PENDIDIKAN KOMPERATIF
13 APRIL 2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
BAB I. Pendahuluan............................................................................................................ii
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................14
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut Tuhan Yang Maha Esa, tak hentinya saya haturkan puja dan puji
syukur, dikarenakan rahmat, berkah dan inayah-Nya lah makalah ini mampu terselesaikan
tanpa hambatan yang berarti.
Makalah ini telah disusun semaksimal mungkin dengan bantuan beberapa pihak,
untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami tahu bahwa masih banyak kekurangan karena kami
sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah swt. Semata. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca sangatlah berarti bagi kami.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
luas khususnya para pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
Kita dapat menelusuri asal usul Interaksionisme Simbolis ke para ahli filsafat
moral Skotlandia abad ke–18, yang mencatat bahwa individu mengevaluasi perilaku
mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain .
Analisis Fungsional
Analisis Fungsional adalah masyarakat merupakan suatu kesatuan utuh ;
masyarkat terdiri atas bagian bagian yang berhubungan yang saling bekerja sama.
Analisis fungsional yang juga di kenal sebagai fungsionalisme (functionalism)
dan fungsionalisme struktur (structural functionalism) berakal pada asal usul
sosiologi. Auguste Comte dan Herbert Spencer, mereka menulis “sebagaimana
seorang atau seekor hewan memiliki organ yang berfungsi bersama, masyarakat
pun demikian halnya”.
Emile Durkheim pun memandang bahwa masyarakat terdiri atas beberapa
bagian yang amsing masing memiliki fungsi sendiri–sendiri. Jika semua bagian
masyrakat menjalankan fungsinya, maka masyarakat berada dalam keadaan
“normal“.
Para fungsionalis mengatakan bahwa ,untuk dapat memahami masyrakat,
maka kita perlu melihat struktur (structure bagaimana bagian–bagian masyarakat
saling menyatu untuk membentuk keseluruhan) dan fungsi (function, apa yang
dilakukan dalam tiap bagian, bagaimana bagian tersebut memberikan
kontribusinya pada masyarakat).
Teori Konflik
Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang memiliki dorongan untuk
hidup berkelompok secara bersama-sama. Oleh karena itu, dimensi sosial menyatu
kepada kepentingan sebagai makhluk sosial, yang didasari pada pemahaman bahwa
manusia hidup bermasyarakat. Pendidikan dalam konteks ini adalah usaha untuk
membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar mereka
dapat berperan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Dalam
hal pengaruh sekolah terhadap masyarakat pada dasarnya tergantung pada luas tidaknya
produk serta kualitas pendidikan itu sendiri. Semakin besar output sekolah tersebut
dengan disertai kualitas yang mantap dalam artian mampu mencetak sumber daya
manusia yang berkualitas maka tentu saja pengaruhnya sangat positif bagi masyarakat,
sebaliknya meskipun lembaga pendidikan mampu mengeluarkan outputnya tapi dengan
SDM yang rendah secara kualitas, itu juga jadi masalah tidak saja bagi output yang
bersangkutan tapi berpengaruh juga bagi masyarakat.
Pembinaan dan Tanggung Jawab Pendidikan oleh Masyarakat. Bila dilihat dari
konsep pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang yang dengan berbagai
ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang
berpendidikan tinggi. Baiknya kualitas suatu masyarakat ditentukan oleh kualitas
pendidikan para anggotanya, semakin baik pendidikan anggotanya, semakin baik pula
kualitas masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat merupakan lembaga pendidikan
yang ketiga setelah pendidikan dilingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak
jelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah. Hal ini disebabkan
faktor waktu, hubungan, sifat dan isi pergaulan yang terjadi di masyarakat. Meski
demikian masyarakat mempunyai peran yang besar dalam pelaksanaan pendidikan
nasional. Peran masyarakat antara lain menciptakan suasana yang dapat menunjang
pelaksanaan pendidikan. Nasional, ikut melaksanakan pendidikan non pemerintah
(sosial).
