Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

ANALISIS ASPEK K3 DALAM UPAYA IDENTIFIKASI


BAHAYA DI PT. PEMBANGKITAN JAWA BALI
SERVICES (PJBS) SEKTOR PLTD SUPPA

OLEH
KELOMPOK 4

Alfikri Fara, S.Kep., Ns


Alvawandri, S.Kep., Ns
Asriani P, S.Kep., NS
Fitriyani Daeng Sijaya S.Kep
Haerunnisa, S.Kep., Ns
Helda Selviana, AMK
Ismail, S.Kep., NS
Ivon Dukkun, S.Kep
Jul Pao’tonan, S.Kep., Ns

PELATIHAN DAN SERTIFIKASI HIPERKES DAN KK BAGI


PARAMEDIS PERUSAHAAN DI BALAI KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA MAKASSAR
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena


berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Analisis
Aspek K3 Dalam Upaya Identifikasi Bahaya Di Pt. Pembangkitan Jawa Bali
Services (Pjbs) Sektor Pltd Suppa. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
kelompok pelatihan hiperkes dan KK bagi paramedis perusahaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman kelompok
empat yang tetap semangat dalam proses penyusunan makalah, sehingga makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
                                                                                                   

                       

Makassar, 10 November 2022

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Maksud dan Tujuan 6
1.3 Ruang Lingkup 7
1.4 Dasar Hukum 11
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Profil Perusahaan
12
2.2 Hasil Pengamatan Lapangan
20
2.2.1 Temuan Positif 21
2.2.2 Temuan Negatif 23
2.3 Hasil
Pengukuran/Pengujian Lapangan 24
BAB III ANALISA TEMUAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Membuat Penilaian Risiko dari Temuan Negative 25
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 36
4.2 Saran 36
DAFTAR PUSTAKA
37

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi dan pasar bebas World Trade Organization (WTO)


dan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah
satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan
barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara
anggota, termasuk bangsa Indonesia.

Kondisi  kesehatan dan keselamatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia


secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina
dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia
akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya.
Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Tenaga kesehatan secara umum merupakan satu kesatuan tenaga yang


terdiri dari tenaga medis, tenaga perawatan, tenaga paramedik, non
perawatan dan tenaga non medis. Dari semua katagori tenaga kesehatan
yang bekerja di sebuah perusahaan, tenaga perawatan merupakan tenaga

4
terbanyak dan mereka mempunyai waktu kontak dengan pasien lebih lama
dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, sehingga mereka mempunyai
peranan penting dalam menentukan baik buruknya mutu pelayanan
kesehatan di perusahaan. Oleh karena itu perawat sebagai tenaga kesehatan
yang paling sering melakukan kontak dengan pasien harus memahami
fungsi dan tugasnya dalam hiperkes ini sehingga pelayanan kesehatan yang
diberikan akan semakin optimal.

Hiperkes dan Keselamatan Kerja merupakan suatu keilmuan


multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan
kondisi lingkungan kerja, keselamatan dan kesehatan tenga kerja serta
melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan
serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, kebakaran, peledakan, atau pencemaran lingkungan kerja. Hal
tersebut akan mendukung tercapainya peningkatan produksi dan
produktivitas suatu industry sehingga mampu bersaing dalam proses
perubahan global. Hiperkes dan Keselamatan Kerja mengandung pengertian
tentang aspek Hygiene perusahaan (Industrial Hygiene), Ergonomi
(Ergonomic), Kesehatan Kerja (Occupational Health) dan Keselamatan
Kerja (Safety), yang dalam penerapannya saling berkaitan erat.

Kegiatan Higiene Perusahaan atau Higiene Industri bertujuan agar


tenaga kerja terlindung dari berbagai resiko akibat lingkungan kerja, melalui
upaya identifikasi/pengenalan, pengujian/evaluasi, dan pengendalian serta
menerapkannya dalam bentuk pemantauan dan tindakan korektif/perbaikan
lingkungan kerja, melalui metoda teknik yang bersifat spesifik. Kinerja
(performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultan
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila
ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan
kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat
5
ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas kerja.

