melakukannya untukmu sehingga membuat
kau setiap hari hidup dalam penderitaan, persoalan ini merupakan satu
persoalan yang paling menyedihkan hatiku," kata Pek In Hoei dengan
suara berat.
Ia berhenti sebentar, kemudian dengan air mata bercucuran
ujarnya kembali :
"Dendam berdarah atas kematian ayah tidak ingin kuserahkan
kepada orang lain, dalam hal pembalasan dendam, selama aku masih
hidup di kolong langit aku akan berusaha untuk mengadu jiwa dengan
musuh-musuh besarku, tentang persoalan ini kau tak usah kuatir,
malaikat keadilan selalu akan membantu menegakkan keadilan di
kolong langit, lagi pula setiap urusan adalah tergantung pada usaha
manusia itu sendiri, meskipun Cui Tek Li sangat lihay, suatu ketika ia
tak akan terhindar dari pembalasan Thian yang maha adil."
Dengan suara berat ia melanjutkan kembali :
"Suatu saat aku pasti akan berhasil menyambut kau untuk keluar
dari tempat yang nista dan ternoda ini, suatu ketika aku pasti akan
menolong kau hingga terlepas dari cengkeraman iblis Cui Tek Li."
"Aku sih tidak mempunyai harapan itu," kata perempuan tua tadi
sambil menggeleng, "Aku hanya berharap bisa balaskan dendam bagi
kematian ayahmu!"
Tiba-tiba perempuan itu nampak agak tertegun, telinganya
sempat menangkap suara orang yang mengetuk pintu, dengan ragu-
ragu didekatinya sisi jendela lalu menegur dengan suara dingin :

911
Saduran TJAN ID

"Ada urusan apa?"


"Poocu sudah hampir pulang, nona besar memerintahkan aku
untuk memberi kabar kepada hujin," bisik orang di luar pintu dengan
suara lirih.
"Ehmmm... aku sudah tahu, pergilah!"
"Baik..." sahut orang di luar pintu dengan sikap hormat, suara
langkah kaki yang berat kian lama kian menjauh hingga akhirnya
lenyap dari pendengaran.
Perempuan tua itu berdiri termangu-mangu beberapa saat
lamanya, kemudian menghembuskan napas panjang ujarnya :
"Nak, pergilah! Bila ada urusan aku bisa memberi kabar
padamu."
"Selamat tinggal ibu," dengan pandangan bimbang ditatapnya
sejenak wajah perempuan tua itu, lalu menambahkan :
"Baik-baiklah menjaga diri."
"Kau pun harus baik-baik menjaga diri, semoga kau bisa
menyayangi jiwa serta keselamatanmu," perempuan tua itu tarik
napas panjang-panjang kemudian menambahkan, "dalam menghadapi
segala persoalan janganlah ditanggapi dengan emosi dan hati yang
gelisah, mama akan berusaha keras membantu dirimu."
Pek In Hoei berpaling dan memandang sekejap wajah perempuan
tua yang penuh penderitaan itu, ia menghela napas sedih, air mata
mengembang dalam kelopak matanya.
Ia hapus air mata yang membasahi pipinya lalu berkata :
"Aku bisa berterima kasih kepadamu, setelah dendam berdarah
ini telah kutuntut, ananda pasti akan menjemput dirimu untuk kembali
ke kampung halaman, kita bangun kembali rumah tangga kita yang
telah hancur berantakan selama belasan tahun ini."
"Mungkinkah terdapat hari yang bahagia itu? Nak, aku tak berani
berpikir sampai ke situ," bisik perempuan tua itu dengan suara
gemetar keras.

912
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Dapat," jawab Pek In Hoei dengan pasti, "pasti akan muncul


suatu hari yang berbahagia itu!"
Ia tidak ingin berdiam terlalu lama lagi di tempat yang penuh
dengan kesedihan itu, sambil menggerakkan tubuhnya yang berat dan
sempoyongan selangkah demi selangkah ia berlalu dari tempat itu.
Memandang bayangan punggungnya yang mulai lenyap dari
balik kegelapan, perempuan tua itu tak dapat menahan rasa sedihnya
lagi, ia menangis tersedu-sedu dengan bibir yang gemetar gumamnya
:
"Nak, rupanya kau amat membenci diriku," ia berhenti sebentar
untuk tarik napas panjang, "aku dapat membantu dirimu untuk
membinasakan semua musuh besar kita, asal kau tidak membenci
terhadap diriku yang tak setia kepada suami ini, aku sudah cukup
merasa puas, nak kau tak dapat menyelami perasaanku."
Cahaya lentera bergoyang dihembus angin di kala perempuan tua
itu sedang berdiri sambil melelehkan air mata, tiba-tiba terdengarlah
suara seruan nyaring berkumandang datang.
"Poocu pulang."
Perempuan tua itu buru-buru membereskan rambutnya yang
kusut dan menyeka air mata yang membasahi pipinya, kemudian
seorang diri ia duduk di sisi pembaringan.
Suara langkah kaki yang berat berkumandang di luar pintu yang
tertutup rapat, perlahan-lahan Poocu dari Benteng Kiam-poo
melangkah masuk ke dalam ruangan, ia melirik sekejap ke arah
perempuan tua yang duduk seorang diri di sudut pembaringan itu lalu
menegur :
"Kenapa? Kau lagi marah dengan siapa lagi?"
Perempuan tua itu menggeleng.
"Aku tidak lagi marah dengan siapa pun Tek Li! Ada satu
persoalan aku ingin memohon kepadamu."
Pemilik Benteng Kiam-poo Cui Tek Li nampak agak tertegun,
dengan sorot mata keheranan ia memandang sekejap wajah

913
Saduran TJAN ID

perempuan tua itu, kemudian setelah termenung sejenak tanyanya


dengan perasaan tidak mengerti :
"Sih Ih, persoalan apa yang hendak kau pintakan kepadaku?"
Ia tahu sejak istrinya memasuki keluarga Cui belum pernah sehari
pun ia nampak gembira atau senang, setiap hari kecuali melelehkan
air mata kerjanya duduk di sana dengan wajah murung.
Kendati Cui Tek Li adalah seorang pemilik benteng yang bengis
dan kejam tetapi sejak mengawini perempuan ini tanpa sadar ia telah
jatuh cinta kepadanya, tujuan yang sebenarnya untuk membalas
dendam terhadap Pek Tiang Hong lama kelamaan jadi sirna dan
sebaliknya ia malah benar-benar jatuh cinta terhadap perempuan ini.
"Permintaanku ini merupakan permohonanku yang terakhir
kalinya," kata Hay Sim Ih dengan suara sedih, "aku harap kau tidak
menampik permintaanku ini."
Cui Tek Li gelengkan kepalanya.
"Katakanlah!" ia berseru, "asal permintaanmu itu dapat
kulaksanakan, aku tak akan membuat kau merasa kecewa.
"Oooh... kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih lebih
dahulu kepadamu."
"Ehmm... ! Kita toh sudah menjadi suami istri selama banyak
tahun, kenapa kau mesti berterima kasih padaku? Selama banyak
tahun seandainya bukan kau yang merawat serta membesarkan Tiap
Tiap serta Kiam Beng, mereka berdua saudara entah pada saat ini
telah berubah jadi bagaimana."
"Anak telah menduduki posisi yang penting dalam pikiran serta
perasaan kita," ujar Hay Sim Ih dengan suara sedih. "Meskipun Tiap
Tiap serta Kiam Beng bukan putra putri kandungku tetapi aku telah
memandang mereka bagaikan anak kandung sendiri. Tek Li! Kau
adalah seorang pria yang suka akan anak dan aku pun tidak jauh
berbeda keadaannya dengan dirimu, aku juga menyukai mereka
semua, karena itu ada satu permintaan hendak kumohonkan
kepadamu, aku harap kau..."

914
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sebenarnya apa sih yang hendak kau mohonkan? Katakanlah


cepat, kenapa kau tidak berterus terang..." seru Cui Tek Li tidak
sabaran lagi.
Hay Sim Ih menghela napas panjang.
"Baru-baru ini bukankah dalam benteng kita telah kedatangan
dua orang pemuda?"
"Siapa yang beritahu kepadamu?" seru Cui Tek Li dan air muka
berubah hebat, "dari mana kau bisa mengetahui akan hal ini?"
Hay Sim Ih tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... kau anggap setiap kejadian yang
berlangsung dalam benteng ini tidak diketahui olehku? Tek Li, aku
merasa sangat keheranan, kenapa kau perlu merahasiakan banyak
persoalan di hadapanku? Apakah kau telah menganggap aku sebagai
istri dari musuh besarmu? Orang bodoh bukankah aku telah berhasil
kau rampas?"
"Sim Ih kau jangan salah paham, seru Cui Tek Li dengan wajah
pucat pias bagaikan mayat.
"Salah paham?" ejek Hay Sim Ih dengan suara dingin. "Hmmm!
Kau tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi suamiku, maka
menggunakan kesempatan di kala aku sedang cekcok dengan Pek
Tiang Hong dan pergi tinggalkan rumah, kau telah menculik aku
datang kemari, apakah tujuanmu? Aku rasa dalam hati kecilmu sudah
punya perhitungan sendiri, sekarang persoalan telah berlalu banyak
tahun, apakah kau masih begitu tega untuk menghadapi satu-satunya
putraku? Tek Lie! Sungguh kejam hatimu..."
"Sim Ih, terlalu banyak yang kau pikirkan," bisik Cui Tek Li
sambil gelengkan kepalanya.
"Hmm! Permintaanku tidak banyak, aku hanya berharap agar kau
jangan menyusahkan Pek In Hoei."
"Tidak bisa, inilah saatnya yang kunanti-nantikan selama ini, aku
tak dapat melepaskan dirinya dengan begitu saja," seru pemilik

915
Saduran TJAN ID

Benteng Kiam-poo dengan sinar buas memancar keluar dari balik


matanya.
Sekujur badan Hay Sim Ih gemetar keras.
"Kenapa kau hadapi dirinya dengan cara demikian keji?"
"Hmmm! Siapa suruh dia jadi putranya Pek Tiang Hong? Karena
perbuatan Pek Tiang Hong hidupku jadi amat menderita, ia bisa
mendapat akibat semacam ini itulah hasil karya dari perbuatannya
sendiri."
"Jadi kalau begitu, kau tak akan melepaskan Pek In Hoei begitu
saja!" bentak Hay Sim Ih dengan penuh kegusaran.
"Sedikit pun tidak salah, tak seorang manusia pun yang sanggup
menghalangi niatku ini."
Setelah mendengar perkataan yang begitu ketus, tegas dan sama
sekali tidak berperasaan, Hay Sim Ih merasa hatinya jadi dingin
separuh, air mata mengembang dalam kelopak matanya, dengan gusar
ia berteriak :
"Apakah kau telah memikirkan akibat yang bakal kau terima atas
perbuatanmu itu?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... akibat apa yang harus
kutanggung?" ejek Cui Tek Li sambil tertawa bergelak, "asal kubunuh
mati Pek In Hoei, maka dalam kolong langit sudah tak terdapat orang
yang kupandang sebelah mata pun. Hmmm... hmm... bila sukma Pek
Tiang Hong di alam baka bisa mengetahui akan kejadian ini, maka dia
akan mengerti dengan cara apakah aku orang she Cui telah
menghadapi dirinya."
Dengan suara yang menyeramkan ia tertawa keras, ujarnya
kembali :
"Sekalipun Pek Tiang Hong sudah mati tetapi dendam
permusuhan dengan dirinya belum selesai, asal aku masih mempunyai
kesempatan untuk membalas dendam terhadap keturunan keluarga
Pek, aku akan melakukannya peduli dengan cara macam apa pun jua."

916
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bagus... bagus... sekarang aku baru kenal manusia macam


apakah dirimu itu," jerit Hay Sim Ih dengan suara terperanjat.
"Hmmm... hmmm... Sim Ih, Pek In Hoei toh bukan anak
kandungmu sendiri, kenapa kau mesti mengurusi soal mati hidupnya?
Lagi pula kau kan sudah seharusnya membantu diriku untuk
melenyapkan bibit bencana ini."
"Hmmm..." dengan suara berat Hay Sim Ih mendengus, serunya
dengan sinis, "aku tidak akan membantu dirimu untuk melakukan
kejahatan, cukup meninjau caramu dari masa yang silam di mana kau
menggunakan keselamatan dari putraku serta Pek Tiang Hong untuk
memaksa aku kawin dengan dirimu, aku sudah tahu bahwa kau adalah
seorang manusia rendah yang sudah bejad moralnya, sayang pada
waktu itu hatiku jadi ketakutan oleh ancamanmu itu, asal aku bisa
menyelamatkan jiwa suamiku serta anakku, aku rela mengorbankan
segala-galanya yang kumiliki."
Ia berhenti sejenak, kemudian dengan wajah penuh kegusaran
lanjutnya kembali :
"Selama hidup aku sukar untuk melawan hawa kesal dan mangkel
yang mengeram dalam dadaku, kau telah merusak nama baikku juga
telah menghancurkan suamiku, sekarang kau hendak melenyapkan
pula putraku... Cui Tek Li! Aku benar-benar tidak mengerti,
sebenarnya apa saja yang kau pikirkan dalam hatimu yang busuk
itu..."
Cui Tek Li nampak tertegun.
"Dari mana kau bisa tahu kalau Pek Tiang Hong mati lantaran
aku yang mencelakai jiwanya..." ia berseru.
Sebenarnya Hay Sim Ih sama sekali tidak tahu kalau kematian
dari Pek Tiang Hong sebenarnya ada sangkut pautnya dengan Cui Tek
Li, hanya saja secara diam-diam ia telah mencurigai persoalan ini,
untuk membuktikan kebenaran ini maka dengan mempergunakan
kata-kata ia berusaha memancing kegusaran orang.

917
Saduran TJAN ID

Dan ternyata dalam gusarnya Cui Tek Li telah mengakui bahwa


perbuatan itu punya sangkut paut dengan dirinya, hal ini
membuktikan pula bahwa dugaan yang selama ini bersarang dalam
dada perempuan tua itu sedikit pun tidak salah...
Nampaklah air muka Cui Tek Li seketika berubah hebat setelah
perkataan itu meluncur keluar dari mulutnya, dengan sikap tegang dan
sorot mata memancarkan cahaya tajam ia tatap wajah Hay Sim Ih
tanpa berkedip, pelbagai perasaan berkecamuk jadi satu di atas raut
mukanya.
Hay Sim Ih tertawa dingin, serunya :
"Kalau menginginkan orang lain tidak tahu kecuali kalau kau
sendiri tak pernah melakukannya, kau anggap perbuatan yang pernah
kau lakukan bisa selamanya mengelabui kolong langit? Hmm!
Sebenarnya tak ada persoalan yang bisa dirahasiakan dalam kolong
langit, seperti pula segala perbuatan yang telah kau lakukan tak
sebuah pun yang lolos dari pengawasanku."
"Hmmm! Aku tahu bahwa kau masih belum dapat melupakan
Pek Tiang Hong, maka memandang semua perbuatanku kau merasa
tidak sedap dan mencolok pandangan," teriak Cui Tek Li dengan
penuh kebencian, "Anggap saja Pek Tiang Hong memang mati di
tanganku sekarang, kau mau apa?"
"Jadi kalau begitu kau telah mengaku," seru Hay Sim Ih dengan
wajah berubah hebat.
"Hmmm! Kenapa aku tak berani mengaku juga? Sedikit pun tidak
salah! Pek Tiang Hong memang mati di tanganku, kecuali aku..."
"Kau... kau manusia berhati binatang," jerit Hay Sim Ih dengan
suara yang tinggi melengking.
Meskipun Cui Tek Li merupakan seorang pria yang kejam dan
berhati buas, tetapi setelah menyaksikan Hay Sim Ih menjadi naik
pitam, ia segera gelengkan kepalanya dan tertawa ujarnya :
"Pikirlah yang lebih terbuka, persoalan ini sudah lewat..."

918
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmm! Anggaplah mataku yang buta," seru Hay Sim Ih dengan


suara dingin, "sepanjang masa aku harus hutang kepada kalian
keluarga Cui, karena kau membuat aku tidak mempunyai keberanian
untuk melanjutkan hidupku, Tek Li... aku harap kau segera keluar dari
sini, biarkanlah aku duduk seorang diri di tempat ini..."
"Ehmm...! Baiklah, mungkin dengan berbuat demikian
pikiranmu akan lebih terbuka..."
Ketika Cui Tek Li sudah melangkah pergi beberapa tindak dari
ruangan itu, tiba-tiba Hay Sim Ih berseru kembali :
"Tunggu sebentar, aku mempunyai persoalan yang hendak
ditanyakan kepadamu..."
"Persoalan apa??" tanya pria itu tertegun.
"Kau bersiap-siap kapan hendak menghadapi Pek In Hoei..."
"Tentang persoalan ini... tidak sepantasnya kau ikut tahu..." sahut
Cui Tek Li kemudian dengan sorot mata memancarkan cahaya bengis.
Hay Sim Ih mendengus.
"Hmm! Benarkah kau tak dapat melepaskan bocah itu dalam
keadaan hidup..." serunya.
Cui Tek Li geleng kepala.
"Aku tidak memiliki hati sebaik itu! Tak mungkin aku lepaskan
dirinya dengan begitu saja, kau tak pernah berkecimpung di dalam
dunia persilatan dan tak mengerti kelicikan serta bahayanya dunia
persilatan, bila aku tidak membinasakan dirinya maka dia akan
membunuh diriku, siapa yang turun tangan lebih dahulu dialah yang
akan mendapat keuntungan, karena itu aku tidak akan membiarkan
Pek In Hoei turun tangan terlebih dahulu..."
Dengan putus asa Hay Sim Ih menghela napas panjang.
"Pergilah..." ia berseru, "aku tidak memiliki kekuatan untuk
membatalkan niatmu membinasakan bocah itu, tetapi... kau harus
pertimbangkan kembali persoalan ini sebaik-baiknya, resiko yang
harus kau tanggung akibat perbuatanmu ini terlalu berat..."

919
Saduran TJAN ID

"Hmmm... hmmm... tentu saja! Dan kau tak usah menguatirkan


tentang persoalan itu..."
Di tengah suara tertawa dingin yang menyeramkan, perlahan-
lahan ia tinggalkan tempat itu...
Memandang bayangan punggungnya hingga lenyap dari
pandangan, Hay Sim Ih hanya dapat berjalan mondar mandir dalam
ruangan itu dengan hati gelisah, air mata tanpa terasa jatuh bercucuran
membasahi pipinya.
Fajar telah menyingsing, sang surya memancarkan cahaya
keemas-emasan dari arah sebelah timur... di bawah sorot sinar sang
surya Benteng Kiam-poo nampak begitu hening dan sunyi...
Taaang...! Suara genta yang berbunyi nyaring menggema dari
loteng bangunan benteng itu dan bergeletar di angkasa... Suara itu
mengalun hingga di tempat yang amat jauh dan membangunkan
semua anggota Benteng Kiam-poo dari alam impian.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei serta Lu Kiat perlahan-
lahan munculkan diri dari ruang tamu, sejak pertemuan dengan ibu
kandungnya kemarin malam Pek In Hoei semalam suntuk tak dapat
tidur, pagi itu wajahnya nampak murung dan sepasang matanya merah
membengkak.
Lu Kiat nampak mengerling sekejap sekeliling tempat itu, lalu
berbisik dengan suara lirih :
"Adik In Hoei, kapan kita akan keluar dari benteng ini?"
Pek In Hoei berpikir sebentar, kemudian menjawab :
"Sore nanti kita akan segera berangkat..."
"Pertarungan yang bakal terjadi pastilah suatu pertarungan yang
seru, kita harus menghadapinya dengan hati-hati..."
"Hemmm! Lu toako, aku akan berusaha untuk menantang Cui
Tek Li berduel satu lawan satu."
Sementara ke-dua orang itu sedang bercakap-cakap dengan suara
lirih, Cui Kiam Beng dengan diiringi beberapa orang pria kekar
munculkan diri dari sudut benteng sebelah lain, ia melotot sekejap ke

920
IMAM TANPA BAYANGAN II

arah Pek In Hoei dengan penuh kebencian kemudian maju


menghampirinya.
Pek In Hoei menyaksikan kemunculan orang itu, sepasang
alisnya segera berkerut kencang, pikirnya :
"Ada urusan apa bocah keparat itu datang kemari?"
Dalam pada itu Cui Kiam Beng telah tiba di hadapan si anak
muda itu, sambil melotot ke arah Pek In Hoei ujarnya :
"Hey manusia she Pek, bagaimana kalau kita mencari tempat
untuk bercakap-cakap..."
"Huuuh...! Kau ini manusia macam apa? Dengan mengandalkan
hak apa kau ajak aku bercakap-cakap???"
Cui Kiam Beng tertegun, ia tidak menyangka kalau sikap Jago
Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei begitu sombong dan jumawa,
ternyata ia sama sekali tidak memberi muka kepadanya.
Karena gusar bercampur mendongkol, pemuda she Cui itu segera
angkat kepala dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sahabat Pek, kau janganlah terlalu
bikin susah orang lain..."
"Kenapa? Apakah kedatanganmu atas suruhan dari bapakmu?"
ejek Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
"Itu sih bukan, aku ingin menggunakan kedudukan sebagai orang
biasa untuk mengajak kau membicarakan suatu masalah pribadi, bila
kau tidak suka memberi muka kepadaku... hmmm... hmmm..."
Ia tertawa serak, setelah berhenti sebentar sambungnya :
"Akibatnya sukar untuk dipikirkan dengan kata-kata..."
Pek In Hoei segera mendengus dingin.
"Hmmm! Kita mau berbicara di mana? Kau boleh katakan saja,
aku pasti akan hadir..."
Cui Kiam Beng berpikir sebentar, lalu jawabnya :
"Di sebelah belakang benteng ini terdapat sebuah hutan yang luas
di sana jarang ada orang yang berkunjung ke situ, aku rasa tempat

921
Saduran TJAN ID

itulah merupakan suatu tempat yang cocok bagi kita untuk


membicarakan urusan pribadi..."
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah Lu Kiat, kemudian
mengangguk.
"Baiklah, kita akan berjumpa di situ..." katanya.
Cui Kiam Beng segera tertawa keras dengan suara yang
menyeramkan.
"Aku harap kau jangan melarikan diri di kala menghadapi
pertarungan nanti, di tempat ini hanya ada orang-orangku..."
Belum habis ia berkata tubuhnya sudah berputar dan sambil
memimpin orang-orang kepercayaannya ia kembali menuju ke arah
benteng...
Hutan yang lebat di belakang benteng Kiam-poo terasa amat
hening, kecuali bau busuk daun-daun yang rontok ke bumi yang
terdengar hanyalah bunyi kicauan burung yang bersahut-sahutan.
Baru saja Cui Kiam Beng melangkah masuk ke dalam hutan itu,
terdengarlah dari balik pepohonan berkumandang keluar suara gelak
tertawa seseorang diikuti suara teguran menggema datang :
"Kiam Beng, apakah bocah keparat itu sudah datang???"
"Ibu angkat, bajingan cilik itu..."
Soat Hoa Nio Nio munculkan diri dari balik pohon, dengan suara
dingin selanya kembali :
"Rasa dongkol yang mengeram dalam hatiku sudah tak dapat
ditahan lagi, selama aku si nenek tua berada di dalam Benteng Kiam-
poo belum pernah dihina serta merasa malu seperti kali ini, sungguh
tak nyana aku sudah jatuh kecundang di tangannya... Hemmm... ini
hari kita berdua harus musnahkan dirinya dari muka bumi!"
"Ibu angkat, aku sangat kuatir ayah mengetahui akan peristiwa
ini," ujar Cui Kiam Beng dengan wajah murung, "bila ia mengetahui
akan persoalan ini ayah pasti akan naik pitam, dia orang tua paling
benci kalau lihat aku patah semangat dan tidak punya keberanian."

922
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Hmmm... apa yang kau takuti? Semua persoalan ini


akulah yang akan bertanggung jawab," teriak Soat Hoa Nio Nio
sambil mendengus dingin, "bila bapakmu menegur maka katakanlah
aku si nenek tua yang suruh kau berbuat demikian."
"Bocah setan, kau benar-benar tak becus," bentak Soat Hoa Nio
Nio dengan penuh kegusaran, tokh ada aku bertanggung jawab apa
yang mesti kau takuti lagi? Seorang lelaki sejati berani berbuat berani
bertanggung jawab maka barua bisa menggetarkan seluruh kolong
langit..."
"Oooh... ya... Jago Pedang Berdarah Dingin..." tiba-tiba dari luar
hutan berkumandang datang suar seruan seorang pria, "siau poocu,
orang she Pek itu telah datang..."
Dengan pandangan dingin Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei memandang sekejap ke arah mereka, kemudian bersanding
dengan Lu Kiat perlahan-lahan masuk ke dalam hutan, raut wajah
mereka berdua menampilkan kekerasan hati, kesombongan serta
kejumawaan, seakan-akan tak seorang manusia pun yang dipandang
olehnya:
Cui Kiam Beng tertawa seram, lalu berkata :
"Ibu angkat, keparat she Lu itu pun ikut datang..."
Soat Hoa Nio Nio tidak menanggapi, ia loncat ke depan dan
berseru :
"Pek In Hoei, kemarin kau nampak gagah sekali..."
"Oooh... sungguh tak kusangka Cui heng telah mengundang
datang gurunya," ejek Pek In Hoei dengan suara dingin, "kemarin aku
telah minta petunjuk tentang kelihayan ilmu silatnya, ini hari apakah
kau masih ada minat untuk turun tangan kembali..."
"Kekalahan yang kuderita kemarin hari akan kutagih lipat ganda
pada saat ini, Pek In Hoei, aku si nenek tua paling gemar mencari
menangnya sendiri, bila kau hendak suruh aku mengaku kalah,
Hmmm...! bukanlah suatu urusan yang gampang..."
Pek In Hoei mendengus dingin.

923
Saduran TJAN ID

"Kemarin setelah kuampuni selembar jiwamu, seharusnya kau


mengerti dan tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, sungguh tak
nyana bukan saja kau tak jeri, malahan berani datang kembali untuk
mencari kematian. Haaaah... haaaah... haaaah... , nenek sialan, kau
harus tahu nasib mujur selamanya tidak berada di sisi tubuhmu,
mungkin hari ini adalah saat ajal bagimu."
"Tutup mulutmu, anjing!" jerit Soat Hoa Nio Nio dengan wajah
berubah hijau membesi karena menahan marah yang meluap-luap,
"kau tak usah berlagak sok di hadapanku, aku si nenek tua berani
mengundang kau datang kemari, berarti aku mempunyai cara pula
untuk menghadapi dirimu. Hey orang muda! Kau jangan terlalu
percaya pada diri sendiri, ada banyak orang yang musnah akibat
terlalu percaya pada diri sendiri."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... nenek tua, kau jangan terlalu
sombong," ejek Pek In Hoei pula sambil tertawa dingin. Banyak orang
mati di ujung pedangku karena ia terlalu menjual lagak di hadapanku,
aku harap kau bisa berpikir yang matang lebih dahulu sebelum
bertindak."
"Hmm!" Cui Kiam Beng segera maju satu langkah ke depan, "Ibu
angkat, apa sih gunanya kita banyak bicara dengan keparat cilik ini,
lebih baik kita segera turun tangan..."
Dari balik rimba yang gelap tiada hentinya tersiar bau busuk daun
yang memenuhi permukaan tanah, kicauan burung bergema
memecahkan kesunyian yang mencekam di sekeliling tempat itu,
sorot cahaya sang surya menyelinap masuk lewat celah-celah daun
yang rapat membuat suasana nampak sedikit cerah.
Cui Kiam Beng sengaja memilih tempat yang sangat rahasia letak
ini, tujuannya yang sangat terutama bukan lain adalah agar jangan
sampai mengejutkan pemilik Benteng Kiam-poo Cui Tek Li, karena
sebelum ayahnya turunkan perintah maka siapa pun dilarang
menyusahkan diri si anak muda itu...

924
IMAM TANPA BAYANGAN II

Cui Kiam Beng sambil memimpin beberapa puluh orang anak


buah kepercayaannya mengepung rapat sekeliling hutan rimba itu,
dengan pandangan dingin ia menatap wajah Pek In Hoei, sinar mata
yang terpancar keluar kian bertambah bengis, begitu bencinya
pemuda itu terhadap lawannya sehingga ingin sekali ia telan
musuhnya bulat-bulat.
Air muka Soat Hoa Nio Nio pun dingin dan sama sekali tidak
berperasaan, selama hidup ia tersohor karena kesombongan serta
kesadisannya, peduli persoalan apa pun sulit untuk memancing rasa
kasihan atau rasa simpatiknya, karena dia adalah seorang perempuan
yang tersohor karena tak punya perasaan.
Hanya Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei seorang yang
bersikap paling tenang dan mantap seakan-akan tiada terjadi sesuatu
apa pun ia tatap jago lihay dari Benteng Kiam-poo yang tak takut mati
itu, senyuman sinis dan penuh ejekan tersungging di ujung bibirnya,
napsu membunuh telah menyelimuti wajahnya yang tampan membuat
keadaannya nampak tidak serasi...
Yang paling tegang di antara beberapa orang itu adalah Lu Kiat,
jantungnya terasa berdebar keras, mengikuti kemunculan dari
gerombolan manusia itu ketegangan yang ditampilkan kian lama kian
bertambah tebal, ia bukan tegang lantaran memikirkan keselamatan
sendiri, yang dia kuatirkan adalah cara keji apa yang hendak
dipergunakan Soat Hoa Nio Nio serta Cui Kiam Beng untuk
menghadapi dirinya serta Pek In Hoei... sorot mata yang tajam tanpa
berkedip menatap terus setiap gerak gerik dari perempuan itu...
Suatu ketika Cui Kiam Beng tertawa seram, ujarnya :
"Ibu angkat, aku rasa kita tak usah menanti lagi..."
"Sudahkah kau undang datang Han San sianseng?"
Cui Kiam Beng tertegun, lalu sahutnya :
"Ibu angkat dengan kekuatan yang kita miliki rasanya masih
cukup untuk menghadapi bangsat she Pek itu, apa gunanya kita
undang datang Han San sianseng kakek tua yang kukoay itu."

925
Saduran TJAN ID

"Kau mengerti apa?" bentak Soat Hoa Nio Nio dengan nyaring,
"seandainya Han San sianseng tidak datang, apakah kau yakin bisa
menangkan permainan pedang dari manusia she Pek itu???"
"Ehmm?" dengan penuh kebencian Cui Kiam Beng melirik
sekejap ke arah Pek In Hoei, "aku tidak percaya dengan orang-
orangku masih belum mampu untuk menghadapi seorang Jago
Pedang Berdarah Dingin."
Pek In Hoei segera tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... apa yang diucapkan ibu angkatmu
sedikit pun tidak salah," ejeknya, "lebih baik undanglah datang jago
lain yang jauh lebih hebat, dengan andalkan kekuatan yang kau miliki
itu, bila ingin bertarung melawan aku rasanya masih terpaut terlalu
jauh."
"Omong kosong..." jerit Cui Kiam Beng dengan penasaran, "kau
jangan terlalu rendah memandang orang lain, aku she Cui yang
pertama-tama akan minta pelajaran darimu."
Sang kawan meloncat maju ke depan, tangan kanan diangkat dan
pedangnya laksana titiran air hujan bergetar membentuk berkuntum-
kuntum bunga pedang di tengah-tengah udara, cahaya berkilauan
segera memancar di udara dan amat menyilaukan mata...
"Aku lihat lebih baik tenangkanlah hatimu lebih dulu," ejek Pek
In Hoei lagi dengan suara hambar, "hati-hatilah, jangan sampai
selembar jiwamu pun ikut melayang dengan percuma. Cui Kiam
Beng! Memandang di atas wajah encimu, aku nasehati dirimu lebih
baik sedikitlah tahu diri..."
Ucapan itu diutarakan keluar sepatah demi sepatah, nada yang
dingin dan meyakinkan itu membuat sekujur badan Cui Kiam Beng
bergetar, suatu perasaan tercekat terlintas di atas wajahnya, sekali pun
pedang telah diloloskan namun dengan sikap ragu-ragu ia tetap berdiri
kaku di tempat semula.
Beberapa saat kemudian ia berteriak keras :

926
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kentut busuk makmu, aku tak sudi kau lepaskan karena


memandang di atas wajah enciku!"
"Itu kan urusanku, apa hubungannya dengan dirimu..."
Cui Kiam Beng dengan kedudukannya sebagai pemilik muda
Benteng Kiam-poo setelah berulang kali jatuh di bawah angin di
hadapan anak buahnya, hawa gusar seketika berkobar dalam dadanya,
pedang digetarkan dan sambil meraung keras ia terjang tubuh jago
pedang berdarah dingin, sebuah tusukan kilat segera dilancarkan.
"Cui-heng, akulah yang akan melayani permainanmu itu..." seru
Lu Kiat sambil loncat maju ke depan.
Tubuhnya dengan lincah berkelebat ke muka dan tahu-tahu sudah
menghadang jalan pergi Cui Kiam Beng dengan ilmu silat yang sangat
lihay dia segera mengirim satu babatan maut ke depan.
Tercekat hati Cui Kiam Beng ketika merasa munculnya segulung
angin pukulan yang terwujud menerjang dadanya, dengan cepat ia
bergeser ke samping bentaknya :
"Enyah kau dari sini.. aku tiada urusan dengan dirimu!"
"Hmmm! Apakah Cui-heng merasa tidak sudi bertempur
melawan diriku?... seru Lu Kiat dingin.
"Yang kucari sama sekali bukan dirimu, aku harap kau jangan
terlalu suka mencampuri urusan orang lain..."
"Ciu heng, bila kau bertempur melawan diriku mungkin selembar
jiwamu itu masih dapat dipertahankan, tetapi bila kau bersikeras
hendak turun tangan melawan saudaraku itu... Hmmm... hmmm... aku
percaya sekali pun kau miliki cadangan nyawa sebanyak dua puluh
pun akan lenyap semua di ujung telapaknya."
"Hmmm! Aku tidak percaya..."
Lu Kiat segera tertawa dingin.
"Apa yang kukatakan adalah nasehat yang baik demi
keselamatan, tetapi bila kau tidak percaya tak ada halangan untuk
menantang ia berduel, tetapi sebelum itu lebih baik carilah kabar
berita lebih dahulu dari anak buahmu, pernahkah korban yang

927
Saduran TJAN ID

bertarung melawan Jago Pedang Berdarah Dingin selama berada di


dunia persilatan berhasil lolos dalam keadaan selamat."
"Hmmm! Lebih baik kau tak usah mengibul baginya."
Pek In Hoei tertawa dingin, ia melirik sekejap ke arah Cui Kiam
Beng lalu berkata :
"Lu toako, apa sih gunanya kau bersilat lidah dengan manusia
semacam itu? Kalau ia tidak percaya biarlah maju sendiri ke depan,
kali ini ku tak akan berlaku sungkan seperti tempo dulu, asal ia berani
bertarung melawan aku maka itu berarti ia mencari jalan kematian
buat diri sendiri."
"Bagaimana?" kata Lu Kiat pula dengan nada menghina, "sudah
kau dengar bukan perkataannya itu? Sebetulnya aku orang she Lu
merasa kasihan bila menyaksikan kau yang semuda ini harus mati
konyol, maka aku bermaksud menasehati dirimu agar tahu diri, tetapi
bilamana kau memang tak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi...
baiklah, aku pun tak mau banyak berpikir lagi, terserah kau sendiri
yang harus memikul resiko tersebut..."
Hampir saja Cui Kiam Beng muntah darah segar saking
mendongkolnya setelah mendengar tanya jawab pihak lawan yang
kesemuanya bernada mengejek itu, sekujur badannya gemetar keras,
sepasang matanya melotot bulat-bulat, tetapi berhadapan dengan dua
orang jago lihay yang maha ampuh itu untuk sesaat ia jadi kehabisan
akal dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Terpaksa ia alihkan sorot matanya yang penuh memohon bantuan
itu ke arah Soat Hoa Nio Nio, siapa tahu nenek tua entah sengaja atau
tidak sengaja kebetulan sekali sedang mengalihkan pandangannya ke
arah lain, terhadap tanda mohon bantuannya itu sama sekali tidak
ambil peduli..."
Hal ini semakin membuat pemuda itu mendongkol, dengan suara
yang mengerikan ia berseru :
"Aku orang she Cui lebih rela mati di tangan kalian, daripada
harus mati karena ketakutan..."

928
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalau memang begitu silahkan untuk turun tangan," ujar Lu Kiat


dengan suara dingin, "aku tahu bahwa kau tak akan mengucurkan air
mata sebelum melihat peti mati tetapi kau mesti waspada sebab inilah
kesempatan terakhir bagimu, bila kau bersikeras hendak turun tangan
maka kemungkinan besar kau tak sempat lagi untuk melihat terbitnya
sang surya di kala fajar baru menyingsing besok pagi."
"Kentut busuk makmu, aku akan bertarung melawan dirimu lebih
dahulu," teriak Cui Kiam Beng.
Pedangnya segera digetarkan ke depan, kilatan cahaya senjata
segera meluncur ke muka dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Lu Kiat mengigos ke samping, sambil tertawa dingin ejeknya :
"Sepantasnya sejak tadi kau telah turun tangan, bukankah aku
sudah menunggu kedatanganmu sedari tadi?"
Tercekat juga hati Cui Kiam Beng ketika menyaksikan serangan
babatan pedangnya, berhasil dihindari oleh lawannya dengan suatu
gerakan yang sangat aneh, seketika ia sadar bahwa ilmu silat yang
dimiliki lawannya sama sekali tidak berada di bawah ilmu silat
sendiri.
Ia tarik napas panjang, pelbagai ingatan berkelebat dalam
benaknya, ia berpikir dengan cara apakah ia harus berbuat untuk
menusuk mati Lu Kiat di ujung senjatanya.
"Bila aku tak mampu meringkus orang she-Lu ini... Hmmm!
Akan kutaruh di mana raut wajahku ini... bila ayah mengetahui akan
kejadian ini, dia orang tua pasti akan mati karena mendongkol."
Setelah ingatan tersebut muncul dalam benaknya, pemuda itu
semakin waspada lagi, pergelangannya digetarkan perlahan, ujung
pedang seketika berubah jadi sekilas cahaya tajam dan langsung
mengurung sekujur badan Lu Kiat.
Seakan-akan pemuda she-Lu itu ada maksud untuk memancing
kegusaran Cui Kiam Beng, meskipun berhadapan dengan serangan
pedang yang amat lihay namun ia sama sekali tiada maksud untuk
meloloskan senjatanya, dengan sebat kembali ia mengigos ke

929
Saduran TJAN ID

samping, telapaknya dengan tajam balas mengirim beberapa


kelebatan ke depan.
Secara beruntun Cui Kiam Beng telah melancarkan tujuh delapan
buah tusukan namun bukan saja ujung baju lawan tak mampu ditowel,
bahkan gerakan apa yang dipergunakan lawannya untuk menghindar
pun tak sempat ia lihat jelas, hal ini semakin mengejutkan hatinya.
"Pertarungan macam apakah ini?" teriaknya.
"Tanpa turun tangan saja kau sudah tak mampu mempertahankan
diri, apalagi bila aku lancarkan serangan balasan," seru Lu Kiat
dengan suara hambar, "Haaaah... haaaah... haaaah... saudara, bila aku
balas menyerang maka kau tak akan seringan ini... bukankah begitu
Cui heng?"
Meskipun di luaran ia berkata dengan enteng, diam-diam hatinya
terkejut juga oleh kesebatan serta kecepatan gerak pedang lawannya,
peluh dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya...

Bagian 37
"OMONG KOSONG!" teriak Cui Kiam Beng dengan penuh
kegusaran, "orang she Lu cabut pedangmu... bila aku berhasil
menangkan dirimu dengan cara ini maka kemenangan ini kuraih
dengan kurang cemerlang... orang she Lu, aku harap kau jangan
terlalu memaksa diriku..."
Menyaksikan raut wajahnya yang sudah diliputi kemarahan itu,
diam-diam Lu Kiat merasa kegelian, ia memang ada maksud
memancing kegusaran pemuda itu, maka sambil tertawa dingin
kembali ejeknya :
"Dengan tangan kosong pun kau tak mampu mempertahankan
diri, apalagi bila kuloloskan pedangku, mungkin kau bisa keok!"
Air muka Cui Kiam Beng berubah jadi hijau membesi, sekujur
badannya gemetar keras, sepasang mata memancarkan cahaya berapi-
api... hampir saja dadanya meledak karena kegusaran, tubuhnya

930
IMAM TANPA BAYANGAN II

menerjang maju ke depan tetapi beberapa langkah kemudian kembali


ia berhenti.
Soat Hoa Nio Nio tidak tahan menyaksikan keadaan tersebut, ia
segera mendengus dingin, serunya :
"Kiam Beng, tenangkan hatimu..."
"Ibu angkat, aku..."
"Pergilah dari sini dan undanglah Han San sianseng, tanpa
kehadirannya siapa pun tak bisa menangkan mereka berdua..." bisik
perempuan tua itu sambil menggeleng.
Cui Kiam Beng tahu bahwa Han San sianseng adalah seorang
tokoh sakti yang kecuali Soat Hoa Nio Nio yang mengetahui asal
usulnya mungkin Cui Tek Li sendiri pun tidak mengetahuinya,
mendengar desakan tersebut terpaksa pemuda itu mengangguk.
"Baik..." katanya.
"Kalau kalian berdua memang jantan, tunggulah di sini..." seru
Cui Kiam Beng sambil melirik sekejap ke arah Pek In Hoei serta Lu
Kiat dengan pandangan penuh kebencian.
"Hmmm! bangsat bermulut usil, lebih baik jangan banyak bacot
di tempat ini," tukas Pek In Hoei dengan nada dingin, "kalau mau
undang bala bantuan cepatlah pergi, tapi ingat, cari saja beberapa
orang yang benar-benar bisa dianggap sebagai seorang manusia, kalau
tidak kami akan menanti dengan sia-sia belaka... kami pasti akan
menantikan kedatanganmu di tempat ini, aku akan menunggu sampai
kau pulang kembali untuk menghantar kematianmu sendiri..."
Dengan penuh kebencian Cui Kiam Beng mendengus dingin,
setelah menyapu sekejap wajah Jago Pedang Berdarah Dingin dengan
pandangan yang penuh rasa kebencian, ia putar badan dan berlalu dari
sana.
"Adikku..." tiba-tiba dari tengah udara berkumandang datang
suara panggilan yang merdu dan nyaring, Cui Tiap Tiap sambil loncat
masuk ke dalam gelanggang serunya kembali :
"Adikku, kau hendak pergi ke mana?"

931
Saduran TJAN ID

"Lebih baik kau tak usah mencampuri urusanku," tukas Cui Kiam
Beng sambil tertawa getir.
"Kenapa aku tak boleh mencampuri urusanmu?" bentak Cui Tiap
Tiap penuh kegusaran, "kau toh belum mendapat persetujuan dari
ayah, kenapa kau begitu berani membikin gara-gara dengan Pek In
Hoei? Hmmm! Berdasarkan persoalan ini aku sudah punya hak untuk
mencampuri urusan."
"Enci... kenapa kau malah membantu orang lain? Apakah kau rela
menyaksikan adik kandungmu dihajar orang?" seru Cui Kiam Beng
sesudah tertegun sebentar.
"Hmmm! Kau tak usah ngaco belo dan menuduh diriku dengan
tuduhan yang bukan-bukan, aku tidak akan membantu pihak mana
pun juga, dan siapa pun dilarang melangsungkan pertarungan secara
pribadi di tempat ini... kau tahu apa sebabnya Benteng Kiam-poo bisa
tersohor di kolong langit dan disegani orang? Itu bukan karena kita
punya ilmu pedang nomor satu di kolong langit, juga bukan karena
orang kita amat banyak, yang penting adalah karena kita mempunyai
kerja sama yang erat dan mau bergotong royong... Dan sekarang, kau
sebagai salah seorang anggota benteng ternyata berani bertindak
dengan melanggar peraturan Benteng Kiam-poo yang sudah
berlangsung banyak tahun, dapatkah kau bayangkan betapa gusarnya
ayah jika mengetahui akan kejadian ini? Dan sudahkah kau
bayangkan hukuman apa yang bakal ditimpakan kepada dirimu..."
Cui Kiam Beng segera tertawa dingin setelah mendengar
perkataan encinya yang panjang lebar itu.
"Enci!" serunya dengan tak senang hati, "cukup sudah nasehatmu
yang panjang lebar itu, aku sudah muak dan sebel mendengarkan
kesemuanya itu... dan sekarang aku harap enci segera tutup mulut!
Selama ini dalam persoalan apa pun juga kau hendak merintangi
diriku... Hmmm! Terang-terangan kukatakan kepadamu, hari ini aku
tak akan doyan menelan permainanmu itu..."

932
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pada dasarnya pemuda ini sedang mendongkol karena sudah


dipermainkan oleh Pek In Hoei berdua tanpa bisa membalas, sekarang
melihat encinya banyak bicara maka tak bisa dicegah lagi semua rasa
dongkol yang sudah tertimbun dalam dadanya langsung dilampiskan
kepada gadis itu, bukan saja perkataannya pedas didengar bahkan
tidak sungkan-sungkan dan penuh mengandung sindiran.
Cui Tiap Tiap tentu saja semakin marah sekujur tubuhnya
gemetar keras karena menahan emosi.
"Adikku, kau... kau..." jeritnya.
"Kenapa aku?" jengek Cui Kiam Beng sambil maju melangkah
ke depan, "enci! Dengarkan baik-baik peringatanku ini, aku larang
kau mencampuri urusanku... mengerti????"
Mimpi pun Cui Tiap Tiap tak pernah menyangka kalau adik laki-
lakinya yang selama ini disayang dan dimanja olehnya bukan saja
bersikap kasar terhadap dirinya, bahkan menyindir pula dengan kata-
kata yang pedas.
Gadis cantik ini tak bisa menahan rasa sedihnya lagi, sambil
menggeleng ia berbisik :
"Aku tahu kalau kau telah dewasa... aku pun tahu dalam
pandanganmu ada atau tidak enci seperti diriku ini sama saja
bagimu... tetapi aku ingin memperingatkan pula kepadamu, kau mesti
tahu jalan menuju ke arah sesat gampang ditempuh, tapi untuk berbuat
kebaikan sulit bukan kepalang, seandainya suatu hari..."
"Pergi... pergi... cepat enyah dari sini," tukas Cui Kiam Beng
sambil ulapkan tangannya berulang kali, "lebih baik kurangi saja
banyolanmu yang memuakkan itu..."
"Kau... kau telah berubah sama sekali, kau telah berubah jadi
mengerikan... hampir saja aku tak percaya kalau kau bisa berubah jadi
begitu..."
Cui Kiam Beng tak menggubris perkataan kakaknya lagi, baikan
tidak mendengar perkataan itu sambil tertawa dingin tiada hentinya
pemuda itu putar badan dan lari keluar dari hutan.

933
Saduran TJAN ID

Memandang bayangan punggung adiknya yang lenyap dari


pandangan, titik air mata tak tahan lagi mengucur keluar membasahi
wajahnya, ia melotot sekejap ke arah Soat Hoa Nio Nio dengan
pandangan mendongkol kemudian berseru :
"Soat Hoa cianpwee, kenapa kau tidak urusi dirinya? Coba kau
lihat ia jadi semakin binal dan tak karuan..."
Dengan nenek tua ini selama hidup Cui Tiap Tiap merasa paling
tidak cocok, bahkan boleh dibilang dia agak benci terhadap nenek ini,
sekali pun di luaran ia sebut cianpwee kepadanya tetapi dalam hati
kecilnya sedikit pun tidak pandang sebelah mata terhadap Soat Hoa
Nio Nio, sebab ia tahu bahwa nenek tua ini sering kali mengajarkan
perbuatan-perbuatan yang tak senonoh kepada adiknya, membuat
adiknya kian lama kian berubah jadi jahat dan sukar diberitahu..."
"Kenapa aku mesti urusi adikmu itu?" ejek Soat Hoa Nio Nio
dengan nada yang sinis, "Hmmm! Sebagai orang muda sudah
sepantasnya kalau seringkali berlatih diri, kalau tidak merasakan
sedikit penderitaan akibat kalah dari mana ia bisa tahu tentang
lihaynya orang... Aku rasa persoalan semacam ini bukanlah
urusanmu, lebih baik jangan kau campuri lagi... sana, pulang ke
benteng."

934
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 38
CUI TIAP TIAP kembali tertawa dingin :
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... walaupun aku tidak menghalangi
atau merintangi kebebasannya, tetapi aku tidak mengijinkan dia
berkelahi dengan orang lain menggunakan ilmu silat keluarga,
perbuatan macam itu bukan saja tak akan mendatangkan manfaat
baginya, malah justru bakal mencelakai jiwanya."
"Tiap Tiap..." teriak Soat Hoa Nio Nio sambil tertawa seram,
tubuhnya tanpa terasa ikut bergeser maju setindak ke depan,
"perhatikan dulu duduknya perkara hingga menjadi jelas, siapkah
Kiam Beng? Dan siapa pula bajingan she Pek itu? Kau anggap Kiam
Beng dapat dihina dan dipermainkan orang seenaknya? Apa kau tidak
tahu kalau bajingan she Pek itulah yang datang mencari gara-gara?
Kiam Beng sebagai anggota Benteng Kiam-poo tunduk kepala
terhadap bajingan liar itu? Meskipun mungkin aku bisa menyetujui
pendapatmu itu, belum tentu ayahmu bisa menyetujui, aku rasa
tentang masalah ini kau tak usah ribut-ribut lagi dengan aku."
Pek In Hoei ye mendengarkan banyolan nenek tua itu kontan
menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
Air muka Soat Hoa Nio Nio berubah hebat, dengan penuh
kemarahan ia menjerit melengking, bentaknya :
"Bajingan tengik, anak jadah! Apa yang sedang kau tertawakan?"
"Sungguh tak nyana kau si nenek peyot yang hampir modar
bukan saja kau membolak-balikkan persoalan bahkan pintar juga
menghasut orang lain dengan ucapan-ucapan yang tajam... Hmm!

935
Saduran TJAN ID

Seandainya aku tidak melihat usiamu yang sudah tua dan ajalmu
setiap saat suah hampir tiba, ingin sekali menyuruh kau merasakan
buah karya dari ucapanmu itu."
"Kentut busuk makmu..." maki Soat Hoa Nio Nio, "anak jadah
sialan, kau berani memaki lo-nio? Bangsat matamu memang sudah
buta semua, kalau tidak mengingat perasaan hatiku pada saat ini
sedang lega, huuh! Jangan ditanya lagi akan kusuruh kau merasakan
bagaimana kelihayannya lo-nio."
"Nenek peyot yang hampir modar, tak usah mengeluarkan kentut
busuk lagi! Kalau memang merasa hebat dan punya kepandaian,
kenapa tidak dikeluarkan? Tua bangka yang bermuka tebal... Hmmm,
paling banter tong kosong bunyinya saja yang nyaring," ejek Pek In
Hoei sinis.
Sudah tentu dalam hati kecilnya Soat Hoa Nio Nio sudah
mengetahui jelas keadaan sebenarnya, meskipun tenaga dalam yang
dimilikinya sangat lihay tapi di depan mata orang kelihayan itu tidak
lebih seujung jarinya, bila sungguh terjadi pertarungan maka dia akan
semakin kehilangan muka lagi.
Oleh karena itulah meskipun sangat gusar mendengar sindiran
lawan, tetapi sekuat tenaga ia tekan emosinya di dalam dada dan tidak
membiarkan dirinya terpengaruh oleh ejekan tersebut.
Tapi lama kelamaan ia tak tahan juga Pek In Hoei secara terang-
terangan sudah menantang dirinya untuk berduel, dengan
kedudukannya sebagai seorang angkatan yang lebih tua jika tak berani
melayani tantangan seorang angkatan muda maka sejak itu hari dia
tak mungkin lagi bisa tancapkan kakinya dalam Benteng Kiam-poo,
sekali pun mukanya tebal ia pun tak akan tahan terhadap ejekan-
ejekan lawan.
Sambil menggerang gusar teriaknya :
"Baiklah, lo-nio akan melayani tantanganmu itu! Hmm, jangan
kau anggap lihay dan tak berani memberi pelajaran kepadamu."

936
IMAM TANPA BAYANGAN II

Kecerdasan orang ini benar-benar luar biasa dan hebat sekali, dia
tahu ilmu pedang yang dimiliki Pek In Hoei sangat lihay dan sukar
dicari tandingannya di kolong langit, jika dia minta pelajaran tentang
ilmu pedang maka sembilan puluh sembilan persen dia pasti kalah.
Oleh sebab itu begitu tubuhnya maju ke depan, ia segera
menerjang si anak muda itu dengan serangan tangan kosong.
Pek In Hoei meludah ke lantai dengan pandangan menghina
ejeknya :
"Kau benar-benar perempuan tua yang kehilangan anak, sudah
tahu air itu dingin tapi kau nekat juga untuk menceburinya. Hmmm!
Jangan salahkan kalau aku akan bertindak kasar padamu."
Soat Hoa Nio Nio tidak berani mengucapkan sepatah kata pun,
sambil membentak dengan suara yang berat perlahan-lahan telapak
kanannya diangkat ke atas udara, dari balik telapak tangannya yang
kering kerontang itu terpancarlah seberkas sinar hitam yang amat
menyilaukan mata, bersamaan dengan pengerahan tenaganya cahaya
hitam itu kian lama kian bertambah tebal sehingga akhirnya
terciptalah segumpal awan hitam yang pekat.
Lu Kiat terkesiap melihat keampuhan nenek tua itu, ia tahu pihak
lawan telah mengerahkan ilmu beracunnya untuk membinasakan
musuh yang paling dibencinya itu.
Pek In Hoei sendiri diam-diam pun merasa terperanjat, dengan
cepat ia himpun segenap kekuatan yang dimilikinya di dalam lengan,
bajunya dengan cepat menggelembung bagaikan bola sedang sorot
matanya yang tajam menatap perempuan tua itu tanpa berkedip.
"Bajingan cilik," teriak Soat Hoa Nio Nio sambil tertawa seram,
"terimalah pukulan mautku ini!"
Telapak tangan yang kurus kering itu bergerak silih berganti di
udara, segulung hembusan angin dahsyat yang sangat kuat segera
memancar keluar dari balik telapaknya dan menerjang tubuh Jago
Pedang Berdarah Dingin dengan hebatnya.

937
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei tarik napas panjang-panjang tubuhnya bergeser ke


samping menghindarkan diri dari ancaman itu, kemudian sambil
membentak keras dia ayun pula telapak tangannya menyongsong
kedatangan serangan lawan.
"Blaaaammmm...!" ledakan dahsyat bergeletar memecahkan
kesunyian, pusaran angin puyuh menggulung di angkasa
menerbangkan pasir dan kerikil yang berada di sekeliling situ,
sungguh dahsyat benturan itu sehingga pemandangan di sekitar sana
jadi gelap dan mengerikan.
Lengan kanan Soat Hoa Nio Nio seketika terkulai lemah ke
bawah, dengan sempoyongan dia mundur tujuh delapan langkah ke
belakang, air mukanya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat darah
kental berceceran di atas pakaian dan menodai ujung bibirnya, dari
kenyataan itu bisa ditarik kesimpulan bahwa nenek tua tadi sudah
menderita luka dalam yang amat parah dalam adu tenaga tadi.
"Kau... bangsat!... anak jadah... kau... kau telah menghancurkan
ilmu silat kebanggaanku... kau terkutuk..." jerit nenek tua itu dengan
suara yang tinggi melengking.
Pek In Hoei menghembuskan napas panjang,dengan senyuman
mengejek menghiasi ujung bibirnya ia menjawab :
"Selama hidup aku paling benci menyaksikan seseorang berlatih
ilmu telapak yang beracun, di ujung telapakmu yang mengandung
racun jahat itu entah sudah berapa banyak jiwa yang menjadi korban?
Aku tidak bermaksud lain kecuali memusnahkan cakar ayammu itu,
agar di kemudian hari kau tak dapat menggunakan kelebihanmu itu
untuk berbuat kejahatan..."
"Bajingan... lebih baik... lebih baik bunuh saja diriku!" jerit Soat
Hoa Nio Nio dengan suara gemetar.
"Huuuh...! kalau aku punya minat untuk berbuat begitu,
pekerjaan tersebut dapat kulaksanakan dengan mudah, tapi sayang...
aku tidak berminat untuk melakukan hal itu..."

938
IMAM TANPA BAYANGAN II

Soat Hoa Nio Nio terbungkam dalam seribu bahasa, dia pun
menyadari sampai di manakah tabiat pemuda sombong dan tinggi hati
ini, ia bisa berkata tentu bisa pula untuk melaksanakannya.
Andaikata dalam pertarungan yang baru saja berlangsung pihak
lawan tidak mengampuni jiwanya... maka pada saat itu bukan sebuah
lengannya saja yang patah, ada kemungkinan jiwa pun ikut melayang.
Dia tertawa sedih, setelah termenung sebentar ujarnya :
"Pek In Hoei, tahukah engkau dendam sakit hati ini sebentar lagi
akan dibalaskan oleh orang lain?"
"Hmmmm! Sungguhkah itu?" ejek Pek In Hoei sambil
mendengus, "ingin sekali kusaksikan manusia macam apa sih yang
memiliki kepandaian selihay dan sedahsyat itu..."
Belum habis pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, mendadak
dari balik hutan yang lebat berkumandang datang gelak tertawa yang
seram dan aneh kedengarannya.
Cui Kiam Beng tampak muncul kembali di sisi gelanggang
mengiringi seorang kakek tua yang aneh sekali bentuknya, kakek itu
punya mata yang sipit dan berbentuk segi tiga, hidung menghadap
langit dan bibir yang lebar, sekilas pandangan panca inderanya
kelihatan mengerikan sekali.
Setelah menyaksikan kemunculan kakek aneh itu, Soat Hoa Nio
Nio segera menjerit dengan suara melengking :
"Tua bangka yang tidak mati-mati, kali ini aku sudah jatuh
kecundang di tangan orang..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau si tulang tua yang tinggal kulit
pembungkus tulang, sudah setua ini masa bisa jatuh kecundang di
tangan seorang bocah ingusan macam itu," seru Han San sianseng
sambil tertawa terbahak-bahak, "aku jadi tak habis mengerti apa sih
kerjamu di waktu-waktu belakangan ini? Kenapa makin tua semakin
loyo dan tak berguna?"
Lengan kanan Soat Hoa Nio Nio sudah dipatahkan oleh Pek In
Hoei, saat itu tangan tadi terkulai ke bawah dan tak sanggup diangkat

939
Saduran TJAN ID

kembali, saking sakitnya keringat dingin keluar tiada hentinya,


dengan bibir yang pucat dan tubuh yang gemetar keras serunya :
"Tua bangka sialan aku..."
Rupanya pada waktu itu Han San sianseng pun sudah
menyaksikan keadaan Soat Hoa Nio Nio yang tidak beres, ia terkejut
dan cepat-cepat meloncat ke sisi perempuan tua itu, setelah
melakukan pemeriksaan yang seksama di sekitar lengan kanan itu air
mukanya mendadak berubah jadi serius.
"Siapakah yang telah turun tangan sekeji ini terhadap dirimu??"
serunya dengan sorot mata berkilat.
"Siapa lagi kalau bukan dia??" jawab Soat Hoa Nio Nio sambil
melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin.
Han San sianseng segera angkat kepala dan tertawa keras saking
gusarnya, sepasang alis berkerut kencang.
"Apakah dia adalah putra dari Pek Tiang Hong??" serunya.
"Sedikit pun tidak salah, dia adalah anak jadah dari bangsat tua
itu..."
Mimpi pun Jago Pedang Berdarah Dingin tak pernah menyangka,
dengan kedudukan Soat Hoa Nio Nio yang begitu tinggi dan
dihormati oleh setiap jago Bu lim, ternyata mulutnya amat kotor dan
pandai mengucapkan kata-kata yang tak sedap didengar, mendengar
ucapan itu ia naik darah, napsu membunuh menyelimuti seluruh
wajahnya.
"Siapa yang kau maki...?" bentaknya.
Sejak kemunculan Han San sianseng di tengah gelanggang, rasa
takut yang semula menyelimuti benak Soat Hoa Nio Nio sudah jauh
berkurang, dalam perkiraannya dengan kemampuan yang dimiliki
kakek aneh itu rasanya masih cukup untuk digunakan menghadapi
Jago Pedang Berdarah Dingin.
Mendengar teguran itu, dengan wajah tak gentar ia tertawa dingin
dan menjawab :

940
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Aku sedang memaki dirimu, kenapa? Kau tidak


terima?"
Pek In Hoei benar-benar tak sanggup menahan diri lagi, dengan
langkah lebar dia maju ke depan, serunya :
"Nenek bangkotan yang sudah hampir modar, itu namanya kau
telah menggali liang kubur bagimu sendiri!"
"Sahabat!" dengan cepat Han San sianseng melayang maju ke
muka, "aku si orang tua ada persoalan yang hendak dibicarakan
dengan dirimu!"
"Urusan apa?"
Han San sianseng tidak menjawab, sambil mengangguk ketus
perlahan-lahan dia ulur tangan kirinya ke muka.
Pada lengan tersebut kecuali ibu jarinya yang masih utuh, ke-
empat buah jari tangan lainnya telah lenyap dan jelas-jelas telah
terpapas oleh senjata tajam, Pek In Hoei tercengang, ia tak tahu
maksudnya kakek tua itu memperlihatkan telapak kirinya itu kepada
dia, pelbagai ingatan dengan cepat berkelebat memenuhi benaknya, ia
sedang berpikir kenapa ke-empat buah jari manusia aneh itu sudah
terpapas dan siapa yang melakukannya?
"Tahukah kau bagaimana kejadiannya sehingga ke-empat buah
jari tanganku ini lenyap?" seru Han San sianseng dengan suara dingin.
"Oooh...! Mungkin kau sudah mencuri ayam atau anjing milik
orang lain, maka sang pemilik lantas memotong ke-empat jari
tanganmu itu sebagai ganjaran!" sindir Lu Kiat dari belakang.
"Bajingan cilik! Mulutmu kotor, rupanya kau sudah bosan
hidup," bentak Han San sianseng penuh kegusaran.
Ibaratnya sukma yang gentayangan di tengah angkasa, dengan
suatu gerakan yang amat cepat ia menerjang maju ke muka, telapak
tangannya diayun mengirim satu pukulan kilat.
Lu Kiat sama sekali tidak menyangka kalau dirinya secara
mendadak bisa diserang demikian hebat, dalam keadaan gugup tak
sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri.

941
Saduran TJAN ID

"Blaam...! Dengan telak serangan tersebut bersarang di dadanya


membuat Lu Kiat mengerang kesakitan dan uak...! Dia muntah darah
segar, tubuhnya mundur tujuh langkah ke belakang dengan
sempoyongan.
"Kurang ajar, kau berani melukai toakoku," bentak Pek In Hoei
dengan wajah berubah hebat.
"Hmmm! Itulah ganjaran bagi mulutnya yang usil serta bicara
tidak karuan," ujar Han San sianseng dengan suara dingin ketus,
"selama hidup aku si orang tua paling benci kalau mendengar ada
orang suka mengaco belo tak karuan. Huuh! Siapa suruh dia bikin
gara-gara kepadaku? Kalau tidak diberi pelajaran dia pasti tak jera dan
semakin berani menghina diriku!"
Lu Kiat yang termakan sebuah gaplokan sehingga muntah darah,
dengan cepat mengatur pernapasannya dan berusaha menyembuhkan
luka baru itu, kemudian tubuhnya bergerak siap menerjang ke depan.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang berada di sisinya
dengan cepat menghadang jalan perginya.
"Toako!" ia berkata dengan suara rendah tapi bertenaga,
"hutangmu itu biarlah aku yang tagih kembali, beri kesempatan
padanya untuk menyelesaikan dahulu semua pembicaraannya setelah
itu baru kita coba kepandaian silatnya."
"Hmmm! Rupanya imanmu cukup tangguh juga," ejek Han San
sianseng sambil tertawa dingin.
"Tua bangka sialan!" tiba-tiba Soat Hoa Nio Nio berteriak gusar,
"kuundang kehadiranmu ke tempat ini bukan suruh kau
membicarakan kata-kata yang sama sekali tak ada gunanya itu, dua
orang bajingan muda itu sudah menganiaya diriku hingga jadi begini,
apa yang masih kau nantikan lagi?"
"Jangan ribu dulu, bagaimana pun aku toh mesti mempelajari
lebih dahulu bagaimanakah duduk perkara yang sebenarnya," bantah
Han San sianseng.

942
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ia memandang sekejap ke arah tangan kirinya yang tinggal ibu


jari itu, lalu dengan wajah murung bercampur sedih tambahnya
kembali :
"Orang she Pek, coba lihat lengan kiriku ini!"
"Hmmm! Lengan kutung apa sih kebagusannya untuk dilihat?
Aku tak sudi untuk menikmatinya."
"Tahukah engkau apa sebabnya lenganku ini bisa berubah jadi
demikian rupa? Pek In Hoei! Sepanjang hidup aku si orang tua belum
pernah jatuh kecundang di tangan orang separah yang pernah kualami
ini dan justru aku telah jatuh kecundang di tangan ayahmu Pek Tiang
Hong, dialah yang telah menghadiahkan tangan macam begini
kepadaku."
Pek In Hoei Jago Pedang Berdarah Dingin tercengang mendengar
ucapan itu, ia tak menyangka kalau lengan kiri Han San sianseng jadi
kutung dan hancur macam begitu di tangan ayahnya, dengan wajah
penuh kebanggaan segera serunya :
"Siapa sih suruh kau tidak belajar ilmu silat secara bersungguh-
sungguh? Kenapa setelah kalah menyalahkan orang."
Dengan penuh kebencian Han San sianseng tertawa terbahak-
bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sedikit pun tidak salah, anak muda!
Apa yang kau ucapkan memang sedikit pun tidak salah, meskipun
lengan kiriku sudah berubah jadi cacad tapi aku tak pernah punya
maksud membenci ayahmu, yang selama ini kupikirkan adalah
bagaimana caranya untuk mengembalikan gengsiku yang sudah
hancur total itu, sejak ayahmu binasa aku mengira tiada kesempatan
lagi bagiku untuk mencuci bersih namaku yang telah ternoda itu, siapa
tahu hari ini malaikat elmaut telah mengantarkan dirimu datang
kemari, inilah kesempatan yang paling baik bagiku untuk menuntut
balas. Hmm... hmm... Thian memang maha adil dan mengatur semua
orang dengan bijaksana selama hidup seorang manusia masih diberi
kesempatan."

943
Saduran TJAN ID

"Huuuh! Untuk menandingi ayahku saja kau tak mampu, mau apa
kau datang mencari aku? Pengin mengantar kematian dengan sia-
sia?"
"Oh... jadi kau lebih ampuh daripada Pek Tiang Hong," seru Han
San sianseng dengan tercengang.
"Aku tidak maksudkan begitu," bantah Pek In Hoei sambil
menggeleng, "meskipun ketika belajar silat ayahku belajar lebih
dahulu, bagaimana pun sumbernya tetap satu, atau paling sedikit aku
sudah menguasai sebagian kecil dari ilmu pedang penghancur sang
surya serta ilmu silat partai Thiam cong lainnya, aku yakin bila
kepandaian itu kugunakan untuk menghadapi dirimu maka kau tak
akan mampu meloloskan diri."
"Hmmm!" Han San sianseng mendengus berat, "kau terlalu
pandang rendah diriku, selama banyak tahun aku telah mempelajari
kembali ilmu silatku dengan rajin dan tekun, aku yakin kepandaian
yang kumiliki saat ini jauh lebih ampuh daripada kepandaian yang
dimiliki ayahmu, Han San sianseng yang sekarang jauh berbeda
dengan Han San sianseng tempo dulu, orang muda janganlah salah
melihat orang."
Pek In Hoei tertawa hambar mendengar perkataan itu.
"hh yang dahulu belum pernah kutemui, dan Han San sianseng
yang sekarang telah kujumpai sendiri, kalau dilihat tampangmu itu
aku percaya sekali pun bertambah lihay juga tak akan seampuh seperti
apa yang kau lukiskan."
"Bajingan cilik, kau pengin modar!" bentak Han San sianseng
gusar.
Jago tua yang berwajah aneh itu betul-betul sudah naik darah dan
diliputi oleh napsu angkara murka yang sukar dikendalikan lagi, hawa
membunuh meliputi seluruh wajahnya dengan hati mendongkol ia
berteriak keras, sambil bergerak maju ke depan pedang yang tersoren
di pinggang segera dicabut keluar.

944
IMAM TANPA BAYANGAN II

Cahaya tajam berkilauan, dari ujung pedang itu segera


terpancarlah cahaya dingin yang menggidikkan hati.
"Orang muda!" teriaknya keras, "dendam lama dan dendam baru
telah bertumpuk-tumpuk, sudah tiba waktunya bagi kita untuk
membuat perhitungan dan menyelesaikan semua hutang piutang
tersebut, aku yakin nama besarku Han San sianseng tidak akan terpaut
jauh dengan julukanmu sebagai Jago Pedang Berdarah Dingin."
Dengan angkuh dan jumawa Jago Pedang Berdarah Dingin Pek
In Hoei mendengus dingin, ia melirik sekejap ke arah kakek tua itu
dengan pandangan menghina sementara sorot mata yang tajam
menyorot keluar seolah-olah dua batang pisau belati yang sedang
mencari mangsa.
Han San sianseng terkesiap, tanpa sadar ia mundur dua langkah
ke belakang dengan hati merinding.
"Waah... hubungan ini benar-benar hubungan yang luar biasa,"
jengek Pek In Hoei sinis, "tak pernah kusangka kalau kau Han San
sianseng bisa memandang tinggi aku Jago Pedang Berdarah Dingin,
memandang di atas sikapmu ini sudah sepantasnya kalau kuucapkan
banyak-banyak terima kasih kepadamu."
Nama besar Han San sianseng bagaikan pula raut mukanya yang
masam, selalu murung dan loyo seakan-akan ada orang yang
berhutang berjuta tahil perak kepadanya, tak sehari pun nampak cerah
atau gembira.
Sepasang alisnya yang tebal selalu mengerut jadi satu, dengusan
dingin diperdengarkan berulang kali, sementara sorot matanya yang
memancarkan kebencian menatap di atas pemuda sombong itu tanpa
berkedip.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " ia tertawa seram, sambil
membasahi bibirnya yang kering ia berkata, "untuk mengikat tali
persahabatan harus dinilai dari kedua belah pihak, meninjau dari
kemampuanmu untuk memusnahkan lengan si nenek tua itu, aku
yakin kau adalah sahabat karib yang boleh dijalin, cuma, hmm...

945
Saduran TJAN ID

hmmm... aku rasa nasibku tidak sebaik itu untuk mengaku kakak
beradik dengan dirimu."
Dengan lirikan yang tidak sengaja ia memandang sekejap ke arah
Soat Hoa Nio Nio, nampaklah air muka nenek tua itu meski masih
diliputi kesedihan namun di balik wajahnya yang pucat terlintas pula
rasa girang, agaknya ia merasa girang karena Han San sianseng telah
turun tangan membalaskan sakit hatinya.
"Han San sianseng jiwamu sejak tadi sudah melayang," seru Pek
In Hoei sambil tertawa rawan, "inilah kesempatan terakhir yang
kuberikan kepadamu, jika kau ngotot menantang aku berkelahi maka
aku yakin bukan saja lenganmu yang lain akan kutung bahkan
sepasang kaki anjingmu itu pun bisa lenyap tak berbekas."
"Bajingan, kau berani sebut namaku seenak udelmu sendiri!"
bentak kakek itu marah.
"Apa sih bagusnya namamu?" kata Pek In Hoei, "kalau kau takut
namamu disebut orang, lebih baik ganti saja namamu Han-san jadi
Han suan si kecut."
"Kau berani menghinaku?" teriak Han San sianseng sambil
menggetarkan pedang.
"Siapa yang bilang aku kurang ajar? Aku berbicara menurut
kenyataan yang berada di depan mata, aku rasa tindakanku ini tidak
terlalu kelewat batas."
Saat ini Han San sianseng benar-benar sudah tak dapat menahan
sabar lagi, teriaknya keras-keras:
"Cabut pedangmu, mari kita tentukan siapa yang lebih unggul di
ujung senjata."
"Untuk membunuh seekor anjing budukan macam engkau, aku
tidak ingin mengotori pedang pusakaku dengan darah anjingmu itu!"
Perkataan ini sangat menghina dan terlalu menusuk perasaan Han
San sianseng, hampir saja kakek tua itu muntah darah saking gusar
dan mendongkolnya, dia mencak-mencak dan ayun pedangnya ke
depan :

946
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kentut busuk... kentut busuk... kau berani membanding-


bandingkan aku dengan seekor anjing budukan... kau bangsat cilik...
anak jadah, mulutmu terlalu dekil..." jeritnya.
"Huhh! Sebutan itu sudah cukup menghormati dirimu,
mengerti?" ujar Pek In Hoei sinis, "atau kau ingin mendengar sebutan
yang lebih tak enak didengar lagi? Han San sianseng, apakah kau
ingin mendengar lebih lanjut?"
Han San sianseng tak bisa mengendalikan emosi dan hawa
amarahnya lagi, ingin sekali dia bekuk batang leher pemuda itu serta
memberi ganjaran yang setimpal kepadanya, tetapi melihat Jago
Pedang Berdarah Dingin tidak turun tangan juga, ia merasa tidak
leluasa untuk turun lebih dahulu.
Maka dengan sekuat tenaga dia berusaha untuk memaksa lawan
turun tangan lebih dahulu, agar dia tidak kehilangan gengsinya
sebagai angkatan yang lebih tua.
"Kau tak usah pentang bacot anjingmu lagi," teriaknya marah,
"kalau punya kepandaian ayoh rentangkan keluar semua."
Pek In Hoei merasa sudah cukup waktunya untuk
mempermainkan musuhnya ini, jika ejekannya diteruskan lebih jauh
ia kuatir akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, maka ia
maju selangkah ke depan dan pedang sakti penghancur sang surya
perlahan-lahan dicabut keluar.
Kilatan cahaya tajam berhamburan di angkasa, setelah pedang
mestika itu dicabut keluar, semua orang yang hadir dalam kalangan
berdiri tertegun, dengan pandangan bergidik sorot mata mereka sama-
sama ditujukan ke atas senjata mestika itu.
"Aaah...! Pedang mestika penghancur sang surya..." bisik Han
San sianseng dengan suara gemetar, "sungguh tak kunyana senjata
mestika ini telah terjatuh ke tanganmu."
Selapis hawa dingin terlintas di atas wajah Pek In Hoei, katanya
dengan suara yang dingin :

947
Saduran TJAN ID

"Pedang sakti partai Thiam cong diturunkan kepadaku, apa sih


yang patut kalian kagetkan? Hmmm... manusia goblok!"
"Pedang itu tajamnya luar biasa dan terkenal keganasannya, bila
sampai terjatuh ke tanganmu maka keadaannya bukankah ibarat
harimau tumbuh sayap?... kebetulan sekali sejak kecil aku si orang tua
memang gemar akan senjata mestika... Hmmm... Hmmm... siapa tahu
kalau ini hari aku bakal mendapatkan pula benda itu..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei memandang sekejap
pedang mestika penghancur sang surya-nya, kemudian berkata :
"Asal kau merasa punya kepandaian, setiap saat pedang ini boleh
kau ambil pergi!"
"Hmmm... hmmm... " Han San sianseng mendengus dingin,
pedang panjangnya perlahan-lahan diangkat menuding langit,
sesudah tarik napas panjang hawa murninya segera dihimpun dan
disalurkan ke ujung senjata tersebut, serunya dengan nada dingin :
"Baiklah, sudah waktunya bagi kita untuk turun tangan!"
"Hmm! Sedikit pun tidak salah, kau harus berhati-hati melayani
permainan pedangku ini."
Dengan suatu gerakan yang enteng dan seenaknya sendiri pedang
mestika itu didorong ke muka, begitu biasa gerakan itu sehingga
seorang bocah pun dapat melakukannya.
Dorongan pedang itu enteng dan biasa, sama sekali tidak terdapat
perubahan apa pun, tetapi dengan wajah serius Han San sianseng
mundur dua langkah ke belakang.
Setelah mendorong pedangnya ke muka Pek In Hoei tarik
kembali senjatanya dan mundur ke belakang, hal ini membuat Han
San sianseng jadi tertegun da tak habis mengerti, dia tak tahu apa
maksud dan tujuan pihak lawan melakukan tindakan itu.
"Masa jurus seranganmu itu sama sekali tiada perubahan apa
pun??" akhirnya dia menegur.
"Hmm! Kau masih menginginkan perubahan apa? Kau sudah
kalah... ngerti...?" jawab pemuda itu dingin.

948
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Omong kosong," bentak Han San sianseng gusar, "sekali pun


aku si orang tua tidak becus, untuk menghindarkan diri dari serangan
pedangmu itu aku yakin masih mampu... pandai benar kau bangsat
cilik bicara bohong... padahal dalam kenyataan kelihayan apa pun
tidak dimiliki."
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Anjing budukan yang tak punya mata, sungguh memalukan
sekali kau hidup sebagai seorang jagoan lihay... kalau cuma
perubahan jurus ini pun tak mampu kau ketahui, lebih baik pulang
gunung menyembunyikan diri saja... aku menyesal telah menilai
dirimu terlalu tinggi."
Dia tarik napas panjang-panjang, ujarnya kembali :
"Kalau tidak percaya, apa salahnya kalau tundukkan kepalamu
dan coba periksa kancing nomor dua di atas dadamu itu, jika
kugunakan tenaga yang lebih besar paling sedikit di atas dadamu itu
kini sudah bertambah lagi dengan sebuah lubang besar."
Han San sianseng melengak, rasa sangsi dan tidak percaya
terlintas di atas wajahnya, tetapi setelah menyaksikan raut wajah Pek
In Hoei yang serius dan sama sekali tidak main-main, tanpa sadar ia
segera tundukkan kepalanya dan memandang ke arah kancing nomor
dua di atas dadanya.
Kalau tidak diperiksa keadaan mungkin masih mendingan,
setelah ditundukkan kepalanya peluh dingin seketika mengucur
keluar membasahi seluruh tubuhnya, kancing bulat yang terbuat dari
kain itu entah sejak kapan telah terbelah jadi dua bagian, bekas
tebasannya rata seperti dibacok senjata tajam.
Han San sianseng benar-benar merasakan hatinya tercekat,
dengan wajah berubah hebat pikirnya :
"Kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang sama
sekali tak terduga olehku, tak nyana tusukan pedang yang nampak
begitu sederhana dan biasa sebetulnya mengandung tenaga perusak
yang maha dahsyat, wah... aku Han San sianseng benar-benar sudah

949
Saduran TJAN ID

jatuh kecundang dalam keadaan yang mengenaskan sekali,


seandainya berita ini sampai tersiar di tempat luaran apa yang mesti
kukatakan untuk memberi penjelasan kepada mereka..."
Dengan perasaan marah karena malu terhina, kakek tua itu
tertawa seram, seluruh rambut dan jenggotnya berdiri tegak bagaikan
landak, napsu membunuh yang menyelimuti wajahnya makin tebal,
teriaknya setengah menjerit :
"Bajingan cilik... bajingan cilik... kau benar-benar sudah
menghina diriku..."
Sang pedang digetarkan di tengah udara menciptakan sekilas
cahaya pedang yang menyilaukan mata, tusukan itu tepat dan enteng
sekali... dengan hawa serangan yang tajam dan dingin ia ancam tiga
tempat penting di tubuh pemuda she Pek itu.
Diam-diam Jago Pedang Berdarah Dingin terkesiap juga
menyaksikan kelihayan lawannya, dia tahu dirinya pada hari ini sudah
berjumpa dengan musuh tangguh yang belum pernah dijumpainya
selama ini, dengan hati tercekat dia putar pedang menyongsong
datangnya ancaman tersebut, pikirnya :
"Sungguh tak nyana ilmu silat yang dimiliki kakek tua aneh ini
sedemikian lihaynya sehingga sama sekali berada di luar dugaan,
tidak aneh kalau Soat Hoa Nio Nio begitu mempercayai akan
kemampuannya, ternyata dia memang benar-benar punya isi."
Seluruh perhatiannya segera dipusatkan pada ujung pedang,
kilatan cahaya berkelebat dan senjata itu segera meluncur ke muka
menyongsong datangnya ancaman lawan.
Tiiing... traaang... tiiing... traaaang... bentrokan nyaring
berdesing tiada hentinya, ke-dua belah pihak segera saling berpisah
satu sama lainnya dan mundur ke belakang.
Sepasang mata Han San sianseng terbelalak lebar bagaikan
sepasang gundu, ia mengawasi tubuh si anak muda itu tanpa berkedip,
sorot matanya penuh mengandung perasaan jeri dan ngeri, dan
perasaan tersebut hampir saja memadamkan kobaran api amarahnya.

950
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bagaimana?" ejek Jago Pedang Berdarah Dingin dengan nada


ketus, "Han San sianseng, kalau sekarang kau ingin enyah dari sini
masih belum terlambat."
"Telur busuk makmu... " maki Han San sianseng dengan wajah
berubah hebat, "selama hidup aku si orang tua belum pernah tunduk
kepala terhadap siapa pun juga, masa terhadap kau si anak jadah liar
pun harus tunduk kepala dan menyerah kalah? Hmmm... kau tak usah
bermimpi di siang hari bolong."
"Han-san!" bentak Pek In Hoei dengan wajah berubah, "tahukah
engkau, ucapan kasar yang barusan kau utarakan bisa mengorbankan
selembar jiwa anjingmu."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Han San sianseng menyeringai
dan tertawa seram, "anak jadah murahan, kalau kau memang merasa
punya kemampuan ayoh tunjukkan semua, aku si orang tua yakin
masih sanggup untuk menghadapinya, sejak semula aku memang
sudah tidak maui lagi jiwa tuaku ini, asal kau sudi memberikan hadiah
kepadaku, maka jiwa tuaku ini segera akan kuserahkan kepadamu."
Mendengar dirinya berulang kali dimaki 'anak jadah murahan'
oleh kakek tua itu, kobaran api amarah yang bergelora dalam dada
Jago Pedang Berdarah Dingin sukar dibendung lagi, ia tertawa dingin
dan pedangnya segera digertakkan keras-keras.
"Tua bangka yang bosan hidup, terlalu banyak yang sudah kau
katakan... mulut baumu itu sudah tiba waktunya untuk beristirahat,
sejak kini mulutmu itu tak akan bisa buka suara lagi... kau tak akan
mampu menyaksikan lagi betapa indahnya sang surya yang terbit di
pagi hari..."
Tiba-tiba pedangnya meluncur ke depan dan membentuk gerakan
satu lingkaran busur di tengah udara, ketika bayangan lingkaran tadi
belum lenyap segulung hawa pedang telah memancar keluar.
Han San sianseng tertegun, ia tak mengira kalau ilmu pedang
yang dimiliki pihak lawan sangat lihay, sudah banyak tahun dia

951
Saduran TJAN ID

berlatih pedang tetapi saat ini dia jadi kebingungan dan tak bisa
menebak arah mana yang sedang terancam oleh serangan itu.
Hatinya tercekat, dan untuk beberapa saat lamanya dia hanya
berdiri mendelong belaka sambil memandang ke arah depan.
Tindakannya yang bodoh dan seolah-olah kehilangan semangat
ini sangat menguatirkan para jago yang hadir di sisi kalangan, mereka
tak tahu apa sebabnya tiba-tiba jago tua itu bisa berubah jadi goblok
dan tololnya.
"Han-san! Ayoh cepat menghindar," jerit Soat Hoa Nio Nio
dengan badan gemetar keras.
Seluruh perhatian dan pikiran Han San sianseng pada saat itu
sudah dicurahkan semua pada ujung senjata lawan, benaknya berputar
memikirkan perubahan aneh yang dipergunakan lawannya, boleh
dibilang ketika itu dia sudah lupa untuk menghindarkan diri.
Jeritan keras dari Soat Hoa Nio Nio segera menyadarkan kembali
dirinya dari lamunan, ia pentang matanya lebar-lebar dan memandang
apa yang sebetulnya telah terjadi.
Peluh dingin mengalir membasahi seluruh tubuhnya, diam-diam
jeritnya di dalam hati :
"Aduuuh mak, sudah habis riwayatku," pada detik yang sangat
kritis dan terancam oleh mara bahaya itulah, tubuhnya buru-buru
dilemparkan ke samping, pedangnya ditegangkan kencang-kencang
bagaikan sebatang pit langsung menotok ke muka.
Triiing...! percikan bunga api berlompatan di udara, walaupun
hanya terjadi benturan perlahan tetapi suara yang berdengung di
angkasa amat memekakkan telinga.
Laksana kilat sorot mata Han San sianseng melirik sekejap ke
ujung pedang kesayangannya, dia lihat senjata itu gumpil sedikit
termakan oleh bacokan lawan, hatinya terasa sakit seolah-olah
tubuhnya tertusuk telak, perasaan sedih yang sukar dilukiskan dengan
kata-kata menyelimuti wajahnya, dia tahu andaikata kepandaian silat
tidak lihay, tak mungkin akan ditemui kesempatan yang demikian

952
IMAM TANPA BAYANGAN II

baiknya untuk menghindarkan diri dari serangan lawan yang begitu


mantap dan ampuh, dan seandainya Soat Hoa Nio Nio tidak menjerit
sehingga menyadarkan dirinya dari lamunan, bukan saja ujung
pedangnya bakal gumpil bahkan kemungkinan besar tubuhnya bakal
menggeletak di atas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.
"Aku akan beradu jiwa dengan dirimu...1" jeritnya dengan
setengah berteriak.
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Hmmm...! Kau mampu meloloskan diri dari tusukan maut itu,
hal tersebut menandakan kalau nasibmu masih mujur... andaikata
gerakan pedangku tadi kumiringkan sedikit saja ke samping maka aku
percaya batok kepalamu yang besar itu sudah terbelah jadi dua
bagian."
Sejak pertama kali terjun ke dalam dunia persilatan belum pernah
Han San sianseng menderita kekalahan total seperti apa yang
dialaminya hari ini, dia merasa dirinya sudah kehilangan muka,
gengsinya jatuh tak mungkin lagi baginya untuk hidup lebih jauh
dalam Benteng Kiam-poo, timbullah keinginannya untuk beradu jiwa
dengan Jago Pedang Berdarah Dingin, atau paling sedikit dia akan
membinasakan lawannya agar dapat memberikan pertanggungan
jawab di hadapan poocu nanti...
Ia menyeringai seram dan tertawa keras, jeritnya :
"Kentut busuk... kau anggap aku si orang tua adalah manusia tolol
yang bisa kau tipu seenaknya."
"Hmmm! Kalau memang kau tidak percaya, lihatlah seranganku
yang ini."
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, mendadak ia
menerjang maju ke depan, pedang mestika penghancur sang surya
berputar satu lingkaran di tengah udara dan langsung meluncur ke
depan mengancam tujuh buah jalan darah terpenting di tubuh Han San
sianseng.

953
Saduran TJAN ID

Serangan pedangnya kali ini jauh lebih aneh lagi, bahkan sama
sekali berada di luar dugaan orang terutama sekali ke-tujuh titik
cahaya dingin yang terpancar di tengah udara, sepintas lalu kelihatan
seperti tujuh buah senjata rahasia yang secara berbareng meluncur ke
depan membuat orang sukar untuk menduga arah mana yang
sebenarnya dituju oleh serangan itu.
Bukan saja ganas serangannya, jurus itu pun kelihatan aneh dan
jarang ditemui di kolong langit.
Han San sianseng si jago tua yang sudah banyak pengalaman
dalam dunia persilatan, saat ini hanya bisa berdiri melongo belaka, dia
tak tahu serangan pedang yang dilancarkan pemuda itu bakal
mengancam bagian mana dari tubuhnya.
"Aaah... tujuh bintang pemusing kepala..." bisiknya dengan suara
lirih.
"Aduuuh mak..." ia berteriak keras dan berusaha loncat mundur
ke belakang, di tengah kepungan tujuh bintang pemusing kepala di
sadar bahwa tak mungkin lagi baginya untuk menghindarkan diri,
sambil menggertak gigi pedang di tangan kanannya sekuat tenaga
segera dibabat ke depan.
"Aduuuh...!" bacokan sekuat tenaga yang dilakukan olehnya ini
sama sekali tidak berhasil menyelamatkan jiwanya, satu tusukan di
antara tujuh bintang pemusing kepala akhirnya bersarang di tempat
pentingnya... dengan kesakitan dia menjerit lengking, tubuhnya yang
tinggi besar bagaikan pagoda roboh ke atas tanah disertai benturan
yang keras.
Darah segar memancar keluar lewat mulut lukanya di atas
pinggang dan membasahi seluruh tubuhnya, ia mengerang dan
pedangnya terlepas dari genggaman, dengan pandangan putus asa ia
melirik sekejap ke arah Pek In Hoei.
"Oooh...! Han-san..." jerit Soat Hoa Nio Nio sambil menerjang
maju ke depan, dia lupa akan rasa sakit yang menyerang tubuhnya,
sambil menubruk di atas tubuh Han San sianseng serunya :

954
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Oooh... Han-san, aku tidak sepantasnya suruh kau datang


kemari... oooh Han-san akulah yang mengakibatkan kau begini."
"Kenapa?" kata Han San sianseng sambil tertawa getir, "apakah
kau merasa sedih karena aku hampir mati? Hmmm... Hmmm... nenek
tua, kau keliru besar... aku sama sekali tidak sedih karena kematianku
ini, karena aku dapat mati di hadapanmu."
"Tidak! Kau tak boleh mati," jerit Soat Hoa Nio Nio sambil
menangis terisak.
Dengan penuh kesakitan Han San sianseng tertawa.
"Nenek tua!" ujarnya kembali, "soal mati bagi kita yang sudah
berusia lanjut hanya menunggu waktu belaka, sekarang atau besok
akhirnya kita bakal mati juga... siapa pun tak bakal bisa meloloskan
diri dari kejadian tersebut, kenapa kau mesti bersedih hati karena
kematianku ini?"
Dengan napas berat dan terengah-engah terusnya :
"Sebelum aku menghembuskan napas yang penghabisan, terlebih
dahulu aku ingin mendengarkan sepatah katamu."
"Perkataan apa?" tanya Soat Hoa Nio Nio tertegun, "asal kau suka
mendengarkan, sekali pun seribu kali juga akan kukatakan!"
"Aku rasa apa yang ingin kudengar sudah kau ketahui pula di
dalam hati, perkataan itu sudah dua puluh tahun lamanya terpendam
dalam hati kecil kita masing-masing!"
"Baik... baiklah..." tiba-tiba Soat Hoa Nio Nio berteriak lantang,
"Han-san, rupanya kau masih belum melupakan cinta kasih kita di
masa masih muda dahulu... aku akan mengatakannya kepadamu... aku
akan mengatakannya seribu kali... aku cinta padamu..."
Pandangan sorot sinar mata Han San sianseng berkilat, wajahnya
nampak jauh lebih segar setelah mendengar perkataan itu, ia dorong
Soat Hoa Nio Nio ke samping dan ujarnya :
"Cukup... sudah cukup, sekarang kau boleh menyingkir lebih
dahulu ke samping, aku masih ada perkataan yang hendak
disampaikan kepada pemuda yang telah membunuh diriku itu."

955
Saduran TJAN ID

Soat Hoa Nio Nio tertegun, dengan mulut membungkam ia segera


mengundurkan diri tujuh delapan langkah ke belakang.
"Hey orang muda1" kakek tua aneh itu berseru sambil menuding
ke arah Pek In Hoei, "aku sama sekali tidak membenci atau
mendendam kepadamu karena kau berhasil membinasakan diriku,
aku hanya merasa heran dari mana kau bisa latih ilmu pedangmu itu
sehingga mencapai tingkat sedemikian hebatnya, tahukah engkau
bahwa di kolong langit belum pernah ada orang yang mampu
menyelami ilmu pedang hingga mencapai tingkat seperti itu."
Entah karena rasa sakit yang sukar ditahan atau dia memang
sengaja menghentikan perkataannya, tiba-tiba kakek tua itu
membungkam dan memandang ke arah pemuda tersebut dengan sorot
mata sayu.
Dalam kenyataan jurus serangan aneh yang dipergunakan oleh
Pek In Hoei barusan sama sekali tidak dikenal olehnya sendiri
sebelum kejadian itu, jurus aneh tadi diyakini olehnya tanpa sadar
pada detik itu juga, dan pemuda itu tak pernah menyangka kalau jurus
aneh yang berhasil diciptakan olehnya tanpa sengaja itu
mendatangkan kekuatan yang demikian hebat dan dahsyatnya.
Perlahan-lahan dia simpan kembali pedang mestika penghancur
sang surya-nya ke dalam sarung, lalu gelengkan kepala.
"Aku sendiri pun tak tahu, jurus itu kuciptakan tanpa sengaja..."
"Diciptakan tanpa sengaja..." seru Han San sianseng tidak
percaya.
"Sedikit pun tidak salah, aku sama sekali tak pernah menduga
kalau gerakan pedangku bisa menciptakan gerakan aneh seperti itu!"
Air muka Han San sianseng berubah hebat, tiba-tiba ia berteriak
keras :
"Omong kosong, tujuh bintang pemusing kepala adalah
keampuhan yang tak terlukiskan dalam ilmu pedang, setiap orang
yang berlatih pedang selalu peras otak dan berusaha keras untuk
mencapai tingkatan seperti itu... hmm, kalau dikatakan kau bisa

956
IMAM TANPA BAYANGAN II

meyakini tanpa bimbingan guru pandai, mungkin hanya setan yang


mempercayai ucapan itu... masa terhadap seseorang yang sudah
hampir mendekati ajalnya kau masih menipu."
"Terhadap dirimu kenapa aku mesti berbohong? Mau percaya
atau tidak terserah pada dirimu sendiri," tukas Pek In Hoei dengan
nada suara ketus dan dingin.
"Poocu tiba!" mendadak dari luar hutan berkumandang datang
suara teriakan keras.
Cui Kiam Beng terkesiap dan ketakutan, air mukanya berubah
jadi pucat pias bagaikan mayat, dengan cepat dia lari ke belakang Soat
Hoa Nio Nio dan dari situ mengintip ke arah ayahnya dengan penuh
ketakutan.
Soat Hoa Nio Nio sendiri kelihatan agak rikuh sendiri, ia berdiri
dengan senyuman getir menghiasi ujung bibirnya.
Dengan langkah lebar Cui Tek Li ketua dari Benteng Kiam-poo
munculkan diri dari balik hutan, ia melotot sekejap ke arah pria yang
berseru tadi dengan wajah tak senang hati, jelas ketua dari Benteng
Kiam-poo ini sudah tiba di situ beberapa waktu lamanya, semua
perubahan yang terjadi dalam kalangan telah diketahuinya, hanya ia
tidak menyangka kalau kehadirannya di tempat itu akhirnya ketahuan
juga.
Cui Tek Li melirik sekejap ke arah Han San sianseng dengan
pandangan hambar, kemudian ujarnya :
"Dia sama sekali tidak membohongi dirimu, dan sekarang kau
boleh mempercayai perkataannya!"
"Oooh... jadi Poocu sudah mengetahuinya sedari tadi?" tanya
Han San sianseng dengan tubuh gemetar keras.
"Ehmm, sejak permulaan hingga pada akhirnya telah kusaksikan
dengan jelas kesemuanya ini tidak lain adalah akibat dari ketololanmu
sendiri, sejak Jago Pedang Berdarah Dingin melancarkan serangan
untuk pertama kalinya tadi, semestinya kau harus tahu diri dan segera
mengundurkan diri..."

957
Saduran TJAN ID

"Poocu, kalau memang kau sudah mengetahui kesemuanya itu


dengan jelas kenapa tidak kau peringatkan diriku sejak tadi??" omel
Han San sianseng dengan suara gemetar.
Cui Tek Li mendengus dingin.
"Hmm! Kenapa aku mesti memberi peringatan kepadamu? Siapa
suruh kau tak dapat melihatnya sendiri!"
Sementara itu darah segar yang mengucur keluar dari mulut luka
Han San sianseng kian lama kian bertambah banyak, air mukanya
yang pucat kini semakin mengerikan, dia menghembuskan napas
panjang dan melotot sekejap ke arah poocunya dengan pandangan
mendendam.
"Hmmm! Kau benar-benar tidak bersahabat..." serunya.
"Benarkah kau mempunyai perasaan seperti itu??" seru Cui Tek
Li sambil tertawa hambar, "mungkin sekali ketika mendekati ajalnya
kau Han San sianseng telah mempunyai suatu perasaan yang salah...
masih ingatkah dengan peristiwa yang terjadi di gunung Hoa-san?
Bukankah kau pernah pula menunjukkan sikap semacam ini? Seorang
pria yang mempunyai hubungan persaudaraan dengan dirimu, ketika
mendekati ajalnya dia memohon kepadamu agar mau menguburkan
jenazahnya, tetapi kau... bukan saja tidak mempedulikan dirinya
bahkan malah tertawa terbahak-bahak... bagaimanakah penjelasanmu
tentang peristiwa itu??"
"Keadaan waktu itu jauh berbeda dengan keadaan sekarang,
waktu itu musuh tangguh datang dari empat penjuru dan aku sama
sekali tidak punya waktu untuk mengurusi dirinya lagi, seandainya
kau yang berada dalam keadaan seperti itu maka kau pun akan
bersikap demikian pula terhadap dirinya... hal ini tak bisa salahkan
diriku."
"Alasanmu itu masih boleh dianggap masuk di akal," kata Cui
Tek Li kembali dengan suara dingin, "tetapi bagaimana pula
penjelasanmu dengan gelak tertawa yang kau perdengarkan sesaat ajal

958
IMAM TANPA BAYANGAN II

menimpa sahabatmu itu? Han-san... aku ingin sekali membicarakan


benar atau tidaknya perbuatanmu itu sebelum ajal menimpa dirimu!"
Han San sianseng mengeluh kesakitan, keringat sebesar kacang
kedelai mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, dengan
pandangan ketakutan bercampur ngeri dia tatap wajah poocu dari
Benteng Kiam-poo itu, suatu sikap yang aneh dan sukar dilukiskan
dengan kata-kata terlintas di atas wajahnya.
Beberapa saat kemudian, kembali dia mengepos tenaga dan
berkata dengan suara gemetar :
"Tahukah kau pada saat itu aku merasa amat sedih karena
kematian seorang sahabat karib, di samping itu aku pun amat
membenci atas kekejian dari pihak musuh yang mendesak terus
menerus, karena tak bisa menguasai diri aku lantas tertawa keras
untuk melampiaskan semua rasa sedih, mendongkol serta gusar yang
bercampur aduk dalam benakku. Poocu! Kau tokh seorang manusia
cerdik, kau tentu bisa memahami kesalahpahaman yang terjadi ketika
itu."
"Hmmm! Pandai sekali kau mungkir dan membantah kenyataan
tersebut," dengus poocu dari Benteng Kiam-poo dengan suara berat,
"sayang sekali aku sudah mengetahui jelas bagaimanakah perangai
serta tabiatmu yang sebenarnya, benarkah kau melakukan hal itu
seperti yang kau ucapkan barusan, dalam hati kita masing-masing
tahu dengan perhitungan sendiri!"
"Poocu!" jerit Han San sianseng dengan badan gemetar dingin.
"Hmmm! Bukankah kau mendendam terhadap Ko lo-sam karena
dia berhasil merebut janda she I ? Bukankah karena peristiwa itu maka
setiap saat kau bermaksud membinasakan Ko lo-sam? Kebetulan
sekali kalian telah bertemu dengan peristiwa di gunung Hoa-san,
maka kau lantas membalas sakit hatimu itu dengan memberikan
siksaan batik yang tak terhingga baginya sesaat sebelum jiwanya
melayang..."
"Kau... kau menuduh aku yang membunuh Ko Lo-sam?"

959
Saduran TJAN ID

"Sedikit pun tidak salah!" tukas poocu dari Benteng Kiam-poo


dengan suara ketus, "dan selama ini aku selalu mencurigai dirimu!"
Sekujur badan Han San sianseng gemetar keras.
"Poocu!" serunya, "sekarang aku sudah hampir mati... masa aku
membohongi dirimu..."
"Hmmm!" Apa tidak mungkin kau berbuat begitu?" bentak Cui
Tek Li dengan gusar, "Bukankah terang-terangan kau tahu kalau aku
memiliki resep obat mujarab yang bisa menolong jiwanya dari
ancaman maut? Dan kau tahu obat itu bisa menyambung sisa hidupmu
itu? Hmmm... aku tahu bahwa kau sengaja bersikap demikian agar
aku menaruh simpatik terhadap dirimu dan menyelamatkan jiwamu...
Han-san! Perhitunganmu ini keliru besar, aku lebih suka menyaksikan
kau mengerang kesakitan sambil menghadapi maut yang datang
mencabut jiwamu daripada memberi obat mujarab kepadamu untuk
menolong kau manusia rendah yang terkutuk..."
"Poocu, aku benci kepadamu... aku ingin sekali membinasakan
dirimu dengan cara yang paling keji..." jerit Han San sianseng penuh
perasaan dendam.
Karena marah dan berteriak penuh tenaga, mulut luka di atas
pinggangnya merekah semakin besar, darah cair segera mengalir
keluar dari mulut luka tersebut, wajah Han San sianseng semakin
pucat dan napasnya tersengkal-sengkal.
Ia berpaling ke arah Soat Hoa Nio Nio dan serunya dengan suara
gemetar :
"Nenek tua, kau..."
Ucapan terakhir ditarik panjang sekali dan selamanya tak
mungkin tersambung lagi, dia menjerit lengking dengan suara yang
menyayatkan hati... setelah berkelejot sebentar melayanglah selembar
jiwanya meninggalkan badan kasar.
"Kau... kau telah mati..." bisik Soat Hoa Nio Nio dengan bibir
pucat tak berdarah.

960
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tak bisa ditahan lagi ia menangis menjerit-jerit, suara


tangisannya melengking bagaikan jeritan kuntilanak membuat siapa
pun yang mendengar merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Dengan rambut berdiri kaku bagaikan landak, dia melotot sekejap
ke arah Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo dengan pandangan
penuh perasaan benci dan dendam, lalu serunya :
"Kau... kau telah memaksa dia mati!"
"Hmmm... sekali pun mati juga tak ada nilainya, biarkanlah dia
mati..." ejek Cui Tek Li sinis.
"Hmmm! Sebenarnya dia tak akan mati, kaulah yang tak mau
menyelamatkan jiwanya... kalau kau bersedia memberi obat mujarab
kepadanya luka yang kecil itu tentu akan sembuh kembali... bukannya
menolong kau malah memanaskan hatinya dengan ucapan yang tak
karuan... kaulah yang memaksa dia mati konyol..."

961
Saduran TJAN ID

Jilid 39
CUI TEK LI kontan tertawa dingin, "rupanya kau merasa tidak puas
dengan perbuatanku ini... tidak terima?" serunya.
"Tentu saja!" jawab Soat Hoa Nio Nio sambil tertawa dingin pula,
"meskipun aku belum kawin secara resmi dengan dirinya, tetapi
paling sedikit adalah kekasihku sejak muda, kau mencelakai dirinya
sama halnya dengan mencelakai diriku sendiri, tentu saja aku tidak
puas dan tidak terima atas perbuatanmu itu."
Sorot mata tajam berkilat di antara kelopak mata pemilik Benteng
Kiam-poo, katanya kemudian :
"Jika kau ingin balaskan dendam bagi kematiannya, sekarang
juga kau boleh turun tangan!"
Tetapi Soat Hoa Nio Nio dengan cepat menggeleng :
"Dugaanmu itu keliru besar Poocu, bagaimana pun juga kau
adalah majikanku, sekali pun majikan telah berbuat kesalahan aku
yang menjadi bawahannya tentu saja tidak berani berbuat apa-apa,
aku harap poocu suka memandang di atas jawa Han San sianseng
selama banyak tahun yang telah mengikuti dan setia padamu,
ijinkanlah padaku untuk mendirikan sebuah kuburan yang bagus
baginya."
"Baik!" jawab pemilik Benteng Kiam-poo dengan nada ketus,
"keadaan ini lebih bagus entah berapa kali dari keadaan dari Ko lo-te
di masa silam."
"Terima kasih atas budi kebaikan dari poocu!" ujar Soat Hoa Nio
Nio dengan air mata bercucuran.

962
IMAM TANPA BAYANGAN II

Perlahan-lahan ia menyeka air mata yang mengembang dalam


kelopak matanya, lalu melotot sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah
Dingin dengan pandangan penuh kebencian setelah membopong
badan Han San sianseng bersama Cui Kiam Beng ia berlalu dari situ.
Sepeninggalnya ke-dua orang tadi, pemilik Benteng Kiam-poo
alihkan sorot matanya ke wajah Pek In Hoei, tegurnya :
"Besar amat nyalimu hey anak muda, tak kusangka kau berani
membunuh orangku dalam benteng pedang!""Hmmm! Itu sih belum
seberapa, anggota benteng kalian yang terlebih dahulu mencari gara-
gara dengan ku, tentu saja aku tak bisa berpeluk tangan membiarkan
mereka pasang gaya seenaknya sendiri, setelah terjadi bentrokan mati
atau terluka bukan suatu kejadian aneh. Sekali pun kematian Han San
sianseng mempunyai hubungan dengan diriku, tapi sedikit banyak
poocu pun tak dapat melepaskan sebagian dari tanggung jawab ini."
"Hmmm! Kau maksudkan hatiku terlalu kejam dan tak kenal peri
kemanusiaan. Melihat dia hampir mati tak mau menolong," ujar Cui
Tek Li dengan nada dingin.
"Aku memang mempunyai perasaan demikian, andaikata poocu
suka menghadiahkan sedikit bubuk obat kepadanya, aku percaya dia
tak akan mati atau paling sedikit selembar jiwa tuanya masih bisa
dipertahankan."
"Tahukah engkau siapa orang itu?" tanya Cui Tek Li sambil
mendengus dingin.
Pek In Hoei tertegun, lalu jawabnya :
"Dari mana aku bisa tahu? Aku tidak kenal dia dan tak tahu pula
asal usulnya, tentu saja tak kuketahui siapakah dia kecuali orang itu
adalah pembantumu!"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... dia adalah salah seorang pembunuh
yang ikut membinasakan ayahmu," ujar pemilik Benteng Kiam-poo
sambil tertawa dingin, "seandainya kau mengetahui persoalan ini
sedari tadi aku percaya kau tidak akan menaruh belas kasihan

963
Saduran TJAN ID

kepadanya lagi, bahkan mungkin sekali kau akan menganggap apa


yang telah kuucapkan adalah perkataan yang benar!"
"Apa? Sungguhkah itu?" untuk beberapa saat lamanya Pek In
Hoei berdiri termangu-mangu.
"Hmm! Walaupun ini hari kau telah membunuh pembantuku, aku
tetap akan mengikuti peraturan dan melepaskan kalian pergi dari sini,
malam nanti kalian berdua boleh bersiap-siap untuk menerjang keluar
dari benteng ini, jika kalian gagal untuk keluar dari benteng ini
kejadian tersebut harus salahkan nasib kalian yang kurang mujur,
jangan salahkan aku kalau berhati kejam."
Ia melirik sekejap ke arah Cui Tiap Tiap dan menambahkan :
"Tiap Tiap, ayoh ikut aku pulang ke benteng."
Berangkatlah ke-dua orang itu tinggalkan hutan tersebut, para
jago dari Benteng Kiam-poo pun mengundurkan diri.
Angin malam berhembus lewat, Benteng Kiam-poo yang
tersohor sebagai benteng paling misterius terasa diliputi oleh
ketegangan yang amat tebal, semua jago lihay yang bermukim dalam
benteng itu telah bertindak dengan memblokade seluruh jalan keluar
dari benteng mereka.
Malam nanti ada dua orang pemuda yang berani mati akan
menerjang keluar dari pertahanan Benteng Kiam-poo yang tersohor
karena ampuh dan kokohnya itu, meskipun harapan mereka untuk
berhasil kecil sekali tetapi ke-dua orang itu tetap akan mencobanya.
Entah sudah berapa banyak pendekar lihay dan jago sakti yang
berusaha membuka sejarah baru dengan menjebol pertahanan
Benteng Kiam-poo, tetapi setiap kali mereka menemui ajalnya semua
secara mengenaskan, tak seorang manusia pun berhasil membobolkan
pertahanan benteng itu hingga pos yang terakhir, terutama sekali
kelihayan dari poocu benteng itu, belum pernah tercatat dalam sejarah
ada jago yang sanggup melakukan perlawanan sebanyak tiga jurus.

