Anda di halaman 1dari 5

NAMA : AMELIA SILVIA ISNAENI

NIM : E1B117006

KELAS : PPKn SORE 6 B

MATKUL : KEBIJAKAN PUBLIK

Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementatiom”, berasal dari kata kerja “to
implement”. Menurut Webster’s Dictionary (dalam Tachan, 2008: 29), kata to implement berasal dari
bahasa Latin “implementum” dari asal kata “impere” dan “plere”. Kata “implore” dimaksudkan “to fill
up”,”to fill in”, yang artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu
mengisi.

Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi
kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik
yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.

Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik implementasi kebijakan merupakan tahapan yang
bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan yang
bersifat reoritis. Anderson (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakan bahwa: ”policy implementation is
the application of the policy by the government’s administrative machinery to the problem”. Kemudian
Edward III (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakakan bahwa:”Policy implementation, …is the stage of
policy making between the establishment of a policy…and the consequences of the policy for the people
whom it affects”. Sedangkan Grindle (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakan bahwa: “implementation
– a general process of administrative action that can be investigated at specific program level”.

Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa, implementasi kebijakan publik merupakan proses
kegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di
antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang
top-down, maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro
menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika
botton up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian
tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian
diusulkan untuk ditetapkan.

Proses Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu
keputusan, tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola
operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah
diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya
terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi
yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan
kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan
keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:

1. tahapan pengesahan peraturan perundangan;


2. pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;
3. kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;
4. dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;
5. dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;
6. upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.
Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:

1. penyiapan sumber daya, unit dan metode;


2. penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan;
3. penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.
Oleh karena itu, implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistematis dari pengorganisasian,
penerjemahan dan aplikasi.

Model-model Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)

Menurut Parsons (2006),  model implementasi inilah yang paling pertama muncul. Pendekatan top down
memiliki pandangan tentang hubungan kebijakan implementasi seperti yang tercakup dalam Emile karya
Rousseau : “Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke tangan Sang Pencipta. Segala sesuatu adalah
buruk di tangan manusia”.

Masih menurut Parsons (2006), model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan
orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem.

Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008), berpendapat bahwa implementasi top down
adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar. Beberapa ahli yang mengembangkan model
implementasi kebijakan dengan perspektif top down adalah sebagai berikut :

1. Van Meter dan Van Horn


2. George Edward III
3. Mazmanian dan Sabatier
4. Model Grindle

Implementasi Kebijakan Bottom Up

Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan
rasional (top down). Parsons (2006), mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam
implementasi adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model bottom up
adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan consensus. Masih
menurut Parsons (2006), model pendekatan bottom up menekankan pada fakta bahwa implementasi di
lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan.

Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi kebijakan dalam persfektif bottom up
adalah Adam Smith. Menurut Smith (1973) dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipandang
sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memamndang proses implementasi kebijakan dari proses
kebijakan dari persfekti perubahan social dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.

Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu :

1. Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk
mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya
2. Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-
pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini
menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola
perilakukan dengan kebijakan yang telah dirumuskan
3. Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab dalam
implementasi kebijakan.
4. Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi
kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Publik

Edward III, mengusulkan 4 (empat) variable yang sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan, yaitu :
1. Communication (komunikasi) ; komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik
dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang
disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas
informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi

2. Resourcess (sumber-sumber) ; sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan


penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber pendukungnya tidak
tersedia. Yang termasuk sumber-sumber dimaksud adalah :

a.   staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan keterampilan untuk melaksanakan
kebijakan

b. informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi


c. dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi kebijakan
d.     wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.

3. Dispotition or Attitude (sikap) ; berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung
suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam
rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang dimilikinya
4. Bureaucratic structure (struktur birokrasi) ; suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga
atau organisasi dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar
lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi

Kesimpulan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan
atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana
aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara bersama-sama untuk
menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.

Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan terlebih dahulu
yang dilakukan oleh formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya
setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan
tersebut.

Implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan
ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya
implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak
kebijakan dapat dihasilkan

Anda mungkin juga menyukai