Persiapan
Tugas-tugas yang perlu dialokasikan dan dilakukan meliputi:
a. Pra-oksigenasi
b. Intubasi
c. Asisten intubator (mengambil peralatan, dll.)
d. Pemberian obat
e. Cricoid pressure application (jika digunakan)
f. Stabilisasi manual in-line (jika indikasi)
Minimal dua orang diminta untuk melakukan hal tersebut. Umumnya pemimpin
intubator juga akan melakukan pra-oksigenasi dan memberikan obat-obatan, sedangkan
asisten memberikan tekanan krikoid, dan memberikan peralatan ke intubator. Orang ketiga
mungkin diperlukan untuk stabilisasi manual in-line pada leher jika dicurigai terdapat
cervical spine injury.
Teknik RSI
Pasien harus diposisikan dengan tepat untuk pra-oksigenasi dan intubasi; mungkin
memerlukan bantalan (ramping), stabilisasi manual in-line, atau posisi semi-telentang untuk
pra-oksigenasi jika fungsi pernapasan terganggu dengan berbaring terlentang.
Kanula intravena yang bagus harus ditempatkan, dan cairan pembawa harus
dijalankan secara bebas untuk memaksimalkan pengiriman obat ke sirkulasi pusat. Atau,
suntikan saline dalam jumlah besar dapat digunakan untuk mendorong obat setelah
pemberian.
Preoksigenasi, atau denitrogenasi, harus dilakukan selengkap mungkin dengan
memperhatikan klinis urgensi. Minimal, tiga menit pernapasan tidal, atau delapan napas
kapasitas vital dalam satu menit seharusnya dilakukan dengan konsentrasi oksigen inspirasi
100%. Atau, jika analisis gas tersedia, fraksi oksigen end-tidal harus mencapai setidaknya
0,8. Jika perangkat yang tersedia dapat mengukur positive end-expiratory pressure (PEEP)
atau tekanan positif saat pasien memulai napas (pressure support ventilation, BiPAP), maka
hal ini mungkin berguna untuk membantu pra-oksigenasi pada beberapa pasien.
Ketika pra-oksigenasi yang optimal telah diperoleh, obat-obatan yang dipilih harus
diberikan dan harus diamati timbulnya efek pada pasien. Jika tekanan krikoid dilakukan, hal
itu harus secara in situ dan ditingkatkan dari 10N ke 30N pada saat kesadaran hilang. Ketika
mencapai kondisi intubasi, baik dengan mengamati fasikulasi (jika suxamethonium
digunakan), menunggu periode waktu yang tepat, atau menggunakan monitor neuromuskuler,
intubasi harus dilakukan. Mengingat kecepatan dalam mengamankan jalan napas,
keberhasilan first pass sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, banyak praktisi menggunakan
bougie atau stylet, dan jika tersedia laringoskop video dapat memaksimalkan peluang
keberhasilan. Jika regurgitasi terjadi, suction harus segera dilakukan, dan bed pasien harus
ditempatkan dalam posisi head-down (Trendelenburg) untuk meminimalkan kemungkinan
aspirasi ke dalam trakea.
Setelah tabung endotrakeal ditempatkan, balon segera dipompa dan posisi yang benar
harus dikonfirmasi dengan berbagai cara. Mengamati naik dan turunnya dada, kabut tabung,
dan aliran normal udara masuk dan keluar dari tabung endotrakeal berguna, tetapi tidak
cukup sensitif atau spesifik. Gold standarnya adalah munculnya gambaran kapnografi yang
terdiri dari 4 fase selama 5 napas, meskipun hal ini bergantung pada curah jantung.
Auskultasi, bersama dengan metode penilaian klinis yang dijelaskan di atas, harus digunakan
jika kapnografi tidak tersedia. Tekanan krikoid, jika digunakan, harus dilepaskan hanya
ketika intubasi endotrakeal telah dikonfirmasi. Auskultasi dada juga membantu
menyingkirkan intubasi endobronkial (walaupun sangat tidak sensitif untuk diagnosis), dan di
lingkungan dengan sumber daya tinggi sering dilakukan radiografi dada untuk antisipasi
intubasi berkepanjangan (misalnya, di unit perawatan intensif saat intubasi pada pasien
cedera kepala). Sedasi yang sedang digunakan harus disediakan, dan jika diperlukan, long-
acting muscle relaxant dapat diberikan.
