Anda di halaman 1dari 44

MEMBEDAH SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN

ORGANISASI SEKAA GENJEK DHARMA SHANTI DESA


PAKRAMAN SELAT KABUPATEN KARANGASEM
PROVINSI BALI

OLEH:
XXXXXXXXXXXXXXX
xxxxxxx

JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM S1


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2020

1
C. Latar Belakang Masalah Penelitian

Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai nilai

budaya tinggi yang dilandasi oleh falsafah agama dan telah dikenal hingga ke

manca negara. Hingga saat ini, Bali masih menjadi tujuan wisata utama di

Indonesia. Apabila dilihat dari mata pencahariannya, sebagian besar penduduk

Bali bekerja pada sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena Bali merupakan

daerah agraris, sehingga sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting

bagi kehidupan masyarakat Bali. Selain sebagai daerah wisata dan pusat investasi,

Bali kini semakin berkembang. Salah satu simpul budaya yang menjadi daya tarik

di Bali adalah keberadaan organisasi lokal di Bali, disamping simpul sosial

budaya yang lain seperti desa pakraman, dadia, sekaa, dan desa dinas. Simpul-

simpul sosial budaya ini sangat penting bagi perkembangan solidaritas sosial dan

penyosialisasian budaya Bali.

Organisasi lokal yang ada di Bali berkembang seiring budaya lokal yang

ada, yang semakin memberikan ciri khas dalam keberadaannya. Masyarakat Bali

khususnya memiliki suatu sistem yang terorganisir dalam suatu daerah yang

disebut dengan istilah Sekaa. Sistem sekaa merupakan ciri khas sistem kelompok

dalam satu desa yang ada di Bali. Seperti disebutkan oleh Sunaryasa (2009),

sekaa di Bali memiliki lima ciri meliputi (1) sekaa merupakan organisasi pada

demen (saling suka atau hobi) yang memiliki pengurus dan peraturan organisasi

(awig-awig) baik tertulis maupun tidak tertulis, (2) sekaa mempunyai suatu

pendanaan tersendiri maupun dari desa dimana sekaa itu berada, (3) sekaa

mempunyai otonomi, baik internal maupun eksternal, dan (5) sekaa mempunyai

satu atau lebih aktivitas di suatu desa.

2
Dilihat dari ciri organisasi lokal khususnya sekaa yang ada di Bali, maka

sangat jelas bahwa organisasi tersebut menjadi landasan dalam beraktivitas

khususnya bagi mereka yang memiliki suatu hobi atau ketertarikan yang

membentuk suatu perkumpulan di desa. Hal ini juga yang membedakan sistem

sekaa di Bali dengan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya. Konsep

kebersamaan dalam sekaa di Bali diaplikasikan melalui kegiatan gotong royong

dan musyawarah yang merupakan ciri yang kuat dari masyarakat Bali. Berpijak

dari kegotong royongan inilah kepentingan bersama dilandasi rasa paras paros

selunglung sebayantaka (tenggang rasa susah dan senang sama ditanggung

bersama), semua yang terkait dengan masalah ketertarikan disatukan, sehingga

muncullah suatu organisasi sosial yang disebut sekaa (Shanti, 2015).

Seluruh warisan budaya yang dikenal di provinsi Bali sudah tentu

memiliki suatu nilai religius yang merupakan sisi menarik yang senantiasa ingin

kita ketahui. Sama halnya dengan organisasi sekaa di Bali, kepentingan bersama

dari sekaa dipadukan dengan nilai-nilai agama Hindu, yang menjadikan organisasi

sekaa mempunyai nilai sosial-spiritual yang religius. Dengan kebersamaan dan

sistem saling memiliki yang diterapkan pada organisasi sekaa, serta ditambah juga

dengan kearifan lokal konsep Tri Kaya Parisudha (tiga jenis tindakan suci

didalam kehidupan manusia) yang dijunjung tinggi sebagai dasar pelaksanaan

setiap kegiatan dalam sekaa, maka para anggota yang merupakan anggota sekaa

beranggapan bahwa sekaa mampu mengambil peran untuk turut serta

menciptakan insan yang berbudi pekerti serta membantu mewujudkan kemajuan

daerah. Hal ini dipandang dari filosofi Tri Kaya Parisudha yang diemban, yang

3
meliputi Kayika (berperilaku yang baik), Wacika (berkata yang baik) dan

Manacika (berpikir yang baik) (Griadhi, 2009).

Bertolak dari hal tersebut diatas, Desa Selat merupakan salah salah satu

desa yang ada di Kabupaten Karangasem , yang terdiri dari dua sistem

pemerintahan yang berbeda. Pemerintahan dinas yang berbentuk kelurahan dan

dari adat yang berbentuk desa pakraman. Warga masyarakat Desa Selat juga

memiliki suatu ketertarikan atau hobi yang berbeda yang senantiasa diwadahi

dalam satu wadah organisasi sekaa. Menurut data yang diperoleh dari Kelihan

Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat, Bapak I Gusti Rika Semara, keberadaan

sekaa di Desa Selat sudah merupakan warisan nenek moyang terdahulu dan

hampir di setiap desa di Bali dapat dijumpai keberadaanya.

“Sekaa Genjek Dharma Shanti niki (ini) sudah ada sejak nenek moyang
terdahulu nggih (ya). Jadi awal mulanya nike (itu) dari hobi saja, begitu
dari cerita yang tyang (saya) dengar. Dari hobi dan ketertarikan dengan
kidung, kekawin, dharma gita dan megenjekan nike (itu) lalu dibentuk
sekaa niki (ini). Yen (kalau), megenjekan itu kan nyanyian orang-orang
saat melepas lelah saat kumpul-kumpul, kenten (begitu).”

Sekaa di Desa Selat ini begitu banyak, tetapi ada salah satu sekaa yang

memiliki keunikan tersendiri yakni Sekaa Shanti Genjek. Keunikan Sekaa Genjek

Dharma Shanti ini dapat dilihat pada beberapa ciri yang dimiliki yaitu: (1) adanya

dua hobi atau ketertarikan yang dipadukan dalam satu wadah organisasi yaitu

Dharma Shanti (Kekawin) dan Genjek (lagu khas Bali dengan instrumen

tersendiri), (2) dalam setiap kegiatannya Sekaa Genjek Dharma Shanti ini tidak

pernah menetapkan besarnya jumlah bayaran, tetapi semua dikembalikan dalam

bentuk yadnya (tulus ikhlas), dan (3) Sekaa Genjek Dharma Shanti ini memiliki

peraturan akan adanya iuran dari krama sekaa, dan diakhir periode kepengurusan

akan diadakan paruman laporan keuangan. Untuk lebih jelasnya seperti pada tabel

4
1.1 di bawah ini, adapun nama krama Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat,

beserta posisi yang diemban dalam keorganisasiannya.

Tabel 1.1 Krama Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat Periode 2019-2019

No Nama Posisi Banjar


Krama Dharma Shanti
1 I Gusti Rika Semara Kelihan/ Ketua Kurubaya
2 I Gusti Kt Dibia Penyarikan/ Sekretaris Perang Alas
3 Ida Bagus Wiyasa Antara Petengen/ Bendahara Perang Alas
4 Komang Dantes Anggota Anggungan
5 I Gede Lanang P. Anggota Kurubaya
6 Luh Saritani Anggota Kurubaya
7 Ni Made Indrawati Anggota Anggungan
8 Ni Nyoman Rahayu Shanti Anggota Anggungan
9 A.A Bagus Kresna Partha Anggota Kurubaya
Krama Genjek
9 Gusti Md Klakan W. Anggota Kurubaya
10 Jro Mangku Sirka Anggota Perang Alas
11 Wayan Astrawan Anggota Perang Alas
12 Dewa Putu Kresna Bartha Anggota Perang Alas
13 Gede Arka Suwena Anggota Anggungan
14 I Gusti Raka Wiguna Anggota Anggungan
15 Dewa Putu Merta Asih Anggota Kurubaya
16 Nyoman Suta Wirawan Anggota Kurubaya
17 Kadek Agasta Anggota Perang Alas
18 Wayan Guna Brama Anggota Anggungan
19 Ketut Dedi Artha Yasa Anggota Anggungan
20 Gede Sukra Anggota Kurubaya
21 I Gede Suliawan Anggota Perang Alas
(Sumber: Observasi Penulis, 2019)

Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, Sekaa Genjek Dharma

Shanti Desa Selat memerlukan berbagai jenis sumber daya kolektif sebagai

penunjang. Sumber daya tersebut berasal dari modal struktur sekaa maupun modal

sosial yang dapat diberikan untuk menunjang keberlangsungan organisasi. Seperti

halnya Sekaa Genjek Dharma Shanti yang ada di Desa Selat, sekaa umumnya

mempergunakan sumber daya yang diperoleh dari pribadi maupun kalangan

umum maka penting bagi masyarakat untuk mengetahui proses pengelolaan

5
sumber daya tersebut karena sejalan dengan praktik akuntabilitas dan transparansi

yang merupakan kajian yang marak dibahas dewasa ini. Sistem pengelolaan

organisasi desa telah menjadi kajian penting dalam ranah ilmu akuntansi.