964
IMAM TANPA BAYANGAN II

Oleh karena itu semua orang percaya bahwa Benteng Kiam-poo


hanya ada jalan masuk dan tiada jalan keluar... hanya sukma
gentayangan yang sanggup keluar dari benteng itu...
*******

Teeeeng... teeeeng...
Bunyi lonceng yang amat nyaring bergetar di udara
menggoncangkan perasaan setiap orang yang ada dalam benteng itu,
ketegangan semakin tebal menyelimuti seluruh jagad dan semua
orang merasa jantungnya berdebar keras.
Sebuah panji merah yang besar perlahan-lahan dinaikkan di atas
bendera yang tinggi, inilah pertanda bahwa Pek In Hoei k lawan
segera akan terjun ke gelanggang untuk mempertaruhkan keselamatan
jiwanya, tanda itu memperingatkan kepada semua anggota Benteng
Kiam-poo agar bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.
Teeng... teeng...
Bunyi lonceng ke-dua bergetaran lebih nyaring dengungan suara
yang tersebar di udara seakan-akan isak tangis keluarga yang
menghantarkan salah seorang anggota keluarganya menuju liang
kubur...
Satu barisan pria baju merah yang menyoren pedang perlahan
munculkan diri dari sudut sebelah kiri, ketik tiba di tanah lapang
mereka memisahkan diri dan berbaris dalam dua barisan, sikap orang-
orang itu serius dan penuh diliputi ketegangan.
Tidak lama kemudian Pek In Hoei serta Lu Kiat di bawah iringan
Cui Tek Li, pemilik Benteng Kiam-poo sendiri berjalan menuju ke
lapangan.
Sepanjang perjalanan ke-tiga orang itu membungkam dalam
seribu bahasa, mereka semua memikirkan persoalan hati sendiri yang
terasa bagaikan beban berat.
Ketika tiba di tengah lapangan, Cui Tek Li angkat kepala
memeriksa sebentar keadaan cuaca, kemudian katanya :

965
Saduran TJAN ID

"Kalian berdua baru akan mencapai separuh jalan jika tiga


rintangan berhasil kalian singkirkan, pada giliran yang terakhir kamu
berdua bakal turun tangan melawan diriku..."
"Hmmm! Jangan dibilang baru tiga rintangan, sekali pun sepuluh
rintangan akan kucoba juga untuk membobolkan," jawab Jago Pedang
Berdarah Dingin dengan nada ketus.
Cui Tek Li tertawa getir.
"Aku percaya dan tahu bahwa kalian berdua adalah jago-jago
lihay yang memiliki kepandaian tinggi, tentu saja kalian tak akan
memandang sebelah mata pun terhadap benteng kami."
Ia menghela napas panjang, dengan wajah kesepian ia termenung
sebentar lalu ujarnya kembali :
"Kali ini hanya ada empat jalan yang bisa kalian tempuh, silahkan
kalian berdua memilih sendiri jalan mana yang akan kalian pilih."
"Aku ingin memilih jalan yang paling lihay, termasuk di
antaranya harus bertempur melawan kau sendiri."
Mula-mula Cui Tek Li tertegun, kemudian katanya :
"Pada rintangan yang terakhir semuanya dijaga olehku sendiri,
tetapi..."
Ia merendahkan suaranya dan melanjutkan :
"Kali ini aku telah mempersiapkan tiga lapisan jago pedang untuk
dijaga ke-tiga jalur rintangan tersebut, semua alat rahasia dan alat
jebakan telah kuhapus semua, tujuanku tidak lain adalah agar kita bisa
mengukur tenaga dengan kepandaian yang murni dan sesungguhnya...
Kalian mesti ingat, mati hidup kamu harap kalian bisa turun tangan
dengan berhati-hati."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku tak ingin menerima kebaikan
hatimu itu," sela Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
"Hmm! Berada dalam keadaan dan situasi seperti ini aku nasehati
dirimu lebih baik kurangilah sikapmu yang jumawa dan takabur itu,
sebab hal itu tak akan mendatangkan faedahnya apa-apa bagimu."
Ia berhenti sebentar dan melanjutkan :

966
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sekali pun begitu aku merasa kagum juga oleh sikapmu itu, kau
memang tidak malu jadi putranya Pek Tiang Hong, andaikata ayahmu
bisa menyaksikan sendiri putranya akan menerjang keluar dari
Benteng Kiam-poo, aku rasa tentu akan merasa bangga dan senang..."
Pek In Hoei mendengus dingin, ia menyapu sekejap dua belas
baris jago pedang baju merah yang berjajar di ke dua belah lapangan,
tanyanya :
"Apa pekerjaan mereka di sini?"
Cui Tek Li tertawa hambar.
"Mereka adalah barisan pengantar tamu dari benteng kami,
mereka berdiri di tempat ini sebagai tanda rasa hormat kami terhadap
dirimu, aku harap kalian berdua jangan sampai menyia-nyiakan rasa
hormat mereka itu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... banyak amat permainan dalam
bentengmu ini," seru Lu Kiat sambil tertawa terbahak-bahak.
Sementara ke-dua orang itu hendak berlalu, tiba-tiba para jago
pedang baju merah yang berada di sisi kalangan bersama-sama cabut
keluar pedangnya, setelah diputar satu lingkaran di udara orang-orang
itu segera tunjukkan sikap memberi hormat.
Dalam keadaan seperti ini Pek In Hoei serta Lu Kiat terpaksa
harus ayun tangannya pula sebagai tanda jawaban.
Terdengar Cui Tek Li dengan bangga berkata :
"Aku hanya bisa mengantar keberangkatan kalian berdua sampai
di sini saja, acara selanjutnya aku serahkan kembali pada kalian
sendiri untuk menentukan sikap dan pendirian..."
Perlahan-lahan dia hentikan langkah kakinya dan menambahkan
dengan suara berat :
"Lebih baik kalian berdua memilih jalan yang ke-tiga, dua sebab
aku rasa hanya jalan yang ini saja paling sesuai dan cocok dengan
selera kalian, aku harap maksud baikku ini bisa..."

967
Saduran TJAN ID

"Benarkah jalan nomor tiga yang paling lihay di antara jalan-jalan


lainnya?" tukas Pek In Hoei, "kalau memang demikian adanya, aku
rela memilih jalan yang ini..."
"Lihay sih belum tentu," kata Cui Tek Li sambil menggeleng,
"hanya aku rasa jalan itu paling serasi dan cocok bagimu..."
Habis berkata ia segera bertindak melangkah pergi dari tempat
itu.
"Poocu..." mendadak Jago Pedang Berdarah Dingin berseru.
"Ada urusan apa?" tanya Cui Tek Li sambil berhenti dan
berpaling dengan wajah tercengang.
Pek In Hoei menghembuskan napas panjang, katanya :
"Aku harap kau bisa baik-baik merawat ibuku..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " tiba-tiba pemilik dari Benteng
Kiam-poo itu tertawa tergelak, "apakah kau tidak merasa bahwa
perkataanmu itu kurang sesuai pada tempatnya? Aku mencintai
istriku, tentu saja aku akan merawat dirinya baik-baik! Aku merasa
terharu karena kebaktianmu itu, aku bisa menyampaikan kebaktianmu
itu kepada ibumu..."
"Tidak! Jangan kau sampaikan kepadanya..."
Dengan hati yang pedih dan penuh siksaan batin pemuda itu
berdiri dengan tubuh gemetar, titik air mata mengembang dalam
kelopak matanya, lama sekali dia baru menghela napas sedih, ujarnya
kembali :
"Poocu, aku masih ada satu urusan hendak kumohonkan
kepadamu..."
Cui Tek Li menjawab :
"Tidak berani, meskipun aku Cui Tek Li tidak mempunyai
hubungan apa pun dengan dirimu, tetapi sangkut paut di antara kita
memang agak berbeda, asal kau sudi untuk mengutarakannya keluar,
akua tentu akan berusaha untuk melaksanakannya, tentu saja kecuali
pekerjaan yang tak mungkin bisa kubantu... katakanlah!"

968
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sepasang biji mata Jago Pedang Berdarah Dingin yang jeli dan
tajam perlahan-lahan dialihkan ke tengah udara dan memandang awan
putih yang melayang di angkasa, ia merasa hatinya pedih sukar
diutarakan... sesudah termenung sebentar ia berpaling dan
memandang kembali ke arah poocu itu.
Seandainya kali aku gagal untuk keluar dari benteng ini dan tidak
beruntung aku menemui kematian, harap berita ini jangan kau
sampaikan kepada ibuku," kemudian lanjutnya dengan suara lirih,
"aku tidak mengharapkan hatinya sedih dan berduka karena kejadian
itu, katakan saja bahwa aku telah berhasil lolos dari tempat ini...
Poocu, aku rasa pekerjaan segampang ini tentu sanggup kau lakukan
bukan?"
"Ehmm..." Cui Tek Li mengangguk, "baiklah, aku akan berusaha
keras untuk memberi bantuan kepadamu!"
Setelah kepedihan hatinya berhasil disapu lenyap, air muka Jago
Pedang Berdarah Dingin pun berubah jadi cerah kembali, dengan
semangat menyala-nyala ia tertawa tergelak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Poocu!" serunya, "sekarang kau
boleh turunkan perintah, kami telah siap menerjang keluar dari
benteng ini..."
"Semua rintangan telah siap dan orang-orangku telah menanti di
sana, kalian berdua boleh segera berangkat! Sepanjang jalan
kudoakan agar kalian berdua bisa melakukan pertarungan dengan
penuh semangat, ingatlah baik-baik kehidupan atau kematian kalian
berdua semuanya tergantung pada usaha kamu berdua kali ini..."
Dia tertawa misterius, lalu menambahkan lagi :
"Semoga saja perpisahan kita kali ini bukanlah perpisahan untuk
selama-lamanya, aku berharap masih punya kesempatan untuk
bertemu lagi dengan kalian berdua."
"Hmmm," Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mendengus
berat, sepasang dahinya berkerut, setelah tertawa dingin serunya :

969
Saduran TJAN ID

"Kau tak usah kuatir poocu, suatu ketika aku bakal mengunjungi
lagi Benteng Kiam-poo dan memusnahkan tempat yang penuh noda
ini!"
"Kau... selamanya kau tak akan bisa kembali lagi ke sini..." teriak
Cui Tek Li dengan jantung berdebar keras.
"Hmmm! Lihat saja nanti bagaimana hasilnya," seru Lu Kiat
sambil mendengus, "Poocu! janganlah kau memandang suatu urusan
terlalu yakin, aku percaya suatu ketika pasti akan tiba saatnya kami
muncul kembali di tempat ini..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku pun berharap bisa menjumpai
keadaan seperti itu, moga-moga apa yang kalian ucapan bisa
tercapai."
Sambil tertawa seram pemilik dari Benteng Kiam-poo ini segera
ulapkan tangannya, dua baris jago pedang baju merah itu segera putar
badan dan berlalu mengikuti di belakangnya.
Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat tetap berdiri tegak di
tengah lapangan, mereka tahu percobaan hidup yang paling berat telah
berada di depan mata... menanti semua orang telah berlalu, mereka
saling bertukar pandangan sekejap dan perlahan-lahan maju ke muka.
"Toako!" di tengah jalan Pek In Hoei berkata dengan perasaan
hati berat, "aku benar-benar merasa tidak enak hati terhadap dirimu,
kali ini gara-gara urusan siau-te, aku telah mengajak dirimu untuk ikut
serta dalam perjuangan menempuh bahaya maut."
"Aaah! Perkataan macam apakah itu..." tukas Lu Kiat sambil
tertawa rawan, "urusanmu berarti urusanku pula, asal kita bisa bersatu
padu aku percaya Benteng Kiam-poo yang demikian kecilnya ini pasti
tak akan mampu menahan diri kita berdua."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei menghela napas
panjang, sambil tertawa getir dia gelengkan kepalanya berulang kali,
dengan wajah yang murung dan langkah yang berat ia lanjutkan
langkahnya menuju ke depan.

970
IMAM TANPA BAYANGAN II

Setelah melewati sebarisan beranda di hadapan mereka


muncullah sebuah kebun bunga yang luas, dalam kebun tadi Kongsun
Kie berdiri seorang diri di tempat itu.
Ketika menyaksikan kedatangan dua orang pemuda itu sambil
tersenyum dia segera maju menyongsong, katanya :
"Saudara berdua, sewaktu masuk ke dalam benteng akulah yang
telah menjemput kalian, sekarang waktu kalian akan keluar dari
benteng ini aku pula yang akan menghantarkan keberangkatan
saudara berdua, tolong tanya hari ini kalian akan memilih jalan yang
ke berapa untuk ditempuh dalam usaha keluar dari Benteng Kiam-poo
ini?"
"Jalan ke-tiga..." jawab Pek In Hoei ketus.
"Jalan ke-tiga...?" tanya Kongsun Kie setelah tertegun sebentar,
"pilihan kalian memang tepat sekali... silahkan! Aku akan menghantar
kalian berdua untuk melakukan perjalanan."
Dengan cepat ia menggerakkan tubuhnya menerobos masuk ke
dalam kebun bunga yang amat luas itu, tidak lama kemudian
sampailah mereka di depan tiga buah jalan bercabang yang
membentang di tengah kebun itu.
Sambil menuding ke arah jalan cabang yang berada di sebelah
kanan, ujarnya :
"Kalian berdua boleh segera melakukan perjalanan lewat jalan
ini, inilah jalan nomor tiga yang kalian inginkan... Nah! Tugasku
hanya sampai di sini saja, semoga kalian berdua bisa lancar di jalan
dan keluar dari benteng ini tanpa mengalami kekurangan sesuatu apa
pun..."
"Sampai jumpa lain waktu..." sambung Lu Kiat sambil berpaling
dan tertawa dingin.
Berjalan di samping Pek In Hoei, berangkatlah ke-dua orang
pemuda itu lewat jalan paling kanan yang ditunjukkan itu, dari
belakang secara lapat-lapat masih terdengar suara tertawa dingin

971
Saduran TJAN ID

Kongsun Kie yang tak sedap didengar, rupanya orang itu sedang
mentertawakan mereka berdua.
Sepanjang jalan bau harum bunga tersiar di seluruh udara,
kicauan burung dan bunyi jangkrik membuat suasana terasa nyaman
dan damai, seandainya ke-dua orang itu bukan untuk berangkat
bertarung, niscaya mereka akan berhenti sejenak di sana untuk
menikmati keindahan alam tersebut.
Malam telah menjelang tiba, kegelapan mulai menyelimuti
seluruh angkasa, berjalan di tengah kegelapan yang sunyi dan sepi
Pek In Hoei merasa jantungnya berdebar dan bulu kuduk tanpa terasa
pada bangun berdiri.
Tiba-tiba... di hadapan mereka muncul dua buah lentera yang
memancarkan cahaya hijau, cahaya yang mendatangkan perasaan
ngeri bagi yang melihat.
Cahaya hijau yang terpancar keluar dari lampu lentera di tengah
kegelapan itu menyiarkan warna yang pucat dan menyeramkan,
seolah-olah api setan yang gentayangan di udara terbuka.
Sebuah batu nisan yang tinggi besar berdiri menjulang ke
angkasa, batu itu sangat besar dengan beberapa huruf terukir di atas
permukaannya, tulisan itu berbunyi demikian :

'Jalan di depan sudah putus tiada jalan, kembali ke tepian tepian


pun musnah'

Pek In Hoei tertawa dingin, dia ayunkan telapak kanannya ke


muka melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke atas permukaan batu
cadas tadi, makinya :
"Enyah kamu dari sini..."
Kraaak...! Diiringi dentuman yang amat keras, tiang batu yang
menjulang tinggi ke angkasa itu patah dan hancur jadi berkeping-
keping, percikan bunga api diiringi ceceran bubuk batu berhamburan
di angkasa... dentingan nyaring menggetarkan telinga setiap orang.

972
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmm... hmm..." tiba-tiba dari balik kebun bunga yang tercekam


dalam kegelapan berkumandang keluar suara tertawa dingin yang
menyeramkan, suara tertawa itu begitu dingin dan ketus sama sekali
tidak berperasaan membuat orang yang mendengar jadi tak sedap dan
ngeri.
Lu Kiat dengan sepasang mata melotot besar membentak keras :
"Sahabat, kalau kau punya keberanian unjukkanlah dirimu...
orang yang mencari gara-gara datang sudah."
"Hmm... Hm... " kembali suara tertawa dingin yang
menyeramkan berkumandang memecahkan kesunyian, dari balik
hutan bunga perlahan-lahan muncullah dua orang kakek kekar berbaju
hitam.
Begitu menyaksikan raut wajah dua orang kakek baju hitam
tersebut, Lu Kiat segera berseru tertahan karena kaget, sambil
mendengus dingin, serunya :
"Sungguh tak kunyana kalau rintangan pertama dari Benteng
Kiam-poo bisa dijaga oleh ke-dua bersaudara she-Hoa, Hmmm...
Hmmm... Hoa-bun-ji-Nio dua orang ganas dari keluarga Bun sudah
lama tersohor di kalangan hitam, rupanya kamu berdua sudah ditarik
oleh Cui Tek Li masuk ke dalam kalangan komplotannya... maaf... hal
ini sangat mengagumkan kami berdua."
Dalam pada itu Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasa
terkesiap juga sesudah mengetahui kalau dua orang lawannya adalah
sepasang manusia ganas dari keluarga Hoa yang tersohor di kalangan
hitam itu, mereka sudah tersohor lama sekali dalam dunia persilatan,
entah berapa banyak jago lihay dan orang gagah yang jatuh
kecundang atau mati binasa di tangannya... sejak dahulu mereka
sudah dipandang sebagai dua malaikat pembunuh yang disegani
setiap orang.
Terdengar kakek bermata tunggal yang berada di sebelah kiri
tertawa seram, lalu berkata :

973
Saduran TJAN ID

"Saudara Lu, sungguh tajam amat sepasang matamu itu... aku tak
mengira kau masih kenali diriku, Hoa toa-ya... baiklah! Bicara terus
terangnya saja, malam ini kami berdua bersaudara mendapat perintah
dari poocu untuk menjaga pos rintangan pertama, dalam keadaan
demikian sekali pun kita punya hubungan di masa silam maafkanlah
kalau aku tak dapat memberi muka kepadamu, seandainya kau ingin
berlalu dari sini maka cobalah lebih dulu untuk mengalahkan kami
berdua!"
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah kakek tua itu, lalu sambil
berpaling ke arah Lu Kiat tanyanya :
"Toako, siapa nama orang ini?"
"Aku adalah Hoa Beng..." jawab kakek bermata tunggal itu
dengan mata melotot bulat.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau kau bernama Hoa Beng,
maka yang satuya lagi tentu bernama Hoa Pak... betul bukan? ejek
Pek In Hoei sambil tertawa terbahak-bahak.
Kakek tua di sebelah kanan yang wajahnya penuh codet itu segera
berteriak dengan penuh kegusaran, makinya :
"Kentut busuk makmu... aku bernama Hoa Yong! Mengerti
tolol?? babi..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku memang tahu kalau dari
keluarga Hoa tak seorang pun merupakan manusia baik-baik, apalagi
selam berada dalam Benteng Kiam-poo kalian menjalankan perintah
dari Cui Tek Li, bisa kubayangkan tak mungkin ada pekerjaan baik
yang telah kalian lakukan... Hmm... Hmm... malam ini aku si Jago
Pedang Berdarah Dingin akan menagih hutang-hutang jiwa g telah
kalian lakukan..." ujar Pek In Hoei dengan suara yang menyeramkan.
"Huuuh...!" Hoa Yong mendesis sinis, "Tadinya kubayangkan
manusia macam apa sih Jago Pedang Berdarah Dingin itu, eeei...
eeei... tak tahunya cuma seorang bocah cilik yang masih bau tetek.
Hmm! Seandainya Poocu tidak menurunkan perintah kepadaku untuk

974
IMAM TANPA BAYANGAN II

mempertahankan rintangan pertama ini aku betul-betul tak sudi untuk


bertempur melawan seorang bocah cilik..."
"Belajar silat tak ada yang lebih duluan atau terakhir, siapa yang
berhasil mencapai puncak kesempurnaan lebih dulu dialah jago...
kamu berdua tak usah berjual lagak seolah-olah angkatan yang lebih
tua, malam ini aku orang she Pek akan suruh kalian saksikan dan
rasakan bahwa penampilan yang dilakukan seorang anak muda pun
tak akan lebih enteng daripada apa yang kalian lakukan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus sekali," seru Hoa Beng
sambil tertawa seram, "kau berani tidak pandang sebelah mata
terhadap kami berdua..."
Pedang panjangnya segera dicabut keluar dari sarungnya,
kemudian sambil mengantarkannya di tengah udara ia berteriak keras
:
"Sekarang kalian boleh maju serentak, aku si orang tua dengan
pedangku sudah menantikan kedatangan kalian."
"Hm! Kita akan bertarung satu lawan satu atau dua lawan satu?"
dengus Jago Pedang Berdarah Dingin.
"Sesuka hatimu, aku si orang tua akan mengiringi kemauanmu
itu!"
"Bagus... aku ingin sekali bertempur lawan kalian dua orang she-
Hoa dengan kekuatan seorang diri..."
"Adik In Hoei, jangan!" teriak Lu Kiat dengan tubuh bergetar
keras karena terperanjat.
Hoa Yong yang mendengar tantangan itu jadi naik pitam,
bentaknya :
"Bocah keparat, kau benar-benar takabur dan tak tahu tingginya
langit tebalnya bumi, setiap orang dalam dunia persilatan telah
mengenal sampai di manakah kelihayan yang kami miliki... dan
sekarang kau ingin melawan kami berdua dengan kekuatan sendiri?
Huuh... rupanya kau sudah bosan hidup."

975
Saduran TJAN ID

Pada saat ini Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei


merasakan hawa darah dalam rongga dadanya bergolak keras, ia
tersenyum dingin dan air mukanya berubah jadi menyeramkan,
perlahan-lahan pedang mestika penghancur sang surya dicabut keluar
dari sarungnya dan diayunkan di tengah udara.
Sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata segera
berhembusan memenuhi seluruh angkasa.
"Aaaa...! Pedang mestika penghancur sang surya..." bisik Hoa
Yong dengan tubuh gemetar keras, "tak pernah kusangka kalau benda
kesayangan dari Cia Ceng Gak itu bisa terjatuh di tangannya...
Hmmm.. toako! Tempo hari bapaknya juga mempunyai kegagahan
seperti ini."
"Aku lihat bangsat cilik ini bukan manusia sembarangan, ia tak
mungkin goblok dan nekad bila tidak memiliki simpanan," seru Hoa
Beng dengan wajah serius, "kali ini kita harus bertindak hati-hati,
janganlah sampai terbalik di selokan kecil dan menelan kekalahan
secara mengenaskan..."
Pek In Hoei tarik napas panjang-panjang, kembali tegurnya :
"Bagaimana? Apakah kalian berdua telah bersiap sedia?"
"Kau betul-betul berani melawan kami berdua dengan kekuatan
seorang diri...?" seru Hoa Yong dingin, "sahabat Pek, aku lihat lebih
baik tariklah kembali ucapanmu itu, menerjang keluar dari Benteng
Kiam-poo bukanlah suatu pertarungan adu jiwa, kenapa kau mesti
nekad dan cari penyakit buat diri sendiri? Jika kau berbuat begitu
maka harapan untuk hidup pun tak akan kau miliki lagi..."
"Selamanya apa yang telah diucapkan Jago Pedang Berdarah
Dingin tak pernah diubah lagi, kalian berdua boleh segera bersiap
sedia untuk melangsungkan pertempuran, sebab pada malam ini
bukan saja aku akan berusaha untuk menerjang keluar dari Benteng
Kiam-poo, di samping itu aku pun hendak membereskan pula jiwa
kalian berdua..."

976
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Apa?" saking gusar dan mendongkolnya Hoa Yong sampai


meloncat dari tempat semula, ia tuding Pek In Hoei dengan
pedangnya dan kembali berteriak :
"Maknya... bangsat! Kau bocah keparat benar-benar tak tahu
diri... bajingan terkutuk! Kau berani memandang rendah kami
berdua? Hmm! Jika malam ini aku Hoa Yong membiarkan kalian
berhasil lolos dari rintangan pertama, aku tak sudi memakai she Hoa
lagi..."
Dia memberi tanda kepada Hoa Beng dan melanjutkan sambil
tertawa seram.
"Toako, daripada menampik lebih baik kita ikuti saja
kemauannya, mari kita maju bersama."
Bayangan pedang bergetar di udara, dua gulung hawa pedang
yang berwarna hijau tua segera meluncur masuk di sisi kiri dan kanan,
dua orang tokoh sakti dari kalangan hitam ini benar lihay dan tak
boleh dipandang rendah, meskipun baru jurus pertama namun bisa
terlihat sampai di manakah kelihayannya dalam ilmu pedang.
Dengan hati tercekat Pek In Hoei segera menghindar ke samping,
pikirnya dalam hati :
"Tak kusangka dua orang manusia terkutuk ini memiliki
kepandaian yang luar biasa."
Pedang mestika penghancur sang surya segera digetarkan ke
muka dan laksana kilat melancarkan dua titik cahaya pedang, ke-dua
serangan itu luar biasa lihaynya dan merupakan penampilan dari ilmu
pedang tingkat paling atas.
Detik itu juga dua orang tokoh sakti dari kalangan hitam itu
terpukul mundur dan harus menyingkir tiga langkah ke belakang.
"Hmmm...! Hmmm...! Rupanya kau memang luar biasa dan tak
boleh dipandang enteng..." gumam Hoa Beng dengan sorot mata
memancarkan sinar kebengisan.

977
Saduran TJAN ID

"Maknya..." teriak Hoa Yong pula sambil mendorong pedangnya


ke arah depan, "aku paling tidak percaya dengan segala permainan
setan, coba lihat kelihayanku ini..."
Tubuh mereka berdua kembali bergerak menerjang ke depan,
ibaratnya sukma gentayangan dua bersaudara she Hoa ini segera
melancarkan bacokan pedang dari samping kiri dan kanan, begitu
dahsyat dan mengerikan sekali bacokannya itu membuat Lu Kiat yang
berada di sisi kalangan jadi terkejut dan mengucurkan peluh dingin,
ia sangat menguatirkan keselamatan dari saudaranya.
Air muka Pek In Hoei masih tetap diliputi keketusan yang
menggidikkan hati, ia tarik napas panjang-panjang kemudian
bentaknya keras-keras :
"Sahabat, sekarang kalian berdua rasakan seranganku."
Bagaikan segulung angin yang berhembus lewat, tubuhnya
berputar di udara dan langsung meluncur ke depan, cahaya pedang
mestika penghancur sang surya yang menyilaukan mata menciptakan
berpuluh-puluh kuntum bunga yang tajam dan bersama-sama
menyapu ke depan.
"Aduuuh...!" dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati
berkumandang di angkasa memecahkan kesunyian yang mencekam
seluruh jagad, percikan darah segar muncrat ke empat penjuru dan
membasahi kebun bunga yang harum semerbak itu...
Blaaam...! blaammm...! tubuh Hoa Bun Ji Nio yang tinggi kekar
roboh terjengkang di atas tanah dan tak bisa berkutik lagi.
"Kau... kau amat keji!" terdengar Hoa Beng berteriak dengan
suara terpatah-patah.
"Hmm! Inilah buah karya yang harus kalian terima atas perbuatan
yang sudah kamu berdua lakukan selama ini," sahut Pek In Hoei
dengan suara dingin, "seandainya di masa yang silam kalian tidak
pernah melakukan kejahatan, tak mungkin pula kamu berdua akan
menerima pembalasan yang setimpal pada malam ini... Nah! Saudara
berdua, selamat tinggal!"

978
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tuuuung... tuuung...
Suara tambur bergema di tengah kesunyian malam yang
menyelimuti seluruh jagad, lentera hijau dengan cahaya yang pucat
masih bergoyang di tengah hembusan angin, hanya di sisi tempat itu
kini bertambah dengan dua sosok tubuh manusia yang berada dalam
sakratul maut...
Tuuung...! Tuuung...! suara tambur kembali berkumandang di
tengah kesunyian, setelah berdengung di angkasa perlahan-lahan dan
sirap... suasana diliputi kembali oleh kesunyian serta keheningan...
Jenazah dari dua bersaudara she Hoa tergeletak berjajar di tepi
kebun bunga, darah dalam tubuh mereka telah membeku dan
kematian mereka mengenaskan sekali.
Pek In Hoei serta Lu Kiat menghela napas, diam-diam mereka
merasa bersedih hati bagi nasib ke-dua jago-jago yang malang itu...
Lu Kiat tarik napas panjang-panjang, lalu berkata :
"Adik In Hoei, kita sedang berusaha keluar dari Benteng Kiam-
poo dan bukan melangsungkan pertarungan mati hidup, kenapa kau
mesti membinasakan mereka berdua?"
Ia tidak tega menyaksikan kematian dua bersaudara she Hoa yang
mengerikan itu, timbul rasa kasihan dan iba dalam hati kecilnya
sehingga dalam pembicaraan pun nada suaranya mengandung nada
menegur.
Jago Pedang Berdarah Dingin bukanlah seorang manusia yang
gemar membunuh orang, bila tidak berada dalam keadaan yang
mendesak ia tak ingin membunuh orang.
Terhadap nama busuk sepasang manusia ganas dari keluarga
Hoa, pemuda ini sudah mengetahuinya sejak pertama kali ia terjun ke
dunia persilatan, ia tahu bahwa selama hidupnya ke-dua orang itu
belum pernah berbuat kebajikan, entah berapa banyak manusia
budiman yang telah menemui ajalnya di tangan mereka.

979
Saduran TJAN ID

Oleh sebab itu sejak bertemu dengan mereka berdua, dalam


hatinya sudah ambil keputusan untuk membasmi dua orang manusia
laknat itu dari muka bumi.
Mendengar teguran itu sambil tertawa rawan segera jawabnya :
"Toako, kenapa kau bisa mengasihani manusia semacam itu?
Perbuatan mereka yang mana telah membuat kau harus mengasihani
dirinya? coba pikirlah... andaikata saat ini kita yang menderita kalah
maka betapa mengenaskannya keadaan tersebut, mungkin yang
berbaring di tanah pada detik ini bukan mereka melainkan kita
berdua..."
"Sekali pun begitu aku tetap merasa bahwa membunuh orang
pada saat seperti ini bukanlah tindakan yang benar, asal kita bisa
keluar dari mulut harimau dengan lancar tanpa rintangan kejadian itu
sudah merupakan suatu keberuntungan yang luar biasa besarnya, kau
mesti tahu Cui Tek Li adalah seorang manusia licik yang sangat
berbahaya, bila kita terlalu banyak membunuh anak buahnya, siapa
tahu kalau ia pergunakan alasan itu untuk menyusahkan kita berdua."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " tiba-tiba Pek In Hoei angkat
kepala dan tertawa terbahak-bahak, "toako, kau anggap Cui Tek Li
bisa melepaskan kita berdua dengan begitu mudah dan gampang? Bila
kau kau berpendapat demikian maka pendapatmu itu adalah suatu
cara berpikir yang keliru besar, sekarang asal kita bisa membunuh
satu orang lebih banyak berarti kita akan memperoleh keuntungan
yang lebih besar, siapa tahu sampai pada akhirnya kitalah yang bakal
mati."
"Aku tidak sependapat dengan jalan pikiranmu itu," bantah Lu
Kiat sambil menggeleng.
Pek In Hoei tertawa hambar.
"Toako, dunia persilatan adalah dunianya manusia menjagal
manusia, kalau tindakanmu kurang tegas dan kurang kejam maka
dirimu yang bakal terperosok ke dalam jurang kehancuran... Banyak

980
IMAM TANPA BAYANGAN II

orang karena berhati terlalu lemah dan baik budi, perbuatannya itu
mengakibatkan dirinya ikut musnah dari muka bumi."
"Pandanganmu itu terlalu cupat," seru Lu Kiat sambil tertawa
getir, "kadang kala membunuh orang belum tentu merupakan suatu
cara yang paling baik untuk menyelesaikan suatu persoalan, aku
anjurkan lebih baik gunakanlah budi pekerti yang luhur untuk
menundukkan kejahatan, sebab itulah cara yang paling bagus!"
"Aaai... mungkin sekali apa yang kau ucapkan memang benar."
Pekikan burung malam berbunyi di tengah kegelapan, jeritan
yang tinggi melengking telah menusuk perasaan ke-dua orang itu
dalam-dalam, mereka tanpa sadar berpaling ke depan memandang
rintangan berikutnya yang telah menantikan kedatangan mereka
berdua.
Suara langkah kaki yang berat bergetar di bumi... dengan
perasaan serta langkah yang berat bagaikan ditindih bukit tay-san Pek
In Hoei serta Lu Kiat meneruskan perjalanannya ke depan, mereka
menyadari hidup atau mati tergantung pada perjuangan mereka pada
malam ini.
Sebuah jalan kecil beralas batu yang panjang terbentang di depan
mata, ke-dua belah sisi jalan penuh tumbuh bunga putih kecil yang
menyiarkan bau harum semerbak.
Mendadak... tiga sosok bayangan manusia yang tinggi besar
perlahan-lahan berjalan keluar dari balik bebungaan yang lebat, ke-
tiga orang manusia itu berbadan kaku bagaikan mayat hidup, tubuh
mereka lurus dan kaku sedikit pun tidak menunjukkan tanda-tanda
kehidupan, terutama sekali enam buah matanya yang besar dan
memancarkan cahaya hijau seolah-olah sorot mata setan yang
membetot sukma, membikin hati orang merinding dan berdebar keras.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " suara tertawa seram yang
mendirikan bulu roma berkumandang bagaikan bukan muncul dari
mulut manusia, suara yang terpancar keluar dari mayat-mayat hidup

981
Saduran TJAN ID

itu kedengaran begitu dingin dan mengerikan sehingga terasa jauh


lebih dingin daripada es atau salju berusia ribuan tahun...
Lu Kiat segera menyikut badan Pek In Hoei sambil berbisik :
"Kau kenal dengan tiga orang itu?"
Pek In Hoei tertegun, lalu menggeleng.
"Aku tidak tahu!" jawabnya.
Walaupun di dalam dunia persilatan ia telah berhasil merebut
julukan sebagai Jago Pedang Berdarah Dingin, dan selama dua tahun
terakhir belum pernah ada manusia yang mampu menandingi
kelihayan ilmu silatnya, tetapi dalam hal pengetahuan serta
pengalaman dalam dunia persilatan, ia masih jauh ketinggalan jika
dibandingkan dengan Lu Kiat, mungkin hal ini dikarenakan keluar Lu
adalah keluarga persilatan yang sering kali berhubungan dengan
pelbagai lapisan masyarakat, membuat apa yang mereka dengar jauh
lebih banyak dari siapa pun.
Oleh sebab itulah dalam hal pengetahuan, Lu Kiat boleh dibilang
amat luas dan mendalam sekali...
"Kemungkinan besar ke-tiga orang itu adalah tiga mayat hidup
yang pernah kudengar dari pembicaraan orang lain! Cuma aku pernah
mendengar pula katanya ke-tiga orang itu sudah mati di bukit Kiu-
hoa-san, kenapa sekarang mereka bisa muncul kembali di dalam dunia
persilatan..." ujar Lu Kiat dengan wajah serius.
"Mungkin mereka memang belum mati!" sahut Pek In Hoei
setelah tertegun sebentar.
"Tidak! Dengan mata kepala sendiri ayahku telah menyaksikan
kematian mereka bertiga, waktu itu banyak pula yang menyaksikan
kebinasaan tiga mayat hidup... hal ini tak mungkin salah lagi, apakah
dari perguruan mayat hidup masih ada orang lain?"
"Perguruan mayat hidup?" ulang Jago Pedang Berdarah Dingin
dengan suara gemetar, "apakah kau maksudkan perguruan mayat
hidup yang bersarang di propinsi Ou-lam?"

982
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Ehm! Sedikit pun tidak salah, walaupun perguruan mayat hidup


bersumber di propinsi Ou-lam tetapi orang yang benar-benar
menguasai perguruan tersebut hanyalah keluarga Ko seorang,
berhubung perguruan ini adalah suatu aliran sesat yang tidak
mempunyai perguruan dan tak mau mengindahkan persilatan orang
kangouw tidak sudi berhubungan dengan mereka... terutama keluarga
Ko yang sombong dan takabur, perbuatannya amat keji dan telengas,
sudah tersohor di kolong langit sebagai manusia-manusia laknat..."
"Ooh... kalau begitu ke-tiga manusia aneh mayat hidup ini
tentulah berasal dari keluarga Ko..."
"Tidak salah, ke-tiga orang itu memang murid kesayangan dari
keluarga Ko."
Dalam pada itu manusia aneh berbadan kaku yang menyerupai
mayat hidup itu sudah semakin dekat menghampiri mereka berdua,
dengan sorot mata yang tajam dan mengerikan ke-tiga orang itu
melotot sekejap ke arah pemuda lawannya, seolah-olah mereka
sedang menantikan kesempatan yang bagus untuk melancarkan
serangan mematikan.
Lu Kiat dan Pek In Hoei adalah jago-jago lihay di dalam dunia
persilatan, tentu saja mereka dapat meraba sikap musuh-musuhnya
yang mengandung maksud tidak beres, diam-diam mereka pertinggi
kewaspadaannya bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang
tidak diinginkan.
Lu Kiat tarik napas panjang-panjang, sorot matanya perlahan-
lahan menyapu sekejap wajah ke-tiga makhluk aneh itu, sorot
matanya yang tajam tiba-tiba terhenti di atas wajah seorang makhluk
aneh yang beralis tebal, berhidung besar, mulut lebar lidah panjang
dan wajah penuh codet itu, darah dalam sekujur tubuhnya terasa
membeku, peluh dingin mengucur keluar membasahi tubuhnya dan
untuk beberapa saat tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
"Kau... kau adalah Le-si ganas!" serunya kemudian dengan suara
berat.

983
Saduran TJAN ID

Manusia aneh berwajah penuh codet itu terkesiap, sekujur


badannya bergetar keras. Ia tidak menyangka kalau pihak lawan
dengan usianya yang begitu muda ternyata memiliki pengalaman serta
pengetahuan Bu lim yang amat luas, dalam sekilas pandangan ia
berhasil menebak jitu asal usulnya.
Setelah berhasil menenangkan kekagetan hatinya, ia lantas
bertanya :
"Tebakanmu tepat sekali... hey bocah cilik, dari mana kau bisa
kenali diriku..."
"Kalian... kalian tiga sosok mayat hidup bukankah sudah mati di
gunung Kiu hoa san?" seru Lu Kiat kembali dengan badan gemetar.
"Hmmm... dari mana kau bisa tahu?" jerit Mayat Ganas yang ada
di sebelah kanan.

Bagian 38
"HMMM! Kabar berita ini sudah tersebar luas di seluruh dunia
persilatan, siapa saja yang pernah melakukan perjalanan dalam Bu lim
tentu mengetahui akan peristiwa itu, apa sih yang perlu kalian
herankan."
"Hmmm..." mayat hidup berkepala botak yang ada di samping
Mayat Ganas segera membalikkan matanya yang aneh dan
mendengus dingin, "Aku tidak percaya dengan ucapanmu itu, kecuali
beberapa orang tertentu yang mengetahui peristiwa ini orang
kangouw tak ada yang mengetahui tentang soal itu... sedang orang
yang mengetahui peristiwa itu pun kebanyakan telah kami kejar dan
bunuh, apa tujuannya? Bukan lain untuk menutup rahasia ini, kami
tidak ingin orang kangouw ikut mengetahui kalau kami pernah pura-
pura mati..."
"Oooh... jadi sewaktu berada di gunung Kiu-hoa-san tempo dulu,
kalian pura-pura mati..." ujar Lu Kiat dengan hati kaget.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja, hanya dengan berbuat
demikianlah kami bisa lepas dari perhatian banyak orang, dan cuma
984
IMAM TANPA BAYANGAN II

dengan cara ini pula kami berhasil mengejar orang-orang yang pernah
hendak membinasakan diri kami untuk kemudian dilenyapkan dari
muka bumi, orang-orang itu pasti tak akan bersiap sedia dan
menyangka atas kehadiran kami itu... sekarang kau mengerti bukan?"
"Ucapanmu tak bisa dipercayai dengan begitu saja," ujar Lu Kiat
kembali dengan sangsi, "ketika berada di gunung Kiu-hoa-san begitu
banyak jago lihay Bu lim yang menyaksikan kematian kalian bertiga,
sekali pun kamu punya kelihayan untuk membohongi orang, tak
mungkin kamu bisa membohongi banyak jago lihay yang hadir di situ,
Hmmm! Aku tidak percaya kalian begitu lihaynya..."
Mayat hidup yang berada di tengah segera melangkah maju
setindak ke depan, katanya sambil tertawa :
"Apa yang kau ketahui? Huuh... paling kentut busuk... ketahuilah
dari perguruan mayat hidup kami memiliki semacam kepandaian
maha sakti yang bisa tutup napas pura-pura mati, asal kepandaian itu
kami gunakan maka keadaan kami tidak akan jauh berbeda daripada
keadaan mayat-mayat biasa, siapa pun tak akan mampu membuktikan
apakah kami sudah mati atau masih hidup..."
"Belum pernah kudengar tentang kepandaian sakti macam itu!"
seru Lu Kiat sambil tertawa hambar.
"Hmmm... Hmmm... hal itu harus salahkan pengetahuanmu yang
masih picik dan tak tahu apa-apa..."
Lu Kiat mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... ilmu menutup napas bisa merubah
seorang hidup menjadi sesosok mayat yang telah mati, kepandaian
seperti itu tentulah sejenis kepandaian yang luar biasa sekali... hey!
jago lihay dari perguruan mayat hidup, dapatkah kau
mendemonstrasikan ilmu sakti itu di hadapanku sehingga menambah
pengetahuan dari kami yang masih bodoh..."
"Hmmm... hmmm... jika kau sudah menyaksikan kepandaian
seperti itu, maka berarti pula usiamu sudah tidak panjang lagi..." kata
si mayat hidup tadi sambil tertawa dingin.

985
Saduran TJAN ID

"Pada dasarnya kami berdua memang sudah tak punya harapan


untuk tinggalkan tempat ini dalam keadaan hidup-hidup, apalagi
berada di hadapan tiga mayat hidup yang super sakti seperti kalian,
masa bisa lolos dengan selamat? Asal kau dapat mendemonstrasikan
ilmu sakti yang dikatakan lihay sekali di hadapan kami, dan kami
berdua merasa tak sanggup untuk menghadapinya maka sekali pun
harus mati, kami bisa mati dengan tenang sebab kekalahan tersebut
salah kami sendiri yang punya mata tak kenal gunung Tay-san."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... baiklah," ujar mayat hidup itu
kemudian setelah tertawa seram, "akan kuperlihatkan sampai di
manakah kehebatannya ilmu saktiku itu!"
Ia pentang mulutnya lebar-lebar untuk menarik napas, kemudian
alisnya berkerut mata melotot besar dan menggeletaklah tubuhnya di
atas tanah.
Luar biasa sekali, ketika tubuhnya sudah roboh maka napas pun
ikut berhenti dan keadaannya tidak jauh berbeda dengan orang yang
telah putus napas dan mati beberapa saat.
Andaikata tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, siapa
pun tak akan percaya kalau mayat di atas tanah sebenarnya adalah
manusia hidup.
"Hmmm! Kematian semacam ini aku kira masih belum dapat
mengelabui orang..." seru Lu Kiat kembali dengan alis berkerut.
"Coba periksa sendiri, asal kau mampu untuk menyadarkan
kembali dirinya maka kami bertiga akan segera mengaku kalah!"
Dengan cepat satu ingatan berkelebat dalam benak Lu Kiat, ia
segera berjongkok dan memeriksa keadaan tubuh dari mayat hidup
itu, sedikit pun tidak salah! Keadaannya tidak jauh berbeda dengan
mayat biasa, keadaannya hampir boleh dibilang dapat mengelabui
siapa pun.
Ketika ia meraba tangannya dan tubuhnya ternyata dingin dan
kaku, hal ini membuat hatinya diam-diam terkesiap, dia tak mengira
kalau di kolong langit terdapat ilmu kepandaian seaneh itu, orang bisa

986
IMAM TANPA BAYANGAN II

berlagak seolah-olah telah mati, tak aneh kalau para jago lihay yang
berkumpul di gunung Kiu-hoa-san tempo dulu berhasil dibodohi oleh
ke-tiga sosok mayat hidup itu tanpa mereka sadari.
Diam-diam ia segera menotok tiga buah jalan darah di tubuh
mayat hidup itu, aliran darah yang untuk sementara berhenti mengalir
itu membuat totokan itu menghasilkan lekukan di tubuhnya, bila ia
sadar nanti maka totokan tersebut akan menunjukkan reaksinya
membuat aliran darahnya tak bisa pulih dengan cepat, keadaan itu
berarti menguntungkan pihaknya.
Setelah melakukan perbuatan itu Lu Kiat segera bangkit berdiri
katanya :
"Sungguh luar biasa sekali, aku mengaku kalah."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Mayat Ganas tertawa seram,
"saudaraku, sekarang kau boleh bangkit berdiri."
Tetapi mayat hidup itu masih tetap menggeletak di atas tanah
tanpa berkutik, ia tak mampu bangkit berdiri kecuali matanya melotot
besar bagikan gundu, dengan buih putih mengalir keluar dari
matanya.
Setelah terbungkam beberapa saat, dengan penuh kesakitan ia
berteriak :
"Toako, dia main licik."
"Apa? Dia main licik..." bentak Mayat Ganas dengan gusarnya.
Dengan gemas dan mendongkol dia melotot sekejap ke arah Lu
Kiat, kemudian serunya dengan jengkel :
"Kau berani betul bermain licik di hadapan kami bertiga... Hmm!
Bocah cilik, rupanya kau tidak ingin mendapatkan kematian yang
utuh, tapi ingin mencicipi dahulu pelbagai siksaan dari kami tiga
bersaudara... hmm tunggu saja sebentar lagi."
"Hmm! bukankah kalian bilang sendiri kalau ilmu kepandaian
tersebut maha sakti dan tiada tandingannya di kolong langit? Untuk
membuktikan kebenaran dari perkataanmu itu terpaksa aku harus
gunakan sedikit akal untuk menjajalnya, jika ilmu menutup napas

987
Saduran TJAN ID

memang benar-benar lihay sekali seperti yang kalian katakan, mayat


hidup itu tak nanti akan tetap terbaring di sana tanpa berkutik, hey
sahabat, aku lihat lebih baik kurangilah ngibulmu yang terlalu
berlebih-lebihan itu, kelihayan yang dalam kenyataan cuma tipuan
belaka sama sekali tak ada harganya."
"Hmm! Setan alas..." teriak Mayat Bengis yang selama ini selalu
membungkam, "kalau kita tiga sosok mayat hidup mesti jatuh
kecundang di tangan seorang bocah cilik maka muka kita semua di
kemudian hari mesti ditaruh di mana? Toako... aku ingin mendahar
dagingnya."
"Jie-te, jangan sembrono dan bertindak gegabah," cegah Mayat
Ganas sambil menggeleng, "aku masih ada perkataan yang hendak
dibicarakan dengan bocah bangsat ini."
Sementara itu Mayat Bengis sudah menunjukkan sikap hendak
melakukan terjangan, mendengar seruan itu dengan cepat dia tarik
kembali serangannya sambil melotot sekejap ke arah Lu Kiat dengan
penuh perasaan dendam, hawa membunuh menyelimuti raut
wajahnya.
Mayat Ganas mendengus seram, tegurnya :
"Bocah keparat, kau adalah anak murid dari perguruan mana?"
"Aku rasa persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya dengan
dirimu, tutup saja bacot anjingmu itu."
Mayat Ganas tidak mengira kalau perkataan pemuda itu sangat
kasar, seolah-olah sama sekali tidak pandang sebelah mata pun
terhadap dirinya, dengan gusar ia tertawa seram.
"Sekali pun tidak kau ucapkan, aku pun sudah tahu, kau pastilah
keturunan atau murid dari beberapa orang tua bangka yang berhasil
melepaskan diri dari gunung Kiu-hoa-san tempo dulu, kebetulan
sekali kalau hendak mencari tahu jejak dari beberapa orang tua
bangka celaka itu dari mulutmu."
Setelah berhenti sebentar, ia berpaling dan bertanya :

988
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Loo-ji, di antara orang-orang yang sedang kita cari masih ada


berapa orang yang belum berhasil ditundukkan..."
Mayat Bengis berpikir sebentar, lalu menjawab :
"Masih ada seorang kakek she Lu dan seorang perempuan baju
hijau..."
Lu Kiat terkesiap, dari jawaban pihak lawan dia tahu kalau kakek
she Lu yang dimaksudkan bukan lain adalah ayahnya sendiri, sedang
perempuan berbaju hijau itu pun pernah diketahui olehnya, menurut
perkataan orang perempuan itu adalah salah seorang jago lihay dari
partai Thian-san.
Mereka semua termasuk jago-jago lihay yang pernah berkumpul
di gunung Kiu-hoa-san untuk menumpas tiga mayat hidup dari muka
bumi.
Terdengar Mayat Ganas mendengus dan berkata :
"Kedua orang manusia celaka itu mengira mereka sanggup
menghindarkan diri dari pengejaran kita orang... Hmmm! Dan
sekarang mereka kirim anak muridnya untuk memusuhi kita bertiga...
haaa... haa..."
Ia tertawa seram, lanjutnya :
"Bocah keparat, bukankah kau adalah anak murid dari salah satu
di antara mereka berdua?"
Tokoh sakti dari perguruan Mayat Hidup yang selama hidupnya
belum pernah melakukan perbuatan baik ini bukan saja kecerdikannya
melebihi orang lain, pengalamannya luas sekali. Dari nada suara serta
perubahan air muka pemuda itu, dengan cepatnya ia dapat menebak
asal usul orang.
Ditinjau dari kemampuannya ini bisa ditarik kesimpulan bahwa
Mayat Ganas dari perguruan Mayat hidup ini bukan manusia
sembarangan.
"Kalau memang engkau pandai menebak asal usul orang, kenapa
mesti ajukan pertanyaan lagi?" seru Lu Kiat ketus.

989
Saduran TJAN ID

Mayat Bengis tak dapat menahan diri lagi terhadap tingkah laku
Lu Kiat yang dianggap jumawa dan sombong itu, dengan tabiatnya
yang berangasan dan gampang naik darah dengan cepat alisnya
berkerut, sambil ayun tangan kanannya ke muka dia memaki:
"Enyah kau telur anjing makmu..."

990
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 40
LU KIAT menggeser tubuhnya ke samping dan teriaknya :
"Oooh... jadi makmu dilahirkan oleh seekor anjing betina."
Pemuda itu tak mau dirinya dimaki orang dengan kata-kata yang
merugikan, maka terlontarlah makian yang jauh lebih pedas daripada
makian musuhnya.
Tetapi dengan kejadian ini hawa amarah yang berkobar dalam
dada Mayat Bengis tak terkendalikan lagi, telapak kanannya diayun
ke depan melancarkan satu pukulan bahaya," teriaknya :
"Jika aku tak mampu menyelesaikan jiwa anjingmu itu, aku
bukan manusia jagoan di dalam Benteng Kiam-poo."
Tajam sekali desiran angin pukulannya, seakan-akan gugurnya
tanah berbukit yang menimpa badan, angin pukulan tersebut dengan
mengandung hawa dingin yang menggidikkan hati segera mengepung
empat penjuru di sekeliling tempat itu.
Lu Kiat tercekat hatinya menyaksikan datangnya ancaman angin
pukulan yang begitu mengerikan, ia tahu bahwa musuhnya
meyakinkan suatu ilmu pukulan beracun yang sangat lihay, tubuhnya
buru-buru mengigos ke samping dan loncat mundur ke belakang
dengan kecepatan laksana sambaran petir.
"Toako!" Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei segera
tertawa dingin, "serahkan saja bangsat itu kepadaku."
Lu Kiat menyadari bahwa kepandaian silatnya bukan tandingan
lawan, mendengar itu dia mengepos tenaga dan segera loncat ke
belakang.

991
Saduran TJAN ID

"Kali ini aku harus saksikan kemampuanmu!" bisiknya sambil


tertawa ewa.
Dalam pada itu tatkala Mayat Bengis menyaksikan serangannya
tidak mengenai sasaran, hatinya segera jadi bergidik, sambil tertawa
seram dan wajahnya menyeringai seram ke-dua belah tangannya
direntangkan lebar-lebar, sepuluh jari tangannya dengan kuku yang
panjang bergetar di udara mencari sasaran, selangkah demi selangkah
ia maju mendekat si anak muda itu.
"Siapa kau?" teriaknya gusar.
"Hmm! Aku adalah orang yang sedang kalian nantikan," sahut
Pek In Hoei sambil mendengus dingin.
Mayat Bengis segera menghentikan gerakan tubuhnya, dengan
wajah tercengang dan sangsi ia menegur :
"Oooh...! Jadi kau adalah Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei? Apa kau tidak berbohong?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... tidak salah, akulah Pek In Hoei
yang sedang kalian tunggu-tunggu," pemuda itu tertawa dingin,
"bukankah kalian tiga sosok mayat hidup sedang menjalankan tugas
dari Cui Tek Li untuk menghadang jalan bagiku? Kini aku sudah
berdiri di hadapan kalian semua, setiap saat kamu boleh turun
tangan."
"Oooh! Jadi kau adalah putra Pek Tiang Hong?" tanya Mayat
Bengis lagi dengan hati tercekat.
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah lootoa dari tiga mayat hidup
kemudian balik tanyanya :
"Kau juga kenal dengan ayahku?"
Air muka Mayat Ganas berkerut kencang, wajahnya yang penuh
codet bergetar keras menahan emosi yang berkobar-kobar, jeritnya
penuh kebencian :
"Kenal... kenal... tentu saja kenal."
"Hmm! Aku tidak percaya," tukas Pek In Hoei dengan wajah
menghina, "aku tidak percaya kalau ayahku sudi mengadakan

992
IMAM TANPA BAYANGAN II

hubungan dengan manusia macam kalian itu. Ciss! Semua sahabat


serta kenalannya adalah manusia budiman serta orang gagah yang
berbudi luhur dan berjiwa ksatria, dia tak mungkin sudi berhubungan
dengan kamus semua!"
Seolah-olah dadanya terhantam oleh suatu benda yang amat
berat, tiba-tiba Mayat Ganas mendesis penuh kesakitan, sorot
matanya memancarkan cahaya berapi-api yang penuh mengandung
hawa kegusaran, keadaan orang itu ibaratnya binatang liar yang
sedang menghadapi ajalnya.
Penampilan mimik wajah itu bukan saja mengejutkan hati Jago
Pedang Berdarah Dingin, bahkan Lu Kiat yang berada di belakang
pun ikut berdebar keras menjumpai keadaan tersebut.
"Coba saksikanlah raut wajahku ini," ia berseru sambil tertawa
seram.
"Hmm! Selembar wajah yang amat jelek dan memuakkan hati,"
seru Pek In Hoei dengan perasaan jijik, "belum pernah kutemui
manusia yang sejelek dan sengeri wajahmu itu, setiap kali
menyaksikan tampangmu aku merasa perutku kontan jadi mual dan
ingin muntah. Hey! Manusia berwajah setan, sudah terlalu banyak
kejahatan yang kau lakukan semacam ini, kolong langit sudah bosan
menampung manusia jelek berhati kejam macam dirimu lagi, aku lihat
sudah tiba waktunya bagimu untuk pulang ke neraka dan bercampur
dengan bangsamu."
"Haaaah... haaaah... haaaah... tahukah engkau kenapa wajahku
bisa hancur jadi begini rupa?" teriak Mayat Ganas sambil tertawa
seram.
"Bagi manusia-manusia ganas yang sudah sering melakukan
perbuatan jahat seperti kalian, siapa pun mempunyai keinginan untuk
melenyapkan kamu semua dari muka bumi," seru Pek In Hoei ketus,
"wajah kalian tidak menampilkan kebajikan dan kebaikan hati, sedang
dalam hati kejahatannya melebihi raut mukanya itu, tentu saja setiap
ksatria yang bertemu dengan kalian ingin merusak tampangmu itu...

993
Saduran TJAN ID

bila kalian suka bertobat dan tidak melakukan perbuatan jahat lagi,
mungkin jiwa kalian bertiga masih bisa diselamatkan..."
"Tutup mulut!" tiba-tiba Mayat Ganas membentak keras, "sudah
cukupkah perkataanmu itu?"
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Terhadap manusia-manusia tak tahu diri semacam dirimu itu
sebenarnya tak usah banyak bicara, tetapi kalau memang kau sudah
merasa tersinggung hatinya oleh perkataan ku tadi, sekarang bolehlah
kita lanjutkan penyelesaian urusan ini dalam beradu kepandaian..."
Mayat Ganas memegang kencang-kencang raut wajahnya yang
mengerikan itu lalu mendesis penuh penderitaan, perlahan-lahan
tangannya meluncur ke bawah dan angkat kepala, dengan wajah
penuh kebencian.
"Tahukah engkau, bahwa wajahku bisa hancur jadi begini gara-
gara perbuatan dari ayahmu..." jeritnya.
"Hasil karya ayahku?" seru Pek In Hoei tertegun, "maksudmu
ayahku yang merusak wajahmu itu..."
"Hmm! Pek Tiang Hong adalah manusia rendah yang tak tahu
malu..." teriak Mayat Ganas lagi sambil mendengus, "dia merusak
wajahku agar aku tidak dapat bertemu manusia lagi dalam lingkungan
hidup masyarakat biasa, dia suruh aku setiap harinya hanya
bersembunyi dalam dunia kegelapan..."
Ia berhenti sebentar dan tertawa seram, terusnya :
"Penderitaan dan siksaan batin seperti ini tak mungkin bisa
dialami oleh siapa pun, semua orang tak akan tahan kalau disiksa terus
menerus dengan secara demikian."
"Aku melarang engkau memaki ayahku seenak-enaknya
sendiri..." bentak Pek In Hoei sinis.
"Huuh...! Kau anggap ayahmu adalah seorang budiman? Seorang
ksatria yang berbudi luhur? Tahukah engkau bukan saja ayahmu
berhati kejam dan bertangan besi, dia adalah telur busuk tua yang
pandai sekali menggunakan akal licik, cukup kau pandang raut

994
IMAM TANPA BAYANGAN II

wajahku ini, maka akan kau ketahui bagaimanakah rendahnya cara


ayahmu menghadapi orang..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tak menyangka kalau
Mayat Ganas sang lo-toa dari tiga mayat hidup menilai ayahnya
begitu rendah dan seolah-olah sama sekali tak ada nilainya, meskipun
dia tak tahu apa sebabnya raut muka Mayat Ganas dihancurkan oleh
ayahnya, tetapi dia yakin ayahnya bisa bertindak kejam tentu
didasarkan oleh alasan tertentu, tak mungkin ayahnya merusak raut
wajah orang tanpa sebab, dia percaya ayahnya bukan seorang manusia
berhati keji.
Maka dia lantas tertawa sinis, katanya :
"Aku duga kau tentu sudah melakukan suatu perbuatan jahat dan
tertangkap basah oleh ayahku, maka ia lantas bertindak kejam
terhadap dirimu... Jika demikian keadaannya, kau tak bisa
menyalahkan tindak tanduknya yang keji, hal itu harus salahkan pada
dirimu sendiri..."
"Hmmm! Kau serta bapakmu sama-sama telur busuk..." maki
Mayat Ganas dengan penuh kemarahan.
Hawa amarah dalam dada Jago Pedang Berdarah Dingin kontan
berkobar, ia memperingatkan :
"Hey manusia bermuka jelek, kalau berbicara sedikitlah berhati-
hati, kau harus tahu bahwa aku tidak akan seriang ayahku tempo dulu
dengan merusak wajahmu belaka, mungkin selembar sisa hidupmu itu
pun akan ikut kumusnahkan pula..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kentut busuk nenekmu, setelah
bapakmu modar maka dendam sakit hatiku ini boleh dibilang sudah
kutuntut separuh, sisanya yang separuh... Hmm... Hmm... hari ini
akan kutagih dari badanmu..."
"Coba katakan dahulu apa sebabnya ayahku telah
menghancurkan raut mukamu itu..." kata Pek In Hoei hambar.
Mayat Ganas tertegun sejenak, kemudian balik bertanya :
"Mau apa kau tanyakan persoalan ini?"

995
Saduran TJAN ID

"Aku tidak ingin mempunyai bayangan jelek tentang ayahku di


dalam benakku, maka aku harus mencari tahu lebih dahulu duduk
perkara yang sebenarnya untuk kemudian akan kutentukan siapa yang
benar dan siapa yang salah."
"Hmm! Aku cuma menghabiskan isi otak dua manusia hidup
saja, lantaran kejadian itu ayahmu lantas tega-teganya merusak
wajahku ini, sekarang katakanlah siapa yang kejam?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau menghabiskan isi otak manusia
hidup, sekali pun mesti mati juga pantas dan ayahku sama sekali tidak
terhitung kebangetan!" sahut Pek In Hoei sambil tertawa terbahak-
bahak.
"Ciiss... terhitung seberapa sih membunuh dua orang manusia?"
teriak Mayat Ganas dengan penuh kemarahan.
Sambil tertawa seram tiba-tiba lengannya disambarkan ke depan,
lima jari tangannya yang tajam bagaikan kuku garuda langsung
mencengkeram tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin yang berada di
hadapannya.
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmmm! Kau cari mati."
Criiing...! Di tengah pekikan nyaring pedang mestika penghancur
sang surya ikut tercabut keluar bersamaan dengan gerakan itu, hawa
pedang yang menggidikkan hati dengan cepat tersebar di angkasa dan
terciptalah suatu lingkaran besar di tengah kegelapan.
"Aaaah...! rupanya pedang mestika penghancur sang surya milik
Cia Ceng Gak telah terjatuh ke tanganmu..." gumam Mayat Ganas
termangu-mangu, agaknya ia tercengang oleh kejadian tersebut.
"Pedang mestika adalah senjata tajam yang khusus dipergunakan
untuk membasmi kaum iblis dari muka bumi, aku yang bertugas
melenyapkan kaum durjana dari dunia persilatan tentu saja harus
menghadapi manusia-manusia laknat itu dengan pedang tajam ini."

996
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kentut busuk makmu..." Mayat Ganas meraung keras, tubuhnya


menerjang maju ke muka, sepasang telapaknya bekerja melancarkan
serangan mematikan.
Cahaya pedang tiba-tiba berkilauan di angkasa diikuti jeritan
ngeri yang mendirikan bulu roma berkumandang memecahkan
kesunyian, dua buah lengan yang berlumuran darah terlempar ke
udara dan rontok ke bumi.
Mayat Ganas dengan wajah menyeringai seram tiba-tiba tertawa
keras, teriaknya :
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus... bagus sekali... ayahmu
telah merusak wajahku dan sekarang kau melenyapkan pula sepasang
lenganku, aku tak mau hidup lagi di kolong langit."
Dengan penuh perasaan dendam dia melotot sekejap ke arah
pemuda itu, tiba-tiba ia menggigit putus lidah sendiri, diiringi
menyemburnya darah segar dari bibir orang itu, melayanglah
selembar jiwanya pulang ke alam baka.
"Kau telah memaksa mati toako kami!" bentak Mayat Bengis
dengan gusarnya.
"Huuuh... manusia semacam dia, sekali pun mati juga tak perlu
disayangkan..." ejek Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
"Bangsat kamu..." bagaikan orang gila Mayat Bengis segera
menerjang ke depan, dari punggungnya dia lepaskan sebuah senjata
pecut yang panjang, setelah digetarkan di udara menciptakan
berpuluh-puluh buah jalur pecut yang panjang, ia serang Pek In Hoei
habis-habisan.
Jago Pedang Berdarah Dingin mendengus ketus menyaksikan
datangnya ancaman itu, katanya :
"Toakomu cukup mengagumkan hatiku sebab dia masih memiliki
keberanian untuk bunuh diri, aku tak tahu apakah kau juga
mempunyai keberanian untuk melakukan bunuh diri atau tidak,
seandainya kau pun ada niat untuk bunuh diri lebih baik pertarungan
ini tak usah dilanjutkan lagi."

997
Saduran TJAN ID

"Kau tak usah bermimpi di siang hari bolong," gembor Mayat


Bengis penuh kegusaran, "sampai mati pun aku Mayat Bengis tak mau
menyerah apalagi minta ampun kepadamu!"
Setelah menyaksikan rekan sejawatnya mati karena bunuh diri,
Mayat Bengis yang tersohor karena kekejiannya itu benar-benar tak
sanggup menguasai diri, tanpa memikirkan keselamatan diri sendiri
lagi dia mainkan senjata pecutnya sedemikian rupa hingga seluruh
jalan darah penting di tubuh lawan sudah berada di bawah
kurungannya.
Hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajah Jago Pedang
Berdarah Dingin, dia merasa hawa marah dalam dadanya bergolak
keras dan sukar dikendalikan lagi, suatu keinginan untuk
membinasakan lawannya segera timbul menguasai otaknya.
Pedang mestika penghancur sang surya laksana titiran angin
puyuh langsung berkelebat ke depan menerjang masuk lewat
kurungan bayangan pecut yang amat rapat itu.
"Aduuuh...!" kembali terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan
hati berkumandang memecahkan keheningan malam.
Di kala tusukan pedang yang meluncur ke depan laksana
sambaran kilat itu menerobos masuk ke tengah kepungan bayangan
pecut yang bersusun, jeritan tadi berkumandang.
Tampaklah sekujur tubuh Mayat Bengis berlepotan darah,
tubuhnya terbelah jadi dua bagian dan roboh ke atas tanah, bau amis
darah dan hancuran isi perut bercampur aduk di tepi kebun
menyiarkan bau amis yang memualkan perut.
Menyaksikan kesemuanya itu Lu Kiat hanya bisa gelengkan
kepalanya sambil berkata :
"Dia adalah korban ke-empat yang mati penasaran di ujung
pedangmu itu!"
"Bebaskan jalan darah dari Mayat Dingin..." perintah Pek In Hoei
sambil mendengus dingin.

998
IMAM TANPA BAYANGAN II

Lu Kiat melengak, dengan pandangan tidak mengerti dia lirik


sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin kemudian berjongkok
di sisi tubuh Mayat Dingin dan menepuk dua kali di atas jalan
darahnya.
Sekujur badan Mayat hidup itu gemetar keras, ia segera tersadar
kembali dari pingsannya.
Uaaak! Ketika bibirnya bergerak hendak berbicara, darah segar
memancar keluar dari mulutnya menodai seluruh pakaian yang dia
kenakan, rasa kaget dan ngeri terlintas di atas wajahnya.
Tetapi setelah sorot matanya menyapu sekejap ke arah mayat
yang bergelimpangan di atas ceceran darah segar, dengan cepat ia
sudah tahu apa sebetulnya yang telah terjadi, ia menghembuskan
napas panjang lalu berbisik dengan bibir gemetar :
"Kalian..."
"Saudara-saudaramu telah berangkat lebih duluan darimu...
mungkin mereka sudah menanti kedatanganmu di tengah
perjalanan..." seru Pek In Hoei ketus.
Mayat Dingin menguak-uak perdengarkan jeritan aneh yang
mengerikan hati, kemudian bisiknya lirih :
"Aku pun tak bisa hidup lagi!"
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah Lu Kiat kemudian ajaknya :
"Toako, mari kita lanjutkan perjalanan dan coba membobol
rintangan berikutnya."
Sambil gelengkan kepalanya berangkatlah ke-dua orang itu
menyelusuri lorong kecil menuju ke tempat kegelapan.
Meskipun dua rintangan berhasil mereka lalui dengan gampang,
bagaimanakah nasib pada rintangan berikutnya mereka sendiri pun
tak tahu.
Bayangan merah bergoyang di ujung jalan yang panjang itu,
beberapa buah lampu lentera menyinari sekitar tempat itu dan
mengusir kegelapan yang menyelimuti jagad, setelah melewati jalan
itu mereka akan tiba di depan pintu benteng, jika rintangan ke-tiga

999
Saduran TJAN ID

bisa mereka lampaui dengan selamat maka orang Benteng Kiam-poo


tidak berhak untuk merintangi perjalanan mereka berdua lagi.
Tetapi justru pada dua rintangan yang terakhir inilah kekuatan ini
dari Benteng Kiam-poo diletakkan, setiap anggota Benteng Kiam-poo
percaya bahwa mereka berdua tak nanti berhasil melampaui rintangan
ke-tiga, apalagi rintangan ke-empat yang dijaga sendiri oleh poocu
mereka.
Di bawah kilauan cahaya merah berdiri kaku empat orang pria
tinggi kekar dengan gagahnya, pedang panjang tersoren di
punggungnya dengan sepasang mata memandang lurus ke depan.
Sepintas lalu ke-empat orang itu nampak begitu gagah dan
berjiwa ksatria, tetapi setelah diamati lebih jauh maka terasalah hawa
sesat yang memancar keluar dari tubuh mereka, menimbulkan
perasaan jemu bagi yang memandangnya.
Ke-empat orang manusia kekar itu sudah setengah malaman lebih
menunggu di tempat itu, menantikan kehadiran orang yang dinantikan
oleh mereka, tetapi sampai begitu jauh tak terlihat sesosok bayangan
manusia pun yang mendekati ruang jaga mereka, hal ini menimbulkan
perasaan kecewa dalam hati kecil mereka, kecewa karena tak punya
kesempatan untuk turun tangan.
Langkah kaki yang berat bergema memecahkan kesunyian
membangkitkan kembali semangat ke-empat orang itu, seakan-akan
srigala liar yang mendadak menemukan mangsanya delapan sorot
mata segera beralih ke arah kiri... sebab suara langkah kaki itu muncul
dari sudut jalan sebelah kiri...
Dari balik jalan kecil yang sepi muncul sesosok bayangan
manusia, orang itu berjubah panjang berjenggot hitam dan melangkah
dengan tindakan berat, seakan-akan dalam hatinya punya ganjalan
beban yang berat sekali... selangkah demi selangkah maju terus ke
muka...
"Oooo...! Poocu..."

1000
IMAM TANPA BAYANGAN II

Seruan itu mengendorkan pikiran dan perhatian mereka berempat


yang sudah tercekam dalam ketegangan, namun kehadiran sang poocu
yang tak pernah diduga sebelumnya ini cukup menegunkan pula hati
mereka.
Setelah memberi hormat mereka memandang ke arah
pemimpinnya ini dengan pandangan tak habis mengerti.
"Yan An!" seru Cui Tek Li setelah menghentikan langkah
kakinya.
"Ada apa poocu?"
Dari antara ke-empat orang pria kekar itu berjalan keluar seorang
pria beralis tebal yang mempunyai tahi lalat di atas jidatnya, dengan
pandangan tertegun ia memandang sekejap ke arah pemilik benteng
itu, lalu tanyanya kembali dengan suara lirih :
"Poocu, ada urusan apa?? Katakanlah!"
Cui Tek Li pemilik dari Benteng Kiam-poo itu menghela napas
panjang, setelah ragu-ragu sebentar ujarnya :
"Pek In Hoei telah melampaui dua rintangan dengan
membinasakan lima orang jago kita, sekarang satu-satunya harapan
terakhir dari benteng kita terletak pada pundak kamu berempat, aku
tidak berharap Pek In Hoei berhasil melampaui pula rintang yang ke-
tiga ini..."
"Poocu tak usah kuatir, dan kau pun tak usah terlalu merisaukan
diri," seru Yan An sambil tertawa keras, "dengan tenaga gabungan
dari kami empat orang raksasa, siapakah yang mampu menandingi
kekuatan kami?? Coba bayangkanlah sendiri Pek Tiang Hong yang
tempo dulu dikatakan sangat lihay pun tak mampu meloloskan diri
dari cengkeraman kami, apalagi putranya... hmmm... hmmm... aku
Yan An tidak percaya kalau dia bisa lebih dahsyat daripada ayahnya
di masa silam..."
"Kalian tak boleh bertindak terlalu gegabah, Jago Pedang
Berdarah Dingin secara beruntun mampu menjebolkan pertahanan
dari dua rintangan, dari sini bisa kita lihat bila ia benar memiliki

1001
Saduran TJAN ID

kekuatan yang tak boleh dianggap remeh, jika kali ini mereka pun
berhasil merobohkan pertahanan dari kamu berempat, aku lihat...
terpaksa nama Benteng Kiam-poo kita mesti diganti..."
Kecuali ilmu silat yang dimiliki Cui Tek Li, boleh dibilang Yan
An tak pernah percaya kalau orang lain memiliki kemampuan
sedahsyat itu, tetapi setelah menyaksikan kekuatiran poocu apalagi
pemimpin mereka itu bicara sambil bermuram durja, tak tahan segera
tanyanya :
"Poocu, apakah kau tidak punya keyakinan untuk berhasil
menangkan dirinya?"
"Aaaa... tentang soal ini sulit untuk dikatakan," jawab Cui Tek Li
setelah tarik napas panjang-panjang, "Aku sendiri pun merasa tak
punya kemampuan untuk merubuhkan bocah muda itu..."
"Aaaai! Masa iya? Poocu, aku tidak percaya... " teriak pria yang
berada di paling ujung sebelah tertegun sebentar.
"Gui Ku Jin!" seru Cui Tek Li dengan mata melotot besar, "kau
anggap kepandaian silat yang kumiliki adalah nomor satu di dunia dan
tiada tandingan lagi di kolong langit? Meskipun ilmu pedang yang
kumiliki nomor satu di seluruh dunia persilatan, itu bukan berarti aku
sudah tiada tandingannya lagi di dalam jagat ini, kau mesti tahu
pedang mestika penghancur sang surya dari partai Thiam cong sudah
cukup digunakan untuk melawan diriku..."
Ia tertawa rawan, setelah berhenti sebentar ujarnya kembali :
"Tetapi kalian pun tak usah terlalu takut, Benteng Kiam-poo
bukanlah manusia-manusia tolol yang pandainya hanya bikin malu
saja..."
Empat raksasa bertenaga sakti itu terdiri Yan An, Gui Ku Jin,
Bong Yu Seng serta Hay San Jin, untuk menundukkan mereka
berempat di masa yang lampau Cui Tek Li harus mengorbankan
banyak tenaga dan pikiran sebelum akhirnya berhasil, ia harus
bertempur sengit selama dua hari dua malam lamanya untuk
menentukan siapa menang siapa kalah, oleh sebab itulah dia sangat

1002
IMAM TANPA BAYANGAN II

memahami kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki ke-empat


orang ini.
Kalau dibicarakan dari tingkatan tenaga dalam yang dimiliki ke-
empat orang itu, maka boleh dibilang Yan An paling lihay sedang Hay
San Jin paling lemah, tetapi jika Pek In Hoei sekaligus ingin
bertempur melawan ke-empat orang ini, maka boleh dibilang keadaan
tersebut ibaratnya batu membentur telur.
"Poocu!" terdengar Bong Yu Seng berkata dengan suara
tergagap, "dari nada pembicaraanmu barusan, seolah-olah kau
melukiskan kemampuan yang dimiliki Pek In Hoei jauh lebih lihay
daripada bapaknya, jika kami berempat hari ini jatuh kecundang maka
aku rasa kau pun bakal kehilangan muka pula, karena itu bagaimana
pun juga kau harus carikan akal bagi kita orang untuk berhasil
membinasakan bangsat cilik itu, bila bibit bencana dapat disingkirkan
maka hal ini bukan saja bermanfaat bagi poocu, bagi kami pun
menguntungkan..."
"Ehmmmm..." Cui Tek Li mengangguk tanda menyanggupi, "aku
memang sudah sepantasnya mencarikan suatu akal bagi kalian
berempat..."
Air mukanya tiba-tiba berubah jadi serius, hal ini membuat hati
ke-empat orang raksasa itu tercekat, detik itu juga mereka ikut
merasakan bahwa pihak lawan tentu ampuh sekali dan tidak gampang
untuk menghadapinya... Dengan pandangan gelisah bercampur kuatir
sorot mata ke-empat orang itu dialihkan ke atas wajah poocu Benteng
Kiam-poo, mereka berharap agar sang pemimpin mereka itu berhasil
menemukan suatu jalan yang bagus.
Setelah termenung beberapa saat lamanya Cui Tek Li segera
menghela napas panjang dan merogoh ke dalam sakunya untuk
mengambil keluar sebuah botol kecil berwarna hijau, dari botol itu dia
ambil keluar empat butir obat kecil berwarna merah dan diletakkan di
atas telapaknya.

1003
Saduran TJAN ID

"Poocu, obat apakah itu?: tanya Hay San Jin dengan nada
tercengang.
"Obat ini bukan lain adalah obat yang sangat mujarab dan
tersohor untuk menambah tenaga dari Tibet," kata Cui Tek Li dengan
wajah serius, "seandainya seseorang menelan sebutir pil ini maka
tenaga dalam tubuhnya akan bertambah kuat dua kali lipat dari
keadaan semula. Obat ini kubuat atas petunjuk seorang tokoh sakti
dari Tibet, biarlah kali ini kugunakan untuk melipat gandakan
kekuatan tubuh kalian berempat dengan harapan Pek In Hoei bisa kita
musnahkan dengan cepat, dalam keadaan begini jika bangsat she Pek
itu bermaksud melakukan perlawanan, itu berarti dia mencari
penyakit buat diri sendiri..."
Mendengar perkataan itu Gui Ku Jin serta Hay San Jin jadi sangat
kegirangan, mereka sambar sebutir pil merah tadi dan dimasukkan ke
dalam mulutnya.
Yan an serta Bong Yu Seng saling bertukar pandangan sekejap,
kemudian mereka masing-masing pun menelan sebutir.
Cui Tek Li segera tertawa ringan sesudah menyaksikan empat
orang jago lihaynya menelan obat itu, katanya :
"Merka sudah hampir tiba di sini, aku harus berlalu lebih dahulu
untuk mempersiapkan diri..."
Saat ini air mukanya sudah tidak bermuram durja lagi seperti
keadaannya sewaktu datang ke situ, seakan-akan sebuah masalah
besar telah berhasil diselesaikan olehnya dengan baik, dengan badan
yang enteng tubuhnya segera bergerak menuju ke arah jalan kecil di
mana ia datang tadi.
Di balik pepohonan yang lebat dan gelap seorang perempuan tua
berwajah sayu berdiri mematung di tempat itu, ketika menjumpai Cui
Tek Li berjalan menghampiri dirinya ia segera maju sempoyongan.
"Apakah kau telah berikan obat pelenyap tenaga kepada mereka
berempat??"

1004
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Ehmmmm! Dan sekarang kau tak usah kuatir lagi," sahut Cui
Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo sambil mengangguk, "demi dirimu
aku tidak sayang untuk mengorbankan begitu banyak jago-jago
lihayku, mungkin jiwaku telah kau rubah sama sekali... tetapi sayang
sekali kau tidak berhasil merubah diri Pek In Hoei..."
"Suamiku!" seru perempuan tua itu dengan air mata bercucuran,
"aku merasa sangat berterima kasih sekali kepadamu karena engkau
mau bersikap demikian terhadap In Hoei, di kemudian hari aku bisa
memberitahukan kesemuanya itu kepadanya, akan kukatakan betapa
kasih sayangnya dirimu terhadap dia, jika ia benar-benar berani
datang lagi untuk menuntut balas, aku pasti menegur dan memarahi
dirinya..."
"Aku tidak takut menghadapi dirinya, jika ia berani datang lagi
pasti akan kuberi peringatan yang tajam kepadanya," seru Cui Tek Li
dengan suara dingin, "hujin mari kita pulang!"
Perempuan tua itu gelengkan kepalanya.
"Kau belum mengabulkan permintaanku, lepaskanlah In Hoei
pada rintangan yang terakhir..."
"Hujin! Aku telah mengorbankan ke-empat orang pembantu
setiaku itu demi memenuhi keinginanmu, masa kau tak bisa
memahami maksud hatiku?? Tentu saja aku tak akan menyusahkan
dirinya lagi..."
Suara langkah kaki manusia yang lirih secara lapat-lapat
berkumandang datang, ketika mereka angkat kepala memandang ke
arah samping kanan, terlihatlah dengan langkah gagah Pek In Hoei si
Jago Pedang Berdarah Dingin beserta Lu Kiat perlahan-lahan maju
mendekat.
"Aku ingin menyaksikan putraku berjuang membobolkan
rintangan yang ke-tiga ini..." bisik perempuan tua itu mendadak.
"Aaaaai... aku lihat kau terlalu menyayangi dirinya..." omel Cui
Tek Li sambil tertawa, kepalanya digelengkan berulang kali.

1005
Saduran TJAN ID

Di tengah kegelapan Pek In Hoei jalan bersanding di sisi Lu Kiat,


dari tempat kejauhan mereka sudah menangkap cahaya merah itu dan
mereka pun dapat menyaksikan pula empat orang jago kekar di bawah
sorot cahaya lampu lentera itu.
Dengan alis berkerut Lu Kiat segera berbisik :
"Aneh sekali... mengapa semua jago yang kita temui pada malam
ini semuanya merupakan manusia-manusia laknat yang sudah
tersohor akan kejahatannya di kolong langit..."
"Kenapa? Apakah kau juga kenal dengan ke-empat orang itu..."
tanya Pek In Hoei setelah tertegun sejenak.
Lu Kiat tarik napas panjang-panjang, terhadap ke-empat orang itu
bukan saja kenal bahkan boleh dibilang amat mengenalinya. Sepuluh
tahun berselang mereka pernah secara beruntun membinasakan enam
belas orang jago lihay dari kalangan lurus dalam waktu tiga hari,
waktu itu peristiwa tersebut sangat menggemparkan dunia persilatan,
tiap partai besar mengirimkan jagonya untuk mencari jejak ke-empat
orang pembunuh itu tetapi bukan saja ilmu silat yang dimiliki ke-
empat orang itu sangat lihay, kecerdasan mereka pun luar biasa sekali,
beberapa kali terjadi bentrokan setelah membunuh mereka segera
melarikan diri... tak pernah sekali pun menderita luka akibat
pertarungan...
"Dari mana kau bisa mengetahui persoalan ini dengan begitu
jelas..." tanya Pek In Hoei sesudah tertegun sebentar.
"Waktu itu usiaku masih amat muda, aku ikut ayah menghadiri
pergerakan tersebut, karenanya ke-empat orang itu telah memberi
kesan yang mendalam bagiku, selama hidup aku tak mungkin bisa
melupakan diri mereka lagi..."
Sekilas rasa ngeri dan takut terlintas di wajahnya, dia
melanjutkan kembali kata-katanya :
"Kita berdua tak akan mampu menghadapi sepak terjang ke-
empat manusia ganas itu, menurut pendapatku lebih baik kita mencari
jalan lain saja..."

1006
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Maksudmu kau suruh aku melarikan diri dari sini??" tanya Pek
In Hoei tercengang.
"Banyak sekali cara hidup seorang manusia di kolong langit,
kenapa kita mesti bersikeras untuk memikirkan masalah yang sama
sekali tak ada gunanya itu? Bukankah secara terang-terangan kita
sudah tahu bahwa kita berdua bukan tandingannya, kenapa kita mesti
ngotot menghantar kematian buat diri sendiri?? Adik In Hoei, lebih
baik turutilah perkataanku..."
Dengan cepat Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei
gelengkan kepalanya berulang kali.
"Selama hidup belum pernah aku mundur dan melarikan diri
sebelum melangsungkan pertarungan..."
"Adik In Hoei, sekarang bukan saatnya yang tepat bagi kita untuk
berlagak sok pahlawan," seru Lu Kiat dengan gelisah, ia menghela
napas panjang.
"Aku ingin memberitahukan pula satu hal kepadamu, mungkin
kau bisa menyetujui cara bekerja yang kuusulkan ini, bagaimanakah
kemampuan dari malaikat pedang Cia Ceng Gak dari partaimu?"
"Dia adalah malaikat pedang dari partai kami," jawab Pek In Hoei
dengan wajah serius.
"Nah! Sekarang kau akan merasa lebih jelas lagi, tahukah engkau
bahwa kehebatan Cia Ceng Gak di dalam permainan pedang boleh
dikatakan sudah tiada bandingannya di kolong langit. Tetapi ketika ia
bertempur melawan ke-empat orang jago itu, dengan mengorbankan
diri hingga terluka ia baru berhasil menangkan empat jurus serangan
dari mereka, coba pikirlah andaikata mereka tidak memiliki ilmu silat
yang betul-betul maha dahsyat, mampukah ke-empat orang manusia
ganas itu menghadapi serangan berantai dari seorang malaikat
pedang?"
Tercekat perasaan hati Jago Pedang Berdarah Dingin mendengar
perkataan itu, dia merasa pikirannya semakin berat dan tidak tenang,
hal ini bukanlah disebabkan ia jeri atau takut, tetapi ia sedang

1007
Saduran TJAN ID

membayangkan andaikata dia dengan andalkan ilmu pedang


penghancur sang surya yang maha sakti itu gagal mengalahkan ke-
empat manusia ganas itu maka itu berarti nama baik partai Thiam
cong akan ikut runtuh bersama kekalahan yang diderita olehnya.
Dengan pandangan tajam ia melirik sekejap ke arah empat orang
pria tinggi kekar itu, tampaklah olehnya ketika itu mereka sedang
menengok ke arahnya dengan pandangan dingin, dari sikapnya yang
congkak dan jumawa mereka bisa merasakan bahwa sebetulnya
musuh-musuh tangguhnya itu tidak pandang sebelah mata pun
terhadap dirinya.
"Toako, ayoh kita maju ke sana!" seru Pek In Hoei kemudian
dengan tegas setelah meraba pedang penghancur sang surya-nya.
"Adik In Hoei, apakah kau nekad hendak membentur batu?
Ketahuilah keadaan kita bagaikan telur dengan batu karang," seru Lu
Kiat dengan perasaan kaget.
"Hmmm! Apakah kita mesti ngeloyor pergi dari hadapan muka
orang? Perbuatan ini jauh lebih memalukan daripada dibunuh musuh,
aku tidak sudi melakukan perbuatan yang sangat menurunkan
derajatku itu. Toako! Bila kau ingin berlalu, pergilah seorang diri, aku
si Jago Pedang Berdarah Dingin tidak mungkin dapat melakukan hal
ini."
Senyuman dingin yang anggun dan sombong tersungging di
ujung bibirnya yang tipis, sepasang matanya berkilat dan menyiarkan
cahaya tajam, ia menengok sekejap ke arah empat tokoh maha sakti
itu kemudian perlahan-lahan maju ke depan.
Semangat jantannya yang tidak jeri menghadapi bahaya serta
jiwa ksatrianya menyongsong kematian yang setiap saat mengancam
datang, terpancar keluar dari tubuh orang muda itu, keteguhan serta
kekerasan hatinya hampir saja menyelimuti suasana di sekeliling
tubuhnya.
Tergetar keras hati Lu Kiat menyaksikan kegagahan rekannya itu,
timbul rasa malu dalam hati kecilnya, ia tarik napas panjang-panjang

1008
IMAM TANPA BAYANGAN II

dan segera menyusul di belakang tubuhnya, rasa putus asa dan jeri
yang semula menyelimuti wajahnya kini tersapu lenyap hingga tak
berbekas.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... siapkah di antara kalian yang
bernama Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei?" tegur Yan An
sambil tertawa seram.
"Siapakah engkau?" sahut Pek In Hoei sambil tertawa, hawa
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, "aku Pek In Hoei
memberi hormat!"
Yan An tertegun dan berdiri melongo, rupanya ia tak mengira
kalau jago muda yang tersohor namanya di kolong langit serta dikenal
orang sebagai Jago Pedang Berdarah Dingin itu tidak lebih hanya
seorang pemuda yang masih muda usia, ia berseru tertahan sedang
satu ingatan dengan cepat terlintas di dalam benaknya.
"Poocu melukiskan orang ini dengan begitu hebatnya, tak nyana
yang dia maksudkan hanyalah seorang bocah cilik yang masih berbau
tetek, aaah! Benarkah pemuda ini yang telah menimbulkan
gelombang besar di dalam dunia rimba persilatan."
Berpikir sampai di situ dia lantas menegur :
"Betulkah kau adalah putranya Pek Tiang Hong?"
"Apa kau anggap aku suka mencatut nama orang lain?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... rupanya kau adalah seorang
manusia yang luar biasa sekali, sampai-sampai tiga mayat hidup pun
menemui ajalnya di tanganmu, tidak aneh kalau Poocu memandang
begitu serius terhadap kekuatanmu itu, tapi sayang seribu kali sayang
kelihayanmu yang luar biasa itu bakal hancur berantakan di atas she
mu itu."
"Apakah maksudmu?" tegur Pek In Hoei melengak.
"Karena kau she Pek maka kau harus mati karena orang she Pek
tak seorang pun merupakan orang baik."
"Bangsat!" bentak Pek In Hoei gusar, "air ludah yang muntah
keluar dari mulut baumu itu benar-benar memuakkan sekali, tidak

1009
Saduran TJAN ID

aneh kalau udara di sekitar sini terasa begitu bau seperti kentut busuk,
ternyata di sini ada anjing budukan yang sedang melepaskan kentut."
"Bajingan cilik, hati-hatilah kalau bicara," tegur Bong Yu Seng
sambil tertawa seram, "kau berani mengucapkan kata-kata semacam
itu, berarti pula kau bersikap kurang ajar terhadap toako kami."
"Bagaimana dengan engkau sendiri? Perkataanmu toh tidak
sedap didengar, itukah yang dinamakan sopan?"
Sejak terjun ke dalam dunia persilatan Bong Yu Seng belum
pernah dicemoohkan dengan kata-kata yang tak sopan, ketika
menyaksikan Pek In Hoei yang begitu jumawa seakan-akan sama
sekali tak pandang sebelah mata pun terhadap dirinya, ia jadi naik
darah, sambil tertawa seram teriaknya keras-keras :
"Bajingan cilik, rupanya kalau kau tidak diberi peringatan yang
pedas, maka kau tak akan tahu sampai dimanakah kelihayanku."
Pedang panjang dalam genggamannya segera digetarkan keras-
keras, sekilas cahaya busur terlontar ke tengah udara dan menggulung
keluar dengan cepatnya.
Lu Kiat segera menggerakkan tubuhnya sambil berseru :
"Aku dengar ilmu silat yang kau miliki lihay sekali, aku ingin
sekali mohon petunjuk darimu."
Tercengang hati Bong Yu Seng ketika menyaksikan Lu Kiat
dengan senjata terhunus menyongsong kedatangannya, sesudah
tertegun sejenak tegurnya :
"Bocah keparat, kau tidak takut menghadapi kematian?"
Pada saat ini keberanian dalam hati Lu Kiat berkobar, ia merasa
ada segulung hawa panas yang bergelora dalam dadanya, membuat
rasa jeri dan takut yang semula menyelimuti dirinya tersapu lenyap.
Sambil tertawa keras dengan suara yang lantang, pedang panjang
dalam gengamannya laksana kilat membacok ke depan.
"Hmmm... tak kunyana kau pun punya sedikit simpanan juga!"
ejek Bong Yu Seng sambil mendengus dingin.

1010
IMAM TANPA BAYANGAN II

Rupanya ia tertarik oleh permainan pedang Lu Kiat yang begitu


aneh dan saktinya itu, tanpa terasa timbul kegembiraannya untuk
melayani permainan lawan, pedangnya dengan cepat diputar dan
mencukil ke atas, arah serangannya aneh dan sama sekali tidak
terduga.
Lu Kiat terkesiap, ia merasa permainan pedang lawannya
merupakan sejurus serangan yang belum pernah dijumpai
sebelumnya, buru-buru dia menyingkir ke samping dan
menghindarkan diri.
Tetapi kemana pun Lu Kiat pergi dan bagaimana pun cepatnya
dia berusaha untuk menghindarkan diri, jurus serangan lawan yang
begitu cepat selalu membuntuti di belakang tubuhnya, hal ini
membuat dia terkejut dan segera pikirnya :
"Jurus serangannya benar-benar aneh sekali, entah permainan
apakah itu..."
Dalam keadaan yang terdesak dan keteter hebat, terpaksa pemuda
she Lu itu harus putar badan sambil melancarkan tangkisan, segenap
kekuatan tubuh yang dimilikinya segera dikerahkan keluar.
Traaang...! Terdengar suara benturan nyaring yang memekakkan
telinganya, percikan bunga api muncrat ke-empat penjuru, sekilas
cahaya putih seketika memancar keluar mengiringi benturan nyaring
tersebut, setelah berputar satu lingkaran busur di udara cahaya putih
tadi rontok ke atas tanah.
Air muka Lu Kiat berubah hebat, serunya dengan suara gemetar
:
"Aku..."
Ujung pedang lawan yang tajam telah menempel di atas
tenggorokannya memaksa pemuda itu tiada kesempatan untuk
menggerakkan tubuhnya lagi, dengan pandangan ngeri bercampur
takut dia awasi wajah Bong Yu Seng tanpa berkedip.
"Keparat cilik, bagaimana rasanya serangan pedangku ini?"
jengek jago she Bong itu sambil tertawa seram.

1011
Saduran TJAN ID

Mimpi pun Lu Kiat tak pernah menyangka dia sebagai seorang


jago pedang kenamaan yang sudah lama terjun di dalam dunia
persilatan harus menelan kekalahan di tangan orang dalam tiga jurus
serangan, ia merasa malu dan kehilangan muka, sambil menahan rasa
dendam teriaknya keras-keras:
"Ayoh sekalian bunuhlah diriku! Ayoh cepat turun tangan!"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... persoalan itu hanya menunggu soal
waktu saja, apa yang perlu kau gelisahkan?" sahut Bong Yu Seng
sambil tertawa seram.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei berdiri tertegun
melihat kesemuanya itu, ia tak mengira kalau pihak lawan memiliki
ilmu silat yang begitu dahsyat sehingga Lu Kiat dengan kepandaian
ilmu pedangnya yang cukup tangguh harus menelan kekalahan dalam
tiga jurus belaka, perubahan tersebut berlangsung terlalu cepat
membuat ia tak sempat memberikan pertolongan.
Dengan wajah serius ia segera bergerak maju ke muka, tegurnya
dengan nada berat :
"Bawa pergi tudingan pedangmu itu!"
"Hehmmm... hehmmmm... hehmmm... dengan andalkan apa kau
hendak memerintah diriku? Bangsat cilik, pentangkan matamu lebar-
lebar dan coba lihat siapakah aku, jangan kau anggap aku begitu tak
becus seperti gentong nasi hingga angkat pedang pun tak mampu..."
"Aku tidak merasa bahwa kau memiliki suatu kepandaian yang
tinggi di dalam permainan pedang," seru Pek In Hoei dengan nada
hambar, "kemampuan yang kau miliki sekarang hanya bisa terhitung
sebagai suatu hasil yang kecil sekali, untuk memperdalam satu tingkat
lagi... Hmm kau masih terlampau jauh..."
Criiing...! Tiba-tiba terdengar suara dentingan nyaring
berkumandang di udara, sekilas cahaya putih meluncur ke depan
dengan kecepatan bagaikan petir.

1012
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ketika Bong Yu Seng merasakan pandangan matanya jadi silau,


tahu-tahu tudingan pedang dalam genggamannya sudah tersampok ke
samping.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Lu Kiat segera
meloloskan diri dari ancaman maut.
"Toako, kau tidak terluka bukan?" tegur Pek In Hoei sambil
tersenyum setelah dilihatnya pemuda she Lu itu lolos dari ancaman
bahaya maut.
Sikap pemuda she Pek itu masih tetap tenang-tenang saja dan
seakan-akan ia tak pernah melakukan sesuatu apa pun, baik gerakan
mencabut pedang mau pun gerakan masukkan kembali senjatanya ke
dalam sarung, semua berlangsung dalam sekejap mata dan cepat
hingga sukar diikuti dengan pandangan mata.
Demonstrasi penampilan ilmu yang begini dahsyatnya itu bukan
saja menggerakkan hati Bong Yu Seng, sekali pun Lu Kiat yang
mengetahui akan kelihayan dari rekannya pun diam-diam ikut kagum
dan memuji tiada hentinya.
"Bocah keparat!" seru Bong Yu Seng dengan napas tercengang,
"tak kunyana permainan pedangmu begitu cepat dan luar biasa..."
Sesudah mengetahui akan kelihayan musuhnya kali, ini raksasa
bertenaga sakti yang bernama Bong Yu Seng ini tak berani pandang
enteng lawannya lagi, dengan wajah serius dia angkat pedangnya ke
atas sesudah tarik napas panjang ia menerjang maju ke depan
mendekati pemuda she Pek itu.
"Bong Yu Seng! Cepat kembali, hari ini kita telah berjumpa
dengan seorang jago lihay..." teriak Yan An dengan wajah serius.
Perlahan-lahan dia cabut pedangnya, setelah membentuk gerakan
melingkar di tengah udara, senjata itu perlahan-lahan disilangkan di
depan dadanya.
Inilah tanda rahasia yang memerintahkan anak buahnya untuk
membentuk barisan pedang, Gui Ku Jin serta Bong Yu Seng dengan
cepat meloncat ke muka, masing-masing berdiri di satu posisi, dalam

1013
Saduran TJAN ID

waktu singkat Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei sudah


terkurung di tengah kepungan.
Lu Kiat jadi terperanjat, buru-buru teriaknya :
"Adik In Hoei, tunggulah sebentar! Akan kubantu dirimu..."
Dengan cepat dia menyambar pedang tajamnya yang
menggeletak di atas tanah, kemudian dengan wajah serius melangkah
masuk ke dalam kurungan barisan pedang itu.
Tercekat hati Jago Pedang Berdarah Dingin, ia berteriak :
"Toako, jangan maju kemari!"
"Tidak!" tampik Lu Kiat sambil menggeleng, "aku tidak akan
membiarkan engkau seorang menempuh bahaya..."
"Toako bukannya aku tidak pandang sebelah mata terhadap
dirimu, terus terang saja kukatakan musuh yang harus kita hadapi
sekarang terlalu ampuh, jika kau turut serta dalam pertarungan ini
maka bukan saja tidak akan membantu apa-apa bahkan malah akan
mencabangkan pikiranku untuk melindungi keselamatanmu."
"Tentang soal ini," Lu Kiat merasa sakit hati, akhirnya ia
menghela napas panjang, "Aaaai...! Mungkin perkataanmu ada
benarnya."
Pemuda ini pun menyadari sampai di manakah taraf kepandaian
yang ia miliki, jika ilmu pedangnya dibandingkan dengan ilmu
pedang milik Jago Pedang Berdarah Dingin maka ia masih
ketinggalan jauh sekali. Seperti apa yang dikatakan Pek In Hoei tadi,
ikut sertanya dia dalam pertarungan itu bukan saja sama sekali tak ada
gunanya, bahkan justru akan merunyamkan suasana.
Karena itu dengan mulut membungkam dan menekan rasa sedih
dalam hatinya, ia mundur kembali ke belakang.
"Adik In Hoei," bisiknya dengan suara gemetar, "jika kau tidak
beruntung dan mati binasa di tempat ini, aku pun tidak ingin hidup
lagi!"
"Kenapa? Kenapa kau harus berbuat demikian?" tegur Pek In
Hoei dengan jantung berdebar keras, "Toako! Jangan sekali-kali kau

1014
IMAM TANPA BAYANGAN II

mempunyai jalan pikiran seperti itu, seandainya nasibku jelek dan


menemui ajal di tempat ini maka kau harus berusaha melarikan diri,
latihlah kembali ilmu silatmu dengan tekun kemudian balaskan sakit
hatiku."
"Hmmm... hmmm... gampang amat kalau bicara," jengek Yan An
sambil tertawa seram, "kalau kau modar maka dia pun tak akan lolos
dari tempat ini."
Jago Pedang Berdarah Dingin mengerutkan sepasang alisnya,
selintas hawa napsu membunuh yang tebal berkelebat memenuhi
wajahnya, satu senyuman dingin tersungging di ujung bibir membuat
pemuda itu nampak jumawa sekali.
"Huuh...! Kau anggap aku pasti bernasib jelek dan menemui ajal
di tanganmu?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... kejadian ini tak usah diragukan
lagi, setelah kami di kolong langit jarang sekali terdapat manusia yang
mampu menandingi tenaga gabungan kami apalagi kau..."
"Hmm! Siapa tahu kalau aku adalah salah seorang dan
antaranya," sela pemuda itu dengan cepat.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... hal itu merupakan suatu bagian
yang sama sekali tak masuk di akal," ejek Yan An dengan nada
menghina, "jika kau mampu meloloskan diri dari kepungan barisan
pedang kami dalam keadaan hidup, maka kami empat saudara akan
melakukan bunuh diri di hadapanmu, waktu itu kau tak usah turun
tangan sendiri lagi."
Orang itu terlalu percaya pada kekuatan sendiri, dalam
pandangan matanya di kolong langit tak terdapat seorang manusia pun
yang berharga untuk dinilai apalagi pihak lawannya adalah seorang
pemuda yang masih muda usia, perkataan semacam itu dalam
pendengaran mereka berempat tidak termasuk ucapan yang takabur.
Siapakah yang mampu menandingi tenaga gabungan mereka
berempat yang begitu dahsyat?"
Pek In Hoei segera mendengus dingin, serunya :

1015
Saduran TJAN ID

"Kalau bicara janganlah terlalu takabur dan muluk-muluk, hati-


hatilah dengan lidahmu kalau tersambar petir."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bocah cilik kau tak usah banyak
bacot lagi, ayoh turun tangan!" teriak Hay San Jin sambil tertawa
terbahak-bahak... tak kusangka kalau kesombonganmu jauh lebih
hebat daripada kami berempat."
Jago Pedang Berdarah Dingin mendengus ketus, dengan
pandangan serius ia saput sekejap ke empat orang tokoh sakti tadi, ia
tahu serta pertempuran sengit tak akan terhindar lagi.
Dia tarik napas panjang-panjang, tangannya meraba gagang
pedang dan perlahan-lahan mencabut keluar pedang mestika
penghancur sang surya itu, cahaya tajam yang menyilaukan mata
seketika berpencar di udara, hawa pedang berwarna hijau bagaikan
asap tebal menyelubungi sekeliling tempat tersebut.
"Aaaah...! Rupanya Cia Ceng Gak telah serahkan nyawanya yang
ke-dua kepadamu!" seru Yan An dengan wajah berubah hebat,
"Tempo hari kami berempat pernah menderita kekalahan total di
ujung pedang mestika itu, selama ini kami berharap bisa tiba
kesempatan yang baik untuk mencuci bersih kekalahan itu, dan ini
hari kami telah memperolehnya, hati-hatilah bocah, kami akan
berusaha untuk merampas senjata itu dari tanganmu."
"Selam hidup kau tak akan memperoleh kesempatan itu, aku
anjurkan kepada anda lebih baik janganlah bermimpi di siang hari
bolong."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau keliru besar, kesempatan yang
sangat baik itu sebentar lagi akan kami temukan, Pek In Hoei!
Ingatlah baik-baik perkataan kami, bukan saja kau akan kami
kalahkan bahkan pedang mestika itu pun akan kami rampas, kami
akan berusaha untuk menghancurkan benda mestika dari partai Thiam
cong ini agar sejak detik ini lenyap dari permukaan bumi."
Pek In Hoei tertawa dingin.

1016
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Ayoh cepat turun tangan! Lebih baik kita putuskan persoalan ini
lewat permainan senjata."
"Tidak salah," sambung Gui Ku Jin dengan alis berkerut, "kita
bicarakan soal enghiong lewat pertarungan, dengan begitu barulah
bisa diketahui siapa lebih unggul di antara kita."
Rupanya Yan An juga tidak ingin membuang waktu lagi, dia
sebagai seorang pemimpin yang memberi komando kepada rekannya
untuk menyerang atau tidak segera tarik napas panjang, pedangnya
diputar di udara.
"Kiam Kui Toa Hay! Pedang sakti lenyap di samudra," bentaknya
keras.
Empat sosok bayangan manusia maju serentak, cahaya pedang
yang tajam ikut terbentang di udara, segulung hawa pedang yang amat
tajam bagaikan gulungan ombak di samudra segera meluncur ke muka
dan mengurung seluruh tubuh Pek In Hoei.
Jago Pedang Berdarah Dingin segera merasa dari arah delapan
penjuru secara berbareng muncul berpuluh-puluh jalur bayangan
pedang yang tajam serta segulung daya tekanan tak berwujud
menekan batok kepalanya.

1017
Saduran TJAN ID

Jilid 41
PELBAGAI ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, pada
detik penentuan atas mati hidupnya itu, pedang mestika penghancur
sang surya bagaikan hembusan angin meluncur ke depan dengan jurus
Kiam-si-liat-jin atau terik sang surya hancur terbelah.
Triing...! Triing...! Triing...! Di tengah udara dentingan nyaring
babatan pedangnya berhasil menangkis balik serangan gabungan ke-
empat bilah pedang panjang yang maha dahsyat itu tetapi dia sendiri
terdesak mundur lima enam langkah ke belakang baru sempat
mempertahankan diri, dadanya naik turun dan napasnya terengah-
engah, peluh sebesar kacang kedelai membasahi seluruh jidatnya.
Dari keadaan itu bisa ditarik kesimpulan betapa dahsyat dan
lihaynya serangan gabungan tersebut.
"Keparat cilik," teriak Hay San Jin sambil tertawa tergelak,
"walaupun jurus pertama berhasil kau lampaui, belum tentu jurus ke-
dua bisa kau hadapi."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei menyadari bahwa
serangan yang maha dahsyat sebentar lagi bakal berlangsung, ia
segera tarik napas panjang, dalam hatinya berpikir :
"Kenapa aku tidak berusaha untuk menyerang lebih dahulu, agar
serangan gabungan mereka tak mampu digerakkan?"
Yang dipikirkan pemuda itu sekarang ialah bagaimana caranya
merebut posisi baik serta mengalahkan musuhnya, terhadap kekuatan
tubuh sendiri sama sekali tidak dipikirkannya.

1018
IMAM TANPA BAYANGAN II

Mendadak ia membentak keras, tubuhnya laksana kilat


berkelebat maju ke depan, pedangnya tiba-tiba membabat mendatar
dan terhadap ke-empat orang tokoh sakti itu masing-masing mengirim
satu tusukan.
"Aaah...! Jurus Sin Kiam Si Jit," teriak Bong Yu Seng dengan
suara setengah menjerit.
Jurus serangan ini merupakan inti dari ilmu pedang penghancur
sang surya, ketika Cia Ceng Gak menundukkan ke-empat orang tokoh
sakti tersebut di masa yang lampau, jurus ini pula yang dipergunakan
olehnya. Karena itu setelah menyaksikan kemunculan dari jurus
serangan tersebut, hati mereka jadi tercekat, dengan tindakan yang
berhati-hati dia ayun pedangnya ke muka. Traaang... beberapa kali
dentingan nyaring bergema di angkasa, tiba-tiba senjata pedang di
tangan ke-empat tokoh sakti itu terlepas dari cekalannya dan mencelat
ke udara.
Kejadian ini mengejutkan ke-empat orang itu, membuat mereka
berdiri menjublak dan untuk beberapa saat lamanya tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun.
Bukan saja ke-empat orang itu berdiri tertegun, bahkan Pek In
Hoei sendiri pun melengak dan tak habis mengerti, ia tidak habis
mengerti apa sebab tenaga dalam yang dimiliki ke-empat orang itu
secara tiba-tiba bisa lenyap tak berbekas sehingga keadaannya tak
berbeda dengan manusia biasa.
Pedang mestika penghancur sang surya menyambar lewat dan
meninggalkan satu guratan panjang di tubuh ke-dua orang itu
membuat darah segar segera mengalir keluar.
Gui Ku Jin pertama-tama yang berteriak lebih dahulu, serunya :
"Sungguh aneh, kenapa tenaga dalam ku tiba-tiba bisa lenyap tak
berbekas?"
Yan An tertawa menyeringai dengan seramnya :
"Saudara-saudaraku, kita sudah tertipu oleh siasat poocu!"
katanya keras.

