Anda di halaman 1dari 204

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida


Hyang Widhi Waça, karena berkat rahmatNya buku berjudul “Matematika
Dasar” dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Buku ajar ini disusun
sebagai salah satu sumber belajar bagi para mahasiswa, dosen, guru, dan
praktisi pendidikan.
Buku ajar ini terdiri atas tujuh bab yang membahas tentang materi
matematika yang berhubungan dengan konsep-konsep dasar matematika.
Struktur buku ajar mencakup (1) judul bab, (2) konsep-konsep kunci, (3)
kerangka isi, (4) kompetensi dasar, (5) indikator hasil belajar, (6) uraian
materi beserta contoh-contoh soal, (7) rangkuman, dan (8) soal-soal
latihan.
Selesainya penyusunan buku ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan buku
ini. Terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman di jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan sumbangan
pemikiran dalam penyusunan buku ajar ini.
Penyusun menyadari bahwa buku ini masih perlu disempurnakan.
Untuk itu, saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan buku ini pada edisi berikutnya. Semoga buku ajar ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.

Singaraja, Oktober 2019


Tim Penyusun

DAFTAR ISI
PRAKATA...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
BAB I....................................................................................................1
1.1 Definisi dan Notasi Himpunan.......................................................2
1.2 Cara Menyatakan Himpunan.........................................................3
1.3 Macam-Macam Himpunan.............................................................4
1.4 Diagram Venn..............................................................................8
1.5 Operasi Himpunan......................................................................10
1.6 Beberapa Sifat Dasar Operasi Himpunan......................................18
1.7 Aplikasi Konsep Himpunan Dalam Kehidupan Sehari-Hari..............19
BAB II.................................................................................................28
2.1 Penalaran..................................................................................29
2.2 Logika.......................................................................................34
2.3 Pernyataan berkuantor...............................................................36
2.4 Negasi (Ingkaran)......................................................................37
2.5 Pernyataan Majemuk..................................................................39
2.6 Argumen....................................................................................49
2.7 Induksi Matematika....................................................................54
BAB III...............................................................................................79
3.1 Eksponen Bilangan Bulat Positif, Negatif, dan Nol.........................80
3.2 Akar Bilangan.............................................................................81
3.3 Logaritma..................................................................................83
3.4 Barisan dan Deret Bilangan.........................................................85
BAB IV................................................................................................96
4.1 Pengertian Persamaan................................................................97
4.2 Persamaan Linier........................................................................98
4.3 Persamaan Kuadrat..................................................................101
4.4 Pengertian Pertidaksamaan.......................................................107
4.5 Pertidaksamaan linier................................................................107
4.6 Pertidaksamaan Kuadrat...........................................................109
4.7 Pertidaksamaan Harga Mutlak...................................................112
4.8 Sistem Persamaan Linear..........................................................113
BAB V...............................................................................................121
5.1 Pengertian Relasi......................................................................122
5.2 Sifat-Sifat Relasi.......................................................................123
5.3 Pengertian Fungsi.....................................................................125
5.4 Jenis-Jenis Fungsi.....................................................................126
5.5 Grafik Suatu Fungsi..................................................................130
BAB VI..............................................................................................142
6.1 Teorema Pythagoras.................................................................143
6.2 Tripel Pytagoras.......................................................................148
6.4 Koordinat Kartesius dan Koordinat Kutub...................................164
BAB VII.............................................................................................175
7.1 Aturan Perkalian.......................................................................176
7.2 Permutasi dan Kombinasi..........................................................178
7.3 Peluang...................................................................................183
GLOSARIUM......................................................................................195
DAFTAR INDEKS................................................................................197
BAB I
PENGANTAR HIMPUNAN
Konsep-Konsep Kunci
1. Definisi Himpunan
2. Cara Menyatakan Himpunan
3. Macam-Macam Himpunan
4. Operasi Himpunan
5. Aplikasi Himpunan dalam Pemecahan Masalah

Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami konsep himpunan, cara menyatakan
himpunan, berbagai macam himpunan, operasi yang berlaku pada
himpunan, dan menerapkan teori himpunan dalam pemecahan masalah
matematika.

Indikator hasil Belajar


Sesuai dengan kompetensi dasar tersebut, indikator hasil belajar yang
diharapkan dicapai adalah mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan perbedaan himpunan dan bukan himpunan.
2. Menyatakan suatu himpunan dengan cara yang benar.
3. Menyebutkan macam-macam himpunan dengan benar.
4. Menggambarkan diagram Venn suatu himpunan dengan benar.
5. Menentukan hasil operasi suatu himpunan dengan benar.
6. Memecahkan masalah matematika yang berkaitan dengan teori
himpunan.

Matematika Dasar 1
1.1 Definisi dan Notasi Himpunan
Para ahli matematika menyatakan bahwa semua cabang-cabang
matematika berkaitan teori himpunan. Misalnya, pada pembahasan
konsep bilangan, dalam persamaan dan pertidaksamaan, menggambar
grafik, teori peluang, statistika, dan dalam pembahasan tentang konsep-
konsep geometri. Himpunan diperkenalkan oleh George Cantor (1845-
1918), seorang ahli matematika Jerman. Ia menyatakan bahwa himpunan
adalah kumpulan atas objek-objek. Objek tersebut berupa benda abstrak
dan kongkrit pada dasarnya himpunan tidak harus mempunyai kesamaan
sifat atau karakter.
Himpunan (set) adalah kumpulan objek yang didefinisikan dengan
baik (well defined), artinya artinya dapat dibedakan apakah suatu benda
termasuk ataupun tidak dalam himpunan tersebut. Objek yang terdapat di
dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota. Sedangkan arti
dari ‘terdefinisi dengan baik’ bahwa untuk sembarang objek yang
diberikan, selalu dapat ditentukan apakah obyek itu termasuk himpunan
atau tidak.
Himpunan dinotasikan dengan menggunakan tanda kurung kurawal
{ } dan biasanya suatu himpunan diberi nama dengan memakai huruf-
huruf kapital maupun dengan menggunakan simbol-simbol lainnya.
Beberapa himpunan yang khusus dituliskan dengan simbol-simbol yang
sudah baku. Terdapat sejumlah simbol baku yang berbentuk huruf tebal
(boldface) yang biasa digunakan untuk mendefinisikan himpunan yang
sering digunakan, antara lain:
P = himpunan bilangan bulat positif
N = himpunan bilangan asli
Z = himpunan bilangan bulat
Q = himpunan bilangan rasional
R = himpunan bilangan riil
C = himpunan bilangan kompleks

Matematika Dasar 2
Terhadap suatu himpunan, suatu objek dapat menjadi anggota atau
bukan anggota himpunan tersebur. Untuk menyatakan keanggotaan
tersebut digunakan notasi berikut.
x  A untuk menyatakan x merupakan anggota himpunan A; dan
x  A untuk menyatakan x bukan merupakan anggota himpunan
A

1.2 Cara Menyatakan Himpunan


Beberapa cara untuk menyatakan himpunan, di antaranya adalah:
a. Tabulasi (The roster method)
Cara tabulasi adalah cara menyatakan himpunan dengan
mendaftarkan anggota-anggota himpunannya satu persatu, dan dalam
penulisannya tiap-tiap anggota dipisahkan oleh tanda koma (,).
Contoh 1.1
Himpunan B adalah himpunan yang berisi empat bilangan genap positif
pertama, ditulis: B = {2, 4, 6, 8, 10}.

b. Dengan notasi pembentuk himpunan (The rule method)


Cara lain menyatakan himpunan adalah dengan notasi pembentuk
himpunan (set builder). Dengan cara ini, himpunan dinyatakan dengan
menulis syarat yang harus dipenuhi anggotanya.

Notasi: {x | syarat yang harus dipenuhi oleh x}

Aturan yang digunakan dalam penulisan syarat keanggotaan:


 Bagian di kiri tanda ‘|’ melambangkan elemen himpunan.
 Tanda ‘|’ dibaca dimana atau sedemikian hingga.
 Bagian di kanan tanda ‘|’ menunjukkan syarat keanggotaan
himpunan.
 Setiap tanda ‘,’ di dalam syarat keanggotaan dibaca sebagai dan.
Contoh 1.2

Matematika Dasar 3
A adalah himpunan bilangan bulat postif yang lebih kecil dari 5,
dinyatakan sebagai
A = {x | x himpunan bilangan bulat postif yang lebih kecil dari 5}
Atau dalam notasi yang lebih ringkas:
A = {x | x  P, x < 5} yang sama dengan
A = {1, 2, 3, 4}

c. Dengan menyebutkan syarat keanggotaannya


Cara ini adalah menyatakan himpunan dengan membuat deskripsi,
yaitu menyatakan himpunan dengan kata-kata atau menyebutkan syarat
kenggotaannya.
Contoh 1.3
C adalah himpunan bilangan prima antara 10 dan 40, ditulis:
C = {bilangan prima antara 10 dan 40}.

1.3 Macam-Macam Himpunan


1. Himpunan Kosong
Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai
anggota. Sering terjadi, sesuatu yang bukan himpunan diangap sebagai
himpunan kosong. Untuk itu, harus benar-benar diperhatikan syarat-
syarat keanggotannya. Bila anggotanya benar-benar tidak ada, maka
kumpulan itu termasuk himpunan kosong. Sebaliknya bila anggotanya
tidak jelas, atau tidak dapat dibedakan apakah suatu objek termasuk
anggota suatu himpunan atau tidak, maka kumpulan tersebut bukanlah
himpunan. Sebagai contoh himpunan K = {0}, himpunan K bukan
merupakan himpunan kosong karena himpunan K mempunyai 1 anggota,
yaitu bilangan 0. Dalam bahasa Inggris, himpunan kosong diistilahkan
dengan empty set dan dilambangkan dengan Ø atau { }.
Perhatikan contoh himpunan kosong di bawah ini:
Contoh 1.4
a. Himpunan A adalah himpunan bilangan cacah yang kurang dari 0,

Matematika Dasar 4
b. Himpunan B adalah himpunan hari yang berawalan huruf “N”.
c. Himpunan C adalah himpunan bilangan prima yang lebih dari 2 dan
habis dibagi 2.
Istilah seperti kosong, hampa, dan nihil, ketiganya mengacu pada
himpunan yang tidak mengandung elemen, tetapi istilah nol tidak sama
dengan ketiga istilah di atas, sebab nol menyatakan sebuah bilangan
tertentu.

2. Himpunan Semesta
Himpunan semesta adalah suatu himpunan yang memuat seluruh
benda atau semua obyek yang sedang dibicarakan, atau himpunan yang
menjadi objek pembicaraan. Himpunan semesta sering disebut semesta
pembicaraan atau set universum, dilambangkan dengan S atau U.
Contoh 1.5
a. Himpunan nama-nama hari yang dimulai dengan huruf S.
Himpunan semestanya adalah himpunan nama-nama hari.
b. Misalkan A = {2, 3, 5, 7}.
Himpunan semesta yang mungkin untuk himpunan tersebut adalah S
= {bilangan prima}. Himpunan bilangan prima bukanlah satu-satunya
himpunan semesta bagi A akan tetapi masih banyak himpunan lain
yang dapat dianggap sebagi himpunan semestanya. Misalnya,
himpunan bilangan asli, himpunan bilangan cacah, himpunan bilangan
bulat, dan sebagainya.

3. Himpunan Hingga
Himpunan hingga (finite set) merupakan himpunan yang banyak
anggotanya terhingga, artinya banyak anggotanya dapat dihitung atau
dengan kata lain suatu himpunan dikatakan berhingga jika terdapat n
elemen berbeda yang dalam hal ini n adalah bilangan bulat tak negatif.
Himpunan berhingga adalah himpunan kosong atau himpunan yang
berkorespondensi satu-satu dengan himpunan {1,2,3,…, k} untuk suatu

Matematika Dasar 5
bilangan bulat positif k. Banyaknya anggota dari suatu himpunan
berhingga A dinyatakan dengan lambang n(A). Jika ɸ adalah himpunan
kosong, maka n(ɸ) = 0. Jika himpunan berhingga A berkorespondensi
satu-satu dengan himpunan {1,2,3,…,k}, yaitu banyaknya anggota
himpunan A adalah k, atau himpunan A memuat k elemen.
Misalkan A merupakan himpunan berhingga, jumlah elemen
berbeda di dalam A disebut kardinal dari himpunan A. Untuk menyatakan
kardinalitas himpunan digunakan notasi n(A).
Contoh 1.6
a. A = {x | x bilangan asli <10}, maka n(A) = 9, dengan elemen-elemen
dari A adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.
b. B = {x | x adalah bilangan bulat positif kurang dari 1}, maka n(B) = 0,
karena tidak ada bilangan positif yang kurang dari 1.

4. Himpunan Tak Hingga


Himpunan tak hingga (infinite set) merupakan himpunan yang
banyak anggotanya tak terhingga. Himpunan yang mempunyai anggota
sangat banyak, sehingga tak mungkin kita tulis secara terperinci. Karena
itu, dapat ditulis dengan cara tabulasi, namun menggunakan tanda “…”
(tiga titik, dibaca ‘seterusnya’. Himpunan yang tidak berhingga
mempunyai kardinal tidak berhingga pula.
Suatu himpunan disebut himpunan takhingga bila himpunan itu bukan
himpunan berhingga, yaitu himpunan takkosong, yang tidak
berkorespondensi satu-satu dengan himpunan {1,2,3,…, k} untuk setiap
bilangan bulat positif k.
Himpunan takhingga yang berkorespondensi satu-satu dengan
himpunan semua bilangan bulat positif Z + = {1,2,3,…} disebut himpunan
takhingga yang denumerable. Himpunan takhingga yang tidak
berkorespondensi satu-satu dengan himpunan semua bilangan bulat
positif Z+ = {1,2,3,…} disebut himpunan takhingga yang takdenumerabel.
Suatu himpunan disebut tercacah bila himpunan itu terhingga atau

Matematika Dasar 6
denumerable, maka himpunan taktercacah adalah himpunan takhingga
yang takdenumerabel.
Himpunan semua bilangan bulat positif genap adalah himpunan
takhingga denumerabel, sebab berkorespondensi satu-satu dengan
himpunan semua bilangan bulat positif dengan korespondensi k ↔ 2k
untuk setiap k = 1,2,3,… Di sini kita berjumpa dengan suatu sifat khusus
dari himpunan takhingga yang membedakannya dari himpunan berhingga,
yaitu suatu himpunan takhingga dapat berkorespondensi satu-satu
dengan himpunan bagian sejatinya.
Contoh 1.7
a. H = {x | x bilangan asli > 15} maka H dapat ditulis: H = {16, 17, 18,
…}
b. Himpunan titik di sepanjang garis y = 2x + 3

5. Himpunan Sama
Dua himpunan A dan B dikatakan sama, bila setiap anggota
himpunan A adalah juga merupakan anggota himpunan B, demikian
sebaliknya. Ditulis: A = B
Contoh 1.8
a. A = {1, 3, 5} dan B = { 3, 1, 5}
b. C = { k, a, r, t, u} dan D = { t, u, k, a, r }
c. E = {p, q, r} tidak sama dengan F = {1, 2, 3} ditulis: E ¿ F

6. Himpunan Ekuivalen
Dua himpunan A dan B dikatakan ekuivalen (ditulis A ¿ B) jika dan
hanya jika kardinal dari kedua himpunan tersebut sama. Dua buah
himpunan dapat mempunyai kardinal yang sama meskipun anggota kedua
himpunan tersebut tidak sama.
Contoh 1.9
a. A = {nama hari dalam seminggu yang diawali dengan huruf S}
B = {a, b, c}

Matematika Dasar 7
Dalam hal ini, dikatakan A ¿ B karena n(A) = n(B)
b. P = {nama hari dalam seminggu}
Q = {2, 3, 5, 7, 11}
Dalam hal ini, dikatakan A tidak ekuivalen B karena n(A) ¿ n(B)

7. Himpunan Bagian
Himpunan A disebut himpunan bagian dari himpunan B, ditulis A
⊂ B, bila setiap anggota A merupakan anggota B. Dapat pula ditulis B
⊃ A yang dibaca B mengandung A atau B super set A. Bila A tidak
merupakan himpunan bagian dari B ditulis A ⊄ B. Selanjutnya, A disebut
himpunan bagian murni (sejati) dari B jika dan hanya jika setiap anggota
himpunan A merupakan anggota himpunan B tetapi sekurang-kurang ada
sebuah anggota himpunan B yang bukan merupakan anggota himpunan
A. Dalam beberapa sumber, A himpunan bagian dari himpunan B sering
ditulis A ⊆ B, sedangkan A himpunan bagian murni dari B ditulis A ⊂ B.
Berdasarkan uraian di atas, ada hal yang menarik dalam suatu
himpunan bagian yaitu: himpunan kosong adalah bagian dari setiap
himpunan dan himpuan itu sendiri merupakan bagian dari dirinya sendiri.
Jika dihitung secara keseluruhan, banyaknya himpunan bagian dari suatu
himpunan dapat ditentukan dengan rumus: 2 n(A)
Contoh 1.10
Jika A={a, b, c}, maka himpunan bagian dari B adalah: { }, {a}, {b}, {c},
{a, b}, {a, c}, {a, c}, dan {a, b, c}. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa
banyaknya himpunan bagian sesungguhnya dapat dihitung dengan rumus:
3
2 = 8. Bilangan 3 adalah banyak anggota himpunan A

1.4 Diagram Venn


Diagram Venn adalah cara untuk menyatakan himpunan dengan
gambar. Diagram Venn diperkenalkan pertama kali oleh Jhon Venn
seorang ahli Matematika berkebangsaan Inggris pada tahun 1834-1923.
Dalam Diagram Venn, himpunan semesta digambarkan sebagai suatu segi

Matematika Dasar 8
empat sedangkan himpunan lainnya digambarkan sebagai lingkaran di
dalam segi empat tersebut. Anggota-anggota suatu himpunan berada di
dalam lingkaran, sedangkan anggota himpunan lain di dalam lingkaran
yang lain pula. Ada kemungkinan dua himpunan mempunyai anggota
yang sama, dan hal ini digambarkan dengan lingkaran yang saling
beririsan. Anggota semesta yang tidak termasuk di dalam himpunan
manapun digambarkan di luar lingkaran.
Contoh 1.11
Diberikan suatu himpunan:
S={1,2,3,4 ,5,6,7,8}
A={1,2,3,6,7}
B={3,4,5,7}
Diagram venn-nya dapat disajikan sebagai berikut.

S
A B
1 6 4
8
2 3 5
7

Namun demikian, pada kasus tertentu, bila anggota himpunannya


tidak bisa di daftar karena anggotanya terlalu banyak, maka diagram Venn
cukup digambarkan dengan memberikan namanya saja.
Contoh 1.12
Diberikan suatu himpuan:
S = {Bilangan bulat}
P = {Bilangan genap}
Q = {Bilangan ganjil}
Diagram venn-nya dapat disajikan sebagai berikut.

Matematika Dasar 9
S
P Q

1.5 Operasi Himpunan


Operasi pada himpunan, dapat digolongkan ke dalam dua kelompok
operasi yaitu: pertama operasi uner (monar) dan kedua operasi biner.
Kedua jenis operasi tersebut dapat diuraikan satu per satu sebagai
berikut.
Pertama, operasi uner (monar) pada teori himpunan adalah operasi
komplemen. Operasi komplemen dinotasikan dengan membubuhkan
tanda aksen (‘) pada himpunan yang dioperasikan itu. Dengan demikian,
komplemen dari suatu himpunan A didefinisikan sebagai berikut.
A’ = { x | x  A, x  S}
Himpunan S di sini adalah semesta pembicaraan dari himpunan A.
untuk menentukan A’ haruslah diketahui anggota dari A dan anggota dari
S yang merupakan himpunan semestanya.
Contoh 1.13
Diberikan himpunan S = {1, 2, 3, 4, 5} dan A = {2, 4, 5} adalah
himpunan bagian dari S. Sesuai dengan definisi di atas, komplemen dari
himpunan A adalah himpunan yang anggotanya merupakan anggota S
yang bukan anggota A. Jadi, A’ ={1, 3}. Perhatikan diagram Venn di
bawah ini.

Matematika Dasar 10
Kedua adalah operasi biner, yaitu operasi yang berkenaan dengan
dua himpunan atau lebih. Operasi biner pada himpunan yang terdefinisi
ada lima macam yaitu: operasi irisan, gabungan, penjumlahan,
pengurangan, dan operasi perkalian/silang.
1. Operasi Irisan
Dua himpunan A dan B dikatakan saling beririsan, bila ada elemen-
elemen himpunan tersebut yang merupakan anggota himpunan A dan
juga merupakan anggota himpunan B.
Operasi irisan dapat dinotasikan dengan tanda . Himpunan A
beririsan dengan himpunan B dapat ditulis dengan simbol operasi yaitu:
AB (dibaca: “A irisan B”, atau “A interseksi B”).

S A B

Daerah yang diarsir merupakan bagian dari daerah A irisan B (AB.

Contoh 1.14
Bila A = {p, q, r, s} dan B = {r, s, t} maka A  B = {r , s}.
Hasil tersebut dapat digambarkan menggunakan Diagram Venn sebagai
berikut.

Diperoleh A  B = {r, s}, karena r dan s merupakan anggota


himpunan A sekaligus juga merupakan anggota himpunan B.

Matematika Dasar 11
Contoh 1.15
Bila P = {1, 2, 5, 7} dan Q = {2, 5, 7} maka P  Q = {2, 5, 7}.
Hasil tersebut dapat digambarkan Diagram Venn-nya sebagai berikut.

Diperoleh P  Q = {2, 5, 7}, karena 2, 5, 7 merupakan anggota


himpunan P sekaligus juga merupakan anggota himpunan Q.

Selanjutnya, operasi irisan juga dapat didefinisikan sebagai berikut.


A  B = { x | x  A, x  B },
dibaca: himpunan A irisan B adalah himpunan x sedemikian hingga x
merupakan anggota A dan x merupakan anggota B. Dari definisi tersebut,
didapat simpulan bahwa irisan antara dua buah himpunan adalah
himpunan yang anggotanya termasuk pada kedua himpunan itu.
Ada dua jenis relasi berkaitan dengan operasi irisan, yaitu:
a. Relasi Berpotongan
Dua buah himpunan disebut berpotongan jika dan hanya jika
irisannya bukan himpunan kosong. Ditulis dalam notasi matematika: A
B
Himpunan-himpunan yang irisannya tidak kosong disebut himpunan
berpotongan atau himpunan beririsan (join sets).
b. Relasi Lepas (disjoin set)
Dua himpunan disebut himpunan lepas jika dan hanya jika irisan
kedua himpunan tersebut merupakan himpunan kosong. Ditulis dalam
notasi matematika A  B = 

Matematika Dasar 12
Perhatikan contoh-contoh berikut, mana pasangan himpunan yang
lepas dan mana yang berpotongan?
Contoh 1.16
A = {1, 2, 3}, dan B = {0, 2, 4, 5} diperoleh A  B = {2}.
Diagram Venn-nya digambarkan sebagai berikut.

Daerah yang diarsir pada diagram venn tersebut menyatakan A  B

Contoh 1.17
P = {1, 3, 5, 7}, dan Q = {0, 2, 4, 6, 8}
Diperoleh P  Q = .
Diagram Venn-nya

Contoh 1.18
E = {2, 3, 5, 7}, F = {x | x  8, x bilangan asli}
E  F = {2, 3, 5, 7}, hal ini berarti E  F = E. Dengan demikian, dapat
juga dikatakan bahwa E  F.
Diagram Venn-nya adalah:

Matematika Dasar 13
2. Operasi Gabungan (Union)
Gabungan (union) dari dua buah himpunan A dan B adalah
himpunan yang elemen-elemennya adalah anggota himpunan A saja atau
B saja, atau anggota kedua himpunan A dan B.
Gabungan himpunan A dan B ditulis A  B (dibaca “A gabungan B”
atau “A union B”).

Contoh 1.19
Diberikan himpunan S = {1, 2, 3, …, 10}, A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {4,
5, 6, 7}
maka A  B = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7}. Dalam bentuk diagram Venn dapat
digambarkan sebagai berikut.

Semua bilangan yang ada di dalam lingkaran-lingkaran di atas


menunjukan A  B dan A  B = {4, 5}.
Dengan notasi pembentuk himpunan, operasi gabungan antara dua
buah himpunan A dan B adalah: A  B = {x | x  A atau x  B}, dibaca
himpunan A gabungan B adalah himpunan x sedemikian hingga x
merupakan anggota A atau x merupakan anggota B. Pengertian “atau “
dalam definisi di atas bersifat inklusif, yaitu untuk x anggota A saja, x
anggota B saja, dan x anggota irisannya (A  B).

Matematika Dasar 14
Contoh 1.20
A = {1, 2, 3}, B = {0, 2, 4, 5} diperoleh A  B = {0, 1, 2, 3, 4, 5}
Diagram Venn-nya adalah:

Daerah yang diarsir menyatakan A  B

Contoh 1.21
C = {1, 3, 5, 7}, D = {0, 2, 4, 6, 8} diperoleh C  D = {0,1,2,3, …, 8}
Digram Venn-nya adalah:

Daerah yang diarsir menyatakan C  D, dalam contoh ini C ¿ B={ }

Contoh 1.22
E = {2, 3, 5, 7}, F = {x | x  8, x bilangan asli}
E  F = {x | x  8, x bilangan asli}
= {1, 2, 3, …, 8} = F
Diagram Venn-nya adalah:

Daerah yang diarsir menyatakan E  F = F.

Matematika Dasar 15
3. Operasi Penjumlahan
Operasi penjumlahan dua buah himpunan dengan notasi
pembentuk himpunan dapat ditulis:
A + B = {x | x  A, x  B, x  (AB) }
Notasi ini dapat dimaknai sebagai himpunan A ditambah himpunan
B ditulis A + B, adalah himpunan yang anggotanya merupakan anggota
himpunan A atau anggota himpunan B, tetapi bukan anggota A  B.
Contoh 1.23
Diberikan himpunan A = {1, 2, 3}, dan B = {0, 2, 4, 5}, bila dijumlahkan
diperoleh A + B = {0, 1, 3, 4, 5}
Diagram Venn-nya adalah:

Daerah yang diarsir menyatakan A + B

Contoh 1.24
Diberikan Himpunan C = {1, 3, 5, 7}, dan D = {0, 2, 4, 6, 8} bila
dijumlahkan diperoleh C + D = {0, 1, 2, 3, …, 8}
Digram Venn-nya adalah:

Daerah yang diarsir menyatakan C + D.

Matematika Dasar 16
Perlu dicermati bahwa operasi tambah (+) dan gabungan untuk dua
himpunan seperti C dan D di atas menghasilkan himpunan yang sama.
Mengapa?

4. Operasi Pengurangan
Operasi pengurangan dua buah himpunan A dan B diberi notasi (–)
yang didefinisikan sebagai berikut:
A – B = {x | x  A, x  B}
Hal ini dapat dimaknai bahwa hasil pengurangan dua himpunan A dan B
adalah himpunan yang anggota-anggotanya adalah anggota himpunan A
yang bukan anggota himpunan B.
Contoh 1.25
Diberikan himpunan A = {1, 2, 3}, dan B = {0, 2, 4, 5} diperoleh A – B =
{1, 3}
Diagram Venn-nya adalah:

Daerah yang diarsir menunjukkan daerah A – B

Contoh 1.26
Diberikan himpunan C = {1, 3, 5, 7}, dan D = {0, 2, 4, 6, 8} diperoleh C –
D = {1, 3, 5, 7} = C.
Ternyata bahwa selisih dua himpunan seperti C dan D ini sama dengan
himpunan yang dikurangi. Mengapa?
Diagram Venn-nya adalah:

Matematika Dasar 17
5. Perkalian Himpunan
Operasi perkalian dalam himpunan A dan B adalah himpunan yang
anggota-anggotanya merupakan pasangan terurut yang berasal dari
himpunan A dan B. Misalkan himpunan A= {a, b} dan B = {1, 2, 3}.
Selanjutnya, dapat dibentuk pasangan terurut (x,y) yang unsur
pertamanya adalah x yaitu unsur dari himpunan A dan unsur keduanya
adalah y yaitu dari unsur himpunan B. Dengan demikian diperoleh
himpunan:
{(a, 1); (a, 2); (a, 3); (b, 1); (b, 2); (b, 3) }
Himpunan yang anggotanya adalah pasangan-pasangan terurut tersebut
merupakan hasil kali dari himpunan A dan himpunan B, yang ditulis A x B
dan dibaca A kali B atau A silang B. Jadi,
Perkalian dua Himpunan A dan B (ditulis A x B) adalah himpunan
pasangan terurut yang unsur pertamanya anggota A dan unsur keduanya
anggota B.
Dengan menggunakan notasi pembentuk himpunan, perkalian dua
Himpunan A dan B ditulis:
A x B = { (x,y) | x ϵ A dan y ϵ B }
Contoh 1.27
Jika A = { a,b } dan B = { p, q }, maka tentukan A x B!
Penyelesaian
A x B = { (a,p), (a,q), (b,p), (b,q) }

1.6 Beberapa Sifat Dasar Operasi Himpunan


Operasi-operasi komplemen, gabungan, dan irisan memenuhi
beberapa sifat dasar sebagai berikut untuk setiap himpunan:
1. Sifat Komutatif
A∩B=B∩A dan A∪B=B∪ A
2. Sifat Asosiatif
A∩(B∩C )=( A∩B )∩C
A∪(B∪C )=( A∪B )∪C

Matematika Dasar 18
3. Sifat Distributif
A∩(B∪C )=( A∩B )∪( A∩C )
A∪(B∩C )=( A∪B )∩( A∪C )
4. Sifat Komplemen

A∩ AC =Ø, A ∪ AC =S,( A C )C =A,S C =Ø,ØC =S


( A∩B )C =A C ∪BC dan ( A∪B )C = AC ∩BC
5. Sifat Pengurangan

A− A=Ø, A-Ø=A, A-B= A∩BC


A−(B∪C )=( A−B )∩( A−C )
A−(B∩C )=( A−B )∪( A−C )
6. Sifat Identitas
A∩Ø =Ø, A∩S=A, A∪Ø=A, A∪S=S
7. Sifat Idempoten
A∩ A=A, A∪ A=A
8. Sifat Himpunan Bagian
( A∩B )⊆ A, ( A∩B )⊆ B, ( A−B)⊆ A
Jika A ⊆ B, maka A∩B=A, A ∪B=B, B C ⊆ A C dan A∪( B− A )=B
9. Sifat Refleksi

A = A, A ⊂ A, A ~ A
10. Sifat Simetrik
Jika A = B, maka B = A
Jika A ~ B, maka B ~ A
11. Sifat Transitif
Jika A = B dan B = C, maka A = C

Jika A ⊂ B dan B ⊂ C, maka A ⊂ C


Jika A ~ B dan B ~ C, maka A ~ C

Matematika Dasar 19
1.7 Aplikasi Konsep Himpunan Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Konsep tentang himpunan tidak hanya menjadi dasar
pengembangan cabang matematika, tetapi banyak diterapkan dalam
pemecahan masalah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Contoh 1.28
Suatu sekolah dasar (SD), mempunyai tiga tim kesenian, yaitu Tim
A merupakan tim paduan suara, Tim B adalah Tim Tari, dan Tim C adalah
tim seni musik angklung. Anggota Tim A adalah Yunda, Nada, Rafi, Yuki,
Nanda, Rido dan Mona. Anggota Tim B adalah Sinta, reni, Andi, Banu,
Yuki, Rafi , dan Nada. Sedangkan anggota Tim C adalah Rafi, Nada, Reni,
Andi, Serly, novi, Desi, Yunda, dan Mona.
Berapa banyak siswa yang hanya menjadi anggota dari satu tim
dan berapa siswa yang terlihat dalam tiga tim?
Penyelesaian
Notasi himpunan dari soal di atas adalah:
A = {Yunda, Nada, Rafi, Yuki, Nanda, Rido, Mona}
B = {Sinta, reni, Andi, Banu, Yuki, Rafi , Nada}
C = {Rafi, Nada, Reni, Andi, Serly, novi, Desi, Yunda, Mona} dan
digram vennnya.
Diagram Venn-nya adalah

Banyaknya siswa yang menjadi anggota satu tim sebanyak 7 orang,


yaitu: Nanda, Rido, Sinta, Banu, Serly, Novi dan Desi.

Matematika Dasar 20
Banyak siswa yang menjadi anggota tiga tim sebanyak 2 orang, yaitu:
Rafi, dan Nada.

RANGKUMAN

1. Himpunan adalah sekumpulan benda atau obyek yang didefinisikan


dengan jelas. Himpunan dilambangkan dengan sepasang kurung
kurawal { } dan dinotasikan dengan huruf kapital, sedangkan
anggotanya biasanya menggunakan huruf kecil.
2. Himpunan dapat dinyatakan dengan menggunakan:
a. Metode Roster / Tabulasi
b. Notasi Pembentuk Himpunan
c. Metode rule / Deskripsi
3. Macam-macam himpunan:
a. Himpunan Kosong.
b. Himpunan Semesta.
c. Himpunan Hingga.
d. Himpunan Tak Hingga.
4. Dua himpunan A dan B dikatakan sama apabila setiap anggota
himpunan A merupakan anggota himpunan B, begitu pula sebaliknya;
dituliskan A = B. Sedangkan dua himpunan dikatakan ekuivalen
apabila banyaknya anggota himpunan A = banyaknya anggota
himpunan B atau n(A) = n(B)
5. Himpunan A merupakan himpunan bagian dari himpunan B apabila
seluruh anggota himpunan A merupakan anggota himpunan B, ditulis
A  B. Banyaknya himpunan bagian yang mungkin dari himpunan A
dapat diperoleh dengan aturan 2n(A).