KEGAGALAN INTUBASI
Ketidakmampuan untuk mengintubasi pasien selama RSI harus menggunakan
pendekatan yang biasa digunakan untuk intubasi yang sulit dan harus dikomunikasikan
kepada tim sebelum induksi. Namun, jika indikasi misalnya pada gagal napas,
memungkinkan pasien untuk bangun dan bernapas secara spontan mungkin hal tersebut tidak
dapat dikerjakan. Jika upaya intubasi awal tidak berhasil, upaya terbaik untuk ventilasi face-
mask harus dilakukan saat menyiapkan jalan napas supraglotis, teknik laringoskopi yang
berbeda, atau operator lain. Upaya intubasi harus dibatasi, dan risiko regurgitasi dan aspirasi
harus diingat. Operasi jalan napas mungkin diperlukan (meskipun hal ini jarang terjadi) dan
peralatan tersebut harus tersedia di setiap RSI. Beberapa algoritma untuk manajemen
kegagalan intubasi telah tersedia, termasuk the Difficult Airway Society guidelines dan the
Vortex approach.
Tinjauan sistematis terbaru tidak menemukan data dari uji coba acak yang
memberikan ukuran hasil yang relevan secara klinis. Terlepas dari kontroversi yang sedang
berlangsung, penggunaan hal tersebut dipertimbangkan berdasarkan standar perawatan di
masing-masing tempat. Oleh karena itu, dinjurkan untuk mencari panduan dari masing-
masing tempat terkait guidelines yang tepat.
PERKEMBANGAN TERKINI
Ventilasi klasik biasanya tidak diberikan selama periode apnoeic (untuk menghindari
inflasi lambung dan peningkatan risiko regurgitasi), tetapi beberapa ahli anestesi dapat
memberikan napas tunggal, atau beberapa gentle breaths, untuk memastikan bahwa ventilasi
masker dimungkinkan dan mengurangi terjadinya hiperkapnia, asidemia, dan hipoksia.
Beberapa pedoman terbaru sekarang menganjurkan penggunaan ventilasi masker untuk
alasan ini pada pasien dengan risiko hipoksia tinggi, misalnya, pasien hamil.
Baru-baru ini oksigenasi apnoeic semakin banyak digunakan, terutama pada pasien
yang tidak sehat, untuk menyediakan lingkungan kaya oksigen di orofaring untuk
meminimalkan hipoksia selama periode apnoeik RSI. Hal ini misalnya melalui sumber
oksigen alternatif; biasanya melalui nasal prongs dengan aliran oksigen pada 10 liter per
menit atau lebih, atau menyisipkan pipa yang membawa oksigen ke dalam orofaring.
Keterbatasan dapat mencakup kesulitan dalam penggunaan masker wajah, kerusakan akibat
tekanan dari tubing yang salah tempat (mis. ruptur lambung), dan kurang efektif.
Pediatri
Bayi baru lahir, bayi dan anak-anak, desaturasi dengan cepat dan dapat mengalami
respon vagal pada laringoskopi. Pendekatan standar untuk RSI umumnya dilakukan, dengan
berbagai peralatan berukuran tepat, dan dosis obat dihitung dengan hati-hati. Dosis yang
diperlukan mungkin lebih tinggi daripada untuk orang dewasa pada basis per kilogram -
misalnya, anak berusia 3 tahun akan sering membutuhkan 5 mg/kg propofol, beberapa kali
lebih tinggi daripada dosis dewasa proporsional karena volume yang lebih besar dari
distribusi. Atropin sebagai tambahan sering digunakan dalam dosis 20 mcg/kg untuk
mengurangi bradikardia.
EMERGENCE
Pada pasien yang memiliki RSI diindikasikan karena risiko aspirasi, kemunculan tetap
menjadi waktu berisiko tinggi untuk kejadian aspirasi lebih lanjut. Pertimbangan kuat harus
diberikan pada ekstubasi pasien yang terjaga dengan pemulihan penuh blokade
neuromuskuler. Posisi left lateral head-down dapat mengurangi kemungkinan aspirasi,
dengan mengurangi akses pengeluaran pada jalan napas.
Kesimpulan
a. Rapid Sequence Intubation dilakukan untuk mengamankan jalan napas pada pasien
dengan risiko aspirasi yang tinggi.
b. Persiapan peralatan, obat-obatan, tim dan pasien sangat penting; komunikasi yang
baik harus diterapkan.
c. Teknik ini dapat disesuaikan dengan spesifikasi skenario klinis.