berusia 6 bulan. Lantas, mengapa pemberian MPASI harus menunggu sampai anak berusia 6 bulan
ya.
Mengacu pada Angka Kebutuhan Gizi (AKG) 2013, kebutuhan gizi bayi meningkat setelah usia 6
bulan sehingga diperlukan asupan selain ASI. Dengan demikian, setelah berusia 6 bulan bayi
membutuhkan makanan lain agar angka kecukupan gizinya terpenuhi.
Selain itu, sistem penceraan bayi termasuk pankreas sudah berkembang dengan baik. Sehingga, ia
mampu mengolah, mencerna, serta menyerap protein, lemak, dan karbohidrat dari bahan makanan
selain ASI.
"Ginjal juga sudah berkembang dengan baik sehingga mampu mengeluarkan produk sisa
metabolisme, termasiu dari bahan pangan tinggi protein seperti daging," ujar tim penulis dalam
bukunya 'Jurnal Program Nutritalk Tumbuh Kembang Optimal Ciptakan Pemimpin Andal' yang
disusun Kelompok Kerja Jurnalis Penulis Kesehatan (K2JPK) dan Sari Husada.
Di usia 6 bulan, sistem persarafan dan oromotor bayi semakin berkembang dari mulai hanya
mengisap menjadi menggigit. Kemampuan mengontrol lidah si kecil juga meningkat seiring
dengan mulai tumbuhnya gigi-geligi. Di usia 6 bulan, bayi juga mulai mengunyah dan menelan
sehingga risiko tersedak pun berkurang.
"Perkembangan motorik kasarnya juga semakin baik. Bayi sudah bisa duduk sendiri, mulai meraih
benda dan memasukkannya ke dalam mulit. Hal ini sangat berguna untuk mulai mengenalkan
aneka rasa dan tekstur makanan baru pada bayi," tambah tim penulis.
Ketika MPASI diberikan terlalu dini, ada risiko yang bisa terjadi. Saluran cerna yang belum
sempurna akan bekerja ekstra keras untuk mengolah makanan padat. Akibatnya, makanan tidak
dapat dicerna dengan baik dan memicu munculnya gangguan pencernaan seperti sembelit.
Selain itu, sistem kekebalan usus bayi juga belum sempurna. Sehingga, enzim yang berfungsi
melapisi protein makanan penyebab alergi belum cukup diproduksi. Akibatnya, protein yang
masuk ke sel-sel usus justru merangsang reaksi alergi dan intoleransi.
Enam bulan pertama hidup Si Kecil, ASI saja sudah cukup memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Ketika usianya genap 6 bulan, maka ia harus diperkenalkan pada makanan pendamping ASI sesuai
dengan anjuran WHO. Hal ini dikarenakan ASI tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan nutrisi Si
Kecil. Pada usia ini pula sistem pencernaan Si Kecil sudah terbentuk sempurna. Enzim pencernaan
juga sudah siap mencerna makanan. Selain usia, hal lain yang perlu diperhatikan saat
memperkenalkan MPASI pada Si Kecil adalah memberikan makanan yang memadai dari segi
jumlah, frekuensi, tekstur, dan juga variasi. Untuk awalnya, Si Kecil bisa diperkenalkan pada
bubur susu, nasi tim saring, dan makanan lumat lainnya. Mengapa Usia 6 Bulan? Setelah
sebelumnya kebutuhan asupan gizi tercukupi dari ASI eksklusif selama 6 bulan, Si Kecil
membutuhkan nutrisi tambahan agar tumbuh kembangnya optimal. Ketika ia memasuki usia 6
bulan, kebutuhan zat besi dan zinc harus dipenuhi dengan mengonsumsi makanan tambahan.
Selain itu, terdapat beberapa faktor penting yang menjadi alasan pengenalan MPASI pada usia 6
bulan:
1.Saluran cerna dan ginjal bayi telah cukup berkembang untuk menerima jenis makanan yang
lebih kompleks.
2.Tubuh mulai memproduksi enzim amilase untuk mencerna karbohidrat yang lebih kompleks.
3.Koordinasi saraf dan otot pada Si Kecil telah cukup berkembang, sehingga ia dapat menahan
kepalanya tetap tegak dan makan melalui sendok.
