Anda di halaman 1dari 75

Kolektor E-book (https://www.facebook.

com/groups/Kolektorebook/) 0

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 1

PEDANG JANG
MENGGETARKAN
SUNGAI TELAGA

SADURAN : OKT

DJILID : 1

PENERBIT :
U.P. MATAHARI DJAKARTA

Telah diteliti No. Pendaft.: 012/P KOMDAK VII DJAYA

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya


Scan & Djvu : Mukdhan
Distribusi & Arsip : Yon Setiyono

PEDANG JANG

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 2

MENGGETARKAN SUNGAI TELAGA


SADURAN : OKT

Jilid 1

Pendahuluan

Sebuah pesta jang meriah sekali tengah berlaku didalam Hui


Hong Kok, Restoran Phoenix Terbang, dimana pun orang bisa
minum teh sambil menghadapi kuwe-kuwe. Itulah pesta
penjambutan untuk seorang sahabat jang baru tiba dari lain kota.
Dan tuan rumahnja jalah Phang Koay-tju si Tongkat, jang
kemarinnja telah datang bersama-sama belasan kawannja
memesan tempat berikut lim belas buah medja santapan jang
istimewa. Siang itu dia muntjul bersama seratus orang lebih
tamu-tamunja, jang kopiahnja pada miring tidak keruan...
Untuk kota Kay-hong. Hoolam, Hui Hong Kok terkenal
sekali, sama terkenalnja dengan tempat keletakannja, ialah
didalam taman hiburan telaga Jang Ouw.
Telaga itu mempunjai nama satu akan tetapi, sebenarnja,
telaganja ada dua buah, hanja sadja, kedua buah pengairan itu
didjadikan ratu oleh sebuah gili-gili jang lebar dan pandjang
hingga, ke-tjuali mendjadi djalan umum, di kedua sisinja pun,
jang tertumbuhkan pohon-pohon jangliu dan pek-yang, willow
dan populus alba, jang rindang dan mendatangkan rasa njaman.
Di sekitar telaga terdapat beberapa bahu tanah persawahan.
Taman hiburan itu biasa ramai dengan pengundjung
pengundjung selama kedua musim semi dan musim panas, dan di
achir musim panas, dengan tibanja musim rontok, lantas
mendjadi, sepi sendirinja. Karena banjaknja pengundjung, di sana

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 3

pula banjak pedagang makanan dan bebuahan jang pada


membangun gubuk atau kios di sepandjang tepian dan gili gili,
hingga mereka itu melengkapi semaraknja taman.
Ketjuali daun daun yangliu dan pekyang jang hidjau dan
indah dipandangnja, air telaga pun menarik perhatian saking
djermhnja d.n berombak halus, karena di telaga itu orang dapat
berpesiar berperahu dengan perahu-perahu sewaan.
Lebih dahulu daripada ini, tak mudah orang membangun
restoran didalam taman hiburan itu, sebabnja jalah ada banjak
ganguan dari kaum gelandangan, akan tetapi sekarang Hui Hong
Kok dapat berdiri tegak dengan mewahnja dan ramai pula.
Restoran itu pula dibangun dan dirias setjara' menarik hati,
gentengnja merah tua. batunja merah marong, dan ruangannja
banjak sekali, dibuat seperti berkotak-kotak dengan dinding-
dinding papan jang berlukiskan beraneka gambar. Sedangkan di
musim panas, dinding itu diangkat, disingkirkan, hingga para
tetamu dapat melihat ke segala arah terutama kepada telaga jang
indah itu, hingga mereka pun mendapat hembusan sang angin
jang adem dan menjegarkan.
Pemilik dari Hui Hong Kok adalah Beng Kauw, seorang asal
kewedanaan Tjo tjiu di propinsi Shoatang. Dia datang baru tiga
tahun jang lalu, terus dia membangun restorannja itu. Dia lak
takut akan para orang gelandangan, inilah bukan disebabkan dia
tak mendapat gangguan, hanja itu dikarenakan kesabarannja jang
luar biasa, hingga dia dapat bertahan.
Demikianlah kesempatan Phang Koay-tju datang memesan
tempat dan barang hidangan, Beng Kauw menerimanja dengan
baik dan membiarkan orang itu berpestapora, walaupun dia tahu
baik sekali jang orang she Phang itu adalah seorang tjabang atas,
kepala dari rombongan orang gelandangan alias buaja darat.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 4

Habis berpesta, dengan tindakan limbung, phang Koay-tju


menghampiri medja kasir. Dalam sintingnja itu, seenaknja sadja
dia kata: "Perhitungan hari ini kau tjatat sadja atas nama Phang
Toaya kamu ini !”
Pula dengan seenaknja sadja dia menjebut dirinja "Phang Toa
ya." Toa-ya itu berarti "tuan besar."
Habis berkata, dia memutar tubuh buat bertindak kepada para
tamu atau kawan-kawannja itu. Karena sudah terpengaruhkan air-
kata-kata, paras mukanja pun merah.
Kasir mendjadi bingung. Limabelas buah medja santapan itu
berharga tigapuluh tail perak lebih. Itu bukanlah djumlah jang
ketjil. Kebetulan itu waktu Beng Kauw tak ada dirumah, tak
berani dia bertanggung djawab. Dia pun kenal baik tjabang atas
ini. Kalau berhutang, tjabang atas itu tak ingat buat membajar,
dan kalau ditagih, gusarnja bukan main. Sudah sering terdjadi,
kalau ada buaja darat jang menganglap dan ditagih, dia itu main
hadjar dan tikam sadja!
"Phang Toaya. Phang Toaya!" ia memanggil, terpaksa.
'Phang Toaya, tolong kau membajar tunai sadja. Maaf, toaya,
bukannja aku tidak pertjaja kau, akan tetapi djumlah hari ini
terlalu besar dan madjikan kami kebetulan tidak ada dirumah, aku
tidak berani berkuasa sendiri. Harap toaya maklum ...... !"
Tiba-tiba sadja Phang Koay-tju mendjadi gusar, kedua
matanja membelalak bengis.
"Orang buta!" bentaknja. "Bukankah Phang; Toaya ternama
besar di dalam kota Kay-hong ini! Dengan berhutang sadja,
sebetulnja aku sudah memandang mata kapada kamu!. Begini
sadja, Kalau nanti madjikaamu pulang, kau beritahukan dia
supaja dia datang tjari Phang Toaya!"

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 5

Bukan kepalang bingungnja si tukang uang. Tahulah ia


dengan pasti bahwa orang hendak menganglap!
Pada itu waktu, berada dekat pada kasir itu ada seorang
pelajan muda. Tengah si kasir bingung itu, sekonjong-konjong
dia bersenjum tawar, terus dia menghampiri tukang uangnja, terus
dia menghadapi si tjabang atas untuk memberi hormat seraja
berkata: "Sahabat, siapa mengandal bukit, dia makan hasil bukit,
siapa mengandal air dia makan, hasil air! Demikian dengan
perusahaan kami ini! Untuk mendjamu tuan, semua barang bahan
kami harus dikerdjakan dan dimatangkan dahulu, dan semua itu
harus memakai uang pokok! Hui Hong Kok pula bukan parit
emas atau tambang perakl jang digali tak habisnja, dipakai tak
putusnja! Buat djumlah jang ketjil, sanggup kami menggantinja,
tetapi djumlah tigapuluh tahil ini ... oh! Mana dapat, habis makan,
tuan mau lantas ngelojor pergi, bahkan tuan membuka djuga
mulutmu jang tak bersih! Rupanja dengan sengadja tuan hendak
mengangkat-menjingkirkan papan merek kami! Apakah tuan kira
kami adalah orang-orang jang dapat diperhina?"
Phang Koay-tju heran hingga dia mendelong mengawasi
pelajan muda itu, jang usianja dia taksir! baru tudjuh atau
delapanbelas tahun. Diapun heran, orang berani mengatakan
demikian terhadapnja.
Pelajan itu bermuka hitam, sepasang alisnja tebal, tjelananja
pandjang dan hitam, badjunja putih, udjung badjunja digulung
naik. Pada pinggang-nja terlibat sehelai sabuk pulih dari tjita
berminjak.
"Hay, botjah liar!" bentaknja tiba-tiba. "Kau botjah dari
manakah? Begini kurang adjar kau terhadap Phang Toaya?
Djangau kata baru barang makanan harga tigapuluh tahil lebih,
kalau toaya-mu gusar, restoranmu ini nanti aku bakar ludas!

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 6

Beranikah kau main gila terhadap Phang Toaya, segala hantu


keleleran?"
Parasnja si pelajan berubah padam, terus dia tertawa dingin.
"Tak kusangka," katanja, mengedjek, "di dalam kota
Kayhong jang bagaikan tempat naga bersembunji dan harimau
tidur ini ada kerbau dungkul jang tak kenal aturan! Baiklah, hari
ini hendak aku beladjar kenal dengan orang kenamaan dari kota
Kayhong!"
Baru sadja berhenti suara si pelajan, di belakangnja Phang
Koay-tju sudah muntjul tudjuh atau delapan orang buaja darat,
jang rupanja sudah pada sinting itu, terus mereka menghampiri si
anak muda, untuk ditubruk, untuk dibekuk dan dihadjar!
Pelajan itu tak djeri akan antjaman itu, bahkan sebaliknja dia
tertawa njaring dan lama sambil menggerakkan tangannja.
"Hai, sahabat-sahabat!" tegurnja. "Apakah kamu he;dak
turun tangan?"
Berkata begitu, ia mementang kedua belah tangannja,
menjambut orang-orang jang menjerbu itu, maka tidak tempo lagi
mereka pada terpelanting dan roboh habis menerdjang dengan
kursi atau medja!
Itulah kedjadian jang diluar dugaan. Phang Koay-tju
mendjadi heran, hingga dia memandang tadjam.
Si pelajan berdiri tegak, wadjahnja merah tetapi, dia
tersenjum .....
Semua tamu-tamu buaja darat turut tertjengang
Phang Koay-tju mendjadi naik darah. Sekedjap itu, lenjap
sudah sintingnja. Dia memandang tadjam pelajan itu, lalu
mendadak dia berseru, tangan kanannja mentjabut pisau belatinja,

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 7

jang di tantjap didalam kaos kakinja. Tanpa bersangsi pula, dia


bertindak madju, menikam orang jang dia anggap sangat
menghinanja!
Pelajan itu berkelit dengan mengegos tubuh ke kiri, tangan
kanannja diangkat naik, dipakai mentjekam lengan penjerang itu,
sembari mengerahkan tenaganja, ia menegur keras: "Eh, sahabat,
kenapa kau main menggunakan sendjata tadjam?"
Si tjabang atas tidak dapat mengelit lengannja, dia djuga tak
mampu membebaskan diri, bahkan atas teguran si pelajan, dia
djusteru mendjerit keras! Inilah lantaran si pelajan terus
mengibaskan tangan kanannja itu, membuat tubuh orang
terlempar keluar restoran dan terpelanting roboh!
Semua orang terkedjut. Si pelajan sebat luar biasa.
Pak kasir sampai menggeser naik katjamatanja, buat melihat
dengan tegas .....
Di tangannja pelajan itu, jang berdiri diam dengan keren,
tampak pisau belatinja Phang Koay-tju tadi.
Hanja sunji beberapa saat, mendadak kawanan buaja darat
pada berseru-seru: ''Saudara-saudara, djangan lepaskan si botjah!
Hajo, hadjar dia!"
Segera pelajan itu diserbu, dengan segala kursi dan medja!
Dia mendjadi gusar sekali, sambil berlompat, dia berkelit, setelah
mana, dia lompat pula, untuk madju kepada musuh, tak peduli
orang berdjumlah besar. Dengan sebat dia menggerakan tangan
dan kakinja, menindju dan mendupak tak hentinja kepada lawan
jang dapat didekatinja, hingga orang pada roboh terguling-guling!
Hingga sedetik itu riuhlah suara orang mendjerit kaget,
kesakitan dan merintih. Belasan kurban roboh tak berdaja .....

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 8

Pertempuran berlangsung terus walaupun mendadak ada


suara keren terdengar dari muka pintu:
'"Giok-djie, tahan!"
Pelajan itu, jang dipanggil Giok Djie, atau, Anak Giok masih
menjerang kalang-kabutan. sebab dia rupanja sudah djadi kalap,
sampai mendadak ada orang berlompat kepadanja, menangkap
tangannja, membuat dia terpaksa berdiam. Karena tjekaman itu
membuat tenaganja hilang.
“Giok-djie!" tegur pula suara tadi. Ialah orang jang mencekal
si anak muda. “Apakah kau sudah gila?"
Terus tubuh pelajan itu ditolak, tangannja dilepaskan, hingga
dia tertolak mundur. Djusteru itu, barulah dia sadar, hingga
lantas, dia berseru: "Su..."
Orang jang baru tiba itu jalah Beng Kauw si pemilik
restoran.
Madjikan itu segera mengulapkan tangan, mentjegah
pegawainja membuka mulut terus, kemudian dia mengawasi
orang-orang jang rebah gelisah di lantai. Hanja sebentar sadja,
lantas dia mengangkat tangannja, untuk sembari membungkuk
memberi hormat pada sekalian tetamunja itu.
"Maaf, tuan-tuan," katanja, halus. "Aku mengutjap terima
kasih kepada kalian, karena kalian sudah begitu baik budi budi
datang bersantap di rumah makan kami ini. Sajang, tuan-tuan,
karena aku terlambat pulang hanja sedetik, hingga telah terdjadi
pegawaiku ini keliru turun tangan terhadap kalian …. Nah, tuan-
tuan, sahabat-sahabat, kamu jang terluka, akan aku berikan uang
untuk berobat, sedangkan harganja barang-baranghi dangan ini,
tak usah sahabat-sahabat bajar lagi hitung sadja sebagai
penghaturan maaf dari ak Pula, dengan djalan ini, ingin aku minta
supa selandjutnja kita mendjadi sahabat satu denga lain!"

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 9

Berkata begitu, Beng Kauw mengawasi kepada semua buaja


darat itu, matanja bersinar tadjam Dia tidak gusar atau
mendongkol, tetapi dia nampak keren dan berwibawa. Hingga
semua buaja darat itu mendjadi mengawasi dengan berdiam
sadja.
"Sahabat-sahabat!" berkata pula Beng Kauw, kali ini
suaranja keras dan terus dia tertawa tawar. "Kalian diam sadja!
Adakah karena kalian tak sudi bersahabat denganku si orang she
Beng? Baiklah kalau begitu, tak akan aku memaksakan
persahabatanku!"
Pemilik restoran itu lantas mendjemput sepotong semprong
besi jang pandjang sekira tiga kaki, ia mentjekalnja dengan kedua
belah tangannja, terus ia mengerahkan tenaganja, membuat
semprong itu bengkok-lengkung lalu diteruskan hingga mendjadi
bagaikan gelang bundar!
Kali ini Beng Kauw bersenjum, terus dia tertawa. Diapun
mengangkat tinggi gelang istimewa itu !
"Nah, saudara-saudara, kalian semua lihat!"! ia berkata. "Aku
tidak punja kepandaian apa-apa hanja sekedar ini kelebihan
tenaga! Saudara-saudara, siapa diantara kamu jang sanggup
membikin semprong ini lempang pula seperti sebagaimana ada-
nja? Kajau kalian sanggup, tanpa bertambat sedetik djuga, aku
akan mengangkat kaki, pergi dari sini, dan Hui Hong Kok ini,
seluruhnja akan aku persembahkan kepada kalian! Sahabat-
sahabat, kitalah bangsa laki-laki, jang menghargai kehormatan
dan kepertjajaan, maka itu kalau ada diantara sahabat-sahabat
jang tak ingin menundjukkan dirinja, artinja jang masih sudi
membiarkan aku hidup berusaha disini, akan aku menjuguhkan
arak kepadanja sebagai tanda persahabatan kita, sebagai bukti
terima kasihku jang tak habisnja! ..."

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 10

Habis berkata, pemilik ini melemparkan semprong itu hingga


djatuh bergelontongan di atas lantai.
Semua buaja darat itu tertjengang, mereka terbenam dalam
keragu-raguan. Melawan si pelajan sudah repot, sekarang datang
si pemilik jang tangguh sekali. Memangnja mereka tak punja
guna, mereka tjuma berani karena berkawan banjak, karena orang
djeri terhadap mereka.
Menjaksikan segala itu, Phang Koay tju insjaf akan
kelemahan pihaknja. Tak dapat ia berkeras lebih lama. Maka ia
lantas membuka djalan diantara kawan-kawaanja, guna
menghampiri Beng Kauw, sembari memberi hormat, sambil
tertawa, ia berkata kepada tuan rumah itu:
"Tuan Beng, maafkan kami! Hari ini aku kedatangan seorang
sahabatku, aku menjambutnja didalam medan pesta ini, akan
tetapi, apamau, aku kebetulan tidak mempunjai uang …..
Sebenarnja, tidak ada niatku untuk tidak melakukan pembajaran
….. Diluar dugaanku, kakak ketjil itu keliru mengerti, maka
terdjadilah ini peristiwa jang tak dikehendaki. Baiklah diketahui
aku Phang Koay-tju, buat didalam kota Kay-hong ini, aku
bukannja tak punja nama, aku pula belum pernah orang berani
ganggu, karena itu, urusan ini tak dapat disudahi dengan begini
sadja..."
Beng Kauw tertawa dingin menjela pembitja-raan tjabang
atas itu.
"Kiranja kaulah Tuan Phang!" katanja. "Tuan, aku Beng
Kauw, sudah lama aku dengar namamu, sajang belum ada
kesempatan bagiku untuk mengundjungimu. Mengenai urusan
ini, mudah sadja Eh, Giok-djie, mari sini, lekas kau memberi
hormat kepada Tuan Phang seraja menghaturkan maafmu!

