Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sejumlah besar penyebab kanker ganas lidah telah diduga, tetapi berdasarkan
para ahli belum ada pernyataan yang dapat dibuat secara tegas. Namun ada
beberapa dugaan bahwa kanker ganas lidah terjadi karena ada hubungan dengan
beberapa gangguan tertentu atau penyakit-penyakit tertentu.
Makroglosia adalah bentuk lidah yang tidak normal. Ini adalah pembesaran
lidah yang tidak normal. Kelainan ini biasanya bersamaan timbulnya dengan
kelainan turunan, sebagai contoh pada kelainan Beckwith–Wiedemann Syndrome.
Pembedahan mungkin diperlukan untuk terapi kelainan ini.
Makroglosia adalah pembesaran dari lidah yang secara primer terjadi karena
pertumbuhan yang berlebihan dari otot. Keadaan ini lebih sering terjadi
dibandingkan mikroglosia, dapat terjadi secara kongenital dan dapatan. Kelainan
ini biasanya bersamaan timbulnya dengan kelainan turunan.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah terapi pembedahan pada makroglossia pada kelainan
Beckwith–Wiedemann Syndrome ?

I.3 Tujuan
1. Mengetahui terapi pembedahan pada makroglossia pada kelainan Beckwith–
Wiedemann Syndrome.

I.4 Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang terapi pembedahan
pada makroglossia pada kelainan Beckwith–Wiedemann Syndrome
2

BAB II
TELAAH JURNAL

2.1 Abstrak
Makroglossia diobservasi pada mayoritas pasien anak- anak yang didiagnosis
Beckwith–Wiedemann Syndrome dan diindikasikan terapi pembedahan. Studi
retrospektif selama 20 tahun digunakan untuk mengevaluasi seluruh pasien
dengan Beckwith–Wiedemann Syndrome yang mengalami perawatan pengurangan
ukuran lidah dari suatu institusi. Review literatur juga ditampilkan. Terapi
pembedahan diindikasikan dan dilaksanakan pada 23 pasien yang rata- rata
bermacam- macam dari 0- 3 subjek. Rata- rata diikuti selama 7 tahun. Indikasi
primer terapi pembedahan makroglossia yang dimasukkan adalah penonjolan
lidah yang signifikan 30% (n=7), dan kombinasi dengan permasalahan klinis 70%
(n=16). Prosedurnya dilaksanakan oleh ahli bedah yang sama dengan
menggunakan anterior, V-shaped, wedge resection technique. Dua pasien
memiliki komplikasi post operasi secara langsung. Tidak ada kekambuhan
makroglossia pada pengamatan studi ini. Laporan klinis selama follow up
menunjukkan hasil yang memuaskan posisi lidah istirahat pada semua pasien.
Review literatur menunjukkan variabel dalam indikasi pembedahan, tehnik, dan
post operatif. Hasil dari studi ini mengindikasikan bahwa anterior wedge
resection technique lebih simpel, efektif dan aman untuk terapi pembedahan pada
anak dengan diagnose Beckwith–Wiedemann Syndrome yang menderita
makroglossia.

Beckwith–Wiedemann Syndrome (BWS) adalah penyakit pertumbuhan pada


anak- anak yang paling terkenal dengan insiden 1 dari 12.000 sampai 1 dari
13.700 angka kelahiran. Differential diagnose berupa diabetes gravidarum atau
obesitas dan sindroma kelainan genetic pertumbuhan yang diketahui (Simpson–
Golabi–Behmel syndrome, Costello syndrome, Perlman syndrome, Sotos
syndrome, and mucopolysaccaridosis type VI).
3

