JURNAL KESEHATAN
(Integrated Health Journal)
TERPADU
Hubungan Beban Keluarga dalam Merawat Lansia dengan Demensia di Kecamatan
Leihitu Kabupaten Maluku Tengah
Cut Mutia Tatisina
Hubungan Faktor Individu dengan Komitmen Perawat pada Organisasi di Rumah Sakit
Hati Kudus Langgur Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2013
Agnes Batmomolin,, Lucky Herry Noya
Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Kejadian Diare pada Bayi
0 - 6 Bulan di Negeri Pelauw Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah
Tahun 2013
Rigoan Malawat, Saidah Rauf, Feby Metekohy
Hubungan Pola Makan dan Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Anak Balita di Pulau
Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah
Octovina Soumokil
Makna Spritualitas pada Klien HIV/AIDS di RSUD dr. M. Haulussy Ambon Suatu Studi
Fenomenologi
Wahyuni Aziza, Tjie Anita Payapo
DiterbitkanOleh :
Tim PengembanganJurnalIlmiah
PengembanganJurnal
PoliteknikKesehatan Maluku
Terbit dua kali dalam setahun pada bulan Mei dan November (Bahasa Indonesia). Berisi tulisan yang
diangkat dari hasil penelitian dan kajian analitis – kritis di bidang kesehatan.
Redaktur
Cut Mutia Tatisina
Sekretariat
Betty A. Sahertian
Michran Marsaoly
Nasir Simuna
Aisa Nakul
Alamat Penyunting dan Tata Usaha : Jurnal Kesehatan Terpadu, Sekretariat : Redaksi
Jurnal Kesehatan Terpadu, Jln. Laksdya Leo Wattimena, Negeri Lama, Ambon, Telp: 0911-
362947, 0911-362948, Fax 0911-362949, Email : poltekkes_ambon06@yahoo.com,
jkt_poltekkes_maluku@yahoo.co.id
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan di media cetak lain. Naskah
diketik dengan spasi 1 pada kertas kwarto, panjang halaman 12-15 halaman sebanyak 3 (tiga)
rangkap beserta CD (lebih lanjut baca Petunjuk bagi penulis pada sampul dalam belakang). Naskah
yang masuk dievaluasi oleh Penyunting Ahli. Penyunting dapat melakukan perubahan pada tulisan
yang dimuat untuk keseragaman format, tanpa mengubah maksud dan isinya.
JKT
JURNAL KESEHATAN TERPADU
ISSN 1978-7766
Jilid 6, Nomor 1, Mei 2015, hlm 1 - 106
Daftar Isi
Hal
1. Hubungan Beban Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan Demensia Di 1–8
Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah
Cut Mutia Tatisina
6. Hubungan Pola Makan Dan Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Anak Balita 55 – 68
Di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah
Octovina Soumokil
10. Pengaruh Senam Kesegaran Jasmani Terhadap Faktor Resiko Diabetes Mellitus 93 – 106
Tipe 2 pada PNS di MIN Masohi dan SDN 8 Masohi
Saida Rauf, Nur Baharia Marasabessy, Rigoan Malawat
JURNAL KESEHATAN TERPADU
JILID 6, NOMOR 1, 2015, 1 – 8
Cut Mutia Tatisina 1
Abstrak
Prevalensi demensia diperkirakan sekitar 3,9% pada usia 60 tahun dengan prevalensi bervariasi
dari 1,6% menjadi 6,4% di seluruh dunia (Andrieu, 2011). Ponce (2012) mengungkapkan dari
98% kasus demensia yang diperiksa 92% keluarga yang memberikan perawatan dan
mendampingi lansia secara terus-menerus sepanjang lansia hidup, sehingga menimbulkan
yang dirasakan sebagai beban yang sering disebut caregiver burden (Miller, 2004). Tujuan
penelitian mengetahui hubungan antara beban keluarga dalam merawat lansia dengan demensia
di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku tengah. Desain penelitan ini menggunakan cross
sectional. Populasi dalam penelitian adalah keluarga yang memiliki lansia demensia dengan
jumlah 247 keluarga. Alat ukur yang digunakan MMSE (Mini Mental State Examination) dan
ZBI (Zarit Burden Interview). Data dianalisis menggunakan Chi Square dan hasil menunjukan
ada hubungan antara beban keluarga (psikologi, sosial, fisik dan finansial) dengan p value =
0,000. Data juga dianalisis dengan menggunakan regresi logistik ganda, yang paling
berhubungan adalah beban psikologi (OR = 8,711).
Kata kunci: demensia, caregiver, beban psikologi, beban sosial, beban fisik, beban finansial
Maluku Tengah rata-rata berusia 39,98 sedangkan beban berat (50,2%), selisih
dengan 39,98 (95% CI: 38,87-41,09) antara beban psikologi ringan dan berat
dengan standar deviasi 8,86 tahun.Usia (0,4%).Beban sosial proporsi terbanyak
termuda 25 tahun dan usia tertua 59 pada tingkat berat (57,9%), beban fisik
tahun.jenis kelamin terbanyak adalah proporsi terbanyak pada tingkat ringan
perempuan (74,5%), berpendidikan SMA (62,3%), beban finansial proporsi terbanyak
(49 %), pendapatan lebih dari Rp 1,2 pada tingkat berat (51%).
Jutaresponden berjumlah 161 orang
(50,6%), seluruhnya beragama Islam dan Analisis Bivariat
proporsi terbanyak bekerja sebagai petani Hasil uji analisa statistik menunjukan
(43,7%). Proporsi terbanyak keluarga yang p value< 0,05 adanya hubungan yang
merawat lansia dengan demensia signifikan antara beban keluarga yang
mengalami beban berat(62,3%). Sedangkan merawat lansia dengan demensia, baik
berdasarkan jenis beban adalah sebagai beban psikologi, beban sosial, beban fisik
berikut; keluarga yang mengalami beban dan beban finansial. Hal ini dapat dilihat
psikologi ketika merawat lansia demensia pada tabel-tabel sebagai berikut
baik ringan maupun berat hampir sama
yakni beban psikologi ringan (49,8%)
Tabel 1
Analisis Hubungan Beban Psikologi Keluarga dalam Merawat LansiadenganDemensia
di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah (n=247)
Tingkat Beban Demensia
Total OR P
Psikologi Ringan Berat
(95%CI) value
Keluarga n % N % n %
Ringan 104 84,6 19 15,4 123 100 26,847 0,000
Berat 21 16,9 103 83,1 124 100 13,632-2,874
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel 2
Analisis Hubungan Beban Sosial Keluarga dalam Merawat Lansia dengan Demensia
di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah (n=247)
Demensia
Tingkat Beban Total OR P
Ringan Berat
Sosial Keluarga (95%CI) value
n % n % n %
Ringan 87 83,7 17 16,3 104 100 14,141 0,000
Berat 38 26,6 105 73,4 143 100 7,467-26,780
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel 3
Analisis Hubungan Beban Fisik Keluarga dalam Merawat Lansia dengan Demensia
di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah (n=247)
Demensia
Tingkat Beban Total OR P
Ringan Berat
Fisik Keluarga (95%CI) value
n % n % n %
Ringan 115 74,7 39 25,3 154 100 24,474 0,000
Berat 10 10,8 83 89,2 93 100 11,562-51,806
Sumber : Data Primer Tahun 2013
4 Hubungan Beban Keluarga dalam Merawat Lansia
dengan Demensia
Tabel 4
Analisis Hubungan Beban Finansial Keluarga dalam Merawat Lansiadengan Demensia
di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah (n=247)
Tingkat Beban Demensia
Total OR
Finansial Ringan Berat P value
(95%CI)
Keluarga N % N % N %
Ringan 88 72,7 33 27,3 121 100 6,414 0,000
Berat 37 29,4 89 70,6 126 100 3,686-1,164
Sumber Data : Data Primer Tahun 2013
Tabel 5
Analisis Hubungan Beban Keluarga yang Paling Berpengaruhdengan Demensia
di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah(n=247)
95%CI
B SE Wald df Sig Exp (B)
Lower Upper
Beban psikologi 2,165 0,394 30,123 1 0,000 8,711 4,021 18,871
Beban sosial 1,312 0,400 10,737 1 0,001 3,714 1,604 8,141
Beban fisik 1,743 0,477 13,372 1 0,000 5,716 2,245 14,551
Constant -7,641 0,856 79,668 1 0,000 0,000
Sumber Data : Data Primer Tahun 2013
1980; Oyebode, 2003; Burce et al, 2005; (Widyastuti, Sahar dan Permatasari ,2009).
Schubert et al, 2008; Cooper et al, 2008 Hal ini sejalan dengan pendapat Moreno
dalam McLennona, 2010). Pendapat ini (2010) yang menyatakan bahwa ada
didukung oleh Esqueda (2010) merawat beberapa alasan ketika sesorang mengambil
lansia dengan demensia merupakan suatu keputusan untuk melakukan perawatan pada
pekerjaan yang sangat menantang karena lansia yakni karena diajarkan oleh orang tua
harus menyesuikan diri dengan perubahan terdahulu, sebagai suatu kewajiban,
kondisi yang selalu dialami oleh lansia membalas budi, memperkuat ikatan dan
setiap saat, mulai dari perubahan yang keinginan memberikan contoh pada anak-
paling ringan sampai dengan berat, anaknya. Terlepas dari berbagai alasan yang
sehingga lansia dalam menjalani disampaikan oleh pemberi perawatan dalam
kehidupannya sangat tergantung pada menjalankan tugas dan perannya tergantung
keluarga. Keluarga mungkin perlu membuat kemampuannya untuk menjalankan tugas
perubahan yang dratis dalam kehidupan tersebut. Ketika keluarga tidak mampu
mereka sendiri termasuk perubahan peran menyesuikan diri dengan perannya maka
untuk memberikan perawatan kepada akan menimbulkan ketegangan peran yang
anggota keluarganya. diidentifikasi sebagai tuntutan dalam
Friedman, Bowden and Jones (2010) memberikan perawatan yang membebani
perubahan peran dalam keluarga pemberi perawatan. Indikasi ketegangan
menyebabkan ketegangan peran /konflik peran mencangkup, keletihan yang tidak
antarperan. Keluarga dalam memberikan pulih dengan istirahat, penggunaan alkohol
perawatan pada lansia akan menimbulkan atau obat lain, isolasi sosial, tidak
berbagai reaksi yang disebabkan kerena memperhatikan kebutuhan pribadi,
beberapa faktor yakni, jenis kelamin, usia, ketidakmapuan atau ketidakmauan
tipe hubungan peran dengan lansia, status menerima bantuan dari orang lain, merasa
sosial ekonomi, faktor psikologis tidak dihargai, marah, depresi, khawatir,
sebelumnya, kualitas hubungan, tahapan cemas,dan merasa bersalah karena tidak
hidup keluarga serta dukungan sosial. dapat melakukan pekerjaan secara
Keluarga merupakan support system bagi kompeten dalam peran baru. Ketegangan
lansia dalam mempertahankan peran ini merupakan beban keluarga yang
kesehatannya. Peran keluarga dalam dapat mempengaruhi kesehatan baik fisik
merawat lansia antara lain, menjaga dan maupun mental (Videbeck, 2008). Oliveros
merawat kondisi fisik anggota keluarga (2007) menyatakan beban pengasuh
yang berusia lanjut agar tetap dalam dianggap sebagai respon multidemensi
keadaan optimal, mempertahankan dan terhadap fisik, psikologis, emosional, sosial
meningkatkan status mental lansia, dan biaya yang dihubungkan dengan
mengantisipasi adanya perubahan sosial pengalaman pengasuh dalam memberikan
dan ekonomi pada lansia, memotivasi dan perawatan pada lansia demensia. Hal ini
memfasilitasi lansia untuk memenuhi didukung oleh Yilmaz, Turan & Gundogar
kebutuhan spiritual. Namun dalam (2009) yang menjelaskan bahwa caregiver
menjalankan peran ini tidak semuanya baik. ataupun keluarga yang memberikan
Keluarga yang melakukan perawatan perawatan pada lansia dengan demensia
pada lansia yang dianggap sebagai bagaikan pasien yang tersembunyi maka
tanggungjawab, kewajiban, dan membalas perawatan tidak hanya diberikan kepada
budi pada orang tua akan menjalankan lansia yang mengalami demensia tetapi
perannya dengan baik sebaliknya yang sudah bergeser pada keluarga atau
melaksanakan perannya kurang baik caregiver yang melakukan perawatan pada
menganggap lansia sebagai beban keluarga lansia itu sendiri sehingga keluarga yang
6 Hubungan Beban Keluarga dalam Merawat Lansia
dengan Demensia
memberikan perawatan pada lansia dengan melalui posyandu tidak berjalan secara
demensia sering disebut sebagai pasien maksimal. Hal ini disebabkan karena
kedua yang tidak terlihat (Bordaty Henry, kurangnya sosialisasi dari petugas
2009). kesehatan tentang manfaat posyandu bagi
Pendapat ini didukung oleh hasil lansia berdampak pada ketidakmampuan
pengamatan dan wawancara dengan lansia maupun masyarakat menggunakan
beberapa keluarga yang mejelaskan selama fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
melakukan perawatan pada lansia dengan Hasil pengamatan peneliti bahwa
demensia mereka sering mengalami pelaksanaan posyandu lansia masih
masalah baik secara fisik maupun mental. digabung dengan posyandu balita, karena
Keluhan yang disampaikan oleh keluarga kurangnya sosialisasi tentang posyandu
terkait dengan masalah fisik bervariasi lansia maka kesan masyarakat maupun
antara satu dengan yang lainnya. Ada yang lansia sendiri bahwa pelaksanaan posyandu
menyatakan merasa kelelahan, sakit pada hanya untuk balita. Kegiatan posyandu
punggung, nyeri pada tangan dan kaki, lansia lebih berfokus pada masalah fisik
mengalami kesulitan tidur karena sering (mengukur tekanan darah, berat badan,
terjaga pada malam hari, sakit kepala, tinggi badan dan mengatasi keluahan fisik
ketegangan otot serta pusing. Keluarga lansia) sedangkan masalah mental
juga melaporkan sering marah, tidak emosional dianggap sebagai masalah yang
sabaran, stress, sedih, cemas dan merasa kurang mendapat perhatian karena
bersalah karena terkadang memperlakukan merupakan masalah pribadi dan dapat
lansia demensia secara kasar. namun ada diselesaikan sendiri.Kondisi ini mungkin
juga yang mengatakan tidak mampu dipengaruhi oleh,kurangnya pemahaman
mengungkapkan kondisinya kepada petugas kesehatan khususnya pemegang
anggota keluarga yang lain karena akan program pelayanan kesehatan lansia tentang
menjadi masalah dalam keluarga, permasalahan yang dialami oleh lansia dan
melanggar budaya dan etika dalam bagaimana mengatasinya. Hal ini
keluarga, serta merasa berdosa terhadap disebabkan karena penanggungjawab
orang tuamasalah yang dirasakan oleh program adalah bidan desa yang memiliki
keluarga tergantung dari tingkat keparahan kompetensi melaksanakan asuhan
ketergantungan serta lamanya perawatan kebidanan.
yang diberikan pada lansia. Pendapat ini di Berdasarkan uraian diatas dapat
perkuat oleh hasil penelitian Hirakawa, et al disimpulkan bahwa beban keluarga
(2007) dan Pinquart dan Sorensen merupakan dampak yang terkait dengan
(2007)yang menyatakan bahwa tugas perawatan yang harus dijalankan oleh
bertambahnya beban keluarga dipengaruhi keluarga untuk merawat lansia dengan
oleh tingkat demensia yang dialami oleh demensia baik secara fisik, psikologi, sosial
lansia serta lamanya perawatan yang dan finansial serta dan dipengaruhi oleh
diberikan oleh keluarga. sistem pelayanan kesehatan yang ada di
Peningkatan beban keluarga juga masyarakat.
disebabkan karena minimnya sistem
pelayanan kesehatan bagi lansia dan Beban Keluarga yang Paling
kurangnya pemahaman keluarga tentang Berhubungan dalam Merawat Lansia
masalah yang dialami oleh lansia. Upaya dengan Demensia
pemerintah untuk mencegah masalah yang Beban psikologi merupakan masalah
dialami lansia melalui program pelayanan paling tinggi dan sering dialami oleh
puskesmas sebagai bentuk pelayanan yang keluarga atau caregiver yang merawat
paling dasar dengan melibatkan masyarakat lansia dengan demensia. Beban psikologi
Cut Mutia Tatisina 7
dalam penelitian ini merupakan beban yang yang dirasakan oleh keluarga sangat
paling dominan dirasakan oleh keluarga berpengaruh karena merasa tertekan harus
dalam merawat lansia demensia karena menjalani peran ganda, konflik peran,
keluarga tidak mampu menyesuikan diri merasa tidak dihargai oleh anggota keluarga
dengan tuntutan dan harapan dari lansia, yang lain, merasa bersalah pada diri
anggota keluarga yang lain dan budaya sendiri, berdosa, dan ada tuntutan dari
yang ada di masyarakat. Berdasarkan hasil keluarga maupun masyarakat agar
penelitian dapat diartikan bahwa semakin memberikan perawatan yang baik terhadap
tinggi tingkat demensia maka beban lansia, takut dan malu jika tidak dapat
psikologi akan semakin bertambah. memberikan perawatan sebaik mungkin
Perubahan peran membuat pemberi pada orang tua ataupun mertuanya karena
perwatan harus membuat perubahan dalam akan menjadi bahan berbincangan dalam
kehidupannya untuk dapat menjalani peran keluarga atau masyarakat jika
ganda sebagi pengasuh orang tua dan memperlakukan lansia tidak baik walaupun
menjalankan kehidupan atau aktivitas dan pemberi perawatan mengetahui bahwa
tanggungjawabnya terhadap keluarga masalah yang timbul karena kesalahan
sendiri. Keluarga harus mampu lansia. Selain itu tatanan masyarakat
menyediakan lingkungan yang dapat beranggapan orang tua atau lansia adalah
meningkatkan kesehatan, kepuasan dan yang paling benar dan diharuskan anak atau
hubungan yang bermakna diantara keluarga menantu mengalah pada orang tua
sehingga mampu menyesuaikan diri dengan walaupun merasa kalau yang disampaikan
kondisi yang ada. Ketika pemberi atau tindakannyabenar.
perawatan tidak mampu untuk
menyesuaikan diri maka akan terjadi KESIMPULAN
konflik peran yang dirasakan sebagai Tingkat beban keluarga yang merawat
beban. Beban psikologi yang paling lansia dengan demensia 62,3%, mengalami
dirasakan oleh keluarga adalahdepresi, beban berat.Terdapat hubungan yang
kecemasan, marah,frustasi, maludan merasa signifikan antara beban keluarga dengan
karena tidak mampumenjalankan perannya perawatan lansia dengan demensia. Masing-
dengan baik. (Videbeck, 2008; Chin Chan, masing beban baik beban psikologi, beban
2010; Branscum A, 2010)Dampak dari sosial, dan beban fisik dengan perawatan
beban psikologi keluargaberpengaruh lansia dengan demensia p value = 0,000
terhadap kesehatan pemberi perawatan baik Penelitian ini diharapkan dapat
secara fisik maupun mental. menjadi sumber untuk menentukan
Lavretsky (2005) beban psikologi program pelayanan keperawatan jiwa yang
(depresi) jika tidak diobati akan tepat dan sesuai dengan kebutuhan keluarga
meningkatkan morbiditas dan mortalitas dalam merawat lansia dengan demensia.
pada pengasuh yang lebih tua termasuk Penelitian ini dapat dijadikan sebagai
resiko bunuh diri, sedangkan untuk referensi tambahan dan bahan perbandingan
pengasuh orang dewasa depresi yang berat bagi peneliti selanjutnya yang meneliti
beresiko untuk kambuh kembali serta tentang masalah yang sama.
menurunkan kualitas hidup.Beban psikologi
keluarga juga akan berdampak pada DAFTAR PUSTAKA
penerima perawatan (lansia dengan Andrieu et al, (2011) IAGG
demensia) dimana lansia dapat menerima Workshop:Health Promotion
perlakuan yang salah dari keluarga seperti Program on Prevention of Late
penganiayaan dan penempat lansia pada Onset Dementia.The Journal of
tempat yang yang salah. Beban psikologi Nutrition, Health & Aging Vol. 15
8 Hubungan Beban Keluarga dalam Merawat Lansia
dengan Demensia
Abstrak
Salah satu masalah gizi yang hingga saat ini belum dapat teratasi adalah anemia. Jenis
penelitian adalah analisis kuantitatif dengan studi eksperimental. Kelompok perlakuan adalah
ibu hamil di Dusun Taeno, sedangkan kelompok kontrol adalah ibu hamil di Dusun Karanjang.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 ibu hamil Dusun Keranjang sebagai kelompok
kontrol dan 31 ibu hamil Dusun Taeno sebagai kelompok perlakuan. Pengolahan dan analisa
data dengan komputer menggunakan Uji T Test.
Hasil penelitian Ibu hamil yang memperoleh pendampingan kader tingkat kepatuhan minum
tablet Fe lebih baik dibandingkan ibu yang tidak memperoleh pendampingan kader,
pengetahuan ibu hamil tentang anemia pada kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan
kelompok kontrol, pencapaian cakupan suplementasi tablet Fe kelompok perlakuan lebih baik
dibandingkan kelompok kontrol, hasil uji T Test didapatkan nilai p = 0,006 disimpulkan bahwa
ada pengaruh bermakna antara pendampingan kader dengan tingkat kepatuhan ibu hamil
minum tablet Fe di Dusun Taeno Kecamatan Baguala Kota Ambon.
absorpsi, pertumbuhan fisik kehamilan dan Penelitian yang sama dilakukan oleh
menyusui, perdarahan kronis, parasit, Andi Zulkifli, 2006 di Kecamatan Kahu dan
infeksi, pelayanan kesehatan rendah Patimpeng Kabupaten Bone menunjukkan
(Atmawikarta, Arum, 2004). bahwa jika dibandingkan ibu yang
Program-program pemberian tablet mendapat pelayanan tablet besi pada daerah
Fe telah dibuktikan hasilnya di beberapa intervensi dengan daerah kontrol. Maka
Negara. Pemberian tablet Fe dapat jelas terlihat perbedaan pada daerah
menurunkan prevalensi anemia pada ibu intervensi yaitu 45.6% untuk daerah kontrol
hamil sebesar 20% sampai 25% dan telah besar perbedaan adalah 39.3%. Hal ini
melakukan suatu program pemberian tablet dapat dilihat terjadi dua perlakuan pada
zat besi pada ibu hamil di Puskesmas dan intervensi terjadi peningkatan cakupan fe
posyandu dengan mendistribusikan tablet pada ibu hamil yang mendapatkan
tambah darah. Tablet tambah darah pendampingan kader sehingga ketaatan dan
disediakan oleh pemerintah dan diberikan patuh ibu hamil melaksanakan anjuran
kepada ibu hamil secara gratis melalui untuk mengkonsumsi tablet zat besi. Pada
sarana pelayanan kesehatan (Thaha AR, dareah kontrol terjadi penurunan cakupan fe
2004). pada ibu hamil akibat pendampingan kader
Manfaat pemberian tablet besi secara yang kurang aktif sehingga ada pengaruh
gratis untuk pencegahan anemia defisiensi pendampingan kader masyarakat terhadap
besi pada kehamilan sering dihambat oleh kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet
kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi zat besi. Hasil penelitian yang dilakukan
tablet besi. Penelitian yang dilakukan oleh oleh Mundari (2009) menyimpulkan bahwa
Wahyu Hertanto (2012) tentang hubungan pendampingan kader dalam konsumsi tablet
pengetahuan, sikap, dan motivasi dengan besi dan vitamin C setiap hari dapat
kepatuhan konsumsi tablet besi folat pada meningkatkan kadar haemoglobin ibu hamil
ibu hamil, diperoleh hasil bahwa ada lebih tinggi daripada yang tidak didampingi
hubungan pengetahuan, sikap, dan motivasi kader.
dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet Oleh karena itu perlu adanya
besi folat. Semakin tinggi motivasi semakin pendampingan kader posyandu untuk
patuh ibu hamil mengkonsumsi tablet besi memotivasi ibu hamil agar mengkonsumsi
folat. tablet zat besi secara berkesinambungan.
