PEMBAHASAN
Pada BAB Pembahasan penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terdapat
pada konsep dasar (teori) dan study kasus pada Ny. S dengan halusinasi di Ruang
Melati Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung, pada tanggal 1 Juni 2016
sampai tanggal 2 Juni 2016 yang dimulai dengan membahas tentang pengkajian,
bagian akhir dari penulisan study kasus ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan
A. Pengkajian
Penulis mengkaji data dari tanggal klien masuk Rumah Sakit Jiwa, identitas
subjektif dan objektif. data pengkajian yang diharapkan bersumber dari rekam
medik, wawancara kepada klien, hasil obervasi perawat ruangan dan dari pihak
keluarga. Faktor presipitasi ( Lelono, dkk, 2015) merupakan kondisi normal otak
sikap dan prilaku individu ( Stuart, 2009) . Pada pengkajian terhadap klien
dilakukan pada tanggal 1 Juni 2016 sampai tanggal 2 Juni 2016, dengan
didapatkan hasil sebagai berikut: Ny. S, alamat klien Desa Isorejo Kabupaten
Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung, klien bersekolah
sampai SLTP, klien bersuku Lampung, klien beragama Islam, klien masuk
Rumah Sakit Jiwa sejak tanggal 20 Mei 2016. Penulis melakukan pengkajian
pada tanggal 1 Juni 2016 sampai 2 Juni 2016. Klien masuk Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Lampung pada hari Jum’at tanggal 1 Juni 2016 pukul 15:30
Rumah Sakit Jiwa pada tahun 2010 sampai 2011, klien sudah putus obat sejak 5
tahun yang lalu, klien tidak pernah kontrol obat. Pada faktor predisposis menurut
awal menunjukkan kurangnya hubungan antara orang tau dan anak serta
1 Juni 2016 pada Ny. S terdapat data bahwa klien pernah mengalami gangguan
jiwa sebelumnya pada tahun 2010 sampai 2011 pengobatan klien terputus sejak 5
tahun dan pengobatan klien kurang berhasil karena klien tidak pernah kontrol
dkk, 2009). Menurut Maramis, dalam Prabowo eko, 2014 Halusinasi dapat
panca indra tanpa stimulus eksteren, persepsi palsu. Tipe halusinasi yang sering
Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Suara yang didengar dapat
kadang dapa membahyakan atau mencederai( Stuart, 2009 dalam Lelono, dkk,
halusinasinya muncul tidak tentu dan terjadi pada malam hari, klien tidak
seperti bau feses, urine, darah, kadang-kadang bau itu menyenangkan, merasakan
rasa seperti darah, urine atau feses, merasa takut atau senang dengan halusinasi.
tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas, mencium sesuatu seperti
muncul dengan frekuensi tidak tentu dan muncul pada malam hari, suara ersebut
membuat klien diam dan melamun. Klien tidak menyukai suara tersebut, klien
Faktor Presipitasi menurut (Yosep, 2009) halusinasi dapat dilihat dari lima
sosial, dan dimensi spiritual.Sedangkan faktor presipitasi pada kasus klien adalah
ketika klien ditinggalkan oleh suaminya dan sulit untuk melupakanya. Jadi sesuai
denan teori diatas maka dapat disimpulkan bahawa faktor presipitasi yang terlihat
Faktor Predisposisi menurut Stuart dalam Lelono, dkk (2015),, yang dapat
faktor sosial budaya. Dalam study kasus ini terdapat faktor predisposisi yang
menjadi pendukung klien mengalami gangguan jiwa yaitu klien pernah ditinggal
oleh suaminya dan klien tidak boleh menikah lagi dengan keluarganya. Dalam
teori dan study kasus terdapat adanya faktor psikologis dan faktor sosial budaya.
Menurut Yoseph (2009), ada beberapa proses halusinasi adalah stage 1 Sleep
pada study kasus ini, klien telah melalui semua tahapan tersebut.
Fase pertama Sleep disorder, klien merasa ditinggalkan oleh suaminya, klien
merasa tidak diperdulikan oleh keluarganya. Stage kedua, klien merasa cemas
bila suara-suara itu datang, terkadang klien merasa senang mendengar suara-
klien sering senyum-senyum sendiri dan berlangsung lama apabila tidak ada
B. Diagnosa Keperawatan
Data yang diperoleh dari Ny. S yaitu halusinasi yang disebabkan oleh koping
keluarga tidak efektif dengan data subjektif: Klien mengatakan pernah dirawat di
rumah sakit jiwa tahun 2010 sampai 2011, klien tidak pernah kontrol karena
keluarganya, klien mengatakan jika ada masalah klien tidak mau menceritaknya
kepada orang lain, klien ingin cepat sembuh dan ingin cepat pulang. Data
objektif: klien pasrah dengan perlakuan keluarganya, ekspresi wajah klien sedih.
Kemudian klien beresiko prilaku kekerasan karena adanya riwayat data yang
membanting barang, klien pernah menciderai orang lain. Kemudian data objektif:
klien berbicara keras dengan intonasi cepat dan tidak jelas, klien terlihat kesal
Kemudian Defisit Perawatan Diri klien kurang dengan data subjektif: Klien
mengatakan berpakaian secara mandiri hanya saja klien tidak pernah berdandan,
klien mengatakan tidak pernah menyisisr rambutnya, klien mengatakan
terkadang klien cebok tidak bersih karena keterbatasan air. Kemudian data
objektif: Klien terlihat kusam ,penampilan klien tidak rapi, klien tidak pernah
menyisisr rambutnya. Kemudian klien merasa harga diri rendah dengan data
bau pesing. Kemudian data objektif : Klien tidak percaya diri, klien terlihat
bingung. Kemudian klien merasa isolasi sosial dengan data subjektif: Klien
waktunya untuk tidur. Kemudia data objektif : Klien merasa tidak percaya diri,
suara bisikan dari suaminya, klien mengatakan tidak menyukai suara tersebut,
klien mengatakan suara tersebut datang dengan frekuensi tidak tentu dan
waktunya pada malam hari, klien mengatakan melihat bayangan makhluk gaib
membuat ia diam dan melamun. Dengan data objektif: Kllien tampak diam dan
melamun, klien tampak diam saat tidak bersama teman-temanya, klien terlihat
gelisah.
masalah yang terjadi pada Ny. S berbeda dengan teori yang dituliskan oleh Keliat
(2010), dalam Lelono, dkk (2015), yaitu penyebab dari gangguan sensori
persepsi halusinasi (core problem) adalah isolasi sosial yang diakibatkan oleh
menyebabkan resiko prilaku kekerasan dengan menciderai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.. Sehingga pohon masalah yang diangkat oleh penulis adalah,
gangguan sensori persepsi halusinasi diakibatkan oleh harga diri rendah yang
dimiliki klien, karena klien sebelumnya memiliki riwayat tersebut sehingga klien
obat antiseptic yang mengurangi hiperaktif agresif atau obat penenang atau
( Sinaga, 2007)
C. Rencana Keperawatan
Menurut Kartika (2015), intervensi yang dilakukan oleh Ny. S berdasarkan pada
2. Tujuan khusus
percaya juga dapat memutuskan halusinasi, klien mngetahui kapan sat Ny.
berhalusinasi.
denga mengetahui beberapa cara yang dapat dilakukan , dapat melatih cara
itu.
d. Tujuan khusus keempat adalah klien dapat dukungan dari keluarga dalam
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi dan evaluasi keperawatan pada Ny. S dilakukan selama dua hari
pada tanggal 1 Juni 2016 sampai 2 Juni 2016 di Ruang Melati Rumah Sakit
pasien saat halusinasi muncul). Sesuai dengan intervens yang dibuat, penulis
fisk, status mental, masalah psikososial dan lingkungan, mekanisme koping, dan
nama dan nama panggilanya. Klien mengatakan masalah yang dihadapi klien
persepsi halusinasi dilakukan pada tanggal 1 Juni 2016 pukul 09.00 WIB. Penulis
melakukan SP Pengkajian untuk membantu klien agar mampu mengontrol
menjelaskan topik yang akan dibahas, kontrak waktu dan tempat, menyampaikan
saja yang dilakukan klien saat halusianasi muncul. Respon klien, klien mau
menceritakan mendengar suara-suara yang tidak didengar oleh orang lain dan
tidak ada wujudnya, klien mengatakan suara tersebut merupakan suara bisikan
menghardik.
Implementasi kedua dilakukan pada tanggal 2 Juni 2016 pukul 09.00 WIB klien
klien mengatakan perasaan senang dan nyaman, klien terkadang masih lupa nama
perawat dan dari mana asalnya, klien mau diajarkan SP 1 dengan cara
mengardik.
Implementasi ketiga dilakukan pada tanggal 2 Juni 2016 pukul 10.30 WIB,
obat. Agar klien mampu mengontrol halusinasi, maka perlu dilatih manggunakan
obat secara teratur sesuai dengan program tindakan keperawatan agar klien patuh
obat dan putus obat. Cara menggunakan prinsip obat dengan lima benar prinsip
halusinasi dengan minum obat. Respon klien, klien mau menjawab salam klien
halusinasi dengan minum obat, hanya saja klien masih lupa dengan obat yang
dia minum.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan hasil dari tindakan yang dilakukan oleh penulis dalam
perawatan selama dua hari dari tanggal 1 Juni 2016 sampai 2 Juni 2016, sesuai
dengan catatan perkembangan. Pada landasan teori tujuan umum pada diagnosa
klien mampu membina hubngan saling percaya, tujuan khusus kedua klien dapat
halusinasinya, tjuan khusus keempat klien dapat dukungan dari keluarga dalam
dengan baik.
Pada study kasus ini tujuan khusus yang telah tercapai penulis mampu membina
hubungan saling percaya dengan klien ditandai dengan klien membalas sapaan
perawat, ekspresi wajah senang, ada sedikit kontak mata, klien mau duduk
terapai sebagian, karena klien belum mendapatkan dukungan dari keluarga, tetapi
klien mengikuti terapi aktivitas kelompok. Tujuan khusus kelima, klien mampu