Pemberian MPASI yang dilakukan saat Si Kecil belum berusia 6 bulan dapat meningkatkan
beberapa risiko kesehatan, seperti:
1. Kenaikan berat badan berlebih pada bayi, yang dalam jangka waktu panjang akan
meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2 , dan penyakit jantung ketika ia tumbuh dewasa. Hal
ini dikarenakan bayi memperoleh terlalu banyak kalori dari yang diperlukan untuk usianya
2. Meningkatkan risiko aspirasi, yaitu masuknya makanan ke dalam saluran napas akibat
koordinasi saraf dan otot lidah, mulut, dan organ terkait yang belum berkembang sempurna
3. Meningkatkan beban kerja ginjal bayi
4. Zat makanan tertentu diyakini dapat menjadi antigen terhadap saluran cerna anak yang belum
berkembang sempurna
“Bayiku berusia 3 bulan, tetapi tidak bisa gemuk… Bolehkah saya berikan air tajin supaya
gemuk?”
Begitulah tipikal pertanyaan yang sering dijumpai di berbagai grup media sosial. Padahal,
pemberian makanan bayi selain ASI atau susu formula sebelum si kecil berusia 6 bulan adalah
BERBAHAYA.
Apa saja alasannya? Kali ini theAsianParent membahasnya untuk kita semua.
Untuk mencegah masuknya bahan-bahan alergen ke dalam aliran darah, usus yang sudah ‘cukup
dewasa’ mengeluarkan lgA, yaitu protein immunoglobulin yang berfungsi seperti lapisan
pelindung pada dinding usus.
Bayi di bawah 6 bulan lgA-nya belum cukup banyak, sehingga walaupun lgA juga terdapat pada
ASI, bahan alergen lebih mudah masuk ke dalam aliran darah.
Itulah sebabnya kita tidak disarankan memberi makanan bayi sebelum usianya mencapai 6 bulan.
Alergi adalah salah satu bahayanya bila kita memberi mereka MPASI terlalu dini.
Jika bayi Anda mulai bernafsu untuk mengambil makanan di piring Anda, setidaknya itu adalah
tanda bahwa ia sudah siap untuk makan makanan padat.
Bila kita memberik sesendok makanan bayi sebelum ia berusia 4 bulan, makanan tersebut
akhirnya hanya tersebar saja di dalam mulut. Sebagian berada di antara pipi dan gusi, sebagian di
bawah langit-langit mulut, sebagian berada di antara bibir dan akhirnya cenderung keluar lagi.
Sedangkan pada usia 4-6 bulan, bayi sudah memiliki kemampuan mendorong makanan dari
bagian depan ke belakang mulut.
Sebaiknya makanan bayi diberikan dengan sendok dan posisi bayi dalam keadaan duduk. Pada
umumnya bayi baru bisa duduk setelah berusia 6 bulan, sehingga janganlah tergesa-gesa
memperkenalkan MPASI bila ia belum siap.
Antara usia 4 hingga 6 bulan, bayi sering ‘ngeces’ karena akan tumbuh gigi. Enzim pada air
liur tersebut bermanfaat untuk mencerna makanan padatnya di kemudian hari.
Bunda, jadi janganlah memberikan makanan bayi apapun selain ASI atau susu formula sebelum ia
siap ya?
Entahlah kabar itu benar apa tidak, yang jelas memberikan pisang pada bayi baru lahir sangatlah
berbahaya. Seperti dikutip oleh Republika Online, Konsultan Nutrisi Departemen Ilmu Penyakit
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Dr dr Damayanti R Sjarif SpA(K)
mengatakan, pisang boleh diberikan saat bayi berusia lebih dari enam bulan.
“Namun itu hanya menjadi cemilan untuk bayi,” ujarnya. Jika pisang diberikan pada bayi yang
berumur kurang dari enam bulan, menurutnya bisa berbahaya. Ia menceritakan bahwa ia sering
menemui kasus balita yang salah diberi makan oleh ibunya, yaitu diberi makan pisang.
Dijelaskannya, dalam usia kurang dari enam bulan, bayi tak bisa mencerna pisang secara
sempurna. “Akibatnya, (makanan itu) menggumpal dan harus dioperasi,” ujarnya.
Pemberian makan pisang pada bayi ini, menurutnya adalah kebiasaan yang sudah dilakukan oleh
generasi sebelumnya. Ini terbukti dari hasil penelitian dimana 32% merupakan angka ibu yang
memberikan makanan tambahan kepada bayi berumur 2–-3 bulan, seperti bubur nasi, pisang,
dan 69% terhadap bayi berumur 4–-5 bulan. Ini merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional tahun 2002.
