Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh


dunia. Dari total 58 juta kematian di seluruh duniapada tahun 2005, kanker
menyumbang 7,6 juta (atau 13%) dari seluruhkematian. Kanker Payudara
menyebabkan 502.000 kematian per tahun.Lebih dari 70% dari semua
kematian akibat kanker pada tahun 2005 terjadi dinegara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2010 menurut data
WHO kematian akibat kanker payudaradi Indonesia mencapai 20.052 atau
sebesar 1,41%, dengan tingkat kejadian sebesar 20,25 per 100.000
penduduk Indonesia dan menempati urutan 45 didunia (Indonesia Health
Profile, 2011).

Di Provinsi Jawa Barat sendiri angka kejadian Ca Mamae


sepanjang tahun 2012 terdapat 6.701 kasus yang dihimpun dan di
publikasikan oleh Data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013.

Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada


payudara yang terus tumbuh berupa ganda.Pada akhirnya sel-sel ini
menjadi bentuk benjolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak
dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada
bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah
bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat.Selain itu sel-sel
kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit.
(Erik T, 2005).

Suatu keadaan di mana sel kehilangan kemampuannya dalam


mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya. Normalnya,
sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut
sudah mengalami malignansi/ keganasan atau bersifat kanker maka sel
tersebut terus menerus membelah tanpa memperhatikan kebutuhan,

1
sehingga membentuk tumor atau berkembang “tumbuh baru” tetapi tidak
semua yang tumbuh baru itu bersifat karsinogen. (Daniele gale, 1996).

Ketika sejumlah sel di dalam payudara tumbuh dan berkembang


dengan tidak terkendali, inilah yang disebut kanker payudara.Sel-sel
tersebut dapat menyerang jaringan sekitar dan menyebar ke seluruh
tubuh.Kumpulan besar dari jaringan yang tidak terkontrol ini disebut
tumor atau benjolan.Akan tetapi, tidak semua tumor merupakan kanker
karena sifatnya yang tidak menyebar atau mengancam nyawa.Tumor ini
disebut tumor jinak.Tumor yang dapat menyebar ke seluruh tubuh atau
menyerang jaringan sekitar disebut kanker atau tumor ganas. Teorinya,
setiap jenis jaringan pada payudara dapat membentuk kanker, biasanya
timbul pada saluran atau kelenjar susu (www.pitapink.com, situs resmi
Yayasan Kanker Payudara Jakarta, diakses tanggal 24 desember 2008).

Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan


mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal. Sedangkan
tindakan non pembedahan yang bisa dilakukan adalah dengan terapi
penyinaran dan kemoterapi. Tindakan anestesi yang dilakukan adalah
dengan Anestesi umum yang merupakan tindakan menghilangkan rasa
sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada
tindakan anestesi umum terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan
adalah anestesi umum dengan teknik intravena anestesi dan anestesi umum
dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau dengan teknik
gabungan keduanya yaitu inhalasi dan intravena (Latief, 2007).

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang perlu dilakukan saat Assasement Anestesi ?


2. Apa saja persiapan anestesi yang harus dilakukan saat perioperatif ?
3. Apa saja tindakan anestesi yang harus dilakukan saat intraoperatif?

2
C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah adalah:

1. Tujuan Umum
- Menambah wawasan tentang kasus operasi CA Mamae
- Mengetahui tentang tindakan anestesi umum selama intraoperatif
- Mengetahui monitoring selama intraoperatif

2. Tujuan Khusus

- mengethaui cara penatalaksaan pra anestesi pada Ca Mamae

- Mengetahui cara penatalaksanaan dan manfaat anestesi pada operasi Ca


Mamae.

- Mengetahui obat-obatan yang digunakan untuk tindakan anestesi umum

- Mengetahui prosedur intubasi dan ekstubasi

- Mengetahui perhitungan maintenance cairan intraoperatif

- Mengetahui monitoring selama postoperatif

D. Manfaat

Dalam penulisan karya tulis ilmiah pada kasus operasi Ca Mamae


diharapkan bermanfaat bagi penulis manfaat yang diharapkan bagi penulis
adalah menambah wawasan tentang kasus operasi Ca Mamae deangan tindakan
radikal mastektomi, serta penatalaksanaan anestesi umum dengan tindakan
intubasi secara perioperatif yang kemudian dapat diimplementasikan pada
pelayanan.

3
BAB II

TINJAU TEORI

2.1 Kanker Payudara


2.1.1 Definisi Kanker Payudara dan Anatomi Payudara
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada
payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel
ini menjadi bentuk benjolan di payudara. Jika benjolan kanker itu
tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar
(metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi
pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang
belikat.Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru,
hati, kulit, dan bawah kulit. (Erik T, 2005, hal : 39-40)
Suatu keadaan di mana sel kehilangan kemampuannya dalam
mengendalikan kecepatan pembelahan dan
pertumbuhannya.Normalnya, sel yang mati sama dengan jumlah
sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut sudah mengalami
malignansi/ keganasan atau bersifat kanker maka sel tersebut terus
menerus membelah tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga
membentuk tumor atau berkembang “tumbuh baru” tetapi tidak
semua yang tumbuh baru itu bersifat karsinogen. (Daniele gale
1996).
Ketika sejumlah sel di dalam payudara tumbuh dan
berkembang dengan tidak terkendali, inilah yang disebut kanker
payudara.Sel-sel tersebut dapat menyerang jaringan sekitar dan
menyebar ke seluruh tubuh.Kumpulan besar dari jaringan yang
tidak terkontrol ini disebut tumor atau benjolan.Akan tetapi, tidak
semua tumor merupakan kanker karena sifatnya yang tidak
menyebar atau mengancam nyawa.Tumor ini disebut tumor
jinak.Tumor yang dapat menyebar ke seluruh tubuh atau
menyerang jaringan sekitar disebut kanker atau tumor ganas.

4
Teorinya, setiap jenis jaringan pada payudara dapat membentuk
kanker, biasanya timbul pada saluran atau kelenjar susu.
Secara fisiologi anatomi payudara terdiri dari alveolusi,
duktus laktiferus, sinus laktiferus, ampulla, pori pailla, dan tepi
alveolan. Pengaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke
aksila.Sebagian lagi ke kelenjar parasternal terutama dari bagian
yang sentral dan medial dan ada pula pengaliran yang ke kelenjar
interpektoralis.

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis

Belum ada penyebab spesifik kanker payudara yang


diketahui, para peneliti telah mengidentifikasi sekelompok faktor
resiko. Riset lebih lanjut tentang faktor-faktor resiko akan
membantu dalam mengembangkan strategi yang efektif untuk
mencegah kanker payudara. Faktor-faktor resiko mencakup :’
a. Tinggi melebihi 170 cm
Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker
payudara karena pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan
remaja membuat adanya perubahan struktur genetik (DNA) pada
sel tubuh yang diantaranya berubah ke arah sel ganas.
b. Ca Payudara yang terdahulu
Terjadi malignitas sinkron di payudara lain karena mammae adalah
organ berpasangan
c. Anak perempuan dari ibu dengan kanker payudara (herediter)
d. Menarke dini. Resiko Ca payudara meningkat pada wanita yang
mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun.
e. Menopause pada usia lanjut. Menopause setelah usia 50 tahun.

