Dosen Pengampu:
Ns. Duma Lumban Tobing, M.Kep., Sp.Kep.J
Pembimbing Klinik:
Laili Mahmudah, SKp
Disusun Oleh:
Nanda Syifa Melinda 2210721045
Alfiyatul Hasanah 2210721065
Widhi Nurfadillah 2210721053
Zihan Evrianti Susanto 2210721072
Zahrah Rasyida Rasa F 2210721073
HALAMAN
AWAL
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
ii
BAB I
GAMBARAN KASUS
A. PENGKAJIAN
RUANGAN RAWAT : Perkutut TANGGAL DI RAWAT: 13 Februari 2023
IDENTITAS PASIEN
Inisial : T n . F (L) Tanggal Pengkajian : 16 Februari 2023
Umur : 23 tahun RM No. : 061911
Informan : Pasien
ALASAN MASUK
Pasien dibawa ke RSJ dengan keluhan marah-marah dan membanting barang ke
keluarganya karena merasa dibedakan, sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri
dan sering mencederai tubuhnya sendiri dari SMA dengan cara cutting (menyayat
tangannya).
A. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? (√) Ya ( ) Tidak
G. FISIK
1
1. Tanda vital :TD : 125/80 N : 94x/menit
mmHg
S : 36,3C P : 20x/menit
2. Ukur :TB : 155 cm BB : 40 kg
3. Keluhan fisik :( ) Ya ( √ ) Tidak
Jelaskan : Pasien tidak memiliki keluhan fisik
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Jelaskan : Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Pasien tinggal bersama
kedua orang tuanya. Pasien mengatakan sehari-hari lebih sering berada di
dalam kamar. Pola komunikasi dalam keluarga tidak terlalu baik, orang
tua pasien sering menolak apabila pasien meminta sesuatu namun ketika
saudara lainnya yang meminta kedua orang tuanya langsung
menyetujuinya. Pasien juga lebih terbuka kepada pacarnya.
Masalah Keperawatan:
Koping keluarga tidak efektif.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Pasien mengatakan dirinya tidak menyukai postur
tubuhnya yang sekarang.
b. Identitas : Tn.F berusia 23 tahun belum menikah namun saat ini telah
berpisah dengan istrinya.
c. Peran : Peran sebagai anak dikeluarganya belum terpenuhi karna
pasien belum bekerja.
d. Ideal diri : Pasien mengatakan ingin cepat pulang dan ingin mencari
pekerjaan lagi
e. Harga diri : Pasien merasa dirinya memiliki kemampuan diatas rata-rata
dan pasien mengatakan lulusan terbaik pada saat kuliah.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : Pacar
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : Pasien mampu
mengikuti kegiatan kelompok namun harus dimotivasi
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : pasien enggan untuk
berinteraksi dengan orang lain
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Pasien beragama Islam
b. Kegiatan ibadah : Pasien sering melakukan ibadah di RS
2
STATUS MENTAL
1. Penampilan
( ) Tidak rapi ( ) Penggunaan pakaian
tidak sesuai ( ) Cara berpakaian
tidak seperti biasanya
Jelaskan : Pasien berpakaian sesuai
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
2. Pembicaraan
(√ ) Cepat ( ) Keras ( ) Gagap
( ) Inkoheren ( ) Apatis ( ) Lambat
( ) Membisu
( ) Tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan : Pasien berbicara cepat
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
3. Aktivitas Motorik
( √ ) Lesu ( ) Tegang ( √ ) Gelisah ( )
Agitasi
( ) Tik ( ) Grimasen ( ) Tremor ( )
Kompulsif
Jelaskan :Pasien terlihat lesu dan malas beraktivitas kecuali
diberi motivasi
Masalah Keperawatan: Isolasi Sosial
4. Alam perasaan
( ) Sedih ( ) Ketakutan (√) Putus asa
( ) Khawatir ( ) Gembira berlebihan
Jelaskan : Pasien sudah merasa tidak memiliki bantuan orang tuanya
Masalah Keperawatan: Harga Diri Rendah
5. Afek
( ) Datar ( ) Tumpul ( ) Labil ( ) Tidak sesuai
Jelaskan :Pasien memiliki respon sesuai dengan kondisi
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
7. Persepsi
Halusinasi
( ) Pendengaran ( ) Penglihatan ( ) Perabaan
