Status Epileptikus
Status Epileptikus
com / 085740967848
ABSTRAK
Desain; analisis retrospektif dari semua episode RSE yang diobati periode 1
Januari 1999 hingga 30 Agustus 2011.
Tempat; Neurointensive Care Unit didalam pusat rujukan tersier, Mayo klinik,
Rochester, Minnesota.
Hasil; kami mengidentifikasi 63 episode RSE non – anoxik pada 54 pasien. Agen
– agen anestesi digunakan pada 55 episode (87.30 %), dan durasi koma yang
diinduksi oleh obat memiliki rerata 11.0 ± 17.9 hari. Angka kematian pasien rawat
inap 31.75 % (20 dari 63 episode ). Keluaran fungsional yang buruk saat pasien
1
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
dipulangkan terjadi pada 48 dari 63 episode (76.19 %). Rerata waktu perawatan di
rumah sakit adalah 27.7 ± 37.3 hari. Keluaran fungsional yang buruk berhubungan
dengan durasi koma akibat agen yang digunakan (p= 0.03), kondisi aritmia yang
memerlukan intervensi (p = 0.01), dan pneumonoa (p = 0.01). Penggunaan
ventailasi mekanik yang diperpanjang berhubungan dengan angka kematian (p =
0.04). Pengendalian bangkitan tanpa supresi berkesinambungan atau dengan
electroencephalogram isoelektrik telah memprediksikan pemulihan fungsional
yang baik (p = 0.01). usia, riwayat epilepsi, status epileptikus sebelumnya, tipe
status epileptikus, dan obat – obat anestesi yang digunakan tidak berkaitan dengan
keluaran fungsional.
Kesimpulan; sebanyak tiga – per – empat pasien dengan RSE memiliki keluaran
yang buruk. Pengendalian SE tanpa menyebabkan koma akibat obat atau supresi
dengan elektroencephalogram berat meramalkan prognosis yang lebih baik.
PENDAHULUAN
2
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
Serangkaian kajian selama 3 dekade talah melaporkan angka kematian akibat RSE
yang berkisar dari 12 % hingga 77 %, dan dengan meta analisis terhadap 193
pasien diantara tahun 1980 dan 2001 melaporkan angka kematian sebesar 48 %.
Sertangkaian kajian dari tahun 2002 hungga sekarang melaporkan angka kematian
yang lebih kecil, namun memiliki arti yang penting, yaitu berkisar 11.1 % hingga
39.0 %.
3
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
METODE
Kriteria inklusi adalah bila memenuhi beberapa hal sebagai berikut : (1)
pasien yang berumur paling tidak 18 tahun, (2) RSE yang didifinisikan sebagai
status epileptikus yang konvulsif (GCSE) maupun non konvulsif (NCSE) (onset
yang parsial mauapun keseluruhan) yang tidak berespon terhadap pengobatan 2
AEDs dan / atau memerlukan agen – agen anestesi untuk mengendalikan kujang,
dan (3) pasien – pasien yang menjalani pengawasan EEG berkelanjutan. Kriteria
eksklusi adalah sebagai berikut : (1) SE anoxic / myoclonic, (2) SE psikogenik.
(3) SE parsial sederhana, dan (4) kondisi bebas SE. Pasien kemudian
diklasifikasikan sebagai superrefrakter jika bangkitan tetap berlangsung atau
kembali terjadi selama 24 jam atau lebih setelah onset pemberian terapi anestesi,
termasuk didalamnya kasus – kasus dimana bangkitan kembali terjadi pada
pengurangan atau penghentian terapi anestesi.pasien dengan NCSE yang
dimasukkan adalah yang hanya jika perubahan akut ang jelas pada kondisi sadar
teramati (sering didahului oleh bangkitan klinis general yang tersaksikan) dalam
hubungannya dengan aktivitas epileptiform berkelanjutan pada pemantauan EEG.
Del;apan puluh dua pasien dengan 90 episode dieksklusi (66 dari jumlah ini
berespon terhadap AEDs lini 1 atau 2, 14 anoxic, 6 episode parsial sederhana, dan
3 tidak ada bangkitan; 1 pasien menolak diperiksa). Empat puluh empat pasien
dengan 63 episode RSE diinklusi pada penelitian ini setelah melewati
pemeriksaan yang teliti berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
4
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
Tingkat supresi EEG dicatat sebagai maksimal dari tingkatan supresi yang
dicapai selama episode RSE dan di katagorikan menjadi bangkitan kontrol atau
seizure control, supresi bertubi atau supression burst (SB), dan isoelektrik. Pasien
dibagi menjagi kelompok risiko rendah dan tinggi berdasarkan karakteristik klinis
pada saat penampilan. Mereka yang lebih muda dari usia 54 tahun dengan riwayat
epilepsi dan menerima APACHE II (Acure Physiology and Chronic Health
Evaluation II) yang bernilai kurang dari 23 dinyatakan sebagai risiko rendah.