5
2.1.3 Klasifikasi
1.  Tumor primer (T)
a.   Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
b.  To : Tidak terbukti adanya tumor primer
c.   Tis :
- Kanker in situpaget dis pada papila tanpa teraba tumor
- Kanker intraduktal atau lobuler insitu
- Penyakit raget pada papila tanpa teraba tumor
d.  T1 : Tumor < 2 cm
- T1a : Tumor < 0,5 cm
-  T1b : Tumor 0,5 – 1 cm
-  T1c : Tumor 1 – 2 cm
e.   T2 : Tumor 2 – 5 cm
f.   T3 : Tumor diatas 5 cm
g.   T4 : Tumor tanpa memandang ukuran, penyebaran langsung
ke dinding thorax atau kulit. Dinding dada termasuk kosta, otot
interkosta, otot seratus anterior, tidak termasuk otot pektoralis
-  T4a : Melekat pada dinding dada
-  T4b : Edema kulit, ulkus, peau d’orange, nodul satelit pada
daerah payudara yang sama
-  T4c : T4a dan T4b
-  T4d : karsinoma inflamatoris mastitis karsinomatosis
2.  Nodus limfe regional (N)
a.   Nx : Pembesaran kelenjar regional tidak dapat ditentukan
b.  N0 : Tidak teraba kelenjar aksila
c.   N1 : Teraba pembesaran kelenjar aksila homolateral yang
tidak melekat.
d.  N2 : Teraba pembesaran kelenjar aksila homolateral yang
melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya.
e.   N3 : Terdapat pembesaran kelenjar mamaria interna
homolateral

6
3.  Metastas jauh (M)
a.   Mx : Metastase jauh tidak dapat ditentukan
b.  M0 : Tidak ada metastase jauh
c.   M1 : Terdapat metastase jauh, termasuk kelenjar subklavikula

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang


1.  Laboratorium meliputi:
a.   Morfologi sel darah
b.  Laju endap darah
c.   Tes faal hati
d.  Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam
serum atau plasma
e.   Pemeriksaan sitologik
2.  Mammagrafi
3.  Ultrasonografi
4.  Thermography
5.  Xerodiography
6.  Biopsi
7.  CT. Scan
8.  Pemeriksaan hematologi

2.1.5 Penatalaksanaan

1. Pembedahan
a.   Mastektomi parsial (eksisi tumor lokal dan penyinaran)
Mulai dari lumpektomi sampai pengangkatan segmental
(pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena)
sampai kuadranektomi (pengangkatan seperempat payudara),
pengangkatan atau pengambilan contoh jaringan dari kelenjar
limfe aksila untuk penentuan stadium; radiasi dosis tinggi
mutlak perlu (5000-6000 rad).

7
b.  Mastektomi total
Dengan diseksi aksial rendah seluruh payudara, semua kelenjar
limfe dilateral otocpectoralis minor.
c.   Mastektomi radikal yang dimodifikasi
Seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan aksila
d.  Mastektomi radikal
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor dibawahnya,
seluruh isi aksila.
e.   Mastektomi radikal yang diperluas
Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar
limfe mamaria interna.
2.  Non Pembedahan
a.   Penyinaran
Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat
direseksi pada kanker lanjut; pada metastase tulang, metastase
kelenjar limfe ,aksila, kekambuhan tumor local atau regional
setelah mastektomi.
b.  Kemoterapi
Adjuvan sistematik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit
yang lanjut.
c.   Terapi hormon dan endokrin
Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen,
antiestrogen, coferektomi adrenalektomi hipofisektomi.
(Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1596 – 1600)

2.2 Anestesi

Istilah anestesi pertama kali dikemukakan oleh ahli filosofi Yunani


yang bernama Dioscorides. Anestesi berarti hilangnya segala sensasi
panas, dingin, rabaan, kedudukan tubuh (posture), nyeri dan biasanya
dihubungkan dengan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara akibat

8
pemberian obat anestesi. Setelah obat ini mengalami metabolisme dan
dikeluarkan oleh tubuh, keadaan akan pulih kembali seperti semula.

2.2.1 Definisi Anestesi Umum


Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit
secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada tindakan
anestesi umum terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah
anestesi umum dengan teknik intravena anestesi dan anestesi umum
dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau dengan
teknik gabungan keduanya yaitu inhalasi dan intravena (Latief, 2007).
Anestesi umum merupakan kondisi hilangnya respon rasa nyeri
(analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap
rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility),
serta hilangnya kesadaran (unconsciousness) yang bersifat sementara
(reversible) (McKelvey dan Hollingshead, 2003).

1. Teknik anestesi umum


Anestesi umum menurut Mangku dan Tjokorda (2010), dapat
dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
a) Anestesi umum intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan
dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke
dalam pembuluh darah vena.
b) Anestesi umum inhalasi
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan
dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang
berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.

9
c) Balance Anestesi
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat
– obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi
atau kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional
untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.

2. Indikasi Anestesi Umum


a) Infant anak usia muda.
b) Dewasa yang memilih anestesi umum.
c) Pembedahannya luas / eskstensif.
d) Penderita sakit mental.
e) Pembedahan lama.
f) Pembedahan dimana anestesi lokal / regional irasional.
g) Riwayat penderita alergi obat anestesi lokal

3. Kelebihan anestesi umum


Kelebihan anestesi umum adalah sebagai berikut:
a) Mengurangi kesadaran dan ingatan pasien intraoperatif.
b) Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk waktu yang lama.
c) Memfasilitasi kontrol menyeluruh terhadap jalan nafas,
pernapasan, dan sirkulasi.
d) Dapat digunakan dalam kasus kepekaan terhadap agen anestesi
lokal.
e) Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi telentang.
f) Dapat disesuaikan dengan mudah dengan prosedur durasi atau
jangkauan yang tidak dapat diprediksi.
g) Dapat dikelola dengan cepat dan reversible.

4. Kekurangan anestesi umum


Kekurangan anestesi umum meliputi :

10
a) Membutuhkan peningkatan kompleksitas perawatan dan biaya
yang terkait.
b) Membutuhkan beberapa tingkat persiapan pasien pra operasi.
c) Dapat menginduksi fluktuasi fisiologis yang memerlukan
intervensi aktif.
d) Berhubungan dengan komplikasi yang kurang serius seperti mual
atau muntah, sakit tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan
tertunda kembali ke fungsi mental normal.
e) Berhubungan dengan malignant hipertermi, kondisi otot bawaan
yang jarang diwariskan dimana paparan beberapa (tapi tidak
semua) agen anestesi umum menghasilkan kenaikan suhu akut dan
berpotensi mematikan, hiperkarbia, asidosis metabolik, dan
hiperkalemia.

