REFLEKSI KASUS Hellp Syndrome
REFLEKSI KASUS Hellp Syndrome
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
HELLP SYNDROME
Disusun Oleh :
N 111 18 066
Pembimbing Klinik :
PALU
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
HELLP Syndrome atau sindroma HELLP adalah kumpulan gejala
yang mencakup hemolisis, peningkatan enzim liver, dan jumlah platelet
yang kurang dari batas bawah. Bersama dengan preeklampsia, sindroma
HELLP adalah penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada ibu hamil
di dunia. HELLP biasanya berkembang secara tibatiba dalam kehamilan
(Usia Kehamilan/UK 27-37 minggu) atau pada masa puerperium. Sebagai
salah satu bentuk kriteria dari preeklampsia berat, HELLP memiliki onset
yang juga mengawali proses gangguan pada perkembangan dan fungsi
plasenta, dan iskemia yang memicu stress oksidatif, yang secara akumulatif
akan mengganggu endothelium melalui aktivasi platelet, vasokonstriktor,
dan menyebabkan terganggunya kehamilan. normal yang ditunjukkan
dengan abnormalitas relaksasi vaskular.3
2.2. EPIDEMIOLOGI
Sindrom HELLP ditemukan pada 0,17 – 0,85 % kehamilan, dan
lebih sering ditemukan pada multipara tua, wanita ras Kaukasian. Pada 70%
kasus sindrom HELLP didiagnosis saat antepartum: 10% sebelum 27
minggu, 70% antara usia kehamilan 27 – 37 minggu, dan 20% setelah 37
minggu. Pada 30% kasus terdiagnosis pada saat intra-pratum atau
postpartum. Risiko berulang pada kehamilan berikutnya sekitar 19 – 27%
kasus.4,5
Sindrom HELLP terjadi pada 1 – 8 per 1000 kehamilan. Pada
kehamilan dengan pre-eklampsia, hasil laboratorium sindrom HELLP
ditemukan pada 2 – 20 % kasus, sedang pada kehamilan dengan eklampsia
ditemukan hasil laboratorium yang mendukung sindrom HELLP ditemukan
pada 10 – 30 % kasus.6
2.3. KLASIFIKASI
Klasifikasi sindrom HELLP menurut Missisipi (berdasarkan kadar
trombosit darah) yaitu sebagai berikut.1
2.5. ETIOPATOGENESIS
Etiologi pasti penyakit belum jelas. Namun ada beberapa teori
yang dihubungakan dengan kejadiannya. Diantaranya akan dibahas berikut
ini.1
1 Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal terjadi invasi trofoblas (gambar 1)
ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menyebabkan degenerasi
lapisan otot sehingga menyebabkan dilatasi arteri spiralis. Invasi juga
terjadi di jaringan sekitar arteri spiralis sehingga menyebabkan jaringan
menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri mengalami dilatasi. Hal
ini disebut dengan remodelling arteri spiralis. Namun, hal ini tidak
terjadi pada penderita preeklampsia/sindrom HELLP sehingga lumen
arteri menjadi kaku. Terjadi kegagalan remodelling arteri spiralis.
