Anda di halaman 1dari 14

REFERAT STASE RADIOLOGI

STURGE WEBER SYNDROME

Arifatun Nisa’ G99112021


Gabriel Arni S G99112071
Lanny Margaretha B G99112088
Nuri Puspitasari W G99112114
Marwan Sofyan G99112092
Muh. Nurzakky G99121029

Pembimbing :

Sulistyani Kusumaningrum, dr., M.Sc., Sp.Rad 

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Sturge-Weber Syndrome (SWS), disebut juga dengan encephalotrigeminal


angiomatosis, adalah suatu kelainan neurokutaneus dengan angioma yang
melibatkan leptomeninges (leptomeningeal angiomas [LA]) dan kulit pada wajah,
terutama pada daerah distribusi persarafan ophthalmikus (V1) dan maksilaris (V2)
dari nervus trigeminus. Angioma kutaneous disebut dengan port-wine stain
(PWS).1
Di otak, LA yang ditunjukkan dengan neuroimaging struktural dapat
terjadi unilateral atau bilateral dimana angioma unilateral lebih sering terjadi.
Neuroimaging fungsional dapat menunjukkan suatu keterlibatan area yang lebih
luas daripada neuroimaging struktural. Ini disebut dengan suatu ketidaksamaan
struktural versus fungsional.
Manifestasi neurologisnya dapat bervariasi, tergantung pada lokasi LA,
yang paling sering terletak pada regio parietal dan occipital, dan efek sekunder
dari angioma. Hal ini termasuk kejang, yang mungkin sulit ditangani; defisit fokal
seperti, hemiparesis dan hemianopsia, keduanya dapat transient, disebut
"strokelike episodes"; sakit kepala; dan gangguan perkembangan, termasuk
perkembangan terlambat, gangguan belajar, dan retardasi mental. Gangguan
perkembangan lebih sering jika angioma terjadi bilateral. Pengendalian kejang
diduga memperbaiki keadaan neurologis, dan pembedahan epilepsi mungkin
menguntungkan pada kejang yang refrakter.2
Komplikasi primer melibatkan mata ipsilateral adalah buphthalmos dan
glaukoma, dengan pengobatan ditujukan pada pengendalian tekanan intraokuler
(TIO) dan pencegahan kehilangan pengelihatan yang progresif dan kebutaan.
Masalah kosmetik juga penting, dan terapi laser tersedia untuk PWS. Angioma
ekstrakranial dan pertumbuhan berlebihan jaringan lunak juga dapat terjadi.
Malformasi SSP tertentu juga telah dikaitkan dengan sindroma ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Sturge-Weber syndrome (SWS) adalah suatu sindrom neurokutaneus yang
ditandai dengan angioma pada muka atau kulit wajah (port wain stain) yang
secara tipikal (khas) terdapat pada muka bagian atas dan sebagian kulit kepala
yang mengikuti perjalanan nervus trigeminus (yaitu nervus ophtalmikus dan
nervus maksilaris), kelainan vascular (pembuluh darah), kalsifikasi (pengapuran)
intracranial ipsilateral, kejang, hemianopsia, galukoma dan hemiparesis
kontralateral. 1
Nama lain sindrom Sturge Weber antara lain:
1. Encephalofacialangiomatosis
2. Ensefalofasialangiomatosis
3. Encephalotrigeminal angiomatosis

B. ETIOLOGI
Penyebab SWS masih belum jelas, walaupun Huq et al melaporkan
beberapa bukti perubahan gen somatic pada 4 pasien SWS. Dua diantaranya
dilakukan biopsy kulit dari port wine stains dan dua lainnya didapatkan LA dari
hemisferektomi. Inversi kromosom lengan 4q dan trisomy 10 terlihat pada satu
pasien. 3
Malformasi pembuluh darah kortikal pada SWS telah dilaporkan
4
diinervasi hanya oleh serabut saraf simpatis noradrenergic, dan peningkatan
ekspresi endothelin-1 juga dapat dilihat pada malformasi pembuluh darah
intracranial. Temuan ini mungkin dapat mengarahkan pada peningkatan
vasokonstriksi dari pembuluh darah abnormal, dimana endothelin-1 merupakan
peptide yang berhubungan dengan vasokonstriksi.
Fibronectin adalah molekul yang penting untuk meregulasi angiogenesis,
mengatur sawar darah otak, dan fungsi serta struktur pembuluh darah, seperti saat
jaringan otak merespon terhadap kejang. Comi et al melaporkan bahwa pada
pasien dengan SWS, penurunan ekspresi fibronectin tampak pada pembuluh darah
parenkim. Diameter pembuluh darah leptomeningeal menurun, sedangkan
densitas pembuluh darah meningkat pada SWS.5
Dari keseluruhan diatas dapat diambil kesimpulan, pada SWS, mutasi
somatic muncul karena gangguan dari regulasi struktur dan fungsi pembuluh
darah, inervasi pembuluh darah dan ekspresi matrix ekstraseluler dan molekul
vasoaktif.6
Glaukoma pada SWS diproduksi oleh obstruksi mekanis dari sudut mata,
meningkatan tekanan vena episklera, atau hipersekresi cairan keduanya baik
hemangioma koroidal maupun badan siliar.