Bentuk wajah pada BWS yaitu facial naevus flammeus, midfacial hypoplasia,
macroglossia, peningkatan lebar muka bawah dengan prominent mandible,
earlobe anterior mengerut dan lubang pantan kecil seperti bentuk skrup.
Pada analisa genetik menanamkan secara cluster H19 atau Lit1 mayoritas
pasien (80%). Dtemukan banyak kasus UniParental Disomy (UPD) dari 11p15
20%, mutasi gen CDKN1C 5-10% dan 10-15% tidak terkomfirmasi. Asosiasi
Embrionic Malignancies dan BWS mendokumentasikan bahwa tumor biasa
terjadi pada dekade 4 tahun kehidupan.
Makroglossia didifinisikan sebagai lidah istirahat dan rigid yang menonjol
diantara atau di luar gigi. Prosedur pengurangan lidah sering digunakan sebagai
terapi pasien BWS dengan makroglossia yang bisa menyebabkan berbagai
masalah atau penurunan fungsi: obstruksi jalan nafas, deglutasi, drooling, dan
kesulitan pengucapan.

Gambar 1. Macroglossia in BWS, including a


hemihypertrophy of the right side of the tongue.

2.2 Materials and methods


Metode yang digunakan retrospektif pada semua pasien BWS dengan terapi
pembedahan pengurangan lidah antara tahun 1990-2010 di Academic Medical
Center (AMC) di Amsterdam, Belanda. Kriteria inklusi adalah terdiagnosa BWS,
4

terapi pembedahan makroglossia, dan minimal diikuti selama 1 tahun. Untuk


prosedur pembedahan parameter yang dievaluasi adalah gender, genetik subtipe
dari BWS, pelebaran lidah komplit atau hemihipertropi, sleep apnea, indikasi
pembedahan, penurunan fungsi (obstruksi jalan nafas, masalah makan, merasa,
dan kesulitan mengucap), perubahan orofacial, antisipasi masalah penampilan,
umur saat pembedahan, tipe pembedahan, waktu, kehilangan darah saat
pembedahan, adanya pembedahan craniofacial lain, komplikasi post operasi,
waktu follow up, laporan setelah terapi pembedahan.
Sehubungan dengan prosedur pembedahan yaitu dengan V- shaped wadge
yaitu eksisi lidah dari anterior dengan general anestesi.
Singkatnya, lidah ditandai dari anterolateral sebelum injeksi infiltrasi
adrenalin 1:200000 dan lidokain 1% intralingual. Membuat garis lurus di
posteromedial dan bertemu di posterior yang membentuk sudut, disebut pola V-
shaped wadge, klem satinsky diletakkan di lateral untuk eksisi. Scalpel A-15
blade digunakan untuk insisi dan diseksi sepanjang garis dan excetive lingual
tissue dengan electrocauter. Setelah operasi, control perdarahan dan ditutup
dengan 4-0 vicryl. Setelah operasi pasien dimonitor secara intensif untuk
antisipasi jalan nafas dan makan. Pasien diposisikan anti-tenderlenberg dan
diberikan pendingin intraoral dan dirawat di ICU untuk observasi. Selama tidak
ada masalah berikutnya pasien disarankan untuk control rutin ke poli anak secara
teratur.
Literature komputerisasi digunakan untuk identifikasi studi klinis evaluasi
terapi pembedahan pada pasien BWS dengan makroglossia.
5

Gambar 2. Anterior wedge resection technique as performed at the Academic Medical Center of
Amsterdam.

2.3 Result
Dari tahun 1990- 2010 telah ditulis tentang masalah- masalah klinis pasien
BWS yang berhubungan dengan makroglossia. Terapi konservatif makroglossia
ditunjukkan pada 31 pasien dengan gejala ringan. Pembedahan diindikasikan dan
dilakukan pada 23 pasien dengan tahunan rata-rata bervariasi dari 0 sampai 3
subjek. Di semua kasus, penulis senior melakukan operasi pengecilan lidah
menggunakan tehnik Anterior V-shaped wadge resection (AWR). Demografi
pasien ditunjukkan pada Tabel 1.
6

