Anda di halaman 1dari 35

KONDISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PEKERJA KEHUTANAN DI IUPHHK-HA PT DASA


INTIGA KALIMANTAN TENGAH

RADIK MADYA MAULID

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kondisi Keselamatan


dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT Dasa Intiga
Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016

Radik Madya Maulid


NIM E14120064
ABSTRAK
RADIK MADYA MAULID. Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja
Kehutanan di IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh
EFI YULIATI YOVI.

Kegiatan pengelolaan hutan merupakan kegiatan yang tergolong berbahaya


dan memiliki resiko tinggi. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dapat
melalui sistem manajemen K3, maka akan tercipta lingkungan kerja aman, sehat
dan nyaman sehingga kerja menjadi lebih produktif dan efisien serta adanya
jaminan kualitas kerja. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kondisi
K3, kepuasan kerja, gejala kelelahan kumulatif dan status gizi pekerja di PT Dasa
Intiga. Penelitian ini dianalisis melalui hasil wawancara pada kuesioner yang
disediakan. Hasilnya sebanyak 28.89% responden pernah mengalami kecelakaan
kerja dan jatuh dari sepeda motor merupakan kecelakaan kerja yang paling sering
terjadi. Sakit pinggang, kaku pada leher dan pundak, dan nyeri punggung bawah
adalah keluhan penyakit yang banyak dirasakan. Hasil analisis regresi logistik biner
menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi kepuasan kerja adalah kontrak kerja
dan alat kerja. Gejala kelelahan kumulatif pekerja di PT Dasa Intiga yang dominan
adalah aspek fisik, kemudian aspek mental dan aspek sosial. Tingkat kecukupan
energi dan status gizi dari responden adalah normal.

Kata kunci: gejala kelelahan, kepuasan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja

ABSTRACT

RADIK MADYA MAULID. Occupational Safety and Health Conditions of


Forestry Workers in IUPHHK-HA PT Dasa Intiga, Cental Kalimantan. Supervised
by EFI YULIATI YOVI.

Forest management activities are activities that are considered dangerous and
risky. The implementation of occupational safety and health (OSH) through OSH
management system will create a safe, healthy, and comfortable working
environment. Consequently, it becomes more productive and efficient, and thus
assuring quality work. This study aimed to identify the OSH system condition, job
satisfaction, cumulative fatigue symptoms and nutritional status of employees at PT
Dasa Intiga. Research data was taken from interviews based on a prepared
questionnaires. The resut showed that as much as 28.89% of respondents had had
working accident(s) and the most frequently occurring one was motorcycle
accident. Waist pain, stiffness in the neck and shoulders, and lower back pain were
grievance that often reported. The result of binary logistic regression analysis
showed that factors that influence job satisfaction were the employment contract
and working tools. Symptoms of cumulative fatigue of workers at PT Dasa Intiga
were dominantly the physical aspect, followed with the mental aspect and the social
aspect. The level of energy sufficiency and nutritional status of the respondents
were normal.

Keywords: fatigue symptoms, job satisfaction, occupational safety and health


KONDISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PEKERJA KEHUTANAN DI IUPHHK-HA PT DASA
INTIGA KALIMANTAN TENGAH

RADIK MADYA MAULID

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga April 2016 ini
adalah keselamatan dan kesehatan kerja, dengan judul Kondisi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan
Tengah.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Efi Yuliati Yovi, SHut MLife
Env Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan pengarahan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh kerabat Manajemen Hutan
49 atas kritik, saran dan dorongan semangatnya sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf PT Dasa
Intiga yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga
disampaikan kepada orang tua, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2016

Radik Madya Maulid


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Alat dan Bahan 3
Pemilihan dan Jumlah Responden 3
Pengumpulan Data 3
Prosedur Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kondisi Kerja dan K3 6
Kepuasan Kerja 11
Gejala Kelelahan Kumulatif 14
Strategi Pengembangan Sistem Manajemen K3 19
Asupan Gizi 21
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR TABEL

1 Pengukuran suhu dan kelembaban udara 7


2 Data personal responden 8
3 Jenis kecelakaan kerja, near miss accident dan hari kerja hilang periode
tahun 2013−2015 9
4 Kondisi kesehatan kerja pekerja PT Dasa Intiga 11
5 Tabel klasifikasi 12
6 Peubah penjelas yang nyata terhadap peubah respon, uji Wald dan nilai
dugaan rasio odds 13
7 Kelompok pertanyaan indeks kumulatif gejala kelelahan 15
8 Pemakaian APD 19
9 Saran perbaikan responden kepada perusahaan 20
10 Sebaran asupan energi dan tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis
pekerjaan 22
11 Status gizi berdasarkan jenis pekerjaan 22

DAFTAR GAMBAR

1 Akumulasi gejala kelelahan seluruh responden 15


2 Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan usia 16
3 Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan lama kerja 17
4 Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan jenis pekerjaan 18
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan pengelolaan hutan merupakan kegiatan yang tergolong berbahaya


dan memiliki risiko tinggi. Pekerjaan di bidang kehutanan merupakan jenis
pekerjaan berbahaya yang memiliki berbagai kendala seperti lingkungan kerja sulit,
beban kerja yang berat (yang sering melebihi batas kapasitas kerja pekerja hutan),
dan risiko kecelakaan yang tinggi (Yovi 2007). Iklim tropis di Indonesia dengan
suhu dan kelembaban yang tinggi dapat memberikan beban kerja yang lebih tinggi
bagi tubuh dan dapat memengaruhi kondisi kesehatan dan stamina pekerja pada saat
melakukan pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat. Selain itu, sebagian besar pekerja
kehutanan di Indonesia memiliki tingkat pengetahuan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) yang rendah (Yovi et al. 2012, 2016; Yovi dan Yamada 2015).
Penerapan K3 dilakukan untuk menciptakan lingkungan kerja aman, sehat dan
nyaman sehingga kerja menjadi lebih produktif dan efisien serta adanya jaminan
kualitas kerja.
Menurut Suma’mur (1988) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
segala upaya untuk mengendalikan risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. K3 merupakan hal
yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia.
K3 pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pekerja,
akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan melalui sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).
Menurut Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 tentang SMK3, SMK3
adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif. Perlindungan terhadap tenaga kerja
dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin
kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha (UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan). Pemeliharaan pekerja adalah usaha mempertahankan dan
atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sikap pekerja, agar mereka tetap loyal
dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan.
Perlindungan dan pemeliharaan pekerja merupakan hal yang penting, oleh karena
itu SMK3 harus diterapkan dengan sebaik-baiknya oleh perusahaan.
Evaluasi sistem manajemen K3 adalah hal yang harus dilakukan untuk
mendukung terwujudnya suasana yang aman dan nyaman pada lingkungan kerja
bidang kehutanan. Metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi manajemen
K3 ini diantaranya adalah penelitian mengenai kondisi K3, kepuasan kerja, gejala
kelelahan kumulatif dan asupan gizi. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasi kondisi K3, kepuasan kerja, gejala kelelahan kumulatif dan status
gizi pekerja di PT Dasa Intiga.
2

Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana kondisi kerja dan K3 pekerja kehutanan di PT Dasa Intiga.
2. Bagaimana tingkat kepuasan kerja pekerja kehutanan yang menjadi fokus kajian
penelitian ini.
3. Bagaimana akumulasi gejala kelelahan kumulatif akibat kerja pada pekerja
kehutanan di PT Dasa Intiga.
4. Bagaimana tingkat kecukupan energi dan status gizi pekerja kehutanan di PT
Dasa Intiga.

Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Mengidentifikasi kondisi kerja dan K3 pekerja kehutanan.
2. Mengukur tingkat kepuasan kerja dan mengetahui faktor yang memengaruhi
kepuasan kerja pekerja kehutanan.
3. Mengukur indeks kumulatif gejala kelelahan pekerja kehutanan.
4. Mengidentifikasi tingkat kecukupan energi dan status gizi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai bahan


pertimbangan mengenai evaluasi sistem manajemen K3 yang telah dilaksanakan
dan menjadi informasi dasar untuk keselamatan dan kesehatan kerja dibidang
kehutanan Indonesia. Melalui perbaikan sistem manajemen K3 yang perlu
dilakukan, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kegiatan pengelolaan pada hutan
alam. Pekerja yang dikaji adalah pekerja setingkat supervisor dan pekerja pada
bidang lain seperti perencanaan lapangan, persemaian, penebangan, penyaradan,
pengangkutan, Sumber Daya Manusia (SDM), serta administrasi dan TUK (Tata
Usaha Kayu).

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di areal kerja IUPHHK-HA PT Dasa Intiga,


Kalimantan Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai
Maret 2016.
3

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses pengambilan data yaitu: alat tulis, kamera,
termometer digital, kuesioner, dan laptop yang dilengkapi dengan software
Microsoft Office, excel 2016 dan software SPSS versi 2.1. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data personal responden, kondisi K3, kepuasan kerja,
asupan gizi dan keluhan gejala kelelahan kumulatif dari pekerja kehutanan di PT
Dasa Intiga.

Pemilihan dan Jumlah Responden

Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling. Jumlah


responden yang dipilih sebanyak 45 orang dengan pertimbangan 8 jenis pekerjaan
yang berbeda seperti: pekerja setingkat supervisor dan pekerja pada bidang lain
seperti perencanaan lapangan, persemaian, penebangan, penyaradan, pengangkutan,
sumber daya manusia, serta administrasi dan TUK. Kriteria supervisor pada
penelitian ini adalah pekerja setingkat kepala bagian dan manajer, kriteria lainnya
adalah usia (muda: < 30 tahun dan tua: ≥ 30 tahun) dan lama kerja (pekerja baru: <
10 tahun dan pekerja lama: ≥ 10 tahun).