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 11

Pelajan itu tak puas tetapi tak berani dia m nentang


madjikannja itu, jang berbareng mendja gurunja, sebagaimana
tadi dia memanggilnja suhu jaitu guru. Tadi ia baru menjebut
"su .... " ia telah tersela gurunja itu. Ia lantas mengharapi Phang
Koay-tju, untuk memberi format seraja bekata: "Aku Whie Hoay
Giok, dengan ini aku menhaturkan maaf ..."
Paras Phang Koay-tju mendjadi merah sakin djengah. Tak ia
sangka Beng Kauw sedemikian baik hati. Ia djadi malu
sendirinja. Maka dengan lekas-lekas ia membalas hormat pelajan
itu seraja berkata: "Sudah, kakak ketjil, harap kau tidak berketjil
hati! Nah, beginilah persahabatan kita dipupuk!"
Habis berkata begitu, tjabang atas ini segera berpaling
kepada semua kawannja. Kembali dia memperlihatkan,
kekerenannja. Katanja njaring: "Saudara-saudara, saudara Beng
ini sungguh baik hati, maka hari ini aku suka bersahabat
dengannja! Dan mulai hari ini, siapapun tak dapat menerbitkan
onar di Hui Hong Kok ini! Siapa berani-main gila, siapa tak
memandang mata kepadaku, awas, akan aku bertindak membuat
golok putih masuk, golok merah keluar! Nah, saudara-saudara,
lekas kalian mengundur diri sekalian mengadjak saudara-saudar
jang terluka untuk dirawat baik-baik!"
Didalam kalangan Rimba Hidjau (Liok Lim) atau kaum
Sungai Telaga (Kang Ouw), istilah "golok putih masuk, golok
merah keluar," berarti tikaman dengan golok hingga golok jang
putih-mengkilat berlumuran dengan darah jang merah. Itulah
antjaman kematian !
Kata-kata itu besar pengaruhnja. Kawanan buaja darat itu
mengangguk, lantas mereka berlalu bersama-sama kawan kawan
mereka jang terluka itu.
Beng Kauw tertawa tawar, sembari memegangi lengannja
Phang Koay-tju, ia berkata: "Sahabat baik, kau hebat! Nah, mari

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 12

kita minum pula!" Tapi si tjabang atas bersenjum duka. "Terima


kasih, kakak Beng," sahutnja. "Tak berani aku mengganggu
padamu pula ..."
Kata-kata itu berhenti dengan tiba-tiba, orang jang
mengatakannj i menjeringai dan meraba keiganja.
Mjlihat demikian, Beng Kauw tahu bahwa orang merasakan
njeri pada lukanja. Sembari tertawa, ia berkata pula: "Mari,
sahabatku, mari aku obati lukamu itu! Aku mempuujai obat
mudjarab buatanku sendiri!"
"Terima kasih, kakak Beng," berkata si tjabang atas, jang tak
malu-malu lagi.
Beng Kauw mamimpin orang masuk kedalam, untuk
direbahkan, guna diobati, habis mana Phang Koay-tju lalu
diantarkan pulang,
Sedjak itu, mereka berdua mendjadi sahabat. Sering Koay-tju
datang ke Hui Hong Kok, bukan buat menganglap lagi, hanja
buat memasang omong.
Sedjak itu pula, Hui Hong Kok tak pernah mendapat
gangguan lagi dari kaum gelandangan. Dilain pihak, namanja
penilik restoran itu mendjadi terkenal, hingga ada orang-orang
jang datang buat memohon berguru kepadanja. Dengan manis
Beng Kauw menampik permintaan orang, katanja ia kebetulan
sadja mempunjai tenaga jang lebih besar daripada kebanjakan
orang lainnja, sedangkan dalam hal ilmu silat, ia tjuma mengeni
luarnja sadja.
Selang tiga tahun kemudian, nama Hui Hong Kok telah djadi
terkenal sekali, madjunja bukan main. Tapi djusteru semendjak
itu, Beng Kauw serahkan perusahaannja itu kepada seorang
kuasanja, ia sendiri tinggal disebuah rumah tak djauh dari
restorannja itu. Ia membangun sebuah rumah baru dimana ia

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 13

tinggal bersama Whie Hoay Giok, untuk mengadjarkan ilmu silat


kepada murid itu. Didalam satu bulan, paling banjak satu atau dua
kali ia melongok perusahaannja itu. Ketjuali urusan besar, si,
kuasa djuga tak mau mengganggu madjikannja. Dia bekerdja
dengan setia, dengan seksama dia memimpin kira-kira duapuluh
pegawai lainnja.
Selama tiga tahun, puas hati Beng Kauw. Ia melihat ilmu
silatnja Hoay Giok madju pesat. Ia pula bergaul erat dengan
Phang Koay-tju, jang kira setengah bulan setelah peristiwanja itu,
telah datang kepadanja buat minta berguru. Dia datang sambil
membawa bingkisan. Inilah sebab dia menerka, Beng Kauw mesti
memiliki kepandaian silat jang mahir. Beng Kauw menerimanja
sesudah Koay-tju berdjandji tak akan menjebut guru terhadapnja.
Demikian, si tjabang atas inipun memperoleh kemadjuan jang
berarti, dan selama mengikuti pemilik restoran itu, kelakuannja
telah berubah banjak.

Satu
Pada suatu tengah hari, tiba-tiba sadja sebuah kereta kurung
muntjul didepan Restoran Hui Hong Kok. Jang aneh jalah tengah
matahari terik-panas demikian, kereta itu djusteru dikurung rapat
dan kain keretanjapun hitam-gelap, menambah panasnja hawa
udara.
Sang pengendara kereta adalah seorang jang berusia
tigapuluh tahun lebih, tubuhnja djangkung, kulit mukunja merah,
alisnja tebal. Alisnja jang berkernjit menandakan dia sedang
berduka. Ditangannja tertjekal sebatang tjambuk jang pandjang.
Kereta itu penuh debu dan dua ekor keledai jang menariknja
bermandikan keringat. Itu pula pertanda bahwa kereta itu datang

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 14

dari tempat jang djauh dan perdjalanan tentunja dilakukan


setjepatnja bisa hingga tiada kesempatan buat beristirahat.
Selekasnja kereta berhenti, sang kusir segera berlompat turun
dan terus dia lari kemuka pintu rumah-makan, menudju kemedja
kasir. Ia tidak memperhatikan halnja kesempatan itu banjak tamu-
tamu tengah bersantap. Ia mendjura kepada kasir itu sambil
bertanja: "Numpang tanja, tuan, bukankah didalam Hui Hong
Kok ini ada tuan penguasanja seorang she Beng jaitu Busu Beng
Kee Eng?"
"Busu" jalan gurusilat. Kasir itu menolak katjamatanja
kedahinja, dia mengawasi orang jang bertanja itu. lalu dta
menggeleng-geleng kepalanja.
"Tak salah," sahutnja, "Madjikan kami adalah seorang she
Beng akan tetapi dia bukanlah Bu-su Beng Kee Eng. Mungkin
tuan salah alamat..."
Kusir itu heran hingga dia melengak sekiar lama, setelah
mana nampak dia menjesal sekali. Masih dia diam terbengong.
"Bukankah pemilik restoran ini asal Tjotjiu di Shoatang?"
kemudian dia tanja pula.
“Kasir itu mengangguk. Dia mengawasi karena! melihat
orang kebogehan dan lesu.
"Memang madjikan kami orang Shoatang tetapi aku tak tahu
dia asal Tjotjiu atau bukan.” sahutnja.
Mendengar keterangan itu, si kusir nampak girang.
"Begini sadja, tuan," katanja, memohon pula: "Karena
madjikanmu itu she Beng dan kebetuan djuga orang Shoatang,
tolong kau idjinkan akui menemunya, nanti dapat dipastikan
dialah orang jang kami lagi tjari atau bukan. Terima kasih buat
kebaikanmu ini."

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 15

Berkata begitu, kembali dia memberi hormat. Itulah kalakuan


jang mengesankan, maka djuga si kasir memperoleh kesan jang
baik. Dialah seorang tua jang polos, usianja sudah mendekati
enampuluh tahun. Dia pula melihat badjunja kusir itu jang demak
dengan peluh, hingga timbullah rasa kasihannja.
"Kau basah dengan peluh, mestinja kau habis melakukan
perdjalanan jang djauh dan lama," katanja, sabar. "Baiklah kau
duduk dulu dan minum teh, guna menenangkan hatimu, nanti aku
suruh orang memanggil madjikanku."
Benar-benar, habis berkata, kasir menuangi setjawan teh.
Kusir itu mengutjapkan terima kasih, ia menjambuti teh itu
dan meminumnja.
"Eh, Thio Sam," si kasir memanggil seorang pelajan, "pergi
kau lihat, madjikan ada dirumah atau tidak, kalau ada, bilangi ada
orang mentjarinja.
Pelajan itu menjahuti, terus dia pergi. Tak terlalu lama, dia
sudah kembali, bersama dia tampak Beng Kauw, si madjikan.
Selekasnja si kusir melihat pemilik restoran itu, dia tampak
girang bukan main, semangatnja timbul dengan tiba-tiba. Tapi,
dia pula tampak terharu sekali. Tak salah orang she Beng itu
adalah orang jang dia tjari. Orang she Beng itu jalah Tiat-Pit Tin
Pathong Beng Kee Eng Beng Tayhiap, jalah djago she Beng jang
gelarnja itu—Tiat-Pit Tin Pat-hong—berarti "Pit Besi jang
mendjagoi delapan pendjuru alam."
Dengan "tiat-pit" itu, artinja "pit" — alat tulis,"— bukan
dimaksudkan alat tulis jang sebenarnja, hanjalah sendjatanja
Beng Tayhiap, sendjata jang mirip pit jang biasa dipakai untuk
menotok djalan-darah, sedangkan "tay-hiap" diartikan "djago"
(pendekar besar).

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 16

Pula, di matanja kusir ini, Beng Kauw bukan dikenal sebagai


djago melulu. Ia pula mendjadi sahabat kekal dari madjikannja,
ja, madjikannja jang dia hendak bela mati, karena keluarga
madjikan itu tengah dalam kesusahan besar.
"Beng Loosu!" ia mendjerit sambil berbangkit, buat lari
menghampiri. "Beng Loosu, bagaimana sengsara kami madjikan
dan budak mentjarimu! ....."
Djeritan itu menggetar disebabkan dikeluarkannja saking
terharu, dengan hati jang guntjang keras.
Melihat gerak-geriknja kusir itu, Beng Kauw madju dengan
tjepat, untuk mentjekal lengan orang.l
"Tenang!" katanja. "Kita bitjara dengan peralahan-lahan!"
Biar bagaimana, djago ini mesti mengendalikan diri. Ia
menerka si kusir datang dengan suatu urusan besar dan
mendesak.
Ditjekam Beng Kauw, kusir itu berdiam, akibat tjekaman itu,
tetapi, dia djusteru mendjadi sadar, hingga dia dapat dengan lekas
menenteramkan hatinja.
"Oh, Beng Loosu!" katanja sabar. "Semoga loosu baik-baik
sadja!"
Beng Kauw bersenjum, tjekamannja pun diperlunak.
Sementara itu, ia melihat bagaimana perhatian para langganannja
kena tertarik gerak-gerik si kusir, hingga ia anggap tidak leluasa
untuk mereka berbitjara ditempat jang terbuka itu.
"Inilah sahabatku dari banjak tahun," ia lantas kata pada
kasirnja. Ia pun tertawa gembira. "Hari ini, karena pertemuan ini,
kami hendak bersukariah sepuas-puasnja, maka hari ini aku beri
kekuasaan besar kepadamu: Tak peduli ada urusan apa, biar
besar, tak usah kau minta petundjuk atau keputusan lagi dari aku,

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 17

dan kalau ada sahabat jang datang berkundjung, kau pun harus
menampiknja. Di lain pihak, sebentar kau antarkan kami barang-
barang hidangan. Djikalau aku ada urusan apa-apa, aku akan
menjuruh Giok-djie datang padamu. Nah, ingatlah baik-baik!"
"Baik, tuan, baik," mendjawab kasir itu.
Beng Kauw mengulapkan tangan kepada orang-orang jang ia
kenal, lantas ia menarik. tangannja si kusir, buat diadjak
meninggalkan Hui Hong Kok,
"Aku menerka pasti telah terdjadi sesuatu," berbisik Beng
Kauw kepada si kusir selekasnja mereka sudah berada diluar
rumah makan. "Di dalam keretamu itu, bukankah dialah
saudaraku? Disini ada banjak mata, karena itu pergilah kau bawa
kereta kebejakang. Disana itulah rumahku! Disana baru kita akan
bitjara dengan bebas."
Kedua matanja sikusir telah mendjadi merah. Dia menahan
mengalirnja airmatanja. Tjuma mengangguk, lantas dia lari
kekeretanja. Tak lagi dia naik keatas keretanja itu, dia tjuma
meraba tali keledainja, buat terus dituntun menjusul kepada si
pemilik restoran.
Runahnja Beng Kauw berada ditempat djauhnja sepanahan,
maka lekas djuga sampailah mereka disana. Djalanan disitu
diteduhi dengan pohon-pohon yangliu dan pekyang, sedangkan
rumahnja sendiri terkurung dengan pagar bambu hidup dan
pekarangannja hidjau dengan rumput-rumput jang tebal.
Beng Kauw mengetuk pintu dengan perlahan, lantas daun
pintu terpentang lebar, dibuka oleh seorang pemuda usia kira
duapuluh tahun, anak muda mana bermuka hitam manis dan
ramah-tamah. Dia menjambut sambil berdiri membungkuk di-
pinggiran.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 18

Baru sekarang Beng Kauw menghampiri kereta, sedangkan


kepada si kusir ia kata perlahan: "Ada barang apakah didalam
kereta ini? Djusteru disini tidak ada orang lain, lekas kau
membawanja kedalam! Lainnja kau tak usah pedulikan lagi, akan
kusuruh Giok-djie jang mengurusnja."
Baru sekarang kusir itu tak dapat menahan lagi getaran
hatinja. Dia lantas mengutjurkan air mata sambil menangis sedih.
Toh dia paksakan berkata, susah: "Beng Loosu, kau menjebutkan
21 kereta itu termuatkan barang? Itulah bukan ratna manikam, itu
bukannja emas-intan! Itulah djie-hudjin dari Tio Looya ..... djie-
hudjin jang tengah terluka ..... Djie-hudjin ada bersama-sama
Kengtju It Hiong si anak tunggal .....''
Itulah kata-kata bagaikan gili-gili sungai Hon Ho bedah-
petjah!
Beng Kauw kaget berbareng gusir, hingg matanja bagaikan
hendak melontjat!
"Apa?" teriaknja. "Oh, Lie Gie, kau mau mampus!"
Tanpa bersangsi sedikit djuga, djago ini melompat kearah
kereta, tangan kanannja diluntjurkan, guna mendjambret tutup
kereta, untuk ditarik-dibuka, hingga didalam kereta itu tampak
seorang njonja muda jang lagi rebah dengan badjunja berdarahan,
sedangkan muka jang tjantik dari njonja itu putjat-pasi, romannja
sangat lemah.
Disisi njonja itu—jang si kusir, atau Lie Gi menjebutnja
"Djie-hudjin," njonja besar jang kedua—tampak seorang botjah
rebah bersama. Diala seorang anak laki-laki usia delapan atau
sembila tahun.
Mereka itu, ibu dan anak, tampak seperti tidur, akan tetapi
sebenarnja, napas mereka tengal berdjalan dengan perlahan
sekali. Njonja itu terluk pada lengan kiri dan paha kanannja, jang

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 19

terbalutkan tjita putih tetapi warnanja telah mendjadi merah


karena terembaskan darah ...
Menjaksikan demikian, Beng Kauw suda lantas bertindak
tanpa pikir pandjang-pandjang lagi. Tak peduli si luka itu seorang
njonja, bahkan si orang njonja besar, ia mengulurkan kedua
tangannja, untuk memegang dan memondongnja, buat terus
dibawa bertindak dengan tjepat kedalam rumahnja. Di lain pihak
Giok-djie, si anak Giok tanpa menanti perintah gurunja, sudah
lantas memondong si anak ketjil, buat dibawa masuk menjusul
gurunja itu.
Diruang dalam dari rumah, disebelah kiri, ada sebuah kamar
dengan dua buah pembaringan, kedalam situ Beng Kauw
membawa si njonja, untuk diletakkan diatas pembaringan jang
satu, sementara Giok-djie, jalah Whie Hoay Giok, merebahkan si
botjah diatas pembaringan jang lainnja.
"Giok-djie!" Beng Kauw segera menitahkan muridnja:
"Lekas kau bawa kedua keledai kerumah makan, kau suruh orang
merawatnja baik-baik, sedangkan kereta itu kau bawa pergi
kebeiakang diantara pepohonan lebat!"
"Baik, suhu!" mendjawab murid jang tjekatan itu, jang
berlalu dengan tjepat.
Habis memerintahkan muridnja itu, bergantian Beng Kauw
meraba nadinja si njonja dan anak. Baharu setelah itu, hatinja
mendjadi sedikit lega. Ia mendapat harapan akan keselamatannja
ibu dan anak itu.
Selama itu Lie Gie, si kusir, jang turut masuk kedalam,
berdiri diam sadja dipinggiran, mengawasi gerak-gerik Beng
Tayhiap. Walaupun demikian, air-matanja masih terus mengalir
turun.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 20

Tidak ada waktu buat Beng Kauw meminta keterangannja


hamba jang setia itu, dengan sebat ia mengambil sebuah kotak
hitam jang terbuat dari kaju, buat membuka tutupnja, guna
mengeluarkan sebuah botol ketjil terbuat dari batu hidjau, lantas
dan dalam botol itu ia menuang keluar dua butir obat pulung
warna putih sebesar katjang kedele. Obat jang sebutir ia masuki
kedalam mulut si botjah, jang mulutnja ia buka dengan tangan
kirinja, setelah mana, ia memberi minum air hangat. Setelah si
anak, ia terus memberikan obat itu kepada si njonja. Selesai
bekerdja itu, ia berdiri mengawasi kedua orang itu, bergantian
dari satu kepada jan lain dan sebaliknja. Ia ingin ketahui chasiat
obat nja itu, obat jang sebenarnja adalah buatannja Te Tjio
Siangdjin Sien Hiauw Hong dari gunung Kiu Hoa San. Obat itu
mempunjai nama jang bagus sekali, jaitu Pek Tjoan Hoan Hun
Tan, jang berarti pil menghidupkan arwah, chasiatnja buat
menolong djiwa jang terantjam serta menambah memandjangkan
umur. Hanjalah, kesempatan itu, ia toh ragu-ragu karena ibu dan
anak itu, keadaannja sangat pajah
"Bagaimana malu aku terhadap Tio Taydjin, djikalau obat ini
tidak dapat menolong djie-hudjin dan Kongtju?” demikian pikir
djago ini, jang hatinja terguntjang keras. Maka djuga, terus ia
mengawasi njonja dan botjah itu dengan mata tak berkesip
"Taydjin" jalah sebutan "jang mulia" terhadap seorang
pembesar tinggi dan "kongtju" (tuan muda) adalah panggilan buat
puteranja si pembesar.
Detik itu bukan main artinja bagi Beng Kee Eng — demikian
namanja Beng Kauw, sebagaimana ia dikenal oleh Lie Gie.
Waktu sehirupan teh bagaikan satu tahun lamanja
Achir-achirnja, terdengar djugalah suara bergerijukan dari
dalam perutnja djie hudjin, mendengar mana barulah pada