1.2 Maksud dan Tujuan


Hakikat Kesehatan Kerja Perusahaan adalah dua hal :
a) Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang
setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau
pekerja-pekerja bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk
kesejahteraan tenaga kerja
b) Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam
produksi. Oleh karena hakikat tersebut selalu sesuai dengan maksud dan
tujuan pembangunan didalam suatu negara maka hygene Perusahaan
dan Kesehatan Kerja selalu harus diikut sertakan dalam pembangunan
tersebut.
Tujuan utama tersebut diatas dapat terperinci lebih lanjut sebagai berikut :
Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi
tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas
tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatan gandaan
kegairahan serta kenikmatan kerja, pelindungan bagi masyarakat sekitar
suatu perusahaan agar terhindar dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-
bahan dari perusahaan yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat
luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk
industri.
Tujuan utama dari Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan demikian
mungkin dicapai, oleh karena terdapatnya korelasi diantara derajat

6
kesehatan yang tinggi dengan produktivitas kerja atau perusahaan, yang
didasarkan kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
a) Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya. Pekerjaan harus
dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi
syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dengan cara yang dimaksud
meliputi diantaranya : tekanan panas, penerangan ditempat kerja, debu
di udara ruang kerja, sikap badan, perserasian manusia dan mesin,
pengekonomisan upaya. Cara dan lingkungan tersebut perlu disesuaikan
pula dengan tingkat kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja yang
bersangkutan.
b) Biaya dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta penyakit umum
yang meningkat jumlahnya oleh karena pengaruh yang memburukkan
keadaan oleh bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan adalah
sangat mahal dibandingkan dengan biaya untuk pencegahannya. Biaya-
biaya kuratif yang mahal seperti itu meliputi : pengobatan, peralatan
rumah sakit, rehabilitasi, absenteisme, kerusakan mesin, peralatan dan
bahan oleh karena kecelakaan, terganggunya pekerjaan, dan cacat yang
menetap.
Hygiene dan kesehatan kerja digunakan sebagai alat untuk
mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja yang
setinggi-tingginya serta sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang
berlandaskan pada meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas faktor
manusia dalam produksi.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan atau aktifitas k3 industri, mencakup kegiatan
mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi, dan mengendalikan.
a) Mengantisipasi
Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya
dan risiko di tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau

7
penerapan hygiene industri/perusahaan di tempat kerja. Adapun tujuan
dari antisipasi adalah :
 Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul
menjadi bahaya dan risiko yang nyata.
 Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses
dijalankan atau suatu area dimasuki.
 Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu
proses dijalankan atau suatu area dimasuki.
b) Mengenal
Mengenal atau rekognisi merupakan serangkaian kegiatan untuk
mengenali suatu bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan
menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu
hasil yang objektif dan bisa dipertanggungjawabkan. Dimana dalam
rekognisi ini kita melakukan pengenalan dan pengukuran untuk
mendapatkan informasi tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel),
jenis, kandungan atau struktur, dan sifat. Adapun tujuan dari
pengenalan, yaitu :
 Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan,
efek, severity, pola pajanan, besaran).
 Mengetahui sumber bahaya dan area yang  berisiko.
 Mengetahui pekerja yang berisiko.
c) Mengevaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran,
pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian
lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif
dan terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang
berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi
pengendalian, ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dengan lingkungannya, serta sekaligus merupakan

8
dokumen data di tempat kerja. Tujuan dari pengukuran dalam evaluasi,
yaitu :
 Untuk mengetahui tingkat risiko.
 Untuk mengetahui pajanan pada pekerja.
 Untuk memenuhi peraturan (legal aspek).
 Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah
dilaksanakan.
 Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki
pekerja.
 Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.
d) Pengendalian

Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya


dimaksudkan untuk menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar
tetap sehat dan aman atau memenuhi persyaratan kesehatan dan norma
keselamatan, sehingga tenaga kerja terbebas dari ancaman gangguan
kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja tidak menderita penyakit akibat
kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja. Ada beberapa bentuk
pengendalian atau pengontrolan di tempat kerja yang dapat dilakukan, yaitu:

 Eliminasi agar upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta


menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi
bahaya.
 Subtitusi agar modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran
debu atau asap, dan mengurangi bahaya. Pengendalian bahaya
kesehatan kerja dengan mengubah beberapa peralatan proses untuk
mengurangi bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang
diterima untuk diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan
potensi bahayanya.
 Engineering control agar pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain pekerja.
9
 Administrasi control agar pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja.
 APD (Alat Pelindung Diri) agar langkah terakhir dari hirarki
pengendalian.

Ada 6 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:


1. Eliminasi
Merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta
menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi
bahaya.
2. Substitusi
Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau asap, dan
mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan kerja dengan
mengubah beberapa peralatan proses untuk mengurangi bahaya,
mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima untuk diproses
lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya.
3. Isolasi
Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja dengan
menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang
berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar.
4. Engineering control
Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor
lingkungan kerja selain pekerja
a. Menghilangkan semua bahaya-bahaya yang ditimbulkan.
b. Mengurangi sumber bahaya dengan mengganti dengan bahan
yang kurang berbahaya
c. Proses kerja ditempatkan terpisah,
d. Menempatan ventilasi local/umum.
5. Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja.
10
Pengaturan schedule kerja atau meminimalkan kontak pekerja
dengan sumber bahaya
6. Alat Pelindung Diri (APD), Ini merupakan langkah terakhir dari
hirarki pengendalian. Jenis-jenis alat pelindung diri Alat pelindung
diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi
terkena resiko dari bahaya.

