Anda di halaman 1dari 9

AUDIT FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI

“MENCEGAH FRAUD DAN MENDETEKSI FRAUD”

KELOMPOK 3:

AMALIA DEWI LATIFAH F0310005

HAYU PRIHATININGSIH F0310041

RIZKI FARIANTO PRATAMA F0310074

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013
BAB 8
MENCEGAH FRAUD

PENGANTAR
Para ahli berpendapat bahwa fraud yang terungkap merupakan bagian kecil dari
keseluruhan fraud yang terjadi. Karenanya, upaya pertama yang harus dilakukan adalah
pencegahan. Akar permasalahan dari fraud adalah fraud by need, fraud by greed, and by
opportunity, penipuan dengan kebutuhan, penipuan oleh keserakahan, dan dengan
kesempatan. Jika kita ingin mencegah fraud, hilangkan atau tekan sebisa mungkin.
Need dan greed yang mengawali terjadinya fraud dapat dihilangkan atau ditekan sejak
proses penerimaan seseorang (recruitment process). Unsur by opportunity dapat ditekan
melalui pengendalian intern. Untuk audit investigatif, kita memerlukan pengendalian intern
yang khusus ditujukan untuk mencegah fraud (fraud-specific internal control). Di samping
pengendalian intern, dibutuhkan juga kesadaran tentang adanya fraud (fraud awareness) dan
upaya menilai resiko terjadinya fraud (fraud risk assessment).

GEJALA GUNUNG ES
Penelitian yang dilakukan di luar negeri (dengan sampling) mengindikasikan bahwa
fraud yang terungkap, sekalipun secara absolut besar, sebenarnya relatif kecil bila
dibandingkan dengan keseluruhan fraud yang terjadi. Inilah yang disebut gejala gunung es.
Tiga kelompok fraud menurut Davia et al. :
1. Fraud yang sudah ada tuntutan hukum (prosecution), tanpa memperhatikan
bagaimana keputusan pengadilan.
2. Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum.
3. Fraud yang belum ditemukan.

Fraud kelompok I merupakan fraud yang telah diketahui umum. Fraud kelompok II
bisa diketahui dengan dibukanya laporan hasil pemeriksaan BPK. Fraud kelompok III
merupakan fraud yang tertutup rapat.
Davit et al. Memperkirakan bahwa dari fraud universe, kelompok I hanyalah 20%,
sedangkan kelompok II dan III masing-masing 40%. Ini berarti lebih banyak yang tidak kita
ketahui tentang fraud. Jika statistik ini benar, berarti pengetahuan dan awareness kita terhadat
fraud cukup rendah. Saat BPK bisa mengungkap adanya fraud yang besarnya miyaran atau
triliunan, sebenarnya masih ada fraud di bawahnya yang lebih besar lagi.
PELAJARAN DARI REPORT TO THE NATION
Penerapan perangkat kendali untuk mencegah fraud dan besarnya kerugian yang
dapat dicegah (dalam persentase)
Anti-Fraud Control % Terjemahan dari AFC
Surprise audit 66,2 Audit dengan kunjungan mendadak
Jobs rotation / mandatory vacation 61 Alih tugas / wajib ambil cuti
Hotline 60 Saluran komunikasi khusus untuk melapor
ketidakberesan
Employee support programs 56 Program dukungan bagi karyawan
Fraud training for managers / 55,9 Pelatihan mengenai fraud untuk manajer
executives dan eksekutif
Internal audit department 52,8 Audit internal
Fraud training for employees 51,9 Pelatihan mengenai fraud untuk karyawan

PENGENDALIAN INTERN
Definisi 1 (Sebelum September 1992)
“The condition sough by, and/or resulting from, processes undertaken by an entity to
prevent and deter fraud”.
Kondisi yang diinginkan atau merupakan hasil, dari berbagai proses yang
dilaksanakan suatu entitas untuk mencegah dan menimbulkan efek jera terhadap fraud.