Pengelolaan dana desa lewat keberadaan peraturan desa yakni UU No.6 Tahun

2014 tentang Desa, juga menuntut pertanggungjawaban organisasi lokal yang ada

di desa setempat seperti yang diamanatkan pada pasal 34 tentang kewenangan

desa dalam membina organisasi lokal adat. Tentunya dalam pembinaan ini tidak

hanya dalam hal teoritis tetapi juga menyangkut teknis yang terkait dengan

penyusunan laporan keuangan organisasi lokal dan sistem

pertanggungjawabannya. Penyusunan laporan keuangan sekaa menjadi sangat

penting dalam menciptakan transparansi.

Keuangan organisasi sekaa menjadi suatu hal penting dalam

menjalankan operasional suatu organisasi sekaa. Sumber pendanaan dan

pengeluaran dari suatu sekaa harus bisa dipertanggungjawabkan kepada krama

desa dimana sekaa itu berada. Dengan sistem keuangan yang baik maka akan

menciptakan suatu kepercayaan yang maksimal dari krama terhadap keberadaan

sekaa yang dimaksud.

Keunikan dalam Sekaa Genjek Dharma Shanti ini sangat dilandasi dari

latar belakang anggota sekaa yang rata-rata merupakan pegawai dan karyawan.

Sehingga timbul suatu niat bahwa melakukan pertanggungjawaban yang baik dan

benar merupakan hal yang wajar dan harus dilakukan demi menjaga kepercayaan

masyarakat desa. Selain itu, kepercayaan masyarakat Hindu akan adanya hukum

Karmaphala (hasil perbuatan) tidak lepas dari pemikiran masyarakat di Desa Selat

akan pentingnya melakukan suatu kebaikan demi phala (hasil) yang nanti akan

6
dipertanggungjawabkan disaat sudah meninggal. Inilah landasan kuat dari krama

Sekaa Genjek Dharma Shanti yang menjadi pedoman dalam melakukan

pengelolaan keuangan organisasi sekaa.

Mardiasmo (2008) menjelaskan bahwa suatu akuntabilitas publik

adalah “kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan

pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala

aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi

amanah (principal) yang memiliki kewenangan untuk meminta

pertanggungjawaban tersebut.” Menurut Lembaga Administrasi Negara dan

Badan Pengawasan Keuangan RI dalam Lestari (2014) akuntabilitas adalah

“kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban dan atau menjawab dan

menerangkan kinerja dan tindakan seorang/ pimpinan suatu inti organisasi kepada

pihak yang memiliki hak atau yang berwenang meminta pertanggungjawaban.”

Demikian halnya dengan pengurus sekaa yang diharuskan menjunjung tinggi

akuntabilitas dalam penyajian pertanggungjawabannya agar pertanggungjawaban

yang disajikan andal, akurat dan dapat dipercaya oleh anggota sekaa lainnya.

Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat dipilih sebagai objek kajian

dalam penelitian ini. Adapun alasan yang memotivasi dilakukannya penelitian

pada organisasi sekaa di desa ini. Pertama, adanya dua hobi atau ketertarikan

yang dipadukan dalam satu wadah organisasi yaitu Dharma Shanti (Kekawin) dan

Genjek (lagu khas Bali dengan instrumen tersendiri). Hal ini menambah keunikan

keberadaan organisasi lokal adat yang ada di Desa Selat. Secara umum sekaa yang

ada hanya terdiri atas satu kegiatan saja, tetapi berbeda dengan Sekaa Genjek

Dharma Shanti Desa Selat, selain ada kegiatan Dharma Shanti juga dipadukan

7
dengan keberadaan Genjek. Kedua, dalam setiap kegiatannya Sekaa Genjek

Dharma Shanti ini tidak pernah menetapkan besarnya jumlah bayaran yang harus

diterima atau dibayar, tetapi semua dikembalikan dalam bentuk yadnya (tulus

ikhlas). Hal ini tercermin saat Ngayah di pura ataupun di tempat acara

keagaamaan, sekaa ini menerima canang sari (hisan janur dan bunga, yang

ditambah beras) dan beberapa banten (sesajen). Ketiga, Sekaa Genjek Dharma

Shanti ini memiliki peraturan akan adanya iuran dari krama sekaa dan dari pihak

desa serta diakhir periode kepengurusan akan diadakan paruman laporan

keuangan. Tentunya pelaporan ini mencerminkan betapa taatnya Sekaa Genjek

Dharma Shanti Desa Selat terhadap pentingnya transparansi keuangan kepada

krama dan pihak desa.

Proses pengelolaan keuangan di Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa

Selat ini dapat dilihat dari dua pengelolaan keuangan, yaitu keuangan internal

sekaa dan keuangan eksternal sekaa. Keuangan internal sekaa diperoleh dari iuran

krama sekaa, sedangkan dana eksternal berasal dari dana punia ataupun uang

bantuan dari pihak Desa Adat Selat. Laporan keuangan yang dibuat juga sangat

sederhana tetapi merincikan semua pengeluaran dan pemasukan yang ada di kas

sekaa, yang tentunya selalu dilaporkan kepada krama sekaa dan krama desa saat

paruman berlangsung. Selain itu, jika ada pengeluaran dari sekaa untuk

operasional sekaa, maka bukti belanja/ kuitansi juga menjadi alat kendali.

Sehingga krama sekaa tidak akan bisa melakukan manipulasi. Walaupun

manipulasi itu bisa dilakukan, tetapi semua kembali ke hukum Karma Phala,

karena Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat ini sangat berpegangan teguh

pada nilai kejujuran dan percaya akan adanya hukum karma.

8
Mengenai laporan keuangan yang dibuatpun sudah dapat dibilang bagus

dan terinci dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari pembukuan yang dibuat oleh

sekaa, akan selalu dibuat secara periode sesuai laporan pertanggungjawaban dan

selalu diarsip untuk menjaga jika hal yang tidak diinginkan terjadi. Disamping itu,

laporan keuangan yang dibuat jika ditinjau dari aspek akuntansi sudah bagus dan

sesuai, karena antara penerimaan dan pengeluaran disajikan secara terpisah. Ini

mengidikasikan sebagai gambaran sederhana dari konsep Laporan Laba/ Rugi

pada salah satu item laporan keuangan. Walapun masih terbilang sederhana, pihak

terkait dapat memahami secara jelas isi laporan yang disajikan oleh Sekaa Genjek

Dharma Shanti ini. Adapun bentuk laporan pertanggungjawaban dari Sekaa

Genjek Dharma Shanti Desa Selat, seperti pada tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1 Laporan Keuangan Sekaa Genjek Dharma Shanti Karya Pura
Dalem Desa Adat Selat

(Sumber: Bendahara Sekaa Shanti Genjek, 2019)

Merujuk pada hal tersebut di atas, maka sistem pengelolaan keuangan

sekaa pada Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat merupakan hal yang menarik

untuk diangkat dalam penelitian ini. Keunikan lain dari laporan keuangan yang

ada di organisasi Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat ini dapat dilihat dari

9
adanya laporan keuangan yang diitegrasikan antara laporan keuangan sekaa

shanti dan sekaa genjek jika kedua krama tersebut melakukan kegiatan secara

tidak bersamaan. Misalnya saja, saat adanya pementasan kesenian Karang Taruna,

Sekaa Genjek Dharma Shanti hanya menampilkan atraksi Genjek saja sehingga

perlu pendanaan akan kegiatan tersebut dan pertanggungjawabannya pun

diintegrasikan secara bersama dalam wadah Sekaa Shanti Genjek. Keunikan lain

yang semakin menambah nilai tersendiri dalam Sekaa Genjek Dharma Shanti

Desa Selat ini adalah adanya laporan pertanggungjawaban mingguan yang selalu

dibahas secara internal di krama sekaa. Pembahasan ini biasanya dilakukan di

rumah kelihan sekaa atau terkadang di rumah salah satu krama/ anggota sekaa.

Tentunya dengan adanya pembahasan intens ini akan memberikan suatu

pengendalian tersendiri bagi pihak Sekaa Genjek Dharma Shanti untuk

mengontrol keuangan yang ada di sekaa.

Laporan keuangan yang dibuat oleh Sekaa Genjek Dharma Shanti ini

pun sangat berbeda dengan sekaa lainnya, yang mana jika dibandingkan dengan

sekaa yang ada di Bali mereka pada umunya membuat laporan keuangan yang

disatukan dengan desa adat atau desa pakraman tempat sekaa itu berada. Berbeda

dengan Sekaa Shanti Genjek, membuat laporan keuangan sendiri tetapi tetap

mendapat pengawasan dari pihak desa. Laporan keuangannya pun sudah bisa

dikatakan layak dan mudah dipahami, karena akun-akun dalm ilmu akuntansi

sudah digunakan secara mendetail walaupun laporan keuangannya masih

sederhana.

