Johanes Hutabarat1), Ildrem Syafri2), Nana Sulaksana3), Emi Sukiyah4), Lili Fauzielly5),
Adjat Sudradjat6)
1)
Departemen Geologi Sains, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
(j.hutabarat@unpad.ac.id)
2)
Departemen Geologi Sains, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
(ildrem@unpad.ac.id)
3)
Departemen Geologi Terapan, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
(n.sulaksana@unpad.ac.id)
4)
Departemen Geologi Terapan, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
(emi.sukiyah@unpad.ac.id)
5)
Departemen Geologi Sains, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
(lili.fauzielly@unpad.ac.id)
6)
Guru Besar (Em) Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
(asudradjat@yahoo.com)
*) Bagian dari Riset ALG UNPAD 2015 Prof (Em) Dr. Adjat Sudradjat, Ir., M.Sc.
Abstrak
Granit di bagian timur dan utara Pulau Bintan merupakan plutonik dengan ukuran
kristal/mineral menengah hingga sangat kasar dan heterogen. Dalam contoh setangan granit yang
segar mempunyai karakter leucocratic, dicirikan dengan kehadiran kumpulan mineral felsik, seperti
kwarsa, K-feldspar dan plagioklas dengan sejumlah kecil mineral mafik berupa biotit dan amfibol.
Singkapan granit yang melapuk secara membulat membentuk bongkah-bongkah granit terdiri dari
corestones membundar secara utuh, dengan diameter rata-rata 6 m, dikelilingi oleh lembaran
konsentris tipis atau lapisan batuan. Kenampakan di lapangan bongkah-bongkah tersebut dengan
mudah bisa salah menilai menjadi asal sedimen, karena kenampaknnya yang bulat dan membundar.
Corestones terbentuk tempatan (in situ) dalam puluhan hingga ratusan meter terkubur di
dalam tanah. Telah umum diterima, bahwa bongkah corestones merupakan hasil dari proses dua
tahap. Tahap awal berupa periode pelapukan meluas batuan bawah permukaan yang polanya
dikendalikan oleh retakan renjang (orthogonal), dan tahap kedua berupa periode penggalian
(exhumation) oleh penghapusan produk peluruhan batuan berukuran butir halus.
Kehadiran bongkah-bongkah corestones granit dapat memberikan kontribusi pada penetapan
beberapa situs geologi untuk pengembangan wisata geologi yang menggambarkan keindahan alam
di Pulau Bintan bagian timur dan utara yang spektakuler dan fotogenik.
Kata kunci: granit, corestone, pelapukan bawah permukaan, denudasi material lapuk.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
menggambarkan antar muka yang lebih tak Observasi Lapangan Dan Litologi
teratur dan berkembang. Karakter profil Daerah bagian Timur dan Utara Pulau
pelapukan di atasnya sangat dikendalikan oleh Bintan hampir seluruhnya disusun oleh batuan
pola kekar, jarak kekar dan tataan topografi granitoid dan hanya sebagian kecil batuan
yang mempengaruhi rezim air tanah. malihan. Batuan granitoid (Gambar 6)
Ollier (1984, 1990) membahas profil singkapannya kebanyakan ditemukan di
pelapukan khas di batuan granit (Gambar 4). sepanjang potongan jalan dan pesisir pantai.
Saprolit, atau "batuan busuk", adalah batuan Sedangkan batuan malihannya terdiri dari
lapuk yang dalam tempatan, biasanya filit, batusabak dengan urat kwarsa dan sekis
ditunjukkan dengan urat kwarsa non- (Gambar 7). Kontak antara batuan granit dan
mobilized, keberadaan kwarsa hampir secara batuan malihan di daerah ini tidak teramati
keseluruhan kebal terhadap pelapukan, karena tertutup lapukan sangat kuat dan tebal.
kecuali hadir dalam kondisi ekstrem. Alterasi Litologi, batuan granit daerah
menyebabkan pelapukan menjadi penelitian dapat di bagi dalam dua
isovolumetrik, yaitu, tidak ada perubahan subkelompok, yaitu :
dalam volume mineral asli setelah menjadi
lapuk. Regolith adalah istilah mencakup 1) Granit berukuran sedang-kasar, berwarna
semua material yang tidak terkonsolidasi pada berwarna putih hingga abu-abu pucat-
atau dekat permukaan bumi, dan termasuk abu-abu terang, berteksur faneritik,
saprolit (Fairbridge 1968). berkomposisi felspar, kwarsa dengan
sebaran beberapa mineral mineral mafik
Dalam iklim tropis, hangat, air-kaya dan dengan urat-urat kwarsa sangat kecil.
asam (HCO3) menembus singkapan granit Permukaan lapuknya berwarna coklat
mengikuti kekar dan retakan lainnya. Air kekuningan.
