Anda di halaman 1dari 15

IV.

2 Pembahasan

IV.2.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan dalam asuhan keperawatan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara mengobeservasi serta mewawancara pasien untuk
mendapatkan informasi dalam rekam medik pasien. (O'brien, 2014). Pengkajian ini dilakukan
pada Tn.S pada tanggal 10 Januari – 14 Januari 2022, pengumpulan data ini dilakukan
dengan wawancara langsung kepada pasien, dan mengobservasi kegiatan pasien yang
dilakukan selama dirawat di Rumah Sakit Jiwa.
Faktor predisposisi menurut Yosep (2014) meliputi faktor perkembangan, faktor
genetic dan pola asuh, faktor social budaya, faktor biokimia, faktor psikologis. Jika pada
kasus, faktor predisposisi yang terjadi pada klien ialah Faktor psikologis yang dimana pada
masa lalu klien tepatnya saat SMP, klien pernah berantem dengan teman SMP nya saling
baku hantam dengan temannya, dan guru klien mengetahui itu semua akhirnya klien
dikeluarkan dari sekolah, dan saat SMP nya klien juga sempat menyatakan cintanya oleh
seorang yang disukainya, tetapi ditolak oleh perempuan yang disukainya, klien merasa sedih
karena sudah ditolak, kecewa dengan perempuan yang disukainya, dan klien menjadi malas
bergaul dengan teman-temannya.
Pada kasus ini juga terdapat faktor biokimia dimana klien diajak oleh teman SMP nya
untuk mabuk-mabukan dan memakai obat-obatan terlarang. Dalam faktor genetic pada kasus
ini tidak ada riwayat keturunan gangguan jiwa. Kemudian untuk faktor social budaya pada
kasus ini klien diterima baik oleh lingkungan rumahnya.
Faktor Presipitasi menurut Yosep (2014) pada klien dengan masalah gangguan sensori
persepsi halusinasi terdapat 5 dimensi diantaranya dimensi fisik, emosional, intelektual,
sosial dan spiritual. Dalam kasus yang ditemukan pada klien Tn.S, pada dimensi fisik klien
sangat sulit untuk tidur siang, dimensi emosional klien selalu minta pada perawat bahwa
dirinya ingin segera pulang kerumah dengan nada bicara yang keras dan wajahnya yang
tegang, dan sering menunjukan gerak tubuh yang tidak tenang seperti selalu menggerakkan
kakinya saat berbicara. Dimensi sosial, klien mengatakan lebih senang sendiri, malas
berbicara dengan orang lain, dan tidak mau memulai pembicaraan jika tidak diajak ngobrol
terlebih dahulu.
Manifestasi klinis atau tanda dan gejala pada klien halusinasi dalam teori Sutejo
(2015) menyatakan data subjektif pada klien halusinasi adalah klien akan mendengar suara
mengajak berbicara, melihat bayangan, hantu, atau melihat sesuatu yang menakutkan,
mencium bau darah, feses, serta parfum yang menyenangkan, merasa ada sesuatu
dipermukaan kulitnya, merasa hawanya sangat panas atau dingin, mengunyah sesuatu,
merasakan makanan tertentu, mengatakan ada sesuatu yang menjijikan. Dalam kasus yang
ditemukan pada Tn.S tanda dan gejala yang ditemukan seperti klien suka melihat sosok cewe
yang disukainya, dan klien mendengar suara-suara yang mengejek dirinya seperti “senga
amat lu, songong jadi bocah lu” dan itu membuat klien kesal.
Pada data objektif dalam teori, klien tampak berbicara dan tertawa sendiri, klien suka
marah-marah tanpa sebab dan akibat, tatapan mata klien tertuju pada suatu tempat tertentu,
klien suka menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, atau klien tampak mengusap serta meraba-raba
permukaan kulit tertentunya. Dalam kasus yang ditemukan pada Tn.S tanda dan gejalanya
seperti, klien suka berbicara sendiri dan tertawa sendiri didalam kamar, tatapan mata klien
tertuju pada suatu tempat.
Fase halusinasi pada teori Stuart (2016) mengatakan terdapat 4 fase pada halusinasi
diantaranya fase 1 (comforting) bersifat menyenangkan, fase 2 (Condemming) bersifat
menjijikan bagi penderita, fase 3 (Controlling) sensorinya akan menjadi penguasa, fase 4