1019
Saduran TJAN ID

"Apa?" teriak tiga orang rekannya dengan terperanjat, enam sorot


mata tajam dan berapi menatap wajah Yan An tanpa berkedip, mereka
sedang menantikan jawaban dari pemimpinnya itu.
Dengan menahan penderitaan dan sakit hati Yan An berkata :
"Obat yang diberikan poocu kepada kita semua adalah puder
pelenyap tenaga, rupanya ia sengaja hendak melepaskan Pek In Hoei
lolos dari sini dan membiarkan kita jadi korban-korbannya di tempat
ini, akhirnya aku berhasil menangkap jitu maksud hati yang
sebenarnya dari poocu."
"Kenapa, kenapa ia begitu tega untuk mencelakai kita semua?"
tanya Hay San Jin dengan suara gemetar.
Yan An menghela napas panjang.
"Aaai...! Kesemuanya ini harus salahkan diri sendiri, kesemuanya
ini adalah kesalahan kita sendiri, saudaraku, sekarang kita cuma
punya satu pilihan saja, dan aku akan berangkat satu tindak lebih
dulu."
"Eeeeei... nanti dulu, kalian toh bukan menderita kalah secara
memalukan..." teriak Pek In Hoei setelah tertegun sebentar, "kenapa
kau..."
"Kurang ajar, kau berani mentertawakan diriku??" bentak Yan
An dengan gusar.
Dia angkat telapak kanannya dan segera digaplokkan ke atas
ubun-ubun sendiri, percikan darah segar segera berhamburan di
angkasa, isi otak berceceran di tanah dan binasalah jago lihay itu.
"Toako..." teriak tiga orang rekan lainnya dengan perasaan
hancur lebur.
Lu Kiat yang menyaksikan kesemuanya itu hanya bisa
menggeleng sambil bertanya :
"Sebenarnya apa yang telah terjadi??"
"Mana aku tahu?" sahut Pek In Hoei lirih, "mungkin hanya poocu
seorang yang mengetahui rahasianya..."

1020
IMAM TANPA BAYANGAN II

Perempuan tua yang bersembunyi di balik pepohonan di tengah


kegelapan segera menghembuskan napas lega setelah menyaksikan
drama yang amat tragis itu, dia menyeka rambutnya yang terurai di
atas dahi lalu berbisik lirih :
"Tek Li, kau terlalu baik terhadap diriku!"
"Hu jin, aku berbuat demikian bukanlah disebabkan ingin
mengampuni Pek In Hoei, kulakukan kesemuanya ini karena aku
tidak ingin kehilangan dirimu!" kata Cui Tek Li sambil gelengkan
kepalanya berulang kali, "Bicara terus terangnya saja, aku benci dan
ingin sekali membinasakan Pek In Hoei dengan telapak tanganku..."
"Tidak! Kau tidak boleh berbuat begitu," teriak perempuan tua
itu dengan suara gemetar, "Pek Tiang Hong telah menemui ajalnya di
tanganmu, kau tak boleh melenyapkan pula sisa keturunannya yang
cuma satu-satunya itu... Tek Li! Dengarkanlah perkataanku..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sudah terlalu banyak yang
kudengar dari mulutmu," seru Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo
sambil tertawa seram, "kalau bukan kau yang mintakan ampun buat
dirinya, aku tidak nanti akan membiarkan bocah keparat she Pek itu
tiba di tempat ini. Aaai...! Tahukah engkau mengapa aku berbuat
demikian?? Tidak lain karena dirimu..."
"Aku tahu... dan aku mengerti akan perasaanmu," bisik
perempuan tua itu dengan air mata bercucuran, "kau terlalu baik
terhadap keluarga Pek kami, aku bisa berterima kasih kepadamu,
terutama sekali pada malam ini kau suka melepaskan In Hoei dalam
keadaan hidup. Aku percaya sukma Pek Tiang Hong di alam baka
pasti mengetahui akan hal ini, dan dia pun akan berterima kasih pula
kepadamu..."
"Cukup... cukup..." tukas Cui Tek Li sambil ulapkan tangannya,
"aku tak mau mendengarkan perkataanmu lagi, sekarang kau boleh
pulang lebih dahulu... bila berita ini sampai tersiar di dalam dunia
persilatan, orang-orang Bu lim tentu akan mengatakan bahwa

1021
Saduran TJAN ID

manusia dari Benteng Kiam-poo adalah manusia-manusia yang tak


becus..."
Perempuan tua itu menyeka air mata yang membasahi pipinya
dan mengangguk, "baiklah aku akan kembali dulu ke kamar, jangan
kau katakan kepadanya kalau aku telah datang kemari..."
Cui Tek Li tertawa rawan.
"Pulanglah! Aku agak pusing kepala menghadapi dirimu..."
Perempuan tua itu berpaling dan memandang sekejap ke arah
jago kawakan yang tersohor karena kelicikannya itu, dia tahu mati
hidup Pek In Hoei sepenuhnya berada di tangan pemilik dari Benteng
Kiam-poo ini, karena dia kuatir lelaki itu berubah pikiran maka
dengan sorot mata penuh permohonan ia memandang kembali ke
arahnya.
Cui Tek Li tidak menggubris perempuan tua itu lagi, ia putar
badan dan memandang sekejap ke arah jenazah yang menggeletak di
tengah jalan, wajahnya tidak menunjukkan perubahan apa pun, hanya
senyuman sinis yang menghiasi ujung bibirnya, seakan-akan dia
merasa puas sekali dengan hasil karya yang telah dilakukan olehnya.
Dalam pada itu Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat telah
melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke depan, untuk sesaat
tak seorang pun di antara ke-dua orang itu buka suara dan berbicara,
mereka tidak pernah tahu kalau Cui Tek Li pemilik dari Benteng
Kiam-poo selama ini mengikuti terus di belakang tubuhnya...
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " tiba-tiba Cui Tek Li tertawa seram
sambil menatap bayangan punggung ke-dua orang itu, serunya :
"Saudara berdua, kionghi untuk kalian semua."
Pek In Hoei serta Lu Kiat bersama-sama menoleh ke belakang,
empat buah sorot mata serentak ditujukan ke atas tubuh rase tua itu,
pandangan mata mereka begitu dingin dan diliputi kewaspadaan.
"Pek In Hoei, aku harus menyampaikan ucapan selamat
kepadamu..." ujar Cui Tek Li sambil tertawa seram.
"Apa yang perlu diselamatkan?"

1022
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Selama kau menerobosi tiba rintangan kesemuanya sudah ada


sembilan orang manusia laknat yang menemui ajalnya di tanganmu,
dalam pandanganmu pekerjaan ini merupakan suatu usaha yang
sukses, sebaliknya bagi diriku merupakan suatu kerugian yang
besar..."
"Tak ada yang perlu disayangkan atas kematian dari orang-orang
itu..." tukas Pek In Hoei mendongkol.
"Hmm... tahukah engkau siapakah mereka itu?"
Melihat jawaban dari pemilik Benteng Kiam-poo ini agak aneh
dan tidak beres, sekali lagi Jago Pedang Berdarah Dingin berdiri
tertegun, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya.
"Dua manusia ganas she-Hoa, tiga mayat hidup serta empat
manusia bengis semuanya terdiri dari sampah masyarakat yang sudah
terlalu banyak melakukan kejahatan, manusia semacam ini sekali pun
mati juga tak perlu disayangkan..." katanya.
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Hmmm... tahukah engkau bahwa orang-orang itu bukan saja
terdiri dari manusia keji yang harus dibunuh, mereka pun merupakan
pembantu-pembantu yang telah membunuh ayahmu..."
"Apa?? Kau maksudkan mereka semua ikut dalam peristiwa
pengerubutan terhadap ayahku..." seru Pek In Hoei dengan jantung
berdebar keras.
"Sedikit pun tidak salah, sengaja kuatur kesemuanya ini untuk
dirimu, bukanlah peristiwa ini patut digirangkan dan diberi ucapan
selamat?? Semua manusia-manusia penting yang ikut di dalam
peristiwa pengerubutan di puncak gunung Cing Shia hanya terdiri dari
beberapa orang itu."
"Mengapa kau bantu diriku untuk membalas dendam?" tanya Pek
In Hoei dengan darah panas bergelora.
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Aku sama sekali tidak membantu dirimu, aku sedang membantu
diriku sendiri!"

1023
Saduran TJAN ID

"Apa maksudmu??"
Ia merasa bingung dan tak habis mengerti terhadap semua
perkataan yang diucapkan Cui Tek Li pada hari ini, ia merasa
ucapannya merupakan teka teki dan sulit untuk diraba, kendati Pek In
Hoei cerdas tak urung dibikin melongo juga.
"Orang-orang itu ada maksud hendak mengkhianati diriku," ujar
pemilik dari Benteng Kiam-poo lagi, "dan aku pun ada maksud untuk
melenyapkan mereka semua dari muka bumi, kedatanganmu
merupakan suatu hal yang sangat kebetulan, maka kuatur siasat ini
secara rapi..."
Pek In Hoei jadi amat gusar setelah mendengar perkataan itu,
serunya marah-marah :
"Rupanya kau sedang meminjam tanganku untuk melenyapkan
bibit bencana yang mengancam dirimu... bagus, bagus sekali! Cui Tek
Li, kau memang luar biasa sekali dan aku sudah mengenali siapakah
engkau!"
"Hmmmm.... Aku sama sekali tidak mengharapkan ucapan
terima kasih darimu, kalau aku tidak menyusun rencana seperti
sekarang ini, mampukah engkau membasmi semua musuh besarmu
yang ikut serta di dalam peristiwa pengerubutan terhadap ayahmu itu?
Bukankah tindakanku ini menguntungkan ke-dua belah pihak?"
"Hmmmm!" Pek In Hoei mendengus dengan penuh penghinaan,
di atas wajahnya yang tampan terlintas hawa napsu membunuh yang
mengerikan, sorot mata yang tajam bagaikan pisau memancarkan
cahaya berapi-api, karena gusar sekujur badannya gemetar keras, tiba-
tiba ia melangkah maju setindak ke depan.
"Aku akan menggunakan cara yang jujur dan terbuka untuk
menuntut balas atas sakit hatiku," serunya gegetun, "aku tidak mau
menerima kebaikan hatimu itu!"
"Seandainya aku tidak memberi bantuan, kepadamu dengan
mengatur kesemuanya ini bagimu, aku percaya selama hidup kau tak
nanti berhasil temukan orang-orang itu," ujar Cui Tek Li dengan sikap

1024
IMAM TANPA BAYANGAN II

wajar, "Pek In Hoei! Kau mesti tahu bahwa aku sama sekali tidak jeri
terhadap dirimu, aku berbuat kesemuanya ini karena memandang di
atas wajah ibumu..."
"Pintar amat kau ambil hati orang!" bentak Jago Pedang Berdarah
Dingin dengan nada keras.
"Hmmm!" Cui Tek Li pemilik dari Benteng Kiam-poo
mendengus dingin, "sekarang kau jangan keburu bersenang hati lebih
dahulu, sebab masih ada satu rintangan terakhir yang harus kau lalui
dan akulah yang akan kau hadapi! Bila kau ingin tinggalkan tempat
ini dalam keadaan hidup, lebih baik simpanlah sedikit tenaga untuk
menunggu beberapa saat lagi..."
"Sekarang juga kita boleh mulai turun tangan!" seru Pek In Hoei
dengan wajah hambar.
"Ayohlah berangkat, pintu benteng telah terbuka bagimu..." kata
Cui Tek Li sambil putar badan dan melangkah pergi terlebih dahulu.
Lu Kiat serta Pek In Hoei segera menyusul dari belakangnya,
perasaan hati mereka mulai diliputi ketegangan dan terasa berat
sekali.
Di depan pintu benteng yang kuno berdiri dua baris pria baju
merah yang masing-masing membawa sebuah obor cahaya terang
menyinari daerah sekitar tempat itu membuat suasana jadi terang
benderang dan tidak jauh berbeda dengan keadaan di siang hari.
Tiba-tiba Pemilik Benteng Kiam-poo itu melepaskan jubah
luarnya yang berwarna biru langit, kemudian berkata sambil tertawa :
"Sekarang kau boleh coba menerobos keluar dari rintangan yang
terakhir..."
"Poocu sebelum pertarungan dimulai terlebih dahulu aku ada satu
permintaan yang hendak diajukan kepadamu," kata Pek In Hoei
dengan wajah amat serius.
"Memandang di atas wajah ibumu, aku rasa tidak sepantasnya
kalau kutampik permintaanmu itu. Nah! Katakanlah..."

1025
Saduran TJAN ID

"Hmmm! Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei mendengus


dingin, air mukanya menunjukkan perasaan tidak senang hati.
Dari sikap pemuda itu bisa dilihat betapa susah dan segannya Pek
In Hoei mengucapkan permintaannya, dia tidak ingin diejek dan
dihina terus oleh Cui Tek Li, tetapi ketika sorot matanya membentur
di atas tubuh Lu Kiat yang berada di sisinya, ia segera bertekad untuk
menahan rasa malu serta mengutarakan keinginan hatinya.
Dalam hati dia mengeluh, kemudian ujarnya :
"Andaikata aku bernasib sial dan akhirnya harus mati konyol di
tanganmu, maka aku berharap agar kau jangan menyusahkan toako
Lu Kiat lagi, antara aku dengan dirinya sama sekali tiada ikatan
hubungan apa pun juga..."
"Adik In Hoei, apa maksudmu mengutarakan hal seperti itu??"
teriak Lu Kiat dengan wajah tertegun.
Pek In Hoei tertawa getir.
"Toako kau masih mempunyai ayah dan ibu, kau masih
dibutuhkan tenaganya untuk berbakti kepada mereka dua orang tua,
sedang aku hanya sebatang kara tanpa sanak tanpa saudara, walaupun
harus mati juga tak ada yang perlu disesalkan. Jika kau harus
menemani aku mati di sini, kejadian tersebut boleh dibilang sangat
keterlaluan..."
Lu Kiat sangat terharu sehingga tanpa sadar air mata bercucuran
membasahi pipinya, mendadak dia angkat kepala dan tertawa
panjang, kulit mukanya berkerut beberapa kali, ujarnya :
"Adikku, pendapatmu itu keliru besar... ke-dua orang tuaku baik
sekali dan mereka tidak membutuhkan perawatanku lagi, ini hari
kalau hidup kita akan hidup bersama kalau mati kita akan mati
berbareng, aku tidak mau kalau disuruh lari seorang diri!"
Ia berhenti sebentar lalu dengan suara gemetar sambungnya
kembali :
"Aku lebih-lebih tidak senang kalau kau harus merengek-rengek
minta belas kasihan orang lain karena ingin menyelamatkan jiwaku,

1026
IMAM TANPA BAYANGAN II

perbuatan semacam itu bukan saja merupakan suatu penghinaan


bagimu, bagi diriku pun merupakan suatu penghinaan pula..."
"Apakah kau tidak menyetujui jalan pikiranku ini?? seru Pek In
Hoei dengan gelisah.
"Aku tidak nanti akan melarikan diri guna mencari hidup," seru
Lu Kiat sambil membusungkan dadanya, "adikku, kau tak usah
banyak bicara lagi."
Ketika telapak tangannya menepuk dada itulah tiba-tiba Lu Kiat
menyentuh kembali pedang kecil berwarna perak yang diserahkan Lu
hujin kepadanya sesaat sebelum berangkat, hatinya tercekat dan di sisi
telinganya seakan-akan berkumandang kembali pesan dari ibunya:
"Benda ini merupakan kepercayaan dari Benteng Kiam-poo,
bawalah dan siapa tahu benda tersebut akan bermanfaat bagi kalian
berdua..."
Berpikir sampai di situ, dengan cepat dia ambil keluar pedang
kecil warna perak yang panjangnya hanya tujuh cun itu, sambil
diangsurkan ke depan serunya :
"Poocu, kenalkah engkau dengan benda ini!"
Tergetar keras hati Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo setelah
menyaksikan pedang kecil itu, dengan cepat dia loncat maju ke depan,
tegurnya :
"Siapa yang menyerahkan benda itu kepdamu?"
"Ibuku," jawab Lu Kiat dengan nada dingin.
"Bukankah ibumu she In dan kawin Lu Po Eng?"
Lu Kiat tidak menyangka kalau rase tua itu bisa mengetahui
begitu jelas tentang asal usulnya, hingga nama dari ayahnya pun
diketahui dengan amat jelas.
Dengan nada tercengang segera serunya :
"Kau... kau telah mengetahuinya?"
"Serahkan pedang itu kepadaku!"
"Tidak bisa!"

1027
Saduran TJAN ID

"Sejak Benteng Kiam-poo didirikan dalam dunia persilatan sudah


lima batang pedang budi yang tersebar di kolong langit, sekarang aku
sudah menemukan kembali tiga di antaranya dan masih ada dua
batang yang belum ditarik kembali, pedang ini merupakan tanda
perintah tertinggi benteng kami, jika kau ada permintaan cepatlah
utarakan keluar."
"Pentingkah pedang itu bagimu?"
Cui Tek Li mendengus dingin.
"Aku pernah berhutang budi pada keluargamu, sekarang kau
boleh menggunakan pedang pendek itu untuk mohon satu permintaan
apa pun kepadaku, permintaan itu akan kuanggap sebagai balas jasa
terhadap diriku."
Lu Kiat melirik sekejap ke arah Pek In Hoei, lalu berkata :
"Aku hanya ingin agar kau menghapuskan pertarungan yang
terakhir ini."

Bagian 39
"TENTANG soal ini," bisik Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo
dengan susah, "permintaanmu itu terlalu kelewat batas, Jago Pedang
Berdarah Dingin secara beruntun telah membinasakan sembilan orang
jago lihay dari benteng kami, andaikata aku biarkan dia pergi dengan
begitu saja maka nama benteng kami niscaya akan hancur
berantakan."
Pek In Hoei segera melirik ke arah Lu Kiat dan berkata :
"Toako lebih baik simpan saja benda itu ke dalam sakumu, kita
sama sekali tidak membutuhkan benda itu untuk digunakan sebagai
benda pemohon ampun dari orang lain, siapa tahu kalau dalam
pertarungan yang terakhir nanti kita akan mendapatkan kemenangan."
"Hmm, kau anggap dengan kemampuanmu yang tak seberapa itu
sudah sanggup untuk menghadapi serangan delapan berantaiku?"
teriak pemilik Benteng Kiam-poo dengan gusar.
Pek In Hoei tertawa dingin.
1028
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kau toh seorang ahli di dalam ilmu pedang, di kala aku


menjebolkan ke-tiga buah rintanganmu itu aku percaya kau pasti
sudah mengetahui sampai di manakah kemampuanku, mampukah
kutembusi rintangan yang terakhir ini aku rasa kau tentu punya
perhitungan sendiri di dalam hati."
Cui Tek Li tertawa seram.
"Pek In Hoei, aku akan bicara terus terang kepadamu," katanya,
"meskipun kau telah memiliki inti sari dari ilmu pedang penghancur
sang surya, tetapi kau masih tetap bukan tandinganku, di dalam tiga
puluh jurus mendatang aku percaya masih mampu untuk
mengalahkan dirimu, jika kau tidak percaya akan kuperlihatkan
sesuatu benda kepadamu!"
Tiba-tiba ia berpaling dan berseru :
"Go Kie!"
Seorang pria baju hitam dengan membawa sebilah pedang
panjang munculkan diri dari tempat kegelapan, Cui Tek Li segera
menerima senjata itu dan mengebaskannya di udara, cahaya tajam
berkilauan dan di dalam waktu singkat ia telah melancarkan tujuh
puluh dua tusukan di angkasa.
Ke-tujuh puluh dua tusukan itu dilancarkan dalam sekejap mata,
bukan saja tangkas bahkan kecepatannya sukar diikuti dengan
pandangan mata.
Terkesiap hati si Jago Pedang Berdarah Dingin melihat kelihayan
musuhnya, dari kilauan bayangan pedang yang bertaburan di angkasa,
dia bisa menarik kesimpulan bahwa untuk mengalahkan pihak
musuhnya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, dengan penuh
rasa sedih dia menggeleng dan tetap membungkam dalam seribu
bahasa.
"Bagaimana?" ejek pemilik Benteng Kiam-poo sambil tertawa
dingin.
"Aku memang belum bisa menandingi kemampuanmu!" jawab
Pek In Hoei dengan sedih.

1029
Saduran TJAN ID

Cui Tek Li segera angkat kepala dan tertawa keras, dia memuji
ketajaman mata Pek In Hoei dan memuji pula akan keberanian
lawannya untuk mengakui keadaan yang sebenarnya, meskipun
merasa bangga dia pun agak bersedih hati.
"Bawa kemari!" ujarnya kemudian pada Lu Kiat, "mari kita
saling bertukar syarat."
Lu Kiat segera angsurkan pedang kecil itu kepada Cui Tek Li,
katanya pula :
"Sejak kini kita masing-masing tidak berhutang satu sama
lainnya."
Pemilik Benteng Kiam-poo tidak mengucapkan sepatah kata pun,
ia berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya kemudian berseru
:
"Buka pintu dan hantar tamu keluar benteng!"
Para pria baju merah yang berdiri di ke-dua belah sisi jalan segera
menyingkir dan pintu benteng yang berwarna hitam pekat perlahan-
lahan terbentang lebar, dengan pandangan tercengang orang-orang itu
memandang ke arah dua orang pemuda tersebut, selama sejarah
berlangsung baru pertama kali ini pintu benteng dibuka bagi
musuhnya yang hendak keluar.
"Aaai... kalian adalah orang pertama yang dapat keluar dari
Benteng Kiam-poo dalam keadaan selamat!" ujar pemilik benteng
pedang itu sambil menghela napas.
"Hmm! Pintu bentengmu itu tak akan bisa tertutup untuk
selamanya, akhirnya terbuka juga..." sambung Lu Kiat dingin.
"Benar, mungkin apa yang kau katakan memang benar!" suatu
perasaan sedih yang tak terbendung melintas di wajah jago tua she
Cui itu.
Pek In Hoei yang selama ini membungkam terus tiba-tiba berseru
:
"Poocu, aku akan kembali lagi kemari pada suatu ketika!"
"Mau apa kau kembali lagi ke sini?"

1030
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Mencabut jiwa anjingmu."


"Haaaah... haaaah... haaaah... " Pemilik Benteng Kiam-poo
angkat kepala dan tertawa seram tiada hentinya, hawa amarah
berkobar di dalam rongga dadanya tetapi ia tetap bersabar, menanti
bayangan punggung dari Pek In Hoei serta Lu Kiat telah lenyap dari
kegelapan ia baru kembali ke dalam benteng dengan perasaan berat.
*****

Awan putih melayang di atas langit yang biru, angin berhembus


lewat membawa udara yang dingin, daun kering berguguran di atas
tanah dan kicauan burung berdendang menyemarakkan suasana di
pagi hari itu.
Di tengah hembusan angin musim gugur yang dingin, Jago
Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat dengan menunggang kuda
perlahan-lahan tinggalkan Benteng Kiam-poo berangkat menuju
kebebasan.
Keadaan mereka berdua ibaratnya manusia yang baru mendusin
dari impian buruk, apa yang sudah terjadi kemarin malam membekas
dalam-dalam di hati mereka.
""Aaai...!" terdengar Pek In Hoei menghela napas sedih dan
bergumam seorang diri, "aku hanya segumpal awan, segumpal awan
yang tipis... awan yang tiada tetap tempat tinggalnya, nasib
menentukan aku harus berkelana sepanjang masa, aku baru berhenti
bergelandangan bila jiwaku sudah melayang tinggalkan raga."
Dengan wajah tercengang Lu Kiat angkat kepala dan memandang
pria kekar yang bersemangat jantan itu, ia tak pernah mendengar
pemuda itu mengucapkan kata-kata seperti itu di masa yang silam.
Segera tegurnya dengan nada keheranan :
"Adikku, mengapa engkau?"
"Aku sedang teringat kembali akan asal usulku, serta
penderitaanku selama masih hidup di kolong langit."

1031
Saduran TJAN ID

"Kenapa secara tiba-tiba sikapmu berubah jadi begitu murung?"


seru Lu Kiat sambil gelengkan kepalanya berulang kali, "dengan
kesuksesanmu untuk mengangkat nama dan tersohor di kolong langit,
jarang sekali terdapat manusia di kolong langit ini bisa melampaui
kehebatanmu itu, sepantasnya kalau kau merasa puas dan bangga
dengan hasil yang berhasil kau capai, kau harus puas dengan jerih
payahmu selama berlatih ilmu silat hingga mencapai taraf yang
demikian hebatnya."
Pek In Hoei tertawa getir.
"Napsu angkara murka serta napsu ingin mencapai sesuatu
hingga napsu puasnya merupakan musuh besar bagi umat manusia,"
katanya, "mungkin dalam hatiku pernah timbul napsu untuk menjadi
tersohor di seluruh kolong langit, tetapi pikiran semacam itu kini
sudah lenyap tak berbekas dari dalam benakku, sebab aku teringat
kembali akan daun yang rontok dari dahannya, suatu ketika aku pun
akan jadi tua dan layu, waktu itu ke mana aku harus pergi?"
"Ketika kau sudah menjadi tua dan layu, datang saja ke rumahku,
sebab rumahku akan merupakan rumahmu!" sambung Lu Kiat tiba-
tiba sambil tertawa.
"Aku tidak membutuhkan benda-benda yang berada dalam
kenyataan, yang kucari adalah kepuasan dalam batin..."
Lu Kiat tertegun.
"Aku tidak mengerti dengan apa yang kau ucapkan barusan!" ia
berseru.
Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau belum pernah mengalami bencana serta penderitaan seperti
apa yang pernah kualami, tentu saja kau tidak akan paham terhadap
apa yang kumaksudkan dengan ucapan tersebut, ketika seseorang
telah merasakan pahit getirnya kehidupan seorang manusia di kolong
langit, maka saat itulah dia akan memahami apa artinya kehidupan
seorang manusia di kolong langit, apa yang dibutuhkan seorang
manusia di saat masih hidup di sini."

1032
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Lalu apa yang kau butuhkan?" tanya Lu Kiat sesudah termangu-


mangu beberapa saat lamanya.
Pek In Hoei gelengkan kepalanya dan menghela napas panjang.
"Setiap manusia mempunyai kesulitannya sendiri-sendiri,
tentang hal ini kau tak mungkin akan tahu..."
"Oooh...! Kalau begitu aneh sekali nama besarmu pada saat ini
boleh dibilang amat tersohor di kolong langit dan selama ini belum
pernah ada yang berhasil melampaui kesuksesanmu itu, semua partai
dan perguruan besar telah mensejajarkan nama besarmu di samping
nama besar Cia Ceng Gak, bahkan ada pula yang mengatakan
keberhasilanmu jauh lebih hebat daripada ccb, kesemuanya itu sudah
cukup untuk membuat kau sombong dan berbangga hati, membuat
namammu jadi terkenal dan diketahui orang sebagai malaikat pedang
ke-dua di kolong langit, sekarang apa lagi yang belum kau dapatkan?
Apa yang membuat kau merasa tidak puas? Adik In Hoei, janganlah
terlalu muluk cita-citamu, ketahuilah cita-cita yang terlalu dan tinggi
kadangkala akan mendatangkan kekecewaan yang lebih besar
bagimu, lebih sedikitlah tahu diri..."
"Tentang persoalan ini kau semakin tidak paham lagi," kata Pek
In Hoei sambil tertawa getir, "aku tidak bangga dengan kesuksesan
yang berhasil kuraih selama ini, aku sedang risau karena tak bisa
mengundurkan diri dari kancah pembunuhan serta pergolakan yang
sedang menimpa dunia persilatan ini, ketahuilah semakin tinggi
pohon itu semakin banyak angin yang berhembus lewat, sekarang
kesulitan yang menimpa diriku sudah terlalu banyak."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau cuma urusan sekecil itu tak
mungkin bisa menyusahkan dirimu, pandanganmu terlalu cupat dan
tidak terbuka, apa susahnya untuk mengundurkan diri dari dunia
persilatan? Asal kau menyembunyikan dari di suatu tempat yang
terpencil, dan jarang didapati manusia, bukankah urusan akan beres
dengan sendirinya."

1033
Saduran TJAN ID

"Aaai.. toako, pandanganmu terlalu sederhana, dunia persilatan


tidak jauh berbeda dengan sebuah gentong berisi air merah, sekali kau
melangkah masuk dan tubuhmu berubah jadi merah, maka sekali pun
dicuci juga tak bisa bersih, hingga mati soal budi dan dendam masih
akan berkecamuk terus pada dirimu."
"Apa sih maksudmu? Aku tak bisa menangkap arti yang
sebenarnya..."
"Di pihakmu mungkin budi dan dendam bisa terselesaikan bila
kau telah mati, tetapi keadaan dalam pandangan lawan sama sekali
berbeda, dia akan memberitahukan kepada putranya dan suruh
putranya membalas dendam, turun temurun mereka akan saling bunuh
tiada hentinya..."
"Oooh... !" Lu Kiat berseru tertahan, diam-diam ia merasa kagum
atas ketajaman pandangan si anak muda itu, meskipun ia sendiri
mempunyai pengalaman yang amat luas, tetapi terhadap
pandangannya mengenai kehidupan manusia tidak sedalam
pandangan dari Pek In Hoei, karena itu dia membungkam dalam
seribu bahasa.
Lama sekali, dia baru menghela napas panjang, katanya :
"Adik In Hoei, mari ikut aku pulang ke rumah!"
"Tidak, sekarang aku telah mengetahui siapakah musuh besarku,
mungkin banyak urusan yang harus segera kulakukan," kata Pek In
Hoei sambil menggeleng, "lain kali saja kalau aku punya waktu tentu
akan menyambangi empek dan bibi, sekarang aku tak mau
mengganggu lebih dahulu."
Lu Kiat menghela napas panjang.
"Aku sudah tahu bahwa engkau pasti tak mau mampir di
rumahku, asal kau jangan lupa saja meskipun kita punya nama marga
yang berbeda, dalam kenyataan adalah saudara sedarah sedaging, bila
kau ada urusan datanglah ke rumah dan carilah aku..."
Dalam hati Jago Pedang Berdarah Dingin merasa terharu sekali
terhadap sikap Lu Kiat yang begitu hangat serta memperhatikan

1034
IMAM TANPA BAYANGAN II

dirinya itu, sejak kecil ia sudah hidup sebatang kara terutama setelah
ayahnya meninggal, tak pernah ada orang yang memperhatikan
dirinya lagi, air mata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi pipinya.
Suasana jadi hening... udara terasa gelap dan suara hembusan
angin saja yang berkumandang memecahkan kesunyian...
Tooong... tooong... tooong...
Di tengah keheningan, tiba-tiba terdengar suara tambur
berkumandang memecahkan kesunyian, Lu Kiat serta Pek In Hoei
sama-sama tertegun dan segera angkat kepala memandang ke arah
depan.
Tampaklah sebaris pria baju hitam sambil menabuh tambur dan
genderang sedang berjalan mendatangi, di depan mereka berjalanlah
seorang kakek tua berjubah ungu yang menunggang seekor kuda
jempolan yang tinggi besar.
Ketika kedua belah pihak saling berpapasan kakek berjubah ungu
itu melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu
Kiat, kemudian dia ulapkan tangannya dan rombongan pria berbaju
hitam itu pun segera menghentikan langkahnya.
Kepada Lu Kiat berdua dia memberi hormat, lalu tegurnya :
"Siapakah di antara kalian yang bernama Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek toa enghiong?"
"Lo sianseng ada urusan apa? Akulah Jago Pedang Berdarah
Dingin," jawab pemuda itu dengan hambar.
Seakan-akan telah menemukan orang yang sedang dicari, kakek
berjubah ungu itu segera loncat turun dari punggung kudanya dan
maju menyongsong sambil tertawa riang.
"Peristiwa berhasilnya Pek toa enghiong menerobos keluar dari
Benteng Kiam-poo telah menggemparkan seluruh dunia persilatan,
majikan kami merasa kagum sekali terhadap nama besar enghiong
nomor dua setelah Cia Ceng Gak seperti engkau ini, maka sengaja
hamba diutus datang kemari untuk menyambut kedatangan Pek toa-
enghiong, kami harap agar enghiong suka singgah sebentar di rumah

1035
Saduran TJAN ID

kami sebagai tanda hormat terhadap undangan dari majikan kami


ini..."
"Siapa sih majikanmu itu? Aku rasa belum pernah kenal!" sahut
Pek In Hoei dengan alis berkerut.
Kakek jubah ungu itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Pek toa enghiong, kenapa kau mesti
persoalkan masalah yang sepele itu? Asal kau suka datang ke situ
maka kalian toh akan berkenalan sendiri? Bagaimana kalau sekarang
juga kita berangkat..."
"Lo sianseng, siapa sih namamu?" tanya Lu Kiat dengan alis
berkerut kencang.
Kakek berjubah ungu itu menggeleng.
"Namaku sudah dilupakan orang, kalian sebut saja diriku sebagai
Cin Siong loo-jin..."
Habis berkata dia segera menangkap tali les kuda Pek In Hoei dan
menuntunnya.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei jadi amat terperanjat,
buru-buru dia goyangkan tangannya sambil berseru :
"Lo sianseng, jangan... jangan kau lakukan hal itu..."
Cin Siong lo-jin tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku tidak lebih hanya seorang
pahlawan tua, sekarang aku dapat menuntunkan kuda bagi Pek toa
enghiong hal ini merupakan suatu pekerjaan yang patut dibanggakan,
Pek toa enghiong... Kau tak usah bersikeras hati lagi, majikan kami
sudah menunggu dengan hati gelisah."
Tanpa mempedulikan lagi apakah Jago Pedang Berdarah Dingin
setuju atau tidak, ia segera menarik tali les kuda orang dan
memerintahkan para pria baju hitam lainnya untuk melanjutkan
perjalanan.
Yang paling mengherankan adalah tujuan dari rombongan orang-
orang itu, mereka tidak meneruskan perjalanan lewat jalan besar

1036
IMAM TANPA BAYANGAN II

melainkan berbelok ke jalan yang sunyi dan terpencil kemudian


menuju ke bukit tinggi tidak jauh dari sana.
"Lo sianseng apakah kau tidak salah ambil jalan?" tanya Lu Kiat
dengan wajah tercengang.
Cin Siong lo-jin tertawa tergelak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak mungkin salah... tidak
mungkin salah, sepanjang tahun aku selalu melewati jalan ini tak
mungkin kalau aku bisa salah jalan, setelah membelok di tikungan
sebelah depan maka kita akan sampai di rumah kediaman majikan
kami..."
Tatkala rombongan pria baju hitam itu tiba di sebuah tanah
lapang mendadak mereka hentikan langkahnya dan membunyikan
suara tambur serta gembrengan semakin keras.
Cin Siong lo-jin membentak keras, tabuhan tambur dan
gembrengan pun segera terhenti, dengan sikap menghormati mereka
berdiri di tepi lapangan.
"Silahkan kalian berdua turun dari kuda," ujar Cin Siong lo-jin
dengan hormat, "hambar akan memberi laporan kepada majikan
kami..."
Pek In Hoei tertawa ewa.
"Lo sianseng tak usah sungkan-sungkan, mari kita bersama-sama
menghadap majikan kalian..."
Cin Siong lo-jin tertawa, ia segera maju ke arah depan diikuti oleh
Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat di belakangnya.
Setelah menerobosi sebuah hutan lebat yang penuh ditumbuhi
pohon siong, sampailah mereka di depan sebuah bangunan rumah
berbatu yang sudah kuno dan nampak antik sekali, dua orang pria
bersenjata berjaga di kedua belah samping pintu bangunan tersebut.
Lu Kiat terkesiap, ia tidak tahu kalau di tempat tersebut terdapat
sebuah bangunan rumah yang aneh dan misterius, tanpa sadar sorot
matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu dan kewaspadaan
segera ditingkatkan lipat ganda.

1037
Saduran TJAN ID

"Silahkan!" ujar Cin Siong lo-jin dengan sikap menghormat.


Jago Pedang Berdarah Dingin serta Lu Kiat ragu-ragu sebentar,
kemudian mereka melangkah masuk ke dalam ruangan itu.
Tampaklah perabot dalam ruangan itu antik sekali, kecuali
beberapa buah meja dan bangku yang terbuat dari batu hijau, di atas
dinding tergantung pula beberapa buah lukisan pemandangan yang
sangat indah.
Cin Siong lo-jin bertepuk tangan satu kali, dari balik ruangan
segera muncul seorang pria yang menghidangkan air teh.
Mendadak terdengar suara gelak tertawa yang keras dan nyaring
menggema di seluruh ruangan, disusul dari balik ruang belakang
berjalan keluar seorang kakek tua penuh bercambang hitam.
Sambil tertawa tergelak kakek bercambang hitam itu menegur :
"Bukankah saudara ini adalah Jago Pedang Berdarah Dingin Pek
toa-enghiong...?"
"Tidak berani!" sahut Pek In Hoei sambil tersenyum, "tolong
tanya siapakah nama lo-cianpwee?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku adalah Can Keng Hong, turun
temurun sudah berdiam di sini!"
Lu Kiat terperanjat mendengar nama orang itu, bayangan tentang
seseorang segera terlintas di dalam benaknya ia memandang sekejap
wajah Can Keng Hong lalu berkata :
"Ooooh... rupanya lo-cianpwee adalah ahli waris dari partai Lo-
kong-pay..."
Partai Lo-kong adalah sebuah perguruan besar yang berasal dari
pulau Lo-kong di luar lautan, di masa lampau kebesaran namanya
sudah dikenal setiap orang dan sejajar dengan nama besar partai
lainnya.
Lima belas tahun berselang mendadak partai itu dibasmi orang
dan sejak saat itulah ahli warisnya tak nampak bermunculan lagi
dalam kolong langit. Lu Kiat yang pernah mendengar tentang kisah
peristiwa tersebut tentu saja memahami pula tentang asal usulnya.

1038
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tampak Can Keng Hong tertawa getir dan berkata :


"Lu heng, rupanya kau mengetahui jelas sekali tentang semua
peristiwa yang telah menimpa partai kami..."
"Oooh...! Aku hanya secara kebetulan saja mendengar cerita ini
dari seseorang..."
"Oooh...! Kiranya begitu," seru Can Keng Hong, "ada pun
maksudku mengundang kehadiran toa enghiong kemari, kecuali
untuk menyatakan rasa hormat dan kagum kami terhadap dirimu,
yang paling penting adalah ingin mengetahui sedikit persoalan
mengenai keadaan Benteng Kiam-poo..."
"Aku tidak ingin membicarakan tentang persoalan itu, dan aku
sama sekali tak mau membicarakannya!"
Air muka Cin Siong lo-jin berubah hebat.
"Dendam sakit hati Pek toa-enghiong hanya diketahui oleh
pemilik dari Benteng Kiam-poo seorang, apakah dia tidak
mengungkapkan sesuatu kepadamu? Atau memberitahukan sesuatu
kepadamu?"
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tertegun ,dia tidak
menyangka Cin Siong lo-jin begitu mengetahui tentang persoalannya,
dengan pandangan tercengang dia melirik sekejap ke arah orang tua
itu, kemudian tegurnya :
"Lo sianseng, dari mana kau bisa mengetahui begitu banyak
persoalan tentang diriku."
Terkesiap hati Cin Siong lo-jin ketika menyaksikan sorot mata
pihak lawan yang begitu tajam menatap mukanya, buru-buru dia
melengos ke arah lain sambil tertawa keras :
"Aku hanya mendengar tentang persoalan itu dari mulut orang
lain!"
Ia berhenti sebentar, kemudian lanjutnya :
"Majikan, silahkan engkau."
"Baik!" kata Can Keng Hong sambil tertawa getir.

1039
Saduran TJAN ID

Ia bertepuk tangan satu kali, seorang pria kekar dengan di


tangannya membawa sebuah kotak perlahan-lahan munculkan diri,
Can Keng Hong segera menerima kotak itu sambil ujarnya :
"Benda ini merupakan benda kepercayaan yang telah diserahkan
cg kepadaku di masa lampau, benda itu bernama Kiam-hu dan rasanya
cocok sekali kalau dipasangkan di ujung gagang pedang mestika
penghancur sang surya, tempo hari Cia Ceng Gak sendiri pun pernah
menggunakannya selama tiga tahun sebelum kemudian dilepas
kembali."
"Kenapa harus dipakai selama tiga tahun?" tanya Lu Kiat
tertegun.
Can Keng Hong tertawa getir.
"Selama tiga tahun dia akan menerima tantangan untuk
bertempur dari pelbagai partai dan selama jangka waktu tersebut dia
harus mempertahankan kelihayannya sehingga tidak satu kali pun
menderita kekalahan, saat itulah di baru akan disebut malaikat pedang
oleh khayalak umum. Karena seorang malaikat pedang harus tak
terkalahkan dan tiada tandingannya di kolong langit."
Perlahan-lahan dia letakkan kotak kecil itu di atas meja, dari
dalam kotak dia ambil keluar sebuah uang kuno yang terbuat dari
tembaga dengan ukiran sebilah pedang aneh di atasnya, pada balik
mata uang tadi terukir dua huruf besar yang berbunyi 'Malaikat
Pedang'.
Ia tidak mempedulikan apakah Pek In Hoei menyetujui atau
tidak, uang kuno tadi segera digantungkan di atas sarung pedangnya.
"Eeei... eei... jangan begitu," seru Pek In Hoei sambil goyangkan
tangannya berulang kali, "benda itu terlalu tinggi nilainya, aku tidak
berani untuk menerimanya."
"Benda itu diperoleh Cia Ceng Gak dari partai Thiam cong
dengan mempertaruhkan selembar jiwanya, benda itu merupakan
kebanggaan pula bagi partai Thiam cong, masa kau akan membiarkan
kebanggaan partaimu itu terjatuh ke tangan orang lain..." ujar Can

1040
IMAM TANPA BAYANGAN II

Keng Hong dengan wajah serius. Sepasang mata Cin Siong lo-jin tiba-
tiba berkilat, serunya dari samping :
"Tuan, kau harus pergi beristirahat."
"Oooh... yah!" Can Keng Hong mengangguk, "saudara berdua,
berhubung aku masih menderita penyakit parah dan tak bisa duduk
terlalu lama, maafkanlah daku tak bisa menemani lebih jauh, silahkan
kalian beristirahat sebentar di sini."
Kepada Cin Siong lo-jin ujarnya kembali :
"Cin siong, bimbing aku masuk ke dalam!"
Cin Siong lo-jin mengiakan berulang kali dan segera
membimbing Can Keng Hong masuk ke ruang dalam.
Menanti bayangan punggung ke-dua orang itu sudah lenyap dari
pandangan, Lu Kiat segera berpaling dan ujarnya dengan nada dingin
:
"Adikku, apakah kau berhasil melihat sesuatu?"
"Ada yang tidak beres?" Pek In Hoei balik bertanya sesudah
tertegun sebentar.
Lu Kiat mendengus dingin.
"Hmm! Apakah kau tidak merasa bahwa kekuasaan dari Cin
Siong lo-jin jauh lebih besar daripada Can Keng Hong? Aku lihat
setiap gerak-gerik Can Keng Hong berada di bawah kekuasaannya
sehingga dia sama sekali tiada pendirian dan di dalam menghadapi
segala apa pun harus minta persetujuan lebih dahulu dari Cin Siong
lo-jin..."
Pek In Hoei terkejut, seketika itu juga dia pun merasakan banyak
hal yang kurang beres, timbul kecurigaan dalam hatinya.
Setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu, bisiknya lirih :
"Kita harus waspada menghadapi segala kemungkinan."
Dalam pada itu dari balik jendela yang disinari cahaya lentera
terpantul bayangan punggung Can Keng Hong, terdengar dia
menghela napas panjang dan berkata :
"Sekarang kau harus lepaskan diriku!"

1041
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja!" sahut Cin Siong lo-jin


sambil tertawa seram, "asal bajingan cilik itu sudah modar, setiap saat
aku akan melepaskan dirimu, tetapi sekarang kau harus serahkan
kunci kumala itu kepadaku, aku akan menggerakkan semua alat
rahasia yang terdapat di sini dan menghancurkan ke-dua orang
bajingan itu di dalam bangunan rumah ini!"
"Aku membangun alat rahasia yang terdapat dalam ruangan ini
dengan susah payah bukan khusus digunakan untuk menghadapi Pek
In Hoei," teriak Can Keng Hong dengan hati tercekat, "aku harap kau
jangan memaksa diriku lagi, aku sudah cukup tersiksa menerima
tekanan darimu..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sebetulnya kau suka menyerahkan
keluar atau tidak?"
Kembali Can Keng Hong menggeleng.
"Aku tidak nanti akan menyerahkan kunci kumala itu kepadamu,"
katanya lirih, "aku tak mau menggunakan alat rahasia tersebut untuk
mencelakai dua orang pemuda yang sama sekali tak ada hubungan
permusuhan dengan diriku, liang-sim-ku pada hari ini sudah cukup
menderita dan tersiksa, aku harap kau jangan memaksa diriku lebih
jauh!"
"Omong kosong!" bentak Cin Siong lo-jin dengan sorot mata
berkilat, "sebenarnya kau suka menyerahkannya kepadaku atau
tidak..."
"Tidak! Sekali pun kau bunuh diriku juga tak akan kuserahkan
kepadamu..."
Sepasang alis Cin Siong lo-jin berkerut kencang, hawa
membunuh yang menggidikkan hati menyelimuti seluruh wajahnya,
ia gaplok pipi Can Keng Hong keras-keras lalu tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... pikiranmu harus lebih terbuka,
ketahuilah bahwa nasibmu berada di dalam genggamanku!"
"Kau tak usah mengancam atau menggertak diriku lagi, sekarang
aku sudah tidak takut menghadapi kematian..."

1042
IMAM TANPA BAYANGAN II

Rupanya Cin Siong lo-jin telah memahami betul-betul tabiat dari


Can Keng Hong, setelah dilihatnya orang itu bersikeras tak mau
bekerja sama dengan dirinya, dalam hati segera timbul niat untuk
membinasakan dirinya.
Ia tertawa dingin dan berkata :
"Kau ini sebenarnya sama sekali tak berharga, membiarkan kau
tetap hidup di kolong langit hanya akan meninggalkan bibit bencana
belaka, sekarang aku tak akan bersikap sungkan-sungkan lagi
terhadap dirimu. Hmmm... Hmmm... tetapi jangan kuatir, aku bisa
memberikan kematian yang utuh bagimu sebab tadi kau telah
menuruti perkataanku dan mau bekerja sama dengan diriku."
Kembali dia tertawa seram, setelah termenung sebentar lanjutnya
:
"Kau anggap tanpa kau serahkan kunci kumala itu kepadaku
lantas aku tak mampu untuk menggerakkan alat-alat rahasia itu? Kau
mungkin sudah lupa kalau aku adalah seorang ahli dalam hal alat
rahasia, asal kuperhatikan lebih seksama lagi tidak sulit rasanya untuk
menemukan letak kunci utama yang mengendalikan alat-alat rahasia
tersebut..."
"Hmm! Kau tak usah bermimpi di siang hari bolong, kalau ingin
turun tangan cepatlah turun tangan, hati-hati kalau aku memberi
perlawanan kepadamu...!" seru Can Keng Hong ketus.

1043
Saduran TJAN ID

Jilid 42
"KAU tak memiliki kemampuan untuk berbuat begitu, sebab aku
sudah terlalu memahami akan dirimu."
Tiba-tiba di dalam genggamannya telah bertambah dengan
sebilah pisau belati yang memancarkan cahaya kilat, sesudah diayun
sebentar di tengah udara segera ditusukkan ke atas dada Can Keng
Hong dengan kecepatan di luar dugaan.
"Aduuh...!" jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
keluar dari mulut Can Keng Hong, sekujur tubuhnya gemetar keras,
dengan pandangan melotot penuh kegusaran dia menatap wajah Cin
Siong lo-jin tanpa berkedip sedang sepasang tangannya mencekal
gagang pisau itu dengan gemetar.
"Kau..." serunya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... selamat tinggal sahabat lama," ejek
Cin Siong lo-jin sambil tertawa seram, "kau pasti akan merasa
kesepian selama perjalanan menuju ke alam baka... Nah!
Berangkatlah lebih duluan."
Diiringi suara tertawa dingin yang menggidikkan hati, ia
meloncat keluar dari tempat itu.
Dengan menahan siksaan serta penderitaan Can Keng Hong
merangkak bangun, ia muntah darah segar, matanya melotot, serunya
dengan nada sedih :
"Aku tak boleh mati, aku harus menyelamatkan jiwa ke-dua
orang itu.. aku tak boleh membiarkan mereka mati di tangan bangsat
tua itu."

1044
IMAM TANPA BAYANGAN II

Satu dorongan semangat dan tenaga yang tak berwujud membuat


ia berhasil mempertahankan diri, dengan menahan rasa nyeri yang
luar biasa ia menggerakkan tubuhnya lari keluar pintu dengan langkah
sempoyongan.
"Aku..." jeritnya keras-keras, suara orang itu serak dan gemetar
keras membuat siapa pun yang mendengar jadi bergidik hatinya,
kemunculan Can Keng Hong yang mendadak dalam keadaan yang
mengenaskan itu seketika mengejutkan hati Pek In Hoei serta Lu Kiat,
tanpa sadar ke-dua orang jago muda itu sama-sama meloncat bangun.
"Kenapa engkau?" tegur Lu Kiat dengan wajah tertegun.
"Kiam-hu itu..." jerit Can Keng Hong dengan suara gemetar.
Baru saja kata-kata itu meluncur keluar, perawakan tubuhnya
yang tinggi besar mendadak gemetar keras dan roboh terjengkang ke
atas tanah, suara serak yang tak bisa ditangkap artinya terlontar keluar
tiada hentinya dari tenggorokan.
Ia memandang sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin
dengan pandangan menakutkan, kemudian kepalanya terkulai dan
menghembuskan napas yang penghabisan tanpa berhasil
mengutarakan pesan apa pun.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " tiba-tiba dari belakang Lu Kiat
berkumandang keluar suara tertawa dingin yang menggidikkan hati,
pemuda itu terperanjat dan segera putar badan, ketika empat mata
saling membentur Lu Kiat segera berseru kaget :
"Oooh... kau?"
"Sungguh keji dan telengas hati kamu berdua," seru Cin Siong lo-
jin dengan nada dingin, "apa kesalahan majikan kami terhadap kalian
berdua sehingga dia harus dibunuh dalam keadaan yang sangat
mengenaskan!"
"Loo-sianseng, kau salah paham!" ujar Jago Pedang Berdarah
Dingin.
Air muka Cin Siong lo-jin berubah semakin serius, teriaknya
keras-keras :

1045
Saduran TJAN ID

"Salah paham? Apanya yang salah paham? Majikan kami tiada


berambisi untuk merebut nama atau kedudukan dengan orang lain,
bahkan dia malah punya minat untuk mengikat tali persahabatan
dengan kamu berdua, sekali pun andaikata ia berlaku tak hormat
kepada kalian toh kesalahannya tidak mesti dihukum mati? Hmm!
Andaikata aku tidak menyaksikan kesemuanya ini dengan mata
kepala sendiri, siapakah pembunuhnya tidak akan kuketahui, hmmm,
bunuh orang bayar nyawa, hutang barang bayar uang, kalian harus
memberi pertanggungjawaban kepada kami!"
Pek In Hoei segera gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kematian dari majikanmu itu benar-benar tiada sangkut pautnya
dengan diriku, kami berani bersumpah atas nama Thian bahwa
pembunuhan ini bukan kami yang lakukan. Lo sianseng! Lebih baik
cepatlah melakukan penggeledahan, siapa tahu pembunuhnya itu
masih berada di sekitar sini!"
Cin Siong lo-jin mendengus dingin.
"Hmm! Tempat ini rahasia letaknya, orang kangouw sama sekali
tidak tahu kalau majikan kami bersembunyi di tempat ini apalagi di
sekeliling gedung kuno ini dijaga oleh orang-orang kami, tak mungkin
kalau ada orang sanggup memasukinya. Hmm! Kamu berdua
membantah terus menerus, apakah maksudnya tak mau mengaku?"
"Ngaco belo," bentak Lu Kiat sambil maju ke depan, "kenapa kau
memfitnah orang dengan tuduhan yang bukan-bukan? Meskipun detik
ini kami belum tahu siapakah yang telah melakukan perbuatan keji
ini, tetapi aku dapat menduga apa yang sebetulnya telah terjadi,
hmmm!"
"Bagus... bagus... kalau begitu coba katakan siapa yang telah
melakukan kesemuanya ini?"
"Hmmm! Lo sianseng, kenapa setelah tahu masih pura-pura
bertanya lagi? Mungkin dalam hati kecilmu jauh lebih paham
daripada kami, untung kami berdua belum pernah tinggalkan tempat
ini barang setindak pun, kalau tidak bukankah tuduhan tersebut akan

1046
IMAM TANPA BAYANGAN II

melekat pada diri kami dan sekali pun mencebur ke dalam sungai
Huang-hoo tuduhan itu tak dapat juga dicuci bersih..."
"Ooooh! Jadi kau menuduh akulah yang melakukan pembunuhan
ini??" hardik Cin Siong lo-jin.
"Tahu muka tahu wajah, tak tahu hatinya, siapa tahu kalau
pembunuh itu memang kau sendiri..." jawab Lu Kiat tak mau
mengalah barang sedikit pun jua.
Cin Siong lo-jin tak mengira kalau Lu Kiat memiliki daya
pandangan yang begitu tajam dan teliti, kecurigaan tersebut bukan
dilontarkan kepada orang lain tapi justru ditimpakan kepadanya lebih
dahulu, satu ingatan licik dengan cepat berkelebat dalam benaknya,
satu senyuman yang menggidikkan hati terlintas di ujung bibirnya.
"Persoalan ini tak mungkin bisa dibikin jelas dengan sepatah dua
patah kata," bentaknya dengan gusar, "lebih baik kita bereskan
persoalan ini di ujung senjata, tapi kamu mesti ingat sebelum aku
berhasil menemukan siapakah pembunuh yang sebenarnya, kalian
berdua tak boleh tinggalkan tempat ini..."
"Sebelum pembunuh itu berhasil ditemukan kami pun tidak ingin
tinggalkan tempat ini," sahut Pek In Hoei dengan nada dingin, "Lo
sianseng, lebih baik berbuatlah sedikit cerdik dan jangan terlau
terpengaruh oleh emosi, andaikata kau tak mampu membuktikan
bahwa kami berdualah yang melakukan pembunuhan ini, mungkin
pada saat itu engkaulah yang akan mengalami kesulitan!"
"Hmmm! Terserah apa yang hendak kau lakukan, paling banter
aku harus mengorbankan selembar jiwaku."
Ia bertepuk tangan tiga kali, tiba-tiba dari empat penjuru
bermunculan pria-pria berbaju hitam, ketika orang itu menyaksikan
Can Keng Hong tergeletak di tengah genangan darah, suasana jadi
gempar dan mereka semua dengan pandangan mata penuh kegusaran
melotot ke arah Lu Kiat serta Pek In Hoei.
"Majikan kita dibunuh orang secara keji!" teriak Cin Siong lo-jin
dengan cepat sesudah orang-orang itu berkumpul semua, "dan sang

1047
Saduran TJAN ID

pembunuh kini berada di sini... aaai! Perbuatan kita tak ada bedanya
dengan memancing serigala masuk rumah, mencari kesulitan bagi diri
kita sendiri... hal ini harus salahkan majikan kita punya mata tak
berbiji..."
"Tutup mulut anjingmu..." bentak Pek In Hoei dengan penuh
kegusaran, ketika itu dia merasa ada segulung hawa amarah yang tak
terbendung menggelora dalam dadanya karena ia dituduh orang
secara penasaran, karena mendongkol bercampur gusar alisnya
kontan berkerut, dan sepasang mata dengan memancarkan cahaya
dingin yang menggidikkan hati menatap wajah Cin Siong lo-jin tanpa
berkedip.
"Kalau kau berani bicara sembarangan lagi jangan salahkan kalau
aku akan mencabut jiwa anjingmu itu..." serunya dengan nada tegas
dan serius.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... setelah membunuh orang, kau
lantas mau main menang sendiri? Masa aku bicara pun tak boleh..."
Belum habis dia berkata, dari antara rombongan manusia berbaju
hitam itu terdengar suara bentakan keras berkumandang di angkasa,
seorang pria baju hitam dengan pedang terhunus munculkan diri di
tengah kalangan, air mata mengembang dalam kelopak matanya dan
orang itu kelihatan sedih sekali.
Sambil ayun pedangnya di tengah udara ia berteriak :
"Apa itu Jago Pedang Berdarah Dingin? Kiranya tidak lebih
hanya seorang manusia kurcaci yang pandainya membokong orang
secara keji... sikap suhuku terhadap engkau toh tidak jelek, sungguh
tak nyana kau begitu tega melakukan pembunuhan secara begini
keji..."
"Sahabat, sebelum bertindak lebih baik terangkan saja dahulu
duduknya perkara..." seru Lu Kiat sambil gelengkan kepalanya.
"Aku sudah mengerti jelas duduknya perkara, dan membuktikan
pula dengan mata kepala sendiri," bentak pria itu dengan gusar, "kau
tak usah banyak bicara lagi, Hey Jago Pedang Berdarah Dingin! Ayoh

1048
IMAM TANPA BAYANGAN II

cepat tampil ke depan, aku Lie Toa Gou akan menghisap darah panas
yang mengalir keluar dari tubuhmu..."
"Ooooh... jadi kau hendak menantang aku berdua??" seru Pek In
Hoei mulai naik darah.
"Tentu saja, aku hendak menuntut balas bagi kematian dari
suhuku yang kau bunuh secara keji itu..."
"Kalau begitu cepatlah turun tangan, aku tidak ingin
menyusahkan dirimu..."
Lie Toa Gou segera membentangkan pedangnya, cahaya tajam
berkilauan di angkasa dan langsung membacok ke arah tubuh Pek In
Hoei teriaknya :
"Cabut keluar pedangmu, kalau tidak maka kau akan mati secara
konyol..."
Dari kecepatan gerak permainan pedang lawan, Jago Pedang
Berdarah Dingin menyadari bahwa ia telah bertemu dengan seorang
jago pedang kelas satu dalam dunia persilatan, hatinya tercekat dan
dia tak habis mengerti kenapa tempat ini bisa terdapat seorang jago
lihay yang demikian luar biasanya.
Hawa pedang sementara itu sudah menyebar di seluruh angkasa,
dalam waktu singkat sekeliling tubuhnya telah dibungkus oleh cahaya
pedang yang menggidikkan hati itu.
Berada dalam keadaan seperti ini, dia sadar jika dirinya
melakukan perlawanan dengan menggunakan tangan kosong maka
tiada keuntungan apa pun yang bakal diperoleh, badannya cepat
meloncat mundur ke belakang pada saat yang paling kritis sementara
tangan kanannya perlahan-lahan meraba di atas gagang pedangnya.
Dengan pandangan tegang Cin Siong lo-jin menatap tangan
pemuda itu, asal Jago Pedang Berdarah Dingin mencabut keluar
pedangnya atau menggenggam gagang pedang itu maka berarti pula
tujuannya telah tercapai, atau paling sedikit musuh tangguhnya ini tak
akan bisa merangkak bangun kembali.

1049
Saduran TJAN ID

Tiba-tiba... dari tengah angkasa berkumandang datang suara


bentakan nyaring.
"Jangan kau cabut pedang itu!"
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tercekat hatinya, tanpa
terasa ia membatalkan niatnya untuk menggenggam pedang itu,
ketika sorot matanya dialihkan ke arah mana berasalnya suara tadi,
tampaklah di depan pintu masuk telah berdiri seorang dara berbaju
serba merah.
Gadis itu memakai gaun warna merah dan kain baju berwarna
merah, yang lebih aneh lagi ternyata kain kerudung muka pun
berwarna merah pula, merah darah yang amat menyolok pandangan.
Kecuali biji matanya yang memancarkan cahaya tajam, raut
mukanya sama sekali tidak terlihat jelas.
"Siapakah kau??" bentak Cin Siong lo-jin dengan air muka
berubah hebat.
"Tak usah kau tanya siapakah aku," sahut dara baju merah itu
dengan suara ketus, "mungkin kedatanganku ini tidak terlalu
kebetulan sehingga membuat hatimu merasa sangat tidak tenang,
padahal semestinya kau harus menyadari akan hal ini sejak
permulaan..."
Cin Siong lo-jin mengerutkan dahinya, di atas raut wajahnya
yang dingin menyeramkan tiba-tiba terlintas hawa napsu membunuh
yang menggidikkan hati, senyuman sinis tersungging di ujung
bibirnya membuat kakek tua itu kelihatan sadis sekali.
Sesudah tertawa seram ujarnya :
"Nona, seorang budiman tak ada menghalangi jalan rejeki orang
lain, aku harap kau jangan melibatkan diri di dalam kancah kekacauan
ini, daripada akhirnya kau sendiri pun akan mendapatkan akibat yang
kurang menyenangkan hati..."
"Akibat yang bakal kau peroleh mungkin jauh lebih parah
daripada diriku," seru Dara baju merah itu sambil tertawa dingin,
"dewasa ini untuk sementara waktu aku tak akan membongkar rahasia

1050
IMAM TANPA BAYANGAN II

asal usulmu, hal ini kulakukan demi untuk memberikan sedikit muka
untukmu, aku percaya asal rahasia asal usulmu ketahuan maka
keadaanmu tidak akan seenteng dan sesantai sekarang ini."
Terkesiap hati Cin Siong lo-jin sesudah mendengar perkataan itu,
dia tak menyangka kalau gadis muda itu demikian lihaynya sehingga
asal usul sendiri pun sudah diketahui olehnya.
Dalam hati dia jadi merasa amat kuatir bila asal usulnya disiarkan
di tempat luaran, bentaknya dengan gusar :
"Eeeei... apa sih yang sedang kau bicarakan? Jangan mengaco
belo..."
"Hmm! Aku rasa dalam hatimu jauh lebih jelas daripada diriku,
janganlah memaksa dirimu untuk mengucapkan kata-kata yang lebih
tak sedap didengar..."
Sekujur tubuh Cin Siong lo-jin gemetar keras, tiba-tiba serunya :
"Toa Gou, apakah kau tidak akan membalas dendam terhadap
sakit hati gurumu?"
Lie Toa Gou mendengus dingin, pedangnya berputar di udara
membentuk satu gerakan busur dan berpuluh-puluh lapis ombak
pedang, dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh dia menerjang
maju ke depan, bentaknya :
"Pek In Hoei, ayoh cabut keluar pedangmu!"
Sejak pertama kali terjunkan diri dalam dunia persilatan, Jago
Pedang Berdarah Dingin belum pernah bertemu dengan manusia yang
tak pakai aturan seperti ini, ketika dilihatnya Lie Toa Gou bersikeras
hendak menuntut balas terhadap dirinya tanpa menyelidiki lebih
dahulu duduknya perkara hawa amarah segera berkobar di dalam
rongga dadanya, dengan suara dingin dia berseru :
"Lebih baik janganlah mencari kematian bagi diri sendiri, sahabat
kau mesti tahu satu kali aku Jago Pedang Berdarah Dingin mencabut
keluar pedang, sebelum mencium darah senjata itu tak akan ditarik
kembali. Di antara kita toh tidak pernah terikat dendam atau pun sakit
hati mengapa kau mesti memaksa aku untuk memilih jalan ke situ..."

1051
Saduran TJAN ID

Keteguhan imannya boleh dibilang sudah mencapai taraf yang


tinggi, meskipun hawa amarah telah berkobar dalam dadanya tetapi
terhadap Lie Toa Gou ia mengalah terus, hal ini bukanlah disebabkan
tabiatnya, pada hari ini teristimewa baik dia lakukan kesemuanya itu
karena memandang di atas wajah Can Keng Hong yang telah mati, ia
tidak tega menyaksikan ahli waris dari suatu partai besar ikut putus
sampai di sini sehingga mengakibatkan ilmu silat aliran Lo-kong Pay
ikut lenyap dari muka bumi...
Akan tetapi Lie Toa Gou tidaklah berpikir demikian, ketika
dilihatnya Cin Siong lo-jin mengerdipkan matanya berulang kali, dia
tahu bahwa dirinya disuruh turun tangan secepatnya maka tanpa
mempedulikan sikap lawan yang selalu mengalah, dia angkat kepala
dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau tidak berani melayani
tantanganku?? Haaaah... haaaah... haaaah... rupanya Jago Pedang
Berdarah Dingin yang didengung-dengungkan dalam dunia persilatan
sebagai seorang jago yang amat lihay tidak lebih hanya seorang
gentong nasi yang sama sekali tak berguna. Jago Pedang Berdarah
Dingin tidak lebih hanya seorang pembual yang pandai bicara besar...
Haaaah... haaaah... haaaah... aku tidak habis mengerti apa sebabnya
di kolong langit bisa terdapat manusia semacam engkau ini...
Haaaah... haaaah... haaaah... sampai-sampai aku Lie Toa Gou pun tak
berani dilayani... Haaaah... haaaah... haaaah... kau jangan lupa kalau
aku cuma seorang prajurit tanpa nama dalam dunia kangouw, dengan
kekuatan seorang prajurit tak bernama ternyata kau si Jago Pedang
Berdarah Dingin sudah sanggup dibereskan."
Jelas dari pembicaraan itu bahwa ia sedang memaksa Jago
Pedang Berdarah Dingin untuk turun tangan dan memaksa dia untuk
mencabut keluar pedang mestika penghancur sang surya-nya, apakah
ia betul-betul tidak takut mati?? Agaknya ia mempunyai maksud-
maksud tertentu...

1052
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sekalipun Jago Pedang Berdarah Dingin memiliki iman yang


tebal, lama kelamaan tak dapat menahan diri juga, dia merasa dirinya
sudah cukup mengalah terhadap lawan, air mukanya seketika berubah
hebat, hawa napsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya.
Perlahan-lahan dia angkat tangan dan siap memegang gagang
pedangnya, dengan nada sinis jengeknya.
"Kau si keledai malas yang bergulingan di atas kotoran manusia,
aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu..."
Sambil memutar pedangnya Lie Toa Gou tertawa terbahak-
bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... nah begitu baru mirip seorang
pendekar besar, ayo cabut keluar pedangmu!"
Mendadak dara baju merah itu maju ke hadapan Pek In Hoei,
serunya :
"Jangan sembarangan bergerak, gunakan saja pedangku ini bila
kau hendak bertarung."
Sambil berkata ia cabut keluar pedang sendiri yang tersoren di
punggung, cahaya putih yang berkilauan tajam segera tersebar di
empat penjuru membuat pria baju hitam yang memenuhi ruangan itu
diam-diam memuji akan kebagusan senjata tersebut.
"Nona... !" seru Jago Pedang Berdarah Dingin setelah termangu-
mangu beberapa saat lamanya.
Dara baju merah itu tertawa ringan.
"Kau tak usah bertanya lebih jauh, pokoknya tindakanku ini demi
kebaikan dirimu..."
Jago Pedang Berdarah Dingin tidak menyangka kalau senjata
yang disodorkan gadis itu kepadanya adalah sebilah pedang mestika,
diam-diam ia memperhatikan gadis itu dengan seksama.
Sesudah termenung sebentar akhirnya pemuda itu menggeleng
sambil katanya :
"Aku sendiri pun membawa pedang, terima kasih atas maksud
baik dari nona..."

1053
Saduran TJAN ID

"Hmmm! Ketahuilah asal tanganmu menyentuh pedang mestika


penghancur sang surya itu, maka kau akan mati konyol seketika itu
juga..."
Lu Kiat serta Pek In Hoei amat terkejut setelah mendengar
ucapan itu, mereka tak tahu apa sebabnya dara baju merah itu
mengucapkan kata-kata seperti itu kepada mereka.
Jantung terasa berdebar keras, tahulah mereka berdua bahwa
Kiam hu yang digantungkan pada gagang pedang penghancur sang
surya mempunyai sesuatu yang aneh, kalau tidak tak nanti gadis itu
berkata dengan begitu serius.
"Apa kau bilang??" tanya Pek In Hoei lagi.
"Aku sedang berkata pedangmu itu mengandung racun yang
sangat keji..." jawab dara baju merah dengan nada dingin.
Air muka Cin Siong lo-jin berubah sangat hebat, hawa napsu
membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, sepasang alis berkeras
dan hidungnya memperdengarkan dengusan dingin, dengan satu
senyuman licik yang mengerikan menghiasi ujung bibirnya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... nona cilik," ancamnya, "kalau kau
berani mengaco belo lebih jauh, jangan salahkan kalau aku tidak akan
berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu."
Dara baju merah tertawa dingin.
"Berani kau mengatakan kalau di atas Kiam hu itu tidak kau
lakukan suatu perbuatan?"
"Lakukan perbuatan apa?? Ini hari kau harus menerangkan
sejelas-jelasnya," seru Cin Siong lo-jin dingin.
Dara baju merah itu mendengus dingin.
"Hmmm! Bukankah kau telah polesi Kiam hu itu dengan racun
keji dari wilayah Biauw yang tersohor sebagai racun..."
"Budak lonte, rupanya kau telah bosan hidup..."
Mimpi pun Cin Siong lo-jin tidak pernah menyangka kalau dara
baju merah yang misterius itu bisa mengemukakan rahasia
perbuatannya, dia tahu pada saat ini andaikata Jago Pedang Berdarah

1054
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dingin Pek In Hoei mengetahui akan asal usulnya, maka selembar


jiwa tuanya pasti akan melayang.
Karena itu dia segera membentak keras, tubuhnya laksana kilat
menubruk ke arah dara baju merah sambil mengirim satu pukulan
dahsyat ke arahnya.
"Kau jangan terlalu mendesak diriku," teriak dara baju merah
sambil berkelit ke samping, "kalau tidak aku akan meneriakkan nama
aslimu secara terbuka!"
"Kalau kau berani bicara sembarangan, aku segera akan
membereskan selembar jiwamu," bentak Cin Siong lo-jin dengan
gusar, telapaknya diayun ke muka mengirim dua pukulan berantai.
Tenaga dalamnya sangat sempurna, dalam waktu singkat
meluncurlah segulung tenaga pukulan tak berwujud yang maha
dahsyat ke arah depan.
Seolah-olah gadis baju merah itu merasa takut akan sesuatu,
selama dirinya diserang ia selalu menghindar ke sana kemari dengan
mengandalkan kelincahan tubuhnya, tak sekali pun serangan balasan
dilancarkan, namun begitu keringat dingin segera meluncur keluar
dan napasnya mulai terengah-engah seperti kerbau.
Selama pertarungan, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei
hanya menonton jalannya pertempuran dari samping, tiba-tiba
tercekat hatinya ketika ia merasa bahwa jurus serangan yang
digunakan Cin Siong lo-jin seolah-olah mirip sekali dengan musuh
besar yang sedang ia cari, ia tertawa dingin dan bentaknya dengan
suara dalam :
"Tahan!"
"Kau mau apa?" bentak Cin Siong lo-jin gusar sambil
menghentikan gerakan tubuhnya.
"Hmm! Apa hubunganmu dengan Hoa Pek Tuo?"
Ketika dilihatnya jurus serangan yang dipergunakan orang ini
ternyata sealiran dengan kepandaian Hoa Pek Tuo, pembunuh

1055
Saduran TJAN ID

ayahnya, timbullah kecurigaan dalam hatinya bahwa kakek tua ini


punya hubungan perguruan dengan manusia she Hoa.
Cin Siong lo-jin terperanjat mendengar ucapan itu, ia tak mengira
kalau Jago Pedang Berdarah Dingin demikian lihaynya sehingga
dalam sekilas pandangan ia sudah mengetahui akan asal usulnya, satu
ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya.
"Aku tak boleh mengakui siapakah diriku!"
Berpikir demikian ia lantas berlagak pilon dan pura-pura bertanya
:
"Siapa sih Hoa Pek Tuo itu?"
"Hmm! Apa hubunganmu dengan Hoa Pek Tuo?" Jago Pedang
Berdarah Dingin menghardik.
Cin Siong lo-jin tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... perkataanmu itu sungguh
menggelikan sekali, siapa Hoa Pek Tuo, dari mana aku bisa tahu?
Kenal pun tidak! Hey! Kau jangan menebak secara ngawur."
"Haaaah... haaaah... haaaah... benarkah kau tidak kenal siapakah
Hoa Pek Tuo itu?" ejek dara baju merah dari sisi kalangan dengan
sepasang mata melotot.
Cin Siong lo-jin jadi amat mendongkol wajahnya berubah dan
hawa amarah menggelora dalam dadanya, ia tak mengerti apa
sebabnya dara baju merah itu mendatangkan kesulitan terus menerus
bagi dirinya.
Sambil membentak penuh kemarahan dia meloncat maju ke
depan, sambil menuding gadis itu hardiknya :
"Ada permusuhan apa antara engkau dengan diriku? Kenapa kau
selalu menjegal kaki belakangku?"
Mendadak dara baju merah itu tersenyum.
"Kalau kau cerdik dan pandai melihat gelagat, sepantasnya kalau
dari sekarang sudah enyah dari sini, daripada nantinya mau lari pun
sudah tak sempat lagi."

1056
IMAM TANPA BAYANGAN II

Sedari tadi Cin Siong lo-jin memang sudah gelisah dan ingin
sekali cepat-cepat ngeloyor pergi dari situ, apa lacur tiada kesempatan
yang dimilikinya, setelah dara baju merah itu mengungkap kembali,
ia lantas tertawa seram dan berseru :
"Baik, aku bersumpah pasti akan membalas sakit hati ini."
Dia ulapkan tangannya ke arah Lie Toa Gou dan melanjutkan :
"Ayoh pergi! Saudara cilik, untuk membalas sakit hatimu itu
terpaksa kita harus menanti kesempatan baik di lain waktu."
Lie Toa Gou pura-pura menunjukkan sikap gusar dan tidak puas,
kemudian memasukkan kembali ke dalam sarung dan melotot sekejap
ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin dengan penuh kebencian, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun dia mengikuti di belakang Cin Siong
lo-jin untuk berlalu dari situ.
Dara baju merah itu segera mengerling sekejap ke arah Pek In
Hoei, bisiknya :
"Jangan lepaskan orang itu."
Rupanya Lu Kiat sendiri pun sudah menyadari bahwa di balik
peristiwa tersebut masih terselip banyak hal yang sukar dipecahkan
dalam waktu singkat, tidak menanti Jago Pedang Berdarah Dingin
buka suara, tubuhnya dengan cepat bergerak ke depan sambil
menyambar tangan Lie Toa Gou, bentaknya nyaring :
"Sahabat, kau harap tunggu sebentar!"
"Kau masih ada urusan apa lagi terhadap diriku?" tegur Lie Toa
Gou sambil berpaling.
Sambil menuding jenazah Can Keng Hong yang tergeletak di atas
tanah, Lu Kiat berkata :
"Setelah gurumu meninggal, masih terdapat banyak urusan yang
masih harus diselesaikan, jika kau pergi dengan begitu saja tanpa
mengurusi layonnya, bukankah tindakanmu ini terlalu keji dan di luar
peri kemanusiaan."

1057
Saduran TJAN ID

"Hmm! Aku serahkan tempat ini kepada kalian, kamu semua


ingin menyelesaikan jenazahnya dengan cara apa pun aku tak mau
ikut campur, kenapa kalian mesti bertanya lagi kepadaku?"
Lu Kiat tertawa hambar.
"Hmmm! Benarkah dia gurumu?"
lt tertegun, ia tak mengira kalau Lu Kiat bisa mengajukan
pertanyaan semacam itu, diam-diam dia terkesiap dan bergidik tetapi
di luaran ia masih tetap bersikap tenang.
"Sebetulnya apa maksudmu mengucapkan kata-kata seperti itu?"
tegurnya dengan hati mendongkol.
Lu Kiat tertawa keras.
"Menurut pendapatku, antara engkau dengan korban yang
menemui ajalnya secara mengenaskan ini sama sekali tiada hubungan
yang terlalu besar, kau hanya berpura-pura main sandiwara dengan
mencatut nama muridnya belaka agar bisa memaksa kami untuk turun
tangan."
"Hmm! Rupanya kau memang sengaja ada maksud mencari gara-
gara dengan kami!" bentak Lie Toa Gou semakin gusar, "meskipun di
dalam dunia persilatan aku tidak punya nama, tetapi aku bukanlah
seorang manusia yang takut menghadapi kematian, kalau memang
kau sudah bosan hidup, baiklah! Aku si prajurit tak bernama akan
menantang dirimu untuk berduel."
Dara baju merah itu tiba-tiba tertawa ringan.
"Waah...! Kalau begitu kau hebat juga, aku rasa jika namamu
disebut orang maka tak sedikit manusia di dalam dunia persilatan
yang mengenal dirimu."
"Hmm! Kau tak usah mengaco belo, meskipun aku pandai ilmu
silat tetapi belum pernah berkelana dalam dunia persilatan, di mana
orang kangouw bisa kenal diriku? Nona! Kerepotan dan kesulitan
yang kau bawa untuk kami hari ini sudah terlalu banyak, aku tidak
ingin kau tetap berdiam di sini untuk bikin kekacauan lebih jauh."

1058
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Sekarang kau mesti sedikit tahu keadaan," dengus dara


baju merah itu, "tulang punggungmu itu sudah kabur tak nampak
ujung hidungnya lagi, jika kau berani berlagak lagi... hmmm! Itu
berarti kau sudah bosan hidup dan ingin cari kematian bagi diri
sendiri."
Lie Toa Gou terkesiap, tanpa terasa ia berpaling dan memandang
sekejap ke sekeliling tempat itu, tampak oleh Cin Siong lo-jin dengan
membawa serta anak buahnya telah kabur semua dari situ, suasana
sunyi dan hening... dalam ruangan besar tinggal dia seorang diri
belaka, hal ini membuat air mukanya berubah hebat, rasa bergidik
muncul dalam hati dan bayangan kematian terlintas dalam benak.
"Cin Siong... Cin Siong..." teriaknya dengan penuh ketakutan.
"Hmmmm! Dia tak nanti akan mengurusi mati hidupmu lagi, kau
hanya suatu alat baginya untuk mewujudkan cita-citanya, sekarang
setelah Hoa Pek Tuo menganggap kau tiada nilainya lagi sudah tentu
tak akan menggubris dirimu lagi, aku lihat lebih baik kau bunuh diri
saja..."
"Hoa Pek Tuo..." seru Jago Pedang Berdarah Dingin dengan hati
tercekat, "di manakah Hoa Pek Tuo?"
"Cin Siong lo-jin yang baru kau temui bukan lain adalah
penyaruan dari Hoa Pek Tuo..." sahut dara baju merah itu perlahan.
"Kau... mengapa tidak kau katakan sedari tadi..."
Tatkala pemuda itu tahu bahwa musuh besar yang diburunya
selama ini baru saja berdiri di hadapannya dan kemudian dilepaskan
kembali dengan begitu saja, hawa amarah dan rasa dendam yang
bergelora dalam dadanya sukar dikendalikan lagi, dengan wajah
merah menahan emosi dia loncat keluar dari ruangan itu.
"Eeeei... kau hendak pergi ke mana?" teriak dara baju merah itu
sambil menghadang di hadapannya.
"Aku hendak mengejar dirinya dan bunuh bangsat tua itu!" sahut
Jago Pedang Berdarah Dingin dengan penuh kebencian.
Dara baju merah menghela napas sedih, ujarnya :

1059
Saduran TJAN ID

"Kau tak mungkin bisa menyusul dirinya, sekarang entah dia


sudah menyembunyikan diri di tempat mana... kau tak usah membenci
diriku, aku mengira kau sudah mengetahuinya sejak semula, ketika itu
berhubung kedudukanku tak mungkin bagiku untuk
mengutarakannya secara terus terang..."
Pek In Hoei menghela napas panjang.
"Aaai...! Aku tidak menyalahkan dirimu."
"Tetapi aku telah melepaskan seorang pembunuh besar yang
telah membinasakan ayahmu!"
Gadis itu berhenti sebentar, tiba-tiba sorot matanya yang tajam
membentur di atas tubuh Lie Toa Gou sambungnya :
"Untung kita masih menahan seorang di sini, bajingan ini adalah
manusia yang paling jahat dan memuakkan..."
"Kentut busukmu...!" maki Lie Toa Gou dengan gusar.
"Ayoh tunjukkan wajah aslimu, menyembunyikan terus menerus
macam anak dara hanya akan memalukan dirimu sendiri... aku terlalu
jelas mengetahui akan asal usulmu, semua gerak-gerikmu serta Hoa
Pek Tuo tak pernah lolos dari pandangan mataku..."
"Kau ngaco belo tak karuan dan pintanya cuma bicara seenaknya
sendiri," teriak lt sambil melangkah maju, pedangnya diputar di
tengah udara, "coba katakan siapakah aku..."
"Hmmm! Ketua dari perguruan Bu-liang-tong, apakah kau
memaksa aku untuk menyebutkan namamu lebih dahulu kemudian
baru mau unjukkan wajah aslimu..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " Lie Toa Gou tertawa seram,
"kalau memang kau sudah mengetahui segala sesuatunya, aku pun tak
usah menyembunyikan diri lagi, sedikit pun tidak salah! Aku adala
Go Kiam Lam..." Dia hapus ke atas raut wajahnya dan seketika itu
juga muncullah raut wajah aslinya.
Dengan wajah menyeringai seram dia melotot sekejap ke arah
Pek In Hoei dengan penuh kebencian, sorot matanya memancarkan

1060
IMAM TANPA BAYANGAN II

napsu membunuh yang tebal sementara tubuhnya perlahan-lahan


mengundurkan diri ke belakang.
Jago Pedang Berdarah Dingin berdiri tertegun, rupanya semua
peristiwa yang terjadi saat itu telah mencengangkan hatinya, ia tak
pernah menduga kalau Go Kiam Lam ketua dari perguruan Boo Liang
Tiong yang sudah diusir dari wilayah selatan bisa muncul kembali di
situ. Ia tertawa dingin dan segera menegur :
"Go Kiam Lam, kenapa kau menyusup kembali ke daratan
Tionggoan..."
"Hmmm! anak murid perguruan Boo Liang Tiong kami telah kau
usir pergi semua dari wilayah selatan sehingga membuat kami tak ada
tempat untuk berpijak kaki lagi, aku sebagai ketua dari suatu
perguruan besar tentu saja harus berusaha mencari akal untuk
mencuci bersih penghinaan ini, aku harus rebut kembali wilayah
selatan dan membinasakan dirimu, untuk membunuh engkau aku
terpaksa harus mencari komplotan untuk bekerja sama..."
"Sayang seribu sayang, harapanmu itu untuk selama-lamanya tak
akan terwujud!" jengek Pek In Hoei dengan sorot mata memancarkan
cahaya napsu membunuh.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... belum tentu begitu," seru Go Kiam
Lam sambil tertawa kering, "coba bayangkan saja ketika partai Thiam
cong memusnahkan Boo Liang Tiong kami, bukankah akhirnya
dendam sakit hati ini berhasil kutuntut balas?? Aku tidak nanti akan
takut atau jeri terhadap kau si Jago Pedang Berdarah Dingin..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku menyesal kenapa tidak
membunuh engkau sedari dulu, membiarkan manusia tak punya otak
yang selama hidupnya hanya memikirkan soal membalas dendam
seperti kau hanya akan mendatangkan badai pembunuhan berdarah
dalam dunia persilatan..."
"Tujuan hidup kita berbeda satu sama lainnya, tentu saja cara
bekerjanya juga berbeda!"

1061
Saduran TJAN ID

"Hmmm! Dan sayang justru karena cara hidupmu itu maka kau
mesti kehilangan jiwa di tanganku, sekarang aku baru tahu betapa
jahat dan kejinya dirimu itu, kau lebih jahat dari siapa pun, begitu
jahat sehingga menimbulkan ras benci bagi siapa pun yang
melihatnya..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... apa kau anggap dirimu jauh lebih
baik daripada diriku?? Tak usah mencerca orang melulu..."
Dar baju merah yang selama ini membungkam terus tiba-tiba
mendengus dingin serunya :
"Kau telah menjadi ikan dalam jaring, aku harap sedikitlah
engkau tahu diri, jangan bicara terus dengan kata-kata yang bukan-
bukan..."
"Nona, boleh dibilang hari ini aku serta Hoa lo sianseng telah
jatuh kecundang di tanganmu, kalau bukan kau yang menghalangi
perbuatan bajingan cilik itu, sekarang Pek In Hoei pasti sudah modar
di ujung Kiam hu tersebut, bicara terus terangnya saja aku merasa
amat tidak rela karena mesti menderita kekalahan secara tragis, kalau
mau kalah seharusnya kalah secara terang-terangan. Dapatkah kau
melepaskan kain kerudungmu itu agar aku bisa tahu siapakah yang
memiliki kepandaian sehebat itu sehingga terhadap Hoa Pek Tuo pun
tidak pandang sebelah mata..."
"Apakah kau bersikeras ingin melihat??"
"Tentu saja harus lihat!" sahut Go Kiam Lam dengan wajah
serius, "bagaimana pun toa-ya juga seorang pemimpin dari suatu
perguruan besar, aku tak ingin menderita kalah di tangan seseorang
yang sama sekali tak kuketahui tampangnya, bila berita ini sampai
tersiar di luaran, bukankah kawan-kawan dunia persilatan akan
mentertawakan ketololan serta ketidakbecusanku..."
Dara baju merah itu berpikir sebentar, kemudian katanya :
"Boleh saja aku perlihatkan wajahku kepadamu, tetapi aku pun
mempunyai sebuah syarat."

1062
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Berada dalam keadaan begini, rasanya sekali pun tak


kukabulkan juga tak mungkin..." jengek Go Kiam Lam dingin.
Dalam pada itu posisinya boleh dibilang sama sekali terjepit,
empat penjuru dikepung oleh musuh tangguh, ia menyadari bahwa
harapannya untuk melarikan diri kecil sekali, oleh karena itu sikapnya
jauh lebih tenang, ia bersiap sedia untuk melangsungkan pertempuran
sengit melawan musuh-musuhnya.
"Ketahuilah, begitu raut wajahku terlihat olehmu maka aku akan
segera membinasakan dirimu," ujar dara baju merah itu dengan suara
dingin.
"Apa?" seru Go Kiam Lam dengan badan gemetar keras, "kau
hendak membinasakan diriku?"
"Sedikit pun tidak salah!" dara baju merah itu mengangguk
dengan sikap tegas, "oleh sebab aku menutup raut wajahku, tujuannya
bukan lain adalah aku tak ingin berjumpa dengan Hoa Pek Tuo dalam
raut wajah asliku, aku takut hal itu akan menyebabkan ketidak-
senangan hati bagi ke-dua belah pihak. Bagaimana kau suka
menerima syaratku itu atau tidak?? Atau mungkin kau batalkan
niatmu itu?"
"Hmm! Tidak sulit untuk membinasakan diriku tetapi aku harus
mengetahui lebih dulu sampai di manakah kemampuan yang kau
miliki."
"Huuh! Aku berani memperlihatkan raut wajah asliku kepadamu
berarti aku mempunyai cara pula untuk membinasakan dirimu. Go
Tiongcu, kalau kau menyesal sekarang masih belum terlambat,
daripada nanti setelah jiwamu terancam kau lantas merengek-rengek
minta ampun."
"Kentut busuk makmu," bentak Go Kiam Lam sambil memutar
pedangnya, "toayamu bukan manusia tak berdaya yang begitu tak
becus, kalau betul-betul begitu aku tak nanti bisa mencari makan
dalam dunia persilatan, aku tentu sudah mati karena bunuh diri."
Dara baju merah tertawa dingin.

1063
Saduran TJAN ID

"Baiklah kalau begitu, sejak saat ini di dalam dunia persilatan


sudah tak terdapat manusia macam dirimu lagi!"
Perlahan-lahan dia menggerakkan tangannya yang putih bersih
dan melepaskan kain kerudung merah yang menutupi raut wajahnya.
Sinar mata semua orang segera dialihkan ke arah gadis itu dan
mereka berseru tertahan, kiranya dara baju merah itu bukan lain
adalah Wie Chin Siang.
"Oooh... kau!" seru Go Kiam Lam tertegun.
"Sepantasnya kalau kau sudah menduga akan diriku sejak tadi,
kalau bukan aku dari mana semua rahasia kalian bisa aku ketahui
dengan begitu jelas? Rencana kalian di ruang rahasia serta perbuatan
kalian memaksa Can Keng Hong untuk mengikuti perintah kalian
telah kuketahui semua sejelas-jelasnya."
"Oooh...! Jadi kau telah mengkhianati kami," teriak Go Kiam
Lam dengan suara gemetar.
Wie Chin Siang mendengus dingin.
"Hmm! Persoalan bukan mengkhianati atau tidak, yang benar
adalah cara hidup kalian yang konyol dan tidak tepat pada garis-garis
yang sebetulnya, aku sudah lama sekali mengikuti di belakang kalian,
dan setiap kali kau telah meninggalkan jejak."
"Seandainya aku tidak memandang di atas wajah Hoa Lo-
sianseng, mungkin sejak dulu-dulu kau sudah menemui ajalmu di
tanganku," seru Go Kiam Lam dengan penuh kebencian, "aku benar-
benar menyesal mengapa membiarkan kau hidup hingga kini, kalau
tidak sekarang tak seorang manusia pun yang mampu melarikan diri
dari cengkeramanku."
Wie Chin Siang tertawa dingin.
"Sayang sekali rencana besarmu mengalami kegagalan total dan
terbongkar sebelum berhasil dilaksanakan, inilah yang dinamakan
mau celakai orang akhirnya diri sendiri yang kena dicelakai, mungkin
itulah ganjaran yang mesti kau terima akibat perbuatan-perbuatanmu

1064
IMAM TANPA BAYANGAN II

di masa lampau, rupanya kau memang sudah ditakdirkan untuk mati


di dalam ruangan ini."
"Kita akan mati bersama, jika kau inginkan cuma aku orang she
Go yang mati... hmm... hmmm tidak akan begitu gampang, paling
sedikit aku harus mencari seorang teman untuk melakukan perjalanan
bersama-sama."
Dengan wajah menyeringai seram jagp dari perguruan Boo Liang
Tiong itu segera ayun pedangnya membentuk satu lingkaran busur di
tengah udara, ia telah bertekad untuk melakukan pertarungan mati-
matian dengan nyawa sendiri sebagai taruhan.
"Oooh...! Rupanya kau masih tidak terima... baiklah, terpaksa aku
harus turun tangan sendiri," ujar Wie Chin Siang dengan suara ketus.
Gerakan tubuhnya cepat sekali, dengan satu loncatan yang ringan
gadis itu melayang ke tengah udara, pedangnya bergelombang
memantulkan berlapis-lapis ombak pedang yang mana seketika
memaksa Go Kiam Lam tergetar mundur beberapa langkah ke
belakang.
Ketua dari perguruan Boo Liang Tiong jadi terperanjat, ia tak
menduga kalau ilmu silat yang dimiliki gadis itu telah mendapat
kemajuan pesat, sejak berpisah di bukit Thiam cong bukan saja ilmu
pedangnya bertambah hebat bahkan tenaga dalam pun peroleh
kemajuan pesat.
Ia tertawa keras, pedangnya digetarkan kencang-kencang dan
langsung melancarkan sebuah bacokan ke arah depan.

Bagian 40
AIR muka Wie Chin Siang berubah jadi dingin dan ketus bagaikan
salju abadi di kutub utara, ia mendengus dingin, tiba-tiba pedangnya
menggetar keras dan ibaratnya seekor ular tiba-tiba menerobos ke atas
dari arah bawah.
"Aaaah...!" dengan perasaan bergidik bercampur kaget Go Kiam
Lam berteriak keras, tubuhnya bagaikan kilat meluncur ke depan lalu
1065
Saduran TJAN ID

memandang ke arah gadis muda itu dengan pandangan tercengang,


serunya menahan goncangan hati yang hebat :
"Dari mana kau pelajari jurus serangan tersebut?"
"Hmmm! Jadi kau pun kenal dengan jurus seranganku ini? Orang
yang mewariskan jurus serangan tersebut kepadaku pernah berpesan
kepadaku agar membinasakan engkau, aku harap setelah kau melihat
jurus seranganku ini segeralah menggorok leher untuk membunuh
diri."
"Jadi setan tua itu belum modar?" teriak Go Kiam Lam dengan
tubuh gemetar keras.
"Huuh...! Sebelum kau berhasil ditundukkan dan dimusnahkan
dari muka bumi tak nanti dia akan pergi lebih dahulu, Go Kiam Lam
hari ini kau tak usah putar otak berusaha mencari akal busuk lagi, aku
tak nanti akan melepaskan dirimu lagi."
Dalam keadaan seperti ini Go Kiam Lam tak mampu
mengucapkan sepatah kata pun, hanya sepasang matanya yang ganas
dan bengis menatap wajah Wie Chin Siang tanpa berkedip, seakan-
akan hendak menerkam dara baju merah itu dan menelannya bulat-
bulat.
Mendadak ia menjerit keras, sambil ayunkan pedangnya ia
menerjang ke muka bagaikan banteng terluka.
Wie Chin Siang segera mengundurkan diri ke belakang,
pedangnya berputar dan langsung menyapu ke atas, permainan jurus
yang sama sekali berbeda dari aliran ilmu pedang pada umumnya ini
jarang sekali ditemukan di daratan Tionggoan, hal itu membuat Go
Kiam Lam tertegun dan air mukanya berubah hebat, untuk sesaat
wajahnya diliputi rasa takut bercampur kaget.
"Aduuuh...!"
Mendadak badannya roboh terjengkang ke arah belakang, dari
tenggorokannya memperdengarkan suara jeritan ngeri yang
menyayatkan hati, darah kental menyembur keluar dari mulut luka

1066
IMAM TANPA BAYANGAN II

yang merekah besar, cukilan pedang tadi rupanya dengan telak


bersarang di atas tenggorokannya hingga tembus dan berlubang besar.
Tubuhnya berkelejotan sebentar, kemudian tak berkutik lagi.
Ketua dari perguruan Boo Liang Tiong itu menghembuskan napasnya
yang terakhir dalam keadaan mengenaskan sekali.
Melihat musuhnya telah mati, perlahan-lahan Wie Chin Siang
tarik kembali pedangnya, air muka dara itu sama sekali tidak
menunjukkan perubahan apa pun, dengan pandangan dingin dia
melirik sekejap ke arah mayat Go Kiam Lam, kemudian bisiknya
sambil menghela napas panjang :
"Aaaai...! Sekali pun mati, ia juga tak ada nilainya..."
"Chin Siang!" seru Jago Pedang Berdarah Dingin dengan
perasaan bergolak, dalam benaknya tanpa terasa terlintas bayangan
dari gadis ini di saat menyatakan rasa cintanya, ia menatap wajah
lawan lalu berbisik lirih :
"Dari mana kau bisa tahu kalau aku berada di sini??"
Air mata mengembang dalam kelopak mata Wie Chin Siang, rasa
sedih yang telah tertumpuk-tumpuk dalam dadanya hampir saja
tertumpah keluar, buru-buru ia melengos dari pandangan lawan yang
berapi-api dan menjawab :
"Kau jangn bergerak lebih dahulu, mari kita lepaskan dulu Kiam-
hu yang tergantung di gagang pedang tersebut."
Tiba-tiba ia menggetarkan pedangnya dan menyambar ke arah
tali serat emas yang mengikat Kiam-hu tersebut dengan gagang
pedang, setelah diputar sebentar di udara benda tadi langsung
dilemparkan keluar.
Blaaaam...! Terjadi ledakan dahsyat yang menggetarkan seluruh
ruangan dan permukaan bumi dari atas ledakan itu mengepullah
segumpal asap hitam yang amat tebal.
Sambil geleng kepala gadis itu berseru :
"Peluru sakti penghancur badan dari wilayah Biauw adalah suatu
benda pemusnah yang luar biasa dahsyatnya, benda itu asal

1067
Saduran TJAN ID

membentur tenaga apa pun seketika akan meledak dan mencabik


korbannya jadi berkeping-keping, sebetulnya Hoa Pek Tuo hendak
menggunakan benda ini untuk membinasakan dirimu, tak nyana
rahasianya ketahuan olehku."
Pek In Hoei serta Lu Kiat menyaksikan segera merasa terkesiap,
tanpa sadar mereka berseru berbareng :
"Oooh...! Sungguh berbahaya..."
Karena kagetnya mereka tak bisa mengucapkan sepatah kata pun,
sementara keringat dingin tanpa terasa mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya. Andaikata Wie Chin Siang tidak muncul tepat pada
saatnya, asal Jago Pedang Berdarah Dingin menyentuh gagang
pedangnya maka seketika itu juga dia akan dicabik hingga hancur
berkeping-keping oleh ledakan tersebut.
Dari cara berpikir serta rencana keji yang bisa disusun oleh Hoa
Pek Tuo dengan rapi dan sempurna ini bisa dilihat betapa
berbahayanya manusia tersebut.
"Waaah...! Sungguh lihat!" seru Lu Kiat sambil menjulurkan
lidahnya.
Wie Chin Siang tertawa rawan.
"Untuk menciptakan Kiam hu yang bersisi peluru sakti
penghancur badan itu, Hoa Pek Tuo telah mengorbankan banyak
tenaga dan pikiran..."
"Ooooh...! Kalau begitu otak rase tua itu memang encer dan luar
biasa sekali!" ujar Lu Kiat.
Sedang Pek In Hoei dengan gemas dan penuh perasaan dendam
berseru :
"Aku bersumpah akan membeset kulit tubuh dari rase tua itu...
dia harus diberi ganjaran yang setimpal..."
"Suatu ketika apa yang kau inginkan pasti akan terwujud," sahut
Wie Chin Siang sambil tertawa getir, "sekarang kita harus segera
berangkat!"
Jago Pedang Berdarah Dingin tertegun dan berdiri melongo.

1068
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kita mau pergi ke mana??" tanyanya.


"Lhoo...! Bukankah kau hendak mencari Hoa Pek Tuo untuk
dibeset kulit rasenya??"
"Adik In Hoei, aku juga mau ikut!" teriak Lu Kiat dengan cepat.
Pek In Hoei segera menggeleng.
"Toako, kau sudah terlalu lama menemani siau-te berkelana dan
menempuh bahaya, sekarang kau harus pulang ke rumah lebih dahulu
untuk menengok bibi dan empek, maksud baikmu biarlah kuterima di
dalam hati saja, jika ada kesempatan di kemudian hari aku tentu akan
datang menengok dirimu..."
Dengan sedih dia menggeleng, terhadap toakonya yang rela
menempuh bahaya bersama dirinya ini ia merasa terharu sekali,
sambil bergenggaman tangan ke-dua belah pihak tak dapat
mengucapkan sepatah kata pun, perpisahan membawa kesedihan dan
kemurungan bagi ke-dua belah pihak.
********

Malam telah menjelang tiba, udara gelap gulita tak nampak


sedikit cahaya pun, awan menyelimuti seluruh angkasa dan angin
berhembus amat kencang menggoncangkan pohon dan tumbuhan di
atas bukit, deruan suara yang santer mendatangkan keseraman dan
kengerian di malam hari itu.
Di tengah kegelapan itulah dari balik semak berkumandang
datang suara bisikan yang lirih :
"Tujuanku yang terutama datang mencari engkau adalah untuk
berpamit dengan dirimu!"
Suara itu lembut, merdu dan jelas suara seorang gadis remaja.
"Chin Siang kenapa??? Kenapa kau hendak berpisah dariku??"
jawab suara lain.
Suara ke-dua adalah suara seorang pria yang memancarkan rasa
gelisah yang amat sangat, seakan-akan dia dibikin terkejut oleh
kejadian yang munculnya secara tiba-tiba itu.

1069
Saduran TJAN ID

"Aaaai...!" gadis muda itu menghela napas sedih, rasa pedih dan
sedih berkecamuk dalam hati kecilnya, dari helaan napas tersebut
kecuali memperlihatkan kekosongan hatinya, yang tersisa hanya
kebencian belaka, ia benci terhadap nasibnya yang buruk, ia benci
dirinya telah berkenalan dengan seorang pria yang begitu menawan
hati membuat dia merasa berat untuk meninggalkannya.
Kemurungan dan kesedihan hanya dia yang dapat merasakan,
tiada orang lain dapat mewakili dirinya untuk merasakan penderitaan
tersebut, dialah yang harus merasakan sendiri buah pahit yang
ditinggalkan oleh bibit cinta.
"In Hoei!" ujarnya setelah menghela napas sedih, "aku mengakui
bahwa aku cinta padamu, tetapi aku pun menyadari bahwa tiada
kemungkinan bagiku untuk mendapatkan engkau, sebab gadis cantik
yang mencintai dirimu terlalu banyak, aku tidak lebih hanya sebutir
pasir yang berada di sekelilingmu, aku tak mungkin bisa mendapatkan
kau seorang diri, oleh karena itu terpaksa aku harus tinggalkan dirimu
jauh-jauh, makin jauh menyembunyikan diri semakin baik, semakin
terpencil tempat itu semakin baik pula bagiku."
"Kenapa??" seru Pek In Hoei dengan jantung berdebar keras
sambil menahan sakit hati yang menyelimuti dadanya, "apakah
malam ini kau ajak diriku keluar hanya disebabkan karena kau hendak
memberitahukan kesemuanya itu kepadaku..."
"Tidak!" jawab Wie Chin Siang sambil menggeleng, "aku hanya
meminjam kesempatan pada hari ini untuk menyampaikan kata-kata
tersebut kepadamu... In Hoei! Kau jangan coba membantah, bukankah
dalam hatimu tidak cuma ada diriku?? Kong Yo Siok Peng serta It-
boen Pit Giok bukankah jauh lebih penting kedudukannya dalam
hatimu? Aku tahu meskipun beruntung sekali aku bisa menempati
pula satu bagian tempat tetapi hatimu cukup satu, tak mungkin
bagimu untuk membagikan hatimu yang cuma satu itu untuk kami
bertiga, aku sudah menyadari sedalam-dalamnya, jika aku tidak tahu
diri dan segera menarik diri penderitaan yang bakal kuterima di

1070
IMAM TANPA BAYANGAN II

kemudian hari jauh lebih besar lagi, mungkin pada saat itu keadaan
akan berubah jadi suatu drama yang tragis."
"Aku sama sekali tak pernah memikirkan persoalan-persoalan
itu," ujar Pek In Hoei dengan sedih.
"Tentu saja kau tak pernah memikirkan soal itu sebab dewasa ini
pekerjaan yang akan kau lakukan hanyalah membalas dendam," sahut
Wie Chin Siang dengan wajah serius, "tetapi kau harus tahu keadaan
dari kami kaum gadis jauh berbeda sekali, kami tak bisa mesti
memperhitungkan masa depan kami sendiri, sebab hal itu sangat
mempengaruhi kehidupan kami selanjutnya hingga masa tua. Aku
telah memikirkan persoalan ini selama beberapa hari, aku selalu
merasa bahwa cara yang berlarut-larut seperti ini bukan suatu cara
yang tepat, akhirnya aku telah mengambil keputusan untuk tinggalkan
dirimu daripada kau mesti serba salah karena masalah itu."
"Mengapa kau memilih jalan yang ini?" tanya Pek In Hoei
dengan wajah tercengang.
Wie Chin Siang tertawa getir.
"Jalan ini bukanlah keputusan yang diambil oleh diriku seorang,
aku tahu It-boen Pit Giok pun mempunyai pandangan yang sama
dengan diriku, kami menganggap bahwa gadis yang paling kau cintai
adalah Kong Yo Siok Peng, karena dia adalah gadis pertama yang kau
kenali, lagi pula dia polos, cantik dan sama sekali tiada pikiran lain,
ia paling cocok dan serasi untuk mendampingi dirimu, sebab itulah
kami ambil keputusan untuk melepaskan engkau secara suka rela."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasakan hatinya
bergetar keras, ia merasa bakal kehilangan ke-tiga orang gadis manis
itu, entah apa sebabnya ia selalu merasa jarak antara dirinya dengan
ke-tiga orang gadis itu kian lama kian bertambah jauh, mungkin
kesombongan dirinya telah menyinggung perasaan halus mereka?
Ataukah mereka telah menyadari nasib sendiri yang tak beruntung
hingga ambil keputusan tersebut? Pemuda itu sama sekali tak tahu.
Dia menghela napas dengan penuh kesedihan bisiknya :

1071
Saduran TJAN ID

"Kau telah berjumpa dengan It-boen Pit Giok?"


Air mata mengembang dalam kelopak mata Wie Chin Siang, dia
mengangguk.
"Pandangannya jauh lebih terbuka daripada diriku, bersama
engkohnya ia telah kembali ke luar lautan, ia merasa terlalu paham
dengan sikap jumawa dan sombongmu, ia bersiap-siap untuk tidak
menemui dirimu lagi sepanjang masa, karena kau telah beberapa kali
melukai hatinya sehingga membuat dia amat sedih dan hampir saja
bunuh diri."
"Bunuh diri?" bisik Pek In Hoei dengan hati terperanjat, "apakah
pikiran semacam itu tidak terlalu picik? Siapakah aku dan manusia
macam apakah kau ini, apakah sampai sekarang ia belum dapat
menilainya. Aaai... hati kaum wanita selamanya memang berubah
terus."
"Huuuh! Apa kau tidak merasa bahwa perasaan hatimu juga tak
lembek? Begitu banyak gadis yang penujui dirimu akan tetapi tak
seorang pun yang berkenan dalam hatimu!" seru Wie Chin Siang
dengan cepat.
"Aaai...! Chin Siang, kau tak usah menyinggung dan menyindir
diriku lagi, hatiku tak akan kuberikan kepada siapa pun asal dendam
sakit hatiku bisa kutuntut balas, persoalan yang lain sama sekali tidak
penting bagi pandanganku."
"Apakah kau tak pernah memikirkan tentang di kemudian hari,"
seru Wie Chin Siang sesudah tertegun sebentar.
Pek In Hoei menggeleng.
"Persoalan di kemudian hari sukar untuk diduga mulai sekarang,
aku tidak berani memikirkannya dan tak ingin memikirkannya."
"Kenapa kita mesti membicarakan persoalan yang cukup
merisaukan dan menyedihkan hati?" tiba-tiba Wie Chin Siang berkata
sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya, "waktu sudah
cukup, lebih baik kita segera berangkat."

1072
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sungguhkah engkau mengetahui tempat persembunyian dari


Hoa Pek Tuo?" tanya Pek In Hoei dengan hati berdebar.
"Semua gerak-geriknya hanya aku seorang yang mengetahuinya,
tetapi hal itu hanya berlaku sampai malam ini saja, orang tersebut
pintarnya bukan kepalang, terhadap kematian dari Go Kiam Lam
sedikit banyak ia pasti telah menduga sebelumnya."
Dari tengah sebuah semak belukar yang lebar, gadis itu
menerobos keluar disusul oleh Pek In Hoei dari belakangnya, mereka
jalan terus ke depan, suatu ketika ia berhenti sambil ujarnya :
"Kedua orang itu harus dilenyapkan dari muka bumi, kalau tidak
kita akan gagal untuk masuk ke dlm."
Di bawah batu tebing yang curam tidak jauh dari tempat itu,
berdirilah dua orang pria baju hitam yang tinggi kekar dengan sikap
menyeramkan, sorot mata mereka kebetulan sekali ditujukan ke arah
tempat persembunyian mereka berdua.
Pek In Hoei menggigit bibir, serunya :
"Mari kita keluar!"
Baru saja ia bangkit berdiri, dua orang pria itu telah menemukan
jejak mereka, dengan pedang terhunus ke-dua orang itu segera
meloncat ke muka sambil bentaknya :
"Siapa di situ?"
"Manusia yang datang mencabut nyawa!" jawab Pek In Hoei
dengan suara ketus.
Di tengah kegelapan malam yang mencekam, sulit bagi ke-dua
orang itu untuk melihat jelas raut wajah lawannya, ketika
menyaksikan munculnya bayangan manusia berbaju putih, hati
mereka segera jadi bergidik, dianggapnya di tempat itu telah muncul
sukma setan terutama sekali nada suara yang begitu dingin seakan-
akan hawa dingin yang berhembus keluar dari kuburan membuat hati
mereka makin tercekat.

1073
Saduran TJAN ID

Sepasang kaki mereka kontan gemetar keras dan tak mau


mendengarkan perintahnya lagi, dengan badan kaku ke-dua orang pria
tadi berdiri menjublak di tempat semula.
"Saudara, aku dengar di tempat ini seringkali muncul setan
penasaran," bisik pria yang ada di sebelah kiri dengan suara gemetar,
"jangan-jangan malam ini kita telah menjumpainya, aku dengar bila
seseorang telah bertemu dengan setan maka kalau tidak mati tentu
akan menderita sakit yang cukup parah."
"Aaaah! Tidak mungkin!" sahut pria sebelah kanan yang jauh
lebih berani, "masa setan bisa bicara? Barusan aku seperti mendengar
ada dua orang manusia sedang bercakap-cakap."
"Oooh...! Kalau begitu pastilah siluman rase, bukankah kemarin
malam Lou heng telah berjumpa dengan siluman rase perempuan?
Mereka berdua telah main pat pat gulipat semalamam suntuk, bahkan
berjanji pula akan bertemu kembali pada malam ini, jangan-jangan
siluman rase perempuan itu muncul kembali dengan membawa sanak
keluarganya untuk melamar.