Perbedaan lumen arteri spiralis pada kehamilan norma dan kehamilan
dengan preeklampsia/sindrom HELLP yaitu 300 mikron.1,8
2 Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Iskemik plasenta terjadi akibat kegagalan remodelling arteri
spiralis. Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan penurunan aliran
darah uteroplasenta sehingga terjadi iskemia.1 Secara normal, dalam
tubuh terdapat produksi radikal bebas atau oksidan yang diimbangi
dengan produksi anti-oksidan. Salah satu oksidan penting yang
dihasilkan oleh plasenta yaitu hidroksil yang sangat toksik terhadap
endotel pembuluh darah. Dalam kasus preeklampsia, terjadi
ketidakseimbangan produksi anti-oksidan (vitamin E) dan oksidan
sehingga menyebabkan kerusakan membran endotel sehingga terjadi
disfungsi endotel.1,8,9 Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya hal-hal
berikut ini:
a Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi
endotel yaitu produksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan vasodilator kuat,
b Agregasi trombosit yang memproduksi tromboksan (TXA2)
yang merupakan vasokonstriktor kuat,
c Perubahan khas sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis),
d Peningkatan permeabilitas kapiler,
e Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar NO (vasodilator) menurun, sedang endotelin
(vasokonstriktor) meningkat,
f Peningkatan faktor koagulasi. 1,9
3 Teori imunologi
Pada teori ini, hasil konsepsi yang pada kehamilan norma tidak
ditolak oleh respon imun ibu, pada kehamilan dengan preeklampsia
dianggap sebagai korpus alienum terjadi reaksi imunitas untuk melawan
hasil konsepsi dengan pembentukan sel-sel radang. Terjadi invasi
makrofag di subendotlial yang juga menyebabkan penyempitan lumen
pembuluh darah (gambar 2). Hal ini merupakan peran dari human
leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam
memodulasi respon imun sehingga hasil konsepsi tidak ditolak. HLA-G
juga melindungi hasil konsepsi dari lisis oleh sel Natural Killer dan
memudahkan terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu
untuk mempermudah dilatasi arteri spiralis seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.1,8
4 Teori adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter (tidak peka)
terhadap bahan-bahan vasopresor karena dilindungi oleh adanya sintesis
prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan
dengan menghilangnya daya refrakter akibat pemberian sintesis
prostaglandin inhibitor yang disebut dengan prostasiklin. Ada
kehamilan dengan preeklampsia terjadi kehilangan daya refrakter
pembuluh darah.1
5 Teori genetik
Terdapat faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.
Dalam hal ini genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip lain.1,8
6 Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di
dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi yang juga terjadi pada kehamilan normal. Namun, pada
kehamilan dengan preeklampsia terjadi pelepasan debris yang
berlebihan akibat peningkatan stres oksidatif. Hal ini menyebabkan
reaksi inflamasi menjadi meningkat sehingga mengaktivasi sel endotel,
makrofag/granulosit, yang pada akhirnya menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.1
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis sindrom HELLP dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang mendukung
khususnya pemeriksaan laboratorium. Hellp syndrome didahului tanda dan
gejala yang tidak khas seperti malaise, lemah, nyeri kepala, mual dan
muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Adanya tanda
dan gejala preeklampsia.4,5,9
1 Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis dini sindrom HELLP berdasarkan hemolisis, tes fungsi
hati, dan disfungsi ginjal.2 Hemolisis dapat dibuktikan dengan
peningkatan kadar lactate dehydrogenase (LDH) >600 IU/L dan
penurunan kadar serum haptoglobulin. Marker sensitif ini dapat
dideteksi sebelum terjadi peningkatan serum bilirubin indirek dan
penurunan kadar hemoglobin.2,5 Peningkatan enzim hati (SGOT dan
SGPT) merupakan marker awal adanya hemolisis dan kerusakan hepar.
Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time
(APTT) bisa saja normal pada awal perjalanan penyakit, namun kadar
produk degradasi fibrin, D-dimer, dan peningkatan kompleks thrombin-
antithrombin, marker terjadinya fibrinolisis dan agregasi trombosit. 2,5
Gagal hati akut jarang terjadi karena double vaskularisasi pada hepar
dan fungsi kapasitasnya di bawah rendahnya ambilan oksigen.