1.4 Dasar hukum


1. Undang – undang No. 3 Tahun 1969 tentang persetujuan konvensi ILO
No. 120 mengetahui Hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor
2. Undang – undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
3. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
4. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja.
5. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Tenaga Kerja.
6. Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pemakaian Asbes.
7. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1987 tentang Kewajiban Latihan
Hygienen Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga
Paramedis Perusahaan.
8. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
9. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
10. Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian
dan tata Kerja Dokter Penasehat.
11. Undang – undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

11
12. Permenaker RI No. 5 Tahun 2018 Tentang keselamatan dan kesehatan
kerja lingkungan kerja.

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Profil Perusahaan


a) PT. Pembangkitan Jawa Bali Services (PJBS)
PT. Pembangkitan Jawa Bali Services (PJBS) adalah anak

perusahaan dari PT. Pembangkitan Jawa Bali yang didirikan untuk

menjawab kebutuhan akan line up bisnis di bidang pelayanan jasa

operasi dan pemeliharaan unit pembangkit tenaga listrik. PT PJB

Services didirikan pada 31 Maret 2001 dengan kepemilikan saham

95% dimiliki oleh PT PJB dan 5% dimiliki oleh Yayasan Pendidikan

dan Kesejahteraan PT. PJB. PT. PJB Services awalnya difokuskan

hanya pada bidang pemeliharaan pembangkit tenaga listrik saja. PT.

PJB Services telah mengembangkan kemampuan untuk menjadi

perusahaan yang bergerak dalam operasi dan pemeliharaan pembangkit

tenaga listrik. Saat ini, PT. PJB Services telah berhasil Go

International dengan pengalaman panjang, antara lain di Singapura,

Malaysia, Kuwait, Cina dan Arab Saudi untuk memiliki reputasi yang

baik.

Pada tanggal 25 Maret 2002, PT. PJB Services telah memperoleh

sertifikat ISO 9001: 2000 nomor 01 100 0187 87 untuk Manajemen


12
Services untuk Relokasi, Operasi Rehabilitasi, dan Pemeliharaan

Pembangkit Listrik dari Institut Sertifikasi TÜV CERT Jerman

Sertifikasi Badan dari TÜV Anlagentechnik GmbH.

PT. PJB Services ditunjuk sebagai kontraktor O & M (Operation

and Maintenance) Performance Contract untuk mengelola Paiton

Baru: 1x660 MW, pembangkit listrik Indramayu: 3x330 MW,

pembangkit listrik Rembang: 2x315 MW, pembangkit listrik Pacitan:

2x316 MW. Salah satu alasan penunjukan PT. PJB Services oleh PT.

PJB adalah menjadikan PT. PJB Services sebagai sebuah perusahaan

untuk mengelola empat pembangkit listrik baru untuk memahami

karakteristik, kelemahan dalam aset fisik yang berdampak negatif pada

bisnis, dan mampu secara proaktif mengantisipasi, menghasilkan

kinerja aset yang tinggi. Selain itu, membuat PT. PJB Services sebagai

perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi, berkelanjutan dan

berkembang.

b) VISI dan MISI

Visi

a. Menjadi perusahaan jasa operasi dan pemeliharaan kelas dunia di

Indonesia.

Misi

a. Melaksanakan aktifitas O& M unit pembangkit dengan standar

internasional

13
b. Menyediakan Jasa Total Solusi untuk menjamin kelancaran opersai

unit pembangkit energi listrik client yang berkelanjutan.

c. Mengoptimalkan sumber daya PT. PJB untuk kepentingan

Stakeholder dan menghasilkan kinerja keuangan yang signifikan

serta memperoleh citra positif.

c) Struktur organisasi
PT. PJB Services terdiri dari dewan komisaris dan dewan direksi, yakni:

1. Dewan Komisaris:

a. Komisaris Utama : Achmad Zainuri

b. Komisaris : Haryanto Widodo

2. Dewan Direksi:

a. Direktur Utama: Mohamad Rasul

b. Direktur Operasi : Hartono Sarmun

c. Direktur Administrasi & Keuangan : Dedy Junaidy

d. Direktur Perencanaan & Pemasaran : Ari Basuki.

d) Manajemen Aset
Manajemen aset adalah proses sistematik dan terstruktur yang

meliputi keseluruhan umur aset. Asumsi utama adalah keberadaan aset

untuk mendukung pencapaian program. Manajemen aset

diimplementasikan, sebagai jawaban atas:

1. Ekspektasi yang semakin meningkat dan sangat ketat (tuntutan

reliability, availability, low cost, lingkungan, keselamatan, dan

sebagainya).