(Conguering) halusinasi nya akan menjadi sulit dan rumit saling terkait dengan delusi. Kasus
yang ditemukan pada klien Tn.S, halusinasi pada klien masih suka muncul saat klien sedang
dalam masalah, serta saat menyendiri dan saat halusinasi itu muncul klien selalu
membiarkannya. Jika klien tidak diingatkan untuk mengontol halusinasi, klien tidak akan
melakukan cara-cara mengontrol halusinasi karena klien suka lupa untuk melakukannya.
Maka dari itu fase halusinasi pada klien Tn.S terdapat pada fase ke 3 dimana karakteristik
halusinasi pada fase 3 ini, halusinasi klien masih suka muncul, dan menyerah pada
halusinasinya.
Sumber koping pada teori Stuart (2016) yang dapat mempengaruhi jalannya
penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi ialah berasal dari dalam diri yaitu pada personal
ability dan keyakinan positif. Sedangkan sumber koping dari luar yaitu dukungan keluarga
(social support) dan material asset. Pada kasus Tn.S terdapat kemampuan personal atau
personal ability yang dimana klien sebelum dilakukan intervensi cara mengontrol halusinasi,
klien tidak mengerti bagaimana caranya mengontrol halusinasinya, jika muncul halusinasi
klien selalu membiarkan. Pada dukungan keluarga pada klien dibuktikan dengan keluarga
klien yang selalu menjenguk klien di Rumah Sakit Jiwa.
Mekanisme koping pada teori Muhith (2015) terdapat 3 mekanisme koping
diantaranya regresi, proyeksi, serta menarik diri. Yang terdapat pada kasus Tn.S diantaranya
Regresi, dimana klien malas melakukan kegiatan yang ada di rumah sakit jiwa. Menarik diri,
dimana klien lebih senang sendiri, malas berbicara dengan orang lain, dan tidak mau memulai
pembicaraan jika tidak diajak ngobrol terlebih dahulu.
Terapi psikofarmakologis dalam mengatasi halusinasi dalam teori Pardede &
Hasibuan (2019) adalah obat sangat membantu untuk pasien penderita skizoferenia dalam
meminimalkan gejala perilaku kekerasan, harga diri rendah, serta halunisasi, dalam teori obat
yang biasa digunakan oleh penderita skizofrenia adalah haloperidol diberikan secara intra
muscular, chlorpromazine diberikan tablet 2x100 mg jika pasien dalam keadaan hiraktif.
Lalu Trihexilpenidyl diberikan tablet 2 x 2 mg perhari. Jika pada kasus Tn.S, obat klien
diberikan oleh Rumah Sakit Jiwa adalah Risperidone tablet 2 x 2 mg. Abilify tablet 1x10 mg
(pagi hari) yang akan memunculkan efek samping rasa tidak nyaman, mual muntah.
Trinexyphenidyl tablet 2 x 2 mg. Dan Clozapine 1x25 ml pada malam hari, obat yang
membantu untuk mencegah penderita yang ada keinginan bunuh diri atau menyakiti dirinya.
Pada saat proses pengkajian pada Tn.S, penulis sedikit mengalami kesulitan untuk
mengkaji tentang kondisi dan masalah yang sedang klien hadapi, klien tidak gampang
terbuka pada penulis. Solisinya adalah bina hubungan saling percaya antara perawat dan
klien, lakukan pengkajian di ruangan yang tenang, tidak banyak distraksi dari pasien lainnya,
katakan pada klien jika klien punya masalah atau ada yang ingin diceritakan, ceritakan saja
pada penulis, penulis akan mendengarkannya dengan baik dan akan mengasih solusi dari
permasalahan yang sedang klien hadapi, menunjukan ekspresi yang bersahabat pada klien,
selalu memberikan energi positif, berikan sentukan supaya klien merasa lebih dekat pada
perawat.
Faktor pendukung saat melakukan pengkajian pada klien yaitu lingkungan rumah
sakit jiwa yang tenang saat jam tidur siang, tidak banyak distraksi dari pasien lainnya, dimana
klien bisa lebih bebas dan leluasa untuk menceritakan masalah yang dihadapi, petunjuk pada
format pengkajian yang mempermudah penulis dalam melakukan pengkajian pada klien,
tehnik komunikasi teraupetik yang digunakan penulis, dan juga perawat rumah sakit jiwa
yang diruangan membantu memberikan informasi tentang klien pada penulis,