Pengumpulan Data

Penelitian ini mengadaptasi metode penelitian yang dilakukan oleh


Yoshimura dan Acar (2004) dan penelitian sebelumnya mengenai kondisi
keselamatan dan kesehatan kerja pekerja kehutanan. Data yang dikumpulkan pada
penelitian ini terdiri atas dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer yang digunakan yaitu observasi dan wawancara. Observasi berupa
pengambilan data langsung dari lapangan meliputi pengukuran suhu dan
kelembaban udara. Wawancara dilakukan secara semistruktur dengan
menggunakan kuesioner terhadap responden. Data pada kuesioner meliputi data
personal, kondisi K3, pengalaman kecelakaan kerja, kepuasan kerja, dan gejala
kelelahan kumulatif. Data sekunder diperoleh dari data yang telah tersedia pada PT
Dasa Intiga seperti mengutip buku serta data-data lain yang berhubungan dengan
penelitian ini untuk menambah kelengkapan data.

Prosedur Analisis Data

Kondisi Kerja dan K3


Data kondisi kerja dan K3 diperoleh dari hasil kuesioner yang yang diisi oleh
responden. Hasil tersebut direkapitulasi ke dalam tabel kemudian dianalisis dan
dibandingkan dengan data sekunder dan literatur yang ada sehingga mendapatkan
gambaran mengenai kondisi kerja dan K3 pada lokasi yang diteliti.
Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan menggunakan termometer
digital. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali. Pengukuran pertama dilakukan
pada pagi hari pukul 08:00, pengukuran kedua dilakukan pada siang hari pukul
13:00 dan pengukuran ketiga dilakukan pada sore hari pukul 17:00. Masing-masing
4

pengukuran dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Lokasi pengukuran dilakukan


pada setiap tempat aspek kegiatan yang diteliti, diantaranya pada camp tarik, pusat,
cabang, persemaian, petak tebang, dan kantor camp. Hasil pengukuran dari
berbagai lokasi tersebut dapat digunakan dalam mendeskripsikan besaran suhu
setiap kegiatan kehutanan yang diteliti.

Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja dianalisis melalui kuesioner yang menanyakan kepuasan
kerja seseorang terhadap peubah bebas yang dinilai dengan skala Likert. Menurut
Davis dan Newstrom (1996) diacu dalam Anggraeni (2004) kepuasan kerja
merupakan perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek
seperti upah atau gaji yang diterima, periode kerja, hubungan dengan pegawai
lainnya, suasana dan lingkungan pekerjaan, penempatan kerja, dan jenis kerja,
sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi
kesehatan, kemampuan, dan pendidikan. Oleh Karena itu, dalam analisis peubah
terikat yaitu kepuasan kerja dan peubah bebas yaitu jenis pekerjaan, gaji, jenis
kontrak kerja, alat kerja, fasilitas kerja, aksesibilitas, dan lokasi kerja. Kuantifikasi
penilaian skala Likert dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Skor 5 adalah sangat puas,
2. Skor 4 adalah puas,
3. Skor 3 adalah cukup puas,
4. Skor 2 adalah tidak puas, dan
5. Skor 1 adalah sangat tidak puas.
Faktor-faktor yang diduga memengaruhi kepuasan kerja dianalisis
menggunakan regresi logistik biner. Skala Likert yang telah dibentuk
disederhanakan menjadi dua kategori, yaitu 1 (puas) dan 0 (tidak puas). Apabila
peubah responnya terdiri atas dua kategori yaitu Y = 1 (sukses) dan Y = 0 (gagal),
metode regresi logistik yang dapat diterapkan adalah regresi logistik biner (Agresti
1990 diacu dalam Sari 2013). Regresi logistik adalah prosedur pemodelan yang
diterapkan untuk memodelkan peubah respon (Y) yang bersifat kategorik
berdasarkan satu atau lebih peubah prediktor (X) (Sari 2013).
Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk memeriksa peranan
peubah penjelas yang ada didalam model. Menurut Hosmer dan Lemeshow (2000)
untuk mengetahui peran seluruh peubah penjelas didalam model secara bersama-
sama maka digunakan statistik uji G. Hipotesis uji G yang diuji yaitu:
H0 : semua peubah penjelas tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
H1 : paling sedikit ada satu peubah penjelas yang berpengaruh terhadap kepuasan
kerja.
Pengambilan keputusan pada uji G ini yaitu terima H0 apabila nilai-p > α dan
tolak H0 apabila nilai-p < α, sedangkan α merupakan tingkat kepercayaan yang
digunakan sebesar 95 % (0.05). Selanjutnya dapat dilihat keragaman dari model
yang dilihat dari Nagelkerke R Square. Kemudian dilakukan uji Hosmer dan
Lemeshow yang dilakukan untuk menentukan apakah model yang dibentuk sudah
tepat atau tidak. Hipotesis uji Hosmer dan Lemeshow yang diuji yaitu:
H0 : Model kepuasan kerja layak untuk digunakan.
H1 : Model kepuasan kerja tidak layak untuk digunakan.
Pengambilan keputusan pada uji Hosmer dan Lemeshow ini yaitu terima H0
apabila nilai-p > α dan tolak H0 apabila nilai-p < α, sedangkan α merupakan tingkat
5

kepercayaan yang digunakan sebesar 95 % (0.05). Selanjutnya dilakukan uji Wald


untuk menguji peubah penjelas secara parsial. Hipotesis uji Wald yang diuji yaitu:
H0 : peubah penjelas tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
H1 : peubah penjelas berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Tingkat kepercayaan (α) yang digunakan sebesar 95 % (0.05) sehingga
pengambilan keputusan pada uji Wald ini yaitu terima H0 apabila nilai-p > α dan
tolak H0 apabila nilai-p < α. Kemudian dapat dibentuk persamaan model regresi
logistik kepuasan kerja. Selanjutnya dilakukan interpretasi koefisien dengan
menggunakan nilai rasio odds.

Gejala Kelelahan Kumulatif


Gejala kelelahan kumulatif pada pekerja kehutanan dianalisis menggunakan
Cumulative Fatigue Symptom Index (CFSI) atau Indeks Kumulatif Gejala
Kelelahan (Kosugo et al. 1992 diacu dalam Yoshimura dan Acar 2004). CFSI
menggunakan 74 dari 81 pertanyaan berupa keluhan yang ditanyakan kepada
responden, kemudian responden diarahkan untuk menjawab pertanyaan “ya atau
tidak”. Nilai hasil dari setiap pertanyaan dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝑦
𝑟=
𝑇
Keterangan:
r = nilai hasil setiap pertanyaan
y = jumlah total dari jawaban “ya” dari setiap pertanyaan
T = jumlah total dari responden

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikelompokan dalam 8 karakter. Nilai


keluhan untuk setiap kelompok dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝑌
𝑅=
𝑘𝑇
Keterangan:
R = nilai hasil untuk setiap kelompok pertanyaan
Y = jumlah total dari jawaban “ya” untuk pertanyaan pada setiap kelompok
T = jumlah total dari responden
k = jumlah pertanyaan pada setiap kelompok

Asupan Gizi
Asupan gizi dianalisis menggunakan metode food recall melalui kuesioner
yang disajikan pada 3 orang responden dengan 3 jenis pekerjaan yang berbeda.
Responden diminta data tinggi badan, berat badan dan asupan gizi atau makanan
yang telah dikonsumsi oleh responden selama 24 jam terakhir selama 7 hari. Data
konsumsi selanjutnya dikonversi menggunakan tabel Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) untuk mengetahui kandungan zat gizi dari makanan yang
dikonsumsi. Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) diacu dalam Subarna (2012)
nilai kandungan zat gizi dapat diperoleh dengan rumus:
𝐵𝑗 𝐵𝐷𝐷𝑗
𝐾𝐺𝑖𝑗 = ∑( ×𝐺𝑖𝑗× )
100 100
6

Keterangan:
KGij = jumlah zat gizi i dari setiap jenis pangan j
Bj = berat pangan j (gram)
Gij = kandungan zat gizi i dari pangan j
BDDj = persen jumlah pangan j yang dapat dimakan

Anggraeni (2012) menyatakan bahwa untuk mendapatkan tingkat kecukupan


zat gizi melalui rumus:

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖
𝑇𝐾𝐺 = ( )×100
𝑘𝑒𝑐𝑢𝑘𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑔𝑖𝑧𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

Konsumsi merupakan rata-rata dari asupan gizi aktual. Kecukupan gizi aktual
merupakan standar asupan zat gizi yang harus diperoleh menurut berat badan aktual
dibandingkan dengan berat badan standar yang terdapat pada Angka Kecukupan
Gizi (AKG) kemudian dikali dengan asupan zat gizi standar yang terdapat pada
AKG. Untuk mengetahui status gizi dapat diperoleh dengan rumus (Anggraeni
2012):
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝐵 (𝑐𝑚)2
Keterangan:
IMT = Indeks massa tubuh
BB = Berat badan aktual
TB = Tinggi badan aktual

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kerja dan K3

Menurut Setiawan (2010), keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang


aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja.
Kecelakaan kerja merupakan akibat yang dapat ditimbulkan di tempat kerja. Risiko
kecelakaan kerja dapat diminimalkan dengan memakai perlengkapan perlindungan
milik perusahaan, melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan
mengadakan pelatihan kepada tenaga yang kurang terampil. Kesehatan kerja
menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa
sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Untuk menciptakan sistem
manajemen K3 yang baik diperlukan program perlindungan K3 yang efektif dengan
cara mengumpulkan data dan informasi mengenai kondisi fisik dan K3 dari
lingkungan kerja pekerja kehutanan.

Kondisi Fisik Lingkungan Kerja


IUPHHK-HA PT Dasa Intiga secara geografis terletak pada koordinat
00°6’−01°33’ LU dan 114°17’−114°39’ BT termasuk dalam wilayah administrasi
Kecamatan Kapuas Tengah dan Timpah, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan
Tengah. Areal tersebut berada pada kelompok Hutan Sungai Kuatan sampai Sungai
7

Hyang dan termasuk dalam DAS Kapuas (Sub DAS Kuatan dan Sub DAS Hyang).
Letak geografis yang berada di garis khatulistiwa ini mengakibatkan suhu pada
lingkungan kerja PT Dasa Intiga tinggi. Tabel 1 menunjukkan bahwa suhu di
lingkungan kerja PT Dasa Intiga melebihi suhu nikmat kerja yang dianjurkan. Suhu
yang dianjurkan di tempat kerja yaitu sekitar 24−26 °C dan kelembaban 65−95 %,
suhu tersebut merupakan suhu nikmat kerja di Indonesia (Suma’mur 1996 diacu
dalam Siswantiningsih 2010). Berikut merupakan tabel hasil pengukuran suhu dan
kelembaban udara di PT Dasa Intiga.