2. Perkembangan Teknologi dan Manajemen yang demikian pesat

14
(condition monitoring, efficiency modeling, sistem informasi.

3. Pemahaman adanya berbagai jenis failure mode.

PT. PJB Services sebagai perusahaan yang memiliki profitabilitas

tinggi, berkelanjutan dan berkembang. Jadi peran dan tanggung jawab

PT. PJB Services yang ada adalah:

1. Mengelola aset dari 4 pembangkit listrik, yaitu:.

a. Paiton Baru

b. PLTU Indramayu

c. Pembangkit Tenaga Listrik Rembang

d. Pembangkit Tenaga Listrik Pacitan

2. Mengelola aset lain dari O & M (Operation and Maintenance).

3. Layanan konsultasi dan pengawasan Asset Management.

4. Menyediakan Jasa Total Solusi tentang listrik.

e) Kapabilitas
1. Sumber Daya Manusia yang memiliki kompetensi, kapabilitas dan

pengalaman yang sudah teruji di bidang O & M (Operation and

Maintenance) pembangkit.

2. Peralatan pendukung O & M (Operation and Maintenance), (mesin

pembangkit) seperti analisa vibrasi, balancing machine, thermografh,

peralatan tesrelay, proteksi meter-meter dan lain-lain.

3. Dukungan workshop dari dalam dan luar negeri, yaitu:

a. Wood Group (Thailand, England)

b. Sulzer Hickham Indonesia

15
c. DEN

d. Alstom Power

e. PT PAL

f. PT PLN (Persero), UB Jasa & Produksi,dan lain-lain.

4. Dukungan fasilitas server, pengolah data serta jaringan komunikasi

data (WAN) yang tersebar di Jawa dan Sumatera.

a) Realibility dan manajemen oprasi

Merupakan sebuah harapan bagi setiap pelaku bisnis pembangkitan

memiliki unit pembangkitan dengan EAF (Equivalent Avaibility Factor)

yang tinggi dan rupiah perKWh yang rendah, sehingga mampu bersaing

dan memenangkan persaingan. Itu sebabnya, realibility management dan

operation management menjadi sangat menentukan.

Realibility management diperlukan untuk memastikan mesin

pembangkit dapat beroperasi secara continue dan tidak mengalami

derating,sedangkan operation management untuk menjamin agar unit

pembangkitan beroperasi secara handal dan efisien, serta memenuhi

standar keamanan, keselamatan kerja dan lingkungan. Inti kegiatan

realibility management antara lain:

1. Menetapkan prioritas pekerjaan berdasarkan criticality ranking peralatan.

2. Menetapkan task (jenis pemeliharaan) yang tepat.

3. Merencanakan dan menjadwalkan pekerjaan.

4. Melaksanakan pekerjaan operasi dan pemeliharaan dengan kualitas

yang optimal.

16
5. Melakukan pengukuran, evaluasi danpeningkatan berkesinambungan.

Sedangkan kegiatan operation management meliputi :

1. Perencanaan operasi berdasarkankebutuhan sistem dan kesiapan unit.

2. Pengoperasian, pengujian, dan pengaturan jam kerja operasi peralatan.

3. First line maintenance.

4. Optimasi pembebanan dan kinerja operasi.

5. Manajemen bahan bakar.

6. Emergency management.

2.2 Pengertian
Pencegahan kecelakaan kerja dapat dipelajari dari kecelakaan itu sendiri
dan kejadian yang hampir menyebabkan kecelakaan. UU No 3 Tahun 1992
menyatakan kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula
dengan kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat kerja dan
pulang ke rumah.
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya
dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju
masyarakat adil dan makmur, secara khusus meningkatkan kualitas
hidup tenaga kerja mulai upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan, gangguan kesehatan atau penyakit yang mungkin
dialami oleh tenaga kerja. Dalam pengimplementasian K3 yang
efektif harus dimulai dari top manajemen dan tim manajemen.
Komitmen dan keterlibatan top manajemen dan jajaran manajemen
merupakan hal paling mendasar dan penting dalam menggerakkan

17
partisipasi pekerja dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat
dan aman.
Peraturan K3 sebenarnya dapat disesuaikan dengan jenis
usaha perusahaan. Dalam membuat kebijakan dan peraturan K3
sebaiknya menggunakan istilah yang jelas, tidak ambigu, tegas dan
lugas. Setiap pekerja baru dalam perusahaan harus mendapatkan
pelatihan yang cukup sebelum melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan. Pelatihan pun dilakukan juga bagi
pekerja lama sebagai penyegaran. Pelatihan yang diberikan harus
meliputi pengetahuan dan keahlian sesuai jenis pekerjaan guna
meningkatkan kompetensi pokok dan kompetensi K3.