Untuk acara yang di luar dari kegiatan keagamaan misalnya saja

pementasan kesenian Shanti Genjek, maka biasanya Sekaa Genjek Dharma Shanti

10
ini akan dibayar dengan upah rata-rata Rp 1.000.000. Pementasannya pun

tergantung dari panitia penyelenggara. Pernah Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa

Selat ini disewa untuk pentas di acara ulang tahun STT dan juga ulang tahun HUT

Kota Amlapura. Selain itu, yang paling membanggakan Sekaa Genjek Dharma

Shanti Desa Selat ini juga pernah sebagai Duta Kabupaten Karangasem dalam

Pesta Kesenian Bali tahun 2017. Sekaa pun dibayar dengan upah mencapai Rp

8.000.000.

Sebagai data pembanding, maka dalam penelitian ini akan ditunjukan

laporan keuangan dari sekaa lain yang ada di lingkup Kabupaten Karangasem ,

yaitu Sekaa Mekorot Desa Penarungan. Sekaa mekorot merupakan suatu

organisasi adat yang menghimpun krama masyarakat yang memiliki hobi

layangan khususnya di Desa Penarungan. Adapun laporan keuangan sekaa ini

snagat sederhana dan dibuat secara manual, seperti pada gambar 1.2 berikut ini.

Gambar 1.1 Laporan Keuangan Sekaa Mekorot Desa Penarungan


Sumber: Observasi, 2019

11
Dari laporan keuangan yang ditampilkan pada gambar 1.1 di atas, dapat

dilihat bahwa Sekaa Mekorot hanya menyajikan laporan keuangan secara

sederhana dan masih terkesan membingungkan. Antara pemasukan dan

pengeluaran tidak dipisah secara baik. Selin itu, berbeda dengan Sekaa Genjek

Dharma Shanti yang menyajikan laporan keuangan secara mendetail dan sesuai

dengan standar laporan akuntansi.

Penelitian-penelitian terkait dengan sistem pengelolaan keuangan telah

banyak dilakukan oleh peneliti akuntansi, tetapi penelitian yang terkait dengan

organisasi keagamaan khususnya pada Agama Hindu belum banyak dilakukan.

Darmada (2015) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui

pemahaman akuntabilitas sebuah organisasi Subak Multikultur di Desa Penarukan

menunjukan bahwa akuntabilitas yang ada di organisasi subak multikultur

sangatlah baik dan diikuti dengan keberadaan kearifan lokal Pada Gelahang.

Badra Wiguna (2011) yang dalam penelitiannya menjadikan Sekaa

Teruna Teruni (STT) sebagai organisasi sosial adat di Bali yang mengemukakan

bahwa praktik akuntabilitas pada STT berkaitan dengan konsep Tri Hita Karana

yakni dimensi hubungan manusia dengan manusia (akuntabilitas ekonomi dan

sosial), manusia dengan lingkungan (akuntabilitas ekologi) dan manusia dengan

Tuhan (akuntabilitas spiritual). Hal ini berarti akuntabilitas pada STT tidak hanya

mencangkup aspek fisik dan mental juga aspek spiritual.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dewi Lestari (2014) yang

berusaha mengungkap praktik akuntabilitas di sektor Desa Pakraman

Kubutambahan menunjukan bahwa akuntabilitas di desa bersangkutan

menggunakan sistem pertanggungjawaban akuntansi sederhana dan dikaitkan

12
dengan kepercayaan untuk menunjukan transparansi pengelolaan keuangan desa.

Penelitian lain dari Shanti Widyani (2015) yang bertujuan untuk mengungkap

akuntabilitas pengelolaan sumber daya lembag9a lokal subak dalam mewujudkan

pembangunan berkelanjutan di desa juga menunjukan bahwa dalam hal

membentuk akuntabilitas pengelolaan keuangan, seluruh krama subak

menjungjung tinggi konsep dan nilai-nilai agama Hindu dan memupuk rasa saling

percaya dengan sesama krama subak.

Penelitian kearifan lokal dalam bidang akuntansi juga telah dilakukan

oleh beberapa peneliti. Temuan Ardika (2013) menunjukkan Sekaa Celek Desa

Rendang, Karangasem memiliki keunikan tersendiri dalam tata kelolanya. Sistem

bagi hasil terlaksana dengan baik dengan mengutamakan prinsip good

governance. Jinah (uang) satu rupiah adalah milik bersama, sehingga mengikat

perilaku mereka untuk saling bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi.

Warniti (2014) menelaah kearifan lokal Desa Tunjuk Tabanan sebagai social

safety nets bagi masyarakat pedesaan untuk meningkatkan sistem ketahanan

pangan masyarakat desa dengan nilai gotong-royong dan mengutamakan tujuan

kemakmuran bersama melalui peningkatan good governance.

Dalam penelitian ini saya berusaha untuk mengungkap sistem

pengelolaan keuangan pada organisasi local adat Sekaa Genjek Dharma Shanti

Desa Selat terutama dalam pelaksanaan akuntabilitas pelaporan keuangan dalam

organisasi sekaa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

penelitian ini menjelaskan implikasi hasil jika suatu pertanggungjawaban

keuangan pada organisasi lokal adat. Harapannya adalah agar dapat digali nilai

kearifan lokal untuk memberi makna pada aktivitas persekaan.

13
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di paparkan di atas, maka

peneliti tertarik untuk mendeskripsikan dan memaknai praktik sistem pengelolaan

keuangan pada organisasi Sekaa Genjek Dharma Shanti di Desa Selat, Kabupaten

Karangasem , Bali dengan mengangkat judul “MEMBEDAH SISTEM

PENGELOLAAN KEUANGAN ORGANISASI SEKAA GENJEK

DHARMA SHANTI DESA PAKRAMAN SELAT KABUPATEN

KARANGASEM PROVINSI BALI”

D. Identifikasi Masalah Penelitian

Organisasi lokal yang ada di Bali berkembang seiring budaya lokal yang

ada, yang semakin memberikan ciri khas dalam keberadaannya. Masyarakat Bali

khususnya memiliki suatu sistem yang terorganisir dalam suatu daerah yang

disebut dengan istilah Sekaa. Sistem sekaa merupakan ciri khas sistem kelompok

dalam satu desa yang ada di Bali. Salah satu sekaa unik yang ada di Bali yaitu

Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat Kabupaten Karangasem , Bali.

Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, Sekaa Genjek Dharma

Shanti Desa Selat memerlukan berbagai jenis sumber daya kolektif sebagai

penunjang. Sumber daya tersebut berasal dari modal struktur sekaa maupun modal

sosial yang dapat diberikan untuk menunjang keberlangsungan organisasi. Seperti

halnya Sekaa Genjek Dharma Shanti yang ada di Desa Selat, sekaa umumnya

mempergunakan sumber daya yang diperoleh dari pribadi maupun kalangan

umum maka penting bagi masyarakat untuk mengetahui proses pengelolaan

sumber daya tersebut karena sejalan dengan praktik akuntabilitas dan transparansi

yang merupakan kajian yang marak dibahas dewasa ini.

14
Sistem pengelolaan organisasi desa telah menjadi kajian penting dalam

ranah ilmu akuntansi. Pengelolaan dana desa lewat keberadaan peraturan desa

yakni UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, juga menuntut pertanggungjawaban

organisasi lokal yang ada di desa setempat seperti yang diamanatkan pada pasal

34 tentang kewenangan desa dalam membina organisasi lokal adat. Tentunya

dalam pembinaan ini tidak hanya dalam hal teoritis tetapi juga menyangkut teknis

yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan organisasi lokal dan sistem

pertanggungjawabannya. Penyusunan laporan keuangan sekaa menjadi sangat

penting dalam menciptakan transparansi.

E. Pembatasan Masalah Penelitian

Dalam penelitian ini, perlu kiranya peneliti membatasi masalah-masalah

yang akan dikaji selanjutnya untuk menghindari keslahtafsiran pembaca maupun

penguji nantinya. Adapun beberapa batasan penelitian yang peneliti jelaskan

diantaraya:

1. Membedah Sistem Pengelolaan Keuangan yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana sistem pengelolaan

keuangan yanga ada di organisasi Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa

Selat secara transparan.

2. Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah suatu organisasi lokal adat yang ada di Desa Selat,

yang mewadahi para krama desa dalam hal kegiatan Dharma Shanti dan

Genjek.

15
F. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan dari uraian di atas, maka adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana sistem pengelolaan keuangan Sekaa Genjek Dharma

Shanti Desa Selat, Kabupaten Karangasem , Bali?

b. Bagaimana mekanisme penerimaan pendanaan, pencatatan dan

pelaporan keuangan Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat,

Kabupaten Karangasem , Bali?

c. Bagaimana implikasi yang diperoleh terkait pengelolaan keuangan di

Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat, Kabupaten Karangasem ,

Bali?

G. Tujuan Penelitian

Bertolak dari latar belakang dan rumusan masalah penelitian di atas maka

dapat dirumuskan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan keuangan pada organisasi lokal

adat Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat, baik dalam hal

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan sampai tahap

kontrol. Hal ini akan memberikan gambaran atas pengelolaan

keuangan secara mendetail dan proses evaluasinya.

2. Untuk mengetahui mekanisme penerimaan pendanaan, pencatatan dan

pelaporan keuagan Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat,

Kabupaten Karangasem , Bali.

16
3. Untuk mengetahui implikasi yang diperoleh dari pengelolaan

keuangan Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat.

H. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pihak-pihak

yang terkait. Adapun manfaat yang diberikan dari adanya penelitian ini, baik

secara teoritik maupun secara praktis, yakni:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi dalam pengembangan

ilmu pengetahuan dan menjadi bahan informasi serta mampu

memperluas wawasan terkait keberadaan organisasi lokal adat dalam

pengelolaan keuangan. Artinya bahwa ormawa yang ada tetap

memegang teguh kearifan lokal yang berkembang disamping

keyakinan diri untuk berubah ke hal yang lebih baik khsusnya dalam

pengelolaan keuangan.

2. Manfaat Praktis

1) Bagi Pemerintah, menjadi pertimbangan dalam membuat suatu

kebijakan dan evaluasi terhadap keberadaan organisasi local adat di

setiap desa di Bali.

2) Bagi Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat bersangkutan,

penelitian ini memberikan masukan untuk selalu menjaga kearifan

lokal yang berkembang untuk mewujudkan transformasi sosial

dalam menjalankan aktivitas khususnya dalam hal pengelolaan

segala asset sekaa dan keuangan.

17
I. Kajian Pustaka

Dalam rangka mengkaji masalah atau menjawab pertanyaan penelitian

sebagaimana dikemukakan pada uraian di atas, diperlukan kajian pustaka guna

merumuskan konsep teori. Kerangka teori sangat penting dalam memberikan

landasan untuk menyusun proposisi yang nantinya akan menentukan arah

penelitian selanjutnya. Berkenaan dengan itu ada beberapa pokok pikiran yang

perlu dipaparkan sebagai teori penelitian ini, sebagai berikut.

1.1 Sistem Pengelolaan Keuangan

Laporan keuangan merupakan komponen penting dalam menciptakan

akuntabilitas. Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan

akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manajemen dalam memberikan

informasi kepada masyarakat, salah satunya melalui laporan keuangan

(Mardiasmo, 2002:159). Laporan keuangan pada umunya adalah hasil proses

akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data

keuangan atau aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan organisasi (Hery, 2012).

Akuntansi menyediakan informasi kuantitatif yang bersifat keuangan.

Dengan demikian, output akuntansi adalah informasi keuangan. Informasi

keuangan tersebut lebih dikenal dalam bentuk laporan keuangan pada penyusunan

pertanggungjawaban organisasi (Suratmi, 2014:22).

Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai

posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas

pelaporan yang bermanfat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi

keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan

18
keuangan adalah untuk menyajikan informasi yang berguna dalam pengambilan

keputusan dan untuk menunjukan akuntabilitas entitas pelapor atas sumber daya

yang dieprcayakan kepadanya dengan

1. menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi,

kewajiban dan ekuitas dana pemerintah,

2. menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya

ekonomi, kewajiban dan ekuitas dana pemerintah,

3. menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, penggunaan sumber

daya ekonomi,

4. menyediakan informasi mengenai ketaatan regulasi terhadap

anggarannya,

5. menyediakan informasi mengnai cara entitas pelaporan menandai

aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya,

6. menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai

penyelenggaraan kegiatan pemerintah, dan

7. menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan

entitas pelaporan dalam menandai aktivitasnya.

Dalam Indra Bastian (2005:138) menyebutkan bahwa laporan keuangan

untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan prospek, yang

menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya

yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan

dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait.

Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai

19
1. indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai

dengan anggaran, dan

2. indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai

dengan ketentuan.

Melihat beberapa definisi dan arti penting dari laporan keuangan, maka

organisasi lokal sesuai dengan bingkai Undang-undang No.6 Tahun 2014

menegaskan untuk mulai memberdayakan organisasi lokal (subak) di desa dalam

membuat suatu bentuk pertanggungjawaban keuangan yang digunakan. Melihat

bahwa dana operasional subak berasal dari dana internyaitu kas subak itu sendiri

dan dana ekstern yaitu daa yang diperleh dari pemerintah. Tentunya hal tersebut

menuntut agar organisasi yang mendapatkan dana dari pihak pemerintah harus

menyajikan laporan keuangan yang dapat mencermikan akuntabilitas dan

transparansi.

1.2 Organisasi Lokal Adat

Pengertian organisasi menurut Philip Selznick bahwa organisasi adalah

peraturan personil (arrangement of personal) guna mempermudah pencapaian

beberapa tujuan yang telah ditetapkan (for facilitating the accomplishment of

some agreed purpose) melalui alokasi fungsi dan tanggung jawab (Through the

allocation of functions and responsibilities). Berdasarkan pengertian organisasi

diatas dapat diambil beberapa poin penting yaitu:

1. Kumpulan dua orang atau lebih

2. Kerja sama

3. Tujuan bersama

4. Sistem koordinasi kegiatan

20
5. Pembagian tugas dan tanggung jawab personil

Berdasarkan pendapat Thompson bahwa pengertian organisasi adalah

sebuah integrasi anggota angota spesial yang sangat rasional dan impersonal (adil)

yang bekerja sama (kooperasi) untuk mencapai tujuan tujuan spesifik yang telah

diumumkan. Sedangkan menurut Bapak Robbins (1996) pengertian organisasi

adalah entitas sosial yang terkoordinasi secara sadar dengan batas batas yang

dapat diidentifikasi yang berfungsi untuk mencapai tujuan tujuan yang relatif

berlanjut ataupun seperangkat tujuan. Kedua pengertian organisasi ini berbeda

dari penekanannya tentang apa yang membentuk organisasi. Thompson

menekankan terhadap anggota anggota yang rasional sedangkan Robbins

menekankan terhadap entitas sosial yang terkoordinasi. Selain itu, tujuan dari

organisasi pun berbeda, berdasarkan pengertian organisasi Thompson bahwa

organisasi itu mencapai tujuan yang disuarakan atau diserukan maka kerja

pemimpin dalam organisasi sangatlah penting sebagai penyampaian tujuan tujuan

organisasi, sedangkan Robbins seluruh tujuan organisasi yang berlanjut atapun

seperangkat tujuan tersebut.

Organisasi lokal adat adalah organisasi yang beranggotakan anggota adat

dalam suatu desa atau wilayah untuk mewadahi bakat, minat dan potensi warga

masyarakat yang dilaksanakan di dalam kegiatan di wilayah bersangkutan.

Organisasi ini dapat berupa organisasi paguyuban, organisasi yang memilki hobi

yang sama, maupun organisasi keagamaan.

Pada dasarnya, Organisasi Lokal Adat adalah sebuah wadah

berkumpulnya warga masyarakat demi mencapai tujuan bersama, tetapi harus

tetap sesuai dengan koridor AD/ART yang disetujui oleh semua anggota dan

21
pengurus organisasi tersebut. Organisasi Mahasiswa tidak boleh keluar dari

rambu-rambu utama tugas dan fungsi yang ada serta kearifan lokal yang

berkembang.

1.3 Teori Aksi (Action Theory) Perilaku Manusia

Teori aksi sepenuhnya mengikuti karya dari Weber yang menyatakan

bahwa individu melakukan suatu tindakan/ perilaku berdasarkan atas pengalaman,

persepsi, pemahaman, dan penafsiran atas suatu obyek stimulus atau situasi

tertentu. Dengan demikian dapat diartikan bahwa aksi merupakan kemampuan

individu melakukan tindakan dalam artian menetapkan pilihan atau cara dari

sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan yang hendak

dicapai (Subroto, 2009). Ritzer (1992:56-57) menyatakan bahwa kondisi dan

norma serta situasi penting lainnya kesemuanya membatasi kebebasan aktor.

Sementara proses pengambilan keputusan subjektif tersebut dibatasi oleh sistem

budaya dalam bentuk norma-norma dan nilai sosial.

Teori aksi dewasa ini tidak banyak mengalami perkembangan melebihi

apa yang sudah dicapai oleh tokoh utamanya yaitu Weber. Malahan teori ini

sebenarnya telah mengalami semacam jalan buntu. Beberapa asumsi fundamental

teori aksi dikemukakan oleh Himkle dengan menunjuk karya Mac Iver, Znaniecki

dan Parsons (dalam Ritzer, 1992) meliputi,

1. tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan

dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek,

2. sebagai subyek menusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai

tujuan-tujuan tententu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan,

22
3. dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode

serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut,

4. kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak

dapat diubah dengan sendirinya,

5. manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang

akan, sedang dan telah dilaksanakan,

6. ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan

timbul pada saat pengambilan keputusan, dan

7. studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik

penemuan yang bersifat subyektif seperti metode Verstehen, imajinasi,

sympathies reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri (vicarious

experience).

Teori aksi ditempatkan dalam paradigma definisi sosial oleh konsep

voluntarisme Parsons. Aktor menurut konsep voluntarisme ini adalah pelaku aktif

dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih dari alternative

tindakan. Walaupun aktor tidak memiliki kebebasan total, tetapi ia memiliki

kemampuan bebas dalam memilih berbagai alternative tindakan. Berbagai tujuan

yang hendak dicapai, kondisi dan norma serta situasi penting lainnya kesemuanya

membatasi kebebasan aktor, tetapi di sebelah itu aktor adalah manusia yang aktif,

kreatif dan evaluatif.