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 21

wadjahnja Beng Kau tampak senjuman, hingga airmukanja jang


tadi teri suram sekarang berubah mendjadi terang .....
"Ketolongan ! ....." achirnja ia kata kepada Lie Gie.
"Hanjalah, karena keadaannja hudjin dan kongtju parah sekali,
masih diperlukan waktu beberapa saat untuk mereka itu sadarkan
diri. Mari kita menantikan di luar."
Lie Gie menurut, ia bertindak keluar dari dalam kamar
mengikuti tuan rumah itu, jang mengajaknja berduduk di ruang
tetamu.
Beng Kauw menjuguhkan setjawan teh kepada kusir itu.
Saudara Lie," katanja kemudian, "Maafkan aku, tetapi
hendak aku bitjara terus terang padamu. Kau djuga ada seorang
Kang Ouw, tapi kenapa sekarang kau lalai begini rupa? Hawa
udara toh sangat panas-mengkedus! Kenapa kau djusteru
memurung hudjin dan kongtju sedemikian rapat, sampai angin
tak dapat tembus kedalam kereta? Sekalipun orang jang sehat, tak
sanggup dia terkurung demikian rupa! Sudah begitu, hudjin djuga
tengah terluka dan kongtju biasanja hidup bebas ..."
Belum berhenti suaranja tuan rumah itu, Lie Gie sudah
menangis pula, air matanya mengalir dengan deras sekali.
"Beng Loosu, kau tjuma tahu menegur aku..." katanja,
suaranja sember. "Sebenarnja, loosu, tadi-tadinja aku pun tidak
mempunjai harapan akan dapat bertemu muka denganmu! Semua
ini terdjadi karena Thian ada mataNja, Thian mengasihani Tio
Looya jang djudjur dan putih-bersih, jang setia kepada negara dan
hidupnja sederhana. Jang Maha Kuasa telah melindungi turunan
Keluarga Tio ini hingga aku berhasil membawanja ke sini, hingga
sekarang, Beng Loosu, dapat aku menjerahkan mereka
kepadamu! Segera djuga, Beng Loosu, hendak aku pergi ke
kotaradja guna membunuh beberapa orang dorna di sana! Supaja

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 22

hatiku jang pepat dapat dilampiaskan! Kalau aku mesti mati


tertjintjang, akan puaslah hatiku, akan aku mati dengan
bersenjum di tempat baka, karena dengan begitu aku berhasil
sudah berbuat sesuatu untuk Tio Taydjin dan keluarganja ini.
Tetapi, Beng Loosu, karena aku mengadjak hudjin dan kongtju ke
rumahmu ini, akupun berbareng membawakan kau antjaman
malapetaka besar! Kota Kayhong ini bukan lagi tempat tinggalmu
jang aman' Pastilah lekas sekal akan tiba surat perintah dari
kotaradja — surat perintah penangkapan! Loosu, kaulah satu
satunja sahabat paling karib dari taydjin Kalau lain orang biar pun
dia mau. tak nanti dia sanggup melindungi ini ibu dan anak.
Sekarang ini, ibu dan anak ini telah merupakan seperti duri bagi
dorna jang tengah berkuasa sekarang ini! Belum puas sidorna
djikalau mereka ini tak dapat ditawannja! Sebegitu djauh jang
aku dengar, ketjuali menggunakan pengaruh kekuasaan sebagai
menteri, dorna itu djuga telah menjewa beberapa orang Bu Lim
jang liehaj serta kontjo-kontjo guna mentjari hudjin dan kongtju.
Oleh karena itu, loosu, walaupun kau gagah perkasa, baiklah kau
tjari satu tempat jang sunji dan aman untuk memernahkan hudjin
dan kongtju supaja mereka dapat dilindungi buat selama-lamanja.
Semoga kongtju berumur pandjang. supaja setelah dewasa, dapat
dia membalaskan dendam kesumat ini! Loosu, aku Lie Gie,
dengan ini aku mewakili taydjin dan hudjin menghaturkan terima
kasih kepadamu ! ..... "
Begitu dia berkata, begitu Lie Gie mendjatuhkan diri,
berlutut didepannja Beng Kauw dan berulang-ulang dia
mengangguk-angguk.
Terkedjut Beng Kauw menjaksikan kelakuannja kusir itu.
Mendadak sadja kedua bidji matanja kersinar tadjam dan dingin,
wadjahnja pun mendjadi merah-padam, hingga ia terlihat bengis
sekali. Menjusul itu terdengar tawanja jang njaring dan pandjang,
tawa dari i emarahan bertjampar kesedihan. Kapan tawanja itu

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 23

beihenti, ia berdiam, tinggallah romannja jang bersungguh-


sungguh.
"Saudara Lie, lekas bangun!" katanja kemudian. "Kau
anggap aku Beng Kee Eng orang matjam apakah? Memang sudah
banjak tahun aku menghilang dari dunia Sungai Telaga, aku
berdiam dikota Kayhong ini sebagai pemilik rumah makan, ,el;ipi
pada itu ada sebab-musababnja! Maaf, sekarang ini tak dapat aku
mendjelaskan itu kepadamu. Aku menghargai Tio Taydjin,
karena dia sudi bersahabat, dia menjebut aku sebagai saudaranja,
sedangkan aku adalah seorang Kang Ouw belaka. Tak nanti aku
lupakan kebaikannja itu! Aku sebaliknja menghargai Tio Taydjin
karena kedjudjuran dan kesetiaannja terhadap negara, karena dia
menjajangi rakjat mirip dia menjajangi anaknja sendiri. Bukankah
taydjin djuga mendjadi tuan penolongku, jang telah melepaskan
budi kepadaku? Mungkin djie-hudjin tak tahu tentang budi ini.
Pertjajalah, Lie Gie, akan aku lindungi hudjin dan kongtju dengan
djiwa-ragaku! Aku berdjandji kepadamu, dengan mengandal pada
sebatang Bun-tjiang-pit serta dua-puluh-empat bidji Hui-in houw.
akan aku membalaskan sakithatinja taydjin dengan tanganku
sendiri, akan aku habiskan diiwanja si dorna djahat! Hanjalah,
saudara Lie, bagaimana sebenarnja duduknja peristiwa ini?
Kenapa tidak dari tadi-tadinja kau memberitahukan padaku?
Bagaimana aku ada muka untuk menemui arwah taydjin di alam
baka? Nah, Lie Gie, kau bertjeriteralah!"
"Bun-tjiang-pit" adalah sendjata mirip pit juga, mendjadi
gegamannja Beng Kauw, sedangkan "Hui-in-pouw" adalah
sendjata rahasianja jang berupa panah-tangan (pouw). "Hui-in"
itu berarti "mega terbang". Lie Gie menjebut-njebut orang "Bu
Lim," itu artinja orang "Rimba Persilatan."
Lie Gie menahan keluarnja airmatanja.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 24

"Loosu, sungguh kaulah seorang gagah jang berbudi luhur,"


kata dia.
Tiba-tiba terdengar batuk-batuk perlahan dari dalam kamar.
Beng Kauw mengenali suaranja djie-hudjin, tanpa menghiraukan
lagi Lie Gie, ia bangun dan lari masuk kedalam kamar, hingga
dilain sa ia melihat sinjonja tengah menggerakkan tubuh buat
dapat bangun dan berduduk di atas pembaringan.
"So-hudjin, djangan bergerak!" tuan rumah berseru
mentjegah. "Lukamu masih belum sembuh tak dapat kau banjak
bergerak! Rebahlah dahulu!”
Berkata begitu, Beng Kauw telah sampai dalam kamar, maka
terus ia menekuk lutut di depan pembaringan, menghadapi njonja
jang terluka itu. Ia membarengi berkata: "So-hudjin, siauwtee
adalah Beng Kee Eng — terimalah hormatku!"
Djago ini memanggil so hudjin, atau enso kepada njonja itu,
jang ia anggap sebagai iparnja isteri dari kakak angkatnja. Karena
itu, ia pun membahasakan diri "siauwtee"— adik.
Karena ia menggerakkan tubuh itu, jaitu lengan kiri dan paha
kanan, njonja itu mengeluh kesakitan, tetapi ia menahannja
dengan mengertak giginja Ia sudah sadar, oleh karena itu ia lantas
mengenali Beng Kauw'. Melihat djago itu, ia tersenjum.
"Saudara, silakan bangun!" ia minta. "Maaf, karena lukaku,
tak dapat aku membalas hormat... Ia hening sedjenak, baru ia
melandjutkan kata-katanja: "Siu Pok memandangmu sebagai
saudar maka djuga di saat dalam antjaman, dia telah memesan
untuk kami, ibu dan anak, djanda dan anak piatu, pergi kepada
kau disini ... Tapi, itu rombongan serdadu jang bagaikan serigala-
serigala galaknja, tak sudi mereka melepaskan kami, mereka
mengedjar terus-menerus. Sjukurlah Lie Gie dapat melindungi
kami, dengan berkelahi mati-matian dan telah mentjoblos

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 25

kurungan tentara. Aku terluka! tetapi sjukur aku tidak sampai


kehilangan djiwaku. Saudara, Thian mengasihani kami, hari ini
aku dapat bertemu denganmu, maka djuga hendak aku
menjerahkan It Hiong kepadamu!"
Setelah berkata begitu, barulah njonja itu menangis,
airmatanja meleleh turun. Tapi ia menundjuk botjah jang rebah
disisinja.
"Inilah tulang-dagingnja keluarga Tio," katanja pula. "
Karena dia maka djuga aku telah tjjak dapat mengikuti djedjaknja
Siu Pok serta kakakku jang berbudi ke dunia baka. Sekarang aku
berhasil tidak menjia-njiakan pesan Siu Pok, kakakmu, maka
sekarang dapat aku mati meram ......"
Njonja itu bitjara terus hingga ia tidak memperhatikan
bagaimana Beng Kauw menangis hingga tubuhnja menggigil,
karena disamping berduka sangat, orang gagah itu gusar bukan
kepalang, sampai wadjahnja merah-padam.
"Enso," katanja, sambil dia mengertak gigi, 'Di saat seperti
ini, tak lagi aku hendak memakai aturan atau sungkan-sungkan,
hendak aku bitjara terus-terang dan langsung! Enso, tetapkan hati
dan berlakulah tenang, apa djuga jang bakal terdjadi, akan aku
tanggapi, akan aku sambut dengan seksama! Selama aku hidup,
tidak nanti aku idjinkan orang ganggu enso dan It Hiong!
Sekarang silakan enso beristirahat, nanti aku suruh orang
mengambil yan-oh dan lainnja barang hidangan, sebentar barulah
kita berbitjara."
Baru sadja Beng Kee Eng berkata begitu, si botjah, jang
bernama It Hiong, telah sadar. Dia tidak menangis, hanja dia
mementang kedua matanja jang djeli.
Puas Kee Eng menjaksikan roman botjah itu, yang tampan
dan gagah. Pastilah dia seorang bocah luar biasa.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 26

"Dialah satu anak jang berbakat, sajang kalau dia musti


mengikuti aku ..." pikir djago tua ini. Karena ini, ia lantas
mengambil keputusan buat mentjarikan seorang guru silat untuk
botjah jang mendjadi keponakannja itu. Inilah pikiran jang baik
sekali, maka djuga kelak di belakangh It Hiong lelah membawa
lakon hidupnja jang menarik hati .....
Api penerangan telah dinjalakan kesempatan Be Kee Eng
melajani djie-hudjin dan puteranja dahar yan-oh — masakan
sarang burung, — hingga njonja itu ibu dan anak memperoleh
tambahan tenaga jang membuat tubuhnja segar.
Hoay Giok diperintahkan gurunja mengadjak Lie Gie
menjalin pakaian. Maka di lain saat, berkumpullah mereka semua
di ruang dalam di ma djie hudjin, dengan airmata bertjutjuran,
menuturkan pengalamannja jang hebat.
Tio Taydjin, jang bernama Siu Pok, asal pi duduk kota tjeng
teng, Hoo pak. Dialah turun keluarga peladjar, bahkan ajahnja
pernah mendjadi seorang wedana. Dia memiliki otak jang tjerdas.
Dalam usia delapanbelas tahun, dia sudah dinikahkan dengan Hui
Tjie, puterinja Ouw Tie-tjiu, orang wedana jang mendjadi sahabat
ajahnja. Dalam umur duapuluh, ketika dia turut dalam udjian
besar, dia lulus sebagai tam-hoa; djadi dialah menang nomor tiga
untuk udjian Hanlin Academy. Lewat tiga bulan kemudian, dia
mulai memangul pangkat, sebagai tjamat. Maka dia berangkat
tempat djabatannja dengan membawa isterinja. Dia radjin dan
bekerdja baik, dengan mudah dia memperoleh kenaikan pangkat.
Hui Tjie. sang isteri jang pintar dan halus budipekertinja,
membantu banjak kepada suaminja itu. Hanja, apa jang
disajangkan, isteri ini tidak pernah mendapat anak.
Sesudah bersabar sepuluh tahun tetapi ia tetap mandul, Hui
Tjie mengandjurkan suaminja mengambil gundik. Siu Pok
menolak andjuran ini, katanja, mungkin sudah takdirnja bahwa ia

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 27

tidak akan manapunjai turunan. Isteri itu tidak berputus-asa, ia


mengandjurkan terus, bahkan ia mendesak.
''Kalau kau tidak mempunjai turunan, habis sudah keluarga
Tio," katanja. "Kalau sampai terdjadi demikian, tegakah kau?
Bukankah kau akan pendjadi orang jang berdosa bagi
keluargamu, bagi turunanmu? Dengan begitu, kau bukaanja
mentjintai aku, suamiku! Kau djusteru akan mencelakai aku!
Apakah katanja pihak sanak-pamilimu nanti? Bukankah aku
sebagai isterimu jang bakal ditjela?"
Kata kata itu benar, Siu Pok tertarik. Akan tetapi ia berdiam
sadja. Ia berpikir keras.
Sampai disitu, Hui Tjie tidak mendesak lebih jauh kepada
suami itu. Sebaliknja, ia menghibur, ia rnembitjarakan urusan
lain. Seperti biasa, ia bertjakap manis terhadap suaminja itu.
Akan tetapi, di lain pihak, setjara diam-diam ia telah minta
bantuannja dua orang bun-an su-ya, sekretaris suaminja, untuk
mentjarikan puteri siapa jang pantas mendjadi isteri muda dari
suaminja itu.
Dalam hal mengambil isteri muda, Siu Pok bebas-bebas, tak
usah ia minta perkenan atau memberitahukan lagi kepada ajah-
bundanja, atau paman-paman dan bibi-bibinja. Semua mereka itu
sudah pada meninggal dunia. Hingga jang "berkuasa" jalah
tinggal Hui Tjie, isterinja, sendiri.
Kemudian pilihan djatuh atas diri Nona io lan Sim. Nona itu
bukan dari kalangan pembesar negeri, hanja dari keluarga
peladjar. Dengan perantaraan kedua sekretaris itu, dengan
ditundjang oleh isterinja sendiri, djadi djuga Siu Pok mengimbil
isteri muda.
Pada malam pernikahan itu, melihat wadjah gundiknja, Siu
Pok kagum sekali. Isteri muda tjantik dan halus budi pekertinja.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 28

Maka itu, ia sangat bersjukur terhadap isterinja. Pula, malam


djuga ia mendapat kenjataan bahwa Lan Sim pandai ilmu surat.
Hui Tjie bersikap manis-budi terhadap Lan Sim hingga Lan
Sim pun mengingat kebaikan itu dia menghormatinja dengan
setulusnja hati. Hingga reka berdua hidup rukun sekali, beda
daripa madu-madu jang kebanjakan jang biasa saling bersirik-
dengki.
Lan Sim berhasil memenuhi harapannja Siu Pok dan Hiu
Tjie. Dilain tahunnja, dibulan ke tudjuh, ia berhasil melahirkan
seorang baji laki-la hingga ia membuat suami dan madunja sangat
girang dan bersjukur. Maka djuga pada hari ulang tahun satu
bulan baji itu, Siu Pok mengadak sebuah pesta jang meriah sekali
Dalam djabatannja, Siu Pok meningkat terus hingga ia
mendjabat Hengsu Tju-su, penegak hukum pada kantor sunbu,
gubernur, dari propinsi Shoa-tang, hingga dengan demikian dia
termasuk pegawai tinggi kelas dua. Ia berhak menghukum orang
sekalipun dengan hukuman mati, tetapi ia djudji ia djusteru
berlaku adil, hingga namanja mendja tersiar harum, tak sedikit
perkara penasaran ja berhasil ia petjahkan dan bikin mendjadi
terang. Tapi, djusteru karena keberaniannja dan ke judjurannja
itu, ia mendjadi tidak pandai mendjilat-djilat atasannja, tak sudi ia
memberi ampun kepada mereka jang djahat dan busuk, tak
terketjuali sesama pedjabat pemerintah.
Malam itu setelah pesta ditutup, Siu Pok be kumpul bersama
kedua isterinja diruang dalam. Mereka menghadapi sebuah medja
perdjamuan untuk mereka bertiga sadja. Karena habis melajani
banjak tamu-tamu, Siu Pok sedikit mabuk oleh pengaruh susu
matjan. Karena itu djuga. mereka tidak minum arak lagi hanja
teh. Mereka girang luar biasa.
Ketika itu pelajan hanja seorang budak perempuan.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 29

Kira djam dua, sekonjong-konjong sadja Siu Pok bertiga


dikedjutkan siuran angin jang menghembus setjara tiba-tiba,
siuran angin jang disebarkan muntjulnia seorang, orang jang
datang tanpa diundang, jang lompat turun dari atas genting
memasuki ruang dalam itu. Sjukurlah orang jtu sudah lantas
tertawa dan berkata: "Maaf, kakak dan enso, adikmu datang
terlambat!"
Sembari berkata begitu, orang itu bertindak menghampiri,
untuk terus mendjalankan kehorma'an.
Lan Sim tidak kenal orang itu, dia kaget dan berkuatir, tetapi,
Hui Tjie menghibur ia dengan mengatakan: "Djangan takut adik,
ia bukan orang luar ....." Sedangkan Siu Pok — atau lebih tepat
Tio Taydjin— sambil tertawa mendjabat tangan orang seraja
berkata riang: "Oh, saudaraku! Maafkan aku, karena kau
bertempat kediaman tak ketentuan, tak dapat aku mentjari kau
untuk dikirimkan surat undangan!"
Pendatang malam itu tertawa dan mendjawab: "Aku baru
sadja kembali dari perbatasan, langsung aku datang berkundjung
kemari, tetapi tadi aku mendapatkan pesta tengah berlangsung,
tak berani aku lantjang turut menghadirinja. Bukankah aku
seorang manusia biasa jang kasar? Maka itu aku menanti sampai
malam begini baru aku datang ke sini ....."
Tio Taydjin tertawa.
"Kau memang orang sangat bebas, saudaraku!" katanja. "Kau
biasa merantau dan berpesta kau djuga tak biasanja bergaul
dengan pembesar negeri, maka itu, datangmu di waktu malam
kebetulan sekali — sekarang dapat kita makan-minum dan
berbitjara dengan puas!"

