Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KUNJUNGAN VIRTUAL PERUSAHAAN

DI PERUSAHAAN PT. PEMBANGKITAN JAWA


BALI SERVICES (PJBS) SEKTOR PLTD SUPPA

OLEH
KELOMPOK I
1. Alfikri 6. Helda
2. Alvawandri 7. Ismail
3. Asriani 8. Ivon Dukkun
4. Fitriyani Daeng Sijaya 9. Helda
5. Haerunnisa
PELATIHAN DAN SERTIFIKASI HIPERKES
DAN KK BAGI PARAMEDIS PERUSAHAAN
DI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA MAKASSAR

KATA PENGANTAR
1
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena
berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Pentingnya
Tenaga Paramedis Hygiene Perusahaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(Hiperkes) di Perusahaan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas kelompok
pelatihan hiperkes para medis angkatan ke …..
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman kelompok dua
yang tetap semangat dalam proses penyusunan makalah, sehingga makalah ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
                                                                                                                          

Makassar, 10 Sepptember 22022

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Maksud dan Tujuan 6
1.3 Ruang Lingkup 7
1.4 Dasar Hukum 13
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Profil Perusahaan
14
2.2 Hasil Pengamatan Lapangan
18
2.2.1 Temuan Positif 20
2.2.2 Temuan Negatif 22
2.3 Hasil
Pengukuran/Pengujian Lapangan 23
BAB III ANALISA TEMUAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Membuat Penilaian Risiko dari Temuan Negative 23
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 26
4.2 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA
28

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah
satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan
barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara
anggota, termasuk bangsa Indonesia.

Kondisi  kesehatan dan keselamatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia


secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina
dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia
akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya.
Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Tenaga kesehatan secara umum merupakan satu kesatuan tenaga yang


terdiri dari tenaga medis, tenaga perawatan, tenaga paramedik, non
perawatan dan tenaga non medis. Dari semua katagori tenaga kesehatan
yang bekerja di rumah sakit, tenaga perawatan merupakan tenaga terbanyak
dan mereka mempunyai waktu kontak dengan pasien lebih lama

4
dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, sehingga mereka mempunyai
peranan penting dalam menentukan baik buruknya mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Oleh karena itu perawat sebagai tenaga kesehatan
yang paling sering melakukan kontak dengan pasien harus memahami
fungsi dan tugasnya dalam hiperkes ini sehingga pelayanan kesehatan yang
diberikan akan semakin optimal.

Hiperkes dan Keselamatan Kerja merupakan suatu keilmuan


multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan
kondisi lingkungan kerja, keselamatan dan kesehatan tenga kerja serta
melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan
serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, kebakaran, peledakan, atau pencemaran lingkungan kerja. Hal
tersebut akan mendukung tercapainya peningkatan produksi dan
produktivitas suatu industry sehingga mampu bersaing dalam proses
perubahan global. Hiperkes dan Keselamatan Kerja mengandung pengertian
tentang aspek Hygiene perusahaan (Industrial Hygiene), Ergonomi
(Ergonomic), Kesehatan Kerja (Occupational Health) dan Keselamatan
Kerja (Safety), yang dalam penerapannya saling berkaitan erat.

Kegiatan Higiene Perusahaan atau Higiene Industri bertujuan agar


tenaga kerja terlindung dari berbagai resiko akibat lingkungan kerja, melalui
upaya identifikasi/pengenalan, pengujian/evaluasi, dan pengendalian serta
menerapkannya dalam bentuk pemantauan dan tindakan korektif/perbaikan
lingkungan kerja, melalui metoda teknik yang bersifat spesifik. Kinerja
(performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada
pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu
derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas.
Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah
5
kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada
akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

1.2 Maksud dan Tujuan


Hakikat Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah dua hal :
a) Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang
setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau
pekerja-pekerja bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk
kesejahteraan tenaga kerja
b) Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam
produksi. Oleh karena hakikat tersebut selalu sesuai dengan maksud dan
tujuan pembangunan didalam suatu negara maka Hygene Perusahaan
dan Kesehatan Kerja selalu harus diikut sertakan dalam pembangunan
tersebut.
Tujuan utama tersebut diatas dapat terperinci lebih lanjut sebagai berikut :
Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi
tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas
tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatan gandaan
kegairahan serta kenikmatan kerja, pelindungan bagi masyarakat sekitar
suatu perusahaan agar terhindar dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-
bahan dari perusahaan yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat
luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk
industri.
Tujuan utama dari Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan demikian
mungkin dicapai, oleh karena terdapatnya korelasi diantara derajat