IV.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan pada teori (Muhith, 2015) mengemukakan bahwa ada tiga
diagnosa pada masalah gangguan persepsi sensori halusinsi yaitu, Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi yang sebagai core problemnya, lalu penyebabnya pada isolasi sosial,
kemudian akibat dari halusinasi yaitu resiko perilaku kekerasan. Terdapat kesamaan antara
teori dan kasus pada Tn.S, yang dimana core problem nya adalah Gangguan persepsi sensori
halusinasi dengan data pendukungnya yaitu klien suka melihat atau dihantui oleh sosok
wanita yang disukainya, sosok ini muncul saat dirinya ada masalah dan saat sedang sendiri,
sebelum masuk RSJ klien suka mendengar ada jin islam yang suka membisikan atau
memberitahu klien seperti “Jangan berbicara macam-macam, hati-hati” kepada dirinya, dan
sebelum masuk RSJ saat dirinya ada di empang, dirinya mendengar Allah telah
memanggilnya untuk disuruh pulang kepadanya, berbicara sendiri, sering mondar mandir
didalam kamarnya, saat berbicara klien suka melamun kesuatu arah seperti melihat sesuatu.
Kemudian penyebab dari halusinasinya Isolasi Sosial dengan data pendukungnya
yaitu saaat berinteraksi kontak mata klien kurang, sering menunduk, sering menyendiri, klien
tidak mau memulai pembicaraan jika tidak diajak ngobrol terlebih dahulu. Diagnosa
selanjutnya akibat dari halusinasi resiko perilaku kekerasan dengan data pendukungnya yaitu
klien sering memukul kedua orang tua dan kakak perempuannya, dikarenakan klien merasa
mereka selalu mengejek dirinya, dan suka melempar barang-barang dirumahnya, klien juga
saat sekolah sering memukul atau saling baku hantam dengan temannya.
Faktor pendukung dalam menentukan diagnosa adalah adanya data-data pada
pengkajian, data objektif pada klien, informasi dari klien dapat membantu penulis dalam
menegakkan dignosa, serta adanya buku-buku referensi, buku standar diagnosa SDKI. Faktor
penghambat dalam menentukan diagnosa yaitu sulitnya menetukan diagnosa ketiga, dimana
ada beberapa data yang membingungkan bagi penulis, solusinya melakukan validasi data
tersebut beberapa kali ke klien.

IV.2.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien Tn.S berdasarkan dengan prioritas
masalah yang sudah ditentukan dari 3 diagnosa, maka penulis menentukan intervensi dengan
menggunakan buku SLKI-Edisi 1 (2017) untuk menemukan kriteria hasil yang diharapkan
dari pertemuan kepada klien, dan buku SIKI-Edisi 1 (2018) untuk merencanakan tindakan
yang akan diberikan pada klien dengan observasi, teraupetik, edukasi, dan kolaborasi.
Faktor pendukung dalam menentukan intervensi yang akan dilakukan kepada klien
adalah telah tersedianya intervensi keperawatan dalam buku SIKI dan yang memudahkan
penulis dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan rencana keperawatan.
Faktor penghambat dalam intervensi adalah sulitnya mengatur jadwal dikarenakan kegiatan
klien di rumah sakit jiwa yang padat, solusinya jika saat jam istirahat atau tidur siang klien
tidak tidur, maka gunakan waktu istirahat klien sekiranya 15 menit jangan terlalu lama.