2. Tujuan K3 (UU No 1 Tahun 1970)


1) Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan
orang lain di tempat kerja.
2) Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman
dan efisien.
3) Meningkatkan kesejahteraan dan produktifitas Nasional.

3. Dampak tidak Adanya K3


Apabila K3 tidak diterapkan dalam perusahaan ada beberapa efek
yang akan terjadi. Dampak inipun akan dirasakan oleh semua pihak
baik perusahaan maupun pekerjanya, diantaranya adalah:
1) Produksi kerja yang tidak nyaman
Para pekerja merasa tidak nyaman disebabkan karena tidak
diterapkannya prosedur dari K3, pola kerja pun menjadi lebih
buruk dan para pekerja mempunyai rasa ragu saat bekerja.
2) Risiko cedera
Apabila prosedur K3 tidak dijalankan maka akan terjadi risiko
cedera bahkan sampai risiko kematian oleh para pekerja.
18
3) Hasil kerja kurang maksimal
Kurang maksimal karena tujuan dari diaplikasikannya prosedur
K3 adalah untuk memberikan hasil yang lebih maksimal untuk
setiap tindakan pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja.
4) Merugikan orang lain di area kerja
Dampak lainnya yaitu dapat merugikan pihak lain di lingkungan
perusahaan, seperti kerugian yang disebabkan oleh limbah
pabrik bagi masyarakat, baik secara langsung maupun bertahap.
5) Kesulitan menyelamatkan diri sendiri
Pekerja sulit dalam menyelamatkan diri dan temam kerjanya
saat terjadi hal yang tidak diinginkan. Hal tersebut tentunya
merugikan, baik secara materil maupun nyawa dan pada
akhirnya mengganggu proses operasional dan produksi pada
perusahaan.

4. Faktor yang Mempengaruhi K3


1) Beban Kerja
Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga
upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya
perlu diperhatikan.
2) Kapasitas Kerja
Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan,
keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi
dan sebagainya.
3) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik,
ergonomic, maupun psikososial.

5. Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja

19
Menurut Sutrisno dan Ruswandi (2007), prinsip yang harus
dijalankan perusahaan dalam menerapkan K3 yaitu:
1) Adanya APD (Alat Pelindung Diri) di tempat kerja
2) Adanya buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya
3) Adanya pengaturan pembagian tugas dan tanggung jawab
4) Adanya tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK (Syarat-
syarat Lingkungan Kerja) antara lain tempat steril dari debu,
kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan
peralatan kebisingan, tempat kerja aman dari arus listrik, lampu
penerangan yang cukup memadai, ventilasi dan sirkulasi udara
seimbang adanya aturan kerja.
5) Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja
6) Adanya sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja.
7) Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan
kerja.

2.3 Hasil Pengamatan Lapangan

2.2.1 Temuan Positif

a) Terdapat Apar dan hydrant di setiap ruangan


Dapat memberikan kemudahan dan sebagai tindakan utama kepada
pihak maupun para pekerja dalam perusahaan untuk mengevakuasi
atau membantu dalam memadamkan api jika terjadi suati insiden
kebakaran sambil menunggu pertolongan dari pemadam kebakaran.

20
b) Lingkungan perkantoran bersih
Selain menciptakan lingkungan yang sehat, area kerja yang
bersih juga dapat meningkatkan produktifitas dan semangat
dalam bekerja. Suatu area perusahaan yang menjaga kebersihan
dengan baik jug adapt menjadi salah satu strategi dalam
mengurangi risiko penyebaran penyakit.

c) Terdapat APD dan ruangan khusus bagi pengunjung/tamu


Dengan menyediakan sarana APD bagi setiap pengunjung
merupakan tolak ukur yang dapat dilihat bahwa perusahaan
tidak hanya mementingkan keselamatan secara khusus namun
memberikan tindakan pencegahan kecelakaan kerja maupun di
lingkungan kerja melalui persediaan APD.

d) Terdapatnya rambu jalur evakuasi

21
Strategi tersebut dapat membantu para pekerja maupun
pengunjung dalam perusahaan untuk melakukan evakuasi secara
dini melalui petunjuk-petunjuk yang diberikan pada lingkungan
perusahaan.

b) Adanya dokumentasi pengukuran


Lewat kegiatan dokumentasi tersebut dapat membantu
perusahaan dalam menilai kinerja dan sebagai bahan
pertimbangan untuk mencegah adanya risiko kecelakaan kerja
akibat fasilitas dan lingkungan kerja yang kurang memadai.

c) Tersedianya area untuk pembuangan sampah


Membantu dalam mengurangi dampak pencemaran lingkungan
dan mampu menjaga lingkungan tetap sehat, asri dan bersih
sehingga para pekerja dapat merasa nyaman.