6
kesehatan yang tinggi dengan produktivitas kerja atau perusahaan, yang
didasarkan kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
a) Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya. Pekerjaan harus
dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi
syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dengan cara yang dimaksud
meliputi diantaranya : tekanan panas, penerangan ditempat kerja, debu
di udara ruang kerja, sikap badan, perserasian manusia dan mesin,
pengekonomisan upaya. Cara dan lingkungan tersebut perlu disesuaikan
pula dengan tingkat kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja yang
bersangkutan.
b) Biaya dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta penyakit umum
yang meningkat jumlahnya oleh karena pengaruh yang memburukkan
keadaan oleh bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan adalah
sangat mahal dibandingkan dengan biaya untuk pencegahannya. Biaya-
biaya kuratif yang mahal seperti itu meliputi : pengobatan, peralatan
rumah sakit, rehabilitasi, absenteisme, kerusakan mesin, peralatan dan
bahan oleh karena kecelakaan, terganggunya pekerjaan, dan cacat yang
menetap.
Hygiene dan kesehatan kerja digunakan sebagai alat untuk
mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja yang
setinggi-tingginya serta sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang
berlandaskan pada meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas faktor
manusia dalam produksi.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan atau aktifitas hygiene industri, mencakup
kegiatan mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi, dan mengendalikan.
a) Mengantisipasi
Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya
dan risiko di tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau

7
penerapan hygiene industri/perusahaan di tempat kerja. Adapun tujuan
dari antisipasi adalah :
 Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul
menjadi bahaya dan risiko yang nyata.
 Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses
dijalankan atau suatu area dimasuki.
 Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu
proses dijalankan atau suatu area dimasuki.
b) Mengenal
Mengenal atau rekognisi merupakan serangkaian kegiatan untuk
mengenali suatu bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan
menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu
hasil yang objektif dan bisa dipertanggungjawabkan. Dimana dalam
rekognisi ini kita melakukan pengenalan dan pengukuran untuk
mendapatkan informasi tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel),
jenis, kandungan atau struktur, dan sifat. Adapun tujuan dari
pengenalan, yaitu :
 Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan,
efek, severity, pola pajanan, besaran).
 Mengetahui sumber bahaya dan area yang  berisiko.
 Mengetahui pekerja yang berisiko.
c) Mengevaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran,
pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian
lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif
dan terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang
berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi
pengendalian, ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dengan lingkungannya , serta sekaligus merupakan

8
dokumen data di tempat kerja. Tujuan dari pengukuran dalam evaluasi,
yaitu :
 Untuk mengetahui tingkat risiko.
 Untuk mengetahui pajanan pada pekerja.
 Untuk memenuhi peraturan (legal aspek).
 Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah
dilaksanakan.
 Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki
pekerja.
 Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.
d) Pengendalian

Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya


dimaksudkan untuk menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar
tetap sehat dan aman atau memenuhi persyaratan kesehatan dan norma
keselamatan, sehingga tenaga kerja terbebas dari ancaman gangguan
kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja tidak menderita penyakit akibat
kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja. Ada beberapa bentuk
pengendalian atau pengontrolan di tempat kerja yang dapat dilakukan , yaitu
:

 Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya


serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah
yang berpotensi bahaya.
 Substitusi : modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau
asap, dan mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya
kesehatan kerja dengan mengubah beberapa peralatan
proses untuk mengurangi bahaya, mengubah kondisi fisik
bahan baku yang diterima untuk diproses lebih lanjut agar
dapat menghilangkan potensi bahayanya.

9
 Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain pekerja.
 Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan
kerja.
 APD (Alat Pelindung Diri) : langkah terakhir dari hirarki pengendalian.

