PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman sekarang ini semakin tidak menentunya cuaca atau iklim di negara
Indonesia maupun di negara-negara lain merupakan akibat dari tingkah laku dan
perbuatan manusia. Mulai dari penebangan hutan yang merajalela sampai pola
hidup yang tidak baik. Seiring dengan musim yang berjalan dengan tidak menentu
sehingga menyebabkan seseorang mudah sakit. Di era sekarang obat-obatan
banyak dijual bebas di apotik dan toko obat, sehingga banyak dari kita sering
menggunakan obat-obatan tanpa pengawasan dokter. Penggunaan obat yang tidak
sesuai dengan aturan atau petunjuk dokter sangat berbahaya bagi tubuh akibat atau
efeknya bisa langsung kelihatan dan bahkan mungkin baru beberapa tahun ke
depan.
Setiap orang tentunya pernah merasakan rasa nyeri. Mulai dari nyeri ringan
seperti sakit kepala, nyeri punggung, nyeri haid, reumatik dan lain-lain seperti
nyeri yang berat. Obat nyeri itu dinamakan obat analgesik. Analgesik yang sering
digunakan salah satunya adalah parasetamol. Selain sebagai analgesik,
parasetamol juga dapat digunakan untuk obat antipirek (demam). Parasetamol
banyak digunakan karena disamping harganya murah, parasetamol adalah anti
nyeri yang aman untuk swamedikasi (pengobatan mandiri).
Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara
bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit
menjelang menstruasi, dan diindikasikan juga untuk demam. Parasetamol itu aman
terhadap lambung juga merupakan Analgesik pilihan untuk ibu hamil maupun
menyusui. Tapi bukan berarti parasetamol tidak mempunyai efek samping. Efek
samping parasetamol berdampak ke liver atau hati. Parasetamol bersifat toksik di
hati jika digunakan dalam dosis besar.
1
Parasetamol (Asetaminofen) merupakan senyawa organik yang banyak
digunakan dalam obat sakit kepala karena bersifat analgesik (menghilangkan
sakit), sengal-sengal, sakit ringan, dan demam. Parasetamol digunakan dalam
sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Untuk mengetahui lebih
jelasnya tentang parasetamol, kita akan membahas mengenai apa pengertian
parasetamol, apa saja kegunaan atau manfaat dari parasetamol serta dampak atau
efek samping parasetamol yang tidak sesuai dengan dosis.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Parasetamol
3
Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam
plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian.
Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami
perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.Parasetamol memiliki
aktivitas antiinflamasi (antiradang) rendah, sehingga tidak menyebabkan
gangguan saluran cerna maupun efek kardiorenal yang tidak menguntungkan.
Karenanya cukup aman digunakan pada semua golongan usia.
1. Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat.
3. Kelarutan: larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N;
mudah larut dalam etanol.
5. Identifikasi:
4
maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada
Paracetamol BPF1.
9. Klorida: <361> tidak lebih dari 0.014% ; lakukan penetapan dengan cara
sebagai berikut: kocok 1.0 g zat dengan 25 ml air, saring, tambahkan dengan
1ml asam nitrat 2N dan 1ml perak nitrat LP: larutan menunjukkan kandungan
klorida tidak lebih dari larutan 0.20ml asam klorida 0.020 N.
10. Sulfat: <361> tidak lebih dari 0.02%; lakukan penetapan sebagai berikut:
kocok 1.0g zat dengan 25ml air, saring, tambahkan 2ml asam asetat 1N dan
2ml barium klorida LP: kekeruhan yang terjadi tidak lebih dari 0.20ml asam
sulfat 0.020 N
11. Sulfida: masukkan lebih kurang 2.5g zat ke dalam gelas piala 50ml,
tambahkan 5ml etanol p dan 1ml asam klorida 3N. Basahkan sepotong kertas
timbal (II) asetat P dengan air dan letakkan pada bagian bawah arloji. Tutup
gelas piala dengan kaca arloji sedemikian hingga kertas timbal(II) asetat P
dekat dengan bagian gelas piala untuk menuang. Panaskan pada lempeng
pemanas sampai hampir mendidih: tidak terjadi warna atau bercak pada
kertas.
12. Logam berat: <371> metode III tidak lebih dari 10 bpj
5
13. Zat mudah terarangkan: <411> larutan 500mg zat dalam 5 ml asam sulfat
LP; warna larutan tidak lebih tua dari larutan padanan A seperti tertera pada
warna dan akromisitas.