Matematika Dasar 21
6. Diagram Venn adalah salah satu cara untuk menggambarkan
hubungan antara himpunan dengan menggunakan kurva tertutup
sebagai batas himpunan.
7. Operasi dua himpunan dapat berupa:
a. A  B (dibaca A irisan B) = {x | x  A dan x  B}
b. A  B (dibaca A gabung B ) = { x | x  A atau x  B}
c. A + B = {x | x  A, x  B, x  (A  B)}
d. A – B = { x | x  A, x  B}
e. A x B = {(x,y) | x  A, y  B}
8. Komplemen dinyatakan dalam: A’ = {x  S, x  A}

Matematika Dasar 22
SOAL-SOAL LATIHAN

1) Berikut ini adalah beberapa contoh kumpulan. Tentukan manakah


yang merupakan himpunan dan yang bukan himpunan.
a) Kumpulan anak-anak cerdas.
b) Kumpulan anak-anak SD Suka Maju yang berusia 5 tahun.
c) Kumpulan binatang berkaki dua
d) Kumpulan makanan lezat.
2) Diberikan sebuah himpunan A = {x | x ¿ 5, x  bilangan cacah}
Nyatakan himpunan di atas dengan menggunakan:
a) Metode roster / tabulasi.
b) Menyebutkan syarat keanggotaannya.
3) Berilah dua contoh himpunan kosong yang berkenaan dengan
lingkungan anak usia SD!
4) Tentukan, manakah di antara himpunan berikut yang merupakan
himpunan hingga dan yang merupakan himpunan tak hingga.
a) {1,2,3,4,5,6,…}
b) {1000,100,10,1}
c) {…,-3,-2,-1,0,1,2,3,…}
d) {a,b,c,d,f,g}
e) {bilangan kelipatan dua}
5) Tentukan, manakah pasangan himpunan berikut yang merupakan
himpunan sama dan mana yang merupakan himpunan ekuivalen.
a) A = {k, l, m}

Matematika Dasar 23
B = {p, g, r}
b) G = {x | x < 10, x  Prima}
H = {x | x < 4, x  Cacah}
c) l = { m, a, r, e, t}
J = {a, p, r, i, l}
d) K adalah nama-nama jari di tangan kanan
L adalah nama-nama jari di tangan kiri
6) Diberikan himpunan A = {merah, kuning, hijau, biru}. Tentukan
banyaknya himpunan bagian yang mungkin dari himpunan A.
7) Buatlah diagram Venn dari:
S = {m, e, l, a, t, i, k, u}
A = {m, e, l, a, t, i}
B = {m, a, t, i}
8) Diberikan himpunan S = {1,2,3,4,5,6,7,8}
A = {1,2,3,4}
B = {4,5,6,7}
Tentukanlah:
a) A  B
b) A  B
c) A + B
d) A – B
e) A x B
f) A’
9) Dari sekelompok anak SD diperoleh: 10 anak senang matematika, 8
anak senang IPA, 3 anak senang matematika dan IPA dan dua anak
tidak suka matematika maupun IPA. Tentukan jumlah anak dalam
kelompok tersebut.
10) Diberikan himpunan P = {warna lampu lalu lintas}, tentukan
banyaknya himpunan bagian dari P!
11) Tentukan banyaknya himpunan bagian dari V = {huruf-huruf vokal}
yang memiliki 2 anggota!

Matematika Dasar 24
12) Jika banyaknya himpunan bagian dari P adalah 32 maka tentukanlah
n(P)!
13) Jika P = {k, e, l, a, b, u} dan Q = {l, u, k, a} maka tentukan
pernyataan berikut yang benar dan berikan alasannya.
A. P  Q
B. Q  P
C. P = Q
D. P – Q ¿ { }

14) Perhatikan diagram Venn berikut:

Sesuai dengan diagram Venn, tentukanlah A  B!


15) Dari angket yang disebarkan pada suatu kelas yang terdiri atas 50
siswa diperoleh data sebagai berikut: 20 orang siswa senang menari,
30 orang siswa senang menyanyi, dan 10 orang siswa tidak senang
kedua-duanya. Tentukanlah banyaknya siswa yang senang menari dan
menyanyi!
16) Dari 40 orang anak, 16 orang memelihara burung; 21 orang
memelihara kucing dan 12 orang memelihara burung dan kucing.
Tentukanlah banyaknya anak yang tidak memelihara burung atau pun
kucing!
17) Diberikan himpunan A = {1,2,3,4,5} dan B = {4,5,6,7,8,9}.
Tentukanlah:
A + B!
18) Diberikan himpunan P = {baju, celana, rok} dan Q = {biru, putih}
Tentukanlah:
a) A x B = ...
b) Banyaknya pasangan pakaian yang diperoleh!

Matematika Dasar 25
19) Bila himpunan semesta adalah himpunan segitiga-segitiga dan A
adalah himpunan segitiga samasisi. Tentukanlah A’
20) Banyaknya siswa di SD “X” kelas III ada 100 orang. Dari mereka itu
terdapat 68 orang suka sepak bola, 65 orang suka bulu tangkis, dan
suka main tenis meja 45 orang. Selain itu, ada juga yang suka main
sepak bola dan tenis meja sebanyak 25 orang, suka main sepak bola
dan bulu tangkis sebanyak 40 orang, sedangkan pemain bulu tangkis
dan tenis meja sebanyak 20 orang. Suka main tenis meja saja
sebanyak 5 orang.
a. Berapa orang pemain bulu tangkis saja?
b. Berapa orang pemain sepak bola saja?
c. Berapa orang yang tidak merupakan pemain sepak bola, atau bulu
tangkis, atau tenis meja?
d. Berapa orang pemain ketiganya?

Matematika Dasar 26
DAFTAR PUSTAKA

Ayres dan Schmidt. 2006. Schaum’s Easy Outlines: Matematika


Universitas. Jakarta: Erlangga

Hambali dan Siskandar. 1991. Materi Pokok Pendidikan Matematika 1.


Jakarta: Depdikbud.

Krause, E. F. 1978. Mathematics For Elementary School Teachers .


Prentice-Hall, Inc.

Munir, R. 2012. Matematika Diskrit. Bandung: Informatika Bandung.

Musser, G. L. 1994. Mathematics for Elementary Teacher, A Contemporary


Approach. Printed in the United States of Company.

Nugraha dan D. D. 2007. Dasar-dasar Matematika dan Sains. Jakarta:


Universitas Terbuka.

Rueffendi, E. T. 1984. Dasar-Dasar Matematika Moderndan Komputer


Untuk Guru. Bandung: Tarsito

Matematika Dasar 27
BAB II
LOGIKA

Konsep-konsep Kunci
1. Penalaran
2. Pernyataan
3. Kuantor
4. Penarikan Simpulan

Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menguasai penalaran, pernyataan, kuantor, dan
penarikan simpulan.

Indikator Hasil Belajar


Berdasarkan kompetensi dasar tersebut, maka indikator hasil belajar yang
diharapkan adalah mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan pengertian tentang penalaran.
2. Menjelaskan tentang pernyataan tunggal dan pernyataan
majemuk dalam logika.
3. Menjelaskan pengertian kuantor dalam logika.
4. Menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan.
5. Memberi contoh negasi suatu pernyataan.
6. Menyelesaikan negasi dari pernyataan berkuantor.
7. Memberi contoh tentang konvers, invers, dan kontraposisi.

Matematika Dasar 28
8. Menjelaskan pengertian argumen dalam kalimat majemuk.
9. Memberi contoh argumen dalam logika.
10. Memberi contoh tentang penarikan kesimpulan yang valid.

2.1 Penalaran
Dalam kehidupan sehari-hari seringa dijumpai suatu permasalahan
yang penyelesaiannya menuntut alur berpikir atau proses berfikir
seseorang. Alur berpikir dalam menyelesaikan permasalahan sering
disebut dengan penalaran. Pada dasarnya hakikat penalaran merupakan
suatu proses berfikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan
terkait dengan kegiatan berfikir. Sebagai kegiatan berfikir, penalaran
mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama adalah adanya suatu pola
berfikir yang secara luas dapat disebut logika. Berfikir logis merupakan
kegiatan berfikir menurut alur, pola atau kerangka tertentu. Ciri kedua
adalah adanya proses analitik dari proses berfikirnya. Berpikir analitis
merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir analisis sintesis
berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Penalaran ada dua yaitu: penalaran induktif dan penalaran dedukti.
Dalam subunit berikut akan dikaji dan dilatih melakukan penalaran
induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam
matematika.
1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah suatu kegiatan, suatu proses atau suatu
aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan
baru yang bersifat umum berdasar pada beberapa pernyataan khusus
yang diketahui atau dianggap benar. Jadi dengan kata lain dalam
penalaran induktif telah terjadi proses berfikir yang berusaha
menghubungkan fakta-fakta khusus yang sudah diketahui menuju kepada

Matematika Dasar 29
suatu kesimpulan yang bersifat umum. Kesimpulan di tarik dengan jalan
mensintesa kasus-kasus yang digunakan sebagai premis-premis.
Kesimpulan tidak mungkin mengandung nilai kepastian mutlak dalam hal
ini terdapat aspek probabilitas. Penalaran induktif bersifat a posteriori
yaitu kasus-kasus yang dijadikan premis merupakan hasil pengamatan
inderawi. Berikut ini diberikan contoh penggunaan penalaran induktif

Contoh 2.1
Diberikan suatu permasalahan: tunjukan bahwa jumlah besar sudut-sudut
suatu segitiga sama dengan 180º
Penyelesaian
Berdasarkan penalaran induktif, kita akan mencoba menyelesaikan
permasalahan di atas sebagai berikut.
Untuk menunjukan bahwa jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga sama
dengan 180º, kita buat model segitiga sebarang dari kertas. Kemudian
ketiga sudut segitiga tersebut kita gunting seperti pada gambar.

Gambar 2.1 Peragaan Memotong Segitiga

Dua segitiga yang berbeda terbuat dari karton seperti ditunjukkan


pada Gambar 2.1. Setiap sudut dalam segitiga itu dipotong pada masing-

Matematika Dasar 30
masing sudutnya, selanjutnya hasil pemotongan tersebut setelah disusun
akan menjadi sudut lurus. Berdasarkan hasil penyusunan tersebut dapat
disimpulkan bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah 180 0. Banyak
contoh-contoh lain terkait dengan penalaran iniduktif dalam matematika
atau dalam kehidupan sehari-hari.

2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif menurut Aristoteles, Plato, dan Socrates
merupakan bekal dan proses yang dapat menemukan kebenaran. Namun
demikian proses pencarian kebenaran dapat pula bersifat induktif dan
verifikasi kebenaran harus berdasarkan fakta yang teramati dan atau
terukur. Penalaran induktif lebih banyak digunakan di luar matematika,
namun penalaran deduktif lebih banyak digunakan dalam matematika,
karena pada dasarnya penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan
kesimpulan dari pernyataan atau fakta yang dianggap benar dengan
menggunakan logika.
Penalaran deduktif merupakan cara penarikan kesimpulan yang
bersifat umum dari hal-hal bersifat umum. Penalaran deduktif bersifat
silogisme yaitu berdasarkan agrumen yang terdiri dari premis-premis
dengan kesimpulan merupakan hubungan yang tidak terpisahkan satu
sama lain. Selain itu penalaran deduktif bersifat a priori yaitu premis-
premis tidak memerlukan pengamatan inderawi atau empiris. Inti
penalaran deduktif adalah pada tepat atau tidaknya hubungan antara
premis-premis dan kesimpulan. Kesimpulan ditarik dengan menganalisa
premis-premis yang sudah ada. Kesimpulan sesungguhnya telah bersifat
dalam premis-premisnya. Oleh karena itu penalaran deduktif bersifat
tautologis atau selalu bernilai benar.

Contoh 2.2

Matematika Dasar 31
Diberikan permasalahan yang sama seperti contoh pada penalaran
induktif, tetapi kita akan tunjukan dengan menggunakan penalaran
deduktif. Dalam penalaran deduktif, proses pembutktian akan melibatkan
teori atau rumus matematika lain yang sebelumnya telah dibuktikan
kebenarannya. Teori yang digunakan adalah:
Jika dua garis sejajar dipotong garis lain, maka sudut-sudut dalam yang
berseberangan sama besar.
Untuk lebih jelasnya, teori ini akan dijelaskan dengan gambar dibawah ini.

A
1 2

1 2
B

Gambar 2.2 Kongruensi Sudut


Pada gambar 2.2, sudut A1 sama dengan sudut B2 dan sudut A2
sama dengan sudut B1. Selanjutnya kita akan membuktikan bahwa jumlah
sudut-sudut suatu segitiga sama dengan 180 0. Perhatikan segitiga ABC
dibawah ini, dimana melalui titik C dibuat garis m yang sejajar dengan
garis AB.

C m
1 2 3

A 1 3 1 3 B

Matematika Dasar 32
Gambar 2.3 Segitiga ABC
Dengan menggunakan teori sebelumnya diperoleh bahwa sudut A 3
sama dengan sudut C1 dan sudut B1 sama dengan sudut C3. Dengan kata
lain apabila diketahui:
 A3 =  C1;  B1 =  C3;  C2 =  C2, maka diperoleh:
 A3 +  B1 +  C2 = < C1 + < C2 + < C3
Karena  C1 +  C2 + C3 = 1800 maka  A3 +  B1 +  C2 = 1800
Terbukti bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga sama denga
1800.
Dalam pembuktian di atas kita juga menggunakan definisi atau
pengertian sudut lurus yang besarnya 180 0. Jadi, dalam pembuktian
dengan menggunakan penalaran deduktif, kita dapat melibatkan lebih
atau minimal satu teori atau rumus matematika yang lain dimana
kebenaran dari teori atau rumus tersebut juga dibuktikan dengan
menggunakan teori atau rumus sebelumnya yang telah dibuktikan
sebelumnya. Untuk contoh 2.2, nampak bahwa matematika dibangun
berdasarkan kebenaran deduktif sehingga kebenaran dari suatu konsep di
dalamnya dilakukan dengan langkah-langkah yang benar secara deduktif.
Oleh karena itu matematika dikenal sebagai ilmu yang di kembangkan
secara deduktif- aksiomatis atau sistem aksiomatik.
Jadi, kelebihan penalaran induktif terletak pada peroses
mendapatkan pernyataan baru, namun pada sisi lain hasil yang didapat
masih berpeluang untuk menjadi salah. Kelebihan penalaran deduktif
yang valid atau sah adalah bahwa kesimpulan yang diperoleh tidak akan
pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar. Banyak filosuf yang
memimpikan suatu bentuk argumen atau penalaran yang menghasilkan
pernyataan baru yang bersifat umum yang melebihi kasus-kasus
khususnya dan hasilnya tidak akan salah jika premis-premisnya bernilai
benar. Namun, menurut Giere (1984) hal ini tidak akan terlaksana karena
kedua penalaran tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-
masing dan manusia dituntut untuk memilih sesuai dengan kebutuhannya.

Matematika Dasar 33
Jadi, penarikan kesimpulan dengan menggunakan penalaran induktif
tetaplah sangat penting bahkan dalam matematika karena suatu ilmu
tidak akan berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan yang bersifat
umum dari kasus-kasus khusus .
Proses matematisasi yang dilakukan dan dihasilkan oleh para
matematikiawan, pada awalnya berdasarkan penalaran induktif yang
kemudian digeneralisasikan menjadi pernyataan umum. Kemudian proses
berikutnya adalah proses formalisasi pengetahuan matematika dengan
menetapkan pengertian pangkal dan sifat pangkal (aksioma) yang menjadi
landasan pengetahuan berikutnya yang harus dibuktikan secara deduktif.

2.2 Logika
Logika merupakan studi penalaran (reasoning). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia disebutkan definisi penalaran, yaitu cara berpikir
dengan mengembangkan sesuatu berdasarkan akal budi dan bukan
dengan perasaan atau pengalaman. Pelajaran logika difokuskan pada
hubungan antara pernyataan-pernyataan ( statements). Tinjau argumen
berikut.
Semua pengendara sepeda motor memakai helm.
Setiap orang yang memakai helm adalah mahasiswa.
Jadi, semua pengendara sepeda motor adalah mahasiswa.
Meskipun logika tidak membantu menemukan apakah pernyataan-
pernyataan tersebut benar atau salah, tetapi jika kedua pernyataan
tersebut benar, maka penalaran dengan menggunakan logika membawa
kita pada kesimpulan bahwa pernyataan:
Semua pengendara sepeda motor adalah mahasiswa
Juga benar.
Dalam matematika, hukum-hukum logika menspesifikasikan makna
dari penyataan matematis. Hukum-hukum logika tersebut membantu kita
untuk membedakan antara argumen yang valid dan tidak valid. Logika

Matematika Dasar 34
juga digunakan untuk membuktikan teorema-teorema di dalam
matematika.
Logika pertama kali dikembangkan oleh filusuf Yunani, Aristoteles,
sekitar 2300 tahun yang lalu. Saat ini, logika mempunyai aplikasi yang
luas di dalam ilmu komputer, misalnya dalam bidang pemrograman,
analisis kebenaran algoritma, kecerdasan buatan ( artificial intelligence),
perancangan komputer, dan sebagainya. Dalam matematika, tidak semua
kalimat berhubungan dengan logika. Hanya kalimat yang bernilai benar
atau salah saja yang digunakan dalam penalaran. Kalimat tersebut
dinamakan pernyataan (preposisi). Secara lebih spesifik, dalam
matematika terdapat dua jenis kalimat, yaitu kalimat terbuka dan kalimat
tertutup.
1. Kalimat terbuka
Kalimat terbuka adalah suatu kalimat yang nilai kebenarannya
belum dapat dipastikan secara langsung (benar atau salah) karena masih
mengandung variabel. Kalimat nondeklaratif seperti kalimat interogratif,
imperatif, dan ekslamatori termasuk dalam kelompok kalimat ini.
Contoh 2.3
Angkatlah kursi ini!
Lukisan tersebut indah.
2x – 4 = 4x – 2
3x ≤ 3

2. Kalimat tertutup
Kalimat tertutup adalah suatu kalimat yang nilai kebenarannya
dapat dipastikan secara langsung (benar atau salah). Dari definisi ini, jelas
bahwa kalimat deklaratif merupakan kalimat tertutup (pernyataan). Istilah
lain dari pernyataan adalah preposisi. Untuk selanjutnya, kalimat tertutup
kita sebut sebagai pernyataan.
Benar atau salah suatu pernyataan disebut nilai kebenaran dari
pernyataan tersebut dan nilai kebenaran ini dapat ditunjukkan dengan

Matematika Dasar 35
bukti. Sudah lazim bahwa suatu aksioma atau postulat, teorema atau dalil,
dan yang sejenis lainnya di dalam matematika digolongkan sebagai
pernyataan-pernyataan yang bernilai benar. Notasi untuk pernyataan
ditulis dengan huruf kecil seperti: p, q, r, ... dan seterusnya.
Contoh 2.4
a. Jumlah semua sudut segitiga sembarang adalah 180 0.
b. Ada bilangan bulat x dan y yang memenuhi x + y + 1 = 0.

Pernyataan (a) adalah pernyataan yang benar karena pernyataan ini


merupakan dalil dalam Geometri Euclides. Pernyataan (b) adalah
pernyataan yang benar karena untuk x = -2 dan y = 1 maka x + y + 1 =
0.
Nilai kebenaran pernyataan p dilambangkan dengan (p). Notasi  ini
hanya diperkenalkan saja dan untuk pembahasan selanjutnya kita menulis
nilai kebenaran benar dengan B dan salah dengan S.

2.3 Pernyataan berkuantor


Kalimat terbuka dapat diubah menjadi pernyataan, yaitu dengan
mengganti variabel dari suatu kalimat dengan suatu nilai tertentu
(konstanta). Cara lain untuk mengubah suatu kalimat terbuka menjadi
suatu pernyataan adalah dengan menggunakan kuantor. Proses ini
disebut proses kuantifikasi. Pada dasarnya ada dua jenis kuantor yang
dipakai yaitu kuantor universal dan kuantor eksistensial.
1. Kuantor universal
Kuantor universal adalah kuantor yang dinyatakan menggunakan
kata setiap atau semua. Lambang kuantor universal adalah  dibaca
“untuk setiap…”.

Jika p(x) suatu kalimat terbuka maka pernyataan x p(x) dibaca “


untuk setiap x berlaku p(x)”

Matematika Dasar 36
Berikut ini contoh dan penjelasan mengenai pernyataan yang memuat
kuantor universal.
Contoh 2.5
p(x) : x + 3 > 5.
Pada kalimat tersebut dibubuhkan kuantor universal untuk setiap x
bilangan real (x  R) maka diperoleh x p(x) yang berarti (x)(x + 3 >
5).
Kalimat (x)(x + 3 > 5) merupakan kalimat tertutup atau pernyataan
karena dapat ditentukan nilai kebenarannya. Pernyataan ini bernilai salah
sebab jika dimisalkan x = 0 diperoleh pernyataan yang salah yaitu 0 + 3 >
5. Pengambilan contoh diatas membuat pernyataan berkuantor menjadi
bernilai salah disebut counter example.

2. Kuantor eksistensial
Kuantor eksistensial adalah kuantor yang dinyatakan dengan
menggunakan kata terdapat, ada beberapa atau sekurang-kurangnya
satu. Lambang kuantor eksistensial adalah “ ∃ ” dibaca “terdapat…”,
“ada beberapa…” atau “sekurang-kurangnya satu…”.

p(x) suatu kalimat terbuka. Pernyataan ∃ x p(x) dibaca “ ada x


sedemikian sehingga berlaku p(x)”

Contoh 2.6
p(x): x + 3 > 5
jika p(x) ditambahkan kuantor eksistensial maka diperoleh ( ∃ x)( x + 3
> 5) dibaca “sekurang-kurangnya ada satu x yang memenuhi x + 3 > 5”.
Pernyataan ini bernilai benar karena dengan mengambil x = 4 diperoleh
pernyataan yang benar yaitu:
4 + 3 > 5.

Matematika Dasar 37
2.4 Negasi (Ingkaran)
Suatu pernyataan p, dapat dibuat pernyataan lain yang disebut
negasi dari p, yaitu dengan cara menuliskan kata tidaklah benar
bahwa . . . sebelum p atau jika mungkin dengan menyisipkan kata tidak di
dalam pernyataan p. Simbol dari negasi p adalah ~ p.

Contoh 2.7
a. p: Denpasar terletak di bali
~p : Tidaklah benar bahwa Denpasar terletak di Bali, atau
~p : Denpasar tidak terletak di Bali
b. q: 3+ 7 = 11
~q : tidaklah benar bahwa 3 + 7 = 11, atau dapat ditulis
~q : 3+ 7 ≠ 11

Nilai kebenaran negasi suatu proposisi adalah kebalikan dari nilai


kebenaran proposisi semula, misalnya jika p bernilai benar, maka ~ p
bernilai salah dan sebaliknya. Nilai kebenaran proposisi majemuk dapat
disajikan dalam bentuk suatu tabel, yang disebut tabel kebenaran, dimana
nilai kebenaran proposisi p kita nyatakan dengan lambang τ (p). Nilai
“benar” dinyatakan dengan lambang huruf B, dan nilai “salah” dengan
lambang huruf S. Hal ini dapat dibuat Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Negasi Suatu Pernyataan


p ~p ~ (~p)
B S B
S B S

Negasi Kalimat Berkuantor


Negasi pernyataan yang memuat kuantor universal akan mengubah
kuantor universal menjadi kuantor eksistensial, demikian juga sebaliknya.
Dengan menggunakan symbol logika hal ini dinyatakan sebagai berikut.

Matematika Dasar 38
1. ~[(x) p(x)] ≡ ( ∃ x) [~p(x)]
2. ~[( ∃ x) p(x)] ≡ (x) [~p(x)]
Contoh 2.8
Diketahui pernyataan p: semua orang akan meninggal dunia.
Tentukan negasi dari p
Penyelesaian
p: semua orang akan meninggal dunia
Negasinya
~ p : tidak benar bahwa setiap orang akan meninggal dunia
~ p : ada (paling sedikit satu) orang tidak akan meninggal dunia
~ p : beberapa orang tidak akan meninggal dunia
Contoh 2.9
Pernyataan q: Ada planet yang mempunyai kehidupan
Negasinya:
~ q : semua planet tidak mempunyai kehidupan
~ q : tidak ada planet yang mempunyai kehidupan
~ q : jika ada planet, maka ia tidak punya kehidupan

Contoh 2.10
Pernyataan: ( ∃ x, x  R) (x2 + 1 < 0)
Negasinya: (x, x  R) (x2 + 1 ≥ 0)
Pernyataan: ( ∃ x, x  B) (x + 1 = 0)
Negasinya: (x, x  B) (x + 1 ≠ 0)

2.5 Pernyataan Majemuk


Pernyataan mejemuk merupakan rangkaian dari dua pernyataan
atau lebih dengan kata penghubung. Kata penghubung yang
dimaksudkan adalah “dan”, “atau”, “jika....maka...” dan “jika dan hanya
jika”. Lambang kata-kata penghubung tersebut dapat dilihat dari Tabel 2.2
berikut.
Tabel 2.2 Lambang Kata Hubung Dalam Matematika

Matematika Dasar 39
Kata Penghubung Lambang
dan 
atau 
jika-maka 
Jika dan hanya jika 

1. Konjungsi
Pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata penghubung
“dan” disebut konjungsi.
Notasi:

Konjungsi dari pernyataan p dan q dinyatakan dengan notasi: p  q


Nilai kebenaran
(dibaca p dan qdari
) konjungsi dua pernyataan ditentukan dengan aturan
sebagai berikut.
Tabel 3.2 Tabel Kebenaran Konjungsi.
p q pq
B B B
B S S
S B S
S S S

Contoh 2.11
a. p : Denpasar adalah ibukota Propinsi Bali. (B)
q : Badung terletak di pulau Bali. (B)
p  q : Denpasar adalah ibukota Propinsi Bali dan Badung terletak di
pulau Bali (B)
b. p : 7 adalah bilangan ganjil. (B)
q : 9 adalah bilangan prima. (S)
p  q : 7 adalah bilangan ganjil dan 9 adalah bilangan prima (S)
c. p : 10 lebih besar dari 13. (S)
q : Jakarta ibu Kota RI (B)
p  q : 10 lebih besar dari 13 dan Jakarta Ibu Kota RI (S)
d. p : Babi lembu berkaki dua (S)
q : 18 terbagi habis oleh 4. (S)
p  q : Seekor lembu berkaki dua dan 18 terbagi habis oleh 4.(S)

Matematika Dasar 40
Sifat-sifat yang berlaku pada konjungsi, untuk setiap p, q, r adalah
sebagai berikut.
1. p  q ≡ q  p
2. (p  q)  r ≡ p  (q 
r)
3. p  ~ p ≡ S
4. p  S ≡ S
5. p  B ≡ p

2. Disjungsi
Pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata penghubung
“atau” disebut disjungsi.
Notasi:

Disjungsi dari pernyataan p dan q dinyatakan dengan notasi: p  q


(dibaca p atau q)

Nilai kebenaran dari disjungsi ditentukan oleh nilai-nilai kebenaran


dari pernyataan-pernyataan tunggalnya dengan aturan sebagai berikut.
Tabel 3.3 Nilai Kebenaran Disjungsi.
p q pq
B B B
B S B
S B B
S S S

Contoh 2.12
a. p : Denpasar terletak di provinsi Bali. (B)
q : Satu tahun terdiri 12 bulan (B)
p  q : Denpasar terletak di provinsi Bali atau satu tahun terdiri dari 12
bulan (B).
b. p : Sebuah segitiga mempunyai 3 diagonal. (S)
q : Sebuah segiempat mempunyai lima diagonal. (S)
p  q : Sebuah segitiga mempunyai 3 diagonal atau sebuah segiempat
mempunyai lima diagonal. (S)

Matematika Dasar 41
Sifat-sifat yang berlaku pada konjungsi, untuk setiap p, q, r adalah
sebagai berikut 1. p  q ≡ q  p
2. (p  q)  r ≡ p  (q  r)
3. p  ~ p ≡ B
4. p  B ≡ B
5. p  S ≡ p
3. Negasi dari Konjungsi dan Disjungsi
Konjungsi dan disjungsi saling berhubungan, hubungan antara
keduanya merupakan saling negasi dan oleh De Morgan dituliskan dalam
hukum De Morgan berikut ini.

~ (p  q) ≡ ~ p  ~ q
~ (p  q) ≡ ~ p  ~ q

Berdasarkan hukum di atas, terlihat bahwa negasi dari konjungsi adalah


disjungsi dari negasi komponen-komponennya, dan sebaliknya. Hukum
tersebut bisa dibuktikan dengan membuat tabel kebenaran seperti berikut.

Tabel 3.4 Tabel Nilai Kebenaran ~ (p  q) ≡ ~ p  ~ q


p Q ~p ~q pq ~( p  q) ~ p  ~ q
B B S S B S S
B S S B S B B
S B B S S B B
S S B B S B B

Tabel 3.5 Tabel Nilai Kebenaran ~ (p  q) ≡ ~ p  ~ q


p Q ~p ~q pq ~ (p  q) ~p~q
B B S S B S S
B S S B B S S
S B B S B S S
S S B B S B B
Contoh 2.13
Tentukanlah negasi dari penyataan berikut ini.
1) Lagas pergi ke toko dan Lagas membeli buku
2) Widya rajin belajar dan Sari tidak lulus ujian
Penyelesaian

Matematika Dasar 42
1) Lagas tidak pergi ke toko atau Lagas tidak membeli buku.
2) Widya tidak rajin belajar atau Sari lulus ujian .

Contoh 2.14
Tentukan negasi dari pernyataan berikut ini dan tentukan pula nilai
kebenaran dari negasi tersebut!
1) Yogyakarta terletak di pulau Bali atau 4 + 7 = 11.
2) 8 membagi habis 36 atau 8 lebih besar dari 13
Penyelesaian
1) Yogyakarta tidak terletak di pulau Bali dan 4 + 7 ≠ 11 (S)
2) 8 tidak membagi habis 36 dan 8 tidak lebih dari 13 . (B)

Selain Hukum De Morgan, hubungan konjungsi dan disjungsi sering


dijumpai dalam hukum distributif berikut ini.

(p  q)  r ≡ (p  q)  p  r)
(p  q)  r ≡ (p  q)  p  r)

Buktikan kedua hukum distributif tersebut menggunakan tabel kebenaran!

4. Implikasi
Dari pernyataan p dan q dapat dihubungkan dengan kata hubung
“jika…maka…” sehingga menjadi kalimat majemuk yang disebut implikasi.
Notasi:

Implikasi pernyataan p terhadap q dilambangkan p  q dapat dibaca:


1) jika p maka q
2) p mengakibatkan q
3) q hanya jika p
4) p syarat cukup untuk untuk q
5) q syarat perlu untuk p

dengan:
p disebut anteseden, hipotesis, atau sebab.

Matematika Dasar 43
q disebut konsekuen, koklusi, atau akibat.

Nilai kebenaran dari suatu implikasi mengikuti ketentuan sebagaimana


dituliskan dalam tabel berikut.
Tabel 3.6 Tabel Kebenaran Implikasi
p q pq
B B B
B S S
S B B
S S B

Negasi suatu Implikasi


Jika 7 suatu bilangan prima maka 8 lebih besar dari 5
Misalnya p : 7 suatu bilangan prima (B)
q : 8 lebih besar dari 5 (B)
Maka implikasi p  q benilai B.
~ p:7 bukan suatu bilangan prima (S)
~ q: 8 tidak lebih besar dari 5 (S)
Maka implikasi ~ p  ~ q bernilai B.
Karena p  q dan ~ p  ~ q masing-masing bernilai B, maka ~ p  ~ q
bukan negasi dari p  q.
Untuk menentukan negasi dari suatu implikasi perhatikan Tabel 3.7
berikut
Tabel 3.7 Negasi suatu Implikasi
P q ~p pq ~( p  q) p  ~q
B B S B S S
B S B S B B
S B S B S S
S S S B S S
Tampak pada tabel di atas bahwa urutan nilai kebenaran dari ~ ( p
 q) sama dengan urutan nilai kebenaran dari p  ~ q. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa negasi dari implikasi yaitu:

~ ( p  q) ≡ p  ~ q,
atau
(p  q) ≡ ~ p  q
Matematika Dasar 44
Contoh 2.15
Tulislah negasi dari implikasi berikut ini !
a. Jika Siti tidak pergi ke Jakarta maka Siti ikut kena musibah.
b. Jika Amin belajar giat maka Amin akan lulus ujian.
c. Jika guru rajin mengajar maka muridnya akan pandai.
Penyelesaian
Negasi dari implikasi-implikasi itu adalah :
a. Siti idak pergi ke Jakarta dan Siti tidak ikut kena musibah.
b. Amin belajar giat dan Amin tidak akan lulus ujian.
c. Guru rajin mengajar dan muridnya tidak akan pandai.

