Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

HERNIA INGUINALIS LATERALIS DEXTRA

OLEH :

dr. Yogi Andrew

PENDAMPING :

dr. Asmarani, MPH


dr. Nina Andriyani Nasaruddin

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KOTA KENDARI


SULAWESI TENGGARA
2019
Topik : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
Tanggal Kasus : 27 November 2018 Presenter : dr. Yogi Andrew Taruk Padang
Pendamping : dr. Asmarani, MPH
Tanggal Presentasi : -
dr. Nina Andriyani Nasaruddin
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Kota Kendari
Objektif Presentasi
 Keilmuan □ Keterampilan  Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
 Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja Dewasa □ Lansia □ Bumil
Pasien laki-laki 53 tahun, masuk dengan keluhan utama benjolan yang
terdapat pada lipatan paha kanan. Benjolan ini sudah muncul sejak 1 bulan
yang lalu. Awalnya benjolan tersebut muncul setelah pasien beraktivitas,
batuk, mengejan, dan saat mengangkat barang yang berat, namun masih
dapat menghilang saat pasien berbaring atau beristirahat. Dalam 1 minggu
□ Deskripsi ini, benjolan tersebut nampak semakin membesar saat muncul, dan terasa
sangat mengganggu, akhirnya pasien berinisiatif untuk memeriksakan
dirinya ke dokter spesialis bedah. Beberapa kali pasien juga merasakan
nyeri hilang timbul yang berasal dari benjolan tersebut. Demam (-), mual
(-), muntah (-), nyeri perut (+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
BAB dan BAK lancar. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
□ Tujuan Mengetahui cara diagnosis dan penatalaksanaan Hernia Inguinalis

Bahan Bahasan  Tinjauan Pustaka □ Riset  Kasus □ Audit


Cara
 Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ Email □ Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Tn. P No. Registrasi : 08 41 69
Nama RS : RS Bhayangkara Kota Kendari Telp : - Terdaftar sejak : -

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
 Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
 Pasien laki-laki 53 tahun, masuk dengan keluhan utama benjolan yang terdapat pada
lipatan paha kanan. Benjolan ini sudah muncul sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya benjolan
tersebut muncul setelah pasien beraktivitas, batuk, mengejan, dan saat mengangkat barang
yang berat, namun masih dapat menghilang saat pasien berbaring atau beristirahat. Dalam
1 minggu ini, benjolan tersebut nampak semakin membesar saat muncul, dan terasa sangat
mengganggu, akhirnya pasien berinisiatif untuk memeriksakan dirinya ke dokter spesialis
bedah. Beberapa kali pasien juga merasakan nyeri hilang timbul yang berasal dari benjolan
tersebut. Demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (+) sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. BAB dan BAK lancar. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
2. Riwayat Pengobatan :
Belum ada upaya pengobatan sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :


Pasien belum pernah menderita penyakit yang serupa
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai wiraswasta, dan sering membantu istri berdagang di pasar. Pasien
memiliki riwayat kebiasaan mengangkat barang berat terkait pekerjaannya.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
7. Riwayat Imunisasi : riwayat imunisasi tidak diketahui.
Daftar Pustaka :
1. De Jong Wim, Sjamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
2. Tanto, Frans, Hanifati. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Bagian I. Penerbit buku
media aesculapius, FK UI. Jakarta. 2014.
3. R. Bendavid, J. Abrahamson, Mauruce E. A, dkk. 2001. Abominal Wall Hernias
(Principlesand Management) Edisi I. New York:Penerbit Sringer-Varlag.
4. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Bagian II. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2010.
Hal 228-244
5. Permana A, Icanervilia AV, Aliptina A, dkk. ”The Disease” Diagnosis & Terapi. Penebit
buku pustaka cendekia press. Yogyakarja. 2013. Hal 256-260.
6. Kuijjer PJ. Kapita Selekta Pemeriksaan Bedah. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
1995. Hal 61-72.
7. Brunicardi FC. Schwartz’s Principle Of Surgery. 8th Edition. McGraw-Hill Medical
Publishing Division. New York. 2005. Page 1353-1392.
8. Onuigno WIB, Njeze GE. Inguinal Hernia Review. Volume 1. Journal of surgery and
operative care. Annex Publisher. Department Of Surgery. Nigeria. 2016. Page 1-10.
9. Mohanty SK, Jena K, Mahapatra T. Case Report : Obstructed Indirect Inguinal Hernia
A Rare Encounter. Edorium Journal. Page 592-595.
10. Toms L, Lynn SM, Handa A. Expert Review Examination Of Groin Hernia. Journal Of
Clinical Examination. Oxford University & John Radcliffe Hospital. 2011. Page 32-43.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi
2. Etiologi
3. Klasifikasi
4. Patofisiologi
5. Diagnosis
6. Penatatalaksanaaan

