REFERAT Radio Sturge Weber Syndrome 1
REFERAT Radio Sturge Weber Syndrome 1
Pembimbing :
A. DEFINISI
Sturge-Weber syndrome (SWS) adalah suatu sindrom neurokutaneus yang
ditandai dengan angioma pada muka atau kulit wajah (port wain stain) yang
secara tipikal (khas) terdapat pada muka bagian atas dan sebagian kulit kepala
yang mengikuti perjalanan nervus trigeminus (yaitu nervus ophtalmikus dan
nervus maksilaris), kelainan vascular (pembuluh darah), kalsifikasi (pengapuran)
intracranial ipsilateral, kejang, hemianopsia, galukoma dan hemiparesis
kontralateral. 1
Nama lain sindrom Sturge Weber antara lain:
1. Encephalofacialangiomatosis
2. Ensefalofasialangiomatosis
3. Encephalotrigeminal angiomatosis
B. ETIOLOGI
Penyebab SWS masih belum jelas, walaupun Huq et al melaporkan
beberapa bukti perubahan gen somatic pada 4 pasien SWS. Dua diantaranya
dilakukan biopsy kulit dari port wine stains dan dua lainnya didapatkan LA dari
hemisferektomi. Inversi kromosom lengan 4q dan trisomy 10 terlihat pada satu
pasien. 3
Malformasi pembuluh darah kortikal pada SWS telah dilaporkan
4
diinervasi hanya oleh serabut saraf simpatis noradrenergic, dan peningkatan
ekspresi endothelin-1 juga dapat dilihat pada malformasi pembuluh darah
intracranial. Temuan ini mungkin dapat mengarahkan pada peningkatan
vasokonstriksi dari pembuluh darah abnormal, dimana endothelin-1 merupakan
peptide yang berhubungan dengan vasokonstriksi.
Fibronectin adalah molekul yang penting untuk meregulasi angiogenesis,
mengatur sawar darah otak, dan fungsi serta struktur pembuluh darah, seperti saat
jaringan otak merespon terhadap kejang. Comi et al melaporkan bahwa pada
pasien dengan SWS, penurunan ekspresi fibronectin tampak pada pembuluh darah
parenkim. Diameter pembuluh darah leptomeningeal menurun, sedangkan
densitas pembuluh darah meningkat pada SWS.5
Dari keseluruhan diatas dapat diambil kesimpulan, pada SWS, mutasi
somatic muncul karena gangguan dari regulasi struktur dan fungsi pembuluh
darah, inervasi pembuluh darah dan ekspresi matrix ekstraseluler dan molekul
vasoaktif.6
Glaukoma pada SWS diproduksi oleh obstruksi mekanis dari sudut mata,
meningkatan tekanan vena episklera, atau hipersekresi cairan keduanya baik
hemangioma koroidal maupun badan siliar.
C. PATOFISIOLOGI
SWS disebabkan oleh residu pembuluh darah embrional dan efek
sekundernya pada jaringan otak disekitarnya. Suatu pleksus vakuler terjadi di
sekitar bagian sefalika dari tuba neuralis, dibawah ektoderm yang akan menjadi
kulit facial. Normalnya, pleksus vaskuler ini terbentuk pada minggu keenam dan
mengalami regresi di sekitar minggu kesembilan gestasional. Kegagalan regresi
normal ini terjadi pada jaringan vaskuler residual, yang membentuk angioma pada
leptomeninges, wajah, dan mata ipsilateral.7
Dengan adanya pertumbuhan pada anak, sisi otak yang terkena akan
menjadi atropi serta terjadi penumpukan kalsium pada pembuluh darah otak yang
mengalami kelainan. Hal ini tampak pada pemeriksaan foto radiasi kepala dan CT
scan.8,9 Mekanisme terjadinya penumpukan kalsium pada korteks belum diketahui
secara pasti, namun fenomena ini diduga berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler akibat hipoksia jaringan korteks di bawah angiomatosis.9
Disfungsineurologis berupa hypoxia, ischemia, oklusi vena, thrombosis,
infark, ataufenomena vasomotor dapat terjadi akibat efek sekunder dari jaringan
otak disekitar angiomatosis.8,10 Suatu "fenomena pencurian vascular" dapat terjadi
di sekitar angioma, menyebabkan ischemia kortikal. Oleh karenanya, kejang
berulang, status epilepticus, kejang yang sulit ditangani, dan kejadian vaskuler
berulang dapat memperburuk keadaan ini, dengan suatu peningkatan pada
ischemia kortikal, menyebabkan kalsifikasi progressif, gliosis, dan atropi, yang
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kejang dan pemburukan neurologis.7
Angimatosis pada wajah yang berupa bercak merah anggur yang dikenal
dengan port wine stain (PWS) merupakan suatu pelebaran progresif system
pembuluh darah kapilar yang abnormal. Kelainan ini terutama terdapat pada
permukaan dermis dengan jarak 0,5 mm dari dermis,tetapi pada beberapa pasien
dapat meluas keseluruh dermis. Lesi ini terjadi karena hilangnya sel-sel nervus
setempat, sehingga menyebabkan berkurangnya inervasi terhadap pembuluh
darah. Inervasi pembuluh darah yang menurun mengakibatkan hilangnya regulasi
aliran darah dermis dan terjadinya pelebaran pembuluh darah.8,11 Gambaran
patologi kulit berupa dull red patches yang iregular yang terdistribusi pada satu
atau lebih divisi nervus trigeminus, sedangkan di otak ditemukan kalsifikasi.10,12
D. MANIFESTASI KLINIS
Nevus Facial, PWS
o Adalah lesi makula kongenital yang dapat progresif; mungkin terdapat
warna pink pucat pada awalnya dan kemudian menjadi lesi noduler merah
gelap atau keunguan. Hal ini dapat terbatas pada kulit, berkaitan dengan
lesi pada pembuluh darah choroid pada mata atau pembuluh darah
leptomeningeal di otak, atau bahkan terletak pada bagian tubuh yang lain.