5. Komplikasi Anestesi Umum


Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga
kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik.
Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau
kondisi pasien. Penyulit dapat timbul pada waktu pembedahan atau
kemudian segera ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari
12 jam).
a) Komplikasi Kardiovasklar
1) Hipotensi dan hipertensi
2) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai manipulasi
operasi dapat merangsang saraf simpatiks, dapat menyebabkan
aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropine
3) Payah Jantung : terjadi bila pasien mendapat cairan IV
berlebihan.
b) Penyulit Respirasi
1) Obstruksi jalan nafas
2) Batuk

11
3) Cekukan (Hiccup)
4) Intubasi endobronkial
5) Apneu (Henti Nafas)
6) Atelektasis
7) Pnemotoraks
8) Muntah dan Regurgitasi
c) Perubahan Cairan Tubuh
1) Hipovolemia
2) Hipervolemia
d) Komplikasi Lain-Lain
1) Menggigil
2) Gelisah setelah anestesi
3) Mimpi buruk
4) Sadar selama operasi
5) Kenaiakan suhu tubuh
6) Hipersensitif

6. Persiapan Anestesi Umum


a) Persiapan Pasien
1) Anamnesis (pengkajian)
Anamnesis dilakukan dengan pasien sendiri atau dengan
keluarganya, meliputi:
(a) Identitas pasien atau biodata.
(b) Anamnesa khusus yang berkaitan dengan penyakit yang
mungkin menimbulkan ganguan fungsi organ.
(c) Anamnesa Umum
Meliputi riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat penyakit
sistemik yang diderita, riwayat obat yang telah/sedang
digunakan, riwayat operasi anestesi terdahulu, kebiasaan

12
buruk, riwayat alergi obat atau terhadap makanan
pemeriksaan fisik.
(d) Kelengkapan administrasi
Kelengkapan administrasi seperti Informed consent, Surat
Izin Operasi (SIA), Surat Izin Anestesi (SIA)
2) Pemeriksaan rutin
Darah : Hb,Ht, eritrosit, leukosit dan hitung jenis, trombosit,
masa pendarahan dan masa pembekuan.
Urine : pemeriksaan fisik kimiawi dan selimen urine
3) Pemeriksaan Radiologi
Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang
berhubungan dengan studi dan penerapan berbagai teknologi
pencitraan untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit.
Pencitraan dapat menggunakan sinar-X, USG, CT scan,
tomografi emisi positron (PET) dan MRI.
4) Pemeriksaan khusus
Ditujukan kepada pasien yang dipersiapkan untuk operasi besar
dan pasien yang menderita penyakit sistemik tertentu atas
indikasi.
5) Puasa
Persiapan puasa bertujuan agar terjadi pengosongan lambung
sehingga
dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena
regurgitasi dan muntah selama anestesi. Puasa pasien dewasa
6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, makanan tak berlemak
diperbolehkan lima jam sebelum induksi minuman bening, air
putih, teh manis sampai tiga jam sebelum induksi.
b) Persiapan Alat Anestesi Umum
Persiapan mesin, secara umum mesin anestesi terdiri dari 3
komponen yang saling berhubungan, yaitu :

13
Komponen 1:
1) Sumber gas
2) Penunjuk aliran gas ( PAG ) atau flowmeterr
3) Dan alat penguap ( vaporizer )
4) Oksigen flush control yang dapat mengalirkan O2 murni 35-37
Liter/menit tanpa melalui meter aliran gas pada keadaan darurat

Komponen2
Sirkuit nafas : system lingkar, system magill

Komponen3
A1at yang menghubungkan sirkuit nafas dengan pasien : sungkup
muka(face mask), pipa endotrakeal ( ETT )Salah satu persiapan
alat anestesi yang menjadi standar yaitu persiapanSTATICS.
STATICS merupakan singkatan untuk mempermudahmengingat
sarana, seperti :

Scope (stetoscope, laringoscope),


Tube (pipa endotraceal, LMA),
Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka, pipa
oropharing),
Tape (plaster),
Inducer (stilet/ forceps Magill),
Connection (hubungan antara mesin respirasi/anestesi dengan
sungkup muka),
Suction
c) Persiapan Obat Anestesi Umum
1) Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat obatan sebelum tindakan
anestesi dengan tujuan utama menenangkan pasien. pemberian
obat premedikasi bertujuan :
(a) Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan
kekhawatiran, memberikan ketenangan)

14
(b) Memudahkan atau memperlancar induksi, rumatan, dan
sadar dari anestesi
(c) Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi.
(d) Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan
muntah pascaanestesi.
(e) Mengurangi stres fisiologis (takikardia, napas cepat,)
2) Obat Induksi
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari
sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya
anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi dapat dikerjakan
secara intravena, inhalasi, intramuskular atau rectal. Setelah
pasien tidur akibat induksi anestesi langsung dilanjutkan
dengan pemeliharaan anestesia sampai tindak pembedahan
selesai. Sebelum memulai induksi diperlukan, sehingga
seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih
cepat dan lebih baik.
Obat yang diberikan merupakan kompoinen Trias anestesi
yaitu Hipnotik, analgetik, pelumpuh otot.
3) Obat anestesi Inhalasi
(a) Nitrous oxide (N2O)
Memiliki daya analgesi yang kuat tetapi daya anestesinya
lemah,harus diberikan bersama-sama dengan oksigen yang
cukup, konsentrasi tertinggi yang dianjurkan adalah 70%
bila lebih dari itu terjadi hipoksia.
(b) Halotane
Merupakan alkaline berhalogen, cairan bening tidak
berwarna berbau harum. Tidak merangsang jalan nafas.
Termasuk halogen hydrocarbon MAC 0,72%.
(c) Enflurane
Merupakan cairan volatil degan bau menyanangkan seperti
ether, suatu larutan sodium methexide metanol normal.

15
Reflex fharing dan laring dengan cepat hilang sehingga
memudahkan tindakan intubasi endotracheal. Termasuk
halogen ether. MAC 1,68 vol%.
(d) Isofluran
Merupakan cairan volatil yang mudah terbakar dan berbau
ether yang menyengat, reflek fharing dan laring cepat
bilang sehingga memudahkan tindakan intubasi
endotraceal. Termasuk halogen ether. MAC 1,12 vol%.
(e) Sevoflurane
Baunya tidak menyengat dan peningkatan di alveolar yang
cepat membuatnya sebagai pilihan yang baik untuk induksi
inhalasi pada pasien pediatrik atau orang dewasa. Termasuk
golongan halogen ether. MAC 2,05 vol%.
4) Obat Resusitasi/ Emergency
Merupakan obat-obatan yang digunakan untuk membantu
dalam penatalaksanaan suatu keadaan yang mendadak dalam
keadaan gawat dan mengancam jiwa atau organ tubuh apabila
tidak segera ditolong, misalnya syok, henti nafas, henti jantung,
dan lain-lain
Klasifikasi obat Emergensi, terbagi 3 :
(a) Obat-obatan untuk resusitasi jantung paru.
(1) Epinefrin/Adrenalin
(2) Sulfat Atropin
(3) Amiodaron
(b) Obat-obatan untuk perbaikan sirkulasi.
(1) Dopamin
(2) Dobutamin
(3) Nor Adrenalin
(c) Golongan lain.
(1) Natrium Bikarbonat
(2) Furosemid