Tabel 1 Pengukuran suhu dan kelembaban udara


Tempat Temperatur (°C) Kelembaban (%)
Camp cabang 28.34 ± 1.83 85.89 ± 4.91
Camp pusat 28.78 ± 1.26 83.56 ± 5.56
Camp tarik 31.38 ± 2.30 79.56 ± 8.67
Kantor camp 28.92 ± 1.97 82.89 ± 8.20
Persemaian 28.88 ± 1.84 81.44 ± 11.4
Petak tebang 29.77 ± 1.67 79.55 ± 3.90

Suhu tertinggi ada pada camp tarik, hal tersebut karena letak camp berada
pada tengah lapang yang kosong tidak tertutup vegetasi. Suhu terendah ada pada
camp cabang, karena lokasi camp berada di lembah bukit, di sekitar camp tersebut
juga terdapat arboretum sehingga menciptakan suhu sejuk pada pagi hari. Suhu
maksimal pada setiap tempat yang diukur umumnya terjadi pada siang hari, ketika
panas matahari sedang memuncak, sedangkan suhu mínimum pada setiap tempat
yang diukur terjadi pada pagi hari. Bekerja pada lingkungan diluar zona nyaman
akan mempercepat kelelahan kerja seseorang (Santoso 2004 diacu dalam Susanto
2015).

Kondisi Responden
Pekerja PT Dasa Intiga sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 43 responden dan 2 responden berjenis kelamin perempuan. Pekerja yang
berjenis kelamin perempuan kebanyakan bekerja pada bagian persemaian,
sedangkan bagian lainnya adalah laki-laki. Status pernikahan responden lebih dari
setengahnya sudah menikah, selain itu ada yang bercerai dan ada yang masih bujang.
Pendidikan terakhir responden terlihat sebanyak 57.78 % lulusan SMA atau lebih
tinggi, sebanyak 33.33 % lulusan SMP dan sisanya merupakan lulusan SD atau
dibawahnya.
Menurut Putra (2012), tenaga kerja dibedakan menjadi 2, yaitu tenaga kerja
dan bukan tenaga kerja. Pekerja yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah
penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batas usia kerja versi Bank Dunia
adalah antara 15 hingga 64 tahun (Dumairy 1996). Usia seluruh responden pekerja
PT Dasa Intiga lebih dari 15 tahun yang berarti sudah tergolong dalam tenaga kerja.
Lebih dari setengah responden di PT Dasa Intiga memiliki kontrak kerja musiman
dan yang lainnya tetap. Pekerja musiman rata-rata pada pekerja lapang seperti
operator chainsaw, asisten chainsaw, operator bulldozer dan asisten bulldozer, serta
8

sebagian bidang perencanaan dan bidang persemaian. Berikut merupakan Tabel 2


yang memperlihatkan kondisi personal seluruh responden.
Tabel 2 Data personal responden
Karakteristik Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki 43 95.56
Perempuan 2 4.44
Usia < 30 tahun 14 31.11
≥ 30 tahun 31 68.89
Status Pernikahan Belum nikah 14 31.11
Nikah 31 68.89
Pendidikan terakhir SD atau dibawahnya 4 8.89
SMP 15 33.33
SMA atau lebih tinggi 26 57.78
Jenis Pekerjaan Penebangan 6 13.33
Perencanaan 8 17.78
Persemaian 5 11.11
Pengangkutan 4 8.89
Penyaradan 8 17.78
Administrasi dan TUK 4 8.89
HRD/SDM 3 6.67
Supervisor 7 15.56
Jenis Kontrak Kerja Tetap 22 48.89
Musiman 23 51.11
Lama Bekerja < 10 tahun 24 53.33
≥ 10 tahun 21 46.67

Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian tak terduga dan tidak diharapkan serta
mengakibatkan kerugian hilangnya hari kerja satu hari atau lebih (Suma’mur 1993).
Kecelakaan terjadi secara tidak terduga. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan
yang terkait dengan hubungan kerja perusahaan. Kecelakaan kerja di sektor
kehutanan sangat tinggi oleh karena itu perlu ditangani dengan serius, hal ini
dikarenakan kecelakaan kerja dapat menyebabkan banyak kerugian baik bagi
pekerja maupun bagi perusahaan. Selain kecelakaan kerja, dikenal juga kejadian
hampir celaka atau near-miss accidents, yaitu sebuah situasi yang hampir
menyebabkan kecelakaan. Yoshimura dan Acar (2004) menyatakan bahwa dalam
mengidentifikasi faktor risiko terhadap kecelakaan kerja membutuhkan informasi
mengenai kejadian hampir celaka. Kejadian hampir celaka dapat berpotensi
menjadi kecelakaan kerja yang sebenarnya sehingga hal ini penting untuk diketahui.
Menurut ILO (1998) pelaporan, pencatatan, pemberitahuan dan penyelidikan
tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja harus dikerjakan untuk:
9

1. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang kecelakaan dan


penyakit akibat kerja pada tingkat perusahaan dan nasional,
2. Mengidentifikasi permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja utama
yang timbul dari kegiatan kehutanan,
3. Menentukan prioritas tindakan,
4. Meningkatkan cara efektif yang berkaitan dengan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja,
5. Memantau keefektivitas yang diambil untuk menjamin tingkat kepuasan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan kuesioner sebanyak 13 responden (28.89 %) pernah mengalami
kejadian celaka dan hampir celaka. Satu responden pernah mengalami lebih dari
satu kali kecelakaan. Menurut Idris dan Soemarno (1988) diacu dalam Fadillah
(2010) jenis kecelakaan kerja dikelompokkan menjadi 3 jenis, sebagai berikut:
a. Kecelakaan kecil, yaitu jenis kecelakaan yang mengakibatkan pekerja
tidak dapat masuk kerja kurang dari 3 hari.
b. Kecelakaan besar, yaitu jenis kecelakaan yang mengakibatkan pekerja
tidak dapat masuk kerja lebih dari 3 hari.
c. Kecelakaan yang menyebabkan meninggal.

Tabel 3 dibawah ini menunjukkan jenis kecelakaan kerja, near miss accident
yang terjadi pada periode tahun 2013−2015.

Tabel 3 Jenis kecelakaan kerja, near miss accident dan hari kerja hilang periode
tahun 2013−2015
Jumlah kejadian Hari kerja hilang
No Jenis kecelakaan
(kali) (hari)
1 Jatuh dari sepeda motor 7 60,0,0,0,0,0,0
2 Tersengat lebah 6 2,0,0,0,0,0
3 Kena parang 2 30, 30
Tabrakan antara mobil logging
4 2 150,0
dengan mobil lain
5 Hampir tertimpa pohon 2 0,0
6 Mobil logging menabrak orang 1 0
7 Chainsaw tertindih pohon 1 0
8 Kena seling 1 0

Jenis kecelakaan kerja yang umumnya terjadi adalah jatuh dari sepeda motor.
Kecelakaan yang tergolong besar ini terjadi karena lingkungan kerja PT Dasa Intiga
memiliki tekstur berpasir, hal ini menyebabkan ban mudah slip. Menurut
RKUPHHK PT Dasa Intiga, lingkungan kerja di PT Dasa Intiga yaitu memiliki
bentuk wilayah datar sampai landai dengan kelas kelerengan berkisar dari 0−15 %
dan ketinggian tempat berkisar antara 100−300 mdpl serta memiliki suhu rata-rata
yang diatas suhu nikmat kerja yang dianjurkan. Jenis tanahnya terdiri atas 2 jenis
ordo yaitu podsolik merah kuning dan podsol. Kejadian jatuh dari motor
menyebabkan 1 responden mengalami kerugian sebanyak 60 hari kerja hilang.
Responden menyebutkan kejadian tersebut sudah berlangsung lama, sekitar tahun
2013, dan luka yang diterimanya adalah bahu retak, sehingga membutuhkan waktu
60 hari untuk penyembuhan. Kecelakaan yang umumnya terjadi selanjutnya adalah
10

tersengat lebah, hal tersebut terjadi ketika musim berbunga yang menyebabkan 2
hari kerja hilang. Pekerja yang umumnya sering tersengat lebah adalah pekerja
pemanenan, karena pada saat itu penebang menebang pohon yang terdapat sarang
lebah diatasnya. Jenis kecelakaan ini tergolong kedalam jenis kecelakaan kecil,
namun seharusnya pekerja tidak menurunkan tingkat kewaspadaannya terhadap
lingkungan karena pekerjaan dibidang kehutanan merupakan jenis pekerjaan yang
berbahaya yang memiliki risiko kecelakaan yang tinggi (Yovi 2007).
Kecelakaan selanjutnya adalah terkena parang yang menyebabkan 2
responden harus libur selama 30 hari. Responden menyebutkan bahwa kejadian
tersebut terjadi karena dirinya kurang waspada, hal ini sejalan dengan pernyataan
Fadillah (2010) yang menyatakan bahwa kasus kecelakaan yang terjadi biasanya
karena pekerja yang kurang hati-hati. Kecelakaan yang berat lainnya adalah
tabrakan antara mobil logging dengan mobil lain yang menyebabkan patah kaki
sehingga sebanyak 150 hari kerja hilang. Kejadian tersebut terjadi pada tahun 2013
dan 2014 karena kondisi cuaca yang tidak menentu menyebabkan operator sulit
untuk memprediksinya. Kecelakaan lainnya yang menimpa mobil truk logging
adalah mobil logging menabrak orang, responden tidak mengalami luka sehingga
tidak mengurangi hari kerja namun orang yang ditabrak mengalami luka yang
cukup parah.

