Dandang Muhamad Jasmanto (1903018019) PDF
Dandang Muhamad Jasmanto (1903018019) PDF
DI ERA MODERN
Oleh :
Dandang Muhamad Jasmanto
NIM : 1903018018
Abstrak
Tasawuf sebagai inti ajaran Islam muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi
problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang Maha
Pencipta. Akan tetapi, tasawuf selama ini dipersepsikan sebagai laku batin yang
melepaskan diri dari keduniaan. Akan tetapi, belakangan terdapat suatu paham
tasawuf yang tidak menjadikan pengamalnya menarik diri dari lingkungan dan
justru mengharuskan pengamalnya untuk turun ke masyarakat dan ikut
berkontribusi dalam pemecahan masalah yang dihadapi masyarakatnya. Dengan
pembersihan jiwa yang mencakup seluruh aspek batiniah ini maka ajaran Tasawuf
tidak tersekat dengan waktu yang ditentukan yaitu tidak terdikotomikan bahwa
Tasawuf hanya berada dan berlaku pada zaman Nabi dan para penerusnya akan
tetapi melihat kebutuhan dan tantangan zaman sekarang yang semakin kompleks
dengan tantangan kapitalisme global yang meradang. Serta Tasawuf yang selalu
menjadi bagian dari kehidupan manusia, jika di ibaratkan Tasawuf bagaikan air
yang mengalir di sendi-sendi kehidupan maka dari itu tidak pernah berhenti
mengalir.1 Di berbagai aspek kehidupanpun tidak bisa terelakkan mulai dari aspek
teknologi, social, budaya, ekonomi dan banyak lainnya membuat masyarakat
modern ini menjadi masyarakat yang mekanistik, dalam artian hidup seakan-akan
terukur dengan system yang telah ditentukan suatu perusahaan atau instansi
tertentu mengakibatkan ada suatu aspek kehidupan yang terlupakan, padahal
dalam kehidupan ini ada hal yang dapat menjadikan hidup lebih bermakna.
1
Muhammad Taqi Ja‟fari, Tasawuf Positif (Sebuah Pengantar), (Jakarta: Nur Al-Huda,
2005), hlm. 13.
1
A. Pendahuluan
2
Ahmad Suyuti, Percik-Percik Kesufian, (Bandung: Penerbit Pustaka Hidayah, 2002), hal.
93.
3
Mulyadi Kertanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 264.
2
Imam Al Ghazali berpendapat bahwa dinamika kehidupan dalam
sejarah bertumpu pada unsur dan proses kejadian manusia yang dijadikan dari
dua unsur yaitu ruh dan jasad tubuh. Dimensi ruh karena langsung bersumber
dari Tuhan yang terbebas dari hukum natural mekanis, sedangkan jasad tubuh
sebaliknya. Jasad tubuh tumbuh melalui proses natural hingga dikenai dan
terikat proses mekanistis tersebut ketika kedewasaan tumbuh memerlukan
4
waktu historis dalam hitungan tahun. Karena itu, kebahagiaan hidup
seseorang bisa dicapai ketika mekanisme jasad tubuh diabdikan sepenuhnya
pada mekanisme ruhnya.
Ketika kita sebagai orang modern yang hanya membatasi diri kita pada
dunia fisik saja, maka menurut pendapat sufistik kita tidak akan dapat
mengorientasikan diri kita dengan benar dan hanya akan berputar-putar tanpa
arah di dunia yang senantiasa berubah dan akan musnah ini. Akibat seriusnya
dari kondisi seperti ini adalah adanya perasaan terasing atau istilahnya
“terlienasi” baik dari diri sendiri, alam sekitar, dan Tuhan.5
Sulit nampaknya mereka untuk mengenal siapa diri mereka yang
sejati. Ketika manusia hanya mementingkan aspek dari dirinya dengan
mengesampingkan aspek spiritual, maka kegoncangan dan ketidakstabilan
jiwanya tidak sulit dibayangkan. Ketika manusia modern hanya
membersihkan kotoran-kotoran jiwa mereka, maka tidak sulit untuk
menjawab mengapa orang-orang modern banyak mengalami goncangan dan
penyakit jiwa. Stres dan hipertensi pun telah menjadi penyakit umum yang
diderita oleh manusia modern.
Orang kaya harta dan kuasa seringkali hidupnya kosong dan hampa
karena kehilangan kekayaan ruhaniah dan spiritual. Mereka sulit tidur, mahal
senyum, dan stress, serta setiap banyak pilihan kecuali mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri. Karena itu, Islam memandang manusia bisa tumbuh lebih
mulia daripada malaikat dan bisa lebih hina daripada binatang atau syetan
dimana syaratnya manusia bisa bebas dari sekedar kebutuhan makan dan
minum, nafsu syahwat, dan kecintaan terhadap kekuasaan. Kemuliaan
4
Abdul Munir Mulkan, Sufi Pinggiran Menembus Batas-Batas, (Yogyakarta: IMPULSE,
2007), hal. 52.
5
Mulyadi Kertanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf,...hal. 264.
3
manusia bukanlah karena menjauhi kehidupan duniawi melainkan manakala
bisa menggunakan kepintaran, kekayaan dan kekuasaan untuk kemanfaatan
bagi yang lainya. Oleh karena itu, segala yang menghadang di tengah
masyarakat modern harus ditantang dengan nilai-nilai spiritual yang
dihidupkembangkan dalam mistisme Islam yaitu tasawuf yang relevan.
4
muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai
ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir.6
6
M.Insya Musya Nurhaidah, “Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa
Indonesia”, Jurnal Pesona Dasar. Vol. 3 No. 3, April 2015, hal 1- 14.
7
Robert H.Tahouless, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Press, Cet. I, 1992),
hal. 2.
5
pengorganisasian kehidupan pemerintahan dan ekonomi masih amat
sederhana serta laju pertumbuhan sosial masih lambat. 8
Pada tipe ini pembagian tugas belum ada, dimana seorang kepala
desa merangkap sebagai tokoh agama, pemuka masyarakat, tokoh adat,
penentu dalam pertanian dan juga seorang dukun, dan tambah jumlah
mereka masih sedikit. Tetapi rasa kekeluarga mereka sangat kental,
mereka sering bertemu dan berbicang-bicang apabila mereka mendapat
kesulitan masyarakat. Selanjutnya, pengembangan tradisi-tradisi hanya
melalui berita dari mulut ke mulut anggota masyarakat, ini disebabkan
rendahnya tingkat tulis baca mereka. Bagi indiividu agama menjadi
landasan dalam proses sosialisasi. Hal ini ditandai dengan dengan
dilaksanakannya upacara-upacara keagamaan. Misalnya pada peristiwa
kehamilan, kelahiran, pada waktu seseorang memasuki usia remaja,
peristiwa kematian. Pada tipe ini agama dan nilai-nilai yang sakral
memiliki peranan yang dominan dan menentukan dalam kehidupan
masyarakat. Nilai-nilai agama seringkali menimbulkan dan meningkatkan
sikap konservatisme dalam menghalangi perubahan-perubahan kehidupan
sosial masyarakat, seolah-olah agama turut menghambat kemajuan.
8
Elizabeth K,Nottingam, Religion And Society, ter, Adbul Muis Naharong, (Jakarta : CV.
Rajawali, Cet. I, 1985), hal. 51.
6
pribadinya. Masyarakat tipe ini lebih dikenal dengan istilah masyarakat
dunia ketiga, yaitu suatu masa yang berada di antara tipe masyarakat
terkebelakang dan nilai-nilai sakral dengan tipe masyarakat industri yang
sekuler. Adapun ciri-ciri masyarakat ini: jumlah anggota masyarakatnya
tidak begitu besar, dan terisolir, perubahan lebih cepat, daerahnya lebih
luas serta tingkat perkembangan teknologi dan pengetahuan lebih tinggi
bila dibandingkan dengan tipe pertama. Selanjutnya pembagian kerja
telah mulai kelihatan, timbulnya stratifikasi sosial dalam masyarakat,
adanya kemampuan tulis baca dikalangan masyarakat sampai tingkat
tertentu. Masalah pertanian dan industri tangan adalah sarana utama untuk
menopang ekonomi pedesaan dengan beberapa kota sebagai pusat
perdagangan di kota. Kemudian kembaga-lembaga pemerintahan dan
kehidupan ekonomi berkembang pesat yang mengarah kepada spesislisasi
dalam keahliannya masing-masing. anggota, memberikan ciri-ciri khas
kepada tipe ini, meskipun ia merupakan organisasi formal yang terpisah
dan berbeda serta memiliki tenaga yang proposional sendiri. Agama
memberikan arti dan ikatan pada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini.
Akan tetapi masih pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan
sekuler sedikit banyak masih dapat dibedakan. 9
9
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Potret Agama dalam Dinamika Konflik, Pluralisme,
dan Modern, (Bandung: CV.Pustaka Setia, Cet. I, 2010), hal. 126.
7
struktur dan sikap dasar sendiri. Sedangkan setiap organisasi menuntut
kesetiaan anggotanya. Kedua, bentuk organisasi memiliki bentuk
operasinya yang sama, sehingga menimbulkan benturan antara kedua
organisasi tersebut. Seperti yang terjadi pada waktu pemilihan Presidien
dan wakil Presiden, pemilihan Gubernur/Wakilnya dan Pemilihan
Bupati/wakilnya serta Pemilihan Wali Kota/Wakilnya. Ketiga,
masyarakat tipe ini semakin majemuk, perlawanan antara kelompok
pertama dan kelompok yang datang belakangan mulai menurun.
Kelompok terakhir datang dengan tatanan politik dan ekonomi baru,
maka agama bisa tampil dengan pembaharuan yang bersifat kreatif.10
3. Masyarakat Industri-Sekuler
10
Elizabeth K. Nottingam, Religion And Society, ... hal. 56-57.
8
selain itu tidak ada ikatan resmi antara organisasi keagamaan dengan
organisasi pemertintah duniawi. Tetapi dalam pelaksanaannya mereka
saling bekerjasama untuk mencapai tujuannya masing-masing.
Organisasi-organisasi sekuler masih meminta bantuan pemuka agama
pada acara-acara resmi kenegaraan. Begitu pula organisasi politik masih
memakai simbol-simbol keagamaan tertentu dalam mencapai tujuannya.
Namun, ciri-ciri ini mempunyai implikasi-implikasi khusus bagi agama
yang berfungsi ganda, yaitu sebagai pemersatu atau sebagai pemecah
belah. Sehingga kekuatan sekulerisme sangat melemahkan nilai-nilai
agama. Mereka mengambil sikap toleransi terhadap perbedaan agama
sebagai ciri khas dari masyarakat ini. Akibat ketidak acuhan mereka
dalam menghadapi pengaruh sistem nilai sekuler yang semakin
berkembang; organisasi–organisasi keagamaan pun tidak lupa dari
pengaruh sekulerisasi. Berbagai penganut organisasi keagamaan
melaksanakan fungsi pemersatu bagi kelompoknya yang sebagian besar
anggotanya berasal dari kelas atau suku minoritas dalam masyarakat,
pada kelompok ini agama memegang tugas rangkap, yaitu: Pertama,
agama menyatukan anggotanya akibat tersingkirkan atau terlantarkan
dalam tatanan kehidupan sosial. Kedua, Agama sebagai pembatas
timbulnya memecah-belah kelompok dan mengilangkan identitas. Dalam
mensosialisasikan nilai-nilai agama, orang tua masih menyerahkah
anaknya pada kegiatan keagamaan sekolah Sabtu dan Minggu yang
diadakan gereja. Elizabeth menjelaskan bahwa dalam mendidik anak-
anak, kebanyakan orang tua di Amerika masih beranggapan bahwa nilai-
nilai keagamaan tradisional atau nilai-nilai serupa yamg telah
diperbaharui dengan versi baru merupakan landasan pembentukkan
karakter yang dapat dibenarkan.11
11
Elizabeth K,Nottingam, Religion And Society, ... hal. 52.
9
berarti ”kacau”. Dari dua kata tersebut diartikan bahwa agama adalah suatu
peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. 12 Agama pada
era modern memandang dari perspektif Islam, modernitas dalam kehidupan
kita saat ini adalah impor dari dunia Barat yang memiliki sistem nilai logika.
Perkembangan tersendiri yang di dalamnya mungkin terdapat unsur yang
singkron saling melengkapi yang besifat universal. Dalam bentuknya yang
positif umat Islam pun mengakui ”hutang budi’ mereka kepada Barat,
terutama dalam mengikis kungkungan tradisionalisme, kemudian menerima
tatanan baru yang mendorong untuk melakukan berbagai inovasi guna
menjawab tantangan zaman di lingkungan masing-masing. Umat Islam
kehilangan jati diri dalam melihat tatanan yang serba asing kemudian
menempatkan secara proporsional baik sebagai ”kawan” maupun sebagai
”lawan”.
12
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam : Studi Kritis dan Refleksi Historis,
(Jogjakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hal. 28.
10
kehidupan. Modernisasi hanya akan menghasilkan sekularisasi dan
sekularisme suatu paham yang tertutup, suatu sistem idiologi tersendiri dan
lepas dari agama atau penolakan adanya kehidupanlain di luar kehidupan
duniawi ini yang akan mengakibatkan kemunduran agama baik pada tingkat
sosial (masyarakat) maupun pada tingkat individual. 13 Kemudian masyarakat
modern memerlukan pengalaman keagamaan yang lebih intens dalam
pencarian makna.
13
Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan, (Bandung:Mizan,1998), hal.
218.
14
Yusuf Qardhawi, Sekuler Ekstrim, Terj. Daat Nuhani Idris (Jakarta: Pustakaal-Kautsar,
2000), hal. 2.
11
ekonomi dan politik hidup sehari-hari. Di dalam proses perubahan terkadang
diselingi konflik yang terjadi di kehidupan masyarakat. Kemudian di era
modern, syarat umum modernisasi dalam kehidupan masyarakat meliputi:
cara berfifkir yang ilmiah, sistem analisa data atau fakta yang metodik,
sistem administrasi yang efisien, ada iklim yang mendukung perubahan baru,
disiplin yang tinggi pada waktu dan aturan main, inovasi dan modifikasi
dalam segala bidang.
12
berarti (secara politis) bagi dunia. Kebanggaan yang dapat ditampilkan bagi
umat Islam saat ini masih sangat sedikit sekali. Paling-paling negara Arab
yang kaya dengan minyak, itu pun karena keberuntungan takdir saja bahwa
cadangan minyak terbesar dunia ada disana. Tentang hal yang lain sangat
sulit untuk mencarinya. Di bidang ekonomi, masyarakat Muslim dunia sama
sekali tidak bisa diandalkan. Sampai sekarang sistem yang dipakai tetap saja
kapitalisme dengan segala konsekuensinya.negara-negara Muslim yang
memang sudah miskin semakin miskin saja dengan kapitalisme yang
dibanggakan Amerika. Sistem perekonomian Islam yanng menjanjikan
keadilan itu tidak muncul sama sekali. Padahal beberapa abad sistem ini
dipakai dan pernah terbukti keampuhannya. Sistem bank konvensional (riba)
masih menjadi pilihan utama masyarakat dunia. Belum lagi dengan
kemiskinan negara-negara Muslim yang menyebabkan mereka harus
berhutang pada negara-negara kapitalis. Pada gilirannya juga akan
mempersulit mereka bahkan untuk sekedar membayar bunga hutang.
Beberapa pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap
sebagai sesuatu yang tidak bermoral tetapi juga sesuatu yang menghambat
aktivitas perekonomian masyarakat.15
Saat ini kondisi umat Islam terpecah belah ke dalam 50-an negara.
Kolonialisme telah berhasil melakukan hal itu dan selalu saja memunculkan
friksi antar umat Islam sendiri mengenai batas wilayah yang lebih sering
menimbulkan peperangan berkepanjangan daripada kepahaman dan
persaudaraan. Bagaimanapun umat Islam telah berhasil dikelabui oleh
berbagai gerakan pembaratan yang berakibat ada semacam trend di kalangan
umat Islam untuk meniru Barat dan merasa asing serta phobi pada Islam
sendiri. Dari segi sosial budaya umat Islam lebih menyukai meniru Barat
dalam banyak hal seperti model berpakaian, cara bergaulan, bahasa, dan
simbol-simbol budaya lainnya. Kemudian ini juga berlanjut dengan
15
Tim Pengembangan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 35. menurut Suhrawardi K. Lubis,
Riba merupakan pemerasan yang dilakukan oleh orang kaya terhadap orang miskin yang pada
dasarnya membutuhkan pertolongan agar dapat melepaskan diri dari kesulitan hidupnya, terutama
dalam kebutuhan pokok. Lihat: Hukum Ekonomi Islam, hal. 28.
13
menganggap baik segala apa yang berasal dari Barat dan sebaliknya
menganggap yang dari Islam itu jelek dan ketinggalan zaman. Hal ini cukup
lama dirasakan sehingga keagungan Islam sendiri semakin tidak dirasakan
bahkan oleh umat Islam sendiri.
14
menyebabkan umat Islam terpaksa mengikuti pola ini sadar atau tidak
untuk tetap bisa bertahan hidup.16
4. Ancaman Sanksi Ekonomi maupun Politik (Hubungan Luar Negari).
Mengarah kepada menimbulkan rasa ketakutan yang berlebihan kepada
pihak Barat, khususnya Amerika dengan PBB nya. Sehingga banyak
menghalangi tindakan ataupun sikap umat Islam menanggapi sebuah
permasalahan maupun isu. Karena apabila macam-macam saja dengan
Amerika dan cs-nya, alamat negara tidak akan tentram dalam waktu yang
lama. Secara psikologis bangsa-bangsa Muslim memang masih terjajah.
1. Runtuhnya Khilafah
3. Fanatisme Madzhab
Bahkan hingga sekarang pun umat Islam masih sering terjebak dengan
pembahasan permasalah Mazhab yang notabene adalah permasalahan
furu’ (cabang).Yang lebih sering perbedaan ini menimbulkan perpecahan,
16
Abdul Shabur Marzuq, Ghazwul Fikri : Invansi Pemikiran , Terj. Abu Farah, (Jakarta:
Asya, 2006), hal. V
15
walau banyak yang mengikuti mazhab dengan taklid bukan ‘ala bashira.
Pada kajian-kajian keIslaman kemudian juga lebih membahas
permasalahan perbedaan mazhab dan seringnya mengarah pada
menjelekkan mazhab yang lain seolah syurga hanya untuk mazhabnya
sendiri.
4. Pluralisme Gerakan
5. Tingkat Intelektualitas
16
6. Salah Persepsi Terhadap Ajaran Islam
17
1. Tasawuf Modern
2. Neo-Sufisme
18
melibatkan diri dalam hal kemasyarakatan, maka sufisme baru ini
mengalihkan pusat pengamatan kepada sosio-masyarakat Muslim. Oleh
karena itu karakter keseluruhan neo-sufisme adalah puritanis dan aktivis.
3. Tasawuf Positif
17
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, ( Bogor: Kencana, 2003), hal. 1.
19
g. Insan kamil sebagai wujud multi dimensi;
Jika dikaji lebih jauh tiga model tasawuf di atas, dapat dikatakan
bahwa pada prinsipnya, baik tasawuf modern, neo-sufisme, maupun tasawuf
positif memiliki tujuan yang sama yaitu mengembalikan ajaran tasawuf
secara proporsional sesuai dengan yang dipraktekan oleh Rasulullah SAW.
Segala bentuk penyelewengan yang telah merusak citra tasawuf berusaha
disingkirkan. Dengan begitu, tasawuf tidak ketinggalan dan tetap aktual
dalam kehidupan kontemporer.
18
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif,...hal. 1.
20
E. Kesimpulan
Tasawuf sebagai inti ajaran Islam muncul dengan memberi solusi dan
terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang
Maha Pencipta. Akan tetapi, tasawuf selama ini dipersepsikan sebagai laku batin
yang melepaskan diri dari keduniaan. Akan tetapi, belakangan terdapat suatu
paham tasawuf yang tidak menjadikan pengamalnya menarik diri dari lingkungan
dan justru mengharuskan pengamalnya untuk turun ke masyarakat dan ikut
berkontribusi dalam pemecahan masalah yang dihadapi masyarakatnya. Dengan
pembersihan jiwa yang mencakup seluruh aspek batiniah ini maka ajaran Tasawuf
tidak tersekat dengan waktu yang ditentukan yaitu tidak terdikotomikan bahwa
Tasawuf hanya berada dan berlaku pada zaman Nabi dan para penerusnya akan
tetapi melihat kebutuhan dan tantangan zaman sekarang yang semakin kompleks
dengan tantangan kapitalisme global yang meradang. Serta Tasawuf yang selalu
menjadi bagian dari kehidupan manusia, jika di ibaratkan Tasawuf bagaikan air
yang mengalir di sendi-sendi kehidupan maka dari itu tidak pernah berhenti
mengalir.
Di berbagai aspek kehidupanpun tidak bisa terelakkan mulai dari aspek
teknologi, sosial, budaya, ekonomi dan banyak lainnya membuat masyarakat
modern ini menjadi masyarakat yang mekanistik, dalam artian hidup seakan-akan
terukur dengan system yang telah ditentukan suatu perusahaan atau instansi
tertentu mengakibatkan ada suatu aspek kehidupan yang terlupakan, padahal
dalam kehidupan ini ada hal yang dapat menjadikan hidup lebih bermakna. Dalam
perkembangan terakhir telah muncul beberapa model tasawuf yang dianggap bisa
menyesuaikan diri dengan kondisi social masa kini tasawuf modern, neo-sufisme,
tasawuf positif
21
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Faisal. Paradigma Kebudayaan Islam . Studi Kritis dan Refleksi Historis.
Jogjakarta. Titian Ilahi Press. 1997.
Ja’fari, Muhammad Taqi. Tasawuf Positif Sebuah Pengantar. Jakarta. Nur Al-
Huda. 2005.
Marzuq, Abdul Shabur. Ghazwul Fikri . Invansi Pemikiran . Terj. Abu Farah.
Jakarta. Asya. 2006.
Nottingam, Elizabeth K. Religion And Society. ter. Adbul Muis Naharong. Jakarta.
CV. Rajawali. Cet. I. 1985.
Qardhawi, Yusuf . Sekuler Ekstrim. Terj. Daat Nuhani Idris Jakarta. Pustakaal-
Kautsar. 2000.
22