1074
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 43
DENGAN pandangan seksama ia segera memperhatikan kembali ke-
dua sosok bayangan putih yang nampaknya hanya samar-samar itu,
sedikit pun tidak salah dari salah satu di antara ke-dua orang itu
mereka temukan seorang perempuan, hal ini membuat mereka
semakin girang.
Pria yang ada di sebelah kiri itu segera menepuk bahu rekannya,
kemudian berujar :
"Aaah...! Sedikit pun tidak salah, rupanya memang siluman rase
perempuan itu..."
Dalam pada itu Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei serta
Wie Chin Siang telah berada semakin dekat dengan ke-dua orang itu,
air muka mereka dingin dan sama sekali tidak berperasaan, hal ini
membuat pria tersebut tertegun dan seketika itu juga timbul perasaan
ngeri dari dasar hatinya.
"Saudara, cepat bunyikan tanda bahaya!" pria yang di sebelah
kanan segera berseru sambil ayunkan pedang ke muka.
"Sudah terlambat sahabat, rebahlah!" bentak Jago Pedang
Berdarah Dingin sambil melompat ke muka.
Gerakan tubuhnya cepat laksana sambaran kilat, bagaikan
segulung angin dingin mendadak pemuda itu menerjang ke depan
sambil melancarkan totokan kilat ke arah dua orang pria tersebut.
Perubahan yang terjadi mendadak serta sama sekali di luar
dugaan ini membuat ke-dua orang pria tersebut tak sempat untuk

1075
Saduran TJAN ID

menghindarkan diri lagi, mereka berseru tertahan dan segera roboh ke


atas tanah.
Dengan seksama Wie Chin Siang memeriksa sebentar sekeliling
tempat itu, dari atas dinding batu akhirnya dia menyingkap selapis
lumut buatan yang rupanya digunakan untuk menutup sebuah mulut
gua.
Ketika mulut buatan tadi disingkirkan, segera muncullah sebuah
gua besar yang gelap gulita, gadis itu segera melengok sekejap ke
dalam kemudian katanya :
"Ayoh masuk ke dalam, hati-hati jangan sampai ketahuan
mereka."
Setelah melalui sebuah lorong yang panjang dan berliku-liku
akhirnya di hadapan mereka terbentang sebuah undak-undakan batu
yang mendaki ke arah atas.
Untuk beberapa saat lamanya Jago Pedang Berdarah Dingin
berdiri termangu-mangu, ia tak menduga kalau Hoa Pek Tuo bisa
mencari tempat yang begini tersembunyi untuk mengumpat, dengan
sangat hati-hati mereka segera mendaki ke atas undak-undakan batu
dan menuju ke arah puncak atas dari lorong tersebut.
"Siapa?" dari tempat atas berkumandang datang suara teguran
disusul seorang pria bersenjata pedang munculkan diri dari tempat
persembunyian.
Dalam pada itu Pek In Hoei serta Wie Chin Siang belum sempat
naik ke atas, ketika menyaksikan di hadapan mereka muncul sesosok
bayangan hitam yang menghadang jalan pergi mereka, ke-dua orang
itu jadi amat terperanjat.
"Apakah Loo Ong di situ?" tegur Pek In Hoei dengan cepat.
"Betul!" jawab pria di atas dengan sikap tertegun, "siapa engkau?
Mengapa aku belum pernah berjumpa dengan dirimu?"
"Aku datang untuk menggantikan dirimu bertugas, bukankah kau
sudah terlalu lama berdiri di sini?" ujar Pek In Hoei sambil maju ke
depan, "mungkin kau tidak kenal dengan aku karena aku adalah orang

1076
IMAM TANPA BAYANGAN II

baru yang belum lama ditugaskan di sini, walaupun begitu aku sudah
lama mengenali looheng, malam ini aku bisa menggantikan posmu
untuk berjaga, hal ini benar-benar merupakan suatu urusan yang patut
dibanggakan..."
Loo Ong melengak mendengar perkataan itu, katanya :
"Perkataanmu itu tidak benar, aku belum lama berjaga di sini dan
datang bersama-sama Loo-Lie, tengah malam saja belum tiba masa
sudah berganti orang?" Saudara, kau jangan keliru..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Pek In Hoei tertawa, "Loo-Lie
beritahu kepadaku, katanya malam ini kau akan bertemu lagi dengan
siluman rase perempuan itu, maka aku sengaja disuruh datang kemari
untuk menggantikan tugasmu... kita toh orang sendiri, kalau ada
urusan bisa kita rundingkan secara baik-baik..."
Loo Ong segera tertawa tergelak.
"Saudara, kau memang betul-betul hebat! Perempuan itu bukan
siluman rase melainkan janda gelap yang berdiam di sekitar sini.
Waah! Perempuan itu memang betul-betul lihay, dalam semalam
suntuk aku telah dihajar sampai kehabisan tenaga dan lemas sekali..."
Pada ketika itu rasa was-wasnya telah lenyap sama sekali,
perlahan-lahan ia turun dari atas dan mendekati lawannya.
Jago Pedang Berdarah Dingin segera menggape ke arahnya, Loo
Ong tertegun dan segera menegur :
"Ada urusan apa?"
Tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin menyusup ke arah depan,
dalam suatu gerakan yang cepat dia tangkap tubuh Loo Ong ke tengah
udara lalu menotok beberapa buah jalan darahnya.
Sungguh kasihan Loo Ong, sebelum dia mengetahui duduk
perkara yang sebenarnya tahu-tahu tubuhnya sudah roboh tak berkutik
lagi.
Di ujung undak-undakan batu itu merupakan suatu lubang gua
yang gelap, luas gua itu delapan depa dan suasananya gelap gulita tak
nampak sesuatu apa pun juga.

1077
Saduran TJAN ID

"Apakah Hoa Pek Tuo benar akan datang kemari?" tanya Pek In
Hoei dengan hati gelisah.
"Lihat saja nanti!" jawab Wie Chin Siang sambil tertawa ewa,
"malam ini dia pasti akan datang kemari!"
Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan golakan hawa darah
dalam dadanya menggeletar keras, suatu hawa napsu untuk
membunuh muncul dari dasar hatinya, dengan hati gelisah ia berjalan
hilir mudik sambil memandang ke arah Wie Chin Siang.
Ia sedang membayangkan bagaimanakah perasaan hatinya ketika
musuh besar pembunuh ayahnya muncul di hadapan matanya, ia akan
segera menerjang ke muka sambil berduel mati-matian dengan
musuhnya ataukah menghukum mati lawannya secara perlahan-
lahan?
Mendadak dari balik gua yang gelap muncul seberkas cahaya api.
Jago Pedang Berdarah Dingin seketika merasakan jantungnya
berdebar keras, sorot matanya dialihkan ke arah mana berasalnya
cahaya tadi sementara tenaganya dihimpun siap menghadapi segala
kemungkinan.
Pada puluhan tombak tingginya di bawah dasar gua muncul
empat orang pria berbaju hitam memiliki wajah bengis, sambil
membawa obor mereka memencarkan diri dan menanti di empat
penjuru di sekeliling sana.
"Sebentar lagi dia akan munculkan diri..." bisik Wie Chin Siang
dengan suara lirih.
Sedikit pun tidak salah, bersamaan dengan selesainya ucapan itu
Hoa Pek Tuo dengan memakai jubah panjang yang keren dan sorot
mata yang bengis perlahan-lahan munculkan diri di sana, ia tertawa
seram dan segera membentak keras :
"Sudah disiapkan semua?"
"Telah siap semua!" jawab ke-empat orang pria itu dengan suara
penuh rasa hormat.

1078
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hawa napsu membunuh yang tebal serta sorot mata tajam yang
menggidikkan hati segera muncul di atas wajah Jago Pedang Berdarah
Dingin, matanya berapi-api dan badannya gemetar keras.
"Kenapa engkau?" tegur Wie Chin Siang tertegun.
"Aku ingin sekali membinasakan dirinya!" jawab Pek In Hoei
dengan penuh kebencian.
"Jangan terburu napsu, coba kita lihat pula apa yang hendak
dilakukan olehnya?"
"Aku merasa tak sanggup menahan diri, hampir boleh dibilang
setiap detik aku selalu menantikan datangnya kesempatan yang baik
bagiku untuk membinasakan orang itu."
Mendadak terdengar gelak tertawa yang amat nyaring
berkumandang memenuhi seluruh ruang gua, sambil menyeringai
seram Hoa Pek Tuo bertepuk tangan dua kali, lalu serunya :
"Bawa dia datang kemari!"
Dua orang pria baju hitam buru-buru lari keluar, tidak lama
kemudian sambil membawa seorang kakek kurus kering yang pucat
pias ke-dua orang itu muncul kembali di sana.
Terperanjat hati Jago Pedang Berdarah Dingin menyaksikan
kemunculan orang itu, pikirnya :
"Eeei... bukankah dia adalah Rasul Racun? Bukankah aku telah
berhasil menyelamatkan dirinya? Kenapa sekarang bisa terjatuh
kembali ke tangan Hoa Pek Tuo? Kenapa Hoa Pek Tuo tidak
melepaskan dirinya..." berpikir sampai di situ dengan nada tercengang
segera serunya :
"Kenapa Hee Giong Lam bisa berubah jadi begini rupa?"
"Ssst... jangan berisik, Hoa Pek Tuo telah melatih sejenis ilmu
pukulan beracun yang hanya bisa dipecahkan oleh Hee Giong Lam
seorang, Hoa Pek Tuo takut rahasia ilmu pukulan beracunnya
ketahuan orang lain maka ia berusaha sedapat mungkin untuk
memburu dan membinasakan dirinya dengan cara apa pun juga."

1079
Saduran TJAN ID

"Aku akan menolongnya kembali..." seru Pek In Hoei sambil


mendengus dingin.
Wie Chin Siang menggeleng.
"Kali ini kau tak akan berhasil menyelamatkan dirinya lagi, coba
perhatikan dengan seksama, keadaannya sudah tidak jauh berbeda
dengan orang mati, Hoa Pek Tuo tentu sudah memberikan sejenis obat
kepadanya sehingga membuat dia berubah jadi bodoh dan sama sekali
tak berguna lagi."
"Diam-diam Jago Pedang Berdarah Dingin merasa serba salah, ia
memperhatikan dengan lebih seksama lagi, tidak salah ternyata
keadaan dari Hee Giong Lam memang jauh berbeda dengan keadaan
dahulu, sekarang matanya mendelong bodoh dan memandang sudut
gua dengan ketolol-tololan, air mukanya sama sekali tidak
menunjukkan perasaan apa pun, ia cuma berdiri kaku dengan mulut
membungkam.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... Lo Hee kau tak akan menyangka
bakal menemui keadaan seperti ini bukan?" jengek Hoa Pek Tuo
sambil tertawa keras dengan suara yang dingin menyeramkan, "tempo
hari Pek In Hoei berhasil menyelamatkan dirimu dan kau lantas
beranggapan bahwa kau bisa meloloskan diri dari cengkeramanku.
Hmmm... hmmm... pikiranmu itu terlalu sederhana, bila aku Hoa Pek
Tuo menginginkan seseorang orang itu itu tak akan berani menolak
keinginanku itu, jangan bilang engkau sekali pun Pek In Hoei
akhirnya takkan lolos pula dari cengkeramanku."
Meskipun sikapnya ketolol-tololan, tetapi pikiran Hee Giong
Lam masih jernih, dengan suara dingin ia lantas berkata :
"Hukuman apa yang hendak kau jatuhkan kepadaku, segera
lakukanlah! Kurangi saja ocehanmu yang sama sekali tak berguna
itu..."
"Heehm...! aku tiada maksud untuk membinasakan dirimu!"
"Lalu apa yang hendak kau lakukan?" seru Hee Giong Lam
dengan badan gemetar keras.

1080
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hoa Pek Tuo tepuk tangan kembali, seorang pria segera


munculkan diri sambil membawa sebutir pil hitam sebesar kacang
kedelai, dengan nada dingin katanya :
"Aku harap kau jangan menyusahkan lagi anak buahku, lebih
baik telanlah obat ini secara suka rela."
Dengan pandangan dingin Rasul Racun Hee Giong Lam
menyapu sekejap ke arah pria itu, kemudian mendengus dingin, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun ia pentang mulutnya lebar-lebar.
Pria tadi segera menyentil pil hitam tersebut ke dalam mulutnya,
tanpa memperoleh perlawanan pria tadi telah menyelesaikan
tugasnya.
"Haaaah... haaaah... haaaah... Hee Giong Lam memang benar-
benar seorang enghiong sejati, kau tidak menyusahkan mereka..." seru
Hoa Pek Tuo sambil tertawa terbahak-bahak.
Hee Giong Lam tertawa dingin.
"Hmm! Sekali pun racun pemutus usus aku berani juga untuk
menelannya..."
"Oooh... tak usah kuatir, bukan racun pemutus usus yang
kuberikan kepadamu, racun ini jauh lebih lihay daripada racun apa
pun, setelah kau menelan obat itu maka pikiranmu akan menjadi
sinting dan semua kejadian yang telah lampau akan kau lupakan sama
sekali, selama hidup akan menjadi gila terus hingga akhirnya mati..."
Sekujur badan Hee Giong Lam gemetar keras, dengan suara
penasaran bercampur dendam serunya :
"Mengapa kau mesti menyiksa diriku dengan cara yang demikian
keji???"
"Oooh... itu baru permulaannya, setelah kau menjadi gila kau
akan suruh putri angkatmu Kong Yo Siok Peng menyaksikan dengan
mata kepala sendiri manusia macam apakah ayah angkatnya itu..."
"Kau... kau..." air muka Hee Giong Lam berubah hebat, saking
gusarnya sekujur badan gemetar makin keras.

1081
Saduran TJAN ID

Setengah harian lamanya dia mengulangi kata-kata tersebut


namun tak sanggup melanjutkan lebih jauh, ia hanya bisa memandang
ke arah rase tua yang telah kehilangan peri kemanusiaannya itu
dengan pandangan penuh kemarahan...
Tetapi sesaat kemudian dia menghela napas sedih dan mendesis
penuh penderitaan, katanya :
"Aku tak mau menjumpai Siok Peng dengan keadaan seperti itu,
aku tak mau..."
"Sekali pun kau tidak mau juga harus, siapa suruh engkau
mengkhianati aku dan melarikan diri dari cengkeramanku? Aku telah
memikirkan cara yang keji untuk menghadapi dirimu dan salah satu
di antaranya adalah ini. Loo Hee, kau jangan salahkah aku berhati
keji, hal ini harus salahkan kau yang telah salah memilih rahim
ibumu..."
Dari perkataan-perkataan yang diucapkan makhluk tua ini, bisa
dibayangkan betapa keji dan telengasnya manusia tersebut.
Hee Giong Lam yang mendengarkan ucapan itu jadi terkesiap,
rasa gusar, benci dan sakit hati terlintas di atas wajahnya, saking
marahnya dia sampai menggigit bibir dan melotot ke arah Hoa Pek
Tuo dengan penuh kebencian serta perasaan dendam.
"Mengapa kau harus menghadapi diriku dengan cara ini?"
kembali Hee Giong Lam berteriak keras.
"Karena kau berani mengkhianati diriku, setiap orang yang berani
mengkhianati aku harus diganjar dengan hukuman yang paling
kejam..."
"Hmmm... Hmmm... aku rasa alasannya belum tentu hanya
karena masalah itu saja..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja, salju bisa membeku
setebal tiga depa, kejadian itu bukan berlangsung dalam sehari belaka,
kalau kau ingin mengetahui alasan yang sebenarnya maka lebih baik
tanyalah kepada dirimu sendiri, apakah kau telah mengerjakan tugas
yang kuberikan kepadamu secara sempurna..."

1082
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Huuh...! Meskipun nama besarku tidak sebesar dan secemerlang


namamu dalam dunia persilatan, bagaimana pun juga aku masih tetap
merupakan seorang ketua dari suatu perguruan besar, aku tak sudi
melakukan pekerjaan seperti apa yang kau perintahkan, kau tak usah
bermimpi di siang hari bolong..."
"Itu masih belum cukup, setelah kau tak mau jual tenaga
kepadaku, tentu saja aku pun harus mencari akal untuk melenyapkan
dirimu dari muka bumi, aku tak ingin membiarkan engkau terjatuh ke
tangan orang lain sehingga rahasiaku ketahuan..."
Hee Giong Lam tarik napas panjang-panjang katanya :
"Buat apa kau mengucapkan kata-kata yang begitu indah?
Katakan saja kalau kau hendak membunuh orang untuk melenyapkan
bukti."
Hoa Pek Tuo tertawa licik lalu menggeleng.
"Aku sama sekali tiada rencana untuk membinasakan dirimu, asal
kuberi obat gila kepadamu sehingga membuat kau edan dan tidak
kenal siapa-siapa, itu sudah lebih dari cukup, waktu itu kendati sanak
keluargamu sendiri pun tak berani mendekati dirimu."
"Kau... kau... hatimu lebih kejam daripada ular berbisa," jerit Hee
Giong Lam penuh kebencian.
"Hmm! Terserah engkau mau memaki diriku dengan kata macam
apa pun, aku tidak jadi soal... Hee Giong Lam! Sekarang kalau kau
menyesal masih belum terlambat, aku masih mempunyai cara untuk
melenyapkan racun gila yang mengidap dalam tubuhmu itu."
Hee Giong Lam mendengus dingin.
"Hmmm! Tentulah bukan diobati secara gratis bukan..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja, aku rasa di kolong langit
ini tiada pekerjaan yang tidak diimbali dengan jasa, kuserahkan obat
pemunah itu kepadamu dan tentu saja kau harus memberi balas jasa
kepadaku, sebab aku rasa cara ini adalah cara yang paling adil."

1083
Saduran TJAN ID

Hee Giong Lam bukanlah seorang manusia lurus yang tulen,


apalagi dia bukan lampu lentera yang kehabisan minyak, satu ingatan
dengan cepat berkelebat di dalam benaknya.
"Kenapa aku tidak coba bermain licik dengan dirinya? Setelah
kudapatkan obat pemunah itu akan aku cari akal lagi untuk melarikan
diri atau membinasakan dirinya, cuma otak bajingan ini terlalu banyak
dan liciknya bukan kepalang, untuk mendapatkan obat pemunah itu
tentu saja bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Ia melirik sekejap ke arah Hoa Pek Tuo, kemudian bertanya :
"Apa syaratmu?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... apakah kau mulai tertarik?"
"Hmm! Tak usah banyak bicara lagi, aku hanya
mempertimbangkan balas jasa apa yang kau tuntut untuk obat
pemunah tersebut!"
"Oooh... rupanya kau ingin tahu?" seru Hoa Pek Tuo.
Sepasang matanya dengan tajam dan dingin menatap wajah Hee
Giong Lam tanpa berkedip, ia tahu bahwa Rasul Racun adalah
seorang manusia yang sukar untuk dihadapi, manusia macam itu tak
mungkin suka dipergunakan olehnya dengan hati rela.
Satu senyuman licik dan misterius segera tersungging di ujung
bibirnya, dengan cepat otaknya berputar memikirkan cara yang paling
baik untuk menghadapi musuh racunnya itu.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, ia lantas berkata :
"Aku hanya menginginkan resep obat Ji-li-biau-hiang mu itu."
Air muka Hee Giong Lam seketika berubah hebat, dengan
pandangan bergidik ia memandang ke arah Hoa Pek Tuo, peristiwa
ini benar-benar menakutkan sekali dan siapa pun tak pernah menduga
kalau Hoa Pek Tuo adalah manusia lihay dengan isi perut yang besar
pula, begitu buka mulut yang diminta ternyata resep rahasia dari
Perguruan Selaksa Racun yang tak pernah diwariskan kepada orang
lain.

1084
IMAM TANPA BAYANGAN II

Resep obat ini kecuali ketuanya sendiri yang boleh mengetahui,


sekali pun anak muridnya yang paling menonjol pun tak akan tahu
rahasia resep obat ini, tak nyana balas jasa yang dikehendaki orang itu
ternyata adalah resep tersebut.
"Apa itu Jit-li-biau-hiang??" Hee Giong Lam pura-pura berlagak
pilon.
Air muka Hoa Pek Tuo berubah hebat, bentaknya :
"Kau tak usah banyak bicara lagi, kau sebagai ketua dari
Perguruan Selaksa Racun masa tidak tahu tentang obat tersebut? Hey
Loo Hee, bersikaplah lebih cerdik, semua barang yang telah
diucapkan oleh aku Hoa Loo sianseng selamanya tak pernah meleset,
ini hari aku akan berbicara terus terang kepadamu, bila kau tidak
memberitahukan resep obat dari Jit-li-biau-hiang maka mulai detik ini
juga jangan harap bisa menikmati kehidupan yang aman tenteram.
Ehmm... sudah tahu???"
"Sebetulnya apa yang kau inginkan? Aku benar-benar tidak
tahu..." seru Hee Giong Lam pura-pura bodoh.
"Tak usah mengulur-ulur waktu lagi," tukas Hoa Pek Tuo dengan
suara ketus, "tanda-tanda gila segera akan mulai bekerja di dalam
tubuhmu, waktu itu sekali pun ada obat juga tak dapat ditolong, kalau
kau setuju maka marilah kita bekerja sama, aku membutuhkan resep
obat dan kau membutuhkan keselamatan jiwamu, kita berdua sama-
sama tidak merugikan satu sama lainnya."
Ia tertawa seram, setelah berhenti sebentar ujarnya kembali :
"Bagaimana? Aku tidak ingin mendengar lagi jawabanmu yang
tidak tahu itu."
"Aaai..." akhirnya Hee Giong Lam menghela napas panjang, ia
tahu bahwa dirinya tak mungkin bisa meloloskan diri dari
cengkeraman rase tua itu lagi, setelah berpikir sebentar katanya :
"Pertama-tama kau harus memberi keterangan lebih dahulu
kepadaku, buat apa kau minta resep obat itu?"
"Hmmm! Tentang soal ini kau tak usah tahu!"

1085
Saduran TJAN ID

"Tidak! Sebelum aku menerima rahasia dari resep mestika itu,


aku pernah bersumpah di hadapan sucouku bahwa aku tidak akan
menggunakan benda ini secara sembarangan, sebelum dipakai aku
harus mengetahui lebih dahulu tujuannya, bila kau tak mau
memberitahukan hal itu kepadaku tentu saja aku tak akan
memberitahukan rahasia resep itu kepadamu sebelum kuketahui apa
sebenarnya kegunaan serta tujuanmu, ketahuilah aku tidak takut mati
dan aku bersedia mengorbankan selembar jiwa tuaku ini..."
Hoa Pek Tuo tak menyangka kalau Hee Giong Lam bisa begitu
keras kepala sehingga tidak sayang-sayangnya untuk
mempertaruhkan kehidupannya untuk adu kecerdikan dengan ia
sendiri, hawa napsu membunuh segera menyelimuti seluruh
wajahnya.
"Benarkah kau sudah tidak maui jiwamu.."
"Seluruh kehidupanku telah kuserahkan kepadamu, mau bunuh
atau mau siksa kau putuskan sendiri. Hoa Pek Tuo! Aku pun
menyadari, setelah aku tidak berguna dan rahasia itu berhasil kau
dapatkan, tak nanti diriku akan kau lepaskan dengan begitu saja..."
"Ehmmm...! Rupanya kau pun bisa menduga sampai ke situ,
sedikit pun tidak salah aku memang mempunyai rencana untuk
membinasakan dirimu, tetapi sekarang keadaannya jauh berbeda, asal
resep rahasia Jit-li-biau-hiang berhasil kudapatkan, aku tanggung kau
akanku lepaskan dalam keadaan hidup..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku masih tetap dengan perkataan
semula, sebelum kau terangkan kegunaannya aku tak nanti akan
memberitahukan rahasia tersebut kepadamu, sebab inilah pokok
utama yang harus kuketahui lebih dahulu..."
Hoa Pek Tuo segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, untuk
sesaat ia jadi serba susah dan tak tahu apa yang mesti dilakukan, ia
tak mengetahui apa sebabnya Hee Giong Lam memaksa untuk
mengetahui kegunaan serta tujuannya, walaupun Rasul Racun itu juga
seorang pembunuh manusia yang tak berkedip, tetapi setelah ia

1086
IMAM TANPA BAYANGAN II

mengetahui rahasianya, belum tentu iblis tersebut bersedia untuk


bekerja sama dengan dirinya, dan persoalan ini merupakan masalah
utama yang memusingkan kepalanya sebab dia tahu bahwa peristiwa
ini menyangkut kehidupan banyak orang.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benak rase tua she Hoa ini,
sepasang matanya segera memancarkan cahaya tajam. Sambil
menatap tubuh Hee Giong Lam tanpa berkedip untuk beberapa saat
lamanya ia bungkam dalam seribu bahasa.
Lama sekali... akhirnya dia mengambil keputusan, ujarnya :
"Aku bisa memberitahukan maksud serta tujuanku itu, tetapi aku
pun ada syaratnya."
"Tak usah kau katakan aku pun sudah tahu, bukankah kau suruh
aku menutup rahasia..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bukan, bukan soal itu, aku merasa
amat percaya terhadap dirimu. Sebab ada beberapa macam barang
penting milikmu yang berada dalam genggamanku, aku percaya kau
tak akan berani membocorkan rahasia ini."
"Lalu persoalan apakah yang kau maksudkan?" tanya Hee Giong
Lam dengan wajah tercengang.
"Setelah kuberitahukan persoalan itu kepadamu, kau harus
memberitahukan kepadaku rahasia resep tersebut, kau tak boleh
sengaja menolak atau mempersulit diriku."
"Oooh... kiranya tentang soal itu, baik asal kehidupan serta
keselamatanku terjamin, aku pasti akan mengabulkan
permintaanmu."
Jago Pedang Berdarah Dingin yang menyaksikan kesemuanya itu
dari tempat persembunyiannya, seketika timbul perasaan bencinya
terhadap Hee Giong Lam, ia merasa Rasul Racun itu terlalu pengecut
dan gampang menyerah kepada musuh hanya disebabkan ingin
mempertahankan kehidupannya, alis matanya berkerut dan hawa
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, ia merasa tak kuat

1087
Saduran TJAN ID

menahan diri dan ingin sekali meloncat turun ke bawah untuk


membinasakan Hoa Pek Tuo.
"Chin Siang," bisiknya, "aku mau turun ke bawah dan membunuh
mati bangsat tua itu..."
"Tunggu sebentar!" cegah Wie Chin Siang sambil menarik
tangannya, "aku tahu bahwa membalas dendam adalah suatu urusan
yang amat penting, tetapi racun Jit-li-biau-hiang milik Hee Giong
Lam pun merupakan suatu jenis racun yang maha dahsyat, ditinjau
dari keinginan Hoa Pek Tuo yang begitu besar untuk mendapatkan
benda itu, bisa diduga kalau ia mempunyai suatu rencana besar yang
luar biasa sekali, kesempatan seperti ini jarang sekali ditemui, kenapa
kau mesti terburu napsu, tunggulah sebentar dan mari kita dengarkan
dahulu apa rencana busuknya itu..."
Diam-diam Pek In Hoei menghela napas panjang, ia merasa
kagum sekali terhadap pikiran yang terang serta pengertian dari Wie
Chin Siang, dia tahu Hoa Pek Tuo bukan cuma memusuhi dirinya
seorang, boleh dibilang seluruh umat dunia persilatan adalah musuh-
musuhnya, bila pada saat ini dia bisa menggunakan kesempatan baik
itu untuk mencari dengar rencana busuknya, hal ini boleh dibilang
merupakan suatu pertolongan yang besar bagi umat dunia persilatan.
Ia menggelengkan dengan gemas sambil gumamnya :
"Yaah... terpaksa aku harus membiarkan dia untuk hidup
beberapa jam lebih lama lagi..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " sementara itu Hoa Pek Tuo yang
mendengar bahwa Hee Giong Lam telah menyanggupi
permintaannya, karena girang ia segera tertawa terbahak-bahak, sorot
matanya memancarkan cahaya gembira yang sukar dikendalikan lagi,
serunya :
"Loo-Hee, kau memang tidak malu disebut sebagai seorang
manusia yang cerdik!"
"Hmm! Tak usah mengucapkan hal-hal yang sama sekali tak
berguna, cepat beritahukan kepadaku apa rencanamu itu!"

1088
IMAM TANPA BAYANGAN II

Senyuman yang semula menghiasi ujung bibir Hoa Pek Tuo


seketika lenyap tak berbekas, ujarnya :
"Kau tentu ingin tahu bukan, apa sebabnya selama banyak tahun
aku orang she Hoa selalu berusaha menerbitkan keonaran di dalam
dunia persilatan? Tujuanku bukan lain adalah untuk mewujudkan
suatu pekerjaan besar dan mendirikan suatu kekuatan besar di dalam
dunia persilatan yang penuh dengan pertikaian ini agar dipuji dan
disanjung oleh setiap orang, tetapi selama ini meskipun aku telah
menggunakan segenap kekuatan yang kumiliki untuk menciptakan
beberapa macam peristiwa besar yang menggetarkan seluruh jagad,
tetapi hasil yang kucapai masih terbatas sekali, baik para jago dari
golongan lurus maupun para jago dari golongan sesat masih belum
tunduk semua kepadaku..."
"Hmmm... hal itu disebabkan cara hidupmu yang terlalu sadis dan
kejam," sambung Hee Giong Lam sambil tertawa dingin, "setiap kali
ingin membutuhkan tenaga seseorang maka orang itu dirayu dan
disanjung dengan kata-kata yang manis, dengan menggunakan cara
apa pun berusaha untuk mendapatkan tenaganya, tetapi setelah nilai
dari orang itu hilang maka kau akan rubah muka tak kenal sahabat,
bukan saja terhadap orang-orang yang pernah membantu dirimu itu
tak kenal budi, bahkan berusaha keras dengan menggunakan pelbagai
cara yang paling keji untuk mencelakai jiwanya, di sinilah terletak
pangkal kekalahan yang harus kau terima... mengerti bangsat?"
Seakan-akan perkataan itu merupakan anak panah yang
bersarang telak di atas ulu hatinya, air muka Hoa Pek Tuo seketika
berubah hebat, dengan penuh kegusaran dia melotot ke arah
lawannya, hampir saja hawa napsunya dilampiaskan.
Tetapi malam ini ia tidak berbuat demikian, wajahnya perlahan-
lahan berubah jadi tenang kembali, katanya dengan suara hambar :
"Aku tidak membantah kalau aku pernah melakukan perbuatan
semacam itu, tetapi hal itu kulakukan karena keadaan yang terpaksa,
kau mesti tahu bila seseorang ingin muncul dalam dunia persilatan

1089
Saduran TJAN ID

dan ingin jadi terkenal maka orang itu harus berani bertindak keji,
harus berani melakukan perbuatan yang tak berani dilakukan orang
lain, bagiku yang penting adalah cita-citaku tercapai dan apa yang
kuhendaki bisa terpenuhi, aku tak mau ambil peduli dengan cara
apakah aku berbuat apa yang dikatakan orang di belakang tubuhku..."
Hee Giong Lam terkejut mendengar perkataan itu, terhadap
kelicikan serta kekejian dari rase tua yang berhati iblis ini ia pun lebih
mengerti setingkat, ia tahu tak ada gunanya membicarakan tentang
masalah itu dengan dirinya, maka otaknya segera berputar mulai
mencari akal untuk digunakan menghadapi rase tua itu...
Setelah mendengus dingin, ujarnya :
"Kau menganggap enteng apa yang akan menamatkan
riwayatmu, kau mesti tahu betapa benci dan mendendamnya orang-
orang yang pernah kau gunakan itu, mereka akan tinggalkan dirimu
satu per satu, di belakangmu menjelek-jelekkan kau dan menyiarkan
kabar ini kepada orang lain, menanti semua orang sudah mengetahui
manusia macam apakah dirimu itu maka tak akan ada manusia yang
berani berhubungan dengan dirimu lagi..."
"Huuh...! Kau anggap manusia-manusia yang datang kepadaku
benar-benar untuk mengikat tali persahabatan," jengek Hoa Pek Tuo
sinis, "Lo Hee kau keliru besar, pada jaman sekarang yang punya
kekuatan dialah kakak dan siapa punya uang dia adalah nenek
moyang, selama aku Hoa Pek Tuo masih punya kekuatan aku percaya
masih ada orang yang datang menggabungkan diri dengan diriku, kau
jangan lupa uang bisa malang melintang dan kekuasaan bisa
mencabut gunung, selama kita masih dapat menguasai ke-dua macam
hal tersebut di atas maka entah berapa banyak manusia yang secara
sukarela akan datang menyumbangkan tenaganya, karena hanya
berbuat demikianlah mereka baru bisa hidup dan dengan berbuat
begitu saja keselamatan mereka baru terjamin..."
"Tetapi banyak orang yang tidak bisa digerakkan oleh emas dan
kekuatan..." bantah Hee Giong Lam.

1090
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Haaaah... haaaah... haaaah... itu gampang sekali!" seru Hoa Pek


Tuo sambil tertawa terbahak-bahak, "asal di tangan yang satu kau
memegang pisau dan di tangan lain kau membawa uang, sehingga
kalau tak usah menggunakan uang lantas memakai pisau, dalam
keadaan demikian tak mungkin ada orang yang demikian tololnya
hingga lebih suka memilih pisau daripada uang..."
"Dan sekarang kau akan menggunakan cara ini untuk
menghadapi diriku..." seru Hee Giong Lam dengan wajah menghina.
Hoa Pek Tuo segera menggelengkan wajahnya.
"Untuk menghadapi dirimu aku rasa ke-dua macam benda itu
mungkin tak akan mendatangkan hasil apa-apa, sebab bagaimana pun
juga kau sebagai seorang ketua dari suatu perguruan masih dihormati
sebagai seorang angkatan tua di dalam Perguruan Selaksa Racun dan
aku menghormati dirimu sebagai pria sejati, karena itu aku tidak
bersedia menggunakan cara tersebut untuk menghadapi dirimu..."
"Hmmm!" Hee Giong Lam mendengus dingin, satu senyuman
yang mengandung rasa benci dan dendam yang amat tebal
tersungging di ujung bibirnya, ia berseru :
"Hmmm! Kecuali menggunakan dua macam cara itu, aku percaya
kau masih belum memiliki cara lain untuk menghadapi diriku..."
hpg gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kenapa kau begitu bodoh dan tololnya sehingga keadaan yang
begitu gampang pun tak bisa kau temukan," ia berhenti sebentar dan
mendengus penuh penghinaan, "untuk menghadapimu terpaksa akua
harus menyerang titik kelemahanmu, dan untuk menguasai engkau
aku tak butuh menggunakan uang atau senjata, aku akan membuat
engkau menuruti semua perintahku dengan hati rela dan sama sekali
tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan..."
"Oooh... jadi kau telah berhasil menangkap titik kelemahanku
itu?"
Sepasang sorot mata Hoa Pek Tuo berkilat, dia mengangguk.

1091
Saduran TJAN ID

"Sedikit pun tidak salah, dan titik kelemahanmu itu justru terletak
di dalam hati kecilmu sendiri. Lo Hee, bukankah kau amat
menyayangi Kong Yo Siok Peng? Aaaah! Memang benar, dia adalah
seorang bocah perempuan yang menyenangkan sekali, asal aku
berbuat sesuatu di atas tubuhnya, aku percaya kau tentu akan
menyerah kalah."
Hee Giong Lam amat terperanjat setelah mendengar perkataan
itu, ia tak menyangka kalau Hoa Pek Tuo adalah manusia yang
demikian kejinya sehingga terhadap putri angkatnya pun ia tak mau
lepaskan, memang benar dia amat menyayangi Kong Yo Siok Peng,
jago racun yang selama hidupnya tak pernah tunduk kepada orang lain
ini hanya tunduk dan menurut sekali terhadap setiap perkataan dari
putrinya, apa yang diminta gadis itu selamanya selalu dipenuhi, belum
pernah ia mengecewakan hati dara tersebut.
Dengan wajah terperanjat dan suara gemetar ia berseru :
"Kenapa... kenapa kau berpikir sampai ke tubuhnya?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... sejak tempo hari Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei menolong dirimu, aku telah mengetahui
betapa cinta dan sayangnya putrimu itu kepadamu, timbullah satu
ingatan di dalam benakku untuk menggunakan cara ini guna
membekuk dan menundukkan hatimu."
"Kau terlalu kejam!" jerit Hee Giong Lam dengan hati terkesiap.
"Hmmm! Tidak... tidak seserius itu, selamanya beginilah caraku
hidup sebagai manusia, asal tujuanku bisa tercapai peduli amat
dengan cara yang paling keji sekali pun akan kulakukan, obat gila
yang kucekokkan kepadamu itu pun baru suatu permulaan dari usaha
besarku..."
"Setelah aku jadi gila hal itu tak akan mendatangkan manfaat apa-
apa bagimu..." bentak Hee Giong Lam gusar.
Hoa Pek Tuo tertawa dingin.
"Aku ingin membuat kau jadi edan sehingga tiap orang merasa
takut untuk mendekati dirimu, sehingga anak angkatmu sendiri juga

1092
IMAM TANPA BAYANGAN II

takut untuk bertemu dengan engkau... aku ingin merubah sama sekali
kesan putrimu terhadap kau, agar di dalam hati kecilnya selalu
membekas kesan yang jelek."
"Bajingan... kau... kau hendak mencelakai diriku hingga keadaan
yang begitu mengenaskan... kau bangsat berhati binatang," teriak Hee
Giong Lam setengah kalap.
Melihat lawannya jadi panik, Hoa Pek Tuo semakin bangga lagi,
serunya kembali :
"Hanya dengan ancaman begitulah kau baru suka membicarakan
syarat dengan diriku, kalau tidak mengapa kau mesti membuang
tenaga serta pikiran yang demikian banyaknya untuk menangkap
kembali kalian ayah dan anak."
"Hmmmm... hanya disebabkan ingin memperoleh resep rahasia
Jit-li-biau-hiang kau begitu tega menggunakan cara yang paling keji
untuk menghadapi aku Hee Giong Lam, hatimu memang hati
serigala... kau terkutuk untuk selamanya..."
"Ooooh... tentu saja aku harus bersikap demikian kepadamu,
karena aku tahu di kolong langit hanya kau seorang yang memiliki
rahasia dari resep Jit-li-biau-hiang tersebut, aku percaya tak seorang
manusia pun di kolong langit yang mengetahui cara pembuatan dari
obat racun keji tersebut, dalam pandanganmu resep tersebut hanya
merupakan suatu kepandaian rahasia, sebaliknya bagiku merupakan
suatu kebutuhan, juga merupakan sejenis senjata ampuh, dengan
senjata ampuh itu aku bisa melenyapkan berpuluh-puluh orang musuh
besarku, dengan benda itu pula aku bisa merajai seluruh kolong langit
tanpa tandingan, sekali pun selama ini aku telah bersusah payah tetapi
pengorbananku itu tak seberapa kalau dibandingkan dengan hasil
yang bakal terjadi, coba pikirlah bukankah perkataan itu benar?"
Hee Giong Lam menghela napas sedih.
"Kau memang lihay... kau memang hebat... aku orang she-Hee
merasa kali ini sudah jatuh kecundang di tanganmu," serunya.
Hoa Pek Tuo tertawa seram.

1093
Saduran TJAN ID

"Engkau bisa memahami akan persoalan ini membuat hatiku


merasa amat gembira," serunya, "sekarang kau dapat
menggunakannya untuk bertukar dengan diriku, inilah persoalan yang
paling adil di kolong langit, aku tak bakal merugikan dirimu..."
"Kau belum memberitahukan apa tujuanmu kepadaku," sahut
Hee Giong Lam sambil tertawa seram, "karena itu aku tidak akan
memberitahukan kepadamu!"
"Hmm...! Sekarang tentu kau tahu di mana lihaynya hubungan
ini, tahu atau tidak bukanlah urusan yang terlalu penting bagimu, demi
kemanfaatan ke-dua belah pihak aku lihat lebih baik kau tak usah
tanyakan lagi persoalan itu kepadaku."
"Hal ini sama sekali berbeda," teriak Hee Giong Lam dengan
gusar, "racun Jit-li-biau-hiang merupakan obat rahasia yang
ditinggalkan cou-su Perguruan Selaksa Racun kami, setiap generasi
hanya ciangbunjin-nya saja yang bisa menggunakan ilmu tersebut,
aku tak bisa menjual cou-su ku karena engkau tak mau
memberitahukan apa tujuanmu..."
"Hmmm....! Cou-su ya mu toh sudah mati beberapa tahun,"
jengek Hoa Pek Tuo dengan nada seram, "aku percaya bahwa
kematian cou-su ya mu itu tidak lebih penting daripada keselamatan
jiwa putrimu pada saat ini, kau anggap perkataan dari aku orang she
Hoa benar atau tidak?"
"Sama sekali berbeda," air muka Hee Giong Lam nampak serius
dan keren sekali, "meskipun aku Hee Giong Lam bukan manusia dari
kalangan lurus, akan tetapi aku tak akan sudi melakukan tindakan
serta perbuatan yang melanggar serta mengkhianati cou-su ya
perguruan sendiri, karena sewaktu racun Jit-li-biau-hiang tersebut
diwariskan kepadaku, aku pernah angkat sumpah di hadapan lukisan
cou-su ya kami bahwa ilmu tersebut tak akan kupergunakan dengan
sembarangan sebelum aku mengetahui tujuan serta maksudnya, aku
tak akan melanggar peraturan pantangan dari perguruan kami hanya
disebabkan putri angkatku, Hoa Pek Tuo! Perkataanku hanya sampai

1094
IMAM TANPA BAYANGAN II

di sini saja, mau kau katakan kepadaku atau tidak itu semua terserah
pada keputusanmu sendiri!"
Hoa Pek Tuo termenung dan berpikir sebentar, ia tahu terhadap
manusia semacam Hee Giong Lam memang paling sukar dilayani,
demi mendapatkan rahasia cara pembuatan racun lihay Jit-li-biau-
hiang, terpaksa untuk pertama kalinya dia harus tunduk kepada si
Rasul Racun tersebut, seolah-olah mengambil keputusan di dalam hati
kecilnya ia berseru lantang :
"Baiklah! Akan kuberitahukan padamu, ketahuilah bahwa di
dalam dunia persilatan partai Siau-lim, partai Bu tong serta partai
Hoa-san lah yang merupakan perguruan dengan pengaruh terbesar di
dunia persilatan, dan tiga partai itu pula merupakan partai yang paling
lurus di antara semua perguruan yang ada di kolong langit, kau tentu
sadar bukan bahwa untuk menundukkan hati mereka semua sehingga
ke-tiga partai besar itu rela membantu usahaku bukanlah suatu
pekerjaan yang sangat gampang, aku telah mengutus orang sebanyak
beberapa kali untuk menyampaikan maksud hatiku itu, namun sampai
sekarang belum ada juga jawabannya."
Ia tarik napas panjang lanjutnya :
"Yang paling pusingkan kepala lagi jika ke-tiga partai tersebut
bersatu padu dan bekerja sama untuk menentang kekuasaanku, aku
tahu di antara ke-tiga partai tersebut, semuanya merupakan partai
yang terbesar di dunia persilatan, berada dalam keadaan begini aku
tak boleh membiarkan kekuasaan serta pengaruh mereka bertambah
besar, satu-satunya jalan yang bisa kulakukan untuk mengatasi situasi
semacam ini hanyalah menumpas dan memusnahkan mereka semua
tanpa diketahui dan disadari oleh mereka, tentu saja pekerjaan ini
bukan suatu perbuatan yang terlalu gampang..."
"Maka dari itu kau lantas berpikir hendak menggunakan bubuk
racun Jit-li-biau-hiang untuk menumpas serta melenyapkan seluruh
musuh-musuh yang menentang dirimu itu, bukankah begitu?"
sambung Hee Giong Lam dengan cepat.

1095
Saduran TJAN ID

Dengan pandangan dingin ditatapnya wajah Hoa Pek Tuo tanpa


berkedip, lalu tambahnya :
"Caramu itu benar-benar terlalu keji dan tidak mengenal akan
peri kemanusiaan."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... peduli amat keji atau tidak,
berperikemanusiaan atau tidak, yang kupikirkan dan kuperhatikan
adalah berhasil atau tidak caraku itu," sahut Hoa Pek Tuo sambil
menyeringai seram.
"Hmmm!" Hee Giong Lam tertawa dingin, "kau hanya tahu
bagaimana caranya mencapai cita-cita pribadimu... kau cuma tahu
memuaskan ambisi pribadimu... tahukah kau sampai di manakah daya
hancur yang diakibatkan racun Jit-li-biau-hiang tersebut? Racun itu
akan memusnahkan beribu-ribu lembar jiwa kehidupan..."
Hoa Pek Tuo tertegun kemudian serunya :
"Aku hanya tahu bahwa bubuk racun itu sangat lihay namun
belum kuketahui dengan pasti sampai di manakah kekuatan daya
hancur yang dimiliki sari racun tersebut, kau toh seorang ahli di dalam
penggunaan pelbagai macam racun, dapatkah kau beritahukan sedikit
keterangan mengenai persoalan ini..."
"Kelihayan dari bubuk racun Jit-li-biau-hiang bukan hanya
ditujukan pada satu orang belaka, asalkan racun itu disebarkan sedikit
saja di udara maka sebuah kehidupan yang berada di lingkungan
radius tujuh li akan mati keracunan dan musnah jadi segumpal air
bercampur darah, dan akhirnya tulang belulang mereka pun akan ikut
musnah dan lenyap tak berbekas... keadaan itu boleh dibilang sama
halnya membunuh orang tanpa meninggalkan jejak, sampai bukti
mayat pun tidak kelihatan, coba bayangkan benda selihay itu apakah
bisa kuberitahukan kepada orang lain secara sembarangan..."
Hoa Pek Tuo segera menengadah dan tertawa terbahak-bahak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... semakin dahsyat daya penghancur
yang dimiliki racun itu semakin bernapsu aku untuk memilikinya...
asal kusebarkan sedikit saja racun itu di antara tiga partai besar maka

1096
IMAM TANPA BAYANGAN II

dalam waktu singkat semua anggota perguruan besar itu akan


mengalami kemusnahan; dalam waktu yang amat singkat tiga partai
besar dari dunia persilatan akan lenyap dari permukaan bumi dan
orang kangouw pasti tak akan mengira para anggota dari ketiga partai
besar itu secara tiba-tiba lenyap tak berbekas... Haaaah... haaaah...
haaaah... Loo Hee! Aku berterima kasih sekali kepadamu karena
engkau suka memberitahukan kesemuanya itu kepadaku, kalau tidak
aku masih belum tahu kalau racun itu memiliki kelihaian sampai
sejauh itu..."
"Hmmm! Yang mengalami kemusnahan bukan cuma ke-tiga
partai itu saja, masih banyak yang akan menerima kematian akibat
perbuatanmu itu..."
"Siapa lagi yang akan ikut merasakan akibat dari penyebaran
bubuk racun itu..." tanya Hoa Pek Tuo tertegun.
Dengan gusar Hee Giong Lam mendengus.
"Orang-orang yang berdiam di sekitar tempat kejadian serta
binatang peliharaan atau pun binatang apa pun yang kebetulan berada
di sekitar sana akan mengalami kemusnahan total... masih ada lagi
orang-orang yang kebetulan lewat di tempat itu, kesemuanya akan
mati dan berubah jadi gumpalan darah..."
Hoa Pek Tuo tertawa terbahak-bahak, buru-buru ia perintahkan
ke-dua orang pria anak buahnya untuk melepaskan Hee Giong Lam,
satu senyuman licik yang menyeramkan tersungging di ujung
bibirnya, perlahan-lahan ia maju ke depan dan menepuk bahu Rasul
Racun tadi, katanya :
"Lo Hee, kau betul-betul hebat! Rupanya kerja sama di antara kita
sudah pasti akan terjalin sekarang aku baru tahu bahwa engkau sangat
berguna bagiku, di kemudian hari aku masih membutuhkan banyak
obat-obatan darimu."
Terhadap sanjungan dan pujian yang dilontarkan rase tua yang
licik dan kejam itu kepadanya, bukan saja Hee Giong Lam sama sekali
tidak merasa girang atau senang justru malahan hatinya terjelos, dia

1097
Saduran TJAN ID

tahu Hoa Pek Tuo sedang berusaha keras membaiki dirinya, semua
tindak-tanduknya itu dilakukan bukan lain untuk mendapatkan bubuk
racun Jit-li-biau-hiang.
Ia segera menggertak gigi kencang-kencang dan menatap wajah
rase tua yang licik itu dengan pandangan berapi-api, teriaknya :
"Terima kasih banyak atas sanjungan dan pujianmu itu, sayang
sekali aku tidak ingin bekerja sama dengan dirimu."
"Apa?" teriak Hoa Pek Tuo keras-keras, saking gusarnya dia
sampai mencak-mencak seperti monyet kena terasi... kau berani
menentang diriku...? Kurang ajar... Kau berani tak mau bekerja sama
dengan aku... rupanya kau sudah bosan hidup."
"Hmmm! Kenapa engkau mesti bingung dan kaget? Walaupun
aku Hee Giong Lam sudah mencelakai banyak orang, sudah
membunuh beberapa orang namun jumlahnya masih terbatas sekali,
jika kubuatkan bubuk racun Jit-li-biau-hiang tersebut untukmu, maka
korban yang menemui ajalnya akan semakin banyak... perbuatan
semacam itu benar-benar merupakan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan serta tujuan Perguruan Selaksa Racun
kami, oleh sebab itu aku sudah mengambil keputusan untuk
mempertaruhkan selembar jiwa tuaku ini, tak nanti kuberitahukan
kepadamu bagaimana caranya membuat bubuk racun Jit-li-biau-
hiang."
"Kau sudah bosan hidup? Kau pengin modar?" teriak Hoa Pek
Tuo teramat gusar.
Hee Giong Lam tarik napas panjang.
"Bukankah aku telah menyatakan sikapku? Bukankah
pendirianku sudah tercermin jelas sekali? Kalau engkau ingin
membinasakan diriku, lakukanlah sekarang juga sekehendak hatimu...
aku Rasul Racun tak akan mengerutkan dahi menerima siksaan
darimu itu... sekali pun disiksa atau dihukum mati aku Hee Giong
Lam tak akan merasa gentar..."

1098
IMAM TANPA BAYANGAN II

Air muka Hoa Pek Tuo berubah jadi jelek dan sangat tak enak
dilihat, keadaannya jauh lebih menyeramkan daripada sesudah
digaplok orang, otot hijau di wajahnya pada menonjol keluar, saking
gusarnya sekujur tubuhnya sampai gemetar keras. Serunya dengan
penuh kebencian :
"Aku sama sekali tidak bermaksud untuk membunuh dirimu,
engkau telah menelan obat gilaku dan sebentar lagi penyakit tersebut
akan mulai bekerja dalam tubuhmu... waktu itu... jika Kong Yo Siok
Peng menyaksikan keadaanmu yang edan... keadaanmu yang
menyeramkan itu... Haaaah... haaaah... haaaah... bisa dibayangkan
bagaimana indahnya pemandangan ketika itu..."
Tiba-tiba Hee Giong Lam tertawa dingin.
"Jangan lupa aku sendiri pun seorang ahli di dalam menggunakan
pelbagai macam racun," serunya, "obat edanmu belum tentu mampu
merubuhkan aku... Hoa Pek Tuo, aku lihat tindakanmu kali ini
mungkin akan menemui kegagalan total."
"Haaaah... haaaah... haaaah... kepandaian Lo Hee di dalam
menggunakan pelbagai ilmu beracun memang amat mengagumkan
hatiku, tetapi kau telah melupakan sesuatu yakni obat edan itu sengaja
kudatangkan dari wilayah Biau dan khusus ditujukan untuk manusia
yang mempunyai daya lawan terhadap racun dalam tubuhnya, aku
tahu obat biasa tak mungkin akan mendatangkan hasil apa-apa
terhadap dirimu, maka sengaja kucampuri pula beberapa jenis obat
dalam obat edan tersebut, sekali pun engkau punya kepandaian yang
sangat tinggi, aku percaya engkau tak akan mampu untuk
memecahkan obat-obat-an yang telah kubuat sendiri itu, kalau kau
tidak percaya cobalah untuk mengerahkan tenaga."
Hee Giong Lam merasa hatinya tercelos dan muncullah rasa
bergidik dari dasar hatinya, ia mengetahui jelas sampai di manakah
kemampuan yang dimiliki kakek licik she Hoa itu, orang ini bukan
saja memiliki kemampuan yang luar biasa dalam ilmu silat, ilmu
menggunakan racun yang berhasil dikuasai olehnya pun tidak kalah

1099
Saduran TJAN ID

hebatnya, setelah orang itu mengucapkan dengan begitu meyakinkan


berarti bahwa apa yang telah terjadi kemungkinan besar memang
begitulah kenyataannya.
"Jalan pikiranmu benar-benar amat sempurna..." akhirnya ia
berseru dengan hati bergetar keras.
Di dalam menggunakan pelbagai racun orang ini mempunyai
suatu cara yang khusus untuk mencoba apakah dirinya keracunan atau
tidak, ketika ujung lidahnya dijilatkan di atas langit-langit mulutnya
ia telah tahu bahwa dirinya keracunan, dan dari situ pula ia sadar
bahwa apa yang diucapkan Hoa Pek Tuo bukan gertak sambal belaka.
Justru karena itulah Hee Giong Lam merasakan hatinya bergetar
keras, bagi seseorang yang kebal terhadap pelbagai macam racun, bila
satu kali keracunan maka akibatnya akan mengerikan sekali, racun
tersebut akan memancing bekerjanya racun-racun lain di dalam
badan, dalam keadaan begitu tiada kesempatan lagi baginya untuk
menyelamatkan diri.
Sekarang ia tahu bahwa ajalnya sudah hampir tiba, dan saat
kemusnahan bagi dirinya sudah ada di depan mata, dengan gusar
bercampur mendongkol teriaknya :
"Hoa Pek Tuo, sekali pun berubah jadi setan aku tetap datang
mencari dirimu."
Kakek licik itu mendengus dingin."Hmmm! Lihatlah di atas
alismu telah muncul hawa hijau yang tebal.... itu manandakan bahwa
racun di dalam sudah akan mulai bekerja..."
Sedikit pun tidak salah, tidak selang beberapa saat kemudian
keringat dingin sebesar kacang kedelai mulai mengucur keluar
membasahi jidat Hee Giong Lam, hawa hijau yang amat tebal
menyelimuti sekeliling alisnya dan sepasang matanya melotot besar.
Kian lama tubuhnya gemetar semakin keras, air mukanya
menunjukkan perubahan yang sangat aneh, inilah suatu pertanda
kalau seseorang akan berubah jadi gila...

1100
IMAM TANPA BAYANGAN II

Rupanya Hee Giong Lam menyadari akan keadaan tersebut,


dengan sorot mata memancarkan rasa ngeri dan ketakutan ia melotot
ke arah Hoa Pek Tuo.
Sebelum pikiran terakhir yang sadar lenyap dari benaknya, tokoh
silat yang pandai menggunakan racun ini bertekad untuk melakukan
adu jiwa, ia menatap wajah musuhnya tajam-tajam sementara otaknya
berputar :
"Sekarang juga aku bakal musnah... sebentar lagi ingatanku jadi
hilang dan aku bakal gila... toh Hoa Pek Tuo telah memusnahkan
diriku, aku tak boleh membiarkan dia hidup sendiri dengan riang
gembira, paling sedikit aku harus pertaruhkan sisa tenagaku untuk
berusaha keras melenyapkan rase tua ini dari muka bumi..."
Berpikir sampai di situ sepasang matanya kontan melotot tajam,
teriaknya setengah menggembor :
"Hoa Pek Tuo, tahukah engkau apa yang hendak kulakukan saat
ini???"
"Kau hendak mencari aku untuk mengadu jiwa!" jawab Hoa Pek
Tuo dengan nada dingin.
Jawaban tersebut menegunkan hati Hee Giong Lam, serunya
dengan nada tercengang:
"Oooh! Rupanya kau telah mengetahui segala-galanya."
Pada saat ini kewaspadaan dalam hati Hoa Pek Tuo telah muncul,
segenap tenaga dalam yang dimilikinya telah dihimpun mengelilingi
seluruh tubuhnya, ia mengetahui jelas tentang kemampuan yang
dimiliki lawannya, karena itu menghadapi musuh yang hampir gila,
kakek licik yang berhati kejam ini tak berani bertindak gegabah,
napsu membunuh menyelimuti wajahnya dan ia berkata dengan nada
dingin :
"Aku orang she Hoa sudah setengah abad lamanya berkelana di
dalam dunia persilatan, manusia macam apa pun pernah kujumpai dan
kejadian apa pun pernah kualami, dari perubahan sikap serta wajah
orang aku yakin masih mampu untuk menebak isi hatinya... oleh

1101
Saduran TJAN ID

karena itu semua yang sedang kau pikirkan di dalam hati, asal terlintas
di atas wajahmu maka aku bisa menebaknya dengan tepat. Lo Hee,
bertindaklah yang cerdik... jangan melakukan tindakan yang nekad,
pada sisa waktu yang amat terbatas ini lebih baik pergunakanlah untuk
memikirkan kejadian yang telah lampau kalau tidak maka di
kemudian hari kau tak akan memperoleh kembali kesempatan untuk
mengenang kejadian yang telah lampau..."
"Aku tidak butuh mengenang kembali kejadian yang telah
lampau... Hoa Pek Tuo sekarang yang kubutuhkan adalah bagaimana
caranya membinasakan dirimu, kau harus berhati-hati... sebab dalam
serangan yang bakal kulancarkan sekarang akan kugunakan semua
jurus yang mematikan..."
Meskipun dalam hati kecilnya Rasul Racun dari Perguruan
Selaksa Racun ini sudah timbul hasratnya untuk melakukan adu jiwa,
akan tetapi ia tak berani turun tangan secara gegabah, sebab pihak
lawan bagaimana pun juga merupakan seorang jago yang sangat lihay,
asal serangannya mengalami kegagalan niscaya tak ada kesempatan
lain yang bisa dipergunakan lagi, oleh sebab itu ia selalu menantikan
kesempatan yang terbaik untuk turun tangan.
Sayang pihak lawan melakukan persiapan pula dengan ketatnya,
hal ini membuat Hee Giong Lam selalu gagal untuk mencari suatu
kesempatan baik yang terasa paling sesuai baginya.
Terdengar Hoa Pek Tuo tertawa dingin lalu berkata :
"Kau tak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan
hasratmu itu, dan kepandaian yang kau miliki pun tak akan berhasil
membuat cita-citamu itu tercapai, sekarang bukannya aku tidak
memberi peluang kepadamu, tetapi aku berani bertaruh bahwa engkau
tak berani turun tangan bukankah begitu?"
Hee Giong Lam tertawa dingin, perlahan-lahan dia singkap
telapak tangannya ke atas sambil berseru :
"Aku pikir engkau pun tak akan berani menyambut pukulan ini!"

1102
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Yang penting dicobalah lebih dahulu, bukan saja aku


berani untuk menerimanya bahkan aku pun akan balas menyerang
sehingga membuat dirimu terluka..."
Diam-diam Hee Giong Lam bergirang hati mendengar ucapan
itu, tiba-tiba ia membentak keras telapak kanannya laksana kilat
melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke depan.
Serangan itu dilakukan begitu hebat dan cepat sehingga sama
sekali di luar dugaan Hoa Pek Tuo, ia tak mengira kalau berada dalam
keadaan begini tenaga dalam yang dimiliki musuhnya masih begitu
lihay dan hebatnya...
Angin pukulan bagaikan titiran hujan badai meluncur kemudian
dengan cepatnya... Blaaam! Di tengah udara terjadilah suatu ledakan
keras yang menggetarkan seluruh permukaan bumi.
"Akan kusambut datangnya pukulan itu..." jengek Hoa Pek Tuo
sambil ayun telapaknya.
Terhadap datangnya angin pukulan yang keras dan dahsyat yang
sedang meluncur datang itu bukan saja kakek licik berhati kejam ini
tidak pandang sebelah mata pun bahkan ia sama sekali memandang
hina.
Menanti angin pukulan yang dipancarkan lawan hampir
mengenai tubuhnya, waktu itulah telapaknya tiba-tiba didorong ke
muka dan menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras
lawan keras.
Blaaaam...! Di tengah udara kembali terjadi ledakan dahsyat yang
memekakkan telinga, desiran angin tajam berhamburan ke empat
penjuru... dengan badan tergetar Hoa Pek Tuo mundur selangkah ke
belakang, keadaannya masih tetap tenang saja seakan-akan sama
sekali tak pernah terjadi suatu kejadian apa pun.
"Aduuuh..." keadaan Hee Giong Lam tak seenteng itu, dia
menjerit kesakitan dan secara beruntun mundur tujuh delapan langkah
ke belakang, darah kental mengucur keluar dari ujung bibirnya,

1103
Saduran TJAN ID

dengan wajah pucat pias bagaikan mayat ia melotot ke arah Hoa Pek
Tuo tanpa berkedip.

Bagian 41
"BAGAIMANA?" ejek Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin,
"perkataanku sama sekali tidak salah bukan?"
Senyuman yang penuh ejekan tersungging di bibirnya yang telah
keriput, seakan-akan kakek licik yang berhati kejam ini sedang
merasa bangga dan senang karena pukulan yang dilancarkan barusan
mendatangkan hasil seperti apa yang diharapkan.
Hee Giong Lam menengadah dan tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sedikit pun tidak salah, di dalam hal
ini engkau memang berhasil duduk di atas angin..."
"Huuuh... kalau kudengar dari nada ucapanmu itu, seakan-akan
kau menunjukkan bahwa engkau pun berhasil mendapatkan suatu
hasil... Hmm! Lo Hee, aku sudah terlalu tahu watak serta perangaimu,
aku tahu engkau sedang menyembunyikan suatu perasaan, kalau ada
perkataan utarakan saja secara terus terang, mungkin aku bisa
memenuhi harapanmu itu..."
"Hmmm!" dengan bangga Hee Giong Lam mendengus, "Hoa
heng, apakah kau tidak merasakan suatu gejala yang kurang beres
dalam tubuhmu...? Coba rasakan."
Ucapannya sama sekali berubah dan seakan-akan Rasul Racun
ini merasa berbangga hati dengan hasil yang berhasil dicapai, hal ini
membuat Hoa Pek Tuo jadi melongo dan ragu.
Setelah termenung beberapa saat, akhirnya kakek tua yang licik
itu mendengus, sahutnya :
"Aku berada dalam keadaan baik sekali."
"Hmmmm! Ketika sepasang telapak kita saling membentur satu
sama lainnya tadi, aku telah mengeluarkan racun tak berwujud dari
Perguruan Selaksa Racun kami, dalam keadaan yang tidak berbentuk

1104
IMAM TANPA BAYANGAN II

dan tidak terasa engkau sudah keracunan hebat... dan mungkin pada
ini tubuhmu sudah penuh terkena racun keji itu."
Hoa Pek Tuo segera menengadah dan tertawa seram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau anggap racun tanpa bayangan
mampu untuk melukai diriku?" ejeknya.
"Racun tanpa bayangan mampu membunuh orang tanpa wujud
dan tanpa terasa, aku sudah mendalami kepandaian tersebut selama
banyak tahun," kata Hee Giong Lam dengan suara dingin bagaikan es,
"aku merasa di antara semua ilmu racun yang kupahami, racun tak
berwujud inilah merupakan suatu hasil karya yang patut dibanggakan,
agar aku bisa membinasakan dirimu aku telah memilih dan berpikir
beberapa waktu lamanya, aku merasa hanya dengan cara itulah
engkau bisa kulukai secara parah hingga mengakibatkan kematian
dirimu..."
"Huuuh... bagus juga jalan pikiranmu itu!" jengek Hoa Pek Tuo
sambil tertawa sinis.

1105
Saduran TJAN ID

Jilid 44
"BAGAIMANA PUN juga aku tak bisa mandah menerima saja atas
semua pemberianmu tanpa memberi sedikit balas jasa," sambung Hee
Giong Lam lebih jauh, "engkau telah paksa diriku untuk menelan obat
gila, maka sudah sewajarnya kalau kuhadiahkan pula bubuk beracun
tak berwujud agar kau keracunan tanpa terasa, kalau kuperhitungkan
maka keadaan kita adalah seimbang, sama-sama tidak beruntung dan
sama-sama tidak merasa dirugikan."
Ia berhenti sebentar untuk tukar napas, kemudian tambahnya :
"Dalam keadaan begini, aku jadi ingin sekali untuk bertukar
syarat dengan dirimu."
"Huuh...! Tauke gede, harga yang engkau ajukan terlalu tinggi,
aku tak punya kegembiraan untuk melakukan penawaran," sela Hoa
Pek Tuo dengan wajah sinis.
Hee Giong Lam jadi tertegun mendengar ucapan itu, serunya :
"Apakah engkau sudah tak sayang lagi dengan selembar
jiwamu?"
"Aku sangat baik dan aku merasa dalam keadaan sehat wal'afiat,
racun tak berwujudmu tak mampu melukai diriku, kenapa aku harus
membicarakan pertukaran syarat dengan engkau? Lo Hee, aku lihat
kau benar-benar sudah edan."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " dari balik matanya yang licik dan
menyeramkan terpancar keluar sorot mata yang menggidikkan hati,
dengan nada ketus tambahnya :

1106
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Racun tak berwujudmu sekarang benar-benar sudah lenyap tak


berwujud lagi, aku sama sekali tidak merasakan apa-apa saudara Hee!
Aku rasa untuk kali ini daya kemampuan racun hebatmu itu sudah
lenyap dan tak berguna lagi."
"Aaah...! Tidak mungkin, hal itu tidak mungkin bisa terjadi,"
sahut Hee Giong Lam sangat yakin, "ilmu racunku telah kudalami
selama banyak tahun, tak mungkin daya kemampuannya bisa hilang,
aku tak percaya kalau seranganku barusan telah menemui kegagalan
total."
"Tapi kenyataan membuktikan begitu," tukas Hoa Pek Tuo sinis,
"kali ini engkau benar-benar telah jatuh kecundang di tanganku."
Kenyataan yang terbentang di depan mata kali ini seketika
membuat sang Rasul Racun jadi tertegun dan berdiri melongo, ia
memperhatikan sekujur tubuh Hoa Pek Tuo dengan pandangan tajam,
sedikit pun tidak salah ia benar-benar tidak menemukan ada tanda-
tanda keracunan pada tubuh lawannya.
Sang hati terasa tercelos, hampir saja ia tak percaya kalau di
kolong langit ternyata ada orang yang mampu memecahkan
kehebatan racun tak berwujudnya, lama sekali ia berdiri menjublek
tanpa sanggup berbuat sesuatu apa pun, keadaannya bagaikan bola
yang kehabisan udara, semangatnya hilang sama sekali.
"Aku tidak percaya!" bisiknya dengan hati sangsi.
Hoa Pek Tuo tertawa dingin.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sekali pun kau tidak percaya kali
ini harus mempercayainya juga sebab kenyataan memang demikian,"
katanya, "agar engkau merasa yakin dan percaya bahwa aku benar-
benar tidak keracunan terpaksa aku harus carikan akal untuk
menunjukkan suatu bukti yang menunjukkan bahwa aku benar tidak
keracunan."
"Coba kau gigit sendiri jari tanganmu, maka keracunan atau tidak
segera dapat kubuktikan," seru Hee Giong Lam dengan nada gemetar.
Hoa Pek Tuo tertawa terbahak-bahak.

1107
Saduran TJAN ID

"Haaaah... haaaah... haaaah... itu terlalu merepotkan, juga terlalu


sadis, asal kuperlihatkan suatu benda kepadamu maka engkau akan
segera mengetahui apa sebabnya aku tidak sampai keracunan."
Perlahan-lahan ia rentangkan tangan kirinya dan muncullah
sebuah mutiara sebesar telur ayam dari balik tangannya.
"Aaaah...! Mutiara penolak racun," bisik Hee Giong Lam dengan
nada gemetar.
Mutiara itu memancarkan sekilas cahaya yang bening dan bersih,
di antara bersihnya kilatan cahaya tersebut nampaklah seberkas
bayangan kabut yang amat tipis.
Hoa Pek Tuo segera masukkan kembali mutiara itu dalam
genggaman tangannya, lalu sambil tertawa seram berkata :
"Haaaah... haaaah... haaaah... racun keji tak berwujudmu telah
ketemu batunya."
Sekujur badan Hee Giong Lam gemetar keras, telinganya
mendengung dan dadanya jadi sesak seakan-akan terhantam oleh
martil yang amat berat, keringat dingin mengucur keluar membasahi
sekujur badannya, dengan penuh penderitaan ia menjerit keras,
rambutnya pada berdiri semua bagaikan landak, keadaannya hingga
lebih menakutkan dari setan iblis, siapa pun tak ada yang tahu
mengapa secara tiba-tiba ia jadi berubah begini rupa, berubah jadi
begitu menyeramkan.
Buih mulai memancar keluar dari mulutnya, mendadak sambil
menengadah ke udara teriaknya sambil tertawa terbahak-bahak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... Aku puas sekali."
Melihat keadaan lawannya, Hoa Pek Tuo mengerutkan alisnya,
ia berbisik :
"Ooooh...! Kadar obat yang kuberikan telah mulai bekerja, Lo
Hee jangan salahkan kalau aku bertindak kejam terhadap dirimu."
Ia tahu di bawah tekanan batin yang amat hebat, Hee Giong Lam
tak mampu menguasai diri lagi sehingga kekuatan anti racun yang
terdapat di dalam tubuhnya kehilangan kontrol, oleh sebab itulah obat

1108
IMAM TANPA BAYANGAN II

gila yang ia berikan segera mulai bekerja dan menjalar ke seluruh


bagian tubuhnya.
Kesadaran Hee Giong Lam kian lama kian bertambah kalut dan
kacau, hasrat yang besar untuk mempertahankan diri sudah tak
mampu mengendalikan kesemuanya ini, ia mulai menarik dan
mencabuti rambut sendiri, teriakan-teriakan aneh berkumandang
memenuhi angkasa, bukan begitu saja Rasul Racun dari Perguruan
Selaksa Racun ini mulai melompat dan mencak-mencak di atas tanah.
Melihat kejadian itu, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei
tak bisa menahan diri lagi, matanya berubah jadi merah berapi, darah
panas bergolak dalam dadanya, hampir saja ia berteriak keras.
"Ayoh kita turun tangan," bisiknya kemudian, "bajingan tua itu
terlalu jahat, harus diberi pelajaran yang setimpal!"
Tapi Wie Chin Siang dengan cepat menggeleng.
"Kau tak boleh bersuara di tempat ini banyak sekali jalan rahasia,
asal ia menemukan kehadiranmu di tempat ini maka bajingan tua itu
akan melarikan diri dan engkau selamanya tak akan berhasil
menemukan dirinya lagi."
"Apakah kita harus menyaksikan Hee Giong Lam dibikin gila
olehnya tanpa berusaha untuk menolong," seru Pek In Hoei dengan
napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
Wie Chin Siang tertawa getir.
"Lalu apa yang bisa kau lakukan? Gilanya Hee Giong Lam
lantaran ia telah menelan obat gila, siapa pun tak boleh menolong
dirinya lagi, sekali pun sekarang kau lompat turun ke bawah juga tak
ada yang bisa kau lakukan, malahan mungkin sekali Hoa Pek Tuo
bakal kabur lebih dahulu dari tempat ini."
Pek In Hoei tertegun.
"Apakah di tempat ini tiada jalan terus lainnya?" ia bertanya.
"Jalan tembus sih banyak sekali, hanya aku tak tahu jalan yang
mana yang bisa tembus sampai ke tempat ini," jawab Wie Chin Siang
sembari menggeleng, "satu-satu-nya jalan yang bisa kita lakukan saat

1109
Saduran TJAN ID

ini hanyalah bersabar dan bersabar terus, bila kesempatan baik sudah
tiba maka kita turun tangan bersama untuk menolong dirinya."
"Kesempatan... kesempatan kita harus menunggu sampai kapan
kesempatan itu baru datang," seru si anak muda itu dengan gusar.
Tiba-tiba ia menemukan bahwa gua di atas tebing itu bisa
dituruni, cuma karena jaraknya dengan dasar tanah terlalu dalam
untuk beberapa saat lamanya ia tak berani menempuh bahaya tersebut,
terpaksa pemuda itu harus putar otak mencari akal.
Hee Giong Lam sudah gila dan kesadarannya telah hilang sama
sekali, ia berlarian dan melompat ke dalam gua sambil berteriak-teriak
keras, keadaannya begitu mengenaskan membuat siapa pun yang
menyaksikan keadaan tersebut jadi ikut bergidik hatinya.
Yang lebih mengerikan lagi adalah sambil berteriak ia menarik
dan mencabut rambut sendiri, wajahnya dicakar dan dipukuli sendiri
hingga penuh berdarah.
Menyaksikan kesemuanya itu, Hoa Pek Tuo segera
memerintahkan ke-empat orang pria anak buahnya untuk
mengundurkan diri ke samping, ia tahu bahwa waktunya sudah cukup,
sambil menotok jalan darah kesadaran Hee Giong Lam bentaknya
dengan suara keras :
"Hey sahabat, tenangkan hatimu."
Daya kerja obat gila itu ternyata ada batas waktu yang tertentu,
setelah kalap dan menggila beberapa waktu lamanya perlahan-lahan
kesadaran Rasul Racun dari Perguruan Selaksa Racun itu pulih
kembali seperti sedia kala, tetapi lewat beberapa waktu kemudian
sakit gilanya akan kambuh kembali.
Begitulah, setelah jalan darah kesadarannya tertotok maka Hee
Giong Lam pun sadar kembali dari gilanya, dengan suara gemetar ia
segera berseru :
"Aku kenapa?"
"Kau sudah edan!" jawab Hoa Pek Tuo sinis.

1110
IMAM TANPA BAYANGAN II

Di kala kesadarannya telah pulih kembali tadi rupanya Hee Giong


Lam sudah melihat akan keadaan dirinya yang mengenaskan itu, hawa
amarah kontan berkecamuk dalam benaknya, dengan suara keras
teriaknya :
"Aku akan beradu jiwa dengan dirimu?"
Kesempatan ini boleh dibilang merupakan suatu peluang yang
sukar ditemukan, tiba-tiba ia putar badan dan menerjang ke arah Hoa
Pek Tuo dengan suatu gerakan yang nekad.
Kakek berhati keji itu terkejut, ia tak menyangka musuh akan
bertindak nekad seperti itu, karena ketakutan buru-buru ia meloncat
mundur sejauh tujuh delapan langkah dari tempat semula.
"Apa yang hendak kau lakukan," bentaknya marah.
Tubrukan yang dilakukan dalam keadaan kalap dan mata gelap
itu benar-benar luar biasa sekali, setelah meleset menubruk
mangsanya ia lanjutkan terjangannya ke depan dan akhirnya
menubruk di atas tiang batu yang berdiri di sana, sepasang tangannya
mencengkeram tiang batu itu kencang-kencang sambil mencabutnya
dari atas tanah ia berteriak :
"Hoa Pek Tuo... Hoa Pek Tuo..."
Sesudah pikirannya kalut kembali, benda apa pun sudah tak
dikenal lagi olehnya, dalam waktu singkat tiang batu itu sudah
tercabut lepas, setelah dibanting ke tanah Hee Giong Lam menubruk
tiang batu itu lalu menghajarnya dengan penuh bernapsu.
Hoa Pek Tuo tertawa seram, dia tahu bahwa kesempatan baginya
untuk menyiksa musuhnya sudah tidak banyak lagi, ia bertepuk
tangan tiga kali.
Seorang pria kekar dengan wajah ketakutan segera maju ke
depan, ujarnya :
"Majikan, kau ada urusan?"
"Gusur kemari budak ingusan itu!" bentak Hoa Pek Tuo dengan
suara dingin.
"Baik!"

1111
Saduran TJAN ID

Pria kekar itu buru-buru putar badan dan berlalu, tidak lama
kemudian ia telah muncul kembali sambil membawa seorang gadis
yang cantik jelita dengan sifat yang masih polos.
Begitu melihat munculnya gadis itu Jago Pedang Berdarah
Dingin yang menyembunyikan diri di tempat itu jadi terperanjat,
tubuhnya gemetar keras sekali.
"Siok Peng," bisiknya lirih, "ternyata dia pun masih berada di
sini."
"Dia adalah kekasihmu yang pertama," kata Wie Chin Siang
dengan hati yang pedih.
Jago Pedang Berdarah Dingin sama sekali tidak menggubris
perkataan dari Wie Chin Siang itu, sorot matanya dengan tajam
menatap ke bawah, sikap ini tentu saja menjengkelkan hati gadis itu
sehingga tanpa terasa ia mendengus dingin dan tidak bicara lagi, air
mata tampak mengembang dalam kelopak matanya.
Sementara itu dengan langkah yang gemetar Kong Yo Siok Peng
telah berjalan masuk ke dalam gua yang lembab dan dingin itu, tiba-
tiba ia melihat seorang manusia aneh dengan rambut yang terurai dan
wajah penuh berdarah sedang berjingkrak-jingkrak di situ, hal ini
membuat dia jadi ketakutan dan segera mundur beberapa langkah ke
belakang.
"Siapakah dia?" serunya dengan suara gemetar.
"Masa engkau tak bisa mengenali siapakah orang itu?" dengus
Hoa Pek Tuo dengan suara dingin, "Hmmm... hmmm... masa ayah
angkatmu pun tidak kau kenali lagi?"
"Aaaah...!" Kong Yo Siok Peng menjerit keras, nadanya bagaikan
tertusuk oleh dua bilah pedang yang tajam membuat dia gemetar
keras, bagaikan kalap tubuhnya segera menerjang maju ke depan.
"Ayah... ayah... kenapa kau berubah jadi begini rupa..." teriaknya
dengan suara gemetar.
"Jangan maju, kau tak boleh ke situ!" mendadak Hoa Pek Tuo
menghadang di hadapannya.

1112
IMAM TANPA BAYANGAN II

Kong Yo Siok Peng tertegun, wajahnya telah basah oleh air mata,
saking gusarnya ia mengirim satu pukulan keras ke atas tubuh rase tua
she Hoa itu, namun tubuhnya segera tergetar keras hingga mundur
beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan.
"Apa dosa ayah angkatku? Ada permusuhan apa antara dia
dengan engkau? Kenapa kau celakai dirinya sehingga menjadi begitu
rupa?" bentaknya penuh kegusaran.
Sambil tertawa Hoa Pek Tuo menggeleng.
"Aku sama sekali tidak mencelakai dirinya, dia sendirilah yang
menjadi gila. Siok Peng! Aku tahu bahwa engkau adalah seorang anak
baik, juga seorang anak yang sangat berbakti, sekarang aku ingin
bertanya kepadamu, kau berharap bisa menolong ayahmu atau tidak?"
Sikapnya pada saat itu berubah jadi lunak, halus dan hangat
sekali, seakan-akan seorang kakek tua yang berbaik hati.
Kong Yo Siok Peng yang sedang kebingungan karena melihat
ayah angkatnya berubah jadi gila, sama sekali tidak mempunyai
pendirian, mendengar kakek she Hoa itu mempunyai cara untuk
mengobati penyakit ayahnya, dia segera berhenti menangis dengan
biji mata yang jeli dan bulat ditatapnya wajah Hoa Pek Tuo tanpa
berkedip tapi dalam hati kecilnya masih tetap tidak percaya.
"Benarkah engkau mempunyai cara untuk menolong ayah
angkatku?" ia bertanya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... tentu saja, asal aku Hoa Pek Tuo
sudah menyanggupi maka semua urusan akan menjadi beres dengan
sendirinya, percayalah kepadaku, penyakit edan yang diderita ayah
angkatmu itu pasti dapat kusembuhkan."
Kong Yo Siok Peng jadi teramat girang buru-buru serunya :
"Kalau engkau mampu menyembuhkan sakitnya ayah angkatku,
tolonglah dia, tolong sembuhkan penyakitnya."
"Tentu saja akan kutolong, tapi sebelum kutolong dirinya maka
ada beberapa pertanyaan ingin kuajukan lebih dahulu kepadamu,

1113
Saduran TJAN ID

persoalan ini menyangkut soal mati hidup dari ayah angkatmu, maka
engkau harus beritahu kepadaku dengan sejujurnya."
Dengan cepat Kong Yo Siok Peng mengangguk.
"Asal engkau sanggup menyembuhkan sakit gila yang diderita
ayah angkatku, maka persoalan apa pun akan kuberitahukan
kepadamu, sekarang silahkan engkau ajukan pertanyaanmu itu, asal
aku tahu tentu akan kuberitahukan kepadamu."
Hoa Pek Tuo termenung dan berpikir sebentar, kemudian katanya
:
"Bukankah sejak kecil kau dibesarkan oleh ayah angkatmu?
Banyak urusan yang diketahui ayah angkatmu tentu diketahui pula
olehmu bukan? Nah! Semua pertanyaan yang hendak kutanyakan
adalah dalam rangkaian persoalan yang menyangkut tentang ayah
angkatmu."
"Cepat ajukan pertanyaanmu itu," seru Kong Yo Siok Peng
sambil membelalakkan matanya bulat-bulat, "aku bisa berusaha keras
untuk memberitahukan kepadamu."
"Bagus sekali!" seru Hoa Pek Tuo sambil mengangguk, "ayah
angkatmu suka melatih pelbagai ilmu beracun dan suka pula
melakukan percobaan terhadap makhluk-makhluk beracun, tahukah
engkau tentang sejenis benda beracun yang disebut Jit-li-biau-hiang?"
Sayang usia Kong Yo Siok Peng masih terlalu muda, ia belum
tahu tentang kelicikan serta kepalsuan hati orang di dunia, mendengar
Hoa Pek Tuo mengajukan pertanyaan tentang Jit-li-biau-hiang, ia
menduga bahwa benda itu pastilah merupakan sejenis bunga atau
suatu macam barang pusaka, ia lantas termenung dan berpikir keras.
"Nak ketahuilah bahwa Jit-li-biau-hiang merupakan benda yang
penting sekali dan menyangkut tentang keselamatan ayah angkatmu,"
ujar Hoa Pek Tuo lagi dengan suara serius, "sakit edannya itu baru
bisa disembuhkan bila terdapat Jit-li-biau-hiang tersebut, coba
pikirlah baik-baik, pernahkah ayah angkatmu membicarakan tentang
hal tersebut dengan dirimu."

1114
IMAM TANPA BAYANGAN II

Yang dipikirkan Kong Yo Siok Peng pada saat ini hanyalah


bagaimana caranya menolong Hee Giong Lam dari sakit edannya, ia
tidak menduga kalau Hoa Pek Tuo mempunyai tujuan lain,
menyaksikan orang itu bicara dengan sungguh-sungguh, gadis itu
segera merasa bahwa urusan serius sekali.
Setelah termenung sebentar ia lantas berkata :
"Kalau begitu, biarlah aku pikir sebentar!"
Dia adalah seorang anak kecil yang masih polos dan kekanak-
kanakannya belum hilang, apa yang dipikir segera dilakukan, sambil
berdiri di tengah kalangan ia termenung dan berpikir keras, seluruh
perhatiannya ditujukan pada kata Jit-li-biau-hiang tersebut.
Melihat keseriusan dan kesungguhan gadis itu berpikir, Hoa Pek
Tuo tidak berani mengganggu ketenangannya, ia tahu satu-satunya
harapan baginya untuk mendapatkan Jit-li-biau-hiang hanya terletak
di atas pundak gadis ini, sebagai seorang manusia licik yang pandai
melihat gelagat, Hoa Pek Tuo sadar bahwa inilah satu-satunya
kesempatan yang dia miliki, dengan pandangan tegang bercampur
kuatir ditatapnya wajah Kong Yo Siok Peng tanpa berkedip.
"Aaaah... aaaah... aaaah..."
Suara dari teriakan aneh yang keras tajam dan mengerikan
berkumandang keluar dari mulut Hee Giong Lam yang berada di
belakang Hoa Pek Tuo, teriakan aneh tersebut menggusarkan hati
kakek licik itu, dia takut teriakan-teriakan itu akan mengacaukan
pikiran Kong Yo Siok Peng.
"Eeei... apa yang kau teriakkan?" bentaknya penuh kegusaran
sambil berpaling.
Setelah mencak-mencak dan berteriak kalap tadi Hee Giong Lam
sudah kehabisan tenaga dan letih sekali, tetapi setelah beristirahat
sebentar sakit edannya kambuh kembali, sambil berteriak-teriak aneh
ia rentangkan tangannya dan menerjang ke arah kakek licik itu.
"Pembunuhan... pembunuhan..." teriaknya keras-keras.

1115
Saduran TJAN ID

Hoa Pek Tuo terperanjat melihat keadaan lawannya yang


mengerikan bagaikan setan itu, buru-buru telapak tangannya diputar
dan melancarkan satu pukulan ke depan.
"Orang edan," teriaknya dengan gusar, "masa terhadap putri
sendiri pun tidak kenal."
"Blaaam... ! Segulungan tenaga pukulan yang maha dahsyat
menghantam dada Hee Giong Lam membuat tubuhnya mundur ke
belakang dengan sempoyongan dan punggungnya menumbuk di atas
dinding, seluruh ruangan seketika bergetar keras, debu dan pasir
berguguran ke atas tanah, dan membentuk selapis kabut tipis.
Setelah terjadi benturan yang amat keras itu, Hee Giong Lam
terkapar di atas tanah sambil terengah-engah, seluruh otot hijaunya
pada menonjol keluar, dengan sekuat tenaga ia berteriak aneh,
tangannya mencakar di udara kosong dan tertawa terbahak-bahak.
"Jangan bergerak lagi," bentak Hoa Pek Tuo dengan suara dingin,
"hati-hati aku bisa menghajar dirimu sampai mati!"
Ia memandang sekejap ke arah Kong Yo Siok Peng, lalu ujarnya
:
"Nak, pernahkah ayah angkatmu memberikan semacam barang
kepadamu, seperti kitab catatan ilmu pukulan atau ilmu pedang, atau
juga kitab ilmu racun dari ciangbunjin Perguruan Selaksa Racun yang
lampau..."
"Aaaah! Sekarang aku teringat sudah!" tiba-tiba Kong Yo Siok
Peng berseru tertahan.
Air muka Hoa Pek Tuo berubah jadi amat tegang, tanya cepat-
cepat:
"Kau sudah teringat benda macam apakah itu?"
"Ayah angkatku pernah beritahu kepadaku bahwa di dalam
sebuah botol yang besar berisi catatan berbagai macam resep racun
sakti yang selamanya dirahasiakan dan tidak diturunkan kepada siapa
pun!"

1116
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Apakah di antaranya terdapat yang bernama Jit-li-biau-hiang,"


tanya Hoa Pek Tuo dengan wajah berseri-seri.
Kong Yo Siok Peng mengangguk.
"Ada. Di atas tiap resep tercatat nama dan tulisan, aku tidak
mengerti tulisan apa saja yang terdapat di situ, tapi aku masih teringat
sebagian di antaranya."
"Sekarang botol besar itu berada di mana?" tanya kakek licik
berhati keji itu dengan cepat.
Kong Yo Siok Peng tertawa.
"Botol itu berada di..."
Belum habis ia berkata tiba-tiba dari arah belakang muncul
sebuah tangan besar yang mencengkeram bajunya kencang-kencang,
cengkeraman yang dilakukan secara tiba-tiba itu membuat dara
tersebut jadi amat terkejut dan segera menjerit lengking.
"Aaaah..."
Sementara itu Hee Giong Lam sudah angkat tubuh Kong Yo Siok
Peng tinggi-tinggi, sepasang tangannya mencekik leher gadis itu
keras-keras, dengan mata memancarkan sinar liar dan wajah
mengerikan ia berteriak keras-keras :
"Kubunuh engkau! Kubunuh engkau!"
Hoa Pek Tuo tidak menyangka kalau Hee Giong Lam bakal
melakukan tindakan seperti itu, hatinya tercekat. Ia takut Kong Yo
Siok Peng benar-benar mati tercekik oleh jepitan tangan Hee Giong
Lam yang sangat kuat itu, telapak kanannya segera diayun ke muka
mengirim satu pukulan, bentaknya keras-keras:
"Orang edan, lepaskan dia!"
Serangan itu dengan telak bersarang di tubuh Hee Giong Lam
membuat Rasul Racun itu terlempar ke belakang dan jatuh
terjengkang di atas tanah, meskipun begitu sepasang tangannya masih
mencekik leher Kong Yo Siok Peng kencang-kencang, teriaknya :
"Hoa Pek Tuo... Hoa Pek Tuo..."

1117
Saduran TJAN ID

"Aaaauuuh..." pekikan panjang berkumandang keluar dari mulut


Kong Yo Siok Peng yang kecil, setelah berkelejot sebentar tubuhnya
tak berkutik lagi.
Hoa Pek Tuo tidak mengira kalau peristiwa yang kemudian
terjadi sama sekali di luar dugaannya, sementara ia hendak
melancarkan serangan lagi, tiba-tiba dari balik goa di atas dinding
melayang turun sesosok bayangan manusia yang tinggi besar.
"Siapa kau?" bentak Hoa Pek Tuo dengan suara keras.
"Hmmm...!" dengusan dingin bergema memecahkan kesunyian.
Setelah bayangan hitam itu melayang turun ke atas tanah, ia
meluncur ke sisi tubuh Hee Giong Lam dan merampas Kong Yo Siok
Peng dari dalam cekalannya.
Dengan air mata jatuh berlinang pemuda itu memandang wajah
sang gadis yang mulai menguning dengan penuh kesedihan ia
menggoncang-goncang tubuh dara itu, teriaknya dengan suara
gemetar :
"Siok Peng! Siok Peng!"
Sungguh kasihan gadis yang begitu polos, begitu cantik dan
begitu menawan hati harus menemui ajalnya di tangan ayah
angkatnya sendiri, kejadian ini benar-benar di luar dugaan dan
merupakan suatu peristiwa yang sadis sekali, tapi takdir telah
menentukan demikian, siapa yang dapat merubah nasib manusia?"
Gadis yang begitu cantik, begitu polos untuk selamanya tak dapat
buka suara lagi, ia tak akan mengerti akan penderitaan lagi, ia tak akan
kenal kegembiraan dan kesedihan, tubuhnya bakal ditemani oleh
tanah liat serta bunga yang harum.
Dengan penuh kesedihan Jago Pedang Berdarah Dingin berteriak
keras, gadis itu adalah kekasihnya yang pertama, karena dia pemuda
itu tidak segan untuk lompat turun dari tempat begitu tinggi dengan
menempuh bahaya.

1118
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tapi terlambat, cuma terlambat satu langkah saja mengakibatkan


binasanya seorang gadis, benarkah takdir menentukan begitu. Hanya
dia seorang yang tahu.
Sementara itu Hee Giong Lam juga sedang berteriak, gelak
tertawanya begitu tajam dan mengerikan sekali, di samping tertawa
dia pun menangis, membuat siapa pun tak dapat membedakan, ia
sedang tertawa atau menangis? Sungguh kasihan Rasul Racun yang
maha hebat ini, karena kurang hati-hati merubah nasibnya jadi buruk,
mungkin inilah hukum karma yang harus ia terima, bukan saja
perbuatannya telah memusnahkan diri sendiri, dia pun telah
membinasakan putri angkatnya yang cantik dan menarik.
Hoa Pek Tuo rase tua yang licik dan ganas bagaikan serigala itu
akhirnya berhasil melihat jelas siapakah yang telah datang, hatinya
tercekat dan saking takutnya air muka kakek itu berubah sangat hebat.
"Oooh... kau!" bisiknya.
Mendadak ia berpaling, Jago Pedang Berdarah Dingin dengan
mata memancarkan cahaya yang menggidikkan hati dan penuh
kemarahan sedang melotot ke arahnya.
Ketika empat mata bertemu jadi satu, terpancarlah napsu
membunuh dan cahaya penuh dendam dari balik cahaya mata pemuda
itu.
"Hmmm! Bagus sekali perbuatanmu itu," seru Pek In Hoei
dengan suara ketus.
Hoa Pek Tuo tertawa getir.
"Akibat yang tragis ini bukanlah tanggung jawabku, kau tak bisa
menyalahkan diriku, siapa yang menduga kalau Hee Giong Lam bakal
melakukan tindakan brutal seperti itu, perbuatannya dilakukan terlalu
cepat, begitu cepat sampai kesempatan bagiku untuk melakukan
pertolongan pun tak ada."
"Hmmm!" dengusan dingin yang berat dan menyeramkan
berkumandang keluar dari balik hidung Pek In Hoei yang mancung,

1119
Saduran TJAN ID

sepasang matanya memandang wajah kakek licik itu dengan


pandangan tajam bagaikan pisau, tegurnya dengan penuh dendam :
"Siapa yang telah membuat Hee Giong Lam jadi gila."
"Eeeei... eeei... dari mana aku bisa tahu," jawab Hoa Pek Tuo
sambil putar biji matanya.
Rase tua ini benar-benar licik dan banyak akal, sewaktu biji
matanya sedang berputar itulah satu siasat baru telah diperoleh, dari
ucapannya barusan sudah bisa dinilai sampai di manakah rendahnya
tabiat dan perangai orang ini.
"Hmmm...! Bukankah engkau yang bikin dia jadi gila?" teriak
Pek In Hoei dengan suara menghina.
"Hei, apa maksudmu berkata begitu? Aku tidak mengerti!"
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak menyangka
kalau rase tua yang hendak dibunuhnya itu begitu tak tahu malu,
ternyata perbuatan yang berani dilakukan tak punya keberanian untuk
mengakuinya, dengan gusar ia meludah ke tanah dan membentak
keras :
"Kau tak usah mengingkar kalau bukan engkau yang paksa dia
untuk menelan obat gila itu, tidak mungkin Hee Giong Lam akan
berubah jadi begini rupa, dan dia pun tak akan mencekik putri
angkatnya sendiri sampai putus napas."
Setelah Jago Pedang Berdarah Dingin membongkar rahasia
kelicikannya, Hoa Pek Tuo yang licik dan cerdik ini jadi terkesiap
ketakutan setengah mati, ia tak menyangka kalau Pek In Hoei bukan
saja berhasil menemukan tempat itu bahkan menyaksikan pula
perbuatannya yang mencelakai jiwa Hee Giong Lam secara
memalukan.
Dia tahu kalau kabar berita ini sampai tersiar di tempat luaran
maka banyak jago di kolong langit pasti akan merasa tidak puas
terhadap dirinya, bahkan pelbagai partai akan memandang hina
terhadap dirinya, dalam keadaan begini bukan saja semua orang tak

1120
IMAM TANPA BAYANGAN II

akan sudi bekerja sama dengan dirinya, bahkan kemungkinan besar


dialah yang akan dikerubuti orang lain.
Jika sampai terjadi keadaan seperti itu berarti habislah sudah
riwayatnya, ia tak akan bisa tancapkan kaki lagi di kolong langit.
Teringat akan kesemuanya itu Hoa Pek Tuo jadi ketakutan
setengah mati sehingga keringat dingin mengucur keluar tiada
hentinya, dengan sinar mata buas ia tertawa seram.
"Jadi semua telah kau lihat?"
"Tidak salah, semua perbuatan yang kau lakukan hampir boleh
dibilang bisa kuhafalkan di luar kepala, Hoa Pek Tuo! Kau sebagai
seorang manusia yang tersohor di kolong langit ternyata mampu
melakukan perbuatan semacam ini, apakah engkau tidak takut
kehilangan pamormu sebagai seorang lelaki?"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " Hoa Pek Tuo tertawa seram, "Pek
In Hoei setiap kali bertemu dengan engkau aku selalu menghindar dan
menjauhi dirimu, hal ini bukanlah disebabkan karena aku takut
kepadamu sebaliknya aku tidak ingin ribut-ribut dengan kau sebagai
angkatan yang lebih muda. Hmmm! Dan sekarang semua rahasiaku
telah engkau ketahui, itu berarti nasib jelekmu telah tiba, aku tak dapat
membiarkan engkau tetap hidup di kolong langit!"
"Ooooh... jadi kau hendak membunuh orang untuk melenyapkan
bukti," jengek Jago Pedang Berdarah Dingin sini, "jadi kau ingin
melenyapkan semua bukti tentang kejahatan yang telah kau lakukan?
Sahabat, sayang sekali perhitunganmu itu sama sekali meleset, ini hari
kau mungkin bisa menunjukkan kelihayanmu."
"Ooooh... sungguh tak kusangka ternyata kau bukan seorang
manusia yang sederhana," gumam Hoa Pek Tuo sambil gelengkan
kepalanya berulang kali, "beberapa hari saja tidak bertemu ternyata
sepasang bibirmu telah berubah jadi begitu lihai, ternyata berada di
hadapan aku pun berani jual kecap omong yang tidak karuan. Hmm
kau benar-benar tak tahu diri."

1121
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei melirik sekejap ke arah Hee Giong Lam yang pada
waktu itu sedang berdiri dengan wajah menyeringai seram, lalu
bentaknya :
"Ayoh, berikan obat penawar kepadanya."
Hoa Pek Tuo mendengus dingin.
"Hmm! Kau berani memerintah diriku?"
"Bukankah engkau pun pernah gunakan kekerasan untuk
memaksa Hee Giong Lam? Sekarang, terpaksa aku pun harus
meminjam caramu yang begitu bagus itu untuk menghadapi dirimu,
kalau kau tak mau serahkan obat penawar itu lagi..."
Ia tertawa dingin dan menghentikan perkataannya sampai
separuh jalan.
"Tak ada gunanya engkau memaksa diriku, sakit gila yang
diderita Hee Giong Lam sudah tak tertolong lagi, terus terang
kuberitahukan kepadamu, sebetulnya aku pun hendak menolong
dirinya, hanya tujuan kita berdua saja yang berbeda, kalau engkau
bertujuan menolong jiwanya sedang aku hendak menggunakan
tenaganya."
"Huuuh...! Sungguh tak nyana kau masih punya muka untuk
berkata begitu," hardik Jago Pedang Berdarah Dingin sinis.
"Hmm! apa salahnya kuutarakan keluar, meskipun watakku tidak
terlalu baik, tetapi setiap perbuatanku selalu terbuka dan jujur, setiap
persoalan yang kupikirkan di dalam hati, pasti akan kuutarakan keluar
tanpa ragu-ragu."
Bicara sampai di situ dia gelengkan kepalanya berulang kali.
"Huuh! Bermuka tebal," maki Jago Pedang Berdarah Dingin
dengan suara menghina, "orang yang paling tak tahu malu di kolong
langit mungkin adalah dirimu."
Hoa Pek Tuo menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, bagus sekali, peduli apa pun
yang hendak kau katakan aku tetap setuju... coba lihatlah betapa besar
jiwaku, bagaimana kalau dibandingkan dengan dirimu."

1122
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pada saat itu hawa amarah yang berkobar dalam benak Jago
Pedang Berdarah Dingin sudah mencapai pada puncaknya, ia merasa
gemas sekali sehingga ingin sekali membinasakan rase tua yang
banyak akal dan berhati kejam itu seketika itu juga, tetapi dia pun
menyadari sampai di manakah kesempurnaan tenaga dalam yang
dimiliki musuhnya, untuk membunuh rase tua itu dalam beberapa
gebrakan jelas bukan suatu perbuatan yang terlalu gampang.
Alisnya yang tebal berkerut, ujarnya :
"Hoa Pek Tuo, ini hari boleh dibilang engkau telah mencelakai
dua lembar jiwa manusia, akhirnya yang tragis ini boleh dibilang
merupakan hasil ciptaanmu, karena itu tanggung jawab pun terjatuh
di atas pundakmu semua."
"Hmm... Hmmm... orang she Pek, lebih baik jangan membuang
kentut busuk di tempat ini, kau tokh mengetahui bahwa Kong Yo Siok
Peng mati di tangan orang she Hee tersebut, apa sangkut pautnya
dengan diriku? Selama hidup Hee Giong Lam suka bermain racun,
entah berapa banyak orang yang menemui ajal di tangannya, karena
kejahatannya itulah Thian telah melimpahkan hukum karma kepada
dia."
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmm! Kau tak usah memfitnah orang seenaknya sendiri, aku
tahu apa sebab kau bersikeras untuk munculkan diri, mengapa selalu
memusuhi diriku, bukankah perbuatanmu itu kau lakukan karena
memandang di atas wajah bocah perempuan itu? Siapa yang tidak
tahu kalau kekasih pertama dari Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In
Hoei adalah Kong Yo Siok Peng? Ketahuilah sahabat, seorang pria
harus tahu diri dan bisa melihat gelagat, janganlah dikarenakan
seorang perempuan..."
"Omong kosong!" bentak Jago Pedang Berdarah Dingin keras-
keras, sepasang matanya berubah jadi merah dan seakan-akan hendak
memancarkan cahaya berapi, apalagi setelah teringat betapa kejinya
Hoa Pek Tuo di mana berulang kali dia akan dicelakai jiwanya, rasa

1123
Saduran TJAN ID

benci dan mendendam yang luar biasa berkobar dalam dadanya,


meskipun setiap saat ia berusaha untuk mengendalikan diri, tetapi ia
tidak mampu menenangkan hatinya yang sudah terlanjur terbakar oleh
rasa benci itu.
Dipandangnya sekejap wajah Kong Yo Siok Peng yang berada di
pelukannya, sepasang mata gadis itu terbelalak lebar bagaikan dua biji
gundu, bibirnya telah berubah jadi pucat kehijau-hijauan, dua buah
cekikan yang berwarna biru tua membekas di atas lehernya.
Kematian dara ayu itu benar-benar mengerikan sekali, begitu
mengerikan sehingga jago pedang yang masih muda belia ini masih
tidak tega untuk melihat lebih jauh.
Dengan air mata mengembang di kelopak matanya ia berseru
keras-keras :
"Hoa Pek Tuo, coba lihatlah, dia adalah seorang gadis yang
begitu halus, begitu baik hati, tetapi ia harus menemui ajalnya secara
mengenaskan di tangan ayah angkatnya sendiri, bukankah peristiwa
ini terlalu keji? Terlalu sadis dan tidak berperikemanusiaan? Engkau
toh seorang manusia juga, kau taruh di manakah liang-sim mu itu?"
"Engkau tak usah menegur diriku, juga tak usah marah kepadaku,
aku sendiri pun tak mengharapkan gadis itu menemui ajalnya dalam
keadaan yang begitu mengerikan, peristiwa ini hanya bisa dikatakan
sebagai suatu kecelakaan belaka, jika engkau ingin balaskan dendam
bagi kematiannya, maka bunuh sajalah ayah angkatnya yang terkutuk
itu, aku toh tak bisa menghidupkan dirinya kembali, bukankah
begitu?"
"Hmm! Enak amat kau berbicara," seru Pek In Hoei dengan
penuh kebencian, "kau anggap dengan mengucapkan beberapa patah
kata itu maka urusan bisa diselesaikan dengan begitu saja, "Aku
paling benci kepada seseorang yang tak berani mengakui
kesalahannya sendiri. Hoa Pek Tuo! Kita tak usah membicarakan
dahulu soal dendam kita di masa-masa yang lampau, kita bicarakan

1124
IMAM TANPA BAYANGAN II

saja peristiwa yang terjadi pada saat ini, ketahuilah aku tak bisa
mengampuni jiwamu."
Sementara itu Hoa Pek Tuo sedang putar sepasang biji matanya,
sambil otaknya berputar mencari akal bagaimana caranya mencelakai
jiwa si Jago Pedang Berdarah Dingin itu, ia tahu pemuda she Pek itu
sudah mengetahui bahwa dia adalah pembunuh yang telah
membinasakan ayahnya Pek Tiang Hong, karena itu muncullah satu
ingatan dalam hatinya untuk cepat-cepat lenyapkan bibit penyakit ini
dari muka bumi.
Dalam waktu singkat, satu ingatan telah berkelebat dalam
benaknya, ia berpikir :
"Dalam keadaan seperti ini, pada malam ini aku tak boleh
melepaskan barang seorang pun di antara mereka dalam keadaan
hidup, kalau tidak pasti peristiwa ini akan tersiar luas dalam rimba
persilatan, sekarang Hee Giong Lam sudah gila dan tidak usah aku
turun tangan sendiri, yang tersisa cuma Jago Pedang Berdarah Dingin
sendiri, tenaga dalam yang ia miliki saat ini sudah mendapat
kemajuan yang amat pesat, belum tentu aku bisa menangkan dirinya,
satu-satunya jalan yang bisa kutempuh sekarang adalah mengerahkan
segenap kekuatan yang ada di sini, dengan kerubutan para jago lihay
rasanya dia pasti dapat dirobohkan dan dicabut jiwanya."
Berpikir sampai ke situ sambil tertawa seram ujarnya :
"Pek In Hoei, kalau kau inginkan agar aku orang she Hoa yang
bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa berdarah ini, aku akan
memikul tanggung jawab tersebut, sekarang aku toh berada di sini
kalau engkau punya rencana keluarkanlah semua saat ini juga, aku
tidak nanti akan mengerutkan dahi barang sekejap pun!"
Setelah berhenti sebentar sambungnya kembali dengan suara
dingin.
"Aku percaya di kolong langit masih belum ada manusia yang
berani bertindak kasar terhadap diriku."

1125
Saduran TJAN ID

Satu senyuman sinis tersungging di ujung bibir Jago Pedang


Berdarah Dingin, senyuman itu merupakan suatu senyuman getir
yang mengandung rasa gusar bercampur dendam, ia tarik napas
panjang-panjang, seluruh perasaan kesal dan murung yang
berkecamuk dalam dadanya dilontarkan keluar.
"Aku pun percaya bahwa di kolong langit belum ada seorang
manusia pun yang berani bertindak kasar terhadap dirimu, tetapi
sahabat lama, bukannya aku tak pandang sebelah mata terhadap
dirimu, asal kuandalkan segumpal hawa murni di dalam dadaku, aku
sudah mampu untuk membinasakan dirimu."
"Ciiis..." Hoa Pek Tuo meludah ke atas tanah, "kau sedang
bermimpi di siang hari bolong, selama berkelana di dalam rimba
persilatan kapankah aku Hoa Pek Tuo pernah menderita kekalahan di
tangan orang? Bukannya aku sengaja bicara besar, dewasa ini engkau
sudah tak punya kesempatan untuk tinggalkan tempat ini dalam
keadaan hidup-hidup."
"Kau tak usah kuatir, sebelum aku berhasil membunuh dirimu,
aku pun tak akan meninggalkan tempat ini barang sejengkal pun."
Tiba-tiba terdengar suara pekikan aneh berkumandang datang,
Jago Pedang Berdarah Dingin serta Hoa Pek Tuo bersama-sama
menoleh ke belakang, tampak Hee Giong Lam dengan wajah
menyeringai seram selangkah demi selangkah sedang berjalan ke
depan, tubuhnya gontai dan bergoyang tiada hentinya.
Sambil melotot ke arah Hoa Pek Tuo serunya sambil mengertak
gigi :
"Sungguh keji engkau... engkau keji hatimu Hoa Pek Tuo... aku
telah kau celakai sampai menjadi begini rupa."
Hoa Pek Tuo jadi amat terperanjat, dengan tubuh gemetar keras
serunya dengan suara gemetar :
"Kau... kau..."
"Aku hendak menggigit tubuhmu, ingin kulihat sebenarnya kau
adalah manusia atau binatang?"

1126
IMAM TANPA BAYANGAN II

Hoa Pek Tuo semakin terperanjat, ia tidak menyangka kalau


dalam keadaan begitu tiba-tiba kesadaran Hee Giong Lam pulih
kembali seperti sedia kala, meskipun ia tidak jeri terhadap Rasul
Racun dari Perguruan Selaksa Racun ini, tetapi ia merasa jantungnya
berdebar juga kalau disuruh berkelahi dengan seorang manusia
berwajah seram macam begitu, yang paling pokok adalah wajahnya
yang menyeringai begitu menyeramkan, membuat bulu kuduknya
tanpa terasa pada bangun berdiri.
Kakek tua yang licik dan berhati binatang itu merasa tercengang
bercampur keheranan, ia merasa heran apa sebabnya obat gila yang
dibuat dengan resep khusus serta diolah dengan tangan sendiri itu
secara tiba-tiba sudah kehilangan daya kemanjurannya, menurut
peraturan sakit gilanya akan makin menghebat mengikuti berlalunya
sang waktu.
Siapa tahu kenyataan membuktikan lain, bukan saja sakit
edannya mendadak lenyap bahkan kesabarannya telah pulih kembali
dan ia bisa mengenali dirinya kembali.
Suatu kejadian yang aneh dan mustahil, mungkinkah daya kerja
obat itu telah kehilangan kemampuannya?
Ia tidak tahu bahwa Hee Giong Lam bisa dengan cepat tersadar
kembali dari pengaruh obat edan itu berhubung pada dasarnya dalam
tubuh Rasul Racun itu sudah memiliki daya tahan pelbagai serum
racun yang banyak ragamnya, meskipun untuk sementara waktu
ingatannya jadi kabur setelah obat itu masuk ke dalam perutnya, tetapi
setelah waktu berlangsung agak lama dan dari tubuhnya terselip
keluar serum anti racun yang kuat, mak daya kerja obat gila itu segera
terdesak ke sudut badan.
Hanya saja, walaupun ia bisa sadar kembali, itu pun hanya
berlangsung dalam waktu singkat, lama kelamaan ia akan terkendali
kembali oleh daya kerja obat itu.
"Lo Hee, baik-baikkah engkau?" tegur Hoa Pek Tuo dengan suara
gemetar.