Kesehatan Kerja
Lalu (2005) menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu
kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang
sempurna baik fisik, mental maupun sosial. Menurut Kuswana (2016) kesehatan
kerja adalah suatu keadaan seorang pekerja yang terbebas dari gangguan fisik dan
mental sebagai akibat pengaruh interaksi pekerjaan dan lingkungannya. Kesehatan
merupakan unsur penting bagi manusia untuk dapat melakukan suatu pekerjaan.
Pekerjaan apapun yang dilakukan tidak akan maksimal jika kesehatan berkurang,
sehingga berakibat pada menurunnya produktivitas.
Jenis keluhan yang terdapat pada Tabel 4 merupakan jenis keluhan yang
umumnya dirasakan oleh pekerja kehutanan (Yovi dan Prajawati 2015).
Berdasarkan Tabel 4 jenis keluhan yang paling banyak dirasakan responden
terdapat dapat pada sakit pinggang yaitu sebesar 55.56 %, hal tersebut terjadi karena
posisi tubuh responden dalam melakukan pekerjaannya tetap atau tidak banyak
bergerak sehingga meyebabkan sakit ketika berubah posisi. Kebanyakan resonden
melakukan pekerjaannya dengan posisi duduk, membungkuk, dan jongkok.
Keluhan kedua yang banyak dirasakan oleh responden adalah kaku pada leher atau
pundak yaitu sebesar 51.11 %. Keluhan selanjutnya yang juga banyak dirasakan
oleh responden adalah nyeri punggung bawah yaitu sebesar 46.67 %. Menurut Yovi
dan Prajawati (2015) pekerja bagian penebangan, pembagian batang, dan
penyaradan manual memiliki risiko tinggi terkena Musculosceletal Disorders
(MSDs). Hal tersebut terjadi karena pekerja melakukan dengan posisi tubuh yang
tidak nyaman dan dilakukan secara berulang ditambah dengan beban kerja yang
tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Colantony et al. (2012) bahwa MSDs
disebabkan oleh mengangkat beban berat, posisi tubuh yang salah dan gerakan yang
berulang.
Kondisi pendengaran responden hampir semua normal. Meskipun tidak
semua responden bekerja dibagian yang menyebabkan kebisingan seperti bagian
11

penebangan, penyaradan, pengangkutan, namun responden yang berada dibagian


tersebut mengaku kondisi pendengarannya masih normal. Menurut penelitian yang
dilakukan Widiastuti (2014) tingkat kebisingan dari chainsaw sebesar 97.6 dBA
yang melebihi nilai ambang batas normal sebesar 85 dBA. Terpapar kebisingan
yang tinggi secara terus menerus dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
Pengaruh dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengar (Mulia 2005). Menurut Buchari (2007) diacu dalam Widiastuti (2014)
gangguan kesehatan yang ditimbulkan berupa gangguan fisiologis, gangguan
psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Berdasarkan catatan klinik
perusahaan, pekerjanya banyak yang terserang Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA). Hal ini terjadi karena lingkungan kerja PT Dasa Intiga merupakan tanah
berpasir, sehingga ketika kendaraan besar melintas debu pasir bisa sampai menutupi
jalan. Selain itu perilaku pekerja yang umumnya perokok, terlihat dari Tabel 4
bahwa jumlah responden perokok sebanyak 66.67 %. Mengurangi dampak
kesehatan akibat pekerjaan pada pekerja bisa dilakukan dengan menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) yang lengkap seperti helm, sarung tangan, masker, earplug,
pelindung mata, jaket keselamatan, celana keselamatan dan sepatu keselamatan.
Berikut merupakan Tabel 4 yang menunjukkan kondisi kesehatan kerja pekerja PT
Dasa Intiga.

Tabel 4 Kondisi kesehatan kerja pekerja PT Dasa Intiga


Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%)
Kaku pada leher atau pundak 23 51.11
Nyeri punggung bawah 21 46.67
Sakit pinggang 25 55.56
Sakit pada bahu kanan 18 40.00
Sakit pada bahu kiri 17 37.78
Sakit pada lengan kanan atas 13 28.89
Sakit pada lengan kanan bawah 13 28.89
Sakit pada lengan kiri atas 5 11.11
Sakit pada lengan kiri bawah 7 15.56
Lain-lain:
Sakit pada kaki 1 2.22
Merokok 30 66.67
Minuman Keras 9 20.00
Kondisi pendengaran:
Normal 44 97.78
Terganggu 1 2.22
Gangguan fisik 0 0.00
Pernah terserang ISPA 11 24.44

Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pekerja tentang menyenangkan


atau tidak menyenangkan didalam pekerjaannya (Rivai 2006). Kepuasan
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, hal ini tampak pada
12

sikap positif pekerja terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di
lingkungan kerjanya. Pekerja akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek
pekerjaan seperti upah atau gaji yang diterima, periode kerja, hubungan dengan
pegawai lainnya, suasana dan lingkungan pekerjaan, penempatan kerja, dan jenis
kerja dan aspek-aspek dirinya seperti umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan
pendidikan menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek tidak menyokong, maka
pekerja akan merasa tidak puas.
Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi kepuasan kerja, untuk melihat
faktor mana saja yang memengaruhi kepuasan kerja dilakukan analisis regresi
logistik biner. Hasil analisis dengan menggunakan 7 peubah penjelas menghasilkan
nilai-p pada Uji G sebesar 0.001, yang berarti tolak H0, hal tersebut menunjukkan
bahwa setidaknya ada satu peubah penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan kerja pada taraf nyata 0.05. Keragaman dari model kepuasan kerja dapat
terlihat dari nilai Nagelkerke R Square yaitu sebesar 0.608, artinya keragaman
kepuasan kerja seorang pekerja dapat dijelaskan oleh model sebesar 60.8 % dan
sisanya sebesar 39.2 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Hasil pengujian Hosmer dan Lemeshow menghasilkan nilai signifikansi
sebesar 0.606 yang berarti terima H0, hal tersebut menunjukkan bahwa model
kepuasan kerja layak untuk dipakai. Tabel 6 menunjukkan seberapa besar model
mampu memprediksikan kepuasan kerja secara tepat.

Tabel 5 Tabel klasifikasi


Prediksi
Aktual Persen Benar (%)
Tidak Puas Puas
Tidak Puas 8 03 72.7
Puas 3 31 91.2
Persen Keseluruhan (%) 86.7

Secara keseluruhan persen kebenaran sebesar 86.7 %, artinya model mampu


untuk memprediksikan kepuasan kerja dengan baik. Berdasarkan Tabel 6, kolom
tidak puas dengan tidak puas bernilai 8 dan kolom tidak puas dengan puas bernilai
3, artinya ketidakpuasan diprediksi secara tepat sebanyak 8 dari 45 responden
sedangkan 3 dari 45 responden lainnya salah prediksi. Kolom puas dengan tidak
puas bernilai 3 dan kolom puas dengan puas bernilai 31, artinya sebanyak 31 dari
45 responden kepuasan diprediksi secara tepat dan 3 dari 45 responden lainnya
salah prediksi.
Hasil pengujian parameter secara parsial dengan menggunakan Uji Wald
menunjukkan bahwa terdapat dua peubah penjelas yang menolak H0 yaitu kontrak
kerja dan alat kerja, artinya peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap kepuasan
kerja pada taraf nyata 0.05. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan maka model
yang dapat dibentuk adalah:
ĝ(x) = -1.666 + 1.147 X1 + 1.298 X2 + 2.554 X3 + 3.388 X4 + 0.313 X5 –
0.226 X6 – 0.011 X7
Keterangan:
ĝ(x) = Kepuasan Kerja X4 = Alat kerja
X1 = Jenis pekerjaan X5 = Aksesibilitas
X2 = Gaji X6 = Lokasi kerja
X3 = Kontrak kerja X7 = Fasilitas kerja
13

Dari peubah-peubah yang diduga memengaruhi kepuasan kerja, peubah yang


berpengaruh nyata terhadap kepuasan kerja yaitu X3 (kontrak kerja) dan X4 (alat
kerja), hal tersebut dapat terlihat dari nilai signifikansi pada Tabel 5. Taraf nyata
yang digunakan adalah 0.05, pada Tabel 5 signifikansi X3 0.023 dan X4 0.036. Nilai
X3 dan X4 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa kontrak kerja dan alat kerja
berpengaruh nyata terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan hasil uji Wald dapat
dijelaskan bahwa untuk setiap pekerja yang kontrak kerjanya berubah dari buruh
harian menjadi pegawai tetap maka akan meningkatkan kepuasan kerja pekerja.
Supriatna (2015) menyatakan bahwa jenis kontrak kerja akan berpengaruh terhadap
gaji yang diterima. Pekerja tetap akan mendapatkan gaji yang sama tiap bulannya,
sedangkan pekerja harian atau musiman mendapatkan gajinya sesuai dengan jumlah
hari dia bekerja atau target yang dicapai. Alat kerja dapat dijelaskan bahwa setiap
pekerja yang memakai alat kerja yang sudah disiapkan oleh perusahaan yang
dipertahankan kualitas dan kuantitasnya maka akan meningkatkan kepuasan kerja
pekerja. Hal ini dikarenakan pekerja yang memakai alat kerja yang sudah disiapkan
oleh perusahaan tidak harus mengeluarkan biaya lebih untuk melakukan
pekerjaannya, sedangkan pekerja yang memakai alat milik sendiri selain dia
membeli alat sendiri dia juga harus merawat kondisi alatnya dengan uangnya
sendiri.
Tabel 6 Peubah penjelas yang nyata terhadap peubah respon, uji Wald dan nilai
dugaan rasio odds
Rasio SK 95%
Peubah B S.E Wald Sig.
odds Lower Upper
X1 1.147 1.271 0.815 0.367 3.149 0.261 38.008
X2 1.298 1.126 1.329 0.249 3.663 0.403 33.298
X3 2.554 1.120 5.201 0.023* 12.859 1.432 115.465
X4 3.388 1.615 4.403 0.036* 29.615 1.250 701.524
X5 0.313 1.526 0.042 0.837 1.368 0.069 27.242
X6 -0.226 1.078 0.044 0.834 0.798 0.096 6.601
X7 -0.011 0.050 0.047 0.828 0.989 0.898 1.090
Constant -1.666 2.981 0.312 0.576 0.189
*Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Interpretasi koefisien dari model logistik diatas dapat dilakukan dengan