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN

1. Subjektif :
• Pasien laki-laki 53 tahun, masuk dengan keluhan utama benjolan yang
terdapat pada lipatan paha kanan. Benjolan ini sudah muncul sejak 1 bulan
yang lalu. Awalnya benjolan tersebut muncul setelah pasien beraktivitas,
batuk, mengejan, dan saat mengangkat barang yang berat, namun masih dapat
menghilang saat pasien berbaring atau beristirahat. Dalam 1 minggu ini,
benjolan tersebut nampak semakin membesar saat muncul, dan terasa sangat
mengganggu, akhirnya pasien berinisiatif untuk memeriksakan dirinya ke
dokter spesialis bedah. Beberapa kali pasien juga merasakan nyeri hilang
timbul yang berasal dari benjolan tersebut. Demam (-), mual (-), muntah (-),
nyeri perut (+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB dan BAK
lancar. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Riwayat kebiasaan pasien yaitu
sering mengangkat barang berat terkait dengan pekerjaannya.

2. Objektif :
 Status Present:
Sakit Sedang/Gizi baik/Composmentis
 Tanda Vital:
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 18 kali/ menit (Thoracoabdominal)
Suhu : 36.7oC (axial)
 Kepala:
Ekspresi : Normocephal
Simetris Muka : Simetris
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, ikal, sulit dicabut
 Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus: (-)
Gerakan : Ke segala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebral (-), ptosis (-)
Konjungtiva ODS : Anemis (-)
Sklera ODS : Ikterus (-)
Kornea ODS : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil ODS : Bulat, isokor ∅2,5mm; RCL +; RCTL +
 Telinga:
Bentuk : Simetris
Pendengaran : Dalam batas normal
Sekret : (-)
 Hidung:
Deviasi septum : (-)
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Hiperemis : (-)
 Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (+)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
 Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Tiroid : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), massa tumor (-)
 Paru:
o Inspeksi :Bentuk simetris, pergerakan simetris,
retraksi Intercostals (-), irama nafas regular
o Palpasi:
 Fremitus Raba : Kiri = Kanan
 Nyeri Tekan : (-)
 Massa : (-)
o Perkusi:
 Paru Kiri : Sonor
 Paru Kanan : Sonor
 Batas Paru Hepar : ICS VI anterior dextra
 Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal IX
 Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal X
o Auskultasi:
 Bunyi Pernapasan :Vesikuler
 Bunyi Tambahan :
Ronkhi - - Wheezing - -
- - - -
- - - -

 Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan : linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea
midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :
 BJ I/II : Murni reguler
 Bunyi Tambahan : Bising (-)
 Perut:
o Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
o Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-) pada seluruh
bagian perut
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
o Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Kulit : Hiperemis (-)
 Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
 Alat Kelamin : Tidak ada kelainan
 Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
 Ekstremitas
- Bentuk : Simetris, refleks fisiologis (+/+), refleks
patologis (-/-)
- Akral : Hangat, sianosis perifer (-),bintik
pendarahan (-)
- Kuku dan jari : Lengkap, normal
- Capillary refil test : < 2’’

 Status Lokalis
- Regio : Inguinalis Dextra
- Inspeksi : Tampak benjolan, warna sama dengan kulit
sekitar, tidak terdapat adanya tanda radang.
- Palpasi : Teraba massa, konsistensi kenyal, dengan
ukuran ± 4 cm x 3 cm
- Auskultasi : Peristaltik usus sulit dinilai

 Pemeriksaan Khusus
- Thumb Test/Occlusion test (+)
- Visible Test (+)

 Pemeriksaan Penunjang
Hb : 15,6 g/dL
Leukosit : 6.0 x103/ul
Ht : 45,6 %
Trombosit: 163 x 103 /ul
Ur / Cr : 36 / 1,2 mg/dl
GDS : 115 mg/dl