16
(3) Aminofilin
(4) Ca Glukonas
(5) Dexamathason
(6) Lidocain
(7) Naloxon
(8) Asam Tranexamat
(9) Prostigmin/Neostigmin
(10) Furosemid
(11) Diazepam

7. Penatalaksanaan Anestesi Umum


a) Pre operatif
Adalah langkah lanjut dari hasil evaluasi pre operatif khususnya
anestesia untuk mempersiapkan pasien, baik psikis maupun fisik
pasien agar pasein siap dan optimal untuk menjalani prosedur
anestesia dan diagnostik atau pembedahan yang direncanakan.
Dikamar persiapan dilakukan:
1) Penilaian asesment anestesi H-1 sebelum pasien operasi.
2) Evaluasi ulang status pasien dan catatan medik pasien serta
perlengkapan lainnya.
3) Konsultasi di tempat apabila diperlukan.
4) Ganti pakaian dengan pakaian khusus kamar operasi.
5) Memberi premedikasi.

Obat yang diberikan:

No. Jenis Obat Dosis


1. Sedatif
Diazepam
5-10 mg
Difenhidramin
1mg/kgBB

17
Promethazin 1 mg/kgBB
Midazolam 0.1-0.2 mg/kgBB
2. Analgetik opiat
Pethidin
1-2 mg/kgBB
Morfin
0.1-0.2 mg/kgBB
Fentanyl
1-2 mcg/kgBB
Analgetik non opiat
Disesuaikan
3. Antikholinergik
Sulfas Atropin 1.1 mg/kgBB
4. Antiemetik
Ondansentron
4-8 mg (IV dewasa)
Metoklopramid
10 mg IV dewasa
5. Profilaksis aspirasi
Cimetidin
Ranitidin
Dosis disesuaikan
Antasid

6) Penentuan ASA
Berdasarkan hasil evaluasi praoperatif diatas maka dapat di
simpulkan status fisik pasien pra anestesi. Penentuan ASA juga
bertujuan untuk menentukan teknik anestesi, jenis obat, alat
dan prognosa. American society of anesthesiologist (ASA)
membuat klasifikasi status fisik pra anestesi menjadi 5 kelas,
yaitu :
ASA 1: Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik.
ASA 2: Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit
sistemik ringan sampai sedang.

18
ASA 3: Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit
sistemik berat yang disebabkan karena berbagai penyebab
tetapi tidak mengancam jiwa.
ASA 4: Pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit
sistemik berat yang secara langsung mengacam kehidupannya.
ASA 5: Pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit
sistemik berat yang sudah tidak mungkin di tolong lagi,
dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal.
Apabila tindakan pembedahan yang dilakukan secara darurat
dicantumkan tanda E emergency, misalnya ASA 1E
b) Intra operatif
Fase Intraoperatif dimulai Dimulai ketika pasien masuk ke bagian
atau ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus,
memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.
Intra operatif dilakukan:
1) Assesmen Pra Induksi
Adalah hal-hal yang harus diperhatikan dan dipastikan sebelum
melakukan tindakan Induksi, yang terdiri dari :penilaian
asesment h – 1 , Jam makan dan minum terakhir, masalah yang
ditemukan saat evaluasi pra induksi, ada tidaknya perubahan
rencana tindakan anestesi dan persiapan darah atas indikasi,
pemasangan alat monitoring pada pasien seperti NIBP, HR,

2) Induksi
Harus mencapai Trias Anestesi (Analgetik, hipnotik dan
muscle relaxant)
(a) Analgetik, OPIOID
(1) Fentanyl

19
Dosis : 2-50 mg/kg BB
Sediaan : 50mg/cc
OOA : 2 menit DOA : 45 mnt – 2 jam
(2) Morfin
Dosis : 0,15 mg/kg BB
Sediaan : 0,5 mg/cc, 1 mg/cc, 2 mg/cc, 5 mg/cc, 10
mg/cc, 15 mg/cc
OOA : 2 menit DOA : 3 jam
(3) Petidhin
Dosis : 2-50 mg/kg BB
Sediaan : 10 mg/cc, 25 mg/cc, 50 mg/cc, 100 mg/cc
OOA : 2 menit DOA : 2 jam
(b) Hipnotik
(1) Propofol
Dosis : 2 – 3,5 mg/kg BB
Sediaan : 200mg/20ml
OOA : 30 detik DOA : 5-10 menit
(2) Tiopenthal
Dosis : 4-6 mg/kg BB
Sediaan : 500mg (serbuk)
OOA : 10 detik DOA : 5-15 menit
(c) Muscle Relaxant
(1) Depolarizing
Suksinikolin
Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang
bergabung.
Dosis : 1-1,5 mg/kg BB
OOA : 0,5-1 menit DOA : 5-10 menit
(2) Non Depolarizing
(a) Atracurium
Dosis : 0,5 mg/kg BB

20
OOA : 2,5 menit DOA : 30-45 menit
(b) Recuronium
Dosis : 0,6-1 mg/kg BB
OOA : 1-1,5 menit DOA : 30-45 menit
(c) Vecuronium
Dosis : 0,08-0,12 mg/kg BB
OOA : 2,5 menit DOA : 45-60 menit
(3) Penawar Pelumpuh Otot
Neostigmin
Neostigmin adalah antagonis dari Muscle relaxant non
depolarizing.
Dosis : 0,04-0,08 mg/kg BB
OOA : 2-5 menit DOA : 2 jam
3) Monitoring
Monitoring Tanda-tanda vital atau Vital Signs merupakan
pengukuran fungsi tubuh yang paling dasar untuk mengetahui
tanda klinis dan berguna untuk menegakkan diagnosis suatu
penyakit dan berfungsi dalam menentukan perencanaan
perawatan medis. Pengukuran di pantau dan di dokumentasikan
setiap 15 menit sekali terdiri dari : tekanan darah, HR, RR,
SpO2, Ekg

4) Monitoring cairan infus intravena


Merupakan pengukuran cairan yang ada didalam tubuh pasien
agar cairan tubuh tetap normal.
Rumus dalam hitungan menit
Jumlah tetesan permenit = Rumus dasar dalam jam
(a) Pengertian Intake
Adalah suatu tindakan mengukur jumlah cairan yang masuk
ke dalam tubuh (asupan ). Intake/asupan cairan untuk
kondisi normal pada orang dewasa adalah kurang lebih