Ruang lingkup hygiene industri merupakan sekuen atau urutan langkah


atau metode dalam implementasi HI, dimana urutan tidak bisa dibolak balik
dan merupakan suatu siklus yang tidak berakhir (selama aktivitas industri
berjalan).
Ruang lingkup hygiene industri terdiri dari :

a) Antisipasi
Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan
risiko di tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan
hygiene industri di tempat kerja. Adapun tujuan dari anntisipasi adalah :
 Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul
menjadi bahaya dan risiko yang nyata
 Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses
dijalankan atau suatu area dimasuki
 Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu
proses dijalankan atau suatu area dimasuki

Langkah-langkah dalam antisipasi yaitu :


 Pengumpulan Informasi
 Melalui studi literature
 Mempelajari hasil penelitian
 Dokumen-dokumen perusahaan
 Survey lapangan
 Analisis dan diskusi

10
 Diskusi dengan pihak terkait yang kompeten
 Pembuatan Hasil
Yang dihasilkan dari melakukan antisipasi adalah daftar potensi bahaya
dan risiko yangndapat dikelompokkan:
 Berdasarkan lokasi atau unit
 Berdasarkan kelompok pekerja
 Berdasarkan jenis potensi bahaya
 Berdasarkan tahapan proses produksi dll

b) Rekognisi
Rekognisis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu
bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu
metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif
dan bias dipertanggung jawabkan. Di mana dalam rekognisi ini kita
melakukan pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi
tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau
struktur, sifat, dll .
Adapun tujuan dari rekognisi adalah :
 Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan,
efek, severity, pola pajanan, besaran)
 Mengetahui sumber bahaya dan area yang  berisiko
 Mengetahui pekerja yang berisiko
c) Evaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran,
pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian
lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif
dan terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang
berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi

11
pengendalian, ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dengan lingkungannya , serta sekaligus merupakan
dokumen data di tempat kerja.
Tujuan pengukuran dalam evaluasi yaitu :
 Untuk mengetahui tingkat risiko
 Untuk mengetahui pajanan pada pekerja
 Untuk memenuhi peraturan (legal aspek)
 Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan
 Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja
 Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik
d) Pengontrolan
Ada 6 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:
 Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya
serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang
berpotensi bahaya.
 Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu
atau asap, dan mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan
kerja dengan mengubah beberapa peralatan proses untuk mengurangi
bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima untuk
diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya.
 Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja
dengan menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi
kerja yang berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol
kamar.
 Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain pekerja
 Menghilangkan semua bahaya-bahaya yang ditimbulkan.
 Mengurangi sumber bahaya dengan mengganti dengan bahan yang
kurang berbahaya
12
 Proses kerja ditempatkan terpisah,
 Menempatan ventilasi local/umum.
 Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja
 Pengaturan schedule kerja atau meminimalkan kontak pekerja
dengan sumber bahaya
 Alat Pelindung Diri (APD), Ini merupakan langkah terakhir dari
hirarki pengendalian. Jenis-jenis alat pelindung diri Alat pelindung
diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi
terkena resiko dari bahaya.

1.4 Dasar hukum


1. Undang – undang No. 3 Tahun 1969 tentang persetujuan konvensi ILO
No. 120 mengetahui Hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor
2. Undang – undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
3. Undang – undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
4. Permenaker RI No. 5 Tahun 2018 Tentang keselamatan dan kesehatan
kerja lingkungan kerja
5. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1987 tentang Kewajiban Latihan
Hygienen Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga
Paramedis Perusahaan.
6. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
7. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja.
8. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Tenaga Kerja.
9. Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pemakaian Asbes.

13
10. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
11. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
12. Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian
dan tata Kerja Dokter Penasehat.

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Profil Perusahaan


a) PT. Pembangkitan Jawa Bali Services (PJBS)
PT. Pembangkitan Jawa Bali Services (PJBS) adalah anak

perusahaan dari PT. Pembangkitan Jawa Bali yang didirikan untuk

menjawab kebutuhan akan line up bisnis di bidang pelayanan jasa

operasi dan pemeliharaan unit pembangkit

tenaga listrik. PT PJB Services didirikan pada 31 Maret 2001 dengan

kepemilikan saham 95% dimiliki oleh PT PJB dan 5% dimiliki oleh

Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan PT. PJB. PT. PJB Services

awalnya difokuskan hanya pada bidang pemeliharaan pembangkit

tenaga listrik saja. PT. PJB Services telah mengembangkan

kemampuan untuk menjadi perusahaan yang bergerak dalam operasi

dan pemeliharaan pembangkit tenaga listrik. Saat ini, PT. PJB Services
14
telah berhasil Go International dengan pengalaman panjang, antara

lain di Singapura, Malaysia, Kuwait, Cina dan Arab Saudi untuk

memiliki reputasi yang baik.

Pada tanggal 25 Maret 2002, PT. PJB Services telah memperoleh

sertifikat ISO 9001: 2000 nomor 01 100 0187 87 untuk Manajemen

Services untuk Relokasi, Operasi Rehabilitasi, dan Pemeliharaan

Pembangkit Listrik dari Institut Sertifikasi TÜV CERT Jerman

Sertifikasi Badan dari TÜV Anlagentechnik GmbH.