menggunakan nilai rasio odds dengan selang kepercayaan 95 %. Nilai rasio odds
dan selang kepercayaan 95 % terdapat pada Tabel 5. Nilai rasio odds kontrak kerja
(X3) adalah 12.859, artinya seseorang yang mengalami kenaikan kontak kerja maka
kepuasan kerjanya akan meningkat sebesar 12.859 kali dibandingkan dengan orang
yang kontrak kerjanya tetap. Berdasarkan tingkat selang kepercayaan 95 %, setiap
pekerja yang mengalami kenaikan kontrak kerja akan menyebabkan kepuasan
kerjanya meningkat antara 1.432 sampai 115.465, hal tersebut berarti bahwa
pekerja yang mengalami kenaikan kontrak kerja akan semakin puas dengan
pekerjaannya. Alat kerja memiliki nilai rasio odds 29.615, artinya seseorang yang
memakai alat kerja yang telah disediakan oleh perusahaan kepuasan kerjanya akan
meningkat sebesar 29.615 kali dibandingkan dengan orang yang memakai alat kerja
milik sendiri. Berdasarkan selang kepercayaan 95 %, setiap pekerja yang memakai
alat yang telah disediakan perusahaan akan menyebabkan kepuasan kerjanya
meningkat antara 1.250 sampai 701.524, hal itu berarti bahwa kepuasan kerja
14

seorang pekerja akan meningkat apabila memakai alat yang telah disediakan oleh
perusahaan.
Selain kepuasan kerja, ada juga ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan pekerja
yang paling tinggi ada diaksesibilitas, yaitu sebanyak 13 responden atau 28.89 %.
Banyak dari responden mengeluhkan aksesibilitas karena lokasi tempat kerja yang
jauh dari rumah, jauh dari pedesaan, perkotaan, pasar dan minimnya angkutan
transportasi. Ketidakpuasan selanjutnya adalah gaji dan fasilitas kerja yang
mempunyai nilai sama yaitu 11 responden atau 24.44 %.

Gejala Kelelahan Kumulatif

Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi,


performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus
melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto 2003). Menurut
Suma’mur (1989) kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah
pemulihan. Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa pembakaran dalam
otot dan peredaran darah sehingga menyebabkan berkurangnya kemauan untuk
bekerja. Kelelahan ditandai oleh rasa berkurangnya kesiapan untuk
mempergunakan energi (Sulistyadi dan Lisa 2003). Kuswana (2016) menyatakan
bahwa kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental. Kosugo dan Fujii
(2002) diacu dalam Yoshimura dan Acar (2004) mengelompokkan kelelahan
menjadi 3 aspek, yaitu aspek fisik, aspek mental dan aspek sosial. Aspek fisik terdiri
atas kelelahan umum, gangguan fisik, dan kelelahan kronis. Aspek mental terdiri
atas penurunan kekuatan, perasaan cemas, dan perasaan depresi. Aspek sosial
terdiri atas perasaan mudah tersinggung dan keengganan bekerja.
Faktor yang menyebabkan kelelahan menurut Suma’mur (1989) yaitu
keadaan monoton adalah pekerjaan atau lingkungan kerja yang membosankan,
beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan
seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan, keadaan jiwa seperti tanggung
jawab, kekhawatiran atau konflik, dan keadaan gizi, penyakit atau perasaaan sakit.
Efek dari kelelahan bisa jangka panjang atau pendek, seperti kesulitan dalam
berkonsentrasi, mudah terganggu, mengurangi kapasitas komunikasi interpersonal
yang efektif, berkurangnya koordinasi tangan dengan mata dan persepsi visual,
kewaspadaan berkurang, waktu reaksi menjadi lebih lambat, dan memori berkurang
(Kuswana 2016). Kuswana (2016) menyebutkan bahwa tidur merupakan satu-
satunya strategi jangka panjang yang efektif untuk mencegah dan mengelola
kelelahan. Otot lelah dapat sembuh dengan istirahat, sedangkan otak hanya dapat
dipulihkan dengan tidur. Gejala kelelahan dalam penelitian ini diukur dengan
metode Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan atau Cumulative Fatigue Symptom
Index (CFSI). CFSI berisi 74 dari 81 pertanyaan yang kemudian dikelompokkan
lagi menjadi 8 kelompok, seperti terlihat pada Tabel 7.
15

Tabel 7 Kelompok pertanyaan indeks kumulatif gejala kelelahan


Kelompok Karakteristik Pertanyaan nomor
NF1 Penurunan kekuatan 2, 8, 22, 36, 43, 56, 65, 66,68
NF2-1 Kelelahan umum 17, 25, 28, 40, 41, 53, 58, 59, 60, 67
NF2-2 Gangguan fisik 1, 11, 18, 21, 38, 51, 80
NF3 Mudah tersinggung 3, 7, 23, 24, 31, 44, 54
NF4 Keengganan bekerja 6, 13, 33, 34, 37, 39, 48, 57, 63, 73, 76, 77, 78
NF5-1 Perasaan cemas 14, 16, 19, 45, 46, 50, 55, 64, 69, 72, 74
NF5-2 Perasaan depresi 4, 15, 26, 27, 29, 35, 52, 79, 81
NF6 Kelelahan kronis 9, 12, 30, 32, 42, 70, 71, 75
Keterangan: Pertanyaan nomor 5, 10, 20, 47, 49, 61, dan 62 sudah tidak digunakan sejak
revisi dari CFSI (Kosugo et al. 1992, 1993a, 1993b diacu dalam Yoshimura dan Acar
2004)
Berdasarkan hasil yang didapat, tingkat keluhan paling tinggi adalah nomor
74 ‘saya sering merasa bersemangat untuk tidur dimalam hari’, hal tersebut
mengindikasikan beratnya pekerjaan sehari-hari responden. Yoshimura dan Acar
(2004) menyatakan bahwa hal ini wajar karena pekerjaan kehutanan merupakan
pekerjaan yang sangat berat. Tingkat keluhan selanjutnya adalah nomor 14
‘terkadang saya merasa timbul perasaan-perasaan yang menggelisahkan’ dan
nomor 1 ‘saya merasa akhir-akhir ini kurang nafsu makan’. Pekerja di PT Dasa
Intiga umumnya pendatang, mereka yang pendatang sebagian besar meninggalkan
keluarganya sehingga timbul perasaan khawatir kepada keluarganya di kampung
halaman. Beberapa pekerja mengeluhkan kurang nafsu makan, hal tersebut karena
pekerja sebagian besar tinggal di hutan yang jauh dari pedesaan, pasar bahkan
perkotaan, ditambah dengan minimnya angkutan transportasi sehingga makanan
yang tersedia hanya seadanya. Gambar 1 memperlihatkan bahwa akumulasi gejala
kelelahan dari seluruh responden yang merupakan pekerja di PT Dasa Intiga.

(%)NF3 Keterangan:
50
- NF2-1, NF6 dan NF2-2
NF5-2 40 NF2-1 merupakan kelelahan aspek
30
20
fisik
10 - NF1, NF2-1 dan NF5-2
NF5-1 0 NF6 merupakan kelelahan aspek
mental
- NF3 dan NF4 merupakan
kelelahan aspek sosial
NF1 NF2-2 Gejala kelelahan
seluruh responden
NF4

Gambar 1 Akumulasi gejala kelelahan seluruh responden

Gejala kelelahan yang paling dominan adalah aspek fisik, terlihat pada
Gambar 1 bahwa NF2-1, NF6 dan NF2-2, memiliki nilai lebih dari 30 %. NF2-1
yaitu kelelahan umum yang paling menonjol dari aspek fisik. Kemudian diikuti oleh
aspek mental dan yang paling rendah adalah aspek sosial. Aspek mental yang paling
dominan adalah NF5-1 yaitu perasaan cemas, karena sebagian besar responden
merupakan pendatang.
16

Gejala Kelelahan Berdasarkan Usia


Gambar 2 merupakan hasil dari gejala kelelahan berdasarkan usia, usia muda
berkisar antara 15−30 tahun sedangkan usia tua lebih dari 30 tahun.
(%) NF3 Keterangan:
50 - NF2-1, NF6 dan NF2-2
40 merupakan kelelahan aspek
NF5-2 NF2-1
30 fisik
20 - NF1, NF2-1 dan NF5-2
10 merupakan kelelahan aspek
NF5-1 0 NF6 mental
- NF3 dan NF4 merupakan
kelelahan aspek sosial
NF1 NF2-2 Usia <30 tahun
Usia ≥30 tahun
NF4

Gambar 2 Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan usia

Berdasarkan Gambar 2, secara umum gejala kelelahan yang paling tinggi


pada aspek fisik baik itu usia muda maupun usia tua. Aspek fisik usia muda yang
paling tinggi ada pada kelompok NF6 dan NF2-2 yaitu sebesar 35.71 %, sedangkan
pada usia tua ada pada kelompok NF2-1 38.39 %. Persentase keluhan aspek mental
paling tinggi ada pada kelompok NF5-1, baik itu pada usia muda 33.12 % maupun
usia tua 30.5 %. Kelompok NF3 merupakan tingkat keluhan tertinggi pada aspek
sosial baik itu pada usia muda 19.39 % maupun usia tua 16.13 %. Dilihat dari
Gambar 2, usia muda memiliki persentase gejala kelelahan kumulatif paling tinggi
di semua aspek. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ngadiputra
(2015) di IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah, bahwa
persentase keluhan pekerja usia muda lebih tinggi daripada pekerja usia tua. Usia
muda memiliki semangat kerja yang tinggi bila dibandingkan dengan usia tua. Usia
muda juga memiliki fisik yang lebih kuat sehingga mereka bekerja lebih keras dan
berakibat pada kelelahan yang tinggi. Gejala kelelahan aspek mental usia muda
lebih tinggi dari pada usia tua, karena sebagian besar usia muda memiliki jabatan
yang rendah sehingga selalu mendapat tekanan dari atasan mereka. Usia muda
dikenal juga sebagai masa peralihan dari remaja menuju ke dewasa, sebagian dari
mereka memiliki sifat yang masih labil sehingga NF3 yaitu keluhan mudah
tersinggung mereka tinggi. Enrico (2002) menyatakan bahwa perasaan lelah yang
dialami pekerja usia muda dikarenakan oleh sedikitnya fasilitas hiburan sehingga
mereka tidak dapat menikmati kehidupannya.