3. Assessment :
Pasien laki-laki 53 tahun, masuk dengan keluhan utama benjolan yang terdapat
pada lipatan paha kanan. Benjolan ini sudah muncul sejak 1 bulan yang lalu.
Awalnya benjolan tersebut muncul setelah pasien beraktivitas, batuk, mengejan,
dan saat mengangkat barang yang berat, namun masih dapat menghilang saat
pasien berbaring atau beristirahat. Dalam 1 minggu ini, benjolan tersebut nampak
semakin membesar saat muncul, dan terasa sangat mengganggu, akhirnya pasien
berinisiatif untuk memeriksakan dirinya ke dokter spesialis bedah. Beberapa kali
pasien juga merasakan nyeri hilang timbul yang berasal dari benjolan tersebut.
Demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (+) sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. BAB dan BAK lancar. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Riwayat kebiasaan pasien yaitu sering mengangkat barang berat terkait dengan
pekerjaannya. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dapat disimpulkan diagnosis adalah Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
Diagnosis :
 Hernia Inguinalis Lateralis Dextra

4. Plan :

Tatalaksana
Pada pasien ini diberikan terapi:

 Posisi Tredelenburg
 IVFD RL 28 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/iv
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/iv
 Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam/iv
 Konsul Sp.B untuk dilakukan Herniorrhaphy

Edukasi
Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya terkait penyakit
yang diderita oleh pasien, bahwa penyakit ini merupakan penyakit yang
bersifat progresif apabila tidak segera ditangani. Pasien harus menghindari
faktor risiko yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya penyakit ini
seperti mempertimbangkan faktor ergonomi dalam bekerja yaitu
mengangkat beban atau barang yang sesuai dengan kemampuan,
mengonsumsi makanan yang tinggi serat untuk menghindari terjadinya
konstipasi yang membuat pasien mengejan, dan menjaga berat badan
dengan rutin berolahraga.

Konsultasi
Perlu dilakukan konsultasi ke dokter spesialis bedah.

Rujukan
Pada kasus ini, rujukan tidak perlu dilakukan karena kasus ini
masih dapat ditangani di rumah sakit setempat dan penanganan berupa
herniorrhaphy dapat dilakukan oleh ahli bedah setempat.

Kontrol
Kontrol post operasi herniorrhaphy pada pasien ini perlu dilakukan
untuk follow-up perawatan luka dan jahitan serta mencegah kemungkinan
infeksi dan keluhan lain yang mungkin terjadi sehubungan dengan kasus
ini.
Hari/Tgl Subjective (S) Objective (O) Assessment (A) Planning (P)
28/11/201 Nyeri hilang TD = 110 / 70 Hernia Inguinalis 1. RO jam 16.00
8 timbul dari tempat HR = 72x/mnt Lateralis Dextra 2. Puasa
benjolan RR = 16x/mnt 3. Inj.Ceftriaxone 1 gr/12 jam./iv
Suhu = 36,60 4. IVFD RL 28 tpm
Visible test (+) 5. Instruksi Post OP :
Thumb test (+) - Tirah baring 12 jam (19.00-07.00)
- 4 jam post OP boleh minum dan makan
sedikit (Diet Bubur)

29/11/201 Lemas, Pusing TD = 110 / 60 Post OP 1. Diet bubur


8 (+), nyeri bekas HR = 74x/mnt (Herniorrhapy) H-1 2. Mobilisasi
operasi (+), mual RR = 16x/mnt Hernia Inguinalis 3. IVFD RL 28 tpm
(+) tapi tidak Suhu = 36,70 Lateralis Dextra 4. Inj.Ketorolac 30 mg/ 12 jam/iv
muntah. Nyeri tekan regio 5. Inj.Pantoprazole 40 mg/ 24 jam/iv
epigastrium (+)
30/11/201 Pusing (-), nyeri TD = 120 / 70 Post OP 1. Aff infus
8 bekas operasi (+) HR = 74x/mnt (Herniorrhapy) H-2 2. Ganti Verban
tapi sudah mulai RR = 16x/mnt Hernia Inguinalis 3. Pasien boleh pulang
berkurang, mual Suhu = 36,50 Lateralis Dextra 4. Omeprazole 2 x 20 mg
(-), BAK dan 5. Meloxicam 1 x 7,5 mg
BAB lancar
HERNIA

A. DEFINISI
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
suatu defek pada fasia dan muskuloaponurotik dinding perut, baik secara
kongenital atau didapat. Defek atau lubang tersebut dapat timbul karena
lubang embrional yang tidak menutup atau melebar serta akibat tekanan
rongga perut yang meninggi. Hernia terdiri dari 3 bagian, yaitu kantong, isi,
dan cincin hernia. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh
kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah
inguinal.