IV.2.4 Implementasi Keperawatan


implementasi yang dilakukan pada klien Tn.S berdasarkan pada Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan.

1. Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

a) Strategi Pelaksanaan 1 : dilakukan selama 1x15 menit, dimulai dengan membina


hubungan saling percaya, lakukan pengkajian kepada klien, mengidentifikasi isi,
waktu, frekuensi, situasi serta kondisi seperti apa yang dapat mendatangkan
halusinasi, ajarkan klien cara pertama mengontrol halusinasi yaitu dengan cara
menghardik halusinasi, dan anjurkan klien untuk memasukan kegiatan tersebut
kedalam jadwal harian klien.Faktor pendukung dalam melaksanakan sp 1 yaitu
klien ada keinginan dalam mengontrol halusinasinya. Faktor penghambat, klien
hanya ingin melakukannya ditempat yang tidak ada keramaian, solusinya yaitu
modifikasi lingkungan untuk berinteraksi dengan klien, dimana interkasi pada klien
dilakukan di ruangan yang lebih tenang.
b) Strategi Pelaksanaan 2 : dilakukan selama 15 menit, dimulai dengan evaluasi
kegiatan SP 1 yang telah diajarkan yaitu cara menghardik halusinasi, kemudian
ajarkan cara ke dua mengontrol halusinasi yaitu dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Lalu anjurkan klien untuk memasukan ke dalam jadwal harian. Faktor
penghambat, klien malas bercakap-cakap dengan orang lain. Solusinya, lakukan
bercakap-cakap dengan satu orang perawat baru terlebih dahulu, dan berikan
motivasi kepada klien untuk melakukan kegiatan bercakap-cakap. Faktor
pendukung, suasana ruangan yang tenang dan tidak ada distraksi dengan pasien
lainnya.
c) Strategi Pelaksanaan 3 : dilakukan selama 15 menit, dimulai dengan Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian klien, evaluasi latihan bercakap-cakap dengan orang lain
yang sudah diajarkan sebelumnya, jelaskan cara ketiga mengontrol halusinasi
dengan cara melakukan kegiatan sehari-hari seperti menyapu. Dan manganjurkan
klien untuk memasukan kegiatan tersebut kedalam jadwal harian klien. Faktor
pendukung, klien mau melakukan kegiatan sehari-hari yang dipilih klien, tehnik
komunikasi teraupetik yang baik yang digunakan perawat, klien yang koperatif.
Tidak ada hambatan saat melakukan Sp 3 pada klien.

Untuk strategi Pelaksanaan 4 pada klien tentang memberitahu kegunaan obat,


efek samping obat, waktu dikonsumsi obat. Penulis tidak melakukan Strategi
Pelaksanaan 4 ini dikarenakan klien telah dijemput kakak perempuannya untuk
pulang kerumah, keluarga menjemput klien pada hari Jum’at 14 Januari 2022, sore
hari pukul 15.00. yang dilakukan penulis ingatkan klien jika sudah dirumah harus
minum obat yang teratur, jangan sampai putus obat, dan jangan lupa untuk selalu
konsultasi sesuai jadwal yang telah diberikan Rumah Sakit Jiwa.
2. Resiko Perilaku Kekerasan