C. PATOFISIOLOGI
SWS disebabkan oleh residu pembuluh darah embrional dan efek
sekundernya pada jaringan otak disekitarnya. Suatu pleksus vakuler terjadi di
sekitar bagian sefalika dari tuba neuralis, dibawah ektoderm yang akan menjadi
kulit facial. Normalnya, pleksus vaskuler ini terbentuk pada minggu keenam dan
mengalami regresi di sekitar minggu kesembilan gestasional. Kegagalan regresi
normal ini terjadi pada jaringan vaskuler residual, yang membentuk angioma pada
leptomeninges, wajah, dan mata ipsilateral.7
Dengan adanya pertumbuhan pada anak, sisi otak yang terkena akan
menjadi atropi serta terjadi penumpukan kalsium pada pembuluh darah otak yang
mengalami kelainan. Hal ini tampak pada pemeriksaan foto radiasi kepala dan CT
scan.8,9 Mekanisme terjadinya penumpukan kalsium pada korteks belum diketahui
secara pasti, namun fenomena ini diduga berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler akibat hipoksia jaringan korteks di bawah angiomatosis.9
Disfungsineurologis berupa hypoxia, ischemia, oklusi vena, thrombosis,
infark, ataufenomena vasomotor dapat terjadi akibat efek sekunder dari jaringan
otak disekitar angiomatosis.8,10 Suatu "fenomena pencurian vascular" dapat terjadi
di sekitar angioma, menyebabkan ischemia kortikal. Oleh karenanya, kejang
berulang, status epilepticus, kejang yang sulit ditangani, dan kejadian vaskuler
berulang dapat memperburuk keadaan ini, dengan suatu peningkatan pada
ischemia kortikal, menyebabkan kalsifikasi progressif, gliosis, dan atropi, yang
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kejang dan pemburukan neurologis.7
Angimatosis pada wajah yang berupa bercak merah anggur yang dikenal
dengan port wine stain (PWS) merupakan suatu pelebaran progresif system
pembuluh darah kapilar yang abnormal. Kelainan ini terutama terdapat pada
permukaan dermis dengan jarak 0,5 mm dari dermis,tetapi pada beberapa pasien
dapat meluas keseluruh dermis. Lesi ini terjadi karena hilangnya sel-sel nervus
setempat, sehingga menyebabkan berkurangnya inervasi terhadap pembuluh
darah. Inervasi pembuluh darah yang menurun mengakibatkan hilangnya regulasi
aliran darah dermis dan terjadinya pelebaran pembuluh darah.8,11 Gambaran
patologi kulit berupa dull red patches yang iregular yang terdistribusi pada satu
atau lebih divisi nervus trigeminus, sedangkan di otak ditemukan kalsifikasi.10,12

