Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai oleh pelebaran pembuluh darah vena di esofagus

bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika adanya obstruksi aliran darah menuju hati. Seringkali aliran
darah diperlambat oleh jaringan parut pada hati yang disebabkan oleh penyakit hati. Karena resistensi

pembuluh darah di sinusoid hati rendah, peningkatan tekanan vena portal (> 10 mmHg) akan
mendistensi vena proksimal ke tempat blok dan meningkatkan tekanan kapiler pada organ yang dialiri

oleh pembuluh darah vena yang terobstruksi, salah satunya adalah esofagus. Tidak imbangnya antara
tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah

(varises). Dalam keadaan yang demikian, terkadang vena bisa pecah dan berdarah.
Penderita varises esofagus yang telah mengalami perdarahan memiliki kesempatan 70%

mengalami perdarahan ulang, dan sekitar sepertiga dari episode perdarahan lebih lanjut yang fatal. Risiko
kematian tertinggi adalah selama beberapa hari pertama setelah episode perdarahan dan menurun

perlahan-lahan selama 6 minggu pertama. Tingkat mortalitas perdarahan varises akut yang mendapatkan
intervensi bedah cukup tinggi. Kelainan terkait dalam sistem ginjal, paru, kardiovaskular, dan kekebalan

tubuh pada pasien dengan varises esofagus berkontribusi sebesar 20-65% dalam mengakibatkan
kematian. Schistosomiasis merupakan penyebab penting dari hipertensi portal di Mesir, Sudan, dan

negara-negara Afrika lainnya. Varises esofagus biasanya tidak bergejala, kecuali jika sudah robek dan
berdarah. Beberapa gejala yang terjadi akibat perdarahan esofagus adalah muntah darah, tinja hitam

seperti ter atau berdarah, kencing menjadi sedikit, sangat haus, pusing dan syok pada kasus yang parah.
Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang ditandai dengan

pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan C, atau konsumsi alkohol
dalam jumlah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah tersumbatnya saluran empedu.

Beberapa keadaan lain yang juga dapat menyebabkan varises esofagus yaitu gagal jantung kongestif
yang parah, trombosis (adanya bekuan darah di vena porta atau vena splenikus), sarkoidosis,

schistomiasis, sindrom Budd-Chiari.


Pada varises esofagus yang telah mengalami perdarahan, pendarahan sering datang kembali

tanpa pengobatan. Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius dari penyakit hati dan
memiliki hasil yang buruk. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain ensefalopati (kadang-kadang

disebut ensefalopati hepatik), striktur pasca operasi atau terapi endoskopik, syok hipovolemik, infeksi
(pneumonia, infeksi aliran darah, peritonitis), dan kembali pendarahan setelah pengobatan.

1
Frekuensi varises esofagus bervariasi dari 30% sampai 70% pada pasien dengan sirosis, dan 9-

36% pasien yang memiliki risiko tinggi varises. Varises esofagus berkembang pada pasien dengan sirosis
per tahun sebesar 5-8% tetapi varises yang cukup besar untuk menimbulkan risiko perdarahan hanya 1-

2% kasus. Sekitar 4-30% pasien dengan varises kecil akan berkembang menjadi varises yang besar setiap
tahun sehingga akan berisiko terjadinya perdarahan.

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui manajemen Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pencernaan yang mengalami perdarahan di esophagus

2. Mengetahui peran perawat dalam menjalankan Intervensi pada pasien dengan Gangguan
sistem pencernaan yang mengalami perdarahan di esophagus

3. Mengetahui EBN (Evidance Based Nursing) dalam Membuktikan Intervensi pada varises
esofagus

C. Manfaat Penulisan
Penulis berharap dari adanya penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat kebanyak pihak
lainnya diantaranya :

1.
2. Memberikan gambaran mengenai varises esophagus secara umum maupun terperinci.

3. Bagi mahasiswa dapat digunakan sebagai bahan referensi terkait varises esofagus
4. Bagi pihak umum, sebagai bahan bacaan dan sebagai sumber informasi mengenai varises

esofagus

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Definisi Varises Esofagus
Varises esophagus merupakan pembuluh vena yang berdilatasi, bekelok-kelok dan
biasanya dijumpai dalam submukosa pada esophagus bagian bawah, namun varises ini dapat

terjadi pada bagian esophagus yang lebih tinggi atau yang meluas sampai kedalam lambung.
Keadaan semacam ini hamper selalu disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi akibat

abstruksi pada sirkulasi vena porta, pada hati yang mengalami sirosis.
Karena peningkatan obstruksi pada vena, porta darah vena dari traktus instensital dan

limpa akan mencari jalan keluar melalui sirkulasi kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium
kanan). Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khususnya dalam pembuluh darah

pada lapisan submukosa esophagus bagian bawah dan lambung bagian atas. Pembuluh-
pembuluh kolateral ini tidak begitu elastis tetapi bersifat rapuh, berkelok-kelok dan mudah

mengalami perdarahan.penyebab varises laiinya yang lebih jarang ditemukan adalah kelainan
sirkulasi dalam vena lienalis atau vena kava superior dan thrombosis vena hapatika. Varises

esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis.