Gejala Kelelahan Berdasarkan Lama Kerja


Gambar 3 merupakan hasil dari gejala kumulatif berdasarkan lama kerja yang
telah dilakukan terhadap 45 responden yang terdiri atas 24 responden dengan lama
kerja < 10 tahun dan 21 responden dengan lama kerja ≥ 10 tahun.
17

(%) NF3
50 Keterangan:
40 - NF2-1, NF6 dan NF2-2
NF5-2 NF2-1 merupakan kelelahan
30
20
aspek fisik
- NF1, NF2-1 dan NF5-2
10
merupakan kelelahan
NF5-1 0 NF6
aspek mental
- NF3 dan NF4 merupakan
kelelahan aspek sosial
NF1 NF2-2 <10 tahun
≥10 tahun
NF4

Gambar 3 Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan lama kerja


Secara umum gejala kelelahan yang paling tinggi adalah aspek fisik. NF2-1
merupakan keluhan paling tinggi pada kelompok pekerja lama yaitu sebesar
42.38 %, sedangkan pada kelompok pekerja baru keluhan paling tinggi adalah NF6
yaitu sebesar 32.81 %. Persentase keluhan untuk aspek mental yang paling tinggi
pada NF5-1, baik itu pada pekerja lama 30.74 % maupun pekerja baru 31.82 %.
Selanjutnya dari aspek sosial, NF3 merupakan keluhan paling tinggi baik itu pada
pekerja lama 19.05 % maupun pakerja baru 15.48 %. Persentase gejala kelelahan
paling tinggi dari semua aspek ada pada kelompok pekerja lama. Perasaan lelah
pada pekerja lama disebabkan adanya pembebanan otot secara statis yang jika
dipertahankan dalam waktu lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain
Injuries) yaitu nyeri otot tulang, tendon, dan sebagainya yang diakibatkan oleh jenis
pekerjaan yang bersifat berulang atau monoton (Muizzudin 2013).

Gejala Kelelahan Berdasarkan Jenis Pekerjaan


Secara umum, keluhan aspek fisik lebih tinggi dibandingkan aspek lainnya.
Berdasarkan Gambar 4, tingkat keluhan paling tinggi adalah jenis pekerjaan
persemaian, hal tersebut karena sebagian besar pekerja dengan jenis pekerjaan
persemaian adalah wanita, dimana kondisi fisik wanita cenderung rendah
dibandingkan pria. Kelelahan dibidang persemaian ini juga diakibatkan oleh
kejenuhan dengan jenis pekerjaannya ditambah dengan status kontrak pekerjaannya
adalah buruh harian lepas atau musiman, yang penghasilannya tidak lebih tinggi
dari pegawai tetap. Tingkat keluhan tinggi selanjutnya adalah bagian perencanaan,
hal tersebut juga karena sebagian besar pekerja memiliki kontrak kerja buruh harian
lepas atau musiman. Pekerja dengan kontrak kerja buruh harian lepas dibayar sesuai
dengan jumlah hari penuh dia bekerja. Jika sedang tidak ada kegiatan perencanaan,
sebagian besar pekerja perencanaan ikut membantu pekerjaan persemaian, sehingga
pekerja mengalami kejenuhan. Tingkat keluhan tinggi berikutnya adalah regu
penebang, hal tersebut dikarenakan beban kerja yang dialami regu penebang tinggi
ditambah dengan tinggal di dalam hutan dekat dengan petak tebang dengan fasilitas
camp yang sederhana serta jauh dari keluarga. Yovi et al. (2005) diacu dalam Yovi
dan Prajawati (2015) menyatakan bahwa mengoperasikan gergaji mesin seberat 15
kg dalam kegiatan penebangan mengonsumsi hingga 78 % dari kapasitas kerja
18

maksimal seseorang. Berikut adalah hasil dari gejala kelelahan kumulatif


berdasarkan jenis pekerjaan.
(%)
70
Keterangan:
- NF2-1, NF6 dan NF2-
2 merupakan kelelahan
60
aspek fisik
- NF1, NF2-1 dan NF5-
2 merupakan kelelahan
50
aspek mental
- NF3 dan NF4
merupakan kelelahan
40 aspek sosial
Persemaian

30 Perencanaan

Regu penebang
20
Pengangkutan

10
Penyaradan

Administrasi dan
TUK
0 HRD/SDM

Supervisor

Gambar 4 Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan jenis pekerjaan

Aspek mental pada jenis pekerjaan persemaian dan perencanaan terlihat


tinggi, hal itu disebabkan karena tekanan mental yang diberikan pada atasan cukup
tinggi. Kedua jenis pekerjaan tersebut juga sebagian besar berusia muda sehingga
ketika ekspektasi mereka mengenai dunia kerjanya tinggi dan harapan dengan
realitanya terdapat kesenjangan maka mengakibatkan meningkatnya indeks
kelelahan kumulatif (Ngadiputra 2015). Persentase aspek sosial yang dominan
adalah jenis pekerjaan persemaian dan pengangkutan. Pada jenis pekerjaan
persemaian, hal tersebut terjadi karena terkadang terdapat konflik kecil antar
pegawai wanita dengan pegawai pria, namun konflik tersebut tidak sampai
berkepanjangan, sedangkan pada jenis pekerjaan pengangkutan karena mereka
merupakan pegawai musiman yang diupah berdasarkan kubikasi kayu bulat yang
mereka angkut. Terkadang konflik kecil terjadi ketika mereka berlomba untuk
sampai pada TPn untuk mengangkut kayu bulat, karena semakin banyak trip yang
mereka jalankan maka semakin banyak pula upah yang mereka dapatkan. Tingkat
gejala kelelahan yang paling rendah berurutan adalah jenis pekerjaan supervisor
dan HRD/SDM, hal tersebut karena beban kerja yang rendah dan sebagian besar
pekerja di bagian tersebut merupakan pekerja tetap. Karyawan-karyawan yang
menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada
karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah (Saputra 2012).
19

Menurut Yoshimura dan Acar (2004) kepuasan kerja merupakan faktor penting
dalam kelelahan kumulatif pekerja kehutanan dan dengan meningkatkan kepuasan
kerja akan mengurangi kelelahan kumulatif.

Strategi Pengembangan Sistem Manajemen K3

Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja menurut ILO (1998)


adalah struktur, tanggung-jawab, praktek, dan prosedur sumber daya perusahaan
untuk menerapkan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja adalah aspek-aspek dari keseluruhan fungsi
manajemen yang mengembangkan, menerapkan dan memelihara kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan (ILO 1998). Tujuan dibentuknya
SMK3 adalah untuk pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
seperti penyakit dan kecelakaan akibat kerja, guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif (Endoryo 2006). Sehubungan dengan SMK3, Alat
Pelindung Diri (APD) sebagai alat pencegahan risiko kerja menjadi peran penting
dalam K3. Tabel 8 merupakan pemakaian APD oleh responden yang didapatkan
dari kuesioner berupa soal uraian.

Tabel 8 Pemakaian APD


Alat Pelindung Diri Jumlah (orang) Persentase (%)
Helm 7 15.56
Sarung tangan 10 22.22
Sepatu keselamatan 31 68.89
Masker 2 4.44

Tabel 8 memperlihatkan bahwa pemakaian APD para pekerja masih sangat


minim. Berdasarkan pengamatan, hanya pekerja lapang yang memakai APD.
Sebagian besar pekerja lapang sudah memakai sepatu keselamatan (68.89 %),
sedangkan pemakaian helm hanya 7 responden (15.56 %) dan pemakaian sarung
tangan 10 responden (22.22 %). Pemakaian sarung tangan banyak dipakai oleh regu
penebang, asisten bulldozer dan pegawai persemaian. Berdasarkan pengamatan
peneliti, tidak ada satu pun pemakaian APD yang lengkap. Responden mengaku
tidak memakai APD lengkap karena tidak terbiasa, sehingga mengganggu
pekerjaan. Bagian sumberdaya manusia yang menangani ketenagakerjaan sekaligus
K3 mengatakan bahwa APD selalu disediakan setiap 6 bulan sekali. Kesulitan
utama yang dihadapi yaitu budaya dari pekerja yang menganggap pemakaian APD
menyulitkan pekerjaan.
Selain APD, hal lain yang perlu diperhatikan adalah jenis tempat tinggal,
karena jenis tempat tinggal dapat memengaruhi kesehatan pekerja. Menurut Elias
(2012), base camp sebagai tempat tinggal pekerja kehutanan dibedakan menjadi 4
jenis, yaitu: base camp induk, base camp cabang, base camp tarik, dan base camp
pembinaan hutan. Jenis tempat tinggal pekerja PT Dasa Intiga berupa base camp.
Karena lokasi kerja PT Dasa Intiga jauh dari desa dan perkotaan sehingga sebagian
pekerja tinggal di base camp. Base camp di PT Dasa Intiga terdiri atas base camp
induk yaitu base camp 37, base camp cabang yaitu base camp Hyang, dan Logpond,
base camp tarik, dan base camp pembinaan hutan yaitu base camp TPTI. Antara
20