PT. PJB Services ditunjuk sebagai kontraktor O & M (Operation

and Maintenance) Performance Contract untuk mengelola Paiton Baru:

1x660 MW, pembangkit listrik Indramayu: 3x330 MW, pembangkit

listrik Rembang: 2x315 MW, pembangkit listrik Pacitan: 2x316 MW.

Salah satu alasan penunjukan PT. PJB Services oleh PT. PJB adalah

menjadikan PT. PJB Services sebagai sebuah perusahaan untuk

mengelola empat pembangkit listrik baru untuk memahami

karakteristik, kelemahan dalam aset fisik yang berdampak negatif pada

bisnis, dan mampu secara proaktif mengantisipasi , menghasilkan

kinerja aset yang

tinggi. Selain itu, membuat PT. PJB Services sebagai perusahaan yang

memiliki profitabilitas tinggi, berkelanjutan dan berkembang. Jadi

peran dan tanggung jawab PT. PJB Services yang ada adalah:

b) VISI dan MISI

15
Visi

a. Menjadi perusahaan jasa operasi dan pemeliharaan kelas dunia di

Indonesia.

Misi

a. Melaksanakan aktifitas O& M unit pembangkit dengan standar

internasional

b. Menyediakan Jasa Total Solusi untuk menjamin kelancaran opersai

unit pembangkit energi listrik client yang berkelanjutan.

c. Mengoptimalkan sumber daya PT. PJB untuk kepentingan

Stakeholder dan menghasilkan kinerja keuangan yang signifikan

serta memperoleh citra positif.

c) Struktur organisasi
PT. PJB Services terdiri dari dewan komisaris dan dewan direksi, yakni:

1. Dewan Komisaris:

a. Komisaris Utama : Achmad Zainuri

b. Komisaris : Haryanto Widodo

Dewan Direksi:

c. Direktur Utama: Mohamad Rasul

d. Direktur Operasi : Hartono Sarmun

e. Direktur Administrasi & Keuangan : Dedy Junaidy

f. Direktur Perencanaan & Pemasaran : Ari Basuki.

d) Manajemen Aset
Manajemen aset adalah proses sistematik dan terstruktur yang

16
meliputi keseluruhan umur aset. Asumsi utama adalah keberadaan aset

untuk mendukung pencapaian program. Manajemen aset

diimplementasikan, sebagai jawaban atas:

1. Ekspektasi yang semakin meningkat dansangat ketat (tuntutan

reliability, availability, low cost, lingkungan, kesela-matan, dan

sebagainya).

2. Perkembangan Teknologi dan Manajemen yang demikian pesat

(condition monitoring, efficiency modeling, system informasi,

CMMS, EAMS, RCM, PMO).

3. Pemahaman adanya berbagai jenis failure mode.

PT. PJB Services sebagai perusahaan yang memiliki profitabilitas

tinggi, berkelanjutan dan berkembang. Jadi peran dan tanggung jawab

PT. PJB Services yang ada adalah:

1. Mengelola aset dari 4 pembangkit listrik, yaitu:.

a. Paiton Baru

b. PLTU Indramayu

c. Pembangkit Tenaga Listrik Rembang

d. Pembangkit Tenaga Listrik Pacitan

2. Mengelola aset lain dari O & M (Operation and Maintenance).

3. Layanan konsultasi dan pengawasan Asset Management.

4. Menyediakan Jasa Total Solusi tentang listrik.

17
e) Kapabilitas
1. SDM yang memiliki kompetensi, kapabilitas dan pengalaman yang

sudah teruji di bidang O & M (Operation and Maintenance)

pembangkit.

2. Peralatan pendukung O & M (Operation and Maintenance), (mesin

pembangkit) seperti analisa vibrasi, balancing machine, thermografh,

peralatan tesrelay, proteksi meter-meter dan lain-lain.

3. Dukungan workshop dari dalam dan luar negeri, yaitu:

a. Wood Group (Thailand, England)

b. Sulzer Hickham Indonesia

c. DEN

d. Alstom Power

e. PT PAL

f. PT PLN (Persero), UB Jasa & Produksi,dan lain-lain.