3
2. Anatomi dan Fisiologi
ANATOMI

Dinding Esofagus

Esofagus merupakan suatu organ berbentuk silindris berongga dengan panjang sekitar
18-26 cm. Esofagus menghubungkan antara faring dan lambung. Batas proksimal esofagus adalah

sfingter esofagus atas, yang berjalan ke distal sampai mediastinum posterior seperti cekungan
tabung otot hingga sfingter esofagus bawah. Esofagus merupakan bagian fungsional yang secara

anatomis berhubungan dengan pertemuan antara muskulus konstriktor faring dengan krikofaring.
Esofagus merupakan pusat kontraksi tonik, berdinding tebal, terdapat otot polos sirkuler yang

panjangnya 2-4 cm, sampai hiatus diafragma.

Gambar 2.1 Histologi lapisan dinding esofagus

4
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapis yaitu: mukosa, submukosa, muskularis propria dan

adventisia. Esofagus tidak terdapat lapisan serosa sehingga merupakan saluran cerna yang unik.
Mukosa normal terdiri dari epitel berlapis pipih, antara muskularis propria dan mukosa terdapat

aliran limfatik yang berasal dari muskularis propria. Muskularis propria terdiri dari otot bergaris
dan otot polos yaitu pada bagian proksimal otot bergaris, bagian tengah otot bergaris dan polos

dan pada bagian distal otot polos. Otot lapisan dalam tersusun sirkuler dan lapisan luar
longitudinal (Gambar 2.1).

B. Konsep Medik
1. Etiologi

Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang

ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan C,
atau konsumsi alkohol dalam jumlah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah

tersumbatnya saluran empedu.

2. Derajat Varises Esogafus


A. Klasifikasi dagradi
Menurut Dagradi, berdasarkan hasil pemeriksaan esofagoskopi dengan Eder – Hufford

esofagoskop, maka varises esofagus dapat dibagi dalam beberapa tingkatan, yaitu.
Tingkat 1 : Dengan diameter 1-2 mm, terdapat pada submukosa, boleh dikata sukar dilihat

penonjolan kedalam lumen. Hanya dapat dilihat setelah dilakukan kompresi.


Tingkat 2 : Mempunyai diameter 2 – 3 mm, masih terdapat di submukosa, mulai terlihat penonjolan

di mukosa tanpa kompresi.


Tingkat 3 : Mempunyai diameter 3 – 4 mm, panjang, dan sudah mulai terlihat berkelok-kelok,

terlihat penonjolan sebagian dengan jelas pada mukosa lumen.


5
Tingkat 4 : Dengan diameter 4 – 5 mm, terlihat panjang berkelok – kelok. Sebagian besar dari

varises terlihat nyata pada mukosa lumen.


Tingkat 5 : Mempunyai diameter lebih dari 5 mm, dengan jelas sebagian besar atau seluruh

esofagusnya terlihat penonjolan serta berkelok-keloknya varises.


B. Klasifikasi palmer & brick

Palmer dan Brick menilai bentuk, warna, tekanan dan panjangnya varises esofagus serta

membaginya dalam tingkat ringan, bila diameter varises esofagus lebih kecil dari 3 mm, tingkat
sedang bila diameter varises esofagus 3-6 mm dan berat bila diameter varises esofagus lebih besar

dari 6 mm. Selain itu diukur pula panjang dan tekanan dalam varises tersebut. Klasifikasi – klasifikasi
ini bermaksud untuk memberikan gambaran yang seragam dari varises esofagus, serta tanda – tanda

yang erat hubungannnya dengan perdarahan varises tersebut.

C. Klasifikasi omed
1. Besarnya

Besarnya varises esofagus dibagi dalam 4 derajat, yaitu :


a. Penonjolan dalam dinding lumen yang minimal sekali

b. Penonjolan kedalam lumen sampai ¼ lumen dengan pengertian bahwa esofagus dalam
keadaan relaksasi yang maksimal.

c. Penonjolan kedalam lumen sampai setengahnya.


d. Penonjolan kedalam lumen sampai lebih dari setengah dari lumen esofagus.

2. Bentuknya
Dibedakan 3 macam bentuk varises esofagus, yaitu :

a. Sederhana (simple), ialah penonjolan mukosa yang berwarna kebiru-biruan dan


berkelok-kelok dengan atau tanpa adanya kelainan pada mukosanya.

b. Penekanan (congested), ialah penonjolan mukosa yang berwarna merah tua disertai
tanda pembengkakan mukosa dan dengan tanda-tanda perdarahan.

c. Varises yang berdarah, ialah varises yang mengeluarkan darah segar karena adanya
robekan pada permukaan varises tersebut.

3. Varises dengan Stigmata (tanda-tanda perdarahan)


Ialah terdapatnya bekuan atau pigmen darah dipermukaan varises yang

menandakan telah terjadi perdarahan.


Klasifikasi Omed ini belum banyak digunakan meskipun sudah lebih baik daripada klasifikasi

Dagradi atau Palmer & Brick, karena dirasakan tidak praktis.