Konvers, Invers, dan Kontrapositif dari suatu Implikasi


Misal terdapat suatu implikasi Jika matahari terbit dari barat maka
Tuti lulus ujian. Pendahulu implikasi ini adalah matahari terbit dari barat
dan pengikutnya adalah Tuti lulus ujian. Kita dapat membentuk implikasi
baru dari implikasi tersebut dengan menukarkan pendahulu dengan
pengikutnya dan sebaliknya, yaitu:
Jika Tuti lulus ujian maka matahari terbit dari barat
Implikasi baru yang dibentuk dengan cara ini disebut konvers dari
implikasi semula.
Jadi jika diketahui implikasi mula-mula p  q maka konversnya adalah q
 p.

Konvers dari p  q adalah q  p

Suatu implikasi selain dapat dibentuk konversnya dapat pula dibentuk


implikasi baru lainnya. Contohnya:
Jika Ani dapat mengendarai sepeda maka Ani dapat hadiah
Misalnya p: Ani dapat mengendarai sepeda,
q: Ani mendapat hadiah.

Matematika Dasar 45
Negasi dari pernyataan-pernyataan itu adalah:
~ p: Ani tidak dapat mengendarai sepeda
~ q: Ani tidak dapat hadiah.
Implikasi baru yang ingin dibentuk ~ p  ~ q, yaitu:
Jika Ani tidak dapat mengendarai sepeda maka Ani tidak mendapat hadiah

Implikasi baru ini disebut invers dari implikasi semula.

Invers dari p  q adalah ~ p  ~


q

Dari suatu implikasi selain dapat di bentuk konvers dan inversnya, dapat
pula dibentuk implikasi baru lain. Yaitu pendahulu dan pengikutnya dari
implikasi yang diketahui masing-masing dinegasi dan selanjutnya
ditukarkan tempatnya. Implikasi baru disebut kontrapositif.
Kontrapositif dari implikasi p  q adalah ~ q  ~ p.

Kontrapositif dari p  q adalah ~ q  ~


p
Nilai kebenaran dari konvers, invers, dan kontrapositif dari suatu implikasi
ditunjukkan pada Tabel berikut ini.

Tabel 3.8 Tabel Kebenaran Implikasi, Konvers, Invers, dan Kontrapositif


p q ~p ~q Implika Konver Invers Kontraposit
si s ~p if
pq qp ~q ~q~p
B B S S B B B B
B S S B S B B S
S B B S B S S B
S S B B B B B B

Berdasarkan Tabel 3.8 dapat disimpulkan bahwa:

Implikasi ≡ Kontrapositif
Invers ≡ Konvers

Matematika Dasar 46
Contoh 2.16
Tentukanlah negasi dari invers, konvers, dan kontrapositif dari implikasi p
 q.
Penyelesaian.
Negasi invers p  q ≡ ~ (~ p  ~ q)
≡ ~ (p  ~ q)
≡~p q
Negasi konvers p  q ≡ ~ (q  p)
≡ ~ (~ q  p)
≡q~p
≡~pq
Negasi kontrapositif p  q ≡ ~ (~ q  ~ p)
≡ ~ (q  ~ p)
≡~qp
≡p~q
5. Biimplikasi
Biimplikasi adalah pernyataan majemuk yang menyatakan bahwa
komponen-komponennya saling berhubungan sebagai penyebab dan
akibat.
Notasi:

Ekuivalensi p jika dan hanya jika q (p jhj q) dinotasikan dengan p  q

Ekuivalensi p  q dapat juga dibaca sebagai:


Jika p maka q dan jika q maka p
p syarat perlu dan cukup untuk q
q syarat perlu dan cukup untuk p
Berdasarkan definisi biimplikasi maka bisa dituliskan bahwa:

p  q ≡ (p  q)  (q  p)
p  q ≡ (~ p  q)  (~ q 
p)

Matematika Dasar 47
Nilai kebenaran biimplikasi p  q akan benar jika p dan q mempunyai
nilai kebenaran yang sama, yaitu sama-sama benar atau sama-sama
salah. Nilai-nilai kebenaran dari p  q dapat disusun dalam tabel
kebenaran berikut.
Tabel 3.9 Tabel Kebenaran Biimplikasi
p q pq qp pq
B B B B B
B S S B S
S B B S S
S S B B B

Contoh 2.17
a. Tentukan nilai kebenaran pernyataan |x| ≥ 0  x2 ≥ 0
b. a dan b adalah bilangan ganjil jika dan hanya jika a + b adalah
bilangan genap.
Penyelesaian
a. |x| ≥ 0 bernilai B
x2 ≥ 0 bernilai B
Dengan demikian |x| ≥ 0  x2 ≥ 0 bernilai B
b. Pernyataan “a dan b adalah bilangan ganjil jika dan hanya jika a + b
adalah bilangan genap” bisa diuraikan sebagai berikut.
Jika a dan b adalah bilangan ganjil maka a + b adalah bilangan genap.
Nilai kebenaran pernyataan ini adalah B
Jika a + b adalah bilangan genap maka a dan b adalah bilangan ganjil.
Nilai kebenaran pernyataan ini S karena untuk a dan b bilangan genap
a + b juga bilangan genap.
Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa “ a dan b
adalah bilangan ganjil jika dan hanya jika a + b adalah bilangan
genap” bernilai S.

Matematika Dasar 48
Negasi dari suatu biimplikasi
Sebelumnya, berdasarkan definisi bahwa bentuk biimplikasi p  q
bisa dinyatakan dalam bentuk (p  q)  (q  p). Oleh karena itu, negasi
dari biimplikasi bisa diturunkan secara aljabar seperti berikut ini.
pq ≡ (p  q)  (q  p)
~ (p  q) ≡ ~ [(~ p  q)  (~ q  p)]
~ (p  q) ≡ (p  ~ q)  (q  ~ p)
Bentuk ~ (p  q) ≡ (p  ~ q)  (q  ~ p) bisa dibuktikan dengan
membuat tabel kebenaran seperti ditunjukkan pada Tabel 3.10 berikut.
Tabel 3.10 Tabel Kebenaran Negasi Biimplikasi
p q ~p ~q pq p~ q~p ~ (p  (p  ~ q) 
q q) (q  ~ p)
B B S S B S S S S
B S S B S B S B B
S B B S S S B B B
S S B B B S S S S

2.6 Argumen
1. Tautologi
Tautologi adalah pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar
bagaimana pun kemungkinan nilai kebenaran dari komponen-
komponennya. Sedangkan kebalikan dari tautologi adalah kontradiksi,
yaitu pernyataan majemuk yang selalu bernilai salah bagaimana pun
kemungkinan nilai kebenaran dari komponen-komponennya.
Contoh 2.18
Adi mempunyai sepeda atau Adi tidak mempunyai sepeda.
Pernyataan majemuk ini bernilai benar untuk setiap nilai dari pernyataan
tunggalnya.
Misalnya: p : Adi mempunyai sepeda, bernilai B.
~p : Adi tidak mempunyai sepeda, bernilai S

Matematika Dasar 49
Maka p  ~ p bernilai B. Sama halnya bila p bernilai S dan ~ p bernilai B.
Oleh karena itu bentuk p  ~ p merupakan tautologi. Sebaliknya
pernyataan majemuk p  ~ p kan selalu bernilai S dan merupakan
kontradiksi.
Agar nampak lebih jelas bisa dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.11 Tabel Kebenaran tautologi dan Kontradiksi


P ~p p~p p~p
B S B S
S S B S

Karena selalu bernilai benar, maka tautologi memegang pernan


penting dalam logika proposisi, yaitu dapat berfungsi sebagai kaidah di
dalamnya, misalnya sebagai kaidah yang melandasi penalaran yang sah.
Berikut ini merupakan tautologi-tautologi yang penting lainnya
No Tautologi Nama Kaidah
1 (p ⇒ q) ⇔ (~ p ˅ q) Implikasi
2 (p ⇒ q) ⇔ (q ⇒ ~ p) Kontraposisi
3 (p ˄ q) ⇒ p Simplifikasi
(p ˄ q) ⇒ q
4 p ⇒ (p ˅ q) Adisi
q ⇒ (p ˅ q )
5 ((p ⇒ q) ˄ p) ⇒ q Modus Ponens
6 ((p ⇒ q) ˄ ~ p) ⇒ ~ p Modus Tollens
7 ((p ⇒ q) ˄ (q ⇒ r) ⇒ (p ⇒ r) Silogisme Hipotesis
8 ~ (~ p) ⇔ p Involusi
9 (p ⇔ q) ⇔ ((p ⇒ q) ˄ (q ⇒ Ekivalensi
p))
10 (p ˄ p) ⇔ p Idempoten
(p ˅ p ) ⇔ p
11 (p ˄ 1) ⇔ p Identitas
(p ˅ 0) ⇔ p
12 (p ˄ 0) ⇔ 0 Dominasi
(p ˅ 1) ⇔ 1
13 (p ˄ q) ⇔ (q ˄ p) Komutatif
(p ˅ q) ⇔ ( q ˅ p)
14 p ˄ (q ˄ r) ⇔ (p ˄ q) ˄ r Asosiatif
p ˅ (q ˅ r) ⇔ (p ˅ q) ˅ r
15 p ˄ (q ˅ r) ⇔ (p ˄ q) ˅ (p ˄ r) Distributif
p ˅ (q ˄ r) ⇔ (p ˅ q) ˄ (p ˅ r)

Matematika Dasar 50
16 p ˄ (p ˅ q) ⇔ p Absorbsi
p ˅ (p ˄ q) ⇔ p
17 ~ (p ˄ q) ⇔ (~ p ˅ ~ q) De Morgan
~ (p ˅ q) ⇔ (~ p ˄ ~ q)
18 (~ p ⇒ (q ˄ ~ q) ⇒ p Reduction Ad absurdum
19 (p ⇒ (q ⇒ r)) ⇔ ((p q) r) Eksportasi

2. Penarikan Kesimpulan
Misalkan diberikan beberapa buah pernyataan. Kita dapat menarik
kesimpulan baru dari deret pernyataan tersebut. Proses penarikan
kesimpulan dari beberapa buah pernyataan disebut inferensi.
Selanjutnya suatu deret pernyataan disebut dengan argumen yang
dituliskan sebagai:

p1
p2
.

.
pn
q
Yang dalam hal ini, p1, p2, . . ., pn disebut hipotesis (atau premis) dan q
disebut konklusi.
Argumen ada yang sah (valid) dan palsu (invalid). Jika argumen
sah, maka secara logika konklusi mengikuti hipotesis sama dengan
memperlihatkan bahwa implikasi:
(p1  p2  . . .  pn)  q
adalah benar atau tautologi.
Selanjutnya Argumen yang sah dikenal ada empat bagian, yaitu:
1. Modus Ponen
p  q (premis)
p (premis)
p (simpulan)

Pembuktian dilakukan dengan tabel kebenaran dengan menunjukkan


implikasi
[( p  q)  p ]  q adalah tautologi.

Matematika Dasar 51
Tabel 3.12 Tabel kebenaran [( p  q)  p ]  q
p q pq (p  q)  p [( p  q)  p ]
q
B B B B B
B S S S B
S B B S B
S S B S B

Contoh 2.19
Misalkan implikasi “ Jika 20 habis dibagi 2, maka 20 adalah bilangan
genap” dan premis “20 habis dibagi 2” keduanya benar. maka menurut
modus ponen, penarikan kesimpulan berikut.

“Jika 20 habis dibagi 2, maka 20 adalah bilangan genap. 20 habis dibagi 2.


Karena itu, 20 adalah bilangan genap”
adalah benar. kita juga dapat menuliskan inferensi di atas sebagai:

Jika 20 habis dibagi 2, maka 20 adalah bilangan genap


20 habis dibagi 2
 20 adalah bilangan genap

2. Modus Tollen
pq (premis)
~q (premis)
 ~p (simpulan)

3. Tollendo Ponen
pq (premis)
~p (premis)
 q (simpulan)

Matematika Dasar 52
4. Silogisme
pq (premis)
qr (premis)
pr (simpulan)

Berikut beberapa penarikan simpulan yang lain

5. Kaidah Konjungsi (KK)


Premis 1 :p
Premis 2 :q
Kesimpulan :p˄q
6. Kaidah Simplifikasi (KS)
Premis 1 :p˄q
Kesimpulan :p
Premis 1 :p˄q
Kesimpulan :q
7. Kaidah Adisi (KA)
Premis 1 :p
Kesimpulan :p˅q
Premis 1 :q
Kesimpulan :p˅q
8. Kaidah Ekivalensi (KE)
Premis 1 :p ⇒ q
Premis 2 :q ⇒ p
Kesimpulan :p ⇔ q
9. Kaidah Eliminasi (KL)
Premis 1 :p ⇔ q
Kesimpulan :p ⇒ q
Premis 1 :p ⇔ q
Kesimpulan :q ⇒ p
10.Silogisme Hipotesis (SH)

Matematika Dasar 53
Premis 1 :p ⇒ q
Premis 2 :q ⇒ r
Kesimpulan :p ⇒ r
11.Silogisme Disjungtif (SD)
Premis 1 :p˅q
Premis 2 : ~p
Kesimpulan :q
Premis 1 :p˅q
Premis 2 :~q
Kesimpulan :p

12.Dilema Konstruktif (DK)


Premis 1 :p ⇒ q
Premis 2 :r ⇒ s
Premis 3 :p˅r
Kesimpulan :q˅s
13.Dilema Distruktif (DD)
Premis 1 :p ⇒ q
Premis 2 :r ⇒ s
Premis 3 :~ q ˅ ~ s
Kesimpulan :~ p ˅ ~ r

2.7 Induksi Matematika


2.7.1 Proposisi Perihal Bilagan Bulat
Dalam matematika banyak teorema yang menyatakan bahwa p(n)
benar untuk semua bilangan bulat positif n, yang dalam hal ini p(n)
disebut juga fungsi proposisi. Contoh pertama misalkan p(n) adalah
proposisi yang menyatakan “jumlah bilangan bulat positif dari 1 sampai n
adalah n(n + 1)/2” Buktikan bahwa p(n) benar!

Matematika Dasar 54
Kalau kita coba dengan beberapa nilai n, memang timbul dugaan
bahwa p(n) benar. Misalnya untuk n = 5, p(5) adalah: Jumlah bilangan
bulat positif dari 1 sampai 5 adalah 5(5 + 1)/2. Terlihat bahwa
1 + 2 + 3 + 4 + 5 = 15 = 5(6)/2
Untuk nilai-nilai n yang lain akan kita dapatkan kesimpulan serupa,
namun instansi seperti p(5) tidak dapat berlaku sebagai bukti bahwa p(n)
benar untuk seluruh n. Memang sudah menunjukkan bahwa n = 5 berada
di dalam himpunan kebenaran p(n). Tetapi, kita tahu bahwa 5 bukanlah
satu-satunya bilangan bulat positif. Karena bilangan bulat positif tidak
terhingga banyaknya kita tentu tidak mungkin mencoba selurihnya untuk
membuktikan p(n) benar. Jadi kita tidak dapat menggunakan pendekatan
semacam itu untuk membuktikan kebenaran pernyataan perihal bilangan
bulat.
Contoh kedua, kita ingin menemukan rumus jumlah dari n buah bilangan
ganjil positif yang pertama. Misalnya untuk n = 1, 2, 3, 3, 5 kita
mengamati jumlah n bilangan ganjil pertama adalah
n = 1 => 1 = 1
n = 2 => 1 + 3 = 4
n = 3 => 1 + 3 + 5 = 9
n = 4 => 1 + 3 + 5 + 7 = 16
n = 5 => 1 + 3 + 5 + 7 + 9 = 25
Dari nilai-nilai penjumlahan itu kita menduga bahwa jumlah n buah
bilangan ganjil positif pertama adalah n3. Kita perlu membuktikan bahwa
perkiraan kita tersebut benar. Jika memang itu faktanya bagaimana cara
membuktikannya dengan induksi matematik?
Contoh-contoh proposisi perihal bilangan bulat yang lain misalnya.

1. Setiap bilangan bulat positif n(n 2) dapat dinyatakan sebagai


perkalian dari (satu atau lebih) bilangan prima.

2. Untuk semua n 1, n3 + 2n adalah kelipatan 3.

Matematika Dasar 55
3. Untuk membayar biaya pos sebesar n sen dolar (n 8) selalu dapat
digunakan hanya perangko 3 sen dan 5 sen dolar.
4. Di dalam sebuah pesta, setiap tamu berjabat tangan dengan tamu
lainnya hanya sekali. Jika ada n orang tamu maka jumlah jabat tangan

n ( n−1 )
yang terjadi adalah 2 .
5. Banyaknya himpunan bagian yang dapat dibentuk dari sebuah
himpunan yang beranggotakan n elemen adalah 2n.
proposisi-proposisi semacam di ataslah yang dapat dibuktikan dengan
induksi matematika.

2.7.2 Prinsip Induksi Sederhana


Prinsip induksi sederhana berbunyi sebagai berikut:
Misalkan p(n) adalah proposisi perihal bilangan bulat positif dan kita ingin
membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif n.
Untuk membuktikan proposisi ini kita hanya perlu menunjukkan bahwa:
1. p(1) benar, dan

2. jika p(n) benar, maka p(n + 1) juga benar untuk setiap n 1.


sehingga p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif n.
Langkah 1 dinamakan baris induksi, sedangkan langkah 2
dinamakan langkah induksi. langkah induksi berisi asumsi (andaian)
yang menyatakan bahwa p(n) benar. Asumsi tersebut dinamakan
hipotesis induksi. Bila kita sudah menunjukkan kedua langkah tersebut
benar maka kita sudah membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua
bilangan bulat positif n.
Langkah induksi digunakan untuk memperlihatkan bahwa
pernyataan tersebut benar bila n diganti dengan 1, yang merupakan
bilangan bulat positif terkecil. Kemudian kita harus memperlihatkan bahwa
implikasi p(n) → p(n + 1) benar untuk setiap bilangan bulat positif. untuk
membuktikan implikasi tersebut benar untuk setiap bilangan bulat positif

Matematika Dasar 56
n, kita perlu menunjukkan bahwa p(n + 1) tidak mungkin salah bila p(n)
benar. Hal ini diselesaikan dengan memperlihatkan bahwa berdasarkan
hipotesis p(n) benar maka p(n + 1) juga harus benar.
Perhatikan bahwa dalam induksi matematik kita tidak mengasumsikan
bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif. Kita hanya
memperlihatkan bahwa jika dirumuskan p(n) benar, maka p(n + 1) juga
benar untik setiap n positif.

Fakta bahwa langkah 1 dan langkah 2 bersama-sama

memperhatikan p(n) benar untuk semua bilangan bulat fositif adalah jelas

secara intuitif. Dari langkah 1, kita mengetahui bahwa p(n) benar. Dan

langkah (2) kita mengetahui bahwa jika p(1) sudah di tunjukan benar dan

disini p(2) benar, maka p(3) juga benar. Karena kita sudah menunjukan

bahwa p(2) benar maka p(3) juga benar, dan seterusnya. Secara intuitif

kita melihat langkah 1 dan langkah 2 bersama – sama, memperhatikan

bahwa p(1), p(2), …., p(n) semuanya benar.

Contoh 2.20
n ( n+1 )
n≥1,1+ 2+ 3+.. .+n=
Tunjukkan bahwa untuk 2 melalui induksi
matematika.
Penyelesaian:

Andaikan bahwa p ( n) menyatakan proposisi bahwa untuk n≥1 ,

jumlah n bilangan bulat positif pertama adalah n ( n+1 ) / 2 yaitu

1+2+3+. ..+n=n ( n+1 ) / 2 . Kita harus membuktikan kebenaran


proposisi ini dengan dua langkah induksi sebagai berikut :

(i) Basis induksi, p (1 ) benar, karenauntuk n=1 kitaperoleh

Matematika Dasar 57
1=1 ( 1+ 1 ) /2
=1 ( 2 ) /2
=2/2
=1

(ii) Langkah induksi: Misalnya p ( n ) benar, yaitu mengasumsikan


bahwa
1+2+3+. ..+n=n ( n+1 ) / 2
Adalah benar (hipotesis induksi). Kita harus memperlihatikan

bahwa p ( n+1 ) juga benar, yaitu

1+2+3+. ..+n+ ( n+1 )=( n+1 ) [ ( n+1 ) +1 ]/ 2


Untuk membuktikan ini, tunjukan bahwa
1+2+3+. ..+n+ n ( n+1 )=( 1+2+3+. ..+ n )+ ( n+1 )
=[ n ( n+1 ) /2 ] + ( n+ 1 )

=[ ( n2 +n ) / 2 ] + ( n+1 )

=[ ( n2 +2 ) /2 ]+ [ (2 n+2 ) /2 ]

=( n2 +3 n+2 ) /2
=( n+ 1 )( n+2 ) /2
=( n+ 1 ) [ ( n+1 ) +1 ] / 2

Karena langkah (i) dan ( ii ) telah dibuktikan benar, maka untuk

semua bilangan bulat positif n, terbukti bahwa untuk semua

n≥1,1+ 2+ 3+.. .+n=n ( n+1 ) / 2 .

Contoh 2.21
Gunakan induksi matematika untuk membuktikan bahwa jumlah n buah

bilangan ganjil positif adalah n2 .


Penyelesaian:

Matematika Dasar 58
Misalkan p(n ) adalah proposisi yang menyatakan bahwa jumlah n

buah bilangan ganjil positif pertama adalah n2 .

(i) Basis induksi: p(1) benar, karena jumlah satu buah bilangan

ganjil positif pertama adalah 12=1.

(ii) Langkah induksi: misalkan p(n ) benar, yaitu asumsikan bahwa


2
1+3+5 .. .+(2 n−1)=n
Adalah (hipotesis induksi) [catatlah bahwa bilangan ganjil positif

ke−n adalah (2n−1)].

Kita harus memperlihatkan bahwa p(n+1) juga benar, yaitu

1+3+5+. ..+(2n−1)+(2n+ 1)=(n+1)2


Hal ini dapat kita tunjukkan sebagai berikut
1+3+5+. ..+(2n−1)+(2n+ 1)=[1+3+5+ .. .+( 2 n−1 ) ]+(2 n+1)
=n 2 ( 2 n+1)
¿ n2 + 2n+1
¿( n+1 )2
Karena langkah basis dan langkah induksi keduanya telah diperlihatkan
2
benar, maka jumlah n buah bilangan ganjil positif pertama n .

Contoh 2.22

Untuk semua n≥1, buktikan dengan induksi matematik bahwa


3
n + 2n adalah kelipatan 3.
Penyelesaian:

Misalkan p(n ) adalah proposisi yang menyatakan bahwa untuk semua

n≥1, n3 +2 n adalah kelipatan 3.

(i) Basis induksi: p(1) benar, karena untk n=1,13 +2(1)=3

adalah kelipatan 3.

Matematika Dasar 59
(ii) Langkah induksi: misalkan p(n ) benar, yaitu proposisi
3
n + 2n adalah kelipatan 3.
Diasumsikan benar (hipotesis induksi). Kaita harus memperlihatkan

bahwa p(n+1) juga benar, yaitu


3
(n+1) +2(n+1) adalah kelipatan 3.
Hal ini dpat kita tunjukkan sebagai berikut:

(n+1)3 +2( n+1)=( n3 +3 n3 + 3 n+1)+( 2 n+2 )


=(n3 2 n)+3 n 3 +3 n+3
3 2
=( n +2 n )+3( n + n+1)

3
Karena (n + 2n ) adalah kelipatan 3 (dari hipotesis induksi)

dan 3(n2 +n+1) juga kelipatan 3 , maka

(n3 + 2n )+3( n2 +n+1) adalah jumlah dua buah bilangan

kelipatan 3 ; karena itu (n3 + 2n )+3( n2 +n+1) juga


3
kelipatan n + 2n adalah kelipatan 3 .
Karena langkah (i) dan (ii) sudah diperlihatkan benar, maka terbukti
3
bahwa untuk semua n≥1, n +2 n adalah kelipatan 3 .

2.7.3 Prinsip Induksi yang Dirampatakan

Kadang - kadang kita ingin membuktikan bahwa pernyataan p ( n ) benar

untuk semua bilangan bulat


¿ n0 , jadi tidak hanya bilangan bulat ynag

dimulai dari 1 saja. Prinsip induksi sederhana dapat dirampatkan


(generalized) untuk menunjukkan hal ini sebagai berikut:

Misalkan p (n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat dan kita ingin

membuktikan bahwa p (n) benar untuk semua bilangan bulat


n≥n0 .

Untuk membuktikan hal ini, kita hanya perlu menunjukkan bahwa :

Matematika Dasar 60
1. p ( n ) benar, dan

2. jika p ( n) benar maka p ( n+1 ) benar untuk setiap


n≥n0

sehingga p ( n ) benar untuk semua bilangan bulat n≥n0 .

Contoh 2.23
Untuk semua bilangan bulat tidak – tidak negatif n , buktikan dengan

0 1 2 n n+1
induksi matematik bahwa 2 +2 +2 +. ..+2 =2 −1

Penyelesaian :

Misalkan p ( n ) adalah proposisi bahwa untuk semua bilangan bulat tidak


0 1 2 n n+1
– negatif n, 2 +2 +2 +. ..+2 =2 −1

(i) Basis induksi p ( 0 ) benar, karena untuk n=0 (bilangan bulat


tidak negatif pertama) kita peroleh :
0 0+1
2 =1=2 −1
1
=2 −1
=2−1
=1

(ii) Langkah induksi. Misalkan p ( n ) benar, yaitu proposisi


0 1 2 n n+1
2 +2 +2 +. ..+2 =2 −1
Diasumsikan benar (hipotesis induksi). Kita harus menunjukkan bahwa

p ( n+1 ) juga benar, yaitu

(n+1 ) +1
20 +21 +22 +. ..+2n +2n+1 =2 −1
Hal ini kita tunjuk kan sebagai berikut

2n +21 +22 +. ..+2n +2n−1 =( 20 +21 +22 +.. .+2n )−2n +1

Matematika Dasar 61
=( 2 n+1 −1 ) +2n−1 (dari hipotesis induksi )
¿ ( 2n−1 +2n−1 )−1
¿ ( 2.2n+1 ) −1
¿2n+2−1
( n+1 )−1
¿2 −1
Karena langkah 1 dan 2 keduanya telah memperlihatkan benar, maka
untuk semua bilangan bulat tidak-negatif n ,terbukt bahwa
n 1 2 n n+1
2 −2 +2 + .. .+2 =2 −1

Contoh 2.24

Buktikan dengan metematik bahwa 3n < n! untuk n bilangan bulat

positif yang lebih besar dari 6


Penyelesaian:
n
Misalkan p(n) adalah proposisi bahwa 3 < n! untuk n bilangan

bulat positif yang lebih besar dari 6


7 7
(i) Basis induksi p(7) benar, karena 3 < 7! sebab 3 =2187
dan 7!=5040

(ii) Langkah induksi: Misalkan bahwa p(n) benar, yaitu asumsikan


n
bahwa 3 < n! adalah benar. Kita harus menunjukan bahwa

n+1
p(n+1)
juga benar, yaitu
3 <(n+1)! . Hal ini ditunjukan

sebagai berikut:

Matematika Dasar 62
3n+1 <(n+1)!
3 .3 n <( n+1)−n!
3n 3/( n+1)<n!
Menurut hipotesis induksi, 3n < n! , sedangkan untuk n>6 , nilai

3n /(n+1 )<1 , sehingga 3/(n+1 ) akan memperkecil nilai di ruas kiri


n
persamaan. Efek nettonya, 3 . 3/(n+1 )<n! jelas benar.
Karena langkah (i) dab (ii) sudah ditunjukan benar, maka terbukti bahwa

3n < n! untuk n bilangan bulat positif lebih besar dari 6 .

Contoh 2.25
Buktikan dengan indiksi matematik bahwa pada sebuah himpunan
beranggota n elemen. Banayaknya himpunan bagiasn bagian yang

dapat dibentuk dari himpunan tersebut adalah 2n .


Penyelesaian

Misalkan p(n) adalah proposisi bahwa himpunan beranggotakan n

elemen,
(i) Basis induksi p(0) benar, karena untuk n=0 (himpunan kosong)
himpunan kosong hanya mempunyai 22 = 1 himpunan bagian,
yaitu himpunan kosong itu sendiri.
(ii) Langkah induksi. Andaikan bahwa p ( n ) adalah benar, yaitu
asumsikan “Banyaknya himpunan bagian dari suatu himpunan
yang bersangkutan n elemen adalah 2 adalah benar. Kita harus
menunjukkan bahwa p ( n+1 ) benar, yaitu jumlah himpunan
ditunjukkan sebagai berikut. Misalkan elemen ke n+1 adalah a.
Tinjau masing-masing dari 2n buah himpunan bagian yang sudah
terbentuk. Untuk setiap himpunan bagian, buatlah himpunan baru
yang anggotanya adalah seluruh anggota himpunan bagian
tersebut ditambah dengan tambahan satu elemen a. Karena ada

Matematika Dasar 63
2n buah himpunan bagian semula, maka juga akan terdapat 2 n +
2n = 2. 2n =2n+1

Karena langkah (i) dan (ii) sudah diperlihatkan benar, maka terbukti
banyaknya himpunan bagian yang dapat dibentuk dari sebuah himpunan
beranggotakan n elemen adalah 2n
Contoh 2.26
Sebuah ATM (Anjungan Tunai Mandiri) hanya menyediakan pecahan uang
Rp 20.000,- danRp 50.000,-. Kelipatan uang berapakah yang dapat
dikeluarkan oleh ATM tersebut? Buktikan jawaban serta dengan induksi
matematika.
Penyelesaian :
Dengan pecahan uang Rp 20.000,-, ATM dapat mengeluarkan uang
untuk penarikan Rp 20.000, Rp 40.000, Rp 60.000,-,…..,sedangkan
dengan pecahan uang Rp 50.000,- ATM dapat mengeluarkan uang untuk
penarikan Rp 50.000, Rp 100.000,-,….. Dari kedua kombinasi pecahan
uang tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa ATM dapat mengelurkan
uang kelipatan Rp 10.000,- atau dengan kata lain mengeluarkan uang
senilai 10.000 n rupiah untuk n≥4 (catatan: perhatikan bahwa kita tidak
dapat menggunakan basis n=2 sebab ia tidak dapat digunakan pada
langkah induksi).
Misalkan p(n) adalah proposisi bahwa ATM dapat mengeluarkan
uang senilai 10.000n rupiah untuk n≥4 dengan pecahan Rp 20.000,- dan
Rp 50.000,-. Kita akan membuktikan p(n) dengan induksi matematika.
(i) Basis induksi. p(4)benar, karena ATM dapat mengeluarkan uang
senilai Rp 40.000 dengan 2 buah pecahan Rp 20.000,-.
(ii) Langkah induksi: Andaikan p(n) benar, yaitu asumsikan bahwa
ATM dapat mengeluarkan uang senilai 10.000 n rupiah dengan
pecahanRp 20.000,- dan Rp 50.000. Kita harus menunjukkan
bahwa p(n+1) benar, yaitu ATM juga dapat mengeluarkan uang
senilai 10.000 (n+1) rupiah dengan menggunakan pecahan Rp

Matematika Dasar 64
20.000 dan Rp 50.000,-. Ada dua kemungkinan yang harus kita
tinjau:
1) Jika untuk uang senilai 10.000 n rupiah ATM menggunakan
minimal 1 buah pecahan Rp 50.000,-, maka dengan
mengganti 1 pecahan Rp 50.000,- dengan 3 buah pecahan Rp
20.000, maka ATM selalu dapat mengeluarkan uang senilai
10.000(n+1) rupiah.
2) Jika untuk uang senilai 10.000n rupiah ATM menggunakan
pecahan Rp 20.000,-, maka paling sedikit digunakan 2 buah
pecahan Rp 20.000,- (sebabn≥4) . Dengan mengganti 2 buah
pecahanRp 20.000,- dengan 1 buah pecahan Rp 50.000,-,
maka ATM selalu dapat mengeluarkan uang senilai 10.000
(n+1) rupiah.