4. Dukungan fasilitas server, pengolah data serta jaringan komunikasi

data (WAN) yang tersebar di Jawa dan Sumatera.

e) Realibility dan manajemen oprasi

Merupakan sebuah harapan bagi setiap pelaku bisnis pembangkitan

memiliki unit pembangkitan dengan EAF (Equivalent Avaibility Factor)

yang tinggi dan rupiah perKWh yang rendah, sehingga mampu bersaing

dan memenangkan persaingan. Itu sebabnya, realibility management dan

operation management menjadi sangat menentukan.

18
Realibility management diperlukan untuk memastikan mesin

pembangkit dapat beroperasi secara continue dan tidak mengalami

derating,sedangkan operation management untuk menjamin agar unit

pembangkitan beroperasi secara handal dan efisien, serta memenuhi

standar keamanan, keselamatan kerja dan lingkungan. Inti kegiatan

realibility management antara lain:

1. Menetapkan prioritas pekerjaan berdasarkan criticality ranking peralatan.

2. Menetapkan task (jenis pemeliharaan) yang tepat.

3. Merencanakan dan menjadwalkan pekerjaan.

4. Melaksanakan pekerjaan operasi dan pemeliharaan dengan kualitas

yang optimal.

5. Melakukan pengukuran, evaluasi danpeningkatan berkesinambungan.

Sedangkan kegiatan operation management meliputi :

1. Perencanaan operasi berdasarkankebutuhan sistem dan kesiapan unit.

2. Pengoperasian, pengujian, dan pengaturan jam kerja operasi peralatan.

3. First line maintenance.

4. Optimasi pembebanan dan kinerja operasi.

5. Manajemen bahan bakar.

6. Emergency management.

2.2 Pengertian
a. Hygiene Perusahaan
Adalah ilmu dan seni yang memberikan pengertian upaya
preventif atau usaha mengurangi resiko terjadinya masalah K3 di
perusahaan dengan pedekatan antisipasi, pegendalian bahaya
19
potensi yang diakibatkan oleh faktor lingkungan kerja yang timbul
akibat industri.
b. kesehatan kerja
secara khusus meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja
mulai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, gangguan
kesehatan atau penyakit yang mungkin dialami oleh tenaga kerja.

2.3 Hasil Pengamatan Lapangan

2.2.1 Temuan Positif

a) Terdapat 3 buah Apar dan hydrant di setiap ruangan

b) Lingkungan perkantoran bersih

20
c) Terdapat APD dan ruangan khusus bagi pengunjung/tamu

d) Terdapatnya rambu jalur evakuasi

f) Adanya dokumentasi pengukuran

21
g) Tersedianya area untuk pembuangan sampah

h) Adanya lisensi untuk keselamatan kerja dan penggunaan APD

2.2.2 Temuan Negatif


a) Terdapat klinik untuk para pekerja tetapi tidak tidak ada
paramedis

22
b) tidak ada kesesuaian pekerja dengan tempat kerja (ergonomic)

2.3 Hasil Pengukuran / Pengujian Lapangan


a. Kebisingan

RUANG HASIL NAB


Control room 57.5 dBA 85 dBA
b. Iklim lingkungan kerja

RUANG HASIL NAB


Work shop 36,4 dBA 85 dBA

c. Pencahayaan

RUANG HASIL NAB


Ruangan officer 576 lux 500-100 dBA

23
24
BAB III

ANALISA TEMUAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Membuat penilaian risiko dari temuan negative


1) Hasil Pengamatan :
 Di ruang official Karyawan tidak ada kesesuaian pekerja dengan
tempat kerja (ergonomic)
Dampak yang terjadi :
 Risiko terjadinya kelainan tulang belakang.
Upaya perusahaan :
 Upaya membangun kesadaran dalam hal sosialisasi akan
pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang harus
melibatkan para tenaga kerja secara terus menerus sehingga
keselamatan kerja menjadi hal yang diutamakan.
Standar/ PP :

 Permenakr No. 5 Tahun 2018 Tentang keselamatan dan


kesehatan kerja lingkungan kerja.
 Pasal 23 ayat 1 tentang pengkuran dan pengendalian faktor
ergonomic

Pemecahan masalah :
 pihak perusahaan lebih giat lagi bersosialisasi tentang
ergonomik

2) Hasil pengamatan :
 Terdapat klinik sederhana tetapi tidak memiliki petugas
paramedik
Dampak yang terjadi :