( ) Pengecapan ( ) Penghidu
Jelaskan : Pasien tidak mengaku bahwa ia mengalami halusinasi
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
3
8. Proses Pikir
( ) Sirkumstansial ( ) Tangensial ( ) Kehilangan asosiasi
( ) Flight of ideas ( ) Blocking
( ) Pengulangan pembicaraan/persevarasi
Jelaskan : Pasien tidak memiliki masalah dalam proses pikir
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
9. Isi pikir
( ) Obsesi ( ) Fobia
( ) Hipokondria ( )Depersonalisasi
( ) Ide yang terkait ( ) Pikiran magis
Waham :
( ) Agama ( ) Somatik ( ) Kebesaran ( ) Curiga
( ) Nihilistik ( ) Sisip pikir ( ) Siar pikir ( )
Kontrol pikir
Jelaskan : Pasien dapat mengontrol isi pikirannya, pasien
tidak memiliki gangguan isi pikir dan waham.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
11. Memori
( ) Gangguan daya ingat jangka panjang
( ) Gangguan daya ingat jangka pendek
( ) Gangguan daya ingat saat ini ( ) Konfabulasi
Jelaskan : pasien mampu menceritakan kejadian masa lalu dan yang
baru saja terjadi
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
4
Jelaskan : Pasien mengatakan dirinya baik-baik saja, pasien selalu
menanyakan pada perawat apakah dirinya pantas berada di RSJ.
Masalah Keperawatan: Harga Diri Rendah Kronis
MEKANISME KOPING
Adaftif Maladaftif
(√ ) Bicara dengan orang lain ( ) Minum Alkohol
(√ ) Mampu menyelesaikan masalah ( ) Reaksi lambat / berlebih
( ) Teknik relaksasi ( ) Bekerja berlebihan
( ) Aktivitas konstruktif ( ) Menghindar
( ) Olahraga ( √ ) Mencederai diri
( ) Lainnya ………………………. ( ) Lainnya : …....................
5
MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
( √ ) Masalah dengan pekerjaan, spesifik : Pasien merasa tertekan karena setelah lulus
kuliah sampai sekarang belum juga mendapatkan pekerjaan
Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah Kronis dan Koping keluarga tidak efektif
ASPEK MEDIK
Diagnosa medik : F: 32 Mayor Depressive Disorder
Terapi medik : Risperidon 2mg 2x1, Trihexylphenidil 2mg 2x1, Olanzapin 10 mg 1x1
KELOMPOK 8
6
A. ANALISA DATA
DO :
1 Pasien tampak gelisah
2 Pasien tampak mudah tersinggung
7
DO :
1. Tubuh pasien tampak dipenuhi
luka sayatan dibagian perut, leher
dan tangan
2. Pasien tampak menyukai luka
sayatan yang ada di tubuhnya
DO :
-
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Risiko Perilaku Kekerasan (D. 0146)
2 Harga Diri Rendah Kronis (D. 0086)
3 Risiko Mutilasi Diri (D. 0145)
4 Risiko Bunuh Diri (D.0135)
8
D. CATATAN PERKEMBANGAN
Implementasi Evaluasi
Hari / Tanggal : Kamis, 16 Februari Subyektif:
2023 1. Pasien mengatakan ketika marah
Waktu : 15.00 ia membanting perabotan rumah
2. Pasien mengatakan sering
Data Subjektif : melukai dirinya sendiri
1 Pasien mengatakan ketika marah 3. Pasien mengatakan tidak terima
ia membanting perabotan rumah bahwa dirinya dibawa ke RSJSH
2 Pasien mengatakan sering oleh keluarganya
melukai dirinya sendiri
3 Pasien mengatakan tidak terima Objektif:
bahwa dirinya dibawa ke RSJSH 1. Pasien tampak gelisah
oleh keluarganya 2. Pasien tampak mudah
tersinggung
Data Objektif : 3. Pasien dapat melatih kontrol PK
1 Pasien tampak gelisah dengan cara tarik nafas dalam
2 Pasien tampak mudah tersinggung
Analisa:
Diagnosa Keperawatan : Risiko Masalah Risiko Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan (SDKI, D.0146)
Planning:
Tindakan Keperawatan : Melakukan latihan tarik nafas dalam 2x
16.00 sehari dan masukkan kedalam jadwal
1) Mengidentifikasi penyebab PK harian
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala
PK
3) Mengidentifikasi PK yang
dilakukan
4) Mengidentifikasi akibat PK
5) Menyebutkan cara mengontrol PK
6) Membantu pasien mempraktekkan