Walaupun demikian, mikroangiopati dengan obstruksi sinusoid yang
menyebabkan nekrosis hepar yang bertanggungjawab peningkatan AST
(250 IU/L) dan ALT. Pada 30% kasus, terjadi peningkatan gamma GT,
alkalin fosfatase dan serum bilirubin dalam jumlah sedang. Nekrosis
hepatik dan perdarahan intraparenkim merupakan lesi fokal, sintesis
enzim hati masih dapat dipertahankan. PT biasanya normal, kecuali
pada kasus berat dengan komplikasi DIC.5 Trombositopenia merupakan
penyebab utama gangguan koagulasi pada sindrom HELLP. Banyak
faktor yang berperan dalam patogenesis trombositopenia: kerusakan
endotel vaskular, perubahan produksi prostasiklin dan peningkatan
deposit fibrin pada dinding vaskular. Terjadi akselerasi destruksi
trombosit, aktivasi trombosit, peningkatan volume trombosit dan
ditemukan produksi megakariosit. Peningkatan respon kalsium
trombosit ke arginin-vasopresin, yang memudahkan terjadinya
trombositopenia dan terjadi pada trimester awal kehamilan, yang
dilaporkan sebagai faktor prediktor preeklampsia. 2,5 Bila jumlah
trombosit menurun < 50.000/mm3 yang dihubungkan dengan DIC
dengan prognosis buruk.2,5 Penurunan jumlah trombosit maternal terjadi
segera setelah proses kelahiran, kemudian mulai meningkat 3 hari post-
partum, mencapai >100.000/mm3 setelah 6 hari post-partum. Bila tidak
terjadi peningkatan trombosit setelah 96 jam post-partum merupakan
indikasi kelainan yang berat, dengan kemungkinan perkembangan gagal
multi-organ.5
2 Pemeriksaan Pencitraan
Pencitraan pada hepar penting untuk mengevaluasi perdarahan
subkapsular dan intraparenkim dan ruptur hepar. Pada wanita hamil,
dapat dilakukan USG dan MRI untuk mencegah radiasi ionisasi. CT-
scan dilakukan saat post-partum.5
USG transabdominal membuktikan adanya hematom intrahepatik
yang tampak pada monitor dengan struktur hipoekhoik. Sedang CT-
scan dan MRI mendeteksi adanya hemoperitoneum, hematom
intrahepatik, dan permukaan yang irregular antara parenkim hepatik
normal dan hematom intrahepatik yang berhubungan dengan daerah
kapsul yang ruptur. Arteriografi hepatik, merupakan prosedur invasif,
dapat mendeteksi perdarahan dan hanya dapat dilihat sebelum terjadi
embolisasi arteri.5
3 Biopsi Hepar
Biopsi hepar berisiko terjadinya perdarahan dan ruptur hepar.
Perdarahan periportal, nekrosis fokal parenkim dan steatosis
makrovesikular dapat diobservasi pada 1/3 pasien. Deposit fibrin dan
deposit hyalin ditunjukkan pada imunofluoresens pada level sinusoid
hepar. Spesimen hepar menunjukkan hasil positif pada reaksi terhadap
IL-1, IL-8, TNF (dan antibodi elastase neutrofil) yang negatif pada
AFLP.5,10
2.8 PENATALAKSANAAN
Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu,
terutama kelainan koagulasi. Langkah selanjutnya adalah evaluasi
kesejahteraan janin dan usia kehamilan. Akhirnya, keputusan harus dibuat
mengenai apakah pengiriman segera diindikasikan atau tidak. Terdapat
konsensus yang pendapat bahwa persalinan yang cepat diindikasikan jika
sindrom berkembang setelah 34 minggu kehamilan atau lebih awal jika ada
disfungsi multi-organ, DIC, infark hepar atau perdarahan, gagal ginjal,
dugaan abrupsi plasenta, atau status janin yang tidak meyakinkan untuk
bertahan. Ada ketidaksepakatan yang signifikan mengenai manajemen
wanita dengan sindrom HELLP sebelum 34 minggu kehamilan, yaitu
kematangan paru janin belum tercapai pada UK tersebut. Beberapa penulis
merekomendasikan memperpanjang kehamilan sampai 34 minggu
kehamilan atau sampai adanya perkembangan sebagai indikasi ibu atau
janin untuk persalinan. Meskipun tampaknya bahwa manajemen kehamilan
mungkin bermanfaat, hasil perinatal secara keseluruhan tampaknya tidak
membaik bila dibandingkan dengan kasus usia kehamilan yang sama yang
dilahirkan dalam waktu 48 jam setelah diagnosis sindrom HELLP.3
Penatalaksanaan preeklampsia dan sindrom HELLP masih
kontroversial. Kebanyakan modalitas terapi yang diterapkan sama dengan
preeklampsia berat. Pengobatan harus dilakukan di Intensive Care Units
(ICU) dengan dialisis dan didukung oleh ventilator pada kasus berat, dan
terdiri dari plasma expander, obat antitrombosis, heparin, antitrombin,
aspirin dosis rendah, prostasiklin, imunosupresif, steroid, plasma darah
segar, dialisis.5,10
Pemberian kortikosteroid diikuti oleh perbaikan yang cepat dari
segi klinis maupun parameter laboratorium, sehingga terminasi kehamilan
dapat ditunda. Perbaikan trombositopenia lebih sering diobservasi pada
pemberian bertahap dari dosis rendah ke dosis tinggi. Pemberian
kortikoseteroid (deksametason, betametason) dianggap dapat meningkatkan
kadar trombosit darah.5,11
Keuntungan pada maternal yaitu memperpanjang masa antara
masuk rumah sakit dan induksi persalinan, dan keuntungan pada fetus yaitu
menambah berat badan lahir. Plasmafaresis dengan plasma darah segar
diberikan pada pasien yang menunjukkan progresifitas hiperbiliruinemia,
kreatinin serum, dan trombositopenia berat. Hal ini juga direkomendasikan
pada pasien dengan sindrom HELLP yang bertahan lebih dari 72 jam
postpartum.5,11 Pedoman pemberian MgSO41,12,13
Syarat pemberian:
1 Tersedia antidotum (kalsium glukonat)
2 Refleks patella (+)
3 Frekuensi pernapasan >16 kali/menit
2.9 KOMPLIKASI
Dapat terjadi komplikasi berupa perdarahan otak yang merupakan
komplikasi paling berat yang bersifat fata pada 50-65% kasus. Peningkatan
tekanan darah diastol secara tiba-tiba di atas 120 mmHg meningkatkan
risiko komplikasi hipertensi ensefalopati, aritmia ventrikel, DIC.