Karena langkah (i) dan (ii) sudah diperlihatkan benar, maka terbukti
bahwa ATM dapat mengerluarkan uang senilai 10.000 n rupiah untuk n≥4
dengan pecahan Rp 20.000,- dan Rp 50.00,-

2.7.4 Prinsip Induksi Kuat


Kadang-kadang versi induksi yang lebih kuat diperlukan untuk
membuktikan pernyataan mengenai bilangan bulat.Versiinduksi yang lebih
kuat adalah sebagai:
Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bila nganbulat dan kita
ingin mebuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat n≥n .
Untuk membuktikan kita hanya perlu menunjukkan bahwa:
1. p(n) benar, dan
2. Jika p(n0), p(n0+ 1),…. p(n) benar, maka p(n+1) juga benar untuk
setiap bilangan bulat n≥n 0

Sehingga p(n) benar untuk semua bilangan bulat n≥n 0


Contoh 2.27

Matematika Dasar 65
Bilangan bulat positif disebut prima jika dan hanya jika bilangan bulat
tersebut habis dibagi dengan 1 dan dirinya sendiri. Kita ingin
membuktikan bahwa setiap bilangan bulat positif n ( n≥2 ) dapat dinyatakan
sebagi perkalian dari (satu atau lebih) bilangan prima. Buktikan dengan
prinsip induksi kuat
Penyelesaian :
Misalkan p(n) adalah proposisi bahwa setiap bilangan bulat positif n(n≥2)
dapat dinyatakan sebagai perkalian dari (satu atau lebih) bilangan prima.
(i) Basis induksi : p(n) benar, karena 2 sendiri adalah bilangan prima
dan di sini 2 dapat dinyatakan sebagai perkalian dari satu buah
bilangan prima, bilangan prima, yaitu dirinya sendiri.
(ii) Langkah induksi. Misalkan p(2) benar, yaitu asumsikan bahwa
bilangan 2,3…..,n dapat dinyatakan sebagai perkalian (satu atau
lebih) bilangan prima (hipotesis induksi). Kita perlu menunjukkan
bahwa p(n+1) benar, yaitu n+1

Juga dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan prima, maka


jelas ia dapat dinyatakan sebagai perkalian satu atau lebih
bilangan prima. Jika n+1 bukan bilangan prima, maka terdapat
bilangan bulat positif a yang membagi habis n+1 tanpa
sisa.Dengan kata lain.
(n+1) / a = b atau( n+1 ) =ab
Yang dalam hal ini, 2≤a≤b≤n . Menurut hipotesis induksi, a dan b dapat
dinyatakan sebagai perkalian satu atau lebih bilangan prima.Ini berarti,
n+1 jelas dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan prima, karena
n+1=ab
Karena langkah (i) dan (ii) sudah ditunjukkan benar, maka terbukti bahwa
setiap bilangan bulat positif n (n≥2) dapat dinyatakan sebagai perkalian
dan (satu atau lebih) bilangan prima.
catatan bahwa pernyataan di atas lebih tepat di buktikan dengan prinsip
induksi kuat dari pada dengan prinsip sederhana kita tau bahwa a dan

Matematika Dasar 66
b keduanya ¿.n, karena itu, untuk menerapkan hipotesis induksi
terhadap keduanya, kita perlu mengetahui bahwa tiap bilangan bulat

positif 1,2,3,...,n dapat di nyatakan sebagi perkalian bilangan prima.


Mengandaikan bahwa n dinyatakan sebagi perkalian builangan prima
saja tidaklah cukup.

Contoh 2.28
[LIU85] teka teki susunan potongan gambar (jigsaw puzzle) terdidi
dari sejumlah potongan (bagian) lihat gambar 4.2) dua atau lebih
potongan dapat di satukan untuk membentuk potongan lebih besar. Lebih
tepatnya, kita gunakan istilah blok bagi satu potongan gambar blok-blok
dengan batas yang cocok dapat di satukan betuk blok yang lain yang lebih
besar. Akhirnya jika semua potongan telah di satukan jadi satu buah blok,
teka teki susun gambar itu di katakan lebih di pecahkan. Menggabungkan
dua buah blok dengan batas yang cocok dihitung sebagai satu langkah.
Gunakan prinsip induksi untuk membuktikan bahwa suatu teka teki

susunan gambar dengan n potongan, selalu di perlukan n−1 langkah


memecahkan teka teki itu.

Gambar 4.2 teka – teki susunan potongan gambar

Penyelesaian:

Matematika Dasar 67
Misalkan P(n) adalah proposisi bahwa satu teka-teki susun gambar

dengan n potongan, selelu diperlukan n−1 langkah untuk


memecahkan teka-teki itu

(i) Baris induksi : P(1) benar, karena untuk teka-teki susun


gambar dengan suatu potongan, tidak diperlukan langkah apa-apa
untuk memecahkan teka teki itu

(ii) Langkah induksi : Misalkan P(n) benar, yaitu asumsikan bahwa

untuk teka-teki dengan n potongan ( n=1,2,3, . .. , k ) di


perlukan sejumlah n−1 langkah untuk memecahkan teka-teki

itu (hipotesis induksi). Kita harus membuktikan bahwa P ( n+1 )

Benar, yairu untuk n + 1 potongan gambar diperlukan n langkah. Hal

ini ditunjukkan sebagai berikut.


Bagilah n + 1 potongan menjadi dua buah blok-satu dengan n 1
potongan dan satu lagi dengan n 2 potongan, dan n 1 + n 2 = n + 1.
Untuk langkah terakhir yang memecahkan teka-teki ini, dua buah blok
disatukan sehingga membentuk satu blok besar. Menurut hipotesis

induksi, diperlukan n 1- 1 langkah untuk menyatukan blok yang satu

dan n 2 - 1 langkah untuk menyatukan blok yang lain. Digabungkan


dengan langkah terakhir yang menyatukan kedua blog tersebut, maka
banyaknya langkah adalah.
(n 1 - 1) + (n 2 - 1) + 1 langkah terakhir = (n 1 + n 2) – 2 + 1 = n +1–1
= n
Karena langkah (i) dan (ii) sudah diperlihatkan benar maka terbukti bahwa
suatu teka-teki susun gambar dengan n potongan selalu diperlukan
n - 1 langkah untuk memecahkan teka-teki itu.

2.7.5 Prinsip Induksi Sederhana

Matematika Dasar 68
Adalah mungkin membuat bentuk umum metode induksi sehingga
ia dapat diterapkan tidak hanya untuk pembuktian proposisi yang
menyangkut himpunan bilangan bulat posistif, tetapi juga pembuktian
yang menyangkut himpunan objek yang lebih umum. Syaratnya,
himpunan objek tersebut harus mempunyai keterurutan dan mempunyai
elemen terkecil.

DEFINISI 4.1. Relasi biner “<” pada himpunan X dikatakan terurut


dengan baik (atau himpunan X dikatakan terurut dengan baik dengan “<”)
bila memiliki properti berikut.
(i) Diberikan x , y , z ∈ X, jika x< y dan y < z , maka x <
z

(ii) Diberikan x, y ∈ X salah satu dari kemungkinan benar x< y

atau y<x atau x= y

(iii) Jika A adalah himpunan bagian tidak kosong dari X, terdapat

elemen x∈ A sedemikian sehingga x≤ y untuk semua


y∈ A. Dengan kata lain, tetap himpunan bagian tidak kosong

dan X mengandung “elemen terkecil”.

Himpunan bilangan riil tak- negatif tidak terurut dengan baik oleh relasi
“<” himpunan ini mempunyai properti (i) dan (ii) tetapi tidak (iii). Sebagai

contoh, himpunan semua bilangan riil yang lebih besar dari 1, yaitu {
x

Himpunan pasangan terurut bilangan bulat tidak negatif terurut dengan


baik oleh relasi “<” dengan kata lain “<” didefinisikan oleh ( n 1,n 2) ( n 3<n 4 )
jika dan hanya jika (n 1< n 3) atau (n 1=n3 ) dan ( n 3 < n 4 ). Properti (i), (ii),
dan (iii) dimiliki oleh himpunan itu.

Contoh 2.29

Matematika Dasar 69
5
Buktikan dengan induksi matematika bahwa n −n habis dibagi 5
untuk n bilangan bulat positif.
Penyelesaian:

Andaikan bahwa p (1 ) benar, karena 15 −1=0 habis dibagi 5 untuk


n bilangan bulat positif.

(i) Basis induksi: p(1) benar, karena 15 −1=0 habis dibagi 5.

(ii) Langkah induksi: Andaikan bahwa p(n) benar, yaitu asumsikan


5
bahwa n −n habis dibagi 5 untuk n ¿ 0 (hipotesis

induksi). Kita harus memperhatikan bahwa p(n+1) benar,


5
yaitu ( n+1 ) −(n+1) juga dbagi. Ini ditunjukan sebagai
berikut:

(n+1)5 −(n+1)=n5 +5 n 4 + 10 n3 +10 n2 + 5 n+1−n−1


=n 5−n+5 n4 +10 n3 + 10 n2 +5 n
5 4 3 2
= ( n −n )+ 5( n +2 n + 5 n +n )
5
Menurut hipotesis induksi, ( n −n ) habis dibagi 5 dan 5

( n4 +2 n3 +5 n2 +n ) jelas juga habis dibagi 5, sehingga

( n5 −n )+ 5( n4 +2 n3 + 5 n2 +n ) habis dibagi 5. Dengan demikian,


5
terbukti (n+1) −(n+1) habis dibagi 5.
Karena langkah (i) dan (ii) sudah diperlihatkan benar, maka terbukti
5
bahwa n −n habis dibagi 5 untuk n bilangan bulat positif.
Contoh 2.29
Untuk biaya pos berapa saja yang dapat menggunakan perangko senilai 5
sen dan 6 sen? Buktikan jawaban anda dengan induksi matematika.
Penyelesaian:
Kombinasi biaya pos dengan perangka 5 sen dan 6 sen dapat ditulis

sebagai 5 m+ 6 n , dengan m dan n adalah bilangan bulat. Dengan

Matematika Dasar 70
mencoba kombinasi nilai m dan n mulai dari 0, 1, 2, 3 ,

4 ,…, maka diperoleh biaya pos yang dapat dibayar 20 sen, 21 sen, 22
sen dan seterusnya.
Akan kita buktikan dengan induksi matematika bahwa untuk biaya pos

sebesar n>20 sen selalu dapat menggunakan perangko 5 sen dan 6


sen.

Misalkan p(n) adalah proposisi bahwa untuk biaya pos sebesar


n≥20 sen selalu dapat menggunakan perangko 5 sen dan 6 sen.

(i) Basis induksi: p(20) benar, karena untuk biaya pos sebesar
20 sen, kita dapat menggunakan 4 perangko 5 sen saja.

(ii) Langkah induksi: Andaikan p(n) benar, yaitu asumsikan biaya

pos sebesar n≥20 sen selalu dapat menggunakan perangko 5


sen dan 6 sen (hipotesis induksi). Kita harus menunjukan bahwa

n(n+1 ) benar, yaitu biaya pos sebesar n+1 sen juga dapat
Bentuk induksi secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:

Misalkan x terurut dengan baik oleh “ “ dan p( x) adalah pernyataan

perihal elemen x dari X . Kita ingin membuktikan bahwa p( x) benra

untuk semua x∈ X . untuk membuktikan ini kita hanya perlu


menunjukkan bahwa:

1. p( x 0 ) benar, yang dalam hal ini x 0 adalah elemen terkecil

didalam X dan

2. jika p( y) benar untuk y  x , maka p( x) juga benar

untuk setiap x  x 0 di dalam X , sehingga p( x) benar

untuk semua x∈ X .

Contoh 2.30

Matematika Dasar 71
Tinjauan barisan bilangan yang didefenisikan sebagai berikut:

Sm,n=¿{0 ¿ {Sm−1,n+1 ¿ ¿¿¿


Jika m=0 dan n=0

Jika n=0

jika n≠0
Sebagai contoh
S 0,0 =0 S 1,0 =S 0,0 +1=0+1=1
S 0,1 =S 0,0 +1=1 S 1,1 =S 1,0 +1=1+1=2
S 2,0 =S 1,0 +1=2 S 2,1 =S 2,0 +1=3 ,. . .
Buktikan dengan induksi matematik bahwa untuk pasangan tidak negative

m dan n , S m , n =m+ n
Penyelesaian :

i. basis induksi: karena (0,0) adalah elemen erkecil didalam X,

maka
S 0,0 =0+0=0 ini benar dari definisi S 0,0 .

ii. langkah induksi. Buktikan untuk semua (m ' , n' )  (m, n) maka
'
S m , n =m+ n juga benar. Andaikan bahwa S m' , n '=m benar
' '
untuk semua (m , n )  (m,n .) ini adalah hipotesis induksi. Kita

perlu menunjukkan bahwa


S m , n =m+ n , baik untuk n=0 atau
n≠0 .

kasus 1: jika n=0 maka dari definisi S m , n =S m−1, n +1 karena

(m−1, n)  (m, n) maka dari hipotesis induksi,


S m−1, n =( m−1)+n sehingga

S m , n =S m−1, n + 1=( m−1)+n+1=m+ n

Matematika Dasar 72
Kasus 2: jika n≠0 , maka dari definisi S m , n =S m , n−1 +1 karena

(m,n−1)  (m,n), maka dari hipotesis induksi,


S m , n−1 =m+(n−1) sehingga

S m , n =S m , n−1 + 1=m+(n−1)+1=m+ n

Karena langkah (1) dan (ii) sudah diperlihatkan benar, maka terbukti

bahwa untuk pasangan tidak negative m dan n , S m , n =m+ n.

RANGKUMAN

1. Penalaran induktif adalah suatu kegiatan, suatu proses atau suatu


aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat
pernyataan baru yang bersifat umum berdasar pada beberapa
pernyataan khusus yang diketahui atau dianggap benar.
2. Penalaran deduktif merupakan cara penarikan kesimpulan yang
bersifat khusus dari hal-hal atau kasus-kasus yang bersifat umum.
3. Pernyataan adalah kalimat yang bernilai benar atau bernilai salah,
tetapi tidak sekaligus bernilai kedua-duanya.

Matematika Dasar 73
4. Kuantor adalah suatu ungkapan yang dibubuhkan pada kalimat
terbuka sedemikian sehingga mengubah kalimat terbuka tersebut
menjadi kalimat tertutup atau pernyataan.
5. Kuantor universal adalah kuantor yang dinyatakan menggunakan
kata setiap atau semua. Lambang kuantor universal adalah  dibaca
“untuk setiap…”.
6. Kuantor eksistensial adalah kuantor yang dinyatakan dengan
menggunakan kata terdapat, ada beberapa atau sekurang-
kurangnya satu. Lambang kuantor eksistensial adalah ∃ dibaca
“terdapat…”, “ada beberapa…” atau “sekurang-kurangnya satu…”.
7. Kalimat majemuk dalam logika meliputi konjungsi, disjungsi.
implikasi, dan biimplikasi.
8. Tautologi adalah pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar
bagaimana pun kemungkinan nilai kebenaran dari komponen-
komponennya.
9. Kontradiksi adalah pernyataan majemuk yang selalu bernilai salah
bagaimana pun kemungkinan nilai kebenaran dari komponen-
komponennya.
10.Argumen yang sah dikenal ada empat bagian diantaranya modus
ponen, tolen, tollendo ponen, dan silogisme.
11.Prinsip induksi sederhana berbunyi sebagai berikut:
Misalkan p(n) adalah proposisi perihal bilangan bulat positif dan
kita ingin membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan
bulat positif n. Untuk membuktikan proposisi ini kita hanya perlu
menunjukkan bahwa:
1. p(1) benar, dan

2. jika p(n) benar, maka p(n + 1) juga benar untuk setiap n 1.


sehingga p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif n.
Langkah 1 dinamakan baris induksi, sedangkan langkah 2
dinamakan langkah induksi.

Matematika Dasar 74
12.Prinsip induksi yang dirapatkan berbunyi sebagai berikut:

Misalkan p ( n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat dan kita

ingin membuktikan bahwa p ( n) benar untuk semua bilangan

bulat
n≥n0 . Untuk membuktikan hal ini, kita hanya perlu

menunjukkan bahwa :

1. p ( n ) benar, dan

2. jika p ( n) benar maka p ( n+1 ) benar untuk setiap


n≥n0

sehingga p ( n ) benar untuk semua bilangan bulat n≥n0 .


13.Prinsip induksi yang kuat berbunyi sebagai berikut:
Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bila nganbulat dan kita
ingin mebuktikan bahwa p ( n ) benar untuk semua bilangan bulat
n ≥ n. Untuk membuktikan kita hanya perlu menunjukkan bahwa:
1. p(n)benar, dan
2. Jika p ¿0), p ¿0+ 1),…. p(n) benar, maka p(n+ 1) juga benar untuk
setiap bilangan bulat n ≥ n0

Sehingga p(n) benar untuk semua bilangan bulat n ≥ n0


14.Definisi untuk induksi secara umum:
Relasi biner “<” pada himpunan X dikatakan terurut dengan baik
(atau himpunan X dikatakan terurut dengan baik dengan “<”) bila
memiliki properti berikut.
(i) Diberikan x , y , z ∈ X, jika x< y dan y < z , maka x < z

(ii) Diberikan x, y ∈ X salah satu dari kemungkinan benar x< y

atau y<x atau x= y

(iii) Jika A adalah himpunan bagian tidak kosong dari X, terdapat

elemen x∈ A sedemikian sehingga x≤ y untuk semua


y∈ A. Dengan kata lain, tetap himpunan bagian tidak kosong

dan X mengandung “elemen terkecil”.

Matematika Dasar 75
SOAL-SOAL LATIHAN

1. Tentukan apakah kalimat berikut merupakan suatu pernyataan


atau bukan pernyataan.
a. Gunung semeru berada di pulau Lombok.
b. Papua Nugini termasuk negara Asean.
c. Marilah kita berenang di Pantai Kuta.

Matematika Dasar 76
d. X adalah bilangan Cacah yang habis dibagi lima.
e. 7 adalah factor dari 63
f. 5 + 3 = 10
g. 6 + a < 12
h. Lukisan itu indah.
2. Tentukan ingkaran pernyataan berikut.
a. 5 + 6 = 11
b. Segitiga lancip adalah segitiga yang memiliki 3 sudut kurang
dari 900.
c. Papan tulis itu berwarna hitam.
d. Belah ketupat memiliki simetri putar timgkat dua.
e. 6 adalah bilangan komposit.
3. Benar atau salahkah pernyataan berikut!
a. ( ∃ x ∈ R) (2x 1 > 5).
b. ( ∃ x) (x ∈ R)  x2 < 0).
c. ( ∀ x) (x ∈ R)  x2 > 0
d. ( ∀ x)(x ∈ R)  x > 0 atau x ¿ 0
4. Tentukan dengan tabel kebenaran pernyataan berikut tautology
atau bukan.
a. [(p  q)  p]  q
b. [(p  q)  ~ p]  p
5. Tentukan hasil dari operasi berikut.
a. Invers-konvers-invers dari implikasi (~ p  ~q)
b. Kontraposisi-konvers dari implikasi (~ q  p)
6. Tentukan masing-masing 2 contoh penarikan simpulan yang
menunjukkan modus ponen, modus tollen, dan silogisme.
7. Tentukan 2 contoh implikasi, selanjutnya tentukan konvers, invers,
dan kontraposisi dari implikasi yang dibuat tersebut.
8. Buatlah 2 contoh pernyataan berkuantor universal dan 2 contoh
berkuantor eksistensial, kemudian tentukan ingkaran dari pernyaan
berkuantor yang dibuat tersebut.

Matematika Dasar 77
9. Premis 1: (p ~ q)  r;
premis 2: ~ r
Tentukan simpulan yang sahih dari kedua premis tersebut dan
tunjukkan dengan tabel kebenaran.
10. Selidiki sah atau tidaknya argumen berikut ini.
a. pq
~r~q
~ r  ~ pq
b. p  r
~r
pq
~p
q
n
11. Temukan rumus untuk menghitung 1/2+1/4+1/8+...+1/2 dengan
memeriksa nilai nilai ekspetasi untuk n yang kecil, lalu gunakan
induksi matematik untuk membuktikan rumus itu.
12. Di dalam sebuah pesta, setiap tamu berjabat tangan dengan tamu
lainnya hanya sekali saja. Buktikan dengan induksi matematik
bahwa jika ada n orang tamu maka jumlah jabat tangan yang
terjadi adalah n(n - 1)/2.
13. Gunakan induksi matematik untuk membuktikan bahwa suatu
himpunan dengan n elemen (n ¿ 2) mempunyai n(n – 1)/2
himpunan bagian yang mengandung 2 elemen.
14. Tunjukkan apa yang salah dari pembuktian di bawah ini yang
menyimpulkan bahwa semuan kuda berwarna sama?
Misalkan p(n) adalah pernyataan bahwa semua kuda di dalam
sebuah himpunan berwarna sama.

Matematika Dasar 78
DAFTAR PUSTAKA

Baskoro, J. T., dkk. 2008. Pemecahan Masalah Matematika . Jakarta:


Dirjen Dikti

Bird, J. 2002. Matematika Dasar. Teori dan Aplikasi Praktis . Edisi Ketiga.
Jarkarta: Erlangga.

Matematika Dasar 79
Budhayanti, Sari, Clara I, dkk. 2008. Pemecahan Masalah Matematika.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.

Nugraha, A. dan Dwiyana, A. S. D. 2007. Dasar-dasar Matematika dan


Sains. Jakarta: Universitas terbuka

Susilo, Frans. 2011. Landasan Matematika. Jakarta: Graha Ilmu.

BAB III
KONSEP DASAR ARITMATIKA

Konsep Kunci
1. Eksponen
2. Akar

Matematika Dasar 80
3. Logaritma
4. Barisan
5. Deret

Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami tentang konsep perpangkatan, akar
bilangan, logaritma, barisan dan deret bilangan.

Indikator Hasil Belajar


Berdasarkan Kompetensi Dasar tersebut, indikator hasil belajar yang
diharapkan adalah mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan eksponen suatu bilangan
2. Menggunakan sifat-sifat eksponen dalam menyelesaikan soal
matematika
3. Menjelaskan akar dari suatu bilangan
4. Menggunakan sifat-sifat akar bilangan dalam menyelesaikan soal
matematika
5. Menjelaskan logaritma suatu bilangan
6. Menggunakan sifat-sifat logaritma dalam menyelesaikan soal
matematika
7. Menjelaskan pengertian barisan bilangan
8. Menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan barisan bilangan
9. Menjelaskan pengertian deret bilangan
10. Menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan deret bilangan

3.1 Eksponen Bilangan Bulat Positif, Negatif, dan Nol


Jika a adalah sebarang bilangan dan n adalah sebarang bilangan
positif, hasil kali dari n faktor a x a x a x ... x a dinotasikan dengan an.
Untuk membedakannya, a disebut basis dan n disebut eksponen.
Jika a dan b adalah sebarang basis dan m dan n adalah sebarang
bilangan bulat positif, maka berlaku sifat-sifat eksponen sebagai berikut.

Matematika Dasar 81
(1) ( a x b ) n = an x b n
(2) am x an = am+n
n
(3) ( a m) =amn
am
n
=am−n ; a≠0
(4) a

a n an
(5)
()
b
= m ; b≠0
b
Apabila n adalah sebarang bilangan rasional, maka berlaku:

(6) a0 =1
1
a−n= ; a≠0
(7) an

Contoh 3.1
1) Nyatakan ke bentuk bilangan bulat berpangkat!
1
a. 75
8
1
b.
()3
Jawaban:
1
5
=7−5
a. 7

1 8 18 1
b.
()3
= 8 = 8 =3−8
3 3

2) Ubahlah bentuk berikut ke bentuk berpangkat positif, kemudian


hitunglah hasilnya!

a. 5−3
−4
b. ( 2−2 )

Matematika Dasar 82
Jawaban:
1 1
5−3 = =
3 125
a. 5
−4 −4
( 2−2 )−4 = 12 1
b.
(2 ) ( ) =
4
=4 4 =256

3.2 Akar Bilangan


n
Akar pangkat n dari a dinotasikan dengan √a , dan disebut
radikal. Bilangan bulat n disebut indeks dari radikal dan a disebut radikan.
Akar bilangan merupakan perpangkatan dengan eksponen bilangan
pecahan, dan secara umum dirumuskan sebagai berikut.
m
n m n
√a =a ; dengan a ≠ 0 dan n ≥ 2

Contoh 3.2
1 1
2 2 2
1) √ 4=4 =( 2 ) =2 (untuk n= 2 tidak perlu dituliskan)
1 1
3 3 3 3
2) √ 27=27 =( 3 ) =3

1. Menyederhanakan Bentuk Akar


Sebuah bentuk akar dapat disederhanakan menjadi perkalian dua
buah bentuk akar suatu bilangan.
Contoh 3.3

√ 8= √ 4 x 2=2 √ 2

2. Operasi Aljabar pada Bentuk Akar


a) Penjumlahan dan pengurangan bentuk akar
Contoh 3.4

1) 5 √3+7 √3=(5+7 ) √3=12 √3

2) 10 √5−5 √5=(10−5 ) √ 5=5 √ 5

Matematika Dasar 83
b)Perkalian bentuk akar
Contoh 3.5

1) √ 5 x √2=√ 10
2) 7 √5 x 6 √ 3=42 √15
c) Pembagian bentuk akar
Contoh 3.6

√36 = 6 =2
√9 3
d)Merasionalkan penyebut pecahan bentuk akar
Merasionalkan penyebut pecahan bentuk akar berarti mengubah
penyebut pecahan yang berbentuk akar menjadi bentuk rasional. Cara
merasionalkan penyebut pecahan bentuk akar adalah dengan
mengalikan pembilang dan penyebut pecahan tersebut dengan bentuk
akar sekawan dari penyebut. Langkah-langkah yang dilakukan adalah
sebagai berikut.
a
1) Bentuk √ b pembilang dan penyebut dikalikan dengan √b
a a b a b a
= × √ = √ = √b
√b √ b √ b b b
c
2) Bentuk a+ √ b pembilang dan penyebut dikalikan dengan akar

sekawan, yaitu a−√ b .

c c a− b
= × √
a+ √b a+ √b a−√ b
c ( a−√ b ) c
= = 2 ( a− √b )
( a+ √ b ) ( a−√ b ) a −b
c
3) Bentuk √a+ √ b pembilang dan penyebut dikalikan dengan akar
sekawan, yaitu √ a− √b .

Matematika Dasar 84
c c a− √ b
= ×√
√ a+ √ b √ a+ √ b √ a− √b
c ( √ a−√ b ) c
= = ( √ a−√ b )
( √ a+ √ b ) ( √ a− √b ) a−b
Contoh 3.7
9 9 6+ √ 3
= ×√
√ 6− √ 3 √ 6− √3 √ 6+ √ 3
9 ( √ 6+ √ 3 )
=
6−3
9 ( √ 6+ √ 3 )
=
3
=3 ( √ 6+ √ 3 )
=3 √ 6+3 √ 3
3.3 Logaritma
Logaritma merupakan kebalikan dari operasi perpangkatan, yaitu
mencari pangkat dari suatu bilangan pokok sehingga hasilnya sesuai
dengan yang telah diketahui.

Misalnya 32 =9 diperoleh bahwa 2 merupakan logaritma 9


3
dengan bilangan pokok 3, dan ditulis 2= log9 . Definisi logaritma: Untuk
a dan b positif serta a≠1 berlaku:
n a
a =b ↔ log b=n .
Keterangan:

 a disebut bilangan pokok atau basis, a>0 dan a≠1 . Jika


10
a=10 maka log x dapat ditulis log x.
 b disebut numerus, b>0 .
 n adalah hasil logaritma.

Berikut ini sifat-sifat logaritma yang digunakan dalam operasi


aljabar bentuk logaritma dan untuk menyederhanakannya.
Sifat Contoh

Matematika Dasar 85
a
log a = 1 9
log 9 = 1
a
log 1 = 0 7
log 1 = 0
a
log ab = b 7
log 79 = 9
a
logbc= c. alog b 4
log23 = 3 x 4log2
a
log (b x c) = alog b + alog c 5
log (6 x 7) = 5log 6 + 5log 7
b 2
a
log c = alog b – alog c 3
log 5 = 3log 2 – 3log 5
a
log b. blog c. clog d = alog d 5
log 7. 7log 3. 3log 4 = 5log 4
log b log 9
7
a
log b = log a log9 = log 7
log a n n log a 4
log 54 4 log 5
5 4
a
n
log a n
= log a
n
= n log a log 5 = log 5
4
= 4 log 5
=1 =1
m
log a m log a 4
log 5 6 6 log 5
5 6
a
n
log a m
= log a
n
= n log a log 5 = log 5
4
= 4 log 5
m 6
= n = 4
n 1 1
2
a
log √ b = n a
log b 3
log √9 = 2 3
log 9

Contoh 3.8
2
1) log 4+ 2 log 8 =...
2
2) log 40−2 log10 =...
3) Diketahui 2log 5 = p dan 2log 3 = q. Bentuk 3log 10 jika dinyatakan
dalam p dan q adalah …

Penyelesaian

1) 2 log4+ 2 log8=2 log ( 4×8 )


¿ 2 log32
=5

2) 2 log40−2 log10=2 log ( 4010 )


¿ 2 log4
=2

Matematika Dasar 86
3) 2log 5 = p dan 2log 3 = q
2
log10 2 log5+ 2 log2 p+1
3 2
= =
log10 = log3 2 log3 q

3.4 Barisan dan Deret Bilangan


Barisan bilangan adalah urutan bilangan-bilangan dengan aturan
tertentu. Setiap bilangan pada barisan disebut dengan suku (U). Bilangan
ke-n pada barisan disebut suku ke-n dan dilambangkan dengan Un. Secara
umum, sebuah barisan bilangan dinyatakan sebagai berikut.

U1, U2, U3, U4, ... Un

Deret bilangan adalah penjumlahan suku-suku pada barisan bilangan.

Sn = U1 + U2 + U3 + ... Un

1) Barisan dan Deret Aritmatika


Barisan Aritmatika
Barisan Aritmatika adalah barisan yang mempunyai beda atau selisih yang
tetap antara dua suku barisan yang berurutan.
Barisan aritmatika memiliki bentuk umum:

U1, U2,U3, . . ., Un atau


a, (a + b), (a + 2b), . . ., (a + (n-1)b)

Rumus suku ke-n:

Un = a + (n-1)b

Keterangan :
a = suku pertama
b = beda atau selisih
Un = suku ke-n

Matematika Dasar 87
Contoh 3.9
1) Tentukanlah rumus suku ke-n dari barisan aritmatika 10, 6, 2, ...
2) Tentukan suku ke-36 dari barisan 6, 10, 14, 18, …
Penyelesaian
1) Barisan aritmatika 10, 6, 2, ...
a = 10, b = 6 – 10 = -4
Rumus Un = a + (n – 1)b
Un = 10 – ( n – 1)(-4)

Un = 10−(−4n+4 )
Un = 10+4n−4

Un = 6+4n
2) Barisan: 6, 10, 14, 18, …

Suku pertama
a=u1 =6

Beda
b=u2 −u1 =10−6=4

U n =a+ ( n−1 ) b
U 36=6+ ( 36−1 ) 4
U 36=6+ 35×4
U 36=146
Jadi, suku ke-36 adalah 146.

Deret aritmatika
Jika suku-suku dari suatu barisan aritmatika dijumlahkan, maka akan
terbentuk deret aritmatika. Bentuk umum deret aritmatika yaitu:
U1 + U2 + U3 + . . . + Un atau
a + (a + b) + (a + 2b) + . . . + (a + (n-1)b)

Rumus jumlah n suku pertama deret aritmatika:

1
Sn = n (a + U n )
2
1
S n = n (2 a + (n - 1)b )
2
Matematika Dasar 88
Keterangan :
Sn = jumlah suku n yang pertama
a = suku awal
Un = suku ke-n

Contoh 3.10
Jika diketahui deret aritmatika 5 + 9 + 13 + ..., maka tentukan jumlah
dua puluh lima suku pertamanya !
Penyelesaian
Deret aritmatika 5 + 9 + 13 + ...
U1 = a = 5
b =9-5=4
1
Sn = n (2 a + (n - 1)b )
2
1
S 25= 25(10+96)
2
¿ 1325

(2) Barisan dan Deret Geometri


Barisan Geometri
Barisan geometri adalah suatu barisan dengan rasio atau perbandingan
yang tetap antara dua suku barisan yang berurutan. Barisan geometri
memiliki bentuk umum: U1, U2,U3, . . ., Un atau
a, ar, ar2, . . ., arn-1
sehingga rumus suku ke-n barisan geometri yaitu:

Un = arn-1

Keterangan :
Un = suku ke n
a = suku awal

Matematika Dasar 89
Un
r = rasio atau perbandingan, r = U n−1

Contoh 3.11
Tentukan tiga suku berikutnya dari setiap barisan geometri 1, 3, 9, 27, ...
Penyelesaian:
9
a = 1, r = 3 =3
Sehingga U5 = arn-1
= 1. 35-1
= 34
= 81
U6 = 1. 35 = 243
U7 = 1. 36 = 729
Jadi tiga suku berikutnya adalah 81, 243, 729.

Deret Geometri
Jika suku-suku dari suatu barisan geometri dijumlahkan, maka akan
terbentuk deret geometri. Bentuk umum dari barisan geometri yaitu:
U1 + U2 + U3 + . . .+ Un atau
a + ar + ar2 + . . .+ arn-1

Rumus jumlah n suku pertama deret geometri adalah:

a(1−r n )
untuk r <1 ,r≠1
Sn = 1−r ,
a( r n −1)
Keterangan :
untuk r >1 ,r ≠1
Sn = r−1
a = suku awal
r = rasio
n = banyak suku
Sn = jumlah n suku yang pertama

Matematika Dasar 90
Contoh 3.12
1) Tentukan jumlah dari barisan 3, 6, 12, 24, 48, ..., U10!
2) Hitunglah jumlah enam suku pertama pada deret geometri 256 – 64 +
16 – …
Penyelesaian
1) a = 3 r=2
Karena r ¿ 1, maka:

a(r n −1 )
Sn =
r−1
3(2n −1)
¿
2−1
¿ 3 ( 2n - 1)
S 10 = 3 ( 210 - 1 )
= 3 ( 1. 024 - 1 )
= 3 ( 1. 023 ) = 3 .069

2) 256 – 64 + 16 - …, deret geometri dengan suku pertama a = 256 dan


1
r=−
rasio 4
a ( 1−r n )
Sn=
( 1−r )
6
1

S6=
( ( ))
256 1− −
4
1
( ( ))
1− −
4
1
S6=
(
256 1−
1024 ) =1023
5 5
4
Jadi, jumlah enam suku pertama deret geometri 256 – 64 + 16 - …

1023
sama dengan 5

Matematika Dasar 91
RANGKUMAN

1. Eksponen suatu bilangan dinotasikan dengan an yang artinya a x a x a


x ... x a sebanyak n. a disebut basis dan n disebut eksponen.
2. Sifat-sifat eksponen sebagai berikut.