D. Klasifikasi Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Jepang

Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Jepang membuat klasifikasi yang disebut Endoscopio


Diagnosis and Classification of Esophageal Varices in Japan. Klasifikasi ini didasarkan atas tanda-

tanda yang dilihat pada pengamatan pemeriksaan endoskopi yang dibedakan dalam 4 kategori,
6
yaitu : warna (colour), tanda warna merah (red colour sign), bentuk (form), dan lokalisasi.

1. Warna
Warna yang dilihat dengan mata pada pengamatan endoskopi, oleh karena warna pada foto

akan berlainan, yang banyak tergantung dari pencahayaan dan film yang dipakai. Mengenai
warna dibedakan atas putih dan biru (CW dan CB).

2. Tanda warna merah (red colour sign/RCS)


Perubahan warna pada mucosa varises yang selalu menjadi merah merupakan tanda perdarahan

baru atau risiko tinggi untuk terjadinya perdarahan.


varises. cekung seperti pada esofagitis.

E. Manifestasi klinis
Perdarahan dari varices biasanya parah/berat dan bila tanpa perawatan segera, dapat

menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices termasuk muntah darah (muntahan dapat
berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam

penampilannya, yang disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces
yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia

melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) disebabkan oleh suatu
kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring.

Yang seringkali adalah, estela timbulnya perforasi dan terjadi perdarahan yang masif,
yaitu hematemesis dan melena. Jadi yang dapat menimbulkan perdarahan sebagian besar varises

berwarna kemerahan. Tanda-tanda perdarahan kadang-kadang adalah enselopati hepatic.


Hipovolemia dan hipotensi dapat terjadi bergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan

darah.

7
F. Patofisiologi

Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan

tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esofagus
dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah menjauhi hepar.

Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena menjadi mengembang dan membesar
(dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan

8
gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan

arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan,
maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan

curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan


perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat

pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan , penurunan perfusi jaringan mengakibatkan
disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme anaerob, dan terbentuk asam laktat.

Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai
oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Laboratorium
Endoskopi adalah gold standard untuk deteksi dan skrining varises esofagus, namun

endoskopi mahal, invasif dan seringkali tidak dapat dilakukan di pusat kesehatan terutama di
kota kecil dan pedalaman. Beberapa penelitian telah meneliti metode non invasif untuk

mendeteksi varises esofagus dengan berbagai variabel seperti platelet, ukuran lien, level albumin
serum, ukuran vena portal, rasio SAAG (serum ascetik albumin gradient), prothrombin time (P.T)

dan rasio platelet/diameter lien. Marker echografi indirek hipertensi portal (ascites, diameter
vena portal > atau = 13 mm, panjang lien, kecepatan aliran vena portal maksimal dan rata-rata,

berturut-turut < 20 cm/s dan < 12 cm/s) dapat berguna. Diantara parameter tersebut, panjang
lien adalah penanda independen prediksi varises esofagus. Trombositopeni pada beberapa

penelitian terbukti sebagai faktor risiko kuat untuk kehadiran varises esofagus. Jumlah platelet
(68.000-160.000) berulang kali ditemukan sebagai penanda prediksi varises esofagus pada

analisis multivariate.
Pembesaran lien (teraba secara klinis atau peningkatan pada pemeriksaan ultrasound) ditemukan

memiliki hubungan yang signifikan untuk prediksi varises esofagus. Thomopulous KC et all
menemukan ukuran 135 mm pada ultrasound, madhora R et all, fagundes ED et all mendeteksi

pembesaran lien pada penelitian mereka. Atif Zaman et all dan Sharma SK menemukan
pembesaran lien sebagai prediktor untuk terjadinya varises esofagus. Niaz AS et all, dalam

penelitiannya mendapatkan hasil bahwa hipoalbuminemia (2,48 mg/dl), platelet, diameter lien
dan rasio platelet/diameter lien menunjukkan korelasi yang kuat untuk terbentuknya varises

esofagus pada pasien dengan sirrosis.


2. Esofagoduodenoskopi

Esofagogastroduodenoskpoi adalah gold standar untuk diagnosis varises esofagus. Jika


gold standar tidak dapat dilakukan, langkah diagnosis lain yang dapat dilakukan adalah Doppler

ultrasonografi sirkulasi darah. Walaupun ini bukan pilihan yang baik, ini dapat menunjukkan

9
secara langsung adanya suatu varises. Alternatif lebih lanjut meliputi radiografi/ kontras barium

dari esofagus dan gaster, serta angiografi vena portal.

Gambar 2.2 Gambaran endoskopi varises esophagus

Kelainan endoskopi pada penderita dengan varises esofagus, tampak jelas gambaran varises yang

berkelok-kelok sebagian besar di pertengahan distal esofagus berwarna keabu-abuan atau


kemerah-merahan. Pada yang pernah mengalami perdarahan terdapat bekas perdarahan berupa

sikatriks yang merah kehitaman. Pada perdarahan akut dapat terlihat perdarahan segar yang
berasal dari pecahnya varises esofagus. Dengan endoskopi juga dapat ditentukan derajat dan

beratnya suatu varises esofagus.