Herlina, Nina, dan Fauzia Djamilus, Sehingga dapat menurunkan prevalensi
2008, mengemukakan bahwa faktor utama terjadinya anemia. Dimana kader
yang mempengaruhi turunnya prevalensi merupakan seorang tenaga sukarela yang
anemia karena rendahnya cakupan direkrut dari oleh dan untuk masyarakat,
distribusi tablet besi dan kurangnya yang bertugas membantu kelancaran
kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet pelayanan kesehatan. Keberadaan kader
zat besi tersebut. Cakupan Fe (Fe1) secara sering dikaitkan dengan pelayanan rutin di
nasional pada tahun 2007 baru mencapai posyandu. Kader bisa dibentuk sesuai
75.49%, sedangkan yang mendapat tablet dengan keperluan menggerakkan partisipasi
besi sampai bulan ketiga (Fe3) baru masyarakat atau sasarannya dalam program
mencapai 64.85%.Angka cakupan ini pelayanan kesehatan (Haryono Andry,
cenderung meningkat jika dibandingkan 2002)
dengan tahun 1994,yaitu 52.50% untuk Fe1 Data Dinkes Maluku (2010) tentang
dan 40.2% untuk Fe3. Disamping itu cakupan pemberian tablet tablet besi pada
sebanyak 75% ibu hamil sudah ibu hamil tahun 2008 (Fe1) sebesar
mendapatkan tablet Fe3 30 tablet sebulan. 25.48%, cakupan distribusi tablet besi (Fe3)
sebesar 20.13%.Tahun 2009 cakupan
Michran Marsaoly, Mahmud 11
distribusi tablet Fe pada ibu hamil (Fe1) ibu hamil minum tablet Fe) dan variabel
sebesar 68.07%,cakupan distribusi tablet bebas (pendampingan kader, pengetahuan
besi (Fe3) adalah sebesar 58.29% dan tahun anemia ibu hamil dan sikap ibu hamil
2010 (Triwulan I) cakupan distribusi tablet minum tablet Fe ).Analisis
besi pada ibu hamil (Fe1) sebesar 24.50% Bivariatdigunakan teknik statistik terutama
dan cakupan distribusi tablet zat besi (Fe3) untuk menguji hipotesis yaitu dengan
sebesar 20.10% menggunakan uji T Test.
Berdasarkan hasil penelitian Janti
(2010) di Puskesmas Negeri Lima HASIL PENELITIAN
Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Karakteristik Ibu Hamil
Tengah, faktor penyebab rendahnya Karakteristik ibu hamil di Dusun
cakupan Fe 3 antara lain disebabkan karena Taeno dan Dusun Keranjang Kecamatan
sikap dan tindakan petugas yang kurang Baguala Kota Ambon, sebagaimana dapat
mendukung pelaksanaan program dilihat pada tabel 1.
pemberian tablet Fe, tidak tersedianya biaya
program pemberian tablet pada ibu hamil, Tabel 1
tidak semua ibu hamil diperiksa kadar Karakteristik Ibu Hamil di Dusun Taeno
Hbnya 2x selama kehamilan secara rutin dan Dusun Keranjang Kec. Baguala
atau terjadwal, distribusi yang tidak sampai Kota Ambon
pada tingkat Posyandu, monitoring yang Ibu Hamil
hanya sekedar menanyakan apakah tablet Karakteristik Ibu Kelompok Kelompok
Fe yang diberikan sudah habis dan tidak Hamil Kontrol Perlakuan
dilakukannya dokumentasi terhadap n % n %
kegiatan monitoringnya. Umur (Tahun)
Data Puskesmas Rumah Tiga/Poka ≤22 7 19,4 5 16,1
(2011) Dusun Taeno memiliki 5 posyandu, 23 – 30 13 36,1 14 45,2
≥31 16 44,5 12 38,7
tiap posyandu terdapat 5 kader. Prevalensi
anemia gizi ibu hamil tahun 2009 sebanyak Umur Kehamilan
(Trimester)
35%, tahun 2010 sebanyak 25%, sedangkan
I 13 36,1 12 38,7
tahun 2011 sebanyak 30% (Profil II 23 63,9 19 61,3
Puskesmas Rumah Tiga / Poka, 2011).
Pendidikan
SD 4 11,1 7 22,6
METODE PENELITIAN SMP 11 30,5 13 42,0
Jenis penelitian yang digunakan SMA 15 41,7 9 29,0
adalah analisis kuantitatif dengan studi D-III/PT 6 16,7 2 6,4
eksperimental dengan menggunakan Pekerjaan
kelompok kontrol eksternal. Kelompok IRT 19 52,8 17 54,9
perlakuan adalah ibu hamil di Dusun Tani 8 22,2 7 22,6
Taeno, sedangkan kelompok kontrol adalah Wiraswasta 6 16,7 5 16,1
ibu hamil di Dusun Karanjang. Penelitian PNS 3 8,3 2 6,4
ini dilakukan pada selama 3 (tiga) bulan. Total 36 100 31 100
Sampel dalam penelitian ini adalah Sumber : Data Primer, 2012
diambil total populasi, sebanyak 36 ibu
hamil Dusun Keranjang sebagai kelompok Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui
kontrol dan 31 ibu hamil Dusun Taeno bahwa karakteristik umur ibu hamil baik
sebagai kelompok perlakuan. kelompok perlakuan maupun kontrol
Analisis Univariatdilakukan untuk sebagian besar umur 23 – 30 tahun, umur
mendeskripsikanvariabel terikat (kepatuhan kehamilan kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol sebagian besar memiliki
Pengaruh Pendampingan Kader Kesehatan terhadap
12 Kepatuhan Ibu Hamil Minum Tablet Zat Besi
Abstrak
Media pembelajaransebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran adalah suatu
kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Indeks prestasi mahasiswa dari
semeter I dan II menunjukan penurunan. Untuk mahasiswa media dapat membuat mahasiswa
lebih mandiri, untuk itu peneliti menentukan juga variabel tentang kemandirian belajar (self-
direction in learning) yang dapat diartikan sebagai sifat dan sikap serta kemampuan yang
dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan
orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tertentu
sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata..
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mencari hubungan jenis kelamin mahasiswa,
pemanfaatan media pembelajaran dan kemandirian mahasiswa terhadap indeks prestasi
mahasiswa. Dan manfaat penelitian ini diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat
bermanfaat bagi dunia pendidikan secara umum, terkhusus kepada institusi pendidikan
Poltekkes Kemenkes Maluku, agar dapat memperbaiki kualitas proses belajar mengajar yang
akan diterapkan kepada mahasiswa.
Desain penelitian ini adalah penelitian Korelasi. Metode pengumpulan data yang akan dipakai
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner dalam pengumpulan data
pemanfaatan media pembelajaran dan kemandirin mahasiswa serta indeks prestasi komulatif 2
semester dari mahasiswa semester III Jurusan Keperawatan Ambon. Populasi dan sampel
penelitian adalah mahasiswa semester III Jurusan Keperawatan yang berjumlah 120 orang.
Hasil penelitian ini adalah hubungan hubungan jenis kelamin dengan indeks prestasi signifikan
karena didapatkan nilai p = 0,008 (p < 0,05), hubungan pemanfaatan media pembelajaran
dengan indeks prestasi belajar mahasiswa tidak signifikan karena didapatkan nilai p = 0,093 (p
< 0,05), hubungan kemandirian belajar dengan indeks prestas signifikan karena didapatkan
nilai p = 0,010 (p < 0,05).
itulah dosen diharapkan dapat memilih dengan bekal pengetahuan atau kompetensi
media yang sesuai dengan kebutuhan atau yang dimiliki. Dalam penelitian ini
tujuan pembelajaran. Dengan harapan kemandirian belajar siswa yang akan
bahwa penggunaan media pembelajaran diamati adalah: mempelajari materi yang
akan mempercepat dan mempermudah akan dipelajari dengan sendirinya, bertanya
pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam bila merasa kesulitan dan menjawab
menyelenggarakanpendidikanvokasi pertanyaan dosen, berdiskusi dengan
sejumlah bidang pengetahuan khusus. Di kelompok, mengerjakan tugas-tugas baik
dalam proses pembelajaran setiap secara individu maupun kelompok,
mahasiswa atau peserta didik selalu menanggapi dan bertanya saat presentasi.
diarahkan agar menjadi peserta didik yang Dalam kedudukannya sebagai
mandiri, dan untuk menjadi mandiri perguruan tinggi, Politeknik merupakan
seseorang individu harus belajar, sehingga bagian darisistem pendidikan nasionalyang
dapat dicapai suatu kemandirianbelajar. bertujuan menyiapkan mahasiswa menjadi
Didalam perkembangannya anggota masyarakat yang memiliki
kemandirian muncul sebagai hasil proses kemampuan pofesional yang dapat
belajar dan pengalaman itu sendiri dan menerapkan, mengembangkan, dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, di menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan
antaranya lingkungan keluarga, dan teknologiserta mengupayakan
lingkungan sekolah. Menurut Benson penggunaannya untuk meningkatkan taraf
(2008) mendefinisikan kemandirian kehidupan masyarakat dan kesejahteraan
mahasiswa sebagai kemampuan untuk umat manusia serta memperkaya
mengawasi pembelajarannya sendiri. kebudayaan nasional.Politeknik merupakan
Dengan demikian kemandirian siswa pendidikan profesional yang diarahkan pada
mencerminkan kesadaran siswa dalam kesiapan penerapan keahlian tertentu. Guna
memenuhi kebutuhan belajarnya sendiri mencapai maksud itu, Politeknik
untuk memperoleh pengetahuan dan memberikan pengalaman belajar dan latihan
keterampilan tertentu. Durkheim yang memadai untuk membentuk
berpendapat bahwa kemandirian tumbuh kemampuan profesional di bidang ilmu
dan berkembang karena dua faktor, pengetahuan dan teknologi. Politeknik
yaitu:1)Disiplin yaitu adanya aturan Kesehatan (Poltekkes) adalah unit
bertindak dan otoritas, 2)Komitmen pelaksana teknis di lingkungan
terhadap kelompok. Pendapat tersebut Kementerian Kesehatan, dipimpin oleh
menyatakan bahwa kemandirian itu Direktur yang berada di bawah Badan
berkembang melalui proses keragaman Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
manusia dalam kesamaan dan kebersamaan, Kesehatan secara profesional bertanggung
bukan dalamkevakuman. Keadaan mandiri jawab kepada kepala Pusdiknakes.
akan muncul bila seseorang belajar, dan Poltekkes Kemenkes Maluku mempunyai
sebaliknya kemandirian tidak akan muncul tugas melaksanakan pendidikan profesional
dengan sendirinya bila seseorang tidak mau dalam program Diploma III sesuai
belajar. Terlebih lagi kemandirian dalam peraturan dan program pendidikan D III
belajar tidak akan muncul apabila siswa Keperawatan baik jalur umum ataupun
tidak dibekali dengan ilmu yang cukup. program khusus, D III Gizi, D III
Menurut Mujiman (2010) belajar Kebidanan, D III Kesehatan Lingkungan
mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang dan D III Analis Kesehatan. Ada juga prodi
didorong oleh niat atau motif untuk keperawatan yang berlokasi di Kabupaten
menguasai suatu kompetensi guna Maluku Tengah tepatnya Prodi Masohi dan
mengatasi suatu masalah, dan dibangun Prodi Keperawatan di Kota Tual.
Rita Rena Pudyastuti, Adolfina Bumbungan 21
Tabel 6
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Indeks Prestasi Mahasiswa
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 9,710a 2 ,008
Likelihood Ratio 9,698 2 ,008
Linear-by-Linear Association 9,558 1 ,002
McNemar-Bowker Test . . .b
N of Valid Cases 120
Sumber : Data Primer terolah, 2014
Tabel 7
Hubungan Pemanfaatan Media Pembelajaran dengan Indeks Prestasi Mahasiswa
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 47,660a 36 ,093
Likelihood Ratio 43,579 36 ,180
Linear-by-Linear Association ,029 1 ,866
McNemar-Bowker Test . . .b
N of Valid Cases 120
Sumber : Data Primer terolah, 2013
Tabel 8
Hubungan antara Kemandirian Belajar Mahasiswa dengan Indeks Prestasi Mahasiswa
Tabel 9
Rekap Hasil Analisis Uji Statistik
Hubungan Antar Variabel p.v Keputusan
Jenis Kelamin–Indeks Prestasi 0,008 Ada hubungan yang bermakna
Pemanfaatan Media Belajar-
Indeks Prestasi 0,093 Tidak ada hubungan yang bermakna
Kemandirian Mahasiswa –
Indeks Prestasi 0,010 Ada hubungan yang bermakna
dan mendapatkan pemahaman yang lebih dilihat dari analisa data menggunakan uji
mendalam. Hal tersebut dapat terjadi karena Chi-Square Pearson didapatkan nilai p =
perempuan lebih unggul dalam kemampuan 0,093 (p < 0,05), yang berarti tidak ada
verbal (Sasser, 2010). Dengan demikian, hubungan pemanfaatan media dengan
mahasiswa perempuan akan lebih lancar Indeks prestasi mahasiswa.
dalam berdiskusi dan berkomunikasi Peneliti akan membahas hasil
dengan anggota kelompoknya. Dari hasil penelitian ini dengan dibandingkan dengan
penelitian ini dan didukung oleh hasil-hasil beberapa hasil peneltian. Yang pertama
penelitian yang lain peneliti dapat adalah Hasil penelitian dari Jayatri
mengupas dan membahas bahwa (2013)menyebutkan bahwa ada hubungan
mahasiswa perempuan 1) Mempunyai yang positif dan signifikan antara
kemampuan berpikir kritis lebih tinggi Pemanfaatan Media Pembelajaran Dengan
dibanding kelompok siswa laki-laki, 2) Prestasi Belajar Siswa di Kelas XI SMA
Perempuan lebih unggul dalam kemampuan Swasta Cerdas Murni Tembung
berpikir, 3) Siswa perempuan lebih unggul TahunAjaran2012/2013. Menurut hasil
dalam kemampuan verbal, 4) Wanita penelitianSitiMusruroh (2012) pengujian
menunjukkan pola aktivasi yang melibatkan hipotesis menggunakan rumus regresi
saraf lebih menyebar di kedua inferior sederhana dan rumus regresi ganda. Hasil
frontal gyrus kiri dan kanan, 5)Perempuan penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat
memiliki kemampuan memroses, pengaruh positif dan signifikan Persepsi
menanggapi informasi, atau menyimpan Siswa tentang Penggunaan Media
informasi jangka panjang, 6) Perempuan Pembelajaran terhadap Prestasi Belajar
umumnya memiliki hippocampus lebih Akuntansi, (2) terdapat pengaruh positif
besar daripada laki-laki, sehingga dan signifikan persepsi siswa tentang
berpotensi meningkatkan memori metode mengajar guru terhadap prestasi
penyimpanan jangka panjang yang lebih belajar akuntansi, (3) terdapat pengaruh
baik, 7)Perempuan adalah bagian cerebral positif dan signifikan Persepsi Siswa
cortex yang mengontrol berpikir, tentang Penggunaan Media Pembelajaran
pengambilan keputusan, dan fungsi dan Metode Mengajar Guru secara
intelektual lebih baik, 8) Otak perempuan bersama-sama terhadap Prestasi Belajar
menerima sekitar 20% lebih banyak aliran Akuntansi Siswa kelas XI program
darah dan memiliki koneksi saraf yang Keahlian Akuntansi SMK Muhammadiyah
lebih banyak, 9) Perempuan dapat 2 Moyudan Tahun Ajaran 2011/2012. Dari
memproses dan menanggapi informasi yang perbedaan hasil yang diperoleh dalam
lebih cepat dibanding laki-laki, 10) penelitian ini, karena lokasi dan sumber
Mahasiswa perempuan terlibat lebih aktif daya manusia serta media pembelajaran di
dan mendapatkan pemahaman yang lebih Jurusan Keperawatan Politeknik Kemenkes
mendalam, 11) Mahasiswa perempuan lebih Maluku yang belum lengkap, serta
lancar dalam berdiskusi dan berkomunikasi, mahasiswa belum sepenuhnya
yang menyebabkan prestasi belajar memanfaatkan media pembelajaran yang
mahasiswa perempuan lebih baik. ada di Kampus Politeknik Kemenkes
Maluku.
Hubungan antara Pemanfaatan Media
Pembelajarandengan Indeks Prestasi Hubungan antara Kemandirian Belajar
Mahasiswa. Mahasiswa dengan Indeks Prestasi
Dalam penelitian ini menyatakan Mahasiswa.
bahwa hubungan pemanfaatan media Dalam penelitian inidijelaskan hasil
dengan Indeks prestasi mahasiswa bisa hubungan kemandirian belajar mahasiswa
Rita Rena Pudyastuti, Adolfina Bumbungan 27
dengan Indeks prestasi mahasiswa bisa belajar, dan melakukan evaluasi hasil
dilihat dari analisa data menggunakan uji belajar yang dicapai.
Chi-Square dengan hasil didapatkan nilai p Kemandirian belajar menuntut
= 0,010 (p < 0,05), yang berarti ada tanggung jawab yang besar pada diri
hubungan antara kemandirian belajar peserta ajar sehingga peserta ajar berusaha
dengan Indeks prestasi mahasiswa. melakukan berbagai kegiatan untuk
Dengan demikian untuk mendukung tercapainya tujuan belajar. Hiemstra
hasil penelitian ini peneliti membandingkan yangdikutip Darmayanti, Samsul Islam, &
hasil penelitian dengan beberapa peneliti. Asandhimitra (2004) menyatakan tentang
Dari hasil penelitian belajar jarak jauh dapat kemandirian belajar sebagai bentuk belajar
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang memiliki tanggung jawab utama untuk
signifikan antara kemandirian belajar merencanakan, melaksanakan, dan
dengan hasil belajar. Koefisien determinasi mengevaluasi usahanya. Hal yang senada
yang mengindikasikan 63,91% variansi juga dikemukakan Haryono (2001) bahwa
yang terjadi pada hasil belajar peserta ajar kemandirian belajar perlu diberikan kepada
dapat dijelaskan melalui kemandirian peserta ajar supaya mereka mempunyai
belajar mereka. Ini berarti bahwa tanggung jawab, hubungan kemandirian
kemandirian belajar merupakan salah satu belajar dan hasil belajar pada pendidikan
prediktor hasil belajar. Semakin tinggi jarak jauhdalam mengatur dan
kemandirian belajar seseorang peserta ajar, mendisiplinkan dirinya dalam
maka akan memungkinkannya untuk mengembangkan kemampuan belajar atas
mencapai hasil belajar yang tinggi. kemauan sendiri. Di samping tanggung
Kemandiribelajar merupakan jawab, motivasi yang tinggi dari peserta
kesiapan dari individu yang mau dan ajar sangat diperlukan dalam kemandirian
mampu untuk belajar dengan inisiatif belajar.
sendiri, dengan atau tanpa bantuan pihak
lain dalam hal penentuan tujuan belajar, KESIMPULAN
metoda belajar, dan evaluasi hasil belajar. Ada hubungan yang signifikan antara
Berkaitan dengan hal tersebut, Sugilar jenis kelamin mahasiswa dengan indeks
(2000) merangkum pendapat Guglielmino, prestasi belajar bahwa jenis kelamin
West & Bentleymenyatakan bahwa mahasiswa dapat dijelaskan dengan
karakteristik individu yang memiliki kategori 1 adalah laki-laki dan kategori 2
kesiapan belajar mandiri dicirikan oleh: (1) adalah perempuan, jadi indeks prestasi
kecintaan terhadap belajar, (2) kepercayaan mahasiswa perempuan yang dinyatakan
diri sebagai mahasiswa, (3) keterbukaan kategori baik adalah 54 orang, kategori
terhadap tantangan belajar, (4) sifat ingin cukup adalah 17 orang, kategori kurang
tahu, (5) pemahaman diri dalam hal belajar, adalah 1 orang dan indeks prestasi
dan (6) menerima tanggung jawab untuk mahasiswa laki-laki dengan ketegori cukup
kegiatan belajarnya. Dalam kemandirian berjumlah 22 orang, kategori baik
belajar, inisiatif merupakan indikator yang berjumlah 23 orang, dan kategori kurang
sangat mendasar.Belajar mendeskripsikan adalah 3 orang. Ini juga bisa dilihat dari
sebuah proses dimana individu mengambil analisa data menggunakan uji Chi-Square
inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan dengan hasil didapatkan nilai p = 0,008 (p <
orang lain, untuk mendiagnosis kebutuhan 0,05), yang berarti mahasiswa perempuan
belajar, memformulasikan tujuan belajar, mempunyai indeks prestasi lebih baik dari
mengidentifikasi sumber belajar, memilih laki-laki. Kelompok mahasiswa perempuan
dan menentukan pendekatan strategi menunjukkan kemampuan berpikir kritis
28 Pemanfaatan Media Pembelajaran dan Kemandirian Mahasiswa
terhadap Indeks Prestasi Mahasiswa Semester
Abstrak
Komitmen perawat terhadap pekerjaan dan organisasi tempat mereka bekerja merupakan faktor
yang penting yang harus dimiliki sebagai bentuk internalisasi atas nilai dan sikap individu
dalam melaksanakan pekerjaannya. Kualitas pelayanan suatu rumah sakit akan meningkat
dengan komitmen perawat terhadap organisasi. Mengingat faktor ini menyebabkan
meningkatnya turn over dari waktu ke waktu. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi hubungan faktor individu perawat dengan komitemen organisasi di Rumah
Sakit Hati Kudus Langgur Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2013.
Desain penelitian ini adalah penelitian korelasi deskriptif (descriptive corelational) dengan
menggunakan pendekatan Cross Sectional, yang dilaksanakan pada tanggal 09 Juni sampai
dengan 14 September 2013, menggunakan sampel penelitian 37 orang yang semua perawat di
ruang perawatan Rumah Sakit Hati Kudus Langgur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan
komitmen organisasi (p=0,035), ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
komitmen organisasi (p=0,275), tidak ada hubungan yang signifikan antara status perkawinan
dengan komitmen organisasi (p=0, 732), tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
pendidikan dengan komitmen organisasi (p=0,378 ada hubungan yang signifikan antara masa
kerja dengan komitmen organisasi (p=0,015), tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor
individu dengan komitmen organisasi (p=0,260). Untuk itu kami menyarankan kepada pihak
Manajemen Rumah Sakit Hati Kudus Langgur agar memperhatikan sistem dalam melakukan
kontrak kerja sehingga dapat menekan turn over. Dan peneliti lanjut agar melakukan penelitian
tentang faktor individu yang lebih spesifik dengan komitmen organisasi dan dikembangkan
lebih luas terhadap sub variabel dari tiap dimensi dengan mempergunakan variabel penelitian
yang berbeda.
disesuaikan dengan karakteristik dari rumah penting dalam menentukan baik tidaknya
sakit masing-masing (Muninjaya, 2004). perkembangan organisasi dalam mencapai
Beberapa organisasi memandang tujuannya serta menjaga kelangsungan
unsur manusia dalam suatu organisasi dapat hidup organisasi di masa yang akan datang.
memberikan keunggulan dalam persaingan. Hasil seleksi dapat digunakan oleh para
Keunggulan tersebut sangat terkait dengan manajer untuk mendapat calon karyawan
keberadaan sumber daya manusia di dalam yang berkualitas dan memiliki komitmen
organisasi untuk mencapai tujuan yang tinggi dalam bekerja (Rachmawati,
(Panggabean, 2004). Tujuan organisasi 2008).
dicapai melalui berbagai kegiatan dan tiap Komitmen organisasi merupakan
kegiatan diperlukan sumber daya manusia sikap yang merefleksikan loyalitas
(man) yang berkualitas, anggaran organisasi karyawan pada organisasi dan proses
yang tersedia (money), fasilitas ruangan berkelanjutan di mana anggota organisasi
dan peralatan yang dibutuhkan (materials), mengekspresikan perhatiannya terhadap
peralatan teknis (machine) dan aturan atau organisasi dan keberhasilan serta kemajuan
pedoman yang berhubungan dengan yang berkelanjutan (Luthans, 2006).
kebijakan organisasi (methods) (Huber, Kondisi ini menimbulkan keinginan
2006). Kelima komponen tersebut harus seseorang untuk tetap bertahan menjadi
dianalisis oleh seorang manajer terlebih anggota organisasi tempat ia bekerja karena
dahulu, sehingga dapat mencapai tujuan yang bersangkutan tertarik terhadap tujuan,
organisasi yang berdaya guna dan berhasil nilai-nilai, visi, misi dan sasaran
guna. organisasinya. Meskipun hal ini sudah
Sumber daya manusia dalam suatu dilakukan pada saat seleksi, namun masih
organisasi merupakan sumber daya utama ada saja staf yang belum memahami arti
dan hanya akan diperoleh melalui upaya komitmen secara sungguh-sungguh,
perekrutan yang efektif, untuk itu padahal pemahaman tersebut sangatlah
organisasi memerlukan informasi akurat penting agar tercipta kondisi kerja yang
dan berkelanjutan guna mendapatkan calon kondusif, loyalitas yang tinggi terhadap
tenaga kerja yang sesuai dengan kualifikasi organisasi, kepuasan dalam bekerja
organisasi. Informasi tersebut berisi data sehingga organisasi dapat berjalan secara
jumlah dan kualifikasi yang diperlukan efektif dan efisien baik organisasi milik
untuk pelaksanaan berbagai aktivitas pemerintah maupun swasta (Kuntjoro,
organisasi (Rachmawati, 2008). Proses 2009).
rekrutmen adalah suatu proses untuk Komitmen perawat terhadap
mencari atau menarik calon tenaga kerja pekerjaan dan organisasi tempat mereka
untuk ditempatkan pada posisi yang bekerja merupakan faktor yang penting
diperlukan (Marquis & Huston, 2006). yang harus dimiliki sebagai bentuk
Namun dalam merekrut sumber daya internalisasi atas nilai dan sikap individu
manusia tersebut tidak dengan sendirinya dalam melaksanakan pekerjaannya.
calon tenaga kerja tertarik untuk mau Sehingga tidak mengherankan jika setiap
menjadi anggota dari suatu organisasi perawat memiliki komitmen yang berbeda
sehingga dalam mencari atau merekrut dalam bekerja. Hasil penelitian Kartini
calon tenaga kerja yang perpotensi dan (2006) menunjukkan bahwa 54,5% perawat
sesuai dengan standar organisasi harus memiliki komitmen rendah. Lebih lanjut
melibatkan berbagai pihak internal dan peneliti mengemukakan bahwa rendahnya
eksternal organisasi, untuk selanjutnya komitmen perawat dalam bekerja akan
dilakukan seleksi.Proses seleksi yang berdampak pada turn over, tingginya
dilakukan oleh organisasi sangat berperan absensi, meningkatnya kelambanan kerja
Agnes Batmomolin, Lucky Herry Noya 33
dan kurangnya intensitas untuk bertahan manajer, oleh karena itu nilai-nilai baru
sebagai perawat di rumah sakit, rendahnya yang sesuai dengan tuntutan lingkungan
kualitas kerja dan kurangnya loyalitas pada organisasi perlu diperkenalkan dan
rumah sakit. Pendapat ini di dukung oleh disosialisasikan kepada semua individu
penelitian Muliyadi (2008) menunjukkan dalam organisasi (Rachmawati, 2008)
adanya hubungan yang signifikan antara Faktor individu adalah sejumlah
komitmen terhadap organisasi dengan potensi yang dimiliki oleh seorang
kinerja perawat pelaksana setelah karyawan untuk bekerja. Individu yang
dipengaruhi karakteristik perawat dengan sangat berkomitmen untuk sebuah
kekuatan hubungan sedang dan berpola organisasi pada saat pertama kali bekerja
positif. Komitmen individu pada organisasi mungkin akan bersedia untuk mengambil
merupakan faktor sikap kerja seseorang tanggung jawab tambahan dan kontribusi
terhadap organisasinya (Robbins, 2003). lebih untuk organisasi.