22
d) Adanya lisensi untuk keselamatan kerja dan penggunaan APD
Sebagai alat dan memberikan peringatan dini bagi setiap pekerja
maupun tamu perusahaan untuk selalu waspada dan taat dalam
penggunaan APD sesuai dengan kebutuhan yang ada dalam
lingkungan kerja.

2.2.2 Temuan Negatif


a) Terdapat klinik untuk para pekerja tetapi tidak tidak ada
paramedis
Jika terjadi insiden kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
tidak memungkinkan diberikan pertolongan sesegera mungkin
karena kurangnya tenaga medis yang bertugas dalam
perusahaan, adapun yang diberikan wewenang tersebut bukan
ahli dalam bidang paramedis namun hanya diberikan tanggung
jawab karena dianggap mampu dan bisa melaksanakan tugas
tersebut.

23
b) Tidak ada kesesuaian pekerja dengan tempat kerja (ergonomic)
Sebagian besar para pekerja dalam posisi duduk dalam kurun waktu
yang cukup lama, dengan posisi duduk yang tidak ergonomic
dikarenakan bentuk tubuh yang sedikit membungkuk, kursi dan meja
yang tidak sesuai. Hal tersebut dapat berdampak berisiko terjadi
penyakit yang menyerang otot dan tulang.

2.3 Hasil Pengukuran / Pengujian Lapangan


a. Kebisingan

RUANG HASIL NAB


Control room 57.5 dBA 85 dBA
b. Iklim lingkungan kerja

RUANG HASIL NAB


Workshop 36,4 ℃ 85 ℃

c. Pencahayaan

RUANG HASIL NAB


Ruangan officer 576 lux 500-100 dBA

24
BAB III

ANALISA TEMUAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Membuat penilaian risiko dari temuan negatif

TABEL OBSERVASI PELATIHAN HIPERKES DAN KK


BAGI PARAMEDIS PERUSAHAAN

DAMPAK UPAYA
N HASIL PEMECAHAN
UNIT KERJA YANG PERUSAHA STANDAR/PP
O PENGAMATAN MASALAH
TERJADI AN
1. Fasilitas pelayanan Terdapat unit Jika terjadi Menyediakan Keputusan Klinik perusahaan harus
kecelakaan dan
kesehatan pelayanan 1 klinik dan 1 direktur melakukan penerimaan
penyakit akibat
kesehatan berupa orang dokter, jenderal paramedis
kerja tidak
klinik di lingkungan 1 orang pembinaan
memungkinkan
perusahaan tetapi paramedis, pengawasan
ditolong
tidak memiliki dan 1 bidan ketenagakerjaan
sesegera
paramedic seperti nomor kep.
mungkin
25
dokter dan perawat 22/DJPPK/V/20
namun 08
mengandalkan
petugas yang
memiliki
pengalaman

Tenaga kerja UU no.24 tahun Langkah yang diambil


terdaftar dalam 2011 tentang pihak perusahaan sudah
BPJS kesehatan dan BPJS tepat
ketenagakerjaan UU no.40 tahun
2004 tentang
sistem jaminan
sosial nasional

2. Program kesehatan Screening Pekerja dapat - Keputusan Dilakukan penyuluhan


kesehatan berkala tidak direktur kesehatan berkala
dilakukan 1x mengetahui jenderal bersamaan dengan
26
setahun dan risiko kesehatan pembinaan waktu screening
melibatkan semua lain yang pengawasan kesehatan.
tenaga kerja, namun mungkin akan ketenagakerjaan
tidak ada didapatkan. (low nomor kep.
penyuluhan educated) 22/DJPPK/V/20
kesehatan 08