Komplikasi pada otak jarang terjadi namun jarang memberat.5
Komplikasi renal terjadi pada level mikrovaskular (trombosis
vaskular, oklusi arteri renal, hipoperfusi). Sindrom HELLP dapat
menyebabkan nekrosis tubular yang bersifat reveribel dan nekrosis kortikal
(pada sebagian besar kasus menimbulkan sequelae). Iskemia kortikal dapat
menyebabkan hipertensi arterial, dan trombosis mikroangiopatik yang
menyebabkan disfungsi renal. Gagal ginjal pada sindrom HELLP dapat
menyebabkan gangguan koagulasi, perdarahan, dan syok. Insidensnya
berkisar sekitar 8%.5
Diabetes insipidus nefrogenik jarang terjadi yang
dikarakteristikkan dengan resistensi arginin-vasopresin yang dimeddiasi
oleh peningkatan kadar vasopresinase. Peningkatan vasopresinase dapat
terjadi akibat defisiensi metabolik hepar.5
Komplikasi hepatik yaitu infark, perdarahan dan hematom. Ruptur
hepatik terjadi dalam 1/40.000 – 1/250.000 kasus. Adanya perdarahan hepar
dan hematom subkapsular, taruma minor (muntah, transportasi pasien,
palpasi hepar, proses kelahiran, kejang) dapat menginduksi terjadinya ruptur
hepar yang memberikan gejala nyeri epigastrik tiba-tiba, anemia dan
hipotensi.5
2.10 PROGNOSIS
Angka mortalitas pada ibu dengan sindrom HELLP berkisar antara
18 – 86 %. Prognosis bergantung pada diagnosis segera dan pendekatan
sesegera mungkin. Mortalitas bayi pada saat perinatal bervariasi antara 6,7 –
70%. Sindrom HELLP menyebabkan kelahiran prematur. Sekitar 60%
menjadi kematian janin dalam rahim (KJDR), 30% pertumbuhan janin
terhambat (PJT), dan 25% trombositopenia. Masa kritis berkembang setelah
induksi persalinan. Pada kehamilan selanjutnya dapat berulang 43%.5,13
BAB III
REFLEKSI KASUS
Tanggal Pemeriksaan :
Jam :
Ruangan : IGD Kebidanan RS UNDATA
I. DENTITAS
II. ANAMNESIS
Pasien rujukan dari RS Buol masuk dengan keluhan Post partum hari ke-II
dengan pasca kejang. Kejang berlangsung sebelum persalinan sebanyak 3 kali. 2
kali kejang di puskesmas dan 1 kali kejang saat di perjalanan menuju Rumah
Sakit Buol. Kejang berlangsung kurang lebih 1 menit dan pasien masih sadar,
sekarang pasien mengalami pandangan kabur (+), lemah (+), malaise (+), sesak
napas (+), nyeri perut kuadran kanan atas (+), mual (+), muntah 3x sejak tadi
malam, isi muntahan makanan bercampur air, nyeri ulu hati tembus belakang (+),
pusing (+), sakit kepala (-), demam (-), kencing hanya sedikit-sedikit disertai
darah, BAB normal dan edema pada kedua tungkai (+/+).