Bahkan dalam sebuah penelitian di pedesaan Provinsi Jawa Tengah ditemukan praktik pemberian
makan pada bayi sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan pada usia tersebut didapatkan 66,7%
jenis makanan yang diberikan adalah pisang (Litbangkes, 2003). Adat /kebiasaan memberikan
makanan padat sebelum waktunya ini tidak hanya terjadi di Pulau Jawa, namun juga di berbagai
daerah di seluruh Nusantara. Sebuah penelitian di Sumatera beberapa tahun lalu menemukan lebih
dari 25% bayi mengalami susah buang air besar dan lebih dari 15% mengalami diare akibat
pemberian makanan tambahan di bawah usia kurang enam bulan
Senada dengan Damayanti, dr Eva J Soelaeman, SpA dari RSAB Harapan Kita mengatakan, selain
mengancam nyawa dan menyebabkan anak harus dioperasi, ini risiko memberikan MPASI terlalu
dini, termasuk memberikan pisang pada anak:
Pada usia di bawah 6 bulan, daya imunitas bayi belum sempurna. Dengan memberikan makanan
sebelum usia 6 bulan, berarti membuka kesempatan bagi kuman-kuman untuk masuk ke dalam
tubuh si kecil. Apalagi bila makanan yang diberikan tidak terjamin kebersihannya. Begitu pun
dengan alat-alat makan yang digunakan, bila tidak disterilisasi dengan benar akan menimbulkan
gangguan kesehatan pada bayi. Berbagai penelitian menunjukkan, bayi yang mendapatkan
makanan sebelum usianya 6 bulan ternyata banyak mengalami diare, batuk-pilek, sembelit,
demam, ketimbang bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Sebaliknya, ASI yang diberikan hingga usia 6 bulan justru memberikan perlindungan bagi si kecil
terhadap penyakit, mulai penyakit yang disebutkan di atas sampai penyakit infeksi telinga dan
sebagainya. Dengan ASI eksklusif, imunitas atau kekebalan tubuh bayi meningkat, otomatis dapat
melindungi si kecil dari berbagai penyakit. Selain itu, bayi yang diberi ASI eksklusif,
kemungkinannya mengalami penyakit pernapasan akan lebih rendah.
ASI eksklusif menghindari si kecil dari anemia akibat kekurangan zat besi. Ini karena, bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif, dalam tubuhnya menunjukkan kecukupan hemoglobin dan zat besi.
Suatu studi pada 1995 yang dilakukan Dr. Alfredo Pisacane dari Universita Federico II di Napoli,
Italia, menyimpulkan, bayi yang diberikan ASI eksklusif namun tidak diberikan suplemen zat besi
atau sereal yang mengandung zat besi, menunjukkan level hemoglobin yang secara signifikan
lebih tinggi dalam waktu satu tahun, dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI tapi menerima
makanan padat. Peneliti tidak menemukan adanya kasus anemia di tahun pertama pada bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif, sehingga disimpulkan bahwa memberikan ASI eksklusif mengurangi
risiko terjadinya anemia pada bayi.
Sel-sel di sekitar usus pada bayi berusia di bawah 6 bulan belum siap untuk menghadapi unsur-
unsur atau zat makanan yang dikonsumsinya. Alhasil, makanan tersebut dapat menimbulkan
reaksi imun, sehingga dapat terjadi alergi akibat makanan yang dikonsumsinya. Sebaliknya, bayi
yang diberi MPASI setelah 6 bulan, risikonya untuk mengalami alergi akibat makanan lebih
rendah.
Selain itu, bayi usia 4—6 bulan, lapisan ususnya masih “terbuka”, sehingga memudahkan
protein-protein dari MPASI—yang kemungkinan dapat mengakibatkan bayi mengalami alergi—
serta bakteri patogen yang menyebabkan berbagai penyakit masuk ke dalam aliran darah.
Umumnya, produksi antibodi dan terjadinya penutupan usus berlangsung pada usia sekitar 6
bulan. Nah, dengan pemberian ASI eksklusif, zat antibodi yang terdapat di dalam ASI (slgA) dapat
masuk langsung melalui aliran darah bayi, melapisi organ pencernaan bayi, menyediakan
kekebalan pasif, dan mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus
terjadi.
* Berpeluang obesitas.
Proses pemecahan sari-sari makanan dalam tubuh bayi belum sempurna, sehingga bila bayi diberi
MPASI sebelum usia 6 bulan, ia berpeluang mengalami obesitas. Pemberian MPASI sebelum usia
6 bulan sering dihubungkan dengan meningkatnya kandungan lemak dan berat badan. Karena
itulah, menunda pemberian MPASI sampai usia 6 bulan dapat melindunginya dari obesitas di
kemudian hari. Perlu diketahui, beberapa enzim pemecah protein seperti pepsin, lipase, dan
amilase, serta asam lambung, baru akan diproduksi sempurna pada saat bayi berusia 6 bulan.