Terdapat beberapa Penerapan PP no. 50 Perusahaan memberikan


poster tentang keselamatan dan tahun 2012 poster tentang k3 dan
kesehatan dan k3 kesehatan kerja tentang tata cara evakuasi untuk
namun tidak belum penerapan melindungi pekerja
terdapat merata optimal.Pegawa sistem
disetiap sektor i belum keselamatan
produksi. mengetahui tata dan kesehatan
Terdapat petunjuk cara evakuasi kerja (SMK3)
mengenai jalur jika ada bahaya
evakuasi jika ada
kecelakaan/bahaya
di lokasi kerja
27
namun belum ada
poster tatacara
evakuasi
Preventif: petugas Dapat terjadi - Upaya pereventiv
pk3 melakukan kecelakaan kerja dilaksanakan namun
pemantauan. sewaktu-waktu kurang memadai
di perusahaan
karena
rendahnya
disiplin pegawai
dalam
penggunaan
APD.
Kuratif: petugas Upaya kuratif
perusahaan dilaksanakan namun
melakukan kurang memadai
pengobatan
untuk karyawan
yang berobat ke
28
faskes terdekat
Rehabilitatif: Untuk Peraturan Program rehabilitasi
pekerja yang Pemerintah sudah berjalan dengan
mengalami cacat No.43 tahun seharusnya
karena pekerjaan, 1998 tentang
dilakukan upaya
pengobatan berkala peningkatan
di faskes dan kesejahteraan
diupayakan agar social
dapat bekerja penyandang
kembali di cacat
lingkungan
sebelumnya
3. Pencegahan Perusahaan belum Tingkat Belum ada PER. Menjadwalkan dan
mengadakan kesadaran dan 11/MEN/VI/20 melakukan penyuluhan
program pengetahuan 05 tentang tentang narkoba dan
pencegahan HIV, tenaga kerja Pencegahan dan HIV secara berkala
AIDS, dan narkoba rendah Penanggulanga Menerapkan prosedur
n K3 khusus untuk
29
Penyalahgunaan pencegahan dan
dan Peredaran penanggulan HIV/AIDS
Gelap
Narkotika,
Psikotropika,
dan Zat Adiktif
Lainnya di
Tempat Kerja
Kep.
68/MEN/2004
tentang
Pencegahan dan
penanggulangan
HIV/AIDS di
tempat kerja
4. Pemeriksaan Medical Check Up - - Peraturan Sudah sesuai dengan
Kesehatan (Medical dilakukan pada Menteri Tenaga prosedur
Check Up) awal rekrutmen Kerja Dan
karyawan serta Transmigrasi
30
dilakukan berkala No.
setiap 1 tahun dan Per.02/MEN/19
datanya akan 80 pasal 1 dan 2
disimpan oleh tim
perusahaan.
Medical Check Up
dilakukan oleh RS
yang bekerja sama
dengan perusahaan
PT. Pembangkitan
Jawa Bali Services
(PJBS) sector pltd
suppa
Dari keterangan Penyakit akibat kerja Peraturan MenteriSudah dilakukan sesuai
tenaga kerja, diusahakan untuk Tenaga Kerja Danaturan yang ada
terdapat dicegah sedini Transmigrasi No.
pemeriksaan mungkin Per.02/MEN/1980
Medical Check Up Pasal 3 dan 4
berkala
31
Terdapat program Resiko PAK Peraturan Sudah disediakan
pemeriksaan cenderung Menteri Tenaga program pemeriksaan
kesehatan khusus rendah Kerja Dan khusus bagi karyawan
bagi karyawan, Transmigrasi yang berisiko dengan
bagi: audiometri, No. penyakit terkait
spirometri, Per.02/MEN/19
pemeriksaanmata, 80 Pasal 5
dll.
5. Kesesuaian pekerja sebagian besar para dampak yang Belum ada UU no.1 th pengadaan alat – alat
dengan alat pekerja bekerja beresiko terjadi 1970 ttg kerja sesuai dengan
(Ergonomi) dalam posisi berdiri pada para keselamatan prinsip-prinsip
dan juga duduk pekerja ini kerja dan UU ergonomic.
dalam waktu yang adalah penyakit RI no. 13 th
cukup lama, dengan yang mengenai 2003 ttg
posisi duduk yang otot dan tulang ketenagakerjaan
tidak ergonomic di
karenakan bentuk
tubuh yang sedikit
32
membungkuk
ketika duduk karena
bentuk tubuh, kursi
dan meja yang tidak
sesuai. Sedangkan
para pekerja yang
lama berdiri juga
tidak ergonomis di
karenakan tidak di
berikan tempat
duduk untuk selang
seling dalam berdiri
dan duduk
6. Program Gizi perorangan Gizi perorangan Belum ada Peraturan Menyediakan makanan
pemenuhan gizi tidak terpantau tidak terpantau menteri yang sesuai dengan
tenaga kerja, kantin menimbulkan kesehatan kebutuhan gizi untuk
atau ruang makan berkurangnya No.75 tahun bekerja selama 8 jam
produktifitas 2013 tentang
tenaga kerja angka
33
kecukupan gizi
yang dianjurkan
bagi bangsa
Indonesia
7. 10 Besar Penyakit Penyakit akibat Produktivitas Belum ada UU no.1 th Program pelayanan
pada Pelayanan kerja perorangan tenaga kerja 1970 ttg kesehatan promotif
Kesehatan tidak terpantau akan menurun keselamatan perlu lebih digencarkan.
bila pasien kerja Jika perlu pengawasan
sering sakit dan terhadap tenaga kerja
akan berdampak diperketat dan diberikan
pada sanksi pada pekerja
perusahaan. yang tidak mengikuti
aturan terkait K3.