keempat base camp tersebut yang menjadi pembeda adalah fasilitasnya. Fasilitas
pada base camp induk, cabang dan pembinaan hutan lebih lengkap dibandingkan
dengan base camp tarik. Fasilitas yang disediakan pada base camp induk, cabang
dan pembinaan hutan diantaranya adalah air, listrik meskipun hanya malam hari,
kantin, sarana olah raga, hiburan seperti TV bersama dan fasilitas lainnya. Berbeda
dengan fasilitas yang ada pada base camp tarik, pada base camp tarik air tersedia
pada sungai terdekat, tidak semua camp tarik terdapat listrik. Pekerja yang
menempati base camp tarik adalah pekerja bidang pemanenan, penyaradan, dan
kupas kulit. Fasilitas pada base camp patut untuk diperhatikan oleh perusahaan
karena kenyamanan dan ketersediaan fasilitas dasar untuk hidup pada tempat
tinggal turut memengaruhi kepuasan kerja (Ngadiputra 2015).
Base camp di tempatkan didekat lokasi kerja, sehingga pekerja tidak perlu
berjalan jauh untuk menuju ke tempat kerja. Sebagian besar pekerja menuju ke
tempat kerjanya masing-masing membutuhkan waktu 5−10 menit dengan berjalan
kaki. Berbeda dengan pekerja pada bagian penebang dan bagian penyarad, mereka
membutuhan waktu 30−60 menit dengan menaiki bulldozer untuk sampai ke petak
tebang, semakin jauh petak tebangnya maka akan semakin lama juga waktu yang
ditempuhnya. Selanjutnya pada pekerja pengangkutan membutuhkan waktu 30−60
menit dengan menggunakan logging truk, tergantung dari jauhnya TPn dan TPK.
Sebagian besar pekerja tidak mengeluhkan mengenai kondisi tersebut, sebaliknya
pekerja senang karena mereka tidak perlu berjalan jauh untuk menuju tempat kerja
sehingga ketika sampai ditempat kerja kondisi fisik tetap segar.
Selain melakukan penelitian, peneliti juga menanyakan saran perbaikan yang
perlu dilakukan oleh perusahaan pada responden yang diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan pekerja sehingga produktivitas perusahaan meningkat,
seperti terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Saran perbaikan responden kepada perusahaan
Saran Perbaikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Fasilitas lainnya diperbaiki dan dilengkapi 12 26.67
Gaji/upah 6 13.33
Fasilitas komunikasi, seperti tower sinyal 5 11.11
Fasilitas transportasi 2 4.44
Adakan pelatihan 1 2.22
Penerangan jalan 1 2.22

Berdasarkan Tabel 9, terdapat 8 saran perbaikan yang disampaikan.


Persentase terbesar adalah fasilitas lainnya diperbaiki dan dilengkapi sebesar
26.67 %. Responden mengeluhkan mengenai fasilitas di base camp yang dirasa
kurang terutama base camp tarik. Salah satu lokasi base camp yang berdekatan
dengan base camp milik perusahaan tambang juga selalu menjadi pembanding.
Fasilitas lainnya yang dimaksud adalah tempat tinggal agar diperbaiki, kemudian
responden menyarankan ditambahnya fasilitas ibadah seperti masjid dan fasilitas
kesehatan. Fasilitas kesehatan saat ini hanya ada satu, yaitu di base camp pusat dan
ditangani oleh satu mantri kesehatan, hal tersebut dirasa kurang, mengingat jarak
antar base camp yang berjauhan. Saran selanjutnya adalah gaji/upah 13.33 %.
Menurut beberapa responden, gaji/upah yang saat ini dirasa kurang. Kelompok
pekerja yang menyarankan perbaikan gaji/upah ini didominasi oleh pekerja lapang
21

seperti asisten chainsaw dan asisten bulldozer. Saran perbaikan selanjutnya adalah
fasilitas komunikasi 11.11 %. Lokasi perusahaan yang jauh dari desa dan perkotaan
menyebabkan sinyal komunikasi minim. Komunikasi hanya dilakukan dengan
menggunakan HT (Handy Talky) atau alat komunikasi radio untuk
mengkoordinasikan pekerjaan pada setiap bagian. Pekerja yang umumnya
merupakan pendatang mengeluhkan kondisi tersebut, karena tidak dapat
menghubungi keluarganya karena tidak terdapat sinyal ponsel. Saran lainnya yang
diajukan responden adalah fasilitas transportasi, adakan pelatihan dan penerangan
jalan, persentase masing-masing berurutan adalah 4.44 %, 2.22 % dan 2.22 %.
Transportasi menjadi salah satu sarana penting untuk mobilisasi jarak jauh.
Terbatasnya sarana transportasi menyebabkan beberapa bagian pekerjaan menunda
untuk menyelesaikan pekerjaannya. Saran peneliti adalah perusahaan menambah
sarana transportasinya agar produktivitas perusahaan meningkat. Salah seorang
responden menyarankan adakan pelatihan, hal tersebut dirasa penting agar pekerja
mempunyai ilmu tambahan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya sehingga risiko
kecelakaan menjadi minim dan produtivitas menigkat. ILO (1998) menyatakan
bahwa sebelum penugasan awal suatu tugas spesifik semua pekerja harus menjalani
pelatihan yang sesuai. Pelatihan yang efektif menjadi bagian dari kebijakan
keselamatan kerja.

Asupan Gizi

Sumber penyakit timbul karena tidak seimbangnya berbagai faktor, salah


satunya adalah gizi (Supariasa et al. 2001). Salah satu faktor yang menyebabkan
kelelahan juga adalah asupan gizi yang tidak memadai. Food recall 24 jam
merupakan salah satu metode penilaian konsumsi pangan secara kuantitatif.
Menurut Supariasa et al. (2001) metode kuantitatif dapat mengetahui jumlah
makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang
diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah
Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM).
Metode food recall 24 jam mempunyai kelebihan yaitu mudah
melaksanakannya, biaya relatif murah, cepat, dapat digunakan pada responden yang
buta huruf dan dapat memberikan gambaran nyata. Kelemahan dari metode ini
adalah bila dilakukan recall satu hari maka tidak dapat menggambarkan asupan
makanan sehari-hari, ketepatannya tergantung oleh daya ingat responden,
membutuhkan petugas yang terlatih dalam menggunakan alat bantu seperti Ukuran
Rumah Tangga (URT), dan ada kecenderungan bagi responden yang gemuk
melaporkan lebih sedikit dan sebaliknya (Supariasa et al. 2001). Nilai konsumsi
pangan yang sudah dikonversi dengan menggunakan daftar diatas kemudian
dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) sehingga menghasilkan
tingkat kecukupan gizi. Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) diacu dalam
Subarna (2012) AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat konsumsi zat gizi yaitu
mengetahui seberapa banyak kecukupan zat gizi. Zat gizi yang digunakan pada
penelitian ini adalah energi. Berikut merupakan tingkat kecukupan energi hasil
perhitungan dari ketiga responden.
22

Tabel 10 Sebaran asupan energi dan tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis
pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Asupan Energi Operator Asisten Asisten
Chainsaw Chainsaw Bulldozer
Min (kkal) 2117 1939 1969
Max (kkal) 3501 2652 3230
Mean (kkal) 2669 2245 2311
Kebutuhan Energi (kkal) 2583 2329 2293
Tingkat Kecukupan Energi (%) 103 96 101

Menurut Hanum et al. (2014) tingkat kecukupan energi dikategorikan normal


(90−119 % AKG), defisit tingkat ringan (80−89 % AKG), defisit tingkat sedang
(70−79 % AKG) dan defisit tingkat berat (< 70 % AKG). Berdasarkan Tabel 10,
asupan energi minimum paling rendah adalah asisten chainsaw (1939 kkal)
dibandingkan dengan asisten bulldozer (1969 kkal) dan operator chainsaw (2117
kkal). Asupan energi maksimal paling tinggi adalah operator chainsaw (3501 kkal)
dibandingkan dengan dua responden lainnya yaitu asisten bulldozer (3230 kkal) dan
asisten chainsaw (2652 kkal). Urutan yang sama juga terjadi pada rata-rata asupan
energi yaitu operator chainsaw (2669 kkal), asisten bulldozer (2311 kkal) dan
asisten chainsaw (2245 kkal). Standar asupan energi seseorang berbeda-beda,
tergantung dari tinggi badan dan berat badan. Standar kebutuhan energi operator
chainsaw sebesar 2583 kkal, standar ini lebih tinggi dibandingkan dengan asisten
chainsaw (2329 kkal) dan asisten bulldozer (2293 kkal). Nilai persentase tingkat
kecukupan energi didapat dari asupan energi rata-rata dibagi dengan kebutuhan
energi lalu dikali 100 %. Persentase tingkat kecukupan energi operator chainsaw
lebih tinggi dari responden lainnya yakni 103 %, sedangkan asisten bulldozer 101 %
dan asisten chainsaw 96 %. Kategori tingkat kecukupan energi dari ketiga reponden
adalah normal. Peneliti menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk
mengetahui status gizi responden seperti terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Status gizi berdasarkan jenis pekerjaan


Jenis Pekerjaan IMT (kg/m2)
Operator chainsaw 20.38
Asisten chainsaw 20.96
Asisten Bulldozer 18.75

IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa (Anggraeni 2012). Berdasarkan Tabel 11, IMT operator chainsaw, asisten
chainsaw dan asisten bulldozer berurutan adalah 20.38, 20.96 dan 18.75. Status gizi
dari ketiga responden adalah normal, dilihat dari IMT yang berada pada ≥
18.5−24.9. Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status gizi menurut Depkes
(2013) adalah kurus (< 18.5), normal (≥ 18.5−24.9), berat badan lebih (≥ 25−27)
dan obesitas (≥ 27). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yovi (2007) menunjukkan
bahwa beban kerja yang diterima oleh pekerja kehutanan mencapai 71 % dari
kapasitas kerja seseorang. Semakin tinggi VdotO2 semakin tinggi pula energi yang
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Ketiga jenis pekerjaan yang menjadi
23

responden bekerja tidak hanya mengangkat beban yang berat, lingkungan kerja
yang tidak nyaman juga diduga dapat memengaruhi berkurangnya energi.
Berdasarkan hasil diatas didapatkan bahwa tingkat kecukupan energinya
dikategorikan normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa asupan gizi sehari-harinya
sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan energi yang dia pakai untuk bekerja. Zat
gizi berperan dalam penyediaan energi, proses pertumbuhan, perbaikan jaringan,
pengaturan serta pemeliharaan proses fisiologis dan biokimia di dalam tubuh
(Tejasari 2003).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebanyak 28.89 % responden pernah mengalami kecelakaan kerja. Jatuh dari