1127
Saduran TJAN ID

"Sungguh keji hatimu, kau telah mencelakai aku hingga menjadi


begini rupa," seru Hee Giong Lam dengan suara menyeramkan, "Hoa
Pek Tuo, hanya disebabkan rahasia resep Jit-li-biau-hiang kau telah
tega membuat diriku jadi begini rupa aku akan beritahu kepada setiap
jago Bu-lim yang kutemui, akan kuberitahukan kepada seluruh jagad
bahwa engkau adalah manusia berhati binatang, agar semua orang di
kolong langit tahu bahwa engkau telah mencelakai diriku dengan cara
yang paling rendah, cara paling terkutuk."
Ia tertawa seram, lalu tambahnya lebih jauh :
"Di manakah putriku? Cepat lepaskan dia keluar, aku hendak
beritahukan kepadanya bagaimana rendahnya engkau telah
mencelakai diriku, ayo cepat lepaskan, kalau tidak kau akan
kubunuh."
"Putrimu?" seru Hoa Pek Tuo tertegun.
"Kenapa dengan putriku?" jerit Hee Giong Lam dengan suara
amat keras.
Pada saat ini Hoa Pek Tuo sendiri pun tak tahu apa sebabnya ia
merasa begitu takut, ia merasa ketenangan yang dimilikinya di masa
lampau sekarang sudah lenyap tak berbekas, saking takutnya tanpa
terasa ia mundur beberapa langkah ke belakang, dengan pandangan
tegang ditatapnya wajah Rasul Racun itu tanpa berkedip.
Lama... lama sekali ia baru bisa menjawab.
"Dia telah mati!"
Sekujur badan Hee Giong Lam gemetar keras, ari mukanya
berubah sangat hebat.
"Dia telah mati? Siapa yang telah mencelakai jiwanya, cepat
jawab siapakah yang telah mencelakai jiwanya?"
Sungguh kasihan Rasul Racun ini, mimpi pun ia tak menyangka
kalau putri angkat yang dicintainya telah mati justru di tangan ia
sendiri, ketika itu dia merasa begitu sedih hati mengenang kematian
putrinya hampir saja kesadarannya punah kembali.

1128
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dengan langkah lebar ia maju beberapa langkah ke depan,


didekatinya Hoa Pek Tuo dengan wajah seram lalu bentaknya keras-
keras:
"Ayoh cepat jawab... kenapa engkau tidak bicara?"
Hoa Pek Tuo tarik napas panjang-panjang dan mundur beberapa
langkah lagi ke belakang.
"Lo Hee, janganlah bersikap begitu galak terhadap diriku,
meskipun hubungan di antara kita pernah renggang karena pandangan
yang berbeda akan tetapi di antara kita toh tak mempunyai ikatan
dendam yang sangat dalam, putrimu begitu polos, lincah dan
menyenangkan hati, aku mana tega untuk mencelakai jiwanya."
"Lalu kenapa dia bisa mati?" teriak Hee Giong Lam dengan
penuh kegusaran.
"Setelah kau menjadi gila dan otakmu tidak waras, engkau telah
mencekik putrimu hingga napasnya putus, orang yang membinasakan
putrimu adalah engkau sendiri. Lo Hee, apakah kau tidak tahu
terhadap perbuatan yang telah kau lakukan?"
"Apa?"
Jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang keluar dari
mulut Hee Giong Lam, hampir saja ia tidak percaya dengan
pendengaran sendiri bahkan menganggapnya berada dalam impian.
Ia tidak percaya kalau dirinya berhati begitu kejam sehingga putri
kesayangannya bisa dibunuh mati olehnya sendiri, kerutan kencang
muncul di balik wajahnya yang menyeringai seram, suara gemuruh
yang keras terdengar dari balik tenggorokannya.
"Tak mungkin... tak mungkin membinasakan Siok Peng..."
jeritnya keras-keras, "aku tak mungkin mencekik mati Siok Peng!
Ooooh... putriku sayang, sungguh mengerikan kematianmu... oooh,
ayah tidak membunuh dirimu."
Dengan penuh penderitaan ia menatap sepasang tangannya
sendiri, karena benci hampir saja ia hendak menebas kutung ke-dua

1129
Saduran TJAN ID

belah tangannya itu, sekilas warna merah terlintas di antara biji


matanya, dengan suara keras ia berteriak :
"Aku harus mati... aku harus mati."
Jago Pedang Berdarah Dingin menghela napas panjang katanya :
"Dalam peristiwa ini engkau tak bisa disalahkan, Hee Giong
Lam! Di kala kesadaran seseorang hilang sama sekali maka perbuatan
apa pun dapat dilakukan olehnya, bila engkau ingin menuntut balas
maka kau harus berpikir kembali siapakah yang telah membuat
engkau berubah jadi gila seperti ini."

Bagian 42
MENDENGAR perkataan itu Hee Giong Lam segera berpaling, tiba-
tiba ia melihat Kong Yo Siok Peng yang berada dalam pelukan Jago
Pedang Berdarah Dingin, wajahnya menyeringai sambil memburu
maju ke depan teriaknya :
"Siok Peng... Siok Peng!"
Buru-buru ia merebut kembali jenazah putri angkatnya yang telah
tutup usia itu, titik air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya dan
menetes di atas wajah putrinya yang telah mendingin, perlahan-lahan
ia mencium pipinya lalu berteriak dengan suara pilu :
"Oooh... anakku... anakku... bangunlah... bukalah matamu... dan
pandanglah ayahmu."
Tapi ia tahu teriakannya itu hanya sia-sia belaka, sebab putri
kesayangannya itu sudah tak akan sadar kembali, dengan penuh
penderitaan ia putar badan, hawa amarah yang tak terbendung
membakar dadanya, wajahnya yang sudah jelek kelihatan bertambah
seram.
"Hoa Pek Tuo," ia membentak keras-keras, "kesemuanya ini
engkaulah yang berikan kepadaku... engkaulah yang mendatangkan
bencana buat putriku."

1130
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Huuh...! Aneh sekali orang ini," seru Hoa Pek Tuo dingin, "toh
engkau sendiri yang membunuh dirinya, kenapa kau malah salahkan
diriku, apa kau tidak salah bertindak..."
"Kalau bukan gara-gara dirimu, tak mungkin bisa terjadi
peristiwa semacam ini, kalau bukan engkau yang paksa aku untuk
makan obat gila, aku tak akan jadi gila sampai putriku ini pun kucekik
sampai mati... gara-gara perbuatanmu itulah aku menjadi seorang
manusia yang paling jahat, paling hina di kolong langit... Oooh!
Sungguh keji hatimu... Hoa Pek Tuo, suatu hari aku pasti akan
membalas dendam berdarah yang sedalam lautan ini."
Hoa Pek Tuo mendengus dingin.
"Hmm! Kalau engkau punya kepandaian setiap saat aku akan
melayani dirimu."
"Hoa Pek Tuo, kalau aku biarkan engkau berhasil kabur dari
tempat ini maka selama hidup aku tak akan berkelana lagi dalam
dunia persilatan, kalau kau kejam aku akan bertambah kejam, kalau
ingin beradu kecerdikan maka Hee Giong Lam juga bukan seorang
manusia yang tolol."
Dengan pandangan penuh kasih sayang ditatapnya wajah Kong
Yo Siok Peng tajam-tajam, itulah pandangan terakhir yang berkesan
dalam hatinya, dengan suara serak ia berkata :
"Nak, tunggulah aku, ayah segera akan menyusul dirimu serta
menemani engkau sepanjang masa, anakku sayang, ayah akan
memetikkan berbagai macam bunga. Ayah akan menaburi tubuhmu
dengan bermacam-macam bunga indah, sampai peti mati pun akan
kubuat dari bunga, kau tak usah bersedih hati, bukankah di sisimu
masih ada ayah yang menemani engkau? Kau tak akan merasa
kesepian."
Perlahan-lahan ia merapatkan sepasang mata putrinya yang
melotot besar, kemudian mencium pipinya dengan penuh kasih
sayang dan menepuk bahu Pek In Hoei dengan ringan, katanya
dengan suara rendah :

1131
Saduran TJAN ID

"aku tahu bahwa engkau cinta dirinya."


"Aku tidak mengingkari!" jawab Pek In Hoei dengan pandangan
kosong.
"Haaaah... haaaah... haaaah... " tiba-tiba Hee Giong Lam tertawa
keras, tertawa secara tak wajar, suaranya jauh lebih tak enak didengar
daripada isak tangis yang paling memilukan hati, membuat seluruh
ruang gua itu bergetar keras.
Setelah berhenti tertawa, Hee Giong Lam berkata lagi dengan
suara gemetar :
"Orang muda, Siok Peng bisa dicintai oleh seorang pria macam
dirimu, sekali pun mati ia akan mati dengan mata meram, sekarang
aku akan menyerahkan tubuhnya kepadamu, agar putriku bisa
menikmati rasa cinta yang dilimpahkan olehmu kepadanya sesaat
sebelum ia dikubur ke dalam tanah dan sepanjang masa berada
seorang diri."
Sambil geleng kepala ia tertawa getir, Pek In Hoei menghela
napas panjang dan bergumam :
"Sekali pun bicara lebih banyak juga tak ada gunanya, selembar
jiwanya tak mungkin bisa ditolong lagi."
Seakan-akan dadanya terhantam oleh martil yang amat berat,
sekujur tubuh Hee Giong Lam gemetar keras, dengan penuh siksaan
dia menengadah ke atas dan berseru lirih.
"Aku benci terhadap diriku sendiri."
Dengan amat berhati-hati dia serahkan jenazah Kong Yo Siok
Peng ke tangan Jago Pedang Berdarah Dingin, setelah itu memandang
lagi wajah putrinya untuk terakhir kalinya, kemudian dengan wajah
gusar ia baru putar badan, ditatapnya wajah Hoa Pek Tuo dengan
penuh kebencian.
"Kau telah mencelakai diriku sehingga aku sangat menderita..."
teriaknya.
"Apa yang hendak kau lakukan?" seru Hoa Pek Tuo dengan sikap
yang was-was.

1132
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aku hendak membunuh dirimu... aku hendak membinasakan


kau si iblis terkutuk yang lebih buas dari binatang ini..." bentak Hee
Giong Lam dengan suaranya yang dingin bagaikan es.
Terhadap jago lihay yang sudah mendekati setengah sinting
setengah sadar ini Hoa Pek Tuo tidak berani bertindak gegabah,
meskipun ia sadar bahwa ilmu silat yang dimilikinya sangat tinggi,
tetapi ia tak sudi beradu jiwa dengan seorang manusia yang sudah
mendekati gila.
Perlahan-lahan telapak kanannya diangkat ke atas, cahaya tajam
yang berkilauan memancar keluar dari balik telapaknya dan
membentuk satu lingkaran busur di tengah udara.
"Kau tak akan mampu untuk melaksanakan kehendak hatimu
itu," jengeknya sinis.
Hee Giong Lam mendengus ketus.
"Hmmm! Kalau engkau tidak percaya mari kita coba..."
Sementara itu kesadaran otaknya masih jernih dan ia tahu jelas
sampai di manakah taraf tenaga dalam yang berhasil dimiliki olehnya,
setelah melotot sekejap ke arah kakek licik she Hoa itu perlahan-lahan
jubahnya mulai bergelembung besar dan kian lama mengembang kian
besar, seakan-akan balon yang ditiup.
"Kau hendak beradu jiwa..." teriak Hoa Pek Tuo dengan suara
gemetar.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak salah!" jawab Rasul Racun itu
sambil tertawa seram.
Tiba-tiba tubuhnya mencelat ke tengah udara dan berputar satu
lingkaran busur di sekeliling tempat itu, kemudian ke-empat anggota
badannya direntangkan dan langsung menerjang ke atas tubuh Hoa
Pek Tuo, gerakan yang aneh ini sangat mencengangkan hati
lawannya, ia tak menduga kalau pihak lawan bakal menunjukkan
gerak yang begitu aneh, setelah berseru tertahan kakek licik berhati
keji itu buru-buru meloncat mundur ke belakang.

1133
Saduran TJAN ID

"Modar kamu...!" jerit Hee Giong Lam yang sudah nekad dan
siap mengadu jiwa itu.
Di kala lawan mengundurkan diri ke belakang, tiba-tiba telapak
kanannya dari serangan jari berubah jadi satu cengkeraman maut, dari
atas wajah Hoa Pek Tuo berhasil menyambar segumpal daging yang
berlepotan darah.
Darah segar memancar keluar dari mulut luka di atas wajah Hoa
Pek Tuo, saking sakitnya ia sampai menjerit keras dan mengeryitkan
dahinya rapat-rapat, teriaknya penuh kebencian :
"Bangsat,rupanya engkau memang sudah bosan hidup!"
Karena keteledoran sendiri mengakibatkan wajahnya terluka
parah, kejadian ini langsung membakar hatinya dan hawa amarah
berkobar memenuhi seluruh benaknya. Kakek she Hoa itu berteriak
keras... satu pukulan dahsyat dengan cepat dilancarkan ke depan.
"Mari kita beradu jiwa...!" jerit Hee Giong Lam setengah kalap,
telapaknya segera disorongkan ke depan menyambut datangnya
serangan tersebut dengan keras lawan keras.
"Blaaam...! Ketika sepasang telapak bertemu satu sama lainnya,
terjadilah ledakan dahsyat yang menggeletar di udara, seluruh bumi
bergoncang dan debu serta pasir beterbangan memenuhi angkasa. Hee
Giong Lam merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan kesakitan ia
menjerit keras dan darah segar muncrat keluar dari mulutnya... ia
mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Pukulan yang amat keras ini menggoncangkan seluruh tubuh Hee
Giong Lam, membuat otaknya mengalami goncangan keras dan
pikirannya menjadi kalut kembali, ia bergulingan di atas tanah lalu
mulai menyanyi, tertawa dan menangis dengan suara yang keras...
Hoa Pek Tuo teramat gusar, ia siapkan diri untuk melancarkan
tubrukan berikutnya, tetapi sebelum sang telapak siap dilancarkan ke
muka, tiba-tiba Pek In Hoei telah berseru dengan nada yang dingin :
"Jika engkau berani mengganggu seujung jarinya lagi, aku segera
akan membinasakan dirimu..."

1134
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Haaaah... haaaah... haaaah... " dengan badan penuh berlepotan


darah Hee Giong Lam tertawa keras, sambil tertawa ia menjeritkan
nama Siok Peng tiada hentinya, suara itu begitu tak sedap didengar
membuat hati orang terasa bergidik dan bulu romanya pada bangun
berdiri.
"Siok peng... oooh! Siok Peng ku sayang... di mana engkau??...
Siok Peng ku sayang..."
Sambil menjerit-jerit ia mencak-mencak dan berlompatan dalam
gua itu, akhirnya dengan kaki telanjang ia lari keluar dari gua itu..
dalam gua hanya terdengar suara pantulan dari jeritan-jeritan
ngerinya...
Pantulan dari suara jeritan Hee Giong Lam lama sekali baru sirap
dari udara, suasana di sekeliing tempat itu pulih kembali dalam
kesunyian, di tengah kesunyian Jago Pedang Berdarah Dingin berdiri
saling berhadapan muka dengan Hoa Pek Tuo, dari balik sorot mata
ke-dua belah pihak sama-sama memancarkan rasa benci dan dendam
yang amat sangat...
Suatu ketika Jago Pedang Berdarah Dingin berkata dengan suara
dingin :
"Semua tragedi yang amat tragis ini adalah hasil perbuatan dari
kau seorang.."
Hoa Pek Tuo tertawa dingin, dari balik sinar matanya yang penuh
kebencian terpancar rasa bangga dan dendam yang membara, ia
menjengek dan mencibirkan bibirnya.
"Tepat sekali pandanganmu itu..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei menunduk dan
memandang sekejap ke arah jenazah Kong Yo Siok Peng yang berada
di dalam pelukannya, rasa sedih dan perih muncul dalam hatinya, ia
mendendam terhadap dunia yang tak kenal kasihan itu, benci terhadap
kebengisan Hoa Pek Tuo... ia merasa gadis yang baik hati seperti
Kong Yo Siok Peng tidak seharusnya mati dalam usia yang muda...
tidak seharusnya gadis sebaik itu mengalami kejadian yang begitu

1135
Saduran TJAN ID

tragis... dengan sedih ia gelengkan kepalanya, air mata mengembang


dalam kelopak matanya.
"Beristirahatlah dengan tenang!" dengan sedih pemuda itu
menggerakkan bibirnya dan berbisik lirih, "Siok Peng, akulah yang
akan menagihkan hutang berdarah atas kematianmu itu..."
Hawa napsu membunuh yang tebal dan mengerikan terpancar di
atas wajahnya yang tampan, sorot mata yang tajam bagaikan pisau
belati perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah Hoa Pek Tuo, ujarnya
dengan suara dingin menyeramkan :
"Bangsat she Hoa! Tidak seharusnya engkau celakai dirinya
secara begitu keji..."
Hoa Pek Tuo terkesiap, rasa takut dan ngeri berkecamuk dalam
dadanya, dengan hati penuh ketegangan dan rasa was-was ia mundur
setengah ke belakang lalu tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... enak benar kalau bicara, toh bukan
aku yang membinasakan dirinya..."

1136
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 45
"HMMMM! Meskipun bukan kau yang turun tangan sendiri, tapi apa
bedanya kalau ia mati di tanganmu?"
"Tentu saja jauh berbeda," jawab Hoa Pek Tuo sambil gelengkan
kepalanya berulang kali, "meskipun nama dari aku Hoa Pek Tuo
dalam dunia persilatan tersohor sebagai seorang manusia yang berhati
hitam dan bertangan telengas, tetapi belum pernah kugunakan cara
yang paling keji untuk menghadapi seorang perempuan, kesemuanya
ini harus salahkan nasibnya yang kurang baik... siapa suruh ia
berjumpa dengan Hee Giong Lam yang edan..."
"Hehhmmm.... heeehhemmm... apa sebabnya Hee Giong Lam
bisa menjadi gila?... Ayoh jawab!"
Hoa Pek Tuo tarik napas panjang-panjang.
"Kau tak usah menyalahkan diriku..." serunya, "terus, terang saja
kukatakan bahwa aku pun tidak berharap gadis itu menemui ajalnya,
karena..."
Sebelum ia sempat melanjutkan kata-katanya, Jago Pedang
Berdarah Dingin telah menukas dengan suatu dengusan yang dingin
dan ketus yang begitu menyeramkan hatinya membuat kakek licik itu
buru-buru bungkam.
"Bukankah karena ia masih mempunyai nilai untuk kau
pergunakan tenaganya?" seru Pek In Hoei sinis.
Hoa Pek Tuo tertawa hambar.
"Tepat sekali perkataanmu itu," dia menjawab, "aku pun hendak
berkata demikian, selamanya aku selalu bertindak dengan cara yang

1137
Saduran TJAN ID

sama... asal aku merasa senang untuk mengerjakannya maka tanpa


tedeng aling-aling akan kuutarakan semua secara terbuka."
"Hmmm! Agaknya kau merasa amat bangga dengan hasil
kerjamu pada hari ini..." hardik Pek In Hoei ketus.
Mula-mula Hoa Pek Tuo nampak tertegun diikuti ia tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sedikit pun tidak salah, meskipun
atas terjadinya peristiwa pada hari ini kurang memuaskan hatiku, akan
tetapi aku memang merasa agak bangga, karena hasil yang akan
kudapatkan pada hari ini ternyata jauh lebih banyak daripada apa yang
kuduga semula..."
Dengan perasaan sangsi Jago Pedang Berdarah Dingin menatap
rase tua itu tajam-tajam, ia temukan raut wajah Hoa Pek Tuo diliputi
hawa dingin yang menggidikkan hati.
Setelah termenung sebentar ia lantas menegur kembali.
"Aku rasa mungkin ada persoalan lain yang lebih membanggakan
hatimu."
"Haaaah... haaaah... haaaah... sedikit pun tidak salah, sekarang
aku telah mengalihkan tujuanku ke atas kepalamu."
"Persoalan apa?" tanya Pek In Hoei dengan wajah tertegun.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku menginginkan jiwamu... Pek In
Hoei! Aku telah mengincar jiwa anjingmu itu..."
Pek In Hoei mendengus, dengan sorot mata yang tajam ia
menjawab :
"Rase tua yang tak tahu diri... besar amat ambisimu itu...
semangkuk nasi belum habis dimakan sekarang sudah mengincar
mangsa yang lebih besar lagi... bagus! Aku Jago Pedang Berdarah
Dingin juga bukan seorang manusia yang berkepala tiga berlengan
enam, dalam pandanganmu mungkin dirimu menyerupai segumpal
daging yang gemuk, kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya."
Dengan sangat berhati-hati ia letakkan jenazah Kong Yo Siok
Peng di suatu sudut gua, setelah itu dipandangnya sekejap mayat sang

1138
IMAM TANPA BAYANGAN II

gadis yang baik hati itu, saking terharunya hampir saja ia tak mampu
mengendalikan air mata yang menetes keluar, pemuda itu menghela
napas panjang, satu senyuman dingin tersungging di ujung bibirnya
yang tipis, dengan penuh kebencian ditatapnya Hoa Pek Tuo tanpa
berkedip.
Criiingg...! Sekilas cahaya pedang yang menyilaukan mata
memancar keluar dari genggaman Jago Pedang Berdarah Dingin,
pedang mestikanya yang telah dicabut keluar perlahan-lahan diangkat
ke tengah udara, lalu sambil menatap wajah Hoa Pek Tuo dengan
sinar mata menggidikkan ia menegur :
"Hay rase tua, kau telah bersiap sedia?"
Tatkala menyaksikan pedang mestika penghancur sang surya
telah dicabut keluar, perasaan hati Hoa Pek Tuo seketika tercekat dan
bulu kuduknya tanpa terasa pada bangun berdiri, ia merasa pedang
mestika milik lawannya itu mendatangkan pengaruh yang amat besar
bagi dirinya, berulang kali dia bergebrak melawan si anak muda itu,
setiap kali hampir saja termakan oleh bacokan pedang tadi.
Setelah ragu sebentar, akhirnya dengan hati tegang ia berkata
dingin :
"Saudara...! Rasa benciku terhadap pedang mestika milikmu itu
jauh lebih tebal daripada rasa benciku terhadap engkau."
"Kau tiada beralasan untuk membenci pedangku ini... kalau ingin
membenci sepantasnya kalau benci terhadap diriku..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sedikit pun tidak salah," Hoa Pek
Tuo tertawa seram, "sejak engkau masuk ke dalam perkampungan
Thay Bie San cung aku sudah menyadari bahwa di kemudian hari
engkau akan merupakan musuh tangguhku dan engkau pula
merupakan satu-satunya orang yang akan saling merebut kekuasaan
dengan diriku... dalam pertarungan yang beberapa kali telah terjadi,
engkau selalu beruntung dapat melarikan diri dari cengkeramanku,
tapi malam ini... Hmmm... Hmmm... engkau tak akan menjumpai

1139
Saduran TJAN ID

nasib sebaik itu lagi, coba lihatlah tempat ini... engkau hanya dapat
masuk ke dalam dan tak mungkin bisa keluar lagi..."
"Aku sama sekali tidak ingin keluar dari sini," jawab Pek In Hoei
dengan nada sinis, "Hay rase tua, aku hendak membinasakan dirimu
karena berdasarkan akan dua alasan!"
"Coba kau katakan apa alasanmu?"
Raut wajah Jago Pedang Berdarah Dingin berkerut kencang,
dengan penuh kepedihan ia tarik napas panjang-panjang, matanya
berapi dan mukanya sinis, katanya dengan suara dingin :
"Pertama, engkau telah mencelakai jiwa seorang gadis yang tak
berdosa, dalam keadilan engkau mesti memberikan pertanggungan
jawab, kedua, ada permusuhan apa antara engkau dengan ayahku?
Mengapa kau himpun para jago lihay dari kalangan hek-to untuk
bersama-sama mengerubutinya di puncak gunung Cing Shia? Dari
dua hal tersebut di atas maka sudah sepantasnya kalau engkau
menerima kematian atas dosa-dosamu itu, bila aku orang she Pek
biarkan dirimu lolos dari keadilan ini, maka di kolong langit tentu tak
ada keadilan lagi..."
Dalam pandangannya seolah-olah dia melihat keadaan ayahnya
yang mati secara mengenaskan di puncak gunung Cing shia, rasa
dendam dan benci muncul dari dasar lubuk hatinya, seara lapat-lapat
air mata jago muda itu membuat pandangannya jadi kabur, seolah-
olah dia melihat pula segumpal darah... darah yang menyiarkan bau
amis... kematian ayahnya dalam pandangannya, kian lama pandangan
itu kian jelas dan kian membesar...
Dengan sekujur badan gemetar keras Hoa Pek Tuo menjerit :
"Apa sangkut pautnya antara kematian ayahmu dengan aku?"
"Hmmm! Kau tak usah mungkir lagi, pemilik Benteng Kiam-poo
telah menceritakan kesemuanya kepadaku."
"Apa?" teriak Hoa Pek Tuo dengan badan gemetar, "apa yang ia
ceritakan kepadamu? Pek In Hoei, engkau jangan mengaco belo tak
karuan, persoalan ini dengan cepatnya sudah menjadi jelas... engkau

1140
IMAM TANPA BAYANGAN II

harus tahu, pemilik Benteng Kiam-poo mempunyai hubungan


persahabatan yang sangat erat dengan diriku..."
Pek In Hoei mendengus dingin, hawa napsu membunuh melintas
di atas raut wajahnya.
"Justru karena antara engkau dan dia punya hubungan
persahabatan yang erat maka aku baru percaya dengan apa yang telah
dikatakannya, Hoa Pek Tuo...! Buat apa engkau ingkari lagi perbuatan
yang sudah kau lakukan itu? Padahal sebelum pemilik Benteng Kiam-
poo bercerita, aku sudah mencurigai akan dirimu, masih ingat bukan
dengan bekas robekan ujung jubah dari ayahku? Seandainya ayahku
bukan mati di tanganmu, kenapa engkau berusaha untuk merebut
kembali robekan jubah tersebut? Sekarang aku baru tahu mengapa
engkau berbuat begitu... Mengapa engkau berusaha keras untuk
merebut kembali robekan jubah itu, rupanya engkau hendak
melenyapkan bukti-bukti mengenai keterlibatanmu dalam persoalan
ini."
Semakin lama Hoa Pek Tuo merasa hatinya semakin tercekat,
satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, ia berpikir :
"Rupanya segala sesuatu telah diketahui oleh bajingan cilik ini...
Hmmm! Cui Tek Li bajingan tua itu benar-benar bukan sahabat yang
baik, mak-nya... tak kusangka ia telah membocorkan rahasia itu
kepada dirinya... Hmmm! Ketahuilah aku Hoa Pek Tuo juga bukan
manusia yang gampang dipermainkan, aku harus berusaha untuk
memberikan pelajaran kepadanya."
Berpikir sampai di sini, ia lantas berkata dengan nada
menyeramkan :
"Aku tidak menyangkal kalau kematian ayahmu memang
melibatkan pula diriku, tetapi engkau pun harus tahu bahwa
persoalannya tidak sesempit itu, masih banyak orang yang terlibat
dalam peristiwa pengerubutan itu."
"Siapa saja mereka-mereka itu?" tanya Pek In Hoei sambil
menekan hawa membunuh yang berkobar dalam dadanya.

1141
Saduran TJAN ID

Sinar mata yang tajam memancar keluar dari balik mata Hoa Pek
Tuo, jawabnya :
"Pemilik Benteng Kiam-poo, Cui Tek Li merupakan tokoh yang
paling penting dalam peristiwa berdarah itu, Pek In Hoei! Ada satu
hal engkau harus bisa memahami, kedudukan Cui Tek Li dalam dunia
persilatan jauh lebih tinggi daripada diriku, semua peristiwa yang
terjadi dalam dunia persilatan tentu melibatkan pula dirinya, tempo
hari ketika ia sedang terikat oleh rasa dendam dengan ayahmu, ia
pernah bersumpah bahwa suatu ketika ayahmu akan dibunuh mati
dalam bacokan pedangnya, tentu saja orang yang merencanakan
pembunuhan terhadap ayahmu adalah dirinya, ia menyebarkan surat
undangan Bu-lim Tiap dan undang para jago lihay dari kalangan
hitam untuk bersama-sama kumpul di puncak gunung Cing-shia untuk
menantikan Pek Tiang Hong masuk perangkap, banyak orang jago
mengetahui akan persoalan ini..."
Manusia yang bernama Hoa Pek Tuo ini benar-benar sangat
lihay, ia sama sekali tidak mengingat tentang soal persahabatan,
setelah terdesak oleh keadaan maka semua tanggung jawab
dilimpahkan ke atas tubuh pemilik dari Benteng Kiam-poo, manusia
macam inilah yang disebut manusia rendah.
Dengan tenang Pek In Hoei mendengarkan kisah tersebut, lalu
ujarnya dengan nada sinis :
"Engkau benar-benar seorang manusia yang cerdik, sampai-
sampai sahabat sendiri pun dijual!"
Hoa Pek Tuo tidak menyangka kalau Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei bisa menyindir dan memperolok dirinya, air muka
kakek tua yang licik itu berubah hebat, sambil tertawa jengah katanya
:
"Siapa suruh Cui Tek Li mengkhianati diriku lebih dahulu, kalau
ia tidak membongkar rahasia lebih dahulu tak akan kuberitahukan
apa-apa kepadamu. Saudaraku, apa yang kuketahui telah

1142
IMAM TANPA BAYANGAN II

kuberitahukan semua kepadamu, apa rencanamu sekarang silahkan


diutarakan keluar!"
"Hmmm...! Beritahu kenapakah engkau ikut serta di dalam
gerakan pembunuhan terhadap ayahku..."
"Tentang soal ini..." Hoa Pek Tuo termenung sebentar lalu
meneruskan, "tentang soal ini sukar untuk dikatakan, ketika itu
keadaanku serba salah, kalau aku tidak ikut turun tangan maka orang
lain pasti akan menaruh kesalah-pahaman terhadap diriku, ketahuilah
musuh besar yang mempunyai rasa dendam dengan Pek Tiang Hong
bukan cuma aku seorang, yang ikut dalam pergerakan itu banyak...
banyak sekali..."
"Pernyataanmu itu sudah lebih dari cukup," tukas Pek In Hoei
sambil menggetarkan pedangnya, "kalau memang engkau termasuk di
antara salah satu pengerubut yang membinasakan ayahku, maka aku
tak bisa melepaskan dirimu lagi, Hoa Pek Tuo! Aku merasa amat
berterima kasih karena engkau telah membeberkan banyak rahasia
kepadaku, tapi sayang seribu sayang aku adalah seorang manusia
yang suka membedakan mana budi mana dendam, tak mungkin aku
lepaskan dirimu lagi dalam keadaan selamat..."
Sambil menyilangkan telapaknya di depan dada Hoa Pek Tuo
bergeser maju ke depan, ujarnya sambil tertawa seram :
"Aku belum pernah mengemis atau merengek kepadamu untuk
melepaskan diriku, saudara... oleh karena engkau sudah hampir mati
maka kubeberkan rahasia ini kepadamu, agar engkau sebelum
menemui ajalnya bisa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya,
dalam duduk perkara yang sebenarnya, dalam ketulusan engkau tahu
tentang rahasia ini atau tidak juga tak ada bedanya, malam ini aku
telah menyebarkan jaring langit yang tangguh di sekitar tempat ini,
tidak mungkin engkau bisa meloloskan diri dari tempat ini dalam
keadaan selamat. Hmmm... Hmmm... saudaraku, kau jangan salah
sangka, aku bukan sengaja menakut-nakuti dirimu dengan perkataan
seperti ini."

1143
Saduran TJAN ID

Air muka Jago Pedang Berdarah Dingin berubah amat ketus


bagaikan es, sedikit pun tiada perasaan, kecuali napsu membunuh dan
hawa kegusaran yang terpancar keluar dari balik matanya, masih ada
lagi suatu suara aneh tak berwujud yang mendengung di sisi
telinganya...
Suara itu bagaikan dipancarkan oleh seseorang yang dikenal
olehnya, seperti pula dipancarkan oleh seorang yang masih asing
baginya, suara itu serak dan berat se-akan memancar datang dari
neraka.
"Balaslah dendam! Balaslah dendam!"
Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan hatinya bergetar keras,
dengan pandangan penuh mendendam dia melotot ke atas wajah Hoa
Pek Tuo, dengan suara yang keras penuh bertenaga teriaknya :
"Hoa Pek Tuo, serahkan nyawamu!"
Bersamaan dengan bentakan tersebut, tubuhnya melayang maju
ke depan, pedang mestikanya laksana kilat berkelebat ke depan
melancarkan sebuah serangan hebat.
Dalam serangan ini dia telah menggunakan jurus serangan yang
paling ampuh dari ilmu pedang penghancur sang surya, bayangan
pedang terlihat memancar bagaikan gelombang, hawa pedang yang
dingin dan tajam mendesir dan membumbung di seluruh udara.
Hoa Pek Tuo seketika merasakan hatinya bergidik bercampur
ngeri tatkala menyaksikan datangnya serangan yang begitu cepat dan
lihaynya itu, karena itu tubuhnya buru-buru menyusut mundur ke
samping kiri, sedang telapak kanannya dengan cepat disodokkan ke
atas tulang iga musuhnya.
Ke-dua belah pihak sama-sama melancarkan serangan dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat, bukan saja mereka dibikin
terperanjat oleh keampuhan ilmu silat lawannya bahkan tak mengira
kalau kepandaian mereka masing-masing telah memperoleh
kemajuan yang demikian pesat.

1144
IMAM TANPA BAYANGAN II

Setelah melancarkan serangan telapak kanannya, Hoa Pek Tuo


mengirim pula satu tendangan kilat ke depan sambil serunya :
"Saudara, lihatlah serangan ini!"
Diam-diam Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasa
terperanjat juga melihat kecepatan gerak musuhnya di dalam berganti
jurus, pedang mestika penghancur sang surya berputar seratus delapan
puluh derajat di tengah udara, ujung pedang yang tajam dingin
menciptakan sekilas cahaya yang tipis membacok Hoa Pek Tuo yang
sedang melancarkan tendangan itu.
Terancam oleh maut, buru-buru Hoa Pek Tuo tarik kembali
tubuhnya sambil berganti tujuh delapan jurus serangan di tengah
udara, setelah bersusah payah ia berhasil melepaskan diri dari
ancaman satu jurus tiga gerakan dahsyat dari lawannya.
Sekarang kakek licik yang berhati keji itu baru menyadari bahwa
kepandaian silat yang dimiliki Jago Pedang Berdarah Dingin benar-
benar telah peroleh kemajuan yang amat pesat sekali sehingga hampir
saja ia tak mampu mempertahankan diri, hatinya semakin tercekat dan
ditatapnya wajah Pek In Hoei dengan pandangan tajam sementara satu
ingatan berkelebat dalam benaknya, ia berpikir :
"Sungguh tak kusangka kemajuan ilmu silat yang berhasil dicapai
keparat cilik ini jauh lebih lihay daripada diriku, tidak aneh kalau ia
berani menantang aku untuk berduel... rupanya ia memang benar
memiliki ilmu simpanan. Asal...! Tempo hari sewaktu aku bertarung
melawan Pek Tiang Hong ilmu silat yang dimiliki orang she Pek itu
belum berhasil mencapai taraf seperti apa yang berhasil diyakini oleh
anaknya... jangan putra dari Pek Tiang Hong ini benar-benar akan
memaksa diriku hingga tak dapat tancapkan kaki kembali di dalam
dunia persilatan..."
Kecerdikan orang ini memang luar biasa sekali, terutama
ketajaman perasaan hatinya setelah menyaksikan kemampuan yang
dimiliki Jago Pedang Berdarah Dingin itu, ia segera sadar bahwa
ambisinya untuk merajai dunia persilatan bakal buyar dan hancur

1145
Saduran TJAN ID

sampai di situ saja atau paling sedikit ia tak punya keyakinan untuk
merebut kemenangan selama berada di hadapan si anak muda itu.
Pukulan tersebut kalau dibicarakan terhadap diri Hoa Pek Tuo
boleh dibilang merupakan suatu pukulan batu yang sangat berat,
keadaan tersebut sama halnya dengan kaki yang dikait orang sesaat ia
hendak menduduki kursi kebesaran dunia persilatan hingga
mengakibatkan dirinya jatuh terjungkal ke atas tanah, sebelum
merasakan bagaimana nikmatnya menempati kursi kebesaran ia sudah
keburu jatuh terguling ke bawah.
Atas keadaan tersebut ia hanya bisa mendendam, membenci, iri
dengki dan ingin sekali menghancurkan si anak muda itu sehingga
rasa dongkol dan kesal yang menyelimuti benaknya dapat tersapu
lenyap, sebab kalau ia gagal melenyapkan pemuda tersebut maka
selama hidup tak mungkin lagi baginya untuk tancapkan kaki di
permukaan bumi.
Begitulah, dengan gemas dia ayun telapak kanannya sambil
membentak keras-keras :
"Saudara, aku sama sekali tak mampu untuk menahan dirimu!"
Hawa pukulan yang dilancarkan ke depan seakan-akan martil
berat yang menghantam ke atas tubuh Pek In Hoei, dalam waktu
singkat hawa pukulan yang amat tajam mengepung di sekeliling
tubuhnya, membuat daya tekanan kian lama kian bertambah berat, ia
menghembuskan napas panjang-panjang.
Suatu ketika pedang mestika penghancur sang surya-nya
menotok ke atas telapak tangan Hoa Pek Tuo yang sedang menyerang
itu, begitu mendadak dan hebatnya ancaman itu membuat Hoa Pek
Tuo jadi amat terperanjat dan buru-buru harus membuyarkan
ancamannya.
Kakek licik yang berhati keji itu tahu jika telapak kanannya tidak
segera ditarik kembali, maka andaikata sampai membentur dengan
ujung pedang lawan, kepandaian silat yang dimilikinya akan punah

1146
IMAM TANPA BAYANGAN II

dan musnah lama sekali, hatinya tercekat, buru-buru ia tarik kembali


pukulannya sambil ganti ayun telapak kirinya ke muka.

Bagian 43
PEK IN HOEI membentak keras, tubuhnya loncat maju ke depan
mengikuti kilatan cahaya pedangnya, setelah berputar satu lingkaran
di tengah udara pedang sakti membentuk gerak gelombang udara,
selapis demi selapis secara bertumpuk menekan tubuh Hoa Pek Tuo.
"Aaaah...! Jurus pedang sakti menembusi sang surya..." jerit Hoa
Pek Tuo dengan suara gemetar dan air muka berubah hebat.
Sampai di manakah keampuhan serta kedahsyatan dari jurus
serangan tersebut telah diketahui olehnya dengan hafal, karenanya
setelah menyaksikan Jago Pedang Berdarah Dingin melancarkan
serangan dengan jurus ampuh tersebut, saking kaget dan takutnya ia
menjerit keras tubuhnya secara beruntun mundur beberapa langkah ke
belakang lalu putar tubuh dan kabur dari tempat itu.
Sepasang mata Pek In Hoei berubah jadi merah berapi-api,
teriaknya penuh kegusaran :
"Bangsat tua, jangan melarikan diri!"
Hoa Pek Tuo telah menyadari bahwa kepandaian silat yang
dimilikinya tak mampu untuk melenyapkan si anak muda itu, ia tahu
bahwa tak ada gunanya untuk ribut terus dengan pemuda tadi sebab
kalau pertarungan dilanjutkan maka kemungkinan besar dirinya bakal
jatuh ke tangan musuh.
Oleh sebab itu sambil putar badan melarikan diri, teriaknya :
"Kau jangan keburu merasa bangga lebih dulu, kita lihat saja
bagaimana akhirnya nanti!"
Terlihatlah rase tua itu menggerakkan tubuhnya berulang kali,
bagaikan sesosok sukma gentayangan tubuhnya dengan cepat lenyap
di balik gua yang gelap.

1147
Saduran TJAN ID

Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang tak sempat


melakukan pengejaran, terpaksa hanya bisa menghela napas panjang
sambil mendepak-depakkan kakinya belaka.
"Bangsat tua, kali ini engkau bisa lolos dari tanganku... tapi kau
jangan keburu senang hati... sekali pun engkau dapat terbang ke
langit, aku tetap akan mengejar dirimu sampai dapat."
Ia tahu bahwa Hoa Pek Tuo serta anak buahnya tak akan berlalu
dari sana dengan begitu saja, dia lantas mengambil keputusan setelah
mengubur jenazah dari Kong Yo Siok Peng, usaha pencarian itu baru
akan dilakukan.
Tatkala sinar mata si anak muda itu terlintas kembali di atas
wajah Kong Yo Siok Peng yang telah layu dan pucat mengerikan, rasa
sedih muncul dalam benaknya... dengan penuh kepedihan ia
menghela napas panjang kemudian perlahan-lahan mendekati mayat
gadis itu.
"Siok Peng!" bisiknya lirih, "setelah mati engkau akan
mendapatkan ketenangan yang benar-benar menyenangkan hatimu...
meskipun Hee Giong Lam yang mencekik dirimu sampai mati, akan
tetapi kau tak usah membenci atau mendendam terhadap dirinya,
karena dia hanya seorang gila yang tak waras otaknya, kau tentu tahu
bukan... setelah otaknya waras kembali dan mengetahui kalau engkau
mati tercekik di tangannya, betapa sedih dan perih hatinya sehingga
air mata jatuh berlinang membasahi seluruh wajahnya... ia membenci
terhadap dirinya sendiri. Oooh Siok Peng! Keadaan tersebut
merupakan suatu hukuman yang sadis terhadap diri, maka engkau
jangan menyalahkan ayah angkatmu, aku paling memahami perasaan
hatinya... Aaaai... engkau pun kasihan sekali..."
Jago Pedang Berdarah Dingin menghela napas dengan amat
sedihnya, dengan tangan gemetar keras ia peluk tubuh Kong Yo Siok
Peng ke dalam pelukannya, diciumnya pipi yang dingin dan pucat itu
lalu berdiri termangu-mangu di tempat semula tanpa mengetahui apa

1148
IMAM TANPA BAYANGAN II

yang hendak dilakukan olehnya, terdengar pemuda itu bergumam


seorang diri :
"Siok peng,kematianmu sungguh penasaran sekali... aku hendak
mengubur jenazahmu di suatu tempat yang indah dan tenang, bunga
yang segar dan beraneka warna akan selalu memenuhi kuburanmu,
burung kecil akan hinggap di atas kuburanmu sambil
memperdengarkan kicauannya yang merdu... kau tak akan merasa
kesepian, karena kau masih ada seseorang yang mencintai dirimu dan
hingga kini pun masih mencintai dirimu... semoga sukmamu di langit
bisa selalu mendampingi aku, melihat aku balaskan dendam bagimu."
Langkah kaki yang berat kian lama kian terdengar nyaring,
dengan penuh kepedihan Jago Pedang Berdarah Dingin membopong
jenazah kekasihnya yang pertama dan menggerakkan tubuhnya maju
ke depan dengan wajah yang bingung dan pandangan yang kosong...
Ia hanya tahu berjalan... dan berjalan terus... dari satu gua masuk
ke gua lain... ia sendiri pun tak tahu apakah bisa keluar dari situ atau
tidak karena banyak tikungan terdapat di sana seolah-olah semua jalan
bisa tembus ke tempat luaran, namun setelah berputar setengah harian
di sana ia masih tetap berkeliaran di tengah kegelapan.
"Uuuh... nguuuhh... nguuuh..."
Dari balik gua yang gelap tiba-tiba berkumandang datang suara
isak tangis yang amat lirih, Jago Pedang Berdarah Dingin amat
terperanjat, kesadarannya segera menjadi jernih kembali dan
diperhatikannya sekeliling tempat itu dengan hati-hati.
"Masa di tempat ini pun masih ada orang lain..." pikirnya di
dalam hati.
Setelah mendengar isak tangis seorang perempuan yang begitu
nyaring, pemuda itu baru teringat apa sebabnya sampai sekarang Wie
Chin Siang belum nampak juga munculkan diri? Apakah dia pun
terkurung dalam gua itu karena hendak menemukan jejaknya?
Tak mungkin! Kenapa Wie Chin Siang menangis terisak di situ?
Dengan kepandaian silat yang dimilikinya tak mungkin dara itu bisa

1149
Saduran TJAN ID

terkurung di tempat seperti ini, jelas perempuan yang sedang


menangis itu adalah perempuan lain... tapi siapakah dia?
Persoalan ini dengan cepatnya berubah jadi satu pertanyaan di
dalam benak Jago Pedang Berdarah Dingin, dengan sangat hati-hati
ia mencari... dan memeriksa di sekitar tempat itu, di hendak
membuktikan benarkah di tempat itu terdapat seorang perempuan
sedang menangis?
Lama sekali dia mencari... tapi akhirnya kecewa, karena ia tidak
mendengar suara isak tangis itu lagi bahkan suara napas manusia pun
tak kedengaran.
Dengan ketajaman telinga serta kesempurnaan tenaga dalamnya,
mencari jejak seseorang bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu sulit,
tetapi perempuan itu sama sekali tidak meninggalkan sedikit suara
pun, inilah yang menyulitkan pemuda tersebut, sebab satu-satunya
petunjuk telah hilang lenyap pula.
Perlahan-lahan Pek In Hoei bergerak maju ke depan, kemudian
tegurnya dengan suara lirih :
"Siapakah engkau?"
Tiada jawaban yang terdengar dari balik gua yang gelap gulita
itu, yang terdengar hanya pantulan suara sendiri... Pek In Hoei jadi
kecewa dan putus asa, ia mulai mencurigai telinga sendiri.
"Hmmmmm...! Hmmmm...!"
Tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara
dengusan berat, terdengar seseorang berseru dengan suara yang
dingin menyeramkan.
"Perempuan rendah yang tak tahu diri, siapa suruh engkau
menangis terus...
Plooook...! Sebuah gaplokan nyaring berkumandang datang
dengan jelasnya, Jago Pedang Berdarah Dingin segera menggerakkan
tubuhnya dan menerjang ke arah mana berasalnya suara tadi.
Di tengah kegelapan ia lihat ada sesosok bayangan manusia
sedang lari ke depan dengan cepatnya, bahkan terdengar pula suara

1150
IMAM TANPA BAYANGAN II

derap kaki yang keras, sepasang matanya kontan melotot bulat,


dengan penuh kegusaran pemuda itu menghardik :
"Jangan lari!"
Suara isak tangis seorang perempuan berkumandang datang dari
samping sebelah kiri, Pek In Hoei segera menghentikan langkahnya
dan berpaling, ia lihat seorang gadis baju hijau dengan pakaian yang
kusut dan wajah menampilkan rasa takut sedang bersembunyi di suatu
sudut gua, sepasang matanya yang memancarkan rasa ngeri dialihkan
ke atas wajahnya, seakan-akan gadis itu merasa takut kalau dirinya
bakal dianiaya.
"Siapa kau?" tegur Pek In Hoei sambil menghela napas ringan.
Perlahan-lahan gadis baju hijau itu menyeka air mata yang
membasahi wajahnya, lalu menjawab :
"Liok Hong!"
"Kenapa kau bisa berada di sini?" tanya Jago Pedang Berdarah
Dingin dengan suara tercengang.
Liok Hong menggeserkan tubuhnya dan perlahan-lahan bangun
terduduk, jawabnya :
"Seperti pula engkau aku pun berada dalam kesulitan, bagaimana
caranya engkau masuk kemari begitu pula caraku masuk ke sini,
selam berada di tempat setan seperti ini, siapa pun akan datang kemari
secara otomatis..."
"Ooooh...! Jadi engkau tertawan oleh mereka..."
"Ditawan dan dirampas apa bedanya?" kata Liok Hong dengan
penuh kesedihan, "meskipun ayahku beruntung bisa lolos dari
cengkeraman maut, namun keadaannya tidak berbeda jauh dengan
kematian, tujuan mereka merampas aku datang kemari bukan lain
adalah untuk menghadapi ayahku..."
"Bukankah kau mengatakan bahwa ayahmu terluka..." seru Pek
In Hoei tertegun.
Liok Hong menggeleng.

1151
Saduran TJAN ID

"Keadaannya jauh lebih menyedihkan daripada terluka, karena ia


bakal kehilangan satu-satunya putri yang dia cintai, ayahku adalah
seorang lelaki yang terlalu menjaga gengsi, bila dia tahu kalau aku
dikurung di dalam suatu tempat seperti neraka ini, sudah pasti ayahku
akan mati karena mendongkol. Aaaaai...! Kesemuanya ini harus
salahkan nasibnya yang buruk..."
"Kenapa mereka kurung dirimu di sini?" tanya Jago Pedang
Berdarah Dingin lagi dengan tidak habis mengerti.
Liok Hong menghela napas panjang.
"Buat apa lagi? Tentu saja aku dijadikan sandera! Kalau aku tidak
ditangkap dan dilarikan ke sini, dari mana mereka bisa memaksa
ayahku untuk tunduk terhadap perintahnya? Aaaaai...! Entah
bagaimanakah kehidupanku di kemudian hari..."
"Kalau aku menjadi dirimu maka aku akan berusaha melarikan
diri dari tempat ini..."
Tiba-tiba Liok Hong menengadah ke atas dan tertawa terbahak-
bahak, dengan tubuh gemetar keras katanya :
"Di tempat ini gua berhubungan dengan gua, satu tempat
bersambung dengan tempat lain dan keseluruhannya berjumlah tujuh
puluh dua gua, bagi mereka yang telah masuk ke dalam tempat yang
sangat gelap ini maka selamanya tak akan mampu menemukan jalan
keluar... aku sudah mencobanya beberapa kali, tapi setiap kali selalu
mengalami kegagalan total... sahabat senasib sependeritaan, aku lihat
lebih baik engkau duduk di sini saja dengan tenang! Kalau tidak
seperti juga diriku, walau sudah ribut sendiri dan lari ke sana kemari
dengan kebingungan akhirnya toh sama saja tak bisa keluar dari
tempat ini..."
"Aku tidak percaya..." seru Pek In Hoei sambil menggeleng.
Rupanya pemuda itu tidak habis mengerti apa sebabnya gadis itu
lebih suka terkurung di tempat yang gelap dan terpisah dari alam
bebas itu daripada harus mencari jalan keluar, dengan pandangan
tajam ditelitinya gadis itu dengan seksama, ia mengetahui bahwa dara

1152
IMAM TANPA BAYANGAN II

muda itu tidak mengerti akan ilmu silat, pemuda itu jadi semakin
tercengang, ia tak tahu apa sebabnya Hoa Pek Tuo mengurung pula
seorang gadis yang tak mengerti akan ilmu silat di tempat seperti ini...
Setelah berpikir sebentar pemuda itu menghela napas panjang,
ujarnya lirih :
"Katakanlah padaku, apa sebabnya mereka merampas dirimu dan
dijebloskan ke tempat ini?"
"Apa sih sangkut pautnya persoalan ini dengan dirimu? Sahabat
senasib sependeritaan, antara manusia dengan manusia selamanya
mempunyai rahasia hati yang tak dapat diberitahukan kepada orang
lain, ke-dua belah pihak selalu mempunyai kepentingan untuk
menghormati kedudukan pihak lawannya, bila aku merasa bahwa
urusan itu pantas diberitahukan kepadamu tentu saja akan
kuberitahukan kepadamu, sebaliknya kalau aku merasa tidak pantas
untuk mengatakannya keluar, sekali pun engkau paksa diriku pun
belum tentu aku mau bicara... jangan marah, apa yang kukatakan
adalah ucapan yang sejujurnya..."
Dengan termangu-mangu ditatapnya langit-langit gua itu sambil
termenung, rupanya ia sedang mengenang kembali akan sesuatu
peristiwa, kemudian dengan suara gemetar ujarnya :
"Siksaan serta penderitaan yang kualami selama ini telah
membuat nyaliku bertambah besar, aku pernah beberapa kali
merencanakan siasat untuk membujuk orang-orang yang membawa
aku masuk ke sini untuk membawa aku keluar lagi dari tempat ini,
akan tetapi usahaku itu setiap kali mengalami kegagalan total... aku
sudah merasa cukup hidup di tempat penuh siksaan bagaikan neraka
ini, aku ingin sekali menumbukkan kepalaku di atas dinding hingga
mati..."
Ia melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin, lalu
tegurnya kembali :
"Siapakah kau?"

1153
Saduran TJAN ID

"Aku adalah seorang manusia yang bersedih hati, nasibku hampir


sama dengan nasibmu...!"
Biji mata Liok Hong yang jeli tiba-tiba dialihkan ke atas tubuh
Kong Yo Siok Peng, lalu bisiknya kembali :
"Dan dia..."
"Seorang gadis yang telah mati..."
Dalam dugaan Pek In Hoei semula, Liok Hong tentu akan merasa
terperanjat setelah mengetahui bahwa Kong Yo Siok Peng telah mati,
atau dia akan menjerit ketakutan, siapa tahu gadis itu sama sekali tidak
menunjukkan sesuatu perubahan apa pun.
"Ooooh... kembali ada seorang mati!" ia berbisik.
"Eeei... rupanya kau sudah terbiasa menyaksikan keadaan seperti
ini, sehingga sama sekali tidak kelihatan kaget," seru Pek In Hoei
dengan hati bergetar keras.
Liok Hong sama sekali tidak marah atau menjadi gusar karena
perkataan Pek In Hoei yang mengandung sindiran itu, ia benahi
rambutnya yang kusut lalu tertawa hambar ke arah Pek In Hoei,
jawabnya :
"Kau bisa punya pendapat begitu berhubung engkau masih belum
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitar tempat ini,
seandainya tiap hari yang kau lihat adalah orang mati melulu maka
kau tak akan menjadi heran dengan sikapku itu..."
"Ooooh... sudah berapa lama engkau berada di tempat ini?"
Liok Hong tertawa.
"Tiga bulan lebih dua hari, kalau aku tidak berjumpa dengan
dirimu mungkin aku sendiri pun tak akan tahu sudah berapa lama aku
berada di sini. Aaaai... meskipun baru tiga bulan lamanya, namun aku
merasa bahwa diriku telah hidup selama satu tahun di dalam neraka..."
Bicara sampai di sini ia segera menutupi wajahnya kembali dan
menangis tersedu-sedu, suaranya berkumandang hingga memenuhi
seluruh ruang gua.

1154
IMAM TANPA BAYANGAN II

Meskipun Pek In Hoei adalah seorang pemuda tinggi hati yang


sombong dan suka menyendiri, namun ia merasa kasihan dan simpatik
sekali terhadap bencana yang dialami gadis itu, ia tahu selama hidup
di tempat itu pasti banyak penderitaan serta penghinaan yang dialami,
kalau tidak tak mungkin gadis itu merasa sedih sekali..."
Perlahan-lahan ia menepuk bahunya, dan berkata :
"Jangan terlalu sedih, aku akan berusaha membawa engkau
keluar dari sini dan mengantar dirimu pulang..."
"Aku sudah tak punya muka untuk bertemu dengan ayahku lagi,
karena aku sudah memalukan dirinya," seru Liok Hong sambil
menangis tersedu-sedu, "aku hendak membunuh manusia-manusia
terkutuk itu dengan tangan sendiri... kalau tidak maka aku tak dapat
mencuci bersih penghinaan serta rasa malu yang telah melekat pada
tubuhnya, tolong sudilah engkau membantu usahaku ini."
Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau masih terlalu kekanak-kanakan, masih banyak urusan yang
tidak kau pahami..." katanya.
Hawa dingin yang menggidikkan hati berhembus lewat di dalam
gua yang gelap gulita itu, Liok Hong nampaknya seperti ketakutan...
dia tujukan wajahnya yang putih dan diliputi rasa ngerti tersebut
memandang ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin dengan sorot mata
memohon... air mata nampak mengembang dalam kelopak matanya...
bibir yang merah dan mungil bergerak lirih seperti mau mengucapkan
sesuatu, namun tak sepatah kata pun yang diutarakan keluar.
"Kau kedinginan?" tanya Pek In Hoei sambil memandang ke arah
gadis itu.
Rupanya gadis itu merasa agak kedinginan, per-lahan ia
menggeserkan tubuhnya dan merapat di tubuh pemuda itu, bau harum
yang aneh tersiar kelua dari tubuhnya.
Perlahan-lahan Jago Pedang Berdarah Dingin menggeserkan pula
badannya ke belakang, lalu berkata :

1155
Saduran TJAN ID

"Jika engkau merasa kedinginan, aku akan melepaskan


pakaianku untuk dikenakan di atas tubuhmu.. nona! Engkau duduklah
sebentar di tempat ini... aku hendak mencari suatu tempat untuk
mengebumikan jenazah sahabatku ini terlebih dahulu!"
"Apakah dia adalah kekasihmu?" tanya Liok Hong dengan suara
dingin.
Pek In Hoei tertegun.
"Pertanyaan itu tak kuketahui mesti dijawab secara bagaimana,
tapi yang jelas di adalah gadis pertama yang kukenal... meskipun
hubungan kami boleh dibilang tidak begitu rupa dan merah, akan
tetapi aku tak dapat melupakannya..."
"Bagus sekali kalau ia bisa mati..." sela Liok Hong tanpa
perubahan di atas wajahnya.
Air muka Pek In Hoei berubah hebat, tegurnya dengan suara
dingin :
"Apa maksudmu mengucapkan kata-kata seperti ini?"
Di atas raut wajahnya tetap tidak menunjukkan perubahan apa
pun, hanya ditatapnya wajah Pek In Hoei yang sedang marah itu
dengan pandangan dingin, lalu tertawa-tawa.
"Kau marah karena perkataanku itu? Janganlah terlalu sedih, aku
berkata demikian karena bermaksud baik, coba pikirlah pada masa
hidupnya mungkin gadis itu merasa tidak terlalu bahagia, tetapi
setelah dia mati dan tiba-tiba ada seorang pria merasa sedih karena
kematiannya, bukankah hal itu memperlihatkan bahwa kematian jauh
lebih baik daripada kehidupan...? Kalau aku yang menghadapi
kejadian seperti ini, maka aku lebih rela mati daripada harus hidup
sebatang kara dan merasakan segala macam penderitaan serta
siksaan..."
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmmmm! Pandai amat engkau melukiskan kenyataan tersebut!"
jengeknya.
Liok Hong pun mendengus.

1156
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kau tak usah menggunakan kata-kata seperti itu untuk


menyindir diriku, walaupun sekarang keadaanku jelek dan dekil
sekali akan tetapi di masa yang silam aku pun seorang gadis kaya yang
agung, kalau engkau pernah datang ke rumahku maka kau tak akan
menertawakan keadaanku ini..."
"Aku rasa ayahmu tentulah seorang jago kenamaan dalam dunia
persilatan bukan?" seru Pek In Hoei.
Liok Hong tertawa bangga.
"Meskipun bukan keluarga kenamaan tetapi nama besarnya
diketahui pula oleh sebagian besar orang Bu-lim atau paling sedikit
selama berada di wilayah See-Lam, asal kita mengungkap tentang
rumah megah hijau daun maka semua orang segera akan acungkan
ibu jarinya..."
"Apa?? Jadi engkau adalah putri dari hartawan kaya raya di
wilayah See-Lam..." seru Pek In Hoei terperanjat.
Ketika masih kecil ia sering mendengar ayahnya bercerita bahwa
orang yang paling kaya raya di daratan Tionggoan adalah rumah hijau
di wilayah See-lam, terutama sekali gedung megah hijau dan yang
dibangun dengan segala kemegahan dan kemewahan boleh dibilang
merupakan bangunan terbagus di seluruh daratan.
Oleh sebab itulah ketika pemuda itu mengetahui bila Liok Hong
yang berada di hadapannya bukan lain adalah putri dari hartawan kaya
raya di wilayah See-lam, rasa kagetnya sukar dilukiskan lagi dengan
kata-kata.
Dengan pandangan dingin Liok Hong melirik sekejap ke arahnya,
lalu berkata :
"Ehmmm... rupanya tidak sedikit urusan yang engkau ketahui!"
Pek In Hoei tertawa getir.
"Nona!" serunya, "aku tak dapat menemani dirimu, aku harus
mengebumikan jenazah sahabat lebih dahulu, kalau tidak maka
mayatnya akan membusuk, aku tak punya waktu untuk menemani

1157
Saduran TJAN ID

dirimu lebih lama lagi, kalau nasib kita memang jelek maka kita
berdua akan bersama-sama terkurung di tempat ini."
Liok Hong menghela napas panjang.
"Aaaaai... kau tak usah buang tenaga dengan percuma, di tempat
ini kau tak akan menemukan jalan keluar untuk meloloskan diri..."
"Bagaimana pun juga aku harus memilih suatu tempat yang agak
baik untuk mengebumikan jenazahnya lebih dahulu, aku toh tak dapat
membiarkan mayatnya terlontang di udara terbuka untuk menerima
siksaan angin dingin yang berhembus di tempat ini... nasibnya sudah
terlalu malang, aku tak boleh membiarkan dia lebih tersiksa lagi!"
Liok Hong berpikir sebentar, tiba-tiba serunya :
"Ooooh...! Aku teringat akan suatu tempat yang bagus..."
"Di manakah letaknya?" tanya Pek In Hoei cepat dengan hati
kegirangan.
Namun Liok Hong segera menggeleng kembali.
"Tempat itu tak dapat kuberikan kepadanya, karena aku telah
mempersiapkan diri untuk kugunakan sendiri..."
"Aaaai...! Apakah kau juga ingin mati?" tanya Jago Pedang
Berdarah Dingin sambil menghela napas panjang.
"Ehmmm! Daripada hidup di kegelapan aku rasa jauh lebih enak
kalau aku mati saja, oleh karena itulah seringkali aku memikirkan
tentang soal kematian, setiap kali ingatan tersebut muncul dalam
benakku maka aku pun mencari tempat yang indah untuk mengubur
jenazahku, sungguh tak kusangka di dalam gua ini memang benar-
benar terdapat suatu tempat seperti itu, bukan pemandangannya saja
yang indah bahkan orang pun sulit untuk menemukan tempat itu..."
Sambil memandang ke arah wajah pemuda itu, ia tertawa getir
lalu melanjutkan :
"Tahukah engkau bahwa di tempat ini terdapat tujuh puluh dua
buah gua? Dari pengamatanku yang teliti, di antara sekian banyak gua
yang terdapat di sini hanya ada sebuah gua saja yang terang
benderang, di siang hari kita bisa melihat sinar matahari dan di malam

1158
IMAM TANPA BAYANGAN II

hari kita menyaksikan rembulan, tetapi satu-satunya yang kurang


bagus adalah empat penjuru merupakan dinding gua yang tinggi
hingga tak mungkin bisa keluar dari situ... sebab tempat itu terletak di
pusat paling tengah yang dikelilingi oleh ke-tujuh puluh dua gua
lainnya..."
"Ooooh yaaaah? Aku punya akal untuk keluar dari sini..."
"Hmmm! Kau tak usah berlagak sok pintar, selama jangka waktu
tiga bulan aku telah mencoba dengan segala cara untuk keluar dari
tempat itu, akan tetapi semua cara yang kupergunakan selalu gagal
dan tak sebuah pun yang berhasil."
Pek In Hoei tertawa rawan.
"Kau mengalami kegagalan karena kau masih belum paham
dengan keadaan situasi di tempat ini!"
Dia tarik napas panjang-panjang, setelah berhenti sebentar
lanjutnya lebih jauh:
"Orang bisa terkurung di tempat ini karena suasana di sini selalu
diliputi oleh kegelapan, agar orang masuk kemari tak jelas arah
tujuannya, kalau kita mau keluar dari sini maka pertama-tama harus
mencari tujuh puluh dua batang obor lebih dahulu, kemudian
memancarkannya di setiap gua, dengan begitu secara mudah kita akan
temukan jalan keluar dari gua ini..."
Dalam anggapan Jago Pedang Berdarah Dingin akalnya ini boleh
dibilang amat cerdik dan sempurna sekali tetapi bagi Liok Hong
bagaikan kepalanya diguyur oleh sebaskom air dingin, ia segera
tertawa dingin dan gelengkan kepalanya berulang kali.
"Enak amat jalan pikiranmu itu," serunya, "jangan dibilang sulit
bagi kita untuk menemukan ke-tujuh puluh dua batang obor,sekali
pun bisa kita peroleh kau pun tak mungkin bisa menancapkan tiap
obor tersebut pada mulut gua, sebelum kau selesai menancapkan
obor-obor itu mungkin api tersebut sudah dipadamkan lebih dahulu
oleh orang... engkau jangan mengira kalau orang-orang itu akan
melepaskan dirimu dengan gampang, aku lihat lebih baik engkau

1159
Saduran TJAN ID

jangan bermimpi di siang hari bolong, jangan dibilang mau melarikan


diri dari sini, kemungkinan besar gerak-gerik kita pada saat ini pun
berada di bawah pengawasan orang-orang ini..."
Atas kecerdikan dan ketelitian gadis muda itu, diam-diam Pek In
Hoei merasa amat kagum, dengan sedih ia menghela napas panjang
lalu memandang ke arah jenazah Kong Yo Siok Peng yang berada
dalam pelukannya dengan pandangan sedih.
Pada saat itulah... tiba-tiba ia merasa tidak jauh di tempati itu
berkumandang datang suara dengusan napas seseorang.
Dengan cepat ia gerakkan tubuhnya sambil melancarkan sebuah
serangan ke arah depan, hardiknya dengan suara berat :
"Sahabat, ayoh cepat keluar dari tempat persembunyianmu!"
"Blaaaam... ! Angin pukulan yang berat dan dahsyat itu
menghajar di atas tanah dan menimbulkan percikan dan debu dan
pasir beterbangan di angkasa...
"Aduuuuh...! Jeritan kesakitan bergema memecahkan kesunyian,
seorang pria kekar sambil muntah darah segar jatuh terkapar ke atas
tanah.
Liok Hong menghela napas panjang, ujarnya :
"Orang ini pastilah dikirim oleh Hoa Pek Tuo untuk mencuri
dengar pembicaraan kita!"
Dengan pandangan dingin Pek In Hoei memandang sekejap ke
arah jenazah pria kekar itu, wajahnya sama sekali tidak menampilkan
rasa kasihan atau iba, senyuman sinis yang amat dingin tersungging
di ujung bibirnya.
"Hmmm! Mencari kematian buat diri sendiri..." serunya gemas.
Air muka Liok Hong berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, dia
pun berbisik :
"Sungguh kuat dan dahsyat angin pukulan yang engkau lancarkan
itu..."
Tiba-tiba dari ruangan berkumandang datang jeritan lirih, Jago
Pedang Berdarah Dingin segera meletakkan jenazah Kong Yo Siok

1160
IMAM TANPA BAYANGAN II

Peng ke atas tanah, lalu cabut keluar pedang mestika penghancur sang
surya-nya dan memburu ke depan.
Memandang bayangan punggung Pek In Hoei yang lenyap dari
pandangan, satu senyuman sinis tersungging di ujung bibir Liok
Hong.
Tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang suara ketukan
batu yang amat lirih, ia segera putar badan dan loncat ke samping
dinding batu itu, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, ia
singkirkan sebuah batu cadas yang menonjol di situ dan bertanya :
"Majikan, kau ada pesan apa yang hendak disampaikan
kepadaku?"
"Bagaimana hasil dari pekerjaanmu ini?" dari balik gua kecil di
atas dinding batu itu bergema keluar suara teguran yang dingin.
"Saat ini hatinya sedang sedih dan untuk beberapa saat lamanya
mungkin sukar untuk masuk jebakan, majikan! Harap engkau suka
memberi waktu kepadaku, karena kau pun mesti tahu bahwa
pekerjaan ini tak dapat segera mendatangkan hasil..."
"Ehmmm..." suara dari Hoa Pek Tuo bergema lagi dari balik
lubang gua, "engkau harus berusaha secepatnya untuk mendapat
jurus-jurus rahasia dari ilmu pedang penghancur sang surya, engkau
harus tahu sampai sekarang aku tak bisa membinasakannya dirinya
lantaran jurus pedang yang dimilikinya itu terlalu lihay, asal aku bisa
berlatih pula jurus-jurus serangan itu maka dengan cepat aku bisa
menaklukkan dirinya..."
"Aku mengerti!" jawab Liok Hong lirih.
"Inilah satu-satunya cara yang dapat kau lakukan untuk
membalas budi kepadaku, bila pekerjaan ini dapat kau lakukan
dengan baik dan sukses maka aku segera beri kebebasan kepadamu
untuk berlalu dari sini, sebaliknya kalau engkau gagal untuk mencapai
tujuan tersebut, maka aku pun mempunyai akal untuk menghadapi
dirimu."
"Aku tahu... aku tahu...!"

1161
Saduran TJAN ID

Hoa Pek Tuo tertawa seram dan tiada perkataan yang


berkumandang kembali, Liok Hong sendiri bagaikan pikirannya
ditindihi dengan suatu masalah yang amat berat ia berdiri menjublak
di depan gua.
Menanti didengarnya ada suara langkah kaki yang berkumandang
datang, ia baru tersentak bangun dari lamunannya, buru-buru ia
singkirkan kembali batu besar itu ke tempat semula lalu duduk
kembali di atas tanah.
Beberapa saat kemudian Pek In Hoei munculkan diri di tempat
itu, dengan suara lirih Liok Hong segera menegur :
"Berhasil kau kejar?"
"Tidak!" jawab pemuda itu sambil menggeleng.
Tiba-tiba dari balik mata Liok Hong memancar keluar sinar mata
yang mempesonakan hati, biji matanya bagaikan air bening yang
memandang ke arah pemuda itu dengan sorot aneh, hal ini membuat
Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan tubuhnya gemetar keras, ia
merasa sinar aneh yang terpancar keluar dari balik mata lawannya
belum pernah dijumpai sebelum ini, ia merasakan pikiran dan hatinya
seakan-akan terbetot oleh biji mata lawan membuat ia tak mampu
mengucapkan sepatah kata pun dan memandang ke arahnya dengan
pandangan aneh...
Liok Hong tersenyum manis, dengan suatu gerakan yang tak
disengaja dia lepaskan kancing baju pada bagian dadanya sehingga
terlihatlah kulit tubuhnya yang putih bersih bagikan salju, ia tertawa
jengah dan dari wajahnya terpancar keluar suatu sikap yang aneh tapi
mempesonakan hati orang.
"Ooooh...! Sakit amat lenganku ini..." bisiknya.
"Perlahan-lahan dia lepaskan pakaiannya dari atas badan lalu
menjulurkan lengan tangannya yang putih ke hadapan Pek In Hoei.
"

1162
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ehmmm... putih sekali lenganmu ini," bisik Jago Pedang


Berdarah Dingin dengan suara lirih.
"Kau suka dengan tanganku ini?" gadis itu bertanya sambil
tertawa merdu.
Jago Pedang Berdarah Dingin tidak bicara apa-apa, dia
memegang lengan yang putih itu dan menggenggamnya kencang-
kencang.
Liok Hong mengeluh lirih, ia jatuhkan diri ke dalam pelukan
pemuda itu dan berseru dengan nada manja :
"Asal engkau suka, maka aku akan menyerahkan seluruh tubuhku
kepadamu... terserah engkau mau berbuat apa saja dengan diriku..."
Tiba Jago Pedang Berdarah Dingin putar tangannya dan
mendorong tubuhnya keluar, kemudian menggaplok pantatnya keras-
keras.
"Hmmm! Engkau pandai sekali bermain sandiwara, rupanya kau
berasal dari pemain panggung..." hardiknya sinis.
Liok Hong tertegun, ia tidak mengira kalau Pek In Hoei bakal
menghadiahkan sebuah pukulan ke arahnya di kala pemuda itu hampir
saja terjebak di dalam rayuannya, dengan suara gemetar serunya :
"Kau... kau berani memukul aku?"
"Hmmm! Engkau jangan mencoba untuk bermain sandiwara di
hadapanku," tegur Jago Pedang Berdarah Dingin dengan ketus,
"seandainya aku tidak memandang dirimu sebagai seorang gadis,
hmmmm! Pada saat ini kemungkinan besar tubuhmu sudah terkapar
di atas tanah dengan napas yang lemah..."
"Aku tidak mengerti apa maksudmu berbuat begitu kepadaku?"
seru Liok Hong sambil menangis tersedu-sedu, wajahnya pucat pias
bagaikan mayat, "aku toh sedang berada dalam kesulitan seperti
halnya pula dengan dirimu, aku hanya berharap bisa mendapat
seseorang kekasih, sungguh tak nyana engkau begitu tak tahu diri,
sedikit pun tidak memiliki perasaan untuk kasihan menyayangi
diriku... coba lihatlah betapa dingin dan sunyinya tempat ini, waktu

1163
Saduran TJAN ID

berlalu dengan lambat sekali... aku sengaja berbuat begitu tujuanku


bukan lain agar waktu bisa berlalu dengan cepatnya, aku ingin
memberikan sedikit warna dalam kehidupan ini... agar napsu berahi
melupakan diriku, tapi akhirnya... engkau sama sekali tak dapat
menikmati keindahan tersebut, bahkan malah..."
"Tak tahu malu!" maki Pek In Hoei dengan wajah sinis, "engkau
benar-benar seorang perempuan yang tak tahu malu, tak kusangka
engkau bisa menggunakan cara yang begini rendah untuk memancing
aku masuk perangkap... Hmm! Aku Pek In Hoei adalah seorang pria
sejati, aku tak nanti akan terperangkap oleh siasatmu itu!"
Sambil menangis terisak Liok Hong gelengkan kepalanya
berulang kali.
"Perkataanmu itu benar-benar membuat hati orang jadi
penasaran, sikapku terhadap dirimu kuperlihatkan karena dasar cinta
yang sejati, aku tidak mempunyai keinginan apa-apa, mengapa
engkau menganiaya diriku dengan kata-kata yang begitu menghina..."
Perempuan ini benar-benar sangat lihay sehingga membuat Jago
Pedang Berdarah Dingin merasa kewalahan untuk menghadapinya,
dari wajahnya yang murung serta perkataannya yang mempesonakan
sudah cukup membuat hati kaum pria jadi lemah, andaikata Pek In
Hoei tidak tahu asal usulnya yang sebenarnya, mungkin keadaannya
pada saat ini tak akan sesederhana ini.
"Hmmm! Tidak aneh kalau Hoa Pek Tuo menyerahkan tugas
yang berat ini kepadamu," seru Pek In Hoei lagi dengan suara dingin,
"rupanya engkau memang benar-benar pandai sekali memperlihatkan
wajah sedih serta patut dikasihani di hadapanku, sayang semua
perbuatanmu itu tak akan mendatangkan hasil apa-apa bagi diriku..."
"Demi langit dan bumi," teriak Liok Hong sambil angkat sumpah,
"jika aku Liok Hong bisa bohong dan benar-benar punya maksud
tertentu..." belum habis ia berbicara, tiba-tiba...
Ploook! Sebuah gaplokan keras telah bersarang di atas wajah
perempuan itu, membuat Liok Hong jadi terpukul sempoyongan ke

1164
IMAM TANPA BAYANGAN II

belakang dan lima jari merah yang membengkak besar tertera di atas
pipinya.
"Hmmm! Engkau tak usah membohongi diriku lagi," teriak
pemuda tersebut dengan nada dingin, "aku sudah tahu siapakah
engkau... aku tahu kau bukan Liok Hong melainkan Tang-Ci Hong-
Koh!"
Air muka gadis itu kontan berubah hebat, dengan tubuh gemetar
keras serunya :
"Dari mana engkau bisa tahu akan asal usulku??"
Pek In Hoei mendengus.
"Hmmm! Apa tugas yang dibebankan Hoa Pek Tuo di atas
pundakmu??" hardiknya.
"Membohongi dirimu sehingga rahasia jurus-jurus ampuh ilmu
pedang penghancur sang surya bisa diketahui olehnya."
"Huuuh...! Banyak amat akal busuknya, sayang sekali aku tak
bisa dijebak dengan begitu mudah."
Perlahan-lahan ia berjalan ke depan dinding gua, mencabut batu
tonjolan yang menutup gua kecil dan berteriak ke dalam keras-keras :
"Hoa Pek Tuo, aku ada perkataan yang hendak disampaikan
kepadamu!"
"Hmmm...!" Hoa Pek Tuo mendesis gusar, "pandai amat dirimu,
sampai-sampai rahasia ini pun engkau ketahui, Pek In Hoei! Beritahu
kepada perempuan rendah itu, dia berani membocorkan rahasiaku
maka aku pun hendak membereskan jiwanya."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... kalau kau merasa punya
kepandaian ayoh unjukkan diri! Kalau tidak aku akan menyerbu ke
dalam," seru Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
"Hehhhmm... heehhmm... kita lihat saja nanti, siapa yang lebih
tangguh di antara kita!"
Jago Pedang Berdarah Dingin tidak melayani perkataannya lagi,
mulutnya membungkam dan senyuman sinis tersungging di ujung

1165
Saduran TJAN ID

bibirnya, setelah membopong jenazah Kong Yo Siok Peng dia melirik


sekejap ke arah Tang-Ci Hong-Koh lalu berkata sinis :
"Hmmm! Hampir saja aku terjebak oleh siasatmu, kalau aku
bukan menemukan rahasia ini tanpa sengaja mungkin sebuah
tindakanmu itu akan tercapai seperti apa yang kau inginkan... sayang
Thian tidak merestui tindakanmu itu..."
Tang-Ci Hong-Koh meloncat bangun dari atas tanah lalu
mendengus dingin.
"Sekarang jejakku sudah ketahuan dan aku tak punya muka untuk
berjumpa dengan Hoa Pek Tuo kembali... Hmm! Dia melukiskan
engkau, Jago Pedang Berdarah Dingin, sebegitu lihaynya, tapi dalam
pandangan aku Tang-Ci Hong-Koh tidak percaya kalau engkau
memang begitu lihaynya..."
"Enyah dari sini!" bentak Pek In Hoei ketus, "jangan datang lagi
kemari untuk bertemu dengan aku..."
"Ciisss...!" Tang-Ci Hong-Koh meludah ke atas tanah, "banyak
pria yang lebih tampan dari dirimu pun jatuh bertekuk lutut di
hadapanku, hanya engkau saja yang berlagak sok...!" Malam ini aku
ingin melihat sampai di manakah kemampuan yang kau miliki."
Jago Pedang Berdarah Dingin berdiri tertegun mendengar
perkataan itu.
"Engkau hendak bertempur melawan aku..." serunya.
Tang-Ci Hong-Koh mengerutkan alisnya rapat-rapat, napsu
membunuh yang tebal menyelimuti wajahnya, bibir kecil mungil
mencibir ke atas lalu mendengus berat.
"Sedikit pun tidak salah! Kalau aku Tang-Ci Hong-Koh
melepaskan dirimu dengan begitu saja, orang-orang akan
mentertawakan diriku yang tak becus... agar di hadapan Hoa Pek Tuo
nanti aku bis mempertangung-jawabkan diri, aku harus berbuat
demikian terhadap dirimu."
"Aku rasa engkau masih bukan tandinganku...!" jengek Pek In
Hoei sinis.

1166
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tang-Ci Hong-Koh menengadah ke atas dan tertawa terbahak-


bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... urusan itu gampang untuk
dibuktikan, ketika engkau sudah melihat ketelengasanku maka
engkau baru akan tahu bahwa apa yang aku ucapkan barusan bukan
mengibul atau omong besar belaka..."
Dia maju beberapa langkah ke depan, teriaknya :
"Looo-Liok!..."
Dari balik gua yang gelap gulita berkumandang suara dengusan
dingin, tiga sosok bayangan manusia tanpa menimbulkan sedikit
suara pun munculkan diri di tempat itu, mereka memegang senjata
semua dan melotot ke arah Pek In Hoei dengan pandangan dingin.

1167
Saduran TJAN ID

Jilid 46
SEORANG pria kekar berjalan menghampiri Tang-Ci Hong-Koh
tersebut, lalu berbisik :
"Ini pedangmu!"
Dari tangan pria tersebut perlahan-lahan Tang-Ci Hong-Koh
mengambil sebilah pedang, ketika senjata tersebut dicabut keluar dari
sarungnya maka terpancarlah sekilas cahaya dingin yang
menggidikkan hati.
Tang-Ci Hong-Koh tertawa dingin, ujarnya :
"Tahukah engkau siapakah ke-tiga orang ini? Mereka adalah
pembantu-pembantuku yang paling setia, di dalam rimba persilatan
mereka dikenal sebagai Jago-jago Tangan Setan, ketahuilah
mengerubuti dirimu di dalam goa ini merupakan suatu pekerjaan yang
paling digemari oleh mereka bertiga."
Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmm! Sebenarnya aku ada maksud untuk melepaskan dirimu
dari tempat ini, akan tetapi setelah kutinjau da kusaksikan semua
tingkah lakumu selama ini terutama perbuatanmu mengundang
datang tiga buah lempengan besi rongsokan untuk mengerubuti
diriku, maka aku telah merubah pikiran, bila malam ini kubiarkan
engkau berhasil lolos dari tempat ini, aku akan jadi malu terhadap
pedang mestikaku ini!"
"Hmmm... hmmm..." pria kekar yang berada di sebelah kiri
tertawa seram, "sahabat, engkau tak usah pentang bacot anjingmu
terus menerus, selamanya aku paling tidak percaya dengan segala

1168
IMAM TANPA BAYANGAN II

macam permainan setan, kalau punya kepandaian silahkan


perlihatkan keampuhanmu, agar kami tiga bersaudara dapat ikut
mendapat petunjuk darimu."
Air muka Pek In Hoei berubah hebat, wajahnya yang tampan
tersungging satu senyuman dingin yang menggidikkan hati, hawa
membunuh terlintas di antara kerutan alisnya, perlahan-lahan ia
memindahkan jenazah Kong Yo Siok Peng ke tangan kiri, sementara
tangan kanannya mencabut keluar pedang mestika penghancur sang
surya, katanya dingin :
"Kau benar-benar iblis bukan manusia, terhadap sesosok
mayatpun bersikap kejam."
"Hmm! Nenek anjingmu, kalau aku ingin memaki, kau mau apa?
Kalau punya kepandaian ayo maju."
Jago Pedang Berdarah Dingin teramat gusar setelah mendengar
perkataan itu, tiba-tiba pedangnya digetarkan keras-keras, pedang
mestika penghancur sang surya dengan menciptakan diri jadi sekilas
cahaya tajam membawa desingan angin yang tajam menyambar pria
yang bermulut usil itu.
Serangan pedang itu dilancarkan dalam keadaan mendadak dan
sama sekali tak terduga, pria kekar itu merasa pandangan matanya jadi
kabur dan tahu-tahu selapis cahaya tajam telah mengurung tiba.
"Aduuh...!" pria kekar itu mimpi pun tak pernah menyangka
kalau tenaga dalam yang dimiliki Jago Pedang Berdarah Dingin
begitu sempurna dan hebatnya, menanti ia merasa bahwa gelagat tidak
menguntungkan waktu sudah terlambat.
Ia menjerit kesakitan dengan suara yang menyayatkan hati, dada
bagian depannya tertusuk hingga tembus di belakang punggungnya,
darah segar memancar keluar dengan derasnya dari mulut luka itu,
tubuhnya mundur sempoyongan ke belakang dan teriaknya dengan
suara gemetar :
"Kau..."

1169
Saduran TJAN ID

Belum habis perkataan itu diucapkan tubuhnya sudah roboh


terjengkang ke atas tanah dan terkapar di atas genangan darah kental,
wajahnya menyeringai seram dengan mata melotot besar, sesudah
berkelejot sebentar akhirnya ia putus nyawa dan matilah seketika itu
juga.
Tang-Ci Hong-Koh jadi teramat gusar menyaksikan
pembantunya dibunuh dalam satu gebrakan saja, jeritnya dengan
suara tinggi melengking :
"Engkau berani melukai orangku?"
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Inilah peringatan berdarah yang kuberikan kepadamu, juga
memberi peringatan juga kepada kalian agar tahu diri, barang siapa
berani pentang mulut besar tanpa menilai dahulu sampai di manakah
kemampuan yang dimilikinya, inilah akibat yang harus diterima, jika
engkau cerdik maka janganlah membawa anak buahmu datang kemari
untuk mengantar kematian belaka."
Dua orang pria kekar lainnya ketika menyaksikan rekan mereka
mati secara mengenaskan di ujung pedang lawan, diam-diam hatinya
jadi bergidik, dengan penuh kemarahan mereka menerjang maju ke
depan, pedang diloloskan dari sarung dan selangkah demi selangkah
menghampiri tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin itu.
Tampak seorang pria dengan muka yang bercodet bekas bacokan
golok berkata sambil tertawa seram :
"Jika hari ini aku Lo-jit si Muka Bercodet, membiarkan engkau
berhasil lolos dari tempat ini dalam keadaan selamat, maka aku
bersumpah tak akan hidup sebagai manusia lagi, jangan menganggap
karena engkau adalah Jago Pedang Berdarah Dingin maka aku tak
berani mengganggu dirimu. Hmm1 Di hadapan aku Loo-jit si Muka
Bercodet, engkau masih belum terhitung seberapa."
"Itukah pesan terakhirmu sebelum ajal merenggut nyawa?" ejek
Pek In Hoei dengan nada sinis.

1170
IMAM TANPA BAYANGAN II

Loo-jit si Muka Bercodet tertegun mendengar ucapan itu, hampir


saja ia tak percaya kalau mulut Pek In Hoei begitu lihaynya, hawa
amarah berkobar makin memuncak dalam benaknya tanpa
mempedulikan keselamatan sendiri dia putar pedangnya dan segera
menerjang ke depan.
Tang-ci Hong-Koh segera menggerakkan pergelangannya pula
sambil berseru lantang :
"Ayoh serbu, malam ini kita harus beradu jiwa dengan bajingan
keparat ini!"
Baru saja tubuhnya menerjang maju ke depan, pedang dalam
genggamannya dengan menciptakan selapis cahaya tajam telah
meluncur tiba.
Ke-tiga orang itu rata-rata merupakan jago Bu-lim kelas satu,
serangan gabungan yang mereka lancarkan ini benar-benar luar biasa
sekali hebatnya, tampak bayangan manusia berkelebat silih berganti,
dalam waktu singkat mereka bertiga telah mengepung tubuh Jago
Pedang Berdarah Dingin itu di tengah kepungan.
Pek In Hoei sendiri meskipun tidak jeri menghadapi kepungan
dari tiga orang jago silat itu, tetapi berhubung dalam pelukannya
bertambah dengan sesosok mayat, hal itu membuat gerak-geriknya
terganggu dan sama sekali tidak leluasa.
"Hong-koh, jangan bertempur!" tiba-tiba satu bentakan nyaring
berkumandang datang.
Tang-ci Hong-Koh memperlambat gerakannya dan segera loncat
keluar dari gelanggang pertarungan, ketika ia berpaling tampaklah
Wie Chin Siang telah berdiri di mulut gua.
Kemunculan dara itu seketika membuat air mukanya berubah
hebat :
"Ooooh... jadi engkaulah yang mengkhianati kami... jadi kamulah
yang membocorkan rahasiaku..."
"Hmmm!" Wie Chin Siang mendengus dingin, "inilah
kesempatan yang sangat baik bagimu untuk meloloskan diri, sekarang

1171
Saduran TJAN ID

tinggalkanlah tempat ini secepat-cepatnya. Diam-diam Hoa Pek Tuo


sudah kabur dari sini, apa gunanya engkau jual nyawa buat dirinya?"
"Apa?? Hoa Pek Tuo sudah kabur dari sini??" seru Tang-ci Hong-
Koh gemetar.
"Sedikit pun tidak salah, sebenarnya dia telah melimpahkan
semua pengharapannya ke atas pundakmu, tetapi setelah mengetahui
bahwa rahasiamu terbongkar maka ia merasa dirimu sudah tiada
berharga lagi baginya, maka seorang diri secara diam-diam ia kabur
dari tempat ini..."
Tang-ci Hong-Koh jadi mendongkol sekali hingga air mukanya
berubah jadi hijau membesi, serunya dengan penuh kebencian :
"Bangsat tua, rupanya ia berhati pengecut seperti babi... aku telah
salah menilai dirinya!"
Wie Chin Siang mendengus, ujarnya kembali :
"Engkau masih bisa membedakan dengan jelas mana yang jahat
dan mana yang benar, hal itu menandakan bahwa engkau masih bisa
ditolong dari lembah kenistaan, setelah keluar dari tempat ini aku
berharap agar engkau bisa hidup kembali dengan wajah baru,
bertobatlah dari segala dosa yang pernah kau lakukan dan baik-
baiklah hidup sebagai manusia..."
Air muka Tang-ci Hong-Koh berubah jadi amat sedih, perlahan-
lahan dia menghela napas panjang dan berkata :
"Apakah kalian berdua juga mau lepaskan mereka berdua??"
Wie Chin Siang menggeleng.
"Selama ini tiga manusia bertangan setan selalu mengikuti
dirimu, hal ini dikarenakan mereka sedang menjalankan tugas dari
Hoa Pek Tuo untuk mengawasi dirimu, Hong-koh! Kematian dari
orang-orang ini tak usah kau sesali, mereka sudah pantas untuk
menerima kematian sebagai penebus dari dosa-dosanya. Nah!
Pergilah!"

1172
IMAM TANPA BAYANGAN II

Meskipun Tang-ci Hong-Koh dibesarkan dalam lingkungan yang


jahat dan banyak kelicikan yang telah dijumpai, akan tetapi pada
dasarnya ia mempunyai tabiat yang baik.
Sedari permulaan ia sudah tidak senang bergaul dengan manusia
sebangsa Hoa Pek Tuo, ditambah pula sering kali ia mendapat
petunjuk serta bimbingan dari Wie Chin Siang, hal ini membuat watak
baiknya yang selama ini terpendam perlahan-lahan terbuka kembali.
Begitulah selesai mendengar perkataan itu, dengan air mata
bercucuran dia melirik sekejap ke arah Wie Chin Siang kemudian
putar badan dan berlalu dari situ.
Sejak Tang-ci Hong-Koh mengundurkan diri dari gelanggang
pertempuran, Jago Pedang Berdarah Dingin merasa daya tekanan jauh
lebih berkurang, pada dasarnya ia memang punya kesan yang jelek
terhadap dua orang jago berwajah bengis ini, melihat kehadiran Wie
Chin Siang segera serunya :
"Chin Siang, bagaimana dengan kedua orang makhluk jelek ini?"
Setelah melepaskan Tang-ci Hong-Koh, keadaan Wie Chin Siang
nampak bertambah santai dan leluasa, seakan-akan dia telah
menyelesaikan satu pekerjaan besar, sambil membereskan rambutnya
yang terurai, sahutnya dengan hambar :
"Ke-dua orang makhluk jelek itu tak boleh dibiarkan tetap hidup
di kolong langit..."
"Nona Wie, engkau tidak seharusnya membantu orang luar..."
teriak Loo-jit si Muka Bercodet dengan gusar.
"Hmmm1 Lo-jit, sudah terlalu banyak manusia di kolong langit
ini jadi mati konyol di tanganmu," kata Wie Chin Siang dengan suara
dingin, "berapa banyak orang yang kau celakai dan kau bunuh?
Berapa banyak kejahatan yang telah kau lakukan? Malam ini mungkin
saja aku dapat melepaskan semua orang yang ada, tetapi kau tak dapat
kulepaskan dengan begitu saja... Ini hari juga kau harus mati!"
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... perempuan lonte, sabar dulu aku
sudah tahu kalau engkau bukan manusia baik..."

1173
Saduran TJAN ID

Jago Pedang Berdarah Dingin menggetarkan ujung pedangnya


dan membacok ke arah tubuh Lo-jit si Muka Bercodet, orang itu jadi
terkesiap dan buru-buru mengundurkan diri ke belakang.
"Sudah kalian dengar semua perkataan itu?" jengek Pek In Hoei
dengan suara dingin.
Setelah berhenti sebentar dia menambahkan :
"Siapa pun di antara kamu sekalian tak ada yang bisa lolos dari
tempat ini dalam keadaan selamat..."
Pria kekar yang selama ini berdiri di sisi kalangan dengan mulut
membungkam itu, mendadak melotot dengan sorot mata berkilat,
tanpa mengucapkan sepatah kata pun tiba-tiba ia putar pedang dan
melancarkan tubrukan ke depan, pedangnya berputar langsung
menusuk ke depan.
"Hmmm! Rupanya engkau mencari mati..."
Pedang penghancur sang surya-nya laksana kilat disapu ke arah
depan, ujung senjata yang tipis dan tajam menerobos masuk lewat
tengah bayangan pedang lawannya kemudian laksana kilat membacok
iga bagian bawah orang itu.
Craaaap...! Tidak sempat mengeluarkan sedikit suara pun pria itu
terkapar ke atas tanah dan mati dengan dada berlubang.
Lo-jit si Muka Bercodet semakin naik pitam terutama sekali
setelah menyaksikan rekan-rekannya mati semua, ia meraung keras :
"Bangsat! Kau benar-benar amat keji, ke-dua orang saudaraku
telah mati semua di ujung pedangmu!"
"Dan sekarang akan tibalah giliranmu!" sambung Pek In Hoei
dengan suara menyeramkan, "aku tidak bersedia melepaskan seorang
iblis keji pun dari tempat ini..."
Lo-jit si Muka Bercodet tertawa dingin, serunya :
"Kau ingin menghabisi nyawaku?? Boleh saja tetapi engkau
harus mengeluarkan pembayaran yang paling besar dan paling mahal,
Pek In Hoei! Mungkin engkau belum mengenal akan tindakanku...
Selamanya aku tak sudi melakukan perdagangan yang rugi..."

1174
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pek In Hoei menggerakkan tubuhnya maju satu langkah ke


depan, jengeknya dingin :
"Berapa besar penghargaan yang harus kuberikan kepadamu?
Sahabat, silahkan menawar dan sebelum itu engkau harus menilai
dahulu siapakah yang sedang kau hadapi."
"Hmmm!" Lo-jit si Muka Bercodet mendengus dingin, "kau
anggap dirimu adalah manusia yang luar biasa? Saudara,
pandanganmu itu keliru besar, seandainya aku bermaksud untuk adu
jiwa, Hmm... Hmm... aku percaya engkau akan tahu bagaimanakah
akibatnya."
Sinar mata yang buas memancar ke depan, pedang panjangnya
tiba-tiba disilangkan di depan dada, dengan pandangan penuh
kebencian ia melotot sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin
sementara satu senyuman dingin tersungging di ujung bibirnya, wajah
orang itu tampak menyeringai begitu menyeramkan hingga
keadaannya ibarat setan iblis.
Pek In Hoei tertawa sinis, ia menggetarkan pedangnya dan
menjawab :
"Kau tak usah banyak bacot, ingatlah baik-baik! Aku akan
mencabut jiwa anjing dalam jurus Kiam-liok-ciu-yang."
"Hmmm...! Engkau terlalu percaya pada dirimu sendiri," teriak
Lo-jit si Muka Bercodet sambil tertawa dingin.
Tiba-tiba ia menerjang maju ke depan, pedangnya dengan suatu
gerakan yang cepat laksana sambaran kilat membacok ke tubuh Jago
Pedang Berdarah Dingin, serangan itu begitu ganas dan sadis
sehingga membuat hati si anak muda itu agak tergetar.
Pek In Hoei tertawa dingin, pergelangan tangannya digetarkan ke
depan dan jurus serangan pun dilancarkan keluar, jurus yang
dipergunakan adalah jurus 'Kiam-liok-ciu-yang' atau rontoknya
pedang di musim gugur.

1175
Saduran TJAN ID

"Aduuh..." di tengah kegelapan berkumandang suara jeritan yang


keras diikuti tubuh Lo-jit si Muka Bercodet terkapar ke atas tanah dan
selamanya tak berkutik lagi.
Perlahan-lahan Pek In Hoei cabut keluar pedang mestikanya, lalu
menghela napas panjang.
"Chin Siang, mari kita pergi dari sini!"
Di tengah kegelapan dua sosok bayangan manusia perlahan-lahan
berlalu dari situ dan lenyap di balik tikungan.
********

Impian adalah suatu kejadian yang dialami setiap manusia, dan


impian tersebut adalah impian yang sedih dan memilukan hati. Impian
itu bukan muncul dalam alam khayalan, tetapi merupakan suatu
kenyataan yang berada di depan mata, bukankah begitu? Seorang
gadis yang baik hati harus mati karena tercekik, kematian yang sama
sekali di luar dugaan.
Sebuah gundukan tanah baru muncul di sebidang tanah,
gundukan tanah itu bukan lain adalah kuburan, di mana seorang gadis
yang cantik dan baik hati terkubur untuk selamanya dengan tanah liat
sebagai teman dan bunga sebagai hiasan, tanah yang kuning menutup
tubuhnya yang lembut dan wajahnya yang cantik, menutup semua
kenangan yang pernah dialaminya selama hidup.
Di depan liang lahat tiada orang yang mengiringi, hanya sepasang
mata muda mudi berdiri kaku di situ, walaupun tiada orang yang
mengiringi upacara penguburannya, namun ia yang berada di alam
baka sudah cukup merasa puas, karena orang yang dicintainya telah
datang ke situ.
Dengan air mata mengembang di atas kelopak matanya Pek In
Hoei menghela napas panjang, gumamnya seorang diri :
"Untuk selama-lamanya dia tidak akan kembali lagi!"
Wie Chin Siang yang berdiri di samping pemuda itu tanpa sadar
ikut mengucurkan air mata karena terharu sekali, biji matanya yang

1176
IMAM TANPA BAYANGAN II

bening berputar di antara genangan air mata, ia memandang ke arah


pemuda she Pek itu lalu bertanya :
"Engkau cinta kepadanya?"
"Dia adalah gadis yang kucintai untuk pertama kalinya."
"Aaaai...!" helaan napas panjang bergema di udara yang sunyi,
rasa pedih dan pilu terlintas di atas raut wajah pemuda itu, ia
memandang awan di langit, merasa seolah-olah dirinya berada di
antara awan, rasa pedih yang menyelinap dalam tubuhnya seakan-
akan ular berbisa yang memagut hatinya membuat ia sedih dan
murung sekali.
"Dia terlalu bahagia," kata Wie Chin Siang lagi dengan suara
yang gemetar, ucapan itu terpancar keluar di tengah kesedihan yang
menyelimuti pula benaknya.
"Dari mana kau bisa berkata begitu?" tegur Pek In Hoei setelah
tertegun sejenak.
Wie Chin Siang gelengkan kepalanya berulang kali.
"Siapa yang menyangkal kalau kalian pernah saling memupuk
cinta? Seorang gadis yang kematiannya bisa menerima isak tangis
dari pria yang dicintainya, bukankah hal itu merupakan suatu
kebahagiaan?"
Ia berhenti sebentar, lalu dengan wajah murung sambungnya :
"Di kemudian hari, entah aku bisa mendapat kebahagiaan seperti
itu atau tidak."
Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan jantungnya berdebar
keras tatkala menyaksikan kesedihan yang terpancar di atas wajah
gadis itu, dalam benaknya segera terlintas kembali kenangan di kala
gadis itu menempuh bahaya, budi kebaikan serta cinta kasih yang
pernah ia berikan kepadanya benar-benar amat tinggi.
"Jika bukan engkau yang memberi kebahagiaan tersebut
kepadaku, aku percaya di kolong langit masih belum ada orang yang
mampu memberikan kesemuanya itu kepadaku, engkau harus
memahami perasaan hati seorang gadis."

1177
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei merasa terharu terhadap gadis yang sedang bersedih


hati itu, ia melirik sekejap ke arah Wie Chin Siang, dilihatnya air mata
sedang berlinang membasahi dirinya, diam-diam ia menghela napas
panjang.
"Chin Siang, aku bisa memahami keadaanmu," bisiknya.
Wie Chin Siang tertawa sedih.
"Asal engkau bisa memahami keadaanku hal itu sudah cukup
membuat hatiku jadi puas."
Sinar mata Pek In Hoei perlahan-lahan bergerak kembali
memandang ke atas gundukan tanah baru di depannya, setelah berdoa
sebentar bisiknya dengan suara lirih :
"Siok Peng, beristirahatlah di sini dengan hati tenang! Suatu
ketika aku pasti akan datang agi kemari untuk menengok dirimu."
Dengan perasaan hati berat diam-diam ia putar badan dan berlalu
dari situ.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Wie Chin Siang mengikuti
di belakangnya, satu ketika gadis itu menghela napas sedih dan
menegur :
"Kau hendak pergi kemana?"
Pek In Hoei terkesiap, ia tahu bahwa saat perpisahan telah tiba,
per-lahan ia berpaling dan memandang gadis itu, lalu balik bertanya :
"Dan kau sendiri? Engkau akan kemana?"
"Aku hendak pulang ke luar lautan, mungkin lama sekali baru
kembali lagi kemari, jika engkau ingin menjumpai diriku pergilah
kesana dan carilah aku di luar lautan, setiap hari aku akan menantikan
kedatanganmu, akan kutunggu terus sampai kau datang."
"Apakah kau tidak bisa tinggal di sini saja?" tanya Pek In Hoei
sambil tertawa getir.
Wie Chin Siang menggeleng.
"Kecuali engkau yang menahan diriku, aku tak bisa merubah
keputusanku ini lagi, engkau harus tahu di kolong langit pada dewasa

1178
IMAM TANPA BAYANGAN II

ini kecuali kau tak ada benda apa pun yang membuat aku berat hati,
tetapi aku tahu jelas akan dirimu, engkau tak akan menahan aku."
Pada saat ini dia sangat berharap agar Jago Pedang Berdarah
Dingin bisa menahan dirinya, tetapi sikap yang ditunjukkan
kekasihnya membuat ia kecewa, sebab pemuda itu tidak memberikan
tanggapan apa pun juga.
Terpaksa ia tertawa getir dan gelengkan kepalanya, dengan pedih
katanya :
"Aku tahu bahwa engkau tak suka kepadaku."
"Eeeei... dari mana engkau bisa berkata begitu?" seru Pek In Hoei
dengan cemas, "pendapatmu itu keliru besar, sekarang tanggung
jawabku masih berat, aku harus membalas dendam, dalam keadaan
begini aku tak berani memikirkan persoalan lain."
"Bila engkau dapat memahami perasaan hatiku, itu sudah lebih
dari cukup, sekarang aku hendak pergi."
Gadis itu tahu jika ia tidak berusaha untuk berlalu dari situ, maka
bila ia sudah tak dapat menahan pergolakan hatinya, kesemuanya
akan gagal dan berantakan.
Maka sambil menggigit bibir dia putar badan dan segera berlalu
dari situ secepat-cepatnya.
"Chin Siang... Chin Siang..." teriak Jago Pedang Berdarah Dingin
dengan hati cemas.
Kepergiannya secara mendadak membuat pemuda itu merasakan
hatinya kesepian, dengan termangu-mangu ia memandang bayangan
punggung gadis itu hingga lenyap dari pandangan, helaan napas sedih
berkumandang memecahkan kesunyian.
Dengan termangu-mangu ia berdiri di tempat semula, berapa
lama ia berada di situ pemuda itu sendiri pun tak tahu, ia baru sadar
kembali ketika telinganya sempat menangkap suara bentakan dan
teriakan gusar berkumandang memecahkan kesunyian.

1179
Saduran TJAN ID

Ia tersentak bangun dari lamunannya, dengan cepat ia berpaling


ke arah berasalnya suara itu dan tampaklah beberapa sosok bayangan
manusia sedang berlari mendekat dengan cepatnya.
Pek In Hoei tertawa ewa, pikirnya di dalam hati :
"Dari mana datangnya orang-orang itu? Kenapa di atas tubuh
mereka mengenakan sekuntum bunga merah?"
Dalam waktu singkat tujuh delapan orang pria baju hitam itu telah
menyebarkan diri dan mengepung Jago Pedang Berdarah Dingin
rapat-rapat, mereka bersenjata lengkap dan masing-masing
memandang ke arah pemuda tersebut dengan mata melotot. Tak
seorang pun di antara mereka yang buka suara seakan-akan orang-
orang itu sedang berpikir bagaimana caranya menghadapi pemuda di
hadapannya itu.

Bagian 44
PEK IN HOEI tertawa, ujarnya :
"Sahabat, apakah kalian tidak salah melihat orang?"
"Saudara cilik," jawab seorang kakek tua yang kerempeng tapi
berwajah cerah di antara rombongan orang itu, "boleh kami tanya,
engkau adalah sahabat dari aliran mana?"
"Aku sebatang kara dan berdiri sendiri, tidak bergabung dalam
perguruan atau partai mana pun."
"Oooh...! Kalau begitu silahkan saudara menyingkir ke samping,
kami adalah sahabat-sahabat dari perkumpulan Hong-hoa-hwee atau
Bunga Merah, berhubung hari ini kami sedang mengejar seorang
buronan dari Kelompok Tangan Hitam maka tanpa sengaja telah
bertemu dengan engkau, di sini tak ada urusanmu dan silahkan engkau
jangan mencampuri urusan ini."
"Oooh... Perkumpulan Bunga Merah, belum pernah kudengar
nama perkumpulan ini."

1180
IMAM TANPA BAYANGAN II

Setelah ucapan itu diutarakan, pemuda itu baru merasa bahwa


perkataannya kurang sopan, peduli perkumpulan mereka punya nama
atau tidak, tidak pantas baginya untuk memandang rendah mereka.
Akan tetapi berhubung ucapan sudah diutarakan keluar dan tak
mungkin bisa ditarik kembali, terpaksa ia hanya bisa tertawa belaka.
Sedikit pun tidak salah, orang-orang itu segera menunjukkan rasa
gusar dan tidak senang hati setelah mendengar Jago Pedang Berdarah
Dingin begitu pandang rendah perkumpulan mereka, serentak orang-
orang itu maju selangkah ke depan dan siap turun tangan.
Kakek kerempeng tadi dengan cepat melotot sekejap ke arah anak
buahnya sebagai peringatan agar mereka jangan turun tangan
kemudian setelah memandang sekejap ke arah si anak muda itu
ujarnya :
"Sahabat, kalau didengar dari nada ucapanmu agaknya engkau
adalah seorang manusia yang tak bernama, aku si Pertapa Nelayan
dari Lam beng mohon bertanya siapakah nama besarmu."
Menyaksikan rombongan orang-orang itu tidak mirip dengan
jago kangouw biasa, bahkan semangat mereka nampak segar dan jelas
memiliki serangkaian ilmu silat yang ampuh, ia segera memberi
hormat dan tertawa.
"Namaku kecil dan tak ada artinya, harap lo sianseng jangan
marah."
"Maksudmu aku tidak berhak untuk mengetahui nama besar
saudara?"
Pek In Hoei menggeleng.
"Harap engkau jangan salah paham," katanya, "antara aku dengan
perkumpulan kalian sama sekali tidak terikat oleh dendam atau
permusuhan apa pun juga, kita melakukan suatu pekeraan masing-
masing tanpa mengganggu pihak yang lain, siapa pun tidak
mencampuri urusan siapa-siapa, apa sih gunanya untuk mengetahui
asal usul orang."