25
 Jika terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja tidak
memungkinkan ditolong sesegera mungkin
Upaya perusahaan :
 Pihak perusahaan harus melakukan Penambahan dokter dan
tenaga medis oleh karena jumlahnya yang terlalu sedikit
dibandingkan dengan tenaga kerja, serta memberlakukan sistem
jaga agar selalu ada dokter yang stand by.
Standar/PP :
 Undang undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja

 Peraturan menteri tenaga kerja nomor per 03/men/1982 tentang


pelayanan kesehatan kerja

Pemecahan Masalah :
 Perusahaan mengadakan penerimaan paramedic

26
BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Hygiene Perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu hygiene beserta


prakteknya yang melakukan penilaian pada faktor penyebab penyakit secara
kualitatif dan kuantitatif di lingkungan kerja Perusahaan, yang hasilnya
digunakan untuk dasar tindakan korektif pada lingkungan, serta pencegahan,
agar pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan terhindar dari bahaya
akibat kerja, serta memungkinkan mengecap derajat Kesehatan yang
setinggi- tingginya.
Tujuan dari higiene perusahaan ini yaitu untuk melakukan tindakan
pencegahan dan pengendalian terhadap faktor-faktor pengganggu kesehatan
karyawan yang bersifat medis.
Penyelenggaraan higiene perusahaan dan kesehatan kerja memberi
manfaat besar bagi kesejahteraan tenaga kerja. Demikian pula aspek
produktivitasnya. Semakin produktif suatu perusahaan kian banyak memetik
faedah dari penyelenggaraan hygiene perusahaan dan kesehatan kerja.
Untuk mencapai tujuan dari hygiene perusahaan tersebut terlebih
dahulu harus diketahui batasan atau ruang lingkup dan prinsip dasar dari
hygiene perusahaan/industri. Ruang lingkup hygiene perusahaan/industri
mencakup kegiatan mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi, dan
mengendalikan. Sedangkan prinsip dasar hygiene perusahaan/industri
mencakup pengenalan terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja,
penilaian/evaluasi terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja,
Pengendalian terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.

27
Penetapan tujuan tersebut tentunya telah melalui berbagai
pertimbangan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pekerja,
masyarakat sekitar, masyarakat umum (konsumen) terutama manfaat bagi
kesehatan mereka dan bagaimana para pekerja dapat bekerja secara efektif
dan efisien guna meningkatkan produktifitas kerja.
1.2 Saran
Karena betapa pentingnya pengenalan hygiene perusahaan bagi
perusahan dan pekerjanya, dan betapa pentingnya pencegahan terhadap
dampak buruk tersebut di atas, dan bahkan sekaligus menyadari bahwa
perlunya dikembangkan industri yang produktif, efisien dan efektif  maka
disarankan melalui pembuatan makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami tentang pengenalan higiene perusahaan  terutama tujuan
pengenalan higiene perusahaan maupun perorangan terhadap kesejahteraan
tenaga kerja untuk mencapai kesejahteraan dan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Uraian di atas memberikan kita gambaran mengenai hygiene
perusahaan/industri. Setiap perusahaan/industri sebaiknya
mengoptimalkan penerapan dari higiene industry tersebut sesuai dengan
prinsip dasarnya dan tak terlepas dari ruang lingkup/batasan dari higiene
perusahaan/industri untuk mendapatkan manfaat yang optimal atau
maksimal pula.

28
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, T; Trisyulianti, E. (2009). “Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(K3) dengan Produktivitas Kerja karyawan (Studi Kasus: Bagian Pengolahan
PTPN VIII Gunung Mas, Bogos)”. Jurnal Manajemen IPB. Vol. 1, No. 1,
Tahun 2009
Ningsih.2017 “Analisa resiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan
menggunakan metode hazard and operability study (hazop) pada bagian
Hydrotest manual di PT. CLADTEK BI METAL MANUFACTURING”. Program
studi Adminitrasi Bisnis Terapan. Jurusan Manajemen Bisnis Politeknik Negeri

Suardi, R. (2007). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penerbit:


PPM, Jakarta.. ISBN 979-442-178-2

Soeripto, M.2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI


Subaris, Heru.2008.Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra Cendika Press.
Suma’mur.1994.Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji
Masagung.
Suma’mur.1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Toko
gunung agung.
Wahyu, Atjo.2003. Higiene Perusahaan. Universitas Hasanuddin.
Indan,Entjang.2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti
Mubarak, Wahid Iqbal & Chayatin, Nurul.Ilmu Keperawatan komunitas I.
Jakarta:
Salemba Medika.2009.

29

Anda mungkin juga menyukai