14. p-aminofenol bebas: tidak lebih dari 0,005%, lakukan penetapan sebagai
berikut; masukkan 5,0 g zat ke dalam labu ukur 100 ml; larutkan dalam lebih
kurang 75 ml campuran methanol P-air (1:1). Tambahkan 5,0 ml larutan
nitroprusida basa yang terbuat dengan melarutkan 1 g natrium nitoprusida P
dan 1 g natrium karbonat anhidrat P dalam 100 ml air. Encerkan dengan
campuran methanol P-air (1:1) sampai tanda, campur dan biarkan selama 30
menit. Ukur serapan larutan ini dan larutan segar p-aminofenol P 2,5 miligram
per ml yang dibuat dengan cara sama, pada panjang gelombang serapan
maksimum lebih kurang 710 nm, menggunakan 5,0 ml larutan nitroprusida
basa yang diencerkan dengan campuran methanol P-air (1:1) hingga 100 ml
sebagai blanko. Serapan larutan uji tidak lebih besar dari serapan larutan baku.
15. p-kloroaseanilida: tidak lebih dari 0,001%; lakukan kromatografi lapis tipis
seperti tertera pada kromatografi.
6
Asetaminofen (parasetamol)
N-acetyl-para-aminophenol
A (Aus)
1. Efek Terapeutik :
2. Efek Samping :
7
b. Derm : ruam, urtikaria.
2. PO (Dewasa dan Anak-anak >12 tahun) : 325-1000 mg tiap 4-6 jam sesuai
kebutuhan (tidak boleh lebih dari 4g/hari, atau 2,6 g/hari kronis).
3. PO/Rekt (Anak-anak 11-12 tahun) : 480 mg tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
4. PO/Rekt (Anak-anak 9-11 tahun) : 400 mg tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
5. PO/Rekt (Anak-anak 6-9 tahun) : 320 mg tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
6. PO/Rekt (Anak-anak 4-6 tahun ) : 240 mg tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
7. PO/Rekt (Anak-anak 2-4 tahun) : 160 mg tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat
di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi,
metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai
macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi.
Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi
bersamaan dengan obat.Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik.
Interaksi Farmakokinetik
8
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya
akan mengalami absorbsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja
dan menimbulkan efek. Selanjutnya dengan atau tanpa biotransformasi, obat
diekskresi dari tubuh. Seluruh proses inilah yang disebut dengan proses
farmakokinetik dan berjalan serentak. Di dalam tubuh manusia obat harus
menembus sawar (barrier) sel di berbagai jaringan. Pada umumnya obat melintasi
lapisan sel ini dengan menembusnya, bukan dengan melewati celah antar sel,
kecuali pada endotel kapiler. Pada pemberian obat secara oral, obat harus
mengalami berbagai proses sebagai berikut, antara lain :
a. Absorbsi
b. Distribusi
Selanjutnya, distribusi fase dua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan
yang perfusinya tidak sebaik organ pada distribusi fase pertama misalnya :
otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai
kesetimbangan setelah waktu yang lama. Parasetamol terdistribusi dengan
cepat pada hampir seluruh jaringan tubuh. Pada ibu hamil, parasetamol dapat
menembus plasenta dan memasuki ASI. Kurang lebih 25% parasetamol dalam
darah terikat pada protein plasma.
9
c. Metabolisme
d. Eliminasi
Eliminasi sebagian besar obat dari tubuh terdiri dari dua proses yaitu
metabolisme (biotransfromasi) dan ekskresi. Seperti halnya biotransformasi,
ekskresi suatu obat dan metabolitnya menyebabkan penurunan konsentrasi
bahan berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi tergantung pada sifat
fisiokimia (bobot molekul, harga pKa, kelarutan, dan tekanan uap).
Parasetamol diekskresikan melalui urin sebagai metabolitnya, yaitu
asetaminofen glukoronoid, asetaminofen sulfat, merkaptat dan bentuk yang
tidak berubah.
10
Parasetamol dijadikan pengobatan lini pertama untuk nyeri dan pireksia,
mekanismenya ialah dengan menghambat produksi prostaglandin siklooksigenase
(COX) yang merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Parasetamol telah
ditujukan untuk tidak mengurangi peradangan jaringan., parasetamol termasuk
dalam golongan obat anti-peradangan non steroid (non steroid anti inflamarory
drugs/NSAID).
Sumber: Rahayu, Muji dan Moch. Firman Solihat. 2019. Toksikologi Klinik. Badan PPSDM
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat yang tidak
efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi.
Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang
membuat parasetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan
11
demam tanpa menyebabkan efek samping, tidak seperti analgesik-analgesik
lainnya.