1181
Saduran TJAN ID

"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... pandai amat engkau menghindari


diri dari pertanyaanku," seru Pertapa Nelayan dari Lam-beng sambil
tertawa dingin.
Air muka Jago Pedang Berdarah Dingin berubah hebat, ia tertawa
dingin dan serunya :
"Menurut pendapat lo-sianseng apakah aku harus bertekuk lutut
dan mengaku kalah?"
"Hmmm! Walaupun Perkumpulan Bunga Merah kami belum
lama didirikan dalam dunia persilatan, akan tetapi kami semua
bukanlah manusia-manusia yang takut urusan, dengan maksud baik
aku ingin mengetahui nama besarmu, siapa tahu kau tak mau
memberitahukannya. Sahabat! Meskipun kami tak ingi mencari
urusan dan bikin keributan, akan tetapi kami pun tak sudi membiarkan
orang lain menginjak-injak kepala kami. Engkau masih begitu muda
sudah takabur dan jumawa apakah kau anggap ilmu silatmu yang
paling tinggi? Haaaah... haaaah... haaaah... kau jangan terlalu percaya
pada kekuatanmu sendiri."
"Kesalah-pahaman lo-sianseng sudah terlalu mendalam," ujar
Pek In Hoei dengan alis berkerut, "hampir saja membuat aku tak
punya kesempatan untuk memberi penjelasan terutama sekali
perkataanmu yang terakhir membuat aku serba salah."
"Hey orang muda," seru Pertapa Nelayan dari Lam-beng sambil
tertawa keras, "asal engkau unjukkan ilmu silatmu, maka aku punya
kemampuan untuk mengetahui berasal dari perguruan atau aliran
manakah dirimu itu, jika engkau menganggap bahwa ucapanku ini
telah melukai hatimu, maka tiada halangan untuk segera turun
tangan."
Pek In Hoei mengerutkan alisnya.
"Apakah lo-sianseng ada maksud untuk memaksa aku untuk
turun tangan?"
"Kami orang dari Perkumpulan Bunga Merah selamanya tak sudi
dihina dan dipandang rendah orang, pepatah kuno mengatakan :

1182
IMAM TANPA BAYANGAN II

kepala boleh kutung, darah boleh mengalir namun kami tak sudi
dihina, berada dalam keadaan seperti ini kendati engkau tak ingin
turun tangan pun tak mungkin..."
Jago Pedang Berdarah Dingin tertawa ewa.
"Apakah lo-sianseng pernah memikirkan bagaimana akibatnya
jika sampai terjadi pertarungan?" serunya.
Pertapa Nelayan dari Lam-beng berdiri tertegun.
"Ooooh...! Engkau sedang menggertak diriku..." serunya.
Jelas jago lihay ini sudah tak tahan mendengar ucapan Jago
Pedang Berdarah Dingin yang jumawa dan takabur itu, dengan wajah
masam ia awasi seluruh tubuh pemuda itu dengan tajam.
"Apa yang kuucapkan adalah suatu kenyataan," kata Pek In Hoei
sambil menggeleng, "lebih baik pertimbangkanlah persoalan ini
masak-masak... janganlah menyesal setelah kejadian..."
"Heehhmmm... heeehmmm. kalau begitu akulah yang pertama-
tama akan mohon petunjuk darimu..."
Ia merasa yakin dengan keampuhan tenaga dalamnya, sepasang
telapak diayun dan sambil loncat ke depan ia pasang kuda-kuda,
ditatapnya wajah Pek In Hoei dengan tajam dan siap menghadapi
segala kemungkinan.
Melihat perbuatan orang itu, Pek In Hoei tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... rupanya lo-sianseng sudah punya
maksud untuk turun tangan, terpaksa aku harus minta beberapa jurus
petunjuk darimu dengan tangan kosong belaka!"
"Hmmm! Lebih baik jangan terlalu mempercayai kekuatanmu
sendiri, cabutlah pedangmu itu dan baik-baiklah melayani aku..."
Dengan cepat Pek In Hoei menggeleng.
"Pedang merupakan pemimpin di antara ratusan macam senjata,
kita toh cuma beradu silat belaka, apa gunanya mesti gerakkan senjata
main pedang? Lo sianseng aku harap engkau jangan marah..."
Pertapa Nelayan dari Lam-beng tarik napas panjang-panjang.
"Orang muda, engkau terlalu takabur dan jumawa..." katanya.

1183
Saduran TJAN ID

Jago Pedang Berdarah Dingin tidak banyak bicara lagi, ia


cibirkan bibirnya dan memperlihatkan satu senyuman yang amat
rawan, sambil bongkokkan badan tiba-tiba telapak tangannya disodok
ke depan mengirim satu pukulan ke tubuh Pertapa Nelayan dari Lam-
beng.
Air muka kakek tua kerempeng itu berubah hebat.
"Tidak aneh kalau engkau begitu takabur dan jumawa sekali!"
serunya keras, "ternyata ilmu silatmu lumayan juga, orang muda! Aku
bisa berjumpa dengan engkau, hal ini merupakan suatu
keberuntungan yang amat besar bagiku selama hidup..."
Bagaikan sukma gentayangan tubuhnya berkelit ke samping
menghindarkan diri dari ancaman maut Pek In Hoei, telapak tanganya
direntangkan membentuk gerakan busur di udara dan langsung diayun
pula ke depan.
"Haaaah... haaaah... haaaah... engkau berani menerima
pukulanku ini dengan keras lawan keras?" serunya sambil tertawa
tergelak.
"Baik," jawab Pek In Hoei sambil tarik napas panjang, "akan
kusambut serangan dari Lo sianseng ini dengan keras lawan keras..."
Dalam waktu singkat dia himpun segenap kekuatan yang
dimilikinya ke dalam telapak lalu sambil memandang datangnya
ancaman yang sedang menggulung tiba perlahan-lahan dia dorong
telapak kanannya untuk menyambut.
"Blaaam...!" ledakan dahsyat berkumandang memecahkan
kesunyian, udara di sekeliling tempat itu mendadak jadi dingin dan
berputar bagaikan pusaran angin puyuh, ke-dua belah pihak sama-
sama terkesiap dan kaget oleh kesempurnaan tenaga dalam yang
dimiliki lawannya.
Pertapa Nelayan dari Lam-beng tarik napas panjang-panjang lalu
serunya :

1184
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Waaah... hebat sekali! Engkau adalh orang ke-dua di antara


generasi orang muda yang dapat membuat hatiku merasa kagum dan
hanya engkau seorang yang mampu menyambut pukulanku ini..."
Pek In Hoei tertawa lantang.
"Haaaah... haaaah... haaaah... jadi kalau begitu lo-sianseng
pernah bertemu dengan orang pertama yang jauh lebih tangguh
daripada diriku..."
"Sedikit pun tidak salah," jawab Pertapa Nelayan dari Lam-beng
dengan wajah serius, "orang itu bukan lain adalah ketua dari
Perkumpulan Bunga Merah kami..."
"Apakah ketua kalian pernah datang kemari pada hari ini..." seru
Pek In Hoei dengan jantung berdebar keras.
Pertapa Nelayan dari Lam-beng mengangguk.
"Aku adalah komandan rombongan pertama yang datang
menguntit jejak Komplotan Tangan Hitam, setelah ketua menerima
surat tanda minta bantuan dariku pasti akan segera berangkat
kemari..."
"Ooooh... kiranya begitu, lalu termasuk manusia-manusia macam
apakah Komplotan Tangan Hitam itu?"
"Komandan, keparat cilik ini terang-terangan merupakan satu
komplotan dengan pihak Tangan Hitam, bahkan sengaja bertanya
sana bertanya sini, tujuannya pasti sedang mengulur waktu agar para
konco-konconya punya kesempatan yang banyak untuk melarikan diri
dari pengejaran kita!"
"Siapakah engkau??" seru Jago Pedang Berdarah Dingin dengan
wajah berubah hebat, "kenapa kalau bicara sama sekali tidak
dipikirkan dahulu??" Hmmm! Jangan asal keluar saja."
Pria itu ayunkan pedang dalam genggamannya.
"Aku adalah Pek In Hoei, kenapa aku mesti bicara secara baik-
baik dengan manusia macam engkau?" sahutnya.
"Hmmm! Berdasarkan perkataan yang kau ucapkan barusan
sudah lebih dari cukup bagi diriku untuk memberi satu pelajaran yang

1185
Saduran TJAN ID

setimpal kepada dirimu!" ujar Pek In Hoei dengan wajah berubah


dingin dan ketus.
Mendengar perkataan itu Hee Pek Li jadi naik pitam, karena
jengkelnya dia getarkan pedangnya lalu berputar membentuk gerakan
satu lingkar busur di tengah udara, tubuhnya maju selangkah ke depan
dan teriaknya dengan nada ketus :
"Ayoh turun tangan! Aku sedang menantikan dirimu..."
Pek In Hoei tidak menggubris tantangan orang, kepada Pertapa
Nelayan dari Lam-beng ujarnya sambil tertawa :
"Lo sianseng, anak buahmu ini terlalu jumawa dan takabur,
seandainya engkau merasa tidak keberatan, aku bersiap sedia untuk
minta pelajaran beberapa jurus ilmu pedang dari saudara itu..."
"Anak buahku ini memang terlalu kurang ajar, apabila bisa
memperoleh pelajaran dari saudara, tentu saja aku merasa amat
berterima kasih sekali, cuma saj... aku harap engkau jangan turun
tangan jahat terhadap dirinya..."
"Maaf!" seru Pek In Hoei ketus.
Perlahan-lahan dia cabut keluar pedangnya yang tersoren di atas
punggung, serentetan cahaya tajam yang menyilaukan mata
memancar ke empat penjuru, di tengah getaran tangannya
terpancarlah beberapa buah gelombang bunga di udara.
Tercekat hati Hee Pek-li menyaksikan hal itu, pujinya :
"Pedang bagus, sepantasnya kalau pedang mestika seperti seperti
itu dihadiahkan kepada ketua kami..."
Jago Pedang Berdarah Dingin tidak menyangka kalau Hee Pek li
bisa begitu pandang rendah dirinya, diam-diam ia tertawa dingin, air
mukanya menunjukkan rasa tidak senang hati sementara satu ingatan
berkelebat dalam benaknya :
"Engkau jangan keburu bangga lebih dulu, setelah bergebrak
nanti aku pasti akan suruh berteriak tiada hentinya."
Berpikir sampai di situ, dia pun berkata sambil tertawa ewa :

1186
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Asal engkau merasa punya kepandaian, silahkan untuk


merampas senjata ini dari tanganku, bila engkau memang maka
pedang ini kau hadiahkan buat ketua kalian..."
"Hehhmmm... aku rasa cara itu memang paling bagus..."
Tubuhnya menerjang maju ke depan, tangan kanannya bergetar
keras dan pedang dalam genggamannya dengan menggunakan suatu
gerakan yang aneh membacok ke arah samping.
Gerakan pedang semacam itu aneh sekali bentuknya dan baru
pertama kali terlihat di daratan Tionggoan, hal ini membuat hati Pek
In Hoei tercekat, pikirnya :
"Tidak aneh kalau dia jumawa sekali, rupanya ilmu pedang yang
dia miliki lumayan juga..."
Ilmu kepandaiannya dalam hal permainan pedang sudah
mencapai pada taraf yang paling tinggi, meskipun dalam keadaan
tidak siap dibikin terperanjat oleh gerakan pedang lawannya yang
aneh, akan tetapi permainan pedangnya sama sekali tidak kacau,
pedangnya segera diputar ke depan dan menangkis datangnya
serangan tersebut.
Hee Pek-li sendiri pun tertegun melihat kelihayan musuhnya,
serangan yang dilancarkan olehnya boleh dibilang cepat dan ganas
sekali, gerakan pun berlawanan sekali dengan gerakan pedang yang
umum dijumpai, dalam anggapannya semula serangan tersebut paling
sedikit pasti akan membingungkan atau membuat pihak lawan jadi
gelagapan, siapa tahu pemuda yang berada di hadapannya ini bukan
saja tidak menunjukkan tand-tand gelagapan, bahkan dengan
gampang sekali berhasil memunahkan datangnya ancaman tersebut,
dari kejadian itu bisalah ditarik kesimpulan bahwa kepandaian silat
yang dimiliki pihak lawan jauh lebih lihay daripada dirinya sendiri. Ia
meraung gusar, bentaknya kembali :
"Jangan keburu senang, terimalah lagi sebuah tusukan
pedangku..."

1187
Saduran TJAN ID

"Hmmm! Aku tak punya kegembiraan untuk melayani dirimu


terlalu lama..." jawab Pek In Hoei ketus.
Jago Pedang Berdarah Dingin sama sekali tidak memberi
kesempatan kepada musuhnya untuk melancarkan serangan balasan,
bagaikan sukma gentayangan tubuhnya menerjang maju ke depan,
setelah merebut kedudukan Yiong Kiong pedangnya segera
digetarkan dan langsung mencukil keluar.
"Aduuuuh...!" Hee Pek-li menjerit kesakitan, tiba-tiba pedangnya
terbabat hingga kutung jadi dua bagian, ia pegang pergelangan tangan
kanannya dan mengundurkan diri ke belakang, bentaknya dengan
suara gemetar :
"Ilmu pedang apakah yang engkau gunakan..."
Mendadak dari tempat kejauah berkumandang datang suara gelak
tertawa yang amat nyaring...
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalian benar-benar manusia yang
punya mata tak berbiji, masa ilmu pedang penghancur sang surya dari
partai Thiam cong pun tidak dikenali... andaikata orang lain tidak
turun tangan ringan sekarang kau anggap jiwamu masih selamat..."
Suara tertawa yang nyaring itu berkumandang datang mengikuti
hembusan angin, dari ucapan yang begitu tegas dan penuh bertenaga
bisa diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang itu amat
sempurna.
Pek In Hoei tercengang,ia tak mengira kalau dalam tubuh
Perkumpulan Bunga Merah terdapat seorang manusia yang begitu
lihaynya, diam-diam ia pasang mata dan menengok ke arah seorang
sastrawan berusia pertengahan yang sedang meluncur datang dengan
kecepatan bagaikan kilat itu.
Raut wajah sastrawan menunjukkan sikap keren dan penuh
kewibawaan, di belakangnya mengikuti beberapa orang pria yang
menyoren pedang, dari dandanan beberapa orang itu Pek In Hoei
segera mengetahui bahwa mereka adalah bala bantuan dari
Perkumpulan Bunga Merah.

1188
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ia lantas melirik sekejap ke arah Pertapa Nelayan dari Lam-beng,


kemudian tegurnya :
"Apakah dia adalah ketua kalian?"
Pertapa nelayan dari Lam-beng menggeleng.
"Bukan, dia adalah ketua ke-dua dari Perkumpulan Bunga Merah,
ketua kami belum tiba..."
Dengan wajah tersungging senyuman ramah perlahan-lahan
sastrawan berusia pertengahan itu maju mendekati, setelah memberi
hormat kepada Pek In Hoei, ujarnya sambil tertawa :
"Sahabat aku adalah Gan In... tolong tanya apakah engkau berasal
dari partai Thiam cong..."
"Sedikit pun tidak salah, aku adalah murid partai Thiam cong..."
jawab Pek In Hoei sambil balas memberi hormat.
Gan In menengadah dan segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... engkau memang seorang jago
pedang yang sangat lihay, bilamana saudaraku itu tak tahu diri dan
telah membuat kesalahan terhadap diri saudara, aku harap engkau
suka memaafkannnya..."
Dia berpaling sekejap ke arah Hee Pek li, kemudian
menambahkan :
"Saudara li, harap engkau suka suka minta maaf kepadanya..."
Hee Pek li melengak, pikirnya :
"Sejak Perkumpulan Bunga Merah didirikan hingga kini yang
kujumpai adalah pria sejati yang membicarakan soal setia kawan serta
keadilan, meskipun aku secara otomatis menantang orang itu sendiri,
akan tetapi aku sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun juga,
dan kini ternyata Gan Ji Tong-kee merusak sendiri nama
Perkumpulan Bunga Merah, dan suruh aku tunduk kepala mengaku
salah, keadaan ini jauh lebih baik dibunuh daripada suruh aku tunduk
kepala... aku ingin lihat apa jawaban Gan Ji Tong-kee bila perintahnya
kubangkang..."
Berpikir sampai di situ, dia segera menggeleng dan jawabnya :

1189
Saduran TJAN ID

"Gan Ji Tong-kee, aku tak sudi minta maaf kepadanya..."


Jawaban ini seketika membuat Gan In jadi tertegun, serunya :
"Engkau berani membangkang perintahku??"
Dalam bati ia berpikir :
"Bagaimana pun juga kedudukanku adalah wakil ketua dari
Perkumpulan Bunga Merah, di hari-hari biasa perintahku selalu
dijalankan tanpa membantah, siapa tahu hari ini Hee Pek-li berani
membangkang perintahku di hadapan orang banyak, kalau ia tidak
ditindak niscaya pamorku akan merosot..."
Berpikir sampai di sini, air mukanya kontan berubah hebat dan
hawa napsu membunuh terlintas di atas wajahnya.
Rupanya Pertapa Nelayan dari Lam-beng pun merasa bahwa Hee
Pek-li sama sekali tidak memberi muka kepada wakil ketuanya,
dengan suara tajam ia membentak :
"Hee-tua apa yang sedang kau lakukan??"
Dengan sedih Hee Pek-li menggeleng ujarnya :
"Wakil ketua she Gan, aku Hee Pek-li menghormati dirimu
melebihi rasa hormatku terhadap orang tuaku, harap engkau jangan
marah, sejak Perkumpulan Bunga Merah didirikan hingga kini belum
pernah satu kali pun tunduk kepada orang ini, siapa nyana pada hari
ini engkau suruh aku... lebih baik bunuh saja diriku..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... " Pek In Hoei yang mendengar
sampai di situ segera tertawa terbahak-bahak, "urusan yang sudah
lewat tak usah kita bicarakan lagi, kita semua tetap adalah sahabat..."
Air muka Gan In pun perlahan-lahan berubah jadi lunak kembali,
ujarnya :
"Apakah engkau tidak puas karena pihak lawan jauh lebih muda
daripada dirimu? Hee-tua, perhatikanlah orang lain lebih teliti dan
lebih seksama lagi, demonstrasi kepandaian yang dia perlihatkan
sudah cukup untuk memaksa engkau harus berlatih diri tiga tahun
lagi..."

1190
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Gan-heng, engkau terlalu memuji!" kata Jago Pedang Berdarah


Dingin sambil menggeleng.
Gan In tertawa hambar.
"Saudara, bolehkah aku mengetahui siapakah namamu..."ia
bertanya dengan suara lirih.
Terhadap rombongan orang-orang itu rupanya Pek In Hoei punya
kesan yang sangat baik, dia segera menjawab :
"Aku adalah Pek In Hoei..."
"Aaaah! yaaah ampun... jadi engkau adalah Jago Pedang
Berdarah Dingin Pek In Hoei..." teriak Hee Pek-li dengan suara amat
terperanjat.
Rombongan orang-orang yang berkumpul di sana sebagian besar
merupakan kekuatan dari Perkumpulan Bunga Merah, setelah
mendengar bahwa pemuda yang berada di hadapannya adalah Jago
Pedang Berdarah Dingin, mereka segera tunjukkan sikap yang sangat
menghormat.
Dengan wajah menyesal bercampur malu, Hee Pek-li maju
mencengkeram tangan Pek In Hoei, serunya :
"Aku yang rendah benar-benar punya mata tak kenal gunung
Thay san, harap Pek heng suka memaafkan perbuatanku..."
Gan In yang berada di sisinya segera tertawa tergelak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sekarang engkau baru tahu toh
kalau Pek-heng telah memberi muka kepadamu? Tadi saja engkau
masih berlagak sok sekali... seakan-akan dirimu adalah seorang eng-
hiong sejati, seorang jago besar... dalam kenyataan di hadapan Pek-
heng, engkau tidak lebih cuma sekuku jarinya saja..."
Merah jengah selembar wajah Hee Pek-li, ia tertawa getir dan
gelengkan kepalanya berulang kali, mulut tetap membungkam dalam
seribu bahasa.
Pek In Hoei menggenggam tangan Hee Pek-li, serunya pula :
"Hee-heng, siau-tee juga mohon maaf kepadamu!"

1191
Saduran TJAN ID

"Aaaah... tidak berani, tidak berani..." teriak Hee Pek-li dengan


gelagapan, ia goyangkan tangannya berulang kali.
"Pek-heng!" ujar Gan In kemudian dengan wajah berseri-seri,
"seluruh anggota perkumpulan kami dari atas hingga ke bawah
semuanya pernah mendengar nama besar anda, bahkan sering kali
membicarakan kesaktian yang anda miliki, kali ini pihak
Perkumpulan Bunga Merah dapat berkenalan dengan Pek-heng, hal
ini boleh dibilang merupakan suatu keberuntungan bagi kami
semua..."
Ia tarik napas panjang-panjang, setelah berhenti sebentar
lanjutnya :
"Dalam melakukan pengejaran terhadap anggota Komplotan
Tangan Hitam kali ini, sepanjang jalan banyak saudara kami telah
menderita luka di tangan mereka, karena pihak lawan terlalu kejam
dan telengas dalam perbuatan dan sempurna dalam tenaga dalam,
tindak tanduk mereka cukup membuat kepala kami jadi pusing..."
"Ooooh... ! Manusia macam apa sih anggota Komplotan Tangan
Hitam itu???" tanya Pek In Hoei.
Gan In gelengkan kepalanya berulang kali.
"Komplotan Tangan Hitam merupakan suatu perkumpulan yang
paling misterius di kolong langit, siapakah pemimpin mereka yang
sebenarnya tak seorang pun yang tahu, mereka seringkali melakukan
pembunuhan, perampokan, pemerkosaan dan membakar rumah
penduduk, perbuatan jahat apa pun mereka lakukan. Jumlah korban
yang menderita akibat perbuatan mereka tak terhitung jumlahnya...
Oooh! Meskipun jumlah anggota perkumpulan kami amat minim,
tetapi kami semua merupakan lelaki sejati yang tidak jeri menghadapi
kematian, kali ini dengan mempertaruhkan keutuhan dari
Perkumpulan Bunga Merah kami berusaha keras untuk membasmi
serta melenyapkan Komplotan Tangan Hitam dari muka bumi..."
Pek In Hoei merasa setiap ucapan yang diutarakan Gan In
mengandung rasa keadilan dan kebenaran yang sejati, ia merasa

1192
IMAM TANPA BAYANGAN II

dirinya pantas untuk bersahabat dengan manusia-manusia sejati


macam mereka, sebab hal itu merupakan suatu kejadian yang
menggembirakan. Dengan wajah serius dia lantas berkata :
"Aku bersedia bekerja sama dengan Gan-heng untuk membasmi
Komplotan Tangan Hitam dari muka bumi..."
Gan In merasa berterima kasih sekali atas kesediaan pemuda itu,
ujarnya dengan cepat :
"Bilamana Pek-heng bersedia membantu usaha kami, niscaya
Komplotan Tangan Hitam dapat kita gulung sampai ke akar-
akarnya..."
Dengan sorot mata tajam ia melirik sekejap ke arah Pertapa
Nelayan dari Lam-beng, lalu tanyanya :
"Bagaimana dengan anggota Komplotan Tangan Hitam yang
kalian ikuti jejaknya terus itu???"
"Kalau dibicarakan sungguh menyesal sekali, anggota
Komplotan Tangan Hitam itu berhasil melarikan diri masuk ke dalam
sebuah hutan lebat, aku merasa agak repot untuk menggeledah seluruh
isi hutan itu maka atas anjuranku pencarian kami urungkan!"
Gan In gelengkan kepalanya berulang kali.
"Penjahat itu secara beruntun telah membinasakan tujuh lembar
jiwa, kita tak bisa melepaskannya dengan begitu saja..."
Perlahan-lahan dia alihkan sorot matanya ke arah depan, di mana
sebuah hutan yang lebat terbentang di depan mata, untuk melakukan
pencarian dalam hutan seluas itu memang merupakan suatu pekerjaan
yang menyulitkan, karena itu setelah termenung sebentar segera
ujarnya :
"Kepung seluruh kaki bukit ini, aku hendak melakukan
pemeriksaan sendiri ke atas..."
"Bagaimana kalau kutemani diri Gan-heng??" sambung Pek In
Hoei sambil tertawa ringan.

1193
Saduran TJAN ID

Sambil tertawa Gan In mengangguk, tubuhnya segera melesat ke


udara dan berputar satu lingkaran kemudian dengan cepat sekali
meluncur ke arah depan.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tersenyum, ia tahu
bahwa Gan In sengaja mempertunjukkan kelihayannya di hadapan
mukanya, ia segera getarkan pundaknya dan ikut meluncur ke muka
bagaikan bergeraknya awan di angkasa.
Walaupun ia lebih lambat menggerakkan tubuhnya, tiba di kaki
bukit tepat bersamaan waktunya dengan kedatangan Gan In, para jago
dari Perkumpulan Bunga Merah jadi semakin kagum lagi, dari
keadaan tersebut membuktikan bahwa ilmu silat yang dimiliki Pek In
Hoei jauh lebih tinggi daripada wakil ketua mereka.
Batu cadas berserakan di mana-mana, kabut tebal menyelimuti
seluruh angkasa, meskipun bukit itu nampaknya tidak begitu tinggi
tetapi setelah didaki ternyata luas sekali, untuk mencari seseorang
yang bersembunyi di atas tanah seluas itu tentu saja bukan suatu
pekerjaan yang gampang.
Gan In sendiri walaupun menguasai ilmu mencari jejak, akan
tetapi setelah menyaksikan keadaan medan ia mengerutkan dahinya
juga, dengan sorot mata tajam ia menyapu sekejap sekitar tempat itu,
dari atas sebuah jalan gunung yang sempit tiba-tiba ia temukan bekas
telapak sepatu yang amat tipis, bila tidak diperhatikan dengan
seksama sukar untuk diketahuinya...
"Pek-heng, agaknya ada orang yang pernah lewat dari tempat
ini..." segera serunya.
Warna darah yang merah terlintas di depan mata Pek In Hoei,
tiba-tiba ia temukan beberapa tetes noda darah tertera di antara semak
belukar di hadapannya, noda darah itu belum mengering dan jelas
baru saja menetes jatuh, hal ini membuktikan bahwa ada seseorang
baru saja lewat di situ. Dengan wajah serius Pek In Hoei segera
bertanya :

1194
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Apakah anggota Komplotan Tangan Hitam itu menderita


luka??"
Gan In tertegun, lalu jawabnya :
"Tidak begitu pasti tapi menurut laporan yang kuterima, katanya
anggota Komplotan Tangan Hitam itu telah tertusuk oleh Hee Pek li
sehingga terluka, kendati lukanya tidak begitu parah namun secara
beruntun dia masih mampu melukai tiga saudara dari perkumpulan
kami, dari sini bisa diketahui bahwa tenaga dalamnya cukup
lumayan."
"Noda darah yang ada di sini belum kering," ujar Pek In Hoei
sambil menuding noda darah yang ada di atas tanah itu, "jelas belum
lama berselang menetes di sana, menurut dugaanku anggota
Komplotan Tangan Hitam itu tentu sudah melarikan diri lewat sana."
"Lalu siapakah yang meninggalkan bekas telapak kaki di atas
tanah sebelah sana?" tanya Gan In tercengang.
"Mungkin bekas kaki itu hanya merupakan suatu siasat belaka
untuk melamurkan pandangan orang, agar usahanya untuk melarikan
diri bisa berjalan lancar, tentu anggota Komplotan Tangan Hitam itu
sengaja meninggalkan bekas telapak kaki yang kacau di sana agar kita
mengejar ke arah jalan yang keliru, coba lihat tanah berumput dan
bersemak di sekitar tempat itu merupakan tempat persembunyian
yang amat baik. Gan-heng lebih kita mengejar dari sini lebih dulu."
"Tepat sekali," seru Gan In sambil bertepuk tangan, "hampir saja
aku tertipu oleh siasat keparat itu!"
Rupanya dia mempunyai kepandaian yang cukup matang
mengenai ilmu mencari jejak setelah diberi petunjuk oleh Jago
Pedang Berdarah Dingin dan merasa bahwa keterangan orang itu
benar, tanpa berpikir panjang ia segera loncat ke depan dan menerjang
lebih dahulu ke dalam semak.
Ke-dua orang itu merupakan jago Bu-lim kelas satu, sepanjang
perjalanan mereka bergerak semakin jauh dan semakin banyak noda

1195
Saduran TJAN ID

darah yang mereka temukan, hal itu justru merupakan tanda petunjuk
yang jelas bagi mereka berdua.
Tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berkelebat masuk
ke dalam hutan siong di sebelah depan, Gan In segera tertawa dingin,
sambil silangkan telapaknya di depan dada ia berseru :
"Sahabat, sulit amat mencari tempat ini."
Bagaikan segulung hembusan angin tubuhnya segera menerjang
masuk ke dalam hutan itu.
Blaaam... blaam... tiba-tiba desiran angin pukulan tajam
berhembus keluar dari balik pepohonan, begitu dahsyat angin pukulan
tersebut membuat Gan In terdorong mundur dengan sempoyongan
dan terdesak keluar lagi dari dalam hutan.
Peristiwa ini membuat wakil ketua dari Perkumpulan Bunga
Merah jadi naik pitam, dengan air muka hitam membesi teriaknya :
"Pek-heng, hampir saja kita terperangkap oleh jebakannya."
"Berapa banyak orang yang berada di dalam sana?" tanya Pek In
Hoei dengan alis berkerut.
Gan In tertawa getir.
"Tidak begitu jelas," jawabnya, "tetapi paling sedikit jumlahnya
mencapai dua puluh orang lebih, sungguh tak nyana tempat ini
merupakan suatu pusat pertemuan dari para Komplotan Tangan
Hitam. Hmmm... rupanya suatu pertarungan sengit tak bisa dihindari
lagi..."
Pek In Hoei melirik sekejap ke arah hutan tersebut, kemudian
katanya :
"Gan-heng, musuh ada di gelap sedang kita ada di tempat terang,
jangan memasuki hutan tersebut sekarang, kita berusaha untuk
memancing kemunculan mereka dari dalam hutan..."
Dengan wajah serius tambahnya :
"Gan-heng, mari kita bakar saja hutan ini agar mereka jadi..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... benar, sedikit pun tidak salah,
sedikit pun tidak salah," seru Gan In tertawa terbahak-bahak, "kita

1196
IMAM TANPA BAYANGAN II

bakar saja hutan ini untuk memanggang bebek, aku Gan In tidak
percaya kalau mereka mampu untuk bersembunyi di dalam api terus
menerus. Pek-heng! Lihatlah daya penghancur dari peluru Pek-lek-
tan ini..."
Rupanya orang itu pun mempunyai keahlian di dalam ilmu mesiu,
hal ini sama sekali berada di luar dugaan Jago Pedang Berdarah
Dingin.
Dalam pada itu Gan In telah mengambil keluar sebutir peluru
yang berbentuk bulat seperti telur ayam, bentaknya keras-keras :
"Anak monyet, cucu kura-kura... ayoh kalian segera
menggelinding keluar dari tempat itu...!"
Sreet! Di tengah desiran angin tajam, sekilas cahaya terang
meluncur di tengah kegelapan dan menerjang masuk ke dalam hutan
itu.
Blaaam... ! Ledakan dahsyat bergeletar memecahkan kesunyian,
menggetarkan seluruh bumi dan menggoncangkan pepohonan, asap
tebal membumbung tinggi ke angkasa...! Percikan api memancar ke
empat penjuru dan menimbulkan kebakaran besar dalam hutan tadi.
Di tengah kobaran api yang kian lama menjilat kian besar, sama
sekali tidak terdengar jeritan ngeri atau teriakan kaget, juga tak
nampak sesosok bayangan manusia pun yang melarikan diri dari
tempat itu, suasana tetap sunyi senyap...
Gan In jadi tertegun ujarnya :
"Apakah setan-setan alas itu sudah pada modar semua?"
"Kita berdua sudah tertipu oleh siasat mereka," kata Pek In Hoei
dengan wajah serius, "saudara Gan, kita sudah terlambat turun tangan,
rupanya manusia-manusia itu cukup cerdik dan cekatan... kita harus
menyia-nyiakan sebutir peluru Pek lek tan dengan percuma...
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..."
Tiba-tiba dari sisi kiri ke-dua orang jago lihay berkumandang
keluar suara tertawa dingin yang rendah dan menyeramkan, Gan In
segera ayunkan telapaknya sambil membentak :

1197
Saduran TJAN ID

"Apa yang kalian tertawakan?"


Blaaammm! Angin pukulan yang dahsyat dengan berat
menghajar di atas batu cadas yang besar membuat batu karang itu
retak dan hancur terbengkalai, percikan pasir dan batu kerikil
berhamburan di angkasa.
Dari balik semak segera bermunculan bayangan manusia, dua
puluh orang pria baju hitam dengan mengenakan sarung tangan
berwarna hitam sama-sama munculkan diri dari persembunyian,
dengan senjata terhunus mereka segera kepung Pek In Hoei dan Gan
In rapat-rapat.
Wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah itu segera tertawa
terbahak-bahak, serunya :
"Aku mengira kaliab semua telah modar dan tak ada yang hidup,
hemmm... hemmm... kalian memang benar-benar anak kura-kura
yang pandainya menyembunyikan diri, ledakan peluru Pek-lek-tan
tidak membinasakan kalian... eeeei, tahunya kalian bisa merangkak
keluar..."
Seorang pria berbadan kekar tertawa dingin, napsu membunuh
yang mengerikan terlintas di atas wajahnya, sambil tertawa seram
serunya :
"Wakil ketua she Gan, kau memang hebat sekali."
Gan In segera berpaling ke arah pria itu tetapi setelah mengetahui
siapa lawannya,ia merasa hatinya tercekat dan jantungnya berdebar
keras, dengan wajah serius segera tegurnya :
"Sungguh tak disangkat di tempat ini aku bisa menjumpai lagi
dengan engkau si keparat yang pandai mencuri barang. Haaaah...
haaaah... haaaah... Sun Giok Kun, apakah manusia-manusia berhati
hitam itu adalah anak buahmu semua?"

1198
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 47
"SEDIKIT PUN tidak salah, kami anggota Komplotan Tangan Hitam
sudah lama menantikan kehadiranmu!"
Gan In mengerutkan dahinya, lalu sambil ia berkata :
"Keparat cilik she Sun, ada apa engkau menantikan kedatangan
aku Gan lo toa di sini??"
"Heehhmm... heehhmm... heehhm..." Sun Gok Kun tertawa
dingin, "aku hendak menunggu engkau untuk memenggal batok
kepala anjingmu, agar bisa diserahkan kepada ketua kami, dalam
pertarungan di kota Lok-yang berpuluh-puluh orang anggota kami
terluka oleh ledakan peluru Pek-lek-tanmu, hutang berdarah ini harus
dituntut balas dan engkaupun harus memberi keadilan kepada kami..."
"Hmmm! Kau mesti tahu batok kepala dari aku orang she-Gan
tidak tampang dipetik orang, hey orang she Sun, pergilah mencari
berita dulu dari teman-temanmu, manusia manakah dari Perkumpulan
Bunga Merah bisa dianiaya dengan seenaknya..."
Sun Gok Kun melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah
Dingin kemudian tegurnya :
"Siapakah orang ini??"
Ia tertawa seram, setelah berhenti sebentar lanjutnya :
"Belum pernah kulihat manusia semacam ini dalam Perkumpulan
Bunga Merah..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... meskipun saudara ini bukan
anggota dari Perkumpulan Bunga Merah, akan tetapi dia adalah
sahabat karib yang berdiri pada garis serta pandangan yang sama

1199
Saduran TJAN ID

dengan kami, aku dengar pengetahuanmu luas sekali... apa salahnya


kalau engkau tebak sendiri siapakah sahabatku ini?"
"Hehhmm... heehhmm... heehhmm... setiap sahabat dari
Perkumpulan Bunga Merah harus dibunuh mati!"
"Kau maksudkan aku pun harus mati?" seru Pek In Hoei sambil
melangkah maju setindak ke depan.
Sun Gok Kun agak tertegun, kemudian jawabnya :
"Mungkin begitu..."
Jago Pedang Berdarah Dingin tertawa dingin, di atas raut
wajahnya yang tampan terlintas napsu membunuh yang tebal, ia tarik
napas panjang-panjang lalu menatap wajah Sun Gok Kun dengan
sinar mata tajam, serunya :
"Hmmm! Kau hendak bertempur melawan aku hanya
mengandalkan kekuatan dari kalian beberapa orang saja?"
Sun Gok Kun tercekat hatinya, ia merasakan suatu firasat yang
kurang menguntungkan buru-buru katanya :
"Siapa engkau? Aku rasa engkau pasti bukan seorang manusia
yang tak bernama bukan?? Antara kami Komplotan Tangan Hitam
dengan dirimu toh tak pernah terikat oleh dendam atau pun sakit hati,
buat apa kau mencampurkan diri dalam persoalan ini? Ketahuilah
campur tanganmu kemungkinan besar akan menghambat masa
depanmu dalam dunia persilatan..."
"Hmmm! Jika engkau sudah tahu siapakah sahabatku ini, maka
kau tak akan berani mengucapkan kata-kata yang sombong dan gede
seperti itu!" ujar Gan In dingin.
Sun Gok Kun menjengek sinis.
"Belum pernah Komplotan Tangan Hitam merasa jeri terhadap
orang lain, manusia she Gan! Engkau tak usah menggunakan kata-
kata yang gede untuk menggertakkami, setelah engkau melihat
tindakan yang akan kami lakukan terhadap dirimu, maka engkau baru
akan tahu sampai di manakah kelihayan dari anggota Komplotan
Tangan Hitam kami..."

1200
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Sahabatku ini she-Pek, orang kangouw pada menyebut


Jago Pedang Berdarah Dingin kepadanya, hey orang she Sun kalau
ingin mengunjukkan keganasanmu sekarang boleh engkau
perlihatkan..."
Sekujur badan Sun Gok Kun gemetar keras setelah mendengar
perkataan itu, setiap patah kata dari lawannya seakan-akan anak panah
yang menembusi ulu hatinya, ia tak menyangka kalau Jago Pedang
Berdarah Dingin yang tersohor karena kelihayannya serta
ketelengasannya itu adalah sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah,
andaikata pihak lawan bisa memperoleh bantuan dari seorang jago
lihay itu, bukankah itu berarti bahwa pihak Komplotan Tangan Hitam
akan menemui seorang musuh tangguh lagi...
Dengan hati bergidik gumamnya :
"Jago Pedang Berdarah Dingin... Jago Pedang Berdarah
Dingin..."
"Hmmm! Apakah engkau merasa tidak terlalu lambat baru
mengetahui kalau dia adalah Jago Pedang Berdarah Dingin?" ejek
Gan In sinis.
Sun Gok Kun tidak melayani sindiran orang, sambil memberi
hormat kepada Pek In Hoei katanya :
"Antara Komplotan Tangan Hitam dengan saudara boleh dibilang
bagaikan air sumur tidak saling mengganggu air sungai, aku harap
Pek heng suka berpeluk tangan dan tidak mencampurkan diri dalam
persoalan ini, kalau engkau suka mengundurkan diri sekarang juga...
heeehhh... heeehhh... tentu saja aku merasa amat berterima kasih..."
"Boleh saja kalau engkau tidak inginkan aku mencampuri urusan
ini," jawab Pek In Hoei dengan nada dingin, "apakah engkau dapat
menyanggupi satu permintaanku?"
"apakah permintaanmu itu?" tanya Sun Gok Kun tertegun.
"Bubarkan Komplotan Tangan Hitam, dan hiduplah sebagai
manusia yang baru!"

1201
Saduran TJAN ID

Sun Gok Kun tertawa dingin, ia merasa permintaan yang diajukan


Jago Pedang Berdarah Dingin terlalu bersifat kekanak-kanakan,
bahkan menggelikan sekali.
"Maaf... seribu kali mohon maaf," katanya, "permintaan yang kau
ajukan sulit untuk kami sanggupi sebab kedudukanku di dalam
Komplotan Tangan Hitam tidak lebih hanya seorang ketua regu, di
atas kami masih atas yang memberi perintah, oleh sebab itu
maafkanlah aku jika permintaanmu itu tak dapat kuterima..."
"Hmmmm! Lalu siapakah pemimpin dari Komplotan Tangan
Hitam???" bentak Pek In Hoei sambil mendengus.
Sun Gok Kun kembali gelengkan kepalanya.
"Pertanyaanmu itu juga tak dapat kujawab!" sahutnya.
"Criiinng...!" di tengah dentingan nyaring sekilas cahaya tajam
yang menyilaukan mata terpancar keluar dari tangan Gan In, sambil
mencekal pedang yang terhunus ia melotot ke arah Sun Gok Kun
sambil bentaknya gusar :
"Bajingan she Sun, kalau engkau tak mau menjawab maka aku
akan memaksa dirimu dengan kekerasan!"
"Kalau ingin berkelahi sih gampang sekali," seru Sun Gok Kun
sambil ulapkan tangannya, "lagi pula tugas yang kubawa kali ini
adalah untuk memetik batok kepala anjingmu, karena itulah kami
sengaja pasang jerat untuk memancing engkau berada di sini, tak
mungkin bisa turun lagi dengan selamat. Gan In! Lebih baik kita
selesaikan persoalan ini di ujung senjata..."
Di kala dia ulapkan tangannya, enam orang pria dengan
membentuk lingkaran busur telah bergerak maju ke depan, bayangan
pedang berkilauan dan sama-sama mengurung tubuh orang she Gan
itu.
Melihat dirinya dikepung oleh enam orang jago lihay dari
Komplotan Tangan Hitam, Gan In segera tertawa dingin, jengeknya :
"Sahabat, aku orang she Gan tak akan membuat kalian jadi
kecewa..."

1202
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pedangnya berputar di angkasa menciptakan sekilas bayangan


pedang yang tajam, walaupun Gan In berada di tengah kepungan
enam orang jago lihay akan tetapi ia sama sekali tidak kelihatan jeri,
dengan suara keras orang itu membentak, pedangnya menekan ke
bawah dan didorong lima cun ke depan, dalam waktu singkat ia sudah
mengirim satu serangan kilat ke arah musuh-musuhnya.
Jurus serangan yang dia pergunakan aneh sekali, dalam satu
gerakan yang sama ternyata ke-enam orang itu sama-sama sudah
terserang olehnya pada bagian tubuh yang berbeda.
Namun ke-enam orang jago lihay dari Komplotan Tangan Hitam
bukanlah manusia sembarangan, tubuh mereka segera bergerak
menghindarkan diri dari ancaman pedang Gan In yang tajam, diikuti
bentakan keras bergema di udara dan enam bilah pedang dengan
menciptakan diri jadi sekilas cahaya langsung mengurung tubuh Gan
In.
Wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ini jadi tertegun, dia
tak mengira kalau anggota Komplotan Tangan Hitam yang
dijumpainya pada saat ini merupakan jago-jago yang berkepandaian
tinggi, hatinya tercekat dan segera bentaknya dengan gusar :
"Sun Gok Kun sungguh luar biasa para pembantu yang kau bawa
pada hari ini!"
Sun Gok Kun tertawa bangga, jawabnya :
"Semua anggota Komplotan Tangan Hitam adalah jago-jago
kangouw yang punya pengalaman luas. Gan In! Jika hari ini engkau
dapat meloloskan diri dari tempat ini, maka aku Sun Gok Kun tak
akan memakai she Sun lagi..."
Gan In jadi teramat gusar, secara beruntun dia lancarkan enam
buah bacokan ke depan, makinya dengan gusar :
"Engkau si anak kura-kura cucu monyet... she apa yang hendak
kau gunakan aku tak ambil peduli, aku hanya ingat bahwa engkau dan
ayahmu pernah menggunakan satu bini yang sama, bukankah
begitu??"

1203
Saduran TJAN ID

"Kentut busuk nenekmu...! Sun Gok Kun berkaok-kaok marah.


Hampir saja ia muntah darah saking mendongkolnya, dia ulapkan
tangannya dan dua orang pria segera melangkah maju dengan
tindakan lebar, sambil putar pedang mereka terjun pula ke dalam
gelanggang hingga posisinya saat ini menjadi delapan lawan satu.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak ingin rekannya
dikerubuti, dengan suara dingin ia segera berseru :
"Kalian andalkan jumlah banyak mengerubuti satu orang, apakah
hendak menggunakan sistem roda berputar ??"
Sun Gok Kun jadi tertegun, sahutnya :
"Selamanya Komplotan Tangan Hitam tak pernah
memperhitungkan jumlah orang dalam bertempur..."
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Hmmm... selamanya aku orang she Pek pun tak pernah takut
membunuh orang dalam jumlah yang banyak..."
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu sekilas bayangan
pedang berkelebat dari tangannya, sambil berputar senjata ia
lancarkan sebuah bacokan ke arah salah seorang di antara enam jago
lihay yang sedang mengerubuti Gan In itu.
"Aduuuh...!" darah segar muncrat ke tengah udara mengikuti
berkelebatnya cahaya pedang, jeritan ngeri yang rendah dan serak
seakan-akan dipancarkan oleh seekor makhluk aneh yang terluka
parah, dengan darah berceceran orang itu terkapar ke atas tanah.
Setelah kehilangan seorang musuh tangguh yang mengerubut
dirinya, Gan In merasa tekanan yang mengepung dirinya makin
ringan, semangat dari jago ini seketika bangkit kembali, sembari
tertawa terbahak-bahak serunya :
"Luar bias, Pek heng! Ayoh seorang lagi..."
Pada saat perkataan dari Gan In baru saja lenyap dari
pendengaran, tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin sudah menerjang
ke udara dan menubruk ke dalam gelanggang sambil lancarkan tiga
buah tusukan berantai.

1204
IMAM TANPA BAYANGAN II

Darah segar menyembur ke angkasa dan berhamburan di atas


tanah, kembali ada tiga orang anggota Komplotan Tangan Hitam
roboh terkapar di atas tanah.
Dalam kejutnya tahu-tahu Gan In sudah kehilangan empat orang
musuh tangguh, hal ini membuat semangatnya segera bangkit, dengan
tubuh berlepotan darah ia meneter dua orang musuh lainnya.
Bagaikan sukma gentayangan Pek In Hoei melayang kembali ke
atas tanah, ujarnya :
"Sun Gok Kun, terus terang kuberitahukan kepadamu... orang
banyak dalam pandanganku sama sekali tak ada gunanya, kalau
engkau cerdik maka buanglah senjatamu dan menyerah kepada
Perkumpulan Bunga Merah..."
Sun Gok Kun berdiri menjublak di tempat semula dengan tubuh
kaku, sambil memandang anak buahnya yang terkapar di atas tanah
dalam genangan darah, rasa ngeri terlintas di atas wajahnya, jelas ia
sedang merasa ketakutan karena menjumpai musuh yang tangguh...
Dengan tubuh gemetar dan bulu kuduk pada bangun berdiri,
pikirnya :
"Sungguh cepat gerakan pedang orang ini, seingatku orang inilah
merupakan jago yang paling cepat dalam menggunakan pedangnya...
dalam satu gerakan empat orang telah dibunuh secara konyol... nama
besar manusia berdarah dingin ini benar-benar bukan nama kosong
belaka..."
Dengan wajah diliputi hawa napsu membunuh teriaknya :
"Pek In Hoei, kau berani membunuh anak buah Komplotan
Tangan Hitam kami itu berarti bahwa engkau adalah musuh besar
kami... mulai detik ini semua jago pedang dari Komplotan Tangan
Hitam akan memburu dirimu siang mau pun malam... agar engkau
merasa tidak tenteram... makan tak enak hidup pun tak tenang... agar
setiap hari hidupmu kau lewatkan dalam kesengsaraan..."

1205
Saduran TJAN ID

"Cuuuh....! Kalau cuma andalkan beberapa orang barang


rongsokan macam kalian lebih baik tak usahlah mencari kematian
bagi diri sendiri..." seru Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
Sun Gok Kun jadi semakin gusar, hardiknya :
"Seandainya engkau tahu sampai di manakah kehebatan
Komplotan Tangan Hitam, maka engkau tak akan berani
mengucapkan kata-kata segede itu."
"Aduuuh!" baru saja perkataannya selesai diucapkan, dari tengah
gelanggang kembali berkumandang satu jeritan ngeri yang
menyayatkan hati, seorang pria kekar dengan sempoyongan dan tubuh
bermandi darah mundur sempoyongan dari kalangan pertempuran,
kemudian roboh terjengkang ke atas tanah dan menemui ajalnya
seketika itu juga, usus mengalir keluar dari perutnya dan kematian
orang itu benar-benar mengenaskan sekali.
Setelah berhasil melenyapkan seorang musuh, Gan In putar
pedangnya menerjang ke arah pria terakhir yang masih hidup.
Lelaki itu jadi ketakutan setengah mati, sambil terkencing-
kencing dia buang senjatanya ke atas tanah lalu kabur ke arah hutan
yang sedang terbakar itu.
Gan In tertawa terbahak-bahak, ia segera meloncat maju ke depan
dan siap melakukan pengejaran.
"Saudara Gan, sudah lebih dari cukup modal yang kau peroleh...
biarkanlah di kabur," cegah Pek In Hoei sambil tertawa ringan.
"Membunuh beberapa orang lagi berarti keuntungan bagi kita,
Pek heng! Engkau benar-benar hebat sekali... dalam sekali gebrakan
empat orang sudah kau lenyapkan, jika dibandingkan dengan dirimu...
aku masih terpaut jauh sekali, andaikata bukan engkau yang
menemani aku... Hmm... Hmm... ini hari selembar nyawa aku orang
she Gan telah musnah di tempat ini..."
Sun Gok Kun merasa keder dan ngenes sekali, baru pertama kali
bertempur enam orang jago lihaynya sudah musnah tak berbekas, hal
ini membuat ia jadi gusar sekali, dengan mata melotot teriaknya :

1206
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Bangsat kalian benar-benar berhati kejam!"


Gan In mendengus dingin, katanya :
"Kalau kami dibandingkan perbuatan-perbuatan Komplotan
Tangan Hitam, maka keadaannya bagaikan langit dan bumi. Enam
belas lembar jiwa di dalam perkampungan Nyo kee cung, sembilan
nyawa di lembah Hek-see-kok... Hmm... Hmmm Sun Gok Kun!
Hutangmu sudah bertumpuk-tumpuk dan tak terhitung jumlahnya,
kalau dibandingkan dengan jumlah yang begitu sedikit sebenarnya
masih belum terhitung seberapa..."
Karena marahnya sepasang mata Sun Gok Kun berapi-api,
serunya dengan benci :
"Karena peristiwa ini Perkumpulan Bunga Merah bakal musnah
dari permukaan bumi, di dalam tiga jam kemudian saudara-saudara
kami dari Komplotan Tangan Hitam akan menagih hutan ini beberapa
kali lipat. Gan In! Engkau harus ingat terus hutang berdarah pada hari
ini..."
"Kami akan ingat selalu," jawab Gan In sinis, "kalau engkau
merasa punya kepandaian boleh dikeluarkan semua..."
"Gan-heng," ujar Pek In Hoei sambil mencekal pedang
mestikanya, "kita harus mencari akal untuk menyelesaikan orang-
orang ini..."
"Kejar saja mereka turun gunung," kata Gan In sambil ayun
pedangnya, "di bawah sana ada orang-orangku yang sudah siap
menantikan kehadiran mereka, ini hari paling sedikit kita harus
memberi peringatan kepada orang-orang dari Komplotan Tangan
Hitam agar tahu bahwa masih ada sekelompok kekuatan yang masih
mampu untuk menundukkan mereka..."
Air muka Sun Gok Kun berubah jadi pucat pias bagaikan mayat,
buru-buru serunya :
"Bangsat... kita akan bertemu lagi di lembah Hek-Lan-Tian!"
Rupanya ia sadar bahwa pertarungan yang terjadi pada saat ini
tidak menguntungkan pihaknya, sekali pun bertempur lebih jauh

1207
Saduran TJAN ID

akhirnya yang rugi tetap pihaknya, maka orang itu lantas ambil
keputusan untuk membawa anak buahnya kabur turun gunung.
Dengan cepat Pek In Hoei mengejar dari belakang, serunya :
"Saudara Gan, cepat beritahu kepada saudara-saudara yang
berada di bawah gunung agar menghadang mereka, jangan biarkan
seorang pun di antara orang-orang itu berhasil meloloskan diri..."
Gan In segera bersuit nyaring, dari bawah berkumandang pula
suitan sautan... yang mana berarti bahwa orang-orang di bawah bukit
telah mengetahui maksud wakil ketuanya.
Begitulah Gan In dan Pek In Hoei segera mengejar dari belakang
sambil ayunkan pedangnya terus menerus hal itu membuat anggota
Komplotan Tangan Hitam jadi ketakutan dan segera kabur
secepatnya.
Sementara itu para anggota Perkumpulan Bunga Merah yang
menanti di bawah bukit jadi gelisah dan tidak tenang, setelah
ditunggunya selama hampir satu jam baik Gan In maupun Jago
Pedang Berdarah Dingin tidak memberikan kabar beritanya, terutama
sekali Hee Pek-li, sambil berjalan bolak balik dengan pikiran kusut
gumamnya :
"Mungkinkah sudah terjadi peristiwa di sana??"
Pertapa Nelayan dari Lam-beng gelengkan kepalanya.
"Aaah! Tidak mungkin, Ji tongkee kami cerdik dan cekatan lagi
pula pengalamannya luas sekali, tak mungkin ia bisa terjebak oleh
perangkap orang-orang dari Komplotan Tangan Hitam, lagi pula Jago
Pedang Berdarah Dingin adalah seorang jago lihay dalam dunia
persilatan, dengan kerja sama ke-dua orang itu meskipun jumlah
musuh lebih banyak pun tak akan bisa mengapa-apakan mereka..."
"Yang paling menguatirkan hatiku adalah adanya perangkap di
sana," ujar Hee Pek-li dengan alis berkerut, "meskipun kepandaian
silat yang mereka miliki sangat lihay tak urung kadangkala agak
teledor juga, asal mereka bertindak gegabah dan terjermus ke dalam

1208
IMAM TANPA BAYANGAN II

perangkap musuh... maka... Hmmm... pamor Perkumpulan Bunga


Merah kita niscaya akan merosot..."
Pertapa Nelayan dari Lam-beng adalah seorang jago yang
berpengalaman dan punya pandangan yang luas, mendengar
perkataan itu dia segera menggeleng.
"Mari kita tunggu sebentar lagi, kalau belum juga ada kabar
beritanya maka kita utus dua orang saudara untuk menengok ke
atas..."
Dia angkat kepala ke atas, tiba-tiba ditemuinya kebetulan asap
tebal dari atas bukit dengan hati yang lega segera ujarnya :
"Ooooh...! Gan Ji-tongkee telah menggunakan peluru Pek-lek-
tan-nya, mungkin di atas bukit sudah terjadi pertarungan..."
"Bagaimana kalau kita kirim beberapa orang saudara untuk naik
ke atas memberi bantuan..." kata Hee Pek-li gelisah.
Kembali Pertapa Nelayan dari Lam-beng menggeleng.
"Meskipun bukit ini tidak terlalu tinggi, akan tetapi untuk pulang
balik paling sedikit membutuhkan waktu selama dua jam, sekali pun
kau berhasil mencapai tempat kejadian mungkin pertarungan sudah
berakhir... legakanlah hatimu, kalau ada urusan wakil ketua pasti akan
memberi kabar kepada kita, lebih baik kita atur diri secara baik-baik,
siapa tahu kalau ada anggota Komplotan Tangan Hitam yang
melakukan serbuan secara tiba-tiba..."
Mendengar ucapan itu, pria kekar yang berdarah panas itu tak
bisa berbuat lain kecuali berdiri tegak di tempat semula, pada waktu
itulah dari atas bukit terdengar suitan nyaring, mendengar suitan itu
semua anggota Perkumpulan Bunga Merah merasakan semangatnya
bangkit kembali.
"Siapkan jaring!" seru Pertapa Nelayan dari Lam-beng dengan
suara nyaring, "wakil ketua Gan memerintahkan kita untuk
menangkap orang... cepat bersiap-siap!"
Di hari-hari biasa semua kekuatan ini dari Perkumpulan Bunga
Merah sudah memperoleh didikan yang ketat, begitu menghadapi

1209
Saduran TJAN ID

masalah besar tak seorang pun di antara mereka yang kelihatan gugup
atau kacau, setelah perintah diturunkan maka semua orang segera
siapkan jaring dan menyebarkannya di balik semak yang lebar,
dengan tenang mereka menanti musuh-musuhnya masuk jaring.
"Semua orang sembunyikan diri!" perintah Pertapa Nelayan dari
Lam-beng sambil ulapkan tangannya.
Baru saja jago-jago lihay itu menyembunyikan diri, dari atas
bukit berkumandanglah suara bentakan nyaring, terlihatlah puluhan
sosok bayangan hitam sedang melarikan diri terbirit-birit turun ke
bawah gunung.
Di belakang mereka mengikuti Jago Pedang Berdarah Dingin
serta Gan In, dengan senjata terhunus mereka mengejar dari belakang,
siapa saja di antara anggota Komplotan Tangan Hitam terlambat
sedikit larinya, sebuah tusukan menghantar mereka pulang ke rumah
neneknya.
Dengan tenang Pertapa Nelayan dari Lam-beng menunggu
hingga para anggota Komplotan Tangan Hitam menginjak ke dalam
jaring, kemudian bentaknya keras-keras"
"Jerar jaring..."
Para jago dari Perkumpulan Bunga Merah berlompatan keluar,
tiba-tiba jaring raksasa itu merapat dan para anggota Komplotan
Tangan Hitam yang tidak menyangka kalau mereka masuk perangkap
tak sempat meloloskan diri lagi, mereka semua tertawan dalam jaring
itu.
Melihat jebakannya berhasil, Gan In tertawa terbahak-bahak
serunya :
"Hay nelayan tua, berapa ekor yang luput terjaring..."
"Jangan kuatir, tak seekor pun yang lolos..."
Para anggota Komplotan Tangan Hitam yang sedang melarikan
diri mimpi pun tidak mengira kalau pihak Perkumpulan Bunga Merah
telah mempersiapkan diri menanti, mereka sadar bahwa dirinya

1210
IMAM TANPA BAYANGAN II

terjebak, untuk menyelamatkan diri sudah tak sempat lagi terpaksa


dengan mulut membungkam mereka pasrahkan diri untuk dibekuk.
Gan In menyapu sekejap ke arah musuh yang berhasil ditangkap
itu kemudian tanyanya :
"Eeeei...! Di manakah Sun Gok Kun si keparat cilik itu?"
"Keparat tersebut licik dan banyak akalnya sebelum tiba di kaki
bukit ia sudah membelok ke jalan lain dan melarikan diri," jawab Pek
In Hoei sambil gelengkan kepalanya.
Dalam pergerakan pihak Perkumpulan Bunga Merah kali ini
boleh dibilang telah berhasil merebut kemenangan besar ketika
jumlah tawanan yang berhasil ditangkap dihitung ternyata jumlahnya
ada sembilan orang.
Tentu saja para anggota Perkumpulan Bunga Merah jadi
bergirang hati, sebab selama berlangsungnya pertarungan baru ini hari
mereka berhasil membekuk tawanan dalam jumlah yang banyak,
hanya Pertapa Nelayan dari Lam-beng seorang tetap bermuram durja
sambil gelengkan kepala dengan wajah sedih.
"Eeeei... nelayan tua, mengapa kau tidak senang hati?" tegur Hee
Pek-li dengan hati tercengang.
Pertapa Nelayan dari Lam-beng gelengkan kepalanya berulang
kali.
"Kemenangan yang berhasil kita rebut pada saat ini hanyalah
suatu kemenangan kecil di tengah pertarungan yang kecil pula, kita
tak boleh merasa terlalu puas dan bangga diri. Ketahuilah para
anggota Komplotan Tangan Hitam adalah manusia lihay yang bisa
menerobos setiap lubang kecil yang ada, mungkin saja di kala kita
sedang gembira karena kemenangan ini, mereka lakukan penyergapan
secara tiba-tiba... pada saat itu kita akan jadi gugup dan gelagapan,
dan korban yang berjatuhan di pihak Perkumpulan Bunga Merah pasti
akan besar sekali..."
"Dugaan nelayan tua tepat sekali, kita harus berhati-hati... "
sambung Gan In dengan wajah serius.

1211
Saduran TJAN ID

Hee Pek-li yang kebetulan berada di sisi mereka segera


memandang sekejap ke arah anggota komplotan itu, kemudian
tanyanya :
"Wakil ketua she Gan, bagaimana kita bereskan manusia-
manusia itu?"
Gan In tercengang, untuk beberapa saat lamanya ia tak tahu
bagaimana mesti membereskan para tawanannya, dalam
Perkumpulan Bunga Merah orang ini tersohor sebagai orang yang
cerdik, tetapi ketika itu ia jadi serba salah juga dibuatnya.
Satu ingatan berkelebat dalam benaknya dan ia pun berpikir :
"Apa yang harus kulakukan terhadap tawanan-tawanan itu,
haruskah ku bunuh mereka..."
Meskipun ia benci terhadap kejahatan dan orang-orang yang
berhati kejam, akan tetapi Gan In merasa tak tega untuk menjatuhi
hukuman yang setimpal terhadap mereka, kalau suruh ia lepaskan
orang itu sudah tentu dia tak sudi, karena kesulitan akhirnya ia
bertanya :
"Bagaimana pendapat dari nelayan tua?"
Pertapa Nelayan dari Lam-beng tersenyum.
"Semua anggota Komplotan Tangan Hitam merupakan manusia-
manusia kejam yang berhati ular kalau kita bunuh mereka semua
rasanya tak tega, menurut pendapatku lebih baik kita musnahkan saja
ilmu silat yang mereka miliki, daripada di kemudian hari mereka
lakukan perbuatan-perbuatan jahat lagi yang mengganggu
ketenteraman masyarakat..."
"Usulmu memang amat bagus," kata Gan In sambil mengangguk,
"baiklah, kita jatuhi hukuman tersebut kepada mereka semua, di
manakah pos kita selanjutnya???"
"Hek-Lan-Tian! Tempat itu merupakan markas besar Komplotan
Tangan Hitam, mungkin saja di tempat itu kita bakal melangsungkan
satu pertarungan yang seru, sampai waktunya kita harus berhati-
hati..."

1212
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalau begitu kita segera berangkat ke Hek-Lan-Tian!" kata Gan


In kemudian sambil ulapkan tangannya.
Para jago dari Perkumpulan Bunga Merah benar-benar
mempunyai pendidikan yang keras, setelah perintah diturunkan maka
berangkatlah rombongan itu secara teratur.
Gan In menjura kepada Pek In Hoei dan tanyanya :
"Pek-heng, apakah engkau bersedia untuk ikut kami menuju Hek-
Lan-Tian..."
"Komplotan Tangan Hitam adalah bibit bencana bagi umat
manusia," ujar Pek In Hoei sambil tertawa, "apabila aku bisa gunakan
kesempatan ini untuk melenyapkan bencana dari permukaan bumi,
hal itu merupakan suatu pekerjaan yang sangat baik. Gan-heng! Ayoh
kita berangkat..."
"Kesetia-kawanan Pek-heng terhadap kami benar-benar luar
biasa, aku mewakili seluruh sahabat dari anggota perkumpulan kami
ucapkan banyak terima kasih atas kesediaan Pek heng, di kemudian
hari bila engkau butuhkan tenaga bantuan dari Perkumpulan Bunga
Merah asal Pek-heng katakan maka kita semua pasti akan bersedia
menyumbang tenaga..."
Buru-buru Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Tolong menolong sudah merupakan suatu kejadian yang lumrah
dalam dunia persilatan harap saudara Gan tak usah pikirkan di dalam
hati, cuma aku merasa agak heran apa sebabnya Komplotan Tangan
Hitam selalu memusuhi perkumpulan kalian? Permusuhan apakah
yang terikat di antara ke-dua perkumpulan ini..."
"Aaaaai...!" dengan sedih Gan In menghela napas panjang,
"tujuan dari perkumpulan kami adalah melakukan perjuangan yang
bermanfaat serta menguntungkan pihak dunia persilatan, tidak lama
setelah perkumpulan kami berdiri, Komplotan Tangan Hitam pun
munculkan diri, mereka berulang kali mengutus orang untuk
mengundang perkumpulan kami menggabungkan diri dengan pihak
mereka, tentu saja kami tak sudi berkomplot dengan manusia-manusia

1213
Saduran TJAN ID

semacam itu, maka sejak itulah anggota Komplotan Tangan Hitam


melakukan pembunuhan-pembunuhan sadis terhadap anggota kami,
dalam persoalan apa pun mereka selalu memusuhi kami..."
"Ooooh...! Apakah kalian gagal untuk menyelidiki siapakah
pemimpin dari Komplotan Tangan Hitam?"
"Kalau dibicarakan sungguh memalukan sekali, di hari-hari biasa
anggota mereka berdandan seperti orang biasa, membuat kami sama
sekali tak tahu apakah mereka anggota Komplotan Tangan Hitam atau
bukan, kadangkala di waktu mereka berdiri di sisimu nampak seperti
orang jujur, tetapi dalam suatu serangan yang mendadak justru orang
itulah yang menghabisi jiwa kita, mengenai pemimpin mereka... aaai!
lebih misterius lagi orang itu bagaikan naga yang nampak ekor tak
nampak kepalanya!"
Bicara sampai di sini dia menghela napas panjang dan
membungkam dengan wajah kesal.
Sepanjang perjalanan menuju Hek-Lan-Tian, anggota
Komplotan Tangan Hitam tak nampak munculkan diri lagi, ketika
mereka hampir memasuki wilayah musuh, Gan In segera
menginstruksikan para anggotanya untuk bertindak lebih berhati-hati
sebab dalam keadaan begitu pihak lawan setiap saat mungkin
munculkan diri.
Suatu ketika Hee Pek-li munculkan diri dan bertanya :
"Wakil ketua Gan, kita akan bermalam di mana??"
"Pasang tenda di depan Hek-Lan-Tian!"
"Apakah kita tidak masuk kota..." tanya Hee Pek-li tertegun.
Dengan alis berkerut Gan In menggeleng.
"Sebagian besar orang yang ada di Hek-Lan-Tian merupakan
anggota Komplotan Tangan Hitam yang menyaru, kalau kita masuk
ke sana maka kemungkinan besar akan mendapat serangan atau
sergapan dari mereka, untuk menghindari jatuhnya korban yang tak
berguna, lebih baik kita berkemah di luar kota saja..."

1214
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tiga jam km kota Hek-Lan-Tian sudah berada di depan mata,


kota ini tersohor karena nama sebuah kedai yang bernama Hek lan-
jian, sebagian besar penduduknya berdagang dan suasana di dalam
kota ramai sekali.
Gan In segera memerintahkan anak buahnya mendirikan kemah
di luar kota tersebut, para anggota Perkumpulan Bunga Merah yang
sudah biasa hidup dalam pengembaraan segera mengerjakan tugasnya
masing-masing dengan lancar. Sementara mereka sedang sibuk
bekerja, tiba-tiba dari dalam kota Hek-Lan-Tian muncul
serombongan manusia, di antaranya terdapat para pekerja kasar yang
memikul bahan makanan dan minuman, dua orang berdandan majikan
memimpin mereka di paling depan.
Salah seorang di antaranya berdandan kakek bermuka putih
berjenggot lebat, ia mengaku sebagai salah seorang hartawan dari kota
Hek-Lan-Tian yang sengaja datang untuk menjumpai Gan In.
Dengan cepat wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ini
munculkan diri, ujarnya :
"Lo sianseng, ada urusan apa engkau mencari diriku??"
Hartawan itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... nama besar dari komandan Gan
sudah tersohor sampai di man-man, sudah lama aku mengaguminya,
terutama sekali perjuangan Perkumpulan Bunga Merah yang
memberantas Komplotan Tangan Hitam membuat semua pedang di
kota Hek-Lan-Tian merasa amat gembira, aku diajukan sebagai wakil
di antara mereka untuk menyampaikan sedikit hadiah untuk kalian
semua..."
"Memberantas kejahatan dari muka bumi adalah kewajiban dari
kita semua, harap Lo sianseng jangan sungkan-sungkan," sahut Gan
In sambil tertawa hambar, "perkumpulan kami tidak ingin
mengganggu ketenangan kota kalian, maka kami tidak bersedia
masuk kota..."

1215
Saduran TJAN ID

"Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih dahulu..."


hartawan itu ulapkan tangannya dan para pekerja kasar pun
menurunkan barang bawaannya.
"Lo sianseng, harap engkau bawa pulang barang-barang itu,
pihak kami..."
"Aaaah, cuma sedikit barang bawaan sebagai tanda hormat kami,
jika Gan Ji tong-kee tak mau menerima, bagaimana aku bisa
mempertanggung-jawabkan diri..."
Habis berkata ia segera memberi hormat dan buru-buru berlalu
dari tempat itu.
Gan In jadi gelengkan kepalanya karena kehabisan akal.
"Lo sianseng, terima kasih atas pemberianmu..." serunya.
Dengan sorot mata tajam ia melirik sekejap ke arah barang-
barang hadiah itu, sebagai seorang jago yang berpengalaman dari
kemunculan sang hartawan yang mendadak kemudian berlalu dengan
tergesa-gesa timbullah kecurigaan dalam hatinya.
Kepada Hee Pek-li segera perintah :
"Cobalah barang-barang itu, apakah beracun atau tidak??"
Hoa Pek Tuo ambil keluar sebatang jarum perak dan memeriksa
semua barang bawaan itu namun sama sekali tidak menunjukkan
gejala racunnya, hal ini membuat jago tersebut gelengkan kepalanya
dengan wajah tercengang bercampur bingung.
"Malam ini perketat penjagaan di sekitar sini," ujar Gan In
dengan wajah serius, "lebih baik barang-barang itu disingkirkan saja,
ketahuilah permainan setan pihak Komplotan Tangan Hitam paling
banyak, setiap saat kita harus selalu waspada..."
Hee Pek-li berlalu untuk menjalankan perintah, Gan In sendiri
sudah melakukan perondaan setiap kemah ia memberi pesan khusus
kepada para penjaga malam...
Suasana sunyi dan hening... udara cerah dan angin malam
berhembus sepoi-sepoi, ketika kentongan ke-tiga sudah lewat,
sebagian besar anggota Perkumpulan Bunga Merah sudah tertidur

1216
IMAM TANPA BAYANGAN II

sementara beberapa orang penjaga malam pun mulai merasakan


matanya amat berat...
Pada saat itulah dari balik semak belukar muncul beberapa sosok
bayangan hitam, setelah memadamkan lampu di sekitar situ mereka
cabut pedang dan menyerbu ke dalam kemah.
Sungguh cepat gerakan tubuh orang-orang itu, di tengah
kegelapan malam jeritan ngeri berkumandang memecahkan
kesunyian, disusul suara bentakan gusar dari Pek In Hoei
memecahkan ketenangan :
"Gan heng, ada sergapan..."
Dengan lincah tubuhnya menerjang ke muka, pedang mestika
penghancur sang surya berkilauan memancarkan cahaya tajam, ketika
para penyergap menyaksikan bahwa di antara anggota Perkumpulan
Bunga Merah ada yang tidak mabok oleh obat pemabok, mereka
nampak tertegun kemudian sambil membentak segera menerjang ke
arah Pek In Hoei.
Cahaya pedang berkilauan, semburan darah membasahi seluruh
permukaan... dengan perkasa Pek In Hoei membinasakan dua orang
musuh yang sedang menerjang ke muka itu... kelihayannya ini kontan
mengejutkan musuh yang lain hingga mereka mundur kembali ke
belakang.
Pada saat itulah Gan In sudah menerjang datang, bentaknya
dengan penuh kegusaran :
"Jangan lepaskan seorang pun di antara mereka..."
Dalam perkiraan Komplotan Tangan Hitam, usaha mereka kali
pasti akan berhasil dan para anggota Perkumpulan Bunga Merah bisa
dibunuh sampai ludes, siapa tahu di tengah jalan muncul tokoh sakti
yang segera membabat rekan-rekannya, hal ini membuat mereka jadi
ketakutan dan segera melarikan diri terbirit-birit.
Pertapa Nelayan dari Lam-beng dengan bersenjatakan pancingan
secara beruntun membinasakan empat orang musuh, sedang Pek In
Hoei serta Gan In membinasakan enam orang, kerugian yang diderita

1217
Saduran TJAN ID

pihak Komplotan Tangan Hitam kali ini besar sekali, namun pada
pihak Perkumpulan Bunga Merah sendiri kerugian yang diderita
boleh dibilang cukup parah juga..."
Menyaksikan kesemuanya itu Gan In menghela napas panjang,
ujarnya :
"Kita sudah terkena tipu muslihat dari hartawan keparat itu..."
"Aku akan pergi menghitung jumlah anggota kita yang selamat,"
kata Pertapa Nelayan dari Lam-beng sambil menggigit bibir, "Ji tong-
kee, engkau tak usah bersedih hati..."
Memandang bayangan punggung Pertapa Nelayan dari Lam-
beng yang berlalu Gan In merasa matanya mengembang air mata, ia
tak ingin merasakan kekalahan yang mengenaskan itu dan tak ingin
menyaksikan wajah-wajah para korban yang mati dalam keadaan
mengenaskan itu...
"Undang kemari Hee Pek-li..." teriaknya kemudian dengan suara
mendongkol.
Akhirnya Hee Pek-li disadarkan oleh Pertapa Nelayan dari Lam-
beng dengan guyuran sebaskom air dingin, dengan wajah ketakutan
ia lari menghadap, mukanya pucat dan badannya gemetar.
"Ji tongkee..." serunya.
"Hmmm! Mengapa para anggota kita bisa jatuh tak sadarkan
diri?? Ayoh jawab..." bentak Gan In dengan suara keras.
"Ketika kulihat barang-barang yang diberikan hartawan itu tak
mengandung racun dan merasa sayang kalau dibuang, maka aku telah
bagikan kepada mereka..." Hee Pek-li dengan suara gemetar,
"sungguh tak nyana makanan itu mengandung obat pemabuk yang tak
berwujud..."
"Hmmm! Tahukah kamu berapa banyak anggota kita yang jadi
korban akibat keteledoranmu itu?"
"Delapan orang meninggal dan enam orang terluka," ujar Pertapa
Nelayan dari Lam-beng, "sebagian besar dibunuh pada saat tak

1218
IMAM TANPA BAYANGAN II

sadarkan diri, Ji tongkee... harap engkau suka memberi petunjuk


dalam mengurusi layon mereka..."
"Aturlah sendiri..."
Pertapa Nelayan dari Lam-beng menghela napas panjang.
"Aaaaai...! Inilah pelajaran berdarah bagi kita semua, kita harus
balaskan dendam untuk para anggota kita yang mati, Ji tongkee harap
engkau suka mengutus seorang anggota untuk menemui ketua kita,
bagaimana juga kita harus melangsungkan suatu pertempuran terbuka
melawan Komplotan Tangan Hitam..."
"Benar! Terpaksa kita harus undang kehadiran dari ketua..."
jawab Gan In dengan sedih, setelah melotot sekejap ke arah Hee Pek-
li dengan pandangan gemas, serunya lagi dengan gusar :
"Hmmm! Semuanya ini adalah gara-gara keteledoranmu... coba
lihat begitu banyak anggota kita yang mati... menurut peraturan
perkumpulan atas dosamu itu kau bisa dijatuhi hukuman mati..."
Peraturan Perkumpulan Bunga Merah ketat sekali, peduli siapa
pun yang melanggar kesalahan maka dia akan dijatuhi hukuman
sesuai dengan peraturan, Hee Pek-li sebagai kepala regu tentu saja
mengetahui jelas tentang peraturan itu, dengan badan gemetar buru-
buru sahutnya :
"Tecu bersedia menjalankan hukuman sesuai dengan peraturan,
tapi tecu harap agar pelaksanaan hukuman bisa diundur lebih dahulu,
aku hendak balaskan dendam lebih dahulu untuk para saudara yang
telah meninggal kemudian baru melaksanakan hukuman..."
Saking sedihnya ia mengucurkan air mata, lanjutnya kembali :
"Hamba bukanlah seorang pengecut yang takut mati, tetapi
hamba merasa penasaran kalau tidak membunuh bangsat-bangsat itu
dengan tangan sendiri, aku ingin balaskan dendam bagi saudara-
saudara kita lebih dahulu, agar sukmaku di alam baka nanti bisa
peroleh ketenangan, dengan begitu hamba tak usah malu menjumpai
saudara kita yang berada di sana, rasa sedih dalam hatiku pun akan
jauh berkurang..."

1219
Saduran TJAN ID

"Ji tongkee, aku ada satu permintaan..." tiba-tiba Pertapa Nelayan


dari Lam-beng berkata.
"Nelayan tua, kau ada urusan apa???"
Haruslah diketahui meskipun di hari-hari biasa para jago perkasa
ini sering kali bergurau dan tak pernah membedakan tentang tingkatan
usia, akan tetapi setelah terjadinya suatu persoalan mereka semua
bersikap serius sekali.
Dalam Perkumpulan Bunga Merah kedudukan Pertapa Nelayan
dari Lam-beng jauh di bawah kedudukan Gan In, maka dari itu dalam
melakukan sesuatu apa pun ia tak berani berlaku gegabah dan
semuanya menurut aturan.
Terdengar nelayan tua itu menghela napas panjang dan berkata :
"Sekarang adalah saat bagi kita membutuhkan orang lebih
banyak, satu orang berarti tenaga kekuatan kita bertambah besar,
menurut pendapatku hukuman bagi Hee Pek-li tidak pantas kalau
dilaksanakan pada saat ini..."
"Lalu menurut pendapatmu???"
"Menurut pendapatku lebih baik untuk sementara waktu kita
pertahankan jiwa Hee Pek-li, jika Komplotan Tangan Hitam telah kita
musnahkan barulah saat itu hukuman dilaksanakan, bila selama ini
Hee Pek-li banyak melakukan pahala maka sudah sepantasnya kalau
kita memberi kesempatan hidup baginya..."
"Baik!" ujar Gan In kemudian setelah berpikir sebentar, "untuk
sementara waktu kukabulkan permintaan itu, tetapi engkau harus
ingat bahwa selama penundaan pelaksanaan hukuman ini kau si
nelayan tualah yang bertanggung jawab atas segala-galanya,kalau
sampai terjadi keonaran maka engkau pun akan kujatuhi hukuman!"
"Aku bersedia memikul tanggung jawab..."
Dengan penuh kesedihan berlalulah Hee Pek-li dari situ, mereka
sibuk mempersiapkan penguburan bagi rekan-rekannya hingga tanpa
terasa fajar telah menyingsing...

1220
IMAM TANPA BAYANGAN II

Di tengah munculnya cahaya sang surya yang menerangi seluruh


jagad, para anggota Perkumpulan Bunga Merah dengan wajah
murung memandang delapan buah gundukan tanah baru di hadapan
mereka, di situlah ke delapan orang rekan mereka bersemayam.
Selesai melakukan upacara penguburan Gan In mengutus seorang
anggota untuk menyelidiki gerak gerik Komplotan Tangan Hitam lalu
mengutus pula seorang anggota untuk menghubungi ketua mereka,
sesudah itu dengan wajah uring-uringan mereka kembali ke dalam
kemahnya masing-masing.
Siangnya setelah bersantap, baru saja Gan In hendak mengajak
Pek In Hoei untuk menyelami keadaan lawan di kota Hek-Lan-Tian,
tiba-tiba dari depan muncul tiga ekor kuda, dengan cepatnya ke-tiga
ekor kuda itu meluncur datang.
Dalam waktu singkat di hadapannya telah berdiri tiga orang pria
kekar, sambil angsurkan sebuah kartu merah yang besar katanya :
"Nah, terimalah surat tantangan bertempur dari kami!"
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya kembali :
"Kami mendapat perintah dari pemimpin kami untuk
mengundang para saudara dari Perkumpulan Bunga Merah untuk
berjumpa di bukit Siau-In-San kurang lebih sepuluh lie dari sini..."
Kemudian ia melirik sekejap ke arah Pek In Hoei dan
menambahkan :
"Mungkin engkaulah yang disebut Jago Pedang Berdarah Dingin
Pek toa enghiong???"
"Sedikit pun tidak salah," jawab Pek In Hoei sambil mendengus,
"ada urusan apa..."
"Hemmmm... aku Mao Bong sudah lama mengagumi nama besar
Pek toa enghiong..."
Diam-diam Pek In Hoei dan Gan In merasa terkejut mendengar
nama itu, mereka tak menyangka kalau Lak Ci Kiam atau Pedang
Enam Jari Mao Bong yang tersohor di wilayah Kam-siok merupakan
utusan dari Komplotan Tangan Hitam, jika ditinjau dari perbuatannya

1221
Saduran TJAN ID

yang jahat serta namanya yang tersohor kejadian ini benar-benar ada
di luar dugaan.

Bagian 45
"OOOOH! Kiranya Mao toa-enghiong," seru Pek In Hoei, "Mao-heng
hidup makmur di wilayah Kam-siok sebagai raja, mau apa engkau
datang kemari sebagai utusan orang? Apakah sudah ganti pekerjaan
sebagai penyamun..."
Mao Bong tertawa dingin.
"Aku sendirilah yang mengajukan diri secara suka rela untuk
menghantar surat tantangan tersebut, tujuanku bukan lain adalah
untuk menyaksikan manusia macam apakah Jago Pedang Berdarah
Dingin yang amat tersohor namanya di wilayah selatan itu, Hehmm...
heeehhmmm... orangnya sih lumayan, cuma sayang terlalu lembut..."
Rupanya ia merasa curiga atas ketenaran nama Pek In Hoei yang
dianggapnya masih terlalu muda itu, sedikit banyak hatinya merasa
agak kecewa juga setelah bertemu dengan orangnya sesudah jauh-
jauh dari wilayah Kam-siok datang kemari dengan tujuan bertemu
dengan jago muda itu.
"Hmmm! Meskipun usia Pek sau-hiap masih muda namun ilmu
silatnya tidak muda lagi," seru Gan In dengan suara dingin, "janganlah
menganggap setelah engkau menempati kursi pertama di wilayah
Kam-siok lantas dalam pandanganmu tiada orang pintar lagi,
ketahuilah jago lihay yang ada dalam Bu-lim banyak sekali, dan
engkau Mao Bong masih belum terhitung seberapa..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " Mao Bong tertawa seram,
"perkataanmu enak benar kalau dinikmati, aku orang she Mao
memang belum pernah menjumpai keadaan seperti ini saudara Gan,
kedatanganku kemari bukanlah untuk menengok dirimu, karena itu
lebih baik tutup saja mulut anjingmu itu..."
"Ooooh! Jadi kalau begitu Mao-heng sangat memandang tinggi
diriku!..." seru Pek In Hoei sambil tertawa hambar.
1222
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Memandang tinggi apa? Sungguh mengecewakan


sekali..."
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Engkau sendiri pun tak terhitung seberapa hebat, aku rasa tidak
lebih engkau cuma seorang jago bayaran..."
"Apa kau bilang???" teriak Mao Bong sambil melototkan
matanya bulat-bulat, "engkau anggap aku orang she Mao cuma
seorang jago bayaran? Hmmm... Pek In Hoei, kau jangan terlalu
pandang rendah diriku, selama berada di wilayah Kam-siok asal aku
Mao Bong berteriak maka semua orang akan memanggil diriku
sebagai Mao toako, kau ini cuma manusia apa?? Bocah cilik yang
masih ingusan dan paling banter baru belajar ilmu pedang beberapa
hari, berani betul engkau tak pandang sebelah mata kepadaku...
hmm... hmmm... engkau terlalu halus sahabat..."
"Haaaah... haaaah... haaaah...... kiranya begitu, maaf... maaf... "
seru Gan In secara tiba-tiba.
"Apa maksudmu?" tanya Mao Bong dengan wajah tertegun.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau engkau berteriak maka orang
akan sebut dirimu sebagai Mao toako, tahukah engkau jiwa Pek toako
kami ini yang berteriak, apa sebutan orang kepadanya..."
"Orang sebut dia sebagai apa??"
"Ooooh... bapakku..."
Mao Bong tidak menyangka kalau Gan In sedang memperolok-
olok dirinya, apalagi ketika diingat betapa keras gelak tertawa orang
itu, saking mendongkolnya dia segera membentak keras, cambangnya
pada berdiri semua bagaikan landak, teriaknya dengan amat gusar :
"Beranikah engkau berduel melawan aku orang she Mao..."
"Selama berlangsung konfrontasi antara dua negara, selamanya
utusan ke-dua belah pihak tak berani diganggu, aku tak sudi bertarung
melawan dirimu pada saat ini, jika Mao-heng punya kegembiraan
maka silahkan mencoba waktunya berada di gunung Siau-in-san

1223
Saduran TJAN ID

nanti, lebih baik sekarang simpanlah tenagamu dan pamerkan saja


kemampuan di bukit Siau-in-san nanti..."
"Hmmm! Aku sudah tahu kalau engkau tak berani..."
"Huuuh...! Engkau toh cuma seorang jago bayaran.. ketahuilah
aku adalah seorang wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah, aku
tak sudi ribut-ribut dengan jago bayaran macam dirimu itu... Mao-
heng sekarang kamu boleh berlalu dari sini..."
"Hmmm! Manusia yang ada di sini tidak lebih hanya
serombongan gentong nasi..." teriak Mao Bong dengan gemas.
"Apa yang kau katakan??" tegur Pek In Hoei sambil melangkah
maju ke depan.
Mao Bong melirik sekejap ke arah Pek In Hoei dengan
pandangan dingin, lalu teriaknya :
"Aku bilang manusia yang berkumpul di sini tidak lebih cuma
serombongan gentong nasi!"
Plaaak! Ploook!
Dengan suatu gerakan yang amat cepat Jago Pedang Berdarah
Dingin ayunkan telapaknya memerseni dua gablokan keras ke atas
wajah Mao Bong, begitu keras gablokan tersebut membuat tubuh sang
jago dari wilayah Kam-siok ini mundur beberapa langkah ke belakang
dengan sempoyongan.
Pek In Hoei tertawa dingin, serunya :
"Anggaplah gablokan tersebut sebagai suatu peringatan bagi
kamu si keparat yang bermulut anjing, lain kali kalau berani bicara
sembarangan lagi... Hmmmm jangan salahkan kalau mulutmu akan
kurobek sampai telinganya..."
Meminjam kesempatan baik itu Gan In pun mengejek tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sahabat Mao, andaikata engkau
mencari diriku maka akibatnya tak akan separah itu, siapa suruh kamu
cari gara-gara dengan Pek-heng, Heeeeh... heeeeh... heeeeh... dia sih
tak suka bicara seperti diriku ini..."

1224
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kamu berani memukul aku??" bentak Mao Bong dengan penuh


kebencian... "Hmmm... Hmmm... rupanya kamu memang benar-benar
sudah bosan di kolong langit..."
Selama berada di wilayah Kam-siok ia menduduki kursi pertama,
selama hidup hingga kini boleh dibilang belum pernah mengalami
peristiwa memalukan seperti ini, kontan hawa amarah berkobar
hingga seluruh ototnya pada menonjol keluar, matanya berapi-api dan
air mukanya berubah jadi merah padam...
"Apa salahku?" jawab Pek In Hoei dengan nada menghina, "aku
toh cuma menggablok gentong nasi yang sesungguhnya..."
"Bajingan... aku hendak cabut jiwa anjingmu..." jerit Mao Bong
dengan kalap.
Criiing...! Sekilas cahaya pedang bergetar dari tangannya, setelah
menggetar sebentar kemudian berputar membentuk gerakan lingkaran
busur di udara, laksana kilat ia bacok tubuh pemuda itu.
"Hmmm! Bagus sekali," jengek Pek In Hoei dengan hawa napsu
membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, "aku hendak memberi
suatu tanda mata di atas tubuhmu, agar semua anggota Komplotan
Tangan Hitam tahu bahwa Mao Bong dalam pandanganku tidak lebih
cuma seorang badut cilik, seorang kerbau tua yang pandainya cuma
mengibul..."
Tubuhnya meloncat maju ke depan dan menerobos lewat di
bawah sambaran pedang lawan, gerakan tubuh yang begitu hebat
benar-benar mengerikan hati orang yang melihat, sekalipun meluncur
lewat di bawah senjata musuh namun tubuhnya sama sekali tidak
terluka.
Criiing...! Pek In Hoei meloloskan pedang penghancur sang
surya-nya dari dalam sarung, bayangan senjata meluncur ke muka dan
memaksa Mao Bong tak mampu membuka matanya kembali.
"Itukah pedang mestika penghancur sang surya??" bisiknya
dengan suara gemetar.

1225
Saduran TJAN ID

"Sedikit pun tidak salah, engkau dapat mencicipi bagaimana


rasanya pedang mestika dari partai Thiam cong ini, boleh dikata
perjalananmu kali ini sama sekali tidak sia-sia belaka..."
Sambil berkata pedang mestika penghancur sang surya-nya
menggetarkan tiga titik cahaya tajam di udara, di tengah getaran yang
enteng ke-tiga titik cahaya tersebut dengan mengandung desiran angin
tajam segera menggulung ke muka.
Air muka Mao Bong berubah hebat, pikirnya :
"Ooooh... rupanya ilmu pedang yang dia miliki luar biasa juga..."
Dia sendiri pun merupakan seorang ahli pedang maka barang
siapa pun memainkan satu jurus serangan dengan cepat dia akan
mengetahui sampai di manakah taraf tenaga dalam yang dimiliki
lawannya. Karena itulah meskipun Pek In Hoei cuma mengayunkan
pedangnya akan tetapi Mao Bong sudah menyadari bahwa hari ini dia
telah menjumpai musuh tangguh.
Ia tak berani melawan serangan musuh dengan kekerasan,
pedangnya secara beruntun melancarkan tiga bacokan ke tengah
udara, tubuhnya bergerak maju dan membentak keras, pedangnya dari
bacokan berubah jadi suatu tusukan mengancam pinggang si anak
muda itu.
Pek In Hoei tertawa ewa katanya :
"Hmmm! Perhitungan sie poa mu ternyata lumayan juga..."
Sang badan maju ke muka dan berada di bawah serangan musuh
yang sangat aneh itu, bukannya mundur tiba-tiba dia maju ke depan,
laksana kilat pedangnya dilancarkan ke muka menyongsong
datangnya serangan lawan...
Triiing...! Sepasang pedang saling membentur satu sama lainnya
menimbulkan suara dentingan yang sangat nyaring, tiba-tiba Jago
Pedang Berdarah Dingin menarik kembali pedangnya di saat ia putar
badan sang pedang kembali diayun ke muka.
"Aduuuh..." Mao Bong menjerit kesakitan, sambil mencekal
lengannya ia mundur ke belakang, saking sakitnya keringat dingin

1226
IMAM TANPA BAYANGAN II

sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya, memandang


darah segar yang mengucur keluar dari lengannya ia menggertak
kencang-kencang, teriaknya dengan penuh kebencian :
"Sungguh kejam engkau..."
"Hmmm! Anggaplah tusukan pedangku itu sebagai pelajaran
bagimu," kata Pek In Hoei dengan suara dingin, "lain kali kalau ingin
bicara berhati-hati sedikit..."
"Kentut busuk!" bentak Mao Bong dengan gusar, "belum tentu
aku kalah dengan dirimu orang she Pek, kalau engkau punya
keberanian ayoh kita bertemu lagi di atas bukit siau-in-san, aku Mao
Bong pasti akan menuntut balas atas sakit hati ini..."
Buru-buru dia mengajak dua orang pria lainnya untuk loncat naik
ke atas kuda, kemudian mendeprak kudanya dan kabur secepat-
cepatnya dari tempat itu diiringi gelak tertawa dari para anggota
Perkumpulan Bunga Merah...
******

Di bawah kaki gunung Siau-in-san para anggota Perkumpulan


Bunga Merah mendirikan kemahnya, selama akan berlangsungnya
pertemuan itu para anggota dari Komplotan Tangan Hitam tak
seorang pun yang munculkan diri, hal ini membuat pikiran Gan In jadi
amat kalut, ia menitahkan seluruh anggotanya untuk tidak naik
gunung secara sembarangan kemudian berpesan pula bila terjadi
pertemuan yang tak terduga dengan pihak lawan maka janganlah
melakukan pertarungan.
Dengan wajah yang tegang Pertapa Nelayan dari Lam-beng
berkata :
"Mungkinkah ketua kita bisa ikut hadir di dalam pertemuan ini
masih merupakan suatu pertanyaan besar, kali ini rupanya kehadiran
para Komplotan Tangan Hitam disertai dengan persiapan yang cukup
sempurna, sebaliknya jumlah kekuatan yang kita miliki terlalu minim

1227
Saduran TJAN ID

sekali, berhasilkah kita rebut kemenangan masih merupakan suatu


pertanyaan yang tak bisa dijawab."
"Nelayan tua, kau tak usah terlalu bersedih hati," jawab Gan In
dengan wajah serius, "mereka berani menantang kita untuk bertemu
di tempat ini tentunya disebabkan mereka sudah menduga kalau ketua
kita pasti tak bisa hadir sedang mereka hendak menggunakan siasat
ikan besar menelan ikan kecil untuk menyikat kita semua. Sampai
waktunya asal kita berjuang dengan segala kemampuan yang kita
miliki, aku percaya pihak Komplotan Tangan Hitam pun tak akan
mendapat keuntungan apa-apa..."
Pada saat itulah Jago Pedang Berdarah Dingin kebetulan sedang
berjalan mendekat, setelah memandang sekejap sekeliling bukit itu
tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, kepada Gan In dia
segera berkata :
"Saudara Gan, aku ada satu persoalan yang hendak dirundingkan
dengan dirimu..."
"Katakanlah saudara Pek," jawab Gan In sambil tertawa, "kita toh
orang-orang sendiri, ada persoalan utarakanlah agar bisa kita
rundingkan secara baik-baik."
Pek In Hoei berpikir sebentar, lalu berkata :
"Bentuk dari bukit Siau-in-san ini tegak lurus dan curam sekali
batu karang berserakan di mana-mana, asal Komplotan Tangan Hitam
berjaga di sekitar tempat itu lalu menyerang kita dengan batu serta
senjata rahasia niscaya kita tak mampu untuk menerjang ke atas.
Menurut pendapat siau-te, apa salahnya kalau kita berdua memutar ke
bukit sebelah belakang sana kemudian menyerbu ke atas hingga bikin
mereka jadi kalang kabut dan gelagapan sendiri, setelah pertahanan
serta jebakan-jebakan yang mereka siapkan berhasil kita singkirkan,
menggunakan kesempatan yang sangat baik itu bukankah saudara-
saudara kita dan Perkumpulan Bunga Merah bisa menyerbu ke atas..."
"Betul!" teriak Gan In sambil bertepuk tangan, "akal ini memang
bagus sekali..."

1228
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dia serta Pek In Hoei secara diam-diam segera melakukan


persiapan, setelah meninggalkan pesan kepada Pertapa Nelayan dari
Lam-beng ke-dua orang itu segera memutar ke gunung sebelah
belakang.
Para Komplotan Tangan Hitam yang berjaga-jaga di bukit
sebelah depan dan menghimpun kekuatannya di situ tentu saja tak
pernah menyangka kalau pihak lawan bisa menyergap dari arah
belakang.
Sepanjang perjalanan Pek In Hoei serta Gan In bergerak dengan
sangat berhati-hati, ternyata tiada seorang manusia pun yang
menghalangi jalan pergi mereka, ketika mencapai lambung bukit
dijumpainya para jago dari Komplotan Tangan Hitam ada yang
melakukan perondaan di situ.
Tiga orang anggota Komplotan Tangan Hitam duduk berjejer di
belakang sebuah batu besar, waktu itu mereka sedang merokok
sehingga asap tembakau membocorkan jejak orang-orang itu.
Pek In Hoei segera memberi tanda kepada Gan In, dua orang jago
lihay itu dengan gerakan tubuh bagaikan dua gulung asap meluncur
ke tengah udara, setelah berputar satu lingkaran busur tiba-tiba
mereka melayang turun di sisi ke-tiga orang musuhnya itu.

1229
Saduran TJAN ID

Jilid 48
PERCIKAN DARAH SEGERA memancar ke empat penjuru dua
orang jago lihay dari Komplotan Tangan Hitam, sebelum sempat
melihat jelas raut wajah musuhnya tahu-tahu jiwa mereka telah
melayang tinggalkan raganya, sedang ke-tiga dengan mata terbelalak
dan mulut melongo duduk dengan badan gemetar keras, dengan sorot
mata penuh ketakutan ditatapnya wajah Jago Pedang Berdarah Dingin
itu, lalu serunya dengan suara gemetar:
"Oooh... kau!"
"Hmm! Berapa banyak orang yang ada di atas bukit ini?" hardik
Pek In Hoei dengan nada ketus.
"Hamba tidak tahu," jawab pria itu sambil menggeleng, "kami
hanyalah para petugas yang berjaga di lingkaran paling depan,
terhadap semua urusan yang terjadi di atas sana tak boleh ikut tahu,
tapi aku lihat hari ini banyak sekali yang telah berdatangan!"
"Bagaimanakah persiapan di bukit sebelah depan sana?" tanya
Gan In dengan alis berkerut.
Pria itu ketakutan setengah mati sehingga tubuhnya gemetar
keras, jawabnya :
"Semua kekuatan yang kami miliki telah dihimpun di bukit
sebelah depan, di sekitar tempat itu telah disiapkan batu cadas,anak
panah dan balok-balok kayu, bila kalian naik ke atas bukit maka
semua alat serangan itu akan dilancarkan ke bawah, dalam keadaan
begini tentu saja sebagian besar kekuatan yang kalian miliki akan

1230
IMAM TANPA BAYANGAN II

ludes sama sekali, pada waktu itulah dari atas bukit batu akan muncul
para jago lihay untuk melangsungkan pertarungan dengan kalian."
"Hmm! Sempurna amat rencana kalian itu..." seru Gan In sambil
mendengus dingin.
Dengan hati mendongkol ia tendang tubuh pria itu ke atas,
sehingga membuat orang tadi terjengkang dan roboh tak berkutik di
atas tanah, kemudian sambil berpaling ke arah Pek In Hoei katanya :
"Lebih baik kita bertindak hati-hati," jawab Pek In Hoei sambil
gelengkan kepalanya, "tujuan dari kedatangan kita saat ini adalah
melenyapkan jebakan-jebakan yang telah dipersiapkan oleh pihak
lawan, kalau kita bisa bertindak cermat hingga tidak sampai diketahui
oleh mereka hal itu jauh lebih baik lagi, asal kita berdua..."
Ia menengadah ke atas dan tiba-tiba menyaksikan sesosok
bayangan manusia sedang lari ke arah mereka dengan kecepatan
bagaikan kilat, Jago Pedang Berdarah Dingin segera menggenjot
tubuhnya menyerang ke muka, telapak kanannya disilangkan di depan
dada siap menghadapi segala kemungkinan sedang tangan yang lain
siap melakukan penangkapan.
Sungguh cepat gerak tubuh manusia itu, dalam sekali gerak badan
ia telah meloloskan diri dari kejaran Pek In Hoei, setelah saling
berhadapan muka Jago Pedang Berdarah Dingin baru berdiri tertegun,
sebab orang yang berada di hadapannya saat itu ternyata adalah
seorang gadis muda.
"Pek-heng, tunggu sebentar," tiba-tiba Gan In berseru sambil
goyangkan tangannya, "dia adalah orang sendiri..."
"Orang sendiri..." ujar Pek In Hoei dengan wajah tertegun dan
tidak habis mengerti.
Sementara itu tampaklah gadis tadi sudah tersenyum ketika
ditemuinya Gan In berada di situ, ia berkata :
"Engkoh In, kenapa engkau muncul di tempat ini?"
Gan In tertawa hambar.

1231
Saduran TJAN ID

"Adik Hoa, aku serta Pek-heng sedang bersiap-siap untuk


melakukan peninjauan lebih dahulu ke atas bukit, aku dengar di
sekitar tempat ini sudah dipersiapkan jebakan-jebakan maut..."
Ia melirik sekejap ke arah gadis cantik itu, kemudian
menambahkan :
"Dan engkau sendiri mau apa?"
"Secara diam-diam aku hendak menyusup turun ke bawah bukit
dan memberitahukan keadaan di tempat ini kepada kalian, ini hari
sebagian besar anggota Komplotan Tangan Hitam telah berkumpul di
sini, dan sekarang mereka sedang melakukan perundingan rahasia."
"Tentang soal itu sih tak usah kau kuatirkan," jawab Gan In
sambil tertawa dingin, "sekarang engkau harus berusaha untuk
melindungi kami, dan kita hancurkan lebih dahulu semua jebakan-
jebakan yang telah dipersiapkan pihak lawan, setelah semua
penjagaan di situ berhasil kita patahkan maka para saudara dari
Perkumpulan Bunga Merah akan menyergap naik ke atas bukit dalam
keadaan yang tiba-tiba..."
"Tindakan semacam ini terlalu menempuh bahaya," sahut gadis
itu sambil menggeleng, "aku telah berhasil mengetahui sebuah jalan
rahasia di tempat ini, jalan tersebut bisa langsung mencapai atas
puncak bukit ini tanpa menjumpai rintangan apa pun, asalkan saudara-
saudara dari Perkumpulan Bunga Merah dapat menghindari bukit di
sebelah depan sana, maka tak usah dihancurkan semua jebakan itu
pun akan tak berfungsi lagi..."
"Ooooh...! Benarkah terdapat jalan seperti itu..." seru Gan In
tercengang.
Sambil tertawa dara ayu itu mengangguk.
"Aku telah meninggalkan tanda rahasia di jalan rahasia tersebut,
pada setiap sepuluh batang pohon terdapat sekuntum bunga merah,
asal engkau mencarinya dengan teliti di sekitar bawah bukit maka
jalan itu akan kau temukan dengan mudah, sekarang lebih baik kalian

1232
IMAM TANPA BAYANGAN II

tak usah menggebuk rumput mengejutkan ular kesemuanya dan


berjalan menurut rencana..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " tiba-tiba dari belakang batu
karang berkumandang datang suara tertawa dingin yang amat
menyeramkan, begitu suara tertawa dingin itu berkumandang keluar,
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei segera menggerakkan
tubuhnya menerjang ke muka, telapak tangannya langsung diayun
melancarkan sebuah babatan.
Anggota Komplotan Tangan Hitam yang bersembunyi di tempat
kegelapan itu tertawa dingin, sambil ayun telapaknya ia lompat keluar
dari tempat persembunyiannya.
Ternyata dia adalah seorang kakek tua bermata segi tiga,
berhidung lebar dan bermulut besar, sambil memandang ke arah gadis
ayu itu ia tertawa dingin dan berkata :
"Ong Li Hoa, rupanya telah bersekongkol dengan orang-orang
dari Perkumpulan Bunga Merah..."
Air muka Ong Li Hoa berubah hebat, saking takutnya sekujur
tubuhnya gemetar keras, ia tak menyangka kalau rahasianya bakal
terbongkar dalam keadaan seperti ini, dengan wajah pucat pias
bagaikan mayat dia mundur dua langkah ke belakang, serunya :
"Thian Goan, mau apa engkau bersembunyi di situ?"
Gan In sendiri pun merasakan hatinya tercekat setelah
mengetahui siapakah musuh yang munculkan diri itu, ia tak
menyangka kalau kakek tua di hadapannya adalah si Pendekar Setan
Thian Goan yang amat tersohor namanya di wilayah See-Ih, sebagai
seorang jago yang berpengalaman dan berpengetahuan luas, setelah
menyaksikan kemunculan orang itu hatinya langsung tercekat,
katanya dingin :
"Oooooh...! Jadi kau adalah Thian Goan dari wilayah See-Ih,
Thian sianseng."
"Sedikit pun tidak salah!" jawab Thian Goan sambil tertawa
seram, wakil ketua she Gan, aku sudah lama sangat mengagumi akan

1233
Saduran TJAN ID

nama besarmu... sungguh beruntung hari ini kita bisa saling


berjumpa..."
Gan In mengerutkan dahinya, hawa napsu membunuh terlintas di
atas wajahnya, ia berkata :
"Thian sianseng, engkau bukannya hidup makmur di wilayah
See-Ih, mau apa engkau kunjungi tempat seperti neraka ini..."
"Hmmm! Tutup mulutmu!" bentak Thian Goan sambil
mendengus, "aku datang kemari atas undangan dari pemimpin
Komplotan Tangan Hitam, ia minta aku menggabungkan diri dengan
kekuatannya untuk menelan semua partai yang ada di kolong langit
dan merajai dunia persilatan. Hmmm! Kalian manusia-manusia
kurcaci dari Perkumpulan Bunga Merah berani berlagak sombong dan
coba menentang kekuatan kami... Hmmm... hmmm... lebih baik
cepat-cepatlah menyerah..."
"Cuuuh...!" Gan In meludah dengan penuh penghinaan, lalu
membentak gusar :
"Selamanya kami orang-orang dari Perkumpulan Bunga Merah
tak sudi hidup berdampingan dengan Komplotan Tangan Hitam..."
Thian Goan tertawa sinis.
"Aku dengar katanya di pihak perkumpulan kalian telah
kedatangan seorang jago lihay yang menyebut dirinya sebagai Jago
Pedang Berdarah Dingin. Hmmm...! Besar amat nyali bajingan itu, ia
berani melukai Mao Bong saudara seanggota kami...
Heehmmm...heehmmm... aku sangat berharap pada hari ini bajingan
cilik itu bisa ikut munculkan diri untuk menjumpai aku orang she
Thian, akan kusuruh dia rasakan sampai di manakah kelihayan dari
ilmu pedang aliran See-Ih ku ini..."
Pek In Hoei segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... akulah si Jago Pedang Berdarah
Dingin yang kau cari!"
Secara beruntun Thian Goan mundur beberapa langkah ke
belakang, dengan wajah sangsi bercampur ragu ia menatap wajah

1234
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jago Pedang Berdarah Dingin beberapa saat lamanya, kemudian


menegur :
"Benarkah engkau adalah Pek In Hoei?"
"Sedikit pun tidak salah," jawab pemuda itu sambil tertawa
dingin, "Thian sianseng, ada urusan apa engkau mencari diriku?"
"Aku ingin sekali memohon petunjuk dari jurus ilmu pedang
yang terampuh dari daratan Tionggoan," sahut Thian Goan sambil
meloloskan pedangnya, "aku sangat heran sekali, kenapa seorang
pemuda yang masih bau tetek macam dirimu bisa mempunyai
kesempurnaan yang luar biasa dalam permainan ilmu pedang, lebih
heran lagi apa sebabnya Mao Bong bisa terluka di ujung pedangmu..."
Pek In Hoei mendengus dingin, ia tidak melayani perkataan orang
itu sebaliknya berpaling ke arah Gan In sambil tanyanya :
"Apakah orang ini boleh dibiarkan hidup atau tidak?"
Gan In tertegun, lalu jawabnya dengan cepat :
"Kau harus turun tangan cepat-cepat, lebih baik lagi kalau tidak
sampai diketahui oleh seorang manusia pun yang ada di atas bukit ini,
kalau tidak maka kedudukan Ong Li Hoa di sini akan hancur
berantakan, Pek-heng dalam keadaan seperti ini kita tak bisa bertindak
bijaksana dan lemah lagi, kalau tidak maka puluhan lembar jiwa
anggota Perkumpulan Bunga Merah akan musnah di tempat ini
juga..."
Thian Goan sama sekali tidak menyangka kalau dua orang
pemuda yang berada di hadapannya sama sekali tidak memandang
sebelah mata pun terhadap dirinya, karena gusar bercampur
mendongkol sekujur tubuhnya gemetar keras, hawa amarah berkobar
dalam dadanya dan memuncak dalam benak, sambil ayunkan
senjatanya ia berteriak :
"Bajingan cilik, engkau jangan terlalu takabur..."
Ilmu pedang aliran See-Ih tersohor karena jurus-jurus
serangannya yang aneh serta arah serangan yang jauh berlawanan
dengan ilmu pedang pada umumnya, setelah Thian Goan melancarkan

1235
Saduran TJAN ID

serangannya maka arah yang dituju membingungkan sekali, untuk


beberapa saat lamanya Jago Pedang Berdarah Dingin itu tak tahu
bagian tubuh yang manakah yang sedang diancam oleh lawannya.
Diam-diam Pek In Hoei terkesiap, pikirnya :
"Ilmu pedang aliran See-Ih rupanya benar-benar luar biasa dan
tak boleh dipandang enteng..."
Ia sadar bahwa waktu pada saat ini sangat berharga sekali dan
mempengaruhi setiap lembar nyawa yang ada di bawah bukit, asal ia
bersikap mengendor niscaya puluhan lembar nyawa akan lenyap tak
berbekas, setelah terbayang akan seriusnya situasi ketika itu, pedang
mestika penghancur sang surya segera dilancarkan ke muka dengan
hebatnya.
"Thian sianseng, maafkanlah daku!" serunya dengan suara berat.
Setelah pedang dilancarkan, di tengah udara berkumandanglah
suara dengungan yang sangat nyaring, serentetan cahaya pedang yang
menyilaukan mata memancar keluar mengiringi gerakan 'Lak-liong-
hui-jit' atau Enam Naga Menghadap Sang Surya, selapis hawa pedang
yang kuat seketika menyelimuti seluruh tubuh Thian Goan.
Jurus serangan itu merupakan salah satu jurus paling ampuh di
antara ilmu pedang penghancur sang surya, dan merupakan jurus
serangan yang paling cepat pula untuk menyelesaikan satu
pertarungan. Thian Goan sama sekali tidak menyangka kalau ilmu
pedang yang dimiliki lawannya selihay itu, dalam kejutnya ia jadi
ketakutan dan buru-buru jatuhkan diri bergelinding di atas tanah.
Darah segera memancar keluar dari lengan jago lihay tersebut, air
mukanya berubah hebat dan senyuman pedih tersungging di ujung
bibirnya dengan suara mendendam ia berteriak :
"Bagus, rupanya engkau memang sangat hebat..."
Sambil ayun pedangnya Pek In Hoei mendesak maju lebih ke
depan, ujarnya dengan suara dingin :
"Engkau dapat meloloskan diri dari sejurus seranganku, hal ini
menandakan kalau engkau masih lumayan juga."