D. MANIFESTASI KLINIS
Nevus Facial, PWS
o Adalah lesi makula kongenital yang dapat progresif; mungkin terdapat
warna pink pucat pada awalnya dan kemudian menjadi lesi noduler merah
gelap atau keunguan. Hal ini dapat terbatas pada kulit, berkaitan dengan
lesi pada pembuluh darah choroid pada mata atau pembuluh darah
leptomeningeal di otak, atau bahkan terletak pada bagian tubuh yang lain.
Suatu PWS mungkin sulit untuk dilihat pada pasien dengan pigmentasi
kulit gelap.
o Tidak semua orang dengan PWS terkena SWS; insidensi keseluruhan dari
SWS telah dilaporkan sebesar 8-33% pada mereka yang dengan PWS.
Kejang, kejang refrakter
o Insidensi epilepsy pada pasien dengan SWS adalah 75-90%; kejangnya
dapat sulit ditangani. Kejang terjadi akibat iritabilitas korteks yang
disebabkan oleh angioma serebral, melalui mekanisme hipoksia, ischemia,
dan gliosis.
o Karena lesi yang bertanggung jawab untuk epilepsi pada SWS adalah
fokal, mayoritas kejangnya merupakan kejang fokal.
o Kejang yang lama menyebabkan cedera neurologis sekunder karena
gangguan metabolik seperti hipoksemia, hipoglikemi, hipotensi, ischemia,
dan hipertermia.
o Pada sistem vaskuler yang sudah terkompromikan, seperti pencurian
vaskuler dari angioma, kejang lebih mungkin menyebabkan cedera,
bahkan bila hanya sebentar. Episodes status epilepticus, oleh karenanya
sangat berbahaya pada SWS.
Hemiparesis: insidensinya sekitar 33%, bervariasi dari 25-56%; terjadi
sebagai akibat sekunder dari iskemia dengan oklusi dan thrombosis vena.
umumnya, kelemahan transient dapat terjadi dengankejang dan dapat
meningkat dengan kejang rekuren. Hemiplegia Transient dapat disertai
dengan suatu sakit kepala migraine, menunjukkan suatu mekanisme
vaskuler.
Stroke like episode
o Episode transient merujuk kepada episode strokelike (seperti stroke). Hal
ini terjadi pada 14 dari 20 yang dilaporkan oleh Maria dkk. Garcia dkk
melaporkan episode trombosis rekuren. Stroke juga dapat terjadi. Insidensi
defisit neurologis lebih tinggi pada dewasa.
Hemianopsia
o Mekanismenya seperti pada hemiparesis dan tergantung pada lokasi lesi.
Uram dan Zullabigo melaporkan hemianopsia pada 11 dari 25 (44%)
pasien.
Perkembangan tertinggal dan retardasi mental.
o Berkaitan dengan tingkat keterlibatan neurologis, terjadi pada 50-60%
pasien; lebih cenderung terjadi pada pasien dengan keterlibatan bilateral.
Kejang
o Berkaitan dengan insidensi yang lebih tinggi dari retardasi mental, dan
regresi juga berkaitan dengan frekuensi dan keparahan dari kejang.
Sakit kepala
o Terjadi sebagai akibat seunder dari penyakit vaskuler, memberikan gejala
suatu sakit kepala migraine, yang dianggap "migraine simtomatis."
Glaukoma
o Biasanya terjadi pada SWS hanya jika PWS melibatkan kelopak mata.
Insidensinya bervariasi dari 30-71%. Glaukoma dapat terjadi saat lahir
namun dapat terjadi pada setia usia, bahkan pada dewasa.
o Pengobatannya termasuk pemeriksaan teratur, melihat kerusakan saraf
optik (dengan pengukuran TIO dan lapang pandang) dan siameter kornea
dan perubahan refraksi pada anak-anak.
o Glaukoma biasanya terjadi hanya pada PWS facial ipsilateral, meskipun
dapat terjadi bilateral jika keterlibatan facial bilateral. Glaukoma
kontralateral dapat terjadi, meskipun jarang. Glaukoma juga dapat terjadi
tanpa keterlibatan neurologis (Type II, Roach Scale).
o Glaukoma pada SWS disebabkan oleh obstruksi mekanis sudut mata,
peningkatan kenanan vena episklera, atau hipersekresi cairan baik oleh
hemangioma choroidal atau badan silier. Kelainan sudut bilik mata depan
terlihat secara konsisten pada kasus glaukoma infantil dengan SWS,
sedangkan peningkatan tekanan vena episclera mungkin memiliki peranan
kunci pada kasus glaukoma onset terlambat pada SWS. Penurunan
pengelihatan dan kebutaan terjadi akibat glaukoma yang tidak diobati,
dengan peningkatan TIO yang menyebabkan kerusakan saraf optik. TIO
yang normal adalah 10-22 mm Hg.
Buphthalmos (hydrophthalmia)
o Terjadi akibat mekanisme yang sama dengan glaukoma.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Protein LCS dapat meningkat, kemungkinan sebagai akibat sekunder dari
perdarahan mikro. Perlu diketahui bahwa perdarahan intrakranial yang besar
jarang terjadi pada SWS.
 Pencitraan
1. Foto polos kepala dapat menunkjukkan kalsifikasi klasik "lintasan
trem," atau "jalur trem" atau "jalur trolley," yang dianggap
patognomonik untuk SWS; namun demikian, hal ini biasanya
terjadi pada keadaan lanjut dan tidak ditemukan pada awalnya.

2. Angiografi: tidak menunjukkan angioma namun menunjukkan


kurangnya vena kortikal superfisial, gangguan pengisian pada
sinus dural, dan vena abnormal berliku-liku.
3. CT scan: CT scan dapat menunjukkan kalsifikasi pada bayi dan
bahkan neonatus; temuan lain termasuk atrofi otak, pembesaran
pleksus koroid ipsilateral, muara vena abnormal, dan rusaknya
blood-brain barrier dengan kejang.

4. MRI: meskipun MRI tidak menunjukkan kalsifikasi, kontras


gadolinium dapat menunjukkan pial angioma; oleh karenanya,
MRI dapat memungkinkan diagnosis awal pada SWS, bahkan
pada neonatus dengan facial PWS. Pada MRI juga dapat
ditemukan myelinisasi disekitar LA, pleksus koroidalis yang besar
yang ukurannya berkaitan dengan perluasan LA, dan sumbatan
sinovenous progresif pada MR venography.

5. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)


Pemeriksaan SPECT dini bertujuan untuk mendeteksi aliran darah
serebral asimetris yang memperlihatkan hipometabolisme dan
hipoperfusi pada otak yang mengalami malformasi.
 EEG: EEG dilakukan bila kejang; akan tampak penurunan amplitudo dan
frekuensi aktivitas elektrografi pada hemisfer yang terkena.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis SWS ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang ditemukan
pada organ nervus, kulit dan mata, serta ditunjang oleh pemeriksaan radiologi,
EEG dan laboratorium. Del Monte membagi SWS menjadi klasifikasi sebagai
berikut:9
· Complete trisymptomatic SWS : jika bermanifestasi lengkap pada tiga organ
saraf, mata, dan kulit.
· Incomplete bisymptomatic SWS : terdiri dari okulokutaneus yang meliputi mata
dan kulit dan neurokutaneus yang meliputi
nervus dan kulit
· Incomplete monosimptomatic SWS : apabila mengenai neural atau kutaneus

G. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa kelainan neurukutaneus yang mempunyai manifestasi klinis menyerupai
SWS di antaranya,
1. Klipel Trenaunay Weber Syndrome
Kelainan ini ditandai dengan ditemukannya PWS disertai hipertropi
ekstremitas unilateral sejak lahir, dengan lokasi pada wajah, kulit kepala, dada,
perut bahkan sampai ekstremitas, selain itu juga sering diikuti dengan kelainan
pada mata, tulang, ginjal, kelenjar adrenal, dan hepar. Gambaran PWS dapat
ditemukan pada lebih dari 1 lokasi.9,13,14
2. Neurofibromatosis
Neurofibromatosis merupakan kelainan pada kulit, susunan saraf pusat dan
susunan saraf perifer, tulang, endokrin, gastrointestinal, serta pembuluh darah.
Manifestasi klinis pada kulit berupa bercak kopi susu yang berwarna coklat
terang (café au lait) yang disertai tumor kutan multipel yang bertangkai.
Bercak muncul pada anak usia muda dan bertambah banyak sesuai dengan
bertambahnya usia, dengan lokasi pada wajah, leher, badan dan ekstremitas.14,15
Manifestasi lain yang menyertainya adalah axillary freckling, lischnodul,
gliomapadaoptik, retardasi mental, perawakan pendek dan sering disertai
dengan pubertas prekok, sertahipertensi. 13,15
3. Tuberous sclerosis
Tuberos sclerosis merupakan kelainan degenerative neuroektodermal yang
ditandai oleh trias epilepsi, retardasi mental, dan adenoma sebaseum. Kejang
merupakan gejala awal yang dapat muncul setiap saat setelah lahir. Kelainan
ini merupakan salah satu penyebab utama retardasi mental dan epilepsy berat
yang resisten terhadap obat. Adenoma sebaseum merupakan lesi angiofibroma
dengan bentuk seperti kupu-kupu berwarna merah muda. Lesi ini jarang
muncul saat lahir, biasanya berkembang antara umur 1-4 tahun dengan lokasi
di hidung, pipi, dandagu.10,13,14,15

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Sturge-Weber Syndrome termasuk antikonvulsan untuk
pengendalian kejang, terapi simtomatis dan profilaksis untuk sakit kepala,
pengobatan glaukoma untuk mengurangi tekanan intra ocular (TIO), dan terapi
laser untuk port-wine stain (PWS).
Terapi pembedahan dilakukan pada pasien dengan kejang berulang atau
refrakter, glaucoma, dan problem lain yang spesifik yang diakibatkan oleh SWS,
misalnya skoliosis. Pengobatan glaucoma biasanya tidak berhasil, sehingga
pilihan pembedahan masih diharapkan memberi hasil yang optimal terhadap
pasien dengan SWS.17
1. Kejang
Karena kejang biasanya fokal, antikonvulsan yang tepat untuk kejang
fokal adalah preparat: Carbamazepine (Tegretol), Phenytoin (Dilantin),
Asam Valproic (Depakote, Depakene, Depacon), Gabapentin (Neurontin),
Lamotrigine (Lamictal).7
2. Glaukoma
Tujuan pengobatan glaukoma adalah pengendalian TIO untuk mencegah
kerusakan saraf optik. Preparat terapi yang dipilih adalah untuk
pengurangan produksi atau memperlancar aliran aqueous humor.
o Golongan tetes mata beta-antagonis: mengurngi produksi humor
aqueous
o Golongan tetes mata adrenergic dan miotic: mengurangi TIO
dengan memperlancar drainase aqueous humor
o Golongan obat carbonic anhydrase inhibitor: menurunkan TIO
dengan mengurangi produksi aqueous humor.
Walaupun terapi medikasi glaukoma biasanya tidak berhasil, namun terapi
ini berguna untuk mengawali terapi pembedahan. Hal ini disebabkan oleh
adanya pengurangan TIO yang signifikan sehingga berperan terhadap
kejernihan kornea. Sebaiknya terapi ini diikuti terapi pembedahan.7
3. Nyeri kepala
Nyeri kepala rekuren dapat diobati dengan pengobatan simptomatis dan
profilaksis. Untuk simptomatis dapat dipilih golongan acetaminophen dan
ibuprofen. Sedangkan untuk profilaksis dapat diberikan preventif berupa
gabapentin, valproat, dan amitriptilin.18
4. Stroke-like events
Aspirin telah digunakan untuk sakit kepala dan untuk mencegah penyakit
vaskular, meskipun biasanya digunakan pada pasien yang memiliki
pemburukan neurologis atau kejadian vaskular berulang. Penggunaan
aspirin harus sangat hati-hati pada anak-anak, karena risiko terjadinya
Reye syndrome dapat ditemukan. Sehingga baik risiko maupun
keuntungan terapi harus diperhatikan dengan baik. Thomas-Sohl, Vaslow,
dan Maria (2004) merekomendasikan aspirin dosis 3-5 mg/kg/hari untuk
stroke-like events, dan juga merekomendasikan imunisasi varicella dan
influenza tahunan, karena adanya hubungan antara infeksi varicella dan
influenza pada Reye syndrome.
5. Port wine stain (PWS)
PWS ini perlu dievaluasi pada minggu pertama kehidupan dan dibedakan
dengan hemangioma. Terapi yang digunakan adalah dengan terapi laser.
Dye laser photocoagulation dapat sangat berguna untuk mengatasi
kecacatan akibat dilatasi vascular. Terapi harus dimulai sesegera mungkin,
karena memerlukan berkali-kali tindakan. Pengobatan segera juga dapat
mengurangi jumlah tindakan yang diperlukan.19
I. PROGNOSIS
Banyak temuan kasus Sturge-Weber Syndrome (SWS) yang tidak
mengancam nyawa. Kualitas hidup pasien tergantung bagaimana gejala-gejala
yang muncul (misalnya kejang) dapat dicegah dan diatasi.16
Faktor-faktor yang menentukan outcome yang buruk terhadap pasien SWS
adalah sebagai berikut:7
 Onset kejang yang awal
 Leptomeningeal angioma yang luas
 Defisit motorik yang relaps ataupun permanen
 Sakit kepala atau trauma ringan yang dihubungkan dengan serangan
defisit motorik
 Adanya kerusakan neurologis progresif
 Kejang fokal yang diikuti kejang general
 Kenaikan frekuensi kejang dan durasi
 Peningkatan atrofi fokal maupun difuse
 Atrofi progresif atau kalsifikasi
 Hemiparesis
 Deteriorasi fungsi kognitif
Pasien diharuskan mengunjungi dokter ahli mata sekurang-kurangnya satu
tahun sekali untuk diberikan penanganan mengenai glukoma yang dideritanya.
Dan untuk menangani kejang serta gangguan neurologis yang lain, pasien dapat
ditangani oleh ahli penyakit saraf.16

DAFTAR PUSTAKA

1. Baselga E. Sturge-Weber syndrome. Semin Cutan Med Surg. Jun


2004;23(2):87-98. [Medline].
2. Roach ES, Bodensteiner JB. Neurologic manifestations of Sturge-Weber
Syndrome. In: Sturge-Weber Syndrome. Mt Freedom, New Jersey: Sturge
Weber Foundation; 1999:27-38.
3. Huq AH, Chugani DC, Hukku B. Evidence of somatic mosaicism in
Sturge-Weber syndrome. Neurology. Sep 10 2002;59(5):780-2. [Medline].
4. Parsa CF. Sturge-weber syndrome: a unified pathophysiologic mechanism.
Curr Treat Options Neurol. Jan 2008;10(1):47-54. [Medline].
5. Cunhae S M, Barroso CP, Caldas MC. Innervation pattern of malformative
cortical vessels in Sturge-Weber disease: an histochemical,
immunohistochemical, and ultrastructural study. Neurosurgery. Oct
1997;41(4):872-6; discussion 876-7. [Medline].
6. Comi AM, Weisz CJ, Highet BH. Sturge-Weber syndrome: altered blood
vessel fibronectin expression and morphology. J Child Neurol. Jul
2005;20(7):572-7. [Medline].
7. Masanori Takeoka, James J Riviello, Sturge-
WeberSyndrome,http://www.emedicine.com/neuro/TOPIC356.HTM (8
Juli 2013)
8. Del Monte MA. Sturge Weber syndrome.eMed J: 2001
9. Portiilla P, Husson B, Lasjaunias P, Landrieu P. SturgeWeber disease with
repercussion on the prenatal developmentof the serebral hemisphere. Am J
Neuroradiol2002; 23:490-2.
10. Enjolras. Sturge Weber syndrome Dalam: Behrman RE,Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbookof Pediatrics. Edisi ke-16.
Philadelphia: WBSaunders, 2000. h. 1838.
11. Behrman RE, Klliegman RM, Jenson HB.
Neurocutaneoussyndromes.Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,Jenson
HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.Edisi ke-16. Philadelphia:
WB Saunders, 2000. h.1838.Oakes W. Sturge Weber syndrome. eMed J
2001;10:123-9.
12. Chapieski L. Psychology functioning in children andadolescent with
Sturge Weber syndrome. J Child Neurol2000; 15:660-5.
13. Sturge Weber Disease. Pediatric Encyclopedia. HealthCentral.
Diperolehdari; http://www.healthcentral.com/peds/top/001426.cfm.(8 Juli
2013)
14. Arzimanogiou AA, Andermann F, Aicardi J. SturgeWeber Syndrome.
Indication and result of surgery in20 patients. Neurology 2000;55-8
15. Kerrison JB. Neuro-opthalmology of the phacomatoses.
CurrOpinOphthalmol 2000; 11:413-20.
16. Haslam RHA. 2007. Neurocutaneous syndromes. Dalam Kliegman RM,
Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.
Edisi 18th. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. Hal: 596.
17. Kossoff EH, Balasta M, Hatfield LM, Lehmann CU, Comi AM. 2007. Self
reported treatment patterns in patiens with Sturge-Weber Syndrome and
migraines. J Child Neurol. 2007;22(6):720-6.
18. Patrianakos TD, Nagao K, Walton DS. 2008. Surgical management of
glaucoma with the sturge weber syndrome. Int Ophthalmol Clin. Spring
2008;48(2):63-78.
19. Sharan S, Swamy B, Taranath DA, et. al. 2009. Port-wine vascular
malformations and glaucoma risk ini Sturge-Weber syndrome. J AAPOS.
2009;13(4):374-8

Anda mungkin juga menyukai