Ada 12 laki-laki dan 11 perempuan. Analisis rutin hasil sampel darah


mengakibatkan distribusi subtipe genetik berikut: penyimpangan gen Lit 48%,
penyimpangan gen H19 13%, dan 26% di UPD. Dalam tiga subjek (13%), tidak
ada konfirmasi molekuler yang ditemukan. Hemi-hipertrofik asimetri lidah
diamati pada 30%, dengan kanan lebih besar dari kiri 22% dan kiri lebih besar
dari kanan 8% dari kasus. Penyelidikan preoperative polysomnographic
dilakuakan karena dicurigai terkait masalah sleep apnea dilakukan pada 5 pasien
(22%). Dalam kebanyakan kasus (70%), yang indikasi untuk operasi pengecilan
lidah didasarkan pada kombinasi signifikan tonjolan lidah dan masalah klinis lain
terkait dengan makroglossia seperti masalah makan (39%), air liur terus-menerus
(35%), dan kesulitan menelan (13%). Indikasi Primer pembedahan, berdasarkan
pada tonjolan lidah soliter (masalah antisipasi berikutnya dalam penampilan),
dilaporkan dalam 7 kasus (30%). Semua pasien termasuk operasi primer dengan
usia rata-rata 19 bulan (Kisaran 3-68 bulan). Rata- rata waktu operasi 29 menit.
Kehilangan darah tidak signifikan. Sembilan pasien (39%) mengalami prosedur
lainnya, termasuk lingual frenulectomy pada 5 pasien (22%) dan
adenotonsillectomy pada 4 pasien (17%). Salah satu subjek merupakan indikasi
operasi lidah sekunder setelah pengangkatan jaringan primer reduction. Tidak
kekambuhan pada makroglossia berdasarkan pengamatan. Komplikasi terlihat
langsung pasca operasi pada 2 kasus (8%): satu obstruksi jalan napas perioperatif
setelah pemberian morfin (4%) dan yang lain menderita luka parsial dehiscence
setelah 3 hari (4%). Tidak ada kendala yang muncul pada saat Intubasi. Rata-rata
tindak lanjut dalam kurun waktu 7 tahun (kisaran 1-19 tahun). Dilaporkan secara
klinis selama masa tindak lanjut menunjukkan hasil yang memuaskan posisi lidah
pada saat beristirahat di semua 23 pembedahan pasien yang dirawat, didefinisikan
sebagai lidah yang terletak dalam alveolar perbatasan rongga mulut selama lebih
dari 95% dari waktu (Gbr. 3). Gangguan pertumbuhan Persistent orofacial
nampak di satu subjek (4%) setelah 6 tahun. Masalah berbicara diamati pada satu
anak (4%) dengan keterlambatan perkembangan secara umum yang disebabkan
7

oleh komorbiditas. Komplikasi disfungsi saraf lingual tidak diamati pada


kelompok studi.
Literature study
Sepuluh publikasi diidentifikasikan, menggambarkan 94 BWS yang menjalani
operasi pengurangan lidah. Berikut review penulis hanya dari aspek makalah yang
berhubungan dengan indikasi, teknik bedah yang digunakan untuk koreksi
makroglossia, dan hasil jangka panjang setelah operasi (Tabel 2). Jumlah pasien
yang menjalani operasi pengecilan lidah berkisar dari n = 3 ke n = 17 pasien.
Indikasi utama sebelum operasi dilaporkan hanya dalam 7 penelitian, dan
bervariasi dari tonjolan lidah soliter untuk beberapa masalah klinis seperti
masalah air liur, perkembangan bicara yang tertunda, dan gigi malocclusion.
Rata- rata usia saat pembedahan antara 15 dan 51 bulan. Dalam sebagian besar
kasus yang dilaporkan tersebut teknik AWR dilakukan untuk pengurangan lidah.
Preoperative tracheostomies dilaporkan dalam empat kasus.
Komplikasi pascaoperasi yang disebutkan ada 4 dari 10 studi, dan termasuk
dehiscence luka (n = 2), dan kekambuhan dari makroglossia (n = 4). Laporan
hasil klinis setelah pembedahan pengurangan lidah bervariasi dan subyektif.
8

Tabel 1. Patient demographic and clinical data regarding tongue surgery at the Academic
Medical Center of Amsterdam between 1990 and 2010.