Suatu PWS mungkin sulit untuk dilihat pada pasien dengan pigmentasi
kulit gelap.
o Tidak semua orang dengan PWS terkena SWS; insidensi keseluruhan dari
SWS telah dilaporkan sebesar 8-33% pada mereka yang dengan PWS.
Kejang, kejang refrakter
o Insidensi epilepsy pada pasien dengan SWS adalah 75-90%; kejangnya
dapat sulit ditangani. Kejang terjadi akibat iritabilitas korteks yang
disebabkan oleh angioma serebral, melalui mekanisme hipoksia, ischemia,
dan gliosis.
o Karena lesi yang bertanggung jawab untuk epilepsi pada SWS adalah
fokal, mayoritas kejangnya merupakan kejang fokal.
o Kejang yang lama menyebabkan cedera neurologis sekunder karena
gangguan metabolik seperti hipoksemia, hipoglikemi, hipotensi, ischemia,
dan hipertermia.
o Pada sistem vaskuler yang sudah terkompromikan, seperti pencurian
vaskuler dari angioma, kejang lebih mungkin menyebabkan cedera,
bahkan bila hanya sebentar. Episodes status epilepticus, oleh karenanya
sangat berbahaya pada SWS.
Hemiparesis: insidensinya sekitar 33%, bervariasi dari 25-56%; terjadi
sebagai akibat sekunder dari iskemia dengan oklusi dan thrombosis vena.
umumnya, kelemahan transient dapat terjadi dengankejang dan dapat
meningkat dengan kejang rekuren. Hemiplegia Transient dapat disertai
dengan suatu sakit kepala migraine, menunjukkan suatu mekanisme
vaskuler.
Stroke like episode
o Episode transient merujuk kepada episode strokelike (seperti stroke). Hal
ini terjadi pada 14 dari 20 yang dilaporkan oleh Maria dkk. Garcia dkk
melaporkan episode trombosis rekuren. Stroke juga dapat terjadi. Insidensi
defisit neurologis lebih tinggi pada dewasa.
Hemianopsia
o Mekanismenya seperti pada hemiparesis dan tergantung pada lokasi lesi.
Uram dan Zullabigo melaporkan hemianopsia pada 11 dari 25 (44%)
pasien.
Perkembangan tertinggal dan retardasi mental.
o Berkaitan dengan tingkat keterlibatan neurologis, terjadi pada 50-60%
pasien; lebih cenderung terjadi pada pasien dengan keterlibatan bilateral.
Kejang
o Berkaitan dengan insidensi yang lebih tinggi dari retardasi mental, dan
regresi juga berkaitan dengan frekuensi dan keparahan dari kejang.
Sakit kepala
o Terjadi sebagai akibat seunder dari penyakit vaskuler, memberikan gejala
suatu sakit kepala migraine, yang dianggap "migraine simtomatis."
Glaukoma
o Biasanya terjadi pada SWS hanya jika PWS melibatkan kelopak mata.