1. Farmakokinetik
12
Gambar2.3 Metabolisme Parasetamol
Sumber: Rahayu, Muji dan Moch. Firman Solihat. 2019. Toksikologi Klinik. Badan PPSDM
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Hasil reaksi fase I ini menghasilkan metabolit toksik yang sangat reaktif
yaitu N-acetyl-para-benzo-quinone imine (NAPQI). Senyawa NAPQI ini
dapat merusak sel-sel hati secara permanen (hepatotoksik). Bila dosis
parasetamol berada dalam rentang area terapi (1,5-2g per hari), maka
metabolit NAPQI masih sedikit dan radikal bebas yang berbentuk dapat
dinetralisir langsung oleh glutathione (GSH) sehingga tidak merusak sel-sel
hati.
2. Farmakodinamik
13
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan
efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena
itu parasetamol dan fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang
lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua
obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.
3. Mekanisme Toksisitas
1. Senyawa Toksik
Parasetamol dikatabolisme di hati dengan hasil metabolit berupa senyawa
N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI) yang inaktif akan tetapi masih
bersifat toksik, dimana nantinya akan diinaktifasi lebih lanjut oleh glutation.
Pada keadaan normal, hasil metabolit dalam jumlah sedikit akan diikat oleh
glutation yang kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi suatu asam
merkapturat dan sistein lalu di ekskresi melalui urin. Akan tetapi apabila
parasetamol dikonsumsi secara berlebihan, glutation tubuh tidak akan cukup
14
untuk menginaktivasi racun dari NAPQI. Metabolit ini kemudian akan secara
bebas bereaksi dengan enzim-enzim penting dari hepar, sehingga hal ini akan
merusak hepatosit. Hal ini akan memacu terjadinya kerusakan hepar yang
parah bahkan kematian karena kegagalan kerja hati (Huang et al., 1993; James
et al. 2003; Nassar 2009; McGill et al., 2012).
Penggunaan parasetamol yang salah, dalam dosis tinggi dan waktu yang
lama dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, di antaranya
adalah efek hepatotoksisitas yang merusak sel-sel hati. Kerusakan hepar
terjadi karena pada dosis yang berlebihan, hasil metabolisme parasetamol
yang berupa NAPQI tidak dapat dinetralisir semuanya oleh glutathion hepar.
Senyawa NAPQI bersifat toksik dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi
rantai radikal bebas. Efek yang ditimbulkan yaitu adanya kerusakan pada
organ-organ seperti organ hepar. Salah satu indikator kerusakan hati yaitu
dengan melihat kadar SGOT-SGPT. Kadar SGOT-SGPT digunakan untuk
tujuan diagnostik.
2. Antidotum
a. N-asetilsistein merupakan antidotum terpilih untuk keracunan
paracetamol. N-asetilsistein bekerja mensubsitusi glutation,
meningkatkan sintesis glutation dan meningkatkan konjugasi sulfat pada
parasetamol. Mrthionin p.o, juga bisa digunakan sebagai antidotum yang
efektif, tetapi absorbs lebih lambat dibandingkan dengan N-asetilsistein.
Terapi asetilsistein paling efektif bila diberikan dlam waktu 8-10 jam
pasca penelanan paraetamol.
b. Methionin per oral, suatu antidotum yang efektif, sangat aman dan murah
tetapi absorbsi lebih lambat dibandingkan dengan N asetilsistein.
Dosis - Cara pemberian N-asetilsistein
a. Bolus 150 mg /KBB dalam 200 ml dextrose 5 % : secara perlahan selama
15 menit, dilanjutkan 50 mg/KBB dalam 500 ml dextrose 5 % selama 4
jam, kemudian 100 mg/KBB dalam 1000 ml dextrose melalui IV perlahan
selama 16 jam berikut.
b. Oral atau pipa nasogatrik
Dosis awal 140 mg/ kgBB 4 jam kemudian, diberi dosis pemeliharaan 70
mg / kg BB setiap 4 jam sebanyak 17 dosis. Pemberian secara oral dapat
15
menyebabkan mual dan muntah. Jika muntah dapat diberikan
metoklopropamid ( 60-70 mg IV pada dewasa ).
Larutan N asetil sistein dapat dilarutkan dalam larutan 5 % jus atau air dan
diberikan sebagai cairan yang dingin. Keberhasilan terapi bergantung pada
terapi dini, sebelum metabolit terakumulasi.
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa
berpotensi hepatotoksik. Dosis 4 g pada anak-anak dan 15 g pada dewasa dapat
menyebabkan hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati.