Kualitas pelayanan suatu rumah sakit Beberapa faktor individu yang
akan meningkat dengan komitmen perawat mempengaruhi komitmen terhadap
terhadap organisasi. Mengingat faktor ini organisasi adalah harapan pekerjaan,
menyebabkan meningkatnya turn over dari kontrak psikologis, pilihan pekerjaan, dan
waktu ke waktu. Kondisi ini dapat terjadi karakteristik pribadi yang meliputi umur,
diberbagai rumah sakit termasuk Rumah jenis kelamin, status perkawinan, masa
Sakit Hati Kudus Langgur Kabupaten kerja serta tingkat pendidikan. Keseluruhan
Maluku Tenggara. Studi pendahuluan yang faktor ini akan mempengaruhi komitmen
kami lakukan pada Rumah Sakit Hati organisiasi (Mowday, Porter dan Steer
Kudus Langgur ditemukan jumlah perawat (1982 dalam Steers & Porter 1991).
yang ada sebanyak 32 orang dengan Karakteristik pribadi terdiri dari
kualifikasi pendidikan 30 orang DIII umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
Keperawatan dan 2 orang SPK. Pada enam status perkawinan dan masa kerja (Chughtai
(6) ruangan perawatan ditemukan ada & Zafar, 2006) :1) Umur; akan
perawat yang tidak hadir melaksanakan mempengaruhi kondisi fisik, mental,
tugas dan ada yang masuk tidak tepat pada kemampuan kerja, dan tanggung jawab
waktunya dengan masing-masing ruangan seseorang. Karyawan muda umumnya
jumlah perawat yang bertugas sebanyak 6 mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis,
orang. Hasil wawancara dengan kepala dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang
perawatan di dapatkan jumlah turn over bertanggung jawab, cenderung absensi, dan
dalam satu tahun 5 %. turnover-nya tinggi. Karyawan yang
umumnya lebih tua kondisi fisiknya kurang,
Faktor Individu dan tetapi bekerja ulet, tanggung jawabnya
KomitmenOrganisasi besar, serta absensi dan turnover-nya
Individu memiliki perbedaan sikap, rendah (Hasibuan, 2007). Menurut Meyer,
sifat, karakter, pandangan, persepsi, sosial Stanley, Herscovitch, dan Topolnytsky
budaya, norma yang berbeda untuk setiap (2002) bahwa usia dan jabatan dalam
individunya dalam organisasi yang sama. organisasi berhubungan positif meskipun
Tiap individu memiliki kebutuhan, tujuan, lemah dengan tiga komponen komitmen
serta motivasi berbeda dalam menanggapi organisasi. Hal ini di dukung oleh hasil
sebuah pekerjaan. Peran individu dalam penelitian Finegold, Mohrman, dan
organisasi mempunyai arti yang sama Spreitzer ( 2002) yang menemukan bahwa
pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri usia seseorang berpengaruh terhadap
sehingga interaksi antara organisasi dan komitmen dan keinginan untuk tetap
individu menjadi fokus perhatian para bertahan di perusahaan. Sedangkan menurut
Hubungan Faktor Individu dengan Komitmen Perawat
34 pada Organisasi
Chughtai dan Zafar, (2006), usia dan masa dengan produktivitas kerja yang tinggi,
kerja berhubungan positif dengan masa kerja yang lama tidak bearti bahwa
komitmen organisasi. 2) Jenis kelamin; yang bersangkutan memiliki tingkat
harus diperhatikan berdasarkan sifat kemangkiran rendah (Siagian, 1999).
pekerjaan, dan waktu mengerjakan Sebaliknya menurut Chughtai dan Zafar
(Hasibuan, 2007). Karyawan wanita lebih (2006), usia dan masa kerja berhubungan
sering tidak masuk kerja dibandingkan laki- positif dengan komitmen organisasi
laki, walaupun demikian karyawan wanita Komitmen organisasi merupakan
memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan suatu keadaan psikologis yang mengikat
karyawan laki-laki karena karyawan wanita individu kepada organisasi agar tercipta
cenderung lebih rajin, disipilin, teliti dan perilaku yang diharapkan selama terlibat
sabar (Robbins, 2008; Sopiah, 2008). Hasil dalam organisasi. Meyer dan Allen (1991
penelitian Winter (2000) dan penelitian dalam Coetzee, 2005) secara umum ada
Clayton, Petzall, Lynch, dan Margret, tiga bentuk komitmen organisasi yaitu
(2007) mengatakan bahwa wanita sebagai afektif komitmen, normatif dan komitmen
kelompok cenderung memiliki komitmen berkesinambungan.Alat yang digunakan
terhadap organisasi yang lebih tinggi untuk mengukur komitmen organisasi
dibandingkan pria. Wanita umumnya harus adalah kuesioner. Meyer dan Allen (1984
mengatasi lebih banyak rintangan dalam dalam Meyer, Stanley, Herscovitch, dan
mencapai posisi mereka dalam organisasi Topolyntsky, 2002) mengembangkan tiga
sehingga keanggotaan dalam organisasi skala untuk mengukur komitmen organisasi
menjadi lebih penting bagi mereka yaitu affective commitment scale (ACS)
(Mathieu dan Zajac ,1990). 3) tingkat dan continuance commitment scale (CCS)
pendidikan; merupakan suatu indikator dan normative commitment scale (NCS).
yang mencerminkan kemampuan seseorang Setiap skala pengukuran terdiri dari 8
untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan, pertanyaan atau pernyataan. Pengukuran
dengan latar pendidikan seseorang dianggap dilakukan dengan menggunakan skala likert
akan mampu menduduki jabatan tertentu 1 sampai 4, dimana 1 = sangat tidak setuju,
(Hasibuan, 2007).4) status perkawinan; 2 = tidak setuju, 3 = setuju dan 4 = sangat
karyawan yang sudah menikah dengan setuju.
karyawan yang belum menikah akan
berbeda dalam memaknai suatu pekerjaan. METODE PENELITIAN
Karyawan yang sudah menikah menilai Desain penelitian ini adalah penelitian
pekerjaan sangat penting karena dia sudah korelasi deskriptif (descriptive corelational)
memiliki sejumlah tanggung jawab sebagai dengan menggunakan pendekatan Cross
kepala keluarga (Sopiah, 2008). Hasil Sectional, dimana variabel independen dan
penelitian Ching (2006), responden belum variabel dependen dilakukan pengukuran
menikah lebih cenderung untuk berhenti sekaligus dalam waktu bersamaan
daripada mereka menikah, dan responden (Arikunto, 2002). Seperti juga
yang sudah menikah lebih dari tiga kali dikemukakan oleh Danim (2002) bahwa
lebih mungkin untuk berhenti daripada deskriptif korelasi yaitu penelitian yang
yang menikah satu kali. Orang yang sudah bertujuan mengetahui hubungan antara dua
menikah merasa lebih terikat dengan atau lebih variabel. Rancangan ini
organisasi tempatnya bekerja dibandingkan dimaksudkan untuk menganalisis hubungan
yang belum menikah (Johannes dan Taylor, antara faktor individu dengan komitmen
1999; Tsui et al., 1994, dalam Chughtai dan perawat pada organisasi di Rumah Sakit
Zafar, 2006). 5) masa kerja; orang yang Hati Kudus Langgur kabupaten maluku
sudah lama bekeja tidak selalu identik Tenggara yang dilaksanakan pada tanggal
Agnes Batmomolin, Lucky Herry Noya 35
Tabel 4
Hubungan antara Faktor Individu dengan Komitmen Perawatpada Organisasi
di Rumah Sakit Hati Kudus Langgur
Komitmen Organisasi
Total OR p
Faktor Individu Rendah Tinggi
95% CI value
n % n % n %
Kurang 2 20 8 80 10 100 0,313
0,260
Baik 12 44,4 15 55,6 27 100 (0,056-1,755)
Jumlah 14 37,8 23 62,2 37 100
Sumber:data primer,2013
Tabel 5
Hubungan antara Umur dengan Komitmen Organisasidi Rumah Sakit Hati Kudus Langgur
Komitmen Organisasi
Total OR P
Karakteristik Umur Rendah Tinggi
95% CI value
n % n % n %
21 - 26 1 25 3 75 4 100
27 - 35 9 64,3 5 35,7 14 100 - 0,035
36 - 40 4 21,1 15 78,9 19 100
Jumlah 14 37,8 23 62,2 37 100
Sumber: data primer, 2013
Tabel 6
Hubungan Jenis Kelamin dengan Komitmen Organisasidi Rumah Sakit Hati Kudus Langgur
Komitmen Organisasi
Karakteristik Total OR P
Rendah Tinggi
Jenis Kelamin 95% CI Value
n % n % n %
Laki-laki 0 0 3 100 3 100 1,700
0,275
Perempuan 14 41,2 20 58,8 34 100 (1,283-2,252)
Jumlah 14 37,8 23 62,2 37 100
Sumber: data primer, 2013
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Dari hasil penelitian ini peneliti
Luthans (2006) yang mengatakan bahwa beranggapan bahwa faktor umur sangat
Faktor personal terdiridari: usia, mempengaruhi sesorang dalam membuat
kedudukandalamorganisasi, sebuah komitmen untuk tetap bekerja pada
dandisposisisepertiefektifitaspositifatauneg organisasi semakin bertambah umur
atif, atauatribusikontrol internal seseorang maka semakin kuat orang
ataueksternal, tersebut berkomitmen terhadap apa yang
kemudianfaktororganisasiterdiridaridesainp dikerjakannya. Seperti dikemukakan oleh
ekerjaan, nilai, dukungan, dangan Meyer, Stanley, Herscovitch, dan
kepemimpinansertafaktor non Topolnytsky (2002) bahwa usia dan jabatan
organisasisepertiadanyaalternatif lain dalam organisasi berhubungan positif
setelahmemutuskanuntukbergabungdengan meskipun lemah dengan tiga komponen
organisasisehinggamempengaruhikomitmen komitmen organisasi. Hal ini di dukung
organisasiselanjutnya oleh hasil penelitian Finegold, Mohrman,
dan Spreitzer (2002) yang menemukan
Hubungan Faktor Individu dengan Komitmen Perawat
38 pada Organisasi
bahwa usia seseorang berpengaruh terhadap Langgur, tetapi pihak manajemen rumah
komitmen dan keinginan untuk tetap sakit harus tetap memperhatikan hal
bertahan di perusahaan. tersebut apa lagi sebagian besar responden
adalah perempuan.
Hubungan Jenis Kelamin dengan
Komitmen Organisasi Hubungan Status Perkawinan dengan
Hasil analisis hubungan antara jenis Komitmen Organisasi.
kelamin dengan komitmen organisasi Hasil analisis hubungan antara status
diperoleh bahwa ada sebanyak 3 (100%) perkawinan dengan komitmen organisasi
responden berjenis kelamin laki-laki dengan diperoleh bahwa ada sebanyak 15 (62,2%)
komitmen organisasi yang tinggi dan 20 responden belum kawin dengan komitmen
(58,8%) berjenis kelamin perempuan organisasi yang tinggi dan 8 (57,1%)
dengan komitmen yang tinggi. Hasil uji responden status perkawinan telah kawin
statistik diperoleh nilai p=0,275 maka dapat dengan komitmen yang tinggi. Hasil uji
disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi statistik diperoleh nilai p=0,732 maka dapat
antara laki-laki dan perempuan dengan disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi
komitmen organisasi tinggi dan laki-laki antara responden dengan status belum
dan perempuan dengan komitmen kawin dan status kawin dengan komitmen
organisasi rendah. Dengan demikian tidak organisasi tinggi dan responden berstatus
ada hubungan yang signifikan antara jenis belum kawin dan status kawin dengan
kelamin dengan komitmen organisasi. komitmen organisasi rendah. Ini berarti
Winter (2000) dan penelitian Clayton, tidak ada hubungan yang signifikan antara
Petzall, Lynch, dan Margret, (2007) status perkawinan dengan komitmen
mengatakan bahwa wanita sebagai organisasi.
kelompok cenderung Sopiah, (2008) mengatakan bahwa
memilikikomitmenterhadaporganisasi yang karyawan yang sudah menikah dengan
lebih tinggi dibandingkan dengan pria. karyawan yang belum menikah akan
Wanita pada umumnya harus mengatasi berbeda dalam memaknai suatu pekerjaan.
lebih banyak rintangan dalam mencapai Karyawan yang sudah menikah menilai
posisi mereka dalam organisasi sehingga pekerjaan sangat penting karena dia sudah
keanggotaan dalam organisasi menjadi memiliki sejumlah tanggung jawab sebagai
lebih penting bagi mereka Mathieu kepala keluarga. Hal sama dikemukakan
danZajac (1990) oleh Ching (2006) dalam penelitiannya
Sebaliknya beberapa penelitian mengatakan responden belum menikah
menunjukkan bahwa wanita memiliki lebih cenderung untuk berhenti daripada
komitmen yang lebih rendah daripada pria mereka menikah, dan responden yang sudah
yang disebabkan adanya diskriminasi menikah lebih dari tiga kali lebih mungkin
ditempat kerja yang menganggap untuk berhenti daripada yang menikah satu
kemampuan wanita tidak sama dengan pria kali.
sehingga kebanyakan wanita memperoleh Menurut peneliti walaupun tidak ada
kedudukan atau posisi yang lebih rendah hubungan yang signifikan antara status
dan kurang terlibat dalam organisasi perkawinan dengan komitmen organisasi
(Greenberg dan Baron, 1995 dalam Ujianto tetapi perkawinan dapat mempengaruhi
dan Alwi, 2005). seseorang dalam melaksanakan tugas dan
Asumsi peneliti walaupun tidak tanggung jawabnya terutama terhadap
ditemukan ada hubungan yang signifikan organisasi tempatnya bekerja, seperti
antara jenis kelamin dengan komitmen dikemukakan oleh Johannes dan Taylor,
organisasi di rumah sakit Hati Kudus 1999; Tsui et al., 1994, dalam Chughtai dan
Agnes Batmomolin, Lucky Herry Noya 39
Zafar, (2006) bahwa Orang yang sudah organisasi tempatnya bekerja dibandingkan
menikah merasa lebih terikat dengan yang belum menikah.
Tabel 6
Hubungan antara Status Perkawinan dengan Komitmen Organisasi di
Rumah Sakit Hati Kudus Langgur
Komitmen Organisasi
Total OR P
Status Perkawinan Rendah Tinggi
95% CI Value
n % n % n %
Belum Kawin 8 34,8 15 65,2 23 100 0,711
0,732
Kawin 6 42,9 8 57,1 14 100 (0,182-2,778)
Jumlah 14 37,8 23 62,2 37 100
Sumber: data primer, 2013
Tabel 7
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Komitmen Organisasi
di Rumah Sakit Hati Kudus Langgur
Komitmen Organisasi
Total OR P
Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi
95% CI value
n % n % n %
Menengah 1 100 0 0 1 100 2,769
0,378
Tinggi 13 36,1 23 63,9 36 100 (1,793-4,276)
Jumlah 14 37,8 23 62,2 37 100
Sumber: data primer, 2013
Tabel 8
Hubungan antara Masa Kerja dengan Komitmen Organisasi
di Rumah Sakit Hati Kudus Langgur
Komitmen Organisasi
Total OR P
Masa Kerja Rendah Tinggi
95% CI value
n % n % n %
1 - 5 tahun 4 100 0 0 4 100
6 - 10 tahun 5 23,8 16 70,2 21 100 - 0,015
10 > 5 41,7 7 58,3 12 100
Jumlah 11 29,7 26 70,3 37 100
Sumber: data primer, 2013
hasil penelitian ini tidak seluruhnya bearti bahwa yang bersangkutan memiliki
konsisten. Hal ini disebabkan oleh tingkat kemangkiran rendah (Siagian,
pendidikan sering membentuk keterampilan 1999). Sebaliknya menurut Chughtaidan
yang kadang-kadang tidak dapat Zafar (2006), usia dan masa kerja
dimanfaatkan sepenuhnya dalam pekerjaan berhubungan positif dengan komitmen
sehingga harapan individu sering tidak organisasi. Lebih lanjut dikemukakanoleh
terpenuhi dan menimbulkan kekecewaan Coetzee (2005). variabel pengalaman kerja
terhadap organisasi, dengan demikian berhubungan dengan terbentuknya
makin tinggi tingkat pendidikan individu komitmen afektif.
makin banyak pula harapannya yang Menurut peneliti adanya hubungan
mungkin tidak dapat dipenuhi atau tidak yang signifikan antara masa kerja dengan
sesuai dengan organisasi ditempat dimana komitmen organisasi di Rumah Sakit Hati
ia bekerja. Kudus Langgur dapat disebabkan karena
Berdasarkan hasil penelitianmaka sebagian besar responden memiliki masa
peneliti berasumsi bahwa tingkat kerja diatas 6 tahun sehingga semakin lama
pendidikan sangat penting dalam seseorang menekuni pekerjaan maka
meningkatkan semangat kerja seseorang semakin tinggi komitmennya terhadap
terhadap apa yang dikerjakan terutama bagi organisasi tempat ia bekerja.
perawat yangbekerja sebagai tenaga Baron dan Greenberg (1990)
profesional dan pendidikan juga merupakan mengemukakan bahwa semakin tinggi
suatu indikator penilaian kerja seseorang. komitmen seseorang terhadap organisasi
maka akan semakin rendah tingkat
HubunganMasa Kerja dengan ketidakhadiran dan turnover. Semakin
Komitmen Organisasi tinggi komitmen seseorang, semakin kecil
Hasil analisis hubungan antara masa kemungkinan mereka untuk terlibat aktif
kerja dengan komitmen organisasi dalam mencari pekerjaan ditempat lain.
diperoleh bahwa tidak satupun responden komitmen organisasi dapat dihubungkan
yang memiliki masa kerja 1 – 5 tahun dengan kinerja seseorang dimana semakin
memiliki komitmen organisasi tinggi, ada komitmen seseorang maka ia akan
sebanyak 16 (70,2%) responden memiliki menunjukkan penampilan kinerja yang
masa kerja 6 - 10 tahun dengan komitmen baik.
organisasi yang tinggi dan 7 (58,3%)
responden memiliki masa kerja 10 > tahun KESIMPULAN DAN SARAN
dengan komitmen yang tinggi. Hasil uji Berdasarkan hasil penelitian
statistik diperoleh nilai p=0,015 maka dapat hubungan faktor individu dengan komitmen
disimpulkan ada perbedaan proporsi antara organisasi, maka dapat disimpulkan sebagai
responden dengan masa kerja 6 - 10 tahun berikut: 1) Terdapat hubungan umur dengan
dan masa kerja 10 > tahun dengan komitmen organisasi; 2) Tidak ada
komitmen organisasi tinggi dan responden hubungan jenis kelamin dengan komitmen
yang memiliki masa kerja 1 - 5 tahun, masa organisasi; 3) Tidak ada hubungan status
kerja 6 – 10 tahun dan masa kerja 10 > perkawinan dengan komitmen organisasi;
tahun dengan komitmen organisasi rendah. 4) Tidak ada hubungan tingkat pendidikan
Dengan demikian ada hubungan yang dengan komitmen organisasi; 5) Terdapat
signifikan antara masa kerja dengan hubungan masa kerja dengan komitmen
komitmen organisasi. organisasi; 6) Tidak terdapat hubungan
Orang yang sudah lama bekeja tidak faktor individu dengan komitmen
selalu identik dengan produktivitas kerja organisasi di Rumah Sakit Hati Kudus
yang tinggi, masa kerja yang lama tidak Langgur.
Agnes Batmomolin, Lucky Herry Noya 41
Abstrak
Pemberian makanan pendamping ASI pada bayi kurang dari enam bulan dapat menambah
resiko kontaminasi yang sangat tinggi. Apalagi makanan pendamping ASI yang seringkali
dipersiapkan, disimpan dan diberikan pada anak dengan cara yang tidak higienis dapat
meningkatkan resiko infeksi yang lebih tinggi, terutama penyakit diare. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Puskesmas Pelauw bahwa bayi yang berusia 0 – 6 bulan sudah diberikan
makanan pendamping ASI dan ada yang mengalami diare.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan pola pemberian MP-ASI
dengan kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan di Negeri Pelauw Kecamatan Pulau Haruku
Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2013.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik berupa case sectionaldengan pendekatan
retrospektif. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner terhadap 17 responden guna
menganalisa hubungan pemberian MP-ASI dengan kejadian diare. Analisa data digunakan uji
statistik dengan analisis korelasi Fisher Exact.
Dari penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pola pemberian MP -ASI dengan
kejadian diare dimana nilai p> 0,05. Diharapkan kepada ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 0 –
6 bulan untuk tidak memberikan makanan pendamping ASI sebelum bayi berusia 6 bulan. Bagi
Puskesmas, sebagai pedoman dalam meningkatkan program kerjanya terkait pemberian
makanan pendamping ASI dengan kejadian diare.
mengalami diare dapat dilihat pada tabel di kenyang dan akhir bayi menanggis terus.
bawah ini : Selain itu, menurut petugas Puskesmas
Pelauw bahwa, mereka telah memberikan
Tabel 1. informasi kepada ibu - ibu yang memiliki
Jumlah Bayi 0-6 Bulan yang Mendapat MP- bayi 0 – 6 bulan untuk memberikan ASI
ASI dan yang Mengalami Diare eksklusif dan tidak memberikan makanan
di Puskesmas Pelauw Tahun 2013 selain ASI.