sepeda motor merupakan kecelakaan kerja yang paling sering terjadi. Jenis keluhan
penyakit yang banyak dirasakan responden adalah sakit pinggang (55.56 %), kaku
pada leher atau pundak (51.11 %) dan nyeri punggung bawah (46.67 %). Peubah
yang memengaruhi kepuasan kerja dari regresi logistik biner adalah kontrak kerja
dan alat kerja. Sebagian besar responden puas dengan pekerjaannya. Sebanyak
28.89 % ketidakpuasan responden disebabkan oleh aksesibilitas dan sebanyak
24.44 % ketidakpuasan disebabkan oleh gaji dan fasilitas. Nomor 74 ‘saya sering
merasa bersemangat untuk tidur dimalam hari’ merupakan pertanyaan CFSI yang
paling tinggi dikeluhkan oleh responden. Secara umum gejala kelelahan yang
paling dominan adalah aspek fisik, kemudian aspek mental dan aspek sosial. Gejala
kelelahan pekerja usia muda memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan dengan
pekerja usia tua. Persentase gejala kelelahan pekerja lama lebih tinggi dibandingkan
dengan pekerja baru. Berdasarkan jenis pekerjaannya, jenis pekerjaan persemaian
memiliki persentase gejala kelelahan yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis
pekerjaan lainnya. Pemakaian APD masih sangat minim. Sepatu keselamatan
memiliki persentase terbesar dari APD yang digunakan diikuti oleh sarung tangan
dan helm. Saran perbaikan dengan persentase terbesar yang disampaikan oleh
responden diantaranya adalah fasilitas lainnya diperbaiki dan dilengkapi (26.67 %),
gaji/upah (13.33 %) dan fasilitas komunikasi, seperti tower sinyal (11.11 %).
Tingkat kecukupan energi dan status gizi dari tiga responden dengan tiga jenis
pekerjaan yang berbeda adalah normal.

Saran

1. Saran kepada pengelola untuk lebih giat lagi membudayakan pemakaian APD
secara menyeluruh sebagai salah satu upaya perlindungan K3 pekerja.
2. Saran kepada pengelola untuk meninjau dan merealisasikan perbaikan yang
disampaikan oleh pekerja.
3. Penelitian selanjunya dengan topik serupa diharapkan dilakukan pada semua
jenis pengelolaan hutan dan tersebar diseluruh Indonesia agar terlihat kondisi K3
nasional dibidang kehutanan.
24

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni A D. 2012. Asuhan Gizi; Nutritional Care Process. Yogyakarta (ID):


Graha Ilmu.
Anggraeni L. 2004. Analisis tingkat kepuasan kerja karyawan bagian produksi di
PT. Mitra Marin Manunggal, Sidoarjo, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Colantony A, Marucci A, Monarca D, Pagniello B, Cecchini M dan Bedini R. 2012.
The risk of musculoskeletal disorders due to repetitive movements of upper
limbs for workers employed to vegetable grafting. Journal of Food,
Agriculture & Environment. 10 (3&4): 14−18.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2013. RISKESDAS Indonesia Tahun 2013.
Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga.
Elias. 2012. Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Endoryo B. 2006. Peranan manajemen k3 dalam pencegahan kecelakaan kerja
konstruksi. Jurnal Teknik Sipil. 3 (1):8−15.
Enrico E. 2002. Analisis kelelahan pekerja pemanenan hutan dengan menggunakan
metode indeks kumulatif gejala kelelahan di PT. Musi Hutan Persada Propinsi
Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fadillah D. 2010. Biaya pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja di PT.
Erna Djuliawati, Provinsi Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Hanum F, Khomsan A dan Heryatno Y. 2014. Hubungan asupan gizi dan tinggi
badan ibu dengan status gizi anak balita. Jurnal Gizi dan Pangan. 9 (1): 1−6.
Hosmer D W, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression. Ed ke-2. New York
(US): John Wiley and Sons.
[ILO] International Labour Organization. 1998. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Kehutanan. Geneva (CH): ILO.
Kuswana W S. 2016. Ergonomi dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
Bandung (ID): PT. Remaja Rosdakarya.
Lalu H. 2005. Hukum Ketenagakerjaan, Edisi Revisi. Jakarta (ID): PT. Raja
Grafindo.
Muizzudin A. 2013. Hubungan kelelahan dengan produktivitas kerja pada pekerja
tenun di pt. alkatex tegal. Unnes Journal of Public Health. 2 (4): 1−8.
Mulia R M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Ngadiputra S. 2015. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja kehutanan di
IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
PT DASA INTIGA. 2012. Dokumen Rencana Kerja Umum (RKU) Periode
2012−2021. Kalimantan Tengah (ID): BC Hyang Sakti.
Putra R E. 2012. Pengaruh nilai investasi, nilai upah, dan nilai produksi terhadap
penyerapan tenaga kerja pada industri mebel di kecamatan pedurungan kota
semarang. Economics Development Analysis Journal. 1 (2): 42−56.
Republik Indonesia. 2003. UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Jakarta (ID): Sekretariat Kabinet RI.
25

Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta (ID): Sekretariat
Kabinet RI.
Rivai V. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Jakarta (ID):
PT. Raja Grafindo Persada.
Saputra D. 2012. Analisis hubungan keselamatan dan kesehatan kerja (k3) terhadap
kepuasan kerja karyawan Di PT Dystar Colours Indonesia [skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Sari I P. 2013. Analisis minat siswa sma ibrahimy sukorejo melanjutkan ke IAII
Sukorejo menggunakan regresi logistik biner dan multi korespondensi
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Institut Pertanian Bogor.
Setiawan S. 2010. Analisis kompetensi pekerja dan pengusaha terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja bidang pemanenan kayu di KPH Cianjur
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Siswantiningsih K A. 2010. Perbedaan denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja
pada iklim kerja panas di Unit Workshop PT. Indo Acidatama Tbk Kemiri,
Kebakkramat, Karanganyar [laporan khusus]. Surakarta (ID): Fakultas
Kedokteran. Universitas Sebelas Maret.
Subarna A. 2012. Analisis pengeluaran dan pola konsumsi pangan serta
hubungannya dengan status gizi mahasiswa penerima Beasiswa Etos Jawa
Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian
Bogor.
Sulistyadi K dan Lisa S S. 2003. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi. Jakarta
(ID): Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sahid.
Suma’mur P K. 1988. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta (ID): PT.
Saksama.
Suma’mur P K. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta (ID): CV. Hji
Masagung.
Suma’mur P K. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta
(ID): CV. Haji Masagung.
Supariasa I D N, Bakri B dan Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID):
Penerbit buku kedokteran EGC.
Supriatna. 2015. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja kehutanan di
IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti, Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Susanto. 2015. Pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan pada pekerja bagian
sizing PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta [Skripsi]. Surakarta (ID):
Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tejasari. 2003. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta (ID): Graha ilmu.
Widiastuti T. 2014. Identifikasi kondisi lingkungan kerja dan persepsi pekerja
industri mebel kayu jati terhadap perlindungan k3 di Kabupaten Jepara
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Wignjosoebroto S. 2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya (ID): Guna
Widya.
26

Yoshimura T dan Acar H H. 2004. Occupational safety and health conditions of


forestry workers in turkey. Jurnal Forestry Resource. (9):
225−232.doi:10.007/s10510.004-0078-y.
Yovi E Y. 2007. %VdotO2max as physical load indicator unit in forest work
operation. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 13 (3): 140−145.
Yovi E Y, Gandaseca S, Adiputra I N. 2012. Worker’s competency and perception
toward safety and health on forest harvesting operation in Indonesia long
rotation plantation forest. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 18 (3): 198−205.
doi: 10.7226/jtfm.18.3.198.
Yovi E Y dan Prajawati W. 2015. High risk posture on motor-manual short wood
logging system in acacia mangium plantation. Jurnal Manajemen Hutan
Tropika. 21 (1): 11−18.doi: 10.7226/jtfm.21.1.11.
Yovi E Y dan Yamada Y. 2015. Strategy to disseminate occupational safety and
health information to forestry workers: The Felling Safety Game. Journal of
Tropical Forest Science. 27 (2): 213−221.
Yovi E Y, Yamada Y, Zaini MF, Kusumadewi CAY dan Marisiana L. 2016.
Improving the OSH knowledge of Indonesian forestry workers by using
safety game application: Tree Felling Supervisors and Operators. Jurnal
Manajemen Hutan Tropika. 21 (1): 11−18.doi: 10.7226/jtfm. 2.1. 2 75.
27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 3 September 1993. Penulis


merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Rosadi dan Hotijah.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Al-Irsyad Al-
islamiyah Rawa Lumbu pada tahun 2000, menyelesaikan sekolah dasar di SDN
BJRL X Rawa Lumbu pada tahun 2006. Kemudian penulis menyelesaikan sekolah
menengah pertama di SPMN 2 Bekasi dan menyelesaikan sekolah menengah atas
di SMAN 3 Bekasi pada tahun 2012, pada tahun yang sama penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jaur SMNPTN Undangan dan diterima di
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan.
Selama masa pendidikan sekolah menengah atas penulis aktif di organisasi
Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) sebagai Bendahara 1 (2010−2011) dan Staf
Ekstrakurikuler Taekwondo (2010−2012). Kemudian selama masa perkuliahan,
penulis aktif di lembaga kemahasiswaan dan berbagai kepanitiaan, yaitu Staf Divisi
PSDM Forest Management Student’s Club (FMSC) (2013−2015), Staf Divisi Dana
Usaha Kejuaraan IPB Karate Cup V Se-Jawa Bali (2013), Staf Divisi Logstran Bina
Hutan Rakyat (2014), dan Staf Divisi Logstran Eksplorasi Hasil Hutan Bukan Kayu
(2015). Penulis juga telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan pada
tahun 2014 di Telaga Bodas-Sancang Timur, Praktik Pengenalan Hutan pada tahun
2015 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, dan Praktik Kerja Lapang
pada Februari hingga April tahun 2016 di IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan
Tengah.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi
dengan judul Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di
IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah dibawah bimbingan Dr Efi
Yuliati Yovi, SHut MLife Env Sc.

Anda mungkin juga menyukai