Pada dasarnya pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua untuk
mempersiapkan anak atau generasi mudanya agar nantinya dapat hidup secara mandiri
dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara baik. setiap kelompok
masyarakat, atau suku bangsa, mempunyai cara-caranya tersendiri yang berbeda satu
dengan lainnya. Bahkan pada umumnya orang berpendapat bahwa kemajuan dan
perkembangan suatu masyarakat, bangsa dipengaruhi atau tergantung pada sistem
pendidikan, dan sistem pendidikan itu terbentuk sesuai dengan pandangan hidup bangsa
yang bersangkutan. Suatu masyarakat atau bangsa dengan pandangan hidup yang
terbuka, akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tujuan pendidikan berkaitan erat dengan tujuan hidup manusia, dan tujuan hidup
ini pun berbeda-beda antara bangsa yang satu dengan yang lainnya dalam
menanggapinya. Permasalahan dari pendidikan tersebut adalah apakah pendidikan itu
mendidik dan mengembangkan individu, atau untuk mengembangkan bangsa,
masyarakat atau negara? Dalam sistem pendidikan yang demokrasi, dimana orientasi
pendidikan adalah untuk mendidik dan mengembangkan individu, maka negara
berkewajiban untuk memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk
mendapatkan pendidikan dan pengembangan segenap potensinya.
Suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahkan pada masa sekarang ini,
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, masih terbatas pada bangsa-bangsa
tertentu, yaitu dikalangan bangsa-bangsa yang sudah maju, maka dengan pendidikannya
boleh dikatakan mereka memegang kendali terhadap kehidupan bangsa lainnya. Dengan
demikian, eksploitasi bahkan penjajahan dari bangsa-bangsa maju terhadap bangsa yang
lemah dan belum berkembang tidak mampu dihindari, mereka yang berpendidikan
minim akan selalu bergantung pada mereka yang jauh lebih maju dan berpendidikan.
Vizey (1996) menyatakan ukuran yang paling populer dalam melihat peranan
ekonomi dalam pendidikan adalah mempertautkan antara ekonomi dan pendidikan itu
sendiri. Pemikiran Vizey ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan merupakan
human capital. Pemikiran ini muncul pada era industrialisasi dalam masayarkat modern.
Argumen ini memiliki dua aspek, yaitu:
Dalam menjalankan sistem politik, teori Montesque yang terdiri atas lembaga
legislatif, eksekutif dan yudikatif merupakan teori yang menarik untuk dikaji dalam
sistem politik moderen dewasa ini.
Lembaga legislatif adalah lembaga kerakyatan yang berwenang untuk meletakkan
perencanaan agar menyiratkan kehendak nurani rakyat, dan selanjutnya mengawasi
pelaksanaannya setiap saat, dan terakhir mengevaluasi untuk
mengetahui sejauhmana keberhasilan yang dicapai oleh politisi
eksekutif.
Lembaga yudikatif adalah pemilik otoritas hukum pada semua unsur lapisan
masyarakat dan bangsa. Dalam bertindak lembaga ini tidak pandang bulu, baik terhadap
rakyat atau
pemerintah dan politisi sekalipun. Penegak hukum ini harus mengedepankan arti
supremasi hukum, dan tidak dapat diintervensi oleh siapapun.
Dalam negara yang berdaulat, politisi juga sangat
menentukan idiologi suatu bangsa sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.
Idiologi sebuah negara sangat menentukan arah dan tujuan sebuah lembaga pendidikan,
artinya pendidikan diarahkan untuk mendidik mental manusia mencapai paham idiologi
yang disepakati dan dianut oleh sebuah negara.