Jml bayi
Jmlh Jml bayi 0-6
0-6 bulan Makanan Pendamping ASI
bayi bulan yg
Tahun yang Makanan pendamping ASI (MP-
0-6 mengalami
diberikan ASI)adalah makanan bergizi yang diberikan
bulan diare
MP-ASI kepada bayi disamping air susu ibu sejak
2009 71 58 45 bayi berusia 6 – 12 bulan untuk memenuhi
2010 79 63 50 kecukupan gizinya (Rachmi, 2003)
2011 67 49 36
2012 48 44 34 Manfaat MP-ASI
2013 38 21 17 Manfaat MP-ASI yang dikemukakan
Jan - Juni
oleh Wibisana (1991), adalah melengkapi
zat gizi ASI yang sudah berkurang,
Berdasarkan tabel di atas bahwa,
mengembangkan kemampuan bayi untuk
sebagian besar bayi yang diberikan MP-ASI
menerima bermacam-macam makanan
dini mengalami diare. Dari hasil wawancara
dengan berbagai rasa dan bentuk,
dengan beberapa ibu yang memiliki bayi 0-
mengembangkan kemampuan bayi untuk
6 bulan bahwa selain memberikan ASI,
mengunyah dan menelan serta
mereka juga memberikan susu formula,
mengadaptasi terhadap makanan yang
bubur beras, bubur sun dan pisang yang
mengandung kadar energi tinggi. Pendapat
telah disaring. Biasanya MP-ASI yang
lain juga dikemukakan oleh Narendra
diberikan, dimasak untuk dikonsumsi pada
(2002), tentang manfaat MP-ASI adalah
pagi, siang dan malam hari. Jadi, pada
memenuhi kebutuhan zat makanan yang
malam harinya baru dipanaskan kembali.
adekuat untuk keperluan hidup, memelihara
Selain itu, penyajian MP-ASI ada kalanya
kesehatan dan untuk aktifitas sehari-hari,
lebih dari 120 menit dan dalam keadaan
menunjang tercapainya tumbuh kembang
hangat. Kadang-kadang sang ibu lupa untuk
yang optimal, serta mendidik anak supaya
mencuci tangan sebelum memberikan
terbina selera dan kebiasaan makan yang
makan kepada bayi.
sehat, memilih dan menyukai makanan
Menurut Dr. Aria Kusuma, kondisi
sesuai dengan keperluan anak.
seperti ini dapat menyebabkan kontaminasi
E. Coli. Dalam sidang promosi Doktor atas
Persyaratan MP-ASI
dirinya di FKM UI, Depok, Rabu
1).Nilai gizi dan kandungan
(4/1/2012) bahwa"Faktor yang
proteinnya tinggi.2).Memiliki nilai
berhubungan dengan kontaminasi adalah
suplementasi yang baik, mengandung
tidak segera menyajikan MP-ASI setelah
vitamin dan mineral dalam jumlah yang
matang, sebagian besar memiliki rentang
cukup.3)Dapat diterima dengan
waktu yang beresiko tinggi yaitu lebih dari
baik.4).Sebaiknya dapat diproduksi dari
120 menit setelah matang". Alasan yang
bahan-bahan yang tersedia secara
dikemukakan oleh beberapa ibu terkait
lokal.5).Bersifat pada gizi.Kandungan serat
dengan pemberian MP-ASI yaitu mereka
justru akan mengganggu pencernaan bayi
menganggap bahwa kalau hanya diberikan
ASI saja, maka bayi mereka tidak akan
Rigoan Malawat, Saidah Rauf, Feby Metekohy 47
METODE Tabel 2.
Penelitian ini merupakan jenis Distribusi Responden berdasarkan
penelitian analitik dengan menggunakan Jenis MP ASI di Negeri Pelauw
desain Cross Sectional yaitu suatu metode Kecamatan Pulau Haruku
penelitian dimana dilakukan pengukuran Kabupaten Maluku Tengah
Tahun 2013
terhadap variabel pengaruh dan terpengaruh
yang dilakukan pada titik waktu yang sama Frekuensi Presentasi
(Arikunto 2016). Waktu Penelitian pada Jenis MP-ASI
(f) (%)
bulan juni 2013. Lokasi penelitian Bubur 6 35,3
dilakukan di Negeri Pelauw Kecamatan Pisang 2 11,8
Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah SUN 9 52,9
Tahun 2013, Populasi subjek penelitian ini Jumlah 17 100
adalah ibu-ibu yang memiliki bayi 0-6
bulan yang mengalami diare dan yang Dari tabel 2 menunjukkan bahwa dari
mendapat MP-ASI di Negeri Pelauw 17 responden, jenis MP-ASI yang paling
berjumlah 17 orang. sampel yang banyak diberikan kepada bayi adalah SUN
digunakan dalam penelitian ini adalah total yaitu sebanyak 9 responden (52,9 %).
sampling, sehingga besarnya sampel
sebanyak 17 orang. Variabel independen Tabel 3.
dalam penelitian ini adalah pemberian Distribusi Responden Berdasarkan Umur
makanan pendamping ASI. Pertama Kali Mendapat MP-ASI
di Negeri Pelauw Kecamatan Pulau
Variabeldependen dalam penelitian ini
Haruku Kabupaten Maluku Tengah
adalah kejadian diare. Tahun 2013
Dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data menggunakan kuesioner Umur pertama kali
f %
atau angket mendapatkan informasi yang diberikan MP-ASI
dikembangkan berdasarkan literatur yang < 6 bulan 14 82,4
memuat pertanyaan-pertanyaan tentang >6 bulan 3 17,6
Pola pemberian makanan pendamping ASI Jumlah 17 100
dengan kejadian diare
Analisis data yang digunakan adalah Dari tabel 3 menunjukkan bahwa dari
analisis bivariat, digunakan untuk 17 responden, sebanyak 14 responden
mengetahui hubungan variabel independen memberikan MP-ASI pada usia bayi kurang
dengan variabel dependen dalam penelitian dari 6 bulan (82,4 %) sedangkan hanya
ini mengunakan uji Chi Square dengan sebagian kecil yang memberikan setelah
angka kemaknaan 0,05 dengan bantuan usia 6 bulan yaitu sebanyak 3 responden
software komputer. (17,6 %).
Data table 4 menunjukkan bahwa dari
HASIL DAN PEMBAHASAN 17 responden, sebagian besar pemberian
Karakteristik respoden berdasarkan MP-ASI tidak tepat sebanyak 10 responden
berdasarkan jenis MP-ASI, umur pertama (58,8%), sedangkan sebagian kecil
kali mendapat MP –ASI, pola pemberian pemberian MP-ASI tepat sebanyak 7
MP-AS, kejadian diare. responden (41,2 %).
Dari tabel 5 menunjukkan bahwa dari
17 responden, sebagian besar kejadian
diare akut 14 respoden (82,4%), kejadian
diare Kronis sebanyak 3 respoden (17,6%)
Rigoan Malawat, Saidah Rauf, Feby Metekohy 49
PEMBAHASAN
Tabel 5. Menurut Soraya L.L, 2005, buah-
Distribusi Responden berdasarkan Kejadian buahan, bubur susu, biskuit serta nasi tim
Diare di Negeri Pelauw Kecamatan Pulau merupakan jenis MP-ASI yang dapat
Haruku Kabupaten Maluku Tengah
diberikan kepada bayi. Akan tetapi
Tahun 2013
pemberian MP-ASI harus dilakukan secara
Frekuensi Presentasi bertahap sesuai dengan tingkat usia bayi,
Kejadian Diare dimulai dari makanan yang bertekstur lunak
(f) (%)
Akut 14 82,4 seperti buah, bubur susu dan bubur saring,
Kronis 3 17,6 lembek seperti bubur biasa dan nasi tim,
Jumlah 17 100 dan selanjutnya makanan padat (Anna,
2013).Selama periode pemberian MPASI
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa ini, bayi secara bertahap belajar makan dari
responden yang memberikan MP-ASI makanan cair menjadi makanan keluarga
dengan tepat mengalami diare akut (sikecil, 2011).Pemilihan jenis makanan
sebanyak 6 responden (35 %) dan yang juga disesuaikan dengan kesukaan bayi dan
mengalami diare kronis sebanyak 1 dapat dipengaruhi oleh faktor budaya
responden (6 %). Sedangkan yang (Anna, 2013).
memberikan MP-ASI dengan tidak tepat Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa
mengalami diare akut sebanyak 8 jenis MP-ASI yang paling banyak diberikan
responden (27 %) dan yang mengalami ibu pertama kali kepada bayi adalah
diare kronis sebanyak 2 responden (15 %). makanan bayi instan dalam hal ini adalah
Uji Shaphiro-Wilk (jumlah sampel SUN sebanyak 9 responden. Selanjutnya
kurang dari 50) diperoleh nilai p < 0,05 diikuti dengan bubur 6 responden dan
sehingga tidak dapat dilakukan uji chi pisang 2 responden.
square. Dengan demikian pembacaan hasil
Tabel 6
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Diare
di Negeri Pelauw Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2013
Kejadian Diare
Total
Pemberian MP-ASI Akut Kronis p value
n % n % n %
Tepat 6 35 1 6 7 41 0, 640
Tidak Tepat 8 47 2 12 10 59
Total 14 82 3 18 17 100
Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
50 dengan Kejadian Diare pada Bayi 0 - 6 Bulan
Hasil ini sesuai dengan yang yang lebih bertekstur saat bayi mencapai
ditemukan oleh Hayati, et al (2012) yang usia 6 bulan, sehingga sangat dianjurkan
melakukan penelitian pada etnis Banjar di untuk memulai memberikan MP-ASI pada
Teluk Lelong Ilir, dimana sebagaian besar usia 6 bulan (Fauzi, 2013). Selain itu,
ibu memberikan MP-ASI pertama kali setelah 6 bulan pemberian ASI saja tidak
kepada bayi adalah makanan pabrikan cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan
seperti SUN karena alasan lebih mudah dan makanan bayi. Pemberian ASI saja pada
praktis. Selain itu, faktor budaya serta peran usia pasca-enam bulan hanya akan
orang terdekat menjadi alasan pemilihan memenuhi sekitar 60 - 70 persen kebutuhan
jenis MP-ASI pertama kali kepada bayi bayi. Sedangkan yang 30 - 40 persen harus
(Prabantini, 2010). dipenuhi dari makanan pendamping atau
WHO/UNICEF tidak melarang para makanan tambahan (Dewi, 2013).
ibu untuk memberikan MP-ASI instan Berdasarkan hasil penelitian ini,
(komersial) dengan pertimbahan hasil pada ditemukan sebagian besar responden
hasil dari beberapa penelitian dimana MP- pertama kali memberikan MP-ASI pada
ASI yang diproduksi sendiri oleh ibu usia bayi kurang dari 6 bulan dengan
ditemukan banyak yang tidak mengandung presentasi 82,4 % atau sebanyak 14
zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi. responden, sedangkan hanya sebagian kecil
Sementara makanan bayi instan selain yang memberikan setelah usia 6 bulan yaitu
mudah disiapkan, juga mencukupi sebanyak 3 responden (17,6 %). Kondisi ini
kebutuhan nutrisi termasuk micronutrien menunjukan bahwa sebagian besar bayi
serta aman.Yang perlu diperhatikan adalah yang mengalami diare di PKM Pelauw
kondisi makanan instan (kemasan, tanggal mendapatkan MP-ASI pada usia yang
kadaluarsa) serta usis bayi saat pertama kali belum semestinya atau terlalu dini.
deberikan MP-ASI adalah setelah berusia 6 Kondisi ini sejalan dengan yang
bulan(Sikecil, 2011). diungkapkan oleh Susanti (2014) yang
Sesuai dengan data pada tabel 6, menyatakan bahwa kejadian diare pada bayi
dari 9 responden yang memberikan SUN dapat disebabkan karena kesalahan dalam
sebagai MP-ASI pertama kepada bayi yang pemberian makan, dimana bayi sudah diberi
pernah mengalami diare di PKM Perawatan makan selain ASI (Air Susu Ibu) sebelum
Negeri Pelauw, hanya 2 responden yang berusia 6 bulan. Perilaku tersebut sangat
memberikannya setelah bayi berusia 6 beresiko bagi bayi untuk terkena diare
bulan sedangkan sisanya sebanyak 7 karena alasan sebagai berikut; a.Pencernaan
responden adalah ibu yang memberikan bayi belum mampu mencerna makanan
MP-ASI pertama kali kepada bayi sebelum selain ASI. b. Bayi kehilangan kesempatan
berusia 6 bulan. Padahal, semua makanan untuk mendapatkan zat kekebalan yang
bayi instan yang kini tersedia diproduksi hanya dapat diperoleh dari ASI. c. Adanya
khusus untuk bayi yang berusia lebih dari 6 kemungkinan makanan yang diberikan bayi
bulan sehingga teksturnya pun akan sudah terkontaminasi oleh bakteri karena
disesuaikan dengan kemampuan mencerna alat yang digunakan untuk memberikan
bayi usia di atas 6 bulan. Dengan demikian makanan atau minuman kepada bayi tidak
tidak cocok diberikan kepada bayi yang steril.
berusia di bawah 6 bulan. Selain itu, berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (2008), menunjukkan
Usia Pertama Kali mendapat MP-ASI bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI
Sistem pencernaan seorang bayi sebelum berusia enam bulan, lebih banyak
diketahui mencapai kesiapan untuk terserang diare dibandingkan bayi yang
menerima dan mencerna jenis makanan hanya mendapat ASI eksklusif dan
Rigoan Malawat, Saidah Rauf, Feby Metekohy 51
mendapatkan MP-ASI dengan tepat waktu Berbagai faktor dapat menyebabkan diare
(usia pemberian MP-ASI setelah enam pada bayi diantaranya faktor infeksi, faktor
bulan). makanan/minuman, alergi dan pemeberian
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) pemberian antibiotik (Prabantini, 2010).
adalah makanan bergizi yang diberikan Menurut Depkes RI (2011) secara klinis
kepada bayi disamping air susu ibu sejak penyebab diare dapat dikelompokkan dalam
bayi berusia 6 – 12 bulan untuk memenuhi 6 golongan besar yaitu infeksi (disebabkan
kecukupan gizinya (Rachmi, 2003). Sesuai oleh bakteri, virus atau infestasi
dengan data pola pemberian MP-ASI pada parasit),malabsorpsi, alergi, keracunan,
Tabel 6 di atas, didapatkan sebagian besar imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya.
responden memberikan MP-ASI kepada Hubungan antara pola pemberian MP-
bayi secara tidak tepat yaitu sebesar 58,8 %. ASI dengan kejadian diare pada bayi usis 0-
Hanya 42,2 % responden yang memberikan 6 bulan di negeri Pelauw terlihat pada Tabel
MP-ASI secara tepat. 6. Berdasarkan data pada tabel tersebut
Ketepatan dimaksud adalah bukan terlihat bahwa jumlah bayi usia 0-6 bulan
hanya pada kandungan gizi dari MP-ASI yang mendapat MP-ASI secara tepat 6
yang diberikan tetapi juga ketepatan orang diantaranya mengalami diare akut
pemberian MP-ASI meliputi jumlah, jenis sementara hanya 1 orang yang mengalami
dan kebersihan mecakup kebersiahan alat diare kronis. Sementara untuk bayi yang
makan, bahan pembuat MP-ASI serta mendapat MP-ASI secara tidak tepat lebih
personal hygiene dari pemberi MP-ASI banyak yang mengalami diare akut yaitu 8
harus diperhatikan dengan baik sesuai orang dan diare kronis 2 orang. Data ini
dengan petunjuk dasar pemberian MP-ASI menunjukan jumlah bayi usia 0-6 bulan
oleh WHO (Sikecil, 2011). yang mengalami diare baik akut maupun
Diare adalah buang air besar encer kronis berada pada kategori pemberian MP-
dari tiga kali sehari (WHO, 1980). ASI yang tidak tepat dengan presentase 59
Sedangkan bagian Ilmu Kesehatan Anak %.
FKUI/RSCM mengartikan diare sebagai Akan tetapi, hasil uji statistik
buang air besar yang tidak normal atau menggunakan Uji Fisher Exact diperoleh
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi nilai p > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa
lebih banyak dari biasanya. Neonatus tidak ada hubungan yang signifikan antara
dinyatakan diare bila frekuensi buang air pola pemberian MP-ASI dengan kejadian
besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan diare pada bayi usia 0-6 bulan di Negeri
untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan Pelauw Kecamatan pulau Haruku
anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2013.
(Hassan, 2005). Kondisi ini dapat terjadi karena selain
Diare dapat berlangsung dalam pemberian makanan pendamping ASI, ada
rentang waktu yang berbeda-beda. faktor lain yang dapat mengakibatkan
Seseorang dikatakan menderita diare akut terjadinya diare, yaitu faktor infeksi, alergi
jika diare berlangsung selama kurang dari dan pemeberian pemberian antibiotik
14 hari sedangkan jika diare berlangsung (Prabantini, 2010). Sejalan dengan hasil ini,
lebih dari 14 hari dan biasanya berulang secara klinis penyebab yang sering
disebut dengan diare kronis (Depkes RI, ditemukan di lapangan adalah diare yang
2011). disebabkan infeksi dan keracunan (Depkes
Sesuai dengan hasil penelitian ini, RI, 2011).
didapatkan bahwa dari 17 responden, 82,4 Pada penelitian ini, penulis hanya
% menderita diare akut sedangkan sisanya melakukan identifikasi kejadian diare pada
sebanyak 17,6 % menderita diare kronis. bayi dengan menghubungkan pada pola
Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
52 dengan Kejadian Diare pada Bayi 0 - 6 Bulan
HUBUNGAN POLA MAKAN DAN ASUPAN ZAT GIZI DENGAN STATUS GIZI
ANAK BALITA DI PULAU NUSALAUT KABUPATEN MALUKU TENGAH
Octovina Soumokil
Dosen Poltekkes Kemenkes Maluku
Abstrak
Pola dan kebiasaan makan yang tidak baik merupakan salah satu sebab timbulnya masalah
kesehatan dan gizi salah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dan
asupan zat gizi dengan status gizi balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah. Desain
penelitian menggunakan rancangan Cross-sectional dengan subyek penelitian adalah anak usia
0-60 bulan. Pengambilan sampel dilakukan pada keseluruhan populasi yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi dan jumlah sampel adalah 368 balita. Analisa data secara univariat
menggunakan distribusi frekuensi dan bivariat menggunakan Chi-square.Pada penelitian ini
diperoleh hasil hubungan frekuensi makan dengan status gizi indeks BB/U dan indeks BB/TB
bermakna (p=0.02). Hubungan asupan energi dan asupan protein dengan status gizi indeks
BB/U bermakna (p=<0,001) dan indeks TB/U bermakna (p=0,001). Dari hasil penelitian
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan status
gizi indeks BB/U dan BB/TB, asupan energi dan asupan protein dengan status gizi indeks
BB/U dan TB/U.
masyarakat di pulau Nusalaut selain nasi sangat kurus sebanyak 13,3%; serta balita
(beras)(Bustaman, S, dkk.2010). yang pendek dan sangat pendek sebanyak
Pola konsumsi yang dianjurkan di 35,6%. Sedangkan laporan Riskesdas 2007
Indonesia sesuai dengan kaidah kesehatan menunjukan prevalensi balita gizi buruk
adalah diarahkan pada pola konsumsi yang dan gizi kurang berdasarkan indikator berat
lebih beragam, bergizi dan berimbang yang badan terhadap umur di Propinsi Maluku
biasa disebut dengan menu seimbang yang masih cukup tinggi yaitu 9,3% dan 18,5%,
terdiri dari makanan pokok, lauk hewani lebih tinggi dari prevalensi nasional (5,4%
dan nabati, sayur, buah dan susu. Akan dan 13,0%), dan Laporan Puskesmas
tetapi pada kenyataannya masih banyak Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah per
keluarga yang belum mampu untuk bulan September (2012) menunjukkan
menerapkan pola konsumsi tersebut dalam bahwa 0,9% balita mengalami gizi buruk
menu sehari-hari. Hal ini sangat terkait dan 9,8% balita mengalami gizi kurang
dengan daya beli, ketersediaan pangan, (Kemenkes RI.2010).
faktor ekonomi, pendidikan dan sosial
budaya. METODE
Pola dan kebiasaan makan yang tidak Penelitian ini merupakan jenis
baik merupakan salah satu sebab timbulnya penelitian observasional, dengan rancangan
masalah kesehatan dan gizi Cross-Sectional. Penelitian dilaksanakan
salah(Soekirman. 2000). Jenis dan mulai bulan Maret sampai Mei 2013 di
frekuensi makan menjadi penting artinya pulau Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah.
dalam konteks standar gizi seseorang. Populasi penelitian ialah anak berusia
Makanan yang dimakan minimal harus 0-60 bulan di Pulau Nusalaut Kabupaten
mengandung zat-zat gizi yang diperlukan Maluku Tengah yang berjumlah 394 balita.
tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak Sampel penelitian yaitu anak balita di Pulau
dan vitamin serta mineral. Sedangkan Nusalaut yang memenuhi kriteria inklusi
frekuensi makan terutama pada anak balita, dan eksklusi yaitu sebanyak 368 balita.
sekurang-kurangnya tiga kali makan sehari Kriteria inklusi meliputi: anak umur 0-60
guna memenuhi kebutuhan gizinya. bulan, bertempat tinggal di pulau Nusalaut
Keadaan gizi seseorang merupakan Kabupaten Maluku Tengah, orang tua/wali
gambaran apa yang dikonsumsi dalam yang sah bersedia menjadi responden
waktu yang cukup lama. Kekurangan salah dengan mengisi informed consent. Kriteria
satu zat gizi dapat menimbulkan penyakit eksklusi adalah anak balita yang menderita
defisiensi. Kekurangan zat gizi dapat kelainan yang dapat mengganggu
menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih pertumbuhan dan perkembangan, dan
ringan atau menurunnya kemampuan fungsi selama penelitian tidak berada di lokasi
tubuh. Masalah gizi merupakan refleksi dari penelitian.
konsumsi energi, protein dan zat-zat gizi Data yang dikumpulkan meliputi:
lainnya yang diperlukan oleh tubuh karakteristik keluarga sampel dan sampel,
(Karyadi, D., dkk. 1996). berat badan sampel diukur dengan dacin,
Masalah gizi kurang pada balita panjang badan sampel usia 0-24 bulan dan
masih cukup tinggi, salah satunya karena tinggi badan sampel usi 25-60 bulan diukur
kualitas makanan sebagian besar dengan microtoise, pola makan dan asupan
masyarakat Indonesia terutama pada anak zat gizi diperoleh melalui wawancara
balita yang masih belum bergizi-seimbang. dengan menggunakan formulir recall 24
Hasil Riskesdas 2010 ditemukan anak balita jam selama 3 hari tanpa berturut-turut. Data
yang menderita gizi kurang dan buruk hasil recall selama 3 hari diinput
sebanyak 17,9%; balita yang kurus dan menggunakan software NutriSurvey, status
Octovina Soumokil 57
gizi diperoleh melalui perhitungan indeks mineral. Selain itu sebagian besar sampel
berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi umur 0-6 bulan tidak mengkonsumsi ASI
badan terhadap umur (TB/U), dan berat eksklusif dan pemberian makanan
badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Data pendamping atau MP-ASI yang masih
yang dikumpulkan kemudian dianalisis terlalu dini. Distribusi pola makan (jenis
secara bertahap, yaitu analisis univariat dan makanan dan frekuensi makan) sampel
bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji dapat dilihat pada Tabel 2.
statistic chi square.
Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel dan Keluarga Sampel
Karakteristik Sampel dan Keluarga (n = 368)
Sampel Karakteristik Keluarga n %
Umur Anak
Karakteristik sampel dan keluarga
0 – 6 bulan 50 13,6
sampel dapat dilihat pada Tabel 1. 7 – 24 bulan 138 37,5
Sebanyak 48,9% sampel merupakan 25 – 60 bulan 180 48,9
kelompok usia 25-60 bulan dan hanya Jenis Kelamin Anak
13,6% yang merupakan kelompok usia 0-6 Laki-laki 186 50,5
bulan. Jenis kelamin sampel sebagian besar Perempuan 182 49,5
(50,5%) laki-laki dan sisanya (49,5%) Pendidikan Ayah
perempuan. Anggota keluarga sampel Tamat SD 71 19,3
sebagian besar (57,1%) berjumlah < 6 Tamat SMP 67 18,2
orang. Pendidikan ayah dan ibu sampel Tamat SMU 213 57,9
sebagian besar (57,9% dan 57,3%) tamat Diploma/S1/S2 17 4,6
Pendidikan Ibu
SMU. Sebagian besar (74,5%) ayah sampel
Tamat SD 58 15,8
bekerja sebagai petani dan 4,9% ayah Tamat SMP 68 18,5
sampel lainnya bekerja sebagai nelayan. Tamat SMU 211 57,3
Pekerjaan ibu sampel sebagian besar Diploma/S1/S2 31 8,4
(54,9%) sebagai petani dan 32,9% sisanya Pekerjaan Ayah
tidak bekerja (sebagai ibu rumah tangga Petani 274 74,5
saja). Nelayan 18 4,9
Tukang ojek 14 3,8
Pola Makan Sampel Buruh 5 1,3
Pada penelitian ini, sebagian besar Swasta 31 8,4
(61,7%) jenis makanan sampel termasuk PNS/TNI/Polri 26 7,1
Pekerjaan Ibu
kategori tidak baik dengan mengkonsumsi
Tidak bekerja/ibu rmh tgg 121 32,9
kurang dari tiga kelompok jenis makanan Petani 202 54,9
dalam sehari dan hanya 38,3% sampel Pedagang 2 0,5
kategori baik dengan yang mengkonsumsi 3 Swasta 8 2,2
kelompok jenis makanan dalam sehari yaitu PNS/TNI/Polri 35 9,5
makanan pokok (sumber karbohidrat), lauk Jumlah Anggota Keluarga
pauk (sumber protein), sayuran dan buah < 6 orang 210 57,1
(sumber vitamin dan mineral).Hal ini ≥ 6 orang 158 42,9
disebabkan oleh kebiasaan makan
masyarakat termasuk anak balita di pulau Jenis makanan pokok anak balita di
Nusalaut yang pada umumnya lebih banyak Pulau Nusalaut waktu dulu adalah sagu
mengkonsumsi makanan sumber (papeda), keladi, singkong, dan ubi jalar
karbohidrat dan protein dibandingkan (petatas). Sumber protein berasal dari ikan
dengan makanan sumber vitamin dan juga berasal dari hewan ternak seperti ayam
Hubungan Pola Makan dan Asupan Zat Gizi
58 dengan Status Gizi Anak Balita
dan babi. Sedangkan sayuran dan buah- < 10 kali sehari. Menurut berbagai kajian,
buahan berasal dari sekitar tempat tinggal frekuensi makan yang baik adalah tiga kali
mereka seperti daun singkong, daun sehari. Hal ini memberi arti bahwa makan
melinjo, papaya, pisang, mangga dan lain- pagi juga penting dilakukan. Seringkali
lain. Dengan berjalannya waktu dan orang mengabaikan makan pagi karena
berkembangnya zaman sekarang mereka diburu oleh waktu yang sempit. Secara
telah banyak menggunakan beras sebagai kuantitas dan kualitas sulit untuk memenuhi
makanan pokok sehari-hari. Sumber protein kebutuhan gizi apabila kita hanya makan 1
sebagian besar dari ikan laut. Bahan atau 2 kali sehari. Keterbatasan volume
makanan ini didapatkan dari hasil lambung menyebabkan kita tidak bias
tangkapan orang tua mereka terutama yang makan sekaligus dalam jumlah banyak,
bekerja sebagai nelayan dan bagi mereka sehingga sebaiknya makan dilakukan secara
yang tidak bekerja sebagai nelayan frekuentif yakni 3 kali sehari (Khomsan,
terkadang mereka membeli dari tetangga A.2003).
yang bekerja sebagai nelayan. Sampel
kurang mengkonsumsi sayuran dan buah- Asupan Zat Gizi Sampel
buahan, dan makanan yang mereka Dari hasil penelitian didapatkan
konsumsi kurang bervariasi, padahal sebagian besar (63,3%) asupan energi
dengan makan yang beraneka ragam berarti sampel<80% AKG, dengan rata-rata asupan
kekurangan zat gizi dari suatu makanan energi sebesar 638,5 kkal/kapita/hari. Rata-
dapat diisi oleh zat gizi dari makanan yang rata asupan energi tersebut lebih rendah dari
lain. angka kecukupan energi yang
direkomendasikan Widya Karya Pangan
Tabel 2. dan Gizi X Tahun 2012 yaitu untuk usia 7-
Distribusi Sampel Berdasarkan Pola Makan 11 bulan sebesar 725 kkal/kapita/hari, usia
(n=368) 1-3 tahun sebesar 1125 kkal/kapita/hari,
Pola Makan n % dan usia 4-5 tahun sebesar 1600
Jenis Makanan*
kkal/kapita/hari. Sedangkan sebagian besar
Baik 141 38,3 (52,2%) asupan protein sampel ≥ 80%
Tidak Baik 227 61,7 AKG, dengan rata-rata asupan protein
Frekuensi Makan** sebesar 20,8 gr/kapita/hari. Rata-rata
Baik 296 80,4 asupan protein tersebut juga masih lebih
Tidak Baik 72 19,6 rendah dari angka kecukupan protein yang
∗
Jenis Makanan: Baik jika konsumsi ASI Eksklusif direkomendasikan Widya Karya Pangan
atau konsumsi 3 jenis kelompok makanan dalam dan Gizi X Tahun 2012 yaitu untuk usia 1-3
sehari; Tidak Baik jika konsumsi ASI tidak
tahun sebesar 26 gr/kapita/hari, usia 4-5
Eksklusif atau konsumsi < 3 jenis kelompok
makanan dalam sehari; ** Frekuensi Makan: Baik tahun sebesar 35 gr/kapita/hari(Kemenkes
jika memberikan ASI ≥ 10 kali sehari atau makan ≥ RI.2012). Pencapaian asupan energi dan
3 kali sehari; Tidak Baik jika memberikan ASI < 10 protein yang rendah disebabkan terbatasnya
kali sehari atau makan <3 kali sehari. variasi makanan dan jumlah frekuensi
makan yang < 3 kali sehari tentu saja akan
Frekuensi makan sampel juga tidak mempengaruhi kecukupan gizi anak balita.
berbeda dengan masyarakat lainnya yaitu Distribusi asupan zat gizi (energi dan
ada yang makan 3 kali sehari dan sebagian protein) anak balita dapat dilihat pada Tabel
lagi 2 kali sehari. Dari hasil penelitian 3.
menunjukkan sebagian besar (80,4%) Manusia membutuhkan energi untuk
sampel makan ≥ 3 kali sehari atau mempertahankan hidup dan melakukan
menyusui ≥ 10 kali sehari, dan hanya aktivitas harian. Makanan mengandung
19,6% makan < 3 kali sehari atau menyusui
Octovina Soumokil 59
karbohidrat, lemak dan protein digunakan lemak dan karbohidrat. Dengan makanan
sebagai sumber energi untuk kegiatan beragam, kekurangan zat gizi dari satu
tersebut. Energi yang masuk melalui makanan akan dilengkapi oleh makanan
makanan harus seimbang dengan kebutuhan lain. Menu yang terdiri dari beraneka ragam
energi (FKM UI. 2010). Apabila masukan makanan dalam jumlah dan proporsi yang
energi lebih kecil dari energi yang keluar, sesuai, akan memenuhi kebutuhan gizi
akan terjadi defisit energi dan berat badan seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan
menurun (kurus). Sebaliknya masukan sel-sel tubuh (Almatsier, S.2009).
energi yang lebih besar dari pengeluaran
energi, terjadi surplus energi yang disimpan Status Gizi
dalam bentuk lemak badan, akibatnya berat Pengukuran status gizi berdasarkan
badan naik (gemuk). Terjadinya defisit dan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB dapat
surplus energi menunjukkan bahwa dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil
makanan tidak seimbang. Ketidak pengukuran status gizi menurut indeks
seimbangan makanan (baik defisit maupun BB/U, diketahui sebagian besar (51,6%)
surplus) akan mengganggu fungsi tubuh sampel termasuk dalam kategori gizi
yang berakibat negatif terhadap keadaan kurang, lainnya (48,4%) termasuk dalam
gizi dan kesehatan kita (Soekirman. 2000). kategori baik. Kondisi status gizi
berdasarkan indeks BB/U memberikan
Tabel 3. gambaran masa tubuh anak, tetapi bersifat
Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Zat reversibel, karena sangat sensitif terhadap
Gizi (n=368) perubahan-perubahan yang mendadak,
Asupan Zat Gizi n % misalnya sakit/infeksi, menurunnya nafsu
Energi makan atau menurunnya jumlah makanan
Cukup (≥ 80% AKG) 135 36,7 yang dikonsumsi, atau sebaliknya ketika
Rendah (< 80% AKG) 233 63,3 pemenuhan gizi tercapai maka status gizi
Protein menjadi lebih baik (Soekirman. 2000).
Cukup (≥ 80% AKG) 192 52,2 Maka indeks berat badan terhadap umur
Rendah (< 80% AKG) 176 47,8 lebih menggambarkan status gizi seseorang
saat ini (current nutritional status)(Gibson,
Sagu dan umbi-umbian masih R.S. 2009).
dominan dalam pola konsumsi pangan Pengukuran status gizi berdasarkan
masyarakat di Pulau Nusalaut meskipun ada indeks TB/U menunjukkan hasil sebagian
kecenderungan meningkatnya konsumsi besar (63,6%) sampel berkategori gizi
beras dan konsumsi produk olahan terigu normal, sedangkan 36,4% berkategori gizi
seperti roti dan mie instant. Di samping itu pendek (stunted). Indeks tinggi badan
pada masyarakat Pulau Nusalaut tidak terhadap umur dapat memberikan gambaran
ditemukan adanya jenis makanan tertentu status gizi masa lalu, karena sifat
yang dipantang atau dilarang, hal ini tentu pertumbuhan yang irreversible (Gibson,
akan berdampak baik pada status gizi anak R.S. 2009). Interpretasi tinggi badan
balita di Pulau Nusalaut. Makanan yang bervariasi sesuai dengan umur subjek. Pada
beraneka ragam diperlukan karena tidak ada anak < 2 tahun ukuran tinggi badan yang
satu jenis bahan makanan mengandung zat dicapai (achieved size) mungkin
gizi komplit. Selain itu jumlah dan jenis zat menggambarkan proses gagal tumbuh,
gizi yang terkandung dalam tiap jenis bahan namun masih bisa dikoreksi (Hadi, H.
makanan juga berbeda-beda (Soekirman. 2005).
2000). Lauk pauk kaya protein tapi tidak Pengukuran status gizi berdasarkan
mengandung serat, sayur dan buah kaya indeks BB/TB menunjukkan hasil sebagian
vitamin, mineral dan serat tetapi miskin
Hubungan Pola Makan dan Asupan Zat Gizi
60 dengan Status Gizi Anak Balita
protein dengan status gizi indeks berat energi dan asupan protein yang cukup akan
badan terhadap umur dengan rasio menghasilkan status gizi yang baik,
prevalens (RP) asupan energi sebesar 1,76 demikian sebaliknya anak balita mengalami
(95% CI 1,36-2,26), nilai rasio prevalens gizi kurang terjadi karena asupan energi dan
(RP) asupan protein sebesar 1,78 (95% CI protein rendah. Penelitian ini sejalan
1,44-2,20). Artinya anak balita dengan Denganpenelitian yang dilakukan
asupan energi rendah beresiko mengalami pada Suku Nuaulu Kecamatan amahai
gizi kurang 1,8 kali lebih besar dibanding Kabupaten Maluku Tengah yang
anak balita dengan asupan energi cukup. menunjukkan ada hubungan antara asupan
Dan anak balita dengan asupan protein energi dan protein dengan status gizi anak
rendah beresiko mengalami gizi kurang 1,8 balita menurut indeks berat badan terhadap
kali lebih besar dibanding anak balita umur(Asrar, M. 2009).
dengan asupan protein cukup. Hal ini
menunjukkan anak balita dengan asupan
Tabel 5.
Hubungan Pola Makan, Asupan Zat Gizi, Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu, dan
Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita di Pulau Nusalaut
Menurut Indeks Berat Badan Terhadap Umur
Status Gizi
Jumlah
Variabel Baik Kurang χ2 RP 95% CI p
n % n % n %
Jenis Makanan*
Baik 71 50,4 70 49,6 141 100 0,36 1,06 0,86-1,30 0,55
Tidak Baik 107 47,1 120 52,9 227 100
Frekuensi Makan**
Baik 134 45,3 162 54,7 296 100 5,81 0,71 0,52-0,96 0,02
Tidak Baik 44 61,1 28 38,9 72 100
Asupan Energi
Cukup (≥ 80% AKG) 88 65,2 47 34,8 135 100 24,14 1,76 1,36-2,26 <0,001
Rendah (< 80% AKG) 90 38,6 143 61,4 233 100
Asupan Protein
Cukup (≥ 80% AKG) 120 62,5 72 37,5 192 100 32,09 1,78 1,44-2,20 <0,001
Rendah (< 80% AKG) 58 33,0 118 67,0 176 100
Pendidikan Ibu
Tinggi (≥ SMU) 124 51,2 118 48,8 242 100 2,33 1,17 0,96-1,42 0,13
Rendah (≤ SMP) 54 42,9 72 57,1 126 100
Pekerjaan Ibu
Bekerja 118 47,8 129 52,2 247 100 0,10 0,96 0,77-1,19 0,74
Tidak Bekerja 60 49,6 61 50,4 121 100
Jumlah Anggota
Keluarga
Banyak (≥ 6 orang) 76 48,1 82 51,9 158 100 0,01 0,99 0,81-1,20 0,93
Sedikit (< 6 orang) 102 48,6 108 51,4 210 100
∗
Jenis Makanan: Baik jika konsumsi ASI Eksklusif atau konsumsi 3 jenis kelompok makanan dalam sehari;
Tidak Baik jika konsumsi ASI tidak Eksklusif atau konsumsi < 3 jenis kelompok makanan dalam sehari; **
Frekuensi Makan: Baik jika memberikan ASI ≥ 10 kali sehari atau makan ≥ 3 kali sehari; Tidak Baik jika
memberikan ASI < 10 kali sehari atau makan < 3 kali sehari.
Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa mereka tidak akan memakannya dengan
tidak ada hubungan yang signifikan antara sayur-sayuran. Jadi menu yang sering
pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan jumlah ditemukan adalah nasi/bubur/papeda
anggota keluarga dengan status gizi anak dengan ikan saja, atau nasi/bubur/papeda
balita indeks berat badan terhadap umur. dengan sayur saja.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang Status gizi adalah hasil akhir dari
menyatakan faktor pendidikan ibu tidak ada keseimbangan antara makanan yang masuk
hubungan dengan status gizi anak balita, ke dalam tubuh (nutrition intake) dengan
karena seseorang dengan pendidikan rendah kebutuhan tubuh (nutrition output) akan zat
belum tentu kurang mampu menyusun gizi tersebut. Anak yang makanannya tidak
makanan yang memenuhi persyaratan gizi cukup baik maka daya tahan tubuhnya akan
dibandingkan dengan orang lain yang melemah dan akan mudah terserang
pendidikannya lebih tinggi(Woge.2007). penyakit. Anak yang sakit maka berat
Hasil penelitian tentang pekerjaan ibu badannya akan menjadi turun sehingga
berbedah dengan hasil penelitian yang akan berpengaruh terhadap status gizi dari
dilakukan di Afrika yang menemukan ibu anak tersebut(Gibson, R.S. 2005).
yang tidak bekerja atau hanya mengurus Tabel 6 menunjukkan ada hubungan
rumah tangga memiliki waktu yang cukup yang signifikan antara asupan energi dan
untuk mengasuh dan merawat anaknya, hal asupan protein dengan status gizi indeks
ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan tinggi badan terhadap umur dengan nilai
dan status gizi anak(Schoeman, S.E., dkk. rasio prevalens (RP) sebesar 1,57 (95% CI
2006). Sedangkan Anak balita pada 1,14-2,16) untuk asupan energi, dan nilai
keluarga besar cenderung kurang rasio prevalens (RP) sebesar 1,56 (95% CI
menguntungkan. Mereka tidak 1,18-2,06) untuk asupan protein. Artinya
mendapatkan perhatian yang cukup baik anak balita yang asupan energinya rendah
fisik, kasih sayang, atau kebutuhan lainnya. akan beresiko mengalami pendek (stunted)
Hal tersebut disebabkan karena waktu dan 1,6 kali lebih besar dibanding dengan anak
perhatian orang tua harus terbagi pada balita yang memiliki asupan energi cukup.
anggota keluarga lain dan menyebabkan Dan anak balita yang asupan proteinnya
sedikitnya perhatian pada anak balita rendah akan beresiko mengalami pendek
tersebut(Lutviana, E., dkk. 2010). (stunted) 1,6 kali lebih besar dibanding
dengan anak balita yang memiliki asupan
Hubungan Pola Makan, Asupan Zat protein cukup. Hal ini menunjukkan asupan
Gizi, Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu dan energi dan asupan protein sangat berperan
Jumlah Anggota Keluarga dengan Status dalam menentukan status gizi anak balita.
Gizi Anak Balita di Pulau Nusalaut Dengan adanya asupan energi dan asupan
menurut Indeks Tinggi Badan terhadap protein yang baik, diharapkan status gizi
Umur akan baik pula(Ruel, M.T, dkk. 2002).
Pada Tabel 6 menunjukkan tidak ada Pada Tabel 6 menunjukkan tidak ada
hubungan antara jenis makanan dan hubungan yang signifikan antara
frekuensi makan dengan status gizi indeks pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan jumlah
tinggi badan terhadap umur. Ini berarti anak anggota keluarga dengan status gizi anak
balita dengan jenis makanan dan frekuensi balita indeks tinggi badan terhadap umur.
makan baik belum tentu status gizinya Tidak adanya hubungan pendidikan dengan
normal pula. Pola makan beragam hampir status gizi dapat dikarenakan perkembangan
jarang ditemukan pada menu makanan teknologi yang ada saat ini. Ibu dengan
anak-anak balita di pulau Nusalaut. tingkat pendidikan rendah dengan adanya
Faktanya bila ada ikan, daging atau telur perkembangan teknologi saat ini dapat
Octovina Soumokil 63
dengan mudah mengakses informasi dari pemenuhan gizi anaknya. Dan tidak ada
berbagai media, sehingga mereka dapat hubungan yang signifikan antara jumlah
meningkatkan pengetahuannya(Astuti, anggota keluarga denga status gizi anak
F.D., dkk. 2012). Tidak adanya hubungan balita indeks tinggi badan terhadap umur,
yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan didukung dengan penelitian di Kabupaten
status gizi anak balita indeks tinggi badan Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat yang
terhadap umur bertentangan dengan menyatakan jumlah anggota rumah tangga
penelitian yang menunjukkan hubungan tidak berhubungan secara bermakna dengan
pekerjaan ibu dengan status gizi balita status gizi balita indeks berat badan
bermakna(Miagia, I.S., dkk. 2010). Hal ini terhadap umur dan tinggi badan terhadap
mungkin karena ibu yang bekerja tidak umur(Ginting, M. 2005).
mempunyai banyak waktu untuk memantau
Tabel 6.
Hubungan Pola Makan, Asupan Gizi, Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu dan Jumlah
Anggota Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita di Pulau NusalautMenurut
Indeks Tinggi Badan Terhadap Umur
Tabel 7.
Hubungan Pola Makan, Asupan Gizi, Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu dan Jumlah Anggota
Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita AAdi Pulau Nusalaut Menurut Indeks Berat Badan
Terhadap Tinggi Badan
Status Gizi
Jumlah 95%
Variabel Normal Kurus χ2 RP p
CI
n % n % n %
Jenis Makanan*
Baik 100 70,9 41 29,1 141 100 0,00 0,99 0,72- 1,00
Tidak Baik 161 70,9 66 29,1 227 100 1,38
Frekuensi Makan**
Baik 202 68,2 94 31,8 296 100 5,27 0,57 0,33- 0,02
Tidak Baik 59 81,9 13 18,1 72 100 0,95
Asupan Energi
Cukup (≥ 80% AKG) 94 69,6 41 30,4 135 100 0,17 0,93 0,67- 0,68
Rendah (< 80% AKG) 167 71,7 66 28,3 233 100 1,29
Asupan Protein
Cukup (≥ 80% AKG) 136 70,8 56 29,2 192 100 0,00 0,99 0,72- 0,97
Rendah (< 80% AKG) 125 71,0 51 29,0 176 100 1,36
Pendidikan Ibu
Tinggi (≥ SMU) 170 70,3 72 29,7 242 100 0,15 0,93 0,66- 0,69
Rendah (≤ SMP) 91 72,2 35 27,8 126 100 1,31
Pekerjaan Ibu
Bekerja 172 69,6 75 30,4 247 100 0,60 0,87 0,61- 0,44
Tidak Bekerja 89 73,5 32 26,5 121 100 1,23
Jumlah Anggota Keluarga
Banyak (≥ 6 orang) 115 72,8 43 27,2 158 100 0,46 1,11 0,80- 0,50
Sedikit (< 6 orang) 146 69,5 64 30,5 210 100 1,55
* Jenis Makanan: Baik jika konsumsi ASI Eksklusif atau konsumsi 3 jenis kelompok makanan dalam sehari;
Tidak Baik jika konsumsi ASI tidak Eksklusif atau konsumsi < 3 jenis kelompok makanan dalam sehari; **
Frekuensi Makan: Baik jika memberikan ASI ≥ 10 kali sehari atau makan ≥ 3 kali sehari; Tidak Baik jika
memberikan ASI < 10 kali sehari atau makan < 3 kali sehari.
Octovina Soumokil 65
Makanan yang beraneka ragam akan mengalami KEP dimulai pada anak
diperlukan karena tidak ada satu jenis bahan nomor ke empat ke atas. Hal tersebut
makanan, kecuali ASI untuk bayi, yang menunjukkan bahwa dengan jumlah
mengandung semua zat gizi yang anggota keluarga yang besar diberangi
dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu jumlah dengan distribusi makanan yang tidak
dan jenis zat yang terkandung dalam tiap merata akan menyebabkan anak balita
jenis bahan makanan juga berbeda-beda. dalam keluarga tersebut menderita KEP.
Lauk pauk kaya protein tapi tidak
mengandung serat, sayur dan buah kaya KESIMPULAN
vitamin, mineral dan serat tetapi miskin Berdasarkan hasil penelitian dan
lemak dan karbohidrat. Dengan makanan pembahasan di atas dapat ditarik
beragam, kekurangan zat gizi dari satu kesimpulan berikut :ada hubungan yang
makanan akan dilengkapi oleh makanan bermakna antara pola makan menurut
lain(Soekirman. 2000). frekuensi makan dengan status gizi anak
Pada Tabel 7 menunjukkan tidak ada balita indeks berat badan terhadap umur dan
hubungan yang signifikan antara berat badan terhadap tinggi badan, namun
pendidikan ibu dengan status gizi anak tidak ada hubungan yang bermakna antara
balita indeks berat badan terhadap tinggi frekuensi makan dengan status gizi indeks
badan. Penelitian ini bertentangan dengan tinggi badan terhadap umur. Tidak ada
yang dikemukakan oleh Suhardjo bahwa hubungan yang bermakna antara pola
tingkat pendidikan ibu sangat makan menurut jenis makanan dengan
mempengaruhi kemampuan penerimaan status gizi indeks berat badan terhadap
informasi gizi(Suhardjo.1996). Ibu dengan umur, tinggi badan terhadap umur dan berat
tingkat pendidikan yang rendah akan lebih badan terhadap tinggi badan. Dan ada
baik mempertahankan tradisi-tradisi yang hubungan yang bermakna antara asupan zat
berhubungan dengan makanan, sehingga gizi energi dan protein dengan status gizi
sulit menerima informasi baru bidang gizi. indeks berat badan terhadap umur dan
Tingkat pendidikan ikut menentukan atau tinggi badan terhadap umur, namun tidak
mempengaruhi mudah tidaknya seseorang ada hubungan antara asupan zat gizi energi
menerima suatu pengetahuan, semakin dan protein dengan status gizi indeks berat
tinggi pendidikan maka seseorang akan badan terhadap tinggi badan.
lebih mudah menerima informasi-informasi Adapun saran yang dapat diberikan terkait
gizi. hasil penelitian adalah :Untuk
Pada Tabel 7 diketahui, tidak ada meningkatkan kebiasaan masyarakat di
hubungan antara pekerjaan ibu dengan Pulau Nusalaut dalam mengkonsumsi
status gizi anak balita indeks berat badan makanan yang beraneka ragam, maka perlu
terhadap tinggi badan. Penelitian ini sesuai ditingkatkan penyuluhan dan konseling
dengan pendapat bahwa ibu yang tidak gizi tentang pentingnya pola makan yang
bekerja memiliki waktu yang cukup untuk memenuhi prinsip gizi seimbang yaitu
mengasuh dan merawat anaknya termasuk beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan
status gizinya(Scoeman, S.E., dkk. 2006). aman. Untuk meningkatkan status gizi
Tabel 9 menunjukkan tidak ada hubungan balita maka asupan zat gizi energi dan
antara jumlah anggota keluarga denga protein anak balita di Pulau Nusalaut harus
status gizi anak balita indeks berat badan di tingkatkan. Hal ini dapat ditempuh
terhadap tinggi badan. Penelitian ini melalui penyuluhan kepada masyarakat dan
bertentangan dengan penelitian Suhairini keluarga tentang manfaat zat gizi
yang menyatakan bahwa umumnya khususnya energi dan protein bagi balita,
keluarga dengan besar keluarga 7-8 orang serta dilakukan pemantauan pertumbuhan
Hubungan Pola Makan dan Asupan Zat Gizi
66 dengan Status Gizi Anak Balita
anak secara berkala melalui posyandu Depkes RI. (2006) Buku Kader Posyandu
sehingga status gizi anak balita dapat dalam Usaha Perbaikan Gizi
ditingkatkan.Untuk meningkatkan akses Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
pangan di tingkat rumah tangga maka perlu Devi, (2012) Gizi Anak Sekolah, Penerbit
adanya perbaikan ekonomi masyarakat PT Kompas Media Nusantara, Jakarta
melalui pemberdayaan potensi yang sudah Depkes RI., (2008), Laporan Riset
ada di masyarakat, yang implementasinya Kesehatan Dasar Tahun 2007,
lebih diarahkan pada kemandirian bidang Depkes RI, Jakarta.
finansial. Selain itu perlu adanya fasilitas Erni, D.C.N., Pola makan, asupan zat gizi
ekonomi seperti pasar agar ketersediaan dan status gizi anak balita suku Anak
pangan di daerah dapat terpenuhi.Untuk Dalam di Nyogan Kabupaten Muaro
peneliti selanjutnya yang tertarik dengan Jami Provinsi Jambi (Tesis),
penelitian serupa diharapkan dapat Yogyakarta: UGM; 2008.
menggunakan instrumen yang lebih Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
memfokuskan kepada pola makan dan Indonesia, (2010), Gizi dan
pendekatan positive deviance. Kesehatan Masyarakat, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Gibson, R.S., (2005), Principles of
Almatsier, S., (2009), Prinsip Dasar Ilmu Nutritional Assessment, Oxford
Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, University Press, New York.