1236
IMAM TANPA BAYANGAN II

Tiba-tiba Thian Goan putar badan dan kabur dari situ, teriaknya
keras-keras :
"Keparat cilik, nantikan pembalasanku."
Jago Pedang Berdarah Dingin segera enjotkan badan siap
melakukan pengejaran, akan tetapi Gan In yang berada di sisinya telah
menghalangi kepergiannya sambil berseru :
"Mari kita turun gunung saja, rupanya pihak lawan sudah
mengetahui gerakan kita..."
"Bagaimana dengan aku?" seru Ong Li Hoa dengan hati gelisah
hingga air mata jatuh bercucuran, "mereka sudah tahu kalau aku
bekerja untuk Perkumpulan Bunga Merah, aku pasti akan dibunuh
oleh mereka... engkoh In, katakanlah apa yang harus kulakukan
sekarang?"
Gan In gelengkan kepalanya.
"Apa daya lagi? Kejadian ini adalah suatu tindakan yang
terpaksa, sekarang engkau hanya bisa berlalu mengikuti kami, kau tak
bisa kembali ke situ lagi... meskipun para anggota Komplotan Tangan
Hitam lihay akan tetapi mereka tak akan berani mengganggu dirimu
secara sembarangan..."
Dengan air mata bercucuran Ong Li Hoa menghela napas
panjang, terpaksa ia harus mengikuti Gan In serta Jago Pedang
Berdarah Dingin untuk turun ke bawah bukit, ke-tiga orang itu
bergerak bagaikan hembusan angin, dalam waktu singkat mereka
sudah kembali ke induk pasukan.
Dalam pada itu Pertapa Nelayan dari Lam-beng sedang
mempersiapkan anak buahnya untuk melakukan sergapan ke atas
bukit, ketika menyaksikan Gan In sekalian tiba kembali, ia nampak
tertegun.
Dengan cepat Gan In memberikan perintahnya, kemudian
memerintahkan seluruh pasukan bergerak ke atas gunung.
Di bawah pimpinan Ong Li Hoa, berangkatlah para jago lihay
dari Perkumpulan Bunga Merah yang tak jeri menghadapi kematian

1237
Saduran TJAN ID

ini menuju ke atas bukit lewat jalan rahasia yang tidak dipasang
jebakan tersebut.
Para anggota Komplotan Tangan Hitam tidak menyangka kalau
musuh-musuhnya dapat menemukan jalan rahasia tersebut, menanti
mereka menyadari akan hal tersebut di atas, persiapan sudah tak
sempat lagi dilakukan lagi. Kejadian ini membuat para jago dari
Komplotan Tangan Hitam jadi amat mendongkol sekali.
Blaaam...! Dari atas puncak Siau-in-san tiba-tiba terjadi ledakan
dahsyat, diikuti munculnya satu rombongan jago lihay berbaju hitam
di bawah pimpinan Mao Bong.
Ketika sampai di tengah bukit, Mao Bong segera berseru dengan
suara lantang :
"Sahabat-sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah dipersilahkan
naik ke atas bukit."
Gan In agak tertegun melihat kemunculan orang-orang itu, tapi
sebentar kemudian ia telah berkata :
"Rupanya pihak lawan telah tinggalkan jebakan-jebakannya serta
mengutus orang untuk mengundang kehadiran kita ke atas bukit.
Haaaah... haaaah... haaaah... mereka tahu bahwa siasatnya tidak jalan
maka secara suka rela mengadakan penyambutan..."
Menanti para jago Perkumpulan Bunga Merah sudah naik semua
ke atas, berangkatlah Mao Bong memimpin jalan di paling depan,
walaupun bukit Siau-in-san curam dan berbahaya sekali letaknya akan
tetapi di atas puncak merupakan sebidang tanah datar, di sana meja
perjamuan telah dipersiapkan, dan dua baris anggota Komplotan
Tangan Hitam dengan senjata tersoren menyambut kedatangan
mereka di sepanjang jalan.
Menyaksikan kekuatan musuh yang rupanya sengaja dipamerkan
itu, Gan In mendengus dingin, ujarnya :
"Mao heng, apakah ketua kalian sudah tiba?"
"Saudara Gan tak usah gelisah atau pun terburu napsu,"jawab
Mao Bong dengan ketus, "Komplotan Tangan Hitam berani

1238
IMAM TANPA BAYANGAN II

mengundang kehadiran kalian di tempat ini, tidak nanti kami akan


bikin hati kalian jadi kecewa, silahkan kalian menanti..."
"Hmmm, Komplotan Tangan Hitam berani mengundang
kehadiran kami, kenapa ketua kalian tak berani hadir sedari tadi..."
sindir Gan In dengan nada sinis.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... saudara Gan, coba lihatlah!
Bukankah ketua kami telah tiba..."
Mengikuti arah yang ditunjuk, terlihatlah tiga orang kakek
berjubah merah sedang berjalan menuju ke puncak mengiringi
seorang pria kurus yang berjubah dengan sulaman naga serta
memakai kain kerudung hitam di atas wajahnya.
Gan In tertegun, segera pikirnya di dalam hati :
"Apakah manusia berkerudung itu ketua Komplotan Tangan
Hitam...? Ia mengerudung wajahnya dengan kain hitam dan cuma
perlihatkan sepasang matanya belaka, apa maksudnya berbuat begitu?
Apakah ia tak berani menjumpai orang dengan wajah asli ataukah
sengaja berlagak sok misterius hingga menimbulkan kesan yang luar
biasa dalam hati kami semua..."
Perlahan-lahan ke-tiga orang kakek berjubah merah itu naik ke
atas puncak dan berhenti di depan sebuah meja, manusia berkerudung
itu sendiri setelah melirik sekejap ke arah Gan In serta Jago Pedang
Berdarah Dingin segera menempati kursinya dengan sombong.
Tak sepatah kata pun yang diucapkan, ia cuma ulapkan tangannya
belaka.
Seorang kakek jubah merah segera maju ke depan, setelah
menyapu sekejap wajah Gan In sekalian dengan pandangan dingin,
katanya :
"Ketua kami mempersilahkan wakil ketua she-Gan untuk
menempati kursi utama..."
Gan In mendengus dingin.
"Hmmm! Bukan dia yang buka suara, kenapa engkau yang
banyak mulut..." serunya.

1239
Saduran TJAN ID

Kedudukan kakek jubah merah itu rupanya tidak rendah, setelah


mendengar perkataan dari Gan In yang begitu jumawa dan sama
sekali tak pandang sebelah mata pun terhadap dirinya itu, kontan ia
naik pitam, dengan penuh kegusaran ditatapnya Gan In sekejap lalu
teriaknya :
"Wakil ketua Gan, kalau berbicara aku harap engkau bisa sedikit
tahu diri..."
"Aku lihat lebih baik engkau menyingkir saja dari situ, apa sih
kedudukanmu di dalam Komplotan Tangan Hitam? Berani benar
mewakili atasanmu untuk berbicara dengan aku, apakah Komplotan
Tangan Hitam memang tak kenal akan tata kesopanan?"
Kakek jubah merah itu tertegun, sekilas rasa ngeri terbentang di
atas wajahnya, dengan cepat ia berpaling dan memandang sekejap ke
arah ketuanya, namun pada waktu itu sang ketua sedang memandang
ke atas sambil memandang awan di angkasa, terhadap kejadian yang
berlangsung di tempat itu sama sekali tidak menaruh perhatian.
Ia segera menenangkan hatinya dan berkata :
"Wakil ketua she-Gan, anggap saja engkau lebih hebat... Aku Lan
Eng akan selalu mengingatnya di dalam hati."
Gan In sert Pek In Hoei sama sekali tidak memandang sebelah
mata pun terhadap kakek jubah merah yang mengaku bernama Lun
Eng itu, dengan langkah lebar ia maju ke depan dan duduk di kursi
tepat berhadapan muka dengan kakek berkerudung hitam itu,
sedangkan para anggota Perkumpulan Bunga Merah sama-sama
ambil tempat duduk pula di samping pemimpinnya.
"Hay ketua dari Komplotan Tangan Hitam," seru Gan In dengan
suara dingin, "kemarilah dan mari kita berbicara..."
Perkataan ini amat sombong dan sama sekali tidak memandang
sebelah mata pun terhadap para jago dari Komplotan Tangan Hitam,
hal ini membuat para jago yang hadir di situ jadi naik pitam dan segera
melotot bulat-bulat, sikap mereka sangat mengancam dan suatu
pertarungan rupanya segera akan berlangsung.

1240
IMAM TANPA BAYANGAN II

Melihat gelagat yang kurang baik, para anggota Perkumpulan


Bunga Merah di bawah pimpinan Pertapa Nelayan dari Lam-beng pun
melakukan persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang
tidak diinginkan.
Ketua dari Komplotan Tangan Hitam itu sama sekali tidak
berkutik dari tempat semula, dia tidak memberi komentar apa pun,
tidak menunjukkan reaksi apa pun juga, seakan-akan kejadian
tersebut sama sekali tak ada hubungannya dengan dia.
"Gan In," teriak Mao Bong dengan sangat gusar, "berani benar
engkau bersikap kurang ajar terhadap ketua kami?"
Gan In tidak menjawab, dia hanya melirik sekejap ke arah Mao
Bong dengan pandangan dingin, sama sekali tidak menggubris ucapan
dari lawannya.
Melihat ucapan tidak diambil peduli, Mao Bong semakin naik
pitam, ia mencak-mencak dan berkaok-kaok kegusaran, teriaknya :
"Hey, kenapa kamu tidak bukan suara? Apakah tidak pandang
sebelah mata pun terhadap aku orang she Mao?"
Berada dalam keadaan seperti ini, wakil ketua Gan jadi serba
salah. Untunglah Pertapa Nelayan dari Lam-beng segera menjawab :
"Kami merasa tiada kepentingan untuk mengajak engkau
berbicara," jawab Pertapa Nelayan dari Lam-beng dengan suara
dingin, "sebab di dalam Komplotan Tangan Hitam engkau tidak lebih
hanya seorang badut kecil yang sama sekali tak ada artinya, berbicara
dengan manusia seperti dirimu tidak lebih hanya merosotkan derajat
sendiri."
"Hmmm...!" Mao Bong berteriak gusar, "kentut busuk nenekmu,
meskipun dalam Komplotan Tangan Hitam aku tidak mempunyai
kedudukan apa-apa, akan tetapi aku pun bukan manusia yang
gampang dihina dan dipermainkan dengan begitu saja, siapa yang
berani pandang rendah aku orang she Mao, maka aku akan mengutuk
nenek moyangnya..."

1241
Saduran TJAN ID

"Mao Bong, mundur..." mendadak manusia berkerudung itu


membentak dengan mata melotot.
Hanya beberapa patah kata saja namun mendatangkan daya
pengaruh yang amat besar, Mao Bong jadi ketakutan setengah mati
dan buru-buru memberi hormat.
"Baik ketua!"
Dengan hati mendongkol ia segera mengundurkan diri ke
belakang.
Angin dingin berhembus lewat menimbulkan suara berisik pada
daun dan ranting pohon, para jago dari Perkumpulan Bunga Merah
dengan senjata siap di tangan berdiri teratur di kedua belah sisi tempat
itu, sedang para jago dari Komplotan Tangan Hitam bersiap-siap pula
di sekitar tempat itu, pertarungan setiap saat mungkin akan
berlangsung.
"Plaaak...!" tiba-tiba ketua dari Komplotan Tangan Hitam
menghantam meja dengan keras membuat perhatian semua orang
ditujukan ke arahnya.
"Saudara Gan," terdengar ia berkata dengan suara dingin,
"permusuhan yang terjadi antara Perkumpulan Bunga Merah serta
Komplotan Tangan Hitam bukan baru berlangsung selama satu dua
hari saja, ke-dua belah pihak sama-sama kukuh dalam pendiriannya
masing-masing dan sulit dilakukan penyelesaian secara damai, oleh
sebab itulah hari ini sengaja kami undang kehadiran Gan-heng ke atas
puncak Siau-in-san untuk menyingkirkan segala perbedaan paham
yang ada di antara kita..."
Gan In mendengus dingin.
"Hmmm! Kalau engkau memang berniat sungguh-sungguh, apa
sebabnya tidak menemui kami dengan raut wajah aslimu?"
Diam-diam wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ini
merasa malu, karena pihak lawan mengetahui dirinya amat jelas
sebaliknya dia sama sekali tak tahu siapakah lawannya, karena itu

1242
IMAM TANPA BAYANGAN II

dalam pembicaraan pun ia berusaha untuk membongkar rahasia dari


ketua Komplotan Tangan Hitam itu.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..." ketua dari Komplotan Tangan
Hitam itu segera tertawa seram, "mungkin Gan-heng masih belum
tahu akan peraturan dari komplotan kami, maka tidak bisa memahami
pula keadaan kami yang sebenarnya, ketua dari organisasi hanya
merupakan suatu lambang belaka maka bukan saja orang lain tak
boleh tahu, sekali pun saudara-saudara dari organisasi kami pun tak
boleh mengetahuinya pula, barang siapa yang melihat raut muka
ketuanya berarti kematian sudah tiba di depan mata, Gan-heng, dalam
keadaan begini engkau pasti tak akan menuduh bahwa aku tak sudi
memenuhi harapanmu bukan..."
"Hmmm! Sok rahasia..." jengek Gan In.
"Bukan, bukan aku sok rahasia... ketika aku mendirikan
organisasi ini tempo hari, peraturan ini telah kutetapkan lebih dahulu,
siapa pun tak boleh tahu siapakah ketua mereka, karena itu pada
dasarnya Komplotan Tangan Hitam adalah suatu perkumpulan
rahasia maka kata sok rahasia sebelumnya sudah tak pantas untuk
digunakan lagi!"
Gan In mendengus dingin.
"Hmmm! Ketua lebih baik kita tak usah membicarakan tentang
soal itu lagi, untuk mempermudah kita dalam berbicara, sebutan
apakah yang harus kupergunakan untuk menyebut dirimu?
Bagaimana pun juga toh tak bisa kalau aku tak tahu siapakah namamu
bukan? Engkau harus tahu, bahwa aku adalah seorang manusia yang
tidak sudi bercakap-cakap dengan seorang manusia yang tidak jelas
asal usulnya, sebab hal itu telah menghilangkan rasa persahabatan di
antara ke-dua belah pihak.."
Ketua dari Komplotan Tangan Hitam termenung sebentar,
kemudian sambil menatap wajah Gan In dengan pandangan tajam
katanya :

1243
Saduran TJAN ID

"Heehmmm...! Engkau memang seorang musuh yang amat lihay,


sehingga membuat aku pun merasa kagum terhadap dirimu...
berhubung alasanmu tepat sekali, terpaksa aku harus memberikan
pula satu jawaban kepadamu, begini saja... sebutlah aku sebagai Sam-
ciat sianseng..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus sekali, Sam Ciat sianseng...
tolong tanya tiga kelihayan apakah yang kau andalkan sehingga
bernama Sam ciat?" ejek Gan In sambil tertawa terbahak-bahak,
"dapatkah engkau memberi keterangan kepadaku sehingga semua
anggota perkumpulanku dapat mengetahuinya..."
"Kau sedang mentertawakan aku?"
"Kalau engkau tak mau bicara, tentu saja aku pun tak akan
memaksa dirimu. Bukit Siau-in-san adalah engkau yang usulkan itu
berarti engkau adalah setengah tuan rumah di tempat ini, bila kau ada
urusan sekarang boleh diutarakan keluar..."
"Hmmm... bagus sekali," sahut Sam Ciat sianseng sambil tertawa
seram, "aku tak ingin begitu cepat bentrok muka dengan dirimu, tapi
rupanya keadaan telah memaksa dirimu untuk membicarakan juga
masalah tersebut dengan engkau saudara Gan! Sebelum kita lakukan
perundingan secara terbuka maka terlebih dahulu aku ingin mohon
bantuan dari dirimu."
"Kuil kami terlalu kecil," jawab Gan In sambil menggeleng, "aku
takut tempat kami tak muat untuk menerima engkau si malaikat
besar..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... mana...mana... bicara
sesungguhnya persoalan ini sebenarnya amat sederhana sekali, asal
Gan-heng anggukan kepala maka semua telah beres... bersediakah
engkau?..."
Gan In mengerutkan dahinya, ia tak tahu apakah yang
dimohonkan oleh Sam Ciat sianseng tersebut, sebagai orang yang
berhati-hati ia tak mau menyanggupi dengan begitu saja, sebab ia tahu

1244
IMAM TANPA BAYANGAN II

asal ia telah menyetujui maka sebagai seorang lelaki sejati segala apa
pun yang diminta harus dipenuhi.
Karena itu setelah termenung sebentar, ujarnya dengan wajah
serius :
"Sam Ciat sianseng, coba katakan dahulu apakah permintaan itu,
asal persoalan itu dapat dilakukan maka dalam hubungan pribadi tentu
saja aku bersedia untuk membantu dirimu, tetapi kalau dalam urusan
dinas maka maafkan saja diriku sebab Perkumpulan Bunga Merah
bukan dikuasai olehku... Nah sekarang katakanlah dahulu apa
permintaanmu itu..."
Diam-diam Sam Ciat sianseng mendengus dingin, ia tak nyana
kalau Gan In adalah seorang manusia yang teliti, meskipun usianya
masih muda namun pengalaman serta pengetahuannya sudah begitu
luas, sambil tertawa dingin segera pikirnya :
"Hmmm...! Sekarang kau tak usah berlagak sok, nanti aku akan
suruh engkau menangis..."
Berpikir sampai di situ segera ujarnya dengan dingin :
"Gan-heng, pelbagai perguruan atau partai yang berada di dalam
dunia persilatan paling membenci dan mendendam terhadap manusia
yang disebut pagar makan tanaman, sejak Komplotan Tangan Hitam
didirikan baru kali ini aku merasa amat gusar dan amat tidak terima,
oleh karena itu aku harap Gan-heng suka menyerahkan perempuan
rendah itu kepada kami."
Ong Li Hoa yang mendengar perkataan itu jadi ketakutan
setengah mati sehingga tubuhnya gemetar keras, air mata jatuh
bercucuran membasahi wajahnya, ia tundukkan kepala rendah-rendah
dan menyembunyikan diri di belakang para jago lainnya.
Gadis itu menyadari bahwa sampai di manakah keganasan serta
ketelengasan orang dari Komplotan Tangan Hitam, membayangkan
nasibnya setelah hari ini tanpa terasa gadis itu jadi semakin sedih.
Gan In berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong Li Hoa,
kemudian berkata :

1245
Saduran TJAN ID

"Sam Ciat sianseng, perkataan itu keliru besar... nona Ong adalah
salah satu di antara mata-mata yang telah kami susupkan ke dalam
tubuh organisasimu, orang-orang itu sengaja kami susupkan ke tubuh
organisasi kalian untuk menyadap pembicaraan serta rencana-rencana
besar kalian, oleh sebab itu gadis tersebut tak dapat dihitung sebagai
salah seorang anggota dari Komplotan Tangan Hitam. Sungguh
menggelikan sekali kalian-kalian yang tak mampu mengawasi anak
buahnya sendiri... kenapa sekarang malah marah kepadaku? Dalam
keadilan kalian tak pantas untuk meminta kembali dirinya dari tangan
kami..."
"Hmmm...!" Sam Ciat sianseng mendengus dingin, "ia pernah
bersumpah untuk masuk menjadi anggota perkumpulan kami, itu
berarti ia sudah merupakan salah seorang anggota dari Komplotan
Tangan Hitam, sekarang aku telah mengambil keputusan untuk
menjatuhi hukuman yang setimpal kepadanya, sebelum ia
menjalankan hukuman, pembicaraan apa pun tak akan kami
lakukan..."
"Jika aku tidak akan mengabulkan permintaan mu itu? Apa yang
hendak kau lakukan?"
"Hmmm! Aku rasa engkau tak akan mampu melindungi
perempuan rendah itu...?" sahut Sam Ciat sianseng, ia berpaling dan
memandang sekejap ke arah Mao Bong, kemudian melanjutkan,
"Mao Bong, tangkap perempuan rendah itu dan gusur kemari!"
"Baik, ketua!" jawab Mao Bong sambil memberi hormat.
Diiringi empat orang anggota Komplotan Tangan Hitam mereka
segera berjalan menuju ke arah rombongan para jago Perkumpulan
Bunga Merah dengan langkah lebar, rupanya jago nomor satu dari
wilayah Kam-siok ini sama sekali tak pandang sebelah mata pun
terhadap lawan-lawannya, ia dorong anggota Perkumpulan Bunga
Merah ke samping dan berusaha menerobos masuk ke dalam.
Tentu saja para jago dari Perkumpulan Bunga Merah tak mau
menyingkir dengan begitu saja, sebelum mendapat perintah mereka

1246
IMAM TANPA BAYANGAN II

pun tak berani turun tangan secara gegabah, maka semua orang berdiri
tegak tanpa berkutik.
Dalam keadaan begini, tentu saja Mao Bong jadi repot juga untuk
menyeret Ong Li Hoa dari tengah kurungan para jago dari
Perkumpulan Bunga Merah itu...
"Ayoh menyingkir... menyingkir..." bentak Mao Bong dengan
amat gusar, "kalian orang-orang dari Perkumpulan Bunga Merah
tidak berhak untuk melindungi pengkhianat tersebut, barang siapa
berani menghalangi pekerjaanku... Hmmm! Jangan salahkan kalau
ujung pedang dari aku orang she-Mao tak kenal belas kasihan..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei gerakkan tubuhnya
dan loncat maju ke depan, senyuman sinis tersungging di bibirnya,
dengan langkah lebar ia mendekati Mao Bong.
Jago lihay dari wilayah Kam-siok ini jadi tertegun, rupanya ia
dibikin keder oleh sorot mata lawannya yang begitu tajam, setelah
berdiri menjublak beberapa saat lamanya, dengan wajah diliputi hawa
napsu membunuh tegurnya :
"Apa yang hendak kau lakukan?"
"Aku harap engkau segera enyah dari sini, sudah dengar belum
perkataanku ini?" hardik Pek In Hoei.
Mao Bong semakin naik pitam teriaknya :
"Aku sedang mengurusi masalah pribadi Komplotan Tangan
Hitam kami, apa hubungannya dengan dirimu? Sahabat Pek, kalau
ingin mencampuri urusan orang, engkau harus lihat dulu siapakah
lawanmu. Hmmm... hati-hatilah kalau mau campur tangan secara
ngawur, jangan sampai menyengat tanganmu..."
Tiba-tiba di ujung bibir Pek In Hoei yang tipis dan kecil
tersungging satu senyuman dingin yang amat sinis, air mukanya yang
sama sekali tidak berperasaan itu perlahan-lahan menengadah ke atas,
memandang awan putih di angkasa katanya dengan dingin :
"Selama aku Jago Pedang Berdarah Dingin masih berada di sini,
siapa pun tak boleh mengganggu nona Ong barang seujung rambut

1247
Saduran TJAN ID

pun, jika berani menentang perkataanku ini maka akan kucabut jiwa
anjingnya sebagai ganti dari perbuatannya itu. Mao Bong! Aku telah
memperingatkan dirimu lebih dahulu, mau percaya atau tidak terserah
dirimu sendiri, siapa pun boleh mencoba kalau sudah bosan hidup..."
"Hmmm! Sambil menunggang keledai membaca buku
nyanyian... kita lihat saja nanti..." seru Mao Bong dengan gemas.
Pada saat ini keadaannya bagaikan gendewa yang sudah ditarik
kencang-kencang, kalau tidak dilepaskan pun tak bisa, terpaksa
sambil keraskan kepala ujarnya kepada ke-empat orang pria itu :
"Pergi! Pergi ke situ dan seret keluar budak sialan itu... ini hari
aku orang she Mao ingin melihat siapakah yang berani berlagak jadi
enghiong di hadapan Komplotan Tangan Hitam. Hmmm... siapa yang
berani..."
Dalam pada itu ke-empat orang pria kekar tadi telah
menyebarkan diri dan segera menerjang ke arah kumpulan para jago
Perkumpulan Bunga Merah yang berada di situ.
Tiba-tiba Gan In berteriak :
"Sam Ciat sianseng, kalau anak buahmu berani menyentuh tubuh
orang-orangku maka itu berarti bahwa perkumpulan kalian yang telah
turun tangan lebih dahulu kepada kami, tanggung jawab atas
terjadinya pertarungan pada hari ini pun harus kau pikul..."
"Ooooh... itu cuma urusan kecil," jawab Sam Ciat sianseng ketus,
"urusan di antara kita lihat saja bagaimana akhirnya..."
Tiba-tiba sesosok bayangan manusia meloncat ke angkasa,
bagaikan sukma gentayangan meluncur ke arah ke-empat pria itu dan
segera melancarkan sebuah cengkeraman maut.
Orang itu bukan lain adalah Jago Pedang Berdarah Dingin, dalam
sekali sentakan tahu-tahu ke-empat orang pria baju hitam itu sudah
terlempar ke udara dan menggelinding ke bawah bukit.
Melihat anak buahnya sudah roboh, Mao Bong segera cabut
keluar pedangnya dan membentak keras :

1248
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Pek In Hoei, selama berada di gunung Siau-in-san kau berani


bersikap kurang ajar..."
"Hmmm, tak usahlah berlagak sok jagoan atau sok pahlawan di
hadapanku..." kata Jago Pedang Berdarah Dingin dengan nada sinis,
"tak ada orang yang doyang dengan lagakmu itu, Mao Bong! Kalau
punya kepandaian ayoh keluarkan semua, melulu berteriak sama
sekali tak berguna..."
Ketika sinar mata Mao Bong terbentur dengan sorot mata
lawannya yang tajam ia merasakan jantungnya tiba-tiba berdebar
keras, ia merasa di balik biji matanya yang tak kenal belas kasihan itu
terkandung hawa napsu membunuh yang menyeramkan, ia genggam
tangan kanannya kencang-kencang dan hatinya terasa amat gelisah,
diam-diam diliriknya Sam Ciat sianseng sekejap namun ketuanya itu
berlagak pilon dan sama sekali tidak memandang ke arahnya...
"Pek In Hoei!" teriaknya, "aku akan suruh engkau menyaksikan
bagaimana akibatnya kalau seseorang suka mencampuri urusan orang
lain..."
Pedangnya bergetar di angkasa lalu membentuk gerakan lingkar
busur, tiba-tiba desiran angin tajam menderu-deru dan serentetan
bayangan pedang langsung meluncur ke depan.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tahu bahwa jago lihay
dari wilayah Kam-siok ini mempunyai kesempurnaan yang
mengagumkan dalam permainan ilmu pedang, meskipun ia tak
pandang sebelah mata pun terhadap orang ini tetapi ia pun tak berani
berbuat gegabah.. tubuhnya segera loncat ke udara dan melancarkan
sebuah bacokan ke arah depan.
Angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan ambruknya sebuah
bukit menumbuk ke depan, Mao Bong merasakan tubuhnya jadi kaku,
di tengah hembusan angin pukulan yang tajam, terasalah bacokan
pedangnya seakan-akan membentur di atas sebuah dinding hawa yang
tak berwujud, sekali pun dipaksakan untuk membacok lebih jauh
namun usahanya tetap gagal.

1249
Saduran TJAN ID

Hal ini membuat hatinya semakin bergidik, teriaknya dengan


gusar :
"Ayoh, cabut keluar pedangmu!"
"Hmmm...! Kau masih belum pantas untuk memaksa aku
menggunakan senjata..." jengek Pek In Hoei sambil tertawa dingin,
secara beruntun dia lancarkan dua buah pukulan dahsyat ke depan.
Ke-dua buah pukulannya ini membawa desiran angin tajam yang
luar biasa, begitu dahsyatnya sampai menggoncangkan ujung pakaian
para jago yang menonton jalannya pertarungan di sisi kalangan.
Mao Bong semakin gemetar hebat, saking lelahnya keringat
dingin sampai mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, diam-
diam ia menggertak gigi untuk melanjutkan pertarungan tersebut,
namun langkah kakinya sudah mulai kacau dan kehebatan permainan
pedangnya pun tidak sehebat dan sedahsyat tadi lagi.
"Hmmm...!" akhirnya Sam Ciat sianseng buka suara, tertawa
dingin yang menyeramkan berkumandang keluar dari ujung bibirnya,
dengan pandangan dingin ia melotot sekejap ke arah musuhnya, lalu
berseru :
"Mao Bong, ayoh kembali!"
Secara beruntun Mao Bong melancarkan dua bacokan berantai,
kemudian dengan napas yang memburu bagaikan kerbau dia loncat
keluar dari kalangan, serunya :
"Ketua, hamba patut dibunuh... aku telah memalukan engkau
orang tua..."
"Dalam peristiwa ini engkau tak bisa disalahkan," sahut Sam Ciat
sianseng sambil menggelengkan kepalanya, "musuh yang kau hadapi
memang terlalu kuat buat dirimu, Aaaai...! Jago Pedang Berdarah
Dingin yang tersohor namanya di seluruh dunia persilatan ternyata
adalah sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah, kejadian ini benar-
benar merupakan suatu peristiwa yang sama sekali tak terduga.
Aaaai...! Manusia berbakat seperti ini harus terpendam di dalam
Perkumpulan Bunga Merah... sungguh sayang... sungguh sayang!"

1250
IMAM TANPA BAYANGAN II

Ia menghela napas berulang kali, meskipun kata-katanya


menunjukkan penyesalan namun ketika terdengar oleh semua orang
terasalah suatu perasaan yang aneh sekali.
"Hmmm...! Engkau tak usah bicara yang bukan-bukan," tukas
Pek In Hoei sambil tertawa dingin, "aku bukanlah sahabat dari
Perkumpulan Bunga Merah..."
Sengaja Sam Ciat sianseng pura-pura tertegun.
"Loo... jadi kamu bukan sahabat dari Perkumpulan Bunga
Merah? Waaah... kau aneh sekali ini," serunya, "dengan andalkan
ilmu silat serta ketenaranmu dalam dunia persilatan apakah pihak
Perkumpulan Bunga Merah telah memberikan kebaikan kepadamu?"

Bagian 44
"TUTUP MULUT!" bentak Pek In Hoei dengan gusar, "aku adalah
sahabat karib dari wakil ketua she-Gan, kali ini sengaja aku datang
untuk membantu dirinya!"
"Hmmm! Kalau engkau bukan sahabat dari Perkumpulan Bunga
Merah, siapa suruh engkau datang..."
Gan In segera bangkit berdiri, ujarnya dingin:
"Jago Pedang Berdarah Dingin Pek sauhiap adalah sahabat dari
perkumpulan kami, Sam Ciat sianseng tak usah mencari tulang dalam
telur ayam, sengaja mencari kerepotan bagi kami..."
"Heeehhmm... heehmmm... heemmmm... Perkumpulan Bunga
Merah serta Komplotan Tangan Hitam sama-sama merupakan
perkumpulan rahasia di dalam dunia persilatan, perebutan antara dua
perkumpulan tidak pantas kalau dicampuri orang luar, kalau memang
Pek In Hoei bukan anggota dari perkumpulan kalian, mau apa ia
datang kemari?"
"Sam Ciat sianseng," jawab Pek In Hoei sambil maju beberapa
langkah ke depan, "kedatanganku kemari adalah untuk melenyapkan
bibit bencana bagi dunia persilatan, dengan tingkah lakumu serta

1251
Saduran TJAN ID

perbuatanmu yang melanggar norma-norma kebenaran, sudah cukup


alasan bagiku untuk memusuhi dirimu..."
"Kurang ajar, engkau berani bikin gara-gara dengan aku..."
bentak Sam Ciat sianseng amat gusar.
"Hmmm! Engkau toh tiada sesuatu apa pun yang luar biasa, Sam
Ciat sianseng! Meskipun sekarang aku belum bisa menduga siapa
dirimu, tetapi dalam perasaanku aku merasa bahwa engkau adalah
salah satu di antara orang-orang yang pernah kukenal, jika engkau
tidak pelupa maka aku rasa kita pernah bertemu muka..."
Pemuda itu merasa bahwa nada suara dari Sam Ciat sianseng
seakan-akan pernah didengar olehnya di suatu tempat, hanya saja ia
tak bisa menebak siapakah dia karena sahabat-sahabatnya dalam
dunia persilatan banyak sekali.
Mendengar ucapan itu Sam Ciat sianseng sekujur badannya
gemetar keras, ia segera tertawa dingin dan membantah :
"Aku tidak kenal dirimu!"
"Lepaskan kain kerudung hitam itu, aku ingin melihat siapakah
engkau?"
Sam Ciat sianseng segera mendengus dingin:
"Hmmm, apakah engkau tak takut kubunuh dirimu? Pek In Hoei!
Raut wajahku tak boleh diketahui oleh siapa pun, sekarang kupandang
karena kita baru saja berkenalan maka silahkan engkau segera enyah
dari bukit Siau-in-san ini."
"Tak dapat kupenuhi harapanmu itu," tukas Pek In Hoei sambil
menggeleng, "aku toh datang bersama-sama para jago dari
Perkumpulan Bunga Merah, maka kalau suruh aku berlalu dari sini,
kami akan berlalu bersama-sama, Sam Ciat sianseng... aku lihat lebih
baik engkau bubarkan diri saja."
"Membubarkan diri?" tiba-tiba Sam Ciat sianseng tertawa
terbahak-bahak, "Haaaah... haaaah... haaaah... kau begitu
gampangkah kupenuhi perintahmu itu? Aku toh belum berunding
dengan wakil ketua she Gan, kenapa kau mesti turut campur?

1252
IMAM TANPA BAYANGAN II

Baiklah... urusanmu dengan Mao Bong tak akan kutarik lebih jauh,
tetapi aku melarang engkau mencampuri urusan tentang Ong Li Hoa
si perempuan rendah itu, kalau tidak... Hmmm... engkau akan
merasakan sampai di manakah kelihayanku..."
"Sam Ciat sianseng, kalau ada urusan mari kita bicarakan..." kata
Gan In dengan nada dingin.
Sam Ciat sianseng tarik napas panjang-panjang, lalu berkata :
"Di antara perkumpulan kita berdua seringkali terjadi bentrokan
dan pertarungan sengit hingga banyak korban yang berjatuhan, aku
rasa bila keadaan ini dibiarkan berlarut maka korban yang berjatuhan
di ke-dua belah pihak kian lama akan bertambah parah... demi
kebaikan serta keuntungan ke-dua belah pihak maka kuanjurkan
kepada wakil ketua she Gan untuk melepaskan diri dari ikatan
Perkumpulan Bunga Merah serta menggabungkan diri dengan
Komplotan Tangan Hitam..."
"Apa?" jerit Gan In dengan wajah tertegun, "kau tak usah
bermimpi di siang hari bolong...!"
Sam Ciat sianseng gelengkan kepalanya.
"Selama hidup aku tak pernah melakukan pekerjaan yang tidak
meyakinkan, sebelum kuundang kehadiranmu untuk mengadakan
pertemuan telah kususun suatu rencana yang amat cermat, jika aku tak
punya keyakinan untuk berhasil tak nanti kuutarakan hal ini
kepadamu..."
Dia melirik sekejap ke arah jago perkumpulannya yang berada di
sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan :
"Saudara Gan, engkau harus tahu bahwa di seluruh bukit Siau-in-
san telah berkumpul jago-jago lihay dari pihakku, asal kuturunkan
perintah maka darah segar akan menggenangi seluruh permukaan,
puluhan lembar jiwa anggota perkumpulanmu segera akan musnah
dan lenyap di tempat ini juga."
"Engkau sedang menggertak diriku?" seru Gan In sambil tertawa
dingin tiada hentinya.

1253
Saduran TJAN ID

Sam Ciat sianseng tertawa dan segera menggeleng.


"Aku tak berani menggertak Gan heng, aku hanya menerangkan
situasi yang tertera di depan mata kepada dirimu. Hmmm... hmmm...
aku harap saudara Gan suka mempertimbangkannya secara baik-
baik."
"Tiada persoalan yang perlu kupertimbangkan lagi, lebih baik
matikan saja niatmu itu!"
"Hmmm!" Sam Ciat sianseng mendengus dingin, "apakah kau
sudah tidak maui lagi beberapa pulu lembar jiwa anak buahmu itu?"
"Tepat sekali! Sam Ciat sianseng, puluhan lembar jiwa orang-
orangku telah kuserahkan semua kepadamu, cuma engkau pun harus
memberi ganti rugi yang cukup besar, mungkin sepuluh kali lipat
daripada kerugian yang kami derita."
"Saudara Gan, mulutmu janganlah terlalu keras..." teriak Sam
Ciat sianseng, tiba-tiba dia ulapkan tangannya dan seorang nenek tua
yang rambutnya telah beruban perlahan-lahan munculkan diri di
tempat itu, di belakang nenek tua tadi mengikuti dua orang anggota
dari Komplotan Tangan Hitam.
"Subo!" seru Gan In dengan wajah berubah hebat setelah melihat
kemunculan nenek tua itu.
Sam Ciat sianseng segera tertawa seram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... mungkin subo mu mempunyai cara
untuk memaksa engkau berubah pikiran."
Sementara itu nenek tua tadi sudah tertawa dan berkata :
"In-ji, apakah Sam Ciat sianseng telah memberitahukan
kesemuanya kepadamu?"
"Subo, In-ji lebih rela mati secara mengerikan di hadapanmu
daripada mengabulkan permintaannya, ketika suhu mewariskan ilmu
silatnya kepadaku tempo hari, beliau berpesan agar tecu banyak
melakukan kebajikan dan tidak diperkenankan melakukan perbuatan
yang melanggar norma-norma hukum Thian, tecu harap subo bisa
memahami keadaan dari In-ji."

1254
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Engkau tak usah mengungkap lagi tentang suhumu


yang sudah modar itu, aku In Sam-nio paling jengkel kalau
mendengar orang lain menyebut tentang dirinya... Hmm! Toan Seng
Ci berambisi besar dan tidak pandang sebelah mata pun kepada orang
lain, dianggapnya dia paling luar biasa... Huuuh! Kakek tua sialan..."
Kiranya guru dari Gan In yang bernama Toan Seng Gan
beristrikan In Sam-nio akan tetapi tabiat mereka jauh berbeda,
seringkali mereka cekcok dan bertengkar sehingga akhirnya ke-dua
orang itu memutuskan untuk menempuh jalannya sendiri-sendiri.
Yang satu menjadi pendekar dari kalangan putih sedang yang lain
menjadi malaikat dari kalangan hitam, sejak Gan In belajar silat
dengan gurunya ia selalu dibikin pusing kepala oleh tingkah pola ibu
gurunya ini, apalagi ikut serta In Sam-nio dalam Komplotan Tangan
Hitam, membuat pemuda ini setiap hari selalu berada dalam
kesedihan.
Gan In tertawa sedih dan berkata :
"Subo, aku harap engkau jangan berkata demikian..."
"Hmmm... engkau berani menasehati aku? Hmmm! Sekarang
juga aku perintahkan dirimu untuk menyerah kepada Komplotan
Tangan Hitam, kalau tidak maka selamanya jangan datang menjumpai
diriku lagi..."
"Tecu tak dapat memenuhi keinginan subo!" Gan In tetap
gelengkan kepalanya.
In Sam-nio jadi naik pitam, dengan air muka berubah hebat
ujarnya kepada Sam Ciat sianseng :
"Tuan Sam-cat, aku si nenek tua tak mampu menasehati dirinya
lagi, sekarang engkau boleh gerakkan pasukan... kalau bocah ini tidak
dibiarkan untuk merasakan sampai di manakah kelihayan dari
Komplotan Tangan Hitam, ia tak akan tahu tingginya langit dan
tebalnya bumi..."

1255
Saduran TJAN ID

"Sedikit pun tidak salah," sahut Sam Ciat sianseng sambil


mengangguk, "In Sam-nio, aku akan segera melakukan permintaanmu
itu..."
Dia ulapkan tangannya dan para jago lihai dari Komplotan
Tangan Hitam yang berada di atas puncak Siau-in-san segera
meloloskan senjata mereka dan mengepung para jago dari
Perkumpulan Bunga Merah rapat-rapat.
Jumlah anggota Komplotan Tangan Hitam yang hadir di sana
pada waktu itu mencapai jumlah dua ratus orang lebih, sedangkan
jago dari Perkumpulan Bunga Merah hanya berjumlah lima enam
puluhan orang belaka, kalau dibandingkan jumlahnya maka
tampaklah suatu perbedaan yang amat besar.
"Sam Ciat sianseng," teriak Gan In sambil tertawa dingin,
"engkau jangan harap bisa merebut kemenangan dengan andalkan
jumlah yang banyak..."
Dengan cepat ia mengambil keputusan dan memerintahkan anak
buahnya untuk bertempur dengan punggung menghadap ke dinding
bukit, para jago yang sudah terbiasa mendapat pendidikan ketat
berada dalam keadaan begini segera melaksanakan perintah dengan
teratur, dalam waktu singkat mereka semua telah bersiap sedia.
Sam Ciat sianseng tertawa terbahak-bahak, serunya :
"Lepaskan anak panah!"
Desiran angin tajam dalam waktu singkat berkumandang
memenuhi seluruh angkasa, dari balik batu cadas yang tajam
bermuncullah berpuluh-puluh orang pembidik jitu, hujan anak panah
dengan cepat berhamburan ke arah para jago dari Perkumpulan Bunga
Merah.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergeletar memecahkan
kesunyian, meskipun para anggota Perkumpulan Bunga Merah
memiliki kepandaian yang luar biasa, namun di bawah serangan hujan
anak panah yang begitu rapat tak urung keteter juga dengan hebatnya,
dalam waktu singkat tujuh delapan orang sudah terkapar di atas tanah.

1256
IMAM TANPA BAYANGAN II

Gan In jadi sakit hati, sepasang matanya memancarkan cahaya


berapi-api, dengan sedih ia berteriak lalu mencabut pedangnya dan
menerjang ke muka, bentaknya :
"Saudara-saudara sekalian, terjang keluar!"
"Gan-heng," teriak pula Jago Pedang Berdarah Dingin dengan
wajah penuh napsu membunuh, "terjang ke bawah bukit tempat ini
tak dapat dipertahankan lebih jauh..."
Ia serta Gan In turun tangan lebih dahulu, mereka serbu ke dalam
gelanggang dan bayangan pedang seketika berkilauan memenuhi
angkasa, dalam waktu singkat berpuluh-puluh orang jago dari
Komplotan Tangan Hitam roboh binasa di ujung senjata mereka.
Para anggota dari Perkumpulan Bunga Merah dengan cepat
mengikuti di belakang ke-dua orang jago lihay itu dan menerjang
keluar.
"Hentikan panah, kepung semua musuh dengan ketat," bentak
Sam Ciat sianseng dengan gusarnya.
Hujan panah segera berhenti, para jago dari Komplotan Tangan
Hitam sambil membawa senjata terhunus menerjang ke depan, suatu
pertarungan yang amat sengit pun segera berlangsung.
Jumlah para jago dari Komplotan Tangan Hitam jauh lebih
banyak dari musuhnya, di bawah kepungan yang begitu ketat para
jago dari Perkumpulan Bunga Merah keteter hebat dan berada dalam
posisi yang sangat berbahaya.
Sam Ciat sianseng tertawa terbahak-bahak, ejeknya :
"Nah, sekarang baru tahu rasa... Haaaah... haaaah... haaaah...
kalau kalian mau buang senjata dan menyerah aku akan mengampuni
jiwa kaian semua..."
Tiba-tiba dari bawah bukit berkumandang datang suara bentakan
keras, para jago dari Komplotan Tangan Hitam sama-sama roboh
terjungkal di atas tanah, tampaklah serombongan jago dipimpin oleh
seorang dara baju hijau menyerbu naik ke atas puncak.
Gan In tarik napas panjang, segera teriaknya :

1257
Saduran TJAN ID

"Saudara-saudara sekalian, pertahankan diri sekuat tenaga, ketua


kita telah datang..."
Sam Ciat sianseng sendiri pun agak tercekat hatinya melihat bala
bantuan dari pihak Perkumpulan Bunga Merah telah berdatangan, ia
tahu bahwa lawannya sangat tangguh dan kekuatannya tak mungkin
bisa membendung serangan mereka, dengan nada mendongkol
teriaknya :
"Mundur! Untuk sementara waktu kita mundur dulu..."
Para jago dari Komplotan Tangan Hitam bersuit nyaring, mereka
sama-sama kabur dari kalangan dan mencari selamatnya sendiri.
Pek In Hoei amat membenci terhadap kekejaman hati Sam Ciat
sianseng, dengan pedang terhunus ia mengejar dari belakang, serunya
sambil tertawa dingin :
"Sam Ciat sianseng, aku hendak minta petunjuk dari dirimu..."
Dalam pada itu Sam Ciat sianseng sedang mengundurkan diri di
bawah perlindungan Mao Bong, Thian Goan serta Lan Eng, ketika
menyaksikan Jago Pedang Berdarah Dingin menyusul datang,
beberapa orang itu segera memisahkan diri dan melancarkan sebuah
tusuk ke belakang.
Sam Ciat sianseng tertawa dingin, serunya :
"Kalian mundur semua..."
Dari sakunya ia cabut keluar sebilah pedang pendek berbentuk
aneh yang memancarkan cahaya emas, dengan wajah penuh napsu
membunuh ditatapnya wajah pemuda itu kemudian tegurnya dengan
suara dingin:
Kau benar-benar mau menantang aku untuk bertempur?"
"Sedikit pun tidak salah," jawab Pek In Hoei sambil tertawa
dingin, "aku ingin sekali mohon petunjuk darimu."
"Engkau bukan tandinganku," kata Sam Ciat sianseng sambil
gelengkan kepalanya, "Pek In Hoei, ilmu pedang penghancur sang
surya dari partai Thiam cong meskipun terhitung kepandaian paling

1258
IMAM TANPA BAYANGAN II

dahsyat di dalam dunia persilatan, akan tetapi di dalam pandanganku


masih belum terhitung sesuatu yang luar biasa!"
"Hmmm! Jadi kalau begitu kepandaian silat ya kau miliki jauh
lebih hebat daripada diriku? Sam Ciat sianseng! Aku sangat
mencurigai asal usulmu, kalau engkau berani bertempur beberapa
jurus melawan aku, maka aku dapat menebak asal usulmu yang
sebenarnya!"
"Pentingkah asal usulku itu bagimu?" seru Sam Ciat sianseng
dengan wajah tertegun.
"Tentu saja, engkau mirip sekali dengan seseorang, selama ini
aku tak punya akal untuk membuktikan dugaanku itu. Sam Ciat
sianseng! Tentu saja aku berharap agar engkau bukanlah dirinya,
tetapi banyak bagian dari tubuhmu yang mirip sekali dengan dirinya!"
"Hmmm! aku tak punya banyak waktu untuk berbicara dengan
dirimu, sekarang aku harus segera pulang untuk mempersiapkan
langkah selanjutnya. Pek In Hoei! Maafkanlah kalau aku tak dapat
menemani dirimu lebih lanjut..."
Ketika dilihatnya Gan In serta dara berbaju hijau itu telah
memburu ke arahnya, ia tak panik ingin cepat-cepat kabur dari tempat
itu.
Pek In Hoei mengobat-abitkan pedangnya dan berseru :
"Kalau engkau tidak memperlihatkan kepandaianmu, ini hari
jangan harap bisa tinggalkan tempat ini, harap..."
"Hmmm! Keparat cilik, kau anggap aku jeri kepadamu...
terimalah seranganku ini..."
Dia tertawa dingin, pedangnya tiba-tiba ditusukkan ke arah luar
dengan suatu gerakan yang luar biasa sekali, hampir boleh dibilang
sama sekali tidak menunjukkan suatu bekas apa pun dalam serangan
itu, akan tetapi kedahsyatannya sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Pek In Hoei berkelit ke samping dan meloncat lima depa dari
tempat semula, serunya dengan terperanjat :

1259
Saduran TJAN ID

"Aaaaah... jurus ini adalah gerakan Kiam-ki-leng-in hawa pedang


membumbung ke awan dari partai Hoa-san!"
Sam Ciat sianseng mendengus dingin, secara beruntun dia
lancarkan pula dua serangan berantai, meskipun ke-dua buah
serangan itu dilancarkan pada waktu yang bersamaan akan tetapi jurus
serangan yang digunakan sama sekali berbeda.
Jurus yang dipergunakan berikutnya adalah Pat-hong-tang-in
atau bayangan tajam di delapan penjuru, salah satu jurus ampuh dari
ilmu pedang Hu-lo-kiam-hoat aliran Khong-tong pay, kemudian Tui-
hong-bu-tiong atau mengejar angin tanpa jejak dari aliran Siau-lim-
pay.

1260
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 49
SAM-CIAT SIANSENG BISA MELANCARKAN tiga jurus
serangan dengan mempergunakan tiga jurus serangan dari tiga partai,
hal ini membuat Pek In Hoei jadi terkesiap, ia tak mampu menebak
asal usul dari jago lihay yang sedang dihadapinya ini.
"Tiga jurus sudah lewat dan asal usul boleh kau tebak sendiri,"
ujar Sam Ciat sianseng dengan dingin, "Pek In Hoei, maaf kalau aku
tak punya kegembiraan untuk melayani dirimu lebih lanjut, tetapi
kalau engkau ingin membongkar teka teki mengetahui asal-usulku,
datanglah besok malam pada kentongan ke-tiga di kuil Toa-ong-bio,
tetapi kau harus datang seorang diri..."
Ia tertawa dingin, tiba-tiba orang itu putar badan dan kabur turun
dari atas puncak.
Ketika Gan In menyaksikan Pek In Hoei masih tetap berdiri
menjublak di tempat semula, segera tegurnya :
"Pek-heng, kenapa kamu?"
"Ooooh...!" Pemuda itu berseru tertahan dan segera menengadah
ke atas, tampaklah seorang gadis baju hijau sedang berdiri di
hadapannya dengan muka jengah, ia semakin melongo dan tanpa
terasa serunya :
"Nona It-boen..."
Mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau ketua dari
Perkumpulan Bunga Merah bukan lain adalah It-boen Pit Giok,
jantungnya berdebar amat keras dan kenangan lama pun terlintas
kembali di dalam benaknya.

1261
Saduran TJAN ID

"Eeei... jadi kalian sudah saling mengenal?" terdengar Gan In


berseru heran.
It-boen Pit Giok tertawa sedih jawabnya :
"Kami sudah berkenalan lama. Pek In Hoei! Kau tentu tidak
melupakan diriku bukan?"
"Tidak, aku tak akan melupakan dirimu!" jawab si anak muda itu
dengan hati kecil.
Air muka It-boen Pit Giok berubah jadi merah jengah, di tengah
kepedihan ia merasa agak lega... setelah memandang wajah Pek In
Hoei beberapa saat lamanya ia menghela napas panjang.
"Aku dengar katanya Kong Yo Siok Peng telah meninggal..."
"Sedikit pun tidak salah, dia mati di tangan ayah angkatnya.
Aaaai...! Seorang gadis yang baik hati harus mempunyai kisah hidup
yang tragis dan menyedihkan, sungguh membuat orang sama sekali
tidak mengiranya..."
"Apakah kau belum bisa melupakan dirinya?"
"Benar, selamanya aku tak akan melupakan dirinya, Nona It-
boen! Ia masih hidup dalam hatiku bagaikan sekuntum bunga yang
bersemi, bau harum yang ia tinggalkan selalu membekas dalam
kenangan..."
Perlahan-lahan It-boen Pit Giok putar badan, air mata
mengembang di atas kelopak matanya, dengan suara gemetar bisiknya
:
"Ooooh... dia sungguh berbahagia..."
Segulung hawa dingin berhembus lewat memadamkan api cinta
yang membakar dalam hatinya... ia kecewa dan putus asa...
******

Malam telah menjelang tiba... tampaklah seorang pria dengan


menunggang seekor kuda berjalan di tengah kegelapan yang
mencekam seluruh jagad, memandang bintang yang bertaburan di

1262
IMAM TANPA BAYANGAN II

angkasa ia menghela napas panjang, sambil menggeleng gumamnya


seorang diri :
"Ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ternyata bukan lain
adalah nona It-boen... kejadian ini benar-benar sama sekali tak pernah
kuduga. Aaaai! Di kolong langit memang seringkali terjadi hal yang
berada di luar dugaan..."
Ketika teringat kembali akan rasa cinta It-boen Pit Giok terhadap
dirinya, suatu perasaan sedih muncul dalam hatinya, ia tak ingin
dirinya berada bersama seorang perempuan yang tidak disukainya,
dengan sedih ia tinggalkan Perkumpulan Bunga Merah dan
melakukan perjalanan seorang diri... mungkin hatinya selalu akan
dirundung kesepian, sebab kecuali Kong Yo Siok Peng yang telah
mati hanya Wie Chin Siang saja yang berkenan di hatinya...
Ia tertawa pedih dan bergumam kembali :
"Dapatkah kucintai It-boen Pit Giok?? Tidak... hal ini tak
mungkin terjadi, ketika berjumpa di depan perkampungan Thay Bie
San cung tempo hari, dia begitu sombong dan tinggi hati, ia pernah
menghancurkan gengsiku, aku tak dapat hidup berdampingan dengan
seorang perempuan yang begitu berambisi untuk menjadi seorang
pemimpin, sebab aku bisa ditekan terus olehnya..."
Maka pemandangan di saat pertemuan dengan It-boen Pit Giok
di depan perkampungan Thay Bie San cung pun terlintas kembali
dalam benaknya, dua puluh empat orang gadis dengan barisan
lenteranya serta pakaian merah yang menyolok mata itu selalu
meninggalkan kesan yang mendalam dalam hatinya... ia teringat
kembali sikap congkak perempuan itu ketika ia dikurung oleh barisan
tentaranya, setelah ia perlihatkan kepandaian yang sejati gadis itu baru
berhenti mentertawakan serta mencemooh dirinya...
Ingatan tersebut tiada hentinya berkecamuk dalam benak pemuda
itu, ia mendongak memandang awan di angkasa lalu bergumam :
"Mengapa ia selalu nampak begitu sombong dan tinggi hati??"

1263
Saduran TJAN ID

Ia tak habis mengerti apa sebabnya gadis itu selalu ingin dirinya
lebih menonjol dari kaum pria... dia ingin dirinya selalu berada di atas
yang lain, agar semua orang menyanjung dirinya... menghormati
dirinya... sayang ia paling benci dengan perempuan semacam itu,
tentu saja ia tak sudi mencintai perempuan seperti itu.
Angin malam yang dingin menampak mukanya dan
menyadarkan pemuda itu dari lamunannya, memandang padi yang
menguning di sawah ia tertawa geli sendiri, katanya :
"Buat apa kupikirkan dirinya lagi? Apakah dalam hatiku masih
terkesan oleh dirinya? Aaaah, aku tak bakal mencintai perempuan
semacam ini..."
Ketika ia sedang mentertawakan dirinya sendiri, mendadak
pemuda itu merasa bahwa di belakang tubuhnya ada seseorang sedang
menguntil dengan langkah yang hati-hati, dengan cepat ia berpaling
dan hatinya tertegun.
Rupanya It-boen Pit Giok sedang menguntil terus di belakang
tubuhnya dengan langkah yang lirih, sekali pun gadis itu tidak
mengucapkan sepatah kata pun namun dari balik biji matanya telah
terkandung kesemuanya... termasuk pula rasa cintanya."
Pek In Hoei tertegun dan segera loncat turun dari atas kuda,
serunya :
"Nona It-boen, kenapa engkau pun datang?"
"Mengapa engkau pergi tanpa pamit?" tanya It-boen Pit Giok
pula dengan nada sedih.
Ketika Pek In Hoei meninggalkan Perkumpulan Bunga Merah
tadi, hanya Gan In seorang tahu, karena dia tak ingin berjumpa lagi
dengan It-boen Pit Giok maka secara diam-diam pemuda itu telah
berlalu tanpa pamit.
Menanti It-boen Pit Giok tahu bahwa pemuda itu sudah berlalu
maka seorang diri secara diam-diam ia menguntil datang, dia hanya
berharap bahwa pihak lawan bisa merasakan pancaran cintanya...
meskipun dia tahu apa sebabnya pemuda itu berlalu tanpa pamit, akan

1264
IMAM TANPA BAYANGAN II

tetapi gadis itu merasa tak kuasa menahan diri untuk menguntil di
belakangnya.
"Aku tak berani mengganggu nona..." kata Pek In Hoei sambil
tertawa getir.
"In Hoei," ujar It-boen Pit Giok dengan sedih, "kenapa kau
bersikap begitu terhadap diriku? Apakah raut wajahku kurang cantik
dan menarik bagimu? Ataukah aku kurang lemah lembut? Beritahulah
kepadaku bagian manakah dariku yang memuakkan engkau? Asal kau
suka mengatakannya maka aku akan berusaha keras untuk
merubahnya..."
Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau terlalu cantik dan selama hidup baru pertama kali kutemui
gadis secantik dirimu, tetapi aku... Aaaai! Nona It-boen, lebih baik
kita tak usah membicarakan persoalan itu."
"Aku hendak berterus terang kepadamu bahwa aku sangat
mencintai dirimu..." ujar It-boen Pit Giok dengan hati kecut, "aku tak
jeri kalau engkau mengatakan aku terlalu bernyali atau aku terlalu
genit, peduli apa pun pandanganmu terhadap diriku, aku hendak
menyatakan rasa cintaku kepadamu secara terus terang. In Hoei!
Tahukah engkau apa sebabnya aku begitu terpesona terhadap dirimu?
Karena kesan yang kau berikan kepadaku terlalu dalam."
Bagaikan sedang mengigau dia melanjutkan :
"Masih ingatkah engkau, ketika untuk pertama kalinya kita
berjumpa di depan perkampungan Thay Bie San cung? Sejak itulah
aku tak dapat melupakan dirimu, waktu itu aku memang merasa agak
benci terhadap dirimu, tetapi setelah lewat sekian lama aku baru
merasakan bahwa sebenarnya aku sangat mencintai dirimu..."
"Engkau tidak seharusnya mencintai aku, aku tidak berharga
untuk menerima cintamu itu!" seru Pek In Hoei sambil menggeleng.
Hatinya terasa ditusuk oleh dua bilah pedang yang tajam,
membuat hatinya terasa amat sakit, pikirnya di dalam hati :

1265
Saduran TJAN ID

"Mengapa kau ungkap kembali peristiwa di depan perkampungan


Thay Bie San cung? Aku tidak sudi mendengarkan kejadian itu lagi,
engkau harus tahu bahwa kejadian itu telah melukai hatiku..."
Air mata tampak mengembang di balik kelopak mata It-boen Pit
Giok, ujarnya dengan nada gemetar :
"Aku tahu bahwa engkau tak suka kepadaku, aku hanya berharap
agar aku bisa hidup bersama dirimu, aku hanya berharap agar engkau
bisa memahami bahwa aku bukanlah seorang perempuan rendah yang
tidak genah, sepanjang masa aku tak akan mencintai orang ke-dua,
asal aku tahu bahwa aku sangat mencintai dirimu itu sudah lebih dari
cukup, aku tidak berani mengharapkan yang lain lagi..."
"Mengapa engkau harus bersikap begitu?" seru Pek In Hoei
sambil berdiri termangu-mangu.
"Mencintai orang atau dicintai orang sama-sama merupakan
suatu kejadian, engkau akan mentertawakan kebodohanku, mungkin
juga pikiranmu itu benar... kalau aku tidak kenal dengan dirimu, maka
aku tak akan begitu kesemsem kepadamu..."
"Nona It-boen, harap engkau jangan berbuat begitu..."
"Kenapa engkau harus bersikap begitu kepadaku? Apakah kau
tidak mengijinkan aku untuk ikut menikmati sisa kebahagiaan yang
tercecer itu?? In Hoei, janganlah kau terlalu menampik rasa cinta
seorang gadis terhadap dirimu, sebab tindakanmu itu akan membuat
kau sengsara di sepanjang masa, aku tidak ingin mendengarkan
sebutan nona It-boen lagi... aku minta engkau sebut aku sebagai Pi-
giok..."
Pek In Hoei menghela napas panjang.
"Apa yang harus kukatakan untuk menjelaskan persoalan ini??"
serunya kemudian.
Sambil tertawa getir It-boen Pit Giok menggeleng.
"Engkau sama sekali tak perlu memberi penjelasan, aku tahu apa
yang hendak kau katakan... sedikit pun tidak salah watak kita berdua

1266
IMAM TANPA BAYANGAN II

memang sama-sama angkuh dan tinggi hati... keangkuhan tersebut


membuat jarak di antara kita berdua kian lama kian bertambah jauh..."
Ia tarik napas panjang-panjang, setelah berhenti sebentar
sambungnya kembali :
"Beranikah engkau menyangkal bahwa engkau tidak cinta
kepadaku? Pek In Hoei kita tak usah membelenggu diri karena soal
gengsi atau martabat sehingga tidak berani saling bercinta, gengsi
yang kosong dan martabat yang palsulah membuat kita jadi menderita
dan sengsara... kekerasan hatiku selalu berharap agar engkau tunduk
kepala kepadaku, sebaliknya kesombonganmu dan keangkuhanmu
berharap agar aku mengejar dirimu, sekarang kita tidak butuh untuk
tetap mempertahankan diri lagi, sebab kesemuanya itu
menghancurkan kita sendiri..."
"Jalan pikiranmu itu memang bagus dan tepat sekali, sedikit pun
tidak salah kesombonganmu serta pandanganmu yang sama sekali
tidak memandang sebelah mata pun terhadap orang-orang lain sangat
menyakitkan hatiku tetapi sekarang semuanya telah terlambat..."
"Sindiranmu serta ejekanmu apakah tidak menyakitkan pula
hatiku? Ketika seorang gadis sedang mencapai masa mudanya untuk
bercinta, ia mempunyai sebuah hati yang mulus dan halus... tetapi
ketika berada di perkampungan Thay Bie San cung tempo hari,
engkau telah mengoyak gengsi serta martabatku..."
"Oleh sebab itu engkau membenci aku...?" sambung Pek In Hoei
sambil menghela napas.
It-boen Pit Giok menggeleng.
"Semua rasa benci telah berubah jadi cinta, Pek In Hoei, sekarang
kita tak usah berpura-pura lagi... kita harus tunjukkan perasaan sendiri
dengan raut muka yang asli..."
Sekilas kelembutan mulai terpancar keluar dari balik mata Pek In
Hoei, dia menghembuskan napas panjang.
"Sedikit pun tidak salah, dahulu secara diam-diam aku pernah
mencintai dirimu, tetapi setiap kali terbayang olehku akan

1267
Saduran TJAN ID

kesombongan dan keangkuhanmu, maka aku pun mengambil


keputusan untuk tidak mempedulikan dirimu lagi, menunggu sampai
engkau mau mengaku salah di hadapanku..."
"Kau terlalu kejam..." bisik It-boen Pit Giok sambil tertawa sedih.
Diam-diam Pek In Hoei menghela napas panjang, katanya lagi :
"Sekarang semuanya telah berlalu, nona It-boen masa remajamu
masih panjang dan masa depanmu cemerlang... urusan muda mudi
sudah tidak terlalu penting lagi bagi kita semua, sekarang aku masih
ada urusan penting yang harus diselesaikan. Nah, selamat tinggal..."
"Kau hendak pergi ke mana?" tanya It-boen Pit Giok tertegun.
"Sulit untuk dikatakan, dewasa ini aku tak mampu untuk
memberikan suatu jawaban yang meyakinkan!"
Semua anggota Perkumpulan Bunga Merah selalu menyambut
kedatanganmu dengan hati gembira dan tangan terbuka, terutama
sekali Gan In ia memandang dirimu bagaikan malaikat, Pek In Hoei!
Asal engkau mau kembali maka aku serta seluruh anggota
Perkumpulan Bunga Merah akan menyambut kedatanganmu dengan
senang hati..."
"Aku bisa datang kembali untuk menengok dirimu!" kata Pek In
Hoei sambil meloncat ke atas kudanya.
Derap kaki kuda yang berkumandang di tengah kesunyian
bagaikan martil yang menggodam hati It-boen Pit Giok, membuat air
matanya tak dapat dikendalikan lagi dan mengucur keluar dengan
deras, memandang bayangan punggungnya yang menjauh dia
merintih :
"Aku berharap engkau bisa datang kembali ke sisiku, peduli
bagaimana pun sikapmu terhadap diriku, aku tetap berharap akan
kembalinya engkau ke sisiku, In Hoei! Aku hendak mengikuti
dirimu... secara diam-diam engkau akan kuikuti terus..."
Dalam pada itu Jago Pedang Berdarah Dingin dengan membawa
hati yang kacau berlalu dari tempat itu, pelbagai ingatan memenuhi

1268
IMAM TANPA BAYANGAN II

benaknya, ia merasa setiap patah kata dari It-boen Pit Giok terukir
dalam hatinya, dengan sedih ia menghela napas dan berkata :
"Seorang gadis yang terlalu dimabukkan oleh cinta, aku terlalu
bersalah kepadanya."
Memandang kegelapan serta kesunyian yang membentang di
depan mata, dia menggeleng dan tarik napas panjang-panjang.
"Aaaah! Tak usah kupikirkan lagi persoalan itu, aku harus
membongkar kedok dari Sam Ciat sianseng..."
Di tengah kegelapan kuil Toa-ong-bio bagaikan seorang kakek
peyot yang terkapar di tanah sambil terengah-engah, cahaya lampu
yang redup memancar keluar dari balik kuil....
Pek In Hoei loncat turun dari atas kuda, menaiki tangga dan
masuk ke dalam kuil, setelah melewati ruang yang sempit sampailah
di ruang yang besar yang penuh dengan sarang laba-laba, sebuah
lentera terletak di meja sembahyang, bekas telapak kaki memenuhi
ruangan itu, hal tersebut menunjukkan bahwa pernah ada orang yang
berkunjung ke situ.
Suasana dalam kuil sunyi senyap tak kedengaran sedikit suara
pun, tinggal keseraman yang mencengkeram sekeliling tempat itu.
"Apakah Sam Ciat sianseng telah berkunjung kemari..." pikir Pek
In Hoei dengan wajah tertegun.
Dengan pandangan serius diperiksanya setiap sudut ruang kuil
itu, tiba-tiba ia temukan beberapa sosok mayat pria baju hitam
menggeletak di bawah meja sembahyang, tenggorokan orang-orang
itu termakan sebuah tusukan dan sudah mati lama sekali, Jago Pedang
Berdarah Dingin semakin tertegun pikirnya di dalam hati :
"Sebelum aku tiba di tempat ini, suatu pertarungan seru pasti
telah berlangsung di tempat ini..."
"Hmmm..." tiba-tiba dengusan dingin berkumandang dari tengah
ruang kuil itu.
Jago Pedang Berdarah Dingin terperanjat, tubuhnya mencelat ke
angkasa dan silangkan telapaknya di depan dada, bentaknya:

1269
Saduran TJAN ID

"Siapa di situ?"
Dari balik sudut tembok menggema keluar tertawa rendah, lalu
seseorang menegur :
"Engkau adalah anggota Komplotan Tangan Hitam atau bukan?"
Pek In Hoei alihkan sorot matanya ke sudut tembok, dari situ ia
lihat seorang kakek tua yang kurus perlahan-lahan munculkan diri,
sekujur tubuh kakek tua itu penuh luka dan pakaiannya sudah hancur
terkoyak, dengan suara berat segera serunya :
"Siapa engkau?"
"Hmmm! Kau telah merampas Pat-giok-ma mestika dari keluarga
kami, membunuh pula tujuh orang muridku... Hmmm... kalian
kawanan Komplotan Tangan Hitam yang tak punya liang-sim...
malam ini aku Ngo-kong Beng sengaja menantikan kedatanganmu ke
sini untuk menjagal kalian semua!" seru kakek itu dengan wajah
sedih.
"Eeei... apa yang engkau katakan? Aku sama sekali tidak
mengerti," teriak Pek In Hoei sambil berdiri tertegun.
Ngo-kong Beng mendengus dingin, sambil cabut keluar
pedangnya ia berteriak :
"Kembalikan nyawa muridku, keparat cilik! Kau anggap aku
sudah mati bukan? Terus terang kukatakan kepadamu bukan saja aku
Ngo Kong Beng belum mati bahkan akan kubasmi kalian sampah
masyarakat dari permukaan bumi, sekarang putraku sudah pergi
siapkan orang, sebentar akan kubasmi kalian manusia-manusia
terkutuk. Keparat cilik! Nasib kurang mujur, ternyata berani masuk
kemari seorang diri!"
Pedangnya berkelebat ke depan dan membacok tubuh Jago
Pedang Berdarah Dingin, ilmu pedang yang dimiliki kakek tua itu
ternyata sempurna sekali, jurus serangan yang dilancarkan juga ganas
serta telengas, memaksa Pek In Hoei mundur terus ke belakang.
"Eeeei... sianseng, engkau salah paham!" teriak Pek In Hoei
sambil goyangkan tangannya berulang kali.

1270
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aku salah paham? Apa yang kusalah paham?" kata Ngo Kong
Beng sambil berdiri tertegun, "sebelum kalian angkat kaki tadi
bukankah sudah mengatakan suruh aku menunggu? Kau anggap aku
tak berani menunggu ? Kau anggap aku tak berani menunggu?
Hmmm... keparat cilik, kuda Pat giok-ma milikku pun sudah lenyap,
apa yang harus kutakuti lagi?"
"Aku bukan anggota Komplotan Tangan Hitam, sebelum ngaco
belo lihat dulu dengan jelas siapa yang sedang kau hadapi!"
Ngo Kong Beng menggetarkan pedangnya lalu tertawa seram,
teriaknya :
"Bukankah engkau she Pek?"
"Tidak salah," jawab Pek In Hoei, "apakah lo sianseng kenal
dengan diriku..."
"Kalau memang begitu tak bakal salah lagi, sebelum para
Komplotan Tangan Hitam tinggalkan tempat ini, mereka telah
beritahu kepadaku bahwa ada seorang keparat cilik she Pek akan
datang membereskan hutang tersebut, mereka bilang asal aku punya
keberanian silahkan menunggu!"
Pek In Hoei sama sekali tidak menyangka kalau maksud Sam Ciat
sianseng mengundang kedatangannya ke kuil Toa-ong-bio adalah
untuk memancing dirinya masuk perangkap serta turun tangan
melawan seorang kakek tua yang barang berharganya dirampok lebih
dahulu.
Saking gusarnya ia tertawa dingin, serunya sambil tertawa
tergelak :
"Haaaah... haaaah... haaaah... sungguh tak kusangka Sam Ciat
sianseng adalah seorang manusia licik..."
"Kembalikan kuda Pat-giok-ma ku..." bentak Ngo Kong Beng
sambil menerjang ke depan.
Pada saat ini kakek tua tersebut sudah mempunyai niat untuk
mengadu jiwa, dia sama sekali tidak ambil peduli atas penjelasan yang
diberikan Pek In Hoei, pedangnya berkelebat melancarkan tujuh

1271
Saduran TJAN ID

tusukan maut, ke-tujuh buah serangan itu berkelebat begitu cepat


hingga merobek ujung pakaian dari si anak muda.
"Kurang ajar, engkau benar-benar seorang tua bangka yang
tolol..." bentak Pek In Hoei dengan gusarnya.
Hawa amarah telah berkobar dalam dadanya, membuat napsu
membunuh pun seketika menyelimuti wajahnya, ia membentak keras,
pedang mestika penghancur sang surya-nya dicabut keluar dan
bergeletar di angkasa membentuk gerakan satu lingkaran busur, hawa
pedang yang hijau meninggalkan udara yang dingin dan tajam,
membuat Ngo Kong Beng berdiri menjublak.
Sebilah pedang mestika yang amat tajam," serunya dengan suara
gemetar, "sungguh tak nyana di antara Komplotan Tangan Hitam
terdapat seseorang yang memiliki senjata selihay itu..."
"Ayah!" tiba-tiba dari luar ruangan kuil berkumandang datang
suara teriakan nyaring, "ananda telah berhasil mengundang datang
Siok-tiong Siang-hiong!"
Tampak tiga orang pria kekar bagaikan sukma gentayangan
meloncat masuk ke dalam ruangan, kemudian mereka sebarkan diri
dan mengepung Pek In Hoei di tengah kalangan.
"Ayah!" terdengar pemuda berjubah abu-abu yang ada di sisi kiri
itu berseru, "apakah dia adalah keparat cilik she-Pek dari Komplotan
Tangan Hitam?"
Dia melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin,
kemudian ujarnya dengan ketus :
"Sahabat, kami keluarga Ngo tidak pernah mengikat dendam
permusuhan apa-apa dengan organisasi kalian, mengapa kau
merampok barang mestika dari keluarga kami, kuda Pat giok-ma?
Kemudian membinasakan pula tujuh orang suheng kami? Sahabat,
aku Ngo Sian Cing ingin sekali minta petunjuk beberapa jurus darimu,
aku ingin tahu sampai di mana sih kehebatan dari Komplotan Tangan
Hitam sehingga berani tak pandang sebelah mata pun terhadap semua
orang..."

1272
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kalian semua telah salah paham, aku sama sekali bukan anggota
dari Komplotan Tangan Hitam..."
"Hmmm!" Wan Toa Kun sang lo-toa dari Siok-tiong Siang-hiong
tertawa dingin, "bukankah engkau she-Pek?"
"Tidak salah, aku memang she-Pek," jawab Pek In Hoei sambil
mendengus dingin, "aku harap mulutmu bisa bicara lebih bersih lagi,
barang siapa berani bicara tak karuan di hadapan aku Jago Pedang
Berdarah Dingin, hati-hatilah... akan kuberi pelajaran yang setimpal
kepada kalian."
"Jago Pedang Berdarah Dingin!"
Empat patah kata itu bagaikan lonceng yang bergema di tengah
udara membuat air muka semua orang yang ada di ruangan itu
berubah hebat, rasa kaget yang bukan kepalang terlintas dalam hati
mereka.
"Bagus sekali!" seru Ngo Kong Beng sambil tertawa seram,
"sungguh tak nyana Jago Pedang Berdarah Dingin yang namanya
tersohor di seluruh jagad tidak lebih adalah anggota Komplotan
Tangan Hitam. Heehheemm... heehhmmm... ini hari boleh dibilang
aku orang she-Ngo sudah terbuka mataku..."
"Hmmm! Engkau si tua bangka tolol yang matanya buta, sebelum
melihat jelas duduknya persoalan sudah mengaco belo tak karuan...
kalau aku Pek In Hoei adalah engkau, hmmm! Sedari tadi aku sudah
tumbukkan kepalaku ke atas dinding untuk bunuh diri," seru Pek In
Hoei dengan nada sinis.
Wan Toa Peng Lo-ji dari Siok-tiong Siang-hiong tertawa seram.
"Heemmm... kamu keparat cilik itu manusia macam apa? Berani
benar berlagak di hadapan kami Siok-tiong Siang-hiong... Hmmm...
Lo toa, benarkah Ngo Sian Cing akan serahkan mestika Pat-giok-ma
tersebut kepada kita?"
"Kalian tak usah kuatir," buru-buru Ngo Sian Cing berseru, "asal
ke delapan ekor kuda mestika itu berhasil kita rampas kembali, aku

1273
Saduran TJAN ID

pasti akan membagi empat untuk kalian, tapi syaratnya kalian harus
membunuh bajingan she Pek ini lebih dahulu..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... empat ekor saja tidak cukup, kami
minta enam ekor!"
Wan Toa Peng maupun Wan Toa Kun berbicara dengan logat
propinsi Sucuan, hal ini membuktikan bahwa ke-dua orang itu adalah
jago-jago luar daerah.
Sementara itu Ngo Sian Cing telah tertegun setelah mendengar
perkataan itu, serunya tercengang.
"Kenapa begitu?"
Wan Toa Peng tertawa dingin.
"Jago Pedang Berdarah Dingin adalah seorang jago yang sangat
lihay dalam permainan ilmu pedang, untuk memetik batok kepalanya
bukanlah suatu perkara yang terlalu gampang, kalau engkau berani
bayar enam ekor kuda pualam sebagai pembayaran dari batok
kepalanya maka kami akan segera kerjakan, toh jumlah segitu tidak
terhitung terlalu mahal..."
"Seekor kuda giok-ma sudah bernilai satu kota, sungguh tak
kusangka kalau kamu berdua begitu kemaruk harta," seru Ngo Kong
Beng dengan wajah berubah hebat. "Aaaai...! Kalau delapan ekor
kuda Giok-ma itu tak bisa dicari kembali..."
"Hmmm! Mau atau tidak terserah padamu sendiri," dengus Wan
Toa Kun dengan dingin, "kalau bukan kami yang turun tangan, aku
percaya ke-delapan ekor kuda Giok-ma itu tak akan berhasil kalian
rampas kembali dari tangan Komplotan Tangan Hitam, waktu itu
kalian seekor pun tidak dapat, akan kulihat bagaimana keadaanmu..."
Saking gusarnya Ngo Kong Beng tertawa keras, serunya :
"Baik kukabulkan permintaan kalian, malam ini hitung saja aku
orang she-Ngo yang sial..."
Sepasang jago dari wilayah Siok-tiong itu saling berpandangan
lalu tertawa terbahak-bahak, memisahkan diri dan melotot ke arah

1274
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jago Pedang Berdarah Dingin dengan pandangan benci, sementara


senyuman bangga tersungging di ujung bibirnya.
"huuuh...! Dengan andalkan kalian dua besi rongsokan juga ingin
merebutkan kembali barang antik orang," jengek Pek In Hoei sinis,
"sahabat, kalau tahu diri cepatlah enyah dari sini, di hadapan kami tak
nanti kalian bisa berlagak..."
"Nenek anjingmu!" maki Wan Toa Peng, "aku tak percaya kalau
kamu si Jago Pedang Berdarah Dingin adalah seorang berkepala tiga
berlengan enam, malam ini aku harus bunuh kamu si bangsat sampai
mati..."
Pek In Hoei tertawa sinis, sinar mata tajam berkilat dan
bentaknya dengan gusar :
"Kau si makhluk yang berpikir tak berbulu, aku akan suruh kau
bertekuk lutut dan minta ampun di hadapanku."
Cahaya pedang tiba-tiba memancar ke empat penjuru, pada saat
yang bersamaan Siok-tiong Siang-hiong membentak keras, mereka
putar senjata dan menerjang maju ke depan, sebagai jago pedang yang
berpengalaman serangan tersebut benar-benar luar biasa sekali.
Dua rentetan cahaya pedang membentuk selapis kabut pedang
yang tebal dan mengurung Jago Pedang Berdarah Dingin di tengah
kepungan.
Pek In Hoei membentak keras, serunya :
"Tidak aneh kalau kalian begitu sombong dan takabur, rupanya
kepandaian silat yang dimiliki hebat juga..."
Pedang mestika penghancur sang surya di tangannya bergeletar
di udara membentuk sekilas bayangan pedang, sambil menekan lima
cun di bawah tiba-tiba senjata tersebut melejit dan langsung menusuk
ke arah tenggorokan Wan Toa Peng.
"Aaaaauuh...!" Siok-tiong Siang-hiong sama sekali tidak
menduga kalau ilmu pedang yang dimiliki Jago Pedang Berdarah
Dingin begitu dahsyatnya, di tengah getaran pergelangannya sang

1275
Saduran TJAN ID

pedang telah menembusi kabut pedang yang diciptakan oleh mereka


segera menusuk ke dalam.
Wan Toa Peng tak bisa meloloskan diri lagi dari serangan
tersebut, ia menjerit lengking lalu mundur ke belakang dengan
sempoyongan, darah segar memancar keluar dari tenggorokannya dan
berteriak dengan penuh kengerian :
"Kau... kau... kauuuu..."
Tubuhnya gemetar keras lalu terkapar ke atas tanah, tanpa
menjerit tanpa mendengus tahu-tahu sukmanya sudah melayang
tinggalkan badan kasarnya.
Wan Toa Kun jadi gusar, sedih bercampur kalap menyaksikan
adik kandungnya mati konyol di ujung pedang lawan, seperti orang
gila ia membentak :
"Bangsat she Pek, aku bersumpah akan membunuh dirimu..."
Dia putar pedangnya dan segera menerjang ke arah Jago Pedang
Berdarah Dingin, ujung pedang yang tajam memancarkan hawa
dingin yang menggidikkan hati, ketika ujung pedang masih ada satu
depa di depan tubuh musuhnya, tiba-tiba senjata itu menyeleweng ke
samping.
Jago Pedang Berdarah Dingin memutar tubuhnya sambil
membentak :
"Enyah dari sini kalau tidak engkau akan terkapar di atas tanah
seperti adikmu..."
"Kentut busuk!" bentak Wan Toa Kun dengan gusar, "setelah
membunuh orang apakah urusan disudahi sampai di situ saja? Aku
tidak percaya dengan segala permainan setan!"
Secara beruntun dia lancarkan lima buah jurus serangan yang
berbeda, di antaranya terdapat pula jurus-jurus mematikan yang amat
ganas.
Pek In Hoei loncat ke tengah udara, pedangnya membabat ke
bawah sambil teriaknya :
"Hmm! Kamu sudah bosan hidup."

1276
IMAM TANPA BAYANGAN II

Di tengah dengungan kesakitan, dengan sempoyongan Wan Toa


Kun mundur beberapa langkah ke belakang, darah segar mengucur
keluar dari tubuhnya yang gempal, teriaknya dengan sedih :
"Pek In Hoei, suatu ketika aku bisa datang untuk menuntut balas."
Dengan wajah sedih Wan Toa Kun kabur keluar dari ruang kuil,
percikan darah segar menodai seluruh lantai, hal ini membuat Ngo
Kong Beng dan putranya hanya bisa berdiri menjublak di tempatnya
tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Dengan pandangan dingin Pek In Hoei melirik sekejap ke arah
ke-dua orang itu lalu serunya :
"Apakah kalian berdua juga siap untuk bergerak?"
"Hmmm! Kau anggap setelah Siok-tiong Siang-hiong kalah maka
urusan akan kusudahi sampai di sini saja?" teriak Ngo Kong Beng.
Pek In Hoei jadi semakin gusar, ujarnya :
"Rupanya sebelum melihat peti mati kalian tak akan
mengucurkan air mata, kalau kau anggap urusan tak bisa disudahi
dengan begitu saja, maka apa rencanamu selanjutnya? Ayoh
katakan... Aku Pek In Hoei tak akan membuat kalian jadi kecewa!"
"Kuda pusaka Giok-ma barang pusaka dari keluarga kami," kata
Ngo Sian Cing dengan marah, "aku harap engkau suka
mengembalikannya kepada kami, aku tahu engkau Jago Pedang
Berdarah Dingin bukan copet atau begal, tak mungkin liang-simnya
jadi hilang lantaran ke-delapan ekor kuda Giok-ma tersebut..."
"Bagaimana sih kalian berdua ini?" bentak Pek In Hoei dengan
gusar sekali, "aku sama sekali tidak membegal ke-delapan ekor kuda
Giok-ma kalian, dari mana bisa kukembalikan kepada kamu berdua?
Apakah kau masih belum bisa membedakan bahwa aku bukan
anggota dari Komplotan Tangan Hitam..."
"Hmmm! Meskipun ke-delapan ekor kuda Giok-ma itu bukan
dibegal olehmu sendiri, tetapi perbuatan ini pasti atas perintahmu,
saudara... kalau berani berbuat tentu berani bertanggung jawab,
janganlah setelah berhasil lantas cuci tangan seenaknya..."

1277
Saduran TJAN ID

Saking mendongkolnya Pek In Hoei tertawa terbahak-bahak.


"Kalian benar-benar manusia yang amat tolol..."
"Cuuuh...! Meskipun aku Ngo Sian Cing bukan tandinganmu,
tetapi aku tak sudi melepaskan dirimu dengan begitu saja, suatu hari
engkau akan mengetahui sampai di manakah kelihayan dari keluarga
Ngo kami... " kepada Ngo Kong Beng tambahnya :
"Ayah, mari kita pulang dulu!"
Ngo Kong Beng melirik sekejap ke arah Pek In Hoei, lalu
tegurnya kembali dengan suara lantang "
"Benarkah engkau bukan anggota dari Komplotan Tangan
Hitam?"
"Kalau aku adalah anggota dari Komplotan Tangan Hitam maka
tidak nanti aku bersikap sungkan kepada dirimu berdua, bicara terus
terang aku sendiri pun mempunyai persengketaan dengan pihak
Komplotan Tangan Hitam, seandainya sudah merampas ke-delapan
ekor kuda Giok-ma milik kalian, buat apa kami datang lagi ke sini..."
Ngo Kong Beng berdua berdiri tertegun kemudian bersama-sama
melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin, akhirnya
dengan wajah ragu-ragu dan penuh tanda tanya mereka berjalan
keluar ruangan itu, dalam sekejap mata bayangan mereka berdua telah
lenyap di balik kegelapan.
Ruang kuil yang penuh sarang laba-laba kini tinggal Jago Pedang
Berdarah Dingin seorang yang masih berada di situ mendampingi
mayat Wan Toa Peng yang terkapar di atas tanah, pelbagai ingatan
berkelebat dalam benaknya, rasa sedih dan sepi mencekam hatinya
membuat dia tertawa sedih, satu ingatan berkelebat dalam benaknya,
ia berpikir :
"Kurang ajar, ternyata Sam Ciat sianseng telah mempergunakan
diriku, dia yang membajak ke-delapan ekor kuda Giok-ma milik Ngo
Kong Beng, sebaliknya memberikan pertanggungan jawabnya ke atas
pundakku. Aaaai...! Bajingan itu benar-benar pandai sekali
menggunakan kesempatan..."

1278
IMAM TANPA BAYANGAN II

Dengan gemas dia mendepakkan kakinya ke atas lantai, lalu


berseru :
"Bajingan itu benar-benar seorang manusia yang licik, lain kali
kalau aku sampai bertemu lagi dengan dirinya, pasti akan kubinasakan
bangsat yang pandai memfitnah orang itu hingga lenyap dari
permukaan bumi, kalau tidak entah permainan setan apa lagi yang
bakal ditimpakan kepadaku..."
Tiba-tiba ia menengadah ke atas, tampak olehnya di balik meja
sembahyang berkumandang suara dengusan napas, hal itu membuat
hatinya tercengang, pikirnya :
"Apakah para jago dari Komplotan Tangan Hitam
menyembunyikan diri di belakang meja sembahyang itu?"
Rasa curiga yang mencekam hatinya kian lama kian bertambah
besar, dalam waktu singkat dia merasa bahwa di dalam ruang kuil
yang sudah bobrok itu terdapat banyak hal yang mencurigakan serta
aneh, setelah menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, tiba-tiba
telapaknya disapu ke depan melancarkan sebuah pukulan ke arah
patung arca di tengah kuil.
Blaaaam...! Baru saja telapak kanan Pek In Hoei didorong ke
muka, tiba-tiba ia merasa ada segulung angin pukulan menerjang ke
arahnya... dua gulung angin pukulan dengan cepat membentur jadi
satu di tengah udara, diikuti bergeletarnya ledakan keras yang
mengakibatkan beterbangannya debu dan pasir ke tengah udara.
Lampu lentera jadi bergoyang kencang membuat suasana jadi
redup, di tengah kegelapan itulah suara tertawa dingin bergema
memecahkan kesunyian disusul munculnya sesosok bayangan
manusia langsung menerjang ke tengah ruangan.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..." suara tertawa dingin dari Sam Ciat
sianseng berkumandang datang, "Pek In Hoei, aku ucapkan banyak
terima kasih lebih dahulu karena engkau telah menyingkirkan dua
orang musuh tangguh dari Komplotan Tangan Hitam, meskipun Siok-
tiong Siang-hiong bukan terhitung apa-apa dalam pandanganku,

1279
Saduran TJAN ID

tetapi daripada akulah yang turun tangan sendiri maka jauh lebih baik
kalau engkaulah yang turun tangan mewakili diriku..."
Pek In Hoei tertegun, dia tidak menyangka kalau dirinya bakal
dijadikan alat pembunuh oleh Sam Ciat sianseng, rupanya secara licik
sekali pihak lawan telah mempersiapkan suatu jebakan yang sangat
lihay untuk memancing dirinya masuk perangkap, dengan meminjam
kekuatannya untuk menyingkirkan Siok-tiong Siang-hiong yang
sudah mereka ketahui pula akan kelihayannya, dari kejadian ini bisa
ditarik kesimpulan bahwa kelicikan dari orang itu benar-benar luar
biasa sekali.
Saking gemas dan mendongkolnya, Jago Pedang Berdarah
Dingin berteriak sekeras-kerasnya :
"Kau licik dan banyak akal, aku tak dapat melepaskan dirimu
dengan begitu saja..."
"Haaaah... haaaah... haaaah... apa yang kau alami cuma sebagian
dari pekerjaan kami," kata Sam Ciat sianseng sambil tertawa
terbahak-bahak, kami pihak Komplotan Tangan Hitam yang paling
diutamakan adalah hati yang hitam, kulit yang tebal, tangan yang
telengas, kaki yang ganas serta mulut yang tajam, asal pekerjaan itu
menguntungkan bagi pihak kami maka dengan segala cara apa pun
akan kami lakukan untuk menyukseskan usaha tersebut.. sebelum
berhasil kami tak akan berpeluk tangan..."
"Kau benar-benar tak tahu malu, kecuali engkau di kolong langit
boleh dibilang tiada orang kedua yang selicik dan tak tahu malu
seperti engkau... Sam Ciat sianseng, silahkan engkau lepaskan kain
kerudung yang menutupi wajahmu itu, aku ingin lihat macam apakah
raut wajah dari manusia yang berhati hitam seperti kamu itu..."
"Aku rasa lebih baik engkau tak usah menempuh bahaya ini,"
seru Sam Ciat sianseng dengan mata tajam, "barang siapa pernah
melihat raut wajahku yang sebenarnya maka tak seorang pun yang
bisa hidup di kolong langit. Ketika wajahku kuperlihatkan kepada
orang, itu berarti umurnya sudah tidak berapa lama lagi."

1280
IMAM TANPA BAYANGAN II

Perkataan dari jago lihay berkerudung hitam ini dingin sekali


bagaikan hembusan angin dari kutub utara, membuat setiap orang
yang mendengar menjadi bergidik dan menggetar keras.
Lain halnya dengan Jago Pedang Berdarah Dingin, dengan sorot
mata berapi-api dia melotot ke arah musuhnya dengan penuh
kebencian.
"Aku tidak percaya!" serunya sambil menggertak gigi.
"Hmmm!" Sam Ciat sianseng mendengus dingin, "malam ini di
sini tiada orang lain, hal ini merupakan satu kesempatan yang sangat
baik bagi kita untuk berbicara sebaik-baiknya... engkau si Jago
Pedang Berdarah Dingin bagaimana pun merupakan suatu kekuatan
manunggal dalam dunia persilatan, selamanya tidak pernah
berhubungan dengan partai mana pun, kenapa sekarang engkau
berhubungan dengan Perkumpulan Bunga Merah, apakah kau sengaja
hendak memusuhi diriku?"
Pek In Hoei tertawa dingin.
"Para anggota yang tergabung dalam Perkumpulan Bunga Merah
semuanya merupakan jago-jago lihay yang berdarah panas, mereka
kaya akan rasa keadilan dan persahabatan, khusus berjuang demi
menegakkan keadilan dan kebenaran di dalam dunia persilatan,
sebaliknya kalian para jago dari Komplotan Tangan Hitam yang bisa
dilakukan hanyalah menerbitkan ombak dan angin... membunuh
orang membakar rumah penduduk, asal seseorang masih mempunyai
rasa peri kemanusiaan maka dia pasti akan berhubungan dengan
Perkumpulan Bunga Merah..."
"Hmmm!" dengusan dingin berkumandang keluar dari mulut
Sam Ciat sianseng, dari balik biji matanya yang dingin terpancar
keluar sorot mata yang ganas dan bengis, katanya :
"Engkau tak usah bicara dengan kata-kata yang begitu indah,
siapa yang tidak tahu kalau antara engkau dengan It-boen Pit Giok,
ketua dari Perkumpulan Bunga Merah, mempunyai hubungan yang
sangat akrab? Kalau engkau bukan kesemsem oleh kecantikan

1281
Saduran TJAN ID

wajahnya, dari mana kamu bersedia untuk jual nyawa baginya?


Heeeeh... heeeeh... heeeeh... Pek In Hoei, buat apa engkau bicara yang
indah-indah? Tak usah dikatakan pun dalam hati kami sudah
mengetahui jelas..."
"Kau benar-benar sedang mengaco belo..." seru Pek In Hoei
sambil gelengkan kepalanya, dengan gemas dia melanjutkan, "ke-
delapan ekor kuda Giok-ma milik Ngo Kong Beng apakah engkau
yang curi? Sekarang berada di mana?"
"Nih berada di sini," jawab Sam Ciat sianseng tenang, "coba
lihatlah rupanya engkau pun tertarik oleh ke-delapan ekor kuda
mestika itu, apakah kau juga menginginkannya? Jika suka maka aku
bisa menghadiahkan sebagian kepadamu..."
"Aku harap engkau suka mengembalikannya kepada Ngo Kong
Beng," kata Pek In Hoei sambil tertawa dingin, "demi ke-delapan ekor
kuda Giok-ma itu, mereka mengira akulah yang melakukan
pembegalan. Sam Ciat sianseng, perbuatanmu yang begitu rendah
benar-benar telah menurunkan derajatmu, suatu ketika orang
kangouw pasti akan mengetahui rahasia kebusukanmu itu..."
Sam Ciat sianseng sama sekali tidak gusar mendengar perkataan
itu, katanya :
"Kejadian itu pun merupakan satu hasil kerjaku yang gemilang.
Hehmm... heehmmm... kalau tidak kucuri ke-delapan ekor kuda Giok-
ma dari keluarga Ngo, dari mana orang kangouw bisa tahu kalau
engkau Pek In Hoei punya hubungan dengan Komplotan Tangan
Hitam? Hanya dengan membegal ke-delapan ekor kuda itulah aku
baru bisa memaksa engkau untuk terdesak da tak dapa tancapkan
kakinya lagi di kolong langit... hanya berbuat begitulah terpaksa
engkau harus bergabung dengan Komplotan Tangan Hitam... heehh...
heeehh..."
Criiing...! Tiba-tiba terdengar suara gemerincingan nyaring
berkumandang memecahkan kesunyian, sekilas cahaya pedang yang
tajam memancar ke empat penjuru dan hawa pedang yang

1282
IMAM TANPA BAYANGAN II

menggidikkan hati menyelimuti seluruh angkasa, sambil mencekal


pedang telanjang Jago Pedang Berdarah Dingin berkata :
"Bagaimana pun juga aku bersumpah akan membinasakan
dirimu, engkau telah menyumbat banyak jalanku, kalau aku tidak
bunuh dirimu dari muka bumi maka dunia persilatan entah akan kau
rubah jadi bagaimana keadaannya... mungkin, karena engkau seorang
seluruh kolong langit jadi kacau balau tak karuan..."
"Jangan turun tangan lebih dahulu," cegah Sam Ciat sianseng
sambil goyangkan tangannya berulang kali, "kalau ada urusan mari
kita bicarakan secara baik-baik, engkau tak perlu terburu napsu,
malam ini bukan saja aku akan membuat dirimu tunduk seratus persen
bahkan dalam ilmu silat pun aku tak akan mengecewakan dirimu, aku
percaya engkau akan merasa beruntung dapat berkenalan dengan
diriku."
"Hmmm!" Pek In Hoei mendengus berat, "aku tak akan
melepaskan dirimu."
"Haaaah... haaaah... haaaah... itu toh urusan di kemudian hari,"
kata Sam Ciat sianseng sambil tertawa bangga, "dewasa ini aku sangat
membutuhkan bantuanmu... hehmmm...heehmmm asal engkau
bersedia untuk bekerja sama dengan aku maka bukan saja patung kuda
pualam yang ada delapan buah jumlahnya itu akan kuhadiahkan
kepadamu di samping itu akan kuberikan pula seorang gadis yang
cantik jelita untuk hiburanmu, aku tanggung kecantikan wajahnya
tidak akan kalah dari It-boen Pit Giok si kuda liar tersebut."
"Omong kosongmu terlalu banyak," seru Pek In Hoei sambil
menggetarkan pedangnya di tengah udara, "aku sudah bersiap-siap
untuk minta petunjukmu..."
"Ooow...! Jadi kalau begitu engkau tidak bersedia untuk bekerja
sama dengan aku?"
"Hmmm! Siapa yang sudi bekerja sam dengan dirimu? Sam Ciat
sianseng aku lihat lebih baik engkau buang jauh-jauh ingatan seperti
itu."

1283
Saduran TJAN ID

"Heehmm...! Rupanya terpaksa aku harus musnah engkau dari


muka bumi, ketahuilah bahwa semboyanku adalah berusaha
mendapatkan bila masih bisa dipergunakan, musnahkan apabila tidak
bisa didapatkan. Pek In Hoei, tidak akan menjadi masalah engkau
menampik kerja sama dengan diriku..."
Sambil tertawa dingin ia cabut keluar pedang aneh yang
memancarkan cahaya emas itu, setelah dikebaskan di tengah udara
dengan sepasang mata yang tajam bagaikan pisau ia tatap wajah Pek
In Hoei, lalu ujarnya dingin :
"Silahkan turun tangan Pek In Hoei, sudah tidak berapa lama lagi
engkau dapat hidup di kolong langit..."
Jago Pedang Berdarah Dingin menggerakkan pergelangan
tangannya, pedang mestika penghancur sang surya laksana cahaya
tajam langsung membabat ke atas tubuh Sam Ciat sianseng, ketika
senjata yang tajam itu berkelebat lewat tersiarlah warna perak yang
menusuk pandangan.
Sam Ciat sianseng rendahkan tubuhnya ke bawah, dengan cepat
pedang aneh di tangannya didorong keluar, cahaya emas segera
menyebar ke empat penjuru. Harus diketahui ke-dua jago yang sedang
bertempur ini sama-sama memiliki kepandaian yang tinggi dalam hal
ilmu pedang, maka dalam pertarungan hanya jurus-jurus yang ampuh
dan ganas saja yang dipergunakan, ke-dua belah pihak sama-sama tak
berani bertindak gegabah.
Secara beruntun tujuh jurus serangan telah lewat, ke-dua orang
itu mulai mempertahankan satu jarak yang tertentu, siapa pun tak
berani maju ke muka dan siapa pun tidak berhasil merebut keuntungan
dari bentrokan tersebut.
"Hmmm...! Keyakinanmu di dalam permainan pedang ternyata
memang luar biasa sekali," ujar Sam Ciat sianseng dengan nada keras,
"Pek In Hoei, hampir saja aku menilai dirimu terlalu rendah, sungguh
tak nyana kalau engkau dapat mengimbangi permainan pedangku!"

1284
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmmm! Beberapa jurus seranganmu itu masih belum sampai


kupikirkan di dalam hati, Sam Ciat sianseng, engkau harus berhati-
hati sebab dalam jurus serangan berikutnya aku hendak mengancam
sepasang kakimu, dan jurus itu ganas sekali..."
"Hmmm! Coba saja untuk dilontarkan..."
Sekilas cahaya tajam bagaikan sorotan surya memancar ke tengah
udara, Jago Pedang Berdarah Dingin menekuk tubuhnya dan
melancarkan serangan gencar ke arah Sam Ciat sianseng.
Menyaksikan betapa dahsyatnya ancaman yang menyerang tiba,
Sam Ciat sianseng sangat terperanjat, teringat olehnya bahwa Jago
Pedang Berdarah Dingin akan mengancam kakinya, maka dengan
cepat hawa murninya disalurkan ke kaki untuk menghadapi segala
kemungkinan.
Siapa tahu rupanya gerakan itu hanya merupakan siasat licik dari
Pek In Hoei, setelah dilihatnya pihak lawan mempertahankan diri
pada bagian kaki, tiba-tiba pedangnya berkelebat ke muka dan
mencukil kain kerudung yang menutupi wajah Sam Ciat sianseng.
Sreeet...! Di tengah desingan angin tajam, ujung kerudung yang
menutupi wajah Sam Ciat sianseng sudah tersambar hingga
tersingkap, Jago Pedang Berdarah Dingin berseru lalu teriaknya :
"Ooooh...! Ternyata engkau... ternyata engkau..."
"Sudah kau lihat semua?" seru Sam Ciat sianseng sambil tertawa
seram, dengan cekat dia lepaskan kain kerudung yang menutupi
mukanya.
Walaupun di luaran ketua dari organisasi Komplotan Tangan
Hitam ini masih bersikap tenang, tetapi hatinya merasa amat
terperanjat, dia tak mengira kalau Pek In Hoei berhasil membongkar
rahasianya, hawa napas memburu seketika memancar keluar dari
balik matanya.
Pek In Hoei tarik napas panjang-panjang, kemudian ujarnya :
"Sungguh tak kusangka pemilik Benteng Kiam-poo Cui Tek Li
adalah pemimpin dari Komplotan Tangan Hitam!"

1285
Saduran TJAN ID

Setelah Sam Ciat sianseng melepaskan kain kerudung yang


menutupi wajahnya maka muncullah raut wajah dari Cui Tek Li
pemilik Benteng Kiam-poo, sambil tertawa seram terdengar ia berkata
:
"Pek In Hoei, setiap kali memandang di atas wajah ibumu aku
tidak bersedia membunuh engkau, siapa tahu engkau selalu sama
berusaha untuk memusuhi dan menghalang-halangi pekerjaanku,
membunuh anggota Komplotan Tangan Hitam ku...
Hmmm...Hmmm... malam ini kalau aku tidak cabut jiwa anjingmu ini
maka persoalan tentang Komplotan Tangan Hitam pasti akan tersebar
di seluruh kolong langit!"
"Tidak aneh kalau Benteng Kiam-poo tidak memperkenankan
kawanan Bu-lim untuk mengunjunginya, ternyata di balik
kesemuanya itu masih tersembunyi rahasia yang begitu banyak...
Poocu, benarkah markas besar dari Komplotan Tangan Hitam adalah
Benteng Kiam-poo?"
"Sedikit pun tidak salah!"
"Nama besar bentengmu itu sudah cukup tersohor di kolong
langit, aku rasa kau tidak butuh untuk mendirikan satu kekuatan lagi
dalam dunia persilatan, aku benar-benar tak habis mengerti dengan
kedudukanmu sebagai seorang poocu, apa sebabnya mendirikan pula
suatu organisasi yang bertujuan keji dan jahat seperti ini..."
Cui Tek Li mendengus dingin.
"Hmmm! Bukan saja aku hendak merajai seluruh kolong langit,
aku pun hendak mengumpulkan barang-barang berharga yang ada di
dalam jagad, delapan ekor kuda pualam merupakan salah satu di
antara barang berharga yang kuincar..."
"Sekarang rahasiamu sudah terbongkar dan tak mungkin bisa
mengelabui orang lain, akan kuberitahukan persoalan ini ke seluruh
kolong langit, agar semua kekuatan yang ada di Bu-lim bersama-sama
memerangi dirimu serta melenyapkan Benteng Kiam-poo dari muka

1286
IMAM TANPA BAYANGAN II

bumi, waktu itu engkau pasti akan menyesal terhadap perbuatanmu


pada hari ini..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... engkau tak akan menjumpai
kesempatan seperti itu, sebab sebentar lagi kau bakal menemui ajalmu
di tanganku..."
Tiba-tiba ia membentak keras, tubuhnya loncat ke udara dan
pedang anehnya dilancarkan ke muka, dalam waktu singkat ia sudah
mengirim tujuh delapan buah serangan yang maha dahsyat dan secara
terpisah mengancam bagian tubuh Pek In Hoei yang berbeda.
Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan hatinya tercekat, ia tak
mengira kalau tenaga dalam yang dimiliki Cui Tek Li pemilik
Benteng Kiam-poo ini begitu dahsyat dan sempurna, kesempurnaan
dalam permainan jurus luar biasa sekali, dia gerakkan pedang mestika
penghancur sang surya-nya dan secara beruntun lancarkan pula tiga
serangan berantai, setelah bersusah payah akhirnya serangan yang
aneh dan sakti itu berhasil juga dihindari.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, ia berpikir
:
"Ketika bertempur waktu masih berada dalam Benteng Kiam-poo
tempo hari, tenaga dalam yang dimiliki Cui Tek Li hanya satu kali
lipat lebih tinggi dari kepandaianku, apakah waktu itu dia memang
sengaja menyembunyikan kekuatan yang sebenarnya?Dan sekarang
di kala aku tidak bersiap segera mengeluarkan kekuatan yang
sebenarnya untuk membinasakan diriku, seandainya demikian
keadaannya maka kelicikan orang ini benar-benar tak boleh
dipandang enteng..."
Dengan hati tercekat pedang mestika penghancur sang surya-nya
membabat ke depan, di kala tubuhnya sedikit merandek itulah tiba-
tiba pedangnya menerjang ke tubuh Cui Tek Li.
Jurus serangan ini sangat ganas dan telengas, sama sekali berada
di luar dugaan Pemilik dari Benteng Kiam-poo itu.
Cui Tek Li tertegun, kemudian serunya :

1287
Saduran TJAN ID

"Engkau benar-benar luar biasa sekali, ternyata masih


mempunyai kemampuan untuk melancarkan serangannya seperti
ini...!
Bagaikan hembusan angin puyuh tubuhnya menerobos keluar
lewat kurungan bayangan pedang dari Pek In Hoei, menggunakan
kesempatan itu pedang anehnya berputar dan membacok punggung si
anak muda itu.
"Aku akan beradu jiwa dengan dirimu..." bentak Pek In Hoei.
Sementara ia bersiap-siap untuk melancarkan tiga jurus pencabut
nyawanya, tiba-tiba Cui Tek Li memperdengarkan teriakan yang
sangat aneh diikuti tubuhnya mundur ke belakang, ujarnya :
"Pek In Hoei, menang kalah di antara kita berdua tak dapat
ditetapkan dalam seratus jurus belaka, sekarang aku tak punya waktu
untuk ribut-ribut denganmu lebih jauh, terpaksa akan kusuruh ke-
empat orang kepercayaanku untuk melayani engkau...!"
"Hmmm! Kembali engkau akan gunakan cara yang paling rendah
dan tak tahu malu dari Komplotan Tangan Hitam!" seru Pek In Hoei
sambil tertawa dingin.
"Terserah apa yang hendak kau katakan, aku sih tak akan ambil
peduli dengan ucapan-ucapan itu, bagaimana pun juga pada malam
ini engkau tak akan lolos dari cengkeramanku, sekali pun aku tak tahu
malu juga tak ada yang tahu..."
Belum habis ia berkata, Mao Bong telah berteriak dari luar
ruangan kuil itu:
"Hey orang she-Pek, kau tak pernah menyangka bukan akan
menjumpai keadaan seperti hari ini?"
Mao Bong, Thian Goan serta Lan Eng perlahan-lahan munculkan
diri dari balik pintu, mereka tertawa dan memandang ke arah si anak
muda itu dengan pandangan menghina.
"Mao Bong!" seru Pek In Hoei sambil ayunkan pedang mestika
penghancur sang surya-nya, "malam ini engkau pun ak akan lolos dari
ujung pedang mestikaku..."