latihan cara fisik I: Nafas Dalam
7) Menganjurkan pasien
memasukkandalam kegiatan
harian
9
Implementasi Evaluasi
Hari / Tanggal : Jumat, 17 Februari Subyektif:
2023 1. Pasien mengatakan ketika marah
Waktu : 15.30 ia membanting perabotan rumah
2. Pasien mengatakan sering
Data Subjektif : melukai dirinya sendiri
1 Pasien mengatakan ketika marah 3. Pasien mengatakan tidak terima
ia membanting perabotan rumah bahwa dirinya dibawa ke RSJSH
2 Pasien mengatakan sering oleh keluarganya
melukai dirinya sendiri
3 Pasien mengatakan tidak terima Objektif:
bahwa dirinya dibawa ke RSJSH 1. Pasien tampak gelisah
oleh keluarganya 2. Pasien tampak mudah
tersinggung
Data Objektif : 3. Pasien dapat melatih kontrol PK
1 Pasien tampak gelisah dengan cara pukul bantal
2 Pasien tampak mudah tersinggung
Analisa:
Diagnosa Keperawatan : Risiko Masalah Risiko Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan (SDKI, D.0146)
Planning:
Tindakan Keperawatan : Melakukan latihan pukul bantal/kasur
16.00 dalam 2x sehari dan masukkan kedalam
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan jadwal harian
harianpasien
2) Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara fisik II: Pukul
Bantal/Kasur
3) Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
10
Implementasi Evaluasi
Hari / Tanggal : Sabtu, 18 Februari Subyektif:
2023 1. Pasien mengatakan ketika marah
Waktu : 15.30 ia membanting perabotan rumah
2. Pasien mengatakan sering
Data Subjektif : melukai dirinya sendiri
1 Pasien mengatakan ketika marah 3. Pasien mengatakan tidak terima
ia membanting perabotan rumah bahwa dirinya dibawa ke RSJSH
2 Pasien mengatakan sering oleh keluarganya
melukai dirinya sendiri
3 Pasien mengatakan tidak terima Objektif:
bahwa dirinya dibawa ke RSJSH 1. Pasien tampak gelisah
oleh keluarganya 2. Pasien tampak mudah
tersinggung
Data Objektif : 3. Pasien dapat melatih kontrol PK
1 Pasien tampak gelisah dengan cara rutin minum obat
2 Pasien tampak mudah tersinggung
Analisa:
Diagnosa Keperawatan : Risiko Masalah Risiko Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan (SDKI, D.0146)
Planning:
Tindakan Keperawatan : Melakukan latihan cara mengontrol PK
16.00 dengan memanfaarkan/minum obat
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan dalam 2x sehari dan masukkan kedalam
harian pasien jadwal kegiatan harian
2) Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan memanfaatkan/minum
obat
3) Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
11
Implementasi Evaluasi
Hari / Tanggal : Senin 20 Februari 2023 Subyektif:
Waktu : 10.00 1. Pasien mengatakan ketika marah
ia membanting perabotan rumah
Data Subjektif : 2. Pasien mengatakan sering
1 Pasien mengatakan ketika marah ia melukai dirinya sendiri
membanting perabotan rumah 3. Pasien mengatakan tidak terima
2 Pasien mengatakan sering melukai bahwa dirinya dibawa ke RSJSH
dirinya sendiri oleh keluarganya
3 Pasien mengatakan tidak terima
bahwa dirinya dibawa ke RSJSH Objektif:
oleh keluarganya 1. Pasien tampak gelisah
2. Pasien tampak mudah
Data Objektif : tersinggung
1 Pasien tampak gelisah 3. Pasien dapat melatih kontrol PK
2 Pasien tampak mudah tersinggung dengan cara verbal
12
Implementasi Evaluasi
Hari / Tanggal : Selasa, 21 Februari Subyektif:
2023 1. Pasien mengatakan ketika marah
Waktu : 10.00 ia membanting perabotan rumah
2. Pasien mengatakan sering
Data Subjektif : melukai dirinya sendiri
1 Pasien mengatakan ketika marah 3. Pasien mengatakan tidak terima
ia membanting perabotan rumah bahwa dirinya dibawa ke RSJSH
2 Pasien mengatakan sering oleh keluarganya
melukai dirinya sendiri
3 Pasien mengatakan tidak terima Objektif:
bahwa dirinya dibawa ke RSJSH 1. Pasien tampak gelisah