tersebut bereaksi secara kimia dengan 2) Batuan granitik berukuran kasar-sangat
mineral-mineral dalam granit yang kurang kasar, berwarna kelabu kemerahan-
resistan, seperti amfibol, mika, felspar dan kehijauan, berteksur faneritik, dengan
komponen minor lainnya. Kwarsa tidak komposisi felspar, kwarsa, hornblenda
terpengaruh, kecuali mungkin sebagai dan biotit. Pelapukan permukaannya juga
pengetsaan permukaan, dan menjadi material berwarna coklat kekuningan.
sisaan utama dalam gruss, bersama-sama
dengan lempung, biasanya kaolin. Pelapukan Granit yang mendasari daerah
lanjut dari permukaan ke bawah dan dari penelitian merupakan bagian dari pluton
retakan atau bidang pengelupasan hingga batolit, dikenal sebagai Pluton Granit Kawal,
bagian dalam blok-blok yang dihasilkan. Hal granitoid subcircular berumur Trias Akhir
ini menyebabkan pembentukan inti-inti tidak berpusat di daerah Kijang (Gunung Kijang)
lapuk dalam blok-blok yang dikelilingi oleh hingga Berakit (Kusnama, dkk., 1994). Massa
material saprolitik. Sisa inti tak lapuk disebut granit tersebut relatif tahan terhadap
"corestones" (Linton, 1955) (Gambar 5), dekomposisi, sehingga umumnya terdapat
menjadi membundar secara kasar tempatan sebagai pegunungan sisa-sisa erosional dan
sebagai hasil pelapukan sferoid. Proses bongkah-bongkah corestones.
berlanjut secara tidak tentu ketika kondisi Bongkah-Bongkah Corestones
yang berlaku dipertahankan. Tetapi, ketika
perubahan iklim bergerak menuju kondisi Corestones adalah sisa-sisa batuan asli
lebih kering, denudasi dimulai dan corestones dalam saprolit lapuk. Dalam kebanyakan
secara progresif di rombak. Seiring waktu, kasus, bagian dalam corestones itu sendiri
semua material sisaan tersingkirkan dan relatif tidak terpengaruh oleh proses
corestones menumpuk di permukaan; dan pelapukan, meskipun bagian luarnya dapat
ketika iklim berubah, corestones tidak dapat mempunyai tepian material lapuk (Nesbitt,
lapuk lebih lanjut. Akumulasi corestone di 1979). Tepian ini cenderung terkelupas dari
batuan dasar tak lapuk disebut "tor", yang di permukaan secara kulit bawang, yang
definisikan sebagai "massa batuan gersang merupakan corak umum pelapukan sferoid
berada di atas dan dikelilingi oleh blok-blok dari granitoid; dalam keadaan ekstrem,
dan bongkah-bongkah" (Linton 1955). corestones dapat lapuk menjadi saprolit
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
pasiran kohesif, dan akhirnya menjadi saprolit (retakan renjang/orthogonal), dan kemudian
pasiran terpisah, serta jika terus tersingkap periode penggalian (exhumation) oleh
maka akan menjadi melapuk yang lebih penghapusan produk peluruhan (decay)
sangat kuat. batuan berukuran butir halus (Gambar 12).
Hal ini yang menghasilkan corestones batuan
Dalam horizon saprolitik granit pluton segar berbentuk bola (sferis) tertanam dalam
Kawal, corestones berkembang bervariasi, matriks batuan dasar lapuk. Penyingkiran
berukuran mulai dari diameter beberapa meter detritus lapuk akan menyingkapkan
sampai beberapa sentimeter dan berbentuk corestones ini sebagai bongkah-bongkah.
sferoid hingga lonjong (Gambar 8 dan 9),
meskipun pelapukan kurang lanjut Corestones adalah sisa-sisa blok-blok
menghasilkan corestones lebih menyudut. tentuan retakan yang terletak di dalam
Sepanjang jalan Tanjungpinang - Lagoy dan regolith dan terpisah dari muka pelapukan,
Pantai Berakit adalah daerah dimana namun dapat dianggap sebagai bagian
corestones telah diamati setempat. berbeda (diskret). Operasi mekanisme
tersebut dibuktikan tidak hanya di terin
Sepanjang jalan Tanjungpinang - granitik tetapi juga di berbagai batuan
Lagoy bongkah-bongkah corestones granit di plutonik dan beku lainnya termasuk basalt,
jumpai tersebar tak teratur di tengah-tengah dan juga dalam sedimen seperti batupasir dan
lapangan di sebelah kiri dan kanan potongan batugamping.
jalan, dengan bentuk membundar dan lonjong
(Gambar 10). Lingkarannya adalah sekitar 8 Paling umum alih ragam (trasformasi)
meter, panjang 10 meter, lebar 2 meter dan blok-blok kekar menyudut menjadi
tinggi kurang lebih 3 meter. corestones membundar adalah karena
pelapukan pojok dan tepi lebih cepat daripada
Akumulasi bongkah-bongkah muka bidang (Macculloch, 1814). Oleh
corestones granit juga dapat ditemukan di karena itu, jarak retakan sebagian menentukan
sepanjang Pantai Berakit, bagian timur Pulau ukuran maksimum corestones dan selanjutnya
Bintan. Bongkah-bongkah corestones batuan bongkah, meskipun durasi pelapukan bawah
granitik tersebut berukuran 10 x 9 x 4 meter, permukaan dan pelapukan setelah tersingkap
dengan lingkaran sekitar 5 meter dan hampir juga memainkan peran penting.
sebagian besar berbentuk membundar, serta
beberapa timbul keluar dari air pantai yang Mengacu pada model klasik profil
dangkal (Gambar 11). Bongkah-bongkah pelapukan yang dalam oleh Ruxton & Berry
corestones batuan granitik tersebut boleh jadi (1957), dapat di asumsikan bahwa bentuk dan
sisaan dari selubung pelapukan kaya ukuran bongkah-bongkah akan menunjukkan
corestone yang telah semakin tereosi oleh posisi aslinya dalam profil pelapukan.
aksi gelombang. Penjelasan alternatif Pengupasan lebih sedikit akan
menyatakan bahwa fragmen batuan dikirim ke menyingkapkan bagian atas zona corestones,
pantai awalnya berbentuk menyudut dan karena itu bongkah-bongkah akan
berasal dari tebing tinggi potongan batuan dan membundar dan berukuran yang lebih kecil,
kemudian menjadi membumbdar, karena aksi sedangkan erosi lebih dalam akan
gelombang. mengakibatkan penggalian lebih besar,
sehingga kompartemen lebih berbentuk kubus
Diskusi menjadikannya lebih dekat ke permukaan
Bongkah-bongkah Corestone meru- batuan padat.
pakan salah satu yang paling umum dan khas Implikasi Terhadap Pengembangan Ka-
bentangan granit sebagai hasil perkembangan wasan Taman Bumi
multitahap. Meskipun beberapa bongkah
berasal dari disintegrasi struktur lembar dan Pulau Bintan bagian timur dan utara
pembulatan berikutnya dari blok-blok yang mempunyai fenomena alam sangat estetis
dihasilkan, namun sebagian besar bongkah karena keunikan geologi dan/atau jarang
terbentuk hasil dari proses dua tahap. Tahap terdapat. Di beberapa tempat diberkahi
awal berupa periode pembusukan (rotting) dengan sejumlah situs geologi sebagai tempat
meluas batuan bawah permukaan yang tujuan sangat menarik untuk dijadikan wisata
polanya dikendalikan oleh struktur geologi geologi.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 1. Lokasi Daerah Penelitian dan Tatanan Geologi Umum P. Bintan menurut Kusnama, dkk., (1994).
Gambar 2. Geologi Regional Pulau Bintan dan Sekitarnya Provinsi Kepulauan Riau (Kusnama dkk, 1994).
Gambar 3. Skema profil pelapukan granit ber-corestone , berzona dan teratur menurut Ruxton dan Berry (1957).
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 4. Pelapukan Granite. Penampang khas pelapukan kimia dalam di granit. Blok-blok granit dibatasi oleh kekar. Saprolit
adalah batuan lapuk tempatan, seperti ditunjukkan oleh urat kwarsa tak pindah. Alterasi adalah isovolumetrik. Regolith
adalah istilah mencakup semua mnaterial tidak terkonsolidasi dekat permukaan bumi, termasuk saprolit (Ollier 1990).
Gambar 5. Perkembangan Corestone dan tor karena pelapukan yang dalam dan disusul denunasi, dengan penyingkiran material lapuk
lebih halus (Linton 1955).
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 10. Bongkah Corestones berbentuk persegi empat dan membundar tertanam dalam "Grus" (berwarna coklat), atau granit
saprolit. Grus dapat terfragmentasi oleh tangan, tetapi masih mempertahankan kemas batuan beku asli material induk
granit.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 11. Akumulasi bongkah-bongkah corestones batuan granitik di sepanjang Pantai Berakit, bagian timur Pulau Bintan,
hampir sebagian besar berbentuk membundar, dan beberapa timbul keluar dari air pantai yang dangkal.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 13. Singkapan spektakuler bongkah corestones granit bertengger kokoh di atas bongkah corestones batuan granitik lainnya,
membentuk apa yang tampaknya menjadi gugusan bongkah-bongkah seimbang yang stabil.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”