8. Penyakit Akibat Belum ada ada Belum ada Belum ada Permenakertran Melakukan investigasi
Kerja yang Terjadi laporan mengenai s No Per. mendalam dan
penyakit akibat 01/Men/1981 memulai rekap data
yang terjadi pada tentang dalam hal PAK yang
tenaga kerja kewajiban lapor terjadi sehingga
34
perusahaan penyakit akibat tindakan yang sesuai
kerja dapat dilakukan sedini
Keputusan mungkin.
menteri tenaga
kerja No.333
tahun 1989
tentang
diagnosis
dan laporan
penyakit akibat
kerja

9. P3K Tidak terdapat Jika terjadi - Peraturan Menyediakan ruang


ruang P3K, tampak kecelakaan kerja menteri tenaga P3K yang sesuai
terdapat kotak P3K tidak bisa kerja dan dengan ketentuan
namun tidak sesuai dilakukan transmigrasi perundang-undangan
dengan isi P3K pertolongan Republik
yang seharusnya pertama di Indonesia
setiap sektor. Nomor:
35
PER.15/MEN/V
III/2008 tentang
Pertolongan
Pertama Pada
Kecelakaan Di
Tempat Kerja

Tidak ada personil Dapat terjadi - Mengisi unit P3K


P3K khusus, hanya kesalahan dengan unit yang
dilakukan oleh ataupun terlatih dan memiliki
teman-teman tenaga kekeliruan sertifikat pelatihan
kerja setempat dalam
memberikan
pertolongan
pertama pada
kecelakaan kerja
10. Personil kesehatan Terdapat fasilitas Dengan petugas Belum ada Peraturan Penambahan dokter dan
pelayanan yang hanya menteri tenaga tenaga medis oleh
hanya memiliki
kesehatan berupa kerja nomor per karena jumlahnya yang
keterampilan
36
klinik namun tidak tanpa sertifikat 03/men/1982 terlalu sedikit
memiliki petugas kompeten tentang dibandingkan dengan
dibidan
paramedic pelayanan tenaga kerja, serta
paramedis
dengan, kesehatan kerja memberlakukan sistem
dikhawatirkan jaga agar selalu ada
bilamana terjadi
Undang dokter yang bersedia
kegawatdarurata
n pekerja pada undang nomor 1 memberikan pelayanan.
saat ditempat tahun 1970
kerja yang tidak
tentang
bisa ditangani
oleh perawat, keselamatan
akan kerja
menimbulkan
ancaman jiwa

37
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan aspek paling penting pada
pekerjaan dan bidang perusahaan.
2. Pelaksanaan K3 tidak hanya berjalan dengan sendirinya namun pekerja
dan pihak perusahaan juga penting memperhatikan kedisiplinan
penggunaan APD di lingkungan kerja.
3. Fasilitas layanan kesehatan juga memegang peranan penting dalam
pelaksanaan K3 agar dapat memberikan rasa nyaman bagi para pekerja
saat melakukan pekerjaan.
4. Alat pengukuran dalam perusahaan harus diperiksa secara berkala.
5. Fasilitas diruangan kerja yang kurang kondusif sehingga bias menjadi
salah satu pemicu risiko cedera pada para pekerja.

4.2 Saran
1. Penggunaan K3 dalam perusahaan harus lebih ditingkatkan supaya para
pekerja merasa aman dan nyaman.
2. Perusahaan dan pemerintah harus memberikan sosialisasi tentang
penerapan ergonomic dilingkungan kerja.
3. Klinik perusahaan harus melakukan penerimaan paramedis di perusahaan
4. Dilakukan penyuluhan kesehatan berkala bersamaan dengan waktu
screening kesehatan.
5. Pengadaan alat – alat kerja sesuai dengan prinsip-prinsip ergonomic.
6. Perlu adanya petunjuk atau isyarat bahaya ditempat kerja.

38
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, T; Trisyulianti, E. (2009). “Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(K3) dengan Produktivitas Kerja karyawan (Studi Kasus: Bagian Pengolahan
PTPN VIII Gunung Mas, Bogos)”. Jurnal Manajemen IPB. Vol. 1, No. 1,
Tahun 2009
Ningsih.2017 “Analisa resiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan
menggunakan metode hazard and operability study (hazop) pada bagian
Hydrotest manual di PT. CLADTEK BI METAL MANUFACTURING”. Program
studi Adminitrasi Bisnis Terapan. Jurusan Manajemen Bisnis Politeknik Negeri

Suardi, R. (2007). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penerbit:


PPM, Jakarta.. ISBN 979-442-178-2

Soeripto, M.2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI


Subaris, Heru.2008.Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra Cendika Press.
Suma’mur.1994.Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji
Masagung.
Suma’mur.1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Toko
gunung agung.
Wahyu, Atjo.2003. Higiene Perusahaan. Universitas Hasanuddin.
Indan,Entjang.2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti
Mubarak, Wahid Iqbal & Chayatin, Nurul.Ilmu Keperawatan komunitas I.
Jakarta:
Salemba Medika.2009.

39

Anda mungkin juga menyukai