5
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
HASIL
Karakteristik Klinis
Baik glukosa serum, laktat, maupun jumlah sel darah putih (WBC) tidak
ada yang berhubungan dengan keluaran. Rerata knsentrasi protein LCS adalah
65.1 ± 53.48 mg/dL (konversi ke satuan gram / liter, angka tersebt dapat dikalikan
10); protein yang tinggi berkaitan dengan keluaran fungsional yang buruk (p =
0.05). rerata jumlah sel darah putif pada LCS adalah 12.5 ± 26.2 /µL (konversi
menjadi satuan x 109/L, angka tersebtu dapat dikalikan dengan 0.001); jumlah sel
darah putih di LCS yang tinggi berkaitan dengan keluaran fungsional yang buruk
(p = 0.03).
6
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
7
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
Pengobatan
Obat – obatan lini pertama dan kedua seringnya, secara berturut – turut,
lorazepam (60 %) dan sodium fosphenytoin (52 %). Agen anestesi yang paling
sering digunakan adalah midazolam (n = 38), diikuti oleh propofil ( n = 33),
pentobarbital (n = 3), dan lidokain (n = 1). Gambar 2 menunjukkan jumlah obat
– obatan anti epilepsi dan anestesi yang dibutuhkan untk mengendalikan
bangkitan pada penelitian kohort kami. Satu pasien mengalami operasi dan satu
lagi menjalani terapi elektrokonvulsif; keduanya menunjukkan hasil yang tidak
efektif.
48
5 50
63
Skor Rankin yang dimodifikasi
3
62
2
(2.06 [2.03])
0
Premorbid Dipulangkan 3 - 6 bulan 9 - 12 bulan
Gambar 1. Keluaran fungsional pada status epileptikus refrakter. Nilai dalam tanda
kurung adalah rerata [SD].
8
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
Obat – obat anestesi tidak berkorelasi dengan keluaran. Kebutuhan akan obat –
obat anestesi pada pengamatan yang diikuti selama rerata 11 hari berkaitan
dengan keluaran fungsional yang buruk (p = 0.01) (Gambar 3) dan dengan
fungsional yang turun (p = 0.02). analisis menggunakan pendekatan kurva
karakteristik penerima yang beroperasi atau receiver operating characteristic
curve membenarkan hasil yang hampir sama yaitu 10 hari (p = 0.01). Untuk
menilai perubahan yang mungkin terjadi pada pengobatan yang berlanjut, kami
membandingkan angka kematian dan keluaran fungsional selama tengah pertama
dan tengah kedua dari kurun waktu penelitian kami; dan kami tidak menemikan
adanya perbedaan yang bermakna diantara kedua periode tersebut.
63
Episode
Kematian Pengendalian SE
AED lini Ke-3 AED lini ke-4 AED lini ke-5 AED lini ke-6 AED lini ke-7 AED lini ke-9 AED lini ke-11
9 episode 15 episode 13 episode 2 episode 1 episode 2 episode 1 episode
Gambar 2. Agen – agen antiepiliepsi dan anestesi yang dibutuhkan untuk mengendalikan
bangkitan pada penelitian kohort kami terhadap 63 episode status epileptikus refrakter. AED, Anti
Epileptic Drugs; SE, Status Epilepticus
Komplikasi Sistemik
9
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
sering terjadi, secara berurutan pada 45 dari 57 episode (78.95 m%) dan 20 dari
56 episode (35.71 %). Keberadaan hipotensi maupun hipoksia tidak berkaitan
dengan keluaran. Pneumonia terjadi pada 39 dari 56 kasus (69.64 %) dan
didiagnosa pada rata – rata hari ke 5 setelah pasien mulai dirawat di rumah sakit.
Keberadaan pneumonia dapat menjadi prediksi terjadinya keluaran fungsional
buruk (p = 0.01). Ventilasi mekanis diperlukan pada 57 dari 63 episode (90.47 %).
Dari sejumlah tersebut, 20 episode memerlukan trakeostomi. Ventilasi mekanik
yang semakin lama berkaitan dengan kematian selama perawatan (p = 0.04).
gangguan asam – basa ditemukan pada 40 dari 56 episode (71.43 %). Gangguan
asam – basa yang paling sering ditemukan adalah alkalosis respiratoar (n = 19,
33.93 %), kemudian diikuti oleh asidosis respiratoar (n = 14, 25.00 %). Dan
keduanya tidak berkaitan dengan keluaran.
100
90
Lama Menerima Agent Anestesi (Hari)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6
Skor MRS saat pemulangan dari rumah sakit
Gambar 3. Hubungan antara jumlah hari dalam kondisi koma anestesi dan keluaran
fungsional. mRs, modified Rankin Scale.