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 30

Lantas tuan rumah menjuruh budaknja lekas menjediakan


satu medja perdjamuan lainnja, peri! tah mana segera
dilaksanakan.
"Mari minum, saudara!" kemudian berka H.ui Tjie, si njonja
jang dipanggil toa hudjin. "S dah tiga tahun kita tak bertemu satu
dengan lain,
"Terima kasih, enso!" kata tamu itu. "Aku biasa merantau,
sebab itu tak dapat aku sering-sering datang mengundjuk hormat
kepada kakak dan enso!"
Toa-hudjin tertawa.
"Ah, saudara! Makin lama kau makin sungkan! Mungkin lagi
beberapa tahun, kalau kau datang pula, terlebih dahulu kau akan
mengirim kartu nama dan lalu kau mendjalankan kehormatan
sabil berlutut! ....."
Diguraukan setjara demikian, orang itu rada djengah, hingga
mukanja mendjadi merah.
"Ah, enso bisa sadja! Aku ..."
Tio Taydjin menarik tangan orang, untuk mengadjaknja
duduk di sisinja.
Sampai di situ, djie-hudjin, jaitu Lan Sim, hendak
mengundurkan diri, tetapi suaminja mentjegah. Kata suami ini:
"Djangan pergi, isteriku, ini-saudara Beng, bukan orang luar!"
Terus ia mengadjar kenal, maka dua orang itu — sang tamu dan
isteri Muda— lantas mengundjuk hormat satu pada lain.
Djiehudjin lantas tetap duduk bersama nona manis sang
tetamu.
Tamu itu jalah Beng Kee Eng alias Beng Kauw, lantas
memberi selamat kepada tuan dan njonja-njonja rumah, siapa

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 31

sebaliknja membalasnja dengan menghadiahkan sepuluh tjawan


arak! Habis itu barulah mereka memasang omong dengan asjik
dan gembira.
Diam-diam djie-hudjin memperhatikan si tamu malam.
Kee Eng berusia belum lewat tigapuluh-tiga atau tigapuh
empat tahun, kulit mukanja merah segar, alisnja tebal, tubuhnja
besar dan kekar, kedua matanja bersinar tadjam; karena dia
tengah mengenakan ya-heng-ie, jakni pakaian peranti keluar
malam, dia nampak mendjadi keren sekali. Tju-nia itu waktu, dia
tak membawa sepotong sendjata djua.
Habis menenggak beberapa tjawan arak itu, sang tetamu
lantas dapat berbitjara dengan bebas dan gembira, tak lagi dia
mengekang diri seperti semula. Dia pamitan kira-kira djam empat
setelah melihat tuan rumah sudah mabuk dan kedua njonja djuga
sedikit terpengaruhkan air-kata kata. Diwaktu mau berlalu, ia
menghadiahkan tuan rumah jang masih ketjil itu, jang dipanggil
sebagai keponakan-nja, sepotong batu kemala jang disebut
kemala Han Tay Pwee-giok.
Djie-hudjin jang menjambuti hadiah itu, ia mengutjap terima
kasih untuk anaknja itu. Ia menjambuti sambil membungkuk.
ketika ia mengangkat pula kepalanja, ia mendjadi heran dan
kagum. Hanja terdengar suara angin, lantas tamu itu tak tampak
pula sekalipun bajangannja!
Besokhja Lan Sim meneliti kemala itu, ia mendjadi kagum
sekali. Itu bukanlah sembarang batu. Kemala berwarna hidjau
tetapi di "dalamnja" berbajang dah berpeta garis mirip seekor
naga, dan itulah bukan ukiran, hanja garis jang wadjar. Kalau
terkena sinar matahari, "naga" itu bagaikan hidup Maka djuga ia
lari kekamarnja toa-hudjin, ia memberitahukan hal itu serta
memperlihatkan batu kemalanja.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 32

Hui Tjie terpeladjar tetapi iapun tak tahu, tak kenal, kemala
itu kemala apa.
"Simpan sadja baik-baik, adikku," demiki kata isteri tua ini.
"Nanti, setelah It Hiong tambah usianja, kau berikan padanja
untuk dia pakai!”
Kemala itu merupakan sebuah gantilan, jang biasa dipakai
meriaskan ikat pinggang.
Kemudian Lan Sim menanjakan lebih djauh halnja sang tamu
malam.
Hui Tjie tertawa dan berkata: "Dialah Beng Kee Eng, orang
Kang Ouw jang luar biasa, jang liehay ilmu silatnja, jang sangat
pesat gerak-geriknja. Suami kita bersahabat dengannja semendjak
enam tahun jang lampau."
Madu ini tak mendjelaskan bagaimana Siu Pok sebagai
seorang tjendekiawan jang tak mengenal silat dapat bersahabat
dengan seorang Kangou djago Sungai Telaga, ia tjuma kata
bahwa Siu Pui dan Kee Eng hidup rukun bagaikan saudara-
saudara kandung, bahwa dahulu harinja, berdua mereka sering
bertemu buat makan-makan, minum arak da mengobrol dengan
gembira dan asjik, sampai-sampai djarang Kee Eng bermalam
dan tidur bersama Siu Pok, untuk melandjutkan obrolan mereka.
"Kami tidak terpengaruhkan adat-peradat yang kukuh maka
djuga aku sering turut memasa omong bersama," Hui Tjie
mendjelaskan terlebih djauh. "Bahkan kami bertiga dapat djuga
mengobrol didalam kamar. Itulah jang menjebabkan pergaulan
kita djadi sangat bebas, erat dan akrab. Maka djuga kau, adikku,
selandjutnja kau dapat menjambut dan bergaul dengannja dengan
sama bebas. Kee Eng gagah dan nampak kasar tetapi ia
sebenarnja berbudi-pekerti halus."

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 33

Senang Lan Sim mendengar keterangan itu. "Baiklah,


kakak," sahutnja. Dengan demikian ia herdjandji akan
memperlakukan Kee Eng dengan baik dan seksama.
Sebagai seorang polos dan sabar, Lan Sim tidak mau
menanja melit sebab-musababnja kenapa suami dapat berkenalan
dan bersahabat dengan Kee Eng, mungkin Hui Tjie menjimpan
sesuatu, entah rahasia entah bukan, tetapi tak terpikir olehnja
untuk mentjari tahu.
Sebenarnja Kee Eng adalah muridnja Liauw In Taysu,
seorang pendeta dari kuil Siauw Lim Sie, atau partai Siauw Lim
Pay. Guru itu seorang sutji tetapi dialah seorang bebas bebas,
sebab daripada menjekap diri didalam kuil, untuk melakukan
ibadat dengan tekun, lebih suka dia ke'uar merantau. Dengan ilmu
silatnja jang liehay—ilmu silat Gwa-Kang merangkap Lay-Kang
—ilmu Luar dan Dalam—dia bisa berbuat banjak untuk siapa
jang membutuhkan pertolongannja. Dia biasa merantau ia
seorang diri bersama sebatang sian thung, tongkat-nja jang
pandjang mirip toja.
Beng Kee Eng adalah seorang anak jatim-piatu. Sedjak
usianja enam tahun, dia sudah tidak mem-punjai ajahbunda, maka
hidupnja jalan dengan menumpang pada pamannja dan kerdjanja
jaitu setiap hari mengembala kerbau di tegal-tegalan.
Pada suatu hari tengah Liauw In merantau kekota Tjo-tjiu,
ditengah djalan ia bertemu dengan Kee Eng. Segera ia tertarik
botjah itu, jang ia lihat sifatnja berlainan daripada anak-anak jang
keba-njakan. Kee Eng mempunjai bakat bagus buat beladjar silat.
Inilah mungkin jang disebut "yan,"— djodoh. Sebab si pendeta
jang tak suka mempunjai murid, tiba-tiba sadja timbul
keinginannja mengambil botjah angon itu sebagai muridnja.
Lantas ia mengadjak si pengembala, buat dibawa meranta buat
diadjari ilmu silat selama mereka dalam pengembaraan.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 34

Kee Eng adalah anak sebatangkara, dia bebas akan mengikuti


pendeta itu. Maka selandjutnja, djadilah mereka guru dan murid,
hiduplah mereka bersama didalam perantauan, merantau kemana
si pendeta suka.
Sepuluh tahun Kee Eng mengikuti gurunja itu, tak heran
kalau ia mendjadi mempunjai kepandaian silat jang berarti. Ia
memang dibantu bakatnja itu. Ia telah diberitahukm tentang
adanja pelbagai kaum persilatan lainnja, bahkan pernah ia diadjak
pergi kegunung Kiu Hoa San, dipuntjak Pay In Nia, untuk
mengundjungi Tek Tjio Siang-djin Sien Hiauw Hong, seorang
ahli silat kenamaan, jang sangat pintar dan tjerdas, sedangkan
sendjatanja jang utama jalah sebatang pedang. Karena dialah
seorang sederhana, jang tak kemaruk harta dunia maka djuga
dengan berteman dengan pedang dan sebuah kim— alat musiknja
— dia membangun gubuk diatas puntjak itu dimana dia hidup
menjendiri. Sebab kalau toh dia ada kawannja, kawan itu
hanjalah seekor kera berbulu putih jang tjerdik luar biasa.
Tiga hari lamanja Kee Eng diadjak gurunja bertamu
dipuntjak Pay ln Nia itu, baru mereka berpamitan pergi, untuk
dilain saat, guru dan muridpun berpisahan. Karena sang guru
ingin pergi ke Kun Lun San, gunung tersohor diperbatasa dimana
dia berniat tinggal, dan sang murid, sete lah beladjar tjukup, harus
beladjar merantau seorang diri, guna mentjeburkan diri dalam
dunia Sungai Telaga, buat mentjari pengalaman, guna
mengumpulkan djasa baik. Maka djuga belum lima tahun, nama
Kee Eng sudah tersohor dengan djulukannja Tiat Pit Tin Pat
hong, jang berarti si "Pit Besi jang mendjagoi delapan pendjuru
angin." Tiat Pit, jaitu Pit besi adalah sendjatanja jang mirip pit,
alat tulis. Nama sebenarnja dari pit itu jalah Bun-tjiang-pit. Dan
sebagai sendjata rahasianja, ia memiliki duapuluh empat batang
"Hui-ln Pek Ie-Tjian" jaitu panah-tangan bulu putih "Awan

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 35

Terbang," sendjata mana dapat digunakan berbareng dengan


kedua belah tangannja.
Sebagaimana umumnja djago-djjgo pembela keadilan, Kee
Engpun tak luput daripada mempunjai musuh atau musuh-musuh
jang membentjinja. Maka sjukur untuknja, ilmu silatnja jang
mahir membuatnja senantiasa berhasil menolong diri.
Kemudian, tibalah suatu hari jang naas bagi Tiat Pit Tin Pat
Hong. Itulah satu peristiwa diluar kota Hoay-wan dipropinsi
Anhuj. Dia telah dibokong musuhnja, jang menggunakan anak
panah beratjun, hingga dia kena terlukai. Benar dia bisa membuat
musuhnja—tiga orang djahat— kabur melarikan diri, tetapi
setelah itu, sendirinja dia roboh terkulai ditepi djalan besar,
karena ratjun di-dalam tubuhnja bekerdja membuatnja kehabisan
tenaga. Disaat maut mengantjamnja itu, apamau ia bertemu
dengan Tio Taydjin, jalah Tio Siu Pok, jang kesempatan itu
diangkat mendjadi wedana kota Hoey-wan dan tengah dalam
perdjalanan kekota itu guna memangku djabatannja. Dia lantas
ditolong, dibawa kekantor wedana, terus dipanggilkan tabib
untuk mengobatinja. Karena diapun mengerti ilmu obat-obatan,
dengan membuat resep, dengan makan obat buatannja sendiri, dia
ketolongan, sembuh selang setengah bulan kemudian. Karena
inilah maka berdua mereka mendjadi sahabat kekal bagaikan
saudara angkat.
Tiga balan Beng Kee Eng berdiam dirumah Tio Siu Pok,
baru ia pamitan dan berangkat pulang. Sedjak itu, bagaikan orang
jang telah insjaf ia lantas tidak njebur kembali kedalam kalangi
Sungai Telaga, la telah mengambil kepastian, ketjuali sangat
terpaksa, tak sudi ia mendapatkan musuh tak ingin ia membunuh
orang atau hanja melukainja sadja. Pernah ia pergi ke Pay In Nia
mengundjungi Sien Hiauw Hong, menanjakan tentang gurunja.
Tek Tjio Siangdjin membilangi bahwa Liau In telah pergi

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 36

kedaerah perbatasan dan masih belum pulang. Orang berilmu itu


memberikan ia sepuluh butir pil mustadjab dan
mengandjurkannja lekas turun gunung dan pulang.
Kee Eng mengerti bahwa Tek Tjio Siangdjin tak sudi
terganggu ketenteramannja maka setela menghaturkan terima
kasih ia lalu berpamitan dan berangkat pergi. Adalah setelah
meninggalkan Kiu Hoa San, ia bertemu dengan Whie Hoay Giok,
seorang anak jatim piatu sebagai ia sendiri, maka ia ambil anak
itu sebagai muridnja. Hoay Giok be bakat baik dan bathinnjapun
putih-bersih.
Selama itu, sering-sering Kee Eng mendjenguk Siu Pok, sang
wedana jang djudjur itu, dan dengan lewatnja sang waktu, terus
menandjak di tangga kepangkatan hingga achirnja ia mendja Tju-
u, pembantu dari Sun-bu, jaitu gubernur, dari propinsi Shoatang,
hingga persahabatan mereka djadi semakin erat, bagaikan saudara
sendiri, hingg Kee Eng bebas keluar-masuk dalam rumah si
sahabat itu.
Hui Tjie puas jang suaminja mendapatka Kee Eng sebagai
kawan itu. Ia pertjaja, sebagai kawan, Kee Eng dapat berbuat
banjak untuk suaminja.
Walaupun sudah merubah tjara hidupnja, Kee Eng masih
gemar merantau, hanja kali ini ia selalu mengadjak-adjak Hoay
Giok, muridnja itu, hingga si anak muda mendjadi memperoleh
pengalaman dan pengetahuan umum. Selama tiga tahun, ia dan
muridnja tinggal diperbatasan. Sampai itu hari ia pulang dan
langsung pergi kerumah Siu Pok, hingga ia mendapatkan
kesempatan untuk menghadiri pesta hari lahir It Hiong satu bulan.
Hanja kali ini ia tidak berdiam lama pada Keluarga Tio itu, habis
menghadiahkan kemala kepada It Hiong, ia menghilang ...
Dua tahun kemudian, didalam musim tjun (musim semi),
pada suatu kali Siu Pok telah menolong seorang piauwsu jang

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 37

tersangkut dalam perkara pembunuhan. Piauwsu itu, jang


bernama Lie Gie, berhasil dibebaskan. Dia mengenal budi, guna
dapat membalas budi itu, dia lantas rela menghamba kepada Siu
Pok, hidup sebagai kusir dan pegiring. kesempatan Siu Pok
kemudian mendapat kenjataan kusir itu setia, ia memandangnja
sebagai pegikutnja, sebagai pembela dirinja. Karena dia pandai
silat dan tjerdik, Lie Giepun membantu banjak kepada Siu Pok
dalam mengurus pelbagai matjam perkara jang sulit.
Kemudian lagi, tanpa waktu satu tahun, Tio Siu Pok
memperoleh kenaikan pangkat pula, bahan sekarang sebagai,
sunbu, jaitu gubernur, dari ropinsi Anhui. Lie Gie terus
mengikutinja. Sedangkan diwaktu mau berangkat ketempat
djabatannja yang baru itu, Siu Pok pula diberi selamat djalan oleh
Kee Eng. Hanja, kali ini, Siu Pok menahan saudara angkat itu,
supaja dia berdiam terus di dalam sunbu-hu, jaitu gedung
gubernur.
Ketika Lie Gie mendapat tahu Beng Kee Eng , adalah Tiat-
Pit Tin Pat hong jang tersohor, ia lantas minta diadjari ilmusilat,
guna menambah kepandaiannja. Kee Eng bersedia mendjadi guru
sapiran, maka Lie Gie diadjairi silat berbareng bersama-sama
Hoay Giok. Untuk itu, taman bunga dibelakang gedung sunbu
adalah satu tempat latihan jang tjotjok sekali.
Setengah tahun lamanja Kee Eng berdiam da Tio Sunbu,
baharu ia pamitan. Kali ini Siu Pok tak dapat mentjegah atau
menahannja pula. Maka saudara angkat itu didjamu diruang
belakang dimana toahudiin dan djiehudjin, isteri dan isteri
keduanja Siu Pok, hadir bersama guna memberi selamat djalan.
Hui Tjie memesan supaja paman-angkat itu sering sering datang
mendjenguk, agar suaminja nanti tak sampai kesepian dan
membuat kangenan.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 38