oleh keluarganya 2. Pasien tampak mudah
tersinggung
Data Objektif : 3. Pasien dapat melatih kontrol PK
1 Pasien tampak gelisah dengan cara spiritual
2 Pasien tampak mudah tersinggung
Analisa:
Diagnosa Keperawatan : Risiko Masalah Risiko Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan (SDKI, D.0146)
Planning:
Tindakan Keperawatan : Melakukan latihancara mengontrol PK
10.00 dengan cara spiritual 2x sehari dan
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan masukkan kedalam jadwal kegiatan
harian pasien harian
2) Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual
3) Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
13
Implementasi Evaluasi
Hari / Tanggal : Rabu, 22 Februari 2023 Subyektif:
Waktu : 10.30 1 Pasien merasa putus asa karena
merasa tidak memiliki bantuan
Data Subjektif : dari orang tuanya
1 Pasien merasa putus asa karena merasa 2 Pasien merasa dirinya memiliki
tidak memiliki bantuan dari orang tuanya kemampuan diatas rata-rata dan
2 Pasien merasa dirinya memiliki pasien mengatakan lulusan
kemampuan diatas rata-rata dan pasien terbaik pada saat kuliah.
mengatakan lulusan terbaik pada saat 3 Pasien mengatakan dirinya tidak
kuliah. pernah dipedulikan oleh
3 Pasien mengatakan dirinya tidak pernah keluarganya
dipedulikan oleh keluarganya
Objektif:
Data Objektif : 1 Pasien terlihat sedih
1 Pasien terlihat sedih 2 Pasien terlihat selalu mencari
2 Pasien terlihat selalu mencari penguatan penguatan secara berlebihan
secara berlebihan 3 Pasien terlihat lesu dan tidak
3 Pasien terlihat lesu dan tidak bergairah bergairah
4 Pasien terlihat memiliki kepercayaan diri 4 Pasien terlihat memiliki
yang berlebihan kepercayaan diri yang berlebihan
5 Pasien dapat melatih kemampuan
Diagnosa Keperawatan : Harga Diri yang dipilih
Rendah Kronis (SDKI, D.0086)
Analisa:
Tindakan Keperawatan : Masalah Harga Diri Rendah Kronis
11.50
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek Planning:
positif yang dimiliki pasien Melakukan latihan kemampuan
2) Membantu pasien menilai kemampuan pertama 2x sehari dan memasukkan
pasien yang masih dapat digunakan kedalam jadwal kegiatan harian
3) Membantu pasien memilih kegiatan yang
akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien
4) Melatih pasien sesuai kemampuan yang
dipilih
5) Memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilan pasien
6) Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
14
BAB II
LANDASAN TEORI
15
2) Teori Perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement
yang diterima saat melakukan kekerasan sering minimbulkan kekerasan
didalam maupun diluar rumah.
3) Teori Eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku.
Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif,
maka tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif, maka individu akan
memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah faktor yang mencetuskan terjadinya gangguan jiwa
pada seseorang. Terdapat beberapa faktor presipitasi pada klien dengan harga diri
rendah yaitu trauma dan ketegangan peran yang meliputi transisi peran
perkembangan, transisi peran situasi, dan transmisi peran sehat – sakit (Stuart,
2016).
1) Faktor trauma seperti kekerasan fisik, seksual, atau psikologis, mengalami
trauma yang mengancam kehidupanya dan orang lain.
2) Faktor ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika seseorang merasa tidak
mampu melakukan peran tertentu.
3) Transisi perkembangan adalah perubahan yang terkait dengan pertumbuhan
yang dapat memicu ancaman. Perubahan ini termasuk perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma atau nilai-nilai tekanan
penyesuaian diri.