21
2500 cc perhari. Asupan cairan dapat langsung berupa
cairan atau ditambah dari makanan lain.
(b) Pengertian Output
Adalah suatu tindakan mengukur jumlah cairan yang keluar
dari tubuh (haluaran). Output/pengeluaran cairan sebagai
bagian dalam mengimbangi asupan cairan pada orang
dewasa, dalam kondisi normal adalah kurang lebih 2300cc.
Jumlah air yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi
ginjal (berupa urien), sebanyak kurang lebih 1500 cc
perhari pada orang dewasa.
(c) Rumus IWL
Contoh : Tn.A BB 60 kg dengan suhu tubuh 37⁰C
IWL = = 37,5 cc/jam
Kalau dalam 24jam =&gt; 37,5 x 24 = 900 cc
(d) Kebutuhan Cairan Rutin (Pemeliharaan)

Usia Kebutuhan Cairan


Dewasa 2 cc/kgBB/jam
Anak-anak 10 kg I: 4 cc/kgBB/jam
10 kg II: 2 cc/kgBB/jam
10 g III: 1 cc/kgBB/jam
(e) Kebutuhan Cairan Selama Operasi (Stres Operasi)

Jenis Operasi Kebutuhan Cairan Selama Operasi


Ringan 4 cc/kgBB/jam
Sedang 6 cc/kgBB/jam
Berat 8 cc/kgBB/jam

Penggantian Cairan selama puasa :

 50 % dari jumlah cairan puasa pada jam I operasi


 25 % dari jumlah cairan puasa pada jam I operasi

22
 25 % dari jumlah cairan puasa pada jam I operasi

5) Rumatan/ Maintenance
(a) Menggunakan oksigen dan obat anestesi inhalasi dengan
maupun atau tanpa pelumpuh otot atau rumatan dengan
obat intravena kontinyu, menggunakan dosis sesuai umur,
dan berat badan
(b) Titrasi dan pemantauan efek obat dijaga kadar anestesi
aman selama prosedur tindakan
(c) Pernafasan kontrol atau asissted selama perjalanan operasi
(d) Suplemen analgetik opioid dapat dikombinasi dengan
anestesi regional sesuai kebutuhan, setelah dilakukan
anestesi umum.
(e) Monitoring fungsi vital dan suara nafas dengan prekordial,
memperhatikan posisi endotrakeal tube selama operasi
berlangsung secara berkala.
(f) Evaluasi dan pemberian cairan dan kebutuhan untuk
mengganti kehilangan cairan yang ada saat prosedur
tindakan selanjutnya pastikan tidak ada sumber pendarahan
yang belum teratasi
(g) Menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat selama prosedur
tindakan
6) Pengakhiran Anestesi
Adalah prosedur yang dilakukan sesaat setelah operasi akan
berakhir. Terdiri dari : penurunan obat volatile, merangsang
nafas spontan. Dan jika operasi telah selesai nafas sudah
spontan maka dilakukan suction lendir, prosedur ekstubasi, dan
pemulihan kesadaran dengan memberi rangsang sensorik.

c) Pasca Operatif

23
Pasca anestesi merupakan periode kritis yang segera dimulai
setelah pembedahan dan anestesi diahiri sampai pulih dari
pengaruh anestesi.
1) Resiko pasca anestesi:
Berdasarkan maslah yang akan dijumpai pasca anestesi
dikelompokan menjadi tiga:
Kelompok satu : pasien yang mempunyai resiko tinggi jalan
nafas dan guncangan kardiovaskuler pada anestesi sehingga
perlu nafas kendali pasca anestesi. Pasien termasuk dalam
kelompok ini langsung dirawat diunit terapi intensif pasca
anestesi tanpa menunggu pemulihan diruang pulih.
Kelompok dua : sebagian pasien pasca anestesi termasuk
dalam kelompok ini tujuan perawatan pada pasca anestesi
bedah adalah menjamin agar pasien secepatnya mampu
menjaga keadekuatan respirasinya.
Kelompok tiga : pasien yang menjalani operasi kecil singkat
dan rawat jalan.
2) Pemindahan pasien dari kamar operasi.
3) Serah terima pasien diruang pulih.
Ruang pulih adalah ruang khusus pasca anestesi/bedah yang
berada dikompleks kamar operasi yang dilengkapi dengan
tempat tidur khusus, alat pantau, alat atau obat resusitasi tenaga
terampil dalam bidang resusitasi dan gawat darurat serta
disupervisi oleh dokter spesialis anestesiologi dan spesialis
bedah.Pemantauan pasca anestesia dan kreteria pemindahan.
Mempergunakan Aldrete Score pasca anestesi diruang pulih
Aldrete Score (dewasa)
Nilai Warna
Merah muda 2
Pucat 1
Sianosis 0

24
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat 1
Apnoea atau obstruksi 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang &lt;20% dari normal 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal 1
Tekanan darah menyimpang &gt;50% dari normal 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi 2
Bangun namun cepat kembali tertidur 1
Tidak berespons 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan 1
Tidak bergerak 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.


Jika jumlahnya < 8, penderita dipindahkan ke HCU/ICU
apabila telah
dirawat setelah 2 jam di RR
Jika pada saat evaluasi pre operatif keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk di lakukan pemulihan di RR, pasien
dapat
langsung dipindahkan ke HCU/ICU tanpa melalui penilaian
aldrete score terlebih dahulu di RR.
Skala Nyeri
Face Pain Rating Scale Menurut Wong dan Baker (1998)
pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain Rating Scale
yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang

25
tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang
menangis untuk “nyeri berat”.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

26
1. Identitas
a. Indentitas Klien
Nama : Ny. W
Umur : 47 tahun
RM : 1289XXX
Ruang Perawatan : E3
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku Bangsa : Sunda / Indonesia
Alamat : Jl. Sadang Sari
Diagnosa Medis : CA Mamae
Jenis Pembedahan : Radikal Mastektomy
Dokter Bedah : dr. A Sp.B.Onk
Dokter Anestesi : dr.A.Sp.An
Asisten Bedah : Perawat R Amd.Kep
Asisten Anestesi : Penata E Amd.An
Tanggal Masuk RS : 22 april 2019
Tanggal Pengkajian : 25 april 2019
Tanggal Operasi : 25 april 2019

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. A
Umur : 50 tahun
Hubungan dengan Klien : Suami
Alamat : Jl. Sadang Sari

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada bagian payudara kiri dengan skala
nyeri 5 (0-10)

27
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri pada bagian
payudara kiri, dengan skala nyeri 5 (0-10) nyeri dirasakan seperti
ditarik-tarik . Nyeri berkurang apabila diberikan obat anti nyeri dan
bertambah apabila tidak diberikan obat anti nyeri.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami sakit
sampai dirawat ke RS selain penyakit yang dideritanya saat ini.
Klien mengatakan memiliki penyakit hepertensi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut klien keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit
keturunan maupun menular.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum dan Assasement Anestesi
Keadaan/Penampilan Umum : Baik (Compos Mentis)
Kesadaran : GCS:15 , E:4 M:6 V:5
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 150 cm

TTV
Tekanan Darah : 182/105 mmHg
Nadi : 89x/menit
Suhu : 36,5°C
Respirasi : 20x/menit
Riwayat Operasi : Pernah
Penyakit yang Pernah Diderita
Asma :-
Alergi :-
Jantung :-
Kejang :-
Diabetes :-
Merokok :-