Kee Eng terharu buat kebaikannja suami isteri itu, ia


berdjandji akan datang sedikitnja satu satu tahun. Djandji itu
kemudian dibuktikan, bahkan kalau ia datang, ia suka berdiam
digedung sunbu itu sampai satu bulan lamanja.
Sementara itu Tio Kongtju. jaitu It Hiong putera Tio Taydjin,
makin hari makin besar, hingga segera tampak dialah seorang
anak jang tampan romannja gagah, berbakat buat peladjaran silat.
Tjuma sadja, sebab Siu Pok tidak pernah meminta supaja
anaknja diadjari ilmusilat, Kee Eng sendiri tidak berani
menawarkan diri.
Pada masanja It Hiong berusia enam tahun Kee Eng telah
berpesiar kekota Kay-hong, kebe an sekali bagi nja, tengah ia
menghibur diri itu melihat didalam telaga Poan Yang Ouw seek
kim-lin-boan, jakni lindung atau belut jang berkulit bersinar
keemas-emasan. Segera ia djadi tertarik ingin ia mendapatkan
belut itu, jang ia tahu usia sangat tinggi dan chasiatnja luar biasa
Maka ia mengeluarkan uang pokok, dengan apa ia membangun
Hui Hong Kok, restoran Phoenix Terbang jtu, hingga ia djadi bisa
tetap berdiam ditepi telaga, guna mendjaga binatang luar biasa
itu.
Setiap tahun, ketjuali didalam musim panas diwaktu mana
dia suka berenang timbul muntjul dipermukaan air, dalam waktu-
waktu lainnja, belut itu selalu mengeram diri didasar telaga. Beng
Kee Eng tak kewalahan, ia tak kalah sabar, terus ia
menantikan .....
Sementara itu, Tio Taydjin djuga telah dipindahkan
kepropinsi Ouwpak, pangkatnja tetap sunbu jakni gubernur.
Karena kepindahannja sunbu itu, ketempat jang djauh, dan sebab
ia mesti mendjagai belut, tak ada kesempatan lagi bagi Kee Eng
untuk mendjenguk menjambangi kakak-angkatnja itu, maka satu
kali dia mengirim surat kepada si kakak mengabarkan hal

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 39

"halangannja" itu. Ia mengirim surat berikut barang-barang


bingkisan. Adalah surat-nja itu jang menjebabkan djiehudjin
ketahui alamat-nja itu .....
Pada waktu Tio Sunbu mendjabat pangkatnja di Ouwpak itu,
itu pula saatnja tahun Kaisar Hie Tjong mengalami bentjana
dikarenakan tingkah-polah dorna.
Dorna orang kebiri, jaitu Gui Tiong Hian, sudah
bersekongkol dengan Yong-sie, atau Njonja Yong, babu teteknja
kaisar. Dengan menggunakan firman palsu dorna itu berhasil
menawan tjende-kiawan Yo Lian untuk dihukum pendjara
demikian pun Tjoh Kong Tauw dan Gui Tay Tiong.
Dorna itu berkuasa dalam pemerintahan, lantas banjak
menteri dan pembesar jang pandai bermuka-muka bekerdja sama
dengannja, tak terketjuali sejumlah pembesar negeri diluar
kotaradja. Ketjuali jalah Tio Sunbu. Tak sudi dia ini turut
mendjilat-djilat.
Kemudian terdjadiiah satu peristiwa jang membawa akibat
hebat.
Dorna Gui Tiong Hian mempunjai seorang kepertjajaan jang
bernama Gui Too Tjong, jang berpangkat Heng Pou Siangsie,
menteri kehakim, tetapi jang membuat gara gara adalah muridnja
menteri ini. Dialah Ong Pwee, wedana kota Tjie-yang di
Ouwpak. Wedana ini bersifat buruk, sangat mengandali tulang
punggungnja, Too Tjong dan Tiong Hian, dia biasa berbuat
semena-mena memeras dan memfitnah, hingga rakjat, jaitu
penduduk Tjie-yang, mendjadi sangat menderita, mengeluh tetapi
tak berdaja. Adalah kemudian, sudah sangat melewati batas, ada
djuga surat pengaduan rakjat jang melajang kemedja sunbu,
hingga Tio Sunbu mendjadi gusar sekali. Hingga putusan segera
diambil dan perintah dikeluarkan: Lie Gie diperintahkan
membekuk wedana itu, untuk terus diangkut kesunbu-hu, untuk

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 40

ditahan didalam pendjara, sedangkan laporan rahasia segera


dikirim ke kotaradja kepada pemerintah.
Akan tetapi dasarnja liehay, Ong Pwee tee mendahului
mengirim surat rahasianja kekotaradja kepada Gui Too Tjong,
untuk memohon pertolongan. Tjaranja ialah sambil
mempersembahkan banjak hadiah, ia menuduh Tio Sunbu dengan
diam-diam sudah mengumpulkan orang-orang djahat kaum Liok
Lim, ba Hidjau, jang tenaganja hendak digunakan bd membasmi
para dorna. Bahwa dalam usahanja itu katanja Tio Sunbupun
bersekongkol dengan sunbu- sunbu dari lain propinsi lain, untuk
bekerdja sama menggulingkan para dorna itu.

Dua

Gui Too Tjong gusar sekali. Segera dia pergi kepada Gui
Tiong Hian, untuk menuturkan "kedjahatannja" Tio Sunbu itu
sambil memohon nasihat bagaimana harus bertindak guna
mengekang dan menindas gubernur dari Ouwpak itu.
Bagi dorna Gui Tiong Hian, seorang perdani menteri, mudah
sadja tindakan diambil. Dengan berani, dengan lantjang. dia
membuat firman palsu, terus dia mengirim seorang
kepertjajaannja bersama tiga-ratus djiwa tentara berkuda pergi ke
Ouwpak, untuk menangkap Tio Siu Pok, untuk menghukum nati
ditempat. Bahkan perintah itu diberikutkan perintah menghukum
mati djuga semua anggauta keluarga Tio, tak peduli laki-laki dan
perempuan, maka anaknja dan para budjang!
Pasukan berkuda itu berangkat segera dan tjepat, kesempatan
pada suatu hari mereka tiba di ibukota propinsi Ouwpak,
langsung mereka menghamipiri gedung gubernur, untuk
mengurungnja.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 41

Tatkala itu Tio Sunbu tengah berada didalam kamartulisnja,


ketika ia diberitahukan hamba-hambanja bahwa ada pasukan
tentara datang mengurung gedung, sedjumlah serdadu sudah
menerdjang masuk. Mereka itu menerobos dari belakang.
Lie Gie tidak dapat membiarkan tentara berbuat sewenang-
wenang, ia menangkis rangsakan mereka, hingga didalam tempo
pendek, belasan serdadu telah roboh binasa.
Tio Siu Pok hendak berlaku tjin-tiong, nunaikan tugas
ketjintaannja terhadap radja dan negara, terhadap pemerintah
agung, tak sudi mendjadi gek sin, menteri jang mendurhaka
melawan djundjungannja, bahkan tak sudi dia menjingkir dari
antjaman malapetaka itu—walaupan sudah terang itulah antjaman
maut! Maka tanpa bersangsi pula, ia menjuruh Lie Gie lekas
menjingkirkan dengan melindungi djie-hudjin serta puteranja.
Karena tak ingin ia mendjadi put hauw — tidak berbakti. Untuk
menunaikan kebaktian, turunannja harus terputus.
Toahudjin dan djiehudjin bersedia mengorbankan diri
bersama-sama suami mereka, akan tetapi toahudjin, jaitu Hui
Tjie, berpikir lain. Maka isteri pertama ini melarang madunja
turut binasa bersama dia mendesak untuk Lan Sim mentaati
perintah suaminja, buat mengangkat kaki bersama-sama
puteranja.
Dengan sangat terpaksa djiehudjin melulus kehendak suami
dan toahudjin, dengan mengadjak It Hiong, ia pergi melarikan
diri dengan dilindu Lie Gie jang gagah.
Seperginja sang madu, toahudjin menghabiskan djiwanja
dengan djalan menggantung diri.
Lie Gie telah menundjukkan kegagahannja kesetiaannja.
Kalau tadi dia menangkis musuh, sekarang dia menjerbu,
membuka djalan darah, buat mengadjak dan melindungi

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 42

djiehudjin dan Tio Ko tju keluar dari gedung jang terkurung rapat
Dia berhasil mendjoblos kurungan bagian belakang, lantas dia
lari kabur. Sedjumlah serdadu berkuda mengadjar terus, mereka
itu djuga sambil melepaskan anak-anakpanah!
Adalah sangat sulit buat kabur bersama seorang wanita, apa
lagi wanita itu sambii membawa anak. Demikian sudah terdjadi,
ada anak panah jang mengenai tubuhnja djiehudjin, hingga njonja
gubernur itu roboh terkulai ditanah.
Lie Gie gusar dan kalap, dengan nekat dia menjerang belasan
serdadu pengedjarnja, setelah membinasakan mereka itu. hingga
serdadu-serdadu jang lainnja mendjadi djeri. dia memondong It
Hiong dan dengan susah-pajah dia melindungi djiehudjin
melarikan diri terus-terusan. Sebebasnja mereka dari kepungan,
dia lantas mentjari sebuah kereta, untuk dipakai mengangkut
madjikannja itu ibu dan anak menudju langsung ke kota
Kayhong. Hingga mereka tiba dengan selamat dirumahnja Beug
kee Eng!
Hatinja Kee Eng terasakan hantjur mendengar penuturan
djiehudjin, jang bertjeritera sambil menangis tak hentinja dan
airmatanja mengutiur tak putusnja. Karena penderitaannya njonja
gubernur itu memang bukan main hebatnja. Dengan
menguburkan airmata, ia menengadah langit, kemudian ia
mendjatuhkan diri, berlutut kearah selatan, sambil berkata
seorang diri: "Toako, arwahmu mengetahui, terimalah hormatnja
adikmu ini!" Demikian ia memberi hormat kepada toakonja itu,
sang kakak.
Djiehudjin terharu sekali. Didalam luka, tak dapat dia
bergerak, maka ia tjuma membungkuk diatas pembaringannja,
mengutjapkan terima kasih kepada paman-angkat itu.
Kee Eng membalas hormatnja ipar itu sambil terus dia
berkata: "Sekarang, enso, kau tinggallah disini bersamaku.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 43

Tenangkan hati enso, berobat dan beristirahatlah dengan sabar,


setelah nanti enso sembuh, akan aku mendajakan agar enso dan It
Hiong memperoeh tempat kediaman jang aman!"
Berkata begitu, djago ini memberi isjarat pada Lie Gie dan
Hoay Giok untuk mengundurkan diri, agar si njonja bisa
beristirahat.
Kedua orang itu menurut, mereka lantas keluar dari kamar.
Kee Eng djuga mau berlalu ketika ia mendengar suara It
Hiong, sang keponakan: "Paman Beng!” Segera ia merandak dan
memutar tubuhnja, hinngga ia melihat botjah itu dengan matanja
jang djeli mengawasi padanja.
"Paman," berkata pula si anak, "toa-ma lah memberitahukan
aku bahwa paman berkepandaian silat liehay sekali, bahwa
paman dapat berlari-lari diatas genting bagaikan terbang, maka
itu, paman inginlah aku untuk kau mengadjarkan silat padaku.
Hendak aku beladjar sampai pandai, supaja bisa membalaskan
sakit hatinja ajah!"
Beng Kauw terharu mendengar kata-kata ai itu, seorang
botjah jang tjerdas sekali.
"Baik, anak!" sahutnja mengangguk. "Baik, kau mempunjai
semangatmu ini! Tapi kepandaian tidak berarti, akan aku tjarikan
kau seorang guru jang liehay luar biasa! Sekarang kau tidurlah!"
Anak itu mengangguk, airmatanja melel tetapi tangisannja
tak keluar .....
Demikian djiehudjin dan puteranja berdi di kota Kayhong.
Baru lewat setengah bulan, luka-luka panahnja si njonja sudah
sembuh sedang kesehatan It Hiong telah pulih. Walaupun demiki
Kee Eng masih belum pergi atau mentjarikan tempat kediaman
jang baru buat Njonja Siu Pok dan Puteranya. Inilah ada

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 44

sebabnja, dan sebab itu jalah ia belum berhasil mendapatkan kim-


lin-boan, itu belut berkulit emas. Maka ia djadi belum puas.
Sudah tiga tahun ia menantikannja!
Sebenarnja belut itu bukannja tak pernah muncul, binatang
itu pernah beberapa kali timbul di permukaan air tetapi Kee Eng
jang gagal menangkapnja. Binatang itu tjerdik dan litjin, tak
mudah ditangkap.
Djiehudjin tahu pemilik restoran itu belum djuga berangkat,
untuk menepati djandji, akan tetapi, karena orang berdiam sadja,
ia tak berani menegur atau mendesak. Selama itu, ia pun merasa
aman berdiam di kota Kayhong itu.
Kee Eng telah memesan Lie Gie agar pahlawan itu djangan
suka keluar rumah, apalagi buat pergi djauh-djauh. Lie Gie
diminta menemani It Hiong didalam rumah sadja.
Ketika lewat lagi setengah bulan, sudah tiga puluh hari
laruanja djiehudjin berdiam dirumahnja Kee Eng dengan tak
kurang suatu apa.
Tatkala itu sudah dipermulaan Tjit-gwee, bulan ke-tudjuh.
Itu pula permulaan musim tjiu, musim rontok. Pada tanggal
duabelas malam, selagi tjahaja rembulan mendekati purnama,
Kee Eng me-ngadjak It Hiong menggadangi si puteri malam di
dalam halaman dalamnja.
Di saat rembulan mulai naik, udara bersih sekali, hingga sang
malam mendjadi indah. Itu waktu djam permulaan, djiehudjinpun
sudah tidur pulas.
Kesempatan jang baik ini digunakan Kee Eng mendidik It
Hiong dalam ilmu pernapasan, jakni Lay-kang. Itulah tingkat
permulaan buat peladjaran ilmusilat sedjati. Anak itu radjin dan
tekun, setiap hari dia menggunakan tempo tiga djam untuk
berlatih. Tak nampak dia letih atau djemu.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 45

Tengah Tio Kongtju berlatih itu, tiba-tiba muntjullah Whie


Hoay Giok, jang datangnja dimulai dengan suara berkesirnja
anginnja. Sebab pemuda itu lompat masuk dari luar pagar
pekarangan, lari menghampiri gurunja, habis mengangguk
djalankan kehormatan, ia berkata: "Suhu, belut emas itu tengah
muntjul di permukaan air.
Tak menanti sampai suara si murid berhenti Kee Eng sudah
berdjingkrak bangun.
"Mari lekas!" serunja seraja lari keluar.
It Hiong heran, dia lari menjusul gurunja itu. Pasti dia kalah
pesat daripada sang guru, maka djuga dia ketinggalan. Ketika dia
sampai ditepi telaga, tampak gurunja dan Hoay Giok sudah
menaiki sebuah perahu, sudah mendjauhi tepian kira-kira sepuluh
tombak. Dia hendak menjusul, maka djuga kebetulan sekali, di
tepian itu ada sebuah perahu ketjil lainnja. Tanpa pikir pandjang
lagi, dia melompat turun keatas perahu itu dan terus menggajuh
untuk menjusul.
Tapi botjah ini baru berumur delapan atau sembilan tahun,
tak dapat ia mengemudikan perahu karena itu, perahu ketjil itu
lantas berputaran tanpa hentinja. Ia menggajuh terus, hingga
achirnja perahu toh meninggalkan tepian sedjauh tigapuluh
tombak.
Ketika itu Kee Eng bersama Hoay Giok sudah menggajuh
balik. Kee Eng tidak berani membuka suara memanggil muridnja,
ia kuatir suara berisik nanti membuat kaget sang belut emas.
It Hiong sementara itu merasakan perahu! membentur
sesuatu. Ia melepaskan penggajuhnja ia mengulur tangan masuk
kedalam air. Kiranjaja kena mentjekal djaring, jang dipasang
didalam itu. Ia lantas menariknja. Ini membuatnja tak usah
menggunakan penggajuh lagi.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 46

Selagi perahunja ladju pesat, karena ia menariknja sekuat


tenaga, mendadak It Hiong melihat seekor binatang mirip ular
muntjul dimuka air, melompat kearahnja. Ia mendjadi kaget,
hingga ia membuka mulutnja berteriak. Dilain pihak, dengan
sebelah tangannja, ia menjambar binatang itu. Ia dapat mentjekal
tapi binatang itu litjin, kepala binatang meluntjur terus, masuk
kedalam mulutnja yang lagi terbuka karena teriakannja itu.
Dengan sendirinja kepala binatang itu kena tergigit sebab si
botjahpun kaget sekali.
Djusteru itu dari mulutnja binatang itu meingalir keluar
barang tjair mirip darah hidup.
Kembali It Hiong terkedjut, tanpa merasa, ia kena tjegluk
barang tjair itu. Saking kagetnja itu, ia pun roboh kelantai perahu
dengan tak sadarkan diri!
Kee Eng dan Hoay Giok dilain perahu melihat botjah itu
roboh, mereka kaget sekali. Segera juga mereka menggajuh
perahunja, untuk tjepat menghampiri, guna menolongnja. ketika
mereka sudah datang dekat, mereka dapatkan It Hiong pingsan
dengan mukanja putjat dan matanja mentjilak. Walaupun
demikian, tangannja si anak masih terus memegangi binatang itu
dan mulutnja masih tetap rapat dan giginja terus menggigit keras!
Menjaksikan itu Kee Eng melengak lalu menghela napas
lesu.
"Anak, binatang ini telah menantikan orang jang berdjodoh
dengannja ..." demikian katanja, perlahan. "Pamanmu sudah
menantikan tiga tahun lamanja. belum berhasil aku
menangkapnja, tapi sekarang, dia muntjul tepat setelah kau
berada di sini. Sjukur, anak, dapat aku membantu sesuatu
untukmu!"

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 47

Habis berkata begitu, djago ini lompat ke perahunja si botjah.