Definisi 2 (Sesudah Tahun 1992 / Definisi COSO)


“A process, effected by an entity’s board of directors, management, and other
personel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of
effectiveness and efficiency of operations, reliability of financial reporting, and compliance
with applicable laws and regulations”.
Suatu proses yang dirancang dan dilaksanakan oleh dewan, manajemen, dan pegawai
untuk memberikan kepastian yang memadai dalam mencapai kegiatan usaha yang efektif dan
efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan
lainnya yang relevan.

Definisi 3 (AICPA 1988)


“For the purposes of an audit of financial statement balances, an entity’s internal
control structure consist of the following three elements : the control environment, the
accounting system, and control procedure”. (Statement on Auditing Standards No. 53, April
1988)
Untuk tujuan audit studi laporan keuangan, struktur pengendalian intern suatu entitas
terdiri atas tiga unsur : lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur-prosedur
pengendalian.

Definisi 4 (Khusus untuk Mencegah Fraud)


“A system of “special purpose” processes and procedures designed and practiced for
the primary if not sole purpose of preventing or deterring fraud”.
Suatu sistem dengan proses dan prosedur yang bertujuan khusus, dirancang dan
dilaksanakan untuk tujuan utama, kalau bukan satu-satunya tujuan, untuk mencegah dan
menghalangi (dengan membuat jera) terjadinya fraud.

FRAUD-SPECIFIC INTERNAL CONTROL


Karena bervariasinya pengendalian intern antara perusahaan satu dan perusahaan
lainnya, maka pengendalian intern ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga tanggap
terhadap kebutuhan entitas yang bersangkutan. Terlepas dari perbedaan-perbedaan antar-
perusahaan, dasar utama dari pengendalian intern untuk menangani fraud banyak
kesamaannya. Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan
pengendalian intern pasif.

PENGENDALIAN INTERN AKTIF


Pengendalian intern aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian intern yang paling
banyak diterapkan. Sarana-sarana pengendalian intern aktif yang sering dipakai dan pada
umumnya sudah dikenal dalam sistem akuntansi, meliputi :
1. Tanda tangan
Ini merupakan sarana pengendalian intern aktif karena dokumen yang seharusnya
ditandatangani tetapi belum ditandatangani adalah tidak sah. Pertimbangan lain adalah
tanda tangan seseorang sangat khas atau unik, seperti sidik jarinya.
Masalahnya adalah bahwa mereka yang perlu mengetahui benar atau salahnya tanda
tangan:
 Bukan ahli membaca tanda tangan atau tulisan (handwriting experts)
 Tidak punya kesempatan yang cukup untuk mempelajari tanda tangan yang
ada pada dokumen yang bersangkutan
 Tidak mempunyai sampel tanda tangan untuk mengetahui otentik atau
tidaknya tanda tangan
 Tanda tangannya sendiri tidak mempunyai titik-titik yang memungkinkan
analisis tanda tangan yang memadai
 Tidak punya pengetahuan mengenai siapa yang berhak menandatangani
2. Tanda tangan kaunter (Countersigning)
Pembubuhan lebih dari satu tanda tangan dianggap lebih aman, khususnya bagi pihak
ketiga atau pihak di luar perusahaan atau lembaga yang bersangkutan.
3. Password dan PIN
Sarana ini menjadi populer ketika manusia berinteraksi dengan komputer. Tanpa
password atau pin, seseorang tidak bisa mengakses apa yang diinginkannya. Oleh
karena itu, password atau pin dianggap sebagai sarana dalam pengendalian intern
aktif.
4. Pemisahan Tugas
Pemisahan tugas merupakan bagian dari pengendalian intern aktif karena, secara
teoritis, pelaku fraud yang bertindak seorang diri, tidak dapat melaksanakan fraud-
nya. Kenyataan bahwa banyak fraud dilakukan dalam bentuk persekongkolan,
membuat argumen untuk pemisahan tugas menjadi lemah. Namun, pengendalian
intern harus didesain dengan pemisahan tugas.
5. Pengendalian Aset Secara Fisik
Pada dasarnya mengatur gerak-gerik barang yang memerlukan otorisasi. Disini justru
titik lemahnya, dokumen dan tanda tangan mudah dipalsukan.
6. Real-Time Inventory Control
Sistem ini menggunakan perpetual inventory yang mengikuti pergerakan persediaan
secara on time. Dalam bentuknya yang canggih, persediaan diberi bar code atau
bahkan ditanam dengan radio chip yang merekam keberadaannya.
7. Pagar, Gembok, dan Semua Bangunan serta Penghalang Fisik
Perlindungan melalui pembatasan akses terhadap harta berharga sangat populer.
Harga peralatan canggih yang mahal, seringkali memberi rasa aman yang palsu.
8. Pencocokan Dokumen dan Pre-numbered Accountable Forms
Pencocokan antara order pembelian, dokumen penerimaan barang, dan nota tagihan
mencoba menghindari selisih-selisih dan kerugian bagi perusahaan. Pre-numbered
Forms mencegah penggunaan formulir berganda, bahwa formulir digunakan sesuai
urutan.
Beberapa kelemahan dari sistem pengendalian aktif adalah :
1. Kelemahan manusia merupakan musuh utama pengendalian intern aktif
2. Sanagat rawan ditembus oleh pelaku fraud. Pelaku fraud meluangkan waktu untuk
mencari titik-titik lemah, dan memanfaatkannya.
3. Biayanya mahal
4. Banyak unsur pengendalian intern aktif yang menghambat pelayanan.