Jakarta. Ginting, M. Faktor-faktor yang
Asrar, M., Hadi, H., & Boediman, D., Berhubungan dengan Status Gizi
(2009), Pola Asuh, Pola Makan, Balita pada Empat Desa Tertinggal
Asupan Zat Gizi dan Hubungannya dan Tidak Tertinggal di Kabupaten
dengan Status Gizi Anak Balita Pontianak, Propinsi Kalimantan
masyarakat Suku Nuaulu di Barat, Tahun 2005. (Tesis), Jakarta;
Kecamatan Amahai Kabupaten UI: 1997.
Maluku tengah Propinsi Maluku, Hadi, H. (2005) Beban Ganda Masalah
Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2009; Gizi dan Implikasinya terhadap
6(2): 84-94. Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Astuti FD., Sulistyowati, TF. (2012) Nasional. Pidato Pengukuhan Jabatan
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Guru Besar pada Fakultas Kedokteran
dan Tingkat Pendapatan Keluarga Universitas Gadjah Mada.
dengan Status Gizi Anak Prasekolah Yogyakarta.
dan Sekolah Dasar di Kecamatan Karyadi, D., & Muhilal, (1996), Kecukupan
Godean, Jurnal Kesehatan Gizi Yang Dianjurkan, Gramedia,
Masyarakat; 15-19. Jakarta.
Azwar, A., (2004), Kecenderungan Kemenkes RI, (2010), Laporan Riset
Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Kesehatan Dasar Tahun 2010,
Datang, Naskah dipresentasikan Depkes RI, Jakarta.
dalam Pertemuan Advokasi Program Khomsan, A., (2003), Pangan dan Gizi
Perbaikan Gizi Menuju Keluarga untuk Kesehatan. Rajagrafindo
Sadar Gizi, Jakarta Persada, Jakarta.
Bustaman, S., & Hatuely, L., (2010), Kemenkes RI. (2012) Angka Kecukupan
Membangun Ketahanan Pangan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan bagi
Propinsi Maluku Berawal dari Desa, Bangsa Indonesia, Kemenkes RI,
BPTP Maluku. Jakarta.
Octovina Soumokil 67
Lutviana, E & Budiono I (2010) Prevalensi Soekirman, (2000), Ilmu Gizi dan
dan Determinan Kejadian Gizi Aplikasinya untuk Keluarga dan
Kurang pada Balita, Jurnal Masyarakat, Dirjen Dikti Depdiknas,
Kesehatan Masyarakat; Kesmas 5 (2) Jakarta
(2010) 138-144. Suhardjo (1996) Berbagai Cara Pendidikan
Miagia I.S. & Hidayati T. (2010) Hubungan Gizi, Bumi Aksara, Jakarta.
Pelaksanaan Prinsip Pemberian Woge, (2007), Faktor-faktor Yang
Menu Seimbang, Tingkat Pendidikan Berhubungan Dengan Status Gizi di
dan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Kecamatan Kalimutu Kabupaten
Balita di Kelurahan Togafo, Ende Flores Nusa Tenggara Timur
Kecamatan Pulau Ternate, Kota (Tesis), Yogyakarta: UGM ; 2007.
Ternate.
Nicklas, T.A., Baranowski, T., Cullen,
K.W. and Berenson, G. (2001) Eating
Patterns, Dietary Quality and Pbesity.
Children”s Nutrition Research Center,
Departement of Pediatrics, Baylor
College of Medicine, Houston Texas.
Tulane Center of Cardiovascular
Health, Tulane School of Public
Health and Tropical Medicine, New
Orleans, Louisiana (G.B.) Journal of
the American College of Nutrition,
Vol. 20, No. 6 : 599-608.
Purwati, A., Burhanuddin, B., & Amunudin
S., (2012), Hubungan Pola Asuh
Makan oleh Ibu Pekerja dengan
Status Gizi Baduta di Kecamatan
Tongkuno Selatan Kabupaten Muna,
Media Gizi Masyarakat Indonesia,
Vol 2 No.1 (11-16).
Ruel, M.T. and Menon, P. (2002) Child
Feeding Practices are Asspciated with
Child Nutritional Status in Latin
America : Innovative Uses of
Demographic and Health Surveys.
The American Society for Nutrition
Sciences. Journal of Nutrition.
132:1181-1187
Schoeman, S.E., Dhansay, M. A., Hendrick,
M.K., Hatting, S. P., Benede, A.J.S.,
Laubscher, J. A., (2006), The
Targeting of Nutritionally At-Risk
Children Attending A Primari Health
Care Facility In The Western Cape
Province ofSouth Affrica, Public
Health Nutritions : 9 (8) : 1007-1012.
Hubungan Pola Makan dan Asupan Zat Gizi
68 dengan Status Gizi Anak Balita
JURNAL KESEHATAN TERPADU
JILID 6, NOMOR 1, 2015, 69 – 76
Octovina Soumokil 69
Abstrak
HIV/AIDS bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah pembangunan. HIV/AIDS
menyebar dengan cepat. Prevalensi secara nasional kasus AIDS di Indonesia pada tahun 2011
sebesar 10,62 per 100.000 penduduk, di Maluku sampai Juni 2012 terdapat 782 HIV dan 245
AIDS dengan jumlah kematian 108 orang. Penatalaksanaan HIV/AIDS harus dilakukan dari
berbagai aspek termasuk sprtitualitas.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengalaman spritualitas klien HIV/AIDS.
Metode yang digunakan adalah kualitatif fenomenologidengan desain deskriptif eksploratif.
Hasil penelitian mengidentifikasi 5 tema, yaitu 1) Lebih dekat kepada Tuhan, 2) hidup lebih
berharga, 3) Menyadari Kekuasaan Tuhan, 4) butuh dukungan dari orang terdekat 5)
mempunyai harapan untuk hidup yang lebih baik di hari depan. Sebanyak 7 partisipan
berpartisipasi menceritakan pengalamannya.
Metode wawancara mendalam dan pengamatan lapangan merupakan alat bantu pengumpulan
data. Data di analisis menggunakan metode Collaizi (1978).
Hasil penelitian menyarankan perawat perlu melakukan pengkajian spiritual pada klien
HIV/Aids selama di rawat di RS sehingga perawat dapat memberikan intervensi keperawatan
yang tepat untuk membantu klien HIV/AIDS.
P kesehatan diserang
munculnya penyakit yang sangat
berbahaya dan ganas, yakni penyakit
Acquired Immunodeficiency Syndrome
dengan akan mempengaruhi perekonomian,
masyarakat, keluarga dan sekolah di suatu
negara, melemahkan negara
keseluruhan.Ketika 8% atau lebih dari
secara
November sampai dengan bulan Desember kepada seluruh masyarakat dengan berbagai
tahun 2009 tercatat klien dengan HIV/AIDS kasus termasuk HIV/AIDS.
sebanyak 33.4 juta, orang dewasa yaitu 31.3 Penanggulangan HIV/AIDS di
juta, wanita 15.7 juta, anak-anak dibawah Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1985
usia 15 tahun 15.7 juta. Klien baru yang dengan pembentukan kelompok kerja
terinfeksi HIV/AIDS rata-rata 2.7 juta, penanggulangan AIDS di Departemen
kematian akibat AIDS totalnya 2 juta kesehatan, penetapan wajib lapor kasus
(WHO, 2010). AIDS, penetapan laboratorium untuk
Di Asia Timur dan Asia Tenggara pemeriksaan HIV, penyiapan dan
jumlah orang dengan HIV/AIDS sebanyak penyebaran bahan komunikasi, informasi
3.8 juta orang dengan peningkatan yang dan edukasi (KIE). Puncaknya adalah pada
lebih stabil sejak tahun 2000. Setengah dari tahun 1994 pemerintah membentuk Komisi
klien HIV/AIDS terbesar di Asia berada di Penanggulangan AIDS (KPA) di tingkat
India. Sebagian besar Negara Di Asia Nasional dan di susul oleh terbentuknya
mempunyai prevalensi penduduk dewasa KPA di beberapa Propinsi. Kemudian KPA
yang terkena HIV/AIDS kurang dari satu mulai mengkoordinasikan upaya
persen kecuali Thailand. Epidemi penanggulangan yang dilaksanakan oleh
penyebaran HIV/AIDS telah meletus di Pemerintah dan LSM. Strategi
Cina, Indonesia, Papua Nugini, Vietnam, penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia
beberapa Negara di Asia Tengah dan Baltik terus di tingkatkan mengikuti perubahan,
(WHO, 2010). tantangan dan masalah HIV/AIDS yang
Prevalensi secara nasional kasus semakin besar dan rumit. (Komisi
AIDS di Indonesia pada tahun 2011 sebesar penanggulangan AIDS, 2010).
10,62 per 100.000 penduduk. Provinsi Berbagai upaya penanggulang
dengan prevalensi tertinggi adalah Provinsi HIV/AIDS telah dilakukan dengan
Papua (175,91), disusul Bali (49,16), DKI pendekatan dari semua segi kehidupan
Jakarta (44,74), Kepulauan Riau (25,57), termasuk melalui pendekatan spiritual.
dan Kalimantan Barat (23,96), sedangkan di Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas
Sulawesi Utara sebesar 7,69 per 100.000 hidup berada dalam domain kapasitas diri
penduduk. Di Indonesia hingga Maret 2011 atau being yang terdiri dari nilai-nilai
terdapat 24482 kasus AIDS dan 4603 kasus personal, standar personal dan kepercayaan
di antaranya telah meninggal dunia. Jumlah (Univesity of Toronto, 2010). Spiritualitas
tersebut terdiri dari 17840 laki-laki dan memegang peranan penting dalam
6553 perempuan (Ditjen PPM & PL pengobatan HIV/AIDS. Penelitian tentang
Kemkes RI, 2011). pentingnya spiritualitas pada penyakit
Data HIV/AIDS di Provinsi Maluku kronis termasuk HIV/AIDS telah banyak
sampai dengan Juni 2012 terdapat 782 HIV dilakukan. Nokes. dalam Tuck &
dan 245 AIDS dengan jumlah kematian Thinganjana (2011) mengatakan bahwa
sebanyak 108 orang (Ditjen PPM & PL 100% dari sampel sebanyak 145 orang
Kemkes RI, 2012), sedangkan di RSUD dr. dengan penyakit HIV menyatakan nyaman
M. Haulussy Ambon sampai tanggal 25 dengan terapi komplementer yang
September 2013 ditemukan 180 kasus dilakukan yang didalamnya terdapat
dengan jumlah kematian sebanyak 49 orang komponen rohani. Klien melaporkan bahwa
(Pokja HIV/AIDS RSUD Haulussy, 2013). praktek-praktek spiritual membantu
RSUD dr. M. Haulussy merupakan rumah meringankan gejala/symptom dan dalam
sakit rujukan tertinggi di Provinsi Maluku beberapa kasus dapat merubah prognosis
yang memberikan pelayanan kesehatan penyakit. Domain spiritualitas adalah
termasuk dalam lingkup keperawatan untuk
Wahyuni Aziza, Tjie Anita Payapo 71
karena seks bebas dan 5 orang karena karena telah diberi teguran untuk berbuat
tertular dari pasangannya. lebih baik. Seperti diungkapkan oleh
partisipan dibawah ini:
Analisis Tematik
Hasil penelitian mengidentifikasi 5 “rasanya sekarang saya lebih
tema, yaitu 1) Lebih dekat kepada Tuhan, menghargai hidup karena selama
2) hidup lebih berharga, 3) Menyadari ini saya telah mensi-siakan hidup
Kekuasaan Tuhan, 4) butuh dukungan dari saya dengan hal yang
orang terdekat 5) mempunyai harapan bodoh...”(P4)
untuk hidup yang lebih baik di hari depan
Merasakan hidup lebih berharga yang
Lebih Dekat Kepada Tuhan diungkapkan partisipan juga terjadi karena
Makna baru yang dirasakan oleh saat ini beberapa partisipan sudah bisa
partisipan dalam kehidupan spiritualnya menjadi motivator bagi klien lain yang juga
dirasakan partisipan adalah lebih dekat terinfeksi HIV, menurut mereka
kepada Tuhan berupa peningkatan kegiatan kehidupannya menjadi berharga ketika bisa
keagamaan yang diawali dengan meninjau memberi pertolongan kesesamanya. Berikut
kembali kehidupan spiritualnya setelah di pernyataan partisipan 1dan 2:
diagnosis HIV Sebagian besar partisipan
mengatakan bertobat kepada Tuhan setelah “Saya sekarang lebih banyak
di diagnosis HIV. Berikut pernyataannya: menghabiskan waktu saya untuk
menolong orang-orang yang
“.saya sudah berbuat terlalu terinfeksi HIV, saya datangi
banyak sampai Tuhan hukum kerumah mereka atau saya
saya.” (p2) hubungi mereka lewat telepon,
“Jadi inilah kesempatan untuk saya tunjukkan kepada mereka
saya tobat”(p3) bahwa kita juga bisa hidup sehat
seperti yang lain....”(P2)
Keinginan untuk lebih dekat dengan
Tuhan oleh sebagian besar partisipan Menyadari Kekuasaan Tuhan
diwujudkan dengan melakukan peningkatan Makna spritual lain yang dirasakan
intensitas ibadah. Berikut pernyataan partisipan adalah menyadari kekuasaan
partisipan: Tuhan. Menurut mereka Tuhan adalah
segalanya, tempat untuk meminta
“sekarang ini hikmahnya saya jadi pertolongan dan Tuhan mempunyai
rajin sholat dan rasanya hati ini kekuasaan yang besar, berikut ungkapan
selelu dekat Allah...”(p5) mereka:
“sekarang ini saya tidak pernah
putus berdo’a, selalu kegerja “saya merasa dekat dengan Tuhan
melaksanakan ibadah..”(p2) dan menyerahkan semuanya
kepada Tuhan”(P1)
“Tuhan segalanya buat saya”(p7)
Hidup Lebih Berharga
Tujuan hidup dan nilai-nilai spiritual Partisipan juga meraskan bahwa
yang diyakini oleh partisipan sebagian Tuhan yang mempunyai kekuatan besar dia
besar mengalami perubahan pasca diagnosis alam ini, hal ini diungkapkan oleh beberapa
HIV/AIDS. Beberapa partisipan partisipan, berikut ungkapan mereka:
mengatakan hidupnya saat ini lebih berarti
Wahyuni Aziza, Tjie Anita Payapo 73
Baharudin M. Subandi
Dosen Poltekkes Kemenkes Maluku
Abstrak
Luka bakar (combustio) adalah merupakan luka yang disebabkan oleh kontak kulit dengan
suhu tinggi yang berakibat cedera pada jaringan. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit,
asodosis dan nekrosis tubular. Penyembuhan luka bakar salah satunya dengan terapi albumin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian Fujimin kapsul terhadap
peningkatn kadar albumin darah dan penyembuhan luka bakar.
Desain. Penelitian ini merupakan yaitu studi kasus dengan jenis penelitian eksperimen yaitu
membandingkan efek akibat intervensi antara kelompok eksprerimen (kasus) dengan kelompok
kontrol (Budiarto Eko, 2004).
Pemberian Fujimin kapsul pada pasien luka bakar selama dua minggu dengan dosis 3 x 2 dapat
meingkatkan kadar albumin darah sebesar 0.2 – 0.3 mg/dl, penyembuhan luka bakar pada
kelompok perlakukan lebih cepat dari pada kelompok kontrol dengan nilai rerata penurunan
luas luka bakar 5% - 6% untuk kelompok perlakuan dan 1% - 2% untuk kelompok kontrol.
Ada efek nyata penurunan luas permukaan luka bakar pada pemberian Fujimin kapsul. Ada
penurunan indeks massa tubuh (IMT) baik pada kelompok kasus maupun pada kelompok
control. Hal ini disebabkan karena kebutuhan energi tidak sesuai dengan asupan energi.
Manfaat penelitian ini adalah dapat membuka peluang bagi upaya baru dalam pengelolaan
pasien luka bakar dan dapat memberikan informasi baru bagi pasien, keluarga, tenaga
kesehatan, dan masyarakat mengenai pemanfaatan kapsul ikan gabus dalam peningkatan out
come dan peningkatan kualitas hidup penderita luka bakar.
Untuk memenuhi kebutuhan albumin (Rp. 1.573.200/200 ml) dan setiap pasien
pada pasien, selama ini digunakan Human luka bakar memerlukan 2 – 4 botol oleh
Serum Albumin (HSA) impor yang karena itu perlu dicari sumber albumin yang
harganya sangat mahal (Rp. 1.820.600/600 lebih murah tetapi mempunyai aspek klinis
ml dan Rp. 1.573.200/200 ml) dan setiap yang sama seperti HAS.
pasien Luka Bakar memerlukan 2 – 4 botol,
oleh karena itu perlu dicari sumber albumin METODE
yang lebih murah tetapi mempunyai aspek Desain dan Variabel Penelitian
klinis yang sama seperti HSA. Penelitian ini merupakan suatu studi
Data yang diperoleh dari Rumah kasus dengan jenis penelitian eksperimen
Sakit di Wilayah Kota Ambon menunjukan yaitu penelitian dengan rancangan
variasi dari tahun ke tahun adanya eksperimental terhadap manusia (pasien)
peningkatan pasien luka bakar tetapi tidak untuk membandingkan efek akibat
signifikan, bila dibandingkan dengan tahun intervensi antara kelompok eksperimen
sebeblumnya yang mana terjadi tragesi (kasus) dengan kelompok kontrol.
kemanusiaan. (Budiarto Eko, 2004). Rancangan yang
Terapi albumin dosis tinggi (2g/kg) digunakan adalah pretest-postest group
menginduksi kemajuan yang cepat dan design, dengan memberikan perlakuan pada
berkelanjutan pada hemodinamik subjek penelitian kemudian efek perlakuan
mikrovaskuler akibat thrombosis, dimana diukur dan dianalisis. Subjek penelitian
mendukung komponen intravaskuler dibagi menjadi dua kelompok secara
penting dari efek protektif albumin. random yaitu kelompok A (dosis kapsul
(Nimmagadda,et all, 2007). ikan gabus 3x1 per hari). Sementara pasien
Kapsul ikan gabus sebagai suplemen kelompok B (kelompok kontrol yang
yang mengandung albumin dosis tinggi diberikan dosis vitamin C 3 x 2 per hari).
diharapkan dapat menjadi alternatif yang Pemeriksaan albumin diukur dengan
ekonomis untuk meningkatkan kualitas metode calorimetric determination
hidup penderita fraktur, disamping menggunakan alat liasys pentra 400 dan
komposisi keseluruhannya yang telah intake makan (recall 24 jam). Setelah masa
terbukti meningkatkan status gizi karena perlakuan selesai (21 hari) dilakukan post-
diketahui mengandung senyawa-senyawa test dengan kembali melakukan
penting bagi tubuh manusia diantaranya pemeriksaan laboratorium terhadap kadar
protein yang cukup tinggi, lemak air dan albumin pasien.
mineral terutama ZN dan Fe. (Nurpudji A, Penelitian ini dilaksanakan di Rumah
2005). Sakit Wilayah Kota Ambon pada bulan Juli
Dari Rumah Sakit Wilayah Kota sampai dengan Oktober 2013 dengan
Ambon, pasien luka bakar jarang intervensi pada pasien Luka Bakar
ditemukan bila dibandingkan dengan (Combustio)selama 14 hari.
kondisi pada saat terjadi tragedy Populasi dalam penelitian ini adalah
kemanusiaan. Diketahui bahwa luka bakar semua pasien luka bakar (Combustio)di
bukan merupakan suatu penyakit tetapi jika Rumah Sakit Wilayah Kota Ambon.
tidak ditanggulangi maka akan menjadi Teknik sampling yang digunakan
penyakit bahakan sampai menimbulkan adalah purposive sampling sehingga sampel
kematian. Penanganan luka bakar untuk dalam penelitian ini adalah pasien luka
memenuhi kebutuhan albumin pada pasien, bakar yang diambil berdasarkan kriteria
selama ini digunakan Human Serum inklusi sebagai berikut a) Semua pasien
Albumin (HSA) import yang harganya luka bakar (Combustio); b) Menyatakan
sangat mahal (Rp. 1.820.600/600 ml) dan kesediaan disertakan dalam penelitian; c)
Baharudin M. Subandi 79
penurunan signifikan hanya terjadi pada adalah vitamin A, Vitamin C, dan Albumin
kelompok kasus khususnya pada minggu sebagai turunan dari protein. Albumin
kedua dengan rerata penurunan kadar luas sebagai perhatian utama dalam penelitian
permukaan luka bakar pada kelompok ini diukur kadarnya dalam darah. Alasannya
intervensi sebesar 5% - 6%. Sedangkan pada kasus luka bakar kehilangan albumin
pada kelompok kontrol terjadi penurunan dan cairan tubuh yang hebat menyebabkan
persentase luas permukaan luka bakar peran albumin dalam menjaga tekanan
namun penurunannya tidak signifikan osmosis menjadi berkurang dan akan
hanya sebesar 1% – 2%. menimbulkan gejala lain yang juga tidak
kalah sulitnya untuk diatasi.(Morrison,
Indeks Massa Tubuh (IMT) 2002, Patricia A. Potler dan Anne Griffin
Peny, 2002).
Tabel 7 Untuk memenuhi kebutuhan
Perubahan Indeks Massa Tubuh Pre dan albumin pada pasien, selama ini digunakan
Post Intervensi Pada Kelompok Kasus Human Serum Albumin (HSA) impor yang
dan Kontrol harganya sangat mahal (Rp. 1.820.600/600
ml dan Rp. 1.573.200/200 ml) dan setiap
Post Jenis
Pasien Pre
Eksperimen
pasien Luka Bakar memerlukan 2 – 4 botol,
I
Indeks Massa Tubuh oleh karena itu perlu dicari sumber albumin
Kelompok Kasus yang lebih murah tetapi mempunyai aspek
I 19.51 19.46 klinis yang sama seperti HSA.