Guideline dari WGO, screening esofagoduodenoskopi (EGD) untuk diagnosis varises

esofagus dan gaster direkomendasikan jika telah dibuat diagnosis sirrosis. Pada pasien dengan
sirrosis yang terkompensasi, EGD diulang setiap 2-3 tahun. Namun bila pasien tersebut memiliki

varises, EGD diulang setiap 1-2 tahun. Pada pasien dengan sirrosis yang tidak terkompensasi, EGD
diulang setiap tahun.10 Guideline dari American Assosiation of Liver Disease menyarankan

skrining endoskopi pada pasien sirrosis hepar stadium Child A dengan gejala hipertensi portal
terutama dengan trombosit < 140.000/mm3 dan diameter vena portal lebih dari 13 mm atau

pada stadium B atau C.

3. Barium Enema

10
(Gambar 2.3) Uphill esophageal varices. Barium swallow demonstrates multiple serpiginous filling
defects primarily involving the lower one third of the esophagus with striking prominence around

the gastroesophageal junction. The patient had cirrhosis secondary to alcohol abuse.

Kontras barium dapat dilakukan jika pasien memiliki kontraindikasi untuk endoskopi atau
endoskopi tidak dapat dilakukan. Dengan barium, varises esofagus terlihat seperti berkelok-kelok,

serpiginous, terdapat defek longitudinal pengisian pada lumen esofagus. Varises esofagus dapat terlihat
seperti lipatan tebal dikelilingi daerah putih luas karena barium terjebak di antara kumpulan varises. Ini

dapat membedakan varises dengan penebalan lipatan esofagus karena esofaginitis.

4. CT-scan
Pada CT scan, varises terlihat sebagai bentukan bulat, tubular, atau struktur serpentine yang halus,

memiliki gambaran yang homogen dan menyerap kontras dengan derajat yang sama dengan vena di
dekatnya. Varises esofagus terlihat sebagai penonjolan intralumen dengan tepi scalloped dan

berhubungan dengan penebalan dinding yang meningkat dengan material kontras. Akan tetapi, varises
esofagus kurang terdeteksi dengan CT-scan jika dibandingkan dengan jenis varises yang lain karena

lokasinya mural dan tidak adanya jaringan lemak di sekitarnya.

11
H. Penatalaksanaan

1. Terapi Farmakologi

a. Vasopressin

Vasopressin adalah vasokonstriktor kuat yang efektif menurunkan tekanan portal dengan
menurunkan aliran darah portal menyebabkan vasokonstriksi splanchnic. Ini digunakan sebagai obat
pertama pada perdarahan varises, namun sekarang penggunaannya diizinkan hanya jika obat yang lain
tidak dapat diberikan karena adanya kejadian kardiovaskular yang berat (iskemia atau infark miokard,
aritmia, iskemia mesenterik, iskemia ekstrimitas, kejadian serebrovaskular dan hiponatremia yang
diakibatkan pengaruh antidiuretiknya). Pengaruh tidak menguntungkan ini terjadi pada 32-64% pasien
dan terjadi karena peningkatan resistensi vaskular perifer dan penurunan cardiac output, detak
jantung dan aliran darah koroner. Vasopressin diberikan melalui infus dengan kecepatan 0,4 U/menit,
dengan peningkatan titrasi hingga mencapai 1.0 U/menit dalam 48 jam, diberikan bersama
nitrogliserin transdermal (20 mg/24 jam) untuk meningkatkan pengaruh hipotensi portal dan
menurunkan efek samping sistemik.

b. Terlipressin
12
Terlipressin (triglycyl-lysine vasopressin) adalah derivat long-acing vasopressin yang perlahan
berubah menjadi vasopressin melalui pemecahan enzim residu triglisil oleh peptidase jaringan. Agen
aktif terlipressin dilepaskan secara perlahan-lahan sehingga efek sampingnya lebih ringan daripada
vasopressin. Efek samping terlipressin cukup ringan, berupa kram abdomen, diare, bradikardi dan
hipertens. Efek samping yang lebih berat seperti aritmia, angina, iskemia ekstrimitas jarang terjadi.
Guideline terkini merekomendasikan dosis inisiasi terlipressin 2 mg/4-6 jam untuk 48 jam pertama,
dan setelah periode ini pengobatan dapat dipertahankan untuk selama 5 hari pada dosis 1 mg/4-6
jam untuk mencegah perdarahan ulang dini.

c. Somatostatin

Somatistatin telah digunakan untuk terapi perdarahan varises akut karena kemampuannya
menurunkan tekanan portal dan aliran darah kolateral. Melalui hambatan pelepasan peptida
vasodilator splanchnic (seperti glukagon) dan fasilitasi pengaruh sistem vasokonstriktor endogen.
Ditambah lagi, somatostatin menghambat peningkatan postprandial aliran darah portal dan tekanan
portal. Somatostatin diberikan dengan dosis inisial bolus 250 mg (yang dapat diulang tiga kali) diikuti
dengan infus 250 mg/jam selama 5 hari untuk mencegah perdarahan ulang dini atau sampai
didapatkan periode 24 jam tanpa perdarahan. Efek samping somatostatin biasanya ringan, yaitu
bradikardi, hiperglikemia, diare dan kram abdomen.