Riwayat hipertensi dalam kehamilan sejak usia kehamilan 28 minggu (+), riwayat
kejang (-), riwayat DM (-), asma (-), penyakit jantung (-), alergi (-). Riwayat
Obstetri :
Anak pertama jenis kelamin laki-laki usia 5 tahun, aterm lahir spontan
LBK, persalinan ditolong bidan, BBL : 2500 gram
Anak kedua, jenis kelamin laki-laki, preterm lahir spontan LBK,
persalinan ditolong bidan, BBL : 2000 gram (meninggal saat lahir)
Anak ketiga, jenis kelamin laki-laki, aterm lahir spontan LBK, persalinan
ditolong bidan, BBL 2700 gram
Riwayat alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
RIwayat menstruasi :
Pertama kali haid saat berusia 12 tahun, teratur, sering terasa sakit saat
haid namun setelah menikah sudah jarang sakit saat haid, durasi haid 5 hari.
Riwayat kontrasepsi : KB pil.
Riwayat pernikahan : Pernikahan pertama, ±7 Tahun lalu
C. TANDA VITAL :
Tekanan Darah : 180/120 mmHg
Nadi : 110x/menit
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : 36,50C Axilla
D. STATUS GENERALISATA
Kepala :
Bentuk : Normochepal
Mata : Eksoftalmus (-/-), penglihatan kabur (+/+)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (+/+)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru paru :
E. STATUS OBSTETRI
TFU : 2 jari dibawah umbilikus
Kontraksi uterus : baik
Lokia : Rubra (+)
Pemeriksaan dalam vagina : tidak dilakukan.
F. HASIL LABORATORIUM
Laboratorium:
Wbc : 28 x 103/mm3 BT : 5’
Hgb : 8,4 gr/dl CT : 7’30”
Hct : 38.6 % HbSAg : non-reaktif
Plt : 63 x 103/l Ureum : 156,7mg/dL
Rbc : 4,8 x 106/l Creatinin : 5,78 mg/dL
SGOT : 805 U/L
SGPT : 287 U/L
Urine
Protein : +2 Silinder : (-)
Leukosit :5 Epitel : (+)
Eritrosit : 15 Kristal : (-)
G. DIAGNOSIS
PIIIA0 post partum H2 + anemia + Post eklampsia + HELLP syndrome
H. PENTALAKSANAAN
Pasang oksigen 4 lpm
IVFD RL 500 CC
Inj. Ranitidin 1amp/8jam/iv
Inj ondansetron 2 mg//ampul/12 jam IV
Inj. Dexamethasone 10 mg /12 jam IV
Inj Meropenem 1 gr/8 jam IV
Drips metronidazole 500 mg/ 8 jam IV
Nifedipin 3 x 10 mg
Metildopa 2 x 250 mg
Transfusi 1 labu Whole blood cell
Pasang kateter
Edukasi pasien untuk banyak minum air
Monitoring trombosit tiap 12 jam
I. FOLLOW UP
1. Perawatan hari pertama
S : Nyeri perut tembus belakang (+), pusing (+), sakit kepala (+), penglihatan
kabur (+), edema pada tungkai (+/+), sesak (-), mual (-), muntah (-), BAB
(+), BAK (+) sudah tidak pekat, perdarahan jalan lahir (+)
Lokia rubra +
Nadi : 88x/m
Suhu : 36.5
Pernapasan : 20 x/menit
Wbc : 27 x 103/L
PLT : 81 x 103/L
SGOT : 75 U/L
SGPT : 65 U/L
Nadi : 82x/m
Suhu : 36.5
Pernapasan : 20x/menit
Pemeriksaan laboratorium :
Wbc : 25 x 103/L
Hgb : 8,7 gr/dl
` PLT : 115 x 103/L
SGOT : 55 U/L
SGPT : 34 U/L
Albumin 2,4 mg/dl
Ureum 213 mg/dl
Creatinin 8,6 mg/dl
A : PIIIA0 post partum H4 + anemia + Post eklampsia + HELLP syndrome +
acute kidney injury
P :
Wbc : 17 x 103/L
Hgb : 9,23 gr/dl
` PLT : 120 x 103/L
SGOT : 39 U/L
SGPT : 34 U/L
Albumin : 3,0 mg/dl
P:
a. IVFD RL 500 CC : Nacl 0,9% (1 : 1) 20 tetes/menit
b. Inj anbacim 1 gr/12 jam IV
c. Vip albumin 1 x 1
d. Aminefron 1 x 1
e. cek darah rutin
f. Indikasi Hemodialisa