B. ETIOLOGI
Adapun penyebab terjadinya suatu hernia, antara lain :
a) Prosesus Vaginalis yang terbuka (Gagal mengalami obliterasi).
b) Peninggian tekanan intraabdomen yang berulang.
1) Menangkat barang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan
2) Batuk kronik
3) Konstipasi yang membuat pasien sering mengedan
c) Kelemahan otot dinding perut dan jaringan ikat yang disebabkan karena
proses bawaan (kongenital), penyakit tertentu, maupun karena faktor
usia.
d) Kehamilan
e) Obesitas
f) Genetik (Riwayat hernia dalam keluarga)
C. KLASIFIKASI HERNIA
Berdasarkan arah penonjolan
Berdasarkan arah penonjolannya, hernia dibagi menjadi hernia eksterna
dan hernia interna. Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol keluar
melalui dinding perut, pinggang, atau perineum. Hernia interna adalah
tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga
perut seperti foramen Winslow, resesus retrosaekalis atau defek dapatan
pada mesentrium umpamanya setelah anastomosis usus.
a) Hernia Eksterna
(1). Hernia Inguinalis Lateralis
(2). Hernia Inguinalis Medialis
(3). Hernia Femoralis
(4). Hernia Umbilikalis
(5). Hernia Epigastrica
b) Hernia Interna
(1). Hernia Diafragmatika
(2). Hernia Foramen Winslowi

Berdasarkan waktu
Berdasarkan waktu terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan
(Congenital) dan hernia yang didapat (Aquisita) :
a) Hernia bawaan (Congenital) timbul sejak bayi baru lahir atau pada
anak-anak. Umumnya didapatkan pada hernia inguinalis lateralis, yang
disebabkan karena tidak menutupnya prosesus vaginalis setelah proses
penurunan testis ke skrotum baik sebagian atau seluruhnya
b) Hernia didapat (Aquisita) timbul setelah dewasa dan lanjut usia. Hal ini
disebabkan karena adanya tekanan intra abdominal yang meningkat dan
dalam waktu yang lama, misalnya pada batuk kronis, gangguan proses
kencing (BPH), konstipasi kronis, asites, dan sebagainya. Insiden ini
semakin meningkat dengan bertambahnya usia karena otot-otot dinding
perut yang sudah lemah, dan manifestasi klinis umumnya adalah hernia
inguinalis medialis.

Berdasarkan sifat
Berdasarkan sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat
keluar-masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi
ketik berbaring atau bila didorong masuk perut. Selama hernia masih
reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi
kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia
disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh pelekatan isi
kantong kepada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia
akreta. Masih tidak ada keluhan nyeri, tidak juga tanda sumbatan usus.
Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit
oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau
vaskularisasi. Secara klinis, istilah hernia inkarserata lebih dimaksudkan
untuk hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase, sedangkan hernia
strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai
gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi
telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan
mulai dari bendungan sampai nekrosis. Bila strangulasi hanya menjepit
sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia richter. Ileus obstruksi
mungkin parsial atau total, sedangkan benjolan hernia tidak ditemukan dan
baru terdiagnosis pada waktu laparotomi.

Berdasarkan letaknya
Berdasarkan letaknya, hernia dapat dibagi menjadi :
a) Hernia Inguinalis