d. Terapi Antibiotik

Lebih dari 20% pasien sirrosis hepatis yang dirawat inap karena perdarahan gastrointestinal
mengalami infeksi bakteri dan 50% lainnya mendapat infeksi selama perawatan. Infeksi yang paling
sering pada pasien sirrosis hepatis adalah peritonitis bakterial spontan dan bakteremia spontan, infeksi
saluran kencing dan pneumonia. Bakteri gram negatif adalah yang paling sering ditemukan. Guideline
merekomendasikan antibiotik profilaksis dengan pemberian quinolon oral (contohnya norfloxacin 400
mg/12 jam) atau sefalosporin intravena, dan dipertahankan selama 7 hari. Penelitian menunjukkan
ceftriaxon intravena lebih efektif daripada norfloxacin oral untuk profilaksis infeksi pada pasien sirrosis
dengan perdarahan varises. Aminoglikosida harus dihindari karena toksik untuk ginjal pada pasien
sirrosis.

e. Tamponade balon

Penggunaan tamponade balon sudah jarang dilakukan, karena tingginya risiko perdarahan
ulang setelah deflasi dan risiko komplikasi seperti aspirasi, migrasi dan nekrosis/perforasi esofagus
dengan angka kematian sebanyak 20%. Meskipun demikian, tamponade balon efektif pada banyak
kasus untuk menghentikan perdarahan untuk sementara dan dapat dilakukan pada daerah di dunia
dimana EGD dan TIPS tidak tersedia. Proteksi jalan napas sangat direkomendasikan ketika
menggunakan tamponade balon.Pemasangan tamponade balon ini dibatasi sampai 48 jam. Bila tetap
tidak berhasil harus dipertimbangkan pembedahan.

2. Terapi Endoskopi

a. Skleroterapi

Skleroterapi endoskopi varises berdasarkan pada konsep bahwa perdarahan varises terhenti
karena trombosis varix yang berdarah setelah injeksi sklerosan intravariceal atau paravariceal. Dalam
percobaan skleroterapi pada perdarahan akut, terdapat banyak perbedaan pada tipe sklerosan yang
digunakan, pengalaman operator, injeksi intravariceal atau paravariceal dan jadwal follow up. Lebih
jauh lagi, interpretasi hasil percobaan membandingkan injeksi skleroterapi dengan terapi non-invasif
13
sangat sulit karena inklusi pasien yang tidak mengalami perdarahan aktif pada saat pengacakan.
Empat percobaan telah membandingkan skleroterapi dengan tamponade balon dan 2 diantaranya
menunjukkan control perdarahan yang lebih baik pada pasien dengan skleroterapi.11

b. Ligasi

Tehnik ini merupakan modifikasi yang digunakan pada ligasi hemorrhoid interna. Penelitian
acak pada pasien dengan perdarahan varises akut telah menunjukkan bahwa ligasi endoskopi sama
efektifnya dengan skleroterapi pada hemostasis dini. Komplikasi yang berkaitan dengan ligasi seperti
ulkus dan striktur jarang terjadi.5,11

c. TIPSS (Transjugular Intrahepaik Portosystemic Shunt Stent)

Penatalaksanaan dengan TIPSS merupakan penggantian vaskular dengan expandable metal


stent melewati jalur yang diciptakan antara vena hepatica dengan cabang intrahepatik utama sistem
portal. Transjugular shunting berdampak pada perubahan hemodinamik yang sama dengan
portocaval shunt. Walaupun TIPSS berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah
daripada operasi shunt, komplikasi sedang (seperti perdarahan dan infeksi) dapat terjadi.

3. Terapi Operatif

Operasi shunting harus dilakukan pada kasus perdarahan lanjut atau perdarahan ulangan yang
tidak dapat dikontrol dengan endoskopi dan terapi farmakologi – dan jika TIPSS tidak dapat dilakukan.
Terapi operatif termasuk portosystemic shunting atau sophageal staple transaction dengan atau tanpa
esofagogastrik devaskularisasi. Terlepas dari pilihan tehnik operasi, morbidity cukup tinggi pada pasien
dengan penyakit liver lanjut.

C. Manajemen Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Riwayat penyakit dahulu

2) Pada perdarahan karena pecahnya varises esophagus, tidak ditemukan keluhan


nyeri atau pedih didaerah epigastrium

3) Tanda-tanda hematemesis timbul mendadak


4) Tanyakan perkiraan jumlah darah: misalnya satu gelas, dua gelas atau lainnya

b. Pemeriksaan Fisik:

1) Keadaan umum
2) Kesadaran

3) Nadi, tekanan darah


4) Tanda-tanda anemia

5) Gejala hipovolemia
6) Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi, ginekomasti, eitema,

14
palmaris, capit medusa, adanya, kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema

tungkai

15
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Perdarahan

Definisi : Rentan mengalami penurunan volume darah, yang dapat mengganggu kesehatan.
Domain : 11 Keamanan / Perlindungan

Kelas : 2 Cedera Fisik


Faktor Resiko :

1) Gangguan fungsi hati (mis., sirosis, hepatitis)