Matematika Dasar 92
 ( a x b )n = an x bn
 am x an = am+n
n
 ( a m) =amn
am
n
=am−n ; a≠0
 a

a n an

() b
= m ; b≠0
b
 a0 =1
1
a−n= ; a≠0
 an
3. Akar bilangan merupakan perpangkatan dengan eksponen bilangan
m
n m n
pecahan dan dinotasikan dengan: √a =a .

4. Pada akar bilangan berlaku:


 Pada penjumlahan dan pengurangan bentuk akar berlaku: a √b ± c
√b = ( a ± c ) √b
 Pada perkalian bentuk akar berlaku: a √ b x c √ d = ( ac ) √ bd
√a = a , b>0
 Pada pembagian bentuk akar berlaku: √b b √
5. Logaritma merupakan kebalikan dari operasi perpangkatan, yaitu
mencari pangkat dari suatu bilangan pokok sehingga hasilnya sesuai
n a
dengan yang telah diketahui dan dinotasikan: a =b ⇔ log b=n .
6. Sifat-sifat logaritma adalah sebagai berikut.
n
 log ab=n log a+ n logb
n n n
 log ab= log a+ logb
n n n
 log ab= log a+ logb
n
 log a p = p n log a

Matematika Dasar 93
p
n log a
log a= p
 log n

 n n log a=a

dengan n, p, a, dan b positif serta


n≠1 dan p≠1 .

7. Barisan Aritmatika adalah barisan yang mempunyai beda atau selisih


yang tetap antara dua suku barisan yang berurutan. Rumus suku ke-n
yaitu: Un = a + (n-1)b
8. Deret aritmatika adalah jumlah suku-suku dari suatu barisan

1
aritmatika, rumusnya yaitu: Sn = n (a + Un ).
2
9. Barisan geometri adalah barisan yang mempunyai rasio atau
perbandingan tetap antara dua suku barisan yang berurutan.
Rumusnya yaitu: Un = arn-1.
10.Deret geometri adalah jumlah suku-suku dari suatu barisan geometri,

a( -1) a ( 1- )
rumusnya yaitu: Sn = , untuk r ¿ 1 , dan Sn = , untuk r ¿ 1
r-1 1-r

SOAL-SOAL LATIHAN

Matematika Dasar 94
1
4 2
1. Bentuk pangkat pecahan negatif dari √5 adalah…
6 9 5 5
2. Hasil dari ( √ 3 ) + ( √ 2 ) − ( √ 52 ) adalah…
25
3. Rasionalkanlah penyebut pecahan dari √ 7−√ 2
1 1

3 −12 3 4 2
(m n ) ×( m ) n−1
4. Bentuk sederhana dari √m2 ×n−8 adalah…
−2
( a−2 b 3 ) ×( a5 b−1 )
5. Untuk a=−1 dan b=2 , maka nilai a−1 b−2 adalah…

3 1 1 −1 1 1 1

6. Jika
( )(2
p= x +x x +x 2 3 3 ) dan
(
q= x +x 2

2 )( x+x )
3

p
=. . .
, maka q

8x
y
=32 x y 2
7. Jika 2 dan 4 .2 =32 , maka x + y = ...
5 1
log + 5 log 50
8. Sederhanakan 2
2 8
9. Jika log 3=a , nyatakan logaritma log 3 dalam a
7 2 6
10. Jika log2=a dan log3=b maka log98=...
2 7
11. Hitunglah nilai logaritma log 49 . log128
3+log ( log x )
12. 3 log ( log x 1000 ) = ...
13. Suku ke-13 dari barisan 3, 8, 13, 18, 23, … adalah…
14. Jumlah 10 suku yang pertama dari barisan 4, 7, 10, 13,… adalah…
15. Suku pertama sebuah deret geometri adalah 2 dan rasionya 3. Jika

S n =6560 , maka n = …

Matematika Dasar 95
16. Sebuah tali dibagi menjadi 7 bagian dengan panjang yang membentuk
suatu barisan geometri. Bila panjang tali terpendek 4 cm dan yang
terpanjang 256 cm, maka panjang tali semula adalah…
17. Sebuah deret geometri terdiri dari empat suku dengan rasio positif.
Jumlah dua suku pertama adalah 20 dan jumlah dua suku terakhir
320. Suku ketiga dari deret tersebut adalah …
18. Sebuah bola dijatuhkan dari ketinggian 9 m. Setiap memantul, bola

2
mencapai ketinggian 3 dari ketinggian semula. Panjang lintasan
gerak bola sampai berhenti adalah ...
19. Bu susi mempunyai 4 mobil yang masing-masing berusia 1, 2, 3, dan

1
4 tahun. Harga jual setiap mobiltersebut berkurang menjadi 2 kali
harga jual tahun sebelumnya dan harga awal mobil tersebut Rp.
200.000.000,00, total harga jual mobil-mobil tersebut adalah ...
20. Jika a adalah suku pertama, r adalah rasio, dan Sn = 3(2 n+1 – 2)
adalah jumlah n suku pertama deret geometri, maka nilai a + r adalah
...

Matematika Dasar 96
DAFTAR PUSTAKA

Ayres dan Schmidt. 2006. Schaum’s Easy Outlines: Matematika


Universitas. Jakarta: Erlangga

Munir, R. 2012. Matematika Diskrit. Bandung: Informatika Bandung.

Purcell dan Varberg. 1994. Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid I Edisi 5 .
Jakarta: Erlangga

Siswanto. 2009. Theory and Application Mathematics 2. Solo: PT Tiga


Serangkai Pustaka Mandiri

Suarjana dan Japa. 2015. Buku Ajar Matematika. Undiksha (tidak


diterbitkan)

Matematika Dasar 97
BAB IV
KONSEP DASAR ALJABAR

Konsep Kunci
1. Persamaan
2. Pertidaksamaan
3. Sistem Persamaan Linear

Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami tentang konsep persamaan,
pertidaksamaan, dan sistem persamaan linear.

Indikator Hasil Belajar


Berdasarkan Kompetensi Dasar tersebut, indikator hasil belajar yang
diharapkan adalah mahasiswa dapat:
1. Membedakan persamaan linear dan persamaan kuadrat
2. Menentukan penyelesaian persamaan linear
3. Menentukan penyelesaian persamaan kuadrat
4. Membedakan pertidaksamaan linear dan pertidaksamaan kuadrat
5. Menentukan penyelesaian pertidaksamaan linear
6. Menentukan penyelesaian pertidaksamaan kuadrat
7. Menentukan penyelesaian sistem persamaan linear

Matematika Dasar 98
4.1 Pengertian Persamaan
Pada pembahasan bab sebelumnya tentang logika, dijelaskan
bahwa terdapat dua jenis kalimat dalam matematika yaitu kalimat terbuka
dan kalimat tertutup yang diistilahkan dengan preposisi. Kalimat terbuka
memiliki ciri yaitu memuat variabel meskipun bisa saja kalimat matematika
yang mengandung variabel merupakan suatu kalimat tertutup. Sebelum
diperkenalkan tentang definisi persamaan dalam matematika, perhatikan
contoh 4.1 berikut.
Contoh 4.1
2x + 5 = 0
Bentuk 2x + 5 dinamakan bentuk aljabar. 2x + 5 terdiri dari dua suku
yaitu 2x dan 5. Selanjutnya diingatkan kembali tentang definisi variabel,
koefisien, dan konstanta. Variabel adalah sebuah lambang pengganti yang
nilainya belum diketahui dan dinotasikan dengan huruf kecil, seperti: x, y,
a, u, dll. Konstanta merupakan suku aljabar yang tidak memuat variabel,
sedangkan koefisien adalah angka yang merupakan faktor konstanta dari
suku yang memuat variabel. Pada 2 x + 5 = 0, x merupakan variabel, 5
merupakan konstanta, dan 2 merupakan koefisien.
Kalimat terbuka 2x + 5 = 0 pada contoh 4.1 memuat tanda “=”.
Oleh karena itu didapatkan definisi persamaan matematika yaitu suatu
pernyataan (preposisi) atau kalimat terbuka yang menyatakan hubungan
sama dengan antara ruas kiri dan ruas kanan dan dibatasi dengan tanda
“=”. Contoh-contoh persamaan:

Contoh 4.2
2x – 6 = 4 – 3x
a2 + 3a = 4
Menyelesaikan suatu persamaan merupakan suatu proses mencari suatu
bilangan sehingga persamaan tersebut menjadi pernyataan yang benar.
Sehingga bilangan tersebut disebut sebagai penyelesaian dari persamaan

Matematika Dasar 99
tersebut. Himpunan dari semua penyelesaian disebut himpunan
penyelesaian.
Pada contoh 4.2 perlu dicari nilai variabel sehingga kedua sisi pada
persamaan memiliki nilai yang sama. Nilai-nilai tersebut dinamakan solusi
atau penyelesaian dari suatu persamaan. Sedangkan himpunan yang
memuat semua penyelesaian itu disebut dengan himpunan penyelesaian
yang dinotasikan dengan “HP”. Solusi dari persamaan 2x – 6 = 4 – 3x
adalah x = 2, dan solusi dari a2 + 3a = 4 adalah a = 1 dan y = -4.
Penjelasan mencari solusi dari kedua persamaan tersebut akan dipaparkan
pada bagian selanjutnya.

4.2 Persamaan Linier


Persamaan linier adalah suatu persamaan yang pangkat tertinggi
pada variabelnya yakni satu. Pada buku ini spesifik membahas persamaan
linear satu variabel yaitu persamaan linear yang memiliki satu variabel dan
pangkat tertinggi variabelnya berpangkat satu. Persamaan ini dikatakan
linear sebab hubungan matematis ini dapat digambarkan sebagai garis
lurus dalam sistem koordinat kartesius. Oleh karena itu, dalam
pembahasan selanjutnya kalimat “persamaan linear” yang dimaksudkan
adalah persamaan linear satu variabel. Secara simbolik, persamaan linier
memiliki bentuk umum:

ax +b=0 ; a, b  R dan a≠0

Contoh 4.3
2 x +5=0
3
=15
a
1
b+5 b=10
3
Konsep yang perlu dipahami dalam persamaan linier yakni jika
kedua ruas dalam suatu persamaan dikurangi, ditambah, dikali, dibagi

Matematika Dasar 100


dengan suatu bilangan yang sama sama maka hal tersebut tidak akan
merubah nilai kebenaran dari persamaan tersebut.

Menyelesaikan Persamaan Linier


Ada dua cara untuk menentukan penyelesaian dan himpunan
penyelesaian dari suatu persamaan linier satu variabel, yaitu:
1) Substitusi
2) Mencari persamaan-persamaan yang ekuivalen.
Suatu persamaan dapat dinyatakan ke dalam persamaan yang
ekuivalen, dengan cara:
 Menambah atau mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang
sama.
 Mengalikan atau membagi kedua ruas dengan bilangan bukan nol
yang sama.
Contoh 4.4
Selesaikan persamaan 3x – 1 = 14; jika x merupakan anggota himpunan
P = (4,5)!
Penyelesaian

3x – 1 = 14 x∈ P = (4,5)
1) Cara substitusi
3x -1 = 14; jika x = 4, maka 3(4) -1 = 11 (salah)
3x -1 = 14; jika x = 5, maka 3(5) -1 = 14 (benar)
Jadi, penyelesaian dari 3x – 1 = 14 adalah 5.
2) Mencari persamaan-persamaan yang ekuivalen

Persamaan Operasi Hitung Hasil


A 3x – 1 = 14 Kedua ruas ditambah 3x – 1 + 1 = 14 +1
1 3x = 15
B 3x = 15 Kedua ruas dikalikan 3x = 15
1/3 x=5
C x=5

Matematika Dasar 101


Dari tabel di atas, bila x = 5, disubtisusikan pada (a), (b), dan (c) maka
persamaan tersebut menjadi suatu kesamaan.
 3x – 1 = 14
3 (5) – 1 = 14
14 = 14 (ekuivalen)
 3x = 15
15 = 15 (ekuivalen)
 x=5
5 = 5 (ekuivalen)
Berarti 3x – 1 = 14 dan 3x = 15 merupakan persamaan yang ekuivalen.

Contoh 4.5
1 1 3 5
Selesaikan x− = x +
3 2 4 6
Penyelesaian
1 1 3 5
x− = x +
3 2 4 6
4 x−6=9 x +10
−5 x=16
16
x=−
5
Contoh 4.6
Suatu persegi panjang mempunyai ukuran panjang (3x + 4) cm dan lebar
(2x + 3) cm. jika keliling persegi panjang 44 cm maka panjang dan
lebarnya berturut-turut adalah . . .

Penyelesaian
Keliling persegi panjang adalah jumlah dari panjang sisi-sisinya (K = 2p +
2l. Berdasarkan soal diatas, maka persegi panjang tersebut seperti
gambar dibawah ini:

Matematika Dasar 102


(3x + 4) cm

K = 44 cm (2x + 3) cm

Keliling persegi 44 cm, maka berlaku:


K = 44
2p + 2l = 44
2(3x + 4) + 2(2x + 3) = 44
6x + 8 + 4x +6 = 44
10x + 14 = 44
10 x + 14 = 44 (kedua ruas dikurangi 14)
10x = 30 (kedua ruas dibagi 10)
x =3
Substitusikan x = 3 pada panjang dan lebar yang sudah diketahui
Panjang persegi panjang: Lebar persegi panjang:
p = 3x + 4 l = 2x + 3
= 3(3) + 4 = 2(3) + 3
=9+4 =6+3
= 13 cm = 9 cm
Jadi, panjang dan lebar persegi panjang berturut-turut adalah 13 cm dan
9 cm.

4.3 Persamaan Kuadrat


Persamaan kuadrat adalah suatu persamaan yang pangkat teringgi
dari variabelnya yakni dua. Bentuk umum persamaan kuadrat adalah:

2
ax +bx +c=0 ; a , b , c ∈ R dan

Matematika Dasar 103


Menyelesaikan persamaan kuadrat berarti mencari harga x yang
memenuhi persamaan kuadrat tersebut. Solusi dari suatu persamaan

kuadrat juga disebut sebagai akar dari persamaan kuadrat. Jika


x 1 dan

x2 adalah akar-akar dari persamaan kuadrat, maka


x1 dan
x2

dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut.


a) Aturan faktor nol
Cara ini menyatakan bahwa hasil kali sembarang bilangan dengan
bilangan nol adalah nol. Cara ini menyatakan bahwa hasil kali sebarang
bilangan dengan bilangan nol adalah nol. Misalkan 2 × 0 = 0, 0 × 9 = 0
atau 0 × 0 = 0. Jadi, jika hasil kali dua bilangan sama dengan nol maka
salah satu atau kedua bilangan tersebut adalah nol. Secara simbolik
dinyatakan bahwa jika ab = 0 maka a = 0 atau b = 0. Kata atau pada ”a
= 0 atau b = 0” berarti bahwa salah satu dari a atau b sama dengan nol
atau bisa jadi kedua-duanya sama dengan nol.
Contoh 4.6

Tentukan HP dari 4 x 2 −32 x=0


Penyelesaian

4 x 2 −32 x=0 diubah menjadi 4 x ( x−8 ) dengan aturan faktor nol akan
diperoleh 4x = 0 atau x – 8 = 0. Sehingga diperoleh x = 0 atau x = 8.
Jadi, HP = {0,8}
Secara umum, dengan menggunakan aturan faktor nol seperti di
2
atas, persamaan kuadrat berbentuk ax +bx +c=0 dapat diubah

menjadi berbentuk ( x−x 1 )( x − x2 )=0 dengan


x1 atau
x2 adalah
akar-akar persamaan kuadrat.

Contoh 4.7
2
Tentukan himpunan penyelesaian dari: x – 5x + 6 = 0
Penyelesaian

Matematika Dasar 104


2
Persamaan kuadrat x – 5x + 6 = 0 dapat diubah menjadi ( x – 2)(x – 3)
= 0.
Dengan menggunakan aturan faktor nol diperoleh:
(x – 2) = 0 atau (x – 3) = 0.

dari (x – 2) = 0 diperoleh x 1 = 2; dan

(x – 3) = 0 diperoleh x 2 = 3;
sehingga HP = {2, 3}
b)Melengkapkan Bentuk Kuadrat
Bila menggunakan cara melengkapkan bentuk kuadrat berarti
terlebih dahulu harus mengubah persamaan kuadrat menjadi bentuk
kuadrat tidak lengkap sedemikian sehingga persamaan tersebut dapat

dibentuk menjadi ( x+ p )2=q , sehingga x+ p=±√ q selanjutnya


dapat ditentukan akar-akar persamaan kuadrat tersebut.
Contoh 4.8

Tentukan Hp persamaan kuadrat x 2−6 x +5=0 !


Penyelesaian

x 2−6 x +5=0
x 2−6 x=−5
x 2−6 x +9=−5+9
( x−3 )2 =4
x−3=±√ 4
x−3=√ 4 atau x−3=−√ 4
x−3=2 atau x−3=−2
x=5 atau x=1
Jadi, HP = {5,1}

c) Menggunakan rumus abc


2
Persamaan kuadrat ax +bx +c=0 , dengan bantuan cara
melengkapkan kuadrat dapat ditentukan akar-akarnya dengan rumus:

Matematika Dasar 105


−b± √ D
x 12=
2a
−b± √ b 2 −4 ac
x 12=
2a
Catatan:

 Bila D>0 persamaan kuadrat memiliki dua akar real yang berlainan.

 Bila D=0 persamaan kuadrat memiliki dua akar real yang sama
(kembar).

 Bila D<0 persamaan kuadrat tidak memiliki akar real.

Contoh 4.9

Tentukan jenis akar persamaan kuadrat x 2 +5 x+ 2=0 tanpa


menyelesaikan persamaan lebih dahulu!
Penyelesaian
a=1,
b=5 ,
c=2
D=b 2−4 ac
¿ 52 −4 . 1. 2
¿ 25−8
¿ 17
2
Ternyata D>0 . Jadi, persamaan x +5 x+ 2=0 memiliki dua akar
real yang berbeda.

Contoh 4.10
Jika persamaan 18x2 – 3px + p = 0 mempunyai akar kembar. Tentukan
nilai p.
Penyelesaian
Memiliki akar kembar berarti D = 0

Matematika Dasar 106


D=0
(−3 p )2−4 (18 ) p=0
9 p2 −72 p=0
p( p−8 )=0
p=0 atau p=8
jadi nilai p yang memenuhi adalah 0 dan 8

Jumlah dan Hasil Kali Akar-Akar Persamaan Kuadrat


Jika x1 dan x2 adalah akar-akar persamaan kuadrat ax2 + bx + c = 0,
maka

b
x 1 + x 2=−
a
c
x 1. x 2=
a

Sehingga persamaan kuadrat yang akar-akarnya adalah x1 dan x2 bisa


dituliskan dalam bentuk:
2
x −( x1 + x 2 ) x+ x1 . x 2=0

Hubungan antara x1, x2, a, b, dan c pada persamaan kuadrat


a x 2 + bx + c = 0 yang lainnya

D
x1  x 2 
a
2 2
x1  x 2  ( x1  x 2 ) 2  2 x1 x 2
2 2
x1  x 2  ( x1  x 2 )( x1  x 2 )
3 3
x1  x 2  ( x1  x 2 ) 3  3 x1 x 2 ( x1  x 2 )
3 3
x1  x 2  ( x1  x 2 ) 3  3 x1 x 2 ( x1  x 2 )
4 4 2 2
x1  x 2  ( x1  x 2 ) 2  2( x1 .x 2 ) 2

Matematika Dasar 107


Contoh 4.11
Diketahu x1 dan x2 merupakan akar-akar persamaan kuadrat: 2x2 + 5x +

1 1
+
6 = 0. Tentukanlah nilai dari x 1 x2 .
Penyelesaian

1 1 x 2+ x1
+ =
x1 x2 x1 x2
b

a
¿
c
a
b
¿−
c
5
¿−
6
1 1 5
+
Jadi nilai dari x 1 x2 adalah − 6

Contoh 4.12
Jika p ≠ 0 dan akar-akar persamaan x2 + px + q = 0 adalah p dan q.
Tentukanlah p2 + q2.
Penyelesaian
q
p. q= ↔ p . q=q sehingga
1
q
p= =1
q
p+q=− p ↔q=−2 p sehingga
q=−2(1)=−2
jadi, p 2 +q 2=12 +(−2)2 =5

Contoh 4.13
x1 dan x2 adalah akar-akar pesamaan 3x2 – 4x – 2 = 0, tentukanlah nilai
dari:

Matematika Dasar 108


x12 + x22.
Penyelesaian
4
x 1 + x 2=
3
2
x 1 . x 2 =−
3
Untuk mencari nilai dari x12 + x22 digunakan persamaan:
( x1 + x 2 )2 = x 2+ 2 x 1 x 2+ x 2
1 2

Sehingga,

x 2 + x 2 =( x 1 + x2 )2 −2 x 1 x 2
1 2
2
¿ (34 ) −2 (−23 )
16 4
¿ +
9 3
16+12
¿
9
28
¿
9
28
Jadi nilai dari x12 + x22 adalah 9 .

4.4 Pengertian Pertidaksamaan


Pertidaksamaan merupakan kalimat terbuka yang menggunakan

lambang “ ¿ ,>,≤,≥ ”. Pertidaksamaan terdiri dari dua jenis yaitu


pertidaksamaan linear dan pertidaksamaan kuadrat.
4.5 Pertidaksamaan linier
Pertidaksamaan linear adalah pertidaksamaan yang variabelnya
paling tinggi berderajat satu, yang dihubungkan oleh lambang

¿,>,≤,dan≥ . Sama halnya dengan persamaan linear, pada buku ini yang
dibahas terbatas pada pertidaksamaan linear satu variabel yaitu
pertidaksamaan yang variabelnya hanya satu dan berderajat satu. Contoh
pertidaksamaan linear:

Matematika Dasar 109


Contoh 4.14
5x – 2 < 8
x+3≥7

Sifat-sifat pertidaksamaan, yaitu :

 a>b ⇔ a±c> b±c ; c bilangan real


Berarti menambah atau mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang
sama tidak mengubah pertidaksamaan.

 a>b ⇔ ac> bc , jika c > 0


Berarti mengalikan kedua ruas dengan bilangan positif yang sama
tidak mengubah pertidaksamaan.

 a>b ⇔ ac< bc , jika c < 0


Berarti arah pertidaksamaan menjadi berubah jika kedua sisi dikalikan
atau dibagi dengan bilangan negatif yang sama.

Contoh 4.15
Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan 3 x – 1 < x + 3;
dengan x variabel pada himpunan bilangan cacah.
Penyelesaian
3x – 1 < x + 3
3x – x < 3 + 1
2x < 4 
x<2
Jadi, penyelesaiannya adalah semua bilangan cacah yang kurang dari 2
atau
HP = {0, 1}

Contoh 4.16
Tentukanlah himpunan penyelesaian pertidaksamaan linear
7 x−5<5 x+ 3 !

Matematika Dasar 110


Penyelesaian
5 x−5<7 x+ 3⇔5 x−7 x <3+5
2 x <8
8
x<
2
x> 4
Jadi nilai yang memenuhi adalah setiap x > 4; x  R
Representasi grafisnya (digambarkan pada garis bilangan) ditunjukkan
pada gambar berikut.

atau

Contoh 4.17
Tentukan himpunan penyelesaian dari 2x – 5 ≤ 6x + 3.
Penyelesaian
2x – 6x ≤ 3 + 5
– 4x ≤ 8
8

x≥ 4
x≥–2
Jadi, HP = {x | x ≥ – 2, x  R}

-2

Perhatikan representasi grafis pada contoh 4.16 dan 4.17. Pada kedua
contoh tersebut terdapat simbol () dan (o) yang biasanya digunakan
untuk menggambarkan batas-batas interval pada garis bilangan.

Matematika Dasar 111


 (lingkaran penuh) : bilangan pada tanda ini termasuk ke dalam interval
o (lingkaran kosong): bilangan pada tanda ini tidak termasuk ke dalam
interval.

4.6 Pertidaksamaan Kuadrat


Pertidaksamaan kuadrat adalah pertidaksamaan yang derajat
tertinggi dari variabelnya adalah dua. Seperti halnya persamaan kuadrat,
pertidaksamaan dapat ditulis dalam bentuk umum sebagai berikut.

ax 2 +bx +c≥0 atau


ax 2 +bx +c≤0 atau
ax 2 +bx +c >0 atau
ax 2 +bx +c <0
a , b , c ∈ R dan a≠0

Untuk menyelesaikan pertidaksamaan kuadrat dilakukan langkah-langkah


sebagai berikut.
Langkah pertama
Kumpulkan suku aljabar pertidaksamaan di ruas kiri sehingga ruas kanan
menjadi nol.
Langkah kedua
Ganti tanda pertidaksamaan menjadi tanda kesamaan sehingga menjadi
persamaan kuadrat. Selesaikan persamaan kuadrat tersebut sehingga
dihasilkan akar-akar persamaan kuadrat yang juga disebut titik kritis. Titik
kritis ini akan membagi garis bilangan menjadi beberapa interval.
Langkah ketiga
Ambil sembarang titik uji pada interval untuk menentukan tanda dari tiap
interval. Dengan menggunakan tanda dalam tiap interval, tentukan
penyelesaian pertidaksamaan. Tanda yang biasa digunakan adalah (+)
untuk nilai positif dan (–) untuk nilai negatif. Oleh karena tanda dalam

Matematika Dasar 112


setiap interval selalu sama, untuk setiap interval cukup diuji satu nilai
variabel saja.

Contoh 4.18

Tentukan himpunan penyelesaian pertidaksamaan 2 x 2 −x−3> 0


untuk x  R
Penyelesaian

2 x 2 −x−3>0
2 x 2 −x−3=0
( 2 x−3 )( x +1 )=0
2 x −3=0∨x+1=0
2 x −3=0 atau x +1=0
3
x= atau x=−1
2
Pada interval:
3
x>
 2 , ambil misalnya x = 2 sehingga 2 x 2 −x−3 = 2(4) – 2 – 3
= 3 (+)
3
−1< x<
 2 , ambil misalnya x = 0 sehingga 2 x 2 −x−3 = 2(0) – 0
– 3 = – 3 (–)
2
 x<−1 , ambil misalnya x = – 2 sehingga 2 x −x−3 = 2(4) + 2 –
3 = 7 (+)
Jika direpresentasikan dalam bentuk grafis, maka diperoleh:

+ – +

-1 3
2

3
2 x>
Dengan demikian, penyelesaian dari 2 x −x−3> 0 adalah 2

atau x<−1 .

Matematika Dasar 113


3
x>
Himpunan penyelesaiannya yaitu HP = {x| 2  x<−1 , x R}

Contoh 4.19
2
x −3 x−4
<0
Tentukan nilai x yang memenuhi pertidaksamaan 6 x−4 .
Penyelesaian :
x 2 −3 x−4
<0
6 x−4
x 2 −3 x−4
=0
6 x−4
2
x 2 −3 x−4=0; x≠
3
2
( x−4 )( x +1)=0 ; x≠
3
2
x=4 , x=−1 , x≠
3

– + – +
-1 2 4
3

2
< x <4 , x ∈ R
Jadi, HP = {x | x < –1  3 }

4.7 Pertidaksamaan Harga Mutlak


Pertidaksamaan nilai mutlak merupakan jenis pertidaksamaan yang
mengandungnilai mutlak. Nilai mutlak menghitung jarak suatu angka dari
0—misal, x. mengukur jarak x dari nol. Pertidaksamaan nilai mutlak ialah
sebuah perbandingan ukuran dua objek atau lebih yang selalu bernilai
positif.
Nilai mutlak suatu bilangan real x ialah jarak antara bilangan itu
dengan nol pada garis bilangan. Dan digambarkan dengan │x│. Secara
formal nilai mutlak didefinisikan sebagai berikut :

Matematika Dasar 114


∣x∣ =

Sedangkan sifat-sifat pertidaksamaan nilai mutlak adalah:

x  x2
1.
x  a  x   a atau x  a
2.
x  a  x  a atau x  a
3.
x  a  a  x  a
4.
x  a  a  x  a
5.

4.8 Sistem Persamaan Linear


Sistem persamaan adalah gabungan atau sekumpulan beberapa
buah persamaan dengan dua atau tiga variabel. Pada buku ini, sistem
persamaan yang dibahas terbatas pada sitem persamaan linear dua
variabel yaitu sistem persamaan yang terdiri dari dua buah persamaan
linear dengan dua variabel (misalnya x dan y) berpangkat satu. Sistem
persamaan linear dua variabel (SPLDV) memiliki bentuk umum:

ax +by=c
px+ qy=r
dengan a, b, c, m, n  R

Menyelesaikan penyelesaian SPLDV adalah mencari pasangan bilangan


(x,y) yang memenuhi kedua persamaan linear. Untuk menentukan
penyelesaian SPLDV dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Metode Substitusi
Langkah-langkah menggunakan metode ini adalah sebagai berikut.

Matematika Dasar 115


 Tulis salah satu persamaan menjadi y = ... atau x = ...
 Substitusi (masukkan) ke persamaan kedua.
2. Metode eliminasi
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
 Mengeliminasi variabel x, sehingga didapat nilai y.
 Mengeliminasi variabel y, sehingga didapat nilai x.
3. Metode gabungan
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
 Carilah nilai x atau nilai y dengan mengiliminasi variabel x atau y.
 Substitusikan x atau y yang diperoleh ke salah satu persamaan.
Contoh 4.20
Tentukan himpunan penyelesaian dari SPLDV di bawah ini menggunakan
metode substitusi.

{ x+2y=8¿¿¿¿
Penyelesaian
x+2 y =8
x=8−2 y
Substitusikan persamaan x = 8 – 2y ke persamaan 2x – y = 6 sehingga
menjadi:
2 x − y=6
2 ( 8−2 y )− y =6
16−6=4 y + y
10=5 y
y=2
x=8−2 y =8−2 ( 2 ) =4
Jadi HP = { ( 4,2 ) }

Contoh 4.21
Tentukan himpunan penyelesaian SPLDV di bawah ini menggunakan
metode eliminasi.

Matematika Dasar 116


{ x+2y=4¿¿¿¿
Penyelesaian
- Mengeliminasi variabel x

x+2y=4¿x−y=1¿
y=3
- Mengeliminasi variabel y

x+2 y =4 x1 x+2 y =4
x− y=1 x2 2 x −2 y =2
+
3x = 6
x=2
Jadi, HP = { (−2,3 ) }
Contoh 4.22

Tentukan himpunan penyelesaian dari SPLDV di bawah ini dengan metode


gabungan.

2x + 2y = 1

2x + 3 y = 6

Penyelesaian
- Mengeliminasi variabel x
2x + 2y = 1
2 x + 3 y =- 6
-y = -5
y=5

- Subtitusi y = 5 ke salah satu persamaan menjadi:


2 x+2 y=1
2 x+2 ( 5 )=1

Matematika Dasar 117


2 x =10+1
x =

11
Jadi, HP =
{( )}
2
,5

RANGKUMAN

1. Persamaan adalah suatu pernyataan bahwa dua buah ekspresi


matematis adalah sama.
Persamaan linier adalah suatu persamaan yang pangkat tertinggi pada
variabelnya yakni satu. Bentuk umum persamaan linier satu variabel
adalah:
ax + b = 0, a ≠ 0
Persamaan kuadrat adalah suatu persamaan yang pangkat teringgi
dari variabelnya yakni dua. Bentuk umum persamaan kuadrat adalah:

ax 2 +bx+c=0 dengan a ,b,c ∈ R dan a≠0

2. Untuk menentukan penyelesaian dan himpunan penyelesaian dari


suatu persamaan linier satu variabel bisa dilakukan dengan dua cara
yaitu: substitusi dan mencari persamaan-persamaan yang ekuivalen.

3. Menyelesaikan persamaan kuadrat berarti mencari nilai x yang


memenuhi persamaan kuadrat tersebut. Ada tiga cara yang bisa
dilakukan yaitu: memfaktorkan, melengkapkan kuadrat sempurna, dan
rumus abc.

4. Pertidaksamaan merupakan kalimat terbuka yang menggunakan

lambang “ ¿,>,≤,≥ ”

Matematika Dasar 118


Pertidaksamaan linear adalah pertidaksamaan yang variabelnya paling
tinggi berderajat satu.
Pertidaksamaan kuadrat adalah pertidaksamaan yang derajat tertinggi
dari peubahnya adalah dua.
Pertidaksamaan harga mutlak didefinisikan sebagai

∣x∣ =
5. Menentukan himpunan penyelesaian pertidaksamaan linear dilakukan
dengan mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

 a>b ⇔ a±c> b±c ; c bilangan real

 a>b ⇔ ac> bc , jika c > 0

 a>b ⇔ ac< bc , jika c < 0

6. Menentukan himpunan penyelesaian pertidaksamaan kuadrat dilakukan


dengan cara:
 Mengelompokkan suku aljabar di ruas kiri, sehingga ruas kanan nol.
 Mengubah tanda ketaksamaan menjadi tanda kesamaan.

 Mencari titik kritis yaitu akar-akar persamaan kuadrat (misal


x1

dan
x 2 ).

 Menempatkan titik kritis pada garis bilangan dan mencari


penyelesaian.

7. Sistem persamaan adalah dua buah persamaan atau lebih dengan dua
atau tiga buah peubah yang hanya mempunyai satu penyelesaian.
Menyelesaian sistem persamaan linear bisa dilakukan dengan tiga
metode yaitu metode substitusi, eliminasi, dan gabungan.