Bayi di bawah 6 bulan memiliki sistem pencernaan yang belum sempurna. Asupan lain disamping
ASI membuat organ ini terpaksa bekerja ekstrakeras demi mengolah dan memecah makanan yang
masuk. Nah, karena dipaksa bekerja keras, makanan pun tak dapat dicerna dengan baik. Ujung-
ujungnya, timbul reaksi/gangguan pencernaan seperti konstipasi atau timbulnya gas. Sementara,
sistem pencernaan relatif sempurna dan siap menerima MPASI pada usia 6 bulan ke atas. Karena
itulah, menunda memberikan MPASI hingga usia bayi 6 bulan justru memberi kesempatan kepada
sistem pencernaan agar dapat berkembang matang terlebih dahulu. Secara psikologis pun,
umumnya bayi siap mendapatkan MPASI pada usia sekitar 6 bulanan.
Padahal, bayi di bawah usia enam bulan hanya boleh mengonsumsi air susu ibu (ASI) atau susu
formula. Barulah setelah enam bulan ke atas, bayi mulai bisa diberi makanan pendamping ASI
alias MPASI.
Namun saat memberi MPASI pun, seperti dikutip dari Hello Sehat, ibu harus memperhatikan
teksturnya.
Selalu haluskan terlebih dahulu apapun makanannya, karena bayi belum memiliki kemampuan
untuk menelan makanan padat. Jangan sampai kejadian fatal terulang seperti kisah ibu yang
memberikan nasi utuh pada bayi yang masih berusia empat bulan ini.
Kisah memilukan ini dibagikan oleh akun chirpstory @kyeomdongie dikutip dari Himedik.
"Bayi umur 4 bulan dateng ke UGD dalam kondisi perut distended, sesak, akral dingin, nadi tidak
teraba, tangis lemah. Setelah diintrogasi ibunya ternyata si bayi di kasi makan nasi utuh sudah
sekitar semingguan!
Allahuakbar! ibu macam apa ini? 4 bulan dikasi makan nasi!!!! Panjang cerita, akhirnya setelah
konsul spesialis anak dianjurkan untuk foto abdomen polos. Di foto, hasilnya?
Lambungnya hampir pecah! Kondisi lambung lebih besar dari jantung! Dan fesesnya ngumpul
semua di bagian usus, nggak bisa keluar. Si ayah udah nangis-nangis, si ibu diem kaya orang
nggak bersalah cuma ngomong, "dek ini ibu".
Makin lama kondisi menurun, SpO2-nya hanya 75, nadi 44, akral dingin, nafas putus-putus,
sesekali apneu. Dipasanglah selang OGT, tujuannya biar si cairan atau makanan ini keluar lewat
selangnya.
Ternyata Allah lebih sayang dedeknya. Dua jam kemudian dedeknya meninggal dunia.
Keluarganya histeris kecuali si ibu.
Ya Allah .., Cuma karena kelalaian ibunya, si bayi harus menghadap Illahi secepat ini. Bayi
harusnya nggak boleh dikasih makanan apapun sebelum usia 6 bulan.
Dokter anaknya marah, jelas. Anak seusia itu yang harusnya cuma minum susu ini dikasih makan
nasi utuh, dia belum bisa ngunyah. Lambungnya belum siap untuk mencerna sesuatu yang berat ...
Allahuakbar ya Allah...
Rasanya pengen nangis, nyesek sendiri keinget anak dalem perut. Ayahnya udah keliatan putus asa
sejak awal. Nangis, mohon mohon supaya anak ini seenggaknya bisa BAB ...
Tapi Allah berkehendak lain, Allah nggak mau si dedek sakit. Innalillahi wa innailaihi rojiun ...
Bapaknya? Si bapak ini nelayan yang jarang di rumah karena seringnya melaut. Jadi, bapak ini
nggak tahu kalau si bayi disuapin, karena si ibu nggak pernah bilang.
Waduh Bun, jangan sampai bunda nekat memberi si kecil MPASI terlalu awal ya. Apalagi nasi,
jangan Bun!
Kalaupun bunda pengin beri MPASI awal, sebaiknya konsultasikan dulu ke dokter. Apakah sudah
boleh dan menu apa yang sebaiknya diberikan pada si kecil. (Himedik/Dwi Citra Permatasari
Sunoto)