4) Transisi peran situasi terjadi seiring bertambahnya atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
5) Transisi sehat-sakit adalah pergerakan dari keadaan sehat ke keadaan sakit salah
satu ancaman adalah hilangnya sebagian besar dari tubuh seperti kehilangan
bagian tubuh, perubahan bentuk, perubahan ukuran, penampilan, dan fungsi
tubuh.
c. Sumber Koping
Menurut Yosep (2016), mengungkapkan bahwa sumber koping dibagi menjadi 4,
yaitu :
a. Personal Ability
Meliputi kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah kemampuan
mengidentifikasi asalah, pertimbangan alternative, kemampuan
mengungkapkan atau konfrontasi perasaan marah, tidak semangat untuk
menyelesaikan masalah, kemampuan mempertahankan hubungan
interpersonal, mempunyai pengetahuan dalam pemecahan masalah secara
asertif, intelegensi kurang dalam menghadapi stressor, identitas ego tidak
adekuat.
b. Sosial Support
Meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat, keterlibatan atau
perkumpulan di masyarakat dan penentangan nilai budaya.
c. Material Asset
Meliputi penghasilan yang layak, tidak ada benda atau barang yang biasa
dijadikan asset, tidak mempunyai tabungan untuk mengantisipasi hidup, tidak
mampu menjangkau pelayanan kesehatan.
16
d. Positive Belief
Meliputi distress spiritual, adanya motivasi, penilaian terhadap pelayanan
kesehatan.
d. Mekanisme Koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
marahnya. Menurut Prabowo (2014: 144), beberapa mekanisme koping yang
dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi
Yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengruangi ketegangan akibat rasa
marah.
b. Proyeksi
Yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi
Yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orangtuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi
Yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya,
akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement
Yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat
hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai
bermain perang-perangan dengan temannya.
e. Rentang Respon
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan atau menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif yaitu agresif- kekerasan. Prilaku
yang ditampakkan mulai dari yang rendah sampai tinggi (Muhith, 2015: 148).
a. Asertif
Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah untuk tidak setuju tanpa menyalahkan atau
17
menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada
individu (Dermawan, 2013: 94).
b. Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan,
atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak
menemukan alternative lain (Prabowo, 2014: 142). Respon yang timbul akibat
gagal mencapai tujuan atau keinginan, Frustasi dapat dialami sebagai suatu
abcaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan (Muhith 2015: 151).
c. Pasif
Suatu prilaku individu yang tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan
marah yang sedang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu
ancaman nyata (Dermawan, 2013: 95)
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk
menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi hasil
terkontrol (Prabowo, 2014: 142). Sikap agresif adalah membela diri sendiri
dengan melanggar hak orang lain.
e. Amuk
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang control, dimana
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Prabowo,
2014: 142). Prilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara
menakutkan, memberi kata- kata ancaman. Klien tidak mampu mengendalikan
diri. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuh yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini, individu maupun melukai dirinya
sediri dan orang lain (Muhith, 2015: 152).
B. Tindakkan Keperawatan
1. Prinsip Tindakkan PK (Perilaku Kekerasan)
a. Bina hubungan saling percaya
b. Manajemen Krisis (Aman Perawat, Aman Pasien dan Aman Lingkungan)
c. Jauhkan benda berbahaya (Contohnya Pisau, Gunting, Pulpen dan lain-lain)
d. Bicara harus tegas dengan nada rendah
e. Kolaborasi medik (PsikoFarmakologi)
6. Jika dilakukan ekslusi diperhatikan keadaan fisik pasien seperti tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu dan lain-lain serta tanda-tanda prilaku kekerasan.
18
No Diagnosa Intervensi Keperawatan
Luaran (SLKI)
. Keperawatan (SIKI)
1. Perilaku Setelah dilakukan asuhan Pencegahan perilaku kekerasan
Kekerasan keperawatan selama 4x (I.24544)
(D.0132) pertemuan diharapkan Observasi
masalah keperawatan 1. Identifikasi penyebab/pemicu
perilaku kekerasan dapat kemarahan
teratasi dengan kriteria 2. Identifikasi harapan perilaku terhadap
hasil: ekspresi kemarahan
Kontrol Diri (L.09076) 3. Monitor potensi agresi tidak
1. Verbalisasi ancaman konstruktif dan lakukan tindakan
kepada orang lain dari sebelum agresif
skala 1(meningkat) Terapeutik
skala menjadi 5 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
(menurun) meyakinkan.