Selain dipengaruhi oleh muatan idiologis, pendidikan juga lebih banyak diwarnai nilai
budaya yang berkembang dalam setiap negara. Akan tetapi muatan idiologi lebih
dominan ketimbang nilai budaya. Para pelaku politik kadang kala mendoktrin institusi
pendidikan untuk lebih banyakmetransper nilai idiologi guna membentuk idiologi siswa,
sehingga ada kesan institusi pendidikan selalu terkooptasi oleh
penguasa. Hal ini membuat institusi pendidikan tidak dapat memerankan fungsinya
sebagai lembaga kajian ilmiah yang murni dan independen.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa peran politik ikut menentukan warna
pendidikan. Di Indonesia tidak terlalu aneh kalau setiap ganti menteri, maka kurikulum
dan sistem pendidikan selalu berubah, karena ada kesan aspek-aspek ini
dijadikan alat politik. Contoh, mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa
(PSPB) yang terkesan seperti mengarahkan generasi terdidik untuk mengkultuskan
seseorang. Begitu juga dengan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dan
penataran Pedoman PenghayatanPengamalan Pancasila (P4) yang di satu pihak
menekankan moral Pancasila, tapi di lain pihak berbeda dengan kenyataan prilaku
sebagian praktisi politik yang terlanjur disebut-sebut telah melakukan korupsi, kolusi dan
nepotisme(KKN). Kenyataan ini membuat pendidikan hanya melegitimasi keabsahan
penguasa. Para pendidik, misalnya, dituntut untuk
mengabdi kepada bangsanya – katanya pahlawan tanpa tanda jasa – tetapi tidak bisa
lepas dari rantai kekuasaan. Idealisme dan kebebasan ilmiahnya terkubur oleh
keserakahan politisi. Hal ini mengandung implikasi buruk terhadap anak-anak bangsa
sebagai tunas harapan bangsa dan negara.
Selain itu, pendidikan juga memiliki peran sebagai agen pembaharuan dan
perubahan, transliter budaya dan sentra demokratisasi yang dapat merubah konstelasi
politik menjadi lebih sehat, transparan, dan kompetitif.
Teori sumberdaya manusia yang dipelopori oleh T.W. Schultz menjelaskan bahwa
perkembangan suatu masyarakat pada dasarnya berlandaskan pada investasi manusia.
Dengan semakin berkualitasnya manusia sebagai penduduk bangsa akan mendorong
meningkatanya produktifitas mereka. Peningkatan produktifitas akan mempenagruhi
peningkatan penghasilan penduduk, sehingga pada gilirannya secara agregat dapat
mengangkat masyarakat secara keseluruhan ke arah taraf yang lebih tinggi. Sehingga
kuncinya adalah kualitas manusianya. Oleh karenanya, dalam konteks ini pendidikan
memegang peranan sangat pentingdalam rangka membangun masyarakat.
Sedikit berbeda dengan teori sumberdaya manusia di atas, teori modernisasi tidak
saja menekankan pada peningkatan mutu sumberdaya manusianya akan tetapi juga
menekankan peningkatan infrastuktur sosial menuju yang lebih modern. Infrastuktur
sosial menuju yang lebih modern tersebut adalah infrastruktur sosial yang antara lain
meliputi: lembaga-lembaga sosial, alat-alat komunikasi, termasuk juga lembaga
pendidikan.
Dalam pandangan teori ini, banyak terjadi di negara-negara berkembang bahwa ada
lembaga-lembaga modern yang diisi oleh manusia yang kualitasnya masih tradisional
seperti manusia-manusia yang memiliki ciri-ciri kurang produktif, malas, kurang mampu
bekerja secara profesional. Manusia-manusia dengan kualitas rendah atau tradisional
tersebut banyak bekerja di pabrik-pabrik, stasiun TV, badan usaha swasta, dan birokrasi
perkantoran pemerintah. Sebaliknya banyak pula manusia-manusia yang sudah dididik
maju akan tetapi bekerja dan menjalankan kelembagaan yang alat-alat kelengkapannya
masih tradisioanal. Oleh karena itu, menurut teori ini pembangunan masyarakat
disamping perlu dimulai dengan upaya peningkatan sumberdaya manusia juga dengan
penyediaan infrastruktur sosial yang lebih modern.
Selain dari tiga teori yang telah disebutkan di atas, yakni teori sumberdaya
manusia, teori modernisasi dan teori stuktural-fungsional, terdapat teori lain yang
menjelaskan tentang fenomena yang sama, yaitu: teori mobilitas isi, teori alokasi dan
teori legitimasi.
Penjelasan inti dari teori-teori tersebut dapat dipaparkan sebagaimana berikut: teori
mobilitas isi menjelaskan bahwa bila semua anak mengalami dan menikmati pendidikan
yang teratur dan mempunyai sejumlah pengetahuan dan kecakapan leat pendidkan, maka
akan terangkatlah masyarakatnya. Sedangkan teori alokasi menyebutkan bahwa
pendidikan itu lebih berfungsi sebagai pemilih, penortir, dan penjatah daripada hanya
sebagai lembaga sosialisasi.