SP 1 : dilakukan selama 15 menit, dimulai dengan membina hubungan saling percaya,


mengidentifikasi tanda, gejala, serta penyebab PK. Mengidentifikasi PK apa yang
dilakukan. Mengidentifikasi cara mengontrol dan akibat dari PK. Membantu klien
mengontrol PK dengan cara pertama tarik nafas dalam. Lalu anjurkan untuk
memasukan kegiatan tersebut kedalam jadwal harian klien. Faktor pendukung
lingkungan dan suasana di ruangan merak yang tidak berisik, serta nyaman, teknik
komunikasi teraupetik pada klien.
Untuk Strategi pelaksanaan 2, 3, 4 pada klien, penulis tidak melakukannya
dikarenakan klien telah dijemput anggota keluarganya untuk pulang kerumah,
keluarga menjemput klien pada hari Jum’at 14 Januari 2022, sore hari pukul 15.00.
Yang dilakukan oleh penulis ingatkan pada klien jika dirumah klien mau marah atau
emosi jangan lupa untuk mengontrol amarahnya dengan cara tehnik nafas dalam yang
telah diajarkan, dan selalu minum obat secara rutin, jangan sampai putus obat, dan
jangan lupa untuk selalu konsultasi sesuai jadwal yang telah diberikan Rumah Sakit
Jiwa.

3. Isolasi Sosial

SP 1 : dilakukan selama 15 menit, membina hubungan saling percaya, tanyakan


penyebab klien selalu menyendiri, memberitahu klien keuntungan dalam berhubungan
dengan orang lain, memberitahu kerugian jika tidak mau berhubungan dengan orang
lain, mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang. Faktor pendukung,
suasana yang tenang dan tidak ada distraksi dengan klien lain, dan juga penulis
melakukan komunikasi teraupetik yang baik pada klien, penulis memberikan contoh
terlebih dahulu cara berkenalan. Faktor penghambat, klien tidak ingin serta malas
untuk berkenalan terlebih dahulu. Solusinya lakukan berkenalan dengan satu orang
pasien yang aktif, dan berikan motivasi kepada klien untuk melakukan kegiatan
berkenalan.
Untuk Strategi pelaksanaan 2, dan 3 pada klien, penulis tidak melakukannya
dikarenakan klien telah dijemput anggota keluarganya untuk pulang kerumah,
keluarga menjemput klien pada hari Jum’at 14 Januari 2022, sore hari pukul 15.00.
Yang dilakukan oleh penulis mencoba menanyakan kembali tentang manfaat dan
kerugian apa saja jika tidak berkenalan atau bersosialisasi pada orang lain.

IV.2.5 Evaluasi Keperawatan

1. Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

Evaluasi keperawatan setelah dilakukan 3 kali pertemuan dengan mengajarkan SP 1-3


cara mengontrol halusinasi, klien ada keinginan belajar cara menghardik halusinasi,
dan klien juga mampu melakukan yang telah penulis ajarkan. Dan data pada
halusinasi pada klien masih ada yang dibuktikan dengan klien sering mondar-mandir
dengan berbicara sendiri. Jadi masalah keperawatan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi pada klien teratasi sebagian.

2. Risiko Perilaku Kekerasan

Evaluasi Keperawatan setelah dilakukan, dengan mengajarkan SP 1 tehnik tarik nafas


dalam, klien dapat melakukan teknik nafas dalam dengan baik, klien mau mengikuti
arahan penulis. Masalah keperawatan resiko perilaku kekerasan pada klien teratasi
sebagian.

3. Isolasi Sosial

Evaluasi keperawatan setelah dilakukan, dengan mengajarkan SP 1 berkenalan


dengan satu orang, klien mampu melakukannya hanya saja klien masih malas untuk
memulai berkenalan terlebih dahulu. Dan dari data isolasi sosial pada klien masih ada
dibuktikan dengan kontak mata klien masih kurang, suka beralih, saat diajak berbicara
selalu menundukan kepalanya. Masalah Keperawatan Isolasi sosial pada klien teratasi
sebagian.
BAB V

PENUTUP

Pada BAB V ini penulis akan menyimpulkan Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan
masalah keperawatan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan
yang dilaksanakan pada tanggal 10 Januari – 14 Januari 2022, sebagai berikut :

V.1 Kesimpulan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan masalah Gangguan


Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan, terdapat beberapa tahapan yang
dimulai dari melakukan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi, serta evaluasi.