Pada alkoholisme, penderita yang mengkonsumsi obat-obatan yang menginduksi
enzim hati, kerusakan hati lebih berat, hepatotoksik meningkat karena produksi
metabolit meningkat. Obat ini memiliki efek toksik yang menyebabkan kerusakan
hati.
16
mengkonsumsi parasetamol dengan dosis 2g/hari atau bahkan kurang dari itu.
Keracunan parasetamol disebabkan karena akumulasi dari salah satu metabolitnya
yaitu N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI), yang dapat terjadi karena
overdosis, pada pasien malnutrisi, atau pada peminum alkohol kronik.
1. Akut
II 24 sampai 48 jam Perut kanan atas sakit dan nyeri bila ditekan,
peningkatan bilirubin, waktu protombin, INR,
transaminase hari, oliguria.
17
Cedera ginjal dapat terjadi, bahkan pada kasus dimana hepatotoksisitas ringan. Hal
ini disebabkan oleh luka lokal dengan produksi in situ NAPQI dalam enzim tubular P-
450 ginjal. Gagal
ginjal akut dapat
terjadi pada kasus
gagal hati akut akibat
cedera hati
(hepatorenal syndrome).
18
ml larutan amonium hidroksida dan aduk selama 5 menit, hasil positif tibul
warna biru dengan cepat. Uji ini sangat sensitif.
2. Uji Kuantitatif
Kadar dalam plasma diperiksa 4 jam setelah paparan dan dapat dibuat
normogram untuk memperkirakan beratnya paparan.
Pemeriksaan lain yang dibutuhkan adalah pemeriksaan laboratorium seperti :
kadar elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, waktu prothrombin, dan transaminase
hati.
1. Charcoal aktif (karbon aktif) diberikan pada pasien dewasa yang overdosis
parasetamol. Karbon aktif dapat menurunkan absorbs (penyerapan) parasetamol
di saluran cerna. Karbon aktif diberikan segera setelah pasien baru saja
overdosis parasetamol atau sudah minum 1 jam yang lalu.
2. Diberikan N-acetycysteine (NAc) secara intravena atau oral. NAc merupakan
antidotum paracetamol, bekerja sebagai perkusor untuk glutathion. NAc efektif
19
perkusor mencegah keracunan paracetamol dalam waktu 8 jam sejak pasien
mengalami overdosis. Semakin cepat diberikan maka akan semakin baik. NAc
dapat menurunkan mortalitas overdosis parasetamol dari 5% menjadi 0,7%.
3. Yang harus di perhatikan adalah jangan menggunakan charcoal (karbon aktif)
dan asetilsistein secara bersamaan. Hal ini dapat menyebabkan asetilsistein
diserap oleh charcoal sehingga asetilsistein tidak efektif.
1. Gunakan sesuai dengan dosis dan bentuk sediaan yang tepat. Sediaan
parasetamol drops (sanmol drops) untuk bayi (<2 tahun) ; sediaan sirup untuk
anaka-anak, sedangkan tablet untuk dewasa.
2. Jika anak mengalamai step (demam-kejang), berikan bentuk sediaan
suppositoria dari obat diazepam-parasetamol.
3. Dapat diminum sebelum atau sesudah makan.
4. Apabila efek analgetik tidak tercapai dengan parasatemol maka sebaiknya
diganti dengan obat-obat golongan NSAIDs.Jangan tingkatkan dosis
parasetamol. Dosis maksimum parasetamol yang direkomendasikan untuk
pasien dengan kondisi hati dan ginjal yang baik adalah 4 gr per hari.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dengan adanya makalah ini semoga kita sebagai tenaga kesehatan teknologi
laboratorium medis mampu memahami dan mengetahui tentang mekanisme
toksik dari parasetamol beserta analisis laboratoriumnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Darsono, Lusiana. 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salsilat dan Parasetamol.
JKM: Bandung. Vol.02 No.01 (30-38).
Deglin, Judith Hopfer. 2004. Pedoman Obat Untuk Perawat Edisi 4. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Rafita, Ita Dwi dkk. 2015. Pengaruh Ekstrak Kayu Manis Terhadap Gambaran
Histopatologi dan Kadar SGOT-SGPT Hepar Tikus yang Diinduksi Parasetamol.
Unnes Journal of Life Science. Vol. 04 No.01 (29-37).
Rahayu, Muji dan Moch. Firman Solihat. 2019. Toksikologi Klinik. Badan PPSDM
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Tamara, Cindy dkk. 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak Curcuma Longa dengan
Tingkat Toksisitas Parasetamol pada Gaster, Hepar dan Renal Mencit Jantan
Galur Swiss. Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana. Vol. 01 No.02
(109-119).
22
23