Materi Campur
Materi Campur
DEFINISI
Polio (Poliomielitis) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang
menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan
kelemahan otot yang sifatnya permanen, kelumpuhan atau kematian.
PENYEBAB
Penyebabnya adalah virus polio.
GEJALA
Terdapat 3 pola dasar pada infeksi polio:
Infeksi subklinis
Non-paralitik
Paralitik.
95% kasus merupakan infeksi subklinis.
3.Poliomielitis paralitik
demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya
sakit kepala
kaku kuduk dan punggung
kelemahan otot asimetrik
onsetnya cepat
segera berkembang menjadi kelumpuhan
lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena
perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum)
peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri)
sulit untuk memulai proses berkemih
sembelit
perut kembung
gangguan menelan
nyeri otot
kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung
ngiler
gangguan pernafasan
rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi
refleks Babinski positif.
KOMPLIKASI
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap contoh tinja
untuk mencari poliovirus dan pemeriksaan terhadap darah untuk menentukan
titer antibodi.
Pembiakan virus diambil dari lendir tenggorokan, tinja atau cairan serebrospinal.
Pemeriksan rutin terhadap cairan serebrospinal memberikan hasil yang normal
atau tekanan, protein serta sel darah putihnya agak meningkat.
PENGOBATAN
Polio tidak dapat disembuhkan dan obat anti-virus tidak mempengaruhi
perjalanan penyakit ini.
Jika otot-otot pernafasan menjadi lemah, bisa digunakan ventilator.
PROGNOSIS
PENCEGAHAN
Vaksin polio merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak.
Terdapat 2 jenis vaksin polio:
• Vaksin Salk, merupakan vaksin virus polio yang tidak aktif
• Vaksin Sabin, merupakan vaksin virus polio hidup.
Yang memberikan kekebalan yang lebih baik (sampai lebih dari 90%) dan yang
lebih disukai adalah vaksin Sabin per-oral (melalui mulut).
Tetapi pada penderita gangguan sistem kekebalan, vaksin polio hidup bisa
menyebabkan polio. Karena itu vaksin ini tidak diberikan kepada penderita
gangguan sistem kekebalan atau orang yang berhubungan dekat dengan
penderita gangguan sistem kekebalan karean virus yang hidup dikeluarkan
melalui tinja.
askep parotitis
I. Diagnosa keperawatan
1. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih ( mual dan muntah).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
intake asupan gizi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
J. Intervensi Keperawatan
1. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih ( mual dan muntah ).
– Tujuan :
Mencegah output yang berlebih dan mengoptimalkan intake cair.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan dibuktikan oleh mukosa bibir lembab,
turgor kulit baik, pengisian kapiler berwarna merah muda, input dan output seimbang.
– Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Penuhi kebutuhan individual.
Anjurkan klien untuk minum
( Dewasa : 40-60 cc/kg/jam).
1. Berikan cairan tambahan IV
sesuai indikasi.
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Reduksi stress dan 1. Stress menyebabkan
farmakoterapi seperti peningkatan produksi asam
cytoprotective agent, lambung, untuk klien dengan
penghambat pompa proton, gastritis penggunaan penghambat
anatasida. pompa proton membantu untuk
mengurangi asam lambung
1. Koloborasi transfusi albumin. dengan cara menutup pompa
asam dalam sel lambung
1. Konsul dengan ahli diet untuk penghasil asam. Kemudian untuk
menentukan kalori / kebutuhan penggunaan cytoprotective agent
nutrisi . membantu untuk melindungi
jaringan yang melapisi lambung
1. Tambahan vitamin seperti B12. dan usus kecil. pada klien dengan
2. Batasi makanan yang gastritis antasida berfungsi untuk
menyebabkan peningkatan asam menetralisir asam lambung dan
lambung berlebih, dorong klien dapat mengurangi rasa sakit.
untuk menyatakan perasaan 2. Dengan tranfusi albumin
masalah tentang makan diet. diharapkan kadar albumin dalam
3. Berikan nutrisi melalui IV sesuai darah kembali normal sehingga
indikasi. kebutuhan nutrisi kembali
normal.
3. Pemasukan individu dapat
dikalkulasikan dengan berbagai
perhitungan yang berbeda, perlu
bantuan dalam perencanaan diet
yang memenuhi kebutuhan
nutrisi.
4. Mencegah terjadinya anemia.
5. Keragu-raguan untuk makan
mungkin diakibatkan oleh takut
makanan yang menyebabkan
terjadinya gejala.
Tujuan :
Intoleransi aktifitas teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan tirah baring atau 1. Tirah baring dapat
duduk dan berikan obat sesuai meningkatkan stamina tubuh
dengan indikasi. pasien sehinggga pasien dapat
beraktivitas kembali.
2. Berikan lingkungan yang tenang 2. Lingkungan yang nyaman dan
dan nyaman. tenang dapat mendukung pola
istirahat pasien.
3. Ajarkan klien metode 3. Klien dapat beraktivitas secara
penghematan energy untuk bertahap sehingga tidak terjadi
aktivitas (lebih baik duduk kelemahan.
daripada berdiri saat melakukan
aktivitas)
Tujuan :
Informasi tepat dan efektif.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan
dan pengobatan.
Intervensi Rasional
1. Beri pendidikan kesehatan
(penyuluhan) tentang penyakit,
beri kesempatan klien atau
keluarga untuk bertanya,
beritahu tentang pentingnya
obat-obatan untuk kesembuhan
klien.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Mump atau penyakit gondong telah dilaporkan hamper di seluruh
belahan dunia, demikian juga di Indonesia resiko anak terkena gondok mungkin masih
tinggi. Gondok masih endemic di banyak negara seluruh dunia, sedangkan caksin MMR
digunakan hanya 57% dari negara-negara yang menjadi anggota Organisasi Kesehatan
Dunia, terutama di Negara-negara maju. Dalam Ingris dan Wales, sebuah epidemic
gondok yang dimulai pada 2005, telah dilaporkan 56.390 kasus kematian.
Penyakit gondong atau dalam dunia kedokteran dikenal sebagai parotitis atau
Mumps adalah suatu penyakit menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus
(Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan
rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian
bawah.
Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic
atau epidemic. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-14 tahun.
Peningkatan kasus yang besar biasanya didahului pada penularan di tempat sekolah. pada
orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), system saraf pusat,
pancreas, prostat, payudara dan organ lainnya.
Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini
adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk
menekan hormone kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat iodium dalam tubuh.
Kematian karena penyakit gondong jarang dilaporkan. Hampir sebagian kasus yang fatal
justru terjadi pada usia di atas 19 tahun.
C. Tujuan
Memahami dan mengerti tentang:
1. Pengertian Parotitis
2. Epidemiologi dari Parotitis
3. Etiologi dari Parotitis
4. Patofisiologi dari Parotitis
5. Tanda dan gejala dari Parotitis
6. Diagnosis dari Parotitis
7. Pemeriksaan Labolatorium dari Parotitis
8. Komplikasi yang terjadi pada Parotitis
9. Pengobatan pada pasien Parotitis
10. Pencegahan untuk penyakit Parotitis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyakit parotitis atau gondongan adalah suatu penyakit menular dimana
seseorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar
parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher
bagian atas atau pipi bagian bawah.
B. Epidemiologi
Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endekmik
atau epidemic. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak di bawah usia 15 tahun
(sekitar 85% kasus). Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung , percikan ludah,
bahan muntah, mungkin dengan urin. Bayi sampai umur 6-8 bulan tidak dapat terjangkit
parotitis epidemika karena dilindungi oleh antibody yang dialirkan secara transplasental
dari ibunya. Tiga insiden tertinggi pada umur 5 sampai 9 tahun, kemudian diikuti antara
umur 1 sampai 4 tahun, kemudian umur antara 10 sampai 14 tahun.
C. Etiologi
Agen penyebab parotitis adalah anggota dari kelompok Paramyxovirus, yang juga
termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus Newcastle disease.
Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90-300mu. Virus telah diisolasi dari
ludah, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lainnya. Virus ini aktif dalam lingkungan
yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu kamar.
Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4C, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya
ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus
bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe local
dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-
5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotis, ovarium, pancreas,
tiroid, ginjal, jantung, dan otak. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui
dari ludah, darah, urin, otak, dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva
6-7 hari sebelum masuk masa pembengkakan dan 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan pada kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan
kelenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.
D. Patofisiologi
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agen penyebab parotitis
(terinfeksisnya kelenjar parotis) antara lain akibat:
1. Percikan ludah
2. Kontak langsung dengan penderita
3. Parotitis lain
4. Muntahan
5. Urin
Virus tersebut masuk dalam tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar
yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus paramyxovirus pada kelenjar
parotis dibuktikan dnegan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari
serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh
sehingga terjadi poliferasi di parotis kemudian terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam
aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar yang kemudian akan
menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam,
anoreksia, sakit kepala, dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan
kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang
spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus paramyxovirus dapat
diisoler dari saliva, darah dan air seni.
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan hanya secara klinis. Diagnosis ditegakkan bila jelas ada
gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeriksaan fisik, termasuk keterangan adnaya
kontak dengan penderita penyakit gondong 2-3 minggu sebelumnya. Selain itu adalah
dengan tindakan pemeriksaan hasil labolatorium air kencing (urin) dan darah.
H. Komplikasi
Di bawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan
yang kurang efektif sebagai berikut: (Neslon, 2000)
1. Meningoensepalitis
Penderita mula-mula menunjukkan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian disusul
oelh muntah-muntah, gelisah, dan suhu tubuh yang tinggi. Komplikasi ini merupakan
komplikasi yang sering pada anak-anak.
2. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidennya rendah (1:15.000),
parotis adalah penyebab tuli saraf unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara
atau permanen.
3. Orkitis
Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena
mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen. Sehingga
kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi
mendadak, mual, menggigil, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik dan sakit pada
testis.
Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena infeksi
maka terdapat perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari setelah
masa sakit. Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3-14 hari. Testis yang terkena menjadi
nyeri dan bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari.
Sekitar 30-4-% testis yang terkena menjadi atrofi.
4. Ensefalitis atau Meningitis
Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk,
mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan
akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau sarad yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan
otot wajah.
5. Pankreatitis
Peradangan pancreas bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita merasakan mual
dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan
penderita akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba
pada parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastric disertai pusing, mual. Muntah, demam
tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis akibat infeksi virus.
6. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat terjadi pada umur
sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan perkembangan selanjutnya antibody
antitiroid pada penderita.
7. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan
kemerahan sendi biasanya penyembuhan sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi
menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala
sendi mulai 1-2 minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah
sendi besar khususnya paha dan lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh
sempurna.
I. Pengobatan
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan istirahat
selama penderita panas dan kelenjar (parotis) membengkak. Dapat digunakan obat Pereda
panas dan nyeri (antipiretik dan analgesic) misalnya paracetamol dan sejenisnya, aspirin
tidak boleh diberikan kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye
(bisa karena pengaruh aspirin pada anak-anak).
Pada penderita yang mengalami pembengkakan testis, sebaiknya penderita
menjalani istirahat tirah baring di tempat tidur. Rasa nyeri dapat dikurangi dengan
melalukan kompres es pada area testis yang membengkak tersebut.
Penderita yang mengalami serangan virus pada organ pancreas (pankreatitis),
dimana menimbulkan gejala mual dan muntah sebaiknya diberikan cairan melalui infus.
Pemberian kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent gammaglobulin
diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis. Terhadap virus itu sendiri tidak dapat
dipengaruhi oleh anti mikroba, sehingga pengobatannya hanya berorientasi untuk
menghilangkan gejala sampai penderita kembali baik dengan sendirinya.
Penyakit gondongan sebenarnya tergolong dalam “self limiting disease” (penyakit
yang sembuh sendiri tanpa diobati). Penderita penyakit gondongan sebaiknya
menghindarkan makanan atau minuman yang sifatnya asam supaya nyeri tidak bertambah
parah, diberikan diet makanan cair dan lunak.
Pemberian imunomdulator belum terdapat laporan penelitian yang menunjukkan
efektifitasnya.
J. Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif
dan imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau mengurangi
komplikasi.
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika yang hidup
tapi telah diubah sifatnya, diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan. Vaksin ini
tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan
tidak menular.
Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan
rubella. Pemberian vaksinasi dengan virus ini, sangat efektif dalam menimbulkan
peningkatan bermakna dalam antibody terhadap parmyxovirus pada individu yang
seronegative sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15 sampai 95%. Proteksi
yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap
morbilli, rubella, dan poliomyelitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keluhan utama: pasien umumnya pada pasien penderita parotitis, pasien mengeluhkan
demam, nyeri di bawah telinga, bengkak, sulit menelan.
2. Riwayat penyakit sekarang: pasien biasanya pasien mengeluhkan mengalami demam dan
merasakan nyeri pada belakang telinga dan pipi, dan timbul bengkak dan kemerahan.
Adanya rasa nyeri dan bengkak menyebar ke daerah pipi.
3. Riwayat penyakit dahulu: tanyakan apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan
gejala yang sama, tanyakan punya riwayat penyakit menular, dan riwayat alergi, tanyakan
apakah pasien pernah diimunisasi MMR (Mumps, Morbilli, Rubella)
4. Pemeriksaan Fisik: ukur TTV, dan kesadaran.
B. Diagnose
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada pasien parotitis adalah:
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna nutrient adekuat akibat penyakit kronis
2. Nyeri berhubungan dengan infeksi virus
3. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan manifestasi klinis akibat parotitis
dan pengaruh lingkungan
4. Resiko komplikasi berhubungan dengan pembengkakan kelenjar parotis
B. Saran
Perawat harus lebih memperhatikan factor-faktor apa saja yang bisa menimbulkan
komplikasi penyakit lain. Karena banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan
kelenjar saliva ini sehingga perawat harus sedini mungkin penanganan diawali dengn
berbagai tes labolatorium, disusul pada pemberian antibiotic, pencegahan penyakit
parotitis akan lebih bisa di cegah sedini mungkin dengan pemberian vaksinasi gondongan
yang merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa anak-anak.
Diposting oleh Asih Septianingsih di 1:42 PM
Di: Keperawatan
1 Comment
A. Pengertian
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi
pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan
akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi
otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk
ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah
dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan (paralysis).
B. Gambaran Klinis
a. Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh,
diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
b. Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa
gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
c. Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk
bulbar.
d. Kadang ensepalitik: Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan
kadang kejang.
C. Etiologi
D. Penularan
E. Pencegahan
F. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron
yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang
biasanya terkena poliomyelitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior.
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio
retikularis yang mengandung pusat vital.
3. Sereblum terutama inti-inti virmis.
4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang
nucleus rubra.
5. Talamus dan hipotalamus.
6. Palidum.
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.
G. Komplikasi
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Lab :
a. Pemeriksaan darah
b. Cairan serebrospinal
c. Isolasi virus volio
2. Pemeriksaan radiology
I. Penatalaksanaan Medis
1. Poliomielitis aboratif
3. Poliomielitis paralitik
J. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Nyeri kepala
b. Paralisis
c. Refleks tendon berkurang
d. Kaku kuduk
e. Brudzinky
K. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah.
2. Hipertermi b/d proses infeksi.
3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot.
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis.
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
L. Intervensi
1 Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah.
intervensi:
rasional:
1. Mengetahui intake dan output anak.
2. Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang.
3. Mencukupi kebutuhan nutrisi dengan seimbang.
4. Mengetahui perkembangan anak.
5. Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak.
6. Mempermudah proses pencernaan.
intervensi:
rasional:
3 Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot.
intervensi:
rasional:
intervensi:
1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri.
rasional:
4. Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang
diperlukan.
5. Mengurangi nyeri.
intervensi:
rasional:
intervensi:
1. Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas (mis.renda, sedang,
parah).
2. Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa
yang dipercaya.
3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga.
4. Hindari harapan –harapan kosong mis ; pertanyaan seperti “ semua akan berjalan
lancar”.
rasional:
3. Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat
dibatasi setelah periode yang diperpanjang.
4. Harapan–harapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya pemahaman atau
kejujuran.
Penyimpangan tumbuh kembang anak harus dideteksi sejak dini, terutama sebelum anak
berumur 3 tahun, agar dapat segera di intervensi. Apabila deteksi terlambat, yang
menyebabkan penanganan terlambat sehingga penyimpangan akan sulit untuk diperbaiki.
Terdapat beberapa tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan antara lain:
1. Masa dalam kandungan (prenatal), masa Neonatal (0 – 28 hari), masa Bayi (>6 bulan)
terjadi stanger anxiety (cemas).
• Menangis keras
• Pergerakan tubuh yang banyak
• Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
2. Masa todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan
tahapnya.
• Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.
• Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain,
sedih, apatis.
• Pengingkaran / denial.
• Mulai menerima perpisahan.
• Membina hubungan secara dangkal.
• Anak mulai menyukai lingkungannya.
3. Masa prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi
agresif.
• Menolak makan
• Sering bertanya
• Menangis perlahan
• Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4. Masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan;
• Meninggalkan lingkungan yang dicintai.
• Meninggalkan keluarga.
• Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan.
5. Masa remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul:
• Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
• Tidak kooperatif dengan petugas
• Bertanya-tanya
• Menarik diri
• Menolak kehadiran orang lain
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi.
Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi:
• Takut
• Cemas
• Perasaan sedih
• Frustasi
Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
• Marah
• Cemburu
• Benci
• Rasa bersalah
Reaksi lingkungan sosial terhadap hospitalisasi
• Acuh tak acuh
• Terkesan menghindar
Intevensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi.
Fokus intervensi keperawatan adalah:
• Menimalkan stressor
• Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
• Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
• Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stress. Dapat dilakukan dengan cara:
• Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
• Mencegah perasaan kehilangan control
• Mengurangi / menimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan:
• Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
• Modifikasi ruang perawatan
• Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat menyurat, bertemu teman
sekolah
Mencegah perasaan kehilangan control:
• Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif
• Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
• Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain
Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
• Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri
• Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
• Menghadirkan orang tua bila mungkin
• Tunjukkan sikap empati
• Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan
melalui cerita dan gambar
• Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini
dengan terbuka
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak:
• Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar
• Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak-
Meningkatkan kemampuan kontrol diri
• Memberi kesempatan untuk sosialisasi
• Memberi support kepada anggota
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit:
• Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
• Kenalkan pada pasien yang lain
• Berikan identitas pada anak
• Jelaskan aturan rumah sakit
• Laksanakan pengkajian
• Lakukan pemeriksaan fisik
Dampak hospitalisasi:
Dampak hospitalisasi yang dialami bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan
tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga
terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
ASKEP KUSTA
ASUHAN
KEPERAWATAN
KUSTA
OLEH :
1. Jonri simarmata
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada
kami sehingga kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini
dari internet. Kami telah berusaha semampu kami untuk mengumpulkan
berbagai macam bahan tentang Askep Kusta.
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari
sempurna, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami
mohon bantuan dari para pembaca,
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam
penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami
mengucapkan terima kasih.
Hormat Kami
Penulis
BAB 1
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang
ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873.
Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron,
lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar
satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak
dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi
sistemik pada binatang Armadillo.
b. Adanya penebalan saraf tepi dengan disertai gangguan fungsi (hanya
dapat diidentifikasi oleh tenaga yang sudah ahli atau terlatih).
c. Gangguan fungsi saraf meliputi mati rasa/kurang rasa, pareses dan
paralisis, kulit kering, retak dan edema (bengkak).
4. PENGOBATAN
5. PATOGENESIS
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti,
beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh
bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu
menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun
pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi
seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut
penyakit imonologik.
6. FAKTOR RESIKO
7. KLASIFIKASI
Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan
gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita
menjadi :
1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering
dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang
besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung
dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.
2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan
jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + )
3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat.
Gambaran khas lesi ”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada
tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.
Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit
dan uji lepromin ( - ).
4. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral
tapi asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin
( - ).
5. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah
sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit
dan mukosa hidung, uji Lepromin ( - ).
WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT
2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)
Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.
Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat
ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.
Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.
Sebagian sembuh spontan.
9. PATOFISIOLOGI
Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Selain
manusia, hewan yang dapat tekena kusta adalah armadilo, simpanse, dan
monyet pemakan kepiting.
Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M.
leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah
melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga
tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda
pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor
penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak
antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap
insidensi, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per
1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan.
[14]
Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit
dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan
adnaya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat
dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit.
Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epitel
deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan
bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan
adanya sejumlah M. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di
penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa
organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat.
Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898.
Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut
Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa
sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret
hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien
lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.
Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya.
Saat ini diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang
dari masuknya bakteri. Rees dan McDougall telah sukses mencoba penularan
kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem imunnya. Laporan yang
berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan pemaparan
bakteri di lubang pernapasan.
Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute
yang paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun
demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.
Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti
berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan
adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda.
Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan
berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah
endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah
disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.
1. PENGKAJIAN
a. BIODATA
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-
anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat
menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena
pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan
ekonomi lemah.
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan
adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-
kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya
komplikasi pada organ tubuh
c. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam
kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
d. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang
disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya
diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai
penyakit morbus hansen akan tertular.
e. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar
masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan,
sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami
gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi
yang diderita.
f. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan
dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain
dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
g. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi
berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena
adanya gangguan saraf tepi motorik.
Sistem penglihatan. Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea
mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan
kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika
ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi
peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis.
Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan
rontok.
Sistem pernafasan. Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti
pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.
Sistem persarafan:
a. Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa.
Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang
pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
b. Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-
lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan
kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi
(kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat
dirapatkan (lagophthalmos).
c. Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan
sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya
dapat pecah-pecah.
Sistem muskuloskeletal. Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik
adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan
atropi.
Sistem integumen. Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti
panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul
(benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal,
mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat
bercak.
B. Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira yang terdiri dari 2 kelompok atau kompleks yang pathogen
L. Interrogans dan yang non pathogen / saprofit L. Difleexa. Saat ini ditemukan 240 serotipe yang tergabung
dalam 23 serogrup, sub group yang dapat menginfeksi manusia, diantaranya : L. Icterohaemorrhagiae, L.
Javanica, L. Celledoni, L. Canicola, L. Ballum, L. Phyrogenes, L. Cynopetri, L. Automnalis, L. Australis, L.
Pamona, L. Grippothyphosa, L. Hebdomadis, L. Tarassovi, L. Panama, L. Andamana, L. Shermani, L. Ranarum,
L. Bufonis, L. Copenhageni, dll.
C. Patofisiologi
terlampir
D. Manifestasi Klinik
Leptospirosis merupakan penyakit bifasik yang khas. Selama terjadi leptospiremi atau fase awal, leptospira
terdapat di dalam darah dan cairan serebrospinal. Awitan penyakit ini khas mendadak gejala awal berupa sakit
kepala di bagian frontal, bitemporal atau oksipital, nyeri otot berat, otot pada paha dan daerah lumbal paling
sering terlibat dan seringkali disertai rasa sakit hebat pada perabaan. Mialgia dapat disertai oleh hipertesia kulit
yang sangat menonjol (kausagia). Menggigil disertai oleh kenaikan suhu tubuh yang juga jelas terjadi, suhu
tubuh meningkat 98,9 % (102 oF) atau lebih. Kompleks gejala tertentu seperti hepatitis, nefitis, pneumonia
atifikal, influenza atau gastroenteritis. Pemriksaan selama ini menunjukkan braalkarai dan TD normal, mual,
muntah dan anoreksia, malaise, dehidrasi ringan sampai sedang, penurunan kesadaran, splenomegali,
hepatomegali, kulit bisa dijumpai ruam berbentuk macular, makulo populor atau utikaria (seperti biduran), diare,
batuk atau nyeri dada. Tanda fisik yang paling khas adalah penutupan konjungtiva, fotofobia tetapi jarang di
dapati secret serosa atau purulent.
Fase kedua / fase imun berkaitan dengan munculnya 19 M dalam sirkulasi, demam berkurang (suhu < 38,9
o
C) dan meningitis aseptic
F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Obat-obatan microbial yang dapat dipakai cukup banyak meliputi : pennisilin, streptomisin, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, maupun ciprofloksasin. Dalam 4-6 jam setelah pemberian pennisilin – G, terlihat
reaksi tipe jerisch, herx heimmer yang menunjukkan adanya aktifitas anti leptospira. Obat pertma pilihan adalah
pennisilin 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari.
2. Keperawatan
Anjurkan klien tirah baring, anjurkan minum banyak, bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-
hari dan ajarkan untuk melakukan personal hygiene dan lingkungan.
3. Pencegahan
Kelompok pekerja dengan insiden leptospirosis tinggi adalah pekerja pertanian, orang-orang yang
hidup dan bekerja pada lingkungan yang banyak tikus, individu yang terlibat pada peternakan hewan atau dokter
hewan, petugas survei di hutan belantara, tentara dan pekerja laboratorium harus diberi pakaian khusus yang
dapat melindungi dari kontak dengan bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang liar. Penyediaan
air minum penduduk harus bersih dan terjaga dengan baik.
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada leptospirosis adalah :
a. Gagal ginjal
b. Meokarditis
c. Meningitis aseptic
d. Hepatitis
e. Perdarahan masif
f. Iridosiklitis juga dapat terjadi
g. Gastroenteritis
h. Pneumonia
i. Syok
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Adapun yang terkaji pada anak dengan leptopirosis adalah data dasar, meliputi :
Data biografi
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan sekarang, meliputi keluhan utama yaitu sakit kepala, nyeri otot berat, mual, muntah, dehidrasi,
mialgia, kausalgia demam.
2. Dx. 2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat.
KH : - BB normal / bertambah
- Nafsu makan kembali normal / meningkat
- Mual (-), muntah (-)
- Konjungtiva emis
Intervensi :
1) Ijinkan anak untuk makan makanan yang dapar ditoleransi anak, rencana untuk memperbaiki kualitas gizi pada
saat selera makan anak meningkat.
R/ selera makan biasanya buruk dan masukan n utrisi penting mungkin
menurun, tawarkan makanan kesukaan dapat meningkatkan pemasukan oral
2) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkat-kan kualitas intake nutrisi.
R/ meningkatkan masukan nutrisi yang adekuat
3) Anjrkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan porsi kecil tapi sering
R/ tindakan ini dapat meningkatkan masukan nutrisi meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
4) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan selagi hangat
R/ meningkarkan nafsu makan klien
5) Pertahankan kebersihan mulut klien
R/ meningkatkan nafsu makan klien/anak
6) Timbang BB klien
R/ berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan dan
evaluasi ketidakadekuatan rencana nutrisi.
7) Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit kepada anak ataupun orang tua.
R/ intake nutrisi yang adekuat mempercepat proses penyembuhan.
3. Dx. 3 Gangguan rasa nyaman nyeri b.d nyeri otot berat, sakit kepala dibagian frontal, bitemporal atau oksipital.
Tujuan : Anak dapat menunjukkan dalam pengontrolan nyeri sesuai
tingkat kesanggupan.
KH : - Nyeri hilang / terkontrol, skala nyeri : 0-3
- TTV dalam batas normal
N : 80 – 140 x/mnt
S : 36,1 – 37,5 oC
- Klien tampak rileks
Intervensi :
1) Kaji skala nyeri anak (0-10)
R/ berguna dalam pengawasan keefektifan obat dan kemajuan penyembu-
han.
2) Dorong anak untuk menemukan posisi yang nyaman : semi fowler
R/ tindakan alternatif mengontrol nyeri dan mengurangi sakit kepala di
bagian frontal, bitemporal atau oksipital, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
3) Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
R/ memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat
meningkatkan koping.
4) Gunkanan pelembab yang agak hangat pada nyeri otot paha dan daerah lumbal jika tidak ada demam.
R/ meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit kepala / rasa
tidak nyaman.
5) Ukur TTV (suhu dan nadi)
R/ peningkatan suhu dan nadi mengidentifikasi adanya nyeri yang ber-
tambah.
6) Lakukan massage / pijatan lembut pada daerah nyeri
R/ meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping anak
dengan memfokuskankembali perhatian anak.
7) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
R/ mengurangi / menghilangkan nyeri yang berat.
4. Dx. 4 intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O 2 dan kebutuhan tubuh.
Tujuan : kebutuhan aktivitas klien kembali normal dan klien dapat
istirahat dengan optimal.
KH : - Anak bermain dan istirahat dengan cepat dan mengguna-
kan aktivitasnya sesuai perkembangan dan kesanggupan.
- Anak dapat bertoleransi terhadap aktivitas
- Anak dapat istirahat cukup
- Anak tetap tenang, aman dan santai / rileks
- TD anak dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji tingkat aktivitas anak
R/ menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahlan pilihan
intervensi.
2) Kaji anak terhadap aktivitasnya sehari-hari
R/ menetapkan kemampuan / kebutuhan sehari - hari dan memudahkan
pilihan intervensi.
3) Tingkatkan tirah baring / duduk
R/ menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan aktivitas dan
posisi duduk yang tegak diyakini menurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.
4) Monitor TTV (TD, N, RR) selama dan sesudah aktivitas
R/ manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk mem-
bawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
5) Berikan bantuan dalam aktivitas / ambulasi dan dekatkan barang-barang / alat-alat yang dipergunakan
R/ membantu meringankan beban anak dan menghemat energi guna ber-
aktivitas.
6) Ubah posisi anak dengan perlahan dan pantau terhadap sakit kepala.
R/ hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing /
sakit kepala, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
5. Dx. 5 Reti Penyebaran infeksi b.d pertahanan primer tidak adekuat.
Tujuan : penyebaran infeksi tidak terjadi
KH : - Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor,
kalor dan fungsiolaesa)
- TTV dalam batas normal (S: 36 37 oC)
Intervensi :
1) Berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan
R/ isolasi mungkin diperlukan sampai organismenya diketahui/dosis anti-
biotik yang cocok yang diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain
2) Pertahankan tehnik aseptik dan tehnik cuci tangan yang tepat baik pasien, pengunjung maupun staf. Pantau dan
batasi pengunjung / staf sesuai kebutuhan.
R/ menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder, mengontrol penye-
baran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi.
3) Pantau suhu secara teratur, catat munculnya tanda-tandaklinis dan proses infeksi
D. Implementasi
Lakukan tindakan sesuai rencana dan prioritas yang ditetapkan
E. Evaluasi
1. Volume cairan anak kembali adekuat
2. Nutrisi anak kembali adekuat
3. Nyeri hilang / terkontrol
4. Aktivitas anak kembali adekuat
5. Resti penyebaran infeksi tidak terjadi
6. Pengetahuan keluarga bertambah
Reaksi:
1 komentar:
1.
Mengobati kencing nanah tanpa obat mungkin sangat kecil kemungkinan yang bisa dilakukan dengan cara ini.
Karena jika anda menderita penyakit maka anda harus melakukan pemeriksaan dan pengobatan dengan dokter yang
tentunya akan diberikan obat yang sesuai dengan penyebabnya.
Apa yang anda rasakan jika anda terkena atau terinfeksi penyakit menular seksual ini?
"Jika anda merasakan gejala atau tanda2 kencing nanah, jangan merasa malu untuk melakukan pemeriksaan. segera
lakukan pengobatan secepat mungkin untuk membantu anda agar terhindar dari infeksi penyakit lain yang dapat di
timbulkan dari penyakit kencing nanah."
Silahkan konsultasikan keluhan yang anda rasakan pada kami. Klinik apollo merupakan salah satu klinik sepesialis
kulit dan klamin terbaik di jakata. Ditunjang tekhnologi modern serta dokter yang sudah berpengalaman
dibidangnya, kami dapat membantu memberikan solusi untuk keluhan penyakit kelamin yang anda rasakan.