Parson (2008) menyusun skema-skema tindakan sosial dengan

karakteristik sebagai berikut:

a) adanya individu selaku aktor,

b) aktor dipandang sebagai pembuat tujuan-tujuan tertentu,

23
c) aktor mempunyai alternatif, cara, alat serta teknik untuk mencapai

tujuan,

d) aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat

membatasi tindakannya mencapai tujuan, dan

e) aktor berada di bawah kendali dari nilai, norma, dan berbagai ide-

ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan

menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.

Dari berbagai teori tersebut di atas, dapat diinterpretasikan bahwa

akuntabilitas sangat diperlukan dalam keberhasilan semua kegiatan, sedangkan

keberhasilan kegiatan dalam organisasi subak sangat ditentukan oleh para

pengelola kegiatan baik dari unsur perangkat sampai dengan anggota, sehingga

dapat mewujudkan transparansi di tingkat organisasi lokal.

1.4 Teori Nilai Kemanusiaan (Human Value Theory) Sebagai Landasan

Dalam Pengelolaan Keuangan Organisasi Sekaa

Menurut Allport dalam (Mulyana, 2004:11) nilai merupakan keyakinan

yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Oleh karenanya,

keputusan benar-salah, baik-buruk, indah-tidak indah pada wilayah ini merupakan

hasil dari sebuah rentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu

pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.Menurut

Kuperman dalam Mulyana (2004:11), nilai adalah “patokan normatif yang

mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara

tindakan alternatif.” Seperti sosiolog pada umumnya, Kuperman memandang

norma sebagai salah satu bagian terpenting dari kehidupan sosial sebab dengan

24
penegakan norma seseorang dapat merasa tenang dan terbebas dari segala tuduhan

masyarakat yang akan merugikan dirinya.

Nilai memiliki sifat isi dan intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara

pelaksanaan atau keadaan akhir dari kehidupan adalah penting. Sifat intensitas

menjelaskan betapa pentingnya hal tersebut. ketika menggolongkan nilai

seseorang individu menurut intensitasnya, kita mendapatkan sistem nilai (value

system) orang tersebut. setiap dari kita memiliki hierarki nilai yang membentuk

sistem nilai kita. Sistem ini didefinisikan oleh kepentingan relatif yang kita

tentukan untuk nilai seperti kebebasan, kesenangan, harga diri, kejujuran,

kepatuhan, dan persamaan (Robbins dan Judge, 2008:146). Menurut Allport

(dalam Mulyana, 2004:9) nilai terjadi pada wilayah psikologi yang disebut

keyakinan. Keyakinan ditempatkan sebagai wilayah psikologi yang lebih tinggi

dari wilayah lainnya seperti hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan.

Kluckhohn (dalam Mulyana, 2004) mendefinisikan nilai sebagai

konsepsi (tersirat atau tersurat yang sifatnya membedakan ciri-ciri individu atau

kelompok) dari apa yang diinginkan yang mempengaruhi pilihan terhadap cara,

tujuan antara dan tujuan akhir tindakan. Sementara itu, Mulyana (2004: 11)

menyederhanakan definisi nilai sebagai suatu rujukan dan keyakinan dalam

menentukan pilihan. Menurutnya, definisi ini dapat mewakili definisi-definisi

yang dipaparkan di atas, walaupun ciri-ciri spesifik seperti norma, keyakinan,

cara, tujuan, sifat dan ciri-ciri nilai tidak diungkapkan secara eksplisit. Pengertian

tersebut dimaksudkan sebagai takaran manusia sebagai pribadi yang utuh atau

nilai yang berkaitan dengan konsep benar dan salah yang dianut oleh golongan

atau masyarakat tertentu.

25
Nilai kemanusiaan adalah nilai mengenai harkat dan martabat manusia.

Manusia merupakan makhluk yang tertinggi di antara makhluk ciptaan Tuhan

sehingga nilai-nilai kemanusiaan tersebut mencerminkan kedudukan manusia

sebagai makhluk tertinggi di antara makluk-makhluk lainnya. Seseorang

mempunyai nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi menghendaki masyarakat

memiliki sikap dan perilaku sebagai layaknya manusia. Sebaliknya dia tidak

menyukai sikap dan perilaku yang sifatnya merendahkan manusia lain.

Dalam teori nilai yang digagasnya, Spranger (dalam Mulyana, 2004: 32)

menjelaskan ada enam orientasi nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia

dalam kehidupannya. Dalam pemunculannya, enam nilai tersebut cenderung

menampilkan sosok yang khas terhadap pribadi seseorang. Ke-enam nilai tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Nilai Teoretik, yang mana nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan

rasional dalam memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu. Nilai

teoretik memiliki kadar benar-salah menurut pertimbangan akal. Oleh

karena itu nilai erat dengan konsep, aksioma, dalil, prinsip, teori dan

generalisasi yang diperoleh dari sejumlah dan pembuktian ilmiah.

Komunitas manusia yang tertarik pada nilai ini adalah para filosof dan

ilmuwan.

2. Nilai Ekonomis, yang mana nilai ini terkait dengan pertimbangan nilai

yang berkadar untung-rugi. Objek yang ditimbangnya adalah “harga” dari

suatu barang atau jasa. Karena itu, nilai ini lebih mengutamakan

kegunaan sesuatu bagi kehidupan manusia. Oleh karena pertimbangan

nilai ini relatif pragmatis, Spranger melihat bahwa dalam kehidupan

26
manusia seringkali terjadi konflik antara kebutuhan nilai ekonomis ini

dengan nilai lainnya. Kelompok manusia yang tertarik nilai ini adalah

para pengusaha dan ekonom.

3. Nilai Estetik, yang mana nilai estetik menempatkan nilai tertingginya pada

bentuk dan keharmonisan. Apabila nilai ini ditilik dari subyek yang

memiliknya, maka akan muncul kesan indah-tidak indah. Nilai estetik

berbeda dengan nilai teoretik. Nilai estetik lebih mengandalkan pada hasil

penilaian pribadi seseorang yang bersifat subyektif, sedangkan nilai

teroretik lebih melibatkan penilaian obyektif yang diambil dari

kesimpulan atas sejumlah fakta kehidupan. Nilai estetik banyak dimiliki

oleh para seniman seperti musisi, pelukis, atau perancang model.

4. Nilai Sosial, yang mana nilai tertinggi dari nilai ini adalah kasih sayang di

antara manusia. Karena itu kadar nilai ini bergerak pada rentang

kehidupan yang individualistik dengan yang altruistik. Sikap yang tidak

berpraduga jelek terhadap orang lain, sosiabilitas, keramahan, serta

perasaan simpati dan empati merupakan kunci keberhasilan dalam meraih

nilai sosial. Nilai sosial ini banyak dijadikan pegangan hidup bagi orang

yang senang bergaul, suka berderma, dan cinta sesama manusia.

5. Nilai Politik, yang mana nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan.

Karena itu, kadar nilainya akan bergerak dari intensitas pengaruh yang

rendah sampai pengaruh yang tinggi (otoriter). Kekuatan merupakan

faktor penting yang berpengaruh pada diri seseorang. Sebaliknya,

kelemahan adalah bukti dari seseorang kurang tertarik pada nilai ini.

27
Dilihat dari kadar kepemilikannya nilai politik memang menjadi tujuan

utama orang-orang tertentu seperti para politisi dan penguasa.

6. Nilai Agama, yang mana secara hakiki sebenarnya nilai ini merupakan

nilai yang memiliki dasar kebenaran yang paling kuat dibandingkan

dengan nilai-nilai sebelumnya. Nilai ini bersumber dari kebenaran

tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai tertinggi yang harus dicapai

adalah kesatuan (unity). Kesatuan berarti adanya keselarasan semua unsur

kehidupan, antara kehendak manusia dengan kehendak Tuhan, antara

ucapan dengan tindakan, antara itikad dengan perbuatan. Spranger

melihat bahwa pada sisi nilai inilah kesatuan filsafat hidup dapat dicapai.

Di antara kelompok manusia yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai

ini adalah para nabi, imam, atau orang-orang soleh.