Matematika Dasar 119


SOAL – SOAL LATIHAN

2x+1
=6x+ 11
1. Himpunan penyelesaian dari 3 , x  R adalah….

2. Nilai x yang memenuhi persamaan


( 31 )=2(5 x− 41 )
6 4 x+
adalah …
1 1
3 ( 2 x+ )=4 (3 x− )
3. Nilai x yang memenuhi persamaan 3 2 adalah …

4. Penyelesaian dari 4 x −5 ( 2 x−1 ) +7≥0 adalah …


3x- 1
5. Jika pertidaksamaan 2x – 3a > + ax . Mempunyai penyelesaian x > 5, maka
2
nilai a adalah...
1 4
( x−4 ) <4 + x
6. Penyelesaian dari 2 5 adalah …
3 x +1
< 2 x +3
7. Bentuk sederhana dari 5 adalah …
3 x−4 2 x−3
− ≤4
8. Penyelesaian 2 3 adalah …
9. Akar-akar persamaan kuadrat x 2 + ax – 4 = 0 adalah p dan q. jika p 2
– 2pq + q2 = 8a maka nilai a =…
10. Akar-akar persamaan x2 + (a – 1)x + 2 = 0 adalah α dan β. Jika α =
2β dan a > 0 maka nilai a adalah …
11. Persamaan kuadrat x2 - (p + 3)x + 2m + 12 = 0 mempunyai akar-
akar α dan β. Jika α = 3β nilai p yang memenuhi adalah …

Matematika Dasar 120


12. Jika x1 dan x2 merupakan akar persamaan x2 - ( a - 1 ) x + a = 0 nilai
3 3
stasioner dari x1 + 3 x 1 x2 + x 2dicapai untuk a = ...
13. Suatu kolam renang berbentuk persegi panjang akan dibuat dengan
keliling 30 cm. Jika luas kolam renang paling sedikit 50 m 2. Maka
interval panjang kolam renang (dalam meter) yang memenuhi syarat
tersebut adalah…
14. Harga sepasang sepatu adalah 3 kali harga sepasang sandal. Harga 2
pasang sepatu dan 4 pasang sandal adalah Rp 500.000,00. Harga
sepasang sepatu adalah …
15. Ali membeli 12 baju dengan harga Rp 336.000,00. Bila Budi akan
membeli 18 baju yang sama dengan baju yang dibeli Ali, maka Budi
harus membayar sebesar …
16. Keliling suatu persegi panjang 64 cm. Sedangkan panjangnya 6 cm
lebih dari lebarnya. Maka ukuran panjangnya dan lebarnya adalah …
17. Sebuah peluru ditembakkan ke atas. Setelah t detik, tinggi peluru itu x
2
meter, dengan ditentukan oleh persamaan x = 20t - 5 t . Pada saat
x > 15, tentukan interval t-nya.
18. Harga 8 buah buku tulis dan 6 buah pensil Rp 14.400,00. Harga 6
buah buku tulis dan 5 buah pensil Rp 11.200,00. Jumlah harga 5 buah
buku tulis dan 8 buah pensil adalah …
19. Perbandingan dua bilangan x dan y adalah 5 : 3, sedangkan selisihnya
adalah 48. Jumlah bilangan x dan y adalah …

20. Perhatikan gambar segitiga di bawah ini!

4x + 1
3
x

2x + 6

Matematika Dasar 121


Jika keliling segitiga tidak lebih dari 70 , maka nilai x adalah …

DAFTAR PUSTAKA

Ayres dan Schmidt. 2006. Schaum’s Easy Outlines: Matematika


Universitas. Jakarta: Erlangga

Munir, R. 2012. Matematika Diskrit. Bandung: Informatika Bandung.

Purcell dan Varberg. 1994. Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid I Edisi 5 .
Jakarta: Erlangga

Siswanto. 2009. Theory and Application Mathematics 2. Solo: PT Tiga


Serangkai Pustaka Mandiri

Suarjana dan Japa. 2015. Buku Ajar Matematika. Undiksha (tidak


diterbitkan)

Matematika Dasar 122


BAB V
RELASI DAN FUNGSI

Konsep Kunci
1. Relasi
2. Fungsi

Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menguasai pengetahuan tentang relasi dan fungsi.

Indikator Hasil Belajar


Berdasarkan Kompetensi Dasar tersebut, indikator hasil belajar yang
diharapkan adalah mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian relasi.
2. Memberi contoh relasi.
3. Menentukan sifat-sifat relasi.
4. Menggambarkan relasi dengan grafik.
5. Menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan
relasi.
6. Menjelaskan tentang pengertian fungsi.
7. Memberi contoh fungsi.
8. Menentukan jenis-jenis fungsi.
9. Menggambarkan grafik fungsi.
10. Menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan
fungsi.

Matematika Dasar 123


5.1 Pengertian Relasi
Relasi menyatakan hubungan antara dua himpunan dengan aturan
tertentu. Cara yang paling mudah menyatakan hubungan antara elemen
dari dua himpunan adalah dengan himpunan pasangan terurut yang
sudah dibahas pada BAB I mengenai himpunan. Himpunan pasangan
terurut diperoleh dari perkalian kartesian antara dua himpunan.
Perkalian kartesian dari himpunan A dan B adalah himpunan yang
elemennya semua pasangan terurut yang mungkin terbentuk dengan
komponen pertama dari himpunan A dan komponen kedua dari himpunan
B.

Notasi: A x B = {(a,b)| a  A dan


b  B}
Relasi biner R antara A dan B adalah himpunan bagian dari A x B.
R ⊂ (A x B)

Jika (a,b)  R, kita gunakan notasi a R b yang artinya a dihubungkan


dengan b oleh R, dan jika (a,b)  R, kita gunakan notasi a Ɍ b yang
artinya a tidak dihubungkan oleh b oleh relasi R.
Contoh 5.1

Misalkan A = { 2,4,6 } dan B = { 2,4,6,8,10, 11 } .


Perkalian kartesian antara A dan B menghasilkan himpunan pasangan
terurut yang jumlah anggotanya 18 buah, yaitu:
A x B={(2,2),(2,4),(2,6),(2,8),(2,10),(2,11),(4,2),(4,4),(4,6),
(4,8),(4,10),(4,11),(6,2),(6,4),(6,6),(6,8),(6,10),(6,11)}.
Jika didefinisikan relasi R dari A ke B dengan (a,b)  R jika a faktor dari
b, maka diperoleh:

Matematika Dasar 124


R= { ( 2,2 ) , ( 2,4 ) , ( 2,6 ) , ( 2,8 ) , ( 2 ,10 ) , ( 4,4 ) , ( 4,8 ) , ( 6,6 ) }

Pasangan terurut pada relasi dari himpunan A ke himpunan B dapat


digambarkan dengan diagram panah. Jika (a,b)  R, gambarkan panah
dari a ke b yang menyatakan a berelasi dengan b. Diagram panah untuk
contoh 5.1 di atas adalah sebagai berikut.

Gambar 5.1 Diagram Panah Relasi dari A ke B

5.2 Sifat-Sifat Relasi


Sifat-sifat relasi meliputi: relasi bersifat refleksif, simetrik, transitif,
dan ekuivalen.
a. Relasi refleksif
Suatu relasi R pada himpunan A adalah refleksif jika dan hanya jika (a,a)
R untuk setiap a  A
Contoh 5.2
1) Misalkan A = {1, 2, 3, 4}, dan relasi R di bawah ini didefinisikan pada
himpunan A, maka relasi R = {(1,1), (1,3), (2,1), (2,2), (3,3), (4,2),
(4,3), (4,4) bersifat refleksif karena terdapat elemen (a,a) yaitu (1,1),
(2,2), (3,3), dan (4,4).

Matematika Dasar 125


2) Relasi “habis membagi” pada himpunan bilangan bulat positif bersifat
refleksif karena setiap bilangan bulat positif habis membagi dirinya
sendiri.

b. Relasi simetrik
Suatu relasi R pada himpunan A adalah simetris jika (a,b) R maka
(b,a) R untuk setiap a,b  A.

Contoh 5.3
1) A adalah himpunan mahasiswa di sebuah universitas dan R adalah
relasi pada A sedemikian sehingga (a,b)  R jika dan hanya jika a satu
fakultas dengan b. Jelas bahwa b juga sefakultas dengan a. jadi, relasi
R simetrik.
2) R adalah relasi pada himpunan bilangan bulat positif sedemikian
sehingga (a,b)  R jika dan hanya jika a ≥ b. Jelas R tidak simetrik.

c. Relasi transitif
Suatu relasi R pada himpunan A adalah transitif, jika setiap (a,b) 
R dan setiap (b,c)  R maka (a,c)  R untuk setiap a,b,c  A
Contoh 5.4
Relasi “saudara kandung dari” pada himpunan manusia adalah transitif
sebab, jika Ani saudara kandung dari Anto dan Anto saudara kandung dari
Ali tentulah Ani saudara kandung dari Ali. Dalam himpunan bilangan relasi
“sama dengan” (=) adalah transitif sebab jika a = b, b = c maka a = c.

d. Relasi Ekuivalen
Suatu relasi R pada himpunan A adalah ekuivalen jika dan hanya
jika relasi itu adalah sekaligus mempunyai sifat refleksif, simetrik, dan
transitif.
Contoh 5.5

Matematika Dasar 126


R adalah relasi pada himpunan mahasiswa sedemikian sehingga (a,b)  R
jika a satu angkatan dengan b. Karena setiap mahasiswa seangkatan
dengan dirinya sendiri, maka R jelas refleksif. Perhatikan, jika a
seangkatan dengan b, maka b pastilah seangkatan dengan a. jadi R
simetrik. Selanjutnya, jika a seangkatan dengan b dan b seangkatan
dengan c, maka pastilah a seangkatan dengan c. Jelas, R bersifat
menghantar. Dengan demikian, R adalah relasi ekuivalen.

5.3 Pengertian Fungsi


Fungsi atau pemetaan adalah relasi fungsional yang artinya tidak
semua relasi merupakan suatu fungsi. Suatu relasi dari himpunan A ke
himpunan B disebut fungsi, jika setiap anggota himpunan A dipasangkan
tepat satu dengan anggota himpunan B.

Definisi fungsi :
Jika fungsi f memetakan setiap x∈ A ke y ∈ B maka dapat
dinotasikan dengan f : x → y atau y = f(x) dibaca fungsi f dari A ke
B.

Hal-hal yang harus diketahui dalam mempelajari fungsi adalah:


a. Domain atau daerah asal (D), yaitu himpunan semua anggota
himpunan A.
b. Kodomain atau daerah kawan (K), yaitu himpunan semua anggota
himpunan B.
c. Range atau daerah hasil (R), yaitu himpunan yang berisi semua nilai
pemetaan.

Contoh 5.6
R adalah relasi yang menghubungkan himpunan A ke B seperti gambar
berikut. Diantara ketiga relasi berikut yang mana merupakan fungsi?

a 1 a 1
a 1
b 2 b 2
b 2
c 3 c 3
c 3
Matematika Dasar d 127
Penyelesaian
 Relasi pertama merupakan fungsi, karena setiap anggota domain A
berelasi tunggal terhadap anggota kodomain B.
 Relasi kedua bukan merupakan fungsi karena ada anggota domain A
yang berelasi tidak tunggal terhadap anggota kodomain B.
 Relasi ketiga bukan merupakan fungsi, karena ada anggota domain A
yang tidak berelasi dengan anggota kodomain B.

5.4 Jenis-Jenis Fungsi


a. Fungsi Injektif
Fungsi f : A  B dikatakan fungsi injektif jika dan hanya jika untuk
x1, x2  A dan x1 ≠ x2 berlaku f(x1) ≠ f(x2), dimana f(x1) dan f(x1) B.
berdasarkan definisi tersebut untuk setiap dua elemen yang berbeda
dalam daerah asal mempunyai peta yang berlainan pula dalam daerah
kawan dengan kata lain setiap elemen di B mempunyai kawan paling
banyak satu.

A B

1
a 2
3
b 4
5
c 5

d
Contoh 5.7

Matematika Dasar 128


1) Relasi f = {(a,1),(b,3),(c,5), (d,4)} dari A = {a, b, c, d} ke B = {1, 2, 3,
4, 5} merupakan fungsi satu-satu (injektif).
2) f(x) = x2 + 1 untuk f: Z  Z bukan merupakan fungsi injektif.

b. Fungsi Surjektif
Fungsi f : A  B merupakan fungsi pada (onto) atau surjektif jika
setiap anggota B merupakan hasil pemetaan dari satu atau lebih anggota
himpunan A. Dengan kata lain seluruh anggota B merupakan daerah hasil
f.
Contoh 5.8
1) Relasi f = {(a,1), (b,3), (c,1), (d,2)} dari A = {a, b, c, d} ke B = {1, 2,
3} merupakan fungsi surjektif karena semua anggota B merupakan
daerah hasil dari f.

a 1
2
b 3
c

2) Relasi f = {(1,u), (2,u), (3,v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan


fungsi surjektif karena w tidak termasuk hasil pemetaan f.

c. Fungsi Bijektif
Fungsi f : A  B disebut fungsi bijektif jika dan hanya jika fungsi
tersebut merupakan fungsi surjektif sekaligus juga merupakan fungsi
injektif. Berdasarkan definisi tersebut, dalam fungsi bijektif yang

Matematika Dasar 129


memetakan dua himpunan, misalnya A dan B, maka setiap unsur pada
domain (himpunan A) akan dipasangkan dengan satu unsur di kodomain
(himpunan B), begitupun sebaliknya setiap unsur di kodomain akan
dipasangkan dengan satu unsur di domain.

Contoh 5.9

A B

a 1
2
b
3
c

d. Fungsi Identitas
Jika fungsi f : A  B dengan B = A dan f(a) = a untuk setiap a ∈ A,
maka f dinamakan fungsi identitas.
Contoh 5.10
A B

a1 a1
a2 a2
a3 a3

e. Fungsi Inversi
Jika f adalah fungsi berkorespondensi satu-satu dari A ke B, maka
dapat ditemukan balikan atau inversi (invers) dari f. Fungsi inversi dari f

dilambangkan dengan f −1 . Misalkan a adalah anggota himpunan A dan


b adalah anggota himpunan B, maka f-1(b) = a jika f(a) = b.

Matematika Dasar 130


Fungsi yang berkorespondensi satu-satu sering juga dinamakan
juga fungsi invertible, karena kita dapat mendefinisikan fungsi balikannya.
Sebuah fungsi dikatakan not invertible jika ia bukan fungsi yang
berkorespondensi satu-satu, karena fungsi balikannya tidak ada.

Contoh 5.11
Relasi f = {(1,u), (2,w), (3,v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah
−1
fungsi yang berkorespondensi satu-satu. Inversi fungsi f adalah f =
{(u,1), (w,2), (v,3)}.

Contoh 5.12
Tentukan inversi fungsi f(x) = x – 1.
Penyelesaian.
f(x) = x – 1 merupakan fungsi yang berkorespondensi satu-satu, jadi
balikan fungsi itu ada. Misalkan f(x)= y, sehingga y = x – 1, maka x = y +

1. Jadi invers balikannya adalah f −1 ( y )= y+ 1 .

f. Fungsi ke dalam (into)


Jika f : A  B dan f(A) ⊂ B, maka f dinamakan fungsi ke dalam
(fungsi into). Ini berarti ada unsur b ∈ B yang tidak merupakan peta
(bayangan) suatu unsur aA.
Contoh 5.13

A B

a1 b1
a2 b2
a3 b3

Matematika Dasar 131


g. Fungsi Konstan
Jika fungsi f : A  B bersifat, bahwa setiap a ∈ A dipetakan pada
satu unsur b ∈ B dinamakan fungsi konstan dari A ke B.

Contoh 5.14

A B

5.5 Grafik Suatu Fungsi a


4
Dalam grafik suatu fungsi pada koordinat Cartesius, maka sumbu
horizontal/absis (sumbu X) merupakan domain dan sumbu vertikal/ordinat
(sumbu Y) merupakan kodomain. Persyaratan bahwa setiap anggota
domain berpasangan dengan tepat satu unsur kodomain dapat dilihat
apakah jika garis vertikal memotong grafik maka ia memotong di tepat
satu titik. Jika ternyata ada garis vertikal yang memotong grafik di dua
titik atau lebih titik, jelaslah grafik bukan grafik suatu fungsi.

a. Kemiringan Grafik Fungsi Linier

Sumbu-y

y2 C

y1 A B

sumbu-x
(0,0) x1 x2
Matematika Dasar 132
Untuk menentukan kemiringan/gradien grafik fungsi linier, dapat
dilihat grafik fungsi di atas. Perhatikan segitiga ABC, sudut A adalah sudut
yang dibentuk antara sumbu X dan grafik fungsi. Tangen sudut A adalah
sisi BC/AB. Tangen sudut A ini disebut kemiringan grafik fungsi linier dan
disimbolkan dengan m.
y 2− y 1
m=
x 2−x 1
Dari definisi kemiringan di atas dapat dilihat bahwa kemiringan m
mungkin positif, nol, atau negatif.

 m positif apabila x 2−x 1 positif, y2− y1 juga positif. Ini berarti


bahwa titik di sebelah kanan suatu titik A juga berada lebih atas dari
A. Jadi, jika m positif garis akan naik dari kiri ke kanan.

 m sama dengan nol. Apabila y 2 − y 1=0 , maka y tetap. Ini berarti

bahwa garis itu sejajar dengan sumbu x.

 m negatif apabila x 2−x 1 positif, y2− y1 negatif. Ini berarti


bahwa titik di sebelah kanan suatu titik A akan berada lebih bawah
dari A, jadi garis turun dari kiri ke kanan. Jika x tetap maka m tidak
terdefinisi. Garis itu sejajar dengan sumbu y yang berarti:

y 2− y 1
m=
0
Selanjutnya kita akan memperhatikan suatu garis lurus yang
memiliki persamaan y = ax+b. Apabila menentukan kemiringan (m), ambil
2 titik sembarang pada garis tersebut. Yaitu titik A dengan koordinat

pertama x1 dan B dengan koordinat x 2 . Dengan demikian


y 1 =ax 1 +b dan y 2 =ax 2 +b .

Matematika Dasar 133


y 2− y 1 ax 2 + b− ax 1− b a ( x 2− x 1 )
m= = = =a
x 2− x 1 x 2− x 1 x 2− x 1

Kesimpulan yang diperoleh adalah gradien dari y = ax+b adalah a.


Contoh 5.15
Tentukan kemiringan garis yang melalui titik (3,5) dan (2,1)

Penyelesaian
y 2− y 1
m=
x 2 −x1
1−5
¿
2−3
−4
¿
−1
¿4
Jadi, kemiringan garisnya adalah 4.

b. Garis Melalui Suatu Titik Dengan Kemiringan Tertentu

Persamaan garis dengan kemiringan m dan melalui titik ( x 1 , y 1)

dapat ditentukan melalui persamaan y=ax+b . Karena kemiringannya

m maka persamaan garis menjadi y=mx +b . Karena garis itu melalui


( x 1 , y 1 ) maka
y 1 =mx 1 + b
b= y 1−mx1

Substitusi b= y 1−mx1 ke persamaan y=mx +b , sehingga menjadi:


y=mx + y 1− mx1
y− y 1 =m ( x− x 1 )

Jadi, persamaan garis dengan kemiringan m dan melalui titik ( x 1 , y 1)


adalah:
y− y 1 =m ( x− x 1 )

Matematika Dasar 134


Contoh 5.16
Sebuah garis dengan kemiringan 2 dan melalui titik (3,1). Tentukan
persamaan garisnya.
Penyelesaian
Karena garis tersebut memiliki gradien 2, persamaan garis itu berbentuk y
= 2x+b. Karena titik (3,1) terletak pada garis tersebut, dengan demikian:
y=2 x+b
1 =2(3 )+b
1−6=b
−5=b
Jadi, b = -5, sehingga persamaan garis itu adalah y = 2x-5.

c. Persamaan Garis Melalui Dua Titik


Kita mulai menganggap kemiringan garis itu m sehingga garis itu

memiliki persamaan y=mx +b . Karena garis itu melalui ( x 1 , y 1)

dan ( x 2 , y 2 ) kita peroleh:


y 1 =mx 1 + b→ b=−mx 1 + y 1
y 2 =mx 2 +b → b=−mx 2 − y 2

Matematika Dasar 135


mx1 − y 1 =mx 2 + y 2
mx 2 −mx 1= y 2 − y 1
m ( x2 −x 1 ) = y 2 − y 1
y 2− y1
m=
x 2 −x1
y 2− y 1
b=mx1 + y 1= x 1+ y1
x 2 −x 1
y=mx +b
y − y1 y − y1
y= 2 x− 2 x +y
x 2 −x 1 x 2 −x 1 1 1
y 2− y 1 y 2− y 1
y− y 1 = −
x 2− x1 x 2−x 1
y − y1
y− y 1 = 2 ( x−x 1 )
x 2− x1
y− y 1 x−x1
=
y 2 − y 1 x2 −x 1

jadi persamaan garis melalui bisa dicari dengan rumus:


y− y 1 x− x 1
=
y 2− y1 x 2 −x1

Contoh 5.17
Tentukanlah persamaan garis yang melalui titik (2,3) dan (3,4)
Penyelesaian
y− y 1 x−x1
=
y 2 − y 1 x2 −x 1
y−3 x−2
=
4−3 3−2
y−3 x−2
=
1 1
y−3=x−2
y=x +1
Jadi, persamaan garisnya adalah y = x + 1

d. Titik Potong Garis Terhadap Sumbu-x dan Sumbu-y

Matematika Dasar 136


Garis dapat digambarkan dengan hanya menentukan dua titik yang
merupakan titik-titik potong garis dengan sumbu-sumbu koordinat. Kedua
titik tersebut dinamakan intercept (titik potong). Intercept x adalah titik
dimana garis memotong sumbu x. Intercept y adalah titik dimana garis
memotong sumbu y.
Contoh 5.18
Gambarlah persamaan 4x - 2y = 8.
Penyelesaian
Terlebih dahulu menentukan titik potong garis terhadap sumbu- x.
y=0
4x - 2y = 8
4x – 2 (0) = 8
4x = 8
x=2
Oleh karena itu titik potong dengan sumbu-x adalah (2,0)

Menentukan titik potong garis terhadap sumbu-y


x=0
4x – 2y = 8
4(0) – 2y = 8
-2y = 8
y = -4
Oleh karena itu titik potong dengan sumbu-y adalah (0,-4)
Menempatkan koordinat titik potong dan menghubungkan kedua titik
tersebut dengan sebuah garis seperti gambar berikut.
4x – 2y=8

(2,0)

(0,-4)
Matematika Dasar 137
e. Menentukan Persamaan Garis Melalui Titik Dengan Gradien
Tertentu

Jika ( x 1 , y 1) adalah titik pada garis dan (x,y) adalah titik lain

pada garis yang sama, maka gradien dari ( x 1 , y 1 ) ke (x,y) adalah


y− y 1
m=
x−x 1
y− y 1 =m ( x−x 1 )
Persamaan . Koordinat x dan y adalah variabel dari
y− y 1 =m ( x−x 1 )
titik pada garis dan persamaan mewakili hubungan
antara x dan y.
Dengan demikian persamaan garis dengan gradien m dan melalui titik

( x 1 , y 1) :
y− y 1 =m ( x− x 1 )

Contoh 5.19
Tentukan persamaan garis yang melalui titik (2,1) dan dengan gradien 3.
Penyelesaian
y− y 1 =m ( x−x 1 )
y−1 =3 ( x−2 )
y−1 =3 x−6
y=3 x−5

f. Menentukan Persamaan Garis dengan intercept-y dan Gradien


Secara umum, jika garis memotong sumbu-y di b, maka titik potong
tersebut adalah (0,b). Persamaan yang melalui titik (0,b) dengan gradient
m adalah:

Matematika Dasar 138


y−b=m ( x−0 )
y−b=mx
y=mx +b
y = mx + b adalah persamaan garis dengan m adalah gradien dan b
adalah titik potong garis terhadap sumbu-y.
Contoh 5.20
Tentukan persamaan garis yang melalui titik (4,-2) dan sejajar dengan
garis:
2x – 3y =12.
Penyelesaian
Persamaan garis yang melalui titik (4,-2) dan sejajar dengan garis 2 x – 3y
=12 memiliki gradien 2/3, sehingga persamaan garis yang diinginkan
adalah
2 2 8
y−(−2 ) = ( x−4 ) ⇔ y+ 2= x−
3 3 3
⇔ 3 y+ 6=2 x−8
⇔ 2 x−3 y −14=0
Jadi, persamaan garisnya adalah 2x – 3y – 14 = 0.

g. Menentukan Persamaan Garis yang Melalui Dua Titik

Pada persamaan (x,y), ( x 1 , y 1 ) , dan ( x 2 , y 2) adalah titik-titik


pada satu garis dan (x,y) adalah titik lain pada garis yang sama dengan

gradien. Gradient garis ( x 1 , y 1) ke (x,y) adalah m1 dan gradien garis

dari ( x 1 , y 1 ) ke ( x 2 , y 2 ) adalah m2 yaitu:


y− y1 y2− y1
m 1= m 2=
x−x 1 dan x 2 −x 1

Karena titik (x,y), ( x 1 , y 1 ) , dan ( x 2 , y 2) terletak pada garis yang


sama diperoleh:
m 1=m2

Matematika Dasar 139


y− y 1 x−x 1
=
y 2− y 1 x 2 −x1

y− y 1 x−x 1
=
y 2− y 1 x 2 −x1 merupakan persamaan garis yang melalui titik

( x 1 , y 1 ) dan ( x 2 , y 2 ) .
y− y 1 =m ( x− x 1 )
Persamaan tersebut dapat diubah menjadi dengan
y− y 1
m=
x2 −x 1 sehingga diperoleh:
y− y 1 =m ( x 2− x 1 )

y2− y1
y− y 1 =
( x 2 −x 1 ()x −x1 )

Contoh 5.21
Tentukan persamaan garis yang melalui titik (2,-3) dan (5,1).
Penyelesaian :
y  y1 x  x1 Jadi , persamaan garisnya adalah 3y - 4x + 17 =0

y 2  y1 x2  x1
y 3 x2 RANGKUMAN

1 3 5  2
y 3 x2
 1. Relasi R dari himpunan A ke himpunan B adalah
4 3
4 himpunan bagian dari hasil perkalian himpunan A
y  3   x  2
3
dengan himpunan B.
3y  9  4x  8
3 y  4 x  17  0 2. Sifat-sifat relasi yaitu refleksif, simetrik, transitif, dan
ekuivalen.
3. Fungsi atau pemetaan adalah relasi fungsional yang artinya tidak
semua relasi merupakan suatu fungsi. Suatu relasi dari himpunan A ke
himpunan B disebut fungsi, jika setiap anggota himpunan A
dipasangkan tepat satu dengan anggota himpunan B.

Matematika Dasar 140


4. Fungsi terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah fungsi injektif,
fungsi surjektif, fungsi bijektif, fungsi identitas, fungsi inversi, fungsi
into, dan fungsi konstan.
5. Kemiringan garis y = ax + b adalah a.
6. Rumus untuk menentukan gradien suatu garis yang melalui dua titik

y 2− y 1
m=
yaitu: x 2−x 1 .

SOAL – SOAL LATIHAN

1. Diketahui: A = {0, 4, 8, 12, 16}


B = {0, 1, 2, 3, 4, 5}
a. Tulislah himpunan pasangan berurutan yang menyatakan relasi

“a empat kali b” dengan a∈ A dan b ∈ B .


b. Buatlah diagram panah untuk relasi tersebut.
2. Tulislah pasangan terurut pada relasi R dari A = {0, 1, 2, 3, 4} ke B
= {0, 1, 2, 3} yang dalam hal ini pasangan terurut (a,b)  R jika
dan hanya jika a > b.

3. Pada fungsi f : x → 3 x +2 dengan x ∈ bilangan cacah,


tentukanlah:
a. Peta dari 3 dan 5

b. Nilai a, jika f : a → 47
4. Diketahui f(x) = ax + b dengan f(3) = 9 dan f(1) = -1, tentukanlah:
a. Nilai a dan b
b. Tulis rumus fungsi, dengan mengganti nilai a dan b yang telah
didapatkan.

Matematika Dasar 141


c. Hitung f(-2)
2 x +1
f ( x )= , x≠3 −1
5. Jika x−3 , maka f ( x )=. ..
x +1
f (x )= , x≠0
6. Diketahui fungsi x dan f
−1
adalah invers f.
Jika k adalah banyaknya faktor prima dari 210, maka tentukanlah

f −1 (k )
1
3 5
7. Tentukan invers dari f ( x )=( 1−x ) +2

8. Tentukanlah persamaan garis lurus yang melalui titik (-2,1) dan


tegak lurus garis 4x – 3y + 3 = 0.

9. Gambarlah grafik fungsi linear y=f ( x ) =2 x +6 !


10. Tentukan gradien dari garis lurus yang melalui titik-titik A(2,4) dan
B(3,8).
11. Tentukanlah persamaan garis lurus yang bergradien 2 dan melalui
titik (-3,1)

12. Suatu fungsi dirumuskan f (x )=9−x dan jika f (x )=15 maka


nilai x adalah…
13. Tentukan persamaan garis yang melalui titik Y(3,4) dan titik
Z(5,8) !
1
y= x−5
14. Garis 2 sejajar dengan garis yang melalu titik

P(10 , a+4 ) dan titik Q(a ,8 ) .Tentukan koordinat dari titik P


dan titik Q.
15. Tentukan persamaan garis yang memiliki gradien 3 dan melalui titik
(5,8)
16. Tentukanlah persamaan garis melalui titik B(6,2) dan sejajar
dengan garis yang melalui titik P(2,-5) dan Q(-6, 3)

Matematika Dasar 142


17. Tentukan persamaan garis yang melalui titik (-2,1) dan tegak lurus

x
=3
garis y .
18. Titik (6,m) dan titik (-3,3) terletak pada garis lurus yang sejajar
garis 2x + 3y = 6. Tentukanlah nilai m.
19. Persamaan garis yang melalui titik potong garis 2x + 3y = 4 dan
-3x + y = 5 serta tegak lurus dengan garis 2x + 3y = 4 adalah . . .
20. Persamaan garis yang melalui titik (2,3) dan sejajar dengan garis

x y
− =1
4 2 memotong garis y = 4 di titik . . .

DAFTAR PUSTAKA

Ayres dan Schmidt. 2006. Schaum’s Easy Outlines: Matematika


Universitas. Jakarta: Erlangga

Munir, R. 2012. Matematika Diskrit. Bandung: Informatika Bandung.

Purcell dan Varberg. 1994. Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid I Edisi 5 .
Jakarta: Erlangga

Siswanto. 2009. Theory and Application Mathematics 2. Solo: PT Tiga


Serangkai Pustaka Mandiri

Suarjana dan Japa. 2015. Buku Ajar Matematika. Undiksha (tidak


diterbitkan)

Matematika Dasar 143


BAB VI
KONSEP DASAR TRIGONOMETRI

Konsep Kunci
1. Theorema Phytagoras
2. Perbadingan Trigonometri
3. Koordinat Kartesius dan Koordinat Kutub

Kompetensi Dasar
Mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep theorema
Pythagoras, perbandingan trigonometri, hubungan koordinat

Matematika Dasar 144


kartesius dan koordinat kutub, serta mampu menggunakannya dalam
pemecahan masalah.

Indikator Hasil Belajar


Setelah pembelajaran selesai mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menggunakan Theorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
2. Menentukan nilai-nilai perbandingan trigonometri
3. Menggunakan perbandingan trigonometri dalam pemecahan
masalah
4. Mengubah koordinat kartesius menjadi koordinat kutub
5. Mengubah koordinat kutub menjadi koordinat kartesius

6.1 Teorema Pythagoras


Perhatikan segitiga ABC yang panjang sisinya adalah 3 satuan, 4
satuan dan 5 satuan seperti tampak pada gambar di bawah ini.

R
P 5
4

Matematika Dasar 145


Gambar 6.1.1 Persegi pada sisi-sisi segitiga siku-siku

Dari gambar dapat diketahui bahwa luas daerah persegi


2
P=42 =16 satuan luas, luas daerah persegi Q=3 =9 satuan luas,
2
luas daerah persegi R=5 =25 satuan luas.
Terdapat hubungan antara luas daerah persegi P, Q, dan R, dimana
luas R sama dengan jumlah luas P dan luas Q atau luas daerah persegi
pada hipotenusa sama dengan jumlah luas persegi pada sisi sisi siku-siku.
Jika panjang sisi siku-siku adalah a dan b serta panjang hipotenusa c
maka jumlah luas persegi pada sisi siku-sikunya sama dengan

a2 + b2 =c 2 . Hubungan ini juga berlaku pada segitiga siku-siku lain


dengan ukuran yang berbeda dan disebut sebagai Teorema Pytagoras.

A
Teorema phytagoras :
Jumlah kuadrat sisi siku-siku sebuah
c
segitiga siku-siku sama dengan kuadrat
b
miringnya.
2 2 2
Sehingga berlaku: a + b =c atau
2 2 2 C a B
a =c −b atau
2 2 2
b =c −a
Contoh 6.1
Tentukan nilai x pada gambar segitiga siku-siku berikut!

x
4

Penyelesaian

Matematika Dasar 146


x 2=42 +82
=16+64
=80
x=√ 80
=4 √ 5

Contoh 6.2
Perhatikan gambar di bawah ini.