Fujimin Penurunan kadar albumin pada
II 19.54 19.50
Kapsul 3 x 2 pasien luka bakar, harus dicegah atau
III 18.20 18.15
Kelompok Kontrol bahkan harus ditingkatkan karena memiliki
I 18.44 18.35 efek penyembuhan luka bakar menjadi
Vitamin C
II 18.20 18.16 lebih cepat. Pilihan pada kapsul ikan gabus
3x2
III 19.00 18.50 sebagai sebuah terapi luka bakar cukup
Sumber : Data Primer, 2013 beralasan karena ikan gabus memiliki
kandungan albumin yang potensial tanpa
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa
menaikkan kadar kolesterol seperti pada
terjadi penurunan indeks massa tubuh baik
terapi konsumsi telur dengan jangkauan
pada kelompok kasus maupun pada
harga yang lebih murah yaitu Rp.
kelompok kontrol yang berarti bahwa
150.000/50 kapsul Fujimin. (Murray at al.,
terjadi penurunan berat badan pada kedua
1993).
kelompok. Hal ini wajar mengingat pasien
Kapsul ikan gabus merupakan
di rumah sakit, akan mengalami kenaikan
alternatif supplemen yang dapat
kebutuhan energi disatu sisi tetapi disisi
meningkatkan status gizi karena diketahui
lain asupan tidak selalu naik atau bahkan
mengandung senyawa-senyawa penting
konstan dan turun.
bagi tubuh manusia diantaranya protein
yang cukup tinggi, lemak, air dan mineral
PEMBAHASAN
Penelitian ini fokus pada (Ca, Mg, Fe, Zn, Mn, Ni, Co).
penyembuhan luka bakar melaui intervensi (Nurpudji,A.,2005)
pemberian kapsul ikan gabus. Ikan gabus (Ophiocephalus Striatus)
Penyembuhan luka bakar dipengaruhi oleh merupakan jenis ikan yang hidup di air
faktor internal dan faktor eksternal.Faktor tawar dan sudah banyak di kenal oleh
eksternal adalah pemberian asupan gizi masyarakat dan memiliki kandungan gizi
yang cukup. Asupan gizi yang memberi yang sangat tinggi dan banyak manfaatnya.
pengaruh pada penyembuhan luka bakar Hal ini diketahui oleh masyarakat karena
Efek Pemberian Fujimin Kapsul untuk Peningkatan Albumin Darah
82 Pada Proses Penyembuhan Pasien Luka Bakar (Combustio)
mereka trinspirasi dari orang-orang cina protein inflamasi selama waktu kejadian
yang mengobati luka bakar dengan fraktur, yang terus berlanjut dan membawa
memakan ikan gabus (Brotowijoyo, kepada kerusakan otak. Penatalaksanaan
1995).Keunggulan utama protein ikan dengan protein dapat mencegah kerusakan
dibandingkan dengan produk lainnya dengan menghambat kejadian inflamasi
adalah kelengkapan komposisi asam amino (Finch, 1999).
dan kemudahannya untuk dicerna. Nilai utama dalam plasma
Mengingat besarnya peranan gizi bagi merupakan penentu utama absorpsi Zn.
kesehatan, ikan merupakan pilihan tepat Albumin merupakan alat transport utama
untuk diet di masa yang akan datang Zn. Absorpsi Zn menurun bila nilai albumin
(Siswono, 2003). menurun misalkan dalam keadaan gizi
Hasil penelitian Cavallo (1998) kurang. Absorpsinya sangat tergantung dari
menunjukkan bahwa dalam 100 cc ekstrak sumber bahan makanan. Zn lebih banyak
ikan gabus, mengandung 6,2224 gram ditemukan pada sumber protein yang
albumin dengan jumlah kalori 69 kalori berasal dari binatang seperti ikan dan
serta zat-zat gizi lainnya. daging, dimana Zn akan terikat pada asam
Albumin sebagai salah satu bentuk amino sehingga mudah diabsorpsi (As`ad,
protein yang penting dalam membantu & 2001).
mempertahankan tekanan osmotik koloid Hasil penelitian Edy S (2003)
kapiler yang mencegah cairan plasma menyimpulkan bahwa terapi albumin
keluar dari kapiler (Linder, 1992; Gibson, dengan pemberian ekstrak dari ikan gabus
2005; Kertawinata, 2006). Albumin juga perhari pada sejumlah pasien operasi yang
berperan sebagai protein transport yang memiliki kadar albumin rendah (1,8 g/dl),
mempunyai fungsi sebagai cadangan atau dapat meningkatkan kadar albumin darah
sumber asam amino yang siap digunakan, pasien menjadi normal, yakni 3,5-5,5 g/dl,
sebagai alat transport asam amino ke tanpa efek samping setelah diberikan
jaringan permukaan untuk menggantikan selama delapan hari (Anonimous, 2003).
yang hilang, sintesis di hati, otot dan organ Hasil penelitian Nurpudji,A., (2005)
lain, berfungsi dalam sistem enzimatik serta menunjukkan bahwa pemberian terapi
bertanggung jawab dalam kekebalan albumin dengan ekstrak ikan gabus
alamiah (Stepanuk, 2000; Gibson, 2005). sebanyak 100 ml setiap hari pada sejumlah
Albumin dapat digunakan untuk mengukur pasien dengan hipoalbuminemia di Rumah
status gizi sebagai prediksi protein energi Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar
malnutrisi.Albumin berhubngan dengan selama 10 hari dapat meningkatkan kadar
peningkatan resiko kesakitan dan albmin dan protein total pasien. Rata-rata
kematian.Level serum albumin merupakan besar peningkatan Kadar Albumin yang
elemen yang akurat dalam menyimpulkan terlihat dalam penelitian ini sebesar 0,74
status gizi yang dapat dilanjutkan dengan g/dl.
perencanaan terapi gizi yang efektif untuk Hasil penelitian Hidayanti H, (2006)
mengatasi kesakitan dan kematian (Kirby, menunjukkan bahwa pemberian terapi
2002).Masa jedah albumin antara 18 -20 albumin dengan kapsul ikan gabus dosis
hari. Albumin terkandung dalam seluruh 3x2 perhari setiap hari selama 10 hari pada
cairan tubuh (sekitar 4– 5 gr/kg) (Linder, pasien paska bedah yang hipoalbuiminemia
1992; Kertawinata,2006). di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
Peran lain dari albumin adalah Makassar telah dapat meningkatkan kadar
membatasi jumlah protein lain yang albumin rata-rata sebesarr 0,74 gg/dl diikuti
menyebabkan sel-sel saraf meradang. Sel- oleh peningkatan status gizi dibanding
sel saraf normalnya akan mensekresikan dengan kelompok kontrol.
Baharudin M. Subandi 83
Hasil penelitian Salma, W.D. (2007) kedua terjadi kenaikan kadar albumin,
yang dilakukan secara non randomized, namun tidak signifikan (tidak mencapai 0.2
Quasi Experimental, memperlihatkan – 0.3 gr/dl).
bahwa suplementasi kapsul ikan gabus Temuan pada penelitian ini sejalan
(tiap kapsul mengandung 0,105 gr albumin) dengan beberapa penelitian sebelumnya
selama 14 hari pada pasien ODHA di tentang ekstrak ikan gabus dan albumin
Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo yang meningkat secara signifikan. Jadi
Makassar dapat meningkatkan kadar tidak ada hasil yang kontradiksi dengan
albumin serum sebesar 0,6 gr/dl dan hasil penelitian sebelumnya. Meskipun
memperbaiki status gizi dibanding demikian jika dilihat efikasi terapi ini
kelompok kontrol. dibanding kelompok kontrol maka belum
Kapsul ikan gabus sebagai suplemen terlihat perbedaan yang memuaskan. Hal ini
yang mengandung albumin dosis tinggi masih membuka perdebatan akademis
diharapkan dapat menjadi alternatif yang tentang efikasi kapsul albumin sebagai
ekonomis untuk meningkatkan kualitas sebuah terapi yang lebih unggul dibanding
hidup penderita fraktur, disamping terapi lain.
komposisi keseluruhannya yang telah Ekstrak ikan gabus digunakan pada
terbukti meningkatkan status gizi karena pasien luka bakar di RSUD Dr Syaiful
diketahui mengandung senyawa-senyawa Anwar Malang, hasilnya mampu
penting bagi tubuh manusia diantaranya meningkatkan kadar albumin menjadi
protein yang cukup tinggi, lemak air dan normal (Sumarko, 1998), . Penelitian yang
mineral terutama ZN dan Fe. yang dilakukan Taslim dkk., (2005)
Unsur protein merupakan yang menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
terbesar dalam kandungan daging ikan ikan Gabus sebanyak 100 ml setiap hari
gabus sehingga merupakan sumber protein selama 10 hari telah dapat meningkatkan
hewani yang sangat potensial, Selain itu kadar albumin dan protein total pasien.
ikan mengandung asam amino esensial, Hidayanti (2006), bahwa pemberian terapi
vitamin B yang sangat dibutuhkan oleh kapsul ikan gabus dosis 3x2 setiap hari
tubuh. (Taslim dkk, 2005). Teori ini sejalan selama 10 hari pada pasien paska bedah
dengan hasil penelitian yang dengan hipoalbuminemia di rumah sakit
memperlihatkan terjadi kenaikan yang Wahidin Makassar telah dapat
signifikan kadar albumin antara sebelum meningkatkan kadar albumin rata-rata
dengan minggu pertama intervensi dan sebesar 0,74 gr/dl diikuti oleh peningkatan
minggu kedua sebesar 0.2 – 0.3 gr/dl). status gizi di banding dengan kelompok
Dengan kesembuhan luas permukaan luka kontrol. Hasil penelitian Salma, W.D.
bakar sebesar 5% - 6%. (2007) yang dilakukan secara Non
Hasil penelitian di Rumah Sakit randomized Quasi Eksperimental,
Wilayah Kota Ambon pada pasien luka memperlihatkan bahwa suplementasi kapsul
bakar diberikan Fujimin kapsul selama dua ikan gabus dosis 3x2 per hari selama 14
minggu pada kelompok kasus memberikan hari pada pasien ODHA dapat
bukti bahwa ditemukan terjadi kenaikan meningkatkan kadar albumin serum 0,6
yang signifikan sebesar 0.2 – 0.3 gr/dl gr/dl dan memperbaiki status gizi dibanding
kadar albumin darah antara sebelum dengan kelompok kontrol.
minggu pertama intervensi dan minggu Bukti kuat terhadap konsep ini
kedua. Sedangkan kelompok kontrol yang adalah bahwa telah diketahui penyembuhan
diberikan vitamin C ditemukan terjadi luka bakar dapat dilakukan dengan
penurunan kadar albumin sebelum dengan pemberian kapsul ikan gabus dan juga
minggu pertama intervensi. Pada minggu dengan terapi lain. Artinya kapsul ikan
Efek Pemberian Fujimin Kapsul untuk Peningkatan Albumin Darah
84 Pada Proses Penyembuhan Pasien Luka Bakar (Combustio)
Hairudin Rasako
Dosen Poltekkes Kemenkes Maluku
Abstrak
Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair (PerMen
LH No 15 tahun 2008). Pada umumnya industri-industri besar telah memiliki instalasi
pengolahan air limbah, sehingga pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri tersebut
hampir seluruhnya telah dapat ditangani. Sebaliknya, limbah yang berasal dari industri kecil
masih perlu diperhatikan karena kabanyakan industri kecil belum memiliki instalasi
pengolahan limbah sendiri. Seperti halnya pada industri tahu yang merupakan salah satu
industri yang menghasilkan limbah organik. Bahan utama pembuatan tahu adalah kedelai,
dimana tahu adalah salah suatu olahan dari ekstrak kedelai yang dilakukan dengan
penambahan asam cuka. Limbah tahu banyak mengandung protein dan karbohidrat tinggi.
Untuk memproduksi 1 ton tahu atau tempat dihasilkan cair sebanyak 3-5m3, sedangkan BOD,
COD, dan TSS yang dihasilkan berturut-turut adalah 950, 1.534 dan 309 mg/L (Fibria, 2007).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ntuk menguji efektifitas sistem saringan pasir lambat
dalam mengolah air limbah tahu sehingga memenuhi syarat fisik bau, warna dan kimia BOD,
COD, TSS, pH. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang didukung oleh hasil
pemeriksaan laboratorium parameter Warna, Bau, BOD, COD, TSS, dan pH dari air limbah
tahu sebelum dan sesudah pengolahan dengan sistem saringan pasir lambat.Desain penelitian
ini adalah one group pre and post test design.
Hasil pemeriksaan warna, bau dan TSS dalam air limbah tahu sebelum melalui sistem saringan
pasir lambat belum memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kep. Men. LH No. 112
tahun 2003, dimana hasil warna yang di peroleh dari air limbah tahu adalah (345,7), berbau
dan TSS adalah ( 151,8 mg/l) . Sedangkan untuk parameter BOD yang diperoleh dari air
limbah tahu adalah (77,22 mg/l), COD adalah (133,33 mg/l) dan pH adalah
(7,762).Sedangkan hasil pemeriksaan warna dan bau dari air limbah tahu setelah melalui
sistem saringan pasir lambat telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kep. Men.
LH No. 112 tahun 2003, dimana hasil warna yang di peroleh dari air limbah tahu adalah
(1886,9) dan barbau. Sedangkan untuk parameter BOD yang diperoleh dari air limbah tahu
adalah (54,95 mg/l), COD adalah (106,66 mg/l), TSS adalah (19,5 mg/l) dan pH adalah
(7,931).Setelah didapatkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap air limbah tahu maka
diambil kesimpulan bahwa sistem saringan pasir efektif untuk menurunkan parameter warna,
BOD, COD dan TSS tapi tidak untuk parameter bau dan pH.
Kata Kunci :Air Limbah Tahu, Saringan Pasir Lambat, Warna, Bau, BOD, COD, TSS
dan pH.
limbah tahu adalah (54,95 mg/l), COD mikroorganisme yang masih ada dalam air
adalah (106,66 mg/l), TSS adalah (19,5 limbah tahu tersebut.
mg/l) dan pH adalah (7,931). Sifat bau karena zat-zat organik
yang telah berurai dalam limbah
Warna mengeluarkan gas-gas seperti sulfida dan
Warna merupakan paremeter fisik amoniak yang menimbulkan pencuiman
dari air limbah tahu yang dapat terlihat yang tidak enak bagi penciuman disebabkan
secara organoleptik dan ditunjang dengan adanya campuran dari nitrogen, sulfur dan
hasil pemeriksaan laboratorium melalui pospor yang berasal dari pebusukkan
metode pengujian spectrofotometer. protein yang dikandung limbah. Timbulnya
Hasil pemeriksaan parameter warna bau yang diakibatkan limbah merupakan
dari air limbah tahu yang diambil sebelum indicator bahwa terjadi proses alamiah.
dan setelah melaui sistem saringan pasir Dengan adanya bau ini akan lebih
lambat menunjukkan terjadi penurunan. mudah menghindarkan tingkat bahaya yang
Menurut Kep.Men. LH No. 112 Tahun ditibulkannya dibandingkan dengan limbah
2003, air limbah tidak boleh berwarna. Hal yang tidak berbau.
itu berarti parameter warna pada air limbah
tahu tidak memenuhi syarat yang telah Kandungan BOD
ditetapkan oleh Kep. Men. LH No. 112 BOD (Biochemical Oxygen
Tahun 2003, maka di katakan air limbah Demand) merupakan jumlah oksigen yang
tahu tersebut tidak memenuhi persyaratan dibutuhkan untuk mengoksidasi atau
kesehatan serta tidak layak dibuang secara memecah ( mendegradasi ) bahan organik
langsung ke lingkungan. secara sempurna yang terdapat didalam air
Warna disebabkan ion-ion logam limbah tahu dengan memakai ukuran proses
besi dan mangan (secara alami), humus, biokimia. Pemeriksaan BOD air limbah ini
plankton, tanaman air dan buangan menggnakan metode SNI 6989.11.2004.
industry. Warna berkaitan dengan BOD akan semakin tinggi jika derajat
kekeruhan, dan dengan menghilangkan pengotoran air limbah semakin besar, BOD
kekeruhan kelihatan warna yang nyata. juga merupakan indikator pencemaran
Demikian juga warna dapat disebabkan zat- penting untuk menentukan kekuatan atau
zat terlarut dan zat tersuspensi. Warna daya cemar air limbah atau air yang telah
menimbulkan pemandangan yang jelek tercemar ( Sasongko, 2006 ).
dalam air limbah meskipun warna tidak Hasil pemeriksaan BOD air limbah
menimbukan sifat racun. Limbah berwarna tahu sebelum dan setelah melalui sistem
juga ditemukan pada limbah tekstil, pabrik saringan pasir lambat menunjukkan adanya
pembuatan alcohol, pabrik pembuatan cat perubahan. Dengan habisnya oksiken
dan pabrik pengolahan tepung tapioca. terkonsumsi membuat biota lainnya yang
membutuhkan oksigen menjadi kekurangan
Bau oksigen dan ini tidak dapat hidup. Semakin
Bau merupakan peremeter fisik dari air tinggi angka BOD semakin sulit bagi
limbah tahu yang dapat tercium secara mahkluk air yang membutuhkan oksigen
organoleptik. bertahan hidup.
Hasil pemeriksaan parameter bau Penyebab BOD tidak memenuhi
dalam air limbah tahu sebelum dan setelah syarat di karenakan benda organik dalam
melaui sistem saringan pasir lambat bakteri berkembang dan beroksidasi dalam
menunjukkan tidak terjadi perubahan. Hal air limbah tersebut menjadi berbahaya dan
ini disebabkan aktifitas dari bila tidak di tangani dengan baik maka akan
mengakibatkan pencemaran dan juga
Pengolahan Air Limbah Tahu
92 dengan Sistem Saringan Pasir Lambat
Abstrak
Prevalensi Diabetes Mellitus (DM) meningkat setiap tahun dengan kasus terbanyak adalah DM
tipe 2. Penanganan utama DM tipe 2 terfokus pada masalah yang melatarbelakanginya.
Perilaku olahraga teratur dapat mencegah seseorang yang beresiko agar tidak menderita DM
tipe 2.
Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh senam kesegaran jasmani (SKJ) teratur terhadap
penurunan faktor resiko DM tipe 2 yang dapat dimodifikasi .
Penelitian dilakukan pada 12 orang subyek penelitian yang beresiko menderita DM tipe 2 yang
teridentifikasi melalui screeningresiko menderita DM tipe 2. Subjek dibagi dalam dua
kelompok ; Kelompok Kontrol yaitu PNS di SDN 8 Masohi tidak diberi diberi perlakuan dan
Kelompok Eksperimen yaitu PNS di MIN Masohi yang diberi perlakuan SKJ teratur selama 4
minggu.
Terdapat penurunan bermakna frekuensi denyut nadi, tekanan darah sistolik dan diastolik pada
kelompok eksperimen setelah perlakuan (p < 0,05). Tidak terjadi perubahan IMT dan lingkar
perut pada kelompok kontrol maupun eksperimen setelah perlakuan (p > 0,05).
SKJ efektif menurunkan frekuensi denyut nadi, tekanan darah sistolik dan diastolik subyek
penelitian yang beresiko menderita DM tipe 2 tetapi tidak terhadap IMT dan lingkar perut.
akhirnya sangat berkontribusi pada kejadian sensivitas insulin (Anggelis, et al. 2000).
DM tipe 2 (Arisman, 2013). Jenis latihan fisik yang diberikan pada
Penanganan utama DM tipe 2 penderita DM berupa latihan yang sifatnya
terfokus pada masalah yang aerobik (PERKENI, 2011). Akan tetapi
melatarbelakanginya. Oleh karena itu Leung, et al (2014) menyebutkan bahwa
pengaturan diet dan olahraga merupakan penanganan DM tipe 2 akan memberikan
terapi utama yang dianjurkan dalam dampak yang lebih baik jika diberikan pada
penanganan DM tipe 2 yang ditujukan mereka yang belum menderita DM atau
untuk mengurangi obesitas yang biasanya pada orang-orang yang beresiko menderita
ditandai dengan tebalnya lemak pada DM. Sejalan dengan hal tersebut Endevel,
lingkar perut dan indeks massa tubuh (IMT) et al (2014) menyatakan bahwa modifikasi
lebih dari 25 (Arisman, 2011). Hal ini diet dan perilaku olahraga teratur dapat
sejalan dengan pilar penatalaksanaan DM mencegah individu atau populasi yang
yang terdiri dari edukasi, terapi gizi medis, beresiko menderita DM tipe 2 agar tidak
latihan fisik atau olahraga seta terapi terserang penyakit ini dikemudian hari.
farmakologis (PERKENI, 2011). Pada tahun 2001,Finnish Diabetes
Penanganan penyakit ini perlu Association yang disingkat FDA telah
mendapat perhatian serius dari pemerintah mengembangkan suatu metode berupa
maupun tenaga medis. Hal ini disebabkan formulir tes faktor resiko DM tipe 2 dengan
karena penyakit ini berkontribusi dalam memberikan poin-poin tertentu terhadap
peningkatan angka mortalitas (Robert, et al. faktor resiko yang dapat dicegah (IMT,
2012) akibat efek jangka panjang terhadap hipertensi, lingkar perut, diet sehat serta
kerusakan fungsi organ atau tubuh seperti kebiasaan berolahraga) dan faktor resiko
mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh yang tidak dapat dicegah (usia, riwayat dm
darah atau lebih dikenal dengan komplikasi dalam keluarga). Hasil akhir dari tes
makrovaskuler dan mikrovaskuer DM tersebut adalah seseorang dapat mengetahui
(ADA, 2010). Kondisi ini diperparah seberapa besar peluang menderita DM tipe
dengan studi yang menunjukan bahwa 2 yang terdiri dari 5 kategori mulai dari
setengah dari penderita DM tidak resiko rendah hingga sangat beresiko
menyadari jika mereka menderita DM (IDF, tinggi. Salah satu anjuran dari FDA bagi
2013).Askes (2010) menemukan bahwa mereka yang memiliki keluarga dengan
belum banyak masyarakat baikdiabetesi riwayat DM maka harus memulai dengan
maupun pradiabetasi, yang sadardan mau pengaturan diet yang tepat serta melakukan
berobat atau memperbaiki diri,sebelum olahraga aerobik dengan intensitas sedang.
terjadi komplikasi atau penurunankualitas Senam termasuk jenis olahraga
hidup yang berarti. Oleh karena itu, deteksi aerobik yang banyak diminati karena
dini resiko menderita DM tipe 2 melalui melakukan gerakan yang diiringi dengan
identifikasi faktor resiko (Zahtamal, et al, musik sehingga membawa keceriaan dan
2007) sangat dibutuhkan untuk mencegah semangat orang yang melakukannya. Sejak
komplikasi di masa yang akan datang. dulu olahraga senam telah banyak
Pada beberapa dekade terakhir ini, berkembang dengan beragam jenis atau
banyak studi yang menunjukan bahwa macammnya (Suroto, 2004), salah satunya
olahraga merupakan terapi modalitas yang adalah Senam Kesegaran Jasmani (SKJ).
efektif untuk terapi pada pasien DM (Atalay SKJ adalah senam masal yang diwajibkan
dan Atkinson, 2002; ADA, 2011). Latihan oleh pemerintah Indonesia yang merupakan
fisik yang teratur dapat meningkatkan senam baku, dibuat tiap empat tahun sekali
homeostasis glukosa, mengurangi rasio oleh Asosiasi Kebugaran Indonesia (ASKI)
glukosa/insulin dan meningkatkan dibawah naungan Deputi Bidang
Pengaruh Senam Kesegaran Jasmani
96 terhadap Faktor ResikoDiabetes MellitusTipe2
Pemberdayaan Olahraga Kementerian diubah pada PNS di MIN Masohi dan SDN
Negara Pemuda dan Olahraga 8 Masohi Kabupaten Maluku Tengah yang
(Mandalawati, 2012). Senam ini biasanya sesuai hasil screening beresiko menderita
diiringi oleh lagu berirama dari berbagai DM tipe 2.
Provinsi yang diaransemen ulang dan Peneltian ini secara umum bertujuan
biasanya dilakukan oleh sekelompok untuk diketahuinya pengaruh SKJ terhadap
peserta besar. SKJ biasa dilakukan di resiko menderita menderita DM tipe 2
tempat-tempat umum di Indonesia di hari- pada PNS di MIN Masohi dan SD Negeri 8
hari tertentu dalam satu minggu, yaitu hari Masohi Kabupaten Maluku Tengah. Secara
Jumat atau setiap hari dilaksanakan khusus: menganalisa pengaruh SKJ
sebelum pembelajaran sekolah di mulai terhadap melambatnya frekuensi denyut
pada Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah nadi PNS beresiko menderita DM tipe 2 di
Menengah (Muhsinin, 2012). MIN Masohi dan SDN 8 Masohi
Senam Kesegaran Jasmani yang Kabupaten Maluku Tengah,
dilakukan secara teratur bermanfaat untuk membandingkanperubahan frekuensi
meningkatkan kekuatan otot, fleksibilitas, denyut nadi PNS beresiko menderita DM
menurunkan kolesterol dan komposisi tipe 2 di MIN Masohi dan SDN 8 Masohi
lemak tubuh serta meningkatkan kesehatan Kabupaten Maluku Tengah setelah SKJ
sistem kardiorespirasi (Ramsyuhada, 2014). teratur, menganalisa pengaruh SKJ
Manfaat SKJ ini sejalan dengan tujuan terhadap menurunnya tekanan darah PNS
olahraga pada pengendalian DM khususnya beresiko menderita DM tipe 2 di MIN
DM tipe 2 oleh PERKENI yaitu Masohi dan SDN 8 Masohi Kabupaten
mengurangi berat badan atau mencegah Maluku Tengah, membandingkan
kegemukan, menurunkan kadar glukosa perubahan tekanan darah PNS beresiko
darah serta mencegah komplikasi termasuk menderita DM tipe 2 di MIN Masohi dan
komplikasi kardiovaskuler (PERKENI, SDN 8 Masohi Kabupaten Maluku Tengah
2011). Oleh karena itu menarik kiranya setelah SKJ teratur, menganalisa pengaruh
menilai bagaimana pengaruh senam SKJ SKJ terhadap menurunnya indeks massa
terhadap pengendalian faktor resiko DM tubuh PNS beresiko menderita DM tipe 2 di
tipe 2 yang dapat dimodifikasi karena MIN Masohi dan SDN 8 Masohi
hingga saat ini belum ada penelitian yang Kabupaten Maluku Tengah,
mengkaji tentang pengaruh senam SKJ membandingkan perubahan indeks massa
dalam pengendalian DM tipe 2. tubuh PNS beresiko menderita DM tipe 2 di
Hasil studi pendahuluan di Madrasah MIN Masohi dan SDN 8 Masohi
Ibtidaiyyah Negeri (MIN) Masohi dan Kabupaten Maluku Tengah setelah SKJ
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 8 Masohi teratur, menganalisa pengaruh SKJ
didapatkan informasi bahwa setiap hari terhadap mengecilnya lingkar perut PNS
Jumat rutin dilaksanakan SKJ versi 2012 di beresiko menderita DM tipe 2 di MIN
pagi hari sebelum proses belajar mengajar Masohi dan SDN 8 Masohi Kabupaten
dimulai. Akan tetapi, senam tersebut hanya Maluku Tengah, membandingkan
diwajibkan bagi siswa. Para guru hampir perubahan lingkar perut PNS beresiko
selalu tidak ikut melaksanakan senam menderita DM tipe 2 di MIN Masohi dan
tersebut. SDN 8 Masohi Kabupaten Maluku Tengah
Berdasarkan uraian di atas, maka setelah SKJ teratur.
permasalahan penelitian ini adalah adakah
pengaruh diberikannya SKJ terhadap METODE PENELITIAN
resiko menderita DMtipe 2 melalui Penelitian ini bersifat kuantitatif yang
perubahan faktor resiko DM yang dapat dilakukan secara Quacy Experiment dengan
Saida Rauf, Nur Baharia Marasabessy, Rigoan Malawat 97
rancangan Nonequivalent pre-test and post- eksperimen disajikan dalam bentuk mean ±
test control group design. Pada rancangan Standar Deviasi.
ini terdiri dari dua kelompok yaitu Karakteristik umum subjek penelitian
kelompok eksperimen dan kelompok yang terdiri dari umur, berat badan, tinggi
kontrol yang diseleksi tanpa prosedur badan, nilai resiko menderita DM tipe 2 di
penempatan acak dan juga karena beberapa uji dengan menggunakan uji varians
variabel perancu tidak dapat sepenuhnya Levene’s test. Uji ini dimaksudkan untuk
dikendalikan oleh peneliti. Pada kedua mengetahui distribusi data karakteristik
kelompok sama-sama dilakukan pre test umum subjek penelitian berada dalam
dan post tes, tetapi hanya kelompok kategori varians yang sama atau berbeda.
eksperimen yang diberikan perlakuan Uji t berpasangan (dependent t test)
(Creswell, 2010). merupakan jenis uji statistik untuk
Pada penelitian ini, sebelum dan mengetahui adanya perbedaan rerata dua
sesudah eksperimen, dilakukan kelompok berpasangan pada uji hipotesis
pengukuran frekuensi denyut nadi, tekanan komparatif variabel numerik (Dahlan,
darah, IMT, dan lingkar perut sebagai 2009). Uji ini digunakan untuk mengetahui
faktor resiko DM tipe 2 yang dapat diubah. perbedaan rerata pre tes dan post tes IMT,
Jenis intervensi yang dilakukan adalah SKJ tekanan darah sistolik dan diastolik,
teratur 3x seminggu selama 4 minggu yang frekuensi denyut nadi serta lingkar perut
hanya diberikan pada kelompok eksperimen pada kelompok eksperimen dan kelompok
sedangkan kelompok kontrol tidak kontrol.
mendapatkan intervensi. Uji t tidak berpasangan (independent t
Populasi pada penelitian ini adalah test) digunakan untuk menganalisis uji
seluruh PNS yang berada MIN Masohi perbedaan rerata dua kelompok tidak
yang berjumlah 13 orang dan PNS yang berpasangan pada hipotesis komparatif
berada di SDN 8 Masohi sebanyak 10 variabel numerik (Dahlan, 2009). IMT,
orang. tekanan darah sistolik dan diastolik,
Teknik pengambilan sampel pada frekuensi denyut serta lingkar perut pre dan
penelitian ini adalah cluster sampling, post tes antara kelompok perlakuan
Untuk menentukan kelompok eksperimen menggunakan uji t tidak berpasangan.
dan kelompok kontrol dipilih berdasarkan
kuota. Mengatasi permasalahan etis akibat HASIL
penelitian ini, setelah post tes selesai Berdasar pada teknik sampling, dari 13
dilakukan, kelompok kontrol diberikan PNS di MIN Masohi didapatkan 7 orang
senam selama 4 minggu tanpa dilakukan beresiko DM Tipe 2 kategori 2, sedangkan
pengukuran setelahnya. di SDN 8 Masohi didapatkan 5 orang PNS
Pada penelitian ini, seluruh proses beresiko DM Tipe 2 kategori 2, dengan
pengolahan data menggunakan perangkat demikian didapatkan jumlah subyek
lunak computer dengan tingkat kemaknaan penelitian sebanyak 12 orang. Kelompok
p< 0,05. Sebelum analisis, dilakukan uji eksperimen adalah PNS di MIN Masohi
normalitas data dengan menggunakan uji dan kelompok kontrolnya PNS di SDN 8
Shaphiro-Wilk karena jumlah sampel Masohi Satu responden pada kelompok
kurang dari 50 (Dahlan, 2009). Data umur, eksperimen dieksklusi karena tidak pernah
berat badan, tinggi badan, nilai resiko mengikuti perlakuan SKJ sesuai jadwal
menderita DM tipe 2, IMT, frekuensi yang telah ditentukan. Kondisi ini
denyut nadi, tekanan darah sistolik dan menyebabkan diakhir penelitian hanya
diastolik, serta lingkar perut pada kelompok dianalisis 11 orang subyek.
Pengaruh Senam Kesegaran Jasmani
98 terhadap Faktor ResikoDiabetes MellitusTipe2
Tabel 1.
Karakteristik Umum Subyek Penelitian Pengaruh SKJ Terhadap Faktor
Resiko DM Tipe 2 di MIN Masohi dan SDN 8 Masohi Tahun 2014
Kelompok Kelompok
Karakteristik Umum Eksperimen (n=6) Kontrol (n=5) Nilai p
(mean±SD) (mean±SD)
Umur (tahun) 32 ± 8 41 ± 7 0,79
Berat Badan (kg) 62 ± 5,5 57 ± 11,8 0,89
Tinggi Badan (m) 1,59 ± 0,01 1,52 ± 0,03 0,45
Resiko menderita DM tipe 2 9±1 9 ± 2** 0,65
Sumber: Data Primer, 2014
Tabel 2.
Mean ± SD Frekuensi Denyut Nadi (X/Menit) Sebelum dan Sesudah SKJ pada Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol Di MIN Masohi dan SDN 8 Masohi Tahun 2014
Frekuensi denyut nadi (x/menit)
Kelompok N Nilai p
Sebelum(Mean ± SD) Sesudah(Mean ± SD)
Kontrol 5 80 ± 10 85 ± 10 0,23
Eksperimen 6 80 ± 11 79 ± 11 0,02*
p 0,20 0,04**
Sumber: Data Primer, 2014
Saida Rauf, Nur Baharia Marasabessy, Rigoan Malawat 99
Tabel 3.
Mean ± SD Tekanan Darah Sistolik (Mmhg), Tekanan Darah Diastolik (Mmhg)
Sebelum dan Sesudah SKJ pada Kelompok Eksperimen dan KelompokKontrol
di MIN Masohi dan SDN 8 Masohi Tahun 2014
Tabel 4.
Mean ± SD IMT (Kg/M2) Sebelum dan Sesudah SKJ pada Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol di MIN Masohi
dan SDN 8 Masohi Tahun 2014
IMT (kg/m2)
Kelompok N Sebelum Sesudah Nilai p
(Mean ± SD) (Mean ± SD)
Kontrol 5 25 ± 6 25 ± 6 0,50
Eksperimen 6 25 ± 2 24 ± 3 0,09
p 0,28 0,26
Sumber: Data Primer, 2014
Tabel 5.
Mean ± SD Lingkar Perut (Cm) Sebelum dan Sesudah SKJ
pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
di MIN Masohi dan SDN 8 Masohi Tahun 2014
120 – 139 mmHg dan atau TDD 80 – 89 setelah perlakuan (p <0,05) menggunakan
mmHg atau dikenal dengan prehipertensi uji t tidak berpasangan antara kelompok
perlu mendapatkan atau melakukan kontrol dan kelompok eksperimen.
modifikasi perilaku seperti olahraga aerobik Kelompok kontrol menunjukan TDS dan
dengan intensitas sedang sebagai upaya TDD yang lebih tinggi (141 ± 15 mm Hg
preventif. dan85 ± 13 mmHg) dibandingkan dengan
Senam Kesegaran Jasmani termasuk TDS dan TDD kelompok eksperimen (116
dalam olahraga aerobik dengan intensitas ± 8 mmHg dan 71 ± 7 mmHg). Sebagai
sedang. Pada penelitian ini ditemukan kelompok yang beresiko, progres
adanya perbedaan bermakna (p < 0,05) peningkatan TD pada kelompok kontrol
TDS dan TDD pada kelompok eksperimen yang tidak diberikan SKJ menunjukan
sebelum dan sesudah melakukan SKJ semakin besarnya resiko menderita DM tipe
teratur. TDS kelompok eksperimen 2. Sebuah studi menunjukan bukti kuat
mengalami penurunan setelah mendapatkan bahwa peningkatan TD berhubungan erat
perlakuan (131 ± 10 mmHg : 116 ± 8 dengan meningkatnya resiko menderita DM
mmHg untuk TDS dan 85 ± 6 mmHg : 71 tipe 2. Relasi yang kuat antara peningkatan
± 7 mmHg untuk TDD). Sedangkan pada TD dengan kejadian DM dihubungkan
kelompok kontrol yang tidak mendapatkan dengan patofisiologi disfungsi endotel
perlakuan terjadi peningkatan TDS yang pembuluh darah saat terjadi peningkatan
signifikan (126 ± 12 mmHg : 141 ± 15 TD. Secara konsisten disebutkan bahwa
mmHg). Hasil ini menunjukan bahwa SKJ marker inflamasi seperti protein C-reaktif
secara teratur 3x/minggu selama 4 minggu yang keluar saat terjadi disfungsi endotel
pada PNS yang beresiko menderita DM tipe akibat peningkatan tekanan darah atau
2 di MIN Masohi efektif menurunkan hipertensi berkorelasi dengan insiden DM
tekanan darah. tipe 2 (Conen, 2007).
Apa yang diperoleh pada penelitian ini
relevan dengan yang telah ditemukan pada Pengaruh Senam Kesegaran Jasmani
penelitian sebelumnya yang menyatakan Teratur Terhadap Indeks Massa Tubuh
bahwa olahraga cenderung menurunkan Indeks masa tubuh merupakan
tekanan systole, diastole dan tekanan rata- penilaian yang digunakan untuk
rata arteri (Fahey. 1984). Secara fisiologis menetapkan obesitas, dimana pada
hal ini dapat terjadi selama olahraga orangdewasa ditetapkan nilai >25 kg/m2
dinamis seperti senam terjadi dilatasi sebagai batas overweight dan >30 kg/m2
kapiler dalam otot yangsedang bekerja sebagaiobesitas (Arisman, 2013). Colditz,
menurunkan tahanan arteri terhadap aliran et al. (1995) dalam Arisman (2013)
darah, yang melebihi darivasokonstriksi membuktikan bahwa resiko DM tipe 2
pembuluh darah pada jaringan yang tidak membengkak hingga lebih dari 93 kali pada
bekerja. Oleh karena itu pengaruh wanita bernilai IMT > 35 kg/m2 jika
perubahan diameter pembuluh darah selama dibandingkan dengan wanita yang IMTnya
olahraga dapat menurunkan tekanan darah normal. Nilai IMT disebutkan sangat
(Kadir, 2011). Secara molekuler efek sensitif digunakan untuk mengindentifikasi
olahraga teratur terhadap mekanisme faktor resiko menderita DM tipe 2 (Simony,
penurunan tekanan darah dapat terjadi et al, 2007). Selain itu, menurut Blackburn
akibat penurunan kadar Angiotensin II (1995), pertambahan berat badan di usia
(Brothers, et al. 2006) yang merupakan dewasa dapat menyebabkan DM sementara
marker hipertensi. pengurangan berat badan (5 kg) terbukti
Pada Tabel 3. juga terlihat adanya berhasil mengecilkan resiko ini (Arisman,
perbedaan bermakna pada TDS dan TDD 2013).
Pengaruh Senam Kesegaran Jasmani
104 terhadap Faktor ResikoDiabetes MellitusTipe2
Penurunan berat badan dapat terjadi sesudah SKJ teratur selama 4 minggu pada
akibat intake energi lebih sedikit PNS yang beresiko menderita DM tipe 2 di
dibandingkan denggan pengunaan energi MIN Masohi sebagai kelompok eksperimen
(Birch, et al, 2005). Olahraga terbukti dapat tidak ditemukan adanya penurunan yang
menurunkan berat badan yang dengan bermakna (p > 005). Hasil uji statstik jika
sendirinya akan berpengaruh pada dibandingkan lingkar perut kelompok
penurunan IMT sehingga resiko menderita eksperimen dengan kelompok kontrol yaitu
DM tipe 2 berkurang (Arisman, 2013). PNS beresiko DM tipe 2 di SDN 8 Masohi
Akan tetapi, pada penelitian ini tidak yang tidak melakukan SKJ juga diperoleh
ditemukan penurunan IMT yang bermakna perbedaan rerata yang signifikan (Tabel 5).
pada PNS yang beresiko menderita DM tipe Hasil ini dapat terjadi karena penelitian
2 di MIN Masohi sebagai kelompok ini, SKJ yang diberikan hanya berlangsung
eksperimen yang mendapatkan perlakuan sekitar 30 menit. Padahal menurut Birch, et
SKJ teratur (Tabel 4). al., (2005), olahraga aerobik yang ditujukan
Hasil ini dapat terjadi karena SKJ yang untuk membakar lemak tubuh baru akan
dilakukan termasuk dalam kategori dimulai pada menit ke-30 dan mencapai
olahraga aerobik. Adaptasi fisiologi pada tingkat optimal setelah 60 menit
latihanfisik sangat tergantung berolahraga. Dengan demikian, durasi SKJ
padaintensitas, durasi, dan frekuensi latihan sebagai olahraga aerobik dengan intensitas
(Kadir, 2011). Menurut Birch, et al (2005), sedang yang diberikan pada subyek
hanya akan terjadi sedikit peningkatan penelitian, baru berada pada tahap
penggunaan energi pada olahraga aerobik. perbaikan kemampuan kardiorespirasi
Sehingga jika ingin mendapatkan efek sehingga kemungkinan belum mencapai
penurunan berat badan hanya dari olahraga batas optimal pembakaran lemak tubuh.
aerobik, maka diperlukan pemelihraan Penurunan berat badan maupun lemak
terhadap intake energi sehingga intake tubuh juga dapat dicapai dengan
energi akan berada di bawah penggunaan pengaturan diet, demikian sebaliknya
energi. (Birch, et al, 2005). Akan tetapi pada
Selain itu, penurunan berat badan penelitian ini tidak dilakukan pengontrolan
yang dilakukan hanya dengan olahraga terhadap pola makan atau diet subyek
aerobik maka normalnya akan terjadi penelitian sehingga faktor konsumsi makan
penurunan berat badan 0,09 kg/minggu di rumah maupun kompensasi makan
(Birch, et al, 2005). Berdasarkan nilai setelah kehilangan energi pasca SKJ dapat
tersebut, jika olahraga dilakukan selama 4 mempengaruhi perubahan lingkar perut.
minggu maka penurunan berat badan
berada pada kisaran 0,35 kg. Dengan KESIMPULAN
demikian penurunan berat badan atau IMT Berdasarkan hasil penelitian pengaruh
akibat SKJ kemungkinan baru akan SKJ terhadap faktor resiko menderita DM
bermakna jika dilakukan minimal 12 tipe 2 pada PNS di MIN Masohi dan SDN 8
minggu dengan catatan tetap keseimbangan Masohi Kabupaten Maluku Tengah maka
intake dengan penggunaan energi. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) SKJmelambatkan frekuensi denyut nadi
Pengaruh Senam Kesegaran Jasmani PNS yang beresiko menderita DM tipe 2 di
Teratur Terhadap Lingkar Perut MIN Masohi Kabupaten Maluku Tengah,
Lingkar perut merupakan salah satu 2) Frekuensi denyut nadi PNS beresiko DM
indikator obesitas dan lemak tubuh tipe 2 di MIN Masohi Kabupaten Maluku
(Delima, et al. 2004). Hasil yang diperoleh Tengah setelah SKJ teratur lebih lambat
pada pengukuran lingkar perut sebelum dan dibandingkan dengan PNS beresiko
Saida Rauf, Nur Baharia Marasabessy, Rigoan Malawat 105
Creswell, J.W. 2010. Research Design. Lippincott Williams & Wilkins.Birch, K.,
Edisi ketiga. Yogyakarta : Pustaka McLaren, D., George, K. 2005.
Pelajar Exercise and sport physiology. BIOS
Dahlan, M.S. 2009. Statistik untuk Scientific Publishers. New york
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Muhsinin, N. W. 2012. Senam Kesegaran
Salemba Medika Jasmani. Tersedia dalam http://wa-
Delima, Anwar, M., Zulaela, dan Zuhari, qid.blogspot.com/2012/07/senam-
A.B. 2004. Antropomentik Index as a kesegaran-jasmani-skj.html. Diakses
screening tools for Diabetes Mellitus tanggal 11 Oktober 2014.
Type 2.Sains Kesehatan. 17 (3) : 409 – Porth, C. 2007. Essential of
421 Pathophysiology: Concept of Altered
Fahey, B. 1984. Exercise Health States. Lippncott Williams &
Physiology,Human Bioenergetics and Wilkins: Philadelpia
Its Applications. USA. Johon Eiley & Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Sons. 2011. Konsensus Pengelolaan dan
Gustavani. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Pencegahan Dibetes Mellitus Tipe 2 di
Diabetes Mellitus. Ilmu Penyakit Indonesia. Jakarta : PERKENI
Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Ramsyuhada. 2014. Gerakan Senam dan
Hall, JE. 2011. Text Book of Medical Manfaatnya Bagi Tubuh. Tersedia
Physiology. 12 ed. Saunders Elsevier. dalam
Philadelphia http://ramsyuhada.blogspot.com/.
International Diebetes Federation (2012) Diakses tanggal 11 Oktober 2014.
Diabetes Fact and Figure. Tersedia Simony, R.F., Gimeno, S.G., Ferreira, S.R.,
dalam Franco, L. Japanese-Brazilian Diabees
http://www.idf.org/worlddiabetesday/t Study Group. Which Body Mass Index
oolkit/gp/facts-figures. Diakses pada is Best associated with Risk of
tanggal 24 September 2013 Diabetes Mellitus and Hypertension in
Kadir, A. 2011. Adaptasi Kardiovaskuler a Japanese-Brazilian Population?.
terhadap Latihan Fisik. Tersedia dalam ARTIGO. 23 (2) : 297 – 304.
http://fk.uwks.ac.id/jurnal/daftar_edisi. Shigetoh, Y., Adachi, H.,Yamagishi, S, et
Diakses tanggal 23 Mei 2014 al. 2009. Higher Heart rate May
Lakerveld, J., Bot, SDM., Chinapaw, MJ., Predispose to Obesity and Diabetes
Tulder, MW., Oppen, P., Dekker, JM., mellitus : 20 Year Propective Study in
Nijpels, J. (2008) Primary prevention General Population. American Journal
of diabetes mellitus type 2 and of Hypertension. 22 : 151 – 155.
cardiovascular diseases using a Suyono, S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes
cognitive behavior program aimed at Mellitus Terpadu. Jakarta: Balai
lifestyle changes in people at risk: Penerbit FKUI
Design of a randomized controlled Szosland, D. 2010. Shift Work and
trial. BMC International Disorders. Metabolic Syndrome, Diabetes
8:6. Mellitus and Ischemic Heart Disease.
Lapau, B. 2013. Metode Penelitian International Journal of
Kesehatan. Jakarta : Buku Obor. Occupational Medicine and
Leung, L.A., Swaminthan, S, Trivedi, A.M. Environmental Health. 23(3):287 –
2014. Diabetes diagnosis and exercise 291
initiation Among older Americans. Taylor C. R.,Lilis, C., LeMone, P., Lynn, P.
Preventive Medicine. 65 : 128 – 132. 2011. Fundamentals of Nursing The
Saida Rauf, Nur Baharia Marasabessy, Rigoan Malawat 107
1. Jurnal Kesehatan Terpadu merupakan jurnal ilmiah komprehensif yang menyediakan forum untuk
bertukar ide dari penyunting tentang teori, metodologi dan isu-isu mendasar yang terkait dengan
dunia kesehatan yang meliputi keperawatan, kesehatan lingkungan, gizi, kebidanan, kesehatan
masyarakat, pendidikan kesehatan dan lain-lain.
2. Artikel yang dimasukan adalah karangan asli dan belum pernah diterbitkan sebelumnya dan
hanya ditujukan kepada Jurnal Kesehatan Terpadu. Artikel ilmiah yang ditujukkan kepada Jurnal
Kesehatan Terpadu ini akan melalui proses tanggapan ilmiah ahli dan atau anggapan kecuali
bagian Pendahuluan.
3. Artikel ilmiah yang dimasukan pada redaksi, dapat dikembalikan pada penulis untuk
diperbaiki/direvisi dalam gaya dan isinya.
4. Artikel ilmiah disusun dengan persyaratan : Halaman pengetikan 12 – 15 kwarto, 1 spasi, diketik
dalam 2 kolom (kecuali halaman judul dan abstrak, 1 kolom, 1 spasi menggunakan huruf Times
New Roman ukuran 11). Menggunakan program MS Word Office, disertai judul pada masing-
masing artikel. Judul artikel dicetak dengan huruf besar di tengah-tengah. Peringkat judul bagian
bawah dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub bagian dicetak
dengan tebal atau tebal dan miring) dan tidak menggunakan angka/nomor pada bagian judul
bagian :
PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)
Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)
Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal Miring, Rata Tepi Kiri)
5. Artikel hasil penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan format essai, dengan sistematika
penulisan yang terdiri dari : Judul, Nama Penulis (Tanpa Gelar), Abstrak (Bahasa Indonesia atau
Inggris) maksimum 150 kata, memuat masalah dan tujuan penelitian, prosedur penelitian,
(penelitian kualitatif termasuk deskripsi subjek yang diteliti), kesimpulan dan implikasi hasil
penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf, diketik dengan spasi tunggal dengan
menggunakan format yang lebih sempit dari teks utama (margin kiri dan kanan masuk 1,5 cm)
dan kata kunci (3-5 kata); pendahuluan, yang berisi latar belakang, tujuan penelitian, metode,
hasil dan pembasahan, kesimpulan dan saran serta daftar pustaka.
6. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah : judul, nama penulis (tanpa gelar), abstrak maksimum
100 kata dan kata kunci (3-5 kata); pendahuluan (berisi latar belakang dan tujuan ruang lingkup
tulisan); bahasan utama (yang dapat dibagi ke dalam beberapa sub bagian); kesimpulan dan
saran; daftar rujukan.
7. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang
diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis,
disertasi) atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal majalah ilmiah.
8. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, tahun), contoh (Davis,
2003)
9. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh :
Buku :
Senderowitz, 1995. Kesehatan Reproduksi Remaja, Press Gajah Mada, Yogyakarta.
Jurnal :
Hutchinnson, 1999. Evaluasi dan Penelitian Pendidikan Kesehatan. BMJ 318 : 1265 – 1269
Wilopo, 1994, Hasil Konferensi Kependudukan di Kairo : Implikasinya pada Program Kesehatan
Reproduksi di Indonesia. Populasi Volume 3 : 1 – 28
Internet
Hitchcock, S. 2005. Trends Nursing Practice. http://www.nurs.com.net.id
10. Semua naskah ditelaah secara anonym oleh penyunting ahli yang ditunjuk oleh penyunting
menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan
(revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari penyunting ahli atau penyunting pelaksana.
Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara lisan atau tulisan.
11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan
melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya
oleh penyunting jika diketahui bermasalah.
12. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan atau penggunaan software computer untuk
pembuatan naskah atau ikhwal lain terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang
dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya,
menjadi tanggung jawab penuh artikel tersebut.
13. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artikel, wajib menjadi pelanggan.
Penulis yang artikelnya dimuat wajib membayar kontribusi biaya cetak sebesar Rp. 200.000/judul.
Sebagai imbalannya, penulis menerima jurnal pemuatan sebanyak 2 eksemplar. Artikel yang tidak
dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.