1.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Hasil


1 Badra Pengelolaan Hasil penelitian menunjukan bahwa Sekaa
Wiguna Keuangan Pada SekaaTeruna Teruni (STT) sebagai organisasi sosial
(2011) Teruna Teruni (STT)adat di Bali yang mengemukakan bahwa
Dharma Kumara
praktik akuntabilitas pada STT berkaitan
Banjar Gulingan. dengan konsep Tri Hita Karana yakni dimensi
hubungan manusia dengan manusia
(akuntabilitas ekonomi dan sosial), manusia
dengan lingkungan (akuntabilitas ekologi) dan
manusia dengan Tuhan (akuntabilitas spiritual).
2 Dewi Mengungkap Praktik Hasil penelitian menunjukan bahwa
Lestari Akuntabilitas Di akuntabilitas di desa bersangkutan
(2014) Sektor Desa menggunakan sistem pertanggungjawaban
Pakraman akuntansi sederhana dan dikaitkan dengan
Kubutambahan kepercayaan untuk menunjukan transparansi
pengelolaan keuangan desa
3 Shanti Akuntabilitas Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam hal
Widyani Pengelolaan membentuk akuntabilitas pengelolaan

28
(2015) Keuangan di Subak keuangan, seluruh krama subak menjungjung
Abangan Dalam tinggi konsep dan nilai-nilai agama Hindu dan
Mewujudkan memupuk rasa saling percaya dengan sesama
Pembangunan krama subak.
Berkelanjutan di Desa
Pakraman Kubu
Karangasem Bali
4 Ardika Praktik Pengelolaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sekaa
(2013) Arisan Banjar Sekaa memiliki keunikan tersendiri dalam tata
Celek Desa Rendang, kelolanya. Sistem bagi hasil terlaksana dengan
Karangasem Bali baik dengan mengutamakan prinsip good
governance. Jinah (uang) satu rupiah adalah
milik bersama, sehingga mengikat perilaku
mereka untuk saling bekerjasama untuk
mencapai tujuan organisasi.
5 Warniti Peran Kearifan lokal Hasil penelitian menunjukan bahwa kearifan
(2014) Desa Tunjuk Tabanan lokal yang ada sebagai social safety nets bagi
Dalam Pengelolan masyarakat pedesaan untuk meningkatkan
Keuangan Dana Desa sistem ketahanan pangan masyarakat desa
Tahun 2014 dengan nilai gotong-royong dan mengutamakan
tujuan kemakmuran bersama melalui
peningkatan good governance.
6 Darmada Pada Gelahang Dalam penelitiannya yang bertujuan untuk
(2015). Sebagai Kearifna mengetahui pemahaman akuntabilitas sebuah
Lokal Dalam organisasi Subak Multikultur di Desa
Pengelolaan Penarukan menunjukan bahwa akuntabilitas
Keuangan Subak yang ada di organisasi subak multikultur
Multikultur Di Desa sangatlah baik dan diikuti dengan keberadaan
Penarukan kearifan lokal Pada Gelahang
7 Viona Penerapan Sosial Hasil penelitian menunjukan lewat kearifan
(2015) Culture “Gedong gedong telu, keberadaan organisasi semakin
Telu” Dalam bagus dikarenakan kearifan lokal tersebut
Organisasi Paguyuban mampu menjaga eksistensi dan transparansi
Si Pitung Desa bagi para anggota
Tegalrejo
(Sumber: Analisis Sumber, 2019)

J. Metode Penelitian

2.1 Metode Penelitian yang Dipergunakan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian

kualitatif atau yang sering disebut juga dengan nama metode interaksionis

simbolis, fenomenologi ataupun studi kasus (Mustafa dalam Atmadja, 2013).

29
Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang berlandaskan

fenomenologi dan paradigma konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan (Moleong dalam Ikbar, 2012:146). Sejalan dengan itu, maka sasaran

penelitian ini bukanlah pada pengukuran (kuantitas), melainkan pada pemahaman

terhadap fenomena sosial dari perspektif para partisipan atau menurut perspektif

emik. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar yang berlaku pada paradigma

fenomenologi yang melandasi metode penelitian kualitatif antara interaksi yang

terjadi dalam suatu lembaga yang sangat tergantung pada pemaknaan.

Dengan demikian, jika peneliti ingin memahami suatu perilaku, maka

pemahaman dari sudut pandang informan atas apa yang mereka lakukan menjadi

sangat mutlak adanya. Mereka adalah pelaku sehingga merekalah yang paling

paham atas apa yang mereka lakukan. Pemahaman luar hanya bersifat melengkapi

(Spradley dan Corbin dalam Atmadja, 2013). Pemaknaan sesuatu sangat berkaitan

dengan kebudayaan mereka sendiri, mengingat bahwa kebudayaan tidak sekadar

resep bertindak, melainkan juga pemberi makna terhadap pelaku. Karena itulah,

penelitian kualitatif pada dasarnya juga bersifat pengungkap suatu kebudayaan.

Khusus dalam penelitian ini, dalam konteks akuntansi, perdebatan

epistemology yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari sudut pandang dalam

memahami fenomena yang terjadi pada bidang akuntansi. Sebagai sebuah sistem

pengetahuan, akuntansi merupkan sistem pengetahuan yang mengatur interaksi

masyarakat dalam menyajikan informasi keuangan yang selanjutnya dapat

dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan (Atmadja et al, 2013). Dalam rangka

memahami perilaku manusia yang dibentuk oleh akuntansi sebagai fakta sosial,

penelitian ini mendeskripsikan pengetahuan sosial atau fakta sosial yang terjadi

30
pada organisasi lokal Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat, dalam konteks

pengelolaan keuangan. Hal ini mencangkup berbagai masalah lain, diantaranya

sistem penyusunan laporan keuangan dan juga faktor-faktor yang kemungkinan

mempengaruhi pengelolaan keuangan. Pendekatan kualitatif diperlukan karena

dapat membantu dalam melaksanakan intepretasi terhadap perilaku masyarakat

(krama), perangkat sekaa dan juga transformasi sosial yang diperlukan dalam

mengetahui pengelolaan keuangannya. Sehingga lebih mudah menentukan

evaluasi terhadap praktik pengelolaan keuangan bersangkutan.

2.2 Batasan Penelitian

Penelitian ini akan menitikberatkan pada deskripsi dan intepretasi

perilaku organisasi mahasiswa, dalam mensinergiskan anggota lewat penyusunan

laporan keuangan dan pertanggungjawabannya tanpa terjadi tumpang tindih.

Penelitian ini akan lebih banyak mengungkapkan perspektif emik informan atas

suatu sistem penyusunan laporan keuangan dan pertanggungjawabannya, yaitu

seberapa besar pengaruh dan pemahaman informan dalam Sekaa Genjek Dharma

Shanti terhadap sistem pengelolaan keuanganyang ada. Hal ini menjadikan data

utama yang diolah dalam penelitian ini yang merupakan hasil wawancara dengan

informan. Data lainnya yang berhubungan dengan system penyusunan laporan

keuangan organisasi Sekaa Genjek Dharma Shanti seperti faktor-faktor yang

mempengaruhi sistem pengelolaan keuangannya baik secara internal maupun

eksternal, serta sistem pengelolaan dalam organisasi yang dimaksud.

Lokasi penelitian dilakukan pada Sekaa Shanti Genjek, di Desa Selat

Kabupaten Karangasem , maupun tempat informan berada, yang mana Sekaa

31
Genjek Dharma Shanti tersebut beranggotakan krama desa. Hal ini menambah

keunikan data yang diperoleh, yang dikaitkan dengan keberadaan kearifan lokal

dalam mendukung praktik pengeloalaan keuangan. Hal ini juga dapat

memperkaya hasil temuan tanpa maksud membuat suatu generalisasi hasil

temuan. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa hasil penelitian

ini dapat dimanfaatkan pada organisasi yang memiliki bentuk serta karakteristik

yang sama.

2.3 Menentukan Informan

Informan penelitian ini ditunjuk secara purposive sampling. Mereka yang

ditunjuk ditentukan kriterianya, yakni sejauh mana mereka memahami masalah

yang akan dikaji sebagaimana yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian,

posisi dalam kelembagaan organisasi, mewakili kelompok-kelompok sosial yang

ada, dan keterkaitan fungsional mereka terhadap struktur organisasi, kepala desa

dan dusun, Pengurus, Mantan Pengurus dan elemen terkait lainnya. Banyaknya

informan, memang tidak ditentukan secara pasti dari awal, melainkan bergantung

pada tingkat kejenuhan data.

Penunjukan informan diawali dengan informan kunci, yakni Kelihan

Sekaa Shanti Genjek. Melalui informan kunci ini, dikembangkan informan

berikutnya dengan menggunakan teknik snow-ball sampling, yaitu teknik

penentuan informan dengan menggunakan informan kunci untuk menemukan

informan lainnya (Atmadja, 2015). Tujuannya untuk menentukan siapa yang bisa

dipakai sebagai informan pada kepengurusan organiasi lainnya, serta pihak-pihak

yang terkait. Mengingat tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem

32
pengelolaan keuangan organisasi lokal adat, maka ditunjuk pula Kepala Desa dan

Dusun yang dikaji pada penelitian ini. Begitu pula Sekaa Genjek Dharma Shanti

ditunjuk sebagai informan kunci, lalu dikembangkan snow-ball untuk menunjuk

orang-orang yang terkait dengan pengelolan organisasi, misalnya Bendahara,

Sekretaris, dan orang-orang yang terkait lainnya.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan, dengan cara

menerapkan berbagai teknik pengumpulan data, diantaranya sebagai berikut.

1. Teknik Wawancara Mendalam

Informan yang telah ditunjukan secara purposive, sebagaimana

dipaparkan di atas diwawancarai dengan memakai teknik wawancara

mendalam. Agar wawancara mendalam bisa berlangsung secara terarah,

disusun pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok pikiran yang

terkait dengan masalah yang diteliti. Dengan cara wawancara

berlangsung secara fleksibel. Begitu pula informasi yang digali, tidak

saja bertumpu pada apa yang diucapkan informan, tetapi disertai pula

dengan penggalian mendalam tentang apa yang diucapkan informan.