2.4 Discussion
Dalam BWS, makroglosia biasanya muncul saat lahir dan mungkin
memerlukan intervensi bedah dalam persentase kecil.
Penelitian ini unik yaitu dalam menggambarkan serangkaian pasien BWS
yang melakukan terapi pembedahan dan dirawat karena makroglossia pada 23
pasien. Semua prosedur dilakukan oleh ahli bedah yang sama, dengan
menggunakan tehnik yang sama. Literatur berkaitan dengan BWS dan pengobatan
bedah makroglossia terdapat 10 penelitian lain yang menggambarkan total dari 94
subyek. Sebelumnya laporan mengenai pengobatan makrolgossia pada BWS
belum termasuk komponen genetik yang mendasari. Ketika membandingkan
dengan literatur tentang genotipe BWS, distribusi genetik yang sama ditemukan
di sekitar 60% dari pasien dengan penyimpangan di salah satu cluster H19 atau
9

Lit1, sekitar 20% dari pasien dengan UPD, dan sekitar 15% dari pasien tanpa
konfirmasi molekul. Ini dapat menyebabkan asumsi bahwa perbedaan dalam
ekspresi dan tingkat keparahan makroglossia secara merata di genetic
subkelompok BWS.
Fungsi Lidah penting bagi deglutition, fonasi, respirasi, dan membasahi bibir.
Juga fungsi, sensorik lidah memainkan peran penting dalam indera perasa.
Diagnosis klinis makroglossia dilakukan berdasarkan kriteria subyektif
dengan mengevaluasi gejala seperti kesulitan respirasi dan penonjolan lidah, air
liur, fonasi, dan deglutition. Dalam pengalaman penulis BWS, lidah membesar
bervariasi dalam derajat dan keparahannya. Hemihipertrofi diamati pada 30% dari
pasien yang dikaji. Unilateral pembesaran lidah di BWS hanya dibahas dalam dua
lainnya. Dari mereka, hanya sampel survei studi yang dilakukan oleh Van Borsel
et al. mencatat 2 dari 40 responden, dengan lidah hemi-hipertrofik asimetri.
Kacker et al. dan Rimell et al. menggambarkan kasus yang parah dari saluran
napas akibat obstruksi makroglossia dan melakuakan trakeostomi pra operasi.
Obstruksi Akut jalan napas karena makroglosia tidak diamati dalam salah satu
pasien saat ini, karena itu tidak ada trakeostomi pra- operasi pengurangan lidah.
Masalah yang berhubungan dengan Sleep apnea ditemukan lima dari pasien ini,
yang kemudian menjalani evaluasi polysomnographic. Rimell et al. juga
mengamati tanda-tanda ringan gangguan saluran atas di tujuh dari sembilan
pasien yang ditindaklanjuti melampaui usia 18 bulan. Mereka menyimpulkan
bahwa hambatan dalam awal masa bayi akan berhubungan dengan pembesaran
dasar lidah, dan obstruksi yang saluran napas kemudian terjadi di masa kanak-
kanak, kemungkinan besar hasil dari tonsil dan adenoid hypertrophy. Ketika
melihat indikasi bedah, hasil ini umumnya sebanding dengan penelitian
sebelumnya. Obstruksi jalan napas akut tidak diamati dalam penulis 'pasien,
namun dilaporkan indikasi penting dalam subyek dari tiga study lainnya. Diduga
Masalah dalam penampilan adalah indikasi utama untuk operasi pengurangan
lidah 7 dari subyek ini (30%), dan memainkan berperan penting dalam indikasi
lainnya 17 pasien dioperasi, serta pasien yang disajikan oleh enam penelitian lain.
10