Nadi : 82x/m
Suhu : 36.5
Pernapasan : 20x/menit
Hasil laboratorium :
Wbc : 11 x 103/L
Hgb : 9,4 gr/dl
PLT : 134 x 103/L
A : PIIIA0 post partum H6 + anemia + Post eklampsia + HELLP syndrome +
acute kidney injury
P :
IV. RESUME
Berdasarkan anamnesis Pasien rujukan dari RS Buol masuk dengan
keluhan Post partum hari ke-II dengan post eklampsia. Kejang berlangsung
sebelum partus sebanyak 3 kali. 2 kali kejang di puskesmas dan 1 kali kejang saat
di perjalanan menuju Rumah Sakit Buol. Kejang berlangsung kurang lebih 1
menit dan pasien masih sadar, sekarang pasien mengalami pandangan kabur (+),
lemah (+), malaise (+), sesak napas (+) nyeri abdomen hipokondrium dextra (+),
nausea(+), vomitus 3x sejak tadi malam, isi muntahan makanan bercampur air,
nyeri ulu hati tembus belakang (+), pusing (+), oligouria disertai hematuria,
defekasi normal dan edema pada kedua tungkai (+/+). Riwayat hipertensi pada
saat usia kehamilan 28 minggu.
Dari pemeriksaan fisik : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (+/+), TD :
180/120 , nadi 110 x/m, respirasi 28 x/m, Suhu 36,8ºC. Nyeri tekan kuadran
kanan atas, TFU 2 jari dibawah umbilikus, kontraksi uterus baik, lokia rubra (+),
ekstremitas bawah edema (+/+). Dari pemeriksaan laboratorium : wbc 28 x 10 3/L
Hgb 8,4 gr/dl, Hct 38,6%, PLT 63 x 103/L, SGOT 805 U/L, SGPT 287 U/L,
ureum 156,7 mg/dl, creatinin 5,78 mg/dl. Urinalisis : protein +2, leukosit 5/LPB,
eritrosit 15, epitel (+).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang ditegakan diagnosis
pada pasien ini yaitu PIIIA0 post partum H2 + anemia + Post eklampsia + HELLP
syndrome dan dilakukan terapi Pasang oksigen 4 lpm, IVFD RL 500 CC , Inj.
Ranitidin 1amp/8jam/iv, Inj ondansetron 2 mg//ampul/12 jam IV, Inj.
Dexamethasone 10 mg /12 jam IV, Inj Meropenem 1 gr/8 jam IV, Drips
metronidazole 500 mg/ 8 jam IV, Nifedipin 3 x 10 mg, Metildopa 2 x 250 mg,
Transfusi 1 labu Whole blood cell.
Setelah dua hari diruang perawatan biasa pasien di lakukan pemeriksaan
laboratorium di dapatkan hasil peningkatan kadar ureum 213 mg/dl dan Creatinin
8,6 mg/dl sehingga pasien ini di diagnosa PIIIA0 post partum H4 + anemia + Post
eklampsia + HELLP syndrome + acute kidney injury sehingga pasien alih rawat
interna untuk di lakukan penatalaksanaan pada acute kidney injury.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1 HELLP Syndrome atau sindroma HELLP adalah kumpulan gejala
yang mencakup hemolisis, peningkatan enzim liver, dan jumlah
platelet yang kurang dari batas bawah.
2 Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor resiko antara
lain primigravida, hiperplasentosis, umur yang ekstrim (>35 tahun),
riwayat keluarga pernah preeklamsia/eklamsia, penyakit-penyait
ginjal dan hipertensi yang sudah lama ada sebelum hamil serta
obesitas.
3 Gejala yang dapat dikeluhkan pasien pada sekitar 52% pasien
eklampsia dari 61 pasien dengan sindrom HELLP berhubungan
dengan nyeri kepala, mual dan muntah, gangguan penglihatan dan
nyeri epigastrik. Pada beberapa kasus dapat ditemukan adanya
perdarahan spontan atau perdarahan gastrointestinal
DAFTAR PUSTAKA