C B

Jika panjang AD = DC, CB = 6 cm dan AB = 10 cm. Tentukan panjang AB


dan BC.
Penyelesaian
Dengan menggunakan dalil Pythagoras diperoleh AC 2 = AB2 - CB2 sehingga
diperoleh AC2 = 102 - 62 = 100 – 36 = 64. Dari sini didapat AC =

√ 64=8 cm. Jadi panjang AB = BC = 4 cm.

Contoh 6.3
Perhatikan gambar persegi panjang di bawah ini!

A 12 cm B

5 cm

D C

Matematika Dasar 147


Tentukanlah panjang diagonal AC pada persegi panjang di atas!
Penyelesaian
Panjang sisi AB = DC dan AC merupakan Hypothenusa dari segitiga ADC.
Sehingga dengan menggunakan dalil Pythagoras diperoleh AC 2 = AD2 +
DC2. Selanjutnya dari sini diperoleh AC 2 = 52 + 122 = 25 + 144 =169

sehingga AC = √ 169=13 cm.


Jadi panjang diagonal AC adalah 13 cm.

Contoh 6.4
Sebuah segitiga sama sisi memiliki panjang sisi 8 cm. tentukan luas
segitiga tersebut.
Penyelesaian B
Perhatikan gambar di bawah ini!

Pada gambar di atas AB = BC = AC = 8 cm dan AD = 4 cm, sehingga


A D C
diperoleh
BD2 = AB2 –AD2

BD=√ 82 −4 2 =√64−16=√ 48=4 √3 cm


1
L= x 8 x 4 √ 3=16 √ 3 cm 2
Jadi luas segitiga sama sisi tersebut adalah 2

Contoh 6.5
Seorang tukang cat akan mengecat tembok. Untuk mengecat bagian
tembok pada ketinggian 6 m dia membutuhkan tangga. Tangga harus
menyandar di tembok dan bagian bawah tangga harus berada paling jauh
2 m dari tembok, jika melebihi itu tangga akan patah. Berapa panjang
tangga terpanjang yang dibutuhkan?

Matematika Dasar 148


Penyelesaian
Perhatikan gambar berikut!

Panjang tangga =
6m p

2m

Panjang tangga=√ 62 +22


¿ √36 +4
¿ √ 40
¿ 2 √10
¿ 2 x 3 ,16
¿ 6 , 32 m
Jadi panjang tangga terpanjang yang dibutuhkan adalah 6,32 m.

Contoh 6.6
Tentukan luas belah ketupat yang panjang salah satu diagonalnya 10 cm
dan kelilingnya 52 cm!

Penyelesaian
D Keliling belah ketupat = 4s
s s 4s = 52 cm

A O C s = 13
AC = 10 cm
s s

Perhatikan segitiga ABO siku-siku di O


1 1
AO = 2 AC = 2 . 10 = 5 cm
BO2 = AB2 – AO2 = 132 – 52 = 169 – 25

Matematika Dasar 149


BO2 = 144
BO = 12
Maka :
BD = 2.BO = 2. 12 = 24.
1 1
Luas belah ketupat = 2 . d1.d2= 2 .10.24
= 120
Jadi luas belah ketupat adalah 120 cm 2.

Contoh 6.7
Diketahui kubus ABCD.EFGH memiliki panjang rusuk 6 cm. Tentukan jarak
titik G ke diagonal BE!
Penyelesaian

H G G
E F

Karena sisisisi kubus adalah persegi, maka diagonal bidangnya adalah s


D C
A√ 2 . Maka EG =BEB = BG = 6 √2
. Maka ET = TB = 3 √2 .
B
E T
GT merupakan jarak G ke diagonal BE.

GT2 = GB2 – TB2 = (6 √2 )2 – (3 √2 )2= 72 – 18 = 54

GT = √ 54 =3 √6
Jadi jarak G ke diagonal BE adalah 3 √6 cm.

6.2 Tripel Pytagoras


Tripel Pythagoras adalah 3 pasang bilangan yang memenuhi teorema
Pythagoras atau bisa juga disebut segitiga istimewa yang memiliki
panjang sisi yang dapat dilafalkan karena panjangnya berasal dari
bilangan kuadrat sempurna.Pola-pola tersebut ditampilkan dalam table
berikut.

Matematika Dasar 150


Tabel 1. Tripel Trigonometri

Sisi b Sisi c Hipotenusa / a


3 4 5
5 12 13
6 8 10
7 24 25
8 15 17
9 12 15
10 24 26
12 16 20
14 48 50

Tripel Pythagoras juga berlaku kelipatan.Misalnya (12, 16, 20) adalah


tripel Pythagoras maka kelipatannya (24, 32, 40) dan seterusnya
merupakan tripel Pythagoras juga.

6.3 Perbandingan Trigonometri


Terdapat tiga perbandingan pokok dalam trigonometri yaitu sinus
(sin), cosinus (cos), dan tangent (tan). Kebalikan dari ketiga perbandingan
tersebut yaitu secan (sec), cosecan (csc), dan cotangent (cot). Untuk
memperjelas perbandingan trigonometri tersebut, perhatikan gambar
segitiga PQR di bawah ini.

a r

P b Q

Sin , Cos , dan Tan  merupakan nilai perbandingan sisi-sisi pada


segitiga PQR dengan aturan tertentu dipandang dari sudut . Sisi r disebut
hipotenusa karena di depan sudut siku-siku, sisi a disebut sisi depan

Matematika Dasar 151


karena di depan sudut , dan sisi b disebut sisi samping karena di
samping sudut . Sehingga didapat:
sisi depan a
sin θ= =
1. hipotenusa r
sisi samping b
cos θ= =
2. hipotenusa r
sisi depan a
tan θ= =
3. sisi samping b
Untuk perbadingan sec, cosec, dan cotangen dimana sec merupakan
kebalikan dari cos, csc merupakan kebalikan dari sin, dan cotangen
merupakan kebalikan dari tan. Sehingga didapat:
1
sec θ=
4. cos θ
1
cscθ=
5. sin θ
1
cot θ=
6. tan θ

Contoh 6.8
Perhatikan gambar di bawah ini! Tentukan sin x, cos x, dan tan x.

3 5

x0
4

Penyelesaian

Matematika Dasar 152


3 5
sin x 0= sec x 0 =
5 4
4 5
cos x 0 = csc x 0 =
5 3
3 4
tan x 0 = cot x 0=
4 3
Contoh 6.9
Jika cos x0 = 0,5 Tentukan sin x0 dan tan x0 dengan di kuadran I
Penyelesaian :
cos x0 = 0,5 

a 2

x
1

dengan menggunakan Teorema Pytagoras diperoleh:


2 2 2
a =2 −1 =3 , sehingga a= √3

sin x=
√ 3 dan tan x= √3
Selanjutnya diperoleh: 2 .

Contoh 6.10
Tentukan nilai sin, cos dan tan pada sudut segitiga siku-siku sama kaki!
Penyelesaian
Perhatikan gambar segitiga ABC siku-siku di B dan sama kaki.

Matematika Dasar 153


Pada segitiga siku-siku sama kaki tentu panjang AB = BC, misalkan

panjang AB = a maka panjang AC=√ a 2 +a2 =√ 2 a2 =a √ 2


Sehingga
1
sin α = √2
2
1
cos α = √2
2
tan α =1
Karena pada segitiga siku-siku sama kaki di atas maka nilai trigonometri
untuk sudut A sama dengan sudut C. Berapakah besar sudut C dan sudut
A? Hal ini sebenarnya adalah proses mencari nilai sin 45 o dan cos 45o.
Dari perhitungan di atas didapatkan bahwa sin C = cos C. Hal ini

1
√2
berarti sin 45 = cos 45 = 2
0 0

Contoh 6.11
Perhatikan gambar di bawah ini!
R

12 cm
q

P r 500 Q

Tentukan panjang q dan r bila diketahui cos 50o = 0,643 dan sin 50o =
0,766!
Penyelesaian
r
cos 500 = , sehingga q=12 . cos 500 =12(0 , 643)=7 ,716 cm
12
q
sin 500 = , sehingga r =12. sin 500 =12(0 , 766)=9 ,192 cm
12
Jadi panjang r = 7,716 cm dan q = 9,192 cm.

Perbandingan Trigonometri Di Berbagai Kuadran

Matematika Dasar 154


(y) 900

II I
Sincostan
+ - - Sincostan
+ + +

1800 (x) 3600


III VI
Sincostan Sincostan
- - + - + -

2700
Perbandingan trigonometri di berbagai kuadran dalam bidang
kartesius

Nilai perbandingan trigonometri untuk masing masing kuadran:


I : 00 < α < 900 (semua positif)
II : 900 < α < 1800 (yang postif sin α dan csc α )
III : 1800 < α < 2700 (yang positif tan α dan cot α )
VI : 2700 < α < 3600 (yang positif cos α dan sec α )

Perbandingan Trigonometri Sudut α ,Dengan α > 3600


a. Sin α = sin (k. 3600 + x) = sin x
b. Cos α = cos (k.3600 + x) = cos x
c. Tan α = tan (k. 3600 + x) = tan x

Perbandingan Trigonometri Sudut Negatif


a. Sin ( - α ) = - sin α
b. Cos (- α ) = cos α
c. Tan (- α ) = -tan α
d. Cot (- α )= -cot α
e. Sec (- α )= sec α
f. Csc (- α )= -csc α

Matematika Dasar 155


Jumlah Dan Selisih Dua Sudut

a. Sin (α+β ) = sin α cos β + cos α sin β

b. Sin (α−β ) = sin α cos β − cos α sin β

c. Cos (α+β ) = cos α cos β − sin α sin β

d. Cos (α−β ) = cos α cos β + sin α sin β


tan α + tan β
e. Tan (α+β ) = 1−tan α . tan β
tan α − tan β
f. Tan (α−β ) = 1+tan α . tan β

Rumus Trigonometri Sudut Rangkap


a. sin 2 α = 2 sin α cos α
b. cos 2 α = cos2 α – sin2 A α
= 2 cos2 α –1
= 1 – 2 sin2 α
2 tan α
2
c. tan 2 α = 1 −tan α
d. sin 3 α = 3 sin α - 4 sin3 α
e. cos 3 α = -4 cos3 α - 3 cos α
f. cos2 α + sin2 α =1

Rumus Trigonometri Sudut Pertengahan

1 1−cos α
a. sin 2
α
=
±
√ 2
1 1+cos α
b. cos 2
α
=
±
√ 2
1 1−cos α sin α 1−cos α
c. tan 2
α
=
±
√ = =
1+ cos α 1+ cos α sin α

Matematika Dasar 156


Rumus Perkalian Sinus Dan Kosinus

a. 2 sin α . cos β=sin ( α + β )+ sin ( α−β )

b. 2 cos α . sin β=sin ( α + β )−sin ( α −β )

c. 2 cos α . cos β=cos ( α+ β ) +cos ( α−β )

d. 2 sin α . sin β=−( cos ( α + β )−cos ( α −β ) )

Rumus Jumlah Dan Selisih Sinus Dan Kosinus


1 1
sin α +sin β=2 sin ( a+β ) . cos ( α−β )
a. 2 2
1 1
sin α −sin β=2 cos ( a+β ) . sin ( α−β )
b. 2 2
1 1
cos α +cos β=2 cos ( a+β ) . cos ( α−β )
c. 2 2
1 1
cos α −cos β=−2 sin ( a+β ) . sin ( α−β )
d. 2 2

Persamaan Trigonometri
a. sin x0 = sin α
penyelesaiannya:
 x0 = α + k.360o
 x0 = (180o – α ) + k.360o
b. cos x0 = cos α
penyelesaiannya:
 x0 = α + k.360o
 x0 = - α + k.360o
c. tan x0 = tan α
penyelesaiannya:
 x0 = α + k.180o
Contoh 6.12

Matematika Dasar 157


1
Jika sin θ + cos θ = 2 , maka tentukan sin3 θ + cos3 θ

Penyelesaian
1
sin θ + cos θ = 2 , sehingga :

(sin θ + cos θ )2 = sin2 θ + cos2 θ + 2sin θ .cos θ

1 2

2 ()
=1+2sin θ . cos θ
1
⇒ −1=2sin θ . cos θ
4
3
⇒− =sin θ . cos θ
4
3
⇒sin θ . cos θ=−
8
Ingat:
(sin x + cos x)3 = sin3x + cos3x

sin3 θ + cos3 θ = (sin θ + cos θ )3 – 3sin θ .cos θ (sin θ +cos


θ )

1 3 3 1

2 ( ) ( )( )
−3. −
8 2
1 9 2+ 9 11
⇒ + = =
8 16 16 16
11
Jadi hasilnya adalah 16 .

Contoh 6.13
cotan 2 x
=1 o
Jika 1+cosec x dan 0≤x≤90 , maka x = …
Penyelesaian
cotan 2 x
=1
1+cosec x

Matematika Dasar 158


cotan2 x=1+cosec x
cos 2 x 1
2
=1+
sin x sin x
cos x sin x+1
=
sin x sin x
cos2x = sin x(sin x + 1)
1 – sin2x = sin2x + sin x
2 sin2x + sin x – 1 = 0
(2sin x – 1)(sin x + 1) = 1
Pembuat nol fungsi tersebut adalah :
1
sin x = 2 , atau sin x = -1

untuk interval 0≤x≤90o , persamaan yang memenuhi :


1
sin x = 2 , x = 300
Jadi yang memenuhi x adalah 30o.

Grafik Fungis Trigonometri


a. Grafik fungsi f(x) = sin x; 00 ¿ x ¿ 3600

X 00 300 600 900 1200 1500 1800

y = sin 1 1 1 1
0
2
√3 1 √3 0
x 2 2 2

X 2100 2400 2700 3000 3300 3600

1 1 1 1
y = sin x √3 -1 √3 0
- 2 - 2 - 2 - 2

Tabel 2. Grafik fungsi sin f(x)

1
Matematika Dasar 159

0 900 2700 3600


1800
-1

Gambar 6.1.2. Grafik fungsi sin f(x)

b. Grafik fungsi f(x) = cos x; 00 ¿ x ¿ 3600

X 00 300 600 900 1200 1500 1800

- -
1 1
y = cos x 1 1 0 1 -1
√3 2 - 2 √3
2 2

X 2100 2400 2700 3000 3300 3600

-
1 1 1
y = cos x
1 0 √3 1
√3 - 2 2 2
2
Tabel 3. Grafik fungsi cos f(x)

0 1800
900 3600

c. fungsi f(x) = tan x; 00 ¿ x ¿ 3600


-1
Gambar 6.1.3. Grafik 0fungsi cos f(x) 0
X 00 30 600 90 1200 1350 1500 1800

-
1
y = cos x 0 √3 1 - - √3 -1
1 0
3 √3
3

X 2100 2250 2400 2700 3000 3150 3300 3600

Matematika Dasar 160


y = cos x
1 1
√3 1 √3 - - √3 -1 √3 0
3 3

Tabel 4. Grafik fungsi tan f(x)

900 1800 2700 3600


-

-1
-

Gambar 6.1.4. Grafik fungsi tan f(x)

Contoh 6.14

Perhatikan gambar fungsi trigonometri berikut.

Y
y = cos
1 x

X
1 1

-1
Matematika Dasar 161
π
himpunan penyelesaian dari cos x = cos 6 untuk interval [ π , 2 π ]
adalah .
Penyelesaian
Berdasarkan gambar kurva fungsi y = cos x diperoleh bahwa garis

π
horizontal yang memotong di x = 8 juga memotong kurva di titik x=

π
2 π - 8 . Dengan demikian diperoleh persamaan sebagai berikut :
π
cos x = cos 8
π
cos x = cos(2 π - 8 )
π
x=2 π - 8 .
16π π
x= 8 - 8 .
15π
x= 8
15π
Jadi himpunan penyelesaiannya adalah { 8 }.

Contoh 6.15
Himpunan penyelesaian dari persamaan sin 2x – cos x + 1 = 0 untuk
0≤x≤2π adalah …

Penyelesaian

sin2x – cos x + 1 = 0
(1 – cos2x) – cos x + 1 = 0
-cos2x – cos x + 2 = 0

Matematika Dasar 162


cos2x + cos x – 2 = 0
(cos x + 1)(cos x – 2) = 0
= cos x + 1 = 0 atau cos x – 2 = 0
cos x + 1 = 0
cos x = -1
cos x – 2 = 0(tidak memenuhi)
cos x = -1

cos x = cos 2

x= 2

Jadi himpunan penyelesaiannya adalah { 2 }.
Contoh 6.16
3 π
Nilai maksimum dan minimum dari fungsi f(x) = 4 ( )
cos x+ +1
4

masing-masing adalah …

Penyelesaian

Diketahui persamaan fungsi trigonometri :


3 π
4 ( )
f (x )= cos x+ +1
4

Nilai fungsi kosinus yaitu −1≤cos x≤1


Sehingga :
−1≤cos x≤1

( π4 )
=−1≤cos x−

3 3 π 3
=−1 . ≥ cos ( x+ )≥1.
4 4 4 4

Matematika Dasar 163


3 3 π 3
=− ≥ cos x+ ≥
4 4 ( )
4 4
3 3 π 3
4 4( )
=− +1≥ cos x+ +1≥ +1
4 4
1 3 π 7
4 4 4 ( )
= ≥ cos x+ +1≥
4
7 1
Jadi nilai maksimalnya adalah 4 dan nilai minimumnya adalah 4 .

Sudut Elevasi dan Sudut Depresi


Trigonometri digunakan untuk menyelesaikan beberapa masalah
yang berhubungan dengan sisi dan sudut. Selanjutnya akan dikenalkan
dengan sudut elevasi dan depresi serta penggunaannya dalam
meyelesaikan masalah. Jika seseorang memandang suatu benda yang
letaknya lebih tinggi maka sudut yang terbentuk antara pandangannya
dengan garis horisontal disebut sudut elevasi. Sebagai contoh, jika kita
memandang sebuah pesawat terbang yang sedang mengudara, sudut
antara pandangan kita dan pesawat adalah sudut elevasi. Sementara, jika
kita memandang benda yang letaknya lebih rendah maka sudut yang
terbentuk antara pandangan kita terhadap garis horisontal disebut sudut
depresi.

Contoh 6.17
Di sebuah pelabuhan seorang petugas sedang mengamati sebuah kapal di
atas sebuah menara dengan sudut depresi 30 o terhadap horizontal. Tinggi
menara 30 m, dan menara terletak 20 m dari bibir pantai. Tentukan jarak
kapal dan bibir pantai.
Penyelesaian :
Masalah di atas dapat digambarkan sebagai berikut.

300

30 m

Matematika Dasar 164


20 m p
Pada gambar ilustrasi di atas tampak bahwa tinggi menara menjadi sisi
depan dan jarak kapal terhadap menara pengamat adalah sisi samping.
Dalam hal ini kita bisa menggunakan tan. Andaikan jarak kapal terhadap
menara pengamat = p maka
30 30 30
tan 300 = → p= = =51 , 993
p tan 30 0 , 577
0

Jadi jarak kapal terhadap menara adalah 51,993 m sehingga jarak kapal
dari bibir pantai sama dengan 51,993 m – 20 m = 31,993 m.

Latihan
1. Tentukan nilai sin x, cos x dan tan x dari gambar di bawah ini!

a 1

2. Jika cos x = 0,4 maka tentukan nilai sin x dan tan x!


3. Buktikan bahwa:
2 2
a. sin x + cos x=1
sin x
b. tan x = cos x
4. Dengan menggunakan hasil pembuktian soal no. 3, hitunglah nilai:
a. cos x dan tan x bila sin x = 0,8
5
b. sin x dan tan x bila cos x = 6
5. Hitunglah nilai sec x, csc x, dan cot x, pada soal nomor 4 di atas!

Matematika Dasar 165


6. Buatlah nilai sin, cos, dan tan untuk sudut-sudut istimewa mulai dari:
0 0 0 0 0
0 , 30 , 45 , 60 , dan 90 (Petunjuk: buatlah gambar
dengan sudut-sudut istimewa!)
7. Dengan menggunakan bantuan gambar dan definisi perbandingan
sinus dan cosinus, tunjukkan bahwa:

Sin (90 – x ) = cos x Sin (90 + x) = cos x


Cos (90 – x) = sin x Cos(90 + x) = - sin x
Sin (180 – x) = sin x Sin (180 + x) = - sin x
Cos (180 – x) = - cos x Cos (180 + x) = - cos x
Sin (-x) = - sin x Cos (-x) = cos x

8. Sebuah persegi memiliki panjang sisi 10 cm. Tentukan panjang


diagonalnya.
9. Andi dan Rudi mengamati puncak tiang bendera pada arah
berlawanan. Andi melihat dengan sudut 45 o dan Rudi melihat dengan
sudut 60o terhadap arah horizontal. Jarak Rudi ke tiang 8 m. Tanpa
mengukur langsung tinggi tiang bendera, tentukan tinggi tiang
bendera tersebut serta jarak Andi dan Rudi!
10. Sebuah pohon membentuk bayangan sepanjang 9m jika sudut elevasi
dari matahari mempunyai ukuran 30o . Berapakah tinggi pohon itu
sebenarnya?

6.4 Koordinat Kartesius dan Koordinat Kutub


1. Koordinat Kartesius
Dengan menggunakan salib sumbu bidang kartesius, titik A dapat
dinyatakan sebagai pasangan terurut A(x,y). Perhatikan gambar berikut!

Matematika Dasar 166


x A(x,y)
x: jarak titik A terhadap sumbu-Y
y y: jarak titik A terhadap sumbu-X

Perlu diingat bahwa nilai x dan y pada salib sumbu sesuai dengan letak
kuadrannya. Perhatikan gambar berikut!

Kuadran II Kuadran I

Kuadran III Kuadran IV

2. Koordinat Kutub
Apabila suatu titik A dinyatakan dalam bentuk koordinat kutub,
dapat dituliskan dalam bentuk pesangan terurut A(r, α ). Perhatikan
gambar berikut.

A(r,)

O(0,0
Matematika Dasar 167
)
r : jarak titik A terhadap titik pangkal O(0,0)
α : besar sudut antara sumbu-X (x positif) terhadap garis OA.

Dengan demikian penulisan koordinat kutub pada setiap kuadran dapat


dinyatakan sebagai berikut.

Kuadran II Kuadran I

Kuadran III Kuadran IV

Dalam hal ini perlu diingat besar sudut pada setiap kuadran ( ∠ K1, ∠

K2, ∠ K3, ∠ K4) yang diukur dari sumbu-X + ke arah berlawanan


dengan putaran jarum jam.

3. Hubungan Koordinat Kartesius dan Koordinat Kutub


Perhatikan gambar berikut.

x A(r,)
Matematika Dasar 168

r y
O(0,0)

Berdasarkan gambar di atas dapat dinyatakan bahwa:


1. Jika diketahui koordinat kutub A(r, α ), maka dapat ditentukan:
x
x = r cos α karena cos α = r
y
y = r sin α karena sin α = r
Jadi, koordinat kartesius dari A(r, α ) adalah: A(r cos α , r sin α )
2. Jika diketahui koordinat Kartesius ( x,y), maka untuk menentukan
koordinat kutubnya harus ditentukan terlebih dahulu nilai r dengan
bantuan dalil Pythagoras, yaitu:

r
2
=x
2
+y
2
sehingga didapat r = √ x2 + y 2 dan tan α =

y
x
Selanjutnya untuk menentukan besar sudut α harus diingat letak
kuadran, di kuadran berapa koordinat kartesius itu terletak.

Contoh 6.18

Matematika Dasar 169


0
Diberikan koordinat kutub A(8,60 ). Ubahlah menjadi koordinat
Kartesius.
Penyelesaian:

A(8,600)

600
O(0,0)

0
Titik A(8,60 ), dapat ditentukan koordinat kartesiusnya dengan
menghitung:
1
0
x = r . cos α = 8. cos 60 =8. 2 =4
1
y = r . sin α = 8. sin 60
0
=8. 2 √3 =4 √3
0
Jadi, koordinat kutub A(8,60 ), koordinat kartesiusnya adalah A(4, 4

√3 ).

Contoh 6.19
0
Diberikan koordinat kutub B(12, 150 ). Ubahlah menjadi koordinat
Kartesius.
Penyelesaian

12

1500
O(0,0)

Matematika Dasar 170


0
Titik B(12, 150 ), dapat ditentukan koordinat kartesiusnya dengan
menghitung:
1
0 0
x = r . cos α = 12. cos 150 = 12 . – cos 30 = 12 . - 2

√3 =-6 √3
1
0 0
y = r . sin α = 12. sin 150 = 12 . sin 30 = 12 . 2 =6
0
Jadi, koordinat kutub B(12, 150 ), koordinat kartesiusnya adalah B(- 6

√3 , 6).

Contoh 6.20

Diketahui koordinat kertesius titik C(4, 4 √3 ), ubahlah menjadi koordinat


kutub.
Penyelesaian:
Untuk menentukan koordinat kutub, perlu dicari ukuran r dan besar sudut

yang dibentuk oleh r dan sumbu-X + dengan rumus:

r= √ x2 + y 2 = √ 4 2+( 4 √ 3)2 = √ 64 =8
y
tan α = x
4√3
= 4 = √3
0
α = 60

Jadi, koordinat kartesius C(4, 4 √3 ), koordinat kutubnya adalah C(8, 60


0
).

Contoh 6.21
Diketahui koordinat kertesius titik D(4,-4). Tentukan koordinat kutub titik
D.

Matematika Dasar 171


Penyelesaian:

O(0,0
)

D(4,
-4)

r= √ x2 + y 2 = √ 4 2+(−4 )2 = √ 32 =4 √2
y −4
tan α = x = 4 = - 1.
0
Sesuai gambar koordinat D berada di Kuadran-IV sehingga α = 315

Jadi, koordinat kartesius D(4, - 4), koordinat kutubnya adalah D(4 √2 ,


0
315 ).

Latihan
Kerjakanlah soal-soal berikut.
1. Nyatakan koordinat kartesius berikut dalam koordinat kutub!
a. P(3 √3 , 3), b. Q(-5, -5) c. R(-2, 2 √3 ), d. S(1, -
√3 )

2. Nyatakan koordinat kutub berikut dalam koordinat kartesius!


0 0 0
a. A(8, 30 ) b. B(2, 120 ) c. C(4, 240 )
0
d. D(20, 330 )

Matematika Dasar 172


RANGKUMAN

1. Pada segitiga siku-siku berlaku Teorema Pytagoras yaitu Jumlah


kuadrat sisi siku-siku sebuah segitiga siku-siku sama dengan kuadrat
miringnya yang secara simbolik ditulis:

2. a2 + b2 =c 2
3. Dimana c adalah panjang hipotenusa, serta a dan b adalah panjang
sisi-sisi yang lain.
4. Definisi perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku:

R a r
sin θ= sec θ=
1. r 4. b
b r
r cos θ= cscθ=
a 2. r 5. a
a
tan θ=
3. b 6.
P b Q
b
cot θ=
a
5. Sudut elevasi adalah sudut yang dibentuk antara suatu objek dengan
objek lain yang letaknya lebih tinggi terhadap garis horisontal.
6. Sudut depresi adalah sudut yang dibentuk antara suatu objek dengan
objek lain yang letaknya lebih rendah terhadap garis horisontal.

Matematika Dasar 173


7. Jika diketahui koordinat kutub A(r, α ), maka koordinat kartesius dari
A(r, α ) adalah: A(r.cos α , r.sin α ) dengan x = r . cos α

dan y = r . sin α

8. Jika diketahui koordinat Kartesius (x,y), maka r = √ x2 + y 2 dan

y
tan α = x maka koordinat kutubnya adalah: (r, α ).

SOAL – SOAL LATIHAN

sin θ=
√2
1. Jika 2 , tentukan nilai perbandingan trigonometri
lainnya.

2. Diketahui Δ ABC siku-siku di B. Jika AB = 1 cm dan AC = 3 cm,

hitunglah semua perbandingan trigonometri ∠CAB .

3. Jika a = 40 cm dan ∠ A=60 0 , tentukan panjang c dan b.


4. Roni mengukur bayangan sebuah tiang di tanah, dan ternyata
panjangnya 4,8 m. Roni lalu mengukur sudut antara ujung

bayangan dengan ujung tiang dan hasilnya 600 . Tentukan tinggi


tiang yang sebenarnya.

5. Tentukan nilai sin 2400 dan cos 2250 .

6. Tentukanlah nilai sin 3150 dan cos 3000 .


1
7. Jika sin θ + cos θ = 2 , maka sin3 θ + cos3 θ = …
2
cotan x
=1
8. Jika 1+cosec x dan 0≤x≤90o , maka x = …
sin125 ∘ +sin35∘
∘ ∘ =. . .
9. Nilai dari cos125 −coss35

Matematika Dasar 174


10. Ubahlah koordinat titik P ( 2,2 √ 3 ) ke dalan koordinat kutub

P ( r, θ ) .
11. Perhatikan gambar di bawah!
B

(3t + 1)

C A
2t

nilai dari sin α dari gambar di atas adalah . . .

12. Koordinat kutub titik P adalah ( 2 , 2400 ) . Tentukanlah koordinat


kartesiusnya.
13. Nyatakanlah (4,5, 5,16 rad) dalam bentuk koordinat cartesius.
14. Koordinat kartesius dari koordinat kutub P (3, 2100) adalah….

5 π
x= √ ( ) −x
15. Jika cos 5 maka cotan 2 = ...
0 0 0 0
16. Tentukan nilai dari sin 45 . tan 60 +cos45 . cot 60 !
17. Diketahui limas beraturan T.ABCD dengan rusuk alas 2 cm dan

rusuk tegak √3 cm. nilai tangent sudut antara rusuk TD dan


bidang alas ABCD adalah….
18. Luas segi-8 beraturan dengan panjang jari-jari lingkaran luar 20 cm
adalah …
19. Perhatikan gambar berikut.
H G
E F

8 cm

D C
4 cm
A 4 cm B
Matematika Dasar 175
Nilai cosinus antara bidang BDE dan bidang BDG seperti terlihat
pada gambar prisma segi 4 ABCD.EFGH beraturan berikut
adalah…..

20. Dengan menggunakan rumus sin ( α±β ) , tentukanlah nilai dari

sin 1650 !
21. Seorang pengamat berdiri 100 m dari sebuah gedung. Sudut
elevasi yang dibentuk oelh mata pengamat dan puncak gedung 40 0
dan tinggi pengamat dari tanah 1,5 m. Diketahui sin 40 0 = 0,643 ;
cos 400 =0, 766 ; tan 400 = 0,839. Tinggi gedung adalah ...
22. (1 – sin2 A) tan2 A = ...
23. Nilai x yang memenuhi persamaan 2 cos 2 x + cos x -1= 0

(0 ¿ x≤2 π ) adalah ...


3
24. Tentukan nilai sin α dan cot α jika diketahui cos α = 5 .
25. Gambar di bawah ini menunjukkan seseorang mengamati benda B
dari C dengan sudut C = 50 0 . Bila jarak A dan B = 60 m, lebar
sungai adalah…..
(tan 500 = 1,192 ; sin 500 = 0,766 ; cos 500 = 0,642)

Sungai 50

B A

Matematika Dasar 176


DAFTAR PUSTAKA

Ayres dan Schmidt. 2006. Schaum’s Easy Outlines: Matematika


Universitas. Jakarta: Erlangga

Munir, Rinaldi. 2012. Matematika Diskrit. Bandung: Informatika Bandung.

Purcell dan Varberg. 1994. Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid I Edisi 5 .
Jakarta: Erlangga

Siswanto. 2009. Theory and Application Mathematics 2. Solo: PT Tiga


Serangkai Pustaka Mandiri

Suarjana dan Japa. 2015. Buku Ajar Matematika. Undiksha (tidak


diterbitkan)

Matematika Dasar 177


BAB VII
PELUANG

Konsep-Konsep Kunci
1. Bilangan Faktorial
2. Permutasi
3. Kombinasi
4. Peluang suatu kejadian

Kompetensi dasar
Mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep faktorial,
permutasi, kombinasi, dan peluang suatu kejadian, serta mampu
menggunakannya dalam pemecahan masalah.

Indikator Hasil Belajar

Matematika Dasar 178


Setelah pembelajaran selesai mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mengubah suatu bilangan faktorial menjadi bilangan asli.
2. Membedakan suatu kejadian yang merupakan permutasi dan
kombinasi.
3. Menentukan banyaknya permutasi sekelompok unsur yang
diketahui.
4. Menentukan banyaknya kombinasi sekelompok unsur yang
diketahui.
5. Memecahkan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan
permutasi dan kombinasi.
6. Menentukan nilai perluang suatu kejadian tunggal
7. Menentukan nilai peluang suatu kejadian majemuk.
8. Memecahkan masalah sehari-hari berkaitan dengan teori
peluang.
7.1 Aturan Perkalian
Misalnya tersedia dua baju putih dan merah serta dua celana biru
dan kuning. Berapa banyak pasangan warna baju dan celana yang dapat
dilakukan?
Pada ilustrasi tersebut, dilakukan percobaan memilih pasangan pakaian
yang terdiri dari baju dan celana. Untuk menentukan pasangan warna
baju dan celana dapat dilakukan dengan beberapa cara, meliputi:
6. Diagram Pohon
Diagram pohon adalah suatu diagram berbentuk seperti cabang-cabang
pohon.