PENGENDALIAN INTERN PASIF


Dalam pengendalian intern pasif, dari permukaan keliahatan tidak ada pengamanan,
namun ada peredam yang membuat pelanggar atau pelaku fraud akan jera. Peredam ini
diumumkan secara luas, dan sistemnya memastikan hal ini.
Ada dua perbedaan antara pengendalian intern aktif dan pengendalian intern pasif.
Pertama dalam hal biaya, pengendalian intern aktif jauh lebih malah dari pengendalian intern
pasif. Kedua, pengendalian intern aktif kasat mata atau dapat diduga dan dapat ditembus.
Penegendalian intern pasif, di lain pihak, tidak kasat mata dan tidak predictable, dan
karenanya tidak terelakkan. Beberapa bentuk lain dari pengendalian intern pasif meliputi :
1. Customized Controls
2. Audit Trails
3. Focused Audits
4. Surveillance of Key Activities
5. Rotation of Key Personnel
Semua kelemahan pengendalian intern aktif yang disebutkan sebelumnya, dihilangkan oleh
pengendalian intern pasif :
1. Tidak mahal
2. Tidak bergantung kepada manusia
3. Tidak mempengaruhi produktivitas
4. Tidak rawan disusupi atau ditembus pelaku fraud

DAPATKAH KITA MEMPERCAYAI PENGENDALIAN INTERN ?


Jawabannya “iya” dan “tidak”. Jika pengendalian intern dirancang dan dilaksanakan
dengan baik, jika pegawai dilatih dengan baik, dan jika pegawai melakukan tugasnya dengan
baik, maka pengendalian intern dapat diandalkan untuk melindungi diri dari fraud.
Manajemen, termasuk dewan komisaris dan direksi, menilai risiko terjadinya fraud dari
waktu ke waktu. Sarbanes-Oxley Act bahkan memberikan sanksi yang berat, bukan saja
kepada dewan, tetapi juga lembaga tertentu yang memberi jasa profesional, seperti KAP.

BAB 9
MENDETEKSI FRAUD

Mencegah fraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat proaktif, sedangkan
mendeteksi fraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat investigatif. Orang awam
mengharapkan suatu audit umum yang dapat mendeteksi segala macam fraud. Di sisi lain,
akuntan publik berupaya memasang pagar-pagar yang membatasi tanggung jawabnya,
khususnya mengenai penemuan atau pengungkapan fraud. Di antara keduanya terdapat
kesenjangan. Davia menyarankan fraud-specific examination untuk akuntansi forensik.