b) Hernia Femoralis
c) Hernia Epigastrika

d) Hernia Umbilikalis

e) Hernia Obturatoria

D. PATOFISOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada masa
perkembangan embrional, testis awalnya berada di dalam rongga peritoneum.
Pada bulan ke 8 kehamilan, testis turun melalui canalis inguinalis untuk masuk
ke dalam scrotum (decensus testis), penurunan testis ini akan menarik
peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang
disebut processus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, testis turun
ke dalam scrotum, processus vaginalis akan mengalami obliterasi dan menjadi
sejenis tali fibrosa tanpa lumen sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui
canalis tersebut. Ujung distal dari processus vaginalis tetap bertahan menjadi
suatu membran yang mengelilingi testis yang disebut tunika vaginalis.
Meskipun waktunya agak bervariasi namun penurunan testis biasanya selesai
pada bulan ketujuh gestasi, karena itu penurunan sudah selesai pada 98% bayi
laki-laki aterm.
Namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup.
Karena testis kiri turun lebih dulu maka canalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka. Bila kanalis inguinalis kiri terbuka biasanya canalis inguinalis kanan
juga terbuka. Jika ada processus vaginalis yang tetap terbuka (paten) maka
akan ada hubungan antara rongga peritoneum dan regio inguinal dan scrotum.
Jika ukuran processus vaginalis paten kecil, maka hanya cairan saja yang
dapat masuk melewatinya sehingga terbentuk hidrokel komunikantes. Jika
ukurannya cukup besar, maka usus, omentum dan isi rongga peritoneum lain
dapat masuk sehingga terbentuk hernia inguinalis lateralis kongenital.
Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh
mengalami proses degenerasi. Pada orang tua, kanalis tersebut telah menutup.
Namun karena merupakan lokus minoris resistant maka keadaan yang
menyebabkan tekanan intra abdomen meningkat seperti batuk kronik, bersin
yang kuat dan mengangkat barang berat, mengejan akan menyebabkan kanal
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita.
Pada orang sehat, ada 3 mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis antara lain canalis inguinalis yang berjalan miring, adanya
struktur m. obliquus abdominis internus yang menutup annulus inguinalis
internus ketika berkontraksi dan adanya fascia transversa yang kuat di mana
menutup trigonum Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot.
Gangguan pada mekanisme ini menyebabkan hernia. Faktor yang dianggap
berperan causal adalah adanya prosessus vaginalis yang terbuka, peninggian
tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia2.
Pada neonatus kurang lebih 90% processus vaginalis tetap terbuka sedangkan
bayi umur 1 tahun sekitar 30% processus vaginalis belum tertutup. Tapi tidak
sampai 10% anak dengan processus vaginalis paten menderita hernia. Pada
lebih dari setengah populasi anak, dapat dijumpai processus vaginalis paten
kontralateral tapi insiden hernia tidak lebih dari 20%. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa adanya processus vaginalis yang paten bukan merupakan
penyebab tunggal terjadinya hernia tapi diperlukan faktor lain seperti annulus
inguinalis yang cukup besar.
Tekanan intra abdomen yang meningkat secara kronik misalnya batuk
kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan ascites sering disertai hernia
inguinalis. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang
membatasi annulus internus akan ikut kendor, pada keadaan itu tekanan intra
abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertical. Sebaliknya
bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih
transversal atau mendatar dan annulus inguinalis tertutup sehingga dapat
mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot
dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n. ilioinguinalis dan n.
iliofemoralis setelah appendiktomi.
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses
perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial
komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan
terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin
hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus atau
gangguan pasase. Timbulnya edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian
menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi
penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah, konstipasi.
Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga
terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis atau dapat disebut
strangulata. Bila obstruksi usus memberat, dapat terjadi shock, demam,
asidosis metabolik. Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami
oleh isi hernia, antara lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi usus yang
akhirnya dapat menimbulkan peritonitis.

E. DIAGNOSIS
a) Anamnesis
Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Sebagian besar hernia asimptomatik dan kebanyakan
ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi pada annulus
inguinalis superfisialis.
(1). Pada orang dewasa, biasanya penderita datang dengan keluhan
adanya “benjolan” dilipatan paha atau perut bagian bawah.
(2). Pada bayi dan anak-anak, adanya benjolan yang hilang timbul di
lipatan paha biasanya diketahui oleh orangtuanya.
(3). Benjolan timbul pada waktu terjadi peningkatan tekanan intra
abdominal, misalnya mengejan, menangis, batuk, atau
mengangkat beban berat. Benjolan akan menghilang atau
mengecil ketika penderita berbaring (reponibilis), tetapi ada juga
yang tidak dapat menghilang atau mengecil ketika berbaring
(ireponibilis).
(4). Setelah beberapa tahun, sejumlah hernia turun ke dalam scrotum
sehingga scrotum membesar. Omentum yang terperangkap di
dalam kantong hernia dapat menyebabkan nyeri abdomen yang
kronis.
(5). Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan
didaerah epigastrium atau para umbilikal berupa nyeri visceral
karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus
halus masuk kedalam kantong hernia.
(6). Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi
inkarserata karena ileus (dengan gambaran obstruksi usus dan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit) atau strangulasi
karena nekrosis atau ganggren (akibat adanya gangguan
vaskularisasi).
(7). Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah
inguinal, dan dapat dihilangkan dengan reposisi manual kedalam
cavitas peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan
gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi.

b) Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik hernia tergantung dari isi
hernia, apakah masih dapat hilang timbul atau tidak. Pasien harus
dievaluasi dalam keadaan berdiri dan berbaring serta saat batuk atau
mengedan untuk melihat benjolan yang dikeluhkan. Pada inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan atau benjolan yang berbentuk lonjong di regio
inguinalis yang berjalan dari lateral atas (kraniolateral) ke medial
bawah (kaudomedial), sedangkan hernia inguinalis medialis cenderung
berbentuk oval/bulat. Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah hernia
terjadi di kedua sisi atau satu sisi saja.
Pada palpasi, di titik tengah antara SIAS dan tuberculum pubicum
ditekan lalu pasien disuruh mengejan. Jika terjadi penonjolan disebelah
medial berarti hernia inguinalis medialis. Titik yang terletak di sebelah
lateral tuberculum pubicum ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika
terlihat benjolan di lateral berari hernia inguinalis lateralis. Kantong
hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus
sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi
gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan
sutera (Silk Sign), tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau
kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin
teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Pada perkusi akan
terdengar pekak. Pada auskultasi hiperperistaltik, biasanya pada hernia
yang mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata).

c) Pemeriksaan Khusus
Finger Test

Menggunakan jari telunjuk atau kelingking skrotum diinvaginasikan


atau didorong menyelusuri anulus eksternus sampai dapat mencapai
kanalis inguinalis, kemudian penderita diminta untuk batuk atau
mengejan, bilamana terdapat dorongan atau tekanan hernia dirasakan
menyentuh ujung jari, artinya hernia tersebut berada dalam kanalis
inguinalis yang merupakan hernia inguinalis lateralis. Apabila bagian
sisi jari yang merasakan atau menyentuh bagian hernia kemungkinan
hernia tersebut adalah hernia inguinalis medialis
Zieman’s Test

Dengan jari kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas annulus


inguinalis internus (± 1,5 cm di atas pertengahan SIAS dan tuberkulum
pubikum), jari ketiga diletakkan pada annulus inguinalis eksternus dan
jari keempat pada fossa ovalis. Penderita diminta untuk mengejan,
maka akan timbul dorongan pada salah satu jari tersebut. Jika dorongan
terjadi pada jari kedua berarti hernia inguinalis lateralis, bila pada jari
ketiga berarti hernia inguinalis medialis, dan bila pada jari keempat
berarti hernia femoralis

Thumb Test

Pasien diminta berdiri atau tidur terlentang, kemudian pemeriksa


meletakkan kedua ibu jari pada annulus internus untuk memberikan
tekanan sehingga anulus internus tertutup. Kemudian minta pasien
mengedan, apabila muncul benjolan berarti defek tidak terjadi di anulus
internus jadi kemungkinan benjolan itu berupa hernia inguinalis
medialis. Bila tidak keluar benjolan berarti hernia inguinalis lateralis
d) Pemeriksaan Penunjang
Dalam beberapa kasus yang sulit untuk terdiagnosis, pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan radiologis dapat digunakan sebagai
pemeriksaan tambahan untuk menunjang suatu diagnosis dan
pemeriksaan fisik. Modalitas radiologis yang paling umum digunakan
adalah ultrasonography, CT-Scan, dan MRI. Ultrasonography adalah
teknik yang paling tidak invasif. Pemeriksaan ultrasonografi juga
berguna untuk membedakan hernia incarserata dari suatu nodus
limfatikus patologis atau penyebab lain dari suatu massa yang teraba di
inguinal. Ultrasonography mempunyai sensitivitas 86% dan spesifisitas
77% untuk mendeteksi suatu hernia inguinalis. Adanya tekanan
intraabdominal yang meninggi, digunakan sebagai penanda untuk
mendapatkan adanya suatu herniasi isi perut. CT Scan dan MRI dapat
memberikan gambar yang statis yang mampu menggambarkan anatomi
inguinal, untuk mendeteksi adanya hernia inguinalis, dan
menyingkirkan differential diagnosis lain. CT Scan memiliki
sensitivitas 80% dan spesifisitas 65%, dan MRI memiliki sensitivitas
95% dan spesifisitas 96%.
Kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi, yaitu adanya suatu
gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneus Reduction
of “Hernia en Masse” adalah suatu keadaan dimana berpindahnya
secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga
ekstraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia en masse
yaitu retropubic, intra abdominal, pre peritoneal dan pre peritoneal
locule.
Hasil laboratorium menunjukkan leukosit > 10.000-18.000/mm3
dengan shift to the left yang menandakan strangulasi dan serum
elektrolit meningkat. Tes urinalisis untuk menyingkirkan adanya
masalah dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat
paha.