Warna Warna Pasangan


Baju Celana Warna

Biru Putih, Biru


Puti
h Putih, Kuning
Kuning
Matematika Dasar 179
Biru Merah, Biru
Mera
h
Kuning Merah, Kuning

Gambar 8.1 Diagram Pohon


Dari diagram pohon di atas tampak bahwa terdapat 4 pasang
warna yang dapat dibentuk dari 2 warna baju dan 2 warna celana. Jadi, 4
pasang tersebut diperoleh dengan cara mengalikan bilangan yang
menyatakan kemungkinan warna baju dan bilangan yang menyatakan
kemungkinan warna celana, yaitu 2 x 2 = 4.

7. Tabel Silang

Tabel 8.1 Tabel Silang


Putih(P) Merah(M)
Biru (B) (B,P) (B,M)
Kuning (K) (K,P) (K,M)

Dari tabel silang di atas menunjukan bahwa pasangan warna yang


terjadi yaitu 4 pasang yang diperoleh dari 2 x 2 = 4.

8. Pasangan Terurut
Kita misalkan himpunan warna baju B = {P, M} dan himpunan
warna celana C = {B, K}. Himpunan pasangan terurut yang merupakan
anggota himpunan B x C = {(P,B), (P,K), (M,B), (M,K)}. Banyak anggota
himpunan tersebut adalah 6 pasangan terurut.

Secara umum jika terdapat k1 pilihan pertama, k2 pilihan


kedua, dan seterusnya, maka banyak cara susunan yang terjadi adalah

Matematika Dasar 180


sebanyak: k 1 x k 2 x k 3 x…x k n . Aturan mencacah banyaknya
susunan seperti ini disebut teknik membilang/aturan perkalian.
Contoh 7.1
Seorang anak akan pergi berwisata. Anak tersebut memiliki 3 stel baju
yang dapat dipilih, 3 pasang sepatu, dan 2 buah tas. Berapa banyak
pasangan baju, sepatu, dan tas yang dapat dipilih untuk pergi?
Penyelesaian
Memilih baju dapat dilakukan dengan 3 cara
Memilih sepatu dapat dilakukan dengan 3 cara
Memilih tas dapat dilakukan dengan 2 cara
Jadi, banyak pilihan adalah 3 x 3 x 2 = 18 cara.

Contoh 7.2
Disediakan angka-angka 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Berapa banyak bilangan yang
dapat dibentuk jika bilangan itu terdiri atas 4 angka dengan:
a. Setiap bilangan tidak memuat angka yang sama
b. Setiap bilangan boleh memuat angka yang sama
Penyelesaian
a. Karena setiap bilangan tidak boleh memuat angka yang sama, angka
pertama (sebagai ribuan) dapat dipilih dengan 6 cara. Angka kedua
(sebagai ratusan) dapat dipih dengan 5 cara. Kemudian angka ketiga
(sebagai puluhan) dapat dipilih dengan 4 cara dan angka keempat
(sebagai satuan) dengan 3 cara.
Jadi, banyaknya bilangan yang terdiri atas 4 angka berbeda adalah 6 x
5 x 4 x 3 = 360 bilangan.
b. Karena setiap bilangan boleh memuat angka yang sama maka masing-
masing ada enam cara untuk menempati tempat sebagai angka
pertama sampai keempat.

Matematika Dasar 181


Jadi banyaknya bilangan yang dapat dibentuk ada 6 x 6 x 6 x 6 = 1296
bilangan.

7.2 Permutasi dan Kombinasi


Sebelum membahas tentang permutasi dan kombinasi, perlu
diperkenalkan tentang pengertian dan notasi faktorial.
1. Faktorial
Faktorial adalah hasil kali bilangan asli secara berurutan dari 1
sampai dengan n atau sebaliknya. Notasi faktorial menggunakan lambang
n!.
Untuk setiap n bilangan asli didefinisikan:

n! = 1 x 2 x 3 x 4 x … x (n-1) x n atau n! = n x (n – 1) x (n – 2) x ….
x2x1
Selain itu didefinisikan juga bahwa 1! = 1 dan 0! = 1.

Contoh 7.3
Tentukan hasil dari 4!
Penyelesaian
4! = 4.3.2.1 = 24
Contoh 7.4
10!
Tentukan nilai dari 6!
Penyelesaian
10 ! 10 x 9 x 8 x 7 x 6!
= =10 x 9 x 8 x 7 =5040
6 ! 6!

2. Permutasi
Permutasi adalah pengaturan beberapa unsur yang berbeda yang
disediakan dengan memperhatikan urutannya. Permutasi r unsur yang
diambil dari n unsur yang tersedia (dengan tiap unsur berbeda dan
r≤n ) adalah susunan dari r unsur itu dalam suatu urutan.

Matematika Dasar 182


Banyaknya permutasi dilambangkan dengan P(n , r) , n Pr , atau

Pnr . Rumus umum banyaknya permutasi r unsur yang diambil dari n


unsur berbeda yang tersedia adalah sebagai berikut.
n!
n Pr =
( n−r ) !
Contoh 7.5
Tentukan banyaknya permutasi 2 huruf yang diambil dari PLEDOI.
Penyelesaian:
6! 6 ! 1×2×3×4×5×6
6 P2 = = = =5×6=30
(6−2 )! 4 ! 1×2×3×4

Untuk permutasi n unsur yang memuat k, l, m, dan seterusnya unsur yang


sama adalah sebagai berikut.
n!
P=
k !l! m!. ..
Contoh 7.6
Tentukan banyaknya susunan 10 huruf yang diambil dari kata
MATEMATIKA
Penyelesaian:
Pada kata MATEMATIKA terdapat 10 huruf dengan huruf M diulang 2
kali,huruf A diulang sebanyak 3 kali, huruf T diulang sebanyak 2 kali,
huruf E,I, dan K diulang 1 kali, sehingga jumlah permutasinya adalah:
10 !
P= =151. 200
2!×3 !×2!
3. Kombinasi
Kombinasi adalah pengaturan dari semua atau sebagian unsur yang
tidak memperhatikan urutan. Kombinasi r unsur yang diambil dari n unsur
yang tersedia (dengan tiap unsur berbeda dan r≤n ) adalah susunan

dari r unsur itu tanpa memperhatikan urutan.

Matematika Dasar 183


Banyaknya kombinasi r unsur dari n unsur yang tersedia dinyatakan
n
dengan n Cr , Cr atau C (n , r ) dan ditentukan dengan rumus berikut ini.
n!
n Cr =
r ! ( n−r ) !
Contoh 7.7
Diketahui 10 siswa putra dan 8 siswa putri.tentukan banyaknya susunan
delegasi jika delegasi tersebut terdiri dari 4 orang!
Penyelesaian
18! 18 ! 18×17×16×15
C18
4= = = =3. 060 susunan
(18−4 )! 4 ! 14 ! 4 ! 1×2×3×4

Contoh 7.8
Sebuah kantong berisi 6 kelereng berwarna merah dan 4 kelereng
berwarna putih. Tiga kelereng diambil sekaligus secara acak. Berapa
banyak cara pengambilan kelereng itu jika kelereng yang terambil adalah
a. Ketiganya berwarna merah
b. Ketiganya berwarna putih
c. Dua berwarna merah dan satu berwarna putih
d. Warnanya bebas

Penyelesaian:
a. Banyaknya cara pengambilan kelereng agar ketiganya berwarna merah
adalah:
6! 6!
C63 = = =20 cara
(6−3 )!3 ! 3 !3 !

b. Banyaknya cara pengambilan kelereng agar ketiganya berwarna putih


adalah:
4! 4!
C34 = = =4 cara
(4−3 )!3 ! 1 !3 !

Matematika Dasar 184


c. Banyaknya cara pengambilan kelereng agar terambil dua berwarna
merah dan satu berwarna putih adalah sebagai berikut.
6! 4!
C62 x C 41 = x =60 cara
(6−2)!2! ( 4−1)! 1!
d. Banyaknya cara pengambilan kelereng tanpa memperhatikan warnanya
adalah sebagai berikut.
10! 10 !
C10
3 = = =120 cara
(10−3 )!3 ! (7 )!3!

Latihan
Silakan selesaikan soal-soal di bawah ini.
1. Hitunglah 6P1, 4P4, dan 7P3.
2. Hitunglah 10C4 dan 20C3.
3. Hitunglah permutasi 6 unsur yang diambil dari 7 unsur yang tersedia.
4. Berapa banyak susunan huruf yang dapat dibentuk dari huruf-huruf
M,A,D,dan U.
5. Berapa banyak susunan huruf yang terdiri dari 2 huruf yang diambil
dari huruf-huruf H,U,T,A,N, dan G.
6. Dalam suatu organisasi akan dipilih pengurus sebagai ketua,
sekretaris, dan bendahara dari 9 calon yan memenuhi kriteria.
Berapakah banyak susunan pengurus yang mungkin?
7. Berapa banyak susunan huruf yang dapat dibentuk dari huruf-huruf
B,A,T,U,B,A,R, dan A.
8. Tentukan banyaknya kombinasi dari 5 unsur yang diambil dari 9 unsur
yang tersedia.
9. Berapa banyak kelompok 7 kartu bisa diambil dari seperangkat kartu
remi?
10. Dari 4 orang bersaudara yaitu Ali (A), Budi (B), Cahya(C), dan Doni
(D), 3 orang di antaranya diundang untuk rapat keluarga. Dengan
berapa cara ke-empat orang bersaudara tersebut dapat memenuhi
undangan?

Matematika Dasar 185


11. Ada 8 orang mahasiswa akan mengajukan persoalannya kepada ketua
jurusannya. Tentukan banyak cara mereka antri?
12. Dalam sebuah permainan sepak bola ada 4 kategori pemain yaitu
depan, tengah, belakang, dan penjaga gawang. PERSEDEN dalam
menghadapi PERSIBU menggunakan sistem 1 – 4 – 4 – 2 (gawang,
belakang, tengah, depan). Jika tersedia 2 penjaga gawang, 7
belakang, 7 tengah, dan 5 depan, ada berapa kemungkinan
kesebelasan yang bisa dibentuk?
13. Senat mahasiswa akan membentuk panitia HUT. Panitia itu terdiri atas
8 orang yang akan diambil dari anggota senat yang banyaknya 13
orang. Berapa macam panitia yang dapat dibentuk?
14. Di dalam sebuah kotak berisi 7 bola putih dan 5 bola merah. Dari
dalam kotak tersebut diambil dua bola secara acak sekaligus. Berapa
banyak pasangan bola yang diperoleh jika
a. terambil semua putih
b. terambil semua merah
c. terambil satu putih dan satu merah
15. Suatu himpunan bilangan bulat mempunyai 10 anggota. Berapa
banyak himpunan bagian dari himpunan tersebut yang terdiri atas
a. 2 anggota
b. 5 anggota
c. 8 anggota
7.3 Peluang
Peluang menyangkut masalah ketidakpastian, biasanya
digambarkan dengan kata-kata yang mengandung makna kemungkinan,
probablilitas, atau peluang. Cabang matematika yang mempelajari cara-
cara penghitungan derajat keyakinan untuk menentukan terjadi atau
tidaknya suatu peristiwa disebut ilmu peluang.
Secara intuitif, peluang suatu peristiwa adalah angka yang
menenunjukan seberapa besar kemungkinan peristiwa itu terjadi. Peluang
yang kecil menunjukan kemungkinan terjadi peristiwa itu sangat kecil.

Matematika Dasar 186


Manfaat menentukan peluang peristiwa adalah untuk membantu
pengambilan keputusan yang cepat. Konsep peluang berkaitan dengan
hasil percobaan. Dimana percobaan dapat dilakukan berkali-kali dalam
kondisi yang sama dan memungkinkan hasil yang berbeda-beda.
Percobaan adalah proses pengumpulan data tentang fenomena
tertentu yang memungkinkan adanya variasi di dalam hasilnya.
Sedangkan hasil percobaan didefinisikan sebagai hasil yang mungkin
terjadi dari suatu percobaan yang dilakukan. Semua hasil percobaan yang
dihimpun dalam suatu himpunan disebut ruang sampel/ruang
contoh/ruang terok. Ruang sampel dalam ilmu peluang dinotasikan
dengan huruf S. Setiap anggota dalam ruang sampel disebut titik sampel.
Ruang sampel dapat dibedakan menjadi dua jenis, meliputi:
a. Ruang sampel diskrit yaitu ruang sampel yang memiliki banyak anggota
berhingga.
b. Ruang sampel kontinu yaitu ruang sampel yang memiliki banyak
anggota tak berhingga.
Selanjutnya, himpunan bagian dari ruang sampel disebut kejadian.
Kejadian adalah kumpulan dari satu atau beberapa titik sampel yang
merupakan hasil yang terjadi pada sebuah percobaan. Berdasarkan
definisi kejadian, ruang sampel di atas, maka himpunan kosong tentunya
juga merupakan kejadian.

1. Peluang Suatu Kejadian


Pendefinisian peluang secara definisi klasik adalah: misalkan suatu
percobaan menghasilkan n titik sampel yang mempunyai kesempatan
muncul sama, namun tidak mungkin terjadi bersama-sama. Kejadian A
muncul sebanyak k kali maka peluang kejadian A yang ditulis P(A) adalah:
n(A) k
P ( A )= =
n ( S) n
dengan n (A) adalah banyaknya anggota kejadian A dan n (S) adalah
banyaknya anggota ruang sampel.

Matematika Dasar 187


Rumus yang sama juga dapat diketahui secara empiris, yaitu
dengan cara melakukan percobaan yang sesunggunya dan menghitung
frekuensi nisbi dari suatu percobaan. Frekuensi nisbi adalah perbandingan
antara banyak hasil percobaan yang diharapkan ( m) dan seluruh
percobaan yang dilakukan (N).
m
frekuensi nisbi = N .
Jika N semakin besar maka frekuensi nisbi akan mendekati nilai peluang
kejadian tersebut.
Selanjutnya, jika menghitung peluang kejadian dengan
menggunakan rumus di atas, maka ada tiga hal yang harus diperhatikan.
a. Jika suatu percobaan dilakukan tanpa suatu keterangan tertentu,
maka dianggap bahwa setiap hasil percobaan yang mungkin
mempunyai peluang yang sama.
b. Jika suatu percobaan dengan hasil yang mungkin cukup banyak maka
akan lebih mudah jika banyaknya hasil yang mungkin dari percobaan
tersebut dihitung terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan keidah pencacahan baik dengan teknik membilang,
permutasi atau kombinasi.
c. Karena 0 ≤ n (A) ≤ n, maka dapat diketahui bahwa 0≤ P (A) ≤ 1,
dengan P(A) = 0 berarti kemustahilan, dan P(A) = 1 berarti kepastian.

Contoh 7.9
Pada percobaan melempar sebuah dadu satu kali berapa peluang kejadian
munculnya mata dadu ganjil?
Penyelesaian:

Diketahui S= {1,2,3,4,5,6 } dan A= {1,2,3 } maka n ( S )=6 dan


n ( A )=3 .
Jadi peluang kejadian A adalah:

Matematika Dasar 188


n ( A)
P ( A )=
n ( S)
3
=
6
1
=
2
Contoh 7.10
Diketahui dalam suatu kotak terdapat 5 bola putih dan 3 bola merah. Dari
kotak tersebut diambil sebuah bola secara acak. Berapa peluang kejadian
terambilnya bola putih.
Penyelesaian:
Anda perhatikan kata acak pada soal ini. Kata tersebut menyatakan bahwa
setiap hasil percobaan mempunyai kesempatan muncul yang sama
sehingga kita dapat menggunakan rumus peluang definisi klasik. Dari soal
diketahui banyaknya anggota ruang sampel adalah n (S) = 8 dan
banyaknya anggota kejadian adalah n (B)=5 maka peluang kejadian B

n( B ) 5
P(B )= =
adalah n( S ) 8
Contoh 7.11
Jika pada kotak dalam soal nomor 2, diambil dua bola sekaligus secara
acak, berapa peluang kejadian terambil bola semuanya putih.
Penyelesaian:
Untuk menghitung banyaknya pasangan bola yang dapat terjadi, kita
harus menggunakan rumus kombinasi dan 2 diambil dari 8 bola yang
terjadi yaitu:
8!
8 C2 = =28
(8−2)!2!

Jadi banyaknya anggota ruang sampel adalah n (S) = 28. Selanjutnya kita
akan menentukan banyaknya anggota kejadian terambil bola keduanya
putih. Bola putih yang tersedia ada 5 akan diambil 2 maka banyaknya

Matematika Dasar 189


pasangan bola putih yang terjadi adalah merupakan kombinasi 2 diambil
dari 5 bola yang tersedia yaitu:
5!
5 C2 = =10
(5−2)! 2!
Jadi, peluang kejadian terambil keduanya bola putih adalah

C2 10 5
P=5 = =
8 C2 28 14
2. Peluang Kejadian Majemuk
Peluang Kejadian majemuk adalah dua kejadian yang dirangkai
menjadi satu kejadian dengan menggunakan kata perangkai gabungan
atau irisan. Secara umum untuk menghitung peluang kejadian majemuk
dapat dijelaskan dengan memanfaatkan teori himpunan, khususnya
menghitung banyaknya anggota gabungan dua himpunan, yaitu:
n ( A∪B ) =n ( A ) +n ( B )−n ( A∩B ) .
Sifat peluang dari gabungan kejadian: misalnya A dan B adalah dua
kejadian yang terdapat dalam ruang sampel,maka peluang kejadian
A∪B adalah
P ( A∪B )=P( A )+ P( B )−P ( A∩B )
Rumus ini untuk menghitung peluang dua kejadian yang tidak

saling lepas. Bila kejadian saling lepas, berarti n ( A∩B ) =0 dan

P ( A∩B )=0 jadi rumus peluang kejadian yang saling lepas adalah:
P ( A∪B )=P( A )+ P(B )

Misalnya kita melembarkan dua buah uang logam bersamaan. A


adalah kejadian munculnya angka pada uang logam pertama dan B adalah
munculnya gambar pada uang kedua. Kejadian A dan B merupakan dua
kejadian saling bebas karena kejadian A tidak dipengaruhi kejadian B,
begitu juga sebaliknya. Rumus yang digunakan untuk menghitung peluang

dua kejadian yang saling bebas P ( A∩B ) adalah:


P ( A∩B )=P( A ) x P(B )

Matematika Dasar 190


Contoh 7.12
Tentukan peluang munculnya mata dadu genap atau mata dadu prima
pada pelemparan sebuah dadu.
Penyelesaian
Ruang sampel pelemparan sebuah dadu S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
Kejadian munculnya mata dadu genap A = {2, 4, 6}
Kejadian munculnya mata dadu prima B = {2, 3, 5}
Dengan demikian, A  B = {2}
P ( A∪B )=P( A )+ P(B )−P ( A∩B )
n ( A ) n (B ) n( A∪B )
= + −
n ( S ) n (S ) n(S )
3 3 1
= + −
6 6 6
5
=
6
5
Jadi, peluang munculnya mata dadu genap atau prima adalah 6

Contoh 7.13
Setumpuk kartu diberi nomor 1, 2, 3, . . ., 10, kemudian tumpukan kartu
tersebut diacak. Tentukan peluang terambilnya kartu bernomor kelipatan
3 atau kelipatan 4 dari setumpuk kartu tersebut.
Penyelesaian
Kejadian terambilnya kartu bernomor kelipatan 3 adalah A = {3, 6, 9}
Kejadian terambilnya kartu bernomor kelipatan 4 adalah B = {4, 8}
Oleh karena kejadian A dan kejadian B adalah dua kejadian yang saling
lepas, maka

Matematika Dasar 191


P ( A∪B )=P( A )+P(B )
n ( A ) n (B )
= +
n (S ) n (S )
3 2
= +
10 10
1
=
2

Jadi, peluang terambilnya kartu bernomor kelipatan 3 atau kelipatan 4

1
2
adalah

Contoh 7.14
Dalam sebuah kotak terdapat 10 bola merah dan 5 bola putih. Dari kotak
itu diambil dua bola berturut-turut tanpa pengembalian bola pertama.
Berapa peluang terambilnya bola merah pada pengambilan pertama dan
bola putih pada pengambilan kedua?
Penyelesaian
Misalkan : M= Merah dan P = Putih
10
P ( M )=
Peluang kejadian munculnya bola merah adalah 15
5
P( P)=
Peluang kejadian munculnya bola putih adalah 14
10 5 5
P( M∩P)= × =
Sehingga 15 14 21
Jadi peluang terambilnya bola merah pada pengambilan pertama dan bola

5
putih pada pengambilan kedua adalah 21 .

Latihan
Kerjakanlah soal-soal berikut!

Matematika Dasar 192


1. Dua mata uang dilambungkan, tentukan peluang munculnya:
a. Gambar pada kedua mata uang tersebut!
b. Angka dan gambar!
c. Angka atau gambar!
d. Paling sedikit dua muka!
e. Paling banyak satu muka!
2. Dua dadu dilambungkan sekaligus. Tentukan peluang munculnya:
a. Jumlah mata prima atau ganjil!
b. Jumlah mata lebih dari 7 atau kurang 10
c. Jumlah mata lebih dari 10 atau kurang 7
3. Tiga mata uang logam dilambungkan satu kali, kemudian banyak muka
yang muncul dicatat. Tentukan peluang yang muncul 2 muka!
4. Misalnya Andi mengambil dua kartu dari 52 kartu bridge dengan cara
satu kartu diambil dan dicatat tanpa harus dikembalikan, kemudian kita
ambil satu kartu lagi. Tentukan peluang terambil kartu as pada
pengambilan pertama dan pada pengambilan kedua mendapatkan kartu
raja!
5. Seperti soal nomor 6, berapa peluang terambilnya satu kartu King dan
satu kartu As bila:
a. pengambilan pertama tidak dikembalikan ke kotaknya!
b. Pengambilan pertama dikembalikan ke kotaknya!

RANGKUMAN

1. Faktorial adalah hasil kali bilangan asli secara berurutan dari 1 sampai
dengan n atau sebaliknya. Notasi faktorial menggunakan lambang n!.

Matematika Dasar 193


n! = 1 x 2 x 3 x 4 x … x ( n-1) x n atau n! = n x (n – 1) x (n – 2) x ….
x2x1
2. Permutasi adalah pengaturan beberapa unsur yang berbeda yang
disediakan dengan memperhatikan urutannya. Rumus permutasi r

n!
n Pr =
unsur yang diambil dari n unsur berbeda adalah: ( n−r ) !
3. Kombinasi adalah pengaturan dari semua atau sebagian unsur yang
tidak memperhatikan urutan. Rumus kombinasi r unsur dari n unsur

n!
n Cr =
yang tersedia adalah: r ! ( n−r ) !
4. Percobaan adalah proses pengumpulan data tentang fenomena
tertentu yang memungkinkan adanya variasi di dalam hasilnya.
5. Hasil percobaan didefinisikan sebagai hasil yang mungkin terjadi dari
suatu percobaan yang dilakukan.
6. Semua hasil percobaan yang dihimpun dalam suatu himpunan disebut
ruang sampel.
n(A) k
P ( A )= =
7. Rumus peluang kejadian A adalah: n ( S) n
Dengan n (A) adalah banyaknya anggota kejadian A dan n (S) adalah
banyaknya anggota ruang sampel.
8. Rumus peluang dua kejadian yang tidak saling lepas:
P ( A∪B )=P( A )+ P( B )−P ( A∩B )
9. Rumus peluang dua kejadian yang saling lepas:
P ( A∪B )=P( A )+ P(B )
10. Rumus peluang dua kejadian yang saling bebasadalah:
P ( A∩B )=P( A ) x P(B )

SOAL – SOAL LATIHAN

Matematika Dasar 194


1. Pada percobaan melempar dua buah dadu ke atas secara bersamaan,
diketahui bahwa A adalah kejadian munculnya muka dadu berjumlah
6. Tentukan peluang kejadian A.
Pada pengetosan dua buah uang logam, hitunglah:
a. Peluang muncul keduanya gambar
b. Peluang tidak muncul gambar
2. Diketahui bahwa peluang seorang anak untuk lulus ujian adalah 0,80.
Berapa orangkah di antara 480 anak diperkirakan akan lulus ujian.
3. Ada 10 orang pemuda dan 10 orang pemudi dalam sebuah pesta
dansa. Sebelum mereka berdansa, mereka saling berjabatan tangan.
Tentukanlah banyaknya jabatan tangan yang bisa terjadi.
4. Ada 7 orang jenderal polisi akan diangkat menjadi kapolda pada 4
buah provinsi. Dengan berapa cara pengangkatan kapolda dilakukan.
5. Seorang siswa diminta mengerjakan 8 dari 10 soal ulangan, tetapi
nomor 1 sampai dengan nomor 5 harus dikerjakan. Berapakah banyak
pilihan yang dapat diselesaikan siswa tersebut?
6. 5 orang dosen mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi
rektor, dekan, dan kepala penelitian. Dengan berapa carakah
pengangkatan bisa dilakukan.
7. Dari 40 siswa terdapat 15 orang gemar voli, 25 orang gemar basket, 5
orang gemar keduanya dan sisanya tidak gemar keduanya.
Tentukanlah peluang terpanggilnya kelompok siswa yang tidak gemar
keduanya.
8. Suatu kelompok yang terdiri dari 5 orang sednag duduk mengelilingi
sebuah meja diskusi yang berbentuk lingkaran. Berapa banyaknya
cara gar mereka dapat duduk mengelilingi meja diskusi dengan urutan
yang berbeda?
9. Hitunglah banyaknya kombinasi 4 huruf yang disusun dari A, B, C, D,
E, dan F.
10. Temukan banyaknya susunan yang berbeda yang dapat dibuat dari
huruf-huruf pada kata “MATEMATIKA”.

Matematika Dasar 195


11. Dari angka-angka 2,3,4,5,6, dan 8 akan dibentuk bilangan terdiri atas
3 angka berlainan. Banyak bilangan antara 300 dan 700 yang dapat
dibentuk dari angka-angka tersebut adalah . . .
12. Di kelas XIIA sedang diadakan ulangan matematika. Setiap siswa
wajib mengerjakan 8 soal di antara15 soal. Soal nomor 12 sampai 15
harus dikerjakan. Banyak cara memilih soal yang dapat dilakukan
siswa adalah . . .
13. Berapa banyak pertandingan sepak bola pada kompetisi Galatama jika
12 kesebelasan bertanding dengan sistem setengah kompetisi.
14. Sebuah dadu dan sekeping uang logam dilempar sekali secara
bersama-sama. Tentukan peluang munculnya angka genap pada dadu
dan munculnya gambar pada uang logam.
15. Sebuah dadu dilempar sekali. Tentukan peluang munculnya bilangan
genap atau bilangan prima.
16. Sebuah kotak berisi 6 bola merah dan 4 bola kuning. Dari kotak
tersebut diambil tiga bola sekaligus. Berapakah peluang bola yang
terambil dua bola merah dan satu bola kuning?
17. Seorang siswa diminta mengerjakan 9 dari 10 soal ulangan, tetapi
nomor 1 sampai dengan nomor 5 harus dikerjakan. Tentukan
banyaknya pilihan yang dapat diambil oleh siswa.
18. Sebuah gedung olahraga mempunyai mempunyai pintu, pak dahlan
ingin masuk ke gedung, lalu keluar melalui pintu yang berbeda.
Banyak pilihan pintu yang dapat dilewati pak ahlan untuk masuk dan
keluar gedung adalah . . .
19. Di kampung durian diadakan acara jalan seht. Pada acar tersebut
panitia menyediakan 10 hadiah berupa 6 jam dinding dan 4 kaos. Saat
undian hadiah, panitia memulai dengan mengambil tiga nomor
undian, ternyata tiga nomor undian tersebut milik anis, budi dan cinta
ketiga orang tersebut diminta maju ke depan dan memilih hadiah, lalu
berturut-turut budi dan cinta. Peluang anis dan cinta mendapatkan
hadiah jam dinding adalah . . .

Matematika Dasar 196


20. Di kelas amir sedang diadakan ulangan fisika. Dalam ulangan tersebut
terdapat 15 soal pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Amir
dapat menjawab 12 soal dengan benar. Tiga soal yang lain dia jawab
dengan cara menebak secara acak karena dia benar-benar tidak tahu
jawabannya. Peluang amir menjawab soal dengan benar adalah . . .

DAFTAR PUSTAKA

Matematika Dasar 197


Ayres dan Schmidt. 2006. Schaum’s Easy Outlines: Matematika
Universitas. Jakarta: Erlangga

Munir, Rinaldi. 2012. Matematika Diskrit. Bandung: Informatika Bandung.

Purcell dan Varberg. 1994. Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid I Edisi 5 .
Jakarta: Erlangga

Siswanto. 2009. Theory and Application Mathematics 2. Solo: PT Tiga


Serangkai Pustaka Mandiri

Suarjana dan Japa. 2015. Buku Ajar Matematika. Undiksha (tidak


diterbitkan)

GLOSARIUM
1. Aksioma : Pernyataan yang dapat diterima sebagai

Matematika Dasar 198


kebenaran tanpa pembuktian.
2. Apriori : Premis-premis tidak memerlukan pengamatan
dalam penalaran deduktif.

3. Deduktif- : Penarikan kesimpulan secara deduktif dengan


aksiomatis menggunakan pernyataan yang dapat diterima
sebagai kebenaran tanpa pembuktian.

4. Denumerable : Tak terhitung.

5. Domain : Daerah asal.

6. Elemen : Unsur atau bagian.

7. Empiris : Perdasarkan pengalaman (terutama yang


diperoleh dari penemuan, percobaan,
pengamatan yang telah dilakukan).

8. Formalisasi : Penyesuaian dengan aturan-aturan yang


berlaku.

9. Generalisasi : Membentuk gagasan atau simpulan umum dari


suatu kejadian.

1 Geometri : Cabang matematika yang menerangkan sifat-


0 sifat garis, sudut, bidang, dan ruang/ilmu ukur.

1 Hipotenusa : Sisi terpanjang pada segitiga siku-siku yang


1. terletak di hadapan sudut sikunya.

1 Hipotesis : Sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau


2. pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dan
sebagainya) yang masih harus dibuktikan
kebenarannya.

1 Imperative : Kalimat berupa pemberian perintah / komando.


3
1 Induksi : Penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan
4. yang khusus untuk diperlakukan secara umum.

1 Interogratif : Kalimat yang mengandung pertanyaan-


5. pertanyaan.

1 Instansi : Tahapan dalam pembuktian kebenaran dalam


6. induksi.

Matematika Dasar 199


1 Intuitif : Bersifat (secara) intuisi, berdasar bisikan (gerak)
7. hati.
1 Kardinal : Jumlah elemen dalam suatu himpunan.
8.
1 Kodomain : Daerah hasil.
9.
2 Koresponden : Hubungan satu-satu.
0. si
2 Kuantifikasi : Mengubah suatu kalimat terbuka menjadi suatu
1. pernyataan adalah dengan menggunakan
kuantor dalam penarikan kesimpulan.

2 Mensintesa : Memadukan kasus-kasus dalam penarikan


2. kesimpulan.
2 Nondeklaratif : Kalimat yang belum jelas nilai kebenarannya.
3.
2 Operasi biner : Operasi yang berkenaan dengan dua himpunan
4. atau lebih.

2 Operasi uner : Operasi komplemen.


5.
2 Postulat : Asumsi yang menjadi pangkal dalil yang
6. dianggap benar tanpa perlu membuktikannya.

2 Premis : Asumsi/kalimat atau proposisi yang dijadikan


7. dasar penarikan kesimpulan di dalam logika.

2 Probabilitas : Kemungkinan / Peluang.


8.
2 Proposisi : Ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan,
9. disangkal, atau dibuktikan benar-tidaknya.

3 Silogisme : Cara berpikir atau menarik simpulan yang terdiri


0. atas premis umum, premis khusus, dan
simpulan.

3 Tabulasi : Penyajian data dalam bentuk tabel atau daftar


1. untuk memudahkan pengamatan dan evaluasi.

3 Verifikasi : Pemeriksaan tentang kebenaran kesemipulan.


2.

DAFTAR INDEKS
1. Aksioma, 35, 36

Matematika Dasar 200


2. Aposteriori, 30
3. Apriori, 32
4. Deduktif- aksiomatis, 34
5. Denumerable, 6
6. Disjoin set, 12
7. Domain, 126, 127, 128, 131,
8. Ekslamatori, 36
9. Elemen, 2,3,5,6,11,14,57,64,69,71, 75, 77
10. Empiris, 32, 181
11. Formalisasi, 34
12. Frekuensi nisbi, 181
13. Generalisasi, 34
14. Geomteri, 2, 36, 88,89,90,91, 94
15. Hipotenusa, 145,150,167
16. Hipotesis, 52,53,55,58,59,60
17. Imperative, 36
18. Induksi, 57, 58, 59,60,61,62,63,64
19. Interogratif, 36
20. Instansi, 56
21. Intuitif, 58,59,180
22. Join sets, 12
23. Kardinal, 6,7
24. Kodomain, 126,127,128,131
25. Korespondensi, 5, 6, 7, 129, 130
26. Kuantifikasi, 37
27. Mensintesa, 30
28. Nondeklaratif, 36
29. Operasi biner, 10, 11
30. Operasi uner, 10
31. Postulat, 36
32. Premis, 30, 32, 34, 53
33. Probabilitas, 30
34. Proposisi, 39, 51, 56, 57, 58, 59
35. Silogisme, 32, 52, 54
36. Sistem aksiomatik, 34
37. Tabulasi, 3,6,22,24
38. Union, 14
39. Verifikasi, 32

Matematika Dasar 201

Anda mungkin juga menyukai