1288
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kentut busuk!" teriak Mao Bong marah-marah, rambutnya


berdiri semua bagaikan landak, "kalau aku orang she Mao tidak
mampu untuk bereskan seorang bocah cilik macam dirimu, buat apa
aku berkeliaran lagi dalam dunia persilatan untuk mencari makan?
Heehmmm... heeeehhmm... Pek In Hoei, kemungkinan besar pada
malam ini di kuil Toa-ong-bio bakal bertambah lagi dengan sesosok
roh penasaran yang bergentayangan di sini..."
"Mao-heng," kata Thian Goan sambil putar pedangnya, "mari kita
petik batok kepala keparat cilik ini untuk digunakan sebagai bola
sepak... hanya berbuat demikianlah rasa dendam yang terpancar
dalam tubuhku bisa dilenyapkan... bukankah begitu Mao heng?"
"Haaaah... haaaah... haaaah... sedikit pun tidak salah, sedikit pun
tidak salah... aku memang bermaksud begitu!"
Dia berpaling dan memandang sekejap ke Cui Tek Li, kemudian
tanya dengan cepat :
"Ketua, bila kita berhasil melenyapkan keparat cilik ini apakah
ada ang-pao untuk kami bertiga?"
"Masih seperti sedia kala, siapa yang berhasil memetik batok
kepala keparat cilik ini dialah yang akan mendapatkan barang yang
diinginkannya, kalian bertiga boleh berusaha untuk memperebutkan
hadiah pertama."
"Ketua!" seru Lan Eng tiba-tiba sambil tertawa keras, "aku harap
di samping hadiah khusus engkau pun sudi kiranya untuk menambah
dengan sebuah barang lain, pedang mestika penghancur sang surya
yang dimiliki keparat ini bagus sekali, bagaimana kalau seandainya
kita berhasil membinasakan dirinya maka bukan saja mendapat ang-
pao, pedang itu pun boleh kita miliki..."
"Pedang itu tak boleh kalian miliki..." tampik Cui Tek Li sambil
geleng kepala.
"Mengapa?" tanya Lan Eng tertegun.
"Akan kubawa pedang itu untuk diserahkan kepada ibunya,
kemudian meletakkannya dalam peti selaksa mestika sebab pedang

1289
Saduran TJAN ID

itu cocok sekali kalau disimpan jadi satu dengan ke-delapan patung
kuda Giok-ma itu!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... baiklah ketua, kalau memang
engkau bermaksud begitu, tentu saja kami tak akan berkata apa-apa
lagi."
Jago Pedang Berdarah Dingin yang dikepung oleh empat orang
jago lihay dalam kalangan dan diolok-olok dengan nada mengejek
serta tidak pandang sebelah mata pun terhadap dirinya, hawa amarah
kontan berkobar dalam dadanya, hampir saja ia muntah darah saking
jengkelnya... dengan menahan rasa benci tiba-tiba pemuda itu
menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
Setelah berhenti tertawa, serunya dengan penuh kemarahan :
"Ayoh main, siapa yang merasa punya kepandaian silahkan
merebut sendiri pedang ini dari tanganku."
"Hmmm! aku akan menjajal dirimu lebih dahulu..." dengus Thian
Goan dengan gusar.
Orang ini benci sekali terhadap si anak muda ini karena sewaktu
berada di bukit Siau-in-san dirinya telah dilukai, bersamaan dengan
selesainya perkataan itu sang tubuh ikut menerjang ke muka,
tangannya bergeletar dan pedang panjang memutar di udara kemudian
menusuk ke tubuh si anak muda itu.
Melihat Thian Goan telah melancarkan serangan, Mao Bong ikut
melancarkan pula serangan gencar, serunya kepada Lan Eng :
"Jangan biarkan keparat itu punya waktu luang untuk berganti
napas, sekali bacok kita bereskan saja keparat ini..."
"Huuuh...! Andalkan jumlah banyak untuk merebut kemenangan,
kalian bukan terhitung seorang enghiong..." ejek Pek In Hoei sinis.
Berada di bawah kepungan tiga orang jago lihay itu kendati ia
sama sekali tidak merasa jeri, akan tetapi daya tekanan yang
mendesak dirinya membuat pemuda itu sukar untuk bernapas, ia
merasa andaikata pada malam ini seluruh tenaganya tidak

1290
IMAM TANPA BAYANGAN II

dipergunakan maka untuk melarikan diri bukanlah suatu pekerjaan


yang gampang.
Apalagi ketika itu Cui Tek Li masih mengawasi jalannya
pertarungan dari sudut ruangan, sepasang matanya dengan tajam
mengawasi tubuh Pek In Hoei tanpa berkedip, seakan-akan ia hendak
telan pemuda itu bulat-bulat.
Setelah meninjau sebentar keadaan situasi yang terbentang di
depan matanya, dengan cepat dia mengambil satu keputusan di dalam
hati, pikirnya :
"Aku harus menggunakan waktu yang paling cepat untuk
melancarkan serangan berantai, salah satu di antara ke-tiga orang jago
lihay tersebut harus kumusnahkan salah seorang lebih dahulu, dengan
begitu posisi yang menguntungkan baru berada di pihakku..."
Berpikir sampai di sini ia segera membentak keras :
"Sahabat, malam ini aku hendak suruh kalian saksikan sesuatu
yang luar biasa..."
Cahaya pedang berkilauan dan dari atas langit menerjang ke arah
bawah.
Air muka Mao Bong berubah hebat, teriaknya :
"Dia mau adu jiwa... saudara-saudara, perketat serangan, peduli
bagaimana pun juga kita tak boleh membiarkan keparat itu merebut
posisi yang baik, kalau tidak...Hmmm... Hmmm... kita bakal
terjungkal di tangannya..."

1291
Saduran TJAN ID

Jilid 50
DALAM PERMAINAN ILMU PEDANG rupanya ia memiliki
keyakinan yang lumayan, maka sekali memandang ia sudah dapat
menebak rencana serta tujuan dari Jago Pedang Berdarah Dingin, oleh
sebab itulah buru-buru ia peringatkan Thian Goan serta Lan Eng
untuk memperketat serangannya sehingga tidak memberi kesempatan
bagi lawannya untuk melancarkan serangan balasan.
Lan Eng tertawa seram, ujarnya :
"Jangan kuatir, aku akan tetap menjaga di sudut sebelah sini!"
Permainan pedangnya tiba-tiba berubah, dia segera menyumbat
sudut bagian tubuhnya, beberapa kali Jago Pedang Berdarah Dingin
berusaha menembusi pertahanannya namun setiap kali usahanya itu
selalu mengalami kegagalan, dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa
ilmu silat yang dimiliki Lan Eng sebenarnya sama sekali tidak lemah.
Pek In Hoei terkesiap kembali pikirnya :
"Aku harus berusaha keras untuk melenyapkan lebih dahulu salah
satu di antara mereka, di antara ke-tiga orang ini ilmu silat yang
dimiliki Thian Goan paling lemah... Ehmm... ! Benar aku harus
musnahkan dirinya lebih dahulu, dengan begitu sisanya baru bisa
kuhadapi secara baik..."
Kembali dia lancarkan sebuah serangan gencar ke arah Lan Eng
dengan ilmu pedang penghancur sang surya-nya, tiba-tiba di tengah
jalan pedang itu menyeleweng dari arah yang sebenarnya dan
menyongsong datangnya tubuh Thian Goan yang kebetulan sedang
menerjang ke muka.

1292
IMAM TANPA BAYANGAN II

Serangan itu cepat dan ganas sekali, sama sekali sulit untuk
dihindari atau diegosi.
"Aaaah...!" di tengah udara berkumandang suara jeritan lengking
yang menyayatkan hati, diikuti darah segar berhamburan ke atas
tanah, membuat ruangan kuil yang sudah menyeramkan itu nampak
lebih mengerikan lagi...
Batok kepala Thian Goan yang berlumuran darah menggelinding
di atas lantai hingga beberapa tombak jauhnya dari tubuh kasarnya,
raut wajah yang penuh berdarah itu nampak menyeringai seram,
mendatangkan rasa muak bagi siapa pun yang melihat.
Ia dengan membawa rasa dendam dan benci yang belum sampai
dilampiaskan keluar telah pulang ke alam baka dan melapor ke
hadapan raja akhirat, ia tak dapat merasakan lagi kehangatan tubuh
perempuan, tak dapat menyaksikan gemerlapnya intan permata... tak
dapat menikmati arak dan sayur... sebentar lagi tubuhnya akan
berubah jadi seperangkat tulang belulang tanpa kepala...
Perubahan ini terjadi terlalu cepat dan membuat semua orang
sama sekali tak menyangka dan gelagapan, Mao Bong serta Lan Eng
sama-sama berdiri menjublak, dalam keadaan begini mereka tak tahu
apa yang mesti dilakukan oleh mereka...
Sedangkan Cui Tek Li merasakan hatinya amat sakit sebab
kembali ia telah kehilangan seorang pembantu yang diandalkan, ia tak
menyangka kalau Thian Goan bakal menemui ajalnya dengan begitu
cepat.
Hawa napsu membunuh terlintas di atas wajahnya, dengan air
muka berubah hebat bentaknya penuh kegusaran :
"Pek In Hoei, engkau sungguh kejam..."

Bagian 47
JAGO PEDANG BERDARAH DINGIN Pek In Hoei dengan pedang
penghancur sang surya di tangan berdiri angker di tengah ruangan

1293
Saduran TJAN ID

kuil, air mukanya sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa pun,
sambil memandang kepada Mao Bong serta Lan Eng ujarnya ketus :
"Siapakah di antara kalian yang akan maju lebih dahulu?"
"Thian Goan berhasil kau bunuh mati, itu bukan berarti bahwa
kemenangan pasti berada di pihakmu," teriak Cui Tek Li dengan
gusar, "Pek In Hoei, jika aku turun tangan sendiri maka pada malam
ini engkau tak akan berhasil dapatkan keuntungan apa-apa..."
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasakan jantungnya
berdebar keras, ia telah mengetahui sampai di manakah
kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Cui Tek Li, seandainya
berduel satu lawan satu kendati dirinya tidak berhasil merebut
kemenangan, sedikit banyak ia masih mampu untuk mempertahankan
keseimbangan, tetapi sekarang, kecuali Cui Tek Li seorang masih ada
Mao Bong serta Lan Eng dua orang jago lihay, dan ilmu silat yang
dimiliki ke-dua orang itu pun luar biasa sekali, gabungan dari tiga
orang jago pedang kenamaan bisa dibayangkan betapa luar biasanya
keadaan itu... dan tak usah diragukan lagi, dia pasti akan mati konyol
di tempat itu...
Berpikir akan untung ruginya,ia tarik napas panjang-panjang lalu
berkata setelah tertawa dingin :
"Toa Poocu, malam ini aku telah bertekad tak akan tinggalkan
tempat ini dalam keadaan hidup, tetapi jika kalian hendak berusah
untuk melenyapkan diriku maka pekerjaan tersebut bukanlah suatu
pekerjaan yang terlalu gampang, paling sedikit di antara kalian bertiga
ada dua orang di antaranya bakal mati konyol..."
"Hmmm!" Cui Tek Li mendengus dingin, "kau hendak beradu
jiwa dengan kami??"
"Sedikit pun tidak salah, berada dalam keadaan seperti ini
terpaksa aku harus beradu jiwa, aku percaya dengan kemampuan yang
kumiliki paling sedikit dapat menarik dua kali modal yang harus
kukeluarkan, Toa Poocu, bagaimana pendapatmu..."

1294
IMAM TANPA BAYANGAN II

Mao Bong jadi teramat gusar sehingga sekujur badannya gemetar


keras, ia getarkan pedang di tangannya dan maju dua langkah ke
depan, sambil melotot ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin dengan
sinar mata penuh kebencian, serunya :
"Kami tak akan melepaskan dirimu pergi dari sini dalam keadaan
selamat, sekali pun kau bersiap sedia untuk beradu jiwa belum tentu
apa yang kau kehendaki bisa terwujud, Pek In Hoei! Ketahuilah
bahwa Komplotan Tangan Hitam bukanlah manusia-manusia yang
gampang diganggu, kau telah menyalahi kami maka partai Thiam
cong kemungkinan besar akan tersapu rata dengan tanah, itulah harga
yang harus kamu bayar karena sifatmu yang sudah mencampuri
urusan orang lain."
"Setelah lewat malam ini jika aku belum mati maka aku pasti
akan berkunjung kembali ke Benteng Kiam-poo," seru Pek In Hoei
nada menghina, "akan kubasmi kalian anggota dari Komplotan
Tangan Hitam dan meratakan Benteng Kiam-poo dengan tanah,
waktu itu kalian jangan salahkan kalau aku Jago Pedang Berdarah
Dingin tak kenal budi..."
Setelah berhenti sebentar, ditatapnya wajah Cui Tek Li dengan
pandangan geram, kemudian melanjutkan :
"Dan kau, aku tak akan mengingat semua hubungan kita untuk
membinasakan dirimu, Cui Tek Li! Engkau adalah otak dari peristiwa
pembunuhan terhadap ayahku, engkau adalah musuh besarku yang
terutama, Hoa Pek Tuo... telah menceritakan semuanya kepadaku."
"Ooooh...! Engkau telah berjumpa dengan Hoa Pek Tuo..." seru
Cui Tek Li dengan wajah tertegun.
"Ehmmmm...! Bukan saja kami telah berjumpa, tetapi kami telah
bicarakan termasuk pula banyak rahasia yang menyelimuti hubungan
pribadi kalian berdua, ia telah memberitahukan kesemuanya
kepadaku. Pada mulanya aku masih tidak percaya tetapi malam ini
setelah kusaksikan dengan mata kepala sendiri semua tingkah lakumu

1295
Saduran TJAN ID

dan ternyata cocok dengan apa yang dia katakan, maka aku percaya
bahwa ia sama sekali tidak membohongi aku!"
Ia menghembuskan napas panjang, dengan wajah dingin dan
memancarkan rasa dendam lanjutnya :
"Dia pun telah memberitahukan pula kerja sama antara engkau
dengan Hoa Pek Tuo..."
Pengalaman yang dimiliki Pek In Hoei pada saat ini boleh
dibilang luas sekali, ia telah mengerti bagaimana caranya
menggunakan kesempatan yang baik untuk memberikan suatu
gertakan batin bagi musuhnya, asal hubungan antara Cui Tek Li dan
Hoa Pek Tuo terjadi keretakan karena kesalah-pahaman sehingga tak
dapat bersekongkol lagi, itu berarti suatu keuntungan yang amat besar
artinya.
Oleh sebab itu dipergunakan suatu siasat yang licik untuk
menciptakan rasa gusar, benci dan takut dalam hati Cui Tek Li, agar
secara diam-diam dia memaki Hoa Pek Tuo sebagai manusia rendah
yang tak tahu malu.
Sedikit pun tidak salah, setelah mendengar perkataan itu air muka
Cui Tek Li berubah hebat, ia nampak amat gusar bercampur dendam,
dengan sorot mata memancarkan hawa napsu membunuh ia tertawa
seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... kurang ajar, ia berani mengkhianati
aku..." teriaknya, setelah memandang sekejap ke arah Mao Bong
tegurnya kembali :
"Mao Bong, kapan kau telah berjumpa dengan Hoa Pek Tuo?"
"Kemarin malam, Hoa Pek Tuo datang mencari aku dan minta
Poocu dalam keadaan bagaimana pun jangan lepaskan Pek In Hoei, ia
bilang dirinya mau berangkat ke Benteng Kiam-poo untuk
merundingkan sendiri suatu masalah besar dengan Poocu!"
"Kenapa ia datang tidak mencari aku?" seru Cui Tek Li tertegun.
Mao Bong berpikir sebentar, lalu menjawab :

1296
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Ia tahu bahwa pada saat ini terjadi sengketa dari poocu dengan
Perkumpulan Bunga Merah, dia tidak ingin munculkan diri pada saat
ini sehingga mengganggu Poocu..."
Diliriknya sekejap wajah Jago Pedang Berdarah Dingin,
kemudian melanjutkan lebih jauh :
"Lagi pula dia tidak ingin bertemu dengan Pek In Hoei dalam
keadaan begini..."
"Hmmm! Kurang ajar, ia berani main setan di hadapanku," seru
Cui Tek Li sambil mendengus dingin, "ia pasti takut berhadapan tiga
orang dengan kami berdua sehingga rahasianya terbongkar,
omongnya saja enak benar... bangsat... bangsat..."
"Poocu," seru Mao Bong sambil menggeleng, "tidak pantas kalau
engkau bentrok muka dengan Hoa Pek Tuo dalam keadaan seperti
ini!"
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku tahu bahwa antara kamu
dengan dirinya mempunyai hubungan persahabatan yang erat, tetapi
engkau harus memandang lebih jelas lagi, Hoa Pek Tuo berani
meninggalkan kita tanpa memikirkan bagaimana akibatnya, hal ini
pastilah dikarenakan hendak mengatur manusia-manusia racunnya
yang berada di dalam perkampungan Thay Bie San cung untuk
memusuhi kita dari Komplotan Tangan Hitam. Hmmm! Sedari dulu
aku sudah tahu kalau orang itu tidak bisa dipercaya, sedikit pun tidak
salah... ternyata secara diam-diam ia telah mengacau tindak tanduk
Komplotan Tangan Hitam kita..."
"Poocu lebih baik pertimbangkanlah dahulu keputusanmu itu
secara masak-masak..." ujar Lan Eng pula dengan alis berkerut, ia
memandang sekejap ke arah Pek In Hoei kemudian menambahkan :
"Hati-hati... kalau musuh sedang menjalankan siasat mengadu
domba... jangan sampai poocu termakan oleh siasatnya..."
"Tidak mungkin!" jawab Cui Tek Li sambil menggeleng,
"seandainya Hoa Pek Tuo tidak memberitahukan segala sesuatunya

1297
Saduran TJAN ID

kepada Pek In Hoei, dari mana ia bisa tahu akan kesemuanya itu. Lagi
pula urusan itu hanya diketahui olehku dan Hoa Pek Tuo dua orang
belaka."
Teringat akan kelicikan Hoa Pek Tuo di mana semua rahasia
mereka telah dibeberkan kepada Jago Pedang Berdarah Dingin, hawa
amarah yang sukar dikendalikan segera membakar hatinya, saking
benci dan mendongkolnya hampir saja ia muntah darah.
Menggunakan kesempatan itulah Pek In Hoei berkata kembali :
"Mengenai rencana besar Poocu untuk melenyapkan pelbagai
partai dari dunia persilatan serta merajai kolong langit, Hoa Pek Tuo
telah mengutus orang pula untuk mengabarkan rahasia itu kepada
pelbagai partai, saat ini semua aliran sedang mempersiapkan kekuatan
intinya untuk bersedia melakukan pertarungan sengit melawan Poocu
dan kemudian hari."
Dengan andalkan dugaan hatinya yang jitu ia memberikan
kegugupan dan ketidak-senangan bagi Cui Tek Li, Poocu dari
Benteng Kiam-poo ini, itulah suatu siasat yang paling jitu di dunia
kangouw."
Selama hidupnya Cui Tek Li seringkali mengadu domba orang,
mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau pada malam ini bakal jatuh
kecundang di tangan Jago Pedang Berdarah Dingin, adu dombanya
membuat hawa amarah yang berkobar dalam dadanya sukar
dikendalikan lagi, rasa bencinya terhadap Hoa Pek Tuo pun semakin
menjadi.
Dengan hati terkesiap Cui Tek Li segera berkata :
"Hoa Pek Tuo tidak akur dengan pelbagai partai dan aliran, mana
ia berani mengadakan hubungan dengan pelbagai partai..."
"Poocu jangan lupa bahwa mata-mata dari perkampungan Thay
Bie San cung tersebar di mana-mana," ujar Pek In Hoei dengan nada
dingin, "asal Hoa Pek Tuo menggunakan sedikit akal, maka para jago
lihay dari perkampungan Thay Bie San cung yang menyusup ke

1298
IMAM TANPA BAYANGAN II

dalam tubuh pelbagai partai itu akan menyebarkan kabar berita itu
kepada pelbagai aliran..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..." saking gusarnya Cui Tek Li
dengan badan gemetar keras tertawa dingin tidak berhenti, "kurang
ajar, ternyata Hoa Pek Tuo berani mengkhianati aku, aku telah
dikhianati oleh Hoa Pek Tuo... bagus, bagus sekali.. Hoa Pek Tuo!
Kalau engkau berani datang ke Benteng Kiam-poo maka akan
kubunuh dan kucincang tubuhmu jadi berkeping-keping."
Ia depak-depakkan kakinya ke atas tanah dengan penuh
kemarahan, lalu teriaknya kembali :
"Mao Bong, lepaskan merpati dan perintahkan semua saudara
kita yang ada di Benteng Kiam-poo untuk menantikan kedatangan
Hoa Pek Tuo, asal ia berani memasuki Benteng Kiam-poo maka
tangkap dan jebloskan dia ke dalam penjara menunggu aku sudah
pulang akan melakukan perhitungan dengan dirinya..."
"Poocu, aku harap engkau suka bertindak dengan hati-hati!" kata
Mao Bong gelagapan.
Kontan Cui Tek Li melototkan matanya bulat-bulat.
"Aku saja sudah dikhianati olehnya, apa yang mesti kupikirkan
lagi..." teriaknya.
Ia tatap wajah Mao Bong dengan penuh kemarahan, senyuman
sinis tersungging di ujung bibirnya, lalu menambahkan :
"Apakah kau masih belum melupakan kebaikan yang pernah
diberikan Hoa Pek Tuo kepadamu?
"Poocu, apa maksudmu mengatakan demikian?" seru Mao Bong
dengan badan gemetar keras, "aku orang she Mao toh anak buahmu,
mana aku berani membangkang dan melawan atasan sendiri? Hanya
saja urusan ini luar biasa sekali, sekali salah bertindak maka akan
mengakibatkan pertempuran sengit antara Benteng Kiam-poo dengan
perkampungan Thay Bie San cung, pada waktu itu bukankah dunia
persilatan..."

1299
Saduran TJAN ID

"Hmmm! aku yakin pihak perkampungan Thay Bie San cung


tidak memiliki kemampuan untuk berbuat begitu. Mao Bong! Kalau
memang engkau tak sudi bentrok muka dengan Hoa Pek Tuo, aku tak
akan memaksa dirimu, sekarang perintahkan semua saudara dari
Komplotan Tangan Hitam untuk berkumpul di Benteng Kiam-poo,
aku ada urusan yang hendak disampaikan kepada mereka..."
"Poocu," kata Lan Eng dengan wajah tertegun, "apakah
Komplotan Tangan Hitam tidak jadi memburu Perkumpulan Bunga
Merah dan membasminya dari muka bumi..."
Cui Tek Li menggeleng.
"Sekarang semua rahasia dari Komplotan Tangan Hitam telah
disebar-luaskan oleh Hoa Pek Tuo dalam dunia persilatan, kita tak
bisa tancapkan kaki lagi dalam dunia persilatan, dan semua rencana
kita pun hancur berantakan sampai di sini saja. Aaaai... sungguh tak
nyana Hoa Pek Tuo bisa bertindak begitu!"
"Poocu, apakah engkau akan tinggalkan usaha yang dibangun dan
diperjuangkan dengan susah payah ini?" tanya Lan Eng kembali
dengan wajah termangu-mangu.
"Aaaa....! Apa yang bisa kulakukan lagi? Apa dayaku kecuali
berbuat demikian? Aku tak dapat membiarkan ke-dua orang anakku
mengetahui akan rahasia ini, dan aku pun tak ingin nama besar dari
Benteng Kiam-poo musnah karena peristiwa ini..."
Dia melirik sekejap ke arah Pek In Hoei dan menambahkan :
"Untuk sementara waktu aku akan lepaskan dirimu, aku harus
pulang dulu membereskan sedikit persoalan, lain kali kalau engkau
sampai terjatuh kembali ke tanganku, maka tiada kebahagiaan dan
keuntungan seperti hari ini."
"Hmmm! Itu toh urusan di kemudian hari," seru Pek In Hoei
sambil mendengus dingin, "jika engkau berani melakukan kejahatan
lagi dengan Komplotan Tangan Hitam-mu, maka aku pun tak akan
melepaskan dirimu dengan begitu saja..."

1300
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... kita lihat saja nanti," jengek Cui


Tek Li sambil tertawa dingin.
"Poocu!" tiba-tiba Mao Bong berteriak sambil ayun pedangnya,
"masa kematian dari Thian Goan kita biarkan dengan begitu saja?
Andaikata kita tidak melenyapkan bajingan cilik ini pada malam ini,
maka kesulitan yang akan kita temui di kemudian hari tentu akan lebih
besar..."
"Benar Poocu, jangan lepaskan dia," seru Lan Eng pula dengan
air muka serius, "aku hendak menagih nyawanya untuk membalas
kematian dari Thian Goan, kalau tidak kami dari Komplotan Tangan
Hitam merasa tak punya lagi muka untuk berjumpa dengan kawan-
kawan Bu-lim di seluruh kolong langit..."
"Tentang soal ini..." seru Cui Tek Li dengan alis berkerut, dengan
pandangan dingin ia melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah
Dingin, kemudian melanjutkan :
"Baiklah, kalian berdua boleh segera turun tangan untuk
melenyapkan dirinya dari muka bumi, jangan biarkan ia lolos dari
sini..."
"Terima kasih Poocu," jawab Mao Bong sambil memberi hormat,
"hamba pasti akan berusaha sekuat tenaga."
Sambil tertawa Cui Tek Li mengangguk, sesudah melirik sekejap
ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin perlahan-lahan ia berjalan
keluar dari ruang tengah kuil itu.
Tindakan itu kontan membuat Lan Eng dan Mao Bong jadi
geregetan, mereka tetapi menyangka kalau secara tiba-tiba Cui Tek Li
bisa mengundurkan diri dari tempat itu.
Keadaan mereka pada saat ini bagaikan menunggang di atas
punggung harimau, mau turun tak bisa mau tetap duduk pun sungkan,
apalagi mereka tahu bahwa musuhnya adalah Jago Pedang Berdarah
Dingin, seketika itu juga membuat ke-dua orang jago lihay dari
kalangan hitam ini jadi serba salah, untuk beberapa saat lamanya
mereka tak tahu apa yang mesti dilakukan.

1301
Saduran TJAN ID

Baru saja bayangan punggung dari Cui Tek Li lenyap dari


pandangan, terdengarlah suaranya berkumandang datang :
"Jika kalian berdua tidak berhasil memenggal batok kepala dari
Pek In Hoei, sejak hari ini tak usah datang menjumpai diriku lagi..."
Ucapan ini tentu saja berada di luar dugaan ke-dua orang jago
lihay itu sehingga mereka semakin tertegun.
Dengan hati tercekat Mao Bong berpikir dalam hatinya :
"Tindakan dari Poocu ini bukankah berarti hendak
mengorbankan jiwa kami berdua? Terang-terangan ia tahu kalau
dengan andalkan kekuatanku serta kekuatan Lan Eng tak mampu
menandingi Pek In Hoei, tapi sengaja ia berbuat begitu..."
Ia melirik sekejap ke arah Lan Eng, kemudian katanya :
"Lan-heng, terpaksa kita harus mengeluarkan segenap tenaga
untuk membereskan bajingan ini."
"Benar, kalau kita berdua tak mampu untuk menaklukkan keparat
cilik ini, maka mulai hari ini kita pun tak usah bertemu dengan orang
lagi..."
Ia tarik napas panjang-panjang lalu angkat pedang dengan penuh
keseriusan, dalam waktu singkat ke-dua orang itu dari arah yang
berlawanan telah menerjang ke arah Pek In Hoei.
"Hmmm...! Rupanya kalian berdua benar-benar sudah bosan
hidup..." seru si anak muda itu sambil mengegos ke samping.
Ia menyadari bahwa ke-dua orang jago lihay itu bukan manusia
sembarangan, untuk melenyapkan mereka berdua dalam waktu
singkat jelas bukan suatu pekerjaan yang gampang, diam-diam hawa
murninya disalurkan ke ujung pedang sehingga timbullah keluar
dengungan nyaring yang memekakkan telinga.
Dalam waktu singkat ke-tiga orang itu sudah saling bergebrak
sebanyak dua tiga puluh jurus banyaknya..."
Perlahan-lahan Cui Tek Li berjalan keluar dari kuil Toa-ong-bio
meninggalkan ke-tiga orang jago yang sedang bertempur sengit,
sekilas rasa bangga tersungging di ujung bibirnya...

1302
IMAM TANPA BAYANGAN II

Belum habis ia melamun, tiba-tiba air mukanya berubah hebat...


karena secara mendadak ia temukan seorang gadis berdiri di bawah
sebuah pohon sambil memandang ke arahnya dengan pandangan
penuh kegusaran.
Cui Tek Li tertegun, lalu katanya :
"It-boen lengcu, kenapa engkau pun datang kemari?"
"Hmmm...! Aku sedang menyaksikan permainan setan apakah
yang sedang dilakukan oleh manusia yang paling licik di kolong langit
pada malam ini..."
"Kau maksudkan diriku?"
It-boen Pit Giok mendengus dingin.
"Hmmm! Siapa yang licik dialah yang kumaksudkan, apakah toa
poocu adalah seorang manusia licik?" katanya.
Cui Tek Li jadi naik pitam, dengan gusar serunya :
"Apa yang telah kau lihat? Berani benar mengucapkan kata-kata
yang tidak senonoh..."
It-boen Pit Giok tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku saksikan kematian dari Thian
Goan, menyaksikan pula Mao Bong sera Lan Eng akan mati. Toa
Poocu! Bukankah beberapa orang itu adalah anak buahmu? Kenapa
engkau tidak membantu orang sendiri malahan lari keluar seorang
diri..."
"Hmmm! Itu urusan pribadiku..."
"Tentu saja urusan pribadi Komplotan Tangan Hitam kalian, dan
dengan diriku sama sekali tak ada hubungannya," jengek gadis itu
sinis, "cuma ditinjau dari urusan sekecil ini bisa terlihat betapa bahaya
dan liciknya engkau jadi manusia, orang seperti engkau mana mampu
untuk merajai kolong langit? Kau cuma pandai melampiaskan rasa
dendam pribadi, kau tak pernah menilai sampai di manakah kesetiaan
dari anak buahmu, asal seseorang berani membangkang perintahmu
maka engkau segera berusaha keras untuk melenyapkan dirinya..."
"Apa maksudmu?" Cui Tek Li semakin gusar.

1303
Saduran TJAN ID

"Hmmm! Gampang sekali, aku lihat engkau menginginkan Mao


Bong serta Lan Eng sama-sama menemui ajalnya di tangan Jago
Pedang Berdarah Dingin, perbuatanmu ini benar-benar
mengagumkan sekali..."
"Setelah engkau tahu mau apa..." jengek Cui Tek Li sambil
tertawa dingin.
Tiba-tiba It-boen Pit Giok menengadah dan tertawa terbahak-
bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tentu saja tak bisa apa-apa, Mao
Bong serta Lan Eng suka mati dengan cara bagaimana mereka boleh
mati dengan cara disukainya, apa sangkut pautnya dengan diriku?
Cuma, caramu membunuh orang ini dengan cepatnya akan tersiar di
kolong langit..."
"Tidak salah cara pembunuhanku ini akan segera tersiar di kolong
langit," kata Cui Tek Li setelah berpikir sebentar, "It-boen lengcu, aku
hendak membubarkan Komplotan Tangan Hitam, selamanya
organisasi itu tak akan muncul kembali dalam dunia persilatan..."
"Bukankah hal itu dikarenakan putra dan putrimu..."
"Dari mana engkau bisa tahu akan rahasia ini?" teriak Cui Tek Li
dengan hati terperanjat setelah mendengar perkataan itu.
Senyuman dingin tersungging di ujung bibir It-boen Pit Giok.
"Jangan lupa bahwa anggota Perkumpulan Bunga Merah tersebar
di seluruh kolong langit, semua tindak tandukmu ada orang yang telah
melaporkan kepadaku, aku pun tahu apa sebabnya engkau tak berani
menjumpai orang dengan raut wajah aslimu, hal ini disebabkan karena
engkau tak mau kalau sampai putrimu mengetahui bahwa mereka
punya seorang bapak yang suka melakukan kejahatan..."
"Hmmm...! Tebakanmu cuma benar separuh..."
"Kalau begitu biarlah kutebak pula separuh bagian yang lain..."
kata It-boen Pit Giok, setelah berpikir sebentar lanjutnya, "bukankah
disebabkan karena binimu?"
Sekujur badan Cui Tek Li gemetar keras saking kagetnya.

1304
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Aaaah...! Semua rahasiaku telah engkau ketahui..." teriaknya.


It-boen Pit Giok tertawa dingin.
"Meskipun engkau sangat mencintai binimu, tetapi ia selalu tidak
puas dengan tingkah lakumu, karena ia telah dirampas dari tangan
suaminya dan karena engkau pernah membinasakan suaminya, di
hadapanmu ia memang menghormati dan menuruti dirimu tetapi di
dalam hati ia sangat membenci dirimu, apalagi sekarang putranya
yang berkelana dalam dunia persilatan telah mendatangkan ancaman
besar bagimu..."
"Ehmmm... aku pun tahu bahwa dia tidak cinta kepadaku, dan
tahu pula kalau ia sangat membenci diriku, peduli bagaimana pun
pandangannya terhadap aku, selama hidup aku tak akan menyusahkan
dirinya lagi, ketika berada di Benteng Kiam-poo ia mohon kepadaku
agar jangan membunuh Pek In Hoei."
"dia tidak tahu kalau engkau mengorganisasikan Komplotan
Tangan Hitam untuk menguasai kolong langit..?" sela It-boen Pit
Giok.
Cui Tek Li menggeleng.
"Tidak tahu, aku tak ingin dia mengetahui akan persoalan ini, aku
tak rela kehilangan segala-galanya dan tak rela melepaskan mereka...
hal ini aku berani membuktikannya di hadapanmu..."
"Hmmm! Tapi Pek In Hoei sudahtahu kala engkau adalah musuh
besar pembunuh ayahnya, meskipun engkau mencintai ibunya tetapi
setiap saat engkau berusaha untuk mencelakai jiwa pemuda itu, aku
tahu tujuanmu bukan lain adalah untuk mengangkangi ibunya, dan
melenyapkan ancaman yang membahayakan keselamatanmu..."
"Hmmm!" Cui Tek Li mendengus berat, dengan wajah penuh
napsu membunuh katanya :
"Aku tak akan jeri terhadap Pek In Hoei, asal dia punya
kemampuan untuk mencari aku maka pasti aku akan membinasakan
dirinya... Hmmm... bagaimanakah tindakanku? Aku rasa engkau pasti
mengetahui lebih jelas..."

1305
Saduran TJAN ID

Blaaaam....!
Dari tengah ruang kuil yang sedang berlangsung pertarungan
tiba-tiba berkumandang datang suara bentrokan keras, tanpa terasa It-
boen Pit Giok serta Cui Tek Li berpaling ke arah pintu kuil.
Tampaklah Lan Eng dengan badan sempoyongan lari keluar dari
kuil tersebut, tubuhnya basah kuyup bermandikan darah, rambutnya
kusut dan kacau tak karuan, pedang dalam genggamannya tinggal
separuh sementara matanya dengan penuh ketakutan melototo ke
angkasa, suara btuk tiada hentinya berkumandang memecahkan
kesunyian.
Setelah lari maju beberapa langkah lagi ke depan dengan
sempoyongan, tiba-tiba ia terjungkal dari atas undak-undakan dan
menggeletak tak berkutik lagi, rupanya jago lihay itu telah menemui
ajalnya.
"Aaaah...! Lan Eng telah mati..." bisik Cui Tek Li dengan air
muka berubah hebat.
"Kejadian ini bukankah berarti bahwa salah satu harapan hatimu
telah terpenuhi..." sambung It-boen Pit Giok dengan dingin.
Meskipun Cui Tek Li ada maksud membiarkan Lan Eng serta
Mao Bong menemui ajalnya di tangan Jago Pedang Berdarah Dingin,
tetapi bagaimana pun juga dia adalah anak buahnya yang telah banyak
tahun mengikuti dirinya, karena itu menyaksikan kematian dari Lan
Eng, timbullah rasa gusar yang tak tertahan dalam hati kecilnya.
"Siapa yang bilang..." teriaknya.
"Hmmm! Mau apa kau bersikap begitu galak terhadap diriku?"
kata It-boen Pit Giok dengan ketus, "Cui Tek Li ketahulah manusia
yang paling licik di kolong langit adalah engkau, setiap orang yang
tenaganya telah engkau pergunakan tentu kau usahakan pembunuhan
terhadap dirinya dengan meminjam tangan orang lain, dan malam ini
cara lama tersebut kau pergunakan lagi, apakah aku telah salah
bicara..."

1306
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Engkau sama sekali tidak salah, yang salah adalah mengapa


engkau bertemu dengan aku. Hmmm... hmmm... secara beruntun anak
buahku telah beberapa orang menemui ajalnya, bagaimana pun jug
aku harus carikan sedikit pokok untuk membeli peti mati bagi mereka.
Heeeeh... heeeeh... heeeeh... It-boen Pit Giok malam ini adalah
saatnya bagi kita untuk membereskan soal hutang piutang antara
Komplotan Tangan Hitam dengan Perkumpulan Bunga Merah."
"Ooooh! Jadi engkau hendak menantang aku untuk berduel?"
jengek It-boen Pit Giok sambil tertawa dingin.
Cui Tek Li segera ayukan tangannya ke depan, di atas telapak
kanannya tiba-tiba memancar keluar selapis cahaya terang berwarna
hitam, dengan wajah diliputi napsu membunuh ia melotot ke arah It-
boen Pit Giok dengan penuh kegusaran, serunya :
"Kau anggap aku tak berani melayani dirimu? Heeeeh... heeeeh...
heeeeh... It-boen Pit Giok, dahulu aku tak ingin bentrok muka dengan
dirimu, hal tersebut dikarenakan di belakang tubuhmu masih ada tiga
orang yang bertindak sebagai tulang punggungmu, dengan andalkan
kekuatan dari Benteng Kiam-poo kami masih belum mampu untuk
menghadapinya, akan tetapi sekarang... ketiga orang telur busuk tua
di belakangmu itu sudah tak perlu ditakuti lagi, kenapa aku mesti jeri
kepadamu?"
It-boen Pit Giok tertawa dingin.
"Kau anggap mereka benar-benar bersumpah tak akan
munculkan diri lagi di dalam dunia persilatan?"
Perkumpulan Bunga Merah pimpinannya berani menentang
Komplotan Tangan Hitam sebagian besar bukanlah dikarenakan
jumlah anggota Perkumpulan Bunga Merah jauh lebih kuat dari
orang-orang Komplotan Tangan Hitam, yang paling utama adalah
takutnya Cui Tek Li terhadap orang dari luar lautan, oleh sebab itu
Cui Tek Li selalu berusaha untuk menghindari gadis itu dan tak berani
bentrok langsung dengan dirinya, ia takut karena kejadian itu maka
akibatnya akan memancing kehadiran dari Hay gwa Sam-sian...

1307
Saduran TJAN ID

Tetapi bulan berselang secara tiba-tiba Tiga Dewa dari Luar


Lautan telah menyatakan bahwa selama hidup mereka akan
mengundurkan diri dari dunia persilatan dan tak akan mencampuri
urusan dunia persilatan lagi, bahkan segera pulang ke luar lautan dan
bersumpah tak akan menginjakkan kakinya di daratan Tionggoan lagi,
hal inilah yang membuat rasa takut Cui Tek Li seketika lenyap tak
berbekas.
Setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya pemilik dari
Benteng Kiam-poo ini segera menukas :
"Apakah perkataan mereka ibaratnya kentut busuk..."
"Hmmm! Suhu dan supekku bukan manusia semacam itu,
meskipun mereka telah bersumpah tak akan menginjakkan kakinya di
daratan Tionggoan lagi, tetapi mereka tidak mengatakan bahwa anak
muridnya tak boleh munculkan diri dalam dunia persilatan. Selama
aku It-boen Pit Giok masih berada di sini, aku sama saja masih mampu
untuk menaklukkan dirimu..."
"Haaaah... haaaah... haaaah..." Cui Tek Li tertawa seram, "dengan
andalkan kemampuan yang kumiliki, kenapa aku jeri terhadap budak
ingusan macam engkau? Hehhmm... Heehhmmm... kau jangan terlalu
pandang rendah diriku, dayang ingusan, perhitungan sie-poa mu kali
ini keliru besar... di kolong langit langit kecuali tiga orang tua bangka
yang tidak mati-mati dari luar lautan, tak ada orang yang kutakuti
lagi..."
Telapak kanannya berputar di udara dan segera muncullah
segulung angin pukulan yang santer dengan dahsyat angin serangan
tadi menerjang ke tubuh gadis tersebut.
"Rasakanlah pukulan Tui-hiat-ciang ku..." teriaknya.
Meskipun angin pukulannya yang dipancarkan amat dahsyat,
tetapi bila mengenai di tubuh orang sama sekali tidak menimbulkan
rasa sakit barang sedikit pun juga, akan tetapi hawa pukulan itu akan
memaksa bergolaknya darah dalam tubuh manusia hingga
menyebabkan pembekuan dan menggumpal jadi satu.

1308
IMAM TANPA BAYANGAN II

Namun kelihayannya bukan terletak pada hal itu saja, aliran darah
manusia dalam tubuhnya akan mengalir secara terbalik dan tidak
sampai setengah jam kemudian dari tujuh lubang inderanya akan
mengucur darah hingga akhirnya mati.
Kepandaian tersebut-lah merupakan ilmu telapak andalannya,
cuma saja tak pernah dipergunakannya secara sembarangan kecuali
telah bertemu dengan musuh tangguh.
Bagaikan selembar daun kering yang melayang di udara, dengan
lincah It-boen Pit Giok melayang di udara lalu berkata sambil tertawa
:
"Ilmu telapak semacam ini belum tentu lihay dan luar biasa..."
Di luar saja gadis itu bicara enteng, padahal dalam kenyataan
telapak lawan laksana sambaran kilat telah membabat keluar, tubuh
Cui Tek Li bagaikan sesosok sukma gentayangan menyusul ke depan,
dari telapak ia rubah jadi cengkeraman dan mencakar tubuh gadis itu.
Bagaikan seekor ular lincah It-boen Pit Giok berkelejit dan
menghindar ke samping.
"Poocu...!"
Tiba-tiba dari balik ruang kuil berkumandang keluar jeritan keras
yang mengandung rasa gelisah dan ngeri, Mao Bong dengan sepasang
mata memancarkan sinar merah serta wajah memancarkan rasa
ketakutan lari keluar dengan sempoyongan, darah segar mengucur
keluar dari atas dadanya.
"Hey, jangan lari!" teriak Jago Pedang Berdarah Dingin sambil
menyusul dari belakang.
"Mao Bong... Mao Bong..." teriak Cui Tek Li tertegun, dengan
cepat ia melayang turun ke atas tanah.
Sekujur badan Mao Bong gemetar keras, teriaknya :
"Poocu..."
Cepat Cui Tek Li maju menyongsong ke depan, tetapi baru saja
tubuhnya bergerak tiba-tiba Jago Pedang Berdarah Dingin sambil

1309
Saduran TJAN ID

ayun pedangnya telah menyerah ke arahnya, hal ini membuat jago


lihay dari Benteng Kiam-poo mundur ke belakang dengan ketakutan.
"Apa maksudmu?" bentaknya dengan gusar.
Napsu membunuh terlintas di atas wajah Pek In Hoei, bentaknya
:
"Mao Bong, apa yang kau katakan tadi apakah sungguh-sungguh
terjadi..."
"Mao Bong apa yang telah kau katakan kepadanya?" tegur Cui
Tek Li dengan wajah tertegun.
Dengan penuh penderitaan Mao Bong mengerang kesakitan,
sekujur badannya gemetar keras... tiba-tiba ia menubruk ke depan
sehingga pedang menembusi lambungnya hingga tembus ke
belakang, jawabnya dengan suara terpatah-patah :
"Poocu, aku... aku dippaa... dipaksa untuk mengatakan
bagaimana ayahnya mati..."
Weess...! Cui Tek Li ayun telapaknya menggaplok, Mao Bong
jatuh terjengkang ke atas tanah, makinya :
"Kau bajingan telur busuk..."
Sekujur badan Mao Bong gemetar keras, serunya dengan sedih :
"Poocu... poocu... kau..."
Belum habis dia berkata tiba-tiba jago lihay she-Mao itu muntah
darah segar, setelah melotot sekejap ke arah Cui Tek Li dengan
pandangan dendam, ia hembuskan napasnya yang terakhir dan
menyelesaikan perjalanannya yang singkat di alam dunia.
"Cui Tek Li," bentak Pek In Hoei dengan gusar, "sebenarnya
bagaimanakah ayahku bisa mati? Ayoh jawab..."
"Engkau toh sudah mengetahui kesemuanya, apa yang mesti
ditanyakan lagi..." sahut Cui Tek Li dengan hati bergidik.
"Serahkan nyawamu...! Aku tidak akan melepaskan dirimu
lagi..."
"Hmmm! Aku tidak percaya kalau engkau bisa membunuh
aku..."

1310
IMAM TANPA BAYANGAN II

Pada saat ini seluruh benak Jago Pedang Berdarah Dingin telah
dibakar oleh hawa amarah yang sukar dikendalikan lagi, dengan
penuh kemarahan ia berteriak keras :
"Kentut busuk, aku bersumpah akan membinasakan dirimu..."
Pedang mestika penghancur sang surya bergeletar di tengah udara
menciptakan berkuntum-kuntum bunga pedang, lalu dibacoknya ke
atas tubuh Cui Tek Li, saat ini rasa bencinya terhadap pemilik dari
Benteng Kiam-poo ini sudah tidak terbendung lagi, serangannya sama
sekali tak kenal belas kasihan, jurus-jurus serangan yang ampuh dan
ganas dilancarkan berulang kali.
"Pek In Hoei, maaf, aku tak bisa menemani dirimu lagi..." seru
Cui Tek Li tiba-tiba sambil berpaling.
Tangannya diayun ke belakang, dan... Blaaam! Kabut tebal yang
menutupi seluruh jagad seketika menyelimuti sekeliling tempat itu
membuat bayangan tubuh mereka bertiga tertutup rapat di balik kabut
tersebut.
Suasana jadi gelap gulita dan apa pun tidak nampak termasuk
pula bintang yang bertaburan di langit, di tengah tebalnya asap ketiga
orang itu sama-sama menutup pernapasan dan sedikit suara pun tak
berani dikeluarkan...
Jago Pedang Berdarah Dingin merasa di balik asap hitam itu
tersiar bau harum yang sangat eneg, ketika dicium lebih keras
kepalanya seketika terasa jadi pening, sepasang matanya kontan
berubah jadi merah berapi, dengan penuh bernapsu ia mencari
bayangan dari musuhnya di balik tebalnya asap...
Tiba-tiba dari samping kiri terdengar suara dengusan napas yang
lirih. Pek In Hoei segera loncat ke depan sambil ayun pedangnya, ia
membentak keras :
"Cui Tek Li, engkau hendak lari ke mana..."
"Aaaaah!...."
Dari balik asap yang tebal berkumandang jeritan kaget dari It-
boen Pit Giok seolah-olah gadis itu telah berjumpa dengan setan,

1311
Saduran TJAN ID

jeritan itu membuat Pek In Hoei tersentak kaget dan segera tarik
kembali pedangnya.
"Nona It-boen, nona It-boen..." serunya.
"Oooh! Engkau telah mengejutkan diriku..." seru It-boen Pit Giok
sambil tarik napas panjang.
Perlahan-lahan ia menggeserkan tubuhnya, Pek In Hoei yang
berada di balik asap tebal secara lapat-lapat mulai bisa melihat jelas
bayangan tubuhnya, ia segea loncat ke depan sambil bertanya :
"Ke mana larinya rase tua itu?"
It-boen Pit Giok tidak menjawab, tiba-tiba ia menjerit kaget
sambil serunya :
"Aduh celaka, ia melepaskan kabut pemabok cinta..."
Dari balik kabut yang tebal terdengarlah Cui Tek Li tertawa
terbahak-bahak, suara tertawanya begitu dingin dan mengerikan
bagaikan jeritan setan atau sukma gentayangan, ketika terdengar
dalam pendengaran terasa nyeri dan mengakibatkan bulu kuduk pada
bangun berdiri.
"Apakah yang engkau tertawakan?" teriak Pek In Hoei.
"Hmmm! Selamanya engkau tak akan berhasil mengejar diriku,
Pek In Hoei... Kabut pemabok cinta yang kubuat sendiri ini tak ada
yang bisa mempertahankan diri, baik-baiklah lewatkan malam yang
indah ini di sini serta nikmatilah sorga dunia yang belum pernah kau
cicipi..."
Perkataan itu makin lama semakin lirih dan akhirnya hilang dari
pendengaran, beberapa kali Jago Pedang Berdarah Dingin akan
melakukan pencarian atas tempat persembunyian dari Cui Tek Li,
akan tetapi setiap kali pula dia temu kegagalan, namun pemuda itu
tidak putus asa dicarinya sekeliling tempat itu dengan seksama."
"Aaaai..!" akhirnya terdengarlah It-boen Pit Giok menghela
napas panjang, "engkau tak usah membuang pikiran dan tenaga
dengan percuma, setelah kabut pemabok cinta dilepaskan maka
gampang sekali membuat perasaan orang jadi keliru, ia bersembunyi

1312
IMAM TANPA BAYANGAN II

di sebelah kiri maka engkau akan mengira di kanan, nasib kita berdua
telah ditentukan pada malam ini!"
"Apa maksudmu!" tanya Pek In Hoei tertegun.
"Maukah engkau mengawini diriku sebagai istrimu?" tanya It-
boen Pit Giok dengan suara sedih.
"Aku tidak mengerti apa yang sedang kau katakan?" seru Pek In
Hoei tertegun, "nona It-boen, mengapa secara tiba-tiba kau ajukan
pertanyaan seaneh itu? Aku benar-benar tidak mengerti apa yang
hendak kau lakukan..."
"Aaaaaai...." kembali It-boen Pit Giok menghela napas sedih,
"sekali pun engkau tak mau juga tak bisa, kesemuanya ini Cui Tek Li-
lah yang memberikannya kepada kita, kau mau pun aku tak dapat
menghindarkan diri lagi, sekali pun kita ada maksud untuk berbuat
begitu..."
Dari kabut hitam yang menyelimuti tempat itu, secara lapat-lapat
Jago Pedang Berdarah Dingin dapat menangkap rambut It-boen Pit
Giok yang hitam mulus, pakaiannya yang berwarna hijau serta biji
matanya yang bening serta memancarkan rasa cinta yang lembut itu.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasakan jantungnya
berdebar keras, ia merasa segumpal hawa panas yang aneh muncul
dari pusarnya dan merambat naik ke atas.
Gejala yang sangat aneh ini membuat hatinya terperanjat, buru-
buru ia mundur dua langkah ke belakang, pandangannya jadi gelap
akan tetapi raut wajah It-boen Pit Giok yang cantik tak dapat terhapus
dari benaknya.
Ia tak habis mengerti apa sebabnya pada malam ini ada gejala
aneh yang melekat di benaknya, ia merasa golakan hawa panas dalam
tubuhnya berubah jadi suatu tenaga baru dan ia merasa dalam waktu
singkat membutuhkan sekali sesuatu untuk melampiaskan tenaganya
tadi.
Ia tertegun dan pikirnya di dalam hati :

1313
Saduran TJAN ID

"Apa yang sebenarnya telah terjadi? Apa yang sebenarnya telah


terjadi?"
Pelbagai ingatan berkelebat dalam benaknya, tanpa sadar
keringat dingin telah membasahi seluruh tubuhnya, penderitaan yang
dialaminya pada saat ini sukar dilukiskan dengan kata-kata, dan
merupakan satu pengalaman aneh yang belum pernah dialami
sebelumnya, ia merasa dalam hatinya timbul suatu kebutuhan...
semacam gaya tarik menarik antara lawan jenis yang berbeda...
"Aaaai...! In Hoei kemarilah," It-boen Pit Giok berbisik sambil
menghela napas sedih.
Pada saat ini benak Pek In Hoei kosong melompong, ia merasa
sepatah kata yang diucapkan It-boen Pit Giok mendatangkan daya
tarik yang amat besar sehingga membuat pemuda itu tanpa sadar maju
ke depan.
Air muka It-boen Pit Giok berubah jadi bersemu merah, rasa cinta
dan birahi terpancar keluar dari balik matanya... begitu cantik dan ayu
mempesonakan hati membuat Pek In Hoei hampir saja tak mampu
menguasai diri...
"In Hoei, cintakah engkau kepadaku?" bisik gadis itu dengan
suara lembut.
"Aku..." Pek In Hoei termangu-mangu.
Pada saat ini benaknya sudah terpengaruh oleh kebutuhan aneh
yang mengganggu jalan pikirannya, ia tak tahu apa yang mesti
dijawab, ia memandang ke arah gadis itu dengan sinar mata penuh
birahi, ia berharap bisa temukan perbedaan yang menyolok antara pria
dan wanita... ia mengincar bagian terrahasia dari gadis itu.
Empat mata saling bertemu satu sama lainnya, ke-dua belah pihak
sama-sama membungkam dalam seribu bahasa...
Tetapi dari balik sorot mata itulah mereka temukan saling
pengertian, rasa cinta, saling membutuhkan serta birahi... ke-dua
belah pihak mulai menggeserkan tubuhnya serta berusaha

1314
IMAM TANPA BAYANGAN II

membongkar rahasia yang menyelimuti perasaan aneh dalam tubuh


mereka.
Dalam waktu singkat suasana yang diliputi cinta dan birahi
menyelimuti ke-dua orang muda mudi ini, mereka saling menyatakan
kebutuhan lewat pancaran sinar mata yang aneh...
Perlahan-lahan It-boen Pit Giok meletakkan tangannya yang
halus di atas bahu pemuda itu sambil menatap wajahnyaia berbisik :
"In Hoei... kekasihku..."
Bau harum yang semerbak berhembus lewat di atas wajah Pek In
Hoei dan masuk lewat lubang hidungnya, ia tarik napas panjang-
panjang... bau harum yang aneh dari dari gadis itu memberikan
dorongan yang lebih kuat pada tenaga panas dalam tubuhnya, ia
gelengkan kepala dan berseru :
"Ooooh! Harum sekali..."
Ketika rambut yang hitam menyampok wajahnya karena terbawa
angin malam, Pek In Hoei merasakan jantungnya berdebar keras, ia
jadi mabok oleh cinta dan tanpa sadar menggenggam tangan putih dan
halus itu... kelembutan dan kehalusan tangan gadis itu hampir saja
membuat Pek In Hoei jadi kalap dan memeluk tubuhnya erat-erat.
"Jangan berbicara," bisik It-boen Pit Giok dengan lirih, "marilah
kita nikmati kehangatan yang sedang kita rasakan sekarang..."
"Engkau mabok..." ujar pemuda itu.
It-boen Pit Giok membuka matanya dan tertawa ringan.
"Apakah engkau mendusin..." jawabnya.
Di tengah keheningan, ke-dua orang itu terbawa oleh arus cinta
serta birahi yang kian lama kian menebal... dengan cepatnya mereka
terseret ke alam yang lain, saat ini mereka saling membutuhkan,
saling memadu cinta...
Perlahan-lahan Pek In Hoei memeluk pinggangnya, It-boen Pit
Giok sambil memejamkan mata jatuhkan diri ke dalam pelukannya,
sepasang bibir yang merah dan mungil perlahan-lahan diangkat ke
atas menyongsong datangnya bibir dari pemuda itu...

1315
Saduran TJAN ID

Bibir bertemu bibir... hati bertemu hati... sepasang muda mudi itu
saling berpelukan dan saling berciuman melepaskan rasa cinta yang
tengah bergelora dalam dada mereka...
Pek In Hoei mendekap tubuh gadis itu makin kencang, bisiknya :
"Pit-Giok ku sayang.. aku butuh..."
"Kau butuh apa?"
"Aku butuh itu..." jawab Pek In Hoei tertegun.
"Itu... itu apa?" tanya It-boen Pit Giok sambil membuka matanya
dan pipi bersemu merah karena jengah.
"Kau..."
Tiba-tiba It-boen Pit Giok teringat sesuatu, ia merasa birahi yang
berkobar dalam dadanya tak dapat dikendalikanlagi, ia menjatuhkan
diri ke dalam pelukan Pek In Hoei serta ingin sekali cepat-cepat
melebur jadi satu dengan pemuda itu.
Pada saat ini dara ayu tersebut telah lupa segala-galanya,lupa
kalau dia adalah gadis... lupa kalau ia masih gadis perawan yang
belum pernah dijamah orang... saat ini kesombongan dan
keangkuhannya telah lenyap, pikirannya kosong melompong... yang
ada hanya napsu birahi serta keinginannya untuk sesuatu...
Pakaian satu demi satu ditanggalkan mulai dari pakaian luar...
gaun... penutup dada... celana dan akhirnya gadis itu berada dalam
keadaan telanjang bulat...
Pek In Hoei yang di hari-hari biasa selalu berwajah dingin, sinis
terhadap gadis, kini telah berubah sama sekali... bagaikan harimau
kelaparan diterkamnya gadis itu... dijamahnya sekujur badan dara
itu... mulai dari atas kepala... payudara, perut, lekukan antara paha
daam...daam.
Tidak berselang berapa saat, mereka berdua telah berada dalam
keadaan bugil... mereka saling tindih menindih... saling bergumul
dan.. saling bergoyang pinggul...
Gerakan tubuh mereka mula-mula perlahan-lahan lalu bertambah
kencang dan akhirnya memburu bagaikan larinya kuda...

1316
IMAM TANPA BAYANGAN II

Asap hitam yang tebal menutupi seluruh jagad... tubuh mereka


yang saling bergumul mulai lenyap ditelan kegelapan... yang
terdengar tinggal dengusan napas yang memburu...
Keluhan kesakitan... percikan darah membasahi lantai... rintihan
kenikmatan.. serta dengusan napas memburu bercampur aduk
menjadi suatu rangkaian peristiwa yang menghangatkan badan...
Kesemuanya tak bisa dicegah lagi, semuanya telah berlangsung
dengan cepat. Mabok... keletihan... kepuasan serta beberapa macam
perasaan bercampur baur di atas wajah ke-dua orang muda mudi itu.
Rambut It-boen Pit Giok jadi kusut, pakaiannya sudah tercecer di
atas tanah... ia tertidur dalam pelukan Pek In Hoei dengan penuh
kenikmatan serta kepuasan...
Jago Pedang Berdarah Dingin yang angkuh dan tinggi hati tak
dapat tertidur nyenyak... ia merasa seakan-akan baru saja mengalami
satu impian buruk dan sekarang baru saja mendusin dari impian
tersebut.
"Aku... mengapa aku begitu tolol? Mengapa kulakukan
kesemuanya ini?"
Siapa yang salah? Pertanyaan ini sulit untuk dijawab baik oleh
Pek In Hoei maupun gadis itu.
It-boen Pit Giok tersadar kembali dari tidurnya ketika mendengar
jeritan yang amat keras itu, tatkala ia menyaksikan segala sesuatu
yang terbentang di depan mata, sadarlah ia bahwa apa yang telah
terjadi... ia tahu bahwa kemarin malam kesucian dan seluruh tubuhnya
telah dipersembahkan untuk pemuda itu.
Dia... adalah kekasih yang dicintainya.
Gadis itu sama sekali tidak merasa menyesal, dia merasa bahwa
seorang gadis bilamana dapat memberikan kesucian dan tubuhnya
kepada orang yang dicintainya, hal ini merupakan sesuatu yang suci
dan murni...
"Kenapa engkau?" bisiknya lirih.

1317
Saduran TJAN ID

Pek In Hoei tak berani memandang ke arah gadis itu, sambil


tundukkan kepala ia menghela napas panjang.
"Kita semua telah bersalah..." katanya.
Air mata mengembang dalam kelopak mata It-boen Pit Giok,
katanya dengan sedih :
"Kejadian ini tak dapat salahkan dirimu, atau pun salahkan diriku.
In Hoei...! Tahukah engkau apa yang telah dilakukan Cui Tek Li
sebelum meninggalkan tempat ini? Kabut tebal yang menyelimuti
tempat ini bukan lain adalah bubuk obat pemabok cinta yang
mendatangkan birahi bagi siapa pun yang menciumnya, semua orang
tak dapat menghindarkan diri dan siapa pun tak akan kuat
mempertahankan diri. Ketika ketemu gejala tersebut, keadaan telah
terlambat... In Hoei, bila engkau benci kepadaku, aku tak akan
membuat dirimu malu jadi orang... aku bisa tinggalkan dirimu dan
pergi seorang diri."
"Tidak!" seru Pek In Hoei sambil menggeleng, "aku sama sekali
tidak membenci dirimu, aku sedang membenci pada diriku sendiri.
Pit-Giok! Peristiwa ini telah terjadi, menyesal pun tak ada gunanya...
aku adalah seorang yang berwatak terbuka, setelah berbuat salah
harus dirubah, aku tetap akan bertanggung jawab atas perbuatan ini,
aku tak akan membiarkan engkau malu hidup sebagai manusia."
"In Hoei!" karena terharunya It-boen Pit Giok melelehkan air
mata, "engkau agung... dan maha besar... selama hidup aku akan
selalu mencintai dirimu..."
"Criiing...!" tiba-tiba terdengar suara pekikan naga, diikuti
cahaya pedang memancar keluar dari pergelangan tangan Pek In Hoei,
dengan keren ia pegang pedang mestikanya dan memandang ke
angkasa.
"In Hoei, kau..." teriak gadis itu dengan terkejut.
Pek In Hoei menghela napas panjang.
"Aku hendak angkat sumpah di hadapan langit dan bumi, bila
tidak kubunuh Cui Tek Li dengan tangan sendiri aku bersumpah tak

1318
IMAM TANPA BAYANGAN II

akan berhenti berusaha. Pit-Giok, aku hendak menyusul ke Benteng


Kiam-poo dan menarik keluar ekor dari si rase tua itu..."
"Pergi ke Benteng Kiam-poo? Kau hendak mencari kematian
buat dirimu sendiri?" teriak It-boen Pit Giok dengan amat terkejut.
Pek In Hoei menggeleng.
"Tidak! Aku hendak mencabut nyawa rase tua itu, aku pergi ke
Benteng Kiam-poo untuk membalas dendam, sudah terlalu banyak
hutang Cui Tek Li terhadap keluarga Pek kami, ia telah
membinasakan ayahku, memperkosa ibuku dan sekarang mencelakai
pula dirimu."
Dengan sedih ia melanjutkan :
"Manusia semacam ini tak boleh dibiarkan tetap hidup di kolong
langit, sebab kalau tidak entah berapa banyak orang yang bakal celaka
di tangannya lagi?"
"Baiklah, mari kita berangkat bersama-sama..." ujar It-boen Pit
Giok dengan wajah serius, "tetapi engkau harus mendengarkan
perkataan, kalau tidak kita semua bakal jatuh kecundang di dalam
Benteng Kiam-poo... In Hoei aku minta engkau suka mendengarkan
perkataan, sekali ini saja..."
Sambil tertawa getir Pek In Hoei mengangguk.
"Engkau adalah istriku, tentu saja aku harus mendengarkan
perkataanmu," katanya.
Fajar telah menyingsing, ke-dua orang muda mudi itu berjalan di
jalanan yang sunyi... tinggalkan kabut yang tebal dan menuju ke
Benteng Kiam-poo... bayangan tubuhnya kian mengecil hingga
akhirnya lenyap di kejauhan...
******

Benteng Kiam-poo
Bangunan tersebut masih tetap berada di tempat semula, sungai
pelindung benteng, loteng pengamat serta jembatan penyeberang
masih tetap seperti sedia kala, sedikit pun tidak berubah.

1319
Saduran TJAN ID

Dipandang dari luar, bangunan benteng itu memang seperti sedia


kala dan sama sekali tak berubah, tetapi sejak Cui Tek Li kembali ke
dalam benteng dalam kenyataan Benteng Kiam-poo telah mengalami
perubahan yang amat besar, perubahan tersebut mempengaruhi
kehidupan dari seluruh anggota benteng tersebut.
Lima hari setelah Cui Tek Li kembali ke bentengnya, ia
melakukan persiapan dengan seksama kemudian seorang diri berdiam
dalam ruang tengah sambil berjalan mondar mandir seperti sedang
memutuskan suatu masalah yang amat besar.
Lama sekali... tiba-tiba dari balik biji matanya yang sadis terlintas
hawa napsu membunuh yang tebal, dia menengadah memandang
bunga di atas pot lalu berpikir :
"Bila seseorang selalu ragu-ragu untuk bertindak atau tidak tega
turun tangan secara kejam, maka sepanjang masa dia akan hidup
dalam kebimbangan, untuk segala sesuatunya terpaksa aku tak boleh
sangsi atau ragu-ragu lagi..."
"Pengawal..." akhirnya ia bertepuk tangan dan berteriak.
Kongsun Kie perlahan-lahan tampil ke depan, setelah memberi
hormat tanyanya :
"Poocu, ada urusan apa?"
"Undang Hoa Pek Tuo datang menemui diriku..."
"Baik!"
Tidak selang beberapa saat kemudian Kongsun Kie mengiringi
Hoa Pek Tuo yang licik munculkan diri dalam ruangan itu, Cui Tek
Li segera ulapkan tangannya mengundurkan Kongsun Kie.
Setelah dalam ruangan itu tinggal dua orang, Hoa Pek Tuo
tertawa mengakak dan berkata :

1320
IMAM TANPA BAYANGAN II

Jilid 51
"POOCU, ENGKAU SUDAH PULANG sebelum saatnya, mengapa
tidak beri kabar kepadaku? Aku sudah hampir setengah bulan
lamanya menanti di sini... Hmm... poocu, hasil yang dicapai
Komplotan Tangan Hitam dalam dunia persilatan mengagumkan
sekali bukan? Bagaimana akhirnya persoalan dengan pihak
Perkumpulan Bunga Merah..."
"Persoalan antara Komplotan Tangan Hitam dengan
Perkumpulan Bunga Merah telah beres..." jawab Cui Tek Li sedikit
pun tidak menunjukkan reaksi apa-apa.
"Sudah beres?" seru Hoa Pek Tuo tertegun, "apa yang telah
terjadi? Dengan kemampuan poocu untuk memimpin jago, masa
urusannya dengan pihak Perkumpulan Bunga Merah bisa... Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... Poocu, atau jangan-jangan nasib Komplotan
Tangan Hitam untuk kali agak jelek sehingga jatuh kecundang di
tangan pihak Perkumpulan Bunga Merah..."
"Bukan begitu," Cui Tek Li menggeleng, "dalam suasana yang
ramah tamah dan penuh kedamaian ke-dua belah pihak telah setuju
untuk menyelesaikan persoalan ini secara baik-baik. Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... hasil dari perundingan itu memutuskan bahwa ke-
dua belah pihak tak akan munculkan diri kembali dalam dunia
persilatan..."
"Oooh...! Masa begitu..."
Jelas Hoa Pek Tuo merasa bahwa kejadian ini sedikit ada di luar
dugaan, ia merasa hatinya agak gemetar sebab tujuan kedatangannya

1321
Saduran TJAN ID

ke Benteng Kiam-poo kali ini adalah untuk menyelidiki secara diam


kekuatan dari Benteng Kiam-poo, terjadinya bentrokan antara pihak
Komplotan Tangan Hitam serta Perkumpulan Bunga Merah membuat
ia merasa bahwa rencana besarnya sudah hampir mencapai pada taraf
seperti yang diinginkan, maka ia pun bergirang hati karenanya...
"Poocu!" serunya kemudian sambil tertawa seram, "apakah
engkau telah mengesampingkan rencana besarmu untuk menguasai
seluruh dunia persilatan..."
"Aaaai...!" tiba-tiba Cui Tek Li menghela napas panjang, "aku
sudah tidak berani memimpikan cita-cita itu lagi..."
"Kenapa?"
Napsu membunuh menyelimuti seluruh wajah Cui Tek Li,
jawabnya :
"Karena ada seseorang yang memiliki ambisi jauh lebih besar
daripada diriku, orang itu sudah lama sekali mengincar kedudukan
sebagai Bengcu yang menguasai seluruh dunia persilatan, sekali pun
aku berhasil mendapatkan kedudukan itu toh akhirnya harus
bertengkar dan adu kekuatan sendiri dengan dirinya, oleh sebab itu
daripada bermusuhan dengan orang itu terpaksa aku harus
melepaskan cita-cita tersebut.
Sambil tertawa getir ia gelengkan kepalanya, lalu menambahkan
:
"Apalagi di tempat ini masih terdapat banyak orang yang
mengkhianati diriku. Aaaai...! Sungguh tak nyana dengan andalkan
kekuatan yang kumiliki dalam dunia persilatan, masih ada juga orang
yang berani mengkhianati diriku, Aaaai...! Tahun ke belakang ini
memang kurang beruntung begitu, siapa suruh aku terlalu percaya
dengan perkataan teman..."
"Siapakah orang itu?" seru Hoa Pek Tuo dengan jantung berdebar
amat keras, "Siapakah orang yang mempunyai ambisi besar itu?
Berani benar ia adu kekuatan dengan poocu."

1322
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hmm! Dengan ketajaman telinga dari engkau Hoa Pek Tuo,


masa tidak tahu siapkah orang itu?"
Hoa Pek Tuo benar-benar tidak tahu siapakah orang yang
mempunyai ambisi besar untuk menguasai seluruh dunia persilatan
kecuali poocu dari Benteng Kiam-poo ini, sebab dalam bayangan
kecuali Cui Tek Li boleh dibilang tiada orang lain yang memiliki
kekuatan sebesar itu.
Seketika itu juga rase tua yang lihay dan cerdik ini jadi
kebingungan setengah mati, lama sekali ia baru berseru :
"Poocu, aku benar-benar tak bisa menebak."
"Hmmm! Hoa heng, seandainya engkau yang menjumpai lawan
tangguh seperti ini, bagaimana kamu akan mengatasi masalah ini?"
tanya Cui Tek Li sambil tertawa seram, "aku sekali ini memohon
petunjuk dari Hoa heng."
"Tentang soal ini... tentang soal ini..." seru Hoa Pek Tuo dengan
alis berkerut, setelah mempertimbangkan sebentar ia meneruskan :
"Tiada jalan lain, kecuali melenyapkannya dari muka bumi..."
"Tepat sekali! Pendapatmu itu bagus sekali dan aku rasa memang
hanya itulah satu-satunya jalan yang bisa dilaksanakan..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..." Hoa Pek Tuo tertawa seram, "bila
musuh tidak dibunuh maka diri sendirilah yang akan rugi, Poocu!
Dalam melakukan segala macam pekerjaan kita harus bertindak cepat
sekali, makin cepat makin baik. Jangan lupa, perkampungan Thay Bie
San cung dengan Benteng Kiam-poo adalah satu keluarga..."
Cui Tek Li tertawa dingin tiada hentinya.
"Aku memang membutuhkan sekali bantuan dari Hoa heng untuk
menyelesaikan banyak persoalan!" katanya.
Hoa Pek Tuo mengangguk.
"Seperti ucapanku tadi, serahkan saja semua tugas itu kepada aku
orang she-Hoa..."
"Peduli pekerjaan apa pun apakah Hoa-heng bersedia membantu
diriku?" tanya Cui Tek Li dengan sinar mata berkilat tajam.

1323
Saduran TJAN ID

Hoa Pek Tuo tertegun, lalu jawabnya :


"Tentu saja, asal aku sanggup melakukannya tentu saja tiada
perkataan lain lagi. Hmmm... hmmm... Poocu, asal engkau tidak
menganggap aku sebagai orang luar, silahkan sampaikan perintahmu
itu..."
Cui Tek Li segera menepuk bahu kakek she-Hoa itu, ujarnya :
"Hoa-heng, tiada lain yang kuharapkan bantuan darimu, aku
cuma berharap agar engkau suka membiarkan anak buahku
membelenggu tubuhmu dengan kencang... dan segala sesuatunya aku
telah mengaturnya secara sempurna."
"Aku disuruh apa?" seru Hoa Pek Tuo dengan wajah tertegun.
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Siasat menyiksa diri!" jawabnya.
Diam-diam Hoa Pek Tuo merasakan hatinya bergidik, ia merasa
tingkah laku dari Cui Tek Li pada hari ini jauh berbeda dengan
keadaan biasa, dia seorang yang licik pula tentu saja bisa menduga
hal-hal yang kurang beres, cuma ia tak tahu permainan apakah
sesungguhnya yang sedang disiapkan Cui Tek Li untuk beberapa saat
lamanya ia berdiri menjublak.
"Siasat menyiksa diri?" serunya, "poocu gunakan siasat untuk
ditunjukkan kepada siapa? Dan apa gunanya pula mengikat diri
diriku? Poocu, dapatkah engkau terangkan lebih jauh?"
"Untuk menghadapi orang itu terpaksa aku harus menyiksa
sebentar diri Hoa-heng, aku harap Hoa-heng suka melakukan suatu
tugas rahasia di pihak lawan, engkau boleh bilang saja aku telah
menghina dan menyiksa dirimu, maka orang itu pasti akan menerima
engkau sebagai pembantunya...Heeeeh... heeeeh... heeeeh..."
"Orang itu berada di mana?" tanya Hoa Pek Tuo setelah tertegun
sejenak.
"Orang itu berada dalam benteng ini, ilmu silatnya amat lihay dan
ia memaksa diriku untuk berunding secara terbuka, Hoa heng, jika

1324
IMAM TANPA BAYANGAN II

engkau bersedia membantu aku maka laksanakanlah tugas ini sebaik-


baiknya... bersedia bukan?"
"Kurang ajar, jadi ia berani datang ke Benteng Kiam-poo?" teriak
Hoa Pek Tuo dengan sorot mata tajam, "besar amat nyali bangsat itu,
aku orang she Hoa ingin melihat sendiri manusia macam apakah
dia..."
Ia berhenti sebentar dan melanjutkan :
"Poocu, aku bersedia untuk menjumpai orang itu, cuma saja..."
"Tentang persoalan lain yang lebih rumit aku bisa
menjelaskannya kepadamu," kata Cui Tek Li sambil tertawa ringan,
"tapi engkau mesti ingat bahwa orang itu sukar sekali untuk
dihadapinya, engkau harus berpura-pura secara serius hingga orang
itu sama sekali tidak menaruh curiga, Hoa-heng, sekarang aku hendak
menyiksa dirimu sebentar..."
Ia bertepuk tangan, Kongsun Kie sambil membawa seutas tali
masuk ke dalam. Hoa Pek Tuo yang cerdik mimpi pun tak pernah
menyangka kalau pembalasan bakal datang dengan begitu cepatnya,
apalagi kembalinya Cui Tek Li sama sekali tidak menimbulkan suara
apa pun, maka ia sama sekali tidak menaruh curiga ke soal yang lain.
"Hoa lo-sianseng," ujar Kongsun Kie sambil memberi hormat,
"kesemuanya terpaksa harus dibebankan pada kesuksesanmu..."
Hoa Pek Tuo tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... kita latihan dulu, aku tak bisa
bermain sandiwara secara baik..." katanya.
Kongsun Kie sama sekali tidak menggubris perkataannya,dengan
cepat ia mengikat tubuh Hoa Pek Tuo erat-erat, menanti semuanya
telah beres Cui Tek Li ambil keluar seutas tali kulit dan menjeratnya
di atas leher kakek licik itu kemudian ditariknya keras-keras.
"Eeei... eeei... apa yang hendak kau lakukan?" teriak Hoa Pek
Tuo dengan wajah tertegun.
"Hmmm! Setelah bertemu dengan orang itu, katakan saja
kepadanya bahwa aku Cui Tek Li tidak menganggap engkau sebagai

1325
Saduran TJAN ID

manusia, tapi menjiratnya seperti anjing budukan... ia pasti akan


menerima dirimu, dan menyanggupi untuk balaskan dendam
bagimu... Pada saat itulah engkau boleh bumbui ceritamu dengan
pelbagai macam kata sehingga ia benar-benar mempercayai dirimu."
"Plooook...!" Cui Tek Li ayunkan telapaknya dan mengirim
sebuah gaplokan keras ke atas wajah Hoa Pek Tuo, membuat kakek
licik itu merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan matanya
berkunang-kunang, sebuah bekas telapak tangan yang merah
membengkak segera tertera jelas di atas wajahnya.
"Poocu apa yang sedang dilakukan?" bentak Hoa Pek Tuo dengan
penuh kegusaran.
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Agar siasat menyiksa diri ini bisa berjalan lebih sukses, terpaksa
Hoa Pek Tuo harus menahan diri. Hehhmm... heehhmmmm. Hoa
heng, aku hendak menggaplok mukamu sebanyak sepuluh kali,
menendang dirimu sebanyak tiga kali agar tubuhmu babak belur dan
mengucurkan darah kemudian baru pergi menjumpai orang itu..."
Hoa Pek Tuo ketakutan setengah mati, air mukanya berubah
hebat, teriaknya:
"Aku harus menjumpai siapa? Poocu beritahu dulu kepadaku
siapakah orang itu?"
"Hmmm! Orang itu bukan lain adalah Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei, orang itu tentu sudah tak asing lagi bukan
bagimu..."
"Poocu, rupanya engkau ada maksud untuk membereskan
jiwaku..." teriak Hoa Pek Tuo dengan tubuh gemetar keras.
Ketika ia menyadari bahwa masuk perangkap, untuk menolong
diri sudah tak sempat lagi. Sungguh tak nyana Hoa Pek Tuo yang
seringkali bermain licik akhirnya terjebak pula di tangan orang,
bahkan masuk perangkap atas kerelaan dan kemauan sendiri.
Cui Tek Li tertawa dingin, katanya :

1326
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Sebenarnya aku memang ingin sekali membinasakan dirimu,


tetapi berhubung engkau terlalu licik dan berbahaya maka aku merasa
sama sekali tak ada harganya untuk bergebrak melawan dirimu,
terpaksa kugunakan sedikit siasat untuk beradu kecerdikan dengan
dirimu."
"Rupanya engkau membohongi diriku?" teriak Hoa Pek Tuo
dengan penuh kegusaran.
"Hmmm! Untuk menipu dirimu adalah suatu pekerjaan yang
sulit, sungguh beruntung ini hari pun-poocu berhasil membohongi
dirimu sehingga masuk perangkap, Hoa heng! Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei adalah musuh bebuyutanmu, sebentar lagi ia tentu
akan berkunjung kemari,maka dari itu aku ingin mempersembahkan
dirimu kepadanya sebagai suatu barang hadiah..."
Hoa Pek Tuo jadi ketakutan setengah mati sehingga sukma terasa
melayang tinggalkan raganya.
"Engkau hendak menghadiahkan diriku kepada Pek In Hoei..."
serunya dengan suara gemetar.
"Kenapa engkau mesti tegang dan kaget?"jengek Cui Tek Li
sambil tertawa sinis, "toh engkau masih hutang satu nyawa dari
ayahnya? Dan sekarang ia datang menagih hutang lamanya, hal itu
merupakan suatu kejadian yang jamak dan lumrah sekali dalam
kolong langit. Hehmm... heehmmm... perbuatanku toh tidak lebih
cuma mendorong perahu mengikuti aliran air dan menghadiahkan
dirimu kepadanya..."
"Hmmm! Engkau jangan keburu bangga dan senang hati," teriak
Hoa Pek Tuo dengan wajah menyeringai bengis dan menyeramkan,
"Pek In Hoei tak akan lepaskan diriku, pun tak akan melepaskan
dirimu. Poocu! Seandainya engkau adalah orang cerdik maka
lepaskanlah diriku, mari kita berdua bersatu padu untuk menghadapi
dirinya, hanya berbuat begitu saja kita baru akan berhasil
membinasakan dirinya..."

1327
Saduran TJAN ID

"Tutup mulut anjingmu!" bentak Cui Tek Li dengan gusarnya,


"engkau si rase tua yang tak tahu diri. Hmmm... sekarang baru tahu
apakah yang disebut rasa ngeri dan ketakutan? Hmmm... apa yang
telah kau katakan sewaktu berada di hadapan Jago Pedang Berdarah
Dingin Pek In Hoei????"
Pucat pias selembar wajah Hoa Pek Tuo setelah mendengar
teguran itu, jawabnya :
"Itulah dikarenakan engkau mengkhianati diriku lebih dahulu..."
"Kentut busuk!"
Cui Tek Li ayunkan telapak tangannya dan secara beruntun
melancarkan tujuh delapan buah serangan berantai, kemudian dengan
penuh kebencian didepaknya tubuh Hoa Pek Tuo sampai jatuh
terjungkal di atas tanah, tali kulit yang berada di tangannya segera
ditarik keras-keras membuat tubuh Hoa Pek Tuo yang sudah
terlempar jauh segera tertarik balik ke tempat semula.
"Aaaauuh...!" Hoa Pek Tuo berteriak keras dan
memperdengarkan jeritan ngeri yang menyayatkan hati, darah kental
mengucur keluar dari ujung bibirnya, ia membelalakkan matanya
lebar-lebar dan teriaknya dengan penuh kegusaran :
"Kau... kau sungguh kejam..."
"Hmmm! Aku menginginkan engkau mati..." teriak Cui Tek Li
dengan penuh kebencian pula.
Dia ulapkan tangannya dan Kongsun Kie segera menarik tali kulit
iut menuju ke arah luar.
Hoa Pek Tuo berpaling ke belakang, jeritnya keras-keras :
"Eeei... engkau hendak membawa aku pergi kemana?"
cl mendengus dingin.
"Hmmm! Kemana lagi? Tentu saja menggantung tubuhmu di
depan pintu gerbang Benteng Kiam-poo..." ia menjawab.
Dengan rasa takut bercampur jeri Hoa Pek Tuo memaki kalang
kabut, suaranya kian lama kian menjauh sehingga akhirnya sama
sekali tidak kedengaran lagi.

1328
IMAM TANPA BAYANGAN II

Seekor rase tua yang licik dan berhati kejam, akhirnya ketemu
tandingannya juga, dalam keadaan begini bukan saja ia tak dapat
menunjukkan kelicikannya, keganasan serta kekejaman hatinya pun
tak dapat diperlihatkan lagi...
Senja telah menjelang tiba, sisa cahaya sang surya masih
terpancar di balik gunung dan menyoroti sebagian dari jagad dengan
sorot cahaya yang lemah, beberapa ekor burung terbang melintasi atas
kepala menuju ke dalam hutan.
Ketika cahaya terakhir dari sang surya telah lenyap di balik
gunung, pintu gerbang Benteng Kiam-poo perlahan-lahan terbuka di
atas tiang benteng yang kuno tergantung sesosok tubuh manusia
terhembus angin malam yang kencang, bayangan itu bergoyang tiada
hentinya.
Ketika sorot mata dialihkan ke sebelah barat dari sungai
pelindung benteng, tampaklah seorang manusia dengan menunggang
seekor kuda berlari mendekati dengan cepatnya, sewaktu tiba di depan
pintu benteng tiba-tiba pria itu menghentikan lari kudanya dan
goyangkan tangannya ke arah pria yang ada di atas benteng sambil
berteriak keras :
"Jago Pedang Berdarah Dingin telah datang..."
"Sudah tahu..." jawab pria yang ada di atas benteng sambil
ulapkan tangannya pula.
"Taaaaaang....! Suara lonceng yang nyaring bergeletar di udara
memecahkan kesunyian yang mencekam di senjata itu dan mantulkan
suara tersebut hingga ke tempat yang amat jauh... lama sekali suara
tersebut bergema di angkasa sebelum perlahan-lahan sirap dan lenyap
kembali dari angkasa...
Dengungan suara lonceng yang berat dan nyaring dengan
cepatnya pula menggema hingga suatu daerah sejauh setengah li dari
benteng tersebut, suara tersebut tertangkap oleh sepasang muda mudi
yang sedang melakukan perjalanan, membuat ke-dua orang itu segera
tersadar kembali dari lamunannya dan menyadari bahwa Benteng

1329
Saduran TJAN ID

Kiam-poo yang merupakan pusat kemaksiatan serta kejahatan sudah


berada di depan mata.
Sambil mengerutkan dahinya It-boen Pit Giok berkata :
"Sungguh cepat kabar berita kedatangan kita tersebar dalam
pendengaran mereka... baru saja kita melewati Kiam-bun-kwan,
orang-orang Benteng Kiam-poo sudah mengetahui akan kehadiran
kita. In Hoei! Nasib kita berdua akan ditentukan dalam pertemuan
pada hari ini..."
"Peduli betapa ketat dan kokohnya pertahanan serta persiapan
Benteng Kiam-poo, aku tetap akan menerjang masuk ke dalam,"
teriak Pek In Hoei dengan penuh kegusaran, "akan kubunuh Hoa Pek
Tuo serta Cui Tek Li, sebab aku tak bisa melepaskan ke-dua orang
bangsat tua itu."
"Apakah engkau tidak mempertimbangkan soal tentang ibumu..."
tanya It-boen Pit Giok dengan sedih.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasakan jantungnya
berdebar keras, masalah tersebut merupakan masalah yang paling
menyakitkan hatinya, ia benar-benar tak mampu untuk menentukan
apakah dia akan membunuh suami ibunya, juga antara Cui Tek Li
dengan ibunya pernah mempunyai hubungan dan cinta kasih antara
suami dan istri...
Untuk beberapa saat lamanya Pek In Hoei tak dapat menjawab
pertanyaan itu, air mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya,
dengan sedih ia menggeleng dan mulutnya tetap membungkam dalam
seribu bahasa...
"Aku sangat memahami keadaan yang sedang kau hadapi," It-
boen Pit Giok dengan sedih, "keputusan seperti ini tak dapat
ditetapkan oleh sembarangan orang, kecuali engkau melebihi orang
lain... sebab hanya orang yang luar biasa cerdiknya saja yang tahu apa
yang mesti dilakukan olehnya..."
"Orang cerdik..." gumam Pek In Hoei dengan suara lirih,
"dendam atas kematian ayahku tinggi melebihi bukit, aku tak sudi

1330
IMAM TANPA BAYANGAN II

biarkan musuh besarku tetap hidup di kolong langit, apa yang harus
kulakukan..."
Angin malam diiringi deruan tajam berhembus lewat
menggoyangkan rerumputan, derap kaki kuda dengan lirih berlarian
di atas tanah lapang melampaui jembatan panjang di atas bukit dan
tiba di depan Benteng Kiam-poo yang sunyi dan sepi itu...
Pintu gerbang terbentang lebar, dua sosok bayangan manusia
berdiri di sisi.
Pek In Hoei segera berpaling ke arah It-boen Pit Giok dan ujarnya
sambil tertawa getir :
"Rupanya Cui Tek Li kembali gunakan serombongan anggota
Komplotan Tangan Hitam-nya untuk menakut-nakuti kita..."
Bersama It-boen Pit Giok pemuda itu loncat turun dari atas kuda,
lalu dengan langkah lebar berjalan menuju ke arah pintu gerbang
Benteng Kiam-poo.
Kongsun Kie berdiri di samping pintu menantikan kedatangan
ke-dua orang itu, dengan pandangan dingin ia awasi terus musuhnya
hingga berada di depan mata.
Pada saat itulah ia baru maju ke depan dan menegur :
"Pek heng, kenapa hari ini engkau muncul lagi di Benteng Kiam-
poo? Apakah tempo hari setelah berhasil keluar dari benteng dalam
keadaan selamat maka engkau tidak pandang sebelah mata pun
terhadap Benteng Kiam-poo???"
Dengan pandangan yang sinis ia melirik sekejap ke arah dua baris
lelaki kekar yang berdiri di ke-dua belah sisi pintu gerbang itu, lalu
sambil tertawa ewa ejeknya :
"Kongsun-heng, apakah ini hari aku harus masuk benteng secara
kekerasan pula?"
"Tidak usah..."
Dia ulapkan tangannya mengundurkan dua baris pria yang berada
di situ lalu putar badan dan menuju ke Benteng Kiam-poo dengan
langkah lebar.

1331
Saduran TJAN ID

It-boen Pit Giok serta Jago Pedang Berdarah Dingin segera


membuntutinya dari belakang.
Tiba-tiba Jago Pedang Berdarah Dingin tertarik oleh sesosok
bayangan tubuh yang tergantung di tengah udara, ia dekati orang itu
dan dipandangnya sekejap.
Dengan cepat pemuda itu berdiri tertegun, air mukanya berubah
hebat, serunya :
"Hoa Pek Tuo, kiranya engkau..."
Hoa Pek Tuo membuka kembali matanya, siksaan selama dua
malam membuat rase tua yang paling suka mencelakai orang dengan
kelicikannya itu jadi layu, sinar matanya sama sekali tidak nampak
keren atau bengis lagi, dengan mata merah darah dan biji matanya
hampir saja melotot keluar, ia menyahut dengan suara serak :
"Kau... kau adalah Pek In Hoei..."
"Tidak salah!" jawab Pek In Hoei ketus, "sungguh tak nyana
engkau pun akan mengalami hari seperti ini, apa yang telah terjadi?
Apakah engkau dipecundangi oleh orang sendiri? Haaaah... haaaah...
haaaah... suatu peristiwa yang sangat memalukan..."
"Pek In Hoei, aku tahu bahwa engkau membenci diriku, benci
karena aku telah membinasakan ayahmu," ujar Hoa Pek Tuo dengan
nada gemetar, "sekarang aku harap engkau suka membinasakan
diriku, karena..."
Ia berhenti sejenak, dengan sedih hati yang pilu sambungnya :
"Aku mati tidak jadi soal, tetapi ada satu hal engkau harus ingat
baik-baik..."
Membunuh seseorang yang sama sekali tak mampu melakukan
pembalasan bukanlah pekerjaan dari manusia bangsa kami, Hoa Pek
Tuo! Kuberi satu kesempatan kepadamu... mari kita tentukan nasib
sendiri dalam suatu duel yang adil..." kata Pek In Hoei dingin.
Dalam bayangan benaknya seakan-akan ia terlihat kembali
keadaan dari ayahnya yang mati secara mengenaskan di puncak
gunung Cing-shia, hampir saja dari matanya menyembur keluar sinar

1332
IMAM TANPA BAYANGAN II

berapi-api... Criiing! Di tengah dentingan suara yang nyaring, pedang


mestika penghancur sang surya telah diloloskan dari sarungnya dan
berkelebat di angkasa.
Hoa Pek Tuo gemetar, pintanya :
"Aku mohon kepadamu... bila engkau hendak bunuh aku maka
turun tanganlah setelah kuselesaikan perkataanku."
Menyaksikan raut wajah lawannya yang begitu mengenaskan,
Pek In Hoei mendengus sinis.
"Hmm...! Aku selalu akan memberikan kesempatan kepadamu
untuk melangsungkan pertarungan yang adil, aku tetap akan memberi
kesempatan kepadamu..."
Pedang penghancur sang surya yang berkelebat di angkasa dan
tubuh Hoa Pek Tuo yang tergantung di tengah udara segera merosot
ke bawah dan jatuh terbanting di atas tanah, setelah mengatur
napasnya yang terengah-engah, kakek licik she Hoa itu berkata
kembali :
"Aku adalah seorang manusia yang sudah mendekati ajalnya, aku
harap engkau suka mendengarkan beberapa patah kataku, aku sudah
sepantasnya menerima nasib seperti ini karena sudah terlalu banyak
perbuatan jahat yang kulakukan, Pek In Hoei! Pusatkanlah perhatian
baik-baik, aku ada perkataan yang sangat penting hendak
disampaikan kepadamu..."
"Hmmm! Kau hendak bermain setan lagi di hadapanku?"
Hoa Pek Tuo menggeleng.
"Tidak, kali ini aku bersunguh-sungguh..."
"Hmmm! Memandang dirimu adalah seseorang yang sudah
hampir menemui ajalnya, aku bersedia mendengarkan
perkataanmu..."
Hoa Pek Tuo terengah-engah, setelah mengatur pernapasannya ia
menjawab lirih :

1333
Saduran TJAN ID

"Meskipun aku ikut ambil bagian di dalam peristiwa


pembunuhan terhadap ayahmu, akan tetapi otak dari pembunuhan
adalah lain orang."
Tiba-tiba ia muntah darah segar, sepasang matanya terbelalak
lebar-lebar dan tak mampu meneruskan kembali kata-katanya, napas
tiba-tiba jadi putus dan matilah kakek licik yang selama hidupnya
sudah terlalu banyak melakukan kejahatan ini.
"Kurang ajar, engkau si bajingan tua yang bikin gara-gara..."
bentak It-boen Pit Giok dengan gusar.
Dengan air muka diliputi hawa napsu membunuh gadis itu
menerjang ke arah Kongsun Kie, telapak tangannya bergerak cepat
dan dalam waktu singkat telah mengirim tujuh delapan buah serangan
ke depan.
Kongsun Kie jadi ketakutan setengah mati, ia mundur beberapa
langkah ke belakang sambil teriaknya dengan gusar :
"Eeeeei... apa maksudmu begini?"
"Sungguh tak nyana engkau bajingan tua pun mempunyai hati
yang sangat kejam, terhadap seseorang yang sudah menemui ajalnya
pun masih tega melancarkan serangan bokongan dengan jarum
beracun untuk membinasakan dirinya. Hmmm! Apakah engkau takut
kalau sampai rahasia kejelekan dari poocu kalian terbongkar..."
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..." dari balik benteng yang gelap tiba-
tiba berkumandang datang suara tertawa dingin yang amat
menyeramkan.
"Nona It-boen!" ujar Cui Tek Li sambil perlahan-lahan
munculkan diri dari balik pintu gerbang benteng itu. "Katakanlah!
Kejelekan apakah yang pernah aku lakukan sehingga malu bertemu
dengan orang? Ayoh jawab...!"
It-boen Pit Giok mendengus dingin.
"Hmmm! Mencelakai jiwa orang dengan cara yang keji, hal itu
merupakan suatu perbuatan yang sangat memalukan sekali. Toa-
poocu! Engkau tak usah memperlihatkan wajahmu yang sok alim

1334
IMAM TANPA BAYANGAN II

lagi... sebab tiada seorang manusia pundi kolong langit yang akan
percaya dengan dirimu lagi.. semua orang sudah tahu dan kenal akan
kelicikanmu..."
"Heehhmmm... ketahuilah tempat ini merupakan daerah terlarang
dari Benteng Kiam-poo, aku tidak akan mengijinkan kalian untuk
berlagak sok di tempat ini..."
"Huuuh... kalau Benteng Kiam-poo lantas kenapa? Dalam
pandanganku Benteng Kiam-poo bukan sesuatu yang luar biasa..."
jengek It-boen Pit Giok sinis, "toa-poocu! Engkau jangan harap
dengan andalkan Benteng Kiam-poo mu itu maka kami berdua lantas
terkurung dan tak mampu meloloskan diri lagi, terus terang kukatakan
kepadamu, kalau bukan naga sakti tak akan menyeberangi sungai, asal
kulepaskan pemberitaan maka empat penjuru Benteng Kiam-poo
akan diserang dari empat penjuru hingga hancur berantakan, kalau
engkau tidak percaya maka akan kuperlihatkan sesuatu benda
kepadamu..."
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba ia lepaskan
sebuah bom udara ke atas angkasa, dengan diiringi suara ledakan yang
keras bom udara itu meletus di angkasa dan memancarkan asap warna
hitam yang segera menyebar di seluruh udara.
Bersamaan dengan munculnya asap hitam itu, maka dari empat
penjuru sekeliling Benteng Kiam-poo berkumandang pula suara
ledakan-ledakan secara berantai, tujuh delapan macam cahaya api
yang berwarna-warni berhamburan di angkasa membuat suasana di
malam hari itu jadi terang benderang dan menyilaukan mata.
Air muka Cui Tek Li berubah hebat, sambil memandang asap di
udara serunya :
"Ooooh...! Jadi anak buahmu telah ikut semua."
"Barang siapa masuk ke dalam Benteng Kiam-poo, ia bakal mati,
karena itu mau tak mau aku harus bikin persiapan," ujar It-boen Pit
Giok dengan dingin, asal engkau berani rebut kemenangan dengan
andalkan jumlah banyak maka aku akan mengajak kalian untuk

1335
Saduran TJAN ID

beradu jiwa... di bawah serangan gencar peluru-peluru api dari


Perkumpulan Bunga Merah kami, aku percaya tak seorang anggota
Benteng Kiam-poo yang berada di sini dapat lolos dalam keadaan
selamat..."
"Baik! Kita coba lihat saja mana yang akhirnya lebih lihay..." kata
Cui Tek Li dengan pandangan dingin.
Sorot matanya yang tajam bagaikan pisau dialihkan ke arah Pek
In Hoei kemudian menambahkan :
"Pembunuh ayahmu telah mati."
"Hmmm! Di luaran sana memang sudah beres, tetapi masih ada
satu hal masih belum beres!" jawab Pek In Hoei sambil mendengus.
"Hal yang mana????" tanya Cui Tek Li melengak.
"Masih ada engkau seorang, engkau baru merupakan musuh
besar pembunuh ayahku... Cui Tek Li! Sebenarnya aku masih belum
tahu kalau engkau begitu hina dan rendah, tetapi ini hari aku telah
membuktikan akan sesuatu!"
"Membuktikan apa?" seru Cui Tek Li sambil tertawa dingin tiada
hentinya.
Hawa napsu membunuh terlintas di atas raut wajah Pek In Hoei
yang tampan. Dengan penuh kebencian jawabnya :
"Aku berhasil membuktikan bahwa engkau adalah seorang telur
busuk tua yang jauh lebih rendah derajatnya daripada seekor binatang,
bukan saja engkau memiliki hati ular berbisa yang menakutkan
bahkan jauh lebih berbisa daripada ular macam apa pun, dunia
persilatan bisa porak poranda macam begini kesemuanya bukan lain
adalah hasil karyamu seorang..."
Setelah memaki pemilik dari Benteng Kiam-poo ini habis-
habisan, pemuda itu rasakan hatinya jadi lega dan nyaman tetapi
sebaliknya membuat air muka Cui Tek Li berubah jadi tak sedap
dipandang, keadaannya jauh lebih parah daripada mulutnya ditampar
beberapa kali, wajahnya pucat bagaikan mayat...

1336
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Kau berani memaki diriku secara begini kasar?" teriak Cui Tek
Li dengan marahnya.
Pek In Hoei menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bukan saja aku hendak memaki
dirimu, aku pun hendak membinasakan dirimu. Cui Tek Li! Engkau
telah terlalu lama berhutang darah dengan keluarga Pek kami... hutang
tersebut telah kau biarkan berlarut-larut hingga banyak tahun..."
"Engkau tak akan kecewa Pek In Hoei," seru Cui Tek Li dengan
hawa napsu membunuh menyelimuti pula seluruh wajahnya, "ini hari
aku akan memberikan kepuasan bagimu, kita akan melangsungkan
duel secara adil dan terbuka... semua anak buah Benteng Kiam-poo
tidak akan munculkan diri untuk membantu aku, engkau boleh berlega
hati..."
"Criiing...!" desingan pedang yang amat tajam dan tinggi
melengking bergeletar di angkasa, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek
In Hoei menggoncangkan senjatanya membentuk gerakan setengah
lingkaran busur di udara, lalu ditujukan ke arah Cui Tek Li, musuh
besar pembunuh ayahnya.
"Bersiap-siaplah untuk turun tangan..." ia berkata sambil tertawa
sinis.
Cui Tek Li tertawa dingin.
"Legakanlah hatimu, aku tidak akan mencari suatu keuntungan
apa pun darimu, engkau gunakan pedang mestika penghancur sang
surya sedang aku gunakan pedang mestika bayangan emas, ke-dua
belah pihak sama-sama tidak rugi..."
"Tangannya digetarkan dan pedang aneh bayangan emas yang
tersoren di pinggangnya telah dicabut keluar, ia menggetarkan senjata
itu di udara, sekilas cahaya tajam bagaikan mengalirnya air sungai
memancar ke empat penjuru.
Ia tarik napas panjang-panjang, dua orang jago lihay itu saling
berhadapan sambil bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan
yang tidak diinginkan. Siapa pun tidak berani melepaskan setiap

1337
Saduran TJAN ID

gerakan dari pihak lawannya, sebab dalam pertarungan antara dua


tokoh maha sakti macam mereka, dalam satu jurus saja kemungkinan
besar menang kalah dapat terlihat jelas.
Tiba-tiba dari balik gedung Benteng Kiam-poo yang sunyi
berkumandang datang suara ketukan bok-hi yang amat nyaring...
suara ketukan tersebut kian lama kian bertambah nyaring dan kian
mendekat di sisi kalangan.
Air muka Cui Tek Li berubah hebat, dengan cepat ia berpaling ke
belakang, tampaklah seorang perempuan berusia setengah baya
dengan memakai kain berkabung warna putih belacu dan ikat kepala
berwarna putih pula dengan mengiringi empat orang hweesio yang
tiada hentinya mengetuk bok-hi lambat-lambat mendekati gelanggang
pertarungan.
"Hujin, kau..."
Pek In Hoei sendiri pun dibikin tertegun oleh kemunculan
perempuan setengah baya itu, teriaknya pula :
"Ibu!..."
"Aku sedang berkabung untuk kematian dari suamiku Pek Tiang
Hong..." bisik perempuan itu dengan air mata bercucuran.
"Apa? Kau sudah edan?"
"Aku sama sekali tidak gila, selama banyak tahun aku selalu
menantikan saat yang baik seperti sekarang ini, dan kini Hoa Pek Tuo
telah mati, itu berarti dendam dari Pek Tiang Hong telah terbalas..."
"Tetapi Cui Tek Li belum mati..." teriak Pek In Hoei sambil
menggertak giginya kencang-kencang.
Sekujur badan perempuan itu gemetar keras.
"Nak, kau..." serunya.
"Aku hendak membalas dendam..." teriak Pek In Hoei dengan
sepasang mata berapi-api.
"Aaaai...! Dengan sedih perempuan itu menghela napas panjang,
"Nak, apakah engkau tak dapat lepaskan dirinya?"

1338
IMAM TANPA BAYANGAN II

"Hujin, apa sebabnya engkau mintakan ampun bagiku?" sela Cui


Tek Li dan sedih, "Pun poocu bukanlah seorang manusia yang suka
dikasihani, maksud baikmu biarlah kuterima dalam hati saja.
Heeehhhmmmm... heehhmmm... Pek Tiang Hong bisa mempunyai
seorang putra macam ini, ia memang bisa beristirahat dengan tenang
di alam baka..."
Dengan pandangan dingin ditatapnya Pek In Hoei sekejap,
kemudian meneruskan :
"Kau memaksa aku untuk turun tangan?"
"Tentu saja!" jawab Pek In Hoei dengan tegas, "persoalan ini
merupakan persoalan yang kupikirkan siang malam..."
Dengan sedih perempuan setengah baya itu menghela napas
panjang, katanya :
"Nak, apakah engkau tak dapat melepaskan dirinya untuk kali ini
saja..."
"Ibu, mengapa kau ucapkan kata-kata seperti itu..." teriak Pek In
Hoei dengan badan gemetar keras.
Perasaan hati perempuan dewasa ini kacau dan tak menentu, ia
sangat berharap agar putra kesayangannya ini bisa membalaskan
dendam bagi suaminya yang telah mati Pek Tiang Hong tetapi
sebaliknya Cui Tek Li adalah suaminya selama banyak tahun, hal ini
membuat ia jadi ragu-ragu dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Akhirnya ia gelengkan kepalanya.
"Nak, ibu..."
Ia tak dapat mengutarakan rasa sedih dan pedih yang mencekam
hatinya, dengan sedih ia gelengkan kepala, air mata bercucuran
membasahi pipinya, dengan pandangan nyeri ditatapnya wajah Jago
Pedang Berdarah Dingin...
"Ibu, kalau ada perkataan utarakanlah keluar," ujar Pek In Hoei
dengan air mata bercucuran.
Perempuan itu menggeleng.

1339
Saduran TJAN ID

"Sekali pun kukatakan, engkau pun tak akan mendengarkan


perkataanku... percuma saja kukatakan..."
Walaupun Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei amat
membenci Cui Tek Li pemilik dari Benteng Kiam-poo, akan tetapi dia
pun seorang anak yang berbakti, ia tak mau menyusahkan atau pun
menyedihkan hati ibunya di masa tua, setelah menghela napas
panjang katanya dengan wajah serius :
"Ibu, aku akan menuruti perkataan..."
"Ooooh...! Nak, sungguhkah itu..."
"Meskipun bukan engkau yang membesarkan diriku serta
merawat aku hingga dewasa, akan tetapi bagaimana pun juga kau
adalah ibuku aku tak bisa tidak harus menghormati dirimu. Ibu
utarakanlah perkataanmu itu... kuturuti permintaanmu itu."
Air mata jatuh berlinang membasahi seluruh wajah perempuan
setengah tua itu, saking terharunya segera ia menangis tersedu-sedu.
"Aku tak bisa memikirkan kebebasanku seorang sehingga
melupakan keadilan," katanya dengan sedih, "Nak, perbuatanmu itu
benar, karena tidak sepantasnya kalau ibu menghalangi perbuatanmu
itu..."
"Ibu! Ananda tak paham dengan perkataanmu itu," kata Pek In
Hoei dengan sedih.
"Nak, lakukanlah pembalasan dendam, sukma ayahmu di alam
baka pasti akan melindungi dirimu, dalam persoalan ini tiada orang
yang mampu menghalangi dirinya, aku pun berharap agar dendam
sakit hati dari ayahmu bisa segera dibalas."
"Ooooh...! Ibu, terima kasih banyak atas kebesaran jiwamu," seru
Pek In Hoei penuh rasa terharu.
"Hujin, kau..." teriak Cui Tek Li pula dengan wajah tertegun.
Perempuan setengah umur itu menghela napas panjang, katanya
dengan sedih :
"Engkau telah membinasakan suamiku, merebut pula diriku, Cui
Tek Li, selama banyak tahun kami dari keluarga Pek sudah cukup

1340
IMAM TANPA BAYANGAN II

bersabar terhadap dirimu, sudah banyak yang kulakukan untuk


keluarga Cui kalian, dan ke-dua orang putra-putrimu telah kurawat
pula hingga menjadi dewasa..."
"Hujin, aku sangat berterima-kasih kepadamu..." bisik Cui Tek
Li dengan wajah murung.
"Tek Li, meskipun anakmu bukan dilahirkan olehku, akan tetapi
aku tetap mencintai mereka... tetap menyayangi mereka... selama
banyak tahun antara mereka dengan aku sudah mempunyai hubungan
perasaan yang mendalam... tapi sekarang persoalan telah terjadi,
maafkanlah daku! Aku tak dapat merawat mereka lagi..."
"Aaaah! Jadi engkau akan pergi?" teriak Cui Tek Li dengan hati
terperanjat.
Perempuan itu mengangguk.
"Aku tak dapat berdiam lebih lama lagi dalam Benteng Kiam-poo
ini, aku tak ingin menyaksikan tempat yang penuh dengan kesedihan
serta kepedihan ini..."
Dalam keadaan seperti ini Cui Tek Li tak dapat berbuat apa-apa
lagi, setelah ditatapnya wajah perempuan itu dalam hati lalu ujarnya :
"Pergilah! Aku pun tak akan menahan dirimu lagi... anak-anak
kita pun telah tumbuh jadi dewasa semua, mereka tidak membutuhkan
perawatan serta perlindungan dari kita lagi... mereka telah dewasa
semua..."
Bicara sampai di sini dengan pandangan dingin ia melirik sekejap
ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei kemudian
menambahkan :
"Pek In Hoei, silahkan turun tangan..."
"Bersiap-siaplah," seru Pek In Hoei sambil menggetarkan
pedangnya, "aku hendak mengandalkan ilmu silat yang murni untuk
membinasakan dirimu..."
Pada saat ini raut wajah Pek In Hoei telah diliputi oleh hawa
napsu membunuh yang menggidikkan hati, ia menghembuskan napas
panjang-panjang, tubuhnya mendadak meluncur ke depan, pedang

1341
Saduran TJAN ID

mestika penghancur sang surya dalam genggamannya laksana kilat


dibacok ke muka.
Cahaya kilat berkilauan membumbung di angkasa itu, Cui Tek Li
pada saat yang bersamaan menggetarkan pula pedangnya...
"Pek In Hoei!" seru pemilik dari Benteng Kiam-poo itu secara
tiba-tiba, "hari ini kupenuhi semua harapan dan keinginanmu itu."
Tubuhnya bukan menyingkir ke samping, tiba-tiba ia
menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Dalam pada itu Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei sedang
merobah gerakan serangannya dari serangan membabat jadi serangan
tusukan, ujung pedang yang tajam langsung menembusi ulu hati Cui
Tek Li.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan
kesunyian.
Dengan wajah meringis menahan rasa sakit ia roboh terkapar di
atas tanah, kejadiannya sama sekali di luar dugaan semua orang, siapa
pun tidak mengira kalau orang she-Cui itu sama sekali tidak
menghindarkan diri terhadap ancaman maut itu, sebaliknya malah
memapaki dengan tubuhnya.
"Mengapa engkau tidak membalas?" teriak Pek In Hoei dengan
penuh kemarahan.
Dengan sedih sekali Cui Tek Li tarik napas panjang.
"Memandang di atas wajah ibumu, aku tidak ingin bergebrak
melawan dirimu, selama banyak tahun sudah terlalu banyak budi
pekerti dan kebaikan yang dia berikan untuk keluarga Cui kami..."
"Tek Li... Tek Li..." seru perempuan itu sambil menangis terisak.
Cui Tek Li melototkan matanya bulat-bulat, setelah memandang
sekejap ke arah perempuan setengah tua itu dengan pandangan
lembut, ia berkelejot sebentar dan menghembuskan napas yang
terakhir...
Pek In Hoei berdiri termangu-mangu di tempat semula,
memandang mayat dari musuh besar pembunuh ayahnya yang

1342
IMAM TANPA BAYANGAN II

terkapar di atas tanah, ia tak tahu apa yang mesti dilakukan segera...
dia pun tidak tahu mesti gembira atau sedih dengan keberhasilannya
ini...
Lama sekali ia tertegun... pada akhirnya didekatinya tubuh
ibunya, sambil membimbing ia bangun berdiri, bisiknya lirih :
"Ibu, kini semuanya telah selesai... sekarang mari kita pulang ke
rumah kita..."
Di atas tanah kini tertinggal tiga sosok bayangan manusia,
mereka adalah It-boen Pit Giok, Pek In Hoei serta ibunya...
perempuan setengah baya itu... dengan kesedihan mereka tinggalkan
Benteng Kiam-poo yang sunyi di dalam kegelapan...
Bayangan tubuh mereka bertiga kian lama kian mengecil hingga
akhirnya lenyap dari pandangan.
Dengan begitu maka saya pun mengakhiri cerita 'Imam Tanpa
Bayangan' ini sampai di sini saja, sampai jumpa di lain kesempatan.

TAMAT

1343

Anda mungkin juga menyukai