Ia paling dahulu memegang binatang mirip ular itu, jang kulitnja
berkilau berwarna keemas-emasan. Njatalah darahnja binatang itu
sudah kabis, hingga tubuhnja tampak kurus.
Melihat demikian, kembali Kee Eng menghela napas.
Barulah setelah itu, dia pondong tubuh| anak dan perahunja
dikajuh, buat menghamt tepian.
"Tambatlah perahu-perahu itu!" katanja mudian kepada Hoay
Giok, ia sendiri lantas la pulang sambil memondong terus
tubuhnja si putera gubernur. Selama itu, It Hiong terus tak
sadarkan diri. Bangkai ular pun terus dibawa pergi.
Kee Eng membawa keponakannja itu ke rumahnja, tiba di
halaman dalam, ia meletakkan tubuh orang diatas sebuah kursi
malas. Bangkai ular djuga ditaruh diatas medja disisi kursi itu.
Setelah itu, ia duduk terpekur mengawasi sang keponakan.
Tak lama datanglah Hoay Giok bersama di ringnja jang
benang-benangnja halus. Karena ituhj djaring istimewa,
diperantikan buat menangkap natang mirip ular itu.
"Suhu, apakah djaring ini masih dibutuhkan-tanja sang
murid.
Beng Kauw menggeleng kepala.
"Binatang sakti ini telah menemui tuannja sekarang djaring
ini sudah tak perlu pula," sahi nja. "Buat apakah kita
menjimpannja pula? Perglah kau bakar!"
Hoay Giok heran melihat wadjah gurunja it jang sangat beda
daripada biasanja. Tapi ia tidk berani menanjakan sesuatu, ia
lantas mengundi kan diri.
Lewat lagi kira waktu sehirupan teh, baruli It Hiong
mendusin sendirinja. Ia sudah lantas membuka matanja. Ketika ia

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 48

tjelingukan, ia mendapat lihat ular emas itu. Ia kaget sekali,


hingga ia bergerak bangun, menubruk pamannja.
"Paman!" serunja. "Paman, aku takut!" Kee Eng menatap, dia
tertawa. "Djangan takut, anak!" katanja. "Sebenarnja inilah
djodohmu, jang lain orang sukar menemuinja sekalipun selama
seribu tahun! Binatang ini bukanya ular, inilah seekor binatang
sakti jang sangat sukar didapatkannja! Kau tahu, inilah belut
Kim-lin-boan. Keanehannja binatang ini jalah dalam seratus
tahun dia tjuma melar memandjang satu dim, selang seribu tahun,
baru dia mendjadi pandjang satu kaki. Sekarang pandjangnja
kira-kira sekaki setengah, ini artinja dia sudah berusia seribu
lima-ratus 'talun. Chasiatnja binatang ini jalah darahnja, jang
bagaikan obat dewa. Siapa dapat minum satu tetes, tenaga
dalamnja tambah, dan tambah djuga usianja. Orang didjauhkan
penjakit karenanja. Sekarang kau dapat minum habis darahnja
belut ini, itu artinja kau beruntung sekali. Sajang kau belum
mendapat latihan tenaga dalam jang berarti, kalau tidak, itu
berarti kau telah menjempurnakan latihan tenaga-dalammu itu.
Tapi inipun sudah tjukup, kau seperti telah berlatih lamanja
duapuluh tahun! Thian membantumu, anak! Kau pasti bakal
mendjadi seorang Bu Lim jang luar biasa, maka pamanmu akan
berbuat sebisanja mentjarikan kau guru silat jang pandai. Besuk
kita bersiap-sedia, lewat tiga hari, kita akan berangkat!"
Mendengar kata-kata sang paman, It Hiong menatapnja.
Agaknja dia masih kurang mengerti.
"Ah, paman ..." katanja kemudian, menjegal. "Kenapa tidak
dari siang-siang paman memberitahukan aku tentang belut emas
ini? Djikalau tidak, pastilah akan aku meninggalkan sebagian
darabnja untuk paman dan kakak Hoay Giok
Kee Eng terserijum mendengar kata-kata botjah itu. Ia insjaf
akan kedjudjurannja si anak.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 49

"Anak, djangan kau menjesal," katanya menghibur. "Aku


pun tidak akan menjesalkan kau! Ini dia jang dinamakan
kehendak Thian! Nah, anak sekarang pergilah kau tidur!"
Malam itu Kee Eng tak dapat tidur tenang. Bermatjam-
matjam pikiran mengatjau otaknja. telah mesti berpikir keras,
untuk mengambil keputusan. Jalah tak ada perlunja lagi ia
berdiam lebih lama pula di kota Kay-hong. Djiehudjin dan Hiong
mesti mendapatkan tempatnja jang aman, sedjahtera. It Hiong
berbakat baik sekali, sajang kalau dia dididik olehnja sendiri. Ia
tahu kemana mesti bawa anak itu. Ke gunung Kiu Hoa San.
Disana, menurut gurunja, jaitu Liauw In Taysu, Sien Hiauw Hong
jang berdjuluk Tek Tjio Siang adalah seorang ahli silat jang luar
biasa liehaynya. Hanjalah sadja, Hiauw Hong adalah seorang jang
tabiatnja luar biasa, karena dia biasa hidup menjendiri. Maukah
dia menerima murid?
Djiehudjin Thio Lan Sim djuga mendjadi satu soal. Kalau It
Hiong beladjar silat, dimana njonya gubernur ini harus
ditempatkan? Dia baru berumur kira-kira tigapuluh tahun,
wadjahnja masih tjantik. Dapatkah dia hidup menjendiri sebagai
djanda kembang? Dia pula perlu menjingkir dari matanja polisi
atau pembesar negeri! Tjelaka dan mengetjewakan kalau njonja
itu sampai mesti kena ditawan musuh. Kalau sampai terdjadi
demikian, malu ia terhadap arwahnja Siu Pok, saudara angkatnja
itu.
Kalau tadinja Kee Eng menganggap soal soal mudah, baru
sekarang ia merasakan, insaf akan kesulitannja.
Dihari kedua, Kee Eng menjuruh Hoay Gie pergi kekota.
untuk menukarkan sedjumlah emas dan barang permata, buat
didjadikan uang kontan. Di tanah pegunungan, barang permata
tak ada faedahnja, sebab sukar buat ditukarkan didjadikan uang.
Kemudian ia pergi pada kasirnja, jang meraiigkap mendjadi

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 50

kuasanja, buat memberitahukan satu urusan penting membuatnja


mesti meninggalkan kota Kayhong, maka pembukuan Hui Hong
Kok harus dapat ditutup dalam tempo dua hari. Setiap pegawai
harus dapat hadiah seratus tahil perak. Si kasir sendiri mendapat
seribu tahil, buat djasanja sudah bekerdja tiga tahun.
Kasir itu menurut perintah, walaupun ia heran sekali. Hari itu
djuga sebagian besar pegawai telah diberikan uang dan
diberhentikan. Besok sore, ia sudah harus menutup buku.
Baru sadja Kee Eng pulang kerumahnja, segera tibalah
Phang Koay-tju, si murid-angkat, jang memasuki pagar bambu
bagaikan lagi menjerbu. Dia memang datang sambil berlari-lari
keras, bagaikan angin hembus sedang mukanja merah-padam dan
gugup. Selekasnja dia melihat gurunja, dia berseru: "Suhu,
tjelaka! Entah apa sebabnja, sutee Hoay Giok sudah berkelahi
dengan LimPek Houw kepala polisi kota Kayhong. Lim Pek
Houw didampingi tiga orang kawannja tetapi aku tidak kenal
mereka itu, hanja dari sinar matanja jang tadjam mestinja semua
pandai silat. Mereka itu berpakaian singsat dan membekal
sendjata. Aku ..."
Belum berhenti suaranja murid-angkat ini, tiba-tiba mereka
melihat Whie Hoay Giok lari mendatangi tjepat sekali, bahkan
anak muda itu robek baiju-nja, berdarah lengan kirinja,
sedangkan tangan kapan nja membawa sebuah bungkusan besar.
"Hoay Giok, parahkah lukamu?" tegur Kee Eng tanpa ia
memperhatikan lagi Koaytju. ia tidak kaget karena ia telah dapat
menerka, hanjalah hatinja panas.
"Lenganku ini terkena piauw," sahut sang murid tjepat.
"Musuh itu liehay, suhu harus waspada!"
Baru berhenti suara simurid, dari luar pagar sudah
menjambar suatu benda jang berkeredep.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 51

Sebat luar biasa. Kee Eng menjarnbuti benda itu, jalah


sendjata rahasia jang berupa kong-pia
"Sahabat darimana itu jang datang kemari?” tegurnja, tertawa
dingin. Segera ia mendahului kearah pagar, untuk lompat
melewatinja. Hingga diluar itu ia melihat tiga orang tak dikenal.
Ia menatap tadjam, terus ia bertanja: "Tuan-tuan bertiga, kalian
datang dengan membawa sendjata, kal' djuga membokong dengan
sendjata rahasia! Kalian memasuki rumah rakjat dengan sikap
begini garang, mungkinkah kota Kayhong ini bukan tempat
dimana ada undang-undang radja ?"
Salah seorang jang ditegur itu, jang pinggangnja dilibatkan
tjambuk lunak djoan-pian, medjawab sambil tertawa tawar: "Kau
tentunja Beng Kauw pemilik Hui Hong Kok! Kau sendiri, tahu
kau akan adanja undang-undang radja? Mari tanja kau! Pada dua
bulan jang lalu, ada sebuah kereta kurung tiba disini: Siapakah
jang naik kereta itu? Bagaimana kau berani menerima mereka
sedangkan mereka jalah anggauta-anggauta keluar nja
pengchianat negara jang lagi lari menjingkirkan diri? Bagaimana
kau masih berani ngotjeh tentang undang-undang radja? Apakah
kau sangka pembesar negeri tak dapat memeriksamu?"
Dibaliki setjara begitu, Kee Eng tertawa lebar.
"Djikalau begini kalian bertiga adalah tuan-tuan kepala
polisi!" katanja tawar. "Maaf, aku si orang she Beng sudah
berlaku kurang hormat. Tapi karena tuan-tuan adalah sahabat-
sahabat jang makan nasi kantor negara, mestinja tuan-tuan
ketahui apa artinja perkataan, siapa membunuh orang dia
berhutang djiwa, siapa berhutang uang mesti membajar dengan
uang djuga! Di dalam kota kamu tanpa sebab sudah melukai
lengan orang dengan kong piauw kamu, sekarang disini kamu
djuga menjerang dengan sendjata itu dan lantjang menerobos
memasuki rumah rakjat, maksudmu untuk membuat orang mati!

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 52

Pantaskah perbuatan kamu ini? Apakah undang-undang negara


tjuma untuk mengurus rakjat djelata jang lurus-damai dan
menteri-menteri setia serta orang bidjaksana tetapi tak dapat
mengurus kamu segala begundal dorna jang suka menganggu dan
menjiksa rakjat?"
Hebat kata-kata itu. Tak dapat mereka mendjawabnja. Maka
dua orang lainnja, jg. bergegaman golok, lantas membenjak
bengis: "Sungguh djumawa! Sebenarnja berapakah tinggi
kepandaianmu maka djuga kau berani menerima dan
menjembunjikan orang-orang buronan dan sekarang berani
melawan kami orang-orang polisi jang hendak membekuk
mereka itu?"
Begitu habis menutup mulutnja, begitu kedua orang itu
berlompat madju sambil membatjok dengan goloknja masing-
masing, hingga gerakan mereka bagaikan "Siang Liong Tjut
Swie" (Sepalang naga keluar dari dalam air)."
Kee Eng menjambut serangan itu sambil tertawa dingin,
tubuhnja bergerak gesit, tangan kiri-nja diangkat guna
menangkap lengan penjerangnja yang disebelah kiri, guna
merampas goloknja, berbareng dengan mana, kaki kanannja
diluntjurkan guna mendupak paha kanan orang. Maka hanja
dengan satu kali gebrak itu, penjerangnja terpental mundur, roboh
terguling sedjauh satu tombak! Tjelakanja, dia terus terkulai
ditanah karena dia tak apat bergerak bangun pula ....
Tak berhenti Kee Eng dengan hasil perlawanannja itu,
dengan serentak melakukan penjeran kepada musuh jang kedua Ia
menggunakan golok musuh tadi, golok mana berkelebat
menjilaukan mata.
Musuh itu kaget melihat robohnja kawanya atas tibanja
serangan, dia mendjadi gugup, hingga ketika dia menangkis,
tangkisannja setjara kelabakan.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 53

Beng Kauw menjerang dengan hebat, tenaganja telah


dikerahkan, menjusul itu kaki kirinjal bergerak djuga, sedangkan
dari mulutnja keluar bentakan keren ini: "Sahabat, kau rebahlah!"
Musuh itu bagaikan mendengar kata, didalam bingungnja,
tak ingat dia akan pembelaan diri tahu-tahu dia kaget dan
mendjerit waktu kakinya Kee Eng berkenalan dengan tubuhnja
jang terpental dan roboh terbanting sedjauh lima kaki! Roboh,
lebih hebat daripada kawannja tadi, dia sampai rnendjerit-djerit
kesakitan.
Dari tiga musuh, tinggallah orang jang ketiga. Dia itu sudah
lantas meloloskan tjambuk lunaknya, dengan itu dia melakukan
penjerangan. Rupanja gusar dan hendak menuntut balas.
Beng Kauw tertawa menjambut serangan bahkan ia
melemparkan golok rampasannja, dengan sepasang tangan
kosong ia melajani musuh. Ia bersilat dengan "Lohan Pa Houw
Tjiang," ilmu silat Siauw Lim Sie jang namanja itu berarti " Arhat
memukul harimau." Ia lantas bagaikan masuk dalam lingkungan
tjambuk lunak itu jang terdiri dari tigabelas buah sambungan.
Selang enam djurus, Beng Kauw berseru sambil ia
mempergunakan dua-dua tangannja. Tangan kanan dipakai
mengekang tjambuk, tangan kiri luncurkan sebuah hadjaran
kearah pundak lawan.
Lawan terkedjut. Tjelakalah kalau dia tidak mundur. Maka
terpaksa dia melepaskan tjambuknja dan tubuhnja berdjumpalitan
mundur, menjelamatkan pundaknja itu. Tapi dia mundur bukan
hanja mundur, selekasnja dapat mengindjak tanah, dia memutar
tubuh sambil menimpukkan piauwnja, jang berkilat seperti
bintang menjambar musuhnja.
Gusar sekali Beng Kauw melihat kegigihan lawan itu Ia
sebenarnja tidak mudah melukai orang, tetapi kali ini, ia merubah

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 54

pikirannja. Inilah arena ia mendapat kenjataan musuh-musuhnja


bukan sembarang musuh, mereka itu pala terhitung kaki-
tangannja kawasan dorna. Lagipula, tanpa kekerasan, sulit
untuknja melindungi djiehudjin dan It Hiong, sedangkan bahaja
sangat mengantjam. bagaimana kalau mereka itu mendapat
bantuan entara negeri? Iapun sudah memikir, selekasnja ia kan
menjuruh Lie Gie dan Hoay Giok membawa lari njonja gubernur
ibu dan anak itu, ia sendiri kan bertahan dibelakang. Tapi ia
melihat ia diserang dengan sendjata rahasia. Maka ia lantas lari,
dan berlompat memburu lawan itu, jang berniat kabur, begitu ia
sudah datang dekat, ia menjerang engan tangan kirinja.
Musuh itu kaget sekali, hingga dia habis daja, Djusteru itu
terdengarlah: "Beng Tayhiap. Larap berlaku murahhati!"
Beng Kauw mendengar suara itu, jang ia rasa ia kenal
dengan baik, walaupun sudah terlandjur, ia mentjoba merubah
intjarannja, maka itu lawan juma terkena sedikit. Kendati
demikian, dia toh terhujung-hujung.
Selekasnja dia mengangkat kepalanja, Beng Kauw segera
melihat siapa orang jang menjerukannja. Orang jang disebelah
kiri bermuka merah beralis seperti sesapu, matanja bundar,
mulutnja lebar, usianja kira-kira tigapuluh-tiga. Dia berdandan
singsat dan sendjatanja sebatang golok, jang menggeblok di
punggungnja. Dialah Lim Pek Houw, kepala polisi kota
Kayhong. Jang lainnja seorang tua katai umur lima puluh lebih,
badjunja badju djang putih-rembulan, kaos kakinja putih. Dia alis
pandjang lantjip, kulit mukanja putih pula. Dia berdiri mengawasi
Tiat Pit Tin Pit-hong sambil tertawa ringan hingga nampak
giginja jang putih sedang kumis-djanggutnja adalah jang biasa
dinamakan djanggut kambing gunung.
Melihat orang jang ke-dua ini, Kee Eng perandjat hingga ia
lantas berpikir: "Ah, ke orang ini berada disini? Kenapa dia

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 55

tjampur urusan pembesar negeri? Pasti sulitlah buat aku


menjingkir dari Kayhong .....
Belum sempat Tiat Pit Tin Pat-hong men orang tua itu, dia
sudah mendahului. Sembari tawa, dia bertanja ramah: "Beng
Tayhiap, se perpisahan kita apakah kau baik-baik sadja? Sejak
kita berpisah di Hoopak Utara, tjepat sekali musim panas dan
musim dingin telah berganti lima Apakah Tayhiap masih
mengenali Ngo Pak San sahabat kekalmu dari Yan San?"
Sembari berkata begitu, Ngo Pak San itu tindak
menghampiri.
Kee Eng menenangkan hatinja, mau atau tidak, ia mesti
menjambut sahabat itu. Ia pun tawa dan berkata:" Oh, angin
apakah jang telah meniup tamu agungku tiba disini? Lima tahun
berlalu tetapi kau, saudaraku, kau masih tetap hat-walafiat seperti
sediakala! Sungguh diluar dugaanku jang Yan San It Tiauw djuga
makan negara!"
"Yan San It Tiauw," — Radjawali tunggal dari Yan San,—
adalah gelarannja orang she itu, djago dari Yan San.
Habis berkata itu, kembali Kee Eng tertawa, menambahkan
dengan terlebih keras lagi, sembari tertawa memberi hormat
dalam-dalam.
Pak San membalas hormat, habis mana dia berpaling kepada
tiga orang petjundangnja Kee Eng untuk berkata dengan keras:
"Oh, tiga orang jang matanja pitjak! Dengan kepandaian jang
kamu miliki mana tepat kamu mendjadi lawannja Beng Tay-jap?
Djikalau aku datang terlambat sedetik sadja, mana dapat kamu
pulang ke Hoopak dengan masih hidup? Masih kau tidak mau
menghaturkan terima kasih kepada Beng Tayhiap jang melepas
budi kepadamu? Lekas kamu pergi, djikalau kamu mampus
disini, kamu membuat aku tidak punja muka!'.'