F. PENATALAKSANAAN
a) Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan
reposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata,
kecuali pada pasien anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual.
Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan
kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan
perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkarserasi
lebih sering terjadi pada umur di bawah dua tahun. Reposisi spontan
lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi
dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin
hernia yang lebih elastis pada anak-anak. Reposisi dilakukan dengan
menidurkan anak dengan pemberian sedatif dan kompres es di atas
hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil, anak disiapkan untuk operasi
pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia ini tidak berhasil, dalam
waktu enam jam harus dilakukan operasi segera.
Jika pasien muncul dengan hernia inkarserata, dalam banyak
kasus dapat direposisi secara manual, sehingga memungkinkan operasi
dilakukan secara terencana. Tekanan lembut pada massa hernia ke arah
annulus inguinalis, biasanya pasien dalam posisi kepala lebih rendah
(tredelenburg) umumnya efektif. Jika massa ini nyeri tekan dan
tekanan menyebabkan nyeri, maka obat analgesik yang tepat dapat
diberikan untuk menghilangkan ketidaknyamanan dan tindakan ini
dapat diulangi. Tetapi harus ditekankan bahwa reposisi manual tidak
boleh traumatik. Jika teknik ini tidak berhasil segera setelah uji coba,
maka teknik ini harus ditinggalkan dan dilakukan operasi segera.
Terapi konservatif sambil menunggu penyembuhan melalui
proses alami dapat dilakukan pada hernia umbilikalis sebelum anak
berumur dua tahun. Tetapi konservatif berupa penggunaan alat
penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya
pemakaian korset pada hernia ventralis. Sementara itu, pada hernia
inguinalis, pemakaian korset tidak dianjurkan karena selain tidak dapat
menyembuhkan, alat ini dapat melemahkan otot dinding perut.
b) Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan.
Pada prinsipnya operasi terdiri dari herniotomi dan hernioplasti. Pada
herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin,
lalu dipotong. Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil
anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis. Hernioplasti lebih penting dalam mencegah terjadinya
residif dibandingkan dengan herniotomi.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
kelehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong.
Pada Hernioplasty, dilakukan tindakan memperkecil annulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis
ingunalis. Hernioplasty lebih penting artinya dalam menvegah
terjdinya residif dibandingkan dengan herniatomy. Dikenal berbagai
metode hernioplasty seperti memperkecil annulus inguinalis internus
dengan jahitan tertutup, menutup dan memperkuat fascia transversal,
dan menjahitkan pertemuan M. transversus internus abdominis dan M.
oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon
ke ligamentum inguinale pouparti menurut metode Bassini, atau
menjahitkan fascia tranversa, M. tranversus abdominis, M. oblikus
internus abdominis ke ligamentum Cooper pada metode Mc Vay.
Daerah annulus internus, segitia hasselbach, dan lacuna vasorum,
artinya pintu masuk hernia indirek, hernia direk, dan hernia femoralis
sebaiknya ditutup dengan mesh yang diletakkan di belakang pembuluh
epigastrika inferior yang dipancang dengan klip di sebelah kaudal
ligamentum cooper. Peritoneum ditutup kembali dan dipancang dengan
klip.
Pada hernia inkarserata, apalagi pada hernia strangulata,
kemungkinan pulihnya isi hernia harus dinilai saat operasi. Bila isi
hernia sudah nekrotik, dilakukan reseksi. Kalau ketika operasi dinilai
bahwa daya pulih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan
setelah lima menit dievaluasi kembali warna, peristaltis, dan pulsasi
arteri arkuata pada usus. Jika operasi dinding perut kurang kuat, yang
memang terjadi pada hernia direk, sebaiknya digunakan mesh untuk
menguatkan dinding perut setempat.
Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera vena femoralis,
nervus ilionguinalis, nervus ileofemoralis, duktus deferens, atau buli-
buli bila masuk pada hernia gelincir.
Teknik herniorafi dapat dikelompokkan kedalam 4 kategori utama
yaitu open anterior repair, open posterior repair, tension-free repair
with mesh, dan laparoscopic.

Anda mungkin juga menyukai