2) Gangguan gastrointestinal (mis., penyakit ulkus lambung, polip, varises)

b. Risiko Syok
Definisi : Rentan mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat

mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa, yang dapat


mengganggu kesehatan

Domain : 11 Keamanan / Perlindungan


Kelas : 2 Cedera Fisik

Faktor Resiko :
1) hipovolemia

c. Nyeri Akut

Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyengkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang digambarkan sebagai

kerusakan (International Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi


Domain : 12 kenyamanan

Kelas : 1 Kenyamanan Fisik


Batasan Karakteristik:

1) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada satu focus, meringis)

2) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument nyeri


(mis., McGill Pain Questionnaire, Brief Pain Inventory)

3) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (mis., anggota keluarga, pemberi


asuhan)

4) Perubahan pada parameter fisiologis (mis., tekanan darah, frekuensi Jntung, frekuensi
pernapasan, saturasi oksigen, dan entidal karbon dioksida [CO 2]

16
5) Perubahan selera makan

d. Gangguan menelan

Definisi : Abnormal fungsi mekanisme menelan yang dikaitkan dengan deficit strukut atau
fungsi oral, faring, atau esofagus

Domain: 2 Nutrisi
Kelas : 1 makan

Batasan Karakteristik:
1) Abnormalitas pada fase esophagus pada pemeriksaan menelan

2) Kesulitan menelan
3) Muntah

Faktor yang berhubungan: abnormalitas jalan nafas atas

17
3. Nursing Care Planing

NO NANDA NOC NIC


1 Risiko Perdarahan 1. Keparahan Kehilangan Darah 1. Pengurangan perdarahan
dibuktikan dengan Definisi : Definisi :
Faktor Resiko : Keparahan tanda dan gejala Pembatasan jumlah kehilangan darah
a. Gangguan fungsi hati perdarahan internal atau eksternal. dari saluran gastrointestinal bagian
(mis., sirosis, hepatitis) atas dan bawah dan komplikasi yang
b. Gangguan Setelah dilakukan tindakan terkait
gastrointestinal (misa., keperawatan, diharapkan keparahan
penyakit ulkus kehilangan darah mencapai kriteria Aktivitas-Aktivitas :
lambung, polip, varises) hasil sebagai berikut : a. Monitor tanda dan gejala
1. Hematemesis (4) perdarahan yang terus menerus
2. Penurunan hemoglobin (Hgb) (mosalnya, periksa semua sekresi
(4) terhadap adanya darah)
3. Penurunan hematocrit (Hct) (4) b. Monitor tanda-tanda syok
hipovelemik (misalnya, penurunan
Keterangan skala dan indikator : kardiak output, nadi yang cepat
1 : Berat dan lemah, pernafasan meningkat,
2 : Cukup berat keringat dingin, kelemahan, kilit
3 : Sedang dingin dan lembab)
4 : Ringan c. Tes semua sekresi terhadap adanya
5 : Tidak ada darah dan perhatikan adanya
darah dalam muntahan, sputum,
feses, urin, drainase NGT, drain
luka, jika diperlukan
d. Dokumentasikan warna jumlah dan
karakter dari feses
e. Monitor pemeriksaan pembekuan
darah/koagulasi, termasuk
protombin time (PT), PTT,
fibrinogen, degradasi fibrin dan
hitung platelet jika memang
diperlukan

2 Risiko syok dibuktikan 1. Kontrol Resiko 1.


dengan Definisi : Definisi :
Faktor Resiko : Tindakan individu untuk mengerti,
mencegah, mengeliminasi, atau Aktivitas-Aktivitas :
a. Hipovolemia mengurangi ancaman kesehatan a. Indentitas penyebab pendarahan
yang telah dimodifikasi b. Monitor pasien akan perdarahan
secara ketat
Setelah dilakukan tindakan c. Monitor jumlah dan sifat
keperawatan, diharapkan kontrol kehilangan darah
resiko mencapai kriteria hasil d. Perhatikan kadar
sebagai berikut : hemoglobin/hematocrit sebelum
1. Mencari Informasi Tentang dan sesudah kehilangan darah
Risiko Kesehatan (4) e. Instruksikan pasien dan keluar
2. Memodifikasi gaya hidup untuk mengenai tingkat keparahan
mengurangi risiko (4) kehilangan darah dan tindakan-

18
3. Mengenali perubahan status tindakan yang tepat untuk
kesehatan (4) dilakukan
4. Mmonitor perubahan status
kesehatan (4)

Keterangan skala dan indikator :


1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Secara konsisten menunjukkan

