Bab Iv
Bab Iv
PEMBAHASAN
Setelah penulis melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Ny. V dengan Skizoafektif Tipe Depresif dengan
Gangguan Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat pada tanggal 04-11 September
2019, penulis memahami bahwa proses keperawatan yang dilaksanakan tidak jauh berbeda dengan teori yang telah
didapat. Proses keperawatan tersebut meliputri pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi, walaupun demikian terdapat beberapa kesenjangan yang ditemukan antara teori dengan
praktik, yaitu
A. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny. V yang telah dilakukan pada Hari Rabu Tanggal 04
September 2019 pukul 08.00 WIB. Ny. V datang dibawa oleh keluarganya. Klien pernah memukul ibu dan
suaminya, merusak barang, curiga, mudah emosi, mudah tersinggung. Klien mengatakan “curiga sama suami
Hasil pengkajian pada Ny. V tersebut dalam teori menyebutkan bahwa menurut Fitria (2010) menyatakan
tanda gejala pada Gangguan Resiko Perilaku Kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik: mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan
2. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata- kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan
ketus.
3. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak lingkungan, amuk/ agresif.
4. Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, ,merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
5. Intelektual: mendominasi cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-
6. Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu- raguan, tidak bermoral, dan kreativitas
terhambat.
Berdasarkan dari hasil pengkajian yang didapat dengan teori sesuai, karena klien menunjukkan
beberapa tanda dan gejala dari resiko perilaku kekerasan seperti yang sudah dijelaskan dalam teori yaitu
menyerang orang lain dengan memukul ibu dan suaminya, merusak lingkungan dengan merusak barang,
Dilihat dari faktor predisposisinya bahwa Ny. V pernah memukul anak, suami dan ibunya. Klien
mengatakan “ memukul anaknya marah-marah ke anaknya.” Klien termasuk pelaku dari aniaya fisik dan
sebagai pelaku dari kekerasan dalam keluarga. Pengalaman klien yang tidak menyenangkan karena suaminya
selingkuh sehingga klien curiga dan cemburu kepada suaminya yang membuat klien depresi.
Menurut Badan PPSDM (2013) Faktor predisposisi pada Gangguan Resiko Perilaku Kekerasan
meliputi; Faktor Biologis, Faktor Psikologis dan Faktor Sosiokultural. Faktor predisposisi sesuai dengan teori
yaitu Faktor Psikologis karena klien tidak menerima kenyataan yang ada dan tidak bisa menyelesaikan
masalah.
Dilihat dari faktor presipitasinya bahwa adanya stressor eksternal yaitu curiga pada suaminya, adanya
bisikan bahwa suaminya selingkuh, dan muncul pada saat bapak klien meninggal dunia. Berdasarkan dari
teori menurut Muhith (2015) menyatakan Secara umum seseorang akan mengeluarkan respon marah
apabila dirinya merasa terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka secara psikis. Ancaman dapat
berupa internal dan eksternal. Contoh stressor eksternal yaitu serangan secara psikis, kehilangan
hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stressor
internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan
terhadap penyakit yang diderita. Maka dari hasil pengkajian yang didapat dan teori yang ada sesuai,
karena klien menyatakan bahwa stressor yang terjadi pada diri klien melalu eksternal yaitu curiga pada
suaminya.
Dilihat dari mekanisme koping bahwa Ny. V Klien pernah memukul ibu,suami dan anaknya dan klien
merusak barang pada saat marah. Klien meluapkan emosinya dengan cara menyakiti orang lain dan merusak
barang. Sebab dari klien emosi karena curiga dan sedih kepada suaminya. Menurut Yosep (2011),
mekanisme koping meliputi; displacement, proyeksi, depresi dan reaksi formasi. Mekanisme koping sesuai
dengan teori yaitu depresi, karena klien adanya suasana hati dengan perasaan sedih yang mendalam.
Dilihat dari rentang respon klien lebih mengarah pada Amuk/Perilaku Kekerasan karena klien tidak
dapat mengontrol perilaku destruktif pada saat klien masih berada dirumah. Pada saat dilakukan pengkajian
klien tidak menunjukkan perilaku kekerasan tersebut, maka dari itu klien di diagnosa dengan Resiko Perilaku
Kekerasan.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang diperoleh, penulis menegakkan diagnosa keperawatan Resiko
Perilaku kekerasan karena menurut Dermawan dan Rusdi (2013) Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi
ini maka perilaku kekerasan dapat di lakukan secara verbal, di arahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. Penulis menegakkan diagnosa keperawatan ini karena saat
pengkajian Ny. V menunjukkan beberapa tanda gejala dari Resiko Perilaku Kekerasan.
Dalam teori Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien dengan Perilaku Kekerasan menurut (Keliat,
2011), yaitu:
5. Isolasi social
Berdasarkan hasil pengkajian data yang ditemukan bahwa klien mengarah pada diagnosa resiko
perilaku kekerasan dan tidak menunjukkan diagnosa yang lain seperti dalam teori, karena perilaku
kekerasan pada klien pernah dilakukan dan tidak dilakukan pada saat pengkajian. Jadi, untuk diagnosa
gangguan konsep diri: harga diri rendah tidak diangkat, karena klien kooperatif dan mau diajak berbicara.
Pada diagnosa resiko mencederai (diri sendiri, orang lain dan lingkungan) tidak diangkat, karena klien
sudah mencederai orang lain pada saat sebelum klien dibawa ke Rumah Sakit, dan pada saat pengkajian
klien tidak menunjukkan perilaku kekerasan yang akan mencederi diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Untuk diagnosa perubahan persepsi sensori: Halusinasi tidak diangkat, karena klien pernah
ada bisikan tetapi pada saat pengkajian klien tidak mendengar bisikan itu lagi, maka penulis tidak
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, penceahan dan pemulihan kesehatan
individu maupun kelompok. Intervensi keperawatan pada kllien dengan Resiko Perilaku Kekerasan menurut
Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Menurut Keliat (2011) meliputi 5 SP yaitu SP 1: Mengidentifikasi tanda
gejala dan akibat perilaku kekerasan dan latih fisik 1: tarik nafas dalam, SP 2: Evaluasi SP 1 dan latih cara
fisik 2: pukul bantal, SP 3: Evaluasi SP1,2 dan latih secara social/verbal dengan menolak dengan baik,
meminta dengan baik dan mengungkapkan dengan baik, SP 4: Evaluasi SP 1,2,3 dan latih secara spiritual
dengan berdoa, SP 5: Evaluasi SP 1,2,3,4 dan latih patuh minum obat teratur dengan 5B (benar obat, benar
waktu, benar pasien, benar dosis, benar cara). Pada Ny. V, penulis menerapkan intervensi keperawatan yang
D. Implementasi Keperawatan
dalam bentuk tindakan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan implementasi pada diagnosa yang telah ditegakkan dengan
Penulis melaksanakan implementasi untuk pemberian SP 1 yaitu mengidentifikasi tanda gejala dan
akibat perilaku kekerasan dan latih cara fisik 1: tarik nafas dalam dilakukan pada hari Sabtu, 07 September
2019, jam 08.00 WIB. Karena SP 1 belum teratasi maka dilakukan implementasi SP 1 kembali pada hari
Selasa, 10 September 2019, jam 10.00 WIB. Untuk SP 2 perilaku kekerasan yaitu evaluasi SP1 dan latih fisik
2: pukul bantal dilakukan pada hari Rabu, 11 September 2019, jam 10.00 WIB.
Untuk SP 3, SP 4 dan SP 5 pada Ny.V tidak terlaksana karena adanya hambatan dan kendala penulis
dalam melakukan implementasi, waktu penulis untuk melakukan pengkajian dan implementasi hanya 5 hari
karena harus menyetorkan laporan kasus pada saat yang telah ditentukan oleh pihak ruangan dan
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Evaluasi proses atau pormatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya. (Keliat, 2011).
Penulis melakukan evaluasi SP 1 mengidentifikasi tanda gejala dan akibat perilaku kekerasan dan
latih cara fisik 1: tarik nafas dalam pada hari Sabtu, 07 September 2019, jam 08.20 WIB. Didapatkan hasil;
data subjektif: Klien mengatakan lupa lagi tentang penyebab, tanda gejala serta akibat resiko perilaku
kekerasan. Data Objektif: Klien tampak bingung, Klien mampu melakukan tarik nafas dalam. Analisa: SP 1
belum tercapai, karena klien belum paham tanda gejala dan akibat. Perencanaan: Mengulang intervensi SP 1.
Penulis melakukan evaluasi SP 1 kembali pada hari Selasa, 10 September 2019, jam 10.20 WIB.
Didapatkan hasil Data subjektif: Klien mengatakan penyebab marah karena curiga suami selingkuh, Klien
mengatakan saat marah mata melotot, berbicara keras, tangan mengepal, mata merah, memecahkan barang,
memukul orang lain, Klien mengatakan akibatnya melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Data
Objektif: Klien sedikit tenang, Klien mampu melakukan latih fisik 1: tarik nafas dalam, Klien mampu
mengidentifikasi tanda, gejala dan akibat marah. Analisa: SP 1 mengidentifikasi resiko perilaku kekerasan
dan tarik nafas dalam tercapai. Perencanaan: Evaluasi SP1, Lanjut SP 2 latihan pukul bantal.
Penulis melakukan evaluasi SP 2 evaluasi SP1 dan latih cara fisik 2: pukul bantal pada hari Rabu, 11
September 2019, jam 10.20 WIB. Didapatkan hasil Data Subjektif: Klien mengatakan penyebab marah
karena curiga suami selingkuh, Klien mengatakan saat marah mata melotot, berbicara keras, tangan
mengepal, mata merah, memecahkan barang, memukul orang lain, Klien mengatakan akibatnya melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan, Klien mengatakan jika marah akan melakukan teknik nafas dalam dan
pukul bantal jika sedang marah. Data Objektif: Klien sedikit tenang, Klien mampu melakukan teknik tarik
nafas dalam, Klien mampu melakukan cara fisik 2: pukul bantal. Analisa: SP2 teknik pukul bantal teratasi.
Evaluasi yang tercapai hanya SP 1 dan SP 2, untuk SP 3, SP 4, dan SP 5 tidak tercapai karena adanya
hambatan dan kendala penulis dalam memaksimalkan waktu hanya 5 hari yang telah ditentukan.