28
Gastritis :-
Lain-lain : Hipertensi
ASA : II
Mallampati :3

Jenis Anestesi : General Anestesi


b. Data Penunjang
1. Laboratorium
Hasil laboratorium tanggal 23 april 2019 , pukul : 13.53
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,5 12,0-14,0 g/dL
Hematokrit 37 36-45 %
Leukosit 6.100 4.000-10.000 /mm3
Trombosit 252.000 150.000- /mm3
440.000
IMUNOSEROLOGI
HbsAg Non reaktif Non reaktif
mg%
Anti HCV Non reaktif Non reaktif
mg%
Anti HIV Non reaktif Non reaktif
mg%

KIMIA KLINIK
(darah) 102 <140
Glukosa darah sewaktu 15 20-40
Ureum 0,7 0,8-1,3
Kreatinin

2. EKG
Hasil EKG tanggal 22 april 2019 , pukul : 12.17
a. Normal sinus rhytm

29
b. Normal ECG
3. Rontgen
1. Pemeriksaan : thorax PA
- Tidak tampak TB paru aktif
B. Persiapan h-1 anestesi
Sebelum dilakukan tindakan operasi sebelumnya dokter bedah
konsultasi terlebih dahulu dengan dokter anestesi apakah pasien bisa atau
aman di lakukan tindakan anestesi saat operasi . Dokter anestesi
mempertimbngkan berbagai hal apakah pasien bisa dilakukan tindakan
anestesi atau tidak mulai dari keadaan pasien , penyakit penyerta yang lain
selain indikasi operasi atau melihat berbagai pemeriksaan lab ,dll. Hasil
dari keputusan dokter anestesi sebagai berikut :
1. Diagnosa kerja : Ca Mamae
2. Tindakan anestesi : anestesi umum
3. Indikasi tindakan : Radikal Mastektomi
4. Tujuan : Terapeutik
5. Resiko tindakan anestesi umum
- Menutup saluran pernapasan
- Tekanan darah turun
- Nadi turun
- Muntah
- Bengkak laring
- Nyeri menelan
6. Prognosis : Dubia ad bonam
7. Alternatif dan resiko : Anestesi umum
Rencana operasi akan di lakukan tanggal 25 april 2019, karena
dokter anestesi mengizinkan tindakan anestesi dengan
mempertimbangan berbagai hal. Dokter anestesi akan memberikan
surat izin anestesi yang di setujui oleh kedua pihak yaitu: dokter
anestesi dan pihak keluarga pasien .

30
Pada tanggal 24 april keluarga pasien yang bertanda tangan di
bawah ini dan bertanggung jawab telah setuju di lakukannya tindakan
anestesi yaitu sebagai berikut :

Pernyataan persetujuan tindakan


Yang bertanda tangan dibawah ini , saya . nama Tn.A ,
umur 50 tahun , laki laki , alamat JL. SADANG SARI. Dengan ini ,
menyatakan PERSETUJUAN untuk dilakukan tindakan
PEMBIUSAN terhadap istri saya bernama Ny.W, umur 47 tahun ,
perempuan , alamat JL SADANG SARI Cimahi , 24 april 2019

C. Persiapan Operasi
1. Pre Operatif
a. Pengkajian
1) TTV
Tekanan Darah : 182/105 mmHg
Nadi : 89 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu : 36,5°C
2) Persiapan Operasi
Lama Puasa : 8 jam
IVFD : terpasang RL ditangan kanan

3) Aksesoris Pasien
Gigi Palsu :-
Kacamata :-
Lensa Kontak :-
Alat Bantu Dengar :-
Perhiasan :-
4) Penyakit Penyerta
Kardiovaskuler : Hipertensi

31
Respirasi :-
Endokrin :-
Gastrointestinal :-
Neurologi :-
Alergi :-
Jalan Nafas :-
5) Kelengkapan Administrasi
Informed consent : ya
Surat Izin Operasi : ya
Surat Izin Anestesi : ya
Hasil Lab : ada
Pasien diantar oleh perawat dari ruang perawatan ke ruang
pre operatif jam 10.00. ketika di pre operatif pasien diganti
bajunya dengan baju untuk operasi oleh perawat ruangan yg
mengantarnya. Selanjutnya dilakukan pengkajian pre operatif
mulai dari mengecek gelang identitas, kelengkapan
administrasi seperti informed consent, surat ijin anestesi, surat
ijin operasi, hasil pemeriksaan penunjang, menanyakan kepada
pasien apakah mempunyai alergi terhadap obat-obatan untuk
mengantisipasi kejadian alergi terhadap obat di intra operatif,
dan penandaan area yang akan di operasi.
Kemudian cek apakah pasien terpasang gigi palsu karena
akan berpengaruh ketika dilakukan intubasi, cek kesadarannya
dengan hasil GCS 15 E:4 M:6 V:5. Dikarenakan ruang operasi
penuh pasien menunggu di ruang pre operatif sampai jam 10.45
Pada pukul 10.45 perawat di pre operatif mengantar pasien
ke intra operatif dengan kursi roda dan membawa buku status
pasien. Kemudian menyerahkan pasien kepada petugas di intra
operatif.
6) Kesiapan Operasi

32
a. Pasien :secara biologis , psikososial , spiritual ,
klien belum siap dilakukan tindakan operasi.
7) Kesiapan anestesi
a. Alat anestesi
1. Scope : stetoskop , laringoskop
2. Tube : ETT , LMA
3. Airway : facemask , mayo
4. Tape : plaster
5. Introducer : forcep magill , stilet
6. Conector : currogated angel knee
7. Suction
8. Mesin Anestesi
b. Obat obatan anestesi
Premedikasi : ondansentron 4mg , ranitidin 50mg
Obat emergency : ephedrin , sulfat atropin , asam
Tranexamat
IV Line : terpasang ditangan kanan kanan ,
Tetesan lancar
Kateter Urine : Tidak terpasang

2. Intra Operatif
a. Persiapan anestesi sebelum operasi
Cek mesin anestesi ada kebocoran atau tidak, cek volatile
yang akan di gunakan untuk tindakan anestesi jika isi volatile tidak
mencukupi untuk di lakukan inhalasi segera isi volatile sampai
batas max. Menyiapkan alat dan obat yang akan dilakukan dengan
tehnik anestesi yang telah ditentukan, menyiapkan obat obat
premedikasi : ondansentron 4 mg dan ranitidine 50 mg ,
emergency : sulfat atropin , asam tranexamat , epedhrine . Sebagai
antisipasi dalam tindakan operasi , menyiapkan cairan infus koloid
dan kristaloid .