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 56

Dengan terpaksa orang jang bersendjata tjambuk lunak itu


menghampiri Kee Eng, buat meniti hormat seraja menghaturkan
terima kasih, mudian dia mendjemput tjambuknja, sesudah mana,
dengan mempepajang dua orang kawannja, dia ngelojor pergi.
Selekasnja ketiga orang itu sudah pergi djauh Ngo Pak San
berpaling kepada Lim Pek Houw sambil menghadapi Beng Kee
Eng, ia berkata perlahan: Mari aku perkenalkan! Inilah tayhiap
Beng Kauw Eng gelar Tiat Pit Tin Pat-hong jang namanja sangat
terkenal!"
Agak repot Lim Pek Houw menghampiri, buat memberi
hormat pada Beng Kauw.
"Sungguh aku si orang she Lim merasa malu!" katanja.
"Beng Tayhiap pandai sekali membawa diri, sudah tiga tahun
tayhiap tinggal di kota Kayhong tetapi aku tidak mengetahuinja
sama sekali. Ini-bukti bahwa aku mempunjai mata tetapi aku ak
bisa melihat hingga aku melenjapkan kesemuan untuk datang
berkundjung kepadamu, tayhiap. Tjoba hari ini tidak ada Ngo
Loosu, pasti aku tetap terliputi sang halimun, hingga aku pasti
akan ditertawakan dunia Kang Ouw!"
"Berat kata-katamu ini Lim Taydjin," berkta Kee Eng
tertawa. Ia pun membalas hormat kepala polisi itu. "Aku si orang
she Beng hanya ada seorang kasar jang menggunakan empat
penjuru lautan sebagai rumah-tangganja! Tak sanggup menerima
sebutan tayhiap' — Ngo Loosu dari Utara jang djauh ribuan lie
datang ke Selatan ini, bahkan Lim Taydjin sampai datang sendiri,
mestinya kundjungan ini untuk sesuatu pengadjaran, ka itu
idjinkanlah aku mengundang tuan-tuan bedua mampir di gubukku
untuk minum teh, di sana aku mentjutji telingaku buat
mendengari pengadjaran itu!"
Ngo Pak San bersenjum.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 57

"Saudara Beng, makin lama kau makin sungkan!" katanja.


"Sudah lima tahun kita berpisah karenanja ingin sekali aku
memasang omong denganmu!"
Berkata begitu, tanpa diundang kembali, go dari Yan San ini
lantas bertindak memasuki pagar bambu, sedangkan Kee Eng
dengan hormat memimpinnja masuk ke rumahnja. Lim Houw
mengikuti mereka itu.
Hanja sebentar, bertiga mereka sudah menghadapi teh, jang
disuguhkan oleh Whie Giok. Dia ini menjambut bersama-sama
Lie dan Phang Koay-tju, jang semua bersikap hormat terhadap
para tamunja. Hanja Hoay Giok itu habis menjuguhkan teh, lantas
berdiri menan disisi, berdirinja tegak.
Ngo Pak San melirik kepada anak muda jang sebelah
tangannja dibalut dengan kain putih, kain mana berlepotan darah,
karenanja pasti lukanja dia itu tak ringan. Jang luar biasa jalah dia
tak memperlihatkan roman kesakitan, wadjahnja tampak tenang
sekali. Diam-diam djago ini memuji dan mengatakan didalam
hati, “Botjah itu adalah seorang botjah jang berbakat baik. Karena
ia berpikir itu, ia sampai lupa bitjara sama tuan rumah.
"Silakan minum!" Kee Eng mengundang, Pak San bagaikan
sadar dari mimpinja. Ia Latas tertawa.
"Saudara ketjil ini pastilah muridmu jang terpandai, saudara
Beng," kata dia. "Sungguh dia seorang anak jang berbakat baik
sekali. Aku memberi selamat kepadamu jang telah memperoleh
ahliwaris!"
Djago Yan San ini berkata-kata dengan sejudjurnja karena
sifatnja jang menjajangi orang jang berbakat bagus. Ini pulalah
jang menolong jiwanja Hoay Giok .....
Setelah menghirup teh. Ngo Pak San berkata pula, dengan
perlahan: "Saudara Beng, kitalah sahabat sahabat kaum Kang

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 58

Ouw, maka itu tak dapat aku menghina dan memperdajakan kau.
Saudara, datangku dari Utara ke Selatan ini adalah istimewa buat
urusan buronnja Keluarga Tio bekas gubernur dari Ouwpak ....."
Belum habis kata-kata djago tua itu, parasnja Kee Eng sudah
berubnh mendjadi putjat, dengan lantas dia menjela: "Saudara
Ngo, tak usahlah kau pelandjutkan kata-katamu ini! Sungguh
diluar terkaanku jang seorang djago dari Utara sekarang tapinja
telah makan gadji negara! Djanganlah kau menjebutkan bahwa
kedatanganmu ini buat urusan pemuron Keluarga Tio, hanja
bilang sadja terus-terang bahwa kau telah menerima firman untuk
membekuk aku si orang she Beng! Bukankah itu terlebih tepat?
Tak salah! Memang Njonja djanda Tio dan puteranja berada
didalam rumahku ini! Karena aku berani melindugi keluarga
pemburon, aku juga berani bertanggung djawab, buat itu bersedia
aku akan mempertaruhkan seutas djiwaku! Saudara Ngo, tentang
siapa adanja Tio Taydjin, kau telah dengar dan mengetahuinja!
Dialah pembesar jang djudjur dan setia, jang bekerdja benar-
benar untuk rakjat! Menolongi djanda bidjak dan anak berbakti,
itulah tugas kita kaum Kang Ouw sedjati! Aku tidak berani
membilang bahwa aku si orang she Beng dengan sebatang pit-ku
dapat melindungi ibu dan anak jang bersengsara akan tetapi
hendak aku tegaskan, siapa jang memikir akan menowel sadja
sang ibu dan anaknja, mesti merampas dahulu djiwanja Beng Kee
Eng. Saudara, beginilah kata-kataku! Saudara, kau lagi berdinas,
tak dapat aku membiarkan kau berlebih lama pula disini! Kita
akan djadi sahabat terus atau musuh, terserah kepada kau!"
Hebat utjapan Beng Kauw, akan tetapi Pak San
menjambutnja dengan gelak tawa.
Lantas djago dari Utara ini berkata: " Tayhiap, tak usahlah
kau mendesak aku sampai begini! Djikalau aku bukannja
mengingat persahabatan kita dahulu hari, tak nanti aku sampai

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 59

terhina begini! Memang, polisi dan tentara Kayhong ini tidak ada
dalam matanja Beng hiap, akan tetapi baikiah kau ketahui bahwa
tentang kebutannja Tjui Hoa Tootiang dari kuil Hee Kiong dari
puntjak Ngo Im Heng dari gunung Kauw Louw San dari Lenglam
tjukup buat djadi lawanmu jang tangguh! Aku pun mau berterus-
terang! Aku tetap adalah Ngo Pak San. Belum pernah aku
merubah wadjah-mukaku, aku bukanlah orang jang makan gadji
negar perti katamu barusan! Jang benar adalah ketiga orang tadi,
jang mendjadi murid-muridku jang tak berliarga, mereka benar
telah gegaras nasi negara! jadi mereka telah diberi hadjaran
olehmu, tayhiap, aku kira itu sudah tjukup buat mereka menebus
dosa terhadapmu jang mereka tidak kenal! Saudara, bitjara lebih
banjak tentulah kau tidak sudi dengar, karena itu disini sadja aku
pamitan!"
Selekasnja suaranja berhenti, Pak San berjingkrak bangun,
terus dia ngelojor pergi.
Tanpa membuka suara, Lim Pek Houw djuga segera
mengangkat kaki, untuk bersama-sama djago dari Utara itu
meninggalkan rumah keluarga Beng.
Kee Eng berdiri melengak mengawai orang terlalu itu. Inilah
sebab ia terperandjat mendengar disebutnja nama kuil Kim Hee
Kiong dari gunung Kauw Louw San itu. Sebab adalah diluar
sangkaannja jang para "siluman" dari Lenglam Mo Kut (Gua
Iblis, atau Sarang Hantu), dari Lenglam telah bekerdja sama
dengan kawanan dorna. llmu-Silat pihak Kim Hee Kiong
mendjadi suatu tjabang tersendiri. Sedangkan she dan nama
pemimpinnja jang utama, tak seorang djua jang mengetahuinja.
Apa jang umum tahu jalah, sekalipun, seorang too-tong,
katjung dari kuil itu, memiliki kepandaian ilat jang luar biasa.
Biasanja rombongan Kim Hee Kiong tidak bergaul dengan pihak
luar, bahkan mereka itu tidak mengidjinkan orang luar menginjak

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 60

atau memasuki wilajah kuilnja sekalipun sejauh satu dim tanah!


Karena itu djuga, orangpun tidak tahu berapa djumlahnja
anggauta kuil itu — kuilnja kaum imam — toosu atau toodjin.
Pernah ada orang Kang Ouw, jang ingin ketahui rahasianja kuil
Kim Hee Kiong jang pergi menjelidiki gunung Kauw Louw San,
kesudahannja jalah orang — tau orang-orang itu—tak pernah
kembali lagi. Iniah sebabnja kenapa orang djadi djeri terhadap
pihak Kim Hee Kiong itu, hingga timbul omonan bahwa
"djalanan kekuil itu terselubungkan kesiluman!" Ini pula jang
menjebabkan didapat nama Lenglam Mo Kut itu—Gua Iblis dari
Lenglam. Dan sekarang, Beng Kee Eng mendjadi salah seorang
Kang Ouw jang dikedjutkan hatinja sebab Ngo Pak San
menjebut-njebut nama Tjui Hoa djin dari gunung Kauw Louw
San itu.
Hoay Giok heran melihat sikap gurunja maka ia
menghampirinja dan menjapanja den perlahan: "Suhu, saat ini
jalah saat jang sangat berharga, kalau kita hendak berangkat, mari
berangkat dengan segera—makin tjepat makin baik. Menurut
dugaanku, pastilah pihak pembesar negeri bakal bertindak
terlebih djauh, djikalau kita berlaku ajal, sebentar tentulah sulit
buat kita lolos kepungan."
Kee Eng tersadarkan.
"Baiklah," katanja. "Lekas kau siapkan kereta!"
Hoay Giok bertiga lantas bekerdja, maka lain saat dari
wilajah telaga Poan Yang Ouw muntjul keluar sudah sebuah
kereta kurung, jang kusirnja, dilarikan keras. Kusir itu
mengenakar kaian ringkas dan kepalanja ditutup hingga separo
mukanja dengan tudung rumput. Kereta itu diiringi dua orang
penunggang kuda, jang djuga berdandan singsat dan membekal
sendjata. Mereka itu menuju kearah baratdaja.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 61

Belum lama dari berangkatnja kereta dan dua penunggang


kuda itu, dari arah kota Kayhong tampak debu mengepul naik,
lalu terlihat kabur datangnja duapuluh orang penunggang kuda,
jang semuanja berdandan singsat, bahkan dipunggung! reka
masing-masing terbekal busur berikut anak nahnja. Diantaranja
tampak Ya-Eng Lim Pek Ho, si Elang Malam, kepala polisi
Kayhong itu, jang madju dimuka, Yan San It-Tiauw Ngo Pak San
turut bersama, hanja dia mengenakan tengsha, jaitu baju
pandjang. Dia menjusul dibelakangnja si kepala polisi.
Rombongan penunggang kuda itu mendatangi bagaikan
terbang, tidak heran djikalau dilain saat mereka sudah dapat
melihat kereta kurung jang kabur dari Poan Yang Ouw itu.
Lim Pek Houw tertawa tawar. Katanja kepala Ngo Pak San:
"Ngo Suhu, jang didepan itu tentutulah arwah-arwah
bergelandangan dari Keluarga Tio itu jang mau meloloskan diri!
Mari kita susul mereka!"
Berkata begitu, kepala polisi ini menggeprak kudanja tanpa
dia menanti djawabannja djago dari Utara itu. Pak Sanpun lantas
menjusul bersama kedelapan-belas orang polisi berkuda pilihan.
Hanja sebentar, tersusul sudah kereta kurung idepan itu.
'Kereta didepan, tahan!" teriak Pek Houw keren. "Disini
polisi Kayhong hendak melakukan pemeriksaan!"
Perintah itu tak dihiraukan, bahkan kereta dilarikan terlebih
keras.
Pek Houw beramai mempertjepat larinja, maka dilain detik,
mereka sudah lantas terhadang, tertjegat oleh dua orang
penunggang kuda jang mengiringi kereta kurung itu. Kepala
polisi itu lantas pengenali Whie Hoay Giok jang disebelah kiri
dan Phang Koay-tju jang disebelah kanan. Dia mendongkol,
hingga dia memperlihatkan wadjah merah padam.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 62

"Eh, Phang Koay-tjin, njalimu sungguh besar!" tegur si


kepala polisi. “Biasanja Lim Toaya memedjamkan mata,
membiarkan kau mengatjau didalam 67 kota Kayhong, supaja
kau dan kontjo-kontjo mu itu dapat sesuap nasi, ketjuali kamu
sangat mengatjau, mau aku turun tangan terhadap kamu, maka itu
kenapa sekarang kau bersekongkol dengan siorang she Beng dan
berani merintangi aku? Hendak tanja, kau sebenarnja ada
mempunjai berapa buah kepala?"
Pek Houw menduga si tjabang atas akan njalinja, tetapi
rupanja dia salah terka.
Dari atas kudanja, Phang Koay-tju menjura terhadap kepala
polisi itu.
"Lim Toaya, aku bersjukur dan berterima kasih jang kau
telah memandang mata kepada semua, jang numpang hidup
dikota Kayhong, sahutnja. "Walaupun demikian, aku tahu, kami
belum pernah mengatjau setjara keterlaluan hingga kami
menentang Tuhan Jang Maha Esa atau menghina leluhur kami.
Hari ini, toaya, urusan lain sifatnja. Perhubunganku dengan Beng
Tayhiap bukan perhubungan apa-apa, aku tjuma sangat
menghargai kedjudjuran dan kegagahannja, buat itu aku bersedia
mendjual darah dan djiwaku. Toaya, aku mohon, dimana bisa,
sukalah kau memberi keringanan dan memaafkan kami. Lain dari
itu, kau sendiri siapa itu Beng Tayhiap, kalau kita bisa mesti
bentrok, belum tentu kau bakal memperoleh kebaikan!"
Darah Pek Houw mendidih mendengar kata si tjabang atas
itu.
"Kalau begini, kau benar-benar berontak!" sergahnja. Terus
dia memberi isjarat kepada delapan orang penunggang kudanja,
atas mana, merek lantas bergerak, mengatur diri, delapan orang
menjiapkan busur dan anak panahnja, jang sepulu segera
mengedjar kereta!

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 63

Menjaksikan itu, Hoay Giok bingung.


"Musuh hendak menggunakan panah!" teriaknja. "Saudara
Phang, lekas menjerbu!"
Anak itu tidak tjuma berteriak, dia djuga sudah lantas
menggunakan dua batang panah-tangannya merobohkan dua
orang polisi!
"Lepas panah!" perintah Pek Houw.
Perintah itu ditaati, keenam polisi itu segera menjerang
dengan anak-panahnja.
Hoay Giok memutar goloknja untuk melindungi diri, terus
dia lompat kepada Pek Houw, guna menjerang kepala polisi itu.
Dengan mendekati musuh, kawanan tukang panah tak akan
berani memanahnja terus-menerus.
Lim Pek Houw lampat turun dari kudanja, ia menghunus
goloknja. Belum lagi ia berdiri tetap, serangan sudah tiba. Maka
repotlah ia menangkis. Setelah itu, keduanja terus bergebrak.
Koay-tju kalah liehay daripada Hoay Giok, lekas djuga dua
batang anak-panah mampir dilengan kirinja, hingga ia merasakan
sangat njeri dan darahnja mengutjur dengan deras, mukanjapun
biru-putjat. Dialah seorang buaja darat, akan tetapi beda daripada
buaja darat kebanjakan, jang njalinja ketjil, dia djusteru bernjali
besar. Dia pula ingat budi gurunja dan sekarang hendak dia
membalas itu, maka dia mendjadi nekad. Dia lompat turun dari
kudanja, terus dia menjerbu keenam tukang panah.
Dengan berkelahi dekat, tukang-tukang panah itu tidak
berdaja, terpaksa menghunus goloknja masing-masing, buat
melajani dan mengepung si tjabang atas itu.
Dalam nekadnja itu, Koay-tju mendesak. Baru beberapa
djurus, seorang polisi tampak telah kena dibatjok roboh.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 64

Djusteru itu Ngo Pak San, jang telah melompat turun dari
kudanja, sudah melompat lebih djauh kepada si tjabang atas,
segera dia menjerang bahu kiri Koay-tju. Dia ini berkelit sambil
membatjok lengan kiri penjerangnja itu.
Pak San tertawa njaring, lengannja dikebawahkan, dilain
pihak, tangan kanannja menindju.
Koay tju kaget, dia mengeluarkan djeritan tahan, kepalanja
pusing, matanja berkunang-kunang lagi punggungnja terasa
sangat njeri, tubuhnja telah roboh. Karena itu,mudah sadja dia
ditubruk dan diringkus kelima orang polisi.
Selagi si tjabang atas tertawan itu, Hoay Gie tengah melajani
Pek Houw. Dia masih sangat muda, lengan kirinjapun belum
sembuh, akan tetapi dia dapat membuat perlawanan baik sekali.
Sajangnja buat dia, jalah dia belum berpengalaman berkelahi,
sedangkan sekarang, selain lagi menghadapi banjak lawan,
keadaannja pun terdesak. Melihat Koay-tju tertawan, dia gusar.
Maka sambi! mengertak gigi, dia lantas menjerang hebat kepada
lawannja. Tiga djurus dikeluarkan saling susul.
Mau atau tidak, Lim Pek Houw kena te sak mundur.
Djusteru orang mundur, Hoay Giok la lompat mundur djuga,
selekasnja dia menginjak tanah, dia menjerang dengan dua batang
panahnya dengan Pek-ie-tjian, mengarah kerongkongan lawan.
Dia tahu, mesti dia menjingkir, tak dapat dia menolong Koay-tju,
sementara keadaannja Lie masih belum diketahui. Lie Gie adalah
jang mengendarai kereta kurung.
Lim Pek Houw terkedjut atas datangnja rangan anak-panah
itu. Dia memang lagi berlompat menjusul. Repot dia menangkis
dan berkelit, tak urung bahu kirinja kena tertantjapkan sebatang
anak panah. Dia merasakan njeri hingga tubuhnja menggigil.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 65