3 Nyeri akut 1. Tingkat Nyeri 1. Manajemen Nyeri


Batasan karakteristik : Definisi : Definisi :
a. Ekspresi wajah nyeri Keparahan dari nyeri yang diamati Pengurangan atau redukasi nyeri
(mis., mata kurang atau dilaporkan sampai pada tingkat kenyaman yang
bercahaya, tampak dapat diterima oleh pasien
kacau, gerakan mata Setelah dilakukan tindakan
berpencar atau tetap keperawatan, tingkat nyeri Aktivitas-Aktivitas:
mencapai kriteria hasil sebagai
pada satu focus, a. Lakukan pengkajian nyeri
berikut :
meringis) 1. Nyeri yang dilaporkan (4) komprehensif yang meliput lokasi,
b. Keluhan tentang 2. Panjangnya episode nyeri (3) karakteristik, onset/durasi,
karakteristik nyeri 3. Ekspresi nyeri wajah (4) frekuensi, kualitas, intensitas atau
dengan menggunakan 4. Mengerinyit (4) beratnya nyeri dan faktor pencetus
standar instrument 5. Kehilangan nafsu makan (4) b. Tentukan akibat dari pengalaman
nyer (mis., McGill Pain 6. Mual (4) nyeri terhadap kualitas hidup
Inventory) pasien (misalnya., tidur, nafsu
c. Laporan tentang Keterangan skala dan indikator : makan, pengertian, perasaan,
perilaku 1 : Berat hubungan, performa kerja dan
nyeri/perubahan 2 : Cukup berat tanggung jawab peran)
3 : Sedang
aktivitas (mis., anggota c. Evaluasi pengalaman nyeri dimasa
4 : Ringan
keluarga, pemberi 5 : Tidak ada lalu yang melipuri riwayat nyeri
asuhan) kronik individu atau keluarga atau
d. Perubahan pada nyeri yang menyebabkan
parameter fisiologis disability/ ketidakmampuan/
(mis., tekanan darah, kecacatan, dengan tepat
frekuensi jantung, d. Evaluasi bersama pasien dan tim
frekuensi pernapasan, kesehatan lainnya, mengenai
saturasi oksigen, dan efektifitas tindakan pengontrolan
endtidal karbon nyeri yang pernah digunakan
dioksida [CO2] sebelumnya
e. Perubahan selera e. Kurangi atau eliminasi faktor-

19
makan faktor yang dapat mencetuskan
atau meningkatkan nyeri
(misalnya., ketakutan, kelelahan,
keadaan menonton dan kurang
pengetahuan)
f. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri
g. Dorong pasien untuk memonotor
nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat
h. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi (seperti, biofeedback,
TENS, hypnosis, relaksasi,
bimbingan antisipatif, terapi music,
terapi bermain, terapi aktivitas,
akupressur, aplikasi panas/dingin
dan pijitan, sebelum, sesudah dan
jika memungkinkan, ketika
melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri; sebelum nyeri
terjadi atau meningkat; dan
bersamaan dengan tindakan
penurunan rasa nyeri lainnya)

4 Gangguan menelan b.d 1. Status Menelan : fase 1. Manajemen nutrisi


abnormalitas jalan nafas esophagus Definisi :
atas dibuktikan dengan Definisi : Menyediakan dan meningkatkan
Jalan lintas yang aman untuk cairan intake nutrisi yang seimbang
Batasan karakteristik: atau makanan padat dari faring Aktivitas-Aktivitas :
a. Abnormalitas pada fase keperut a. Tentukan status gizi pasien dan
esophagus pada Setelah dilakukan tindakan kemampuan [pasien] untuk
pemeriksaan menelan keperawatan, diharapkan gangguan memenuhi kebutuhan gizi
menelan mencapai kriteria hasil
b. Kesulitan menelan b. Beri obat-obatan sebelum makan
sebagia berikut:
c. Muntah 1. Penerimaan makan (3) (misalnya, peghilang rasa sakit,
2. Penerimaan volume (3) antiemetic), jika diperlukan
c. Monitor kalori dan asupan
Keterangan skala dan indikator :
1 : Sangat terganggu makanan
2 : Banyak terganggu d. Berikan arahan, bila diperlukan
3 : Cukup terganggu
4 : Sedikit terganggu
5 : Tidak terganggu

20
D. EBN
Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hati

dengan varises esofagus di RSUP Sanglah Denpasar


tahun 2014

Sirosis adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai oleh fibrosis, disorganisasi

struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit. Keseluruhan insiden sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati

alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di RS Sarjito Yogyakarta, jumlah pasien sirosis hati berkisar
pada 4, 1 % dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam selama kurun waktu 1 tahun pada

2004. Etiologi sirosis hepatis mempengaruhi penanganan pada penyakit ini. Terapi yang dilakukan
bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat

menambah kerusakan hati, pencegahan serta penanganan komplikasi. Edukasi terhadap pasien dan
keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi akan sangat membantu

memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup
penderita.

1. Pengertian
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh

darah vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati
terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung,

atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. Ketidakseimbangan antara tekanan aliran
darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibat-kan pembesaran pembuluh darah

(varises).
Varises esofagus biasanya merupakan komp-likasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang ditan-

dai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Beberapa keadaan lain yang juga dapat menye-
babkan varises esofagus antara lain gagal jantung kongestif yang parah, trombosis di vena porta

atau vena splenikus, Sarkoidosis, Schistomiasis, dan Sindrom Budd-Chiari.