V.1.1 Pengkajian
Dalam melaksanakan proses pengkajian pada klien Tn.S dengan Halusinasi
Pendengaran dan Penglihatan, terdapat faktor pendukung dan penghambat dalam
melaksanakan pengkajian yaitu:
Faktor pendukung selama proses pengkajian pada klien adalah klien mampu
menceritakan masalah yang sedang dihadapinya, mengingat dengan baik masalalu nya,
kondisi dan suasana rumah sakit yang sunyi dan tenang membuat klien lebih kooperatif untuk
menceritakan masalah yang sedang dihadapinya.
Faktor penghambat selama proses pengkajian pada klien Tn.S adalah kontak mata
klien kurang, kontak mata mudah beralih, klien sering menunduk, klien hanya berbicara
ketika penulis memberikan pertanyaan, klien tidak terbuka pada penulis tentang masalah
yang dihadapinya. Solusinya yaitu bina hubungan saling percaya pada klien, pertahankan
kontak mata pada klien, menunjukan ekspresi wajah yang bersahabat pada klien, selalu
berikan energi positif pada klien.

V.1.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang diambil dalam asuhan keperawatan pada klien Tn.S
terdapat tiga diagnosa yang ditegakkan oleh penulis berdasarkan hasil yang diperoleh selama
proses pengkajian, diagnosa yang diambil yaitu Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Pendengaran dan Penglihatan, Isolasi Sosial, dan Resiko Perilaku Kekerasan. Diagnosa
utama pada kasus Tn.S yaitu masalah keperawatan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Pendengaran dan Penglihatan.
Faktor pendukung dalam menentukan diagnosa adalah adanya data-data pada
pengkajian, data objektif pada klien, serta informasi dari klien dapat membantu penulis dalam
menegakkan dignosa. Faktor penghambat dalam menentukan diagnosa yaitu sulitnya
menetukan diagnosa ketiga, dimana ada beberapa data yang membingungkan bagi penulis,
solusinya lihat kembali data objektif dan subjektif pada klien, dan lakukan pengkajian lagi
tapi khusus hanya pada diangnosa ketiga.

V.1.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien Tn.S dengan masalah keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan yaitu dengan membina
hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab dari halusinasi, identifikasi tanda-tanda
halusinasi pada klien, identifikasi penyebab dari halusinasi jika tidak segera ditangani, lalu
ajarkan klien cara mengontrol halusinasi nya dengan cara menghardik, bercakap-cakap
dengan orang lain, melakukan kegiatan harian klien, dan membuat jadwal harian untuk klien.
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien Tn.S dengan Resiko Perilaku
Kekerasan yaitu dengan membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab dari
perilaku kekerasan, identifikasi tanda dan gejala yang ada pada klien, lalu ajarkan klien untuk
mengontrol perilaku kekerasan nya dengan cara melakukan tehnik nafas dalam.
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien Tn.S dengan Isolasi Sosial yaitu
membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab dari isolasi sosial, identifikasi tanda
dan gejala pada klien isolasi sosial, ajarkan pada klien berkenalan dengan satu orang.
Faktor pendukung dalam melaksanakan intervensi keperawatan adalah telah
tersedianya intervensi keperawatan dalam buku SIKI dan yang memudahkan penulis dalam
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan rencana keperawatan. Faktor
penghambat dalam intervensi adalah sulitnya mengatur jadwal dikarenakan kegiatan klien di
rumah sakit jiwa yang padat, solusinya jika saat jam istirahat atau tidur siang klien tidak
tidur, maka gunakan waktu istirahat klien sekiranya 15 menit jangan terlalu lama.

V.1.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang sudah dibuat
sebelumnya untuk tiga masalah keperawatan yang diambil, implementasi ini dilakukan pada
klien Tn.S telah sesuai dengan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan yang meliputi
Strategi Pelaksanaan Halusinasi, Resiko Perilaku Kekerasan, Isolasi Sosial. Dengan kriteria
hasil yang sudah ditetapkan diintervensi keperawatan.
Faktor Pendukung dalam melakukan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(SPTK) klien mau berlatih dan belajar cara-cara mengontrol halusinasi, mau belajar
mengatasi malasah isolasi sosial, serta resiko perilaku kekerasan, dan juga dari penulis yang
melakukan komunikasi teraupetik pada klien, lingkungan yang tenang dan tidak banyak
distraksi dengan pasien lainnya.
Faktor penghambat dalam melakukan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan,
klien hanya ingin melakukan ditempat yang tidak ada keramaian, Solusinya lakukan
implementasi di ruangan yang tenang dan tidak banya distraksi dengan pasien lain.

V.1.5 Evaluasi Keperawatan


Pada evaluasi keperawatan klien Tn.S telah dilakukan tindakan keperawatan sesuai
dengan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan kepada klien, hasil dari diagnosa
keperawatan yaitu untuk Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi sudah teratasi sebagian
pada klien, klien masih mondar-mandir sambil berbicara sendiri. Pada diagnosa Resiko
Perilaku Kekerasan adalah teratasi sebagian, klien sudah tidak melakukan tindakan-tindakan
perilaku kekerasan hanya saja nada suara klien masih tegas, serta klien ada rasa kesal karena
ingin segera pulang dari rumah sakit jiwa. Dan selanjutnya isolasi sosial pada klien teratasi
sebagian, kontak mata klien masih kurang, mudah beralih.

V.2 Saran

V.2.1 Bagi klien dan keluarga


Untuk klien sebaiknya mampu berlatih cara yang telah diajarkan oleh penulis secara
bertahap, dan jika klien sudah kembali kerumah disarankan untuk keluarga selalu
menemaninya, mengingatkan cara-cara mengontrol halusinasi jika tanda-tanda halusinasi
pada klien muncul agar tidak terjadi masalah keperawatan resiko perilaku kekerasan pada
klien, lakukan perawatan yang tepat dirumah agar klien dapat merasa dirinya diterima
dilingkungannya, serta keluarga selalu mengingatkan klien untuk meminum obat secara rutin.
V.2.2 Bagi Perawat
Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien masalah halusinasi, perawat harus
membina hubungan saling percaya karena dengan membina hubungan saling percaya, klien
akan menceritakan masalah yang dihadapi nya, klien merasa sudah percaya dan merasa
dihargai dengan perawat dengan begitu perawat akan lebih mudah mengkaji klien, lalu
berbicara dengan klien juga harus menggunakan komunikasi teraupetik, ekspresi muka
bersahabat, dengarkan dan cermati cerita klien tanpa disela dengan begitu klien akan terbuka
dengan perawat, dan hal itu akan membantu mengumpulkan data-data dari klien.
V.2.3 Bagi Instansi Rumah Sakit
Penulis berharap untuk instansi rumah sakit, sebaiknya dikurangi untuk jam istirahat
malam, karena yang penulis dapatkan saat melakukan penelitian dirumah sakit jiwa, jam
istirahat atau jam tidur malam pada pasien sangatlah lama dari jam 18.30 sampai jam 05.00
itu akan sangat berpengaruh pada pasien yang mempunyai masalah halusinasi, karena yang
penulis dapatkan setelah pasien dimasukan kedalam kamar tidak semua pasien akan tidur, ada
beberapa pasien yang duduk sendiri dipojok kamar terlihat melamun, serta berbicara sendiri,
ada pasien yang mondar-mandir dengan mulut yang komat kamit seperti berbicara dengan
orang lain. Dan jam istirahat malam yang lama itu akan meningkatkan halusinasi pada klien.

Anda mungkin juga menyukai