Insidensinya bervariasi dari 30-71%. Glaukoma dapat terjadi saat lahir
namun dapat terjadi pada setia usia, bahkan pada dewasa.
o Pengobatannya termasuk pemeriksaan teratur, melihat kerusakan saraf
optik (dengan pengukuran TIO dan lapang pandang) dan siameter kornea
dan perubahan refraksi pada anak-anak.
o Glaukoma biasanya terjadi hanya pada PWS facial ipsilateral, meskipun
dapat terjadi bilateral jika keterlibatan facial bilateral. Glaukoma
kontralateral dapat terjadi, meskipun jarang. Glaukoma juga dapat terjadi
tanpa keterlibatan neurologis (Type II, Roach Scale).
o Glaukoma pada SWS disebabkan oleh obstruksi mekanis sudut mata,
peningkatan kenanan vena episklera, atau hipersekresi cairan baik oleh
hemangioma choroidal atau badan silier. Kelainan sudut bilik mata depan
terlihat secara konsisten pada kasus glaukoma infantil dengan SWS,
sedangkan peningkatan tekanan vena episclera mungkin memiliki peranan
kunci pada kasus glaukoma onset terlambat pada SWS. Penurunan
pengelihatan dan kebutaan terjadi akibat glaukoma yang tidak diobati,
dengan peningkatan TIO yang menyebabkan kerusakan saraf optik. TIO
yang normal adalah 10-22 mm Hg.
Buphthalmos (hydrophthalmia)
o Terjadi akibat mekanisme yang sama dengan glaukoma.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Protein LCS dapat meningkat, kemungkinan sebagai akibat sekunder dari
perdarahan mikro. Perlu diketahui bahwa perdarahan intrakranial yang besar
jarang terjadi pada SWS.
Pencitraan
1. Foto polos kepala dapat menunkjukkan kalsifikasi klasik "lintasan
trem," atau "jalur trem" atau "jalur trolley," yang dianggap
patognomonik untuk SWS; namun demikian, hal ini biasanya
terjadi pada keadaan lanjut dan tidak ditemukan pada awalnya.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis SWS ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang ditemukan
pada organ nervus, kulit dan mata, serta ditunjang oleh pemeriksaan radiologi,
EEG dan laboratorium. Del Monte membagi SWS menjadi klasifikasi sebagai
berikut:9
· Complete trisymptomatic SWS : jika bermanifestasi lengkap pada tiga organ
saraf, mata, dan kulit.
· Incomplete bisymptomatic SWS : terdiri dari okulokutaneus yang meliputi mata
dan kulit dan neurokutaneus yang meliputi
nervus dan kulit
· Incomplete monosimptomatic SWS : apabila mengenai neural atau kutaneus
G. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa kelainan neurukutaneus yang mempunyai manifestasi klinis menyerupai
SWS di antaranya,
1. Klipel Trenaunay Weber Syndrome
Kelainan ini ditandai dengan ditemukannya PWS disertai hipertropi
ekstremitas unilateral sejak lahir, dengan lokasi pada wajah, kulit kepala, dada,
perut bahkan sampai ekstremitas, selain itu juga sering diikuti dengan kelainan
pada mata, tulang, ginjal, kelenjar adrenal, dan hepar. Gambaran PWS dapat
ditemukan pada lebih dari 1 lokasi.9,13,14
2. Neurofibromatosis
Neurofibromatosis merupakan kelainan pada kulit, susunan saraf pusat dan
susunan saraf perifer, tulang, endokrin, gastrointestinal, serta pembuluh darah.
Manifestasi klinis pada kulit berupa bercak kopi susu yang berwarna coklat
terang (café au lait) yang disertai tumor kutan multipel yang bertangkai.
Bercak muncul pada anak usia muda dan bertambah banyak sesuai dengan
bertambahnya usia, dengan lokasi pada wajah, leher, badan dan ekstremitas.14,15
Manifestasi lain yang menyertainya adalah axillary freckling, lischnodul,
gliomapadaoptik, retardasi mental, perawakan pendek dan sering disertai
dengan pubertas prekok, sertahipertensi. 13,15
3. Tuberous sclerosis
Tuberos sclerosis merupakan kelainan degenerative neuroektodermal yang
ditandai oleh trias epilepsi, retardasi mental, dan adenoma sebaseum. Kejang
merupakan gejala awal yang dapat muncul setiap saat setelah lahir. Kelainan
ini merupakan salah satu penyebab utama retardasi mental dan epilepsy berat
yang resisten terhadap obat. Adenoma sebaseum merupakan lesi angiofibroma
dengan bentuk seperti kupu-kupu berwarna merah muda. Lesi ini jarang
muncul saat lahir, biasanya berkembang antara umur 1-4 tahun dengan lokasi
di hidung, pipi, dandagu.10,13,14,15
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Sturge-Weber Syndrome termasuk antikonvulsan untuk
pengendalian kejang, terapi simtomatis dan profilaksis untuk sakit kepala,
pengobatan glaukoma untuk mengurangi tekanan intra ocular (TIO), dan terapi
laser untuk port-wine stain (PWS).
Terapi pembedahan dilakukan pada pasien dengan kejang berulang atau
refrakter, glaucoma, dan problem lain yang spesifik yang diakibatkan oleh SWS,
misalnya skoliosis. Pengobatan glaucoma biasanya tidak berhasil, sehingga
pilihan pembedahan masih diharapkan memberi hasil yang optimal terhadap
pasien dengan SWS.17
1. Kejang
Karena kejang biasanya fokal, antikonvulsan yang tepat untuk kejang
fokal adalah preparat: Carbamazepine (Tegretol), Phenytoin (Dilantin),
Asam Valproic (Depakote, Depakene, Depacon), Gabapentin (Neurontin),
Lamotrigine (Lamictal).7
2. Glaukoma
Tujuan pengobatan glaukoma adalah pengendalian TIO untuk mencegah
kerusakan saraf optik. Preparat terapi yang dipilih adalah untuk
pengurangan produksi atau memperlancar aliran aqueous humor.
o Golongan tetes mata beta-antagonis: mengurngi produksi humor
aqueous
o Golongan tetes mata adrenergic dan miotic: mengurangi TIO
dengan memperlancar drainase aqueous humor
o Golongan obat carbonic anhydrase inhibitor: menurunkan TIO
dengan mengurangi produksi aqueous humor.
Walaupun terapi medikasi glaukoma biasanya tidak berhasil, namun terapi
ini berguna untuk mengawali terapi pembedahan. Hal ini disebabkan oleh
adanya pengurangan TIO yang signifikan sehingga berperan terhadap
kejernihan kornea. Sebaiknya terapi ini diikuti terapi pembedahan.7
3. Nyeri kepala
Nyeri kepala rekuren dapat diobati dengan pengobatan simptomatis dan
profilaksis. Untuk simptomatis dapat dipilih golongan acetaminophen dan
ibuprofen. Sedangkan untuk profilaksis dapat diberikan preventif berupa
gabapentin, valproat, dan amitriptilin.18
4. Stroke-like events
Aspirin telah digunakan untuk sakit kepala dan untuk mencegah penyakit
vaskular, meskipun biasanya digunakan pada pasien yang memiliki
pemburukan neurologis atau kejadian vaskular berulang. Penggunaan
aspirin harus sangat hati-hati pada anak-anak, karena risiko terjadinya
Reye syndrome dapat ditemukan. Sehingga baik risiko maupun
keuntungan terapi harus diperhatikan dengan baik. Thomas-Sohl, Vaslow,
dan Maria (2004) merekomendasikan aspirin dosis 3-5 mg/kg/hari untuk
stroke-like events, dan juga merekomendasikan imunisasi varicella dan
influenza tahunan, karena adanya hubungan antara infeksi varicella dan
influenza pada Reye syndrome.
5. Port wine stain (PWS)
PWS ini perlu dievaluasi pada minggu pertama kehidupan dan dibedakan
dengan hemangioma. Terapi yang digunakan adalah dengan terapi laser.
Dye laser photocoagulation dapat sangat berguna untuk mengatasi
kecacatan akibat dilatasi vascular. Terapi harus dimulai sesegera mungkin,
karena memerlukan berkali-kali tindakan. Pengobatan segera juga dapat
mengurangi jumlah tindakan yang diperlukan.19
I. PROGNOSIS
Banyak temuan kasus Sturge-Weber Syndrome (SWS) yang tidak
mengancam nyawa. Kualitas hidup pasien tergantung bagaimana gejala-gejala
yang muncul (misalnya kejang) dapat dicegah dan diatasi.16
Faktor-faktor yang menentukan outcome yang buruk terhadap pasien SWS
adalah sebagai berikut:7
Onset kejang yang awal
Leptomeningeal angioma yang luas
Defisit motorik yang relaps ataupun permanen
Sakit kepala atau trauma ringan yang dihubungkan dengan serangan
defisit motorik
Adanya kerusakan neurologis progresif
Kejang fokal yang diikuti kejang general
Kenaikan frekuensi kejang dan durasi
Peningkatan atrofi fokal maupun difuse
Atrofi progresif atau kalsifikasi
Hemiparesis
Deteriorasi fungsi kognitif
Pasien diharuskan mengunjungi dokter ahli mata sekurang-kurangnya satu
tahun sekali untuk diberikan penanganan mengenai glukoma yang dideritanya.
Dan untuk menangani kejang serta gangguan neurologis yang lain, pasien dapat
ditangani oleh ahli penyakit saraf.16
DAFTAR PUSTAKA