Dalam sebagian besar kasus penulis ' (70%), indikasi untuk operasi pengurangan
lidah didasarkan pada kombinasi lidah yang signifikan tonjolan dan penurunan
fungsional. Indikasi serupa yang dilaporkan dalam satu studi lain yang dilakukan
oleh Tomlinson et al. Khususnya selama makan, lidah membesar melapisi gigi
dapat mengakibatkan cedera berulang-ulang permukaan lidah perdarahan,
menyebabkan rasa sakit dan akhirnya penurunan pengunyahan. Pembesaran
mandibula yang berlebih menjadi sebagai indikasi bedah penting dalam
setidaknya 4 dari 10. Ini dapat dijelaskan pada waktu operasi lidah.
Tujuan operasi glossoplastic adalah untuk mengurangi ukuran lidah,
sementara mempertahankan bentuk normal lidah dan fungsi. Sebuah studi baru-
baru ini dilakukan oleh Kawafuji et al. menunjukkan bahwa makroglossia tidak
diobati dapat mengakibatkan gigitan lidah dan arch 20 gigi lebar. Rujukan Akhir
disebabkan tertundanya perawatan bedah dalam 4 kasus. Hal ini mengakibatkan
usia rata-rata dioperasi dari 19 bulan pada kelompok pasien ini.
Pengetahuan tentang anatomi lidah dan posisi dari nervus lingualis penting
untuk memungkinkan kinerja yang aman bedah pengurangan lidah untuk
pengobatan makroglossia. Sementara mengurangi lidah, penting untuk
melestarikan inferolateral neurovaskular bundel dan disaat yang sama menjaga
bentuk lidah.
Teknik bedah untuk pengobatan makroglossia banyak yang telah
dikembangkan. Menurut sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Hettinger et al.,
prosedur ini dapat dibagi menjadi 1 dari 6 kategori, termasuk: amputasi ujung,
AWR, Central Reduction (CR), posterior Flap excisions, excisions marjinal
(ME), dan kombinasi prosedur (CP). Hasil dari studi literatur menunjukkan
bahwa sebagian besar prosedur yang dilakukan untuk pengurangan jaringan lidah
melalui AWR atau CR. Teknik tersebut juga termasuk penghilangan submukosa,
pengurangan jaringan lidah, dan lidah menggunakan aspirator ultrasonik.
Dalam BWS, lidah diperbesar dalam tiga dimensi dan melibatkan peningkatan
panjang, lebar dan tinggi dari otot. Karena makroglossia bukan fenotipik
homogen, teknik bedah yang dirancang untuk mengurangi volume lidah harus
11

individual sesuai pasien itu sendiri. Prosedur AWR mengakibatkan pemendekan


panjang dan lebar otot lidah (kekurangan dari teknik AWR adalah ketinggian
lidah tetap tidak berubah). Dalam kasus lidah asimetri, dapat dikeluarkan
sebagian lebih besar sisi lidah dari hemihypertrophic. Waktu operasi rata-rata
adalah 29 menit dan tidak ada kendala yang ditemui selama prosedur
pembedahan. Meskipun baik vascularity lidah, kehilangan darah tidak signifikan
dan peri-operatif hemostasis dicapai tanpa kesulitan. Manajemen pascaoperasi
disebutkan dalam dua studi. Tomlinson et al. dan Kacker et al. diberikan steroid
sistemik untuk menghindari edema pasca operasi dari lidah dan dipantau di ICU
untuk saluran napas, mungkin terjadi obstruction. Para penulis tidak memberikan
sistemik steroid. Karena edema substansial hanya terletak di ujung anterior lidah
tidak mengakibatkan obstruksi jalan napas pasca operasi. Sebagai
konsekuensinya, penulis tidak menemukan perlunya pemantauan di ICU dan
pasien langsung dirawat di reguler pediatrik.
Luka dehiscence, seperti yang terlihat di salah satu, juga dilaporkan oleh
Kacker et al. dan kveim et al. Kekambuhan dari makroglossia sebagaimana
dilaporkan dalam literature tidak diamati.
Beberapa variabel dapat mempengaruhi hasil jangka panjang setelah
glossectomy parsial pada anak dengan BWS. Dalam penelitian ini, hasil klinis
dilaporkan selama follow up dan menunjukkan hasil yang memuaskan pada posisi
lidah istirahat ke-23 pasien pembedahan yang dirawat setelah rata-rata tindak
lanjut dari 7 tahun (kisaran 1-19 tahun). Pembesaran Mandibula yang berlebih
(dengan Kelas III berikutnya maloklusi) hadir dalam satu pasien yang dioperasi
diusia 18 bulan, setelah tindak lanjut dari 6 tahun. Studi yang dilakukan oleh
Tomlinson et al. unik dalam menggambarkan hasil jangka panjang seperti bicara,
mobilitas lidah, rasa sensasi dan cosmesis setelah operasi pengurangan lidah
secara rinci. Mereka menyimpulkan bahwa pasien pediatric dengan BWS, yang
menjalani operasi glossoplastic, tidak mungkin untuk sepenuhnya memiliki lidah
normal fungsi dan penampilannya. Sebuah penelitian kecil percontohan oleh
Matsune et al. menunjukkan bahwa rasa mungkin menurun setelah pembedahan
12