33
b. Persiapan pasien di intra operatif
Pasien di antar dari ruang pre operatif menuju ruangan intra
operatif , lalu meja operasi diturunkan untuk memudahkan pasien
naik ke meja operasi . Lalu pasien tidur di meja operasi di bantu
oleh perawat , pasien di posisikan supine sesuai indikasi operasi .
Penata anestesi memasang tensi , pulse oxymetri untuk
memonitor TTV pasien saat berada di intra operatif , menggantung
cairan infus pasien dan mengecek kelancaran IV line pasien dan
loading cairan untuk mengganti puasa pasien 250 cc. Setelah itu
memasang arm board untuk meletakan tangan pasien.
c. Induksi dan Pemasangan Intubasi
Pasien terlebih dahulu di berikan premedikasi dengan obat
ondansentron 4mg dan ranitidine 50mg pada pukul 10.45, pada
pukul 10.50 dilakukan komunikasi/pemberitahuan kepada pasien
bahwa pembiusan akan segara dimulai. Proses induksi dengan
fentanyl 50 mcg setelah itu di berikan oksigenasi menggunakan
facemask dengan posisi tidak di ekstensikan karena pasien masih
sadar dengan nafas spontan sembari diberikan propofol 100 mg.
Kemudian lakukan pengecekan reflek bulu mata, apabila tidak ada
reflek bulu mata saat disentuh dan TD, nadi turun maka itu tanda
bahwa efek anestesi sudah dalam dan setelah pasien dipastikan
sudah tertidur, nyalakan volatile sevoflurane 2%, N2O dan O2
dengan perbandingan 3:2. Lalu setelah airway sudah dapat
terkuasai kemudian diberikan rocuronium 30 mg kemudian
dilakukan bagging selama 2 menit sesuai onset rocuronium.
Setelah rocuronium telah mencapai onset dan tidal volume
pasien terpenuhi, segera lakukan intubasi dengan posisi kepala
pasien di ekstensikan terlebih dahulu dan asisten membuka mulut.
Pada saat pasien dibuka mulut terlihat mallamphaty 3 dan karena
pasien leher pendek. Sehingga terdapat kesuliatan untuk
memasukan ETT dan memerlukan waktu lama untuk melakukan

34
intubasi. Namun karena intubasi sulit dilakukan akhirnya tindakan
intubasi diambil alih oleh Penata anestesi menggunakan blade
Macinthos no. 3 dan ETT no. 7. Lalu ETT difiksasi balon dengan
spuit tanpa jarum dan disambungkan dengan currogated, lalu diberi
ventilasi sesuai tidal volume pasien. Untuk memastikan ETT
terpasang dengan baik dengan melihat naik turunnya dada pasien
jika sudah yakin tidak ada kebocoran dan posisi ETT sudah tepat
dilihat dari naik turunnya dada pasien saat di berikan ventilasi dan
dengarkan suara dengan stetoskop pastikan tidak ada kebocoran
yang terakhir lakukan fiksasi ETT dengan plester, pemasangan
ETT selesai pada pukul 11.05.
d. Monitoring Intraoperatif
Selama intraoperatif dilakukan monitoring ketat. Selama dilakukan
monitoring, dilakukan juga pemantauan intake dan output.
Dari pemantauan tanda-tanda vital didapatkan hasil sebagai
berikut:
Pada saat induksi jam 10.50 TD 165/90 mmHg, nadi
72x/menit, SpO2 98%. Setelah intubasi berhasil dilakukan dan
kondisi hemodinamik pasien stabil, penata anestesi mengganti
voletile daari sevoflurane menjadi isoflurane 2%. Kemudian tim
bedah mempersiapkan alat-alat apa saja yang akan digunakan,
penata anestesi melakukan monitoring untuk memastikan keadaan
pasien stabil.
Pada pukul 11.05 perawat bedah melakukan desinfeksi
pada area yang akan dilakukan operasi sambil operator bersiap-
siap, dan terjadi penurunan hemodinamik TD 90/55 mmHg , nadi
65x/menit, SpO2 97% menandakan anestesi terlalu dalam dilihat
dari TD turun dan nadi turun,volatile diturunkan menjadi 1,5 %.
Pukul 11.20 terjadi peningkatan hemodinamik, TD 147/92
mmHg, Nadi 92x/menit, dan SpO2 96% karena rangsangan nyeri
insisi lalu volatile dinaikkan menjadi 2%.

35
Pada pukul 11.35 TD menjadi 107/58, nadi 59 dan saturasi
98% karena anestesi terlalu dalam, lalu voletile dikecilkan menjadi
1,5%. Namun saat voletile dikecilkan, 8-9 menit kemudian tekanan
darah dan nadi meningkat sehingga pada pukul 11.45 voletile
kembali dinaikan menjadi 2 %.
Jam 11.50 TD 120/63, Nadi 62x/menit dengan voletile
isoflurane 2%. Kemudian pada pukul 12.05 TD menjadi 110/60,
Nadi 62x/menit, SpO2 98%. Pada pukul 12.20 TD kembali turun
menjadi 122/76, Nadi 70 x/menit, SpO2 98%. Sehingga volatile
kembali diturunkan menjadi 1,5%. Pukul 12.35 TD kembali naik
menjadi 133/84 mmHg, Nadi 70x.menit, SpO2 96%. Pukul 12.50
TD 130/79 mmHg, Nadi 69 x.menit, SpO2 98%. Pukul 13.05 TD
turun kembali menjadi 127/75 mmHg, Nadi 71x/menit, SpO2 98%.
Lalu pada pukul 13.20 TD 125/71 mmHg, Nadi 70x/menit, SpO2
97%. Operator mulai menjahit luka operasi jam 13.25 saat jahitan
hampir selesai pasien diberikan analgetik dexketropen 50 mg
secara bolus , jahit luka operasi selesai jam 13.40 kemudian
dibersihkan sisa betadin yang menempel. Jam 13.50 TD 135/83
mmHg, Nadi 82 x/menit, SpO2 99% dan dilakukan ekstubasi ETT
setelah dilakukan suctioning. Kemudian pada jam 14.00 pasien
dipindahkkan ke RR.

e. Monitoring Intake Output


1. Kebutuhan Cairan
BB : 60 kg
Puasa :8 jam
Maintenance
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 40 = 40 +
100 cc/jam

36
Pengganti Puasa
8 jam x BB = 8 x 60
= 480 cc

Jenis Operasi
Stress OP x Maintanance
6 X 100 = 600 cc

2. Kebutuhan Intake Intra Op


Jam I = ½ Puasa + Jenis Op + Maintenance
= ½ (480) + 600 + 100
= 940 cc
Jam II (30 mnt) = ¼ Puasa + Jenis Op +Maintenance
= ¼ (480) + 600 + 100
= 820 cc
Jam III = ¼ Puasa + Jenis Op +Maintenance
= ¼ (480) + 600 + 100
= 820 cc
Intake
Cairan di Pre Op : RL 250 cc
Cairan Intra Op : RL 250 cc, HES 500 cc, Asering 500
Cairan Post Op :Tutofusin 500 cc + santagesik 1000 mg +
dexketoprofen 50 mg + ketorolak 30 mg

f. Pengakhiran anestesi
Operasi telah selesai pukul 13.35 jahitan telah selesai
ditutup, perawat bedah membersihkan area yang masih ada darah
dan sisa sisa desinfektan , penata anestesi mempersiapkan alat
untuk melakukan ekstubasi ETT. Setelah nafas spontan pasien
sudah adekuat, hemodinamik stabil, lalu pukul 13.35 ekstubasi di