2. Verbalisasi umpatan 2. Fasilitasi mengekspresikan marah
dari skala 1 secara adaptif.
(meningkat) menjadi 3. Cegah kerusakan fisik akibat ekspresi
skala 5 (menurun) marah (misal menggunakan senjata)
3. Perilaku menyerang 4. Cegah aktivitas pemicu agresi (misal
dari skala meninju tas, mondar-mandir, olahrag
1( meningkat mejadi berlebihan).
skla 5 (menurun) 5. Lakukan kontrol eksternal (misal
4. Perilaku melukai diri pengekangan, dan seklusi), jika perlu.
sendiri/orang lain dari 6. Dukung menerapkan strategi
skala 1 (meningkat) pengendalian marah dan ekspresi
menjadi skala 5 amarah adaptif.
(menurun) 7. Berikan penguatan atas keberhasilan
5. Perilaku merusak penerapan stratgei pengendalian
lingkungan sekitar marah.
dari skala 1 Edukasi
(meningkat) menjadi 1. Jelaskan makna, fungsi marah,
skala 5 (menurun) frekuensi, dan respons marah
6. Perilaku agresif/amuk 2. Anjurkan meminta bantuan perawat
dari skala 1 atau keluarga selama ketegangan
(meningkat) menjadi meningkat
skala 5 (menurun) 3. Anjurkan strategi untuk mencegah
7. Suara keras dari skala ekspresi marah maladaptif
1 (meningkat) 4. Ajarkan metode untuk memodulasi
menjadi skala 5 pengalaman emosi yang kuat (misal
(menurun) latihan asertif, teknik relaksasi, jurnal,
8. Bicara ketus dari aktivitas penyaluran energi).
skala 1 (meningkat)
menjadi skala 5 Kolaborasi
(menurun) 1. Kolaborasi pemberian obat, jika perlu
2) Intervensi Keperawatan
19
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b. Berikan penjelasan meliputi: pengertian perilaku kekerasan, proses terjadinya
perilaku kekerasan tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami perilaku
kekerasan:
Mengetahui penyebab marah, mengidentifikasi tanda gejala dan mengajarkan
akibat perilaku kekerasan, membantu pasien menemukan cara yang tepat dalam
merespon marah, hindari benda-benda yang beresiko dapat terjadinya perilaku
kekerasan disekitar pasien dan membantu pasien mengontrol marah dengan cara
spiritual
d. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
perilaku kekerasan
e. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa perilaku kekerasan
meliputi pemberian tindakan keperawatan (Untari & Irna, 2020) ,yaitu:
a. Identifikasi RPK dan latihan cara fisik 1 (pukul bantal dan nafas dalam) berisi
tentang identifikasi penyebab RPK, identifikasi tanda dan gejala RPK,
identifikasi RPK yang dilakukan, identifikasi penyebab RPK yang dilakukan,
jelaskan cara-cara mengontrol RPK: (fisik, obat, verbar, spiritual), latih cara
mengontrol RPK secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/ kasur dan
masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien untuk latihan fisik.
b. Latih minum obat berisikan tentang , evaluasi kegiatan latihan fisik dan beri
pujian, latih cara mengontrol RPK dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna,
dosis, cara frekuensi, kontinuitas minum obat)
c. Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal (3 cara, yaitu:
mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar) dan masukkan pada jadwal
harian. Intervensi yang ke empat latihan cara spiritual (istigfar, sholat, dan
wudhu) evaluasi kegiatan latihan isi, obat dan verbal
d. Identifikasi perilaku kekerasan dan latihan cara fisik (pukul bantal dan nafas
dalam), latihan minum obat, latihan verbal yang baik, dan latihan cara mengontrol
spiritual
Kondisi Tn.F resiko perilaku kekerasan di RSJSH dengan menunjukan tanda dan
gejala mudah tersinggung, dan tampak gelisah. Tn. F mendapatkan terapi non
farmakologi sehingga perlu adanya upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut
yaitu dengan terapi spiritual. Hal tersebut yang menjadi landasan bahwa saat
dilakukan terapi spiritual dapat mengontrol perilaku kekerasan. Bentuk dari terapi
spritual islami diantaranya adalah dzikir (Yulianti, 2018). Dimana manfaat dari
zikir ini adalah dapat menghilangkan rasa resah dan gelisah, memelihara diri
dari was - was setan, ancaman manusia, dan membentengi diri dari perbuatan
maksiat dan dosa, serta dapat memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan
kekeruhan jiwa (Potter, 2012). Setelah dilakukan implementasi terapi spiritual
dengan zikir pada Tn.F sudah mampu melakukan zikir ketika perasaan marahnya
muncul dan tampak lebih tenang.