pengurangan lidah. Dalam kelompok studi ini, tidak ada kasus disfungsi saraf
lingual yang diamati selama masa tindak lanjut. Peningkatan bicara juga telah
dilaporkan sebagai akibat reduksi lidah. Hasil bicara setelah operasi lidah
mungkin mempengaruhi suara yang dibuat terutama oleh ujung lidah terhadap
gigi atas atau bawah atau langit-langit anterior. Dalam studi yang dilakukan oleh
Van Borsel et al, pasien dengan makroglossia dilaporkan memiliki masalah
artikulasi, beberapa yang bertahan setelah korektif pembedahan lidah (usia rata-
rata 1,4 tahun, kisaran 3 - 60 bulan) dengan menggunakan teknik operasi yang
berbeda. Penelitian Lain retrospektif yang dilakukan oleh Shipster et al.
ditemukan berbeda, kesalahan berbicara yang disebabkan oleh makroglossia yang
kemudian dihilangkan dengan bedah reduksi lidah menggunakan tehnik anterior
wedge reseksi atau ‘keyhole’. Masalah bicara yang diamati pada salah satu pasien
dengan keterlambatan perkembangan secara umum disebabkan oleh
komorbiditas. Tidak sespesifik masalah lainnya kemampuan bicara yang
dilaporkan dalam pasien yang ada, kemungkinan besar sebagai hasilnya intervensi
bedah awal (mayoritas pasien menjalani operasi lidah sebelum usia 2 tahun) dan,
jika diindikasikan, terapi ajuvan bicara.
Hasil ini menunjukkan bahwa AWR adalah teknik sederhana, efektif dan
aman dalam pengobatan bedah pasien pediatric yang menderita BWS dengan
makroglossia. Keterbatasan Primer studi ini termasuk sifat pengumpulan data
retrospektif. Dalam rangka untuk mengevaluasi efek pengurangan lidah dengan
benar, penulis akan menyelidiki fungsi lidah, melakukan penilaian berbicara, dan
menganalisis pertumbuhan orofacial, dalam pengaturan multidisiplin dengan
metode obyektif dan divalidasi. Analisis Detil dalam jumlah yang lebih besar dari
subyek dengan BWS dapat membantu untuk mengevaluasi dampak jangka
panjang glossectomy parsial lebih lanjut.
13

Gambar. 3. Facial appearances of BWS patients with macroglossia who underwent tongue reduction
surgery at different ages (preoperative:at surgery:postoperative). Patient A, 0.2:0.3:0.4 year;
Patient B, 0.6:0.9:1.7 year; Patient C, 0.8:0.9:5.1 years; Patient D, 4.9:5.7:6.5 years; Patient E,
4.3:4.5:7.5 years; Patient F, 0.2:0.8:12.3 years.
14
15
16

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Makroglossia


Makroglosia adalah bentuk lidah yang tidak normal. Ini adalah pembesaran
lidah yang tidak normal. Kelainan ini biasanya bersamaan timbulnya dengan
kelainan turunan, sebagai contoh pada kelainan Down's Syndrome. Pembedahan
mungkin diperlukan untuk membetulkan kelainan ini.