Dengan kata lain, melalui wawancara mendalam akan digali aspek

explicit knowledge dan tacit knowledge yang melekat pada informan.

Untuk menghindari distorsi data, maka pencatatan hasil wawancara

dilakukan secara manual dan disertai dengan perekaman dengan alat

perekam (Handphone). Wawancara dilakukan dengan beberapa sumber

informan awal yaitu:

33
a. Kepala Desa Adat Selat, tujuannya untuk menggali informasi terkait

keberadaan Sekaa Genjek Dharma Shanti dan eksistensi sekaa yang

dimaksud di desa.

b. Kelihan Sekaa Shanti Genjek, tujuannya untuk mengetahui

keterlibatan kelhan dalam pengelolaan keuangan di sekaa dan proses

pertanggungjawaban yang dilakukan.

c. Petengen/Bendahara Sekaa Shanti Genjek, tujuannya untuk

mengetahui bagaimana seorang petengen dalam mengelola keuangan

sekaa dan bagaimana pertanggungjawaban yang ideal menurut sekaa.

d. Krama Sekaa Shanti Genjek, tujuannya untuk mengetahui apakah

krama dilibatkan dalam penngelolaan keuangan yang ada di sekaa.

Dalam teknik wawancara ini akan dilakukan untuk mengetahui

solusi atas permasalahan seperti pada rumusan masalah yang ditetapkan

sebelumnya,diantaranya:

a. Rumusan tentang “bagaimana sistem pengelolaan keuangan Sekaa

Genjek Dharma Shanti Desa Selat?” akan digali lewat informan

Kelihan Sekaa Shanti Genjek, Petengen/ Bendahara Sekaa Genjek

Dharma Shanti dan beberapa krama anggota sekaa.

b. Rumusan tentang “bagaimana mekanisme penerimaan pendanaan,

pencatatan dan pelaporan keuangan Sekaa Genjek Dharma Shanti

Desa Selat?” akan digali lewat informan Kelihan Adat Desa Selat,

Kelihan Sekaa Shanti Genjek, Penyarikan/ Sekretaris Sekaa Shanti

Genjek, Petengen/ Bendahara Sekaa Genjek Dharma Shanti dan

beberapa krama anggota sekaa.

34
c. Rumusan tentang “bagaimana implikasi yang diperoleh terkait

pengelolaan keuangan di Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat?”

akan digali lewat informan Kelihan Sekaa Shanti Genjek, Penyarikan/

Sekretaris Sekaa Shanti Genjek, Petengen/ Bendahara Sekaa Genjek

Dharma Shanti dan beberapa krama anggota sekaa.

2. Teknik Observasi

Observasi dilakukan terhadap aktivitas rutin pada proses

penyusunan laporan keuangan, aktivitas Sekaa Genjek Dharma Shanti

yang menjadi subyek kajian penelitian. Hal ini dilakukan untuk

memahami segenap komponen yang menjadi bahan kajian, meliputi

sistem penyusunan laporan keuangan, faktor-faktor yang mempengaruhi,

keberadaan kearifan lokal dalam penyususnannya dan bentuk

pertanggungjawaban laporan keuangan. Selain itu, dilakukan observasi

juga terhadap aktivitas pengendalian, dan rapat pertanggungjawaban.

Untuk kesemuanya itu, diterapkan teknik observasi partisipatif, dimana

peneliti ikut terlibat langsung pada kegiatan-kegiatan yang kebetulan

terjadi dalam organisasi bersangkutan, misalnya saat terjadi rapat dan

saat Sekaa Genjek Dharma Shanti pentas (ngayah) di pura Dalem Desa

Selat.

Dalam teknik observasi ini akan dilakukan untuk mengetahui

solusi atas permasalahan seperti pada rumusan masalah yang ditetapkan

sebelumnya,diantaranya:

35
a. Rumusan tentang “bagaimana sistem pengelolaan keuangan Sekaa

Genjek Dharma Shanti Desa Selat?” akan digali lewat observasi

terkait pengelolaan keuangan sekaa di rumah Bendahara, observasi

saat rapat pertanggungjawaban dan saat pementasan di Pura Dalem.

b. Rumusan tentang “bagaimana mekanisme penerimaan pendanaan,

pencatatan dan pelaporan keuangan Sekaa Genjek Dharma Shanti

Desa Selat?” akan digali lewat observasi terkait laporan keuangan

sebelumnya yang ada di sekaa, laporan anggaran sekaa, dan bukti-

bukti pengeluaran.

c. Rumusan tentang “bagaimana implikasi yang diperoleh terkait

pengelolaan keuangan di Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat?”

akan digali lewat observasi atas eksistensi keberadaan sekaa di Desa

Selat, dan hasil laporan keuangan yang dibuat saat

pertanggungjawaban di desa.

3. Studi Dokumen

Teknik pengumpulan data yang lainnya adalah studi dokumen.

Dokumen yang dikaji antara lain, laporan keuangan, hasil rapat, awig-

awig Sekaa Shanti Genjek, dan dokumen lain yang terkait dengan

penelitian, serta peraturan lain perundangan instansi yang mengatur.

Selain itu yang didokumentasikan, baik berupa dokumen laporan

keuangan, diabadikan dengan gambar melalui kamera sehingga apa yang

terjadi dan dilihat terdokumentasikan dan ketepatannya pun bisa

diandalkan.

36
Dalam teknik wawancara ini akan dilakukan untuk mengetahui

solusi atas permasalahan seperti pada rumusan masalah yang ditetapkan

sebelumnya,diantaranya:

a. Rumusan tentang “bagaimana sistem pengelolaan keuangan Sekaa

Genjek Dharma Shanti Desa Selat?” akan digali lewat dokumen

laporan keuangan sekaa saat pementasan di beberapa pura dan tempat

lain, serta laporan keuangan yang relevan.

b. Rumusan tentang “bagaimana mekanisme penerimaan pendanaan,

pencatatan dan pelaporan keuangan Sekaa Genjek Dharma Shanti

Desa Selat?” akan digali lewat dokumen nota penerimaan kas atau

pemasukan, kwitansi, nota pengeluaran lainnya, dan dokumentasi

dalam bentuk gambar maupun tulisan rekap keuangan.

c. Rumusan tentang “bagaimana implikasi yang diperoleh terkait

pengelolaan keuangan di Sekaa Genjek Dharma Shanti Desa Selat?”

akan digali lewat dokumen laporan keuangan yang dihasilkans,

dokumentasi hasil rapat sekaa, dan hasil notulen rapat sebagai bahan

evaluasi.

2.5 Reduksi Data

Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yang bertujuan untuk

mempertajam analisis (Miles dan Hamberman dalam Atmadja, 2013). Proses

wawancara terhadap informan terkadang keluar dari konteks panduan wawancara

yang telah disusun. Reduksi pada hasil wawancara ini dilakukan dengan

37
menghilangkan jawaban-jawaban informan yang keluar dari konteks pertanyaan

pedoman wawancara.

Maka dari itu, proses reduksi berkaitan dengan pemilahan data yang

dilihat dari relevansinya dengan pertanyaan penelitian. Bahkan dalam suatu

reduksi akan dibuat suatu narasi awal yang bersifat tentatif. Hal ini penting

dilakukan dalam konteks pemfokusan penggalian data, yang nantinya akan

mengarah pada pengujian proposisi penelitian atau menambah variasi penjelasan

maupun pemaknaan yang sudah ada. Kesemuannya itu tidak dapat dilepas dari

bangunan landasan teori yang sudah dibuat. Landasan teori memberikan arah

tentang data apa yang dikumpulkan dan bagaimana membangunnya dalam bentuk

narasi.

Berkenaan dengan itu, maka triangulasi data sangat penting dilakukan

dalam proses reduksi. Hal ini penting dilakukan untuk menambah validitas data

lebih terjamin keabsahannya. Data yang didapat dari hasil wawancara dan

observasi dapat pula ditriangulasikan dengan data dokumen, begitu sebaliknya

sehingga data yang didapat lebih banyak dan keabsahannya lebih kuat.

2.6 Penyajian Data

Penyajian data dilakukan terhadap data yang diperoleh melalui proses

wawancara, studi dokumentasi maupun observasi. Data yang diperoleh melalui

wawancara dan observasi, disajikan melalui penyusunan teks naratif dalam

kesatuan bentuk, keteraturan, pola yang jelas, pemaknaan, dan alur sebab akibat

dengan kaidah bahasa yang bagus. Data yang diperoleh melalui studi dokumentasi

disajikan dalam bentuk tabel-tabel untuk mempermudah proses analisis.

38
Suatu penyajian data, memerlukan tahapan, yang dimulai dengan

penulisan hasil penelitian yang tentatif. Hal inilah disempurnakan secara terus-

menerus, lewat pengumpulan data dan reduksi data, lalu dilanjutkan dengan

penyempurnaan terhadap narasi tentatif tersebut. Kegiatan ini dilakukan secara

berulang-ulang untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang lengkap dan data

yanga sah.