20
BAB III
PEMBAHASAN
A. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari diagnosa perilaku kekerasan (Hasannah & Solikhah,
2019):
Fisik :Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah, dan tegang, serta postur tubuh kaku. Verbal : mengancam,
mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus.
Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak
lingkungan, amuk atau agresif. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman,
merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan, dan menuntut, Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar,
berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan,
ejekan, dan sindiran. Perhatian : bolos, melarikan diri, dan melakukan
penyimpangan seksual.
Sedangkan pada kasus Tn. F ditemukan bahwa pasien mengatakan ketika marah ia
membanting perabotan rumah, pasien mengatakan sering melukai dirinya sendiri,
Pasien mengatakan tidak terima bahwa dirinya dibawa ke RSJSH oleh keluarganya,
pasien tampak gelisah, pasien tampak mudah tersinggung. Hal tersebut terdapat
keditemukan kesamaan antara teori dan kasus pada pasien kelolaan
B. Faktor Predisposisi
1) Faktor Predisposisi
Menurut (Stuart, 2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh
adanya faktor predisposisi (faktor yang melatarbelakangi munculnya masalah)
dan faktor presipitasi (faktor yang memicu adanya masalah). Di dalam faktor
predisposisi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terajdinya msalah
perilaku kekerasan, seperti faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural.
1) Faktor Biologis
Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
Teori psikomatik (Pyscomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons psikologi terhadap
stimulus eksternal maupun internal. Sehingga sistem limbik memiliki
peran sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
2) Faktor Psikologis
Teori agresif frustasi (Frustation aggresion theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat
mendorong individu untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi
akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
Teori perilaku (Behaviororal theory)
21
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement
yang diterima saat melakukan kekerasan sering menimbulkan kekerasan
di dalam maupun di luar rumah.
3) Faktor eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku.
Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif, maka
individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
4) Faktor Sosial kultural
Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan memengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosial.
Sedangkan pada kasus ditemukan Tn. F sering menyayat tubuhnya sejak
SMA, pasien mengatakan bahwa ia merasa orang tuanya lebih menyayangi
saudaranya, pasien mengatakan dirinya tidak pernah dipedulikan oleh keluarganya
C. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stresor yang mencetuskan
perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stresor dapat disebabkan dari luar maupun
dari dalam. Stresor yang berasal dari luar dapat berupa serangan fisik, kehilangan,
kematian dan lain-lain. Stresor yang berasal dari dalam dapat berupa, kehilangan
keluarga atau sahabt yang dicintai, ketakutan terhadap penyakit fisik, penyakit dalam,
dan lain-lain. Selain itu, lingkungan yang kurang kondusif, seperti penuh penghinaan,
tindak kekerasan, dapat memicu perilaku kekerasan.