3.2. Etiologi Makroglossia


Makroglosia pembesaran dari lidah yang seeara primer terjadi karena
pertumbuhan yang berlebihan dari otot. Keadaan ini lebih sering terjadi
dibandingkan mikroglosia, dapat terjadi secara kongenital dan dapatan. Kelainan
ini biasanya bersamaan timbulnya dengan kelainan turunan, sebagai contoh pada
kelainan Down's Syndrome.
Down syndrome merupakan kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan
melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada
keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal
pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak
aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang
datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid.
Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari
kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali
syndrome ini dengan istilah Down Syndrome dan hingga kini penyakit ini
dikenal dengan istilah yang sama.
Down syndrome merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya
kromosom 21 (trisomy 21). Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang
kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan yang
berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama
kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down.
17

Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi
mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda
yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya
penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari
normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala( bagian kepala
dari arah depan ke belakang ) mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela
hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar
(macroglossia).
Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan
(epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang
pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik
pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan
pada sistim organ yang lain.
Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek,
kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering
juga dikenal dengan Mongoloid.
Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease.
kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan
cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada
esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak
sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti
muntah-muntah.

3.3. Pencegahan Makroglossia


Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
18

sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-
hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang
disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya
cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat
disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk
terjadinya DS.
Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis
kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada
plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air
ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

3.4. Pemeriksaan Diagnostik Makroglossia


Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa
pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
· Pemeriksaan fisik penderita
· Pemeriksaan kromosom
· Ultrasonografi (USG)
· Ekokardiogram (ECG)
· Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

3.5. Penatalaksanaan Makroglossia


Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif
untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down
syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan,
pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang
lemah.
Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi
yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang
19

sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun


mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi
adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat
meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.
Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan
terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian
terapi pencegah infeksi yang adekuat.
Makroglosia atau pembesaran dari lidah yang secara primer terjadi karena
pertumbuhan dari otot yang berlebihan. Keadaan ini lebih sering terjadi
dibandingkan mikroglosia, dapat terjadi secara kongenital dan dapatan. Secara
klinis lidah terlihat menonjol keluar mulut dan tampak seluruh lidah
memperlihatkan adanya lekukan gigi pada pinggir lateral lidah karena tekanan
yang berlawanan dengan gigi. Jenis-jenis makroglosia berhubungan dengan
kelainan pertumbuhan, inflamasi, gangguan metabolisme dan neoplasma.
Makroglosia dapat menyebabkan kelainan bentuk dentomuskuloskeletal,
gangguan estetik, ketidakstabilan alat ortodonti dan perawatan bedah ortognati
serta menimbulkan masalah dalam pengunyahan, berbicara dan jalan nafas.
Untuk memperbaikinya diperlukan perawatan dengan pembedahan lidah.
Reduksi lidah diindikasikan sebagai prosedur primer pada pasien dengan
makroglosia sebenarnya yang menimbulkan keluhan. Beberapa teknik reduksi
lidah telah dilaporkan yaitu teknik pengurangan lidah bentuk "V", bentuk
"keyhole" dan pengurangan lidah longitudinal dan transversal.
20

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian diatas didapatkan bahwa terapi pembedahan secara
Anterior V-shaped wadge resection adalah teknik sederhana, efektif dan aman
dalam pengobatan pasien pediatrik yang menderita kelainan makroglossia pada
pasien Beckwith–Wiedemann Syndrome.

4.2. Saran
Dalam rangka untuk mengevaluasi efek pengurangan lidah dengan benar,
penulis akan menyelidiki fungsi lidah, melakukan penilaian berbicara, dan
menganalisis pertumbuhan orofacial, dalam pengaturan multidisiplin dengan
metode obyektif dan divalidasi. Analisis Detil dalam jumlah yang lebih besar
dari subyek dengan BWS dapat membantu untuk mengevaluasi dampak jangka
panjang glossectomy parsial lebih lanjut.
21

DAFTAR PUSTAKA

Kadouch, D.J.M, Maas, S.M, Dubois, L and Horst, C.M.A. van der. 2012. Surgical
Treatment of Macroglossia in Patients with Beckwith–Wiedemann Syndrome: A
20-Year Experience and Review of The Literature. Department of Plastic and
Reconstructive Surgery, Academic Medical Center: Amsterdam, The
Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai