Anda di halaman 1dari 7

Panduan Praktis Klinis

SMF Ilmu Kesehatan Jiwa


SKIZOFRENIA
RSU Bhakti Rahayu 2019
Denpasar
1. Diagnosis F20
2. Pengertian Merupakan psikosa fungsional (non-organik) dengan gangguan utamanya
pada proses/isi pikir serta adanya disharmoni antara pikiran, perilaku dan
afek yang tidak sesuai realita.
3. Anamnesis Awitan biasanya terjadi pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Pasien
memiliki gangguan bentuk fikir, seperti asosiasi longgar, inkoherensi dan
lain-lain. Selain itu juga terdapat gangguan isi fikir berupa waham, seperti
merasa seluruh gerakan tubuhnya dikendalikan dan merasa isi pikirannya
diketahui oleh semua orang. Tidak ditemukan adanya riwayat penggunaan
zat dan riwayat penyakit yang menyertai pasien. Gejala sudah ada lebih dari
satu bulan.
4. Pemeriksaan • Gangguan Proses Pikir: Asosiasi longgar, intrusi berlebihan,
Status Mental blocking, klang asosiasi, ekolalia, alogia, neologisme.
• Gangguan Isi Pikir: waham, keyakinan yang salah dan didasarkan
pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan eksternal, tidak
sejalan dengan inteligensia pasien dan latar belakang kultural, yang
tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan. Terdapat berbagai jenis
waham, antara lain:
a. Waham yang kacau (bizarre delusion)
b. Waham tersistematisasi
c. Waham yang sejalan dengan mood
d. Waham yang tidak sejalan dengan mood
e. Waham nihilistik
f. Waham kemiskinan
g. Waham somatik
h. Waham paranoid
- Waham persekutorik
- Waham kebesaran
- Waham referensi
i. Waham menyalahkan diri sendiri
j. Waham pengendalian
- Penarikan pikiran (thought withdrawl)
- Penanaman pikiran (thought insertion)
- Siar pikiran (thought broadcasting)
- Pengendalian pikiran (thought control)
k. Waham ketidaksetiaan
l. Erotomania
m. Pseudologi phantastica
• Gangguan Persepsi; Halusinasi, ilusi, depersonalisasi, dan
derealisasi.
• Gangguan Emosi; ada tiga afek dasar yang sering diperlihatkan oleh
penderita skizofrenia (tetapi tidak patognomonik):
- Afek tumpul atau datar
- Afek tak serasi (inappropriate)
- Afek labil
• Gangguan Perilaku; Berbagai perilaku tak sesuai atau aneh dapat
terlihat seperti gerakan tubuh yang aneh dan menyeringai, perilaku
ritual, sangat ketolol-tololan, dan agresif serta perilaku seksual yang
tak pantas. Selain itu juga ditemukan adanya autistic behavior.
• Gangguan Motivasi; aktivitas yang disadari seringkali menurun atau
hilang pada orang dengan skizofrenia. Misalnya, kehilangan
kehendak dan tidak ada aktivitas (gejala negatif).
• Gangguan Neurokognitif; terdapat gangguan atensi, menurunnya
kemampuan untuk menyelesaikan masalah, gangguan memori
(misalnya, memori kerja, spasial dan verbal) serta fungsi eksekutif.
5. Kriteria • Pikiran bergema (thought echo), penarikan pikiran atau penyisipan
Diagnosis (thought withdrawal atau thought insertion), dan penyiaran pikiran
(thought broadcasting).
• Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi
(delusion of influenced), atau “passivity”, yang jelas merujuk pada
pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran,
perbuatan atau perasaan (sensations) khusus; waham persepsi.
• Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang perilaku pasien
atau sekelompok orang yang sedang mendiskusikan pasien, atau
bentuk halusinasi suara lainnya yang datang dari beberapa bagian
tubuh.
• Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya
dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya
mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan
kemampuan “manusia super” (tidak sesuai dengan budaya dan
sangat tidak mungkin atau tidak masuk akal, misalnya mampu
berkomunikasi dengan makhluk asing yang datang dari planet lain).
• Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh
ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus menerus
• Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan
(interpolasi) yang berakibat inkoheren atau pembicaraan tidak
relevan atau neologisme.
• Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativism,
mutisme, dan stupor.
• Gejala-gejala negatif, seperti sikap masa bodoh (apatis),
pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul
atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.
• Perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self
absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

Pedoman Diagnostik
• Minimal satu gejala yang jelas (dua atau lebih, bila satu gejala
kurang jelas) yang tercatat pada kelompok A sampai D di atas, atau
paling sedikit dua gejala dari kelompok E sampai H, yang harus ada
dengan jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-
kondisi yang memenuhi persyaratan pada gejala tersebut tetapi
lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus
didiagnosis sebagai gangguan psikotik lir skizofrenia akut.
• secara retrospektif, mungkin terdapat fase prodromal dengan gejala-
gejala dan perilaku kehilangan minat dalam bekerja, adalam
aktivitas (pergaulan) sosial, penelantaran penampilan pribadi dan
perawatan diri, bersama dengan kecemasan yang menyeluruh serta
depresi dan preokupasi yang berderajat ringan, mendahului onset
gejala-gejala psikotik selama berminggu-minggu bahkan berbulan-
bulan. Karena sulitnya menentukan onset, kriteria lamanya 1 bulan
berlaku hanya untuk gejala-gejala khas tersebut di atas dan tidak
berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal.
• Diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan bila terdapat secara
luas gejala-gejala depresif atau manic kecuali bila memang jelas,
bahwa gejala-gejala skizofrenia itu mendahului gangguan afektif
tersebut.
• Skizofrenia tidak dapat didiagnosis bila terdapat penyakit otak yang
nyata, atau dalam keadaan intoksikasi atau putus zat.
6. Diagnosis 1. Skizofrenia paranoid
Kerja 2. Skizofrenia disorganisasi (hebefrenik)
3. Skizofrenia katatonik
4. Skizofrenia tak terinci
5. Skizofrenia residual
7. Diagnosis 6. Ganggaun Psikotik Lir-Skizofrenia Akut
Banding 7. Gangguan Waham Organik (Lir-Skizofrenia)
8. Gangguan Halusinasi Organik
9. Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia e.c NAPZA
10. Gangguan Kondisi Medis Umum misalnya epilepsi lobus temporal,
tumor lobus temporal atau frontalis, stadium awal sklerosis multipel dan
sindrom lupus eritematosus
11. Gangguan Skizoafektif
12. Gangguan Afektif berat dengan Gejala Psikotik
13. Gangguan Waham Menetap
14. Gangguan Perkembangan pervasif
15. Gangguan Kepribadian Skizotipal
16. Gangguan Kepribadian Skizoid
17. Gangguan Kepribadian Paranoid
8. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan berat badan (BMI), lingkaran pinggang, Tekanan
Penunjang Darah
2. Pemeriksaan laboratorium, Darah Tepi Lengkap, fungsi liver, profil
lipid, fungsi ginjal, glukosa sewaktu
3. PANSS
9. Tatalaksana A. Fase Akut
1) Farmakoterapi
Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau
orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya
gejala psikotik dan gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan
gaduh gelisah.
Langkah Pertama
a. Berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan.
Langkah Kedua
b. Keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau isolasi
hanya dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri dan
orang lain serta usaha restriksi lainnya tidak berhasil. Pengikatan
dilakukan hanya boleh untuk sementara yaitu sekitar 2-4 jam dan
digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi oral lebih
baik, pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih
cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu dipertimbangkan.

a. Obat Injeksi
• Olanzapine, dosis 10 mg/injeksi, intramuskular, dapat diulang
setiap 2 jam, dosis maksimum 30 mg/hari, atau
• Aripripazol, dosis 9,75 mg/injeksi (dosis maksimal 29,25
mg/hari), intramuskular, atau
• Haloperidol, dosis 5 mg/injeksi, intramuskular, dapat diulang
setiap setengah jam, dosis maksimum 20 mg/hari, dan
diazepam 10 mg/injeksi, intravena/intramuskular, dosis
maksimum 30 mg/hari.
b. Obat Oral
Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman pasien
sebelumnya dengan antipsikotika misalnya, respons gejala terhadap
antipsikotika, profil efek samping, kenyamanan terhadap obat
tertentu terkait cara pemberiannya.

Pada fase akut, obat segera diberikan segera setelah diagnosis


ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran dinaikkan perlahan-
lahan secara bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis
optimal yang dapat mengendalikan gejala.

2) Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor
lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Memberikan ketenangan
kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui komunikasi yang
baik, memberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan
yang nyaman, toleran perlu dilakukan.

3) Terapi Lainnya
ECT (terapi kejang listrik) dapat dilakukan pada:
- Skizofrenia Katatonik
- Skizofrenia Refrakter
ECT dilakukan jika upaya pemberian psikofarmaka injeksi dan oral
tidak memberikan gejala yang signifikan.

B. Fase Stabilisasi
1) Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau untuk
mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan dan
mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery).

Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan selama


lebih kurang 8-10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase
ini dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka panjang (long acting
injectable), setiap 2-4 minggu.

2) Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan
skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien untuk
mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat diri,
mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi
perilaku bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.

C. Fase Rumatan
1) Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal
yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama
kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis
dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun
bahkan seumur hidup.

2) Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan
masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi kognitif,
pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional, cocok diterapkan
pada fase ini. Pada fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali
dan mengelola gejala prodromal, sehingga mereka mampu mencegah
kekambuhan berikutnya.

D. Penatalaksanaan Efek Samping


Bila terjadi efek samping, misalnya sindrom ekstrapiramidal (distonia
akut atau parkinsonisme), langkah pertama yaitu menurunkan dosis
antipsikotika. Bila tidak dapat ditanggulangi, berikan obat-obat
antikolinergik, misalnya triheksilfenidil, benztropin, sulfas atropin atau
difenhidramin injeksi IM atau IV.

E. Rentang Dosis Antipsikosis Perhari


• Aripripazole(10-20 mg/hari)
• Clozapine (50-800 mg/hari)
• Chlopromazine (150-1600 mg/hari)
• Fluphenazine (5-20 mg/hari)
• Haloperidol (2-100 mg/hari)
• Olanzapine (10-30 mg/hari)
• Quetiapin (200-800 mg/hari)
• Risperidon (2-16 mg/hari)
• Trifluoperazine (5-60 mg/hari)
• Thioridazine (100-900 mg/hari)
10. Edukasi 1. Psikoedukasi terhadap pasien: Menjelaskan kepada pasien tentang
apa penyakit yang dideritanya saat ini, apa saja yang dapat menjadi
penyebab penyakitnya dan juga meyakinkan pasien bahwa
kondisinya dapat membaik dengan cara teratur minum obat dan
menjelaskan dampak buruknya jika pasien tidak teratur minum obat.
2. Psikoedukasi terhadap keluarga: Memberikan penjelasan kepada
keluarga tentang penyakit pasien saat ini dan menyarankan keluarga
untuk mengawasi secara ketat kepatuhan pasien minum obat dan
juga ikut berpartisipasi untuk menyembuhkan pasien. Menjelaskan
kepada keluarga bahwa apabila gangguan jiwa pada pasien dapat
kambuh kembali apabila pasien tidak teratur minum obat.
11. Prognosis Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Ad Functionam : Dubia ad Malam
12. Indikator - Penurunan Symptom
- Penurunan Nilai
- PANSS
13. Kepustakaan 1. Amir N. Skizofrenia: Buku Ajar Psikiatri FKUI. 2nd ed. Jakarta; 2013,
p. 173-98
2. Buchanan RW, Carpenter WT. Skizophrenia and other psychotic
disorder. In Sadock BJ, Sadock VA, editors. Comprehensive Text Book
of Psychiatry. 8th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ;
2005.p.1329-54
3. Cancro R, Lehmann HE. Schizophrenia: Clinical features. In: Kaplan &
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, Sadock BJ, Sadock
VA, edit, seventh ed. Lippincott Williams & Wilkins, A Wolter Kluwer
Company, 2000, p.1169-1198
4. Dharmono S, Tanda dan Gejala Klinis Psikiatrik, Buku ajar psikiatri
FKUI, Jakarta 2010, p. 45-59.
5. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Cetakan Pertama. 1993.
6. Marder SR. Schizophrenia: Somatic treatment Dalam: Kaplan &
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, Sadock BJ, Sadock
VA, edit, seventh ed. Lippincott Williams & Wilkins, A Wolter Kluwer
Company, 2000, hal.1199-1231
7. Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri. 2012
8. PDSKJI, Konsensus Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia, 2011

Anda mungkin juga menyukai