Supresi EEG
Supresi isoelektrik diberikan pada 4 kasus; 2 pasien meninggal dan 2 pasien yang
memiliki skor mRs 5 pada saat diberikan aliran listrik, memiliki nilai mRs yang
10
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
kemudian turun menjadi 1 dan 4 pada follow up bulan ke 9 – 12. Supresi berubi
diberikan pada 27 kasus, 22 kasus (81.48 %) memmiliki keluaran fungsional
buruk. Dari jumlah ini seanyak 8 pasien meninggal dan 4 pasien tidak memiliki
data follow up setelah pemulangan. Sisa pasien yang berjumlah 10, 6 pasien
memiliki kondisi yang semakini buruk, 3 kondisi meningkat, dan 1 pasein tetap
pada kondisinya pada saat dilakukan follow-up. Pengendalian bangkitan tanpa SB
atau dengan menggunakan EEG isoelektrik dicatat pada 16 episode dan
berkolerasi dengan keluaran fungsional yang baik pada saat dipulangkan dari
rumah sakit (p = 0.01). Dari 8 kasus dengan keluaran fungsional yang baik saat
dipulangkan, 4 pasien tidak memiliki data follow – up yang berkelanjutan, 1
pasien kondisinya memburuk, 1 pasien kondisinya membaik, sementara konndisi
2 pasien sisanya tetap stabil. Pada 16 episode tersebut, tingkat supresi EEG tidak
berkaitan dengan jumlah hari dalam pengaruh obat – obat anestesi.
Keluaran
11
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
ketiga pasien yang data ikutannya tersedia, skor mRs pada bulan ke 9 hingga 12
adalah 1, 3, dan 4. Informasi terperinci setiap episode disajikan dalam eTable.
KOMENTAR
Karakteristik Klinis
Kondisi fungsional yang merosot banyak terjadi pada pasien – paseien tua,
namaun secara statistik usia tidak berhubungan dengan angka kematian pada
penelitian kohort kami. Usia memiliki berhubungan dengan angka kematian yang
meningkat pada SE non – refrakter seperti halnya pada RSE pada metaanalisis
193 pasien; namun demikian, hubungan ini tidak dapat terlihat pada studi serial –
terpusat dengan lingkup lebih kecil. Pada kebanyakan pasein – paseien kami,
kematian ditentukan oleh penghentian segala tindakan yang menopang kehidupan
akibat kegagalan dalam rangka menyudahi koma (akibat obat), tanpa adanya
bangkitan – bangkitan yang terjadi kembali, dibanding akibat komplikasi
sistemik, yang sebelumnya merupakan faktor yang dikira menjadi pemicu
timbulnya angka kematian yang meningkat pada pasien – pasien usia tua.
Riwayat epilepsi sering ditemui pada penelitian kami. Kejadian sejenis, tingginya
insidensi epilepsi yang telah ada sebelumnya telah dilaporklan oleh Rossetti et al.
Riwayat epilepsi, SE sebelumnya, atau jenis SE tidak mempengaruhi keluaran.
12
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
Hal ini bertentangan dengan apa yang ditemukan oleh serangkaian penelitian oleh
Power et al, dimana mereka menemukan bahwa pasien tanpa epilepsi sebelumnya
memerlukan terapi anestesi yang lebih lama dan memiliki keluaran yang lebih
buruk dibandingkan pasien dengan riwayat epilepsi. Meskipun demikian, hanya 5
dari 27 episode dari penelitian tersebut yang tidak didiagnosa epilepsi. Hal
tersebut mempersulit penyusunan keseimpulan mengenai kemaknaan temuan ini.
Kami tidak mengira jenis SE mempengaruhi keluaran karena hampir semua kasus
yang kami kumpulkan tergolong non – konvulsif pada saat terapi mulai diberikan.
Baik tinggi protein LCS dan tingginya jumlah sel darah putih LCS
berhubungan dengan keluaran fungsional yang buruk. Temuan ini
mengusyaratkan adanya proses inflamasi yang meningkat dan dapat menjadi
penanda adanya penyakit otak berat. Penelitian kohort dengan lingkup lebih besar
perlu dilakukan untuk memahami nilai prognostik variabel –variabel tersebut
diatas terhadap RSE karena sebab khusus.
13
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
fungsional yang buruk. Pneumonia terjadi lebih sering daripada penelitian lain,
hal ini mungkin disebabkan karena sifat refrakter dari penelitian kohort kami.
Hipotensi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi namun tidak
mempengaruhi keluaran. Ini sesuai dengan temuan hasil meta – analisis
sebelumnya.
Supresi EEG
14
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
Keluaran
Angka kematian pasien yang dirawat di rumah sakti pada penelitian kami serupa
dengan angka kematian yang dilaporkan pada penelitian terbatu lainnya. Secara
keseluruhan keluaran fungsional tergolong buruk. Meskipun demikian,
sebagaimana dilaporkan oleh penelitian sebelumnya yang membatasi pasien
dengan RSE yang berlangsung lebih dari 1 minggu, beberapa pasien dapat
sembuh dari waktu kewaktu. Pada penelitian kohort kami, 2 pasien akhirnya
mencapai kondisi keluaran fungsional yang bagus meskipun setelah berada dalam
kondisi koma anestesi selama 1 bulan. Penelitian lain juga melaporkan pasien –
pasien dengan pemulihan yang memuaskan setelah RSE berlangsung berminggu –
minggu atau berbulan – bulan. Oleh karena itu kami mengira bahwa pasien
dengan RSE seharusnya diobati secara cepat dan pilihan pengobatan harus
diselesaikan sebelum penanganan paliative mulai dirundingkan dengan keluarga.
15
Fathah.muhammad@yahoo.com / 085740967848
KESIMPULAN
16