2.7 Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan

Dalam konteks penelitian ini, analisis dilakukan dengan merujuk pada

proposisi yang telah dibuat sebelumnya. Proposisi ini diuji untuk mengetahui

sejauh mana dapat dipertahankan melalui bukti-bukti dalam menjawab pertanyaan

penelitian. Selain itu juga, kegiatan pengumpulan data, reduksi dan penarikan

kesimpulan merupakan rangkaian terkait dan bisa berlangsung secara ulang-alik,

sampai mendapatkan hasil penelitian akhir yang berisfat holistik dan sarat makna

dalam konteks pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji (Atmadja,

2006:65). Adapun, gambaran proses penelitian seperti bagan 1.1 berikut ini.

WAWANCARA OBSERVASI STUDI DOKUMEN


1. Kelihan Sekaa Genjek 1. Dokumen dan perilaku 1. Laporan Keuangan
Dharma Shanti 2. Kearifan lokal 2. Rencana Kerja
2. Bendahara Sekaa 3. Paruman 3. Hasil-hasil Rapat
Genjek Dharma Shanti 4. Kegiatan Yang 4. Dokumen terkait
3. Krama Sekaa Shanti Dilaksanakan oleh lainnya
Genjek Sekaa Shanti Genjek 5. Awig-awig Sekaa
4. Kepala Desa dan Dusun 5. Laporan Keuangan Shanti Genjek

REDUKSI DATA:
Menghilangkan hasil wawancara yg keluar
konteks
Mengolah dokumen & Meningkatkan validitas
data

Penyajian data dalam bentuk teks naratif untuk


mempermudah pengambilan keputusan

39
Bagan 1.1 Alur Metode Penelitian
(Sumber: Penulis, 2019)

2.8 Keabsahan Data

Menurut Patton dan Moeloeng (2005), mengatakan bahwa dalam rangka

menjaga keabsahan data digunakan empat kriteria yaitu Kepercayaan

(Credibility), Keteralihan (Transferability), Kebergantungan (Dependbility), dan

Kepastian (Confirmability).

Dalam pengecekan data peneliti menggunakan teknik pemeriksaan

keabsahan data yaitu triangulasi. Menurut Moeloeng (2010), triangulasi

merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding. Peneliti

menggunakan teknik ini untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi

kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data

tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata

lain, peneliti dapar me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya

dengan berbagai sumber, metode dan teori.

Langkah yang digunakan dalam teknik triangulasi data ini adalah dengan

menggunakan sumber dna metode. Patton (2010) mengatakan bahwa triangulasi

dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik drajat kepercayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dengan

menggunakan teknik ini peneliti dapat membandingkan data hasil pengamatan

dengan data hasil wawnacara, membandingkan apa yang dikatakan orang secara

40
umum dengan apa yang dikatakan oleh orang pribadi, membandingkan apa yang

dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian denga apa yang dikatakannya

sepanjang waktu, membandingkan keadaan dengan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat atau pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berada, orang

pemerintahan dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang terkait.

41
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, M. Dahlan, Asdar Muis RMS, dan Joko Susilo. 2007. Inco Mengalir di
Tengah Gejolak Pertambangan. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra.
Ardika. 2013. “Praktik Pengelolaan Arisan Banjar Sekaa Celek Desa Rendang,
Karangasem Bali. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Jurusan Akuntansi
S1, Undiksha
Atmadja, Anantawikrama Tungga. 2013. “Penyertaan Modal Sosial Dalam
Struktur Pengendalian Intern LPD (Studi Kasus Lima LPD di Kecamatan
Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali)”.Jurnal Ilmiah Akuntansi dan
Humanika, Undiksha, Vol. 5, No. 1, hlm. 10-13

Azwar, Saifuddin. 2011. Sikap Manusia – Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:


Putaka Pelajar.
Badra, Wiguna. 2011.” Pengelolaan Keuangan Pada Sekaa Teruna Teruni (STT)
Dharma Kumara Banjar Gulingan. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja:
Jurusan Akuntansi S1, Undiksha
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta:
Erlangga
Darmada, Dewa Kadek. 2015. “Pada Gelahang Sebagai Kearifan Budaya Lokal
Untuk Mewujudkan Integrasi Dalam Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan
Organisasi Subak (Studi Fenomenologi Pada Subak Multikultur Di Desa
Penarukan Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali)”.
Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Jurusan Akuntansi S1, Undiksha
Dewi, Lestari, 2014. “Mengungkap Praktik Akuntabilitas Di Sektor Desa
Pakraman Kubutambahan”. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Jurusan
Akuntansi S1, Undiksha
Harjana. 2009. Penghayatan Agama: Yang Otentik dan Tidak Otentik. Jakarta
Kansius

Hery. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Ikbar, Yanuar. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung: PT Refika


Aditama

Joko. 2012. “Perlukah Desa Menyusun Laporan Keuangan”. Tersedia pada


http://www.metrobali.com/ncb99/D81.html (diakses pada 18 Agustus
2019)
Jones, PIP dan Giddens. 1999. Pengantar Teori-teori Sosial dari Teori
Fungsional Hingga Post-Modernisme. UK: Press World

42
Lestari, Ayu Komang Dewi. 2014. “Membedah Akuntabilitas Praktik Pengelolaan
Keuangan Desa Pakraman Kubutambahan Kecamatan Kubutambahan
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Sebuah Studi Interpretif pada
Organisasi Publik Non Pemerintahan)”.Skripsi (tidak diterbitkan).
Singaraja: Jurusan Akuntansi Program S1,Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja
Mardismo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI
Miles, M.B dan A.M. Hubermen. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
Tentang Metode-metode Baru (Tjetjep Rohendi Rohidi Penerjemah).
Jakarta: UI Press

Pitana, I Gede. 1993. Revitalisasi Dalam Memasuki Era Globalisasi. Yogyakarta:


Andi
Pitana, I Gede. 1993. Subak Sistem Irigasi Tradisional di Bali Sebuah
Canangsari. Denpasar: Upada Sastra
Pitana, I Gede. 2000. Culture Tourism in Bali, a Critical Appreciation. Denpasar:
Research Center for Culture and Tourism, and Bali Post
Rismawati. 2015. “Memaknai CSR: Suatu Kajian Transformasi Sosial Berbasis
Kearifan Lokal”. Jurnal Imliah Akuntansi Multiparadigma, Universitas
Brawijaya, Vol. 6, No.2, hal: 175-340.
Sanjaya, Dewa Bagus dan Wayan Sugiartha. 2013. “Harmonisasi, Integrasi Desa
Pakraman dengan Desa Dinas yang Multietnik dan Multiagama
Menghadapi Pergeseran, Pelestarian, dan Konflik di Bali”. Jurnal Ilmu
Sosial dan Humaniora, Vol.2, No.2 (hlm.265-266).
Sartini, 2004. “Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati”.
Jurnal Filsafat, Jilid 37, Nomor 2 (hlm.111—120).
Setyaningsih, Titik. 2015. “Memaknai Kearifan Lokal Pada Perusahaan Keluarga
Harta (Sugih Tanpa Bandha) =Utang (Tulung-Tinulung) + Modal (Tuna
Satak Bathi Sanak)+ Katentreman Ati” Makalah disajikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) 17 Unram, NTB. Universitas
Sebelas Maret Surakarta, 24-27 September 2014.
Suparlan. 1986. Masyarakat: Kultur Sosial. Jakarta: Akademika Presindo
Suratmi, Ni Made. 2014. “Pengaruh Audit Kinerja, Penyajian Laporan Keuangan
dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Publik (Studi
Pada SKPD Kabupaten Buleleng)”.Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja:
Jurusan Akuntansi Program S1, Universitas Pendidikan Ganesha
Viona, Dewi. 2015. “Penerapan Sosial Culture “Gedong Telu” Dalam Organisasi
Paguyuban Si Pitung Desa Tegalrejo.” Skripsi (tidak diterbitkan). Jember:
Jurusan Akuntansi, Universitas Jember

43
Warniti. 2014.” Peran Kearifan lokal Desa Tunjuk Tabanan Dalam Pengelolan
Keuangan Dana Desa Tahun 2014”. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja:
Jurusan Akuntansi Program S1, Universitas Pendidikan Ganesha

Wiana, I Ketut. 2010. Tri Hita Karana Dalam Hindu. Surabaya: Paramitha
Widyani, Shanti. 2015. “Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan di Subak Abangan
Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan di Desa Pakraman Kubu
Karangasem Bali. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Jurusan Akuntansi
S1, Undiksha
Yulianita, Dewi Ni Wayan. 2008. “Akuntabilitas dan Bingkai Filososfis Tri Hita
Karana: Suatau Eksplorasi pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa
Pakraman Dharmajati, Tukadmungga Kabupaten Buleleng, Provinsi
Bali”.Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: Universitas Brawijaya Malang.
Yunita. 2015. “Sisi Remang Pengelolaan Keuangan Organisasi Mahasiswa”.
Jurnal Ilmiah Akuntansi Multiparadigma, Universitas Bwarijaya, Vo.6,
No.1, hal: 1-174

44

Anda mungkin juga menyukai