Pada kasus Tn. F ditemukan bahwa pasien tidak mendapatkan akomodasi dari
keluarga untuk biaya hidup di bulan pertama bekerja hingga akhirnya pasien
melakukan percobaan bunuh diri namun gagal sehingga pasien mengurung diri di
kamar dan mogok makan. Dalam hal tersebut membuktikan bahwa terdapat banyak
kesamaan antara teori dan kasus kelolaan seperti dimensi fisik, emosional, intelektual,
dan spiritual
22
2) Respon afektif (emosi)
Kekerasan adalah merupakan salah satu dari respon afektif (emosi) marah
yang maladaptif. Seseorang yang marah merasa:
a) Merasa tidak nyaman
1) Merasa tidak berdaya
2) Jengkel
3) Merasa ingin berkelahi
4) Mengamuk
5) Bermusuhan
6) Sakit hati
7) Menyalahkan, menuntut
8) Mudah tersinggung
9) Euphoria yang berlebihan atau tidak tepat
10) Afek labil (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009
b) Respon fisiologis/fisik
Menurut Stuart (2009), perilaku kekerasan dapat dilihat:
1) wajah tegang
2) tidak bisa diam
3) mengepalkan atau memukul tangan
4) rahang mengencang
5) peningkatan pernapasan
c) Respon psikomotor/perilaku
Perilaku yang ditampilkan klien perilaku kekerasan yaitu:
1) agitasi motorik berupa bergerak cepat
2) mondar-mandir
3) ketidakmampuan untuk duduk tenang atau diam
4) mengepalkan tangan
5) mengencangkan rahang atau otot wajah
6) kata-kata menekan
7) memerintah
8) suara keras (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009)
d) Respon social
Tanda sosial perilaku kekerasan yaitu:
1) Menarik diri
2) Pengasingan
3) Penolakan
4) Kekerasan
5) Ejekan
6) Sindiran
Pada kasus Tn. F pasien tampak tidak terima dan kesal saat
bercerita tentang dirinya yang dibawa ke RSJSH tanpa
sepengetahuannya.
E. Sumber Koping
Personal ability : Kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
Social support : Dukungan dari lingkungan terdekat klien.
Material aset : Dukungan material yang dimiliki pasien (ekonomi,
pendidikan, asuransi, dan transportasi, jarak mencapai pelayanan kesehatan)
Positif belief : Keyakinan pasien akan kesembuhannya.
Pada kasus Tn. F sumber koping yang dimilikinya saat ini adalah social
support dukungan teman. Temannya menunjukkan dukungan agar klien cepat pulih
dan keluar dari RSJSH. Sumber koping yang lain adalah material aset, dikarenakan
pasien menggunakan bpjs untuk pelayanan kesehatan selama di RSJ.
F. Mekanisme Koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
marahnya. Menurut Prabowo (2014: 144), beberapa mekanisme koping yang dipakai
pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek
lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengruangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
Yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi
Yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orangtuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4. Reaksi formasi
Yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement
Yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi
itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman
dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.
Pada kasus Tn. F mekanisme koping yang digunakan adalah saat terjadi
masalah, pasien menyayat tangan, leher dan juga perut.
Ini kan mekanisme kopin buaat MUTILASI DIRI Nonsuicidal Self Injury
PK yang mana yang dipake Tn F?? dari yang 5 di atas?
24
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga menjadikan status
klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data pengkajian.
Selama proses pengkajian, perawat menggunakan komunikasi terapeutik serta
membina hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Tn. F
diperoleh bahwa klien mengalami gejala-gejala perilaku kekerasan seperti marah
dan kesal, teriak-teriak, nada suara tinggi, melempar barang – barang dan
mengumpat dengan bahasa kasar atau kotor. Faktor predisposisi pada Tn. F yaitu
pernah mengalami perbedaan perlakuan dari orang tuanya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. F adalah Risiko Perilaku
Kekerasan, Harga Diri Rendah Kronis, Risiko Bunuh Diri, Risiko Mutilasi Diri.
Tetapi pada pelaksanaanya, perawat fokus pada masalah utama yaitu Risiko
Perilaku Kekerasan.
3. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan
Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan perilaku kekerasan.Sesuai Evidence Based
Nursing terapi zikir dapat mempengaruhi terhadap pengontrolan emosi klien.
Setelah klien melakukan terapi zikir, klien mampu menguasai bahkan mengontrol
marah, sehingga klien merasa tenang.
4. Evaluasi
Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatkan kemampuan klien dalam
mengontrol marah yang dialami setelah melakukan strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan 1 sampai 4 dan terjadi penurunan gejala perilaku kekerasan yang
dialami.
B. SARAN
Diharapkan makalah ini dapat menjadi acuan masukan bagi perawat dalam
menerapkan asuhan keperawatan dan komunikasi terapeutik dalam melakukan
strategi pelaksaan tindakan keperawatan pada klien dengan Risiko Perilaku
Kekerasan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Ade. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI PPNI.(2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
Tindahan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Stuart, Gail W. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapura:
Elsevier.
Hasannah, S. U., & Solikhah, M. M. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149.
Untari, S. N., & Irna, K. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149.
Yulianti, N. (2018). Kebakaran dan Kabut Asap Lintas Batas (Issue 3). IPB Press.
26