37
lakukan menggunakan hand scoon, sebelumnya dilalkukan
suctioning hingga tidak ada secret lalu lakukan ekstubasi. Untuk
ekstubasi ETT dengan cara :lepas fiksasi plester , mengempiskan
balon dengan spuit tanpa jarum , lepas currogated dari ETT , tarik
ETT dari mulut , sambungkan currogated dengan facemask .
Matikan volatile sevoflure dan N2O , pasang face mask dengan
cara kepala pasien di ekstensikan berikan O2 5L sampai nafas
pasien bangun , cek respon jika sudah ada respon bangunkan
pasien dengan cara di panggil namanya dan diberitahukan bahwa
operasi sudah selesai . Perawat RR datang ke ruang intra operatif
membawa bed untuk memindahkan pasien ke ruang RR. Lepas
tensi , pulse oxymeri matikan monitor dan mesin anestesi . Cairan
infus diletakan di pasien , pasien di pindahkan dari meja operasi
ke bed untuk dipindahkan ke ruang RR. Penata anestesi membawa
kartu anestesi dan cairan analgetik ke RR untuk diserahkan kepada
petugas RR
Obat penunjang yang digunakan :
1. Ketorolac 30 mg
2. Dexketoprofen 50 mg + 50 mg
3. Santagesik 1000 mg
Obat penunjang di atas di gunakan untuk analgetik post op :
- Bolus
Dexketoprofen 50mg
- Drip dalam tutofusin 500ml
Dexketoprofen 50mg
Ketorolac 30mg
Santagesik 1000mg

3. Post Operatif
Pasien memasuki ruang pemulihan pada tanggal pukul 14.00
WIB. Sesampainya di RR pasien diberikan oksigen 3L/menit

38
melalui nasal kanul, dipasang puls oximetry dan tensi meter lalu
dipasang kan selimut. Cairan infuse pasien diganti dengan cairan
analgetik post op yaitu tutofusin yang telah dimasukkan santagesik
1000 mg, dexketoprofen 50 mg, ketorolac 30 mg. cairan infuse
diberikan 15 tetes/menit selama 8 jam. Pada awal memasuki RR
tekanan darah klien 130/80 mmHg, nadi 84 x/menit dan RR
20x/menit. Pasien mulai dilakukan penilaian aldrete score dengan
hasil awal kesadaran compos mentis dengan GCS = 14, E=3 V= 6
M = 5. Selang 15
menitdilakukanpemeriksaankembalipadapasiendenganhasiltekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 84 x/menit, dan RR 20
x/menitdengankesadaran compos mentis GCS = 15, E = 4, V = 6,
M = 5. Karena keadaan umum dan hemodinamik pasien sudah
stabil maka perawat RR dapat menelpon ruangan rawat pasien
untuk dijemput dan dipindahkan keruang perawatan. Pada pukul
15.00 WIB perawat ruangan dating untuk menjemput pasien.
perawat RR menjelaskan hal apa saja yang perlu mendapat
perhatian khusus pada pasien tersebut.
Tabel Penilaian Aldrette Score
NO Jenis Score Jenis Penilaian Nilai
Score
1 Aktivitas a. Dapat menggerakkan 4 2
ekstremitas
b. Dapat menggerakkan 2
ekstremitas
c. Tidak dapat
menggerakkan sama
sekali
2 Respirasi a. Bernafas dalam dan 2
batuk
b. Dispnea

39
c. Apnea
3 Sirkulasi a. Tekanan darah 20% 2
dari keadaan pre op
b. Tekanan darah 20-50%
dari keadaan pre op
c. Tekanan >50% dari
keadaan pre op
4 Kesadaran a. Sadar penuh 2
b. Respon bila dipanggil
c. Tidak ada respon
5 Warna kulit a. Normal 2
b. Pucat
c. Sianosis
Jumlah : nilai score 10
Catatan : pasien dapat masuk keruang pemulihan bila
score 8-10, bila <7 pasien masuk ke ruangan ICU.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah melakukan Asuhan Keperawatan Perioperatif pada Ny.W
dengan Radikal Mastektomi atas indikasi Ca Mammae diInstalasi Bedah
Sentral RSUD Cibabat Kota Cimahi pada tanggal 05 Juli 2017, kemudian
Penulis melakukan analisa kesenjangan antara konsep teori dengan praktek
di lapangan. Setelah dilakukan pembahasan, penulis dapat menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Dari total 58 juta kematian di seluruh dunia padatahun 2005, kanker
menyumbang 7,6juta (atau 13%) dari seluruh kematian. Kanker
Payudara menyebabkan 502.000 kematian per tahun.Lebih dari 70%

40
dari semua kematian akibat kanke rpadatahun 2005 terjadi dinegara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2010 menurut
data WHO kematian akibat kanker payudara di Indonesia mencapai
20.052 atau sebesar 1,41%, dengan tingkat kejadian sebesar 20,25 per
100.000 penduduk Indonesia dan menempati urutan 45 didunia
(Indonesia Health Profile, 2011).
2. Pada pasien yang akan menjalani tindakatan operasi radikal mastektomi
atas indikasi CaMammae, pilihan tindakan anestesi yang akan
dilakukan merupakan tindakan anestesi umum dengan melalui
pertimbangan khusus. Anestesi umum merupakan tindakan
menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran
(reversible). Pada pasienNy. W dilakukan anestesi umum dengan teknik
intubasi serta teknik anestesi yang digunakan adalah teknik anestesi
combine atau gabungan keduanya yaitu inhalasi dan intravena.
Mengingat tindakan radikal mastektomi atas indikasi Ca Mammae
merupakan salah satuoperasi yang tergolong kedalam operasi besar dan
memerlukan waktu yang sedikit lama, sehingga Pasien dibuat senyaman
mungkin serta tetap menjaga kepatenan jalan napas dan kestabilan
hemodinamik Pasien. Pada pasien Ny. W terjadi pedarahan ±...... ml,
diberikan analgetik post op cairan titofusin 500 ml dengan tambahan
analgetik post op dexketoprofen 50 mg , santagesik 50 mg, dan
ketorolac 30 mg serta dexketoprofen 50 mg bolus.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan
beberapa hal diantaranya :
1. Pihak rumahsakit
Diharapkan lebih efektif dalam menjadwalkan jam operasi dan untuk
ruangan rawat agar lebih cepat dalam menjemput pasien di ruang
Recovery Room agar ruangan tidak terlalu penuh dan ruangan
Recovery Room menjadi lebih efektif.
2. Mahasiswa

41
Diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuan setelah
melakukan praktek di RSUD Cibabat Kota Cimahi sehingga dapat
mengaplikasikan ilmu yang didapatnya.

42
43

Anda mungkin juga menyukai