"Hai, anak ketjil!" bentak Ngo Pak San, jang menjaksikan


kawannja terluka. "Kenapa kau begini galak?"
Djago Utara ini berlompat, guna menghampiri pemuda itu.
Hoay Giok tidak berniat bertempur lebih lama, dia memutar
tubuhnja dan lari.
Pak San tak mau sudah, dia mengedjar djuga.
Karena sama-sama pandai lari keras, sebentar sadja mereka
sudah berkedjar-kedjaran sedjauh tiga lie. Sampai disitu, dengan
menggunakan ilmu lari pesat "Tjeng-teng Sam Tiauw Sui" —
atau "Tja-pung menowel air tiga kali," Ngo Pak San berhasil
menjandak lawannja.
Hoay Giok merasai siuran angin dibelakang-nja, tahulah ia
bahwa musuh telah dapat menjusul, tanpa bersangsi lagi, ia
menghentikan tindakannja, ia memutar tubuhnja sambil
membatjok!
Ngo Pak San terkedjut, Inilah ia tidak sangka. Tapi ia
waspada, ia pun gesit, masih sempat ia berlompat tinggi,
melewati kepala orang, hingga ' ketika ia mengindjak tanah, ia
djadi berada di sebelah depan lawan itu. Lekas-lekas ia memutar
tubuh, akan menghadapi sang lawan. Hanja, mengawasi anak
muda itu, ia tersenjum!
"Anak!" katanja, perlahan dan ramah, "sungguh kau seorang
murid jang baik. Sjukur aku telah bersiap sedia, kalau tidak, hebat
batjokanmu barusan, mungkin djiwa bangkotanku ini bakal
terbang melajang! Sekarang anak, tak usah kau susul lagi kereta
kurung itu, kau lekaslah menjingkir seorang diri! Kamu
menggunakan akal litjin 'Tonggeret emas melepaskan kerangka,'
apakah kamu sangka aku si tua tidak tahu? Dapat kamu
mengibuli Lim Pek Houw, tetapi tidak aku serta Tjui Hua Totiang
dari Kim Hee Kiong! Gurumu liehay tetapi belum tentu dia dapat

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 66

mengalahkan imam Kauw Louw San itu, sebagaimana belum


tentu juga dia kalah dari si imam, hanja sadja, dia pun akan
mendapat kesulitan dalam hal menolongi orang. Kalau kau susul
gurumu itu dan membantui kau djusteru bakal menambah
rintangan bagi sebab tentulah gurumu itu mesti repot melindu
djuga dirimu! Anak, aku bitjara dengan setulus hati, kita berdua
tidak dapat bitjara terlalu lama maka itu, kau lekaslah pergi!"
Hoay Giok tertjengang mendengar kata-kata orang, hingga ia
mengawasi mendelong kepada jago tua itu, sampai tangannja
lemas dan tak da dianggkat. Tapi tak lama ia berdiam itu, terus
tanja bersinar.
"Terima kasih, loo-enghiong, untuk kebaikanmu ini," katanja
perlahan. "Whie Hoay Gi adalah seorang anak jatim-piatu,
bersjukur kepada suhu, ia telah menolong, memelihara, merawat
mendidikku. Itulah budi besar jang mirip dalam lautan dan
tingginja langit, budi itu harus dibalas tetapi sekarang loo-
enghiong menjuruh aku pergi menjingkir seorang diri, mana
dapat aku lakukan itu? Lebih baik loo-enghiong mentjintjang
hantjur tubuhku ini daripada aku mesti menjaksikan suhu
berkelahi mati-matian hingga tenaganja habis. Lo-enghiong,
kalau kelak aku masih hidup, akan balas budimu ini!"
Habis berkata begitu, Hoay Giok lantas mengangkat kaki.
Tidak lagi ia menjusul kereta kuru hanja berputar ketegalan,
untuk kembali ke kota Kayhong!
Ngo Pak San menarik napas kagum. "Sungguh satu anak
jang baik ....." pudjinja. Dia masih begini muda, ilmu silatnja
sudah demikian sempurna, selang lagi duapuluh tahun, pasti dia
bakal mendjadi seorang djago Kang Ouw! Ah, mana dapat aku
membiarkan dia terbinasa dikota Kayhong? ..... "
Djago tua ini lantas membalik tubuh, buat segera kembali
kekota.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 67

Hoay Giok sementara itu berlari-lari keras, hatinja pepat. Ia


ingin lekas tiba di dalam kota. Hanja sekarang ia mesti
mengambil djalan ketjil, jang lebih sukar dilaluinja. Tetapi
achirnja ia tiba didalam kota, itu waktu sudah saatnja orang
memasang lampu. Ia mentjari sebuah tempat sepi di-mana ia bisa
berhenti untuk bersantap sekalian beristirahat. Kira-kira djam
permulaan, ia membetulkan balutan lukanja dan merapihkan
pakaiannja, setelah melihat orang-orang jang berlalu-lintas mulai
djarang, diam-diam ia lompat naik keatas genting, untuk menudju
kerumahnja.
Didalam tempo jang pendek, sampai sudah ia di Hui Hong
Kok. Di muka pintu tidak ada api penerangan, keadaannja gelap,
akan tetapi ia masih bisa melihat pintu jang telah dikuntji dan
ditempeli sehelai kertas putih tandanja pintu itu disegel.
Hanja setengah hari, perubahan telah terdjadi sedemikian
rupa. Hui Hong Kok mendjadi sunji-sepi. Maka, menjaksikan itu,
si anak muda menghela napas....
Dari bagian depan, Hoay Giok pergi kebagian belakang,
hatinja berpikir keras. Ia menerka-nerka, gurunja telah bentrok
dengan musuh atau tidak.
Tiba-tiba:
"Siapa itu? Lekas berhenti!"
Itulah teguran, jang datang dari antara pohon-pohon yangliu
jang gelap.
Hoay Giok terkedjut dan heran, dia merandek.
Tepat itu waktu dari arah rumahnja Kee Eng terdengar
bentakan: "Siapa menentang aku, maii!" Bentakan itu disusul
mengaungnja suara panah-panah tangan.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 68

Itulah suara gurunja, maka tanpa bersan Hoay Giok


menghunus goloknja dan lari ke arah rumah itu, tapi segera ia
mendengar seruan: "Hadjar!" jang mana disusul serangan panah
gentjar mirip hudjan. Segera ia memutar golak dan tubuhnja, buat
menangkis serangan gelap itu, sembari membela diri, iapun
madju terus kearah rumah. Sekalipun demikian, ia masih
menggunakan kesempatan menjerang membalas dengan Pek-ie
tjian, maka panahnja itu saban-saban meminta kurban.
Setelah melalui rintangan anak-panah, Hoay Giok melihat
gurunja tengah menempur seor imam jang berdjubah. kuning.
Imam itu Iiehay sekali dengan gegamannja jang berupa kebutan,
sudah begitu, gurunja itu terhalang karena dia kelahi dengan
sebelah tangan, karena tangan jang lain dipakai mengempo It
Hiong. Tidak ajal lagi, sambil berseru, murid ini berlompat madju
mentjeburkan diri didalam pertempuran.
"Suhu, lekas adjak Tio Kongtju pergi terlebih dahulu!" Hoay
Giok berseru. "Serahkan imam siluman ini padaku, biar aku jang
menentangnja!
Kee Eng terperandjat mengetahui kedatangan muridnja itu,
akan tetapi ia tidak sempat berpikir banjak. Memang ia sedang
bingung lantaran karena terlambatnja keberangkatannja itu, ia
telah menjebabkan pula kematiannja djiehudjin, hingga sekarang
ia mesti memikirkan sangat Tio Kong kalau anak inipun
bertjelaka, dosanja tak dapat ditebus dengan seratus kali
kematiannja.....
Ia tahu Hoay Giok bukan lawan si imam, tetapi apa boleh
buat. Maka ia lantas lompat mundur guna meninggalkan lawannja
sambil ia berseru : "Hoay Giok, djangan berkelahi mati-matian!
Kalau bisa, lekas kau menjingkir!"
Begitu ia mengasi dengar suaranja itu, begitu Kee Eng
lompat lebih djauh. Kali ini ia melompat naik keatas pohon, buat

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 69

lari menjingkir diatas itu. Ia tahu kalau ia lari di tanah, ia bisa


djadi kurban anak-anak panahnja musuh, la mempunjai ilmu
meringankan tubuh jang sempurna, jang menolong banjak
padanja. Hingga ia dapat bergerak mirip terbangnja seekor
burung malam. Sesudah merasa anak panah tak akan dapat
menjusulnja, baru ia lompat turun ketanah, untuk berlari lari
terus. Lega djuga hatinja sebab ia mendapat kenjataan Tio
Kongtju, yang ia telah totok, masih belum sadar.
Tjui Hoa Toodjin, demikian imam berdjubah kuning itu,
menjaksikan kaburnja Kee Eng, hendak ia mengedjar, akan tetapi
niatnja itu tidak tertjapai. Hoay Giok merintanginja hingga ia
terpaksa mesti melajani botjah jang bernjali besar ini.
Hoay Giok berkelahi setjara nekat. Ia mesti berbuat
demikian, kalau tidak, si imam tak dapat dihalang-halangi. Hebat
setiap serangannya itu. Ia memaksa si imam berkelahi keras
djuga, bahkan imam itu mendjadi sangat mendongkol, hingga dia
berseru: "Anak, kau tjari mampus! Baiklah, tjouwsu kamu akan
mengasihani padamu!"
Imam itu sengadja menjebut dirinja "Tjouwsu" (kakek guru).
Hoay Giok tidak menghiraukan antjaman itu, tetap ia
berkelahi dengan keras, hanja sekarang, sepera ia merasa desakan
jang sangat, bahkan telapakan tangannja lantas terasa kesemutan
dan njeri, hampir sadja goloknja lepas dari tjeka'annja.
"Biar aku mati disini!" pikirnja kemudian. Inilah sebab ia tak
mau segera mengundurkan karena ia kuatir gurunja masih belum
menjingkir djauh. Malah dalam nekatnja, la seperti lupa segala
apa, ia paksa mendesak si imam sekalipun disadari ia terantjam
kebutannja imam itu .....
Baharu setelah berlalu sepuluh djurus, tampak njata
perbedaan diantara imam dan botjah. Hoay Giok bagaikan

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 70

kehabisan napas dan tenaganja. Djusteru sekarang ia sadar. Ia


pertjaja bahwa gurunja sudah pergi djauh. Maka tak sudi ia mati
konjol. Karena ingin hidup, semangatnja bagai terbangun, dari
letih sangat, ia djadi segar pula. Akan tetapi, ia toh merasai
goloknja mendjadi berat sekali. Inilah disebabkan tenaganja jang
berkurang.
Dalam penasaran, Tjui Hoa Toodjin me~ sak lawannja itu.
Sebagai seorang liehay, dia d menerka keletihannja sang lawan.
Maka ujuga, mudian dia tertawa terbahak.
"Ah, anak, apakah kau masih tidak mau lepaskan golokmu?"
tanjanja mengedjek.
Kata-kata itu dibarengi dengan satu sapokan jang keras, jang
mengenai tepat goloknja si anak muda, hingga golok itu terlepas
dan terlempar sedjauh lima tombak.
Hoay Giok kaget sekali, dalam gugup, ia melompat
djumpalitan, buat mundur setombak lebih, setelah itu, ia memutar
tubuh, buat berlari pergi, untuk meninggalkan lawannja jang
tangguh.
Selekasnja lari itu, anak-anak panah menjambar-njambar
kedadanja. Karena tidak mempunjai sendjata lagi, paksa sembari
lari ia menjampok dengan kedua tangannja.
Tjui Hoa Toodjin tidak berdiam sadja lompat lari menjusul.
Hoay Giok tahu si imam mengedjar,dua kali ia
menimpukkan panah tangannja.
Mestinja panah itu mengenai sasarannja, tetapi Ljui Hoa
liehay, dia dapat berkelit. Tjuma, karena begitu, dia terhambat
uiadjunja.
Hoay Giok menjerang djuga keatas pohon.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 71

"Aduh!" terdengar djeritan, beruntun tiga kali, habis mana,


tampak tiga tubuh manusia berjatuhan dari atas pohon itu.
Kesempatan itu digunai Hoay Giok berlompat ke antara
pepohonan.
"Kemana kau hendak kabur?" membentak Tjui Hoa sambil ia
melompat mengedjar.
Mendadak empat buah piauw menjambar ke arah si imam,
hingga dia terperandjat, hingga dia mesti menangkis buat
melindungi diri nja dari malapetaka, walaupun demikian, ada
sebatang jang mengenai kopiahnja, sjukur tidak menghadjar
batok kepala. Maka, kembali ia kena terhalangi. Ia pula tidak
berani mengedjar terus, karena disitu, "musuh gelap, ia terang."
Ketika itu pula, Tjui Hoa Toodjin heran kenapa ia masih
belum melihat tibanja Lim Pek Houw dan Ngo Pak San, sedang
diantara mereka telah ada djandji buat nanti bekerdja sama. Ia
menerka mereka itu menghadapi perlawanan berat, sama sekali ia
tidak menjangka, kong-piauw barusan djusteru digunai oleh Yan
San li Tiauw Ngo Pak San, si kawan!
Selekasnja Hoay Giok berada didalam rimba, ia lantas
mendengar sapa ini: "Eh. anak, mari turut aku!" Ia heran. Suara
itu ia kenal baik. Maka ia lantas pergi menghampiri. Ia sangat
lelah sehingga ia tak mau mentjurigai lagi orang itu pawan atau
lawan .....
Orang itu (juga tidak berkata-kata pula, hanja bertindak
tjepat, berdjalan memutari rimba buat berlalu dari tempat jang
berbahaja itu.
Kali ini tak lagi ada rintangan jang berupa serangan panah
gelap.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 72

Mungkin mereka sudah berdjalan djauh empat lie, sampai di


situ, mendadak orang didepa menghentikan tindakannja. Dia
berhenti dibawahnja sebuah pohon. Dia menoleh dan tertawa
perlahan.
"Anak jang baik!" sapanja pula, manis "Sungguh kaulah satu
anak luar biasa!"
Didalam keadaan sangat letih itu, Hoay Giok menghampiri
orang itu. Kembali ia terperanjat. Ia mengenali, orang itu adalah
Yan San It Ti Ngo Pak San si Radjawali Tunggal dari Yan San
orang jang sebenarnja berada dipihak musuh!
"Lootjianpwee!" katanja terharu dan bersjukur sangat. "Tadi
lootjianpwee telah memberi nasihat padaku, sekarang
lootjianpwee memberi pertolongan, oh, budi ini tak nanti dapat
aku walaupun seumur hidupku! ....."
Baru si anak muda berkata begitu, mendadak dia
memuntahkan darah, tubuhnja terus terhujung.
Ngo Pak San terkedjut, ia madju untuk megangi, setelah
mana lekas lekas ia mengelua dua butir obat pulung, buat si anak
lantas m lannja.
Hoay Giok menurut, habis makan obat berdiri diam.
Pak San menanti sebentar, terus dia tertawa.
"Djangan kuatir, anak, tidak ada bahaja lagi!" katanja, tetap
ramah-tamah. "Kau terlalu banjak menggunakan tenaga, kau
sangat letih, hingga darahmu bergolak naik, hingga kau muntah
darah. Kau telah makan obatku ini, Tjin Sin Po Beng Tan, asal
disepandjang djalan kau pelihara dirimu, asal kau tidak
menggunakan lagi terlalu banjak tenaga kau akan sembuh betul
didalam tempo satu bulan. Gurumu sudah lolos dari bahaja, kau

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 73

djuga tidak perlu berdiam lebih lama lagi disini. Disana itu telah
kusiapkan seekor kuda. Nah, pergilah kau dengan lekas!"
Hoay Giok menoleh, maka ia melihat seekor kuda jang
lengkap dengan pelananja. Bukan main ia bersjukur, hingga ia
mendelong mengawasi penolongnja itu, airmatanja menguijur
keluar tanpa merasa.
"Sudah, anak, djangan kau bersedih," kata pula Pak San, jang
tersenjum. "Lekas kau pergi!. Jikalau nanti kau bertemu gurumu,
kau bilangi dia bahwa sahabatnja dari Yan San bukanlah satu
manusia tak berbudi jang hina-dina!"
Seteiah mengutjap begitu, tanpa menanti djawaban si anak,
djago dari Utara itu terus memutar tubuhnja buat berlalu dengan
tjepat, hingga tak sempat Hoay Giok memberi hormat atau
menghaturkan terima kasih pula, ia tjuma bisa mengawasi dengan
mendelong. Setelah ia mendusin, ia menarik napas pandjang,
lantas ia menghampiri kuda jang disediakan itu, untuk lompat
naik keatasnja, buat iapun terus pergi meninggalkan tempat itu.
Ia menggeprak membuat kuda lari keras, guna menjusul dan
mentjari gurunja.
Hari itu Lim Pek Houw dan Tjui Hoa Too-djin menjesal
bukan main. Mereka sudah gagal walaupun mereka sudah
berpikir sempurna dan bekerdja keras. Kawanan pemburon lolos
sedangkan pihaknja ada sepuluh orang polisi jang mati dan
terluka.
Ngo Pak San pun nampak masgul tetapi itu hanja pada
wadjahnja, sedangkan hatinja puas, sebab ia telah berbuat baik
terhadap Whie Hoay Giok dan tidak membuat ketjewa pada Beng
Kee Eng jang menjangka ialah orang Kang Ouw busuk jang sudi
bekerdja sama dengan pembesar negeri, dengan dorna.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan
Kolektor E-book (https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/) 74

Hari itu Kee Eng kaget sekali mendapat tahu Ngo Pak San
bekerdja pada Lim Pek Houw. Ia menganggap dirinja terantjam
bahaja sebab ia tahu liehaynja Yan San It Tiauw si Radjawali
Tunggal dari Yan San. Maka untuk menjelamatkan diri, ia
menggunakan akal "Kim Siam Toat Kok," (Tonggeret emas
melepaskan kerangka). Ia menjuruh Lie Gie mengendarai kereta
kurung kosong dan Hoay Giok bersama Koay-tju sebagai
pengantar. Itulah untuk memperdajai polisi, supaja polisi
mengedjar kereta itu. Ia sendiri bersiap untuk menjingkir dan
waktu malam menjingkir sambil melindungi djiehudjin dan It
Hiong. Tidak disangka sekali, Tjui Hoa Toodjin sangat liehay, dia
dapat memikir mungkin pihak pemburon litjik dan mengunakan
akal, maka diapun memetjah diri.

(Bersambung ke Jilid 2)

Background :
https://www.facebook.com/kiraranpya/
Please click ‘like’.

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya Distribusi & arsip : Yon Setiyono
Scan & Djvu : Mukhdan

Anda mungkin juga menyukai