KESENJANGAN ANTARA KENYATAAN DAN HARAPAN


Sejak permulaan, profesi audit yang dijalankan akuntan publik menolak emngambil
tanggung jawab dalam menemukan fraud. Dalam dasawarsa terakhir, perubahan lebih banyak
dalam retorika ketimbang substansi.
Tidak ada keraguan bahwa masih tetap ada kesenjangan komunikasi antara harapan
pemakai laporan keuangan dan apa yang dipraktikkan auditor independen. Para auditor
independen masih berkutat pada Statement on Auditing Procedure No. 1 (tahun 1939) yang
hanya sedikit dimodifikasi dalam Codification of Statements on Auditing Procedure (1951)
yang masih dihayati para auditor independen.
Gagasan bahwa audit umum tidak dirancang untuk mengungkapkan kecurangan,
sampai saat ini tercermin dari praktik audit yang peduli dengan kecurangan yang
menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar. Yang tidak dipedulikan auditor
independen adalah kategori fraud berupa pencurian atau kehilangan aset.
Fraudulent financial reporting diartikan sebagai “intentional or reckless conduct,
wheteher act or omission, that result in materially misleading financial statement”.
(“kesengajaan atau kecerobohan dalam melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan
secara material”). Penyebab fraudulent financial reporting:
1. Keserakahan
2. Tekanan yang dirasakan oleh manajemen
Dalam banyak konstruksi kejahatan korporasi dimana bentuk perseroan terbatas yang
dipilih, direksinya malah menjadi boneka. Tidak jarang direksi terdiri dari mantan pejabat
militer dan sipil yang KTP-nya dipinjam untuk membuat akte, padahal mereka tidak mengerti
bisnis sama sekali. Fraudulent financial reporting ini dimanfaatkan untuk “mengelola”
pinjaman bank.

MENGENALKAN STANDAR AUDIT UNTUK MENENTUKAN FRAUD


Kalau auditor independen bekerja tanpa standar audit, ia menempatkan dirinya dalam
posisi yang sangat lemah. Terutama ketika ia memberikan audit yang diharapkan menemukan
fraud. Maka diperlukan fraud-spesific examination.
Para praktisi harus tahu apa yang mereka harapkan dari standar untuk pemeriksaan
yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud. Sekurang – kurangnya para praktisi
harus menyadari hal – hal berikut:
1. Mereka tidak bisa memberikan jaminan bahwa mereka bisa menemukan fraud
2. Seluruh pekerjaan didasarkan atas standar audit
3. Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien
4. Praktisi bersedia untuk memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap
pendalaman apabila ada indikasi terjadinya fraud.

AUDIT UMUM DAN PEMERIKSAAN FRAUD


Issue Auditing Fraud Examination
Timing Recurring Non-recurring
Scope General Spesific
Objective Opinion Affix blame
Relationship Non-adversarial Adversarial
Methodology Audit techniques Fraud examination techniques
Presumption Professional skepticism Proof
PELAJARAN DARI REPORT TO THE NATION
1. Rata – rata (median) berlangsungnya fraud sebelum dideteksi adalah lebih dari satu
tahun, yakni antara 17 sampai 30 bulan
2. Hampir separuh fraud (46,2% tahun 2008) diketahui karena ada yang membocorkan.
20% di 2008 terungkap secara kebetulan.
3. 51,7% fraud yang dilakukan oleh pemilik, terungkap karena bocoran. 57,7%
bocoran datang dari karyawan.

TEKNIK PEMERIKSAAN FRAUD


1. Penggunaan teknik – teknik audit yang dilakukan oleh auditor internal maupun
eksternal dalam audit laporan keuangan, namun lebih luas dan mendalam.
2. Pemanfaatan teknik audit investigatif dalam kejahatan terorganisir dan
penyelundupan
3. Penelusuran jejak – jejak arus uang
4. Penerapan teknik analisis dalam bidang hukum

Anda mungkin juga menyukai