2. Diskusi

Pasien datang dengan keluhan utama lemas dan muntah darah. Pada anamnesis yang berkaitan
dengan sirosis hepatik akan didapatkan lemah letih lesu, penurunan berat badan, nyeri perut, ikterus (BAB

kecoklatan dan mata kuning), perut membesar, riwayat konsumsi alcohol, riwayat sakit kuning, muntah
darah, BAB hitam. hal ini berkaitan dengan faal hati yang terganggung oleh karna proses fibrotic pada

kasus sirosis hati. Antara lain metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Gangguan pada pembentukan
glukosa hasil metab-olisme monosakarida diperlukan mengakibatkan kebutuhan tubuh berkurang

sehingga timbul keluhan lemas. Cadangan energi yang berasal dari protein dan lemak juga terganggu
21
oleh karena gangguan produksi protein plasma dan lipoprotein serta zat lainnya. Penyebab alkohol tidak

ada, riwayat sakit kuning ada, etiologi sirosis hepatis yakni hepatitis kronis, alcohol, penyakit metabolit,
kholestasis yang berkepanjangan, obstruksi vena hepatica, toksin, dan obat-obatan. Pada pasien ini

didapa-tkan riwayat pernah menderita hepatitis sebelum-nya meskipun tidak pernah mengkonsumsi
alcohol sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan anemia, tidak ada ikterus, tidak ada ascites,

tidak ada spider nevi, tidak ada caput medusa. Hasil pemeriksaan darah lengkap anemia, leukositope-nia,
trombositopenia. Hasil faal hemostasis PT memanjang, INR tinggi. Pemeriksaan fisik bisa jadi ditemukan

ascites, sipider nevi dan caput medusa. Dari darah lengkap akan ditemukan anemia, leuko-penia,
trombositopenia, PT (INR) meningkat. Hasil imaging endoskopi menunjukkan varises esophagus dan

varises gaster. Dari radio imaging, pada endoskopi akan ditemukan varises esophagus dan gastropati.6
Varises esofagus terjadi bendungan aliran darah menuju hati oleh karena sirosis. Varises esofagus terjadi

bendungan
aliran darah menuju hati oleh karena sirosis. Aliran tersebut akan mencari jalan lain, alternatifnya yaitu

ke pembuluh darah di esophagus (vena oesophageales), lambung, atau vena rektum (vena rectalis
inferior, media , dan superior) yang lebih kecil dan

lebih mudah pecah. Demikian pula, individu yang bekerja menan-gani mikroorganisme harus
memahami kondisi kontainmen dimana agen infeksi dapat dengan aman dimanipulasi. Dengan

meningkatkan disiplin terhadap pemakaian alat pelindung diri (APD) dan higiene petugas sehabis
penanganan sampel. Dalam penanganan spesimen perlu diperhati-kan cara

pemeliharaan/mempertahankan kualitas kerja (perfomance) pada setiap taraf/langkah dalam keseluruhan


rantai prosesnya Agar nantinya tidak terjadinya kecelakaan kerja.

3. Kesimpulan
Pada sirosis hati dekompensata pengobatan didasarkan pada gejala/tanda yang menonjol
dan komplikasi yang muncul pada penderita.5 pada pasien ini diberikan beta-blocker propanolol
untuk mengendalikan varises esofagus dan Sebivo® yang mengandung telbivudine tablet 600

mg untuk mengobati hepatitis B kronis yang diderita. Pasien ini didiagnosis sirosis hati serta
didapatkan varises esophagus. Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Faktor-

faktor predisposisi dan memicu perdarahan varises masih belum jelas. Dugaan bahwa esofagitis
dapat memicu perdara-han varises telah ditinggalkan. Saat ini faktor-faktor terpenting yang

bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan varises adalah; tekanan portal, ukuran varises,
dinding varises dan tegangannya, dan ting-kat keparahan penyakit hati.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai oleh pelebaran pembuluh darah vena di

esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran
tersebut akan mencari jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang

lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan
kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises). Frekuensi

varises esofagus bervariasi dari 30% sampai 70% pada pasien dengan sirosis, dan 9-36% pasien yang
memiliki risiko tinggi varises.

Penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan varises esophagus adalah sirosis, bekuan darah
(trombosis), infeksi parasit (Schistosomiasis), dan Budd Chiari-Syndrome. Gejala-gejala dari

perdarahan varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur
dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang disebabkan oleh

efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic

(orthostatic dizziness) disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika
berdiri dari suatu posisi berbaring.

B. Peran Perawat
Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan
mengenai pentingnya  mengetahui tentang varises esofagus dan pencegahan akan berdaya guna

untuk menghindari varises esofagus. Selain itu perawat  harus memberikan  pengetahuan pada
masyarakat mengenai varises esofagus secara jelas dan lengkap. Terutama mengenai tanda-tanda,

penanganan dan pencegahannya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran; EGC

Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta : EGC.


Wilson, lorraine. (2006). Patofisiolofi volume 1, Edisi 6. Jakarta. Penerbit buku EGC

Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas, Ns. Musliadi, Skep


Penelitian: Hubungan Antara Varises Esofagus dan Gambaran Klinik Penderita Sirosis Hati oleh Dr. Sjamsu

Tabrich Aplatun, Dr. HAM Akil *, Dr. Achmad Rifai Amirudin


Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasnuddin, Ujung Pandang
Hematemesis dan Melena, Dr.Oey Tjeng Sien.Cermin Dunia Kedokteran no. 40 1985

24

Anda mungkin juga menyukai