Seperti yang kita ketahui, banyak sekali metode-metode yang dapat diberikan
kepada peserta didik dalam menyampaikan materi yang sedang dibahas. Metode
pembelajaran diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 jenis, yaitu :
(a) Strategi pengorganisasian, yaitu metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi
yang telah dipilih untuk pembelajaran. “Mengorganisasi” mengacu pada sautu
tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lainnya
yang setingkat dengan itu.
(b) Strategi penyampaian, yaitu metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada si-
belajar dan atau untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari si-belajar.
Media pembelajaran merupakan bidang kajian utama dari strategi ini
(c) Strategi pengelolaan, yaitu metode untuk menata interaksi antara si-belajar dan
variabel strategi pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran.
Selain itu, dengan adanya pengembangan teknologi yang pesat, internet bisa
menjadi pusat pembelajaran dengan menggunakan teknologi tersebut, pembelajaran
dilakukan dengan internet biasa atau bisa disebut dengan pembelajaran teknologi atau
web. Para ahli pendidikan teleh menemukan berbagai pengembangan model desaint
pembelajaran, dari model pembelajaran micro (pertemuan kegiatan pembelajaran)
ataupun macro (waktu kegiatan tertentu) penggunan kegiatan ini disesuaikan dengan
kebutuhan yang akan dilakukan.
Pendidikan jarak jauh secara online yiyang selama ini diangap masalah adalah
tidak adanya interaksi antara dosen dan mahasiswanya. Namun demikian, dengan media
internet sangat dimingkinkan untuk melakukan interaksi antara dosen dengan mahasiswa,
baik dalam bentuk waktu nyata (real time) atau tidak. Dalam bentuk real time dapat
dilakukan misalnya dalam suatu chatroom, interaksi langsung dengan real audio atau
real video, dan online meeting. Sedangkan yang tidak real time bisa dilakukan dengan
mailing list, discussion group, newsgroup, dan buletin board.
Dengan cara ini interaksi dosen dan mahasiswa dikelas mungkin akan tergantikan
walaupun tidak 100%. Bentuk materi, ujian, kuis, dan cara pendidikan lainya dapat juga
diimplementasikan ke dalam web, seperti materi dosen dibuat dalam bentuk presentasi di
web dan dapat di-download oleh mahasiswa. Begitu juga dengan ujian dan kuis dengan
cara yang sama.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Terdapat perbedaan besar antara ketiga perspektif teoritis terletak pada jenjang
analisis nya. Para fungsionalis dan ahli konflik memutuskan perhatian pada jenjang
makro (macro level) artinya mereka mempelajari pola masyarakat berskala besar.
Sebaliknya penganut interaksionisme simbolis memusatkan pada pada jenjang mikro
(micro level).
Dan juga Menurut teori human capital, kontribusi pendidikan sangat berpengaruh
terhadap pembangunan ekonomi. Kontribusi tersebut dapat dicapai melalui peningkatan
keterampilan dan produktivitas kerja.
Selain itu, pendidikan juga memiliki peran sebagai agen pembaharuan dan
perubahan, transliter budaya dan sentra demokratisasi yang dapat merubah konstelasi
politik menjadi lebih sehat, transparan, dan kompetitif.
Jadi, menurut kami engan cara ini interaksi dosen dan mahasiswa dikelas mungkin
akan tergantikan walaupun tidak 100%. Bentuk materi, ujian, kuis, dan cara pendidikan
lainya dapat juga diimplementasikan ke dalam web, seperti materi dosen dibuat dalam
bentuk presentasi di web dan dapat di-download oleh mahasiswa. Begitu juga dengan
ujian dan kuis dengan cara yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/Asus/Downloads/2612-6831-2-PB.pdf
file:///C:/Users/Asus/Downloads/J.pdf
https://nurhibatullah.blogspot.com/2014/01/sistem-pendidikan-di-indonesia-dimensi.html
https://www.kompasiana.com/careberos_21/peranan-masyarakat-dalam-
pendidikan_5500a0da813311491bfa7b41
Tualeka, M. Wahid Nur. "Teori Konflik Sosiologi Klasik Dan Modern." Al-Hikmah 3.1
(2017): 32-48.